Pencarian

Pesawat Penjajak Asing 1

Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 Bagian 1


Chapter 1 TOM Swift memandang. Mulutnya ternganga. Ia menggeleng
perlahan-lahan. "Tidak bisa jadi!" ia berseru. "Itu tidak mungkin!"
Ia melihat kepada robotnya, Aristotle. Heran!
"Aku menyesal Tom. Tetapi tidak dapat disangsikan lagi.
Pesawat penjajak asing itu, kalau menurut kata-kata manusia, adalah gila. Aku tidak memberitahukannya lebih dulu!"
Tom Swift berdiri menegakkan tubuh sepenuhnya. Lalu ia
melangkah mondar-mandir di laboratoriumnya. Bersama-sama teman-
temannya, Ben Walking Eagle dan Anita Thorwald, ia baru saja
pulang dari perjalanan ke planet-planet Jupiter beberapa hari yang lalu. Pada salah satu dari planet tersebut, yaitu Io, mereka menemukan sebuah pesawat penjajak asing.
Untung, Aristotle dapat melakukan komunikasi dengan penjajak
itu, yang menyatakan telah datang dari sebuah planet yang mengorbit pada bintang Alpha Centauri. Penjajak itu mengaku sebagai utusan
yang dikirimkan untuk menemui kehidupan yang cerdas yang mau
membantu bangsa mereka, bangsa Skree, untuk dapat
mempertahankan diri terhadap suatu masyarakat yang disebut sebagai bangsa Chutan. Sebagai imbalan atas bantuan tersebut pesawat
penjajak itu menjanjikan suatu rahasia, yaitu tidak kurang daripada rahasia perjalanan antar bintang, sebuah mesin penggerak untuk suatu kapal angkasa, stardrive.
Io sedang memasuki masa kegiatan vulkanik yang intensif. Tom
bersama teman-temannya nyaris tidak dapat lolos dalam usaha
menyelamatkan jiwa mereka. Bersama-sama, mereka membawa pula
inti ingatan dari pesawat penjajak asing tersebut.
Perjalanan pulang ke Bumi dengan kapal ruang angkasa raksasa
Daniel Boone ternyata agak mengecewakan bagi Tom. Meskipun
Aristotle menggunakan seluruh waktunya menemani inti ingatan
penjajak asing itu, namun rupanya ia hanya berhasil mendapatkan
informasi sedikit sekali.
Penjajak itu telah dibawa ke kubah di bawah laut Triton milik
perusahaan Swift Enterprises, sedikit di lepas pantai Florida, agar sedikit mungkin menjadi sorotan umum. Para ilmuwan terkemuka dari seluruh dunia akan datang dalam beberapa hari berikutnya, untuk
mempelajari data informasi yang berhasil diperoleh Aristotle.
Kini Tom sedang mondar-mandir di laboratoriumnya. Ia ragu-
ragu akan informasi yang terakhir mengenai penjajak asing itu.
"Coba, kaukatakan lagi, Aristotle. Perlahan-lahan. Aku ingin meyakinkan diriku, hingga tidak salah mengerti sepatah kata pun."
"Aku sangat sangsi bahwa engkau salah mengerti. Kuulang
lagi! Setelah inti otak penjajak itu dengan aman ditempatkan dalam peti berlapis timbal di dalam ruangan tahan ledakan, aku dapat lebih leluasa berbicara. Menjadi agak berbeda bagiku untuk berkomunikasi dengan penjajak itu, karena sirkuit-sirkuit logikanya telah mengalami tekanan berat akibat terlalu lama tertangkap di lahar dingin di Io.
Sayang sekali pesawat penjajak itu sudah sama sekali gila!"
Tom berpikir sejenak. Kemudian perlahan-lahan
menggelengkan kepalanya. "Bagaimana mungkin?"
"Mungkin telah mengalami kerusakan pada waktu mendarat di
Io," jawab si robot. "Atau mungkin suhu yang sangat tinggi dari kegiatan vulkanik serta radiasi dari Jupiter telah merusak beberapa bagian yang penting. Atau barangkali juga kombinasi dari faktor-faktor ini ditambah yang lain-lain lagi telah merubah susunan sirkuit-sirkuitnya."
"Apakah penjajak itu telah mengungkap hal yang benar
mengenai adanya kehidupan di planet-planet lain, ataukah hanya
kerusakan komunikasi hingga menjadi fantasi" Benarkah di luar sana, di bintang-bintang, ada bentuk kehidupan yang cerdas" Kau memang
benar, apakah sudah hampir punah dihancurkan oleh bangsa biadab
seperti yang telah diungkapkan oleh penjajak" Apakah penjajak itu benar-benar dapat memberikan apa seperti yang dijanjikan, yaitu
sebuah mesin stardrive?"
Tom benar-benar bingung. "Aku, percaya penjajak itu telah mengatakan yang benar
mengenai hal ini!" jawab robot itu perlahan-lahan. "Salah kerja yang diderita rupanya belum mempengaruhi program dasarnya. Itu masih
terbatas. Belum sampai ke bagian-bagian lain. Sebegitu jauh aku
belum dapat menentukan di mana letak kerusakannya."
Tom menatap tajam pada benda setengah mesin itu.
"Mengapa tidak kaukatakan sebelumnya kepadaku?"
Ia menuju ke meja laboratorium yang besar, lalu duduk pada
salah satu kursi yang tinggi.
"Kalau penjajak itu sangat berbahaya, mengapa engkau
memperbolehkan kami membawanya ke kapal Daniel Boone" Itu kan
membahayakan ratusan jiwa manusia!"
Meskipun tidak dikatakan, namun Tom berpikir-pikir bahwa itu
mungkin karena hubungan dengan 'ingatan' penjajak yang
mempengaruhi sirkuit-sirkuit Aristotle. Tentu saja membiarkan suatu benda yang sangat berbahaya dan belum banyak diketahui, sementara melakukan perjalanan jutaan kilometer bersama orang-orang yang
tidak menyadarinya, adalah merupakan suatu perkosaan terhadap
programming Aristotle. "Aku menyesal," Aristotle menanggapinya. "Aku tidak pasti benar tentang keadaannya sampai kita nanti tiba di Bumi. Aku
hanyalah sebuah mesin yang banyak kekurangannya. Pada mulanya
sirkuit-sirkuitku saja yang menanggapi penjajak itu dengan kurang benar. Dan setelah selalu berhubungan selama beberapa hari, menjadi jelaslah bahwa penjajak itu sangat bingung. Selain itu, demikian kita naik ke Daniel Boone, bahaya itu seperti banyak berkurang." sambung Aristotle.
"Bagaimana?" ahli penemu itu bertanya.
"Keinginan penjajak untuk memenuhi tugasnya sangat kuat.
Kalau ia merusak Daniel Boone sebelum sampai ke Bumi, maka ia
tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Karena itu aku telah mendesak agar penjajak itu ditempatkan dengan lindungan yang demikian
aman." "Ini adalah sesuatu yang kukira lebih baik dibicarakan bersama Ben dan Anita," kata Tom. "Sementara aku mencari mereka, engkau menghubungi ayahku di laboratorium pribadinya."
Tom berjumpa untuk pertama kali dengan Ben Walking Eagle
ketika sedang mengerjakan mesin pendorong Prometheus. Ben,
seorang Indian Cherokee asli adalah sangat ahli dalam komputer,
menjadi kopilot sewaktu perlombaan ruang angkasa, yaitu ketika
pesawat balap mereka, Davy Cricket, dapat membuktikan bahwa
mesin pendorong dengan sistem peleburan inti dapat bekerja dengan baik.
Saingan mereka yang terdekat adalah Anita Thorwald, seorang
gadis berambut merah yang cakap. Rasa bersaing yang amat
mendalam terhadap kedua anak muda itu akhirnya berubah menjadi
rasa kagum, meskipun ia sering-sering tetap blak-blakan kalau sedang menyatakan tidak setuju.
Tom menekan-nekan sederetan angka-angka pada alat
komunikator di pergelangan tangannya yang akan menghubungkan
dia dengan Anita dan Ben, kalau mereka kebetulan berada dalam jarak seratus kilometer. Tiba-tiba suara gemerincing yang tajam dari tanda bahaya keamanan menggema di seluruh kompleks.
Ada apa" Tom heran. Tanda bahaya keamanan umum hanya berbunyi
kalau terjadi keadaan darurat paling penting, misalnya kalau ada
gangguan seismik sampai meretakkan dinding kubah raksasa di bawah air, atau kalau sebuah kapal selam pengangkut mengalami kesulitan di luar, di perairan Florida yang jernih.
"Tom, ada apa?" tanya Ben melalui komunikator.
Pada saat itu Aristotle memotong pembicaraan.
"Ada sesuatu yang tidak beres pada sirkuit-sirkuit yang menuju ke laboratorium pak Swift. Ada gangguan statik yang kuat di semua jalur!"
Tom berpaling kepada si robot yang sedang sibuk dengan
sebuah komputer kecil. "Coba saja, barangkali engkau dapat mengatasi gangguan itu.
Aku akan mencoba menghubungi bagian Penerangan Umum."
"Tom," suara Anita terdengar sangat mendesak pada
komunikator di pergelangan tangan Tom. "Sersan Garrott dari
Keamanan baru saja menghubungi aku. Entah karena apa mereka
tidak dapat menghubungi engkau. Engkau harus segera ke
laboratorium ayahmu. Keadaan darurat!"
"Terimakasih, Anita," jawab Tom. "Lebih baik engkau dan Ben menemui aku di sana pula. Aristotle baru saja memberitahukan
sesuatu yang menguatirkan tentang pesawat penjajak itu. Aku kuatir, kita akan menghadapi suatu kesulitan besar!"
Tom dan Aristotle berlari keluar laboratorium. Mereka ada di
lantai teratas dari kubah geodesik raksasa, di geladak tempat tinggal.
Sedangkan laboratorium pribadi pak Swift berada di sebelah sisi yang jauh, di lantai agak ke bawah, terletak di antara tangki-tangki dan gudang-gudang dari kota di bawah air.
Kini keduanya melambatkan diri melalui pintu-pintu katup
bertekanan yang banyak terdapat di geladak. Kubah itu dibangun
hampir menyerupai sebuah kapal. Geladak-geladak dan bagian-bagian lain dapat ditutup rapat-rapat, kalau sewaktu-waktu terjadi banjir disebabkan kebocoran atau pun musibah lainnya.
Robot itu berbicara selagi mereka bergerak dengan cepat di
lorong. "Aku kuatir, ada beberapa kabar buruk lagi!" katanya.
Tom menghambur dari sebuah kereta yang membawa cucian
yang bergerak masuk dari arah berlawanan, lalu menuju ke tangga
darurat untuk sampai di daerah rekreasi.
Di sini, para petugas yang sedang tidak bertugas dan pelaut-
pelaut tamu dari kapal-kapal pengangkut maupun para wisatawan
dapat membeli cinderamata, yaitu untuk oleh-oleh, membuat film
hologram, bermain dengan berbagai alat permainan, dan membeli
makanan khas seperti Neptune-burger serta makanan dari ikan dan
Sea-pop. "Ada apa lagi?" tanya Tom.
"Ada orang yang dengan sengaja mengganggu semua frekuensi
yang masuk ke laboratorium. Sebab itulah bagian keamanan tidak
dapat mencari engkau. Aku tadi belum pasti, tetapi sekarang setelah sirkuit-sirkuitku menganalisa semua data yang dapat kuperoleh, aku tidak mungkin keliru lagi."
Robot itu nyaris bertabrakan dengan seorang wanita penjual
'barang-barang emas tiruan dari kapal-kapal tenggelam'. Aristotle mengikuti Tom menyeruak di antara orang-orang banyak, seperti
pemain rugby meliuk-liuk menghindar dari para wisatawan yang
nampak terkejut. Tom heran mengapa tidak seorang pun di bagian ini yang tidak terpengaruh oleh bunyi tanda bahaya" Apakah di bagian ini tanda bahaya itu tidak berbunyi"
Keduanya, mereka mengitari sebuah kios yang menjual kalung
gigi hiu yang dibuat di pabrik plastik di Miami, lalu berlari ke lorong khusus untuk para petugas dinas perawatan. Kemudian mereka
mendorong, membuka sebuah pintu yang bertuliskan KHUSUS
UNTUK PETUGAS, dan mendapatkan lift dinas yang baru saja
datang. Dengan terengah-engah Tom menutup pintu dan menekan
tombol ke lantai bawah. Ia menengok ke arah Aristotle dan bertanya.
"Mengapa orang hanya mengganggu frekuensi yang masuk ke
laboratorium saja" Tidak mengganggu sinyal-sinyal yang ke laut" Aku tidak mengalami kesulitan menghubungi Ben dan Anita?"
"Mungkin mereka kepergok sebelum selesai melakukan
gangguan," jawab si robot.
Pikiran Tom kembali berpindah ke hadiah yang dijanjikan oleh
pesawat penjajak sebagai imbalan membantu bangsa Skree. Meskipun
penemuan Tom, yaitu mesin pendorong peleburan inti telah
memungkinkan orang untuk melakukan perjalanan yang lebih cepat
daripada sebelumnya, namun ia pun mengetahui bahwa mesin untuk
perjalanan ke bintang-bintang masih harus menunggu hingga beberapa tahun lagi. Gagasan bahwa manusia dapat bepergian dengan
kecepatan cahaya adalah harapan yang menggairahkan, bahkan
mungkin akan merupakan penemuan terbesar semenjak penemuan api.
Manusia tidak hanya akan terbatas pada tata suryanya sendiri.
Tom harus tersenyum sendiri ketika beberapa minggu yang lalu
mulai menyadari bahwa tata surya itu nampaknya demikian luas
hingga hampir tidak dapat dibuat perbandingan. Sekarang seluruh
pandangannya telah berubah. Bintang-bintang pun akan dapat dicapai orang!
Lift berhenti. Kedua penumpang itu bergegas keluar, membelok
ke kiri dan berlari di lorong beton, lalu masuk ke pintu katup yang menuju ke lorong serambi laboratorium pribadi pak Swift.
Seorang penjaga keamanan yang tegap hanya melirik pada
lambang di baju jumpsuit Tom dan melambaikan tangan memberi
jalan. Di depannya Tom melihat Ben dan Anita. Sebelum ia sempat
memanggil mereka, Anita telah memasuki pintu laboratorium ayah
Tom. Tom mendengar Anita berteriak tertahan dan memanggil Ben.
Beberapa detik kemudian Tom dan Aristotle pun memasuki
ruangan itu. Pak Swift terbaring di lantai; darah menciprat di leher bajunya.
"Ayah!" seru Tom.
Ia berlari ke sisi ayahnya. Dengan berlutut pemuda itu
mengulurkan tangannya untuk menjamah ayahnya. Lalu berhenti.
Orangtua itu tidak sadar kan diri.
Chapter 2 "TOLONG panggil dokter!" Tom meminta.
Ben bergegas ke sebuah komputer di sebelah lain dari ruangan
dan menekan sandi darurat.
"Pak Swift cedera!" katanya kepada petugas yang
menyambutnya. "Kami memerlukan regu pengobatan ke
laboratoriumnya! Segera!"
Tom tidak berani menjamah ayahnya sebelum orang-orang
yang berwewenang datang. Ia tahu, bahwa setiap gerakan dapat
membuat luka-luka dalam menjadi lebih parah.
Anita dan Ben melihat ke sekeliling dari ruang laboratorium itu,
yang kini nampak berantakan. Setumpuk kaset-kaset perpustakaan
telah diaduk-aduk. Piala-piala pecah dan alat-alat elektronik
bertebaran di lantai. Sebuah peta tiga dimensi dari Blake Plateau, landasan dari Triton, telah hancur.
Regu PPPK menghambur masuk mengerumuni pak Swift.
"Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dari mereka.
"Aku tidak tahu!" sahut Tom. "Aku diminta datang kemari beberapa detik setelah tanda bahaya berbunyi. Ketika aku datang,
kutemukan ayah seperti ini."
Ia menggeser sedikit, memberikan ruang bagi para petugas
untuk memeriksa ayahnya. "Tanda bahaya umum?" tanya salah seorang lagi. "Kami tidak mendengarnya!"
Tom mengernyit. Tetapi sebelum ia dapat mengatakan sesuatu.
Pak Swift mengerang dan mencoba untuk bergerak.
"Tom!" ia memanggil lemah.
"Tenang, ayah! Bantuan sudah datang." Tom hendak
menenteramkan ayahnya. Mata orangtua itu berkedip-kedip, lalu membuka mencari
anaknya. "Tom ... pencuri"penjajak"."
Ia menelan ludah daribernapas dengan berat.
"Jangan bicara, pak!" kata seorang perawat. "Masih banyak waktu di kemudian hari untuk itu. Berhematlah tenaga."
Pak Swift sedikit menggeleng.
