Pencarian

Perang Gaib 2

Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita Bagian 2


diderita disekujur tubuhnya.
Dewi Ular pun demikian. Hawa saktinya menyembuhkan rasa sakit sekujur tubuh
lantaran terhempas suara sakti tadi.
Namun sekali pun ia sudah tak merasakan sakit, tapi ia tak berani menyerang
pamannya lagi. Sebab di antara paman dan dirinya berdiri sesosok dewa tua yang juga
berjubah merah satin bersulam putih. Dewa yang memerintahkan pertarungan
dihentikan itu mempunyai rambut putih panjang meriap, alisnya juga putih panjang
meriap, jenggotnya, kumisnya, semua meriap, sampai-sampai wajahnya nyaris tertutup
oleh helai-helai rambut putih itu.
Melihat siapa yang berdiri di sana, ular bersisik emas itu langsung merapatkan
tubuhnya ke tanah. Kepalanya tak berani ditegakkan. Sikapnya hormat dan sangat
takut, sebab dewa tua itu tak lain adalah kakeknya sendiri: Dewa Murkajagat. Sang
paman pun tak berani bertingkah, sebab ia juga takut kepada ayahnya sendiri.
"Ardhitaka, apakah matamu telah rabun tak bisa mengenali keponakanmu sendiri,
hah"!" "Ampun, Romo. Kumala nekat mau masuk ke Kahyangan. Padahal saya ditugaskan
melarang siapa pun masuk Kahyangan. Cucu Romo itu memang bandel, ngeyel, dan
konyol!" Wajah tertutup rambut itu berpaling ke arah Dewi Ular.
"Apa yang kamu lakukan, Cu"!"
"Ampun, Eyang...," ucapnya dengan lirih sekali.
"Kalau pamanmu sedang tugas, jangan diganggu, tahu"! Kesaktianmu saat ini memang
lebih unggul dari pamanmu, karena kamu masih gadis suci.. Tapi jangan semena-mena
begitu, Cu!" Para prajurit Kahyangan yang memperhatikan dari kejauhan selalu
terguncang-guncang setiap Dewa. Murkajagat bicara, karena getaran suaranya
mengandung daya rensonasi tinggi, semua benda dan alam sekelilingnya ikut bergetar.
Dewi Ular tak berani membantah sepatah kata pun. Sebab ia tahu, jika suara kakeknya
menggetarkan semua benda di sekelilingnya berarti sang kakek sedang menahan
marah. Kalau marah itu dilampiaskan, habislah riwayat Dewi Ular, tak akan punya
episode lagi. "Cu...," panggil Dewa Murkajagat kepada cucunya. "Apa sebenarnya yang membuatmu
nekat melawan pamanmu itu. hmmrn?"
"Aku ingin masuk ke Kahyangan, Eyang. Aku mau ketemu ayahanda."
"Ayahmu sehat-sehat saja, ibumu juga sehat. Kita semua keluarga sehat."
"Tapi aku ingin menanyakan sesuatu, Eyang. "
"Tanyakan saja pada kakekmu ini.Biar sudah tua begini tapi otak masih brilian. Mau
tanya apa sih kamu, Sayangku..."!" sang kakek mengusap rambut cucunya penuh
kasih sayang, sebab Kumala Dewi didesas-desuskan sebagai cucu kesayangan Dewa
Murkajagat. "Eyang... betulkah di sini akan terjadi 'perang dirgandanu' yang sangat berbahaya itu?"
"Benar!" jawabnya tegas. "Dewa Kegelapan akan datang dan mau merebut Kahyangan.
Kalau sampai Kahyangan dikuasai Dewa Kegelapan, maka seluruh alam semesta ini
akan dibuat mainan, dikacaukan, termasuk kehidupan di bumi akan di- acak-acak, bisa
hancur semua. Oleh sebab itu, aku. ayahmu, pamanmu, dan semua yang ada di
Kahyangan harus mempertahankan tempat ini."
"Dewa Kegelapan itu siapa sih, Eyang?" Kumala mulai berani bermanja lantaran sang
kakek telah mengusap-usap kepalanya.
"Sulit menjelaskannya, Cu. Nanti malah menimbulkan salah paham dalam
pengertianmu. Ada saatnya sendiri untuk menjelaskan padamu siapa Dewa Kegelapan
itu." "Bukankah aku cucu Eyang" Aku pasti mewarisi kecerdasan otak Eyang. Tentu saja
aku akan bisa memahami penjelasan itu, Eyang."
"Jangan ngotot. Nanti saja penjelasannya. Sekarang kamu belum siap menerima
penjelasan itu." "Tapi, Eyang...."
"Jangan ngotot!" sergah sang kakek. "Gadis cantik kalau suka ngotot nanti dapat
jodohnya sama pria yang peot lho," hibur sang kakek supaya cucunya tidak cemberut
menahan rasa kecewanya. "Eyang, apakah tidak ada cara 'lain untuk menghindari 'perang dirgandanu' itu" Sebab,
para penghuni alam gaib sudah mendesak ingin mengungsi ke alam nyata. Maka
usahakan jangan sampai terjadi 'perang dirgandanu', Eyang. Kasihan umat manusia,
pasti akan dikacaukan oleh pengungsi pengungsi dari alam gaib itu."
Dewa Murkajagat menarik napas dalam-dalam Sepertinya menahan ungkapan rasa
sedih, bahwasahnya ia sendiri sebenarnya sangat tidak menginginkan terjadinya
'perang dirgandanu' itu. Tapi para dewa sendiri agaknya sangat terpaksa melakukan
perang, lantaran belum menemukan solusi untuk menghindarinya.
"Cucu yang cantik..., memang sebenarnya yang namanya perang itu menyengsarakan
rakyat jelata, menyusahkan orang kecil, merugikan semua pihak. Kahyangan sendiri
selalu berusaha menghindari peperangan dengan siapa pun. Tapi perang yang satu ini
tidak bisa dihindari lagi. Harus ada yang hancur salah satu, dan tidak bisa dihentikan
secara mendadak." "Mengapa para dewa tidak bisa mencari jalan untuk menghindari perang yang satu ini,
Eyang?" "Karena pihak Kahyangan tidak mempunyai penangkal 'perang dirgandanu itu.
Seandainya penangkal perang itu ada di sini, pasti perang itu tidak akan terjadi dua ribu
tahun sekali ' Setelah diam sesaat, Kumala Dewi menatap eyangnya dengan lugu.
"Apa yang dimaksud penangkal perang, Eyang?"
"Penangkal perang itu maksudnya adalah sesuatu yang membuat Dewa Kegelapan
tidak akan berani menampakkan diri selama-lamanya. Sebenarnya ada sesuatu yang
sangat di takuti oleh Dewa Kegelapan dan para kroninya. '
"Boleh aku tahu. apa itu, Eyang?"
"Jantung Sembrani."
Kumala berkerut dahi dan terbungkam. Sesaat kemudian berkata lagi dengan
ragu-ragu. "Setahuku yang ada di bumi adalah kereta Sembrani, Eyang. Jurusan
Jakarta-Surabaya." Pamannya yang nguping dari tadi segera menyahut dengan kesal.
"Kamu itu anaknya dewa, Kumala. Bukan anaknya PJKA!"
"Tapi memang begitu yang kutahu, Paman."
"Cu...," potong kakeknya. "Jantung Sembrani itu bukan jenis kendaraan umum. Jantung
Sembrani itu jantung yang terbuat dari kristal, bisa dipakai untuk hidup selayaknya
jantung manusia biasa. Jantung itu mempunyai daya tarik tinggi sekali. Makhluk mana
pun yang memiliki Jantung Sembrani, maka ia akan menarik hati makhluk lain di
sekitarnya, terutama bagi lawan jenisnya, pasti akan mudah terpikat dan terjerat.
Bisa-bisa bikin mudah tersesat."
"Lalu, siapa pemilik Jantung Sembrani itu, Eyang?"
"Kalau Eyang tahu, sudah Eyang cari dari dulu. Yang jelas, Jantung Sembrani itu akan
membuat Dewa Kegelapan takut menampakkan diri, sebab dia takut terhisap seluruh
kesaktian dan tenaganya. Entah siapa pemilik Jantung Sembrani itu, entah makhluk
dari dalam mana, tapi memang hanya itulah satu-satunya penangkal datangnya 'perang
dirgandanu' yang sangat membahayakan itu, Cu."
"Kalau begitu, sebagai cucu Eyang, aku akan mencarikan Jantung Sembrani itu ke
lapisan alam mana pun."
"Jangan, Cu. Itu pekerjaan yang sia-sia. Sebab dari muda sampai setua ini, Eyang
belum pernah berhasil mendapatkan Jantung Sembrani. Mendengar di mana letaknya
saja belum pernah. Mungkin saja Jantung Sembrani itu hanya kiasan yang sampai
sekarang belum terpecahkan oleh para dewa- dewi, atau mungkin hanya sekedar
khayalan para leluhur kita masa lalu, Cu."
"Tidak, Eyang.... Aku tetap akan mencari Jantung Sembrani sampai dapat, supaya
Kahyangan tidak terancam bencana perang dan tetap aman, damai, tenteram
selama-lamanya." "Pikirkan masak-masak dan renungkan lebih matang lagi. Cu. Jangan buang-buang
waktumu hanya untuk mencari sesuatu yang belum jelas ujung-pangkalnya. Ingat,
tugasmu di bumi mencari cinta sejati, supaya kau di terima kembali hidup di Kahyangan
bersama kami semua, Cu."
"Bagaimana aku bisa hidup di Kahyangan kalau sebentar lagi Kahyangan dihancurkan
atau dikuasai oleh Dewa Kegelapan, Eyang" Maka untuk mempertahankan keutuhan
Kahyangan, penangkal perang itu harus dicari dan didapatkan, Eyang."
Dewa Murkajagat menarik napas dalam-dalam sambil bicara pelan seperti mengeluh
pada diri sendiri. "Aku jadi bingung sendiri kalau begini. .."
**** 4 SIANG itu telepon di meja kerja Kumala berdering. Tiara, bagian penerima telepon dari
luar memberitahukan ada yang ingin bicara dengan Kumala. Agak heran Kumala
mendengar nama si penelepon. Setelah diingat-ingat sebentar, barulah ia dapatkan
seraut wajah mungil dengan kecantikan yang menggoda nakal banyak lelaki. Windy. Ia
ingat, gadis itu dulu pernah ditolongnya saat kehilangan bagian kewanitaannya akibat
di-kerjain rivalnya. "Hay, Win... apa kabar" Ada apa nih, tumben menghubungiku. Kirain udah nggak kenal
aku lagi. Udah lupa. Maklum, pasti udah dapat pria bule yang kamu inginkan dulu, ya?"
canda Kumala dalam keramahan yang mengesankan.
"Bule itu udah kabur. Pulang ke Canberra," sambil Windy tertawa kecil. "Sekarang aku
lagi naksir seseorang, Kumala. Kali ini aku serius."
"Ah, ntar ganti lagi kalau udah dapat enaknya"' sindir Kumala dengan suara tawa
renyah. "Nggak kok. Kali ini aku benar-benar naksir dia. Aku mau kok kalau dia ngajakin kawin.
Aduuuh, aku suka banget deh sama dia. Cuma... kayaknya dia nggak suka sama aku.
Atau... mungkin dia suka, tapi nggak mau terang-terangan. Aku jadi bingung kan?"
"Terus maksudmu?"
"Hmrnm, gini aja deh. Aku ke kantormu aja siang ini, ya" Bisa nggak" Atau
mengganggu kesibukanmu?"
"Nggak sih. Kesibukan udah beres semua. Hmmm, boleh deh kalau kamu mau datang
kemari. Bawa makanan dong."
"Iya, iya...! Makanan apaan" Udah makan siang apa belum?"
"Udah sih, tapi... buahnya buat cuci mulut belum tuh."
"Ya, udah. Ntar aku bawa apel deh. Apel apa anggur?"
