Celebrity Wedding 2
Celebrity Wedding Karya Aliazalea Bagian 2
Ibu Davina mengangkat tangannya dan menepuk2 pipi anaknya. "Bukan salah kamu."
Kerutan di kening mama membuat revel khawatir. " Gula darah mama nggak lagi turun, kan""
Ibu Davina tersenyum dan menggeleng. "Mama lagi mikirin solusi masalah kmu dgn Luna."
"Mam, you know I love you, tp aku nggak akan menggelar konferensi pers. Titik." Revel melepaskan diri dari belaian mamanya.
"Oke, mama hormati pendirian kmu, maka dari itu mama coba pikirkan jalan keluar lain."
"Jalan keluar sperti apa"" Tanya revel curiga.
"Kmu mesti nikah, secepatnya."
Revel mengedipkan matanya beberapa kali ketika mendengar kata2 itu sbelum kemudian mulai tertawa terbahak2.
"Knapa kmu ketawa" Mama serius." Ibu Davina terdengar jengkel.
Revel mrncoba mengontrol tawanya dan menatap wajah serius mama dan meledak tertawa lagi.
"Mama sadar kan aku sekarang lg nggak punya pacar""
"Kmu ngga perlu punya pacar untuk cari istri. Banyak orang yg nikah tanpa pernah ketemu dgn calon istrinya terlebih dahulu."
"Ya klo zaman Siti Nurbaya mungkin," bantah Revel. "Ini abad ke-21, Mam."
"Sama saja." Hanya untuk menghibur mamanya, Revel mencoba mendengar sarannya. "Okay, fine. Klo memang mama mau aku nikah scepatnya, itu brarti aku harus cari perempuan yg mau nikah sama aku, secepatnya. Dimana kira2 mama pikir aku bisa cari perempuan ini""
"Ada satu perempuan dibawah yg seumuran sama kmu dan mama rasa cocok untuk kmu," balas ibu Davina serius.
Revel mengerutkan dahinya dan berkata, "Just in case mama lpa, Sita sudah menikah dan udah punya 2anak."
"Mama bukan ngomongin Sita, mama ngomongin Inara." "HAH"!" Teriak Revel.
"Dia msih single, pintar, mandiri, dan bisa dipercaya." "Mam, dia akuntan aku."
"Even better. Orang nggak akan ada yg curiga klo kmu tiba2 nikah sama dia karena kalian memang sudah kenal satu sama lain."
Melihat keraguan pada mata anaknya, ibu Davina menambahkan, "Kalo kmu masih mau tur 18kota kmu dan launching single kmu bisa dilakukan tahun ini, mama rasa inilah satu2nya solusi supaya kmu nggak kehilangan fans kmu."
"Apa mama sudah pertimbangkan bahwa aku akan sama2 kehilangan fans baik klo aku tetap diam mengenai kehamilan Luna maupun klo aku menikah""
"Percaya sama mama, kmu akan lebih bisa mempertahankan fans kmu klo kmu menikah."
"Ina nggak akan mau menikahi aku," ucap Revel tegas.
"Rev, mama nggak buta. Mama tahu reputasi kmu dgn para wanita. Klo kmu menggunakan 'keahlian' kmu ini, mama yakin Ina nggak akan bisa menolak."
Meskipun itu adalah fakta, tp asumsi mamanya ini membuatnya sedikit tersinggung.
"Om Danung nggak akan pernah setuju dgn rencana ini." Revel mencoba mengganti taktik.
"Coba kmu panggil om Danung kesini supaya kita bisa bicarakan hal ini sama-sama. Stelah dia dengar penjelasannya, mama yakin dia akan setuju seratus persen."
Revel terdiam sejenak, rupanya mama benar2 serius. Dia tahu bahwa mama adalah seorang business woman yg cermat,yg bisa melihat pro dan kontra dari satu penyelesaian dgn seobjektif mungkin. Semua itu bisa dibuktikan dari betapa suksesnya perusahaan yg mereka miliki bersama. Tetapi menikah" Dengan Ina" Itu ide paling edan yg pernah diutarakan oleh mama. Or is it" Meskipun beberapa menit yg lalu dia mencoba meyakinkan mama bahwa kariernya akan baik2 saja dgn gosip mengenai Luna, tp jauh di dalam lubuk hatinya, dia tahu bahwa itu tdk benar. Mungkin inilah solusi yg paling baik untuk dirinya.
"Aku akan cari om Danung," ucap Revel.
*** Proses audit berjalan dgn cukup lancar. Sandra dan Eli sudah melakukan tugas mereka dgn baik sehingga tdk ada satu pun masalah yg ditemukan Ina. Sita mampu menjawab semua pertanyaan yg diajukannya dan menunjukkan dokumen yg ia perlukan sehingga mereka tdk perlu memanggil Revel ataupun ibu Davina. Meskipun begitu, ada banyak dokumen yg harus dilihat, account yg harus di double check, sehingga tanpa disadari Ina, sinar matahari yg masuk melalui jendela sudah berganti warna dari putih-kuning menjadi jingga, yg brarti hari sudah lebih sore daripada yg dia perkirakan. Matanya terasa agak sedikit pedas, dan Ina permisi ke kamar keciluntuk membasuhnya dgn air dingin.
Untuk mencapai kamar kecil Ina harus melewati ruang tengah dimana para pegawai MRAM bekerja. Jam kalung yg melingkari lehernya menunjukkan pukul 17.30. Dalam perjalanan kembali ke ruang pertemuan Ina berpapasan dgn pak Danung yg tersenyum ketika melihatnya.
"Ibu Ina masih disini" Tanyanya, yg meskipun terdengar lelah tetapi tetap ramah.
"Iya nih pak Danung. Tp sbentar lagi kami selesai kok," jawab Ina.
"Tadi waktu sampai di-harass sama wartawan diluar nggak""
"Ohh... Nggak juga."
Dengan senyuman penuh pengertian, pak Danung berkata, "jangan kapok kesini ya, bu Ina."
"Sampai sekarang belum kapok. Mungkin nanti," canda Ina. Pak Danung tertawa terkekeh2.
"Saya sudah dengar tentang launching singlr Revel yg ditunda. Apa semuanya baik2 saja"" Lanjut Ina.
"Nggak sebaik yg saya mau," balas pak Danung. "Ada yg bisa saya bantu""
Pak Danung terkekeh lagi mendengar pertanyaan ini sbelum tanpa menjawab pertanyaan itu. Ina mengerutkan keningnya. Apa ada yg lucu dgn pertanyaannya"
*** "Ibu Inara mau makan malam apa"" Tanya Sita ketika Ina kembali ke ruang pertemuan.
"Oh, nggak usah repot2 Sit, kami sudah hampir selesai kok," balas Ina dan kembali mengambil posisinya di belakang meja. Sita kelihatan ragu sesaat, tp kemudian dia mengangguk dan meng
hilang dari ruangan itu. Ina pun sibuk kembali pekerjaannya.
"Saya mau pesan Pizza Hut, kmu lebih suka Super Supreme, Meat Lovers, atau Hawaiian Chicken"" Suara itu mengajutkan Ina stengah mati. Dia langsung berdiri dari kursinya ketika melihat sumber suara itu.
Revel sudah menukar kemeja putih dan jinsnya dgn kaus dan celana kargo selutut warna abu2. Melihat penampilannya yg fresh membuat Ina sadar akan penampilan dirinya yg ketika di cek pada cermin di kamar mandi beberapa menit yg lalu kelihatan lelah, pucat, dan kusut. Blus lengan panjangnya sudah dilipat hingga ke siku, dia sudah melepaskan sepatu hak yg dikenakannya agar bisa bergerak lebih leluasa. Sementara itu parfum yg dia semprotkan pada blusnya tadi pagi sudah hilang wanginya. Entah apa yg terpikir oleh revel ketika melihatnya sperti ini.
"Kmu lebih suka pizza yg mana"" Tanya Revel lagi karena blm menerima jawaban darinya.
Sperti sbelumnya dgn Sita, Ina pun menolak penawaran Revel. Tapi pria itu bersikeras. "Toh klo kmu pulang nanti mesti makan malam juga kan" Knapa nggak makan malam disini saja sekalian""
Ina sbetulnya masih ingin menolak, tp kemudian dia melihat bahwa Sandra dan Eli menampangkan wajah penuh harap, akhirnya Ina mengembuskan napas penuh kekalahan dan berkata, "Meat Lovers aja," yg disambut oleh anggukan terlalu bersemangat dari Eli dan Sandra.
Revel mengangguk dan meminta Sita memesan makanan tersebut sbelum kemudian melangkah masuk ke ruang pertemuan dgn kedua tangan dimasukkan ke kantong celananya.
"Sita nggak manggil saya seharian, so I guess everything is fine"" Tanyanya.
"Yep, everything is fine," balas Ina.
Revel hanya manggut2 menanggapi balasan itu. Ina menunggu hingga Revel bicara lagi, tetapi kesunyian menyambutnya. Ina berpikir Revel kemudian akan meninggalkan ruangan, ketika dia mendengar cowok itu berkata, "Boleh saya bicara dgn kmu sendiri""
"Sure," ucap Ina agak ragu.
Melihat anggukan darinya, Eli dan Sandra pun keluar dari ruangan. Ina jadi agak waswas waktu Revel menutup pintu ruangan. Ketika menatap Ina kembali, wajah Revel kelihatan sperti dia sudah menelan seekor kodok. Ina hanya menatapnya dgn kebingungan yg tdk bisa disembunyikan. Selama beberapa menit mereka hanya menatap satu sama lain tanpa mengatakan apa2. Sejujurnya Revel kelihatan agak nerveous, yg membuat Ina curiga akan apa yg ingin dia katakan padanya.
"Kepala kmu sudah dicek ke dokter"" Tanya Revel.
Ina terdiam sesaat ketika mendengar pertanyaan ini, dia tdk tahu apa yg dia harapkan keluar dari mulut Revel, tp yg jelas bukan ini.
"Sudah," ucap ina berbohong. Sejujunya dia hanya minum panadol ketika sampai di rumah hari itu dan pergi tidur. Dan karena tdk mengalami sakit kepala lagi stelah itu, dia bahkan sudah lupa dgn insiden itu.
Revel menganggukkan kepalanya berkali2 sperti boneka yg lehernya terbuat dari per. Kemudian, "Ireally don't know how to say this, so I'm just gonna say it," ucapnya.
Ina hanya mengangguk, menunggu dgn kecurigaan yg semakin menjadi.
"Saya mau kmu menikahi saya," ucap Revel dgn cepat sehingga kata2nya sulit ditangkap.
Perlu beberapa detik bagi Ina untuk memahami pertanyaan itu, dan ketika sadar akan apa yg baru saja dikatakan revel padanya, mulutnya perlahan2 mulai melongo sbelum dia berteriak, "WHAAATTTTT""
BAB 8 (The Not At All Romantic Proposal)
Revel tahu bahwa Ina tdk akan setuju begitu saja pada lamarannya ini, oleh karena itu dia sudah mempersiapkan berbagai macam senjata untuk menyakinkannya.
"Saya tahu klo ini kedengaran agak gila, tp coba kmu dengar saya dulu." Revel melangkah mendekati Ina yg mencoba mundur dan lututnya menabrak kursi yg ada di belakang, membuatnya jatuh terduduk.
Melihat reaksi Ina, Revel menghentikan langkahnya. Dia tahu bahwa Ina tdk akan langsung mengatakan "Iya" atas lamarannya, tetapi dia tdk menyangka bahwa Ina akan kelihatan takut akan lamarannya. Entah kenapa, tetapi hal ini agak2 menyakiti egonya. Selama beberapa detik dia mencoba menenangkan diri dan stelah yakin bahwa dia bisa mengontrol rasa jengkel yg mulai terasa pada hatiny
a, Revel kemudian menatap Ina.
"Kmu nggak harus nikah sama saya betulan, ini cuma pura2 saja," ucapnya mencoba terdengar meyakinkan.
Ina menatap wajah Revel yg sedang mencoba meyakinkannya. "Hah"" Adalah satu2nya kata yg keluar dari mulutnya. Otaknya betul2 tdk bisa memproses ini semua. Semakin Revel mencoba menjelaskan, semakin bingung dia dibuatnya.
"Cuma untuk meredakan gosip saya dgn Luna. Paling lama setahun, sampai single saya launch dan tur 18kota saya selesai," lanjut Revel.
Ina hanya bisa menatapnya dgn mata terbelalak. Ini bukansaja kedengaran agak gila, sperti yg Revel katakan, tetapi ini memang ide gila.
"I know that this is a lot ask, but I'm desperate. You're ny last resort." Spertinya Revel tdk lagi memedulikan reaksi Ina sbelumnya karena kini dia sedang melangkah mendekatinya.
Ina masih terdiam seribu bahasa. Ini adalah lamaran paling aneh yg pernah dia dengar. Dia bukanlah orang yg romantis, dia tdk mengharapkan laki2 yg melamarnya menerbangkannya ke Paris dgn jet pribadi pada Hari Valentine, kemudian dibawah Menara Eiffel dan taburan bintang berlutut di hadapannya sambil mempersembahkan sebuah cincin berlian empat karat. Tidak, Ina bukanlah tipe wanita sperti itu, tetapi dia tetap seorang wanita, yg mengharapkan setidak2nya laki2 yg melamarnya akan mengatakan bahwa dia mencintainya. Itu sebabnya dia ingin menikah dengannya, bukan karena dia terdesak dan tdk ada pilihan lain.
Ina menelan ludah sbelum bertanya,"knapa saya""
"Karena kmu aman buat saa, jawab Revel yg kini sedang menarik sebuah kursi dan mendudukkan dirinya di hadapan Ina.
"Aman"" Tanya Ina bingung.
"Kmu bukan seorang selebriti, kmu pintar, punya pekerjaan yg bagus, dan bukan dari dunia entertainment, jadi wartawan nggak akan bisa mencecar kmu. Kmu juga kelihatannya perempuan baik2. Yg nggak suka buat onar. Kmu masih single dan nggak punya pacar, jadi nggak ada orang yg akan keberatan dgn usul saya. Kmu plain meskipun klo dikasih make-up mungkin wajah kmu bisa kelihatan lebih menarik. Dan thanks for today, wartawan sudah lihat kmu masuk ke rumah saya, jadi mereka nggak akan curiga dgn berita pernikahan kita. Mama saya juga pikir klo kmu adalah kandidat yg tepat untuk mempertahankan image saya sebagai orang yg bisa dipercaya masyarakat."
Hah"! Ternyata ibu Davina sama gilanya dgn anaknya, atau bahkan lebih gila lagi.
"Yang jelas kmu bukan tipe saya, jadi nggak akan ada kemungkinan saya jatuh cinta beneran sama kmu. Itu sebabnya kmu aman buat saya," Revel mengakhiri argumentasinya.
Revel merasa sperti laki2 paling tdk punya perasaan stelah mengatakan hal ini. Perempuan mana yg mau menikahi seorang laki2 yg sudah menghinanya blak2an sperti ini" Belum lagi karena itu tdk spenuhnya benar. Ina memang plain, tetapi Revel sudah tdk bisa menafikan lagi bahwa dia tertarik dgn Ina. Ada sesuatu dari diri wanita ini yg membuatnya pensaran. Jarang sekali ada wanita yg bisa membuatnya bertanya2 tentang apa yg akan dilakukannya slanjutnya. Kebanyakan wanita menyangka bahwa mereka misterius, tp Revel bisa melihat diri mereka sbenarnya hanya dalam hitungan detik, tp Ina.... dia membuat Revel ingin mengenalnya lebih jauh. Intinya, dia mengatakn apa yg baru dia katakan karena melihat bahwa Ina kelihatan semakin takut akan lamrannya dan dia sudah kehabisan cara untuk meyakinkannya.
Ina tdk tahu apakah dia harus lebih tersinggung karena Revel berasumsi bahwa dia tdk punya pacar atau bahwa dia plain dan bukan tipenya" Akhirnya Ina memutuskan untuk berlaku dewasa dan menyatakan fakta yg lebih penting daripada apa yg sudah dikatakan Revel.
"Kmu sadar kan klo saya ini akuntan kmu dan saya bisa kehilangan pekerjaan saya klo saya menerima lamaran kmu""
"Yep, saya sudah mempertimbangkan itu semua," jawab Revel. Dalam hati Revel tertawa ketika mendengar balasan dari Ina. Perempuan satu ini memang tdk bisa ditebak.
"Jadi kmu nggak peduli saya jadi jobless klo saya terima lamaran kamu""
Memang dalam dunia konsultasi tdk ada peraturan tertulis yg menyatakan bahwa seorang konsultan tdk bisa menikahi kliennya, tetapi hampi
r semua konsultan di seluruh dunia memegang kode etik ini, termasuk Ina. Lumrahnya, seorang auditor tdk seharusnya bekerja di firm yg mewakilkan suami/istrinya, supaya objektivitas dalam menjalankan tugas sebagai konsultan tetap terjaga.
"I hate to lose you as a consultant, karena kmu kerjanya memang bagus, tp saya lebih terdesak untuk cari istri."
Ina terdiam, mencoba mencerna kata2 Revel. Diamnya Ina disalahartikan sebagai persetujuan oleh Revel.
"Jadi kmu setuju dgn lamaran saya, kan""
"Saya tdk menyetujui apa pun juga sbelum kmu menjawab pertanyaan saya. "Ina menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, menyilang kakinya, dan melipat kedua tangannya di depan dada. Kini Ina sudah tdk bingung lagi, dia sadar betul akan apa yg diminta Revel darinya dan dia sama sekali tdk terhibur dgn lelucon ini.
Revel mengernyitkan dahinya. "Look, saya mengerti klo kmu upset dgn proposal saya ini..."
"Upset" Saya nggak upset," potong Ina dgn nada tersinggung. Memangnya Revel pikir dia siapa" Apa dia pikir karena dia adalah laki2 paling seksi se-Indonesia maka dia berhak mengatakan semua hal yg dia baru katakan padanya tanpa membuatnya tersinggung" Tentu saja Ina tersinggung.
Revel sedang berusaha menahan senyum melihat reaksi Ina. Untuk pertama kalinya dia bisa melihat Ina kehilangan sopan santunnya. Wajah dan lehernya memerah karena marah dan Revel tahu bahwa pasti ada yg salah dgn dirinya karena yg dia ingin lakukan pada saat itu adalah mencium gadis itu, semua bagian tubuhnya yg kini berwarna merah.
Ina melihat wajah Revel yg spertinya sedang menertawakannya, dan dia menahan diri agar tdk menggerutu.
"Saya bisa mencari kantor konsultan lain klo kmu memang bersikeras tetap bekerja stelah menikah dgn saya, meskipun saya nggak lihat alasan yg tepat knapa kmu mau melakukan ini. Saya sudah rencana membayar kmu stiap bulan selama kmu menikah dgn saya. Selain itu, saya akan memberi kamu apa saja yg kmu minta," jelas Revel.
"Okay, let me get this straight. Kmu akan membayar saya karena menikah dgn kmu"" Ucap Ina perlahan-lahan.
"Plus apa saja yg kmu mau. You just name it and it's your," jelas Revel.
"Well, that sounds like prostituting to me," balas Ina.
"No, no, no.. Ini sama sekali bukan pelacuran. Kmu nggak perlu have sex dgn saya sama sekali untuk semua keuntungan yg kmu akan dapat dari hubungan kmu dgn saya."
"Apa kita akan tidur satu kamar"" Tanya Ina. "Nggak satu kamar, tp kita harus tinggal satu atap." "Yang brarti di rumah kmu ini"" "Iya, itu akan lebih gampang buat saya."
"Waktu kmu merencanakan ini semua, apa kmu bahkan pertimbangkan bahwa saya suka dgn pekerjaan saya yg sekarang""
"Oh, come on, gimana bisa kmu menyukai pekerjaan yg maksa kmu kerja pada akhir minggu, yg membuat kmu terlambat ke acara ultah keponakan kmu, dan yg bikin kmu jadi masih single sampai sekarang""
Revel meraih tangan Ina sbelum dia bisa bereaksi dan menggenggamnya erat. Dan dgn tatapan dalam yg bahkan bisa mencairkan gunung es di Kutub Utara dia berkata, "Look, klo kmu bisa bantu saya untuk yg satu ini, saya akan utang budi sama kmu seumur hidup saya. So please, tolong saya."
Sesebal2nya Ina pada cowok ini, dia tdk bisa mengabaikan tatapan penuh keputusasaannya itu.
"Kmu yakin nggak ada orang lain yg bisa kmu nikahi" Gimana dgn teman2 selebriti kmu" Pasti banyak dari mereka yg mau nikah kontrak sama kmu." Ina masih berusaha mencari solusi lain untuk menyelesaikan dilema yg dihadapi Revel ini agar tdk melibatkan dirinya.
"Saya nggak mau nikah sama orang dari dunia entertainment, nanti akan mengundang lebih banyak gosip. Lagi pula, urusan perceraiannya bisa messy nantinya."
"Gimana dgn teman2 nonselebriti kmu""
"Nggak ada yg masih mau bicara dgn saya. Saya sudah membuat banyak perempuan pissed-off."
"Knapa mesti nikah, knapa nggak dating saja""
"Klo cuma dating, bakalan kelihatan bohongnya. Tp klo nikah kan ada suratnya dan pestanya yg akan diliput sama media, jd keliatan lebih meyakinkan buat masyarakat. Mereka perlu percaya klo saya ini laki2 baik2 dan dgn saya menikahi kmu, itu se
mua bisa tercapai. I mean, klo saya memang seburuk sperti yg sudah digambarkan media, wanita baik2 sperti kmu nggak mungkin akan mau menikahi saya, kan""
Sejenak Ina mempertimbangkan jawaban revel ini. "Klo saya bantu kmu soal ini, apa untungnya buat saya""
"Sperti yg sudah saya bilang, kmu akan dapat uang dari saa dan... "
"Kmu nggak bisa beli saya dgn uang kmu," potong Ina garang. Ina menarik tangannya dr genggaman revel dan kembali pada posisi sbelumnya dgn melipat kedua tangannya di depan dada.
Revel menghembuskan napasnya putus asa. "Saya sebetulnya mau bilang... sbelum kmu memotong saya, bahwa you'll have me as your husband."
Tunggu sebentar, apa dia baru saja mengatakan apa yg dia baru katakan" This arrogant son of a bitch dan ina menarik napas panjang sbelum dia memulai omelannya.
"Saya ini akuntan dgn sertifikasi taraf internasional, lulusan Amerika dari universitas berkaliber tinggi dgn suma cum laude, saya adalah junior partner termuda di perusahaan akuntan publik ternama di Jakarta, dan gaji saya mencapai delapan digit stiap bulannya. Dan meskipun bukan material Miss Universe, tp saya cukup menarik. Intinya, saya bisa mendapatkan laki2 mana saja untuk jadi suami saya, apa yg membuat kmu berpikir bahwa saya mau kmu sebagai suami kmu""
Ina melihat Revel akan memotong, tp dia lanjut dgn omelannya. "Kmu memang artis yg cukup digemari sama kaum wanita apalagi mereka yg masih di bawah umur," Ina sengaja menghina Revel dan melihatnya meringis ketika mendengar ini, tp dia tdk peduli.
"Tapi saya, sebagai wanita dewasa, nggak pernah tertarik dgn laki2 yg saya akin bahkan nggak bisa membedakan antara debit dan kredit. Belum lagi dgn reputasi kelakuan kasar kmu terhadap wartawan, salah2 kmu ternyata suka memukul wanita juga. Intinya, jadi laki2 jangan kege-eran dan mikir klo dia adalah anugerah terindah yg pernah terlahir di bumi ini, dan bahwa semua wanita mau kmu. Karena saya nggak tertarik sama sekali sama kmu."
Ina akhirnya kehabisan argumentasi dan dia berhenti menarik napas. Selama beberapa menit revel hanya menatapnya dgn mulut ternganga, matanya yg hitam itu menyiratkan keterkejutan dan sesuatu yg terlihat sperti... rasa hormat" Nggak mungkin. Bagaimana laki2 ini bisa hormat kepadanya stelah dia pada dasarnya sudah menginjak2 egonya.
Revel sbetulnya ingin tertawa terbahak2 karena Ina meragukan emampuan otaknya. Dia memang kuliah jurusan musik, tp sesuatu yg kebanyakan orang tdk tahu adalah bahwa dia lulus dgn 2ijazah, yaitu music composition dgn IPK 3.4 dan Finance dgn IPK 3.8. Advisor-nya di Carnegie Melon sempat geleng2 kepala kepala ketika mendengar petisinya untuk mengambil dua jurusan yg tdk ada sangkut pautnya satu sama lain, tetapi beliau akhirnya setuju dan membiarkan Revel melakukannya. Intinya, Revel tahu persis bedanya antara debit dan kredit dan segala hal lainnya yg berhubungan dgn manajemen keuangan.
"Oke, saya terima argumentasi kmu, saya cuma mau membetulkan satu hal saja. Saya yakinkan ke kmu bahwa segala tindakan kasar saya hanya tertuju kepada orang yg kurang ajar terhadap saya dan orang2 terdekat saya. Saya tdk akan pernah memukul wanita betapapun menyebalkannya mereka."
Ina tahu bahwa Revel mengatakan yg sebenernya. Dia tdk kelihatan sperti tipe laki2 yg akan menyakiti seseorang yg jelas2 lebih lemah daripada dirinya.
"Apakah anak yg dikandung Luna itu anak kmu"" Tanya Ina untuk memastikan apa yg dia dengar beberapa jam yg lalu.
Ada senyum simpul pada sudut bibir Revel sbelum dia berkata, "Bukan. itu bukan anak saya. Itu anaknya Dhani, vokalis band The Rocket. Saya bukan tipe laki2 yg akan menelantarkan anak sendiri. Klo anaknya Luna adalah anak saya, saya sudah pasti menikahi Luna dr kemarin2. Sayangnya tdk semua laki2 memiliki pendapat yg sama."
Dan sekali lagi Ina harus percaya akan kata2 Revel karena dia betul2 terlihat tulus ketika mengatakannya.
"Boleh saya tanya satu hal ke kmu"" Tanya Revel stelah beberapa lama.
Melihat Ina mengangguk, Revel melanjutkan, "Apa kmu berniat menikah""
"Of course." "Kapan trakhir kali kmu punya pacar
"" "Apa hubungannya sejarah dating saya dgn ini semua""
"Jawab saja pertanyaan saya."
"Saya putus dgn pacar saya hampir 2tahun yg lalu."
"Knapa kmu putus dgn pacar kmu""
"Keluarga saya nggak setuju."
"Knapa mereka nggak setuju""
"Mereka bilang dia..." Ina berhenti ketika menyadari bahwa dia hampir saja menceritakan sejarah hidupnya kepada orang asing.
"You know what, this is none of your business," ucap Ina dan berdiri. Revel menarik pergelangan tangannya dan memaksanya kembali duduk.
"Tell me," ucap Revel pendek sambil melepaskan tangan Ina.
Ina menggeleng. "Kmu lebih baik cek apa pizzanya sudah sampai." Ina mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Dia gay, ya"" Tekan Revel.
"Ganang bukan gay," balas ina mencoba membela mantan pacarnya yg dianggap kurang "laki-laki" oleh Mana, entah apa maksudnya.
"Pengangguran""
"Nggaklah." "But ugly""
"Nggak! Oke"! Ganang, sperti juga pacar2 saya sebelumnya, nggak gay, dia nggak pengangguran, dia sama sekali nggak jelek. Masalahnya adalah pada keluarga saya. Menurut mama, saya bisa dapat laki2 yg lebih baik," teriak Ina akhirnya.
Dengan berteriak sperti ini Ina menyadari betapa frustasinya dia pada keluarganya, terutama mamanya yg slalu mencoba mangatur hidupnya. Dari dulu, sampai sekarang, mama slalu mencoba mengatur semuanya, mulai dari ekstrakurikuler hingga jurusan yg harus dia ambil, dari universitas yg harus dia pilih, hingga perusahaan tempatnya bekerja, dan sterusnya. Ina tdk akan membiarkan satu orang lagi mengatur hidupnya.
"This conversation is over," ucap Ina sbelum berdiri dgn cepat dan bergegas menuju pintu.
Revel mencoba meraih tangannya, tp kali ini Ina lebih cepat. Sbelum Revel bisa bereaksi Ina sudah mencapai pintu. Ketika dia memutar gagang pintu revel berkata, "Definisikan laki2 yg lebih baik." Kata2 itu membuat Ina tertegun.
"It's a simple question, Ina" Ina terpekik ketika mendengar kata2 itu tepat di belakang telinga kanannya.
