Pencarian

Karunia Mutiara Cinta 3

Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois Bagian 3


Tuhan... kurniakanlah rinduku kepada-Mu... moga
kutahu... syukurku adalah milik-Mu.
Sejenak Bobby merenungi kata-kata itu, hatinya
seakan bergetar dengan kedua mata yang tampak
berkaca-kaca. Dan tak lama kemudian, terdengar pula
tembang berikutnya. Iman adalah mutiara... di dalam hati manusia...
yang meyakini Allah... Maha Esa... Maha Kuasa...
Tanpa-Mu iman bagaimanalah... merasa diri
hamba pada-Nya... tanpa-Mu iman bagaimanalah...
menjadi hamba Allah yang bertakwa...
Iman tak dapat diwarisi... dari seorang ayah yang
bertakwa... ia tak dapat dijual-beli... ia tiada di tepian
pantai... Walau apapun caranya jua... engkau mendaki
gunung yang tinggi... engkau merentas lautan api...
namun tak dapat jua dimiliki... jika tidak kembali pada
Allah... Bobby kembali merenung, airmatanya pun mulai
menetes. Kata-kata pada kedua tembang tadi
227 semakin membuka pintu hatinya untuk selalu
mendekatkan diri kepada Tuhan. Kini hatinya semakin
mantap untuk menuntut ilmu, karena tanpa ilmu tidak
mungkin dia bisa mengenal Tuhannya, dan jika tidak
mengenal Tuhannya bagaimana dia bisa
mendapatkan Mutiara Cinta-sebuah nikmat iman
sebagai wujud cintanya kepada Tuhan dan cinta
Tuhan kepada hamba-Nya. Akhirnya Bobby tiba di tempat tujuan, yaitu di
sebuah pesantren tempat temannya menuntut ilmu.
Dalam waktu singkat, pemuda itu sudah menjumpai
temannya yang dulu pernah sama-sama kuliah di
Jakarta. Setelah saling melepas rindu, akhirnya
pemuda itu mulai menceritakan maksud
kedatangannya. "O, begitu... Jadi, kau ingin menuntut ilmu di
Pakistan"" tanya Sa
pta memastikan. "Benar, Ta. Aku ingin sekali memperdalam ilmu
agama di sana," jelas Bobby.
"Kalau kau ingin ke sana. Kau bisa pergi
bersama-sama dengan rombongan dari sini, mereka
228 akan ke sana untuk tujuan pertukaran metode
dakwah. Mereka bisa memberi bantuan dana untuk
mengurus segala surat-surat yang kau butuhkan."
"Benarkah yang kau katakan itu, Ta" Kapan
mereka akan berangkat""
"Bulan depan, Bob. O ya, bagaimana kalau
sekarang kau kuperkenalkan dengan mereka."
Saat itu juga, Bobby langsung mengangguk
setuju. Dari wajahnya terpancar sebuah ekspresi
kebahagiaan yang tiada tara. Hingga akhirnya
pemuda itu bisa berjumpa dan berkenalan dengan
anggota rombongan. Dan dalam waktu singkat,
pemuda itu sudah terlihat akrab dengan mereka.
"Kalau kau memang ingin menuntut ilmu, kami
bersedia membantu dengan menyisihkan sebagian
uang yang kami punya," kata pimpinan anggota
rombongan. "Sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih
karena Bapak dan teman-teman mau membantuku
untuk menuntut ilmu di sana," ucap Bobby tulus.
229 "Sudahlah, Nak. Terus terang, kami sangat
senang bisa membantumu. Karena pemuda sepertimu
memang sangat dibutuhkan untuk perjuangan umat,
dan karenanyalah kami tidak segan-segan untuk
menyisihkan uang kami untuk itu," kata pimpinan
anggota rombongan itu lagi.
Tiga minggu kemudian, Bobby mulai mengurus
visa ke Bangladesh dan memesan tiket pesawat.
Selama tinggal di Pesantren itu, sedikit banyak dia
telah mendapatkan beberapa pelajaran yang sangat
berharga. Seminggu kemudian, rombongan itu berangkat
menuju ke Bangladesh dengan menggunakan
pesawat terbang. Setibanya di bandar udara Dhaka,
rombongan segera berangkat menuju ke sebuah
Pesantren di Kakrail. Dan setelah tinggal selama 45
hari di Pesantren itu, akhirnya rombongan
melanjutkan perjalanan menuju ke Citagong.
230 Kini rombongan itu sudah berada di stasiun
Tonggi. Dan setelah membeli tiket jurusan Tonggi-Citagong mereka pun segera menunggu di peron,
menunggu kereta yang akan tiba. Suasana saat itu
tampak benar-benar ramai dan penuh hiruk-pikuk.
Para pedagang tampak berjuang mengais rezeki
hampir di sepanjang peron, para tuna wisma pun tak
mau ketinggalan-mereka tampak meratap
mengharap belas kasihan. Setelah agak lama menunggu, akhirnya kereta
yang menuju Citagong tiba dengan gagahnya. Kini
kereta itu sedang memasuki sepur dengan sangat
perlahan, di dalamnya terlihat para penumpang yang
berdesakan memenuhi gerbong. Setelah kereta itu
berhenti, sebagian penumpangnya tampak
berdesakan keluar, sedangkan yang mau naik tampak
berdesakan memasuki gerbong. Pada saat itu, Bobby
tampak berusaha menaiki gerbong yang sudah
semakin padat. Dan karena saling berdesakan, tiba-tiba saja sandal jepit yang dikenakannya terlepas.
Saat itu juga, Bobby langsung berusaha
231 mengambilnya kembali, kemudian dengan segera
pemuda itu berusaha menaiki kereta yang kini mulai
bergerak maju. Kini pemuda itu sudah berada di
dalam gerbong dan sedang mencari teman-temannya
yang sudah masuk lebih dulu.
"Bob, sini, Bob!" panggil salah satu teman
rombongannya yang melihatnya. "Kau ke mana saja,
sih"" tanyanya kemudian.
"Oh, tadi sandalku terlepas, dan aku berusaha
untuk mengambilnya."
"Untung saja kau tidak ketinggalan kereta, Bob.
Lain kali kalau sandalmu terlepas, biarkan saja. Kau
kan bisa beli lagi."
"Bukan itu masalahnya, Teman. Sandal itu kan
pemberian sahabatku, dan aku tidak mau menyia-nyiakannya."
Mendengar penjelasan itu, teman Bobby tampak
mengerti. Dia paham akan maksud pemuda itu. Jika
Sahabatnya memberikan sandalnya untuk Bobby yang
akan menuntut ilmu, tentu dia berharap pemberiannya
itu akan bermanfaat, dan jika dia ikhlas, tentunya dia
232 akan mendapatkan kebaikan setiap kali Bobby
mempergunakan sandal yang diberikannya untuk
tujuan yang baik. "Minum tuan," tawar seorang pedagang di kereta
itu dengan bahasa Bangladesh.
Bobby tampak bengong, dia sama sekali tidak
mengerti apa yang dikatakan orang itu. Akhirnya
pedagang itu terus berlalu dan kembali menawarkan
dagangan kepada penumpang yang lain. Di
Bangladesh Bobby sangat berhati-hati untuk membeli
makanan, karena dia be lum tahu apakah makanan yang dijual itu haram atau tidak. Karena kata teman-temannya, pedagang di situ kebanyakan non muslim.
Kini Bobby memandang keluar jendela.
Hamparan sawah yang terbentang luas tampak
menghijau, dan sesekali dia melihat sungai kecil yang
berair keruh. Selanjutnya kereta api melewati rawa-rawa yang sama sekali tidak indah, perjalanan
memang terasa sedikit membosankan. Pemandangan
yang dia lihat hampir sama dengan yang ada di
233 negerinya, namun begitu Bobby mencoba untuk tetap
menikmatinya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup
melelahkan, akhirnya rombongan tiba di stasiun
Tonggi. Kini rombongan itu sudah turun dan tengah
berjalan menuju ke sebuah bis kota. Bis itu benar-benar penuh, semua penumpangnya terlihat
berdesakan. Di atapnya terlihat barang-barang yang
bertumpuk-tumpuk. Bukan hanya barang-barang, tapi
manusia juga berada di atap bis itu. Tiba-tiba dari arah
belakang bis, terlihat sebuah bis yang baru datang.
