Pencarian

The Name Of Rose 9

The Name Of The Rose Karya Umberta Eco Bagian 9


dengan cara ini, Santo Mikhael Malaikat Agung melindungiku, karena demi manfaat bagi pembaca di masa depan dan mengecam habis-habisan kesalahanku, sekarang aku ingin menceritakan bagaimana seorang pemuda bisa menyerah kepada gertakan Iblis, bahwa itu semua perlu diketahui dan jadi jelas, sehingga siapa saja yang kelak menemui kejadian seperti itu bisa mengalahkannya.
Jadi, bayang-bayang itu s eorang perempuan. Atau, lebih tepatnya, seorang gadis. Karena sampai saat itu (dan sejak itu, Puji Tuhan) aku tidak bergaul erat dengan makhluk jenis itu, aku tidak bisa menebak berapa usianya. Aku tahu bahwa ia masih muda, hampir remaja, mungkin sudah mengalami enam belas atau tujuh belas musim semi, atau mungkin dua puluh; dan aku terpana oleh kesan dari kenyataan manusia yang muncul dari bentuk itu. Itu bukan penampakan, dan bagaimanapun juga, bagiku seakan nyata.
Mungkin karena ia gemetar bagaikan seekor burung kecil di musim dingin, dan menangis, dan takut kepadaku. Karena berpikir bahwa tugas setiap orang Kristen yang baik adalah menolong tetangganya, aku mendekatinya dengan amat ramah dan mengatakan dalam bahasa Latin yang baik agar dia tidak perlu takut, karena aku seorang teman, dan apa pun yang terjadi bukan seorang musuh, jelas bukan musuh yang mungkin ia takuti.
Karena lembutnya tatapanku, kukira, makhluk itu jadi tenang dan mendekatiku. Aku merasa bahwa ia tidak memahami bahasa Latinku dan
secara naluriah aku mengajaknya bicara dalam bahasa Jerman dari negeriku, dan ini membuatnya amat ketakutan, entah karena bunyi kata-kata itu kasar, tidak dikenal oleh penduduk tempat itu, atau karena bunyi kata-kata itu mengingatkan dia akan suatu pengalaman lain dengan serd
adu bangsaku. Aku tidak yakin yang mana.
Kemudian aku tersenyum, sambil mempertimbangkan bahwa bahasa gerak-gerik dan bahasa wajah lebih universal daripada kata-kata, dan ia menjadi tenang. Ia juga tersenyum kepadaku, dan mengucapkan beberapa patah kata.
Aku kenal dialeknya sedikit-sedikit; berbeda dari sedikit yang telah kupelajari di Pisa, tetapi dari nadanya aku menyadari bahwa ia mengucapkan kata-kata manis kepadaku, dan seakan-akan mengatakan sesuatu seperti, "Kau muda, kau tampan Seorang novis yang telah melewatkan seluruh masa kecilnya dalam suatu biara jarang sekali mendengar pernyataan tentang ketampanannya; kami memang biasa diingatkan bahwa kecantikan fisik itu hanya bersifat sementara dan harus dianggap rendah. Tetapi si Musuh tetap mencemooh, dan aku mengakui bahwa pernyataan akan ketampananku, meskipun bohong, terasa manis di telingaku dan membuat aku dipenuhi oleh emosi yang tak tertahankan. Terutama karena gadis ini, sambil berkata begitu, mengulurkan tangannya sampai ujung jarinya membelai pipiku, waktu itu hampir halus. Aku merasakan semacam kemabukan, tetapi waktu itu aku tidak mampu
merasakan isyarat dosa apa saja dalam hatiku. Kekuatan Iblis itu sedemikian rupa kalau ia ingin mencobai kita dan membuang tanda kemuliaan dalam jiwa kita.
Apa yang telah kurasakan" Apa yang telah kulihat" Aku cuma ingat bahwa emosi-emosi dari momen pertama itu sukar diungkapkan, karena lidah dan pikiranku belum diajari menyebutkan istilah sensasi macam itu. Baru kemudian aku ingat kata-kata batin lainnya, yang kudengar pada waktu lain dan di tempat lain, jelas berbicara untuk tujuan lain, tetapi yang secara mengagumkan terasa cocok dengan kegembiraanku pada saat itu, seakan-akan ditakdirkan cocok untuk diungkapkan. Kata-kata yang tertekan ke dalam gua-gua memoriku lalu muncul ke permukaan bibirku yang kelu, dan aku lupa bahwa bibirku telah melayani Kitab Suci dan tulisan para santo untuk mengungkapkan kenyataan yang amat berbeda, lebih cemerlang. Tetapi apa betul ada perbedaan antara kegembiraan yang telah diungkapkan para santo dan kegembiraan yang dirasakan oleh jiwaku yang gelisah saat itu" Pada saat itu rasa membedakan yang waspada dilenyapkan dalam diriku. Dan ini, menurutku, tepatnya pertanda kegairahan dalam jurang-jurang identitas.
Tiba-tiba gadis itu tampak olehku seperti perawan hitam namun cantik yang dinyanyikan dalam Kidung Agung Salomon. Ia mengenakan gaun pendek terawang dari bahan kasar dengan dada membuka dalam gaya cukup merangsang, dan di
seputar lehernya ada seuntai kalung terbuat dari batu berwarna kecil-kecil, yang menurutku amat biasa.
Tetapi kepalanya tegak dengan bangga di atas leher yang seputih menara gading, matanya bening bagaikan telaga di Hesybon, hidungnya bagai menara di Gunung Lebanon, rambutnya merah lembayung.
Ya, ikal rambutnya bagiku seakan kawanan kambing, giginya bagai kawanan biri-biri keluar dari tempat pembasuhan, semua beranak kembar, sehingga yang tak beranak tidak ada. Dan aku tidak tahan untuk tidak menggumam: "Lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau! Rambutmu bagai kawanan kambing yang bergelombang turun dari Pegunungan Gilead; bagaikan seutas kirmizi bibirmu, pelipismu bagaikan belahan buah delima, lehermu seperti menara Daud, dibangun untuk menyimpan senjata." Dan aku bertanya kepada diriku sendiri, dengan ketakutan dan jantung berdegup keras, siapa dia yang muncul di hadapanku bagaikan fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya, terribilis ut castorum acies ordinata.[Bagaikan pasukan yang teratur dari orang-orang murni- penerj.]
Makhluk itu makin mendekatiku, sambil melemparkan bungkusan gelap yang sampai saat itu masih ia tekan di dadanya ke suatu sudut; dan ia mengangkat tangannya untuk membelai wajahku, dan mengulangi kata-kata yang sudah kudengar. Dan sementara aku tidak tahu harus lari dari dia
atau justru maju mendekat, sementara kepalaku berdenyut-denyut bagaikan sangkakala Joshua yang akan merobohkan dinding-dinding Jericho, sementara aku mendamba sekaligus takut untuk menyentuhnya, ia tersenyum dengan amat gemb
ira, mengeluarkan erangan tertahan dari seekor kambing betina yang senang, dan melepas pita yang mengikat gaun di atas dadanya, memelorotkan gaunnya dari tubuhnya seperti sehelai tunik, dan berdiri di hadapanku, pasti seperti Hawa muncul di depan Adam di Taman Eden. "Pulchra sunt ubera quae paululum supereminent et tument modice,"["Indahnya payudara, yang mungil, dan mekar sedang-sedang saja" - penerj.] gumamku, sambil mengulangi kata-kata yang telah kudengar dari Ubertino, karena payudaranya tampak olehku bagai dua anak rusa, bagai anak kijang kembar, sedang makan di tengah bunga-bunga bakung, pusarnya seperti cawan bulat, yang tak kekurangan anggur campur, perutnya timbunan gandum berpagar bunga-bunga bakung.
"O sidus clarum pellarum," seruku kepadanya, "o porta clausa, fons hortorum, cella custos unguentorum, cella pigmentaria!"["Oh, bintang yang bersinar cemerlang di antara gadis-gadis," seruku kepadanya, "oh, pintu tertutup, bilik penyimpan wewangian, bilik rempah-rempah"- penerj.]
Dengan gegabah aku menemukan diriku sendiri menempel pada tubuhnya, merasakan kehangatannya dan wewangian tajam dari salep yang belum pernah kukenal. Aku ingat, "Anak-anak, kalau cinta gila datang, lelaki tak berdaya!" dan aku memahami itu, aku tidak tahu apakah yang kurasakan itu
adalah cemooh dari Musuh atau karunia dari surga, aku sekarang tak berdaya menghadapi impuls yang menggerakkan diriku, dan aku berteriak, "O langueo," dan, "Causam languoris video nec caveo!"["Oh, aku merana," dan, "aku melihat penyebab rinduku dan aku tidak mencegahnya"- penerj.] juga karena suatu wewangian mawar yang mengembus dari bibirnya dan telapak kakinya cantik dalam sandal, dan kakinya bagaikan lajur-lajur dan permata adalah lekuk pahanya, karya dari tangan seorang perajin yang cerdik. Oh, cinta, putri kegembiraan, seorang raja tertawan dalam kepang- kepangmu, gumamku kepada diriku sendiri, dan aku berada dalam pelukannya, dan bersama-sama kami jatuh ke atas lantai kosong dapur itu, dan, entah atas inisiatifku sendiri atau melalui kemauannya, ternyata jubah novisku sudah lepas dan kami tidak merasa malu pada tubuh kami dan cuncta erant bona.[Semuanya indah- penrj.]
Ia menciumku dengan kecupan mulutnya, dan cintanya lebih lezat daripada anggur, dan minyak yang dipakainya wangi menyenangkan, dan lehernya indah di antara mutiara-mutiara, dan kedua pipinya di antara anting-anting, lihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau; bagaikan merpati matamu (kataku), dan perhatikanlah wajahmu, perdengarkanlah suaramu, karena merdu suaramu, dan elok wajahmu, engkau mendebarkan hatiku, dinda, engkau mendebarkan hatiku dengan kejapan matamu, dengan seuntai kalung yang
menghias lehermu, bibirmu meneteskan madu murni, madu dan susu ada di bawah lidahmu, napas hidungmu seperti buah apel, buah dadamu seperti gugusan anggur, kata-katamu manis bagaikan anggur, yang mengalir kepada kekasihku tak putus-putusnya dan melimpah ke bibir dan gigiku .... Mata air termeterai, narwastu dan kunyit, tebu dan kayu manis, mur dan gaharu, kumakan sambangku dan maduku, kuminum anggur dan susuku. Siapakah dia yang muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya, bagaikan pasukan yang teratur dari orang-orang murni"
Ya, Allah, manakala jiwa amat bergembira, satu-satunya kebajikan terletak dalam mencintai apa yang kau lihat, (betul kan") kebahagiaan memuncak dalam memiliki apa yang kaumiliki; di sana kehidupan penuh kebahagiaan mabuk sampai ke akar-akarnya (bukankah ini sudah dikatakan"), di sana kau menikmati kehidupan sebenarnya di mana kita akan hidup setelah kehidupan fana ini di antara para malaikat untuk selama-lamanya .... Ini yang tengah kupikirkan dan bagiku tampaknya ramalan-ramalan akhirnya terpenuhi, ketika gadis itu menyebarkan kemanisan yang tak tergambarkan ke atasku, dan itu seakan seluruh tubuhku bagai sebuah mata, di depan dan di belakang, dan tiba-tiba aku bisa melihat semua benda di sekelilingku. Dan aku paham bahwa cinta, kebaikan dan kesatuan, dan kemesraan tercipta bersama-sama, demikian juga kebaikan dan ciuman dan
kepuasan, seperti sudah kudengar, sambil percaya bahwa aku tengah
mendengar tentang sesuatu yang lain. Dan hanya untuk sejenak, ketika kegembiraanku hampir mencapai puncak, aku ingat bahwa mungkin aku sedang mengalami, dan pada malam hari, cengkeraman Iblis siang-hari-bolong, yang akhirnya dikutuk untuk mengungkapkan dirinya sendiri dalam sifat buruknya yang sebenarnya kepada jiwa yang dalam keadaan ekstase bertanya, "Siapa kau"", yang tahu caranya mencengkeram jiwa dan mem-perdaya tubuh. Tetapi aku langsung yakin bahwa penolakanku memang bersifat jahat, karena tidak ada yang bisa lebih benar dan bagus dan suci daripada apa yang sedang kualami, kemanisannya yang setiap saat bertambah. Bagaikan setetes air yang dimasukkan ke dalam sejumlah anggur akan sepenuhnya bercampur dan menjadi sewarna dan serasa anggur, bagaikan besi panas membara meleleh kehilangan bentuknya, bagaikan udara kala dibanjiri oleh cahaya matahari diubah menjadi kejernihan dan kemegahan sehingga tidak lagi tampak diterangi tetapi, justru, tampak sebagai cahaya itu sendiri, maka aku merasa diriku sendiri mati oleh keadaan mencair yang lembut, dan aku hanya tinggal punya kekuatan untuk menggumamkan kata-kata dari Mazmur: "Lihatlah dadaku bagai anggur baru, tertutup, yang memenuhi bejana-bejana baru." Dan tiba-tiba aku melihat suatu cahaya cemerlang dan di dalamnya suatu bentuk berwarna kuning Jingga yang memancarkan suatu api yang bercahaya dan manis, dan cahaya menyenangkan itu menyebar ke seluruh api yang
menyala, dan api yang bercahaya ini ke seluruh bentuk keemasan itu dan cahaya cemerlang dan api menyala itu ke seluruh bentuk tersebut.
Ketika, setengah tak sadar, aku jatuh ke atas tubuh yang kepadanya aku sudah menyatukan diriku, aku mengerti bahwa dalam suatu semburan kuat terakhir itu, api mengandung suatu kejernihan mengagumkan, suatu kekuatan luar biasa, dan suatu semangat berapi-api, tetapi karena memiliki kejernihan luar biasa itu maka nyala api itu akan menerangi dan menjadi semangat berapi-api yang bisa dibakarnya. Lalu aku memahami jurang itu, dan itu menjelmakan jurang-jurang yang lebih dalam.
Sekarang, dengan tangan gemetaran (entah karena ketakutan akan dosa yang akan kuceritakan atau dalam nostalgia rasa bersalah dari kejadian yang kuingat), ketika menuliskan ini semua, aku menyadari bahwa untuk menggambarkan ekstase jahatku saat itu, aku sudah menggunakan kata-kata yang sama yang kugunakan, hanya beberapa halaman sebelumnya, untuk menggambarkan api yang membakar tubuh martir Fraticello Michael. Juga bukan suatu kebetulan bahwa tanganku, alat pasif dari jiwa ini, telah menuliskan ungkapan yang sama untuk dua pengalaman yang amat sangat berbeda, karena mungkin aku telah mengalami kedua kejadian tersebut dalam cara yang sama, saat aku mengalami keduanya, dan sekarang, saat aku berusaha menghidupkan kembali pengalaman tersebut di atas perkamen ini.