Dia bisa merasakan suhu tubuh Revel yg kini berada sangat dekat dgn punggungnya. Oh! Bisa nggak sih laki2 satu ini meninggalkannya sendiri" Ina menarik gagang pintu, mencoba keluar, tp Revel mendorong pintu itu hingga terbanting tertutup sbelum menyandarkan telapak tangannya tepat di sbelah wajah Ina. Tingkah laku Revel yg sengaja mencoba mengintimidasinya dgn ukuran tubuhnya membuat Ina melangkah mundur dan punggungnya bertabrakan dgn dada Revel. Dalam proses memutar tubuhnya, keseimbangannya goyah. Revel mencoba menjaga keseimbangan Ina dgn memeluk pinggangnya dan menyandarkan punggung Ina lebih rapat pada dadanya, dan pikiran Ina langsung blank. Ina hanya bisa merasakan detak jantungnya sendiri yg melonjak2 tdk keruan.
"Apa kmu akan menjawab pertanyaan saya"" Bisikan Revel mengaktifkan otak Ina kembali.
Spertinya Revel memang berniat memaksanya untuk menyetujui rencananya, dan dia ingat akan rasa jengkelnya. Ina memutar tubuhnya menatap Revel. Entah apa yg Revel lihat pada tatapan mata itu, tetapi dia langsung melepaskan pinggang Ina.
"Yg kayak kmu. Saya nggak tahu knapa, tp mama saya cinta mati sama kmu. Bahkan dgn reputasi kmu yg semakin menurun sekarang, dia tetap ngebelain kmu," ucap Ina. "Dia bilang kmu punya potensi untuk jadi suami ya baik," tambahnya.
Oke,itu semua tdk benar, dia bahkan tdk pernah membahas tentang Revel dgn mamanya, tp toh Revel tdk tahu tentang itu. Ina menunggu detik dimana Revel akan lari tunggang-langgang dgn jawaban itu. Tdk ada laki2, yg jelas2 takut stengah mati dgn komitmen, klo dilihat dari jumlah wanita yg gigit jari karena gagal menjadi Mrs. Revelino Darrby, mau menikahi perempuan dgn mama yg mengharapkan hal yg paling ditakutinya itu. Dan spertinya rencana itu berhasil karena untuk beberapa detik Revel hanya bisa menatapnya sperti dia alien, sbelum kemudian mengambil beberapa langkah mundur dgn sedikit sempoyongan. Hah! Biar dia tahu rasa, ucap Ina dalam hati dgn penuh kemenangan.
Tapi rasa kemenangan itu langsung punah ketika revel mulai mengatur ekspresi wajahnya dan sambil tersenyum simpul dia berkata, "All the more season
bagi kmu untuk menikah dgn saya. Mama kmu jelas2 sudah setuju dgn saya."
WHATTTTTTTTTT"! Laki-laki gila.
"Tapi... Tapi... " Ina mencoba mencari alasan untuk menolak Revel tp tdk satu ide pun muncul. Ina sadar bahwa dia baru saja menggali kuburnya sendiri. SHIIITTTT!
"Apa kmu mau keluarga kmu terus mengatur hidup kmu""
"Ya nggaklah, tapi.. "
"Saya jd curiga, jangan2 alasan knapa kmu masih single sampai sekarang adalah karena ada yg salah dgn kmu."
Whait a second, apa laki2 kurang waras ini sedang menghinanya" Ina tdk pernah membiarkan siapapun menghinanya, dan jelas2 dia tdk akan membiarkan seorang selebriti yg sok populer, arrogant as hell, dan tdk tahu sopan santun ini melakukannya. Tapi... Bagaimana klo pernikahan ini ternyata adalah solusi yg dia sudah tunggu2 selama ini agar bisa menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia tdk memerlukan keluarganya untuk mengambil keputusan, bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri" Dan Revel memang menggambarkan segala sesuatunya tentang laki2 sempurna. Pekerjaan mapan,check; punya rumah sendiri, check; penampilan lumayan menarik, check; uang seabrek, triple check. Yg paling penting adalah bahwa Revel jelas2 memiliki cukup kepercayaan diri untuk tdk ngacir begitu menerima tatapan sangar dari keluarga Ina.
"Oke," ucap Ina akhirnya dgn penuh tantangan.
"Oke apa"" Revel terdengar terkejut ketika menanyakan ini.
"Oke saya akan menikahi kmu, tp kmu harus janji bahwa keluarga saya tdk akan pernah tahu tentang ini. Setahu mereka kmu menikahi saya karena kmu memang sudah cinta mati dgn saya. Selain itu, saya juga mau pre-up. Itu syarat saya, apa kmu setuju""
"Setuju," balas revel dgn pasti.
BAB 9 (The Family Of The Reluctant Bride)
Seminggu kemudian Revel dan Ina menandatangani pre-nup mereka. Dalam pre-nup tersebut, mereka menyetujui beberapa hal, sperti:
1. Mereka harus MENIKAH DALAM WAKTU 3BULAN dan harus tetap menikah hingga setahun dari tanggal perjanjian ditandatangani.
2. Harus TINGGAL SATU ATAP SELAMA MENIKAH, dan karena apartemen Ina jelas2 lebih kecil daripada rumah Revel, Ina harus mengalah dan pindah ke rumah Revel.
3. Mereka setuju PISAH KAMAR TIDUR.
4. TIDAK TERLIBAT AKTIVITAS SEKSUAL dgn satu sama lain atau orang lain.
5. (Stelah debat panjang lebar dgn Revel yg tdk mengerti knapa Ina masih mau bekerja pada tempat yg jelas2 tdk menghargainya, dan Ina yg bingung knapa Revel peduli dgn kesejahteraannya, akhirnya...) REVEL. SETUJU MENCARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK LAIN STELAH MEREKA MENIKAH (karena Ina tetap menolak berhenti kerja dari firm Pak Sutomo).
6. Selama menikah, Revel harus MEMENUHI SEMUA PERMINTAAN FINANSIAL yg diajukan Ina tanpa ada bantahan darinya.
7. Mereka setuju TIDAK MEMBEBERKAN RAHASA INI kepada siapapun (termasuk kepada keluarga Ina), pun stelah masa perjanjian ini berakhir.
8. Ina setuju menjalankan tugasnya sebagai istri di muka umum dgm MENDAMPINGI REVEL pada beberapa acara publik yg harus dia hadiri. Dan Revel setuju menjadi suami yg baik dan mendampingi Ina pada acara keluarga.
9. MENJALANI KEHIDUPAN YG TERPISAH DI LUAR PERJANJIAN INI. Masing2 tdk boleh mengatur kehidupan yg lainnya di luar dari yg sudah disetujui.
10. Sebagai kompromi, daripada Revel membayar Ina stiap bulan atas jasanya, REVEL AKAN MENTRASFER 500 JUTA KE ACCOUNT BANK INA pada akhir perjanjian mereka klo Ina masih tetap berstatus sebagai istri Revel hingga saat itu.
Hanya segelintir orang yg tahu tentang penandatanganan perjanjian ini, mereka adalah Revel dan Ina sendiri, pak Danung, ibu Davina, Jo (sebagai saksi dari pihak Revel), Tita (dari pihak Ina), pak Siahaan (sebagai pengacara dari pihak Revel) dan Meinita ( dari pihak Ina).
Pertama kali Tita, teman baiknya sewaktu kuliah di Amerika, menerima telpon dari Ina yg memintanya untuk datang ke apartemennya karena ada urusan yg sangat penting untuk dibahas beberapa hari yg lalu, Tita khawatir bahwa dia akan menerima berita yg sangat parah sehingga wajahnya pucat ketika sampai di apartemen teman baiknya itu.
"Lo sakit kanker, ya"" Teriak Tita begitu Ina membuka p
intu. Ina hanya bisa menatap temannya sambil bengong. "Hah""
Tita langsung memasuki apartemen tanpa permisi lagi. "Apa yg dokter bilang" Lo harus pergi ke kak Mabel dan minta second opinion, lo pasti bisa sembuh. Kankernya belum parah, kan" Sudah stadium brapa""
Ina menutup pintu dan menatap Tita sambil mencoba menahan senyumnya. "Gue nggak sakit kanker, Ta," ucapnya.
"Hah"! Betulan" Jangan main2 lo. Gue udah nyetir ngebut kesini, hampir saja kena tilang polisi, belum lagi... "
"Gue mau lo jadi saksi tanda tangan pre-nup gue dgn Revel," potong Ina.
Tita menatap Ina dgn bingung selama beberapa detik sbelum berkata, " Pre-nup" Sperti pre-nuptial agreement gitu""
Ina mengannguk. "Dan Revel yg lo maksdu itu Revel Darby""
Sekali lagi Ina mengangguk dan Tita hanya bisa melongo beberapa saat. Ina lalu menuntun Tita ke sofa dan menceritakan tentang penawaran Revel, knapa Revel memilih dirinya, knapa dia bahkan mempertimbangkan penawaran ini dgn serius, tentang perasaannya terhadap keluarganya yg tdk pernah menghormati keputusannya, dan keinginan untuk menunjukkan bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri. Tita awalnya kelihatan terkejut karena Ina tdk pernah bercerita kepadanya tentang Revel sbelum ini, tp dia hanya mendengarkan dgn seksama tanpa interupsi.
"So here we are," Ina mengakhiri ceritanya. "Gimana, Ta""
Tita terdiam selama beberapa saat. "Menurut gue ini rencana gila, In," ucapnya sambil menatap ina sedalam2nya, mencoba mengerti situasinya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Dia tdk tahu siapa lagi yg bisa dia mintakan tolong klo Tita menolak menjadi saksi. Saksi perjanjian ini tdk boleh memiliki hubungan darah dgnnya, dan Ina tdk mengenal banyak orang yg bisa dia percaya penuh.
"Kapan kita harus tanda tangan"" Tanya Tita. "Secepatnya," balas Ina.
Tita masih kelihatan ragu beberapa menit, keningnya berkerut dan mulutnya tertutup rapat, tetapi kemudian satu per satu otot2 pada wajahnya berkurang ketegangannya dan Ina tahu bahwa Tita mengerti. "Oke. Gue bantu lo. Sudah waktunya keluarga lo berhenti mengatur hidup lo," ucap Tita pasti.
Ina langsung loncat memeluk temannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Oke, oke, stop dulu. Gue mau tanya sesuatu ke elo." Tita mencoba melepaskan diri dari bear hug yg diberikan oleh Ina padanya.
Ina langsung melepaskannya dan duduk kembali di sofa.
"Apa lo yakin dgn keputusan lo ini" Lo tahu kan reputasi Revel itu sperti apa""
"Bukannya lo suka sama revel"" Balas Ina dgn nada sedikit meledek mengingat bahwa Tita slalu memuji bakat musik Revel.
"Gue suka sama dia sebagai musisi, bukan sebagai calon suami lo."
"Why"" "Revel itu.. an overrated spoiled man-boy yg ngerasa bahwa dia punya hak untuk memperlakukan perempuan like shit." Ina sudah siap membela revel, tp kemudian stelah di pikir2 lagi kata2 Tita itu mengena sekali. Akhirnya Ina hanya diam saja dan Tita melanjutkan, "Gue cuma nggak mau lo sakit hati nantinya gara2 Revel hanya karena lo mau nunjukkin ke keluarga bahwa lo bisa ngambil keputusan sendiri."
"Gue nggak akan membiarkan Revel menyakiti gue. I promise," ucap Ina cepat.
"Are u sure about this"" Tanya Tita masih ragu. "I'm sure."
Tita sekali lagi terdiam selama beberapa menit, sbelum akhirnya berkata dgn nada pasrah, "Oke."
Dan seminggu stelah pre-nup ditandatangani, ina membawa revel menemui keluarganya. Ina melirik cincin pertunangan dari Revel, yg dihiasi berlian 4karat berwarna pink, yg sekarang melingkari jari manis tangan kirinya. Ina menarik napas dalam2 dan mengembuskannya perlahan-lahan. Hari ini dia akan menghadapi "Judgment Day" dgn membawa Revel menghadiri acara ultah papanya yg ke-75 Sabtu siang ini. Hari ini dia akan menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia tdk akan lagi tunduk dgn segala peraturan dan perintah mereka. Dia akan menikahi Revel, tdk peduli bahwa keluarganya akan setuju atau tdk. Toh dia adalah wanita dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri.
"Kmu siap"" Tanya Ina dgn agak gugup kepada Revel yg sedang mencoba memarkir paralel mobilnya diantara dua Kijang.
"Iya, saya siap," jawab Revel pendek.
Ina melihat jejeran mobil yg diparkir di depan rumah orang tuanya. Dua sisi jalan sudah penuh dgn mobil parkir. Acara ulang tahun ini memang tdk besar, hanya untuk keluarga, kerabat dekat, dan teman2 orangtuanya saja. Tetapi seharusnya dia sudah tahu bahwa papa dan mama memiliki banyak teman.
"Pokoknya kita cuma perlu ada disini selama 1jam saja. Stelah mengumumkan pertunangan kita, kita bisa pulang." Ina mencoba tdk terdengar panik dan gagal sepenuhnya.
"Oke," balas Revel pendek.
"Keluarga saya besar dan berisik, jd kmu jgn jauh2 dari saya karena saya nggak bisa nolong kmu klo kmu sampai dikeroyok sama mereka."
"Knapa mereka akan mengeroyok saya""
"Karena ini adalah kali pertama saya bawa laki2 untuk ketemu mereka stelah 2tahun dan karena kmu adalah Revelino Darby."
Ketika Revel mematikan mesin mobil, Ina segera membuka pintu stelah meraih kado yg Revel... (koreksi) dia dan Revel beli untuk papa.
"Saya yakin banyak dari mereka kemungkinan nggak ngenalin saya," ucap Revel cuek ketika dia sudah berdiri di samping Ina, menunggu hingga jalanan agak sedikit lengang dari mobil yg berlalu-lalang.
"Bercanda kmu," balas Ina.
Revel hanya mengangkat bahunya dan tdk membalas kata2 Ina. Ketika tdk ada lagi mobil yg melintas, tanpa disangka2, Revel langsung meraih kado yg digenggam oleh Ina dan menggandengnya memasuki rumah orangtuanya.
Revel tdk tahu apa yg akan dia hadapi ketika mereka memasuki rumah orangtua Ina. Dia berpikir akan mendengar suara anak2 kecil berteriak2 dan percakapan banyak orang pada saat yg bersamaan. Tetapi ketika mereka melangkah ke dalam ruangan yg kelihatan sperti ruang tamu berukuran superbesar, beberapa mata langsung mengarah kepada mereka dan perlahan2 percakapan mereda, hingga sunyi senyap. Di dalam genggamannya, Ina meremas tangannya dan ketika Revel melirik, dia melihat bahwa Ina kelihatan sedikit panik. Seberapapun Revel tdk menyukai mamanya, dia tdk pernah kelihatan sperti seseorang yg siap disembelih ketika akan bertemu dgn keluarganya. Apa yg telah dilakukan oleh keluarga Ina padanya sehingga membuatnya sebegini tdk nyaman dgn dirinya sendiri" Dan tiba2 Revel merasa bahwa dia harus berusaha sebisa mungkin melindungi Ina, apa pun yg terjadi.
"Daripada kita berdiri disini sperti tamu nggak diundang, gimana klo kmu ngenalin saya ke orangtua kmu," bisik Revel.
Kemudian dia mendengar suara berat menyebut nama Ina dan perhatian semua orang beralih kepada seorang laki2 dgn rambut yg sudah putih semua berjalan ke arah mereka dgn bantuan sebuah tongkat.
"Papa," ucap Ina dan labgsung bergegas menuju orang tua itu.
Tanpa ragu2 Revel langsung mengikutinya.
"Selamat ulang tahun, Pap." Ina memeluk dan mencium pipi papanya sbelum kemudian memperkenalkan Revel.
"Pap, ini Revel... pacarku." Suara Ina terdengae sperti tikus terjepit ketika mengatakannya.
Revel mendengar beberapa orang menarik napas terkejut ketika mendengar pernyataan ini, dan memecahkan keheningan dgn mulai berbicara pada saat yg bersamaan. Diantara keramaian,Revel menyadari bahwa papanya Ina sedang menatapnya, tetapi beliau tdk berkata apa2.
"Selamat ulang tahun, Oom." Revel menyodorkan tangannya dgn pasti kepada papanya Ina yg menyalaminya dgn agak ragu. Kemudian, "Ini kado dari kami berdua. Ina bilang oom fansnya Presiden John F. Kennedy. Ini biografinya," lanjutnya sambil mempersembahkan kado itu.
Calon bapak mertuanya ini langsung mengistirahatkan tongkat yg di genggamannya pada pahanya dan meraih kado itu. "Saya memang fans beratnya Kennedy," ucapnya dgn suara yg terdengar serak sperti seseorang yg terlalu banyak merokok. Kemudian beliau meraih kacamata baca dari saku kemejanya. Setelah memasang kacamata, beliau menarik pita merah yg mengikat buku hard cover itu dan membuka2 halamannya yg penuh dgn foto2 Presiden Kennedy.
Revel mengalihkan perhatianna kepada Ina yg sedang tersenyum padanya dan Revel menyalahkan hal ini kepada refleks, dia langsung menarik Ina dalam pelukannya.
"Terima kasih, ya." Kata2 papa Ina menarik perhatian Revel dar
i wajah Ina. "Ina, kmu kenalin pacar kmu ini ke mama, dia ada di halaman belakang," ucapnya sbelum kemudian perlahan2 berjalan menuju sekumpulan orang tua yg kemungkinan besar adalah teman2nya.
Mereka baru saja akan beranjak mencari mam Ina ketika orang yg dicari muncul dgn langkah yg sedikit tergesa2, rupanya seseorang telah memberitahunya tentang kedatangan Revel.
"Eeeehhhh... ada tamu selebriti rupanya," ucapnya dgn keras sambil berjalan menuju Revel.
Telingan Revel mungkin salah, tp dia bersumpah bahwa dia mendengar Ina menggeram, "Oh, dear God, kill me now."
**** Mereka memang berencana hanya akan berada di acara ini selama 1jam saja, tetapi ternyata 1jam berlanjut ke 2jam, kemudian 3jam, dan tanpa disadari Revel dan Ina, tamu2 sudah mulai berpamitan dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Selama 1jam pertama Revel dibawa keliling ole Ina untuk diperkenalkan kepada anggota keluarganya. Tentu saja Ina mulai dgn mengenalkannya kepada keluarga dekatnya. Kemudian Revel dikenalkan kepada bukde, pakde, om , tante, dan sepupu2 Ina sbelum dia bisa ingat nama mereka, dia sudah digeret oleh Gaby, keponakan Ina yg ternyata fans beratnya, yg dgn bangganya memperkenalkannya kepada sepupu2nya.
Pada akhir jam pertama revel bisa menyimpulkan bahwa Ina tdk mengada-ada ketika berkata bahwa keluarganya besar dan berisik. Mama Ina adalah nomor dua dari tujuh bersaudara. Ditambah dgn anak2 mereka yg merupakan para sepupu Ina dan anak2 dari para sepupu ini, rumah itu sudah sperti Woostock ramainya. Bagi seseorang yg merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya yg berasal dr dua kaka-beradik saja, jumlah anggota keluarga Ina membuat Revel agak2 terkesima.
Jam kedua dilalui Revel untuk melayani mereka yg ingin minta tanda tangan, foto bareng, bahkan mencium dan memeluknya, tp kebanyakan dari mereka hanya menatapnya ingin tahu dari kejauhan. Belum ada yg mengeroyoknya, tp itu mungkin karena Ina sudah membisikkan ultimatum kepada keluarganya agar tdk melakukannya. Semakin lama dia dikelilingi oleh keluarga besar yg menerimanya dgn tangan terbuka ini, semakin dia lupa bahwa kehadirannya disini adalah hanya pura2 saja.
BAB 10 (The Somewhat Peaceful Ride Home)
Jam ketiga dilalui Revel untuk menjawab berbagai macam pertanyaan mengenai hubungannya dgn Ina.
Salah satu tante Ina bertanya, "Sudah brapa lama kenal Ina""
"Sekitar 6bulan,tante."
"Ketemu dimana"" Tanya budenya Ina.
Celebrity Wedding Karya Aliazalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Revel dan Ina setuju untuk menjelaskannya sedekat mungkin dgn kenyataan supaya terdengar meyakinkan juga untuk mencegah supaya mereka tdk mengganti cerita tersebut di lain waktu karena lupa akan apa yg mereka sudah katakan sebelumnya.
Dan pada jam inilah Revel mulai betul2mengenal Ina dgn memperhatikan interaksinya dgn keluarganya. Ina jelas2 kelihatan sedikit tdk nyaman diantara keluarganya, terutama mama dan kakak tertuanya yg slalu protes dgn segala sesuatu yg dilakukan Ina. Mulai dari pakaian yg digunakan Ina, sampai makanan yg ada di atas piring Ina. Revel teringat akan reaksi Ina ketika dia memojokkannya dan memaksanya agar setuju dgn lamarannya, rasa sakit hati dan kekecewaan terpendam yg tersirat pada amatanya sbelum Ina kemudian mencoba melarikan diri dari percakapan itu. Rupanya inilah yg harus dihadapi ina stiap harinya. Itu menjelaskan bagaimana dia masih single sampai sekarang.
Satu hal yg disadari Revel selama 2minggu belakangan adalah bahwa Ina adalah seorang perempuan yg selain pintar, mandiri, cute as hell, dan memiliki sense of humor dia juga memiliki kecenderungan mengeluarkan komentar yg agak2 sarkatis. Beberapa kali Revel mendapati dirinya menahan senyum mendengar komentar2 Ina. Kombinasi ini membuat Ina menjadi pasangan yg ideal untuk laki2 manapun.
"Akhirnya kmu bisa juga cari laki2 yg bagus, In," komentar kak Mabel kepada adiknya menarik perhatian Revel.
Meskipun inatertawa mendengar komentar itu tetapi tubuhnya yg sedang berdiri di samping Revel langsung menegang.
Kak Mabel yg tdk menyadari bahwa kata2nya sudah menyakitkan hati masih terus nyerocos, "Selama ini Ina slalu bawa pulang laki
2 yg tdk kami setujui. Kami senang dia akhirnya bisa memilih laki2 yg benar." Kak Mabel memberikan senyuman kepada revel ketika mengatakannya, memastikan dia mengerti bahwa dialah orang yg dimaksud.
Pada detik itu Revel menyadari bahwa keluarga Ina bukannya ingin mengatur hidup Ina, tetapi mereka sangat protektif terhadapnya. Mereka mungkin masih menganggap Ina anak kecil yg tdk dapat mengambil keputusan sendiri, tdk peduli bahwa dia sudah berusia 32tahun. Dia harus menghentikan pendapat tentang Ina ini. Ina adalah wanita dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri dan tahu apa yg baik dan tdk untuknya.
"Sebagai wanita dewasa saya yakin Ina mampu memilih laki2 yg paling cocok untuknya sendiri tanpa dorongan atau paksaan dari siapa pun. Itu sebabnya dia mengatakan 'iya' waktu saya minta dia untuk menikahi saya beberapa hari yg lalu, bahkan sebelum saya dikenalkan ke keluarganya." Revel tdk sempat memikirkan kata2 itu sbelum kalimat itu meloncat keluar dari mulutnya.
Dia mendengar Ina mendengus sperti sedang menahan tawa. Mereka seharusnya tdk menyebut2 soal itu hingga mereka berbicara dgn papa Ina terlebih dahulu, tp semuanya worth it ketika Revel melihat wajah kak Mabel dgn mulutnya yg menganga. Untuk lebih meyakinkan kak Mabel, Revel mengangkat tangan Ina yg jarinya dilingkari oleh cincin darinya. Dengan bantuan sinar matahari siang yg masuk dari jendela, gemerlap berlian Kalimantan itu betul2 bisa membutakan mata klo dilihat terlalu lama. Dan Revel bertanya2 bagaimana wanita itu masih tetap bisa berdiri padahal wajahnya sudah memucat dan matanya terbelalak shock.
Revel memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yg paling tepat untuk mengumumkan pertunangan mereka. Dia meraih gelas kosong dan mendentingkan dgn sendok the. Dentingan nyaring itu menghentikan semua percakapan pada ruangan itu.
"Revel, what are u doing"" Desis Ina.
"Wait and see," balasnya sambil tersenyum ketika melihat orangtua Ina memasuki ruangan.
Setelah yakin bahwa dia mendapatkan perhatian semua orang, Revel meraih tngan Ina dan memulai pidatonya.
"Selamat siang semuanya. Saya tahu bahwa ini baru pertama kali keluarga besar Ina ketemu saya sebagai pacarnya Ina. Pakde, Bude, om, dan tante mungkin mikir klo saya sedikit kurang ajar karena sdah jadi tamu nggak diundang dan sekarang pakai ngasih pidato tanpa seizin yg punya rumah segala."
Revel mendengar gelak tawa dari beberapa tamu dan dia melajutkan, "Saya belum lama kenal dgn Ina, tp semenjak pertama kali saya ketemu dia, saya tahu klo dia adalah wanita yg tepat untuk saya. Saya coba beberapa kali mengajaknya keluar dan slalu menerima penolakan dari Ina, tp saya pantang menyerah sampai akhirnya dia mau makan malam dgn saya."
Ina berusaha tdk terbatuk2 mendengar kebohongan dari mulut Revel ini. Dia melihat kesekelilingnya, khawatir seseorang akan mengenali kebohongan ini, tetapi dia melihat bahwa semua orang sedang menatap Revel ingin tahu.
"Setelah kami mengahbiskan lebih banyak waktu bersama2, saya semakin sadar bahwa Ina adalah wanita yg saya mau sebagai pendamping hidup saya. 2hari yg lalu saya melamar Ina dan dia setuju menjadi istri saya."
Keheningan menyelimuti ruangan itu. Tdk ada yg bisa berkata2. Revel memberikan senyuman kepada Ina yg sedang menatap wajahnya tdk percaya, tp dia bertekad melakukan ini. Dia kemudian menggiring Ina menuju orangtuanya. Ketika mereka sudah cukup dekat, Revel menatap orangtua Ina dan dgn setulus mungkin dia berkata, "Om, tante, saya minta izin diperbolehkan menikahi Ina"
Orangtua Ina terdiam selama beberapa detik sbelum kemudian mama Ina berkata, "Akhirnyaaaa..." sambil memeluk Ina dan Revel
Dalam perjalanan pulang Ina bersyukur bahwa tdk ada satu orang pun pada pesta ulang tahun itu yg menyinggung nama Luna di hadapan Revel. Meskipun Ina yakin bahwa banyak orang pasti bertanya2 tentang itu. Mereka tdk berani menyuarakannya. Keluarganya spertinya betul2 menerima Revel dgn tangan terbuka, mereka bahkan tdk kelihatan khawatir bahwa nama Revel masih belum bersih dari skandalnya dgn Luna dan bayinya. Meskipun dia sudah menyang
ka bahwa keluarganya tdk akan keberatan menerima Revel sebagai menantu atau adik ipar, tetapi dia tetap terkesima keltika melihatnya dgn mata kepala sendiri. Dia harus berterima kasih kepada Revel yg ternyata memiliki bakat akting tersembunyi, sehingga bisa meyakinkan semua orang bahwa dia sudah head over heels in love dengannya. Selain itu, Ina juga merasa berterima kasih kepada Revel tdk kelihatan risih dikelilingi oleh keluarganya.
Revel hanya mengedipkan matanya padanya ketika Gaby dgn semangatnya menggeretnya untuk dipamerkan kepada sepupu2nya. Revel menyempatkan diri ngobrol dgn papa dan kelihatan tertarik ketika papa menggambarkan cara terbaik memelihara ikan arwana. Revel membantu mama membagikan kue ulang tahun kepada para tamu. Revel bermain Lego dgn sekumpulan anak2 kecil. Tp satuhal yg membuat Ina merasa harus berterima kasih padanya adalah karena dia mendukungnya di hadapan keluarganya.
"Gaby katanya dekat sekali sama kmu." Kata2 Revel menembus ruang pemikirannya dan Ina mengangguk sambil tersenyum.
"Siapa nama kakak kedua kmu"" "Kak Sofia."
"Apa dia sama tukang ngaturnya sperti kak Mabel"" Ina terkikik dan berkata, "You caught that huh""
"Kak Mabel sama mama kmu kayaknya harus bikin klub deh."
"Klub"" "Iya, Klub 'ayo kita atur hidup Ina karena jelas2 dia nggak bisa bikin keputusan sendiri'." "Oh, klub itu." Ina tertawa terkekeh2.
"Apa kmu nggak pernah merasa keberatan dgn perlakuan mereka yg menganggap kmu ini anak kecil""
Ina mengangkat bahunya sambil masih tertawa, "Keberatan sih keberatan. Cuma saya klo maksud mereka sebenarnya baik." Ina mencoba memberikan alasan atas perlakuan keluarganya, tp Revel tahu bahwa kata2nya sudah menembus lapisan hati Ina yg paling dalam.
"Well, pokoknya menurut saya keluarga kmu seharusnya lebih bisa menghargai keputusan2 kmu."
Ina hanya tersenyum simpul, menghargai dukungan Revel, sbelum berkata, "Sori ya klo kita jadi kelamaan disana. Saya tahu kmu ada rekaman malam ini dan perlu istirahat," ucap Ina dgn lebih serius.
