Pencarian

Pahlawan Yang Hilang 4

The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero Bagian 4


pada perasannya yang remuk redam.
"Kenapa tidak?" Leo barangkali kedengaran seperti anak TK rewel, tapi dia tidak tahan.
"Kau tak boleh dekat-dekat ayahku," kata cewek itu. "Api dan es"itu tidak bijaksana."
"Kami menghadap bersama-sama," Jason berkeras, meletakkan tangannya di pundak Leo, "atau tidak
sama sekali." Cewek itu menelengkan kepala, seakan dia tidak terbiasa menghadapi orang yang membangkang
perintahnya. "Dia takkan disakiti, Jason Grace, kecuali kalau
kau berbuat onar. Calais, pastikan Leo Valdez tetap di sini. Awasi dia, tapi jangan bunuh dia."
Cal memberengut. "Sedikit saja?"
"Jangan," cewek itu berkeras. "Dan jaga baik-baik kopernya yang menari, sampai Ayahanda memberi
penilaian." Jason dan Piper memandang Leo, mengajukan pertanyaan bisu lewat ekspresi mereka: Bagaimana
maumu" Leo merasa berterima kasih. Mereka siap bertarung untuknya. Mereka tak mau membiarkannya
sendirian dengan si lembu hoki. Sebagian dari diri Leo ingin melakukan
itu, menyerang dengan sabuk perkakasnya yang baru dan mencari tahu apa yang bisa dia perbuat,
barangkali bahkan mendatangkan bola api dan menghangatkan
tempat ini. Tapi cowok-cowok Boread membuatnya takut. Dan cewek jelita itu bahkan membuat Leo
lebih takut, meskipun dia masih menginginkan nomor telepon
gadis tersebut. "Tak apa, Teman-Teman," katanya. "Jangan mencari masalah jika tidak perlu. Kalian duluan saja."
"Dengarkan kata temanmu," katanya. "Leo Valdez akan aman di sini. Kuharap aku bisa mengucapkan hal
yang sama untukmu, Putra Zeus. Ayo, Raja Boreas sudah
menanti." BAB SEMBILAN BELAS JASON JASON TIDAK MAU MENINGGALKAN LEO, tapi dia menyadar bahwa nongkrong bareng Cal si maniak
hold barangkali merupakan pilihan yang paling tidak berbahaya di tempat ini. Selagi mereka menaiki
tangga berlapis es, Zethes menjaga jarak di belakang mereka, pedangnya terhunus. Dia mungkin saja
berpenampilan seperti cowok kurang gaul dari era disko, tapi pedang itu sama sekali tidak lucu. Jason
menebak bahwa satu sabetan dari benda itu mungkin akan mengubahnya jadi es loli. Lalu ada juga si
putri es. Sesekali putri es menoleh dan memberi Jason senyuman, tapi tak ada kehangatan dalam
ekspresinya. Putri es memandangi Jason seolah dia adalah spesimen rains yang teramat menarik"yang
tak sabar ingin dia bedah. Kalau anak-anak Boreas saja sudah seperti ini, Jason tidak yakin dia ingin
bertemu dengan ayahnya. Annabeth memberitahunya bahwa Boreas adalah Dewa Angin yang paling
ramah. Rupanya itu berarti Boreas tidak membunuh pahlawan secepat dewa-dewa lain. Jason khawatir
kalau-kalau dia telah menuntun teman-temannya ke dalam jebakan. Jika keadaan jadi gawat, dia tak
yakin dapat mengeluarkan mereka dari sini hidup-hidup. Tanpa berpikir, dia menggandeng tangan Piper untuk
memperoleh dukungan. Piper mengangkat alis, tapi dia tidak melepaskan tangan Jason. "Semuanya akan
baik-baik saja," janji Piper. "Cuma mengobrol, kan?" Di puncak tangga, sang putri es menoleh ke
belakang dan melihat mereka bergandengan tangan. Senyumnya lenyap. Tiba-tiba saja tangan Jason
yang digenggam Piper terasa sedingin es"ngilu karena dingin. Jason melepaskan tangan. Piper, dan jarijarinya beruap karena dilapisi bunga es. Begitu pula jemari Piper. "Kehangatan bukan hal yang bisa
diterima di sini," sang putri mengumumkan, "terutama ketika peluang kalian bertahan hidup bergantung
padaku. Silakan, lewat sini." Piper mengerutkan dahi dengan gugup ke arah Jason, seolah mengatakan,
Apa pula maksudnya itu" Jason tidak bisa menjawab. Zethes menusuk punggungnya dengan pedang es,
dan mereka pun mengikuti sang putri menyusuri koridor mahabesar yang dihiasi permadani gantung
berlapis bunga es. Angin membekukan bertiup bolak-balik, dan pikiran Jason bekerja sama cepatnya
dengan kecepatan angin itu. Dia punya banyak waktu untuk berpikir selagi mereka mengendarai naga,
tapi dia masih merasa sebingung sebelumnya. Foto Thalia masih berada dalam saku Jason, meskipun dia
tidak perlu melihatnya lagi. Citra Thalia telah terpatri dalam benak Jason. Tidak ingat masa lalunya sudah
cukup buruk, tapi mengetahui bahwa dia memiliki kakak perempuan di luar sana yang mungkin punya
jawaban dan tidak punya cara untuk menghubungi kakaknya tersebut"itu membuat Jason merana. Di
foto tersebut, Thalia sama sekali tidak mirip dia. Mereka berdua bermata biru, tapi cuma itu. Rambut
Thalia hitam. Warna kulitnya mirip orang Mediterania. Garis-garis wajahnya lebih tajam"seperti elang. Tapi tetap saja,
Thalia kelihatan sangat familier. Hera masih menyisakan sedikit ingatan sehingga Jason bisa merasa
yakin bahwa Thalia adalah kakaknya. Tapi Annabeth amat terkejut ketika Jason memberitahunya, seolah
gadis itu tak pernah mendengar bahwa Thalia punya adik laki-laki. Apa Thalia tahu tentang Jason"
Bagaimana ceritanya sampai mereka terpisah" Hera telah merampas memori itu. Dia telah mencuri
segalanya dari masa lalu Jason, menceburkannya ke dalam kehidupan baru, dan kini dewi itu ingin agar
Jason menyelamatkannya dari penjara supaya Jason dapat mengambil kembali apa yang diambil Hera.
Itu membuat Jason begitu marah sampai-sampai dia ingin melenggang pergi, membiarkan Hera
membusuk dalam kurungan itu: tapi dia tak bisa. Dia terperangkap. Dia harus mencari tahu lebih banyak,
dan itu membuatnya semakin sebal. "Hei." Piper menyentuh lengan Jason. "Kau masih di sini?" "Iya iya,
sori." Jason bersyukur ada Piper. Dia butuh teman, dan dia lega, Piper sudah mulai kehilangan restu
Aphrodite. Rias wajahnya sudah luntur. Rambutnya pelan-pelan kembali ke gaya lamanya yang
berpotongan tidak rata dengan kepang-kepang kecil di samping. Penampilan seperti itu membuat Piper
terlihat lebih nyata dan, menurut Jason, lebih cantik. Jason sekarang yakin mereka tidak pernah saling
kenal sebelum pertemuan di Grand Canyon. Hubungan mereka hanyalah tipuan Kabut dalam benak
Piper. Tapi semakin lama Jason menghabiskan waktu bersama Piper, semakin dia berharap semoga
hubungan itu benar-benar nyata. Hentikan itu, kata Jason pada dirinya sendiri. Tidaklah adil bagi Piper
jika dia berpikir seperti itu. Jason tidak punya gambaran
apa yang tengah menunggunya di kehidupannya yang dulu"atau siapa yang mungkin menunggunya.
Tapi dia cukup yakin masa Ialunya tidak ada hubungannya dengan Perkemahan Blasteran. Seusai misi ini,
siapa yang tahu kejadian apa yang mungkin terjadi" [)engan asumsi mereka bisa bertahan hidup. Di
ujung koridor mereka berhadapan dengan sepasang pintu ek berukirkan peta dunia. Pada tiap sudut
terdapat wajah seorang pria berjanggut, meniup angin. Jason lumayan yakin dia pernah melihat peta
seperti ini sebelumnya. Tapi dalam versi ini, semua lelaki angin adalah Musim Dingin, meniupkan es dan
salju dari setiap penjuru dunia. Sang putri menoleh. Mata cokelatnya berkilat-kilat, dan Jason merasa
dirinya seperti hadiah Natal yang ingin putri itu buka. "Ini adalah ruang singgasana," kata sang putri.
"Jaga kelakuanmu, Jason Grace. Ayahku bisa bersikap sangat dingin. Akan kucoba menjadi
penerjemahmu, dan akan kucoba membujuk beliau agar mendengarkanmu. Kuharap beliau
mengampunimu. Lalu kita bisa bersenang-senang." Jason menduga "bersenang-senang" menurut gadis
ini pasti tidak sama dengan bersenang-senang menurut versinya. "Mmm, oke," Jason berhasil berujar.
"Tapi sungguh, kami ke sini hanya untuk mengobrol ringan. Kami akan langsung pergi sesudahnya." Putri
es tersenyum. "Aku suka sekali pahlawan. Benar-benar tidak tahu apa-apa." Piper menempelkan tangan
ke belatinya. "Nah, bagaimana kalau kauberi kami pencerahan" Katamu kau akan menjadi penerjemah
kami, tapi kami bahkan tak tahu siapa kau. Siapa namamu?" Putri es mendengus sebal. "Kurasa aku tak
semestinya terkejut kalian tidak mengenaliku. Pada zaman kuno sekalipun, orangorang Yunani tak mengenal diriku dengan baik. Pulau asal mereka terlalu hangat, terlalu jauh dari
daerah kekuasaanku. Aku Khione, anak perempuan Boreas, Dewi Salju." Khione mengaduk-aduk udara
dengan jarinya, dan badai salju mini pun berpusing di sekelilingnya"serpihan es besar selembut kapas.
"Nah, ayo," kata Khione. Pintu ek tertiup hingga terbuka, dan cahaya biru dingin pun menyebar dari
ruangan itu. "Mudah-mudahan kalian selamat dari obrolan ringan kalian."
BAB DUA PULUH JASON JIKA AULA DEPAN DINGIN, RUANG singgasana sama seperti lemari es penyimpan daging. Kabut
bergantung di udara. Jason menggigil, dan napasnya berasap. Di sepanjang dinding, permadani gantung
warna ungu menunjukkan pemandangan berupa hutan bersalju, pegunungan tandus, dan gletser. Jauh
di atas, larik cahaya warna-warni"aurora borealis"berdenyar-denyar di sepanjang langit-langit.
Lapisan es menutupi lantai, jadi Jason harus melangkah dengan hati-hati. Di seluruh ruangan terdapat
patung es berbentuk pendekar seukuran aslinya"sebagian berbaju zirah Yunani, sebagian abad
pertengahan, sebagian berbaju kamuflase modern"semuanya membeku dalam posisi menyerang yang
bermacam-macam, pedang terangkat, senjata api terkokang dan terbidik. Setidaknya Jason mengira itu
adalah patung. Lalu dia berusaha melangkah ke antara dua penombak Yunani, dan mereka bergerak
dengan kegesitan luar biasa, sendi-sendi mereka berderak dan menyemburkan kristal es saat mereka
menyilangkan tombak mereka untuk mengadang Jason.
Dari ujung aula, suara seorang pria berkumandang, sepertin dalam bahasa Prancis. Ruangan itu
demikian panjang dan berkabui sampai-sampai Jason tidak bisa melihat ujung yang satu lagi; tapi apa
pun yang diucapkan pria tersebut, para penjaga es menurunkaii tombak mereka. "Tidak apa-apa," kata
Khione. "Ayahanda telah memerintahka mereka untuk tidak membunuhmu sekarang." "Hebat," kata
Jason. Zethes menohok punggung Jason dengan pedangnya. "Tenth lah bergerak, Jason Junior." "Tolong
jangan panggil aku begitu." "Ayahku bukan pria yang sabar," Zethes memperingatka n, "dan Piper yang
cantik, sayangnya, cepat sekali kehilangan tata rambut ajaibnya. Barangkali nanti aku bisa
meminjaminya sesuatu dari koleksi produk rambutku yang beraneka ragam." "Makasih," gerutu Piper.
Mereka terus berjalan, dan kabut tersibak sehingga menampak-kan seorang pria di singgasana es. Dia
bertubuh kekar, mengenakan setelan putih necis yang sepertinya dipintal dari salju dan memiliki sayap
berwarna ungu gelap yang terkembang ke kiri dan ke kanan. Rambut gondrong dan janggut panjangnya
dilapisi kerak es, ja di Jason tidak tahu apakah rambutnya beruban atau semata-mata putih karena es.
Alisnya yang terangkat membuatnya kelihatan marah, tapi matanya berbinar-binar lebih hangat
daripada mata anak perempuannya"seakan dia mungkin saja memiliki selera humor yang tersembunyi
di bawah kebekuan permanen ii Setidaknya Jason harap begitu. "Bienvenu," kata sang raja. "Je suis
Boreas le Roi. Et vous?" Khione sang Dewi Salju hendak berbicara, tapi Piper melangkah maju dan
membungkuk hormat. Tapi penghinaan terakhir adalah pertempuran melawan Typhon musim panas lalu ..." Boreas
melambaikan tangan, dan selapis es bagaikan TV layar datar muncul di udara. Kilasan peristiwa sebuah
pertempuran berkedip-kedip di permukaannya"raksasa yang dilingkupi awan badai, mengarungi sungai
untuk menuju kaki langit Manhattan Sosok-sosok mungil yang berpendar"para dewa, tebak Jasonmengerumuninya laksana tawon marah, menghajar sang monster dengan petir dan api. Akhirnya sungai
tersebut meluber dan memunculkan pusaran air mahabesar, dan sosok berasap itu pun tenggelam di
bawah gelombang serta menghilang. "Raksasa badai, Typhon," Boreas menjelaskan. "Kali pertan a para
dewa mengalahkannya, pada zaman dahulu kala, dia tidak mati dalam damai. Kematiannya
membebaskan sejumlah besar roh badai"angin liar yang tak mematuhi siapa pun. Aeolus-lah yang
bertugas untuk melacak mereka semua dan mengurung mereka dalam bentengnya. Dewa-dewi lain"
mereka tidak membantu. Mereka bahkan tidak minta maaf karena sudah merepotkan. Aeolus
memerlukan waktu berabad-abad untuk melacak semua roh badai, dan wajar saja hal ini membuatnya
kesal. Lalu, musim panas lalu, Typhon dikalahkan lagi?" "Dan kematiannya lagi-lagi membebaskan
sekawai ventus, terka Jason. "Yang membuat Aeolus semakin marah." " C'est vrai," Boreas mengiyakan.
"Tapi, Paduka," ujar Piper, "para dewa tidak punya pilihan selain melawan Typhon. Dia hendak
menghancurkan Olympus! Lagi pula, kenapa demigod yang dihukum karena itu?" Sang raja mengangkat
bahu. "Aeolus tidak dapat melampiaskan amarahnya pada para dewa. Mereka adalah bosnya, dan sang
at kuat. Jadi, dia membalas para demigod yang telah membantu mereka dalam perang. Aeolus
mengeluarkan perintah kepada kami:
demigod yang datang kepada kami untuk minta bantuan tidak lagi diterima. Kami diharuskan
meremukkan wajah fana kalian yang mungil." Ada keheningan yang menggelisahkan. "Kedengarannya
ekstrem," Jason memberanikan diri berkata. "Tapi. Paduka belum akan meremukkan wajah kami, Likan"
Paduka hendak mendengarkan kami lebih dulu, sebab begitu Paduka mendengar tentang misi kami?"
"Ya, ya," sang raja setuju. "Begini, Aeolus juga mengatakan bahwa putra Zeus mungkin akan minta
bantuanku, dan jika ini terjadi, aku harus mendengarkanmu lebih dulu sebelum menghabisimu, sebab
kau mungkin saja"bagaimana cara mengatakannya"membuat kehidupan kami semua jadi menarik.
Bagaimanapun, aku hanya wajib untuk mendengarkan. Sesudah itu, aku bebas memberikan penilaian
sebagaimana yang kuanggap pantas. Tapi aku akan mendengarkan lebih dahulu. Khione juga
mengharapkan hal yang sama. Mungkin saja kami takkan membunuh kalian." Jason merasa dirinya
hampir bisa bernapas lagi. "Hebat. Terima kasih." "Jangan berterima kasih kepadaku." Boreas tersenyum.