"Eh, nggak...! Aku cuma bercanda kok. Jangan bawa apa-apa. Kayak pergi ke rumah
dukun aja." "Yang bener, Mal., buah apel apa buah anggur?"
"Jengkol aja!" jawab Kumala dalam keriangan yang menyenangkan hati peneleponnya.
Memang begitulah Kumala, selalu berusaha bikin hati orang lain senang. Padahal
orang lain belum tentu bikin hatinya jadi senang. Kadang-kadang malah bikin kesal.
Hanya saja, perasaan kesal itu tak pernah dilayani secara serius olehnya.
Dua puluh menit kemudian, si wajah mungil bandel itu muncul di ruang kerja Kumala
Dewi. Kegenitannya diumbar seenaknya karena di situ tak ada orang lain kecuali
mereka berdua. "Udahlah, kawin aja, Win. Ngapain single fighter terus-terusan. Ntar jadi perawan tua
lho." "Memang aku udah kepingin kawin kok. Cuma, cowok yang kutaksir ini kayaknya
acuh-acuh butuh sama aku."
"Acuh-acuh butuh apa acuh-acuh beneran?"
"Dua-duanya deh." sambil tawanya mengikik riang. "Eh, Mal... tolong dong deketin
cowok itu biar mau sama aku. Aku ngebet banget deh sama dia. Terus terang aja nih...
aku udah jatuh cinta sama dia, cuma nggak berani terang-terangan."
"Kenapa nggak berani?"
"Habis, dia dekat banget sama temanku sendiri. Vanessa namanya. Aku khawatir dia
disabet Vanessa, Mal. Paling-paling kalau sama Vanessa dia dibuat main-mainan aja.
Kasihan kan" Mendingan sama aku. Biarin deh aku mau mempersiapkan diri jadi istri
yang setia dan penuh kasih sayang."
"Duuuuh... segitu amat ngebetnya kamu, Win," ledek Kumala .
Malu tak malu Windy memang harus berterus terang apa adanya, supaya Kumala tahu
betul isi hatinya dan mau membantu mendekatkan pria yang ditaksirnya itu .
"Siapa sih namanya?"
"Biggan. orangnya ganteng deh, Mal. Udah ganteng, gagah, kalem, kalau tersenyum,
alaa maaak... mendebarkan sekali."
Dewi Ular tertawa geli melihat Windy menyanjung-nyanjung sebegitu seriusnya, sampai
tas kecilnya yang ada dipangkuannya itu jatuh ke lantai akibat polahnya sendiri. Kumala
menemukan kejujuran di hati Windy. Teropong gaibnya menembus kepribadian Windy,
dan wanita itu sepertinya memang ingin berhenti dari petualangan cintanya asalkan ia
mendapatkan Biggan yang dipuja sepanjang hari itu.
"Aku harus melihat sejauh mana Biggan punya perhatian dan menaruh simpati padamu.
Kalau dia memang nggak suka sama kamu, buat apa dijodoh- jodohkan segala" Sama
saja kamu menerima cinta palsu dong. Iya, kan?"
"Memang sih. Tapi... aku suka sekali sama dia, Mala. Swear!"
"Nama lengkapnya siapa?"
"Biggan Mouzax," jawabnya cepat. Hafal sekali nama itu di dalam otaknya. Kumala
manggut manggut sambil tersenyum kecil. Ia sengaja tidak berkomentar, karena
teropong gaibnya bekerja menerobos kepribadian pria yang bernama Biggan Mouzax
itu. "Kami kenal dia empat malam yang lalu, Mal. Dan kayaknya Vanessa juga naksir dia.
Naksir buat mainan. Sekedar buat memuaskan gairahnya aja. Sekarang si Vanessa
justru agak jauh denganku. Jaga jarak. Takut kuserobot 'mainannya' itu."
Kumala berkerut dahi sambil menerawang sendiri. Pandangan matanya beralih ke arah
lain dengan datar. Ada sesuatu yang membuatnya agak kaget, tapi reaksi itu tidak
diperhatikan oleh Windy. " Sudah tiga hari Vanessa nggak menghubungiku. Biasanya sehari sampai tiga-empat
kali ngebel aku, sekarang sejak dia dekatin si Biggan, nggak telepon-telepon lagi. Oh,
kemarin lusa memang pernah meneleponku satu kali. Dia bilang, sedang berada di
kamarnya Biggan, di Zona Hotel. Sialan nggak"! Bikin panas hati aja tuh orang! Habis
itu nggak pernah menghubungiku lagi. Kalau HP-nya kuhubungi selalu mati. Aku makin
sebel sama Vanessa. Aku kepingin buktikan kalau aku pun bisa dapatkan Biggan.
Makanya... bantu aku dong, Mal," nadanya merengek tanpa malu-malu lagi.
"Pemuda itu berambut panjang dan lun's, ya?"
"Iya, bener! Tepat sekali!" jawab Windy penuh semangat.
Kumala diam sesaat, seperti dalam keraguan. Windy memandangi dengan curiga.
"Kayaknya ada yang aneh pada diri pemuda ini, Win."
"Aneh..,"! Aneh bagaimana"!"
Kumala Dewi tarik napas, menjaga ucapannya agar tidak terlalu gegabah memberikan
informasi tentang cowok yang sedang ditaksir Windy. Salah- salah Windy justru akan
kecewa dan kurang simpati lagi kepada Kumala.
"Pemuda ini hatinya masih kosong. Bukan tertuju untuk Vanessa atau perempuan mana
pun." "Tentang diriku bagaimana?"
"Bayangan wajahmu nggak ada dalam hatinya. Dia seperti lautan luas tanpa ombak
tanpa angin, bahkan kalau mungkin, tanpa ikan. Kosong sama sekali."
"Kalau begitu, masih bersih dong?"
"Mungkin," kata Kumala manggut-manggut lagi. "Tapi... mungkin juga memang dia
pandai menutupinya."
"Maksudmu?" "Kenangan masa lalunya pun nggak ada. Sepertinya dia pandai menghapus memory
yang mestinya tersisa dalam hidupnya."
"Kok gitu, ya?" Windy terbengong.
Kedua mata Dewi Ular dipejamkan samar-samar. "Hmmm... aku melihat ada cahaya
putih kemilau pada dirinya. Hebat sekali cowok ini"! Dia punya aura yang sangat kuat
dan besar. Dari mana ia dapatkan cahaya kemilau ini" Aku jadi curiga padanya."
"Bagaimana kalau dia kusuruh kemari aja" Boleh"!"
"Apa bisa?" "Kita coba aja,'' sambil Windy mengaktifkan handphone-nya. "Siapa tahu dia ada di
hotelnya dan mau kubujuk untuk kemari."
"Kalau nggak mau?"
"Kita aja yang ke sana kalau dia nggak bisa kemari. Bagaimana" Kamu keberatan?"
"Malu-maluin, ah. Masa' cewek nyamperin cowok sih" Ntar dia pikir kita ini
cewek-cewek ganjen. Ogah ah, kalau harus ke sana!"
Windy tak membahas kata-kata Kumala karena sudah panas bicara dengan operator
hotel. Kumala masih berkerut dahi merenungi keganjilan yang ia temukan pada diri
Biggan tadi. Cahaya menyilaukan yang ditemukan dalam diri Biggan membuat hati
Kumala diusik oleh rasa penasaran Ia jadi berambisi sekali untuk menyelidiki
keperibadian Biggan lebih mendetail lagi.
Windy berhasil bicara dengan Biggan. Pria itu ada di kamarnya, sedang menerima dua
orang tamu. Relasi bisnisnya. Windy pura-pura menanyakan Vanessa, dan Biggan
menjelaskan bahwa sudah dua hari ini Vanessa tidak menemuinya di hotel, juga tidak
meneleponnya. Ketika Windy mengutarakan maksud sebenarnya dengan malu- malu
dan tampak memaksakan diri itu, Biggan merasa keberatan.
"Mal, kalau siang ini dia nggak bisa ke mana-mana karena harus berurusan dengan dua
orang tamunya itu. Tapi kalau sore-sorean, dia bisa. Ntar dia mau menghubungiku
kalau urusannya udah beres."


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kumala tidak merespon sepenuhnya Ia setengah tertegun dan tampak masih
melayangkan kekuatan batinnya kepada Biggan. Dalam keadaan seperti orang
melamun, Kumala berkata datar.
"Irama denyut nadinya berbeda dengan kita. Seperti ketukan lagu berirama mars. Cepat
tapi teratur." "Apakah kita nekat ke sana aja, yuk?" desak Windy, kentara sekali ambisinya.
Kumala diam lagi. Jadi seperti orang linglung. Tapi Windy tidak mempedulikan
kebingungan di wajah Kumala.
"Biar aja kita menunggu kedua tamunya pulang, asal jangan sampai cowok itu pergi
setelah menyelesaikan urusan dengan kedua tamu itu. Jadi begitu teman pulang, kita
masuk, Mal." Bukan type Kumala Dewi untuk bertindak seperti itu. Menurutnya ide Windy itu hanya
akan merendahkan harga dirinya di depan seorang lelaki. Masih ada alternatif lain
untuk mencapai sasaran tanpa harus menggadaikan harga diri seperti yang diusulkan
Windy tadi. Kumala merasa lebih baik menunggu pemuda itu menghubungi mereka,
dan merekalah yang berhak menentukan untuk bertemu atau tidak, di tempat sini atau
di tempat sana. Tidak berapa lama kemudian, handphone Windy yang masih diaktifkan itu berdering.
Ternyata orang yang menghubunginya adalah Anssel, adiknya Variessa yang masih
kuliah di kedokteran gigi.
"Ada apa, Sel?"
"Kak Win, tolong deh kemari sebentar. Tengok keadaan Kak Nes ini. Kok dia bisa jadi
begini sih?" Anssel bernada keluh, tampak sedih sekali. Tentu saja Windy menjadi
heran dan penasaran. "Memangnya ada apa dengan Vanessa, kakakmu"!"
Kumala melirik Windy. Wajah Windy kelihatan tegang. Firasat mulai bekerja dan
berkesimpulan, Windy akan mendengarkan kabar buruk tentang temannya yang
bernama Vanessa itu. Kumala pun semakin menyimak lewat bahasa wajah Windy.
"Kondisi fisiknya berubah menjadi buruk secara drastis. Aduh, aku sendiri bingung nih.
Kenapa sih Kak Nes kok bisa jadi begini, Kak Win"!"
"Lho, kok tanya sama aku"! Aku sendiri nggak tahu ada apa dengan kakakmu. Coba
terangkan lebih jelas!"-
Anssel terbungkam sesaat, sepertinya bingung menyampaiKan penjelasan tentang
kondisi fisik kakaknya yang saat itu terbaring di atas ranjang. Windy memancingnya
dengan beberapa pertanyaan, sehingga Anssel mampu menjelaskan secara garis
besar saja. "Kak Nes nggak ingat apa-apa. Diam saja. Kalau ditanya serba kebingungan. Dari
kemarin dia sudah pingsan sekitar delapan kali. Sekarang malah mengalami perubahan
lebih parah lagi." "Perubahan bagaimana?" sela Windy. Ia tampak makin tegang.
"Hmmm, perubahannya... entahlah, aku sendiri sulit menganalisa. Tapi... tapi kulihat
kulit lengannya Kak Nes mengeras, kasar, seperti... seperti batu gunung. Tapi... aduh,
lebih baik Kak Win ke sini aja deh."
"Hmm, ya, ya... aku akan ke sana."
Windy tertegun sedih dan cemas setelah me matikan HP nya. Suara Kumala terdengar
di sela kebisuan mereka. "Keadaannya lebih parah dari yang kau bayangkan saat ini, Win."
"Vanessa maksudmu?" Windy agak kaget mendengarnya.
Anggukan kecil Kumala disertai ucapan pelan, penuh keseriusan.
