Pencarian

Trio Penyamar 1

Trio Detektif Trio Penyamar Bagian 1


Trio Penyamar Download Ebook Jar lainnya Di
http://inzomnia.wapka.mobi
http://mobiku.tk BAB I TAMU KEJUTAN "Apa kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk menjadi
seorang kriminal super"" Jupiter Jones berspekulasi.
Pada hari yang panas itu ia dan Pete Crenshaw sedang duduk di keteduhan bengkel
Jupiter yang terletak di luar rumah. Mereka sedang sibuk bekerja dengan tumpukan barang
bekas terbaru hasil belian Paman Titus, paman Jupiter.
Pete, penyelidik yang tinggi dan berotot, menjatuhkan obeng yang sedang digunakannya
membuka bagian belakang sebuah jam dinding tua. Ia menatap Jupiter dengan mulut
terbuka. "Apa katamu""
"Aku bilang, apa kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk
menjadi seorang kriminal super," ulang Jupiter. "Kau ingat rencana para perampok bank
yang menyewa orang-orang kerdil untuk menyamar sebagai kurcaci" Pemimpin perampok itu
menawarkan untuk menjadikan aku anak didiknya dan melatihku menjadi penjahat nomor
satu. Aku hanya iseng-iseng berpikir apa yang akan terjadi seandainya waktu itu kuterima
tawarannya." "Kemungkinan besar kau sekarang terkurung di Penjara Los Angeles bersama anggota
gang itu yang lain," kata Pete.
"Hm," gumam Jupiter, "aku ingin tahu."
Anak-anak itu sedang bergembira karena sehari sebelumnya mereka mengetahui bahwa
mereka akan diberi penghargaan oleh Rocky Beach Rotary Club sebagai warga teladan atas
jasa-jasa mereka terhadap masyarakat sebagai detektif junior sukarela. Bersama seorang
pemenang yang lain mereka akan menerima hadiah sebesar seribu dolar pada suatu acara
penghargaan di Balai Kota. Teman mereka, Chief Reynolds, akan bertindak sebagai pembawa
acara. Hadiah itu akan mereka bagi tiga, yang berarti masing-masing akan memperoleh
hampir seratus enam puluh lima dolar!
"Menurutku seorang penjahat super harus merancang suatu kejahatan super. Sesuatu
yang direncanakan dan dilaksanakan dengan sempurna," kata Jupiter lagi.
"Kau tidak sungguh-sungguh berniat menjadi seorang penjahat kan"!" seru Pete.
"Rasanya sih tidak," Jupiter menyeringai. "Tapi sekali waktu seorang penyelidik yang
bagus harus berpikiran seperti seorang kriminal untuk mengetahui cara mereka berpikir."
"Seandainya aku diberi sepuluh sen setiap kali mendengar kau berkata ...," omongan
Pete terputus dengan kedatangan Bob Andrews, seorang remaja berperawakan kecil dan
berpenampilan seorang kutu buku.
"Hai, Bob. Mengapa begitu lama""
"Miss Bennett menyuruhku memperbaiki sampul buku-buku tua. Kupikir aku takkan
pernah bisa keluar dari sana." Bob bekerja paruh waktu di Perpustakaan Umum Rocky Beach.
Pekerjaannya itu sungguh berguna dalam melakukan riset-riset untuk kasus-kasus Trio
Detektif. "Sudahkah kalian memutuskan apa yang hendak kalian lakukan dengan uang hadiah itu""
Bob bertanya penuh semangat.
"Aku akan menghabiskannya di Magic Mountain!" Pete tertawa.
"Aku akan membeli sepeda baru. Kau, Jupe""
"Sudah menjadi keputusanku bahwa biro penyelidik kita dapat menginvestasikan
penghargaan finansial itu pada sebuah komputer," jawab Jupiter. "Paling tidak sebagai uang
mukanya." "Saudara-saudara, serahkan saja pada Jupiter Jones untuk bersenang-senang dengan
uang yang demikian banyak!" Pete berkata sinis.
Mereka terus bercakap-cakap dengan antusias tentang apa yang akan mereka lakukan
dengan hadiah itu, sampai terdengar seruan Bibi Mathilda memanggil mereka. Suaranya
bergema di sela-sela tumpukan barang bekas yang sengaja mereka letakkan secara
strategis. Mrs. Jones adalah seorang wanita berbadan besar yang berhati besar pula. Hanya
satu yang lebih besar daripada hatinya, kemampuannya menemukan anak-anak malas dan
menyuruh mereka bekerja keras. Meskipun Paman Titus yang berburu barang bekas, Bibi
Mathildalah yang sesungguhnya menjalankan bisnis barang bekas mereka. Dan kini suaranya
menuntut perhatian. "Jupiter!" serunya. "Di mana lagi kau sekarang" Kau kedatangan tamu. Chief Reynolds
ada di sini mencarimu!" Kemudian ia berpaling untuk melayani seorang pembeli.
Ketiga remaja itu saling berpandangan, terkejut.
"Menurutmu apakah ia lupa memberi tahu sesuatu tentang acara
penghargaan itu""
tanya Bob, melompat turun dari tempatnya duduk di atas mesin cetak.
"Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya!" Jupiter bangkit. "Yuk!"
Mereka berjalan zig-zag melalui sela-sela tumpukan barang bekas menuju suatu gerbang
besar, pintu masuk ke Jones Salvage Yard. Chief Reynolds berdiri menunggu di sana di
sebelah mobil patrolinya. Jupiter segera sadar bahwa petugas polisi itu nampak aneh. Mereka
sudah cukup lama bekerja sama sehingga Jupiter dapat menyimpulkan dari raut muka Chief
Reynolds bahwa ia sedang berada dalam stres.
"Halo, Chief. Sepertinya Anda datang untuk urusan pekerjaan dan bukan tentang
penghargaan," kata Jupiter.
"Tepat sekali, Jupiter. Tapi bagaimana kau bisa menebak, aku tak tahu," Chief Reynolds
menjawab dengan alis terangkat. Bob dan Pete menatap Jupiter dengan kebingungan yang
sama. "Saya selalu berusaha untuk tidak menebak jika jawabannya sudah jelas. Ada yang bisa
kami bantu"" "Begini, Anak-anak," kata Chief, nampak malu-malu, "ada pencurian di Pearl's Bakery
tadi malam ...." "Dan Anda ingin kami membantu menemukan pencurinya," kata Pete penuh semangat.
Sudah beberapa minggu berlalu sejak kasus terakhir mereka dan mereka tidak sabar
menunggu misteri selanjutnya.
"Sayangnya tidak, Pete," jawab Chief lambat-lambat. "Begini ... kalian bertiga adalah
tersangka utama!" "APA"!" mereka berseru serempak.
Bibi Mathilda menjatuhkan sapu yang sedang dipegangnya dan bergegas menghampiri.
"Apa maksudnya semua ini, Sam"!" tukasnya. "Kau kenal baik dengan anak-anak ini, kau
seharusnya lebih tahu!" Wanita berbadan besar itu mendengus dan berjalan menuju ke
kantor. "Titus Andronicus, keluar cepat!"
"Tenang, Mathilda," Chief menenangkannya. "Aku yakin ada penjelasan yang masuk
akal." Sementara Chief Reynolds berusaha meredakan amarah bibi Jupiter, Titus Jones berjalan
menuju gerbang utama. Mr. Jones adalah seorang lelaki pendek dengan hidung besar dan
kumis yang lebih besar lagi. Matanya berbinar-binar sembari ia mengisap pipa di sela-sela
bibirnya. "Ada masalah apa, Sam"" tanyanya tenang.
"Pearl's Bakery dimasuki pencuri semalam," ulang Chief. "Kami tidak punya petunjuk apa-apa ... kecuali ini." Ia menunjukkan selembar kartu nama milik anak-anak itu, tersegel dalam
sebuah kantong plastik tempat barang bukti.
"Oh, itu salah satu kartu nama dari klub kalian, Anak-anak!" Mrs. Jones menahan nafas.
Mathilda Jones tahu bahwa anak-anak mengadakan rapat secara teratur tapi ia tidak pernah
sadar bahwa mereka adalah penyelidik serius yang telah membantu memecahkan beberapa
peristiwa kejahatan nyata. Tak peduli berapa kali Jupe memberi tahunya, ia tetap
menganggap perusahaan mereka sebuah klub.
Sementara itu Jupiter mengamat-amati kartu di tangan Chief dengan seksama dan
mencubiti bibir bawahnya ... suatu tanda bahwa otaknya sedang berputar kencang.
"Boleh saya lihat, sir"" tanyanya.
Chief menyerahkan kantong barang bukti dengan kartu di dalamnya. Jupiter menatapnya
selama beberapa menit. Ia membaliknya dan memandang bagian belakang, lalu kembali ke
bagian muka. Bob dan Pete mendekat dan ikut memandang melalui bahu Jupiter. Tulisannya:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones
Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw
Catatan dan Riset..............Bob Andrews
"Waduh! Ada pencuri menjatuhkan kartu nama kita!" seru Pete.
"Anda bilang ini ditemukan di lokasi kejahatan"" tanya Jupiter sambil mengerutkan
kening. "Tepat sekali, Jupiter," jawab Chief. "Tepat di sebelah mesin kasir yang kosong. Pearl --Mrs. Henderson, pemiliknya, baru saja memasang seperangkat sistem pengaman yang
canggih dua minggu lalu. Menurutnya ia sering membuat roti sampai larut malam dan harus
bekerja sendirian. Tidak mudah bagi seorang pencuri untuk membobol sistem itu. Sekarang
Pearl sangat cemas."
"Pencuri itu hanya mengambil uang dari mesin kasir"" tanya Jupiter, agak heran. "Tidak
ada lagi yang dicuri atau dirusak""
"Tidak satupun. Dan inilah yang lucu," Chief nampak tegang. Hari yang panas serasa
semakin panas dan Chief melonggarkan dasinya dan membuka kancing kerahnya. "Menurut
Pearl t idak ada peralatan yang dirusak dan bahkan tidak ada satu donat pun yang diambil.
Dan ia sangat yakin bahwa di dalam mesin kasir hanya ada dua puluh dolar!"
BAB II DIFITNAH! "Menurut saya jelas sekali si pencuri berusaha memfitnah kami," Jupiter berkata tenang.
