Pencarian

Perang Gaib 1

Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita Bagian 1


PERANG GAIB oleh Tara Zagita Serial : Dewi Ular Cetakan pertama, 2000 Gambar sampul oleh Fan Sardy
Penerbit Sinar Matahari, Jakarta
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
All rights reserved Ebook By Novo DJVU By RD Anuraga 1 MELALUI telepon genggamnya Dewi Ular berpesan kepada teman lamanya yang
sampai sekarang masih menjadi guru senam itu: Adinda.
"Maaf, ya Din. Aku masih sibuk di kantor polisi nih. Ada kasus yang harus kuselesaikan
malam ini juga. .Tapi kayaknya sih sebentar lagi urusannya udah beres kok."
"Jadi aku bagaimana dong?"
"Tunggu di situ deh. Sekitar dua puluh menit lagi aku udah bisa sampai rumah kok.
Atau, mau ditunda besok aja, di kantorku?"
"Aku ingin masalahku cepat selesai, Kumala. Kalau begitu, ya udah... biarin kutunggu di
sini aja deh." "Sabar, ya Din. Kalau mau apa-apa ambil aja sendiri. Atau,., di situ ada Buron?"
"Nggak ada. Cuma Mak Bariah yang menemaniku. "
'Yah, udah. Kalau kamu sungkan mau apa-apa, suruh aja Mak Bariah. Pokoknya
anggap aja rumah sendiri deh, Din."
Adinda pernah dikenal Kumala Dewi dalam sebuah kasus misteri yang cukup
menegangkan. Ia seorang guru senam para selebritis dan punya acara tersendiri di
sebuah televisi swasta yang ada urusannya dengan olah tubuh. Wanita bertubuh sekal,
mungil dan berdada kencang itu dulu bekas istri seorang pembalap. Tapi suaminya
mengalami kecelakaan saat usia perkawinan mereka baru 8 bulan, sehingga Adinda
pun hidup menjanda tanpa anak, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "MISTERI
RANJANG CINTA"). Rupanya malam ini Adinda punya suatu masalah yang cukup serius, dan ia perlu
berkonsultasi kepada gadis paranormal yang diharapkan dapat membantu
.memecahkan persoalannya itu. Sebenarnya sebelum itu ia sudah bikin janji dengan
Kumala untuk bertemu di rumah si putri tunggal Dewa Permana dan Dewi Nagadini itu.
Tapi karena Kumala sebagai konsultan kriminal di kepolisian, sedangkan saat itu pihak
kepolisian sedang menghadapi kasus kriminal yang berkaitan dengan dunia gaib, maka
Kumala dipanggil untuk ikut menyelesaikan kasus tersebut. Akibatnya, Adinda teipaksa
harus menunggu Kumala datang bersama sopir pribadinya yang sudah dikenal dengan
baik itu: Sandhi.Satu jam lewat Adinda menunggu di ruang tamu, sampai akhirnya
pindah di teras sambil membaca majalah-majalah kewanitaan. Namun Kumala masih
belum pulang juga. Mula-mula memang ia ditemani oleh pelayan setianya Kumala
untuk urusan dapur: Mak Bariah, tapi lama-lama obrolan itu menjenuhkan, sehingga
Adinda mengganti kesibukannya dengan membaca majalah.
Mak Bariah tertarik dengan tayangan sinetron berseri yang saat itu masih jadi idola
masyarakat pemirsa televisi. Adinda sendiri tak keberatan ketika Mak Bariah akhirnya
nongkrong di depan layar teve di ruang tengah untuk mengikuti kelanjutan cerita
sinetron picisan itu. Adinda merasa iebih senang memandangi gambar-gambar cantik
dan bentuk tubuh yang indah atau membaca artikel yang berguna, ketimbang
ikut-ikutan Mak Bariah. Toh sekitar 20 menit lagi Kumala akan datang.
"Kalau ada si Buron enak nih. .Bisa jadi penghiburku. Biar pemuda itu jelmaan Jin
Layon, tapi dia termasuk pemuda yang kocak dan supel. Enak diajak bercanda," pikir
Adinda sambil membolak-balikkan majalah, la merasa tengkuknya dingin, tapi tak
begitu dihiraukan Hanya diusap saja sambil lalu. Arlojinya dilirik, jarum jam
menunjukkan pukul 20.14, masih belum larut malam.
Tapi Adinda lupa bahwa malam itu adalah malam Jumat Wage Menurut kepercayaan
orang Jawa, malam Jumat Wage punya kekuatan mistis tersendiri, hampir menyamai
malam Jumat Kliwon. Maka wajarlah kalau malam itu hembusan angin terasa aneh.
Seperti meninggalkan kelembaban tipis di kulit tubuh manusia. Wajar juga jika malam
itu ada aroma aneh yang tercium di hidung Adinda. Aroma wangi aneh itu menyerupai
keharuman dupa atau kemenyan. Tapi sebenarnya jauh lebih wangi dari asap dupa dan
kemenyan . "Bau apaan sih ini" Wanginya aneh sekali"!" gumam hati Adinda sambil tengok
kanan-kiri. Ada kecemasan yang mulai mengusik hati Adinda. Ada rasa penasaran juga
yang mendesak hati Adinda untuk mencari tahu, wewangian apa yang saat itu tercium
olehnya. Makin lama hembusan angin makin kencang. Tubuh mulai merasakan dinginnya
malam. Adinda hanya mengenakan blus ketat lengan pendek dengan rangkapan rompi
dari bahan sejenis jeans putih. Celananya juga ketat, dari bahan sejenis be- ludm yang
lentur, mengikuti bentuk tubuhnya yang meliuk-liuk indah itu. Pantaslah kalau Adinda
merasa dingin dan berniat untuk pindah ke alam.
Tapi sebelum itu Mak Bariah keluar ke teras. Perempuan berkebaya agak gemuk itu
clingak-clinguk dengan dahi berkerut.
"Siapa sih yang bakar madat sore-sore begini"!' gumam Mak Bariah seperti bicara pada
dirinya sendiri. "'Madat"! Jadi bau harum ini dari asap bakaran madat, ya Mak?"
"Iya, Nyonya... ini bau asap madat."
"Madat itu bukannya yang dihisap para penggemar candu" Biasanya dihisap pakai pipa
panjang kan?" "Tapi ada juga untuk keperluan lain, Nyonya. Misalnya, bakar madat untuk memanggil
jin atau..." Dering telepon terdengar. Mak Bariah tak jadi melanjutkan kata katanya. Ia bergegas
menghampiri telepon yang ternyata datang dari pacarnya Buron: Shayu Handayani.
Perempuan kaya yang tergila-gila kepada jelmaan Jin Layon itu ingin bicara dengan
Kumala, namun terpaksa harus tertunda karena Mak Bariah menjelaskan bahwa
Kumala belum pulang. Mak Bariah kembali mengikuti lanjutan sinetron yang tadi terpotong oleh iklan itu.
Sementara di teras, Adinda tak jadi masuk ke dalam karena melihat kedatangan tamu
lain. Karena pada waktu itu Mak Bariah masih menerima telepon, maka Adinda lah
yang menyambut kedatangan tamu tersebut. Dalam hati kecil Adinda sempat merasa
heran, tamu itu datang sendirian, tahu tahu sudah berjalan di jalanan menuju teras.
Adinda tak mendengar bunyi pintu pagar dibuka yang mestinya terdengar berdenting
walaupun pelan. Bau madat cendana semakin tajam. Adinda semakin berdebar-debar memandangi
langkah sang tamu yang mendekati teras. Keadaan sang tamu menimbulkan
keheranan dan perasaan bingung bagi Adinda. Tamu itu adalah seorang kakek berusia
lebih dari 70 tahun. Rambutnya putih rata, panjang, jenggotnya juga putih rata, sangat
panjang sampai menyentuh tanah. Kakek bungkuk bermata cekung menyeramkan itu
membawa tongkat hitam sebagai penopang langkahnya.
Pada saat Adinda ditatap dengan dingin, sekujur tubuhnya jadi merinding. Namun
anehnya ia tak mampu pergi dari teras itu, seakan kakinya tertanam ke dalam ubin
teras. Sampai akhirnya kakek yang rambutnya digulung acak-acakan itu menginjakkan
kakinya di lantai teras juga. Kaki kurus itu menggunakan alas kaki dari bahan seperti
kulit binatang. Pakaiannya yang gombrong menyerupai jubah berwarna abu-abu itu
sempat melambai-lambai ditiup angin. Adinda mencium bau madat lebih tajam setelah
kakek misterius itu berada dalam jarak sekitar 3 meter dari tempatnya berdiri.
Adinda memaksakan diri agar tetap tenang, walaupun yang terjadi adalah kegugupan
samar- samar dengan kaki dan tangan gemetar.
"Hmm, ehhh, mmm... mari, silakan duduk. Kakek mencari siapa?"
"Nyai Dewi!" jawabnya datar dan menggetarkan jiwa. Adinda memaksakan untuk
tersenyum walaupun sangat kaku dan hambar.
"Maksud Kakek... hmm, mau bertemu dengan kumala Dewi"!"
"Hmmm!" jawabnya dalam gumam pendek Matanya melirik ke arah dalam rumah.
Lirikannya ..ngguh mengerikan bagi Adinda.
"Kumala... anu. .. Kumala Dewi belum datang, Kek. Silakan duduk dulu. Hmmm, eehh...
kalau boleh saya tahu. Kakek dari mana?"
Tak ada jawaban dari si kakek misterius itu. Yang ada hanya hembusan angin lebih
kencang dan aroma madat cendana yang bercampur aroma aneh lainnya, seperti bau
keringat binatang yang tak jelas jenisnya. Kadang bau wengur itu tajam, tapi kadang
bau wangi madatnya yang lebih tajam.
"Kalau begitu, sampaikan kepada Nyai Dewi, aku datang bersama pengikut-pengikutku.
Kami mau minta suaka perlindungan!"
"Hmm, maaf... tapi saya lihat Kakek datang sendirian, bukan bersama pengikut
Kakek"!" "Lihat sekelilingmu. Pengikutku ada di sana- sini!"
Adinda langsung berpaling ke belakang, karena mata dingin kakek misterius itu
berkesan menunjukkan ke bagian belakang Adinda. Maka ketika itu juga Adinda
terpekik tanpa suara, tersentak jantungnya bagaikan berhenti sekejap, terbelalak
matanya terasa sangat lebar sekali hingga sulit dikatupkan kembali. Apa yang dilihat
saat itu sungguh suatu pemandangan yang mengerikan.
Di halaman sekitar teras itu telah berkumpul sekelompok makhluk tinggi, hitam, besar
dan bermata merah mengerikan. Rambut mereka panjang meriap-riap dengan
masing-masing mulut bertaring runcing. Jumlahnya lebih dari 20 sosok, menyebar
memenuhi seluruh halaman yang mengelilingi rumah indah tersebut. Mereka duduk
bersila dengan dada tegap, masing-masing seperti menunggu perintah untuk
menyerang Adinda. Suaranya menggeram dan mendesah besar. Seolah-olah saat
itulah, begitu Adinda menengok ke belakang, matanya dibuat tajam oleh kekuatan gaib,
sehingga ia dapat melihat makhluk-makhluk mengerikan bertebaran di sekelilingnya.
Bahkan sudah ada yang duduk bersila di lantai teras. Semakin Adinda mencoba
bersikap semakin bertambah banyak jumlah yang dilihatnya.
Indera keenam Adinda bagaikan terbuka dan menjadi tajam. Ia bisa mencium bau apek
atau melebihi bau kambing bandot yang sangat memualkan perut, la juga bisa
merasakan berada di alam lain yang belum pernah ia datangi sebelumnya.
