Pencarian

Dara Getting Married 2

Dara Getting Married Karya Citra Rizcha Maya Bagian 2


"Loe.kalo ada kesempatan, mau untuk kawinin Dara"" aku iseng bertanya
"Gue realis, cewek kayak Dara benci realis, cewek kayak Dara adalah pemimpi, sementara realis itu pembunuh mimpi."
"Cowok yang dikawinin Dara itu banci!"
"Hahaha gue suka joke loe! Hahaha Karena cuma cowok banci yang mau secepat ini tunduk pada lembaga penuh omong kosong bernama pernikahan!"
"Gue bersyukur Dara ga jodoh sama loe!"
"Gue juga bersyukur Dara ga jodoh sama loser kayak loe
Rasanya aku pengen pukul cowok banyak omong ini
Aku bangkit dari tempat duduk dan membawa lagi figura raksasaku, seorang cowok ceroboh nyaris menabraknya, kalau sampai tertabrak dan rusak, aku tak segan-segan memberinya beberapa pukulan di wajah dan tubuhnya yang kayak gigolo favorit emak-emak kesepian.
"Taruhan, itu pasti satu lagi orang yang juga suka sama Dara" dan cowok bermulut besar itu tertawa lagi. aku meninggalkannya, aku menyeret figuraku, kupikir aku bisa meletakkan figura ini di dekat altar, agar Dara tau aku menyimpan rasa yang serius untuknya. Setelah meletakkannya aku berjanji untuk pergi, apapun yang terjadi Dara takkan pernah memilihku.
Aku hendak melangkah pergi seusai meletakkan figuraku, tapi langkahku terhalangi, Dara berdiri di sana, ada linangan air mata dipipinya, inginku menghapusnya lalu mencium kedua kelopak matanya, tak kulakukan, karena aku lagi-lagi memotretnya. Dara setengah menangis setengah ingin tertawa.
"Phillo, ada berapa banyak wajahku yang berhasil kamu potret, hah""
"Lebih banyak dari yang kamu tahu"
"Ketika seorang cewek menangis bukan tamparan blitz, yang mereka inginkan! Nggak ada cewek yang mau difoto dengan muka jelek" dia berbicara dengan suara serak. "Ketika seorang cewek menangis, yang mereka butuhkan adalah halus sentuhan untuk menghapus air mata dan pelukan hangat yang menenangkan! Bisa kudapatkan" dari kamu"" Aku tak bisa memahami apa yang Dara katakan, tapi secara naluriah aku memeluknya juga.
Aku merasakan hangat tubuhnya, wanginya yang mempesona, juga sedikit basah terasa di kulit pipiku, air mata Dara menetes di sana, Dara berjinjit dan membisiku "Dudi pergi dengan
pasangan gay-nya"Akhirnya kata seperti itu terdengar, walau aku tak terlalu yakin dan menganggap ini seperti halusinasi " pernikahan adalah mimpi terbesarku, kalau kamu memang mencintaiku, aku tau kamu memang mencintaiku, jadi tolong selamatkan pernikahanku."
Aku memejamkan mata, merasakan pelukannya, mencoba memahami, kata perkata yan
g keluar dari bibirnya. "Dara." " Please Phillo." Dara melepaskan pelukannya, memandangiku dengan tatapan memohon. "Aku berjanji akan belajar untuk mencintai sebesar kamu mencintaiku, mungkin ini kesempatan untuk kita, aku tau ini tidak mudah, aku. oh please jangan menganggap aku hanya memanfaatkan perasaanmu. Tapi aku tau kamu mengerti bahwa memang lebih baik menjalani kisah ini dengan orang yang menyayangi kita, dan kamu orangnya." Dara menatapku lagi, tatapannya membuatku pedih, entahlah aku tak menyadari bahkan juga tak menyangka, aku menciumnya, di bibirnya, kupikir aku perlu membuktikannya dengan sebuah ciuman, Dara membalasnya, aku merasakan ada cinta di sana, kunikmati sentuhan bibirnya tapi.tepuk tangan membahana menyadarkanku untuk menghentikannya, seorang ibu di sampingku menyodorkan Tuxedo, baiklah... aku yakin untuk menikahinya, terima kasih akhirnya cinta terpendamku untuk Dara berakhir lebih indah dari mimpi terindah yang pernah kubayangkan.
45 (Damar) Dara.aku tak pernah bisa membuat Dara benar-benar jatuh cinta padaku, aku tau kenapa, karena bagaimana mungkin aku bisa membuat Dara jatuh cinta sementara aku tak mempercayai cinta.
Hari ini dia menikah, dan apa yang kulakukan disini" Akupun bertanya dalam hati, tak tau mengapa seolah kaki-kakilah yang begitu saja menyeretku ke sini, ataukah karena magnet yang di sebut hati dalam diri Daralah yang membuatku kemari" Aku tak mengerti.
Seorang pria menepuk bahuku, aku tak tau siapa, aku berbalik dan pria itu ternyata hanya ingin meminta korekku, aku menyalakan api untuk rokoknya.
"Terima kasih" Dia duduk di sampingku. ".kau tau nak, aku gugup sekali, aku bahkan melanggar sumpah pada almarhumah istriku untuk berhenti merokok, nyaris 18 tahun aku berhenti dan entahlah, tiba-tiba hari ini.kupikir rokok bisa menenangkanku." Dia berbicara.
Aku membakar rokok untuk diriku sendiri dan mulai menghisapnya.
"Wanita bisa membuat kita berhenti melakukan hal-hal yang sangat kita sukai." Aku hanya berbicara, hanya berbicara tanpa yakin makna dari kata-kata yang berhasil keluar dari celah-celah bibirku itu.
"Dan wanita pula yang bisa membuat kita melakukannya lagi."
"Hahahaha wanita.makhluk cantik itu"
"Pengagum wanita nak""
"Tentu saja!" "Kenapa"" "Karena kalau tidak salah, wanitalah yang melahirkan para pria, jadi tentu saja aku menghormati wanita dan juga mengaguminya."
"Kalau cinta""
"Hanya sebuah kata yang terdiri dari lima huruf dan bisa dieja dengan mudah, kata paling populer yang menghiasi dunia dalam roman, lagu, dan banyak kebohongan lainnya hahahaha."
"Kau tak percaya"
"Entahlah" "Pernah jatuh cinta""
"Mungkin kalau suka, iya"
"Apa yang membawamu kemari""
Aku mengambil undangan mungil dari sakuku dan menunjukkannya. "Hanya karena itu""
Aku mengangkat bahu "Aku pernah memacari pengantin wanita" "Dia sangat cantik"" "Cantik sekali"
"Kenapa kamu memacarinya""
"Karena teman-temanku punya pacar, karena aku punya tampang lumayan, gadis-gadis di sekolah menyukaiku, dan akan sangat aneh bila kelas tiga SMP aku bahkan tidak punya pacar, aku tak terlihat seperti orang yang tidak laku"
"Dangkal" "Usiaku 15 tahun saat itu"Aku mencoba membela diri
"Setelah itu pernah jatuh cinta atau berpikir untuk menikah" Oh sudahlah nak, mungkin kau akan bilang suatu hari nanti aku akan menikah karena orang-orang disekitarku menikah"
"Aku pernah jatuh cinta, tapi percobaan pertamaku gagal, tau kenapa" Karena gadis yang akan menikah itu memutuskanku, kau tau kenapa sebabnya"karena aku seorang realis, aku bilang padanya bahwa bintang itu berasal dari api, tapi yang dia katakan tentang bintang" bahwa bintang itu, manik-manik malam, penghias langit agar kegelapan tak terasa menyiksa. Bukankah aku benar""
"Dan dia juga tak salah!"
"Kita berbeda! Aku tak tau bagaimana otak para gadis bekerja"
"Bisa dibilang otak mereka tak berfungsi, karena mereka memakai hati"
"Pantas saja" "Diperlukan seseorang yang bertoleransi tinggi untuk membiarkan mereka terus mengikuti kata hati"
"Semoga pengantin prianya punya toleransi tinggi"
"Kurasa aku me nyukaimu anak muda" "Terima kasih, menurutku, para wanita tak perlu repot-repot mencintai kami, karena ..jangan pernah mencintai seorang pria, mencoba mencintai seorang pria itu artinya seorang wanita harus banyak mengalami kekecewaan, pria bukan makhluk dewasa, pria bukan penyuka drama dan romansa, pria lebih menyukai sesuatu yang nyata, kita hanya perlu dimengerti kan"bukan dicintai sepenuh hati, walaupun seberapa kuat kita meminta untuk seorang wanita berhenti mencintai mereka takkan pernah bisa, sama tidak bisanya kita mencoba untuk mengerti mereka."
