Cewek Junkies 2
Lupus Cewek Junkies Bagian 2
Tanpa disadari Lupus, ternyata diam-diam Nessa mengendap-endap di belakangnya. Bibirnya menahan senyum jail. Ketika Lupus masih asyik ngelamun, mendadak Nessa melemparkan ular karet ke arah Lupus. Ular karet itu mantap mendarat di bahu Lupus. Lupus jelas aja kaget setengah mati dan teriak sejadi-jadinya sambil mengibaskan ular karet itu dari bahunya. .
"Huaaa!!! Ulaaarrr! Ulaaar!"
"Lupus masih bergidik dan loncat-loncat ngeri ketika Nessa muncul di belakangnya sambil tertawa lepas. "Huahaha!!! Lo cowok bukan sih" Sama ular karet aja takut!"
Nessa memungut ular karet itu dan Lupus cemberut antara malu dan kesal. Lupus pun spontan lari mengejar Nessa. Nessa kabur. Mereka kejar-kejaran sambil ketawa-tawa.
"Awas lo!" Dan ternyata kejadian itu yang breaking the ice di antara mereka. Sejak hari itu, Lupus dan Nessa jadi tambah lengket. Dan kedekatan itu berlanjut ke acara outbound. Lupus yang keringetan, dilap keringetnya oleh Nessa dengan penuh perhatian. Waktu Nessa panjat tebing, Lupus langsung menyodorkan minuman begitu melihat wajah Nessa pucat. Satu botol buat berdua.
Hari demi hari berlalu. Lupus makin bisa melupakan Vera. Tanpa ia sadari, ia mulai jatuh cinta pada Nessa. Cewek itu juga menyambut cinta Lupus. Buktinya, Nessa sering memberikan perhatian-perhatian khusus buat Lupus. Seperti bikinin mi instan atau bawain camilan dari dalam tendanya buat Lupus yang sering kelaperan di tengah malam buta.
Malam-malam sering mereka habiskan dengan duduk berdua di dalam tenda, makan camilan, ditemani secangkir kopi hangat, sambil berbagi cerita dan melihat bintang-bintang di langit. 'Rasanya lebih romantis daripada jalan-jalan di Paris.
Gusur dan Boim hepi-hepi aja ngeliat sahabat mereka punya semangat hidup baru. Keduanya mengintip dari balik tenda sambil senggol-senggolan menyaksikan kemesraan Lupus dan Nessa.
Di mata Lupus, Nessa adalah cewek berkarakter ajaib. Cewek itu cenderung jail, suka ngerjain orang, dan selalu punya ide-ide konyol. Bersama Nessa, Lupus seakan menemukan dunianya lagi yang hilang. Kejailan-kejailan Lupus pun mulai muncul lagi.
Outbound, kemping, dan panjat tebing itu menjadi kenangan yang sangat indah buat Lupus dan Nessa.
Sayangnya saat indah itu cepat berlalu. Pagi itu anak-anak mulai berebutan naik ke bus untuk pulang ke Jakarta. Lupus yang udah dapet bangku yang enak, langsung menyisakan satu bangku di sebelahnya, khusus buat Nessa.
Gusur udah ge-er aja, mau nekat duduk. Tapi langsung diusir dengan kejam oleh Lupus. Gusur bangkit dengan kesal. Boim pun mendekat. Bingung. "Aduh, trus kita duduk di mana" Kan udah pada penuh tempat duduknya ""
Lupus menunjuk bangku yang sudah didu"duki Pak Ako. Masih sisa dua di sebelahnya. Gusur dan Boim males banget duduk di dekat guru yang hobi ngobrol itu. Pasti bisa nggak tidur mereka gara-gara diajakin ngobrol!
Tapi Lupus tetap memaksa Boim dan Gusur, sambil mendorong-dorong mereka. "Udah, sana! Tuh, Nessa udah datang. Nessa! Siniii!"
Nessa mendekati Lupus dengan riang. Gusur dan Boim terpaksa duduk di sebelah Pak Ako sambi] ngomel-ngomel.
Di sepanjang perjalanan itu, Boim dan Gusur udah siap-siap mau memejamkan mata, pura-pura tidur, ketika tiba-tiba Pak Ako nyerocos sambil senyam-senyum. "Aduh, seneng kalo abis acara kayak gini. Jadi inget masa muda dulu... "
Boim dan Gusur terpaksa buka mata, senyam-senyum dan
sok pura-pura tertarik mendengarkan ocehan Pak Ako.
Gusur dengan wajah polosnya malah memancing, "Oh, Bapak dulu aktif ikut kegiatan seperti ini, ya""
Boim melirik kejam ke arah Gusur, kesel banget sama Gusur yang carmuk. Bukannya nyuekin, malah memancing. Dengan dipancing begitu kan Pak Ako malah makin semangat dan panjang-lebar ceritanya. Bakalan nggak bisa tidur deh. Sedangkan Gusur yang telmi tetap nggak nyadar, dan masih -menatap gurunya dengan khidmat. Tak lupa segaris senyum manis menghiasi wajahnya yang sebulat bulan. Boim kesel dan langsung menginjak kaki Gusur. Gusur menjerit tertahan.
Tapi terlambat, Pak Ako udah keburu nyerocos bercerita, "Oh iya dong, Sur! Dulu waktu Bapak masih muda, Bapak aktif banget ikut kegiatan pencinta alam. Kalo udah naik gunung, lupa deh sama semua stres. Gunung mana aja Bapak udah pernah daki. Blablabla, blablabla... "
Pak Ako cerita panjang-lebar dan detail banget. Semua tentang kehebatan dirinya. Dulunya dia konon digilai-gilai cewek, karena suaranya yang bergetar bak Julio Iglesias naik bajaj (bayangin aja deh, seberapa dahsyat getarannya) dan kepiawaiannya memetik gitar.
Boim sampai menguap bosen. Tapi pas mau memejamkan mata, Pak Ako malah menggoyang-goyangkan bahu Boim, dan melanjutkan ocehannya.
"And you know what" Dari semua gunung yang Bapak daki, yang paling berkesan adalah waktu Bapak mendaki Gunung Merapi. Soalnya di sana Bapak ketemu jodoh Bapak. Gadis Yogya yang ayu, kemayu, jual jamu. Namanya Diah Agustin, yang sehari-hari dipanggil Agus. "
"Boim dan Gusur saling tatap dengan wajah bete.
*** "Lupus lagi belajar di kelas fisika. Tapi ia gelisah. Pengin banget ketemu Nessa. Sementara Vera di bangkunya memerhatikan Lupus yang tampak sama sekali udah nggak peduli sama dia. Vera agak heran, kenapa Lupus kayaknya udah nggak terpukul dengan "pemutusan hubungan" di awal liburan itu"
Lupus sendiri emang udah lupa banget sama peristiwa itu. Dia melamun, ngebayangin sosok Nessa. Kangen. Tanpa Lupus sadari, tiba-tiba Nessa yang dikangenin itu nongol di jendela. Tapi Lupus yang nggak ngeh, nggak ngeliat Nessa. Cewek itu manggil-manggil lirih. Padahal saat itu lagi ada Mr. Punk, sang guru, lagi ngejelasin teori fisika di papan tulis.
"Ssst...! Sssst! Puuus..."
Yang nengok justru Boim. Boim kaget, Nessa menunjuk-nunjuk ke arah Lupus yang masih ngelamun. Boim sadar, dan langsung menusuk-nusuk punggung Lupus yang duduk di depannya dengan bolpoin.
Lupus kaget. Ia menoleh, mau ngomel, tapi Boim langsung ngasih kode ke jendela. Lupus berpaling ke arah jendela dan kaget melihat "wajah yang sang at ia kangeni pagi itu udah nongol di sana.
Nessa tersenyum manis banget. Bibirnya komat-kamit, ngasih isyarat ngajakin Lupus cabut.
Lupus cepat menggeleng, takut sama Mr. Punk, sang guru fisika yang punya nama asli Pak Pangaribuan. Lupus bolak-balik ngeliat ke Mr. Punk.
Gusur dan Boim malah ngomporin Lupus untuk nekat aja. Apalagi Mr. Punk lagi serius menghadap papan tulis, sibuk menulis soal.
Nessa udah menunggu dengan nggak sabar.
Lupus masih keliatan ragu. Soalnya Mr. Punk kan rese banget.
"Ah, payah lo!" Boim menusuk punggung Lupus pake jangka. Tega banget deh.
Lupus menjerit, "Aow!"
Mr. Punk kaget, dan menoleh.
Lupus langsung bungkam. Tegang. Ketakutan.
Vera yang sejak tadi memerhatian ulah Lupus, Boim, dan Gusur, jadi terheran-heran.
Belum sempat Mr. Punk buka suara, tau-tau pintu kelas diketuk.
"Masuk!" ujar Mr. Punk tegas.
Pintu terbuka, semua menoleh ke pintu. Dan alangkah kagetnya Lupus karena yang muncul ternyata Nessa dengan wajah yang dibuat innocent. Vera juga jadi ikut merhatiin Nessa dengan penasaran.
Dengan pedenya, Nessa ngomong ke Mr. Punk, "Mmm, maaf, Pak. Mengganggu sebentar. Ada pesen buat Lupus. Ibunya menunggu di luar. Katanya Lupus harus ke dokter gigi. Ini suratnya."
Mr. Punk kaget dan menoleh ke Lupus. Anak-anak langsung pada heboh ngeledekin. Lupus jadi malu, tapi Mr. Punk menatapnya tajam. "Bener, Pus""
Nessa mengedipkan matanya ke Lupus, ngasih kode. Lupus gugup, tapi akhirnya mengangguk dan menjawab gugup, "I-iya, Pak. Gigi saya harus di
tambal." "Ya udah kalo gitu. Sana pergi!"'
Lupus bergegas mengemasi buku-bukunya dan memasukkannya ke tas. Sementara Vera memandangi Lupus dan Nessa bergantian. Ia mulai menangkap, sepertinya Lupus dan Nessa ada hubungan. Vera jadi agak heran, bisa juga tu cowok dapet pengganti dirinya.
Lupus pun membawa tasnya dan pamit pada Mr. punk. Nessa tersenyum senang, lalu bersama Lupus mereka bergegas ke luar kelas.
Begitu berada di luar, Nessa tertawa dan berteriak-teriak- senang sambil menarik tangan Lupus. Padahal Lupus masih bingung dan waswas dengan kenekatannya ini.
""Asyiii"k!! Akhirnya lo berhasil keluar juga! Hahaha!"
Lupus geleng-geleng kepala. "Gila lo, ya""
"Bodo ah. Soalnya pelajaran terakhir gue nggak ada gurunya. Jadi lo kudu nemenin gue cabut. Oke"!"
Nessa mengajak Lupus nyari bus. Lupus yang tangannya setengah diseret, ngintilin Nessa dengan wajah masih bingung. "Mau ke mana sih""
"Gue pengin ngajak elo jalan-jalan. Berdua aja... "
"Ya tapi mau ke mana"" Lupus masih celingukan ke arah kelasnya, takut kepergok Mr. Punk kalo mereka bohong. Padahal Nessa tampak santai banget.
"Mmm, kita ke mal aja yuk!"
Lupus ternganga. "Jangan gila deh. Gue nggak bawa baju lho. Masa pake seragam" Risi ah."
"Tenang. Gue udah prepare kok!"
Nessa tersenyum tenang dan membuka pintu mobilnya, lalu mengambil dua helai T-shirt warna hitam, satu untuk Lupus dan satu untuk dirinya sendiri. Gambarnya sama, lagi. Gambar Spider-man. "Tarraaa...!!"
Lupus ternganga. Nessa tertawa senang kayak anak kecil. Lupus jadi seneng dengan cara Nessa yang serba ajaib baginya. Mereka lalu meloncat ke dalam mobil Nessa.
"Sementara itu di kelas, jam pelajaran fisika akan berakhir. Sambil menunggu anak-anak mengerjakan soal latihan, Mr. Punk membuka surat izin yang tadi dibawa Nessa, yang belum sempat dibacanya. Kacamata Mr. Punk langsung melorot membaca isi surat yang dibuat oleh tulisan tangan Nessa:
""Dengan hormat banget, Pak! Halo, Bos, capek deeehhh! Apa kabar nih" Baik-baik aja dong. Iya kan" Iya dong. Bener, kan" Bener dong.
Saya orangtuanya Lupus nih, mau ngebilangin aja kalau Lupus tuh kudu ke dokter untuk bilas kutu, eh, sori deh, untuk tambal sulam giginya yang pada bolong long long. Boleh dong" Please... Boleh, ya"
Thanks lohhhh. Muuach muach muach.."
Mr. Punk menepuk dahinya dan mengomel dengan logat Batak-nya, "Zial, tertipu aku rupanya. Mana ada zurat izin pake kata-kata capek deh capek deh..."
Sementara itu, dua anak jail Lupus dan Nessa sedang asyik-asyiknya jalan-jalan di mal. Ngider sambil makan es krim satu cone berdua. Waktu Lupus mau menjilat, Nessa sengaja nyodorin es krimnya kuat-kuat hingga hidung Lupus yang terkena es krim. Mereka ketawa-tawa, bercanda.
Kemudian mereka makan di food court. Sejak tadi Lupus udah gelisah. Dia merhatiin Nessa yang cuek asyik makan. Lupus akhirnya nggak tahan juga.
"Kenapa sih lo bisa suka sama gue"" tanyanya pada Nessa.
Nessa menghentikan makannya, lalu menatap Lupus dengan jenaka. "Ih, lo ge-er banget! Siapa yang suka sama lo""
Lupus jadi malu berat. Akhirnya dia nggak mau maksa nanya lagi. Dia langsung menunduk dan nerusin makan.
Nessa jadi nggak tega. Akhirnya cewek itu tertawa berderai. "Huahahaha! Gue bercanda, lagi. Jangan ngambek dong."
Lupus bersemangat lagi, ia mengangkat wajahnya.
Nessa menatapnya penuh cinta. "Gue suka elo, karena lo tuh orangnya polos, jujur, nggak neko-neko..."
Lupus nyengir. Dia jadi teringat alasan Vera waktu mutusin dia dulu. "Bukannya gue malah nggak gaul" Nggak pernah ngasih surprise, gampang ketebak. Basi..."
"Gue nggak suka dikasih kejutan, gue sukanya ngasih kejutan! Hahaha!"
Lupus agak keheranan menatap Nessa. Tapi cewek itu tampak serius. Lupus seneng banget, ternyata nggak semua cewek kayak Vera. Di matanya, Nessa bener-bener unik.
Nessa gantian penasaran, serunya ke Lupus. "Trus, lo suka gue, kenapa""
Lupus pun langsung membalas dengan cepat, "Siapa yang suka sama lo""
"Basi ah. Bisanya ngebales! Nggak kreatif!"
Lupus tertawa, lalu memandang Nessa penuh perasaan. "Oke deh, gue jawab. Karena lo bikin gue lebih 'hidup' dan kemba
li jadi gue yang dulu, yang apa adanya gue, dan nggak palsu!" Lupus lalu mengambil tangan Nessa, menggenggamnya hangat. "Dan gue makin sayang dan cinta sama elo..."
Nessa tersenyum senang. Pas suasana lagi romantis gitu, mendadak keduanya dikejutkan oleh deringan HP Lupus. Lupus melihat layar.
Dari Lulu, adik semata wayangnya.
Lupus lalu mengangkat HP dengan agak menggerutu. "Aduuh, elo, Lu! Ganggu aja. Ada apa sih""
"Pus, gue udah mau pu1ang dari Bali nih. Lo mau titip apaan""
"Gue nggak titip apa-apalah. Take care, ya!"
"Hehehe. Lo lagi sama Nessa, ya" Oke deh. Bye-bye!"
Lupus menutup HP-nya, Nessa penasaran.
"Dari siapa""
""Adik gue, Lulu. Eh, tadi sampai di mana""
"Sampai lo ngomong makin sayang dan cinta sama gue," ujar Nessa jail.
"oh, iya! Hehehe. Jadi malu..."
Suasana kembali romantis, sampai kemudian-kebetulan banget-Vera juga janjian makan bareng di food court bersama Restu. Vera tampak heran melihat Lupus udah akrab banget sama Nessa, dan kaget melihat perubahan drastis Lupus yang sekarang. Lupus udah kembali riang gembira bersama Nessa. Ngobrol, ketawa-tawa, malah sesekali Nessa menyuapkan es krim ke mulut Lupus. Lupus juga jadi ngocol lagi. Sesekali ia melempar kacang ke atas dan menangkapnya dengan mulutnya yang ternganga. Kalo berhasil, Nessa tepuk tangan sambil ketawa-tawa. Ribut dan heboh benget, kayak dua anak TK. Nggak ada beban. Dan yang lebih bikin Vera tambah heran lagi, Lupus dan Nessa kompakan memakai T-shirt bergambar Spider-man. Alis Vera sampai bertaut.
Tapi Vera segera langsung melupakan itu. Ia menggelendot manja di lengan Restu. Tapi Lupus sama sekali nggak memerhatikan. Malah Nessa yang ngeliat Vera. Dia langsung ngasih kode ke Lupus.
"Mantan lo tuh!"
"Lupus cuek aja, cuma ngeliat Vera sekilas, seolah nggak ada apa-apa.