"Banyak cara yang bisa kalian lakukan untuk membuat hidup kami jadi menarik. Terkadang kami
menyimpan demigod untuk hiburan, seperti yang bisa kalian lihat." Dia memberi isyarat ke sekeliling
ruangan, ke berbagai patung es yang tersebar di mana-mana. Piper mengeluarkan suara tercekik.
"Maksud Paduka"mereka semua demigod" Demigod beku" Mereka masih hidup?" "Pertanyaan yang
menarik," Boreas mengakui, seolah hal itu tak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. "Mereka tidak
bergerak kecuali saat menaati perintahku. Selebihnya, mereka
memang membeku. Kecuali bila kelak mereka meleleh, tentu sabi, yang pastinya akan sangat
berantakan." Khione melangkah ke samping Jason dan menempelka jemarinya yang dingin ke leher
Jason. "Ayahku memberiku hadiah-hadiah yang begitu indah," gumamnya ke telinga Jason.
"Bergabunglah di istana kami. Barangkali akan kubiarkan teman temanmu pergi." "Apa?" tukas Zethes.
"Jika Khione mendapatkan yang sari ini, maka aku layak mendapatkan cewek itu. Khione selalu saja
mendapatkan lebih banyak hadiah!" "Sudahlah, Anak-Anak," kata Boreas galak. "Tamu-tamu kita akan
mengira kalian manja! Lagi pula, kalian bertindak terlalu cepat. Kita bahkan belum mendengar cerita si
demigod. Setelah dia bercerita, baru kita putuskan akan kita apakan mereka. Silakan, Jason Grace,
hiburlah kami." Jason merasa otaknya buntu. Dia tidak berani memandang Piper karena takut bakal
kehilangan konsentrasi. Dia sudah menjerumuskan mereka ke dalam kekacauan ini, dan sekarang
mereka akan mati"atau lebih buruk lagi, mereka akan menjadi hiburan untuk anak-anak Boreas dan
mungkin akan membeku selamanya di ruang singgasana ini, pelan-pelan terkikis karena kedinginan.
Khione mendengkur dan mengusap leher Jason. Jason tidak merencanakannya, tapi listrik memercik
melalui kulitnya. Terdengar bunyipop keras, dan Khione pun terempas ke belakang, meluncur di
sepanjang lantai. Zethes tertawa. "Itu bagus! Aku senang kau melakukannya, meskipun aku harus
membunuhmu sekarang." Selama sesaat, Khione terlalu terperanjat untuk bereaksi. Kemudian udara di
sekelilingnya mulai berputar-putar, memuncul-kan badai es mini. "Kau berani?"
"Stop," perintah Jason, setegas yang dia bisa. "Kalian takkan mcmbunuh kami. Dan kalian takkan
menjadikan kami hiasan es di sini. Kami sedang dalam misi untuk mencari ratu para dewa, jadi kecuali
kalian ingin Hera mendobrak pintu rumah kalian, kalian harus membiarkan kami pergi." Dia terdengar
lebih percaya din daripada yang dirasakannya, namun berkat perkataaan itu, dia memperoleh perhatian
mereka. Badai es Khione berhenti berputar-putar. Zethes menurunkan pedangnya. Mereka berdua
memandang ayah mereka dengan bimbang. "Hmm," Boreas berkata. Matanya berbinar-binar, namun
Jason tidak tahu apakah dia marah atau geli. "Putra Zeus, direstui oleh Hera" Ini baru kali pertama
terjadi. Ceritakan kisahmu kepada Icami." Jason pasti bakal mengacau. Dia tidak menduga akan
memperoleh kesempatan bicara, dan kini setelah dia mendapat-kannya, suaranya meninggalkannya.
Piper menyelamatkannya. "Paduka." Gadis itu membungkuk hormat lagi dengan keanggunan yang luar
biasa, mengingat nyawanya sedang di ujung tanduk. Piper memaparkan cerita lengkapnya kepada
Boreas, mulai dari kejadian di Grand Canyon sampai ke ramalan yang mereka peroleh di Perkemahan
Blasteran, jauh lebih baik dan lebih cepat daripada yang bisa dilakukan Jason. "Kami hanya meminta
petunjuk," Piper menyimpulkan. "Roh-roh badai ini menyerang kami, dan mereka bekerja kepada
seorang majikan perempuan yang jahat. Jika kami menemukan mereka, mungkin kami dapat
menemukan Hera." Sang raja mengusap potongan es di janggutnya. Di luar jendela, malam telah tiba,
dan satu-satunya cahaya berasal dari aurora borealis di langit-langit, menyapukan warna merah dan biru
ke sekelilingnya. "Aku mengenal roh-roh badai ini," kata Boreas. "Aku tahu di mana mereka disimpan, dan tawanan yang
mereka culik." "Maksud Paduka Pak Pelatih Hedge?" tanya Jason. "Dia masih hidup?" Boreas
mengesampingkan pertanyaan tersebut. "Untuk saat ini. Tapi dia yang mengendalikan angin-angin
badai .... Gila jika menentangnya. Kalian lebih aman berada di sini sebagai patung beku." "Hera sedang
dalam kesulitan," kata Jason. "Tiga hari lagi dia akan"saya tidak tahu"dihabisi, dibinasakan, sesuatu
seperti itu. Dan seorang raksasa akan bangkit." "Benar," Boreas sepakat. Apakah cuma imajinasi Jason,
ataukah Boreas melemparkan ekspresi marah kepada Khione" "Banyak makhluk mengerikan yang
sedang bangkit. Anak-anakku sekalipun tak menyampaikan kabar yang semestinya mereka sampaikan.
Pergolakan Besar para monster yang diawali oleh Kronos"ayahmu Zeus dengan bodohnya memercayai
peristiwa itu akan berakhir ketika para Titan dikalahkan. Tapi sebagaimana yang terjadi sebelumnya,
sekarang pun tidak berbeda. Pertempuran terakhir belumlah tiba, dan dia yang akan terbangun lebih
menakutkan daripada Titan mana pun. Roh-roh Badai"ini baru awalnya. Bumi bisa menghasilkan lebih
banyak kengerian. Ketika para monster tidak lagi tertahan di Tartarus, dan jiwa-jiwa tak lagi terkurung di
Hades ... Olympus memiliki alasan bagus untuk merasa takut." Jason tidak yakin apa arti semua ini, tapi
dia tidak suka melihat senyum Khione"seolah inilah "bersenang-senang" menurut versinya. "Jadi,
Paduka bersedia membantu kami?" tanya Jason kepada sang raja. Boreas merengut. "Aku tidak berkata
begitu." "Kami mohon, Paduka," kata Piper. Mata semua orang tertuju kepada Piper. Piper pasti takut setengah
mati, namun dia terlihat cantik dan percaya diri"dan ( u sama sekali tidak ada hubungannya dengan
restu Aphrodite. Piper kembali terlihat seperti dirinya yang biasa, mengenakan haju bepergian yang
sudah dipakai seharian dengan rambut berpotongan tak rata serta tanpa rias wajah. Tapi dia hampirhampir berkilau hangat di tengah-tengah ruang singgasana yang dingin itu. "Jika Paduka memberi tahu
kami di mana roh-roh badai itu berada, kami bisa menangkap mereka dan membawa mereka kepada
Aeolus. Paduka akan terkesan kompeten di hadapan bos Paduka. Aeolus mungkin saja akan memaafkan
kami dan demigod-demigod lain. Kami bahkan bisa menyelamatkan Gleeson Hedge. Semua orang
senang." "Dia memang cantik," gumam Zethes. "Maksudku, dia benar." "Ayahanda, jangan dengarkan
dia," kata Khione. "Dia anak Aphrodite. Dia berani-berani memikat dewa dengan charmspeak" Bekukan
dia sekarang!" Boreas mempertimbangkan hal ini. Jason menyelipkan tangan ke dalam sakunya dan
bersiap mengeluarkan koin emas. Jika keadaan jadi gawat, dia harus bergerak cepat. Gerakan tersebut
tertangkap oleh mata Boreas. "Apa itu yang ada di lengan bawahmu, Demigod?" Jason tidak menyadari
bahwa lengan mantelnya telah terdorong ke atas, menampakkan tepi tatonya. Dengan enggan, dia
menunjukkan rajahnya kepada Boreas. Mata sang dewa membelalak. Khione mendesis dan melangkah
menjauh. Lalu Boreas melakukan sesuatu yang tak terduga. Dia tertawa begitu lantang sampai-sampai
sebatang es retak dari langit-langit dan jatuh di sebelah takhtanya. Sosok sang dewa mulai berkedipkedip. Janggutnya menghilang. Dia bertambah tinggi dan bertambah kurus, sedangkan pakaiannya
berubah menjadi toga Romawi bertepi ungu. Kepalanya bermahkotakan daun dafnah berlapis bunga es,
dan gladius"pedang Romawi seperti mild< Jason"tersandang di pinggangnya. "Aquilon," kata Jason,
kendati dari mana dia mengetahui nama Romawi sang dewa, dia sama sekali tak punya gambaran. Sang
dewa menelengkan kepala. "Kau mengenaliku lebih balk dalam wujud ini, ya" Tapi katamu kau dari
Perkemahan Blasteran?" Jason mengubah tumpuannya. "Eh ... iya, Paduka." "Dan Hera mengirimmu ke
sana ..." Mata sang Dewa Musim Dingin dipenuhi rasa girang. "Aku paham sekarang. Oh, Hera sedang
memainkan permainan yang berbahaya. Nekat, tapi berbahaya! Tak heran Olympus ditutup. Mereka
pasti gemetaran gara-gara perjudian yang telah diambil Hera." "Jason," kata Piper gugup, "kenapa
Boreas berubah wujud" Toga, mahkota. Apa yang terjadi?" "Itu sosok Romawinya," kata Jason. "Tapi apa
yang terjadi"aku tidak tahu." Sang dewa tertawa. "Tidak, aku yakin kalian tak tahu. Ini pasti akan jadi
tontonan yang sangat menarik." "Apa maksudnya Paduka akan membiarkan kami pergi?" tanya Piper.
"Sayang," kata Boreas, "talc ada alasan bagiku untuk membunuh kalian. Jika rencana Hera gagal"dan
menurutku memang pasti gagal"kalian akan sating mencabik satu sama lain. Aeolus takkan perlu
khawatir lagi tentang demigod." Jason merasa seolah jemari dingin Khione menempel di lehernya lagi,
tapi bukan itu sebabnya"penyebabnya adalah firasat bahwa Boreas benar. Perasaan tidak beres yang
telah mengganggu Jason sejak dia sampai di Perkemahan Blasteran, dan
komentar Chiron tentang kedatangan Jason yang mendatangkan malapetaka"Boreas tahu apa artinya
itu. "Saya rasa Paduka tidak bisa menjelaskan?" tanya Jason. "Oh, enyahkan pemikiran itu! Aku tak
berhak mencampuri rencana Hera. Tidak heran dia mengambil ingatanmu." Boreas terkekeh, rupanya
dia masih terlalu gembira karena membayangkan para demigod saling mencabik satu sama lain. "Kalian
tahu, aku memiliki reputasi sebagai dewa angin yang penolong. Tak seperti kaumku, aku dikenal acap
kali jatuh hati pada manusia. Malah putra-putraku Zethes dan Calais awalnya adalah demigod?" "Itulah


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebabnya mereka idiot," geram Khione. "Hentikan!" Zethes balas membentak. "Cuma karena kau
dilahirkan sebagai dewi seutuhnya?" "Membekulah, kalian berdua," perintah Boreas. Rupanya, kata itu
mengandung banyak makna dalam keluarga tersebut, sebab kedua kakak-beradik itu kontan mematung.
"Nah, seperti yang kukatakan, aku memiliki reputasi yang baik, namun Boreas jarang memainkan peran
penting dalam urusan para dewa. Aku duduk di sini di istanaku, di tepi peradaban, dan jarang sekali
mendapatkan hiburan. Bahkan si bodoh Notus, Angin Selatan, mendapat libur musim semi di Cancun.
Apa yang kudapat" Festival musim dingin, dimeriahkan warga Quebec telanjang yang berguling-guling di
salju!" "Aku suka festival musim dingin," gumam Zethes. "Intinya," bentak Boreas, "kini aku memiliki
kesempatan untuk menjadi pusat perhatian. Oh, ya, akan kupersilakan kalian melanjutkan misi ini.
Kalian akan menemukan roh-roh badai itu di kota angin, tentu saja. Chicago?" "Ayahanda!" protes
Khione. Boreas mengabaikan putrinya. "Jika kalian bisa menangkap roh badai itu, kalian mungkin bisa
masuk dengan selamat ke istana Aeolus. Jika berkat suatu keajaiban kalian berhasil, pastik bentahu Aeolus bahwa kalian
menangkap roh badai itu alas perintahku." "Oke, tentu saja," kata Jason. "Jadi, kami akan menemukan
wanita pengendali angin di Chicago" Diakah yang mernerangkip Hera?" "Ah." Boreas menyeringai.
"Keduanya adalah pertanyaan yang berbeda, putra Jupiter." Jupiter, Jason memperhatikan. Sebelumnya,
dia memanggilku putra Zeus. "Dia yang mengendalikan angin," Boreas melanjutkan, "ya, kalian akan
menemukannya di Chicago. Tapi dia hanyalah abdi"abdi yang kemungkinan besar akan membinasakan
kalian. Tapi jika kalian berhasil menang melawan abdi itu dan merebui roh-roh badai, maka kalian boleh
pergi menemui Aeolus. Hanya Aeolus-lah yang memiliki pengetahuan tentang semua angin di bumi ini.
Semua rahasia sampai ke benteng Aeolus pada akhirnya. Jika ada yang bisa memberi tahu kalian di
mana Hera ditawan, Aeolus-lah orangnya. Mengenai siapa yang akan kalian jumpai ketika akhirnya
menemukan kurungan Hera"sejujurnya, jika aku memberitahukan itu kepada kalian, kalian akan
memohon-mohon kepadaku agar membekukan kalian." "Ayahanda," Khione memprotes, "Ayahanda tak
boleh membiarkan mereka?" "Aku bisa melakukan apa saja yang kusuka," kata Boreas, suaranya
menajam. "Aku masih penguasa di sini, bukan?" Dari cara Boreas memelototi putrinya, jelas bahwa
mereka sudah sering bertengkar seperti itu. Mata Khione berkilat marah, tapi dia mengertakkan gigi.
"Sesuai kehendakmu Ayahanda." "Nah, sekarang pergilah, Demigod," kata Boreas, "sebelum aku
berubah pikiran. Zethes, kawal mereka keluar dengan selamat."
Mereka semua membungkuk, dan Dewa Angin Utara pun mcmbuyarkan diri menjadi kabut.
kembali di aula depan, Cal dan Leo sedang menunggu mereka. Leoterlihat kedinginan namun tak terluka.
Dia bahkan sudah membersihkan diri dan pakaiannya kelihatan seperti baru dicuci, Ieolah dia
menggunakan layanan kamar. Festus sang naga sudah kembali ke bentuk aslinya, is menyemburkan api
ke sisik-sisiknya Ittpaya tidak beku. Saat Khione memandu mereka menuruni tangga, Jason lenyadari
bahwa mata Leo mengikuti Khione. Leo mulai menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan. Aduh,
pikir Jason. Dia membuat catatan mental untuk memberi peringatan kepada Leo tentang sang Dewi
Salju belakangan. Dia bukan seseorang yang pantas ditaksir. Pada undakan terbawah, Khione menoleh
kepada Piper. "Kau telah mengelabui ayahku, Non. Tapi kau tidak bisa mengelabuiku. Kita belum selesai.
Dan kau, Jason Grace, akan kulihat kau sebagai patung di ruang singgasana tidak lama lagi." "Boreas
benar," kata Jason. "Kau anak manja. Sampai ketemu lagi, Putri Es." Mata Khione menyala-nyala,
memancarkan sinar putih murni. Untuk sekali ini, dia sepertinya kehilangan kata-kata. Dia berderap
kembali menaiki tangga. Pada pertengahan jalan, dia berubah menjadi badai salju dan menghilang.
"Hati-hati," Zethes memperingatkan. "Dia tak pernah melupakan penghinaan." Cal menggeram setuju.
"Kakak yang jahat."