Ada suatu kebijaksanaan misterius yang memisahkan fenomena itu sendiri di antara fenomena-fenomena berbeda yang bisa disebut dengan nama-nama yang analog, persis seperti hal-hal suci dapat disebut dengan istilah bumi, dan lewat simbol-simbol berarti ganda maka Tuhan dapat disebut singa atau macan tutul; dan kematian dapat disebut pedang; kegembiraan, nyala api; kematian, jurang; jurang, kutukan; kutukan, pesona; dan pesona, berahi.
Mengapa aku dulu, sebagai anak muda, menggambarkan ekstase kematian yang telah membuatku terkesan dalam martir Michael dengan kata-kata yang telah dipakai Santo Michael untuk menggambarkan ekstase kehidupan suci. Namun, aku tetap tidak tahan untuk tidak menggambarkan ekstase (yang tercela dan sekilas saja) kenikmatan duniawi dengan kata-kata yang sama, yang segera setelah itu secara spontan telah tampak bagiku sebagai suatu sensasi kematian dan kemusnahan" Sekarang aku akan berusaha merefleksi caraku merasakan, selang beberapa bulan, dua pengalaman yang langsung menggairahkan dan menyakitkan, dan merefleksi kejadian malam itu di biara tersebut, tentang bagaimana secara sadar aku ingat yang satu dan merasakan yang lain dengan indraku, selang beberapa jam, dan leb
ih jauh lagi, bagaimana aku sekarang menghidupkannya kembali, dengan menuliskan kalimat-kalimat ini, dan tentang bagaimana dalam semua ketiga kejadian itu aku membacakan untuk diriku sendiri dengan kata-kata
dari pengalaman lain dari jiwa suci yang dibinasakan dalam penampakan suci itu. Apakah aku sudah dihujat (waktu itu" sekarang")" Apa yang serupa dalam hasrat Michael untuk mati, dalam kegembiraan yang kurasakan ketika melihat api mengha-nguskannya, dalam hasrat untuk kesatuan jasmaniah yang kurasakan dengan gadis itu, dalam rasa malu mistik yang kupakai untuk menerjemahkannya secara alegoris, dan dalam hasrat untuk kebinasaan menggembirakan yang menggerakkan hati santo itu untuk mati dalam cintanya sendiri dengan tujuan hidup lebih lama dan kekal" Mungkinkah hal-hal begitu samar-samar dapat dikatakan dalam suatu cara yang sedemikian gamblang" Dan ini, agaknya, adalah ajaran yang diwariskan kepada kita oleh Santo Thomas, yang paling hebat dari semua doktor: semakin itu tetap berupa kiasan yang gamblang, semakin itu berupa kiasan yang tidak serupa dan tidak harfiah, suatu metafora akan semakin mengungkapkan kebenarannya. Tetapi jika cinta akan nyala api dan kematian adalah metafora untuk cinta akan Tuhan, mungkinkah itu menjadi metafora untuk cinta akan kematian dan cinta akan dosa" Ya, karena singa dan ular keduanya mewakili Kristus dan Iblis. Nyatanya, interpretasi yang betul hanya dapat ditetapkan oleh kewenangan para tua-tua, dan dalam kasus yang menderaku, pikiranku yang taat ini tidak tahu harus mengacu kepada siapa, dan aku terbakar dalam keraguan (dan gambar api muncul lagi untuk menetapkan alam kosong kebenaran dan kepenuhan dari
kesalahan yang membinasakan diriku!). Apa yang tengah terjadi dalam jiwaku, Ya Tuhan, sehingga sekarang aku membiarkan diriku dicekam oleh kenangan yang berpusar itu dan aku membakar saat-saat yang berbeda sekaligus, seakan aku harus memanipulasi tatanan bintang dan urutan gerakan mereka di langit" Sudah jelas aku mulai melangkahi batasan dari inteligensiaku yang sakit dan penuh dosa ini. Sekarang, marilah kita kembali kepada tugas yang dengan rendah hati kutetapkan untuk diriku sendiri. Aku akan menceritakan bagaimana aku sepenuhnya terbenam ke dalam kebingungan indra. Di sana, aku sudah menceritakan apa yang kuingat tentang kejadian itu, dan biarkan penaku yang lemah ini, penulis kronik yang dapat dipercaya dan setia, berhenti dulu.
Aku berbaring, entah untuk berapa lama, di samping gadis itu.
Dengan suatu gerakan ringan tangannya terus menyentuh tubuhku, sekarang lembap oleh keringat. Aku merasakan suatu kegairahan batin, yang bukan kedamaian, tetapi seperti percikan api terakhir hampir padam yang mengulur waktu untuk mati di bawah bara api, sementara apinya sendiri sudah mati. Aku tidak akan ragu menyebut seseorang yang dikaruniai pengalaman yang agak serupa dalam hidup ini sebagai orang teberkati (gumamku seakan dalam tidurku), bahkan jika amat jarang (dan, nyatanya, aku hanya mengalaminya saat itu saja), dan sebentar saja, untuk sekali saja. Seakan seseorang tidak lagi hidup, karena sama
sekali tidak merasakan identitasnya, atau merasa tertekan, hampir binasa: jika seorang makhluk fana (kataku kepada diriku sendiri) untuk sekali saja dan hanya sebentar saja, dapat menikmati apa yang telah kunikmati, ia bisa langsung memandang dunia jahat ini dengan mata terbuka lebar, akan merasa sedih oleh kutukan kehidupan sehari-hari, akan merasakan beratnya tubuh kematian .... Bukankah ini sudah diajarkan kepadaku" Imbauan dari seluruh semangatku untuk menghilangkan semua kenangan penuh kebahagiaan itu sudah tentu merupakan (sekarang aku memahaminya) terangnya matahari abadi; dan kegembiraan yang dihasilkannya membuka, memperluas, memperbesar manusia, dan jurang menganga yang disangga manusia di dalam dirinya sendiri tidak begitu mudah lagi ditutup, karena itu adalah luka oleh tikaman pedang cinta, juga tidak ada lagi yang lebih manis dan mengerikan di dunia ini. Tetapi begitulah kebenaran dari matahari: ia melubangi orang yang terluka itu dengan sinarnya dan semua luka itu melebar, ora
ng itu tertutup dan melebar, urat-urat darahnya sendiri membentang jelas, kekuatannya sekarang tidak mampu menaati perintah yang diterimanya, dan hanya tergerak oleh hasrat, semangat membakar, tenggelam ke dalam jurang dari apa yang sekarang disentuhnya, melihat hasratnya sendiri dan kebenarannya sendiri dihapus oleh realitas yang sudah ia alami dan sekarang masih ia alami. Dan satu saksi, saksi yang diam, kegairahan orang itu sendiri.
Dan dalam cengkeraman sensasi-sensasi kegembiraan hari yang tak terlukiskan itu, aku tertidur. AKU membuka mataku kembali beberapa saat kemudian, dan cahaya bulan, mungkin karena tertutup awan, sudah jauh meredup. Aku merenggangkan tanganku ke samping dan tidak lagi merasakan tubuh gadis itu; ia sudah lenyap.
Tidak adanya objek yang telah melepaskan tali hasratku dan memuaskan dahagaku itu membuat aku tiba-tiba menyadari sia-sianya hasrat sekaligus jahatnya dahaga tersebut. Omne animal triste post coitum.[Semua binatang sedih setelah bersanggama- penerj.] Aku jadi sadar bahwa aku telah berdosa. Sekarang, setelah bertahun-tahun dan lama sekali, sementara masih meratapi kekeliruanku dengan pedih, aku tidak dapat melupakan betapa aku merasakan kenikmatan luar biasa malam itu, dan tentunya aku akan melakukan suatu kesalahan terhadap Yang Mahakuasa, yang menciptakan semua hal dalam kebaikan dan keindahan, andaikan aku tidak mengakui bahwa di antara kedua pendosa juga terjadi yang sesuatu dengan sendirinya, alamiah, bagus, dan indah. Tetapi mungkin usia tuaku sekarang ini, yang membuatku merasa, dengan rasa bersalah, betapa indah dan bagusnya semua masa mudaku. Tepat ketika aku harus memalingkan pikiranku kepada kematian, yang mulai mendekat. Waktu itu, karena masih muda, aku tidak berpikir tentang kematian, tetapi, dengan bersemangat dan tulus, aku menangisi dosaku.
Aku berdiri, dengan gemetar, juga karena aku
sudah berbaring lama di atas lantai batu dapur yang dingin dan tubuhku terasa kaku. Aku mengenakan baju, hampir terburu-buru. Kemudian aku melihat di sudut itu, bungkusan yang telah ditinggalkan gadis itu ketika lari. Aku membungkuk untuk memeriksa benda itu: itu semacam bundelan, sehelai kain digulung yang agaknya berasal dari dapur. Aku membukanya, dan mula-mula aku tidak mengerti apa yang ada di dalamnya, baik karena cahaya yang suram maupun karena bentuk isinya yang tak berbentuk. Kemudian aku mengerti. Di antara bercak darah dan potongan benda lembek dan daging keputihan, di hadapan mataku, mati tetapi masih berdegup dengan kehidupan rongga perut yang bagai agar-agar, dibatasi saraf menghitam: sebuah jantung, besar sekali.
Suatu tirai gelap naik ke atas mataku, ludah asam keluar dalam mulutku, aku menjerit dan jatuh bagaikan tubuh mati jatuh. []
Malam Dalam cerita ini Adso, ketakutan, mengaku kepada William dan merenungkan tentang fungsi perempuan dalam rencana penciptaan, tetapi kemudian ia menemukan mayat seseorang.
Aku sadar dari pingsan dan merasakan seseorang menyeka wajahku. Di dekatku,
sambil membawa sebuah lampu, ada Bruder William, yang telah menaruh sesuatu di bawah kepalaku.
"Apa yang telah terjadi, Adso"" tanyanya. "Apa kau sudah keluyuran malam-malam untuk mencuri makanan dari dapur""
Singkat kata, William telah terjaga, mencariku entah untuk apa, dan, karena tidak menemukan diriku, menduga aku pergi untuk memamerkan sedikit keberanian dalam perpustakaan. Ketika hampir sampai sisi dapur di Aedificium itu, ia melihat sebuah bayangan lari dari pintu ke arah kebun sayuran (itu gadis tersebut, yang segera lari, karena mendengar seseorang datang). William berusaha membayangkan siapa itu dan mengikutinya, tetapi ia (atau lebih tepatnya, bayangan itu, yang tampaknya perempuan) pergi ke arah dinding luar bangunan itu dan menghilang. Lalu William, setelah
memeriksa sekelilingnya memasuki dapur dan menemukan aku terbaring pingsan.
Ketika, masih ketakutan, aku menyebutkan bungkusan berisi jantung itu, sambil mengoceh sesuatu tentang kejahatan lain, ia mulai tertawa. "Adso, manusia seperti apa yang punya jantung sebesar itu" Itu jantung sapi, atau kerbau;
mereka memang menyembelih seekor hewan hari ini. Tetapi ceritakan kepadaku, bagaimana bungkusan itu bisa ada di tanganmu""
Pada saat itu, dipenuhi rasa menyesal, dan masih terpaku oleh ketakutan yang sangat besar, air mataku jatuh berderai dan minta agar William mau memberikan sakramen pengakuan dosa. Ia bersedia, dan aku menceritakan semuanya, tanpa menyembunyikannya sedikit pun.
Bruder William mendengarkan pengakuanku dengan sungguh-sungguh, tetapi tampak sedikit berminat. Setelah selesai, wajahnya jadi sedih dan ia berkata, "Adso, kau telah berbuat dosa, itu jelas, terhadap perintah yang melarangmu untuk tidak dilanggar, dan juga terhadap tugasmu sebagai seorang novis. Dalam pembelaanmu ada kenyataan bahwa kau menemukan dirimu sendiri dalam salah satu situasi yang di dalamnya, bahkan seorang bapa di padang gurun tentu akan mengutuki dirinya sendiri. Dan Kitab Suci sudah cukup banyak bicara tentang perempuan sebagai sumber godaan. Tentang perempuan, Pengkhotbah mengatakan bahwa percakapannya bagaikan api yang membakar, dan Amsal mengatakan bahwa ia menguasai
jiwa lelaki dan lelaki yang paling kuat dihancurkan olehnya. Dan Pengkhotbah mengatakan lebih lanjut, 'Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit daripada maut: perempuan yang hatinya adalah jala dan jerat, dan tangannya adalah belenggu.'
Dan lain-lainnya mengatakan bahwa perempuan adalah bejana Iblis.
Setelah menegaskan ini, Adso, aku tidak dapat meyakinkan diriku sendiri bahwa Tuhan memilih untuk menyertakan seorang makhluk jahat semacam itu ke dalam penciptaan tanpa mengaruniainya dengan beberapa kebajikan. Dan aku tidak tahan untuk tidak merenungkan bahwa Dia mengaruniai perempuan banyak hak istimewa dan alasanalasan martabat, tiga dari alasan itu sungguh-sungguh amat hebat.
Nyatanya, Dia menciptakan manusia dalam dunia dasar ini, dan dari lumpur; baru sesudah itu Dia menciptakan perempuan, di firdaus dan dari unsur manusia yang mulia. Dan ia tidak membentuk perempuan dari kaki atau otot Adam, tetapi dari tulang iganya. Yang kedua, Allah, Yang Mahakuasa, seharusnya secara langsung menjadi inkarnasi sebagai seorang lelaki dalam suatu cara misterius, tetapi ia lebih suka berdiam dalam rahim seorang perempuan, suatu pertanda bahwa perempuan sama sekali tidak begitu jahat. Dan waktu muncul setelah Bangkit dari mati, Dia menampakkan diri kepada seorang perempuan. Dan akhirnya, dalam kemuliaan surgawi, tidak akan ada lelaki yang merajai kerajaan itu, tetapi ratunya adalah seorang
perempuan yang tidak punya dosa asal. Jika, waktu itu, Allah menunjukkan kebaikan sedemikian rupa kepada Hawa sendiri dan putri-putrinya, bukankah amat lazim kalau kita seharusnya juga merasa ditarik oleh keanggunan dan kemuliaan perempuan"
Aku bermaksud mengatakan kepadamu Adso, jangan hal itu kaulakukan lagi, tentu saja, tetapi tidak begitu jahat bahwa kau tergoda untuk melakukannya. Dan sepanjang pengetahuan, seorang rahib harus, paling sedikit sekali dalam hidupnya, mengalami hasrat duniawi itu, sehingga suatu hari ia bisa bermurah hati dan memahami para pendosa yang minta nasihat dan bisa ia hibur ... nah, Adso terkasih, itu bukan sesuatu yang diharapkan sebelum terjadi, tetapi bukan sesuatu untuk terlalu disesali kalau telah terjadi. Jadi, pergilah bersama Tuhan dan hal itu tidak usah kita bicarakan lagi. Memang, jika mungkin, lebih baik melupakan daripada terlalu merenungkan dan memikirkannya terus" dan saat itu rasanya suara William melemah seakan dikuasai suatu emosi pribadi "coba kita tanyakan kepada diri kita sendiri makna dari apa yang telah terjadi malam ini. Siapa gadis itu dan siapa yang akan ia temui""
"Ini aku tidak tahu, dan aku tidak melihat orang yang bersama dia," kataku.