Akibat jalan-jalannya hari itu, malamnya Lupus tertidur dengan senyum lebar di wajahnya. Hatinya tenang udah menemukan cewek yang tepat untuknya. Vera sama sekali udah dilupakannya. Di sebelah tempat tidurnya, di atas nakas, terpajang photobox Lupus dan Nessa yang memakai baju Spiderman. Mereka tampak mesra dan ceria.
"5 Cewek Junkies "PAGI itu Lupus masih nyenyak tidur dengan menyisakan seulas senyum dikulum, bak makan buah plum, ketika mendadak Lulu muncul dengan hebohnya, dan mengguncang-guncang bahu Lupus. Lulu baru dateng dari Bali, masih pake sepatu dan ransel, wajahnya juga kucel. Kulitnya item, abis jadi ikan asin karena jemuran di Pantai Sanur.
"Pus, bangun dong. Gue dateng dari Bali kok nggak disambut sih""
Lupus merasa terganggu, tapi terpaksa membuka mata. "Eh!" Aduh, mestinya lo lamaan aja di sana, biar nggak gangguin gue tidur. Gue lagi mimpi indah nih!"
Lulu menghela napas dan duduk di sisi ranjang.
"Ya udah, yuk kalo mau main tebak-tebak"an," suara .Lupus udah riang seperti sedia kala.
"Bis apa yang ada di atas pohon""
"Bis...a monyet, bisa Tarzan. Elo juga bisa!" jawab Lulu cepet.
"Sialan. Kok tau sih!" Lupus meninju tangan Lulu, tapi Lulu nggak bereaksi. Dia malah tampak gelisah. Lupus jadi penasaran. "Hei, kenapa sih lo" Abis jalan-jalan kok malah suntuk gitu sih""
Lulu memandang wajah kakaknya dengan tatapan gamang.
"Pus, gue di Bali ketemu temen. Katanya ada model cantik dari Bali, namanya Nessa, pindah ke sekolah lo. Nessa-nya elo bukan sih""
Lupus terduduk dan mengamati wajah Lulu. Penasaran. "Serius lo" Trus... Trus...""
"Cewek lo itu mantan model, ya""
"Nggak tau deh. Masa sih" Gue kan nggak ngikutin dunia model."
Lulu melihat foto Nessa di atas nakas. "Iya. Dia mantan model dari Bali. Tapi... katanya dia juga mantan junkies..."
Lupus kaget. "Apa" Ngaco lo! Jangan bikin gosip deh!"
"Ya gue juga nggak yakin sih. Tapi kalo bener Nessa-nya elo, temen gue bilang profilnya dulu pernah dimuat di tabloid lokal di Bali. Dan katanya dia juga pacaran sama Dito, anak band reggae dari Bali."
"Lupus tertegun. Hatinya nggak keruan.
"Gue sih berharap ini salah. Tapi nggak ada salahnya lo coba tanyain ke Nessa. Ntar gue minta tabloidnya sama temen gue, biar lebih jelas. Lo bisa liat fotonya."
Lulu pun keluar dari kamar, meninggalk
an Lupus yang masih shock di atas tempat tidurnya. Mimpi indahnya semalam seolah kandas.
"Nessa... mantan junkies""
*** "Pas ketemu Gusur dan Boim, muka Lupus ke liatan bingung abis. Lupus lalu cerita ke Boim dan Gusur soal berita yang dibawa Lulu, tapi reaksi kedua sahabatnya malah di luar dugaan.
"Hah" Jadi... Nessa itu model di Bali" Gile, man. Nggak nyangka lo bisa pacaran sama model! Hebat... hebat! Pantesan dia cantik banget!" pekik Boim.
"Wuaaah, kuduga Vera bakalan panas hatinya. Putus cinta darinya dikau malah dapat durian runtuh, Pus. Hebat juga dikau! Daku salut! Tiada sia-sia kau melepas Vera, dapet ikan kakap!"
Lupus kesel sama kedua temennya.
"Aduh, please deh! Gue serius nih! Kok malah itu sih yang diomongin. Soal gosip kalo dia mantan junkies gimana""
Boim dan Gusur masih juga nggak serius. Boim malah menepuk-nepuk dan merangkul pundak Lupus. "Pus, lo pake pelet apa sih" Boleh dong bagi gue. Gue dari dulu terobsesi banget lho, pengin punya pacar model. Eh, Nessa masih punya temen yang jomblo nggak, yang sesama model""
"Wahai, Lupus, dikau tanyakan pada Nessa, kalo mau jadi model, syaratnya apa" Daku minat nih!"
Lupus jelas bete berat. Akhirnya dengan wajah sebal ia meninggalkan kedua temennya.
Boim dan Gusur bengong. Lupus pun pergi ke rumah Nessa. Tapi alangkah kagetnya ia mendapati Nessa sedang bicara serius dengan beberapa temannya yang kayaknya juga junkies. Mereka pada pake piercing, tato, badan mereka kurus-kurus, dan tampak setengah teler. Cowok dan cewek potongannya nyaris sama aja.
Lupus tertegun, dan menghentikan langkahnya. Nessa menoleh dan kaget melihat kedatangan Lupus.
"Hei, Pus!" Nessa langsung tersenyum senang. Tapi ia juga nggak lupa segera "mengusir" temen-temennya itu. Entah apa yang dia omongkan, tapi Lupus melihat Nessa bicara serius. Nggak lama anak-anak itu mengangguk dan pulang.
Ketika mereka melewati Lupus, mereka memandangi Lupus dengan tatapan aneh. Lupus balas menatap mereka dengan tatapan nggak suka yang kentara banget.
Sepeninggal mereka, Nessa segera menyongsong Lupus yang masih gundah gulana.
"Kok nggak bilang-bilang sih mau dateng" Mau ngasih surprise, ya" Aduh, kan gue bilang gue nggak suka kejutan!"
Nessa yang riang cuma dibalas Lupus dengan dingin.
"Siapa mereka"" tanya Lupus penuh kecemburuan dan curiga.
"Oooh, temen lama! Masuk yuk!" Nessa mencoba santai. Nessa pun menarik tangan Lupus dan mengajak masuk. Lupus ngikut dengan wajah masih penasaran. Nessa ternyata tinggal sendirian di rumah yang lumayan gede itu.
"Duduk, Pus. Mau minum apa""
"Nggak usah!" Hati Lupus jadi makin kalut. Akhirnya ia nggak tahan, dan bertanya, "Nes, gue cuma mau nanya sesuatu sama lo. Tapi lo mesti jujur sama gue ya."
"Nessa agak kaget. Wajahnya pun menegang. "Soal apa""
Lupus menatap Nessa tajam "Bener lo dulu pernah make narkoba""
Nessa langsung terperanjat. Sesaat ia terdiam, nggak mau menjawab. Tapi Lupus terus menatapnya dengan tajam. Sampai akhirnya Nessa mengangguk dan menghela napas. "Ya. Tapi dulu. Sekarang nggak."
Lupus langsung lemes. Pupus sudah harapan. Sesaat mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Tadi mereka itu mau apa""
Dicecar begitu, dengan nada curiga pula, Nessa jadi terpojok dan nggak suka. Tapi akhirnya ia menjawab juga, "Gue juga. nggak tau. Tiba-tiba aja mereka dateng ke sini, sebel!"
Lupus tampak gelisah. Nessa memerhatikan dan jadi cemas.
"Ada apa lagi"" tanya Nessa kaku.
"Kalo Dito itu siapa""
Nessa kaget sejenak, tapi kemudian terdiam lama. Lupus terus menunggu dengan penasaran. Nessa lalu menggelengkan kepalanya dengan berat.
"Please, Pus, jangan paksa gue. Gue nggak bisa cerita lebih banyak lagi."
Lupus kaget dan agak kesel. "Nessa... gue..."
"Nessa langsung menukas dengan cepat, "Pus! Cukup lo tau bahwa gue pernah make. Itu aja."
Lupus kecewa memandang Nessa. Nessa tampak gelisah sendiri.
"Tolong jangan ungkit lagi cerita pahit itu. Gue justru minta bantuan lo untuk ngelupain masa lalu gue. Makanya gue pindah ke Jakarta."
Lupus menebak-nebak. "Berarti... Dito yang membuat lo jadi junkies""
Nessa keliatan nggak suka. Dia menggelengkan kepalanya. "Udahlah, nggak usah dibahas!"
Nessa lalu membuang pandang ke arah lain, nggak berani menatap mata Lupus yang menatapnya tajam.
"Dito sekarang di mana""
Suara Nessa terdengar pelan, "Dito udah mati karena OD!"
Lupus kaget, tapi agak lega juga. Nessa masih membuang pandang, malah tercenung sendiri.
Suasana jadi makin nggak enak, kaku, kikuk.
* * * "Malamnya, Lupus yang penasaran langsung menemui Lulu. "Lu, udah ada kabar baru belom, soal Nessa, dari temen lo itu""
"Lulu mengangkat wajah dari majalah yang lagi dibacanya, lalu menggelengkan kepala.
"Belom, tapi gue udah minta kirimin tabloidnya. Lo udah tanya Nessa belom""
"Tadi gue udah nanya ke Nessa sih," suara Lupus terdengar gelisah. "Dia nggak nyangkal kalo dia tuh pernah make. Dia ngakuin itu semua. Tapi sekarang gue yang jadi parno, jangan-jangan masih ada lagi yang disembunyiin."
Lulu menatap Lupus dengan prihatin. "Trus, hubungan lo sama Nessa gimana""
"Ya gue sih jalanin aja. Dia bilang sekarang dia udah nggak make lagi kok..."
Lulu menghela napas. "Gue bukannya mau menghasut atau gimana ya. Tapi lo kudu ati-ati. Orang yang pernah make, kemungkinan balik lagi tetep besar! Apalagi kalo masih temenan sama yang make. Bisa kepengaruh lagi, kan" Dan yang udah-udah sih, anak junkies tuh cenderung suka bohong. Kalo lagi sakaw, nggak punya duit, ujung-ujungnya nyolong!"
Lupus makin gelisah. Lulu memerhatikannya.
Malamnya Lupus nggak bisa tidur. Walaupun udah membolak-balik posisi tidurnya, Lupus tetep nggak bisa merem. Ia masih resah mikirin kata-kata Lulu. Sementara jam di kamarnya udah menunjukkan pukul dua pagi.
"Lupus jadi gamang. Besoknya, dengan sejuta pertanyaan di benaknya, Lupus nyamperin ke kelas Nessa. Melongok-longok di pintu kelas. Saat itu di kelas Nessa lagi terjadi kehebohan. Nessa yang tampak bete, melihat wajah Lupus langsung semangat. Buru-buru ia berlari mendekat. Sementara di kelas, anak-anak melirik Nessa dengan curiga.
"Tadi gue taruh di tas kok, beneran!" ujar seorang anak.
"Dulu-dulu aman kok, biar ditinggal ke kantin juga."
"Sekarang kok jadi ada maling sih di kelas"!"
Nessa tampak tersiksa, seolah-olah mereka menyindirnya. Ia pun langsung menarik tangan Lupus menjauh. "Kita keluar aja yuk! Bete gue! Lagi ada yang nggak asyik di kelas."
"Ada apa sih""
"Ada yang kehilangan HP. Gue sempet digeledah gara-gara cuma gue yang ada di kelas waktu jam istirahat pertama tadi."
Lupus terenyak. Ia langsung kepikiran soal omongan Lulu semalam, bahwa mantan cewek junkies tuh suka nyolong.
Nessa menyentakkan tangan Lupus. Lupus jadi kaget. "Yuk, ah!"
Lupus nggak komentar, sibuk dengan pikirannya, lalu mengikuti Nessa.
"Nessa merasakan keanehan dalam sikap Lupus. Hari itu Lupus lebih banyak diam dan sering menatapnya penuh curiga. Nessa yang mau menetralisir keadaan dengan mengajak Lupus jalan nanti malam, malah ditolak mentah-mentah. Nessa jadi serba salah. Karena nggak tahan, akhirnya Nessa bertanya, "Kenapa sih, sikap lo kok kayaknya berubah sama gue""
Lupus terdiam. Dia malah mainin gelas minumnya. Nessa jadi nggak tahan juga.
"Kenapa" Apa karena lo udah tau gue pernah make""
Lupus nggak enak ati, dan mengalihkan omongan. "Eh, mm, tadi ulangan matematika gimana" Bisa semua""
Nessa jadi kesel, merasa nggak nyambung.
"Gue ngerasa hubungan kita kok jadi garing gini sih""
Lupus kaget dan agak tersinggung, karena dia jadi teringat Vera yang mutusin dia gara-gara hubungan mereka garing. Lupus jadi sensi.
"Oh, jadi sekarang lo nganggep gue garing, gitu" Lo juga mau ninggalin gue, karena gue bukan cowok yang asyik""
Nessa jadi sewot. "Lo kenapa sih, Pus" Denger ya. Gue nggak akan ninggalin elo. Tapi kalo kita mau bertahan, ya kita harus saling percaya. Semua orang punya masa lalu, kan" Dan itu harus kita lupakan. Kalo nggak bisa, ngapain juga kita terusin hubungan ini""
Lupus menghela napas, berusaha meredam emosinya yang nyaris tumpah. Ia bisa memahami perasaan Nessa.
"Oke, oke. Sori. Gue janji, gue mau coba ngelupain masa lalu lo. Gue mau menerima lo dengan utuh."
"Janji, ya""
Lupus m engangguk. "6 Penampakan Dito di Halaman Sekolah
"DITO, dengan wajah bersih, berdiri di depan gerbang Lembaga Pemasyarakatan Krobokan di Bali. Hari ini dia bebas bersyarat, atau jadi tahanan luar. Dito menunggu, dan sebuah sedan hitam tiba-tiba datang mendekat. Menjemputnya. Dito membuka pintu depan dan naik.
Sedan hitam itu pun melaju pergi.
Dito dan Radit, anak buahnya, mengobrol. Radit yang menyetir. Sikap Dito terhadap Radit udah kayak bos aja.
"Akhirnya dikabulkan juga lo jadi tahanan luar," ujar Radit.
Dito cuma tersenyum tipis.
"Ada kabar soal Nessa, nggak""
"Gue udah utus orang untuk nyari, dan ternyata Nessa udah pindah ke Jakarta!"
"Dito terperanjat. "Ke Jakarta"!"
Radit mengangguk. Dito berpikir keras, lalu menggumam, "Shit! Dia mau ngelepasin diri dari gue""
Radit nggak komentar, sibuk menyetir. Dito diliputi perasaan campur aduk. Tangannya terkepal keras.
"Sekarang kita mau ke mana""
"Ke tempat biasa!"
Dito yang anak band, lalu melampiaskan gelegak rasa dengan ngeband di sebuah kafe di Kuta. Suasana sangat hingar-bingar, menggambarkan komunitas pergaulan Dito. Drug, alkohol, dan cewek-cewek malam....
*** "Sementara itu di Jakarta, di kamarnya yang tenang, Lupus tidur dengan gelisah. Wajahnya tampak tersiksa. Tiba-tiba ia terbangun dari mimpi buruknya dan terduduk. Napasnya terengah-engah, matanya melotot. Tubuhnya bercucuran keringat.
"Astagfirullah... untung cuma mimpi."
Lupus baru aja mengatur napas dan sedikit lega. Namun mendadak matanya menangkap sebuah tabloid edisi lama, yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Tabloid itu ditaruh oleh Lulu pas Lupus udah tidur. Kiriman dari teman Lulu yang bernama Kum Kum di Bali.
Lupus terbeliak, lalu buru-buru mengambilnya.
Cover tabloid itu adalah wajah Nessa.
Dengan penasaran dan napas memburu, Lupus membuka lembar demi lembar untuk mengetahui artikel yang memuat tentang Nessa. Sampai kemudian tangannya terhenti, matanya melotot membaca sebuah artikel. Ada foto Nessa dan Dito. Saat itu Dito masih gondrong. Headline tulisannya: NESSA, MODEL BERBAKAT MASUK PUSAT REHABILITASI. DITO, PACARNYA, TERNYATA BANDAR NARKOBA.
"Ya Allah, ternyata Nessa pernah masuk pusat rehabilitasi""
Lupus shock banget, mimpi buruknya menjadi kenyataan! Sejenak ia jadi kayak orang linglung. Akhirnya ia bangkit dan mengambil HP-nya, lalu mencoba menghubungi Nessa.
Dengan napas memburu dan wajah gelisah, Lupus menunggu telepon diangkat dari seberang. Tangannya masih memegang tabloid itu. Sesekali diliatnya tabloid itu dengan geram. "Angkat, Nessa, angkat...! Gue harus ngomong!"
Terdengar jawaban HP Nessa tidak aktif.
Lupus gelisah. Nggak sabar menunggu pagi.
*** "Lupus buru-buru berangkat ke sekolah. Pas sampai di sekolah, dia sempet melihat ada cowok keren berambut plontos, bersandar di sedan hitamnya, sedang dirubung anak-anak.
Lupus cuma memandang selintas, cuek, lalu meneruskan langkah. Sampai tiba-tiba ada seorang anak yang memanggilnya.
"Pus, ada yang nyariin Nessa tuh!"
Lupus kaget. Ia segera menghentikan langkah. "Siapa""
"Namanya Dito!"
Lupus shock. Ia langsung gugup dan gemetaran. "D-Dito...""