"Sepertinya memang demikian," jawab Chief Reynolds. "Tetap saja, meskipun aku tidak
suka melakukan ini, aku harus menanyai kalian, Anak-anak, tentang di mana kalian berada
sekitar pukul sembilan tadi malam," Chief mengeluarkan pen dan buku catatan kecil.
Bob dan Pete menatap Jupiter. Mereka semua tahu bahwa pukul sembilan semalam
mereka sedang mengadakan rapat rahasia di dalam markas mereka. Markas adalah sebuah
karavan sepanjang sepuluh meter yang dibeli Titus Jones dengan harapan ia akan dapat
menjualnya lagi. Namun karena rangkanya telah rusak parah, karavan itu tidak laku-laku
hingga akhirnya Titus memberikannya kepada Jupiter untuk dijadikan tempat pertemuan
dengan teman-temannya. Perlahan-lahan selama beberapa bulan anak-anak itu
menumpukkan barang-barang rongsokan di sekitarnya dan kini karavan itu tersembunyi --dan terlupakan -- kecuali oleh mereka.
"Kami bertiga ada di pangkalan barang bekas ini, mengadakan rapat pada pukul sembilan
tadi malam, Chief," jawab Jupiter tanpa ragu-ragu.
"Ada yang bisa membuktikannya""
Sebagai pemimpin Trio Detektif yang penuh percaya diri dan kadang-kadang sombong,
Jupiter Jones tidak mudah bingung. Kini ia tergagap dalam menjawab.
"Eh ... tidak. Saya ... saya rasa tidak ada, sir."
Chief Reynolds menepuk bahu Jupiter dan tersenyum. "Jangan khawatir, Nak. Kalian telah
terbukti sebagai asisten polisi yang hebat. Meskipun kalian berbalik menjadi penjahat, kalian
tidak akan begitu ceroboh."
Jupe, Pete, dan Bob berusaha tersenyum terhadap pujian itu.
"Nah, Anak-anak, sekarang aku harus mengembalikan kartu nama ini ke laboratorium
untuk pemeriksaan sidik jari. Akan kukabari kalian setelah hasilnya keluar." Setelah berkata
demikian, Chief Reynolds masuk ke mobil patrolinya. Ia memberi hormat dengan ramah
sembari memundurkan mobilnya keluar dari pangkalan barang bekas. Anak-anak
melambaikan tangan dan berdiri dengan muram, memandangi mobil Chief Reynolds
menjauh. Begitu mobil Chief Reynolds menghilang dari pandangan, sebuah mobil sport berwarna
biru mengkilap berhenti dengan mendadak di depan gerbang, menyebabkan debu dan tanah
beterbangan di udara yang panas.
"Skinny Norris!" ujar Pete geram. "Bukan waktu yang tepat untuk kekonyolannya!"
E. Skinner Norris berusia sedikit lebih tua daripada anak-anak itu. Karena ayahnya secara
resmi bertempat tinggal di suatu negara bagian lain yang dapat dikatakan mengizinkan bayi
untuk mengemudi, Skinny dapat menyetir mobil -- sesuatu yang amat ditonjolkannya kepada
semua anak di Rocky Beach. Namun demikian, meskipun Skinny memiliki mobilnya sendiri,
yang sangat disukainya selama tinggal di Rocky Beach selama musim panas adalah mencari
tahu apa yang dilakukan Jupiter, Pete, dan Bob, dan berusaha mengganggu mereka. Ia
selalu berusaha mengalahkan Jupe dan selalu gagal. Kini ia melompat keluar dari mobilnya
dan menghampiri Trio Detektif.
"Pergi, Skinny!" tukas Bob.
"Diam kau!" Skinny menyeringai seperti seekor kucing yang baru saja menangkap seekor
burung kenari. "Jupiter McSherlock, sepertinya Anda sedang bermasalah sekarang."
Beberapa orang gerombolan Skinny yang berada di jok belakang mobil tertawa dan Skinny
mengikik seperti seekor kuda.
Jupe menampilkan muka terkejut. "Aku tak tahu apa maksudmu, Skinny," katanya polos,
mengangkat bahu. "Yang benar saja!" tukas Skinny, "Semua orang di kota ini tahu kalian yang
melakukannya! Mereka menemukan kartu nama kalian di lokasi kejahatan!" Skinny mencibir.
"Suatu informasi yang menarik, Skinny," kata Jupiter, mengedipkan mata kepada Bob
dan Pete. "Mengingat fakta bahwa hanya Mrs. Henderson dan polisi yang tahu detail
terjadinya kejahatan itu, mungkin ada baiknya kau memberi tahu kami bagaimana kau tahu
kartu nama kami ditemukan di tempat kejadian."
Muka Skinny memerah. "Kau kira kau begitu pintarnya, Gendut! Lihat saja nanti!" Ia
mengacungkan jarinya yang
kurus ke arah Jupe. "Sebelum hari ini berakhir, kalian bertiga
akan menjadi bahan tertawaan di seluruh Rocky Beach!" Skinny melompat masuk ke
mobilnya dan mundur, meninggalkan kepulan debu. Sambil tertawa dan menjulurkan
lidahnya ke arah anak-anak, ia memacu mobilnya.
Ketika debu telah mereda, Bob menyuarakan pertanyaan yang ada di pikiran mereka
bertiga. "Bagaimana Skinny bisa tahu tentang kartu nama kita, Jupe""
Jupiter mengerutkan kening. "Aku tidak yakin namun sepertinya mulut besarnya memberi
implikasi bahwa dialah yang ada di balik pencurian di Pearl's Bakery. Menurutku sekarang
saatnya Trio Detektif mengadakan rapat darurat!"
***** Jupiter mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja setengah hangus yang terdapat di dalam
markas. "Rapat dimulai. Karena kita semua tahu tentang kejadian mengejutkan yang baru
saja disampaikan kepada kita, mari kita sekarang mulai mendiskusikan para pelaku
potensial." "Apa katanya"" tanya Pete kepada Bob.
"Jupe bilang, kita semua tahu apa yang terjadi, maka mari memikirkan siapa yang
mencoba menfitnah kita," kata Bob.
"Oh. Mengapa ia tidak bilang begitu saja""
Penyelidik pertama yang gempal berdehem dan meletakkan sikunya di atas meja. "Jika
kalian berdua telah selesai berkomedi, kita akan lanjutkan," katanya dengan tidak sabar.
"Skinny Norris telah masuk daftar dengan alasan yang jelas. Bisakah kalian memikirkan kira-kira siapa yang ingin mencemarkan nama baik dan reputasi kita""
"Wah, Jupe, kita telah menangani begitu banyak kasus ... bisa siapa saja dari seratus
orang!" seru Pete. "Seratus mungkin agak terlalu berlebihan tapi kita memang telah memperoleh beberapa
musuh," Jupe menghembuskan nafas.
"Mungkinkah Hugenay"" kata Bob bersemangat, "pencuri barang seni dari Prancis yang
kita hadapi dalam Misteri Nuri Gagap dan Misteri Jeritan Jam""
Jupiter bersandar di kursi putar yang telah diperbaikinya, berkonsentrasi penuh. "Bukan
gayanya," katanya memutuskan. "Selain itu ia sebenarnya membantu kita terakhir kali kita
bertemu. Rasanya tidak mungkin ia jauh-jauh datang kembali ke Rocky Beach hanya untuk
memberi kita masalah. Berikutnya""
Pete menjentikkan jarinya. "Bagaimana dengan para penjahat yang berusaha mencuri
permata August August, Mata Berapi" Polisi tak pernah menangkap mereka!"
"Hm, jelas suatu kemungkinan," jawab Jupe.
Selama beberapa saat mereka berdiam diri, memikirkan semua kriminal yang pernah
mereka temui selama karir mereka sebagai Trio Detektif. Akhirnya Bob mengangkat tangan
putus asa. "Oh, kita harus menghadapi kenyataan, teman-teman, daftar ini bisa terus bertambah
panjang!" "Kau benar, Data. Mari kita lanjutkan," kata Jupiter setuju. "Mengapa seorang penjahat
secara sengaja memilih sebuah toko kue untuk dirampok" Itulah misteri teka-teki
sebenarnya di sini."
"Biar kutambahi!" kata Pete. "Mengapa seseorang mau bersusah payah hanya demi dua
puluh dolar, itulah misteri yang sebenarnya!"
"Awk! Misteri! Awk!" jerit Blackbeard. Blackbeard adalah beo peliharaan mereka yang
mereka dapatkan saat menangani salah satu kasus. Dari sangkar besarnya yang tergantung
di sudut ruangan, burung itu selalu membuat Pete gelisah.
"Diam kau!" seru Pete.
"Jupe, bagaimana kalau kita sudahi saja malam ini"" kata Bob. "Hari ini sungguh
melelahkan dan perutku merasa ini sudah waktunya makan malam."
"Kurasa kau benar, Bob," kata Jupiter menyerah. "Malam ini kita coba pikirkan, siapa saja
yang berusaha memfitnah kita. Besok kau telusuri semua catatan kasus kita, Data. Buatlah
daftar para tersangka yang mungkin, termasuk Skinny, meskipun aku ragu dialah yang kita
cari." "Baiklah, Jupe," jawab Bob. Remaja bertubuh kecil itu menghilang melalui Lorong Dua,
sebuah tingkap di lantai karavan yang berfungsi sebagai salah satu jalan masuk rahasia ke
markas. "Dua, besok kau ikuti Skinny dan lihat apa maunya anak itu. Lapor ke markas siangnya."
"Aku harus memotong rumput di rumah tetangga dulu tapi setelah itu akan kuamat-amati
anak itu bagai seekor elang!" kata Pete. "Apa yang akan kau lakukan besok, Pertama""
"Besok," kata Jupiter dengan dramatis, "Aku ada kencan dengan empat kursi taman yang


Trio Detektif Trio Penyamar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat berkarat." Jupiter melambaikan tangan sambil mengunci pangkalan. Ia menyeberang jalan ke rumah
kecil berwarna putih, kediaman Keluarga Jones.
Pete dan Bob bersepeda pulang. Mereka bersama-sama sepanjang sebagian jalan pulang,
membicarakan kejadian mengejutkan hari itu. Ketika matahari musim panas mulai terbenam
di langit nan ungu, mereka berpisah dan mengambil jalan masing-masing. Tidak ada yang
menyadari kehadiran sebuah sedan hitam yang telah membuntuti mereka secara diam-diam.