"Don't worry about it, I had fun." "Yeah right."
"Serius!" "Jadi kmu nggak keberatan klo Ezra memonopoli kmu untuk bantu dia bikin benteng dari Lego""
"I'm fine with Lego, tp waktu adiknya Ezra... siapa namanya..."" "Zara," jawab Ina.
Ezra, 10tahun dan Zara, 6tahun, adalah anak2 kak Kania, yg stelah hari ini menjadi fans berat
"Oom Revel". "Iya, Zara. Nah waktu dia ngajak saya main boneka Bratz, itu saya nggak bisa. Boneka gives me the creeps," jelas Revel.
"Karena kmu laki2 macho yg nggak mau main sama boneka"" Canda Ina.
Revel kelihatan tersipu-sipu dgn kata2 Ina yg menyebutnya "macho" dan berusaha menutupi wajahnya yg memerah dgn berkata, "Bukan itu, tp saya lagi ngebayangin saja klo tiba2 boneka itu hidup malam2."
"Jangan bilang ke saya kmu takut sama boneka deh."
"Setengah mati. Kmu nggak pernah nonton Chucky, ya""
Ina menggeleng. Dia pernah mendengar bahwa film yg keluar tahun '80-an itu cukup menyeramkan, tp karena dia selalu berpendapat bahwa semua film horor itu tolol maka dia tdk pernah membuang waktunya untuk menonton film genre tersebut.
"Saya nggak bisa tidur dua malam stelah nonton film itu." Ina melihat Revel menggigil dan itu membuatnya tertawa.
"Wow, siapa yg sangka klo ternyata Revelino Darby is such a wimp," komentar Ina.
Revel kelihatan sangat terhina yg membuat tawa Ina semakin keras.
"Yah, sekarang kmu sudah tahu kelemahan saya. Giliran kmu."
"Giliran saya""
"Iya. Sebut satu hal yg paling kmu takuti""
Ina berpikir sejenak. "Ular. Saya takut stengah mati sama ular, nggak peduli bahwa ular itu masih bayi dan ukurannya cuma sekelingking saya," ucap Ina akhirnya.
Revel terdiam lama sehingga Ina berpikir bahwa dia tdk mendengarnya.
"Apa kmu nggak akan mengejek saya karena saya takut sama ular"" Pancing Ina.
"Nope. Saya tahu banyak orang yg takut sama ular," jawab Revel diplomatis.
Kata2 Revel yg tdk disangka2 itu membuat Ina kebingungan mencari balasan, akhirnya dia berkata, "Oh.. Well that't nice."
Revel hanya tersenyum dan mereka terdia
m karena Revel sibuk memanuver mobilnya di lalu lintas malam minggu yg mulai padat. Ina memuaskan dirinya untuk sembunyi2 memperhatikan tangan Revel yg menggenggam setir. Tangan itu berukuran besar dan kokoh, kuku2nya dipotong pendek dan bersih
"Ezra nggak memonopoli saya," ucap Revel tiba2.
"Ehm"" Ina menarik matanya dari tangan Revel ke wajahnya.
"Kmu tadi bilang klo Ezra memonopoli saya di rumah orangtua kmu. Dia nggak memonopoli saa. Kebetulan saya memang fans berat Lego. Saya pernah membangun seluruh kota New York dgn Lego waktu saya umur sepuluh tahun." Revel terdengar bangga dgn pencapaiannya ini.
"Reallyy"! That must be really cool," ucap Ina kagum. Dia mencoba membayangkan Revel sebagai anak kecil yg duduk di lantai dan sibuk dgn Legonya, dan itu membuatnya tersenyum.
"It was cool." Revel membalas senyum Ina. "Saya simpan model itu di kamar saya sampai saya pergi ke Amerika, pas saya pulang sudah nggak ada. Mama saya ngasih model itu ke panti asuhan beberapa hari sbelum saya pulang. Dia pikir karena saya sudah dewasa, saya nggak akan mau punya model itu di kamar saya."
Revel kelihatan sedih ketika mengatakan ini. Selama beberapa saat Ina tdk bisa berkata2. Akhirnya dia hanya bisa mengatakan, "I'm sorry," yg dia tahu sama sekali tdk membantu atau bahkan menggambarkan perasaannya yg sebetulnya ingin memeluk Revel pada saat itu juga dan menepuk2 punggungnya sambil mengatakan bahwa semuanya akan baik2 saja.
"It's alright. Saya menemukan hobi lain stelah itu untuk membuat kesal mama," balas Revel jenaka.
"Apa tuh"" Tanya Ina curiga. "Women. Lots and lots of them."
Dan Ina tertawa terbahak2 bersama2 Revel. Tdk heran karier Revel bisa sesukses sekarang karena dia ternyata cukup menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ina mengakui merasa nyaman berada bersamanya. Keheningan menyelimuti interior mobil, masing2 tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Hanya ada musik jazz yg menemani mereka, tp mereka berdua spertinya menikmati kesunyian itu.
"Omong-omong, how did I do"" Tanya Revel memecahkan kesunyian. Dia sudah ingin menanyakan pendapat Ina tentang performanya smenjak mereka meninggalkan rumah orangtua Ina. Entah knapa, tp dia menginginkan semacam persetujuan atau mungkin pujian dari Ina.
"How did you do what""
"Apa saya berhasil meyakinkan mereka sebagai tunangan kmu""
"Definitely," jawab Ina sambil nyengir. "Setelah ini, apa rencana kmu selanjutnya"" Tanya Ina dgn nada lebih serius.
Revel yg mengenali nada serius Ina, menjawab, "Saya akan minta mama supaya ngatur acara lamaran secepatnya. Gimana klo 2minggu lagi""
"Saya mesti cek jadwal saya dulu dgn P.A. saya, tp klo nggak salah saya harus pergi ke Medan. Nanti kmu saya kabari hari Senin."
"Sekalian juga kmu pikirin tanggal pernikahan kita. Kemarin saya cek jadwal saya dan saya ada waktu kosong selama 2minggu akhir bulan Mei. Cukupkah itu buat kmu untuk merencanakan pesta pernikahan kita""
"Mei"" Teriak Ina terkejut. "Itu terlalu cepat, saya nggak akan siap."
Revel yg menyangka bahwa Ina membicarakan tentang jadwalna dan mengira dia tdk akan sempat merancang pernikahan ini sendiri berkata, "Kmu minta saja bantuan sama wedding planner yg bejibun jumlahnya di Jakarta. Saya yakin mereka semua nggak akan menolak kesempatan ini. Uang nggak akan jd masalah."
"Rev, saya ini akuntan kmu, saya tahu penghasilan kmu dalam setahun, jd kmu nggak usah sombong dan mamerin kekeayaan kmu saya saya," balas Ina ketus.
Revel hanya bisa ternganga. Apa ada yg salah dgn omongannya" Dia hanya bermaksud menolong, bukannya sombong apalagi pamer.
"Yg saya maksud adalah bahwa saya mungkin belum siap, secara mental, untuk menikah secepat itu. Lagian juga, apa kmu nggak takut orang pada ngegosip klo kita menikah terlalu cepat"" Sambung Ina.
Revel mengangkat bahunya, "Apa pun yg saya kerjakan orang slalu ngegosipin saya, it doesn't matter to me."
"But it matters to me. Saya baru ngenalin kmu ke keluarga saya hari ini dan klo kita menikah terlalu cepat orang akan nyangka klo saya sudah hamil," teriak Ina.
"Oh please, kmu cuma bisa
hamil klo kita ini having sex, which we are not karena saya nggak akan menyentuh kmu sama sekali."
Ina tersentak seakan-akan Revel baru saja menamparnya.
"I'm sorry. Maksud saya bukan begitu..." Revel mencoba meminta maaf ketika melihat ekspresi pada wajah Ina, tetapi kata2nya sudah dipotong oleh Ina.
"Jadi apa maksud kmu"" Balas Ina.
Revel mencoba mengeluarkan kata2, tetapi dia tdk bisa mendapatkan kata2 yg tepat. Akhirnya dia hanya terdiam. Dan untuk pertama kali semenjak mereka meninggalkan Grogol, keheningan yg ada terasa tdk mengenakkan. Revel merasa ingin memandang dirinya sendiri karena sudah menyinggung hati Ina.
"Juni," ucap Ina tiba2 memecahkan keheningan. "Hah"" Tanya Revel bingung.
"Saya akan nikah sama kmu bulan Juni. Kosongkan jadwal kmu awal bulan. Dan karena kmu bilang uang nggak akan jd masalah, saya akan minta bantuan wedding planner paling mahal di Jakarta untuk melakukan ini supaya bisa siapin buku cek kmu klo saya minta."
Revel terlalu bahagia karena mendengar suara Ina sehingga dia merelakan ejekan Ina terlepas begitu saja. "Oke," ucapnya, padahal dia sendiri tdk tahu jadwalnya untuk bulan Juni. Klo tdk salah dia harus manggung pada acara ulangtahun salah satu TV swasta. Dia akan pastikan bahwa jadwalnya kosong pada saat itu.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di apartemen Ina dan dia tdk mengundang Revel untuk naik bersamanya.
BAB 11 (The First Conflict)
Bukannya menuju Menteng dan masuk ke studio untuk rekaman, Revel justru memilih mengunjungi mamanya di Tebet. Stelah alamat rumah Menteng dijadikan kantor MRAM, mama memilih tinggal di rumah yg ia warisi dari orangtuanya. Revel tahu betul jadwal mamanya sehingga dia merasa tdk perlu menelepon untuk memberitahu kedatangannya. Dia tdk tahu apa yg baru saja terjadi diantara dirinya dan Ina. Satu detik mereka having a good time ngobrolin tentang keluarga dan phobia mereka dan detik selanjutnya dai salah ngomong dan langsung mendapat sikap dingin dari Ina.
Seperti yg dia duga, mama sedang minum the di teras belakang ketika Revel sampai. Beliau bahkan tdk kelihatan terkejut ketika melihat anaknya.
"Gimana acara ultah papa Ina" Apa kalian sudah ngedrop bomnya ke mereka"" Tanya ibu Davina sambil meletakkan cangkir tehnya.
Revel mencium pipi mamanya sbelum duduk di kursi rotan yg tersedia. "Acara ultahnya lancar. Aku sudah mengumumkan kepada keluarganya klo aku mau menikahi Ina, sekarang tinggal mama telpon orangtuanya untuk ngomongin masalah tanggal lamaran. Ina bilang awal April dia free sehingga acara lamaran bisa dilaksanakan dan dia mau pernikahannya bulan Juni."
Ibu Davina memerhatikan anaknya dgn lebih seksama. Dia tahu betul kepribadian Revel yg sgt tertutup dan pendiam sehingga terkesan moody kepada kebanyakan orang, tp beliau sudah belajar untuk membedakan antara moody karena dia sedang kesal atau karena dia sedang banyak pikiran. Namun wajah Revel hari ini tdk kelihatan kesal ataupun pusing, melainkan bingung. Revel tdk pernah bingung, dia adalah jenis orang yg slalu tahu apa yg harus dia lakukan dalam situasi apapun. Ibu Davina bertanya2 apakah atau lebih tepatnya siapakah yg membuat anaknya jadi begini"
"Klo misalnya semuanya lancar, knapa kmu kelihatan marah begini"" Tanya ibu Davina.
"Aku nggak marah," balas Revel terlalu cepat dan terlalu tajam, membuat ibu Davina tersenyum. Revel mendengus sbelum berkata, "Mam, apa menurut mama aku ini orangnya sombong dan suka pamer""
"Humph... " Ibu Davina sedikit terkejut mendengar pertanyaan ini, sehingga dia harus berpikir sejenak. "Mungkin nggak sombong atau pamer specifically, tp kmu tipe orang yg karena sudah terbiasa hidup dgn segala sesuatu yg nomor satu, kmu jadi kelihatan kurang menghargai benda2 yg orang pikir sebagai barang mewah karena itu sudah jadi bagian kehidupan harian kmu. Tapi nggak ada salahnya dgn itu."
Revel terdiam. Perlahan2 dia mencoba mencerna kata2 mamanya. Sebagai anak tunggal seorang pengusaha sukses, dia memang sudah dibesarkan dgn segala kemewahan, sehingga sebagai manusia dewasa, segala kemewahan yg dia miliki
dianggapnya sebagai suatu hak daripada suatu keistimewaan. Wow, Ina benar, dia memang sombong. Knapa tdk pernah ada orang yg mengatakan hal ini kepadanya sebelumnya" Semenjak perceraian orangtuanya, dia slalu berusaha sebisa mungkin membebaskan diri dari cetakan anak2 dgn latar belakangnya, yaitu anak2 orang kaya yg sombong dan berpikiran dangkal. Dia lebih memilih sekolah negeri daripada swasta, bergaya punk daripada preppy, berkarier di dunia musik dan membangun kariernya di dunia itu, terpisah dari bisnis papa. Dia bahkan menolak mengambil alih manajemen perusahaan papa ketika beliau meninggal, dan memilih menjadi pemegang saham pasif dan menyerahkan tanggung jawab manajemen kepada Board of Directors yg sudah ada. Siapa yg sangka bahwa dia tetap menjadi orang yg dia coba hindari. Papa yg sudah meninggal hampir 10tahun akan bangun dari kubur dan muncul di hadapannya sambil geleng2 kepala klo dia sampai tahu laki2 sperti apa Revel kini.
Ketika orangtuanya bercerai, dia masih di bawah umur dan hakim memutuskan hak asuh anak jatuh kepada mama karena papa terlalu sibuk dgn pekerjaan dan jarang ada di rumah. Setidak2nya, itulah yg dikatakan oleh kedua orangtuanya sewaktu dia bertanya knapa dia tdk bisa tinggal dgn papa. Sejujurnya, klo diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya, Revel akan memilih untuk tinggal dgn papa. Pada saat itu Revel merasa penjelasan mereka agak sedikit janggal, karena meskipun papa sibuk, tp beliau slalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu dgn anak satu2nya itu. Selama setahun setelah perceraian orangtuanya, Revel hanya diperbolehkan bertemu dgn papa sebulan sekali, dan meskipun mama bilang bahwa itu adalah keputusan pengadilan, tp Revel menaruh kecurigaan bahwa itu adalah keputusan mama yg mencoba menjauhkan dirinya dari papa. Dan selama setahun itu dia betul2 membenci mamanya.
Seperti teori psikologi mengenai fase yg dilalui oleh seseorang dalam menghadapi kematian, Revel melalui beberapa fase saat menghadapi perceraian orangtuanya. Mulai dari menolak menerima keadaan, mencoba tawar-menawar dgn mama agar diperbolehkan lebih sering bertemu dgn papa, marah karena mama tetap bersikeras dgn larangannya, hingga akhirnya Revel tdk peduli dgn kata2 mamanya lagi yg menurutnya tdk akan pernah bisa mengerti dirinya. Betapa dia merindukan papa, satu2nya orang yg betul2 mengerti dirinya. Papa adalah laki2 yg pendiam dan lembut, yg membiarkan mama menginjak2nya karena beliau mencintai wanita itu, sampai akhirnya beliau sadar bahwa cintanya tdk cukup bagi istrinya sehingga mampu menyelamatkan perkawinan tersebut dan mengatur segala sesuatu di dalam kehidupan papa. Mulai dari pakaian yg harus dikenakan, sampai keputusan bisnis di perusahaan papa, seakan2 papa tdk mampu mengambil keputusan sendiri.
Mama slalu mencoba mengekang papa dan Revel mengerti knapa papa menceraikan mama. Laki2 mana yg akan tahan diperlakukan sperti itu oleh istri mereka" Setahun setelah perceraian, Revel melihat bahwa papa mencoba sebisa mungkin memperbaiki hubungannya dgn mama. Revel tahu bahwa papa masih mencintai mama, tdk peduli apa yg mama sudah lakukan kepadanya. Tapi hingga penyakit kanker akhirnya menghabiskan hidup papa sekembalinya Revel dari Amerika, mama tetap bersikeras bersikap dingin kepada papa.
Dari perkawinan orangtuanya inilah Revel tahu bahwa dia tdk akan pernah membiarkan dirinya mencintai seorang wanita sedalam papa mencintai mama, tak akan dia membiarkan seorang wanita menginjak2 harga dirinya. Tidak, dia tdk akan menjadi sperti itu.
Papa adalah orang yg sederhana, sikapnya pun sederhana. Revel tahu beliau berasal dari keluarga biasa2 saja, tp dgn otaknya yg encer dan kerja keras, papa mampu membangun bisnis hingga sukses. Tentu saja Revel juga sangat tahu bahwa papa sangat mengharapkan putranya akan mengambil alih perusahaan itu ketika dia sudah dewasa. Tetapi ketika Revel lebih memilih menekuni dunia musik, papa tdk menunjukkan wajah kecewa. Beliau malah memberikan dukungan penuhnya.
Revel memandangi langit yg sudah berubah warna dari merah menjadi abu2 sbelum berdiri dan berkata, "Aku pu
lang dulu, mam." Stelah mencium mamanya, dia langsung menghilang.
*** Setelah pertengkaran mereka , Revel tdk bertemu muka lagi dgn Ina selama 2minggu karena Ina bilang dia sibuk dgn pekerjaannya, tp Revel tahu bahwa Ins mencoba sebisa mungkin menghindarinya. Meskipun Ina menyempatkan diri untuk mengkonfirmasi tanggal lamaran dengannya seperti yg dia janjikan. Tp ternyata ketakutannya tdk memiliki dasar karena meskipun Ina jarang berbicara dengannya, rupanya dia sering berhubungan dgn mama untuk membicarakan tentang acara lamaran. Dan itu betul2 membuatnya jengkel.
Revel mencoba menghabiskan waktunya di dalam studio dan menulis lagu untuk mengusir kejengkelannya. Suatu kegiatan yg biasanya bisa memberikannya ketenangan. Tapi stelah 3hari dia bahkan tdk bisa menyelesaikan satu bait lagu yg sedang ditulisnya, dan kejengkelannya berubah menjadi kedongkolan. Dalam keadaan penuh kedongkolan yg sudah dipendam selama 3minggu inilah Revel, Mama. Om John, adiknya papa dan istrinya, dan pakde Ray, kakaknya mama dan istrinya, datang ke rumah orantua Ina untuk acara lamaran. Kedatangan mereka disambut oleh keluarga dekat Ina saja, yaitu kedua orangtua dan ketiga kakak Ina bersama dgn suami dan anak2 mereka. Saat itulah untuk pertama kali Revel bertemu dgn kak Sofia yg bertampang supersangar dan memperhatikan gerak-geriknya seakan2 dia siap menerkamnya kapan saja. Gggrrr.... untung saja dia tdk ada di acara ultah papa Ina, karena klo saja dia melihat wanita ini sebelumnya, Revel mungkin akan berpikir 2X sbelum mengumumkan pertunangannya dgn Ina.
Lain dgn kak Sofia, Ina dan anggota keluarganya yg lain menyambut keluarga Revel dgn ramah dan sepanjang acara itu Ina memperlakukan Revel sebagaimana seseorang memperlakukan tunangannya. Dan itu membuat Revel ingin mencekiknya. Dia ingin berbicara dgn Ina berdua saja untuk membicarakan... yah, apapun yg harus mereka bicarakan, tp tentunya tdk bisa karena terlalu banyak pasang mata yg memperhatikan stiap gerak-gerik mereka.
Akhirnya ketika acara berakhir dan para tetua keluarga sedang membahas tentang tanggal pernikahan yg paling pas sambil minum kopi, Revel mengikuti Ina yg sedang membawa nampan penuh piring kotor menuju dapur.
"Kmu knapa sih menghindari saya""
Ina yg tdk mendengar langkah Revel di belakangnya hampir saja menjatuhkan nampan itu. Untung saja Revel bisa bereaksi dgn cepat menyelamatkan nampan itu dari tangannya.
"Thanks," ucap Ina dan terus berjalan menuju dapur yg ternyata berada di area yg cukup tertutup dari ruang tamu.
Revel mengikuti Ina ke dalam dapur dan meletakkan nampan itu diatas meja sbelum mengulang pertanyaannya.
"Jawab saya, knapa kmu menghindari saya"" "Menghindari kmu gimana"" Ina kelihatan bingung.
"Saya ngerti klo kmu masih marah sama saya karena komentar saya beberapa minggu lalu, tp saya kan sudah minta maaf sama kmu. Di telpon kmu memang bilang klo kmu sudah maafin saya, tp stelah itu klo telpon, kmu nggak pernah angkat, dan klopun kmu angkat, kmu slalu terkesan buru2. Kmu nggak pernah datang lagi ke rumah saya stelah kunjungan audit, kmu cuma kirim tim kmu saja habis itu. Beberapa kali saya minta ketemu, kmu slalu nolak dan bilang kmu sibuk, tp kmu slalu menyempatkan diri ketemu dgn mama. Saya tahu klo tunangan ini cuma pura2 saja, tp kita masing2 ada tugas yg harus dipenuhi, saya harap kmu masih belum lupa tugas kmu."
Awalnya Ina menatapnya dgn penuh kebingungan, tetapi ketika dia mendengar separo akhir dari omelannya, wajahnya berubah menjadi serius sebelum berkata dgn tenang dan jelas, "Saya memang sudah maafin kmu, Rev. Dan alasan saya knapa slalu terdengar terburu2 klo kmu telpon dan nggak bisa ketemu kmu adalah karena saya memang lagi sibuk sekali di kantor. Soal kunjungan ke rumah kmu, selama 6bulan ini saya slalu hanya mengirim tim saya ke rumah kmu, kecuali klo ada masalah besar atau audit. Dan karena audit sudah selesai dan saya nggak menerima laporan bahwa kmu ada masalah, ya saya nggak perlu dateng."
"Oh," adalah satu2nya kata yg keluar dari mulut Revel. Dia terlalu terkejut mendengar penjelasan Ina sehin
gga tak bisa berkata2. Semua kejengkelan telah luntur dari tubuhnya, meninggalkan rasa bersalah yg mendalam.
"Tapi kmu benar, saya sudah lalai dalam menjalankan tugas saya. Saya minta P.A. saya bisa menghabiskan lebih banyak waktu dgn kmu. Kapan kmu akan memperkenalkan saya kepada publik""
Revel mencoba memulihkan diri dari kekagetannya dan berkata, "Saya harus menghadiri acara penggalangan dana hari minggu tanggal dua bulan depan. Saya berencana memperkenalkan kmu pada saat itu."
"Oke, saya akan kosongkan jadwal saya," ucap Ina tegas. "Oke," balas Revel sambil mengangguk.
Mereka kemudian hanya terdiam dan saling pandang selama beberapa detik, tdk ada dari mereka yg bergerak meninggalkan dapur. Revel bersusah payah menahan diri agar tdk menyapukan jari2nya pada bibir Ina yg kelihatan ekstramerah dan sperti minta dicium malam ini. Dia baru saja akan mengangkat tangannya ketika Suti, pembantu rumah Ina memasuki dapur dgn membawa satu nampan penuh cangkir kotor.
"Mbak Ina, dicari Ibu," ucap Suti yg sedikit tersipu2 ketika melihat bahwa Revel sedang sedang berada di dapur bersama Ina. Dia spertinya tdk sadar bahwa kemunculannya yg tiba2 sudah menggagalkan rencana Revel untuk mencium anak majikannya itu.
Ina tersenyum kepada Suti, dan dgn satu anggukan pada Revel, Ina keluar dari dapur meninggalkan Revel dgn Suti yg sedang memandangi dia seolah dewa. Revel memutuskan mengikuti jejak Ina dan segera meninggalkan dapur.
*** Seminggu stelah lamaran, desas desus tentang Revel dan "pacar" barunya mulai menyebar, tetapi tdk ada yg bisa mengidentifikasi wanita tersebut. Hal ini membuat Revel tersenyum. Dia tdk tahu dan tdk peduli siapa yg memulai desas desus itu, yg dia mau hanyalah agar gosip itu tersebar dan tersebar cepat.
Atas saran pak Danung, Ina dan Revel mencoba mengenal satu sama lain lebih jauh. Dimulai dgn Revel bertanya kepada Ina apakah dia bisa datang ke apartemennya agar mereka bisa sama2 menuliskan nama orang2 yg mereka akan undang pada pernikahan mereka. Meskipun Ina datang dari keluarga besar, tp daftar yg dibuatnya berhenti pada angka150, sedangkan daftar yg dibuat Revel sudah mencapai angka 500. Ketika Ina menanyakan siapa saja yg ingin dia undang ke pernikahan mereka, Revel dgn cueknya menjawab bahwa mayoritas dari undangan itu akan jatuh ke kalangan artis, kolega bisnis, dan media. Ketika Ina mengemukakan pendapatnya bahwa Revel tdk perlu mengundang sebegitu banyak orang untuk sebuah pernikahan yg akan diakhiri dalam masa kurang dari setahun lagi, Revel langsung kelihatan sangat tersinggung sebelum kemudian menjawab bahwa pernikahan. Ini adalah atas biayanya dan dia bisa mengundang siapa saja yg dia mau. Ina yg kesal akan komentar itu membalas dgn mengatakan bahwa dia adalah laki2 dgn pikiran dangkal yg mengukur semuanya dgn uang.
Selama beberapa hari Revel tdk menghubungi Ina dan Ina yg merasa bahwa Revel perlu diberi pelajaran tentang kelakuannya yg mau menang sendiri, menolak meneleponnya terlebih dahulu. Akhirnya pada hari keempat, Helen memasuki ruangan bosnya dgn senyum lebar. Dia membawa serangkaian bunga aster dgn kartu yg bertuliskan "I'm sorry" dan dibawah kata2 itu ada inisial huruf "R". Pertama2 Ina merasakan kemenangan karena Revel akhirnya menyadari kesalahannya, kemudian perlahan2 disusul dgn rasa berbunga2. Dia baru saja akan menelpon Revel untuk mengucapkan terimakasih atas bunganya ketika dia sadar akan satu hal, yaitu bahwa Revel sedang bertingkah laku sebagai laki2 pengecut yg memilih jalan pintas untuk meminta maaf. Dgn menggunakan bunga dan kartu, Revel sudah meminta maaf, tanpa kehilangan harga dirinya. Dasar egois, geram Ina yg kemudian meminta Helen untuk mengembalikan bunga itu kepada pengirimnya. Tp karena pengirim bunga sudah pergi stelah menyerahkan paketnya, Ina akhirnya meminta Helen meletakkan bunga itu sejauh mungkin dari kantornya agar dia tdk perlu melihatnya lagi.
Dua hari berlalu dan Ina masih kesal dgn perlakuan Revel ketika orang yg membuatnya kesal itu menelponnya. Ina berdebat apakah dia mau mengangkatnya atau tdk, tp keingintahuan akan ap
a yg akan dikatakan cowok itu padanya menang dan Ina menjawab panggilan itu.
"Ina"" Terdengar suara Revel di ujung saluran telpon.
"Ya, ada apa Rev"" jawab Ina dgn suara setenang mungkin. "Kmu sudah terima bunga yg saya kirim""
"Sudah." "Terus""
"Ya nggak terus," tandas Ina.
Stelah mengucapkan 3kata itu Ina berusaha sebisa mungkin menahan tawanya, dia berhasil melakukannya selama 5detik sebelum dia mulai tertawa terbahak2. Dia tdk tahu knapa dia mulai tertawa dan tdk bisa berhenti, mungkin karna 2bungkus M&Ms kacang yg baru dihabiskannya, yg kadar gulanya bisa membuat orang jadi hiper, atau mungkin karena mendengar suara Revel yg terdengar sperti layaknya laki2 yg tahu bahwa mereka salah dan sedang mencoba meminta maaf, tetapi tdk tahu apakah permintaan maafnya akan diterima.
Revel kemudian sadar bahwa Ina sedang tertawa juga ikut tertawa. Alhasil, selama 5menit ke depan mereka tertawa bersama2.
"Saya minta maaf soal kejadian tempo hari," ucap Revel stelah tawa mereka reda. "Boleh saya ke rumak kmu nanti malam" Kita perlu finalize daftar kmu supaya kita bisa mulai mikirin soal venue," lanjutnya dgn penuh harap.
Bersama dgn tawa itu, entah bagaimana, kemarahan Ina pun surut. "Oke asal kmu berhenti menyinggung2 soal uang kmu lagi," balas Ina.
Revel terdiam beberapa detik, seakan2 dia mempertimbangkan apakah dia mau protes atas tuduhan ini, tp akhirnya Ina mendengarnya berkata, "Iya, saya janji."
"Oke, saya tunggu kmu nanti malam," balas Ina.
*** Malam itu mereka menyelesaikan daftar tamu dgn damai dan mulai membicarakan tentang gedung. Stelah diskusi panjang lebar akhirnya diputuskan acara akan diadakan di rumah Revel, dan dgn begitu, tema garden party pun tercipta.
"Apa lagi yg kita perlu bicarakan"" tanya Revel sambil menyandarkan kepalanya pada bantal sofa. Dia mendesah panjang sbelum kemudian melepaskan kacamatanya dan menutup matanya.