"Dia Dewi Salju," kata Jason. "Apa yang akan dia lakukan, melempari kami dengan bola salju?" Tapi saat
dia mengucapkannya, Jason punya firasat Khione bisa melakukan hal yang jauh lebih buruk. Leo
kelihatan putus asa. "Apa yang terjadi di atas sana" Kau membuatnya marah" Apa dia marah padaku
juga" Teman-Teman , dia itu teman kencanku untuk pesta dansa!" "Akan kami jelaskan nanti," janji Piper,
tapi ketika dia mend k Jason, dia menyadari bahwa Piper berharap agar Jason yang menjelaskan. Apa
yang terjadi di atas sana" Jason tidak yakin. Boreas berubah menjadi Aquilon, sosok Romawinya, seolah
kehadiraii Jason menyebabkannya jadi skizofrenik. Memikirkan bahwa Jason telah dikirim ke
Perkemahan Blasteran tampaknya membuat sang dewa geli, namun Boreas/ Aquilon tidak membiarkan
mereka pergi karena kebaikan hatinya. Kegairahan kejam menari-nari di matanya, seakan dia baru saja,
pasang taruhan untuk adu anjing. Kahan akan saling mencabik satu sama lain, katanya dengan girang.
Aeolus takkan perlu khawatir lagi tentang demigod. Jason berpaling dari Piper, mencoba tak
menunjukkan betapa resahnya dia. "Iya," dia mengiyakan, "akan kami jelaskan nand." "Berhati-hatilah,
Cantik," kata Zethes. "Angin dari sini sampai Chicago bertemperamen buruk. Banyak makhluk jahat yang
sedang bangkit. Aku menyesal kau tak bisa tinggal. Kau bakal jadi patung es yang indah, yang bisa
kupakai untuk mengecek bayanganku." "Makasih," kata Piper. "Tapi lebih baik aku main hold dengan
Cal." "Hold?" Mata Cal berbinar-binar.
"Bercanda," kata Piper. "Dan roh-roh badai bukanlah masalah kami yang terburuk, kan?" "Oh, bukan,"
Zethes sepakat. "Sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih buruk." "Lebih buruk," Cal membeo. "Bisakah
kalian memberitahuku?" Piper menyunggingkan nyum kepada mereka. Kali ini, Jaya pikat Piper tidak
ampuh. Kedua Boread bersayap ungu menggelengkan kepala serempak. Pintu hanggar terbuka,
mengarah ke malam membekukan dengan langit berbintang, dan Festus sang naga menjejakkan kaki,
tak sabar ingin terbang. "Tanyalah pada Aeolus apakah sesuatu yang lebih buruk itu," kata Zethes suram.
"Dia tahu. Semoga berhasil." Zethes hampir-hampir terkesan peduli pada apa yang telah menimpa
mereka, meskipun beberapa menit lalu dia ingin menjadikan Piper patung es. Cal menepuk bahu Leo.
"Jangan sampai dihabisi," katanya, barangkali mengucapkan kalimat terpanjang yang pernah dia
lontarkan. "Lain kali"hoki. Piza." "Ayo, Teman-Teman." Jason menatap keluar ke kegelapan. Dia tak
sabar ingin keluar dari griya tawang yang dingin itu, tapi dia mendapat firasat bahwa itu adalah tempat
paling aman yang akan mereka lihat selama beberapa waktu. "Mari kita ke Chicago dan berusaha supaya
jangan sampai dihabisi."
BAB DUA PULUH SATU PIPER PIPER TIDAK BISA BERSANTAI SAMPAI kelap-kelip Quebec city memudar di belakang mereka. "Kau luar
biasa," Jason memberitahunya. Pujian tersebut semestinya membuat Piper girang bukan kepalang. Tapi
yang bisa dia pikirkan hanyalah kesulitan yang, mengadang di depan. Banyak makhluk jahat yang sedang
bangkii, Zethes memperingatkan mereka. Piper mengetahui itu dengan mata kepalanya sendiri. Semakin
dekat titik balik matahari musing dingin, semakin sedikit waktu yang Piper miliki untuk membuat
keputusan. Piper berkata kepada Jason dalam bahasa Prancis: "Jika kautahu yang sebenarnya tentang
diriku, kau takkan menganggapku luar biasa." "Apa katamu?" tanya Jason. "Kubilang aku cuma bicara
pada Boreas. Itu tidakl ah luar biasa." Piper tidak menoleh untuk melihat Jason, tapi dia membayang-kan
Jason tersenyum. Hei kata Jason, "kau menyelamatkanku dari nasib menjadi koleksi pahlawan beku milik Khione. Aku
berutang budi padamu." galapang saja, pikir Piper. Tidak mungkin Piper bakal kan si penyihir es itu
menyimpan Jason. Yang lebih mengusik Piper adalah perubahan sosok Boreas, dan alasannya
melepaskan mereka. Pasti ada hubungannya dengan masa lalu Jason, tato di lengan bawahnya itu.
Boreas mengasumsikan bahwa I adalah semacam orang Romawi, dan bangsa Romawi tidak .akur
dengan bangsa Yunani. Piper terus menantikan penjelasan I tapi pemuda itu jelas sekali tidak ingin
membicarakannya. Sampai saat ini, Piper masih bisa meredam perasaan Jason merasa bahwa dia tidak
seharusnya berada di Perkemahan belasteran Sudah jelas bahwa Jason seorang demigod. Tapi larang
bagaimana jika ternyata bukan" Bagaimana jika dia ..sungguhnya adalah musuh. Piper tidak tahan
membayangkan itu sama seperti dia tidak tahan pada Khione. Leo mengoperkan roti isi dari tasnya. Dia
diam saja sejak mereka memberitahunya apa yang terjadi di ruang singgasana. -Aku masih tak percaya
soal Khione," katanya. "Dia kelihatan balk." "Percayalah padaku, Bung," kata Jason. "Salju mungkin
cantik, tapi dari dekat salju itu dingin dan kejam. Akan kami carikan kau teman kencan yang lebih baik."
Piper tersenyum, tapi Leo tidak terlihat senang. Dia tidak banyak bercerita mengenai waktu yang dia
lewatkan di istana, atau apa sebabnya para Boread memisahkan dirinya karena berbau api. Piper punya
firasat Leo menyembunyikan sesuatu. Apa pun itu, suasana hati Leo sepertinya memengaruhi Festus,
yang menggerutu dan menyemburkan uap selagi dia berusaha menghangatkan diri di tengah dinginnya
udara Kanada. Sang Naga Gembira sedang tidak gembira.
Mereka makan roti isi selagi mereka terbang. Piper tidak punya gambaran bagaimana cara Leo
mengumpulkan perbekalan, tapi dia bahkan ingat membawa makanan vegetarian untuk piper Roti isi
keju dan avokadnya benar-benar sedap. Tak seorang pun berbicara. Apa pun yang bakal mereka
temukan di Chicago, mereka semua tahu Boreas membiarkan mereka pergi karena menurut dia mereka
sedang menjalani nisi bunuh diri. Bulan muncul dan bintang-bintang berkilauan di atas mereka. Mata
Piper mulai terasa berat. Pertemuan dengan Boreas dan anak anaknya membuat Piper lebih takut
daripada yang mau diakuinya. Sekarang setelah perutnya penuh, adrenalinnya merosot. Tahan, bocah
lembek! Pak Pelatih Hedge pasti bakalan berteriak begitu kepadanya. Jangan jadi pengecut! Piper sudah
memikirkan sang pelatih sejak Boreas menyinggung bahwa dia masih hidup. Piper tak pernah menyukai
Hedge, tapi dia telah melompat dari tebing demi menyelamatkan Leo, dan dia telah mengorbankan diri
untuk melindungi mereka di titian. Piper kini menyadari bahwa semua peristiwa di sekolah itu, ketika
sang pelatih memaksa Piper, membentak-bentaknya supaya lari lebih kencang atau melakukan push up
lebih banyak, atau bahkan ketika dia berpaling dan membiarkan Piper menghadapi gadis-gadis jahat itu
sendirian, si pria kambing tua itu tengah berusaha membantu Piper dengan caranya sendiri yang
menyebalkan"berusaha mempersiapkan Piper untuk menjalani kehidupannya sebagai demigod. Di
titian, Dylan si roh badai juga mengucapkan sesuatu tentang sang pelatih: bagaimana dia telah
dipensiunkan ke Sekolah Alam Liar karena sudah terlalu tua, seolah itu adalah semacam hukuman. Piper
bertanya-tanya apa maksudnya itu, dan apakah itu menjelaskan apa sebabnya sang pelatih selalu
menggerutu. Apa pun kebenarannya, kini setelah Piper tahu bahwa Pak Pelatih hadge masih hidup, dia merasakan
dorongan hati yang kuat untuk melamatkan sang satin Jangan berpikir macam-macam, omelnya. Kau
punya masalah lebih besar. Perjalanan ini takkan berakhir bahagia. Piper seorang pengkhianat, sama
seperti Silena Beauregard. ggal tunggu waktu saja sebelum teman-temannya tahu. Piper mendongak
untuk memandang bintang-bintang dan mikirkan suatu malam beberapa tahun yang lalu, ketika dia dan
hnya berkemah di luar rumah Kakek Tom. Kakek Tom telah Hi, ninggal bertahun-tahun yang lalu, tapi
Ayah mempertahankan rumahnya di Oklahoma karena di situlah dia tumbuh besar. Mereka kembali ke
sana selama beberapa hari, berencana memperbaiki tempat itu untuk dijual, kendati Piper tidak
yakin ,,apa yang mau membeli pondok bobrok yang memiliki kerai alih-alih jendela dan dua ruangan
mungil yang berbau cerutu. Malam pertama terasa panas menyesakkan"tidak ada penyejuk udara di
pertengahan bulan Agustus"sehingga Ayah menyarankan agar mereka tidur di luar. Mereka
menghamparkan kantong tidur dan mendengarkan tonggeret yang mendengung di pepohonan. Piper
menunjuk rasi bintang yang telah dibacanya di buku"Hercules, lira Apollo, Sagittarius sang centaurus.
Ayahnya menyilangkan lengan ke belakang kepala. Dalam balutan kaus dan jins dia kelihatan seperti
laki-laki biasa dari Tahlequah, Oklahoma, seorang Cherokee yang mungkin takkan pernah meninggalkan
tanah sukunya. "Kakekmu pasti akan berkata bahwa mitologi Yunani itu cuma omong kosong. Dia
memberitahuku bahwa bintang-bintang adalah makhluk-makhluk dengan bulu yang berpendar, seperti
landak ajaib. Dahulu kala, sejumlah pemburu bahkan menangkap beberapa ekor di hutan.
Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan hingga malam tiha, ketika makhluk bintang itu mulai
berpendar. Percik keemasan terbang dari bulu mereka, jadi orang-orang Cherokee melepaska mereka
agar kembali ke langit." "Ayah percaya pada landak ajaib?" tanya Piper. Ayahnya tertawa. "Menurutku
Kakek Tom penuh omon kosong juga, sama seperti orang-orang Yunani. Tapi langit itu besar. Kurasa ada
rang di sana untuk Hercules dan landak ajaib. Mereka duduk beberapa saat, sampai Piper memiliki keber
untuk mengajukan pertanyaan yang telah mengganggu "Kenapa Ayah tidak pernah berperan sebagai
orang Indian" Seminggu sebelumnya, dia menolak beberapa juta untuk memerankan Tonto dalam film
The Lone Ranger ye baru. Piper masih mencoba menerka apa sebabnya. Ayahnya telah memainkan
segala macam peran"guru Latino di sekolah L.A. yang keras, mata-mata Israel yang tampan dalam film
blockbuster laga-petualangan, bahkan seorang teroris Suriah dalam film James Bond. Dan, tentu saja,
dia akan senantiasa dikenal sebagai Raja Sparta. Tapi jika perannya adalah sebagai orang Indian"tidak
peduli peran apa pun itu"Ayah pasti langsung menolaknya. Dia berkedip kepada Piper. "Terlalu
menyerupai kenyataan, Pipes. Lebih mudah berpura-pura menjadi orang lain." "Bukankah alasan itu
sudah basi" Tak pernahkah Ayah tergoda, misalnya jika Ayah menemukan peran sempurna yang bisa
mengubah opini orang-orang?" "Seandainya ada peran seperti itu, Pipes," kata ayahnya sedih,' "aku
belum menemukannya." Piper memandangi bintang-bintang, berusaha membayangkan nya sebagai
landak-landak yang berpendar. Yang dilihat Piper hanyalah bentuk-bentuk yang sudah dia kenal"
Hercules berlari di langit, dalam perjalanan untuk membunuh monster. Ayah
barangkali benar. Orang-orang Yunani dan Cherokee sama gilanya. Bintang-bintang itu hanyalah bola api.
"Ayah," kata Piper, "kalau Ayah tidak suka dekat-dekat dengan rumah, kenapa kita tidur di halaman
Kakek Tom?" Tawa ayahnya bergema dalam keheningan malam di Okla-homa. "Kurasa kau mengenalku
dengan terlalu baik, Pipes." "Ayah takkan benar-benar menjual tempat ini, kan?" "Tidak," desah ayahnya.
"Barangkali tidak." Piper berkedip, mengguncangkan dirinya agar keluar dari kenangan itu. Dia
menyadari dirinya telah jatuh tertidur di punggung naga. Bagaimana bisa ayahnya berpura-pura menjadi
banyak tokoh yang bukan dirinya sendiri" Piper sedang mencoba melakukan itu sekarang, dan
perasannya tercabik-cabik. Mungkin dia bisa berpura-pura sedikit lebih lama. Dia bisa bermimpi
menemukan cara untuk menyelamatkan ayahnya tanpa mengkhianati teman-temannya"meskipun saat
ini akhir yang bahagia terasa jauh, sejauh landak ajaib. Piper menyandar ke belakang, ke dada Jason
yang hangat. Jason tidak protes. Begitu Piper memejamkan mata, dia pun tertidur lelap.
*** Dalam mimpinya, Piper kembali ke puncak gunung. Api unggun ungu menyeramkan memancarkan
bayangan ke pepohonan. Mata Piper perih terkena asap, dan tanah begitu hangat, sol sepatunya terasa
lengket. Suara dari kegelapan menggemuruh, "Kau melupakan tugas-mu.55 Piper tak bisa melihatnya,
tapi is jelas-jelas merupakan raksasa yang paling tak disukai Piper"raksasa yang menyebut dirinya
Enceladus. Piper menoleh ke sekitarnya untuk mencari tanda-tanda keberadaan ayahnya, namun pasak
tempatnya dirantai tak lagi ada di sana. "Di mana ayahku?" tuntut Piper. "Kauapakan dia?" Tawa sang
raksasa bagaikan lava yang mendesis selagi mengalir dari gunung berapi. "Tubuhnya cukup aman,
meskipun aku khawatir pikiran pria malang itu tak sanggup menghadap Karena alasan tertentu, dia
beranggapan aku ini"menggelisahkan. Kau harus buru-buru, Non, atau aku khawatir tinggal sedikit bisa
kauselamatkan dari dirinya." "Lepaskan ayahku!" jerit Piper. "Bawa aku saja. Ayahku cuilia manusia fanar
"Tapi, Sayang," sang raksasa menggemuruh, "kita hams membuktikan cinta kita kepada orangtua. Itulah
yang kulakukan. Tunjukkan kepadaku bahwa kau menghargai nyawa ayahmu dengan cara melakukan
apa yang kuminta. Siapa yang lebih penting"ayahmu, atau dewi penuh tipu daya yang telah
memperalatmu, mempermainkan emosimu, dan memanipulasi ingatanmu, hall" Apa artinya Hera
bagimu?" Piper mulai gemetaran. Demikian banyak amarah dan rasa takut yang menggelegak dalam
dirinya, dia nyaris tak sanggup berbicara. "Kau memintaku mengkhianati teman-temanku." "Sayang
sekali, tapi teman-temanmu ditakdirkan untuk mati. Misi mereka mustahil. Sekalipun kalian berhasil,
kau sudah mendengar ramalan itu: melepaskan murka Hera sama artinya dengan tamatnya riwayat
kalian. Satu-satunya pertanyaan sekarang"akankah kau mati bersama teman-temanmu, atau hidup
bersama ayahmu?" Api unggun berkobar-kobar makin dahsyat. Piper mencoba melangkah mundur, tapi
kakinya berat. Dia menyadari bahwa tanah menariknya ke bawah, menempel ke sepatu botnya bagaikan
Pasir basah. Ketika Piper mendongak, percikan lidah api ungu telah menyebar ke angkasa, dan matahari
tengah terbit dari timur. kota yang terhampar di lembah bawah sana berkelap-kelip, auh di barat, di atas
barisan bukit yang naik-turun, Piper melihat bentang alam yang familier menjulang dari lautan kabut.
