Pencarian

Misteri Nuri Gagap 2

Trio Detektif 02 Misteri Nuri Gagap Bagian 2


"Jadi enam ekor," katanya kemudian. "Masih ada lagi""
"O ya, betul." Wajah Carlos berseri. "Masih ada yang hitam. Blackbeard si Bajak Laut yang paling pintar bicara. Tujuh ekor nuri, semua dengan jambul kuning yang indah. Kecuali Blackbeard - dia tidak punya jambul kuning."
"Blackbeard si Bajak Laut!" ucap Bob sambil mencatat nama itu. "Itu yang disebutkan oleh Mr. Fentriss, yang menyebabkan Mr. Claudius menjadi begitu gelisah. Wah, Jupe - menurut perkiraanmu, apakah ketujuh-tujuhnya terlibat dalam urusan yang sedang kita selidiki""
"Kita lihat saja nanti," jawab Jupiter. "Carlos, katamu tadi laki-laki gendut itu mendatangi
pamanmu seminggu yang lalu untuk mendapatkan ketujuh burung nuri itu""
"Betul, dia menghendakinya."
"Lalu diberikan oleh pamanmu""
"Tidak, Senor." Tampang Carlos kini nampak sedih. "Paman Ramos - dia sudah menjual burung-burung itu sebelumnya. Laki-laki gendut bersedia membayar seribu dollar untuk mereka. Tapi burung-burung itu sudah dijual oleh Paman Ramos. Lalu laki-laki gendut itu marah-marah pada Paman, karena Paman mengatakan tidak ingat lagi pada siapa ia menjual mereka. Paman tidak bohong! Soalnya, pamanku buta huruf. Jadi burung dijual, dan untuk itu ia menerima pembayarannya."
"Rupanya sejak itulah Mr. Claudius sibuk mencari burung-burung nuri itu, dan kemudian entah kenapa lalu mencuri nuri yang berhasil dijumpai lagi," kata Jupiter pada kedua rekannya. "Ternyata hubungan hantu ke hantu kita membawa hasil, karena banyak sekali informasi baru yang kita peroleh. Walau kita masih tetap belum tahu, di mana Mr. Claudius kini berada."
"Kalau menurut pendapatku, terlalu banyak informasi yang kita kumpulkan," kau Pete dengan nada suram. "Kita mulai dengan tugas mencari seekor nuri yang hilang. Lalu ditambah satu lagi, jadi dua. Sekarang pasti kau sudah berpikir-pikir hendak mencari ketujuh-tujuhnya!"
Jupiter tidak membantah sangkaan itu.
"Ketujuh-tujuhnya merupakan bagian dan teka-teki yang sama," katanya. "Untuk memecahkannya, kita perlu menemukan mereka semua."
"Tapi kita kan cuma berjanji untuk menemukan kembali Billy Shakespeare dan Little Bo-Peep," kata Pete lagi. "Kan tidak disinggung-singgung soal memecahkan misteri aneh."
Bob tahu bahwa percuma saja Pete memprotes panjang-lebar. Dan Pete sendiri juga menyadarinya. Kalau Jupiter Jones sudah menghadapi teka-teki yang pelik, sama saja seperti memberikan tulang pada seekor anjing bulldog. Takkan dilepaskan sampai selesai sama sekali.
Sementara itu Jupiter sudah berpaling lagi ke anak Meksiko yang duduk di depannya.
"Carlos, kami berterima kasih atas informasimu ini - tapi kenapa kau tidak menelepon saja"" tanyanya. "Kenapa harus repot-repot datang ke Rocky Beach naik gerobak keledai""
"Aku berharap akan bisa membawa pulang hadiahku, dengan gerobak itu," kata Carlos. "Lagipula, aku tidak punya uang untuk menelepon, Senor Jupiter."
Ketiga remaja itu saling berpandangan. Timbul pikiran serupa dalam benak masing-masing. Mereka pun kadang-kadang kekurangan uang. Tapi mereka selalu menerima uang saku, atau kalau tidak, bisa mencari penghasilan
tambahan dengan jalan melakukan salah satu tugas di tempat timbunan barang bekas milik paman dan bibi Jupiter. Sulit rasanya membayangkan, ada juga orang yang sama sekali tidak punya uang. Bob melihat Jupiter meneguk ludah beberapa kali karena terharu, ketika memperhatikan betapa kurus tubuh Carlos.
"Aku mengerti," katanya kemudian. "Yah, karena kau sudah menyampaikan sejumlah informasi yang sangat berharga, sudah sepantasnya jika kau menerima hadiah. Tapi sebetulnya yang kami harapkan adalah mengetahui di mana mobil itu, dan dengan demikian juga tahu di mana tempat tinggal Mr. Claudius."
"Di mana laki-laki gendut itu tinggal"" Tampang Carlos berseri-seri lagi. "Ah, sekarang aku mengerti."
Carlos merogoh-rogoh kantong.
"Ketika dia pergi, dia menjanjikan akan membayar banyak pada Paman Ramos, apabila Paman bisa ingat kembali ke mana saja ia menjual ketujuh burung nuri itu," katanya, lalu menyodorkan selembar kartu nama pada Jupiter. "Ia meninggalkan kartu nama ini."
Jupiter memperhatikan kartu itu. Di situ tertera nama dan alamat Mr. Claudius. Kini ternyata, hubungan hantu ke hantu sukses besar!
Ketiga anggota Trio Detektif saling berdesakan, ingin membaca sendiri tulisan yang tertera di atas kartu nama itu. Saat itu sebuah lampu merah yang terpasang di atas mesin cetak menyala. Jupiter yang memasang lampu itu di situ, supaya bisa dengan segera tahu apabila pesawat telepon di Markas Besar berdering. Dan kini ada orang menelepon. Dengan cepat Jupiter mengambil keputusan.
"Carlos," katanya, "pejamkan matamu!"
"Si, Senor Jupiter," kata Carlos menurut. Ia memejamkan mata.
"Pete, kau tinggal di sini bersama Carlos. Aku ada urusan sedikit
, bersama Bob. Sebentar lagi kami sudah kembali."
Sementara Carlos berdiri dengan mata terpejam, kedua remaja itu cepat-cepat menyusup masuk ke dalam pipa besi yang merupakan Lorong Dua, menuju ke Markas Besar. Sesampai di dalam, Jupiter langsung menyambar gagang pesawat telepon.
"Halo," terdengar suara wanita di seberang sambungan. Wanita itu bicara dengan suara lirih sekali, seolah-olah takut terdengar orang lain. "Kau yang bernama Jupiter Jones - anak yang ingin mengetahui di mana mobil Mr. Claudius""
"Betul, Ma'am," jawab Jupiter dengan sopan. "Anda tahu di mana mobil itu sekarang""
"Ya, disimpan di suatu tempat yang tak mungkin dilihat orang lain!" Nada suara wanita itu seakan-akan dia marah. "Dan kau lebih baik jangan terus mencari Mr. Claudius! Orangnya pemarah sekali - berbahaya apabila ia dihalang-halangi. Apa pun yang kaulakukan, pokoknya jauhi Mr. Claudius. Jangan campuri urusannya!"
Setelah itu hubungan diputuskan. Jupiter saling berpandangan dengan Bob. Jupiter masih memegang kartu nama, di mana tertera dengan jelas alamat Mr. Claudius. Tapi setelah kata-kata wanita tadi -
Dengan gerakan lambat, Jupiter mengantongi kartu nama itu.
"Kita harus memberikan hadiah yang dijanjikan pada Carlos," katanya setelah membisu sesaat. "Setelah itu kita datangi rumahnya, untuk mengetahui apa saja yang bisa diceritakan oleh pamannya. Aku yakin, saat ini kita sudah nyaris bisa mengetahui banyak hal. Sesudah itu - yah, sesudah itu cukup banyak waktu untuk mempertimbangkan apa yang akan kita lakukan mengenai Mr. Claudius."
Beberapa jam kemudian nampak iring-iringan yang aneh, menyusur jalan pantai ke arah selatan. Rolls-Royce kuno yang besar, yang bagian-bagiannya berlapis emas meluncur sebelah depan, tentu saja dikemudikan oleh Worthington, supir anggun yang berbangsa Inggris. Sedang Jupiter duduk di jok belakang bersama Pete dan Carlos. Bob harus bekerja di perpustakaan, jadi tidak bisa ikut.
Carlos sulit sekali bisa menahan kegembiraannya. Tangannya tak henti-hentinya mengelus-elus lapisan emas, menyentuh kulit pelapis tempat duduk. Matanya menatap ke pesawat telepon berlapis emas, yang merupakan perlengkapan mobil mewah itu.
"Mobil emas," kata Carlos berulang-ulang. "Bukan main bagusnya! Sama sekali tak kusangka, aku akan naik mobil kayak begini!"
Sudah jelas bahwa Carlos menyukai mobil. Setiap mobil yang berpapasan dengan mereka langsung bisa dikenali merek serta tahun produksinya. Tak peduli betapa cepat kendaraan itu lewat, tetap bisa dikenali olehnya. Ia bercerita pada Pete dan Jupiter, kalau besar nanti ia ingin menjadi montir mobil dan memiliki bengkel sendiri.
Di belakang Rolls-Royce menyusul truk kecil yang dikemudikan oleh Konrad. Truk itu kepunyaan Paman Titus, dan ikut dalam iring-iringan itu karena mengangkut hadiah yang dijanjikan Trio Detektif pada Carlos. Tapi mereka agak heran, setelah melihat apa-apa saja yang dipilih anak Meksiko itu dari sekian banyak benda yang bertumpuk-tumpuk di tempat timbunan barang bekas. Ia meminta beberapa potong papan, sebuah pintu, jendela, serta sejumlah paku. Katanya, untuk membetulkan rumah tempat dia tinggal bersama pamannya. Rumah itu sudah perlu sekali diperbaiki.
Sementara itu Jupiter sudah membisikkan pada bibinya, bahwa Carlos serta paman anak itu tidak punyai uang. Mrs. Jones, ternyata bukan cuma tubuhnya saja yang besar. Hatinya pun begitu pula. Rendah sekali nilai harga yang ditentukannya untuk barang-barang yang dipilih Carlos. Begitu murah ia menaksirnya, sehingga dari uang sebanyak 25,13 dollar yang merupakan utangnya pada Trio Detektif, masih tersisa lima dollar. Uang itu diserahkannya pada Carlos.
Tapi barang-barang sebanyak itu ditambah lagi dengan cat satu kaleng, ketika sudah dimuat ke gerobak kecil, ternyata terlalu berat bagi Pablo, keledai kerdil yang harus menghela gerobak itu. Namun kemudian Hans dan Konrad, kedua pembantu Paman Titus, menemukan akal yang baik. Gerobak itu, sekaligus dengan muatannya serta Pablo dinaikkan ke atas bak belakang truk. Dan kini Pablo naik truk yang meluncur di jalan di belakang Rolls-Royce. Binatang kerdil itu memandang ke
kiri dan kanan dengan heran, memperhatikan segala benda yang dilewati.
Akhirnya iringan itu masuk ke suatu perkampungan miskin. Rumah-rumah yang ada di situ semuanya serba kecil dan reyot. Di sana-sini ada lapangan yang ditanami sayur-mayur. Di situlah daerah tempat tinggal Carlos. Segerombolan anak-anak datang berlari-lari untuk menonton mobil mewah yang datang. Carlos melambaikan tangan pada mereka.
"Jose!" serunya. "Esteban! Margarita! Lihatlah - aku naik mobil emas!"
Dengan cepat sudah banyak sekali anak-anak mengerubungi mobil, sehingga kendaraan itu terpaksa dihentikan oleh Worthington. Anak-anak yang berpakaian lusuh itu semua mengulurkan tangan, ingin menyentuh Rolls-Royce keemasan itu. Tapi tidak jadi, karena dibentak oleh Carlos dalam bahasa Spanyol.
"Kita lanjutkan perjalanan, Master Jones"" tanya Worthington. Rupanya orang itu tidak pernah menunjukkan sikap marah, biar apa pun yang terjadi.
"Nanti dulu, Worthington," jawab Jupiter. "Truk kita masih ketinggalan di belakang. Jangan sampai mereka tersesat."
Sambil menunggu, Carlos menuding ke arah seberang suatu lapangan kosong. Agak jauh dari situ nampak sebuah gubuk reyot, dengan sebuah bilik kaca yang sudah tua di belakangnya.
"Di sanalah aku tinggal," katanya. "Aku bersama Paman Ramos. Kita bisa jalan kaki ke sana. Tidak perlu naik mobil bagus ini. Jalan ke sana buruk sekali."
Jupiter setuju saja. Ketiga remaja itu lantas turun dari mobil.
"Terima kasih, Worthington," ucap Jupiter. "Anda tidak perlu menunggu kami. Nanti kami pulang dengan truk, ikut Konrad."
"Baik, Master Jones," kata Worthington. Rolls-Royce berjalan lagi meninggalkan ketiga remaja itu. Sesaat kemudian truk datang. Jupiter menunjukkan tempat gubuk Carlos pada Konrad.
"Kita ke sana, Konrad," serunya. Pemuda Jerman yang kekar itu mengangguk. Kemudian ketiga remaja itu berjalan kaki menuju tempat tinggal Carlos. Semakin didekati, semakin nampak betapa parah keadaan gubuk itu. Satu dindingnya sudah hampir ambruk sama sekali. Satu jendela sudah tidak ada lagi. Begitu pula pintunya.
Carlos rupanya bisa menebak pikiran kedua remaja yang berjalan di sisinya.
