Pencarian

Misteri Warisan Hitchcock 3

Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock Bagian 3


marmer itu. Akhirnya Ben berseru. "Itu dia! Di pojok sebelah sana!"
Jupiter mengikuti pandangan Ben ke sebuah tanda yang bertuliskan "Urusan
Internasional." Kedua anak itu bergegas menuju ruangan itu dan masuk. Begitu
berada di dalam kantor Urusan Internasional, mereka disambut oleh seorang
pria berwajah serius yang mengenakan jas dan dasi dan duduk di belakang
meja. Papan namanya terbaca "Agen R. Arthur - Amerika Serikat / Perserikatan
Bangsa-Bangsa." Ia menatap kedua anak itu seolah-olah mereka baru saja
berbuat suatu kenakalan. "Ada yang bisa kubantu, Anak-anak"" tanyanya curiga.
Jupiter menegakkan tubuh dan mendongakkan dagu. Dengan suara yang jelas
dan berwibawa yang membuatnya nampak lebih tua, ia berkata kepada Agen R.
Arthur. Ben menatap akting Jupiter dengan kagum.
"Tentu saja saya harap ada yang bisa Anda bantu," kata Jupe tegas. "Saya perlu
bertemu seorang delegasi dari nega ra Varania. Masalah darurat!"
Petugas berpakaian rapi itu mengangkat alisnya. "Varania" Aku tidak pernah
mendengarnya. Kau yakin maksudmu bukan Bavaria""
"Sangat yakin," tukas Jupier.
Agen R. Arthur mengangkat bahu. "Baiklah, Nak. Kalau itu maumu." Dengan ibu
jarinya ia menelusuri suatu indeks tebal dan membalik-balik halamannya.
Setelah beberapa saat akhirnya ia bergumam. "Ya ampun," katanya, "benar-benar ada yang namanya Varania. Pasti sebuah negara kecil!" Petugas itu
mengangkat salah satu telepon di mejanya dan berkata singkat. Setelah lama
berdiam diri akhirnya ia meletakkan gagang telepon.
"Baiklah, Nak. Seorang delegasi dari Varania akan turun ke lobi sekitar sepuluh
menit lagi. Kuharap ini bukan sebuah permainan!"
"Saya jamin ini bukanlah sebuah permainan," kata Jupiter tenang. "Terima
kasih, sir." Kedua anak itu meninggalkan kantor Urusan Internasional dan duduk menunggu
di sebuah bangku. Ketika sepuluh menit telah berlalu, mereka didekati oleh
seorang pria berkulit gelap yang mengenakan jas coklat tanpa cela. Di kerahnya
ia mengenakan sebuah pin berbentuk bendera Varania dan sebuah lencana
berbentuk seekor laba-laba perak.
Ia membungkuk ke arah anak-anak seba gai salam dan kemudian berkata dengan
aksen Varania yang kental. "Aku Duke Antony. Kalian anak-anak yang ingin
menemui seorang delegasi dari Varania""
Jupiter dan Ben balas membungkuk dan kemudian Jupe berdehem. "Saya
mengharapkan bantuan Pangeran Djaro dari Varania atas suatu masalah yang
sangat penting!" Yang dimaksud Jupiter adalah putra ma hkota Varania, yang telah berteman
dengan Trio Detektif dalam Misteri Laba-Laba Perak berbulan-bulan yang lalu.
Dalam kasus itu mereka telah membantu mengembalikan lambang negara yang
telah dicuri -- kalung laba-laba perak -- dan menolong Pangeran Djaro
mengatasi usaha kudeta menggulingkan tahtanya.
Duke Antony tersenyum hangat namun kemudian menggelengkan kepala. "Maaf,
aku tidak bisa begitu saja menghubungi Pangeran dan berkata bahwa ada dua
orang anak yang ingin bermain James Bond," katanya dengan sabar. "Tidak,
tidak. Tidak bisa begitu. Sekarang kuucapkan selamat jalan." Delegasi Varania
itu berpaling untuk pergi namun Jupiter belum lagi selesai.
"Maaf, sir," katanya berwibawa, "namun seandainya Anda mau berbaik hati
untuk menghubungi Pangeran bahwa Jupiter Jones ingin bicara ... salah satu
dari tiga anak Amerika yang membantu menemukan Laba-Laba Perak dan
membunyikan lonceng kebesaran Pangeran Paul beberapa bulan yang la
lu ... saya positif beliau akan mau berbicara dengan saya."
Pria berkulit gelap itu ragu-ragu, kemudian berpaling kembali, nampak
bimbang. "Kau adalah anak Amerika yang menolong Pangeran Djaro menyelamatkan
Kerajaan"" tanyanya tak percaya.
"Saya salah satunya," jawab Jupiter. "Kalau tidak, bagaimana saya bisa tahu
bahwa lonceng itu dibunyikan untuk memanggil bala bantuan bagi sang
Pangeran" Masalah itu tidak pernah dipublikasikan atas dasar kepentingan
nasional." Duke Antony menyipitkan matanya dan menggigit bibir. Jelas ia tidak ingin
mengganggu Pangeran. Akhirnya ia mengangguk. "Ikuti aku," katanya. "Akan
kuhubungkan kalian dengan saluran langsung ke Istana."
Ben menyeringai ke arah Jupe. Anak gempal itu benar-benar bisa nampak
penting jika ia mau! Mereka mengikuti delegasi Varania itu menaiki tangga demi tangga dan
akhirnya ke sebuah kantor kecil yang penuh sesak di ujung gedung kedutaan.
Ruangan kecil itu tidak cukup untuk tiga orang, maka Ben menunggu di koridor
sementara Duke Antony menghubungkan Jupiter.
Di dalam kantor Jupiter melihat map-map yang nampak resmi tertumpuk tinggi
di atas lemari arsip yang sudah ketinggalan zaman. Peta-peta menutupi dinding
dan sebuah bendera besar bergambar seekor laba-laba tergantung di atas
pintu. Di antara benda-benda di atas meja Duke terdapat dua pesawat telepon.
Satu hitam, yang lain merah. Delegasi itu mengangkat yang merah dan
menekan sebuah tombol di bagian de pan. Setelah menunggu sejenak, Duke
Antony mengatakan sesuatu dan kemudian memberikan gagang telepon kepada
Jupiter. ***** Sementara Ben menunggu Jupiter menelepon, ia menghabiskan waktu dengan
berusaha mengenali semua bendera negara-negara yang mewakili perwakilan di
Kedubes Amerika Serikat, masing-masing tergantung di balkon lantai dua.
Setelah hampir tiga puluh menit, Jupiter keluar dari kantor itu. Ia tersenyum
lebar. Duke Antony keluar setelahnya, memegang amplop manila Jupe yang
berisi foto-foto. Ia mengunci pintu kantor dan kemudian berpaling ke arah
Jupiter. "Aku akan memproses foto-foto ini sece patnya," katanya penuh hormat. "Dan
aku minta maaf setulus-tulusnya karena telah bersikap kasar terhadap seorang
anggota kehormatan Ordo Laba-laba Perak."
"Tidak apa-apa," jawab Jupiter. "Berapa lama sampai kita bisa menemukan
sesuatu tentang foto-foto itu""
Duke Antony berpikir sejenak. "Perkiraanku prosesnya akan makan waktu dua,
mungkin tiga jam. Bisa diterima""
"Ya," jawab Jupiter.
"Jika demikian silakan ikuti aku," kata Duke, memimpin mereka menuruni
tangga. Ketika mereka sampai di sebuah pintu bertuliskan "INTERPOL", Duke
meminta mereka menunggu di luar.
"Dua atau tiga jam," janjinya, kemudi an masuk ke ruangan. Jupiter dan Ben
duduk di sebuah bangku dan bersiap-siap untuk menunggu lama.
"Ada apa"" tanya Ben. "Apa itu 'Interpol'" Dan bagaimana caranya kau kenal
dengan putra mahkota Varania""
Jupiter menjelaskan kepada Ben bagaimana Trio Detektif telah bertemu
dengan Pangeran Djaro di California dan kejadian-kejadian seru yang terjadi
kemudian. "Ketika aku bicara dengan Pang eran tadi, aku minta tolong agar ia
meminta Duke Antony memproses foto-foto itu melalui kantor Interpol di
Kedubes Amerika." "Tapi apa itu Interpol"" tanya Ben.
Jupiter menarik nafas dalam-dalam. "Interpol adalah singkatan dari
'International Criminal Police Organization' -- 'Organisasi Polisi Kriminal
Internasional.' Didirikan di Austria pada tahun 1923 namun kemudian
dipindahkan ke Prancis. Hampir semua negara ambil bagian -- Interpol adalah
semacam kerja sama antar kepolisian berbagai negara. Kuambil gambar
Keluarga Fitchhorn dan Jebediah dengan sengaja agar bisa diperiksa melalui
basis data Interpol. Dengan demikian kita bisa tahu kalau mereka adalah
penjahat yang dicari-cari."
"Menakjubkan!" kata Ben kagum.
"Sekarang kita hanya bisa menunggu," Ju piter mendesah. "Dan berharap harta
itu masih di tempatnya ketika kita pulang nanti!"
BAB XV HANTU DATANG LAGI! Pete menjatuhkan balok kayu yang hendak dilemparkannya ke perapian ketika
suatu jeritan yang mengerikan membelah kesunyian di dalam rumah batu tua
itu. "Seperti suara Julia!" seru Pa
tricia. "Mari," kata Pete, melesat keluar melalui pintu. Ia berlari sepanjang koridor
dan menyerbu masuk ke dapur, jantung nya berdebar kencang. Penyelidik
Kedua memandang berkeliling ruangan, bersiap-siap melihat sang hantu lagi.