Percakapan tentang pernikahan mereka ini sudah melelahkan mereka berdua. Ina tahu bahwa Revel tdk akan membantah klo dia meminta wedding planner untuk membantunya merancang pernikahan ini, tp Ina adalah control freak, yaitu seseorang yg harus slalu memiliki kontrol dalam situasi apapun, yg membuatnyatdk mudah percaya pada orang lain. Alhasil, dia tdk berani menyerahkan perancangan pernikahan sebesar ini ke tangan wedding planner, tdk peduli seberapa profesionalnya mereka, mereka tetap orang asing yg dia tdk kenal.
Ina melirik jam dinding dan berkata, "Kmu sebaiknya pulang, sekarang sudah jam sembilan lewat. Kita bicarakan hal lainnya besok saja." Dia kemudian berdiri dan mengangkat cangkir kotor yg tadinya berisi kopi, ke dapur. Menyadari apa yg sedang dilakukan Ina, Revel langsung berdiri dan menjulurkan tangannya untuk mengambil cangkir itu dari tangan Ina, tetapi Ina menolak bantuannya.
Sambil berjalan ke dapur Ina mendengar Revel membalas, "Saya biasa kok pulang malam. Nggak ada yg nyariin juga di rumah."
Ina menggeleng sambil tersenyum, rupanya Revel sudah salah paham dgn kata2nya. Dia berjalan kembali ke ruang tamu dan sambil bertolak pinggang di depan Revel dia berkata, "Saya yakin kmu memang biasa pulang malam, tp saya nggak biasa ada laki2 yg bukan keluarga bertamu di rumah saya selepas jam sembilan malam dan sebelum jam sepuluh pagi."
"Tapi saya ini tunangan kmu, I'm practically family," bantah Revel. Dia kelihatan sangat tersinggung karena Ina pada dasarnya sudah mengusirnya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Masih ada banyak hal yg harus dipelajari Revel tentang dirinya, dan dia tentang Revel. Mereka harus lebih mengenal satu sama lain agar tdk ada lagi kesalahpahaman tentang hal remeh sperti ini.
"Rev, ada suatu hal pribadi yg saya mesti bicarakan sama kmu, dan saya minta kmu nggak merasa tersinggung stelah mendengar ini. Bisa"" tanya Ina dgn sedikit ragu.
"Oke," ucap Revel sedikit curiga.
Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina berkata, "Saya ada masalah sama uang kmu." "Uang saya""
"Uang adalah isu yg sedikit sensitif untuk saya," Ina mencoba menjelaskan.
"Oke... " "Saya adalah wanita mandiri yg m
ampu membiayai segala sesuatunya sendiri." Ina mencoba mengukur reaksi Revel. Ketika dia melihat bahwa Revel hanya menatapnya tanpa ekspresi, dia melanjutkan, "Oleh karena itu saya merasa tersinggung setiap kali kmu menyebut2 betapa banyaknya uang kmu. Saya mau kmu mengerti bahwa saya setuju dgn perjanjian kita, bukan karena uang kmu, tp karena kita bisa membantu satu sama lain. So, klo kmu pernikahan kita ini kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat, kmu jangan bikin saya kesal dgn menyinggung2 masalah uang kmu lagi. Setuju""
Revel kelihatan mempertimbangkannya dgn saksama sebelum mengangguk. Dia teringat betapa marahnya Ina stiap kali dia menyebut2 tentang uangnya, kini dia mengerti alasannya.
"Klo kita benar2 mau menolong satu sama lain dgn membuat hubungankita ini kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat... " Revel sengaja mengulang kata2 Ina sebelumnya dan mendelik jenaka kepada Ina yg sedang mencoba menahan senyum, "saya nggak mau dengar kmu nyebut2 hubungan kita sebagai kawin kontrak. Mulai sekarang kita adalah Ina dan Revel, dua orang yg akan menikah bulan Juni nanti. Setuju""
Ina kelihatan berpikir sejenak sbelum kemudian menjulurkan tangannya menyalami Revel. Ketika Revel menyambut tangan itu, ina berkata, "Setuju."
Dan dgn jabat tangan itu, Revel merasa sperti ada kekuatan gaib yg mengikat perjanjian itu. Tapi kata2 Ina selanjutnya menghapuskan rasa gaib itu selamanya.
"Oke, sekarang saya mau kmu keluar dari apartemen saya."
Revel berusaha tdk menggeram ketika bangun dari sofa dan dgn satu anggukan, dia permisi pulang.
BAB 12 (The Ferocious Publik)
Pada awal bulan april, Revel untuk pertama kalinya akan memperkenalkan Ina kepada publik secara resmi sebagai tunangannya, dan Ina mengalami masalah untuk bernapas selama perjalanan menuju Hotel Mulia. Akhir2 ini gosip tentang Revel dan Luna agak mereda karena Luna sudah menarik diri dari sorotan media dgn pulang ke Jerman. Sebagai gantinya gosip Revel dgn wanita misteriusnya semakin gencar. Para wartawan yg tadinya sudah mulai bosan, mulai mengikuti Revel lagi. Reaksi Revel yg tetap diam tetapi memberikan senyuman yg kelihatan sperti seorang laki2 yg sedang jatuh cinta klo ditanya soal itu membuat orang semakin penasaran pada identitas wanita ini.
"Pokoknya senyum saja sama wartawan. Besok pagi wajah kmu akan terpampang dimana2, jd jgn kaget." Suara Revel yg tenang seharusnya bisa menenangkan Ina, tetapi kenyataannya tdk bisa membantu degup jantungnya yg sudah tdk keruan.
Selama seminggu ini Ina mendapati bahwa Revel adalah seorang tunangan yg penuh perhatian, dgn slalu menyisihkan waktu untuk betul2 mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat2nya. Selain itu, Revel ternyata cukup cerdas dan lucu. Pada satu detik dia bisa mendiskusikan menu katering secara serius dgn mengeluarkan komentar sperti, "Kita harus pastikan bahwa semua makanan yg disajikan dimasak dgn EVOO, itu jauh lebih sehat daripada minyak goreng biasa. Oh yya, orang katering mesti diingatkan supaya nggak menyalakan api terlalu besar klo masak karena itu akan menyebabkan komponen EVOO pecah dan pada dasarnya nggak akan ada bedanya sperti masak dgn minyak goreng biasa klo itu sampai terjadi." Dan pada detik selanjutnya ia mencoba meyakinkan Ina bahwa lagu "Love Game" milik Lady Gaga adalah lagu yg paling sesuai dijadikan lagu tema pernikahan mereka. Pada dasarnya, selama seminggu ini, Ina sudah melihat Revel hanya sebagai seorang laki2 biasa yg bisa membuatnya tertawa daripada Revel, artis solo laki2 paling ngetop di Indonesia. Tapi malam ini, Ina sadar kembali akan status Revel di hadapan publik dan dia merasa sedikit mual.
Mereka sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara penggalangan dana yg bertujuan memberikan fasilitas yg lebih baik pada sekolah2 yg berada di daerah terpencil di seluruh Indonesia. Ina melirik Revel yg mengenakan jas warna hitam dgn dasi kupu2. Revel kelihatan cukup nyaman mengenakan pakaian resmi itu, sedangkan Ina merasa ingin menarik bagian atas tube dress berwarna ungu tua yg dikenakannya agar tdk merosot ke baw
ah. Ina merasa risi dgn pakaian yg menempel pada tubuhnya itu. Dia tahu bahwa di dunia nyata, orang tdk bisa mengubah dirinya hanya dgn pakaian, tetapi ini dunia entertainment, pakaian yg mereka kenakan, make-up, gaya rambut, perhiasan, mobil, bahkan laki2 yg menggandeng tangan mereka mendefinisikan status sosial mereka. I can't do this. I can't, I CAN'T, teriak Ina dalam hati. Ina membayangkan wajah kolega2nya, Marko, dan pak Sutomo di kantor besok pagi ketika melihat wajahnya di tabloid dan acara gosip TV, dan isi perutnya langsung salto beberapa kali. Apa mereka akan percaya pada sandiwara ini" Mereka semua tahu bahwa dia adalah orang yg paling beretika yg pernah mereka temui, dia tdk akan pernah tertangkap basah memacari kliennya.
Dan apa yg akan dilakukan orangtuanya klo saja mereka tahu akan kebohongan ini" Mereka akan menguncinya di dalam ruang bawah tanah dan tdk memperbolehkannya keluar lagi sehingga berkesempatan mengambil keputusan yg akan menghancurkan hidupnya. Revel sebaiknya mencari tunangan yg lain saja karena dia tdk bisa melakukan ini. Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina langsung berteriak kepada sopir Revel, "Pak, bisa stop mobilnya di pinggir, saya mau turun."
Revel yg duduk di sebelah kanan terlihat kaget dan langsung meraih lengan kanan Ina. Tangan kiri Ina sudah menggenggam gagang pintu, siap menariknya begitu mobil itu berhenti. "In, knapa""
"Rev, saya nggak bisa," ucap Ina cepat sambil menunduk, menolak menatap Revel. Klo saja dadanya tdk terasa sperti akan meledak, Ina mungkin akan menghargai betapa lapangnya lantai mobil itu.
"Nggak bisa apa" Ke acara ini" Kmu sakit"" Revel terdengar khawatir.
Ina mengangguk. Dan Revel langsung meminta sopirnya agar menepi yg dibalas dgn, "Wah, ini mobilnya nggak bisa gerak, mas Revel, jalanan macet."
Ina memegangi dadanya untuk mengontrol napasnya. Kalung yg dikenakannya sperti mencekiknya dan dia berusaha melepaskannya dari lehernya.
"Get this off me. Please get this off," teriak Ina mulai panik ketika dia tdk bisa menemukan kait kalung tersebut.
Revel berhasil melepaskan kalung itu dgn cekatan dan mengantonginya, tetapi Ina spertinya tdk sadar akan hal itu karena dia masih berteriak panik, "Tolong lepasin. Saya nggak bisa napas."
"Ina, kalungnya sudah dilepas." Revel merasakan kepanikan yg menyelimuti Ina tanpa menyentuh bagian tubuh Ina sama sekali, Revel berkata, "In, tenang, In. Oke, napas pelan2. Bilang ke saya ada masalah apa""
Revel tdk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mendengar erangan Ina. Ina bahkan tdk mendengar pertanyaan itu, dia sudah tenggelam dgn kegalauan hatinya sendiri. Bagaimana mungkin dia setuju melakukan ini" Di dalam kegelapan mobil, Revel tdk bisa melihat bahwa seluruh tubuh Ina sudah gemetaran, tapi dia menyentuhnya untuk menenangkannya.
"Ina, kmu knapa gemetaran kayak begini"" ucapnya dan tanpa ragu2, dia langsung mengangkat tubuh Ina yg kecil ke dalam pelukannya dan duduk di tempat yg tadi diduduki Ina.
Dia membiarkan kedua kaki Ina menggantung di sbelah kanan. Pertama2 tubuh Ina masih gemetaran dan tegang, tp lama-kelamaan napasnya kembali teratur di dalam pelukannya. Wajah Ina terlihat pucat di balik make-up tipis yg dikenakannya. Ada titik2 keringat pada keningnya. Hilang sudah wanita penuh percaa diri yg dia temui stengah jam sebelumnya, yg tinggal adalah wanita yg ketakutan. Dalam hati Revel menyumpah. Dia sudah terlalu sibuk dgn rencana memperbaiki image-nya, sehingga tdk mempertimbangkan perasaan Ina yg mungkin belum siap untuk berhadapan dgn publik.
Sambil mencoba untuk menavigasi lalu lintas yg padat, Nata, sopir Revel, memerhatikan kejadian yg sedang berlangsung dari kaca tengah mobil. Nata adalah salah satu pegawai lama mama Revel yg sudah mengenal Revel semenjak dia masih SD. Nata sebetulnya adalah sopir pribadi ibu Davina, tetapi karena malam ini Revel memerlukan sopir, maka dia menawarkan diri untuk membantu. Nata bersyukur bahwa Revel akhirnya menemukan seorang wanita muda dari kalangan nonselebriti yg kelihatan baik dan tahu sopan santun untuk dipacarinya
. Mbak Ina sama sekali tdk menyadari dampak yg dimilikinya terhadap Revel yg pada dasarnya sudah bersusah payah untuk tdk melongo ketika melihatnya malam ini. Nata tdk pernah melihat Revel tdk bisa berkata2 dihadapan wanita sebelumnya, sehingga reaksi Revel membuatnya terkekeh dan harus terdiam ketika menerima pelototan dari Revel.
Di dalam pelukan Revel, Ina merasa terlindungi, dan dgn itu akhirnya dia bisa mengontrol reaksi tubuhnya. Lambat laun mualnya mulai hilang dan pikirannya tenang kembali. Ina menarik napas dan bisa mencium aroma cologne Revel yg sangat maskulin. Percampuran aroma itu dan usapan tangan Revel yg naik turun pada punggungnya, menenangkan. Dan tanpa dia sadari, kelopak matanya sudah tertutup dgn sendirinya. Ina merasakan kehangatan sekilas pada keningnya, sperti kecupan yg biasa diberikan mama padanya sewaktu dia masih kecil klo dia sedang sakit. Merasa nyaman dgn dgn posisinya, Ina mendesah panjang.
"Mas, apa masih mau pergi, apa mau pulang saja"" Tanya Nata.
Tanpa Ina sadari pak Nata sudah berhasil menepikan mobil dan kendaraan itu kini dalam posisi diam meskipun mesin masih dihidupkan.
"Pulang saja, pak. Antar mbak Ina dulu balik ke apartemennya," jawab Revel tegas. "No," ucap Ina lemah sambil menggeleng.
"In, wajah kmu pucat dan kmu bilang kmu sakit, kita lebih baik pulang saja."
"Nggak, saya sudah baikan," kali ini suara Ina terdengar lebih jelas. Dia berusaha turun dari pangkuan Revel. "Saya sudah janji untuk menemani kmu ke acara ini, saya harus menepati janji saya," bantahnya.
"Kmu nggak usah..."
"Kmu sudah menepati janji kmu. Sekarang giliran saya," potong Ina.
Revel mengerutkan keningnya ragu. Ina yakin bahwa dia sedang memperhitungkan konsekuensi yg mereka akan hadapi klo misalnya dia memutuskan untuk menunda perkenalan Ina kepada publik, dan Ina mencoba membantunya membuat keputusan.
"Just give me a minute untuk menenangkan diri," pinta Ina dan mulai mengambil napas dalam2 dan mengeluarkannya perlahan2. Keheningan menyelimuti interior mobil selama beberapa menit. Revel dan pak Nata dgn sabar menunggu hingga Ina bisa lebih tenang. Revel menyodorkan saputangannya dan menunjuk kening Ina, tp Ina menggeleng dan mengambil selembar tisu dari dalam clutch-nya.
"Saya nggak mau ngotorin saputangan kmu dgn make-up saya, but thank you," jelas Ina ketika melihat kebingungan pada wajah Revel. Perlahan2 dia menyentuhkan tisu itu ke keningnya, berhati2 agar tdk merusak make-up-nya.
Revel memerhatikan bahasa tubuh Ina yg lambat laun mulai lebih rileks. Kerutan pada keningnya sudah hilang dan dia tahu detik dimana Ina siap sbelum dia berkata, "Kmu mau kalung kmu"" Ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya.
Ina menyentuh dadanya, seakan2 baru sadar bahwa dia tdk lagi mengenakan kalungnya. Dia baru akan meraih kalung itu ketika Revel sudah memegang dua ujung kalunh itu dan tanpa berkata2 menyuruh Ina menunduk agar dia bisa mengalungkannya pada lehernya.
Revel menahan napas selama melakukan ini, karena dia tahu bahwa klo dia menghirup udara, dia akan mencium aroma stroberi, dan itulah hal terakhir yg dia perlukan malam ini. Sebelumnya, ketika Ina sedang duduk diatas pangkuannya, dia berusaha sebisa mungkin mengontrol reaksi tubuhnya. Dia berharap bahwa Ina tdk merasakan detak jantungnya yg smakin cepat stiap detiknya, terutama ketika Ina menoleh dan menguburkan wajah pada lehernya. Dia hampir saja berkelakuan sperti pasukan Troya ketika menyerang Sparta, yaitu mengambil apa saja yg dia mau dgn paksa, tanpa memedulikan perasaan orang2 yg diserang. Untunf saja Revel mengangkat kepalanya dan tatapannya bertemu dgn tatapan pak Nata di kaca tengah. Tatapan pak Nata mengingatkannya untuk menjaga sopan santunnya sebagai laki2. Akhirnya dia harus puas dgn hanya mencium kening Ina.
Setelah berhasil memesang kait kalung itu Revel buru2 menjauhkan kepalanya dari Ina dan membiarkan Ina melakukan beberapa perubahan pada letak kalung itu.
Dengan satu embusan napas, Ina berkata, "Oke, saya siap." Dan mobil itu pun bergerak lagi menuju destinasinya.
Revel meminta pak Nata untuk ngedrop mereka di lobi, bukannya di pintu belakang, hari ini dia memerlukan sorotan media untuk menyukseskan rencananya. Dengan anggukan dari Ina, Revel membuka pintu mobil dan turun. Kerlipan blitz kamera dan teriakan wartawan yg menanyakan berbagai macam pertanyaan langsung menyerangnya, tp Revel tdk menyadari ini semua karena ketika dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ina turun dari mobil, dia tdk melihat Ina. Yg dia lihat adalah orang lain yg mengenakan gaun potongan tube panjang berwarna ungu, gaun yg dikenakan Ina. Dia kini mengerti knapa ungu sperti ini sering disebut sebagai royal purple, karena Ina kelihatan sperti seorang ratu, yg menjadikan Revel sebagai rajanya dan dia merasa bangga bisa memegang posisi itu.
Ketika Ina turun dari mobil, dia mengulurkan tangan kirinya dan secara otomatis memamerkan cincin berlian yg melingkari jari manisnya. Sesuatu yg Revel yakin dilakukan oleh Ina dgn sengaja agar orang bisa melihat betapa besarnya berlian itu. Dengan begitu perhatian wartawan terpaku sekejab kepada tangan Ina. Stelah wartawan puas memotret cincin itu, perhatian mereka beralih kepada Ina yg kini sudah berdiri tegak di samping Revel. Tangan kanannya di dalam genggaman tangan Revel. Kalung emas yg panjangnya mencapai belahan dada mengundang perhatian orang kepada kulit bahu dan dadanya yg putih bersih dan halus. Senyum yg terukir pada wajah Ina kelihatan ramah, tetapi tdk mengundang pikiran yg tdk2. Senyuman seorang profesional. Dia bahkan tdk kelihatan terkejut dgn semua perhatian yg sekarang tertuju padanya, seakan2 dia sudah sering menghadiri acara sperti ini.
Revel dan Ina saling tatap selama beberapa detik, kemudian Ina tersenyum dan Revel bisa mendengar apa yg ada di pikiran Ina, "Here we go". Revel membalas senyum itu dan mengangguk. Kemudian dgn sangat berat hati dia mengalihkan perhatiannya dari wajah Ina kepada para wartawan yg sedang mencoba menarik perhatiannya.
"Apa kabar, mas Revel" Sudah lama nggak kelihatan," ucap salah satu wartawan tabloid membuka arus pertanyaan.
"Memang lagi lebih sering di studio untuk rekaman. Klo nggak penting sekali saya nggak akan keluar," jawab Revel ramah.
"Tapi malam ini sempat keluar, ya"" ledek wartawan lain.
"Iya dong, kan untuk amal," balas Revel serius, membuat wartawan yg tadinya meledeknya kelihatan malu.
"Kita dikenalin dong sama temannya mas Revel," sambung seorang wartawan perempuan yg Revel tahu bekerja pada sebuah acara gosip.
"Ini Inara," jawab Revel tenang.
Beberapa wartawan masih melemparkan beberapa pertanyaan lagi, yg dijawab oleh Revel dgn sabar dan penuh humor. Ina mendapati bahwa semakin lama Revel berdiri dan menjawab pertanyaan mereka, semakin terkesima wajah para wartawan. Spertinya kejadian ini adalah sesuatu yg langka bagi mereka. Mereka bahkan tdk menghiraukan tamu2 penting lainnya, sperti walikota DKI Jakarta, seorang jutawan yg baru saja meninggalkan istrinya dan mengawini seorang penyanyi, seorang bintang sinetron yg menjadi istri kedua seorang politikus dan kini sedang hamil, beberapa artis yg mengenali Revel karena Ina melihat mereka melambaikan tangan padanya dan menatap Ina dgn tatapan ingin tahu, dan banyak orang penting lainnya, yg datang stelah mereka.
Akhirnya para wartawan sudah bosan berbasa-basi dan mengajukan pertanyaan yg sudah ada di pikiran semua orang.
"Mas Revel, mbak Inara pacar barunya mas, ya""
Tubuh Ina menegang, menunggu jawaban Revel. Dia harus siap dgn apapun yg dilakukan atau dikatakan oleh wartawan stelah pengumuman ini.
"Bukan, Inara bukan pacar saya," jawab Revel.
Sperti paduan suara, Ina mendengar kata, " Ooohhh..." dan dia harus menahan diri agar tdk cekikikan. Revel memang suka ngisengin wartawan.
"Inara adalah tunangan saya," sambung Revel dgn suara datar yg disambut dgn kesunyian dan tatapan tdk percaya dari para wartawan.
Kemudian ketika semua orang menyadari apa yg baru dikatakan Revel, mereka melemparkan pertanyaan bertubi2.
"Sudah brapa lama pacaran""
"Knapa Inara nggak pernah kelihatan sebelumnya""
"Kapan tunangannya""
"Siapakah Inara"" "Ketemu dimana""
"Apakah Inara wanita yg sering digosipkan sebagai 'pacar' Revel akhir2 ini""
Setelah beberapa menit, Ina mulai merasa perti sedang melalui sesi tanya jawab yg dia lalui sebulan yg lalu dgn keluarganya. Dia sedang memerhatikan wajah para wartawan yg kini kelihatan dapat dipertukarkan satu sama lain, ketika dia mendengar seseorang bertanya, " Apa sudah ada rencana menikah""
Ina agak terkejut ketika menyadari bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, bukan kepada Revel. Para wartawan yg melihat interaksi ini langsung terdiam dan menunggu jawaban Ina. Dia ragu sesaat, tp ketika Revel mengeratkan genggemannya, dia berkata, " Klo tdk ada halangan, kami berencana menikah bulan Juni tahun ini."
Begitu Ina menyelesaikan kalimatnya Revel langsung menggeretnya masuk ke dalam gedung, meninggalkan ledakan pertanyaan lain dari kumpulan wartawan. Banyak dari mereka yg tahu bahwa adalah percuma meneriakkan pertanyaan mereka lagi, karenanya mereka langsung sibuk dgn HP, menelpon produser mereka atau mengirimkan SMS kepada editor mereka.
*** Ina mendesah panjang ketika dia duduk kembali di dalam mobil Revel 3jam kemudian. Stelah apa yg dia baru lalui, interior mobil yg terbuat dari kulit berwarna abu2 itu memberikan ketenangan yg dia butuhkan. Dia slalu tahu bahwa Revel banyak fansnya, tapi dia tdk menyangka bahwa fans Revel termasuk istri walikota Jakarta dan stengah dari tamu yg datang ke acara amal malam ini. Entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa dia adalah tunangan Revel secepat itu, karena mereka baru saja meninggalkan para wartawan dan memasuki ballroom ketika orang mulai menyalami mereka dan mengatakan, "Congratulation". Mereka semua mau mengenal wanita yg berhasil menggeret Revel ke pelaminan. Ina kewalahan mencoba menjawab pertanyaan mereka yg datang bertubi2.
"You okay"" Ina mendengar suara Revel.
"Yeah, cuma sedikit capek," balas Ina sambil menolehkan kepalanya, menatap wajah Revel. Dia sudah melepaskan dasi kupu2nya. "Kmu gimana bisa melakukan ini stiap hari sih"" tanyanya.
Ina betul2 tdk tahu bagaimana Revel bisa melakukannya. Semua kamera yg slalu tertuju padanya, memerhatikan semua gerak geriknya" Ina tdk akan pernah merasa comfortable dgn kehidupan sperti itu, salah2 dia bisa jadi paranoid untuk keluar rumah. Takut bahwa orang akan mengambil fotonya ketika dia sedang membuang sampah sembarangan atau lebih parah lagi, mencium ketiaknya untuk memastikan bahwa deodorannya masih wangi.
"Well, saya nggak harus melakukan ini stiap hari untungnya," balas Revel sambil tersenyum. Melihat wajah Ina yg jelas2 tdk yakin dgn omongannya, Revel menambahkan, "Saya sudah bekerja di dunia entertainment selama lebih dari 10tahun, jd saya sudah terbiasa. Kmu nanti juga terbiasa."
Ina yakin bahwa dia tdk akan mengatakan apa2 kepada Revel. Dia kini betul2 menghormati para artis yg slalu bisa keliatan bersahabat dan penuh senyum klo ditemui oleh media, karena ternyata pekerjaan itu tdk mudah. Wajahnya sekarang sudah kram karena harus memasang senyuman yg terasa sangat tdk natural sepanjang malam.
"You were great tonight," puji Revel.
Ina melirik kepada Revel dan berkata ragu, "You think so""
Revel mengangguk pasti. "Makasih ya sudah nemenin saya malam ini."
"Oh, no problem. Sori ya klo saya freak-out sbelumnya. Won't happen again. I'm promise."
Revel mengangguk. "What was that all about anyway"" tanyanya.
"Awalnya cuma khawatir tentang acara ini, tp kemudian saya mikirin hal2 lain juga dan akhirnya jd panik."
"Hal-hal lain sperti apa yg bikin kmu panik"" Revel memundurkan letak kursinya dan menarik sebuah lever untuk menaikkan foot rest. Dia meletakkan kedua tangannya pada arm rest sbelum kemudian memutar bagian atas tubuhnya dan menatap Ina.
Ina terkejut oleh perubahab bentuk kursi berkata, "Wow," dgn kagum.
Revel menatap Ina dgn bingung, dan semakin bingung ketika dia melihat Ina sedang meraba2 seluruh bagian kursi yg di dudukinya. "Kmu ngapain"" tanyanya.
"Saya mau buat kursi saya jadi kayak kmu. Gimana caranya ya""
"Ada semacam lever di sbelah kanan
kmu yg bisa kmu tarik. Ketemu""
Celebrity Wedding Karya Aliazalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Revel melihat wajah Ina yg sedang berkonsentrasi mencari lever itu. "Ah, ketemu."
Dab satu detik kemudian di depan matanya, Revel melihat Ina melakukan hal yg sama yg baru saja dia lakukan pada kursinya sambil memapakan wajah penuh ketakjuban. "This is like the most comfortable car seat I have ever say on," ucapnya stelah beberapa menit menaikkan dan menurunkan foot rest.
Mendengar komentar ini Revel tertawa. Ina keliatan sperti anak kecil yg baru saja diberikan mainan baru. Wajahnya yg biasanya serius kini penuh senyum takjub, dan meskipun dia tdk bisa melihatnya, tp dia tahu bahwa mata Ina pasti sedang berbinar2. Kebanyakan wanita slalu mencoba agar keliatan sophisticated sehingga mereka jarang mau menunjukkan kekaguman mereka akan sesuatu, tp Ina, dia tdk malu memperlihatkan ketidaktahuannya. Tidak ada kepura2an dalam proses membuat laki2 sperti Revel kagum padanya.
"Siapapun yg menciptakan mobil ini adalah seorang jenius," kata Ina sambil nyengir.
Revel mendengus ketika mendengar komentar ini, mencoba menahan tawa. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di lobi gedung apartemen Ina. Merelakan Ina keluar dari mobilnya adalah hal tersulit yg pernah dilakukan Revel seumur hidupnya.
BAB 13 (The Long Awaited Wedding)
Selama beberapa minggu stelah malam acara amal itu, Revel mencoba sebisa mungkin menghindari Ina. Mereka memang masih muncul di beberapa acara publik lainnya stelah itu, tapi Revel berusaha membawa Ina ke tengah keramaian agar dia tdk harus sendirian dengannya. Dan kko ada situasi dimana mereka hanya berdua saja, dia mencoba menjaga percakapan mereka agar tetap profesional. Dia toh tdk perlu tahu brand kopi kesukaannya, warna favoritnya, ritual apa yg dia biasa lakukan sebelum tidur, kapan pertama kali dia dicium oleh laki2, dan yg jelas dia tdk perlu tahu apakah Ina lebih suka menggosok gigi sbelum mandi atau sesudah mandi. Tapi semakin dia menghabiskan waktu dgn Ina, smakin banyak pertanyaan bersifat pribadi yg dia ingin tanyakan padanya, dan itu membuatnya freak-out.