"Kamu tau suatu fakta tentang pernikahan" Ketika kamu menikahi seorang wanita, kamu merasa sangat bahagia, tapi ketika kamu mengantar putrimu untuk menikah, kalau bisa kamu takkan pernah membiarkannya, karena. di mata seorang ayah seorang anak perempuan akan terus menjadi putri kecil mereka, seorang ayah terlalu takut kehilangan mereka, walaupun
mereka tak lagi memerlukan pelukan hangat kita di kala hujan derat dan petir keras, tapi jauh dalam hati kita, kita tak ingin mengakui bahwa ada pria lain yang lebih mencintai putrid kita dibanding kita sendiri. . . itulah kenapa banyak ayah yang mabuk di pernikahan putri mereka, hahahaha dan. aku lebih memilih melanggar janji pada istriku daripada mempermalukan putriku, satu lagi nak, kurasa kamu salah! Kamu percaya pada cinta, bukan sebaliknya! Karena.kita sama-sama tau jawabannya, matamu mengatakan lebih banyak daripada lidahmu."
"Anda ayahnya Dara"" aku serasa tak percaya.
"Seandainya kamu datang sedikit lebih cepat"
"Maksud anda""""
"Kalau benar kau anak yang bernama Damar itu, maka. . . sejujurnya aku iri padamu dulu, Dara pernah bilang ingin mengajarimu tentang bagaimana agar kamu percaya bahwa kamu percaya pada cinta, tapi Dara terlalu putus asa, itulah mengapa dia menyerah." Dan pria itu pergi, membuatku merasa luar biasa tolol.
Kupikir aku adalah yang paling tolol, ternyata tidak, karena yang lebih tolol adalah cowok pemarah yang memukul si pengantin pria, juga cowok yang mengotong figura bergambar Dara atau si perusak pesta dengan membawa serta para pengamen jalanan, sedikit bersyukur aku lebih baik dari mereka.
Aku hendak melangkah pergi, karena kupikir aku tak sanggup untuk melihat Dara berada di bawah sumpah untuk hidup bersama pria lain, tapi ternyata.ayah Dara memanggilku lagi, kali ini bukan meminta api, tapi memintaku untuk berbicara, mungkin untuk yang teakhir kali pada putrinya, dia bilang dia menyukai jadi mungkin ayahnya sedikit berbaik hati untuk membiarkanku setidaknya mendapat sedikit kesempatan untuk mengatakan bahwa aku memang percaya pada cinta.
"Pa kabar"" tanya Dara setengah berbisik
"Tidak terlalu baik, nggak pengen tanya kenapa"" aku mencoba membuatnya kesal, seperti dulu"karena kamu begitu cantik hari ini, tapi ternyata bukan aku yang memiliki"
"Jadi"" Dara menatapku lama "kamu mau pergi""
Aku mengangkat bahuku "Pengantin priaku pergi, dan haruskah juga kamu ikut pergi"" Dara menangis, tak tahan kulihat air mata itu, spontan kupeluk dirinya, tak peduli bahkan di depan mata ayahnya yang sambil pergi berkata. "Kalau aku jadi kau maka aku tau apa yang akan kulakukan"
"Tunggu!" ayah Dara berhenti melangkah.
"Bolehkah saya minta agar anda berjalan dari ujung sana menggandeng putri anda untuk menyerahkannya pada saya nantinya"" aku tak percaya aku mengatakannya.
"Kamu tau aku terpaksa tapi akan kulakukan, hey anak muda aku menderita dibawah kebahagiaanmu!" ayah Dara memelukku, lalu menggandeng Dara pergi, aku akan menantinya di dekat altar, aku tau ini konyol, karena entah mengapa aku merasa seperti pria-pria bahagia yang kubenci dalam drama cinta, ketika pada akhirnya, Ayah Dara menyerahkan putrinya untuk menjadi milikku dengan cara yang terduga, maka cinta menemukan jawabannya.
50 (Arghie) Aku tak percaya, jika ada yang mengatakan bahwa waktu akan menyembuhkan luka, karena yang kutau, waktu tak memiliki kekuatan untuk itu, tapi yang benar adalah seseorang tak pernah menyembuhkan lukanya, seiring berjalan dengan waktu seseorang hanya menjadi terbiasa dengan sakit
karena luka itu. Aku tau pasti, di hari terakhir aku bertemu dengan Dara, aku sudah membuatnya terluka, Dara mungkin terbiasa dengan sakit yang dirasanya, dan mencoba mengurangi sakit yang dialaminya dengan cara mencari orang yang benar-benar mencintainya. Karena, kadang akan lebih nyaman menjalani hubungan dengan orang yang kita tau sangat mencintai kita, walau kadang tak memuaskan hati, tapi memperkecil rasa sakit akibat disakiti, orang yang sangat mencintai kita akan memberikan segala cintanya untuk kita.
Hidup ini rumit, kadang kala kita jatuh cinta pada seseorang yang belum tentu jatuh cinta dengan kita, seperti yang Dara alami atau aku kira begitu, Dara mengatakan dia mencintaiku, tapi kutakan padanya bahwa aku mencintai kakaknya, kisah yang rumit kan"menyakitkan buat Dara, dan juga buatku, yang begitu bodoh tak bisa membedakan yang mana yang namanya cinta yang mana hanya mengagumi, aku jatuh cinta dengan Dara tanpa kusadari, sementara aku mengagumi Jelita tapi kupikir aku mencintai, aku kebingungan dalam mengartikan apa yang hatiku rasakan, harusnya tak sesulit itu, tapi semua orang tau bukan, bahwa remaja itu sedikit idiot dalam memahami perasaan.
Hari ini, walau mungkin sangat terlambat, tapi aku tak ingin memperparah kesalahan yang pernah kubuat dan aku juga harus mencegah Dara untuk mengambil langkah. Di undangan konyolnya tertulis 'Some day my prince will come, Some day we'll meet again and away to his castle we'll go To be happy forever I know. Some day when spring is here. We'll find our love a new And the birds bring will sing and wedding bells will ring. Some day my dreams come'
Aku masih ingat itu adalah nyanyian Putri Salju yang sering dia senandungkan Dara saat bersamaku. Aku tau Dara mengharapkan aku sebagai pangerannya, dan aku takkan mengizinkan Dara memilih pangeran yang salah.
Aku menggengam kotak cincin mungil yang kusimpan dalam saku Tuxedo-ku, aku sudah mepersiapkan segala kemungkinan yang terjadi, aku benar-benar yakin akan bisa merubah pendirian Dara, untuk memulai kisah baru denganku dan meninggalkan siapapun pria yang akan dinikahinya, kedengarannya egois tapi apapun akan kulakukan untuk mewujudkan impian remaja Dara, yang juga adalah impian remajaku.
Ada kegugupan ketika aku membuka pintu mobil dan menginjakan kaki di lokasi pernikahan Dara. Ada keyakinan sekaligus keraguan dalam hatiku, bisakah aku meyakinkan Dara untuk kembali mengingat cinta lamanya, cinta yang kuyakin tak pernah bisa dilupakannya.
"Arghie"" seseorang memanggil namaku, agak tidak yakin dari nada suaranya
"Ya"" alih-alih menjawab, pria jangkung itu malah melayangkan tinjunya ke wajahku, aku hampir tumbang ke tanah, tapi aku berpegangan pada mobil, kusentuh wajahku, darah di hidungku mengalir. Sial!
"Berani banget loe injakin kaki ke sini" Loe mau ngapain ke sini" Jangan rusak hari bahagia Dara!"
"Do I know you""
"Garin!" Mendengar nama itu membuat darahku mendidih, cowok pelarian Dara, aku tak menyangka akan menemukannya di sini. Bagaimana bisa" Terakhir kali kulihat wajahnya yang harus kuakui cukup tampan itu adalah ketika kulihat dia mencium Dara di kelas kosong, delapan tahun silam, saat aku ingin memperbaiki segalanya, ingin mengatakan pada Dara bahwa aku juga menyukainya, tapi si brengsek ini merusak segalanya, bagaimana bisa dia memukulku sementara akulah yang pantas melayangkan tinju ke mukanya. Jadi satu pukulan mendarat di wajahnya.
"Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe nolak dia" Garin membalas pukulanku.
"Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau, Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri" Satu pukulan lagi mengenai perutnya, aku merasakan Garin kesakitan.
"Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek kecewa"gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!" dua pukulan sekaligus mengenaiku, di rusukku dan hatiku. Ada orang lain yang mencintai Dara lebih dari yang kukira, sesaat semuanya terasa berjalan melambat hingga beberapa orang datang untuk meleraikan p
erkelahian kami. Ada Dara disana, lebih cantik dari yang bisa kuingat, dalam balutan gaun pengantin indah, dia menghampiri kami yang sama-sama sedang ditahan oleh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami dua orang tolol karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang gadis yang takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putrid negeri dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam pelukannya, seorang bayi perempuan aku mengetahui dari bando berpita pink di kepala mungilnya, bayi yang sangat cantik. Lengan-lengan kekar yang menahanku mulai melemah dan aku melepas diri, berdiri menghampiri Dara, tak hanya aku tapi Garin juga.
"Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu, bukan hari ini" kata Dara datar sedikit dan mengejek.
"Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu cintai untuk mengikat janji nanti" kataku cepat, Dara dan Garin menatapku tajam. "Dara...jangan ambil langkah salah!" katau lagi.
"Kamu tau Ghie...gadis kecil ini" Dara menunjukkan bayi mungil dalam pelukannya "Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga, maaf nggak sempat ngabarin... hey Baby Bells, say hello sama Om Arghie"
"Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu, untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu."
"Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa elo, egois keparat"" Garin hendak memukul lagi, tapi beberapa orang segera menahannya.
"Garin, please..." Dara memoho "Terima kasih udah datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon suamiku, memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan mengabaikan apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia untuknya. Aku cuma sedikit sedih tapi masih bisa kuatasi, aku nggak patah hati, aku pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran terpentingnya adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka kamu harus benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah kesalahanku dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke kamu, ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang dinginkan hatiku, mencintaimu." Dara berlalu pergi dan aku hanya terpaku, aku ingin mencerna kata perkata yang dia ucapkan, kenapa sulit sekali bagiku untu memahaminya. Haruskah aku terus terlambat dalam hal cinta, delapan tahun sudah berlalu lama, haruskah hari ini kubuat berlalu juga"Aku mengejar Dara.
"Dara tunggu" "Apa lagi"" Dara berbalik, dan mata besarnya memandangku" Arghie."Dia menghela nafas lalu tersenyum padaku. "Boleh aku minta sesuatu""
"Apapun" "Tolong peluk aku sekali saja" Dara meminta dengan setengah memohon, kukabulkan keinginannya, kupeluk Dara yang juga memeluk bayi mungil yang tertidur dalam damai itu, dalam pelukan Dara siapaun akan merasa damai karena itulah yang kurasakan juga. "Cukup" dan aku melepaskan pelukanku, Dara tersenyum padaku.
"Aku mengubah keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa .sayangnya Garin, lebih dari sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta, cinta
monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu, itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my ridiculous obsession with love. "Dara berjinjit mencium pipiku dan pergi, tapi sebelum dia benar-benar pergi, aku menahannya, kumasukkan tangan ke saku tuxedo-ku, kurasakan lembutnya kotak beludru itu, walaupun pada akhirnya kita tak bisa bersama-sama, tapi setidaknya benda kecil ini, walaupun takkan pernah melingkari jari manisnya tapi aku ingin cincin ini akan mengingatnya bahwa dia s
alah, bahwa seharusnya dia tak perlu kecewa karena jauh di dasar hatiku, aku juga mencintainya. Kuletakkan kotak itu dalam genggamannya, dan aku berbalik arah, aku akan mengikuti upacara pernikahannya seperti para tamu lainnya, berdoa untuk kebahagiaanya walau hatiku terluka, aku pantas mendapatkannya, karena telah menyakitinya sejauh ini.
*** Hari ini semua berakhir sudah, kita memilih jalan yang berbeda, mungkin sudah saatnya untuk membiasakan hati memahami rasa sakit yang mendera, walaupun sekarang Dara tau ternyata kita menyimpan rasa yang sama, tapi kita malah memutuskan memilih jalan yang berbeda, beruntung bagi Dara ada yang mencintainya lebih dari yang dia duga, walau hatiku tak mampu menerimanya. Semoga Dara mampu mengingat kenangan lama, cukup banyak waktu yang pernah kita habiskan berdua, yang buatku takkan pernah terasa terbuang percuma, aku ingin Dara mengingat waktu-waktu itu sebagai kenangan indah, dan Dara takkan mengingat bagian sakit dan kecewanya.
Kulihat Dara berjalan di sana dengan digandeng ayahnya seperti dalam adegan di televise yang berjalan melambat dan mengaduk-aduk emosi, dan walau tampak sedikit berantakan, tampak Garin di ujung sana menunggunya, Dara pernah bercerita bahwa dia dan Garin sering dinikahkan Jelly di halaman belakang rumahnya, seperti sekarang hanya saja pastinya tidak ada tempat upacara yang dihias serupa altar, tamu sebanyak ini, dan musik, bunga, serta ornament lainnya. Aku tak tau apa yang aku lakukan, tapi aku bangkit dari tempat dudukku dan melambaikan tangan pada Dara, kupikir melambaikan tangan bisa membuat kepergiannya terasa lebih mudah, kulihat Dara menatapku, aku meninggalkan tempat, waktu serasa berhenti berputar tapi tatapan orang-orang menyertai kepergianku, aku harus pergi dari sini, aku tak mau lebih lama menyiksa hati.
Aku mendengar derap langkah kaki berlari, dan sebuah pukulan mengenaiku lagi, aku menyerah, tak bisa berbuat apa-apa lagi, lalu si pemukul melepas Tuxedo-nya, "loe pake punya gue, punya loe udah kena darah, sekali lagi loe siksa Dara, gue nggak segan-segan ngerebut Dara dari elo! Dara sayang loe kayak yang seharusnya, dan untuk gue Dara butuh waktu ngerubahnya dari sodara untuk jadi laki-laki yang pantas dicinta." Garin memelukku sesaat lalu menepuk punggungku, benar-benar lelaki sejati, aku kagum pada kebesaran hatinya. Dia melangkah pergi, dan Dara menghampiri.
"Arghie.bagaimana bisa kayak gini"" Dara menangis.
"Aku nggak bermaksud merusak segalanya." Aku menyesal
"Aku tak mengerti apa yang terjadi di hari ini"
"Kalau kamu mempercayaiku, bolehkan aku menebus kesalahanku dulu""
"Arghie .jangan bilang kalau ini cuma mimpi, dan kalaupun ini mimpi, aku nggak ingin terjaga lagi" Bagaimana caranya agar Dara yakin ini bukanlah mimpi, kucium bibirnya, pelan, lembut dan penuh cinta.
"Terasa"" tanyaku
"Masih seperti mimpi" katanya berlalu dalam gandengan ayahnya untuk menemuiku di ujung sana, aku harus bergegas sebelum segalanya buyar atau aku kehilangan kesempatan.
56 (Garin) Sejak tiba di sini, belum sekalipun aku menemui Dara, aku pulang untuk menghadiri pernikahannya, seandainya bukan atas desakan mama, mungkin aku tak ingin menginjakan kaki di sini, karena sebenarnya pernikahan ini membuatku patah hati, mama sangat berbahagia dengan pernikahan ini, buatnya ini adalah hari yang sangat penting, karena mama menyayangi Dara, Dara seperti anak perempuan yang tak pernah dimilikinya seandainya aku bisa sebahagia mama dalam merayakan pernikahan Dara.
Pernikahan ini begitu tiba-tiba dan aku tak pernah menduga, kupikir aku masih punya waktu, aku berencana menyelesaikan pendidikanku terlebih dahulu, pulang ke Indonesia dan bekerja di sini, mengatakan bahwa aku mencintai Dara dan menikahinya, tapi aku memang selalu menunda-nunda, hingga akhirnya seseorang menggantikan posisiku untuk menikahi Dara, yang tersisa hanya penyesalan yang tak berguna. Aku menguatkan hati dengan mengatakan, "walau kamu takkan kumiliki seperti disaat ini tapi aku takkan menyesali, karena sesuatu yang berarti adalah pernah belajar untuk mencintai"
Aku mengitari taman belakang rumah ini, rasanya ingin kembali ke masa lalu, saat aku yang menggandeng tangan Dara dan menikahinya, sejujurnya aku tak percaya dengan pria bernama Dudi, aku melihatnya seolah-olah bukanlah dia pria yang tepat untuk Dara, walau aku tak berani terlalu berbangga diri mengatakan akulah yang tepat untuknya. Seandainya boleh merubah keadaan, seharusnya hanya akulah yang boleh menikahi Dara, aku pernah menikahinya dulu dan harusnya aku juga yang menikahinya sekarang.
Ada baiknya aku tak disini, mungkin seharusnya aku pergi, rasanya pedih kalau harus memaksa diri menguatkan hati, harusnya aku tak menembus batas benua hanya untuk menyakiti diri sendiri.
Kuputuskan untuk pergi kemana saja, aku bisa kembali nanti setelah semuanya usai, kurasa aku bisa menerima bila semuanya sudah terlewati, tapi entah mengapa tangisan Dara delapan tahun silam kembali menghantui ketika muka seorang pria dengan tampang memuakkan
karena dia hanya mengingatkanku akan pria-pria beruntung yang mematahkan hati para wanita tapi akan tetap dicintai apapun keadaannya, wajahnya yang seperti John Mayer menyulut emosiku, pria itu, delapan tahun lalu adalah seorang cowok yang membuat Dara tergila-gila dan pada akhirnya hanya menyisakan lara karena terluka dan kecewa, Arghie, kalo tak salah itu namanya, dia muncul begitu saja tanpa terduga, ketika aku ingin meninggalkan tempat ini, dalam hati ingin melampiaskan yang pernah terjadi, walau sepertinya sudah basi, tapi si brengsek ini pastinya layak mendapat beberapa pukulan sebagai pelajaran, beruntung bila aku bisa mematahkan hidung Pinokio-nya!
"Arghie"" aku memanggilnya, aku hanya ingin meyakinkan diri, aku tak mau jika salah orang.
"Ya"" jawabnya, dan aku langsung melayangkan tinjuku untuknya, tepat mengenai hidungnya, dia limbung dan menghantam mobil, dia berpegangan pada mobil mahalnya, pria seperti ini membuatku benar-benar muak, karena tampang mereka mengintimidasi dan nasib baik mereka membuat iri.