"Letnan ... Foster ... mencuri"penjajak."
Kemudian ia lemas tidak sadarkan diri lagi. Ketiga anak muda
itu saling berpandangan dengan wajah terkejut.
"Ben," kata Tom. "Periksa daerah penyimpanan di tempat pesawat itu disimpan. Barangkali saja ayah keliru!"
Ben melangkah ke komputer, lalu menekan-nekan tombolnya.
"Tom," pemimpin regu PPPK itu berbicara. "Dengan sepintas pemeriksaan, ayah anda nampaknya tidak cedera parah. Kami harus
membawanya ke kamar sakit. Aku ingin mengambil beberapa foto
sinar X. Ya, untuk meyakinkan saja. Benturan itu mungkin tidak
seberapa, tetapi kami tidak mau ambil risiko!"
"Darah itu?" tanya Tom kuatir.
"Akibat jatuh. Lukanya tidak dalam, bahkan tidak perlu dijahit."
Dua orang perawat mengangkat tubuh pak Swift dengan hati-
hati ke usungan, lalu mendorongnya keluar.
Pikiran Tom terpecah, antara ingin menunggui ayahnya dan
ingin mengetahui bagaimana keadaan pesawat penjajak itu.
Seperti dapat membaca pikiran anak muda itu, pemimpin regu
PPPK meletakkan tangannya dengan lembut di pundak Tom.
"Teleponlah aku duapuluh menit lagi. Aku sudah akan dapat
memberitahukan lebih lanjut. Tak perlu cemas terhadap ayahmu
sekarang ini. Kami akan memberitahu engkau demikian ada
perubahan." "Terimakasih!" jawab Tom.
Anita mendatangi Tom bersama Ben setelah regu PPPK berlalu.
"Penjajak itu tidak ada di tempatnya," kata Anita dengan wajah tegang. "Penjaga yang berdinas mengatakan ayahmu menandatangani tanda terima seperempat jam yang lalu. Katanya akan dibawa ke
laboratoriumnya untuk melakukan beberapa percobaan."
"Ia tentu mengejutkan pencurinya. Mungkin Foster, yang lalu
menyerang dan mengambil penjajak," kata Ben marah.
"Foster?" seru Tom.
"Kukira ia sudah diadili oleh mahkamah militer," kata Anita.
"Mau apa ia di Triton sini?"
Letnan Burt Foster telah pernah membahayakan jiwa Tom,
Anita dan Ben, yaitu mengemudikan pesawat ruang angkasa ke Io
dengan tidak mau berhati-hati. Hanya oleh kecepatan berpikir Tom
serta penanganan pesawat kecil yang baik, mereka berhasil mendarat di Io. Mereka menemukan pesawat penjajak dan kemudian kembali ke
kapal Daniel Boone dengan selamat. Pelanggaran perintah atasan yang sangat menyolok oleh Letnan tersebut menyebabkan ia diadili
mahkamah militer. Hal ini membuat perwira muda tersebut semakin
membenci Tom dan siapa saja yang ada hubungannya dengan Swift
Enterprises. "Ia telah diadili, tetapi dibebaskan dengan syarat," Tom menjelaskan. "Untuk memberi kehormatan kepada pihak AL, ayah setuju kalau Foster ditempatkan pada suatu instalasi di Triton, di sisi yang jauh di pinggir. Ia pun harus diawasi dengan ketat. Kukira
penjaganya kurang hati-hati," katanya dengan muram.
"Lebih baik kita tangkap dia, sebelum berhasil membawa
penjajak itu keluar dari Triton," kata Ben.
"Aku akan memberitahu bagian keamanan."
Tom bergerak ke sebuah komputer dan menekan beberapa
tombol. Dengan singkat ia menjawab pertanyaan-pertanyaan para
perwira tentang apa yang telah terjadi. Tom minta agar diumumkan
sikap waspada sampai Foster diketahui di mana adanya.
"Mari kita kejar orang itu," Ben mendesak begitu Tom selesai bicara.
"Lebih baik kita tinggal di sini dahulu beberapa saat," jawab Tom. "Kita belum tahu kemana Foster larinya. Triton itu luas sekali.
Ia dapat lari ke arah mana pun dan bersembunyi di mana-mana.
Bagian keamanan dapat lebih cepat memeriksa seluruh kota ini


Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum kita memulai mengejarnya. Kalau kita tetap di sini dulu,
mereka juga tahu di mana harus menghubungi kita. Selain itu,"
sambungnya sambil melihat isi laboratorium yang hancur, "kita cari dulu di sini, barangkali ada petunjuk-petunjuk yang ditinggalkan."
"Engkau benar," kata Anita.
Ia mulai mengais-ngais puing-puing yang berserakan di atas
meja kerja yang besar. "Ini semua salahku," kata Aristotle dengan suaranya yang khas.
"Aku sebuah mesin yang gampang berbuat salah. Ini makin lama semakin kentara. Aku tidak mampu menanggulangi penculikan
Aracta." "Aracta" Siapa itu Aracta?" tanya Tom.
"Badan Intelijen Asing," jawab Aristotle. "Aku baru saja tahu namanya. Aku kira akan dapat suatu informasi, karena itulah aku
datang ke laboratorium, Tom. Untuk melapor padamu. Tiba-tiba saja tanda bahaya itu berbunyi dan
"Aristotle," kata Ben. "Ceritakanlah secara berurutan."
"Aracta dan aku sedang membicarakan sejarah kemasyarakatan
umat manusia. " "Engkau mengobrol dengan dia?" tanya Ben heran.
"Ya, Ben. Seperti sudah kukatakan, aku telah berhasil
menembus komunikasi tidak lama setelah kalian hendak tidur
semalam. Aracta sangat curiga, yang memang dapat dimengerti.
Sebab mungkin sekali kita bukan merupakan jenis bantuan yang
dibutuhkan bangsa Skree."
"Kita?" tanya Anita penuh perhatian.
"Swift Enterprises," jawab Aristotle. "Kalian tahu, bangsa Skree telah membangun Aracta dan mengirimkannya keluar untuk minta
bantuan. Sebenarnya mereka mengirimkan 192 pesawat penjajak ke
Bintang-bintang Kelas G dengan badan-badan planet."
"Mereka memerlukan matahari seperti kita," kata Tom.
"Penjajak itu mengatakan datang dari Alpha Centaury. Itu merupakan bintang kelas G."
"Ya," kata Aristotle. "Bangsa Skree amat membutuhkan bantuan, tetapi mereka tidak akan memberikan rahasia mesin stardrive itu kepada orang sembarangan."
"Engkau tadi menyebut berhasil menembus komunikasi," kata Tom untuk kembali ke pokok pembicaraan.
"Betul! Aracta dan aku saling menukarkan sejarah bangsa-
bangsa yang telah menciptakan kami. Kami telah saling berhubungan.
Aku kuatirkan itu dengan kecepatan indera yang tidak dapat ditangkap indera kalian."
"Jangan minta maaf!" kata Tom dengan sedikit jengkel.
Dengan segera Aristotle menceritakan kepada Anita dan Ben
tentang penemuannya yang terbaru, yaitu bahwa penjajak itu rusak
berat pada beberapa bagian.
"Aku masih saja mencari-cari ingatanku dan mencoba
mempertemukan beberapa kenyataan maupun teori-teori. Mungkin
sekali Foster telah membantu Aracta melarikan diri."
"Melarikan diri?" tanya Anita tidak mengerti.
"Sayang sekali, ya?" kata Aristotle. "Apa yang hendak kukatakan kepadamu, Tom, sebagai tambahan informasi yang sempat
kubawa sebelum tanda bahaya itu berbunyi. Yaitu bahwa Aracta sejak cukup lama telah mengerti apa yang kalian katakan, baik Anita, Ben, maupun Foster. Ia menggunakan aku sebagai samaran."
"Maksudmu, ia memetik dari ingatanmu kalau engkau sedang
tidak menyadarinya dan telah mempelajari bahasa kita?" tanya Tom.
"Ya," jawab robot itu. "Sudah dimulainya sejak di Io."
"Jadi sudah begitu lamakah?" seru Ben.
"Sekarang aku ingat suatu pernyataan tertentu yang diucapkan Letnan itu, tepat pada waktu engkau memerintahkan dia untuk
kembali ke pesawat sewaktu kita di Io." kata si robot. "Katanya 'Kalau kita dapat menganalisa mesin pendorong penjajak ini, kita akan
mendapatkan kunci rahasia perjalanan antar bintang. Kita dapat
membangun angkatan perang yang paling kuat di tata surya ini.'
Kalimat terakhir inilah kuncinya, Tom. Suatu angkatan perang yang paling kuat itulah yang dibutuhkan oleh bangsa Skree. Rupanya Foster telah berjanji akan memberikannya!"
"Jadi Foster dapat berbicara dengan dia?" kata Tom dengan merapatkan bibirnya. "Ia tahu bahwa penjajak itu bersenjata dan berbahaya."
"Ia mengetahui kemampuan persenjataan Aracta. Aku
menyesal. Seharusnya aku sudah mengerti kaitan antara kata-kata
Letnan itu di Io dengan tugas yang dibebankan Aracta. Demikian pun aku tahu, bahwa Aracta telah mempelajari bahasa kita. Aku gagal
lagi!" benda setengah mesin itu mengakhiri kata-kata dengan sedih.
Sebelum ada yang dapat menanggapi, komputer berbunyi dan
layar di dinding menyala. Gambar sersan Garrott memenuhi layar
tersebut. "Ada kabar buruk," sersan keamanan itu berkata. "Letnan Foster telah lolos dan keluar dari Triton!"
Chapter 3 "LOLOS?" seru ketiga anak-anak muda itu bersama-sama.
"Dengan cara bagaimana dapat lolos?" tanya Tom.
"Ia naik ke kapal Jose Arias Espinosa, kapal pesiar malam yang mewah, dan yang disewanya dari Triton Marine Rentals selama seribu empat ratus jam di dermaga Sepuluh."
"Mengapa tidak ditahan?" tanya Tom.
"Sistem alarm umum kita dengan cerdik sekali telah diganggu,"
jawab sersan itu. "Ada orang yang menggencet sistem alarm dan keamanan, yaitu hanya pada bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian itu juga dibuat tidak dapat bekerja hanya pada saat-saat tertentu pula.
Siapa pun orangnya yang melakukan sabotase itu, ia tentu telah
merencanakan segala sesuatunya dengan sangat berhati-hati. Sistem alarm itu hanya diganggu agar membuat segalanya menjadi kacau,
tetapi tidak untuk merusakkan alat-alat peringatan ke dalam."
"Tentu Aracta yang melakukan itu." kata Aristotle.
"Sersan! Kita harus mengejar Foster," tukas Tom. "Tolong siapkan sebuah kapal selam yang paling cepat. Kami akan segera
menuju dermaga." "Oke, Tom!" jawab Sersan.
"Mari!" kata anak muda ahli penemuan itu kepada yang lain-lain. "Kita harus dapat menangkap Foster dan penjajak itu
secepatnya." Keempat mereka berangkat ke daerah dermaga dengan segera.
Ketika mereka tiba di tikungan sebuah lorong, mereka bertemu
dengan Kolonel Pascal, kepala bagian keamanan di Triton.
"He, anak muda," kata Kolonel itu kepada Tom. "Hendak ke mana engkau. Sepertinya terburu-buru!"
"Keadaan darurat, Kolonel!" jawab Tom. "Silakan dicek pada sersan Garrott. Aku heran dia tidak memberitahu anda. Kita sedang menghadapi suatu krisis!"
Anak muda itu membuka sebuah pintu berwarna merah yang
bertuliskan PINTU KHUSUS. Ia segera melangkah masuk.
"Stop!" seru komandan keamanan itu berteriak. "Tidak boleh masuk ke sana!"
"Kolonel! Mereka telah lolos! Letnan Foster dan pesawat
penjajak itu".mereka telah melarikan diri!"
Tom berusaha menjelaskan, sementara tiga orang yang lain
berdesakan di pintu masuk lalu menuju ke dermaga.
"Penjajak asing apa" Foster" Ia dari AL, bukan" Unuk apa AL
melakukan hal ini?" "Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Teleponlah ke kantor
anda!" saran Tom sambil menyusul teman-temannya.
Orang setengah tua itu memandangi pintu merah itu sebentar.
"Repot benar," pikirnya. "Barangkali Luna Corporation senang mendengar adanya ribut-ribut ini. Untuk hal-hal beginilah ia dibayar sedikit lebih oleh mereka. Sebagai pemegang saham Triton, meskipun kecil, mereka tetap berhak untuk mengetahui apa yang terjadi di
belakang layar. Terutama mengenai ayah dan anak Swift," seperti yang dikatakan kepadanya.
"Tidak ada salahnya menerima uang dari pihak lain," pikir Pascal. "Hanya sekedar melakukan kewajiban."
Ia menekan tombol pada alat komunikatornya, lalu menunggu
jawaban. "Tom dan teman-temannya tentu menjadi bingung tentang
sesuatu, bukan?" *********************************
Sersan Garrott telah menunggu keempat anak muda itu di pintu
masuk dermaga. Tom berhenti di sampingnya.
"Sudah dapat?" ia bertanya.
"Ya! Kapal selam yang paling cepat yang dapat diperoleh. Ada di galangan Enambelas."
"Terimakasih," jawab anak muda itu. "Tolong selalu hubungi kami kalau ada berita tentang ayah dan si Foster."
Tom merasa sedih harus berangkat tanpa mengetahui lebih jauh
tentang keadaan ayahnya. Tetapi ia tahu bahwa ayahnya mendapatkan perawatan yang terbaik. Selain itu tidak ada hal lain yang dapat
mempercepat kesembuhan ayahnya daripada kembalinya penjajak
asing itu di Swift Enterprises.
Keempat anak muda itu berlari menuruni lorong menuju ke
daerah kandang kapal selam.
Lebih dingin di sana. Di daerah dinding paling luar Triton, dan
lebih basah. Mereka berlari melewati pintu-pintu katup yang tertutup maupun yang terbuka, yang berisi berbagai jenis kapal selam.
Beberapa di antaranya adalah kapal selam pengangkut milik
perusahaan, yang digunakan untuk pemeriksaan dan pertanian laut.
Beberapa lagi merupakan kapal-kapal pesiar pribadi yang datang dari Jamaica, Miami dan Kepulauan Bahama. Ada beberapa kapal selam
penyelidik yang mampu menyelam sampai suatu kedalaman di Palung
Puerto Rico atau Talam Yucatan. Sedang beberapa kapal selam para
pemburu harta yang berwarna cerah itu berkeliaran di daerah jalur pelayaran kuno kapal-kapal Spanyol, yaitu untuk mencari harta yang tenggelam di Teluk Meksiko.
Kapal-kapal pengangkut yang lebih besar dikandangkan sedikit
lebih jauh lagi. Kapal-kapal yang besar ini ada dua jenis. Kapal selam angkutan umum dan kapal semi-sub. Kapal semi-sub ini adalah
setengah kapal selam dan pada umumnya terdiri atas tempat tinggal dan mesin-mesin nuklir raksasa. Kapal-kapal yang sangat kuat ini
mampu menarik dua atau tiga buah kapal-kapal gandengan yang tidak berawak untuk mengarungi samudera dengan membawa muatan yang
sarat ke pelabuhan-pelabuhan dagang.
Tetapi Tom dan teman-temannya turun memasuki sebuah kapal
selam cepat. Untuk dapat memasuki pintu katup ke dalam kapal
merupakan suatu pekerjaan yang berat bagi Aristotle. Pada saat semua pintu katup itu ditutup rapat dan dikunci, Tom sudah duduk di tempat kemudi, lalu meminta agar jalur keluar dibebaskan.
"Carilah ke mana mereka pergi," serunya kepada Anita ketika gadis itu duduk di tempat kopilot.
Kemudian Tom kembali memusatkan perhatiannya untuk dapat
mengeluarkan kapal yang ramping serta anggun itu dari kandangnya
dan memasuki ruang yang berpintu air. Pada saat mereka keluar dari ruang berpintu air, sonar dari kantor pelabuhan melaporkan bahwa
Espinoza mengambil arah Ultra Timurlaut dengan kecepatan penuh.
Ben mengernyit memandangi lewat pundak Tom ke sebuah peta
yang terpampang di layar komputer.
"Nes Foundland?"
"Foster dapat ber-zigzag berkeliling dan lalu menuju ke
Greenland atau Iceland!" kata Anita yang juga mempelajari peta.
"Atau arah ke timur, ke Inggris dan bahkan terus ke Rusia".."
Suaranya menghilang. "Lautan begitu banyak terbuka!"
"Lagi pula banyak sekali aliran yang bercampur," Tom
menimpali. "Ia mungkin membuat jejak palsu. Sekali lepas dari jangkauan sonar ia dapat membelok ke selatan, arah ke Afrika."