Anak itu mengangguk. Lupus kembali melihat wajah cowok yang sedang nyender di mobilnya, di depan sekolah itu. Nyaris tak percaya, tapi wajah itu mendadak mengingatkannya pada wajah cowok di tabloid. Dikeluarkannya tabloid dari dalam tasnya. Sama! Cuma yang di tobloid gondrong, yang ini botak.
"Dito!" Lupus mendesis! Otot-otot tubuhnya terasa lemas. Dengan langkah cepat dan napas naik-turun menahan amarah, Lupus menuju kelas Nessa. Tanpa susah dicari, ternyata Nessa udah nungguin dengan senyum manis di depan kelas Lupus. Tanpa memerhatikan kemarahan di wajah Lupus, Nessa malah menyodorkan bekal sandwich dalam boks. Ia mau memperbaiki hubungan mereka yang mendingin semalam.
"Hai, Pus. Belom sarapan, kan" Nih, gue bawain sandwich buat lo..." Lupus malah menepis tangan Nessa yang nyodorin bekal itu. Sampai sandwich-nya terjatuh dan berantakan di lantai.
Nessa kaget. Wajah Lupus tampak gusar, menatap Nessa dengan benci, lalu bergegas menghindar pergi. N
essa mengejar dengan bingung.
"Lupus, tunggu! Ada apa sih"!"
Nessa berhasil menarik lengan Lupus hingga Lupus berbalik.
"Jauhi gue, tukang tipu!" teriak Lupus.
Nessa terenyak kaget. Semua anak di sekolah melihat ke arahnya. Nessa jadi malu. Cewek itu mendesis, "Apa maksud lo""
Lupus menunjuk ke arah tempat parkir.
"Tuh, arwah penasaran cowok lo, si Dito! Dia nyariin lo di depan!"
Lupus Cewek Junkies di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nessa makin terkaget-kaget. Lupus udah mau pergi lagi, tapi inget tabloid di tangannya. Diberikannya tabloid itu pada Nessa yang masih shock.
"Ternyata gue salah ngasih kepercayaan ke elo. Nih, simpen tabloid ini baik-baik, biar lo inget betapa sakitnya gue lo bohongi kayak gini!"
Nessa terpaksa menerima tabloid itu dengan "hati hancur, Tapi ia nggak bisa membela diri. Ia cuma bisa menatap kepergian Lupus. Ia merasa bersalah karena telah berbohong bahwa Dito sudah meninggal. Tapi jauh di lubuk hati Nessa, dia nggak ngerasa bohong. Karena benar, bagi Nessa, Dito memang sudah mati. Pupus. Lenyap. Enyah dari kehidupannya.
Nessa memandang sosok Lupus yang menjauh dengan hati terluka.
*** "Hari itu di sepanjang - pelajaran di sekolah, Nessa tampak gelisah. Nggak bisa konsen. Begitu juga Lupus di kelasnya. Wajahnya kusut banget. Gusur dan Boim di belakangnya saling pandang dan mengangkat bahu.
Pulang sekolah, Lupus berjalan cepat melewati pintu gerbang. Ternyata Nessa udah menunggunya. Cewek itu mengejar Lupus dan berhasil menjajari langkahnya, tapi Lupus tetep jalan sambil marah. Nessa jadi nggak enak hati.
"Pus, tunggu!" "Bukannya lo mau pulang bareng Dito""
Nessa berujar tegas, "Gue nggak mau nemuin dia!"
Lupus menghentikan langkah dan menatap tajam ke arah Nessa. Napasnya naik-turun penuh emosi.
""Eh, denger ya" Awalnya lo cuma ngaku pernah make dikit. Fine, gue bisa terima. Tapi ternyata lo pernah sampai masuk rehabilitasi! Dan lo bilang, Dito udah mati karena overdosis, tapi tadi gue liat dia masih seger buger! Sete1ah ini lo mau bohong apa lagi""
Nessa terenyak, tapi kemudian mengangguk.
"Oke, oke! Gue akui gue emang pernah masuk rehabilitasi. Titik. Tapi itu masa lalu. Sekarang gue udah sembuh. Gue mau ngubur masa lalu gue yang pahit. Itu yang membuat gue pindah ke sini dan akhirnya ketemu lo!"
Sejenak mereka saling tatap. Nessa tampak sedih dan putus asa, sementara Lupus tampak terluka.
"Lo boleh marah dan kecewa sama gue, tapi gue masih berharap banyak sama elo, Pus!"
Lupus malah menatap Nessa sinis. "Apa itu masih penting" Kata lo, sebuah hubungan bisa ja1an kalo saling percaya. Tapi kenapa lo bohongin gue""
"Pus, gue nggak bermaksud bohongin elo. Gue cuma mau lupain itu semua. Itu aja!"
"Kalo lo mau ngelupain masa lalu lo, kenapa lo masih berhubungan dengan bandar narkoba""
Nessa jadi kepayahan sendiri untuk menjelaskan karena Lupus kelihatan emosi banget dan nggak ngasih kesempatan dia untuk ngomong.
""Pus, emangnya gue nggak berhak jadi orang baik""
Lupus malah menatap benci ke arah Nessa.
"Terserah apa kata lo! Mau baik kek, mau nggak, bukan urusan gue!"
Nessa benar-benar terluka mendengar ucapan Lupus. "Jadi lo bener-bener nggak percaya penjelasan gue""
Lupus menghela napas keras dan menatap jauh ke depan. Marah banget.
"Gue bahkan nggak pengin ketemu lo lagi!"
Nessa terkesiap, menatap Lupus seakan nggak percaya. Ia terpukul banget, tapi berusaha keras agar nggak nangis.
"J-jadi... cuma sampai di sini""
Lupus mengangguk tegas. Nessa menggigit bibir menahan tangis. Ia shock diputusin sama Lupus dengan cara seperti ini.
*** "Nessa sedang merenung di kamarnya. Senyap. Ia menangis sedih. Harapannya pada Lupus pupus sudah. Nessa mengambil diary dan menulisinya.
""Diary, Tadinya gue pikir keputusan gue untuk pindah ke Jakarta ini udah benar. Tapi buat apa gue pergi jauh meninggalkan masa lalu kala ternyata hanya akan sakit hati lagi seperti ini" Memang orang seperti gue pasti akan sulit dipercaya, sulit diterima. Gue ngerti banget kenapa Lupus begitu kecewa sama gue. Yang gue nggak ngerti justru Dito. Kenapa setelah gue berhasil melupakan dan meninggalkannya, dia justru datang dan merusak kebahagiaan gu
e"" "Nessa mengusap air matanya, sedih banget.
Tiba-tiba terdengar bel pintu rumahnya.
Nessa terkesiap. Ia meletakkan bolpoinnya dengan kening berkerut, menebak-nebak.
"Lupus"" Nessa bergegas membukakan pintu. Tapi ternyata yang muncul di depannya adalah... Dito.
"Hai; Sayang..."
Dito tersenyum, setengah menyeringai. Cowok itu mencondongkan tubuh hendak memeluknya, tapi Nessa lekas menghindar. Dito cuma tersenyum, nggak kecewa, dan berusaha mengerti.
"Boleh masuk""
Nessa mengangguk lesu, setengah hati menerima Dito. Ia terpaksa menerima Dito karena merasa Lupus sudah meninggalkannya. Nessa menerima dengan wajah datar.
""Ngapain kamu ke sini""
"Nessa, aku kangen sama kamu. Aku udah sembuh. Aku udah bebas. Aku udah nggak sama dengan Dito yang dulu, Nes..."
Nessa menatap Dito nggak berminat. Dito balas menatapnya serius.
"Penjara memberiku pelajaran berharga. Aku kapok jadi bandar. Kuharap kamu bisa menerima keadaanku yang sekarang."
Nessa tak bisa menjawab apa-apa. Ia masih murung dengan keputusan Lupus, dan ia belum bisa berpikir jernih mempertimbangkan tawaran Dito.
"Sori, Dit. Nggak semudah itu."
Dito tampak kecewa. "Oke, aku tau kamu kayaknya berusaha ngelupain aku. Tapi aku bakal terus nunggu. Kita bisa memulai segalanya dari awal lagi."
"Maksud kamu""
"Aku pengin kamu mau balik ke aku lagi...."
Nessa makin gelisah di kursinya.
*** "Di tempat nongkrongnya, muka Lupus udah berlipet saking suntuknya. Apa dia harus balik ke Nessa" Kedua temennya, Boim dan Gusur, menemaninya.
"Pus, dikau mesti bijak sedikit dong. Mungkin dia berbohong karena sungguh-sungguh ingin melupakan Dito!"
"Iya, lagian cari cewek kayak Nessa tuh susah. Udah baik, keren pula, di mana lagi lo bisa dapetin cewek kayak gitu" Bego aja kalo mau ngelepasin! Lo mestinya bersyukur, lo yang pas-pasan gini bisa dapet lebih. Perbaikan keturunanlah, hahaha!"
Lupus memandang kesal ke Boim.
"Gini aja deh, Pus. Jikalau dikau main putusin aja si Nessa, trus apa bedanya dikau dengan Vera""
Lupus terenyak. Menatap Gusur.
Boim manggut-manggut, setuju dengan pendapat Gusur.
Lupus langsung bangkit. Semangatnya muncul lagi. Omongan kedua sohibnya, meski biasanya ngaco, kali ini mengena banget ke sasaran. Ke lubuk hatinya.
Boim tersenyum senang ke Gusur, memberi kode jempol. Gusur bangga. Hidungnya kembang-kempis.
Lupus dengan mantap berjalan ke rumah Nessa.
"Sementara itu, Nessa belum menjawab apa-apa "soal permintaan Dito, sampai ketika ia mengantar Dito ke depan rumah, ke dekat mobil Dito.
"Aku tau, Sayang, kamu masih bingung. Aku akan ngasih kamu waktu buat mikir. Aku bener-bener udah berubah dan bersih demi kamu. Karena aku sayang kamu..."
Melihat nada bicara Dito yang serius, Nessa diam, meski dalam hati ia tersentuh. Sebelum masuk ke mobilnya, Dito memeluk Nessa. Cewek itu cuma berdiri mematung, tak membalas!
Tapi sialnya, saat itu Lupus sudah sampai di dekat rumah Nessa, dan berdiri di tikungan jalan. Ia langsung shock melihat Dito meluk Nessa.
Lupus pun berbalik pergi. Patah hati. Harapannya punah, hatinya hancur lagi.
*** "Di kamarnya Nessa tercenung. Menangis. Ia pun membuka diary-nya dan mulai menulis, menumpahkan seluruh perasaannya, kebi- ngungannya. Ia masih sayang sama Lupus, tapi Lupus sekarang benci dia. Dan yang datang menawarkan cinta malah Dito, mantannya.
Terus terang, Nessa nggak percaya sama Dito yang ngaku udah berubah. Tapi tadi Dito menunjukkan keseriusannya. Nessa jadi bingung. Ia ingat masa-masa bahagia bersama Lupus di acara outbound itu. Ia ingat ngerjain Lupus yang terpaksa harus mandi di danau saat tengah malam buta. Ia ingat sering menculik Lupus dari kelas, cuma untuk bisa jalan-jalan ke mal. Semua hal sederhana yang amat berkesan buat dia. Padahal kalo dibandingin waktu pacaran sama Dito, yang pernah ngajak naik kapal pesiar Star Cruise bareng temen-temen lain, atau berselancar di Kuta Bali, mungkin kenangan bersama Lupus nggak ada heboh-hebohnya sama sekali. Tapi nggak tau kenapa, itu sangat berkesan buat Nessa.
Nessa lalu menyusut air matanya yang terus membanjir. Ia semakin terpukul. Down. Air
matanya nggak bisa berhenti mengalir.
Tapi bukan hanya Nessa yang menderita. Lupus juga setali tiga uang, seringgit si dua kupang, sendal jepit buatan Jepang (wehehehe, maksa). Pisah dari Nessa, ternyata juga bikin Lupus makin sengsara. Dia baru menyadari betapa dia amat mencintai Nessa. Emang, sesuatu yang udah hilang akan terasa jauh lebih berharga dibanding saat kita masih memilikinya.
Lupus bengong aja duduk di sebuah gedung tua yang pembangunannya baru setengah, sendirian sambil melihat lalu lintas yang padat, lampu-lampu yang terus bergerak, dan siluet gedung-gedung mewah di sepanjang Jalan Casablanca. Wajahnya tampak murung.
Sewaktu melangkah pulang, Lupus kayak layangan putus. Frustrasi. Bergerak ke mana sandal jepitnya membawanya melangkah. Mau masuk ke tempat main game, duit lagi cekak. Mau main biliar, nggak bisa. Jalannya jadi meleng. Kadang kakinya menendang-nendang kerikil atau kaleng bekas softdrink. Saking kusutnya pikiran, Lupus nggak merasa jalan ke tengah. Ia baru kaget setengah mati ketika mendadak terdengar klakson mobil yang amat mekakkan telinga! Disusul kemudian bunyi rem berdecit.
Lupus hampir ketabrak mobil! Hampir saja buku cerita ini judulnya jadi The Death of Lupus, bukannya Lupus Returns...
Besoknya di sekolah, Nessa udah nggak tahan lagi pengin ketemu Lupus. Ia kangen setengah mati. Ia lalu mencari-cari Lupus dengan panik ke teman-temannya, tapi tak ada kabar tentang Lupus. Setiap teman yang ditanya, semua menggelengkan kepala.
"Tanya aja sama dua sobat ajaibnya, Boim dan Gusur!"
Nessa lalu berlari-lari mencari Gusur dan Boim. Mereka ditemukan di tikungan koridor. Nessa pun bertanya penuh harap.
"Liat Lupus, nggak""
""Lupus" Wah, kami juga belom liat dari tadi," jawab Boim.
"Apa dikau sudah menghubunginya lewat telepon genggamnya""
Nessa menggeleng sedih. Gusur dan Boim malah melihatnya dengan prihatin.
"Udah, tapi nggak diangkat-angkat. Kayaknya Lupus bener-bener marah sama gue..."
Sementara Lupus menghilang, Dito malah makin gencar PDKT ke Nessa. Dia pengin banget CLBK. Cinta Lama Bersemi Kembali. Siang-malam dia selalu datang. Hampir tiap hari. Nggak ada bosen-bosennya. Seolah Dito ingin menunjukkan keseriusannya.
Suatu siang, Dito datang sambil membawa buket bunga, sambil merayu-rayu Nessa agar bisa menerima cintanya lagi.
Nessa menanggapinya dingin. Ia belum bisa membuka hatinya buat Dito. Setiap kali mendengar ketukan di pintu, Nessa berharap ada keajaiban, yaitu... Lupus tiba-tiba muncul di ambang pintu dan memaafkannya. Tapi meskipun setiap malam Nessa berdoa begitu, kenyataannya selalu saja Dito yang muncul. Segala macam hadiah, dari cokelat mahal, parfum, atau apa pun Dito sodorkan untuk Nessa. Tapi selalu, Nessa cuma tersenyum hambar.
"Please, Nessa. Kasih aku kesempatan sekali "lagi untuk memperbaiki hubungan kita. Aku mau meneruskan impian-impian kita yang sempat tertunda."
Nessa yang putus asa menunggu Lupus, hanya diam.
Tapi kali ini ada kemajuan, matanya menatap Dito. Merasa mendapat secercah harapan, Dito pun menggenggam tangan Nessa. Dan Nessa tak melepas. "Please, Nes. Terima cintaku lagi."
Nessa belum menjawab, hanya menghela napas. Tapi Dito melihat ada harapan.
*** "Setelah lama pergi berkelana (hehehe, kayak pendekar silat aja ya") dan raib entah ke mana, akhirnya Lupus pulang juga. Biasa, duitnya abis, dan perutnya laper. Lupus termenung sendirian di kamarnya. Lulu yang tau kalo kakaknya lagi sedih, muncul sambil membawa secangkir cokelat hangat. Sementara lengannya mengepit majalah.
"Pus, lagi nggak mau main tebak-tebakan, ya""
Lupus menggeleng. "Padahal gue punya tebakan bagus lho..."
Lupus menoleh, seolah menantang Lulu apakah Lulu bisa membuatnya tertawa dan melupakan sakit hatinya.
"Karena mendapatkan kesempatan, Lulu langsung memilih satu tebakan yang menurutnya sangat lucu. "Burung apa yang nempel di tembok""
Lupus males banget moor. Asal aja dia menjawab, "Burungnya cicak!"
Di luar dugaan, Lulu langsung melonjak-lonjak. "Hebaaat! Betul, Pus. Biarpun lagi frustrasi gini, lo masih lucu juga ya""
Air muka Lupus datar. Nggak ada ekspr
esi sama sekali. Lulu jadi prihatin melihat kakaknya yang putus asa begitu. Jarang banget Lupus kucel en dekil begitu. Rambutnya makin mirip sarang burung. .
"Ya udah, diminum dulu, mumpung masih anget cokelatnya."
"Thanks, Lu..."
Lulu duduk di sebelahnya. Lupus menyesap pelan cokelat hangat itu. Lulu tampak penasaran.
"Lo ke mana aja sih, Pus" Mami nyariin tuh..."