Suasana dan keindahan rumah Kumala bagaikan lenyap total, berganti suasana alam
lain yang penuh dengan warna-warna gelap, remang-remang, serta akar gantung dari
beberapa pohon yang malang melintang di sana-sini. Tentu saja jantung Adinda sangat
ceoat berdetaknya sampai seperti tak berdetak lagi, dan pandangan mata pun menjadi
serba hitam pekat Tulang dan urat-uratnya putus semua. Adinda melayang entah ke
mana. Mak Bariah panik menemukan Adinda terkapar di lantai teras, la tak tahu apa yang
menyebabkan tamunya pingsan dengan wajah sepucat mayat. Mak Bariah tak melihat
apa-apa di sekelilingnya, la hanya mencium bau madat dan bau kambing bandot silih
berganti. Padahal saat itu, seandainya indera keenam Mak Bariah terbuka seperti
Adinda,, maka ia juga akan melihat wajah-wajah menyeramkan yang berada di
sekelilingnya. "Aduuuh, ada apaan sih ini, kok Nyonya Adinda pingsan di sini" Bagaimana aku harus
menyadarkannya ini"! Aduuuh... jangan-jangan dia dikerjain sama si jin usil: Buron itu"!
liih... memang brengsek si Buron! Sukanya ngusilin tamu aja tuh anak"!" geram Mak
Bariah dalam kepanikannya.Untung saja saat itu Kumala Dewi segera datang Mak
Bariah sudah berhasil membawa Adinda yang pingsan itu untuk dipindahkan ke kamar
tidur tamu. Tapi ia belum berhasil menyadarkan Adinda walau keringatnya mengucur
sebesar buah jagung. Pada saat itu ia mau menelepon Kumala itulah, juragan cantiknya
datang bersama Sandhi. "Ada apa ini, Mak" Kenapa Adinda pingsan"!" tanya Sandhi setelah Mak Bariah
mengadu dengan gugup. "Pasti... pasti dikerjain sama si Buron! Kurang ajar tuh anak! Getok aja kepalanya pakai
martil kalau dia nanti nongol, San!" ujar Mak Bariah dengan terengah-engah.
Rupanya waktu Adinda dibawa masuk ke kamar tidur tamu, kakek misterius dan para
pengikutnya yang menyeramkan itu pun bergegas pergi, menunda rencana bertemu
Dewi Ular. Maka ketika Kumala masuk ke halaman rumahnya, walau masih berada di
dalam BMW kuningnya, tapi indera penciuman gaibnya sudah menangkap aroma aneh
yang ditinggalkan makhluk-makhluk mengerikan itu. Gadis cantik yang bertubuh sexy
indah itu sempat memandangi ke sana-sini sebelum masuk ke dalam rumah. Tapi ia
tetap diam saja. Maka ketika Mak Bariah dan Sandhi mengutuk Buron yang dituduh telah berbuat jahil
hingga Adinda pingsan Kumala Devi segera meredam gerutu dan makian mereka untuk
Buron. "Bukan Buron yang berbuat. Jangan menuduh dia begitu. Aku menemukan tanda-tanda
aneh di pelataran depan tadi."
"Tanda-tanda aneh apaan?" tanya Sandhi. Meski ia sopir pribadi Kumala, tapi karena
sudah dianggap seperti saudara sendiri, maka sikapnya pun berani seakrab itu.
Dewi Ular menyadarkan Adinda dengan jari menjentrik seperti memanggil seekor
burung. Suara jentrikan jari itu menghadirkan gelombang aneh yang menyentakkan
kesadaran Adinda. Setelah Adinda menjelaskan di sela-sela tangis ketakutannya, maka
Kumala, Dewi pn menggumam lirih dan manggut-manggut. Dalam renungannya ia
menemukan tokoh berjenggot panjang dan berpenampilan angker itu.
"Damung Suralaya," sebutnya seperti bicara sendiri.
"Siapa"!" "Kakek yang kau lihat itu adalah Damung Suralaya, Sang Juru Gaib. Komandannya
para gandaruwo." "Hahh..."! Ja... jadi yang kulihat sebanyak itu adalah..."
"Gandaruwo!" sahut Sandhi mempertegas degan bulu kuduk merinding.
Adinda menjadi terkulai lemas kembali, tapi tak sampai pingsan. Kumala menjelaskan,
kedatangan Damung Suralaya pasti bukan untuk menakut-nakuti Adinda atau maksud
jahat lainnya, sebab Damung Suralaya sangat hormat kepadanya, (Baca serial Dewi
Ular dalam episode: "CINTA DARI AKHIR ZAMAN").
Adinda masih ingat apa yang dikatakan Damung Suralaya, dan pesan itu disampaikan
kepada Kumala. Maka gadis cantik jelita berpenampilan kalem tapi sangat simpatik itu
menjadi berkerut dahi memikirkan maksud pesan tersebut.
"Suaka perlindungan"! Apa maksud si Damung Suralaya itu" Perlindungan terhadap
apa yang di minta dariku"!"
Gumam pelan itu didengar oleh Sandhi. Dengan pelan pula Sandhi mengajukan saran
kepada majikan cantiknya, meski ia tak yakin sarannya akan diterima atau justru
diabaikan begitu saja. "Sebaiknya kau temui dulu dia. Tanyakan langsung, apa maksud pesannya itu. Tapi
jangan bawa kemari dia, apalagi para pengikutnya, satu pun jangan ada yang dibawa
kemari!" Sandhi ter tawa sambil ketakutan sendiri.
Pada waktu itu, seorang pemuda agak kurus berambut kucai agak kemerah-merahan,
tiba tiba muncul secara gaib tepat di samping kanan Adinda. Pemuda itu tak lain adalah
Buron, si jelmaan Jin Layon.
Buron keluar dari dinding ruangan tanpa suara dan tanpa getaran apa pun. Tapi
hembusan anginnya membuat Adinda berpaling ke samping lalu menjerit kaget dan lari
ketakutan memeluk Kumala Dewi .
"Kampret luh!" sentak Sandhi, sebab Sandhi juga ikut berjingkat kaget dan hampir saja
kabur ketakutan. Buron justru nyengir sambil garuk-garuk kepala.
"Buron, Buron... ck, ck, ck...," Kumala Dewi hanya menggumam dan berdecak
menyabarkan diri seraya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Buron yang konyol
itu. Pandangan mata Kumala Dewi justru membuat Buron salah tingkah, tersipu malu,
dan takut kena marah majikan cantiknya itu.
"Sorry, nggak sengaja ngagetin kalian,", katanya.
"Sorry, sorry!" hardik Sandhi sambil bersungut-sungut kesal. "Kalau jantungku copot
dan aku mati, bagaimana?"
"Ya dikubur dong, masa mau direbus sih?"
"Hentikan kekonyolanmu, Ron," tegur Kumala dengan tenang. Wibawanya cukup tinggi.
Kharismanya pun besar, membuat Buron semakin sungkan untuk melecehkan teguran
itu. "Kebiasaanmu itu bisa bikin orang mati mendadak karena jantungnya mandek, tahu"!"
"Aku terburu-buru mau sampaikan kabar pada mu, Kumala."
"Kabar apa?" "Sebentar lagi akan terjadi exodus...."
"Sok luh!" potong Sandhi. "Jin aja tahu istilah exodus. Memangnya exodus itu apaan
sih" Coba, apaan yang dimaksud exodus"!"
"Pindah ramai-ramai! Berbondong-bondong meninggalkan suatu tempat menuju ke
tempat yang lain, itu namanya exodus! Norak luh! Makanya sering baca koran, jadi
wawasan nggak secetek comberan!" ejek Buron. Sandhi hampir saja ngotot kalau
Kumala tidak segera menghentikan perdebatan mereka yang sudah tak aneh lagi itu.
"Maksudmu exodus apa tadi, Ron?"
"Mereka yang tinggal di alam gaib akan pindah masuk ke alam nyata semua, Kumala!
Termasuk ibuku, pamanku, bibiku, semua keluarga jin akan pindah ke alam nyata ini!"
Kumala berkerut dahi, "Siapa bilang" informasi dari mana yang kau dapatkan itu"!"
"Aku sempat bertemu dengan Amburani, si penguasa Tanah Peri. Dia bilang semua
penghuni alam gaib akan muncul ke permukaan bumi dan membaur dengan manusia
biasa!" "Astaga"! Ja... jadi roh-roh orang yang sudah mati itu juga akan muncul semua"!" sahut
Adinda dengan mulai berkeringat dingin lagi. Buron menganggukkan kepala penuh
keseriusan. Kumala Dewi justru tertegun membisu beberapa saat. Mak Bariah
diam-diam bergidik merinding dari tempat duduknya dekat teve itu. Terbayang olehnya,
betapa mengerikan suasana di muka bumi nanti jika para penghuni alam gaib, para
penduduk alam kubur, semuanya muncul membaur menjadi satu dengan kehidupan


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia" Tak dapat dibayangkan, berapa kali nantinya Mak Bariah jatuh pingsan, dan
berapa lama nantinya Adinda terkulai lemas tanpa kesadaran seperti tadi. Sungguh
mengerikan sekali kabar yang dibawa Buron itu.
"Ada apa sebenarnya"! Mengapa sampai terjadi perpindahan besar-besaran bagi para
penghuni alam gaib"!" gumam Dewi Ular dengan pelan. Lalu, Sandhi berbisik seperti
orang menggerutu. "Mungkin ada hubungannya dengan kedatangan Sang Juru Gaib tadi."
Kepala berambut panjang yang digulung naik dengan sisanya dibiarkan berjuntai
bagaikan ekor kuda itu mengangguk-angguk kecil, membenarkan dugaan Sandhi. Apa
yang dibayangkan Kumala lebih mengerikan jika sampai para penghuni alam gaib
pindah ke alam nyata. Mereka akan berebut raga, yang pada akhirnya semua raga
manusia dihancurkan, sehingga bumi hanya berisi roh yang melayang-layang dengan
bentuk raga bayangan. "Buron, pergilah kau ke sana, panggil Sang Juru Gaib, suruh dia menemuiku di
pendapa!" tegas Dewi Ular.
"Damung Suralaya maksudmu?"
"Ya. Suruh dia kemari menemuiku!"
"Okey...," Buron manggut manggut kalem, melirik Sandhi, Adinda dan Mak Bariah.
"Kamu mau ikut aku, Mak?"
"Sudi amat!" ketus Mak Bariah karena dicekam rasa takut, sebal dengan kelakar Buron
yang sengaja menakut-nakutinya itu.
Maka si pemuda berkulit sawo matang dengan ketampanan pas-pasan itu segera
lenyap dalam satu kali kedip.
Laaap...! Seberkas sinar kuning perubahan dari sosoknya melayang cepat menembus apa saja
yang diterjangnya. Kini tinggal Sandhi dan Adinda yang dicekam ketegangan dalam
beradu pandang dengan Dewi Ular.
"Kenapa dipanggil kemari"!" bisik Sandhi dengan suara mendesah jengkel.
"Makhluk-makhluk mengerikan itu akan berdatangan memenuhi tempat kita, dan aku...
aku.. ." "Kamu nggak usah takut," Kumala menepuk pundak Sandhi. "Kamu, Adinda, Mak
Bariah semua masuk kamar. Jangan ada yang keluar dari kamar sebelum suaraku
memanggil nama kalian satu-persatu. Aku akan mengadakan temu muka dengan Sang
Juru Gaib. Selama ini, jangan ada yang keluar dari kamar. Sebab saat ini pasti Damung
Suralaya memancarkan gelombang pembias indera sebagai ungkapan kebingungannya
ataupun kemarahannya. Gelombang pembias indera itu akan membuka mata batinmu,
dan membuatmu bisa melihat roh halus di sekitarmu!" sambil menuding Sandhi.
"Kalau begitu aku pulang saja deh," sahut Adinda, la tampak paling ketakutan. "Aku
nggak berani berada di kamar sendiri, sementara .makhluk- makhluk itu ada di sekitar
rumah ini. Aku takut. Mala!"
"Biar aku yang mengantarnya pulang!" usul Sandhi.
"Lalu... urusanmu sendiri bagaimana, Din?" tanya Kumala.
"Kayaknya nggak mungkin dibicarakan saat ini. Aku cuma mau membicarakan soal
Alben, tapi... aah, sudahlah. Besok aja aku ke kantormu, Kumala!"
Alben adalah cowok Adinda. Tapi agaknya sudah beberapa waktu ini hubungan Adinda
dengan Alben mengalami keretakan. Tak jelas apa yang diinginkan Adinda terhadap
mantan cowoknya yang juga teman dekat dari mantan cowoknya Ku- mala Dewi, yaitu
Pandu. Namun agaknya alternatif pulang bagi Adinda d'pandang sebagai alternatif yang
terbaik oleh Dewi Ular. Sandhi diizinkan mengantar pulang Adinda, tapi secepatnya
harus kembali sebelum Damung Suralaya datang. Sebab siapa tahu Damung Surayala
datang bersama peng- ikut-pengikutnya seperti tadi, dan ha! itu akan menjadi masalah
lain bagi kepulangan Sandhi.
"Mak Bariah bagaimana?" ujar Sandhi,
Perempuan polos penuh kesetiaan terhadap majikan itu menjawab seenaknya. "Aku
mau minum sisa obat tidurku yang dari Pak Dokter tempo hari!"