Pusaka Negeri Tayli 12 Pendekar Rajawali Sakti 57 Penjagal Bukit Tengkorak Pendekar Penyebar Maut 26
Ibu Davina mengangkat tangannya dan menepuk2 pipi anaknya. "Bukan salah kamu."
Kerutan di kening mama membuat revel khawatir. " Gula darah mama nggak lagi turun, kan""
Ibu Davina tersenyum dan menggeleng. "Mama lagi mikirin solusi masalah kmu dgn Luna."
"Mam, you know I love you, tp aku nggak akan menggelar konferensi pers. Titik." Revel melepaskan diri dari belaian mamanya.
"Oke, mama hormati pendirian kmu, maka dari itu mama coba pikirkan jalan keluar lain."
"Jalan keluar sperti apa"" Tanya revel curiga.
"Kmu mesti nikah, secepatnya."
Revel mengedipkan matanya beberapa kali ketika mendengar kata2 itu sbelum kemudian mulai tertawa terbahak2.
"Knapa kmu ketawa" Mama serius." Ibu Davina terdengar jengkel.
Revel mrncoba mengontrol tawanya dan menatap wajah serius mama dan meledak tertawa lagi.
"Mama sadar kan aku sekarang lg nggak punya pacar""
"Kmu ngga perlu punya pacar untuk cari istri. Banyak orang yg nikah tanpa pernah ketemu dgn calon istrinya terlebih dahulu."
"Ya klo zaman Siti Nurbaya mungkin," bantah Revel. "Ini abad ke-21, Mam."
"Sama saja." Hanya untuk menghibur mamanya, Revel mencoba mendengar sarannya. "Okay, fine. Klo memang mama mau aku nikah scepatnya, itu brarti aku harus cari perempuan yg mau nikah sama aku, secepatnya. Dimana kira2 mama pikir aku bisa cari perempuan ini""
"Ada satu perempuan dibawah yg seumuran sama kmu dan mama rasa cocok untuk kmu," balas ibu Davina serius.
Revel mengerutkan dahinya dan berkata, "Just in case mama lpa, Sita sudah menikah dan udah punya 2anak."
"Mama bukan ngomongin Sita, mama ngomongin Inara." "HAH"!" Teriak Revel.
"Dia msih single, pintar, mandiri, dan bisa dipercaya." "Mam, dia akuntan aku."
"Even better. Orang nggak akan ada yg curiga klo kmu tiba2 nikah sama dia karena kalian memang sudah kenal satu sama lain."
Melihat keraguan pada mata anaknya, ibu Davina menambahkan, "Kalo kmu masih mau tur 18kota kmu dan launching single kmu bisa dilakukan tahun ini, mama rasa inilah satu2nya solusi supaya kmu nggak kehilangan fans kmu."
"Apa mama sudah pertimbangkan bahwa aku akan sama2 kehilangan fans baik klo aku tetap diam mengenai kehamilan Luna maupun klo aku menikah""
"Percaya sama mama, kmu akan lebih bisa mempertahankan fans kmu klo kmu menikah."
"Ina nggak akan mau menikahi aku," ucap Revel tegas.
"Rev, mama nggak buta. Mama tahu reputasi kmu dgn para wanita. Klo kmu menggunakan 'keahlian' kmu ini, mama yakin Ina nggak akan bisa menolak."
Meskipun itu adalah fakta, tp asumsi mamanya ini membuatnya sedikit tersinggung.
"Om Danung nggak akan pernah setuju dgn rencana ini." Revel mencoba mengganti taktik.
"Coba kmu panggil om Danung kesini supaya kita bisa bicarakan hal ini sama-sama. Stelah dia dengar penjelasannya, mama yakin dia akan setuju seratus persen."
Revel terdiam sejenak, rupanya mama benar2 serius. Dia tahu bahwa mama adalah seorang business woman yg cermat,yg bisa melihat pro dan kontra dari satu penyelesaian dgn seobjektif mungkin. Semua itu bisa dibuktikan dari betapa suksesnya perusahaan yg mereka miliki bersama. Tetapi menikah" Dengan Ina" Itu ide paling edan yg pernah diutarakan oleh mama. Or is it" Meskipun beberapa menit yg lalu dia mencoba meyakinkan mama bahwa kariernya akan baik2 saja dgn gosip mengenai Luna, tp jauh di dalam lubuk hatinya, dia tahu bahwa itu tdk benar. Mungkin inilah solusi yg paling baik untuk dirinya.
"Aku akan cari om Danung," ucap Revel.
*** Proses audit berjalan dgn cukup lancar. Sandra dan Eli sudah melakukan tugas mereka dgn baik sehingga tdk ada satu pun masalah yg ditemukan Ina. Sita mampu menjawab semua pertanyaan yg diajukannya dan menunjukkan dokumen yg ia perlukan sehingga mereka tdk perlu memanggil Revel ataupun ibu Davina. Meskipun begitu, ada banyak dokumen yg harus dilihat, account yg harus di double check, sehingga tanpa disadari Ina, sinar matahari yg masuk melalui jendela sudah berganti warna dari putih-kuning menjadi jingga, yg brarti hari sudah lebih sore daripada yg dia perkirakan. Matanya terasa agak sedikit pedas, dan Ina permisi ke kamar keciluntuk membasuhnya dgn air dingin.
Untuk mencapai kamar kecil Ina harus melewati ruang tengah dimana para pegawai MRAM bekerja. Jam kalung yg melingkari lehernya menunjukkan pukul 17.30. Dalam perjalanan kembali ke ruang pertemuan Ina berpapasan dgn pak Danung yg tersenyum ketika melihatnya.
"Ibu Ina masih disini" Tanyanya, yg meskipun terdengar lelah tetapi tetap ramah.
"Iya nih pak Danung. Tp sbentar lagi kami selesai kok," jawab Ina.
"Tadi waktu sampai di-harass sama wartawan diluar nggak""
"Ohh... Nggak juga."
Dengan senyuman penuh pengertian, pak Danung berkata, "jangan kapok kesini ya, bu Ina."
"Sampai sekarang belum kapok. Mungkin nanti," canda Ina. Pak Danung tertawa terkekeh2.
"Saya sudah dengar tentang launching singlr Revel yg ditunda. Apa semuanya baik2 saja"" Lanjut Ina.
"Nggak sebaik yg saya mau," balas pak Danung. "Ada yg bisa saya bantu""
Pak Danung terkekeh lagi mendengar pertanyaan ini sbelum tanpa menjawab pertanyaan itu. Ina mengerutkan keningnya. Apa ada yg lucu dgn pertanyaannya"
*** "Ibu Inara mau makan malam apa"" Tanya Sita ketika Ina kembali ke ruang pertemuan.
"Oh, nggak usah repot2 Sit, kami sudah hampir selesai kok," balas Ina dan kembali mengambil posisinya di belakang meja. Sita kelihatan ragu sesaat, tp kemudian dia mengangguk dan meng
hilang dari ruangan itu. Ina pun sibuk kembali pekerjaannya.
"Saya mau pesan Pizza Hut, kmu lebih suka Super Supreme, Meat Lovers, atau Hawaiian Chicken"" Suara itu mengajutkan Ina stengah mati. Dia langsung berdiri dari kursinya ketika melihat sumber suara itu.
Revel sudah menukar kemeja putih dan jinsnya dgn kaus dan celana kargo selutut warna abu2. Melihat penampilannya yg fresh membuat Ina sadar akan penampilan dirinya yg ketika di cek pada cermin di kamar mandi beberapa menit yg lalu kelihatan lelah, pucat, dan kusut. Blus lengan panjangnya sudah dilipat hingga ke siku, dia sudah melepaskan sepatu hak yg dikenakannya agar bisa bergerak lebih leluasa. Sementara itu parfum yg dia semprotkan pada blusnya tadi pagi sudah hilang wanginya. Entah apa yg terpikir oleh revel ketika melihatnya sperti ini.
"Kmu lebih suka pizza yg mana"" Tanya Revel lagi karena blm menerima jawaban darinya.
Sperti sbelumnya dgn Sita, Ina pun menolak penawaran Revel. Tapi pria itu bersikeras. "Toh klo kmu pulang nanti mesti makan malam juga kan" Knapa nggak makan malam disini saja sekalian""
Ina sbetulnya masih ingin menolak, tp kemudian dia melihat bahwa Sandra dan Eli menampangkan wajah penuh harap, akhirnya Ina mengembuskan napas penuh kekalahan dan berkata, "Meat Lovers aja," yg disambut oleh anggukan terlalu bersemangat dari Eli dan Sandra.
Revel mengangguk dan meminta Sita memesan makanan tersebut sbelum kemudian melangkah masuk ke ruang pertemuan dgn kedua tangan dimasukkan ke kantong celananya.
"Sita nggak manggil saya seharian, so I guess everything is fine"" Tanyanya.
"Yep, everything is fine," balas Ina.
Revel hanya manggut2 menanggapi balasan itu. Ina menunggu hingga Revel bicara lagi, tetapi kesunyian menyambutnya. Ina berpikir Revel kemudian akan meninggalkan ruangan, ketika dia mendengar cowok itu berkata, "Boleh saya bicara dgn kmu sendiri""
"Sure," ucap Ina agak ragu.
Melihat anggukan darinya, Eli dan Sandra pun keluar dari ruangan. Ina jadi agak waswas waktu Revel menutup pintu ruangan. Ketika menatap Ina kembali, wajah Revel kelihatan sperti dia sudah menelan seekor kodok. Ina hanya menatapnya dgn kebingungan yg tdk bisa disembunyikan. Selama beberapa menit mereka hanya menatap satu sama lain tanpa mengatakan apa2. Sejujurnya Revel kelihatan agak nerveous, yg membuat Ina curiga akan apa yg ingin dia katakan padanya.
"Kepala kmu sudah dicek ke dokter"" Tanya Revel.
Ina terdiam sesaat ketika mendengar pertanyaan ini, dia tdk tahu apa yg dia harapkan keluar dari mulut Revel, tp yg jelas bukan ini.
"Sudah," ucap ina berbohong. Sejujunya dia hanya minum panadol ketika sampai di rumah hari itu dan pergi tidur. Dan karena tdk mengalami sakit kepala lagi stelah itu, dia bahkan sudah lupa dgn insiden itu.
Revel menganggukkan kepalanya berkali2 sperti boneka yg lehernya terbuat dari per. Kemudian, "Ireally don't know how to say this, so I'm just gonna say it," ucapnya.
Ina hanya mengangguk, menunggu dgn kecurigaan yg semakin menjadi.
"Saya mau kmu menikahi saya," ucap Revel dgn cepat sehingga kata2nya sulit ditangkap.
Perlu beberapa detik bagi Ina untuk memahami pertanyaan itu, dan ketika sadar akan apa yg baru saja dikatakan revel padanya, mulutnya perlahan2 mulai melongo sbelum dia berteriak, "WHAAATTTTT""
BAB 8 (The Not At All Romantic Proposal)
Revel tahu bahwa Ina tdk akan setuju begitu saja pada lamarannya ini, oleh karena itu dia sudah mempersiapkan berbagai macam senjata untuk menyakinkannya.
"Saya tahu klo ini kedengaran agak gila, tp coba kmu dengar saya dulu." Revel melangkah mendekati Ina yg mencoba mundur dan lututnya menabrak kursi yg ada di belakang, membuatnya jatuh terduduk.
Melihat reaksi Ina, Revel menghentikan langkahnya. Dia tahu bahwa Ina tdk akan langsung mengatakan "Iya" atas lamarannya, tetapi dia tdk menyangka bahwa Ina akan kelihatan takut akan lamarannya. Entah kenapa, tetapi hal ini agak2 menyakiti egonya. Selama beberapa detik dia mencoba menenangkan diri dan stelah yakin bahwa dia bisa mengontrol rasa jengkel yg mulai terasa pada hatiny
a, Revel kemudian menatap Ina.
"Kmu nggak harus nikah sama saya betulan, ini cuma pura2 saja," ucapnya mencoba terdengar meyakinkan.
Ina menatap wajah Revel yg sedang mencoba meyakinkannya. "Hah"" Adalah satu2nya kata yg keluar dari mulutnya. Otaknya betul2 tdk bisa memproses ini semua. Semakin Revel mencoba menjelaskan, semakin bingung dia dibuatnya.
"Cuma untuk meredakan gosip saya dgn Luna. Paling lama setahun, sampai single saya launch dan tur 18kota saya selesai," lanjut Revel.
Ina hanya bisa menatapnya dgn mata terbelalak. Ini bukansaja kedengaran agak gila, sperti yg Revel katakan, tetapi ini memang ide gila.
"I know that this is a lot ask, but I'm desperate. You're ny last resort." Spertinya Revel tdk lagi memedulikan reaksi Ina sbelumnya karena kini dia sedang melangkah mendekatinya.
Ina masih terdiam seribu bahasa. Ini adalah lamaran paling aneh yg pernah dia dengar. Dia bukanlah orang yg romantis, dia tdk mengharapkan laki2 yg melamarnya menerbangkannya ke Paris dgn jet pribadi pada Hari Valentine, kemudian dibawah Menara Eiffel dan taburan bintang berlutut di hadapannya sambil mempersembahkan sebuah cincin berlian empat karat. Tidak, Ina bukanlah tipe wanita sperti itu, tetapi dia tetap seorang wanita, yg mengharapkan setidak2nya laki2 yg melamarnya akan mengatakan bahwa dia mencintainya. Itu sebabnya dia ingin menikah dengannya, bukan karena dia terdesak dan tdk ada pilihan lain.
Ina menelan ludah sbelum bertanya,"knapa saya""
"Karena kmu aman buat saa, jawab Revel yg kini sedang menarik sebuah kursi dan mendudukkan dirinya di hadapan Ina.
"Aman"" Tanya Ina bingung.
"Kmu bukan seorang selebriti, kmu pintar, punya pekerjaan yg bagus, dan bukan dari dunia entertainment, jadi wartawan nggak akan bisa mencecar kmu. Kmu juga kelihatannya perempuan baik2. Yg nggak suka buat onar. Kmu masih single dan nggak punya pacar, jadi nggak ada orang yg akan keberatan dgn usul saya. Kmu plain meskipun klo dikasih make-up mungkin wajah kmu bisa kelihatan lebih menarik. Dan thanks for today, wartawan sudah lihat kmu masuk ke rumah saya, jadi mereka nggak akan curiga dgn berita pernikahan kita. Mama saya juga pikir klo kmu adalah kandidat yg tepat untuk mempertahankan image saya sebagai orang yg bisa dipercaya masyarakat."
Hah"! Ternyata ibu Davina sama gilanya dgn anaknya, atau bahkan lebih gila lagi.
"Yang jelas kmu bukan tipe saya, jadi nggak akan ada kemungkinan saya jatuh cinta beneran sama kmu. Itu sebabnya kmu aman buat saya," Revel mengakhiri argumentasinya.
Revel merasa sperti laki2 paling tdk punya perasaan stelah mengatakan hal ini. Perempuan mana yg mau menikahi seorang laki2 yg sudah menghinanya blak2an sperti ini" Belum lagi karena itu tdk spenuhnya benar. Ina memang plain, tetapi Revel sudah tdk bisa menafikan lagi bahwa dia tertarik dgn Ina. Ada sesuatu dari diri wanita ini yg membuatnya pensaran. Jarang sekali ada wanita yg bisa membuatnya bertanya2 tentang apa yg akan dilakukannya slanjutnya. Kebanyakan wanita menyangka bahwa mereka misterius, tp Revel bisa melihat diri mereka sbenarnya hanya dalam hitungan detik, tp Ina.... dia membuat Revel ingin mengenalnya lebih jauh. Intinya, dia mengatakn apa yg baru dia katakan karena melihat bahwa Ina kelihatan semakin takut akan lamrannya dan dia sudah kehabisan cara untuk meyakinkannya.
Ina tdk tahu apakah dia harus lebih tersinggung karena Revel berasumsi bahwa dia tdk punya pacar atau bahwa dia plain dan bukan tipenya" Akhirnya Ina memutuskan untuk berlaku dewasa dan menyatakan fakta yg lebih penting daripada apa yg sudah dikatakan Revel.
"Kmu sadar kan klo saya ini akuntan kmu dan saya bisa kehilangan pekerjaan saya klo saya menerima lamaran kmu""
"Yep, saya sudah mempertimbangkan itu semua," jawab Revel. Dalam hati Revel tertawa ketika mendengar balasan dari Ina. Perempuan satu ini memang tdk bisa ditebak.
"Jadi kmu nggak peduli saya jadi jobless klo saya terima lamaran kamu""
Memang dalam dunia konsultasi tdk ada peraturan tertulis yg menyatakan bahwa seorang konsultan tdk bisa menikahi kliennya, tetapi hampi
r semua konsultan di seluruh dunia memegang kode etik ini, termasuk Ina. Lumrahnya, seorang auditor tdk seharusnya bekerja di firm yg mewakilkan suami/istrinya, supaya objektivitas dalam menjalankan tugas sebagai konsultan tetap terjaga.
"I hate to lose you as a consultant, karena kmu kerjanya memang bagus, tp saya lebih terdesak untuk cari istri."
Ina terdiam, mencoba mencerna kata2 Revel. Diamnya Ina disalahartikan sebagai persetujuan oleh Revel.
"Jadi kmu setuju dgn lamaran saya, kan""
"Saya tdk menyetujui apa pun juga sbelum kmu menjawab pertanyaan saya. "Ina menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, menyilang kakinya, dan melipat kedua tangannya di depan dada. Kini Ina sudah tdk bingung lagi, dia sadar betul akan apa yg diminta Revel darinya dan dia sama sekali tdk terhibur dgn lelucon ini.
Revel mengernyitkan dahinya. "Look, saya mengerti klo kmu upset dgn proposal saya ini..."
"Upset" Saya nggak upset," potong Ina dgn nada tersinggung. Memangnya Revel pikir dia siapa" Apa dia pikir karena dia adalah laki2 paling seksi se-Indonesia maka dia berhak mengatakan semua hal yg dia baru katakan padanya tanpa membuatnya tersinggung" Tentu saja Ina tersinggung.
Revel sedang berusaha menahan senyum melihat reaksi Ina. Untuk pertama kalinya dia bisa melihat Ina kehilangan sopan santunnya. Wajah dan lehernya memerah karena marah dan Revel tahu bahwa pasti ada yg salah dgn dirinya karena yg dia ingin lakukan pada saat itu adalah mencium gadis itu, semua bagian tubuhnya yg kini berwarna merah.
Ina melihat wajah Revel yg spertinya sedang menertawakannya, dan dia menahan diri agar tdk menggerutu.
"Saya bisa mencari kantor konsultan lain klo kmu memang bersikeras tetap bekerja stelah menikah dgn saya, meskipun saya nggak lihat alasan yg tepat knapa kmu mau melakukan ini. Saya sudah rencana membayar kmu stiap bulan selama kmu menikah dgn saya. Selain itu, saya akan memberi kamu apa saja yg kmu minta," jelas Revel.
"Okay, let me get this straight. Kmu akan membayar saya karena menikah dgn kmu"" Ucap Ina perlahan-lahan.
"Plus apa saja yg kmu mau. You just name it and it's your," jelas Revel.
"Well, that sounds like prostituting to me," balas Ina.
"No, no, no.. Ini sama sekali bukan pelacuran. Kmu nggak perlu have sex dgn saya sama sekali untuk semua keuntungan yg kmu akan dapat dari hubungan kmu dgn saya."
"Apa kita akan tidur satu kamar"" Tanya Ina. "Nggak satu kamar, tp kita harus tinggal satu atap." "Yang brarti di rumah kmu ini"" "Iya, itu akan lebih gampang buat saya."
"Waktu kmu merencanakan ini semua, apa kmu bahkan pertimbangkan bahwa saya suka dgn pekerjaan saya yg sekarang""
"Oh, come on, gimana bisa kmu menyukai pekerjaan yg maksa kmu kerja pada akhir minggu, yg membuat kmu terlambat ke acara ultah keponakan kmu, dan yg bikin kmu jadi masih single sampai sekarang""
Revel meraih tangan Ina sbelum dia bisa bereaksi dan menggenggamnya erat. Dan dgn tatapan dalam yg bahkan bisa mencairkan gunung es di Kutub Utara dia berkata, "Look, klo kmu bisa bantu saya untuk yg satu ini, saya akan utang budi sama kmu seumur hidup saya. So please, tolong saya."
Sesebal2nya Ina pada cowok ini, dia tdk bisa mengabaikan tatapan penuh keputusasaannya itu.
"Kmu yakin nggak ada orang lain yg bisa kmu nikahi" Gimana dgn teman2 selebriti kmu" Pasti banyak dari mereka yg mau nikah kontrak sama kmu." Ina masih berusaha mencari solusi lain untuk menyelesaikan dilema yg dihadapi Revel ini agar tdk melibatkan dirinya.
"Saya nggak mau nikah sama orang dari dunia entertainment, nanti akan mengundang lebih banyak gosip. Lagi pula, urusan perceraiannya bisa messy nantinya."
"Gimana dgn teman2 nonselebriti kmu""
"Nggak ada yg masih mau bicara dgn saya. Saya sudah membuat banyak perempuan pissed-off."
"Knapa mesti nikah, knapa nggak dating saja""
"Klo cuma dating, bakalan kelihatan bohongnya. Tp klo nikah kan ada suratnya dan pestanya yg akan diliput sama media, jd keliatan lebih meyakinkan buat masyarakat. Mereka perlu percaya klo saya ini laki2 baik2 dan dgn saya menikahi kmu, itu se
mua bisa tercapai. I mean, klo saya memang seburuk sperti yg sudah digambarkan media, wanita baik2 sperti kmu nggak mungkin akan mau menikahi saya, kan""
Sejenak Ina mempertimbangkan jawaban revel ini. "Klo saya bantu kmu soal ini, apa untungnya buat saya""
"Sperti yg sudah saya bilang, kmu akan dapat uang dari saa dan... "
"Kmu nggak bisa beli saya dgn uang kmu," potong Ina garang. Ina menarik tangannya dr genggaman revel dan kembali pada posisi sbelumnya dgn melipat kedua tangannya di depan dada.
Revel menghembuskan napasnya putus asa. "Saya sebetulnya mau bilang... sbelum kmu memotong saya, bahwa you'll have me as your husband."
Tunggu sebentar, apa dia baru saja mengatakan apa yg dia baru katakan" This arrogant son of a bitch dan ina menarik napas panjang sbelum dia memulai omelannya.
"Saya ini akuntan dgn sertifikasi taraf internasional, lulusan Amerika dari universitas berkaliber tinggi dgn suma cum laude, saya adalah junior partner termuda di perusahaan akuntan publik ternama di Jakarta, dan gaji saya mencapai delapan digit stiap bulannya. Dan meskipun bukan material Miss Universe, tp saya cukup menarik. Intinya, saya bisa mendapatkan laki2 mana saja untuk jadi suami saya, apa yg membuat kmu berpikir bahwa saya mau kmu sebagai suami kmu""
Ina melihat Revel akan memotong, tp dia lanjut dgn omelannya. "Kmu memang artis yg cukup digemari sama kaum wanita apalagi mereka yg masih di bawah umur," Ina sengaja menghina Revel dan melihatnya meringis ketika mendengar ini, tp dia tdk peduli.
"Tapi saya, sebagai wanita dewasa, nggak pernah tertarik dgn laki2 yg saya akin bahkan nggak bisa membedakan antara debit dan kredit. Belum lagi dgn reputasi kelakuan kasar kmu terhadap wartawan, salah2 kmu ternyata suka memukul wanita juga. Intinya, jadi laki2 jangan kege-eran dan mikir klo dia adalah anugerah terindah yg pernah terlahir di bumi ini, dan bahwa semua wanita mau kmu. Karena saya nggak tertarik sama sekali sama kmu."
Ina akhirnya kehabisan argumentasi dan dia berhenti menarik napas. Selama beberapa menit revel hanya menatapnya dgn mulut ternganga, matanya yg hitam itu menyiratkan keterkejutan dan sesuatu yg terlihat sperti... rasa hormat" Nggak mungkin. Bagaimana laki2 ini bisa hormat kepadanya stelah dia pada dasarnya sudah menginjak2 egonya.
Revel sbetulnya ingin tertawa terbahak2 karena Ina meragukan emampuan otaknya. Dia memang kuliah jurusan musik, tp sesuatu yg kebanyakan orang tdk tahu adalah bahwa dia lulus dgn 2ijazah, yaitu music composition dgn IPK 3.4 dan Finance dgn IPK 3.8. Advisor-nya di Carnegie Melon sempat geleng2 kepala kepala ketika mendengar petisinya untuk mengambil dua jurusan yg tdk ada sangkut pautnya satu sama lain, tetapi beliau akhirnya setuju dan membiarkan Revel melakukannya. Intinya, Revel tahu persis bedanya antara debit dan kredit dan segala hal lainnya yg berhubungan dgn manajemen keuangan.
"Oke, saya terima argumentasi kmu, saya cuma mau membetulkan satu hal saja. Saya yakinkan ke kmu bahwa segala tindakan kasar saya hanya tertuju kepada orang yg kurang ajar terhadap saya dan orang2 terdekat saya. Saya tdk akan pernah memukul wanita betapapun menyebalkannya mereka."
Ina tahu bahwa Revel mengatakan yg sebenernya. Dia tdk kelihatan sperti tipe laki2 yg akan menyakiti seseorang yg jelas2 lebih lemah daripada dirinya.
"Apakah anak yg dikandung Luna itu anak kmu"" Tanya Ina untuk memastikan apa yg dia dengar beberapa jam yg lalu.
Ada senyum simpul pada sudut bibir Revel sbelum dia berkata, "Bukan. itu bukan anak saya. Itu anaknya Dhani, vokalis band The Rocket. Saya bukan tipe laki2 yg akan menelantarkan anak sendiri. Klo anaknya Luna adalah anak saya, saya sudah pasti menikahi Luna dr kemarin2. Sayangnya tdk semua laki2 memiliki pendapat yg sama."
Dan sekali lagi Ina harus percaya akan kata2 Revel karena dia betul2 terlihat tulus ketika mengatakannya.
"Boleh saya tanya satu hal ke kmu"" Tanya Revel stelah beberapa lama.
Melihat Ina mengangguk, Revel melanjutkan, "Apa kmu berniat menikah""
"Of course." "Kapan trakhir kali kmu punya pacar
"" "Apa hubungannya sejarah dating saya dgn ini semua""
"Jawab saja pertanyaan saya."
"Saya putus dgn pacar saya hampir 2tahun yg lalu."
"Knapa kmu putus dgn pacar kmu""
"Keluarga saya nggak setuju."
"Knapa mereka nggak setuju""
"Mereka bilang dia..." Ina berhenti ketika menyadari bahwa dia hampir saja menceritakan sejarah hidupnya kepada orang asing.
"You know what, this is none of your business," ucap Ina dan berdiri. Revel menarik pergelangan tangannya dan memaksanya kembali duduk.
"Tell me," ucap Revel pendek sambil melepaskan tangan Ina.
Ina menggeleng. "Kmu lebih baik cek apa pizzanya sudah sampai." Ina mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Dia gay, ya"" Tekan Revel.
"Ganang bukan gay," balas ina mencoba membela mantan pacarnya yg dianggap kurang "laki-laki" oleh Mana, entah apa maksudnya.
"Pengangguran""
"Nggaklah." "But ugly""
"Nggak! Oke"! Ganang, sperti juga pacar2 saya sebelumnya, nggak gay, dia nggak pengangguran, dia sama sekali nggak jelek. Masalahnya adalah pada keluarga saya. Menurut mama, saya bisa dapat laki2 yg lebih baik," teriak Ina akhirnya.
Dengan berteriak sperti ini Ina menyadari betapa frustasinya dia pada keluarganya, terutama mamanya yg slalu mencoba mangatur hidupnya. Dari dulu, sampai sekarang, mama slalu mencoba mengatur semuanya, mulai dari ekstrakurikuler hingga jurusan yg harus dia ambil, dari universitas yg harus dia pilih, hingga perusahaan tempatnya bekerja, dan sterusnya. Ina tdk akan membiarkan satu orang lagi mengatur hidupnya.
"This conversation is over," ucap Ina sbelum berdiri dgn cepat dan bergegas menuju pintu.
Revel mencoba meraih tangannya, tp kali ini Ina lebih cepat. Sbelum Revel bisa bereaksi Ina sudah mencapai pintu. Ketika dia memutar gagang pintu revel berkata, "Definisikan laki2 yg lebih baik." Kata2 itu membuat Ina tertegun.
"It's a simple question, Ina" Ina terpekik ketika mendengar kata2 itu tepat di belakang telinga kanannya.