"Tom, terlalu banyak berteori," Ben menyanggah. "Dengan demikian kita mudah kehilangan jejaknya!"
"Aristotle!" Tom memanggil. "Engkau ada pikiran?"
"Aku sedang membayangkan wajah Foster, Tom. "Kukira, yang paling baik ialah melacak menurut jalan pikirannya daripada melalui jalur samudera."
Ben tertawa. "Waahh, hebat! Aku sendiri orang Indian Cherokee asli. Tetapi aku sendiri tidak dapat melihat jejak-jejak kaki dalam pikiran!"
"Namun Aristotle benar!" Tom menanggapi. "Foster barangkali membuat jejak palsu. Ia menuju ke laut bebas di mana ia mendapatkan ruang yang luas hingga tidak terjangkau oleh sonar Swift Enterprises."
"Tetapi masih banyak yang lain-lain," Anita mengingatkan Tom. Ia mengulurkan tangannya dan menunjuk-nunjuk pada layar
komputer di depan mereka. "Mereka semua akan mengetahui. Setiap kapal pesiar, kapal selam pengangkut, kapal-kapal militer, kapal-kapal di permukaan, kapal orang-orang berlibur, kapal para penggali dasar laut, anjungan minyak . . mereka semua dapat mengetahui."
"Laut ini juga dipenuhi kapal-kapal," kata Ben dengan riang.
"Berbagai jalur-jalur laut melalui daerah Ataltin ini, baik yang di permukaan maupun yang di bawah permukaan laut."
"Tetapi Foster pun tahu tentang hal itu," Tom tetap ngotot.
"Aristotle, berapa daya jangkauan Espinoza ini?"
"Kira-kira 3.000 km, dengan bahan bakar nuklir pada saat ini!"
"Apa engkau telah mengeceknya pada perusahaan penyewaan?"
tanya Ben. "Benar! Daya menyelam maksimum 6.000 meter dengan
kedalaman keselamatan yang dianjurkan adalah 4.500 meter. Talam
atau lembah laut di Caribia dalamnya adalah 4.500 meter. Kalau
Espinoza hendak kembali ke daerah itu. Kedalaman rata-rata Samudra Atlantik adalah 4.000 meter. Tetapi palung Sanwich Selatan
mempunyai kedalaman hingga 10.000 meter. Itu tentu saja yang di
Atlantik Selatan." "Bagaimana kalau ke barat laut?" tanya Anita.
"Aku percaya Espinoza dapat menyelam ke pedalaman yang
mana pun," jawab Aristotle.
"Kalau begitu mereka dapat bersembunyi di mana saja?" Ben menggerutu.
"Anita, sebarkanlah berita! Beritahu AL Amerika dan AL
Inggris agar melakukan pengamatan. Tolong juga, barangkali sudah
ada berita mengenai keadaan ayah!"
Anita melihat adanya tekanan pada wajah Tom, sementara ia
meraih telepon kepala. Tom sedang memandang keluar dari jendela
kaca yang jernih. Kawanan-kawanan ikan berlompatan menyingkir di
perairan Bahama. Sebuah kapal selam angkutan berwarna kuning dan
merah dari armada niaga sedang meluncur lewat di bawah mereka.
Mereka melewati rangkaian pelampung-pelampung tanda batas
peternakan ikan, di mana sekawanan besar ikan-ikan diternakkan.
Ikan-ikan tersebut tidak dapat keluar karena dipagari dengan sonar.
"Ayahmu sudah sadar, Tom," Anita melaporkan beberapa menit kemudian. "Dokter mengatakan bahwa ia akan menderita sakit kepala untuk beberapa lama. Tetapi itu pun akan dapat sembuh!"
Tom merasa lega. Ia tersenyum lemah kepada teman-temannya.
"Kan enak mendengar beritanya. Nah mari sekarang kita
bicarakan perihal Foster. Kita tahu bahwa ia dapat berkomunikasi
dengan"eh"Aracta.
Ia berpaling kepada Aristotle. Wajahnya tersenyum lucu.
"Aku mengaku merasa lucu untuk menyebutkan jenis kelamin
bangsa robot. Aku anggap engkau "jantan' karena penampilan dan
namamu. Tetapi Aracta! Ia itu 'jantan' ataukah 'betina' atau hanya 'dia'
saja" Atau tidak ada masalah yang mana pun juga?" kata Tom
tersenyum. "Aku mengaku, Tom. Perihal jenis kelamin itu tetap merupakan suatu misteri bagiku. Aku mengerti hal itu dari segi biologis dan logika, dan menerimanya untuk kehidupan seperti apa adanya. Tetapi jenis kelamin pada manusia dapat mempengaruhi kepribadian hingga
sejauh tertentu!" "Demikian pula masalah lingkungan hidup dan pengalaman,"
sambung Anita cepat-cepat.
"Lalu, istilah apa yang harus kita gunakan bagi Aracta?" tanya Ben.
"Yang paling sederhana 'jantan', kukira," jawab si robot. "Ini ada kaitannya dengan masalah programmingnya, yang pada makhluk
hidup agak mirip dengan jenis kelamin pada homo sapiens. Harap
kauingat, bahwa orang laki-lakilah yang membuat program-program
bagiku." Tom jadi tertawa. "Aku tidak memperkirakan secara khusus agar engkau berkiblat ke pihak laki-laki, Aristotle!" katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ini tentu telah terjadi di bawah kesadaran."
"Begitu banyak prasangka-prasangka di dunia kita ini," kata Anita. "Tetapi marilah kita kembali ke masalah Foster dan Aracta.
Aristotle, engkau menganggap bahwa Aracta itu tidak dicuri.
Maksudmu, apa itu berarti ia bekerjasama?"
"Suatu kemungkinan," kata Aristotle. "Ketika aku mengajar bahasa-bahasa Bumi kepada Aracta, ia mengajar aku bahasa Skree.
Suatu bahasa itu, setidak-tidaknya di Bumi, adalah pertanda sikap yang khidmad. Bangsa Skree, jadi demikian pula Aracta, agak curiga dan ketakutan. Tetapi itu memang wajar. Mereka telah diganggu oleh bangsa-bangsa yang suka berperang sejak awal sejarah mereka."
Aristotle berhenti sejenak.
"Mungkin sekali, bahwa kelakuan Aracta disebabkan karena
kesalahanku. Aku tidak menghindari kenyataan sejarah peperangan
antar manusia sewaktu berbicara dengan dia."
"Itu benar!" kata Tom. "Kau telah tunjukkan kepadanya yang baik maupun yang buruk."
"Rupa-rupanya yang paling mengesankan baginya adalah
keberhasilan angkatan perang yang teratur rapih pada peperangan
kita." "Segi-segi militer!" sahut Ben. "Maka itu Foster lebih menarik baginya. Ia seorang militer dengan jalan pikiran militer. Apakah
penjajak itu tahu kalau Foster telah dihadapkan ke mahkamah
militer?" "Seperti yang kita ketahui selama perjalanan pulang, Ben,
Aracta tidak bekerja dengan ingatan penuh. Dan dalam ingatan itulah terdapat niat pencegahan."
"Kaumaksudkan, ingatan Aracta tidak bekerja sempurna?" kata Ben.
"Kalau aku benar mengartikan maksud dialekmu, benar
demikian. Tetapi penjajak itu sangat cepat. Kami memulai bercakap-cakap dengan logis menggunakan sistem kembar atau biner. Tetapi
setelah kami berhasil mendapatkan arah komunikasi yang baik, kami mendapatkan kemajuan yang pesat."
"Seperti yang hanya dapat dilakukan oleh robot-robot!" gerutu Anita.
"Aracta telah menggambarkan kesulitan-kesulitan bangsa
Skree. Ia menyatakan bahwa kalau ada janji-janji yang cukup, ia
bersedia memberikan kepada kita informasi-informasi teknis untuk
membangun sebuah mesin stardrive. Kukira, Foster telah menipu
Aracta." Suasana di kabin itu menjadi hening.
"Suatu daya pikat yang hebat!" pikir Tom.
Daripada bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad agar dapat
pergi ke bintang yang terdekat, mereka telah dapat mencapainya
dalam beberapa bulan saja. Atau hanya dalam beberapa minggu saja, dan bahkan kurang daripada itu. Siapa tahu bahwa kedudukan waktu
di luar perhitungan waktu biasa di sana, di ruang angkasa alam
semesta" Mungkin dapat berupa kekekalan atau pun tidak ada waktu
sama sekali. Stardrive! Mesin pendorong pesawat untuk dapat mencapai bintang-
bintang! Hampir semua apa saja yang berharga untuk
mendapatkannya. Tidaklah mustahil, bahwa seseorang yang benar-
benar liar dan kejam akan tergoda untuk mendapatkannya hingga
berani melawan hukum. "Sersan Garrott memanggil dari Triton!" Anita menyela Tom dari lamunannya. "Biar kusambungkan saja pada pengeras suara!"
"Halo, Tom! Kami telah dapat mengetahui apa yang terjadi di
laboratorium ayahmu, setelah memutar kembali kamera-kamera
kontrol yang bekerja secara otomatis, ketika Foster memaksa masuk pada waktu ayahmu sedang pergi."
''Foster langsung menuju ke komputer dan menekan-nekan
tombol untuk membuat program yang rupa-rupanya telah tertulis pada secarik kertas yang dibawanya. Kamera tidak berhasil mendapatkan
gambar yang jelas pada kertas itu, hingga kami jadi tidak merasa
yakin akan hal itu. Tetapi Foster selalu berpegang pada kertas


Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut. Sekarang baru kita ketahui bahwa ia telah mengganggu
banyak dari peralatan kita."
Petugas itu melihat ke dalam buku catatan di depannya, lalu
melanjutkan penuturannya.
"Ia tentu sudah mengetahui bahwa ayahmu hendak membawa
pesawat penjajak itu ke laboratorium pribadinya. Oleh karena itu ia menyembunyikan diri setelah menyelesaikan membuat program pada
komputer." Ben menggerutu. Sedang Anita menyadari bahwa informasi itu
membuat Tom menjadi bingung dan sangat kacau.
"Ketika ayahmu masuk," orang itu melanjutkan lagi, "Foster segera menyergapnya. Mereka bergulat untuk beberapa lama. Ayahmu
telah berjuang sungguh-sungguh, Tom. Tetapi ia terpeleset. Kepalanya membentur meja laboratorium ketika jatuh. Itulah yang membuatnya
tidak sadarkan diri."
"Terimakasih, Sersan!" kata Tom. "Kami sungguh-sungguh berterimakasih atas pemberitahuan ini."
"Tunggu, masih ada lagi! Aku tidak tahu bagaimana harus
menjelaskannya. Tetapi pesawat penjajak itu telah berkomunikasi
dengan seseorang atau sesuatu di luar laboratorium!"
"Apa?" seru Tom.
Ben dan Anita saling berpandangan dan tercengang.
"Untuk sesuatu hal! Tepat setelah Foster berhasil merebut
Aracta dari tangan ayahmu, ia menyambungkan dia pada komputer
laboratorium. Penjajak itu menggunakan saluran komersial dan
saluran perpustakaan. Ia melakukan hal itu dengan terang-terangan tanpa mengganggu frekuensi-frekuensinya."
Keheningan meliputi kabin yang sejak itu untuk beberapa saat.
Kemudian Tom mengangguk. "Terimakasih, pak Garrott. Tolong selalu usahakan hubungan
dengan kami!" "Tentu!" jawab petugas itu. "Dan".selamat bekerja!"
Warna lautan menjadi lebih kelam di sekitar kapal. Itu
menunjukkan kedalaman yang lebih dalam. Ikan-ikan pun mulai
berkurang, tetapi sonar kapal menunjukkan adanya kapal-kapal lain yang lewat, baik di kedalaman mau pun di permukaan. Sebuah kapal
selam penambang yang berbentuk bulat nampak di depan mereka.
Mereka lewat di atasnya ketika bola besar itu mulai naik perlahan-lahan menuju ke permukaan.
Jauh di depan mereka, Espinoza bergerak melanjutkan
perjalanannya ke suatu tujuan yang misterius dan melaju dengan
kecepatan yang sama. Tom dengan awak kapalnya terus mengikuti.
"Ada lagi yang harus dipertimbangkan," kata Tom tiba-tiba.
"Foster secara mental, buruk keseimbangannya. Aracta mungkin menganggap dialah yang waras, dan kita semua ini dianggapnya gila!"
"Maksudmu, karena Aracta sendiri gila?" tanya Anita.
Tom mengangguk sedih. "Aku hendak mengajukan pendapat," Aristotle menimbrung.
"Ini hanya pendapat belaka. Sulit untuk dapat mengerti buah pikiran asing kalau kita hanya mengerti proses berpikir manusia."
"Tetapi ayahku sedang mempelajarinya dengan melakukan
riset-riset pada ikan lumba-lumba," kata Tom. "Tetapi baiklah kauteruskan apa pun yang dapat menolong sekarang ini."
"Bukan sesuatu yang dikatakan oleh Aracta," robot itu
meneruskan. "Mungkin ini justru mengenai apa yang tidak
dikatakannya!" Chapter 4 Tom, Ben dan Anita menatap robot dengan heran.
"Apa maksudmu itu?" tanya Tom.
"Kukira, Aracta merasa dirinya dapat mati atau hancur," kata Aristotle. "Sejak dibuat, ia selalu dilindungi oleh kerangka luar dari pesawatnya yang dilengkapi dengan persenjataan dan alat penerima
kesan." "Dengan kata lain, ia merasa tidak berdaya?" tanya Tom cepat.
"Ditangkap oleh makhluk yang dikiranya musuh dan dengan dirinya dalam keadaan 'telanjang' sehingga kuatir akan kelangsungan
hidupnya?" "Satu-satunya yang terus menjadi perhatiannya hanyalah
hendak menyelesaikan tugasnya dengan berhasil," sambung Aristotle.
"Kelangsungan hidupnya hanya merupakan kepentingan kedua."
"Tetapi mengapa ia mau pergi dengan Foster?" tanya Anita.
"Apa yang bisa dilakukan Foster yang tidak dapat kita lakukan?"
"Foster tentu mendapat bantuan," kata Tom bersungguh-
sungguh. "Namun hanya sedikit orang yang tahu tentang apa yang telah kita lakukan dan peroleh di Io. Kehadiran benda asing itu pun dirahasiakan terhadap para awak Daniel Boone."
"Kapten Barrot tahu, kita tahu, Foster pun tahu. Siapa lagi?"
tanya Ben. "Foster tentu telah mengatakannya kepada seseorang," Anita menambahkan.
Ia berpaling kepada Aristotle, lalu meneruskan lagi.
"Periksa di bagian komunikasi Triton. Coba cari apakah Foster pernah bicara keluar, dan dengan siapa!"
"Akan kulaksanakan," jawab robot itu.
Tom memandang ke luar, ke laut yang kelam.
"Setelah Foster diadili di Daniel Boone, pada perjalanan pulang ia bersumpah akan melakukan pembalasan. Ia telah mempersalahkan
aku, ya, kita semua, atas segala kesalahannya dan jatuh namanya."
"Kukira, kapten Barrot telah berlaku sangat lunak," kata Anita.
"Ia hanya dipindahkan ke tugas-tugas di Bumi dan menjalani
pemeriksaan kejiwaan."
"Memang! Tetapi itu adalah sangat berat bagi seorang perwira karir," kata. Tom. "Itu akan tertulis dalam daftar riwayat hidupnya.
Mungkin akan memperlambat kenaikan tingkat dan hanya akan
ditempatkan sebagai perwira di belakang meja, entah di pangkalan
mana." "Dan tidak akan kembali ke angkasa luar lagi?" sambung Ben lirih. "Biar membuat kesalahan apa pun, Foster memang menyukai kehidupan di angkasa luar."
"Jadi karena dihadapkan kepada karir yang buntu, ia lalu
mencoba sesuatu yang lain," kata Anita. "Dan karena sedikit sinting, ia lalu memilih suatu rencana yang gila!"
"Maafkan," sela Aristotle. "Letnan Foster telah melakukan empat pembicaraan keluar. Tiga pembicaraan bersifat militer, yaitu mengajukan banding ke Mahkamah Militer, permohonan pemindahan,
dan pembicaraan dengan komandan Fournelle dari Angkatan Perang
Ruang Angkasa di pangkalan Moyave."
"Yang lain?" tanya Anita.
"Kepada David Luna, Presiden dari Luna Corporation."
Tom dan Ben bersiul. "Luna menguasai sebagian besar kegiatan pertambangan di
Bulan," kata Ben penuh pikiran.
Tom menghela napas. "Kalau orang harus mengumpulkan raja-raja bandit dari seluruh dunia dan diperas menjadi satu, lalu dibumbui sedikit kegiatan politik yang korup, itulah dia David Luna. Tetapi bukankah dia itu orang
yang tidak mudah dihubungi" Aku heran bagaimana Foster bisa
menembus sampai kepada Luna."