"Kenapa kautunjukkan ini padaku?" tanya Piper. "Kau mengungkapkan di mana kau berada." "Ya,
kautahu tempat ini," kata sang raksasa. "Tuntun teman-nmu ke sini alih-alih ke tujuan ash mereka, dan
aku akan tgurus mereka. Atau lebih baik lagi jika kauatur ajal mereka belum kau tiba. Aku tidak peduli
yang mana. Yang penting, datanglah di puncak saat tengah hari di kala titik balik matahari musim dingin,
dan kau boleh menjemput ayahmu dan pergi dalam damai." "Aku tak bisa," kata Piper. "Kau tak bisa
memintaku?" "Mengkhianati si bocah Valdez bodoh itu, yang selalu mengusikmu dan kini
menyembunyikan rahasia darimu" Mengorbankan pacar yang tak pernah kaumiliki" Apakah itu lebih
penting daripada ayahmu sendiri?" 'Akan kucari cara untuk mengalahkanmu," kata Piper. "Akan
uselamatkan ayahku dan teman-temanku." Sang raksasa menggeram di tengah bayang-bayang. "Dahulu
aku angkuh juga. Kukira dewa-dewa takkan pernah bisa mengalah-kanku. Lalu mereka melemparkan
gunung ke atas tubuhku, meremukkanku ke dalam tanah. Aku sudah bergulat selama beribu-ribu tahun
untuk membebaskan diri, hanya setengah radar karena kesakitan. Pengalaman itu mengajariku bersabar,
Non. Pengalaman itu mengajariku agar tak bertindak gegabah. Kini aku hampir sampai di permukaan
berkat bantuan bumi yang terbangun. Aku hanyalah yang pertama. Saudara-saudaraku akan mengikuti.
Kami tidak akan menyangkal bahwa kami akan
membalas dendam"tidak kali ini. Dan kau, Piper McLean, perlu diberi pelajaran agar rendah hati. Akan
kutunjukkan pad.uiui betapa mudahnya menggilas jiwa pemberontakmu ke muka bumi Mimpi tersebut
mengabur. Dan Piper terbangun sambil menjerit, mendapati dirinya terjun bebas di udara
BAB DUA PULUH DUA PIPER PIPER TERJUN BEBAS DI UDARA. Jauh di bawah, Piper melihat lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di
bawah cahaya fajar, dan pada jarak beberapa ratus yard darinya tubuh sang naga raksasa berputarputar tak terkendali, sayapnya terkulai, api berpendar lemah di mulutnya bagaikan bohlam soak.
Sesosok tubuh melesat melewati Piper"Leo, menjerit-jerit dan dengan panik menggapai awan. "Tidak
kereeeeeeen!" Piper berusaha memanggil Leo, tapi anak laki-laki itu sudah terlalu jauh di bawah. Di
suatu tempat di atas Piper, Jason berteriak, "Piper, sejajarkan tubuhmu dengan tanah! Rentangkan
tangan dan kakimu!" Piper mengalami kesulitan untuk mengendalikan rasa takutnya, tapi dia melakukan
apa yang diinstruksikan Jason dan berhasil mendapatkan sedikit keseimbangan. Dia jatuh sambil
merentangkan kedua kaki dan tangannya seperti penerjun udara, angin di bawahnya laksana balok es
padat. Lalu muncullah Jason, melingkarkan lengannya ke pinggang Piper.
Syukurlah, pikir Piper. Tapi sebagian dari dirinya juga berpikir: Hebat. Kedua kalinya dia memelukku
minggu ini, dan dua-duanya karena aku terjun bebas menuju ajalku. "Kita harus menyusul Leo!" teriak
Piper. Kejatuhan mereka melambat saat Jason mulai mengendalikan angin, tapi mereka masih terlonjak-lonjak
ke atas dan ke bawah seolah angin itu tidak mau bekerja sama. "Bakalan kasar nih," Jason
memperingatkan. "Pegangan!" Piper membelitkan lengannya ke tubuh Jason erat-erat, clan Jason pun
melejit ke tanah. Piper barangkali menjerit, tapi suara tersebut terkoyak dari mulutnya. Penglihatan
Piper mengabur. Lantas, gedebuk! Mereka menghantam tubuh hangat lain-- Leo, masih menggeliatgeliut dan menyumpah-nyumpah. "Berhenti melawan!" kata Jason. "Ini aku!" "Nagaku!" teriak Leo. "Kau
harus menyelamatkan Festus!" Jason sudah kesusahan mempertahankan mereka bertiga agar tetap
mengapung, dan Piper tahu dia tidak mungkin bisa membantu naga logam seberat lima puluh ton itu.
Tapi sebelum Piper sempat mencoba berargumen dengan Leo, dia mendengar ledakan di bawah mereka.
Bola api bergulung-gulung ke angkasa dari belakang kompleks gudang, dan Leo terisak, "Festus!" Wajah
Jason memerah kecapekan saat dia berupaya mati-matian mempertahankan bantalan udara di bawah
mereka, tapi dia hanya bisa memperlambat laju mereka sesekali. Alih-alih terjun bebas, rasanya seakan
mereka sedang jatuh terantuk-antuk di tangga raksasa, jatuh, setiap tiga puluh meter sekali, yang sama
sekali tidak mengenakkan bagi perut Piper. Selagi mereka terguncang-guncang dan berzigzag, Piper bisa
melihat kompleks pabrik di bawah secara mendetail"gudang, cerobong asap, pagar kawat berduri, dan
lapangan parkir yang dipenuhi deretan kendaran berselimut salju. Mereka masih cukup
tinggi"alhasil mereka bakalan gepeng jika menabrak tanah"ketika Jason mengerang, "Aku tak bisa?"
Dan mereka pun jatuh bagaikan batu. Mereka menabrak atap gudang terbesar dan jatuh berdebum di
kegelapan. Sialnya, Piper mencoba mendarat sambil berdiri. Kakinya tidak menyukai hal itu. Rasa sakit
merambati pergelangan kaki kirinya saat Piper terkulai di permukaan logam yang dingin. Selama
beberapa detik, Piper tidak menyadari apa-apa selain rasa sakit"rasa sakit yang begitu parah sampaisampai telinganya berdenging dan pandangannya jadi merah. Kemudian Piper mendengar suara Jason
dari suatu tempat di bawah, bergema di bangunan tersebut. "Piper! Mana Piper?" "Aduh, Bung!" erang
Leo. "Itu punggungku! Aku bukan sofa! Piper, ke mana kau pergi?" "Di sini," Piper berhasil menjawab,
suaranya berupa erangan. Piper mendengar bunyi badan yang digeser serta suara menggeram, lalu
langkah kaki yang menapaki undakan logam. Penglihatannya perlahan-lahan menjadi jernih. Dia sedang


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di titian logam yang mengelilingi interior gudang. Leo dan Jason telah mendarat di lantai dasar,
dan kini tengah menaiki tangga untuk menghampiri Piper. Piper melihat kakinya, dan gelombang rasa
mual pun menyapunya. Jari kakinya tak semestinya menunjuk ke arah situ, kan" Ya ampun. Piper
memaksa dirinya berpaling sebelum dia muntah. Ayo fokus pada hal lain. Apa saja. Lubang yang mereka
hasilkan di atap berbentuk bintang bergerigi, atap itu tingginya enam meter. Piper sama sekali tak punya
gambaran bagaimana mereka bisa selamat setelah jatuh dari tempat setinggi itu. Di langit-langit
tergantunglah beberapa bola lampu yang berkelip redup, tapi lampu-lampu itu tidak memadai
untuk menerangi ruang luas tersebut. Di sebelah Piper, dinding gudang yang terbuat dari logam
bergelombang, dihiasi logo perusahaan, tapi logo tersebut hampir seluruhnya ditutupi oleh grafiti cat
semprot. Di bawah, di gudang remang-remang tersebut, Piper melihat ada mesin-mesin besar, tangantangan robot, truk separuh jadi di jalur perakitan. Tempat itu kelihatannya sudah terbengkalai selama
bertahun-tahun. Jason dan Leo sampai di sisi Piper. Leo mulai bertanya, "Kau baik-baik ?" Kemudian dia
melihat kaki Piper. "Oh tidak, kau tidak baik-baik saja." "Makasih sudah mengingatkan," erang Piper.
"Kau pasti akan baik-baik saja," kata Jason, walaupun Piper dapat mendengar kecemasan dalam
suaranya. "Leo, kaupunya perlengkapan P3K?" "Iya"iya, tentu saja." Leo merogoh-rogoh sabuk
perkakasnya dan mengeluarkan segulung kasa dan selotip"dua-duanya sepertinya terlalu besar untuk
dimasukkan ke dalam kantong sabuk itu. Piper telah melihat sabuk perkakas itu kemarin pagi, tapi tidak
terpikir olehnya untuk menanyai Leo soal itu. Benda itu kelihatannya tidak istimewa"cuma semacam
celemek kulit yang sakunya banyak, seperti yang dipakai seorang pandai besi atau tukang kayu. Dan
sabuk perkakas itu kelihatannya kosong. "Bagaimana kau?" Piper mencoba duduk tegak, dan berjengit.
"Bagaimana kau bisa mengeluarkan barang-barang itu dari sabuk perkakas yang kosong?" "Sihir," kata
Leo. "Aku belum memahami cara kerja benda ini sepenuhnya, tapi aku bisa mendatangkan perkakas apa
saja dari dalam sini, juga barang-barang bermanfaat lainnya." Dia merogoh saku lainnya dan
mengeluarkan sebuah kotak kaleng kecil. "Permen mint penyegar napas?"
Jason menyambar permen tersebut. "Hebat, Leo. Nah, bisakah kauobati kakinya?" "Aku ini mekanik,
Bung. Mungkin kalau Piper mobil ..." Leo menjentikkan jari. "Tunggu, apa namanya obat dewa yang
mereka berikan padamu di perkemahan"makanan Rambo?" "Ambrosia, Bego," kata Piper di sela-sela
giginya yang digertakkan. "Seharusnya ada dalam tasku, kalau wadahnya tidak hancur." Jason melepas
ransel Piper dengan hati-hati dari pundak cewek itu. Jason mencari-cari di antara perbekalan yang telah
disiapkan anak-anak Aphrodite untuk Piper, dan menemukan wadah plastik berisi balok-balok kue
gepeng seperti serikaya2 lemon. Jason mematahkan sepotong dan menyuapkannya kepada Piper.
Rasanya tak seperti yang diperkirakan Piper. Makanan itu mengingatkan Piper pada sup kacang hitam
buatan Ayah waktu dia masih kecil. Ayah sering menyuapi Piper sup tersebut setiap kali dia sakit.
Kenangan itu membuat Piper menjadi rileks, meskipun membuatnya sedih juga. Rasa sakit di
pergelangan kakinya pun mereda. "Lagi," kata Piper. Jason mengerutkan kening. "Piper, kita tidak boleh
mengambil risiko. Katanya terlalu banyak ambrosia bisa membakar kita. Menurutku sebaiknya kucoba
untuk meluruskan kakimu." Perut Piper jadi mulas. "Pernahkah kau melakukan itu sebelumnya?" "Iya
kurasa begitu." 2Serikaya: penganan yang terbuat dari campuran tepung, gula, telur, dan santan. (KBBI)
Leo menemukan sepotong kayu dan mematahkannya jadi dua untuk dijadikan penyangga. Lalu dia
menyiapkan kasa serta selotip. "Pegangi kakinya," Jason memberi tahu Leo. "Piper, ini bakalan sakit."
Ketika Jason meluruskan kakinya, Piper berjengit begitu rupa sampai-sampai dia meninju lengan Leo,
Leo pun berteriak hampir sekeras Piper. Ketika penglihatan Piper semakin jernih dan dia bisa bernapas
secara normal lagi, dia mendapati bahwa kakinya telah menunjuk ke arah yang benar, pergelangannya
disangga kayu lapis, kasa, dan selotip. "Ow," kata Piper. "Ampun, Ratu Kecantikan!" Leo menggosokgosok lengannya. "Untung bukan mukaku yang kena." "Sori," kata Piper. "Dan jangan panggil aku 'raw
kecantikan,' atau kuhajar lagi kau." "Kerja kalian berdua hebat." Jason menemukan botol minuman di
tas Piper dan memberi Piper minum. Setelah beberapa menit, perut Piper mulai tenang. Begitu dirinya
tak lagi menjerit-jerit kesakitan, Piper bisa mendengar angin meraung-raung di luar. Serpihan salju
melayang-layang lewat lubang di atap, dan sesudah pertemuan mereka dengan Khione, salju adalah hal
terakhir yang ingin dilihat Piper. "Apa yang terjadi pada naga itu?" tanya Piper. "Di mana kita?" Ekspresi
Leo berubah jadi murung. "Aku tidak tahu ada apa dengan Festus. Dia mendadak terpental ke samping
seolah menabrak tembok tak kasatmata dan mulai terjatuh." Piper teringat peringatan Enceladus: Akan
kutunjukkan padamu betapa mudahnya menggilas jiwa pemberontakmu ke muka bumi. Apakah dia
berhasil menjatuhkan mereka dari jarak sejauh itu" Sepertinya mustahil. Jika Enceladus memang sekuat
itu, [ 258 ] PIPER mengapa dia membutuhkan Piper untuk mengkhianati teman-temannya padahal raksasa itu bisa
membunuh mereka dengan tangannya sendiri" Dan bagaimana mungkin raksasa itu bisa mengawasi
Piper di tengah-tengah badai salju yang bermil-mil jauhnya" Leo menunjuk logo di dinding. "Kurasa aku
bisa menebak di mana kita berada ..." Susah melihat sesuatu di bawah grafiti itu, namun Piper bisa
melihat sebuah mata merah dengan kata-kata yang distensil: MONOCLE MOTORS, PABRIK PERAKITAN I.
"Pabrik mobil yang sudah tutup," kata Leo. "Tebakanku kita mendarat darurat di Detroit." Piper pernah
mendengar tentang pabrik-pabrik mobil yang ditutup di Detroit, jadi itu masuk akal. Tapi rasanya bikin
depresi, mendarat di tempat semacam itu. "Detroit seberapa jauh dari Chicago?" Jason mengoperkan
botol minum kepada Piper. "Mungkin jaraknya tiga perempat perjalanan dari Quebec" Masalahnya,
tanpa naga, kita terpaksa bepergian lewat jalan darat." "Tidak mungkin," kata Leo. "Itu tidak aman."
Piper memikirkan bagaimana tanah menarik kakinya dalam mimpi, dan ucapan Raja Boreas mengenai
bumi yang bisa menghasilkan banyak kengerian. "Leo benar. Lagi pula, aku tak tahu apakah aku bisa
berjalan. Dan tiga orang"Jason, kau tak bisa terbang lintas negeri sejauh itu sendirian." "Memang
tidak," kata Jason. "Leo, apa kau yakin naga itu tidak mengalami malfungsi" Maksudku, Festus sudah tua,
dan?" "Dan mungkin aku tak memperbaikinya dengan benar?" "Aku tidak mengatakan itu," protes
Jason. "Hanya saja"mungkin kau bisa memperbaikinya lagi."
"Entahlah." Leo terdengar patah semangat. Dia mengeluarkan beberapa baut dari sakunya dan mulai
memainkan baut-baut itu. "Aku harus mencari di mana Festus mendarat, itu pun kalau dia masih utuh."
"Ini salahku." Piper berkata tanpa berpikir. Dia tidak tahan lagi. Rahasia tentang ayahnya membakar
dirinya dari dalam, seolah Piper kebanyakan makan ambrosia. Jika dia terus membohongi temantemannya, dia merasa dirinya bakalan terbakar hingga menjadi abu. "Piper," kata Jason lembut, "kau
tertidur ketika Festus mogok. Ini tak mungkin salahmu." "Iya, kau cuma terguncang," Leo setuju. Dia
bahkan tidak mencoba melucu, mengolok-olok Piper. "Kau sedang kesakitan. Istirahatlah." Piper ingin
menceritakan semuanya kepada mereka, namun kata-katanya tersangkut di tenggorokan. Mereka
berdua baik sekali padanya. Namun jika Enceladus entah bagaimana memang mengawasinya,
mengatakan hal yang keliru bisa saja membuat ayahnya tewas. Leo berdiri. "Begini, mmm, Jason,
sebaiknya kau menemani Piper di sini" Aku akan mencari Festus. Kurasa dia jatuh di luar gudang. Jika
aku bisa menemukannya, mungkin aku bisa mencari tahu apa yang terjadi dan memperbaikinya."
