Pencarian

Capung Keseratus 1

Capung Keseratus The 100th Dragonfly Karya Ary Yulistiana Bagian 1


The 100th Dragonfly Ary Yulistiana Djvu: Otoy http://otoy-ebookgratis.blogspot.com
Edit & Convert Jar: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
Isi Buku Damn Cold Around Here "Get the dragonfly spirit!"
Grey, Where Are You"
Daren White Eyang Kakung Nacturno Aurora Cosplay Daren Goes to Asia Mirip Nobita Penantian My 1st Lover, My 100th Dragonfly
Ucapan Terima Kasih Semula, hanya niat kenalan dengan capung-capung yang punya bentuk tubuh artistik itu. Ternyata; mereka adalah teman curhat yang menyenangkan. Banyak sekali cerita dari mereka yang kemudian tertuang dalam novel ini.
Syukur dan terima kasih terpanjat kepada Allah SWT, yang telah menciptakan jagad raya seisinya, termasuk capung yang akhirnya menjadi teman baikku. Maturnuwun untuk ibu, yang tidak tahu menahu tentang pengerjaan novel ini, tapi tetap berusaha mengarahkan aku. Bapak, yang telah banyak sekali menyemangati aku dan selalu memberikan dukungan terhadap apa pun yang aku lakukan.
Terima kasih Langit Kresna Hariadi, atas kutukan kacang ijo yang melengkapi gairah untuk menuntaskan novel ini. Yth. KRHT Winamodipura maestro macapat Karaton Surakarta yang sudah membantuku menerjemahkan pupuh Kinanthi di
depan Kori Kamandungan. Irawan Nugroho dari VOA Washington DC yang telah memberikan inspirasi sejak bertahun-tahun lalu. Terima kasih untuk pendekar-pendekar di milis kacangijo yang sudah membagi jurusnya; sela-matkan generasi
selanjutnya dari kutukan ka-cang ijo! Juga buat teman-teman ABG, thanks for inspiring.
Last but not least, untuk Penerbit Cinta, terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk menerbangkan capung-capung
ini ke seluruh penjuru mata angin. Terima kasih pada editor Benny Rhamdani, atas koreksi dan motivasinya.
Untuk nama-nama yang tak bisa terdata leng-kap di sini apalagi berdasarkan urutan abjad terima kasih dan terima kasih atas semuanya. Untuk capung-capung yang manis, tetap mampir di belakang rumah, ya! Untuk pembaca tercinta, truly madly deeply thank you.
-Ary Yulistiana- 1. Damn Cold Around Here "Get the dragonfly spirit!"
SMA Antariksa ... KRIEEET .... Kreeek... gluduk... gluduk... gubrak!
Aduh! (Kalo "aduh" berarti ada kaki yang terinjak atau tersandung). Rebutan tempat.
"Duluan aku yang sampe sini!" teriak Mita sengit. "Lho, salah sendiri sampe duluan!" teriak Tedi sambil menahan kursinya yang terus dipepet Mita.
"Nggak bisa! Pokoknya; kelompokku harus dekat jendela!" Mita tetap ngotot sampai urat lehemya kelihatan.
"Nggak bisa juga! Kelompokku lebih berhak, soalnya kebanyakan udah duduk di sini!" timpal Tedi tanpa mau mengalah.
Pak Robert hanya geleng-geleng melihat kelakuan siswanya yang rebutan. Akhirnya; Mita kalah dan pergi meninggalkan Tedi.
Tak lama, terdengar lagi suara cempreng Mita, "Nggak mau! Pokoknya; kelompokku yang lebih berhak duduk di bawah kipas angin!"
"Ya udah! Duduk di atas kipas angin seka-lian!" jawab Dodi kesal sambil menarik kursi-nya ke tempat lain.
Rebutan ngambil undian tugas yang harus dikerjakan juga nambah kekacuan kelas.
"Wah, Karman curang! Undiannya dibalikin lagi!" teriak Peni melihat kelakuan Karman yang mencurigakan.
"Ah, siapa bilang" Tadi cuma mau lihat, kertas undian-nya, ada tulisannya apa nggak!" Karman berkilah sambil memilih kertas undian di atas meja guru.
"Bohong ... bohong! Nggak fair, nih. Kalo gitu, dikocok aja undiannya. Jangan ambil sendiri-sendiri gini!" kata Pingkan yang meli-hat kelakuan Karman.
Akhirnya, undian dikocok bergantian di meja masing-masing kelompok.
"Arisan kaleee ...!" teriak Karman yang akal bulusnya gagal.
Panas-panas gini, Pak Robert-yang tinggi dan berka-camata, tega-teganya ngasih tugas bikin naskah drama. Emang sih, cuma satu ba-bak, secara berkelompok pula. Tapi, mana per-nah anak-anak 3 IPS 4 nerima tugas dari guru dengan sukarela.
Biar cuma dikasih tugas satu soal, mereka pasti protes sebelum mengerjakan. Udah capeklah, bosen dikasih tugas melululah, nggak bisalah. Payah! Coba kalo guru-guru ngambek nggak mau ngasih soal, mereka pasti ... protes juga!
Kali ini, Pak Robert membagi kelompok, tapi tu-
gas yang harus dikerjakan diundi dulu. Kinanti sekelo
mpok dengan Tedi, Karman, dan Imel, dapat undian menulis naskah drama romantis. Kelompok ini menulis tentang date cewek dengan kekasihnya di tepian danau.
Karman ketua kelompok pencinta alam SMA Anta-riksa-ngasih masukan supaya si kekasih akhirnya terjun ke danau karena si cewek lebih mencintai sahabat kecilnya yang sekarang tinggal di gunung.
"Kamu maksa banget, sih!" protes Kinanti.
"Iya tuh, jangan masukin kepentingan pribadi, dong!" sahut Imel.
"Lho, iya. Cowoknya terjun aja ke danau," kata Tedi.
Karman heran, tumben Tedi mau-maunya mendukung. Imel dan Kinanti mengemyit.
"Karena ceweknya lebih nge-fan sama pemain basket yang cute kayak gue!" tambah Tedi-pemain inti klub basket-sok pede.
Bietak! Pulpen Kinanti melayang ke Tedi.
"Huuu..., elo tuh, norak tau"!"
Sementara, Grey bergabung dengan Peni, Rico, dan Sophie-yang merasa terharu mendengar ia seke-lompok dengan pangeran impiannya. Mereka dapet undian menulis naskah singkat drama misteri.
Sophie protes ke Pak Robert, minta diganti dengan naskah dongeng. Tapi, Pak Robert malah menyarankan supaya kelompok Sophie mengeksplorasi Rico biar mereka gampang dapat
ide. Akhirnya, Sophie sepakat dan bolak-balik melihat wajah Rico.
"Wuih, gila! Wajah kamu serem banget. Sumpah!" begitu komentamya.
Berkat Rico, akhirnya kelompok itu berhasil menulis naskah misteri berjudul Teror Siluman.
Kelompok yang lain sama ributnya. Masing-masing berebut mencurahkan ide untuk naskah drama yang ditugaskan. Pak Robert hampir nggak tahan dengan kegaduh-an anak-anak yang bengal. Barangkali mereka memang ada keturunan harimau bengali. Hihihi .... Eh, ada hubungannya nggak, sih "!
Mereka menulis naskah drama sambil mem-pra-ktikkan dialog rekaan yang diusulkan.
"Kekasihku, ke mana saja kamu selama ini"" Imel berdiri sambil membacakan naskah drama kelompoknya, dengan penuh perasaan. Imel lalu merem, serasa jadi Juliet yang mabuk cinta pada Romeo.
"Rasakan tendangan mautku ... HIAAAT!" teriak Dodi kuat-kuat sambil nendang kursi kosong. Maklum, kelompoknya kebagian nulis naskah silat. BRUKKK! GUBRAK!
Kursi kosong itu langsung terguling. Di-sambut tepuk tangan riuh anggota kelompok-nya. Plok ... plok ... plok! Suit-suit!
Dodi bangga, serasa syuting sinetron laga. Padahal, anak-anak tepuk tangan seperti non-ton topeng monyet.
Lalu, ada Sophie yang ketakutan dikejar siluman. "Tolooong ... tolooong! Jangan ganggu aku! Aaaa
Kalo yang ini, anak-anak benar-benar kagum, soalnya adegan yang diperankan sangat menjiwai. Sophie benar-benar ketakutan karena Rico yang nyolek bahunya-mau minjem pulpen benar-benar mirip siluman.
Tika yang kelompoknya dapat tugas menulis naskah drama komedi, malah main tebakan.
"Telor apa yang paling preman"" Apaan, ya" Anak-anak pada berpikir keras. Telor yang paling preman, apaan, dong "
"Telor yang dijual sama preman!" jawab Peni dengan suara kencang.
"Yeee, salah!" kata Tika mantap.
"Telor yang diangkremin sama preman!" teriak Tedi tak mau kalah.
"Hush! Untung nggak ada preman di sini, elo bisa-bisa ditonjok! Salah juga!" teriak Tika.
"Alaaa ... itu sih, tebakan kuno! Jawabannya, telor yang emaknya ayam preman!" kata Dodi semangat. Anak-anak mendukung Dodi sambil teriak-teriak mengiyakan.
"Salah lagi!" kata Tika makin mantap.
Anak-anak bingung. Apaan, sih"
"Udah deh, nyerah aja!" Tika merasa menang.
"Ye, jangan, dong. Kenapa juga nyerah"! Besok aja jawabnya, kita pikirin dulu nanti," kata Grey selebritis SMA Antariksa.
"Nggak bisa, dong. Mana ada tebakan sekarang, jawabannya besok. Niat nggak, sih"" Tika nolak usul Grey.
"Ntar dikasih tau lewat SMS, deh," rayu Rico. "Tau tuh, ngasih tebakan maksa banget!" komentar yang lain.
"Nanti sore telepon deh, kalo udah ada jawabannya!"
"Atau agak malam dikit!" "Iya, atau dijawab di chat room!" "Nggak bisa, nggak bisa. Tetap nggak bisa! Ya udah, kalo gitu, aku kasih tahu sekarang. Dengerin baik-baik, jawabannya ... telor asin!" Tika kegirangan.
"Kok, bisa"" Dodi penasaran.
"Kan, ada tatonya!" Tika makin girang.
"HUUU ... penonton kecewa." Anak-anak langsung ngelemparin apa aja yang ada di meja, ke arah Tika. Piuk!
Sebagian gulungan kertas m
alah nyasar ke Pak Robert.
"Salah-salah!" Dodi masih nggak terima. "Ada yang lebih preman lagi!" sambung Dodi. Anak-anak melongo, penasaran nunggu jawaban. "Apaan"" Tika sewot.
"Telor puyuh dong, tatonya di sekujur tu-buh, eh, di sekujur telor. Jadi lebih preman lagi!" Anak-anak ngakak. Tika manyun.
Wah, Pak Robert makin pusing. Berulang kali beliau mengingatkan anak-anak agar lebih tertib.
"Ssst ... sssttt! Kalian jangan terlalu berisik! Mengganggu kelas sebelah!" kata Pak Robert yang hari itu berkemeja abu-abu muda.
"Lho, nulis naskah drama kok, nggak boleh berisik. Terus, gimana kita bisa nulis naskah dialog yang pas"" tanya Tedi, langsung diiyakan seluruh penghuni kelas, kecuali Pak Robert, meja, kursi, dan lemari.
"Mana ada drama yang bisik-bisik doang," kata Tedi lagi.
"Iya, lagian suruh aja menulis naskah drama pantomim biar kelasnya sepi," kata Sophie. Anak-anak cekikikan.
"Terus, kalo dibilang ganggu kelas sebelah, ya salah sendiri kenapa mereka dekat-dekat dengan kelas kita. Harusnya mereka tahu diri dong, kalo kita lagi belajar berekspresi. Mengembangkan kemampuan psikomotorik. Lagi pula, mendukung Kurikulum Berbasis Kompe-tensi!" kata Rico berapi-api, persis calon legis-latif berkampanye.
Yang lainnya malah tambah berisik karena bertepuk tangan dan menyoraki Rico. Pak Robert akhirnya mengalah karena dikeroyok anak-anak sekelas. Beliau melangkah gontai menuju meja guru dan mengawasi anak-anak dari sana.
Begitu mendengar bel akhir pelajaran, Pak Robert menarik napas lega. Pfuih, cobaan ini berakhir juga akhirnya. Tapi, anak-anak nggak terima.
"Yaaah ...! Lagi asyik-asyiknya, nih!"
"Waduh, belum selesai, Pak. Silumannya belum berhasil ditangkap!" protes Grey.
"Iya nih, banyak yang belum selesai ...!" protes yang lain.
Setelah mengurut dada karena kaget dikeroyok lagi, akhirnya Pak Robert memerintahkan semua kelompok menyelesaikan tugas itu di rumah, dan mengumpulkannya minggu depan. Anak-anak kegirangan sambil menjejalkan buku-buku ke dalam tas. Sebagian buku dilem-par seenakya ke laci, biar nggak usah repot dibawa pulang.
Dalam waktu dua menit setelah bel, ruang kelas kosong melompong. Seperti situasi seluruh kelas di muka bumi ini, bunyi bel akhir pelajaran sama aja dengan pengumuman akan datangnya monster mengerikan, teman-temannya Godzilla. Semua pasti rebutan ke luar kelas sesegera mungkin, kalo nggak mau dimakan monster itu hidup-hidup.
Kinanti yang capek duduk di kelas sejak pagi, berjalan malas ke perpustakaan. Mau nyari beberapa buku untuk referensi tugas, sekalian ngebales e-mail. Tas birunya dicang-klong di lengan kiri, sambil sesekali membenahi ram-but panjangnya yang berantakan. Bintik-bintik keringat menghiasi dahinya. Sebenamya Kinanti pengin buru-buru pulang, tapi begitu ia mengingat nama Daren lagi, semangat pulangnya menyusut.
"HIHIHI Kinanti ngikik membaca subject tittle urutan teratas di mailbox-nya. Damn cold around here. Jelas lucu buat Kinanti. Udah biasa tinggal di
negara empat musim kok, masih kedinginan juga!
To : df_girl@nicemail.com
From : your_daren@iworldmail.com
Subject : Damn cold around here.
How're u doing" Lepas tengah hari tadi, aku mendarat di Schippoi. Pesawat sempat berputar-putar cukup lama di atas kota Amsterdam. Rupanya cuaca nggak bersahabat. Fortunately, itu segera bisa diatasi.
Begitu turun dari pesawat, Profesor Adams sudah menunggu. Seperti aku bilang di mail sebelumnya, (lagi-lagi) aku nggak bisa beristirahat lama. Malam nanti, Profesor Adams akan menunjukkan beberapa insektarium tempat menaruh serangga hasil tangkapannya musim kemarin. Besok pagi hari pertama penelitian, padahal salju makin tebal, brrr. Damn cold around here.