Lupus cuek bebek. "Anak cowok nggak usah dicariin. "
Lulu menghela napas. Lupus menaruh cangkirnya. Lulu jadi sedih, kayaknya Lupus lagi nggak mau diganggu. Akhirnya Lulu bangkit dan keluar kamar.
Baru aja Lupus mau merebahkan badannya "di ranjang, mendadak pintu kamarnya terkuak. Kepala Boim dan Gusur menyembul atas-bawah. Lupus kaget.
"Oh, syukurlah lo udah balik..."
Lupus urung tiduran. Dengan lesu dia duduk lagi. Boim dan Gusur masuk dan duduk di kanan-kirinya. Keduanya menatap Lupus dengan prihatin.
"Ke mana aja sih lo, Pus" Eh, Lulu mana" Gue kangen sama kopi bikinan dia..."
Lupus nggak menyahut, malah buang muka dengan sebal. Nggak lama kemudian Lulu masuk sambil membawa dua gelas air putih buat Boim dan Gusur.
"Aiih, air putih doang nih" Camilannya mana""
"Lulu memerhatikan Lupus. Ia menghela napas sedih, lalu mendelik ke Gusur dan Boim.
"Kenapa sih abang gue" Tolongin dong..."
Gusur lalu menyikut pinggang Boim kuat-kuat, sampai Boim menggelinjang kegelian.
"Dikau tolongin tuh, Im!"
"Aduuuh, yang ada tuh mestinya gue yang ditolongin Lupus. Gue kan masih jomblo, masih jablay, jarang dibelai. Sampai sekarang biar udah diobral 75% juga masih nggak laku-laku..."
"Lo kasih gratis juga pada ogah!" celetuk Lulu kejam.
"Gusur ngakak. Puas banget.
"Atau... lo mau jadi pacar gue, Lu"" Boim PDKT ke Lulu.
"Ogah." Lulu mencibir sebal.
Gusur terkekeh lagi. Lupus hanya menghela napas, melirik sebal ke kedua temannya. Boim cepat-cepat sadar situasi dan buru-buru menghampiri sobatnya, menepuk-nepuk pundaknya.
Ia berbicara dengan suara sesimpatik mungkin.
"Gue tau perasaan lo pasti lagi ancur banget, bro. Tapi gue yakin, semua ini ada hikmahnya kok. Lo yang harus peka menemukan, apa hikmahnya..."
"Boim benar adanya, sahabat karibku,"
Gusur menimpali, berusaha simpatik juga. "Tiada secuil pun kejadian di dunia ini yang tiada ada maknanya. Pasti Ilahi telah mengatur sebuah kejadian, dengan sebuah rencana matang. Ibarat skenario yang sempurna. Dikau harus bijak melihat, apa pesan yang tersirat."
Lulu bengong melihat dua badut yang tiba-tiba bisa bicara begitu dalem.
"Iya, Nessa waktu itu nyariin lo terus lho. Lo nggak bisa begini terus, Pus. Ini namanya kalah sebelum perang. Perang aja korbannya banyak. Jadi kalo lo cinta sama dia, lo harus rela berkorban. Lo harus lakukan sesuatu untuk merebut kembali cinta lo..." Boim berapi-api, berusaha memberi semangat.
"Lupus jadi tampak gamang sendiri. Sungguh, di saat begini, kedua sahabatnya ini memang layak disebut sahabat sejati. Friends will be friends. Teman selalu punya niat tulus, meski kadang kita cuma take them for granted.
"7 April Mop "NGGAK tau kena azab apa, nasib Lulu dalam ha1 perjodohan selalu apes. Dia sering banget ditaksir sama cowok yang nggak jelas dan out of date. Dulu-dulu banget Lulu pernah diuber-uber sama Oom Pinokio, sahabat penanya. Duile, jadul banget ya. Di zaman e-mail begini masih sahabat pena-an. Dan pas ketemuan, ternyata Oom Pinokio ini umurnya udah tuwir banget. Dia tergila-gila abis sama Lulu yang masih ABG.
Trus contoh kedua, playboy yang tak kunjung sold out bernama Boim LeBon. Dia salah satu sohib Lupus yang naksir abadi sama Lulu dan alhamdulillah, sampe sekarang ditolak terus sama Lulu.
Nah, yang paling gres naksir Lulu adalah pria bervotongan mas-mas yang kenalan di friendster (Lulu ketipu karena tu cowok pasang foto artis Korea bernama Rain, yang Lulu kira emang begitulah wajah tu cowok. Soalnya Lulu kurang gaul sama artis Asia sih). Padahal sejak awal Lulu curiga banget, karena tampang cool di fs tu cowok nggak matching banget sama namanya, yaitu: Saepudin.
Pas ketemuan, wajah Sae-begitu mas-mas itu menyebut nama kesayangannya-jauh banget dari bayangan
Lulu. Lulu nyesel setengah mati udah kopi darat sama teman dunia maya-nya itu. Tapi seperti juga Oom Pinokio, Sae udah telanjur naksir abis begitu ngeliat Lulu.
Cinta pada pandangan pertama. Ya iyalah...
Secara Lulu masih seger banget, sedang Sae udah rada-rada lecek, kayak celana dalem belum disetrika.
Kejadian ini diketahui oleh Boim, Gusur, dan Anto. Trio sobat Lupus. Berhubung Lupus lagi sibuk memikirkan masalah cintanya, ketiga sobat ini kehilangan "mainan" dan mulai menjadikan Lulu sebagai objek buat dijailin.
Kebetulan lagi, sebentar lagi Lulu mau ultah. Jadi mereka punya alasan buat ngejailin.
"Jadi apa dong kado kejutan buat ulang taun si Lulu"" tanya Boim.
"Dia sukanya apa sih"" Anto mulai mikir-mikir.
"Sekarang dia lagi suka barang-barang elek"tronik, gitu. Gadget, iPod, handphone, de el el...," Lupus y"g ada di situ ikut buka suara.
"Mm, ya udah, kita beliin kursi listrik aja kalau gitu."
Semua menatap Anto dengan kaget.
"Lo mau nyetrum dia"" Boim menoyor kepala Anto.
Mereka lalu mikir lagi. Saat itu mendadak Lupus langsung menjentikkan jarinya dengan girang.
"Yes! Gue. dapet ide brilian!"
Semua menatap Lupus penuh harap.
"Tumben, Pus. Lagi patah hati masih bisa punya ide jail. Apaan... apaan"" ujar Boim.
Lupus langsung ngasih isyarat supaya semua mendekat dan mengerumuninya. Mereka lantas berangkulan membentuk lingkaran, kayak pemain rugby sebelum tanding. Lupus bisik-bisik. Nggak lama kemudian rangkulan itu lepas dan Anto langsung berteriak ala rocker.
"Gila, man! Ide lo jenius banget! Dan yang penting lagi, nggak perlu keluar duit. Hehehe!"
"Dasar pelit lo!" ledek Boim. "Eh, tapi lucu juga tuh ide lo, Pus. Kan sekalian April Mop!"
"Ya udah. Kalian setuju semua, kan""
Semua mengangguk. Mereka lalu ber-tos, setuju dengan ide Lupus, kecuali Gusur yang telmi. Kayaknya dia masih rada bingung. "Emang apaan sih tadi..." Kok daku tiada mengerti ya""
"Semua langsung pada sebel.
*** "Siang sepulang sekolah, Lupus cs mampir ke kantin. Kebetulan mereka ngeliat Saepudin lagi minum sendirian nungguin Lulu pulang. Padahal sih Lulu-nya udah kabur lewat pintu belakang sekolah.
Semua langsung girang. "Nah, tuh dia orangnya!" Mereka mendekati Sae.
"Mas, sini deh!" Lupus langsung menarik tangan Sae dan mendudukkannya di kursi tempat anak-anak biasa nongkrong. Wajah Sae tampak kebingungan, tangannya masih memegang segelas es.
Semua mengelilinginya dengan penuh rencana.
"Ada apa, Mas" Saya salah apa"" Sae ketakutan.
"Tenang, tenang, nggak usah takut. Kami justru mau minta tolong sama Mas. Mau, nggak""
Sae masih bingung. Anto langsung close-up, mendekat ke wajah Sae dan berteriak nge-rock, "MAU NGGAK""""
Anto ini emang lagi belajar nyanyi rock. Cita-citanya biar suaranya kayak Candil Seurieus. Anto emang lagi ganti haluan. Sekarang dia pengin banget jadi penyanyi rock, gara-gara kecantor cewek yang ngidam punya pacar seorang rocker.
Dan demi mendengar suara Anto yang menggelegar itu, Sae kaget dan gemeteran, sambil memegang pinggiran kursi kuat-kuat. "Iya, mau, mau. Daripada benjol. Eh, kenapa sih""
Suara Boim terdengar lebih lembut dan persuasif, "Gini, Mas. Hari ini Lulu kan ulang tahun..."
Belum selesai Boim ngomong, si Sae yang nggak tau diri itu malah memotong dan menjerit surprise campur histeris (sakit deh tu anak), "Hah"! Jeng Lulu ulang tahun"""!"
Keempat anak itu langsung bertukar pandang. "Jeng Lulu" Pake Jeng""""
Buru-buru Sae bangkit hendak kabur. Tapi kerahnya langsung ditangkep Anto dan Sae didudukkan di kursi lagi, kayak nangkep anak kucing.
"Ee, mau ke mana sih, Mas" Nafsu banget""
"Mau beli kado! Siapa tau saya orang pertama yang ngasih ucapan selamat ke dia."
"Sabar dulu kenapa sih" Justru kami tuh maunya Mas Saepudin yang jadi kadonya!"
Sae bengong menatap Anto, lalu menatap Boim, Lupus... sampai akhirnya pandangannya jatuh ke Gusur.
""Maksudnya""
"Yeee, jangan nanya ke daku! Diriku aja nggak ngeh sampe sekarang!" Gusur melengos.
"Dasar telmi lo, Sur," Lupus menjelaskan. "Gini, Mas. Kami kan pada bingung nih, kado apaan yang pas buat Lulu. Nah, gimana kalo Mas kita b
ungkus dalam dus gede, trus dikasih pita, kayak kado gitu, ntar biar Lulu yang buka. Pasti Lulu surprise banget dapet kado kayak gitu..."
Sae mikir sejenak. "S-saya""" Dimasukin ke kardus""
"Tenang, Mas. Dikasih bolongan kok kardus-nya, biar Mas bisa napas. Itung-itung kayak pemain sulap gitu deh," ungkap Boim
"Yang penting Lulu bisa happy, Mas. Mau kan, bikin Lulu happy"" tambah Anto.
Akhirnya Sae terbujuk ide gila itu. Dia setuju. Matanya jadi merem-melek membayangkan Lulu yang pasti bakal surprise.
Mereka lalu tos. Sementara Sae masih mengkhayal, menerawang sambil ngitung-ngitung dengan jari tangannya. "Tapi jangan lupa ya, nanti di dalam kardus tolong sediain WC, kulkas, tempat tidur, sama tivi..."
Semua melongo. *** "Pas pulang sekolah, Lulu mampir ke kamar Lupus. Tapi setelah mengetuk pintu nggak dibukain, Lulu jadi sebel.
"Lupus ke mana sih""
Saat itu ternyata Lupus cs baru pulang dari sekolah.
"Ih, pada mampir ke mana sih" Tadi di sekolah gue mau pulang bareng malah ditinggal! Jahat lo pada! Gue kan takut sama si psycho itu!"
"Hehehe, sori. Jangan marah-marah dong. Lagi ultah, juga!"
Semua langsung pada nyalamin Lulu. Lulu ketawa senang, karena ternyata mereka nggak ngelupain ulang tahunnya.
"Jadi kapan nih makan-makannya"" tembak Boim.
Lulu jadi tersenyum kecut. "Gue lagi bokek sih sebenernya, tapi gue pengin juga nraktir lo semua. Ya udah, ntar malem ya di Kafe Cozy! Jam tujuh, ya!"
"Asyiiik! Eike doain semoga yey cepet ketemu jodoh deh." Anto joget-joget, dan pake acara ngebor segala. Lupus cuma mesem-mesem. Lumayan, getir hatinya agak terhibur oleh ulah sobat-sobatnya.
Saat itu mendadak HP Anto berbunyi. Tululut... tululut...!
"Halo"" ""Halo juga. Dengan Anto" lni dari Radio Tonggos."
"Radio Tonggos" Ada apa""
"Gini. Kami mau ngasih award buat kamu, karena kamu terpilih sebagai peserta kuis paling rajin, paling sering menang, dan paling nggak tau malu!"
"M-maksudnya"" Anto bengong.
"Ya udah, nanti dateng aja ke studio kami. Kami tunggu paling lambat jam empat sore. Kamu ambil hadiahnya, lima ratus ribu rupiah!"
Anto terbelalak. "Hah" Yang bener" Ya udah deh. Makasih ya!"
Anto menutup telepon, lalu semua mata memandangnya dengan penasaran. .
"Apaan, To" Telepon dari siapa""
"Dari Radio Tonggos. Masa katanya gue dapet award. Eh, award apaan sih""
Lupus menjawab sebel, "Penghargaan!"
"Nah, iya itu.. Katanya gue dinobatkan sebagai peserta paling rajin, paling sering menang, dan paling nggak tau malu. Mereka mau kasih hadiah lima ratus ribu. Tapi... gue kok curiga, ya" Penyiarnya cengengesan gitu. Jangan-jangan..."
"April Mop"" tebak Lupus.
Semua langsung ngangguk-ngangguk.
Lupus manggut-manggut. "Hm, bisa jadi. Mereka mau ngerjain lo, kali. Tadi di sekolah aja pada seru saling ngerjain."
Anto jadi lemes. "Iya, gue jadi males. Padahal tadinya lumayan tuh, hadiahnya bisa dibeliin kado buat Lulu."
Emang nggak heran kalo Anto dapat telepon dari radio. Karena tu anak satu-satunya yang paling rajin ikut kuis, apa pun. Kuis SMS, kuis tebak-tebakan di radio, kuis di TV. Jiwa "penjudi"-nya gede banget. Cita-citanya pengin kaya karena menang lotre.
Saat itu mendadak HP Anto berbunyi lagi.
Cowok itu langsung mengangkatnya, "Halo""
"Dari Radio Tonggos lagi nih. Sebelumnya kalo lo emang canggih, lo jawab dulu dong kuis dari kami: bebek apa yang nggak bisa belok""
"Ah, gampang banget! Bebek yang setangnya dikunci! "
"Betul. Selamat malam. Anda jenius."
Telepon ditutup. Anto bengong.
*** "Malam itu di kafe, Lulu udah dandan lain dari biasanya. Kini dia tampak lebih cantik, lebih feminin. Dia duduk menunggu di kursi sendirian, sambil sesekali melihat ke jam tangan dan melongok ke arah pintu kafe.
"Wajahnya mulai gelisah.
"Aduh, mana sih anak-anak" Disuruh dateng jam tujuh, udah setengah delapan belom pada nongol! Kelewatan! Gue kan bete cengok sendirian kayak gini""
Minuman di depan Lulu udah mau abi"s. Seorang waiter dafang dengan senyum imitasinya.
"Mau pesen makanan sekarang, Mbak""
Lulu cengar-cengir nggak enak ati. " Aduh, sori, Mas. Bentar lagi, ya" Nunggu temen-temen nih."
" Atau mau tambah minum""
"Boleh deh!" Waiter mengangguk dan pergi. Lulu makin bete. Menggerutu, "Minum mulu dari tadi, lama-lama kembung deh gue!"
Lulu lalu mengambil HP dan mulai memencet-mencet nomor temen-temennya.
"Halo" Boim, ya" Im, lo di mana sih" Gue tungguin dari tadi juga" Mana yang lain" Lupus juga dari sore ngilang..."
"Aduh, sori, Lu. Gue sakit perut nih, kayaknya nggak bisa dateng. Sori banget ya""
Lulu kaget campur kecewa. "Hah"! Sakit perut" Makan apa sih lo""
"Nggak tau deh, Lu. Hamil, kali...," ujar Boim asal.
"Ngaco lo, Im. Kena santet, kali."
"Santet apa""
""Ya kali aja lo nyakitin hati babu sebelah, trus lo disantet..."
"Sialan. Ya nggaklah..."
"Ya udah deh. Semoga cepet sembuh!"
Lulu kecewa berat, lalu menutup teleponnya. Satu undangan gagal. Lalu ia mencoba menghubungi Anto. "Halo, Anto" Lo di mana" Kok nggak dateng-dateng sih""
"Eh, gini, Lu. Gue lagi ngurus perpanjangan KTP! Udah expired, jadi susah kalo mau ngambil hadiah kuis," jawab Anto di ujung sana.
"Malem-malem gini ngurus KTP" Yang bener aja lo"" Lulu nggak percaya.
"Iya! Gue ngurus langsung di rumah Pak Lurah nih!"
Lupus Cewek Junkies di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm, ya udah deh!"
Lulu dengan lesu menutup HP-nya.
"Rese deh! Masa dua orang udah nggak bisa" Nggak seru dong!" Lulu tercenung. Menghela napas. "Tapi biarin aja deh, daripada gagal total. Masih ada dua undangan lain. Gusur . sama Vika, sahabat gue! Lagian gue udah bela-belain bobol celengan ayam, masa gagal sih makan-makannya!"