Lalu dengan segera rombongan menghampiri bis itu
dan berusaha menaikinya. Tak lama kemudian hal
serupa pun terjadi, bis penuh sesak-di dalam
maupun di atas bis. Dan setelah tak ada lagi yang
naik, akhirnya bis itu berangkat meninggalkan stasiun
dan berjalan menyusuri jalanan yang berdebu. Setelah
menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya
rombongan itu turun di sebuah desa miskin yang agak
terpencil. 234 Kini mereka tengah berjalan menyusuri jalan
yang menuju ke pemukiman penduduk. Di kejauhan
terlihat rumah-rumah tampak berjajar dengan warna
kelabu, hal itu dikarenakan rumah-rumah itu terbuat
dari tanah lumpur. Ada beberapa juga yang terbuat
dari anyaman bambu. Semuanya berbentuk persegi
dan tampak begitu sederhana, benar-benar rumah
orang miskin yang hidup serba kekurangan. Tak lama
kemudian, rombongan terlihat sudah memasuki
pemukiman penduduk. Mereka terus berjalan
menyusuri jalan setapak yang tidak diaspal. Orang-orang yang berada di luar rumah tampak
memperhatikan rombongan dengan mata penuh
tanda tanya. Orang-orang itu mengenakan pakaian
seperti halnya orang India. Berpakaian gamis dengan
menggunakan ikat kepala yang begitu khas.
Kini rombongan itu sampai di sebuah masjid yang
ada di desa itu. Masjid itu tidak terlalu besar, namun
dindingnya benar-benar tebal. Arsitektur masjid
tersebut hampir sama dengan masjid-masjid di
235 kebanyakan tempat. Kini rombongan tampak
beristirahat dan menunaikan ibadah di tempat itu.
Malam harinya, rombongan menginap di masjid
itu. Saat itu Bobby benar-benar heran, walaupun
orang-orang di kampung itu begitu miskin, mereka
mau datang ke masjid dan menyumbang makanan
yang terbilang cukup mewah. Malam itu, rombongan
dan masyarakat setempat makan bersama-sama,
hidangannya roti gandum dengan daging cincang
yang dimasak sedemikian rupa. Selain itu, ada pula
daging yang dipanggang dengan bumbu yang sangat
lezat. Minumnya pun susu kambing yang penuh
dengan gizi. Selama Bobby berada di desa itu, dia belajar
banyak tentang kehidupan orang-orang yang tinggal di
situ. Walaupun mereka hidup miskin, tapi mereka
hidup dengan damai. Mereka tetap bersyukur dengan
kehidupan mereka yang memang sudah demikian.
236 Malah seorang petani yang hanya mempunyai satu
sapi rela menyembelih sapinya hanya untuk
menyambut para tamu yang memang mau bertukar
metode berdakwah ke desa itu. Petani itu tidak
memikirkan apakah besok dia dapat membajak
sawahnya lagi atau tidak, karena dia percaya Tuhan
pasti akan memberinya ganti dan pahala yang berlipat
ganda. Selama Bobby tinggal di desa itu, dia
mendapatkan pelajaran yang begitu banyak, dia
menjadi mengerti akan kehidupan bermasyarakat
secara islami. Karena kehidupan di tempat itu
memang sangat bersahaja. Orang-orang di tempat itu
sangat peduli dengan agama yang dianutnya. Mereka
lebih mengutamakan hal-hal yang berhubungan
dengan agama ketimbang kehidupan duniawi.
Setelah 45 hari, akhirnya Rombongan
melanjutkan perjalanan ke Pakistan. Mereka
237 berangkat dengan menggunakan pesawat terbang.
Setibanya di bandara Karachi, rombongan segera
menuju ke stasiun kereta api di Karachi untuk pergi ke
suatu desa dengan menumpang kereta a
pi yang menuju Rewin. Kereta terus melaju di atas relnya, debu-debu
tampak beterbangan mengiringi kereta yang terus
melaju. Bobby memandang keluar jendela. Sejauh
mata memandang hanya terlihat hamparan tanah
tandus yang berpasir. Pohon-pohon gurun tampak
tumbuh di tanah tersebut, semuanya hanya berupa
semak belukar. Hanya di sekitar oasis saja yang
tumbuh pohon-pohon kurma yang terlihat menghijau.
Tak lama kemudian, kereta tampak melintasi tepi
sungai Hindus. Saat itu, Bobby benar-benar takjub
melihat keindahan sungai itu, matanya tak berkedip
memandang sungai yang begitu lebar. Bobby terus
memandang keindahan sungai Hindus, mulutnya tak
berhenti memuji-muji kebesaran Tuhan.
Kini kereta melintasi peternakan. Peternakan itu
begitu luas, di tempat itu banyak sekali onta, keledai,
238 dan sapi. Semuanya terlihat gemuk dan sehat.
Beberapa orang terlihat tengah menggiring hewan-hewan itu masuk ke kandangnya. Beberapa wanita
berkerudung tampak membawa bejana air yang


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diletakkan di atas kepala mereka.
Kereta terus melaju, sementara itu di dalam
kereta teman-teman Bobby terlihat sedang bercakap-cakap. Mereka membicarakan masalah agama,
sedangkan Bobby mendengarkannya dengan penuh
perhatian. Sesekali pedagang asongan melintas
menawarkan makanan dan minuman. Kini kereta
tampak memasuki bukit yang terbelah, di kanan-kirinya menjulang tebing-tebing terjal. Semak belukar
tumbuh hampir di sepanjang tebing, seekor ular derik
terlihat melintas di antara semak-semak yang rimbun.
Kereta terus melaju di antara tebing, hingga
akhirnya kereta itu tiba di stasiun Rewin. Dan setelah
menuruni gerbong, rombongan itu segera mencari bis
yang akan mengantar mereka ke tempat tujuan.
Seperti halnya di Bangladesh, keadaan serupa juga
terjadi di negara itu. Bis tampak penuh sesak
239 sehingga membuat mereka terpaksa harus
berdesakan lagi. Setibanya di tempat tujuan, rombongan segera
turun dari bis dan langsung melangkah menuju ke
sebuah desa. Di kanan-kiri mereka hanya terlihat
gurun tandus-bahkan hampir sejauh mata
memandang. Pada saat itu, pakaian dan tas Bobby
sudah dipenuhi dengan debu pasir yang melekat di
sela-sela jahitan. Bukan cuma itu, pada sebagian
rambutnya yang tidak tertutup kopyah seakan terasa
begitu kaku. Hal itu dikarenakan debu yang melekat
pada rambutnya yang memang agak berminyak.
Kedua matanya terasa pedih dan terlihat memerah,
kulitnya yang putih pun terlihat kemerahan karena
terbakar teriknya sinar mentari.
Beberapa menit kemudian, rombongan sudah
sampai di desa yang dituju. Kini mereka tengah
disambut oleh orang-orang yang sepertinya sudah
sangat dikenal oleh kepala Rombongan. Pada saat
itu, kepala Rombongan langsung berpelukan dan sun
pipi kiri-kanan kepada orang-orang itu, kemudian
240 anggota rombongan yang lain juga melakukan hal
serupa, tak terkecuali Bobby. Sambutan yang begitu
hangat dan bersahabat itu sempat membuat Bobby
terharu. Pemuda itu merasakan sudah tidak ada
pemisah di antara mereka, walaupun mereka dari
negara dan kebudayaan yang berbeda. Bobby
merasakan sebuah ikatan persaudaraan yang begitu
kental-ikatan saudara sesama muslim.
Kehidupan orang-orang di desa itu tidak jauh
berbeda dengan kehidupan orang-orang muslim di
sebuah desa di Bangladesh yang begitu mencintai
agamanya. Mereka pun disuguhkan hidangan yang
terbilang istimewa. Setelah rombongan menikmati
makanannya, mereka beristirahat untuk
menghilangkan rasa lelah sepanjang perjalanan yang
mereka tempuh. Pada hari-hari selanjutnya, anggota
rombongan mulai melakukan kegiatannya untuk
pertukaran berdakwah di desa itu, mereka saling
bertukar informasi dan berbagi pengalaman tentang
metode dakwah yang mereka terapkan di negara
masing-masing. 241 Setelah waktu misi pertukaran metode dakwah
habis, akhirnya Rombongan berniat kembali ke
Indonesia. Sebelum pulang, pemimpin rombongan
menitipkan Bobby kepada salah seorang kakek yang
bersedia menampungnya. Dan Kakek itu pun sangat
berminat menjadikan Bobby sebagai muridnya.