Aku janji, begitu ada waktu akan memberi kabar lagi. Regards, Daren White
Klik. Kinanti meringis. "Yah...! E-mail pendek lagi." Kinanti geleng-geleng kepala, jemarinya memencet keyboard malas /malas-malasan.
Berminggu-minggu menunggu e-mail kamu, tapi
yang datang malah sependek ini.
Memangnya nggak bisa nulis yang lebih pendek lagi
sekalian! "Payah nih, cuma 4KB!" tangan kirinya mengelus dahi.
Kamu keterlaluan! Bibir Kinanti mencang-mencong m
enggerutu nggak keruan. "Kamu ngomong sama siapa, sih"" Grey, sahabatnya, tahu-tahu sudah ada di depan kubikel. Kinanti mendongak. "Lagi voice chat."
"Headsetnya kan, nggak dipakai"" protes Grey. Kinanti meraih headset di sebelah mouse dan mema-kainya. Sambil menoleh ke Grey, telunjuknya mengarah ke kepala.
"Nih!" Kinanti ngejawab pertanyaan Grey tanpa dosa.
Grey cemberut. "E ... eh, mau ke mana, Grey"" Dilihatnya Grey bergegas meninggalkan kubikel.
"Pulang. Perpustakaan hampir tutup. Tuh, Madam Rosita udah beres-beres."
"Tunggu Grey, aku ikut!" Kinanti buru-buru mengklik semua perin-tah. Close. Yes. Log out. Yes.
Duh, gitu aja ngambek, sih!
"Grey, tungguin, dong!"
Nissan X-Trail merah Grey meninggalkan gerbang SMA Antariksa, meluncur ke jalan raya yang mulai disesaki mobil pekerja nine to five. Matahari mulai berbaik hati, menyisakan sedikit sinamya supaya nggak terlalu menye-ngat kulit.
"Siapa, sih"" tanya Grey penasaran, tangannya bergerak-gerak pelan di atas setir. Di depan, lampu lalu lintas menyala merah.
"Hah"" sahut Kinanti dengan muka tanpa dosa.
"Siapa"" Grey mengulang.
"Apanya"" Kinanti bingung. Grey manyun. Sebenamya, kamu pinter nggak, sih" Kok, suka telat mikir gitu!
"Yang bikin kamu marah-marah tadi!"
"Ooo Kinanti malah membuka jendela, mengangsurkan recehan ke pengamen cilik yang beraksi dengan kecrekan tutup botol.
Grey menoleh tak sabar. "Siapa"" Kinanti mengangkat kedua alisnya sambil pamer senyum centil. "Daren!" jawabnya.
"Ckckck! Kenapa sih, si Duren itu masih rajin ngirim e-mail ke kamu"" tanya Grey nggak suka.
Kinanti melirik sadis, senyumnya langsung lenyap. "D-A-R-E-N. Daren! Bukan Duren!"
Antrean kendaraan mulai bergerak maju.
"Hahaha .... Iya, iya, Darenmu yang tercinta itu. Sampai kapan dia mau berhenti kirim e-mail ke kamu""
"Sampai dia dateng ke Indonesia." "Kapan""
"Nanti!" Grey menautkan alis, tersenyum aneh, dan tak lagi menginterogasi Kinanti. Kinanti juga diam, sebentar kemudian cewek manis itu memutar Peterpan di mobil Grey.
Ingatkan ku semua, wahai sahabat Kita untuk slamanya, kita percaya Kita tebarkan arah, dan tak pernah lelah Ingatkanku semua wahai sahabat ....
SEPULUH menit kemudian, Kinanti menge-masi tas dan bindemya. Grey mengurangi laju kecepatan mobil.
"Here we are kata Grey waktu mobil
benar-benar berhenti. "Mampir, nggak"" tanya Kinanti sebelum membuka pintu mobil.
"No, thanks, mungkin lain waktu. Salam ya, untuk bunda," jawab Grey sambil tangannya tetap berada di atas lingkaran setir.
Kinanti menjawab dengan senyuman manis. Grey menurunkan tangan kirinya mengatur persneling, mengangguk pada Kinanti yang bersiap menutup pintu mobil. Duh, formal banget sih, pamitannya.
Kinanti membuka pagar besi cokelat keemasan beromamen bunga. Kinanti nggak langsung masuk
rumah, malah memilih berselonjor di rerumputan yang menghampar hijau di halaman, terasa lunak dan segar.
Pandangannya berkeliling, angin sore menyelimuti tubuhnya yang gerah berseragam sejak pagi. Tepat waktu titik fokus matanya sampai ke dahan flamboyan, senyumnya mengembang.
Itu dia, ternyata kamu udah nunggu aku, ya" Oke, sekarang waktunya kita bermain.
"Hai!" Kinanti menggumam pelan, takut sobat kecilnya kaget.
Mahluk kecil itu bertengger di dahan tertinggi. Sayap tipis transparannya tampak kaku, tubuh hijau rampingnya gagah dan berkilat ditimpa matahari sore.
Capung. Kinanti mengagumi serangga bersayap empat itu. Kinanti bangkit, mengendap-endap. Lagaknya mirip
KINANTI berjingkat, sore gini biasanya bunda ngerjain pembukuan tagihan pelanggan di ruang kerja. Tuh kan, bener. Kinanti tersenyum haru. Kasihan, bunda sibuk sendiri. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, terlihat bundanya sedang berkutat dengan kertas, pensil, dan kalkulator.
Bunda betah di ruangan itu. Di salah satu sisi ruangan, ada jendela tanpa kaca berukuran besar dengan kusen berukir. Jendela itu langsung
menghadap ke kolam teratai di halaman samping. Bunda sering terlihat berlama-lama memandangi kolam teratainya, tanpa peduli siang-malam.
"Bunda." Kinanti tersenyum dari celah pintu.
"Nebeng Grey lagi, ya"" tanya bunda ber-binar. Kinanti melebarkan
celah pintu, lalu me-lang-kah masuk menghampiri bunda. Kinanti memeluk bunda dari belakang.
"Iya." Bunda pasti mendengar deru mobil Grey yang berhenti di depan rumah tadi, Kinanti menduga.
"Kok, sore banget""
"Bikin tugas dulu, di perpustakaan. Terus, nge-cek e-mail. Ada yang dari Daren, tapi pendek. Terus
Seperti teringat sesuatu, bunda memegang tangan Kinanti, memotong pembicaraan. "O iya Kin, tadi siang waktu Bunda menerima kiriman kain, ada kiriman juga buatmu. Kalo nggak salah, dari Daren temenmu itu, tapi alamatnya kok, Afri ..."' Ah! Daren!
Kinanti refleks menutup mulut, sambil menggeleng. Sudut matanya sedikit berair. Seperti nggak percaya .... Apa nggak salah"! Masa, sih"!
"Bener, Bunda""
Bunda mengangguk. "Bunda! Kenapa nggak bilang dari tadi ..."" Kinanti tertawa setengah menangis. "
"Mana, Bunda ..."" Kinanti mulai nggak sabar. Napas-nya terasa berat di paru-paru. Ia merasa tekanan darahnya mulai naik, mirip waktu naik roller coaster di atas rel yang terbalik.
"Ada di kamar." Dezig! Bruk! Secepat kilat, Kinanti menuju ke kamamya di bagian belakang rumah.
"Jangan lupa ganti baju, terus makan!"
"Iyaaa ...!" Jantung Kinanti makin kencang berdegup ketika membuka pintu kamar. Sebuah kotak berwarna cokelat ada di atas meja belajamya. Tangannya gemetaran meraih kotak cokelat itu. Sambil menggigit bibir, Kinanti memeriksa bagian depan kotak. Dadanya masih terasa sesak.
To: Kinanti Sekar Kusumodjati Ji. Khatulistiwa IV/26 Jakarta Indonesia
From: Daren White Green Avenue Montague Gardens 7442 South Africa
Beneran! Daren! Aduh, tambah deg-degan. Tak sabar, dibukanya selotip di kertas pembungkus. Srek! Aduh, robek. Ah, biarin deh, udah nggak sabar! Apa ya isinya, jangan-jangan tulisan "Anda belum beruntung", hehehe kalo itu sih, pengalaman ngegosok kupon undian.
Tangan Kinanti masih gemetaran memegang
kotak seukuran kardus HP. Padahal, waktu nerima kado ulang tahun aja Kinanti nggak seheboh ini. Tapi, ini beda! Dari Daren!
Ada secarik surat menyambutnya.
Gotcha! Kena kamu. Cemberut, ya" Sengaja tak kuceritakan di e-mail kalo aku ngirim sesuatu untukmu. Coba lihat, apa yang kuperoleh di Afrika dua bulan lalu. Hm, nice dragonfly, isn't it" Waktu itu, aku sempet mampir di Kirsten-bosch Botanical Garden, kebun raya di lereng Table Mountain, Cape Town, Afrika Selatan. Tapi, aku tak akan menangkap capung di situ. Kamu tahu, aku menemukannya di taman kota dekat penginapan.
That'll be all. Yours, Daren White p.s Ada tanda-tanda kalo semester depan aku akan melakukan penelitian di Asia bersama Profesor James Barriers. Semoga ke Indonesia.
Pias! Hati Kinanti rasanya melayang-layang di langit ke tujuh, berkecamuk semua perasaan di dalamnya. Kejutan dari Daren, surat, capung, janji untuk ke Indonesia. Aaah pipinya berlinang air mata.
Kok, malah jadi cengeng gini, batin Kinanti. Ah, keluar air mata nggak selamanya cengeng.
Dengan jantung yang masih berdegup melebihi normal, Kinanti membuka kotak melamin bercorak kehijauan di tangannya. Ini kiriman capung kedua
dari Daren. Selalu pakai kotak melamin bercorak kehijauan, dan styrofoam yang dipakai untuk mengganjal supaya capung yang dikirimnya nggak rusak dan tetap berada pada tempatnya.
Capung dengan semburat Jingga kemerahan, bersayap keemasan berkilat dengan mata faset yang tampak siaga memandang ke segala penjuru. Keren banget! Kinanti mengelus capung itu, terasa jasad kecil di tangannya sudah mengeras. Daren sudah mengawetkannya. Kinanti mengusap air matanya dan mulai senyum-senyum sendiri.
"Thanks, Daren Kinanti menarik napas
dalam-dalam. Dibawanya kotak kehijauan itu ke meja kayu hitam. Di atas meja ada kotak kaca tempat Kinanti menjajarkan capung-capung koleksinya. Semua diatur rapi, berderet-deret, lengkap dengan tanggal "penemuan" di bagian bawah masing-masing ekor.
Kinanti menaruh capung kemerahan itu di deret yang masih kosong, melihatnya lama-lama. Ada puluhan capung di kotak kaca, dalam berbagai kondisi. Ya, nggak semua capung itu dalam kondisi utuh. Putus di bagian ekor, bagian kepala yang mengelupas, beberapa ekor lainnya malah tanpa sayap.
Deret ke samping ada sepuluh
ekor capung, deret ke bawah juga ada sepuluh. Di bagian bawah masih ada dua buah tempat kosong. Itu berarti, sekarang jumlah capung Kinanti ada sembilan puluh delapan ekor, perlu dua ekor capung lagi untuk mencapai angka seratus. Jadi ....
Tok-tok-tok, suara ketukan di pintu kamar. "Kinanti," ucap bunda dari balik pintu. "Ya, Bunda." "Sayang, makan dulu
BERES makan, Kinanti sibuk lagi dengan capungnya. Kali ini, ia mau menulis riwayat capung barunya di scrap book buatan sendiri. Buku merah muda itu bergambar siluet capung di bagian sampul, digambar sendiri oleh Kinanti. Di halaman pertama ada sebait puisi karya Alfred Lord Tennyson.
Today I saw the dragonfly Come from the wells where he did lie An inner impulse rent the veil Of his old husk: from head to tail Came out clear plates of sapphire mail He dried his wings: like gauze they grew; Thro'crofts and pastures wet with dew A living flash of light he flew.
Di halaman-halaman berikutnya, banyak guntingan gambar capung warna-warni, didapat dari majalah, koran, brosur, atau barang-barang cetakan.
Selama ini, capung-capungnya terdata lengkap di buku itu. Nomor urut, hari, tanggal, dan jam penemuan, asal muasal, kondisi tubuh ketika
ditemukan, dan berbagai hal yang berkaitan dengan si capung. Pokoknya, komplet banget. Baca aja tulisan di lembaran-lembarannya.
Nomor Urut : 51 Tg! ditemukan : 4 Februari 2004, Sabtu
sepulang sekolah. Lokasi : belakang rumah.
Kondisi : utuh, baik-baik saja.
Tadinya sih, mau ngasih makan ikan, habis udah laper (ikannya, bukan aku). Tapi, di pucuk tanaman tinggi runcing parikesit yang ditanam bunda di pinggir kolam, ada si dragon. Wuaaah ... langsung saja aku balik masuk rumah dan ngambil jaring. Setelah lima belas menit kejar-kejaran, akhirnya berhasil kutangkap waktu dia mendarat di rumput.
Atau yang ini: Nomor Urut : 67 Tgl ditemukan : 1 Desember 2004 pukul 5 sore.
Lokasi : dapur. Kondisi : ekor putus, sayap kiri atas koyak.
Aduh sebel, tadi rebutan sama si belang. Wah, payah banget tuh kucing. Bukannya selama ini dia tau kalo aku ngoleksi dragon-dragon itu. Lagi pula, kenapa juga si dragon nyasar-nyasar ke dapur, di sebelah kompor! Jadinya rebutan, si belang berhasil
kuusir dengan sukses, tapi si dragon dalam kondisi kritis.
Kinanti mulai menulis di ruangan yang masih kosong di scrap book.
Nomor urut : 98 Tgl ditemukan : 20 Juni 2006, kiriman dari Daren.
Lokasi : dari Daren. Kondisi : very excellent!
Thanks ya Daren, ada capung luar negeri lagi yang melengkapi koleksi capungku. Dua ekor lagi, maka capungku berjumlah seratus. Hebat, kan"
Kinanti termenung, meletakkan lagi pulpen bertinta birunya. Kinanti mencari-cari HP-nya di tas, di benaknya ada satu nama: Grey!
Grey, pjg umur si Daren. Br td kt omngn, tnyt dia kirim DRAGON! Bs byngn gk sih Grey,ak sng bgt!
Pesan terkirim. Beberapa detik kemudian, layar HP-nya menyala lagi, kali ini sambil bemyanyi. Cowok tajir itu nggak bakaian mau ber-SMS ria. Ngasih komentar apa ya, dia" Bakaian surprise deh, pikir Kinanti.