"Dulu ketika pamanku datang dari Meksiko, dia tidak punya uang sama sekali," katanya menjelaskan. "Cuma di tempat beginilah ia mampu tinggal. Sewanya lima dollar sebulan."
Sambil berkata begitu Carlos menepuk-nepuk kantong di mana ia menaruh uang lima dollar yang diterimanya dari Mrs. Jones tadi.
"Sekarang aku bisa membayar sewa untuk satu bulan lagi," katanya berbahagia. "Rumah akan kuperbaiki, supaya batuk Paman Ramos sembuh dan dia bisa bekerja kembali."
Sementara asyik bercakap-cakap, mereka sampai di bagian belakang gubuk itu. Di jalan yang terdapat di depan nampak diparkir sebuah mobil. Mobil sedan hitam yang biasa saja. Tapi kening Carlos langsung berkerut.
"Siapa lagi yang mendatangi Paman Ramos"" tukasnya. "Aku punya firasat tidak enak." Ia lantas bergegas-gegas, disusul oleh Pete dan Jupiter. Kemudian terdengar seseorang marah-marah. Suara itu datang dari dalam gubuk.
"Itu kan suara Mr. Claudius," kata Pete.
"Ayo bilang!" Terdengar suara Mr. Claudius berseru. "Bilang, Orang tua konyol - kalau tidak ingin lehermu kupuntir!"
"Paman Ramos!" seru Carlos. "Paman diapakan oleh si gendut"" Carlos mendobrak masuk ke rumah, disusul oleh Pete dan Jupiter. Mereka sempat melihat Mr. Claudius membungkuk membelakangi mereka, menghadap tempat tidur di mana berbaring seorang laki-laki. Mereka langsung menduga, pasti itu paman Carlos. Ia terbatuk-batuk. Dilihat sepintas, seolah-olah saat itu ia sedang dicekik oleh laki-laki gendut yang agak membungkuk di sisinya.
"Kau harus ingat!" teriak Mr. Claudius. "Biar kau tidak bisa ingat pada siapa kau menjual nuri yang lain-lainnya, tapi tentang Blackbeard kau harus ingat! Sesudah yang enam kaujual, dia masih ada padamu. Sekarang sudah empat ekor yang berhasil kuperoleh, dan yang lain-lainnya pasti akan kutemukan pula! Tapi Blackbeard harus kuperoleh. Aku yakin, kau pasti tahu di mana burung itu sekarang!"
Carlos menerpa kaki si gendut. Tapi Mr. Claudius sempat mendengar geraknya dan berpaling dengan cepat. D
engan satu tangan saja disambarnya anak Meksiko itu. Tahu-tahu Carlos sudah menggelepar dengan kaki terangkat dari lantai, sedang kerah kemejanya dicengkeram oleh Mr. Claudius.
"Jangan maju," kata Mr. Claudius dengan nada tenang tapi mengancam, ketika dilihatnya Pete dan Jupiter agak ragu. "Kalau berani maju, kupuntir leher jago kate ini. Setelah itu menyusul leher kalian."
Tepat saat itu baju Carlos robek bagian kerahnya. Anak itu jatuh, tapi langsung dia memeluk betis si gendut. Pete dan Jupiter maju serentak untuk membantunya. Pete berusaha mengepit pinggang Mr. Claudius, sedang Jupiter meniru Carlos, dipeganginya betis si gendut yang satu lagi.
Tapi biar nampak gendut, ternyata orang itu bertenaga besar. Dengan gampang saja Carlos disepaknya ke samping. Setelah itu memutar tubuh sehingga pegangan Pete dan Jupiter terlepas. Kedua remaja itu terpental jauh. Dan sebelum mereka sempat berdiri lagi, orang itu sudah lari ke luar.
Mereka cuma sempat melihat dia meloncat masuk ke dalam sedan yang langsung meluncur pergi. Sementara itu Konrad datang dan memarkir truk di belakang tempat sedan tadi. Tapi ia tidak berbuat apa-apa, karena memang tidak tahu-menahu.
"Coba kita tadi bisa menahan dia, sampai Konrad datang," keluh Pete sambil mengibas-ngibaskan debu dari pakaiannya.
"Atau jika kita tadi tidak menyuruh Worthington pergi, kita bisa mengejarnya," tambah Jupiter, sementara mereka memperhatikan sedan hitam itu menghilang di balik tikungan. "Tapi kita kan tahu nama dan alamatnya."
"Ya, bagus," kata Pete. "Dengan begitu kita tahu, ke daerah mana dari kota ini kita tidak boleh datang. Mr. Claudius itu tidak suka pada Trio Detektif."
"Dia marah dan kemarahannya disebabkan oleh rasa takut," kata Jupiter padanya. "Sekarang dia takut pada kita. Dengan begitu kita sudah menang sedikit."
"Dia takut pada kita"" seru Pete dengan nada bingung. "Menurut pendapatmu, lalu bagaimana perasaan kita terhadap dia""
"Gugup, tapi penuh keteguhan hati."
"Kalau kata yang pertama, aku sependapat."
Keduanya lantas berpaling dari pintu. Nampak Carlos sedang memberi minum pada pamannya, supaya serangan batuknya terhenti.
Pete menegakkan sebuah kursi yang terguling. Itu satu-satunya kursi yang ada di situ. Kemudian dihampirinya tempat tidur, seiring dengan Jupiter. Carlos berpaling.
"Terima kasih," ucapnya, "atas bantuan kalian mengusir si gendut tadi. Ia datang untuk memaksa Paman Ramos agar mengatakan ke mana Paman menjual nuri yang diberi nama Blackbeard. Tapi Paman tidak bisa mengatakannya, karena ia tidak ingat lagi. Ia cuma tahu, seorang nyonya yang tinggalnya dua blok, tiga blok, atau mungkin juga empat blok dari sini. Tapi siapa namanya, Paman tidak tahu. Nuri itu dibeli dengan harga cuma lima dollar, karena tak ada orang lain yang mau membeli. Dan si gendut ingin sekali mendapatkan burung itu."
"Ya, betul," kata Pete. "Rupanya dia mengetahui sesuatu tentang burung-burung itu. Sesuatu yang tidak kita ketahui."
"Ya, sesuatu yang menyebabkan mereka begitu berarti baginya," kata Jupiter. "Aku ingin tahu apa yang -" Kalimatnya terpotong oleh Konrad, yang saat itu menjengukkan kepala di pintu. "Sekarang saja aku menurunkan barang-barang"" tanya pemuda Jerman itu.
"Ya, tumpukkan saja di samping rumah," kata Jupiter. Kemudian ia melihat seseorang berdiri di belakang Konrad. Seorang wanita tua menjinjing sebuah kotak kardus yang berlubang lubang. "Siapa itu"" tanyanya.
"Seorang nyonya yang tadi berjalan kaki ke arah sini. Aku membawanya kemari," kata Konrad. "Baiklah, sekarang barang-barang itu kuturunkan."
Ia menepi sedikit, dan wanita tua yang tadi berdiri di belakangnya maju ke pintu. Wanita itu memandang Pete dan Jupiter dengan sikap curiga.
"Siapa kalian"" tanyanya. "Mana Ramos, bandit itu""
Carlos menyela di antara kedua anggota Trio Detektif.
"Paman sakit," katanya. "Namaku Carlos. Anda mau apa""
"Minta uangku kembali!" ujar wanita itu dengan tandas. "Pamanmu menjual burung ini padaku. Katanya burung nuri yang jarang ada. Tapi menantu laki-lakiku mengatakan aku ditipu, karena ternyata bukan nuri. Katanya, ini sejenis jalak. Lagi pula kata-kata
yang diocehkannya tidak pantas didengar!"
Sambil berkata begitu, wanita tua itu menyodorkan kotak yang dijinjingnya ke tangan Carlos.
"Sekarang kembalikan uangku yang lima dollar!" katanya. "Aku tidak suka ditipu. Bayangkan, burung jalak dibilang nuri!"
Air muka Carlos suram. Kotak diserahkannya pada Pete, lalu ia merogoh kantong dengan pelan-pelan. Diambilnya lembaran uang lima dollar yang dilipat beberapa kali, yang tadi diterimanya dan Mrs. Jones. Pete dan Jupiter tahu, betapa besar arti uang itu bagi Carlos. Cuma itu saja uang yang dimilikinya. Tapi Carlos masih bisa tersenyum, sambil menyerahkan uang itu pada wanita yang sedang marah-marah.
"Maaf, Senora, " katanya. "Paman sedang sakit. Jadi bisa saja ia keliru. Ini uang Anda."
"Burung jalak - hahh!" tukas wanita tua itu, lalu pergi dengan marah. Sementara itu Carlos berpaling memandang Pete dan Jupiter.
"Pasti itu Blackbeard," katanya. "Bicaranya begitu pintar, sehingga aku serta pamanku merasa pasti dia tentu sejenis nuri yang jarang ditemukan."
Carlos membuka kotak itu. Seekor burung hitam, bertubuh kecil dengan paruh besar berwarna kuning menggeraikan bulu-bulu tubuhnya. Sayapnya dikelepak-kelepakkan, lalu terbang melayang dan hinggap di bahu Pete.
"He, ini bukan jalak - topi burung beo!" seru Jupiter. "Burung jenis ini memang bisa diajar bicara - bahkan lebih pintar daripada nuri. Beo yang terlatih baik mahal sekali harganya."
"Aku Blackbeard si Bajak Laut!" teriak beo itu dengan tiba-tiba. Suaranya parau, cocok apabila mengaku bajak laut. "Hartaku kupendam di tempat orang mati menjaganya terus! Yo-ho-ho dan tuak satu botol!"
Setelah itu menyusul serangkaian kata-kata. Kalau orang tua Pete atau paman dan bibi Jupiter mendengarnya, pasti mereka akan menutup kuping. Tapi kedua remaja itu tidak begitu memperhatikan, karena ada hal lain yang menyebabkan perasaan mereka bergolak.
"Blackbeard!" seru Jupiter. "Burung yang dicari-cari Mr. Claudius. Dan kini ada di tangan kita!"
Saat itu Blackbeard memandang berkeliling. Rupanya merasa lapar. Ketika melihat daun telinga Pete begitu dekat, langsung dipatuk. Tentu saja Pete terpekik kesakitan dan menepiskan burung iseng itu. Blackbeard menggerakkan sayap, lalu melayang tinggi ke udara.
"Dia terbang!" kata Jupiter. "Aduh, Pete - kau menyebabkan salah satu petunjuk kita yang berharga lenyap!"
"Dan dia menyebabkan aku kehilangan beberapa tetes darah yang berharga!" gumam Pete. Diambilnya sapu tangan dan ditempelkannya ke daun telinga yang berdarah. Tapi dalam hati Pete menyesal. Ocehan beo tadi mengenai harta terpendam serta orang mati yang menjaganya, merupakan teka-teki yang lebih hebat kalau dibandingkan dengan ucapan-ucapan Billy Shakespeare dan Bo-Peep. Pete merasa bahwa rekannya yang bertubuh gempal memang benar. Satu petunjuk yang sangat penting terlepas dari tangan mereka.
Dan dia - Pete yang mengusirnya!
BAB 7 HARTA MISTERIUS SEMENTARA itu Carlos sudah berhasil meredakan serangan batuk pamannya, sehingga Paman Carlos bisa bicara tanpa terbatuk-batuk. Paman Carlos merebahkan diri di tempat tidur sambil berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Jupiter. Tapi baginya lebih mudah jika berbicara dalam bahasa Spanyol. Jadi akhirnya Carlos yang bercerita, sementara pamannya sekali-sekali mengangguk sambil mengatakan, "Si, si. "
"Paman Ramos datang ke sini dua tahun yang lalu," kata Carlos. "Ia datang dari Meksiko, naik gerobak yang dihela si Pablo. Pamanku ahli menanam kembang. Tapi ia tidak berhasil mendapat pekerjaan di sini. Lalu ada orang yang bercerita padanya tentang tempat ini, yang ada bilik kaca yang sudah tua, dan kacanya banyak yang pecah. Paman menyewanya dengan harga lima dollar sebulan, lalu menanam kembang di sini!"
Pete dan Jupiter mengangguk. Melihat keadaan gubuk yang sudah bolong-bolong, sewa lima dollar sebulan saja sudah terlalu mahal.
"Paman Ramos membetulkan bilik kaca. Ditambalnya kaca-kaca yang pecah dengan kaleng-kaleng tua yang dipipihkan. Kembang-kembang ada yang ditanamnya di luar. Sedang yang istimewa dan jarang didapat, disemaikannya dalam bilik kaca. Kembang yang sudah me
kar dipetik, lalu diangkut dengan gerobak ke kota untuk dijual di sana."
"Si, si, " kata Paman Ramos sambil mengangguk. Betul, katanya.
"Lalu pada suatu hari, seorang laki-laki bertubuh kurus jangkung datang kemari. Orang itu namanya John Silver. Katanya ia datang dari Inggris. Badannya lemah. Ia sakit dan uangnya sedikit. Ia minta pada Paman Ramos agar diperbolehkan tinggal di sini. Pamanku bilang boleh. Senor Silver cuma punya beberapa potong pakaian dalam sebuah kantong pelaut, serta sebuah kotak. Kotak logam. Bentuknya panjang, tipis, tapi lebar. Kayak begini bentuknya." Carlos mengembangkan tangannya dua kali dengan arah yang menunjukkan panjang dan lebar, sementara pamannya terangguk-angguk sambil mengatakan, "Si, si!" Jupiter melakukan penaksiran kilat.
"Sekitar tiga puluh lima kali enam puluh senti," katanya. "Teruskan, Carlos. Banyak sekali informasi yang bisa kauberikan pada kami."