Karena semasa muda, kakek itu pun gemar menuntut
ilmu hingga ke seluruh penjuru timur tengah. Dan
karena itulah kakek itu merasa berkewajiba
n menurunkan ilmunya kepada orang yang memang
membutuhkan. Hingga akhirnya, Bobby diizinkan
untuk tinggal menetap di desa itu bersama sang
kakek yang bijak guna menuntut ilmu kepadanya.
Hari demi hari terus dilaluinya bersama sang
kakek, menuntut ilmu setiap saat dan tanpa kenal
lelah, hingga akhirnya pemuda itu bisa menyerap
sedikit ilmu yang diturunkan kepadanya. Dan
sekarang, bahasa setempat pun mulai lancar di
lidahnya. Sebelas Pada suatu hari, Bobby dan gurunya pergi untuk
menemui seseorang di sebuah gurun terpencil.
Mereka berdua mengarungi gurun tandus di tengah
teriknya sinar mentari. Mereka terus melangkah dan
melangkah. Sang guru tampak sudah terbiasa dengan
perjalanan seperti itu, dia tampak melangkah dengan
begitu santainya. Bobby yang baru pertama kali
mengarungi gurun yang begitu panas tampak sangat
kelelahan, keringatnya bercucuran membasahi tubuh,
lagi-lagi kulitnya yang putih mulai kemerahan terbakar
mentari. Beberapa kali Bobby mengelap peluh yang
terus bercucuran di wajahnya, dan sengatan sinar
mentari membuatnya merasakan dahaga yang amat
sangat. Sebentar-sebentar dia mengeluarkan tempat
minumnya, hingga akhirnya air minumnya habis tak
tersisa. 243 Ketika merasa haus lagi, Bobby pun mencoba
meminta kepada gurunya. "Kek aku haus sekali,
bolehkah aku meminta air minum Kakek"" pintanya
seraya menelan ludah untuk membasahi lehernya
yang terasa sudah begitu kering.
Sang kakek menoleh, lantas sambil geleng-geleng kepala dia tampak memperhatikan muridnya
yang tampak sudah begitu kehausan. "Bob, bukankah
kita sudah membawa minuman sendiri-sendiri. Lalu
kenapa kau masih meminta kepada Kakek"" tanyanya
kemudian. "Minumanku sudah habis sepuluh menit yang
lalu, Kek." "Itulah akibatnya jika kau terlalu serakah dan
tidak mau berhemat."
"Kek, perjalanan ini benar-benar melelahkan, dan
aku tidak mungkin bisa bertahan tanpa banyak minum
air." "Jika, Kakek bisa. Kenapa kau tidak""
244 Bobby terdiam, dia merasa sang Kakek berkata
benar. "Jadi aku harus bagaimana, Kek" Sedangkan
kerongkonganku sudah terasa begitu kering."
Sang Kakek tidak menjawab, beliau malah
melangkah pergi. "Kek, kenapa Kakek malah pergi"" tanya Bobby
seraya mengikutinya. "Kau harus menahannya, Bob! Seharusnya
disaat seperti itulah kau mempergunakan air
minummu-di saat lehermu seakan tercekik karena
merasakan haus yang teramat sangat."
Bobby tidak berkata-kata lagi, sebab percuma
saja jika bicara pada gurunya yang agak keras itu.
Biarpun Bobby terus meratap, beliau pasti tidak akan
memberinya minum. Mereka berdua terus melangkah,
namun belum sampai lima menit melangkah tiba-tiba
Bobby sudah terjatuh, dia benar-benar sudah tidak
kuat lagi menahan dahaga yang teramat sangat.
Mengetahui itu, sang Kakek pun langsung
memberikannya minum. Pada saat itu, Bobby
langsung meminumnya dengan begitu rakus.
245 Menyadari itu, sang Kakek buru-buru menyambar
tempat minum miliknya hingga terlepas dari
genggaman Bobby. "Belum lama Kakek sudah
memberi tahumu agar kau jangan serakah, kini kau
sudah lupa," katanya seraya menutup rapat tempat
minumnya. "Kek, hausku belum benar-benar hilang."
"Sabarlah, Bob. Kau jangan terlalu serakah!
Tunggu sampai lehermu kembali terasa tercekik. Kau
memang perlu belajar sabar, agar kau bisa menahan
diri dari segala keinginanmu yang begitu menggebu-gebu."
Bobby tidak berkata-kata lagi, dia terus mengikuti
gurunya melangkah dan melangkah. Jika dia merasa
lehernya tercekik barulah dia meminta air kepada
sang Kakek. Bobby kini menyadari betapa pentingnya
bersabar agar bisa berhemat guna bisa bertahan
hidup, kalau saja dia dan gurunya orang-orang yang
serakah tentu mereka sudah mati di tengah gurun
yang tandus. 246 Kedua lelaki itu terus melangkah hingga akhirnya
mereka sampai di sebuah oasis yang menghijau,
itulah tempat tujuan mereka-tempat tinggal sahabat
sang guru. Kini mereka tengah menghampiri
seseorang yang tengah duduk sambil memperhatikan
domba-dombanya yang terlihat meminum air di
sebuah kolam kecil. Melihat domba-domba yang asyik
minum di air yang jernih, Bobby pun segera berlari ke
arah kolam dan segera memuaskan dahaganya
bersama domba-domba itu. Pada saat itu, sang Guru
hanya geleng-geleng kepala sambil terus melangkah
menemui sahabatnya yang kini berdiri menyambut
kedatangannya. "Assalamu alaikum..."
"Walaikum salam...."
Sang Kakek dan sahabatnya tampak berpelukan,
kemudian mereka duduk bersebelahan. Tak lama
kemudian, Bobby sudah menyusul duduk di hadapan
mereka. Kini wajah pemuda itu sudah tak terlihat layu,
dan itu semua karena dahaganya yang sudah benar-benar hilang. Saat itu, sang Kakek langsung
247 memperkenalkannya dengan si Sahabat, dan
sepertinya sahabat kakek itu begitu menyukainya. Dia
melihat ada sesuatu yang terpancar di wajah pemuda
itu, sesuatu yang memang bisa diharapkan.
Malam harinya, Bobby dan gurunya menginap di
oasis itu. Mereka dijamu dengan makanan dan
minuman yang istimewa. Sepotong daging domba
kering yang diawetkan dan semangkuk susu domba
yang penuh dengan lemak dan protein. Itulah
makanan yang memang mereka butuhkan untuk
hidup di gurun yang begitu liar dan tidak bersahabat.
Setelah kenyang, ketiganya tampak beristirahat di
dalam sebuah tenda kecil.
Pada tengah malam udara terasa benar-benar
dingin. Walaupun Bobby sudah tidur di dalam tenda
dengan berselimutkan kulit domba yang cukup tebal,
pemuda itu masih saja merasa kedinginan. Kini dia
tampak memandang ke langit melalui celah jendela
248 yang tidak mempunyai penutup, bintang-bintang
terlihat indah berkelap-kelip menghiasi malam yang
dingin. Sampai akhirnya pemuda itu terlelap karena
lelah dan kantuk yang tak tertahankan.
Esok paginya, Bobby dan gurunya kembali
pulang, mereka kembali mengarungi gurun yang
tandus. Di dalam perjalanan mereka kembali
berbincang-bincang. "Kek" kenapa sahabat Kakek itu tinggal
sendirian." "Itu karena beliau mau lebih mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta, selain itu beliau itu seorang
penulis yang karya-karyanya selalu mengajak kepada
orang untuk lebih mencintai Tuhan."
"Sejak kapan beliau memutuskan untuk tinggal
menyendiri." "Sejak kematian istrinya yang paling dia cintai.
Semenjak itu dia memutuskan untuk tidak menikah
249 lagi, dia lebih suka hidup menyendiri dan lebih
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta."