"Baiklah, tetapi dari petunjuk yang banyak dan pasti, kita dapat menduga siapa temannya itu. Yang pertama-tama, orang itu tua dan jelek, yang gadis itu tidak bakal mau datang dengan rela, terutama jika ia cantik, seperti katamu, meskipun
aku mengira, anak serigalaku yang manis, bahwa kau berharap mendapatkan makanan apa saja yang lezat."
"Mengapa tua dan jelek""
"Karena gadis itu tidak data
ng kepadanya untuk cinta, tetapi untuk sebungkus sisa makanan. Sudah pasti dia seorang gadis dari desa yang, mungkin bukan untuk pertama kalinya, mau berbaik hati melayani seorang rahib yang bernafsu karena lapar, dan sebagai balasan menerima sesuatu untuk dimakan bersama keluarganya."
"Pelacur!" kataku ngeri.
"Seorang gadis desa yang miskin, Adso. Mungkin harus memberi makan beberapa adiknya yang masih kecil. Yang, andaikan mampu, mau menyerahkan dirinya untuk cinta dan bukan untuk uang. Seperti yang ia lakukan tadi malam. Nyatanya, menurut ceritamu, ia menemukan bahwa ternyata kau muda dan tampan, dan secara gratis dan atas dasar cinta memberimu sesuatu, yang kepada lainnya ia tentu akan mendapat jantung atau sepotong paru-paru lembu. Ia merasa begitu bahagia untuk pemberian dirinya sendiri secara gratis, dan begitu gembira sampai lari tanpa mengambil apa-apa sebagai gantinya. Itulah sebabnya aku berpikir tentang orang yang lain itu, kepada siapa gadis itu membandingkannya dengan kau, tentu tidak muda dan tidak tampan."
Aku mengakui bahwa, sekuat penyesalanku, penjelasan itu membuatku dipenuhi suatu kebanggaan manis, tetapi aku tetap diam dan membiarkan
guruku melanjutkan. "Orang yang jelek itu pasti dapat kesempatan untuk turun ke desa dan berhubungan dengan para petani, untuk suatu tujuan yang berkaitan dengan tugasnya. Ia pasti tahu caranya membawa orang masuk-keluar biara ini, dan tahu pasti bahwa ada makanan di dalam dapur (mungkin besok orang bilang bahwa pintunya tidak tertutup dan seekor anjing masuk dan memakan daging sisa itu). Dan akhirnya, mestinya ia punya semacam rasa ekonomi, dan suatu minat tertentu dalam memerhatikan agar dapur tidak membuang makanan yang lebih berharga: kalau tidak ia tentu akan memberi gadis itu sepotong daging panggang atau sepotong daging pilihan. Dan dengan demikian, kau tahu bahwa kita bisa menggambarkan orang asing kita itu dengan amat jelas dan bahwa semua ciri-ciri itu, atau semua hal yang kebetulan itu, cocok dengan suatu substansi yang aku tidak takut untuk menetapkannya sebagai Kepala Gudang kita, Remigio dari Varagine. Atau, jika aku salah, Salvatore kita yang misterius yang, dalam hal ini, karena berasal dari bagian negeri ini, bisa dengan mudah bicara dengan orang setempat dan akan tahu caranya membujuk seorang gadis untuk melakukan apa yang ia inginkan, andaikan kau tidak muncul."
"Itu jelas betul sekali," kataku, yakin, "tetapi apa untungnya mengetahui itu sekarang""
"Tidak ada. Atau justru banyak," kata William. "Kisah itu bisa ada hubungannya, bisa tidak ada
hubungannya, dengan kejahatan yang memprihatinkan kita. Di lain pihak, jika Kepala Gudang itu seorang Dolcinian, ini bisa menjelaskan, dan sebaliknya. Dan akhirnya, sekarang kita tahu, bahwa pada malam hari, biara ini adalah suatu tempat terjadinya peristiwa yang banyak dan membingungkan. Dan siapa bisa bilang bahwa Kepala Gudang kita, dan Salvatore, yang dengan begitu santai berjalan ke mana-mana dalam gelap, tidak tahu, kapan saja, lebih banyak daripada yang mereka ceritakan""
"Tetapi apa mereka mau cerita kepada kita""
"Tidak, tidak jika kita bertindak dengan sikap penuh belas kasih, dengan tidak mengungkit dosa mereka. Tetapi jika memang mau tahu segala sesuatu, kita harus mencari suatu cara untuk membujuk mereka agar mau bicara. Dengan lain kata, jika perlu, Kepala Gudang dan Salvatore kita kuasai, dan semoga Tuhan mengampuni muslihat ini, karena Dia mengampuni begitu banyak hal lainnya," katanya sambil memandangku dengan mata licik; aku tidak punya keberanian untuk membuat komentar apa saja tentang apa sikap guruku itu tidak salah.
"Dan sekarang kita harus tidur, karena satu jam lagi sudah tiba saatnya matina. Tetapi kelihatannya kau masih resah, Adsoku malang, masih ketakutan oleh dosamu .... Tidak ada yang seperti mantra bagus di dalam gereja untuk menenangkan jiwa. Aku sudah mengampunimu, tetapi siapa tahu. Pergilah, dan mohon peneguhan dari Tuhan." Dan ia
menepuk-nepuk kepalaku dengan agak cepat, mungkin untuk menunjukkan kasih sayang seorang ayah yang kuat, mungkin sebagai hukuman indul-gen
si. Atau mungkin (karena saat itu aku merasa bersalah) dengan semacam rasa iri yang sifatnya baik, karena ia adalah orang yang begitu haus akan pengalaman baru dan hebat.
Kami berjalan menuju gereja, sambil mengambil jalan yang biasa kami lalui, dan aku mengikutinya dengan tergesa-gesa, sambil memejamkan mata, karena semua makam itu terlalu jelas mengingatkan aku, malam itu, tentang bagaimana aku hanyalah debu dan betapa tololnya kesombongan dagingku.
Waktu sampai ke bagian tengah gereja, melihat sebuah sosok bagai bayang-bayang di depan altar utama. Kukira itu Ubertino lagi, tetapi ternyata Alinardo, yang mula-mula tidak mengenali kami.
Katanya ia tidak bisa tidur dan telah memutuskan untuk melewatkan malam itu untuk mendoakan rahib muda yang telah menghilang (ia bahkan tidak ingat namanya). Ia mendoakan jiwanya, jika pemuda itu mati, dan mendoakan tubuhnya, jika pemuda itu terbaring sakit dan sendirian di suatu tempat.
"Terlalu banyak yang mati," katanya, "terlalu banyak yang mati .... Tetapi itu sudah ditulis dalam buku penulis Injil itu.
Dengan sangkakala pertama akan turun hujan es, dengan sangkakala kedua, sepertiga dari laut menjadi darah; dan kau menemukan satu mayat dalam hujan es, yang lain dalam darah
Sangkakala ketiga memperingatkan akan sebuah bintang besar, menyala-nyala bagai obor, akan jatuh dan menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata air-mata air. Jadi, kukatakan kepada kalian, saudara ketiga kita menghilang. Dan ketakutan akan sangkakala yang keempat, karena sepertiga dari matahari akan terpukul, dan sepertiga dari bulan dan sepertiga bintang-bintang, maka bumi akan hampir gelap seluruhnya
Waktu kami keluar dari samping gereja, William ingin tahu apakah kata-kata orang tua tersebut tidak mengandung suatu unsur kebenaran.
"Tetapi," aku menunjukkan kepadanya, "ini sama dengan menduga bahwa satu pikiran jahat, dengan berpedoman Kitab Wahyu, telah mengatur lenyapnya ketiga orang itu. Juga menduga bahwa Berengar sudah mati. Tetapi, sebaliknya, kita tahu bahwa Adelmo mati karena menjatuhkan dirinya sendiri
"Betul," kata William, "tetapi pikiran sakit atau jahat yang sama itu bisa saja terilhami oleh kematian Adelmo untuk mengatur dua lainnya dalam suatu cara simbolis. Dan jika demikian, Berengar tentu akan ditemukan dalam sebuah sungai atau mata air.
Dan tidak ada sungai atau mata air di biara ini, paling sedikit tidak ada yang sedemikian rupa sampai seseorang bisa tenggelam atau ditenggelamkan di
"Hanya ada pemandian," usulku, hampir secara tidak sengaja.
"Adso!" kata William. "Kau tahu, mungkin itu suatu ide" Pemandian!"
"Tetapi mereka pasti sudah memeriksanya
"Aku melihat para pelayan saat melakukan pencarian pagi tadi; mereka membuka pintu pemandian, dan melongok ke dalam sebentar, tanpa menyelidiki. Mereka tidak berharap akan menemukan sesuatu yang dengan cermat disembunyikan, seperti mayat Venansius di dalam belanga itu .... Mari kita pergi dan memeriksanya. Bagaimanapun juga, sekarang masih gelap, dan lampu kita agaknya bakal menyala terus."
Jadi, kami ke sana, dan tanpa kesulitan membuka pintu pemandian, di sebelah rumah sakit.
Ada beberapa bak mandi, aku tidak ingat berapa, satu sama lain disekat oleh korden tebal. Para rahib menggunakan bak mandi itu untuk melakukan pembersihan diri, pada masa Regula ditetapkan, dan Severinus menggunakannya untuk alasan terapi, karena tidak ada yang bisa lebih bagus untuk mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran daripada berendam dalam air. Di satu sudut ada perapian untuk memanaskan air dengan mudah. Perapian itu kotor dengan abu yang masih baru, dan di depannya tergeletak sebuah panci besar, tengkurap. Air dapat diambil dari sebuah bak di sudut lain.
Kami memeriksa bak pertama, kosong. Hanya yang terakhir, kordennya ditutup, airnya penuh, dan di sampingnya ada setumpuk pakaian. Pada pandangan pertama, lewat sinar lampu kami,
permukaan air itu seakan rata; tetapi ketika sinar itu menimpa permukaan air itu, sekilas kami melihat di dasar bak, tidak bergerak, sesosok tubuh manusia telanjang. Kami menariknya keluar pelan-pelan: Berengar. Dan ya
ng ini, kata William, benar-benar punya wajah seseorang yang tenggelam. Raut mukanya membengkak. Tubuhnya, putih dan gembur, tanpa rambut, tampak seperti seorang perempuan kecuali tampak jelas dadanya rata.
Aku tersipu, lalu gemetar. Aku membuat tanda salib ketika William memberkati mayat tersebut. []
HARI KELIMA Lauda Aku tidak akan menceritakan bagaimana
Dalam cerita ini William dan Severinus memeriksa mayat Berengar dan menemukan bahwa lidahnya hitam, tidak wajar dalam seseorang yang mati tenggelam. Lalu mereka mendiskusikan racun-racun yang paling menyakitkan dan seorang pencuri di masa lalu.
caranya kami rnemberitahu Abbas, bagaimana seluruh biara bangun sebelum jam kanonik itu, jeritan ngeri, ketakutan dan kesedihan yang dapat dilihat pada setiap wajah, dan bagaimana kabar itu menyebar kepada semua orang dalam bangunan itu, para pelayan semua membuat tanda salib dan mengucapkan mantra terhadap mata jahat. Aku tidak tahu apakah ibadat pertama pagi itu akan berjalan menurut aturan, atau siapa yang ikut ambil bagian dalam ibadat itu. Aku mengikuti William dan Severinus, yang telah membungkus tubuh Berengar dan menyuruh agar dibaringkan di atas meja di klinik.
Setelah Abbas dan rahib-rahib lain pergi, guruku dan herbalis itu cukup lama mempelajari mayat tersebut, dengan sikap dingin para dokter.
"Ia meninggal karena tenggelam," kata Severinus, "itu jelas.
Wajahnya membengkak, perutnya kejang
"Tetapi ia tidak ditenggelamkan oleh orang lain," komentar William, "karena dalam hal itu ia tentu akan melawan tindakan kekerasan si pembunuh, sedangkan segala sesuatunya rapi dan bersih, seakan Berengar telah memanaskan air, mengisi bak, dan berbaring di dalam bak atas kemauannya sendiri."
"Ini tidak membuatku heran," kata Severinus. "Berengar menderita penyakit sawan, dan aku sendiri sudah sering mengatakan kepadanya bahwa mandi air hangat akan menenangkan ketegangan tubuh dan jiwa. Ia sudah beberapa kali minta izin untuk menyalakan api untuk memanaskan air mandi. Jadi, ia mungkin telah melakukannya tadi malam
"Malam sebelumnya," kata William, "karena mayat ini seperti kau lihat sudah berada di dalam air paling sedikit sehari
William menceritakan kepada Severinus tentang kejadian kejadian malam itu. Ia tidak memberi tahu bahwa kami sudah menyelinap ke dalam skriptorium, tetapi, sambil menutup-nutupi berbagai keadaan, ia menceritakan bahwa kami sudah mengejar suatu sosok misterius yang telah merebut buku kami. Severinus menyadari bahwa William hanya menceritakan sebagian dari kebenaran itu, tetapi tidak bertanya lebih jauh. Ia mengamati bahwa agitasi Berengar, andaikan dialah pencuri misterius itu, tentu membuatnya mencari ketenangan dalam mandi yang menyegarkan. Berengar, katanya, orangnya sensitif, dan suatu kejengkelan atau suatu emosi kadang menyebabkan ia gemetaran
dan berkeringat dingin dan matanya melotot, dan ia bisa jatuh ke tanah, sambil mulutnya mengeluarkan ludah berbusa.
"Bagaimanapun juga," kata William, "sebelum datang ke sini ia pergi ke suatu tempat lain, karena aku tidak melihat buku yang dicurinya dalam pemandian. Jadi, ia sudah pergi ke suatu tempat lain, dan mungkin untuk menghindari kejaran kami, ia menyelinap ke dalam pemandian dan membenamkan dirinya sendiri dalam air.
Severinus, apa kau percaya bahwa penyakitnya bisa membuatnya pingsan dan tenggelam""
"Itu mungkin saja," kata Severinus bingung. Selama beberapa saat ia memeriksa tangan mayat itu. "Di sini ada yang mencurigakan katanya.
"Apa"" "Kemarin lusa aku mengamati tangan-tangan Venantius, setelah darah dibersihkan, dan memerhatikan suatu hal kecil yang kuanggap tidak penting. Ujung dua jari tangan kanan Venantius berwarna gelap, seakan kena semacam bahan hitam. Persis lihatlah" seperti kedua ujung jari Berengar sekarang. Nyatanya, juga ada bekas hitam pada jari ketiga. Waktu itu kupikir Venantius telah mengisi tinta-tinta di skriptorium
"Menarik," kata William serius, sambil memandang jari-jari Berengar lebih dekat. Subuh mulai merekah, cahaya di dalam ruangan masih samar-samar, dan guruku jelas menderita karena le
nsanya tidak ada. "Menarik," ulangnya. "Tetapi juga ada bekas yang lebih tipis pada tangan kiri, paling
sedikit pada ibu jari dan telunjuknya."