BAB III PENCURIAN KEDUA! Pete Crenshaw bangun pagi-pagi sekali dan memerangi kabut California yang tebal
untuk memotong rumput di halaman tetangganya. Ia tidak terlalu suka akan tugas
membuntuti Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky Beach dengan sepeda. Tapi
Pete adalah yang paling atletis dari ketiga anak itu, jadi dialah yang selalu mendapat
tugas seperti ini. Namun demikin pagi ini Pete beruntung. Mobil Skinny Norris tidak
pernah meninggalkan rumah orang tuanya sepanjang pagi. Sekarang hari telah siang
dan dari tempat persembunyiannya di atas pohon elm besar di seberang jalan, Pete,
dengan teropong ayahnya, hanya melihat muka Skinny yang berbintik-bintik mengintip
melalui tirai dengan gelisah dari waktu ke waktu. Pete merasa Skinny nampak cemas
dan ia mengingatkan diri untuk melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia memasukkan
teropong ke dalam kotaknya dan turun dari pohon.
***** Matahari tengah hari yang panas telah menghabisi sisa-sisa kabut pagi ketika Pete
meluncur di atas sepedanya masuk ke Jones Salvage Yard. Hans dan Konrad, kedua
pekerja pangkalan asal Bavaria, sedang membuka terpal penutup truk pangkalan dan
melihat-lihat isinya. "Hi, Konrad. Hi, Hans."
"Hi, Pete," kata Konrad.
"Kau mencari Jupe"" tanya Hans.
"Ia tak ada di sini"" tanya Pete heran. "Katanya ia harus bekerja seharian!"
"Ia tidak kelihatan sepanjang pagi, Pete. Bob ada di sini," jawab Konrad.
"Baiklah. Terima kasih ya."
"Sama-sama, Pete," balas kedua bersaudara itu dengan riang.
Pete menaiki sepedanya mengelilingi tumpukan barang bekas hingga ia tiba di
bengkel Jupe. Sepeda Bob tersandar di mesing cetak tua yang telah diperbaiki oleh
Jupiter. Pete menyandarkan sepedanya ke sepeda Bob dan merangkak di bawah mesin
cetak. Ia menyingkirkan potongan terali yang seolah-olah tersandar begitu saja pada
sebuah pipa tua berdiameter besar dan merangkak masuk. Ini adalah pintu masuk ke
Lorong Dua. Pipa itu memanjang beberapa meter, sebagian berada di bawah tanah.
Anak-anak itu telah meletakkan potongan karpet di bagian bawah di dalam pipa
sehingga lutut mereka terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke lantai
markas, mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.
Bob Andrews sedang sibuk bekerja di lemari arsip. Dengan sebatang pensil di sela-sela giginya it menggumamkan halo kepada Pete.
"Kau lihat Jupe"" tanya Pete.
"Tidak kelihatan sepanjang pagi," gumam Bob.
"Waduh, menurutmu ...." Pete terpotong oleh dering telepon. Kedua anak itu saling
berpandangan selama beberapa saat. Telepon itu jarang berdering dan jika ia berdering,
biasanya untuk sesuatu yang penting. Bob menjatuhkan pensil di mulutnya dan
menjawab dengan suaranya yang paling profesional.
"Trio Detektif, dengan Bob Andrews."
"Data!" Ternyata Jupiter dan ia terdengar terburu-buru. "Pete ada""
"Dia baru saja datang. Di mana kau""
"Nyalakan pengeras suara!" perintah Jupiter.
Pengeras suara yang dimaksud adalah sebuah mikrofon dan speaker yang telah
dihubungkan oleh Jupiter sehingga mereka bertiga dapat ikut serta dalam pembicaraan
di telepon. Bob menyalakannya dan memegang gagang telepon di depan mikrofon.
"Silakan, Pertama," kata Bob.
"Keadaan darurat! Gampang Tiga! Kelana Gerbang Merah! Green's Hardware Store!
Segera! Hati-hati!" Dan tiba-tiba Jupiter memutuskan hubungan. Bob dan Pete saling
berpandangan seolah-olah terhipnotis oleh nada sambung di telinga mereka.
"Apa itu tadi"" tanya Pete.
"Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja perintahnya!" seru Bob. "Ayo!"
Pete dan Bob berdesak-desakan keluar melalui Gampang Tiga. Gampang Tiga adalah
sebuah pintu besar yang masih menempel pada bingkainya dan seolah-olah
tersandar begitu saja pada suatu tumpukan barang rongsokan. Kalau dibuka dengan sebuah anak
kunci berkarat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke sebuah ketel raksasa, yang
kemudian menuju ke markas.
Diam-diam mereka mengambil sepeda dan menuju Kelana Gerbang Merah.
Bertahun-tahun yang lalu beberapa pelukis Rocky Beach telah melukisi pagar yang
mengelilingi pangkalan barang bekas sebagai tanda terima kasih mereka kepada Titus
Jones yang sering kali memberi mereka benda-benda yang mereka butuhkan secara
cuma-cuma. Salah satu lukisan di bagian belakang menampilkan kebakaran besar yang
terjadi di San Fransisco. Seekor anjing kecil, yang diberi nama Kelana oleh anak-anak,
dengan sedih menatap rumahnya yang dimakan api. Jupiter merancang sebuah sistem
sedemikian sehingga jika mata Kelana ditekan, tiga papan pagar akan membuka ke
atas. Mereka biasanya menggunakan pintu masuk ini jika ingin ekstra hati-hati agar
tidak terlihat oleh Bibi Mathilda.
Bob dan Pete membiarkan Kelana Gerbang Merah tertutup dan mengebut sepeda
mereka melalui jalan setapak di rumput, menuju ke daerah perbelanjaan di tengah kota
Rocky Beach. "Mungkinkah kita diawasi"" tanya Bob dengan cemas di sela-sela nafasnya yang
memburu. "Mungkin saja," jawab Pete suram. "Kita harus tetap berjaga-jaga dan jangan
sampai dibuntuti!" Mereka selalu mengambil jalan-jalan kecil dan lorong-lorong, berulang kali melihat
ke belakang ke arah mobil-mobil yang mereka curigai membuntuti mereka. Beberapa
menit kemudian mereka tiba di Green's Hardware Store. Jupiter dan Chief Reynolds
berdiri di depan toko. Jupiter sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan
nampak berpikir keras sekali. Raut muka Chief Reynolds nampak suram.
"Hei, Jupe, ada apa ini"" tanya Pete, tersengal-sengal.
"Ada yang membobol toko peralatan ini"" tanya Bob, membenarkan letak
kacamatanya di atas hidungnya yang berkeringat.
Jupiter tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan balik menanyai Bob. "Data, apakah
kau kemarin langsung pulang ke rumah dari pangkalan""
"Tentu saja, Jupe. Ada apa""
"Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari, Robert"" tanya Chief Reynolds.
"Wah, tidak," jawab Bob, terheran-heran. "Sepeda selalu kuparkir di halaman rumah
kami. Ada apa sih""
"Masuklah, Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan serius, mendahului masuk
melalui pintu depan. "Kau benar, Bob. Green's Hardware Store dimasuki pencuri semalam. Lihatlah
sendiri. Tapi ingat, ini tempat kejadian perkara, jangan sentuh apa pun!" perintahnya.
Hal pertama yang mereka lihat adalah seutas tali plastik di tengah ruangan yang
menjuntai dari sebuah jendela di langit-langit yang tinggi.
"Seperti kalian lihat, jendela itu sangat kecil," kata Jupiter sementara mereka
menghampiri tali tersebut. "Hampir terlalu kecil untuk seorang lelaki dewasa ... tapi
sangat pas untuk seorang anak."
"Kedengarannya tidak terlalu menyenangkan!" dengus Bob.
"Berikutnya," lanjut Jupiter, seolah-olah sedang memberikan kuliah di kelas, "di
bagian bawah tali ini kita temukan bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur
berwarna biru." "Oh, tidak!" keluh Bob.
"Dan sekarang, coba alihkan perhatian kalian ke kaca jendela di langit-langit ...,"
Jupiter menyuruh, menunjuk ke arah langit-langit.
"Sebuah tanda tanya!" seru Bob dan Pete serempak.
Hampir-hampir mereka tidak dapat mempercayai penglihatan mereka. Di kaca
jendela, sepuluh meter di atas kepala mereka, tergambar sebuah tanda tanya besar
berwarna hijau. Tanda khusus Trio Detektif!
"Jupe! Chief! Kalian harus percaya padaku!" kata Bob memelas, matanya terbelalak.
"Aku tidur nyenyak sekali semalam! Di rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku ada di
sana sekarang!" Jupiter tidak menanggapi kata-kata Bob. "Bekas ban sepedamu terlihat di atas
lumpur, menuju ke pintu belakang toko ini," ia memberi tahu anak bertubuh kecil itu.
"Aku selalu mengenali bekas ban sepedamu yang bergaris-garis itu di mana pun!"
BAB IV MENGINTAI Kabut tebal menyelimuti kawasan Pasifik malam itu. Trio Detektif, terbungkus dari kepala
hingga ujung kaki dengan mantel hitam, bersepeda memasuki pintu belakang Kepolisian
Rocky Beach. Beberapa menit
menjelang pukul delapan. Jupiter menyandang sebuah ransel yang berisi 'peralatan penting untuk mengintai',
demikian ia menyebutnya. Kini ia dan Bob bercakap-cakap penuh semangat tentang
bermacam-macam teknik mengintai. Pete, yang sama sekali tidak suka segala sesuatu
yang mengandung bahaya, membuntuti di belakang. Mereka mengetuk pintu dan
dipersilakan masuk oleh Officer Haines, seorang polisi muda berwajah galak dan
berambut merah. "Anak-anak melakukan pengintaian!" dengusnya. "Mengapa kalian tidak kembali saja ke
rumah pohon kalian dan membiarkan para profesional menangani ini""
Jupiter memiliki bakat berakting yang memungkinkannya mengubah raut muka dan
tingkah lakunya, sehingga nampak lebih tua daripada usia sebenarnya. Kini ia berdiri
tegak dengan dagu terangkat tinggi.
"Diremehkan karena usia kami telah memungkinkan kami menyelesaikan banyak kasus
membingungkan dan dianggap tak terpecahkan. Mata muda kami dapat melihat banyak
hal yang terlewatkan oleh orang dewasa."