"Kotak itu ada kuncinya. Kunci yang kokoh," kata Carlos meneruskan keterangan. "Senor Silver kalau tidur, tak pernah lupa menaruh kotak itu di bawah kasur. Setiap malam kotak itu dibuka olehnya, dan ia memandang ke dalam. Pada saat begitu ia kelihatan bahagia."
Sekali lagi pamannya mengangguk sambil berkata, "Si, si. Bahagia sekali!"
"Paman Ramos pernah bertanya pada Senor Silver, apa isi kotak itu. Tapi Senor Silver cuma tertawa, lalu berkata -" Di sini Carlos tertegun sejenak. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang ditutupi rambut hitam gondrong. Rupanya sedang mencoba mengingat kembali kata-kata yang diucapkan - "dia bilang begini, 'Kotak ini berisi sepotong ujung pelangi, yang di bawahnya ada guci berisi emas'. Begitu dia bilang."
"Sepotong ujung pelangi, yang di bawahnya ada guci berisi emas," ulang Jupiter. Mukanya yang bulat menggerenyot karena kesibukan berpikir. "Keterangan misterius. Teruskan, Carlos."
"Setelah itu Paman Ramos jatuh sakit," kata Carlos. "Ia terserang penyakit batuk. Karenanya aku lantas disuruhnya datang. Aku membonceng berbagai kendaraan untuk bisa kemari. Aku sudah berusaha membantu, tapi sayang tidak punya pengalaman mengurus kembang. Aku tak berguna bagi Paman."
"Kau anak baik!" kata pamannya dalam bahasa Inggris. "Anak baik. Rajin!"
"Terima kasih, Paman." Tampang Carlos nampak cerah kembali. "Pokoknya, saat itu Senor Silver juga sakit. Dikatakannya, sakitnya itu dari dalam. Tidak bisa hilang. Aku lantas bertanya, kenapa tidak diambilnya saja guci emas dari bawah pelangi yang katanya ada dalam kotak, dan dengan itu pergi ke dokter yang ahli. Senor Silver tertawa. Tapi kemudian tampangnya menjadi sedih. Katanya padaku, dia tidak berani. Katanya -" Carlos menarik napas panjang, sambil mengingat-ingat, "katanya, jika ia mencoba menjual guci emas yang ada dalam kotak, ia nanti harus menyebut namanya yang sebenarnya, serta menjelaskan dari mana ia mendapatnya. Tapi ia datang ke sini dengan jalan menyelundup. Jadi pasti ia akan dipulangkan ke Inggris, di mana ia dicari untuk dipenjarakan. Jadi ia terpaksa tinggal di sini tanpa uang, dan menikmati potongan pelangi selama masih bisa. Kemudian ia mengatakan tidak apa, sebentar lagi ia toh akan pergi."
Saat itu wajah Carlos mendung kembali.
"Mula-mula aku tak mengerti maksudnya," katanya menyambung cerita. "Tapi pada suatu hari, Senor Silver membawa pulang tujuh ekor burung nuri yang masih muda, terkurung dalam tujuh sangkar. Ketujuh burung itu ditaruhnya dalam bilik kaca, di nama setelah itu ia mulai mengajari mereka bicara."
Pete dan Jupiter berpandang-pandangan. Minat mereka semakin bertambah. Nah, sekarang mereka akan mendengar sesuatu yang mungkin bisa menyibakkan teka-teki ketujuh burung nuri.
"Senor Silver sangat pintar mengajar burung," kata Carlos lagi. "Waktu ia datang, burung beo sudah ada bersama dia. Ke mana saja ia pergi, Blackbeard selalu ikut sambil bertengger di pundaknya serta mengumpat-umpat. Senor Silver selalu tertawa mendengar burung itu memaki-maki. Nah, dalam bilik kaca, ia mengajari burung-burung itu bicara. Tiap burung diajari kalimat yang lain. Masing-masing diberi nama yang aneh. Aku tidak mengerti artinya."
"Kebanyakan daripadanya berasal
dari kesusasteraan atau sejarah Inggris," kata Jupiter. "Karena itu kau tidak kenal. Kau masih ingat apa saja kalimat-kalimat yang diajarkan olehnya""
"Tidak," kata Carlos. Ia mengeluh. "Terlalu sulit bagiku untuk mengingatnya. Tapi pada suatu hari salah satu nuri mati. Senor Silver bingung karenanya. Lalu katanya, Blackbeard harus mengambil alih peran - menjadi dobel. Aku tidak mengerti maksudnya."
"Di Hollywood sini, setiap orang tahu arti kata itu," sela Pete. "Dobel adalah orang yang menggantikan pemain utama dalam melakukan adegan-adegan tertentu."
"Yah, pokoknya dia menyelesaikan pengajaran terhadap keenam nuri yang berjambul kuning serta pada yang hitam. Kata Senor Silver, burung itu merupakan nuri jenis lain."
"Padahal seekor beo," kata Jupiter. "Lalu apa yang terjadi setelah itu"" Carlos membentangkan lengan, sebagai tanda bahwa ia tidak tahu.
"Senor Silver pergi," katanya. "Ia pergi malam-malam. Kotak logam dibawanya. Tiga hari ia tidak pulang. Namun ketika ia muncul lagi, tubuhnya sudah lemah sekali. Sakitnya semakin parah. Dan kotak logam tidak ada lagi padanya. Katanya, sudah disembunyikan. Katanya pula, sebentar lagi ia harus pergi. Kotak berisi potongan pelangi tidak diberikannya pada kami, karena nanti cuma akan menyusahkan saja. Lalu ia menulis surat. Panjang sekali surat itu. Aku dimintai pertolongan untuk mengeposkan."
"Kau masih ingat, dialamatkan pada siapa"" tanya Jupiter bersemangat. Tapi Carlos menggelengkan kepala.
"Tidak, Senor Jupiter. Tapi sampulnya dibubuhi perangko banyak sekali. Sampulnya juga istimewa, pinggirnya ada seterip-seterip merah dan biru."
"Pos udara," tebak Pete.
"Dan mungkin ke Eropa, karena begitu banyak perangkonya," tambah Jupiter.
"Kata Senor Silver, tak lama lagi ia akan pergi. Maksudnya mati! Ia tidak mau dibawa ke rumah sakit. Katanya, orang di rumah sakit takkan bisa menyembuhkan penyakitnya. Katanya, ia ingin mati di tengah lingkungan kawan." Suara Carlos lirih sekali. Rupanya ia terkenang pada kejadian yang menyedihkan itu.
"Senor Silver itu aneh orangnya," katanya kemudian. "Kelakarnya aneh. Kalau bicara seperti berteka-teki. Burung nuri diajarinya mengucapkan kalimat-kalimat aneh. Tapi walau begitu, dia kawan kami. Kami tahu, dia baik hati!" Carlos terdiam sesaat. Lalu melanjutkan kisahnya.
"Kata Senor Silver, tak lama lagi akan datang seorang laki-laki yang tubuhnya gendut sekali. Orang itu akan memberi kami uang seribu dollar. Sebagai imbalannya, kami harus menyerahkan ketujuh burung yang pandai bicara itu padanya. Senor Silver tertawa keras-keras ketika mengucapkan kata-kata itu. Katanya itu leluconnya yang paling hebat. Selama hidupnya, belum pernah ia membuat lelucon sehebat itu. Katanya lagi, lelucon itu akan membuat si gendut bercucuran keringat. Kemudian ia masuk ke tempat tidur, sambil tertawa-tawa terus. Namun keesokan harinya - keesokan paginya ia tidak bangun lagi. Senor Silver tidur untuk selama-lamanya."
Remaja Meksiko itu menelan ludah, menahan rasa haru. Baik Pete maupun Jupiter bisa merasakan kesedihannya.
"Tapi laki-laki gendut itu tidak datang-datang"" tanya Jupiter kemudian. Carlos menggeleng.
"Karena Senor Silver teman kami, kami lantas menguruskan sehingga ia dimakamkan di pemakaman gereja yang di jalan ini juga. Kami memang tidak punya uang, tapi kami berjanji akan segera membayar biayanya. Setelah itu kami menunggu. Seminggu. Dua minggu. Tiga minggu. Tapi laki-laki gendut itu tidak datang-datang juga. Akhirnya kami beranggapan, dia pasti takkan datang. Lalu Paman Ramos mengangkut burung-burung yang pandai bicara itu dengan gerobak keledai ke Hollywood, dan di sana berusaha menjual mereka dari rumah ke rumah. Ternyata burung-burung itu ada peminatnya, sehingga semua bisa dijual dalam satu hari saja. Hasilnya tidak banyak, tapi memadai untuk membayar ongkos pemakaman Senor Silver. Sayang tidak cukup untuk membetulkan rumah ini."
Akhirnya Carlos tersenyum.
"Tapi aku sekarang punya papan, paku, dan pintu," katanya. "Rumah bisa kubetulkan. Tak lama lagi Paman Ramos pasti akan sembuh, jadi kami tak apa-apa lagi. Wah - aku harus mengucapkan beribu-r
ibu kali terima kasih, Senor Jupiter."
"Tidak perlu, karena kau sudah sepantasnya menerima hadiah itu," jawab Jupiter dengan serius. "Bahkan lebih banyak lagi, jika kami memilikinya. Dan akhirnya, laki-laki gendut itu jadi datang, ya""
"O ya," kata Carlos sambil mengangguk. Si sakit yang terkapar di tempat tidur ikut menimbrung dengan "Si! Si!"
"Dua minggu setelah burung-burung kami jual, akhirnya ia datang. Langsung marah-marah! Paman Ramos dihinanya karena tidak bisa membaca dan menulis, sehingga tidak tahu pada siapa saja burung-burung itu dijual. Paman Ramos lantas menyuruhnya pergi, dan jangan kembali lagi. Setelah itu si gendut merengek-rengek. Aku meminjam peta kota dari stasiun pompa bensin, lalu Paman Ramos menunjukkan pada orang itu daerah kota di mana burung-burung itu dijualnya. Setelah itu si gendut pergi lagi, naik mobil sport Ranger-nya. Tapi ia meninggalkan kartu namanya, di mana juga tertera alamat serta nomor telepon rumahnya. Katanya pada Paman Ramos, ia ingin diberi tahu apabila ada lagi yang kemudian teringat oleh Paman. Tapi Paman tidak ingat apa-apa lagi. Sayang! Padahal enak juga mendapat uang seribu dollar. Tapi tanpa uang sebanyak itu, kami juga bisa hidup."
Sambil berkata begitu Carlos meluruskan sikap.
"Kami tidak menelantarkan teman kami," katanya. "Utang kami bayar! Dan aku pasti akan bisa memperoleh uang lagi untuk membayar sewa. Pokoknya Senor Gendut tidak bisa menghina pamanku lagi."
Sementara itu Jupiter sibuk berpikir. Kini jauh lebih banyak yang sudah diketahui tentang urusan burung-burung nuri itu. Tapi masih banyak pula yang belum diketahui. Ia baru saja hendak mengajukan pertanyaan lagi, ketika Konrad, pembantu Paman Titus, muncul di ambang pintu. Jupiter dan Pete begitu asyik mendengar kisah Carlos, sehingga mereka lupa bahwa pemuda yang berasal dari Jerman itu di luar sedang sibuk menurunkan barang-barang dari truk.
"Semua sudah diturunkan," kata Konrad. "Kita kembali sekarang" Di rumah masih banyak pekerjaan menunggu." "Baiklah," kata Jupiter. "Eh, nanti dulu, Konrad, kau punya peta kota Los Angeles dalam truk atau tidak"" "Ada - bahkan dua atau tiga lembar," jawab Konrad. "Kau memerlukannya"" "Biar Pete saja yang mengambilnya," kata Jupiter.
Pete bergegas ke luar. Ditemukannya peta-peta itu, dipilihnya yang paling terperinci, lalu bergegas lagi masuk ke rumah.
"Carlos," kata Jupiter pada anak Meksiko itu, "kau bisa menunjukkan bagian kota di mana pamanmu waktu itu menjual burung-burung nuri itu""
Carlos mengucapkan serentetan kata dalam bahasa Spanyol pada pamannya, yang kemudian mengangguk. Sambil duduk di sisi tempat tidur, kemudian Carlos melingkari bagian pada peta yang ditunjukkan oleh Paman Ramos.
"Di sini, Senor Jupiter," kata Carlos. "Dalam daerah yang kulingkari ini. Tapi jalan yang mana saja, tidak bisa dibilang oleh pamanku. Sayang!"
Jupiter mengambil peta itu, lalu dilipat dan dikantongi.
"Terima kasih, Carlos," katanya. "Secara kurang lebih kami sudah tahu, karena kami mengetahui siapa yang membeli Billy Shakespeare dan Little Bo-Peep. Kurasa sementara ini kami sudah mengetahui segala-galanya yang bisa diketahui. Walau rasanya teka-teki yang dihadapi menjadi semakin misterius saja."
"Betul," kata Pete.
"Coba Blackbeard tadi tidak terlepas -" kata Jupiter, tapi kemudian ia menambahkan. "Tapi detektif yang baik harus selalu siap untuk menghadapi kegagalan." Disalaminya Carlos.
"Mudah-mudahan pamanmu lekas sembuh," katanya. "Dan kalau Mr. Claudius muncul lagi untuk merongrong pamanmu, panggil saja polisi. Mereka pasti bisa menanggulangi orang itu."
"Untuk apa polisi"" Mata Carlos berkilat-kilat galak. Diambilnya sebuah tongkat yang tersandar ke tepi meja. "Senor Gendut perlu dirawat di rumah sakit, kalau berani muncul lagi di sini!"