"Hallooo Greyyy! Aduh, tadi
"Minjem pe-er matematika, Kin, susah banget suara Grey terdengar dari seberang, memutus
pembicaraan Kinanti. Kinanti mendelik, protes. Dijauhkan HP-nya dari telinga, dilihat layamya sekali lagi. Siapa tahu telepon nyasar. Ah, bener kok, si Grey. Sialan.
"Grey, tega banget sih, kamu! Nggak bisa lihat aku senang, ya"!"
"Apa sih, Kin" Kamu kok, marah-marah gitu""
"Udah terima SMS-ku""


Capung Keseratus The 100th Dragonfly Karya Ary Yulistiana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

'Udah." "Udah dibaca"" "Belum.11 "GREY!"
Huh, ngeselin banget sih, ini orang! Kinanti menutup telepon. Tapi nggak lama kemudian, lampu layar menyala, ringtone bemyanyi lagi. Grey lagi!
"APA"!" tanya Kinanti galak.
"SMS-mu nggak kebaca."
"Ah, bohong!" jawab Kinanti ketus.
"Ayolah, Kin." Kinanti menarik napas, membuang kesal, berusaha mencopot "tanduk-tanduknya". "Daren ngirim dragon lagi
"HAH" MAKSUDMU DIA NGIRIMIN KAMU NAGA" WAH GAWAT, BUANG JAUH-JAUH KIN, BAHAYA!" volume suara Grey yang meninggi tiba-tiba, jelas bikin Kinanti kaget.
GRRR! "Tanduk" Kinanti bermunculan lagi. "GREY! Kamu kenapa, sih" Selama ini kamu kan, tahu, aku cukup nyebut dragon untuk capung-capung it
u. Ya udah, ka "Iya-iya, ada berapa ekor yang dikirim" Seratus" Dua ratus" Kok, kamu nggak kelihatan senang gitu waktu aku bawain kamu capung dari Kalimantan"!"
"Hahaha Kalimantan di sebelahnya Kebun Raya" Terus, kamu udah lupa laporan dari Mita yang bilang lihat kamu ngejar-ngejar capung waktu kita kunjungan biologi ke Bogor" Itu kan, capung yang kamu kasih ke aku besok-nya di sekolah"!"
Diam. Terdengar desahan napas Grey. Kinanti jadi nggak enak sendiri.
"Kin, aku boleh ke rumahmu sekarang""
"Mau apa""
"Minjem pe-er."
"Jangan lewat jam sembilan, nggak akan dibukain pintu sama bunda."
Klik. Telepon ditutup dari seberang. Perasaannya masih nggak enak. Kenapa sih, Grey, jadi beda gitu" Kinanti memandangi HP-nya, wallpaper capung merah-biru diganti screen-saver setangkai bunga matahari kuning me-nya-la. Sepuluh detik sesudahnya, layar men-jadi gelap. Kinanti nggak mikirin Grey lagi.
Dibereskannya scrapbook dan kertas - kertas yang berantakan di atas meja. Sebentar dicarinya buku pe-er matematika yang selesai dikerjakannya kemarin sore, buat dipinjemin Grey. Biasalah, Grey selalu males bikin pe-er. Untung kalo ujian nilainya jarang jeblok. Pakai strategi apa tuh, dia" Kinanti sisiran dan merapikan bajunya.
Sebelum keluar kamar, Kinanti memandang sekali lagi capung kiriman Daren yang berjajar di
"skuadron" kotak kaca. Memang paling gagah di antara yang lain. Para penghuni lama jangan cemburu, ya! Kinanti tersenyum sendiri, lagi.
DILIHATNYA bunda masih ada di ruang kerja, jendela besar masih terbuka lebar-lebar. Bunda tetap sibuk. Kinanti memandangi bundanya sejenak.
Malam ini, Bunda mengenakan kemeja feminim gading dengan rok panjang bermotif parang beraksen keemasan. Rambut panjangnya disanggul sederhana, beberapa kuntum melati yang dipetik dari halaman belakang turut menghiasi bagian atas sanggul. Perpaduan hitam berkilau dan putih mewangi yang teramat cantik.
Kalo masih muda, bunda pasti jadi Putri Indonesia!
"Kok, sibuk sekali, Bunda"" Bunda menoleh, kemudian mengangguk dan menjawab, "Ada pelanggan yang mau pameran di Praha. Katanya, Indonesia dapat jatah beberapa stan. Bunda diminta mengirim berbagai kain batik sesuai permintaan mereka. Lumayan banyak. Jadi, agak repot begini."
Kinanti ber-"o" panjang. "Grey mau ke sini Bunda, mau minjem pe-er katanya," lanjut Kinanti. Bunda mengemyit. "Malam-malam gini""
"Ah, buat Grey, siang atau malam, mana ada bedanya Bunda."
"Ya ... udah, diterima saja. Asal diingatkan, pulangnya jangan terlalu malam." "Oke!"
Kinanti menunggu Grey di teras. Angin malam menyibakkan rambut panjangnya. Terpaksa benaknya memikirkan Grey lagi. Kenapa ya, Grey jadi aneh waktu neiepon tadi. Kinanti tahu, cowok tengil itu suka jahil dan sering nggak nyambung kalo diajak ngobrol, tapi Grey nggak punya kebiasaan minjem pe-er malam-malam. Grey lebih suka menyalinnya pagi-pagi sebelum bel pelajaran mulai.
Apa mungkin dia mau curhat sesuatu, atau mungkin juga sedang suntuk nggak punya kerjaan"
Deru Nissan X-trail yang sudah dikenal Kinanti berhenti tepat di depan pagar,menghentikan lamunannya. Kinanti bergegas membuka besi-besi cokelat keemasan itu. Grey tu-run dari mobil, mengenakan polo shirt putih dan ber-muda cokelat. Seperti biasa, rambutnya tersisir rapi ke belakang.
Wah, Grey ganteng juga, Kinanti baru sadar.
Teman-teman sekolahnya sih, banyak yang bilang, Grey itu gantengnya gabungan dari Tom Cruise dan Leonardo Dicaprio. Hah" Trus, kayak apa dong, hasilnya" Ya, kayak Grey itulah.
Grey bertampang indo. Dad-nya dari Amerikas Serikat, sedangkan ibunya Betawi asli yang kemudian bermukim di Washington sana setelah disunting Mr. Genoveve.
Sekarang, Grey sekeluarga pindah ke Indo-ne-sia lagi menemani omanya yang sering sakit-sakitan, yang kata Grey sering sembuh mendadak kalo
melihat cucunya yang paling ganteng, alias Grey.
"Masuk, yuk!" ajak Kinanti curiga melihat Grey yang lebih kaku dari biasanya.
"Di luar aja, deh," jawab Grey enggan. Tuh kan, beda.
"Nggak enak sama bunda," Kinanti berusaha membujuk.
"Cuma sebentar," jawab Grey singkat sambil menuju teras. Kenapa sih, dia"
Kinanti menatap Grey lekat-lekat
, kemudian mengikuti langkah Grey ke teras rumah. Grey sudah menemukan buku pe-er matematika bergambar Batman punya Kinanti yang tergeletak di atas meja. Sekilas, Grey terlihat membuka-buka lembarannya, tapi matanya kosong. Kinanti gemas. Kalo dibiarin, Grey bisa tahan diam berlama-lama nantinya.
"Kamu kenapa sih, Grey"" Kinanti mencoba bertanya.
Grey diam saja. "Kok, tumben kusut gitu"" Kinanti bertanya lagi.
Grey hanya mengedipkan matanya perlahan, mirip adegan slow-motion film. Setelah itu bergeming lagi.
"Grey Kinanti makin tak sabar. Grey masih membisu. Waduh Grey, kamu ini biasanya konyol, tapi kalo lagi gini ternyata dinginnya bisa melebihi Nicholas Saputra.
Setelah lumayan lama Kinanti menunggu, akhirnya Grey menghela napas dan mulai berbicara "Nggak apa-apa kok, Kin, hanya suasana rumah lagi nggak enak."
Ooo, itu masalahnya .... Duh, Kinanti jadi kasihan sama Grey.
"Dad"" tanya Kinanti berhati-hati. Gray memang sering cerita kalo dad-nya sebenarnya nggak betah tinggal di Indonesia sejak pindah lima tahun lalu. Mr. Genoveve selalu membandingkan dengan tanah kelahirannya, dan ingin kembali. Tapi, mami Grey keberatan kalo harus tinggal di Washington lagi, karena oma menolak ikut. Oma lebih suka tinggal di Jakarta, deket anak-anak dan cucu-cucunya.
Grey mengangguk. "Dad sering nggak masuk kantor. Aku takut kalo terjadi apa-apa sama mami dan oma."
"Maksudmu""
"Aku takut kalo tiba-tiba dad memaksa mami dan oma kembali lagi ke Washington. Aku takut mereka diancam."
Kinanti menggeleng pelan, menghela napas, masa sih Mr. Genoveve begitu" Pikirannya melayang lagi ke pria bule yang bekerja di sebuah perusahaan software milik salah seorang terkaya di dunia. Kinanti sebetulnya baru beberapa kali bertemu Mr. Genoveve.
Kalo nggak salah, waktu berkunjung ke rumah Grey untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah dan waktu menengok Grey yang dirawat di rumah sakit karena terjangkit hepatitis beberapa bulan lalu. Itu pun sebentar karena Mr. Genoveve harus segera ke Jerman untuk urusan pekerjaan. Selebihnya, Kinanti mendengar cerita-cerita dari Grey. Menurutnya, Mr.
Genoveve sangat baik dan penuh kasih sayang. Kinanti saja jadi iri dengan Grey yang punya dad sebaik Mr. Genoveve. Ah, Kinanti malah jadi ingat ayah yang sudah tiada.
"Udah deh, Grey, jangan punya pikiran macam-macam. Siapa tau, Mr. Genoveve beneran rindu tanah aimya. Tapi aku rasa, Mr. Genoveve nggak akan senekat itu. Cinta kalian akan mengembalikan semangat Mr. Genoveve untuk tetap tinggal di sini bersama keluarganya." Kinanti kaget sendiri dengan kata-katanya yang mengalir lancar.
Grey hanya diam, menunduk. Dinginnya angin malam menyusup ke pori-pori mereka.
"Oya, gimana capung kiriman Daren" Bagus"" Grey memecah kesunyian.
Kinanti tersenyum, mengangguk. Senang Grey bisa mengalihkan sedihnya. Jadi tambah senang juga karena Grey mau mendengar soal capung dari Daren.
"Mau lihat"" tanya Kinanti. Sekarang, giliran Grey yang mengangguk.
Kinanti masuk ke rumah. Grey sendirian di teras, masih ditemani dinginnya angin malam yang berayun di dahan-dahan flamboyan. Tak lama, Kinanti keluar lagi membawa kotak kecil.
"Ini dia!" kata Kinanti mirip tukang sulap, mengagetkan Grey.
"Kok, aku seperti pernah lihat kotak ini"" tanya Grey begitu tangannya menyentuh kotak melamin bercorak kehijauan.
"Wah, masih ingat, ya" Memang, waktu Daren ngirim Emperor Dragonfly yang kutunjukkan padamu dulu, dia pakai kotak yang persis seperti ini. Bagus, ya"" Kinanti antusias. Grey mengangguk.
"Aku suka banget kotak itu," Kinanti menjelaskan sambil tersenyum dan menatap Grey lekat-lekat. "Juga isinya," sambung Kinanti
Grey mengangguk lagi. Setelah itu, mereka diam.
Udara dingin menelusup pori-pori dan masuk menusuk tulang.
Daren, Damn cold around here, ucap Kinanti dalam hati.
2. Grey, Where Are You"
KINANTI menoleh lagi ke bangku belakangnya. Kosong. Grey bolos sekolah lagi hari ini. Grey
memang selalu duduk di belakang Kinanti sejak kelas satu. Alasannya, supaya gampang kalo ingin melihat Kinanti.
Ah, dasar Grey! Tapi sejak tiga hari lalu, anak itu bolos. Satu minggu sejak mengeluh malam-malam, Grey ja
di pendiam. Nggak lagi jahil, nggak lagi ngegodam anak-anak yang latihan cheer, atau jadi tukang antar jemput cewek-cewek kelas sebelah. Jam pertama kosong. Bu Tania guru akuntansi tiba-tiba sakit. Bu guru cantik itu hanya meninggalkan tugas untuk dikumpulkan hari ini juga. Biasanya begitu selesai mengerjakan, Kinanti langsung meminjamkan ke Grey untuk disalin.
Ah, Grey ...ke Mana kamu " Hampir tiga tahun Kinanti berteman dengan Grey, sejak mereka sama-sama jadi siswa SMA Antariksa. Waktu MOS, Kinanti datang terlambat. Taksinya terlambat datang dan jalanan macet. Kinanti terpaksa melapor ke guru piket untuk
mendapatkan the golden ticket supaya bisa selamat masuk kelas. Ternyata, di ruang guru piket ada Grey. Dia juga terlambat dan harus mencari golden ticket.
Guru piket pergi ke kantor Tata Usaha untuk mengambil blangko perizinan yang sudah habis di mejanya, jadi Grey ditinggal kemudian ngobrol sama Kinanti.
Dari situlah, awal mula pertemanan dengan Grey yang ternyata ditempatkan satu kelas dengannya. Kemudian, mereka bersahabat baik. Sampai-sampai waktu Kinanti memilih jurusan IPS, Grey juga mati-matian masuk kelas yang sama.
"Susah cari teman yang baik kayak kamu," kata Grey menyatakan alasannya.
Kinanti tertegun, sedikit ge-er.
"Kamu kan, baik banget, Kin. Ngasih contekan ... ngasih pinjam pe-er sambung Grey.
"Grey!!!" Kinanti menyesal udah ge-er duluan.
"KIN, Grey ke mana, sih""
Sophie sang supermodel, tahu-tahu berdiri di samping meja Kinanti sambil mengutak-atik kamus elektronik.
Kinanti hanya melirik. Hm, Greyholic mulai kebingungan.
Tadi ia juga ditanya Margareth, anak kelas sebelah, Ria, Nina, Shanty, dan anak-anak Cher. Bahkan,
waktu ia ngumpulin LKS ke ruang guru tadi, Bu Karin guru matematika yang nggak pernah sukses mentransfer ilmunya ke otak Grey pun merasa kehilangan.
Grey, semua orang nyariin kamu ....
"Mana aku tau. Lagi pula, kenapa jadi aku yang bertanggung jawab atas raibnya Grey"" jawab Kinanti sambil pura-pura membuka buku tugasnya.