"Terlalu berbahaya," kata Jason. "Kau tak boleh pergi sen-dirian." "Tenang, aku punya selotip dan
permen mint penyegar napas. Aku pasti baik-baik saja," kata Leo, agak terlalu cepat, dan Piper
menyadari bahwa Leo lebih terguncang daripada yang ditampakkannya. "Asal kalian berdua tidak kabur
tanpaku saja." Leo merogoh sabuk perkakas ajaibnya, mengeluarkan senter, dan menuruni tangga,
meninggalkan Piper dan Jason berdua.
Jason tersenyum kepada Piper, walaupun dia terlihat agak gugup. Sama persis seperti ekspresi di
wajahnya sesudah dia mencium Piper untuk pertama kalinya, di atap asrama Sekolah Alam Liar"bekas
luka kecil yang menggemaskan di atas bibirnya melengkung seperti bulan sabit. Ingatan itu
menghangatkan perasaan Piper. Lalu dia ingat bahwa ciuman itu sesungguhnya tak pernah terjadi. "Kau
kelihatan lebih baik," tukas Jason. Piper tidak yakin apakah maksud Jason kakinya, atau fakta bahwa dia
tidak lagi cantik berkat sihir. Jinsnya robek-robek gara-gara jatuh dari atap. Sepatu bot Piper dinodai
percikan salju leleh yang kotor. Dia tidak tahu seperti apa wajahnya, tapi barangkali mengerikan. Apa
pentingnya" Piper tidak pernah memedulikan hal-hal semacam itu, sebelumnya. Dia bertanya-tanya
apakah ibunya yang bodoh, sang Dewi Cinta, tengah mempermainkan benaknya. Jika Piper tiba-tiba
mulai kepingin membaca majalah mode, dia mungkin harus mencari Aphrodite dan menghajarnya. Piper
justru memutuskan untuk memfokuskan perhatian pada pergelangan kakinya. Asalkan dia tidak
bergerak, rasa sakitnya tidak begitu parah. "Kerjamu bagus," katanya kepada Jason. "Dari mana kau
belajar P3K?" Jason mengangkat bahu. "Jawaban yang sama seperti sebelum-nya. Aku tidak tahu." "Tapi
kau mulai mendapatkan sebagian kenangan, kan" Misalnya ramalan dalam bahasa Latin di perkemahan,
atau mimpi tentang serigala." "Ingatanku masih kabur," kata Jason. "Seperti deja vu. Pernah melupakan
suatu kata atau sebuah nama, dan kautahu hal tersebut seharusnya sudah di ujung lidahmu, tapi
ternyata tak ada" Rasanya seperti itu"hanya saja yang kulupakan itu seluruh kehidupanku."
Piper kurang-lebih paham maksudnya. Tiga bulan terakhir kehidupan yang dia kira dia miliki, hubungan
dengan Jason rupanya adalah tipu daya Kabut. Mengorbankan pacar yang tak pernah kaumiliki, kata
Enceladus. Apakah itu lebih penting daripada ayahmu sendiri" Piper semestinya tutup mulut, namun dia
menyuarakan pertanyaan yang telah mengganggu benaknya sejak kemarin. "Foto di sakumu itu," kata
Piper. "Apakah dia seseorang dari masa lalumu?" Jason menarik diri. "Maafkan aku," kata Piper. "Bukan
urusanku. Lupakan saja." "Tidak kok"tak apa-apa." Raut muka Jason jadi lebih santai. "Hanya saja, aku
sedang berusaha mencari tahu segalanya. Narnanya Thalia. Dia kakak perempuanku. Aku tidak ingat
perinciannya. Aku bahkan tidak yakin bagaimana aku bisa tahu, tapi"anu, kenapa kau tersenyum?"
"Tidak apa-apa." Piper berusaha menyingkirkan senyumnya. Bukan pacar lama. Piper merasa sangat
bahagia. "Mmm, hanya saja"bagus kalau kau ingat. Annabeth memberitahuku dia menjadi Pemburu
Artemis, benar begitu?" Jason mengangguk. "Aku punya firasat aku semestinya mencari Thalia. Hera
meninggalkan memori itu untukku karena suatu alasan. Ada hubungannya dengan misi ini. Tapi aku juga
punya firasat bahwa melakukan itu bisa saja berbahaya. Aku tidak yakin aku ingin mengetahui yang
sebenarnya. Apa itu gila?" "Tidak," kata Piper. "Sama sekali tidak." Piper menatap logo di dinding:
MONOCLE MOTORS, sebuah mata merah. Ada sesuatu mengenai logo itu yang mengusik Piper. Mungkin
itu karena Piper jadi membayangkan bahwa Enceladus tengah mengawasinya, menculik ayahnya untuk
me-minta sesuatu sebagai gantinya. Piper harus menyelamatkan ayahnya, tapi bagaimana mungkin dia
bisa mengkhianati kawan-kawannya" "Jason," kata Piper. "Sejujurnya, aku harus memberitahukan
sesuatu padamu"sesuatu tentang ayahku?" Tapi Piper tidak pernah mendapat kesempatan. Di suatu
tempat di bawah, logam saling berdentang, seperti pintu yang dibanting hingga tertutup. Bunyi tersebut
menggema di seantero gudang. Jason berdiri. Dia mengeluarkan koin dan melemparnya, menyambar
pedang emas dari udara. Dia menengok ke balik pagar. "Leo?" panggil Jason. Tidak ada jawaban. Jason
berjongkok di camping Piper. "Sepertinya ini tidak bagus." "Leo mungkin sedang kesulitan," kata Piper.
"Pergilah. Coba cek." "Aku tak bisa meninggalkanmu sendirian." "Aku akan baik-baik saja." Piper merasa
ketakutan, tapi dia tidak mau mengakuinya. Dia menghunus belatinya, Katoptris, dan berusaha tampak
percaya diri. "Kalau ada yang dekat-dekat, akan kujadikan dia sate." Jason ragu-ragu. "Akan kutinggalkan
tas perbekalan untukmu. Kalau aku tak kembali dalam waktu lima menit?" "Panik?" usul Piper. Jason
berhasil tersenyum. "Senang kau sudah kembali normal. Rias wajah dan gaup jauh lebih mengintimidasi
daripada belati." "Sana, Putra Petir, sebelum aku membuatmu jadi sate." "Putra Petir?"
Bahkan ketika tersinggung pun, Jason tetap kelihatan cake Sungguh tak adil. Kemudian dia menuju
tangga dan menghi la! ke dalam kegelapan. Piper menghitung napasnya, berusaha menerka sudah bent'
a lama waktu berlalu. Hitungannya berantakan di sekitar angl a empat puluh tiga. Kemudian sesuatu
dalam gudang berbun grombyang! Gemanya pun memudar. Jantung Piper bedebar-debar, tapi dia tidak
berteriak. Instingnya memberitahunya bahwa ini mungkin bukan ide bagus. Piper menatap pergelangan
kakinya yang disangga dengan kayu. Toh aku memang tidak bisa lari. Lalu dia mendongak lagi,
memandang logo Monocle Motors. Suara kecil dalam kepa a Piper merongrongnya, peringatan akan
adanya bahaya. Sesuai u dari mitologi Yunani Tangan Piper melesat ke ransel. Dia mengeluarkan balok
ambrosia. Kebanyakan bakal membakarnya, tapi kalau dia makan sedikit lagi, bisakah itu
menyembuhkan pergelangan kakinya" Bum. Bunyi tersebut lebih dekat kali ini, tepat di bawah Piper.
Piper mengeluarkan sebalok ambrosia utuh dan menjejalkannya ke dalam mulut. Jantungnya berpacu
kian kencang. Kulitnya tera: a panas, seakan dia sedang terserang demam. Dengan ragu-ragu, Piper
meregangkan pergelangan kakinya yang cedera. Tidak sakit, tidak kaku sama sekali. Dia memotong
selotip dengan belatinya dan mendengar langkah kaki yang berat sedang menaiki tangga"seperti
sepatu bot logam. Apa sudah lima menit" Lebih lama" Tapak kaki itu kedengarannya bukan langkah kaki
Jason, namun mungkin dia menggendong Leo. Akhirnya Piper tidak tahan lagi. Sambil mencengkeram
belatinya, Piper berseru, "Jason?" "Iya," kata pemuda itu dari kegelapan. "Aku sedang ke atas
Jelas-jelas suara Jason. Tapi kenapa insting Piper justru berkata Dengan susah payah, Piper pun berdiri.
Langkah kaki tersebut kian dekat. "Tidak apa-apa," suara Jason berjanji. Di puncak tangga, sesosok wajah
muncul dari kegelapan"cengiran hitam mengerikan, hidung pesek, dan sebuah mata merah darah di
tengah-tengah keningnya. "Tidak apa-apa," kata si Cyclops, suaranya sama persis dengan suara Jason.
"Kau tiba tepat pada waktu makan malam."
BAB DUA PULUH TIGA LEO LEO BERHARAP KALAU SAJA SANG naga tidak mendarat di toilet. Dari sekian banyak tempat untuk
mendarat, sederet toilet portabel takkan jadi pilihan pertamanya. Selusin boks plastik biru telah
didirikan di halaman pabrik, dan Festus telah merusak semuanya. Untungnya, toilet tersebut sudah lama
tak digunakan, dan bola api dari tabrakan tadi telah membakar sebagian besar isinya; tapi tetap saja,
ada cairan menjijikkan yang mengucur dari puing-puing tersebut. Leo harus berjalan dengan hati-hati
dan berusaha tidak bernapas lewat hidungnya. Hujan salju turun dengan lebat, namun kulit sang naga
masih panas berasap. Tentu saja, itu tidak mengganggu Leo. Setelah beberapa menit memanjat badan
Festus yang tak bergerak, Leo mulai merasa kesal. Naga itu kelihatannya baik-baik saja. Memang, ia baru
jatuh dari langit dan mendarat diiringi bunyi bum! yang dahsyat, tapi badannya bahkan tidak penyok.
Bola api itu rupanya berasal dari gas yang terkumpul dalam toilet, bukan dari naga itu sendiri. Sayap
Festus masih utuh. Sepertinya tidak ada yang patah. Sama sekali tidak ada alasan kenapa naga itu
berhenti bergerak. "Ini bukan karena kelalaianku," gerutu Leo. "Festus, kau merusak reputasiku." Lalu dia membuka panel
kendali di kepala sang naga, dan hati Leo mencelus. "Oh, Festus, apa-apaan ini?" Kabel di dalam kepala
Festus membeku. Leo tahu jaringan kabelnya baik-baik saja kemarin. Dia telah bekerja keras sekali untuk
memperbaiki sirkuit yang berkarat itu, namun sesuatu telah menyebabkan kebekuan di dalam tengkorak
sang naga. Padahal kepala sang naga semestinya terlalu panas, jadi es tidak mungkin terbentuk. Es itulah
yang menyebabkan korslet dan menggosongkan piringan pengendalinya. Leo tak habis mengerti
mengapa hal itu bisa terjadi. Memang, sang naga sudah tua, tapi itu tetap saja tak masuk akal. Leo bisa
mengganti jaringan kabelnya. Itu bukan masalah. Tapi piringan pengendali yang hangus tidak bisa diapaapakan. Huruf-huruf Yunani dan gambar-gambar yang tertera di tepinya, yang barangkali menyimpan
segala jenis sihir, mengabur dan menghitam. Satu perangkat keras yang tidak bisa diganti Leo"dan
perangkat keras itu rusak. Lagi. Leo membayangkan suara ibunya. Sebagian besar masalah terlihat lebih
buruk daripada sebenarnya, mijo. Tiada yang tak bisa diperbaiki. Ibunya bisa memperbaiki apa saja, tapi
Leo cukup yakin ibunya belum pernah berhadapan dengan naga logam magis berusia lima puluh tahun
yang rusak. Leo mengertakkan gigi dan memutuskan bahwa dia harus mencoba. Dia takkan jalan kaki
dari Detroit ke Chicago di tengah badai salju, dan dia tidak mau disalahkan karena menelantarkan
teman-temannya. "Baiklah," gumam Leo sambil menyeka salju dari pundaknya. "Beni aku kuas bulu nilon halus, sarung
tangan sekali pakai, dan mungkin sekaleng aerosol pembersih." Sabuk perkakas menurut. Leo mau tak
mau tersenyum saat dia mengeluarkan peralatan tersebut. Sabuk perkakas itu punya batasan. Sabuk
perkakas itu takkan memberinya benda ajaib, seperti pedang Jason, atau benda yang besar, seperti
gergaji mesin. Leo sudah coba meminta keduanya. Dan jika dia meminta terlalu banyak benda pada
waktu bersamaan, sabuk itu memerlukan waktu pendinginan sebelum is dapat berfungsi kembali.
Semakin rumit permintaan kita, semakin lama juga waktu pendinginannya. Tapi benda apa pun yang
kecil dan sederhana, yang bisa ditemukan di bengkel"Leo hanya perlu memintanya saja. Leo mulai
membersikan piringan pengendali itu. Selagi dia bekerja, salju mengumpul pada tubuh naga yang
mendingin. Leo harus berhenti dari waktu ke waktu untuk menciptakan api dan melelehkan salju itu,
namun dia seakan-akan bekerja secara otomatis, tangannya seolah memiliki pikiran sendiri sementara
pikirannya mengembara. Leo tak percaya betapa bodoh tingkahnya di istana Boreas tadi. Dia seharusnya
bisa menebak bahwa keluarga dewa musim dingin pasti langsung membencinya. Putra dewa api yang
menunggang naga bernapas api ke dalam griya tawang es"iya, mungkin memang bukan strategi yang
paling baik. Tapi tetap saja, Leo benci merasa ditolak. Jason dan Piper bisa mengunjungi ruang
singgasana sementara Leo harus menunggu di lobi bersama Cal, demigod hold yang memiliki cedera
kepala parah. Api itu jahat, kata Cal padanya. Pernyataan itu kurang-lebih merangkum segalanya. Leo
tahu dia tidak bisa menyembunyikan kebenaran dari teman-temannya lebih lama lagi. Sejak di
Perkemahan Blasteran, satu larik dari
Ramalan Besar terus saja terbetik di benaknya: Karena badai atau api dunia akan terjungkal. Dan Leo
adalah manusia api, yang pertama sejak 1666 ketika London terbakar. Jika Leo memberi tahu temantemannya apa yang sebenarnya bisa dia lakukan"Hei, coba tebak, Teman-teman" Aku mungkin bisa
menghancurkan dunia!!!"mana mungkin ada yang mau menerimanya kembali di perkemahan" Leo
harus melarikan diri lagi. Meskipun dia sudah tahu tetek-bengeknya, pemikiran itu membuat Leo jadi
depresi. Lalu ada Khione. Ya ampun, cewek itu cantik banget. Leo tahu dia telah bertingkah seperti
orang bodoh, tapi dia tidak kuasa menahan diri. Dia telah membersihkan pakaiannya dengan layanan
kamar satu jam"yang benar-benar praktis, ngomong-ngomong. Dia menyisir rambutnya"pekerjaan
yang tidak pernah mudah"dan bahkan menemukan bahwa sabuk perkakas bisa mengeluarkan permen
mint penyegar napas, semuanya dengan harapan agar dia dapat mendekati Khione. Tapi tentu saja, dia
tidak semujur itu. Tidak dipedulikan"itu sudah biasa dalam kisah kehidup-annya"oleh saudarasaudaranya, orang-orang di panti asuhan, sebutkan saja. Bahkan di Sekolah Alam Liar, Leo
menghabiskan beberapa minggu terakhir merasa seperti kambing congek saat Jason dan Piper, satusatunya temannya, menjadi pasangan. Dia bahagia untuk mereka dan sebagainya, tapi tetap saja dia
merasa mereka tidak membutuhkannya lagi. Ketika dia mengetahui bahwa keberadaan Jason di sekolah
itu hanyalah ilusi"semacam tipuan dalam memorinya"Leo diam-diam senang. Itu adalah kesempatan
untuk memulai dari awal. Kini Jason dan Piper sepertinya bakal menjadi pasangan lagi"itu sudah
kentara dari cara mereka bersikap di gudang barusan, seolah mereka ingin bicara empat mata tanpa Leo
di dekat mereka. Apa pula yang Leo harapkan" Lagi-lagi dia menjadi orang yang tidak
dibutuhkan. Khione hanya bersikap cuek pada Leo lebih cepa t daripada yang dilakukan orang-orang
pada umumnya "Cukup, Valdez," dia mengomeli diri sendiri. "Takkan ada yang berani meremehkanmu
hanya karena kau tidak penting. Perbaiki naga tolol itu." Perhatian Leo tercurah sedemikian rupa ke
pekerjaannya sampai-sampai dia tidak yakin sudah berapa lama waktu berlalu sebelum dia mendengar
suara itu. Kau salah, Leo, kata suara tersebut. Kuas tergelincir dari tangan Leo dan jatuh ke dalam kepala
naga. Leo berdiri, namun dia tak bisa melihat siapa yang berbicara. Kemudian dia memandang ke tanah.