Melihat sikap Carlos, kedua anggota Trio Detektif merasa yakin bahwa itu bukan cuma gertak sambal belaka.
Mereka meninggalkan Carlos yang masih memegang tongkat. Dalam perjalanan naik truk kembali ke Rocky Beach, Jupiter duduk dengan kepala tertunduk. Jari-jarinya sibuk mencubiti bibir bawahnya. Otaknya bekerja keras. Pete merasa seakan-aka
n bisa mendengar temannya itu berpikir.
Sekembali di tempat timbunan barang bekas, Pete memberanikan diri untuk menanyakan kesimpulan apa yang sudah dicapai oleh Jupiter.
"Aku perlu tidur dulu semalam, sebelum kucoba menemukan makna hal-hal yang berhasil kita selidiki sampai sekarang," jawab Jupiter. "Besok kita harus mulai dengan mengecek kembali fakta-fakta yang sudah terkumpul. Terus terang saja, perkara ini kini mulai membingungkan."
"Kalau bagiku, sudah bukan membingungkan lagi namanya," kata Pete. "Aku cuma bisa melihat bayangan hitam dalam ruangan gelap."
Dengan lain perkataan, Pete tidak tahu apa-apa lagi.
BAB 8 BLACKBEARD SI BAJAK LAUT KEESOKAN paginya, begitu Bob Andrews memasuki gerbang depan Tempat Pengumpulan Barang Bekas Jones dengan sepedanya, ia langsung menyadari bahwa saat itu Trio Detektif takkan mungkin bisa mengadakan rapat rahasia. Dilihatnya Pete dan Jupiter sedang sibuk bekerja, diawasi Mrs. Mathilda Jones.
Dan begitu Bob masuk, Mrs. Jones juga langsung melihat dia.
"Kau datang tepat pada waktunya, Bob Andrews!" seru wanita itu. "Hari ini kita mengadakan pencatatan barang-barang yang ada di sini!"
Mrs. Jones sebetulnya sangat baik hati. Tapi kalau dia melihat anak laki-laki, cuma satu pikiran yang timbul dalam hatinya. Suruh anak itu bekerja! Pete dan Jupiter begitu sibuk, sampai nyaris tak sempat lagi menyeka keringat yang bercucuran membasahi muka. Keduanya menghitung-hitung bak tempat mandi berendam serta bak untuk cuci muka, mengangkat-angkat batang besi berberkas-berkas untuk dihitung, menepikan tumpukan barang rombengan untuk memeriksa apa yang ada di belakangnya. Sambil begitu, mereka tidak henti-hentinya menyebutkan benda-benda yang ditemukan pada Mrs. Jones.
"Sebatang besi T-ganda ukuran 18 kaki!" seru Pete Mrs. Jones mengulanginya, sambil mencatat. Tapi begitu Bob menghampiri, buku catatannya diserahkan padanya.
"Teruskan mencatat, Bob," ujar bibi Jupiter itu. Baru saja Bob memegang pinsil, sudah terdengar Jupiter berteriak. "Dua belas bak cuci dan bahan besi cor!"
Bob mencatatnya. Kemudian Jupiter menghampirinya, lalu berbisik-bisik.
"Kita sedang berusaha mengumpulkan uang, Bob," katanya. "Aku punya ide yang ingin kucoba nanti."
Ketika mereka sedang sibuk bekerja, tiba-tiba Bob melihat Mrs. Jones berdiri di dekat Markas Besar. Wanita itu sedang memperhatikan suatu tumpukan tinggi yang terdiri dari bejana karatan yang dulunya tempat mendidihkan air, pipa-pipa baja, bahan bangunan serta beraneka ragam barang bekas lainnya. Dalam waktu setahun barang-barang itu ditumpukkan di situ oleh Hans dan Konrad, sehingga sama sekali menutupi trailer bekas yang dipakai oleh Trio Detektif menjadi markas besar mereka.
Mrs. Jones memandang tumpukan itu dengan kening berkerut.
"Jupiter!" panggilnya sesaat kemudian. "Kenapa kalian belum mencatat barang-barang yang ini"" Jupiter memandang Bob, sementara Bob melirik Pete. Sedang Pete memandang mereka berdua silih berganti. Tapi ketiga-tiganya membisu.
"Jupiter!" panggil Mrs. Jones sekali lagi. "Kau tidak dengar ya"! Ayo kemari, tolong aku melihat apa saja yang ada di sini!"
Sambil berbicara ia mulai menarik-narik pipa dan bejana yang ada di dekatnya. Melihat gelagat yang begitu, Jupiter dan Pete lantas bergegas menghampiri. Mereka sudah khawatir saja, jangan-jangan sebentar lagi tumpukan itu buyar, sehingga Markas Besar ketahuan.
"Maaf, Bibi Mathilda," kata Jupiter, "tapi bahan-bahan itu semuanya tidak ada harganya. Tidak perlu repot-repot mengenainya!"
"Tak perlu repot-repot, katamu"" Mrs. Jones mendengus. "Coba lihat, betapa besar tumpukan ini! Aku ingin tahu, di dalamnya ada apa," katanya. "Mungkin semuanya ini perlu kita singkirkan, supaya ada tempat untuk barang-barang yang lebih berharga!"
Untung saat itu terdengar bunyi tuter mobil tiga kali berturut-turut. Truk perusahaan yang besar masuk ke pekarangan, dikemudikan oleh Konrad. Mrs. Jones berpaling ketika mendengar bunyi tuter. Dan begitu ia melihat benda yang terdapat di atas truk, dengan segera ia sudah lupa lagi pada tumpukan barang bekas yang menyembunyikan markas besar Trio Detektif.
"Aduh-ad uh ampun," serunya. "Titus Andronicus Jones, apa lagi yang kaubawa itu""
Kebanyakan dari benda-benda yang ada di atas truk merupakan barang rombengan yang biasa saja. Tapi di bagian belakang bak nampak sebuah patung. Patung rusa terbuat dan besi. Ukurannya sama dengan rusa yang sesungguhnya. Tanduknya besar bercabang-cabang.
"Huh," dengus Mrs. Jones. "Yah, mungkin kita bisa menjualnya lagi pada orang yang mengumpulkan benda-benda kayak begitu. Tapi kau pasti membelinya dengan harga terlampau mahal!"
"Aku membelinya bukan untuk dijual lagi," jawab Paman Titus. "Aku hendak memasangnya di luar gerbang." Paman meloncat turun dari truk, lalu merangkul isterinya.
Mrs. Jones tertawa geli. Masak sudah tua masih pacaran! Tapi karenanya, kini ia sama sekali lupa bahwa ia tadi hendak memeriksa tumpukan yang menutupi Markas Besar.
"Ya ampun," katanya sambil memandang ke atas langit, "sudah waktu makan siang. Kau pasti sudah lapar," katanya pada suaminya. "Ke mana saja sepagi ini""
Tanpa menunggu jawaban lagi, ia keluar dari kompleks penimbunan barang rombengan itu menuju rumah mungil bercat putih, yang letaknya tidak jauh dari pagar.
"Kalian ingin makan siang yang biasa, atau lebih baik roti sandwich saja"" serunya sambil menoleh ke arah tiga remaja yang sedari tadi sibuk bekerja terus.
"Sandwich saja, Bibi Mathilda," balas Jupiter. "Kami hendak mengadakan rapat."
"O ya, betul - perkumpulan kalian," kata bibinya sambil lalu, sementara berjalan terus ke arah rumah. Jupiter pernah mengatakan padanya, mereka bertiga telah membentuk suatu perusahaan penyelidik. Tapi bibinya itu tidak begitu memperhatikan, ketika keponakannya memaparkan apa-apa saja yang akan mereka lakukan. Yang teringat olehnya cuma bahwa ketiga anak itu mendirikan semacam perkumpulan. Selain itu, ia tidak ingat lagi.
Jupiter menyusul ke rumah untuk mengambil roti sandwich, sementara Pete dan Bob membantu membongkar muatan truk. Kemudian Bob menyusun daftar sementara dari semua yang diturunkan.
Hans dan Konrad yang melakukan pekerjaan yang berat. Tapi Konrad masih sempat bercerita pada Pete dan Bob, apa yang menyebabkan mereka agak lambat kembali.
"Ternyata kami tadi ke bagian kota di mana Carlos, teman kalian itu, tinggal," katanya dalam bahasa Inggris yang payah. "Karena itu kami lantas mampir sebentar untuk membantu dia memperbaiki rumah. Sekarang semuanya sudah bagus. Carlos itu anak baik. Pamannya sudah agak enak badannya."
Senang rasanya mereka mendengar keadaan Carlos serta pamannya sudah agak mendingan. Baik Bob maupun Pete, kagum terhadap ketabahan hati Carlos.
"Mr. Jones melihat keduanya tidak punya uang," sambung Konrad. "Lalu ia bersikap seolah-olah Mrs. Jones salah hitung ketika menilai bahan-bahan yang dipilih oleh Carlos. Katanya, kebanyakan lima dollar tujuh belas sen! Uang itu lantas diberikannya pada Carlos. Mr. Jones memang pintar. Kalau dikatakannya kelebihan lima dollar, anak itu pasti akan tahu bahwa itu hadiah. Tapi ditambah tujuh belas sen - langsung kedengarannya masuk akal."
Setelah itu Konrad mengejapkan mata pada mereka.
"Aku membawa sesuatu untuk Jupe - sesuatu yang tidak disangka-sangka olehnya," kata orang Jerman itu. Carlos mengirim hadiah untuk dia. Sebentar - kuambil dulu dari truk." Hadiah" Pete dan Bob berpandang-pandangan. Hadiah apa"
Sementara itu Konrad sudah kembali lagi, menenteng sebuah kotak yang terbuat dan kardus. Kotak itu diikat kuat-kuat dengan tali. Tutupnya sebelah atas diberi lubang-lubang. Konrad menyerahkan kotak itu pada Pete.
"Kata Carlos tadi, jangan dibuka di luar," kata Konrad. "Di dalamnya ada surat sebagai penjelasan."
Setelah itu ia kembali ke truk untuk membantu Hans dan Mr. Jones menyelesaikan pembongkaran muatan.
"Yuk, Bob - kita masuk ke Markas Besar untuk membukanya," ajak Pete. "Aku punya perasaan, pasti isinya sesuatu yang akan menggembirakan Jupe."
Sesampai di dalam trailer, Pete langsung menutup tingkap di langit-langit yang merupakan lubang udara.
"Lebih baik jangan ambil risiko sama sekali," katanya sambil memutuskan tali pengikat kotak. Setelah itu diangkatnya tutup sebelah atas. Dan saat itu juga
dilihatnya seekor burung berukuran sedang, meringkuk di pojok kotak. Kelihatannya seperti sedang sedih. Bulunya hitam, dengan paruh berwarna kuning.
"He - ini kan Blackbeard!" seru Pete.
Dalam kotak terletak secarik kertas. Bob mengambil kertas itu, yang ada tulisannya. Dari huruf-hurufnya ia mendapat kesan bahwa penulisnya sudah berusaha keras untuk menulis serapi mungkin. Tapi hasilnya - yah, begitulah. Bob membaca surat itu.
Senor Jupiter yang baik hati.
Ini Senor Blackbeard. Dia pulang waktu makan siang. Sekarang kukirimkan padamu. Dia untukmu, karena dia temanku dan kau juga temanku. Kecuali itu, aku takut laki-laki gendut datang lagi dan mencoba mencurinya. Rumah kami sekarang bagus, untuk itu aku mengucapkan banyak terima kasih padamu.
Carlos Sanchez Ketika Bob selesai membaca surat itu, burung beo yang di dalam kotak menggeraikan bulunya, lalu melompat dan bertengger di tepi kotak. Ditatapnya ujung jari Pete, seakan-akan sedang mempertimbangkan apakah daging itu enak dimakan atau tidak. Dengan cepat Pete menarik tangannya.
"Seenaknya saja!" tukasnya "Kemarin kau sudah mencicip daun telingaku. Aku tidak sudi kaucicip lagi darahku. Jangan-jangan kau nanti menjelma j adi beo pengisap darah!"
Saat itu terdengar bunyi menggeresek di belakang mereka. Ternyata Jupiter menyusul masuk, dan ketika itu baru saja muncul dari bawah. Kepalanya tersembul, dan ia beradu mata dengan Blackbeard yang masih bertengger di pinggir kotak.
Kedua-duanya kaget. Sesaat mata beradu mata. Tapi kejapan mata berikutnya Blackbeard mengepakkan sayap. "Aku Blackbeard si Bajak Laut," teriaknya dengan suara parau. "Hartaku kupendam di tempat orang mati menjaganya terus."
Beo itu tidak berhenti sampai di situ, tapi masih ada lagi lanjutannya.
"Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol, dan itu sudah pasti!" teriaknya. Tentu saja burung itu menyebutkannya dalam bahasa Inggris, dan bunyinya begini, "I'm Blackbeard the Pirate! Fve buried my treasure where dead men guard it everl" Lalu disusul dengan, "Inever give a sucker an even break, and that's a leadpipe cinch. "
Setelah itu Blackbeard tertawa. Bunyinya tidak enak, seperti mengejek. Seperti seseorang yang mengetahui suatu lelucon yang kocak, tapi ia tidak mau menceritakannya.
BAB 9 HUBUNGAN HANTU LAGI KETIGA remaja anggota Trio Detektif duduk mengelilingi meja di Markas Besar sambil makan roti yang diambilkan oleh Jupiter. Mereka tahu, begitu makan siang selesai, Mrs. Jones pasti akan menyuruh mereka bekerja lagi. Beo yang bernama Blackbeard bertengger di atas kepala mereka, dalam sangkar yang ditemukan Jupiter untuknya di tengah timbunan barang rombengan. Beo itu seolah-olah asyik mengikuti pembicaraan mereka.
