Pencarian

Yang Paling Oke 2

Lupus Yang Paling Oke Bagian 2


Si Gusur ini memang agak-agak ajaib juga. Tipe seniman, tapi jangan berpikir sama seperti seniman biasa. Liat aja bodinya yang bulet kayak bola bekel. Itu karena hobi makannya yang gila-gilaan. Pantangan deh dia ngeliat ada makanan nganggur. Maen embat aja. Jatah makan kucingnya aja, suka diembat. Makanya orang-tuanya udah nggak sanggup melihara dia. Sekarang dia tinggal sama engkongnya. Kasian juga, sih.
Itu baru soal makan. Soal kreativitas, si Gusur juga amat lemah. Maunya sih jadi penyair sehebat Rendra, tapi kandas di tengah jalan. Abis gimana daya pikirnya amat lemah, rada telmi, grusa-grusu, ceroboh, dan biang masalah: Pelampiasannya, gaya ngomongnya aja yang jadi sok puitis tapi karya puisinya nggak pernah ada....
Dari jauh, tampak Lupus naik sepeda ke arahnya.
"Hei, Sur! Ngapain bengong sendirian""
Gusur menoleh. Tampak wajahnya pucat pasi. Lupus menahan tawa. "Kenapa, Sur" Kok lo keiiatan agak langsingan""
"Daku tak tau nih, Pus. Dari semalam, perutku tiada beres. Sudah sepuluh kali daku bolak-balik ke we umum. Makanya daku tiada berani "jauh-jauh dari kali lagi. we umumnya sudah daku carter seharian."
Di pintu we umum tertempel tulisan:
"Fully Booked. ttd. Gusur "Lupus tertawa terpingkal-pingkal.
4. GANG SENGGOL KELAS sudah sepi. Semua murid sudah pulang. Tinggal guru bahasa Indonesia yang centil tapi galak dan berkacamata menunggui di meja guru, sambi1 memeriksa hasil karangan murid-muridnya.
Sedang di papan tulis, Boim lagi sibuk menulis, bunyinya, Saya berjanji tak akan lagi menggoda teman wanita selama jam pelajaran. Sampai satu papan tulis penuh. Ia kena setrap. Dan ia hampir selesai menulis kalimat itu seratus kali.
Bukan Boim namanya kalo nggak kena setrap karena ngegodain Nyit-Nyit pas pelajaran bahasa. Dan bukan Nyit-Nyit kalo nggak nangis karena digodain Boim. Untuk kesekian kalinya, Boim terpaksa berpegel-pegel ria nulis kalimat hukuman seusai pelajaran. Bukannya kapok, Boim malah mikir kalo gurunya itu sebenarnya naksir dia dan minta ditemani. Makanya dia nggak boleh buru-buru pulang!
Boim selesai menulis. Tangannya penuh ka"pur. Lalu ia menghadap ke Bu Hera, guru bahasa. "Udah the end, Bu. Boleh pulang sekarang""
Bu Hera melihat ke papan tulis. Ia tersenyum puas. "Ya. Kamu boleh pulang. Tapi kalo ketauan menggoda gadis lagi, kamu Ibu hukum menulis seribu kali. Paham""
"Paham, Bu." Boim mengambil tasnya dan keluar. Ketika Bu Hera sibuk dengan kertas-kertasnya, Boim sempet menjulurkan lidah ke Bu Hera. Untung Bu Hera nggak tau.
Boim berjalan sendirian di tepi jalan sambil bersiul-siul, dengan tas dekil disampirkan di bahu. Udara panas terik. Tiba-tiba Boim melihat seorang cewek manis berseragam sedang menunggu bus. Boim melotot. Gile, pulen banget tu cewek! Lumayan, dapet
rezeki! Boim menepuk-nepuk tangan bak pedagang yang mau dapet untung.
Dengan gaya playboy, Boim langsung menghampiri gadis itu. Dan tanpa malu-malu, langsung menggoda, "Halo, Neng... baru pulang" Samaan dong. Boleh Abang temenin""
Gadis manis itu menoleh, lalu bergeser menjauh, menghindar dari Boim.
''Jangan takut, Neng. Abang baek kok. Pulangnya ke mana" Bang Boim anter yuk." Boim makin nekat.
Gadis itu melirik sambil takut-takut "Nggak usah... masih terang kok. Bisa pulang sendiri."
Melihat cewek manis itu takut-takut dengan gaya Don Juan De Marco, Boim langsung beringsut ke depannya. Dan dengan noraknya pake colak-colek segala. "Neng, namanya siapa sih" Boleh dong kenalan" Sekalian deh minta alamat, nomor telepon, hobi, kata-kata mutiara, sama uang jajan seharinya berapa..."
Tanpa Boim sadari, lima cowok berseragam sekolah tapi bertampang kayak anak terminal, sedang duduk-duduk di warung rokok dekat halte itu. Salah satu dari mereka melihat Boim menggoda teman sekolahnya.
"Eh, lia t! Tuh si Lila digodain anak sekolah lain!" ujar salah seorang dari mereka.
"Eh, busyet! Nekat juga tu anak. Nyari ribut sama sekolah kita apa" Cewek gacoan kita dilabain!" yang lain jadi panas.
"Yuk, kita samperin!"
Serta-merta kelima anak itu nyamperin Boim dan si cewek manis. Mereka langsung menyerbu ke arah Boim. Boim yang lagi asyik ngerayu, mukanya langsung pucet ngeliat ada lima cowok dengan tampang sangar tiba-tiba nyamperin dia.
"Heh, anak mana lo, berani ngegodain cewek sekolah gue""
Boim gugup setengah mati.
Anak-anak itu langsung mengerubungi Boim. Badan Boim didorong-dorong hingga terimpit ke tiang halte.
Boim pucat pasi. "T-tenang, Sodara-sodara! Te-nang! Gue Boim, orang baik-baik. Gue nggak..."
"Belum selesai Boim ngomong, tiba-tiba, "Buk!"
Seorang anak menghajar perutnya.
Boim kesakitan, memegang perutnya. "Ugh! G-gue Boim..."
Anak yang lain menghajar mukanya. "Plak!"
Idung Boim berdarah. Boim kesakitan tapi masih berusaha ngejelasin duduk persoalan, "G-gue..."
Anak yang lain menendang "anu"-nya Boim.
"Yaiiiiiii!" Boim menjerit, melotot kesakitan.
Lalu dengan sisa tenaganya, ia langsung ngibrit sambil terkencing-kencing dan berteriak-teriak minta tolong. Kelima anak itu mengejar. Tapi Boim lari seperti kesetanan. Tak terkejar.
*** "Besok .paginya, Boim yang mukanya babak belur dan bibirnya somplak, cerita ke teman- temannya.
Lupus, Gusur, Gito, Anto, dan teman-teman yang lain agak marah setelah mendengar cerita Boim. Terutama Gusur.
"Demi langit dan bumi, dan topan di lautan! Sebagai sahabat, kita musti memberi pelajaran pada orang-orang yang telah menjamahkan kepalan ke teman kita Boim! Kita hajar mereka, Pus! Dengan semangat baja dan dada terbuka! Kita tiadalah bisa membiarkan teman kita diperlakukan seperti bukan manusia, walau dia memang sejenis kera!"
"Boim yang tadi agak terharu mendengar pembelaan Gusur, jadi jengkel juga mendengar kalimat terakhirnya. Sementara Gusur memicingkan matanya dengan serius, perutnya yang gendut kembang kempis.
"Jadi rencana kita gimana"" Lupus meminta pendapat temen-temennya. Serentak semua anak pura-pura mikir. Gusur keliatan paling serius, tangannya sesekali mencabuti jenggotnya yang jarang-jarang. Begitulah ulah Gusur kalo menghadapi masalah serius. Suka sok tua, padahal sih bangkotan.
"Kita serang aja sekolah mereka Gimana"" Gito tiba-tiba buka suara.
Gusur langsung cemas. "Apa" Serang""
Tapi anak-anak lain pada setuju. "Ya! Ya! Kita serang!"
"Wah, kalo begitu saya tiada ikut saja, ya" Bukan apa-apa. Habis daku sudah telanjur benci sih kalo harus ngebela-belain datang ke sekolah mereka!" Nyali Gusur langsung ciut. Meringkuk di pojok kelas, kayak kerupuk kebanjur aer.