Officer Haines nampak seolah-olah ia baru saja menggigit sebuah jeruk yang sangat
asam. "Mulut pintarmu itu suatu hari nanti akan memberimu masalah besar, Jones!"
geram Haines, mencucukkan jarinya ke dada Jupe. "Kau tahu terlalu banyak demi
kebaikanmu sendiri!"
"Cukup, Haines," Chief Reynolds berkata dari belakangnya.
"Bukan anak-anak yang baik," Haines bergumam sambil berjalan menjauh di koridor.
"Maaf tentang hal itu, Anak-anak," kata Chief. "Mereka sedang menghadapi stres dengan
segala aktivitas kejahatan yang terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami banyak
bekerja lembur dan mereka tidak suka anak-anak melakukan pekerjaan mereka. Jadi
demi kebaikan kalian sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam ini.
Setuju"" Ketiga anak itu mengangguk dengan muram.
"Apa yang dikatakan Skinny tentang pencurian-pencurian ini, Chief"" tanya Bob,
mengeluarkan buku catatan dan pensil.
"Tidak banyak yang bisa ditulis, Bob. Skinny sudah tidak ada di kota ini!"
"Apa"!" seru Pete, memukulkan kepalan ke telapak tangannya. "Tunggu sampai dia
berhadapan denganku!"
"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari daftar tersangka," kata Jupiter
sementara mereka berjalan menuruni tangga, menuju ke garasi polisi di bawah tanah.
"Kejadiannya terlalu kompleks untuk anak seperti Skinny. Selain itu, ia takkan berani
melakukan sesuatu sebesar ini."
"Sepertinya sekali lagi Jupiter benar," kata Chief setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu
tentang rencana si pencuri ... atau para pencuri ... tapi rasanya cukup sampai di situ
keterlibatannya. Kita akan tahu begitu kita bisa menemukannya. Ibunya berkata ia
menginap di tempat seorang sepupu di pesisir selama beberapa minggu.
Mereka berempat masuk ke dalam mobil Chief Reynolds, Jupe mengambil tempat duduk
di depan. Chief akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin tahunya melihat Jupe
meletakkan ransel di antara kedua kakinya. Setelah sekian lama bekerja sama, Sam
Reynolds telah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Jupiter Jones.
"Baiklah, sudah cukup berahasia, apa itu di dalam ransel, Jones""
Jupe tersenyum. "Kumpulan intrumen dan peralatan yang boleh jadi akan terbukti
sebagai faktor yang menguntungkan dalam tugas pengintaian kami."
"Maksudnya, barang-barang yang mungkin berguna nanti," kata Pete menyeringai.
"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi pada intinya benar, Dua," jawab
Jupiter. Ia mulai membagi-bagikan isi ranselnya. "Walkie-talkie kita, bisa digunakan
sampai sejauh empat blok. Senter, kapur, tiga set teropong, tiga botol soda jeruk, dan
biskuit coklat Bibi Mathilda yang telah ternama di seluruh dunia! Kita tidak pernah tahu
berapa lama pengintaian akan berlangsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan
besar. "Serahkan pada Jupe untuk berkemas!" Bob tertawa.
Chief menghela nafas, lalu berubah serius. "Sudahkah kalian bertiga mendapat izin dari
orangtua masing-masing""
Mereka mengangguk penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Mari kita menangkap pencuri!"
***** Sejam kemudian Trio Detektif telah berada di tempat pengintaian masing-masing, sesuai
petunjuk Chief. Jupiter berjongkok di dalam bayang-bayang di pag
ar rumah seberang Pearl's Bakery bersama seorang polisi berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok
dari situ, Bob duduk di jok depan sebuah mobil polisi tak bertanda bersama Chief
Reynolds. Kaca-kaca jendela mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak mungkin melihat
ke dalam tanpa menempelkan muka di kaca. Pete, yang paling cekatan, menggigil di atap
Green's Hardware Store bersama Haines, yang nampak sangat kesal. Meskipun saat itu
musim panas, di daerah pesisir malam dapat menjadi sangat dingin, terutama ketika
berkabut. Dan kini, hampir pukul sembilan dan matahari tinggal sesaat lagi terbenam,
Pete harus menaikkan kerahnya, menutupi telinga.
Penyelidik Kedua dengan waspada mengamat-amati jalan di depan toko peralatan itu. Ia
merasa kabut telah menjadi jauh lebih tebal dalam sejam terakhir. Bahkan jalan raya,
yang biasanya penuh dengan remaja pada Jumat malam, nampak lengang. Setiap
beberapa saat ada mobil yang lewat, lampu depannya bercahaya bagaikan kunang-kunang pada waktu malam. Pete merasa sial sekali harus berpasangan dengan Haines
namun memutuskan untuk mengurangi kebosanan dengan bercakap-cakap dengan polisi
galak itu. "Kabut semakin tebal. Anda pikir kita bisa melihat apa yang terjadi dari atas sini""
"Diam, Anak Kecil," Haines meludah dengan kesal.
"Huh," gumam Pete. Ia kembali mengarahkan pandangan ke jalan yang berkabut dan
memutuskan untuk mencoba walkie-talkie-nya. Walkie-talkie itu adalah salah satu hasil
karya Jupiter sejak mereka memulai Trio Detektif. Terdiri dari alat penerima dan
pengirim, walkie-talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat pinggang khusus
yang mereka kenakan. "Penyelidik Pertama, masuk," Pete berbisik. "Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."
Sejenak terdengar bunyi sinyal statis dan kemudian suara Jupe, pelan namun jelas.
"Pertama di sini. Ada apa, Dua" Ganti."
"Biasa saja," kata Pete. "Hanya berusaha mencari teman mengobrol yang tidak benci
anak-anak." Ia menjulurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi di jalan lagi. "Kabut
sangat tebal di sini. Aku hampir tidak dapat melihat jalan! Apakah kau bisa melihat
sesuatu di bawah sana" Ganti."
"Negatif," jawab Jupe. "Sepertinya ini adalah malam paling buruk untuk mengintai. Kabut
ini seperti sup kacang saja. Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama memberikan aba-aba.
"Dan jaga badanmu agar tetap hangat!" Suara Bob terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti
dan selesai." "Lucu sekali, Data!" kata Pete sinis. "Akan kuganti dan kuselesaikan engkau!"
Pete menyimpan kembali walkie-talkie-nya dan berusaha menemukan tempat duduk yang
paling nyaman, bersiap-siap menghadapi malam yang panjang.
***** Waktu serasa berlalu kian lama kian lambat. Tubuh Pete terasa pegal dan pikirannya
seolah-olah sama berkabutnya dengan malam itu. Satu-satunya yang terjadi selama
pengintaian itu adalah kedatangan seorang anak buah Chief Reynolds dengan dua cangkir
kopi untuk Pete dan Haines. Pete begitu senang akan adanya sesuatu yang hangat di
dalam perutnya sehingga mulutnya terbakar karena menghabiskan isi cangkir itu
sekaligus. Pete bermimpi ia tersesat di dalam kabut di suatu pantai. Gemuruh ombak berderu-deru
kencang sekali di telinganya. Sudut matanya menangkap sesosok bayang-bayang yang
menyelinap di tengah-tengah kabut tidak jauh dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki
di pasir. Pete tergagap ketakutan dan mulai berlari di sepanjang pantai tanpa bisa melihat
apa-apa. Tapi seolah-olah semakin cepat ia berlari, semakin dekat monster itu ... sampai
akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di pasir dan berteriak ....
Pete terbangun tiba-tiba ... teriakannya masih terasa di bibirnya. Ia menarik nafas
panjang ketika menyadari bahwa semua itu hanya mimpi.
Mimpi! Itu artinya ia telah tertidur! Pete mengambil resiko dengan menyalakan senter
untuk melihat jam tangan. Tengah malam! Pete panik ketika menyadari ia telah tertidur
selama lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan marah-marah mendengar ia tertidur saat
sedang mengintai bersama polisi!
Hal terakhir yang diingat Pete adalah saat Jupe memerintahkan mereka untuk tidak
bercakap-cakap dengan walkie-tal
kie, Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan terjadi
sebentar lagi. Kemudian seorang polisi datang membawakan secangkir kopi ... dan ia


Trio Detektif Trio Penyamar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak ingat apa-apa lagi sampai kemudian bermimpi!
Pete merasa sekali itu otak Jupiter Jones yang begitu cerdas salah. Ia meregangkan
kakinya yang panjang dan menguap. Sambil mengusap mata Pete memandang ke bagian
lain dari atap, tempat Haines berada, bersiap-siap akan menerima pandangan marah
polisi itu. Pete terkejut.
Haines telah menghilang! Pete melompat berdiri dan buru-buru memijat sendi-sendinya yang kaku. Penyelidik
Kedua bergegas menyeberangi atap, jantungnya berdegup kencang sekali.
"Officer Haines"" bisiknya. "Officer Haines, di manakah Anda"" Tidak ada jawaban. Pete
berpikir keras. Mungkinkah Haines adalah pencuri yang mereka tunggu" Mungkinkah ia
sengaja menunggu Pete tertidur lalu beraksi" Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia
mendengar suara Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan walkie-talkie.
"Jupe! Jupe!" serunya. "Kau dengar" Jupe, masuk!"
***** Ketika Pete menyadari bahwa ia sendirian di atas atap, Jupiter tiba-tiba menegakkan
tubuhnya dalam kegelapan di tempat ia mengintai bersama McDaniels. Apakah ia
mendengar sesuatu" Seperti bunyi logam beradu dengan logam. Ia menyentuh pundak
McDaniels. "Anda dengar itu""
McDaniels mengangguk dan menaruh jari di bibir. Ia menunjuk ke arah pagar yang
mereka sandari selama tiga jam terakhir.
Jupiter mematikan walkie-talkie-nya, suara yang tidak perlu, sekecil apapun, dapat
membuat keberadaan mereka diketahui. Ia menjauh dari pagar sejauh yang ia berani.
Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi keberadaan mereka, ia tidak ingin posisi
mereka ketahuan dengan keluar ke cahaya suram lampu jalan. Remaja gempal itu
menahan nafas dan berusaha menangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam
senternya erat-erat, berniat menggunakannya sebagai senjata bila perlu.
Ketika Jupe telah yakin bahwa mereka tidak benar-benar mendengar sesuatu, bunyi
lembut itu kembali terdengar.