"Sebaiknya datang dan tengoklah sekarang juga. Aku dapat melihat kekeritisannya
yang amat menyedihkan. Ada misteri di balik perubahan fisik temanmu itu, Win."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau ikut ke sana juga, yuk" Mungkin di sana nanti kau
bisa jelaskan padaku lebih detail lagi. Di sana kamu kan bisa lihat langsung keanehan
yang diderita Vanessa itu. Mau kan?"
Ada getaran aneh yang dirasakan Kumala saat mempertimbangkan ajakan Windy itu.
Getaran tersebut mendorong hati nuraninya untuk mencari tahu, ada apa sebenarnya di
balik kemisterian Vanessa" .
Mereka meluncur ke rumah mantan model itu menggunakan BMW -nya Kumala yang
dikemudikan oleh Sandhi. Di perjalanan, Anssel menelepon Windy lagi. Nada suaranya
makin menegangkan. "Cepat, Kak Win...! Keadaan Kak Nes makin menakutkan!"
"Tenang, tenang...! Kakakmu akan normal kembali. Aku membawa ahli metafisika yang
pasti sanggup memulihkan keadaan kakakmu, Sel. Tenang, jangan gugup!"
Justru Sandhi yang menjadi gugup mendengar nada suara Windy. Hampir saja
mobilnya nyelonong terus pada saat traffic light menyalakan lampu merah. Untung ia
cukup cekatan, walaupun mobil berhenti secara mendadak dan dua penumpang di
belakangnya nyaris lompat ke depan.
Tepat seperti apa yang dikatakan Kumala saat di ruang kerjanya tadi, keadaan
Vanessa lebih buruk dari yang terbayang di benak Windy. Pada saat masuk ke kamar
Vanessa, Windy langsung tersentak dan menyeringai ngeri. Ia sempat buang muka, tak
tega melihat,keadaan temannya.
Kulit tubuh Vanessa mengalami pembahan aneh, yaitu menjadi keras seperti
lempengan batu. Proses perubahan dapat dilihat seperti menjalar ke tempat-tempat
yang masih empuk. Hampir seluruh wajah Vanessa menjadi hitam kecoklat-coklatan.
Matanya tak bisa berkedip lagi. Kaku. Begitu pula. mulutnya yang telah berubah keras
dan membatu Anssel mengguncang-guncang tubuh kakaknya, memukul-mukul tubuh
itu agar Vanessa sadar, tapi yang didapat Anssel hanya rasa sakit. Ia seperti memukul
batu gunung. Yang menyeramkan lagi bagi mereka adalah gerakan rambut Vanessa. Helai demi helai
rambut itu bergerak sendiri bagaikan hidup, lalu mengeras kaku dan menjadi seperti
serat serat batu Demikian pula kukunya, seperti mencuat mau copot dari
daging jari, tapi segera keras dan membatu.
"Kumala, tolong... lakukan sesuatu untuk menyelamatkannya! Dia mau jadi patung batu,
Kumala!" desak Windy dalam tangisnya. Kumala diam saja, sebab tanpa didesak pun ia
sejak tadi sudah bertindak dengan kekuatan supranaturalnya yang dipancarkan melalui
pandangan mata. Tapi sampai detik itu ia belum berhasil menghentikan proses
pengkristalan raga Vanessa. Wajah perempuan malang itu semakin tertutup lapisan
batu, tinggal bagian bola matanya saja yang belum membatu.
Maka jari tengah Kumala segera ditudingkan. Jari itu mengeluarkan sinar hijau lurus
seperti laser yang mengarah ke leher Vanessa .
Zuuuubbs...! Sinar hijau itu terus-menerus meluncur deras tanpa putus, sampai akhirnya melelehkan
lapisan batu di sekitar leher. Lapisan batu itu sebenarnya bukan meleleh seperti lilin,
melainkan menguap tanpa asap mengubah warna batu menjadi warna kulit semula.
Kedua kaki Kumala Dewi gemetar karena terlalu lama mengerahkan energi
supranaturalnya. Tapi akhirnya ia berhasil mengembalikan keadaan tubuh Vanessa
seperti semula. Helai-helai rambutnya pun menjadi lemas kembali, kukunya dalam
keadaan rapi. Tapi Vanessa masih mematung, belum bisa diaiak bicara, belum bisa
berkedip . Kini Dewi Ular menyiramkan sinar hijau bening yang keluar dari kedua telapak tangan
Tangan itu ditengkurapkan di atas tubuh Vanessa dalam jarak sekitar setengah meter
tingginya, lalu sinar hijau bening menyiram tubuh itu selama 10 detik. Vanessa pun
tersentak satu kali. Kemudian napasnya terengah-engah dan suaranya terdengar
mengerang. Vanessa sadar dari pengaruh mistis yang nyaris membuatnya berubah
wujud. Tapi kondisinya sangat lemah, la kehilangan banyak energi kehidupan, sehingga
.belum mampu berbuat banyak. Mengingat sesuatu pun belum bisa. Ia hanya mampu
mengerang dan terkapar tanpa daya.
"Beri dia minuman air hangat, biar energinya terpancing kembali," kata Kumala .
kepada Anssel. Setelah bicara demikian, Kumala keluar dari kamar dengan sedilit
linglung. Rupanya ia sendiri banyak kehilangan energi saat melakukan penyembuhan
tadi.. Kepalanya terasa pusing, dan ia butuh beristirahat sebentar. Pelayan segera
memberikan minum air hangat untuk Vanessa, mamanya pun membantunya,
sementara itu Anssel bergabung dengan Windy, Kumala dan Sandhi di ruang tamu.
"Sejak kemarin ia sudah tidak mengenali lagi orang-orang di sekitarnya, terutama sejak
pingsan pertama," ungkap Anssel kepada Windy sambil sesekali menengok ke arah
Kumala Dewi. "la seperti mengalami amnesia, bahkan lebih parah dari itu. Jika diajak bicara, ia hanya
bisa menampakkan kebingungannya, seolah-olah tak mengerti bahasa Indonesia.
Kalau dia jengkel, dia hanya mendesah atau mengerang, lalu menyuruh kami pergi
dengan bahasa isyarat."
"Tapi masih bisa berjalan?" sela Windy.
"Masih. Menjelang malam tiba, ia pingsan lagi. Ketika siuman, ia tidak bisa berjalan.
Lumpuh. Kami sempat panggil dokter, dan menurut dokter, Kak Nes mengalami shock
mental yang sangat berat. Aku nggak tahu, apa yang menyebabkan Kak Nes begitu,
sebab ia sudah semakin sulit dimintai keterangan. Esoknya ia bahkan tak bisa
menggerakkan badannya. Yang bisa digerakkan hanya kepala dan bola mata saja.
Lalu... waktu aku pulang dari kampus tadi, mama menangis di samping Kak Nes.
Kulihat, ternyata kulit tangan Kak Nes sudah berubah keras seperti tadi. Perubahan itu
semula menjalar dengan lamban, tapi beberapa jam yang lalu berubah menjadi cepat,
sampai akhirnya Kak Win dan Kak Kumala datang... "
Sejak tadi Kumala hanya menyimak keterangan Anssel tanpa komentar apa pun. la
masih terkulai lemas, namun napasnya teratur sebagai upaya memulihkan lagi stamina
dan power yang hilang tadi. Ketika ditanya oleh Windy, apa yang terjadi pada diri
Vanessa sebenarnya, Kumala hanya menjawab singkat.
"Pengkristalan gaib."
"Apa penyebabnya?"
"Krisis aura!" Windy dan Anssel sama-sama berkerut dahi tajam-tajam. Mereka kurang mengerti
maksud jawaban Dewi Ular itu, dan agaknya yang bersangkutan masih malas
menjelaskan panjang lebar justru Ingin pulang secepatnya. Wlndy tak bisa menolak, la
pun ikut mengantar pulang Dewi Ular.
"Coba hubungi pemuda impianmu itu, Win. Katakan, kita ingin bertemu secepatnya!"
kata Kumala dalam perjalanan. Windy merasa heran, karena sikap Kumala tampak
merasa sangat perlu bertemu dengan Biggan. Windy mulai curiga, pasti ada sesuatu
yang dirahasiakan oleh Kumala tentang pemuda tampan itu.
"Pasti ada hubungannya dengan kemisteriusan Vanessa tadi. Iya kan?"
Kumala menjawab datar, "Lihat saja nanti... "
*** Malam bermandi cahaya rembulan Walaupun sudah bukan bulan purnama, tapi
ketajaman cahayanya masih menebarkan keromantisan tersendiri bagi insan di bumi.
Keromantisan itu lebih menawan lagi jika diiringi panorama pantai di mana permukaan
laut menjadi kemilau lantaran memamtulkan cahaya bulan.
Di bawah payung pantai milik Blanca Resto itu ada seraut wajah tampan yang sengaja
duduk sendirian, menikmati minuman hangatnya berupa teh poci tradisionil. Blanca
Resto merupakan restoran santai bagian dari Zona Hotel. Agaknya hotel berbintang
empat itu memang memberikan kenyamanan tersendiri serta mempunyai pelayanan
yang memuaskan, sehingga tamu tampan bermata bening itu masih betah bermalam di
hotel tersebut. Tadi siang, ketika Kumala dan Windy pulang dari rumah Vanessa, pria tampan itu gagal
dihubungi. Di kamarnya tak ada, HP-nya juga tak dihidupkan. Sewaktu gadis-gadis
cantik itu nekat menemuinya di hotel tersebut, ternyata Biggan memang sedang keluar.
Menurut keterangan pihak resepsionis, Biggan pergi dengan kedua tamu lelakinya. Mau
tak mau keinginan mereka untuk bertemu Biggan harus ditunda sementara waktu.
Namun sebelum menjelang petang tiba, Kumala nekat menghubungi pria yang belum
dikenalnya itu melalui telepon di rumahnya. Windy memang tidak memberikan nomor
HP-nya Biggan. Tapi ketika Windy sempat menghubungi HP-nya Biggan dari dalam
mobil, Kumala yang duduk di sampingnya sempat melirik angka-angka yang ditekan
Windy HP-nya sendiri. Angka-angka itu ditransfer dalam ingatan Kumala. Maka ketika
Kumala ingin menghubungi HP-nya Biggan, ia tinggal membuka memory ingatannya.
Tak heran kalau senja itu Kumala berhasil memperkenalkan diri lewat teleponnya
kepada Biggan. "Sorry, aku sedikit lancang menghubungimu tanpa izin lebih dulu. Tapi hal ini karena
keadaan yang darurat. Oh, ya... sebelumnya aku ingin memperkenalkan diri lebih dulu...
aku Kumala Dewi, temannya Windy dan Vanessa."
"O, ya, aku ingat. Tadi siang Windy menyuruhku datang ke kantormu itu, ya?"
"Benar. Sekitar pukul 3 tadi, kami juga datang ke hotelmu, tapi kamu sedang keluar
dengan kedua tamumu itu."
"Ya, ya... betul itu. Dan, sekarang unisan bisnisku itu sudah beres. Tinggal menunggu
perkembangan berikutnya."
"Bagaimana kalau sekarang aku ingin menemuimu untuk membicarakan sesuatu
yang... kurasa kau akan sangat tertarik membahasnya," kata Kumala dengan intonasi
dan aksentuasi bicara diatur sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan eksklusif
serta memiliki daya tarik tersendiri. Kelembutan tutur kata itu mencerminkan unsur
persahabatan yang akrab dan enak diikuti lawan bicaranya.
Karenanya, Biggan merasa tak keberatan untuk saling bertemu dan saling membahas
sesuatu yang ditawarkan Kumala, tapi masih dirahasiakan dalam percakapan telepon
itu. Tanggapan Biggan semakin bersemangat penuh keceriaan sewaktu Kumala mengatakan akan datang sendirian, tanpa Windy dan Vanessa. Agaknya pria tampan itu
menjadi penasaran oleh nada bicara Kumala yang bersuara merdu memukau itu,
sehingga ingin sekali bertemu muka dengan orangnya secara langsung.