Anak-anak jelas keki ngeliat sikap Gusur. Boim apalagi. "Bilang aja lo takut, Sur! Pake alasan segala!. Yang lain gimana" Setuju kita serang""
Anto mulai garuk-garuk rambutnya yang dicukur cepak ala Keanu Reeves. "Kalo gue sih setuju aja. Gue siap berantem di mana aja, kapan aja, siapa aja, selama gue pengen. Tapi itu jelas bukan sekarang! Lagi nggak mood!" .
Boim kontan ngamuk-ngamuk. I
a keluar dan kerumunan anak-anak. Ia jelas kecewa dengan sikap teman-teman sekelasnya. Akhirnya ia pun merajuk di pojok kelas. Tampangnya dibikin sememelas mungkin. Lupus segera mengambil sikap, "Oke, temen-temen. Kita memang nggak bisa tinggal diem ngeliat temen kita dibeginikan. Kita harus solitaire... eh, itu sih mainan komputer, ya" Maksud gue, solider. Kita harus bantu Boim. Kita harus mengadakan pembalasan. Gue bener-bener nggak rela. Masa Boim digebukin sampai babak belur begini" Maksud gue, kenapa nggak dibunuh sekalian" Kan beres...."
Boim kaget, lalu menjerit, "Lupuuuuuuuus!!!"
Lupus membalas menjerit nggak kalah kerasnya, "Boiiiiiiiim!!!"
Anak-anak pada ketawa. Boim ngomel-ngomel lagi, sambil berdiri, "Kalian memang cuma bisa ngeledek gue! Nggak mau tau penderitaan gue!"
Boim menjerit, "GUE MO MARAH NIH!!!"
Dan Boim bener-bener marah. Ia langsung berlari keluar kelas. Anak-anak kaget, dan langsung pada mengejar dan memanggil, "Eh, Boiiiim, mo ke mana lo" Boiiiiiiim!!!"
Boim lari keluar kelas. Anak-anak mengejar, termasuk Gusur, Gito, Anto, dan Lupus. Ketika anak-anak bergerombol keluar kelas, mereka berpapasan. dengan Bu Hera yang hendak masuk kelas. Bu Hera kaget, karena diterjang serombongan anak.
"Lho! Lho! Apa-apaan nih" Hei, mau pada ke mana"" ujar Bu Hera.
"Ng... itu Bu. Ada bebek lepas! Ayo kejar, Bu!" sahut Lupus asal.
"Bebek" Mana bebeknya"" Bu Hera heran.
Lupus menunjuk ke kerumunan orang yang sedang mengejar Boim di koridor sekolah. "Itu, Bu. Yang item, keriting!"
Bu Hera memperhatikan Boim yang dikejar,
sambil memakai kacamatanya. "Ah, itu kan bukan bebek!"
"Abis apa, Bu"" Lupus menyambar.
"Setau ibu, itu kan sejenis kera...."
Lupus tertawa terpingkal-pingkal. Lalu ikut kabur mengejar Boim.
Suasana jadi heboh. *** "Siang harinya, Boim, Lupus, Gusur, Anto, Gito, dan empat teman mereka berkumpul di mulut Gang Senggol. Mereka sedang berembuk.
Gang Senggol adalah sebuah gang sempit di belakang sekolah Lupus. Tempatnya kotor dan jorok. Dindingnya penuh grafiti coretan anak-anak. Beberapa tulisannya berbunyi begini: "Anto, Pria Anti Dosa."
"Oh, Nyit-Nyit, di sini kita pernah bersatu, dalam deru napas yang memburu. ttd. Boim."
"Gito Top 95." "Lupus juga Top 95."
"Aji nggak mau ketinggalan Top 95."
"Daku pun demikian-Gusur."
Gang ini biasa dipakai buat melarikan diri dari sekolah. Gang Senggol adalah jalan paling aman tempat anak-anak yang suka bolos pelajaran.
Satu-satunya anak yang nggak bisa masuk ke Gang Senggol adalah Gusur, karena doi kan kelewat gendut. Di Gang Senggol ini, semua anak SMA Merah Putih punya kenangan seru.
Dan saat itu Lupus bak jenderal perang membrifing strategi penyerangan. "Oke, semua jelas, k"an" Jadi besok kita serbu anak SMA Tanah Merdeka. Ingat posisi masing-masing. Boim kita jadikan umpan, Anto dan Gusur menghadang di got. Boleh juga kalo mo ngumpet di tong sampah. Sementara yang lain mem-back up dari jauh. Inget, jangan kabur sebelum gue kabur duluan!"
Gito mengangguk-angguk. "Oke, Pus, gue setuju soal kabur-kaburan itu tadi. Kita sama-sama kabur. Yang penting sakit hati Boim harus dibalas dulu. Soalnya ini menyangkut nama sekolah. Gue bener-bener nggak rela Boim dijadiin bulan-bulanan. Itu kan kebagusan. Kenapa nggak jadi ember-emberan aja!"
Boim cemberut. Anak-anak lalu toast.
"Oke, sampe besok!"
"Oke!" *** "Esok"ya Boim sedang menunggu teman-temannya dengan tidak sabar di pintu gerbang sekolah. Rencananya hari itu mereka bakal nyerang SMA Tanah Merdeka. Tapi tak seorang pun keliatan batang idungnya. "Mana nih anak-anak" Katanya mo nyerang...," keluh Boim sambil terus celingukan.
Dari kejauhan muncul Gusur. Boim langsung berbinar. "Nah, itu si gendut."
Begitu menemui Boim, Gusur langsung aja pasang muka pucet, lalu memberi alasan,
"Aduh, Im. Perutku tiba-tiba tiada beres. Daku mo ngebom dulu, ya. Kau sajalah yang pergi, jangan tunggu daku lagi."
Boim jelas jengkel, dan menarik kerah baju Gusur. "Nggak bisa! Lo harus ikut, Obelix!"
Gusur nggak berkutik. Dari jauh kemudian muncul Lupus, Anto, Gito, dan empat teman mereka.
"Hei, ngapain k alian malah berantem" Ayo berangkat!" ujar Lupus buru-buru melerai Boim yang menarik kerah baju Gusur.
Boim melepaskan kerah Gusur. "Abis si gendut ini mau minggat!"
Lupus pun mengajak mereka pergi. Gusur masih marah sama Boim. Mereka berdua berjalan berjauhan kayak orang musuhan.
Akhirnya mereka sampai di SMA Tanah Merdeka. Mereka mengintai dari seberang jalan, sambil bersembunyi di balik semak-semak. SMA Tanah Merdeka itu dijaga satpam. Tapi suasananya sepi. Tak ada seorang murid pun. Kesannya jadi angker. Mereka jadi rada keder juga.
"Walah, ada satpamnya. Apa sebaiknya kita batalin aja"" Anto yang pertama bersuara.
"Iya, Im. Gue kok mendadak pusing-pusing"" yang lain menimpali.
Gusur, merasa dapat banyak pendukung, langsung punya ide, "Iya. Kita berbakso ria saja lah! Biar daku yang traktir."
Boim berujar sinis, "Tumben lo, Sur. Biasanya pedit minta ampun! Ya udah! Kalian emang pengecut semua. Sana pada minggat. Biar gue serbu sendirian!" Boim hendak beranjak.
Lupus langsung menahan Boim. "Tenang, Im... tahan dulu. Kita bantuin deh. Tapi harus pake strategi. SMA itu kayaknya sepi. Anak-anak udah bubaran. Sana atur posisi masing-masing. Kita intai. Jangan-jangan mereka ngumpet."
Anak-anak bubar, mengatur posisi. Anto nyemplung ke got besar. Gusur yang ragu-ragu, akhirnya dijorokin Boim, dan ikutan nyemplung pula.
Tiba-tiba seorang berandal yang berbadan kekar keluar dari sekolah. Sendirian. Boim langsung menghampiri Lupus.
"Eh, Pus! Pus! Itu anak yang mukulin gue tempo hari," ujar Boim.
Lupus kaget. "Wah, gede amat!"
"Ah, masa lo takut, Pus" Gue aja digebukin!" sahut Boim.