"Berani banget loe injakin kaki ke sini" Loe mau ngapain ke sini" Jangan rusak hari bahagia Dara!"
"Do I know you" "tanyanya sombong
"Garin!" Mendengar namaku, kuyakin membuat darahnya mendidih, aku masih ingat tatapan tajamnya yang marah di malam itu, saat aku dan Dara keluar dari aula sekolah, tak hanya sampai disitu, aku tau dia juga mengikuti kami saat kami melewati prom nite sepi di kelas kosong yang pada akhirnya malah menjadi tragedy, aku yakin ketika aku berdansa dan mencium Dara, Arghie juga melihatnya, dan aku berani bertaruh kenangan yang kembali teringat itulah yang menjadi alasan untuknya mendaratkan satu pukulan di wajahku, apa maunya" Dasar womanizer parah, dia menyukai kakaknya tapi cemburu buta ketika Dara yang ditau menyukainya bersamaku, dia hanya tak ingin kehilangan fan, kurasa.
"Loe nggak tau bagaimana kecewanya Dara saat loe nolak dia"Aku tak tahan kuhadiahkan sebuah pukulan sekali lagi, dia harus tau betapa tersakitinya Dara kala itu.
"Okay, itu salah gue! Loe pikir gue nggak tau, Tapi loe ambil kesempatan kan buat deketin dia, gue tau loe nyium Dara di kelas kosong pas prom nite,gue liat dengan mata kepala gue sendiri" Satu pukulan lagi mengenai perutku, sial, aku merasa kesakitan.
"Loe pikir loe hebat bisa bikin seorang cewek kecewa"gue nggak suka loe bikin nangis cewek yang gue sayang!" aku membalas dengan pukulan yang dua kali lebih keras, tak lupa kukatakan tentang perasaanku yang sebenarnya tentang Dara padanya, aku ingin dia tau bahwa ada orang lain yang lebih mencintai Dara yang lebih pantas untuknya. Beberapa orang berdatangan untuk meleraikan keributan yang kulakukan aku tak peduli, aku merasa ada baiknya walaupun terlambat, aku ingin agar dia merasakan sakit yang pernah dirasakan Dara, walau sakit fisik tak sama rasanya dengan hati yang menderita.
Diantara orang yang berdatangan ada Dara disana, dia lebih cantik dari wanita manapun di dunia ini, terakhir kali aku meninggalkannya dia adalah gadis tercantik di malam prom nite, dan sekarang dia adalah pengantin tercantik, , dia menghampiri kami yang sama-sama sedang ditahan ol
eh dua orang pria yang pastinya menganggap bahwa kami dua orang tolol karena bertengkar untuk masa lalu yang terlewat, untuk seorang gadis yang takkan pernah memilih satu diantara kami, karena dia akan memilih yang lain.
Dara melangkah anggun bagaikan putri negeri dongeng, tapi matanya menyiratkan kesedihan mendalam, ada bayi dalam pelukannya, bayi yang ditinggalkan Jelita, sebuah tanggung jawab besar, dan aku tau hati mulia Dara, takkan menyianyiakan titipan Jelita untuknya, aku tau seperti apa kedua saudara itu, Dara hampir membenci Jelita gara-gara cinta butanya pada Arghie, seorang pria yang sama sekali tak pantas untuknya, karena Dara pantas mendapatkan orang yang lebih baik, orang yang sangat mencintainya.
"Harusnya peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu, bukan hari ini" kata Dara datar sedikit dan mengejek.
"Dan harusnya, kamu bersama pangeran yang kamu cintai untuk mengikat janji nanti" kata si Arghie tak tau malu, dia mencoba membujuk Dara, aku menatapnya tajam. "Dara...jangan ambil langkah salah!" katanya lagi.
"Kamu tau Ghie...gadis kecil ini" Dara menunjukkan bayi mungil dalam pelukannya "Dia adalah harta paling berhargaku, peninggalan Jelita, Jelly udah nggak ada, udah ke surga, maaf nggak sempat ngabarin... hey Baby Bells, say hello sama Om Arghie"
"Aku tau tentang Jelly, aku ke sini, untuk kamu, untuk memperbaiki apa yang harus aku perbaiki dulu."
"Berani banget loe! Setelah loe ngecewain Dara sekarang loe dengan tanpa rasa bersalahnya datang dan minta dia buat loe, siapa elo, egois keparat"" Aku benar-benar marah dan hendak memukulnya lagi, tapi beberapa orang segera menahanku.
"Garin, please." Dara memohon, aku melihat matanya berkaca-kaca, aku tak pernah tahan melihat air mata di mata indah itu. Dara menatap Arghie lagi, dia tersenyum padanya"Terima kasih udah datang ke pernikahanku, yang akan aku batalin sebentar lagi, calon suamiku, memilih yang lain, aku mengerti dia memilih kebahagiaannya dan mengabaikan apapun yang dikatakan orang lain, well, aku bahagia untuknya. Aku cuma sedikit sedih tapi masih bisa kuatasi, aku nggak patah hati, aku pernah patah hati, dan cukup patah hati hanya sekali, pelajaran terpentingnya adalah ketika kamu memilih menyerahkan hatimu pada seseorang maka kamu harus benar-benar tau apakah orang itu mau menerima hatimu, dan itulah kesalahanku dulu Ghie, kupikir kamu juga jatuh cinta seperti aku jatuh cinta ke kamu, ternyata apa yang kupikir cinta dari kamu itu nggak lebih dari sebetuk persahabatan dan toleransi yang bersifat mutual, kamu akrab denganku mau bertoleransi dengan cerita-cerita konyolku karena kamu jatuh cinta pada kakakku alih-alih padaku, menyedihkan, tapi sungguh aku tak menyalahkanmu aku hanya ingin berterima kasih karena kamu telah mengenalkan padaku tentang apa yang dinginkan hatiku, mencintaimu." Dara berbicara dalam kata-kata yang begitu dewasa tapi juga sangat menyayat hati, dan Dara-pun berlalu pergi, aku terpaku, Dara tak jadi menikahi dudi, sudah kuduga pasti ada yang salah dengan Dudi, dan dugaanku benar.
"Dara tunggu" teriak Arghie dia mencoba menahan Dara
"Apa lagi"" Dara berbalik, dan mata besarnya memandang arghie" Arghie."Dia menghela nafas lalu tersenyum padaku. "Boleh aku minta sesuatu""
"Apapun" "Tolong peluk aku sekali saja" Dara meminta dengan setengah memohon, Arghie melakukannya, sial, dia pasti menikmati pelukan dari Dara, aku benci melihat hal ini di depan mataku. Dara menatapku, dia tersenyum padaku, lalu menghampiriku, dan menggenggam erat tanganku.
"Aku mengubah keputusanku Ghie, hari ini aku sadar, bahwa .sayangnya Garin, lebih dari sayangnya seorang saudara, dia yang ada di sana ketika aku kecewa karena cinta, cinta monyet kita, hahaha atau yang aku pikir begitu, aku masih ingat hari itu, itu hari yang merubahku. Hey, Thank you for curing me of my ridiculous obsession with love. "Dara lalu mengajakku pergi, berjalan kembali ke dalam ke halaman belakang. Jari jemari kami saling menggengam, aku masih tak menyadari dengan pasti tapi yang pasti serasa ada yang menghentak dalam perutku, kurasa itu gelembung kebahagiaan.
" Garin, terima kasih.untuk hari ini, untuk delapan tahun lalu, tapi.kenapa begitu lama sekali kamu harus bikin aku nunggu" "Dara berbalik dan memelotiku. "Kamu bandel, kecil dulu, kamu selalu nyuri coklat-coklatku, malam itu, kamu nyuri ciuman pertamaku, dan hari ini." belum sempat Dara menyelesaikan kalimatnya, aku memilih untuk menciumnya, bibirnya masih terasa sama, begitu manis, begitu lembut.
"Garin!" oh suara Mama membuatku harus menghentikan ciuman ini.
"Nakal ya"" mama malah melempar kerlingan jail, lalu memelukku dan dia mencium Dara dengan penuh suka cita. "Dulu mama sering melihat kalian main kawin-kawinan di sini dari jendela rumah nggak nyangka hari ini bakal jadi nyata". Ayahnya Dara menghampiri, dia tersenyum padaku.
"Garin... om titip Dara ya" Aku mengangguk.
Mama menyeretku cepat, dengan cekatan dia membersihkan wajahku yang sedikit terluka, aku jadi ingat hari-hari ketika aku masih kecil dan jatuh dari sepeda mama merawat
lukaku seperti sekarang. "Nggak sia-sia mama menyiapkan tuxedo extra" katanya ceria, dan aku lalu memakai tuxedo dari mama, dan menunggu Dara di ujung altar. Dara terlihat sempurna dalam langkah-langkah anggunnya, dan ada lambaian di sana, Arghie, dia melambai untuk Dara, Dara berbalik dan membalas lambaiannnya, lalu melanjutkan langkahnya menuju kepadaku, aku tau, Dara adalah gadis yang ditakdirkan untukku, aku percaya itu. Mana kala kami mengikat janji dalam sumpah yang suci, ada kebahagiaan besar dalam hatiku, Dara kini disisiku, meneggengam jariku, akan selalu dalam hatiku, rasanya kembali ke masa kecil dulu saat kami disini mengitari taman ini bergandengan tangan sambil bernyanyi, sayangnya tak lagi ada Jelly, aku yakin dari surge dia pasti mendoakan untuk kebahagiaan kami.