Pemberontakan Taipeng 7 Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas Nggak Usah Jaim Deh 2
Tanpa disadari Lupus, ternyata diam-diam Nessa mengendap-endap di belakangnya. Bibirnya menahan senyum jail. Ketika Lupus masih asyik ngelamun, mendadak Nessa melemparkan ular karet ke arah Lupus. Ular karet itu mantap mendarat di bahu Lupus. Lupus jelas aja kaget setengah mati dan teriak sejadi-jadinya sambil mengibaskan ular karet itu dari bahunya. .
"Huaaa!!! Ulaaarrr! Ulaaar!"
"Lupus masih bergidik dan loncat-loncat ngeri ketika Nessa muncul di belakangnya sambil tertawa lepas. "Huahaha!!! Lo cowok bukan sih" Sama ular karet aja takut!"
Nessa memungut ular karet itu dan Lupus cemberut antara malu dan kesal. Lupus pun spontan lari mengejar Nessa. Nessa kabur. Mereka kejar-kejaran sambil ketawa-tawa.
"Awas lo!" Dan ternyata kejadian itu yang breaking the ice di antara mereka. Sejak hari itu, Lupus dan Nessa jadi tambah lengket. Dan kedekatan itu berlanjut ke acara outbound. Lupus yang keringetan, dilap keringetnya oleh Nessa dengan penuh perhatian. Waktu Nessa panjat tebing, Lupus langsung menyodorkan minuman begitu melihat wajah Nessa pucat. Satu botol buat berdua.
Hari demi hari berlalu. Lupus makin bisa melupakan Vera. Tanpa ia sadari, ia mulai jatuh cinta pada Nessa. Cewek itu juga menyambut cinta Lupus. Buktinya, Nessa sering memberikan perhatian-perhatian khusus buat Lupus. Seperti bikinin mi instan atau bawain camilan dari dalam tendanya buat Lupus yang sering kelaperan di tengah malam buta.
Malam-malam sering mereka habiskan dengan duduk berdua di dalam tenda, makan camilan, ditemani secangkir kopi hangat, sambil berbagi cerita dan melihat bintang-bintang di langit. 'Rasanya lebih romantis daripada jalan-jalan di Paris.
Gusur dan Boim hepi-hepi aja ngeliat sahabat mereka punya semangat hidup baru. Keduanya mengintip dari balik tenda sambil senggol-senggolan menyaksikan kemesraan Lupus dan Nessa.
Di mata Lupus, Nessa adalah cewek berkarakter ajaib. Cewek itu cenderung jail, suka ngerjain orang, dan selalu punya ide-ide konyol. Bersama Nessa, Lupus seakan menemukan dunianya lagi yang hilang. Kejailan-kejailan Lupus pun mulai muncul lagi.
Outbound, kemping, dan panjat tebing itu menjadi kenangan yang sangat indah buat Lupus dan Nessa.
Sayangnya saat indah itu cepat berlalu. Pagi itu anak-anak mulai berebutan naik ke bus untuk pulang ke Jakarta. Lupus yang udah dapet bangku yang enak, langsung menyisakan satu bangku di sebelahnya, khusus buat Nessa.
Gusur udah ge-er aja, mau nekat duduk. Tapi langsung diusir dengan kejam oleh Lupus. Gusur bangkit dengan kesal. Boim pun mendekat. Bingung. "Aduh, trus kita duduk di mana" Kan udah pada penuh tempat duduknya ""
Lupus menunjuk bangku yang sudah didu"duki Pak Ako. Masih sisa dua di sebelahnya. Gusur dan Boim males banget duduk di dekat guru yang hobi ngobrol itu. Pasti bisa nggak tidur mereka gara-gara diajakin ngobrol!
Tapi Lupus tetap memaksa Boim dan Gusur, sambil mendorong-dorong mereka. "Udah, sana! Tuh, Nessa udah datang. Nessa! Siniii!"
Nessa mendekati Lupus dengan riang. Gusur dan Boim terpaksa duduk di sebelah Pak Ako sambi] ngomel-ngomel.
Di sepanjang perjalanan itu, Boim dan Gusur udah siap-siap mau memejamkan mata, pura-pura tidur, ketika tiba-tiba Pak Ako nyerocos sambil senyam-senyum. "Aduh, seneng kalo abis acara kayak gini. Jadi inget masa muda dulu... "
Boim dan Gusur terpaksa buka mata, senyam-senyum dan
sok pura-pura tertarik mendengarkan ocehan Pak Ako.
Gusur dengan wajah polosnya malah memancing, "Oh, Bapak dulu aktif ikut kegiatan seperti ini, ya""
Boim melirik kejam ke arah Gusur, kesel banget sama Gusur yang carmuk. Bukannya nyuekin, malah memancing. Dengan dipancing begitu kan Pak Ako malah makin semangat dan panjang-lebar ceritanya. Bakalan nggak bisa tidur deh. Sedangkan Gusur yang telmi tetap nggak nyadar, dan masih -menatap gurunya dengan khidmat. Tak lupa segaris senyum manis menghiasi wajahnya yang sebulat bulan. Boim kesel dan langsung menginjak kaki Gusur. Gusur menjerit tertahan.
Tapi terlambat, Pak Ako udah keburu nyerocos bercerita, "Oh iya dong, Sur! Dulu waktu Bapak masih muda, Bapak aktif banget ikut kegiatan pencinta alam. Kalo udah naik gunung, lupa deh sama semua stres. Gunung mana aja Bapak udah pernah daki. Blablabla, blablabla... "
Pak Ako cerita panjang-lebar dan detail banget. Semua tentang kehebatan dirinya. Dulunya dia konon digilai-gilai cewek, karena suaranya yang bergetar bak Julio Iglesias naik bajaj (bayangin aja deh, seberapa dahsyat getarannya) dan kepiawaiannya memetik gitar.
Boim sampai menguap bosen. Tapi pas mau memejamkan mata, Pak Ako malah menggoyang-goyangkan bahu Boim, dan melanjutkan ocehannya.
"And you know what" Dari semua gunung yang Bapak daki, yang paling berkesan adalah waktu Bapak mendaki Gunung Merapi. Soalnya di sana Bapak ketemu jodoh Bapak. Gadis Yogya yang ayu, kemayu, jual jamu. Namanya Diah Agustin, yang sehari-hari dipanggil Agus. "
"Boim dan Gusur saling tatap dengan wajah bete.
*** "Lupus lagi belajar di kelas fisika. Tapi ia gelisah. Pengin banget ketemu Nessa. Sementara Vera di bangkunya memerhatikan Lupus yang tampak sama sekali udah nggak peduli sama dia. Vera agak heran, kenapa Lupus kayaknya udah nggak terpukul dengan "pemutusan hubungan" di awal liburan itu"
Lupus sendiri emang udah lupa banget sama peristiwa itu. Dia melamun, ngebayangin sosok Nessa. Kangen. Tanpa Lupus sadari, tiba-tiba Nessa yang dikangenin itu nongol di jendela. Tapi Lupus yang nggak ngeh, nggak ngeliat Nessa. Cewek itu manggil-manggil lirih. Padahal saat itu lagi ada Mr. Punk, sang guru, lagi ngejelasin teori fisika di papan tulis.
"Ssst...! Sssst! Puuus..."
Yang nengok justru Boim. Boim kaget, Nessa menunjuk-nunjuk ke arah Lupus yang masih ngelamun. Boim sadar, dan langsung menusuk-nusuk punggung Lupus yang duduk di depannya dengan bolpoin.
Lupus kaget. Ia menoleh, mau ngomel, tapi Boim langsung ngasih kode ke jendela. Lupus berpaling ke arah jendela dan kaget melihat "wajah yang sang at ia kangeni pagi itu udah nongol di sana.
Nessa tersenyum manis banget. Bibirnya komat-kamit, ngasih isyarat ngajakin Lupus cabut.
Lupus cepat menggeleng, takut sama Mr. Punk, sang guru fisika yang punya nama asli Pak Pangaribuan. Lupus bolak-balik ngeliat ke Mr. Punk.
Gusur dan Boim malah ngomporin Lupus untuk nekat aja. Apalagi Mr. Punk lagi serius menghadap papan tulis, sibuk menulis soal.
Nessa udah menunggu dengan nggak sabar.
Lupus masih keliatan ragu. Soalnya Mr. Punk kan rese banget.
"Ah, payah lo!" Boim menusuk punggung Lupus pake jangka. Tega banget deh.
Lupus menjerit, "Aow!"
Mr. Punk kaget, dan menoleh.
Lupus langsung bungkam. Tegang. Ketakutan.
Vera yang sejak tadi memerhatian ulah Lupus, Boim, dan Gusur, jadi terheran-heran.
Belum sempat Mr. Punk buka suara, tau-tau pintu kelas diketuk.
"Masuk!" ujar Mr. Punk tegas.
Pintu terbuka, semua menoleh ke pintu. Dan alangkah kagetnya Lupus karena yang muncul ternyata Nessa dengan wajah yang dibuat innocent. Vera juga jadi ikut merhatiin Nessa dengan penasaran.
Dengan pedenya, Nessa ngomong ke Mr. Punk, "Mmm, maaf, Pak. Mengganggu sebentar. Ada pesen buat Lupus. Ibunya menunggu di luar. Katanya Lupus harus ke dokter gigi. Ini suratnya."
Mr. Punk kaget dan menoleh ke Lupus. Anak-anak langsung pada heboh ngeledekin. Lupus jadi malu, tapi Mr. Punk menatapnya tajam. "Bener, Pus""
Nessa mengedipkan matanya ke Lupus, ngasih kode. Lupus gugup, tapi akhirnya mengangguk dan menjawab gugup, "I-iya, Pak. Gigi saya harus di
tambal." "Ya udah kalo gitu. Sana pergi!"'
Lupus bergegas mengemasi buku-bukunya dan memasukkannya ke tas. Sementara Vera memandangi Lupus dan Nessa bergantian. Ia mulai menangkap, sepertinya Lupus dan Nessa ada hubungan. Vera jadi agak heran, bisa juga tu cowok dapet pengganti dirinya.
Lupus pun membawa tasnya dan pamit pada Mr. punk. Nessa tersenyum senang, lalu bersama Lupus mereka bergegas ke luar kelas.
Begitu berada di luar, Nessa tertawa dan berteriak-teriak- senang sambil menarik tangan Lupus. Padahal Lupus masih bingung dan waswas dengan kenekatannya ini.
""Asyiii"k!! Akhirnya lo berhasil keluar juga! Hahaha!"
Lupus geleng-geleng kepala. "Gila lo, ya""
"Bodo ah. Soalnya pelajaran terakhir gue nggak ada gurunya. Jadi lo kudu nemenin gue cabut. Oke"!"
Nessa mengajak Lupus nyari bus. Lupus yang tangannya setengah diseret, ngintilin Nessa dengan wajah masih bingung. "Mau ke mana sih""
"Gue pengin ngajak elo jalan-jalan. Berdua aja... "
"Ya tapi mau ke mana"" Lupus masih celingukan ke arah kelasnya, takut kepergok Mr. Punk kalo mereka bohong. Padahal Nessa tampak santai banget.
"Mmm, kita ke mal aja yuk!"
Lupus ternganga. "Jangan gila deh. Gue nggak bawa baju lho. Masa pake seragam" Risi ah."
"Tenang. Gue udah prepare kok!"
Nessa tersenyum tenang dan membuka pintu mobilnya, lalu mengambil dua helai T-shirt warna hitam, satu untuk Lupus dan satu untuk dirinya sendiri. Gambarnya sama, lagi. Gambar Spider-man. "Tarraaa...!!"
Lupus ternganga. Nessa tertawa senang kayak anak kecil. Lupus jadi seneng dengan cara Nessa yang serba ajaib baginya. Mereka lalu meloncat ke dalam mobil Nessa.
"Sementara itu di kelas, jam pelajaran fisika akan berakhir. Sambil menunggu anak-anak mengerjakan soal latihan, Mr. Punk membuka surat izin yang tadi dibawa Nessa, yang belum sempat dibacanya. Kacamata Mr. Punk langsung melorot membaca isi surat yang dibuat oleh tulisan tangan Nessa:
""Dengan hormat banget, Pak! Halo, Bos, capek deeehhh! Apa kabar nih" Baik-baik aja dong. Iya kan" Iya dong. Bener, kan" Bener dong.
Saya orangtuanya Lupus nih, mau ngebilangin aja kalau Lupus tuh kudu ke dokter untuk bilas kutu, eh, sori deh, untuk tambal sulam giginya yang pada bolong long long. Boleh dong" Please... Boleh, ya"
Thanks lohhhh. Muuach muach muach.."
Mr. Punk menepuk dahinya dan mengomel dengan logat Batak-nya, "Zial, tertipu aku rupanya. Mana ada zurat izin pake kata-kata capek deh capek deh..."
Sementara itu, dua anak jail Lupus dan Nessa sedang asyik-asyiknya jalan-jalan di mal. Ngider sambil makan es krim satu cone berdua. Waktu Lupus mau menjilat, Nessa sengaja nyodorin es krimnya kuat-kuat hingga hidung Lupus yang terkena es krim. Mereka ketawa-tawa, bercanda.
Kemudian mereka makan di food court. Sejak tadi Lupus udah gelisah. Dia merhatiin Nessa yang cuek asyik makan. Lupus akhirnya nggak tahan juga.
"Kenapa sih lo bisa suka sama gue"" tanyanya pada Nessa.
Nessa menghentikan makannya, lalu menatap Lupus dengan jenaka. "Ih, lo ge-er banget! Siapa yang suka sama lo""
Lupus jadi malu berat. Akhirnya dia nggak mau maksa nanya lagi. Dia langsung menunduk dan nerusin makan.
Nessa jadi nggak tega. Akhirnya cewek itu tertawa berderai. "Huahahaha! Gue bercanda, lagi. Jangan ngambek dong."
Lupus bersemangat lagi, ia mengangkat wajahnya.
Nessa menatapnya penuh cinta. "Gue suka elo, karena lo tuh orangnya polos, jujur, nggak neko-neko..."
Lupus nyengir. Dia jadi teringat alasan Vera waktu mutusin dia dulu. "Bukannya gue malah nggak gaul" Nggak pernah ngasih surprise, gampang ketebak. Basi..."
"Gue nggak suka dikasih kejutan, gue sukanya ngasih kejutan! Hahaha!"
Lupus agak keheranan menatap Nessa. Tapi cewek itu tampak serius. Lupus seneng banget, ternyata nggak semua cewek kayak Vera. Di matanya, Nessa bener-bener unik.
Nessa gantian penasaran, serunya ke Lupus. "Trus, lo suka gue, kenapa""
Lupus pun langsung membalas dengan cepat, "Siapa yang suka sama lo""
"Basi ah. Bisanya ngebales! Nggak kreatif!"
Lupus tertawa, lalu memandang Nessa penuh perasaan. "Oke deh, gue jawab. Karena lo bikin gue lebih 'hidup' dan kemba
li jadi gue yang dulu, yang apa adanya gue, dan nggak palsu!" Lupus lalu mengambil tangan Nessa, menggenggamnya hangat. "Dan gue makin sayang dan cinta sama elo..."
Nessa tersenyum senang. Pas suasana lagi romantis gitu, mendadak keduanya dikejutkan oleh deringan HP Lupus. Lupus melihat layar.
Dari Lulu, adik semata wayangnya.
Lupus lalu mengangkat HP dengan agak menggerutu. "Aduuh, elo, Lu! Ganggu aja. Ada apa sih""
"Pus, gue udah mau pu1ang dari Bali nih. Lo mau titip apaan""
"Gue nggak titip apa-apalah. Take care, ya!"
"Hehehe. Lo lagi sama Nessa, ya" Oke deh. Bye-bye!"
Lupus menutup HP-nya, Nessa penasaran.
"Dari siapa""
""Adik gue, Lulu. Eh, tadi sampai di mana""
"Sampai lo ngomong makin sayang dan cinta sama gue," ujar Nessa jail.
"oh, iya! Hehehe. Jadi malu..."
Suasana kembali romantis, sampai kemudian-kebetulan banget-Vera juga janjian makan bareng di food court bersama Restu. Vera tampak heran melihat Lupus udah akrab banget sama Nessa, dan kaget melihat perubahan drastis Lupus yang sekarang. Lupus udah kembali riang gembira bersama Nessa. Ngobrol, ketawa-tawa, malah sesekali Nessa menyuapkan es krim ke mulut Lupus. Lupus juga jadi ngocol lagi. Sesekali ia melempar kacang ke atas dan menangkapnya dengan mulutnya yang ternganga. Kalo berhasil, Nessa tepuk tangan sambil ketawa-tawa. Ribut dan heboh benget, kayak dua anak TK. Nggak ada beban. Dan yang lebih bikin Vera tambah heran lagi, Lupus dan Nessa kompakan memakai T-shirt bergambar Spider-man. Alis Vera sampai bertaut.
Tapi Vera segera langsung melupakan itu. Ia menggelendot manja di lengan Restu. Tapi Lupus sama sekali nggak memerhatikan. Malah Nessa yang ngeliat Vera. Dia langsung ngasih kode ke Lupus.
"Mantan lo tuh!"
"Lupus cuek aja, cuma ngeliat Vera sekilas, seolah nggak ada apa-apa.