"Pukul tujuh malam ini, kutunggu di Blanca Resto, ya?" .
Tepat pukul tujuh malam, tidak kurang tidak lebih, Kumala Dewi tiba di Blanca Resto
dengan mengendarai BMW-nya sendiri, tanpa Sandhi. Padahal sopir pribadinya ada di
rumah, tidak sedang sibuk apa-apa. Tapi Kumala melarang Sandhi ikut menemui
Biggan. Kumala ingin bertemu empat mata dengan pemuda itu. Saat itu wajah Sandhi
memang menampakkan rasa herannya yang amat dalam, tapi Kumala berlagak tidak
mengetahui rasa terheran-herannya si sopir pribadi itu.
Malam itu, Kumala berbusana serba ketat dengan mengenakan jaket hitam
bermanik-manik metal. Penampilannya menyerupai seorang rocker dengan rambut
panjangnya digulung sebagian, sisanya berjuntai sepundak lebih. Ketika ia turun dari
mobil, semua orang yang berada di sekitar tempat itu memandanginya dengan kagum,
bahkan ada yang sampai terperangah dengan wajah berseri-seri kegirangan. Gadis itu
tetap cuek, berjalan lincah., namun tak ada kesan angkuh sedikit pun. la langsung saja
menghampiri Biggan yang duduk sendirian dengan mata menatap penuh pesona.
"Hay...!" sapa Kumala dengan senyum kian memukau hati. "Sudah lama menunggu di
sini?" "Baru sepuluh menit," jawab Biggan dengan senyum lebar yang tidak kalah
memukaunya. Hati Kumala langsung berdebar-debar, dan saat itu hati Biggan sudah
lebih dulu berdebar-debar ketika senyum Kumala berada dalam jarak kurang dari dua
meter. "Dari mana kau tahu kalau aku yang bernama Biggan" Bukankah kita belum pernah
bertemu sebelum ini" Tapi kulihat kamu lancar sekali menemukan diriku ada di sini.
Kusangka kau akan bertanya dulu pada pelayan atau kasir di seberang sana "
"Kritis sekali dia," pikir Kumala. "Hampir saja aku terjebak oleh langkahku sendiri."
Namun hal seperti itu bukan masalah yang harus menimbulkan kegugupan bagi Dewi
Ular Ia menanggapinya dengan tenang, rileks sekali kesannya.
"Windy memberikan ciri-ciri fisikmu dengan detail sekali. Kalau tidak begitu, mana
mungkin aku bisa langsung tahu. kau adalah Biggan Mouzax."
"Windy..,?" Biggan tertawa kecil. ?"Kenapa Windy yang memberikan ciri ciriku dengan
detail" Kenapa bukan Vanessa" Padahal yang sering.bertemu denganku adalah
Vanessa, bukan Windy."
"Karena Windy menyimpan rasa padamu, sehingga setiap detik detail dirimu selalu
melekat dalam bayangannya."
"Ah, bisa aja kau ini," tawa Biggan lebih lepas lagi. Meski tampak sekedar canda, tapi
Kumala tahu persis bahwa Biggan sedang menguji kejujurannya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat memancing jebakan. Kumala Dewi sudah siap
akan hal itu, maka dengan santai pula ia melontarkan jawaban untuk menutupi
missinya. "Mau minum apa, Kumala" Champagne, bir, atau..."
"Teh poci aja deh. Sama kayak kamu," sahut Kurnala dengan tawa kecil yang berkesan
akrab itu. Pelayan pun dipanggil, dan tak lama kemudian pesanan pun dihidangkan.
Kumala menolak saat Biggan menawarkan makan'malamnya sekalian.
"Aku nggak bisa lama-lama. Masih ada urusan yang harus kuselesaikan malam ini,"
katanya. "Aku hanya ingin bicarakan tentang Vanessa."
"Kenapa bukan bicara tentang dirimu?"
"Diriku nggak ada yang penting dibicarakan."
"O, ada dong. Misalnya tentang pribadimu?"
"Pribadiku nggak menarik untuk dibicarakan, Big."
"Bagimu nggak menarik. Tapi kalau bagiku menarik, bagaimana?"
Kumala merasa didesak oleh diplomasi yang menjengkelkan. Tapi ia harus tetap
bersikap sadar. Gemuruh dalam dadanya memang semakin membuatnya sedikit grogi,
tapi tidak harus ditonjolkan dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia harus tetap sadar,
kata-kata Biggan dapat membuat arah pembicaraan melenceng dari program
sebenarnya. Untuk itu, Kumala sengaja semakin cuek dan semakin seenaknya dalam
bicara, supaya ia tidak hanyut terbawa oleh arus diplomasi Biggan.
"Sudah dengar kabar tentang Vanessa?" tanya Kumala.
"Apa ada yang istimewa?"
"Vanessa sakit. Kau sudah tahu?"
Ekspresi yang ada pada wajah tampan itu tenang-tenang saja. Bahkan ada seula
senyum kecil di sudut bibirnya. Ia menuang teh dari poci. Kalem sekali.
"Pasti kau yang merekayasa supaya dia berpura-pura sakit."


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku serius, Big."
"O, ya" Sakit apa?"
"Krisis aura." Tuangan teh terhenti seketika. Biggan menyembunyikan rasa kagetnya.. Ia memang
tetap kelihatan tenang, tapi lirikan matanya.menjadi tajam. Itu pertanda bahwa ia sangat
respek dengan jawaban Dewi Ular tadi.
"Ada yang menghisap auranya," lanjut Kumala. "Jiwanya lumpuh, fisiknya mati. Lalu,
seluruh cairan dalam tubuhnya mengering dan ia mulai membatu."
Biggan masih tetap berlagak kalem.
"Setahuku, aura adalan medan energi hidup yang ada di setiap manusia. Jika manusia
tanpa aura, berarti dia mati, tapi hidup. Artinya ia hidup tanpa energi, alias tidak bisa
apa-apa," "Itulah yang terjadi pada diri Vanessa."
Biggan menatap lekat-lekat. "Kalau benar informasi itu, berarti ada yang menjalankan
praktek vampire aura."
"Dan ada pihak yang memiliki aura berlebihan," sindir Kumala dengan tatapan tak kalah
lekatnya. Pada saat itu, mata batinnya rrielihat. gumpalan aura tebal mengelilingi
Biggan. Aura tebal, tidak selalu dari hasil mencuri milik orang lain. Dengan melakukan meditasi
rutin dan olah napas yang sempurna, siapa pun bisa memiliki aura tebal Artinya, dia
mempunyai energi tinggi. Gelombang energi tinggi itu bisa menimbulkan getaran
medan gaib di sekelilingnya, sehingga kepekaan inderanya akan melebihi orang lain."
Kata-kata itu dinilai oleh Kumala sebagai tindakan preventif dari Biggan agar dirinya
tidak dituduh menghisap habis aura Vanessa. Kumala sengaja tersenyum hambar
menyadari siasat Biggan. "Butuh waktu berpuluh-puluh tahun, bahkan sampai ratusan tahun bagi orang yang
melakukan meditasi olah napas supaya mempunyai aura sebegitu tebalnya. Butuh
konsentrasi batin yang sangat tinggi bagi orang yang memiliki cahaya roh sampai
berkilauan. Jadi, kalau ada orang muda yang memiliki aura tebal dan cahaya rohnya
berkilauan, sudah pasti orang itu telah mencuri aura dari orang lain, yang mungkin
memakan korban tidak hanya empat sampai lima orang. Bisa mencampai sepuluh
orang lebih yang auranya dihisap oleh si orang muda itu."
Kini ganti Biggan yang menyunggingkan senyum kaku dan dingin. Tapi buat lawan
jenisnya, senyum itu tetap menghadirkan getaran pemikat sangat kuat. Menyerupai
daya tarik sebuah medan magnit. Biggan pun berkata dengan tetap kalem.
"Tidak semua orang tahu tentang aura. Tidak semua manusia bisa melihat tebal
tipisnya aura orang lain. Sekarang yang jadi masalah bagiku adalah., siapa kau
sebenarnya, Kumala?"
"Bukankah kau sejak tadi sudah meneropong pribadiku" Pasti kau sudah tahu siapa
diriku sebenarnya. Bukan."
Pria gagah itu geleng-geleng kepala tak kentara.
"Warna auramu berbeda dengan yang lain. Sulit kutembus dengan energi metafisikku.
Aku hanya bisa mengetahui, bahwa saat ini kau memasang ranjau gaib untuk
memagari auramu. Kalau aku nekat menerobos ranjau gaibmu, maka seluruh energiku
akan menjadi milikmu!"
Kagum juga hati Kumala mendengar kata-kata yang dilontarkan dengan tenang itu. la
tak menyangka pria tampan yang amat mempesona itu mampu melihat ranjau gaib
pemagar aura yang memang dipasangnya sejak dari rumah. Maka timbul pertanyaan
dalam hatinya, siapa pria-berpenampilan kalem yang memiliki aura tebal dan cahaya
rohnya berkilauan itu sebenarnya".
Sebenarnya hal itu ingin ditanyakan langsung oleh Kumala. tapi niatnya itu tertunda
oleh munculnya suara jeritan orang-orang yang seperti dilanda kepanikan. Jeritan itu
berasal dari arah barat, sekitar satu kilometer jauhnya. Suara gaduh pun terdengar,
bukan hanya langkah kaki orang berlarian atau deru sepeda motor tancap gas saja, tapi
juga suara gemuruh menyerupai puluhan roda kereta dan kaki kuda yang makin lama
semakin jeli,:;. Kumala Dewi dan Biggan sama-sama terperanjat menatap ke arah
datangnya suara gaduh itu.
"Ada apa di sana?" gumam Kurriala. '
"Akan kuperiksa sebentar."
"Tunggu, aku ikut!" Kumala melompati pagar batu pembatas halaman resto tersebut
yang tingginya hanya satu meter kurang. Ketika ia menapakkan kakinya dari lompatan
itu, Biggan tak mendengar suara hentakan kaki ke bumi. Ini menandakan Kumala
melakukan lompatan lincah dengan energi gaibnya, semacam terbang
kecil-kecilan..Dan hal itu segera tidak dihiraukan oleh Biggan. Fokus perhatiannya
terpusat ke suasana panik di seberang sana.
Seorang tukang ojek melarikan diri bersama motornya dengan sangat ketakutan.
Tiba-tiba motor itu berhenti dan mesinnya mati sendiri setibanya di depan Biggan dan
Kumala. Maka, kesempatan itu digunakan oleh Biggan untuk menegur si tukang . ojek.
"Ada-apa di sana itu, Bang"!"
"Ad... ad... ada dinosaurus, Oom!"
"Dinosaurus"!" gumam Biggan bernada heran. Tukang ojek itu berusaha menstarter
motornya dengan gugup, tapi tak pernah bisa berhasil. Mesin motor bagaikan terendam
air. Kumala Dewi melirik ke arah mesin motor itu. Tukang ojek bermaksud lari membawa
motornya, tapi justru mesin motor itu bunyi sendiri. Saat itu Biggan sudah melangkah
sekitar tiga meter dari tempatnya berhenti tadi. Kumala menyusulnya dengan langkah
cepat, kemudian berbisik di samping Biggan.
"Kau lupa mengembalikan kondisi mesin motor itu atau memang sengaja mau
merusaknya?" "Sorry, memang lupa!" sambil Biggan melangkah lebih cepat lagi. Diam-diam ia merasa
malu karena Kumala ternyata mengetahui bahwa mesin motor itu tadi memang sengaja
dimatikan olehnya, agar si tukang ojek bisa ditanyai.