"Jika hanya tangan kanan, mungkin itu jari-jari seseorang yang menjepit sesuatu yang kecil, atau panjang dan kurus
"Seperti stilus. Atau makanan. Atau serangga. Atau ular. Atau monstran. Atau tongkat. Terlalu banyak benda. Tetapi jika juga ada tanda pada tangan kiri, bisa juga sebuah piala: tangan kanan memegangnya dengan kuat dan yang kiri membantu, mengurangi beban
Sekarang Severinus mengusap jari-jari orang
mati itu dengan lembut, tetapi warna gelap itu tidak
hilang. Kuperhatikan bahwa ia sudah mengenakan
sepasang sarung tangan, yang mungkin ia gunakan
kalau menangani bahan racun. Ia menyedot
hidungnya, tapi tidak menerima sensasi apa-apa.
"Aku bisa menyebutkan banyak bahan sayuran (dan
juga mineral) yang meninggalkan bekas semacam
ini. Ada yang mematikan, ada yang tidak. Debu
emas kadang masih tertinggal pada jari para pelukis..."
"Adelmo seorang pelukis," kata William. "Kubayangkan bahwa, meskipun tubuhnya hancur, kau tidak berpikir untuk memeriksa jari-jarinya. Tetapi yang lain-lain ini telah menyentuh sesuatu yang menjadi milik Adelmo."
"Aku sungguh tidak tahu," kata Severinus. "Dua orang meninggal, keduanya dengan jari-jari menghitam. Apa yang bisa kausimpulkan dari itu""
"Aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa yang khusus, nihil sequitur geminis ex particularibus
unquam.[Tak apa pun yang pernah bersamaan dari orang-orang kembar tertentu-penerj.] Kedua kasus itu mungkin serupa tapi tak sama. Misalnya saja: ada bahan yang bisa membuat jari orang yang menyentuhnya menjadi hitam
Dengan penuh kemenangan, aku melengkapi silogisme itu, "... Jari-jari Venantius dan Berengar menghitam, maka mereka telah menyentuh bahan ini!"
"Bagus, Adso," kata William, "sayangnya silogismemu tidak sahih, karena aut semel aut iterum medium generaliter esto,[Atau satu kali atau dua kali, yang tengah seharusnya berlaku secara umum- penerj.] dan dalam silogisme ini ketentuan yang di tengah tidak pernah tampak sebagai umum. Tandanya kita belum memilih alasan pokoknya dengan baik. Seharusnya aku tidak mengatakan bahwa semua orang yang menyentuh suatu bahan tertentu jarinya akan menjadi hitam, karena juga ada orang yang jarinya menghitam padahal tidak menyentuh bahan tersebut. Seharusnya kukatakan bahwa mereka dan hanya mereka yang jarinya menghitam sudah pasti menyentuh suatu bahan tertentu. Venantius dan Berengar, dan lain-lain. Dengan itu kita harusnya punya satu Darii, suatu cara ketiga yang hebat dari bilangan silogistik pertama."
"Kalau begitu, kita sudah dapat jawabannya," kataku gembira.
"Astaga, Adso, kau terlalu percaya pada silogisme! Yang kita punya, sekali lagi, hanyalah pertanyaan itu. Jadi, dugaan kita bahwa Venantius
dan Berengar menyentuh benda yang sama, adalah hipotesis yang masuk akal dan tidak bisa dipertanyakan. Tetapi kalau kita membayangkan suatu bahan yang, satu saja di antara semua bahan, menimbulkan akibat ini (yang masih harus ditetapkan), kita masih belum tahu apa itu, dapat diketemukan di mana, atau mengapa mereka menyentuhnya. Dan jangan lupa, kita justru tidak tahu apakah bahan yang mereka sentuh itu yang menyebabkan kematian mereka. Bayangkan saja kalau ada seorang gila yang ingin membunuh semua orang yang menyentuh debu emas. Apa kita bisa mengatakan bahwa debu emas itu yang membunuh""
Aku kecewa. Aku selalu percaya bahwa logika adalah senjata universal, dan sekarang aku menyadari bahwa kesahihannya amat tergantung pada bagaimana cara itu digunakan. Lebih jauh lagi, sejak aku menemani guruku, aku jadi sadar, dan justru makin sadar pada hari-hari selanjutnya, bahwa logika bisa luar biasa bermanfaat kalau kau memasukinya tetapi lalu meninggalkannya.
Sementara itu, Severinus, yang jelas bukan penganut paham logika, merenungkan berdasarkan pengalamannya sendiri. "Alam semesta racun itu beraneka ragam, sebagaimana halnya misteri alam itu sendiri beraneka ragam," katanya. Ia menuding ke arah sederet pot dan botol, yang sudah kami kagumi, dengan rapi berd
eret di atas rak yang menempel pada dinding-dinding, bersama banyak buku.
"Seperti sudah kukatakan kepada kalian, ba-
nyak dari tanaman obat itu, kalau dicampur dan diramu dengan dosis tepat, dapat dijadikan minuman dan salep yang mematikan. Di atas sana, datura stramonium, beladonna, cemara beracun; ketiganya dapat membuat orang mengantuk, berstimulasi, atau dua-duanya, kalau dimakan dengan kecermatan yang betul bisa menjadi obat yang luar biasa, tetapi dosis berlebihan akan membawa kematian."
"Tetapi ketiganya tidak ada yang meninggalkan bekas pada jari""
"Kukira tidak satu pun. Lalu ada bahan lainnya yang hanya akan berbahaya jika ditelan, dan ada yang justru memberi efek pada kulit. Dan orang yang menyentuh hellebore untuk mencabutnya bisa muntah-muntah. Tukang kebun yang menyentuh Dittany dan Fraxinella, manakala sedang berbunga, bisa keracunan, seakan ia mabuk anggur. Hellebore hitam, sekadar disentuh saja, merangsang diare. Tanaman lainnya menyebabkan jantung berdebar-debar, ada yang menyebabkan kepala berdenyut, dan masih ada lainnya yang menghilangkan suara. Tetapi racun ular berbisa, yang kena kulit dan tidak sampai masuk ke dalam darah, hanya menimbulkan sedikit gatal-gatal .... Dan aku pernah diajak melihat suatu persenyawaan yang, kalau dioleskan pada paha bagian-dalam seekor anjing, dekat alat kelaminnya, menyebabkan binatang itu segera mati sambil kejang-kejang mengerikan, sementara kakinya perlahan-lahan jadi lemas
"Kau tahu banyak tentang racun," kata William
dengan suara yang kedengarannya seperti memuji.
Severinus menatap tajam mata William sejenak. "Aku tahu apa yang harus diketahui seorang dokter, seorang herbalis, seorang yang mempelajari ilmu kesehatan manusia."
Untuk beberapa waktu William tetap merenung. Kemudian ia minta Severinus membuka mulut mayat itu dan memeriksa lidahnya. Severinus, yang bangkit rasa ingin tahunya, mengambil sebuah spatula tipis, salah satu peralatan seni medisnya, dan melakukannya. Ia berseru keheranan, "Lidahnya hitam!"
"Jadi, kalau begitu," gumam William, "ia mengambil sesuatu dengan jari-jarinya dan menelannya .... Ini menghapus racun-racun yang tadi kausebutkan, yang membunuh kalau meresap ke dalam kulit.
Tetapi ini tidak membuat kesimpulan kita jadi lebih mudah. Karena sekarang, bagi dia dan Venantius, kita harus menduga adanya suatu tindakan sukarela. Mereka mengambil sesuatu dan menaruhnya ke dalam mulut mereka, sementara sadar akan apa yang tengah mereka kerjakan
"Sesuatu untuk dimakan" Untuk diminum""
"Mungkin. Atau bisa jadi kenapa tidak" suatu instrumen musik, seperti sebuah seruling
"Absurd," kata Severinus.
"Tentu saja absurd. Tetapi kita tidak boleh menghilangkan hipotesis apa pun, tidak peduli betapa sukar diterima. Sekarang mari kita kembali kepada bahan racun. Jika seseorang yang tahu
racun seperti dirimu telah membobol tempat ini dan menggunakan beberapa bahan tanamanmu, mungkinkah ia membuat salep mematikan yang mampu menimbulkan bekas pada jari dan lidah" Bisa dicampur dalam makanan atau minuman, dioleskan pada sendok, pada sesuatu yang akan dimasukkan mulut""
"Ya," Severinus mengakui, "tetapi siapa" Dan di samping itu, bahkan jika kita menerima hipotesis ini, bagaimana caranya ia memasukkan racun itu kepada kedua saudara kita yang malang ini""
Terus terang, aku sendiri tidak bisa membayangkan Venantius atau Berengar membiarkan dirinya didekati seseorang yang menyerahkan suatu bahan misterius dan dibujuk untuk memakan atau meminumnya.
Tetapi William tidak tampak kecewa dengan keanehan ini.
"Akan kita pikirkan nanti," katanya, "karena sekarang aku ingin kau berusaha mengingat suatu peristiwa yang mungkin belum kauingat sebelumnya. Seseorang menanyakan tentang tanaman obat, misalnya; seseorang yang bisa masuk ke klinik dengan mudah
"Sebentar," kata Severinus. "Dahulu sekali, bertahun tahun yang lalu, di atas salah satu rak itu aku menyimpan suatu bahan yang amat sangat kuat, kudapat dari seorang bruder yang telah melakukan perjalanan ke tanah-tanah yang jauh. Ia tidak bisa menjelaskan itu dibuat dari apa, tentu saja obat, tetapi tidak
semua dikenal baik. Kalau
dilihat, bentuknya kental dan kekuningkuningan; tetapi aku dinasihati untuk tidak menyentuhnya, karena sekadar kena bibir, ini akan segera membunuhku. Bruder itu mengatakan kepadaku bahwa, bahkan jika ditelan dalam dosis minimal, dalam waktu setengah jam, ini akan menimbulkan suatu perasaan amat letih, lalu seluruh anggota badan pelan-pelan lumpuh, dan akhirnya mati. Ia tidak ingin membawanya sendiri, jadi ia hadiahkan kepadaku. Lama aku menyimpannya karena entah bagaimana suatu ketika aku ingin memeriksanya. Kemudian pada suatu hari terjadi badai besar di sini. Salah seorang asistenku, seorang novis, lupa menutup pintu, dan angin ribut memorakporandakan ruang tempat kita berada sekarang ini. Botol-botol pecah, cairan berceceran di lantai, obat-obatan dan bubuk bertebaran.
Aku bekerja sepanjang hari untuk menata kembali barangbarangku, dan hanya mau dibantu menyapu botol pecah dan tanaman obat yang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Akhirnya, aku menyadari bahwa ampul yang kusebutkan tadi tidak ada. Mulanya aku cemas, kemudian memutuskan bahwa itu sudah pecah dan bercampur dengan sampah lainnya. Aku menyuruh lantai klinik diguyur dengan cermat dan rak-rak
"Dan kau masih melihat ampul itu beberapa jam sebelum badai""
"Ya ... atau, lebih tepatnya, tidak, aku ingat sekarang. Ampul itu berada di belakang sederet pot, tersembunyi dengan baik, dan aku tidak
memeriksanya setiap hari "Karena itu, sejauh kauketahui, mungkin ampul itu sudah dicuri beberapa saat sebelum badai, tanpa kaupergoki""
"Kalau sekarang kupikir-pikir, ya, itu jelas."
"Dan novismu mungkin telah mencurinya dan kemudian sengaja mengambil peluang dari badai itu dengan membiarkan pintu terbuka dan membuat barang-barangmu berantakan""
Severinus tampak amat bersemangat. "Ya, tentu saja. Bukan hanya itu, tetapi kalau kuingat-ingat apa yang telah terjadi, aku agak heran bahwa angin ribut tersebut, meskipun keras sekali, telah menghancurkan begitu banyak barang. Bisa jadi ada seseorang yang memanfaatkan badai itu untuk memorak-porandakan ruang ini dan menimbulkan lebih banyak kerusakan dibandingkan yang mungkin disebabkan oleh angin itu."
"Siapa novis itu""
"Namanya Agustinus. Tetapi ia meninggal tahun lalu, jatuh dari perancah ketika bersama beberapa rahib dan pelayan, membersihkan ukiran pada ambang gereja. Terus terang saja, kalau sekarang kuingat-ingat, ia bersumpah demi surga dan neraka bahwa ia tidak lupa menutup pintu sebelum badai datang. Aku sendiri, dalam kemarahanku, yang menuduhnya bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Mungkin sebenarnya ia tidak bersalah."
"Kalau begitu, kita punya orang ketiga, mungkin jauh lebih ahli dibandingkan seorang novis, yang tahu tentang racun langkamu. Kau sudah cerita
kepada siapa saja""
"Itu aku tidak ingat benar. Abbas, tentu saja, untuk minta izin menyimpan bahan berbahaya semacam itu. Dan beberapa orang lainnya di perpustakaan, karena aku mencari suatu buku herbaria yang mungkin bisa memberi informasi."
"Tetapi kalau tidak salah, kau menyimpan buku-buku yang paling berguna untuk senimu itu di sini""
"Ya, dan banyak," katanya sambil menunjuk ke suatu sudut ruangan. Di situ ada rak yang menyimpan lusinan buku. "Tetapi waktu itu aku mencari buku-buku tertentu yang tidak bisa kusimpan di sini. Dan Maleakhi benar-benar enggan membiarkan aku melihatnya. Nyatanya, aku harus minta izin Abbas dulu." Suaranya makin lirih, dan ia hampir malu karena membiarkan aku mendengarkan kata-katanya.
"Kalian tahu, di bagian rahasia dalam perpustakaan itu, mereka menyimpan buku tentang nujum, sihir hitam, dan resep-resep untuk guna-guna yang jahat. Aku diizinkan membaca beberapa, karena butuh, dan waktu itu aku berharap menemukan suatu deskripsi tentang racun tersebut dan fungsinya. Sia-sia."
"Jadi, kau membicarakannya dengan Maleakhi""
"Tentu saja, pasti dengan dia, dan mungkin juga dengan Berengar, yang adalah asisten Maleakhi. Tetapi kau tidak boleh langsung mengambil kesimpulan: aku tidak ingat jelas, mungkin ada beberapa rahib yang ikut mendengarkan ceritaku.
Kau tahu, skriptorium itu kadang
-kadang amat penuh "Aku tidak mencurigai seseorang. Aku sekadar berusaha memahami apa yang bisa terjadi. Bagaimanapun juga, kau katakan bahwa ini terjadi beberapa waktu yang lalu, dan cukup aneh bahwa siapa pun akan mencuri suatu racun dan baru menggunakannya lama sesudah itu. Itu memberi kesan adanya pikiran jahat yang merenung lama sekali dalam kegelapan tentang suatu rencana pembunuhan."