"Kenapa beliau tidak menikah lagi"
"Bob" Setiap orang itu berbeda-beda, beliau
merasa lebih baik tidak menikah karena beliau
memang mampu hidup sendiri. Beliau lebih
mengutamakan ibadah ketimbang kehidupan duniawi,
dengan hidup menyendiri beliau bisa mencintai
Tuhannya dengan sepenuh hati. Kalau sudah
demikian, Tuhan pun akan sangat mencintai dan
menyayanginya. Dengan demikian, semua ibadah
adalah kenikmatan, dan kenikmatan itu mampu
menyingkirkan segala kenikmatan duniawi yang
selama ini kita kenal. Jadi, kau tidak perlu heran jika
beliau lebih menyukai hidup sendiri. Sebenarnya
beliau tidak hidup sendiri, beliau hidup bersama
Tuhannya yang selalu berada sangat dekat
dengannya." "Apakah untuk bisa seperti beliau harus
meninggalkan semua kehidupan duniawi""
250 "Tidak juga, Bob. Itu semua tergantung kepada
manusianya sendiri, dan juga lingkungan tempat di
mana dia tinggal." "Maksud Kakek""
"Begini, Bob. Kalau seorang merasa mampu
untuk mendekatkan diri di tengah-tengah
kemungkaran, itu tidak menjadi masalah. Tapi jika
seseorang merasa terganggu, mau tidak mau dia
harus mencari tempat yang lebih baik. Karena tidak
semua orang mempunyai mental yang sama, dan
tidak semua orang bisa menjadi ikan di tengah lautan


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tidak menjadi asin walaupun dikelilingi air yang
asin. Setiap orang memang sudah mempunyai misi
masing-masing yang harus diemban dalam hidupnya,
dan itu memang sudah digariskan oleh Sang
Pencipta. Seperti beliau, Tuhan menentukan jalan
hidupnya demikian karena beliau mempunyai misi
menyampaikan pesan-pesan Tuhan melalui karya-karyanya.
251 Sedangkan Kakek sendiri mempunyai misi yang
lain lagi. Kakek mempunyai misi membantu orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan
secara langsung, yaitu dengan cara berdakwah ke
tempat-tempat tertentu. Selain itu Kakek juga
membantu orang-orang yang ingin mencari tempat
yang mereka anggap tidak nyaman dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan."
"Apa maksud Kakek deng
an mencarikan tempat yang mereka anggap tidak nyaman"
"Maksud Kakek mencarikan tempat yang lebih
baik, artinya mereka bisa mendekatkan diri kepada
Tuhan tanpa merasa tertekan."
"Seperti apa itu, Kek""
"Sudahlah! Suatu hari nanti, kau pun akan
mengerti." Mereka terus melangkah dan melangkah, hingga
akhirnya matahari tampak sudah berada di atas
kepala. Hal itu sempat membuat Bobby merasakan
dirinya bagaikan di neraka. Namun begitu, pemuda itu
masih bisa bertahan. Soalnya sekarang dia sudah
252 bisa menghemat air minumnya, dan dia sudah mulai
bersabar walaupun rasa haus terasa begitu menyiksa.
Di hari minggu yang cerah, sang Kakek
mengajak Bobby untuk menjemput seseorang yang
ingin mencari tempat yang lebih baik dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itulah, lagi-lagi mereka harus mengarungi gurun yang tandus.
"Kek sebenarnya kita mau ke mana"" tanya
Bobby seraya menutup tempat minumnya.
"Kita akan ke perbatasan untuk menjemput
seseorang dari Bangladesh."
"Seseorang dari Bangladesh""
"Benar, Bob. Di negaranya, beliau sangat
dimusuhi oleh beberapa pejabat yang ada di
pemerintahan, dan karenanyalah beliau berniat pindah
ke Pakistan untuk mencari perlindungan."
253 Bobby sangat terkejut begitu mengetahui gurunya
akan menjemput seseorang yang masuk secara
illegal. "Kek, apakah hal ini dibenarkan""
"Kalau menurut hukum keimigrasian hal ini sama
sekali tidak dibenarkan, tapi kalau menurut Kakek
sah-sah saja. Orang boleh hijrah ke mana saja
selama tujuan hijrahnya untuk mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta, karena seluruh muka bumi ini
adalah milik Tuhan dan karenanyalah seseorang
berhak pergi ke mana saja untuk mendekatkan diri
kepada yang memiliki bumi ini. Tentu saja jika hal itu
memang mendesak dan tidak ada cara lain yang bisa
dilakukan. Kita akan berdosa kalau tidak membantu
saudara kita yang dizalimi, dan itulah yang membuat
Kakek mau membantu untuk hal-hal semacam itu.
Kakek hanya mau membantu jika hal itu menyangkut
perjuangan untuk kepentingan Islam, dan Kakek tidak
akan membantu jika hal-hal itu menyangkut
kepentingan lainnya."
254 Menjelang petang mereka tiba di perbatasan, dan
tak lama kemudian orang yang dimaksud tiba dengan
beberapa orang yang mengantarnya.
"Assalamu alaikum..."
"Wa allaikum salam..."
Mereka semua tampak berpelukan dan sun pipi
kiri-kanan, selanjutnya Guru Bobby mengajak orang
yang dimaksud meninggalkan perbatasan, sedangkan
orang-orang yang mengantarnya kembali lagi ke
Bangladesh. Bobby, sang Guru, dan seorang lelaki yang
bernama Mustafa tampak terus melangkah dengan
mengendap-endap, mereka berusaha menghindari
penjaga di perbatasan yang terkadang suka berpatroli.
Setelah sekian lama berjalan dengan mengendap-endap akhirnya mereka tiba di tempat yang aman. Kini
ketiganya tengah melangkah menyusuri gurun yang
gersang. 255 Malam harinya, mereka menginap di tengah
gurun. Pada saat itu, udara malam terasa begitu
dingin. Sementara itu di tengah kegelapan, hewan-hewan malam yang lapar sesekali terlihat merayap
mencari makan. Bahkan seekor tarantula tampak
merayap di dekat peristirahatan mereka.
"Sana pergi!" teriak sang Kakek mengusir
tarantula itu. "Ada apa, Kek"" tanya Bobby.
"Tidak ada apa-apa. Hanya seekor tarantula yang
mau menghangatkan diri bersama kita."
Bobby agak bergidik mendengar kata tarantula,
hewan yang katanya bisa membunuh hanya dengan
sekali sengatan. "Kek" Apa tarantula itu akan kembali lagi""
"Ya... mungkin saja"
"Apakah dia akan menggigitku""
"Kau tidak perlu takut, Bob! Hewan itu sama
sekali tidak berbahaya. Selama kita tidak
mengganggu, hewan itu juga tidak akan menggigit.
Hewan itu hanya menggigit bila dirinya merasa
256 terancam, dan dia akan menjauhi setiap makhluk
yang lebih besar darinya. Lihat saja tadi, begitu dia
melihat kakek yang lebih besar darinya, dia pun
langsung lari terbirit-birit."
Selama ini Bobby memang kurang mengerti betul
tentang prilaku hewan yang satu itu, tapi begitu tahu,
dia pun tidak merasa takut lagi.
"O ya, Kek. Ngomong-ngomong, di gurun ini ada
hewan apa lagi""
Banyak sekali, Bob. Ada kadal, kalajengking, ular
derik, dan masih banyak lagi.
" "Lihat itu, Kek" Hewan apa yang seperti itu. Aku
baru pertama kali ini melihatnya""
"Di mana, Bob""
"Di sana. Kek."
Begitu melihat hewan yang dimaksud, sang
Kakek langsung terdiam dengan mulut yang tampak
berkomat-kamit. Sepertinya dia sedang membaca
sesuatu. "Ada apa, Kek" Kenapa kakek malah berkomat-kamit. Memangnya hewan apa itu ""
257 Sang kakek masih tidak menjawab, dia terus saja
berkomat-kamit. Setelah hewan itu pergi barulah sang
kakek kembali bicara. "Bob itu yang dinamakan
Ankeset." "Hewan apa itu, Kek"
"Ya... semacam hewan jadi-jadian."