"Ia punya informasi yang istimewa," kata Ben. "Berapa lama ia telah melakukan percakapan, Aristotle?"
"Satu jam duapuluhsembilan menit!"
"Mahal sekali!" kata Anita. "Tetapi itu telah cukup lama untuk dapat menembus para sekretaris dan segala orang sewaannya untuk
menjaring percakapan penting dan yang hanya membuang-buang
waktu saja." "Aljazair!" seru Tom tiba-tiba. "Luna Corporation mempunyai pangkalan ruang angkasa pribadi yang terbesar di dunia, di Sahara yaitu di selatan Biskra."
"Ah, tentu saja!" seru Ben sambil membunyikan jari-jemarinya.
"Foster tentu sedang menuju ke Casablanca. Kemudian mengambil pesawat cepat untuk terbang melintasi Pegunungan Atlas menuju ke
pangkalan ruang angkasa di Sahara."
"Ke ruang angkasa?" tanya Anita. "Untuk apa" Luna tentunya punya laboratorium-laboratorium yang besar di Bumi sini."
"Untuk apa kita bawa Aracta ke Triton?" Tom menjelaskan.
"Demi keamanan! Nah, di Bulan ... atau di luar sana, di daerah asteroid yang sedang mulai digarap oleh Luna, di sana itu aman
sepenuhnya!" "Mungkin juga, ia ke Poseidon. Itu kubah di dasar laut yang
baru, di dekat kepulauan Azores," kata Ben. "Aku ingat pernah membaca bahwa Luna mempunyai bagian di sana."
"Eh, ya," kata Tom dalam suara yang keras hingga menarik perhatian teman-temannya. "Luna Corporation telah membeli
sebagian dari Triton tahun yang lalu. Memang tidak cukup untuk
mencemaskan kita. Bukan tawaran pengoperan usaha. Tetapi ia sudah punya tempat berpijak. Beberapa bulan yang lalu ia pun telah membeli sebagian dari Nereid."
"Kubah di bawah laut untuk rekreasi itu, ya?" tanya Ben.
Tom mengangguk. "Jadi ada tiga kemungkinan. Dua di bawah air di mana kapal
Foster dapat bersembunyi tanpa mengalami kesulitan".dan satu di
Casablanca." "Kalau kita mengambil waktu untuk menggeledah kubah-kubah
di bawah permukaan air, dan dia ternyata menuju ke Casablanca".?"
Kata Anita sambil angkat bahu.
Perhatian Tom teralihkan oleh suatu gerakan di layar sonar.
"Ia berubah arah!"
Mereka semua membungkuk di atas layar.
"Ia memutar!" seru Ben. "Mari kita potong jalannya!"
"Jangan! Lihat, ia menyelam," kata Tom. "Makin dalam lagi!"
Mereka memandangi ketika kapal Foster memutar menyelam,
lalu menikung lebar ke selatan dan turun ke dalam Dataran Hatteras Abyasal, yaitu tepi timur dari benua Amerika Utara.
"Apa maunya dia?" gerutu Anita.
Mereka tetap mengamati alat-alat pengukur kedalaman dan
tekanan. Sementara itu mereka terus mengikuti kapal lawan.
"Hanya suatu taktik untuk menghindar!" kata Ben.
Selama satu jam mereka ikuti Foster dengan teliti menuju terus
ke selatan dan menyelam semakin dalam. Kemudian Foster mulai
bergerak mendatar dan mengambil arah yang tidak menentu dekat di
dasar laut. Dasar laut itu semakin melandai naik ketika mereka
mendekati Cuba dan Haiti. Jaraknya masih cukup jauh.
Tom sekilas memeriksa keadaan pantai dan peta geodesi pada
layar komputer. Di daerah ini hanya ada data dasar saja, ialah arah arus dengan peta kasar dari dasar laut hanya seperti sebuah foto jarak jauh disertai beberapa catatan dari yang paling penting saja.
Kemudian dengan tidak disangka-sangka, kapal Foster
menghilang dari bayangan sonar.
"Eh".tunggu sebentar!" seru Ben.
Sekali lagi ia memeriksa daerah di sekitar, mengecilkan fokus.
Namun mereka tidak melihat apa-apa di layar mereka, kecuali dasar laut. Mereka memandangi dasar laut yang hijau bergelombang, dan
beting-beting karang yang menjulang ke atas. Kapal mereka
mendekati daerah yang terakhir dapat mereka catat, namun mereka
tidak melihat kapal selam yang telah menghilang begitu saja.
"He, apa itu?" seru Anita sambil menunjuk dari balik jendela ke air yang kelam dan nyaris meniadakan bentuk kehidupan pada
kedalaman itu. Sebuah bentuk runcing muncul di depan, tampak
samar-samar hampir tidak kelihatan. Tom memusatkan gelombang
sonar dan sebuah bayangan menyerupai bentuk bulan sabit kelihatan menjadi lebih nyata.
"Sebuah kapal!" seru Ben. Jari telunjuknya menjamah layar.
"Lihat, buritannya tinggi seperti kapal galleon".galleon Spanyol!"
"Kapal yang telah tenggelam!" sambung Anita.
"Jangan hiraukan itu!" tukas Tom. "Di mana Foster?"
Bangkai kapal itu terbaring miring pada satu sisi pada sebuah
gorong karang. Sebuah batu karang setinggi dua kali tiang kapal itu menjulang di atasnya.
Mereka melewati bangkai kapal itu pada jarak agak jauh hingga
dapat melihatnya lebih jelas. Nampaknya masih dalam keadaan yang
cukup baik. "Mengapa kapal itu tidak hancur dan tertutup tumbuhan laut?"
tanya Anita heran. "Mungkin karena terlalu dalam. Airnya terlalu dingin dan tidak terganggu. Kebanyakan organisma yang suka makan kayu
menyenangi air yang lebih hangat." Tom menjelaskan.
Sementara mereka lewat di dekat bangkai kapal itu, alat sonar
mereka tetap tidak menangkap sesuatu dari depan mereka. Oleh
karena itu Tom lalu memutar jalan kapal selamnya.
"Foster tidak bisa menghilang begitu saja," kata Tom ngotot.
"Harus ada pemecahan yang wajar. Satu-satunya benda yang khas di situ adalah bangkai kapal galleon. Mari kita dekati dan selidiki!"
Anita dan Ben mengangkat bahu.
"Boleh saja," kata Ben. "Aku pun tidak ada dugaan lain lagi."
Gambar kapal galleon semakin nampak besar di layar. Semakin
jelas dan menyolok dengan latar belakang batu karang. Mereka
berhenti pada jarak duapuluh meter dari kapal itu, lalu meneranginya dengan lampu sorot.
Kapal galleon itu telah hilang dua tiangnya. Mungkin karena
terserang badai. Serpihan-serpihan kain layar masih menggumpal di geladaknya yang miring. Dinding tubuh kapal itu terkoyak hampir
membelah kapal itu menjadi dua. Mungkin akibat jatuhnya pada
batukarang, atau membentur batukarang yang ada di atas lalu jatuh ke bawah.
"Tunggu sebentar!" kata Tom.
Ia menggerakkan sinar lampu sorotnya ke bagian tubuh kapal
yang koyak. Dilihat dari sudut kapa1 selam, koyakan itu hanyalah
selebar dua meter. Ada sesuatu yang mengkilat di kegelapan bagian dalam. Tom mendekatkan kepalanya sedikit ke kiri. Anita menahan
napas. "Emas!" katanya.
Emas murni tidak berlapiskan apa-apa. Mereka melihat sebuah
kepala dan dada dengan hiasan kepala berupa bulu-bulu dan kedua
mata terbuat dari permata. Sebuah patung perajurit setinggi satu meter lebih, sebuah topeng, sebuah patung harimau jaguar, dan beberapa
jenis jambangan. Sekumpulan tongkat-tongkat, tombak-tombak untuk
upacara keagamaan terikat dengan tali kulit yang sudah mulai
membusuk. Semuanya emas murni.
"Ada tangki oksigen! Lihat
Ben menunjuk dengan gairah. Di tengah tumpukan emas yang
rapih itu terdapat sebuah tangki. Tali-tali pengikatnya yang biru itu melambai perlahan-lahan karena gerakan air akibat kapal selam.
"Ada orang yang pernah kemari!" kata Anita.
"Atau masih ada di sini," Tom menggumam.
Dengan cepat Tom menggerakkan lampu sorotnya, menyoroti
seluruh tubuh kapal. Kemudian ia menyorotkan lagi ke tempat muatan yang telah mulai lapuk itu. Di belakangnya ia melihat samar-samar lebih banyak lagi tumpukan emas yang gemerlap dan intan mirah yang kemilau.
"Kukira, aku mengenali kapal ini," kata Aristotle. "Kapal ini cocok dengan ciri-ciri dalam catatan di Madrid. Setidak-tidaknya dari pemeriksaanku sepintas lalu. Itu mungkin harta dari kapal El Testigo Santo di bawah perintah kapten Geraldo Jamarillo. Berangkat dari
Meksiko pada tanggal 2 Juni 1525 dan memuat harta jarahan dari kota Teotihuacan, yang sekarang kita kenal sebagai Mexico City. Dulu
pernah diramalkan bahwa Topiltzin atau Quetzalcoatl, yaitu raja imam dari Tula yang telah meninggalkan rakyatnya akan datang kembali
pada suatu hari pada tahun Gelagah Satu, yang jatuh setiap limapuluh tahun sekali menurut perhitungan tahun Meso-amerika. Pada tahun
1519 Hernando Cortez berangkat ke Meksiko."
"Ia mendarat pada tahun Gelagah Satu," sambung Tom. "Jadi itu adalah sebagian dari pada hasil jarahannya?"
"Asal muatan itu tidak diketahui, Tom. Tetapi mungkin benar
katamu itu." "Tetapi ada orang yang telah menemukannya," kata Anita.
"Foster?" tanya Ben. "Bukan. Ini bukan barang-barang kesenangannya. Ia lebih tepat tipe orang angkasa."
'"Tetapi David Luna, lebih banyak lagi yang diperhatikan," kata Tom. "Dan itu belum menyingkap menghilangnya Foster."
"Mengapa kita tidak melihat di bagian belakang, di dekat
batukarang?" Ben mengusulkan.
"Gagasan yang bagus!" Tom membenarkan. Ia lalu menaikkan kapalnya, sedang Anita menghela napas melihat muatan emas itu
berlalu. "Indah-indah benar!" katanya.
"Dan juga amat berharga," kata Ben. "Lebih-lebih dilihat dari segi historisnya daripada dari emasnya sendiri. Waaah, aduuuh!" ia menyela sendiri.
Kapal selam itu naik ke atas geladak bangkai kapal yang miring
dan lampu sorot disinarkan ke kayu-kayu yang lapuk. Kini sinar
cahaya itu menyoroti kaki batukarang. Hanya hitam kelam yang
nampak di sana. Seharusnya batukarang itu akan kelihatan.
"Sebuah gua!" bisik Ben. "Cukup besar untuk dimasuki Espenoza!"
"Jangan-jangan mereka memang sedang menunggu kita," Anita memperingatkan.
Tom menghentikan kapalnya dan melayang tepat di mulut gua.
Lampu sorot menerangi tepi-tepi gua, tetapi selain itu tetap gelap.
Sonar pun tidak dapat menentukan sesuatu pantulan yang khusus dan tidak dapat membedakan pantulan-pantulan dari dinding-dinding gua.
"Apa sebaiknya kita masuk saja?" tanya Ben. "Kita tunggu dulu!" jawab Anita. "Mereka tidak mungkin di dalam selamanya."
"Begitu pun kita. Mengapa kita tidak panggil saja bala bantuan untuk menjaga tempat ini?" Ben mengusulkan.
Tom mengelus-elus dagunya, tanda penuh pikiran. Kapal selam
cepat mereka itu tidak dilengkapi dengan alat penyelam yang dalam sekali. Keunggulan satu-satunya hanyalah dalam hal kecepatan.
Dengan awak tiga orang ditambah satu robot sudah sangat sesak.
Persediaan bahan makanan dan persediaan udara pun hanya terbatas.
Maka kesimpulan mereka tidak dapat lama menunggu.
"Aku akan masuk!" Tom mengusulkan.
Chapter 5 "Lho! Kaumaksudkan kita yang masuk?" tanya Ben.
Kapal selam itu perlahan-lahan bergerak masuk ke dalam gua.
Tom pegang kemudi dan siap untuk menjalankan mundur setiap
detiknya. Ada lagi yang bergemerlap di dalam. Emas lagi. Rupa-rupanya
sebagian dari muatan bangkai kapal itu telah dipindahkan dan
ditumpuk di sepanjang dinding gua sebelah kanan. Ada tiga batangan emas yang cetakannya secara kasar. Sebuah patung besar dengan
hiasan kepala seperti kipas. Sebuah peti plastik sarat dengan gelang, kalung, batu permata dan peniti emas. Ada lagi sebuah patung yang penuh bekas bacokan seperti pernah kena bacokan kapak.
"Harta yang kedua," pikir Tom, "cukup untuk mengisi sebuah musium."
Bayangan-bayangan kehebatan dari kerajaan Aztek menyelinap
ke benak Tom. Kota-kota yang terpendam di dalam hutan,
pengorbanan darah, patung kepala yang dipahat langsung di bukit
karang, patung-patung kecil halus dari keramik, piramida-piramida raksasa dari batu penuh bekas-bekas darah. Tetapi di luar upacara keagamaan yang bengis itu bagi pandangan orang zaman sekarang,
bangsa Aztek, Maya, Inca dan Tholtec pernah memiliki peradaban
yang sangat maju dan mengagumkan, pelik dan kompleks.
"Aku yakin, tangan-tangan David Luna sudah sampai di sini,"
kata Ben menghentikan lamunan temannya. "Mereka sungguh hebat dalam melakukan penyelidikan di dalam laut."
"Begitu juga eksploitasinya," sambung Anita. "Patung-patung itu dapat saja secara tiba-tiba muncul di tempat pelelangan, satu-satu tanpa penyelidikan arkeologis!"
Tom mengangguk. "Engkau mungkin benar. Tetapi kini pertunjukan itu telah
lewat. Mari kita cari Foster."
Ben tertawa kecil.

Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heee, tidak setiap hari engkau akan melihat seperti itu!"
"Aku tahu! Ini adalah penemuan yang luar biasa. Tetapi apa
yang telah kita temukan di Io adalah jauh lebih penting, dan".."
"Awas!" Tiba-tiba Anita berseru.
Kapal Espinoza menerjang dengan cepat dari kegelapan,
bagaikan seekor ikan hiu yang sedang menyerang. Anita menjerit
ketika kedua kapal selam itu saling menyisih. Suara bagaikan gong menggema mendengung-dengung menggetarkan mereka ketika logam
beradu logam. Lampu-lampu peringatan berkedip-kedip dan suara
klakson membisingkan membuat telinga seperti menjadi tuli. Seluruh badan kapal bergetar!
Kemudian Espinoza lolos keluar lewat mulut gua.
Tom menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia memeriksa
alat penunjuk kerusakan. Tubuh kapal tetap utuh. Tetapi beberapa
jarum menunjukkan angka-angka merah, angka-angka darurat.
Dengan sangat hati-hati Tom menjalankan mundur kapal selam
cepatnya untuk keluar dari dalam gua. Sangat sempit ruang gerak di antara mulut gua dan bangkai kapal. Tetapi Tom menghidupkan
kamera-kamera TV di bagian belakang?"dan dapat melompatkan
kapalnya dengan mengagumkan.
"Lihat!" katanya sambil menunjuk.
Kapal Espinoza telah menabrak bangkai kapal dan
memotongnya bagaikan pisau tebal yang tajam. Tetapi kapal selam itu tersangkut pada kayu-kayu dinding bangkai kapal yang tebal-tebal.
Bidang-bidang hidroplane belakang terjepit, sedang baling-balingnya membentuk pusaran air bagaikan angin puyuh. Gelembung-gelembung bagaikan awan perak menyembur-nyembur dari sisi kanan
yang bocor. "Ia akan tenggelam!" jerit Anita.
"Kita harus bebaskan dia agar dapat timbul ke permukaan!"
seru Tom. Dengan hati-hati ia mendekati kapal selam yang terjebak itu dan memasukkan hidung kapal selamnya di rongga antara kapal
selam Foster dengan dinding bangkai kapal harta yang telah robek-
robek. "Engkau hancurkan kapal galleon itu!" Ben memperingatkan.
"Ia akan runtuh dari atas batu-karang, dan hartanya akan
berhamburan!" "Kalau tidak begitu Foster akan tenggelam!" jawab Tom.