"Bukannya takut, tapi gue kan orangnya nggak tegaan. Tapi okelah, kita sergap aja. Siap-siap. Moga-moga aja Tuhan melindungi kita. Amin!" Lupus komat-kamit berdoa, lalu mengusap mukanya pakai tangan.
Gito, Anto, Gusur, dan keempat anak lainnya udah siap-siap di posisi masing-masing. Nunggu perintah Lupus. Lupus lalu memberi aba-aba menyerang. Gusur langsung pucat pasi begitu melihat orang yang dimaksud. Gito yang memulai serangan. Langsung mencegat orang yang dimaksud. Berandal itu kaget. Lebih kaget lagi begitu Anto, Lupus, Boim, dan empat teman mereka muncul, meski agak takut-takut. Terjadi perkelahian tak seimbang. Berandal itu dikeroyok. Bak-bik-buk!
Ternyata berandal itu cukup tangguh. Ia melawan dengan gaya silatnya, hingga susah ditaklukkan. Tapi akhirnya berandal itu terhuyung-huyung, dan langsung didekap di ketiak Gusur.
Berandal itu kejang-kejang, kemudian pingsan. Anak-anak pun bersorak girang.
"Hidup Gusur! Hidup Gusur!" teriak mereka. Gusur memegang ketiaknya. "Kalo begitu, tiada sia-sia daku tiada mandi selama seminggu...."
"Huuuu pantesan!"
"Eh, ayo kita buru-buru minggat, sebelum temen-temennya datang!" cetus Lupus.
Anak-anak pun berlarian. *** "Esok siangnya Boim dan teman-temannya merayakan kemenangan di Kantin Pemadam Kelaparan. Boim mengangkat es cendol dan berujar, "Nah, ini sebagai tanda terima kasih gue! Kita minum cendol sampai kembung! Gue yang bayar! Ayo! Ayo!"
"Boleh nambah tahu isi barang sepuluh biji, Bo"" pinta Gusur seraya mencomot tahu sekaligus tiga, dan memasukkannya ke mulut.
"Boleh! Pokoknya asal nggak lebih dari lima ratus perak seorang," tandas Boim.
Anak-anak sebel. "Wuuuuuu... pelit!"
"Boim tertawa-tawa puas.
"Eh, ngomong-ngomong, si Lupus mana" Kok nggak muncul-muncul"" ujar Boim kemudian.
"Lupus lagi nganterin si Poppi nyari bajaj. Ntar juga ke sini," Anto menyahut sambil mencomot pisang goreng.
Tapi tanpa setahu Boim cs, jiwa mereka sebenarnya sedang terancam. Siang ini anak yang kemaren dikeroyok langsung mengumpulkan empat temennya untuk bikin serangan balasan ke sekolah Lupus. Lupus yang sedang menemani Poppi berdiri di depan sekolah menunggu bajaj, secara kebetulan menengok ke arah jalanan, dan melihat kelima berandal yang datang itu. Lupus kaget. Ia buru-buru menyeret Poppi ke tempat yang tersembunyi. Poppi jelas belingsatan.
"Pop! Gawat! Anak sekolah yang kita keroyok kemaren, dateng sama temen-temennya. Pasti mo bales dendam. Cepet kamu cari bala bantuan di sekolah, say
a mo ngabarin anak-anak di kantin!" bisik Lupus.
"Apa"" Poppi kaget setengah mati.
Lupus dan Poppi buru-buru lari ke dalam sekolah.
Sementara di kantin Boim masih bercanda-canda dengan teman-temannya. Gito giliran ngelawak. "Eh, iya, Im. Lo kemaren dapet salam dari Ana. Salam sayang, katanya."
"Ana" Ana yang mana ya" Cem-ceman gue banyak yang bemama Ana sih," Boim menjawab sombong.
""Itu Iho... Ananto Widodo... hahahaha...!" Gito terbahak puas.
"Ah, sial!" Tiba-tiba Lupus menyerbu masuk dengan terengah-engah. "Gawat! Gawat! Anak SMA Tanah Merdeka menyerbu kemari!"
Anak-anak kaget, langsung pada berdiri. "APA"""" ."
Serta-merta anak-anak berlarian keluar kantin. Lupus langsung punya ide. "Ayo kita ngumpet di Gang Senggol! Buruan!"
Lupus dan teman-temannya berlarian melintasi lapangan sekolah. Tiba-tiba dari ujung lapangan, kelima berandal itu muncul. Begitu melihat Lupus cs, mereka langsung saja mengejar.
"Hei, jangan lari lo! Pengecut!" teriak mereka.
Gusur pucat pasi dan berteriak, "Waduh, gawat! Oh, Tuhan, lindungi hamba-Muuuuuu!!!"
Mereka pun main kejar-kejaran.
"Aduh, kita dikejar-kejar kayak artis aja!" Lupus sempet-sempetnya ngelawak.
"Apa kita lawan aja mereka"" Gito timbul jiwa Rambo-nya.
''Jangan! Lo inget, satu orang aja kita kelabakan ngalahin, gimana kalo lima" Ayo, kita lari!!!" ujar Anto.
"Ya jangan lupa ke Gang Senggol!!!"
Lupus cs menghilang di balik tikungan. Dan langsung menuju Gang Senggol. Di depan Gang Senggol, mereka lantas berebut masuk. Semua terburu-buru hingga berdesakan. Saling nggak mau kalah. Beberapa saat kemudian, semua sudah berhasil masuk, kecuali Gusur, karena tubuh gendutnya. Tapi ia nekat masuk, dan tubuhnya pun terimpit. Nggak bisa masuk, nggak bisa keluar. Gusur berteriak-teriak panik, "Kawan-kawan, tolonglah daku! Jangan tinggalkan daku! Oh, jangan biarkan deritaku. Ohhhh..."
Tapi masing-masing anak memikirkan dirinya sendiri. Semua menghilang di ujung gang. Sementara kelima berandal itu muncul di mulut gang. Melihat Gusur terjepit di situ, mereka tertawa menyeramkan. Gusur menoleh, ketakutan setengah mati.
"Nah, ni dia anaknya yang bikin gue pingsan nyium bau keteknya. Ayo kita abisin!" ujar si berandal.
Gusur ketakutan setengah mati. "Toloooong! Toloooong! Ampuuuuun! Ampooouuuuuuuun!"
Kelima berandal itu siap-siap mau menghajar Gusur, .ketika tiba-tiba Poppi datang bersama dua polisi dan kepala sekolah.
"Hei! Hentikan!" teriak Pak Kepsek.
Kelima berandal itu kaget. Mereka menoleh. Dua polisi langsung menyergap mereka Mereka tak berkutik. Kepsek lalu memerintahkan polisi, "Bawa ke kantor saya, Pak! Kita selesaikan masalah ini di kantor. Panggil Lupus!"
Di kantor Kepsek, Lupus, Boim, Gito, Anto, dan keempat teman mereka serta kelima berandal itu duduk sambil menundukkan kepala.
Kepsek sedang menghakimi mereka.
" "Yunita" Nyit-Nyit" Wah, itu kan incerannya si Boim," kata Poppi.
Berandal itu kaget. "Hah" Lo ngincer adek gue""
"Eh, oh..." Boim langsung gelagapan.
Anto buru-buru mengingatkan, "Udah! Udah, jangan ribut! Ngomong-ngomong gimana nasib si Gusur" Kan tu anak masih kejepit di Gang Senggol."
"Astagfirullah! Bener juga! Ayo kita liat!"
Anak-anak pun buru-buru ke Gang Senggol.
*** "Gusur masih kejepit di Gang Senggol. Anak itu udah nangis sesenggrukan. Tak berdaya. Anak-anak tertawa ngeliatnya. Mereka berusaha mengeluarkan Gusur, tapi nggak bisa-bisa. Padahal udah pake galah, linggis, dan perkakas lainnya. Semua putus asa. Lupus lalu buka suara, "Udah, deh, Sur. Lo bertahan aja selama beberapa hari. Jangan makan, jangan minum. Nanti kan kurus sendiri. Nah, pada saat itu lo bisa keluar dari gang!"
Gusur merengek, "Lupus gilaaaaaa!"
Anak-anak pada tertawa semua.