Namun yang dilihatnya adalah Julia Abernathy terbaring pingsan di lantai
dapur. "Ya ampun!" serunya, berlari ke samping pelayan itu. Patricia bergegas masuk
ke dapur dan mengangkat tangan menutupi mulutnya, terkejut.
"Ia tidak apa-apa"" tanyanya, kehabisan nafas.
"Sepertinya demikian," kata Pete. "Saya rasa ia pingsan." Pete mengangkat kaki
pelayan itu ke atas sebuah balok injakan di dekatnya dan dengan lembut
memijat pergelangan tangan wanita itu. Pelayan gemuk itu mengerang dan
matanya terkejap-kejap. Bob masuk ke dalam ruangan dan ternganga terkejut melihat pelayan yang
terlentang di lantai itu.
"Ada apa"" serunya dengan mata terb elalak. "Aku mendengar jeritan!"
Patricia menggeleng. "Aku tidak tahu, pasti ada sesuatu yang menakutkannya
... ia pingsan!" Begitu saja!" Bob menyad ari bahwa Patricia berusaha agar tidak
gemetar. Jelas wanita itu tidak menyukai perkembangan yang terjadi.
"Sebaiknya Anda duduk, Patricia," katanya menenangkan. "Akan kubuatkan
secangkir teh." "Terima kasih, Bob," kata wanita itu be rterima kasih, duduk di meja dapur.
Sekarang giliran Timothy dan Stella Fitchhorn masuk ke dapur, diikuti oleh
Jebediah O'Connell, yang basah kuyup.
"Kami mendengar jeritan," geram Mr. Fitchhorn. "Apa yang terjadi" Ada
masalah"" "Oh, Julia terluka!" seru Jebediah, matanya terbelalak. Pria berkumis lebat itu
berjalan terpincang-pincang ke sisi wanita itu. "Kau tidak apa-apa, Nyonya" Kau
terluka"" Pete membantu wanita itu duduk. Pelayan itu mengejapkan mata beberapa
kali, seolah-olah tidak sadar.
"Oh," kata Julia Abernathy, "demi Tuhan, apa yang kulakukan di lantai seperti
ini"" "Kau pingsan, Julia," kata Patricia menjelaskan. "Kau tidak apa-apa" Kau
terluka"" "Saya merasa ada benjolan di belakang kepala saya namun tidak serius,
madam," Pelayan itu mengusap-usap benjolan itu dengan jemarinya selama
beberapa saat. Tiba-tiba ketakutan muncul di wajahnya dan ia berdiri.
"Saya ingat sekarang," serunya, menunjuk ke arah pintu menuju tempat
menyimpan anggur dengan jari yang gemetar. "Di situ," katanya muram, "saya
melihat hantu Molly Thibidoux di balik pintu ... benar-benar saya melihatnya
dengan jelas! Saya hendak turun untuk mengambil toples acar ketika saya
membuka dan ia ada di dasar tangga ... berpendar di kegelapan!"
Bob dan Pete saling berpandangan dan kemudian menatap Patricia, yang hanya
bisa duduk tanpa daya. "Sudah kuperingatkan kalian akan hant u itu!" seru Jebediah, mengayun-ayunkan
tongkatnya seperti orang gila. "Kuperingatkan kalian namun tidak ada yang
mendengarkan Si Tua Jeb! Kalian menganggapku gila! Sekarang Julia yang
malang telah ditakutinya setengah mati!"
Tukang kebun pincang itu sekonyong-konyong berpaling ke arah Keluarga
Fitchhorn dan mendesis dengan suara mengancam. "Kalau kutemukan kalian
terlibat dalam hal ini, akan kupukuli kepala kalian dengan tongkatku!"
"Jebediah!" seru Patricia marah.
"Mengejutkan!" jerit Stella. "Sungguh mengejutkan bahwa sanak saudara
diperlakukan seperti ini!"
"Hei, kau ...," geram Timothy Fitchhorn, me ndekati Sepupu Jeb. "Hati-hati kau,
tua bangka! Cukup sudah kudengar darimu malam ini!"
Jebediah O'Connell mulai menggulung lengan bajunya, matanya menyipit.
"Mungkin sebaiknya kita selesaikan masalah ini seperti laki-laki," ancamnya.
Bob dan Pete memandang dengan ta kjub sementara Timothy Fitchhorn
mengusap alisnya dengan saputangan. "Aku tidak takut padamu, kau ... kau
orang Scot kurang ajar!"
"Cukup sudah!" Semuanya terlompat ketika suatu suara dengan tegas berseru dari pintu dapur.
"Tidak akan ada perkelahian di rumah ini!"
"Winston!" Julia terisak, berlari mendapatkan suaminya. "Hantu itu ... ada di
sini! Kulihat dengan mata kepalaku sendiri di tangga menuju ruang bawah
tanah! Ia mengenakan gaun tua dan mengacungkan tali berjerat ke arahku dan
wajahnya berpendar seperti sang Maut!"
Sementara kepala pelayan itu merangkul istrinya yang ket
akutan, Bob mengamati bahwa Winston juga basah kehujanan. Mungkin karena ia harus
berlari dari pondok kediaman pelayan ke rumah utama, tebak penyelidik
bertubuh kecil itu. Kilat dan guruh menyambar di luar, menyebabkan lampu-lampu rumah
berkedip-kedip lagi. Julia menjerit dan membenamkan mukanya di bahu
Winston. "Tenang, tenang," kata pria itu dengan lembut, merangkul bahu
istrinya. Winston berbicara kepada istrinya dengan suara pelan. "Kau sungguh terkejut,
Sayang. Biar kubawa kau kembali ke pondok sehingga kau dapat berbaring.
Akan kusiapkan es untuk mengompres benjolan di kepalamu itu."
"Oh, terima kasih, Sayang," bisik Julia. "Jika Anda mengizinkan, saya terpaksa
meninggalkan makan malam, Nyonya," kata Julia kepada Patricia. "Saya rasa
saya tidak akan dapat mema sak apapun malam ini."
Patricia berkata, "Tentu saja," dengan suara lembut. "Biar kuurus segalanya,
Julia. Kau beristirahat saja sejenak."
Sementara Winston memapah Julia keluar dari ruangan, Jebediah O'Connell
melemparkan pandangan marah untuk terakhir kalinya ke arah Timothy
Fitchhorn dan bergegas keluar. Fitchh orn menatap anak-anak dengan kesal,
kemudian menegakkan kerah mantelnya dan keluar ruangan, diikuti oleh
istrinya. "Aku tidak tahu kalau aku bisa bertahan dengan semua ini," erang Patricia,
menutupi mukanya dengan tangan. "Kurasa aku tidak akan dapat tinggal
sebulan lagi di sini hingga rumah ini terjual!"
Pete menatap Bob dan menghela nafas. "Kurasa ini berarti kita harus kembali
mencari hantu itu di bawah. Ayo ...."
Pete menarik lengan Bob namun remaja yang lebih kecil itu tidak bergerak.
"Hei," kata Pete, "ada apa denganmu, Data""
Bob terdiam selama beberapa saat, seperti tengah berpikir keras. Kemudian ia
berkata pelan. "Kurasa mungkin saja kita telah salah tentang Keluarga
Fitchhorn." "Ada apa dengan Keluarga Fitchhorn"" tanya Patricia. "Apa maksudmu, Bob""
Bob menunjukkan halaman muka koran yang sejak tadi dipegangnya. Patricia
tersentak ketika melihat foto buram Keluarga Fitchhorn meninggalkan bank.
"Penjahat!" katanya geram. "Penipu yang berusaha mengambil uang ayahku!
Mereka tidak akan mendapatkan satu sen pun! Tidak satu pun!" Wanita itu
membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangannya dan mulai terisak. Bob
meletakkan tangan di bahu wanita itu untuk menenangkan.
"Apa maksudmu, kita mungkin saja sala h tentang Keluarga Fitchhorn"" tuntut
Pete, menunjuk ke arah surat kabar. "Semuanya tercetak hitam di atas putih di
sana!" Namun sebelum Bob sempat menjelaskan, mereka mendengar pintu depan
tertutup. Beberapa saat kemudian Jupiter dan Ben masuk ke dapur, basah
kuyup dan bertelanjang kaki!
"Apa yang terjadi"" seru Patricia deng an suara cemas. "Kalian tidak apa-apa,
Anak-anak"" "Kami baik-baik saja, Bibi Patty," Ben tersenyum. "Bahkan kami lebih baik dari
sekedar baik-baik saja! Jupiter telah menemukan siapa hantu kita itu!"
Pete meloncat bangkit dengan senyuman lebar di wajahnya. "Namun tidak
sebelum Bob dan aku menemukannya!" katanya penuh kepuasan. "Tebak apa
yang kami temukan mengenai Keluarga Fitchhorn!"
"Sebentar ... jangan beri tahu aku!" ka ta Jupe dramatis. Ia mencubiti bibir
bawahnya seolah-olah berkonsentrasi sepenuhnya. "Tunggu ... aku melihatnya!
Sebentar ... dapat!" serunya. "Timothy dan Stella Fitchhorn adalah sepasang
suami-istri penipu yang telah membohongi orang-orang di seluruh Eropa!"
Pete dan Bob saling berpandangan dengan takjub, mulut mereka ternganga.


Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana kau tahu"" seru Pete kagum. Kemudian ia merasa mengerti. "Kalian
pasti telah menemukan surat kabar yang lain!"
Jupiter menyeringai ke arah Penyelidik Kedua dan menepuk bahunya. "Kujamin
bahwa aku tidak menemukan surat kabar lain, Pete," ia tertawa, mengeluarkan
sebuah amplop yang sedikit basah dari balik kemejanya. "Dan itu tadi juga
bukan pembacaan pikiran!"
"Itulah alasan kami pergi ke London," kata Ben menjelaskan. "Jupiter
memegang kunci kasus ini di dalam amplop itu!"
BAB XVI BOB MENUDUH "Keluarga Fitchhorn adalah sang hantu"" seru Patricia. "Atau orang lain lagi""
Jupiter menggeleng. "Saya belum punya bukti nyata ... namun saya rasa saya
bisa mendapatkann ya!" "Bagaimana, Jupe"" tanya Pete.
Jupiter meraih sebuah apel dari keranjang buah di atas meja dapur dan
menggigitnya seperti orang kelaparan. Ia tersenyum lebar dan menerangkan
sambil mengunyah. "Dengan cara mengum pulkan semua orang di rumah ini di
perpustakaan, sehingga kita dapat mengungkap 'hantu' ini!" katanya dengan
dramatis. "Data, Dua ... beri tahu semua orang agar berkumpul di perpustakaan
dalam waktu lima menit."
"Paling tidak katakan padaku apa yang terjadi pada sepatu dan kaos kakimu,"
kata Patricia. "Penuh lumpur sehingga tidak dapat dipakai di dalam, Bibi Patty," jawab Ben.
"Ketika Jupiter dan aku ada di jalan, kami melihat seseorang tersorot lampu
mobilku, sedang mengendap-endap di sekitar kebun. Tentu saja kami turun dan
mengejar ... Jupiter akan menceritakan lanjutannya di perpustakaan nanti."
"Baiklah, Jupe," kata wanita itu, mengangkat tangan. "Silakan pimpin!"
Dalam lima menit seluruh penghuni rumah kecuali Julia telah berkumpul di
perpustakaan yang lembab. Jupiter berjalan mondar-mandir di depan jendela.
Ia memegang amplop besar itu di satu tangan dan apel di tangan yang lain,
sementara lampu-lampu berkedip setiap kali kilat menyambar di luar.
"Winston, tolong ambilkan beberapa batang lilin," kata Patricia. "Siapa tahu
lampu mati nanti." "Baiklah, madam," pria itu membungkuk. Kepala pelayan yang jangkung itu
meninggalkan ruangan dan segera kembali dengan beberapa batang lilin. Ia
meletakkannya di sekeliling perpustakaan dan menyalakannya dengan sekotak
korek api. Patricia tersenyum, nampak sedikit tersipu. "Terima kasih, Winston. Rasanya
aku tidak ingin berada dalam kegelapan pada malam seperti ini."
"Tentu saja, madam," kepala pelayan itu menyetujuinya.
Timothy Fitchhorn menuangkan brandy ke sebuah gelas kristal dan mendorong
rambutnya. "Baiklah, Nak, kuharap ini hal yang penting," katanya tidak sabar.
Lelaki gemuk itu meletakkan tangannya di atas dinding perapian dan
menenggak habis minumannya.
"Ya," kata istrinya, membersihkan hi dungnya dengan saputangan berenda,
menimbulkan suara nyaring, "kami tidak dapat menonton acara televisi
kesukaan kami!" "Ah," kata Jebediah, "seseorang harus berada di dekat Julia yang malang. Tidak
baik meninggalkannya sendirian pada malam seperti ini."
"Sebenarnya," kata Jupiter, "ia berada di tempat yang paling aman saat ini."
Winston tengah memutar-mutar bola dunia besar di sudut ruangan tanpa
tujuan. Ia sekonyong-konyong mengangkat wajah dan menatap Jupiter. "Apa
maksud Anda, Anak Muda"" tukasnya. "Saya rasa Jebediah benar. Mungkin
sebaiknya saat ini juga saya jemput istri saya."
Jupiter berhenti mondar-mandir dan berd iri di tengah ruangan. "Sederhana
saja, ia aman di pondok pelayan karena saat ini si 'hantu' ada di dalam ruangan
ini juga!" Mereka semua memandang berkeliling, seolah-olah hantu Molly Thibidoux
sedang menyelinap di belakang mereka, siap menjerat leher mereka dengan
tali gantungannya yang dingin. Kilat dan guruh menyambar ... dan ketika
lampu-lampu di perpustakaan berkedip-kedip, semua orang di dalam ruangan
itu menahan nafas. Jupiter nampak paling ketakutan. Mendengar suara guruh, ia dengan kikuk
menjatuhkan apel di tangannya. Apel itu jatuh ke lantai di depan Winston.
"Maaf," katanya tersipu-sipu. Detektif yang kelebihan berat badan itu berlutut
untuk mengambil apel itu dan tersenyum. "Sepertinya aku sedikit terkejut,"
katanya. "Apakah kau akan membuat kami penasaran sepanjang malam, Jupe"" kata Pete
tidak sabar. "Di mana hantu itu""
"Baiklah, Dua," ia mengangguk. "Tapi ma rilah kita mulai dari awal sampai
akhirnya kita sampai pada hantu itu, bagaimana""
"Lebih baik kau segera mulai," ancam Timothy Fitchhorn, "atau aku pergi!"
"Sekali ini aku setuju dengan si tolol itu," tukas Jebediah.
Jupiter tidak menghiraukan mereka dan menarik nafas dalam-dalam. "Hal
pertama yang perlu kita bicarakan adalah petunjuk terakhir dari piringan hitam
itu ... 'Harta Tersembunyi.' Jika kalian ingat, bait kedua berbunyi: 'Waktu telah
berhenti tanpamu, aku seperti Adam tanpa Hawa, aku akan terus mencari di
dunia ini, hingga aku telah menguburkan kesedihanku.'"
"Surat Mr. Hitchcock mengatakan bahwa kita telah salah tentang maknanya,"
ingat Bob. "Namun pagi ini kau berkata bahwa kau telah tahu arti yang sebenarnya,"
tambah Pete. Jupiter menyeringai ke arah rekan-rekannya. "Memang ... dan demikian juga
halnya dengan seseorang lain! Kalau kita perlakukan masing-masing baris
sebagai teka-teki tersendiri, jawabannya menjadi jelas. 'Waktu telah berhenti
tanpamu' telah membuat kita mengambil kesimpulan yang salah ketika itu.
Jelas itu menunjukkan sebuah alat penunjuk waktu namun kita terlalu terburu-buru. Baris-baris selanjutnya memberi tahu kita alat apa yang harus kita cari!"
"Nah, yang mana itu"" kata Ste lla Fitchhorn penuh semangat.
Wajah Jupiter menampakkan kemenangan. "Cukup sederhana," katanya. "Baris
kedua memberi tahu kita! 'Aku seperti Adam tanpa Hawa.' Nah, menurut Kitab
Kejadian -- buku pertama dalam Alkitab -- di mana Adam dan Hawa tinggal""
"Aku tahu!" seru Pete. "Taman Firdaus!"
"Tepat sekali," kata Jupiter. "Jika baris pertama maksudnya 'alat penunjuk
waktu,' kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang kedua maksudnya
'kebun.'" Patricia nampak bingung. "Tapi alat penunjuk waktu macam apa yang mungkin
ada di kebun"" tanyanya. "Sebuah jam akan rusak di sana."
"Sebuah jam yang sebenarnya jelas akan rusak," kata Jupiter setuju. "Tapi
sebuah jam marmer tidak akan!"
Tiba-tiba mata Jebediah berbinar-binar. "Ya ampun, kurasa aku tahu apa yang
dimaksud si gendut ini ... maksud Mr. Hitchcock adalah jam matahari di kebun!
Itu adalah sebuah alat penunjuk waktu dan tidak lagi berfungsi. Batang logam
yang menghasilkan bayang-bayang patah be berapa tahun yang lalu. Itulah yang
dimaksud dengan 'waktu telah berhenti tanpamu'!"
Keluarga Fitchhorn dan Jebediah berlar i menuju jendela dengan kaca berwarna
yang menghadap ke kebun. Pete, Bob, dan Patricia berkerumun di belakang
mereka. "Terlalu gelap untuk melihat apa-apa," kata Pete, menaungi matanya dengan
kedua tangan. "Kita harus keluar."
Jupiter tersenyum kepada Ben dan menggeleng. "Sama sekali tidak perlu,"
katanya. "Seseorang telah berhasil memecahkan kedua baris terakhir bait itu.
Setelah kita mengetahui polanya, cukup sederhana. 'Aku akan terus mencari di
dunia ini, hingga aku telah menguburkan kesedihanku' maksudnya 'cari sesuatu
yang terkubur.'" "Dan seseorang telah melakukannya!" seru Ben Hitchcock. Lampu-lampu di
perpustakaan berkedip lagi ... padam sedikit lebih lama kali ini.
"Tapi siapa"" tanya Patricia.
Jupiter Jones berdiri di tengah-tengah perpustakaan nampak seangkuh seekor
merak. Ia menegakkan badannya sepenuhnya. "Seseorang yang tahu setiap
jengkal rumah ini. Orang yang sama yang tidak pernah kelihatan ketika sang
'hantu' muncul," katanya.
"Keluarga Fitchhorn!" seru Patricia. "Mer ekalah yang berusaha menakut-nakuti
kita sehingga mereka dapat menemukan harta itu!"