62 (Kiky) "Hampa kini harapan, kekasih tak kembali yang kuterima undangan, ntar lagi akan mengikat janji" Papa bernyanyi lagu tembang kenangan yang diplesetinnya hanya untuk mengejekku, jiiiaaah papa belom tau aja rencana gila yang ada di otakku, aku akan merebut Dara apapun yang terjadi.Nggak bakal ada pernikahan buat si Dara, kalo mempelai cowoknya bukan aku!
"Taruhan berapa pa, kalo ntar Kiky yang jadi kawin sama Dara"" aku menantang. "Ma, anakmu nih gila!"
"Iyah, gila kayak papahnya!" jawab mamaku cuek.
"Like father like son dong judulnya, hahahaha, sama dong kita pa, berarti Kiky nggak ragu-ragu lagi, ternyata Kiky mang anaknya papa, abisnya selama ini Kiky agak sangsi, masak anaknya sekeren ini, papanya sejelek itu, hahahahaha" aku masih bisa bercanda padahal dalam hati ...kalo katanya boyband SM*SH cenat-cenut, jangan sampe rencanaku gagal, aku takkan bisa menerima kalo Dara jadi milik cowok lain, kalo itu sampe kejadian aku bersumpah, bakalan berangkat ke pedalaman Amazon, tenggelamin diri dikalinya, mati-mati deh aku dicabik-cabik Piranha.
"Sembarangan kamu, kata siapa papa jelek, dulu jaman papa remaja, si mama tuh ngejar-ngejar papa, sekarang aja, pas papa udah tua, perut buncit, gendut botak, baru mama jutek-jutek, beuh jaman dulu aja.. "
"Eh si papah yang sembarangan wong mamah dulunya nggak ngejar-ngejar papah, papah yang ngejar-ngejar mamah, kan papah yang maksa-maksa buat mamah nrima papah, coba mamah dulu kawinnya sama koko tajir yang dijodohin orang tua mamah, nggak bakalan mamah hidup menderita disiksa papah yang jailnya minta ampun kayak gini."mama nyerocos sambil merapikan dandanannya.
"Waduh kok mama nggak cerita hampir kawin sama koko tajir dulu, kok batal sih ma" Kan mukaku jadi kayak anak-anak boyband kalo mama kawinnya ma koko tajir, dan aku pasti
punya banyak toko elektronik tuh." Komenku jail, sambil mencolek papa, hahaha tau rasa si papa. Jiiiah, kepalaku kena jitakan. Aku meringis kesakitan
"Orang mama bilang nggak mau dijodohin dulu maunya sama papa" balas papaku. "Ky, tampangmu gimana nggak ancur, rambut dibikin kayak sumbu kompor jaman dulu gitu, gimana bisa si Dara mau sama kamu."
"Papa nih ya sembarangan, nih rambut namanya dreadlock, keren tauk, gimana pa, jadi gak nih taruhannya""kalo Kiky kawinin Dara, Papa kalah lima juta, gimana""
"Lima ju ta kecil, kamu pasti kalah Ky, kalo kamu kalah, tuh pala botakin yak""
"Okay, siapa takut" kataku menyakinkan diri, "tuh duit lima juta juga buat renov tembok samping yang udah kujebolin, hahaha" bisikku licik,hahaha semoga nggak kedengaran mama.
"Ky, jangan gila yah, udah kamu diam di rumah aja, mama-papa mau ke kawinannya Dara." Kata Mama sambil ngeloyor pergi.
Sembarangan aja aku disuruh jaga rumah, yang ada aku akan bikin heboh tuh kawinannya si Dara, selepas mama-papa pergi, serombongan pengamen yang kusewa bakal kuselundupin lewat tembok belakang yang kujebol kemarin malem, untung nggak ketauan, kan ada pohon-pohonan di sana hahaha.
"Wey...si abang ternyata anak orang kaya yah"" komen si Omat, si bocah 6 taon yang sekecil ini udah harus nyari duit sendiri, kasian, tapi dia lebih baik dari ortunya yang kerjanya cuma minta-minta.
"Mangnya tampang gue tampang susah ya""Aku melihat mukaku di cermin
"Abisnya loe sih bang, sering nongkrong di kolong jembatan bareng kita, yah gak nyangka, tapi elo sekarang cakep bang" komen si Omat, ditambah anggukan lebih dari selusin teman-temannya. Aku baru saja memakai tuxedo, yang sengaja kubeli buat hari khusus ini, Dara pernah bilang kalau dia kawin nanti, dia mau pake gaun dan cowoknya pake tuxedo, aku merasa kayak tuxedo bertopeng, tokoh komik pacarnya sailor moon.Hari ini untuk pertama kali sejak ku
SD kelas 1 dulu, aku berdandan rapi lagi, rambut dreadlock-ku kuikat ke belakang, aku merasa aku tak terlalu jelek sekarang.
"Bang, loe mau ngapain" Cakep-cakep gini" tanya Izan
"Gue mau kawinin cewek gue" jawabku yakin.
"Sumpeh loe"" si Agil tak percaya
"Pacar loe bunting ya bang, kok kawinnya tiba-tiba"" tanya si Momot sotoy. Aku menjitak kepalanya.
"Loe kawin lari nih jangan-jangan bang" tambah Idam
"Kita dapat makan-makan gak bang"" tanya si Gembul
"Bang bang bang.berisik, loe, diem! Loe pada inget lagu yang gue ajarin kemaren yang.tersenyumlah hai Dara ceriakan dunia, oh andaikan kau mau jadi milikku"
"Iyeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee" jawab mereka kompak.
"Loe pada harus nyanyiin lagu itu buat Dara, loe pada harus bikin dia terharu ma kejutan yang kita bikin" kataku berapi-api.
"Liat nih, gue punya 100 ribuan buat tiap-tiap orang lho!" Aku mengibas-ngibaskan tumpukan duit nominal 50an ribu di depan muka mereka."Gue yakin loe pada pasti bisa nyanyi dengan kompak"
"Iya bisa!" jawab mereka kompak, liat duit aja baru bisa. Ah, semoga bisa, bagaimanapun caranya aku harus bersama Dara, walau mungkin nyaris susah untuk menjadi nyata.
Kuajak mereka ke halaman belakang dan kuselundupkan satu persatu Kuminta mereka berbaris dengan rapi, aku merasakan pandangan orang-orang mengarah pada kami, dua orang tante-tante melewati kami, sambil bergosip dengan volume suara kayak orang nelen speaker.
"Pengantin cowoknya ganteng banget, dokter Dudi yang itu lho."
"ntar, elo pada langsung nyanyiin tuh lagu pas si penganten cewek keluar pintu! Kalo nggak sisanya yang 50-an ribu gue nggak bayar, udah gue susah-susah ngumpulin kalian, belom lagi mesti jebol tembok samping rumah biar kalian bisa masuk sini, kalo ketauan ada kalian beuh bisa ditendang keluar kita, nah ntar satu-satu keluar dan langsung nyanyi, nyanyi pake hati, biar cewek gue terharu trus nggak jadi married, trus married-nya sama gue deh!"instruksiku keras agar suaraku tak kalah dibanding suara si tante.
"Iyah, aku juga pernah liat tuh si dokter, maunya sakit terus biar bisa ngecengin dia ke tempat prakteknya" balas temennya
"Bang, katanya cewek loe" Tapi kawinnya ma yang lain"" tanya si Omat dengan tampang polos." Dan aku langsung menjitak kepalanya.
"Okay, sebenernya neh cewek mau kawin sama cowok lain, tapi gue sayang banget sama nih cewek."Entah mengapa hatiku terasa galau, aku tak ingin membiarkan hal itu terjadi, takkan pernah. Dara hanya boleh menjadi milikku. Tiba-tiba si Omat memelukku.
"Bang.ayo kita rebut hati cewek loe!"
Anak-anak yang lainnya mengangguk, mereka menyemangatiku. Lalu, kulihat Dara disana, keluar dalam balutan gaun yang sangat indah, aku tak percaya Dara akan menikah, takkan kubiarkan, Dara
terlihat sedih, di gendongannya ada bayi, aku bertanya-tanya tapi entah kenapa otakku tak mampu bekerja, kosong yang kurasakan disana.
Seorang pria setengah mabuk memukul pria yang pastinya adalah calon suami Dara, aku tau cowok mabuk itu adalah Hero, mantan terakhir Dara yang brengsek, ingin sekali kubalas Hero, dia yang merebut Dara dariku, seharusnya Dara takkan pernah pergi, aku hanya tak pernah menahan langkah Dara, seseorang takkan pernah meninggalkan kita bila kita tak membiarkannya, aku mungkin membiarkannya, tapi dalam hati, Dara takkan pernah pergi apapun yang terjadi, seseorang membawa Hero pergi, dan.si calon suami Dara juga pergi bersama seorang cowok bule jangkung, aku merasa ada sesuatu yang tak beres.