Salju dan limbah toilet, bahkan aspal itu sendiri, bergolak seolah tengah berubah menjadi cairan. Area
selebar tiga meter membentuk mata, hidung, dan mulut"wajah raksasa seorang wanita yang sedang
tertidur. Wanita itu sesungguhnya tidak bicara. Bibirnya tidak bergerak. Tapi Leo mendengar suara
wanita itu dalam kepalanya, seolah getarannya berasal dari tanah, langsung ke kaki Leo dan menjalari
rangkanya. Mereka sangat membutuhkanmu, kata wanita itu. Ditinjau dari sejumlah aspek, kaulah yang
terpenting di antara ketujuh orang itu"seperti piringan pengendali di otak sang naga. Tanpamu,
kekuatan yang lain tidak berarti. Mereka takkan pernah mampu menemukanku, takkan pernah mampu
menghentikanku. Dan aku akan terbangun sepenuhnya. "Kau." Leo gemetar begitu hebat sampai-sampai
dia tidak yakin telah bicara dengan keras. Dia tidak pernah mendengar suara itu sejak umurnya delapan
tahun, tapi dia mengenali suara itu: wanita tanah darli bengkel mesin. "Kau membunuh ibuku." Wajah
itu bergerak. Mulutnya membentuk senyum mengantuk seperti sedang bermimpi indah. Ah, tapi Leo.
Aku ibumu juga"Ibu Pertama-mu. Jangan menentangku. Pergilah sekarang. Biarkan putraku, Porphyrion,
bangkit dan menjadi raja, dan akan kuringankan bebanmu. Kau akan menjejak bumi ini dengan ringan.
Leo menyambar benda terdekat yang bisa dia temukan"dudukan toilet"dan melemparkannya ke
wajah tersebut. "Tinggalkan aku sendiri!" Dudukan toilet itu tenggelam dalam tanah cair. Salju serta
limbah beriak, dan wajah itu pun melarut. Leo menatap tanah, menanti wajah itu muncul kembali. Tapi
ternyata tidak. Leo ingin berpikir bahwa dia cuma mengkhayalkan wajah itu. Kemudian dari arah pabrik,
dia mendengar bunyi tabrakan"seperti dua truk sampah yang saling berbenturan. Bunyi logam remuk
serta berkeriut. Bunyi itu pun bergema ke halaman. Leo langsung tahu bahwa Jason dan Piper sedang
dalam kesulitan. Pergilah, sekarang, desak suara itu tadi. "Tidak akan," geram Leo. "Beni aku palu
terbesar yang kau-punya." Dia merogoh sabuk perkakasnya dan mengeluarkan godam bermuka dua
yang kepalanya seukuran kentang masak. Lalu dia melompat turun dari punggung naga dan lari ke
gudang.

The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

BAB DUA PULUH EMPAT LEO LEO BERHENTI DI PINTU, BERUSAHA untuk mengatur napas-nya. Suara sang wanita tanah masih
berdenging di telinganya, mengingatkan Leo akan kematian ibunya. Hal terakhir yang ingin Leo lakukan
adalah masuk ke gudang gelap yang akan mengingatkannya pada malam di gudang itu. Tiba-tiba saja dia
merasa seperti berumur delapan tahun lagi, sendirian dan tanpa daya saat seseorang yang dia sayangi
terperangkap dan dirundung kesulitan. Hentikan, kata Leo pada dirinya sendiri. Dia justru ingin kau
merasa seperti itu. Tapi kesadaran itu tidak mengurangi rasa takut Leo. Dia menarik napas dalam-dalam
dan mengintip ke dalam. Kelihatannya tidak ada yang berbeda. Cahaya pagi kelabu tersaring masuk
lewat lubang di atap. Segelintir bohlam berkedip, tapi sebagian besar lantai pabrik masih tersembunyi di
balik bayang-bayang. Dia bisa melihat titian di atas, bentuk samar mesin berat di sepanjang jalur
perakitan, tapi tidak ada gerakan. Tak ada tanda keberadaan teman-temannya.
Leo hampir saja memanggil mereka, tetapi sesuatu menghenti-1,.mnya"perasaan yang tak dapat dia
identifikasi. Lalu Leo menyadari penyebabnya adalah bau. Ada yang berbau tidak I res"seperti oh motor
yang terbakar serta napas apak. Sesuatu yang bukan manusia ada dalam pabrik itu. Leo yakin. Tubuhnya
pasang kuda-kuda, semua sarafnya tergelitik. Di suatu tempat di lantai dasar pabrik, suara Piper berseru:
"Leo, tolong!" Tapi Leo menahan lidahnya. Bagaimana mungkin Piper turun dari titian dengan
pergelangan kakinya yang patah" Leo menyelinap ke dalam dan membungkuk ke balik kontainer {cargo.
Pelan-pelan, sambil mencengkeram palunya, dia menuju ngah ruangan, bersembunyi di belakang kotakkotak serta sasis uk berongga. Akhirnya dia tiba di jalur perakitan. Dia berjongkok I i balik mesin yang
terdekat"alat derek berlengan robot. Suara Piper memanggil lagi: "Leo?" Talc terlalu yakin kali ini, tapi
sangat dekat. Leo mengintip ke balik mesin. Tepat di atas jalur perakitan, digantung menggunakan rantai
dari alat derek di seberang, u.rdapat sebuah mesin truk mahabesar"menggelantung begitu saj a
sembilan meter di atas, seolah telah ditinggalkan di sana ketika pabrik tersebut ditelantarkan. Di
bawahnya, pada ban berjalan, bertenggerlah sasis truk, sedangkan di sekelilingnya berkumpullah tiga
sosok gelap seukuran truk forklift. Di dekat ketiganya, menggelayut dari rantai yang dicengkeram dua
lengan robot lainnya, terdapat dua sosok yang lebih kecil"barangkali mesin juga, tapi salah satunya
menggeliat-geliut seperti makhluk hidup. Kemudian salah satu sosok yang menyerupai forklift berdiri,
dan Leo menyadari bahwa is adalah humanoid berukuran
mahabesar. "Sudah kubilang tidak ada apa-apa," geram makhl itu. Suaranya terlalu dalam dan bengis
untuk ukuran manusia. Salah satu gumpalanforklifi- lain bergeser, dan berseru denga suara Piper: "Leo,
tolong aku! Tolong?" Kemudian suara tersebtii berubah, menjadi geraman maskulin. "Bah, tak ada
siapa-siapa Ali luar sana. Tak ada demigod yang bisa sehening itu, kan?" Monster pertama terkekeh.
"Barangkali kabur, kalau saja dia tahu apa yang sedang menunggunya. Atau gadis itu bohong tentang
demigod ketiga. Ayo kita masak." Byar. Sebuah lampu jingga terang menyala"suar darurat"dan Leo
menjadi buta untuk sementara. Dia membungkuk ke balik alat derek sampai bintik-bintik gelap hilang
dari matanya. Kemudian dia mengintip lagi dan melihat sebuah pemandangan yang begitu mengerikan,
bagai mimpi buruk yang bahkan tak mungkin diimpikan Tia Callida. Dua benda lebih kecil yang
menggelantung dari lengan penderek bukanlah mesin. Mereka adalah Jason dan Piper. Keduanya
digantung terbalik, diikat di pergelangan kaki dan dililit rantai sampai ke leher. Piper meronta-ronta,
berusaha membebaskan difi. Mulutnya disumpal, tapi setidaknya dia masih hidup. Jason kelihatannya
tidak baik-baik saja. Dia menggantung lemas, bola matanya mengarah ke atas. Bilur merah selebar buah
apel membengkak di atas alis kirinya. Di ban berjalan, dasar truk pickup yang belum jadi, digunakan
sebagai tungku. Suar darurat telah menyulutkan api ke campuran ban dan kayu, yang dari baunya,
sepertinya telah disiram minyak tanah. Tiang logam besar diletakkan melintang di atas api"pegangan
daging, Leo menyadari, yang berarti ini adalah tungku untuk memasak. Tapi yang paling mengerikan di
antara segalanya adalah para juru masak.
Monocle Motors: logo satu mata merah itu. Kenapa Leo tidak menyadarinya sebelumnya" Tiga
humanoid mahabesar berkumpul di sekeliling api. 2 berdiri, menjaga api. Yang paling besar berjongkok
sambil !! nunggungi Leo. Dua yang menghadapnya masing-masing ubuh setinggi tiga meter, dengan
badan kekar berbulu dan ulit yang berpendar merah saat diterpa nyala api. Salah satu I onster itu
mengenakan cawat rantai yang kelihatannya benar-I ienar tidak nyaman. Yang satu lagi mengenakan
toga kasar dari fiberglas, yang juga tidak masuk sepuluh busana terbaik versi leo Terlepas dari
perbedaan pakaian mereka, kedua monster itu itiungkin saja kembar. Masing-masing memiliki wajah
bengis yang terlihat bodoh dengan satu mata di tengah-tengah kening. Para Juru masak itu adalah
Cyclops. Kaki Leo mulai gemetaran. Dia sudah melihat sejumlah hal .aneh sejauh ini"roh badai dan
dewa bersayap serta naga logam yang suka saus Tabasco. Tapi ini lain. Mereka adalah monster hidup
sungguhan setinggi tiga meter yang memiliki darah dan daging, yang ingin menyantap teman-temannya
untuk makan malam. Leo ketakutan sekali sampai-sampai dia nyaris tak sanggup berpikir. Jika saja ada
Festus. Dia bisa memanfaatkan tank bernapas api sepanjang delapan belas meter itu saat ini juga. Tapi
yang dia miliki hanya sabuk perkakas dan ransel. Godam tiga ponnya kelewat kecil dibandingkan dengan
tubuh para Cyclops itu. Inilah yang dibicarakan si wanita tanah tidur. Dia ingin agar Leo melarikan diri
dan membiarkan saja teman-temannya mati. Kesadaran ini membantu Leo membuat keputusan. Tidak
mungkin Leo membiarkan wanita tanah itu membuatnya merasa tak berdaya"tidak lagi. Leo
melepaskan ransel dan mulai membuka ritsletingnya tanpa suara.
Cyclops bercawat rantai berjalan menghampiri Piper, yang meronta-ronta dan berusaha menyundul
matanya. "Boleh kulepatt sumpalnya sekarang" Aku suka waktu mereka menjerit-jerit." Pertanyaan
tersebut ditujukan kepada Cyclops ketiga, rupa nya dialah pemimpin mereka. Sosok yang berjongkok itu
menggeraitt, dan si Cawat melepaskan sumpal dari mulut Piper. Piper tidak menjerit. Dia menarik napas
gemetar seolah sedang berusaha menenangkan diri. Sementara itu, Leo menemukan apa yang dia
inginkan dalam tas unik pengendali jarak jauh kecil yang dia ambil di Bunko' 9. Setidaknya Leo harap itu
adalah pengendali jarak jauh. PanrI kendali pada lengan derek mudah ditemukan. Leo mengeluarkiii
obeng dari sabuk perkakasnya dan mulai bekerja, tapi dia hares beraksi pelan-pelan. Cyclops pemimpin
hanya enam meter Ali depannya. Para monster jelas-jelas memiliki indra yang luar tajam. Menjalankan
rencana tanpa ribut-ribut sepertinya mustahil, namun Leo tidak punya pilihan. Cyclops bertoga
mengorek-ngorek api, yang kini berkobar-kobar kencang dan mengepulkan asap hitam beracun ke langi
t langit. Sobatnya si Cawat memelototi Piper, menunggunya melakukan sesuatu yang menghibur.
"Menjeritlah, Non! Aku suka jeritan yang lucu!" Ketika Piper akhirnya berbicara, nadanya tenang dan
wajar, seakan dia sedang menasihati anak anjing yang bandel. "Oh, Pak Cyclops, kau tidak ingin
membunuh kami. Lebih baik jika kau membiarkan kami pergi." Si cawat menggaruk kepala jeleknya. Dia
menoleh kepada temannya yang bertoga fiberglas. "Dia cantik, Torque. Mungkin sebaiknya kulepaskan
dia." Torque, si Cyclops yang bertoga, menggeram. "Aku melihatnya duluan, Sump. Aku yang akan
melepaskannya!" Sump dan Torque
mulai bertengkar, tapi Cyclops ketiga bangkit dan berteriak, " Bodoh!" Leo hampir menjatuhkan
obengnya. Cyclops ketiga itu ternyata perempuan. Dia beberapa kaki lebih tinggi daripada Torque serta
Sump, dan bahkan lebih gempal. Dia mengenakan gaun longgar seperti yang dipakai bibi Leo yang jahat,
Bibi Rosa, hanya saja bahannya dari rantai. Apa namanya"daster" Iya, benar, si wanita Cyclops
mengenakan daster yang terbuat dari rantai. Rambut hitamnya yang berminyak dikepang dua, dijalin
menggunakan kabel tembaga dan ring logam. Hidung dan mulutnya tebal serta gepeng, seolah dia
menghabiskan waktu luang dengan cara menabrakkan wajahnya ke tembok; tapi mata merah
tunggalnya berkilat dengan kecerdasan yang jahat. Si Cylops perempuan menghampiri Sump dan
mendorongnya ke samping, menjatuhkannya ke ban berjalan. Torque mundur cepat-cepat. "Gadis ini
adalah anak Venus," geram si Cyclops wanita. "Dia menggunakan charmspeak padamu." Piper mulai
berkata, "Kumohon, Nyonya?" "Grrr!" Si Cyclops wanita mencengkeram pinggang Piper. "Jangan cobacoba bicara manis padaku, Non! Aku Ma Gasket! Aku pernah melahap pahlawan yang lebih tangguh
daripada dirimu untuk makan siang!" Leo takut Piper bakal diremukkan, tapi Ma Gasket melepas-kannya
dan membiarkannya menggelantung di rantainya. Kemudian si Cyclops wanita mulai membentak-bentak
Sump, mengatakan betapa bodohnya dia. Tangan Leo bekerja dengan gesit. Dia memuntir kabel dan
menukar kenop, nyaris tak memikirkan apa yang dia kerjakan. Dia akhirnya selesai menghubungkan
pengendali jarak jauh. Lalu dia
mengendap-endap ke lengan robot yang berikutnya selagi par Cyclops sedang berbicara. ?"
memakannya terakhir, Ma?" Sump berkata. "Idiot!" bentak Ma Gasket, dan Leo menyadari bahwa Sump
serta Torque pasti adalah putranya. Jika demikian, muka jelek pastilah menurun dalam keluarga tersebut.
"Aku semestinya membuang kalian ke jalanan saat kalian masih bayi, layaknya anak-anak Cyclops sejati.
Kalian mungkin bakal mempelajari keterampilan yang berguna. Terkutuklah hatiku yang lembut karena
sudah memelihara kalian!" "Hati yang lembut?" gerutu Torque. "Apa katamu barusan, anak tak tahu
terima kasih?" "Bukan apa-apa, Ma. Kubilang Ma punya hati yang lembut. Kami yang harus bekerja
untuk Ma, memberi Ma makan, memotong kuku kaki Ma?" "Dan kalian semestinya berterima kasih!"
raung Ma Gasket."Nah, sekarang tambah lagi kayu bakarnya, Torque! Dan kau Sump, Bocah Idiot, peti
salsa-ku ada di gudang satunya lagi. Jangan bilang kau ingin aku memakan demigod-demigod ini tanpa
salsa!" "Ya, Ma," kata Sump. "Maksudku tidak, Ma. Maksudku?" "Ambil sana!" Ma Gasket memungut
sasis truk dekat sana dan menggetokkannya ke kepala Sump. Sump jatuh berlutut. Leo yakin pukulan
semacam itu bakal membunuhnya, tapi Sump rupanya sudah sering digetok sasis truk. Dia berhasil
mendorong sasis sampai lepas dari kepalanya. Lalu dia bangkit sambil terhuyung-huyung dan berlari
untuk mengambil salsa. Sekaranglah saatnya, pikir Leo. Sementara mereka berpisah. Dia sudah selesai
mengutak-atik kabel mesin kedua dan bergerak ke mesin ketiga. Saat dia melesat di antara lenganlengan robot, para Cyclops tak melihatnya, namun Piper melihatnya.