Cafe-cafe di tepi pantai hancur, karena tanah nya bergetar keras, membuat beberapa
pohon kelapa tumbang, ada yang menimpa cafe-cafe itu, ada yang melintang di tengah
jalanan beraspal. Getaran tanah yang cukup hebat itu terjadi berkali-kali karena langkah
kaki besar yang sangat mengerikan. Orang-orang yang beriari dalam kepanikan pun
sempat ada yang jatuh dan terinjak-injak kaki orang lain. Sebuah Panti Pijat yang
berada tak jauh dari situ menjadi bubar mendadak, karena bangunan Panti Pijat itu
bergetar hebat, atapnya sempat ron tok dan dindingnya retak.
Apa yang dikatakan si tukang ojek tadi mendekati kebenaran. Kumala dan Biggan
ternganga melihat makhluk aneh yang tingginya sekitar 6 meter lebih. Makhluk itu
menyerupai manusia berekor panjang sekitar 7 meter, Ekor Itu bergerigi, tubuh nya
bersisik tebal, kepalanya bcrbentuk seperti kepala seekor naga, kedua kaki dan
tangannya berjati lebar, seperti kaki bebek. Makhluk itu mempunyai mata besar dan
merah. Kumala Dewi segera ingat peristiwa kemunculan makhluk seperti itu beberapa waktu
yang lalu Bedanya, yang dulu tidak mempunyai tanduk di tengah kepalanya, yang ini
mempunyai tanduk menyerupai cula badak yang melengkung panjang dan runcing,
(Baca serial Dewi Ular dalam episode: "MAKHLUK SEBERANG ZAMAN").
"Dari mana dia munculnya?" gumam Biggan yang berdiri di samping Kumala dalam
jarak hanya satu meter. "Lihat debu dan kehancuran tanah di seberang sana. Kurasa ia keluar dari dalam perut
bumi!" kata Kumala. "Dari dasar bumi"!"
"Gorzom!" "Apa itu Gorzom?"
"Makhluk di depan kita itu sejenis Gorzom, dari rumpun Titans. Mereka hidup bukan di
zaman ini. tapi di zaman mendatang, atau lebih tepatnya, mereka berada di dimensi lain
dan belum waktunya muncul sekarang."
"lalu kenapa dia muncul sekarang?"
"Mungkin mereka atau yang ini, sempat nyasar di alam gaib, dan mengetahui akan ada
bencana besar akibat 'perang dirgandanu' sehingga melarikan diri sampai ke dimensi
kita ini." "Awas! Mundur, Kumala!" sentak Biggan sambil merentangkan tangan seakan
melindungi Kumala. Makhluk besar yang mempunyai lidah merah sepanjang 8 meter itu
semakin mendekati mereka berdua, sebab hanya mereka berdua yang belUm lari dari
tempat itu. Lidah yang menyerupai mata pedang itu berkelebat menebas pohon kelapa
di depan mereka Pohon kelapa itu tumbang seketika, terpotong menjadi dua bagian.
Hampir saja potongannya menimpa mereka jika tangan Biggan tidak menyambar
tangan Kumala dan membawanya lari ke arah samping kanan.
"Lepaskan tanganku!"
"Larilah lebih dulu, lekas!" seru Biggan sambil melepaskan genggaman tangannya.
Kumala Dewi segera melepaskan sinar hijau dari telapak tangannya, tak peduli
diperhatikan Biggan atau tidak. Sinar hijau yang meluncur lurus sebesar gagang sapu
itu menghantam leher binatang aneh tersebut.
"Bluuuummm...!" mulut makhluk aneh itu menganga, seperti mengeluarkan suara
dentuman akibat terhantam sinar hijaunya Kumala. Ia hanya terdorong mundur dua
langkah, tapi segera menjadi lebih buas lagi. Ia menyerang, mengarahkan tangannya
ke tempat Kumala berdiri.
Namun seketika itu muncul sinar putih seperti perak yang menghantam dada makhluk
aneh itu. Claap, claap, claap...! Sinar perak patah patah itu ternyata berhasil menahan
layunan tangan besar tersebut. Kumala Dewi punya kesempatan mundur sambil
memandang ke arah Biggan. Ternyata sinar perak itu berasap dari pergelangan tangan
Biggan. Kumala Dewi sempat terbengong sesaat, karena sinar perak itu membuat, makhluk
besar di depannya menjadi sangat kesakitan. Suaranya melengking keras,
memekakkan telinga. Lebih aneh lagi, .makhluk besar itu berubah menjadi susut, makin
lama semakin pendek dan kurus. Lama-lama sinar perak yang terus-menerus
menghantamnya itu telah membuat makhluk besar itu menjadi kecil, sekecil seekor
kambing. Biggan masih terus mencecarnya sambil mendekati makhluk itu.
"Kiaaaak...! Kiaaaaakk...!"
Jeritan makhluk kecil itu seperti suara anak ayam, karena memang kondisi fisiknya
sudah berubah kecil, sekecil anak ayam. Dalam keadaan sudah sekecil itu, sinar
peraknya Biggan pun dipadamkan. Pemuda itu tidak menghiraukan pandangan mata
Kumala yang tertuju ke arahnya dengan kesan kagum dan salut Pemuda itu mendekati
binatang kecil dan memungutnya dengan tanpa rasa takut lagi. Binatang itu kini ada di
tangannya dan dielus-elus seperti anak ayam kehilangan induknya.
"Kiaak, kiaaak, kaaaaak...!"
Namun belum sempat terjadi percakapan antara mereka berdua, di tempat lain muncul
lagi suara gemuruh mengerikan. Seluruh bangunan dan tanaman di sekitar pantai
bergetar kuat. Zona Hotel dilanda kepanikan besar. Para tamunya berusaha melarikan
diri keluar dari hotel bertingkat itu, karena takut mati dalam reruntuhan bangunan besar
tersebut. "Ada apa lagi di sebelah sana itu, Kumala"!"
"Kemunculan tamu asing yang lainnya lagi! Akan kulihat dulu ke sana!"
"Hei, tunggu!" sentak Biggan, lalu segera menyusul kepergian Kumala Dewi sambil
membawa makhluk kecil itu. Dan ternyata mereka dihadapkan pada suatu bahaya yang
lebih mengerikan lagi. Di tempat tersebut muncul dua makhluk serupa dengan yang tadi. Mereka muncul dari
kedalaman tanah, membuat bangunan dan apa saja tempat mereka muncul itu menjadi
porak-poranda, hancur dan pasti ada yang jadi korban. Entah berapa orang. Kali ini
kedua makhluk aneh itu muncul secara bersamaan. Ukurannya lebih besar dan lebih
tinggi dari yang pertama tadi. Jika yang pertama tadi mempunyai tanduk melengkung di
tengah dahinya, kini dua makhluk besar itu mempunyai dua tanduk di tengah dahinya
yang panjangnya menyerupai gading seekor gajah. Kulitnya tidak bersisik, tapi berlumut
hijau dan berlendir. "Grrroooooohhhnnnggg...!!" suaranya menggema ke mana-mana menyerupai peluit
kapal besar. Suara itu sendiri menimbulkan getaran kuat bagi benda apa pun yang
berada dalam radius 1 kilometer lebih.
"Kumala, awas sebelah kirimu!"
"Awas juga sebelah kananmu, Big!" seru Kumala dengan tegang. Mereka pun sadar,
ternyata kedua makhluk besar itu telah mengepung mereka dari dua arah.
*** 5 KEMUNCULAN makhluk-makhluk aneh itu bisa diartikan munculnya tamu-tamu asing
ke permukaan bumi. Jika begitu, maka benarlah apa yang dikatakap oleh roh Upas
Karti saat menjelma dalam raga Zus Elmin, bahwa bumi akan dipenuhi oleh tamu asing
sebagai salah satu tanda-tanda akan munculnya 'perang dirgandanu' di Kahyangan.
Tamu asing bisa berarti makhluk dasar bumi, siluman-siluman, roh-roh halus yang
mencari tempat tinggal baru atau manusia-manusia yang berasal dari dimensi lain.
Cukup lama Dewi Ular merenungi kenyataan ini. Ada kecemasan dalam hatinya jika
sampai ia gagal mencari Jantung Sembrani sebagai penangkal terjadinya 'perang
dirgandanu' nanti. Gadis cantik yang sebenarnya adalah bidadari asli dari Kahyangan
itu duduk termenung di kursi balkon yang menghadap ke arah pantai. Dari tempatnya
duduk menikmati pemandangan senja dapat dilihat panorama indah menjelang
matahari terbenam. Posisinya yang berada di lantai delapan Zona Hotel itu
membuatnya dapat melemparkan pandangannya dengan bebas, sehingga ia dapat
menikjnati gerakan lambat sang matahari merah yang ingin menyembunyikan diri dari
cakrawala. Handphone-nya berdering. Renungannya terputus sesaat.
"Hallo...?" sapa Kumala yang sudah tahu ' telepon itu datang dari rumahnya, bukan
karena ia menggunakan ilmu gaibnya, tapi karena ia melihat nomor telepon rumahnya
muncul di display handphone, maka ia yakin peneleponnya adalah salah satu orang
rumah. "Mala, kau ada di mana nih?" tanya Sandhi.
"Ada apa sih" Aku sedang berada di Zona Hotel. "
"Ooo... pantas aku nggak boleh ikut mengantarmu. Pasti kamu ada di kamarnya
Biggan. ya?" "Biggan sedang mandi. Ada apa kamu menghubungiku" Cuma mau ngeledek aku
doang, gitu?" "Bukan ngeledek. Tadi si Niko telepon, cari kamu. Kubilang, kamu sedang ada urusan
sama klien. Dia tanya nomor HP-mu yang baru Boleh dikasih tahu nggak?"
"Bilang aja, nanti aku mau telepon dia. Biar aku yang kasih tahu nomor HP ku yang
baru. " "Ya, udah. Nanti kubilang aja begitu. Soalnya, dia bilang sih ada kasus, aneh yang
menurutnya hanya kamu yang bisa memecahkannya. Makanya dia mau bicara sama
kamu." Bayangan wajah Niko Madawi mulai muncul di benak Dewi Ular. Mantan pacarnya itu
sekarang sudah jarang berkunjung ke rumah, terutama sejak Kumala terang terangan
kecewa terhadap Niko, karena Niko terbujuk oleh rayuan paranormal sexy, Jeng Puri.
Bujukan itu membuat Niko kotor, karena pemuda yang kini masih menjadi pembawa
acara 'Lorong Gaib' di sebuah station televisi itu diketahui telah bercumbu dengan Jeng
Puri. Kesucian Niko lenyap seketika itu juga, dan Kumala melepaskan harapan
kasihnya. Ia hanya bersedia menjadi sahabat bagi pribadi Niko Madawi.
"Seorang sahabat, kadang jauh lebih dekat ketimbang seorang kekasih," kata Kumala
saat menghibur hati mantan peragawan itu. "Seorang sahabat bisa sama eratnya
dengan seorang saudara kandung. Kau lihat sendiri, betapa akrabnya betapa dekatnya
aku dengan Pramuda. Tidur sekamar pun pernah. Tapi kami saling menghargai,
sebagaimana seorang kakak-beradik tidur dalam satu ranjang. Tidak akan terjadi hal
hal yang tak senonoh, bukan?"
Konsekuensi itu tetap dijalani oleh Kumala. Suatu hari Niko dalam kesulitan yang dapat
membahayakan jiwanya. Kumala ditelepon dari daerah Purwakarta. Malam itu juga
Kumala datang ke Purwakarta untuk menolong Niko dan membawa pulang pemuda
yang pernah menyelamatkan nyawanya ketika terjadi pertarungan berbahaya beberapa
waktu yang lalu, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "TERORIS DARI NERAKA").
Lalu mengapa senja itu Kumala berada lagi di Zona Hotel yang letaknya di tepi pantai,
tak jauh dari rumah Vanessa" Hal itu dikarenakan Biggan bersedia menemui Vanessa
untuk membicarakan tentang pencurian aura milik Vanessa. Kumala terang-terangan
menuduh Biggan mencuri aura milik Vanessa dan mengeringkan seluruh cairan dalam
tubuh perempuan itu. Biggan ingin buktikan bahwa dia tidak menghisap aura inilik
Vanessa. Caranya, Biggan sendiri ingin menemui Vanessa, mendesak perempuan itu
untuk menceritakan apa yang terjadi beberapa waktu setelah mengenal Biggan.