Dara...jangan lagi bersedih,
Cari lagi yg tepat untukmu,
Yang baik untukmu.. Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya,
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali...
Nyanyian cempreng anak-anak ini membuyarkanku, Dara tiba-tiba sudah berdiri di depanku, sejujurnya aku lebih suka Dara yang bertampang galak dan jutek daripada Dara yang menangis seperti ini.
Tersenyumlah hai dara ceriakan dunia...
Oh andaikan kau mau jadi milikku
Buka...bukalah matamu dan lihatlah banyak yang menantimu yang baik untukmu...
Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali
"Kamu bisa nggak sih, sekali-kali nggak kayak gini" Nggak bikin kejadian konyol kayak gini" Ky...hari ini semuanya ancur total! Aku batal kawin, si Dudi ninggalin aku, dia pergi...."Dara menangis, aku memeluknya, biasanya Dara akan menolak, tapi entah kenapa dia membiarkanku untuk memeluknya. Kutepuk-tepuk punggungnya membuatnya lebih tenang, aku benci melihat Dara menangis. Dara melepaskan diri, ketika nyanyian cempreng itu usai dan suara cieeeeeeeeeeeeeee menggema. Uh dasar mereka, batal nih 50ribu sisanya!
"Kamu nyari-nyari kesempatan yah"" Dara kembali jutek, berbalik dan pergi meninggalkanku. Belum lagi pihak panitia menghampiri dan mengusir anak-anak itu.
"Bang..." "Bang."
"Bang..." mereka ingin memprotes tapi aku bengong saja tak tau apa yang harus kulakukan, seperti biasa, aku melakukan hal yang salah pada saat yang salah, kapan sih aku bertindak nggak payah" Kupikir aku sudah mempersiapkan segalanya, tapi percuma, sia-sia, Dara tak pernah suka dengan segala yang kulakukan, kenapa aku nggak bisa jadi cowok senormal cowok yang diinginkan Dara!
Udah kepalang basah, sekali udah mempermalukan diri kenapa nggak abis-abisan aja!
"Dara!" aku berteriak "Kamu boleh marah sama aku, kamu boleh nggak suka lagu ini, tapi lagu ini akan aku nyanyiin berkali-kali, supaya kamu tau..saat seseorang udah ninggalin kamu, saat kamu terluka aku ada, walau aku nggak bisa kayak orang yang kamu sayang tapi aku mau berusaha, aku benci liat kamu sedih aku lebih suka kamu yang ceria! " aku membuang semua rasa malu, ketika orang-orang melihatku dengan pandangan meremehkan, aku berhasil mempermalukan diri, dan kali ini aku akan lebih mempermalukan diri lagi! jadi kunyanyikan lagi lagu itu.
Dara...jangan lagi bersedih,
Cari lagi yg tepat untukmu,
Yang baik untukmu.. Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya,
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali...
Tersenyumlah hai dara ceriakan dunia...
Oh andaikan kau mau jadi milikku
Buka...bukalah matamu dan lihatlah banyak yang menantimu yang baik untukmu...
Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali
Anak-anak itu turut bernyanyi bersamaku dari jauh aku mendengar suara mereka, setidaknya Dara harus tau apa yang kurasakan! Aku yakin Dara marah besar, kulihat Dara di sana, dengan Poppy sahabat setianya, Dara menyerahkan bayi digendongannya pada Poppy dan berbalik kepadaku, banyak tepukan tangan di sana, buat mereka, mungkin ini hiburan yang tak terduga buat mereka , tapi bagiku ini adalah luapan isi hatiku, jadi aku bernyanyi lagi.
Dara...jangan lagi bersedih,
Cari lagi yg tepat untukmu,
Yang baik untukmu.. Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya,
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali
... Tersenyumlah hai dara ceriakan dunia...
Oh andaikan kau mau jadi milikku
Buka...bukalah matamu dan lihatlah banyak yang menantimu yang baik untukmu...
Jangan lagi kau tangisi tuk kepergiannya
Jangan lagi kau harap dirinya untuk kembali
"Kiky, aku udah cukup sedih karena ditinggalin Dudi, kenapa kamu malah bikin parah keadaan ini" Kamu seneng yah malu-maluin aku""Dara kembali, aku suka diantara muka juteknya kulihat sekilas senyum, aku tau Dara, seberapapun marahnya dia, dia akan kembali menyapaku seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa, lagipula, cewek.sukkkkaaaaaaa digombalin.
"Kamu sayang sama Dudi"" tanyaku iseng, aku tak tau harus bertanya apa
"Hmmm..enggak" aku juga menduga begitu, Dara berpacaran delapan tahun dengan Hero, tapi menghabiskan malam-malam berbicara apa saja denganku dari pembicaraan itu aku tau Dara tak tahan dengan Hero, dan aneh sekali ketika kurang dari tiga minggu Dara akhirnya menikahi Dudi, aku tau, Dara pasti lebih mempertimbangkanku.
"Trus ngapain sedih"" aku mulai jail
"Pernikahan adalah mimpiku sejak kecil, ketika mimpi indahmu jadi mimpi buruk apa yang kamu lakuin Ky""
"Bangun dari tidur!" jawabku cuek
"Arrrrrrrrrrrrggghhhttttt! Kiky" Dara berteriak tak sabaran" Kupikir kamu berubah! Dia memukulku berkali-kali di dada, dan lalu pergi lagi, huh! Aku salah lagi, tapi tiba-tiba, ada suara dari arah lain, suara yang lebih keras, dan semua mata tertuju pada arah suara, dari arah tempat panggung tempat wedding singer berada, sebuah lagu yang dinyanyikan oleh suara yang sangat kukenal.
"Oh dara... Kemana kau pergi melangkah
Juwita... Tahukah kau hatiku resah

Dara Getting Married Karya Citra Rizcha Maya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oh dara... Mengapa kau terus melangkah
Juwita... Mengapa ku tak berdaya"
Aku sangat hafal suara itu,mendendangkan potongan lagu Lenggang Puspita-nya Ahmad Albar, itu suara Papa, good job pa, kamu membantuku di saat yang tepat, karena Dara menghentikan langkahnya.
"Dara, sebelum kesini om dan Kiky taruhan, Kiky bilang dia pasti bisa bikin pernikahan kamu batal dan pasti dia yang bakal gantiin pengantin cowoknya, kalo Kiky menang, harus bayar lima juta, tapi kalo Kiky kalah, rambut kusutnya bakal dibotakin hari ini juga. Kamu lebih suka om menang taruhan apa liat Kiky botak"" Oh papa bener-bener hebat, love you papa, you rock! Hahaha, Dara telihat kebingungan dan salah tingkah.
"Dara, minta si Kiky ngeluarin benda yang ada di sakunya tuh" pinta papa.
Dara memelototiku, aku pun mengeluarkan kota beludru kecil, sebuah cincin yang kupersiapkan khusus untuknya. "Ky, tugas papa udah selesai, sekarang giliran kamu buat perjuangin cintamu...oia satu lagi! bapak-bapak security, balikin anak-anak tadi! Itu temen anak saya, ini kawinan anak saya, mereka di undang tar catering-nya saya juga yang bayar, hadirin dan undangan terima kasih" dan konyolnya papa, masih sempat berdadah-dadah ria, mama pasti bakal marah-marah!
"Dara, kamu tau kan aku sayang sama kamu"
"Iya" "Aku emang gini, tapi..."
"Aku mau lamaran yang romantis"
Dan aku berlutut, menyentuh tangannya, mencium tangannya dan melingkarkan cincin di jari manisnya.
"Will you marry me""aku memintanya dengan serius mencoba mempraktekan tatapan mata sendu dan bersungguh-sungguh ala aktor film India.
"Ya! Dan nggak ada siaran ulang!" jawab Dara jutek, spontan, aku melompat kegirangan
"Yipppey...." Ada tepukan tangan membahana, dan dengan cepat kupeluk Dara dan memutar-mutarkannya, biar lebih berasa kayak film Indianya! "Mau ke altar sekarang""
"Tapi turunin aku dulu" Dara malu-malu dalam bahagia.
Dan ayah Dara menghampiriku.
"Om..." kataku agak sungkan.
"Makasih Ky." hanya itu yang diucapkannya, aku tau beliau merestui.
Dan, yeah, aku berhasil, tak ada hal paling membuatku lebih bahagia selain hari ini, saat akhirnya aku memiliki Dara untuk diriku sendiri, selamat datang keluarga keluarga bencana, selamat datang keluarga bahaya....eh bahagia
71 (Hero) Aku menyadari saat aku menghantamkan kepalan tanganku tepat di hidung pria bernama Dudi, aku tau aku baru saja memperparah kesalahanku, Dara tak pernah menyukai sikap kasar, sok
pahlawanku. Jika boleh jujur Dara hampir membenci segala yang ada pada diriku, Dara berhenti mencintaiku tepat disaat aku mulai mengikatnya, kubuat dia terikat seerat-eratnya, kubuat dia berpikir bahwa hanya kematian yang bisa membuatnya terlepas dariku, ikatan yang kubuat adalah ikatan yang salah, aku mengikatnya bukan dengan cinta tapi alasan kuat yang membuat dia tak bisa terlepas dariku, kubuat dia tergantung, bodohnya aku. Ada yang bilang cinta itu ibarat pasir jika kita menggenggamnya dengan begitu erat maka pasir akan keluar dari celah-celah jari kita, begitu juga dengan Dara semakin kumenggengamnya semakin kuat keinginannya untuk lepas dariku.