Setelah itu ia ngeloyor masuk ke kamar tidurnya. Kumala sempat mengingatkan agar
Mak Bariah tak perlu memakai obat tidur. Cukup menghirup kibasan tangan Kumala,
maka rasa kantuk itu akan datang dengan cepat.
"Aku heran padamu, San," kata Adinda saat dalam perjalanan pulang diantar Sandhi
memakai BMW majikannya. ".... Kamu kok betah sih tinggal bersama Kumala, padahal sekelilingmu itu
makhluk-rnakhluk halus yang mengerikan"! Apa jantungmu nggak capek kalau setiap
saat harus deg-degan dan gemetaran melihat roh halus; seperti yang kualami tadi?"
Sandhi tertawa kalem. "Itulah seninya tinggal bersama Kumala. Banyak pengalaman
spiritual yang kudapatkan darinya. Memang menyeramkan , tapi pengalaman itu sangat
berarti bagiku. aku yakin, suatu saat nanti aku pasti akan nendapatkan ilmu kesaktian
dari putri tunggalnya Dewa Permana itu. Sekarang saja aku sudah dapatkan beberapa
kesaktian, tapi dari Buron. Kesaktian yang dipakai para jin."
"lih... kamu punya kesaktian dari jin"! Berarti kamu nanti kalau mati akan jadi jin lho!"
"Siapa bilang?" senyum Sandhi berkesan bangga. "Justru kesaktian ini dicari-cari oleh
pata penggemar ilrnu-ilmu gaib. tapi tidak seorang pun mendapatkannya. Hanya aku
satu-satunya manusia yang mendapat ajian sakti tersebut."
"Ajian apaan?" "Hmmm, nggak perlu tahu deh," sambil senyum Sandhi semakin melebar antara
bangga dan malu sendiri. Adinda jadi penasaran.
"lih, kamu ngeselin amat sih"! Ayo dong, kasih tahu... kesaktian apaan yang udah kamu
dapatkan dari Buron itu?".
Akhirnya Sandhi mengatakannya juga, "Kesaktianku ini sejenis ilmu pengasihan.
Membual wanita yang angkuh dan suka menghinaku dapat bertekuk lutut padaku,
tergila-gila cintanya padaku, dan selalu ingin bercumbu denganku. Makanya, jangan
coba-coba menghina Sandhi, nanti kamu kena pelet bisa tergila-gila padaku, Din "
"Uuhh...! Bullshit!"
"Eeeh... nggak percaya"!"
"Nggak!" tegas Adinda sambil mencibir.
"Ntar ajian ini kugunakan buat menundukkan hatimu lho!"
"Alaaa... omong kosong! Dalam keadaan hati sedang dibuat hancur dan luka parah oleh
Alben, nggak mungkin aku bisa tertarik pada pria mana pun. Apalagi sampai tergila-gila,
mustahil! Mungkin kalau kasusku dengan Alben sudah selesai, hatiku sudah tidak
terluka lagi, barangkali saja aku bisa terpikat lagi kepada seorang lelaki. Tapi selama
luka di hatiku ini masih parah, hmmm...! Biar mulutmu sampai jamuran karena
mengucapkan mantera pemikat model apa pun, nggak bakalan bergeming! hati ini,
San!" Dengan begitu yakinnya Adinda menyimpulkan pribadinya saat itu, sehingga terkesan
menantang pribadi Sandhi untuk membuktikan kekuatan aji Tunduk Seta pemberian
Buron itu. Berdebar-debar hati Sandhi saat itu, karena secara jujur hati kecilnya
mengakui bahwa Adinda punya kecantikan yang menawan, punya kesekalan tubuh
yang menggoda, dan punya bibir yang menantang kecupan pria mana pun. Terlepas
dari hubungannya dengan Alben, bagi Sandhi, guru senam itu pasti menyimpan
segudang kenikmatan tersendiri dan tak rugi jika ia diizinkan mencicipinya.
"Kalau sampai kamu tahu-tahu bergairah padaku dalam waktu singkat bagaimana"
Jangan salahkan aku, ya?" ,
Adinda justru tertawa lepas. "Uuh, sombongmu, San, San...!" Tangannya meraup wajah
Sandhi seenaknya. "Coba, gunakan ajian saktimu itu" Aku jadi ingin tahu
kehebatannya. Kalau memang bisa menundukkan hatiku, aku salut padamu! Salut
setinggi-tingginya!"
Senyum kalem Sandhi mewakili kegembiraan hati yang disembunyikan. Maka,
diam-diam hati Sandhi pun mulai mengucapkan marttera pemikat aji Tunduk Seta
sambil menahan napas. Adinda sama sekali tak menduga kata-kata Sandhi tadi memang sebuah kenyataan. Dalam waktu 10 menit kemudian, Adinda mulai gelisah.
Percakapannya dengan Sandhi mulai mengarah ke masalah cinta, perasaan dan
kemesraan di atas ranjang. Makin lama Adinda semakin merasa tergelitik gairahnya.
Terbayang masa sepinya yang sudah 3 bulan lebih tak pernah menikmati hangatnya
asmara lelaki. Maka tangan pun mulai nakal. Sandhi justru memberi peluang bebas bagi tangan
Adinda. Balasan kenakalan tangan pun diberikan oleh Sandhi. Adinda ternyata tak
keberatan menerimanya sambil menggigit bibirnya sendiri. Pada akhirnya, janda
berkulit coklat liat itu berkata dengan suara parau bak menahan gejolak hasrat yang
terpendam begitu beratnya.
"San, kamu nanti nggak usah pulang, ya" Aku takut tidur sendirian, ingat bayangan
mengerikan yang tadi. Kamu temani aku, ya?"
"Nanti kalau aku menuntut macam-macam, bagaimana?"
"Terserah kamu. Ambil aja apa yang kamu inginkan," suara Adinda makin parau, makin
bernada manja penuh tantangan bercinta. Maka habislah perempuan itu dalam pelukan
Sandhi sepanjang malam yang menaburkan udara dingin itu. Aji Brajagama yang juga
digunakan oleh Sandhi membuat Adinda tak pernah mau berhenti mengarungi
samudera kemesraannya, karena ia merasa mendapatkan keindahan yang paling
indah, kebahagiaan yang teramat bahagia, dan kepuasan yang tak pernah ia dapatkan
dari pria mana pun. Sandhi memang sengaja pulang pagi. Daripada ia harus pulang tengah malam, maka ia
akan berpapasan dengan Sang Juru Gaib bersama para gandaruwo pengikutnya.
Sebab, pada tengah malam, Sang Juru Gaib datang menghadap Dewi Ular di pendapa
belakang rumah. Para pengikutnya menyebar ke mana-mana .sampai di sepanjang
jalanan depan rumah Kumala, dan ada yang bergerombol di halaman rumah tetangga
kanan-kiri-depan-bela- kang. Semuanya menunggu keputusan dari Dewi Ular: harus
bagaimanakah mereka bertindak menghadapi musibah 'perang dirgandanu' yang akan
terjadi nanti" "Dewa Kegelapan akan munrul setiap dua ribu tahun, dan akan menguasai Kahyangan.
Peperangan itu yang akan memporak-porandakan alam gaib seisinya. Satu-satunya
tempat terakhir yang akan porak-poranda adalah alam nyata. Maka, aku dan para
pengikutku mohon perlindunganmu, Nyai Dewi. Berikan kami tempat di alam nyata ini
sesuai dengan pilihan dan ketetapanmu, Nyai Dewi Ular!"
Kumala terbungkam bisu dalam kebingungan .
*** 2 KAKEK misterius yang dikenal sebagai Sang Juru Gaib ternyata kali ini berada dalam
kepanikan. Pantas saja kalau sosoknya mengeluarkan energi gaib yang disebut
gelombang pembias indera, dan membuat siapa saja yang mengalami ketajaman indera keenamnya apabila beradu pandang dengannya Adinda sempat mengalami
peristiwa seperti itu Untung ketajaman indera keenamnya segera ditutup oleh Kumala
Dewi. Seandainya tidak, maka Adinda akan selalu h|dup serba ketakutan, sebab ia
dapat merasakan kehadiran roh halus, matanya dapat menembus lapisan dimensi gaib
dan selalu melihat makhluk-makhluk mengerikan.
Menutup jalur indera keenam bagi orang yang belum siap menerima kenyataan itu,
adalah pekerjaan yang mudah bagi Dewi Ular. Bukan sebuah persoalan rumit Tetapi
menghadapi permohonan si tokoh mistik Damung Suralaya adalah sebuah persoalan
yang menjengkelkan hati. Masalahnya, Kumala sendiri belum paham betul apa yang dimaksud 'perang dirgandanu' itu" Juru Gaib hanya menjelaskan, bahwa 'perang
dirgandanu' adalahperangnya para dewa. Tapi tidak menyebutkan dewa yang mana
yang mau perang" "Dewa Kegelapan melawan dewa-dewa penghuni. Kahyangan."
"Iya. Dewa Kegelapan itu siapa"!"
"Sebagai putri tunggal Dewa Permana, kurasa Nyai Dewi punya hak untuk
menanyakannya langsung kepada ayahanda Nyai. Pasti akan lebih jelas dari apa yang
sudah kujelaskan tadi."
Menghadapi kebingungannya bersikap, Dewi Ular akhirnya berkata dengan bijaksana.
"Aku minta waktu untuk berpikir dan bertindak. Secepatnya aku akan mengutus Jin
Layon untuk menemuimu dan menyampaikan ketetapanku nanti. Juru Gaib!"
Jin Layon yang hadir dalam pertemuan itu menggunakan sosok wujud aslinya,
sehingga ditakuti oleh para gandaruwo itu, sempat merasa heran dengan sikap Sang
Juru Gaib. Mengapa tokoh mistik itu meminta suaka dan izin berlindung kepada Dewi
Ular, padahal usia gadis itu jauh lebih muda dari si Juru Gaib yang konon sudah
ratusan bahkan ribuan tahun" Setelah pikir punya pikir, analisa Jin Layon mengatakan,
bahwa Dewi Ular mempunyai kuasa dan wewenang mengatur keamanan, ketentraman,
dan kedamaian di muka bumi. Istilah sekarang; security atau Satpam kehidupan di
muka bumi . Kenapa demikian" Karena gadis cantik itu adalah anak dewa-dewi asli dari Kahyangan
yang dibuang ke bumi karena dianggap anak haram. Pada waktu itu Dewa Permana
dan Dewi Nagadini belum mengucapkan ijab kabul di depan penghulu, alias belum
resmi menjadi suami-istri tapi sudah melahirkan Dewi Ular. Hyang Maha Dewa
menghukum bayi itu dengan dibuang ke bumi, supaya si jabang bayi belajar tata susila
dan budi pekerti dari umat manusia, sehingga kelak ia tidak semena-mena
mengandalkan hak kedewaannya seperti masa lalu ayah-ibunya itu.
Di bumi jabang bayi itu tumbuh menjadi gadis dewasa. Tugasnya adalah menemukan
cinta sejati dari calon suaminya. Untuk menemukan cinta sejati atau mengenal kasih
sejati, maka ia harus bisa menjadi pendamai umat manusia, pengaman kehidupan
manusia dari penolong umat manusia. Tiga unsur itulah yang akan menumbuhkan
benih kasih di antara sesama. Kasih sejati itulah yang kelak akan membuahkan hasil
yang disebut cinta sejati. Cinta sejati itulah yang kelak menjadi tiket baginya untuk
masuk ke Kahyangan dan hidup bersama suami di antara pada dewa-dewi,
Hak kedewaan dan kesaktian dewani diberikan penuh kepada Dewi Ular sebagai tanda,
bahwa para dewa di Kahyangan mempercayakan kerukunan hidup di bumi kepada
gadis cantik jelita itu. Hak manusiawi juga diberikan kepada Kumala sebage bukti
bahwa para dewa meneladani hidupnya melalui gadis berlesung pipit itu. Maka
pantaslah jika, Sang Juru Gaib minta izin kepada Dewi Ular untuk menempatkan para
pengikutnya di alam nyata sebagai langkah mengamankan diri dari 'perang dirgandanu'
yang sebentar lagi bakal terjadi itu.
"Sebagai anak dewa, sebenarnya aku malu sekali kalau sampai nggak tahu tentang
'perang dirgandanu' itu, Ron," ujarnya kepada jelmaan Jin Uayon itu.
"Aku sendiri angkat tangan deh kalau disuruh menjelaskan apa itu 'perang dirgandanu'.