Sebab, sampai hari itu Vanessa masih belum mau bicara tentang hari hari sebelumnya.
Meski sudah bisa bicara, namun menurut keterangan Windy yang setiap hari datang
menemuinya, Vanessa masih seperti orang linglung. Ingatannya bagaikan belum pulih
betul, sehingga hanya menjawab 'tidak tahu' jika ditanya apa yang telah terjadi pada
dirinya dan yang dilakukannya terhadap Biggan beberapa hari sebelum ia nyans mati
kehabisan aura itu. "Jemput aku, ya" Soalnya aku nggak punya mobil sih," kata Biggan tadi siang saat
bicara di telepon dengan Kumala. Maka sore itu Kumala datang menjemputnya. Tapi
terpaksa harus menunggu karena Biggan saat itu belum mandi.
"Aku menunggu di lobby saja."
"Nggak bisa. Kamu harus menungguku di kamar. Kamu bisa duduk dulu di balkon kalau
sungkan duduk di dekat ranjang. Sebab kalau kamu menunggu di lobby, berbahaya."
"Berbahaya bagaimana?"
"Aku sedang terancam bahaya, kamu bisa dijadikan sasarannya."
Kumala tersenyum tipis. Alasan bernada canda itu segera dipahami sebagai niat
menghargai kehadiran seorang tamu pribadi yang tak ingin dijadikan obyek pandangan
mata orang lain jika sampai Kumala duduk di lobby sendirian. Maka tak ada salahnya
jika Kumala mengikuti saran itu.


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi cowok tampan yang sejak kemarin mendebarkan hati Kumala itu kalau mandi
seperti cewek. Lamanya bukan main. Kumala sampai kesal menunggu Biggan selesai
mandi. Untung saja pemandangan menjelang pukul enam itu sangat indah dipandang
mata. sehingga kekesalan hati Kumala dapat terhibur dengan sendirinya.
Lautan yang tenang dan berkemilauan cahaya mentari itu sempat menjadi pujaan di
hati para pesiar pantai. Namun mereka tidak menyadari bahwa lautan yancj indah itu
lambat laun menjadi aneh.
Hanya gadis di atas balkon itu saja yang menyadari perubahan aneh tersebut.
Pandangan matanya semakin tajam diarahkan ke permukaan air laut. Posisinya yang
berada di ketinggian membuat Kumala dapat mengetahui perubahan aneh itu berawal
dari batas cakrawala. "Laut menjadi merah"!" gumamnya sedikit tegang, la pun bangkit berdiri dan mendekati
pagar balkon. "Astaga..."! Laut menjadi seperti genangan darah"! Apakah ada ikan paus mati di
tengah sana" Atau... ikan besar terluka parah dan darahnya merambah kemana-mana"
Ah, mungkin karena pantulan matahari yang berwarna merah itu"! Tapi... biasanya
nggak semerah ini kok"! Hmmm, getaran gaibku menangkap adanya kejanggalan alam
di sekitar sini"!"
Sambil berkecamuk sendiri dalam hati, Kumala mencoba memandang ke arah lain,
termasuk memperhatikan para pesiar pantai yang ada di bawahnya. Pada saat itu,
Kumala menemukan kejanggalan alam yang lain. Daun daun pohon kelapa mengarah
ke atas, seperti tertiup angin dari bawah. Padahal angin yang berhembus terasa dari
arah timur. Dan orang-orang itu belum menyadari bahwa daun-daun pohon meliuk ke
atas, seperti mengalami gejala gangguan gravitasi bumi. Daun-daun pohon lainnya juga
mengalami keanehan serupa.
Tak berapa lama, orang-orang yang menikmati pemandangan senja di pantai menjadi
ribut dan diliputi ketegangan yang penuh rasa terheran- heran. Mereka mulai menyadari
bahwa air laut berubah menjadi merah seperti genangan darah. Pantai mulai banyak
dikunjungi orang. Mereka sengaja mendekati batas perairan untuk meyakinkan apakah
benar air laut berubah menjadi merah, atau hanya karena pantulan cahaya sunset.
Ada yang mengambil air laut dengan tangannya dan melihatnya lebih jelas lagi, ada
juga yang menyerok air laut dengan sarana lainnya, seperti ember kecil atau rantang
bekas tempat rnakan. Mereka semakin terheran-heran, karena air laut dalam tempat
khusus itu juga' berwarna merah, seperti darah bening. Mereka menciumnya, ternyata
yang diributkan mereka kali ini adalah aroma air laut itu. Menurut mereka, aromanya
bukan aroma amis darah atau aroma air garam, melainkan lebih cenderung beraroma
bunga mawar. Dengan kekuatan telepatinya, Kumala dapat mendengar percakapan orang orang
pantai itu. Semakin berdebar hati Kumala saat mendengar percakapan yang
menegangkan itu. Lalu dalam ingatan gadis cantik itu menemukan sebuah pesan yang
pernah dilontarkan oleh roh Upas Karti yang mengatakan, bahwa air laut akan menjadi
merah dan hukum alam akan semakin tidak berlaku lagi, semua itu sebagai
tanda-tanda bahwa 'perang dir gandanu' akan dimulai.
Pesan yang menyerupai ramalan itu kini telah terjadi. Tamu asing berdatangan ke bumi,
air laut menjadi merah, hukum alam terbukti: kekuatan asing belum merajai. Jika
kekuatan asing sudah mulai merajai-di bumi, maka tanda-tanda akan meletusnya
'perang dirgandanu' sudah semakin dekat.
"Gawat nih kalau begini!" pikir Kumala sambil bergegas masuk ke kamar, la ingin
memberitahu Biggan sambil, menyuruh Biggan mempercepat mandinya.
Namun baru saja ia masuk dan menatap ke arah pintu kamar mandi yang masih
terkunci itu. tiba-tiba pintu masuk digedor dari luar dengan kasar. Suara gedoran itu
sempat mengagetkan hati Kumala. Terhenti langkah gadis itu, berkerut dahinya sambil
menggunakan kekuatan batin untuk mengetahui siapa yang menggedor pintu dengan
sekasar itu. Namun belum sempat kekuatan batinnya menembus ketebalan pintu,
tahu-tahu handel pintu mulai berasap. Besi pengunci pintu itu meleleh bagaikan
disembur api las yang sengaja dilakukan oleh orang di luar kamar .
"Hmmm nggak beres nih!" gumam hati Kumala. Belum habis gumam hati itu, pintu telah
terbuka dengan sentakan kasar. Dua orang berpakaian serba hitam dan mengenakan
kacamata hitam pula Sudah berdiri di depan pintu. Mereka langsung saja masuk tanpa
permisi. Suara saiah satu dari mereka dilontarkan keras-keras.
"Biggan .! Cepat kemari kau!"
Mereka beradu pandangan dengan Kumala yang berdiri di depan pintu balkon dengan
tenang. Salah seorang maju mendekatinya, tapi tersentak mundur seperti membentur
tembok tebal. Rupanya Kumala memasang perisai gaib yang membatasi dirinya dalam
jarak tiga meter, sehingga siapa pun tak bisa mendekatinya.
"Mana, Biggan"!" sentak orang itu
"Biggan tidak ada. Pergi!"
Yang satu memandang ke sana-sini sambil melangkah ke samping almari, membuka
almari itu dengan tanpa menyentuhnya sedikit pun.
Blaaak...! Almari itu kosong, hanya ada koper putih dalam keadaan tertutup dan dua jas serta
satu blazer tergantung di atas koper.
"Pasti dia ada di sini!" seru orang di depan almari
"Nona, sebaliknya beritahu kami. di mana Biggan berada!"
Yang di depan almari berser lagi, "Periksa kamar mandi!"
Orang berkacamata hitam yang berada di depan Kumala segera menuju ke kamar
mandi. Namun sebelum ia melangkah, tubuhnya tiba-tiba terpental seperti mendapat
dorongan kuat dari arah Kumala berdiri.
Wuuut, brraak...! Tubuh agak gemuk itu membentur almari pakaian, jatuh di depan kaki temanya.
Temannya tampak terkejut dan memperhatikan Kumala dari balik kacamata hitamnya.
Kumala bergeser hingga berdiri membelakangi pintu kamar mandi.
"Siapa kalian sebenarnya"!" tanya Kumala dengan tetap tenang, tapi tatapan matanya
mulai terkesan tajam. "Jangan mencampuri urusan kami, Nona!"
Kedua orang yang kini sudah sama-sama berdiri bersebelahan itu segera membuka
kacamata hitamnya bersamaan. Kumala Dewi tersenyum tipis ketika tahu mata mereka
ternyata berwarna hitam semua, tak ada putihnya sedikit pun Menyeramkan sekali
sebenarnya, tapi buat Dewi Ular hal itu tidak menyeramkan. Tak ada ekpresi takut
sedikit pun di wajah cantik tersebut, la justru manggut-manggut kecil sambil kedua
tangannya dilipat di dada.
"Jadi kalian bukan penghuni bumi, ya?"
"Kami utusan dari Quardyan. Tugas kami menyingkirkan orang-orang asing yang
bermaksud mencari tempat perlindungan di bumi ini! Biggan sudah kami peringatkan
dengan cara baik-baik agar dia meninggalkan tempat ini, tapi agaknya dia membandel,
sehingga kami harus bertindak kasar kepadanya!"
"Biggan harus dihancurkan, karena sudah menyalahi perjanjian. Sudah lebih dari tujuh
hari dia berada di sini!" kata yang satunya.
"Jika kau menghalangi kami, Nona... maka kami pun akan menghancurkan dirimu juga!"
"Atau kita manfaatkan dulu seperti Vanessa"!"
"Hmmm, gagasan yang bagus, Breg!"
"O, jadi kalian yang mencuri auranya Vanessa"!" sela Kumala.
"Aha, rupanya gadis ini mengetahui tentang aura. Breg!"
"Manfaatkan sekarang juga, Low!"
Masing-masing bola mata hitam itu mulai berubah menjadi kemerah merahan dan
berputar cepat, sebentar lagi akan mengeluarkan sinar yang tak tahu berwarna apa.
Pasti tujuannya untuk menghisap auranya gadis cantik di depan mereka itu.
Tentu saja si gadis anak dewa tak tinggal diam- Tangannya berkelebat seperti
menebarkan garam, tapi yang terjadi adalah munculnya angin besar bagaikan badai
satu arah Badai satu arah itu menghempaskan kedua orang dari Quardyan. Keduanya
terpental ke belakang, membentur dinding dengan sangat kuat Satu di antara mereka
sempat hilang bagaikan ditelan dinding.
Bluus...! Yang satu lagi justru terpental ke depan dan jatuh tersungkur mencium lantai dengan
kerasnya. Bruuuussk...! Dinding mengalami keretakan. Lantai bergetar bagai dilanda gempa kecil.
Zuuuurb...! Orang yang tadi seperti tertelan dinding itu keluar lagi. Tapi temannya sudah tak bisa
bangun, rupanya ia terkena telak energi padat yang dilepaskan Dewi Ular tadi. Ketika
tubuh orang itu dibalikkan hingga telentang oleh temannya, tampak wajahnya
mengalami keretakan seperti keramik jatuh dari atas meja.
"Low..."! Looooww...!!!" teriak temannya dengan menampakkan kepanikannya.
Tapi tubuh temannya itu segera berasap, lama-lama lenyap tanpa meninggalkan bekas
di lantai. Tak ada darah atau serpihan tulang sedikit pun. Temannya menjadi berang,
sangat murka kepada Kumala Dewi yang masih berdiri dengan tenang memunggungi
pintu kamar mandi. "Kau telah menghancurkan temanku, Nona! Kau harus menerima balasan dariku yang
setimpal! Grrrrmmmh...!!"