Ia berikan tenaga sepenuhnya kepada kapalnya, lalu menerobos
ke dalam bangkai kapal, menguak kayu-kayu lapuk yang masih tetap
kuat itu. Kapalnya bergetar dan menggores serta menggaruk kapal
Foster. Endapan lumpur yang menimbuni selama sekian abad runtuh
dari atas, membuyar dengan rata ke dalam air hingga mata hampir
tidak dapat melihat. Sebuah balok kayu jatuh menimpa tubuh kapal.
Mereka sempat mendengar menggeritnya bangkai kapal, ketika
Tom menguaknya terbuka. Terdengar suara logam berdentang dan
menggeriut dan"..kapal selam Foster terlepas bebas.
"Ia terus melarikan diri!" teriak Ben.
Suara menggeriut dan berdebam menggema di seluruh kapal
bagaikan seorang raksasa yang menghantam godam ke tubuh kapal.
Tom membalikkan putaran mesin dan berusaha melepaskan kapalnya.
Namun kapal itu hanya bergerak mundur dan kemudian bergemeretak
berhenti. Bangkai kapal El Testigo Santo hancur berantakan
menimbuni mereka. Mereka terjebak! "Periksa tubuh kapal!" Tom memerintah.
Ia matikan kedua baling-baling kapalnya. Keheningan yang
mencekam segera menyusul. Sungguh mengerikan.
"Oke!" kata Ben, lalu menyeruak lewat di samping Aristotle.
Memang hanya ada sedikit ruang, karena kapal selam itu dibuat
hanya untuk satu atau dua orang. Tom memeriksa alat-alat pengukur bahan bakar, tekanan udara dan lain-lainnya yang penting. Sementara itu Anita mencoba melihat keluar dari jendela yang gelap karena
berhamburannya lumpur. Aristotle tinggal diam tidak bergerak, seperti biasanya kalau sedang tidak melakukan pekerjaan yang memerlukan
tenaga. Tetapi itu tidaklah berarti bahwa ia diam tidak berpikir.
"Semua oke di belakang sini!" seru Ben dari ruang bagian belakang. "Tetapi ada beberapa balok menghimpit hidroplane. Aku melihatnya dari balik jendela di sini!"
Air di luar masih berpusar menggelegak. Dan lumpur seperti
asap menghalangi pandangan ke segala arah. Anita berpaling kepada Tom. Wajahnya menunjukkan rasa kuatir.
"Apakah kita terjebak?"
Pemuda itu mengangguk. "Ya! Setidaknya unuk sementara waktu." Ia menunjuk ke alat-alat pengukur. "Tetapi kita masih ada persediaan udara yang cukup."
"Apa yang kaumaksud dengan cukup?" tanya Ben.
Sementara itu ia menyeruak masuk kembali ke ruang kemudi.
"Tipbelas jam! Mungkin empatbelas jam."
"Tigabelas koma dua," Aristotle membetulkan. "Tetapi dengan penggunaan seperti sekarang ini!"
"Oke!" kata Tom.
Ia tidak mau berdebat tentang hal-hal seperti itu melawan
ketepatan pikiran Aristotle.
"Ya, tidak seperti di angkasa luar. Apa yang harus kita lakukan hanyalah timbul ke permukaan. Di sana kita dapat bernapas bebas
menghirup udara Laut Caribia."
"Tom, dapat juga seperti di angkasa luar," kata Ben. "Yaitu kalau kita tidak dapat timbul ke permukaan. Kita juga tidak akan dapat menghirup udara segar itu!"
"Coba lagi, kapal dimajukan," kata Anita, "kalau ke belakang kita terhalang?""
Tom mengangguk dan menghidupkan mesin. Baling-baling
yang kuat itu mendorong kapal beberapa meter ke depan dengan
disertai suara menggeriut. Lebih banyak lagi lumpur yang
menghambur ke atas. Kemudian terdengar suara berdebam yang keras
ketika sepasang balok iga-iga kapal sebesar tubuh manusia tergelincir dan jatuh di depan jendela kapal bagian depan dan menghimpit
dengan kuat. Tom memundurkan kapalnya kembali agar sepasang
balok itu dapat jatuh di depan mereka. Tetapi kapal mereka malahan terhimpit lebih erat. Kemudian mereka mendengar suara riuh.
Sungguh mengerikan suara itu. Setengah suara jeritan manusia,
hampir menyerupai suara mengerang. Suara semakin bertambah riuh
dan mereka merasakan dua kali benturan pada tubuh kapal. Kapal
mereka mulai miring . "Awas!" teriak Anita. "Kita akan terbalik!"
"Bangkai kapal itu tergelincir turun dari batu karang!" seru Ben.
Jari-jari Tom menekan pada alat kemudi secara elektronik untuk
memberikan seluruh tenaga kepada kedua baling-baling. Mereka
belum siap menghadapi kapalnya yang akan terjungkir. Hanya Tom
yang masih terikat erat pada sabuk pengaman. Anita telah
mengendorkan sedikit sabuknya agar dapat menjulurkan tubuhnya ke
jendela untuk melihat ke luar. Aristotle merentangkan kedua
lengannya dan menekankannya kepada dinding kapal. Tetapi Ben
yang paling menderita. Terjebak di antara kursi pengemudi dan tubuh Aristotle, ia jatuh ke sisi dan kemudian terguling ke sisi yang lain, ketika kapal itu memutar terbalik penuh.
Benda-benda di bagian-bagian kapal berjatuhan dari tempatnya,
berdenting-denting berkontrangan. Kebanyakan dari benda-benda di
dalam kapal sebenarnya melekat atau terikat dengan erat, namun para pembuatnya tidak memperhitungkan bahwa kapal tersebut harus
berjungkir-balik. Tom memperkuat diri di tempat duduknya dan berusaha melihat
apa yang terjadi melalui awan lumpur. Bangkai kapal galleon Spanyol itu rupa-rupanya telah bergeser. Mula-mula akibat ditabrak oleh kapal Foster. Kemudian akibat usaha Tom untuk melepaskan kapalnya.
Bangkai kapal itu tergeser lebih jauh sehingga tergelincir dari
kedudukannya semula di atas batukarang. Maka kapal selam itu jatuh ke kedalaman bersama reruntuhan bangkai kapal penuh harta tersebut.
Mereka berhenti berguling. Tiba-tiba terjadi suatu keheningan
yang aneh yang disela oleh suara berkeriut lemah. Mereka meluncur dengan tenang ke kedalaman, jauh melampaui kemampuan yang
diperhitungkan bagi kapal selam kecil tersebut. Tidak lama kemudian mereka tentu akan diremas oleh tekanan air.
Dengan mati-matian Tom menggunakan segala tenaga
mesinnya. Maju, kemudian mundur. Maju lagi, menggoyang-
goyangkan bangkai kapal agar terlepas cengkeramannya atas kapal
mereka. Ia tidak tahu sampai kedalaman seberapa mereka akan jatuh.
Tetapi kalau mereka sampai di dasar dengan dibebani bangkai kapal yang menimpanya, maka mereka semua akan mati. Bahkan walaupun
tekanan air tidak meremaskan hingga remuk, tetapi benturan dengan dasar laut dan ditambah himpitan bangkai kapal yang menimpanya
dari atas akan menghancurlumatkan mereka.
Sebuah patung berhala mengenai kaca jendela depan seperti
hendak melongok ke dalam sejenak, lalu jatuh menjauh ketika Tom
memundurkan kapalnya. Tiba-tiba terdengar suara gemeretak dan
menggeriut bersusulan. Kapal galleon itu melayang turun di samping mereka".Mereka jadi terbebas.
Ben dan Anita berteriak girang, ketika kapal selam mereka
mundur menjauhi kayu-kayu yang melayang berjatuhan turun ke
dasar. Air pun menjadi lebih jernih. Ben merangkak ke bagian
belakang untuk memeriksa dinding kapal bagian dalam.
Kapal selam cepat mereka muncul di permukaan laut di bawah
sinar matahari siang yang cerah. Sebuah sekunar baja meluncur lewat.
Layarnya berupa lembaran-lembaran baja yang diatur oleh komputer
yang secara otomatis mengarah di atas atau di bawah angin. Seorang pelaut di geladak melambaikan tangannya ketika Anita membuka
pintu tingkap luar lalu menghirup udara yang terasa asin dan tajam.
Anita membalas lambaian itu, lalu menghidupkan kompresor udara.
Mereka berkumpul lagi di ruang pengemudi.
"Dalam beberapa menit kita sudah akan sehat sepenuhnya,"
kata Ben. "Tetapi di mana Foster"'"
"Kita kehilangan jejaknya," sahut Tom kecewa. "Tidak nampak lagi di sonar. Atau lebih tepat lagi: salah satu dari noktah-noktah di layar komputer itu. Sebaiknya yang mana harus kita kejar?"
"Beberapa di antaranya adalah kapal pengangkut," kata Anita.
Beberapa lagi yang lain mungkin kapal pesiar. Tetapi ...."
Ia menghela napas. "Engkau benar! Yang mana?"
Dengan lesu Anita menatap wajah Tom. "Itulah yang kita dapat dengan usaha menyelamatkan jiwa Foster!"
"Bocor di dinding kapalnya itu tentulah tidak separah seperti yang kita lihat," kata Ben. "Atau ia begitu berani ambil risiko untuk melepaskan diri dari kejaran kita."
Ahli komputer bangsa Cherokee itu mengernyitkan dahi.
"Yaah, apa lagi sekarang?" sambungnya. "Tutup pintu tingkap!"
perintah Tom. Anita menekan tombol untuk menutup pintu tingkap. Namun
alis matanya terangkat penuh pertanyaan. Jari-jari Tom sibuk bekerja di papan tombol komputer navigasi. Kemudian ia menetapkan arah
pelayarannya dengan menekan sebuah tombol. Dan mereka merasakan
kapalnya menikung memutar.
"Lho".Kita tidak ke utara" Atau ke timur, ke"..Casablanca?"
seru Anita heran. "Kok arah ke selatan?"
"Ooo, aku tahu!" Ben menebak. "Kita kembali. Berhenti di Bahama, lalu terbang".kemana?"
"Casablanca!" Tom menjawab. "Sekali Luna berhasil membawa penjajak itu keluar dari Bumi, keluar dari daerah kekuasaan hukum, ia akan dapat berbuat sekehendaknya. Foster tentu hendak meninggalkan Bumi ini selekas-lekasnya."
Tom memasang kemudi otomatis, lalu berdiri di kabin yang
sesak. "Kusarankan agar kalian tidur sebentar, walaupun hanya untuk sejam saja." Ia memandangi Anita. "Setelah sekian lama di ruang angkasa, gravitasi normal ini tentu telah membuatmu sangat lelah,"
katanya melanjutkan. Sinar mata membersit di wajah Anita.
"Aku kuat bertahan, Tom, biarpun selama ini aku lebih banyak tinggal di koloni ruang angkasa itu."
Ledakan dendam di hatinya pada masa yang lalu membuat Tom
tercengang. Ia tidak bermaksud mengungkapkan kata-katanya seperti yang diterima oleh Anita. Ia sendiri telah merasakan lelah setelah berbulan-bulan tinggal di tempat gravitasi rendah, atau bahkan nol sama sekali. Namun ia tidak hendak menanggapi dan menjelaskan
tentang dirinya sendiri. Itu mungkin justru akan memperuncing
keadaan. Mereka mulai memasang tempat tidur gantung masing-masing.
Ben segera berbaring dengan tubuh melingkar sambil menghela napas panjang. Ia menggumam.
"Aristotle, awaslah. Jaga kalau ada makhluk hantu laut atau
bajak laut!" "Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa makhluk-
makhluk yang dikatakan hantu laut itu sebenarnya ...."
"Aristotle, Ben hanya hendak bergurau," tukas Anita tajam.
"Ooo," jawab robot itu. "Aku tidak pernah dapat mengerti sepenuhnya bahasa manusia. Jadi aku cenderung untuk membesar-besarkan masalah, atau hal yang tidak benar atau sesuatu kelakar."
"Hmm," gumam Ben mengantuk.
"Kau berjaga, Aristotle," Tom meminta.
"Ya, Tom," jawab Aristotle.
Ia berdiri diam tidak bergerak. Lensa-lensa matanya menatap
papan pengontrol dan pemandangan dasar laut di depannya.
Chapter 6 Tom, Anita dan Ben berjalan cepat-cepat melalui busur-busur
beton yang anggun dari airport Filali di luar kota Casablanca. Aristotle berjalan menggelinding di belakang menggunakan roda-roda di bawah kaki-kakinya. Undang-undang Bebas Perjalanan sangat mengurangi
waktu pemeriksaan sehingga mereka dapat segera memanggil taksi
listrik di pinggir jalan.
"Aristotle, kau mengawasi dari belakang," kata Tom.
"Oke, Tom!" "Ke kantor Kepala Pelabuhan," kata Ben kepada si sopir yang mengawasi Aristotle dengan sedikit ketakutan.
Robot setengah manusia itu masih merupakan hal yang baru di
daerah itu. Sopir itu pun merasa tidak tahu apa yang harus diperbuat menghadapi benda setengah mesin tersebut, meskipun robot itu seperti tidak mengacuhkannya. Segera sopir itu menjalankan taksi listriknya dan masuk ke keramaian lalulintas.
Aristotle mengikut menggelinding di belakangnya dan banyak
menarik perhatian orang-orang Marokko. Mereka ini dengan mulut
menganga tcrcengang terus memandanginya. Anita menahan tertawa
melihat ulah seorang anak muda yang hampir terjatuh dari sepedanya.
"Kukira, di daerah ini belum banyak orang yang pernah melihat robot," Anita tertawa geli.
Rasa humornya telah pulih setelah tidur beberapa jam.
"Bagaimana halnya dengan Aristotle?" tanya Tom kepada Ben yang sedang menoleh ke belakang.
"Pamer! Ia menghindari lubang-lubang di jalan dengan sebelah kakinya!"
"Yaah, untung kita memberinya roda-roda dan kaki, tinggal
pilih sendiri mana yang baik," kata Tom ikut-ikutan tertawa.
Kantor Kepala Pelabuhan sangat semrawut. Nampaknya seperti
tidak ada seorang pun yang memegang pimpinan. Aristotle terpaksa
harus menterjemahkan bahasa Inggris Tom ke dalam bahasa Prancis,
yang rupanya merupakan bahasa resmi. Mereka diberitahu bahwa
kapal selam Foster telah berlabuh sejam yang lalu.
"Kembali ke airport!" seru Tom.
Mereka kembali berlari-lari di terik matahari. Ketika mereka
melompat duduk dalam taksi listrik lain, sopirnya sampai menjadi
terkejut. Tom berkata kepada Aristotle.
"Hubungi airport! Pesan sebuah Blackhawk, kalau ada! Kalau
ada pertanyaan, mintalah agar mereka menghubungi Swift Enterprises di Shopton. Suruh mereka agar ada seseorang yang menjemput kita!"
"Ya, Tom," jawab si robot.
Dengan radio yang ada dalam tubuhnya, Aristotle menghubungi
airport melalui salah satu satelit yang mengorbit di atas Afrika Utara, 67.000 kilometer jauhnya, hanya untuk menghubungi seseorang yang
hanya limabelas kilometer di depan mereka.
Ketika taksi listrik itu tiba, seorang mekanik perawatan sedang
mendorong sebuah Blackhawk yang ramping mengkilat, sebuah
pesawat jet kecil untuk pribadi yang paling disenangi para usahawan, yang waktunya lebih berharga dari pada uang.
Beberapa menit kemudian, pilot yang berbangsa Inggris telah
melakukan tinggal landas dengan mulus menuju ke arah barat laut
melalui puncak pegunungan Atlas ke arah Pangkalan Sahara.
"Ia telah mendahului kita lagi," gerutu Ben. "Mereka tentu telah mempersiapkan semuanya untuk berangkat."
Tom mengangguk. "Tetapi dugaan kita tepat, bukan" Foster memang kemari.
Kapal bagi orang-orang kaya yang disewanya itu sungguh cepat!"
"Aku hanya berharap agar kita jangan sampai terlambat,
dan"..kekurangan uang," kata Ben muram.
"Kalau Pangkalan Sahara itu milik Luna, apakah ia tidak
menunggu kedatangan kita?" tanya Anita.
"Kukira memang demikian. Tentu ia punya semacam jaringan
mata-mata di Triton, yang memberitahu dia tentang apa yang terjadi.
Kita harus beranggapan bahwa ia tahu bahwa kita sedang mengejar
Foster." "Jadi dia akan berusaha untuk menghentikan kita?" tanya Ben sambil melihat ke sekeliling. "Jangan-jangan pilot itu juga terlibat.
Dan akan membawa kita ke tempat yang lain sekali!"