Aku melihat laki-laki itu tumbang dan kesakitan tapi sayang tak ada belas kasihan dalam hatiku. Darahku terasa mendidih saat seorang pria bule malah menjadi tameng baginya dan seorang cowok brengsek malah menahanku, beberapa pria malah siap-siap menyeretku keluar.
"Hero." bibir Dara bergetar saat mengucapkan namaku, aku yakin Dara tak siap dengan kedatanganku, jika dia tak siap harusnya dia tak mengabariku tentang berita buruk ini. Dara terlihat jauh lebih cantik dari terakhir kali kumelihatnya saat dia masih berstatus pacarku, kali inipun masih, sebelum dia mengucapkan janji, sumpah mati atau apalah namanya, dia masih dan akan tetap menjadi Daraku.
*** Aku diam di luar di balik pagar besi tinggi rumahnya, sumpah janji khidmat tentang sucinya pernikahan kurasa tengah terjadi di dalam, kepalaku terasa ingin pecah, bila membayangkan bahwa Dara-lah yang berada di sana, tapi.ternyata bayang-bayang Dara malah semakin nyata di hadapanku, dia datang dalam langkah anggun bak malaikat yang berasal dari surga, kupejamkan mataku lalu kubuka lagi, mengerjapkannya berkali-kali agar aku benar-benar yakin bahwa mataku tak menipuku, aku hidup di dunia yang batas kesadaran dan khayalan hanya terpisah seperti kabut tipis, aku berkhayal dalam kenyataan, dan mengalami berbagai hal nyata dalam khayalan. Ternyata benar itu bukanlah Dara, ternyata Tuhan mengutus malaikat yang terlalu indah untuk menjemput nyawaku, malaikat yang sangat indah, dengan pesona yang membuatku menderita, malaikat yang mengingatkanku pada sosok seorang ibu yang tak pernah kumiliki, malaikat itu memeluk bayi dalam pelukannya, membuatku membayangkan khayalan ketika aku bahkan belum bisa berkhayal, ketika aku adalah bayi yang baru terlahir ke dunia dan tanpa dosa, dalam pelukan wanita yang seandainya dia tidak ke surga untuk membawaku ke dunia maka aku akan mencintainya lebih dari segalanya, maka mungkin aku takkan pernah mencintai dengan cara yang salah, tanpa ibu seorang anak, hanya akan menjadi sepertiku, terbuang, tanpa cinta, menderita, karena tidak terpenuhinya kebutuhan emosional seperti yang semestinya, menjadi seoonggok makhluk yang tanpa jiwa.
Malaikat itu menyentuhku, aku merasakan halusnya sentuhan dari tangannya yang lembut, malaikat itu menatapku, tatapan itu membuatku menangis, aku kenal mata itu, mata yang juga berkaca-kaca karena air mata, walaupun penglihatanku tak nyata karena air mata tapi aku sungguh mengetahui tentang mata itu, mata itu tak pernah membuatku cukup berani untuk menatapnya dalam sadarku, mata itu menyakitiku, mata sedih itu hanya membuat luka semakin parah saja, mata itu menuntut kebahagiaan tapi hanya derita yang pernah kuberikan pada pemilik mata indah itu.
Bibir malaikat itu bergetar, malaikat itu akan bicara, mungkin dia akan berkata, bahwa inilah waktunya untukku di bawa ke surga, tapi siapa aku yang begitu berani berpikir tentang surga, aku hanya pantas menjadi penghuni neraka yang hina, penghuni neraka yang takkan pernah pergi dari sana, selamanya didera derita untuk menghapus dosa yang tak ada habis-habisnya. Malaikat itu menyentuh tanganku, membawa tanganku menyentuh lembutnya kulit bayi mungil dalam pelukannya, kupikir itu akan menyakitiku, kupikir itu akan menyakiti sang bayi, anehnya tidak sama sekali, tapi entah mengapa aku malah frustasi, aku malah tak sanggup berdiri, kakiku tak kuasa menopang lagi, aku jatuh terduduk memeluk diriku sedemikian eratnya dan me
nangis, tangisan penyesalan teramat dalam, bayi itu.aku pernah mengenalnya, tapi dalam rupa gumpalan darah yang tak kuinginkan kehadirannya dimuka dunia, sebelum dia memiliki hembusan nafas, kubuat dia pergi selamanya dengan cara yang kejam kumenyiksanya yang suci tanpa dosa, hari ini dia datang menjemputku untuk pulang dalam keabadian bersamanya.
Malaikat cantik itu memeluk tubuhku yang menggigil kedinginan karena terbalut ketakutan, dia mungkin akan membawaku dalam kedamaian tapi entahlah aku tak begitu percaya, ada raungan marah dalam kepalaku membuatku menjadi gila, gila.otakku selalu gila, jika aku waras maka yang kutau aku tak seharusnya kemari menjemput mati dan disambut begini, dipermainkan, makhluk indah yang menakut-nakutiku dengan pesonanya, yang membuatku teringat lagi akan dosa-dosa. Aku menyerah jika nyawaku akan terangkat ke langit sekarang, silahkan, karena pilihan terakhirku hanyalah pasrah, tapi sebelum semuanya berakhir, saat kematian terasa sedekat ini, yang kurasakan adalah bahwa aku tak pernah merasa hidup senyata ini, dan dalam otakku menari-nari satu bayangan, bayangan yang menyerupai wajah sang malaikat, wajah Dara, wajah gadis yang sangat kucinta, walau dengan cara yang salah.
Kematian sudah terlalu dekat, tetes-tetes darah mulai melemahkanku, bila Dara tak bisa turut serta bersamaku, maka malaikat indah ini harus ikut bersamaku, kutarik berkali-kali, pistol digenggamanku, mengeluarkan bunyi tertahan, mana kala peluru panas menembus kulit perak bercahaya sang malaikat yang menyerupai Dara-ku tersayang.sekarang aku baru mengerti dan pelan-pelan kusadari, ternyata dia memang bukan malaikat, karena. malaikat takkan merintih kesakitan, malaikat takkan pernah berdarah, malaikat takkan pernah memejamkan matanya ketika kehilangan jiwanya, dalam akhir kesadaranku, kutau pasti akan ada pernikahan kita yang lebih indah di surga di hadapan para malaikat, yang lebih indah dari pernikahan dunia. Kami akan tiba secepatnya di surga, merayakan pernikahan terindah yang mampu diberikannya, merasakan kekal abadi bahagia yang hanya ada di sana. Selamat tinggal dunia fana.
(Akhir) "Dara, bolehkah kita kembali ke realita dan melupakan khayalan ini untuk sementara" " Aku berbisik dalam hati, berkata melalui hati pada diri sendiri, hal ini membuatku sedih dan meratapi nasib ini, tapi bagaimanapun juga keputusan ini telah kupilih, khayalan tentang ...alih-alih Dudi meninggalkanku pergi dengan kekasih hatinya yang dia cintai, yang ada aku seolah dilempar ke bumi dan diajak kembali ke kondisi beberapa menit sebelum aku memilih mengunjungi bioskop pribadi tempatku memutar khayalan yang kuinginkan untuk hidupku, kubaca sekali lagi, puisi dalam surat yang baru diberikan Dudi pagi tadi, ini bukan hanya surat, ini pengakuan. Dudi menyadari dirinya bukan laki-laki, Dudi hanya ingin meyakinkanku sekali lagi, dia ingin, agar kami sama-sama saling meyakini keputusan yang kami pilih untuk dijalani. Seandainya aku masih boleh memilih...tapi setidaknya aku bisa menjalani hidup dalam mimpi seperti yang kulakukan selama ini, Dara akan selalu bermimpi untuk menghibur diri dari hidupnya yang bagaikan tragedi.
Selama ini aku selalu bisa tersenyum senang kan" Tak ada yang tau luka yang tersimpan dalam hatiku. Konyol jika aku menjadikan Bells sebagai alasanku untuk menikahi Dudi sementara ada banyak pria diluaran sana yang juga sangat mencintaiku, dalam khayalanku, aku membayangkankan Win yang diam-diam mencintaiku, Phillo yang bahkan tak kupercaya bahwa dia mencintaiku lebih dari yang kukira hanya sebagai seorang sahabat, Damar yang tak pernah melupakan aku, pacar cupu pertamanya, Arghie yang ternyata juga menyimpan hati untukku, sepupuku Garin yang menyadari bahwa dia begitu menyayangiku tapi tak pernah berkesempatan untuk mengakuinya, Kiky yang akan selalu dan terus menerus menyayangiku dengan caranya sendiri, atau Hero yang begitu mencintaiku sampai membuatku harus mengambil langkah ini, Hero...yeah semuanya gara-gara Hero, mau tak mau aku mengutuk cowok brengsek parah yang terpaksa harus kupacari delapan tahun in
i, aku memang terlihat mencintainya, tapi jauh dalam hati aku menyimpan benci.