Dia bisa merasakan suhu tubuh Revel yg kini berada sangat dekat dgn punggungnya. Oh! Bisa nggak sih laki2 satu ini meninggalkannya sendiri" Ina menarik gagang pintu, mencoba keluar, tp Revel mendorong pintu itu hingga terbanting tertutup sbelum menyandarkan telapak tangannya tepat di sbelah wajah Ina. Tingkah laku Revel yg sengaja mencoba mengintimidasinya dgn ukuran tubuhnya membuat Ina melangkah mundur dan punggungnya bertabrakan dgn dada Revel. Dalam proses memutar tubuhnya, keseimbangannya goyah. Revel mencoba menjaga keseimbangan Ina dgn memeluk pinggangnya dan menyandarkan punggung Ina lebih rapat pada dadanya, dan pikiran Ina langsung blank. Ina hanya bisa merasakan detak jantungnya sendiri yg melonjak2 tdk keruan.
"Apa kmu akan menjawab pertanyaan saya"" Bisikan Revel mengaktifkan otak Ina kembali.
Spertinya Revel memang berniat memaksanya untuk menyetujui rencananya, dan dia ingat akan rasa jengkelnya. Ina memutar tubuhnya menatap Revel. Entah apa yg Revel lihat pada tatapan mata itu, tetapi dia langsung melepaskan pinggang Ina.
"Yg kayak kmu. Saya nggak tahu knapa, tp mama saya cinta mati sama kmu. Bahkan dgn reputasi kmu yg semakin menurun sekarang, dia tetap ngebelain kmu," ucap Ina. "Dia bilang kmu punya potensi untuk jadi suami ya baik," tambahnya.
Oke,itu semua tdk benar, dia bahkan tdk pernah membahas tentang Revel dgn mamanya, tp toh Revel tdk tahu tentang itu. Ina menunggu detik dimana Revel akan lari tunggang-langgang dgn jawaban itu. Tdk ada laki2, yg jelas2 takut stengah mati dgn komitmen, klo dilihat dari jumlah wanita yg gigit jari karena gagal menjadi Mrs. Revelino Darrby, mau menikahi perempuan dgn mama yg mengharapkan hal yg paling ditakutinya itu. Dan spertinya rencana itu berhasil karena untuk beberapa detik Revel hanya bisa menatapnya sperti dia alien, sbelum kemudian mengambil beberapa langkah mundur dgn sedikit sempoyongan. Hah! Biar dia tahu rasa, ucap Ina dalam hati dgn penuh kemenangan.
Tapi rasa kemenangan itu langsung punah ketika revel mulai mengatur ekspresi wajahnya dan sambil tersenyum simpul dia berkata, "All the more season
bagi kmu untuk menikah dgn saya. Mama kmu jelas2 sudah setuju dgn saya."
WHATTTTTTTTTT"! Laki-laki gila.
"Tapi... Tapi... " Ina mencoba mencari alasan untuk menolak Revel tp tdk satu ide pun muncul. Ina sadar bahwa dia baru saja menggali kuburnya sendiri. SHIIITTTT!
"Apa kmu mau keluarga kmu terus mengatur hidup kmu""
"Ya nggaklah, tapi.. "
"Saya jd curiga, jangan2 alasan knapa kmu masih single sampai sekarang adalah karena ada yg salah dgn kmu."
Whait a second, apa laki2 kurang waras ini sedang menghinanya" Ina tdk pernah membiarkan siapapun menghinanya, dan jelas2 dia tdk akan membiarkan seorang selebriti yg sok populer, arrogant as hell, dan tdk tahu sopan santun ini melakukannya. Tapi... Bagaimana klo pernikahan ini ternyata adalah solusi yg dia sudah tunggu2 selama ini agar bisa menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia tdk memerlukan keluarganya untuk mengambil keputusan, bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri" Dan Revel memang menggambarkan segala sesuatunya tentang laki2 sempurna. Pekerjaan mapan,check; punya rumah sendiri, check; penampilan lumayan menarik, check; uang seabrek, triple check. Yg paling penting adalah bahwa Revel jelas2 memiliki cukup kepercayaan diri untuk tdk ngacir begitu menerima tatapan sangar dari keluarga Ina.
"Oke," ucap Ina akhirnya dgn penuh tantangan.
"Oke apa"" Revel terdengar terkejut ketika menanyakan ini.
"Oke saya akan menikahi kmu, tp kmu harus janji bahwa keluarga saya tdk akan pernah tahu tentang ini. Setahu mereka kmu menikahi saya karena kmu memang sudah cinta mati dgn saya. Selain itu, saya juga mau pre-up. Itu syarat saya, apa kmu setuju""
"Setuju," balas revel dgn pasti.
BAB 9 (The Family Of The Reluctant Bride)
Seminggu kemudian Revel dan Ina menandatangani pre-nup mereka. Dalam pre-nup tersebut, mereka menyetujui beberapa hal, sperti:
1. Mereka harus MENIKAH DALAM WAKTU 3BULAN dan harus tetap menikah hingga setahun dari tanggal perjanjian ditandatangani.
2. Harus TINGGAL SATU ATAP SELAMA MENIKAH, dan karena apartemen Ina jelas2 lebih kecil daripada rumah Revel, Ina harus mengalah dan pindah ke rumah Revel.
3. Mereka setuju PISAH KAMAR TIDUR.
4. TIDAK TERLIBAT AKTIVITAS SEKSUAL dgn satu sama lain atau orang lain.
5. (Stelah debat panjang lebar dgn Revel yg tdk mengerti knapa Ina masih mau bekerja pada tempat yg jelas2 tdk menghargainya, dan Ina yg bingung knapa Revel peduli dgn kesejahteraannya, akhirnya...) REVEL. SETUJU MENCARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK LAIN STELAH MEREKA MENIKAH (karena Ina tetap menolak berhenti kerja dari firm Pak Sutomo).
6. Selama menikah, Revel harus MEMENUHI SEMUA PERMINTAAN FINANSIAL yg diajukan Ina tanpa ada bantahan darinya.
7. Mereka setuju TIDAK MEMBEBERKAN RAHASA INI kepada siapapun (termasuk kepada keluarga Ina), pun stelah masa perjanjian ini berakhir.
8. Ina setuju menjalankan tugasnya sebagai istri di muka umum dgm MENDAMPINGI REVEL pada beberapa acara publik yg harus dia hadiri. Dan Revel setuju menjadi suami yg baik dan mendampingi Ina pada acara keluarga.
9. MENJALANI KEHIDUPAN YG TERPISAH DI LUAR PERJANJIAN INI. Masing2 tdk boleh mengatur kehidupan yg lainnya di luar dari yg sudah disetujui.
10. Sebagai kompromi, daripada Revel membayar Ina stiap bulan atas jasanya, REVEL AKAN MENTRASFER 500 JUTA KE ACCOUNT BANK INA pada akhir perjanjian mereka klo Ina masih tetap berstatus sebagai istri Revel hingga saat itu.
Hanya segelintir orang yg tahu tentang penandatanganan perjanjian ini, mereka adalah Revel dan Ina sendiri, pak Danung, ibu Davina, Jo (sebagai saksi dari pihak Revel), Tita (dari pihak Ina), pak Siahaan (sebagai pengacara dari pihak Revel) dan Meinita ( dari pihak Ina).
Pertama kali Tita, teman baiknya sewaktu kuliah di Amerika, menerima telpon dari Ina yg memintanya untuk datang ke apartemennya karena ada urusan yg sangat penting untuk dibahas beberapa hari yg lalu, Tita khawatir bahwa dia akan menerima berita yg sangat parah sehingga wajahnya pucat ketika sampai di apartemen teman baiknya itu.
"Lo sakit kanker, ya"" Teriak Tita begitu Ina membuka p
intu. Ina hanya bisa menatap temannya sambil bengong. "Hah""
Tita langsung memasuki apartemen tanpa permisi lagi. "Apa yg dokter bilang" Lo harus pergi ke kak Mabel dan minta second opinion, lo pasti bisa sembuh. Kankernya belum parah, kan" Sudah stadium brapa""
Ina menutup pintu dan menatap Tita sambil mencoba menahan senyumnya. "Gue nggak sakit kanker, Ta," ucapnya.
"Hah"! Betulan" Jangan main2 lo. Gue udah nyetir ngebut kesini, hampir saja kena tilang polisi, belum lagi... "
"Gue mau lo jadi saksi tanda tangan pre-nup gue dgn Revel," potong Ina.
Tita menatap Ina dgn bingung selama beberapa detik sbelum berkata, " Pre-nup" Sperti pre-nuptial agreement gitu""
Ina mengannguk. "Dan Revel yg lo maksdu itu Revel Darby""
Sekali lagi Ina mengangguk dan Tita hanya bisa melongo beberapa saat. Ina lalu menuntun Tita ke sofa dan menceritakan tentang penawaran Revel, knapa Revel memilih dirinya, knapa dia bahkan mempertimbangkan penawaran ini dgn serius, tentang perasaannya terhadap keluarganya yg tdk pernah menghormati keputusannya, dan keinginan untuk menunjukkan bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri. Tita awalnya kelihatan terkejut karena Ina tdk pernah bercerita kepadanya tentang Revel sbelum ini, tp dia hanya mendengarkan dgn seksama tanpa interupsi.
"So here we are," Ina mengakhiri ceritanya. "Gimana, Ta""
Tita terdiam selama beberapa saat. "Menurut gue ini rencana gila, In," ucapnya sambil menatap ina sedalam2nya, mencoba mengerti situasinya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Dia tdk tahu siapa lagi yg bisa dia mintakan tolong klo Tita menolak menjadi saksi. Saksi perjanjian ini tdk boleh memiliki hubungan darah dgnnya, dan Ina tdk mengenal banyak orang yg bisa dia percaya penuh.
"Kapan kita harus tanda tangan"" Tanya Tita. "Secepatnya," balas Ina.
Tita masih kelihatan ragu beberapa menit, keningnya berkerut dan mulutnya tertutup rapat, tetapi kemudian satu per satu otot2 pada wajahnya berkurang ketegangannya dan Ina tahu bahwa Tita mengerti. "Oke. Gue bantu lo. Sudah waktunya keluarga lo berhenti mengatur hidup lo," ucap Tita pasti.
Ina langsung loncat memeluk temannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Oke, oke, stop dulu. Gue mau tanya sesuatu ke elo." Tita mencoba melepaskan diri dari bear hug yg diberikan oleh Ina padanya.
Ina langsung melepaskannya dan duduk kembali di sofa.
"Apa lo yakin dgn keputusan lo ini" Lo tahu kan reputasi Revel itu sperti apa""
"Bukannya lo suka sama revel"" Balas Ina dgn nada sedikit meledek mengingat bahwa Tita slalu memuji bakat musik Revel.
"Gue suka sama dia sebagai musisi, bukan sebagai calon suami lo."
"Why"" "Revel itu.. an overrated spoiled man-boy yg ngerasa bahwa dia punya hak untuk memperlakukan perempuan like shit." Ina sudah siap membela revel, tp kemudian stelah di pikir2 lagi kata2 Tita itu mengena sekali. Akhirnya Ina hanya diam saja dan Tita melanjutkan, "Gue cuma nggak mau lo sakit hati nantinya gara2 Revel hanya karena lo mau nunjukkin ke keluarga bahwa lo bisa ngambil keputusan sendiri."
"Gue nggak akan membiarkan Revel menyakiti gue. I promise," ucap Ina cepat.
"Are u sure about this"" Tanya Tita masih ragu. "I'm sure."
Tita sekali lagi terdiam selama beberapa menit, sbelum akhirnya berkata dgn nada pasrah, "Oke."
Dan seminggu stelah pre-nup ditandatangani, ina membawa revel menemui keluarganya. Ina melirik cincin pertunangan dari Revel, yg dihiasi berlian 4karat berwarna pink, yg sekarang melingkari jari manis tangan kirinya. Ina menarik napas dalam2 dan mengembuskannya perlahan-lahan. Hari ini dia akan menghadapi "Judgment Day" dgn membawa Revel menghadiri acara ultah papanya yg ke-75 Sabtu siang ini. Hari ini dia akan menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia tdk akan lagi tunduk dgn segala peraturan dan perintah mereka. Dia akan menikahi Revel, tdk peduli bahwa keluarganya akan setuju atau tdk. Toh dia adalah wanita dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri.
"Kmu siap"" Tanya Ina dgn agak gugup kepada Revel yg sedang mencoba memarkir paralel mobilnya diantara dua Kijang.
"Iya, saya siap," jawab Revel pendek.
Ina melihat jejeran mobil yg diparkir di depan rumah orang tuanya. Dua sisi jalan sudah penuh dgn mobil parkir. Acara ulang tahun ini memang tdk besar, hanya untuk keluarga, kerabat dekat, dan teman2 orangtuanya saja. Tetapi seharusnya dia sudah tahu bahwa papa dan mama memiliki banyak teman.
"Pokoknya kita cuma perlu ada disini selama 1jam saja. Stelah mengumumkan pertunangan kita, kita bisa pulang." Ina mencoba tdk terdengar panik dan gagal sepenuhnya.
"Oke," balas Revel pendek.
"Keluarga saya besar dan berisik, jd kmu jgn jauh2 dari saya karena saya nggak bisa nolong kmu klo kmu sampai dikeroyok sama mereka."
"Knapa mereka akan mengeroyok saya""
"Karena ini adalah kali pertama saya bawa laki2 untuk ketemu mereka stelah 2tahun dan karena kmu adalah Revelino Darby."
Ketika Revel mematikan mesin mobil, Ina segera membuka pintu stelah meraih kado yg Revel... (koreksi) dia dan Revel beli untuk papa.
"Saya yakin banyak dari mereka kemungkinan nggak ngenalin saya," ucap Revel cuek ketika dia sudah berdiri di samping Ina, menunggu hingga jalanan agak sedikit lengang dari mobil yg berlalu-lalang.
"Bercanda kmu," balas Ina.
Revel hanya mengangkat bahunya dan tdk membalas kata2 Ina. Ketika tdk ada lagi mobil yg melintas, tanpa disangka2, Revel langsung meraih kado yg digenggam oleh Ina dan menggandengnya memasuki rumah orangtuanya.
Revel tdk tahu apa yg akan dia hadapi ketika mereka memasuki rumah orangtua Ina. Dia berpikir akan mendengar suara anak2 kecil berteriak2 dan percakapan banyak orang pada saat yg bersamaan. Tetapi ketika mereka melangkah ke dalam ruangan yg kelihatan sperti ruang tamu berukuran superbesar, beberapa mata langsung mengarah kepada mereka dan perlahan2 percakapan mereda, hingga sunyi senyap. Di dalam genggamannya, Ina meremas tangannya dan ketika Revel melirik, dia melihat bahwa Ina kelihatan sedikit panik. Seberapapun Revel tdk menyukai mamanya, dia tdk pernah kelihatan sperti seseorang yg siap disembelih ketika akan bertemu dgn keluarganya. Apa yg telah dilakukan oleh keluarga Ina padanya sehingga membuatnya sebegini tdk nyaman dgn dirinya sendiri" Dan tiba2 Revel merasa bahwa dia harus berusaha sebisa mungkin melindungi Ina, apa pun yg terjadi.
"Daripada kita berdiri disini sperti tamu nggak diundang, gimana klo kmu ngenalin saya ke orangtua kmu," bisik Revel.
Kemudian dia mendengar suara berat menyebut nama Ina dan perhatian semua orang beralih kepada seorang laki2 dgn rambut yg sudah putih semua berjalan ke arah mereka dgn bantuan sebuah tongkat.
"Papa," ucap Ina dan labgsung bergegas menuju orang tua itu.
Tanpa ragu2 Revel langsung mengikutinya.
"Selamat ulang tahun, Pap." Ina memeluk dan mencium pipi papanya sbelum kemudian memperkenalkan Revel.
"Pap, ini Revel... pacarku." Suara Ina terdengae sperti tikus terjepit ketika mengatakannya.
Revel mendengar beberapa orang menarik napas terkejut ketika mendengar pernyataan ini, dan memecahkan keheningan dgn mulai berbicara pada saat yg bersamaan. Diantara keramaian,Revel menyadari bahwa papanya Ina sedang menatapnya, tetapi beliau tdk berkata apa2.
"Selamat ulang tahun, Oom." Revel menyodorkan tangannya dgn pasti kepada papanya Ina yg menyalaminya dgn agak ragu. Kemudian, "Ini kado dari kami berdua. Ina bilang oom fansnya Presiden John F. Kennedy. Ini biografinya," lanjutnya sambil mempersembahkan kado itu.
Calon bapak mertuanya ini langsung mengistirahatkan tongkat yg di genggamannya pada pahanya dan meraih kado itu. "Saya memang fans beratnya Kennedy," ucapnya dgn suara yg terdengar serak sperti seseorang yg terlalu banyak merokok. Kemudian beliau meraih kacamata baca dari saku kemejanya. Setelah memasang kacamata, beliau menarik pita merah yg mengikat buku hard cover itu dan membuka2 halamannya yg penuh dgn foto2 Presiden Kennedy.
Revel mengalihkan perhatianna kepada Ina yg sedang tersenyum padanya dan Revel menyalahkan hal ini kepada refleks, dia langsung menarik Ina dalam pelukannya.
"Terima kasih, ya." Kata2 papa Ina menarik perhatian Revel dar
i wajah Ina. "Ina, kmu kenalin pacar kmu ini ke mama, dia ada di halaman belakang," ucapnya sbelum kemudian perlahan2 berjalan menuju sekumpulan orang tua yg kemungkinan besar adalah teman2nya.
Mereka baru saja akan beranjak mencari mam Ina ketika orang yg dicari muncul dgn langkah yg sedikit tergesa2, rupanya seseorang telah memberitahunya tentang kedatangan Revel.
"Eeeehhhh... ada tamu selebriti rupanya," ucapnya dgn keras sambil berjalan menuju Revel.
Telingan Revel mungkin salah, tp dia bersumpah bahwa dia mendengar Ina menggeram, "Oh, dear God, kill me now."
**** Mereka memang berencana hanya akan berada di acara ini selama 1jam saja, tetapi ternyata 1jam berlanjut ke 2jam, kemudian 3jam, dan tanpa disadari Revel dan Ina, tamu2 sudah mulai berpamitan dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Selama 1jam pertama Revel dibawa keliling ole Ina untuk diperkenalkan kepada anggota keluarganya. Tentu saja Ina mulai dgn mengenalkannya kepada keluarga dekatnya. Kemudian Revel dikenalkan kepada bukde, pakde, om , tante, dan sepupu2 Ina sbelum dia bisa ingat nama mereka, dia sudah digeret oleh Gaby, keponakan Ina yg ternyata fans beratnya, yg dgn bangganya memperkenalkannya kepada sepupu2nya.
Pada akhir jam pertama revel bisa menyimpulkan bahwa Ina tdk mengada-ada ketika berkata bahwa keluarganya besar dan berisik. Mama Ina adalah nomor dua dari tujuh bersaudara. Ditambah dgn anak2 mereka yg merupakan para sepupu Ina dan anak2 dari para sepupu ini, rumah itu sudah sperti Woostock ramainya. Bagi seseorang yg merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya yg berasal dr dua kaka-beradik saja, jumlah anggota keluarga Ina membuat Revel agak2 terkesima.
Jam kedua dilalui Revel untuk melayani mereka yg ingin minta tanda tangan, foto bareng, bahkan mencium dan memeluknya, tp kebanyakan dari mereka hanya menatapnya ingin tahu dari kejauhan. Belum ada yg mengeroyoknya, tp itu mungkin karena Ina sudah membisikkan ultimatum kepada keluarganya agar tdk melakukannya. Semakin lama dia dikelilingi oleh keluarga besar yg menerimanya dgn tangan terbuka ini, semakin dia lupa bahwa kehadirannya disini adalah hanya pura2 saja.
BAB 10 (The Somewhat Peaceful Ride Home)
Jam ketiga dilalui Revel untuk menjawab berbagai macam pertanyaan mengenai hubungannya dgn Ina.
Salah satu tante Ina bertanya, "Sudah brapa lama kenal Ina""
"Sekitar 6bulan,tante."
"Ketemu dimana"" Tanya budenya Ina.
Celebrity Wedding Karya Aliazalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Revel dan Ina setuju untuk menjelaskannya sedekat mungkin dgn kenyataan supaya terdengar meyakinkan juga untuk mencegah supaya mereka tdk mengganti cerita tersebut di lain waktu karena lupa akan apa yg mereka sudah katakan sebelumnya.
Dan pada jam inilah Revel mulai betul2mengenal Ina dgn memperhatikan interaksinya dgn keluarganya. Ina jelas2 kelihatan sedikit tdk nyaman diantara keluarganya, terutama mama dan kakak tertuanya yg slalu protes dgn segala sesuatu yg dilakukan Ina. Mulai dari pakaian yg digunakan Ina, sampai makanan yg ada di atas piring Ina. Revel teringat akan reaksi Ina ketika dia memojokkannya dan memaksanya agar setuju dgn lamarannya, rasa sakit hati dan kekecewaan terpendam yg tersirat pada amatanya sbelum Ina kemudian mencoba melarikan diri dari percakapan itu. Rupanya inilah yg harus dihadapi ina stiap harinya. Itu menjelaskan bagaimana dia masih single sampai sekarang.
Satu hal yg disadari Revel selama 2minggu belakangan adalah bahwa Ina adalah seorang perempuan yg selain pintar, mandiri, cute as hell, dan memiliki sense of humor dia juga memiliki kecenderungan mengeluarkan komentar yg agak2 sarkatis. Beberapa kali Revel mendapati dirinya menahan senyum mendengar komentar2 Ina. Kombinasi ini membuat Ina menjadi pasangan yg ideal untuk laki2 manapun.
"Akhirnya kmu bisa juga cari laki2 yg bagus, In," komentar kak Mabel kepada adiknya menarik perhatian Revel.
Meskipun inatertawa mendengar komentar itu tetapi tubuhnya yg sedang berdiri di samping Revel langsung menegang.
Kak Mabel yg tdk menyadari bahwa kata2nya sudah menyakitkan hati masih terus nyerocos, "Selama ini Ina slalu bawa pulang laki
2 yg tdk kami setujui. Kami senang dia akhirnya bisa memilih laki2 yg benar." Kak Mabel memberikan senyuman kepada revel ketika mengatakannya, memastikan dia mengerti bahwa dialah orang yg dimaksud.
Pada detik itu Revel menyadari bahwa keluarga Ina bukannya ingin mengatur hidup Ina, tetapi mereka sangat protektif terhadapnya. Mereka mungkin masih menganggap Ina anak kecil yg tdk dapat mengambil keputusan sendiri, tdk peduli bahwa dia sudah berusia 32tahun. Dia harus menghentikan pendapat tentang Ina ini. Ina adalah wanita dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri dan tahu apa yg baik dan tdk untuknya.
"Sebagai wanita dewasa saya yakin Ina mampu memilih laki2 yg paling cocok untuknya sendiri tanpa dorongan atau paksaan dari siapa pun. Itu sebabnya dia mengatakan 'iya' waktu saya minta dia untuk menikahi saya beberapa hari yg lalu, bahkan sebelum saya dikenalkan ke keluarganya." Revel tdk sempat memikirkan kata2 itu sbelum kalimat itu meloncat keluar dari mulutnya.
Dia mendengar Ina mendengus sperti sedang menahan tawa. Mereka seharusnya tdk menyebut2 soal itu hingga mereka berbicara dgn papa Ina terlebih dahulu, tp semuanya worth it ketika Revel melihat wajah kak Mabel dgn mulutnya yg menganga. Untuk lebih meyakinkan kak Mabel, Revel mengangkat tangan Ina yg jarinya dilingkari oleh cincin darinya. Dengan bantuan sinar matahari siang yg masuk dari jendela, gemerlap berlian Kalimantan itu betul2 bisa membutakan mata klo dilihat terlalu lama. Dan Revel bertanya2 bagaimana wanita itu masih tetap bisa berdiri padahal wajahnya sudah memucat dan matanya terbelalak shock.
Revel memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yg paling tepat untuk mengumumkan pertunangan mereka. Dia meraih gelas kosong dan mendentingkan dgn sendok the. Dentingan nyaring itu menghentikan semua percakapan pada ruangan itu.
"Revel, what are u doing"" Desis Ina.
"Wait and see," balasnya sambil tersenyum ketika melihat orangtua Ina memasuki ruangan.
Setelah yakin bahwa dia mendapatkan perhatian semua orang, Revel meraih tngan Ina dan memulai pidatonya.
"Selamat siang semuanya. Saya tahu bahwa ini baru pertama kali keluarga besar Ina ketemu saya sebagai pacarnya Ina. Pakde, Bude, om, dan tante mungkin mikir klo saya sedikit kurang ajar karena sdah jadi tamu nggak diundang dan sekarang pakai ngasih pidato tanpa seizin yg punya rumah segala."
Revel mendengar gelak tawa dari beberapa tamu dan dia melajutkan, "Saya belum lama kenal dgn Ina, tp semenjak pertama kali saya ketemu dia, saya tahu klo dia adalah wanita yg tepat untuk saya. Saya coba beberapa kali mengajaknya keluar dan slalu menerima penolakan dari Ina, tp saya pantang menyerah sampai akhirnya dia mau makan malam dgn saya."
Ina berusaha tdk terbatuk2 mendengar kebohongan dari mulut Revel ini. Dia melihat kesekelilingnya, khawatir seseorang akan mengenali kebohongan ini, tetapi dia melihat bahwa semua orang sedang menatap Revel ingin tahu.
"Setelah kami mengahbiskan lebih banyak waktu bersama2, saya semakin sadar bahwa Ina adalah wanita yg saya mau sebagai pendamping hidup saya. 2hari yg lalu saya melamar Ina dan dia setuju menjadi istri saya."
Keheningan menyelimuti ruangan itu. Tdk ada yg bisa berkata2. Revel memberikan senyuman kepada Ina yg sedang menatap wajahnya tdk percaya, tp dia bertekad melakukan ini. Dia kemudian menggiring Ina menuju orangtuanya. Ketika mereka sudah cukup dekat, Revel menatap orangtua Ina dan dgn setulus mungkin dia berkata, "Om, tante, saya minta izin diperbolehkan menikahi Ina"
Orangtua Ina terdiam selama beberapa detik sbelum kemudian mama Ina berkata, "Akhirnyaaaa..." sambil memeluk Ina dan Revel
Dalam perjalanan pulang Ina bersyukur bahwa tdk ada satu orang pun pada pesta ulang tahun itu yg menyinggung nama Luna di hadapan Revel. Meskipun Ina yakin bahwa banyak orang pasti bertanya2 tentang itu. Mereka tdk berani menyuarakannya. Keluarganya spertinya betul2 menerima Revel dgn tangan terbuka, mereka bahkan tdk kelihatan khawatir bahwa nama Revel masih belum bersih dari skandalnya dgn Luna dan bayinya. Meskipun dia sudah menyang
ka bahwa keluarganya tdk akan keberatan menerima Revel sebagai menantu atau adik ipar, tetapi dia tetap terkesima keltika melihatnya dgn mata kepala sendiri. Dia harus berterima kasih kepada Revel yg ternyata memiliki bakat akting tersembunyi, sehingga bisa meyakinkan semua orang bahwa dia sudah head over heels in love dengannya. Selain itu, Ina juga merasa berterima kasih kepada Revel tdk kelihatan risih dikelilingi oleh keluarganya.
Revel hanya mengedipkan matanya padanya ketika Gaby dgn semangatnya menggeretnya untuk dipamerkan kepada sepupu2nya. Revel menyempatkan diri ngobrol dgn papa dan kelihatan tertarik ketika papa menggambarkan cara terbaik memelihara ikan arwana. Revel membantu mama membagikan kue ulang tahun kepada para tamu. Revel bermain Lego dgn sekumpulan anak2 kecil. Tp satuhal yg membuat Ina merasa harus berterima kasih padanya adalah karena dia mendukungnya di hadapan keluarganya.
"Gaby katanya dekat sekali sama kmu." Kata2 Revel menembus ruang pemikirannya dan Ina mengangguk sambil tersenyum.
"Siapa nama kakak kedua kmu"" "Kak Sofia."
"Apa dia sama tukang ngaturnya sperti kak Mabel"" Ina terkikik dan berkata, "You caught that huh""
"Kak Mabel sama mama kmu kayaknya harus bikin klub deh."
"Klub"" "Iya, Klub 'ayo kita atur hidup Ina karena jelas2 dia nggak bisa bikin keputusan sendiri'." "Oh, klub itu." Ina tertawa terkekeh2.
"Apa kmu nggak pernah merasa keberatan dgn perlakuan mereka yg menganggap kmu ini anak kecil""
Ina mengangkat bahunya sambil masih tertawa, "Keberatan sih keberatan. Cuma saya klo maksud mereka sebenarnya baik." Ina mencoba memberikan alasan atas perlakuan keluarganya, tp Revel tahu bahwa kata2nya sudah menembus lapisan hati Ina yg paling dalam.
"Well, pokoknya menurut saya keluarga kmu seharusnya lebih bisa menghargai keputusan2 kmu."
Ina hanya tersenyum simpul, menghargai dukungan Revel, sbelum berkata, "Sori ya klo kita jadi kelamaan disana. Saya tahu kmu ada rekaman malam ini dan perlu istirahat," ucap Ina dgn lebih serius.