Rambut Jupiter berdiri tegak.
Officer McDaniels mencabut pistol kecilnya dan mengarahkannya ke suatu tempat di
pagar. "Apakah sebaiknya kubutakan ia dengan senter"" bisik Jupiter.
McDaniels menggeleng. "Kau akan ketahuan," bisiknya. "Berdiri di belakangku!"
Jupiter melakukan yang disuruh. "Ada apa di balik pagar"" bisiknya di telinga McDaniels.
"Maksudku selain pencuri itu""
"Tangga menuju ke apartemen. Kita ...," McDaniels tidak melanjutkan perkataannya
ketika melihat pintu pagar mulai bergerak pelan. Jupe mendengar bunyi gerendel dibuka
dan menatap dengan takut.
Pintu pagar perlahan membuka.
Sesosok gelap melangkah diam-diam.
"Berhenti!" bisik McDaniels tegas. "Jangan bergerak!"
"Santai! Ini hanya aku, Jensen!" Sosok gelap itu berbisik, mengangkat kedua tangan.
"Chief Reynolds menyuruhku menggantikanmu!"
"Siapa"" McDaniels bertanya dengan curiga, pistolnya tetap terarah ke sang penyusup.
"Jensen! Aku polisi!" bisik si orang tak dikenal. "Aku salah satu polisi dari pesisir yang
diminta Chief Reynolds membantu dalam pengintaian ini! Carlson sedang menggantikan
Haines di atap!" bisiknya sambil menunjuk ke seberang jalan.
McDaniels menyimpan pistolnya dan mengangkat alis. Jupiter menyadari ia telah
menahan nafas selama itu dan menghembuskannya dengan lega. Dengan cahaya dari
lampu jalan ia kini dapat melihat sosok itu mengenakan seragam hitam polisi dengan
lencana berkilauan terkena cahaya. Tempat itu terlalu gelap untuk dapat melihat muka
Officer Jensen dengan jelas namun Jupe melihat lencananya dan suaranya terdengar tak
asing. "Sampai nanti, Kawan," McDaniels tersenyum. "Aku akan mengambil kopi. Jangan
tertidur!" Setelah berkata demikian, polisi berbadan besar itu tanpa menimbulkan suara
menyelinap melalui pintu pagar dan menaiki tangga. Jupiter mendengar gerendel
terkunci. Ia berpaling ke arah sosok gelap Jensen.
"Sepertinya si pencuri takkan beraksi malam ini," kata Jupe, meraih ke dalam ranselnya.
"Anda mau kue" Kue coklat legendaris buatan Bibi Mathilda-ku."
"Oh, sungguh menyenangkan," jawab Jensen, mengambil sepotong kue dan
mengunyahnya. "Terima kasih, Nak. Ras
anya seperti kue yang belum lama ini kumakan di
San Fransisco," ujar Jensen. "Seorang lelaki berjualan dengan gerobak di Chinatown. Kue
Chang, begitu namanya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak, tentu saja,"
tambahnya cepat-cepat. "Benar-benar memanjakan indera perasa," kata Jupiter setuju.
Jensen menatap ke arah kabut tebal. "Aku takkan heran jika Chief menyudahinya
sekarang," katanya. "Terlalu berkabut. Aku akan menghubungi markas dan meminta
mereka menelepon istriku. Aku bilang padanya aku takkan pulang hingga pagi hari nanti.
Tidak ada gunanya membiarkan ia cemas semalaman." Jensen meraih walkie-talkie besar
yang tergantung di ikat pinggangnya.
Jupiter mengunyah sepotong kue dan kembali mengamati jalan dengan teropongnya.
Samar-samar terdengar bunyi klik yang diikuti dengan sinyal radio ketika Jensen
menyalakan pesawatnya. Tiba-tiba keheningan malam terpecah oleh deringan nyaring sebuah bel!
"Alarm keamanan!" seru Jupe.
"Kira-kira dari mana asalnya"" tanya Jensen.
Jupe menelusuri jalan yang tertutup kabut dengan teropongnya. Secercah cahaya merah
menarik perhatiannya. "Tempat permainan dingdong," seru Jupe mengatasi kebisingan alarm. "The Mineshaft!"
Ia berlari menyeberangi jalan yang sepi. Jensen berada tepat di belakangnya.
"Tepat di sebelah Green's Hardware!" seru Jupe. "Mungkin Pete melihat sesuatu!"
Jupe, dengan potongannya yang gempal, segera saja terlewati oleh Jensen.
"Mari kita berputar ke belakang!" seru Jensen. "Mungkin kita bisa menangkap si pencuri
saat ia berusaha kabur!" Jupiter menimbang-nimbang dengan cepat dan setuju. Mereka
berlari di tengah kabut menuju belokan terdekat dan memasuki sebuah lorong, bayang-bayang mereka memanjang di depan mereka. Ketika mereka berbelok, tiba-tiba kaki
mereka saling tersandung dan mereka berdua terjatuh ke trotoar yang keras. Jensen
duduk lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepalanya.
"Kau tak apa-apa, Nak"" tanyanya terguncang.
"Aku akan hidup," jawab Jupiter, memeriksa lututnya yang terkelupas. Dering alarm
pencuri itu begitu kuat sehingga mereka harus berteriak-teriak meskipun mereka duduk
berdekatan. "Hanya beberapa luka kecil ...," Jupe berhenti tiba-tiba dan menarik nafas.
"Lihat!" serunya, menunjuk ke pintu belakang The Mineshaft. "Jendela kecil di dekat
tempat sampah itu terbuka!"
Mereka berdua melompat bangkit dan berlari mendekati jendela itu.
"Silakan, Nak, akan kuangkat kau!" Jensen menawarkan, merunduk dengan telapak
tangan dan lututnya di jalan. "Naiklah ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"
Dengan sedikit bersusah payah, Jupiter mengempiskan perutnya dan memaksa tubuhnya
masuk melalui ambang jendela yang sempit. Dengan hati-hati ia mendorong tubuhnya
masuk, mengaturnya sedemikian rupa sehingga ia bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe
berpegangan pada ambang jendela beberapa saat, firasatnya berusaha memberi tahunya
sesuatu. Ada perasaan tidak enak bahwa ada yang tidak beres dengan semuanya ini
namun ia tidak dapat menemukan apa yang salah. Akhirnya ia melupakannya dan
menjatuhkan diri ke lantai.
"Aku sudah di dalam!" serunya.
Tidak ada jawaban. "Jensen"" Jupiter menunggu petugas polisi itu untuk memanjat masuk melalu jendela
yang baru saja dilaluinya. "Jensen"" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak enak ketika
tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk melalui jendela, jatuh di lantai dengan bunyi
dentingan logam. Jupe pelan-pelan memungut tas yang berat itu dan memeriksanya. Di bagian luar
terdapat tulisan dengan huruf-huruf besar: ROCKY BEACH FEDERAL BANK - TAS
DEPOSIT. Perlahan-lahan dibukanya tas itu, lalu diangkatnya sehingga terkena cahaya
remang-remang yang masuk melalui jendela, ada yang berkilauan di dalamnya.
Jupe terbelalak ketika akhirnya ia menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi ...
dan apa yang sejak tadi berusaha diberitahukan oleh firasatnya.
Tas itu penuh berisi mata uang logam!
Remaja berwajah bulat itu dengan segera tahu bahwa jika ia memeriksa ke dalam toko, ia
akan menemukan beberapa alat permainan telah dibobol ... dan koin-koin di dalamnya
telah hilang. Tiba-tiba saja, tanpa peringatan apapun, sebuah lampu ya
ng terang menyorot ke matanya. "Jangan bergerak, Nak!" suatu suara yang galak terdengar mengatasi dering alarm. "Kau
ditangkap!" BAB V TERTANGKAP BASAH "Kau ditangkap!" seru Chief Reynolds penuh ketegasan.
Jupiter Jones berdiri diterangi cahaya terang dari senter, mulutnya terbuka, cahaya yang
terang membuatnya tidak dapat melihat apa-apa untuk beberapa saat. Ia mengangkat
tangan menutupi mukanya yang bulat dan berusaha keluar dari sinar yang membutakan
itu. Bob muncul di samping Chief.
"Jupe!" serunya terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini""
Chief akhirnya mengenali Jupiter. "Jones" Demi Tuhan, apa yang terjadi"!" tanyanya.
Penyelidik Pertama yang biasanya selalu tenang -- sering kali menimbulkan kesan
sombong pada orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik -- kembali kehilangan
kata-kata, dua kali dalam dua hari berturut-turut.
"Aku ... aku masuk lewat ... masuk lewat jendela ...."
Saat itu ruangan belakang The Mineshaft telah dipenuhi para petugas polisi anak buah
Chief Reynolds. Mereka menyebar di ruangan, menatap Jupe penuh kecurigaan.
"Mudah-mudahan kau punya penjelasan yang sangat bagus, Anak Muda!" kata Chief tidak
sabar. Seorang polisi menemukan saklar dan lampu-lampu di atas kepala mereka menyala.
Terdengar dengungan pelan ketika alarm dimatikan.
Jupiter menegakkan badan dan berdehem. Sudah jelas ia telah ditipu mentah-mentah
oleh Jensen si polisi gadungan. Sekarang ia harus berpikir keras dan mengulang rentetan
kejadian yang berujung dengan ditemukannya ia di dalam The Mineshaft -- sendirian --dan memegang sebuah tas penuh uang!
"Semuanya bermula," ujarnya, "ketika Officer McDaniels digantikan oleh Officer Jense ...."
"Jensen"" tukas Chief Reynolds. "Siapa itu, Jensen""
Jupe nampak agak kesal karena dipotong. "Saya akan sampai ke situ sebentar lagi,"
katanya. "Sekitar tengah malam ...." Jupe tidak sempat menyelesaikan penjelasannya
karena dipotong sekali lagi ... kali ini oleh deringan bel yang lain lagi.
"Alarm lain!" seru Bob, menarik lengan Jupe.
Seorang polisi datang berlari dari arah depan toko. "Seseorang telah menyusup masuk ke
toko minuman The Vineyard, dua gedung dari sini!" katanya penuh semangat. "Ia
terjebak di dalam, kami telah menutup semua jalan keluar!"