"Kita tahu, Billy Shakespeare dan Little Bo-Peep ada di tangan Mr. Claudius," kata Pete melanjutkan perembukan. "Kita mendengar dia mengatakan bahwa empat ekor nuri sudah ada padanya. Sedang kita awal-mulanya ditugaskan untuk menemukan Billy dan Bo-Peep. Karenanya kuusulkan, bagaimana kalau kita langsung saja mendatangi Mr. Claudius. Kita bilang padanya, jika kedua burung itu tidak dikembalikan, kita akan memanggil polisi. Dia kan tidak tahu bahwa kita sudah berjanji tidak akan menghubungi polisi. Jadi dia pasti takkan menduga, kita cuma menggertak saja."
"Hmm," gumam Jupiter sambil mencubit bibir bawahnya. Menurut dugaan Bob, kawan itu pasti sedang memikirkan teka-teki yang lebih besar yang menyangkut makna burung-burung nuri itu. Begitu pula kenapa Mr. Claudius begitu kepingin memiliki mereka semua. Nampak jelas, Jupiter bernafsu hendak memecahkan misteri itu.
"Ada satu hal yang merumitkan," kata Jupiter setelah beberapa saat. "Kini kelihatannya laki-laki misterius yang mengaku bernama Silver itu dari semula memang menginginkan agar ketujuh burung itu diserahkan pada Mr. Claudius."
"Mungkin saja," sela Bob. "Tapi itu kan tidak memberi hak pada Mr. Claudius untuk mencurinya dari Mr. Fentriss dan Miss Waggoner. Aku sependapat dengan Pete. Sebaiknya kita datangi orang itu, dan meminta padanya agar burung-burung itu dikembalikan. Kita ajak Hans atau Konrad ke sana, supaya Mr. Cla
udius tidak berani bertindak kasar."
"Baiklah," kata Jupiter mengalah. "Ini kartu namanya." Sambil berkata begitu ia merogoh kantong dan mengeluarkan kartu nama yang didapatnya dari Carlos. Di situ tertulis: CLAUDE CLAUDIUS Pedagang Benda Seni London - Paris - Wina
Di bawahnya tertera alamatnya di Hollywood. Sebuah gedung flat besar, lengkap dengan nomor telepon.
"Kau saja meneleponnya, Bob," kata Jupiter. "Soalnya, dia belum pernah mendengar suaramu. Bilang padanya, kau punya seekor nuri berjambul kuning yang hendak kaujual. Apakah dia barangkali menaruh minat. Ibumu yang membeli, dari seorang pedagang keliling bangsa Meksiko. Lalu kaubuat perjanjian untuk mendatanginya. Tapi yang kemudian ke sana tentu saja kita bertiga."
Bob langsung menelepon. Dalam hati ia bertanya-tanya, akan bisakah ia bohong tanpa ketahuan. Tapi ternyata ia sama sekali tidak perlu bohong. Petugas telepon gedung itu yang menerima mengatakan, Mr. Claudius beserta isterinya sudah pindah dua hari yang lalu.
Pete dan Jupiter bisa mengikuti pembicaraan itu lewat alat pengeras suara yang dibuat oleh Jupiter. Kini Jupiter berbisik di telinga Bob.
"Tanyakan, apakah mereka pergi dengan membawa burung-burung itu."
Bob menanyakannya. Dan diperoleh jawaban, suami isteri Claudius tidak memelihara burung selama tinggal di situ, karena menurut peraturan penyewa flat tidak boleh memelihara binatang dalam rumah. Selesai bicara, hubungan terputus.
"Mr. Claudius sudah tidak di sana lagi," kata Bob dengan wajah tercengang. "Sekarang kita tidak tahu di mana dia harus kita cari."
"Hebat," kata Pete. "Hebat sekali perkembangan usaha kita. Bergerak mundur!"
"Ah, itu kan cuma untuk sementara." Jupiter tidak mau menyerah. "Mereka pasti punya alamat lain di mana burung-burung itu bisa disembunyikan. Karena tentu saja burung nuri curian takkan mereka bawa ke apartemen yang mewah. Terlalu menyolok mata!"
"Ya deh," kata Pete. "Aku sudah kehabisan akal. Kau sajalah yang bicara sekarang."
"Mungkin Bob hendak mengatakan sesuatu," kata Jupiter sambil memandang anak yang agak kecil itu. "Dia biasanya teliti sekali dalam memperhatikan."
"Dan kalau ngomong tidak bertele-tele," guman Pete setengah mendongkol. "Nah, Bob - bagaimana pendapatmu""
"Yah," kata Bob, "sebelum kita mulai dengan menyusun rencana baru, kurasa sebaiknya kita mengatur dulu segala fakta yang sudah ada pada kita. Supaya persoalan bisa ditinjau lebih jelas. Kita kan tahu-tahu sudah berada di tengah misteri ini, yaitu setelah burung nuri milik Mr. Fentriss dicuri. Padahal persoalannya diawali jauh sebelum saat itu."
"Yo-ho-ho dan tuak satu botol!" Terdengar suara Blackbeard yang parau berteriak di atas kepala mereka.


Trio Detektif 02 Misteri Nuri Gagap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Teruskan, Bob," kata Jupiter. "Ada gunanya mendengar fakta-fakta dipaparkan orang lain."
"Menurut pendapatku persoalan ini sebenarnya dimulai ketika orang Inggris yang memakai nama John Silver datang di rumah paman si Carlos beberapa bulan yang lalu. Orang Inggris itu mengaku masuk ke negeri ini dengan jalan gelap, karena terpaksa melarikan diri dari Inggris untuk menghindarkan diri dari kejaran polisi. Ia membawa sebuah peti logam yang pipih, yang menurutnya ada harta yang tidak berani dijual olehnya."
Setelah itu dipandangnya Jupiter. Tapi Jupiter kelihatannya memberi kesempatan padanya untuk bicara. Karena itu Bob lantas melanjutkan.
"Mr. Silver sakit berat," katanya. "Namun sebelum mati, ia masih sempat menyembunyikan petinya serta harta - kalau harta itu memang ada di dalam peti. Tapi ia meninggalkan tujuh ekor burung. Enam ekor nuri, serta Blackbeard yang beo. Ketujuh burung itu dilatih olehnya untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang aneh dan membingungkan."
"Aneh dan membingungkan," gumam Pete. "Kalau begitu saja masih lumayan!"
Bob mempelajari kertas-kertas catatannya sebentar.
"Mr. Silver kemudian meminta pada Carlos dan pamannya untuk mengeposkan sepucuk surat untuknya, dan bahwa tak lama kemudian akan datang seorang laki-laki gendut. Orang itu akan memberikan uang seribu dollar sebagai imbalan bagi ketujuh burung yang harus diserahkan padanya. Tapi ternyata si gendut, yaitu Mr. Claudius, tidak
datang dengan segera. Kemudian paman si Carlos menjual burung yang ada di tempatnya untuk membayar ongkos pemakaman Mr. Silver. Namun kemudian si gendut muncul. Ia marah-marah, ketika mengetahui bahwa burung-burung itu sudah tidak ada lagi. Tapi kemudian ia berusaha sendiri mencari burung-burung itu. Karena sudah diberi tahu di daerah mana di Hollywood mereka dijual, rupanya ia terus mencari sampai berhasil menemukan empat ekor. Kita tahu dua di antaranya diperoleh dengan jalan mencuri. Mungkin pula keempat-empatnya dicuri." Bob berhenti sebentar. Dilihatnya Jupiter merenung, sambil mencubit-cubit bibir bawah.
"Trio Detektif ikut campur dalam perkara ini, disebabkan karena Mr. Claudius mencuri Billy Shakespeare," kata Bob melanjutkan penelaahannya. "Dan kini Blackbeard ada di tangan kita. Justru beo ini yang paling diincar oleh Mr. Claudius. Tapi di pihak lain kita sama sekali tidak tahu di mana burung nuri yang dua lagi. Kita juga tidak tahu apa sebabnya burung-burung itu begitu berarti bagi Mr. Claudius. Dia sudah pindah dari tempat kediamannya selama ini. Mungkin menyembunyikan diri. Pokoknya, kita tidak tahu di mana dia berada. Nah - " Bob menarik napas panjang, "sampai di situlah perkembangan kita."
"Lihat di bawah tulang di belakang tulang! Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol!" jerit Blackbeard sambil mengepak-ngepakkan sayap.
"Uraianmu sangat jelas," kata Jupiter tanpa mengacuhkan selingan dari Blackbeard. "Tapi kurasa aku masih bisa menambahkan dengan beberapa kesimpulanku sendiri. Pertama-tama, Mr. Silver itu seseorang yang banyak mengenal buku. Mungkin juga ia memang ada urusannya dengan bidang buku. Lihat saja nama samaran yang dipilih untuk dirinya sendiri. John Silver. Aku merasa pasti, itu dipinjamnya dan tokoh Long John Silver, bajak laut dari kisah Pulau Harta. "
"Mungkin," kata Pete.
"Kenyataan bahwa ia memilih samaran nama bajak laut, menimbulkan dugaan bahwa hartanya yang misterius itu sebetulnya barang curian. Mungkin karena itu ia tidak berani menjualnya." Kedua rekannya mengangguk.
"Yang lebih memperkuat dugaan bahwa ia biasa bergaul dengan buku-buku," kata Jupiter melanjutkan, "lihat saja nama-nama yang dipilihnya untuk burung-burung yang kemudian dilatih olehnya. Billy Shakespeare - Little Bo-Peep - Blackbeard si Bajak Laut - Sherlock Holmes - Robin Hood - Captain Kidd."
"Jangan lupa Scarface," tambah Pete.
'"Nama itu mungkin berasal dan seorang bandit dalam film gangster. Pokoknya kebanyakan dari nama-nama itu ada hubungan dengan buku atau sejarah."
"He!" seru Bob dengan tiba-tiba, "Mungkin harta dalam peti logam itu sebuah buku! Buku yang sulit didapat. Buku begitu ada yang nilainya mencapai ribuan dollar!"
Jupiter mengerutkan kening.
"Betul," katanya kemudian. "Tapi ingat kata-kata Mr. Silver mengenai harta itu, yang dikatakannya berupa sepotong ujung pelangi dengan guci emas di bawahnya. Itu kan tidak mengarah ke buku."
"Memang tidak," kata Pete. "Lalu bagaimana kita sekarang" Kita kehilangan jejak Billy, Bo-Peep dan juga Mr. Claudius. Kita menghadapi jalan buntu."
"Belum sama sekali buntu," bantah Jupiter. "Kemarin kita mendengar Mr. Claudius sendiri mengatakan dua ekor nuri belum ditemukan. Usulku sekarang, kita berusaha mencari kedua nuri itu. Kalau berhasil, dengan Blackbeard akan ada tiga burung di tangan kita. Sementara pada Mr. Claudius ada empat. Kapan-kapan ia pasti akan tahu bahwa kita juga berhasil menemukan tiga ekor. Dengan begitu kita tidak perlu capek-capek mencari dia. Dia yang akan mendatangi kita."
"Belum tentu aku senang jika dia datang ke kita," gerutu Pete. "Dan mencari nuri lalu mencurinya - nah, itu pasti akan tidak kusenangi."
"Siapa bilang kita harus mencuri"" bantah Jupiter. "Aku bermaksud membelinya."
"Membeli"" tanya Pete. Bob juga nampak heran. "Bagaimana mungkin, jika kita bahkan sama sekali tidak tahu di mana burung-burung itu saat ini."
"Kau melupakan hubungan hantu ke hantu," kata Jupiter. "Aku kenal paling sedikit tiga anak laki-laki yang tinggal di daerah sini." Ia berkata sambil menuding lingkaran yang dibuat oleh Carlos di atas peta daerah
kota Hollywood. "Akan kutelepon mereka. Selanjutnya mereka nanti menelepon teman-teman berikut, dan dengan segera pertanyaan kita akan sudah tersebar ke mana-mana."
Sekali ini Bob dan Pete benar-benar kagum.
"Betul, Jupe!" seru Bob dengan gembira "Ya, burung nuri menarik bagi siapa saja. Maksudku jika di daerah kita ada tetangga membeli seekor nuri, dan jika burung itu pandai bercakap-cakap, maka pasti ia akan jadi omongan orang. Orang satu blok dengan cepat akan mengetahui. Tak perduli siapa yang membeli kedua nuri itu dari paman si Carlos, pasti akan ada orang lain yang mengetahui. Dan hantu-hantu kita tentu akan berhasil menemukannya!"
"Tapi sekali ini kita tidak bisa menjanjikan hadiah apa-apa," kata Jupiter lagi. "Walau begitu keasyikan bisa ikut beraksi dalam suatu penyelidikan penting, pasti akan mendorong anak-anak."
"Lalu kalau sudah ditemukan, bagaimana kita bisa membeli" Kan kita tidak punya uang lagi!"
"Akan kuusahakan," jawab Jupiter. "Tapi kalau tidak berhasil, bisa saja kita minta pada para pemilik agar kita diperbolehkan merekam kata-kata yang diucapkan kedua ekor nuri itu. Karena kini sudah jelas bahwa sebelum ia meninggal dunia, Mr. Silver yang misterius itu mengajari ketujuh burungnya untuk mengucapkan kalimat-kalimat tertentu yang aneh dan membingungkan. Dan pasti dengan tujuan tertentu pula. Tujuan itu yang menjelaskan, apa sebabnya Mr. Claudius begitu bersemangat ingin memperoleh ketujuh burung itu. Aku yakin, alasan -"
Namun saat itu terdengar suara lantang Mrs. Jones berseru-seru di luar.