"Kamu kan, sobatnya, Non. Siapa tahu lebih nge-rti dari kita-kita!" Sophie masih berharap jawaban.
Kinanti menarik bibimya ke satu garis lurus sambil menggeleng.
"Aneh. Kemarin, Grey juga berubah jadi pendiam gitu sahut Sophie sambil kembali ke bangkunya.
Semua anak masih berkutat di bangku masing-masing. Sebagian masih mengerjakan tugas dari Bu Tania, sebagian lainnya merasa dapat kesempatan menyalin pe-er bahasa Inggris yang harus dikumpulin jam ketiga nanti.
Ya, memang aneh .... Kinanti menjawab komentar Sophie dalam hati. Kinanti juga udah berkali-kali mengirim SMS tapi unsent semua. Mencoba nelepon, pasti jawabnya; "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif...."
Huh, Kinanti jelas khawatir atas nasib Grey. Kalo ia menghubungi telepon di rumah Grey, pasti yang ngangkat pembantunya, dan akan bilang, "Mas Grey belum pulang", kalo ditanya posisi Grey, pasti dia bilang, "Wah, kurang tahu."
Kinanti juga pernah coba nyari Tante Alya, mami Grey. Tapi, jawabannya macam-macam. Sibuk,
tidur, arisan, ke salon, ke yayasan, dan entah apa lagi, Kinanti lupa.
Padahal, Grey harus rapat hari ini. Empat bulan lagi ulang tahun ke-20 SMA Antariksa. Anak-anak mau bikin acara perayaannya. Satu bulan lalu panitia dibentuk, dan Grey yang terpilih jadi ketua. Jelas itu tak lepas dari peran cewek-cewek pendukungnya. Pokoknya, kalo sampe Grey lolos masuk audisi menyanyi atau apa saja, bisa dipastikan menang. Iyalah, ada ribuan cewek yang sukarela bakal ngirim SMS dukungan untuknya.
Apalagi waktu itu saingannya hanya Rico. Kemenangan mutlak sembilan puluh sembilan persen ada di tangan Grey. Bukan apa-apa. Rico yang hitam dan jarang mandi itu nggak bakalan diminati. Para cowok aja malas milih, apalagi cewek. Lebih-lebih untuk hajatan besar ini, nggak akan mendatangkan hoki dari sponsor, begitu kata mereka.
"Cowok sejuta cewek", itu julukan yang dibuat untuk Grey. Ih, kok, mirip julukan untuk dai kondang, ya" Kinanti juga nggak habis pikir, bisa-bisanya semua cewek cantik di sekolahnya bersaing terbuka untuk memperebutkan Grey. Paling nggak, perhatian Grey.
Sialnya, Grey menikmati semua tingkah la
ku cewek-cewek itu. Yang namanya Grey memang nggak bisa jaim.Sok cool kek, dikit! Tapi lihat aja Grey, dengan gampang nerima undangan dinner di rumah Tika,nerima ajakan Peni nonton konser musik klasik di Gedung Kesenian, nganterin anak-anak
cheer nonton konser spektakuler di Balai Sarbini, ngebayarin tiket bioskop semua cewek kelas IPA 1, gantian ne-menin mereka jalan ke mal, dan parahnya lagi, melototin dandanan Sophie si supermo-del itu bareng cowok-cowok lainnya! Ih, amit-amit, deh!
Tapi, siapa sih, yang nggak jatuh cintrong melihat Grey Genoveve. Tampan, berkulit terang dengan bola mata kecokelatan dan rambut selalu tersisir rapi. Sophie sering bilang kalo Grey mirip Ken, si boneka cute itu, dan tentu saja Sophie ngerasa sebagai Barbienya! Grey emang ramah selalu nyapa seluruh penghuni sekolah dari satpam sampai Mr. Rodriguez, the principal baik hati, rela nganterin pulang cewek-cewek yang kelamaan nunggu jemputan atau sekadar nraktir milkshake di kantin waktu istirahat tiba,dan yang lebih penting ... tajir!
Tentu saja, kelemahan Grey mengolah data di kepala alias lemot nggak terlihat di mata orang-orang, selain sama Kinanti dan guru bidang studi.
Mereka cuek aja, toh, Grey selalu berbagi kebahagiaan dengan siapa pun. Anak-anak juga nggak terlalu mengkhawatirkan kedekatan Kinanti dengan Grey. Selain tahu bahwa si cewek pintar itu nggak akan mau pacaran dengan Grey yang susah menangkap pelajaran, mereka juga menganggap Kinanti hanyalah "guru bimbel"atau "konsutan pribadi" Grey.
Waktu pembentukan panitia kemarin, Kinanti
kebagian jadi sekretaris, atas kemauan Grey. Lagi-lagi, peserta rapat malah bersorak gembira. Sekretaris itu repot, nulis proposal, membagi undangan, bikin notulen rapat. Wuah, semua bahagia mendengar keputusan Grey.
Itu berarti, hari ini Kinanti harus menggantikan Grey menggelar rapat koordinasi. Kinanti sudah memutuskan, pulang sekolah nanti jadwal rapat tetap harus dijalankan, tanpa Grey!
SOPHIE yang bertugas sebagai seksi acara, mencak-mencak begitu tahu rapat akan dipaksakan tanpa Grey.
"Duh, Kinanti, harusnya kamu cari Grey dulu sampe ketemu!" kata Sophie yang diiyakan anggota "Greyholic" lainnya.
Kinanti yang akan membuka rapat jelas sewot. "Yeee jadi kalo ketemunya tahun depan, kita juga rapatnya tahun depan" Kalian realistis, dong! Lagi pula, kenapa kalian nggak lapor polisi atau Tim SAR sekalian"!"
Sophie and her gank malah terkagum-kagum mendengar kata-kata Kinanti barusan, mereka sepakat untuk lapor ke Tim SAR yang markasnya nggak jauh dari sekolah. Kinanti makin jengkel.
"Udah, deh! Sekarang, masing-masing divisi bikin laporan. Mulai dari saya sendiri. Kesekretariatan
beres, proposal udah jadi, tinggal di-copy dan diisi daftar sponsor. Silakan, divisi yang lain laporan."
Peserta rapat yang tadinya ramai mendadak diam. Gimanapun, sebenarnya mereka segan juga sama Kinanti yang cerdas dan punya bakat memimpin seperti itu.
Sophie kembali angkat bicara, "Seksi acara belum bisa lapor apa-apa. Mungkin di rapat selanjutnya, kita bisa bicara sama Grey."
Kinanti mengemyit. "Kenapa harus sama Grey"" Kinanti menggumam sambil melanjutkan mencatat. "Silakan selanjutnya," Kinanti mendongak,menunggu panitia yang harus melaporkan perkembangan tugas yang menjadi bagian masing-masing.
"Dari bendahara juga belum ada laporan. Sampai hari ini, subsidi dari sekolah belum dicairin, mungkin harus nunggu Grey ngurusin," lapor Imel.
Kinanti mengemyit lagi sambil menaikkan sudut bibimya. Grey lagi "Oke, kalo gitu selanjutnya," sambung Kinanti.
"Seksi perizinan segera bergerak!" terdengar suara lantang Joe, anak 3 IPS 1 yang jadi seksi perizinan. Semua bersorak kegirangan, paling nggak ada sedikit perkembangan di kepanitiaan.
Kinanti hampir bemapas lega sebelum akhirnya mendengar Joe bersuara lagi.
"Tapi kan, semua berkas belum ditanda tangani ketua panitia," Joe berhenti sebentar, "jadi, nunggu Grey dulu!" tambahnya sambil nyengir.
Whoaa ...! Grey lagi! Kinanti meringis. Akhirnya, rapat bisa selesai dengan sukses setelah Kinanti sempat kewalahan dengan panitia yang hanya mau nurut sama Grey. Waktu mau menutup rapat,
tiba-tiba HP-nya bemyanyi. Kinanti refleks mengambilnya dari saku seragam. Imel, sang bendahara yang duduk di sam-pingnya, ikut melihat tampilan LCD.
Dari Grey! JREEENG!!! Tiba-tiba, mata Imel melotot melihat Kinanti. Mulutnya menganga lebar seperti orang ketemu hantu, dan beberapa detik sesudahnya, Imel menjerit kuat-kuat bikin ruangan kayak kena gempa, dan bikin geger peserta rapat.
"Greeey ...!" "Grey nelepon!"
Kinanti jelas kaget karena teriakan Imel pas di depan telinganya. Sekarang, ganti Kinanti yang memelototi Imel sambil langsung membekap mulut cewek tomboi itu.
Sophie langsung melompat mendekati bangku Kinanti. Jessica dan Ira, anak kelas dua, ikut menyusul. Hampir semua peserta rapat kemudian merangsek ke depan kecuali cowok. Semua ribut merintah Kinanti nerima panggilan Grey.
"Angkat, Kin, angkat! Keburu mati!" kata Peni sambil berjingkrak-jingkrak dan menggebrak-gebrak meja.
"Iya, Kin, atau aku aja deh, yang ngangkat!" Sophie ikut-ikutan reseh.
"Iya, iya. Aku aja ... aku aja!" Anak-anak dari
kelas lain ikut heboh melihat fenomena alam gaib,
eh, fenomena mengejutkan ini.
"Pakai speakerphone, Kin! Biar semua bisa dengar!"
"Iya, Kin! Speakerphone!"
"Ayo Kin, angkat!"
Suasana makin memanas. Kinanti benar-benar nggak tahan dengan kelakuan para cewek yang tiba-tiba berubah jadi suporter sepak bola di stadion. Sementara yang cowok, pasrah duduk di bangku masing-masing.
"Angkat aja tuh meja!" sahutr kinanti sambil menerobos kerumunan, pergi keluar kelas.
Anak-anak panitia kebingungan. Begitu sampai di luar ruang kelas IPA 2, yang dipinjam untuk tempat rapat, ringtone di HP-nya sudah berhenti.
Yaaah ... mised call. Dasar anak-anak panitia nggak tahu diri, batin Kinanti. Ayolah Grey, neiepon lagi .... Mana pulsa habis, Kinanti nggak bisa ngirim SMS. Sambil berharap Grey neiepon lagi, Kinanti duduk di pinggiran taman depan kelas.
Beberapa menit menunggu, ternyata Grey nggak neiepon juga. Akhirnya dengan langkah gontai, Kinanti masuk lagi ke kelas. Tapi begitu sampai di pintu kelas, Kinanti langsung dikeroyok anak-anak panitia, mirip selebritis dikerubungi wartawan gosip yang begitu bemafsu mengorek informasi darinya.
"Gimana, Kin""
"Grey bilang apa, Kin""
"Suaranya gimana, Kin""
Malah, ada pertanyaan yang menurut Kinanti
susah dicema akal sehat. "Grey udah makan belum, Kin""
"Grey pakai baju apa, Kin""
Tadi malam, Grey tidur jam berapa, Kin""
Kinanti makin cemberut, dan menjawab sekena-nya.
"Grey masuk sekolah besok." DUAR!!!
Seperti menang undian satu miliar, semua yang mendengar berteriak histeris. "HAAAH"!"
Kinanti membereskan tas, lalu pulang.
SAMPAI malam, Grey belum juga nelepon. Kinanti merasa bersalah. Kinanti takut Grey merasa diabaikan karena telepon yang tadi siang nggak dijawab. Kinanti juga mikirin capung-capungnya. Kinanti merindukan Daren. Sejak Daren mengirim capung pertama kali setahun lalu, Kinanti menganggap ia dan Daren saling jatuh cinta,dan tinggal menunggu waktu bertemu. Duh, romantisnya ....
Grey, capung, Daren. Silih berganti memenuhi kepalanya sampai akhirnya Kinanti tertidur ....
ESOK pagi, terjadi kesibukan yang beda dari hari biasa di ruang kelas 3 IPS 4. Apa, ya" Kinanti yang masih di luar kelas, heran waktu dengar ribut-ribut dari dalam. Terdengar ramai dan sibuk banget.
Lomba kebersihan kelas kan, masih lama. Kayaknya pada heboh gitu. Jangan-jangan, Sophie mau gelar fashion show di kelas.
Begitu sampai di dalam kelas, Kinanti membelalak tak percaya, di meja guru sudah ada sebuah ....
Tumpeng! Tumpeng nasi kuning berukuran,cukup besar, lengkap dengan sambel goreng ati, abon, kering tempe, ayam goreng, mentimun. "Haaah ...!"
Di seputar tumpeng ada hiasan dari kedelai hitam yang membentuk tulisan Welcome Home, Grey. Malah, di atas tumpeng ditancapi bendera merah putih kecil dari kertas minyak. Sophie, Peni, Tika, Pingkan, dan Imel tengah mengerubungi tumpeng itu. Beberapa bergerombol di belakang kelas,terlihat sibuk mengguntingi kertas krep warna-warni sambil berisik entah ngomongin apa.
"Siapa yang bawa tumpeng" Tujuh belasan kan, masih lama"!" tanya Kinanti sambil mendekat ke Sophie and t
he gank. Sambil tersenyum, Sophie ngomong, "Kemarin, kita patungan buat merayakan hari spesial ini."
"Hari spesial apaan" Ulang tahun siapa hari ini""
"Kan, Grey mau masuk sekolah lagi hari ini!" kali ini Pingkan yang bersuara.
DEG! Kinanti jelas kaget. "Ah, masa"! Kata siapa"" tanya Kinanti.
Semua ikut kaget. "Lho, kata kamu sendiri kemarin!"
"HAH!" Kinanti diam sesaat lalu pura-pura menepuk-jidatnya."0, iya! Ng ... lupa!"
Sambil tersenyum ragu, Kinanti duduk ke bangkunya. Diiringi tatapan curiga anak-anak sekelas. Jangan-jangan, Kinanti bohong, batin mereka. Padahal, Kinanti memang bohong betulan, dan sekarang memang lupa betulan kalo kemarin abis bohong ....
Setelah menaruh tas, Kinanti duduk bertopang dagu. Waduh, kalo sampai ketahuan bohong, gawat nih! Ah, biar in. Lagian itu kan, karena ulah mereka juga. Bodo amat, deh.
Rico, sang ketua kelas, juga baru datang. Melihat pemandangan pagi yang begitu indah di atas meja guru, Rico langsung menyerbu ke arah tumpeng.
"Woi, ada sarapaaan!"
Spontan, "tim penyambut Grey" langsung memperketat keamanan. Dengan sigap, mereka berdiri di sekeliling tumpeng, menghadap ke Rico.
"Mau ngapain"" tanya Imel garang.
"Sarapan!" jawab Rico sambil coba mengutil tempe.
"Nunggu Grey, tau"!" jawab Imel sambil menepis tangan Rico.