"Apa! Di tempat ini ada hewan seperti itu"" Bobby
tampak terkejut. "Banyak sekali, Bob. Tapi, mereka jarang sekali
menampakkan diri. Hanya kepada orang tertentu saja
mereka menampakkan diri. Sebenarnya mereka itu
para kesatria hitam dari Bangladesh, mereka adalah
jin fasik yang mempunyai power yang sangat kuat
lantaran mereka sering dipuja-puji dan diberi
persembahan oleh orang kafir Bangladesh.
Karenanyalah mereka mampu menampakkan diri di
hadapan kita. Kini kau tidak perlu khawatir, tadi kakek
sudah mendoakanmu agar dia tidak berani berbuat
macam-macam." "Ja-Jadi dia mengincarku, Kek."
258 "Bukan... bukan begitu. Kau kan orang asing di
negeri ini, dan kakek rasa dia mau berkenalan
denganmu." "Kalau cuma ingin berkenalan kenapa muka
kakek tadi begitu khawatir""
"Sudahlah, Bob. Lupakan saja! Hewan itu tidak
akan macam-macam selama kau selalu mendekatkan
diri kepada Tuhan." Tiba-tiba, Pak Mustafa yang sejak tadi terdiam
kini tampak berbicara dengan terbata-bata
"Ada apa, Saudaraku"" tanya sang Kakek
bingung. "Di-di-disana. Li-lihat di sana!"
Sang kakek pun menoleh. Betapa terkejutnya dia
ketika melihat hewan yang tadi muncul kembali. Tapi
kali ini hewan itu tidak sendirian, dia muncul bersama
kelima temannya. "Celaka...!" ucapnya sangat khawatir. Lantas
dengan segera dia membuat sebuah lingkaran
dengan tongkat kayunya, dan setelah itu dia mengajak
259 Bobby dan Mustafa untuk ikut masuk ke dalam
lingkaran yang dibuatnya.
Kini sang Kakek dan Pak Mustafa tampak bersila
dengan mulut terus berkomat-kamit, sedangkan
Bobby tampak memperhatikan mereka. Sementara itu
di kejauhan, keenam hewan jadi-jadian itu tampak
sedang bergerak mendekat, dan begitu tiba di dekat
lingkaran hewan-hewan itu pun berhenti. Bobby
ketakutan bukan kepalang, dalam hati dia menduga
hewan-hewan itu pasti sedang mengincarnya. Kini
Bobby terpejam, dalam hati pemuda itu terus berdoa
kepada Tuhan agar melindunginya. Pemuda itu tak
henti-hentinya membaca ayat-ayat yang pernah dia
pelajari. Sesekali dia membuka matanya, dan keenam
hewan yang seperti anjing dengan tanduk yang
melingkar-lingkar masih saja mengawasinya.
Pandangannya tampak buas dengan sorot mata yang
begitu tajam. Bobby pun kembali terpejam, kali ini dia
tidak berani lagi untuk membuka matanya.
Setelah agak lama, hewan-hewan itu pun pergi
menjauh, dan sang kakek tampak lega melihatnya.
260 "Bob! Hewan-hewan itu sudah pergi" katanya seraya
menepuk bahu muridnya. Bobby segera membuka kedua matanya, saat itu
dia merasa lega sekali. Dan dia begitu bersyukur
karena Tuhan masih melindunginya. "Kek, apakah
mereka sudah benar-benar pergi, dan apakah nanti
mereka kembali lagi" Jangan-jangan nanti malah
tambah banyak." "Kau tidak perlu khawatir, Bob. Ternyata mereka
memang hanya ingin mengenalmu. Tadi kakek
sempat bicara pada mereka, dan mereka mengatakan
bahwa salah satu dari bangsa mereka menderita di
dalam keris kecil milikmu. Kini mereka tidak akan
mengganggu lagi, karena kakek sudah berjanji untuk
membebaskan bangsa mereka yang ada di keris itu.
Nah... sekarang berikan keris itu kepada kakek!"
Saat itu juga Bobby langsung mengeluarkan keris
miliknya. "Tapi, Kek... Ini adalah keris kenang-kenangan yang diberikan padaku. Apa benar keris ini
ada penunggunya"."
261 "Keris itu memang ada penunggunya, Bob. Dan
dia sangat menderita karena dipaksa untuk selalu
bersamamu, sebaiknya dia harus segera dilepaskan."
"Ini, Kek," katanya seraya menyerahkan keris
kecil pemberian kakek Yuda.
Begitu sang kakek menerima keris itu, sang
kakek langsung membaca sesuatu, dan
mendadak keris itu lenyap dari telapak tangan sang Kakek.
"Nah sekarang dia sudah pergi, Bob. O ya,
kenapa kau tidak mengatakan kepada kakek kalau
kau mempunyai keris yang ada penunggunya."
"Aku sama sekali tidak tahu, Kek. Ketika keris itu
diberikan, aku cuma diminta menjaganya. Itu saja."
"Ya sudah! Lain kali, jika kau diberikan sesuatu
yang seperti itu, sebaiknya kau tanyakan kepada
orang yang pintar (bukan dukun). Dengan demikian
kau bisa mengetahui, apakah berpenghuni atau tidak."
"Baik, Kek. Aku akan selalu ingat nasihat kakek."
"Kalau begitu, mari kita kembali beristirahat."
Akhirnya ketiga orang itu kembali beristirahat.
Kini mereka mulai merebahkan diri dengan
262 berselimutkan kulit hewan. Saat itu, udara malam
memang terasa semakin dingin, hingga akhirnya
ketiga orang itu terlelap karena kantuk dan rasa lelah.
Pagi harinya mereka sudah melanjutkan
perjalanan. Kini ketiganya tengah menyusuri gurun
sambil berbincang-bincang. "O ya, saudaraku. Apakah
kita akan sampai di desamu sore nanti"" tanya
Mustafa. "Benar saudaraku" Sore nanti kita akan tiba di
gerbang desa. Tapi sebelum itu, kita akan pergi untuk
menemui sahabatku yang tinggal di tepi sungai
Hindus." "Diakah orang yang akan mengurus surat-surat
untukku""

Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar saudaraku. Semoga kau bisa cepat
menjadi penduduk yang sah di negeri ini."
Mereka terus berbincang-bincang mengarungi
gurun yang panas, dan menjelang tengah hari mereka
263 tiba di tepi sungai Hindus. Kini mereka hendak
menumpang sebuah perahu kecil yang ditambat pada
sebuah pohon yang cukup besar. Setelah melepaskan
tali penambat, ketiganya segera menaiki perahu itu.
Sekarang mereka mulai menyusuri sungai sambil
menikmati pemandangan sungai Hindus yang begitu
indah. Setelah dua jam perjalanan, akhirnya mereka tiba
di tempat kediaman sahabat Kakek. Kini mereka
terlihat sedang bercakap-cakap di dalam sebuah
ruangan. "O, jadi dia ini muridmu"" kata Abu-sahabat
Kakek. "Benar sekali, Saudaraku. O ya, apa si Hasan
sudah kemari"" tanya Kakek.
"Ya, dia sudah kemari. Setelah dia menitipkan
pesananmu, dia langsung pamit pulang."
"Kenapa dia langsung pulang""
"Entahlah... tapi katanya dia ada urusan penting.
Tadi dia juga meminta sebuah jimat dariku."
264 "Dia meminta jimat, dan kau memberikannya
wahai saudaraku""
"Ya tentu saja, seperti dia memang
membutuhkannya. Memangnya kenapa""
"Ah tidak, tidak apa-apa."
"Kalau begitu, aku ambilkan dulu pesananmu itu
ya"" Guru Bobby tampak mengangguk, kemudian dia
berbicara kepada Bobby yang terlihat sedang bingung.
"Bob, kenapa kau kelihatan bingung"
Sebenarnya ada apa"" tanya gurunya.
"Ah tidak ada apa-apa, Kek."
Sebenarnya Bobby sedang memikirkan masalah
jimat yang selama ini selalu menjadi pertanyaannya.
Ketika Bobby akan mengajukan pertanyaan, Abu
sudah kembali, dia membawakan pesanan untuk sang
Kakek. "Baiklah saudaraku. Sekarang aku permisi dulu!"
pamit Kakek. "Kenapa terburu-buru, saudaraku"" tanya Abu.