"Jupiter! Pete! Bob! Anak-anak bandel - ke mana lagi kalian sekarang" Sudah waktunya bekerja lagi, mengerti" Ayo, mulai bekerja lagi!"
Ketiga remaja itu tidak berlama-lama lagi. Mereka tahu, kalau Bibi Jones sudah berteriak-teriak seperti itu, mereka harus langsung muncul.
Blackbeard ditinggal sendiri dalam trailer. Burung itu berseru-seru dengan suaranya yang parau. "Bekerja lagi! Bekerja lagi!"
Kedengarannya seolah-olah mengejek.
BAB 10 TERJEBAK "KELIHATANNYA ini alamatnya," kata Pete. Ia memperhatikan secarik kertas, di mana tertulis dua nama dengan alamatnya. "Berhenti di sini!"
Kedua nama itu merupakan hasil hubungan hantu ke hantu yang dilancarkan kemarin, setelah Jupiter dan kedua rekannya selesai dengan tugas membantu Bibi Jones.
"Beres," kata laki-laki yang mengemudikan Rolls-Royce pagi itu. Orangnya pendek, dengan mata yang bersinar cerdik dan ingin tahu. Namanya Fitch. Ketika Jupiter menelepon perusahaan penyewaan mobil yang memiliki mobil mewah itu karena hendak memakainya, pihak perusahaan mengatakan Worthington kebetulan sedang pergi. Ketiga remaja itu kecewa, karena mereka sudah biasa dengan laki-laki Inggris itu. Tapi apa boleh buat, mereka terpaksa menyetujui supir pengganti yang diajukan.
Rolls-Royce itu berhenti di tepi trotoar. Fitch berpaling, menatap Bob dan Pete sambil nyengir. Jupiter sekali itu tidak ikut. Paman dan bibinya harus pergi, menjenguk kakak Mrs. Jones yang jatuh sakit. Jadi Jupiter terpaksa tinggal untuk menjaga perusahaan. Dan karena itu Pete dan Bob harus berangkat sendiri.
"Kalian hari ini mau mengadakan penyelidikan ya"" tanya Fitch. "Worthington sudah bercerita padaku tentang kegiatan kalian. Kapan-kapan kalau kalian perlu bantuan, bilang saja padaku. Aku dulu pernah jadi penjaga bank." Fitch mengetuk-ngetuk keningnya dengan jari. "Percayalah, tidak ada yang tidak kuketahui soal para penjahat."
Baik Pete maupun Bob tidak begitu suka pada supir baru itu. Sambil menganggukkan kepala sedikit, Pete berkata, "Terima kasih, Fitch. Tapi hari ini kami cuma hendak melacak jejak beberapa ekor burung nuri yang hilang."
"Jejak nuri yang -" Air muka Fitch berubah merah padam. "Ya deh, aku mengerti."
Setelah itu ia berpaling, lalu mulai membaca surat kabar. Dikiranya Pete main-main.
Hubungan hantu ke hantu yang dilancarkan kemarin malam oleh Jupiter, dipusatkan pada daerah kota Hollywood yang ditunjukkan oleh Carlos. Dan langsung ditujukan untuk menanyakan apakah ada orang yang belum lama berselang membeli nuri berjambul kuning. Dari daerah itu kemudian masuk jawaban dari beberapa
orang anak. Ternyata beberapa hari sebelum itu ada seorang laki-laki gendut yang datang dari rumah ke rumah, dan kemudian berhasil menemukan tempat dari dua ekor burung nuri. Captain Kidd dan Sherlock Holmes. Kedua burung itu dibelinya, dengan pembayaran lipat dua dan harga semula.
Namun laki-laki gendut itu tidak berhasil mendapatkan kedua nuri yang namanya masing-masing Scarface dan Robin Hood. Kini alamat orang-orang yang membeli mereka ada pada Pete dan Bob. Mereka berbekal uang tujuh puluh lima dollar, dengan harapan akan bisa membeli kedua nuri itu. Uangnya didapat oleh Jupiter. Ia memperolehnya sebagai persekot dari bibinya, dengan janji bahwa mereka bertiga akan bekerja keras di tempat penimbunan barang bekas selama paling sedikit dua minggu. Mereka memperkirakan uang sebanyak itu akan sudah mencukupi. Tapi jika ternyata tidak, Pete sudah siap dengan tape recordernya. Ia akan mencoba minta ijin merekam ucapan-ucapan aneh yang mungkin diajarkan pada kedua burung itu.
Pete dan Bob turun dan mobil, lalu berjalan memasuki jalan kecil berlapis semen yang membujur di antara semak-semak tinggi. Mereka menuju sebuah rumah kuno yang dinding luarnya dilapis plesteran. Ketika mereka tak sampai sepuluh meter lagi dari situ, tiba-tiba pintu depan rumah terbuka. Seorang anak laki-laki bertubuh jangkung tapi kurus dan berhidung panjang melangkah ke luar. Anak itu memandangi mereka sambil nyengir.
"Skinny Norris!" seru Pete dengan kaget. Ia tertegun, begitu pula Bob. "Bikin apa kau di sini""
Remaja yang tahu-tahu muncul itu bernama E. Skinner Norris. Setiap tahun ia tinggal selama beberapa bulan bersama orang tuanya di Rocky Beach. Tempat tinggal mereka yang tetap di negara bagian lain. Karena di negara bagian itu ijin mengemudikan kendaraan bermotor sudah diberikan pada usia yang lebih muda dari di California, maka sebagai akibatnya remaja itu sudah boleh menyetir mobilnya sendiri. Memanfaatkan keuntungan ini, ditambah lagi dengan uang saku yang tidak sedikit, ia berusaha untuk mengangkat dirinya menjadi tokoh pemimpin di kalangan remaja Rocky Beach.
Nama E. Skinner oleh kalangan remaja yang tidak begitu suka padanya, diubah menjadi Skinny. Tepat sekali julukan itu, karena Skinny juga berarti kerempeng!
Dia kepingin sekali menunjukkan bahwa ia lebih pintar daripada Jupiter. Sudah berapa kali ia berusaha membuktikannya, tapi selalu gagal. Sebagai akibatnya, banyak sekali waktu yang dipergunakan untuk mencampuri urusan Jupiter serta kawan-kawannya. Tidak sering berhasil, tapi adakalanya ia bisa menimbulkan kejengkelan.
Dan kini E. Skinner tertawa mengejek. Kedua tangannya dilipat ke belakang, seolah-olah menyembunyikan sesuatu.
"Kalian tidak agak terlambat"" ejeknya. "Maksudku, jika kalian kemari untuk ini."
Digerakkannya tangan ke depan. Ternyata ia memegang sebuah sangkar burung nuri. Di dalamnya bertengger seekor nuri berjambul kuning. Matanya yang kanan buta, sedang pada sisi kepalanya nampak bekas luka yang memanjang. Rupanya dulu pernah berkelahi sehingga luka.
"Burung nuri"" Pete berlagak heran.
Bob cepat-cepat menimbrung.
"Kenapa kami harus tertarik pada seekor nuri, Skinny"" katanya. Tapi gertakan itu ternyata tidak mempan. Sekali ini Skinny berhasil mendahului mereka. Dan mereka bertiga sama-sama mengetahuinya.
"Kemarin malam aku kebetulan ke tempat seorang kawanku di sebelah rumah," kata Skinny dengan nada bangga. "Kawanku itu menerima telepon yang mengabarkan bahwa Fatso Jones -" yang dimaksudkannya dengan julukan itu adalah Jupiter, sedang Fatso berarti si Gendut. "- bahwa Fatso Jones mencari burung-burung nuri berjambul kuning yang baru saja dibeli. Kata kawanku itu, di rumah ini ada seekor. Aku lantas kemari pagi ini dan membelinya dengan
harga empat puluh dollar. Aku kebetulan tahu tempat di mana aku bisa menjualnya lagi dengan harga seratus lima puluh. Jadi tak ada gunanya aku membuang-buang waktu berbicara dengan kalian berdua."
Skinny berjalan melintasi mereka sambil menjinjing sangkar yang berisi burung nuri. Ketika melewati Pete dan Bob, burung nuri itu mencengkeram terali sangkarnya sambil menelengkan kepala
. "Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol," katanya dengan suara parau.
"Diam!" bentak E. Skinner Norris sambil bergegas ke jalan raya. Ia masuk ke sebuah mobil model sport berwarna biru. Baik Bob maupun Pete tidak melihatnya tadi, karena tersembunyi di balik semak. Dengan segera mobil sport itu meluncur pergi.
"Menurut pendapatmu, pada siapa Skinny bisa menjual burung itu"" tanya Pete. "Mungkin Mr. Claudius"" Tapi Bob juga tidak tahu. Walau demikian ia lantas mengambil buku notesnya yang selalu dibawa-bawa serta membuat catatan di situ.
"Aku mencatat kata-kata Scarface tadi," katanya menjelaskan. '"Aku tak pernah memberi kesempatan adil bagi si tolol'. Nah, walau kita tidak berhasil memperoleh burung itu, tapi kelihatannya kita sekarang tahu apa pesan yang diajarkan Mr. Silver padanya. Mungkin ada gunanya bagi Jupe."
"Kalau bisa, dia benar-benar ahli sihir," kata Pete sangsi. "Kalau menurut pendapatku, kedengarannya kayak kalimat yang berasal film gangster kuno yang suka dipertunjukkan di TV. Yah - sekarang kita coba saja mencari Robin Hood."
Bersama Bob, ia lantas kembali ke Rolls-Royce yang masih menunggu. Pete menyodorkan alamat yang satu lagi pada Fitch. Ternyata letaknya beberapa blok dari situ. Rumahnya sudah tua, terletak agak menjorok ke belakang. Keadaannya tak terawat.
Sambil berjalan menuju ke tempat itu, Pete berpaling pada Bob.
"Aku tadi berpikir-pikir," kata Pete, "mengenai hubungan hantu ke hantu yang diciptakan Jupiter untuk menghubungi sekian ratus anak-anak guna memperoleh informasi."
"Ya - ada apa dengannya"" kata Bob. "Menurut pendapatku, ide itu hebat sekali. Nyaris sama baiknya kayak pengumuman lewat radio."
"Ya, justru itulah soalnya," kata Pete lagi. "Hasilnya memang ada, tapi di pihak lain dengan begitu banyak orang yang lantas tahu apa yang akan kita lakukan. Dan kadang-kadang ada orang yang karenanya mengetahui sesuatu yang sebetulnya tidak boleh diketahui olehnya. Maksudku kayak Skinny tadi. Karena hubungan itu ia lantas mengetahui bahwa kita menaruh minat pada burung nuri. Lalu ia mendului kita membeli Scarface."
"Tapi setidak-tidaknya ia tidak tahu-menahu tentang Robin Hood," jawab Bob. "Nah, ini dia rumah yang penghuninya dikabarkan membeli burung itu. Setidak-tidaknya begitulah cerita anak yang tinggal di sebelah rumah pada Jupe. Mudah-mudahan saja kita masih sempat membelinya."
Sekali ini mereka bernasib mujur. Penghuni rumah itu seorang laki-laki bertubuh pendek dan berkepala botak, tiga minggu yang lalu membeli seekor burung nuri dari seorang pedagang keliling bangsa Meksiko. Saat itu si pedagang mengelus-elus kepalanya - kepala nuri, bukan kepala si botak. Burung itu lantas memperkenalkan diri dengan nama Robin Hood. Lalu mengoceh mengucapkan serentetan kata-kata. Tapi sejak itu ia membisu terus. Isteri si botak tidak suka pada Robin Hood. Ia lebih senang memelihara burung kenari.
Karenanya si botak dengan senang hati menjual Robin Hood pada kedua remaja itu. Harganya dua puluh lima dollar, sama dengan harga pembeliannya Tapi sebelum sangkar diserahkan, si botak masih memperingatkan.
"Walau dia bisa bicara, tapi sekarang tidak mau. Rupanya sedang malas. Aku tidak tahu apa yang akan kalian lakukan mengenainya."
"Terima kasih, Sir, " ucap Bob. "Kami akan membujuknya supaya mau bicara."
Dengan gembira ia pergi dari rumah itu, diikuti oleh Pete. Memang benar kata si botak tadi, Robin Hood cuma bertengger saja dalam kandang. Sikapnya tidak menunjukkan bahwa ia mau bicara. Tapi kedua remaja itu yakin, Jupiter tentu akan berhasil membujuknya supaya mau membuka paruh.
"Sekarang kita langsung kembali ke Markas Besar," kata Pete. "Kita lihat nanti, apakah - He, mana mobil kita""
Rolls-Royce yang tadi ditinggalkan di tepi trotoar, kini sudah tidak kelihatan lagi.
"Fitch benar-benar keterlaluan!" kata Bob dengan kesal. "Masak pergi dengan begitu saja meninggalkan kita di sini!"
"Mungkin ia bermaksud hendak berkelakar, mengganggu kita," kata Pete. "Tapi yang jelas, sekarang kita mengalami kerepotan untuk kembali ke Rocky Beach."
Saat itu sebuah truk datang dan berhenti di dekat merek
a. Kendaraan itu sudah bobrok, sedang bak belakangnya tertutup. Pengemudinya seorang wanita. Ia menjulurkan badan ke luar dan menyapa mereka.
"Kalian mencari mobil Rolls-Royce tua tadi"" katanya. "Aku melihatnya pergi, baru beberapa menit yang lalu."
"Padahal harus menunggu kami di sini," kata Bob.