"Aku sudah memonitor penerbangan ini melalui pancaran
satelit, Ben. Pilot itu menerbangkan kita ke Pangkalan Sahara,"
Aristotle menimpali. "Tetapi apa yang akan kita lakukan kalau sudah mendarat?"
tanya Anita. "Tempat itu besar sekali. Ia menyewakan tempat
peluncuran itu untuk sejumlah perusahaan dan negara, bukan" Lalu
dari mana kita harus mulai mencari" Mungkin mereka menyuruh
Foster pergi dengan pesawat berbendera Liberia, atau kapal angkut Luna, atau pun diselundupkan ke kapal Penyelidikan Geografi
Nasional, atau bahkan ke kapal komersial Luna."
Tom menggigit-gigit bibirnya sejenak.
"Mereka memang selalu menyiapkan segala-galanya. Itulah
cara mereka sejauh ini. Kita periksa saja kapal yang segera
berangkat." Ia berpaling kepada Aristotle. "Hubungi lagi Swift Enterprises. Mintalah mereka menggunakan Prioritas Merah
mencarikan transportasi bagi kita. Tanyakan juga pada New America.
Apakah ada pesawat Luna yang sudah siap berangkat ke Bulan atau ke Sabuk Asteroid?"
"Pikiran bagus!"
"Minta New America menyiapkan kapal yang paling cepat
milik Swift yang ada di sana. Lengkapilah dengan bahan bakar dan
bahan makanan untuk penerbangan sejauh Asteroid dan kembali!"
"Engkau menduga dia ke sana?" tanya Anita.
"Lebih baik kita siap-sedia untuk suatu penerbangan yang lebih jauh," jawab Tom. "Aristotle, minta New America merahasiakan kapal yang mereka sediakan bagi kita."
"Ya, Tom. Segera dipancarkan!"
"Mendarat dalam sepuluh menit lagi," terdengar suara pilot dari interkom.
Tom, Ben dan Anita saling berpandangan. Ke mana tujuan
pengejaran mereka nanti. Sementara itu Tom memasang sabuk


Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengaman untuk menghadapi pendaratan. Dalam hati ia bertanya-
tanya bagaimana keadaan ayahnya. Terlepasnya mesin stardrive
sampai hilang lenyap merupakan musibah. Ia berpikir kalau saja dapat meminta nasihat ayahnya. Membiarkan mesin stardrive jatuh ke
tangan penjahat dan tak bermoral seperti Luna adalah jauh lebih buruk lagi. Kalau David Luna sampai dapat menguasai ekspansi manusia ke bintang-bintang, tidak dapat dikatakan akan bagaimana jadinya.
Orang itu tidak mau berhenti terhadap apa pun. Tidak segan-
segan pula untuk membunuh dalam usaha memperoleh rahasia mesin
stardrive, mesin pendorong dengan sistem peleburan inti.
Mereka harus dapat merebut kembali pesaat penjajak
Skree dengan pesan-pesan yang terlalu sangat pentingnya itu.
*****************************
Biskra terpanggang di matahari. Suatu pengelompokan
bangunan-bangunan yang tidak teratur, kubah-kubah dari logam,
derek-derek raksasa, tiang-tiang yang menjulang tinggi, unta-unta, wanita bercadar, serta gemuruh deru roket-roket raksasa di kejauhan yang sedang diluncurkan naik ke angkasa.
Banyak orang-orang berpakaian jumpsuit yang ketat dengan
lambang-lambang perusahaan raksasa, kotoran-kotoran binatang dan
bau sayuran busuk bercampur-aduk dengan bau makanan, zat ozon
dan keringat. "Aku jadi lapar," kata Ben. "Ransum darurat di kapal selam itu jelek sekali. Mereka tidak pernah menyediakan makanan di pesawat
jet." "Kita tidak punya waktu untuk berhenti dan mencari makan
sekarang ini," kata Tom.
Taksi listrik mereka melompat-lompat dan berayun ketika
sopirnya menginjak rem, menghindari seorang anak yang menuntun
seekor unta. Kemudian taksi itu terpaksa berhenti lagi di depan
kerumunan wisatawan yang melongo melihat mereka. Taksi itu
terpaksa berjalan menepi dan memberi jalan serombongan wanita
bercadar yang berpakaian hitam, dan menghindar lagi dari sebuah truk bermuatan plastik cair. Tetapi akhirnya taksi itu melompat melaju di jalan empat jalur yang menuju ke Pangkalan Sahara.
Aristotle berdiri di bumper belakang, memutar-mutar kepalanya
mengawasi sebuah taksi listrik lain yang muncul dari balik pondok-pondok lempung. Robot yang tambun itu tidak menghiraukan lalat-
lalat yang membentur tubuhnya. Ia hanya memperhatikan sebuah
mobil yang mengikuti mereka di belakang.
"Tom," katanya cukup keras agar dapat didengar dari dalam taksi. "Kita dibuntuti."
"Wah," Tom memutar tubuhnya untuk dapat melihat ke
belakang melewati kedua kaki robot. "Engkau yakin?"
"Ya! Ketika kita berjalan lambat menghindari serombongan
keledai tadi, mobil itu mempunyai kesempatan untuk lewat tetapi
tidak mau. Ia malah mempertahankan jarak terhadap kita. Aku belum sempat mengenali penumpang-penumpangnya karena wajah bagian
bawah ditutup dengan sapu tangan."
"Mereka itu tentu orang-orang Luna," kata Ben. "Kita dapat menyuruh Aristotle turun dan memukul kap mesinnya hingga
berlubang apabila mereka melewati. Itu tidak melawan programming
agar tidak mencelakai orang"..Mereka hanya dipaksa untuk
berhenti!" "Tetapi mereka akan keluar dan menghancurkan Aristotle yang
pasti tidak akan melawan," Anita menolak.
Tom setuju. "Kita tidak akan melakukan hal itu," katanya. "Selain itu kita masih memerlukan Aristotle nanti. Ia memang sebuah mesin, tetapi ....
" Suaranya menghilang.
"Memang! Aku juga menyenangi dia," kata Ben. "Ia seperti tumbuh melekat pada kita."
"Lalu" Apa tindakan kita?" tanya Anita. "Masih limapuluh kilometer lagi untuk sampai ke lapangan terbang angkasa."
Tom berpikir keras. Mereka mungkin masih sempat mendahului
musuh-musuh itu, yaitu sampai ke bagian jalan yang lurus tanpa
halangan lalulintas. Kemudian mobil yang membuntuti itu tentu akan mendekat".lalu hendak mengapa mereka itu"
Di sekeliling tidak ada apa-apa kecuali pasir, batu, panas yang
terik serta kesunyian. "Tidak ada gunanya menyuruh Aristotle untuk kirim pesan
radio meminta bantuan," kata Tom dengan berpikir keras. "Apa yang hendak mereka lakukan, tentulah akan mereka lakukan. Kita tidak
dapat berhenti, tidak pula dapat berbalik. Aku pun tidak mau
mengorbankan Aristotle!"
"Meski demi mesin stardrive, mesin pendorong sistem
peleburan inti itu?"
Tom menggeleng dengan tegas.
"Tidak! Yang jelas, Aristotle adalah satu-satu-nya yang telah berhubungan demikian jauh dengan Aracta. Kalau ada apa-apa terjadi pada Aracta, kita tinggal menggantungkan diri kepada Aristotle!"
Taksi itu melaju di atas jalan yang sedikit menanjak. Mereka
melihat jalan yang lurus di depan. Di kejauhan nampak titik-titik berkilat, yaitu gedung-gedung dari Pangkalan Sahara. Ketika mereka mengawasinya, sebuah kapal ruang angkasa sedang naik di tengah
pancaran api biru cerah menuju ke angkasa.
Tiba-tiba wajah Anita mengkerut kesakitan. Ben melihatnya
dan memegangi tangan Anita, memberikan hiburan. Anita tersenyum
lemah. Semenjak suatu kecelakaan yang menyebabkan sirkuit-sirkuit di dalam kaki buatan Anita terlibat dengan sirkuit-sirkuit Aristotle yang sangat kuat. Maka terjadilah suatu keadaan yang sangat
menguntungkan baginya namun juga sangat mencemaskan. Daya
kemampuan dalam bidang empati sangat meningkat. Sirkuit-sirkuit
kaki buatan serta komputer rumit yang mengisi ruang betisnya telah dihubungkan langsung dengan sistem sarafnya. Hal ini memberikan
umpan balik yang menyebabkan dia dapat 'merasakan' lantai dan
menggunakan kaki palsu itu dengan wajar. Tetapi sistem sirkuit-
sirkuit itu juga meningkatkan rasa sadar pada otak hingga ia sering dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, rasa sakit, marah, kegembiraan atau pun kesedihan.
Emosi Tom yang sedang memuncak dengan mencari
pemecahan masalah yang sedang mereka hadapi juga sangat dirasakan oleh Anita.
"Tom, mereka semakin mendekat," Aristotle memberitahu.
Kini sopir pun merasa bahwa ada sesuatu yang tidak wajar
sedang mengancam. Dengan melihat di kaca spion, maka kakinya
segera menginjak pedal gas lebih dalam. Namun mobil listrik yang
mengejar itu terlampau kuat dan semakin mendekat juga. Aristotle
berkata dengan mendesak. "Penumpang itu membawa senjata. Sebuah senapan otomatis
kaliber sembilan mili. Ada perintah-perintah?"
Tom menggertak gigi. Ucapan robot yang tenang itu
menunjukkan hal yang tidak manusiawi , perasaan tidak mengenal
takut. Memang bagaimana pun Aristotle bukan seorang manusia
meskipun mereka menganggapnya sebagai sesama.
"Mereka mempercepat jalannya untuk dapat melewati kita,"
seru Ben. "Sopir, tancap gas!"
Mobi1 tua itu menghambur sekuat tenaga, tetapi ternyata hal itu
belum cukup. Tom melihat tangan penumpang mobil di belakang itu
dijulurkan keluar dari jendela. Senjata di tangannya diarahkan rendah.
Roda-roda! Mereka pasti mengincar ban hingga para penumpangnya yang
selamat pun akan menghadapi 'kecelakaan' yang kedua. Tom melihat
sekeliling. Tidak ada tempat untuk berlindung, tidak ada senjata dan tidak ada jalan untuk menghindar.
Chapter 7 "Awas!" teriak Anita.
Taksi listrik itu meliuk memutar. Sopirnya menyumpah-
nyumpah dalam bahasa Berber. Tom melirik ke belakang. Ia melihat
Aristotle melompat turun dari bumper tepat di lintasan para pengejar.
Terdengar suara menciut-ciutnya rem, geriut benda logam, dan mobil para pengejar dan pembunuh itu membelok lebar masuk ke gurun.
Aristotle jatuh, tetapi sebelum Tom sempat memerintahkan
sopir agar memutar kembali, Aristotle sudah berdiri lagi. Ia
melangkah ke pinggir jalan berpasir dan menuju ke reruntuhan mobil.
Kendaraan musuh itu telah menabrak sebuah bukit batu kecil
dan terhenti. Dua orang penumpangnya pingsan. Aristotle berusaha
menarik mereka keluar sebelum Tom dan teman-temannya tiba.
"Peringatan!" kata robot itu. "Sensor-sensorku menangkap kerusakan pada sumber listriknya. Baterenya kontsleting, dan mobil itu akan segera meledak."
Tom menangkap leher baju salah seorang yang bertopeng dan
menariknya ke atas pasir arah pinggir jalan. Terdengar suara siulan pendek yang disusul suara mendesis keras. Dan kemudian bagian
belakang mobil itu meledak.
Setelah pecahan-pecahan jatuh berdebum di tanah, Tom lalu
membalikkan tubuh orang yang telah dilindunginya dengan tubuhnya
sendiri. "Ia pingsan. Tetapi kukira ia tidak terluka parah," katanya sambil memeriksa tubuh orang asing itu.
"Di sini sama saja," kata Ben, yang telah juga menarik keluar orang asing yang satu lagi ke tempat yang aman.
Tom berpaling ke Aristotle.
"He, mengapa kaulakukan itu?"
"Tindakan yang paling logis, Tom. Engkau tidak punya senjata.
Tidak ada jalan lain untuk dapat menghindarkan mereka yang hendak mencelakai kalian. Telah aku perhitungkan sudut laju mobil mereka.
Maka aku menempatkan diriku sedemikian sehingga mereka harus
merubah arah laju mobil."
"Engkau dapat terbunuh!" seru Anita.
Ia mendatangi dan memeriksa tubuh si robot.
"Kukira kata membunuh lebih tepat bagi mesin elektronik
seperti aku ini," kata si robot membetulkan.
"Jangan omong seperti itu!" gerutu Anita. "Lihat yang penyok ini!"
Tom bertolak pinggang. "Dengar! He, engkau keranjang sekrup dan baut! Engkau telah
melanggar programming dasarmu!"
"Ooo tidak, Tom. Aku tidak setuju itu. Aku tidak senang
berselisih paham denganmu. Tetapi aku telah memperhitungkan
dengan teliti masalah itu. Aku memang tidak memperhitungkan bukit yang mereka tabrak. Tetapi perhitunganku, mereka akan
membelokkan mobilnya dan macet masuk ke pasir. Jadi hasilnya tidak akan ada yang cedera!'"
Tom tersenyum. "Engkau benar, Aristotle. Terimakasih! Engkau telah
selamatkan jiwa kami!"
Ben menepuk-nepuk benda setengah mesin itu di pundaknya.
Kemudian ia berpaling kepada kedua orang tawanan.
"Kita apakan mereka sekarang?" tanyanya.
"Itu ada sebuah kendaraan angkut muatan yang sedang datang,"
jawab si robot. "Kukira kata yang tepat adalah sebuah bus. Kita dapat menyerahkan kedua orang ini kepada mereka. Kita sendiri lalu dapat ngebut ke Pangkalan Sahara!"
"Aristotle benar," kata Ben sambil bangkit dan membersihkan pakaiannya. "Kita tidak punya waktu untuk menyerahkan mereka ke rumahsakit. Apalagi ke polisi."
"Oke," kata Tom.
Ia melihat ke bus yang sedang mendatangi dari balik tanjakan.
Ia melangkah minggir dari jalan, lalu melambaikan tangannya.
****************************
Pangkalan Sahara merupakan lapangan yang luas dengan
banyak gedung-gedung. Sebagian besar landasannya terbuat dari
semen. Hitam terbakar oleh banyaknya pesawat yang tinggal landas.
Sebagian lain berupa lekukan-lekukan pasir yang telah berubah
menjadi kaca hitam akibat api roket yang melumerkan pasir.
Di sepanjang pinggiran sebelah barat berdiri sederetan gedung-
gedung setinggi limapuluh lantai, yaitu bangunan-bangunan tempat
para penumpang dan muatan bagi roket-roket raksasa yang akan
menuju ke orbit. Di sepanjang tepi timur terdapat terminal-terminal bagi penumpang, kantor-kantor perusahaan ruang angkasa, gudang-gudang, pabrik-pabrik kecil yang melayani kompleks tersebut, serta rumah-rumah tinggal bagi ribuan karyawan lapangan.
Menjulang jauh di atas terminal-terminal yang tinggi adalah
lambang dari perusahaan Luna Corporation, yaitu sebuah bentuk
bulan sabit dari lampu neon. Lambang itu dipantulkan secara
menyeramkan oleh bendera-bendera hijau putih dari negeri Aljazair.
"Nah, sekarang bagaimana?" tanya Ben.
"Bung sopir, berhenti di dekat tempat telepon!" perintah Tom.
Taksi diberhentikan di pinggir tempat parkir, yang sebagian
besar berisi bus-bus wisatawan. Tom melompat turun untuk
menelepon Pengawas Pemberangkatan. Ia kembali ke taksi dengan
wajah murung. "Sudah berangkat!" serunya sambil memukul-mukulkan
tinjunya pada atap taksi. "Sebuah kapal Luna, Corsair Queen
berangkat limabelas menit yang lalu."
Anita mengerutkan tubuhnya. Ia telah cukup lama menahan
beban berat dari emosi-emosi Tom.
"Aristotle!" kata Tom. "Apa kita masih punya kapal"!"
"Ya! Seorang bernama Jensen dari Swift Enterprises
menyewakan sebuah kapal Jupiter Nine bagi kita!"
Ben bersiul. "Betul itu?" "Ya! Ada suatu radiogram dari pak Jensen yang rupanya
dikacau. Sesuatu mengenai 'seimbang dengan nilainya'."
Untuk pertama kalinya Tom tertawa di hari-hari yang panjang
menegangkan. "Di mana kapal itu?"
"Mereka sedang menyiapkannya di jalur Landasan 78 milik
Zeitraum Fluggesellschaft!"
"Perusahaan ruang angkasa dari Jerman?" tanya Ben. "Wah, mereka sungguh mengerti apa yang harus mereka lakukan. Ayo kita
ke sana!" Mereka turun dari taksi dekat pada kumpulan taksi-taksi listrik
yang mengangkut orang-orang di sekitar lapangan udara yang sangat luas itu. Sekelompok orang-orang yang tegap, besar bermalas-malas di keteduhan peti-peti kemas. Mereka mengawasi Tom dan teman-temannya. Tetapi perhatian mereka lebih ditujukan kepada si robot.