Timothy Fitchhorn maju selangkah. "J aga mulutmu, Nyonya," geramnya. "Aku
tidak bisa digertak begitu saja!"
Wajah Stella Fitchhorn merah padam. "Beraninya kau berkata demikian kepada
sanak saudara!" jeritnya.
"Kami tahu kalian bukan saudara!" kata Pete panas. "Kami melihat koran itu!"
Timothy Fitchhorn tidak dapat berkata-kata. Ia mengusap butiran-butiran
keringat di alisnya dengan saputangan dan tergagap. "Aku ... aku tidak tahu apa
yang kau katakan. Koran ... koran apa""
Bob melemparkan surat kabar itu ke atas meja kopi sehingga semua dapat
mengamatinya. "Koran yang Anda tumpahi kopi sehingga kami tidak sempat
melihatnya. Koran yang mengatakan bahwa Anda dan istri Anda adalah penipu
yang telah membodohi orang-orang di seluruh Eropa!"
"Itu ... itu bisa jadi siapa saja!" kata Stella Fitchhorn dengan gugup. "Siapapun!"
Timothy Fitchhorn menatap istrinya dengan marah. "Sudah kukatakan biar aku
yang bicara!" Dengan tenang ia merapikan jaketnya dan mengusap rambutnya
yang berminyak. "Foto itu tidak membuktikan apa-apa. Kami tidak melakukan
kejahatan apapun di sini ... dan yang pasti kami tidak menyamar sebagai
hantu. Ide apa itu" Apa yang bisa didapat dengan menyamar sebagai hantu""
Pete maju selangkah. "Untuk menakut- nakuti kami sehingga meninggalkan
rumah," tuduhnya , "sehingga kalian dapat mencari harta itu tanpa ada yang
tahu! Sayang sekali kalian tidak memperhitungkan bahwa Trio Detektif tidak
semudah itu ditakut-takuti." Ia memandang Bob dan Jupiter dan tersenyum
kecut. "Paling tidak dua dari tiga."
Kilat menyambar lagi, kali ini sangat dekat. Lampu-lampu berkedip dan butiran
hujan menghantam kaca jendela dengan brutal. Jupiter bersuara.
"Mr. Fitchhorn benar," katanya tenang. "Bukan mereka yang menyamar sebagai
hantu." Semua berpaling ke arah Jupiter.
"Apa"" seru Patricia. "Jika hantu itu bukanlah mereka ... lantas siapa""
Sekonyong-konyong Bob berdiri dan berdehem. "Bolehkah aku menebak, Jupe""
Jupiter, nampak agak terkejut, mengan gguk dengan enggan. Remaja gempal
itu sudah jelas suka menjadi pusat perhatian namun ia merasa perlu memberi
Bob kesempatan yang adil jika memang ia tahu jawabannya.
Pete menggaruk-garuk kepalanya dengan bingung. "Mengapa hanya aku yang
tidak tahu apa yang tengah terjadi di sini""
Bob tersenyum dan menuding.
"Hantu itu tak lain dan ta k bukan adalah sang kepala pelayan ... Winston!"
BAB XVII JANGAN BERGERAK! Kepala pelayan jangkung berkebangsaan Inggris itu duduk tegak seolah-olah
baru saja disengat lebah. "Apa maksudnya ini"" serunya. "Benar-benar suatu
penghinaan! Ide bahwa saya bersekongkol untuk merugikan majikan saya
sendiri benar-benar konyol!"
Patricia menatap Jupiter dengan takjub. "Aku terpaksa setuju dengan Winston,"
katanya tajam, "ini pastilah suatu kesalahan!"
"Aku sudah tahu dia pasti punya maksud tidak baik," ejek Jebediah, mendekati
kepala pelayan itu dengan tongkat di tangan. "Sejak semula aku tidak percaya
padamu. Memanfaatkan Julia yang malang seperti itu!"
Winston Abernathy memberi Jupiter tatapan yang mematikan. "Sebaiknya Anda
jelaskan, Anak Muda. Sementara itu saya akan menyusun surat pengunduran
diri saya," katanya, menatap Patricia. "Saya belum pernah dihina seperti ini
seumur hidup!" Dengan tenang Jupiter membuka amplop besar yang selama ini dipegangnya
dan mengeluarkan dua foto berukuran 20 kali 25 cm -- satu menggambarkan
Stella Fitchhorn dan Jebediah O'Connell, yang lainnya Timothy Fitchhorn dan
Winston. Ia melemparkannya ke atas meja kopi. Kilat menyambar sementara
semuanya menatap foto-foto itu. Lampu berkedip kembali dan angin melolong
dan meraung di luar jendela.
"Ben dan aku pergi ke London dan meminta foto-foto ini dicocokkan dengan
basis data Interpol di Kedubes Amerika Serikat. Kuakui bahwa tadinya niatku
yang sebenarnya adalah memeriksa latar belakang Keluarga Fitchhorn dan Mr.
O'Connell. Kuduga mereka penjahat namun foto Mr. Fitchhorn dan Winston-lah
yang benar-benar berharga!
"Ketika aku mengambil gambar Mr. Fitchhorn, Winston sedang berlutut di
sampingnya, membantu membersihkan ko pi yang ditumpahkan Fitchhorn untuk
menyembunyikan foto di surat kabar. Ketika Interpol memeriksa foto-foto itu,
mereka tidak hanya melihat latar belakang Keluarga Fitchhorn dan Jebediah
namun juga Winston Abernathy. Dan yang mereka temukan benar-benar
mengejutkan! "Saya khawatir kepala pelayan Anda telah sukses berkarir dengan menikahi
wanita-wanita pelayan seperti Julia sehingga ia mendapatkan akses ke rumah-rumah orang-orang terkaya di Eropa. Ia di cari di Belanda, Irlandia, Prancis, dan
banyak lagi negara lain atas penipuan yang sama.
"Kurasa bisa disimpulkan," tambah Jupiter, "bahwa Winston dan Keluarga
Fitchhorn saling mengenal ... namun bukannya saling membuka rahasia,
menghilangkan kesempatan mereka mendapatkan harta itu, mereka
memutuskan untuk tetap diam dan bekerja sama. Kuduga itulah sebabnya
Winston meletakkan koran itu di depan Mr. Fitchhorn ... untuk memberi tahu
bahwa polisi telah mencium jejaknya dan juga untuk mengamankan rahasianya
sendiri. Karena jika Keluarga Fitchhorn tertangkap, pastilah mereka akan
membuka rahasia Winston juga!"
Patricia nampak muram. Ia mendesak kepala pelayan itu. "Benarkah ini,
Winston" Kau berencana untuk merampok kami""
"Sama sekali tidak!" seru kepala pelayan itu. "Seandainya memang demikian
pun, anak-anak jahat ini sama sekali tidak punya bukti! Bagaimana kau hendak
membuktikan tuduha n tak berdasar ini, Anak Muda""
Penyelidik Pertama yang gempal itu menyilangkan lengannya dan mengangkat
bahu, seolah-olah jawabannya sejelas hidung di mukanya. "Dengan mengamati
sepatumu," katanya sambil lalu.
Semua mata di ruangan itu menatap ke bawah ke sepatu kepala pelayan itu.
Sepatu itu penuh lumpur! "Saya berlari dari pondok ketika mendengar Julia menjerit," katanya
menjelaskan. "Semua orang tahu bahwa di luar hujan."
"Tapi ada jalan batu dari pondok menuju pintu belakang," balas Jupiter. "Dan
yang lebih penting, ketika Ben dan aku berada di jalan masuk di dalam mobil,
kami melihat seseorang di kebun tersorot lampu mobil ... tepat di tempat jam
matahari itu berada!"
"Itulah sebabnya Jupe dan Ben harus membuka sepatu dan kaos kaki mereka!"
seru Bob. "Benar sekali," kata Jupiter. "Ben dan aku mengejar ke dalam kebun yang
penuh lumpur tapi tanpa senter terlalu gelap untuk melihat apa-apa.
Bagaimanapun, kilat memberi sedikit penerangan untuk melihat bahwa jam
matahari itu telah terguling dan sesuatu yang besar dan bulat telah diambil
dari bawah tanah! "Kau berhati-hati agar tetap berada di atas jalan batu, sehingga tidak
meninggalkan jejak kaki menuju ke pintu pondokmu. Malam ini hujan dan jejak
kaki hanya akan bertahan sebentar saja namun kami berada tepat di
belakangmu. Kau tidak mungkin tahu bahwa kami tidak punya senter, sehingga
kau tidak mau mengambil resiko bahwa kami akan dapat mengikuti jejak kaki
yang berlumpur ke pintu pondok. Tepat kebalikan yang terjadi pagi sebelumnya
ketika kau berusaha tetap berada di rumput yang berembun.
"Kuakui bahwa aku masih belum yakin siapa yang menjadi hantu ketika Ben dan
aku masuk. Terutama karena aku melihat bahwa baik pakaian Jebediah maupun
Winston basah. Lalu aku ingat bahwa Jebediah sering kali berjalan-jalan di
bawah hujan -- tapi tidak pernah melewati kebun yang berlumpur! Yang
pertama kulakukan ketika melihatnya adalah memeriksa sepatunya. Sepatu
Sepupu Jeb basah namun tidak berlumpur."
Jebediah menganggukkan kepala. "Benar," katanya, "angin meniup payungku
sehingga membuka terbalik. Aku basah kuyup sampai ke tulang saat kudengar
jeritan Julia yang malang dan aku pun lari ke dalam!"