Secara garis besar, mungkin ibuku bisa menjelaskannya. Tapi secara detil, aku yakin
ibu nggak tahu dan nggak bisa menjelaskan. Apalagi ibuku nggak pernah baca koran
dan belum pernah dengerin radio atau nonton televisi, pasti akan mengalami kesenjangan informasi sangat keterlaluan."
"Tidak ada jalan lain kecuali aku harus menghadap ayahanda."
"Itu yang terbaik!" sahut Buron penuh semangat.
Malam itu, dua malam setelah pertemuannya dengan Sang Juru Gaib, gadis berkulit
putih lembut dan kulit bayi itu bersiap siap menembus jalur dewata untuk menemui
ayah-ibunya. Ia hanya bisa sampai perbatasan Kahyangan saja, belum boleh masuk
Kahyangan lantaran belum menemukan cinta sejatinya.
Tapi ternyata jalur dewata dalam keadaan gelap pekat. Gumpalan kuat hitam
menyerupai dodol terbentang di jalur dewata. Itu pertanda bahwa jalur dewata untuk
sementara ditutup. Mungkin ada kaitannya dengan akan datangnya 'perang dirgandanu'
itu. Sia-sia saja Dewi Ular mengerahkan tenaga supranaturalnya untuk menembus
kabut hitam yang terasa alot itu Walaupun telah diulangnya berkali-kali hingga butiran
keringatnya mengucur deras menyebarkan aroma wangi cendana bercampur pandan,
tapi usaha itu tetap gagal. Kumala justru terpental saat masuk ke dalam dimensi kehidupan nyata. Ia jatuh dengan punggung menerjang pintu kamarnya.
Brrraaak...! Keras sekali suara gaduh itu. Sandhi dan Buron terlonjak turun dari tempat tidurnya.
Mereka baru saja mau memejamkan mata, tapi menjadi sangat terkejut mendengar
suara gadis dari kamar Kumala. Buron lebih dulu tiba di depan kamar itu, karena ia
langsung menggunakan kesaktian tembus benda, sehingga saat keluar dari kamarnya
tak perlu membuka pintu, melainkan menembus pintu jati itu.
Blesss! "Kumala...! Apa yang terjadi di dalam situ, hah"! Kumala!" seru Buron dengan cemas
sekali. Wajahnya sudah menjadi berang, membendung murka, sebab ia tak rela jika
bekas musuhnya yang sekarang menjadi seperti saudara angkat sendiri itu mengalami
cedera atau dilukai oleh pihak lain.
"Hoii...! Buka pintunya. Mal...! Ada apa dengan dirimu"!" seru Sandhi yang juga tampak
beremosi karena khawatir majikan cantiknya mengalami gangguan dari pihak luar.
Jika bukan Kumala Dewi, punggung akan sulit ditegakkan dan tulangnya akan langsung
patah akibat benturan keras dengan pintu. Namun kesaktian si bidadari asli Kahyangan
itu dengan mudah nya mengatasi keadaan seperti itu. la hanya menyeringai sebentar,
lalu hawa saktinya disalurkan ke punggung, dan menjadi sehat seperti sediakala. Kumala pun segera keluar dan kamarnya untuk melegakkan hati kedua sahabatnya itu.
"Nggak apa-apa. Aku hanya terjatuh dari ranjang."
"Kenapa sampai begitu"!" cecar Buron.
"Kucoba menembus jalur dewata yang tertutup kabut kenyal itu. sampai akhirnya aku
sendiri yang terhempas dari sana Jalur dewata tertutup rapat, Ron. Aku nggak bisa
menemui ayahanda atau ibunda." Kumala geleng-geleng kepala sambil menarik napas
panjang. "Kalau begitu , tak ada salahnya ayahanda kau panggil kemari. Kau punya alasan
mengapa tidak langsung menghadap beliau!"
Sebelum asisten urusan gaib itu mengajukan usul seperti itu, dalam benak Dewi Ular
memang sudah punya gagasan demikian pula. Maka malam itu juga, Kumala
memanggil ayahandanya: Dewa Permana, agar datang ke bumi dan bicara tentang
'perang dirgandanu' itu. Namun usaha itu pun tidak berhasil. Seruan si gadis cantik tak bisa didengar oleh
ayah-ibunya, karena jalur komunikasi ke Kahyangan juga ditutup untuk sementara
waktu. Sekeras apa pun suara batin Kumala dalam menjerit tetap tak akan sampai di
telinga orangtuanya. Keadaan itu membuat Dewi Ular semakin cemas dan tampak lebih
tegang dari sebelumnya. "Gawat! Kita putus hubungan dengan Kahyangan, Ron!" ujarnya seraya menatap Buron
yang bersungut-sungut resah itu.
"Kalau ada apa-apa di bumi bagaimana nih?" gumam Buron seperti orang menggerutu.
"Kenapa sampai harus diputus, ya" Apakah 'perang dirgandamu' sudah dimulai" Atau...


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada pihak lain yang sengaja memutuskan hubungan bumi dengan Kahyangan"!"
Kumala seperti bicara sendiri.
"Mungkin hanya kebetulan saja," kata Sandhi. "Mungkin ada jaringan yang rusak dan
harus diperbaiki, sehingga saluran diputus sementara."
"Memangnya saluran telepon"!" gerutu Buron bersungut-sungut.
"Lalu.., bagaimana aku harus memberi keputusan kepada si Juru Gaib itu, ya Ron?"
"Jangan beri keputusan apa-apa dulu. Tunggu sampai jalur komunikasi bumi dengan
Kahyangan berjalan lancar kembali," saran Buron yang selalu menggunakan
keseriusannya dalam menghadapi kegentingan seperti saat ini. Hanya saja baik
Kumala, Sandhi maupun Buron tidak dapat memperkirakan, sampai kapan jalur
komunikasi Bumi - Kahyangan itu tertutup".
"Sudah tiba saatnya buat kamu untuk menempa kedewasaan, Kumala. Dalam keadaan
terpisah hubungan dengan Kahyangan, kau harus gunakan kemandirianmu,
kedewasaanmu, dan kebijakanmu dalam mengatasi persoalan-persoalan yang rumit ini.
Salah besar kalau kamu menjadi lemah dan panik. Justru suasana seperti inilah yang
memberi peluang padamu untuk menunjukkan ketegaranmu!"
Berani betul orang itu menasihati anak dewa" Padahal semua konsep itu sudah ada di
benak Kumala. Kedatangan Kumala ke rumah orang itu hanya sekedar mencari
informasi, apa kira-kira yang menyebabkan jalur komunikasi Bumi-Kahyangan terputus
total" Tapi orang itu justru meluncurkan nasihat yang berkesan sok tua. Dan anehnya
Dewi Ular tak membantah sedikit pun, seakan menerima semua nasihat itu dengan
anggukan-anggukan kepala.
Bukan saja karena kebesaran jiwa Dewi Ular dalam menerima nasihat itu, tapi juga rasa
menghormati tumbuh di hati dan sikap Dewi Ular, sebab orang yang bicara itu adalah
perempuan cantik yang sesuai dengan namanya: Cantika. Dia adalah kakak sepupunya
Kumala Dewi, yang datang ke bumi karena memburu cintanya kepada seorang lelaki
tampan bernama Kanda. Dewi Cantika Pun memang sudah menjadi manusia biasa
dengan ke hilangan separoh kesaktiannya, tapi secara naluri ia masih dihormati oleh
Kumala Dewi, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "MISTERI BOCAH JELMAAN").
Dalam silsilahnya, dewi kecantikan itu memang lebih tua dari Dewi Ular. Cantika pernah
menjadi istrinya Dewa Garda, lalu karena suatu hal mereka berpisah, dan Cantika lari
ke bumi. Mengingat Cantika lebih tua, maka Kumala berharap Cantika dapat
menjelaskan apa yang dimaksud 'perang dirgandanu' itu sebenarnya.
"Nggak banyak yang kuketahui tentang 'perang dirgandanu' itu, Kumala. Sebab
pemahaman perang itu hanya dimiliki oleh leluhur kita, dalam arti, para orangtua saja
yang membahasnya. Katanya sih, bagi anak-anak seusia kita masih sulit memahami
kenyataan munculnya Dewa Kegelapan. "
"Apakah dulu aku pernah mengalami 'perang dirgandanu' seperti yang akan terjadi
nanti?" Cantika menggelengkan kepala, "Perang itu terjadi bertepatan' dengan munculnya
Dewa Kegelapan, sedangkan Dewa Kegelapan muncul setiap dua ribu tahun. Ingat,
dua ribu tahun Kahyangan, berbeda jauh dengan dua ribu tahun bumi. Satu hari
Kahyangan sama dengan satu tahun perhitungan bumi. Jika dua ribu tahun Kahyangan,
dapat kau hitung sendiri berapa ribu tahun perhitungan bumi"!"
Kumala manggut-manggut sambil menggumam. "Kalau begitu, kamu belum pernah
bertemu dengan Dewa Kegelapan?"
"Belum dong! Usiaku belum ada dua ribu tahun Kahyangan."
"Mendengar cerita dari paman atau dari ayahku, juga belum pernah. Maksudku... centa
tentang rupa si Dewa Kegelapan itu."
"Mereka hanya sering menyebut-nyebut, Dewa Kegelapan itu jahat, serakah, ganas,
kejam dan kesaktiannya sama dengan para leluhur kita. Maka pada saat terjadi 'perang
dirgandanu' seluruh alam gaib dan dimensi kehidupan lainnya menjadi hancur.
Damasscus, si raja iblis itu... dia saja takut dan lari terbirit-birit jika Dewa Kegelapan
mulai mengumumkan perang dengan pihak Kahyangan!"
"Raja iblis takut"! Masa' sih"!"
"Para iblis biasanya akan melarikan diri begitu mereka melihat panji-panji perang
pasukan Dewa Kegelapan mulai ditegakkan. Tak satu pun makhluk di alam sana yang
berani tetap tinggal di tempatnya, sebab pusaka-pusaka maha dahsyat digunakan
dalam peperangan itu. Kakek kita, Eyang Murkajagat, pasti akan menggunakan pusaka
andalannya yang mampu menembus segala lapisan dimensi, yaitu Panah Lahar
Semesta. Tapi pihak lawan, katanya, lagi, punya pusaka tandingannya yang mampu
menahan Panah Lahar Semesta itu "
"Wow..."! Dahsyat sekali kalau begitu, ya"!" gumam Kumala terkagum-kagum, karena
baru sekarang ia mendengar cerita ada pusaka yang mampu menandingi Panah Lahar
Semesta, pusaka andalan kakeknya: Dewa Murkajagat.
Sebelumnya Kumala hanya pernah mendengar cerita dari ibunya tentang 'Panah Lahar
Semesta' yang mampu menenggelamkan bumi dan semesta alamnya ke dalam
kubangan lahar yang disemburkan dari pusaka tersebut.
"Tapi, Cantika... apakah 'perang dirgandanu' itu nggak bisa dihindari dengan cara apa
pun?" "Aku nggak tahu. Tapi aku percaya, ayahandamu pasti tahu."
"Ya, seandainya aku bisa bertemu ayahanda, pasti akan kutanyakan semuanya pada
beliau. Sayang sekali...."
"Begini saja," potong Cantika saat kata-kata Kumala belum selesai. "Kamu kan punya
kesaktian tertinggi, yaitu pada saat datangnya bulan purnama. Nah, gunakan
kesaktianmu itu untuk menembus kabut pemutus hubungan ke Kahyangan itu.
Barangkali saja puncak kesaktianmu di bulan purnama itu dapat membuatmu bertemu
dengan paman Permana, ayahmu."
"Iya, ya..." Benar juga. Bagus sekati idemu itu, Cantika!" sanjung Kumala dengan
berseri-seri. Hampir saja ia lupa bahwa ia memiliki puncak kesaktian pada saat bulan purnama tiba,
karena pada saat sang bulan purnama tiba, ia berubah menjadi, ular bersisik? emas
dengan kepala tetap kepala rpanUsia. Perubahan itu terjadi selama satu.malam. Maka,
setiap bulan purnama tiba, yaitu tepat tanggal 15 perhitungan Jawa, Kumala tak pernah
mau keluar dari kamarnya sejak datangnya magrib sampai lewat subuh pada hari
berikutnya. "Kurang enam hari lagi bulan purnama tiba. Mudah-mudahan apa yang dikatakan
Cantika benar. Puncak kesaktiannya dapat kupakai menembus kabut pemutus
hubungan dengan Kahyangan!" Kumala Dewi menyunggingkan senyum sendiri saat
memperhatikan kalender. Hatinya berdebar-debar tak sabar menunggu saat purnama
tiba. *** Adinda datang lagi ke rumah Kumala. Namun kali ini dia tidak terlalu menggebu-gebu
membicarakan kasusnya dengan Alben Kedatangannya petang itu bertujuan untuk
menemui Sandhi. Dewi Ular memendam rasa curiga saat Adinda mengatakan ingin
ditemani Sandhi dalam menghadiri undangan dari temannya yang ingin meresmikan
cafe tendanya di daerah Hanggar, Pancoran.