"Don't worry about it, I had fun." "Yeah right."
"Serius!" "Jadi kmu nggak keberatan klo Ezra memonopoli kmu untuk bantu dia bikin benteng dari Lego""
"I'm fine with Lego, tp waktu adiknya Ezra... siapa namanya..."" "Zara," jawab Ina.
Ezra, 10tahun dan Zara, 6tahun, adalah anak2 kak Kania, yg stelah hari ini menjadi fans berat
"Oom Revel". "Iya, Zara. Nah waktu dia ngajak saya main boneka Bratz, itu saya nggak bisa. Boneka gives me the creeps," jelas Revel.
"Karena kmu laki2 macho yg nggak mau main sama boneka"" Canda Ina.
Revel kelihatan tersipu-sipu dgn kata2 Ina yg menyebutnya "macho" dan berusaha menutupi wajahnya yg memerah dgn berkata, "Bukan itu, tp saya lagi ngebayangin saja klo tiba2 boneka itu hidup malam2."
"Jangan bilang ke saya kmu takut sama boneka deh."
"Setengah mati. Kmu nggak pernah nonton Chucky, ya""
Ina menggeleng. Dia pernah mendengar bahwa film yg keluar tahun '80-an itu cukup menyeramkan, tp karena dia selalu berpendapat bahwa semua film horor itu tolol maka dia tdk pernah membuang waktunya untuk menonton film genre tersebut.
"Saya nggak bisa tidur dua malam stelah nonton film itu." Ina melihat Revel menggigil dan itu membuatnya tertawa.
"Wow, siapa yg sangka klo ternyata Revelino Darby is such a wimp," komentar Ina.
Revel kelihatan sangat terhina yg membuat tawa Ina semakin keras.
"Yah, sekarang kmu sudah tahu kelemahan saya. Giliran kmu."
"Giliran saya""
"Iya. Sebut satu hal yg paling kmu takuti""
Ina berpikir sejenak. "Ular. Saya takut stengah mati sama ular, nggak peduli bahwa ular itu masih bayi dan ukurannya cuma sekelingking saya," ucap Ina akhirnya.
Revel terdiam lama sehingga Ina berpikir bahwa dia tdk mendengarnya.
"Apa kmu nggak akan mengejek saya karena saya takut sama ular"" Pancing Ina.
"Nope. Saya tahu banyak orang yg takut sama ular," jawab Revel diplomatis.
Kata2 Revel yg tdk disangka2 itu membuat Ina kebingungan mencari balasan, akhirnya dia berkata, "Oh.. Well that't nice."
Revel hanya tersenyum dan mereka terdia
m karena Revel sibuk memanuver mobilnya di lalu lintas malam minggu yg mulai padat. Ina memuaskan dirinya untuk sembunyi2 memperhatikan tangan Revel yg menggenggam setir. Tangan itu berukuran besar dan kokoh, kuku2nya dipotong pendek dan bersih
"Ezra nggak memonopoli saya," ucap Revel tiba2.
"Ehm"" Ina menarik matanya dari tangan Revel ke wajahnya.
"Kmu tadi bilang klo Ezra memonopoli saya di rumah orangtua kmu. Dia nggak memonopoli saa. Kebetulan saya memang fans berat Lego. Saya pernah membangun seluruh kota New York dgn Lego waktu saya umur sepuluh tahun." Revel terdengar bangga dgn pencapaiannya ini.
"Reallyy"! That must be really cool," ucap Ina kagum. Dia mencoba membayangkan Revel sebagai anak kecil yg duduk di lantai dan sibuk dgn Legonya, dan itu membuatnya tersenyum.
"It was cool." Revel membalas senyum Ina. "Saya simpan model itu di kamar saya sampai saya pergi ke Amerika, pas saya pulang sudah nggak ada. Mama saya ngasih model itu ke panti asuhan beberapa hari sbelum saya pulang. Dia pikir karena saya sudah dewasa, saya nggak akan mau punya model itu di kamar saya."
Revel kelihatan sedih ketika mengatakan ini. Selama beberapa saat Ina tdk bisa berkata2. Akhirnya dia hanya bisa mengatakan, "I'm sorry," yg dia tahu sama sekali tdk membantu atau bahkan menggambarkan perasaannya yg sebetulnya ingin memeluk Revel pada saat itu juga dan menepuk2 punggungnya sambil mengatakan bahwa semuanya akan baik2 saja.
"It's alright. Saya menemukan hobi lain stelah itu untuk membuat kesal mama," balas Revel jenaka.
"Apa tuh"" Tanya Ina curiga. "Women. Lots and lots of them."
Dan Ina tertawa terbahak2 bersama2 Revel. Tdk heran karier Revel bisa sesukses sekarang karena dia ternyata cukup menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ina mengakui merasa nyaman berada bersamanya. Keheningan menyelimuti interior mobil, masing2 tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Hanya ada musik jazz yg menemani mereka, tp mereka berdua spertinya menikmati kesunyian itu.
"Omong-omong, how did I do"" Tanya Revel memecahkan kesunyian. Dia sudah ingin menanyakan pendapat Ina tentang performanya smenjak mereka meninggalkan rumah orangtua Ina. Entah knapa, tp dia menginginkan semacam persetujuan atau mungkin pujian dari Ina.
"How did you do what""
"Apa saya berhasil meyakinkan mereka sebagai tunangan kmu""
"Definitely," jawab Ina sambil nyengir. "Setelah ini, apa rencana kmu selanjutnya"" Tanya Ina dgn nada lebih serius.
Revel yg mengenali nada serius Ina, menjawab, "Saya akan minta mama supaya ngatur acara lamaran secepatnya. Gimana klo 2minggu lagi""
"Saya mesti cek jadwal saya dulu dgn P.A. saya, tp klo nggak salah saya harus pergi ke Medan. Nanti kmu saya kabari hari Senin."
"Sekalian juga kmu pikirin tanggal pernikahan kita. Kemarin saya cek jadwal saya dan saya ada waktu kosong selama 2minggu akhir bulan Mei. Cukupkah itu buat kmu untuk merencanakan pesta pernikahan kita""
"Mei"" Teriak Ina terkejut. "Itu terlalu cepat, saya nggak akan siap."
Revel yg menyangka bahwa Ina membicarakan tentang jadwalna dan mengira dia tdk akan sempat merancang pernikahan ini sendiri berkata, "Kmu minta saja bantuan sama wedding planner yg bejibun jumlahnya di Jakarta. Saya yakin mereka semua nggak akan menolak kesempatan ini. Uang nggak akan jd masalah."
"Rev, saya ini akuntan kmu, saya tahu penghasilan kmu dalam setahun, jd kmu nggak usah sombong dan mamerin kekeayaan kmu saya saya," balas Ina ketus.
Revel hanya bisa ternganga. Apa ada yg salah dgn omongannya" Dia hanya bermaksud menolong, bukannya sombong apalagi pamer.
"Yg saya maksud adalah bahwa saya mungkin belum siap, secara mental, untuk menikah secepat itu. Lagian juga, apa kmu nggak takut orang pada ngegosip klo kita menikah terlalu cepat"" Sambung Ina.
Revel mengangkat bahunya, "Apa pun yg saya kerjakan orang slalu ngegosipin saya, it doesn't matter to me."
"But it matters to me. Saya baru ngenalin kmu ke keluarga saya hari ini dan klo kita menikah terlalu cepat orang akan nyangka klo saya sudah hamil," teriak Ina.
"Oh please, kmu cuma bisa
hamil klo kita ini having sex, which we are not karena saya nggak akan menyentuh kmu sama sekali."
Ina tersentak seakan-akan Revel baru saja menamparnya.
"I'm sorry. Maksud saya bukan begitu..." Revel mencoba meminta maaf ketika melihat ekspresi pada wajah Ina, tetapi kata2nya sudah dipotong oleh Ina.
"Jadi apa maksud kmu"" Balas Ina.
Revel mencoba mengeluarkan kata2, tetapi dia tdk bisa mendapatkan kata2 yg tepat. Akhirnya dia hanya terdiam. Dan untuk pertama kali semenjak mereka meninggalkan Grogol, keheningan yg ada terasa tdk mengenakkan. Revel merasa ingin memandang dirinya sendiri karena sudah menyinggung hati Ina.
"Juni," ucap Ina tiba2 memecahkan keheningan. "Hah"" Tanya Revel bingung.
"Saya akan nikah sama kmu bulan Juni. Kosongkan jadwal kmu awal bulan. Dan karena kmu bilang uang nggak akan jd masalah, saya akan minta bantuan wedding planner paling mahal di Jakarta untuk melakukan ini supaya bisa siapin buku cek kmu klo saya minta."
Revel terlalu bahagia karena mendengar suara Ina sehingga dia merelakan ejekan Ina terlepas begitu saja. "Oke," ucapnya, padahal dia sendiri tdk tahu jadwalnya untuk bulan Juni. Klo tdk salah dia harus manggung pada acara ulangtahun salah satu TV swasta. Dia akan pastikan bahwa jadwalnya kosong pada saat itu.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di apartemen Ina dan dia tdk mengundang Revel untuk naik bersamanya.
BAB 11 (The First Conflict)
Bukannya menuju Menteng dan masuk ke studio untuk rekaman, Revel justru memilih mengunjungi mamanya di Tebet. Stelah alamat rumah Menteng dijadikan kantor MRAM, mama memilih tinggal di rumah yg ia warisi dari orangtuanya. Revel tahu betul jadwal mamanya sehingga dia merasa tdk perlu menelepon untuk memberitahu kedatangannya. Dia tdk tahu apa yg baru saja terjadi diantara dirinya dan Ina. Satu detik mereka having a good time ngobrolin tentang keluarga dan phobia mereka dan detik selanjutnya dai salah ngomong dan langsung mendapat sikap dingin dari Ina.
Seperti yg dia duga, mama sedang minum the di teras belakang ketika Revel sampai. Beliau bahkan tdk kelihatan terkejut ketika melihat anaknya.
"Gimana acara ultah papa Ina" Apa kalian sudah ngedrop bomnya ke mereka"" Tanya ibu Davina sambil meletakkan cangkir tehnya.
Revel mencium pipi mamanya sbelum duduk di kursi rotan yg tersedia. "Acara ultahnya lancar. Aku sudah mengumumkan kepada keluarganya klo aku mau menikahi Ina, sekarang tinggal mama telpon orangtuanya untuk ngomongin masalah tanggal lamaran. Ina bilang awal April dia free sehingga acara lamaran bisa dilaksanakan dan dia mau pernikahannya bulan Juni."
Ibu Davina memerhatikan anaknya dgn lebih seksama. Dia tahu betul kepribadian Revel yg sgt tertutup dan pendiam sehingga terkesan moody kepada kebanyakan orang, tp beliau sudah belajar untuk membedakan antara moody karena dia sedang kesal atau karena dia sedang banyak pikiran. Namun wajah Revel hari ini tdk kelihatan kesal ataupun pusing, melainkan bingung. Revel tdk pernah bingung, dia adalah jenis orang yg slalu tahu apa yg harus dia lakukan dalam situasi apapun. Ibu Davina bertanya2 apakah atau lebih tepatnya siapakah yg membuat anaknya jadi begini"
"Klo misalnya semuanya lancar, knapa kmu kelihatan marah begini"" Tanya ibu Davina.
"Aku nggak marah," balas Revel terlalu cepat dan terlalu tajam, membuat ibu Davina tersenyum. Revel mendengus sbelum berkata, "Mam, apa menurut mama aku ini orangnya sombong dan suka pamer""
"Humph... " Ibu Davina sedikit terkejut mendengar pertanyaan ini, sehingga dia harus berpikir sejenak. "Mungkin nggak sombong atau pamer specifically, tp kmu tipe orang yg karena sudah terbiasa hidup dgn segala sesuatu yg nomor satu, kmu jadi kelihatan kurang menghargai benda2 yg orang pikir sebagai barang mewah karena itu sudah jadi bagian kehidupan harian kmu. Tapi nggak ada salahnya dgn itu."
Revel terdiam. Perlahan2 dia mencoba mencerna kata2 mamanya. Sebagai anak tunggal seorang pengusaha sukses, dia memang sudah dibesarkan dgn segala kemewahan, sehingga sebagai manusia dewasa, segala kemewahan yg dia miliki
dianggapnya sebagai suatu hak daripada suatu keistimewaan. Wow, Ina benar, dia memang sombong. Knapa tdk pernah ada orang yg mengatakan hal ini kepadanya sebelumnya" Semenjak perceraian orangtuanya, dia slalu berusaha sebisa mungkin membebaskan diri dari cetakan anak2 dgn latar belakangnya, yaitu anak2 orang kaya yg sombong dan berpikiran dangkal. Dia lebih memilih sekolah negeri daripada swasta, bergaya punk daripada preppy, berkarier di dunia musik dan membangun kariernya di dunia itu, terpisah dari bisnis papa. Dia bahkan menolak mengambil alih manajemen perusahaan papa ketika beliau meninggal, dan memilih menjadi pemegang saham pasif dan menyerahkan tanggung jawab manajemen kepada Board of Directors yg sudah ada. Siapa yg sangka bahwa dia tetap menjadi orang yg dia coba hindari. Papa yg sudah meninggal hampir 10tahun akan bangun dari kubur dan muncul di hadapannya sambil geleng2 kepala klo dia sampai tahu laki2 sperti apa Revel kini.
Ketika orangtuanya bercerai, dia masih di bawah umur dan hakim memutuskan hak asuh anak jatuh kepada mama karena papa terlalu sibuk dgn pekerjaan dan jarang ada di rumah. Setidak2nya, itulah yg dikatakan oleh kedua orangtuanya sewaktu dia bertanya knapa dia tdk bisa tinggal dgn papa. Sejujurnya, klo diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya, Revel akan memilih untuk tinggal dgn papa. Pada saat itu Revel merasa penjelasan mereka agak sedikit janggal, karena meskipun papa sibuk, tp beliau slalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu dgn anak satu2nya itu. Selama setahun setelah perceraian orangtuanya, Revel hanya diperbolehkan bertemu dgn papa sebulan sekali, dan meskipun mama bilang bahwa itu adalah keputusan pengadilan, tp Revel menaruh kecurigaan bahwa itu adalah keputusan mama yg mencoba menjauhkan dirinya dari papa. Dan selama setahun itu dia betul2 membenci mamanya.
Seperti teori psikologi mengenai fase yg dilalui oleh seseorang dalam menghadapi kematian, Revel melalui beberapa fase saat menghadapi perceraian orangtuanya. Mulai dari menolak menerima keadaan, mencoba tawar-menawar dgn mama agar diperbolehkan lebih sering bertemu dgn papa, marah karena mama tetap bersikeras dgn larangannya, hingga akhirnya Revel tdk peduli dgn kata2 mamanya lagi yg menurutnya tdk akan pernah bisa mengerti dirinya. Betapa dia merindukan papa, satu2nya orang yg betul2 mengerti dirinya. Papa adalah laki2 yg pendiam dan lembut, yg membiarkan mama menginjak2nya karena beliau mencintai wanita itu, sampai akhirnya beliau sadar bahwa cintanya tdk cukup bagi istrinya sehingga mampu menyelamatkan perkawinan tersebut dan mengatur segala sesuatu di dalam kehidupan papa. Mulai dari pakaian yg harus dikenakan, sampai keputusan bisnis di perusahaan papa, seakan2 papa tdk mampu mengambil keputusan sendiri.
Mama slalu mencoba mengekang papa dan Revel mengerti knapa papa menceraikan mama. Laki2 mana yg akan tahan diperlakukan sperti itu oleh istri mereka" Setahun setelah perceraian, Revel melihat bahwa papa mencoba sebisa mungkin memperbaiki hubungannya dgn mama. Revel tahu bahwa papa masih mencintai mama, tdk peduli apa yg mama sudah lakukan kepadanya. Tapi hingga penyakit kanker akhirnya menghabiskan hidup papa sekembalinya Revel dari Amerika, mama tetap bersikeras bersikap dingin kepada papa.
Dari perkawinan orangtuanya inilah Revel tahu bahwa dia tdk akan pernah membiarkan dirinya mencintai seorang wanita sedalam papa mencintai mama, tak akan dia membiarkan seorang wanita menginjak2 harga dirinya. Tidak, dia tdk akan menjadi sperti itu.
Papa adalah orang yg sederhana, sikapnya pun sederhana. Revel tahu beliau berasal dari keluarga biasa2 saja, tp dgn otaknya yg encer dan kerja keras, papa mampu membangun bisnis hingga sukses. Tentu saja Revel juga sangat tahu bahwa papa sangat mengharapkan putranya akan mengambil alih perusahaan itu ketika dia sudah dewasa. Tetapi ketika Revel lebih memilih menekuni dunia musik, papa tdk menunjukkan wajah kecewa. Beliau malah memberikan dukungan penuhnya.
Revel memandangi langit yg sudah berubah warna dari merah menjadi abu2 sbelum berdiri dan berkata, "Aku pu
lang dulu, mam." Stelah mencium mamanya, dia langsung menghilang.
*** Setelah pertengkaran mereka , Revel tdk bertemu muka lagi dgn Ina selama 2minggu karena Ina bilang dia sibuk dgn pekerjaannya, tp Revel tahu bahwa Ins mencoba sebisa mungkin menghindarinya. Meskipun Ina menyempatkan diri untuk mengkonfirmasi tanggal lamaran dengannya seperti yg dia janjikan. Tp ternyata ketakutannya tdk memiliki dasar karena meskipun Ina jarang berbicara dengannya, rupanya dia sering berhubungan dgn mama untuk membicarakan tentang acara lamaran. Dan itu betul2 membuatnya jengkel.
Revel mencoba menghabiskan waktunya di dalam studio dan menulis lagu untuk mengusir kejengkelannya. Suatu kegiatan yg biasanya bisa memberikannya ketenangan. Tapi stelah 3hari dia bahkan tdk bisa menyelesaikan satu bait lagu yg sedang ditulisnya, dan kejengkelannya berubah menjadi kedongkolan. Dalam keadaan penuh kedongkolan yg sudah dipendam selama 3minggu inilah Revel, Mama. Om John, adiknya papa dan istrinya, dan pakde Ray, kakaknya mama dan istrinya, datang ke rumah orantua Ina untuk acara lamaran. Kedatangan mereka disambut oleh keluarga dekat Ina saja, yaitu kedua orangtua dan ketiga kakak Ina bersama dgn suami dan anak2 mereka. Saat itulah untuk pertama kali Revel bertemu dgn kak Sofia yg bertampang supersangar dan memperhatikan gerak-geriknya seakan2 dia siap menerkamnya kapan saja. Gggrrr.... untung saja dia tdk ada di acara ultah papa Ina, karena klo saja dia melihat wanita ini sebelumnya, Revel mungkin akan berpikir 2X sbelum mengumumkan pertunangannya dgn Ina.
Lain dgn kak Sofia, Ina dan anggota keluarganya yg lain menyambut keluarga Revel dgn ramah dan sepanjang acara itu Ina memperlakukan Revel sebagaimana seseorang memperlakukan tunangannya. Dan itu membuat Revel ingin mencekiknya. Dia ingin berbicara dgn Ina berdua saja untuk membicarakan... yah, apapun yg harus mereka bicarakan, tp tentunya tdk bisa karena terlalu banyak pasang mata yg memperhatikan stiap gerak-gerik mereka.
Akhirnya ketika acara berakhir dan para tetua keluarga sedang membahas tentang tanggal pernikahan yg paling pas sambil minum kopi, Revel mengikuti Ina yg sedang membawa nampan penuh piring kotor menuju dapur.
"Kmu knapa sih menghindari saya""
Ina yg tdk mendengar langkah Revel di belakangnya hampir saja menjatuhkan nampan itu. Untung saja Revel bisa bereaksi dgn cepat menyelamatkan nampan itu dari tangannya.
"Thanks," ucap Ina dan terus berjalan menuju dapur yg ternyata berada di area yg cukup tertutup dari ruang tamu.
Revel mengikuti Ina ke dalam dapur dan meletakkan nampan itu diatas meja sbelum mengulang pertanyaannya.
"Jawab saya, knapa kmu menghindari saya"" "Menghindari kmu gimana"" Ina kelihatan bingung.
"Saya ngerti klo kmu masih marah sama saya karena komentar saya beberapa minggu lalu, tp saya kan sudah minta maaf sama kmu. Di telpon kmu memang bilang klo kmu sudah maafin saya, tp stelah itu klo telpon, kmu nggak pernah angkat, dan klopun kmu angkat, kmu slalu terkesan buru2. Kmu nggak pernah datang lagi ke rumah saya stelah kunjungan audit, kmu cuma kirim tim kmu saja habis itu. Beberapa kali saya minta ketemu, kmu slalu nolak dan bilang kmu sibuk, tp kmu slalu menyempatkan diri ketemu dgn mama. Saya tahu klo tunangan ini cuma pura2 saja, tp kita masing2 ada tugas yg harus dipenuhi, saya harap kmu masih belum lupa tugas kmu."
Awalnya Ina menatapnya dgn penuh kebingungan, tetapi ketika dia mendengar separo akhir dari omelannya, wajahnya berubah menjadi serius sebelum berkata dgn tenang dan jelas, "Saya memang sudah maafin kmu, Rev. Dan alasan saya knapa slalu terdengar terburu2 klo kmu telpon dan nggak bisa ketemu kmu adalah karena saya memang lagi sibuk sekali di kantor. Soal kunjungan ke rumah kmu, selama 6bulan ini saya slalu hanya mengirim tim saya ke rumah kmu, kecuali klo ada masalah besar atau audit. Dan karena audit sudah selesai dan saya nggak menerima laporan bahwa kmu ada masalah, ya saya nggak perlu dateng."
"Oh," adalah satu2nya kata yg keluar dari mulut Revel. Dia terlalu terkejut mendengar penjelasan Ina sehin
gga tak bisa berkata2. Semua kejengkelan telah luntur dari tubuhnya, meninggalkan rasa bersalah yg mendalam.
"Tapi kmu benar, saya sudah lalai dalam menjalankan tugas saya. Saya minta P.A. saya bisa menghabiskan lebih banyak waktu dgn kmu. Kapan kmu akan memperkenalkan saya kepada publik""
Revel mencoba memulihkan diri dari kekagetannya dan berkata, "Saya harus menghadiri acara penggalangan dana hari minggu tanggal dua bulan depan. Saya berencana memperkenalkan kmu pada saat itu."
"Oke, saya akan kosongkan jadwal saya," ucap Ina tegas. "Oke," balas Revel sambil mengangguk.
Mereka kemudian hanya terdiam dan saling pandang selama beberapa detik, tdk ada dari mereka yg bergerak meninggalkan dapur. Revel bersusah payah menahan diri agar tdk menyapukan jari2nya pada bibir Ina yg kelihatan ekstramerah dan sperti minta dicium malam ini. Dia baru saja akan mengangkat tangannya ketika Suti, pembantu rumah Ina memasuki dapur dgn membawa satu nampan penuh cangkir kotor.
"Mbak Ina, dicari Ibu," ucap Suti yg sedikit tersipu2 ketika melihat bahwa Revel sedang sedang berada di dapur bersama Ina. Dia spertinya tdk sadar bahwa kemunculannya yg tiba2 sudah menggagalkan rencana Revel untuk mencium anak majikannya itu.
Ina tersenyum kepada Suti, dan dgn satu anggukan pada Revel, Ina keluar dari dapur meninggalkan Revel dgn Suti yg sedang memandangi dia seolah dewa. Revel memutuskan mengikuti jejak Ina dan segera meninggalkan dapur.
*** Seminggu stelah lamaran, desas desus tentang Revel dan "pacar" barunya mulai menyebar, tetapi tdk ada yg bisa mengidentifikasi wanita tersebut. Hal ini membuat Revel tersenyum. Dia tdk tahu dan tdk peduli siapa yg memulai desas desus itu, yg dia mau hanyalah agar gosip itu tersebar dan tersebar cepat.
Atas saran pak Danung, Ina dan Revel mencoba mengenal satu sama lain lebih jauh. Dimulai dgn Revel bertanya kepada Ina apakah dia bisa datang ke apartemennya agar mereka bisa sama2 menuliskan nama orang2 yg mereka akan undang pada pernikahan mereka. Meskipun Ina datang dari keluarga besar, tp daftar yg dibuatnya berhenti pada angka150, sedangkan daftar yg dibuat Revel sudah mencapai angka 500. Ketika Ina menanyakan siapa saja yg ingin dia undang ke pernikahan mereka, Revel dgn cueknya menjawab bahwa mayoritas dari undangan itu akan jatuh ke kalangan artis, kolega bisnis, dan media. Ketika Ina mengemukakan pendapatnya bahwa Revel tdk perlu mengundang sebegitu banyak orang untuk sebuah pernikahan yg akan diakhiri dalam masa kurang dari setahun lagi, Revel langsung kelihatan sangat tersinggung sebelum kemudian menjawab bahwa pernikahan. Ini adalah atas biayanya dan dia bisa mengundang siapa saja yg dia mau. Ina yg kesal akan komentar itu membalas dgn mengatakan bahwa dia adalah laki2 dgn pikiran dangkal yg mengukur semuanya dgn uang.
Selama beberapa hari Revel tdk menghubungi Ina dan Ina yg merasa bahwa Revel perlu diberi pelajaran tentang kelakuannya yg mau menang sendiri, menolak meneleponnya terlebih dahulu. Akhirnya pada hari keempat, Helen memasuki ruangan bosnya dgn senyum lebar. Dia membawa serangkaian bunga aster dgn kartu yg bertuliskan "I'm sorry" dan dibawah kata2 itu ada inisial huruf "R". Pertama2 Ina merasakan kemenangan karena Revel akhirnya menyadari kesalahannya, kemudian perlahan2 disusul dgn rasa berbunga2. Dia baru saja akan menelpon Revel untuk mengucapkan terimakasih atas bunganya ketika dia sadar akan satu hal, yaitu bahwa Revel sedang bertingkah laku sebagai laki2 pengecut yg memilih jalan pintas untuk meminta maaf. Dgn menggunakan bunga dan kartu, Revel sudah meminta maaf, tanpa kehilangan harga dirinya. Dasar egois, geram Ina yg kemudian meminta Helen untuk mengembalikan bunga itu kepada pengirimnya. Tp karena pengirim bunga sudah pergi stelah menyerahkan paketnya, Ina akhirnya meminta Helen meletakkan bunga itu sejauh mungkin dari kantornya agar dia tdk perlu melihatnya lagi.
Dua hari berlalu dan Ina masih kesal dgn perlakuan Revel ketika orang yg membuatnya kesal itu menelponnya. Ina berdebat apakah dia mau mengangkatnya atau tdk, tp keingintahuan akan ap
a yg akan dikatakan cowok itu padanya menang dan Ina menjawab panggilan itu.
"Ina"" Terdengar suara Revel di ujung saluran telpon.
"Ya, ada apa Rev"" jawab Ina dgn suara setenang mungkin. "Kmu sudah terima bunga yg saya kirim""
"Sudah." "Terus""
"Ya nggak terus," tandas Ina.
Stelah mengucapkan 3kata itu Ina berusaha sebisa mungkin menahan tawanya, dia berhasil melakukannya selama 5detik sebelum dia mulai tertawa terbahak2. Dia tdk tahu knapa dia mulai tertawa dan tdk bisa berhenti, mungkin karna 2bungkus M&Ms kacang yg baru dihabiskannya, yg kadar gulanya bisa membuat orang jadi hiper, atau mungkin karena mendengar suara Revel yg terdengar sperti layaknya laki2 yg tahu bahwa mereka salah dan sedang mencoba meminta maaf, tetapi tdk tahu apakah permintaan maafnya akan diterima.
Revel kemudian sadar bahwa Ina sedang tertawa juga ikut tertawa. Alhasil, selama 5menit ke depan mereka tertawa bersama2.
"Saya minta maaf soal kejadian tempo hari," ucap Revel stelah tawa mereka reda. "Boleh saya ke rumak kmu nanti malam" Kita perlu finalize daftar kmu supaya kita bisa mulai mikirin soal venue," lanjutnya dgn penuh harap.
Bersama dgn tawa itu, entah bagaimana, kemarahan Ina pun surut. "Oke asal kmu berhenti menyinggung2 soal uang kmu lagi," balas Ina.
Revel terdiam beberapa detik, seakan2 dia mempertimbangkan apakah dia mau protes atas tuduhan ini, tp akhirnya Ina mendengarnya berkata, "Iya, saya janji."
"Oke, saya tunggu kmu nanti malam," balas Ina.
*** Malam itu mereka menyelesaikan daftar tamu dgn damai dan mulai membicarakan tentang gedung. Stelah diskusi panjang lebar akhirnya diputuskan acara akan diadakan di rumah Revel, dan dgn begitu, tema garden party pun tercipta.
"Apa lagi yg kita perlu bicarakan"" tanya Revel sambil menyandarkan kepalanya pada bantal sofa. Dia mendesah panjang sbelum kemudian melepaskan kacamatanya dan menutup matanya.