5. HARI PERTAMA DI SMA MERAH PUTIH
"KAMAR Boim, isinya emang nggak jauh beda dengan kamar anak ABG lainnya. Dindingnya yang udah terkelupas catnya penuh dengan poster-poster. Tapi posternya kebanyakan tampang-tampang penyanyi dangdut, bangsanya Oma Irama, Mansyur, dan lain-lain. Kamar itu emang luar biasa berantakan, sumpek, dan nggak enak buat ditiduri. Kasurnya aja nggak pake seprai.
Boim tiduran di kasur sembari nulis-nulis sesuatu di diary-nya yang tebal dan butut. Sebelum menulis, dia menerawang-nerawang dulu.
Kamu nggak usah heran kalo Boim si playboy cap duren tiga ini punya diary juga. Dan diary ini turun-temurun. Dulunya punya nenek moyang Boim, yang memuat kisah cinta remaja zaman dulu. Terus dari nenek moyangnya diwariskan ke kakeknya. Dari kakeknya ke bapaknya, dan dari bapaknya ke Boim.
Nah, diary ini nantinya akan Boim wariskan ke anaknya. Ya, mudah-mudahan aja anak Boim mau menerima diary bapaknya yang ganteng itu.
"Hampir tiap mau bobok, Boim selalu mengisinya. Jadinya antara Boim dan diary emang nggak bisa dipisahin. Selalu akrab, seperti anak kembar aja. Maksudnya, wajah Boim pun samaan bututnya! Hehehe!
Kemudian Boim mulai membaca. Kali ini dia mau nostalgia.... "Gue inget pertama kali masuk SMA Merah Putih. Pertama kali kenal Lupus, Gusur, Poppi... Beginilah ceritanya...."
*** "Suasana SMA Merah Putih saat itu amat ramai. Banyak anak sekolah pakai seragam baru. Maklum, itu hari pertama buat anak-anak kelas satu masuk. Rata-rata mereka pada kebingungan mencari kelas barunya.
Di antaranya tampak Boim yang juga lagi celingak-celinguk, mencari-cari sesuatu. "Aduh, di mana ya kelas saya""
Eh, saat itu di dekat Boim, ada seorang gadis manis yang sama kebingungannya. Boim memperhatikan wajah gadis manis itu, dan ternyata si gadis manis juga memperhatikan si Boim. Boim nekat menegur gadis manis itu, "Hai!"
Gadis itu membalas, "Eh, hai juga!"
"Kamu anak baru, ya""
"Iya." "Kamu lagi bingung mencari kelas kamu, ya""
"Iya. " "Boleh saya bantu""
"Iya, boleh. Eh, emangnya kamu siapa sih"" tanya gadis itu mulai curiga.
"Saya" Saya anak baru juga di sini. Saya juga lagi bingung mencari kelas saya," Boim menjawab kalem.
"Oo, kamu anak baru juga"" Cewek itu baru ngeh.
"Emang kenapa""
"Enggak. Saya kira kamu tukang pel sekolahan."
Boim kaget. Sementara gadis manis itu dengan cueknya meninggalkan Boim. Sialan! Dasar nggak punya perasaan, masa gue dikatain tukang pel! Eh, tapi itulah pengalaman buruk pertama kali Boim menginjakkan kaki di SMA Merah Putih.
Boim kemudian berjalan menuju pintu gerbang sekolah. Rupanya Boim trauma berdiri dekat kelas, takut dikira tukang pel lagi, makanya dia memilih berdiri dekat pintu gerbang. Lagian dari situ jadi bisa ngeliatin semuanya.
Tiba-tiba dari depan pintu gerbang muncul seorang anak lelaki bertampang kocak. Dia naik sepeda. Mulutnya makan permen karet. Matanya bulat berkilat-kilat. Dia memarkir sepedanya di dekat Boim Anak yang bernama Lupus itu turun dengan sigap dari sepedanya dan menyapa Boim, "Halo, anak baru!"
"Eh, halo juga!" Boim membalas.
"Eh, kenalan dong! Abis lo keren sih!" Lupus langsung menjulurkan tangan.
""Boleh aja!"
"Nama gue Lupus!" Lupus menyalami Boim.
"Gue Boim. Eh, kenapa lo tertarik mau kenalan sama gue""
"Abis lo lain dari yang lain sih!" ujar Lupus sambil senyum-senyum.
"Apanya yang lain""
"Mukanya. Yang mana idung, yang mana kuping, nggak jelas. Abis hampir sama, hihihi!" Lupus langsung cekikikan geli. "Eh, iangan marah, ya. Anggap aja serius. Bo... siapa nama lo tadi" Botol, ya""
"Boim," ujar Boim kesal.
"Iya, Boim. Eh, kita kenalan sama yang lain yuk. Tuh, ada anak yang lagi bengong sendirian. Kita samperin yuk." Lupus segera mengajak Boim menuju seorang cowok gendut yang lagi asyik jongkok di depan kelas.
Boim nurut aja. "Eh, ngomong-ngomong, lo kok ke sekolah pake sepeda, kayak tukang somai aja!"
Lupus tergelak. "Yee, ngebales, Bo! Kan anak baru nggak boleh bawa kendaraan bermotor "
Boim lalu mengangguk-angguk.
Si anak gendut yang jongkok itu asyik membaca buku. Tak terpengaruh oleh lingkungan yang hiruk-pikuk. Lupus langsung menegurnya, "Halo, kok bengong aja" Boleh kenalan, nggak""
Gusur langsun" bersabda, "Daku tiada bengong. Daku seda"g membaca buku puisi karang-karangan daku. Dan bila kalian ingin berkenalan dengan daku selayaknya daku berpikir dahulu. Paling tidak, banyak rugi atau untungnya. "
Lupus dan Boim jadi bengong saling pandang. Duile, belagu amat ni anak!
"Eh, kita orang baik-
baik nih!" Boim rada kesel juga ditolak begitu.
Gusur berpikir seperti seniman: "Ya setelah daku timbang-timbang, daku mau deh kenalan dengan kalian. Dan kalian boleh memanggil daku Gusur."
Lupus clan Boim heran. "Gusur""
"Kalian tiada usah gusar mendengar kata itu itu betul-betul nama daku. Hei, dikau sudah ikutan maper, ya"" Gusur menatap wajah Boim lekat-lekat.
"Lho, emang kenapa"" Boim rada risi juga ditatap semesra itu oleh Gusur.
"Kok kamu masih pake topeng sih"" tanya Gusur polos.
Boim langsung nyolot, "Siapa yang pake topeng""
Gusur menunjuk muka Boim. "Itu!"
Boim mau marah. Tapi Lupus malah ketawa.
"Hahaha! Makanya... Im, kalo mau kenalan buka dulu topengnya. Hahaha!"
*** "Lupus, Boim, dan Gusur akhirnya duduk berjejeran di kelas. Semua anak kelas satu dikumpulkan di dalam kelas, karena maper buat anak kelas satu akan dimulai. Sebelum maper, mereka kudu ngedengerin pengarahan dari seorang guru yang berasal dari Medan, namanya Pak Pangaribuan.
"Zelamat pagi, anak-anak!"
"Zelamat pagi, Pak!"
"Nama zaya Pak Pangaribuan tapi anak-anak di zini lebih zuka memanggil zaya Mizter Punk. Zaya akan memberitahukan bahwa zebentar lagi kalian akan mengikuti maper, zebelum kalian mengikuti penataran di zekolah kalian yang baru ini. Maper ini berbeda dengan maper-maper terdahulu, maper yang zekarang lebih menekankan pengenalan pada lingkungan zekolah, pada kakak-kakak kelaz kalian, dan pada organizazi-organizazi ekztrakurikuler yang kalian zukai...."
Sementara Mr. Punk ngamong panjang-lebar, Lupus dan Boim asyik meneuri pandang ke seorang cewek cakep. Namanya Poppi. Lupus bisik-bisik ke Boim, "Eh, Im, lo liat deh, kece banget tu cewek."
"Iya, gue dari tadi juga ngeliatin terus." Pappi tak menyadari kalo dirinya jadi sorotan Lupus dan Boim. Sementara itu Mr. Punk kupingnya nangkep bisik-bisik Lupus dengan Boim. Mr. Punk langsung membentak Lupus,
"Hei, ada apa kamu "bizik-bizik""
Lupus kaget. "Eh, anu, Pak." Ia langsung menunjuk Boim. "lni teman saya, mau kenalan "ama dia," Lupus menunjuk Poppi, "tapi nggak berani. Terus dia nyuruh-nyuruh saya, Pak."