Chief Reynolds membenamkan topi polisinya dalam-dalam di kepalanya dan berlari
menuju pintu depan. "Ayo!" perintahnya. "Kau juga, Jones!"
Jupiter tidak perlu disuruh dua kali. Ia dan Bob berada tepat di belakang Chief ketika
mereka berlari masuk ke dalam kabut malam, menuju toko minuman The Vineyard.
Mereka berhenti di depan pintu masuk dan bergegas menempelkan muka ke kaca jendela,
berusaha mengintip ke dalam toko yang gelap. Chief Reynolds mengeluarkan sekumpulan
anak kunci, mencari kunci induk yang dapat membuka semua toko di kota itu. Ia
menemukannya dan memasukkannya ke lubang kunci. Ketika alarm tiba-tiba berhenti
berbunyi, Chief berseru kepada pencuri yang terjebak di dalam toko.
"Aku akan menyalakan lampu dan masuk! Jangan bergerak! Berlututlah dengan tangan di
belakang kepala!" Chief meraih pentungannya dan mulai bergerak masuk dengan penuh
kewaspadaan. Ia berpaling ke arah Jupe dan Bob dan berbisik, "Kalian berdua diam di
sini!" Bob dan Jupe memandang teman mereka itu masuk. Mereka saling berpandangan dan
tahu persis apa yang sedang dipikirkan yang lain.
Mereka harus tahu siapa pencuri itu! "Jangan sampai terlihat," bisik Jupe. Mereka
berjingkat masuk melalui pintu yang terbuka ketika lampu-lampu ruangan menyala.
Anak-anak bergerak diam-diam, melihat seutas tali plastik tergantung dari lubang
ventilasi di langit-langit ... suatu pemandangan yang mulai mereka kenal baik. Ketika
mereka melihat si pencuri yang berlutut di lantai, mereka berseru serempak.
"Pete!" Pete sedang berlutut dengan punggungnya ke arah mereka, tangannya di atas kepala. Ia
menoleh ke kiri dan kanan, matanya terbelalak nyaris sebesar piring.
"Ini memang nampak seperti suatu pencurian namun bukan!" erangnya. "Aku telah ditipu!
Ditipu mentah-mentah, Jupe! Sumpah!"
Chief Reynolds mengambil alih. "Geledah seluruh toko!" ia memerintahkan anak buahnya.
"Bediri, Pe te, dan beri tahu kami apa yang terjadi."
Pete berdiri dengan malu-malu dan terbatuk. "Kejadiannya begini ...."
"Sebentar, Pete," potong Jupe. "Rasanya aku bisa mengira-ngira apa yang telah terjadi."
Ia berjalan mondar-mandir secara dramatis selama beberapa detik, mencubiti bibir
bawahnya sambil berbikir keras. "Kau ada di atap bersama Officer Haines, kemudian
datanglah seorang petugas polisi, seseorang yang belum pernah kau temui sebelumnya
...." Seorang polisi menyentuh bahu Chief Reynolds, memotong deduksi Jupe. "Sir, kami
menemukan Haines," ujarnya pelan, "ia terikat di atas atap."
"Tepat seperti dugaanku," kata Jupiter mengumumkan.
"Memang ada seorang polisi, Jupe!" kata Pete mengkonfirmasi. "Ia membawakan kopi
panas untukku dan Officer Haines. Hal berikutnya yang kuingat adalah aku terbangun dua
jam kemudian!" "Kopi itu pasti telah dibubuhi obat tidur!" seru Bob. "Sungguh berbahaya! Pete bisa saja
terjatuh dari atap!"
Pete nampak seolah-olah baru saja melihat hantu ... ia tidak pernah berpikir akan
kemungkinan bahwa ia bisa saja jatuh dan cedera berat. Ia gemetar dan meneruskan
ceritanya. "Ketika aku terbangun, Haines telah hilang. Aku mencarinya dan ketika tidak
berhasil menemukannya, aku memanggilmu melalui radio, Jupe." Pete menunjukkan
walkie-talkie-nya. Bob menatap alat itu dan mengerutkan kening.
"Kau takkan bisa memanggil siapapun dengan radio itu, Pete," kata Bob. "Lihat!" ia
menunjuk ke bagian belakang alat itu. "Baterainya hilang!"
"Pantas saja kalian tidak menjawab!" seru Pete. "Yah, selanjutnya aku melompat ke atap
sebelah dan kemudian sebelahnya lagi, yaitu atap The Vineyard. Saat itulah aku melihat
jendela di atap terbuka dan seutas tali tergantung masuk ke dalam toko. Karena kalian
tidak menjawab melalui walkie-talkie dan Officer Haines tidak kelihatan di mana-mana,
aku memutuskan untuk berusaha menangkap si pencuri sendirian," kata Pete.
"Sungguh berani, Pete," kata Chief Reynolds, "namun juga sungguh berbahaya.
Seharusnya kau berteriak saja dari atap."
Pete menatap sepatunya. "Saya rasa saya tidak berpikir jernih ketika itu," katanya.
"Selanjutnya, aku turun melalui tali itu dan begitu kakiku menyentuh lantai, alarm
berbunyi. Hampir saja aku terkena serangan jantung!"
Chief nampak muram. "Sudah jelas yang kita hadapi bukanlah pencuri biasa," ujarnya
serius. "Seseorang berusaha keras menjatuhkan nama baik kalian, Anak-anak ... dan
situasi mulai berbahaya!" Ia menatap Penyelidik Pertama yang gempal dengan tajam.
"Mulai sekarang aku ingin kalian tinggal di rumah saja. Ini sudah menjadi urusan polisi
sekarang!" Jupe nampak murung. Lebih dari apapun ia benci menyerah di tengah-tengah sebuah
misteri. "Tapi, Chief ...."
"Tidak ada tapi, Jupiter Jones," kata Chief tegas. "Kau tidak boleh meninggalkan rumah,
mengerti"" Bob, Pete, dan Jupiter mengumpulkan peralatan mereka dan keluar memasuki kabut
malam, berjalan kaki menuju rumah masing-masing. Masing-masing berpikir bahwa
akhirnya mereka mengalami kekalahan pertama sebagai detektif.
Selama itu sebuah sedan hitam diam-diam membuntuti anak-anak itu, seperti bayang-bayang seekor pemangsa.
BAB VI JUPE CURIGA Hari berikutnya anak-anak itu berkumpul di Jones Salvage Yard. Bob dan Pete duduk di
sekeliling meja besar di dalam markas, wajah mereka muram. Bob membolak-balik halaman
sebuah majalah tanpa tujuan tertentu sementara Pete duduk bertopang dagu.
Tiba-tiba kepala Jupe muncul dari Lorong Dua. Ia tersenyum ceria.
"Mengapa kau begitu gembira"" tanya Bob curiga.
"Pasti Bibi Mathilda telah membuat panekuk untuk sarapan," kata Pete, berusaha tertawa.
"Bibi Mathilda," kata Jupe, "memang telah membuat panekuknya yang telah terkenal di
seluruh dunia untuk sarapan ... tapi bukan itu yang membuatku gembira," katanya dengan
misterius. Bob menyingkirkan majalah yang sedari tadi dibolak-baliknya. "Kita baru saja menemui
kasus pertama kita yang tak terpecahkan dan kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa," katanya. "Ada apa""
Jupe hanya setengah mendengarkan. Ia sibuk di bagian belakang karavan, mencari
sesuatu di salah satu lemari kecil yang ada di markas.
"Aha!" serunya. "Ini dia!" Ia mengeluarkan alat penjejak yang dulu dibuatnya untuk
sebuah kasus. Kotak logam kecil itu setiap beberapa saat meneteskan suatu cairan. Jika
ditempelkan pada sebuah kendaraan dengan magnet kuat yang terdapat di baliknya, anak-anak tinggal mengikuti jejak cairan tersebut. "Kasus ini jauh dari 'tak terpecahkan'!" kata
Jupe. "Bahkan kita mungkin lebih dekat ke pemecahannya daripada yang kita kira!"
"Apa"!" seru Bob dan Pete. "Chief Reynolds bilang kita tidak boleh ikut campur lagi!"


Trio Detektif Trio Penyamar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak tepat," kata Jupe dengan senyum simpul di mukanya yang tembam. "Ia bilang
'tinggal di rumah', secara spesifiknya AKU tinggal di rumah!" kata Jupe penuh kemenangan.
"Ia tidak pernah bilang bahwa kalian berdua harus tinggal di rumah ... dan ia sama sekali
tidak pernah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur!"
Bob dan Pete tahu dari pengalaman bahwa berdebat dengan Jupiter tentang sesuatu yang
menyangkut daya ingat tidak ada gunanya. Daya ingat Jupe sangat hebat, ia dapat
mengingat apa yang dikatakan orang-orang, kata per kata, dan dapat mengulanginya kapan
pun perlu. Bob dan Pete duduk tegak dengan bersemangat. "Apa yang ada di pikiranmu, Pertama""
tanya Bob. "Aku sedang berbaring di ranjang semalam," kata Jupe antusias, "memikirkan kasus kita
ketika aku menyadari bahwa ada satu orang di Rocky Beach yang akan memperoleh
keuntungan besar dengan mencemarkan nama baik kita. Bahkan orang ini akan memiliki
kesempatan untuk mendapatkan lima ratus dolar, tepatnya!"
"Aku tidak mengerti," kata Pete.
Bob berpikir sejenak, lalu menjentikkan jarinya penuh semangat. "Maksud Jupe Leo
Magellan, ahli sejarah kesenian yang bersama kita akan berbagi uang hadiah dari Klub
Rotary!" seru Bob. "Tentu saja! Mengapa tidak terpikir olehku sebelumnya""
"Tidak terpikir olehku juga, Bob, sampai tadi malam," jawab Jupe. "Seharusnya aku
sudah harus menarik kesimpulan ini sejak awal," katanya, menyesali dirinya yang telah
melewatkan sesuatu yang jelas.
Pete merasa akhirnya ia mengerti. "Jadi Magellan memfitnah kita dengan pencurian-pencurian itu, berharap dapat mencemarkan nama baik kita sehingga ia akan mengantungi
seluruh seribu dolar hadiah itu, benar bukan""
"Tepat sekali, Pete," ujar Jupiter. "Dan sekarang kalian berdua akan mengunjungi
Museum Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Rocky Beach. Salah satu dari kalian akan menanyai
Mr. Magellan sementara yang lainnya mengamati dari jauh untuk melihat apa yang terjadi ...
dan kemudian membuntutinya seandainya ia pergi setelah ditanyai."