Jupiter mengangguk dan melanjutkan. "Ketika kita semua berkumpul di sini,
kuputuskan untuk 'secara tidak sengaja' menjatuhkan sesuatu ke dekat Winston
sehingga aku dapat memeriksa sepatuny a. Ketika kulihat penuh lumpur, aku
tahu bahwa aku telah menemukan orang yang tepat -- atau 'hantu' yang tepat."


Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Winston nampak sangat marah. "Itu tetap saja tidak membuktikan apa-apa!"
cibirnya. "Seluruh cerita Anda didasarkan pada bukti-bukti lemah dan kebetulan
belaka!" Sekarang Bob yang bersuara. "Jika memang Jupe salah, bagaimana kau tahu
bahwa kepala Julia telah terbentur ketika ia pingsan di dapur""
Winston tergagap. "Oh ... oh ... jangan membuat-buat! Saya ada di sana ketika
itu! Semua melihat saya!"
Bob menggeleng. "Tidak, kau tidak ada di sana. Kudengar Julia menjerit ketika
aku ada di lantai atas. Ketika aku berlari masuk ke dapur, Pete ada di
sampingnya dan Patricia berdiri di dekat meja."
"Benar!" kata Pete. "Aku ingat sekarang! Keluarga Fitchhorn dan Sepupu Jeb
berlari masuk tepat setelah Bob. Namun Winston tidak ada sampai setelah Julia
berkata kepalanya terbentur!"
"Kau tahu," tuduh Bob, "karena kau saat itu sedang berdiri di bawah tangga
ruang bawah tanah! Mungkin sedang menanggalkan kostum hantu."
Jupiter mendesak kepala pelayan itu. "Semua potongan teka-teki mulai
menyatu sekarang. Kau berhasil memecahkan teka-teki piringan hitam itu --
tapi terlambat! Kau tahu Ben dan aku akan kembali sewaktu-waktu, maka kau
harus beraksi dengan cepat! Kau mengalihkan perhatian dengan berdandan
sebagai hantu dan menakut-nakuti istrimu sendiri. Ketika semua orang datang,
kau mencopot kostum dan berlari keluar melalui jalan keluar rahasia di ruangan
di balik bilik bawah tanah. Setelah itu kau berjalan secara tidak langsung
menuju jam matahari di kebun. Dan kau hampir saja berhasil kalau saja Ben
dan aku tidak kembali tepat pada saat kau sedang mengeluarkan kotak itu dari
dalam tanah!" Jupiter menatap kepala pelayan itu dengan masam. "Ya, kau baru saja hendak
melarikan diri ketika Ben dan aku masuk ke halaman dan lampu mobil
menyorotmu. Kau ketakutan -- namun ha nya sesaat! Kau tidak mungkin punya
waktu untuk menyembunyikan harta itu dengan baik. Aku yakin jika kita
menggeledah pondok Abernathy, kita akan menemukan apapun yang tadinya
terkubur di bawah jam matahari itu. Dan mungkin sekali gaun, rambut palsu,
dan tali jerat juga!"
Kemarahan merambati wajah kepala pelayan jangkung itu. "Berandal cilik
kurang ajar! Cukup sudah kudengar celotehanmu!"
Sekonyong-konyong kepala pelayan itu te lah menggenggam sepucuk pistol kecil
di tangannya. Ia mengacungkannya dengan putus asa. "Jangan bergerak!"
teriaknya serak. "Winston!" seru Patricia terkejut. "Teganya kau!"
"Lebih mudah dari yang Anda pikir!" ejek kepala pelayan itu. "Yang paling sukar
adalah mencari muka dan menelan sega la ocehan dan keluhanmu setahun ini
sementara aku mencari tahu lokasi semua lemari besi di rumah ini! Pekerjaan
ini terbukti lebih rumit dari yang keba nyakan -- namun bagaimana mungkin aku
melewatkan sebuah tantangan dari Alfred Hitchcock""
Ia mengacungkan pistolnya dengan gerakan mengancam dan mengangguk ke
arah pintu. "Semua keluar!" perinta hnya. "Aku mau semua orang masuk ke
bilik!" "Timothy, lakukan sesuatu!" jerit Stella Fitchhorn histeris. "Ia hendak kabur
dengan harta karun itu!"
"Diam kau!" tukas Fitchhorn. "Kau ingin kita ditembak""
"Lakukan perintahnya," kata Jupiter dengan berani. Penyelidik Pertama
mengangkat tangan ke atas kepala dan berjalan lambat-lambat menuju pintu.
Ia segera diikuti oleh Bob dan Pete, yang menatap pemimpin mereka dengan
heran. Bukan watak Jupiter Jones untuk menyerah dengan begitu mudah.
"Kau akan mendapatkan balasan atas ap a yang kau lakukan terhadap Julia!"
kutuk Jebediah. "Biarpun aku harus mencari ke seluruh penjuru Eropa, akan
kulacak dan kutemukan kau!"
"Masuk ke bilik," perintah Winston. "Tidak ada gunanya mengancam seorang
pria yang bersenjata!" Dilambaikannya pistolnya lagi. "Jika ada yang berbuat
aneh-aneh, akan kulubangi dia!"
Mereka berbaris tanpa perlawanan sepa njang koridor, masuk ke dapur yang
terang. "Buka pintu, Sherlock!" geram Winston ke pada Jupiter, menunjuk ke arah pintu
yang menuju ruang bawah tanah.
Jupiter melakukan yang disuruh.
"Sekarang turuni tangga itu -- semuanya! Jangan macam-macam atau
kutembak!" Para tawanan itu perlahan-lahan menuruni anak-anak tangga menuju ke bilik
bawah tanah yang mencekam.
"Sekarang copot bola lampu itu dan lemparkan ke arahku!" perintah si kepala
pelayan. Sekali lagi Jupiter melakukan yang disuruh. Ia mencopot satu-satunya bola
lampu dan melemparkannya ke tangan Winston yang telah teracung.
Winston Abernathy membiarkan bola lampu itu jatuh di tangga batu, pecah
menjadi ratusan kepingan. "Tidak usah bersusah payah mencoba jalan rahasia
itu," tawanya, "sudah kukunci dari luar. Kalian akan senang mendengar bahwa
aku telah memberi Julia obat tidur yang kuat, sehingga ia tidak akan bangun
sampai besok siang paling tidak!"
Dan kepala pelayan jangkung itu pun memb anting pintu bilik hingga tertutup!
Mereka terperangkap -- diselimuti kegelapan ruang bawah tanah yang
mencekam! BAB XVIII HANTU MOLLY THIBIDOUX Stella Fitchhorn mengeluarkan suatu jeritan melengking ketika pintu ruang
bawah tanah itu dibanting tertutup, lalu mulai terisak dengan histeris.
"Aku tidak tahan berada di dalam kegelapan!" isaknya. "Aku claustrophobic --
fobia akan ruangan tertutup! Timothy, kau harus mengeluarkanku dari sini
sekarang!" "Oh, diamlah!" tukas suaminya. Trio Detektif mendengar lelaki gemuk itu
menaiki undakan, pecahan kaca berderik terinjak kakinya. Pria itu
membenturkan bahunya ke pintu. Pintu itu tetap terkunci, tidak bergerak
sedikit pun. Setelah mencoba beberapa kali, ia menyerah.
"Digerendel dari luar. Pintu itu tidak akan bergerak sampai Julia membuka
kuncinya besok," katanya terengah-engah. Lalu ia berbicara kepada Jupiter.
"Kalau kau punya ide cemerlang, Jones , sekaranglah waktu yang tepat."
Dengan aneh Jupiter tetap diam.
Dari suatu tempat di kegelapan Pete bersuara,
"Hei, mungkin sebaiknya kita
berusaha menemukan pintu rahasia di bilik belakang. Mungkin Winston hanya
menggertak bahwa pintu itu terkunci."
"Pintu rahasia katamu"" kata Jebediah. "Tidak mengejutkan, di rumah ini. Jika
kita tetap bersama-sama dan menyusuri rak-rak ini, kita bisa menemukannya
tanpa banyak kesulitan."
"Sepertinya gagasan yang bagus," kata Patricia. "Semakin cepat kita keluar dari
ruangan ini, semakin baik. Apa pendapatmu, Jupiter" Jupiter""
"Hei, Jupe," kata Bob gelisah. "Kau masih ada di sini""
"Sssttt!" desis Jupiter dari puncak anak tangga. "Dengar!"
Mereka berkerumun di dekat pintu tebal di atas tangga dan menajamkan
telinga. Selama beberapa saat tidak terdengar suara apapun. Kemudian mereka
mendengar benturan dan langkah kaki teredam.
"Seseorang berkeliaran di atas sana!" bisik Ben.
"Pastilah Winston," desis Bob. "Mengapa ia perlu waktu begitu lama untuk
melarikan diri""
"Mungkin ia belum menemukan harta itu sebenarnya," tebak Patricia. "Mungkin
ia sedang memeriksa rumah sekali lagi."
Di dalam kegelapan mereka saling merapatkan diri di undak-undakan. Mereka
menahan nafas, mendengarkan dengan seksama, berusaha menangkap suara
sang penyelinap. Sekonyong-konyong suatu jeritan menyeramkan membuat bulu kuduk mereka
meremang, diikuti dengan keheningan.
"Ya ampun!" Pete berteriak tertahan. "Itu suara Winston!"
"Hantu itu ... hantu si tua Molly Thibidoux menangkapnya!" bisik Jebediah
penuh kemenangan. "Balasan setimpal bagi si penjahat itu atas perbuatannya
terhadap Julia yang malang."