"Tumben amat kamu minta ditemani Sandhi" Naaah. pasti ada apa-apanya nih...," goda
Kumala bernada canda. , "Cuma minta ditemani Sandhi masa' harus ada apa-apa sih?" Adinda tampak tersipu
malu. Kumala menyunggingkan senyum lebar sambil geleng-geleng kepala pelan, la
dapat mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada saat Sandhi pulang pagi sehabis
mengantarkan Adinda. Maka ketika Kumala berpapasan dengan Sandhi di depan pintu
tembus garasi, pemuda itu sempat ditegurnya dengan pelan.
"Eeh, kamu apakan si Adinda, kok sampai cari-cari kamu sih?"
"Tanya saja sendiri sama orangnya. Memangnya kuapakan dia?" Sandhi berlagak
sewot, tapi kentara sekali sedang menyembunyikan senyum malu.
"Kamu pasti gunakan ajian dari Buron itu, ya?"
"Idiiih... ngaco aja! Ngapain ajian itu digunakan buat Adinda" Memangnya dia janda
yang kaya dan sombong" Dia kan sahabat kita."
Sandhi buru-buru mau meninggalkan Kumala, tapi pundaknya segera dicekal gadis itu.
Sandhi yakin, bahwa Kumala pasti sudah membaca jalan pikiran Adinda saat di depan
tadi, sehingga gadis itu tahu kejadian yang sebenarnya.
"Lain kali kucabut atau kumusnahkan kekuatan ilmu itu kalau kau pakai ngerjain teman
sendiri, ya! '" "Dia yang nantangin duluan!"
"Awas!" Kumala menuding, matanya memandang tajam, tapi bibirnya mengulum
senyum. Sandhi semakin malu. Ia buru-buru pergi sambil nyengir. Mobil dikeluarkan
kembali dari garasi setelah mendapat izin dari majikan cantiknya.
"Kalau ke cafe ya ke cafe aja, San! Jangan macam-macam kamu!"
"Iya, ya...!" seru Sandhi yang segera pergi membawa Adinda ke cafe yang mau
diresmikan malam itu.Adinda sengaja menyembunyikan senyumnya karena merasa
malu diketahui isi hatinya oleh Kumala. Padahal ia sudah berlagak biasa-biasa saja,
tapi menurut Sandhi sikapnya mudah diketahui oleh siapa pun bahwa ia sedang
kasmaran kepada Sandhi. "Aku bukannya kasmaran sama kamu!"
"Habis kalau bukan kasmaran apaan dong namanya" Ketagihan"!"
"Enak saja!" sambil Adinda tertawa dan tangannya menepuk Sandhi.
Sepuluh menit dari kepergian Sandhi dan Adinda, Dewi Ular kedatangan tamu wanita
berusia 42 tahun. Kecantikannya yang masih tampak mirip wanita India dengan hidung
mancung dan alis lebat telah membuat Dewi Ular segera teringat tentang wanita
pengacara yang punya kemampuan supra natural dalam ukuran sedang. Wanita itu
sempat mendapat julukan dari masyarakat sebagai si Pawang Jenglot. Siapa lagi
wanita yang pernah menjadi janda lima kali itu kalau bukan Tante Wimma, yang tempo
hari diselamatkan oleh Kumala dari kutukan Jenglot, (Baca seriai Dewi Ular dalam
episode: "WANITA JELMAAN JENGLOT").
Tante Wim datang bersama seorang kenalannya wanita berusia sedikit lebih muda
darinya. Saat berjabatan tangan dengan Kumala, wanita itu menyebutkan namanya
dengan jelas. "Elmin." "Zus Min ini pemilik Green Supermaket yang ada di kawasan Blok M dan Pasar Senin,"
sambung Tante Wim. 'O, ya" Oo... saya sering belanja kesana, Zus Min. Paling tidak dua minggu sekali," kata
Kumala dengan keramahannya yang khas yang menimbulkan kesan damai di hati
lawan bicaranya. Membuat para tamunya cepat menjadi akrab padanya.
Dilihat dari ekspresi wajahnya yang tidak memiliki keceriaan sepenuhnya, Zus Min
agaknya menyimpan satu masalah bersifat pribadi, sangat menekan jiwanya. Namun
Kumala tetap berlagak tak tahu-menahu tentang kasus yang membuat Zus Min
menderita tekanan batin itu. Kumala tetap memandangnya sebagai wanita kaya yang
punya body indah karena sering melakukan senam atau fitness.
"Kumala, sebelumnya kami mohon maaf. karena telah datang tanpa membuat janji lebih
dulu.Habis, sangat mendesak sekali sih," kata Tante Wim yang sejak diselamatkan oleh
gadis muda belia itu. la mengakui sepenuh hati, bahwa ilmu yang dimiliki sangat tidak
sebanding dengan kekuatan supranaturalnya gadis muda belia itu.
"Terus terang saja, klien-ku ini punya kasus yang sangat serius dan aku tak sanggup
menanganinya, Kumala. Maka ia segera kubawa kemari hari ini juga, karena khawatir
akan terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan."
Kumala Dewi menerima keterbukaan Tante Wim dengan senang hati dan sangat
menghargainya. Sikapnya pun penuh perhatian, sehingga Zus Min tak segan-segan
menceritakan persoalan pribadinya.
"Saya nggak tahu sejak kapan keanehan ini saya alami, Dik Kumala. Yang saya ingat
sekitar empat hari yang lalu, secara berturut turut perangai saya berubah menjadi liar
dan ganas. Bahkan menurut anak saya. juga adik adik saya, mereka melihat saya
bukanlah sebagaimana yang mereka lihat sehari-hari Anak saya dua hari yang lalu
pingsan saat melihat saya keluar dari kamar mandi di senja hari. Katanya, ia melihat
wajah saya menjadi lebar, matanya cekung dan besar, gigi saya bertaring, dan kepala
saya mempunyai tanduk kecil di kanan-kiri. Tapi sewaktu saya bercermin, saya merasa
biasa- biasa saja. Nggak ada perubahan apa pun."
"Terjadinya selalu habis magrib, ya?"
"Benar. Dik Kumala. Selalu setelah lewat magrib. Nanti menjelang tengah malam,
begitu lagi, sampai kira-kira 15 menit!"
Dengan senyum tetap lembut Kumala menatap tamunya tenang sekali. Kepalanya
bahkan tampak mengangguk-angguk, seakan sangat memahami kasus misteri
tersebut. "Dan yang paling menyedihkan, suami saya punya rencana untuk membunuh saya
apabila saya berubah menyeramkan lagi pada saat kami ingin melakukan hubungan
badan di atas ranjang. Suami saya juga sangat menderita tekanan batin, dan ketakutan
sekali menghadapi perubahan aneh itu. Ia mudah panik, sehingga tadi sore, saya
dengar dari pelayan saya, suami saya itu sudah menyiapkan sebilah pisau di bawah
bantal. Saya tahu maksudnya. Dan..."
"Tadi setelah magrib," sahut Tante Wim. "Aku sendiri melihat jelas, dia berubah
mengerikan saat berada di rumahku. Aku mencoba berkomunikasi dengan roh gaib itu,
tapi tidak berhasil, la hanya mengerang dan mendesah-desah tanpa kumengerti
maksudnya." Anggukkan kepala Dewi Ular semakin jelas. Ia kembali memandang Zus Elmin dengan
sorot pandangan mata yang cukup taiam tapi berkesan tetap lembut. Tatapan mata
Kumala kali ini bukan hanya pandangan kosong, tapi mempunyai kekuatan batin yang
cukup tinggi. "Ada yang ingin numpang hidup dalam diri Zus Elmin," kata Kumala. "Dia merasa
menemukan tempat tinggal yang cocok dan disukainya. Dia bermaksud tinggal
selamanya dalam diri Zus Elmin."
"Aduh, jangan dong. Bagaimana dengan anak dan suami saya nanti"!" Zus Elmin
tampak cemas sekali. "Maaf, boleh saya tahu parfum kesukaan Zus Elmin?"
"Hmmm, saya suka parfum merek Tyrian. Sejak masih seusia Dik Kumala, saya selalu
memakai parfum itu. Apakah ada hubungannya dengan kemisteriusan ini?"
Dewi Ular mengangguk kalem. Matanya tetap memperhatikan Zus Elmin dengan
lembut, namun berkekuatan supranatural tinggi.
"Dia menyukai wewangian yang ada dalam parfum kesukaan Zus Elmin itu. Tapi lebih
jelas nya... mari kita lihat bersama siapa dia dan apa maunya sebenarnya "
"Caranya?" Dewi Ular tidak menjawab pertanyaan bernada tegang dari Zus Elmin itu, melainkan
hanya menyunggingkan senyum lebih lebar lagi dan terkesan kalem sekali. Tanpa
diduga-duga mulut berbibir indah itu meniupkan napasnya ke arah wajah Zus Elmin.
Fuiih...! Pelan sekali tiupan itu, tapi kurang dari tiga detik wajah Zus Elmin mulai mengalami
perubahan. "Nah, tuh... dia datang lagi, Kumala!" Tante Wim beringsut sedikit merapat ke tempat
duduk Dewi Ular. Matanya memandang tegang walau tak terkesan amat ketakutan
seperti manusia awam. Perubahan itu sengaja dibiarkan oleh Kumala. Zus Elmin yang masih tampak cantik
berhidung bangir itu makin lama semakin tampak buruk. Jelek sekali. Kulitnya
berbintik-bintik dan berkerut-kerut. Matanya melebar, tapi seperti terbenam ke dalam.
Tulang pipinya bertonjolan. Rambutnya yang berpotongan shaggy itu bergerak mekar
pelan-pelan dan menjadi meriap lebih panjang, acak-acakan. Dari atas kepalanya
tampak sesuatu yang tersumbul dan lama-lama berbentuk sepasang tanduk tumpul.
Gerakan kepalanya terkesan kaku dan sering menyeringai, membuat gigi taringnya
tampak keluar melebihi batas bibir bawah.
"Krrrraahhhk. !"
Suaranya mendesah serak. Jantung Tante Wim berdetak-detak. Sebab ia tahu
pandangan mata makhluk aneh yang keluar dari diri Zus' Elmin itu tampak tidak
bersahabat kepala Kumala, seakan ingin menerkam secara tiba-tiba, menunggu kelengahan gadis itu.
"Siapa kamu, tolong jelaskan pada kami!" tegur Kumala. Tenang sekali. Makhluk itu
mendesah, melebarkan mulutnya dengan bergeser mundur. Siap-siap mau melompat
dan menerkam Kumala. "Aku bertanya baik-baik, tapi kamu justru bersikap ingin menyerangku. Kalau begitu,
perkenalkan... aku Dewi Ular!"
Tangan Kumala disodorkan ke depan, seakan ingin mengajak bersalaman. Tapi ujung
jarinya mengeluarkan sepercik sinar hijau yang langung menerjang dada makhluk aneh
itu. Claap...! "Aaaakkrrrr...!"
Zus Elmin melompat mundur dan membungkuk dengan kaki merenggang lebar, la
memegangi dadanya. Wajah angker itu tampak kesakitan menahan terjangan sinar
hijau di dada. "Siapa dirimu, jelaskan padaku sekarang juga!" tegas Kumala.
"Akuuuuhh.... Upas KartiiL.!" jawabnya dengan suara berat.
Kumala tetap duduk di tempat, santai sekali.
'Aku masih asing dengan nama Upas Karti. Bisa lebih jelas?"
"Aku pelayan kematian, penjerat roh budak Damasscus!"
"Kenapa kau masuk ke raga Zus El.min?"
"Akuuuh.... tak mau jadi korban 'perang dirgandanu' yang keparat itu!" aku
harusssshh... cari tempat untuuuuk. linggal di alam nyata iniiiiihh...!"