265 "Aku masih ada urusan lain yang harus segera
kuselesaikan." "Ya sudah kalau begitu. O ya, Bob. Ini ada hadiah
dariku, sebuah jimat penangkal bahaya."
"Terima kasih, Kek!" ucap Bobby seraya
memakai jimat yang berupa kalung ke lehernya.
"Sudah ya saudaraku. Aku pergi,
Assalamu alaikum..."
"Wa allaikum salam..."
"Hai, saudaraku Mustafa! Mari kita pulang," seru
Kekek kepada Mustafa yang dari tadi menunggu di
muka rumah. Dan tak lama kemudian, mereka tampak sudah
bergegas meninggalkan tempat itu. Kini mereka
sudah menumpang perahu untuk kembali pulang. Di
dalam perjalanan, sang Kakek langsung meminta
jimat yang diberikan kepada Bobby. "Bob, berikan
jimatmu itu padaku!" pintanya tidak main-main.
Bobby pun menurut, dia segera melepaskan
jimatnya dan memberikan kepada sang Kakek. Begitu
266 jimat itu diterima, sang kakek langsung membuangnya
ke tengah sungai. "Kenapa, Kek" Kenapa Kakek membuangnya""
"Kau tidak memerlukan itu, Bob."
"Kenapa yang lain boleh, aku tidak, Kek""
"Kau jangan ikut-ikutan dengan mereka, Bob!
Kalau kau memang masih mau menjadi muridku,
ikutilah semua perkataanku."
"Baiklah, Kek. Tapi terus terang aku masih
bingung dengan masalah ini, bisa
kah Kakek menjelaskannya""
"Begini, Bob. Pada dasarnya jimat itu meminta
bantuan kepada jin untuk selalu menjaga kita, dan hal
itu sangat dilarang oleh Nabi kita Muhammad SAW."
"Iya, Kek. Aku juga sudah mengetahui hal itu, dan
yang masih membuatku bingung adalah kenapa hal
itu tidak diperbolehkan oleh Nabi."
"Bob, jimat itu dapat membuat orang menjadikan
seseorang takabur dan musrik. Sesungguhnya jimat
itu tak mempunyai kekuatan apa-apa, namun karena
ada Jin fasik yang memanfaatkannya, maka jin itu
267 tidak segan-segan membantu si pengguna jimat,
dengan maksud memperdaya si pengguna agar
menjadi syirik. Ketahuilah, Bob! Sesungguhnya manusia itu
telah diciptakan lebih hebat dari Jin, buktinya adalah
Nabi Sulaiman AS yang mampu memerintah para Jin
lantaran beliau berkuasa atas jin-jin itu. Dan semua itu
lantaran beliau sudah mendapat izin dari Allah, dan
Allah akan senantiasa melindunginya dari tipu daya
Jin-jin itu. Begitupun di zaman Rasulullah. Pada zaman
beliau, justru Jin lah yang meminta bantuan untuk
menyelesaikan segala urusan di kalangan mereka.
Waktu itu Nabi Muhammad SAW pernah mengutus
seorang sahabatnya untuk membantu saudara
mereka yang dari kalangan Jin untuk menyelesaikan
urusan itu. Dan hal itu semakin membuktikan bahwa
manusia memang mempunyai derajat yang lebih
tinggi ketimbang Jin. Karenanyalah, kita sebagai
manusia tidak sepantasnya meminta bantuan kepada
mereka. Hanya kepada Allah-lah kita wajib memohon
268 pertolongan. Jika Allah sudah berkehendak, maka
para malaikat akan dikerahkan-Nya untuk membantu
kita." "Tetapi, kenapa Kakek mendiamkan saja orang
lain menggunakannya""
"Sebenarnya Kakek tidak tinggal diam, Kakek
juga pernah bicara kepada mereka. Tapi karena
mereka mempunyai pandangan dan alasan tertentu,
jadi Kakek pun tidak bisa berbuat banyak. Yang
penting, tugas Kakek sudah dilaksanakan, yaitu telah
menyampaikan kebenaran itu, selebihnya Kakek
kembalikan kepada diri mereka masing-masing.
Kakek tidak mau berdebat soal itu, karena perdebatan
justru akan menambah kekerasan hati mereka."
Setelah sekian lama mereka mengarungi sungai
Hindus, akhirnya mereka tiba di tempat semula. Kini
ketiganya melanjutkan perjalanan untuk kembali ke
desa. Dua Belas Hari ini matahari bersinar seperti biasa, panas
dan membakar kulit. Bobby dan gurunya
kembali ke luar desa. Kali ini Bobby diajak gurunya
untuk menemui seorang yang menjadi pemimpin
sebuah laskar yang akan berjuang ke Afghanistan.
Setelah dua jam berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di
tempat tujuan. Orang-orang terlihat berbaris dengan
rapi, mereka adalah para pejuang yang akan di kirim
ke Afghanistan. "Zar! Ini uang dari masyarakat yang berhasil
dikumpulkan," kata si Kakek kepada Pimpinan Laskar.
"Syukurlah... akhirnya para sukarelawan bisa
juga berangkat menuju ke medan jihad."
Bobby masih menunggu sang guru yang tengah
berbicara dengan Pimpinan Laskar, dia menunggunya
di sebuah tenda kecil yang cukup nyaman. Setelah
sekian lama menunggu akhirnya sang Kakek
270 menemuinya di dalam tenda, kemudian tampak
mereka berbincang-bincang.
Kek, aku dengar Rezim Taliban memberlakukan
hijab yang terlalu ekstrim"
"Ya, itu karena Taliban ingin rakyatnya dapat
membeningkan hati ini dengan mudah, selain itu
Taliban juga ingin melindungi kaum wanita dan
memuliakan mereka. Ketahuilah, Bob... Setiap pria
yang sudah menginjak dewasa tentu akan
membutuhkan kebutuhan biologis. Karena itulah,
setiap kali mereka melihat sesuatu yang berbau
hasrat seksual, walaupun hanya sekejap, tentu akan
menimbulkan nafsu birahi, terutama pemuda
sepertimu. Ketahuilah, setiap pria normal memang
sudah ditakdirkan seperti itu."
"Lantas, bagaimana untuk bisa
mengendalikannya, Kek""
"Dengan membuat kondisi yang lebih baik, yaitu
seperti yang diterapkan Taliban."
"Apakah mengucap Istigfar setiap kali kita
melihat hal-hal itu bisa membantu."
271 "Tentu saja. Hal itu sangat membantu. Sebab jika
kita selalu ingat Tuhan, tentu Tuhan juga akan selalu
melindungi kita dari hal-hal yang demikian. Tapi tidak
untuk mereka yang masih lemah iman, di mulut
mereka mengucapkan dengan fasih tetapi di ha
ti mereka tetap menikmatinya, dan yang terbaik adalah
dengan berzikir setiap saat, dengan berzikir pikiranmu
akan selalu dialihkan kepada Sang Pencipta. Karena
zikir memang dapat mengalihkan segala pikiran sesat
yang ada di setiap benak manusia."
"Kek" Mungkinkah kita bisa ingat Tuhan jika hati
kita belum bening""
"Bisa saja tapi sangat sulit, tidak semua orang
bisa. Hanya mereka saja yang memang bersungguh-sungguh mau membeningkan hatinya dan tetap
berusaha untuk selalu memperjuangkan undang-undang yang bisa mendukung hal tersebut, dan
orang-orang seperti mereka akan mendapat ujian
yang sangat berat, kalau mereka tetap sabar mereka
akan tetap memperjuangkannya sampai akhir
hayatnya dengan cara yang baik, tapi kalau mereka
272 yang tidak sabar tentu akan melakukan dengan cara
yang keras, seperti merusak tempat-tempat yang
dianggap penyebar kemungkaran dan yang lebih
ekstrimnya lagi adalah yang seperti orang-orang
Amerika dan sekutunya tuduhkan sebagai Teroris."