"Lho, bukannya dia masih dinyatakan hilang"" tanya Rico penasaran.
"Kamu nggak dengar, hari ini Grey mau masuk la-
gi"" "Dengar." "Hah, dari siapa kamu dengar" Kemarin kan, kamu nggak ikut rapat!"
"Dengar dari kamu barusan." "YEEE!!!"
Rico diusir dari meja tumpeng, eh, meja guru. Setelah kalah melawan prajurit-prajurit cantik itu, Rico menghampiri bangku Kinanti.
"Kin!" Kinanti tak menyahut, malas menanggapi Rico karena dia sedang memutar otak, cari alasan yang tepat untuk menutupi kebohongan kemarin. Wah, benar juga. Kebohongan memang biasanya harus berbuntut dengan kebohongan yang lain ....
"Kin!" Kinanti diam. "Kinanti!"
Kinanti masih diam. Sama sekali nggak menghiraukan Rico.
"Kamu udah ganti nama, ya" Jadi Joko sekarang"" tanya Rico sambil mencolek bahu Kinanti.
"Ih, apaan, sih"" Kinanti bersungut-sungut sambil menepis tangan Rico, "Memangnya aku sabun, pakai dicolek segala!"
"Habis, ditanya diem aja."
"Tanya apa" Memangnya, kamu ngasih pertanyaan apa tadi" Kamu nanya kalo namaku Kinanti" Ya, udah jelaslah!" Kinanti makin sewot.
"Duh, kamu tambah cantik kalo marah."
"Udah, deh. Mau nanya apa"!" Kinanti nggak sa-
bar. "Beneran, Grey mau masuk hari ini"" "Mana aku tau!"
"Kok, anak-anak pada tumpengan"" "Kenapa tanya sama aku" Tanya mereka, dong!" Kinanti tambah galak.
Rico malas juga terus nanyain Kinanti demi jawaban yang nggak menyenangkan itu dan kembali ke bangkunya sendiri. Membayangkan sarapan tumpeng nasi kuning.
Seisi kelas mulai resah. Jarum jam hampir menunjukkan pukul tujuh tepat. Bingung mau dikemanain tumpeng itu, padahal jam pelajaran hampir dimulai.
Sophie berkeringat, Pingkan merasa perutya mulas, Peni berkali-kali menguap. "Diumpetin di mana nih, tumpengnya"" Sophie yang merasa paling berkepentingan, mencoba bertanya.
"Di lemari belakang aja, buku-bukunya dikelua-rin," Peni menyahut.
"Jangan, mendingan di perpustakaan," kata Imel yang masih keponakan Madam Rosita, penjaga perpustakaan.
"Atau di pos satpam," kata Pingkan yang baru ingat kalo Pak Sabar, satpam sekolah, adalah tetangganya.
"Atau di kantin!" kata Tika, yang rupanya mulai lapar.
"Iya, iya, di kantin! Di kantin!" Akhirnya, tim penyambutan sepakat menitipkan tumpeng itu ke kantin dan diambil lagi waktu
istirahat nanti, siapa tahu Grey telat datang. Mereka sama sekali nggak curiga Kinanti makin ketar-ketir melihat semuanya. Peni dan Imel dapat tugas menggotong tumpeng.
Ketika rombongan kecil itu sampai di depan pintu kelas, ada sesosok bayangan yang mengagetkan mereka. Matahari pagi yang benderang membuat pandangan ke luar kelas menjadi silau. Yang terlihat hanyalah sesosok kehitaman tinggi menjulang. Jelas saja semua anggota rombongan terkaget-kaget setengah mati.
Jangan-jangan, han .... Tapi, tunggu tunggu! Tinggi menjulang..., ting ... gi a ... tletis wa ... ngi...! Itu, kan ....
"GRE EEY!!!" DUARRR!!! Kehebohan seketika melanda kelas, Grey benar-benar datang! kata Kinanti dalam hati. Grey akhirnya datang! sorak batin Sophie dan kawan-kawan.
Sophie menangis ala sinetron menyambut Grey. Pingkan menjerit-jerit kegirangan. Anak-anak lain yang tadi di bangbelakang, langsung menaburkan serpih-serpih kertas krep warna-warni-baru selesai digunting ke arah pintu. Rasanya, seperti menyambut pulangnya seorang astronot yang baru menemukan sumber air baru di Planet Mars. Gempita, cerah ceria, penuh kekaguman dan kebahagiaan.
Peni dan Imel gemetaran tangannya. Bukan karena Grey, tapi karena berat menggotong
tumpeng sekian lama. Para cowok juga menyambutnya dengan suka cita, persis ketika menyambut tendangan yang berhasil menjebol gawang lawan tanpa sempat ditahan kiper. Bukan menyambut Grey juga, tapi menyambut tumpeng.
Dengan sigap, mereka membantu Peni dan Imel mengamankan tumpeng ke bangku belakang. Sophie nggak sempat lagi mengamankan, lantaran tumpeng udah jadi sasaran kebuasan "serigala-serigala" lapar di bangku belakang.
"Kami semua merindukan kamu, Grey ... hu ... hu ... hu Entah suara siapa itu. Pingkan atau Peni.
Semua cewek kecuali Kinanti mengerubungi-Grey, berebut memegang seragam, tas, rambut, tangan, sebagian malah cuma bisa memegang sepatunya.
"Iya, Grey. Kamu ke mana aja sih, ... hik ... hik ...
hik "Jangan pergi lagi dari sini, Grey ... hua ... hua ... hua
Emangnya, Grey bisa disuruh tidur di sekolah, sampai dilarang pergi-pergi dari situ"! Hgapain sih, harus norak gitu" Malu-maluin kaum cewek!
Kinanti jelas heran dengan kejadian hari ini. Heran dengan kelakuan teman-teman sekelasnya. Kemarin, dia hanya iseng bilangin Grey hari ini masuk sekolah. Tapi pagi ini, anak-anak menyiapkan penyambutan, dan Grey benar-benar datang! Huh, benar-benar mengher-mankan, eh, mengherankan!
Grey yang sering mendapat perlakuan semacam itu malah makin bangga, mencoba melepaskan diri
dari fans-nya, menyalami mereka satu per satu, kemudian ngasih sambutan.
"Pertama-tama, saya ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Pada kedua "rangtua saya yang telah melahirkan dan merawat saya dengan susah payah. Nggak lupa untuk teman-teman, terima kasih atas sambutan kalian yang sungguh mengharukan ini. Ya, hari ini saya kembali lagi ke kelas, merajut hari bersama kalian lagi," ucap Grey persis selebritis yang nerima penghargaan aktor terbaik FFI, sambil merentangkan tangan lebar-lebar.
Semua cewek kagum sama sambutan Grey. Mereka bertepuk tangan. Plok ... plok ... plok!!! Mata mereka berkaca-kaca.
Sophie dan Pingkan makin terisak. Sementara itu, para cowok di bangku belakang yang menikmati tumpeng tersedak, karena nggak ada yang bawa minum.
Tiba-tiba, suasana kelas yang semula riuh berubah senyap. Tanpa suara sama sekali.
Tedi, si jagoan basket langsung melontarkan celetukan. "Eh, ada setan lewat ...! Ada setan lewat!"
"Elo tuh, setannya!" hardik Pingkan. Karman yang asyik mengunyah mentimun juga menyahut, "Iya nih, ada setan lewat, hiiiy
Siuttt ...! Tiba-tiba ... dari muka pintu tersembul kepala botak.
Mr. Rodriguez! HAAAH ..."!
Mr. Rodriguez alias kepala sekolah kebetulan lewat depan kelas 3 IPS 4. Mr. Rodriguez tepat berada di depan kelas waktu Tedi dan Karman nyeletuk tentang setan lewat! WUUUAAA ...!
Tumpeng masih berantakan di bangku belakang. Serpihan kertas krep masih menghiasi lantai kelas. Grey masih bersama fans-nya di dekat pintu.
Anak-anak sekelas jadi salah tingkah. Mr. Rodriguez juga. Lebih tepatnya, tersinggung.
NGGAK perlu menunggu lama untuk menggiring anak-anak kelas 3 IPS 4 ke lapangan. Mr. Rodriguez memutuskan untuk memberi hadiah tambahan, buat Grey dan teman-teman sekelasnya. Ternyata begitu larutnya mereka dalam penyambutan Grey tadi, sampai-sampai tak terasa tiga puluh menit sudah lepas dari bel mulai pelajaran.
Bu Karin kembali lagi ke kantor karena tak tahan dengan kelas yang kacau dan ribut, sampai-sampai tak ada yang menggubris kehadirannya.


Capung Keseratus The 100th Dragonfly Karya Ary Yulistiana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hadiahnya, silakan menikmati sinar matahari tropis negeri ini! Kembali ke kelas setelah bel masuk istirahat pertama! Ingat, setelah bel masuk istiraha
t pertama! Jadi, kalian nggak boleh istirahat! NGGAK BOLEH ISTIRAHAT!" Mr. Rodriguez memberi pemyataan singkat, dengan kalimat yang diulang-ulang, khas Mr. Rodriguez. Suaranya
menggelegar, wajahnya merah padam. Membuat ulah sekali lagi saja, anak-anak pasti sudah ditelannya bulat-bulat.
Setelah Mr. Rodriguez memberikan beberapa ancaman lagi, beliau kembali ke ruangannya. Anak-anak berbaris pasrah di tengah lapangan upacara yang mulai menghangat.
Kinanti merasa yang paling dirugikan. Jelas-jelas ia tadi nggak ikut prosesi penyambutan yang mirip melodrama Asia itu, apalagi ikut menyantap tumpeng. Sekarang, ia harus ikut berbaris di lapangan upacara yang dikelilingi kelas lain. Sejak mulai berdiri, mereka langsung disoraki penghuni kelas di sekeliling lapangan.
Sekarang, tinggal beberapa siswa yang diam-diam melihat ke arah lapangan. Pastinya untuk melihat Grey. Mereka harus diam-diam melihat kalo nggak mau ketahuan guru yang lagi mengajar.
Setelah tiga puluh menit menikmati sinar matahari tropis, keringat mulai bercucuran. Sophie terus mengeluh, ia belum sempat mengambil tisu. Karman, si jagoan naik gunung mulai garuk-garuk kepala. Ketombenya mulai bermunculan. Rico bersin-bersin, katanya alergi sinar matahari.
Hats y i ... hats y i ...!
"Kamu tinggal aja di kutub kalo alergi matahari. Di sana, matahari terbitnya setahun sekali," sahut Peni waktu mendengar alasan Rico bersin-bersin.
"Iya, Ric. Siapa tahu kulit kamu jadi lebih putih di sana," sahut Mita.
"Wah, tapi kalo putihnya nggak rata, jadi pingu-
in, dong. Kulitnya hitam putih," celetuk Sophie yang berdiri tepat di samping Rico.
Anak-anak sekelas langsung meledak tawanya. Sebenamya Rico mau menjawab, tapi begitu membuka mulutnya yang terjadi malah .... "HUAAA ... TSYI!" Rico bersin dengan tenaga maksimal sampai mulutnya menganga lebar mirip mulut kuda nil, persis di depan wajah Sophie. AAA ...!!!
Sophie merasa darahnya naik ke ubun-ubun, nggak terima dengan kelakuan Rico yang menurutnya nggak mematuhi tata krama, nggak sopan, dan menjijikkan! Enak aja!
Sophie menuntut balas. Dengan wajah yang makin merah padam karena malu, ditariknya baju seragam Rico untuk mengelap sisa-sisa cairan berbahaya dari hidung dan mulut Rico.
Yang lain tertawa geli, menikmati hiburan di tengah panas, eh, hangatnya matahari tropis. Grey malah yang paling keras tawanya, berpotensi untuk mengundang Mr. Rodriguez untuk kembali menyapa mereka.
Tuh, bener, kan"! Beberapa detik kemudian, Mr. Rodriguez keluar dari ruangannya, menghampiri para terhukum. Sosok menyilaukan itu mulai mendekat. Makin jelas bahwa yang menyebabkan silau adalah sepatu, gesper, jam tangan, kemeja putih, penjepit dasi, dan tentu saja, kepala botaknya. Wajah anak-anak langsung ber,"oh-no!" dengan tampang lesu.
"KENAPA KALIAN TERTAWA-TAWA SEPERTI ITU"
KENAPA KALIAN TERTAWA" KALIAN SENANG DIJEMUR
BEGINI" HAH" KALIAN SENANG DIJEMUR"" suara Mr. Rodriguez menggelegar begitu langkah kakinya mencapai tiga meter menjelang barisan terdepan.
Anak-anak menunduk, sebagian karena takut, sebagian lagi karena nggak tahan melihat silaunya kemeja Mr. Rodriguez yang putihnya mirip iklan-iklan detergen pemutih.
"Kalian ini siswa kelas tiga. Seharusnya lebih disiplin belajar. LEBIH DISIPLIN BELAJAR!" suara Mr. Rodriguez kedengaran seperti guru kelas satu SD.
Anak-anak semakin menunduk. Dasi ungu muda Mr. Rodriguez berkibar-kibar. Tangannya berkacak pinggang.
"Mengapa kalian malah tertawa-tawa senang berdiri di lapangan daripada menerima pelajaran"! Kalian lebih senang berdiri di lapangan ketimbang menerima pelajaran"!"
Dalam hati, sebenarnya semua anak-anak sekelas berharap bisa mengatakan, "Ya jelas dong, Mr. Rodriguez
"Kalo begitu, saya sendiri yang akan mengawasi kalian dari depan ruang guru sana. Saya sendiri yang akan mengawasi! Kalau masih ramai seperti tadi, saya tidak segan memberi perpanjangan waktu! DENGAR, SAYA TIDAK SEGAN MEMBERI PERPANJANGAN WAKTU!"
Anak-anak semakin bete mendengar pidato dari Mr. Rodriguez. Sambil menunduk, Rico malah sempat cengengesan walau harus mati-matian menahan
suaranya sepelan mungkin.
"Ampuuun, Di-Je ...!"
Karman yang mendengar malah bertanya,"Kok, Di-Je""
"Abis ngomongnya diulang-ulang, persis Di-Je, si tukang ngulang. Dasar anak gunung, nggak ngerti gaul," sahut Rico setengah menengok.
Karman kesal, ditendangnya kaki Rico dari belakang. Sophie cekikikan mendengar bisik-bisik tetangga, eh, Rico dan Karman. Untung, Mr. Rodriguez nggak tahu.
Kinanti diam. Keringat juga bercucuran membasahi seragamnya. Diam-diam, matanya mencari-cari sosok bersayap empat itu.
Pagi-pagi begini siapa tahu ada. Wah, memang ada! Itu dia, bertengger di bawah ring basket di sisi kanan lapangan. Eh, dia terbang mendekat ... ke sini ... ups! Bukan ke kepala Karman!