Kumala sedikit berdebar mendengar kata 'perang dirgandanu' yang disebutkan Upas
Karti itu. la jadi punya harapan mengetahui masalah itu dengan mengorek keterangan
dari si pelayan kematian.
"Apa yang kau ketahui tentang 'perang dirgandanu' itu"!"
Mata si Upas Kaiti melirik ke sana-sini seperti sedang berpikir sambil menahan rasa
sakit di dadanya. Berdirinya masih belum tegak, bahkan agak limbung ke sana-sini.


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bumi akan .dipenuhi tamu asing.... Lautan menjadi merah ... Kekuatan asing merajai
bumi.... Hukum alam tak berlaku lagi Itulah tanda-tanda datangnya 'perang
dirgandanu'...." "Apa lagi yang kamu ketahui?"
"Hanya ituuuuh...! Izinkan aku tinggal di raga inih "
"Tidak! Kembali ke alammu, dan jangan ganggu satu pun dari manusia di bumi ini.
Kalau kau tak mau tunduk pada perintahku, kau akan hancur sebelum 'perang
dirgandanu' tiba!" "Kaaaaartnikkkkhh...!!" Upas Karti marah.
Tangannya berkelebat, dan semua benda beterbangan, termasuk meja, pot bunga,
atau apa saja yang ada di situ. Hampir saja Tante Wim dan Kumala terkena terjangan
benda-benda berat yang berubah seringan kapas itu.
Beruntung sekaii Kumala telah waspada sejak tadi. Dengan sigap ia mengangkat
tangannya yang kanan, telapak tangan itu memancarkan sinar hijau ke berbagai arah,
lebih dari 20 larik. Craap...! Maka semuanya kembali normal. Upas Karti mengerang
kesakitan. Lalu jatuh berlutut, dan perlahan-lahan berubah menjadi Zus Elmin kembali
yang terengah engah seperti habis menahan beban berat.
***** 3 MENJELANG tengah malam, jalanan sepi bukan hanya diterangi oleh lampu mercury
saja tapi juga sang rembulan bundar ikut meneranginya. Langit cerah, tanpa kabut
mendung segumpal pun. Warna rembulan tampak menyeringai penampang perak yang
mengagumkan. Dan seekor kelelawar puri melintas, bayangannya tampak besar,
seperti pesawat luar angkasa yang ingin mendarat di suatu tempat.
"Aneh. Kelelawar itu dari tadi sepertinya mengikuti kita, Van."
"Bukan dia yang mengikuti kita, tapi perasaanmu yang mengikutinya," bantah Vanessa
sambil tetap mengemudikan mobilnya : Hyundai Elantra warna silver.
"Tapi perasaanku jadi nggak enak, seperti diikuti oleh kelelawar yang sebentar-sebentar
terbang mendahului kita itu, Van. Bulu kudukku pun dari tadi sebenarnya merinding nih.
Nggak tahu kenapa kok aku jadi diliputi kecemasan begini"! Aneh sekali deh."
"Aah, elu.... Win!" Venessa tertawa geli. "Kolokan amat luh. Mentang-mentang jauh dari
Bran dikit dikit cemas, takut, uuh... kuno! Jadi perempuan itu jangan menggantungkan
lelaki, Win!" "Siapa yang menggantungkan lelaki" Gue ngomong soal kelelawar aneh itu, bukan
ngomong soal Bram. Bego!"
Pada dasarnya Vanessa agak kesal kepada temannya itu : Windy. Bram adalah nama
seorang eksekutif muda yang dikenalnya di sebuah cafe Vanessa lebih dulu bertegur
sapa dengan Bram saat ia menunggu Windy. Tapi setelah Windy datang dan
dikenalkan juga kepada Bram, ternyata Windy lebih dekat dan mudah akrab dengan
Bram. Bahkan sampai sekarang Bram lebih sering jalan bersama Windy ketimbang
bersama Vanessa. Padahal waktu itu sebenarnya Vanessa punya niat untuk menjajaki
pria tampan berperawakan tinggi dan tegap itu. Tapi karena sudah didahului Windy,
maka minatnya itu diurungkan.
"Ternyata selera Bram cuma segitu, lebih suka cewe genit kayak elu ketimbang cewek
angker kayak gue!" kata Vanessa beberapa waktu yang lalu dan Windy menanggapi
dengan tawa canda. "Itu juga belum tentu, Van. Bram memang s pel dan familiar kepada siapa saja. Bukan
kepadal saja." "Iya, tapi udah jelas Bram lagi naksir elu, Win , Gue sendiri belum tentu cocok sama
cowok model Brain begitu. Siapa tahu gue nggak suka dengan salah satu sikapnya
yang mungkin buat gue sangat menyebalkan."
"Ah, potongan elu aja nggak mau dapat cowok kayak Bram. Pasti elu sikat habis deh
cowok ganteng dan keren begitu!"
"Yaah... lihat saja ntar, gimana."
Vanessa seolah-olah sudah yakin betul bahwa Bram suka pada Windy dan Windy pun
tidak menampiknya. Anggapan itulah yang kadang-kadang mengganjal di sela-sela
persahabatan mereka. Seperti malam bercahaya rembulan perak itu, Vanessa
menganggap Windy kolokan lantaran Bram pergi ke Jepang beberapa hari untuk
urusan bisnisnya. Padahal malam itu hati Windy benar-benar diliputi perasaan tak enak,
antara cemasi, takut dan bingung.
Menurut Windy, sejak mereka meninggalkan Gading Cafe milik teman mereka yang
baru diresmikan malam itu, bayangan seekor kelelawar selalu mengikuti mobil yang
mereka gunakan untuk pulang. Sebentar-sebentar bayangan kelelawar tampak
menghitam di kaca mobil atau di atas kap mesin, tapi kadang-kadang kelelawar itu
berada di belakang Elantra silver yang melaju dengan kecepatan sedang. Dan agaknya
hal itu tidak diperhatikan Vanessa, sehingga ia menganggap perasaan Windy terlalu
mengada-ada. "Udah deh nggak usah mikir yang nggak- nggak. Mendingan kamu mikirin Tante Ines,
kapan dia bisa keluarkan tagihan bulan ini. Aku lagi butuh duit nih."
"Kamu dong yang nagih ke dia. Jangan serahkan padaku."
"Enak aja. Elu yang ngorder ke gue buat restonya Tante Ines. Ya elu dong yang
nagihin. Paling nggak ikut bantu gue desak Tante Ines supaya bulan ini dia lunasin
tagihan ke dua. Kalau nggak gitu gue bisa...."
Kata-kata Vanessa berhenti mendadak. Mobilnya nyaris ikut berhenti juga. Matanya
melirik ke kaca spion luar. Windy merasa heran hingga bertanya secara refleks.
"Ada apaan"!" nadanya agak tegang.
"Elu nggak lihat, apa" Ada cowok mau stop taksi tapi taksi depan tadi nggak mau
berhenti karena bawa penumpang. Samperin, yuk?" otak jahil si tomboy berhidung
mancung itu mulai bekerja. Windy ikut memandang ke belakang.
"Cowok yang mana sih?"
"Itu, yang di depan halte. Tuh... dia masih ngeliatin kemari. Samperin, ya" Kasih
tumpangan buat dia, ya !"
"Ooo, yang pakai blazer hitam itu" Terserah elu deh."
"Kayaknya dia mengharapkan diberi tumpangan ama kita tuh."
"Coba aja elu mundurin! Tapi, jangan-jangan dia hombreng"!"
"Ah, nggak mungkin. Gagahnya kayak gitu kok homo sih. Nggak ada tampang deh, "
kata Vanessa sambil memundurkan mobilnya.
Windy dan Vanessa memang sebaya. Usia mereka sekitar 35 tahun. Windy belum
pernah menikah, tapi Vanessa pernah kawin kebo di Batam Hanya satu tahun, lalu
pisah dengan suami Kumpul kebonya. Sedangkan Windy memang belum pernah
berumah tangga, tapi sering dijadikan obyek selingkuh para suami mata keranjang.
Sebagai PR sebuah hotel berbintang, tentu saja peluang usil sangat banyak bagi
Windy. Tak heran jika kedua wanita cantik itu punya tingkah yang tergolong berani
terhadap kaum pria yang sendirian, lebih-lebih yang kesepian. Sebab secara terus
terang mereka saling mengakui bahwa mereka sering merasa kesepian, butuh hiburan
yang tidak terikat oleh kata cinta.Vanessa pernah menjadi model, tapi cepat merasa
bosan, sehingga ia tak mau memanfaatkan kecantikannya yang mirip Sandra Bullock
sebagai obyek mode masa kini. la lebih menyukai bisnis buah-buahan irnport dan
sejenisnya. Vanessa memang lebih lincah dari Windy yang berwajah mungil menggemaskan itu.
Kendati keduanya sering tampil cuek dengan potongan rambut pendek, di mana
Vanessa punya rambut lebih pendek iagi, seperti lelaki, tapi keduanya memiliki daya
tarik yang berbeda. Vanessa punya daya tarik paling menonjol di bagian dadanya,
sebab memang dadanya lebih menonjol dibandingkan dada Windy. Tapi pinggul Windy
tak kalah menantang jika sedang berjalan dalam busana ketat.
Pada dasarnya mereka berdua memang menyukai petualangan hidup, terutama
sebagai peluang cinta. Terbukti mereka sering bersikap memancing lawan jenisnya
agar terbius,oleh daya tarik mereka, walaupun belum tentu orang tersebut berkesan
dalam di hati mereka Maka tak heran ketika malam itu ada seorang pemuda gagah
berambut agak panjang dengan penampilan yang trendy sekali, hati mereka tergerak
untuk coba-coba mengusik jiwa pemuda itu, menaburkan bunga-bunga indah lewat
senyum dan kata:kata supaya pemuda itu berkhayal setinggi langit.
"Jangan sampai kita yang terpikat, tapi buat dia menjadi terjerat oleh permainan kita!"
Begitu prinsip Vanessa yang sangat didukung dan disetujui oleh Windy.Tampaknya pria
muda berusia sekitar 28 tahun atau lebih sedikit itu baru datang dari luar kota. Ia masih
menenteng tas pakaian berbentuk koper ukuran sedang. Koper itu berlapis lempengan
logam putih bening menyerupai stainless. Pakaiannya sederhana tapi berkesan modis.
Tidak kampungan. Kesannya serupa dengan cowok gaul yang sering nongkrong di
cafe-cafe tenda para selebritis itu.
"Anda butuh tumpangan?" sapa Windy dengan nakal. Pemuda itu tersenyum. Hati
kedua wanita di dalam mobil saling berdesir kagum. Senyum itu bukan saja memiliki
keindahan yang menarik perhatian lawan jenisnya, namun juga memiliki kesan jantan
yang menggoda khayalan asmara wanita mana pun.
"Mungkin kami searah denganmu. Kalau mau numpang, silakan masuk. Tapi jangan
nakal, ya?" goda Vanessa dengan suara agak keras supaya sampai di telinga pemuda
itu, sebab ia terhalang Windy.
Keberanian kedua wanita cantik itu dalam melontarkan canda dan tawaran ramah
membuat pemuda itu pun merasa bodoh jika tak memanfaatkan tumpangan tersebut.
Tanpa rasa kikuk sedikit pun, pemuda itu duduk di jok belakang bersanding dengan
kopernya yang putih. Senyumnya selalu menghias wajah tampannya, sehingga
sebentar-sebentar Vanessa melirik lewat spion dan Windy menoleh ke belakang.
"Boleh tahu namamu?" sambil Windy mengulurkan tangan. Pria itu menyambutnya
dengan genggaman, tegar, dan mantap.
Bahkan Vanessa pun menyempatkan mengulurkan tangannya ke belakang dengan
cepat supaya dapat merasakan genggaman pemuda berhidung mancung itu.
"Biggan!" ia menyebutkan namanya,
"Wow..."! Punya makna mengagumkan namamu, ya?" kata Vanessa.
"Biggan Mouzax, lengkapnya."
"Uuuh... antik banget namamu. Asli dari Perancis, ya?"
"Bukan. Aku dari kota Aqurin."
"Akurin aja, daripada cekcok," sela Vanessa dalam candanya.
Biggan ikut tertawa geli, berarti dia tahu 'akurin' adalah didamaikan. Pria berambut lurus
sepundak dan agak lebat itu cenderung bergaya slank dalam bicaranya, sehingga
keakraban terasa lebih cepat meresap di hati Vanessa maupun Windy.
"Kamu mau pulang ke mana, Gan?"