Severinus membuat tanda salib, wajahnya menunjukkan ekspresi ngeri. "Tuhan mengampuni kita semua!" katanya.
Tidak ada lagi komentar lebih jauh. Kami menutupi lagi mayat Berengar yang harus disiapkan untuk pemakaman. []
Prima Dalam cerita ini mula-mula William mendorong Salvatore, dan kemudian Kepala Gudang, untuk mengakui masa lalu mereka, Severinus menemukan lensa yang dicuri, Nicholas membawakan lensa baru, dan William, sekarang dengan enam mata, mulai mengotak-atik naskah Venantius.
Kami mau keluar ketika Maleakhi masuk. Ia tampak jengkel menemukan kami di sana dan mau pergi lagi. Dari dalam Severinus melihatnya dan berkata, "Kau mencari aku" Kau mau" Kalimatnya terputus sambil melirik kami. Maleakhi memberi pertanda, tidak jelas, seakan mau mengatakan, "Nanti saja Kami sedang keluar ketika ia mau masuk, dan kami bertiga berada di ambang pintu.
Maleakhi berkata, agak menggagap, "Aku mau mencari bruder herbalis ... aku ... aku sakit kepala."
"Pasti karena udara pengap perpustakaan," kata William kepadanya dengan nada agak simpati. "Kau tentu menghirup sesuatu."
Bibir Maleakhi bergerak-gerak seakan ingin bicara lagi, tetapi tidak jadi, menganggukkan kepala, dan masuk ke dalam, dan kami terus keluar. "Mau apa ia mencari Severinus"" tanyaku. "Adso," kata guruku dengan tidak sabar, "belajarlah menggunakan kepalamu dan berpikir."
Lalu ia mengganti topik pembicaraan.
"Sekarang kita harus menanyai beberapa orang. Setidak tidaknya,"
ia menambahkan, sementara matanya berkeliling memandang daerah itu, "sementara kita masih hidup. Oh, ya, mulai sekarang dan seterusnya kita harus berhati-hati tentang apa yang kita makan dan minum. Selalu ambil makananmu dari pinggan umum, dan tuang minumanmu dari kendi yang mengisi cangkir mereka. Setelah Berengar, kitalah yang tahu paling banyak. Kecuali, tentu saja, si pembunuh."
"Tetapi siapa yang ingin Anda tanyai sekarang""
"Adso," kata William, "kau bisa mengamati bahwa hal-hal paling menarik di sini terjadi pada malam hari. Mereka mati pada malam hari, mereka keluyuran di sekitar skriptorium pada malam hari, perempuan dibawa masuk biara pada malam hari .... Kita punya satu biara siang dan satu biara malam. Dan yang malam tampak, sayangnya, lebih menarik. Jadi, setiap orang yang keluyuran pada malam hari menarik bagi kita, termasuk, misalnya, lelaki yang kaulihat tadi malam bersama gadis itu. Mungkin urusan gadis itu tidak ada hubungannya dengan peracunan, dan mungkin ada.
Bagaimanapun juga, aku punya gagasan tentang lelaki tadi malam, dan ia pasti orang yang tahu hal-hal lain tentang kehidupan malam dari tempat suci ini. Dan demi Iblis, itu dia, sedang menuju kemari."
Ia menuding ke arah Salvatore, yang juga su-
dah melihat kami. Kuperhatikan langkahnya agak ragu-ragu, seakan-akan, ingin menghindari kami. Dan ia mau membalikkan tubuh. Tetapi itu hanya sejenak. Nyata sekali ia menyadari bahwa tidak bisa menghindari pertemuan ini, dan ia terus berjalan menuju kami. Ia menyapa kami dengan senyum lebar dan pura-pura amat ramah. "Benedicte." Guruku hampir tidak membiarkannya menyelesaikan kalimatnya dan bicara sambil menggertak.
"Kau tahu Inkuisitor akan tiba di sini besok pagi"" tanyanya.
Salvatore tampak tidak senang akan berita ini. Dengan suara lirih, ia bertanya, "Dan aku""
"Dan akan bijaksana kalau kau menceritakan yang sebenarnya kepadaku, tentang temanmu dan masa lalumu sebagai seorang Imam Minor, daripada menceritakannya besok kepada mereka yang belum kaukenal baik."
Karena diserang begitu cepat, Salvatore tampak membuang semua keengganan. Dengan raut muka lembek ia memandang William, seakan mau menunjukkan bahwa ia siap menceritakan apa saja yang ditanyakan.
"Tad i malam ada seorang perempuan di dapur. Siapa yang bersamanya""
"Oh, seorang perempuan yang menjual dirinya sendiri seperti mercandia tidak mungkin seorang bona atau punya cortesia," Salvatore berkisah.["Oh, seorang perempuan yang menjual dirinya sendiri seperti pedagang barang tidak mungkin seorang yang baik atau punya otak," Salvatore berkisah- penerj.]
"Aku tidak ingin tahu apa gadis itu murni. Aku mau tahu siapa yang bersama gadis itu!"
"Deu, perempuan-perempuan jahat itu semua pintar! Mereka memikirkan cara di e noche untuk menjebak seorang lelaki..."["Astaga, perempuan-perempuan jahat itu semua pintar! Mereka memikirkan cara menipu untuk menjebak seorang lelaki -penerj.]
William merenggut dada Salvatore dengan kasar. "Siapa yang bersamanya, kau atau Kepala Gudang""
Salvatore menyadari bahwa ia tidak bisa berbohong terus-menerus.
Ia mulai menceritakan suatu kisah aneh. Dengan upaya keras, dari cerita itu kami bisa tahu bahwa, untuk menyenangkan hati Kepala Gudang, ia mencarikan gadis-gadis di desa. Ia memasukkan mereka ke dalam dinding pada malam hari lewat jalan yang tidak akan diceritakannya kepada kami. Namun, ia bersumpah telah melakukan itu dengan tulus hati, sementara mengingkari kekecewaan lucu bahwa ia tidak bisa mencari suatu cara untuk menikmati kepuasannya sendiri dan melihat bahwa gadis itu, karena sudah memuaskan hati Kepala Gudang, juga akan diberi sesuatu. Ia mengatakan semua ini sambil senyum-senyum dan mata berkedip-kedip, seakan mau memberi kesan bahwa ia tengah bicara kepada manusia yang terbuat dari daging, sudah biasa dengan praktik semacam itu. Ia mencuri-curi melirikku, dan aku sendiri juga tidak bisa menatapnya, karena aku merasa diriku sendiri terikat kepadanya oleh suatu rahasia umum,
menjadi temannya dalam berbuat dosa.
Saat itu William mengambil keputusan untuk mempertaruhkan segalanya.
Mendadak ia bertanya kepada Salvatore, "Kapan kau kenal Remigio, sebelum atau sesudah kau bersama Dolcino""
Salvatore jatuh berlutut, sambil memohon kepadanya, sambil terisak-isak, agar jangan menghancurkannya, agar menyelamatkannya dari Inkuisisi itu. Dengan tenang William bersumpah untuk tidak menceritakan apa yang akan ia ketahui kepada siapa saja, dan Salvatore tidak ragu lagi menyampaikan kisah Kepala Gudang itu ke dalam tangan kami. Kedua orang itu telah bertemu di Gunung Bald, keduanya ikut kelompok Dolcino; Salvatore dan Kepala Gudang itu sama-sama melarikan diri dan telah memasuki Biara Casale, dan, masih bersama-sama, bergabung dengan ordo Cluny. Sementara ia dengan terbata-bata mohon diampuni, jelaslah bahwa tidak ada lagi yang bisa diketahui dari dia. William memutuskan untuk menemui Remigio secara mendadak, dan ia meninggalkan Salvatore, yang lari mencari perlindungan di dalam gereja.
Kepala Gudang itu sedang berada di sisi yang berlawanan di biara itu, di depan lumbung-lumbung, sedang melakukan tawarmenawar dengan beberapa petani dari lembah. Ia memandang kami dengan paham dan berusaha menunjukkan amat sibuk, tetapi William bersikeras untuk bicara dengannya.
"Untuk alasan-alasan yang berkait dengan
posisimu, kubayangkan bahwa jelas kau terpaksa berkeliling biara, bahkan kalau yang lainnya sudah tidur," kata William.
"Tergantung," jawab Remigio. "Kadang-kadang urusanku banyak sekali, dan aku harus mengorbankan beberapa jam tidurku."
"Apa tidak ada yang kebetulan terjadi, dalam hal-hal ini, yang mungkin menunjukkan bahwa ada orang lain berkeluyuran, tanpa bisa kaubenarkan, di antara dapur dan perpustakaan""
"Andai telah melihat sesuatu, tentu aku lapor kepada Abbas."
"Tentu saja," William mengiyakan, dan langsung mengganti topik pembicaraan. "Desa di bawah sana tidak begitu kaya, ya""
"Ya dan tidak," jawab Remigio. "Beberapa orang gajian tinggal di sana, tidak tergantung pada biara, dan mereka sudah lama ikut menikmati kekayaan kami. Misalnya saja, pada hari Santo Yohanes mereka menerima dua belas gantang gandum, seekor kuda, tujuh sapi, seekor kerbau, empat anak kuda, lima anak sapi, dua puluh ekor biri-biri, lima belas babi, lima puluh ayam, dan tujuh belas sarang lebah. Jug
a dua puluh babi asap, dua puluh tujuh kaleng minyak babi, setengah takar madu, tiga takar sabun, sebuah jala ikan
"Aku paham, aku paham," sela William. "Tetapi kau harus mengakui bahwa kau belum menceritakan apa-apa tentang situasi desa tersebut, berapa banyak di antara penduduk yang jadi orang gajian, dan berapa banyak tanah yang bukan milik biara
yang mereka garap sendiri
"Sejauh kuketahui," kata Remigio, "suatu keluarga normal di sana memiliki sampai lima puluh petak tanah."
"Satu petak itu berapa""
"Satu trabuci persegi, tentu saja."
"Trabuci persegi" Berapa banyak itu""
"Tiga puluh enam kaki persegi adalah satu trabuci persegi.
Atau, kalau kau lebih suka, delapan ratus trabuci panjang sama dengan satu mil Piedmont. Dan hitung saja bahwa satu keluarga di daerah utara itu bisa menghasilkan paling sedikit setengah kantong minyak zaitun."
"Setengah kantong""
"Ya, setengah kantong sama dengan lima emi-ne, dan satu emina berarti delapan cangkir."
"Aku paham," kata guruku, kecil hati. "Setiap daerah punya takaran sendiri-sendiri. Apa kau menakar anggur, misalnya, dengan tong""
"Atau dengan rubio. Enam rubi menjadi satu brenta, dan delapan brente sama dengan satu keg. Boleh juga dikatakan, satu rubio adalah dua tong berisi enam pint (0,568 liter)."
"Kukira aku sudah jelas sekarang," kata William, putus asa.
"Ada lagi yang ingin kauketahui"" tanya Remigio, dengan nada yang menurutku menantang.
"Ya, aku mau tanya tentang bagaimana mereka hidup di lembah itu, karena hari ini di perpustakaan aku merenung tentang khotbah Humbert dari
Romans kepada para perempuan, dan khususnya pada bab 'Ad mulieres pauperes in villulis',[Gadis miskin di desa-desa- penerj.] yang di dalamnya ia mengatakan, lebih daripada perempuan lainnya, mereka tergoda melakukan dosa daging karena kemiskinan mereka, dan dengan bijak ia berkata bahwa mereka berdosa besar kalau melakukannya bersama seorang awam, tetapi dosa itu akan lebih besar lagi jika dilakukan bersama seorang imam, dan yang paling besar kalau dosa itu dilakukan bersama seorang rahib, yang sudah mati bagi dunia.
Kau tahu lebih baik daripada aku bahwa justru di tempat tempat suci seperti biara, godaan Iblis di siang bolong tidak pernah diinginkan.
Aku hanya ingin tahu apakah selama bergaul dengan
penduduk desa kau sudah mendengar bahwa ada rahib, Tuhan melarang, yang telah mendorong gadis-gadis ke dalam perbuatan zina."
Meskipun guruku mengatakan semua ini dengan nada yang paling datar, pembaca bisa membayangkan betapa kata-kata itu membuat Kepala Gudang malang itu jengkel. Aku tidak bisa mengatakan ia pasi, tetapi akan kukatakan bahwa karena aku begitu mengharapkan dia jadi pucat sehingga menurutku ia kelihatan lebih putih.
"Kau menanyakan kepadaku tentang hal-hal yang seharusnya sudah kulaporkan kepada Abbas jika aku mengetahuinya," jawabnya merendah.


The Name Of The Rose Karya Umberta Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimanapun juga, jika, seperti kubayangkan,
informasi ini perlu untuk penyidikanmu, aku tidak akan tinggal diam tentang apa saja yang mungkin kuketahui. Memang, sekarang aku jadi ingat, sehubungan dengan pertanyaanmu yang pertama .... Malam ketika Adelmo malang mati, aku sedang jalan-jalan di kebun ... masalah ayam-ayam, kau tahu .... Aku sudah dengar rumor tentang salah seorang pandai besi yang mencuri dari kandang ayam pada malam hari .... Yah, malam itu aku memang kebetulan melihat dari kejauhan, aku tidak berani bersumpah Berengar sedang pulang ke asrama, berjalan sepanjang bagian koor, seakan baru datang dari Aedificium .... Aku tidak heran; sudah agak lama para rahib berbisik-bisik tentang Berengar. Mungkin kau sudah mendengar "Belum. Ceritakanlah."
"Baiklah ... bagaimana, ya" Berengar dicurigai melepaskan hasrat yang ... tidak pantas buat seorang rahib
"Apa mungkin kau mau berusaha menceritakan kepadaku bahwa ia punya hubungan dengan gadis-gadis desa, seperti yang kutanyakan""
Kepala Gudang itu terbatuk-batuk, malu, dan melontarkan senyum yang sedikit banyak tampak cabul.
"Oh, tidak ... hasrat yang justru kurang pantas..."
"Jadi, di lain pihak, kalau seorang rahib yang menikmati kepuasan jasmani dengan seora
ng gadis desa sama dengan mengumbar hasrat, yang bagaimanapun juga, bisa disebut pantas""
"Aku tidak berkata begitu, tetapi kau akan setuju bahwa ada hierarki kebejatan seperti halnya kebajikan .... Daging bisa digoda menurut alam dan ... melawan alam."
"Kau mau bilang kepadaku bahwa Berengar terangsang oleh hasrat jasmaniah terhadap mereka yang sesama jenis kelamin""
"Aku mau mengatakan bahwa seperti itulah bisik-bisik yang terdengar ... ini semua kukatakan kepadamu sebagai bukti ketulusan dan kemauan baikku
"Dan aku berterima kasih untuk itu. Aku pun sepakat bahwa dosa karena melakukan sodomi jauh lebih buruk daripada bentuk berahi lainnya, yang, terus terang saja, tidak ingin kusidiki
"Hal-hal malang yang menyedihkan, bahkan jika terbukti sudah terjadi," kata Kepala Gudang itu dengan gaya berfilsafat.