Ekspresi Piper berubah dari ngeri menjadi tak percaya, dan dia pun terkesiap. Ma Gasket berpaling
kepada Piper. "Ada apa, Non" Begitu eapuh sampai-sampai aku mematahkanmu?" Untungnya, Piper
adalah seorang yang cerdas. Dia berpaling dari Leo dan berkata, "Sepertinya igaku, Nyonya. Kalau bagian
I lam tubuhku rusak, rasaku pasti tidak enak." Ma Gasket tertawa terbahak-bahak. "Bagus. Pahlawan
terakhir yang kami makan"ingat dia, Torque" Anak Merkurius, ya?" "Ya, Ma," kata Torque. "Lezat. Agak
liat." "Dia mencoba tipuan seperti itu. Katanya dia sedang minum obat. Tapi rasanya enak-enak saja!"
"Rasanya seperti daging domba," Torque teringat. "Berkaus ungu. Bicara bahasa Latin. Ya, agak liat, tapi
enak." Jemari Leo membeku di atas panel kendali. Rupanya, Piper memikirkan hal yang sama seperti Leo,
sebab dia bertanya, "Kaus ungu" Bahasa Latin?" "Makanan yang sedap," kata Ma Gasket senang.
"Intinya, Non, kami tidak sebodoh yang orang-orang kira! Kami, Cyclops utara, takkan tertipu oleh tipuan
dan teka-teki tolol semacam itu." Leo memaksa dirinya kembali bekerja, tapi benaknya berpacu. Anak
yang berbicara dalam bahasa Latin tertangkap di sini"berkaus ungu seperti Jason" Leo tidak tahu apa
artinya itu, tapi dia harus menyerahkan interogasi kepada Piper. Jika Leo menginginkan kesempatan
untuk mengalahkan monster-monster ini, dia harus bergerak cepat sebelum Sump kembali sambil
membawa salsa. Leo mendongak, memandang silinder mesin yang digantung tepat di atas api unggun
Cyclops. Leo berharap dia bisa menggunakan itu"silinder mesin tersebut bakalan jadi senjata yang
hebat. Tapi alat derek yang menahannya ada di seberang sana.
Tidak mungkin Leo bisa sampai di sana tanpa kelihatan, dan pula, dia kehabisan waktu. Bagian terakhir
rencana Leo adalah yang paling pelik. Dari sabuk perkakasnya Leo telah mendatangkan kabel, adaptoi
radio, serta obeng kecil dan mulai merakit pengendali jarak jauh universal. Untuk pertama kalinya, Leo
mengucapkan syukur tan pa suara kepada ayahnya"Hephaestus"atas sabuk perkakas ajaib itu.
Keluarkan aku dari sini, dia berdoa, dan mungkin aku takkau menganggapmu berengsek. Piper terus
berbicara, memuji habis-habisan. "Oh, aku pernah dengar tentang Cyclops utara!" Yang menurut
tebakan Leo pastilah omong kosong, tapi Piper terdengar meyakinkan. "Aku tak pernah tahu kalian
begitu besar dan pintar!" "Sanjungan juga tidak ampuh," kata Ma Gasket, walaupun dia kedengarannya
senang. "Memang benar, kau akan menjadi hidangan sarapan untuk Cyclops terbaik." "Tapi, bukankah
Cyclops itu balk?" tanya Piper. "Kukira kalian jago membuat senjata untuk para dewa." "Bah! Aku sangat
jago. Jago makan orang. Jago menghajar. Dan jago merakit, benar, tapi bukan untuk para dewa. Sepupu
kami, para Cyclops yang lebih tua, mereka melakukan hal tersebut, benar. Berpikir diri mereka begitu
hebat dan agung karena mereka beberapa ribu tahun lebih tua. Kemudian ada sepupu selatan kami,
tinggal di pulau dan mengurus domba. Dungu! Tapi kami ini Cyclops Hyperborean, klan utara, kamilah
yang terbaik! Mendirikan Monocle Motors di pabrik lama ini"senjata, baju zirah, kereta perang, SW irit
bensin yang terbaik! Walau begitu"bah! Terpaksa tutup. Mem-PHK-kan sebagian besar kaum kami.
Perang kelewat singkat. Para Titan kalah. Tidak bagus! Tidak ada permintaan senjata Cyclops lagi."
"Oh, tidak," Piper bersimpati. "Aku yakin kalian membuat senjata-senjata yang menakjubkan." Torque
menyeringai. "Godam perang berdecit!" Dia me-mungut galah besar dengan kotak logam mirip
akordeon di ujung-nya. Dia menghantamkan galah tersebut ke lantai dan semen pun retak, tapi
terdengar juga bunyi seperti bebek karet terbesar di dunia yang terinjak. "Menakutkan," kata Piper.
Torque terlihat puas. "Tidak sebagus kapak meledak, tapi yang ini bisa digunakan lebih dari sekali."
"Boleh kulihat?" tanya Piper. "Jika saja kau bisa membebaskan tanganku?" Torque melangkah maju
dengan penuh semangat, namun Ma Gasket berkata, "Bodoh! Dia menipumu lagi. Sudah cukup
bicaranya! Sembelih pemuda itu dahulu sebelum dia mati. Aku suka daging yang segar." Tidak! Jari-jari
Leo melesat, menghubungkan kabel untuk pengendali jarak jauh. Beberapa menit lagi saja! "Hei,
tunggu," kata Piper, berusaha menarik perhatian para Cyclops. "Hei, bolehkah aku bertanya?" Kabelkabel memercikkan listrik di tangan Leo. Kedua Cyclops mematung dan menoleh ke arahnya. Lalu
Torque memungut sebuah truk dan melemparkannya kepada Leo.
*** Leo berguling tepat pada saat truk tersebut melindas mesin. Jika dia setengah detik lebih lambat, dia
pasti sudah tergencet. Leo pun berdiri, dan Ma Gasket melihatnya. Cyclops wanita itu berteriak, "Torque,
dasar kau Cyclops menyedihkan, tangkap dia!"
Torque menerjang ke arah Leo. Dengan panik Leo men gerakkan kenop pada pengendali jarak jauh
buatannya. Torque tinggal lima belas meter. Enam meter. Lalu lengan robot yang pertama bergerak.
Cakar logam kuning seberat tiga ton menghajar bagian belakang kepala si Cyclops begitu keras sampaisampai dia jatuh tersungkur. Sebelum Torque sempat memulihkan diri, tangan robot mencengkeram
satu kakinya dan melemparkannya lurus ke atas. "AHHHHH!" Torque meluncur ke langit-langit. Langitlangi terlalu gelap dan terlalu jauh di atas sehingga sulit melihat apa persisnya yang terjadi, tapi
berdasarkan kelontang logam dahsya t , Leo menduga Cyclops itu telah menghantam kasau. Torque
tidak kunjung turun. Debu kuninglah yang justru menghujani lantai. Torque telah terbuyarkan. Ma
Gasket menatap Leo, tampak terguncang. "Putraku Kau .... Kau ..." Seolah diberi aba-aba, Sump
terhuyung-huyung ke tengah cahaya api sambil membawa sepeti salsa. "Ma, aku bawa yang ekstra
pedas?" Dia tidak sempat merampungkan kalimatnya. Leo memutar kenop pada pengendali jarak jauh,
dan lengan robot kedua pun menghantam dada Sump. Peti salsa pecah berkeping-keping dan Sump
melayang ke belakang, tepat ke kaki mesin ketiga Leo. Sump mungkin kebal terhadap getokan sasis truk,
namun dia tidak kebal terhadap lengan robot yang dapat menghantam dengan kekuatan sepuluh ribu
pon. Lengan derek yang ketiga menghantamkannya ke lantai sedemikian keras sampai-sampai dia
meledak menjadi debu, bagaikan karung tepung yang bobol. Dua Cyclops sudah ditaklukkan. Leo mulai
merasa layaknya Komandan Sabuk Perkakas ketika Ma Gasket berserobok dengannya. Cyclops wanita
itu menyambar lengan derek terdekat dan mencabutnya dari landasan sambil meraung ganas. "Kau
mcnghajar putra-putraku! Cuma aku yang boleh menghajar putra-putraku!" Leo menekan sebuah
tombol, dan dua lengan yang tersisa kontan berayun. Ma Gasket menangkap lengan pertama dan
merobeknya separuh. Lengan kedua menggetok kepala cyclops I [Ina itu, tapi itu tampaknya hanya
membuat Ma Gasket semakin marah. Ma Gasket mencengkeram lengan robot tersebut di bagian engsel,
mencabutnya, dan mengayun-ayunkannya bagaikan tongkat bisbol. Lengan tersebut meleset seinci saja
dari Piper dan Jason. Kemudian Ma Gasket melepaskan lengan robot tersebut"nemuntirnya ke arah
Leo. Leo memekik dan berguling ke samping ',ementara lengan robot itu menghancurkan mesin di
sebelahnya. Leo mulai menyadari bahwa ibu Cyclops yang sedang marah bukanlah sesuatu yang ingin
kita lawan menggunakan pengendali jarak jauh universal dan obeng. Masa depan Komandan Sabuk
Perkakas mendadak tidak terlihat menjanjikan. Gasket berdiri kira-kira enam meter dari Leo sekarang, di
samping api untuk memasak. Tinjunya terkepal, gigi-giginya dipamerkan. Dia kelihatan konyol dengan
daster dari rantai dan dua buah kucir kotornya"tapi melihat tatapan buas di mata merahnya dan fakta
bahwa tinggi makhluk itu hampir empat meter, Leo tidak tertawa. "Ada tipuan lagi, Demigod?" tuntut
Ma Gasket. Leo melirik ke atas. Silinder mesin yang digantung di rantai"jika saja Leo punya waktu untuk
mengutak-atiknya. Jika saja dia bisa membuat Ma Gasket maju selangkah. Rantai itu sendiri satu kaitan
itu ... Leo seharusnya tak bisa melihatnya, terutama dari jarak sejauh ini di bawah, namun indranya
memberitahunya bahwa pada logam tersebut terdapat kerapuhan, karena beban yang berat.
"Iya, tentu saja aku punya tipuan!" Leo mengangkat pengendall jarak jauh. "Maju selangkah lagi, dan
akan kuhancurkan kau dengan api!" Ma Gasket tertawa. "Begitukah" Cyclops kebal terhadap api, Bodoh.
Tapi kalau kau ingin main api, biar kubantu!" Cyclops wanita itu meraup arang merah panas dengan
tangan telanjang dan melemparkannya kepada Leo. Arang-arang tersebut mendarat di sekitar kaki Leo.
"Kau meleset," kata Leo tak percaya. Kemudian Ma Gasket nyengir dan mengangkat tong di sebelah truk.
Leo baru sempat membaca kata-kata yang terstensil di samping"MINYAK TANAH"sebelum Ma Gasket
melemparnya. Tong tersebut terbelah di lantai di depan Leo, menumpahkan minyak tanah yang mudah
terbakar ke mana-mana. Arang memercikkan bunga api. Leo memejamkan mata, dan Piper menjerit,
"Tidak!" Badai api meledak di sekeliling Leo. Ketika Leo membuka mata, dia telah bermandikan kobaran
api yang menjilat-jilat hingga enam meter ke udara. Ma Gasket memekik kesenangan, tapi Leo bukanlah
bahan bakar yang bagus. Minyak tanah pun padam, menyisakan petak kecil membara di lantai. Piper
terkesiap. "Leo?" Ma Gasket terperanjat. "Kau masih hidup?" Kemudian dia maju selangkah,
membuatnya berada tepat di tempat yang diinginkan Leo. "Kau ini apa?" "Putra Hephaestus," ujar Leo.
"Dan sudah kuperingatkan akan kuhancurkan kau dengan api." Leo mengacungkan satu jari ke udara dan
mengerahkan seluruh kehendaknya. Dia tak pernah berusaha melakukan apa pun yang sedemikian
terfokus dan intens"tapi dia menembakkan api putih membara ke rantai yang menahan silinder mesin
di atas Iwpala si Cyclops"mengincar kaitan yang paling lemah di antara an-kaitan yang lain. Api tersebut
padam. Tak ada yang terjadi. Ma Gasket tertawa. I'ercobaan yang mengesankan, putra Hephaestus.
Sudah berabad-abad sejak aku terakhir kali melihat pengguna api. Kau akan jadi itiakanan pembuka yang
pedas!" Rantai tersebut patah"satu kait tunggal yang telah dipanaskan melampaui batas toleransinya"
dan silinder mesin itu pun jatuh, mematikan dan tanpa suara. "Kurasa tidak," kata Leo. Ma Gasket
bahkan tidak sempat mendongak. Brak! Tidak ada Cyclops lagi"hanya gunungan debu di hawah silinder
mesin seberat lima ton. "Tidak kebal terhadap mesin, ya?" kata Leo. "Rasakan!" Kemudian Leo jatuh
berlutut, kepalanya mendengung. Setelah beberapa menit, dia menyadari Piper memanggil-manggil
namanya. "Leo! Apa kau baik-baik saja" Bisakah kau bergerak?" Leo berdiri sempoyongan. Dia tak
pernah berusaha mendatangkan api seintens itu sebelumnya, dan upaya tersebut telah menguras habis
energinya. Dia butuh waktu lama untuk menurunkan Piper dari rantai. Kemudian bersama-sama mereka
menurunkan Jason, yang masih tak sadarkan diri. Piper berhasil meneteskan sedikit nektar ke dalam
mulut Jason, dan pemuda itu pun mengerang. Bilur di kepalanya mulai mengempis. Rona kembali ke
wajahnya. "Tenang, batok kepalanya tebal," kata Leo. "Menurutku dia bakal baik-baik saja." "Syukurlah,"
desah Piper. Kemudian dia memandang Leo dengan ekspresi yang menyerupai rasa takut. "Bagaimana
kau"api tadi"apa memang dari dulu ...?"
Leo menunduk. "Dari dulu," katanya. "Aku memang tuka bikin onar. Maaf, aku seharusnya memberi
tabu kalian lebih awa I tapi?" "Maaf?" Piper meninju lengan Leo. Ketika Leo mendongak, Piper sedang
nyengir. "Itu tali hebat, Valdez! Kau menyelamatk.ui nyawa kami. Kau minta maaf soal apa?" Leo
berkedip. Dia mulai tersenyum, namun rasa leganya terusik ketika dia memperhatikan sesuatu di
sebelah kaki Piper. Debu kuning"sisa-sisa tubuh salah satu Cyclops yang sudah jadi bubuk, mungkin
Torque"sedang bergeser di lantai seolah dikumpulkan oleh angin yang tak kasatmata. "Mereka
mewujud lagi," kata Leo. "Lihat." Piper menjauhi debu tersebut. "Itu mustahil. Annabeth
memberitahuku bahwa para monster terbuyarkan waktu mereka terbunuh. Mereka kembali ke Tartarus
dan tidak kembali lagi sampai beberapa waktu lamanya." "Yah, tak ada yang memberitahukan itu pada
tumpukan debu itu." Leo menonton saat debu tersebut menggunung, kemudian dengan sangat lambat
menyebar, membentuk sosok berlengan dan berkaki. "Ya ampun." Piper memucat. "Boreas mengatakan
sesuatu tentang ini"bumi yang menghasilkan kengerian. `Ketika para monster tidak lagi tertahan di
Tartarus, dan jiwa-jiwa tak lagi terkurung di Hades.' Menurutmu berapa lama waktu yang kita punya?"
Leo memikirkan wajah yang terbentuk di tanah di luar"wanita tidur yang sudah pasti merupakan
kengerian yang datang dari bumi. "Entahlah," kata Leo. "Tapi kita harus pergi dari sini."