Memacarinya adalah kebodohan terbesar yang pernah kuperbuat, kebodohan karena membuatku larut dalam cinta yang salah, tapi itulah otak bodoh pelajar SMA. Pesona cowok basket sang raja lapangan olahraga, saat SMA semua terlihat indah tanpa disadari bahwa keindahan itulah yang nantinya akan membuat kita menderita. Bisa kau bayangkan masa SMAmu" Apa yang kira-kira paling diinginkan seorang gadis SMA" jangan munafik bila kamu mengatakan ingin menjadi bintang pelajar, peraih emas dalam olimpiade Fisika, juara lomba debat atau prestasi-prestasi akademis lainnya. Saat usiamu 15 sampai 17 tahun, hal-hal semacam itu bukan prioritas hidupmu, SMA adalah saat yang tepat untuk jatuh cinta, saat yang tepat untuk membuat berbagai keputusan salah, kita mencoba berbagai kesalahan, contohnya, seperti bolos sekolah, yeah itu adalah sebuah prestasi bila kamu cukup berani melakukannya.
*** Siapa yang tak bangga bila berhasil memacari cowok terkeren di sekolah" Ketika tatapan iri para cewek lain mengarah padamu sementara kamu berjalan sambil bergandengan tangan di lorong sekolah" apalagi ketika namamu selalu dikait-kaitkan dengan namanya, "Heronya Dara" atau "Daranya Hero", seperti itu mereka selalu berkata, kita seperti icon cinta di sekolah, kapten basket dan kapten cheer leader, yeah kita seolah sejajar dengan Romeo dan Juliet atau Peter Parker dan Mary Jane, sangat menyenangkan, pada awalnya, dan tak lagi menyenangkan ketika cinta mulai minta untuk dibuktikan, itu kesalahan terbesar, karena salah mengartikan cinta bisa menjadi suatu hal yang sangat fatal.
Hari itu, Hero ulang tahun ketujuh belas, dan sorenya dia baru saja memenangkan kompetisi basket antar sekolah, pantas dirayakan memang. Setelah perayaan dan bersenang-senang dalam pesta dengan para teman, Hero menginginkan pesta lainnya, pesta antara kita berdua, pesta yang melibatkan dosa, sepasang sepatu basket dari uang jajan yang kutabung beberapa bulan tak cukup baginya, aku mengerti, Hero bisa membeli apa saja dengan mudah, tapi kupikir sepasang sepatu itu cukup berharga, sayangnya Hero meminta kado lainnya kado yang lebih mahal, bahkan tak ternilai harganya, diriku sendiri, Hero ingin bukti seberapa besar aku mencintai, dibutakan oleh cinta atau kepalaku yang dipenuhi kebodohan aku menurutinya, kuberikan harta paling berhargaku. Hal itulah yang membuatku terus bergantung dan bertahan untuk terus menerus mendampingi Hero selama delapan tahun ini, bukan cinta sebenarnya, tapi karena ada hal lain yang lebih mengikat, tak peduli betapa kerasnya Hero, tak peduli ketika mulutnya memaki, tak peduli bahkan kadang aku mendapatkan pukulan bertubi-tubi, aku selalu bertahan, bertahan karena kesalahan yang terlanjur kubuat.
Puncaknya, ketika aku dan Hero harus mengambil keputusan luar biasa berat, yeah Hero mencintaiku, tapi saat itu usia kami masih terlampau muda, jadi keputusan untuk membunuh makhluk yang tercipta dari proses dosa yang menjadi aktivitas yang sering kami lakukan, sumpah aku terpaksa melakukannya, kadang aku merasa bersalah, tapi Hero memang selalu bisa untuk memaksa, dan lebih baik aku menyerah, waktu itu umurku 16 tahun, kukatakan pada Hero, bahwa aku mengandung anaknya, apa yang bisa kami perbuat" aku takut luar biasa, tak mungkin meninggalkan sekolah, tak mungkin mencoreng nama orang tua, jadi dengan terpaksa, aku dan Hero membunuh anak pertama kita, sialnya bukan hanya dosa dan rasa bersalah yang harus kutanggung, tapi juga kesempatan untuk menjadi ibu di masa depanku.
Mungkin aku bisa memilih Hero, tapi dia cowok phsyco yang takkan bisa menjadi ayah bagi Bells. Untuk sebuah keluarga diperlukan tidak hanya cinta, bagaimana bisa aku memberikan hadiah sebuah keluarga yang sangat tak sempurna bila Hero menjadi seorang ayah, Hero akan selamanya seperti itu, takkan bisa berubah bagaimanapun dia mencoba, bukan kali petama dia berjanji akan berubah, dia berjanji berkali-kali, dia menangis dan meminta maaf setelah dia membuatku terluka baik secara fisik atau mental, dia akan meraung
seperti anak kecil dan terlihat sangat menyesal, tapi hal buruk itu akan diulangi berkali-kali, Hero tak tertolong lagi. Dia mencintai, tapi dengan cara yang hanya bisa dimengerti hatinya, pernah satu kali aku ingin pergi untuk selama-lamanya dari hidupnya, dan aku bertemu Widi, adik kelasku yang sangat mengerti dan mau mendengar kisah-kisahku yang sedih, tapi Hero menjadikan hidup Widi menjadi sebuah tragedi, sejak hari itu aku tak lagi melihat Widi, dan sejak hari itu rasa benciku pada Hero makin menjadi.
Sampai akhirnya aku bertemu Dudi, Dudi perlu seorang istri untuk menjadi bukti bahwa dia lelaki sejati, dia hanya ingin menunjukkan pada dunia bahwa dia bukan banci, dan aku punya kebutuhan lain seperti yang kita ketahui.Jadi, Dudi menerima aku yang bukan wanita sempurna, seperti aku menerimanya sebagai lelaki yang juga tak sempurna.
Sambil menghapus air mata aku keluar ruangan, inilah waktunya, ayahku sudah menunggu dibalik pintu, kugandeng tangannya, dan bersama-sama kami berjalan menuju altar tempat upacara pemberkatan yang membawaku pada... bukannya sebuah perkawinan, tapi hanya sebuah sandiwara.
Entah bagaimana cara untuk mengungkapkan rasanya, ketika aku berjalan dan melihat tatapan banyak orang, aku merasa pandangan mata mereka seolah menghakimiku sebagai pribadi yang sangat salah, tapi apa mau dikata. Disaat terakhir inipun aku masih mengharapkan sebuah keajaiban, tapi sudahlah...harus terlupakan, aku melihat Win di sana, menatapku, hanya menatap tanpa datang kehadapanku dan menyatakan cinta, Phillo tidak menghantamku dengan blitz kameranya dan menghadiahiku dengan ungkapan cinta dalam sebuah photo mozaik berfigura, Damar hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya, Garin juga disana, duduk bersama mamanya sebagai keluarga, bukan sepupu yang jatuh cinta dan berbuat nekat membuat keributan besar bersama Arghie untuk memperebutkan aku, keduanya tak pantas untukku, mereka lebih pantas mendapatkan yang jauh lebih baik daripada aku, Kiky juga berada di sana, hanya bersama mama papanya dengan muka kecewa, tak ada senyum jail cerianya, ataupun rombongan penngamen kecilnya, aku tau dia merasa putus cinta tapi ada cewek lain diluaran sana yang memang jauh lebih pantas untuknya, dan yang terakhir Hero, terlihat kuyu tak berdaya di kursi roda dengan dokter dan perawat yang mendampinginya, dia nyaris tak bisa apa-apa tapi dia memaksa berada di sini, padahal seharusnya dia berada dibawah perawat intensif setelah percobaan bunuh diri karena patah hati, tapi maaf tak bisa ada cinta untuk Hero lagi.
Ketika gandengan tanganku harus berpindah, dari ayahku ke Dudi, aku tau tak ada yang berubah, bahkan Remon yang turut hadir hanya bisa menahan emosi dan pedih hati, mereka tak bisa memperindah kisah cintanya, keduanya menyadari bahwa ini yang terbaik untuk Dudi.
Seulas senyum dari Dudi dan bisikan terima kasih sedikit menenangkan hatiku, dan segalanyapun dimulai, aku tau sejak saat ini hidupku takkan pernah sama lagi. Dudi mulai mengikrarkan janji, dia berjanji untuk menikahi, menjadi suami yang menjaga istrinya dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit. Berjanji untuk mendampingi sampai ajal menjemput, berjanji untuk meneruskan drama ini apapun yang terjadi. Dan ketika Dudi diizinkan untuk menciumku pertama kali secara resmi, yang kutau bahwa dongeng dan drama indah telah menipuku, sebuah ciuman penuh cinta diakhir kisah itu ternyata tak ada, karena yang kuterima hanya sebuah ciuman tanpa rasa. Tolong katakan dan buktikan akan ada kebahagiaan dalam kehidupan, karena aku masih ingin percaya, bahwa di dunia nyata ada akhir bahagia seperti dalam drama.
The End Pedang Kiri Pedang Kanan 2 The Expected One Karya Kathleen Mcgowan Pendekar Muka Buruk 3
^