Akibat jalan-jalannya hari itu, malamnya Lupus tertidur dengan senyum lebar di wajahnya. Hatinya tenang udah menemukan cewek yang tepat untuknya. Vera sama sekali udah dilupakannya. Di sebelah tempat tidurnya, di atas nakas, terpajang photobox Lupus dan Nessa yang memakai baju Spiderman. Mereka tampak mesra dan ceria.
"5 Cewek Junkies "PAGI itu Lupus masih nyenyak tidur dengan menyisakan seulas senyum dikulum, bak makan buah plum, ketika mendadak Lulu muncul dengan hebohnya, dan mengguncang-guncang bahu Lupus. Lulu baru dateng dari Bali, masih pake sepatu dan ransel, wajahnya juga kucel. Kulitnya item, abis jadi ikan asin karena jemuran di Pantai Sanur.
"Pus, bangun dong. Gue dateng dari Bali kok nggak disambut sih""
Lupus merasa terganggu, tapi terpaksa membuka mata. "Eh!" Aduh, mestinya lo lamaan aja di sana, biar nggak gangguin gue tidur. Gue lagi mimpi indah nih!"
Lulu menghela napas dan duduk di sisi ranjang.
"Ya udah, yuk kalo mau main tebak-tebak"an," suara .Lupus udah riang seperti sedia kala.
"Bis apa yang ada di atas pohon""
"Bis...a monyet, bisa Tarzan. Elo juga bisa!" jawab Lulu cepet.
"Sialan. Kok tau sih!" Lupus meninju tangan Lulu, tapi Lulu nggak bereaksi. Dia malah tampak gelisah. Lupus jadi penasaran. "Hei, kenapa sih lo" Abis jalan-jalan kok malah suntuk gitu sih""
Lulu memandang wajah kakaknya dengan tatapan gamang.
"Pus, gue di Bali ketemu temen. Katanya ada model cantik dari Bali, namanya Nessa, pindah ke sekolah lo. Nessa-nya elo bukan sih""
Lupus terduduk dan mengamati wajah Lulu. Penasaran. "Serius lo" Trus... Trus...""
"Cewek lo itu mantan model, ya""
"Nggak tau deh. Masa sih" Gue kan nggak ngikutin dunia model."
Lulu melihat foto Nessa di atas nakas. "Iya. Dia mantan model dari Bali. Tapi... katanya dia juga mantan junkies..."
Lupus kaget. "Apa" Ngaco lo! Jangan bikin gosip deh!"
"Ya gue juga nggak yakin sih. Tapi kalo bener Nessa-nya elo, temen gue bilang profilnya dulu pernah dimuat di tabloid lokal di Bali. Dan katanya dia juga pacaran sama Dito, anak band reggae dari Bali."
"Lupus tertegun. Hatinya nggak keruan.
"Gue sih berharap ini salah. Tapi nggak ada salahnya lo coba tanyain ke Nessa. Ntar gue minta tabloidnya sama temen gue, biar lebih jelas. Lo bisa liat fotonya."
Lulu pun keluar dari kamar, meninggalk
an Lupus yang masih shock di atas tempat tidurnya. Mimpi indahnya semalam seolah kandas.
"Nessa... mantan junkies""
*** "Pas ketemu Gusur dan Boim, muka Lupus ke liatan bingung abis. Lupus lalu cerita ke Boim dan Gusur soal berita yang dibawa Lulu, tapi reaksi kedua sahabatnya malah di luar dugaan.
"Hah" Jadi... Nessa itu model di Bali" Gile, man. Nggak nyangka lo bisa pacaran sama model! Hebat... hebat! Pantesan dia cantik banget!" pekik Boim.
"Wuaaah, kuduga Vera bakalan panas hatinya. Putus cinta darinya dikau malah dapat durian runtuh, Pus. Hebat juga dikau! Daku salut! Tiada sia-sia kau melepas Vera, dapet ikan kakap!"
Lupus kesel sama kedua temennya.
"Aduh, please deh! Gue serius nih! Kok malah itu sih yang diomongin. Soal gosip kalo dia mantan junkies gimana""
Boim dan Gusur masih juga nggak serius. Boim malah menepuk-nepuk dan merangkul pundak Lupus. "Pus, lo pake pelet apa sih" Boleh dong bagi gue. Gue dari dulu terobsesi banget lho, pengin punya pacar model. Eh, Nessa masih punya temen yang jomblo nggak, yang sesama model""
"Wahai, Lupus, dikau tanyakan pada Nessa, kalo mau jadi model, syaratnya apa" Daku minat nih!"
Lupus jelas bete berat. Akhirnya dengan wajah sebal ia meninggalkan kedua temennya.
Boim dan Gusur bengong. Lupus pun pergi ke rumah Nessa. Tapi alangkah kagetnya ia mendapati Nessa sedang bicara serius dengan beberapa temannya yang kayaknya juga junkies. Mereka pada pake piercing, tato, badan mereka kurus-kurus, dan tampak setengah teler. Cowok dan cewek potongannya nyaris sama aja.
Lupus tertegun, dan menghentikan langkahnya. Nessa menoleh dan kaget melihat kedatangan Lupus.
"Hei, Pus!" Nessa langsung tersenyum senang. Tapi ia juga nggak lupa segera "mengusir" temen-temennya itu. Entah apa yang dia omongkan, tapi Lupus melihat Nessa bicara serius. Nggak lama anak-anak itu mengangguk dan pulang.
Ketika mereka melewati Lupus, mereka memandangi Lupus dengan tatapan aneh. Lupus balas menatap mereka dengan tatapan nggak suka yang kentara banget.
Sepeninggal mereka, Nessa segera menyongsong Lupus yang masih gundah gulana.
"Kok nggak bilang-bilang sih mau dateng" Mau ngasih surprise, ya" Aduh, kan gue bilang gue nggak suka kejutan!"
Nessa yang riang cuma dibalas Lupus dengan dingin.
"Siapa mereka"" tanya Lupus penuh kecemburuan dan curiga.
"Oooh, temen lama! Masuk yuk!" Nessa mencoba santai. Nessa pun menarik tangan Lupus dan mengajak masuk. Lupus ngikut dengan wajah masih penasaran. Nessa ternyata tinggal sendirian di rumah yang lumayan gede itu.
"Duduk, Pus. Mau minum apa""
"Nggak usah!" Hati Lupus jadi makin kalut. Akhirnya ia nggak tahan, dan bertanya, "Nes, gue cuma mau nanya sesuatu sama lo. Tapi lo mesti jujur sama gue ya."
"Nessa agak kaget. Wajahnya pun menegang. "Soal apa""
Lupus menatap Nessa tajam "Bener lo dulu pernah make narkoba""
Nessa langsung terperanjat. Sesaat ia terdiam, nggak mau menjawab. Tapi Lupus terus menatapnya dengan tajam. Sampai akhirnya Nessa mengangguk dan menghela napas. "Ya. Tapi dulu. Sekarang nggak."
Lupus langsung lemes. Pupus sudah harapan. Sesaat mereka terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Tadi mereka itu mau apa""
Dicecar begitu, dengan nada curiga pula, Nessa jadi terpojok dan nggak suka. Tapi akhirnya ia menjawab juga, "Gue juga. nggak tau. Tiba-tiba aja mereka dateng ke sini, sebel!"
Lupus tampak gelisah. Nessa memerhatikan dan jadi cemas.
"Ada apa lagi"" tanya Nessa kaku.
"Kalo Dito itu siapa""
Nessa kaget sejenak, tapi kemudian terdiam lama. Lupus terus menunggu dengan penasaran. Nessa lalu menggelengkan kepalanya dengan berat.
"Please, Pus, jangan paksa gue. Gue nggak bisa cerita lebih banyak lagi."
Lupus kaget dan agak kesel. "Nessa... gue..."
"Nessa langsung menukas dengan cepat, "Pus! Cukup lo tau bahwa gue pernah make. Itu aja."
Lupus kecewa memandang Nessa. Nessa tampak gelisah sendiri.
"Tolong jangan ungkit lagi cerita pahit itu. Gue justru minta bantuan lo untuk ngelupain masa lalu gue. Makanya gue pindah ke Jakarta."
Lupus menebak-nebak. "Berarti... Dito yang membuat lo jadi junkies""
Nessa keliatan nggak suka. Dia menggelengkan kepalanya. "Udahlah, nggak usah dibahas!"
Nessa lalu membuang pandang ke arah lain, nggak berani menatap mata Lupus yang menatapnya tajam.
"Dito sekarang di mana""
Suara Nessa terdengar pelan, "Dito udah mati karena OD!"
Lupus kaget, tapi agak lega juga. Nessa masih membuang pandang, malah tercenung sendiri.
Suasana jadi makin nggak enak, kaku, kikuk.
* * * "Malamnya, Lupus yang penasaran langsung menemui Lulu. "Lu, udah ada kabar baru belom, soal Nessa, dari temen lo itu""
"Lulu mengangkat wajah dari majalah yang lagi dibacanya, lalu menggelengkan kepala.
"Belom, tapi gue udah minta kirimin tabloidnya. Lo udah tanya Nessa belom""
"Tadi gue udah nanya ke Nessa sih," suara Lupus terdengar gelisah. "Dia nggak nyangkal kalo dia tuh pernah make. Dia ngakuin itu semua. Tapi sekarang gue yang jadi parno, jangan-jangan masih ada lagi yang disembunyiin."
Lulu menatap Lupus dengan prihatin. "Trus, hubungan lo sama Nessa gimana""
"Ya gue sih jalanin aja. Dia bilang sekarang dia udah nggak make lagi kok..."
Lulu menghela napas. "Gue bukannya mau menghasut atau gimana ya. Tapi lo kudu ati-ati. Orang yang pernah make, kemungkinan balik lagi tetep besar! Apalagi kalo masih temenan sama yang make. Bisa kepengaruh lagi, kan" Dan yang udah-udah sih, anak junkies tuh cenderung suka bohong. Kalo lagi sakaw, nggak punya duit, ujung-ujungnya nyolong!"
Lupus makin gelisah. Lulu memerhatikannya.
Malamnya Lupus nggak bisa tidur. Walaupun udah membolak-balik posisi tidurnya, Lupus tetep nggak bisa merem. Ia masih resah mikirin kata-kata Lulu. Sementara jam di kamarnya udah menunjukkan pukul dua pagi.
"Lupus jadi gamang. Besoknya, dengan sejuta pertanyaan di benaknya, Lupus nyamperin ke kelas Nessa. Melongok-longok di pintu kelas. Saat itu di kelas Nessa lagi terjadi kehebohan. Nessa yang tampak bete, melihat wajah Lupus langsung semangat. Buru-buru ia berlari mendekat. Sementara di kelas, anak-anak melirik Nessa dengan curiga.
"Tadi gue taruh di tas kok, beneran!" ujar seorang anak.
"Dulu-dulu aman kok, biar ditinggal ke kantin juga."
"Sekarang kok jadi ada maling sih di kelas"!"
Nessa tampak tersiksa, seolah-olah mereka menyindirnya. Ia pun langsung menarik tangan Lupus menjauh. "Kita keluar aja yuk! Bete gue! Lagi ada yang nggak asyik di kelas."
"Ada apa sih""
"Ada yang kehilangan HP. Gue sempet digeledah gara-gara cuma gue yang ada di kelas waktu jam istirahat pertama tadi."
Lupus terenyak. Ia langsung kepikiran soal omongan Lulu semalam, bahwa mantan cewek junkies tuh suka nyolong.
Nessa menyentakkan tangan Lupus. Lupus jadi kaget. "Yuk, ah!"
Lupus nggak komentar, sibuk dengan pikirannya, lalu mengikuti Nessa.
"Nessa merasakan keanehan dalam sikap Lupus. Hari itu Lupus lebih banyak diam dan sering menatapnya penuh curiga. Nessa yang mau menetralisir keadaan dengan mengajak Lupus jalan nanti malam, malah ditolak mentah-mentah. Nessa jadi serba salah. Karena nggak tahan, akhirnya Nessa bertanya, "Kenapa sih, sikap lo kok kayaknya berubah sama gue""
Lupus terdiam. Dia malah mainin gelas minumnya. Nessa jadi nggak tahan juga.
"Kenapa" Apa karena lo udah tau gue pernah make""
Lupus nggak enak ati, dan mengalihkan omongan. "Eh, mm, tadi ulangan matematika gimana" Bisa semua""
Nessa jadi kesel, merasa nggak nyambung.
"Gue ngerasa hubungan kita kok jadi garing gini sih""
Lupus kaget dan agak tersinggung, karena dia jadi teringat Vera yang mutusin dia gara-gara hubungan mereka garing. Lupus jadi sensi.
"Oh, jadi sekarang lo nganggep gue garing, gitu" Lo juga mau ninggalin gue, karena gue bukan cowok yang asyik""
Nessa jadi sewot. "Lo kenapa sih, Pus" Denger ya. Gue nggak akan ninggalin elo. Tapi kalo kita mau bertahan, ya kita harus saling percaya. Semua orang punya masa lalu, kan" Dan itu harus kita lupakan. Kalo nggak bisa, ngapain juga kita terusin hubungan ini""
Lupus menghela napas, berusaha meredam emosinya yang nyaris tumpah. Ia bisa memahami perasaan Nessa.
"Oke, oke. Sori. Gue janji, gue mau coba ngelupain masa lalu lo. Gue mau menerima lo dengan utuh."
"Janji, ya""
Lupus m engangguk. "6 Penampakan Dito di Halaman Sekolah
"DITO, dengan wajah bersih, berdiri di depan gerbang Lembaga Pemasyarakatan Krobokan di Bali. Hari ini dia bebas bersyarat, atau jadi tahanan luar. Dito menunggu, dan sebuah sedan hitam tiba-tiba datang mendekat. Menjemputnya. Dito membuka pintu depan dan naik.
Sedan hitam itu pun melaju pergi.
Dito dan Radit, anak buahnya, mengobrol. Radit yang menyetir. Sikap Dito terhadap Radit udah kayak bos aja.
"Akhirnya dikabulkan juga lo jadi tahanan luar," ujar Radit.
Dito cuma tersenyum tipis.
"Ada kabar soal Nessa, nggak""
"Gue udah utus orang untuk nyari, dan ternyata Nessa udah pindah ke Jakarta!"
"Dito terperanjat. "Ke Jakarta"!"
Radit mengangguk. Dito berpikir keras, lalu menggumam, "Shit! Dia mau ngelepasin diri dari gue""
Radit nggak komentar, sibuk menyetir. Dito diliputi perasaan campur aduk. Tangannya terkepal keras.
"Sekarang kita mau ke mana""
"Ke tempat biasa!"
Dito yang anak band, lalu melampiaskan gelegak rasa dengan ngeband di sebuah kafe di Kuta. Suasana sangat hingar-bingar, menggambarkan komunitas pergaulan Dito. Drug, alkohol, dan cewek-cewek malam....
*** "Sementara itu di Jakarta, di kamarnya yang tenang, Lupus tidur dengan gelisah. Wajahnya tampak tersiksa. Tiba-tiba ia terbangun dari mimpi buruknya dan terduduk. Napasnya terengah-engah, matanya melotot. Tubuhnya bercucuran keringat.
"Astagfirullah... untung cuma mimpi."
Lupus baru aja mengatur napas dan sedikit lega. Namun mendadak matanya menangkap sebuah tabloid edisi lama, yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Tabloid itu ditaruh oleh Lulu pas Lupus udah tidur. Kiriman dari teman Lulu yang bernama Kum Kum di Bali.
Lupus terbeliak, lalu buru-buru mengambilnya.
Cover tabloid itu adalah wajah Nessa.
Dengan penasaran dan napas memburu, Lupus membuka lembar demi lembar untuk mengetahui artikel yang memuat tentang Nessa. Sampai kemudian tangannya terhenti, matanya melotot membaca sebuah artikel. Ada foto Nessa dan Dito. Saat itu Dito masih gondrong. Headline tulisannya: NESSA, MODEL BERBAKAT MASUK PUSAT REHABILITASI. DITO, PACARNYA, TERNYATA BANDAR NARKOBA.
"Ya Allah, ternyata Nessa pernah masuk pusat rehabilitasi""
Lupus shock banget, mimpi buruknya menjadi kenyataan! Sejenak ia jadi kayak orang linglung. Akhirnya ia bangkit dan mengambil HP-nya, lalu mencoba menghubungi Nessa.
Dengan napas memburu dan wajah gelisah, Lupus menunggu telepon diangkat dari seberang. Tangannya masih memegang tabloid itu. Sesekali diliatnya tabloid itu dengan geram. "Angkat, Nessa, angkat...! Gue harus ngomong!"
Terdengar jawaban HP Nessa tidak aktif.
Lupus gelisah. Nggak sabar menunggu pagi.
*** "Lupus buru-buru berangkat ke sekolah. Pas sampai di sekolah, dia sempet melihat ada cowok keren berambut plontos, bersandar di sedan hitamnya, sedang dirubung anak-anak.
Lupus cuma memandang selintas, cuek, lalu meneruskan langkah. Sampai tiba-tiba ada seorang anak yang memanggilnya.
"Pus, ada yang nyariin Nessa tuh!"
Lupus kaget. Ia segera menghentikan langkah. "Siapa""
"Namanya Dito!"
Lupus shock. Ia langsung gugup dan gemetaran. "D-Dito...""
Anak itu mengangguk. Lupus kembali melihat wajah cowok yang sedang nyender di mobilnya, di depan sekolah itu. Nyaris tak percaya, tapi wajah itu mendadak mengingatkannya pada wajah cowok di tabloid. Dikeluarkannya tabloid dari dalam tasnya. Sama! Cuma yang di tobloid gondrong, yang ini botak.
"Dito!" Lupus mendesis! Otot-otot tubuhnya terasa lemas. Dengan langkah cepat dan napas naik-turun menahan amarah, Lupus menuju kelas Nessa. Tanpa susah dicari, ternyata Nessa udah nungguin dengan senyum manis di depan kelas Lupus. Tanpa memerhatikan kemarahan di wajah Lupus, Nessa malah menyodorkan bekal sandwich dalam boks. Ia mau memperbaiki hubungan mereka yang mendingin semalam.
"Hai, Pus. Belom sarapan, kan" Nih, gue bawain sandwich buat lo..." Lupus malah menepis tangan Nessa yang nyodorin bekal itu. Sampai sandwich-nya terjatuh dan berantakan di lantai.
Nessa kaget. Wajah Lupus tampak gusar, menatap Nessa dengan benci, lalu bergegas menghindar pergi. N
essa mengejar dengan bingung.
"Lupus, tunggu! Ada apa sih"!"
Nessa berhasil menarik lengan Lupus hingga Lupus berbalik.
"Jauhi gue, tukang tipu!" teriak Lupus.
Nessa terenyak kaget. Semua anak di sekolah melihat ke arahnya. Nessa jadi malu. Cewek itu mendesis, "Apa maksud lo""
Lupus menunjuk ke arah tempat parkir.
"Tuh, arwah penasaran cowok lo, si Dito! Dia nyariin lo di depan!"
Lupus Cewek Junkies di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nessa makin terkaget-kaget. Lupus udah mau pergi lagi, tapi inget tabloid di tangannya. Diberikannya tabloid itu pada Nessa yang masih shock.
"Ternyata gue salah ngasih kepercayaan ke elo. Nih, simpen tabloid ini baik-baik, biar lo inget betapa sakitnya gue lo bohongi kayak gini!"
Nessa terpaksa menerima tabloid itu dengan "hati hancur, Tapi ia nggak bisa membela diri. Ia cuma bisa menatap kepergian Lupus. Ia merasa bersalah karena telah berbohong bahwa Dito sudah meninggal. Tapi jauh di lubuk hati Nessa, dia nggak ngerasa bohong. Karena benar, bagi Nessa, Dito memang sudah mati. Pupus. Lenyap. Enyah dari kehidupannya.
Nessa memandang sosok Lupus yang menjauh dengan hati terluka.
*** "Hari itu di sepanjang - pelajaran di sekolah, Nessa tampak gelisah. Nggak bisa konsen. Begitu juga Lupus di kelasnya. Wajahnya kusut banget. Gusur dan Boim di belakangnya saling pandang dan mengangkat bahu.
Pulang sekolah, Lupus berjalan cepat melewati pintu gerbang. Ternyata Nessa udah menunggunya. Cewek itu mengejar Lupus dan berhasil menjajari langkahnya, tapi Lupus tetep jalan sambil marah. Nessa jadi nggak enak hati.
"Pus, tunggu!" "Bukannya lo mau pulang bareng Dito""
Nessa berujar tegas, "Gue nggak mau nemuin dia!"
Lupus menghentikan langkah dan menatap tajam ke arah Nessa. Napasnya naik-turun penuh emosi.
""Eh, denger ya" Awalnya lo cuma ngaku pernah make dikit. Fine, gue bisa terima. Tapi ternyata lo pernah sampai masuk rehabilitasi! Dan lo bilang, Dito udah mati karena overdosis, tapi tadi gue liat dia masih seger buger! Sete1ah ini lo mau bohong apa lagi""
Nessa terenyak, tapi kemudian mengangguk.
"Oke, oke! Gue akui gue emang pernah masuk rehabilitasi. Titik. Tapi itu masa lalu. Sekarang gue udah sembuh. Gue mau ngubur masa lalu gue yang pahit. Itu yang membuat gue pindah ke sini dan akhirnya ketemu lo!"
Sejenak mereka saling tatap. Nessa tampak sedih dan putus asa, sementara Lupus tampak terluka.
"Lo boleh marah dan kecewa sama gue, tapi gue masih berharap banyak sama elo, Pus!"
Lupus malah menatap Nessa sinis. "Apa itu masih penting" Kata lo, sebuah hubungan bisa ja1an kalo saling percaya. Tapi kenapa lo bohongin gue""
"Pus, gue nggak bermaksud bohongin elo. Gue cuma mau lupain itu semua. Itu aja!"
"Kalo lo mau ngelupain masa lalu lo, kenapa lo masih berhubungan dengan bandar narkoba""
Nessa jadi kepayahan sendiri untuk menjelaskan karena Lupus kelihatan emosi banget dan nggak ngasih kesempatan dia untuk ngomong.
""Pus, emangnya gue nggak berhak jadi orang baik""
Lupus malah menatap benci ke arah Nessa.
"Terserah apa kata lo! Mau baik kek, mau nggak, bukan urusan gue!"
Nessa benar-benar terluka mendengar ucapan Lupus. "Jadi lo bener-bener nggak percaya penjelasan gue""
Lupus menghela napas keras dan menatap jauh ke depan. Marah banget.
"Gue bahkan nggak pengin ketemu lo lagi!"
Nessa terkesiap, menatap Lupus seakan nggak percaya. Ia terpukul banget, tapi berusaha keras agar nggak nangis.
"J-jadi... cuma sampai di sini""
Lupus mengangguk tegas. Nessa menggigit bibir menahan tangis. Ia shock diputusin sama Lupus dengan cara seperti ini.
*** "Nessa sedang merenung di kamarnya. Senyap. Ia menangis sedih. Harapannya pada Lupus pupus sudah. Nessa mengambil diary dan menulisinya.
""Diary, Tadinya gue pikir keputusan gue untuk pindah ke Jakarta ini udah benar. Tapi buat apa gue pergi jauh meninggalkan masa lalu kala ternyata hanya akan sakit hati lagi seperti ini" Memang orang seperti gue pasti akan sulit dipercaya, sulit diterima. Gue ngerti banget kenapa Lupus begitu kecewa sama gue. Yang gue nggak ngerti justru Dito. Kenapa setelah gue berhasil melupakan dan meninggalkannya, dia justru datang dan merusak kebahagiaan gu
e"" "Nessa mengusap air matanya, sedih banget.
Tiba-tiba terdengar bel pintu rumahnya.
Nessa terkesiap. Ia meletakkan bolpoinnya dengan kening berkerut, menebak-nebak.
"Lupus"" Nessa bergegas membukakan pintu. Tapi ternyata yang muncul di depannya adalah... Dito.
"Hai; Sayang..."
Dito tersenyum, setengah menyeringai. Cowok itu mencondongkan tubuh hendak memeluknya, tapi Nessa lekas menghindar. Dito cuma tersenyum, nggak kecewa, dan berusaha mengerti.
"Boleh masuk""
Nessa mengangguk lesu, setengah hati menerima Dito. Ia terpaksa menerima Dito karena merasa Lupus sudah meninggalkannya. Nessa menerima dengan wajah datar.
""Ngapain kamu ke sini""
"Nessa, aku kangen sama kamu. Aku udah sembuh. Aku udah bebas. Aku udah nggak sama dengan Dito yang dulu, Nes..."
Nessa menatap Dito nggak berminat. Dito balas menatapnya serius.
"Penjara memberiku pelajaran berharga. Aku kapok jadi bandar. Kuharap kamu bisa menerima keadaanku yang sekarang."
Nessa tak bisa menjawab apa-apa. Ia masih murung dengan keputusan Lupus, dan ia belum bisa berpikir jernih mempertimbangkan tawaran Dito.
"Sori, Dit. Nggak semudah itu."
Dito tampak kecewa. "Oke, aku tau kamu kayaknya berusaha ngelupain aku. Tapi aku bakal terus nunggu. Kita bisa memulai segalanya dari awal lagi."
"Maksud kamu""
"Aku pengin kamu mau balik ke aku lagi...."
Nessa makin gelisah di kursinya.
*** "Di tempat nongkrongnya, muka Lupus udah berlipet saking suntuknya. Apa dia harus balik ke Nessa" Kedua temennya, Boim dan Gusur, menemaninya.
"Pus, dikau mesti bijak sedikit dong. Mungkin dia berbohong karena sungguh-sungguh ingin melupakan Dito!"
"Iya, lagian cari cewek kayak Nessa tuh susah. Udah baik, keren pula, di mana lagi lo bisa dapetin cewek kayak gitu" Bego aja kalo mau ngelepasin! Lo mestinya bersyukur, lo yang pas-pasan gini bisa dapet lebih. Perbaikan keturunanlah, hahaha!"
Lupus memandang kesal ke Boim.
"Gini aja deh, Pus. Jikalau dikau main putusin aja si Nessa, trus apa bedanya dikau dengan Vera""
Lupus terenyak. Menatap Gusur.
Boim manggut-manggut, setuju dengan pendapat Gusur.
Lupus langsung bangkit. Semangatnya muncul lagi. Omongan kedua sohibnya, meski biasanya ngaco, kali ini mengena banget ke sasaran. Ke lubuk hatinya.
Boim tersenyum senang ke Gusur, memberi kode jempol. Gusur bangga. Hidungnya kembang-kempis.
Lupus dengan mantap berjalan ke rumah Nessa.
"Sementara itu, Nessa belum menjawab apa-apa "soal permintaan Dito, sampai ketika ia mengantar Dito ke depan rumah, ke dekat mobil Dito.
"Aku tau, Sayang, kamu masih bingung. Aku akan ngasih kamu waktu buat mikir. Aku bener-bener udah berubah dan bersih demi kamu. Karena aku sayang kamu..."
Melihat nada bicara Dito yang serius, Nessa diam, meski dalam hati ia tersentuh. Sebelum masuk ke mobilnya, Dito memeluk Nessa. Cewek itu cuma berdiri mematung, tak membalas!
Tapi sialnya, saat itu Lupus sudah sampai di dekat rumah Nessa, dan berdiri di tikungan jalan. Ia langsung shock melihat Dito meluk Nessa.
Lupus pun berbalik pergi. Patah hati. Harapannya punah, hatinya hancur lagi.
*** "Di kamarnya Nessa tercenung. Menangis. Ia pun membuka diary-nya dan mulai menulis, menumpahkan seluruh perasaannya, kebi- ngungannya. Ia masih sayang sama Lupus, tapi Lupus sekarang benci dia. Dan yang datang menawarkan cinta malah Dito, mantannya.
Terus terang, Nessa nggak percaya sama Dito yang ngaku udah berubah. Tapi tadi Dito menunjukkan keseriusannya. Nessa jadi bingung. Ia ingat masa-masa bahagia bersama Lupus di acara outbound itu. Ia ingat ngerjain Lupus yang terpaksa harus mandi di danau saat tengah malam buta. Ia ingat sering menculik Lupus dari kelas, cuma untuk bisa jalan-jalan ke mal. Semua hal sederhana yang amat berkesan buat dia. Padahal kalo dibandingin waktu pacaran sama Dito, yang pernah ngajak naik kapal pesiar Star Cruise bareng temen-temen lain, atau berselancar di Kuta Bali, mungkin kenangan bersama Lupus nggak ada heboh-hebohnya sama sekali. Tapi nggak tau kenapa, itu sangat berkesan buat Nessa.
Nessa lalu menyusut air matanya yang terus membanjir. Ia semakin terpukul. Down. Air
matanya nggak bisa berhenti mengalir.
Tapi bukan hanya Nessa yang menderita. Lupus juga setali tiga uang, seringgit si dua kupang, sendal jepit buatan Jepang (wehehehe, maksa). Pisah dari Nessa, ternyata juga bikin Lupus makin sengsara. Dia baru menyadari betapa dia amat mencintai Nessa. Emang, sesuatu yang udah hilang akan terasa jauh lebih berharga dibanding saat kita masih memilikinya.
Lupus bengong aja duduk di sebuah gedung tua yang pembangunannya baru setengah, sendirian sambil melihat lalu lintas yang padat, lampu-lampu yang terus bergerak, dan siluet gedung-gedung mewah di sepanjang Jalan Casablanca. Wajahnya tampak murung.
Sewaktu melangkah pulang, Lupus kayak layangan putus. Frustrasi. Bergerak ke mana sandal jepitnya membawanya melangkah. Mau masuk ke tempat main game, duit lagi cekak. Mau main biliar, nggak bisa. Jalannya jadi meleng. Kadang kakinya menendang-nendang kerikil atau kaleng bekas softdrink. Saking kusutnya pikiran, Lupus nggak merasa jalan ke tengah. Ia baru kaget setengah mati ketika mendadak terdengar klakson mobil yang amat mekakkan telinga! Disusul kemudian bunyi rem berdecit.
Lupus hampir ketabrak mobil! Hampir saja buku cerita ini judulnya jadi The Death of Lupus, bukannya Lupus Returns...
Besoknya di sekolah, Nessa udah nggak tahan lagi pengin ketemu Lupus. Ia kangen setengah mati. Ia lalu mencari-cari Lupus dengan panik ke teman-temannya, tapi tak ada kabar tentang Lupus. Setiap teman yang ditanya, semua menggelengkan kepala.
"Tanya aja sama dua sobat ajaibnya, Boim dan Gusur!"
Nessa lalu berlari-lari mencari Gusur dan Boim. Mereka ditemukan di tikungan koridor. Nessa pun bertanya penuh harap.
"Liat Lupus, nggak""
""Lupus" Wah, kami juga belom liat dari tadi," jawab Boim.
"Apa dikau sudah menghubunginya lewat telepon genggamnya""
Nessa menggeleng sedih. Gusur dan Boim malah melihatnya dengan prihatin.
"Udah, tapi nggak diangkat-angkat. Kayaknya Lupus bener-bener marah sama gue..."
Sementara Lupus menghilang, Dito malah makin gencar PDKT ke Nessa. Dia pengin banget CLBK. Cinta Lama Bersemi Kembali. Siang-malam dia selalu datang. Hampir tiap hari. Nggak ada bosen-bosennya. Seolah Dito ingin menunjukkan keseriusannya.
Suatu siang, Dito datang sambil membawa buket bunga, sambil merayu-rayu Nessa agar bisa menerima cintanya lagi.
Nessa menanggapinya dingin. Ia belum bisa membuka hatinya buat Dito. Setiap kali mendengar ketukan di pintu, Nessa berharap ada keajaiban, yaitu... Lupus tiba-tiba muncul di ambang pintu dan memaafkannya. Tapi meskipun setiap malam Nessa berdoa begitu, kenyataannya selalu saja Dito yang muncul. Segala macam hadiah, dari cokelat mahal, parfum, atau apa pun Dito sodorkan untuk Nessa. Tapi selalu, Nessa cuma tersenyum hambar.
"Please, Nessa. Kasih aku kesempatan sekali "lagi untuk memperbaiki hubungan kita. Aku mau meneruskan impian-impian kita yang sempat tertunda."
Nessa yang putus asa menunggu Lupus, hanya diam.
Tapi kali ini ada kemajuan, matanya menatap Dito. Merasa mendapat secercah harapan, Dito pun menggenggam tangan Nessa. Dan Nessa tak melepas. "Please, Nes. Terima cintaku lagi."
Nessa belum menjawab, hanya menghela napas. Tapi Dito melihat ada harapan.
*** "Setelah lama pergi berkelana (hehehe, kayak pendekar silat aja ya") dan raib entah ke mana, akhirnya Lupus pulang juga. Biasa, duitnya abis, dan perutnya laper. Lupus termenung sendirian di kamarnya. Lulu yang tau kalo kakaknya lagi sedih, muncul sambil membawa secangkir cokelat hangat. Sementara lengannya mengepit majalah.
"Pus, lagi nggak mau main tebak-tebakan, ya""
Lupus menggeleng. "Padahal gue punya tebakan bagus lho..."
Lupus menoleh, seolah menantang Lulu apakah Lulu bisa membuatnya tertawa dan melupakan sakit hatinya.
"Karena mendapatkan kesempatan, Lulu langsung memilih satu tebakan yang menurutnya sangat lucu. "Burung apa yang nempel di tembok""
Lupus males banget moor. Asal aja dia menjawab, "Burungnya cicak!"
Di luar dugaan, Lulu langsung melonjak-lonjak. "Hebaaat! Betul, Pus. Biarpun lagi frustrasi gini, lo masih lucu juga ya""
Air muka Lupus datar. Nggak ada ekspr
esi sama sekali. Lulu jadi prihatin melihat kakaknya yang putus asa begitu. Jarang banget Lupus kucel en dekil begitu. Rambutnya makin mirip sarang burung. .
"Ya udah, diminum dulu, mumpung masih anget cokelatnya."
"Thanks, Lu..."
Lulu duduk di sebelahnya. Lupus menyesap pelan cokelat hangat itu. Lulu tampak penasaran.
"Lo ke mana aja sih, Pus" Mami nyariin tuh..."
Lupus cuek bebek. "Anak cowok nggak usah dicariin. "
Lulu menghela napas. Lupus menaruh cangkirnya. Lulu jadi sedih, kayaknya Lupus lagi nggak mau diganggu. Akhirnya Lulu bangkit dan keluar kamar.