"Hmmm, aku,baru datang dari luar kota dan mau cari tempat penginapan yang...."
"Ooo... mau check-in" Di hotelku aja!" sahut Windy.
Tentu saja sebagai public relation sebuah hotel berbintang ia sangat piawai
mempromosikan hotelnya. Walaupun Vanessa menyarankan agar Biggan bermalam di
Zona Hotel yang berada tak jauh dari rumahnya itu, tapi pengaruh Windy lebih
merasuk dalam pendirian. Biggan, Maka dengan cekatan Windy pun langsung meng
contack rekannye yang malam itu bertugas di bagian resepsionis, la langsung booking
kamar untuk tamu istimewanya. Lagi-lagi Vanessa merasa kesal karena harapannya
diserobot oleh Windy. "Gan, kita antar Windy dulu sampai rumahnya baru kau kuantar ke hotel, dan aku akan
langsung pulang. Oke?"
"Terserah driver deh. Aku kan cuma numpang."
Kini ganti Windy yang dongkol dalam hatinya, la tak bisa menolak rencana itu, sebab
rumahnya memang tinggal 1 kilometer lagi. tak mungkin ia dapat memaksa Vanessa
untuk mengantar Biggan dulu ke hotel, baru kembali mengantarnya pulang ke rumah.
Sebab, jka hal itu dilakukan, berarti Vanessa akan bolak-balik menghabiskan waktu dan
bensin. Rumah Vanessa sendiri nantinya akan melewati jalanan depan Prince Hotel, sehingga
Vanessa punya alasan kuat untuk menurunkan Windy lebih dulu, baru menurunkan
Biggan di hotel tersebut, lalu pulang ke rumahnya.
Tentu saja hal itu membuat Windy merasa iri. Vanessa akan punya banyak waktu
berada di dalam mobil bersama Biggan. Peluang yang cukup banyak itu dikhawatirkan
dapat membuat Biggan lebih simpati kepada Vanessa. Padahal hati kecil Windy
berhasrat untuk menarik simpati Biggan, bahkan ia punya niat untuk menjadi teman
dekatnya si pria tampan mempesona hati itu. Agaknya kesempatan tersebut akan
disambar habis oleh Vanessa yang diakui sebagai wanita jago menaklukkan hati pria
itu. ''Sampai di rumah, cuci kaki, cuci tangan, langsung bobo, ya Win," ledek Vanessa
membuat Windy menggerutu tak jelas sambil bersungut-sungut, menggelikan hati
Vanessa. Malam itu Vanessa merasa punya kans untuk menang dalam bersaing
dengan Windy. Setelah Windy turun, Biggan dengan kesadaran sendiri pindah ke jok depan, samping
kiri Vanessa. Windy sempat mencibir kesal kepada Vanessa yang tertawa-tawa
kegirangan itu. Agaknya Biggan mengerti maksud canda tanpa kata itu, sehingga saat
ia menoleh ke kiri memandangi Windy masuk ke rumahnya, ia mengerlingkan sebelah
matanya. Kerlingan itu menyentak indah di hati Windy, membuat Windy sempat
bergirang hati. Setidaknya kedongkolan hatinya telah terobati oleh kerlingan nakal dan
senyum indah Biggan tadi. Windy sempat merasa puas lantaran kerlingan itu tak
diketahui oleh Vanessa. "Berapa hari kau akan tinggal di Jakarta, Gan?" tanya Vanessa mulai kalem, tak berani
sebebas tadi. "Tergantung kebutuhan. Bisa dua hari, lima hari, dua minggu atau lima minggu atau...
lihat situasi dan kondisi yang ada."
"Dalam rangka tugas kantor atau sekedar menikmati masa libur?"
"Tugas." "Memangnya kamu kerja di mana sih?"
"Menurutmu di mana?" Biggan balik bertanya, menguji ketajaman feeling Vanessa.
Wanita itu tersenyum senang sambil berpikir sesaat, lalu dengan seenaknya ia
menjawab tanpa memikirkan benar atau salah. Baginya pertanyaan dan jawaban itu
hanya sebuah basa-basi yang tidak membutuhkan keseriusan.
"Pasti kamu pegawai negeri, ya" '
"Hebat! Tajam juga feeling-mu."
"Ah, masa sih" Kamu pegawai negeri"!" Vanessa terperangah tak percaya dengan
sanjungan Biggan Pria itu tertawa seperti menggumam. Nada tawanya seperti
menghentak-hentak jantung Vanessa, membuatnya deg-degan dengan perasaan bercampur aduk. Girang, bingung, penasaran, bahagia, dan entah unsur apa lagi yang ada
di hati wanita berkulit kuning langsat itu.
"Aku nggak percaya kalau kamu pegawai negeri Pasti seorang bisnisman yang
kerjanya mondar-mandir dari kota ke kota, dari negara ke negara, bahkan mungkin juga
dari benua yang satu ke benua yang lain,"
"Apa yang kau percayai, itulah yang benar."
"Uuh, curang luh!" seraya tawa Vanessa lebih lepas lagi.
Mobil warna silver dengan lis emas itu masih meluncur di jalur cepat. Jalanan kosong.
Hanya satu-dua mobil lain yang tampak melintas dengan kecepatan tinggi. Vanessa
sengaja mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, supaya punya waktu
ngobrol lebih lama dengan si tampan yang memakai parfum beraroma mirip
rempah-rempah wangi, berkesan jantan dan romantis. Aroma parfum yang belum
pernah ditemui Vanessa itu sempat menggoda gairah kemesraannya. Tapi juga
membuat bulu kuduk merinding tanpa alasan yang pasti. Vanessa beranggapan
merindingnya bulu kuduk itu dikarenakan hatinya yang berbinar-binar riang, merasa
bahagia sekali berada dalam satu mobil dengan cowok tampan itu.
"Kalau kau agak lama tinggal di Jakarta, kusarankan agar menggunakan Zona Hotel
saja, jangan bermalam di Prince Hotel."
"Kata Windy tadi, Prince Hotel berfasilitas lengkap dan sangat nyaman bagi para tamu."
"Itu karena Windy kerjanya di Prince Hotel sebagai PR di sana. Wajarlah kalau dia
ngecap ini-itu tentang hotelnya. Tapi aku berani bertaruh, kau pasti akan merasa lebih
nyaman lagi kalau tinggal di Zona Hotel, sebab selain fasilitasnya lengkap dan modern,
service-nya juga sangat memuaskan, Zona Hotel terletak di wilayah yang bebas
kemacetan. Keluar dari tol, langsung bisa masuk ke halamannya. Enak deh pokoknya."
"Jadi bagaimana dong?"
"Cancel aja booklngan yang tadi. Nggak apa-apa kok. Biar kucoba menghubungi
temanku di Zona Hotel, supaya dapat discon sekitar lima belas sampai dua puluh
persen!" Vanessa segera mengambil handphone-nya, lalu menghubungi Zona Hotel.
Biggan diam saja, seakan terserah kepada aturan Vanessa yang lebih terkesan
memaksakan diri itu. Dan pria berpenampilan tenang itu sepertinya tak keberatan
dipilihkan hotel mana pun. Hal itu membuat Vanessa merasa semakin bebas
memposisikan Biggan untuk maksud pribadi.
Tiba-tiba mobil Elantra silver itu terpaksa mengurangi kecepatannya. Jalanan di depan
tampak macet. Rupanya ada kecelakaan. Sebuah truk terguling melintang jalan.
Sebuah Jeep tertindih bagian belakang truk itu Peristiwanya terjadi belum lama, sekitar
baru 5 menit yang lalu. "Astaga..."! Kenapa bisa sampai begitu keduanya"!" gumam Vanessa terperangah
heran. Truk jenis triller seperti habis terpelanting dari salah satu arah jalan di persimpangan
dan ekornya, menghancurkan sebuah Jeep putih. Penumpang Jeep itu adalah dua
orang lelaki yang berusia sekitar 40 tahun dan sedang berusaha ditarik keluar oleh para
penolong, termasuk seorang sopir taksi.
Sementara itu, beberapa mobil yang ada di depan Vanessa terpaksa kebingungan
mencari jalan keluar. Jalanan tertutup truk tersebut, tak bisa dilewati. Seorang
pengendara motor memberi aba- aba agar mobil yang lain bergerak mundur. Para
pengendara mobil harus memutar arah, atau melewati jalan lain yang ada jauh di
belakang sana. "Gila! Harus mundur nih, nggak bisa putar balik," gerutu Vanessa sambil mulai
bersiap-siap untuk memundurkan mobilnya. Tapi pada saat itu Biggan justru menyuruh
Vanessa menghentikan mobilnya.
"Bawa ke tepi, dan kita tengok dulu keadaan kedua mobil itu," kata Biggan.


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Vanessa sebenarnya ingin membantah saran tersebut, tapi entah mengapa hatinya
merasa segan mengeluarkan bantahan, la menuruti saran Biggan yang cenderung
bernada perintah itu. "Hei, mau ke mana kamu"!" sergah Vanessa saat Biggan keluar dari mobil Tapi karena
pemuda itu tidak menghiraukan seruannya dan tetap berjalan mendekati tempat
kecelakaan tersebut, maka Vanessa pun segera mematikan mesin mobil, lalu ikut
keluar menyusul Biggan. "Ck, ck, ck, ck...!" Vanessa geleng-geleng kepala melihat dua korban dikeluarkan dari
reruntuhan Jeep dalam keadaan bersimbah darah. Keduanya sudah tidak bernyawa
lagi. Seringai kengerian terlihat di wajah-wajah para penolong dan orang-orang di
sekitar tempat itu. Kraaakk...! Tiba-tiba terdengar suara berderak agak keras. Semua orang memandang ke arah badan truk itu. Kini mereka mulai terperangah melihat badan truk bergerak sendiri.
Bersamaan dengan itu, Jeep yang sudah ringsek itu juga bergerak mengembang
sendiri. Suara derak bersahutan dari kedua mobil tersebut. Mata mereka makin lama
semakin melebar tak satu pun mulut yang berkat- akata ataupun bersuara. Mereka
terpukau seperti berada di alam mimpi melihat kedua mobil itu kian bergerak terus.
Vanessa sendiri terperangah tanpa bisa mendesah. Hampir saja ia tak percaya dengan
penglihatannya sendiri bahwa triller itu akhirnya tegak sendiri, Jeep itu mengembang
dari keadaan ring- seknya. Lalu kedua mobil itu menjadi utuh kembali. Bahkan cat mobil
atau baut-bautnya yang terlepas berloncatan ke posisi semula.
Orang-orang bergerak mundur, antara ngeri dan terkagum-kagum. Gerakan mata
mereka terkesan liar, memandang ke sana-sini, mengikuti perubahan-perubahan yang
sangat ajaib dan tak masuk akal itu. Bahkan darah para korban yang digeletakkan di
tepi jalan itu pun mengering dengan sendirinya. Sepertinya darah itu terhirup angin
malam dan sirna tanpa bekas di tubuh para korban. Tapi keadaan para korban tetap tak
bergerak dan tak bernyawa walau tubuh mereka menjadi bersih dengan pakaian yang
robek menjadi rapi kembali.
Ruuuunggg...!! Reeeeenggg...!
"Ooooo... ajaib sekaliiii..."!" desah Vanessa sangat lirih karena terheran-heran
mendengar mesin truk bunyi, sendiri, Jeep putih itu juga hidup sendiri mesinnya.
Semua keadaan menjadi normal, seperti tak pernah terjadi kecelakaan di jalan tesebut.
Serbuk-serbuk dari benturan hebat itu pun lenyap, kembali ke posisi semula. Kini kedua
mobil itu siap dijalankan oleh pengemudinya. Hanya saja. kedua pengemudi itu,
termasuk pengemudi truk. dalam keadaan tetap tidak bernyawa.
"Big...! Cepat kembali ke mobil Ada sesuatu yang tak beres di sini!" sambil Vanessa
menarik tangan Biggan. Ia takut kalau kedua penumpang .Jeep dan seorang
pengemudi truk yang sudah tak ber nyawa itu ikut-ikut hidup kembali. Semua orang
bertanya-tanya dalam hati, akankah mereka yang mati memang akan hidup kembali
seperti keadaan mobil mereka"!"
*** Peristiwa aneh itu menjadi ajang berita di berbagai mass media. Bahkan sempat
menjadi topik pembicaraan sebagian masyarakat yang menyukai hal-hal bersifat mistik.