Kinanti tersenyum geli, dia pernah membaca, orang Filipina kuno percaya jika capung hinggap di rambut seseorang, maka orang itu akan jadi ... gila! Hihihi ...!
Kinanti menikmati pemandangan itu sendirian, dan membiarkan kepala Karman dihinggapi capung itu. Toh, anak itu emang gokil. Kinanti masih tersenyum.
Grey melirik Kinanti. SETELAH benar-benar "kering" di lapangan upacara, di bawah pengawasan Mr. Rodriguez, dan dijadikan ajang
cekikikan oleh seluruh warga sekolah, akhirnya Grey dan kawan-kawan dibebaskan dari hukuman.
Begitu hukuman dinyatakan berakhir, serombongan terpidana berseragam putih abu-abu langsung menuju kantin. Mereka kehausan, berebut minum secepat-cepatnya, kalo nggak mau ada hukuman putaran kedua. Sebagian lain belarian ke kamar mandi sekolah yang masih saja antre walaupun jam istirahat sudah lewat.
Gedubrak ... gedubrak ... gedubrak!!!
Nggak lama kemudian, semua rebutan lari ke dalam kelas. Dari jauh, mirip peserta lomba lari maraton yang baru saja dilepas di garis start.
Sampai di kelas, ribut-ribut terulang kembali. Setelah berada di lapangan upacara yang panas dan terang dalam waktu yang cukup lama, indera penglihatan kesulitan untuk langsung menyesuaikan diri di dalam ruang kelas yang lebih gelap. Gedubrak ... gedubrak ... gedubrak!!! Karman menabrak meja paling depan, Sophie tersandung keset di depan pintu, Tedi yang menghindari Sophie malah menabrak Karman. Beberapa anak lain tersangkut di pintu.
Tiba-tiba, terdengar komando Mita, "PAK ALEX UDAH JALAN KE SINI!" "WAAAA ...!!!"
Pak Alex, guru Sosiologi yang hobi banget menghukum siswanya mengerjakan LKS dan
berbagai kuis itu, terlihat ke luar pintu ruang guru di seberang lapangan. Karman, Sophie, Tedi, dan beberapa anak yang tadi terlibat insiden kecil nggak sempat berantem, semua langsung menyerbu bangku masing-masing dan duduk manis, tapi nggak berhasil. Mereka masih belum bisa duduk tegak.
Rico, Dodi, Tedi, Karman yang duduk di bangku belakang malah tergeletak tak berdaya. Kepala mereka lunglai pasrah di meja masing-masing. Energi yang didapat sewaktu makan tumpeng terbakar habis rupanya. Kipas angin kelas disetel di nomor yang paling kencang, bekerja keras meniupi seisi kelas yang kegerahan.
Grey duduk di bangkunya, di belakang Kinanti yang sedang menjepit rambut.
"Kin! Kinanti!"
Kinanti menoleh, alisnya terangkat, menanyakan maksud Grey.
"Pulang nanti kuantar, ya"" kata Grey dengan wajah memohon.
"Please .... " Grey menatap Kinanti dengan pandangan sayu. "Aku udah lama nggak ngantar kamu pulang. Mau, kan""
Belum sempat dijawab oleh Kinanti, ada gulungan kertas yang mendarat di meja Grey.
Pink. Grey membuka gulungan kertas itu. GREY, KAMU NANTI DITUNGGU ANAK-ANAK DI STARBUCK'S CITOS.
SOPHIE "Huahaha ...!" Kinanti tak bisa menahan tawanya ketika ikut membaca tulisan di kertas lecek itu. " Udah ada yang ngantre tuh, Grey!"
Sialnya, Grey malah ikutan tertawa dan mengacungkan jempolnya ke arah Sophie yang mukanya udah ditutup make-up sempuma lagi. Wajah Sophie kian sumringah.
Idih, Grey makin norak gaul sama mereka. Kinanti mendelik melihat kelakuan Grey, batal meneruskan tawa. Kok, nggak ada kapok-kapoknya sih, mereka ngecengin Grey" Jelas-jelas hukuman tadi juga gara-gara menyambut Grey.
Pak Alex benar-benar muncul di kelas. Sambil melangkah ke meja guru, beliau berucap, "Kerjakan LKS halaman 23 nomor 1 sampai 80, dikumpulkan hari ini juga!"
"YAAAH!" GREY nerima undangan jumpa fans dengan cewek-cewek nggak jela
s itu. Kinanti mengurungkan niatnya langsung pulang. Disusunnya koridor menuju perpustakaan di samping laboratorium bahasa. Kinanti meminta kunci locker pada Madam Rosita, penjaga perpustakaan yang superpendiam. Setelah mendapat kunci dari wanita setengah baya berambut ikal itu, Kinanti menuju jajaran locker di bawah tangga. Dicarinya nomor locker yang sama dengan yang tercetak di kunci
yang dipegangnya. Ah, itu dia, nomor 19. Kinanti masuk ke ruang Intemet di sayap kiri ruang perpustakaan. Dari pintu kaca, dilihatnya suasana ruang Intemet. Sepi, nggak ada kepala yang biasanya nyembul dari atas kubikel. Tak lama, Kinanti sudah log in ke situs langganannya.
User name: df_girl Password: ******* Yes. Mail. Inbox(2). Klik.
Ternyata isi inbox-nya hanya iklan penawaran kartu kredit dan edisi terbaru Daily Prophet yang didapatnya dari official web Harry Potter. Setelah tertunda cukup lama, Kinanti berencana untuk membalas e-mail dari Daren hari ini.
To : your_daren@iworldmail.com From : df_girl@nicemail.com Subject : miss u
Hi Daren, Surprise banget sama kiriman capungmu. Benar-benar kejutan yang menyenangkan, jahat kamu nggak bilang dulu ke aku kalo akan mengirim capung yang begitu indah. It's a great dragonfly that I've never seen before. Aku suka memandangi capung-capung itu setiap hari, terutama capung pemberianmu. Seneng banget kalo penelitianmu selanjutnya di Asia, ya, aku turut berdoa semoga Prof. James mengajak ke Indonesia. Bukankah di negeri tropis ini juga banyak spesies serangga yang perlu kalian teliti.
Kinanti diam sejenak, bingung mau ngetik apalagi untuk Daren ....
Oya, capung koleksiku sudah mencapai 98. Dua ekor lagi, berarti aku sudah punya seratus ekor capung. Sebuah kerja keras bagiku untuk mengumpulkan capung-capung itu. Aku tak bisa membayangkan seperti apa bahagianya perasaanku nanti ketika capung-capungku sudah berjumlah seratus ekor.
Kinanti berhenti lagi. Mmm, apa lagi, ya"
Aku juga menunggu oleh-oleh ceritamu dari Amsterdam, semoga kamu sempat menulis surat untukku lagi. I really miss u, Daren. Hope u come to Indonesia fastly. Nanti akan kuperkenalkan kamu pada Grey, sahabatku yang baik, tapi terkadang mengesalkan. Miss u
Kinanti Sekar Kusumodjati Message sent.
Pffuih .... Kinanti menghela napas. Ada debaran indah yang mengisi relung hatinya.
Kinanti membuka situs favoritnya, brain-trusty. com. Kinanti kangen dengan situs capung yang lama banget nggak dikunjunginya. Dibukanya sebuah alamat yang tertera di daftar pencarian.
Beberapa detik kemudian, matanya berbinar,
bibimya menggariskan senyum manis. Betapa takjub Kinanti melihat gambar-gambar yang ditampilkan di situs terse-but. Larva capung yang bermetamorfosis menjadi capung dewasa.
Seekor larva perlahan nyembul ke air. Berusaha melepaskan diri dari kulit larva, menjelma menjadi capung kecil bersayap pendek dan licin, dengan tubuh transparan. Lama kelamaan, sayapnya mulai tumbuh, mekar memanjang. Dengan bantuan sinar matahari, darahnya memompa ke seluruh tubuh yang menguat dan mulai kering.
Keesokan paginya, larva yang tadinya buruk rupa berubah menjadi capung cantik yang siap melakukan penerbangan perdana dengan sayap-sayapnya yang indah berkilau. The wings look like hundreds of diamonds in the sunshine, begitu tertulis di bagian bawah gambar yang terakhir.
Wow! Berulang-ulang, diamatinya gambar-gambar penuh warna. HP-nya bemyanyi. Kinanti mengeluarkannya dari saku.
Grey l "Apa, Grey""
"Acaranya gagal, Kin. Sophie ngedadak ada jadwal pemotretan. Anak-anak yang lain membatalkan acara demi solidaritas."
"Terus"" Kenapa juga harus laporan ke aku"
"Kamu sekarang di mana "!"
"Masih di sekolah, di perpustakaan."
"Oke, kamu jangan ke mana-mana, ya! Aku balik lagi ke sekolah sekarang."
Klik. Belum sempat Kinanti menjawab, telepon diputus. Kinanti mengangkat bahu, menaikkan alis dan meneruskan browsing.
Kinanti masih berburu capung di dunia cyber. Nggak sampai setengah jam kemudian, Grey udah mejeng di depan pintu kubikel. Dia tersenyum manis sambil memasukkan sebelah tangannya ke saku celana.
Sok gaya! Kinanti hanya melihatnya sekilas,lantas meneruskan la
gi membaca artikel dari situs lokal. Grey ikut masuk ke kubikel.
"Belum capek, Kin""
Kinanti hanya menggeleng. Grey pura-pura ikut membaca artikel. "Pulang, yuk""
"Memangnya kita serumah"" tanya Kinanti sambil tangannya menggeser mouse.
"Alaaah kamu ngambek ya, tadi nggak jadi langsung kuantar pulang" Lagian, kamu tadi kenapa nggak mau sekalian diajak""
"Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula, hari ini aku juga harus balas e-mail dari Daren. Nanti kamu cemburu," jawab Kinanti setengah meledek. Hehehe, emang enak ...!
"Ah, nggak mungkin! Ngapain juga cemburu sama duren"!"
Kinanti melotot. "Grey! Ya udah, kita pulang sekarang! Daripada kamu gangguin terus di sini." Kinanti mengklik perintah untuk menutup situs dan log out dari mailbox. Grey tergelak mendengar
keberhasilannya mengajak Kinanti pulang.
Di sepanjang koridor, Grey terus-terusan menggoda Kinanti yang cemberut. Kinanti hanya pura-pura cemberut. Sebenamya, ia senang banget melihat Grey kembali masuk sekolah hari ini.
DI dalam mobil yang berudara lumayan sejuk itu, Kinanti berusaha ngajak ngobrol Grey setelah beberapa lama mematung. Bagaimanapun, Kinanti belum tahu apa yang dila-kukan Grey selama empat hari ini.
"Kemarin-kemarin, kamu ke mana"" tanya Kinanti ketika Nissan X-trail merah itu cukup jauh dari gerbang SMA Antariksa.
Grey tertawa. Sambil tetap berkonsentrasi menyetir, Grey menjawab ringan, "Akhirnya, kamu nanya juga."
"Kamu pergi dari rumah""
Grey menggeleng. "So"" Kinanti tak lepas menatap Grey.
"Aku di rumah."
"Ngapain""
"Tidur." "Jangan ngawur!"
"Akhirnya, dad mutusin balik lagi ke Washington," sahut Grey tanpa beban, sambil tetap menatap ke aspal hitam yang terbentang di depan.
DEG! Kinanti terkejut. Berarti .... "Kamu ikut"" Kinanti penasaran. "Ikut."
Kinanti terdiam. Hatinya sedikit tergores. Jadi, besok-besok nggak akan ada Grey lagi di kelas. Grey akan ke Washington lagi. Biarpun suka iseng, Grey sebenarnya sahabat yang baik .... "Jadi .Grey menambahi.
Kinanti menunduk, siap-siap mendengar kata pamitan dari Grey. Ternyata sedih juga rasanya kalo harus berpisah dengan Grey. Mata Kinanti berkaca-kaca.
"Jadi, yang di sampingmu ini adalah hantu. Whoaaa ...!" kata Grey menirukan tokoh di sinetron misteri.
"Grey, serius!" Kinanti protes, mengibaskan tangannya ke Grey.
"Kalo aku ikut kan, nggak mungkin ada di sini sekarang, Kin!"
"Kok, kamu nggak kelihatan sedih"" tanya Kinanti setengah tersipu, malu nih!
Mobil berhenti di lampu merah. Grey menatap Kinanti agak lama. Kinanti jengah, lalu protes lewat pandangan matanya. Apaan sih, Grey, pakai ngelihatin gitu"!
Grey tersenyum kecil. "Orangtua kita juga punya hidup sendiri, Kin .... Hidup mereka udah cukup berat untuk kita beri tuntutan ini dan itu. Lagi pula, dad akan tetap ke sini kok, walaupun setahun sekali
Grey membelokkan mobilnya di pertigaan,
mengklakson pengendara motor yang berjalan terlalu pelan di depannya.
"Ini demi kebaikan kami semua. Hal ini tidak menyedihkan, malah membahagiakan karena masing-masing menemukan jalan terbaiknya." Grey menghela napas lega.
Kinanti benar-benar terharu, seolah nggak percaya apa yang baru didengamya. Grey, kamukah itu" batin Kinanti. Grey tampak memandang lurus ke jalan aspal di hadapannya, kemudian menoleh ke arah Kinanti dan tersenyum.
Mata Kinanti berkaca-kaca. Ia membuang pandangan ke luar jendela. Lama Kinanti melamun sambil menatap kosong ke gedung-gedung tinggi yang berlarian di luar sana, membayangkan Grey yang tiba-tiba bijaksana setelah ada kejadian menyedihkan di keluarganya. Sampai entah berapa lama Kinanti melamun.
Tiba-tiba, ringtone di HP Grey berbunyi. Grey mengeluarkan benda elektronik mungil keperakan dari saku celana abu-abu seragam-nya. HP-nya ganti lagi, keluaran terbaru pula. Dasar, anak orang kaya!
Kinanti menoleh sebentar, kemudian kembali mengalihkan pandangan ke luar jendela, belum puas memaknai perkataan Grey tadi.
"Halo .... Oh, ya, ya. Mmm ... begitu, ya" Bentar lagi, kok. Oh, boleh-boleh. Sip, oke! Ya! Sampai ketemu di sana!"
Sambil tersenyum, kali ini lebih lebar, sampai kelihatan gigi putihnya yang cocok untuk iklan pasta gigi, Grey m
enyampaikan berita gembira,
"Pemotretan Sophie ternyata hanya satu scene dan sudah selesai. Dia dan teman-temannya nunggu aku di kafe dekat studionya. Kamu mau ikut"" tanya Grey antusias.