Bob menimbang-nimbang. "Menurutmu dia akan gugup dengan pertanyaan kita dan
kelepasan bicara, Jupe""
"Benar. Dan jika ia kelepasan, kita akan merekamnya di kaset!" Jupe mengeluarkan
sebuah alat perekam kecil dari dalam laci di salah satu dari banyak lemari yang berjajar di
salah satu dinding markas. "Nyalakan ini, Data, saat kau bicara dengannya. Aku berharap ia
akan cukup marah atau, lebih mungkin, cukup arogan karena kita hanya anak-anak, dan
kelepasan," kata Jupe menerangkan. "Maka kita akan punya cukup bukti untuk
membersihkan nama kita!"
Pete nampak ragu-ragu. "Kedengarannya bagus, Jupe, tapi bagaimana jika Magellan tidak
mau bicara apa-apa" Semua orang tahu ia benci anak-anak. Bahkan ia mungkin saja tidak
memberi kita kesempatan sama sekali untuk bicara!"
"Menurut perasaanku, hanya dengan melihat kalian saja ia akan merasa ketakutan," kata
Jupiter. "Salah satu dari kalian harus membuatnya bicara. Kita hanya akan menggunakan
alat penjejak sebagai alternatif terakhir. Ingat, Chief Reynolds tidak ingin kita terlibat lebih
jauh!" "Apakah sebaiknya kami pergi sekarang"" tanya Bob.
"Jangan. Kita tunggu sampai menjelang waktu tutup museum sehingga kalian berdua
dapat melihat ke mana ia pergi jika perlu," jawab Jupe.
"Baiklah," kata Bob. "Aku hendak pulang untuk beberapa jam kalau begitu. Aku berjanji
pada ayahku untuk membantu membersihkan garasi hari ini."
"Baik," kata Jupe. "Sementara itu Pete dan aku dapat bekerja untuk Bibi Mathilda ... ia
sudah berulang kali mengeluhkan tumpukan besar kayu di pojok pangkalan. Pasti ia akan
terkejut jika kita mengerjakannya tanpa di
suruh." "Setelah makan siang dengan roti ham, kentang goreng, kue-kue, dan limun, tentu saja,"
kata Pete menyeringai. "Tentu saja," kata Jupe setuju, menjilat bibirnya.
Ketiga anak itu berebut keluar dari karavan dengan perut keroncongan.
BAB VII LELAKI PEMBENCI ANAK-ANAK
Hari telah siang ketika Bob mengayuh sepedanya kembali ke Jones Salvage Yard. Dengan
gesit ia meloncat turun dari sepedanya dan mencungkil sebuah mata kayu yang terdapat
pada salah satu papan pagar. Ia memasukkan jarinya ke dalam lubang dan menarik tuas
yang membuka Gerbang Hijau Satu dan masuk ke bengkel Jupe di pojok pangkalan. Pete dan
Jupe sudah berada di sana.
"Siap berangkat"" tanya Bob.
"Aku tidak mengerti mengapa aku yang harus bicara dengan orang ini!" gerutu Pete. "Bob
lebih baik daripada aku dalam hal-hal seperti ini!"
Jupe sedang sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam alat perekam kecil. "Suatu
latihan yang bagus, Dua," katanya, "pokoknya kau ingat saja untuk berdiri tegak, bicara
dengan lambat dan jelas, dan bersikap seperti seorang dewasa menghadapi situasi semacam
ini." "Tapi apa yang harus kutanyakan kepadanya"" seru Pete, mengusap rambutnya dengan
gugup. Jupiter bersandar pada mesin cetak dan berpikir selama beberapa saat, memikirkan apa
yang akan dikatakannya jika ia berada dalam situasi itu. Akhirnya ia menganggukkan kepala.
"Bilang saja, 'akhir-akhir ini banyak terjadi pencurian di daerah Rocky Beach ... apakah
Anda sebagai seorang direktur museum khawatir karenanya, Mr. Magellan"' ... lalu lihat apa
reaksinya. Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dan lihat apa yang
terjadi," Jupe menjelaskan dengan sabar. "Jika ia bereaksi -- dugaanku -- dengan penuh
emosi, kita akan punya cukup bahan di dalam kaset ini untuk menuntaskan kasus ini
sebelum matahari terbenam!"
"Aku masih tidak mengerti mengapa Bob mendapat tugas yang gampang!" Pete
menggerutu. "Dalam kasus berikutnya aku akan mengambil tugas yang kotor," Bob tertawa sambil
mendorong sepedanya keluar melalui jalan rahasia yang sama. "Sekarang, mari kita pergi!"
"Aku selalu siap di samping telepon seandainya terjadi sesuatu," seru Jupe.
Bob mengangguk dan kedua detektif itu mengayuh sepeda mereka menuju museum
kesenian. Mereka baru beberapa blok dari pangkalan ketika Bob menoleh ke arah Pete
dengan raut wajah serius.
"Ada apa"" tanya Pete.
"Mungkin aku salah," kata Bob, "tapi sepertinya ada yang membuntuti kita!"
"Mana"" tanya Pete gugup. Sudah lama ia belajar dari Jupe bahwa sebagai seorang
detektif mereka tidak boleh menoleh ke belakang untuk melihat apakah ada yang
membuntuti ... itu sama saja memberi tahu yang membuntuti bahwa mereka tahu. Ia
menunggu Bob memastikan kecurigaannya.
"Sebuah mobil hitam, kira-kira satu blok di belakang kita," kata Bob. "Aku menyadarinya
ketika kita meninggalkan pangkalan tadi."
"Apakah sebaiknya kita lakukan aksi ban kempis""
Bob mengangguk setuju. Aksi ban kempis adalah hasil rekaan Jupe untuk menghadapi
situasi semacam ini. Pete menghentikan sepedanya dan meloncat turun sementara Bob
berputar dan menunggunya memeriksa bannya. Pete memeriksa jeruji roda dan menekan-nekan ban depannya beberapa kali, memeriksanya dengan seksama, memberi kesempatan
kepada Bob untuk melihat dengan jelas mobil hitam yang misterius itu.
"Kurasa ia tahu," kata Bob muram. "Ia berbelok di persimpangan. Marilah berharap ini
hanya kebetulan." ***** Beberapa menit kemudian kedua anak itu tiba di sebuah jalan dengan pepohonan di
tepinya. Pemandangan dari jalan itu sungguh mengagumkan, sebuah bangunan besar dari
batu dengan banyak pilar marmer. Sebuah air mancur yang sangat besar dengan dua
malaikat terdapat di depan museum. Spanduk-spanduk berbagai warna mengumumkan
pameran yang sedang berlangsung. Bob sangat menyukai museum. Ia dan Jupe sering
mengunjungi beberapa museum kala sedang tidak ada kasus. Sebaliknya, Pete lebih memilih
olahraga daripada seni dan hanya berkunjung ke museum jika ada perlu. Jika tidak ada apa-apa ia lebih suka berselancar atau menonton bisbol dengan ayahnya. Pete tidak dapat
menemukan sesuatu yang lebih membosankan daripada sebuah museum!
Sambil berjalan mendekati anak tangga besar berwarna putih yang menuju ke pintu
depan, Bob berbisik kepada Pete.
"Pete, lihat!" Pete menatap ke arah yang ditunjuk Bob. Leo Magellan berada di tempat parkir museum,
sedang keluar dari mobilnya.
Sebuah sedan hitam! Direktur museum itu memasukkan kunci ke dalam sakunya dan bergegas menuju pintu
samping museum. Ia nampak sangat kesal dan sambil berjalan ia bergumam kepada dirinya
sendiri. "Aku ingin tahu, ke mana ia pergi sesore ini"" tanya Pete keras. "Apakah menurutmu itu
mobil yang sama, Data""
Bob ragu-ragu. "Sukar dikatakan. Mirip memang."
"Mari segera kita selesaikan tugas ini," desah Pete.
Bob mendorong sepedanya menuju tempat parkir dan mengeluarkan alat penjejak dari
keranjang yang terdapat di sepedanya. Pete memarkir sepedanya dan berjalan menuju pintu
depan museum. Pete berhenti di anak tangga teratas dan berbalik menatap Bob. Bob
memberi senyum yang menenangkan dan jempol teracung. Pete menarik nafas panjang.
"Lakukan apa yang akan dilakukan Jupiter," katanya pada dirinya sendiri. Ia menekan
tombol perekam pada alat perekam yang dibawanya dan memasuki museum.
Di dalam ruangan yang besar suasana begitu sunyi seperti sebuah kuburan. Tulang
belulang seekor Tyrannousaurus Rex yang nampak ganas menatap Pete dengan lapar
sementara Penyelidik Kedua mencari Leo Magellan. Remaja berbadan tinggi itu menelan
ludah dan berjalan dengan cepat. Ternyata ia tidak perlu bersusah payah mencari direktur
museum yang pemarah itu, ia cukup mengikuti pendengarannya. Dari suatu tempat di lantai
dua terdengar suara Magellan berseru marah kepada seseorang, suaranya yang tinggi
bergema di dalam museum. Pegangan tangga yang terbuat dari kayu oak terdapat pada salah satu sisi tangga. Sambil
mengusap keringat di dahi, Pete meraihnya dan mulai menaiki tangga.
"Anak-anak!" seru Magellan. "Pasti anak-anak yang telah melakukannya! Dan kau
menganggap dirimu petugas keamanan!" Pete mengitari sebuah sudut dan melihat Leo
Magellan menggoyang-goyangkan jarinya di hadapan seorang lelaki dengan seragam dan
rambut terpotong pendek. Di pinggangnya tergantung sepucuk pistol. Magellan adalah
seorang lelaki yang sangat pendek dengan alis lebat berwarna hitam. Ia berteriak-teriak
kepada si petugas keamanan yang mukanya memerah.
"Kita harus segera mengganti tali pembatas dengan sesuatu yang lain untuk menjaga
agar para perusak itu tidak mendekati barang-barang yang dipamerkan! Untuk apa kugaji
kau"" Pete mendengar si petugas keamanan menggeramkan suatu jawaban dengan marah.
"Bukan waktu dinasku! Jensen yang berada di lantai ini semalam!"