Baru aja Lupus mau merebahkan badannya "di ranjang, mendadak pintu kamarnya terkuak. Kepala Boim dan Gusur menyembul atas-bawah. Lupus kaget.
"Oh, syukurlah lo udah balik..."
Lupus urung tiduran. Dengan lesu dia duduk lagi. Boim dan Gusur masuk dan duduk di kanan-kirinya. Keduanya menatap Lupus dengan prihatin.
"Ke mana aja sih lo, Pus" Eh, Lulu mana" Gue kangen sama kopi bikinan dia..."
Lupus nggak menyahut, malah buang muka dengan sebal. Nggak lama kemudian Lulu masuk sambil membawa dua gelas air putih buat Boim dan Gusur.
"Aiih, air putih doang nih" Camilannya mana""
"Lulu memerhatikan Lupus. Ia menghela napas sedih, lalu mendelik ke Gusur dan Boim.
"Kenapa sih abang gue" Tolongin dong..."
Gusur lalu menyikut pinggang Boim kuat-kuat, sampai Boim menggelinjang kegelian.
"Dikau tolongin tuh, Im!"
"Aduuuh, yang ada tuh mestinya gue yang ditolongin Lupus. Gue kan masih jomblo, masih jablay, jarang dibelai. Sampai sekarang biar udah diobral 75% juga masih nggak laku-laku..."
"Lo kasih gratis juga pada ogah!" celetuk Lulu kejam.
"Gusur ngakak. Puas banget.
"Atau... lo mau jadi pacar gue, Lu"" Boim PDKT ke Lulu.
"Ogah." Lulu mencibir sebal.
Gusur terkekeh lagi. Lupus hanya menghela napas, melirik sebal ke kedua temannya. Boim cepat-cepat sadar situasi dan buru-buru menghampiri sobatnya, menepuk-nepuk pundaknya.
Ia berbicara dengan suara sesimpatik mungkin.
"Gue tau perasaan lo pasti lagi ancur banget, bro. Tapi gue yakin, semua ini ada hikmahnya kok. Lo yang harus peka menemukan, apa hikmahnya..."
"Boim benar adanya, sahabat karibku,"
Gusur menimpali, berusaha simpatik juga. "Tiada secuil pun kejadian di dunia ini yang tiada ada maknanya. Pasti Ilahi telah mengatur sebuah kejadian, dengan sebuah rencana matang. Ibarat skenario yang sempurna. Dikau harus bijak melihat, apa pesan yang tersirat."
Lulu bengong melihat dua badut yang tiba-tiba bisa bicara begitu dalem.
"Iya, Nessa waktu itu nyariin lo terus lho. Lo nggak bisa begini terus, Pus. Ini namanya kalah sebelum perang. Perang aja korbannya banyak. Jadi kalo lo cinta sama dia, lo harus rela berkorban. Lo harus lakukan sesuatu untuk merebut kembali cinta lo..." Boim berapi-api, berusaha memberi semangat.
"Lupus jadi tampak gamang sendiri. Sungguh, di saat begini, kedua sahabatnya ini memang layak disebut sahabat sejati. Friends will be friends. Teman selalu punya niat tulus, meski kadang kita cuma take them for granted.
"7 April Mop "NGGAK tau kena azab apa, nasib Lulu dalam ha1 perjodohan selalu apes. Dia sering banget ditaksir sama cowok yang nggak jelas dan out of date. Dulu-dulu banget Lulu pernah diuber-uber sama Oom Pinokio, sahabat penanya. Duile, jadul banget ya. Di zaman e-mail begini masih sahabat pena-an. Dan pas ketemuan, ternyata Oom Pinokio ini umurnya udah tuwir banget. Dia tergila-gila abis sama Lulu yang masih ABG.
Trus contoh kedua, playboy yang tak kunjung sold out bernama Boim LeBon. Dia salah satu sohib Lupus yang naksir abadi sama Lulu dan alhamdulillah, sampe sekarang ditolak terus sama Lulu.
Nah, yang paling gres naksir Lulu adalah pria bervotongan mas-mas yang kenalan di friendster (Lulu ketipu karena tu cowok pasang foto artis Korea bernama Rain, yang Lulu kira emang begitulah wajah tu cowok. Soalnya Lulu kurang gaul sama artis Asia sih). Padahal sejak awal Lulu curiga banget, karena tampang cool di fs tu cowok nggak matching banget sama namanya, yaitu: Saepudin.
Pas ketemuan, wajah Sae-begitu mas-mas itu menyebut nama kesayangannya-jauh banget dari bayangan
Lulu. Lulu nyesel setengah mati udah kopi darat sama teman dunia maya-nya itu. Tapi seperti juga Oom Pinokio, Sae udah telanjur naksir abis begitu ngeliat Lulu.
Cinta pada pandangan pertama. Ya iyalah...
Secara Lulu masih seger banget, sedang Sae udah rada-rada lecek, kayak celana dalem belum disetrika.
Kejadian ini diketahui oleh Boim, Gusur, dan Anto. Trio sobat Lupus. Berhubung Lupus lagi sibuk memikirkan masalah cintanya, ketiga sobat ini kehilangan "mainan" dan mulai menjadikan Lulu sebagai objek buat dijailin.
Kebetulan lagi, sebentar lagi Lulu mau ultah. Jadi mereka punya alasan buat ngejailin.
"Jadi apa dong kado kejutan buat ulang taun si Lulu"" tanya Boim.
"Dia sukanya apa sih"" Anto mulai mikir-mikir.
"Sekarang dia lagi suka barang-barang elek"tronik, gitu. Gadget, iPod, handphone, de el el...," Lupus y"g ada di situ ikut buka suara.
"Mm, ya udah, kita beliin kursi listrik aja kalau gitu."
Semua menatap Anto dengan kaget.
"Lo mau nyetrum dia"" Boim menoyor kepala Anto.
Mereka lalu mikir lagi. Saat itu mendadak Lupus langsung menjentikkan jarinya dengan girang.
"Yes! Gue. dapet ide brilian!"
Semua menatap Lupus penuh harap.
"Tumben, Pus. Lagi patah hati masih bisa punya ide jail. Apaan... apaan"" ujar Boim.
Lupus langsung ngasih isyarat supaya semua mendekat dan mengerumuninya. Mereka lantas berangkulan membentuk lingkaran, kayak pemain rugby sebelum tanding. Lupus bisik-bisik. Nggak lama kemudian rangkulan itu lepas dan Anto langsung berteriak ala rocker.
"Gila, man! Ide lo jenius banget! Dan yang penting lagi, nggak perlu keluar duit. Hehehe!"
"Dasar pelit lo!" ledek Boim. "Eh, tapi lucu juga tuh ide lo, Pus. Kan sekalian April Mop!"
"Ya udah. Kalian setuju semua, kan""
Semua mengangguk. Mereka lalu ber-tos, setuju dengan ide Lupus, kecuali Gusur yang telmi. Kayaknya dia masih rada bingung. "Emang apaan sih tadi..." Kok daku tiada mengerti ya""
"Semua langsung pada sebel.
*** "Siang sepulang sekolah, Lupus cs mampir ke kantin. Kebetulan mereka ngeliat Saepudin lagi minum sendirian nungguin Lulu pulang. Padahal sih Lulu-nya udah kabur lewat pintu belakang sekolah.
Semua langsung girang. "Nah, tuh dia orangnya!" Mereka mendekati Sae.
"Mas, sini deh!" Lupus langsung menarik tangan Sae dan mendudukkannya di kursi tempat anak-anak biasa nongkrong. Wajah Sae tampak kebingungan, tangannya masih memegang segelas es.
Semua mengelilinginya dengan penuh rencana.
"Ada apa, Mas" Saya salah apa"" Sae ketakutan.
"Tenang, tenang, nggak usah takut. Kami justru mau minta tolong sama Mas. Mau, nggak""
Sae masih bingung. Anto langsung close-up, mendekat ke wajah Sae dan berteriak nge-rock, "MAU NGGAK""""
Anto ini emang lagi belajar nyanyi rock. Cita-citanya biar suaranya kayak Candil Seurieus. Anto emang lagi ganti haluan. Sekarang dia pengin banget jadi penyanyi rock, gara-gara kecantor cewek yang ngidam punya pacar seorang rocker.
Dan demi mendengar suara Anto yang menggelegar itu, Sae kaget dan gemeteran, sambil memegang pinggiran kursi kuat-kuat. "Iya, mau, mau. Daripada benjol. Eh, kenapa sih""
Suara Boim terdengar lebih lembut dan persuasif, "Gini, Mas. Hari ini Lulu kan ulang tahun..."
Belum selesai Boim ngomong, si Sae yang nggak tau diri itu malah memotong dan menjerit surprise campur histeris (sakit deh tu anak), "Hah"! Jeng Lulu ulang tahun"""!"
Keempat anak itu langsung bertukar pandang. "Jeng Lulu" Pake Jeng""""
Buru-buru Sae bangkit hendak kabur. Tapi kerahnya langsung ditangkep Anto dan Sae didudukkan di kursi lagi, kayak nangkep anak kucing.
"Ee, mau ke mana sih, Mas" Nafsu banget""
"Mau beli kado! Siapa tau saya orang pertama yang ngasih ucapan selamat ke dia."
"Sabar dulu kenapa sih" Justru kami tuh maunya Mas Saepudin yang jadi kadonya!"
Sae bengong menatap Anto, lalu menatap Boim, Lupus... sampai akhirnya pandangannya jatuh ke Gusur.
""Maksudnya""
"Yeee, jangan nanya ke daku! Diriku aja nggak ngeh sampe sekarang!" Gusur melengos.
"Dasar telmi lo, Sur," Lupus menjelaskan. "Gini, Mas. Kami kan pada bingung nih, kado apaan yang pas buat Lulu. Nah, gimana kalo Mas kita b
ungkus dalam dus gede, trus dikasih pita, kayak kado gitu, ntar biar Lulu yang buka. Pasti Lulu surprise banget dapet kado kayak gitu..."
Sae mikir sejenak. "S-saya""" Dimasukin ke kardus""
"Tenang, Mas. Dikasih bolongan kok kardus-nya, biar Mas bisa napas. Itung-itung kayak pemain sulap gitu deh," ungkap Boim
"Yang penting Lulu bisa happy, Mas. Mau kan, bikin Lulu happy"" tambah Anto.
Akhirnya Sae terbujuk ide gila itu. Dia setuju. Matanya jadi merem-melek membayangkan Lulu yang pasti bakal surprise.
Mereka lalu tos. Sementara Sae masih mengkhayal, menerawang sambil ngitung-ngitung dengan jari tangannya. "Tapi jangan lupa ya, nanti di dalam kardus tolong sediain WC, kulkas, tempat tidur, sama tivi..."
Semua melongo. *** "Pas pulang sekolah, Lulu mampir ke kamar Lupus. Tapi setelah mengetuk pintu nggak dibukain, Lulu jadi sebel.
"Lupus ke mana sih""
Saat itu ternyata Lupus cs baru pulang dari sekolah.
"Ih, pada mampir ke mana sih" Tadi di sekolah gue mau pulang bareng malah ditinggal! Jahat lo pada! Gue kan takut sama si psycho itu!"
"Hehehe, sori. Jangan marah-marah dong. Lagi ultah, juga!"
Semua langsung pada nyalamin Lulu. Lulu ketawa senang, karena ternyata mereka nggak ngelupain ulang tahunnya.
"Jadi kapan nih makan-makannya"" tembak Boim.
Lulu jadi tersenyum kecut. "Gue lagi bokek sih sebenernya, tapi gue pengin juga nraktir lo semua. Ya udah, ntar malem ya di Kafe Cozy! Jam tujuh, ya!"
"Asyiiik! Eike doain semoga yey cepet ketemu jodoh deh." Anto joget-joget, dan pake acara ngebor segala. Lupus cuma mesem-mesem. Lumayan, getir hatinya agak terhibur oleh ulah sobat-sobatnya.
Saat itu mendadak HP Anto berbunyi. Tululut... tululut...!
"Halo"" ""Halo juga. Dengan Anto" lni dari Radio Tonggos."
"Radio Tonggos" Ada apa""
"Gini. Kami mau ngasih award buat kamu, karena kamu terpilih sebagai peserta kuis paling rajin, paling sering menang, dan paling nggak tau malu!"
"M-maksudnya"" Anto bengong.
"Ya udah, nanti dateng aja ke studio kami. Kami tunggu paling lambat jam empat sore. Kamu ambil hadiahnya, lima ratus ribu rupiah!"
Anto terbelalak. "Hah" Yang bener" Ya udah deh. Makasih ya!"
Anto menutup telepon, lalu semua mata memandangnya dengan penasaran. .
"Apaan, To" Telepon dari siapa""
"Dari Radio Tonggos. Masa katanya gue dapet award. Eh, award apaan sih""
Lupus menjawab sebel, "Penghargaan!"
"Nah, iya itu.. Katanya gue dinobatkan sebagai peserta paling rajin, paling sering menang, dan paling nggak tau malu. Mereka mau kasih hadiah lima ratus ribu. Tapi... gue kok curiga, ya" Penyiarnya cengengesan gitu. Jangan-jangan..."
"April Mop"" tebak Lupus.
Semua langsung ngangguk-ngangguk.
Lupus manggut-manggut. "Hm, bisa jadi. Mereka mau ngerjain lo, kali. Tadi di sekolah aja pada seru saling ngerjain."
Anto jadi lemes. "Iya, gue jadi males. Padahal tadinya lumayan tuh, hadiahnya bisa dibeliin kado buat Lulu."
Emang nggak heran kalo Anto dapat telepon dari radio. Karena tu anak satu-satunya yang paling rajin ikut kuis, apa pun. Kuis SMS, kuis tebak-tebakan di radio, kuis di TV. Jiwa "penjudi"-nya gede banget. Cita-citanya pengin kaya karena menang lotre.
Saat itu mendadak HP Anto berbunyi lagi.
Cowok itu langsung mengangkatnya, "Halo""
"Dari Radio Tonggos lagi nih. Sebelumnya kalo lo emang canggih, lo jawab dulu dong kuis dari kami: bebek apa yang nggak bisa belok""
"Ah, gampang banget! Bebek yang setangnya dikunci! "
"Betul. Selamat malam. Anda jenius."
Telepon ditutup. Anto bengong.
*** "Malam itu di kafe, Lulu udah dandan lain dari biasanya. Kini dia tampak lebih cantik, lebih feminin. Dia duduk menunggu di kursi sendirian, sambil sesekali melihat ke jam tangan dan melongok ke arah pintu kafe.
"Wajahnya mulai gelisah.
"Aduh, mana sih anak-anak" Disuruh dateng jam tujuh, udah setengah delapan belom pada nongol! Kelewatan! Gue kan bete cengok sendirian kayak gini""
Minuman di depan Lulu udah mau abi"s. Seorang waiter dafang dengan senyum imitasinya.
"Mau pesen makanan sekarang, Mbak""
Lulu cengar-cengir nggak enak ati. " Aduh, sori, Mas. Bentar lagi, ya" Nunggu temen-temen nih."
" Atau mau tambah minum""
"Boleh deh!" Waiter mengangguk dan pergi. Lulu makin bete. Menggerutu, "Minum mulu dari tadi, lama-lama kembung deh gue!"
Lulu lalu mengambil HP dan mulai memencet-mencet nomor temen-temennya.
"Halo" Boim, ya" Im, lo di mana sih" Gue tungguin dari tadi juga" Mana yang lain" Lupus juga dari sore ngilang..."
"Aduh, sori, Lu. Gue sakit perut nih, kayaknya nggak bisa dateng. Sori banget ya""
Lulu kaget campur kecewa. "Hah"! Sakit perut" Makan apa sih lo""
"Nggak tau deh, Lu. Hamil, kali...," ujar Boim asal.
"Ngaco lo, Im. Kena santet, kali."
"Santet apa""
""Ya kali aja lo nyakitin hati babu sebelah, trus lo disantet..."
"Sialan. Ya nggaklah..."
"Ya udah deh. Semoga cepet sembuh!"
Lulu kecewa berat, lalu menutup teleponnya. Satu undangan gagal. Lalu ia mencoba menghubungi Anto. "Halo, Anto" Lo di mana" Kok nggak dateng-dateng sih""
"Eh, gini, Lu. Gue lagi ngurus perpanjangan KTP! Udah expired, jadi susah kalo mau ngambil hadiah kuis," jawab Anto di ujung sana.
"Malem-malem gini ngurus KTP" Yang bener aja lo"" Lulu nggak percaya.
"Iya! Gue ngurus langsung di rumah Pak Lurah nih!"
Lupus Cewek Junkies di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm, ya udah deh!"
Lulu dengan lesu menutup HP-nya.
"Rese deh! Masa dua orang udah nggak bisa" Nggak seru dong!" Lulu tercenung. Menghela napas. "Tapi biarin aja deh, daripada gagal total. Masih ada dua undangan lain. Gusur . sama Vika, sahabat gue! Lagian gue udah bela-belain bobol celengan ayam, masa gagal sih makan-makannya!"
Pemberontakan Taipeng 7 Siluman Ular Putih 05 Istana Ular Emas Nggak Usah Jaim Deh 2