"Aduh, kasihan," kata wanita itu dengan nada bersungguh-sungguh. Mungkin aku bisa mengantar kalian, setidak-tidaknya sampai ke halte bis."
"Terima kasih," kata Pete dengan senang. "Yuk Bob, kita naik bis saja dari Wilshire."
Sambil bicara ia langsung naik ke atas kabin truk, lalu duduk di sebelah wanita yang memegang setir. Bob menyusul, sambil menenteng sangkar yang berisi Robin Hood. Saat itu ia merasa, seolah-olah sudah pernah mendengar suara wanita itu. Tapi itu tidak mungkin!
"Maaf, tapi Wilshire Boulevard letaknya kan ke arah sana," kata Bob sambil menudingkan jari ke belakang, sementara truk mulai dijalankan dengan cepat oleh wanita itu.
"Kita tidak pergi ke Wilshire Boulevard!"
Tiba-tiba terdengar suara orang lain di belakang mereka. Kentara sekali berlogat Inggris. "Kita sekarang pergi ke tempat lain."
Pete dan Bob kaget, lalu memalingkan kepala ke belakang. Papan yang memisahkan kabin dengan bak belakang tergeser ke samping. Detik itu juga nampak Mr. Claudius di situ, dekat sekali ke kepala mereka. Laki-laki gendut itu tersenyum. Tapi bukan tersenyum ramah. Matanya berkilat-kilat di balik lensa kaca mata yang tebal.
"Dan kalian sekali ini ikut dengan aku," katanya lagi. "Aku sudah bosan kalian halang-halangi terus!"
Pete dan Bob diam saja. Mereka takut setengah mati. Mereka hanya bisa menatap laki-laki gendut itu sambil membungkam. Sambil tersenyum terus, Mr. Claudius menunjukkan tangannya. Ternyata ia memegang sebilah keris.
"Nah - kalau kalian berani bergerak sedikit saja, habislah riwayat kalian, " ancam laki-laki itu. "Keris ini buatan Damaskus, seribu tahun yang lalu. Sejarahnya penuh darah. Sudah mencabut nyawa dua belas orang! Aku yakin, tak seorang pun dari kalian berdua ingin menjadi korbannya yang ketiga belas. Tiga belas itu angka sial!"
BAB 11 TUJUH TANDA BUKTI BERSAYAP
TRUK itu melaju, menuju bukit-bukit yang terjal dan gersang di belakang kota Hollywood.
"Sebelum ini aku kan sudah memperingatkan kalian," kata wanita yang memegang setir. "Tapi kalian tidak mau mengacuhkan."
Ketika itu barulah Bob sadar, di mana ia pernah mendengar suara wanita itu. Lewat telepon, ketika memperingatkan mereka agar jangan menghalang-halangi Mr. Claudius.
Beberapa saat kemudian, ketika mereka sudah agak jauh masuk ke daerah berbukit, akhirnya Pete memberanikan diri bertanya.
"Bolehkah saya bertanya sedikit, Mr. Claudius" Bagaimana cara Anda tadi menyuruh Fitch pergi dengan mobil kami""
"Gampang saja," kata laki-laki itu sambil tertawa kecil. "Beberapa waktu yang lalu aku datang ke perusahaan penyewaan mobil yang biasa kalian pakai. Aku ke situ untuk menyewa mobil yang tidak begitu mudah dikenal. Jadi bukan seperti mobil Ranger-ku. Ketika aku sedang di situ, kebetulan aku melihat Rolls-Royce hebat yang beberapa kali kulihat kalian pakai. Saat itu pula aku tahu tentang pesawat telepon yang merupakan perlengkapannya. Nah, hari ini aku menyusul kalian kemari. Lalu ketika kalian sedang berada di dalam rumah, aku lantas pergi ke toko yang di pojok jalan. Dari situ aku memutar nomor pesawat telepon yang ada di dalam mobil. Ketika Fitch menjawab, kukatakan padanya bahwa aku menelepon dari dalam rumah. Kataku, kalian berdua kutahan makan siang. Dia baru diperlukan lagi menjelang sore. Dia lantas pergi."
"Claude, tidakkah lebih baik -" sela wanita yang mengemudikan mobil. Kelihatannya dia itu isteri Mr. Claudius. Tapi si gendut langsung memotong dengan ketus.
"Tidak!" bentaknya. "Kauperhatikan saja jalan. Kau mengawasi kaca spion""
"Ya. Mula-mula aku merasa ada sebuah mobil kecil membuntuti kita. Tapi sekarang sudah tidak nampak lagi." "Bagus. Hati-hati pada tikungan berikut."
Truk diperlambat jalannya, memasuki suatu tikungan tajam. Ternyata mereka sampai di sebuah lembah memanjang. Di situ ada sebuah rumah, didampingi garasi yang
memuat dua mobil. Wanita itu menjalankan truk sampai ke dalam garasi, lalu mematikan mesin.
"Sekarang keluar," kata Mr. Claudius, "tapi tidak perlu tergesa-gesa."
Dengan lambat Bob dan Pete turun dari mobil, diikuti oleh Mr. Claudius. Di sebelah truk sudah ada mobil lain. Ranger hitam model sport yang dipakai oleh Mr. Claudius, ketika Pete melihat dia untuk pertama kalinya. Laki-laki gendut itu menggiring mereka masuk ke dalam rumah, menuju kamar duduk yang luas tapi tidak banyak mebelnya. Di ujung ruangan ada sebuah meja besar. Di atasnya terletak empat buah sangkar berisi burung-burung nuri berjambul kuning. Burung-burung itu kelihatannya lesu. Semuanya membisu. Juga ketika Mrs. Claudius meletakkan sangkar yang berisi Robin Hood ke situ.
Bob dan Pete duduk di sebuah bangku besar, sementara Mr. Claudius mengambil tempat di depan mereka. Jarinya bermain-main dengan ujung keris, seperti hendak menguji ketajamannya.
"Nah, sekarang aku ingin mendapat keterangan dari kalian berdua yang licik ini," katanya. "Lima dari ketujuh nuri yang diajari bicara oleh John Silver sudah ada di tanganku. Yang lain-lain pasti akan kuperoleh juga. O ya, pasti berhasil. Tapi saat ini aku ingin tahu, bagaimana sampai Huganay bisa menyewa tenaga kalian" Dan seberapa banyak yang diketahui olehnya""
"Huganay"" balas Pete bertanya dengan mata terkejap-kejap. Bob cuma bisa melongo saja.
"Jangan pura-pura tidak kenal padanya," tukas Mr. Claudius dengan nada tidak sabar. "Huganay, orang Perancis itu - salah satu pencuri benda seni yang paling berbahaya di Eropa! Aku yakin dia sedang membuntuti aku." Bob sudah hendak menggeleng, tapi Pete langsung membuka mulut.
"Mr. Huganay itu, orangnya berukuran sedang, berambut coklat tua, kalau bicara berlogat Perancis, serta berkumis kecil"" tanyanya beruntun.
"Itu dia orangnya!" tegas Claudius. "Ternyata kalian kenal padanya."
"Bukan kenal," jawab Pete. Kemudian diceritakannya perjumpaan yang terjadi di pekarangan rumah Mr. Fentriss, ketika Rolls-Royce yang mereka naiki nyaris bertubrukan dengan mobil lain. Juga diceritakannya bahwa orang yang naik mobil itu kelihatannya sangat tertarik pada nuri yang bernama Billy Shakespeare, dan bahwa dia juga segan bertemu dengan polisi.
"Ya," kata Mr. Claudius, "tentu saja Huganay tidak begitu kepingin berurusan dengan polisi. Tapi aku tidak mengerti -jika kalian tidak bekerja untuk dia, lalu apa sebabnya kalian begitu menaruh perhatian pada nuri-nuri itu""
Pete lantas menjelaskan bahwa Trio Detektif berjanji pada Mr. Fentriss untuk membantunya mencari Billy Shakespeare. Mendengarnya, air muka Mr. Claudius langsung berubah. Tidak menyeramkan lagi. Ia mencopot kaca matanya lalu mengelapnya. Kini ia kelihatan seperti seorang laki-laki gendut yang sedang bingung.
"Padahal aku semula sudah yakin betul, kalian bekerja untuk Huganay," katanya sambil menggeleng-geleng. "Beberapa hari yang lalu ketika aku kembali dengan mobil ke flat tempat kediamanku sebelum ini, kulihat Huganay berdiri di pojok jalan sambil memperhatikan aku. Kemudian ketika aku masuk ke dalam flat, aku merasa pasti tempat kediamanku itu habis digeledah. Dan ternyata dugaanku tepat!"
Mr. Claudius menatap isterinya.
"Kau bilang pasti itu cuma khayalanku saja," katanya menyesali. "Tapi Huganay memang sedang membuntuti aku. Ia masuk ke flat, dan membaca catatan-catatanku!"
"Memang, sudah jelas sekarang bahwa Huganay sedang membuntuti kita," kata isterinya sambil mengeluh. "Tapi aku yakin, ia tidak tahu tempat ini."
"Ya, syukurlah," jawab Mr. Claudius. Kemudian ia bicara lagi dengan Pete dan Bob. "Rumah ini memang sudah kusewa, untuk tempat menaruh burung-burung itu. Mobil Ranger-ku kutinggal di sini. Lalu aku menyewa sebuah sedan tua, yang tidak begitu gampang dikenali oleh Huganay. Orang itu tahu, aku suka sekali pada mobil Ranger. Lalu keesokan harinya aku mendengar bahwa kalian sedang berusaha mencari keterangan di mana mobilku itu berada. Aku mendengarnya dari pengelola gedung flat. Anak laki-lakinya bertanya padanya, di mana mobil Ranger-ku. Ayahnya melarang anak itu mencampuri urusan penyewa flat. Jadi aku am
an di sana." "Kemudian anak itu kutanyai dengan maksud mengetahui nomor telepon kalian," sambung Mrs. Claudius. "Lalu aku menelepon, untuk memperingatkan kalian. Suamiku gelisah sekali dan aku mengkhawatirkan hal yang akan terjadi jika ia berjumpa lagi dengan kalian."
"Ya," kata laki-laki gendut itu sambil mendesah, "kalau sedang gelisah, aku cepat sekali naik darah. Aku lantas bersikap mengancam. Apalagi aku sedang dibuntuti Huganay yang begitu cerdik dan berbahaya -" Mr. Claudius mengusap keningnya. "Nyaris saja perhatianku menyimpang," katanya lagi. "Lalu ketika aku terpergok lagi dengan kalian di rumah Sanchez orang Meksiko itu, aku lantas merasa yakin bahwa kalian bekerja untuk Huganay."
Saat itu ia seakan baru sadar bahwa ia masih memegang keris. Diletakkannya senjata tajam itu ke atas meja.
"Kurasa benda ini tidak kuperlukan lagi," katanya. "Tapi kini aku tidak tahu apa yang harus kukerjakan. Aku bingung. Begitu banyak problem - banyak sekali -"
Suaranya melemah diakhiri dengan desahan napas. Kini isterinya yang berganti bicara.
"Claude," kata Mrs. Claudius, "sekarang sudah saatnya bagimu untuk bertindak dengan akal sehat. Mereka ini remaja yang cerdas, yang tidak bermaksud mencelakakan dirimu. Sebaiknya kau minta maaf pada mereka. Aku mendapat kesan bahwa mereka sudah menunjukkan kecerdasan otak dalam menanggulangi perkara ini. Mereka berhasil menemukan Sanchez, dan mereka juga menemukan nuri yang tidak berhasil kaucari."
"Ya, kau benar," Mr. Claudius menotol-notol wajahnya dengan sapu tangan. "Nak, aku minta maaf pada kalian berdua. Inilah repotnya dengan watakku. Aku selalu ribut jika menghadapi kesulitan. Padahal urusan ini penting sekali artinya bagiku. Penting sekali! Aku sebetulnya harus berusaha supaya tetap tenang. Aku menderita penyakit lambung, yang memaksa diriku untuk menjaga ketenangan. Tapi aku tak bisa tenang!"
Pete dan Bob berpandang-pandangan sesaat. Kemudian Bob membuka mulut.
"Kami terima permintaan maaf Anda, Mr. Claudius," katanya. "Tapi bagaimana dengan Mr. Fentriss dan Miss Waggoner" Anda mencuri burung nuri kepunyaan mereka. Anda juga mengikat Mr. Fentriss dan - yah, dengan begitu Anda sudah melakukan tindakan melanggar hukum."
Mr. Claudius mengusap-usap mukanya lagi dengan sapu tangan.
"Akan kucoba memperbaiki kesalahanku pada mereka," katanya kemudian. "Aku akan sungguh-sungguh berusaha, dan nanti tergantung pada mereka apakah mau memaafkan aku atau tidak. Tapi mula-mula perlu kujelaskan apa sebabnya aku melakukan tindakan-tindakan itu. Soalnya begini! Burung-burung nuri itu kucuri, karena aku harus memiliki mereka. Harus! Mereka itu merupakan petunjuk penting untuk mengetahui di mana harta yang disembunyikan John Silver sebelum dia meninggal dunia!"
Sekarang Bob mengerti. Sehari sebelumnya, Jupiter sudah hendak menjelaskan teorinya pada mereka berdua. Tapi belum sempat. Sekarang Bob merasa bisa menebak apa teori Jupiter itu.