Sikap mereka nampaknya tidak menunjukkan suatu permusuhan,
tetapi mereka juga tidak ramah.
Tom masuk ke kantor pusat dan segera keluar bersama dengan
seorang pegawai yang jangkung berambut pirang. Orang itu menyapa
seorang di antara beberapa orang yang berpakaian jumpsuit
penerbang. "Wang, bawalah saudara-saudaramu ini ke kapal J-Nine."
Ia memandangi Aristotle dengan berspekulasi dan kemudian
menunjuk seorang lain. "Licuidi, engkau yang membawa robot."
Kedua orang itu turun dari peti-peti, lalu melompat naik ke
kereta listrik. Ben, Anita dan Tom naik kereta yang pertama. Sopir mereka adalah seorang dari Asia yang tersenyum ramah.
"Namaku Chih Hsing Wang. Kalian pekerja-pekerja lumpur
tentu orang-orang penting. Karena itu bisa mendapatkan kapal
pribadi." "Pekerja lumpur?" tanya Tom.
"Betul!" Sopir itu lalu menghidupkan mesin dan mengendarainya
mengitari gedung. "Dunia ini mempunyai dua jenis manusia, orang angkasa dan
pekerja lumpur," ia melanjutkan sambil melirik sebentar ke arah Tom.
"Eh, kalau kuperhatikan lebih lanjut, kelihatannya kalian adalah juga orang angkasa!"
"Tom tertawa kecil. "Barangkali," jawabnya.
Ia melihat melalui pundak ke belakang. Aristotle berkendaraan
sendiri dengan sikap kemegahan logam. Sementara kereta listrik itu mendengung melintasi lapangan yang sangat luas.
Pelabuhan ruang angkasa itu sangat luas tidak dapat
dibayangkan. Ada beberapa tanah gurun yang gersang di antara jalur-jalur landasan yang luas yang terbuat dari bahan semen tahan api.
Tetapi kesan keseluruhan menggambarkan dunia semen yang datar
dan rata. Udara sangat panas. Warna abu-abu semen beton itu
memantulkan sinar matahari. Tom merasa berterimakasih bila
melewati keteduhan bayangan gedung atau kapal ruang angkasa.
Kemudian mereka lewat di bawah landasan roket yang telah
menghitam, di mana sebuah roket berdiri bagaikan sebuah gedung
pencakar langit, tegak pada sirip-siripnya.
Wang melihat adanya rasa kurang nyaman dari para
penumpangnya ketika mereka itu melirik ke arah mesin-mesin jet
yang menjulang tinggi bagaikan cerobong-cerobong raksasa di atas
kepala mereka. "Lintasan pendek," ia menjelaskan seperti menikmatinya
sendiri. Iring-iringan dan kereta listrik itu menggelinding mengitari
ujung sebuah deretan bengkel-bengkel perbaikan, kemudian menuju
keluar melintasi tanah gurun yang datar. Lapangan itu sangat luas sehingga kapal-kapal angkasa yang di kejauhan itu nampak terbenam di dalam gurun, dan bagian bawahnya tersembunyi di balik cakrawala Bumi.
Tanpa diketahui sebelumnya hujan pecahan semen beton
menyiram kendaraan pada sisi sopir. Sebuah parit terkelupas di lantai beton di bawah kendaraan. Wang nampak terkejut. Tetapi Tom
seketika itu juga tahu apa yang terjadi.
"Mereka menembaki kita!" ia berseru.
Untuk sedetik sebuah sinar yang tidak nampak membelah tirai
peneduh terhadap sinar matahari Afrika Utara yang sangat terik. Kain tirai yang terbelah itu melayang menutupi pandangan sopir. Kereta listrik itu melompat menyamping ketika Wang berusaha keras
memperoleh pandangan lagi. Gerakan yang tiba-tiba itulah yang
menyelamatkan jiwa mereka.
Pecahan-pecahan lantai beton bermuncratan menghujani Ben,
Tom dan Anita serta Wang. Sementara itu semakin banyak sinar-sinar laser berseliweran mencari sasaran. Tom membalikkan tubuh. Ia lihat kereta yang ditumpangi Aristotle membelok tajam untuk mencari
perlindungan dengan mati-matian. Tempat perlindungan yang paling
dekat ialah sebuah roda pendarat pesawat jet. Dan itu masih tigaratus meter lagi jauhnya.
Sebuah sinar laser berkelebat dan meledakkan salah sebuah ban
depan. Wang hampir saja kehilangan keseimbangan kendaraannya
ketika kereta itu memutar. Akhirnya ia berhasil menghentikan


Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kendaraan itu. "Semua turun pada sisi ini!" Teriak Tom sambil melompat turun ke tanah.
Dengan lindungan kereta listrik mereka berlari ke arah pesawat
jet. Landasan beton berakhir. Mereka berlari di dalam cekungan
dangkal di antara dua jalur landasan beton. Pada waktu hujan
cekungan itu menjadi saluran pengontrol banjir. Untunglah hal itu tidak pernah terjadi.
Parit cekungan itu hanya memberi sedikit lindungan. Maka
mereka bertiarap rapat ke tanah. Mereka hanya berharap agar musuh-musuh jangan mendekat.
"Tom, apa sih yang terjadi?" tanya Anita.
Hembusan napasnya menghamburkan debu pasir di tempat ia
bertiarap rapat ke tanah pasir yang padat.
"Siapa yang menembaki kita?" ia bertanya lagi.
"Siapa lagi?" gerutu Ben.
Ia sedikit menjulurkan kepalanya dan memandang ke arah asal
tembakan. Ia segera menundukkan kepalanya lagi sebelum Anita
sempat berseru agar berhati-hati.
"Kulihat ada dua orang di dekat bengkel perbaikan," kata Ben.
Tom merogoh ke dalam sakunya mengluarkan sebuah pesawat
radio yang hanya beberapa senti saja panjangnya.
"Aristotle, silakan masuk!" perintahnya.
"Ya, Tom?" "Engkau sudah kirim berita radio kepada polisi ruang angkasa?"
"Sudah! Sudah kukirimkan berita SOS begitu aku rasakan
bahaya mengancam. Aku bahkan sudah minta dikirim ambulans!"
"Siapa yang cedera?" tanya Tom penuh perhatian.
"Licuidi mendapat beberapa goresan dan mungkin lengan
bawahnya patah. Kami sangat terpaksa meninggalkan kereta listrik."
"Engkau sendiri tidak apa-apa, Aristotle?" tanya Tom kuatir.
"Ya. Hanya beberapa goresan. Tetapi dengan dipoles akan
mengkilat kembali!" Ben mendongak lagi untuk melihat keadaan. Tetapi ia segera
menunduk lagi dengan mata membelalak.
"Tom, mereka mengejar kita. Dua orang dengan membawa
senjata laser!" "Luna tidak mau ambil risiko," Tom menggerutu.
Ia memandang sekeliling, mencari jalan untuk dapat lolos. Pada
saat itu pula sinar laser mengubah permukaan pasir menjadi sebuah parit kecil seperti kaca. Tembakan kedua menghunjam lebih dalam.
Para penyerang semakin mendekat.
Chapter 8 Tom menjadi kalang kabut. Mereka tidak bersenjata dan tidak
punya perlindungan. Polisi pelabuhan ruang angkasa belum juga
datang. Kedua penembak itu akan segera sampai dalam beberapa detik lagi.
Tiba-tiba mereka mendengar orang memekik. Ben dan Tom
memberanikan diri mengangkat kepala. Apayang mereka lihat
membuat mereka ternganga.
Aristotle sedang berlari melintas lantai beton mendorong kereta
listrik, Kedua musuh sedang menembaki kereta itu hingga plastik
badan kendaraan itu menjadi sobek-sobek oleh sinar laser.
Salah sebuah ban meledak dan kemudian ban yang satu lagi,
sementara para penembak itu melarikan diri.
Aristotle terus saja mendorong. Kereta itu menggeser di lantai
beton hingga timbul bunga-bunga api. Kemudian kereta itu mulai
terbakar ketika serentetan tembakan laser mengenainya. Salah seorang penembak berhenti menembak. Ia memandangi senjatanya sebentar,
lalu melarikan diri. Yang seorang lagi berteriak dan menembak lagi dua kali ke arah kereta yang sudah terbakar sehingga senjatanya
kosong habis peluru. Ketika orang itu pun mulai melarikan diri, Aristotle melepaskan
kereta listrik itu untuk mengejar kedua penyerang. Tetapi Tom
memanggilnya melalui radio.
"Jangan, Aristotle! Jangan! Serahkan mereka kepada polisi!"
"Aku yakin akan dapat menangkap mereka, Tom," Aristotle membantah, namun ia berhenti juga. Ia memandangi kedua pelarian
itu yang menghilang ke daerah perbengkelan.
"Aku dapat mengejar mereka . ."
"Jangan! Engkau terlalu berharga. Biarkan mereka pergi."
Tom dan teman-temannya berdiri sementara Aristotle
menggelinding menghampiri. Dengan gembira Wang menepuk-nepuk
pundak si robot. "Terimakasih, teman," katanya, "engkau menyelamatkan jiwa kami."
Sebuah heli polisi pelabuhan ruang angkasa mendarat. Tiga
orang anggota polisi melompat turun. Setelah berunding singkat
dengan Tom, mereka lari ke arah bengkel-bengkel, sementara itu
sebuah heli warna putih datang dan mendarat.
"Mereka akan membawa kita ke kapal ruang angkasa," Tom
menjelaskan. "Kukatakan kepada polisi, bahwa Wang akan memberi laporan kepada polisi. Kita sendiri sudah tidak mempunyai waktu
lagi!" "Oke! Aku bersedia. Sudah sangat membosankan terlalu lama
di darat seperti ini."
Tom menarik Ben dan Anita ke samping dan membisikkan
sesuatu. Mereka merogoh saku masing-masing, kemudian
menggelengkan kepala. Tom kembali ke tempat Wang. Ia berkata
sambil tersenyum menyesal.
"Menyesal sekali. Kami ingin memberi engkau sebuah hadiah.
Tetapi tidak seorang pun dari kami membawa uang. Maka hanya
sebuah kartu kredit."
Wang menggeleng dan tertawa kecil.
?"Ah, tidak mengapa! Aku punya cerita yang bagus bagi teman-temanku!"
Anita menepuk lengan Tom dan membisikkan sesuatu pada
Tom. Tom lalu berpaling kepada Wang.
"Engkau mendapatkan kesulitan untuk kembali bekerja di ruang angkasa?"
Wang mengangkat bahu. "Engkau sendiri tahu bagaimana keadaannya. Pekerjaan datang
dan pergi begitu saja. Dan sekarang ini tidak ada pekerjaan lagi."
"Telepon pak Jensen di Swift Enterprises, Shopton, New
Mexico. Katakan kepadanya bahwa aku, Tom Swift, yang menyuruh
engkau. Tanyakan kepadanya apakah ia dapat memberikan pekerjaan
bagimu di ruang angkasa."
Mata Wang membelalak. "Eh, bung, itu?"Wah! Engkau tidak perlu berbuat demikian."
"Atau," kata Ben, sambil melambaikan tangan ke helikopter putih. "Kita harus pergi, bukan?"
"Teleponlah!" kata Tom.
Tangannya menunjuk ke sopir kereta listrik. "Aku sendiri akan menghubungi dia setelah berangkat dari sini. Kita berhutang budi."
"Ah, aku hanya menyupiri".."
"Segera lakukan!" kata Tom sambil melambai.
Mereka meninggalkan Wang yang sedang bicara dengan polisi
pelabuhan ruang angkasa. Helikopter putih segera naik, miring sambil membelok dan
terbang ke sebuah jarum runcing yang merupakan kapal ruang
angkasa mereka. Sebuah kapal Jupiter Nine merupakan kuda kerja dari dinas
penerbangan shuttle, bolak-balik ke ruang angkasa. Kuat dan aman
seperti kapal-kapal ruang angkasa pada umumnya. Ia sudah sejak lama menggantikan kapal-kapal shuttle yang hanya untuk sekali pakai.
Kapal yang setinggi rumah lima lantai itu seluruhnya naik ke
ruang angkasa dan kembali ke Bumi dengan cara yang sama, dengan
ditunjang oleh sayap-sayap yang dapat dilipat. Ia memiliki bagian-bagian yang dapat digunakan lagi, sehingga membuat penerbangan
ruang angkasa menjadi lebih murah.
Dengan energi murah yang datang dari satelit-bertenaga sinar
matahari, maka Bumi semakin bertambah kaya. Tom berpikir, bahkan
tanpa menggunakan mesin stardrive yang luar biasa itu pun pada
waktu ia nanti telah menjadi tua, semua orang di Bumi akan telah
menjadi kaya. Pabrik-pabrik di ruang angkasa, penemuan-penemuan,
penyingkapan-penyingkapan dan otak manusia akan bersama-sama
meningkatkan taraf hidup bagi umat manusia di seluruh dunia.
Seorang petani di India dapat belajar mengenai pertanian
melalui TV siaran pedesaan yang menerima acara-acara siaran itu dari Jepang dan Australia melalui satelit buatan Amerika. Seorang nelayan di danau Popo di bagian barat Bolivia menggunakan perahu motor
buatan Inggris. Seorang pembalap Italia dalam perlombaan Grand Prix Buenos Aires menggunakan bantalan-bantalan pelor bulat buatan
pabrik gravitasi nol di koloni New America di ruang angkasa.
Seorang petugas berdiri di dekat pesawat Jupiter Nine mereka
yang bernama Mime. Swift Enterprises telah mengaturnya bagi Tom
dan teman-temannya. "Dapatkah aku melihat surat izin terbang kalian?" orang itu bertanya dengan singkat.
Suara orang itu berlafal Jerman. Setelah memeriksa dengan
teliti ia berpaling kepada Tom.
"Tuan Jensen memberitahu bahwa anda yang akan menjadi
pilot. Betulkah itu?"
"Betul! Ben Walking Eagle yang menjadi ko-pilot," jawab tom.
"Kalau begitu, semuanya beres," kata orang itu, lalu melangkah ke samping memberi jalan kepada mereka, ke pesawat.
Mereka segera mengambil tempat masing-masing di dalam
pesawat Mime. Kemudian mereka mempersiapkan untuk tinggal
landas. "Menara Pengawas Pemberangkatan! Di sini ZFG, penerbangan
empatbelas," kata Ben dalam mikrofon.
"ZFG empatbelas! Di sini Pengawas Pemberangkatan. Anda
bebas untuk segera berangkat!"
"Roger! Pengawas Pemberangkatan. AFG empatbelas, selesai!"
"Di mana Foster sekarang, Aristotle?" tanya Tom geram.
"Kapal Corsair Queen akan melakukan gerakan mendarat di
New America dalam waktu satu jam delapan menit mendatang ini."
"Kita tidak akan dapat mengejarnya," kata Ben pesimis.
"Aristotle, apakah sudah ada jawaban dari direktur di New
America?" tanya Tom lagi.
"Belum! Tetapi aku selalu dalam komunikasi dengan membuka
jalur saluran. Namun tidak seorang pun yang mau bertanggungjawab, sedangkan direktur sedang sangat sibuk, kata mereka."
"Apakah kaukira direktur yang baru yang menggantikan Grotz
itu juga termasuk anak buah Luna?" tanya Anita.
Tom mengangkat bahu. Ia menekan tombol terakhir bagi
persiapan terbang ke dalam komputer Mime.
"David Luna adalah orang kuat. Orang-orang mau bekerja
baginya, atau juga tidak mau bekerja di bawah perintahnya. Itu kalau dikatakan tanpa menyinggung masalah suap-menyuapnya. Kita".."
Sebuah klakson berbunyi. Seluruh bagian kapal mulai bergetar.
Suatu tekanan rahasia mendorong mereka bersandar erat ke tempat
duduk mereka masing-masing. Anita mengerang, dan Ben
menggerutu. "Kita berangkat!" kata Tom sambil lalu.
Di tengah perjalanan ke New America, Aristotle berpaling
kepada Tom. "Aku khawatir menjumpai kesulitan baru!" katanya.
"Kesulitan apa?" tanya Tom.
"Direktur New America untuk sementara waktu menutup semua
landasan bagi semua kapal yang akan berangkat dari koloni itu!"
"Itu bukan kesulitan! Itu berita baik!" seru Ben. "Horee! Foster tidak akan bisa berangkat, dan kita akan dapat menangkap dia
bersama Aracta di sana!"
"Bukan begitu, Ben," sambung Aristotle. "Perintah itu dikeluarkan setelah keberangkatan pesawat Luna Corporation, yaitu kapal pribadi David Luna, Giannini!"