Sayang sekali kala itu Kumala Dewi tidak bisa ikut terlalu banyak dalam pembicaraan
tersebut. Siang ia disibukkan dengan urusan pekerjaan di kantornya, sore hari ia sudah
harus masuk kamar, la tak akan keluar sampai esok pagi, karena malam itu tepat
munculnya malam bulan purnama.
Saridhi, Mak Bariah dan Buron sudah mengetahui rahasia pribadi majikan cantik
mereka, walaupun belum satu pun melihat langsung wujud perubahan Kumala menjadi
seekor ular besar bersisik emas dan berkepala gadis cantik. Tapi mereka sepakat untuk
menjaga rahasia tersebut.
Bahkan secara dengan kesadaran masing-masing mereka melindungi Kumala Dewi
yang sedang dalam persembunyiannya itu. Tamu siapa yang datang selalu :ditolak
dengan cara halus dan tidak kentara.
Tetapi siapa sangka bahwa malam itu sebenarnya Kumala Dewi tidak berada di
kamarnya. Seekor ular besar bersisik emas dan berkepala manusia itu lenyap dari
kamar tersebut. Energi kesaktian Kumala mencapai titik tertinggi, sehingga ia dapat
melesat pergi dalam bentuk sinar hijau menyerupai naga besar .
Blaaar, jlegaaaarr...! Dentuman keras terdengar membahana. Getarannya merambat di seluruh alam
semesta. Satelit-satelit yang dipasang di angkasa luar langsung mengalami kerusakan.
Permukaan air laut pun melambung tinggi, walau hanya beberapa detik saja.
Namun semua orang menjadi tegang dan ketakutan. Mereka sangka langit akan runtuh
secara menyeluruh. Mereka tak tahu bahwa dentuman besar dan mengguncangkan
alam semesta itu adalah kesakt
ian Dewi Ular saat menembus kabut hitam kenyal yang
menghalangi jalur dewata.
Kabut itu pecah menyebar ke mana-mana berbentuk. serbuk-serbuk besi yang
kecepatannya menyamai kecepatan sebuah meteor. Untung saja serbuk besi itu tidak
sampai merusakkah lapisan ozon dan tidak ada yang jatuh ke bumi. Seandainya hal itu
terjadi, sebuah pesawat terbang akan hancur berkeping-keping diterjang serbuk besi
hitam itu. Kini naga hijau bersisik emas dengan kepala gadis cantik telah mendekati perbatasan
Kahyangan. Ternyata pada saat itu ledakan besar tadi telah membuat beberapa prajurit
Kahyangan berhamburan ke perbatasan, termasuk beberapa dewa yang punya
wewenang sebagai security setempat Mereka menuju perbatasan dilengkapi dengan
pusaka-pusaka andalan masing-masing. Namun para dewa dan prajuritnya segera
tercengang karena mereka tidak menemukah lawan di perbatasan
Yang mereka temukan hanyalah seekor ular naga bersisik emas dengan kepala
seorang gadis cantik. Namun pagar betis tetap dilakukan, ular bersisik emas itu tetap
dihentikan sebelum mencapai gerbang perbatasan.
Salah satu dewa maju ke depan barisan pagar betis, melayang cepat bagaikan anak
panah. Dewa itu berpakaian serba merah, lengkap dengan helm perangnya yang serba
merah juga. "Keparat! Siapa yang berani merusak benteng Baja Langit ini"!" dewa itu tampak gusar
sekali, matanya memandang nanar dari balik helm perangnya yang berlapis batu mirah
delima di bagian mukanya itu. Dengan tenangnya Dewi Ular mendekati sang dewa dan
menyapa penuh wibawa. "Paman Ardhitaka!"
"Oh..."!" dewa itu terkejut. "Rupanya kamu. Dewi Ular"!"
"Ya, memang aku yang menghancurkan benteng Baja Langit, Paman!"
Dewa Ardhitaka mundur selangkah, heran dan kagum melihat kehebatan keponakan
sendiri, la sama sekali tak menyangka bahwa gadis semuda Dewi Ular mampu
menjebol benteng Baja Langit , yang sengaja dipasang untuk melindungi Kahyangan
dari serangan Dewa Kegelapan. Tentu saja Dewa Ardhitaka tertegun dan berpikir tujuh
ribu kali menghadapi keponakannya sendiri, mengingat sang keponakan pernah
berjasa padanya, yaitu mengembalikan pusakanya yang sempat dicuri oleh si penyihir
sesat beberapa waktu yang lalu, (Baca serial Dewi LJlar dalam episode: "TERJEBAK
BENCANA GAIB"). "Apakah maksudmu bikin sensasi di sini, Dewi Ular"!"
Dengan ekornya yang bergerak-gerak meliuk gemulai, Dewi Ular tetap menjawab
tegas-tegas. "Aku ingin bertemu ayahandaku, Paman!"
"Tidak bisa!" .
"Harus bisa!" "Tidak bisa, Kumala! Untuk saat ini Kahyangan tertutup, tidak terima tamu! Siapa pun
tidak boleh masuk Kahyangan!"
"Paman tahu siapa saya, bukan?"
"Ya, ya... aku tahu kau anaknya Permana dan Nagadini, tapi saat ini aku sedang
bertugas. Kumala. Aku diutus Hyang Maha Dewa untuk melarang siapa pun masuk ke
Kahyangan. Sekalipun kau adalah keponakanku, tapi kau berada di luar Kahyangan,
jadi tetap tidak boleh masuk. Kalau kau kuizinkan masuk Kahyangan, nanti apa kata
para prajurit di sekelilingku ini" Mereka akan menuduhku sebagai dewa yang
menjalankan praktek KKN. Waah... jatuhlah pamorku kalau sampai dicap begitu,
Kumala." "Jadi, sudah pasti saya tidak diizinkan bertemu ayahanda?"
"Ya. Kamu tidak kuizinkan menemui ayahmu , Itu pasti!"
Bagaimana kalau saya memaksa"!"
Hening Sepi sekali. Dewa Ardhitaka clingak-clinguk kebingungan. Para prajurit
Kahyangan menatapnya, seakan ingin tahu sampai di mana loyalitasnya terhadap pihak
Kahyangan jika yang nekat ingin masuk adalah keponakannya sendiri. Padahal, ia
ditempatkan sebagai komandan pagar betis dan diberi wewenang keras untuk
memimpin pasukan anti huru-hara itu lantaran Ardhitaka adalah Dewa Bencana.
Tugasnya membendung serangan musuh dengan kesaktiannya yang dapat
mendatangkan bencana dahsyat di mana-mana. Tapi sekarang musuh yang dihadapi
adalah keponakannya sendiri. Apalagi si keponakan itu ada jasa padanya, tentu saja
sang Dewa Bencana seperti menelan bencananya sendiri.
"Paman, aku tetap ingin masuk menemui ayahanda!"
"Kumala, jangan nekat kau! Kau tahu, kau berhadapan dengan siapa ini, hah"!" gertak
Dewa Ardhitaka. "Kau tidak takut dengan kesaktianku" Kau tidak jijik kalau aku sampai
murka padamu"!"
"Paman Dewa Bencana, sekali Dewi Ular. keluar dari pertapaannya, pantang kembali
tanpa membawa hasil. Paman akan berhadapan denganku!"
"Wah, bandel juga nih tomboy satu"! Digeprak, salah. .. Tidak digeprak, aku kena salah
juga! Aduh, kacau deh kalau begini!"
Dewa Bencana yang seharusnya sangar terhadap musuh itu justru mondar-mandir
serba salah. Sebaliknya, Kumala Dewi tetap diam di tempat dengan ekor panjangnya
bergerak kopat-kapit. Matanya menatap tajam dan berwibawa. Ke mana pun pamannya
bergerak diikuti dengan pandangan mata.
"Baiklah, Kumala... Demi tugas yang terbeban di pundakku, demi harga diri dan
kehormatanku sebagai penegak hukum, termasuk hukum karma... maka dengan ini
kutetapkan, kau tidak boleh masuk Kahyangan. Titik."
"Berarti aku harus tumbangkan Paman supaya bisa masuk wilayah Kahyangan, ya"!"
"Terserah apa maumu. Tapi sebelum kau menumbangkan pamanmu, lebih baik kau
kulumpuhkan lebih dulu!"
Wuuuut...! Tangan kanan Dewa Bencana bergerak seperti mencakar udara di depannya, dari atas
ke bawah. Hembusan angin badai panas segera keluar dari kibasan tangan sakti itu.
Dewi Ular terlempar dan berguling-guling di udara. Tapi pada saat ia berguling, ekornya
yang panjang menyabet dengan cepeit.
Weeess...! Tepat menampar pipi kiri pamannya.
Blegaaaarr...! "Aaooow...!" Dewa Ardhitaka terpekik secara refleks. Ia terlempar sejauh 100 meter
lebih dari tempatnya Kumala. Wajahnya menjadi biru sebelah. Helm pelindungnya
pecah, terlepas dari kepalanya. Sementara itu, Dewi Ular mengeluarkan hawa salju dari
tiap pori-pori tubuhnya. Sisik emas pun bergetar bagaikan mengipas, membuang hawa
panas yang sebenarnya dapat melelehkan besi baja itu.
Dalam sekejap saja Dewi Ular sudah bisa menghadap pamannya dengan keadaan
segar bugar. Pamannya baru saja bangkit berdiri sambil memegangi pipi kirinya. Wajah
sang paman semakin berang. Tampak kemurkaannya.
"Bocah sontoloyo! Huaaahhh...!" Mulut sang dewa ternganga lebar, wajahnya menjadi
lebar sekali. Mulut itu menyerupai goa yang segera menghisap tubuh lawannya. Dewi
Ular tersedot masuk ke mulut Dewa Bencana. Ia mau ditelan, tapi ekornya yang masih
tertinggal di luar segera berkelebat ke atas, menyabet kening sang paman.
Duaaarrr...! "Huaaaaaoww...!!" teriak Dewa Bencana kesakitan.
Mulutnya menjadi lebih lebar lagi, saat itulah Kumala Dewi meloncat keluar dari mulut
besar itu. Wuuuut...! Pamannya sedang sempoyongan dengan mata mendelik. Keningnya terasa pecah.
Garis keretakan mulai tampak di pertengahan kening.Dewi Ular yang sedang melayang
dari dalam mulut tadi segera meliuk-liuk mengitari sang paman bagaikan terbang.
Ekornya melilit leher Dewa Bencana.
Seeet...! "Kehhhhkkrrr...!!"
Dewa Bencana semakin mendelik karena tercekik. Biarpun lehernya telah berubah
menjadi sebesar tiang Sosrobahu yang dipakai menyangga jalan layang, tapi kesaktian
Dewi Ular berhasil melilit kuat-kuat, sehingga leher itu menjadi sekecil tiang listrik.
Wajah pamannya biru semua. Biji matanya bagaikan ingin loncat keluar. Sulit
dipejamkan, karena jaraknya jauh dari kelopak mata. .
Belum sempat Dewa Ardhitaka melepaskan diri, tubuhnya telah terangkat naik oleh
kekuatan lilitan ekor ular bersisik emas itu Begitu melambung terjungkirbalik, tubuh itu
dihempaskan turun dan kepalanya menumbuk tanah tapal batas Kahyangan.
Buuummm...! Bergetar seluruh alam di sekitarnya.
Buuuummm...! Getaran semakin hebat. Tebing-tebing cadas berguguran. Para prajurit Kahyangan
melarikan diri dalam jarak tertentu. Mereka ngeri melihat Dewa Bencana dihajar habis
oleh keponakannya sendiri.
"Hentikaaaan...!!"
Ada suara yang berseru demikian. Seruan itu mendatangkan angin topan yang
meliuk-liuk di beberapa tempat. Jumlahnya lebih dari sepuluh pusaran angin topan.
Prajurit Kahyangan pontang- panting terpental ke sana-sini. Dewi Ular yang terpental,
lilitan ekornya terlepas dengan sendirinya. Dewa Ardhitaka melambung tinggi dan jatuh
terhempas dalam keadaan telentang.
Buuaaak...! 'Huaaaduuuuhhh...!!" ratapnya sambil menyeringai. Tulang punggungnya terasa remuk
seketika itu juga. Tapi karena ia memiliki ajian yang dapat menyembuhkan luka dan
menghilangkan rasa sakit dalam sekejap, maka ajian itu pun digunakan. Sudah
waktunya ia menggunakan ajian tersebut karena sudah terlalu banyak rasa sakit yang
Makam Bunga Mawar 23 Wiro Sableng 147 Api Di Puncak Merapi Iblis Iblis Kota Hantu 3
^