Percakapan tentang pernikahan mereka ini sudah melelahkan mereka berdua. Ina tahu bahwa Revel tdk akan membantah klo dia meminta wedding planner untuk membantunya merancang pernikahan ini, tp Ina adalah control freak, yaitu seseorang yg harus slalu memiliki kontrol dalam situasi apapun, yg membuatnyatdk mudah percaya pada orang lain. Alhasil, dia tdk berani menyerahkan perancangan pernikahan sebesar ini ke tangan wedding planner, tdk peduli seberapa profesionalnya mereka, mereka tetap orang asing yg dia tdk kenal.
Ina melirik jam dinding dan berkata, "Kmu sebaiknya pulang, sekarang sudah jam sembilan lewat. Kita bicarakan hal lainnya besok saja." Dia kemudian berdiri dan mengangkat cangkir kotor yg tadinya berisi kopi, ke dapur. Menyadari apa yg sedang dilakukan Ina, Revel langsung berdiri dan menjulurkan tangannya untuk mengambil cangkir itu dari tangan Ina, tetapi Ina menolak bantuannya.
Sambil berjalan ke dapur Ina mendengar Revel membalas, "Saya biasa kok pulang malam. Nggak ada yg nyariin juga di rumah."
Ina menggeleng sambil tersenyum, rupanya Revel sudah salah paham dgn kata2nya. Dia berjalan kembali ke ruang tamu dan sambil bertolak pinggang di depan Revel dia berkata, "Saya yakin kmu memang biasa pulang malam, tp saya nggak biasa ada laki2 yg bukan keluarga bertamu di rumah saya selepas jam sembilan malam dan sebelum jam sepuluh pagi."
"Tapi saya ini tunangan kmu, I'm practically family," bantah Revel. Dia kelihatan sangat tersinggung karena Ina pada dasarnya sudah mengusirnya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Masih ada banyak hal yg harus dipelajari Revel tentang dirinya, dan dia tentang Revel. Mereka harus lebih mengenal satu sama lain agar tdk ada lagi kesalahpahaman tentang hal remeh sperti ini.
"Rev, ada suatu hal pribadi yg saya mesti bicarakan sama kmu, dan saya minta kmu nggak merasa tersinggung stelah mendengar ini. Bisa"" tanya Ina dgn sedikit ragu.
"Oke," ucap Revel sedikit curiga.
Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina berkata, "Saya ada masalah sama uang kmu." "Uang saya""
"Uang adalah isu yg sedikit sensitif untuk saya," Ina mencoba menjelaskan.
"Oke... " "Saya adalah wanita mandiri yg m
ampu membiayai segala sesuatunya sendiri." Ina mencoba mengukur reaksi Revel. Ketika dia melihat bahwa Revel hanya menatapnya tanpa ekspresi, dia melanjutkan, "Oleh karena itu saya merasa tersinggung setiap kali kmu menyebut2 betapa banyaknya uang kmu. Saya mau kmu mengerti bahwa saya setuju dgn perjanjian kita, bukan karena uang kmu, tp karena kita bisa membantu satu sama lain. So, klo kmu pernikahan kita ini kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat, kmu jangan bikin saya kesal dgn menyinggung2 masalah uang kmu lagi. Setuju""
Revel kelihatan mempertimbangkannya dgn saksama sebelum mengangguk. Dia teringat betapa marahnya Ina stiap kali dia menyebut2 tentang uangnya, kini dia mengerti alasannya.
"Klo kita benar2 mau menolong satu sama lain dgn membuat hubungankita ini kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat... " Revel sengaja mengulang kata2 Ina sebelumnya dan mendelik jenaka kepada Ina yg sedang mencoba menahan senyum, "saya nggak mau dengar kmu nyebut2 hubungan kita sebagai kawin kontrak. Mulai sekarang kita adalah Ina dan Revel, dua orang yg akan menikah bulan Juni nanti. Setuju""
Ina kelihatan berpikir sejenak sbelum kemudian menjulurkan tangannya menyalami Revel. Ketika Revel menyambut tangan itu, ina berkata, "Setuju."
Dan dgn jabat tangan itu, Revel merasa sperti ada kekuatan gaib yg mengikat perjanjian itu. Tapi kata2 Ina selanjutnya menghapuskan rasa gaib itu selamanya.
"Oke, sekarang saya mau kmu keluar dari apartemen saya."
Revel berusaha tdk menggeram ketika bangun dari sofa dan dgn satu anggukan, dia permisi pulang.
BAB 12 (The Ferocious Publik)
Pada awal bulan april, Revel untuk pertama kalinya akan memperkenalkan Ina kepada publik secara resmi sebagai tunangannya, dan Ina mengalami masalah untuk bernapas selama perjalanan menuju Hotel Mulia. Akhir2 ini gosip tentang Revel dan Luna agak mereda karena Luna sudah menarik diri dari sorotan media dgn pulang ke Jerman. Sebagai gantinya gosip Revel dgn wanita misteriusnya semakin gencar. Para wartawan yg tadinya sudah mulai bosan, mulai mengikuti Revel lagi. Reaksi Revel yg tetap diam tetapi memberikan senyuman yg kelihatan sperti seorang laki2 yg sedang jatuh cinta klo ditanya soal itu membuat orang semakin penasaran pada identitas wanita ini.
"Pokoknya senyum saja sama wartawan. Besok pagi wajah kmu akan terpampang dimana2, jd jgn kaget." Suara Revel yg tenang seharusnya bisa menenangkan Ina, tetapi kenyataannya tdk bisa membantu degup jantungnya yg sudah tdk keruan.
Selama seminggu ini Ina mendapati bahwa Revel adalah seorang tunangan yg penuh perhatian, dgn slalu menyisihkan waktu untuk betul2 mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat2nya. Selain itu, Revel ternyata cukup cerdas dan lucu. Pada satu detik dia bisa mendiskusikan menu katering secara serius dgn mengeluarkan komentar sperti, "Kita harus pastikan bahwa semua makanan yg disajikan dimasak dgn EVOO, itu jauh lebih sehat daripada minyak goreng biasa. Oh yya, orang katering mesti diingatkan supaya nggak menyalakan api terlalu besar klo masak karena itu akan menyebabkan komponen EVOO pecah dan pada dasarnya nggak akan ada bedanya sperti masak dgn minyak goreng biasa klo itu sampai terjadi." Dan pada detik selanjutnya ia mencoba meyakinkan Ina bahwa lagu "Love Game" milik Lady Gaga adalah lagu yg paling sesuai dijadikan lagu tema pernikahan mereka. Pada dasarnya, selama seminggu ini, Ina sudah melihat Revel hanya sebagai seorang laki2 biasa yg bisa membuatnya tertawa daripada Revel, artis solo laki2 paling ngetop di Indonesia. Tapi malam ini, Ina sadar kembali akan status Revel di hadapan publik dan dia merasa sedikit mual.
Mereka sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara penggalangan dana yg bertujuan memberikan fasilitas yg lebih baik pada sekolah2 yg berada di daerah terpencil di seluruh Indonesia. Ina melirik Revel yg mengenakan jas warna hitam dgn dasi kupu2. Revel kelihatan cukup nyaman mengenakan pakaian resmi itu, sedangkan Ina merasa ingin menarik bagian atas tube dress berwarna ungu tua yg dikenakannya agar tdk merosot ke baw
ah. Ina merasa risi dgn pakaian yg menempel pada tubuhnya itu. Dia tahu bahwa di dunia nyata, orang tdk bisa mengubah dirinya hanya dgn pakaian, tetapi ini dunia entertainment, pakaian yg mereka kenakan, make-up, gaya rambut, perhiasan, mobil, bahkan laki2 yg menggandeng tangan mereka mendefinisikan status sosial mereka. I can't do this. I can't, I CAN'T, teriak Ina dalam hati. Ina membayangkan wajah kolega2nya, Marko, dan pak Sutomo di kantor besok pagi ketika melihat wajahnya di tabloid dan acara gosip TV, dan isi perutnya langsung salto beberapa kali. Apa mereka akan percaya pada sandiwara ini" Mereka semua tahu bahwa dia adalah orang yg paling beretika yg pernah mereka temui, dia tdk akan pernah tertangkap basah memacari kliennya.
Dan apa yg akan dilakukan orangtuanya klo saja mereka tahu akan kebohongan ini" Mereka akan menguncinya di dalam ruang bawah tanah dan tdk memperbolehkannya keluar lagi sehingga berkesempatan mengambil keputusan yg akan menghancurkan hidupnya. Revel sebaiknya mencari tunangan yg lain saja karena dia tdk bisa melakukan ini. Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina langsung berteriak kepada sopir Revel, "Pak, bisa stop mobilnya di pinggir, saya mau turun."
Revel yg duduk di sebelah kanan terlihat kaget dan langsung meraih lengan kanan Ina. Tangan kiri Ina sudah menggenggam gagang pintu, siap menariknya begitu mobil itu berhenti. "In, knapa""
"Rev, saya nggak bisa," ucap Ina cepat sambil menunduk, menolak menatap Revel. Klo saja dadanya tdk terasa sperti akan meledak, Ina mungkin akan menghargai betapa lapangnya lantai mobil itu.
"Nggak bisa apa" Ke acara ini" Kmu sakit"" Revel terdengar khawatir.
Ina mengangguk. Dan Revel langsung meminta sopirnya agar menepi yg dibalas dgn, "Wah, ini mobilnya nggak bisa gerak, mas Revel, jalanan macet."
Ina memegangi dadanya untuk mengontrol napasnya. Kalung yg dikenakannya sperti mencekiknya dan dia berusaha melepaskannya dari lehernya.
"Get this off me. Please get this off," teriak Ina mulai panik ketika dia tdk bisa menemukan kait kalung tersebut.
Revel berhasil melepaskan kalung itu dgn cekatan dan mengantonginya, tetapi Ina spertinya tdk sadar akan hal itu karena dia masih berteriak panik, "Tolong lepasin. Saya nggak bisa napas."
"Ina, kalungnya sudah dilepas." Revel merasakan kepanikan yg menyelimuti Ina tanpa menyentuh bagian tubuh Ina sama sekali, Revel berkata, "In, tenang, In. Oke, napas pelan2. Bilang ke saya ada masalah apa""
Revel tdk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mendengar erangan Ina. Ina bahkan tdk mendengar pertanyaan itu, dia sudah tenggelam dgn kegalauan hatinya sendiri. Bagaimana mungkin dia setuju melakukan ini" Di dalam kegelapan mobil, Revel tdk bisa melihat bahwa seluruh tubuh Ina sudah gemetaran, tapi dia menyentuhnya untuk menenangkannya.
"Ina, kmu knapa gemetaran kayak begini"" ucapnya dan tanpa ragu2, dia langsung mengangkat tubuh Ina yg kecil ke dalam pelukannya dan duduk di tempat yg tadi diduduki Ina.
Dia membiarkan kedua kaki Ina menggantung di sbelah kanan. Pertama2 tubuh Ina masih gemetaran dan tegang, tp lama-kelamaan napasnya kembali teratur di dalam pelukannya. Wajah Ina terlihat pucat di balik make-up tipis yg dikenakannya. Ada titik2 keringat pada keningnya. Hilang sudah wanita penuh percaa diri yg dia temui stengah jam sebelumnya, yg tinggal adalah wanita yg ketakutan. Dalam hati Revel menyumpah. Dia sudah terlalu sibuk dgn rencana memperbaiki image-nya, sehingga tdk mempertimbangkan perasaan Ina yg mungkin belum siap untuk berhadapan dgn publik.
Sambil mencoba untuk menavigasi lalu lintas yg padat, Nata, sopir Revel, memerhatikan kejadian yg sedang berlangsung dari kaca tengah mobil. Nata adalah salah satu pegawai lama mama Revel yg sudah mengenal Revel semenjak dia masih SD. Nata sebetulnya adalah sopir pribadi ibu Davina, tetapi karena malam ini Revel memerlukan sopir, maka dia menawarkan diri untuk membantu. Nata bersyukur bahwa Revel akhirnya menemukan seorang wanita muda dari kalangan nonselebriti yg kelihatan baik dan tahu sopan santun untuk dipacarinya
. Mbak Ina sama sekali tdk menyadari dampak yg dimilikinya terhadap Revel yg pada dasarnya sudah bersusah payah untuk tdk melongo ketika melihatnya malam ini. Nata tdk pernah melihat Revel tdk bisa berkata2 dihadapan wanita sebelumnya, sehingga reaksi Revel membuatnya terkekeh dan harus terdiam ketika menerima pelototan dari Revel.
Di dalam pelukan Revel, Ina merasa terlindungi, dan dgn itu akhirnya dia bisa mengontrol reaksi tubuhnya. Lambat laun mualnya mulai hilang dan pikirannya tenang kembali. Ina menarik napas dan bisa mencium aroma cologne Revel yg sangat maskulin. Percampuran aroma itu dan usapan tangan Revel yg naik turun pada punggungnya, menenangkan. Dan tanpa dia sadari, kelopak matanya sudah tertutup dgn sendirinya. Ina merasakan kehangatan sekilas pada keningnya, sperti kecupan yg biasa diberikan mama padanya sewaktu dia masih kecil klo dia sedang sakit. Merasa nyaman dgn dgn posisinya, Ina mendesah panjang.
"Mas, apa masih mau pergi, apa mau pulang saja"" Tanya Nata.
Tanpa Ina sadari pak Nata sudah berhasil menepikan mobil dan kendaraan itu kini dalam posisi diam meskipun mesin masih dihidupkan.
"Pulang saja, pak. Antar mbak Ina dulu balik ke apartemennya," jawab Revel tegas. "No," ucap Ina lemah sambil menggeleng.
"In, wajah kmu pucat dan kmu bilang kmu sakit, kita lebih baik pulang saja."
"Nggak, saya sudah baikan," kali ini suara Ina terdengar lebih jelas. Dia berusaha turun dari pangkuan Revel. "Saya sudah janji untuk menemani kmu ke acara ini, saya harus menepati janji saya," bantahnya.
"Kmu nggak usah..."
"Kmu sudah menepati janji kmu. Sekarang giliran saya," potong Ina.
Revel mengerutkan keningnya ragu. Ina yakin bahwa dia sedang memperhitungkan konsekuensi yg mereka akan hadapi klo misalnya dia memutuskan untuk menunda perkenalan Ina kepada publik, dan Ina mencoba membantunya membuat keputusan.
"Just give me a minute untuk menenangkan diri," pinta Ina dan mulai mengambil napas dalam2 dan mengeluarkannya perlahan2. Keheningan menyelimuti interior mobil selama beberapa menit. Revel dan pak Nata dgn sabar menunggu hingga Ina bisa lebih tenang. Revel menyodorkan saputangannya dan menunjuk kening Ina, tp Ina menggeleng dan mengambil selembar tisu dari dalam clutch-nya.
"Saya nggak mau ngotorin saputangan kmu dgn make-up saya, but thank you," jelas Ina ketika melihat kebingungan pada wajah Revel. Perlahan2 dia menyentuhkan tisu itu ke keningnya, berhati2 agar tdk merusak make-up-nya.
Revel memerhatikan bahasa tubuh Ina yg lambat laun mulai lebih rileks. Kerutan pada keningnya sudah hilang dan dia tahu detik dimana Ina siap sbelum dia berkata, "Kmu mau kalung kmu"" Ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya.
Ina menyentuh dadanya, seakan2 baru sadar bahwa dia tdk lagi mengenakan kalungnya. Dia baru akan meraih kalung itu ketika Revel sudah memegang dua ujung kalunh itu dan tanpa berkata2 menyuruh Ina menunduk agar dia bisa mengalungkannya pada lehernya.
Revel menahan napas selama melakukan ini, karena dia tahu bahwa klo dia menghirup udara, dia akan mencium aroma stroberi, dan itulah hal terakhir yg dia perlukan malam ini. Sebelumnya, ketika Ina sedang duduk diatas pangkuannya, dia berusaha sebisa mungkin mengontrol reaksi tubuhnya. Dia berharap bahwa Ina tdk merasakan detak jantungnya yg smakin cepat stiap detiknya, terutama ketika Ina menoleh dan menguburkan wajah pada lehernya. Dia hampir saja berkelakuan sperti pasukan Troya ketika menyerang Sparta, yaitu mengambil apa saja yg dia mau dgn paksa, tanpa memedulikan perasaan orang2 yg diserang. Untunf saja Revel mengangkat kepalanya dan tatapannya bertemu dgn tatapan pak Nata di kaca tengah. Tatapan pak Nata mengingatkannya untuk menjaga sopan santunnya sebagai laki2. Akhirnya dia harus puas dgn hanya mencium kening Ina.
Setelah berhasil memesang kait kalung itu Revel buru2 menjauhkan kepalanya dari Ina dan membiarkan Ina melakukan beberapa perubahan pada letak kalung itu.
Dengan satu embusan napas, Ina berkata, "Oke, saya siap." Dan mobil itu pun bergerak lagi menuju destinasinya.
Revel meminta pak Nata untuk ngedrop mereka di lobi, bukannya di pintu belakang, hari ini dia memerlukan sorotan media untuk menyukseskan rencananya. Dengan anggukan dari Ina, Revel membuka pintu mobil dan turun. Kerlipan blitz kamera dan teriakan wartawan yg menanyakan berbagai macam pertanyaan langsung menyerangnya, tp Revel tdk menyadari ini semua karena ketika dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ina turun dari mobil, dia tdk melihat Ina. Yg dia lihat adalah orang lain yg mengenakan gaun potongan tube panjang berwarna ungu, gaun yg dikenakan Ina. Dia kini mengerti knapa ungu sperti ini sering disebut sebagai royal purple, karena Ina kelihatan sperti seorang ratu, yg menjadikan Revel sebagai rajanya dan dia merasa bangga bisa memegang posisi itu.
Ketika Ina turun dari mobil, dia mengulurkan tangan kirinya dan secara otomatis memamerkan cincin berlian yg melingkari jari manisnya. Sesuatu yg Revel yakin dilakukan oleh Ina dgn sengaja agar orang bisa melihat betapa besarnya berlian itu. Dengan begitu perhatian wartawan terpaku sekejab kepada tangan Ina. Stelah wartawan puas memotret cincin itu, perhatian mereka beralih kepada Ina yg kini sudah berdiri tegak di samping Revel. Tangan kanannya di dalam genggaman tangan Revel. Kalung emas yg panjangnya mencapai belahan dada mengundang perhatian orang kepada kulit bahu dan dadanya yg putih bersih dan halus. Senyum yg terukir pada wajah Ina kelihatan ramah, tetapi tdk mengundang pikiran yg tdk2. Senyuman seorang profesional. Dia bahkan tdk kelihatan terkejut dgn semua perhatian yg sekarang tertuju padanya, seakan2 dia sudah sering menghadiri acara sperti ini.
Revel dan Ina saling tatap selama beberapa detik, kemudian Ina tersenyum dan Revel bisa mendengar apa yg ada di pikiran Ina, "Here we go". Revel membalas senyum itu dan mengangguk. Kemudian dgn sangat berat hati dia mengalihkan perhatiannya dari wajah Ina kepada para wartawan yg sedang mencoba menarik perhatiannya.
"Apa kabar, mas Revel" Sudah lama nggak kelihatan," ucap salah satu wartawan tabloid membuka arus pertanyaan.
"Memang lagi lebih sering di studio untuk rekaman. Klo nggak penting sekali saya nggak akan keluar," jawab Revel ramah.
"Tapi malam ini sempat keluar, ya"" ledek wartawan lain.
"Iya dong, kan untuk amal," balas Revel serius, membuat wartawan yg tadinya meledeknya kelihatan malu.
"Kita dikenalin dong sama temannya mas Revel," sambung seorang wartawan perempuan yg Revel tahu bekerja pada sebuah acara gosip.
"Ini Inara," jawab Revel tenang.
Beberapa wartawan masih melemparkan beberapa pertanyaan lagi, yg dijawab oleh Revel dgn sabar dan penuh humor. Ina mendapati bahwa semakin lama Revel berdiri dan menjawab pertanyaan mereka, semakin terkesima wajah para wartawan. Spertinya kejadian ini adalah sesuatu yg langka bagi mereka. Mereka bahkan tdk menghiraukan tamu2 penting lainnya, sperti walikota DKI Jakarta, seorang jutawan yg baru saja meninggalkan istrinya dan mengawini seorang penyanyi, seorang bintang sinetron yg menjadi istri kedua seorang politikus dan kini sedang hamil, beberapa artis yg mengenali Revel karena Ina melihat mereka melambaikan tangan padanya dan menatap Ina dgn tatapan ingin tahu, dan banyak orang penting lainnya, yg datang stelah mereka.
Akhirnya para wartawan sudah bosan berbasa-basi dan mengajukan pertanyaan yg sudah ada di pikiran semua orang.
"Mas Revel, mbak Inara pacar barunya mas, ya""
Tubuh Ina menegang, menunggu jawaban Revel. Dia harus siap dgn apapun yg dilakukan atau dikatakan oleh wartawan stelah pengumuman ini.
"Bukan, Inara bukan pacar saya," jawab Revel.
Sperti paduan suara, Ina mendengar kata, " Ooohhh..." dan dia harus menahan diri agar tdk cekikikan. Revel memang suka ngisengin wartawan.
"Inara adalah tunangan saya," sambung Revel dgn suara datar yg disambut dgn kesunyian dan tatapan tdk percaya dari para wartawan.
Kemudian ketika semua orang menyadari apa yg baru dikatakan Revel, mereka melemparkan pertanyaan bertubi2.
"Sudah brapa lama pacaran""
"Knapa Inara nggak pernah kelihatan sebelumnya""
"Kapan tunangannya""
"Siapakah Inara"" "Ketemu dimana""
"Apakah Inara wanita yg sering digosipkan sebagai 'pacar' Revel akhir2 ini""
Setelah beberapa menit, Ina mulai merasa perti sedang melalui sesi tanya jawab yg dia lalui sebulan yg lalu dgn keluarganya. Dia sedang memerhatikan wajah para wartawan yg kini kelihatan dapat dipertukarkan satu sama lain, ketika dia mendengar seseorang bertanya, " Apa sudah ada rencana menikah""
Ina agak terkejut ketika menyadari bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, bukan kepada Revel. Para wartawan yg melihat interaksi ini langsung terdiam dan menunggu jawaban Ina. Dia ragu sesaat, tp ketika Revel mengeratkan genggemannya, dia berkata, " Klo tdk ada halangan, kami berencana menikah bulan Juni tahun ini."
Begitu Ina menyelesaikan kalimatnya Revel langsung menggeretnya masuk ke dalam gedung, meninggalkan ledakan pertanyaan lain dari kumpulan wartawan. Banyak dari mereka yg tahu bahwa adalah percuma meneriakkan pertanyaan mereka lagi, karenanya mereka langsung sibuk dgn HP, menelpon produser mereka atau mengirimkan SMS kepada editor mereka.
*** Ina mendesah panjang ketika dia duduk kembali di dalam mobil Revel 3jam kemudian. Stelah apa yg dia baru lalui, interior mobil yg terbuat dari kulit berwarna abu2 itu memberikan ketenangan yg dia butuhkan. Dia slalu tahu bahwa Revel banyak fansnya, tapi dia tdk menyangka bahwa fans Revel termasuk istri walikota Jakarta dan stengah dari tamu yg datang ke acara amal malam ini. Entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa dia adalah tunangan Revel secepat itu, karena mereka baru saja meninggalkan para wartawan dan memasuki ballroom ketika orang mulai menyalami mereka dan mengatakan, "Congratulation". Mereka semua mau mengenal wanita yg berhasil menggeret Revel ke pelaminan. Ina kewalahan mencoba menjawab pertanyaan mereka yg datang bertubi2.
"You okay"" Ina mendengar suara Revel.
"Yeah, cuma sedikit capek," balas Ina sambil menolehkan kepalanya, menatap wajah Revel. Dia sudah melepaskan dasi kupu2nya. "Kmu gimana bisa melakukan ini stiap hari sih"" tanyanya.
Ina betul2 tdk tahu bagaimana Revel bisa melakukannya. Semua kamera yg slalu tertuju padanya, memerhatikan semua gerak geriknya" Ina tdk akan pernah merasa comfortable dgn kehidupan sperti itu, salah2 dia bisa jadi paranoid untuk keluar rumah. Takut bahwa orang akan mengambil fotonya ketika dia sedang membuang sampah sembarangan atau lebih parah lagi, mencium ketiaknya untuk memastikan bahwa deodorannya masih wangi.
"Well, saya nggak harus melakukan ini stiap hari untungnya," balas Revel sambil tersenyum. Melihat wajah Ina yg jelas2 tdk yakin dgn omongannya, Revel menambahkan, "Saya sudah bekerja di dunia entertainment selama lebih dari 10tahun, jd saya sudah terbiasa. Kmu nanti juga terbiasa."
Ina yakin bahwa dia tdk akan mengatakan apa2 kepada Revel. Dia kini betul2 menghormati para artis yg slalu bisa keliatan bersahabat dan penuh senyum klo ditemui oleh media, karena ternyata pekerjaan itu tdk mudah. Wajahnya sekarang sudah kram karena harus memasang senyuman yg terasa sangat tdk natural sepanjang malam.
"You were great tonight," puji Revel.
Ina melirik kepada Revel dan berkata ragu, "You think so""
Revel mengangguk pasti. "Makasih ya sudah nemenin saya malam ini."
"Oh, no problem. Sori ya klo saya freak-out sbelumnya. Won't happen again. I'm promise."
Revel mengangguk. "What was that all about anyway"" tanyanya.
"Awalnya cuma khawatir tentang acara ini, tp kemudian saya mikirin hal2 lain juga dan akhirnya jd panik."
"Hal-hal lain sperti apa yg bikin kmu panik"" Revel memundurkan letak kursinya dan menarik sebuah lever untuk menaikkan foot rest. Dia meletakkan kedua tangannya pada arm rest sbelum kemudian memutar bagian atas tubuhnya dan menatap Ina.
Ina terkejut oleh perubahab bentuk kursi berkata, "Wow," dgn kagum.
Revel menatap Ina dgn bingung, dan semakin bingung ketika dia melihat Ina sedang meraba2 seluruh bagian kursi yg di dudukinya. "Kmu ngapain"" tanyanya.
"Saya mau buat kursi saya jadi kayak kmu. Gimana caranya ya""
"Ada semacam lever di sbelah kanan
kmu yg bisa kmu tarik. Ketemu""
Celebrity Wedding Karya Aliazalea di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Revel melihat wajah Ina yg sedang berkonsentrasi mencari lever itu. "Ah, ketemu."
Dab satu detik kemudian di depan matanya, Revel melihat Ina melakukan hal yg sama yg baru saja dia lakukan pada kursinya sambil memapakan wajah penuh ketakjuban. "This is like the most comfortable car seat I have ever say on," ucapnya stelah beberapa menit menaikkan dan menurunkan foot rest.
Mendengar komentar ini Revel tertawa. Ina keliatan sperti anak kecil yg baru saja diberikan mainan baru. Wajahnya yg biasanya serius kini penuh senyum takjub, dan meskipun dia tdk bisa melihatnya, tp dia tahu bahwa mata Ina pasti sedang berbinar2. Kebanyakan wanita slalu mencoba agar keliatan sophisticated sehingga mereka jarang mau menunjukkan kekaguman mereka akan sesuatu, tp Ina, dia tdk malu memperlihatkan ketidaktahuannya. Tidak ada kepura2an dalam proses membuat laki2 sperti Revel kagum padanya.
"Siapapun yg menciptakan mobil ini adalah seorang jenius," kata Ina sambil nyengir.
Revel mendengus ketika mendengar komentar ini, mencoba menahan tawa. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di lobi gedung apartemen Ina. Merelakan Ina keluar dari mobilnya adalah hal tersulit yg pernah dilakukan Revel seumur hidupnya.
BAB 13 (The Long Awaited Wedding)
Selama beberapa minggu stelah malam acara amal itu, Revel mencoba sebisa mungkin menghindari Ina. Mereka memang masih muncul di beberapa acara publik lainnya stelah itu, tapi Revel berusaha membawa Ina ke tengah keramaian agar dia tdk harus sendirian dengannya. Dan kko ada situasi dimana mereka hanya berdua saja, dia mencoba menjaga percakapan mereka agar tetap profesional. Dia toh tdk perlu tahu brand kopi kesukaannya, warna favoritnya, ritual apa yg dia biasa lakukan sebelum tidur, kapan pertama kali dia dicium oleh laki2, dan yg jelas dia tdk perlu tahu apakah Ina lebih suka menggosok gigi sbelum mandi atau sesudah mandi. Tapi semakin dia menghabiskan waktu dgn Ina, smakin banyak pertanyaan bersifat pribadi yg dia ingin tanyakan padanya, dan itu membuatnya freak-out.
Pusaka Negeri Tayli 12 Pendekar Rajawali Sakti 57 Penjagal Bukit Tengkorak Pendekar Penyebar Maut 26