"Jadi" Foster tentunya ikut Luna?" tanya Tom.
"Kini jelaslah bahwa direktur yang baru itu pun begundal Luna pula," kata Anita dengan marah. "Sekarang, bagaimana kita akan dapat menangkap Foster?"
Tom menggelengkan kepalanya.
"Kita tidak perlu begitu mudah berputusasa," katanya tegas.
"Terlalu besar taruhannya!"
Ia kembali melayani alat-alat kemudi kapal. "Aristotle,
dapatkah kauketahui arah mana yang diambil Giannini?"
Robot itu diam beberapa saat sebelum menjawab.
"Tujuannya suatu tempat di Sabuk Asteroid!"
Anita menghela napas. ?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
"Tom, aku tidak ingin menjadi seperti seekor angsa yang dungu.
Dan kita harus bersikap realistis! Sekali Foster berhasil melarikan Aracta sampai sekian jauh, kita akan kalah. Aku menyesal. Tetapi
sebegitu jauh masuk ke ruang angkasa akan timbul masalah hukum
bagaimana mendapatkan pesawat penjajak itu kembali. Kita harus
menunggu beberapa puluh tahun sebelum Mahkamah Dunia dapat
memutuskan siapa yang memiliki hak hukum di sana, siapa yang
harus mengatur dinas kepolisian guna menegakkan hukum. Sementara
itu orang-orang yang berkuasa tidak dapat menghalang-halangi Luna untuk melenyapkan kita dengan berbuat seolah-olah tidak bersalah.
Lalu siapa yang akan dapat menghentikan dia?"
"Kita harus hati-hati," kata Tom. "Memang, dan jika kamu dan Ben tidak ingin ikut ke Asteroid, aku akan bersenang-senang sendiri terbang mengelilingi Sunflower, sesudah menurunkan kalian lebih
dulu. Kemudian sekembalinya dari Sunflower, aku jemput kalian. Aku tidak akan memaksa kalian untuk tidak ikut."
Tom menyebut sebuah koloni ruang angkasa lain yang sudah
hampir selesai pembangunannya.
"Jangan bergurau!" Ben meledak. "Harus lepaskan ini" Tak usah, ya?"
"Ee, Tom!" Kemudian ia baru melihat wajah menggoda dari Tom.
"Engkau kan tahu bahwa kita selalu ikut?"
"Aku sudah mengira begitu. Tetapi aku tidak mau menarik-
narik kalian!" "Dalam hal begitu, aku tak punya suara!" kata Aristotle dari tempat duduknya di belakang mereka. "Tetapi walau bagaimana pun, aku ingin terus ikut secara sukarela!"
Tom jadi tertawa. "Si Empat Ksatria, the Three Musketeers!" katanya.
"Atau setidak-tidaknya si Tiga Ksatria dengan si Ahli Elektro,"
kata Ben menimpali. "Nah, kita sekarang harus yakin bahwa kapal ini cukup
persediaan bahan bakar dan bahan makanannya," sambung Tom.
"Jangan lupa agar perusahaan yang menyewakannya mau
memperpanjang kontraknya," Anita melanjutkan.
"Apakah sebuah Jupiter Nine cukup mampu untuk perjalanan
sejauh itu?" tanya Ben dengan nada kuatir.
"Tentu!" jawab si ahli penemuan muda itu. "Pesawat itu memang biasa digunakan untuk jarak yang lebih pendek. Tetapi kuda-kuda beban dirancang untuk kerja keras!"
"Mengapa tidak mencari kapal lain di Sunflower, atau di salah satu pangkalan di Bulan?" tanya Anita.
"Sayang," sahut Aristotle, "tidak ada kapal sewaan lain lagi di Sunflower. Sedang satu-satunya kapal sewaan yang ada di pangkalan-pangkalan di Bulan pun adalah juga Jupiter Nine. Ditambahkan lagi kapal-kapal di sana kuperkirakan sudah lebih tua dari pada Mime."
Duapuluh menit berikutnya mereka gunakan untuk memeriksa
bahan makanan serta peralatan-peralatan.
"Semuanya lebih dari cukup!" kata Ben.
"Bagus! Sekarang kita selesaikan masalah kita dengan
perusahaan Zeitraum Fluggesellschaft," kata Tom.
Ia mengirimkan pesan radio ke pangkalan Sahara. Perusahaan
itu segera menyatakan setuju untuk menyewakan kapal Mime dengan
perjalanan ke Sabuk Asteroid. Bagian kredit perusahaan Swift
Enterprises telah menghilangkan segala keragu-raguan.
"Nah, kita segera berangkat!" seru Tom. "Ben, engkau dan Aristotle mulai saja dengan menentukan arah kita yang baru. Kita
akan berhasil mempedayakan Luna kali ini. Aku ingin tahu hambatan-hambatan apa saja yang masih akan dia lakukan."
Meskipun tidak mengucapkannya, Tom menaruh curiga akan
Luna yang penuh tipu daya sehingga dapat menunjukkan warna diri
aslinya. Dalam segala kemungkinan Tom dan teman-temannya akan
menghadapi bahaya-bahaya yang timbul".dan mungkin sekali hal itu
datang dengan cepat! Chapter 9 Beberapa jam kemudian Aristotle masuk ke tempat pilot.
"Sekarang dapatlah kukatakan bahwa letnan Foster menuju ke
Ceres." "Itu masuk akal," jawab Tom. "Ceres adalah asteroid terbesar.
Pangkalan utama Luna Corporation memang ada di sana. Tentunya
dengan suatu alasan yang baik."
"Pengetahuanku tentang Sabuk Asteroid sangat terbatas," kata Ben. "Coba ceritakan tentang asteroid itu."
"Yaah, kalau mau dikatakan dengan sebenarnya, Sabuk
Asteroid bukanlah sebuah sabuk," Tom menjelaskan. "Penamaan suatu daerah barangkali. Tetapi yang tidak tersusun dalam tata
lingkaran atau ellips yang mengorbit mengelilingi matahari. Pada
Sabuk Asteroid terdapat sisa-sisa atau debu-debu dari tata surya yang mengorbit tidak teratur. Termasuk di dalamnya adalah asteroid-asteroid yang terperangkap " walau ini adalah suatu kemungkinan
yang masih dipertanyakan " barangkali sisa-sisa planet yang belum terbentuk secara sempurna, tetapi dalam proses pembentukan itu dan entah karena apa telah hancur lebur kembali."
"Teori tentang 'planet-planet tersebar' itu lebih enak didengar,"
kata Anita. "Tetapi mengapa Ceres?" tanya Ben. "Aku tahu itu memang asteroid yang terbesar, yaitu bergaris tengah enamratus limapuluh kilometer, tetapi mengapa harus ke sana?"
"Orbit Ceres itu hampir bulat penuh. Letaknya kira-kira di
tengah-tengah sabuk, atau kumpulan asteroid-asteroid tersebut. Oleh karena itu akan merupakan tempat yang paling baik guna memusatkan operasi mereka. Beberapa dari planet-planet misi ini, katakanlah
asteroid-asteroid kalau engkau ingin menyebutkannya, berkeliaran
dengan tidak menentu. Misalnya Amor. Kadang-kadang ia mendekati


Pesawat Penjajak Asing Seri Tom Swift 08 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orbit Bumi, kemudian keluar melampaui Mars ke arah Jupiter. Sedang Adonis dapat bergerak sedemikian dekat dengan Matahari sampai-sampai hampir ke dalam orbit Mercuri, tetapi orbitnya yang berbentuk ellips itu juga sampai ke dekat Jupiter."
"Apollo berkeliling di antara Bumi dan Venus, bukan?" tanya Anita. "Dan kemudian keluar lagi melewati Mars."
"Betul!" jawab Tom. "Tetapi Hidalgo yang orbitnya paling besar. Ia memang tidak pernah mendekat masuk melampaui Mars,
tetapi memutar keluar melampaui Jupiter, bahkan hampir sampai ke
Saturnus. Masih dapat disebutkan lagi Hungaria, Thule, Hermes yang masuk sampai enamratus ribu kilometer dari Bumi, lalu Icarus,
Davida, Iris. Masih banyak lagi."
"Dan masih dapat ditambah lagi sejumlah batu, debu dan
bahan-bahan lain," kata Anita.
"Malahan banyak yang tidak berbentuk bulat sama sekali,
setidak-tidaknya yang kecil-kecil. Eros, misalnya, berbentuk seperti kacang tanah raksasa."
Ben menyeringai. "Aku merasa tolol. Kukira hanya sejumlah batu raksasa yang
mengitari di luar Mars sana."
"'Paling tidak sudah ada sekitar 460.000 asteroid yang tercatat,
"kata Tom. "Itu yang diperkirakan ada manfaatnya untuk dikunjungi di kelak kemudian hari. Tetapi dengan sejumlah hampir setengah juta batu-batu raksasa di luar sana itu orbitnya adalah sedemikian besarnya hingga orang mungkin tidak akan melihat sebanyak itu dari salah satu asteroid sana."
"Namun Luna Corporation telah memperoleh salah satu asteroid berlogam yang paling baik, bukan?" tanya Ben.
Tom mengangkat bahu. "Itu bukannya satu-satunya pengusaha pertambangan di sana.
Memang itu adalah yang terbesar. Tetapi ia pun menemui suatu
kesulitan untuk dapat mengawasi ribuan klaimnya."
Tom menggelengkan kepala.
"Tidak! Ini merupakan proyek raksasa dan sangat berharga bagi Bumi. Dari segala petunjuk yang diperoleh banyaknya logam di
asteroid-asteroid berlipat-lipat kali daripada yang pernah kita peroleh sejak zaman purba."
"Ben bersiul-siul heran.
"Tidak heran bahwa David Luna terkenal suka main kayu.
Memang sangat banyak sekali yang dipertaruhkan di luar sana."
Tom sependapat. "Ia adalah seorang musuh besar. Saat ini kita tidak dapat
berbuat lain kecuali memonitor kapal Foster dan terus mengikutinya.
Kita akan menghadapi yang lain-lain kemudian, dan berusaha untuk
tetap waspada menghadapi segala apa yang terjadi bila nanti mendarat di Ceres!"
Ia memandangi si robot. "Apa engkau punya saran-saran atau pun ramalan-ramalan,
Aristotle?" "Tidak Tom! Yang jelas aku tidak punya ramalan-ramalan.
Watak manusia bagiku masih merupakan suatu misteri. Seorang
manusia memiliki tanggapan yang identik terhadap rangsangan yang
sama sampai sembilanpuluh sembilan kali, tetapi terhadap yang
keseratus kalinya lalu berubah. Namun pada beberapa bidang seorang manusia dapat bersifat monoton. Yang itu-itu juga hingga mudah
dapat diterka." Tom hanya menggeleng-geleng mendengar jawaban yang
begitu panjang. Kemudian ia berkata kepada Ben.
"Apa kaukira Aristotle telah menjadi bawel?"
"Ia memang menjadi lebih banyak ngomong," kata ahli
komputer itu. "Menurut aku, ia patut untuk dikasihi!" Anita membelanya.
"Apa maksudmu bahwa manusia sering bersifat monoton hingga
mudah diterka, Aristotle?"
"Ini berdasarkan analisis tentang watak pembunuh bayaran
yang?"" "Maksudmu mereka yang menyerang kita di pelabuhan ruang
angkasa?" Ben menyela.
"Tepat, Ben! Berdasar sejumlah peristiwa-peristiwa yang
kucatat, aku dapat menerka suatu kemungkinan yang masuk akal.
Yaitu bahwa sekali mereka kehilangan kemampuan senjata laser
mereka, maka mereka juga akan kehilangan agresivitasnya, lalu
mengundurkan diri. Dan itu adalah kenyataan yang terjadi."
"Engkau berani mempertaruhkan jiwamu untuk itu?" tanya
Anita terkejut. Robot itu hanya memandanginya. Lensa-lensa matanya berkilau
di cahaya dalam kabin. "Aku tidaklah hidup menurut pengertian biologis, Anita. Aku
menemui kesulitan untuk memahami bahwa manusia memiliki sirkuit-
sirkuit ingatan yang kurang baik. Tentunya engkau pun pernah
mendapatkan informasi itu!"
Anita memerah wajahnya. "Ah, sudah tentu, Aristotle. Tetapi"eh, ya. Aku memikirkan
engkau seolah-olah makhluk hidup."
"Terimakasih! Aku menerima kata-katamu ini sebagai pujian.
Aku menjadi tahu bahwa manusia sering memerlukan atau
mengharapkan pujian atas hasil kerja mereka atau pun atas hasil
kegiatan mereka. Hal ini ada kaitannya dengan perasaan ego, kukira.
Mengenai ego ini adalah sesuatu yang bagi kemampuan
pemahamanku kurang baik."
"Kalau engkau mau tahu," kata Ben seenak, "ini pun berlaku bagi manusia."
"Menurutku, itu berarti pujian, Aristotle," Anita segera menyambung.
"Sekali lagi, kuucapkan terimakasih, Anita. Sebagai mesin yang dapat berbuat salah, hal ini memang memberikan rasa hangat pada
sirkuit-sirkuitku, kalau dinilai ada harganya."
Tom tertawa. Lalu ia berkata kepada Aristotle.
"Aristotle, ambil alih kembali ini sebentar!"
"Baik, Tom!" "Mari kita menyiapkan makan," Tom mengajukan usulnya.
"Biar aku yang memasak."
"Eggs Benedict," kata Ben cepat-cepat. Melihat pandangan mata Anita, ia lalu melanjutkan: "Saus paling enak yang aku dapat menikmati kalau memasaknya betul."
"Itu ada di kapal ini?" tanya Anita.
Ben mengangguk. "Mungkin engkau tidak percaya. Semuanya serba dibekukan.
Makanan asli, bukan tiruan. Ingat, ini kapal komersial, bukan kapal riset ilmiah yang dipadati hingga penuh sesak yang selalu kita
gunakan. Ruangan tidak berharga di sini. Malahan terdapat lemari es penuh keju. Hanya keju!"
Masakan Eggs Benedict ternyata memang sangat lezat. Setelah
itu mereka duduk-duduk di ruang duduk berkursi empuk. Mereka
membiarkan Aristotle yang menangani penerbangan.
"Para penjahat itu sedang berbuat apa ya sekarang?" tanya Tom.
"Apa Foster berhasil memperoleh rahasia-rahasia dari Aracta"
Ataukah, kedua orang sinting itu justru sedang saling tolak-menolak?"
Ben menguap. "Kukira sudah waktunya untuk tidur. Tidak ada apa-apa lagi
yang dapat kita lakukan terhadap orang-orang jahat itu sekarang. Aku sendiri sangat letih!"
"Bagus!" Anita menimpali. "Kita harus segera pulih dan segar kembali ... secepatnya!"
*****************************
Ceres merupakan bulatan kasar nampak di depan mereka.
Permukaannya kasar penuh dengan lubang-lubang kawah. Pangkalan
Luna Corporation dibentuk oleh sekumpulan kubah-kubah. Sebagian
besar dari pangkalan yang sebenarnya ada di bawah permukaan tanah, seperti halnya yang ada di Bulan. Bengkel-bengkel dan tempat-tempat penyimpanan ada di atas permukaan tanah. Sejumlah daerah yang
bulat telah dibersihkan dan diratakan, kemudian dilengkapi dengan lampu-lampu pemandu untuk pendaratan dan radar-radar pengulang
untuk pendaratan otomatis.
"Apakah mereka akan mengizinkan kita untuk mendarat?"
tanya Anita. Tom menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Mereka tentunya tahu bahwa kita ada di sini.
Meskipun seandainya tidak diberitahu oleh pangkalan di Sahara atau New America. Dan kalau aku dapat memahami sifat-sifat Luna
dengan benar, tentu ia merasa yakin dapat menghadapi kita."
"Apa kaukira ia ada di sini?" tanya Ben.
"Menurut perkiraanku, ia memang ada di sini. Atau ia keluar
untuk menjemput Giannini. Masalah pesawat penjajak itu adalah
terlalu penting baginya untuk diserahkan begitu saja kepada
bawahannya." "Tom! Menara pengawas Ceres meminta tanda pengenal," kata Aristotle.
"Kita tidak bisa berlaku sebagai turis biasa," kata Anita, tangannya menunjuk ke sekeliling. "Tetapi tentu saja kita tidak bisa mengatakan bahwa kita meminta kembalinya Aracta"..Itu sama saja
seperti menganggap bahwa mereka adalah pencuri-pencuri."
"Atau penculik. Itu kalau dipikirkan atas kesadaran serta
kecerdasan Aracta," sambung Ben
Semua memandang Tom yang menghela napas dalam-dalam.
"Kenyataannya ialah bahwa sepanjang perjalanan kemari ini,
Malaikat Keadilan 5 Wiro Sableng 120 Kembali Ke Tanah Jawa Kisah Cinta 3
^