Pintu kamar mandi tak terdengar dibuka, tapi Kumala melasakan ada sesuatu yang
muncul dari pintu itu. Ternyata suara Biggan segera terdengar di belakang Kumala.
"Breg! Jangan coba-coba mengusik gadis ini!"
"Rrrhhmmm ..! Akhirnya kau muncul juga, Biggan!"
Pemuda itu kalem sekali menghadapi lawan nya. la hanya mengenakan celana pendek
ketat dan berkalung handuk, mengeringkan rambut dengan handuknya itu. Tapi
pandangan matanya tertuju pada orang bermata hitam yang bernama Breg itu .
"Urusanmu denganku. Breg! Kalau kau berani menyentuh gadis ini, seluruh penghuni
Quardyan akan kuhanguskan!"
"Sekarang kau berani menentangku, Big! Kau lupa bahwa aku telah menyiapkan
pasukanku di angkasa sana!"
"Aku tetap ingat, Breg. Tapi sekarang sudah bukan waktunya lagi bagiku untuk berpura
pura lunak padamu Vanessa sudah kau jadikan korban, tapi jangan harap kau dapat
menjadikan Kumala sebagai korban berikutnya! Kuingatkan padamu, Breg.. kembalilah
ke pasukanmu dan suruh mundur mereka!"
"Zoupuax amsyak!!" Breg memaki dalam bahasa yang belum dimengerti Kumala, tapi
Biggan sangat paham dengan bahasa itu, sehingga ia tersenyum sinis seraya berhenti
mengeringkan rambutnya. Pada saat itu Breg mengeluarkan sinar merah lurus dari kedua matanya Sinar lurus itu
bertujuan menghantam Biggan dan Kumala Tapi dengan cekatan Biggan menyabetkan
handuknya hingga menjadi penghalang kedua sinar tersebut.
Wuuut, duaaarr...! Ledakan tak seberapa keras itu sempat menggetarkan seluruh isi ruangan. Kumala
yang sejak tadi tak bersuara itu segera mundur satu langkah. Biggan maju menghalang
di depan Kumala, sehingga Breg tak punya kesempatan jika ingin melukai Kumala
Dewi. Tangan Breg diulurkan dalam satu sentakan ke depan. Dari tangan itu keluar sekeping
logam putih yang melesat sangat cepat ke dada Biggan. Lagi-lagi handuk dikibaskan
untuk menangkis sekeping logam tersebut. Taaarrr...! Letupan kecil terjadi sewaktu
logam itu menyentuh handuk berkekuatan tenaga gaib Rupanya logam itu tak mempan
dibendung dengan handuk, sehingga mampu menerobos dan mengenai dada Biggan.
Zuuuub...! Ceessss...! "Aaaahk...!" Biggan terpekik dengan tubuh tersentak mundur. Pada saat itu Kumala sudah bergeser
ke samphig. Ia melihat dada Biggan berlubang besar, seperti terbakar. Asap mengepul
dari luka lebar yang menghitam itu.
Breg ingin melepaskan senjata anehnya lagi, tapi Kumala Dewi sudah lebih dulu
melemparkan cahaya hijau dari tangannya. Cahaya itu berbentuk seperti mata tombak
yang dalam waktu lebih cepat dari cahaya pada umumnya, telah mengenai pundak
Breg. Zraaabas...! "Ahhhhhrrkkk...!!" Breg memekik kesakitan. Separoh tubuhnya menjadi hangus seperti
tersambar petir. Breg merasa semakin lemah. Maka ia buru-buru melakukan lompatan
ke arah dinding kaca yang tembus ke balkon. Wuuut ..! Sebelum menyentuh dinding
kaca, Breg telah hilang, menembus dimensi lain.
Terdengar suara langkah Biggan yang sempoyongan menahan rasa sakitnya. Kumala
buru-buru menyambar tangan Biggan, lalu memapahnya, membaringkan pemuda itu ke
atas ranjang Wajah Biggan menjadi putih seperti mengenakan bedak tebal. Bibirnya
tampak biru legam. Hal itu membuat Kumala menjadi sangat cemas dan mulai panik.
"Big, .bertahanlah sebentar. .!"
"Ak... aku akan... hancur, Kumala...."
"Tidak! Kau tidak akan hancur. Tahan napasmu. Big!"
Tapi pada saat itu Kumala semakin terperanjat ketika melihat luka di dada Biggan
menjadi semakin lebar. Asap tipis selalu keluar mengepul dari setiap tepian luka.
Padahal tepian luka itu selalu bei gerak melebar, membakar hangus serat-serat daging,
sampai akhirnya luka itu menjadi selebar piring makan, bahkan lebih lebar lagi Dan
pada saat itulah Kumala terkejut lebih tajam lagi, karena ia dapat melihat organ tubuh
Biggan melalui lubang besar itu Hal yang amat mengejutkan Kumala adalah adanya
degub jantung yang aneh. Jantung itu berkilauan, seperti gumpalan permata.
"Jantung Sembrani..."!!" gumam hati Kumala dengan gemetar.
"Uhkkkkrr...!" Biggan tersentak, napasnya bagai menyumbat di tenggorokannya.
Kumala tak punya waktu untuk memandangi jantung kristal itu. ia segera mengerahkan
kekuatannya untuk menyelamatkan Biggan. Energi saktinya disalurkan dengan cara
menekan pusar Biggan dengan ibu jari tangannya. Seketika itu juga sekujur tubuh
Biggan menjadi hijau bening, seperti terbuat dari beling. Luka lebar itu bergerak
menutup dengan cepat. Dalam keadaan tubuh transparan seperti terbuat dari beling
hijau itu, Kumala semakin dapat melihat jantung Biggan yang ternyata memang terbuat
dari energi aneh yang menyerupai kristal.
Ketika ibu jari Kumala dilepaskan dari pusar Biggan, cahaya hijau itu pun padam.
Tubuh Biggan kembali normal. Tak ada luka seujung jarum pun Bahkan warna putih di
wajah Biggan juga sudah hilang. Bibirnya bukan berwarna biru legam lagi, melainkan
berwarna merah jambu, menyegarkan. Biggan tersenyum, napasnya terhempas lega.
"Terima kasih atas pertolonganmu," Ucapnya pelan, menyentuh hati Kumala, karena
diiringi senyum yang mengagumkan. Biggan menatap Kumala dengan lembut,
Kumala.buru-buru buang muka, karena tak sanggup menahan debar-debar dalam
hatinya yang beqitu indah dan membahagiakan jiwanya.
"Kalau nggak ada kamu, aku sudah hancur termakan senjata Breg tadi, ' katanya lagi,
kali ini ia bangkit dan duduk dengan kaki melonjor. Kumala yang saat itu bersimpuh di
atas ranjang, tepian Kakinya berjuntai di tepian ranjang Biggan ikut-ikutan ke lepian
ranjang, posisinya sangat dekat dengan Kumala. Hampir rnerapat aroma wangi dari
tubuhnya tercium jelas sementara aroma cendana bercampur pandan dari tubuh
Kumala juga .tercium sangat jelas oleh Biggan .
"Sama sekali tak kusangka kau akan bersikap me
lindungiku saat Breg dan Lowyn
datang mencariku. Aku mendengar suaramu berseru tegas kepada mereka berdua. "
"Aku hanya ingin tahu, siapa dirimu sebenarnya?"
Pertanyaan itu dilontarkan dengan nada lembut dan merdu sekali. Mata Kumala
sengaja diarah kan ke wajah Biggan yang penuh senyum indah itu.
"Aku memang pendatang. Aku berasal dari Aqurin...."
"Di mana negeri Aqurin itu?"
Aqurin adalah nama planet, salah, satu gugusan bintang yang berasal dari konstatasi
Taurus, berjarak 5 ratus tahun cahaya dari bumi. Begitu pula halnya dengan Quardyan,
tempat asal Breg dan Lowyn yang kau hancurkan tadi. Kami bertetangga, tapi saling
bersaing memperebutkan tempat yang baru."
"Bumi, maksudmu?"
"Ya. burni. Sebab tempat kami sebentar lagi akan hancur."
"Karena apa?" "Karena akan terjadi bencana badai semesta yang muncul setiap lima ribu tahun sekali.
Badai semesta itu timbul karena suatu pertempuran di sebuah dimensi lain, yang akan
menyapu seluruh kehidupan alam semesta ini."
'Perang dirgandanu, maksudmu?"
"Apa itu 'perang dirgandanu'..."!" Biggan justru merasa heran dan berkerut dahi.
Kumala diam sesaat, ragu-ragu untuk menjelaskannya. Sebab jika ia menjelaskan hal
itu, maka Biggan akan mengetahui bahwa dirinya berasal dari Kahyangan. Hal itu ingin
disembunyikan dulu oleh Kumala, supaya tidak timbul salah persepsi pada diri Biggan.
"Bagaimana caramu sampai ke bumi?" Kumala nengalihkan pembicaraan ,
"Aku menggunakan pesawat antariksa yang terbuat dari holografik, bisa berbentuk
seperti kelelawar, atau binatang apa saja untuk mengelabui pandangan manusia bumi.
Dengan pesawat itu. baik aku maupun bangsanya Breg dapat mencampai bumi dalam
waktu hanya tujuh jam menurut perhitungan waktu di bumi."
"Dapat kusimpulkan, bangsamu adalah bangsa yang berperadaban lebih maju dari
peradaban di bumi. Kalian pasti memiliki tingkat intelegensi sangat tinggi, termasuk
menguasai kekjuatan supranatural yang cukup tinggi, melebihi paranormal mana pun
yang tinggal di bumi ini."
Biggan tersenyum kalem. "Kami memang sudah lama memiliki intelegensi tinggi,
karena kami juga menguasai kemampuan telepati, telekinesis, clairvoyance,
clairaudience dan kemampuan supranatural atau ketajaman spiritual yang jarang dimiliki oleh penghuni permukaan bumi ini Tapi sekalipun begitu, toh kami masih punya
kelemahan, terbukti .kami tak bisa membendung badai semesta, sehingga kami harus
melakukan exodus ke bumi Sebab bumi merupakan tempat terakhir yang akan hancur
oleh badai semesta itu Dan tugasku adalah mencarikan lokasi stragegis dan aman
sebagai tempat tinggal bangsa Aqurin nanti."
"Kalau begitu kamu orang penting juga dalam strata bangsamu, ya?"


Perang Gaib Serial Dewi Ular Karya Tara Zagita di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Senyum Biggan menjadi semakin lebar, agak malu-malu Tapi senyum itu tetap
dipandangi Kumala karena sangat indah dan membahagiakan hati siapa pun yang
menatapnya. "Aku memang seorang perwira utama yang terpilih menjadi pemandu. Akulah yang
memimpin exodus nanti. Salah satu tugasku adalah mengamankan bumi dari ancaman
kehancuran pihak mana pun."
"Pantas kau bisa beradaptasi dengan kehidupan di bumi."
"Di mana kami berada, di situlah kami melakukan transformasi peradapan, sehingga
kami bisa menyerupai makhluk penghuni planet mana pun, termasuk bisa menguasai
bahasa dan budayanya ' "Hebat," gumam Kumala sambil manggut-manggut, senyumnya tersungging sangat
manis, mendebarkan hati Biggan.
"Apakah semua orang Aqurin mempunyai jantung dari kristal?" tanya Kumala yang
membuat Biggan sedikit terkejut karena kondisi fisik yang dirahasiakan itu ternyata
sudah diketahui oleh Kumala.
"Tidak semua," jawab Fiiggan. "Hanya aku yang mempunyai jantung kristal, karena aku
dulu pernah mati. Lalu, ayahku yang menjadi tenaga ahli di laboratorium holografik
menciptakan jantung buatan. Maka, beliau menggantikan jantungku dengan larutan
kristal, lengkap dengan energi kehidupannya yang diambil dari kumpulan aura yang
melapisi rembulan." "Hrnmm. begitu..."!" Kumala manggut-manggut tetap tenang.