"Kasihan sekali orang-orang itu, Kek""
"Ya, dan yang paling kasihan dari orang-orang
yang ingin membeningkan hati adalah mereka yang
memilih hidup menyendiri, enggan keluar rumah dan
tidak mau bicara dengan siapa saja. Mereka
mempasrahkan hidupnya kepada Tuhan, dengan
hanya melakukan ibadah dan hidupnya
menggantungkan diri dengan orang lain, dan lebih
kasihan lagi adalah mereka yang menjadi orang gila
karena tidak kuat menahan segala beban di batinnya."
"Kek" Kalau begitu memang sulit sekali jika ingin
membeningkan hati di sebuah negara yang tidak
mempunyai undang-undang yang Kakek maksudkan.
Bisa-bisa aku juga akan bernasib seperti mereka,
soalnya di negaraku hampir setiap hari bisa melihat
hal-hal yang Kakek maksudkan bisa membuat hati ini
273 kelam dan keras membatu. Selama berada di
negaraku, nafsu birahiku sulit sekali diredakan, tidak
seperti di sini yang kondisinya masih bisa menahan
birahi." "Ini kan di desa, Bob. Kalau di kota ya sama saja
dengan di negaramu. Tapi kau tidak perlu kuatir! Bila
lingkunganmu memang tidak memungkinkan, kau
bisa menggunakan cara-cara yang sedikit Kakek
ketahui." "Bagaimana itu, Kek""
"Menyendiri, tidak keluar rumah."
"Pasrah dan hidup menjadi seperti benalu, begitu
Kek"" "Tidak, bukan begitu, Bob. Kakek tahu setiap
orang butuh makan, mau tidak mau kau harus
mencari uang agar bisa makan dan tidak menjadi
benalu." "Jadi aku harus mencari pekerjaan yang lebih
sering di dalam rumah, begitu kan Kek""
"Benar sekali, Bob. Dengan bekerja di rumah
akan mengurangi interaksi dengan hal-hal yang
274 merusak pandangan, seperti menjadi pekerja seni
misalnya." "Apakah aku bisa, Kek""
"Kenapa tidak, semua itu mungkin saja Bob,
tentunya jika kau mau bersungguh-sungguh berusaha
dan banyak berdoa. Tapi kalau kau tidak bisa menjadi
pekerja seni, kau bisa pergi ke tempat sunyi dan jauh
dari keramaian, seperti yang sahabat Kakek lakukan."
"Hidup sendirian dan bertahan hidup dengan
mengandalkan alam, begitu kan Kek""
"Benar, Bob." "Wah, Kek. Rasanya sulit juga, apa mungkin aku
bisa melakukan itu" Terus terang, aku takut sesuatu


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengancam diriku jika sendirian. Kalau hidup di
hutan, bisa-bisa aku malah dimakan binatang buas.
Kalau di gurun, tidak deh, Kek. Terlalu panas."
"Bobby... Bobby. Kau kan tidak sendirian, kau
selalu ditemani oleh Tuhan yang selalu melindungimu
di mana saja kau berada."
275 "Iya ya, Kek. O ya, Kek. Kalau membutakan
kedua mata kita atau dikebiri menurut Kakek
bagaimana"" "Kakek tidak setuju dengan hal itu, karena itu
berarti menyianyiakan apa yang sudah Tuhan berikan
kepada kita. Hal itu bersifat permanen dan tidak bisa
dikembalikan lagi, jika kedua mata kita buta berarti
akan mengurangi kesempatan kita untuk bisa belajar
lebih jauh, dengan adanya mata kita akan lebih
mudah untuk mencari ilmu dan bekerja lebih baik. Jika
dikebiri berarti memutuskan keturunan, dan itu berarti
kita tidak mungkin bisa mempunyai penerus untuk
melanjutkan perjuangan kita kelak."
"Kek" Menurut Kakek, sebaiknya cara seperti
apa yang bisa kulakukan""
"Itu terserah kepada keputusanmu. Kakek tidak
bisa menentukan apa yang terbaik, karena setiap
orang berbeda. Lakukanlah yang bisa kau lakukan,
dan jangan menjadi orang-orang munafik dengan hati
yang gelap. Pesan Kakek ikuti saja arus yang ada di
negaramu, tetapi kau harus meredam pandangan dari
276 hal-hal yang bersifat glamor dan membangkitkan
hasrat seksual, yaitu dengan tinggal dilokasi yang
lebih baik, selanjutnya berusahalah memperjuangkan
hak-hakmu seperti yang Kakek lakukan selama ini."
"Untuk menjaga pandangan yang bersifat glamor
mungkin masih bisa, Kek. Tapi, untuk menjaga
pandangan dari hasrat seksual rasanya agak sulit."
"Untuk itu kau harus menikah, Bob."
"Menikah" Kenapa harus menikah, apa tidak ada
cara lain lagi untuk meredam birahi""
"Bisa, yaitu dengan berpuasa" Tapi karena
tingkat syahwat orang berbeda-beda, berpuasa belum
tentu mampu meredamnya. Karena puasa orang
awam berbeda dengan puasanya orang-orang yang
sudah bening hatinya. Jadi, jika yang tidak mampu
berpuasa di atas tingkatan orang awam, jalan satu-satunya memang harus menikah."
"Aku takut jika menikah, Kek."
"Kenapa mesti takut, Bob""
"Aku takut nantinya akan menelantarkan istriku.
Kalau aku mempunyai penghasilan mungkin tidak
277 menjadi masalah, tapi jika tidak, tentunya akan
menimbulkan masalah."
"Bob, Tuhan itu Maha Pemurah. Kau pasti akan
mendapat rezeki jika menikah kelak. Walaupun hanya
sedikit rezeki, kau dan istrimu tetap akan bisa hidup."
"Itulah sulitnya, Kek. Sulit sekali mencari wanita
yang mau menerima kita apa adanya."
"Ya itu memang sulit jika di negerimu masih
banyak wanita yang mementingkan masalah
duniawi-wanita yang menuntut materi. Untuk
mengatasinya kau harus bekerja keras guna
mendapatkan uang, diiringi dengan doa dan berbuat
baik. Setelah semua tercapai dan mencukupi lekas-lekaslah menikah."
"Tapi Kek, mendapat pekerjaan dengan
pendapatan yang mencukupi juga sangat sulit
dilakukan." "Kalau begitu, mau tidak mau kau harus mencari
istri yang benar-benar salehah, bukan sekedar luarnya
saja, tapi juga dalamnya. Karena dia akan bersedia
diajak hidup susah dengan alasan ibadah, dan
278 bekerjalah apa saja yang kau bisa kerjakan, yang
penting halal dan cukup untuk makan. Setelah kau
menikah, maka Insya Allah kau bisa meredam segala
pandangan yang menimbulkan birahi. Kemudian jalani
kehidupan seperti biasa, teruslah berusaha berbuat
baik dan perbanyak ibadah. Kalau kau tetap
konsisten, maka Insya Allah kau akan bisa mencapai
bening hati." "Sanggupkah aku melakukan semua itu jika
hatiku masih kotor dan belum bening"" tanya Bobby
ragu. "Cobalah semaksimal mungkin, dan jika kau
tidak bisa pasrahkan saja kepada Sang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang! Biarlah Tuhan yang
akan memberi ganjaran setimpal untuk mereka yang
tidak mau membantu orang-orang yang ingin
membersihkan hati dengan alasan apapun."
"Hidup seperti benalu, Kek""
"Ya mau apa lagi, kalau semua usaha sudah kau
lakukan semaksimal mungkin. Mau tidak mau kau
279 harus pasrah, dan setelah kepasrahanmu Tuhan pasti
akan membukakan jalan keluarnya."
"Baiklah, Kek. Aku akan renungkan semua kata-kata Kakek."
"Kalau begitu mari kita kembali ke desa!"
"Mari Kek!" Setelah berpamitan dengan pimpinan
para sukarelawan akhirnya Bobby dan gurunya pulang
kembali ke desa. Mereka terus melangkah melewati
gurun, hingga akhirnya mereka tiba di desa.
Setelah dua tahun menuntut ilmu akhirnya Bobby
berniat kembali ke negaranya. Saat ini dia sedang
duduk berhadapan dengan Sang Guru guna
mendengarkan petuah beliau yang mesti dia ketahui.