"Mr. Claudius," tanya Bob, "apakah burung nuri itu ketujuh-tujuhnya petunjuk yang bisa bicara" Apakah kalimat yang diucapkan masing-masing nuri merupakan satu petunjuk tersendiri" Dan untuk menemukan harta yang tersembunyi, Anda harus mengumpulkan mereka semua, dan kemudian menarik kesimpulan apa makna ucapan-ucapan mereka""
"Betul," jawab Mr. Claudius. "Soalnya begini. John Silver bermaksud iseng, membuat aku bingung. Itu kelakarnya yang paling hebat! Meninggalkan warisan tujuh ekor burung yang bisa bicara, yang masing-masing mengucapkan pesan yang merupakan teka-teki. Dan aku harus memecahkan teka-teki itu, supaya bisa mengetahui di mana ia menyembunyikan harta itu. Orang lain takkan mungkin sampai ke akal yang begitu gila. Tapi memang begitu itulah orangnya. Begitulah jalan pikirannya yang gemilang tapi suka menyeleweng!"
"Claude," kata isterinya menyela, "kedua remaja ini pasti akan lebih mengerti apabila kau memulai dari awal. Sementara itu, aku menyiapkan roti sandwich untuk kita semua. Tentunya kalian sudah lapar."
Baru saat itu Bob dan Pete menyadari bahwa mereka sudah lapar sekali. Tapi di pihak lain, mereka sangat bersemangat karena tahu bahwa akhirnya mer
eka akan mengetahui apa yang tersembunyi di balik misteri burung-burung yang bisa bicara.
"Anda sudah kenal Mr. Silver sejak dari Inggris"" tanya Bob.
"Sekitar dua tahun yang lalu aku mempekerjakan John Silver di perusahaanku," kata Mr. Claudius memulai kisahnya. "Aku bergerak di bidang jual-beli benda-benda seni yang istimewa. Itu di London. Silver sebenarnya sangat terpelajar. Tapi orangnya aneh. Tidak pernah tahan lama bekerja di satu tempat, karena humornya aneh. Akhirnya ia terpaksa mencari nafkah dengan jalan mengarang lelucon, teka-teki dan sejenisnya, lalu menjualnya ke koran-koran serta majalah.
"Lalu ia datang padaku, mencari kerja. Pengetahuannya luas sekali, baik mengenai kesenian maupun kesusasteraan. Aku lantas mengambilnya jadi pegawai, dengan tugas menghadiri pelelangan serta membeli benda-benda yang mungkin berharga.
"Pada suatu hari ia kembali membawa sebuah lukisan. Lukisan itu biasa saja. Dua ekor nuri berjambul kuning yang bertengger pada sebuah dahan. Lukisan itu dibelinya dengan harga mahal. Kalian kan sudah tahu, aku ini orangnya sulit mengendalikan perasaan. Saat itu aku naik darah. Dia kukata-katai, kukatakan goblok. Lalu dia kupecat!
"John Silver - itu bukan namanya yang asli, tapi nama samaran yang dipakainya sebagai pengarang teka-teki - ia mengatakan padaku bahwa ia yakin gambar nuri itu dibuat di atas lukisan lain. Lukisan yang lebih tua dan jauh lebih berharga. Dikatakan pula olehnya, hal itu akan dibuktikannya. Mungkin kalian pernah mendengar tentang lukisan yang dibuat di atas lukisan lain, kadang-kadang untuk menyembunyikan lukisan yang pertama""
Pete belum pernah mendengar kejadian seperti itu. Tapi Bob mengangguk.
"Nah, ternyata itulah yang terjadi dengan lukisan itu," kata Mr. Claudius melanjutkan penuturannya. "John Silver menghapus gambar kedua burung nuri, memakai bahan tertentu. Beberapa hari kemudian ia datang lagi. Ditunjukkannya sebuah lukisan yang sangat indah. Gambar seorang gadis penggembala yang sedang merawat anak domba. Jelas lukisan itu ciptaan seorang pelukis besar. Dengan segera aku menyadari bahwa lukisan itu biarpun ukurannya tidak besar, tapi nilainya tidak mungkin kurang dari seratus ribu dollar!"
"Astaga!" seru Pete kagum. "Jumlah yang tidak sedikit untuk sebuah lukisan! Saya bisa membelinya di toko dengan harga satu dollar sembilan puluh delapan sen. Lengkap dengan bingkai!"
"Itu kan cuma kopi belaka yang dicetak secara besar-besaran," kata Bob padanya. Ia agak malu, karena Pete ternyata tidak tahu apa-apa tentang seni lukis. "Museum Metropolitan di New York pernah membayar lebih dari dua juta dollar untuk sebuah lukisan Rembrandt, pelukis Belanda yang tersohor itu."
"Wah!" kini Pete benar-benar kagum. "Duajuta dollar, untuk satu lukisan saja""
"Kini kita sampai pada bagian kisahku yang tidak enak," sambung Mr. Claudius. Tapi kalimatnya terputus, karena saat itu isterinya masuk sambil membawa baki yang penuh berisi roti sandwich, dua gelas susu serta kopi dua cangkir. Sambil makan, mereka mendengarkan kisah Mr. Claudius lagi.
"John Silver mengatakan padaku, karena aku memecatnya, maka lukisan yang dibeli itu menjadi miliknya. Aku membantah. Kataku, lukisan itu dibelinya dengan uangku dan ketika dia masih pegawaiku. Jadi akulah pemiliknya yang sah. Lalu ia mengajak berkompromi. Kami berdua yang memiliki lukisan itu, masing-masing setengah."
"Cukup adil," kata Pete, "karena bagaimana juga kan dia yang menemukannya."
"Memang adil," kata Mrs. Claudius dengan tegas. "Tapi Claudius suka naik darah, jika dia ditentang."
"Betul," ujar Mr. Claudius dengan suara sedih. "John Silver kuancam bahwa akan kupanggil polisi untuk menangkapnya. Mendengar itu dia lantas pergi, dengan membawa lukisan indah itu. Sedang aku pergi ke polisi untuk mengadukannya. Silver berhasil melarikan diri. Kemudian kudengar bahwa ia meninggalkan Inggris dengan sembunyi-sembunyi, selaku penumpang gelap pada sebuah kapal barang. Lukisan gadis penggembala yang indah itu lenyap."
"Salahmu sendiri," kecam isterinya.
"Yah, kemudian semua pedagang benda kesenian kuberi tahu, agar berjaga-jaga apabila John
Silver muncul dengan lukisan itu. Tapi tentu saja dia tidak muncul-muncul. Rupanya ia bersembunyi di sini. Di California."
"Betul, Sir, " kata Bob mengiyakan. "Ia tinggal di tempat Senor Sanchez. Waktu itu ia sudah sakit parah. Ia membawa sebuah kotak pipih, terbuat dan logam. Katanya pada Senor Sanchez, dalam kotak itu ia menyimpan sepotong ujung pelangi yang di bawahnya ada guci berisi emas. Tapi ia tidak berani mengambil resiko menjualnya."
"Penggambaran yang sangat baik," kata Mr. Claudius, "karena lukisan itu begitu indah, seolah-olah dilukis dengan warna-warna pelangi. Nah, kemudian aku menerima surat dari John. Dalam surat itu dikatakan, apabila aku menerimanya, dia sudah tidak ada lagi di dunia yang fana ini. Tapi lukisan itu ditaruhnya di suatu tempat yang aman. Katanya pula, untuk menemukannya aku harus memecahkan sebuah teka-teki. Itu merupakan leluconnya yang terakhir. Lelucon dengan aku sebagai korban, hal mana menyebabkan dia gembira sekali dalam mengaturnya. Dalam surat itu dijelaskannya bahwa ia sudah melatih enam ekor burung nuri berjambul kuning serta seekor burung beo. Masing-masing burung diajarinya mengucapkan suatu kalimat tertentu. Aku disuruhnya datang ke Amerika, dan membayar seribu dollar pada seseorang bernama Mr. Sanchez, yang kemudian akan menyerahkan ketujuh burung itu padaku. Setelah itu aku harus menyuruh burung-burung itu bicara. Aku harus berhasil memecahkan teka-teki yang terkandung dalam kalimat burung-burung itu. Setelah itu barulah aku bisa menemukan lukisanku yang disembunyikan. Katanya ia mendapat akal itu karena lukisan semula mengenai gambar dua ekor nuri berjambul kuning, sehingga kami berdua akhirnya bertengkar."
"Saya rasa itu caranya menghukum Anda, mengingat perlakuan Anda terhadapnya," kata Pete.
"Tepat," kata Mr. Claudius. "Tapi sebetulnya itu juga tidak apa, jika tidak terjadi kesialan. Kalian kan tahu, aku tidak segera datang, sehingga akhirnya burung-burung itu dijual oleh Mr. Sanchez. Soalnya aku waktu itu sedang pergi ke Jepang untuk urusan jual beli, dan surat itu tergeletak begitu saja di tokoku di London selama berminggu-minggu. Ketika aku pulang dan membaca surat itu, aku langsung berangkat ke sini. Tapi rupanya aku pernah mengatakan sesuatu di depan orang lain. Dan itu kemudian didengar Huganay, pencuri cerdik itu. Lalu ia menyusul aku ke sini."
Sambil berkata begitu ia melirik isterinya yang menganggukkan kepala.
"Huganay tajam sekali penciumannya - selalu tahu apabila ada kesempatan baik untuk dia," kata Mrs. Claudius dengan nada suram. "Ya, ia ada di sini untuk membuntuti kami. Tak ada yang bisa menggentarkan dirinya."
"Tapi bukan itu yang merupakan soal paling gawat," kata Mr. Claudius lagi sambil menggigit-gigit bibir. "Aku nyaris gila karena bingung dan jengkel, setelah mengetahui bahwa burung-burung nuri itu ternyata sudah dijual oleh Mr. Sanchez. Karena ia buta huruf, ia tidak memiliki catatan pada siapa saja burung-burung itu dijual. Tapi ia toh masih menunjukkan padaku daerah penjualannya secara kira-kira di atas suatu peta. Lalu aku mulai berkeliling dari rumah ke rumah sambil bertanya-tanya, apakah ada yang belum lama berselang membeli seekor burung nuri dari seorang pedagang Meksiko. Dengan cara begitu aku berhasil menemukan dua ekor, masing-masing Sherlock Holmes dan Captain Kidd.
"Kedua pemiliknya mau menjual kembali, karena setelah ditinggalkan orang Meksiko itu, kedua nuri tersebut ngambek dan tidak mau bicara.
"Setelah itu aku terus mencari-cari. Selalu diiringi rasa khawatir, jangan-jangan ada orang lain yang menemukan lukisan yang indah itu sebelum aku berhasil mengetahui di mana John Silver menyembunyikannya. Pada suatu hari, ketika aku lewat rumah Mr. Fentriss, secara kebetulan aku melihat seekor nuri berjambul kuning di balik jendela rumahnya. Aku membunyikan bel, tapi pintu tidak dibukakan. Aku khawatir, jangan-jangan pemiliknya tidak mau menjual burung itu. Lantas tanpa berpikir panjang lagi, burung itu kucuri.
"Tapi sialnya, burung itu juga tidak mau membuka mulut! Sepatah kata pun tidak mau! Lalu aku mengatur rencana. Aku kembali ke ru
mah Mr. Fentriss, pura-pura sebagai polisi. Sebagai hasilnya, ia bukan saja menceritakan apa yang dikatakan oleh Billy Shakespeare, tapi juga dikatakannya di mana aku bisa menemukan Little Bo-Peep. Ia juga mengatakan, ketika pedagang keliling bangsa Meksiko itu, Mr. Sanchez, pergi dari rumahnya, Blackbeard masih ada di gerobaknya.
"Tentu saja aku tidak lagi bisa mengendalikan perasaan, sehingga ketahuan oleh Mr. Fentriss. Kecurigaannya timbul. Saat itu kulihat dua remaja mendatangi rumah. Aku takut tertangkap basah. Lalu Mr. Fentriss kuikat dan kusumpal mulutnya - tapi tidak kuat-kuat, supaya ia dengan segera bisa membebaskan diri. Setelah itu kalian berdua kusongsong dan kusuruh pergi lagi. Dan begitu kalian pergi, aku lantas melarikan diri.
"Dengan segera aku pergi untuk mengambil Little Bo-Peep, sebelum Mr. Fentriss sempat memberi tahu Miss Waggoner. Ketika aku datang, rumah wanita itu sedang kosong. Jadi aku terpaksa mencuri Little Bo-Peep. Aku tidak punya pilihan lain. Baru saja aku hendak pergi lewat pohon-pohon yang ada di sana, aku melihat Miss Waggoner muncul bersama dua orang remaja."
"Itu saya bersama Jupiter Jones," kata Pete dengan nada menuduh. "Kalau begitu, mestinya Anda yang melempar genting ke arah kami""
"Ya, betul!" Mr. Claudius mengusap keningnya. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukai kalian, tapi cuma menakut-nakuti."
"Hal-hal kayak begitu malah menambah tekat Jupiter," kata Pete.
"Ya, tentu saja. Tapi biar kuselesaikan dulu ceritaku. Begitu bisa, aku langsung mendatangi Mr. Sanchez lagi. Tapi sementara itu aku lantas tahu bahwa Huganay sedang mengintip-intip. Karenanya mobil Ranger lantas kusembunyikan. Sebagai gantinya, aku menyewa sebuah sedan yang sudah agak tua.
"Aku sebenarnya bukan sedang menyakiti Mr. Sanchez ketika kalian datang - walau kelihatannya mungkin begitu. Saat itu ia sedang terserang batuk, dan aku hendak membantunya duduk supaya napasnya bisa longgar. Tapi ketika kalian masuk lalu langsung menyerang, aku terpaksa melarikan diri. Saat itu aku sudah yakin sekali, kalian pasti bekerja untuk Huganay. Yah, bagaimana lagi - karena dia satu-satunya orang lain yang mungkin tahu tentang lukisan itu.
Nyai Tandak Kembang 3 Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi Separuh Bintang 4
^