BAB DUA PULUH LIMA JASON 'JASON BERMIMPI DIRINYA DILILIT RANTAI, digantung terbalik seperti sebongkah daging. Seluruh
tubuhnya terasa nyeri"lengannya, tungkainya, dadanya, kepalanya. Terutama kepalanya. Rasanya
seperti balon air yang diisi sampai kepenuhan. "Kalau aku sudah mati," gumamnya, "kenapa rasanya
sakit sekali?" "Kau belum mati, Pahlawanku," kata suara seorang wanita. "Belum waktunya. Ayo,
bicaralah padaku." Pikiran Jason melayang pergi, meninggalkan tubuhnya. Dia mendengar monstermonster berteriak, kawan-kawannya menjerit, ledakan disertai api, namun semua itu sepertinya terjadi


The Heroes Of Olympus 1 Pahlawan Yang Hilang Lost Of Hero di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di dimensi lain"semakin jauh dan semakin jauh. Jason mendapati dirinya berdiri dalam sebuah sangkar
tanah. Sulur-sulur akar pohon dan batu terpilin menjadi satu, mengurungnya. Di luar jeruji, dia dapat
melihat lantai kolam yang mengering, pilar tanah lain yang sedang tumbuh di seberang sana, dan di atas
mereka, batu-batu merah kusam dari rumah yang hangus terbakar.
Di sebelahnya dalam kurungan, seorang wanita berjubah hitam duduk bersila, kepalanya ditutupi
selendang. Wanita tersebut menyibakkan cadarnya, menampakkan wajah yang angkuh dan cantik"
namun juga kuyu karena ditempa penderitaan. "Hera," Jason berkata. "Selamat datang di penjaraku,"
ujar sang dewi. "Kau takkan mati hari ini, Jason. Teman-temanmu akan menyelamatkanmu"untuk saat
ini." "Untuk saat ini?" tanya Jason. Hera memberi isyarat ke sulur-sulur di kurungannya. "Akan datang
cobaan yang lebih berat. Bumi sendiri bergolak untuk merintangi kita." "Anda adalah seorang dewi,"
kata Jason. "Mengapa Anda tak bisa meloloskan diri?" Hera tersenyum sedih. Sosoknya mulai berpendar,
hingga kemilaunya memenuhi kurungan dengan sinar yang menyakitkan mata. Udara berdengung
karena munculnya kekuatan yang dahsyat, molekul-molekul terbelah bagaikan ledakan nuklir. Jason
curiga bahwa seandainya dia benar-benar berada di sana secara ragawi, dia bakal menguap. Kurungan
itu semestinya sudah hancur berkeping-keping. Tanah semestinya sudah terbelah dan rumah bobrok
tersebut semestinya sudah rata dengan tanah. Tapi ketika pendar tersebut padam, kurungan itu tidak
terpengaruh. Tak ada yang berubah di luar jeruji. Hanya Hera yang terlihat lain"agak lebih bungkuk dan
lelah. "Sejumlah kekuatan bahkan lebih dahsyat daripada para dewa," kata Hera. "Aku tidak mudah
dikurung. Aku bisa berada di banyak tempat pada saat bersamaan. Tapi ketika sebagian besar esensiku
tertangkap, bisa dibilang keadaannya mirip seperti kaki yang terjebak di perangkap beruang. Aku tak
bisa meloloskan diri, dan aku tersembunyi dari penglihatan para dewa lainnya. Hanya kau yang dapat menemukanku, dan
kian hari aku kian lemah." "Kalau begitu, kenapa Anda datang ke sini?" tanya Jason. "Bagaimana Anda
bisa sampai tertangkap?" Sang dewi mendesah. "Aku tidak bisa diam saja. Ayahmu Jupiter percaya dia
bisa undur diri dari dunia, dan itu akan membuat musuh kami kembali tidur. Dia percaya bahwa kami,
dewa-dewi Olympia, terlalu ikut campur baik dalam urusan manusia fana maupun dalam menentukan
nasib anak-anak demigod kami, terutama sejak kami setuju untuk mengakui mereka sesudah perang.
Dia percaya inilah sebabnya musuh kami terbangun. Oleh sebab itu, dia menutup Olympus." "Tapi Anda
tidak setuju." "Tidak," kata Hera. "Aku sering kali tak memahami suasana hati maupun keputusan
suamiku, namun untuk ukuran Zeus sekalipun, ini terlalu paranoid. Aku tak bisa mengerti mengapa dia
begitu berkeras dan begitu yakin. Sikap semacam itu tak seperti dirinya yang biasa. Sebagai Hera, aku
mungkin sudah puas hanya dengan menuruti kehendak suamiku. Tapi aku juga Juno." Sosoknya
berkedip, dan Jason melihat baju zirah di balik jubah hitamnya yang sederhana, jubah kulit kambing"
simbol kesatria Romawi"yang melintang di lapisan perunggunya. "Dahulu mereka memanggilku Juno
Moneta"Juno, yang Memberi Peringatan. Aku adalah penjaga negeri, Pelindung Romawi yang Abadi.
Aku tidak bisa duduk diam sementara keturunan rakyatku diserang. Aku merasakan bahaya di lokasi
keramat ini. Sebuah suara?" Sang dewi ragu-ragu. "Sebuah suara memberitahuku agar datang ke sini.
Dewa-dewi tidak memiliki sesuatu yang kalian sebut kesadaran, kami juga tak memiliki mimpi; namun
suara tersebut seperti itu"lembut dan memaksa, menyuruhku datang ke sini. Maka pada hari yang
sama saat Zeus menutup Olympus, aku
menyelinap pergi tanpa memberitahukan rencanaku kepadanya, agar dia tidak dapat menghentikanku.
Dan aku datang ke sini untuk menyelidiki." "Itu ternyata jebakan," tebak Jason. Sang dewi mengangguk.
"Terlambat aku menyadari betapa cepatnya bumi bergolak. Aku bahkan lebih bodoh daripada Jupiter"
diperbudak dorongan hatiku sendiri. Persis seperti inilah kejadiannya saat kali pertama. Aku ditawan
oleh para raksasa, dan peristiwa itu memicu terjadinya perang. Kini musuh-musuh kami bangkit kembali.
Para dewa hanya dapat mengalahkan mereka dengan bantuan para pahlawan terhebat yang masih
hidup. Dan para raksasa mengabdi kepadanya wanita yang tak bisa dikalahkan sama sekali"hanya
ditidurkan." "Aku tidak mengerti." "Kau pasti akan mengerti tidak lama lagi," ujar Hera. Kurungan
tersebut mulai menyempit, sulur-sulur berpilin semakin erat. Sosok Hera berkedip-kedip seperti nyala
lilin yang ditiup angin. Di luar kurungan, Jason bisa melihat sosok-sosok yang berkumpul di tepi kolam"
humanoid besar canggung dengan punggung bongkok dan kepala botak. Kecuali mata Jason sedang
mengelabuinya"mereka memiliki lebih dari satu pasang lengan. Dia mendengar serigala juga, namun
bukan serigala yang dia lihat bersama Lupa. Dia bisa tahu dari lolongan mereka bahwa ini adalah
kawanan serigala yang berbeda"lebih lapar, lebih agresif, haus darah. "Bergegaslah, Jason," kata Hera.
"Para penjagaku mendekat, dan kau mulai terbangun. Aku tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk
muncul di hadapanmu lagi, dalam mimpi sekalipun." "Tunggu," kata Jason. "Boreas memberi tahu kami
bahwa Anda melakukan perjudian yang berbahaya. Apa maksudnya?"
Mata Hera tampak liar, dan Jason jadi bertanya-tanya apakah sang dewi benar-benar sudah melakukan
sesuatu yang gila. "Sebuah pertukaran," kata Hera. "Satu-satunya cara untuk mendatangkan kedamaian.
Musuh mengandalkan perpecahan di antara kita, dan jika kita terpecah belah, kita akan dibinasakan.
Kau adalah upetiku, Jason"jembatan untuk mendamaikan kebencian selama bermilenium-milenium."
"Apa" Aku tidak?" "Aku tak bisa memberitahumu lebih banyak lagi," kata Hera. "Kau hidup sampai saat
ini semata-mata karena aku mengambil ingatanmu. Temukan tempat ini. Kembalilah ke titik awalmu.
Saudarimu akan membantu." "Thalia?" Pemandangan tersebut mulai terbuyarkan. "Selamat tinggal,
Jason. Berhati-hatilah di Chicago. Musuh bebuyutanmu yang paling berbahaya menanti di sana. Jika kau
meninggal, pasti di tangan wanita itu." "Siapa?" tuntut Jason. Namun citra Hera mengabur, dan Jason
pun terbangun. *** Matanya mendadak terbuka. "Cyclops!" "Tenang, Tukang Tidur." Piper duduk di belakang Jason di
punggung naga perunggu, memegangi pinggang Jason untuk menyeimbangkannya. Leo duduk di depan,
mengemudi. Mereka terbang dengan tenang di langit musim dingin seolah tidak ada kejadian apa-apa.
"D-Detroit," Jason terbata-bata. "Bukankah kita tadi jatuh" Kukira?"
"Tak apa-apa," ujar Leo. "Kita berhasil kabur, tapi kepalamu terbentur parah. Bagaimana perasaanmu?"
Kepala Jason berdenyut-denyut. Dia ingat tentang pabrik, lalu perjalanan menyusuri titian, lalu sesosok
makhluk yang menjulang di hadapannya"wajah dengan satu mata, kepalan mahabesar"dan semuanya
jadi gelap. "Bagaimana kalian"Cyclops?" "Leo mencincang mereka," kata Piper. "Dia luar biasa. Dia
bisa mendatangkan api?" "Bukan apa-apa kok," ujar Leo cepat. Piper tertawa. "Tutup mulut, Valdez.
Aku akan memberitahu-nya. Jangan protest' Dan Piper pun menceritakan semuanya"bagaimana Leo
mengalahkan keluarga Cyclops sendirian; bagaimana mereka membebaskan Jason, lalu menyadari
bahwa para Cyclops mulai mewujud kembali; bagaimana Leo memperbaiki kabel sang naga dan
mengembalikan mereka ke udara tepat pada scat Piper dan Leo mulai mendengar para Cyclops
meraung-raung menuntut pembalasan dendam di dalam pabrik. Jason terkesan. Menaklukkan tiga
Cyclops hanya dengan sabuk perkakas" Sama sekali tidak buruk. Saat mendengar betapa dirinya nyaris
mati, Jason tidak terlalu takut. Dia justru merasa tidak enak. Dia melangkahkan kaki langsung ke dalam
jebakan, lalu disergap dan dibuat pingsan sementara teman-temannya harus menjaga diri mereka
sendiri. Pemimpin misi macam apa dia" Ketika Piper memberi tahu Jason tentang anak yang menurut
para Cyclops telah mereka makan, anak berkaus ungu yang berbicara dalam bahasa Latin, Jason merasa
kepalanya mau meledak. Putra Merkurius ... Jason merasa dia semestinya mengenal anak itu, namun
nama anak tersebut hilang dari pikirannya.
"Aku tidak sendirian, kalau begitu," ujar Jason. "Ada anak-anak lain yang sepertiku." "Jason," Piper
berkata, "kau tidak pernah sendirian. Kau punya kami." "Aku"aku tahu tapi sesuatu yang dikatakan
Hera. Aku bermimpi ..." Jason menceritakan apa yang dilihatnya dan apa yang diucapkan sang dewi
dalam kurungan kepada mereka. "Sebuah pertukaran?" tanya Piper. "Apa maksudnya?" Jason
menggelengkan kepala. "Tapi taruhan Hera adalah aku. Hanya dengan mengirimku ke Perkemahan
Blasteran, aku punya firasat dia telah melanggar semacam aturan, sesuatu yang bisa menyebabkan
kericuhan?" "Atau menyelamatkan kita," ujar Piper penuh harap. "Soal musuh yang tidur itu"
kedengarannya seperti wanita yang diceritakan Leo." Leo berdeham. "Soal itu tadi dia muncul di
hadapanku di Detroit, di genangan yang dikucurkan toilet portabel." Jason yakin dia salah dengar. "Apa
kaubilang ... toilet portabel?" Leo memberi tahu mereka mengenai wajah besar di halaman pabrik. "Aku
talc tahu apakah dia sama sekali talc bisa dibunuh," kata Leo, "tapi dia tak bisa dikalahkan dengan
dudukan toilet. Aku bisa bersumpah tentang itu. Dia ingin aku mengkhianati kalian, dan kutunjukkan
pada dia bahwa aku talc mau mendengarkan wajah yang muncul di limbah toilet." "Dia berusaha
memecah belah kita." Piper melepaskan tangan-nya dari pinggang Jason. Dia bisa merasakan
ketegangan Piper bahkan tanpa melihat gadis itu. "Ada apa?" tanya Jason. "Aku cuma Kenapa mereka
"Enceladus?" Menurut Jason dia tak pernah mendengar nama itu sebelumnya. "Maksudku ..." Suara
Piper bergetar. "Dia salah satu raksasa. Cuma salah satu nama yang bisa kuingat." Jason punya firasat
bahwa ada lebih banyak hal yang mengusik Piper, namun dia tak ingin mendesak gadis itu. Piper sudah
melewati pagi yang berat. Leo menggaruk-garuk kepalanya. "Yah, aku tidak tahu soal Enchiladas?"
"Enceladus," Piper mengoreksi. "Terserah. Tapi si Wajah Toilet menyebut-nyebut nama lain. Porpoise
Fear, atau apalah?" "Porphyrion?" tanya Piper. "Dia raja raksasa, kalau tidak salah." Jason
membayangkan pilar gelap di kolam tua itu"tumbuh semakin besar sementara Hera semakin lemah.
"Aku akan menebak raja," kata Jason. "Dalam kisah lama, Porphyrion menculik Hera. Itulah pemicu
perang antara para raksasa dan para dewa." "Kurasa begitu," Piper setuju. "Tapi mitos-mitos itu membingungkan dan bertentangan. Kesannya seakan ada yang ingin agar cerita itu tak diingat. Aku cuma
ingat bahwa ada perang, dan para raksasa hampir mustahil dibunuh." "Para pahlawan dan dewa-dewi
harus bekerja bersama-sama," kata Jason. "Itulah yang dikatakan Hera padaku." "Agak susah," gerutu
Leo, "kalau para dewa bahkan tak mau bicara pada kita." Mereka terbang ke arah barat, dan Jason pun
larut dalam pikirannya"semuanya negatif. Dia tidak yakin sudah berapa lama waktu berlalu sebelum
sang naga terjun melewati celah di antara awan, dan di bawah mereka, berkilauan diterpa sinar
matahari musim dingin, terdapat sebuah kota di tepi danau besar. Deretan
Hung pencakar langit berbentuk sabit berbaris di tepi danau tetsebut. Di belakang mereka, terbentang
ke cakrawala barat, dapat bangunan-bangunan rapat dan jalanan berselimut salju. "Chicago," kata Jason.
Jason memikirkan perkataan Hera dalam mimpinya. Musuh bebuyutannya yang terburuk menunggu di
sang. Jika dia meninggal, pasti di tangan wanita itu. "Satu masalah sudah beres," kata Leo. "Kita sampai
di sini idup-hidup. Nah, sekarang bagaimana cara kita menemukan oh-roh badai itu?" Jason melihat
sekelebat gerakan di bawah mereka. Pada mulanya dia mengira itu adalah pesawat kecil, namun sosok t
ersebut terlalu kecil, terlalu gelap dan cepat. Sosok itu berpusing ke arah gedung-gedung pencakar langit,
meliuk-liuk dan berubah hentuk"dan, selama sesaat is menjadi sesosok kuda yang terbuat dari asap.
"Bagaimana kalau kita ikuti yang itu," usul Jason, "dan cari tahu dia menuju mana?"[]
BAB DUA PULUH ENAM JASON JASON KHAWATIR MEREKA BAKAL KEHILANGAN target mereka. Ventus tersebut bergerak laksana yah,
laksana angin. "Tambah kecepatan!" desaknya. "Bung," kata Leo, "kalau kita lebih dekat lagi, dia Bakal
melihat kita. Naga perunggu ini bukan pesawat siluman." "Pelan-pelan!" jerit Piper. Roh badai tersebut
terjun ke jalanan di tengah kota. Festus mencoba mengikuti, namun bentangan sayapnya terlalu lebar.
Sayap kirinya mengenai tepi sebuah bangunan, mengiris sebuah gargoyle batu sebelum Leo menyetirnya
ke atas. "Naik ke atas bangunan," Jason menyarankan. "Akan kita lacak dia dari sana." "Kau mau
Pendekar Kembar 13 Mayat Dalam Perpustakaan The Body In The Library Karya Agatha Christie Kisah Cinta Abadi 5
^