Jensen! Pete berpikir keras. Nama itu lagi! Pete berdehem dan mendekati direktur museum yang
sedang marah itu. "Maaf, sir," Pete memulai.
"Nah, ini pastilah salah seorang dari mereka! Tangkap dia!" seru Magellan. Petugas
keamanan berbadan besar itu mulai melangkah ke arah Pete.
"Tolonglah, sir, saya hanya hendak menanyakan beberapa hal," katanya memohon.
"Lantai dua ini sudah di luar batas, nak. Kusarankan kau segera pergi sebelum aku
memanggil polisi," kata si petugas keamanan. "Kecuali, tentu saja, jika kau datang untuk
mengaku." "Apakah ada yang merusak benda-benda museum, sir"" tanya Pete, berusaha bersikap
sedewasa mungkin. "Seolah-olah kau tidak tahu," dengus Magellan. "Zaman sekarang anak-anak nakal akan
melakukan apapun demi kesenangan mereka!" keluhnya. "Tapi aku tidak mengerti mengapa
ada orang yang sampai hati menggambarkan tanda tanya pada jambangan dari Dinasti Won
dengan cat semprot! Museum harus mengeluarkan banyak biaya untuk memperbaikinya!"
Magellan mengacungkan jarinya ke arah Pete. "Siapa namamu, nak"" serunya, matanya
yang lebar menyipit. "Apa yang kau lakukan di sini""
Pete mulai berjalan mundur menuju tangga. Ia tidak suka arah pembicaraan ini. "Saya
dengar se-- seruan ...," katanya tergagap. "Saya perlu bi-- bicara dengan Anda, sir."
Museum direktur yang pemarah dan petugas keamanan yang bertubuh besar itu
mendekati Pete. Anak itu tidak membuang waktu lagi. Pete berbalik dan duduk di pegangan
tangga yang terbuat dari oak dan meluncur turun sejauh lima m
eter ke lantai satu. Kakinya
sudah mulai berlari sebelum menyentuh lantai.
Kedua lelaki itu berlari menuruni tangga mengejar Pete namun sementara itu Penyelidik
Kedua yang atletis itu telah berada di luar pintu dan berlari menuju sepedanya.
"Bob!" panggilnya. "Data ... di mana kau"" Tapi Bob tidak nampak batang hidungnya.
Pete bergegas menuju tempat mereka memarkir sepeda.
Sepeda Bob hilang! BAB VIII TIDAK ASING LAGI TERHADAP BAHAYA
Bob menyaksikan Pete memasuki museum, lalu berjalan ke arah sedan hitam milik
Leo Magellan di tempat parkir. Ia hendak menaruh alat penjejak. Kira-kira sepuluh
meter lagi Bob akan sampai ketika tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutnya dan
sebuah suara kasar berbisik di telinganya, "Jangan ribut, nak, atau akan kupatahkan
lehermu!" Bob merasa tubuhnya diseret dengan kasar ke arah sebuah van tua berwarna putih.
Van itu dipenuhi karat, pintu belakangnya terbuka seperti sebuah mulut yang lapar
hendak menelan Bob! Ia meronta-ronta namun lelaki itu terlalu kuat. Putus asa, Bob
menghentakkan dagunya ke atas dan menggigit tangan penyerangnya sekeras-kerasnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Bob berteriak sekuat-kuatnya.
"Tolong! Penculik! Tolong!"
Ia berusaha melepaskan diri. Namun penculiknya terlalu cekatan dan meremas
pergelangan tangan Bob seperti penjepit. Bob meringis kesakitan.
Ia hanya punya beberapa detik untuk menyusun rencana. Seperti biasa ia berusaha
memikirkan apa yang akan dilakukan Jupe jika berada dalam situasi yang sama. Tanpa
ragu-ragu, Bob melemaskan tubuhnya dan berpura-pura pingsan, ia melorot ke jalan.
Diam-diam ia menempelkan alat penjejak ke bemper van itu dan mengaktifkannya. Ia
dan Pete sering kali menggoda Jupe karena ia terlalu pintar namun mereka sering kali
pula harus berterima kasih atas penemuan-penemuan Jupe.
Ketika penculiknya meraih bajunya dan melemparkannya dengan kasar ke bagian
belakang van, Bob berusaha mengintip wajah penyerangnya melalui kelopak matanya.
Pria misterius itu mengenakan masker ski namun Bob dapat melihat bahwa tubuhnya
besar dan berotot. Pintu dibanting hingga tertutup dan Bob berada di dalam kegelapan di dalam van. Ia
dapat merasakan bahwa ia terbaring di atas terpal dan ada beberapa kotak yang
sepertinya berisi peralatan di sekitarnya. Detektif yang bertanggung jawab atas catatan
dan riset itu bergegas meraba-raba isi kotak-kotak itu, berusaha mencari sesuatu untuk
digunakan sebagai senjata atau alat pencongkel pintu.
Ia hanya dapat berharap bahwa Pete akan melihat jejak yang ditinggalkannya dan
menebak apa yang telah terjadi. Tapi Bob segera menyadari bahwa Pete akan mencari
jejak dari mobil Magellan. Bob merasa panik. Mungkinkah Pete mengetahui bahwa Bob
telah menempelkan alat penjejak pada mobil yang lain" Ia memaksakan dirinya untuk
tenang. Jupe selalu mengatakan bahwa kehilangan akal sehat dalam situasi tertekan
adalah hal paling buruk yang bisa dilakukan seseorang!
Tetap tenang adalah kuncinya. Dan lagipula, Bob Andrews tidak asing lagi terhadap
bahaya. Ini bukanlah kali pertama ia terjebak. Sebelum ini ia selalu berhasil keluar dari
situasi bahaya dan ia akan keluar dari yang saat ini dihadapinya pula ... seandainya saja
ia bisa tetap tenang. Setelah berhasil meyakinkan dirinya, Bob kembali mencari-cari dengan sikap yang
berbeda. Tangannya menemukan suatu alat yang terasa seperti sebuah kunci pas besar.
Ia merasa bisa tersenyum. Nanti jika penjahat itu membuka pintu, ia akan mendapatkan
kejutan besar! Bob merasa van itu melambat. Hatinya berdebar kencang. Mobil itu terasa mendaki,
kembali ke posisi rata, dan berhenti. Bob mendengar pintu terbuka dan tertutup
kembali, kemudian langkah-langkah menuju pintu belakang van. Ia menggenggam
senjatanya erat-erat dan bersiap untuk bertempur!
Pintu van itu tiba-tiba terbuka dan cahaya terang menimpa mata Bob ketika ia
mengayunkan senjatanya sambil keluar.
Namun Bob merasa hatinya mengkerut ketika melihat bahwa penculiknya
mempunyai refleks secepat kilat dan menguasai suatu ilmu bela diri.
Penculik itu menangkap kunci pas yang terayun dengan tangan kosong dan
merampasnya dari genggaman Bob ha
mpir-hampir tanpa usaha. Kemudian kakinya
terayun seperti kilat dan menyapu kaki Bob. Bob terjatuh berdebam, nafasnya serasa
terputus. Selagi ia berusaha menarik nafas, ia menyadari sesuatu. Orang ini sangat kecil.
Orang yang menculiknya bertubuh besar dan berotot. Pasti ini rekannya!
Setelah matanya terbiasa akan cahaya, ia melihat bahwa ia berada di sebuah garasi
di depan sebuah gudang yang terbengkalai. Cahaya matahari lenyap ketika pintu garasi
yang besar tertutup. Seorang lelaki Asia bertubuh kecil, kira-kira setinggi Bob, berdiri di
hadapannya. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam, ia menyeringai keji, menampakkan
gigi-gigi yang kuning dan tidak rata.
"Kupu-kupu terjebak di sarang laba-laba," katanya dengan bahasa Inggris yang
buruk. "Kini kita menunggu laba-laba untuk kembali." Lelaki Asia itu tertawa kejam dan
mendorong Bob melalui suatu koridor ke sebuah ruangan kecil dengan tulisan "Kantor"
di pintunya. Ruangan itu benar-benar kosong.
Si pria Asia menggenggam pundak Bob, membuatnya berhenti. Tanpa berkata-kata
ia meletakkan sebuah kaleng cat semprot ke dalam genggaman Bob dan dengan cepat
menariknya kembali. Bob lalu didorong masuk dengan kasar ke dalam ruangan itu, pintu


Trio Detektif Trio Penyamar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbanting tertutup di belakangnya. Bob tidak perlu lama-lama berpikir untuk menyadari
mengapa si pria Asia memberinya sebuah kaleng cat semprot dan mengambilnya lagi.
Dinding-dinding ruangan itu penuh dengan lukisan cat semprot. Tepatnya, tanda tanya!
Dan kini sidik jarinya ada di kaleng cat!
Bob Andrews menyadari sulitnya situasi yang dihadapinya dan tanpa membuang
waktu lagi mulai memeriksa tempat ia terkurung. Dinding ruangan itu menjulang ke
langit-langit setinggi lima meter. Satu-satunya jendela terletak tiga meter di atas lantai,
di luar jangkauan Bob. Lantainya sendiri dari beton dan tanpa retakan. Sepertinya tiada
harapan bagi Bob dan ia terduduk di lantai, merasa kalah.
BAB IX PETE SANG PENYELAMAT Sepertinya sudah berhari-hari sejak Bob didorong masuk ke van di tempat parkir
museum namun dengan melihat ke arlojinya Bob tahu bahwa hanya beberapa jam telah
berlalu. Tetap saja harapannya memudar secepat terbenamnya matahari merah di garis
cakrawala. Kira-kira sejam lagi hari akan gelap ... suatu pikiran yang membuat jantung Bob
berdebar kencang. Di mana Pete" Apakah dia belum juga sadar bahwa alat penjejak tertempel pada mobil
yang berbeda" Tentulah ia akan kembali ke markas dan melapor kepada Jupe. Jupe lalu akan
kembali ke tempat kejadian dan dengan cepat mengetahui apa yang telah terjadi!
Bob bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir di ruangan kecil itu. Sekonyong-konyong
harapannya timbul kembali. Ia mendengar sesuatu di luar jendela. Ia menahan nafas dan
menunggu suara itu terdengar kembali.
Terdengar lagi! Suara logam berdenting diikuti sesuatu yang bergeser pada suatu logam.
Tombak Raja Akherat 1 Joko Sableng Jejak Darah Masa Lalu Macan Tutul Di Salju 6
^