"Aku mendengar sesuatu yang lain," kata Ben tiba-tiba. "Langkah-langkah kaki
itu lagi! Dan menuju ke sini!"
Sekonyong-konyong timbul desakan dalam kegelapan yang mencekam untuk
menjauh dari pintu. Pete berada paling depan.
"Aku sudah melihat hantu itu sekali," Penyelidik Kedua berseru cemas. "Dan itu
sudah terlalu banyak!" Ia mulai meraba-raba untuk menuruni tangga namun
Jupiter menahan lengannya.
"Tunggu, Dua. Biarlah 'hantu' kita membukakan pintu untuk kita!"
"Apa"!" semuanya berteriak serempak.
Namun Jupiter tetap berdiri tenang di puncak tangga.
"Ini bukan waktunya main-main, Jupiter! kata Patricia dengan suara gemetar.
"Siapapun yang ada di atas sana mungkin saja sudah putus asa. Bahkan
berbahaya!" "Saya rasa tidak," kata Jupiter. "Bahkan, saya yakin ia adalah hantu yang baik."
"Bagaimana kau tahu, Jupe"" tanya Bob. Namun Jupiter tetap berdiam diri
dengan misterius. "Aku benar-benar berharap kau tahu apa yang kau lakukan, Pertama," kata Pete
cemas. Mereka mendengarkan sekali lagi. Langkah-langkah kaki berhenti tepat di
depan pintu bilik. Kini hantu Molly Thibid oux, pelayan yang menggantung diri di
pohon willow di hutan lebih dari seratus tahun yang lalu, membuka gerendel
pada pintu berat itu. Dengan deritan panjang yang membuat darah Pete serasa membeku, pintu itu
terbuka perlahan-lahan. Mereka berdiri di tangga dengan mata terbelalak sementara pintu terayun
membuka. Patricia menarik nafas dan memejamkan mata ketika ia melihat wajah
penyelamat mereka yang berpendar.
Stella Fitchhorn mengerang dan jatuh pingsan ke dalam pelukan suaminya.
"Hantu ... hantu itu benar-benar ada!" Ben dan Bob tergagap.
Mulut Jebediah O'Connell terbuka dan terkatup seolah-olah digerakkan dengan
seutas benang. "Demi petir ...," hanya itu yang bisa dikatakannya.
Nampaknya memang demikian! Di atas tangga berdiri sesosok wanita yang
mengenakan gaun Victoria -- menggenggam tali gantungan!
"Tidak!" seru Pete, berusaha menjauh dari hantu itu. Namun Jupiter dengan
keras kepala tetap menggenggam lengan temannya itu. Tiba-tiba secercah
cahaya menyinari wajah sang hantu. Molly Thibidoux punya senter! Lebih
mengejutkan lagi, gadis itu berkumis!
"Tepat pada waktunya, Duke Antony," senyum Jupe.
'Hantu' itu melepaskan rambut palsu dari kepalanya dan menyeka cat muka
yang berpendar dengan sehelai saputangan. Duke membalas senyuman Jupiter.
"Ordo Laba-laba Perak selalu siap membantu teman-teman Pangeran Djaro!"
"Laba-laba Perak"" teriak Pete.
"Pangeran Djaro"" timpal Bob. "A pa yang terjadi, Pertama""
"Mari kita keluar dari ruangan ini da n melihat harta Mr.
Hitchcock," kata Jupiter, matanya berbinar-binar pen uh semangat. "Lalu akan kujelaskan
semuanya." Pada saat itu semua lampu di rumah itu kembali menyala. Mereka harus
menutupi mata beberapa saat dari cahaya yang menyilaukan.
"Ah," kata Duke Antony. "Sepertinya li strik telah menyala kembali. Sambaran
kilat mematikannya pada saat aku menjalankan rencanamu, Jupiter. Karena
itulah terjadi sedikit kelambatan. Menurutku, hal itu pastilah membuat peran
hantuku jauh lebih meyakinkan. Aku tidak yakin Winston telah melihatku ketika
ia mulai menjerit ... namun pasti demikianlah adanya. Bagaimanapun, kurasa
selama berbulan-bulan Winston Aberna thy takkan bisa tidur tanpa lampu!"
Sementara mereka dengan lega menaiki undak-undakan untuk keluar dari ruang
penyimpan anggur, Duke Antony meletakkan tangan di atas bahu Timothy
Fitchhorn yang lebar. "Tidak secepat itu," katanya.
"Apa maksudnya ini"" geram Fitchhorn. "Tarik tanganmu sekarang juga atau aku
akan mengajukan tuntutan! Ini penyerangan dan pelecehan!"
Duke Antony menggelengkan kepala dengan serius. "Sebaliknya," katanya
dengan suara seorang diplomat, "atas nama Pangeran Djaro, putra mahkota
Varania, saya nyatakan Anda dan istri Anda ditahan."
Stella Fitchhorn membelalakkan mata dan memandang berkeliling dengan
bingung. "Pangeran Siapa"" katanya.
"Varania"" Timothy Fitchhorn mencibir. "Kau tidak punya wewenang apa-apa di
sini! Ini Inggris kalau kau tidak tahu, bodoh!"
"Saya yakinkan Anda bahwa saya punya wewenang," Duke menjelaskan dengan
tenang. "Seandainya pun tidak, bapak-bapak ini jelas punya!"
Mata Keluarga Fitchhorn terbelalak ketika beberapa orang polisi Inggris masuk
ke dalam ruangan dan mengepung mereka. Dua orang petugas dengan cepat
memasangkan borgol ke tangan Keluarga Fitchhorn dan menggiring mereka
keluar. Sementara Trio Detektif menyaksikan dr ama yang berlangsung atas Keluarga
Fitchhorn, Jupiter melihat bahwa Winston dijaga oleh seorang petugas polisi.
Sehelai selimut wol menutupi bahu kepala pelayan jahat itu dan ia gemetar
tanpa sadar -- menggumamkan sesuatu tentang hantu dengan tali berjerat yang
muncul dari bayang-bayang. Wajahnya yang tirus dan mirip elang nampak pucat
pasi mengingat hal itu. Jupiter terkekeh dan menggelengkan kepala sementara ia memimpin orang-orang menuju pintu belakang Puri Hitchcock. "Menurut perasaanku, Winston
Abernathy takkan menyamar menjadi hantu untuk beberapa lama!"
***** Setelah urusan dengan para penjahat itu beres, Duke Antony bergabung dengan
yang lain, berlari di bawah hujan menuju pondok kediaman Keluarga
Abernathy. Hanya sebentar mereka harus mencari sebelum Ben menemukan
sebuah wadah besi yang disembunyikan di bawah ranjang Winston. Wadah itu
bundar dengan diameter sekitar 75 cm dan tinggi 30 cm, masih basah dan
berlumpur. "Digembok," kata Ben.
Jebediah sedang merawat Julia, menanggalkan sepatu wanita yang sedang tidur
itu dan menaikkan selimut sampai ke dagunya. "Ada pemotong baut di
tempatku menyimpan peralatan, yang kita lewati tadi," katanya. "Kau bisa
memakainya untuk memotong gembok itu."
Pete berlari keluar untuk mengambilnya dan kembali beberapa detik kemudian.
Ia menyerahkan alat itu kepada Jupiter, yang dengan cepat memotong gembok.
Mereka berkerumun penuh gairah sementara Jupiter membuka warisan Alfred
Hitchcock itu. Namun ketika mereka melihatnya, kening mereka berkerut
kebingungan. Benda itu bukanlah uang at au emas atau permata berkilauan atau
bahkan harta karun perompak.
"Rol film!" seru Bob.
Bob benar. Di dalam wadah itu terdapat beberapa gulungan film untuk diputar
di bioskop. Secarik kertas direkatkan di gulungan paling atas. Jupiter bergegas
mengambil dan membukanya. Ia membaca keras-keras.
"Selamat! "Merupakan harapanku yang tulus bahwa surat ini akhirnya jatuh ke tangan
yang kuinginkan. Jika memang demikian , sudah sepatutnya pujian kuberikan
kepada putriku, Patricia, dan ketiga pria muda itu. Kalian telah membuktikan
reputasi kalian. Jika surat ini tidak berada di tangan kalian ... yah, siapapun
yang menemukan surat ini, harta ini milikmu sekarang!
"Soal harta itu -- kalian mungkin bertanya-tanya b
enda apa yang sedang kalian
tatap ini. Kurasa penjelasan sudah sewajarnya. Seperti kalian tahu, film adalah
hidupku. Aku telah bergelut di bidang industri film sampai fisikku tidak
memungkinkan lagi. Film terakhirku kumaksudkan untuk menjadi karya
terbaikku, 'lagu angsa'-ku -- meminjam istilah balet. Judulnya kurencanakan
'Malam Pendek,' dan bintangnya tidak la in adalah sahabatku, Creighton Duke.
Ini adalah film yang kubiayai sendiri, tanpa bantuan sama sekali dari sebuah
studio besar. Sebuah mimpi, jika boleh kutambahkan, yang telah lama
kuinginkan menjadi kenyataan. Milikku se ndiri. Dan aku bisa melakukan apapun
yang aku mau dengannya. Perjanjian kerahasiaan disusun dan ditandatangani
oleh seluruh bintang dan kru yang terlibat. Meskipun telah banyak spekulasi
mengenainya, publik tidak pernah tahu akan adanya film Hitchcok terakhir
yang "hilang" ... sampai sekarang.
"Sayang sekali, aku jatuh sakit tepat pada saat pengambilan gambar utama


Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hampir selesai. Ketika kutulis ini, aku menyadari sepenuhnya bahwa aku takkan
bisa menyelesaikan film terakhirku. Seperti yang bisa kalian bayangkan, ketika
aku menyadari bahwa 'Malam Pendek' ak an jatuh ke tangan sebuah studio
sepeninggalku, aku merasa terganggu. Kupikirkan bermacam cara untuk
menangani dilema ini namun akhirnya ide Crate lah yang membuat kami
menyusun rencana ini. Suatu cara untuk menghindari kekacauan dan suatu cara
untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang aku tahu pasti akan
mencarinya. "Selain beberapa gambar latar, musik, suara dan efek khusus, dan beberapa
kekurangan teknis lainnya, film ini telah selesai. Aku yakin film ini akan aman
di tangan putriku dan Trio Detektif. Kalian mendapat izinku untuk berbuat
apapun atasnya sesuai keinginan kalian.
"Sekarang kurasa tidak ada lagi yang perlu kuucapkan selain selamat tinggal.
Kuharap kalian, Anak-anak, merasakan ketegangan dan hiburan dalam
menyelesaikan misteri warisan Hitchcock, sama seperti yang kurasakan ketika
menyusunnya! "Dan kini, aku harus mengucapkan selamat tinggal.
"ALFRED J. HITCHCOCK
"N.B. Kuharap kalian memaafkanku kare na aku telah meminjam elemen jam
matahari dari salah satu kasus kalian. Aku selalu merasa itu adalah tempat
persembunyian yang hebat dan tidak tahan untuk tidak menggunakannya dalam
misteriku sendiri!" Mata Jupiter berkaca-kaca sementara ia menyentuh gulungan-gulungan film itu
dengan ujung-ujung jarinya. Ia merasa aneh selama beberapa saat, seolah-olah
ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokannya. Pikiran bahwa Trio Detektif
takkan pernah bertemu lagi dengan pembimbing mereka, Alfred Hitchcock,
membuatnya tak mampu berkata-kata .. . suatu keadaan yang jarang terjadi
atas Jupiter Jones! Akhirnya ia melegakan tenggorokannya dan berpaling menatap yang lain.
Penyelidik Pertama yang gempal itu menampilkan senyum lebar di wajahnya.
"Siapa yang mau menonton film""
BAB XIX REGINALD CLARKE MENGAJUKAN BEBERAPA PERTANYAAN
Dua minggu kemudian Trio Detektif se kali lagi duduk berseberangan meja
dengan Reginald Clarke, produser film ke namaan itu, di kantornya yang luas di
World Studios. "Kepala pelayan yang melakukannya"" kata pria itu dengan suaranya yang
menggelegar sambil memukulkan telapak tangan ke atas catatan Bob. "Demi
petir, aku yakin Hitch pasti akan sang at puas dengan penyelesaian itu!"
Ketiga anak itu mengangguk serempak.
"Winston Abernathy bukanlah nama asli kepala pelayan itu," kata Jupiter
menjelaskan. "Ia menggunakan beberapa alias. Nama aslinya adalah Mortimer
Vincent Carey. Ia adalah seorang pencuri ulung dan penuh percaya diri, dicari-cari atas tuduhan pencurian yang terhitung jumlahnya di sepuluh negara yang
berbeda." "Dan kini semuanya berebut untuk menghukumnya!" tambah Bob.
"Tentu saja!" geram produser itu. "Ren cana Winston adalah menyamar sebagai
hantu dan menakut-nakuti semua orang sehingga lari dari rumah dan ia dapat
mencari harta itu. Tapi katakan padaku, Jones Muda, kapan pertama kalinya
kau mencurigai kepala pelayan itu""
Jupiter bergerak sedikit tidak nyaman di kursinya. "Saya seharusnya sudah
curiga pada Winston ketika saya tahu bahwa ia baru beker
ja di sana selama setahun -- bukan tiga puluh tahun sepert i istrinya. Bagaimanapun, petunjuk
pertama saya dapatkan dari Pete."
"Oh ya"" tanya Pete terkejut.
"Menurut saya aneh," lanjut Jupiter, "bahwa Winston tahu dengan tepat ke
mana harus mencari di dalam ruangan menyimpan anggur yang sangat luas itu
ketika kami sedang mencari-cari Pete. Pete memukul-mukul pipa dan menurut
pengamatan saya di sana ada banyak sekali pipa di langit-langit. Pete bisa ada
di mana saja namun Winston membawa kami langsung ke pintu itu ... ia telah
tahu di mana Pete berada karena ialah yang telah mengurungnya di sana!"
"Ia juga menyarankan agar kita mencari Pete di hutan," tambah Bob. "Mungkin
supaya kami semua keluar dari rumah sehingga ia dapat mencari jam yang
disebutkan di dalam teka-teki itu."
"Hm," gumam Reginald Clarke. "Namun jam itu bukanlah alat penunjuk waktu
yang dimaksud. Di bawah jam mataharilah rol-rol film itu ditemukan."
"Benar," kata Jupiter. "Kami kira Winston sedang mencari-cari jam di dalam
teka-teki itu di ruangan bawah tanah ketika ia mendengar Pete menuruni
tangga. Ruangan itu adalah tempat ia menyembunyikan kostum hantunya,
maka ia bergegas mengenakan gaun dan rambut palsu dan menyapukan cat
yang berpendar di dalam kegelapan ke wajahnya, sehingga Pete tidak akan
mengenalinya. Setelah mengunci Pete di ruangan itu, ia bebas mencari.
Pencariannya berakhir di jam besar di ruang bilyar. Ia membuka segel pada
surat Mr. Hitchcock, mengira bahwa ia telah menemukan harta itu. Ketika ia
melihat bahwa itu bukanlah jam yang benar, ia terpaksa menunggu kami
mengungkapkan arti yang sesungguhnya."
"Menakjubkan," kata sang produser. "Dan memang itulah yang kalian lakukan!
Namun nampaknya ada sebuah kemunculan hantu yang tidak kau jelaskan.
Siapa atau apa sebenarnya yang dilihat Jebediah di puncak tangga pada malam
pertama kalian di Puri Hitchcock""
"Itu Winston," kata Bob. "Ia mengaku bahwa ia berusaha menakut-nakuti kami
agar tidak tinggal di Puri Hitchcock. Lu bang makanan di lantai tiga sebenarnya
adalah pintu rahasia yang dibuat Winsto n sendiri. Ia menggunakan tali untuk
turun ke bilik bawah tanah tempat ia dapat melepaskan samaran hantunya
tanpa terlihat." Produser kenamaan itu menatap Bob dengan sangsi. "Karena kasus Winston si
kepala pelayan sepertinya telah terpecahkah dengan begitu memuaskan, jawab
ini, Andrews Muda ... apa sebenarnya yang dilakukan Jebediah O'Connell
dengan berkeliaran di kebun sepanjang hari""
Bob menyeringai dan nampak malu. "Kami melupakan fakta bahwa ia adalah
tukang kebun di rumah itu. Pekerjaa nnya adalah menjaga agar pekarangan
tetap terawat dan mencabuti rumput li ar di kebun. Namun sebenarnya ada
alasan lain sehingga ia banyak menghabiskan waktu di luar sana."
Mr. Clarke memandang Bob dengan alis terangkat. "Dan apakah itu"" tanyanya.
"Jebediah O'Connell diam-diam jatuh cint a kepada si pelayan, Julia!" Pete
terkekeh. "Sepupu Jeb tidak pernah mempercayai Winston. Ia selalu mengamati
tindak-tanduk si kepala pelayan, berusaha menangkap basah orang itu!"
"Ah, cinta sejati dapat ditemukan di tempat-tempat paling aneh," komentar Mr.
Clarke, menggelengkan kepala. "Dan apakah Sepupu Jeb tetap merahasiakan
perasaannya terhadap Julia Abernathy itu""
Jupiter menyeringai. "Tidak. Ia mengungkapkannya. Namun mereka akan
menunggu sampai Julia dapat membatalkan pernikahannya dengan Winston,
maksud saya Mortimer, sebelum mulai memadu kasih."
"Baiklah. Baiklah," Reginald Clarke terkekeh. "Dan sampailah kita pada
pasangan paling mencurigakan, Timothy dan Stella Fitchhorn. Duet paling tidak
cocok jika dilihat dari penampilan luar."
"Ya, sir," Jupiter mengangguk. "Tentu saja mereka pun menggunakan nama
samaran. Nama asli mereka adalah Nicholas J. West dan Marcia Brandel. Dan
mereka bahkan sama sekali bukan suami-istri!"
"Mereka bekerja sebagai suatu tim," ka tanya. "Bersama-sama mereka telah
membodohi orang-orang di seluruh Eropa dan America dan mengumpulkan
berjuta-juta dolar. Mereka menganggap warisan Hitchcock sebagai tantangan
terbesar. Bagaimanapun juga, mereka menemukan bahwa mereka tidak terlalu
berbakat dal am memecahkan teka-teki seperti dalam bermulut manis dan
menipu orang dengan dokumen palsu."
"Mereka perlu kami untuk memecahkan teka-teki itu bagi mereka!" kata Pete.
"Mereka mengharapkan uang atau emas sebagai harta itu namun Duke Antony
dan polisi London menangkap mereka sebelum mereka tahu yang sebenarnya!"
Reginald Clarke tertawa terbahak-bahak. "Kubayangkan mereka pun akan
melalui masa-masa sulit. Tentu saja kuharap sel mereka tidak bersebelahan.
Pertengkaran mereka yang terus menerus akan membuat marah para
narapidana yang lain!"
Anak-anak tertawa membayangkannya.
"Kuasumsikan kau mengatur dengan Pangeran Djaro dari Varania untuk
meminta Duke Antony mengundang polisi London ke tanah Hitchcock."
"Ya, sir," Jupiter mengiyakan. "Duke Antony dan polisi berangkat dari London
sekitar dua puluh menit setelah Ben dan saya. Namun mereka diperlambat oleh
badai yang ganas itu. Itulah sebabnya Winston sempat menyulitkan kami
dengan pistolnya, yang ternyata hanyalah pistol angin sederhana. Saya tidak
menyangka demikian namun saya pun tidak takut dibuatnya."
"Saya jelas ketakutan ketika melihat Du ke Antony berpakaian sebagai hantu!"
seru Pete. "Begitu," kata Mr. Clarke. "Satu lagi rencanamu dan Duke"" tanyanya kepada
Jupiter. "Ya, sir. Saat itu saya hampir yakin bahwa hantu itu adalah Winston.
Pemeriksaan terhadap latar belakang Jebediah tidak menghasilkan apa-apa,
sebaliknya pemeriksaaan terhadap Winston telah menghasilkan beberapa
halaman catatan kriminal.
"Pete sempat memandang hantu itu cu kup lama. Berdasarkan gambarannya,
Timothy Fitchhorn terlalu besar untuk menjadi hantu itu dan istrinya terlalu
pendek. Maka, yakin bahwa Winston yang menyamar sebagai si Molly tua, saya
meminta Duke Antony mampir di sebuah toko kostum sebelum pergi ke Puri
Hitchcock untuk mendapatkan gaun, rambut palsu, cat wajah, dan tali
berjerat. Itu sebabnya ia lebih lambat dua puluh menit daripada Ben dan saya."
"Senjata makan tuan," produser besar itu tertawa. "Kau benar-benar punya
bakat untuk menampilkan sesuatu yang dramatis, Jones Muda."
"Memang itulah yang saya pikirkan, sir," kata Jupiter, nampak puas. "Namun,
seperti tertera dalam catatan Bob, saya tidak menyangka akan melihat Winston
dan Jebediah basah kuyup ketiksa saya tiba di rumah. Sudah jelas seseorang
ada di kebun ketika Ben dan saya masuk ke halaman. Saya pikir saya mungkin
saja salah tentang Winston sampai akhirnya saya memeriksa sepatunya yang
penuh lumpur." "Pengamatan bagus yang terbukti sungguh berguna," kata Mr. Clarke.
"Sepertinya semua kejadian telah dijelaskan dengan baik. Namun katakan
kepadaku, apa yang akan terjadi terhadap film terakhir Hitch, 'Malam Pendek'""
Pete menjawab pertanyaan itu. "Pat ricia berkata bahwa ia akan memakai
sebagian uang yang ia warisi untuk membiayai penyelesaian film itu, yang
nantinya semua pemasukannya akan digunakan untuk amal. Dan ia ingin tahu
jika Anda mau bertindak sebagai penasihat teknis!"
"Aku"" kata Reginald Clarke terkejut. "A ku akan merasa sangat tersanjung dapat
mengerjakan film Hitchcock terakhir," katanya. "Benar-benar tersanjung."
Anak-anak hendak beranjak untuk pergi ketika Reginald Clarke berbicara.
"Tidak secepat itu," katanya menggelega r, matanya berbinar-binar. "Ada satu
lagi pertanyaan yang perlu dijelaskan!"
"Apa ... apa itu, Mr. Clarke"" kata Pete.
"Tentang Molly Thibidoux," katanya, me nyeringai ke arah anak-anak. "Duke
Antony berkata bahwa Winston berteriak penuh kengerian sebelum melihatnya
berkostum hantu. Apakah itu berarti arwah gadis itu memang benar tinggal di
balik dinding-dinding Puri Hitchcock""
Jupiter nampak tersinggung. "Tentu saja tidak," katanya keras kepala. "Ada
banyak cermin dan lukisan berbaris di dinding-dinding Puri Hitchcock. Winston
pasti telah melihat bayangan 'hantu' Duke di salah satu cermin. Tidak ada yang
namanya hantu ... apapun yang dikatakan Winston dan Pete kepada Anda!"
Reginald Clarke tertawa terbahak-bahak. "Hebat! Kalian boleh saja punya
keyakinan masing-masing, misalnya terhadap hal-hal paranormal!
Bagaimanapun, ini adalah misteri yang bagus dari sang Raja Ketegangan
sendiri. Aku yakin Alfred Hitchcock akan senang mengetahui bahwa kalian tidak
hanya menemukan hartanya yang tersembunyi, namun sekaligus juga
menangkap tiga penjahat kelas kakap!"
Anak-anak menerima pujian produser besar itu dengan bangga, lalu berterima
kasih atas waktu yang telah diberikan. Sementara Trio Detektif berbaris keluar
dari kantornya, Reginald Clarke bersandar di kursinya sambil tersenyum tipis.
Petualangan yang cukup seru, pikirnya ... "Misteri Warisan Hitchcock." Cukup
seru. KATA PENUTUP DARI REGINALD CLARKE
Aku merasa perlu menambahkan beberapa patah kata untuk menutup kisah ini,
sehingga jelas bagi para pembaca setia Trio Detektif posisiku di dalam
petualangan-petualangan mereka.
Mereka memang telah memintaku untuk menuliskan kata pengantar untuk
kasus ini, juga kasus-kasus yang akan datang, setelah kepergian sahabat dan
pembimbing mereka, Alfred Hitchcock. Namun karena aku hendak memulai
produksi sebuah drama sejarah yang memakan biaya besar, aku dengan sangat
menyesal terpaksa menolak untuk saat ini. Kuyakinkan kalian bahwa aku
sungguh-sungguh ingin mengisi peran besar Mr. Hitchcock seandainya saja
situasi dan kondisinya berbeda.
Dan ternyata tidak lama setelah itu anak-anak bertemu dengan satu lagi tokoh
misteri yang hebat, penulis buku dan skenario Hector Sebastian, dalam salah
satu dari kasus-kasus mereka selanjutnya. Anak-anak muda itu telah
menemukan pembimbing baru mereka, sehingga dengan rendah hati aku
mengundurkan diri. Dalam hubungannya dengan karir Trio Detektif, beberapa kasus menarik yang
melibatkan diriku dan beberapa tokoh lain telah terjadi dalam selang waktu
antara kepergian Hitch dan kemunculan Hector Sebastian. Kasus-kasus yang
tidak pernah diterbitkan atau dibaca ... sampai saat ini! Jupe, Pete, dan Bob
berharap kalian menikmati "harta tersem bunyi" ini dan mereka berjanji padaku
bahwa masih ada lagi yang akan datang!
REGINALD CLARKE ***** KETERANGAN TAMBAHAN DARI FXRBDS
Demi kelangsungan cerita ini penulis dengan sengaja memasukkan beberapa hal
fiktif yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Berikut adalah beberapa
hal yang menarik untuk diketahui, berkaitan dengan cerita Misteri Warisan
Hitchcock ini dan fakta sebenarnya.
Pada kenyataannya Patricia Hitchcock adalah anak tunggal dari pasangan Alfred
dan Alma Hitchcock. Hingga kini ia masih hidup.
Alma Reville Hitchcock adalah istri Alfred Hitchcock, yang sebenarnya hidup
lebih lama daripada suaminya. Tidak ad a alasan bagi Alfred Hitchcock untuk
menyembunyikan warisannya dan bagi Trio Detektif untuk mencari harta itu
seandainya janda Alfred masih hidup, maka penulis dengan sengaja
menghilangkan fakta ini. Ben Hitchcock adalah tokoh fiktif semata-mata yang diperkenalkan penulis
untuk menjembatani hubungan Patricia dan Trio Detektif. Patricia tidak punya
saudara kandung dan demikian pula halnya dengan Alfred Hitchcock.
Alfred Hitchcock memang tinggal di sebuah rumah sederhana bergaya
peternakan, yang bersebelahan dengan suatu lapangan golf. Jika tidak sedang
membuat film, ia berlibur di tempat tinggalnya di Inggris. Tempat tinggal di
Inggris ini sendiri bukanlah sebuah puri yang penuh misteri seperti di dalam
cerita ini. Beberapa nama penulis cerita Trio Detektif ditampilkan dalam cerita ini secara
sambil lalu. Dennis Lynds, yang menggu nakan nama samaran William Arden dan
menulis sebagian besar buku Trio Detektif, muncul sebagai "Denny Lynds & The
Gail Force Winds," artis yang piringan hitamnya merupakan petunjuk. Robert
Arthur, pencipta Trio Detektif, muncul sebagai "Agen R. Arthur" di Kedubes
Amerika Serikat. M. V. Carey, satu-satunya wanita yang pernah menuliskan
kisah Trio Detektif, muncul sebagai "Mortimer Vincent Carey," nama asli
Winston sang kepala pelayan. Nick West, yang hanya menulis dua buku, dan
Marc Brandel, yang menulis tiga buku pasca-Hitchcock, muncul sebagai
"Nicholas J. West dan Marcia Brandel, " nama asli pasangan Fitchhorn.
tamat Dendam Gila Dari Kubur 1 Banjir Darah Di Borobudur Serial Silat Jawa Karya Kho Ping Hoo Pendekar Negeri Tayli 10
^