Kinanti manyun, gemas dengan Grey, "Nggak! Antar aku pulang aja!"
Greeeyyy ...!!! 3. Daren White DAREN WHITE, nama yang begitu berarti buat Kinanti. Seorang asisten profesor di University of Guelph, Ontario, Kanada. Daren adalah mahasiswa tingkat akhir Department of Environmental Biology di universitas yang sama. Tapi belakangan ini, ia lebih suka melakukan penelitian bersama para profesor ke berbagai negara.
Pertama kali Kinanti melihat Daren di sebuah tayangan talk show di televisi swasta. Acara itu di-relay langsung dari stasiun pemberitaan luar negeri yang menyelenggarakan seksi siaran bahasa Indonesia, News Media. Narasumber yang dihadirkan seorang entomolog, peneliti serangga, yang tak lain adalah Profesor James Barners.
Daren turut serta. Diam-diam, Kinanti tertarik pada Daren, kagum atas pengetahuannya tentang berbagai serangga dan pengalamannya melakukan penelitian. Sebagian hati Kinanti terpaut pada mahasiswa berambut ikal kemerahan dan berhidung mancung itu.
Daren beberapa kali membahas capung, Kinanti tertarik ikut menyampaikan opini via e-mail. Nggak disangka, selain opininya di-tayangkan pada talk show episode berikutnya, Kinanti juga mendapat e-mail dari pembawa acara tersebut yang juga orang Indonesia.
To : df_girl@nicemail.com
From : hendbachtiar@newsmedia.com
Subject : halo Hai Kinanti, kami senang menerima opini dari-mu. Apalagi mengetahui bahwa acara kami juga diminati oleh pelajar sepertimu. Terus mengikuti acara kami, ya! Jangan lupa untuk selalu beropini.
Salam hangat, Hendrawan Bachtiar Wow! Bukan main senangnya Kinanti. Nggak nyangka, Hendrawan Bachtiar presenter terkenal itu, mau ngirim e-mail untuknya. Dengan antusias, Kinanti membalas e-mail tak terduga itu.
To : hendbachtiar@newsmedia.com From : df_girl@nicemail.com Subject : Re: halo
Senang sekali menerima e-mail dari Kak Hendrawan. Mudah-mudahan saya bisa terus mengikuti talk show dari Hews Media. Bisakah saya mendapatkan alamat e-mail Daren White, mahasiswa University of Guelph yang ikut serta menjadi narasumber di topik Insect Life, dua
minggu lalu" Terima kasih. Kinanti Sekar Kusumodjati
Hanya tiga hari sesudahnya, Kinanti sudah mendapat balasan dari Hendrawan Bachtiar.
To : df_girl@nicemail.com From : hendbachtiar@newsmedia.com Subject : address
Salam Kinanti, Kamu bisa mengirim e-mail untuk Daren White melalui: your_daren@worldmail. com. Selamat berkirim surat! Hendrawan Bachtiar
Bukan main gembiranya Kinanti mendapatkan alamat e-mail Daren. Kalo jodoh memang nggak akan ke mana, hihihi .... Tanpa menunggu lama, Kinanti mengirimkan e-mail pertamanya pada Daren.
Duh, dibaca nggak ya, dibalas nggak ya, nantinya" Ah, yang penting dicoba saja dulu. Kalo belum dicoba, sampai tua juga nggak akan pernah tahu.
To : your_daren@worldmail.com From : df_girl@nicemail.com Subject : my first letter
Hi, Mr. Daren, Firstly, I want to introduce my self. I'm Kinanti Sekar Kusumodjati. Saya melihat Anda di tayangan
talk show Insect Life di News Media beberapa minggu lalu. Alamat e-mail Anda saya dapat dari pembawa acara tersebut, Mr. Hendrawan Bachtiar.
Saya harap, Anda mau membagi pengetahuan Anda tentang serangga pada saya. Saya adalah kolektor serangga amatir. Saya sangat menggemari capung, semoga Anda berkenan membantu saya. Terima kasih
Kinanti Sekar Kusumodjati
Harap-harap cemas Kinanti menunggu balasan dari Daren, hampir setiap hari dia berkunjung ke perpustakaan untuk cek e-mail.
Wah, mana mau Daren ngebalas e-mail aku. Mana ada waktu untuk mahasiswa sesibuk dia.
Ternyata, satu minggu kemudian, akhirnya Kinanti menerima balasan dari Daren!
Apa ya, isinya" Jadi nggak pede, nih! Pfff! Mau buka e-mail saja deg-degannya mirip lagi nunggu pembagian raport.
To : df_girl@nicemail.com
From : your_daren@worldmail.com
Subject : Re: my first letter
Hm, senang ada kolektor serangga muda sepertimu. Ada berapa jumlah koleksi capung-mu" Pasti kamu adalah cewek yang gesit, sam
pai-sampai berminat menangkapi capung-capung yang pintar bermanuver itu.
Apa kamu sudah mengawetkannya dengan baik"
Sebagai langkah pertama, masukkan saja capung hasil tangkapanmu ke dalam tabung berisi kapas yang telah dibasahi aseton (bisa tanya ke toko bahan kimia). Tutup rapat-rapat tabung itu, tunggulah sampai capung itu mati kaku. Jika sudah, tusuk tengkuknya dengan jarum dan keringkan pada permukaan styro-foam. Susun koleksimu dengan rapi, jangan saling tumpang tindih.
Aku yakin, kamu akan menjadi kolektor serangga yang baik nanti. Aku lebih suka bila kamu menyampaikan pertanyaan spesifik, Kinanti. Supaya aku nggak kebingungan menjelaskan. Sebab, banyak sekali pengetahuan yang berkaitan dengan serangga, demikian halnya dengan capung. Oya, aku juga ingin kamu bercerita lagi tentang dirimu, Kinanti. Kamu tau, aku menyukai cewek Asia :D
Regards, Daren White Hihihi Kinanti betul-betul ge-er. Ah, masa, sih"! Pokoknya, dunia ini jadi semakin indah setelah ada reply dari Daren.
Tiga hari kemudian, Kinanti baru membalasnya lagi.
To : your_daren@iworldmail.com From : df_girl@nicemail.com Subject : thanks
Senangnya membaca e-mail dari Anda. Ya, selama ini saya belum bisa mengawetkan capung-capung dengan baik. Tapi percayalah, saya
mengikuti saran Anda. Saya juga sudah berusaha mendapatkan aseton kemarin, seba-gai persiapan kalo saya mendapatkan capung lagi.
Selama ini, saya baru sedikit membaca informasi tentang capung di Intemet, tapi saya agak malas membacanya karena begitu banyak artikel yang harus saya baca. Saya juga belum tahu, apakah di Indonesia ada semacam Dragonflies Society seperti yang banyak terdapat di luar negeri. Saya juga nggak terlalu mengenal kolektor serangga di Indonesia.
Pengetahuan tentang serangga sedikit sekali bisa didapatkan di sini. Hanya ada beberapa situs lokal yang menulis tentang capung. Tapi yang saya tahu juga, ada Museum Serangga di Jakarta, di Taman Mini Indonesia Indah. Di museum itu banyak terdapat koleksi serangga dari berbagai daerah di Indonesia. Saya baru sekali berkunjung ke sana.
Sebenamya, saya lebih senang bermain-main dengan capung yang masih hidup. Melihat mereka terbang bebas di udara, lincah menari dalam latar langit biru. Tapi bila malam tiba, saya nggak bisa bertemu mereka, itu sebabnya saya mengoleksi capung. Apalagi setelah saya mendengar bahwa umur capung dewasa nggak lama, hanya sekitar tiga bulan, dan juga banyak kolektor serangga yang bahkan mengumpulkan serangga hingga jumlahnya ribuan. Jadi, saya nggak ragu menangkap capung-capung itu.
Tentang diri saya, saya baru berusia enam belas tahun. Sekolah di high school, tahun terakhir.
Kalo mau, saya bisa mengirim foto untuk Anda di e-mail mendatang. Terima kasih,
Kinanti Sekar Kusumodjati
Siang berikutnya, Kinanti menemukan balasan dari Daren di maiibox-nya. Kinanti nggak menyangka. Wah, rajin juga dia ngebaiasnya. Jangan-jangan, si Daren mulai jatuh ci .... Ah, Kinanti jadi semakin sering senyum-senyum sendirian mengingat Daren.
Ya, seperti biasa, e-mail yang dikirim Daren lumayan panjang. Isinya juga informatif. Gimanapun, Kinanti nggak pernah terlewat satu huruf saat membacanya. Bahkan, tanda baca koma dan titik.
To : df_girl@nicemail.com
From : your_daren@worldmail.com
Subject : Nice girl Hi! Wow, so you 16 years old girl. Tentu aku menunggu fotomu, Kinanti. Kamu pasti cewek yang menyenangkan. Aku suka caramu bertutur, dan kelihatannya, aku sudah mulai merindukanmu :D. Mm, Aku akan lebih senang kalo dipanggil "Daren". Nggak perlu sungkan seperti yang ada dalam surat-suratmu selama ini, Kinanti.
Memang capung berumur pendek, kolektor amatir! Tapi kamu harus tahu juga, capung menghabiskan hidupnya sebagai larva selama 3-4
tahun sampai mereka cukup kuat untuk menyembul ke atas air dan merobek kulit mereka untuk bermetamorfosa menjadi capung dewasa. Ah, kamu pasti sudah tahu.
Tapi jangan lupa, biarpun berumur pendek, capung mampu menelan ratusan, bahkan ribuan nyamuk setiap harinya. Mosguito Hawk, tentu nggak kamu lupakan julukan capung itu. Jadi, kalo kamu merasa nyamuk di rumahmu cukup banyak, berarti jarang ada capung
yang mengunjungi rumahmu (bukankah capung predator yang baik bagi ekosistem"}, tapi capung juga harus berhati-hati terhadap serangan burung yang tiba-tiba memangsa mereka.
Biarpun mata capung berjumlah sekitar 30.000 lensa dan mampu melihat ke segala arah sekaligus (wow, coba bayangkan bila kamu mampu melihat ke segala arah sekaligus, Kinanti) tapi dia tetap nggak bisa menghindar sewaktu burung-burung yang besamya ratusan kali lipat dari tubuh capung, memangsa mereka.
Mm, di negaraku juga ada museum seperti yang kamu ceritakan. Meski nggak hanya menyimpan serangga, di Royal Ontario Museum (ROM) pengunjung dapat melihat aneka serangga dari berbagai belahan dunia.
Aku juga akan bercerita sedikit tentang diriku, Kinanti. Aku bermukim di Toronto, ibu kota dari Ontario, provinsi terbesar kedua di Kanada. Di Ontario, ada Air Terjun Niagara yang terkenal itu, Kinanti. Setiap tahunnya, ribuan wisatawan
berkunjung ke sini. Ada banyak sekali danau di provinsi tempat aku tinggal ini, mungkin sekitar setengah juta, juga terdapat 60.000 kilometer sungai.
Kau tahu, Kinanti. Ada banyak sumber air di sini. Tentu saja akan terdapat banyak ... capung! Bukankah mereka perlu meletakkan telur-telur di air untuk kelangsungan hidupnya. Ada ratusan spesies capung di sini, kalo kamu mau, aku bisa mengirimimu capung.
Really miss u, Kinanti. Love Daren Kinanti juga mulai merindukan e-mail dari Daren. Kinanti selalu membalasnya dengan suka cita. Rasanya, mereka sudah semakin akrab.
To : your_daren@iworldmail.com From : df_girl@nicemail.com Subject : wow
Attachment : my pict.120. JPG
Benar-benar teman yang menyenangkan. Wow, mungkin kata "senang" saja nggak cukup untuk menggambarkan perasaan saya padamu, Daren. Oya, saya juga memimpikan untuk bisa berkunjung ke Niagara Waterfall. Hampir gila rasanya membayangkan fantasi-fantasi indah itu.
Daren, kadang-kadang masih ada kebingungan ketika membaca artikel di Intemet. Ada pihak yang
menyampaikan bahwa capung juga ikut mengalami evolusi, tapi sebagian lain menolaknya mentah-mentah. Bagaimana menurutmu Daren"
Saya juga membaca tentang cara capung kawin di udara. Saya selalu mencoba membayangkan, bagaimana capung jantan mengaitkan ekor pada leher betinanya dan sang betina melilitkan kakinya di sekitar ekor capung jantan untuk melakukan pemindahan sperma. Katanya, proses ini bisa berlangsung selama berjam-jam. Tapi, saya sendiri belum pernah melihat itu, Daren.
Daren, apakah kamu juga mengoleksi capung" Dan, ada yang lupa kamu sampaikan, berapa umurmu "
Mulai merindukanmu juga, Kinanti Sekar Kusumodjati
Benar kan, dugaan Kinanti, dua hari kemudian sudah ada balasan dari Daren!
To : df_girl@nicemail.com
From : your_daren@worldmail.com
Subject : Nice picture! Benar-benar aku jatuh cinta padamu, Kinanti. God makes you so perfect! Betapa kamu cewek yang sungguh memesona. Dengan rambut hitam dan kulit kecokelatan. Nggak seperti kebanyakan cewek di sini yang berkulit pucat. Hm, pertanyaanmu lucu, Kinanti, umurku baru 24 tahun. Semoga nggak terlalu tua untukmu :D
Mengenai evolusi, aku sendiri nggak menganggap itu sesuatu yang penting. Masalahnya, bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa mahluk hidup, termasuk capung, nggak berevolusi. Padahal, capung sudah lebih dulu ada di bumi ini sebelum dinosaurus ada!
Bahkan, fosil capung purba yang ditemukan pertama kali di Inggri sang diberi nama Meganeurajuga memperlihatkan bentuk sayap yang sama dengan capung pada masa sekarang. Hanya, ukurannya lebih besar, bayangkan, dari ujung ke ujungnya bisa mencapai hampir satu meter. Sekarang ini, capung yang terbesar ditemukan di Amerika Selatan, panjang sayapnya sekitar 7 inci.
Aku sering menemui capung yang sedang kawin di udara, Kinanti. Kejadian seperti itu bisa disebut terbang tandem karena mereka bisa terbang bersama-sama selama berjam-jam dengan capung jantan sebagai "pilot"nya. O ya, awai mulanya, capung jantan akan menandai teri tori tertentu dan menjaganya dari capung jantan yang lain. Seteiahnya, capung jantan akan mengawini capung betina yang masuk ke teritorinya, dan terjadilah terbang tandem tadi.
Aku sendiri nggak me ngoleksi capung secara khusus, bila ada spesies tertentu, kusimpan di ruang berpendingin di laboratorium.
Suatu hari, nanti aku ingin mengajakmu ke Niagara Waterfall ....