"Bob... Kakek berpesan, janganlah kau menjadi
takabur dan sombong dengan segala ilmu yang sudah
kau pelajari. Pergunakan dan amalkanlah ilmu yang
sudah kau dapat sesuai dengan perintah Allah, dan
ingat, janganlah kau mengajarkan ilmu yang belum
280 kau amalkan sendiri atau yang kau tidak tahu
realitanya. Ajarkanlah ilmu-ilmu yang memang kau
sudah tahu realitanya, atau ilmu yang kau sendiri
sudah mengalaminya. Untuk itu kau harus pandai-pandai dalam menjaga kebersihan hatimu, agar tidak
menjadi kotor dan akhirnya malah membuat kau
menjadi hina. Sampaikanlah segelintir ilmu yang kau
tahu dalam bentuk lisan maupun tulisan. Nanti kalau
kau sudah istiqamah, berjuanglah dengan sekuat
kemampuanmu di dalam jihad yang sesungguhnya,
yaitu berjuang mendirikan khilafah agar Islam benar-benar bisa menjadi rahmat untuk sementa alam."
"Insya Allah, Kek. Semua petuah Kakek akan
kuingat dan kulaksanakan dengan sebaik mungkin.
Untuk itu aku akan terus berusaha untuk selalu
mendekatkan diri kepada Allah dan akan selalu
berada di jalan-Nya."
Setelah mencium tangan gurunya, Bobby segera
bergabung dengan rombongan pendakwah. Kemudian
Rombongan itu bergerak meninggalkan desa untuk
kembali ke Malaysia. Orang-orang desa terlihat masih
281 berdiri memandang kepergian mereka, beberapa
orang terlihat melambaikan tangannya. Hembusan
angin yang cukup kencang terlihat menyapu debu-debu hingga beterbangan. Mentari yang kini condong
ke Barat sudah tidak terlalu menyengat, dan seekor
burung elang terlihat berputar-putar di angkasa.
Tiga Belas Bandara Soekarno Hatta terlihat ramai, saat itu
Bobby baru saja keluar dari lobby utama. Ketika
hendak menumpang taksi, tiba-tiba saja matanya
tertuju kepada seorang gadis melayu yang sedang
berjalan dengan seorang pria bule, kedua orang itu
sedang berjalan ke arahnya.
"Li-lisa! Kau Lisa kan," sapa Bobby kepada gadis
itu. "Kak Bobby! Apa kabar""
"Hmm... baik. Kau sendiri""
"Aku juga baik-baik. O ya, kenalkan! Ini suamiku,
Pieter." Kemudian Bobby segera menjabat tangan Pieter,
"Senang berkenalan dengan Anda," katanya pelan.
"Aku juga," balas Pieter.
"Lis... bisa kita bicara berdua sebentar."
283 "Tunggu ya!" pinta Lisa seraya berbicara dengan
suaminya, "Sayang... boleh kami bicara berdua
sebentar!" "Silakan...," izin sang suami seraya tersenyum.
"Terima kasih, Sayang!" ucap Lisa seraya
menghampiri Bobby. Kemudian keduanya melangkah
pergi menjauhi Pieter. "Memangnya ada apa, Kak"" tanya Lisa.
"Maaf! Apa suamimu itu seorang muslim""
"Tentu saja, Kak."
"Syukurlah... tadinya aku kuatir kau menikah
dengan pria yang bukan muslim. Maafkan aku Lis!
Aku telah berprasangka buruk."
"Sudahlah... aku bisa mengerti kok. O ya,
ngomong-ngomong bagaimana kabarnya Randy""
"Randy" Wah, maaf Lis! Aku juga tidak tahu, aku
sendiri baru pulang dari Malaysia."
"Kapan terakhir kau bertemu dia""
"Kira-kira dua setengah tahun yang lalu, Lis."
"Apakah saat itu dia sudah mempunyai kekasih""
284 "Sudah. Lis. Namanya Yuli, dia seorang gadis
yang baik dan juga cantik. Sama sepertimu, Lis."
"Syukurlah... aku bahagia sekali mengetahui hal
itu." "O ya, Lis. Aku sampai lupa... aku ucapkan
selamat ya, semoga kalian menjadi keluarga yang
sakinah mawadah warahma."
"Amin... Terima kasih, Kak! O ya, Kak.
Ngomong-ngomong... apa kau sendiri sudah
menikah"" "Belum, Lis. Selama dua tahun ini aku menuntut
ilmu ke negeri orang, dan aku sama sekali belum
memikirkan hal itu."
"Kalau begitu, aku doakan semoga kau cepat
mendapat jodoh." "Amin... Terima kasih, Lis!"
Tiba-tiba Pieter datang menghampiri, "Maaf
sayang... pesawat kita akan berangkat lima menit
lagi." Lisa memandang suaminya seraya
menganggukkan kepala, kemudian pandangannnya
285 segera kembali ke arah Bobby. "Kak... maaf ya! Kami
harus segera pergi," pamit Lisa seraya tersenyum.
"Selamat jalan, Assalamu alaikum..." ucap Bobby.
"Waalaikum salam..." balas Lisa dan Pieter
hampir bersamaan. Kemudian suami-istri itu melangkah pergi.
Sejenak Bobby memperhatikan kepergian mereka,
kemudian dia pun melangkah pergi meninggalkan
tempat itu. Bobby sangat senang bertemu dengan
Lisa, dan dia begitu bersyukur karena mengetahui
Lisa sudah menikah. Kini Bobby terlihat sedang menaiki sebuah taksi,
dia berniat kembali ke tanah kelahirannya-tempat
dimana Ibunya dimakamkan. Ketika sedang dalam
perjalanan, tiba-tiba dia mendengar azan Ashar
berkumandang. Lalu, dengan segera pemuda itu
menyetop taksi yang ditumpanginya dan melangkah
menuju ke sebuah masjid yang ada di dekat situ. Di
tempat itulah pemuda itu menunaikan sholat Ashar,
dan setelah itu dia berzikir dengan penuh hikmat.
Lama dia berzikir, sampai-sampai masjid pun kembali
286 sepi. Biarpun masjid itu sudah sepi, Bobby masih
terus berzikir-menyebut nama Tuhannya sambil
berlinang air mata. begitulah Bobby seka
rang, semua pelajaran yang di dapat selama ini benar-benar telah
membuatnya berubah. Dia sudah menjadi seseorang
yang mulai memahami arti kehidupan. Kecerdasan
spiritualnya benar-benar sudah meningkat, sekarang
dia bisa menjalani kehidupannya tanpa ada beban
sedikitpun. Sesungguhnya sholatku dan ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan yang
memelihara dan menyerukan sekalian alam. Itulah
kata-kata yang selalu menjadi pegangannya dalam
menjalani kehidupan ini. Intinya adalah keiklasan hati
dalam mengemban tugas sebagai seorang khalifah di
muka bumi ini, minimal sebagai khalifah untuk dirinya
sendiri. Kini dikesehariannya, Bobby selalu mengisi
kehidupannya dengan hal-hal yang bermanfaat dan
selalu membantu sesama, tak lupa setiap saat selalu
mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tidak ada lagi
yang membuatnya merasa takut, karena dia hanya
takut kepada Allah semata. Di hatinya tidak ada lagi
287 kesedihan dan kegundahan, karena dia selalu
mengembalikan semuanya kepada Sang Pencipta.
Yang ada dihatinya hanya rasa cinta kepada
Tuhannya dan kepada sesama, dia juga merasakan
cinta Tuhan dengan selalu berprasangka baik dan
senantiasa beryukur kepada-Nya.
Sekitar pukul lima sore Bobby menghentikan


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

zikirnya, rupanya pemuda itu sudah merasa
keroncongan. Akhirnya, pemuda itu pergi untuk
makan di sebuah warung yang sederhana. Selesai
makan, Bobby segera membayarnya dengan uang
lima ribuan yang tinggal satu-satunya. Maklumlah,
uang yang didapat dari teman-temannya di Malaysia
memang hanya sedikit, dan itu hanya cukup untuk
ongkos pulang ke Indonesia. Karena tidak mungkin
membayar penginapan, akhirnya malam ini Bobby
terpaksa menginap di masjid. Sepanjang malam
pemuda itu selalu berzikir dan berzikir. Sampai
akhirnya dia tertidur di teras masjid.
288 Esok paginya, