Misteri Bisikan Mumi 3
Trio Detektif 03 Misteri Bisikan Mumi Bagian 3
"Yah," jawab Pete agak ragu, "mumi itu sebenarnya milik Profesor Yarborough. Dan kami bekerja untuk dia."
"Bekerjalah juga untuk Hamid," desak anak itu. "Hanya untuk menemukan Ra-Orkon beserta petinya. Kembalikan kedua-duanya pada Profesor. Setelah itu aku dan Ahmed akan berusaha membujuknya lagi, supaya dia mau mengembalikan pada kami."
"Kurasa itu bisa kami lakukan," kata Pete. "Baiklah! Tapi kau perlu bicara dulu dengan Jupe. Datanglah besok pagi di Perusahaan Jones, tempat jual-beli barang bekas. Pukul sepuluh."
Hamid menyetujui usul itu. Setelah bersalaman, Pete bergegas masuk ke rumah. Ia sadar bahwa ia terlambat pulang. Di dalam, orang tuanya masih nonton siaran TV. Ayahnya tenaga ahli untuk teknik khusus di salah satu perusahaan film Hollywood. Orangnya bertubuh kekar.
"Kau terlambat, Pete," kata ayahnya itu. "Kami sudah mulai khawatir."
"Yes, Sir, " kata Pete mengakui. "Soalnya begini. Aku tadi mencari seekor kucing hilang, lalu tahu-tahu - yah, kemudian timbul urusan lain."
Ia sudah hendak membeberkan seluruh pengalamannya. Tapi ibunya buru-buru menggeleng.
"Sekarang mandi saja dulu, Nak - lalu langsung masuk ke tempat tidur," kata ibunya. "Aku heran, kenapa anak laki-laki selalu kotor kalau pulang!"
"Ya, Bu," kata Pete lalu cepat-cepat menaiki tangga menuju ke kamarnya. Sesampai di situ, ia membuka jendela. Antena yang terbuat dari kawat tembaga diulurkannya ke luar, lalu ditekannya tombol walkie-talkie-nya.
"Penyelidik Dua memanggil Markas Besar," katanya di depan alat itu. "Penyelidik Dua memanggil Markas Besar. Masuk, Markas Besar."
Dilepaskannya jari yang menekan tombol, lalu menunggu. Begitu tombol dilepaskan, langsung terdengar suara Jupiter menjawab.
"Di sini Penyelidik Satu," katanya. "Aku sudah di tempat tidur, tapi pesawat kunyalakan terus. Kau baik-baik saja" Apa yang terjadi tadi""
Secara singkat Pete menuturkan pengalamannya sejak petang. Diakhiri dengan pengakuan, ia tidak tahu ke mana ia tadi diangkut bersama Hamid, dalam peti mumi.
Beberapa saat Jupiter tidak menjawab. Lalu terdengar lagi suaranya.
"Kau tidak bisa dipersalahkan, Penyelidik Dua," katanya. "Kau sudah berusaha sebisa-bisamu! Dengan salah satu cara, peti mumi pasti akan kita temukan kembali. Kita perlu mengadakan rapat besok pagi. Ada beberapa hal yang baru sekarang ketahuan. Semuanya menyebabkan teka-teki yang kita hadapi menjadi semakin rumit. Pertama-tama padaku di sini ada kucing yang pernah kausebut-sebut. Itu - yang menurut kata Hamid titisan Ra-Orkon! Padahal bukan. Aku merasa pasti, kau tentu akan bisa mengatakan bahwa kucing ini sebenarnya kucing Mrs. Banfry. Tapi sedang menyamar."
Setelah itu Jupiter memutuskan hubungan. Dibiarkannya Pete masuk ke tempat tidur, tapi tidak bisa terlelap. Dirongrong perasaan ingin tahu yang tidak bisa ditahan-tahan. Mana mungkin - kucing bisa menyamar"
Bab 13 DUGAAN JUPITER KEESOKAN paginya Trio Detektif mengadakan rapat dalam markas besar mereka. Melihat air muka Jupiter, Pete dan Bob segera tahu bahwa rekan mereka itu sejak kemarin malam sibuk berpikir terus. Tentu saja keduanya lantas ingin tahu, ide-ide apa lagi yang berkecambah dalam benak Jupiter. Tapi Jupiter membiarkan mereka menduga-duga dulu.
"Aku tidak suka main tebak," katanya. "Pertama-tama kita harus mengadakan rapat dulu. Tapi rapat tidak bisa dimulai, sebelum anak bernama Hamid itu ada di sini."
Lewat periskop, Pete melihat sebuah taksi masuk ke pekarangan. Dilihatnya Hamid turun dari kendaraan umum itu. Ia lantas bergegas ke luar lewat Lorong Dua. Ia hendak mengajak remaja itu masuk lewat lorong yang sama. Karena Hamid nasabah mereka, lagipula sebentar lagi toh pulang lagi ke Libia, maka Trio Detektif tidak merasa keberatan jika remaja itu mengetahui letak Markas Besar.
"Hamid," kata Pete setelah masuk lagi ke dalam trailer, "perkenalkan dulu - ini Bob Andrews, yang berwenang mengurus catatan dan menangani tugas-tugas riset. Dan ini Jupiter Jones, Penyelidik Pertama."
"Aku gembira sekali bisa berkenalan dengan Bob dan Penyelidik Pe
rtama Jupiter," kata anak Libia bertubuh kecil itu dengan bahasa Inggris sekolahannya.
"Nah," kata Jupiter kemudian. "Sekarang aku ingin mendengar laporan selengkapnya tentang pengalamanmu kemarin malam, Pete. Mulai dari saat kau meninggalkan kami. Jangan lupa mencatat, Bob."
Pete mulai bercerita. Dari pembicaraannya dengan Mrs. Banfry mengenai kucing wanita itu yang hilang, bernama Sphinx, lalu kedatangannya di tempat kediaman Profesor Yarborough, dan selanjutnya mengenai pengalamannya yang menegangkan sampai pulang naik taksi. Bob sibuk sekali mencatat. Untung waktu mengikuti kursus mengetik dulu, ia juga belajar steno.
"Bukan main," katanya, ketika Pete selesai bercerita. "Jadi kau berada dalam gudang di mana kedua pencuri itu menyembunyikan peti mumi" Dan kau sama sekali tidak tahu alamat tempat itu""
"Kan sudah kukatakan tadi, kami lari pontang-panting." jawab Pete. "Mana sempat berhenti sebentar untuk membaca nama-nama jalan! Tapi aku tahu daerahnya, yang mencakup sekitar dua puluh blok."
"Dua puluh blok!" seru Bob. "Jadi ada empat ratus potongan jalan yang perlu diperiksa. Belum lagi lorong-lorong kecil. Kalau setengah saja dari jalan-jalan itu di bagian tengahnya dihubungkan dengan lorong -"
"Jangan lupa, Pete membubuhkan tanda rahasia kita di daun pintu gudang itu," sela Jupiter. "Kalau tanda tanya itu kita temukan, kita akan langsung tahu bahwa itulah tempat yang dicari."
"Tapi waktu kita cuma sampai nanti malam," keluh Bob. "Sedang untuk memeriksa lorong yang begitu banyak -"
"Aku punya rencana," kata Jupiter. "Tapi untuk itu, kita memerlukan waktu sedikit. Untuk sementara kita pikirkan dulu soal mumi yang berbisik-bisik pada Profesor Yarborough."
"Mumi Ra-Orkon, moyang bani Hamid!" seru Hamid. "Kau tahu cara menemukannya""
Jupiter mencubit-cubit bibir bawahnya.
"Belum," katanya. "Tapi aku perlu mengoreksi sedikit, Hamid. Kurasa Ra-Orkon bukan cikal-bakal keluargamu." Mula-mula Hamid kelihatan marah. Tapi kemudian bingung.
"Tapi kata Sardon, dia moyangku," katanya berkeras. "Dan Sardon itu dukun yang memiliki bakat meramal. Ketika ia kemasukan roh, roh-roh itu kemudian bicara. Sardon memiliki kekuatan batin yang besar, dan ayahku tahu dia mengatakan yang sebenarnya. Aku juga tahu, dia tidak bohong."
"Memang betul," kata Jupiter, "raja-raja dari Libia menguasai Mesir pada masa Dinasti ke-20. Sekitar tiga ribu tahun yang lalu."
"Dan Ra-Orkon itu bangsawan Libia," kata Hamid nekat. "Sardon bilang begitu."
"Mungkin saja," kata Jupiter mengalah. "Bahkan Profesor Yarborough juga tidak tahu pasti siapa Ra-Orkon sebenarnya, dan kapan dia dimakamkan. Mungkin saja dia seorang bangsawan dari Libia. Tapi itu kan belum berarti bahwa dia moyangmu, Hamid."
"Sardon yang bilang begitu!" Hamid tidak mau mengalah sedikit pun. "Sardon, sang Dukun - dia takkan bohong."
"Bukan bohong maksudku," kata Jupiter. "Tapi mengenai kucing, ternyata dia keliru. Dan jika ia bisa keliru tentang satu hal, kan bisa saja dia juga keliru tentang lain-lainnya."
"Aku tidak mengerti," kata Hamid sambil cemberut.
"Yah," sambung Jupiter, "menurut penuturanmu, dukun yang bernama Sardon itu mengatakan bahwa setibamu di Amerika sini, arwah Ra-Orkon yang menjelma dalam wujud kucing kesayangannya, seekor kucing Abesinia yang warna matanya berlain-lainan dengan kaki depan belang hitam, nanti akan muncul di depanmu. Itu tanda bahwa kata-katanya benar."
"Memang begitu," tukas Hamid, "dan ramalannya benar-benar menjadi kenyataan. Arwah Ra-Orkon dalam titisannya sebagai kucing, minggu lalu pada suatu malam tahu-tahu muncul dalam kamarku." "Justru itulah -" Jupiter hendak mengatakan sesuatu, tapi langsung dipotong oleh Pete. "Titisan itu apa"" tanyanya. "Rasanya aku tahu - tapi jangan-jangan keliru."
"Di belahan bumi sebelah timur," kata Jupiter menjelaskan, "terdapat kepercayaan bahwa orang mati akan datang lagi ke bumi, kadang-kadang dalam wujud binatang. Bahkan bisa juga serangga. Itulah yang disebut titisan." "Ya, betul," tambah Bob, "sampai mereka dilahirkan kembali sebagai manusia."
"Dan arwah Ra-Orkon dilahirkan kembali sebagai kucing Abesinia, yang persis
seperti kucing kesayangannya yang dulu dikuburkan bersama dia," kata Hamid. "Dan seperti kaukatakan tadi, Penyelidik Pertama Jupiter, matanya berlainan warna dan kaki depannya belang hitam."
"Justru itulah persoalannya," kata Jupiter. "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Sesuatu yang penting."
Ia masuk sebentar ke ruang sebelah, lalu kembali menggendong seekor kucing.
"Ra-Orkon!" seru Hamid. "Moyangku yang mulia, aku merasa berbahagia melihat kau berada dalam keadaan selamat."
"Tahu-tahu dia muncul kemarin malam di rumah Profesor Yarborough," kata Jupiter, "keluar dari semak-semak. Aku membawanya pulang untuk merawatnya. Tapi sekarang perhatikan baik-baik."
Jupiter mengambil selembar sapu tangan dan membasahinya dengan semacam larutan. Lalu digosok-gosoknya kaki depan kucing itu yang hitam. Saat itu juga sapu tangan menampakkan bercak-bercak hitam. Sedang kaki depan kucing menjadi putih.
"Kaki depan kucing ini sebenarnya putih," kata Jupiter pada Hamid. "Kau lihat, kan" Sebetulnya ini kucing Mrs. Banfry yang hilang. Sphinx! Kaki depannya dicat hitam, supaya kelihatan kayak kucing yang menurut ramalan Sardon akan menjelma di depanmu."
Sekarang barulah Pete mengerti apa yang dimaksudkan Jupiter ketika mengatakan kucing itu menyamar.
"Astaga," katanya, "tapi untuk apa kucing disuruh menyamar""
Hamid meraih kucing itu. Ditelitinya kaki depannya yang sekarang nampak putih.
"Betul," serunya. "Ini kucing palsu! Bukan titisan Ra-Orkon. Padahal Sardon dukun peramal itu jelas-jelas mengatakan, akan ada kucing muncul di depanku. Kucing itu berkaki depan belang hitam, seperti kucing kesayangan Ra-Orkon."
"Hal itu berarti Sphinx," kata Jupiter sambil duduk kembali di kursinya, "kucing kepunyaan Mrs. Banfry ini sengaja diubah wujudnya supaya kau meyakini ramalan peminta-minta itu." "Tapi untuk apa"" tanya Hamid. Pete tidak mau kalah bingung. "Untuk apa"" tanyanya menyusul.
"Supaya ayah Hamid dan juga Ahmed mau percaya pada kisah selebihnya, yaitu bahwa Ra-Orkon cikal-bakal bani Hamid, sehingga kemudian mau berusaha mengambil kembali muminya dari tangan Profesor Yarborough," kata Jupiter. "Sekarang aku yakin, Ra-Orkon sebenarnya sama sekali bukan moyangmu, Hamid."
"Ra-Orkon moyang kami!" tukas Hamid dengan mata berkilat-kilat. Kelihatannya dia sudah hampir menangis, tapi ditahan sekuat-kuatnya. Jupiter cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Kebenaran akan diketahui nanti apabila kita berhasil menyelidiki siapa yang mencuri Ra-Orkon," katanya, "dan untuk apa. Pete sudah mengisahkan pengalamannya. Sekarang kau, Hamid! Bagaimana jika kau menceritakan kembali segala-galanya yang kaututurkan kemarin malam pada Pete, supaya bisa dicatat oleh Bob."
Hamid mau saja. Diceritakannya kedatangan seorang dukun pengembara yang pincang dan bermata satu di rumahnya, di Libia. Dukun itu bernama Sardon. Diceritakannya bagaimana Sardon kemasukan roh Ra-Orkon, yang berbicara lewat mulut dukun itu. Ra-Orkon yang meminta pada ayah Hamid agar diselamatkan dari negeri orang biadab.
Dilanjutkannya cerita, bahwa dia datang di Amerika bersama Ahmed sebagai pengawal, lalu menyewa rumah dekat tempat kediaman Profesor Yarborough. Kemudian, setelah Ahmed ditolak oleh Profesor sewaktu meminta dengan baik-baik agar mumi Ra-Orkon dipulangkan, Ahmed lantas menyogok kakak-beradik Magasay agar ia bisa menggantikan salah seorang di antara mereka sebagai tukang kebun sarjana itu. Dengan demikian Ahmed bisa selalu ada di dekat mumi, menunggu kesempatan baik untuk mencurinya. Ketika cerita Hamid sampai di situ, Bob lantas berseru.
"Astaga -jadi rupanya Ahmed yang selalu berkeliaran di sana," katanya. "Ahmed yang menangkapmu, ketika kau ketahuan oleh Pete. Pantas kau kemudian bisa minggat!"
"Ahmed menyuruh aku supaya menggigit tangannya," kata Hamid bangga, "lalu kugigit. Ahmed cerdik sekali!"
"Coba katakan padaku, Hamid," pinta Jupiter, "tahukah kau dan Ahmed tentang kutukan yang menyertai mumi""
"Tentu saja," jawab Hamid. "Sardon mengatakannya pada kami. Katanya, Ra-Orkon akan gentayangan terus, selama kami belum berhasil memulihkan ketenangannya."
"Kemudian terjadi bebera
pa peristiwa misterius," kata Jupiter lagi. "Patung Anubis, tahu-tahu roboh - kayak dengan sendirinya. Sebuah topeng logam terjatuh dari dinding. Aku menarik kesimpulan, pasti Ahmed yang menyebabkan kejadian-kejadian itu."
"Betul." Hamid nyengir, memamerkan sederet gigi putih. "Sebagai tukang kebun berpakaian kerja, tak ada yang memperhatikan dirinya. Saat itu dia berdiri di sebelah luar pintu tinggi. Ia menyelipkan sebatang tongkat yang panjang ke celah yang ada di antara pintu dan dinding, lalu mendorong patung Anubis sehingga terjungkir. Lalu didorongnya pula topeng yang tergantung di dinding sampai terjatuh. Semen penahan bola besar dicungkil-cungkilnya, supaya bola itu jatuh dan menggelinding. Ia hendak menakut-nakuti Profesor, supaya akhirnya mau menyerahkan Ra-Orkon kembali."
"Seperti yang sudah kukira," kata Jupiter. "Begitu gampangnya membuat kutukan kuno terlaksana. Lewat seorang tukang kebun yang kelihatannya setia, padahal sebenarnya lawan yang menyamar."
"Ya deh," kata Pete. "Tapi pencurian Ra-Orkon, bagaimana penjelasanmu" Hamid berani bersumpah, Ahmed tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu. Dan siapa yang mencuri kucing Mrs. Banfry" Bagiku, ini masih tetap merupakan beberapa misteri yang misterius."
"Ya, betul," kata Bob menimbrung. "Kita juga belum membicarakan bisikan mumi pada Profesor. Hamid tidak tahu-menahu tentang kejadian itu. Bagaimana penjelasanmu mengenainya."
"Satu per satu dong," kata Jupiter dengan sikap serba tahu. "Hamid-kau benar-benar melihat sendiri kedua laki-laki itu mencuri Ra-Orkon" Maksudku, Joe dan Harry."
"Ya, aku melihatnya sendiri," jawab Hamid. "Kemarin malam Ahmed mengatakan ingin istirahat, karena tangannya terasa nyeri kena gigitanku. Karena itu setelah gelap aku menyelinap ke luar untuk mengawasi rumah Profesor. Kucing mengikuti aku. Setibaku di sana kulihat dua laki-laki menggotong Ra-Orkon ke luar, lalu memasukkannya ke dalam truk."
"Itu terjadi setelah kita semua pergi ke rumah Profesor Freeman," kata Bob mengomentari.
"Aku menunggu di sana, karena tidak tahu harus berbuat apa," sambung Hamid. "Kemudian Pete datang. Aku masih tetap menunggu dalam semak. Pete mondar-mandir dalam rumah, lalu pergi ke teras. Ia mengambil kucingku. Saat itu aku mengira dialah yang mencuri Ra-Orkon, dan hendak mencuri kucingku pula. Aku langsung marah dari menyerang. Maaf, Pete."
"Tak apalah," jawab Pete bermurah hati. "Kan justru itu yang mempertemukan kita, sehingga bisa bersatu menghadapi misteri ini."
"Hmmm." Jupiter mencubiti bibir bawahnya sambil berpikir-pikir. "Sampai di sini gambaran jelas, walau rumit."
"Ucapanmu repot dan kabur," sela Pete. "Bagiku, misteri ini sungguh-sungguh bisa membuat kepala pusing."
"Maksudku tadi," kata Jupiter menjelaskan maksudnya, "kelihatannya semua fakta sudah kita ketahui. Sekarang tinggal mengaturnya supaya logis."
Bob ingin sekali bisa melihat hubungan logis antara segala fakta yang sudah dicatat olehnya. Tapi semakin dipikir, semakin pusing rasanya kepala.
"Kurasa jika kita bisa menemukan tempat penyembunyian peti mumi itu," kata Jupiter, "kita akan sudah berada di jalan yang tepat menuju pemecahan misteri. Kuusulkan agar kita mencari tempat gudang rahasia itu sampai ketemu. Kemudian menunggu di sana. Pasti pada suatu saat malam ini Harry dan Joe akan datang lagi untuk mengantarkan peti mumi ke pemesannya, di mana muminya sendiri sudah berada. Kita membuntuti Harry dan Joe ke sana. Dengan begitu kita akan bisa mengetahui siapa pemesan itu. Dialah yang mendalangi misteri yang berbelit-belit ini. Lalu kita ambil kembali mumi Ra-Orkon dari tangannya."
Nampak jelas, Jupiter merasa senang membayangkan akan bisa menangkap seseorang yang tergolong dalang peristiwa kejahatan. Memang, menangkap "otak" kejahatan bukan soal kecil!
"Dengan begitu," sambungnya, "kita sekaligus akan menemukan penjahat, mumi dan juga petinya. Kalau itu sudah berhasil, yang lain-lainnya menyusul dengan segera."
"Hebat," kata Pete menyindir. "Benar-benar hebat. Yah - mengingat begitu banyak lorong yang harus kita periksa untuk mencari tanda rahasia yang kubuat di ambang pintu,
lebih baik kita berangkat saja sekarang. Mungkin setelah seminggu dua minggu kita akan menemukannya. Sedang waktu yang ada, cuma delapan sampai sembilan jam!"
"Bukan begitu rencanaku," kata Jupiter. "Sama sekali tidak! Tadi pagi aku sudah melakukan langkah-langkah tertentu. Kalian masih ingat hubungan hantu ke hantu, yang kita pakai sewaktu menangani kasus nuri gagap""
Bob dan Pete masih ingat. Yang dimaksudkan Jupiter itu suatu ilhamnya, yang menyebabkan akhirnya mereka berhasil menyelesaikan kasus yang disebutnya. Tapi Hamid melongo.
"Apa itu - hubungan hantu ke hantu"" tanyanya.
"Yang dimaksudkan dengan sebutan itu ialah hubungan telepon dengan beberapa teman, untuk menanyakan sesuatu," kata Jupiter menjelaskan. "Lalu teman-teman itu kami minta menghubungi beberapa teman mereka lagi. Begitu seterusnya, sampai beratus-ratus - bahkan mungkin beribu-ribu remaja di segala penjuru kota Los Angeles ikut mencari informasi yang ingin diketahui Trio Detektif. Barang siapa berhasil mengetahui keterangan yang dicari, menelepon kami kemari. Lalu, dengan informasi yang baru masuk itu, kami bisa melanjutkan penyelidikan. Dalam kasus nuri gagap, hubungan hantu ke hantu menyebabkan datangnya seorang anak laki-laki bernama Carlos. Paman anak itu yang menjual beberapa ekor burung nuri, yang merupakan petunjuk utama dalam kasus yang menarik itu."
Hamid mengikuti keterangan Jupiter dengan penuh minat.
"Nah," sambung Jupiter, "pagi ini aku menelepon lima teman, yang ayah mereka masing-masing bekerja di tengah kota Los Angeles. Aku meminta mereka agar menelepon teman-teman lain, yang ayah mereka juga bekerja di kawasan sama. Setiap anak harus minta pada ayah masing-masing, agar mau memperhatikan kalau ada tanda tanya yang dituliskan dengan kapur biru di ambang pintu sebuah gudang tertentu. Dan kalau melihatnya, alamat gudang itu harus dicatat, lalu disampaikan pada anaknya. Sebagai penjelasan, itu semacam permainan. Mencari harta karun! Anak yang paling dulu menelepon ke sini untuk menyampaikan informasi, akan menerima hadiah. Soal hadiahnya - nanti saja kupikirkan. Sekarang kita lihat saja - bagaimana kelangsungan rencana itu."
Diangkatnya gagang pesawat telepon, lalu diputarnya nomor tertentu. Ia bicara sebentar dengan seorang teman, sambil mendekatkan gagang pesawat ke mikrofon. Dengan begitu anak-anak yang ada dalam trailer itu bisa mengikuti pembicaraan lewat alat pengeras suara.
Anak yang ditelepon menyampaikan laporannya. Ia sudah menelepon lima teman, seperti diminta. Mereka itu semua meminta ayah masing-masing supaya mau membuka mata dan mencari kalau-kalau ada tanda tanya berwarna biru di sekitar tempat mereka bekerja. Tapi tentu saja jawaban ada tidaknya baru bisa diketahui, apabila para ayah sudah kembali ke rumah lagi. Jadi sekitar pukul enam petang nanti.
"Hubungan hantu ke hantu sudah mulai bekerja," kata Jupiter, setelah pembicaraan telepon selesai. "Sayangnya, paling cepat baru petang nanti kita bisa mengharapkan akan ada informasi masuk. Tidak banyak waktu tersisa! Tapi jika kita bernasib baik, kita akan bisa langsung menuju ke tempat itu. Sekarang sebaiknya kita pergi ke tempat Profesor Yarborough, untuk berunding lagi dengan dia."
"Tapi kau pasti tidak boleh pergi dari sini," kata Pete mengingatkan. "Aku tadi mendengar bibimu mengatakan kau harus membantu bekerja, begitu rapat kita selesai."
"Hmm- betul juga." Jupiter mengangguk. "Kalau begitu kutelepon saja dia sekarang. Sementara itu kauantarkan Hamid ke luar, Bob. Carikan taksi untuk dia."
"Beres," kata Bob, lalu berdiri. Hamid ikut bangkit.
"Kapan-kapan aku ingin memperkenalkan Ahmed padamu, Jupiter," kata anak Libia itu. "Menurut pendapatnya, anak Amerika semuanya brengsek! Berisik, tidak tahu aturan dan menjengkelkan orang tua mereka. Akan kutunjukkan padanya beberapa remaja Amerika yang cerdas sekali."
"Terima kasih, Hamid," kata Jupiter. Ia nampak senang mendengar pujian itu. "Tapi ngomong-ngomong, kau kan tidak bercerita pada Ahmed tentang segala kejadian ini""
"Yang kukatakan padanya cuma bahwa aku meminta kalian membantu dalam usaha menemukan Ra-Orkon serta
peti muminya," kata Hamid. "Mendengar kata-kataku, ia cuma mendengus. Aku dikatakannya tolol, meminta anak-anak untuk melakukan tugas orang dewasa. Karenanya setelah itu aku diam saja."
"Bagus," kata Jupiter. "Eh - maksudku bagus, kau tidak menceritakan apa-apa lagi padanya. Menurut pengalamanku, orang dewasa selalu merasa perlu membantu apabila tahu ada seorang anak sedang sibuk melakukan sesuatu yang penting. Dan sering mereka malah mengacaukan segala-galanya. Dalam urusan ini kita perlu menjaga rahasia. Soalnya, baik Profesor Yarborough maupun Keluarga Besar Hamid tidak ingin urusan ini tersebar ke mana-mana."
"Betul," kata Hamid. "Kapan kita berkumpul lagi""
"Datang saja kemari nanti petang, sekitar pukul enam," kata Jupiter. "Kalau nasib kita sedang baik, saat itu akan sudah ada kabar dari hubungan hantu yang menyebutkan di mana letak gudang tempat peti mumi disembunyikan."
"Aku akan kembali," kata Hamid, "naik taksi. Ahmed hari ini sibuk sekali. Katanya banyak calon pembeli permadani yang perlu didatangi."
Hamid membungkuk dengan sikap resmi, lalu menyusul Bob masuk ke Lorong Dua.
"Hamid itu baik anaknya," kata Pete, setelah kedua anak itu lenyap dari penglihatan. "Tapi aku tadi sempat memperhatikan mukamu, Jupe. Kelihatannya ada hal baru yang kaupikirkan sejak kita mulai berunding. Kau merasa tahu sekarang, siapa yang mencuri Ra-Orkon""
"Kalau dugaan - memang ada," kata Jupiter. "Katamu tadi, kucing Mrs. Banfry gambarnya pernah dimuat dalam sejumlah koran dan majalah."
"Betul," kata Pete. "Mrs. Banfry memperlihatkan majalah-majalah itu padaku. Kelihatan jelas kedua mata kucing itu berlainan warna."
"Sekarang, apabila ada seseorang yang memerlukan seekor kucing Abesinia dengan mata yang berlainan warna," kata Jupiter lagi. "tentunya dengan mudah dia bisa tahu tentang Sphinx, kucing Mrs. Banfry. Mengingat Sphinx wataknya lemah-lembut, lain dengan kucing Abesinia pada umumnya, maka gampang sekali menangkap dia lalu mengecat kaki depannya. Sekarang - siapa yang sangat ingin memperoleh Ra-Orkon" Siapa yang paling gampang bisa menyelundupkan Sphinx malam-malam ke kamar Hamid" Siapa yang tahu segala-galanya tentang kutukan yang katanya ada itu, serta berusaha keras untuk mengambil Ra-Orkon yang waktu itu ada di tempat Profesor Yarborough""
Pete berpikir sebentar. "Tukang kebun," katanya kemudian. "Eh - maksudku, Ahmed, yang menyamar jadi tukang kebun."
"Tepat," kata Jupiter. "Dan baginya juga penting sekali untuk mendapatkan kembali peti mumi, sebagai tempat menaruh mumi Ra-Orkon. Ya kan""
"Tentu saja!" kata Pete bergairah. "Tapi Hamid berani sumpah, katanya Ahmed tidak tahu apa-apa tentang pencurian mumi. Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu."
"Dan Hamid percaya bahwa itu memang begitu," kata Jupiter. "Tapi menurut pengalamanmu sendiri, kan orang dewasa tidak selalu membeberkan segala rencananya pada anak-anak. Juga apabila anak itu kebetulan putra majikannya. Mungkin saja Ahmed mempunyai rencananya sendiri. Ia hendak menguasai mumi, lalu melaporkan pada ayah si Hamid bahwa untuk memperolehnya kembali dia harus membayar uang tebusan yang sangat mahal. Pasti ayah si Hamid akan mau percaya. Dengan rencana begitu, Ahmed bisa menjadi kaya-raya!"
"Huiii!" kata Pete kagum. "Memang bisa! Dan Ahmed kan bisa berbahasa Arab. Jadi bisa saja mengarang-ngarang kalimat yang kedengarannya kayak bahasa Arab Kuno. Dalam penyamarannya sebagai tukang kebun, lalu bersembunyi di balik pintu, dengan gampang ia memakai suara perut untuk membikin seakan-akan mumi yang berbisik-bisik."
Jupiter mengangguk. "Tapi," katanya kemudian, "jika sedikit saja terlontar kecurigaan kita ini di depan Hamid, sebelum kita bisa membuktikan apa-apa, ada kemungkinan anak itu akan melaporkannya pada Ahmed. Dengan begitu orang itu akan waspada, lalu mengaburkan jejaknya. Karena itulah kita tidak boleh bilang apa-apa pada Hamid."
"Setuju," kata Pete dengan tandas. "Lalu apa kerja kita sekarang, Jupe" Banyak sekali waktu terluang sesiang ini, sampai saat ada kemungkinan kabar dari hubungan hantu. Tapi kurasa bibimu punya berbagai cara untuk menyibukkan k
ita," tambahnya dengan nada suram.
"Betul! Karena itu sekarang saja kutelepon Profesor Yarborough, untuk menanyakan perkembangan terbaru," kata Jupiter, "dan sekaligus menanyakan keadaan Wilkins."
Tak lama kemudian ia sudah mengobrol dengan Profesor Yarborough.
"Wilkins sudah kembali dari rumah sakit," kata sarjana itu melaporkan. "Ternyata dia cuma kaget saja. Katanya, kemarin malam ia melihat sesuatu yang sangat mengejutkan. Dewa Anubis, makhluk bertubuh manusia tapi berkepala anjing ajak, tiba-tiba muncul dari balik semak lalu membentakkan kata-kata kasar padanya, dalam bahasa yang tak dikenalnya. Wilkins langsung pingsan, karena kaget dan ketakutan. Setelah itu Anubis membawa pergi mumi Ra-Orkon."
Pete dan Jupiter saling berpandangan.
"Tapi kita kan kini tahu, yang mencuri Ra-Orkon dua orang penjahat yang bernama Joe dan Harry," kata Pete, agak bingung.
"Profesor," kata Jupiter pada sarjana dengan siapa ia bicara lewat telepon, "kami merasa yakin, Wilkins pasti ditakut-takuti seseorang yang mungkin memakai topeng kepala ajak yang terbuat dari karet. Seseorang yang menyamar sebagai Anubis."
Lalu diceritakannya pengalaman Pete pada malam sebelumnya. Ia memaparkan yang penting-penting saja.
"Ya, mungkin itu penjelasannya," kata Profesor kemudian. "Bagaimana - kira-kira bisakah kalian menemukan kembali peti mumi itu" Apakah kalian punya dugaan, siapa yang mendalangi kesemuanya ini" Menurutmu, mungkinkah laki-laki yang bernama Ahmed itu orangnya""
"Saya punya beberapa dugaan tertentu, Sir," jawab Jupiter. "Tapi bukti-buktinya sampai sekarang belum ada. Mengenai urusan mumi, malam ini kami akan mencarinya. Begitu ada perkembangan baru, Anda akan segera kami hubungi."
Selesai pembicaraan. Jupiter mendongak - menatap awang-awang. Pete sudah gelisah saja. "Nah"" tanyanya tidak sabar. "Apa lagi yang kaupikirkan sekarang""
"Aku cuma ingat lagi sekarang," kata Jupiter, "kemarin Profesor Yarborough kan bercerita pada kita, Wilkins dulunya artis yang ikut rombongan teater keliling. Sebelum menjadi pelayan Profesor." "Lalu kenapa""
"Seorang artis, dengan gampang saja bisa pura-pura pingsan," kata Jupiter menjelaskan pikirannya. "Lalu, anggaplah dalam pertunjukan teater keliling itu Wilkins muncul sebagai artis yang pintar bicara dengan suara perut." "Memangnya begitu""
"Aku tidak tahu. Tapi anggap saja begitu. Kesimpulan mana yang bisa ditarik daripadanya""
"Huiii!" seru Pete. "Itu berarti, orang yang kita cari-cari selama ini ternyata toh Wilkins. Atau bisa juga dia bekerja sama dengan Ahmed. Atau dengan orang lain. Bagaimana pendapatmu, Jupe""
"Kita lihat saja nanti," jawab Jupiter dengan bijak. Setelah itu sampai sore ia tidak mau lagi diajak bicara tentang kasus itu. Pete cuma bisa memendam rasa jengkel.
Bab 14 KEBANYAKAN TANDA TANYA PETANG itu juga nampak sebuah truk kecil berjalan tergoncang-goncang menyusur jalan-jalan tengah kota Los Angeles, di bagian yang termasuk agak tua. Konrad, pemuda Jerman itu duduk di belakang kemudi, dengan ijin khusus dari Mrs. Jones.
Jupiter sebelumnya sudah memutuskan, sebaiknya mereka menemukan dulu tempat peti mumi disembunyikan. Lalu mereka bersembunyi, sampai kelihatan Harry dan Joe datang untuk mengambilnya dari dalam gudang. Begitu keduanya pergi lagi dengan peti mumi, mereka dibuntuti dari belakang. Dengan begitu mereka bisa tertangkap basah pada saat menyerahkan peti itu pada pemesannya. Dialah otak yang mendalangi segala kejadian misterius selama itu. Menurut Jupiter, hanya dengan jalan begitu bisa diperoleh bukti nyata.
Rolls-Royce yang serba mewah, terlalu menyolok untuk dipakai dalam tugas seperti itu. Pasti akan langsung ketahuan. Tapi truk tua, takkan ada yang memperhatikan!
Sebelumnya, Hamid sudah kembali ke kompleks penimbunan barang bekas yang merupakan perusahaan paman dan bibi Jupiter. Ia datang naik taksi. Kini ia duduk bersama Jupiter di depan, bersebelahan dengan Konrad. Pete dan Bob nongkrong di atas tumpukan terpal yang ada di bak belakang. Truk itu berjalan terus, menelusuri jalan-jalan daerah yang kelihatan suram, penuh dengan gudang serta toko-toko kecil yang kumal
. Sepanjang perjalanan, Bob dan Pete berdebat terus. Mereka berbantahan tentang kemungkinan siapa dalang itu sebenarnya. Ahmed atau Wilkins" Paling sedikit dua kali kedua-duanya berubah pikiran.
Akhirnya truk berhenti. Pete dan Bob melemparkan pandangan ke samping. Mereka berada di depan sebuah gedung teater yang sudah tua. Pintunya tertutup rapat. Sebuah papan nama yang sudah rusak menyatakan bahwa dulu di situ tempat CHAMELOT THEATER. Pada papan-papan lain yang juga ada di situ, tertera tulisan: TUTUP. DILARANG MASUK.
Ketika melihat Jupiter dan Hamid keluar dari truk, Pete dan Bob meloncat turun untuk menyusul. Bob agak hati-hati, mengingat kakinya yang cedera.
"Beginikah kelihatannya bangunan di mana kalian kemarin malam berada, Pete"" tanya Jupiter. Dipandangnya gedung teater yang sudah tua dan tak terawat itu dengan kening berkerut.
"Bagian depannya tidak kulihat," kata Pete sambil merengut. "Tapi rasanya tidak begini tinggi."
"Rasanya bukan yang ini." Hamid menggeleng-geleng.
"Walau begitu, inilah alamat yang disampaikan 'Hantu' kita." Jupiter mengamat-amati kertas yang ada di tangannya. Satu jam sebelumnya, salah seorang 'Hantu' - yaitu seorang remaja yang dihubungi lewat hubungan hantu ke hantu - menelepon ke Markas Besar. Ia melaporkan, ayahnya melihat beberapa tanda tanya yang dibuat dengan kapur biru di ambang pintu sebelah belakang bangunan yang terletak di Chamelot Street, nomor 10853. Dengan segera Trio Detektif berangkat ke situ, bersama Hamid dan Konrad. Dan gedung di depan mereka sudah jelas bernomor 10853. Chamelot Street.
"Kita lihat sebelah belakangnya," kata Jupiter mengusulkan, lalu mendului berjalan lewat lorong yang ada di samping. Di belakang mereka sampai ke suatu pekarangan. Ternyata di situ memang ada pintu gudang yang besar dan membuka ke atas. Pada salah satu pojoknya nampak beberapa tanda tanya, dibuat dengan kapur biru.
"Itu tanda yang kaubuat, Pete," kata Jupiter. "Jadi memang inilah tempatnya."
"Tapi rasanya bukan," jawab Pete ragu. "Kalau kau bagaimana, Hamid""
"Kurasa bukan ini," kata anak Libia itu. "Tapi waktu itu gelap. Mungkin saja kita salah lihat."
"Kalian kan terburu-buru," kata Jupiter. "Lihatlah - ini ada pintu kecil tempat orang lewat, di samping pintu besar. Eh - terbuka sedikit rupanya. Barangkali kita bisa mengintip untuk melihat ada tidaknya peti mumi di dalam."
Mereka menghampiri pintu sempit itu, lalu mengintip beramai-ramai. Tapi tahu-tahu pintu terpentang lebar. Tiga wajah remaja muncul sambil nyengir.
"Lihatlah, Jupiter McSherlock beserta para kaki tangannya!" Yang bicara begitu Skinny Norris, sambil tertawa keras-keras.
"Mencari jejak, Sherlock Holmes"" ejek seorang remaja lagi, teman dekat Skinny.
"Kalau yang dicari tanda tanya, lihat saja ke segala arah." Remaja yang ketiga meringis. Anaknya gemuk, berambut merah. "Seluruh kota penuh dengan tanda tanya."
"Kurasa kita tidak perlu ada di tempat ini lagi," kata Skinny. "Sherlock serta anak buahnya sudah berhasil mengendalikan situasi."
Sambil cekikikan, ketiga remaja itu berlenggang pergi. Menuju mobil sport biru milik Skinny yang diparkir tidak jauh dari situ. Sesaat kemudian mobil itu sudah menderu pergi. Bob yang paling dulu menyadari makna kata-kata Skinny tadi.
"Lihatlah!" Ia menuding ke beberapa pintu yang ada di kiri-kanan lorong. Semua dihiasi dengan tanda tanya. "Mungkin semua pintu yang ada dalam lorong-lorong sekitar sini juga begitu," katanya lagi. "Semua diberi tanda tanya palsu."
Tampang Jupiter pucat karena marah.
"Skinny Norris!" serapahnya. "Rupanya satu di antara hantu kita tadi pagi menelepon dia, sehingga dia tahu kita mencari tanda tanya yang dibuat dengan kapur. Lalu bersama teman-temannya ia kemari, menuliskan tanda-tanda tanya di pintu dan pintu-pintu lainnya - hanya supaya kita bingung. Setelah itu seorang dari mereka menelepon ke Markas Besar. Mereka menunggu sampai kita datang di sini, supaya bisa mengejek."
"Mereka memang berhasil membikin kita bingung," kata Pete menggerutu. "Lalu ketawa kayak orang gila! Tanggung mereka sudah membubuhkan tanda tanya di mana-mana, di bagian kota sini. Cum
a Skinny saja yang bisa mendapat ide tipuan kayak begini. Hhh- kalau dia sampai berhasil kubekuk nanti, akan kuhajar dia sampai badannya tinggal sebesar paku!"
Perbuatan jahil Skinny Norris itu nampaknya memustahilkan mereka masih bisa menemukan pintu yang dicari. Di sekitar situ terlalu banyak tanda tanya!
"Yah - bagaimana sekarang"" tanya Bob putus asa. "Kita kembali ke Markas""
"Tentu saja tidak!" tukas Jupiter. "Pertama-tama kita lihat dulu, berapa banyak tanda tanya yang dibuat Skinny serta kedua temannya tadi di sekeliling sini. Setelah itu barulah kita menentukan langkah berikut. Lain kali kita perlu ingat - seperti sekian banyak ide yang baik, hubungan hantu ke hantu ternyata ada juga beberapa kelemahannya."
Setelah itu mereka menyebar, memeriksa jalan dan lorong yang ada di sekitar situ. Sebelumnya buru-buru dijelaskan pada Hamid, anak yang menertawakan mereka tadi bernama Skinny Norris. Seorang saingan yang selalu berdaya upaya untuk mengacaukan usaha penyelidikan mereka.
Sampai beberapa blok dari tempat semula, mereka menemukan tanda tanya di sana-sini. Dengan lesu mereka berkumpul lagi di truk untuk berunding lebih lanjut.
"Kita berputar-putar naik truk," kata Jupiter nekat. "Barangkali saja Pete atau Hamid nanti melihat sesuatu yang masih diingat dari kemarin malam. Kita tidak boleh menyerah sekarang. Ini kesempatan kita yang terakhir. Jika Harry dan Joe berhasil menyerahkan peti mumi itu tanpa ketahuan, lenyap harapan kita."
Dengan perasaan berat mereka naik lagi ke truk. Konrad menjalankan kendaraan itu lambat-lambat, menyusur Chamelot Street.
"Kita kalah," kata Pete muram. "Kenapa tidak mengaku saja""
"Dan membiarkan Skinny mengejek kita"" Jupiter merapatkan bibir. "Kita akan berusaha terus. Misalnya gereja tua di pojok sana - mungkin kalian sempat melihatnya ketika sedang lari kemarin malam""
Pete memandang gereja tua itu, yang bergaya arsitektur biara Spanyol di California pada abad kesembilan belas. Ia menggeleng.
"Kurasa kami bahkan sama sekali tidak lewat jalan ini," katanya. "Jalan-jalan yang kami lalui lebih sempit, dan lebih tidak terawat. Dan lebih gelap."
"Kalau begitu kita coba jalan yang lain. Kita belok ke kanan, Konrad."
"Beres," kata pemuda Jerman yang menyetir, lalu membelokkan truk ke kanan. Baru saja dilalui tiga blok, ketika tiba-tiba Pete menyambar lengan Jupiter.
"Kios es krim itu!" katanya. "Kurasa kami melewatinya, ketika kami belum lama lari meninggalkan gudang."
Ia menuding bangunan yang bentuknya seperti es krim yang biasa dijual di pinggir jalan daerah pertokoan. Tapi berukuran raksasa. Kios itu sudah ditutup dan kelihatan mulai ambruk. Daerah situ terlalu miskin. Tidak banyak kelebihan uang, sehingga tidak bisa sering mampir dan membeli es krim.
"Kita berhenti, Konrad," pinta Jupiter. Konrad menurut saja. Truk dihentikan. Keempat remaja yang ikut dengannya buru-buru turun. Mereka berdiri di kaki lima, sambil memperhatikan bangunan berbentuk kerucut yang terletak di seberang jalan.
"Hamid - kau ingat melihatnya kemarin malam"" tanya Pete.
"O ya," jawab anak Libia itu sambil mengangguk. "Waktu itu kukira semacam kuil kecil. Kelihatannya aneh, di tengah bangunan-bangunan yang lain." Bob meringis.
"Di California sini," katanya, "ada kios tempat menjual sari jeruk yang bentuknya kayak jeruk, dan macam-macam lagi. Bangunan yang bentuknya kayak kerucut es krim bisa dibilang lumrah."
Jupiter merasa lebih baik jangan membuang-buang waktu dengan obrolan begitu. Ia mengajukan beberapa pertanyaan beruntun-runtun. Ternyata baik Pete maupun Hamid tidak ingat lagi ke arah mana mereka lari sewaktu melewati kios itu. Ia lantas mengambil keputusan dengan cepat.
"Bob, kau tinggal di sini dengan Hamid," katanya. "Biarkan walkie-talkie-mu menyala, karena siapa tahu ada perkembangan baru. Pete, kau pergi ke arah sana! Periksa setiap lorong. Barangkali saja kau menemukan lorong yang kemarin malam. Aku sendiri ke arah sini dan memeriksa semua lorong yang ada di situ. Jika lorong yang benar kita temukan, tanda-tanda rahasia yang ada di situ akan bisa mengarahkan kita ke tujuan yang dicari; Bagaimanapu
n, Skinny dan kedua sobatnya tadi takkan mungkin bisa membubuhkan tanda kapur di seluruh kota Los Angeles."
"Yah, kita coba saja," kata Pete menyetujui.
"Konrad menunggu di sini, dan kita berdua nanti kembali kemari. Tempat ini kita jadikan pangkalan operasi. Sambil mencari, kita terus berhubungan lewat walkie-talkie."
Saat itu sudah remang-remang gelap. Sebentar lagi malam. Pete dan Jupiter bergegas menuju arah yang saling berlawanan. Sedang Bob dan Hamid menunggu dalam truk.
"Mungkin mereka tidak akan berhasil menemukan kembali peti mumi," kata Hamid. "Barangkali mumi Ra-Orkon hilang untuk selama-lamanya. Aku dan Ahmed akan malu sekali, kalau terpaksa melapor pada ayahku bahwa kami kehilangan jejak moyang kami yang mulia."
Dari perkataan itu Bob menarik kesimpulan, Hamid masih tetap berpegang pada pendapat bahwa Ra-Orkon itu moyangnya. Walau Jupiter sudah mengemukakan pertimbangan yang menyangsikan!
"Di mana Ahmed malam ini"" tanya Bob.
"Aku tidak tahu," jawab Hamid. "Katanya ada urusan yang harus diselesaikannya untuk ayahku. Sementara di sini ia mendatangi berbagai perusahaan penjual permadani, untuk menawarkan barang-barang dari Keluarga Hamid."
Bob merasa lebih mungkin Ahmed berniat menemui Harry dan Joe, kedua pencuri yang mengambil peti mumi. Tapi ia diam saja. Anak Libia itu sudah cukup sedih.
Sementara itu Pete dan Jupiter sudah berjalan sejauh beberapa blok, sambil menjenguk memperhatikan lorong-lorong kecil yang biasanya memotong di tengah-tengah satu blok. Lewat walkie-talkie, mereka saling melaporkan ketidakberhasilan masing-masing. Akhirnya dengan lesu Jupiter memberi instruksi.
"Periksa satu lorong lagi di bagianmu, Dua," katanya. "Setelah itu kembali ke truk. Di sana nanti kita bicarakan siasat selanjutnya."
"Mengerti dan selesai," balas Pete.
Jupiter memasuki lorong berikut. Kelihatannya sama saja dengan lorong-lorong yang lain. Lorong-lorong itu merupakan sisi belakang toko-toko, di mana barang-barang diturunkan dari truk. Jauh di ujung dilihatnya sebuah bangunan besar. Ia menuju ke situ. Di sisi belakang bangunan yang menghadap lorong ada sebuah pintu besar. Sebuah truk diparkir di depan pintu itu. Kendaraan itu kelihatan biasa saja, berwarna biru. Ketika Jupiter datang menghampiri, seorang laki-laki mengangkat daun pintu itu ke atas. Jadi apabila di situ ada tanda tanya yang dibuat dengan kapur oleh Pete, dengan sendirinya tidak bisa kelihatan. Dan mungkin saja di situ tidak ada tulisan tanda tanya.
Jupiter berhenti melangkah. Ia mengeluh, lalu berbalik. Maksudnya hendak kembali ke mobil.
Tiba-tiba ia tertegun. Telinganya yang tajam mendengar suara seseorang.
"Oke - bawa truk itu masuk, Harry."
"Beres! Minggir sedikit, Joe," jawab suara seseorang lagi.
Harry! Joe! Itu kan nama kedua penjahat yang melarikan peti mumi!
Bab 15 JUPITER BERAKSI SENDIRI JUPITER berbalik lagi dengan cepat, lalu lari mengejar truk yang dengan pelan-pelan masuk ke dalam gudang yang gelap.
Bagi remaja itu cuma ada satu kemungkinan supaya tidak ketahuan. Jupiter melesat ke sisi kanan truk. Sekarang ia ada di tempat yang berlawanan dengan Joe, yang tadi membuka pintu gudang. Sementara truk bergerak pelan ke dalam, Jupiter ikut beringsut masuk. Menyelip di celah sempit yang ada di antara tubuh truk dengan ambang pintu.
Truk berhenti. Dan Jupiter sudah ada di dalam. Ia tetap berdiri di sisi kendaraan itu.
"Kututup pintu dulu." Terdengar Joe berseru. "Lalu kaunyalakan lampu-lampu besar, supaya kita bisa melihat."
Sambil meringkuk di samping truk, Jupiter memutar otak. Ia tidak bisa melihat apa-apa. Tapi jika menunggu lampu-lampu truk dinyalakan, nanti ia akan terlihat oleh kedua laki-laki itu. Cuma ada satu tempat baginya, di mana ada harapan dia tidak akan ketahuan.
Jupiter merebahkan diri, lalu menyusup ke bawah truk. Bunyi pintu menutup menyamarkan suara pelan yang terjadi ketika ia menggeser tubuh. Sesaat kemudian lampu-lampu besar truk dinyalakan, menerangi ruangan gudang. Penglihatan Jupiter terbatas di bawah truk. Tapi ia masih bisa melihat roda-roda sebuah mobil antik. Dan benda memanjang terselubung terpal di belakang m
obil antik, pasti itulah peti mumi yang dicari.
Jupiter telah berhasil menemukan tempat yang tepat. Tapi ia tidak bisa memanggil bantuan. Untuk menghubungi lewat walkie-talkie, ia perlu berbicara dengan suara lantang dan mantap. Kedua laki-laki itu pasti akan mendengar, lalu meringkusnya.
Jadi Jupiter menunggu saja, dengan hati berdebar-debar.
Orang yang bernama Harry sekarang turun dari truk. Jupiter bisa melihat kaki kedua laki-laki itu, tidak sampai dua meter dari tempatnya. Keduanya berdiri di samping truk.
"Jadi langganan kita itu mau menerima, ya"" kata Harry terkekeh-kekeh. "Sudah kukira dari semula, karena dia kepingin sekali memperoleh peti mumi itu. Tapi untuk apa, aku tidak tahu."
"Ya, dia mau mengabulkan permintaan kita," jawab temannya. "Tapi sekarang dengar baik-baik. Kita harus mengantarkannya ke tempat lain. Di luar Hollywood. Katanya tempat itu sebuah garasi yang kosong. Jadi kita bisa langsung masuk."
"Boleh saja." "Itu baru sebagian. Ia khawatir ada orang membuntuti kita. Kita dimintanya berjaga-jaga. Jika merasa ada yang mengikuti dari belakang, kita dilarangnya datang ke tempat itu."
"Siapa yang akan membuntuti kita"" tanya temannya. "Kan tidak ada yang tahu tempat kita ini. Kita antarkan barang itu. Aku ingin mengambil uang yang dijanjikan."
"Ya, ya - tentu saja, tapi aku belum selesai. Di tengah jalan, apabila kita sudah yakin tak ada yang membuntuti, kita disuruh berhenti lalu meneleponnya. Karena mungkin saja ia nanti minta agar barang diantarkan ke alamat semula. Pokoknya tergantung."
"Tergantung dari apa""
"Itu tidak dikatakan olehnya. Tapi kau masih belum mendengar yang paling edan." "Katakan saja! Aku mendengarkan."
"Sehabis peti kita antarkan, langganan kita itu akan memasukkan mumi ke dalamnya. Setelah itu kita dimintanya mengangkut kedua-duanya ke suatu tempat dan membakarnya di sana sampai habis. Tidak boleh masih ada yang tersisa! Untuk itu ia menjanjikan tambahan pembayaran, seribu dollar!"
"Seribu dollar! Kenapa dia minta supaya kita mencurikan barang itu, kalau ternyata cuma mau dibakarnya saja""
"Mana aku tahu! Mungkin dia sekarang ketakutan, dan ingin memusnahkan bukti-bukti. Kita kan akan mendapat apa yang kita tuntut dari dia -jadi biar saja kita berlagak goblok. Kita ikuti saja kemauannya. Yuk - kita naikkan peti itu ke truk. Setelah itu berangkat ke arah Hollywood."
Kedua pasang kaki itu bergerak menjauh. Diterangi cahaya lampu-lampu besar, Jupiter melihat kedua laki-laki itu menghampiri peti mumi, lalu membungkuk.
"He - sebaiknya kita periksa dulu kalau ada isinya," kata laki-laki yang lebih pendek. Dari suaranya, dialah yang bernama Joe. "Mungkin langganan kita itu hendak memiliki sesuatu yang berharga."
Mereka mengangkat tutup peti, lalu melongok ke dalamnya. Joe meraba-raba sisi dalam peti yang kosong.
"Tidak ada apa-apa di sini," katanya. "Sudahlah, kita naikkan saja ke truk."
Peti mumi didorong sampai ke tempat yang gelap di belakang truk. Tapi kemudian ternyata pantat truk terlalu dekat ke pintu. Jadi tidak ada tempat untuk mengangkat peti, sebelum memasukkannya ke bak belakang. "Truk harus dimajukan sedikit," kata Joe. "Kau saja yang melakukannya. Aku ingin minum sebentar."
Joe naik ke truk. Mesin dihidupkan, dan truk maju sedikit. Jupiter tertinggal di belakang, dan kini sudah tidak lagi terlindung di bawahnya. Sementara itu Harry menghilang, lewat sebuah pintu kecil.
Kini Jupiter menghadapi problem rumit. Jika ia mencoba menghubungi Pete serta kawan-kawan yang lain lewat walkie-talkie, suaranya pasti akan terdengar. Jika ia merangkak ke pojok gudang lalu bersembunyi di balik beberapa tong yang dilihatnya ada di situ, ada kemungkinan truk itu berangkat. Dan dia tidak bisa mengikutinya. Tapi jika ia naik ke bak kendaraan itu, pasti akan ketahuan pada saat peti mumi dinaikkan.
Sesaat Jupiter bingung. Ia sama sekali tidak melihat kemungkinan untuk tidak ketahuan, tapi sekaligus tidak kehilangan jejak truk. Setidak-tidaknya sampai dia bisa menghubungi yang lain-lain, dan menginstruksikan mereka untuk membuntuti truk itu sampai ke tempat tujuan.
Harry masih di kamar kecil.
Joe masih duduk di belakang setir. Jupiter buru-buru menyelinap ke peti mumi yang terletak di lantai. Diangkatnya tutupnya, lalu menyusup ke dalam. Geraknya saat itu seperti belut gendut. Begitu sudah berbaring di dalam, dilepaskannya tutup dengan hati-hati. Ia menyelipkan sebatang pinsil, sehingga di ujung peti ada celah dengan tutup. Dengan begitu ada udara segar untuk dia bernapas.
Setelah itu ia hanya bisa menunggu.
Sementara itu Pete, Bob dan Hamid duduk-duduk di kaki lima dekat truk. Semua agak gelisah. Sudah agak lama juga tak terdengar suara Jupiter lewat walkie-talkie. Mereka sudah beberapa kali mencoba menghubungi, tapi alat itu tetap membungkam. Jangan-jangan anak itu tertimpa mara bahaya, pikir mereka.
Tiba-tiba pesawat walkie-talkie di tangan Pete menggeretak.
"Penyelidik Satu memanggil Dua. Harap masuk, Dua!"
"Di sini Penyelidik Dua. Ya, aku mendengarmu, Satu. Apa yang terjadi""
"Truk yang kita cari menuju Hollywood." Terdengar suara Jupiter. "Truk biru, ukuran dua ton. Catnya agak terkelupas di sana-sini. Nomornya PX 1043. Saat ini mengarah ke barat, di Painter Street."
"Ya!" kata Pete lantang. Menurut pesan Jupiter itu, ternyata truk yang dicari sedang berada dijalan tempat mereka menunggu, tapi bergerak menjauh. Jaraknya dari tempat mereka saat itu paling-paling cuma beberapa blok saja, karena suara Jupiter terdengar jelas sekali.
"Kami akan berputar dulu lalu langsung membuntutinya, Satu!" kata Pete lagi. "Kau sendiri, di mana sekarang""
"Aku dalam tempatmu kemarin malam," jawab Jupiter.
"Dalam peti mumi"" teriak Pete kaget.
Trio Detektif 03 Misteri Bisikan Mumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya - dan sayangnya peti terikat sehingga aku tidak bisa keluar lagi," jawab Jupiter. "Tapi cuma dengan jalan begini aku bisa menghubungi. Jangan sampai kalian kehilangan jejak truk. Aku nanti perlu bantuan, apabila kami sudah ketemu dengan orang yang memesan peti."
"Kami akan terus di belakangmu," kata Pete mengakhiri. Detik berikut, semua bertindak cepat. Anak-anak meloncat naik ke dalam truk. Pete mengatakan pada Konrad, apa yang harus dilakukan. Pemuda Jerman berbadan kekar itu memutar truk. Lalu pedal gas ditekan dalam-dalam. Dengan laju truk meluncur, melewati beberapa blok. Tak lama kemudian sudah nampak pantat truk biru bobrok, dengan nomor seperti yang disebutkan Jupiter tadi. Konrad memperlambat jalan truknya, sampai terdapat jarak sekitar setengah blok dengan kendaraan yang di depan.
Sementara itu mereka sudah sampai dijalan besar. Lampu-lampu penerangan di situ besar-besar. Untung saja - karena dengan begitu dari jarak agak jauh pun truk yang ada di depan masih kelihatan.
"Kami setengah blok di belakangmu, Satu," kata Pete lewat walkie-talkie-nya. "Kau tahu tujuannya ke mana""
"Sama sekali tidak," balas Jupiter. "Joe menerima instruksi mengenai alamat yang harus dituju lewat telepon."
"Wah, seperti dalam film saja!" kata Hamid bergairah. "Cuma lebih seru yang ini. Tapi aku khawatir tentang nasib Penyelidik Pertama jika kita sampai kehilangan jejak truk, sehingga tidak bisa datang membantu jika dia nanti ketahuan."
"Perasaan kami juga begitu," gumam Bob.
Jupiter sendiri juga sedang gelisah. Sambil mendekatkan hidung ke celah untuk menghirup udara segar, ia mulai menyangsikan ketepatan keputusannya tadi. Tapi satu-satunya jalan supaya tahu peti mumi akan dibawa ke mana, ialah dengan menyembunyikan diri di dalamnya.
Namun sampai saat itu, semuanya berjalan lancar. Sudah beberapa kilometer jarak yang ditempuh. Truk yang dikemudikan Konrad masih terus membuntuti truk biru. Kelihatannya Harry dan Joe masih belum tahu. Ketegangan Jupiter mulai mengendor. Tapi tahu-tahu truk itu dipercepat jalannya. Tergoncang-goncang, seperti sedang melintasi rel kereta api. Sesaat kemudian terdengar bunyi lonceng berdentang-dentang, serta auman peluit kereta diesel. Disusul deru kereta lewat. Rasanya dekat sekali di belakang truk. Tak sampai sepuluh meter!
Kemudian terdengar panggilan dari Pete. Nadanya gugup.
"Satu! Kami terhalang kereta barang yang lewat. Kelihatannya panjang sekali. Kalau jalan sudah bebas lagi, kau pasti sudah jauh. Takkan bisa kami susul lagi. Masuk, Satu!"
"Ya, mengerti! " teriak Jupiter. Ia menelan ludah. Ketika sedang memikirkan instruksi berikut, tiba-tiba truk menikung tajam, menuju arah lain.
"Dua!" panggil Jupiter dengan segera. "Truk berganti arah. Aku tidak tahu masuk ke jalan apa. Tapi aku punya usul. Kau masih bisa menangkap""
"Satu!" Suara Pete mulai terdengar kabur dan lemah. "Aku tidak bisa menangkap kata-katamu. Suaramu tahu-tahu menghilang. Bisakah kau -"
Suara Pete lenyap ditelan gangguan atmosfer. Dengan segera Jupiter menarik kesimpulan, jarak yang memisahkan mereka sudah besar. Tidak bisa lagi dijangkau dengan walkie-talkie mereka yang berukuran kecil. Sekarang tidak ada kemungkinan lagi bagi Konrad untuk menemukan kembali jejak truk yang dibuntuti. Jupiter harus beraksi sendiri sekarang!
Bab 16 SIAPA YANG TERJEBAK"
BEBERAPA menit lamanya Jupiter menunggu, sambil berharap akan masuk lagi suara Pete lewat alat walkie-talkie. Tapi harapan itu sia-sia belaka. Rupanya ketika kereta barang yang panjang akhirnya berlalu, truk yang di depan sudah tidak nampak lagi. Bisa dibayangkannya Konrad mondar-mandir memasuki jalan-jalan samping, sambil mencari-cari truk yang dibuntuti tadi. Tapi dalam gelap, ditambah lagi dengan bersimpang-siurnya jalan di kota Los Angeles, kemungkinan bisa menemukan kembali teramat kecil.
Dicobanya lagi memancarkan berita.
"Halo, Penyelidik Dua," katanya. "Di sini Penyelidik Satu. Kau menangkapku" Harap masuk, Dua!" Tapi yang menjawab bukan Pete. Terdengar suara yang tidak dikenal. Kedengarannya sebaya dengan dirinya sendiri.
"Halo," kata remaja itu. "Siapa di sana" Apa itu - Penyelidik Satu, Penyelidik Dua" Kalian sedang melakukan semacam permainan, ya" Aku ikut, dong!"
"Aku bukan sedang bermain-main," kata Jupiter dengan nada tegang. "Tolong panggilkan polisi untukku!" "Panggil polisi" Untuk apa"" tanya suara tak dikenal itu.
Jupiter berpikir dengan cepat. Kalau dikatakan berterus-terang, nanti anak itu tidak mau percaya. Karena memang terlalu sulit dipercaya!
"Aku terkurung di bak belakang truk," kata Jupiter kemudian. "Pengendaranya tidak tahu aku ada di sini. Aku ingin turun. Tolong panggilkan polisi - suruh mereka menghentikan truk ini supaya aku bisa keluar."
Jupiter memutuskan, kini sudah tiba saatnya untuk minta bantuan pihak lain. Dan hanya polisi yang bisa mencari truk itu, lalu menyelamatkan dirinya sebelum terlambat.
"Ya deh - akan kulakukan," jawab remaja tadi. "Rupanya kau tadi membonceng, lalu terkurung di situ! He - kau harus cepat-cepat bicara! Hubungan melemah."
"Baiklah," kata Jupiter gugup. "Dengar baik-baik. Aku ada dalam truk biru ukuran dua ton, dengan nomor PX 1043. Sekarang menuju Hollywood. Sepuluh menit lagi akan lewat di sana. Truk ini sudah bobrok dan -"
Tapi suara yang tak dikenal itu memotongnya.
"Ada apa"" tanya anak itu. "Aku cuma mendengar beberapa patah kata saja, lalu hilang. Rupanya kau sekarang menjauh dari tempatku. Kau masih bisa menangkap" Halo, masih bisa menangkap"" "Aku masih bisa menangkap," jawab Jupiter. "Kau masih bisa menangkap""
"Halo! Halo!" seru anak itu. "Aku sama sekali tidak bisa menangkapmu. Rupanya sudah lewat dari jangkauan pemancarmu. Sayang."
Sekarang Jupiter mulai putus asa. Ia bingung, tidak tahu apa lagi yang bisa dilakukan. Pesawat walkie-talkie dimasukkannya kembali ke balik bajunya. Setelah itu ia mencari-cari, tindakan apa yang masih bisa dicoba. Tapi sekali ini ia menghadapi jalan buntu. Harry dan Joe tadi mengikat tutup peti dengan tali, sebelum peti itu dinaikkan ke atas truk. Jadi sekarang Jupiter tidak bisa keluar.
Tapi bukan itu yang digelisahkannya. Cukup banyak udara segar yang masuk lewat celah antara tutup dan peti. Ia mencemaskan hal yang akan datang nanti. Ia menelan ludah karena gugup, ketika membayangkan apa yang akan terjadi apabila truk berhenti. Harry dan Joe turun, mengambil peti, membuka tali pengikat - lalu membuka tutupnya.
Dalam peti akan mereka lihat Jupiter Jones, tak berdaya seperti kerang setelah kulitnya dicongkel sehingga terbuka.
Keringat dingin membasahi tubuh Jupiter.
Pasti nanti Harry, Joe dan orang yang memberi tugas akan berkerumun mengelilingi peti.
Menatap dirinya yang terkapar di dalam. Dan mereka jelas tiga penjahat berbahaya. Sedang dia sendiri saksi yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam penjara.
Jupiter berusaha untuk tidak memikirkan apa yang dilakukan penjahat besar terhadap orang yang bisa berbahaya sebagai saksi. Dicobanya mengatur siasat bertindak. Bagaimana jika ia langsung meloncat keluar lalu lari, begitu tutup peti diangkat" Barangkali saja ketiganya akan begitu kaget, sehingga tidak sempat berbuat apa-apa. Barangkali saja dia bisa melarikan diri dari mereka.
Tapi saat berikutnya, ia sendiri menyangsikan kemungkinan itu. Mereka bertiga. Tak peduli ke arah mana dia meloncat nanti, seorang dari mereka pasti berdirinya cukup dekat sehingga bisa cepat-cepat menyambar. Ia bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah paman dan bibinya akan merasa kehilangan. Lalu Bob dan Pete - bagaimana jika keduanya tidak pernah bisa tahu apa yang terjadi dengan dirinya" Ada kemungkinan seumur hidup akan merupakan teka-teki bagi mereka.
Pikiran ke situ membuat Jupiter terharu sendiri. Tapi tiba-tiba truk berhenti. Syaraf Jupiter menegang. Menurut pikirannya, kini tibalah saat penentuan. Tapi tidak terjadi apa-apa. Sekitar lima menit kemudian, truk berangkat lagi. Ketika itu barulah Jupiter ingat lagi. Joe tadi mengatakan, sebelum mengantar peti ke alamat yang harus didatangi, ia harus menelepon pemesannya dulu. Mungkin itulah yang dilakukannya selama truk berhenti. Jupiter tidak bisa membayangkan, bagaimana hasil pembicaraan itu.
Sementara truk bergerak lagi, pikiran suram mulai merasuk ke dalam diri Jupiter kembali. Beberapa kali ia mengucapkan tekat dalam hati, apa yang akan dilakukannya lain kali. Kalau baginya masih ada lain kali! Tiba-tiba kewaspadaannya timbul kembali. Truk berhenti lagi. Jupiter mendengar bunyi sesuatu. Kedengarannya seperti pintu garasi yang dibuka. Ia langsung tahu, mereka sudah sampai di tujuan. Seketika itu juga seluruh ototnya menegang. Siap beraksi! Pikiran suram lenyap saat itu juga. Ia tidak mau tetap berbaring tanpa daya, apabila tutup peti dibuka nanti. Bagaimana jika yang dihadapinya tiga orang" Akan ditabraknya yang paling kecil, lalu minggat. Jupiter akan mempertahankan diri habis-habisan!
Sekarang terdengar bunyi pintu truk terbuka. Lewat pendengaran diikutinya perkembangan di luar. Bunyi menggeresek itu Joe dan Harry, yang naik ke bak belakang truk. Betul, karena sekarang mereka mengangkat peti. Sekali hampir terlepas pegangan yang satu.
"Ada yang aneh dengan peti mumi ini," terdengar suara Joe berkata. "Tadi di gudang, sewaktu kita mendorongnya, rasanya cukup enteng. Tapi ketika kita mengangkat untuk menggotongnya ke dalam truk, terasa jauh lebih berat. Sekarang juga masih berat."
Kalau ia mendengar kata-kata itu pada kesempatan lain, Jupiter pasti nyengir. Bisa dibayangkannya bagaimana tampang Joe saat itu. Heran. Bingung. Soalnya, setelah dia masuk ke situ, peti bertambah berat dengan lebih dari lima puluh kilo. Dan tentu saja berat yang berubah-ubah itu membingungkan kedua penjahat itu.
Tapi Jupiter tidak nyengir. Tidak bisa!
Ia menopangkan diri supaya jangan tergoncang, ketika peti diturunkan ke tanah dengan jalan setengah mengangkat dan setengah menggesernya. Kemudian didengarnya suara orang lain.
"Cepat- masukkan ke garasi!" Suara itu tidak jelas. Tapi peti mumi lantas diangkat, lalu dihempaskan ke lantai.
"Baiklah," kata suara orang yang ketiga. "Sekarang biarkan aku di sini dengannya selama sepuluh menit. Setelah itu kalian bisa mengambil peti ini serta muminya sekaligus, lalu membakarnya di salah satu tempat."
"Tapi sebelumnya kami minta pembayarannya dulu." Itu suara Joe. "Sebelum kami tinggal Anda sendiri dengannya. Kesinikan uang itu, atau peti kami bawa pergi lagi."
"Ya, ya, baiklah - ini uangnya, dalam kantongku. Dua ribu dollar. Tutup pintu! Nanti kubayar di luar - setengahnya sekarang, dan yang setengah lagi nanti pada saat kalian akan membawanya pergi untuk dibakar."
"Kuambil dulu taliku, sebelum aku lupa," kata Harry. "Pasti akan kuperlukan lagi."
Peti mumi tergoncang-goncang pada saat tali pengikat dilonggarkan. Ke
mudian terdengar suara Joe.
"Goblok! Biar saja di situ!" bentaknya. "Nanti kita perlukan lagi, pada saat mengangkutnya dari sini."
"Oke, oke," jawab Harry sambil menggerutu. "Nanti kueratkan kembali. Kita ambil saja uang kita dulu sekarang."
"Ayo keluar - di situ saja kubayar kalian." Pemesan yang tak dikenal Jupiter itu kedengarannya gugup. Seolah-olah ingin cepat-cepat menyuruh kedua penjahat itu keluar, pergi menjauhi peti mumi.
Jupiter mendengar bunyi pintu garasi digeser menutup. Setelah itu sunyi. Dengan hati-hati sekali ditolakkannya tutup peti ke atas. Ia mengintip ke luar. Ia berada dalam sebuah garasi. Tempat itu gelap. Tapi bisa diketahuinya bahwa ia seorang diri di situ. Dengan cepat didorongnya tutup peti ke samping, lalu ia melangkah ke luar. Tutup peti dikembalikan ke posisi semula. Setelah itu Jupiter memandang berkeliling. Mencari-cari pintu biasa yang mestinya juga ada di situ. Ia mencari pintu tempat lewat, jika masuk ke situ bukan dengan mobil. Sesaat kemudian ia berhasil mengenali pintu itu dari cahaya yang memancar masuk lewat kaca sebelah atas. Dengan segera ia melangkah ke situ. Tapi tepat saat itu pula pintu terbuka. Dengan cepat Jupiter merapatkan diri ke dinding garasi, di balik daun pintu.
Nampak remang-remang sosok tubuh orang yang masuk. Orang itu menutup pintu kembali, lalu menguncinya. Jupiter terkesiap kaget. Tapi orang itu tidak melihat dia yang meringkuk di pojok. Orang itu buru-buru membalik, lalu menuju ke peti mumi yang terletak di lantai. Ia menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan sikap puas.
"Akhirnya berhasil juga aku menguasaimu," katanya dengan suara agak keras. "Setelah sekian tahun berharap-harap. Dua puluh lima tahun aku menunggu. Tapi tak apa - setiap menit daripadanya ada harganya."
Orang itu mengeluarkan sebuah senter dari kantongnya, lalu disorotkan cahayanya ke tutup peti mumi. Rupanya ia tidak ingin diganggu di situ. Lampu garasi tidak dinyalakan, karena khawatir Joe atau Harry nanti mengintip untuk melihat apa yang dilakukannya di dalam.
Setelah meneliti peti beberapa saat, diangkatnya tutupnya dan digeletakkan ke lantai. Kemudian ia membungkuk, lalu meraba-raba sepanjang sisi dalam peti. Seolah-olah mencari sesuatu di situ.
Detik itu juga Jupiter beraksi. Begitu mendapat ide, dia langsung bergerak.
Dengan cepat dihampirinya orang itu, lalu didorongnya. Orang itu yang sudah membungkukkan tubuh jauh ke dalam peti, sambil terjerit kaget jatuh terjungkir ke dalamnya. Tinggal kakinya yang menggapai-gapai ke luar. Jupiter menyorong kaki itu, sehingga kini seluruh tubuh orang itu ada di dalam peti. Jupiter bergegas-gegas, didorong rasa cemas. Diangkatnya tutup peti, lalu dikembalikannya ke tempat semestinya.
Kini pemesan peti mumi, dalang yang mengatur segala siasat pencurian mumi serta petinya, terkurung dalam peti itu!
Tapi untuk berapa lama"
Jupiter cepat-cepat duduk di atas tutup peti, sebelum orang tadi pulih dari kagetnya dan mulai berusaha mengangkat tutup itu ke atas. Jupiter memberatkan tubuh. Di bawahnya tutup seperti berdansa, sementara orang yang terkurung di bawahnya berusaha keras hendak keluar. Tapi bobot tubuh Jupiter tidak bisa dianggap enteng, karena memang tidak enteng. Jupiter bertahan terus di atas. Keringatnya mengucur deras.
Orang yang terkurung dalam peti itu menggedor-gedor sisi dalam tutup peti, sambil berteriak-teriak.
"Joe! Harry! Kalian ini apa-apaan""
Tapi suara yang terdengar dalam garasi cuma berupa gumaman tak jelas. Peti itu tertutup rapat, karena tidak ada benda yang terselip membentuk celah. Joe dan Harry yang ada di luar, pasti tak mendengar teriakannya itu.
Tapi Jupiter sadar, sebentar lagi kedua penjahat itu tidak bisa menahan kesabaran mereka lagi. Mereka pasti akan memeriksa ke dalam. Saat itu ia akan ketahuan. Lalu apa yang akan terjadi dengan dirinya"
Bab 17 PENGAKUAN MENAKJUBKAN JUPITER tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia cuma bisa duduk terus di atas peti, supaya orang tadi tidak kuat mengangkat tutupnya. Apabila Joe dan Harry membuka pintu garasi lalu melihat dirinya di situ -
Jupiter mendengar suara ribut-ribut di luar. Ad
a orang berteriak-teriak. Teriakan kaget berbaur cemas. Bunyi tuter mobil memekakkan telinga. Lalu teriakan lagi bercampur-aduk. Suara orang berkelahi.
Jupiter tidak sempat bertanya-tanya dalam hati, apa sebetulnya yang sedang terjadi. Karena sementara itu tawanannya sudah berhasil membalikkan tubuh, ke sikap menelungkup. Kini orang itu mendorong dengan punggung. Dengan pelan tapi pasti, tutup peti mumi mulai terangkat ke atas. Walau Jupiter bertahan sekuat tenaga, tapi sebentar lagi tutup itu akan terguling. Dan Jupiter terbanting ke lantai.
Saat itu pintu garasi terbanting dengan keras, sehingga terbuka. Terdengar seseorang berseru, "Siapa di situ"" Disusul tangan menggerapai sakelar lampu di samping pintu. Detik berikutnya, ruang garasi menjadi terang benderang. Lampu yang terpasang di langit-langit menyala. Dengan tiba-tiba saja orang yang di dalam peti berhenti mendorong. Seolah-olah tahu ada sesuatu yang terjadi.
Sambil mengejap-ngejapkan mata, Jupiter berusaha menatap kerumunan yang berdiri agak di luar garasi. Kerumunan itu terdiri dari Pete dan Bob serta Hamid, ditemani oleh Profesor Yarborough serta Ahmed. Ya, betul Ahmed! Sesaat kemudian Konrad menggabungkan diri. Pemuda Jerman itu menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan sikap puas.
"Keduanya sudah diikat dengan tali dari truk," ujar Konrad. Kemudian baru dilihatnya Jupiter yang basah berkeringat.
"Jupe!" serunya. "Kau tidak apa-apa""
"Beres," Jupe berusaha bicara secara normal. "Bagaimana kalian bisa tahu-tahu ada di sini""
Bob yang menjawab pertanyaan itu, karena yang lain-lainnya kelihatan masih bingung menghadapi pemandangan aneh yang ada di depan mereka.
"Ketika kami kehilangan jejak truk, kami -" Ia tertegun. Soalnya, Jupiter nyaris saja terpelanting jatuh, ketika dengan tiba-tiba orang yang ada di dalam peti memberontak lagi. "Siapa itu yang di situ"" tanya Bob dengan mata membelalak heran.
"Ya," sambung Profesor Yarborough, yang matanya terkejap-kejap di balik kaca mata tebalnya. "Siapa yang di dalam peti mumi itu""
Jupiter menyeka mukanya dengan sapu tangan.
"Orang yang menyebabkan segala kejadian ini, enam bulan yang lalu," katanya. "Sardon, dukun peminta-minta yang mendatangi ayah Hamid, lalu meyakinkan dirinya bahwa Ra-Orkon itu moyangnya. Sardon, yang menghendaki agar ayah Hamid berusaha mencuri mumi. Maksudnya supaya apabila Sardon kemudian mencurinya, Keluarga Hamid akan dituduh melakukan perbuatan itu."
"Sardon! Sardon ada di sini"" seru Hamid bingung. "Aku tidak mengerti!"
"Tidak mungkin!" seru Ahmed, pengawal Hamid. "Sardon ada di Libia!"
"Nanti kutunjukkan," kata Jupiter. "Kurasa kita akan mampu menahannya, jika ia berusaha melarikan diri."
Jupiter merosot turun dari atas tutup peti mumi. Seketika itu juga tutup peti terpental ke lantai. Seorang laki-laki yang pakaiannya acak-acakan bangkit dari dalam peti, lalu menatap orang-orang yang ada di situ dengan pandangan liar.
"Dia bukan Sardon!" seru Hamid. "Sardon bermata satu, berambut gondrong beruban dan jalannya timpang ditopang tongkat."
"Itu samaran," jawab Jupiter. "Kucing Ra-Orkon, dalam kenyataannya kucing milik Mrs. Banfry yang disamarkan. Tukang kebun adalah Ahmed yang juga menyamar. Dewa Anubis itu Harry si maling yang juga menyamar. Sedang selama ini yang bernama Sardon sebenarnya juga seseorang yang menyamar. Orang ini."
Jupiter menuding orang yang baru bangkit dari peti mumi.
"Freeman!" Profesor Yarborough tersentak napasnya. Ia menatap orang itu dengan bingung. "Apa-apaan ini" Anda yang mencuri Ra-Orkon" Mencuri peti mumi" Maksudku, menyuruh orang untuk mencurinya"" Profesor Freeman nampak lesu. Disadarinya bahwa ia toh tidak bisa melarikan diri.
"Betul, Yarborough," katanya. "Aku sudah menunggu selama dua puluh lima tahun. Menunggu kesempatan bisa menguasai mumi beserta petinya -sejak saat mumi ditemukan. Sekarang, berkat sekawanan remaja yang terlalu ingin tahu, aku kehilangan satu juta dollar. Mungkin dua juta!"
"Betul!" Sekarang Ahmed yang berbicara. Ia melangkah ke depan, lalu menatap wajah Profesor Freeman. "Dia memang Sardon! Tampangnya sama, cuma kulitnya bule. Tapi s
uaranya persis! Inilah orang yang datang ke rumah majikanku, lalu membeberkan dongeng bahwa mumi Ra-Orkon itu moyang majikanku. Inilah orangnya, yang membujuk majikanku agar aku diutus ke sini. Aku harus berusaha mengambil kembali Ra-Orkon, supaya arwahnya bisa ditenangkan kembali. Pendusta!"
Diludahinya muka Profesor Freeman. Sarjana itu mengusap mukanya dengan gerakan lesu.
"Kurasa sudah selayaknya aku dihina begitu," katanya. "Akan kujelaskan segala-galanya. Kalian sekarang tentunya ingin tahu, apa sebabnya aku begitu keranjingan hendak memiliki Ra-Orkon."
"Ya, aku ingin tahu!" seru Profesor Yarborough. "Anda kan bisa dengan mudah datang untuk menelitinya di rumahku, kapan saja Anda mau!"
"Sebetulnya sama sekali bukan Ra-Orkon yang kukehendaki," kata Profesor Freeman, sambil melangkah keluar dari peti. "Aku mengingini peti kayu tempat muminya dibaringkan. Ayahku kan waktu itu ada bersama Anda, ketika Anda menemukan Ra-Orkon, Yarborough."
"Tentu saja," seru Profesor Yarborough. "Tenaga yang sangat baik. Aku sedih sekali ketika ia tewas terbunuh di dalam pasar kota lama Kairo."
"Yah," kata Profesor Freeman melanjutkan, "waktu itu ayahku menemukan sesuatu, mengenai mana Anda sama sekali tidak tahu-menahu. Suatu saat ketika ia sedang sendirian, ia sempat memeriksa keadaan peti ini. Waktu itulah ia menemukan sebuah rongga tersembunyi pada sisinya, disumbat dengan kayu. Dan dalam rongga itu - baiklah, kutunjukkan saja."
Profesor Freeman mengambil sebuah gergaji kecil yang tergantung di dinding garasi. Peti mumi direbahkannya ke satu sisi. Ketika melihat dia hendak menggergaji salah satu sudutnya, Profesor Yarborough buru-buru mencegah. "Jangan!" serunya. "Kata Anda ini benda yang tak ternilai harganya."
"Tapi masih kalah, dibandingkan dengan isinya yang di dalam." Profesor Freeman masih bisa tersenyum, walau senyuman lesu. "Kecuali itu, Anda kan memerlukan sepotong kayu dari peti ini, untuk melakukan pengukuran radioaktivitas karbon sebagai cara menentukan umurnya. Terus-terang saja, aku sebenarnya takkan perlu repot-repot mencuri peti mumi ini, jika ayahku waktu itu tidak merekatkan tutup rongga tersembunyi itu begitu kuat, sehingga untuk membukanya lagi diperlukan gergaji. Kalau itu dulu tidak dilakukannya, kapan-kapan saja aku bisa membukanya dengan santai. Di rumah Anda, Profesor Yarborough. Tapi ayahku tidak mau mengambil risiko yang tidak perlu. Ia sendiri berharap pada suatu waktu akan bisa memiliki peti mumi ini. Dia tidak mau ada orang lain mengetahui rahasianya."
Sementara itu Profesor Freeman sudah mulai menggergaji.
"Segala-galanya diceritakan ayahku lewat surat yang harus dikirimkan padaku, jika ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya sebelum ia bisa memperoleh peti ini. Suratnya itu tiba di tanganku sesudah ia meninggal. Waktu itu aku masih mahasiswa jurusan sastra. Begitu suratnya kuterima, dengan segera aku memilih spesialisasi bahasa-bahasa Timur Tengah. Dengan begitu di kemudian hari aku bisa melawat ke Mesir, dan berusaha memperoleh mumi Ra-Orkon dari museum yang menyimpannya. Tapi aku tidak sampai berhasil. Tapi kemudian, enam bulan yang lalu, Anda sendiri bercerita padaku, Yarborough. Kata Anda waktu itu, mumi Ra-Orkon akan dikirimkan museum yang menyimpannya pada Anda.
"Aku langsung terbang ke Mesir. Tapi sesampai di sana ternyata peti mumi tidak bisa kuminta. Aku lantas menyusun rencana. Aku akan membujuk seorang Libia yang kaya. Kuyakinkan padanya, Ra-Orkon itu moyangnya. Aku menyamar jadi Sardon, dukun peminta-minta. Lalu kudatangi Hamid yang tua, seorang Libia pedagang permadani yang kaya. Berkat pengetahuan bahasaku, aku sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk bicara dalam berbagai bahasa asing, ketika aku pura-pura kemasukan roh. Aku benar-benar berhasil meyakinkan Hamid yang tua, sehingga ia mengutus anaknya yang dikawal oleh tangan kanannya ke sini, untuk mengusahakan agar mumi dikembalikan padanya. Kalau perlu dengan jalan mencuri. Dan justru itulah yang kukehendaki.
"Tentu saja, dari semula aku sendiri sudah berniat untuk mencuri mumi beserta petinya, jika jalan lain tidak ada yang berha
sil. Dan aku bermaksud mengalihkan kecurigaan pada keluarga Hamid. Aku tahu bahwa utusan Hamid yang tua tentunya memerlukan waktu untuk mengatur persiapan. Aku juga yakin, dia tentu mula-mula akan mendatangi Anda untuk meminta mumi dengan baik-baik. Dan Anda pasti akan menolak.
"Dengan begitu, apabila aku kemudian terpaksa mencuri mumi, kecurigaan akan terarah pada Keluarga Hamid, dan bukan padaku. Tapi aku masih berharap takkan terpaksa mencurinya. Aku harus bisa menakut-nakuti Anda, dengan jalan membikin mumi berbisik. Kusangka Anda akan begitu gugup, sehingga ingin secepat-cepatnya menyingkirkan mumi beserta petinya dari rumah Anda. Aku berharap Anda akan menitipkannya padaku, supaya aku bisa berusaha menafsirkan makna bisikan misterius itu. Dengan begitu secara santai aku akan bisa membuka peti mumi. Setelah itu Ra-Orkon akan kukembalikan, setelah kusembuhkan dari kebiasaan buruknya, berbisik-bisik.
"Tapi Anda keras kepala. Kecuali itu Anda juga mengatakan. Anda bermaksud menggergaji sudut peti sedikit untuk keperluan pengujian. Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan Anda nanti secara kebetulan menemukan barang yang tersembunyi di dalamnya. Jika aku masih ingin mendapat barang itu, aku harus bertindak cepat! Karenanya kusewa tenaga dua orang pencuri profesional, untuk mengambilnya. Lalu - nah! Selesai."
Sudut peti yang digergajinya terlepas. Nampak rongga gelap di tengah kayu dasar peti mumi.
"Sudah kusangka dari semula, bunyinya di situ seperti kosong." gumam Profesor Yarborough, sementara Profesor Freeman menarik-narik kertas kulit yang menyumbat rongga itu.
"Aku tahu," kata Profesor Freeman. "Karena itulah aku perlu bertindak cepat - sebelum Anda menjadi terlalu ingin tahu lalu menyelidiki. Sekarang kita lihat saja apa yang ditemukan ayahku dalam makam gelap di Mesir, dua puluh lima tahun yang silam."
Disentakkannya kertas kulit itu ke luar. Ternyata itu sebuah bungkusan yang lumayan besarnya. Dengan hati-hati Profesor Freeman meletakkannya ke lantai, lalu membukanya. Saat berikutnya, napas hadirin di situ tersentak semua. Tanpa kecuali! Di mana bungkusan terbuka, lantai seakan-akan menjelma menjadi lautan api mini. Cahaya kemilau bagaikan pelangi, menyilaukan mata.
"Permata!" desah Profesor Yarborough. "Permata kuno dari jaman Firaun! Sebagai permata saja nilainya sudah teramat tinggi - apalagi kalau mengingat antiknya!"
"Sekarang Anda tentu mengerti, apa sebabnya peti mumi ini begitu penting artinya untukku. Dan apa sebabnya aku menggunakan berbagai jalan untuk memperolehnya." Profesor Freeman mengeluh. "Ayahku dulu tidak berani membawa harta ini semuanya sekaligus. Cuma dua tiga butir saja yang diambilnya, sedang yang selebihnya disimpan untuk lain kali. Menurut dugaanku, pembunuhan terhadap dirinya di Kairo itu disebabkan karena adanya batu-batu permata itu pada dirinya. Rupanya saat itu ia hendak menjualnya."
Profesor mengejap-ngejapkan mata.
"Mulai terbentuk suatu teori dalam pikiranku," katanya. "Maksudku, tentang Ra-Orkon. Mana mumi itu""
"Di sana." Profesor Freeman menuding ke arah belakang garasi. "Kututup di bawah beberapa lembar kain goni."
"Syukurlah!" desah Profesor Yarborough. "Teoriku itu -"
Tiba-tiba ia tertegun. "Tapi itu bisa menunggu," katanya lagi. "Masih banyak yang harus Anda jelaskan, Freeman. Pertama-tama, bagaimana cara Anda membuat mumi itu bisa berbisik-bisik padaku."
Sikap Profesor Freeman menjadi semakin lesu. Kelihatannya seperti seseorang yang sudah putus harapan. "Bawa batu-batu permata itu ke dalam rumah," katanya, "di situ nanti aku akan membeberkan segala-galanya."
Bab 18 PEREMBUKAN DENGAN MR. HITCHCOCK
ALFRED HITCHCOCK, sutradara kenamaan, duduk di belakang meja kerjanya di kantor. Diletakkannya lembar terakhir laporan pengalaman Trio Detektif, yang sekali ini berhasil membongkar rahasia mumi yang bisa berbisik-bisik. Ia memandang ke seberang meja. Ditatapnya Jupiter, Bob dan Pete yang duduk dengan sikap tegang.
"Bagus," kata Mr. Hitchcock dengan suaranya yang berat. "Tapi rupanya beberapa kali terjadi saat-saat menegangkan, sebelum akhirnya kalian berhasil."
Saat-saat tegan g" Pete menelan ludah, karena terkenang pengalamannya terkurung dalam peti mumi. Tapi wajah Jupiter yang seperti bulan purnama memancarkan sinar kepuasan.
"Ya, Sir, " katanya. "Jadi Anda bersedia memberi kata pendahuluan pada kisah pengalaman kami ini""
"Tentu saja aku mau," kata Mr. Hitchcock. "Tapi sebelum itu, masih ada beberapa persoalan sepele yang ingin kuperoleh penjelasannya."
"Ada yang kelupaan, Sir"" tanya Bob cemas. Dialah yang bertanggung jawab menuliskan segala catatan. "Ah - satu atau dua penjelasan," kata Alfred Hitchcock menenangkan. "Aku tidak mempersalahkan dirimu. Memang, penjelasan terasa kering apabila dibaca. Tapi walau begitu, aku tetap ingin mengetahuinya." "Yes, Sir!" kata Bob sambil bersiap-siap.
"Nanti dulu -" Mr. Hitchcock menyusun jari-jarinya membentuk sudut lancip, "- kurasa latar belakang segala kejadian ini sudah jelas. Dua puluh lima tahun yang lalu, sahabatku Profesor Yarborough menemukan mumi Ra-Orkon. Waktu itu Aleph Freeman, ayah Profesor Freeman, juga menemukan bahwa dalam peti mumi Ra-Orkon tersembunyi harta berupa batu-batu permata. Timbul niatnya untuk memiliki harta itu. Tapi sebelum niatnya terlaksana, ia telah tewas terbunuh. Namun rahasianya sempat diteruskan pada anak laki-lakinya. Dan anak laki-lakinya itu kemudian mencurahkan seluruh kehidupannya untuk menemukan harta itu."
"Betul, Sir," sela Bob. "Kini Profesor Yarborough punya teori mengenai sebabnya mumi Ra-Orkon dimakamkan dengan begitu sederhana, hanya ditemani kucing kesayangannya saja. Dan dalam makam yang tersembunyi letaknya. Pada jaman itu sering terjadi perampokan makam. Makam raja-raja dibongkar, untuk diambil harta yang ada di dalamnya. Sanak kerabat Ra-Orkon mengharapkan para perampok itu bisa dikelabui dan mengira makamnya tak ada nilainya. Padahal seluruh hartanya ikut terkubur bersama muminya."
"Masuk akal," kata Mr. Hitchcock. "Tapi sekarang biar aku yang melanjutkan. Profesor Freeman menyamar sebagai Sardon, si dukun. Ia mengarang kisah yang fantastis, supaya Keluarga Hamid ikut terlibat dalam urusan itu. Ia bermaksud memakai mereka sebagai alat untuk menutupi jejaknya sendiri. Freeman pernah melihat gambar kucing Mrs. Banfry. Dilihatnya, kucing itu ada miripnya dengan kucing Ra-Orkon. Kenyataan itu dijalinnya ke dalam dongengnya, supaya bisa lebih diterima. Setelah itu dicurinya kucing milik Mrs. Banfry. Sesudah kedua kaki depannya dicat hitam, kucing itu diselundupkannya ke tempat tinggal Hamid di sini."
"Ya, Sir, "kata Jupiter sambil mengangguk. "Profesor Freeman sudah mengakuinya."
"Jadi," sambung Mr. Hitchcock, "Ahmed dan Hamid sebenarnya hanya melaksanakan rencana Freeman, ketika mereka berusaha memperoleh mumi itu dari Profesor Yarborough. Freeman yang membikin mumi berbisik. Maksudnya, supaya Yarborough mau meminjamkan mumi itu padanya. Tapi ketika niat itu ternyata gagal, dikontraknya Joe dan Harry untuk mencurinya. Ia kaget dan kecewa ketika yang diambil ternyata cuma muminya saja. Karena sebetulnya dari semula yang diingininya adalah peti mumi."
"Betul, Sir, " kata Bob. "Dan ternyata kedua penjahat itu mengantarkan mumi Ra-Orkon ke tempatnya, ketika Jupe, Profesor Yarborough dan saya sendiri sedang ada di situ. Saat itu kami sedang mendengarkan rekaman suara bisikan yang katanya diucapkan mumi Ra-Orkon. Kalau Worthington waktu itu tidak memarkir mobil agak jauh ke bawah, pasti dia bisa melihat mereka. Karena itu pula ketika Profesor Freeman kembali, dia membawa hidangan minuman ginger ale. Maksudnya untuk menutupi kenyataan bahwa ia pergi agak lama. Dan saat itu pula ia menyuruh Joe dan Harry kembali lagi untuk mengambil peti mumi. Kami ditahannya berlama-lama sambil mendengarkan rekaman suara mumi, supaya cukup waktu bagi kedua penjahat itu untuk melakukan pencurian. Dialah yang mengusulkan pemakaian topeng ajak sebagai samaran, apabila mereka kebetulan terlihat oleh Wilkins."
"Dia memang sangat cerdik," kata Alfred Hitchcock. "Tapi Pete - kau dan Hamid mengikuti jejak peti mumi itu. Caranya benar-benar luar biasa, karena kalian masuk ke dalamnya. Dan aku juga sudah tahu bagaimana kau sampai
berhasil menemukan peti itu kembali, Jones. Tapi sekarang kita sampai ke bagian yang tidak kumengerti."
Sambil berkata begitu Mr. Hitchcock menatap mereka dengan kening berkerut. Ketiga remaja di depannya merasa agak gelisah.
"Ya, Sir"" tanya Jupiter dengan suara pelan, berlainan dengan kebiasaannya.
"Setelah kawan-kawanmu kehilangan jejakmu dalam truk biru," kata sutradara kenamaan itu dengan suara menggelegar, "bagaimana mereka tahu-tahu sudah berada di tempat kau berhasil mengurung Profesor Freeman" Dan tepat pada saat kau memerlukan bantuan mereka""
"Sebaiknya kau saja yang memberi jawaban, Pete," kata Jupiter pada temannya itu.
"Beres," kata Pete santai, lalu buru-buru membetulkan, "Eh - maksud saya - ya, Sir. Begini, Mr. Hitchcock. Setelah kami kehilangan jejak truk biru itu, kami lantas menegaskan kecurigaan yang memang sudah ada. Pasti Ahmed yang menjadi dalang pencurian itu. Kami lantas menjemput Profesor Yarborough di rumahnya. Lalu beramai-ramai berangkat ke tempat tinggal Ahmed. Tapi saat itu Ahmed sedang ada tamu, beberapa orang yang berminat membeli permadani. Orang-orang itu sedang minta diri ketika kami datang. Ahmed, ketika kami lontarkan tuduhan padanya, kagetnya bukan main, Sir! Ternyata dia tidak bersalah sama sekali. Akhirnya kami memutuskan, lebih baik menghubungi polisi saja. Tapi sebelum itu Profesor Yarborough masih hendak minta nasihat dari Profesor Freeman, sahabatnya. Yaitu apa yang harus dikatakan pada polisi. Lalu -"
"Jangan teruskan," gerutu Alfred Hitchcock. "Sekarang aku mengerti. Kalian bergegas berangkat ke rumah Freeman. Begitu sampai, kalian melihat ada truk biru diparkir di depan garasinya. Rupanya ketika kedua penjahat yang hendak mengantarkan peti mumi meneleponnya dari tengah jalan, ia mengatakan agar peti itu diantarkan ke alamat semula, karena ternyata tidak ada yang membuntuti truk. Begitu perkiraannya. Sedang keinginan Yarborough untuk menemui sahabatnya itu dulu, menyebabkan kalian tiba di situ pada saat yang tepat."
"Betul, Sir, " kata Jupiter setuju. "Harry dan Joe langsung ditangkap polisi. Ternyata mereka itu residivis yang sudah sering melakukan kejahatan. Tapi Profesor Yarborough hendak berusaha agar Freeman bisa dibebaskan. Katanya Freeman pada dasarnya bukan penjahat. Dan besar kemungkinannya kini jera. Profesor Freeman minta berhenti dari pekerjaannya di universitas. Kalau ia bisa dibebaskan dari segala tuntutan, ia bermaksud hendak pergi ke Timur Tengah. Di sana ia hendak memanfaatkan pengetahuan bahasanya untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedang Profesor Yarborough hendak mengembalikan harta Ra-Orkon ke Mesir. Sphinx sudah kami serahkan pada Mrs. Banfry. Hamid dan Ahmed sudah kembali ke Libia. Keduanya merasa lega, karena penipuan sudah terbongkar sebelum terlambat. Hamid sudah berjanji pada kami, dia akan mengirimkan permadani dari Timur Tengah khusus untuk ditaruh dalam markas besar kami. Permadani itu akan dibuatkan berpola tanda tanya kami. Yah - itulah semuanya!"
"Belum!" tukas Alfred Hitchcock, sambil menatap Jupiter dengan tajam. "Kalian belum menceritakan misteri yang paling besar dalam kasus ini. Bagaimana mumi itu sampai bisa berbisik""
"O, itu." Air muka Jupiter tidak berubah. Padahal mungkin saja remaja itu tersenyum. "Dengan teknik suara perut, Sir. Persis seperti yang dikatakan semula oleh ayah Bob."
"Anak muda," kata Alfred Hitchcock lambat-lambat, "aku sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia hiburan. Aku tahu betul, ventrilokuis tidak melemparkan suara mereka ke tempat lain, seperti dugaan kebanyakan orang. Mereka berbuat, seolah-olah sebuah boneka yang bicara. Tapi untuk itu, mereka harus berada di dekat boneka itu. Mereka tidak bisa memindahkan suara dari kejauhan!"
Bob dan Pete berpandang-pandangan. Soalnya, mereka menyangka para artis suara perut memang bisa memindahkan suara mereka ke mana saja. Tapi Jupiter mengangguk.
"Betul, Sir," katanya tenang, "tapi Profesor Freeman bisa! Soalnya, ia selalu berada di tempat yang jauh dari lokasi kejadian, sehingga awal-mulanya saya sama sekali tidak mencurigai dirinya. Padahal kecurigaa
n itu seharusnya timbul. Karena dia kan menguasai beberapa bahasa Timur. Jadi Profesor Freeman yang paling mungkin membikin mumi berbisik-bisik dalam bahasa Arab Kuno.
"Tapi saya belum mencurigai dirinya, sampai saya mengetahui bahwa kucing itu palsu. Lalu timbul perasaan yang mengatakan, ada sesuatu yang aneh dalam cerita Sardon. Saya lantas bertanya-tanya dalam hati, betulkah Sardon itu pengemis - atau cuma seseorang yang menyamar jadi pengemis. Jika ternyata seseorang yang menyamar, maka orang itu tentunya Profesor Freeman. Soalnya, ayah sarjana itu yang semasa hidupnya bekerja pada Profesor Yarborough, banyak mengetahui tentang mumi itu. Lagipula Freeman satu-satunya orang dalam kasus ini yang bisa bercakap-cakap dengan lancar dengan ayah Hamid. Lalu kemudian ketika katanya kemasukan roh, berbicara dalam berbagai bahasa asing."
"Deduksi yang baik sekali." Mr. Hitchcock mengangguk-angguk. "Tapi pertanyaanku tadi belum kaujawab."
"Memang belum, Sir. Sebentar lagi," kata Jupiter. "Sebagai ahli bahasa yang sering mengadakan penyelidikan, Profesor Freeman sudah bisa bergaul dengan berbagai jenis mikrofon serta alat-alat perekam suara. Saya rasa Anda juga tahu, kini ada semacam mikrofon khusus, yang jika difokuskan dengan tepat memiliki kemampuan menangkap pembicaraan yang dilakukan di tempat yang agak jauh dari mikrofon itu sendiri."
Dari air muka Mr. Hitchcock nampak bahwa sutradara itu kini mulai mengerti.
"Ya, aku tahu," katanya. "Teruskan, Jones."
"Lalu, Sir-ada pula pengeras suara terarah, yang bisa memancarkan suara secara lurus sampai lebih dari seratus meter, dan cuma bisa ditangkap di satu tempat saja. Profesor Freeman punya alat pengeras suara seperti itu di balkonnya. Tempat tinggalnya terletak di lereng ngarai, tepat berseberangan dengan rumah Profesor Yarborough. Jarak yang memisahkan kedua rumah itu sekitar dua ratus lima puluh meter.
"Profesor Freeman merekam serangkaian kalimat, yang kedengarannya seperti bahasa Arab Kuno. Lewat teleskop, diperhatikannya Profesor Yarborough yang sedang bekerja dalam ruang museumnya, dengan pintu-pintu angin terpentang lebar. Ia tahu, profesor sahabatnya itu paling tidak suka berada dalam ruangan yang tertutup. Jadi ia tinggal menghidupkan tape-recorder, lalu mengarahkan suara yang direkam ke seberang ngarai. Arahnya ke suatu tempat tertentu, yang cuma bisa terdengar apabila telinga didekatkan ke mulut mumi.
"Biasanya ia melakukannya pada waktu sore, sekembalinya dari bekerja. Dan juga hanya jika Profesor Yarborough sedang sendirian dalam ruang museum. Kekecualiannya hanya ketika saya menyamar menjadi profesor itu. Dengan begitu timbul kesan, seolah-olah mumi bisa mengenali Profesor Yarborough, Sir, - dan tidak mau bicara dengan orang lain kecuali dia.
"Ketika Profesor Freeman menyatakan mau datang untuk memeriksa mumi, tape-recorder sudah dihidupkan terlebih dulu sebelum ia meninggalkan rumah. Rekaman pada pita sudah diatur begitu rupa, sehingga bagian awalnya tak berisi suara sama sekali. Setelah itu suara bisikan mulai lagi sementara ia dalam perjalanan. Lalu berhenti, pada saat ia tiba di rumah Profesor Yarborough. Semua sudah diatur, supaya tidak timbul kecurigaan terhadap dirinya.
"Pada malam Harry dan Joe memakai topeng ajak dan mencuri mumi, Profesor Freeman sempat naik ke tingkat atas rumahnya untuk berbisik-bisik ke dalam lorong suara yang terarah ke tempat Wilkins. Ia tahu, suara itu pasti akan membuat laki-laki tua itu kaget, lalu pingsan. Jadi itu kan bisa dibilang teknik yang dipakai artis ventrilokuis juga. Tapi dengan bantuan peralatan ilmiah."
"Menakjubkan," kata Alfred Hitchcock lambat-lambat. "Jadi Sphinx sudah dikembalikan pada Mrs. Banfry, mumi sudah tidak berbisik-bisik lagi, permata akan dipulangkan ke Mesir, dan kasus kalian selesai. Aku ingin tahu, petualangan apa lagi yang akan kalian hadapi berikutnya."
"Ada beberapa kemungkinan untuk itu, Sir, " kata Bob sambil mengambil secarik kertas dari kantongnya, "misalnya saja -"
"Jangan!" Sutradara itu mengangkat tangannya. "Jangan bilang sekarang! Jangan-jangan aku nanti sibuk berpikir-pikir mengenainya
. Padahal masih ada pekerjaanku yang lebih penting. Biar saja aku nanti mendengarnya dari kalian, kalau sudah ada hasilnya. Sekarang maafkan, tapi kalian terpaksa kupersilakan pergi. Soalnya, aku betul-betul sedang banyak kerja."
Sementara ketiga remaja itu berbondong-bondong keluar, sutradara itu melirik tumpukan kertas yang ditinggalkan di atas meja kerjanya. Walau tadi mengatakan tidak mau, tapi akhirnya ia berpikir-pikir juga. Apa lagi petualangan berikut, yang akan dihadapi Trio Detektif" Tapi satu hal sudah jelas. Kasusnya pasti luar biasa!
Alfred Hitchcock tidak sangsi sedikit pun mengenainya.
TAMAT tamat Dewi Maut 23 Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Kisah Si Bangau Putih 15
"Yah," jawab Pete agak ragu, "mumi itu sebenarnya milik Profesor Yarborough. Dan kami bekerja untuk dia."
"Bekerjalah juga untuk Hamid," desak anak itu. "Hanya untuk menemukan Ra-Orkon beserta petinya. Kembalikan kedua-duanya pada Profesor. Setelah itu aku dan Ahmed akan berusaha membujuknya lagi, supaya dia mau mengembalikan pada kami."
"Kurasa itu bisa kami lakukan," kata Pete. "Baiklah! Tapi kau perlu bicara dulu dengan Jupe. Datanglah besok pagi di Perusahaan Jones, tempat jual-beli barang bekas. Pukul sepuluh."
Hamid menyetujui usul itu. Setelah bersalaman, Pete bergegas masuk ke rumah. Ia sadar bahwa ia terlambat pulang. Di dalam, orang tuanya masih nonton siaran TV. Ayahnya tenaga ahli untuk teknik khusus di salah satu perusahaan film Hollywood. Orangnya bertubuh kekar.
"Kau terlambat, Pete," kata ayahnya itu. "Kami sudah mulai khawatir."
"Yes, Sir, " kata Pete mengakui. "Soalnya begini. Aku tadi mencari seekor kucing hilang, lalu tahu-tahu - yah, kemudian timbul urusan lain."
Ia sudah hendak membeberkan seluruh pengalamannya. Tapi ibunya buru-buru menggeleng.
"Sekarang mandi saja dulu, Nak - lalu langsung masuk ke tempat tidur," kata ibunya. "Aku heran, kenapa anak laki-laki selalu kotor kalau pulang!"
"Ya, Bu," kata Pete lalu cepat-cepat menaiki tangga menuju ke kamarnya. Sesampai di situ, ia membuka jendela. Antena yang terbuat dari kawat tembaga diulurkannya ke luar, lalu ditekannya tombol walkie-talkie-nya.
"Penyelidik Dua memanggil Markas Besar," katanya di depan alat itu. "Penyelidik Dua memanggil Markas Besar. Masuk, Markas Besar."
Dilepaskannya jari yang menekan tombol, lalu menunggu. Begitu tombol dilepaskan, langsung terdengar suara Jupiter menjawab.
"Di sini Penyelidik Satu," katanya. "Aku sudah di tempat tidur, tapi pesawat kunyalakan terus. Kau baik-baik saja" Apa yang terjadi tadi""
Secara singkat Pete menuturkan pengalamannya sejak petang. Diakhiri dengan pengakuan, ia tidak tahu ke mana ia tadi diangkut bersama Hamid, dalam peti mumi.
Beberapa saat Jupiter tidak menjawab. Lalu terdengar lagi suaranya.
"Kau tidak bisa dipersalahkan, Penyelidik Dua," katanya. "Kau sudah berusaha sebisa-bisamu! Dengan salah satu cara, peti mumi pasti akan kita temukan kembali. Kita perlu mengadakan rapat besok pagi. Ada beberapa hal yang baru sekarang ketahuan. Semuanya menyebabkan teka-teki yang kita hadapi menjadi semakin rumit. Pertama-tama padaku di sini ada kucing yang pernah kausebut-sebut. Itu - yang menurut kata Hamid titisan Ra-Orkon! Padahal bukan. Aku merasa pasti, kau tentu akan bisa mengatakan bahwa kucing ini sebenarnya kucing Mrs. Banfry. Tapi sedang menyamar."
Setelah itu Jupiter memutuskan hubungan. Dibiarkannya Pete masuk ke tempat tidur, tapi tidak bisa terlelap. Dirongrong perasaan ingin tahu yang tidak bisa ditahan-tahan. Mana mungkin - kucing bisa menyamar"
Bab 13 DUGAAN JUPITER KEESOKAN paginya Trio Detektif mengadakan rapat dalam markas besar mereka. Melihat air muka Jupiter, Pete dan Bob segera tahu bahwa rekan mereka itu sejak kemarin malam sibuk berpikir terus. Tentu saja keduanya lantas ingin tahu, ide-ide apa lagi yang berkecambah dalam benak Jupiter. Tapi Jupiter membiarkan mereka menduga-duga dulu.
"Aku tidak suka main tebak," katanya. "Pertama-tama kita harus mengadakan rapat dulu. Tapi rapat tidak bisa dimulai, sebelum anak bernama Hamid itu ada di sini."
Lewat periskop, Pete melihat sebuah taksi masuk ke pekarangan. Dilihatnya Hamid turun dari kendaraan umum itu. Ia lantas bergegas ke luar lewat Lorong Dua. Ia hendak mengajak remaja itu masuk lewat lorong yang sama. Karena Hamid nasabah mereka, lagipula sebentar lagi toh pulang lagi ke Libia, maka Trio Detektif tidak merasa keberatan jika remaja itu mengetahui letak Markas Besar.
"Hamid," kata Pete setelah masuk lagi ke dalam trailer, "perkenalkan dulu - ini Bob Andrews, yang berwenang mengurus catatan dan menangani tugas-tugas riset. Dan ini Jupiter Jones, Penyelidik Pertama."
"Aku gembira sekali bisa berkenalan dengan Bob dan Penyelidik Pe
rtama Jupiter," kata anak Libia bertubuh kecil itu dengan bahasa Inggris sekolahannya.
"Nah," kata Jupiter kemudian. "Sekarang aku ingin mendengar laporan selengkapnya tentang pengalamanmu kemarin malam, Pete. Mulai dari saat kau meninggalkan kami. Jangan lupa mencatat, Bob."
Pete mulai bercerita. Dari pembicaraannya dengan Mrs. Banfry mengenai kucing wanita itu yang hilang, bernama Sphinx, lalu kedatangannya di tempat kediaman Profesor Yarborough, dan selanjutnya mengenai pengalamannya yang menegangkan sampai pulang naik taksi. Bob sibuk sekali mencatat. Untung waktu mengikuti kursus mengetik dulu, ia juga belajar steno.
"Bukan main," katanya, ketika Pete selesai bercerita. "Jadi kau berada dalam gudang di mana kedua pencuri itu menyembunyikan peti mumi" Dan kau sama sekali tidak tahu alamat tempat itu""
"Kan sudah kukatakan tadi, kami lari pontang-panting." jawab Pete. "Mana sempat berhenti sebentar untuk membaca nama-nama jalan! Tapi aku tahu daerahnya, yang mencakup sekitar dua puluh blok."
"Dua puluh blok!" seru Bob. "Jadi ada empat ratus potongan jalan yang perlu diperiksa. Belum lagi lorong-lorong kecil. Kalau setengah saja dari jalan-jalan itu di bagian tengahnya dihubungkan dengan lorong -"
"Jangan lupa, Pete membubuhkan tanda rahasia kita di daun pintu gudang itu," sela Jupiter. "Kalau tanda tanya itu kita temukan, kita akan langsung tahu bahwa itulah tempat yang dicari."
"Tapi waktu kita cuma sampai nanti malam," keluh Bob. "Sedang untuk memeriksa lorong yang begitu banyak -"
"Aku punya rencana," kata Jupiter. "Tapi untuk itu, kita memerlukan waktu sedikit. Untuk sementara kita pikirkan dulu soal mumi yang berbisik-bisik pada Profesor Yarborough."
"Mumi Ra-Orkon, moyang bani Hamid!" seru Hamid. "Kau tahu cara menemukannya""
Jupiter mencubit-cubit bibir bawahnya.
"Belum," katanya. "Tapi aku perlu mengoreksi sedikit, Hamid. Kurasa Ra-Orkon bukan cikal-bakal keluargamu." Mula-mula Hamid kelihatan marah. Tapi kemudian bingung.
"Tapi kata Sardon, dia moyangku," katanya berkeras. "Dan Sardon itu dukun yang memiliki bakat meramal. Ketika ia kemasukan roh, roh-roh itu kemudian bicara. Sardon memiliki kekuatan batin yang besar, dan ayahku tahu dia mengatakan yang sebenarnya. Aku juga tahu, dia tidak bohong."
"Memang betul," kata Jupiter, "raja-raja dari Libia menguasai Mesir pada masa Dinasti ke-20. Sekitar tiga ribu tahun yang lalu."
"Dan Ra-Orkon itu bangsawan Libia," kata Hamid nekat. "Sardon bilang begitu."
"Mungkin saja," kata Jupiter mengalah. "Bahkan Profesor Yarborough juga tidak tahu pasti siapa Ra-Orkon sebenarnya, dan kapan dia dimakamkan. Mungkin saja dia seorang bangsawan dari Libia. Tapi itu kan belum berarti bahwa dia moyangmu, Hamid."
"Sardon yang bilang begitu!" Hamid tidak mau mengalah sedikit pun. "Sardon, sang Dukun - dia takkan bohong."
"Bukan bohong maksudku," kata Jupiter. "Tapi mengenai kucing, ternyata dia keliru. Dan jika ia bisa keliru tentang satu hal, kan bisa saja dia juga keliru tentang lain-lainnya."
"Aku tidak mengerti," kata Hamid sambil cemberut.
"Yah," sambung Jupiter, "menurut penuturanmu, dukun yang bernama Sardon itu mengatakan bahwa setibamu di Amerika sini, arwah Ra-Orkon yang menjelma dalam wujud kucing kesayangannya, seekor kucing Abesinia yang warna matanya berlain-lainan dengan kaki depan belang hitam, nanti akan muncul di depanmu. Itu tanda bahwa kata-katanya benar."
"Memang begitu," tukas Hamid, "dan ramalannya benar-benar menjadi kenyataan. Arwah Ra-Orkon dalam titisannya sebagai kucing, minggu lalu pada suatu malam tahu-tahu muncul dalam kamarku." "Justru itulah -" Jupiter hendak mengatakan sesuatu, tapi langsung dipotong oleh Pete. "Titisan itu apa"" tanyanya. "Rasanya aku tahu - tapi jangan-jangan keliru."
"Di belahan bumi sebelah timur," kata Jupiter menjelaskan, "terdapat kepercayaan bahwa orang mati akan datang lagi ke bumi, kadang-kadang dalam wujud binatang. Bahkan bisa juga serangga. Itulah yang disebut titisan." "Ya, betul," tambah Bob, "sampai mereka dilahirkan kembali sebagai manusia."
"Dan arwah Ra-Orkon dilahirkan kembali sebagai kucing Abesinia, yang persis
seperti kucing kesayangannya yang dulu dikuburkan bersama dia," kata Hamid. "Dan seperti kaukatakan tadi, Penyelidik Pertama Jupiter, matanya berlainan warna dan kaki depannya belang hitam."
"Justru itulah persoalannya," kata Jupiter. "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Sesuatu yang penting."
Ia masuk sebentar ke ruang sebelah, lalu kembali menggendong seekor kucing.
"Ra-Orkon!" seru Hamid. "Moyangku yang mulia, aku merasa berbahagia melihat kau berada dalam keadaan selamat."
"Tahu-tahu dia muncul kemarin malam di rumah Profesor Yarborough," kata Jupiter, "keluar dari semak-semak. Aku membawanya pulang untuk merawatnya. Tapi sekarang perhatikan baik-baik."
Jupiter mengambil selembar sapu tangan dan membasahinya dengan semacam larutan. Lalu digosok-gosoknya kaki depan kucing itu yang hitam. Saat itu juga sapu tangan menampakkan bercak-bercak hitam. Sedang kaki depan kucing menjadi putih.
"Kaki depan kucing ini sebenarnya putih," kata Jupiter pada Hamid. "Kau lihat, kan" Sebetulnya ini kucing Mrs. Banfry yang hilang. Sphinx! Kaki depannya dicat hitam, supaya kelihatan kayak kucing yang menurut ramalan Sardon akan menjelma di depanmu."
Sekarang barulah Pete mengerti apa yang dimaksudkan Jupiter ketika mengatakan kucing itu menyamar.
"Astaga," katanya, "tapi untuk apa kucing disuruh menyamar""
Hamid meraih kucing itu. Ditelitinya kaki depannya yang sekarang nampak putih.
"Betul," serunya. "Ini kucing palsu! Bukan titisan Ra-Orkon. Padahal Sardon dukun peramal itu jelas-jelas mengatakan, akan ada kucing muncul di depanku. Kucing itu berkaki depan belang hitam, seperti kucing kesayangan Ra-Orkon."
"Hal itu berarti Sphinx," kata Jupiter sambil duduk kembali di kursinya, "kucing kepunyaan Mrs. Banfry ini sengaja diubah wujudnya supaya kau meyakini ramalan peminta-minta itu." "Tapi untuk apa"" tanya Hamid. Pete tidak mau kalah bingung. "Untuk apa"" tanyanya menyusul.
"Supaya ayah Hamid dan juga Ahmed mau percaya pada kisah selebihnya, yaitu bahwa Ra-Orkon cikal-bakal bani Hamid, sehingga kemudian mau berusaha mengambil kembali muminya dari tangan Profesor Yarborough," kata Jupiter. "Sekarang aku yakin, Ra-Orkon sebenarnya sama sekali bukan moyangmu, Hamid."
"Ra-Orkon moyang kami!" tukas Hamid dengan mata berkilat-kilat. Kelihatannya dia sudah hampir menangis, tapi ditahan sekuat-kuatnya. Jupiter cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Kebenaran akan diketahui nanti apabila kita berhasil menyelidiki siapa yang mencuri Ra-Orkon," katanya, "dan untuk apa. Pete sudah mengisahkan pengalamannya. Sekarang kau, Hamid! Bagaimana jika kau menceritakan kembali segala-galanya yang kaututurkan kemarin malam pada Pete, supaya bisa dicatat oleh Bob."
Hamid mau saja. Diceritakannya kedatangan seorang dukun pengembara yang pincang dan bermata satu di rumahnya, di Libia. Dukun itu bernama Sardon. Diceritakannya bagaimana Sardon kemasukan roh Ra-Orkon, yang berbicara lewat mulut dukun itu. Ra-Orkon yang meminta pada ayah Hamid agar diselamatkan dari negeri orang biadab.
Dilanjutkannya cerita, bahwa dia datang di Amerika bersama Ahmed sebagai pengawal, lalu menyewa rumah dekat tempat kediaman Profesor Yarborough. Kemudian, setelah Ahmed ditolak oleh Profesor sewaktu meminta dengan baik-baik agar mumi Ra-Orkon dipulangkan, Ahmed lantas menyogok kakak-beradik Magasay agar ia bisa menggantikan salah seorang di antara mereka sebagai tukang kebun sarjana itu. Dengan demikian Ahmed bisa selalu ada di dekat mumi, menunggu kesempatan baik untuk mencurinya. Ketika cerita Hamid sampai di situ, Bob lantas berseru.
"Astaga -jadi rupanya Ahmed yang selalu berkeliaran di sana," katanya. "Ahmed yang menangkapmu, ketika kau ketahuan oleh Pete. Pantas kau kemudian bisa minggat!"
"Ahmed menyuruh aku supaya menggigit tangannya," kata Hamid bangga, "lalu kugigit. Ahmed cerdik sekali!"
"Coba katakan padaku, Hamid," pinta Jupiter, "tahukah kau dan Ahmed tentang kutukan yang menyertai mumi""
"Tentu saja," jawab Hamid. "Sardon mengatakannya pada kami. Katanya, Ra-Orkon akan gentayangan terus, selama kami belum berhasil memulihkan ketenangannya."
"Kemudian terjadi bebera
pa peristiwa misterius," kata Jupiter lagi. "Patung Anubis, tahu-tahu roboh - kayak dengan sendirinya. Sebuah topeng logam terjatuh dari dinding. Aku menarik kesimpulan, pasti Ahmed yang menyebabkan kejadian-kejadian itu."
"Betul." Hamid nyengir, memamerkan sederet gigi putih. "Sebagai tukang kebun berpakaian kerja, tak ada yang memperhatikan dirinya. Saat itu dia berdiri di sebelah luar pintu tinggi. Ia menyelipkan sebatang tongkat yang panjang ke celah yang ada di antara pintu dan dinding, lalu mendorong patung Anubis sehingga terjungkir. Lalu didorongnya pula topeng yang tergantung di dinding sampai terjatuh. Semen penahan bola besar dicungkil-cungkilnya, supaya bola itu jatuh dan menggelinding. Ia hendak menakut-nakuti Profesor, supaya akhirnya mau menyerahkan Ra-Orkon kembali."
"Seperti yang sudah kukira," kata Jupiter. "Begitu gampangnya membuat kutukan kuno terlaksana. Lewat seorang tukang kebun yang kelihatannya setia, padahal sebenarnya lawan yang menyamar."
"Ya deh," kata Pete. "Tapi pencurian Ra-Orkon, bagaimana penjelasanmu" Hamid berani bersumpah, Ahmed tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu. Dan siapa yang mencuri kucing Mrs. Banfry" Bagiku, ini masih tetap merupakan beberapa misteri yang misterius."
"Ya, betul," kata Bob menimbrung. "Kita juga belum membicarakan bisikan mumi pada Profesor. Hamid tidak tahu-menahu tentang kejadian itu. Bagaimana penjelasanmu mengenainya."
"Satu per satu dong," kata Jupiter dengan sikap serba tahu. "Hamid-kau benar-benar melihat sendiri kedua laki-laki itu mencuri Ra-Orkon" Maksudku, Joe dan Harry."
"Ya, aku melihatnya sendiri," jawab Hamid. "Kemarin malam Ahmed mengatakan ingin istirahat, karena tangannya terasa nyeri kena gigitanku. Karena itu setelah gelap aku menyelinap ke luar untuk mengawasi rumah Profesor. Kucing mengikuti aku. Setibaku di sana kulihat dua laki-laki menggotong Ra-Orkon ke luar, lalu memasukkannya ke dalam truk."
"Itu terjadi setelah kita semua pergi ke rumah Profesor Freeman," kata Bob mengomentari.
"Aku menunggu di sana, karena tidak tahu harus berbuat apa," sambung Hamid. "Kemudian Pete datang. Aku masih tetap menunggu dalam semak. Pete mondar-mandir dalam rumah, lalu pergi ke teras. Ia mengambil kucingku. Saat itu aku mengira dialah yang mencuri Ra-Orkon, dan hendak mencuri kucingku pula. Aku langsung marah dari menyerang. Maaf, Pete."
"Tak apalah," jawab Pete bermurah hati. "Kan justru itu yang mempertemukan kita, sehingga bisa bersatu menghadapi misteri ini."
"Hmmm." Jupiter mencubiti bibir bawahnya sambil berpikir-pikir. "Sampai di sini gambaran jelas, walau rumit."
"Ucapanmu repot dan kabur," sela Pete. "Bagiku, misteri ini sungguh-sungguh bisa membuat kepala pusing."
"Maksudku tadi," kata Jupiter menjelaskan maksudnya, "kelihatannya semua fakta sudah kita ketahui. Sekarang tinggal mengaturnya supaya logis."
Bob ingin sekali bisa melihat hubungan logis antara segala fakta yang sudah dicatat olehnya. Tapi semakin dipikir, semakin pusing rasanya kepala.
"Kurasa jika kita bisa menemukan tempat penyembunyian peti mumi itu," kata Jupiter, "kita akan sudah berada di jalan yang tepat menuju pemecahan misteri. Kuusulkan agar kita mencari tempat gudang rahasia itu sampai ketemu. Kemudian menunggu di sana. Pasti pada suatu saat malam ini Harry dan Joe akan datang lagi untuk mengantarkan peti mumi ke pemesannya, di mana muminya sendiri sudah berada. Kita membuntuti Harry dan Joe ke sana. Dengan begitu kita akan bisa mengetahui siapa pemesan itu. Dialah yang mendalangi misteri yang berbelit-belit ini. Lalu kita ambil kembali mumi Ra-Orkon dari tangannya."
Nampak jelas, Jupiter merasa senang membayangkan akan bisa menangkap seseorang yang tergolong dalang peristiwa kejahatan. Memang, menangkap "otak" kejahatan bukan soal kecil!
"Dengan begitu," sambungnya, "kita sekaligus akan menemukan penjahat, mumi dan juga petinya. Kalau itu sudah berhasil, yang lain-lainnya menyusul dengan segera."
"Hebat," kata Pete menyindir. "Benar-benar hebat. Yah - mengingat begitu banyak lorong yang harus kita periksa untuk mencari tanda rahasia yang kubuat di ambang pintu,
lebih baik kita berangkat saja sekarang. Mungkin setelah seminggu dua minggu kita akan menemukannya. Sedang waktu yang ada, cuma delapan sampai sembilan jam!"
"Bukan begitu rencanaku," kata Jupiter. "Sama sekali tidak! Tadi pagi aku sudah melakukan langkah-langkah tertentu. Kalian masih ingat hubungan hantu ke hantu, yang kita pakai sewaktu menangani kasus nuri gagap""
Bob dan Pete masih ingat. Yang dimaksudkan Jupiter itu suatu ilhamnya, yang menyebabkan akhirnya mereka berhasil menyelesaikan kasus yang disebutnya. Tapi Hamid melongo.
"Apa itu - hubungan hantu ke hantu"" tanyanya.
"Yang dimaksudkan dengan sebutan itu ialah hubungan telepon dengan beberapa teman, untuk menanyakan sesuatu," kata Jupiter menjelaskan. "Lalu teman-teman itu kami minta menghubungi beberapa teman mereka lagi. Begitu seterusnya, sampai beratus-ratus - bahkan mungkin beribu-ribu remaja di segala penjuru kota Los Angeles ikut mencari informasi yang ingin diketahui Trio Detektif. Barang siapa berhasil mengetahui keterangan yang dicari, menelepon kami kemari. Lalu, dengan informasi yang baru masuk itu, kami bisa melanjutkan penyelidikan. Dalam kasus nuri gagap, hubungan hantu ke hantu menyebabkan datangnya seorang anak laki-laki bernama Carlos. Paman anak itu yang menjual beberapa ekor burung nuri, yang merupakan petunjuk utama dalam kasus yang menarik itu."
Hamid mengikuti keterangan Jupiter dengan penuh minat.
"Nah," sambung Jupiter, "pagi ini aku menelepon lima teman, yang ayah mereka masing-masing bekerja di tengah kota Los Angeles. Aku meminta mereka agar menelepon teman-teman lain, yang ayah mereka juga bekerja di kawasan sama. Setiap anak harus minta pada ayah masing-masing, agar mau memperhatikan kalau ada tanda tanya yang dituliskan dengan kapur biru di ambang pintu sebuah gudang tertentu. Dan kalau melihatnya, alamat gudang itu harus dicatat, lalu disampaikan pada anaknya. Sebagai penjelasan, itu semacam permainan. Mencari harta karun! Anak yang paling dulu menelepon ke sini untuk menyampaikan informasi, akan menerima hadiah. Soal hadiahnya - nanti saja kupikirkan. Sekarang kita lihat saja - bagaimana kelangsungan rencana itu."
Diangkatnya gagang pesawat telepon, lalu diputarnya nomor tertentu. Ia bicara sebentar dengan seorang teman, sambil mendekatkan gagang pesawat ke mikrofon. Dengan begitu anak-anak yang ada dalam trailer itu bisa mengikuti pembicaraan lewat alat pengeras suara.
Anak yang ditelepon menyampaikan laporannya. Ia sudah menelepon lima teman, seperti diminta. Mereka itu semua meminta ayah masing-masing supaya mau membuka mata dan mencari kalau-kalau ada tanda tanya berwarna biru di sekitar tempat mereka bekerja. Tapi tentu saja jawaban ada tidaknya baru bisa diketahui, apabila para ayah sudah kembali ke rumah lagi. Jadi sekitar pukul enam petang nanti.
"Hubungan hantu ke hantu sudah mulai bekerja," kata Jupiter, setelah pembicaraan telepon selesai. "Sayangnya, paling cepat baru petang nanti kita bisa mengharapkan akan ada informasi masuk. Tidak banyak waktu tersisa! Tapi jika kita bernasib baik, kita akan bisa langsung menuju ke tempat itu. Sekarang sebaiknya kita pergi ke tempat Profesor Yarborough, untuk berunding lagi dengan dia."
"Tapi kau pasti tidak boleh pergi dari sini," kata Pete mengingatkan. "Aku tadi mendengar bibimu mengatakan kau harus membantu bekerja, begitu rapat kita selesai."
"Hmm- betul juga." Jupiter mengangguk. "Kalau begitu kutelepon saja dia sekarang. Sementara itu kauantarkan Hamid ke luar, Bob. Carikan taksi untuk dia."
"Beres," kata Bob, lalu berdiri. Hamid ikut bangkit.
"Kapan-kapan aku ingin memperkenalkan Ahmed padamu, Jupiter," kata anak Libia itu. "Menurut pendapatnya, anak Amerika semuanya brengsek! Berisik, tidak tahu aturan dan menjengkelkan orang tua mereka. Akan kutunjukkan padanya beberapa remaja Amerika yang cerdas sekali."
"Terima kasih, Hamid," kata Jupiter. Ia nampak senang mendengar pujian itu. "Tapi ngomong-ngomong, kau kan tidak bercerita pada Ahmed tentang segala kejadian ini""
"Yang kukatakan padanya cuma bahwa aku meminta kalian membantu dalam usaha menemukan Ra-Orkon serta
peti muminya," kata Hamid. "Mendengar kata-kataku, ia cuma mendengus. Aku dikatakannya tolol, meminta anak-anak untuk melakukan tugas orang dewasa. Karenanya setelah itu aku diam saja."
"Bagus," kata Jupiter. "Eh - maksudku bagus, kau tidak menceritakan apa-apa lagi padanya. Menurut pengalamanku, orang dewasa selalu merasa perlu membantu apabila tahu ada seorang anak sedang sibuk melakukan sesuatu yang penting. Dan sering mereka malah mengacaukan segala-galanya. Dalam urusan ini kita perlu menjaga rahasia. Soalnya, baik Profesor Yarborough maupun Keluarga Besar Hamid tidak ingin urusan ini tersebar ke mana-mana."
"Betul," kata Hamid. "Kapan kita berkumpul lagi""
"Datang saja kemari nanti petang, sekitar pukul enam," kata Jupiter. "Kalau nasib kita sedang baik, saat itu akan sudah ada kabar dari hubungan hantu yang menyebutkan di mana letak gudang tempat peti mumi disembunyikan."
"Aku akan kembali," kata Hamid, "naik taksi. Ahmed hari ini sibuk sekali. Katanya banyak calon pembeli permadani yang perlu didatangi."
Hamid membungkuk dengan sikap resmi, lalu menyusul Bob masuk ke Lorong Dua.
"Hamid itu baik anaknya," kata Pete, setelah kedua anak itu lenyap dari penglihatan. "Tapi aku tadi sempat memperhatikan mukamu, Jupe. Kelihatannya ada hal baru yang kaupikirkan sejak kita mulai berunding. Kau merasa tahu sekarang, siapa yang mencuri Ra-Orkon""
"Kalau dugaan - memang ada," kata Jupiter. "Katamu tadi, kucing Mrs. Banfry gambarnya pernah dimuat dalam sejumlah koran dan majalah."
"Betul," kata Pete. "Mrs. Banfry memperlihatkan majalah-majalah itu padaku. Kelihatan jelas kedua mata kucing itu berlainan warna."
"Sekarang, apabila ada seseorang yang memerlukan seekor kucing Abesinia dengan mata yang berlainan warna," kata Jupiter lagi. "tentunya dengan mudah dia bisa tahu tentang Sphinx, kucing Mrs. Banfry. Mengingat Sphinx wataknya lemah-lembut, lain dengan kucing Abesinia pada umumnya, maka gampang sekali menangkap dia lalu mengecat kaki depannya. Sekarang - siapa yang sangat ingin memperoleh Ra-Orkon" Siapa yang paling gampang bisa menyelundupkan Sphinx malam-malam ke kamar Hamid" Siapa yang tahu segala-galanya tentang kutukan yang katanya ada itu, serta berusaha keras untuk mengambil Ra-Orkon yang waktu itu ada di tempat Profesor Yarborough""
Pete berpikir sebentar. "Tukang kebun," katanya kemudian. "Eh - maksudku, Ahmed, yang menyamar jadi tukang kebun."
"Tepat," kata Jupiter. "Dan baginya juga penting sekali untuk mendapatkan kembali peti mumi, sebagai tempat menaruh mumi Ra-Orkon. Ya kan""
"Tentu saja!" kata Pete bergairah. "Tapi Hamid berani sumpah, katanya Ahmed tidak tahu apa-apa tentang pencurian mumi. Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu."
"Dan Hamid percaya bahwa itu memang begitu," kata Jupiter. "Tapi menurut pengalamanmu sendiri, kan orang dewasa tidak selalu membeberkan segala rencananya pada anak-anak. Juga apabila anak itu kebetulan putra majikannya. Mungkin saja Ahmed mempunyai rencananya sendiri. Ia hendak menguasai mumi, lalu melaporkan pada ayah si Hamid bahwa untuk memperolehnya kembali dia harus membayar uang tebusan yang sangat mahal. Pasti ayah si Hamid akan mau percaya. Dengan rencana begitu, Ahmed bisa menjadi kaya-raya!"
"Huiii!" kata Pete kagum. "Memang bisa! Dan Ahmed kan bisa berbahasa Arab. Jadi bisa saja mengarang-ngarang kalimat yang kedengarannya kayak bahasa Arab Kuno. Dalam penyamarannya sebagai tukang kebun, lalu bersembunyi di balik pintu, dengan gampang ia memakai suara perut untuk membikin seakan-akan mumi yang berbisik-bisik."
Jupiter mengangguk. "Tapi," katanya kemudian, "jika sedikit saja terlontar kecurigaan kita ini di depan Hamid, sebelum kita bisa membuktikan apa-apa, ada kemungkinan anak itu akan melaporkannya pada Ahmed. Dengan begitu orang itu akan waspada, lalu mengaburkan jejaknya. Karena itulah kita tidak boleh bilang apa-apa pada Hamid."
"Setuju," kata Pete dengan tandas. "Lalu apa kerja kita sekarang, Jupe" Banyak sekali waktu terluang sesiang ini, sampai saat ada kemungkinan kabar dari hubungan hantu. Tapi kurasa bibimu punya berbagai cara untuk menyibukkan k
ita," tambahnya dengan nada suram.
"Betul! Karena itu sekarang saja kutelepon Profesor Yarborough, untuk menanyakan perkembangan terbaru," kata Jupiter, "dan sekaligus menanyakan keadaan Wilkins."
Tak lama kemudian ia sudah mengobrol dengan Profesor Yarborough.
"Wilkins sudah kembali dari rumah sakit," kata sarjana itu melaporkan. "Ternyata dia cuma kaget saja. Katanya, kemarin malam ia melihat sesuatu yang sangat mengejutkan. Dewa Anubis, makhluk bertubuh manusia tapi berkepala anjing ajak, tiba-tiba muncul dari balik semak lalu membentakkan kata-kata kasar padanya, dalam bahasa yang tak dikenalnya. Wilkins langsung pingsan, karena kaget dan ketakutan. Setelah itu Anubis membawa pergi mumi Ra-Orkon."
Pete dan Jupiter saling berpandangan.
"Tapi kita kan kini tahu, yang mencuri Ra-Orkon dua orang penjahat yang bernama Joe dan Harry," kata Pete, agak bingung.
"Profesor," kata Jupiter pada sarjana dengan siapa ia bicara lewat telepon, "kami merasa yakin, Wilkins pasti ditakut-takuti seseorang yang mungkin memakai topeng kepala ajak yang terbuat dari karet. Seseorang yang menyamar sebagai Anubis."
Lalu diceritakannya pengalaman Pete pada malam sebelumnya. Ia memaparkan yang penting-penting saja.
"Ya, mungkin itu penjelasannya," kata Profesor kemudian. "Bagaimana - kira-kira bisakah kalian menemukan kembali peti mumi itu" Apakah kalian punya dugaan, siapa yang mendalangi kesemuanya ini" Menurutmu, mungkinkah laki-laki yang bernama Ahmed itu orangnya""
"Saya punya beberapa dugaan tertentu, Sir," jawab Jupiter. "Tapi bukti-buktinya sampai sekarang belum ada. Mengenai urusan mumi, malam ini kami akan mencarinya. Begitu ada perkembangan baru, Anda akan segera kami hubungi."
Selesai pembicaraan. Jupiter mendongak - menatap awang-awang. Pete sudah gelisah saja. "Nah"" tanyanya tidak sabar. "Apa lagi yang kaupikirkan sekarang""
"Aku cuma ingat lagi sekarang," kata Jupiter, "kemarin Profesor Yarborough kan bercerita pada kita, Wilkins dulunya artis yang ikut rombongan teater keliling. Sebelum menjadi pelayan Profesor." "Lalu kenapa""
"Seorang artis, dengan gampang saja bisa pura-pura pingsan," kata Jupiter menjelaskan pikirannya. "Lalu, anggaplah dalam pertunjukan teater keliling itu Wilkins muncul sebagai artis yang pintar bicara dengan suara perut." "Memangnya begitu""
"Aku tidak tahu. Tapi anggap saja begitu. Kesimpulan mana yang bisa ditarik daripadanya""
"Huiii!" seru Pete. "Itu berarti, orang yang kita cari-cari selama ini ternyata toh Wilkins. Atau bisa juga dia bekerja sama dengan Ahmed. Atau dengan orang lain. Bagaimana pendapatmu, Jupe""
"Kita lihat saja nanti," jawab Jupiter dengan bijak. Setelah itu sampai sore ia tidak mau lagi diajak bicara tentang kasus itu. Pete cuma bisa memendam rasa jengkel.
Bab 14 KEBANYAKAN TANDA TANYA PETANG itu juga nampak sebuah truk kecil berjalan tergoncang-goncang menyusur jalan-jalan tengah kota Los Angeles, di bagian yang termasuk agak tua. Konrad, pemuda Jerman itu duduk di belakang kemudi, dengan ijin khusus dari Mrs. Jones.
Jupiter sebelumnya sudah memutuskan, sebaiknya mereka menemukan dulu tempat peti mumi disembunyikan. Lalu mereka bersembunyi, sampai kelihatan Harry dan Joe datang untuk mengambilnya dari dalam gudang. Begitu keduanya pergi lagi dengan peti mumi, mereka dibuntuti dari belakang. Dengan begitu mereka bisa tertangkap basah pada saat menyerahkan peti itu pada pemesannya. Dialah otak yang mendalangi segala kejadian misterius selama itu. Menurut Jupiter, hanya dengan jalan begitu bisa diperoleh bukti nyata.
Rolls-Royce yang serba mewah, terlalu menyolok untuk dipakai dalam tugas seperti itu. Pasti akan langsung ketahuan. Tapi truk tua, takkan ada yang memperhatikan!
Sebelumnya, Hamid sudah kembali ke kompleks penimbunan barang bekas yang merupakan perusahaan paman dan bibi Jupiter. Ia datang naik taksi. Kini ia duduk bersama Jupiter di depan, bersebelahan dengan Konrad. Pete dan Bob nongkrong di atas tumpukan terpal yang ada di bak belakang. Truk itu berjalan terus, menelusuri jalan-jalan daerah yang kelihatan suram, penuh dengan gudang serta toko-toko kecil yang kumal
. Sepanjang perjalanan, Bob dan Pete berdebat terus. Mereka berbantahan tentang kemungkinan siapa dalang itu sebenarnya. Ahmed atau Wilkins" Paling sedikit dua kali kedua-duanya berubah pikiran.
Akhirnya truk berhenti. Pete dan Bob melemparkan pandangan ke samping. Mereka berada di depan sebuah gedung teater yang sudah tua. Pintunya tertutup rapat. Sebuah papan nama yang sudah rusak menyatakan bahwa dulu di situ tempat CHAMELOT THEATER. Pada papan-papan lain yang juga ada di situ, tertera tulisan: TUTUP. DILARANG MASUK.
Ketika melihat Jupiter dan Hamid keluar dari truk, Pete dan Bob meloncat turun untuk menyusul. Bob agak hati-hati, mengingat kakinya yang cedera.
"Beginikah kelihatannya bangunan di mana kalian kemarin malam berada, Pete"" tanya Jupiter. Dipandangnya gedung teater yang sudah tua dan tak terawat itu dengan kening berkerut.
"Bagian depannya tidak kulihat," kata Pete sambil merengut. "Tapi rasanya tidak begini tinggi."
"Rasanya bukan yang ini." Hamid menggeleng-geleng.
"Walau begitu, inilah alamat yang disampaikan 'Hantu' kita." Jupiter mengamat-amati kertas yang ada di tangannya. Satu jam sebelumnya, salah seorang 'Hantu' - yaitu seorang remaja yang dihubungi lewat hubungan hantu ke hantu - menelepon ke Markas Besar. Ia melaporkan, ayahnya melihat beberapa tanda tanya yang dibuat dengan kapur biru di ambang pintu sebelah belakang bangunan yang terletak di Chamelot Street, nomor 10853. Dengan segera Trio Detektif berangkat ke situ, bersama Hamid dan Konrad. Dan gedung di depan mereka sudah jelas bernomor 10853. Chamelot Street.
"Kita lihat sebelah belakangnya," kata Jupiter mengusulkan, lalu mendului berjalan lewat lorong yang ada di samping. Di belakang mereka sampai ke suatu pekarangan. Ternyata di situ memang ada pintu gudang yang besar dan membuka ke atas. Pada salah satu pojoknya nampak beberapa tanda tanya, dibuat dengan kapur biru.
"Itu tanda yang kaubuat, Pete," kata Jupiter. "Jadi memang inilah tempatnya."
"Tapi rasanya bukan," jawab Pete ragu. "Kalau kau bagaimana, Hamid""
"Kurasa bukan ini," kata anak Libia itu. "Tapi waktu itu gelap. Mungkin saja kita salah lihat."
"Kalian kan terburu-buru," kata Jupiter. "Lihatlah - ini ada pintu kecil tempat orang lewat, di samping pintu besar. Eh - terbuka sedikit rupanya. Barangkali kita bisa mengintip untuk melihat ada tidaknya peti mumi di dalam."
Mereka menghampiri pintu sempit itu, lalu mengintip beramai-ramai. Tapi tahu-tahu pintu terpentang lebar. Tiga wajah remaja muncul sambil nyengir.
"Lihatlah, Jupiter McSherlock beserta para kaki tangannya!" Yang bicara begitu Skinny Norris, sambil tertawa keras-keras.
"Mencari jejak, Sherlock Holmes"" ejek seorang remaja lagi, teman dekat Skinny.
"Kalau yang dicari tanda tanya, lihat saja ke segala arah." Remaja yang ketiga meringis. Anaknya gemuk, berambut merah. "Seluruh kota penuh dengan tanda tanya."
"Kurasa kita tidak perlu ada di tempat ini lagi," kata Skinny. "Sherlock serta anak buahnya sudah berhasil mengendalikan situasi."
Sambil cekikikan, ketiga remaja itu berlenggang pergi. Menuju mobil sport biru milik Skinny yang diparkir tidak jauh dari situ. Sesaat kemudian mobil itu sudah menderu pergi. Bob yang paling dulu menyadari makna kata-kata Skinny tadi.
"Lihatlah!" Ia menuding ke beberapa pintu yang ada di kiri-kanan lorong. Semua dihiasi dengan tanda tanya. "Mungkin semua pintu yang ada dalam lorong-lorong sekitar sini juga begitu," katanya lagi. "Semua diberi tanda tanya palsu."
Tampang Jupiter pucat karena marah.
"Skinny Norris!" serapahnya. "Rupanya satu di antara hantu kita tadi pagi menelepon dia, sehingga dia tahu kita mencari tanda tanya yang dibuat dengan kapur. Lalu bersama teman-temannya ia kemari, menuliskan tanda-tanda tanya di pintu dan pintu-pintu lainnya - hanya supaya kita bingung. Setelah itu seorang dari mereka menelepon ke Markas Besar. Mereka menunggu sampai kita datang di sini, supaya bisa mengejek."
"Mereka memang berhasil membikin kita bingung," kata Pete menggerutu. "Lalu ketawa kayak orang gila! Tanggung mereka sudah membubuhkan tanda tanya di mana-mana, di bagian kota sini. Cum
a Skinny saja yang bisa mendapat ide tipuan kayak begini. Hhh- kalau dia sampai berhasil kubekuk nanti, akan kuhajar dia sampai badannya tinggal sebesar paku!"
Perbuatan jahil Skinny Norris itu nampaknya memustahilkan mereka masih bisa menemukan pintu yang dicari. Di sekitar situ terlalu banyak tanda tanya!
"Yah - bagaimana sekarang"" tanya Bob putus asa. "Kita kembali ke Markas""
"Tentu saja tidak!" tukas Jupiter. "Pertama-tama kita lihat dulu, berapa banyak tanda tanya yang dibuat Skinny serta kedua temannya tadi di sekeliling sini. Setelah itu barulah kita menentukan langkah berikut. Lain kali kita perlu ingat - seperti sekian banyak ide yang baik, hubungan hantu ke hantu ternyata ada juga beberapa kelemahannya."
Setelah itu mereka menyebar, memeriksa jalan dan lorong yang ada di sekitar situ. Sebelumnya buru-buru dijelaskan pada Hamid, anak yang menertawakan mereka tadi bernama Skinny Norris. Seorang saingan yang selalu berdaya upaya untuk mengacaukan usaha penyelidikan mereka.
Sampai beberapa blok dari tempat semula, mereka menemukan tanda tanya di sana-sini. Dengan lesu mereka berkumpul lagi di truk untuk berunding lebih lanjut.
"Kita berputar-putar naik truk," kata Jupiter nekat. "Barangkali saja Pete atau Hamid nanti melihat sesuatu yang masih diingat dari kemarin malam. Kita tidak boleh menyerah sekarang. Ini kesempatan kita yang terakhir. Jika Harry dan Joe berhasil menyerahkan peti mumi itu tanpa ketahuan, lenyap harapan kita."
Dengan perasaan berat mereka naik lagi ke truk. Konrad menjalankan kendaraan itu lambat-lambat, menyusur Chamelot Street.
"Kita kalah," kata Pete muram. "Kenapa tidak mengaku saja""
"Dan membiarkan Skinny mengejek kita"" Jupiter merapatkan bibir. "Kita akan berusaha terus. Misalnya gereja tua di pojok sana - mungkin kalian sempat melihatnya ketika sedang lari kemarin malam""
Pete memandang gereja tua itu, yang bergaya arsitektur biara Spanyol di California pada abad kesembilan belas. Ia menggeleng.
"Kurasa kami bahkan sama sekali tidak lewat jalan ini," katanya. "Jalan-jalan yang kami lalui lebih sempit, dan lebih tidak terawat. Dan lebih gelap."
"Kalau begitu kita coba jalan yang lain. Kita belok ke kanan, Konrad."
"Beres," kata pemuda Jerman yang menyetir, lalu membelokkan truk ke kanan. Baru saja dilalui tiga blok, ketika tiba-tiba Pete menyambar lengan Jupiter.
"Kios es krim itu!" katanya. "Kurasa kami melewatinya, ketika kami belum lama lari meninggalkan gudang."
Ia menuding bangunan yang bentuknya seperti es krim yang biasa dijual di pinggir jalan daerah pertokoan. Tapi berukuran raksasa. Kios itu sudah ditutup dan kelihatan mulai ambruk. Daerah situ terlalu miskin. Tidak banyak kelebihan uang, sehingga tidak bisa sering mampir dan membeli es krim.
"Kita berhenti, Konrad," pinta Jupiter. Konrad menurut saja. Truk dihentikan. Keempat remaja yang ikut dengannya buru-buru turun. Mereka berdiri di kaki lima, sambil memperhatikan bangunan berbentuk kerucut yang terletak di seberang jalan.
"Hamid - kau ingat melihatnya kemarin malam"" tanya Pete.
"O ya," jawab anak Libia itu sambil mengangguk. "Waktu itu kukira semacam kuil kecil. Kelihatannya aneh, di tengah bangunan-bangunan yang lain." Bob meringis.
"Di California sini," katanya, "ada kios tempat menjual sari jeruk yang bentuknya kayak jeruk, dan macam-macam lagi. Bangunan yang bentuknya kayak kerucut es krim bisa dibilang lumrah."
Jupiter merasa lebih baik jangan membuang-buang waktu dengan obrolan begitu. Ia mengajukan beberapa pertanyaan beruntun-runtun. Ternyata baik Pete maupun Hamid tidak ingat lagi ke arah mana mereka lari sewaktu melewati kios itu. Ia lantas mengambil keputusan dengan cepat.
"Bob, kau tinggal di sini dengan Hamid," katanya. "Biarkan walkie-talkie-mu menyala, karena siapa tahu ada perkembangan baru. Pete, kau pergi ke arah sana! Periksa setiap lorong. Barangkali saja kau menemukan lorong yang kemarin malam. Aku sendiri ke arah sini dan memeriksa semua lorong yang ada di situ. Jika lorong yang benar kita temukan, tanda-tanda rahasia yang ada di situ akan bisa mengarahkan kita ke tujuan yang dicari; Bagaimanapu
n, Skinny dan kedua sobatnya tadi takkan mungkin bisa membubuhkan tanda kapur di seluruh kota Los Angeles."
"Yah, kita coba saja," kata Pete menyetujui.
"Konrad menunggu di sini, dan kita berdua nanti kembali kemari. Tempat ini kita jadikan pangkalan operasi. Sambil mencari, kita terus berhubungan lewat walkie-talkie."
Saat itu sudah remang-remang gelap. Sebentar lagi malam. Pete dan Jupiter bergegas menuju arah yang saling berlawanan. Sedang Bob dan Hamid menunggu dalam truk.
"Mungkin mereka tidak akan berhasil menemukan kembali peti mumi," kata Hamid. "Barangkali mumi Ra-Orkon hilang untuk selama-lamanya. Aku dan Ahmed akan malu sekali, kalau terpaksa melapor pada ayahku bahwa kami kehilangan jejak moyang kami yang mulia."
Dari perkataan itu Bob menarik kesimpulan, Hamid masih tetap berpegang pada pendapat bahwa Ra-Orkon itu moyangnya. Walau Jupiter sudah mengemukakan pertimbangan yang menyangsikan!
"Di mana Ahmed malam ini"" tanya Bob.
"Aku tidak tahu," jawab Hamid. "Katanya ada urusan yang harus diselesaikannya untuk ayahku. Sementara di sini ia mendatangi berbagai perusahaan penjual permadani, untuk menawarkan barang-barang dari Keluarga Hamid."
Bob merasa lebih mungkin Ahmed berniat menemui Harry dan Joe, kedua pencuri yang mengambil peti mumi. Tapi ia diam saja. Anak Libia itu sudah cukup sedih.
Sementara itu Pete dan Jupiter sudah berjalan sejauh beberapa blok, sambil menjenguk memperhatikan lorong-lorong kecil yang biasanya memotong di tengah-tengah satu blok. Lewat walkie-talkie, mereka saling melaporkan ketidakberhasilan masing-masing. Akhirnya dengan lesu Jupiter memberi instruksi.
"Periksa satu lorong lagi di bagianmu, Dua," katanya. "Setelah itu kembali ke truk. Di sana nanti kita bicarakan siasat selanjutnya."
"Mengerti dan selesai," balas Pete.
Jupiter memasuki lorong berikut. Kelihatannya sama saja dengan lorong-lorong yang lain. Lorong-lorong itu merupakan sisi belakang toko-toko, di mana barang-barang diturunkan dari truk. Jauh di ujung dilihatnya sebuah bangunan besar. Ia menuju ke situ. Di sisi belakang bangunan yang menghadap lorong ada sebuah pintu besar. Sebuah truk diparkir di depan pintu itu. Kendaraan itu kelihatan biasa saja, berwarna biru. Ketika Jupiter datang menghampiri, seorang laki-laki mengangkat daun pintu itu ke atas. Jadi apabila di situ ada tanda tanya yang dibuat dengan kapur oleh Pete, dengan sendirinya tidak bisa kelihatan. Dan mungkin saja di situ tidak ada tulisan tanda tanya.
Jupiter berhenti melangkah. Ia mengeluh, lalu berbalik. Maksudnya hendak kembali ke mobil.
Tiba-tiba ia tertegun. Telinganya yang tajam mendengar suara seseorang.
"Oke - bawa truk itu masuk, Harry."
"Beres! Minggir sedikit, Joe," jawab suara seseorang lagi.
Harry! Joe! Itu kan nama kedua penjahat yang melarikan peti mumi!
Bab 15 JUPITER BERAKSI SENDIRI JUPITER berbalik lagi dengan cepat, lalu lari mengejar truk yang dengan pelan-pelan masuk ke dalam gudang yang gelap.
Bagi remaja itu cuma ada satu kemungkinan supaya tidak ketahuan. Jupiter melesat ke sisi kanan truk. Sekarang ia ada di tempat yang berlawanan dengan Joe, yang tadi membuka pintu gudang. Sementara truk bergerak pelan ke dalam, Jupiter ikut beringsut masuk. Menyelip di celah sempit yang ada di antara tubuh truk dengan ambang pintu.
Truk berhenti. Dan Jupiter sudah ada di dalam. Ia tetap berdiri di sisi kendaraan itu.
"Kututup pintu dulu." Terdengar Joe berseru. "Lalu kaunyalakan lampu-lampu besar, supaya kita bisa melihat."
Sambil meringkuk di samping truk, Jupiter memutar otak. Ia tidak bisa melihat apa-apa. Tapi jika menunggu lampu-lampu truk dinyalakan, nanti ia akan terlihat oleh kedua laki-laki itu. Cuma ada satu tempat baginya, di mana ada harapan dia tidak akan ketahuan.
Jupiter merebahkan diri, lalu menyusup ke bawah truk. Bunyi pintu menutup menyamarkan suara pelan yang terjadi ketika ia menggeser tubuh. Sesaat kemudian lampu-lampu besar truk dinyalakan, menerangi ruangan gudang. Penglihatan Jupiter terbatas di bawah truk. Tapi ia masih bisa melihat roda-roda sebuah mobil antik. Dan benda memanjang terselubung terpal di belakang m
obil antik, pasti itulah peti mumi yang dicari.
Jupiter telah berhasil menemukan tempat yang tepat. Tapi ia tidak bisa memanggil bantuan. Untuk menghubungi lewat walkie-talkie, ia perlu berbicara dengan suara lantang dan mantap. Kedua laki-laki itu pasti akan mendengar, lalu meringkusnya.
Jadi Jupiter menunggu saja, dengan hati berdebar-debar.
Orang yang bernama Harry sekarang turun dari truk. Jupiter bisa melihat kaki kedua laki-laki itu, tidak sampai dua meter dari tempatnya. Keduanya berdiri di samping truk.
"Jadi langganan kita itu mau menerima, ya"" kata Harry terkekeh-kekeh. "Sudah kukira dari semula, karena dia kepingin sekali memperoleh peti mumi itu. Tapi untuk apa, aku tidak tahu."
"Ya, dia mau mengabulkan permintaan kita," jawab temannya. "Tapi sekarang dengar baik-baik. Kita harus mengantarkannya ke tempat lain. Di luar Hollywood. Katanya tempat itu sebuah garasi yang kosong. Jadi kita bisa langsung masuk."
"Boleh saja." "Itu baru sebagian. Ia khawatir ada orang membuntuti kita. Kita dimintanya berjaga-jaga. Jika merasa ada yang mengikuti dari belakang, kita dilarangnya datang ke tempat itu."
"Siapa yang akan membuntuti kita"" tanya temannya. "Kan tidak ada yang tahu tempat kita ini. Kita antarkan barang itu. Aku ingin mengambil uang yang dijanjikan."
"Ya, ya - tentu saja, tapi aku belum selesai. Di tengah jalan, apabila kita sudah yakin tak ada yang membuntuti, kita disuruh berhenti lalu meneleponnya. Karena mungkin saja ia nanti minta agar barang diantarkan ke alamat semula. Pokoknya tergantung."
"Tergantung dari apa""
"Itu tidak dikatakan olehnya. Tapi kau masih belum mendengar yang paling edan." "Katakan saja! Aku mendengarkan."
"Sehabis peti kita antarkan, langganan kita itu akan memasukkan mumi ke dalamnya. Setelah itu kita dimintanya mengangkut kedua-duanya ke suatu tempat dan membakarnya di sana sampai habis. Tidak boleh masih ada yang tersisa! Untuk itu ia menjanjikan tambahan pembayaran, seribu dollar!"
"Seribu dollar! Kenapa dia minta supaya kita mencurikan barang itu, kalau ternyata cuma mau dibakarnya saja""
"Mana aku tahu! Mungkin dia sekarang ketakutan, dan ingin memusnahkan bukti-bukti. Kita kan akan mendapat apa yang kita tuntut dari dia -jadi biar saja kita berlagak goblok. Kita ikuti saja kemauannya. Yuk - kita naikkan peti itu ke truk. Setelah itu berangkat ke arah Hollywood."
Kedua pasang kaki itu bergerak menjauh. Diterangi cahaya lampu-lampu besar, Jupiter melihat kedua laki-laki itu menghampiri peti mumi, lalu membungkuk.
"He - sebaiknya kita periksa dulu kalau ada isinya," kata laki-laki yang lebih pendek. Dari suaranya, dialah yang bernama Joe. "Mungkin langganan kita itu hendak memiliki sesuatu yang berharga."
Mereka mengangkat tutup peti, lalu melongok ke dalamnya. Joe meraba-raba sisi dalam peti yang kosong.
"Tidak ada apa-apa di sini," katanya. "Sudahlah, kita naikkan saja ke truk."
Peti mumi didorong sampai ke tempat yang gelap di belakang truk. Tapi kemudian ternyata pantat truk terlalu dekat ke pintu. Jadi tidak ada tempat untuk mengangkat peti, sebelum memasukkannya ke bak belakang. "Truk harus dimajukan sedikit," kata Joe. "Kau saja yang melakukannya. Aku ingin minum sebentar."
Joe naik ke truk. Mesin dihidupkan, dan truk maju sedikit. Jupiter tertinggal di belakang, dan kini sudah tidak lagi terlindung di bawahnya. Sementara itu Harry menghilang, lewat sebuah pintu kecil.
Kini Jupiter menghadapi problem rumit. Jika ia mencoba menghubungi Pete serta kawan-kawan yang lain lewat walkie-talkie, suaranya pasti akan terdengar. Jika ia merangkak ke pojok gudang lalu bersembunyi di balik beberapa tong yang dilihatnya ada di situ, ada kemungkinan truk itu berangkat. Dan dia tidak bisa mengikutinya. Tapi jika ia naik ke bak kendaraan itu, pasti akan ketahuan pada saat peti mumi dinaikkan.
Sesaat Jupiter bingung. Ia sama sekali tidak melihat kemungkinan untuk tidak ketahuan, tapi sekaligus tidak kehilangan jejak truk. Setidak-tidaknya sampai dia bisa menghubungi yang lain-lain, dan menginstruksikan mereka untuk membuntuti truk itu sampai ke tempat tujuan.
Harry masih di kamar kecil.
Joe masih duduk di belakang setir. Jupiter buru-buru menyelinap ke peti mumi yang terletak di lantai. Diangkatnya tutupnya, lalu menyusup ke dalam. Geraknya saat itu seperti belut gendut. Begitu sudah berbaring di dalam, dilepaskannya tutup dengan hati-hati. Ia menyelipkan sebatang pinsil, sehingga di ujung peti ada celah dengan tutup. Dengan begitu ada udara segar untuk dia bernapas.
Setelah itu ia hanya bisa menunggu.
Sementara itu Pete, Bob dan Hamid duduk-duduk di kaki lima dekat truk. Semua agak gelisah. Sudah agak lama juga tak terdengar suara Jupiter lewat walkie-talkie. Mereka sudah beberapa kali mencoba menghubungi, tapi alat itu tetap membungkam. Jangan-jangan anak itu tertimpa mara bahaya, pikir mereka.
Tiba-tiba pesawat walkie-talkie di tangan Pete menggeretak.
"Penyelidik Satu memanggil Dua. Harap masuk, Dua!"
"Di sini Penyelidik Dua. Ya, aku mendengarmu, Satu. Apa yang terjadi""
"Truk yang kita cari menuju Hollywood." Terdengar suara Jupiter. "Truk biru, ukuran dua ton. Catnya agak terkelupas di sana-sini. Nomornya PX 1043. Saat ini mengarah ke barat, di Painter Street."
"Ya!" kata Pete lantang. Menurut pesan Jupiter itu, ternyata truk yang dicari sedang berada dijalan tempat mereka menunggu, tapi bergerak menjauh. Jaraknya dari tempat mereka saat itu paling-paling cuma beberapa blok saja, karena suara Jupiter terdengar jelas sekali.
"Kami akan berputar dulu lalu langsung membuntutinya, Satu!" kata Pete lagi. "Kau sendiri, di mana sekarang""
"Aku dalam tempatmu kemarin malam," jawab Jupiter.
"Dalam peti mumi"" teriak Pete kaget.
Trio Detektif 03 Misteri Bisikan Mumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya - dan sayangnya peti terikat sehingga aku tidak bisa keluar lagi," jawab Jupiter. "Tapi cuma dengan jalan begini aku bisa menghubungi. Jangan sampai kalian kehilangan jejak truk. Aku nanti perlu bantuan, apabila kami sudah ketemu dengan orang yang memesan peti."
"Kami akan terus di belakangmu," kata Pete mengakhiri. Detik berikut, semua bertindak cepat. Anak-anak meloncat naik ke dalam truk. Pete mengatakan pada Konrad, apa yang harus dilakukan. Pemuda Jerman berbadan kekar itu memutar truk. Lalu pedal gas ditekan dalam-dalam. Dengan laju truk meluncur, melewati beberapa blok. Tak lama kemudian sudah nampak pantat truk biru bobrok, dengan nomor seperti yang disebutkan Jupiter tadi. Konrad memperlambat jalan truknya, sampai terdapat jarak sekitar setengah blok dengan kendaraan yang di depan.
Sementara itu mereka sudah sampai dijalan besar. Lampu-lampu penerangan di situ besar-besar. Untung saja - karena dengan begitu dari jarak agak jauh pun truk yang ada di depan masih kelihatan.
"Kami setengah blok di belakangmu, Satu," kata Pete lewat walkie-talkie-nya. "Kau tahu tujuannya ke mana""
"Sama sekali tidak," balas Jupiter. "Joe menerima instruksi mengenai alamat yang harus dituju lewat telepon."
"Wah, seperti dalam film saja!" kata Hamid bergairah. "Cuma lebih seru yang ini. Tapi aku khawatir tentang nasib Penyelidik Pertama jika kita sampai kehilangan jejak truk, sehingga tidak bisa datang membantu jika dia nanti ketahuan."
"Perasaan kami juga begitu," gumam Bob.
Jupiter sendiri juga sedang gelisah. Sambil mendekatkan hidung ke celah untuk menghirup udara segar, ia mulai menyangsikan ketepatan keputusannya tadi. Tapi satu-satunya jalan supaya tahu peti mumi akan dibawa ke mana, ialah dengan menyembunyikan diri di dalamnya.
Namun sampai saat itu, semuanya berjalan lancar. Sudah beberapa kilometer jarak yang ditempuh. Truk yang dikemudikan Konrad masih terus membuntuti truk biru. Kelihatannya Harry dan Joe masih belum tahu. Ketegangan Jupiter mulai mengendor. Tapi tahu-tahu truk itu dipercepat jalannya. Tergoncang-goncang, seperti sedang melintasi rel kereta api. Sesaat kemudian terdengar bunyi lonceng berdentang-dentang, serta auman peluit kereta diesel. Disusul deru kereta lewat. Rasanya dekat sekali di belakang truk. Tak sampai sepuluh meter!
Kemudian terdengar panggilan dari Pete. Nadanya gugup.
"Satu! Kami terhalang kereta barang yang lewat. Kelihatannya panjang sekali. Kalau jalan sudah bebas lagi, kau pasti sudah jauh. Takkan bisa kami susul lagi. Masuk, Satu!"
"Ya, mengerti! " teriak Jupiter. Ia menelan ludah. Ketika sedang memikirkan instruksi berikut, tiba-tiba truk menikung tajam, menuju arah lain.
"Dua!" panggil Jupiter dengan segera. "Truk berganti arah. Aku tidak tahu masuk ke jalan apa. Tapi aku punya usul. Kau masih bisa menangkap""
"Satu!" Suara Pete mulai terdengar kabur dan lemah. "Aku tidak bisa menangkap kata-katamu. Suaramu tahu-tahu menghilang. Bisakah kau -"
Suara Pete lenyap ditelan gangguan atmosfer. Dengan segera Jupiter menarik kesimpulan, jarak yang memisahkan mereka sudah besar. Tidak bisa lagi dijangkau dengan walkie-talkie mereka yang berukuran kecil. Sekarang tidak ada kemungkinan lagi bagi Konrad untuk menemukan kembali jejak truk yang dibuntuti. Jupiter harus beraksi sendiri sekarang!
Bab 16 SIAPA YANG TERJEBAK"
BEBERAPA menit lamanya Jupiter menunggu, sambil berharap akan masuk lagi suara Pete lewat alat walkie-talkie. Tapi harapan itu sia-sia belaka. Rupanya ketika kereta barang yang panjang akhirnya berlalu, truk yang di depan sudah tidak nampak lagi. Bisa dibayangkannya Konrad mondar-mandir memasuki jalan-jalan samping, sambil mencari-cari truk yang dibuntuti tadi. Tapi dalam gelap, ditambah lagi dengan bersimpang-siurnya jalan di kota Los Angeles, kemungkinan bisa menemukan kembali teramat kecil.
Dicobanya lagi memancarkan berita.
"Halo, Penyelidik Dua," katanya. "Di sini Penyelidik Satu. Kau menangkapku" Harap masuk, Dua!" Tapi yang menjawab bukan Pete. Terdengar suara yang tidak dikenal. Kedengarannya sebaya dengan dirinya sendiri.
"Halo," kata remaja itu. "Siapa di sana" Apa itu - Penyelidik Satu, Penyelidik Dua" Kalian sedang melakukan semacam permainan, ya" Aku ikut, dong!"
"Aku bukan sedang bermain-main," kata Jupiter dengan nada tegang. "Tolong panggilkan polisi untukku!" "Panggil polisi" Untuk apa"" tanya suara tak dikenal itu.
Jupiter berpikir dengan cepat. Kalau dikatakan berterus-terang, nanti anak itu tidak mau percaya. Karena memang terlalu sulit dipercaya!
"Aku terkurung di bak belakang truk," kata Jupiter kemudian. "Pengendaranya tidak tahu aku ada di sini. Aku ingin turun. Tolong panggilkan polisi - suruh mereka menghentikan truk ini supaya aku bisa keluar."
Jupiter memutuskan, kini sudah tiba saatnya untuk minta bantuan pihak lain. Dan hanya polisi yang bisa mencari truk itu, lalu menyelamatkan dirinya sebelum terlambat.
"Ya deh - akan kulakukan," jawab remaja tadi. "Rupanya kau tadi membonceng, lalu terkurung di situ! He - kau harus cepat-cepat bicara! Hubungan melemah."
"Baiklah," kata Jupiter gugup. "Dengar baik-baik. Aku ada dalam truk biru ukuran dua ton, dengan nomor PX 1043. Sekarang menuju Hollywood. Sepuluh menit lagi akan lewat di sana. Truk ini sudah bobrok dan -"
Tapi suara yang tak dikenal itu memotongnya.
"Ada apa"" tanya anak itu. "Aku cuma mendengar beberapa patah kata saja, lalu hilang. Rupanya kau sekarang menjauh dari tempatku. Kau masih bisa menangkap" Halo, masih bisa menangkap"" "Aku masih bisa menangkap," jawab Jupiter. "Kau masih bisa menangkap""
"Halo! Halo!" seru anak itu. "Aku sama sekali tidak bisa menangkapmu. Rupanya sudah lewat dari jangkauan pemancarmu. Sayang."
Sekarang Jupiter mulai putus asa. Ia bingung, tidak tahu apa lagi yang bisa dilakukan. Pesawat walkie-talkie dimasukkannya kembali ke balik bajunya. Setelah itu ia mencari-cari, tindakan apa yang masih bisa dicoba. Tapi sekali ini ia menghadapi jalan buntu. Harry dan Joe tadi mengikat tutup peti dengan tali, sebelum peti itu dinaikkan ke atas truk. Jadi sekarang Jupiter tidak bisa keluar.
Tapi bukan itu yang digelisahkannya. Cukup banyak udara segar yang masuk lewat celah antara tutup dan peti. Ia mencemaskan hal yang akan datang nanti. Ia menelan ludah karena gugup, ketika membayangkan apa yang akan terjadi apabila truk berhenti. Harry dan Joe turun, mengambil peti, membuka tali pengikat - lalu membuka tutupnya.
Dalam peti akan mereka lihat Jupiter Jones, tak berdaya seperti kerang setelah kulitnya dicongkel sehingga terbuka.
Keringat dingin membasahi tubuh Jupiter.
Pasti nanti Harry, Joe dan orang yang memberi tugas akan berkerumun mengelilingi peti.
Menatap dirinya yang terkapar di dalam. Dan mereka jelas tiga penjahat berbahaya. Sedang dia sendiri saksi yang bisa menjerumuskan mereka ke dalam penjara.
Jupiter berusaha untuk tidak memikirkan apa yang dilakukan penjahat besar terhadap orang yang bisa berbahaya sebagai saksi. Dicobanya mengatur siasat bertindak. Bagaimana jika ia langsung meloncat keluar lalu lari, begitu tutup peti diangkat" Barangkali saja ketiganya akan begitu kaget, sehingga tidak sempat berbuat apa-apa. Barangkali saja dia bisa melarikan diri dari mereka.
Tapi saat berikutnya, ia sendiri menyangsikan kemungkinan itu. Mereka bertiga. Tak peduli ke arah mana dia meloncat nanti, seorang dari mereka pasti berdirinya cukup dekat sehingga bisa cepat-cepat menyambar. Ia bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah paman dan bibinya akan merasa kehilangan. Lalu Bob dan Pete - bagaimana jika keduanya tidak pernah bisa tahu apa yang terjadi dengan dirinya" Ada kemungkinan seumur hidup akan merupakan teka-teki bagi mereka.
Pikiran ke situ membuat Jupiter terharu sendiri. Tapi tiba-tiba truk berhenti. Syaraf Jupiter menegang. Menurut pikirannya, kini tibalah saat penentuan. Tapi tidak terjadi apa-apa. Sekitar lima menit kemudian, truk berangkat lagi. Ketika itu barulah Jupiter ingat lagi. Joe tadi mengatakan, sebelum mengantar peti ke alamat yang harus didatangi, ia harus menelepon pemesannya dulu. Mungkin itulah yang dilakukannya selama truk berhenti. Jupiter tidak bisa membayangkan, bagaimana hasil pembicaraan itu.
Sementara truk bergerak lagi, pikiran suram mulai merasuk ke dalam diri Jupiter kembali. Beberapa kali ia mengucapkan tekat dalam hati, apa yang akan dilakukannya lain kali. Kalau baginya masih ada lain kali! Tiba-tiba kewaspadaannya timbul kembali. Truk berhenti lagi. Jupiter mendengar bunyi sesuatu. Kedengarannya seperti pintu garasi yang dibuka. Ia langsung tahu, mereka sudah sampai di tujuan. Seketika itu juga seluruh ototnya menegang. Siap beraksi! Pikiran suram lenyap saat itu juga. Ia tidak mau tetap berbaring tanpa daya, apabila tutup peti dibuka nanti. Bagaimana jika yang dihadapinya tiga orang" Akan ditabraknya yang paling kecil, lalu minggat. Jupiter akan mempertahankan diri habis-habisan!
Sekarang terdengar bunyi pintu truk terbuka. Lewat pendengaran diikutinya perkembangan di luar. Bunyi menggeresek itu Joe dan Harry, yang naik ke bak belakang truk. Betul, karena sekarang mereka mengangkat peti. Sekali hampir terlepas pegangan yang satu.
"Ada yang aneh dengan peti mumi ini," terdengar suara Joe berkata. "Tadi di gudang, sewaktu kita mendorongnya, rasanya cukup enteng. Tapi ketika kita mengangkat untuk menggotongnya ke dalam truk, terasa jauh lebih berat. Sekarang juga masih berat."
Kalau ia mendengar kata-kata itu pada kesempatan lain, Jupiter pasti nyengir. Bisa dibayangkannya bagaimana tampang Joe saat itu. Heran. Bingung. Soalnya, setelah dia masuk ke situ, peti bertambah berat dengan lebih dari lima puluh kilo. Dan tentu saja berat yang berubah-ubah itu membingungkan kedua penjahat itu.
Tapi Jupiter tidak nyengir. Tidak bisa!
Ia menopangkan diri supaya jangan tergoncang, ketika peti diturunkan ke tanah dengan jalan setengah mengangkat dan setengah menggesernya. Kemudian didengarnya suara orang lain.
"Cepat- masukkan ke garasi!" Suara itu tidak jelas. Tapi peti mumi lantas diangkat, lalu dihempaskan ke lantai.
"Baiklah," kata suara orang yang ketiga. "Sekarang biarkan aku di sini dengannya selama sepuluh menit. Setelah itu kalian bisa mengambil peti ini serta muminya sekaligus, lalu membakarnya di salah satu tempat."
"Tapi sebelumnya kami minta pembayarannya dulu." Itu suara Joe. "Sebelum kami tinggal Anda sendiri dengannya. Kesinikan uang itu, atau peti kami bawa pergi lagi."
"Ya, ya, baiklah - ini uangnya, dalam kantongku. Dua ribu dollar. Tutup pintu! Nanti kubayar di luar - setengahnya sekarang, dan yang setengah lagi nanti pada saat kalian akan membawanya pergi untuk dibakar."
"Kuambil dulu taliku, sebelum aku lupa," kata Harry. "Pasti akan kuperlukan lagi."
Peti mumi tergoncang-goncang pada saat tali pengikat dilonggarkan. Ke
mudian terdengar suara Joe.
"Goblok! Biar saja di situ!" bentaknya. "Nanti kita perlukan lagi, pada saat mengangkutnya dari sini."
"Oke, oke," jawab Harry sambil menggerutu. "Nanti kueratkan kembali. Kita ambil saja uang kita dulu sekarang."
"Ayo keluar - di situ saja kubayar kalian." Pemesan yang tak dikenal Jupiter itu kedengarannya gugup. Seolah-olah ingin cepat-cepat menyuruh kedua penjahat itu keluar, pergi menjauhi peti mumi.
Jupiter mendengar bunyi pintu garasi digeser menutup. Setelah itu sunyi. Dengan hati-hati sekali ditolakkannya tutup peti ke atas. Ia mengintip ke luar. Ia berada dalam sebuah garasi. Tempat itu gelap. Tapi bisa diketahuinya bahwa ia seorang diri di situ. Dengan cepat didorongnya tutup peti ke samping, lalu ia melangkah ke luar. Tutup peti dikembalikan ke posisi semula. Setelah itu Jupiter memandang berkeliling. Mencari-cari pintu biasa yang mestinya juga ada di situ. Ia mencari pintu tempat lewat, jika masuk ke situ bukan dengan mobil. Sesaat kemudian ia berhasil mengenali pintu itu dari cahaya yang memancar masuk lewat kaca sebelah atas. Dengan segera ia melangkah ke situ. Tapi tepat saat itu pula pintu terbuka. Dengan cepat Jupiter merapatkan diri ke dinding garasi, di balik daun pintu.
Nampak remang-remang sosok tubuh orang yang masuk. Orang itu menutup pintu kembali, lalu menguncinya. Jupiter terkesiap kaget. Tapi orang itu tidak melihat dia yang meringkuk di pojok. Orang itu buru-buru membalik, lalu menuju ke peti mumi yang terletak di lantai. Ia menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan sikap puas.
"Akhirnya berhasil juga aku menguasaimu," katanya dengan suara agak keras. "Setelah sekian tahun berharap-harap. Dua puluh lima tahun aku menunggu. Tapi tak apa - setiap menit daripadanya ada harganya."
Orang itu mengeluarkan sebuah senter dari kantongnya, lalu disorotkan cahayanya ke tutup peti mumi. Rupanya ia tidak ingin diganggu di situ. Lampu garasi tidak dinyalakan, karena khawatir Joe atau Harry nanti mengintip untuk melihat apa yang dilakukannya di dalam.
Setelah meneliti peti beberapa saat, diangkatnya tutupnya dan digeletakkan ke lantai. Kemudian ia membungkuk, lalu meraba-raba sepanjang sisi dalam peti. Seolah-olah mencari sesuatu di situ.
Detik itu juga Jupiter beraksi. Begitu mendapat ide, dia langsung bergerak.
Dengan cepat dihampirinya orang itu, lalu didorongnya. Orang itu yang sudah membungkukkan tubuh jauh ke dalam peti, sambil terjerit kaget jatuh terjungkir ke dalamnya. Tinggal kakinya yang menggapai-gapai ke luar. Jupiter menyorong kaki itu, sehingga kini seluruh tubuh orang itu ada di dalam peti. Jupiter bergegas-gegas, didorong rasa cemas. Diangkatnya tutup peti, lalu dikembalikannya ke tempat semestinya.
Kini pemesan peti mumi, dalang yang mengatur segala siasat pencurian mumi serta petinya, terkurung dalam peti itu!
Tapi untuk berapa lama"
Jupiter cepat-cepat duduk di atas tutup peti, sebelum orang tadi pulih dari kagetnya dan mulai berusaha mengangkat tutup itu ke atas. Jupiter memberatkan tubuh. Di bawahnya tutup seperti berdansa, sementara orang yang terkurung di bawahnya berusaha keras hendak keluar. Tapi bobot tubuh Jupiter tidak bisa dianggap enteng, karena memang tidak enteng. Jupiter bertahan terus di atas. Keringatnya mengucur deras.
Orang yang terkurung dalam peti itu menggedor-gedor sisi dalam tutup peti, sambil berteriak-teriak.
"Joe! Harry! Kalian ini apa-apaan""
Tapi suara yang terdengar dalam garasi cuma berupa gumaman tak jelas. Peti itu tertutup rapat, karena tidak ada benda yang terselip membentuk celah. Joe dan Harry yang ada di luar, pasti tak mendengar teriakannya itu.
Tapi Jupiter sadar, sebentar lagi kedua penjahat itu tidak bisa menahan kesabaran mereka lagi. Mereka pasti akan memeriksa ke dalam. Saat itu ia akan ketahuan. Lalu apa yang akan terjadi dengan dirinya"
Bab 17 PENGAKUAN MENAKJUBKAN JUPITER tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia cuma bisa duduk terus di atas peti, supaya orang tadi tidak kuat mengangkat tutupnya. Apabila Joe dan Harry membuka pintu garasi lalu melihat dirinya di situ -
Jupiter mendengar suara ribut-ribut di luar. Ad
a orang berteriak-teriak. Teriakan kaget berbaur cemas. Bunyi tuter mobil memekakkan telinga. Lalu teriakan lagi bercampur-aduk. Suara orang berkelahi.
Jupiter tidak sempat bertanya-tanya dalam hati, apa sebetulnya yang sedang terjadi. Karena sementara itu tawanannya sudah berhasil membalikkan tubuh, ke sikap menelungkup. Kini orang itu mendorong dengan punggung. Dengan pelan tapi pasti, tutup peti mumi mulai terangkat ke atas. Walau Jupiter bertahan sekuat tenaga, tapi sebentar lagi tutup itu akan terguling. Dan Jupiter terbanting ke lantai.
Saat itu pintu garasi terbanting dengan keras, sehingga terbuka. Terdengar seseorang berseru, "Siapa di situ"" Disusul tangan menggerapai sakelar lampu di samping pintu. Detik berikutnya, ruang garasi menjadi terang benderang. Lampu yang terpasang di langit-langit menyala. Dengan tiba-tiba saja orang yang di dalam peti berhenti mendorong. Seolah-olah tahu ada sesuatu yang terjadi.
Sambil mengejap-ngejapkan mata, Jupiter berusaha menatap kerumunan yang berdiri agak di luar garasi. Kerumunan itu terdiri dari Pete dan Bob serta Hamid, ditemani oleh Profesor Yarborough serta Ahmed. Ya, betul Ahmed! Sesaat kemudian Konrad menggabungkan diri. Pemuda Jerman itu menggosok-gosokkan telapak tangannya dengan sikap puas.
"Keduanya sudah diikat dengan tali dari truk," ujar Konrad. Kemudian baru dilihatnya Jupiter yang basah berkeringat.
"Jupe!" serunya. "Kau tidak apa-apa""
"Beres," Jupe berusaha bicara secara normal. "Bagaimana kalian bisa tahu-tahu ada di sini""
Bob yang menjawab pertanyaan itu, karena yang lain-lainnya kelihatan masih bingung menghadapi pemandangan aneh yang ada di depan mereka.
"Ketika kami kehilangan jejak truk, kami -" Ia tertegun. Soalnya, Jupiter nyaris saja terpelanting jatuh, ketika dengan tiba-tiba orang yang ada di dalam peti memberontak lagi. "Siapa itu yang di situ"" tanya Bob dengan mata membelalak heran.
"Ya," sambung Profesor Yarborough, yang matanya terkejap-kejap di balik kaca mata tebalnya. "Siapa yang di dalam peti mumi itu""
Jupiter menyeka mukanya dengan sapu tangan.
"Orang yang menyebabkan segala kejadian ini, enam bulan yang lalu," katanya. "Sardon, dukun peminta-minta yang mendatangi ayah Hamid, lalu meyakinkan dirinya bahwa Ra-Orkon itu moyangnya. Sardon, yang menghendaki agar ayah Hamid berusaha mencuri mumi. Maksudnya supaya apabila Sardon kemudian mencurinya, Keluarga Hamid akan dituduh melakukan perbuatan itu."
"Sardon! Sardon ada di sini"" seru Hamid bingung. "Aku tidak mengerti!"
"Tidak mungkin!" seru Ahmed, pengawal Hamid. "Sardon ada di Libia!"
"Nanti kutunjukkan," kata Jupiter. "Kurasa kita akan mampu menahannya, jika ia berusaha melarikan diri."
Jupiter merosot turun dari atas tutup peti mumi. Seketika itu juga tutup peti terpental ke lantai. Seorang laki-laki yang pakaiannya acak-acakan bangkit dari dalam peti, lalu menatap orang-orang yang ada di situ dengan pandangan liar.
"Dia bukan Sardon!" seru Hamid. "Sardon bermata satu, berambut gondrong beruban dan jalannya timpang ditopang tongkat."
"Itu samaran," jawab Jupiter. "Kucing Ra-Orkon, dalam kenyataannya kucing milik Mrs. Banfry yang disamarkan. Tukang kebun adalah Ahmed yang juga menyamar. Dewa Anubis itu Harry si maling yang juga menyamar. Sedang selama ini yang bernama Sardon sebenarnya juga seseorang yang menyamar. Orang ini."
Jupiter menuding orang yang baru bangkit dari peti mumi.
"Freeman!" Profesor Yarborough tersentak napasnya. Ia menatap orang itu dengan bingung. "Apa-apaan ini" Anda yang mencuri Ra-Orkon" Mencuri peti mumi" Maksudku, menyuruh orang untuk mencurinya"" Profesor Freeman nampak lesu. Disadarinya bahwa ia toh tidak bisa melarikan diri.
"Betul, Yarborough," katanya. "Aku sudah menunggu selama dua puluh lima tahun. Menunggu kesempatan bisa menguasai mumi beserta petinya -sejak saat mumi ditemukan. Sekarang, berkat sekawanan remaja yang terlalu ingin tahu, aku kehilangan satu juta dollar. Mungkin dua juta!"
"Betul!" Sekarang Ahmed yang berbicara. Ia melangkah ke depan, lalu menatap wajah Profesor Freeman. "Dia memang Sardon! Tampangnya sama, cuma kulitnya bule. Tapi s
uaranya persis! Inilah orang yang datang ke rumah majikanku, lalu membeberkan dongeng bahwa mumi Ra-Orkon itu moyang majikanku. Inilah orangnya, yang membujuk majikanku agar aku diutus ke sini. Aku harus berusaha mengambil kembali Ra-Orkon, supaya arwahnya bisa ditenangkan kembali. Pendusta!"
Diludahinya muka Profesor Freeman. Sarjana itu mengusap mukanya dengan gerakan lesu.
"Kurasa sudah selayaknya aku dihina begitu," katanya. "Akan kujelaskan segala-galanya. Kalian sekarang tentunya ingin tahu, apa sebabnya aku begitu keranjingan hendak memiliki Ra-Orkon."
"Ya, aku ingin tahu!" seru Profesor Yarborough. "Anda kan bisa dengan mudah datang untuk menelitinya di rumahku, kapan saja Anda mau!"
"Sebetulnya sama sekali bukan Ra-Orkon yang kukehendaki," kata Profesor Freeman, sambil melangkah keluar dari peti. "Aku mengingini peti kayu tempat muminya dibaringkan. Ayahku kan waktu itu ada bersama Anda, ketika Anda menemukan Ra-Orkon, Yarborough."
"Tentu saja," seru Profesor Yarborough. "Tenaga yang sangat baik. Aku sedih sekali ketika ia tewas terbunuh di dalam pasar kota lama Kairo."
"Yah," kata Profesor Freeman melanjutkan, "waktu itu ayahku menemukan sesuatu, mengenai mana Anda sama sekali tidak tahu-menahu. Suatu saat ketika ia sedang sendirian, ia sempat memeriksa keadaan peti ini. Waktu itulah ia menemukan sebuah rongga tersembunyi pada sisinya, disumbat dengan kayu. Dan dalam rongga itu - baiklah, kutunjukkan saja."
Profesor Freeman mengambil sebuah gergaji kecil yang tergantung di dinding garasi. Peti mumi direbahkannya ke satu sisi. Ketika melihat dia hendak menggergaji salah satu sudutnya, Profesor Yarborough buru-buru mencegah. "Jangan!" serunya. "Kata Anda ini benda yang tak ternilai harganya."
"Tapi masih kalah, dibandingkan dengan isinya yang di dalam." Profesor Freeman masih bisa tersenyum, walau senyuman lesu. "Kecuali itu, Anda kan memerlukan sepotong kayu dari peti ini, untuk melakukan pengukuran radioaktivitas karbon sebagai cara menentukan umurnya. Terus-terang saja, aku sebenarnya takkan perlu repot-repot mencuri peti mumi ini, jika ayahku waktu itu tidak merekatkan tutup rongga tersembunyi itu begitu kuat, sehingga untuk membukanya lagi diperlukan gergaji. Kalau itu dulu tidak dilakukannya, kapan-kapan saja aku bisa membukanya dengan santai. Di rumah Anda, Profesor Yarborough. Tapi ayahku tidak mau mengambil risiko yang tidak perlu. Ia sendiri berharap pada suatu waktu akan bisa memiliki peti mumi ini. Dia tidak mau ada orang lain mengetahui rahasianya."
Sementara itu Profesor Freeman sudah mulai menggergaji.
"Segala-galanya diceritakan ayahku lewat surat yang harus dikirimkan padaku, jika ada sesuatu yang terjadi dengan dirinya sebelum ia bisa memperoleh peti ini. Suratnya itu tiba di tanganku sesudah ia meninggal. Waktu itu aku masih mahasiswa jurusan sastra. Begitu suratnya kuterima, dengan segera aku memilih spesialisasi bahasa-bahasa Timur Tengah. Dengan begitu di kemudian hari aku bisa melawat ke Mesir, dan berusaha memperoleh mumi Ra-Orkon dari museum yang menyimpannya. Tapi aku tidak sampai berhasil. Tapi kemudian, enam bulan yang lalu, Anda sendiri bercerita padaku, Yarborough. Kata Anda waktu itu, mumi Ra-Orkon akan dikirimkan museum yang menyimpannya pada Anda.
"Aku langsung terbang ke Mesir. Tapi sesampai di sana ternyata peti mumi tidak bisa kuminta. Aku lantas menyusun rencana. Aku akan membujuk seorang Libia yang kaya. Kuyakinkan padanya, Ra-Orkon itu moyangnya. Aku menyamar jadi Sardon, dukun peminta-minta. Lalu kudatangi Hamid yang tua, seorang Libia pedagang permadani yang kaya. Berkat pengetahuan bahasaku, aku sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk bicara dalam berbagai bahasa asing, ketika aku pura-pura kemasukan roh. Aku benar-benar berhasil meyakinkan Hamid yang tua, sehingga ia mengutus anaknya yang dikawal oleh tangan kanannya ke sini, untuk mengusahakan agar mumi dikembalikan padanya. Kalau perlu dengan jalan mencuri. Dan justru itulah yang kukehendaki.
"Tentu saja, dari semula aku sendiri sudah berniat untuk mencuri mumi beserta petinya, jika jalan lain tidak ada yang berha
sil. Dan aku bermaksud mengalihkan kecurigaan pada keluarga Hamid. Aku tahu bahwa utusan Hamid yang tua tentunya memerlukan waktu untuk mengatur persiapan. Aku juga yakin, dia tentu mula-mula akan mendatangi Anda untuk meminta mumi dengan baik-baik. Dan Anda pasti akan menolak.
"Dengan begitu, apabila aku kemudian terpaksa mencuri mumi, kecurigaan akan terarah pada Keluarga Hamid, dan bukan padaku. Tapi aku masih berharap takkan terpaksa mencurinya. Aku harus bisa menakut-nakuti Anda, dengan jalan membikin mumi berbisik. Kusangka Anda akan begitu gugup, sehingga ingin secepat-cepatnya menyingkirkan mumi beserta petinya dari rumah Anda. Aku berharap Anda akan menitipkannya padaku, supaya aku bisa berusaha menafsirkan makna bisikan misterius itu. Dengan begitu secara santai aku akan bisa membuka peti mumi. Setelah itu Ra-Orkon akan kukembalikan, setelah kusembuhkan dari kebiasaan buruknya, berbisik-bisik.
"Tapi Anda keras kepala. Kecuali itu Anda juga mengatakan. Anda bermaksud menggergaji sudut peti sedikit untuk keperluan pengujian. Aku sudah khawatir saja, jangan-jangan Anda nanti secara kebetulan menemukan barang yang tersembunyi di dalamnya. Jika aku masih ingin mendapat barang itu, aku harus bertindak cepat! Karenanya kusewa tenaga dua orang pencuri profesional, untuk mengambilnya. Lalu - nah! Selesai."
Sudut peti yang digergajinya terlepas. Nampak rongga gelap di tengah kayu dasar peti mumi.
"Sudah kusangka dari semula, bunyinya di situ seperti kosong." gumam Profesor Yarborough, sementara Profesor Freeman menarik-narik kertas kulit yang menyumbat rongga itu.
"Aku tahu," kata Profesor Freeman. "Karena itulah aku perlu bertindak cepat - sebelum Anda menjadi terlalu ingin tahu lalu menyelidiki. Sekarang kita lihat saja apa yang ditemukan ayahku dalam makam gelap di Mesir, dua puluh lima tahun yang silam."
Disentakkannya kertas kulit itu ke luar. Ternyata itu sebuah bungkusan yang lumayan besarnya. Dengan hati-hati Profesor Freeman meletakkannya ke lantai, lalu membukanya. Saat berikutnya, napas hadirin di situ tersentak semua. Tanpa kecuali! Di mana bungkusan terbuka, lantai seakan-akan menjelma menjadi lautan api mini. Cahaya kemilau bagaikan pelangi, menyilaukan mata.
"Permata!" desah Profesor Yarborough. "Permata kuno dari jaman Firaun! Sebagai permata saja nilainya sudah teramat tinggi - apalagi kalau mengingat antiknya!"
"Sekarang Anda tentu mengerti, apa sebabnya peti mumi ini begitu penting artinya untukku. Dan apa sebabnya aku menggunakan berbagai jalan untuk memperolehnya." Profesor Freeman mengeluh. "Ayahku dulu tidak berani membawa harta ini semuanya sekaligus. Cuma dua tiga butir saja yang diambilnya, sedang yang selebihnya disimpan untuk lain kali. Menurut dugaanku, pembunuhan terhadap dirinya di Kairo itu disebabkan karena adanya batu-batu permata itu pada dirinya. Rupanya saat itu ia hendak menjualnya."
Profesor mengejap-ngejapkan mata.
"Mulai terbentuk suatu teori dalam pikiranku," katanya. "Maksudku, tentang Ra-Orkon. Mana mumi itu""
"Di sana." Profesor Freeman menuding ke arah belakang garasi. "Kututup di bawah beberapa lembar kain goni."
"Syukurlah!" desah Profesor Yarborough. "Teoriku itu -"
Tiba-tiba ia tertegun. "Tapi itu bisa menunggu," katanya lagi. "Masih banyak yang harus Anda jelaskan, Freeman. Pertama-tama, bagaimana cara Anda membuat mumi itu bisa berbisik-bisik padaku."
Sikap Profesor Freeman menjadi semakin lesu. Kelihatannya seperti seseorang yang sudah putus harapan. "Bawa batu-batu permata itu ke dalam rumah," katanya, "di situ nanti aku akan membeberkan segala-galanya."
Bab 18 PEREMBUKAN DENGAN MR. HITCHCOCK
ALFRED HITCHCOCK, sutradara kenamaan, duduk di belakang meja kerjanya di kantor. Diletakkannya lembar terakhir laporan pengalaman Trio Detektif, yang sekali ini berhasil membongkar rahasia mumi yang bisa berbisik-bisik. Ia memandang ke seberang meja. Ditatapnya Jupiter, Bob dan Pete yang duduk dengan sikap tegang.
"Bagus," kata Mr. Hitchcock dengan suaranya yang berat. "Tapi rupanya beberapa kali terjadi saat-saat menegangkan, sebelum akhirnya kalian berhasil."
Saat-saat tegan g" Pete menelan ludah, karena terkenang pengalamannya terkurung dalam peti mumi. Tapi wajah Jupiter yang seperti bulan purnama memancarkan sinar kepuasan.
"Ya, Sir, " katanya. "Jadi Anda bersedia memberi kata pendahuluan pada kisah pengalaman kami ini""
"Tentu saja aku mau," kata Mr. Hitchcock. "Tapi sebelum itu, masih ada beberapa persoalan sepele yang ingin kuperoleh penjelasannya."
"Ada yang kelupaan, Sir"" tanya Bob cemas. Dialah yang bertanggung jawab menuliskan segala catatan. "Ah - satu atau dua penjelasan," kata Alfred Hitchcock menenangkan. "Aku tidak mempersalahkan dirimu. Memang, penjelasan terasa kering apabila dibaca. Tapi walau begitu, aku tetap ingin mengetahuinya." "Yes, Sir!" kata Bob sambil bersiap-siap.
"Nanti dulu -" Mr. Hitchcock menyusun jari-jarinya membentuk sudut lancip, "- kurasa latar belakang segala kejadian ini sudah jelas. Dua puluh lima tahun yang lalu, sahabatku Profesor Yarborough menemukan mumi Ra-Orkon. Waktu itu Aleph Freeman, ayah Profesor Freeman, juga menemukan bahwa dalam peti mumi Ra-Orkon tersembunyi harta berupa batu-batu permata. Timbul niatnya untuk memiliki harta itu. Tapi sebelum niatnya terlaksana, ia telah tewas terbunuh. Namun rahasianya sempat diteruskan pada anak laki-lakinya. Dan anak laki-lakinya itu kemudian mencurahkan seluruh kehidupannya untuk menemukan harta itu."
"Betul, Sir," sela Bob. "Kini Profesor Yarborough punya teori mengenai sebabnya mumi Ra-Orkon dimakamkan dengan begitu sederhana, hanya ditemani kucing kesayangannya saja. Dan dalam makam yang tersembunyi letaknya. Pada jaman itu sering terjadi perampokan makam. Makam raja-raja dibongkar, untuk diambil harta yang ada di dalamnya. Sanak kerabat Ra-Orkon mengharapkan para perampok itu bisa dikelabui dan mengira makamnya tak ada nilainya. Padahal seluruh hartanya ikut terkubur bersama muminya."
"Masuk akal," kata Mr. Hitchcock. "Tapi sekarang biar aku yang melanjutkan. Profesor Freeman menyamar sebagai Sardon, si dukun. Ia mengarang kisah yang fantastis, supaya Keluarga Hamid ikut terlibat dalam urusan itu. Ia bermaksud memakai mereka sebagai alat untuk menutupi jejaknya sendiri. Freeman pernah melihat gambar kucing Mrs. Banfry. Dilihatnya, kucing itu ada miripnya dengan kucing Ra-Orkon. Kenyataan itu dijalinnya ke dalam dongengnya, supaya bisa lebih diterima. Setelah itu dicurinya kucing milik Mrs. Banfry. Sesudah kedua kaki depannya dicat hitam, kucing itu diselundupkannya ke tempat tinggal Hamid di sini."
"Ya, Sir, "kata Jupiter sambil mengangguk. "Profesor Freeman sudah mengakuinya."
"Jadi," sambung Mr. Hitchcock, "Ahmed dan Hamid sebenarnya hanya melaksanakan rencana Freeman, ketika mereka berusaha memperoleh mumi itu dari Profesor Yarborough. Freeman yang membikin mumi berbisik. Maksudnya, supaya Yarborough mau meminjamkan mumi itu padanya. Tapi ketika niat itu ternyata gagal, dikontraknya Joe dan Harry untuk mencurinya. Ia kaget dan kecewa ketika yang diambil ternyata cuma muminya saja. Karena sebetulnya dari semula yang diingininya adalah peti mumi."
"Betul, Sir, " kata Bob. "Dan ternyata kedua penjahat itu mengantarkan mumi Ra-Orkon ke tempatnya, ketika Jupe, Profesor Yarborough dan saya sendiri sedang ada di situ. Saat itu kami sedang mendengarkan rekaman suara bisikan yang katanya diucapkan mumi Ra-Orkon. Kalau Worthington waktu itu tidak memarkir mobil agak jauh ke bawah, pasti dia bisa melihat mereka. Karena itu pula ketika Profesor Freeman kembali, dia membawa hidangan minuman ginger ale. Maksudnya untuk menutupi kenyataan bahwa ia pergi agak lama. Dan saat itu pula ia menyuruh Joe dan Harry kembali lagi untuk mengambil peti mumi. Kami ditahannya berlama-lama sambil mendengarkan rekaman suara mumi, supaya cukup waktu bagi kedua penjahat itu untuk melakukan pencurian. Dialah yang mengusulkan pemakaian topeng ajak sebagai samaran, apabila mereka kebetulan terlihat oleh Wilkins."
"Dia memang sangat cerdik," kata Alfred Hitchcock. "Tapi Pete - kau dan Hamid mengikuti jejak peti mumi itu. Caranya benar-benar luar biasa, karena kalian masuk ke dalamnya. Dan aku juga sudah tahu bagaimana kau sampai
berhasil menemukan peti itu kembali, Jones. Tapi sekarang kita sampai ke bagian yang tidak kumengerti."
Sambil berkata begitu Mr. Hitchcock menatap mereka dengan kening berkerut. Ketiga remaja di depannya merasa agak gelisah.
"Ya, Sir"" tanya Jupiter dengan suara pelan, berlainan dengan kebiasaannya.
"Setelah kawan-kawanmu kehilangan jejakmu dalam truk biru," kata sutradara kenamaan itu dengan suara menggelegar, "bagaimana mereka tahu-tahu sudah berada di tempat kau berhasil mengurung Profesor Freeman" Dan tepat pada saat kau memerlukan bantuan mereka""
"Sebaiknya kau saja yang memberi jawaban, Pete," kata Jupiter pada temannya itu.
"Beres," kata Pete santai, lalu buru-buru membetulkan, "Eh - maksud saya - ya, Sir. Begini, Mr. Hitchcock. Setelah kami kehilangan jejak truk biru itu, kami lantas menegaskan kecurigaan yang memang sudah ada. Pasti Ahmed yang menjadi dalang pencurian itu. Kami lantas menjemput Profesor Yarborough di rumahnya. Lalu beramai-ramai berangkat ke tempat tinggal Ahmed. Tapi saat itu Ahmed sedang ada tamu, beberapa orang yang berminat membeli permadani. Orang-orang itu sedang minta diri ketika kami datang. Ahmed, ketika kami lontarkan tuduhan padanya, kagetnya bukan main, Sir! Ternyata dia tidak bersalah sama sekali. Akhirnya kami memutuskan, lebih baik menghubungi polisi saja. Tapi sebelum itu Profesor Yarborough masih hendak minta nasihat dari Profesor Freeman, sahabatnya. Yaitu apa yang harus dikatakan pada polisi. Lalu -"
"Jangan teruskan," gerutu Alfred Hitchcock. "Sekarang aku mengerti. Kalian bergegas berangkat ke rumah Freeman. Begitu sampai, kalian melihat ada truk biru diparkir di depan garasinya. Rupanya ketika kedua penjahat yang hendak mengantarkan peti mumi meneleponnya dari tengah jalan, ia mengatakan agar peti itu diantarkan ke alamat semula, karena ternyata tidak ada yang membuntuti truk. Begitu perkiraannya. Sedang keinginan Yarborough untuk menemui sahabatnya itu dulu, menyebabkan kalian tiba di situ pada saat yang tepat."
"Betul, Sir, " kata Jupiter setuju. "Harry dan Joe langsung ditangkap polisi. Ternyata mereka itu residivis yang sudah sering melakukan kejahatan. Tapi Profesor Yarborough hendak berusaha agar Freeman bisa dibebaskan. Katanya Freeman pada dasarnya bukan penjahat. Dan besar kemungkinannya kini jera. Profesor Freeman minta berhenti dari pekerjaannya di universitas. Kalau ia bisa dibebaskan dari segala tuntutan, ia bermaksud hendak pergi ke Timur Tengah. Di sana ia hendak memanfaatkan pengetahuan bahasanya untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedang Profesor Yarborough hendak mengembalikan harta Ra-Orkon ke Mesir. Sphinx sudah kami serahkan pada Mrs. Banfry. Hamid dan Ahmed sudah kembali ke Libia. Keduanya merasa lega, karena penipuan sudah terbongkar sebelum terlambat. Hamid sudah berjanji pada kami, dia akan mengirimkan permadani dari Timur Tengah khusus untuk ditaruh dalam markas besar kami. Permadani itu akan dibuatkan berpola tanda tanya kami. Yah - itulah semuanya!"
"Belum!" tukas Alfred Hitchcock, sambil menatap Jupiter dengan tajam. "Kalian belum menceritakan misteri yang paling besar dalam kasus ini. Bagaimana mumi itu sampai bisa berbisik""
"O, itu." Air muka Jupiter tidak berubah. Padahal mungkin saja remaja itu tersenyum. "Dengan teknik suara perut, Sir. Persis seperti yang dikatakan semula oleh ayah Bob."
"Anak muda," kata Alfred Hitchcock lambat-lambat, "aku sudah bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia hiburan. Aku tahu betul, ventrilokuis tidak melemparkan suara mereka ke tempat lain, seperti dugaan kebanyakan orang. Mereka berbuat, seolah-olah sebuah boneka yang bicara. Tapi untuk itu, mereka harus berada di dekat boneka itu. Mereka tidak bisa memindahkan suara dari kejauhan!"
Bob dan Pete berpandang-pandangan. Soalnya, mereka menyangka para artis suara perut memang bisa memindahkan suara mereka ke mana saja. Tapi Jupiter mengangguk.
"Betul, Sir," katanya tenang, "tapi Profesor Freeman bisa! Soalnya, ia selalu berada di tempat yang jauh dari lokasi kejadian, sehingga awal-mulanya saya sama sekali tidak mencurigai dirinya. Padahal kecurigaa
n itu seharusnya timbul. Karena dia kan menguasai beberapa bahasa Timur. Jadi Profesor Freeman yang paling mungkin membikin mumi berbisik-bisik dalam bahasa Arab Kuno.
"Tapi saya belum mencurigai dirinya, sampai saya mengetahui bahwa kucing itu palsu. Lalu timbul perasaan yang mengatakan, ada sesuatu yang aneh dalam cerita Sardon. Saya lantas bertanya-tanya dalam hati, betulkah Sardon itu pengemis - atau cuma seseorang yang menyamar jadi pengemis. Jika ternyata seseorang yang menyamar, maka orang itu tentunya Profesor Freeman. Soalnya, ayah sarjana itu yang semasa hidupnya bekerja pada Profesor Yarborough, banyak mengetahui tentang mumi itu. Lagipula Freeman satu-satunya orang dalam kasus ini yang bisa bercakap-cakap dengan lancar dengan ayah Hamid. Lalu kemudian ketika katanya kemasukan roh, berbicara dalam berbagai bahasa asing."
"Deduksi yang baik sekali." Mr. Hitchcock mengangguk-angguk. "Tapi pertanyaanku tadi belum kaujawab."
"Memang belum, Sir. Sebentar lagi," kata Jupiter. "Sebagai ahli bahasa yang sering mengadakan penyelidikan, Profesor Freeman sudah bisa bergaul dengan berbagai jenis mikrofon serta alat-alat perekam suara. Saya rasa Anda juga tahu, kini ada semacam mikrofon khusus, yang jika difokuskan dengan tepat memiliki kemampuan menangkap pembicaraan yang dilakukan di tempat yang agak jauh dari mikrofon itu sendiri."
Dari air muka Mr. Hitchcock nampak bahwa sutradara itu kini mulai mengerti.
"Ya, aku tahu," katanya. "Teruskan, Jones."
"Lalu, Sir-ada pula pengeras suara terarah, yang bisa memancarkan suara secara lurus sampai lebih dari seratus meter, dan cuma bisa ditangkap di satu tempat saja. Profesor Freeman punya alat pengeras suara seperti itu di balkonnya. Tempat tinggalnya terletak di lereng ngarai, tepat berseberangan dengan rumah Profesor Yarborough. Jarak yang memisahkan kedua rumah itu sekitar dua ratus lima puluh meter.
"Profesor Freeman merekam serangkaian kalimat, yang kedengarannya seperti bahasa Arab Kuno. Lewat teleskop, diperhatikannya Profesor Yarborough yang sedang bekerja dalam ruang museumnya, dengan pintu-pintu angin terpentang lebar. Ia tahu, profesor sahabatnya itu paling tidak suka berada dalam ruangan yang tertutup. Jadi ia tinggal menghidupkan tape-recorder, lalu mengarahkan suara yang direkam ke seberang ngarai. Arahnya ke suatu tempat tertentu, yang cuma bisa terdengar apabila telinga didekatkan ke mulut mumi.
"Biasanya ia melakukannya pada waktu sore, sekembalinya dari bekerja. Dan juga hanya jika Profesor Yarborough sedang sendirian dalam ruang museum. Kekecualiannya hanya ketika saya menyamar menjadi profesor itu. Dengan begitu timbul kesan, seolah-olah mumi bisa mengenali Profesor Yarborough, Sir, - dan tidak mau bicara dengan orang lain kecuali dia.
"Ketika Profesor Freeman menyatakan mau datang untuk memeriksa mumi, tape-recorder sudah dihidupkan terlebih dulu sebelum ia meninggalkan rumah. Rekaman pada pita sudah diatur begitu rupa, sehingga bagian awalnya tak berisi suara sama sekali. Setelah itu suara bisikan mulai lagi sementara ia dalam perjalanan. Lalu berhenti, pada saat ia tiba di rumah Profesor Yarborough. Semua sudah diatur, supaya tidak timbul kecurigaan terhadap dirinya.
"Pada malam Harry dan Joe memakai topeng ajak dan mencuri mumi, Profesor Freeman sempat naik ke tingkat atas rumahnya untuk berbisik-bisik ke dalam lorong suara yang terarah ke tempat Wilkins. Ia tahu, suara itu pasti akan membuat laki-laki tua itu kaget, lalu pingsan. Jadi itu kan bisa dibilang teknik yang dipakai artis ventrilokuis juga. Tapi dengan bantuan peralatan ilmiah."
"Menakjubkan," kata Alfred Hitchcock lambat-lambat. "Jadi Sphinx sudah dikembalikan pada Mrs. Banfry, mumi sudah tidak berbisik-bisik lagi, permata akan dipulangkan ke Mesir, dan kasus kalian selesai. Aku ingin tahu, petualangan apa lagi yang akan kalian hadapi berikutnya."
"Ada beberapa kemungkinan untuk itu, Sir, " kata Bob sambil mengambil secarik kertas dari kantongnya, "misalnya saja -"
"Jangan!" Sutradara itu mengangkat tangannya. "Jangan bilang sekarang! Jangan-jangan aku nanti sibuk berpikir-pikir mengenainya
. Padahal masih ada pekerjaanku yang lebih penting. Biar saja aku nanti mendengarnya dari kalian, kalau sudah ada hasilnya. Sekarang maafkan, tapi kalian terpaksa kupersilakan pergi. Soalnya, aku betul-betul sedang banyak kerja."
Sementara ketiga remaja itu berbondong-bondong keluar, sutradara itu melirik tumpukan kertas yang ditinggalkan di atas meja kerjanya. Walau tadi mengatakan tidak mau, tapi akhirnya ia berpikir-pikir juga. Apa lagi petualangan berikut, yang akan dihadapi Trio Detektif" Tapi satu hal sudah jelas. Kasusnya pasti luar biasa!
Alfred Hitchcock tidak sangsi sedikit pun mengenainya.
TAMAT tamat Dewi Maut 23 Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Kisah Si Bangau Putih 15