"Ya, Remigio. Kita semua pendosa malang. Aku tidak akan pernah mencari debu dalam mata seorang saudara, karena aku takut sekali kalau ada balok besar di dalam mataku sendiri. Tetapi aku akan berterima kasih kepadamu untuk setiap balok yang kausebutkan kepadaku kelak. Maka kita akan membicarakan tentang balok kayu besar dan kuat dan kita akan membiarkan debu itu beterbangan di udara. Oh, ya, satu trabuco persegi tadi berapa""
"Tiga puluh enam kaki persegi. Tetapi kau jangan buang buang waktu. Kalau ingin tahu sesuatu yang khusus, datanglah kepadaku.
Anggap saja aku teman setia."
"Aku akan menganggapmu seperti itu," kata William dengan hangat.
"Ubertino mengatakan kepadaku bahwa kau pernah masuk ordoku.
Aku tidak bakal mengkhianati seorang mantan saudara, terutama pada hari-hari ini ketika kita sedang menunggu kedatangan delegasi takhta suci yang dipimpin oleh seorang inkuisitor ulung, yang terkenal karena sudah membakar banyak Dolcinian. Kau bilang satu trabuco persegi setara dengan tiga puluh enam kaki persegi""
Kepala Gudang itu tidak bodoh. Ia memutuskan bahwa tidak ada gunanya lagi bermain kucing dan tikus, terutama karena ia menyadari bahwa ia adalah tikusnya.
"Bruder William," katanya, "aku tahu bahwa kau tahu jauh lebih banyak daripada yang kubayangkan. Bantulah aku, dan aku akan membantumu.
Memang, aku seorang manusia daging yang malang, dan aku mengalah kepada pikatan daging. Salvatore memberi tahu bahwa kau atau novismu menangkap mereka tadi malam di dapur. Kau telah melakukan perjalanan jauh, William; kau tahu bahwa bahkan para kardinal di Avignon bukan contoh kebajikan. Aku tahu bahwa kau tidak menanyaiku karena dosa-dosa kecil sialan ini. Tetapi aku juga menyadari bahwa kau telah mengetahui sesuatu tentang masa laluku. Aku telah menjalani hidup yang aneh, seperti banyak dari kaum Minorit seperti kita. Bertahun-tahun yang lalu aku memercayai cita-cita kemiskinan, dan aku meninggalkan komu-
nitasku untuk hidup sebagai seorang pengelana. Aku memercayai khotbah Dolcino, seperti banyak orang lainnya seperti diriku. Aku bukan orang terpelajar; aku sudah ditahbiskan, tetapi aku hampir tidak pernah mempersembahkan misa. Aku tahu sedikit tentang teologi. Dan mungkin aku tidak benar-benar tergerak oleh cita-cita tersebut. Kau tahu, aku pernah memberontak melawan tuan tanah; sekarang aku melayani mereka, dan demi kepentingan tuan tanah ini aku memberi perintah kepada orang-orang seperti diriku sendiri.
Berkhianat atau memberontak: kami orang biasa punya sedikit pilihan."
"Kadang-kadang orang biasa memahami hal-hal dengan lebih baik daripada orang terpelajar," kata William.
"Mungkin," kata Kepala Gudang itu lagi sambil mengangkat bahu.
"Tetapi aku bahkan tidak tahu mengapa aku melakukan apa yang telah kulakukan. Kau tahu, bagi Salvatore itu mudah dipahami.
Orangtuanya miskin, masa kanak-kanaknya penuh kerja keras dan penyakit ... Dolcino mewakili pemberontakan, penghancuran tuan tanah. Bagiku lain: aku berasal dari suatu keluarga di kota, aku tidak melarikan diri dari kelaparan. Hidupku dulu adalah entah bagaimana mengungkapkannya dengan tepat suatu pesta orang tolol, suatu karnaval besar-besaran .... Di atas gunung bersama Dolcino, sebelum kami terpaksa makan daging teman kami yang terbunuh dalam per
ang, sebelum begitu banyak yang meninggal karena kehidupan yang berat sehingga kami tidak bisa menghabiskan semua mayat itu, dan melemparkannya untuk dimangsa burung dan binatang buas di Lereng Rebello ... atau mungkin selama masa itu, pula ... ada suatu suasana ... dapatkah aku itu kusebut suasana bebas"
Sebelumnya aku tidak tahu apa kebebasan itu; pengkhotbah itu mengatakan kepada kami, 'Kebenaran akan membebaskan kalian.' Kami merasa bebas, kami mengira itu kebenaran. Kami mengira
segala sesuatu yang sedang kami lakukan itu benar..."
"Dan di sana kau mencari ... untuk menyatukan dirimu secara bebas dengan para perempuan"" tanyaku, dan aku justru tidak tahu kenapa, tetapi sejak malam kemarin, kata-kata Ubertino telah menghantuiku, bersama dengan apa yang telah kubaca dalam skriptorium dan kejadian-kejadian yang telah menimpa diriku. William memandangku, ingin tahu; mungkin ia tidak mengharapkan aku bersikap begitu berani dan blak-blakan. Kepala Gudang itu menatapku seakan aku seekor binatang aneh.
"Di Gunung Rebello," katanya, "ada orang-orang yang sepanjang masa kanak-kanaknya sudah tidur, sepuluh atau lebih, bersama dalam sebuah ruangan yang luasnya hanya beberapa kubik saudara lelaki dan perempuan, ayah dan anak-anak perempuan. Menurutmu, apa arti situasi baru ini bagi mereka" Mereka melakukannya dari pilihan apa yang
mula-mula mereka lakukan demi kebutuhan. Dan kemudian, pada malam hari, ketika kau takut akan kedatangan pasukan musuh dan kau memeluk teman sebelahmu erat-erat, di atas tanah, agar jangan merasa kedinginan .... Orang-orang bidah: kalian para rahib memelas yang berasal dari sebuah kastil dan berakhir dalam sebuah biara mengira bahwa ini suatu bentuk kepercayaan, diilhami oleh Iblis. Tetapi ini cara hidup, dan ini adalah ... waktu itu ... suatu pengalaman baru .... Kami diberi tahu bahwa tidak ada lagi atasan; dan Tuhan, bersama kami. Aku tidak mengatakan bahwa kami benar, William, dan, nyatanya, kau menemukan aku di sini karena lama kemudian aku meninggalkan mereka. Tetapi aku tidak pernah benar-benar memahami pertikaian kaum terpelajar kita tentang kemiskinan Kristus dan kepemilikan dan hak .... Kau perlu tahu, itu satu karnaval besar, dan pada saat karnaval segala sesuatu dilakukan mundur. Kalau kau makin tua, kau tidak makin bijak tetapi makin rakus. Dan di sinilah aku sekarang, seorang rakus ... kau dapat mengutuk seorang bidah sampai mati, tetapi apa kau bisa mengutuk seorang yang rakus""
"Cukup, Remigio," kata William. "Aku tidak menanyakan tentang apa yang terjadi pada waktu itu, tetapi apa yang terjadi belum lama ini. Jujurlah kepadaku, dan sudah tentu aku tidak akan mencelakakan kamu. Tetapi kau harus menceritakan apa yang kauketahui tentang kejadian-kejadian di biara ini. Kau bergerak terlalu banyak, siang dan malam, masak tidak tahu sesuatu" Siapa yang
membunuh Venantius""
"Aku tidak tahu, aku berani sumpah. Aku tahu kapan ia mati, dan di mana."
"Kapan" Di mana""
"Ceritanya begini. Malam itu, satu jam setelah komplina, aku masuk ke dapur
"Bagaimana kau bisa masuk, dan untuk apa""
"Lewat pintu dari kebun sayuran. Aku punya kunci yang dibuatkan oleh tukang besi bertahun-tahun yang lalu. Pintu dapur adalah satu-satunya yang tidak dipalang dari dalam. Dan alasanku ... tidak penting; kau sudah katakan sendiri bahwa kau tidak akan mengutuk kelemahan dagingku ia
tersenyum, malu. "Tetapi aku tidak ingin kau percaya bahwa aku juga tidak menghabiskan waktuku dalam benteng .... Malam itu aku mencari makanan untuk diberikan kepada gadis yang akan diajak Salvatore ke dapur
"Dari mana""
"Oh, di samping pintu gerbang ada beberapa jalan masuk di dinding sebelah luar. Abbas tahu itu; aku tahu itu .... Tetapi malam itu gadis tersebut tidak masuk; kusuruh dia pulang, tepatnya karena apa yang kutemukan, apa yang akan kuceritakan kepadamu.
Inilah sebabnya aku berusaha menyuruhnya kembali tadi malam.
Andaikan kau datang beberapa saat sesudah itu, tentu kalian akan menemukan aku dan bukan Salvatore; dia memperingatkan aku bahwa ada orang-orang di Aedificium. Maka aku kembali ke
bilikku "Mari ki ta kembali ke malam di antara Minggu dan Senin."
"Ya, waktu itu, aku masuk dapur, dan di atas lantai aku melihat Venantius, mati." "Di dalam dapur""
"Ya, dekat tempat cuci piring. Mungkin dia baru saja turun dari skriptorium."
"Tidak ada tanda-tanda perlawanan""
"Tidak ada. Meskipun ada sebuah cangkir pecah di samping mayat itu, dan bekas air di atas tanah."
"Bagaimana kau tahu bahwa itu air"" "Aku tidak tahu. Kukira itu air. Kalau bukan, lalu apa""
Seperti ditunjukkan kelak oleh William, cangkir itu bisa punya dua arti yang berbeda. Mungkin ada orang yang menyuruh Venantius menenggak minuman beracun itu di dapur, atau bisa jadi pemuda malang itu sudah minum racun tersebut (tetapi di mana" kapan") lalu turun untuk minum, untuk meredakan rasa terbakar yang mendadak, kejang, rasa sakit yang menyerang perut atau lidahnya (sudah pasti lidahnya menghitam seperti lidah Berengar).
Entah bagaimana kami tidak bisa tahu lebih banyak lagi saat itu. Setelah melihat mayat tersebut, karena ketakutan, Remigio bertanya di dalam hati apa yang harus ia lakukan dan memutuskan tidak berbuat apa-apa. Kalau cari bantuan, ia akan harus mengakui bahwa ia biasa
jalan-jalan di seputar Aedificium pada malam hari, dan akibatnya juga tidak baik bagi saudaranya yang sudah mati itu. Karenanya ia memutuskan untuk meninggalkan mayat itu seperti apa adanya, sambil menunggu orang lain menemukan mayat itu di pagi harinya, kalau pintu-pintu dibuka. Ia bergegas mencari Salvatore, yang sudah mau membawa gadis itu masuk biara, lalu ia dan teman komplotnya itu pergi tidur, andaikan memejamkan mata sambil ketakutan sampai matina itu bisa dibilang tidur. Dan pada matina, ketika para gembala babi membawa berita itu kepada Abbas, Remigio yakin mayat itu sudah ditemukan di tempat ia meninggalkannya, dan kaget sekali karena mayat itu ditemukan di dalam belanga. Siapa yang telah bersemangat mengeluarkan mayat itu dari dapur" Untuk ini Remigio tidak bisa menjelaskan.
"Satu-satunya yang bisa bergerak dengan bebas di seputar Aedificium adalah Maleakhi," kata William.
Kepala Gudang itu menolak keras, "Tidak, bukan Maleakhi. Maksudku, aku tidak percaya Bagaimanapun juga, aku tidak mengatakan apa-apa kepadamu yang menjelek-jelekkan Maleakhi
"Tenang saja, apa pun utangmu kepada Maleakhi. Apa dia tahu sesuatu tentang dirimu""
"Ya." Kepala Gudang itu tersipu. "Dan ia bersikap seperti orang yang bisa menyimpan rahasia. Andai aku jadi kau, aku akan pasang mata pada Benno. Ia punya hubungan aneh dengan Berengar dan Venantius .... Tetapi aku bersumpah
kepadamu, aku tidak melihat apa-apa. Jika aku tahu sesuatu, akan kuceritakan kepadamu."
"Untuk saat ini sudah cukup. Aku akan mencarimu lagi jika membutuhkan kau." Kepala Gudang itu, jelas lega, kembali kepada tugasnya, dengan pedas mencerca para petani, yang sementara itu nyata-nyata memindahkan beberapa kantong benih.
Saat itu Severinus mendatangi kami. Tangannya membawa lensa William lensa yang hilang dua malam sebelumnya. "Kutemukan ini di dalam jubah Berengar," katanya. "Lusa kemarin aku melihat benda ini berada di atas hidungmu di skriptorium. Ini punyamu, kan""
"Terpujilah Tuhan," seru William gembira. "Kita telah menyelesaikan dua masalah! Aku mendapat kembali lensaku dan akhirnya aku yakin benar bahwa Berengar-lah yang merampok kami kemarin lusa di skriptorium!"
Kami belum selesai bercakap-cakap ketika Nicholas dari Morimondo datang berlari-lari, jauh lebih gembira daripada William.
Dalam tangannya ia membawa sepasang lensa yang sudah jadi, terpasang pada gagangnya. "William," serunya. "Ini kubuat sendiri. Aku sudah menyelesaikannya! Aku yakin bisa dipakai!"
Lalu ia melihat lensa yang lain itu sudah berada di atas hidung William, dan ia terpana. William tidak mau mengecilkan hati Nicholas; ia melepas lensanya yang lama dan mencoba yang baru. "Ini lebih baik daripada yang lama," katanya. "Jadi, yang lama akan kusimpan sebagai cadangan, dan akan selalu
pakai punyamu." Lalu ia menoleh kepadaku. "Adso, sekarang aku akan kembali ke bilik untuk membaca perkamen itu. Akhirnya! Tunggu aku di suatu tempat.
Dan te rima kasih, terima kasih kepada kalian semua, Saudarasaudara terkasih."
Bel tanda tersiat berbunyi, dan aku pergi ke bagian koor, untuk bersama-sama dengan yang lain nya membaca himne, mazmur, dan ayat-ayat Kitab Suci, dan melantunkan "Kyrie, Tuhan kasihanilah kami". Yang lain-lain mulai berdoa untuk arwah Berengar. Aku bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan kami menemukan, tidak hanya satu, tetapi dua pasang lensa.
Di dalam kedamaian luar biasa itu, sementara melupakan semua hal buruk yang telah kusaksikan dan kudengar, aku tertidur, dan baru terbangun ketika ibadat itu selesai. Aku ingat bahwa malam itu aku belum tidur dan merasa tertekan karena juga membayangkan bahwa aku telah menghabiskan banyak tenaga. Dan pada saat itu, sementara keluar untuk memasuki udara segar, aku mulai sadar bahwa ternyata pikiranku terobsesi oleh kenangan akan gadis itu.