Love, Daren To : your_daren@iworldmail.com From : df_girl@nicemail.com Subject : love..."
Daren, saya selalu merindukanmu. Di setiap mimpi, yang ada adalah dirimu yang datang membawakan capung untuk saya, dan mengajak saya menikmati indahnya Niagara Waterfall. Kapan itu akan terjadi, Daren"
Saya akan selalu memimpikan saat-saat indah itu. Memimpikan bersamamu berada di antara padang yang penuh dengan manuver Anisoptera, si capung gesit, juga di antara Zygoptera, si capung ramping itu. Disinari hangatnya matahari di Ontario, betapa romantisnya Daren ....
Miss u, Kinanti Sekar Kusumodjati
Nggak perlu menunggu waktu lama untuk menerima balasan dari Daren.
To : df_girl@nicemail.com
From : your_daren@worldmail.com
Subject : Romantic dream Yah, aku bisa merasakan kerinduanmu padaku Kinanti, seperti aku merasakan kerinduan padamu.
Seminggu yang lalu, aku menemukan seekor capung cantik untukmu. Sudah kuawetkan, mungkin beberapa hari lagi sudah bisa kukirimkan. Capung itu
sebagai hadiah atas fotomu yang kamu sisipkan beberapa waktu lalu, juga sebagai tanda bahwa aku benar-benar ada untukmu.


Capung Keseratus The 100th Dragonfly Karya Ary Yulistiana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kirimlah alamat yang bisa kukirimi paket pos, Kinanti.
Daren White Daren, 1 really love U! Kinanti mengirimkan alamat rumah-nya. Tak sampai satu bulan kemudian, Daren benar-benar mengirimkan seekor capung ke rumah Kinanti. Emperor Dragonfly, berwarna biru elektrik yang sangat cantik, tersimpan dalam sebuah kotak melamin bercorak kehijauan.
SELAMA berbulan-bulan, mengirim e-mail untuk Daren adalah hal wajib yang dilakukan Kinanti. Bisa-bisa, Kinanti bakal dapat penghargaan siswa paling rajin ke perpustakaan, dan Grey akan jadi siswa yang paling sering menguntit Kinanti ke perpustakaan.
Memang aneh menurut Grey. Sebelum bel mulai pelajaran, Kinanti ke perpustakaan. Waktu istirahat pertama, Kinanti ke perpustakaan. Istirahat kedua, ke perpustakaan lagi. Pulang sekolah, masih harus mampir ke perpustakaan. Sampai-sampai, Grey menawari Kinanti masang Intemet pribadi di rumahnya. Tapi, Kinanti jadi tersinggung dan
menolak mentah-mentah tawarannya.
Imel saja, yang masih keponakan Madam Rosita, nggak sampai sedahsyat itu ngunjungin perpustakaan.
"Kin, ngapain sih, kamu bolak-balik ke perpustakaan"" tanya Imel.
"Kamu mau gantiin Madam Rosita jaga perpustakaan, ya"" tanya Pingkan penuh selidik.
Kinanti hanya tersenyum manis sambil menjawab, "Nggak ...."
"Terus, ngapain"" tanya Pingkan lagi.
"Mau ngitungin jumlah buku," sahut Kinanti yang hafal karakter mereka yang haus gosip.
"Ah, nggak lucu," kata Peni yang tiba-tiba nimbrung.
"Mau yang lebih lucu"" tanya Kinanti sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Iya," sahut mereka bertiga.
"Biar ketawa gitu"" tanya Kinanti lagi.
"Iya," sahut mereka lagi. Kompak banget sih, kayak lomba cerdas cermat.
"Panggilin Karman, ya"" kata Kinanti.
"Kok, gitu"" tanya Imel
"Biar gelitikin kalian sampai pada ketawa. Katanya, mau ketawa," jawab Kinanti.
"Ogaaah kata mereka sambil menjauh.
Teman-temannya di kelas tahu benar Kinanti suka dengan capung. Tentu mereka nggak mengetahui siapa Daren White karena Kinanti belum pernah cerita kecuali sama Grey.
Tetapi, aneh juga menurut mereka. Kinanti yang
suka capung dan jago Biologi, malah lebih milih masuk kelas IPS.
"Kin, kamu kan, suka capung!" kata Karman waktu melihat nama Kinanti di daftar siswa jurusan IPS.
"Ya, emangnya kenapa"" tanya Kinanti heran.
"Kok, nggak milih jurusan IPA""
"Kamu suka naik gunung kan, Man""
"Jelas, dong. Gunung is my life ... Soe Hok Gie aja suka naik gunung, he is my inspiration'." jawab Karman bangga sambil mengelus rambutnya sok pede.
"Terus, kok, nggak sekolah di gunung aja"" Karman bengong. Kinanti berlalu ke kantin. Hehehe Kinanti, dilawan!
RAPAT panitia menjelang perayaan ulang tahun SMA Antariksa masih terus berlangsung. Kepanitiaan semakin pusing dengan penjadwalan yang sering meleset. Sampai sekarang ini, dua bulan sebelum hari-H, masih banyak agenda yang belum beres.
"Sponsor b anyak yang nolak, katanya kondisi ke-uangan mereka sedang nggak stabil," kata Boy, seksi sponsorship.
"Ah, itu cuma alasan. Mungkin mereka sebenarnya nggak tertarik sama acara kita," kata Jessica, anak kelas dua yang aktif ikut kegiatan kepanitiaan.
"Kalo biaya dari sponsor nggak ada, kita nggak bisa jalan karena dana dari sekolah nggak akan cukup," kata Imel, yang memegang keuangan panitia.
"Duh, berarti nggak jadi ada fashion show, dong!" Sophie yang ngotot minta jam untuk acara fashion show tunggal, menimpali. Rencananya, Sophie akan tampil di panggung, kembali lagi ke belakang, ganti baju, ke depan panggung lagi, dan begitu seterusnya.
"Emang, berapa pasang sih, bajunya"" tanya Rico penasaran waktu dengar usul Sophie.
"Nggak banyak kok, paling baju kasual, baju malam, baju pesta, baju daerah, baju tidur
"Sama baju satpam, baju tetangga, baju bayi...!" Rico meneruskan.
Sophie menatap Rico dengan sorot mengancam. Akhirnya, rapat hari itu memutuskan sebuah strategi. Panitia akan memanfaatkan koneksi dari anak-anak panitia, atau siswa SMA Antariksa, yang saudaranya bekerja di perusahaan-perusahaan besar, membujuk mereka supaya mau memberikan sponsor buat acara ulang tahun sekolah.
Kinanti nggak terlalu konsentrasi dengan rapat-rapat panitia. Sekarang, Kinanti jadi jarang bicara di forum, jarang ngasih masukan, jarang bertanya. Tugas-tugas kesekretariatan pun dikerjakan sambil lalu saja. Yang ada di benaknya cuma Daren dan capung-capungnya.
Kinanti malah makin rajin mencari informasi tentang Kanada, negara paling utara di Amerika Utara. Mencari letak Ontario di peta dunia, mengamati
batas-batas provinsi itu. Quebec di sebelah timur, Manitoba di sebelah barat, Teluk Hudson dan Teluk James di sebelah utara, dan sungai St. Lawrence dan Great Lakes di sebelah selatan. Sampai-sampai, Kinanti memasang peta Kanada berukuran besar di balik pintu kamamya. Beberapa gambar air terjun Niagara berukuran besar juga tertempel di tembok kamar, sebagian di antaranya berhias lengkungan pelangi.
Hanya Daren, ya, hanya Daren.
4. Eyang Kakung KINANTI masih ingat rumah Eyang Kakung di Solo. Waktu kecil, Kinanti tinggal di bangunan segi empat berarsitektur joglo dengan halaman luas itu.
Kinanti kecil sering melihat bunda melatih anak-anak tetangga menari di pendopo. Lalu, Kinanti ikut di belakang anak-anak yang berlatih meskipun dengan gaya nggak keruan. Pokoknya, asal menyabetkan selendang yang dililitkan di pinggang. Kalo capek, biasanya Kinanti duduk di dekat pintu depan yang bergaya kupu tarung. Sayangnya, begitu Kinanti masuk sekolah dasar, bunda nggak lagi melatih menari.
Antara pendopo dan pintu utama ada bagian yang disebut pringgitan, biasanya untuk menggelar wayang kulit. Di pringgitan itu, Eyang Kakung sering menembangkan macapat. Kata Eyang Kakung, macapat banyak dipakai untuk menyebarkan ajaran luhur, ajaran hidup manusia. Dengan menembangkan macapat, orang bisa menajamkan batin, mengolah perasaan, dan juga melatih
kesabaran. Nama Kinanti juga diambil dari salah satu pupuh macapat yang biasa ditembangkan Eyang Kakung, Kinanthi. Eyang Kakung sering sekali menembang Kinanthi untuk dirinya.
Padha gulangen ing kalbu Ing sasmita amrih lantip Aja pijer mangannendra Kaprawiran den kaesthi Pesunen sariranira Cegahan dhahar lan guling
(Senantiasalah berusaha melatih pikiran/ supaya jemih dan mudah menerima pertanda/ jangan hanya menuruti kehendak/ pandai-pandailah menjaga diri dan wibawa/ tahanlah hawa nafsumu/ kurangilah makan dan tidur.) Kenangan terindah adalah ....
Pagi itu udara cerah. Kinanti kecil iseng main-main sendiri di halaman belakang. Setelah capek. Kinanti duduk di tepian kolam, memandang air yang begitu tenang.
Di seberang kolam, dilihatnya sebuah benda berkilauan tertimpa sinar matahari. Apa, ya" Lama diperhatikannya benda itu, sempat Kinanti teringat dengan bros permata milik bunda yang berkilat ketika di bawah sinar lampu. Tapi, Kinanti nggak yakin itu adalah sebuah bros. Akhirnya Kinanti beranjak, ditujunya benda yang menarik perhatiannya itu.
Ketika langkahnya semakin dekat, benda itu tiba-tiba terbang! Ternyata yang
dilihatnya adalah seekor capung. Kinanti benar-benar kagum melihat gerakan-gerakan capung yang begitu lincah di udara.
Hei, masih ada seekor lagi di atas rumput yang tumbuh meninggi, ada juga yang bertengger di atas batu-batu di tepi kolam, ada lagi ... ada lagi. Wah, banyak sekali!
Kinanti segera lari ke dalam menemui Eyang Kakungnya yang sedang ngeiaras, bersantai di atas kursi goyang-nya.
"Eyang, ada banyak sekali capung di dekat kolam!" Kinanti menarik-narik tangan Eyang Kakung.
"O, ya"" kata Eyang Kakung.
Melihat Eyang Kakungnya nggak begitu antusias, Kinanti menarik lagi tangan Eyang Kakung sampai mau beranjak dari kursi goyangnya. "Mereka keburu pergi, Eyang!"
Eyang Kakung terkekeh melihat tingkah laku Kinanti, mengikuti langkah gadis kecil itu ke halaman belakang. Masih ada beberapa capung yang beterbangan di halaman belakang. Eyang Kakung mencoba untuk menangkap seekor capung yang bertengger di pintu pagar belakang. Pelan sekali ... pe ... lan ....
Hup! Eyang menangkap capung tersebut tepat pada sayapnya, menjepitnya dengan menggunakan kedua ibu jari dan telunjuknya.
Kinanti senang bukan main melihat hasil tangkapan itu, Eyang Kakung segera mengajak Kinanti untuk masuk rumah, mengambil plastik untuk capung itu.
Mereka bersama-sama mengamati capung dalam plastik transparan. Keempat sayapnya nggak berhenti bergerak, berusaha menembus plastik itu. Kinanti melihat tubuh pilin berwarna hijau, mata yang hampir memenuhin kepalanya, juga garis-garis berwarna gelap di sepanjang ekor yang ujungnya juga terkadang ikut bergerak-gerak.
Melihat kesungguhan Kinanti, Eyang Kakung menawari Kinanti jaring penangkap serangga supaya bisa menangkap sendiri capung di halaman belakang. Kinanti cepat-cepat mengangguk dan tersenyum lebar mendengar tawaran itu.
Besoknya, Eyang Kakung benar - benar membelikannya.
Horeee Sebuah jaring nilon hitam dengan garis tengah dua puluh sentimeter, bertangkai alumunium sepanjang hampir satu meter.
Kinanti jadi punya kesibukan baru sepulang sekolah, menangkap capung. Sampai-sampai, bunda harus mengingatkan berulang kali untuk nggak berpanas-panas me-nangkap capung, melihat kulit Kinanti yang semakin cokelat tua.
Minggu-minggu pertama, Kinanti nggak berhasil nangkap seekor capung pun. Tapi itu nggak membuatnya putus asa, bermain-main dengan capung itu saja sudah membawa kesenangan tesendiri baginya. Sejak itulah, Kinanti menyukai capung dan berharap bisa mengoleksinya.
Kinanti berhasil mengumpulkan beberapa ekor capung sebelum akhirnya ada berita bahwa dia akan bersekolah di Jakarta. Kinanti sempat cemas.
Gimana kalo di Jakarta nggak ada capung" Gima-na kalo nggak bisa nemuin seekor capung pun"
Kinanti benar-benar nggak tahu lagi sampai ia bertanya pada ayahnya. Ayah hanya tertawa mendengar keinginan Kinanti yang dirasa aneh. Dua hari kemudian, ayah membelikan sebuah teropong binokuler untuk Kinanti. Sore harinya, ayah mengajak Kinanti ke Waduk Cengklik, sumber air buatan yang terletak di dekat lapangan terbang sebelah barat Kota Solo.
Ayah mengajari Kinanti mengamati capung dengan menggunakan binokuler. Tak lama kemudian, Kinanti sudah menikmati mengintip mereka di balik beningnya lensa binokuler. Kinanti mengenali berbagai warna capung-capung. Merah, oranye, kecokelatan, dan yang paling banyak, warna hijau. Nggak jarang, capung-capung itu singgah di batu-batu tanggul tempat Kinanti dan ayahnya duduk.
Bukan main senangnya Kinanti. Duduk di atas tanggul yang cukup tinggi sambil mengamati capung, membuat sensasi berbeda. Seperti ada di sebuah negeri capung di langit biru yang jauh dan indah sekali.
Ketika pindah rumah ke Jakarta, banyak kejutan yang menyenangkan Kinanti. Ada halaman yang cukup luas di depan dan samping rumah, meski nggak seluas halaman di rumah Eyang Kakung. Lalu, ada sebuah kolam di samping rumah. Karena Kinanti menemukan capung di dekat kolam, ia yakin akan ada capung lainnya nanti.
Suling Naga 12 Dewi Ular 30 Tumbal Cemburu Buta Sumur Perut Setan 1
^