Boim kaget, langsung membantah, "Yee, bukan, Pak. Justru kita berdua..."
"Ah, zudah-zudah! Bapak juga kalo biza udah kenalan. Zekarang Bapak lanjutkan brifing ini."
Poppi diam-diam melirik ke Lupus dan Boim.
*** "Siangnya semua anak kelas satu dibagi-bagi menjadi beberapa barisan. Seorang senior berdiri di depan mereka dan kemudian bicara pada semua anak baru, "Siapa yang suka kegiatan penelitian ilmiah berdiri di sebelah kanan!"
Lalu beberapa anak yang suka penelitian ilmiah pergi ke arah kanan barisan.
"Yang suka Pramuka berdiri di sebelah kiri!"
Lalu beberapa yang suka Pramuka pergi ke arah kiri barisan.
"Yang suka kegiatan palang merah pergi ke arah belakang."
Lalu beberapa anak cewek pergi ke arah belakang barisan, termasuk Poppi. Begitu melihat Poppi keluar barisan, Lupus dan Boim ikutan keluar barisan juga.
Senior itu langsung membentak, "Hei, hei, palang merah khusus eewek!"
Boim langsung protes, "Lho, masa cowok nggak boleh sih!"
""Di palang merah, cowok udah kebanyakan!" jelas Senior.
"Lho, terus kita ikut apaan nih"" ujar Lupus pada Boim
"Yang belon ikut apa-apa tetap di tempat untuk latihan baris-berbaris!" tandas Senior.
Gusur mengacungkan tangan. "Daku protes, daku pencinta kesenian. Daku akan ikut kegiatan kesenian."
"Untuk kegiatan kesenian besok! Hari ini latihan baris-berbaris dulu!" putus Senior.
"Tapi daku tetap akan membaca puisi-puisi!" Gusur ngotot.
*** "Lupus, Boim, Gusur, serta beberapa teman lain sudah latihan berbaris. Sambil berbaris Gusur terus membaca puisi-puisinya. Ketika mereka berbaris tanpa sengaja Lupus dan Boim melihat Poppi di pinggir lapangan, yang lagi latihan menolong orang pingsan.
Karena terus melihati Poppi, Lupus dan Boim tanpa sadar keluar dari barisan. Mereka dibentak sang komandan. Mereka kaget. Lalu cepat-cepat masuk barisan lagi.


Lupus Yang Paling Oke di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Poppi tertawa geli. Kemudian barisan L"pus dilatih berjalan di tempat.
"Jalan di tempat... grak! Tu, wa, ga, pat..."
Lupus ngebatin, "Kalo nggak kenalan sekarang bisa
disamber orang nih! Gimana caranya ya""
Sedetik kemudian Lupus sudah dapat akal. Dia tiba-tiba saja menjatuhkan dirinya, pura-pura pingsan.
"Hah" Lupus pingsan!" teriak Boim.
Sang komandan kaget melihat Lupus pingsan, lalu memanggil orang-orang palang merah,
"Hoi, ada yang pingsan!"
Tak lama kemudian datanglah rombongan palang merah membawa tandu untuk menggotong Lupus. Dalam rombongan itu ada Poppi.
Lupus digotong oleh para senior. Poppi mengiringi. Bahkan Poppi sempat mengeluarkan tisu untuk mengelap keringat di dahi Lupus. Boim sempat cemburu. Langsung pengin ikut-ikutan pingsan juga.
Sementara Lupus kini sudah dibaringkan di ruang PMR". Ternyata di dalam ruang itu sudah ada bebe.rapa anak yang terbaring pingsan. Kebetulan sang komandan PMR menyuruh Poppi menolong Lupus. "Nah, kamu urus makhluk yang satu ini."
"Baik, Kak." Tapi Poppi bingung, karena nggak tahu apa yang harus diperbuat. Sementara Lupus masih terus pura-pura pingsan. Kemudian Poppi mengeluarkan minyak kayu putih.
"Ah, .hidungnya aja disiram minyak kayu putih, ntar juga bangun," cetus Poppi.
Tapi sebelum hidungnya diguyur Lupus cepat-cepat bangun. "Eh, jangan! Saya nggak pingsan kok! Saya cuma ingin kenalan sama kamu." Ia langsung menyodorkan tangan. "Kenalin, nama saya Lupus."
Poppi kaget, tapi kemudian dengan malu-malu menerima uluran tangan Lupus. "Saya Poppi."
"Kamu manis deh. Kamu sudah punya cowok, belum""
Tiba-tiba saja sang komandan PMR masuk. Ia mengantarkan sekotak obat-obatan untuk Poppi. Dan Lupus, dengan sigap, pura-pura pingsan lagi.
Di luar di terik matahari, Boim masih baris. Gusur juga. Kemudian Boim berbisik ke Gusur,
"Sur, gue juga pengin pura-pura pingsan biar bisa kenalan ama Poppi. Menurut lo gimana""
Gusur menjawab dengan keras, "Daku pikir, pingsan sajalah, tak usah dikau ajak-ajak daku!"
"Ssst, ngomongnya jangan keras-keras dong!" Boim panik, langsung celingukan kanan-kiri. Sementara itu di belakang mereka ada anak yang pingsan lagi dan ditandu. Boim memandang ke anak yang ditandu itu. Dan Boim makin pengin pura-pura pingsan. Ia lirak-lirik. Setelah merasa aman Boim segera menjatuhkan dirinya. Ada anak dari luar barisan yang melihat jatuhnya Boim. Dia langsung teriak ke sang komandan, "Kak, ada karung jatuh!" .
Sang komandan langsung teriak ke komandan PMR yang ada di tepi lapangan, "Hoi, ada
yang pingsan lagi nih! Tolong dong dikirim gerobaaak! "
Sementara orang-orang PMR sedang sibuk. Ada yang menolong orang pingsan, ada yang membuat tandu, dan sebagainya. Sang komandan PMR begitu diteriaki oleh komandan baris, langsung berdiri dan balas berteriak, "Ruang PMR sudah penuuuh! Biarkan saja di situ dulu!"
Boim masih terbaring di tengah lapangan. Dicuekin. Gusur jadi kasihan sama Boim. "Kakak Komandan! Bagaimana dengan makhluk ini""
Gusur menunjuk ke Boim yang terbaring tak berdaya.
"Sudah, biarkan saja di situ. Ruang PMR penuh!" ujar Komandan.
"Tapi kasihan, Kak!"
Komandan baris itu membentak Gusur "Ntar juga bangun sendiri! Masa iya, mau pingsan terus! Lagian tampang kuli begitu pake pingsan segala."
Boim yang dibiarkan di situ cuma bisa pasrah.
*** "Bubaran sekolah. Anak-anak dengan tampang kecapekan, berjalan keluar sekolah. Poppi pulang dengan berjalan kaki.
Boim tiba-tiba menyusulnya. "Eh, kenapa sih tadi saya nggak ditolongin" Kan saya pingsan."
""Ah iya, maaf deh. Abis tadi banyak banget sih yang pingsan " ujar Poppi lembut.
"Hm, bagaimana kalo sekarang saya ikut ke rumah kamu dan nanti di sana saya pingsan lagi"" usul Boim.
"Aduh, jangan deh. Saya juga capek sckali. Saya kan harus berjalan kaki pulang." Poppi menolak halus.
"Iya, sayangnya ada peraturan kita nggak boleh bawa mobil sih."
"Emang kamu punya mobil""
"Enggak tuh. Emangnya harus punya""
Poppi bengong. "Eh, saya pesenin ke kamu, ati-ati ama anak kurus yang tadi pingsan. Si Lupus tuh. Dia pura-pura. Dia pengin ngelabain kamu. Jadi ati-ati aja. Ke sekolah aja naik sepeda, soalnya pulangnya mau sekalian jualan somai!"
Tapi ternyata tiba-tiba Lupus muncul dengan sepedany'a. "Halo, Poppi, mau ikut""
Poppi sempat kaget, tapi sedet
ik kemudian dia ikut Lupus. Lupus langsung meledek Boim, "Hehehe, sori ya, duluan."
"Uuuh... brengsek!" Boim membanting tasnya ke tanah dengan kesal. Wajahnya jengkel melihat Lupus dan Poppi yang berboncengan dengan mesra.
"Begitulah isi diary Boim. Penuh kesialan. Mungkin gara-gara buku diary sialan ini Boim kesal, kemudian melempar diary-nya ke tembok. "Tepat mengenai tumpukan kardus di dekat tempat tidur. Tumpukan kardus itu roboh ke arah Boim. Boim menjerit histeris.
"Tolooooooooong!!!"
Dan Boim pun keuruk tumpukan kardus.
6. SEPEDA BALAP "Lupus lagi sibuk nyariin sepatu ketsnya yang baru di ruang tengah. Dari tadi ia membongkar-bongkar rak, memeriksa di bawah sofa, di bawah karpet, dekat TV... Tapi nggak ada.
"Aduh, mana sih sepatu Caterpillar gue" Baru juga beli. Jangan-jangan diumpetin Lulu lagi!" omel Lupus sambil membongkar-bongkar tumpukan koran.
Tiba-tiba ada yang ngebel pintu depan. Lupus. kaget.
"Tunggu sebentar ya!" teriak Lupus.
Di bawah sofa, Lupus nemu sebelah sepatunya. "Aduh, ini dia! Kok cuma sebelah" Mana lagi yang sebelah""
Di depan kembali terdengar suara bel.
Lupus menggerutu, "Duile, dibilangin tunggu sebentar kok nggak ngerti." Tapi tak urung, Lupus bangkit dan dibukanya juga pintu depan. Di ambang pintu berdiri seorang lelaki setengah baya, dengan senyum menghias bibir. Pasti ada maunya!
""Permisi, Dik, numpang tanya. Kalo Jalan Kepiting Rebus itu di sebelah mana"" tanya lelaki itu dengan senyum mengambang.
"Udah dicari, belum"" tanya Lupus.
"Belum," jawab lelaki itu polos.
"Ya cari dulu dong! Kalo nggak ketemu, baru boleh nanya!" Lupus langsung tnenutup pintu.
Lelaki setengah baya itu jadi terbengong-bengong sendiri. Lalu dengan setengah heran, dia melangkah pergi. Tetapi sebelum jauh, tiba-tiba kepala Lupus muncul di jendela, dan berteriak, "Hei, Pak. Kalo udah ketemu, bilang-bilang ke sini, ya. Barangkali aja kapan-kapan saya butuh alamat itu "
Lelaki itu mendelik sewot.
Lupus kembali ke ruang tengah. Ia melihat ke jam. Udah pukul 16.15. Lupus kaget dan kembali sibuk nyari-nyari ketsnya. "Gila, udah jam empat lewat! Bisa telat nih nonton basket!"
Setelah dicari-cari, ternyata kets yang satunya lagi tergantung pada paku di dinding. Dengan kesal, Lupus menyambar sepatu itu. "Ini jelas ulah Lulu! Dasar tu anak sirik kalo gue punya barang baru!" "
Lupus langsung memakai kedua sepatunya. Lalu menyambar tas yang digeletakkan di sofa dan berjalan ke garasi. Dengan terburu-buru Lupus mengeluarkan sepedanya dari garasi. Tapi ada sesuatu yang nggak beres ketika Lupus duduk di sadel. Lupus memeriksa ban. Ternyata kempes. Dengan kesal Lupus turun. Tiba-tiba tukang ojek lewat. Lupus buru-buru menghentikannya. "Baaaang! Baaaang!"
Tukang ojek berhenti. Lupus langsung menghampiri tukang ojek itu. "Bang, ke gelanggang berapa""
"Dua ribu!" ujar tukang ojek h1antap.
"Wah, kok mahal amat" Seribu aja deh. Kan deket. Tuh, puncak gedungnya keliatan dari sini " tawar Lupus.
Tukang ojek itu malah menjawab kems, "Puncak Monas juga keliatan dari sini!" Dan ia langsung pergi. Lupus keki berat. Ia pun segera mengembalikan sepedanya ke garasi. Saat itu Lulu dan Bule dateng berboncengan sepeda balap. Bule yang menyetir, Lulu duduk di setang, karena emang sepeda balap itu nggak ada boncengannya. Mereka pakai baju olahraga, abis olahraga sore. Lulu tampak lemes banget, keringetnya bercucuran. Meski sepeda udah brenti, Lulu nggak mau turun-turun.
"Busyet, Lu. Baru lari beberapa kilo aja udah lemes banget!" ujar Bule sambil menyuruh Lulu turun dari sepeda.
"Ya, kamu sih enak, tinggal ngikutin pake sepeda... kalo Lulu kan kudu ngos-ngosan lari-lari terus...," gerutu Lulu.
"Katanya kan mau kurus. Ya harus gitu dong!" ledek Bule lagi.
Saat itu Lupus keluar dari garasi dan melihat dua sejoli lagi berboncengan sepeda.
"Duile, mesra amat!" ledek Lupus.
""Eh, Pus..." Lulu meloncat turun dari setang sepeda. "Ah, sirik aja lo, Pus!"
Lupus menghampiri mereka. "Abis pada ngapain .sih sore-sore bonceng-boncengan...." Sementara mata Lupus nggak lepas dari sepeda Bule. Dia langsung ngincer mau minjem tu sepe
da. "Niatnya sih mau lari keliling kompleks sepuluh kali, Pus. Dalam rangka si Lulu ngurusin badan. Gue sih ngikutin aja pake sepeda. Tapi baru tiga kiter an, si Lulu udah minta diangkut...," ujar Bule.
"Berarti lo sekarang pada capek dong," tukas Lupus.
Lulu jadi curiga. "Emang kenapa""
Tapi Lupus seolah nggak peduli sama ke- curigaan Lulu, ia terus ngomong ke Bule, "Le, sepeda lo keren juga. Pasti satu jutaan ya, harganya""
Bule mengangkat bahunya. "Tau, nih. Bokap yang beliin...."
"Gue pengin ngerasain deh naik sepeda satu jutaan!" ujar Lupus.
"Alaaaa, bilang aja dari tadi lo mau minjem sepeda, pake muter-muter segala!" Lulu lang sung mafhum sama kelicikan Lupus.
Lupus buru-buru ngasih alasan, "Soalnya sepeda gue kempes, Le. Gue mo nonton basket di gelanggang. Boleh ya minjem""
Bule menyerahkan sepedanya. "Oh, boleh. Pake aja!"
"Dengan girang Lupus langsung naik ke sepeda.
Dan siap-siap mau pergi. "Thanks, Le...."
"Tapi jangan lama-lama, ya!" ancam Lulu.
Lupus langsung mengayuh sepeda. "Kan makin lama makin enak. Lo bisa berduaan sama Bule."
Lupus lalu asyik bersepeda ria di sebuah jalan yang tak begitu ramai. Duile, gayanya pake ngesot-ngesot segala. Apalagi kalo ada segerombolan cewek, dia langsung pasang aksi.
Tiba-tiba Lupus melihat Poppi naik bajaj melintas di tikungan jalan. Lupus buru-buru mengejar bajaj itu, lalu menjajarinya sambil berpegangan pada pintunya. Tukang bajaj dan Poppi kaget.
"Halo, honey! Mau ke gelanggang juga, ya"" ujar Lupus.
"Eh, Pus! Bikin kaget aja." Poppi mengelus-elus dada, lalu melihat ke sepeda Lupus. "Eh, sepeda balap baru, Pus" Keren amat""
Lupus langsung bangga. "Iya dong. Baru beli nih dari Amrik. Dibawain oom saya. Mau diboncengin" Kamu duduk di setang aja...."
"Ah, kapan-kapan aja, Pus. Tanggung nih. Kasian tukang bajajnya."
Lupus terus berpegangan pada bajaj sambil mengangkat kedua kakinya. Santai banget! Semilir angin dan canda ria anak-anak yang berjalan beriringan sepulang sekolah, menyemarakkan suasana sore itu. Sesekali. mereka bersorak-sorak ribut menggoda Lupus yang nebeng bajaj Poppi.
Tak berapa lama, bajaj itu sampai di depan gelanggang. Suasana gelanggang ramai. Dari dalam gelanggang terdengar suara orang bersorak-sorak ribut. Pertandingan basket kayaknya lagi berjalan seru antara SMA Merah Putih dan SMA Tanah Merdeka.
Poppi buru-buru turun dari bajaj, Lupus pun buru-buru pergi hendak memarkir sepeda balapnya. "Pop, tunggu sebentar, ya. Saya parkirin sepeda dulu."
"Buruan, Pus. Udah mulai kayaknya."
"Kamu tukerin kupon konsumsi duluan deh!" Lupus menyerahkan kupon konsumsinya.
Lupus dengan terburu-buru menyelipkan sepedanya di antara sepeda-sepeda lain yang juga malang-melintang terparkir di pelataran. Setelah itu, ia langsung celingukan nyari Poppi. Poppi tiba-tiba muncul di belakangnya, dan langsung menepuk pundak Lupus.
"Ini konsumsi kamu. Ayo kita masuk lewat pintu sana aja," ujar Poppi seraya menunjuk ke salah satu pintu. Dan dengan lari-lari kecil mereka pun memutar lewat pintu samping. Di pintu masuk gelanggang, Lupus dan Poppi dicegat oleh Boim yang jadi petugas karcis.
"Karcis! Karcis! Mana karcisnya"" teriak Boim galak.
"Sori, Im, tadi malem kecuci!" Lupus langsung menarik Poppi untuk terus masuk. Boim bersikeras menahan. "Wah, nggak bisa, Pus. No karcis, no mas uk! Temen sih temen, tapi bisnis jalan terus!"
Lupus jelas aja sebel setengah mati. "Alaaaa, belagu lo! Mentang-mentang jadi orang penting!"
Untung aja Anto yang saat itu pake baju basket, datang membela Lupus. "Eh, Pus! Udah deh. Langsung masuk aja. Belum mulai kok!"
Lalu Anto mendelik sewot ke Boim. "Lo tega, ama temen sendiri begitu!"
Lupus. menjulurkan lidah, meledek ke Boim. Boim pura-pura nggak ngeliat, malah sibuk meriksa karcis anak-anak yang lain.
"Karcis! Karcis! Ayo, dilarang masuk tanpa karcis!"
Anto berlari-lari ke grup basketnya. Ia jadi kapten regu, memimpin anak-anak SMA Merah Putih. Sementara itu, para cheerleader memperagakan keahlian mereka. Diiringi musik techno-disco, mereka melenggang-lenggok, membuat formasi sampai beberapa susun. Rata-rata memak
ai rok mini. Mereka penggembira yang akan men-support para pemain basket yang telah siap-siap bertanding. Gusur, sang seniman sableng yang bertugas jadi fotografer, sibuk mengambil angle-angle sableng, memotret para cewek yang bermini skirt. Kadang-kadang kalo ada yang bergeal-geol sambil mengangkat kaki tinggi-tinggi, Gusur buru-buru mengabadikan.
"Anto cs segera ber-toast, sambil berangkulan membentuk lingkaran. Lalu berteriak, "Hoi!!!"
Sementara Boim sebagai panitia dari tadi tampak sibuk banget. Marah-marah memerintahkan ini-itu kepada anak buahnya, sambil matanya piknik ke mana-mana menarik perhatian para cewek yang datang. Sambil berharap, kali-kali aja ada yang kecantol gayanya.
Pertandingan basket dimulai. Peluit berbunyi panjaaang. Anak-anak berseru-seru menyemangati grup sekolah masing-masing.
*** "Sekitar pukul 20.30, pertandingan usai. Anak-anak keluar dari gelanggang sambil bercanda-canda. SMA Merah Putih menang. Anto jadi pahlawan, semua membicarakan dia. Lupus dan Poppi berjalan berdampingan. "Anto makin oke, ya, main basketnya! Berkat dia sekolah kita menang."
"Iya. Tapi yang penting, kamu jadi kan pulang saya boncengkan"" ujar Lupus.
Poppi menggeleng. "Saya kan bilang kapan-kapan aja, bukan sekarang." Lalu Poppi menunjuk ke mobil sedan yang terparkir di halaman. "Tuh, sopir saya udah nungguin. Saya emang minta dijemput tadi, soalnya saya belum ngapalin buat ulangan biologi besok."
Lupus tampak kecewa. Poppi bukannya tidak menangkap kekecewaan di wajah Lupus.
""Emangnya kenapa, Pus" Kamu pengen saya naik sepeda baru kamu"".
"Maunya sih begitu... Kan biar bisa ngerasain sepeda baru saya," rajuk Lupus.
"Ya udah. Kalo gitu saya suruh sopir saya pulang. Tapi cepet, ya." Poppi segera menghampiri sopirnya.
Lupus jelas girang. "Oke deh. Nanti saya ngebut, biar cepet sampe rumah. Kamu tunggu aja di bawah pohon situ, ya."
Lupus pun berlari-lari riang ke pelataran parkir. Sementara Poppi menuju mobilnya.
Di parkir sepeda, puluhan sepeda terparkir malang-melintang. Jenis dan wamanya hampir-hampir sama semua, karena emang lagi trend fun bike dengan sepeda-sepeda canggih. Lupus jadi bengong, ngeliat begitu banyak sepeda.
"Busyet, banyak amat! Mana yang sepedanya si Bule" Walah, gawat. Terus terang gue nggak apal yang mana! Abis sama semua! Aduh, kenapa tadi gue nggak ngapalin dulu ya bentuknya ""
Dengan panik Lupus berputar-putar berkeliling, mencari sepedanya. Tapi ia sama sekali nggak bisa ingat. "Gila! Gue bener-bener nggak tau yang mana! Kenapa bisa begini ya""
Sementara itu satu per satu anak-anak mulai mengambil sepeda masing-masing. Lupus masih bingung, karena masih banyak tersisa sepeda yang sejenis.
Beberapa saat kemudian, Lupus menyender dengan lemas ke tiang. Ia benar-benar frustrasi nggak bisa menemukan sepedanya. Poppi datang dari arah belakang dengan muka sedikit kesal. Ia langsung mencolek bahu Lupus.
"Kamu gimana sih" Saya tungguin di bawah pohon, malah nyari inspirasi di sini. Ngapain sih""
Lupus langsung gugup. "Ng... s-saya nyari-nyari sepeda tapi nggak ketemu..."
Poppi kaget. "Dicuri""
"En-nggak... s-saya lupa, yang mana ya sepedanya"" ujar Lupus salah tingkah.
Poppi jadi heran. "Lho, kok sama sepeda sendiri nggak inget""
"I-iya sih, t-tapi kan masih baru. Jadi nggak sempat ngapalin bentuknya...."
Poppi menatap Lupus tak percaya. "Terus, gimana dong""
"K-kamu sempet inget nggak, yang mana"" tanya Lupus.
Poppi kesal. "Mana saya tau" Ayo deh, kita cari lagi."
Mereka kembali berkeliling mencari sepeda Lupus. Tapi tetap nggak ketemu. Beberapa kali ada yang mirip, tapi Lupus ragu. Ia takut dituduh maling sepeda. Lama-lama Lupus akhirnya ngaku juga, "Maaf, Pop... saya mau ngaku nih. Sebetulnya sepeda itu punya si Bule, pacar Lulu. Saya minjem...."
Poppi lalu menghela napas. "Hhhh! Sudah saya duga. Makanya jangan sok!"
""Sori deh, sori...." Lupus menundukkan kepala.
"Terus sekarang gimana""
"Kayaknya kita harus nunggu sampai semua sepeda ini diambil pemiliknya. Sampe ada yang sisa satu, nah, itu pasti punya Bule."
"Ha"" Poppi kaget.
Poppi minta anter Lupus nyari telepon u
mum. Poppi mau telepon ke rumah, minta dijemput lagi. Soalnya dia panik belum belajar buat ulangan biologi besok. Tapi beberapa telepon umum di situ rusak semua. Poppi jelas jengkel. "Semua telepon rusak, Pus!"
Wajah Lupus jadi nggak enak. "Rusak""
Poppi berjalan ke arah Lupus. "Aaah, sebel. Gimana saya bisa nelepon ke rumah" Mana bajaj udah nggak ada lagi! Kamu sih! Kenapa juga nggak bilang dari tadi" Kan saya bisa nyuruh sopir jangan pulang dulu!"
"Maaf, Pop..." Lupus merasa amat bersalah.
Sementara bulan bulat tersaput awan. Lupus dan Poppi masih nongkrong nungguin sepeda yang masih belum habis diambili pemiliknya. Wajah mereka berdua asli suntuk. Lupus berusaha menghibur Poppi.
"Sori ya, Pop. Mungkin Tuhan sengaja bikin kita begini, supaya bisa berduaan lebih lama...," ujar Lupus konyol.
"Iya, tapi saya belum ngapalin biologi!" ujar Poppi jengkel.
""Saya janji deh besok kamu boleh nyontek ulangan saya."
Poppi melirik sebel. "Yeee, yang udah-udah sih nyontek kamu jaminan dapet nilai lima!"
"Sabar, Pop, tinggal sepuluh sepeda lagi. Masa sih mereka pada nginep sini" Sebentar juga kita bisa pulang."
"Ini udah mau jam sembilan, kapan saya belajarnya" Uuuhh!"
*** "Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Setelah meletakkan sepeda Bule di garasi, Lupus masuk ke ruang tengah dengan wajah kusut. Lulu yang dari tadi nungguin, langsung menyemprotnya, "Hei, kucing! Lo dari mana aja sih" Tadi ditungguin Bule sampe jam sembilan, sampe dia kesel! Lo gimana sih, minjem barang nggak tanggung jawab bener" Gue kan nggak enak sama Bule!"
Lupus nginyem, tak bisa bilang apa-apa.
7. SEJUTA TOPAN BADAI BUAT BOIM!
SUASANA kamar Boim emang selalu berantakan. Ada kulit pisang setandan yang ngejogrok di lantai, dan baju yang nggak sempet dicuci seminggu terhampar di kasur tak berseprai, kaus kaki wama-wami yang digantung pada seutas tali rafia, serta buku-buku sekolah yang dekil! Rasanya nggak ada yang berani nyaingin kamar Boim dalam hal berantakan! Bayangin aja, kamar yang cuma tiga kali tiga meter itu ternyata isinya lebih komplet dari bak sampah pasar induk! Sampe-sampe kalo emak Boim mau buang sampah suka keliru nyemplungin ke kamarnya si Boim!
Eh, tapi ada ajaibnya juga Iho. Meski berantakan, kamar Boim bisa ngedatangin inspirasi. Buktinya aja, Boim bisa sampe berhari-hari kalo bikin surat cinta di situ. Seperti hari ini, Boim lagi asyik nulis surat di kolong tempat tidur. Tapi tiba-tiba aja kamar Boim diketuk orang.
"Permisiiii... "
Boim bangkit enggan-engganan. "Aduh, siapa sih" Ngeganggu konsentrasi gue aje."
"Boim baru mau membuka pintu kamarnya, tapi tiba-tiba Gusur udah nyelonong masuk. "Boim, sahabatku! Izinkan daku meminjam kamar dikau guna mencari inspirasi untuk puisi-puisiku!"
Boim langsung lemes. "Sur, gue juga lagi bikin surat cinta buat cewek yang lagi gue taksir! Lagian elo kan biasanya nyari inspirasinya di pantai!"
"Daku sedang bokek, Im. Lagi pula sekarang banyak pantai yang sudah tiada indah, bahkan banyak pantai yang diuruk untuk dibuat perumahan! Ah, daku jadi sedih, Im!"
Boim diam aja. Dia sebel karena keasyikannya terganggu.
"Ayolah, Im," rayu Gusur.
"Oke, lo boleh pake kamar gue, tapi gue kasih waktu lima menit!" putus Boim.
"Lima menit" Puisi apa yang bisa daku buat dalam lima menit"" Gusur protes.
Boim nggak menjawab. Dia langsung keluar kamar dan membanting pintu! Gusur buru-buru duduk bersila dan memejamkan matanya mencari inspirasi. Tak lama kemudian pintu kamar diketuk. Konsentrasi Gusur buyar.
"Belon juga lima menit sudah diganggu! Ya, masuk!" teriak Gusur.
Pintu dibuka, ternyata bukan Boim, melainkan pembantu Boim yang ganjen dan centil.
"Lho, kok bukan Bang Boim"" tanya pembantu itu.
""Aduh, sana, sana. Daku lagi konsentrasi nih." Gusur mengusir tu pembantu.
"Nggak mau pesen minum atau makan"" tawar si pembantu.
"Nggak usah! Daku lagi sibuk."
"Aduh, pesen aja deh. Kalo nggak pesen saya jadi nggak punya kerjaan nih!"
"Ah, iya lah. Kalo gitu daku pesen teh manis."
"Gulanya banyak apa dikit""
"Terserah. Yang penting manis!"
"Duitnya dong!"
"Duit buat apa""
"Ya buat bel i gulanya." "Ih, brengsek! Nawarin bukannya ngenakin malah nyusahin!'" Gusur merogoh saku celananya dan dapet duit cepek. "Nih!"
"Masa cepek sih. Ma""na dapet" Belon upah buat saya," ujar si pembantu lagi.
"Aaaah! Ngerepotin amat sih!" Gusur merogoh sakunya lagi dan dapat uang seribu. "Nih!"
"Makasih ya!" Setelah pembantu Boim pergi Gusur meneruskan semadinya. Tapi baru beberapa detik pintu kamar diketuk lagi.
"Time is opeeer!" Boim teriak dari luar.
"Aduh, belon juga mulai!" balas Gusur.
Boim muncul. "Waktunya udah abis, Sur. Sekarang giliran gue bikin surat cinta."
"Daku belum melakukan apa-apa, Im. Tadi ada pembantu dikau yang centil itu datang menggodaku. "
""Yah, salah sendiri. Kenapa tidak tahan godaan!"
"Berilah daku sedikit waktu lagi. Tolonglah..."
"Nggak bisa! Kamu harus segera meninggalkan kamar ini. Kalo enggak gue akan menjerit!"
Boim segera menarik-narik Gusur untuk keluar.
"Dikau kejam, Im. Kejaaam!" Terpaksa Gusur keluar.
Di luar kamar Boim, Gusur amprokan lagi ama pembantu Boim.
"Lho, kok mau pulang" Teh manisnya gimana"" ujar si pembantu.
"Dikau telanlah sendiri! Dasar penggoda!" ujar Gusur sewot.
Boim lalu menutup pintu kamarnya. Dia ingin melanjutkan pembuatan surat cintanya. "Ah, sebaiknya gue tidur-tiduran dulu, biar seger. Ntar baru gue terusin."
Boim mencopot kausnya. Dengan bertelanjang dada dia tiduran di kasurnya. Tapi baru aja dia mau memejamkan mata, tiba-tiba Lupus muncul.
"Im, bangun!" panggil Lupus.
Boim tidak bangun, tapi malah tengkurep.
"Eh, duit siapa nih""
Ngedenger kata duit Boim langsung bangun, lalu melompat turun dan mencari-cari duit di kolong tempat tidur. Lupus terpingkal-pingkal!
"Hahaha! Dasar mata duitan lo!"
Boim keki, dia melompat ke atas kasur dan tidur lagi!
"Lupus dengan sebel berteriak di kuping Boim, "Hoooi... bangun!"
Boim jelas melompat kaget. "Aduuh, Pus. Gue lagi pengin bikin surat cinta buat cewek nih! Jadi gue harus tidur dulu biar seger."
"Ah, cewek siapa lagi sih yang rela lo demenin""
""Ada deh."
Lupus melengos. "Eh, bener, Pus. Tu cewek udah bersedia gue ajak jalan."
"Ya bagus lah kalo gitu." Lupus duduk di ranjang Boim.
"Tapi, Pus, mau nggak lo nolongin gue" Sedikiiit aje." Suara Boim jadi memelas.
Lupus mendelik sewot.- "Hm, pasti lo ingin minta ditemani, ya""
"Bukan. Bukan soal itu. Gini lho, gue kan udah berhasil ngajak kencan cewek itu. Nah, elo tau kan kalo ini the very first time buat gue bisa ngajak kencan beneran. Tapi... tapi, oh, Pus, tolonglah saya...."
Mencari Bende Mataram 1 Roro Centil 09 Misteri Sepasang Pedang Siluman Dalam Derai Hujan 2
^