Sambil berusaha menyadarkan diriku sendiri, aku mulai berjalan dengan cepat di atas tanah. Aku merasa agak pusing. Aku mengatupkan kedua tanganku yang kaku. Aku menjejakkan kakiku kuat-kuat di atas tanah. Aku masih merasa mengantuk, dan toh aku merasa terjaga dan penuh gairah hidup. Aku tidak bisa memahami apa yang tengah terjadi dengan diriku.[]
Tersiat Di dalam cerita ini Adso gelisah dalam badai cinta, lalu William datang membawa teks Venantius, yang tetap tak terpecahkan bahkan setelah diutak-atik.
Terus terang, sesudah itu ada kejadian
mengerikan lainnya yang membuatku hampir melupakan pertemuanku yang penuh dosa dengan gadis itu. Dan begitu aku mengaku dosa kepada William, jiwaku dibebaskan dari penyesalan yang kurasakan waktu bangun setelah rasa bersalahku hilang, sehingga seakan aku sudah menyerahkannya kepada imam itu, dengan kata-kataku, yang merupakan ungkapan berat dari beban itu sendiri. Apa tujuan pengakuan dosa suci memurnikan itu kalau tidak untuk mengangkat muatan dosa, dan penyesalan yang ada di dalamnya, ke dalam dada Allah kita sendiri, dengan menerima suatu jiwa baru yang terangnya melegakan melalui absolusi, bagaikan membuat kita melupakan tubuh yang disiksa oleh kekejian" Tetapi aku tidak merasa bebas sama sekali.
Sekarang, saat berjalan di bawah sinar matahari pucat dan dinginnya pagi di musim dingin itu,
dikelilingi oleh orang-orang dan binatang yang bekerja giat, aku mulai mengingat pengalamanku dalam suatu cara yang berbeda. Seakan-akan, dari segala sesuatu yang telah terjadi, penyesalanku dan kata-kata menghibur dari pemurnian penitensi itu sudah hilang, tinggal gambaran dari tubuh-tubuh dan anggota tubuh manusia. Ke dalam benakku yang gelisah tiba-tiba muncul hantu Berengar, bengkak penuh air, dan aku gemetar karena kaget dan kasihan. Kemudian, seakan dalam upaya mengusir lamur itu, pikiranku menoleh kepada gambar lainnya yang belum lama masuk ke dalam memoriku dan aku tidak mungkin tidak menyaksikan, jelas di depan mataku (mata jiwa, tetapi hampir seperti muncul di depan mata ragawiku), gambaran gadis itu, cantik dan mengerikan bagaikan pasukan siap tempur.
Aku sudah bersumpah (salinan lama suatu teks yang sampai sekarang belum ditulis meskipun sudah bicara dalam pikiranku selama puluhan tahun) untuk menjadi seorang penulis cerita yang setia, bukan hanya karena cinta kepada kebenaran, atau hasrat (meskipun berharga) untuk menceritakan kepada pembacaku di masa depan, tetapi juga karena suatu kebutuhan untuk membebaskan memoriku, mengosongkan dan memudarkan penampakan yang telah mengganggu memoriku sepanjang hidupku. Oleh karena itu, aku harus menceritakan segalanya, dengan sopan tetapi tanpa malu. Dan sekarang aku harus menyampaikan, dan dengan jelas, apa yang kupikirkan waktu itu dan hampir berusaha
merahasiakan dari diriku sendiri, sambil berjalan di padang, kadang berlari kecil sehingga gerak tubuhku sejalan dengan jantungku yang tiba-tiba berdegup keras, atau berhenti sebentar untuk mengagumi pekerjaan para penggarap, sambil membohongi diriku sendiri bahwa aku sedang tertarik oleh kegiatan semacam itu, sambil menghirup dalam-dalam udara dingin ke paru-paruku, seperti seseorang yang minum anggur untuk melupakan rasa
sedih atau takut. Sia-sia. Aku tetap memikirkan gadis itu. Dagingku sudah melupakan kenikmatan luar biasa itu, yang cuma sebentar dan penuh dosa (suatu hal yang hina), yang kuterima dari persatuan dengan gadis itu; tetapi jiwaku belum melupakan wajahnya, dan tidak berhasil merasakan bahwa kenangan ini jahat: justru, berdenyutdenyut seakan dalam wajah itu memancarkan semua rahmat penciptaan.
Dengan cara membingungkan, aku merasakan, dan dalam hati hampir kebenaran dari apa yang kurasakan, bahwa makhluk lancang, jembel dan miskin yang menjual diri (siapa tahu itu biasa dilakukannya dengan bandel) kepada para pendosa lainnya, anak perempuan Hawa itu, lemah seperti semua saudarinya, yang sudah begitu sering mendera dagingnya sendiri, toh sesuatu yang luar biasa dan mengagumkan. Intelekku mengenalnya sebagai suatu peluang dosa, selera sensitifku menerimanya sebagai bejana segala kemuliaan. Sukar sekali mengungkapkan apa yang kurasakan.
Aku bisa mencoba menulis bahwa, karena masih terperangkap dalam jerat dosa, aku ingin sekali, dan ini patut dicela, gadis itu muncul kapan saja, dan aku mengintip pekerjaan para buruh itu untuk melihat apakah, di sudut suatu gubuk atau dari balik kegelapan gudang, makhluk yang telah menggodaku itu mungkin muncul. Tetapi seharusnya aku tidak menulis yang sebenarnya, atau, lebih tepatnya, seharusnya aku berusaha menyelubungi kebenaran itu untuk mengurangi kekuatan dan kejelasannya. Karena terus terang bahwa aku memang "melihat" gadis itu, aku melihatnya dalam ranting-ranting pohon gundul yang bergerak-gerak pelan ketika seekor burung pipit yang kedinginan terbang untuk mencari tempat berlindung di sana; aku melihat gadis itu dalam mata sapi-sapi yang keluar dari gudang, dan aku mendengarnya dalam embik biribiri yang berpapasan dengan jalanku yang tanpa tujuan ini.
Rasanya seakan semua ciptaan bercerita tentang gadis itu kepadaku, dan aku ingin melihatnya lagi, sungguh, tetapi aku juga siap menerima gagasan untuk tidak pernah bertemu lagi dengannya, dan tidak akan tidur lagi dengannya, asalkan aku bisa menikmati kegembiraan yang memenuhi hatiku pagi itu, dan selalu merasakan dia dekat bahkan jika ia, selamanya, berada jauh sekali.
Waktu itu, sekarang aku mulai mencoba memahami, seakan persis seperti seluruh alam semesta benar-benar merupakan sebuah buku yang ditulis oleh jari Tuhan, yang di dalamnya segala
sesuatu bicara kepada kita tentang kebaikan luar biasa dari Penciptanya, yang di dalamnya setiap ciptaan merupakan deskripsi dan cermin dari kehidupan dan kematian, yang di dalamnya bunga mawar paling bersahaja menjadi terjemahan dari jalan kita di bumi. Segala sesuatu, dengan lain kata, bicara kepadaku hanya tentang wajah yang hampir tidak bisa kulihat dalam bayang-bayang di dapur yang aromatik itu. Aku terus membayangkan ini semua karena aku bilang kepada diriku sendiri (atau lebih tepatnya, tidak bilang apa-apa: saat itu aku tidak memformulasikan pikiran yang bisa diterjemahkan ke dalam kata-kata) bahwa jika seluruh dunia ditakdirkan untuk berbicara kepadaku tentang kekuasaan, kebaikan dan kebijaksanaan Sang Pencipta, dan jika pagi itu seluruh dunia bicara kepadaku tentang gadis tersebut, yang (meskipun mungkin ia sudah lama jadi pendosa) bagaimanapun juga suatu bab dalam buku besar penciptaan, suatu bait dari mazmur yang dilantunkan oleh kosmos kukatakan kepada diriku sendiri (sekarang ini) bahwa jika itu terjadi, ini hanya akan merupakan satu bagian dari rancangan teofanik agung yang membuat alam semesta ini tetap ada, diatur seperti sebuah kecapi, keajaiban konsonan dan harmoni. Seakan mabuk, waktu itu aku menikmati kehadiran gadis itu dalam benda benda yang kulihat, dan, karena menginginkan gadis itu dalam benda-benda tersebut, aku terpuaskan melihat itu semua.
Namun, aku tetap merasakan semacam kese-
dihan, karena pada waktu yang sama aku merasakan kekosongan, meskipun aku senang melihat banyak hantu dari seorang makhluk. Sulit sekali bagiku untuk menjelaskan misteri kontradiksi ini, suatu pertanda bahwa jiwa manusia rentan dan tidak pernah berjalan langsung menyusuri jalan-jala
n dari alasan suci, yang telah membangun dunia ini sebagai suatu silogisme sempurna, tetapi sebagai gantinya hanya meraih dalil silogisme yang amat jauh dan tidak ada hubungannya, yang dari itu diperoleh ketenangan yang membuat kita mudah ditipu oleh Yang Jahat. Apakah aku sedang tertipu oleh Yang Jahat, pagi itu, sehingga aku begitu terharu" Sekarang kupikir, itu karena waktu itu aku masih seorang novis. Bagaimanapun juga, kukira perasaan manusia yang menggerakkan batinku itu sendiri tidak buruk, kecuali karena keadaanku waktu itu. Karena perasaan itu sendiri yang menggerakkan lelaki ke arah perempuan sehingga yang satu berpasangan dengan yang lain, seperti yang diinginkan oleh Rasul untuk bangsa bukan Yahudi, Paulus, dan bahwa keduanya menjadi satu daging, dan mereka menghasilkan makhluk manusia baru dan saling membantu sejak muda sampai tua. Hanya saja, rasul tersebut bicara seperti itu bagi mereka yang ingin sembuh dari nafsu dan yang tidak ingin dihukum bakar. Bagaimanapun juga, ini mengingatkan bahwa kondisi kesucian tidak banyak disukai, kondisi yang untuk itu aku sudah mengorbankan diriku sendiri sebagai seorang rahib. Dan oleh karenanya, apa yang kuderita pagi itu
berakibat buruk bagiku, tetapi bagi orang-orang lain mungkin baik, hal-hal bagus yang paling manis. Dengan begitu aku sekarang paham bahwa kesedihanku tidak disebabkan oleh kebejatan pikiranku, yang dengan sendirinya bermakna dan manis, tetapi oleh kebejatan dari senjang antara pikiranku dan kaul yang sudah kuucapkan. Dan oleh karena itu, aku mulai melakukan dosa karena menikmati sesuatu yang bagus dalam satu situasi, tetapi buruk dalam situasi lain; dan kesalahanku terletak pada upayaku merekonsiliasi selera alam dan apa yang didiktekan oleh jiwa yang rasional. Sekarang aku tahu bahwa ketika itu aku tengah menderita akibat konflik antara selera yang kuperoleh dari indra, yang di dalamnya seharusnya tampak dikuasai kemauan, dan selera yang kuperoleh dari indra, yang menimbulkan berahi manusia. Nyatanya, seperti dikatakan oleh Aquinas, tindakan dari selera yang peka itu disebut berahi, persisnya karena melibatkan perubahan jasmaniah.
Dan tindakanku yang berselera, seperti yang telah terjadi, diiringi oleh seluruh tubuh yang gemetaran, oleh suatu impuls fisik untuk menjerit dan menggeliat. Doktor yang sesuci malaikat itu mengatakan bahwa berahi itu sendiri sebenarnya tidak jahat, tetapi harus dikuasai oleh kemauan yang dibimbing oleh jiwa rasional. Tetapi jiwa rasionalku pagi itu dikacaukan oleh keletihan, yang terus-menerus memasukkan selera kemarahan, ditujukan kepada cara menaklukkan yang baik dan yang buruk, tetapi bukan selera nafsu seks,
ditujukan kepada baik dan buruk yang dikenal sebagai kesatuan. Untuk membenarkan kegelisahanku yang tidak bertanggung jawab waktu itu, sekarang aku akan mengatakan bahwa tidak ragu lagi waktu itu aku dicengkeram oleh cinta, yang merupakan berahi dan hukum kosmos, karena beban tubuh sebenarnya adalah cinta alami. Dan aku digoda oleh berahi ini secara alami, dan aku paham mengapa doktor sesuci malaikat itu mengatakan bahwa amor est magis cognitivus quam cognitio, bahwa banyak hal bisa kita kenali lebih baik lewat cinta daripada lewat pengetahuan.
Nyatanya, sekarang aku melihat gadis itu lebih baik daripada yang telah kulihat malam sebelumnya, dan aku memahaminya intus et in cute karena di dalam dirinya aku memahami diriku sendiri dan memahami dia di dalam diriku sendiri. Sekarang aku jadi ingin tahu apakah yang kurasakan waktu itu adalah cinta persahabatan, yang di dalamnya, seperti cinta dan hanya menyukai dan menginginkan kebaikan pihak lain, atau itu cinta nafsu seksual yang di dalamnya orang hanya menginginkan kebaikan bagi dirinya sendiri dan hanya tidak ada keinginan untuk menyelesaikannya. Dan aku yakin cinta malam hari itu nafsu seksual, karena aku menginginkan sesuatu yang belum pernah kumiliki dari gadis itu: sedangkan pagi itu aku tidak menginginkan apa-apa dari gadis tersebut. Aku hanya menginginkan yang baik baginya, dan kuharap ia diselamatkan dari kebutuhan kejam yang mendorongnya untuk menukar dir
inya sendiri dengan sepotong makanan. Kuharap dia berbahagia; dan aku pun juga tidak ingin minta apa-apa lagi darinya, tetapi hanya ingin memikirkannya dan melihatnya dalam biri-biri, sapi, pepohonan, dalam cahaya tenang yang memandikan tanah-tanah biara itu dalam kebahagiaan.
Sekarang aku tahu bahwa kebaikan adalah penyebab cinta dan bahwa yang bagus itu dijabarkan oleh pengetahuan, dan kau hanya bisa mencintai apa yang sudah kauketahui sebagai baik, sedangkan aku, memang, sudah jadi tahu bahwa gadis itu adalah yang baik dari selera kemarahan, tetapi yang buruk dari kemauan. Tetapi aku dicengkeram oleh emosi yang sedemikian banyak, dan sedemikian bertentangan, karena apa yang kurasakan adalah seakan cinta paling suci seperti yang dijelaskan oleh doktor itu: yang di dalam diriku menghasilkan ekstase di mana yang mencintai dan yang dicintai menginginkan hal yang sama (dan oleh pencerahan misterius aku, saat itu, tahu bahwa gadis tersebut, di mana pun dia berada, menginginkan hal yang sama seperti yang kuinginkan). Di samping itu, aku merasa cemburu, tetapi bukan yang jenisnya jahat, yang dikutuk oleh Paulus dalam Suratnya yang Pertama kepada Jemaat di Korintus, tetapi yang dibicarakan oleh Dionysus dalam The Divine Names, di mana Tuhan juga dibilang cemburu karena cinta agung yang Dia rasakan terhadap semua ciptaan (dan aku mencintai gadis itu tepatnya karena ia ada, dan aku bahagia, tidak iri, bahwa dia ada). Aku cemburu
dalam cara yang di dalamnya, bagi doktor sesuci malaikat itu, cemburu adalah motus in amatum, kecemburuan persahabatan, yang mengilhami kita untuk bertindak melawan semua yang mencelakai yang dicintai (dan aku melamun, saat itu, hanya tentang caranya membebaskan gadis itu dari kekuasaan lelaki yang akan membeli dagingnya dan mencemarinya dengan berahi jahatnya sendiri).