"Tapi mendiang ayahku melarangku menghisap aura dari makhluk lain, sebab hal itu
akan mencemarkan jantungku dan aku akan mengalami pendentaan yang fatal Maka
jika kau menuduhku mencuri auranya Vanessa, aku membantahnya tegas-tegas.
Bangsa Quadyan itulah yang dikenal sebagai vampire aura, yang suka memanfaatkan
aura orang lain untuk menambah energi kehidupannya."
"Sorry, aku menyesal melontarkan tuduhan itu lewat telepon, kemarin siang."
"Aku memaklumi. Tapi agaknya kau perlu kujelaskan lagi, bahwa setelah Vanessa
mencoba ingin bercumbu denganku, dan aku bertahan menolaknya, Breg dan Lowyn
datang menemuiku. Mereka bermaksud membujukku agar mencari tempat lain sebagai
tempat perpindahan bangsaku nanti. Aku menanggapinya dengan damai. Tapi ketika
mereka pulang, Vanesa justru memberi tumpangan di mobilnya. Dalam dugaanku,
Vanessa pasti dipengaruhi telepati oleh Breg dan Lowyn dan bersedia singgah di
hotelnya mereka berdua. Di sanalah Vanessa diperdaya oleh Breg dan Lowyn, bukan
hanya diberi kepuasan bercumbu tapi juga sambil dihirup auranya secara bergantian,
termasuk dihisap seluruh cairan dalam tubuhnya Terbukti sejak itu Vanessa tak pernah
lagi datang menemuiku. Tahu-tahu kau datang membawa kabar bahwa Vanessa
mengalami krisis aura."
"Aku paham sekarang. "
"Tapi aku belum paham tentang dirimu," sahut Biggan dengan kata-kata yang tetap
berkesan lembut, tapi memikat hati lawan jenisnya itu.
"Aku juga belum paham tentang perang dirgandanu' yang kau sebutkan tadi," tambah
Biggan. "Maukah kau menjelaskannya seperti aku menjelaskan diriku padamu tadi?"
"Benarkah kau tak mengerti tentang diriku?"
"Ranjau gaibmu masih kau pasang."
Kumala tersenyum setengah geli. la memang belum melepas ranjau gaibnya, sehingga
Breg dan Lowyn tadi tidak mengetahui siapa sebenarnya Kumala.
"Yang dimaksud 'perang dirgandanu' adalah perangnya para dewa penghuni
Kahyangan melawan pasukan Dewa Kegelapan. Perang itu sangat dahsyat, sehingga
akan memporakporandakan alam mana pun, menghancurkan kehidupan dari dimensi
mana saja. Bahkan para penghuni alam gaib pun akan hancur jika tidak melakukan
exodus ke bumi. Perang itu terjadi 2000 tahun sekali. Menurut kakekku, perang itu
dapat dicegah dan dihindari jika Kahyangan mempunyai Jantung Semberani, yaitu...."
"Kalau begitu kau adalah anak dewa dari Kahyangan, begitu?" potong Biggan, merasa
tak sabar untuk menyimpulkan analisanya. Kumala Dewi hanya tersenyum kecil, tidak
menjawab apa pun. Tapi senyum itu diterima Biggan sebagai tanda bahwa analisanya
itu adalah benar. Maka Biggan pun semakin menyunggingkan senyum berseri-seri, senang dan bangga sekali hatinya bisa bertatap muka secara langsung dengan anak
dewa dari Kahyangan. "Bangsaku juga mengenal legenda Kahyangan, tapi belum pernah ada yang bisa
menembus Kahyangan."
"Kau ingin ke sana" Mau kubawa ke Kahyangan?"
"Oh, alangkah bahagianya hatiku kalau bisa sampai ke Kahyangan. Itu impianku dari
sejak masih muda, Kumala," Biggan tampak semakin gembira dan berseri-seri. Kedua
tangannya memegangi pundak Kumala.
"Aku suka padamu!" ucapnya dengan tertawa bahagia. Lalu, tanpa diduga-duga ia
mengecup kening Kumala. Cup...! Kumala terperanjat, jantungnya berdetak cepat
bagaikan tersiram sejuta kebahagiaan.
"Kamu gila, ya?" kata Kumala di sela senyum gelinya.
Sayang sekali kebahagiaan yang saling dirasakan oleh mereka berdua itu terputus
secara tiba-tiba. Ada suara bergemuruh yang menyerupai datangnya ombak besar dari
tengah lautan. Tapi suara gemuruh itu menggetarkan seluruh benda yang ada di
permukaan bumi. Ternyata suara gemuruh itu datang dari langit, dan keadaan langit
menjadi terang benderang. Padahal waktu itu malam telah tiba, cahaya rembulan hanya
sepenggal hasta yang terlihat menerangi bumi. Tapi mengapa sekarang langit menjadi
berkilauan cahaya yang menyilaukan" .
"Gawat!" geram Biggan saat mereka berada di balkon. "Skwadron tempur Quardyan
mulai datang!" "Apa maksudmu, Big"!"
"Pasukannya Breg bergerak menuju kemari, sudah mulai memasuki lapisan gravitasi
bumi!" "Aku akan menghadang mereka!" Kumala ingin melakukan tindakan yang belum
diketahui Biggan, tapi tangan Biggan mencekalnya.
"Jangan ke mana-mana! Biar kutangani sendiri. Satu jam lagi mereka akan tiba di
bumi!" "Tapi aku harus mencegatnya. Aku akan menutup bumi dengan lapisan Kabut
Pualam!". Biggan tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena saat itu Kumala Dewi sudah berubah
menjadi sinar hijau berbentuk seperti naga kecil. Sinar hijau itu melesat cepat menuju
ke langit. Dalam ketinggian tertentu sinar hijau itu menyebar, makin lama semakin lebar
dan melapisi permukaan langit. Bumi diselubungi sinar hijau yang kini membayang
bagaikan kabut aneh. Tapi cahaya terang yang datang dari pasukan Quardyan masih
kelihatan membayang di atas lapisan kabut hijau bening itu.
Yang dapat dilakukan Biggan adalah terbengong melompong memandangi langit hijau
indah itu. la mulai sadar dari keterbengongan ketika sinar hijau yang menyerupai naga
kecil itu tampak melesat mendekatinya.
Zuuuubb ..! Dalam sekejap saja Dewi Ular sudah muncul di balkon itu lagi.
"Aku sudah membendung mereka."
"Tapi mereka tidak akan pergi dan berusaha menembus lapisanmu. Sekarang giliranku
untuk bertindak setelah kau membentengi bumi dengan sinar saktimu itu."
Biggan bicara sambil melangkah menuju ke almarinya. Kumala mengikuti dengan
perasaan ingin tahu. Ternyata Biggan mengeluarkan koper putih mengkilat itu. Koper
tersebut dibuka di atas ranjang. Ternyata berisi perangkat aneh yang menakjubkan.
Segumpal kristal bening warna putih berlian sebesar tempurung kelapa mengambang di
atas koper itu. Jaraknya hanya sekitar 20 cm dari permukaan koper. Kristal aneh yang
memiliki bentuk seperti bunga itu bergerak memutar, sedangkan bintang-bintang kecil
berkerilap-kerilap mengelilingi kristal tersebut.
"Umzorry, umzorry...!" kata Biggan seperti bicara pada kristal aneh itu.
"Umzorry vayoggai!" Pozzzionce Indonesiafe uquar!"
"Bahasa apaan tuh!" gumam hati Kuniala. Kemudian gadis itu menempelkan telunjuk di
pelipisnya. Matanya terpejam sebentar, la menyerap seluruh pengetahuan yang ada di
otak Biggan. Maka ia pun mengerti bahasa Aqurin yang digunakan Biggan. Kata-kata
itu mengandung arti, bahwa Biggan memberitahukan pasukannya untuk segera maju
menggeser pasukan Quardyan dari posisi lintang utara.
Kristal aneh itu mengeluarkan sinar merah yang menerpa di dinding putih, lalu dinding
itu berubah menjadi layar besar. Tampak salah satu pasukan Biggan yang mengenakan
masker dan tabung di belakangnya. Biggan bicara dengan pasukan itu yang pada
intinya melarang mereka menembus bumi karena dilapisi kabut dewa. Jika mereka
nekat menembus kabut itu, dikhawatirkan pesawat dan awaknya akan hancur
berkeping-keping. "Zeniola, Wezass!" kata prajurit bermasker itu, dan Kumala mengerti artinya, yaitu:
"Siap, Komandan!"
Setelah itu, Biggan membawa Kumala ke balkon, mengajaknya memperhatikan
suasana di langit. Ternyata langit menjadi semakin terang, karena dari sisi lain muncul
cahaya biru bergaris-garis.
"Itu dia pasukanku!" kata Biggan. Ia tampak bangga sekali.
Suara dentuman terdengar samar-samar. Berkali-kali bumi berpetar sendiri, tapi tidak
sebegitu hebat. Dentuman yang seolah-olah dibungkam oleh lapisan sinar hijaunya
Dewi Ular itu terjadi berkali-kali dan beruntun selama lebih kurang lima menit Cahaya
langit di balik lapisan kabut hijau itu menjadi berwarna-warni seperti pelangi. Itulah
saatnya pasukan Biggan mendesak mundur skwadron dari Quardyan. Semua orang
yang ada di sekitar pantai, mungkin juga yang ada di seluruh belahan bumi,
memandang kagum ke arah langit dan saling ber tanya-tanya, apa yang terjadi di atas
sana. Lima menit lewat, cahaya kemilau di langit mulai surut, lalu menjadi padam. Pertanda
pasukan Biggan telah berhasil memukul mundur skwadron dari Quardyan, dan pasukan
itu pun kembali pada posisi semula menunggu perintah dari Biggan, sang komandan.
Bumi menjadi tenang kembali, Kumala menarik kabut hijaunya,, sehingga cahaya
rembulan murni menyinari bumi walau hanya sepenggal hasta.
"Mereka telah dipukul mundur oleh pasukanku," kata Biggan dengan senyum bangga.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan menurutmu?"
"Pergi ke Kahyangan. Cegah perang maut itu dengan kehadiranmu. Dewa Kegelapan
takut dengan Jantung Semberani-mu."
"Siapa sebenarnya Dewa .Kegelapan "
"Lewat mimpiku semalam, akhirnya, kakekku memberitahu, bahwa Dewa Kegelapan
adalah kembaran para dewa penghuni angkasa. Mereka sebenarnya sisi gelap dari
para dewa, yaitu sifat-sifat buruk yang sebenarnya ada dalam diri para dewa, tapi tidak
pernah dipakai. Sisi buruk itu menjelma dalam tiap dua ribu tahun sekali, menggugat
sisi baik karena tak pernah mau memakai mereka. Sisi buruk para dewa itulah yang
berusaha merebut Kahyangan dan ingin menguasai jagat semesta ini. Itulah yang
dimaksud Dewa Kegelapan. Perebutan kekuasaan antara sisi baik dan sisi buruk para
dewa itulah yang dimaksud 'perang dirgandanu'. Paham?"
"Oke. Aku paham," sambil Biggan tersenyum puas, dan {menikmati senyum puas itu.
"Kalau begitu, sekarang bawalah aku ke Kahyangan. Kita cegah peperang itu agar
bangsaku sendiri tidak perlu melakukan exodus!"
"Aku setuju." "Bawa aku ke Kahyangan malam ini juga, Kumala "
Kumala menjawab dengan senyum bahagia, "Zeniola, Wezass!"
"Hahh..."!" Biggan terkejut mendengar Kumala bisa berbahasa Aqurin.
Matanya terperangah, tapi bibirnya mengumbar senyum. Kumala ikut tersenyum geli,
dan membiarkan tangannya diremas lembut oleh sang komandan Aqurin yang tampan
sekali itu Kumala Dewi membalas dengan remasan lebih lembut lagi.
SELESAI Jejak Di Balik Kabut 4 Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat Api Di Bukit Menoreh 14
^