Sekarang aku tahu, seperti kata doktor itu, bahwa cinta bisa menyakiti kekasih itu kalau keterlaluan. Dan cintaku keterlaluan.
Aku sudah berusaha menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, sama sekali bukan dalam upaya membenarkan apa yang kurasakan. Aku mau bicara tentang apa itu semangat mudaku yang penuh dosa. Itu semangat yang buruk, tetapi kebenaran mengharuskan aku mengatakan bahwa waktu itu aku merasakannya sebagai amat sangat baik. Dan biarkan ini menjadi pedoman bagi siapa saja yang mungkin terjatuh, seperti diriku dulu, ke dalam jaring godaan. Sekarang ini, sebagai seorang tua, aku tentu tahu seribu cara menghindari godaan semacam itu. Dan aku membayangkan betapa aku seharusnya bangga punya cara-cara itu, karena aku bebas dari godaan Iblis di siang bolong: tetapi tidak bebas dari lain-lainnya, sehingga aku jadi ingin tahu apakah apakah yang sekarang kulakukan ini bukan suatu sikap mengalah penuh dosa kepada kenangan akan berahi jasmaniah itu, suatu upaya tolol untuk menghindari arus waktu, dan kematian.
Saat itu, aku menyelamatkan diriku sendiri se-
akan oleh naluri ajaib. Gadis itu tampak olehku dalam alam dan dalam pekerjaan manusia yang mengelilingiku. Kemudian aku berusaha, berkat intuisi jiwaku yang bahagia, menenggelamkan diriku sendiri dengan rileks merenungkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Aku mengamati para gembala menggiring sapi keluar dari kandang, gembala babi memberi makanan babi-babi, gembala kambing berteriak menyuruh anjing-anjing mengumpulkan biri-biri, para petani mengangkut biji gandum dan padi-padian ke penggilingan dan keluar dengan kantong-kantong makanan bagus. Aku tenggelam dalam perenungan alam, sambil berusaha melupakan pikiran-pikiranku dan hanya memandang manusia seperti apa adanya, dan melupakan diriku sendiri, dengan gembira, sambil memandangi mereka.
Betapa indahnya gambaran alam yang belum lagi disentuh oleh kebijaksanaan manusia yang sering jahat itu! Aku melihat domba itu, yang disebut begitu seakan karena diakui sebagai murni dan bagus. Nyatanya kata benda "agnus (anak domba)" diambil dari kenyataan bahwa binatang ini "agnoscit"[Mengenali- penerj.] biri-biri mengakui induknya, dan mengenali suara induknya di tengah kawanan sementara induknya, di antara banyak anak domba yang bentuknya sa
ma, dengan embik yang sama, selalu dan hanya mengenali anak-anaknya, dan memelihara anaknya. Aku melihat domba itu, yang disebut "ovis" dari kata "ab oblatione"[Dari persembahan- penerj.] karena
semenjak dahulu kala hewan ini dipakai untuk ritus persembahan; domba, yang, sebagaimana kebiasaannya di musim dingin, merumput dengan rakus dan memuaskan dirinya sendiri dengan dedaunan sebelum padang rumput rusak karena beku. Dan kawanan itu diawasi oleh anjing, yang disebut "canes" dari kata kerja "canor"[Melodi- penerj.] karena gong-gongannya. Sebagai hewan sempurna di antara hewan-hewan, dengan bakat persepsi yang luar biasa, anjing mengenali majikannya, dan dilatih untuk berburu binatang liar di hutan, untuk menjaga kawanan domba itu dari serigala; anjing melindungi rumah dan anak-anak majikannya, dan kadang-kadang terbunuh saat menjalankan tugas. Raja Garamant, yang telah dipenjarakan di tempat yang jauh oleh musuhnya, diantar kembali ke tanah airnya oleh sekelompok dua ratus ekor anjing yang kebetulan melewati pasukan musuh itu.
Anjing milik Jason Licius, setelah majikannya meninggal, mogok makan sampai mati kelaparan. Dan anjing milik Raja Lysimachus terjun ke dalam api pembakaran jenazah majikannya, untuk ikut mati. Anjing punya kekuatan menyembuhkan luka dengan menjilati luka itu, dan lidah anak anjing bisa menyembuhkan luka usus. Secara alami anjing biasa memakan kembali makanan yang sama yang telah dimuntahkannya. Ketenangannya merupakan simbol kesempurnaan semangat. Demikian pula kekuatan lidahnya yang menyembuhkan itu menjadi simbol pemurnian dosa melalui pengakuan dosa dan
penyesalan. Tetapi bahwa anjing suka makan makanan yang telah ia muntahkan juga suatu tanda bahwa, setelah mengaku dosa, kita kembali kepada dosa yang sama seperti sebelumnya, dan pagi itu moral ini sungguh bermanfaat untuk menenteramkan hatiku, sementara aku mengagumi keajaiban alam.
Sementara itu, langkahku membawaku ke kandang kerbau yang sedang keluar berduyun-duyun, digiring oleh gembala mereka. Di mataku mereka langsung kelihatan sebagai simbol kebaikan dan persahabatan, dulu maupun sekarang, karena setiap kerbau yang sedang membajak selalu memerhatikan pasangannya; jika kebetulan pasangannya itu diam saja, dengan penuh kasih sayang ia melenguh memanggilnya. Kerbau belajar untuk dengan taat pulang sendiri ke kandang kalau hujan, dan kalau sedang berlindung di palungan, mereka terus-menerus memanjangkan leher untuk melihat keluar dan memeriksa apa hujan sudah berhenti, karena mereka ingin sekali kembali bekerja. Bersama kerbau-kerbau itu, anak-anak lembu juga ikut keluar, mereka disebut "vituli" diambil dari kata "viriditas" atau dari "virgo"[Viriditas: muda/segar; virgo: anak dara- penerj.] karena pada umur itu mereka masih segar, muda, dan suci, sedangkan aku telah melakukan kesalahan dan masih tetap bersalah, kataku dalam hati, karena dalam gerakgerik anggun mereka aku melihat gambar seorang gadis yang tidak suci. Aku merenungkan hal-hal itu, sekali lagi merasa damai dengan dunia
dan dengan diriku sendiri, sementara mengamati pekerjaan gembira pada jam pagi itu. Dan aku tidak lagi memikirkan gadis tersebut, atau, lebih tepatnya, aku berupaya mengubah hasratku kepadanya menjadi suatu rasa bahagia dan kedamaian saleh di dalam hatiku.
Aku berkata kepada diriku sendiri bahwa dunia ini bagus dan patut dikagumi. Bahwa kebaikan Tuhan juga dibuat menjelma dalam binatang buas paling menakutkan, seperti dijelaskan oleh Honorius Augustoduniensis. Memang, ada ular yang begitu besar sehingga melahap rusa dan berenang menyeberang lautan, ada bestia cenocroca yang bertubuh seperti keledai, tanduk seekor ibex, dada dan perut seekor singa, kukunya seperti kuku kuda tetapi membelah seperti kuku kerbau, celah mulutnya mencapai telinga, suaranya hampir seperti suara manusia, dan sebagai ganti gigi, ada sebuah tulang yang keras. Dan ada mantikor, dengan wajah manusia, dengan gigi tiga deret, tubuh singa, ekor kalajengking, mata berselaput berwarna darah, dan suara seperti desis ular, rakus terhadap daging manusia. Dan ada monster dengan delapan jari k
aki, otot seekor serigala, kuku melengkung, bulu domba, dan punggung anjing, yang kalau sudah tua berubah tidak menjadi putih, tetapi hitam, dan yang umurnya jauh lebih panjang daripada kita. Dan ada makhluk-makhluk dengan mata pada kedua bahunya dan dua lubang dalam dadanya sebagai ganti lubang hidung, karena mereka tidak punya kepala, dan ada yang tinggal sepanjang Sungai Gangga
yang hanya hidup dari bau busuk apel tertentu, dan mati kalau menjauh dari bau itu. Tetapi bahkan semua binatang buas jahat bernyanyi dalam keanekaragaman mereka dan memuji Sang Pencipta dan kebijaksanaan-Nya, sebagaimana anjing dan kerbau, biri-biri dan domba dan lynx. Sungguh luar biasa, kataku dalam hati saat itu, sambil mengulangi kata-kata dari Vincent Belovacensis, keindahan paling bersahaja dari dunia ini, dan sungguh menyenangkan bagi mata nalar yang tidak hanya merenungkan jenis dan jumlah dan urutan benda-benda, yang ditetapkan dengan begitu indahnya untuk seluruh alam semesta, tetapi juga siklus waktu yang berjalan terus mengurai lewat penggantian dan perubahan, ditandai oleh kematian dari apa yang sudah dilahirkan. Aku mengakui bahwa, seorang pendosa seperti diriku, jiwaku yang beberapa waktu lalu masih menjadi tawanan daging, saat itu terharu oleh kemesraan spiritual terhadap Sang Pencipta dan penguasa dunia ini, dan dengan pandangan menghormat yang gembira aku mengagumi kebesaran dan stabilitas penciptaan itu.
KERANGKA pikiranku sedang dalam keadaan baik seperti ini ketika guruku menghampiriku. Diseret oleh kakiku dan tanpa menyadarinya, aku sudah hampir mengelilingi biara itu, dan menemukan diriku sendiri kembali ke tempat di mana kami berpisah dua jam sebelumnya. William ada di situ, dan apa yang ia ceritakan menyentak pikiranku dan mengarahkan lagi pikiranku kepada misteri remang-
remang biara tersebut. William kelihatan cukup senang. Ia membawa perkamen Venantius, yang akhirnya bisa ia pecahkan. Kami masuk ke dalam selnya, agar jangan sampai terdengar orang lain, dan ia menerjemahkan untukku apa yang sudah ia baca. Setelah kalimat dalam alfabet muntakul'buruj (Secretum finis Africae manus supra idolum primum et septimum de quatuor) yang dalam bahasa Yunani bunyinya:
Racun mengerikan yang memurnikan ... Senjata terbaik untuk menghancurkan musuh
Gunakan orang-orang bersahaja, hina dan
buruk, nikmati cacat mereka .... Mereka tidak boleh mati .... Tidak dalam rumah rumah orang bangsawan dan berkuasa, tetapi dari desa-desa petani, setelah diberi makanan dan minuman banyak sekali ... Tubuh-tubuh bongkok, wajah-wajah buruk.
Mereka memerkosa perawan dan tidur dengan pelacur, tidak jahat, tanpa takut.
Suatu kebenaran lain, suatu citra lain dari kebenaran...
Pohon ara yang rentan. Batu tak bermalu menggelinding di atas dataran .... Di depan mata.
Dusta itu perlu dan untuk memergoki dusta, untuk mengatakan kebalikan dari apa yang dipercaya, untuk mengatakan satu hal dan
bermaksud mengatakan hal lain. Bagi mereka burung cicadas akan menyanyi dari tanah.
Cuma itu. Menurutku terlalu sedikit, hampir tak ada artinya. Kata-kata itu bagai celoteh seorang gila, dan aku bilang begitu kepada William.
"Mungkin. Dan jelas tampak lebih gila berkat terjemahanku. Pengetahuanku tentang bahasa Yunani agak sedikit. Dan toh, bahkan jika kita menganggap Venantius gila atau pengarang buku itu gila, ini tidak bisa menjelaskan kepada kita mengapa begitu banyak orang, tidak semua dari mereka gila, mau bersusah payah, mulamula menyembunyikan buku itu dan kemudian mencarinya kembali
"Tetapi apa hal-hal yang tertulis di situ berasal dari buku misterius itu""
"Tidak diragukan lagi itu ditulis oleh Venantius. Kau bisa lihat sendiri: ini bukan perkamen kuno. Dan ini pasti catatan yang ditulisnya sementara membaca buku itu; kalau tidak Venantius tidak akan menulisnya dalam bahasa Yunani. Sudah pasti ia menyalin, sambil meringkas, beberapa kalimat yang ia temukan dalam buku yang dicuri dari finis Africae. Ia membawanya ke skriptorium dan membacanya, sambil mencatat apa yang menurutnya perlu dicatat. Kemudian sesuatu telah terjadi. Entah ia merasa tidak
enak badan, atau mendengar ada orang naik. Maka ia menaruh buku itu, bersama catatannya, di bawah meja tulisnya. Mungkin sambil
merencanakan untuk mengambilnya lagi besok malam.
Bagaimanapun juga, halaman ini adalah satu-satunya kemungkinan titik awal bagi kita untuk menciptakan kembali sifat buku misterius tersebut, dan hanya dari sifat buku itu kita akan mampu menduga sifat si pembunuh. Karena dalam setiap kejahatan yang dilakukan untuk menguasai suatu objek, sifat objek itu seharusnya memberi kita suatu ide, biarpun hanya samar-samar, tentang sifat si pembunuh. Jika seseorang membunuh untuk memperoleh segenggam emas, ia orangnya rakus; jika untuk memperoleh sebuah buku, ia orang yang ingin menyimpan rahasia buku itu untuk dirinya sendiri. Jadi, kita harus menemukan apa isi buku yang tidak kita miliki itu."
"Dan dari beberapa baris ini, apa Anda mampu memahami apa buku itu""
"Adso, terkasih, ini agaknya seperti kata-kata kitab suci, yang maknanya lebih jauh daripada itu. Waktu membacanya tadi pagi, setelah kita bercakap-cakap dengan Kepala Gudang, aku dikejutkan oleh kenyataan bahwa di sini, juga, penduduk biasa dan petani juga disebutkan sebagai pendukung suatu kebenaran yang berbeda dari kebenaran orang bijak. Kepala Gudang itu mengisyaratkan bahwa ia punya keterlibatan aneh dengan Maleakhi.
Mungkinkah Maleakhi telah menyembunyikan suatu naskah bidah yang berbahaya yang telah diserahkan oleh Remigio" Maka Venantius tentu
sudah membaca dan mencatat beberapa instruksi misterius berkaitan dengan suatu komunitas orang hina dan kasar untuk memberontak terhadap setiap hal dan setiap orang. Tetapi "Tetapi""
"Tetapi ada dua fakta yang bertentangan dengan hipotesisku.
Pertama, Venantius tidak tampak tertarik dalam masalah semacam itu: ia seorang penerjemah naskah Yunani, bukan pengkhotbah kebidahan.
Yang kedua, kalimat-kalimat seperti tentang pohon ara dan batu dan burung cicadas tidak bisa dijelaskan oleh hipotesis pertama ini
"Mungkin kalimat-kalimat itu teka-teki yang punya arti lain," tukasku. "Atau Anda punya hipotesis lain""
Pedang Langit Dan Golok Naga 18 Pendekar Naga Putih 62 Penculik Penculik Misterius Pendekar Kidal 10
^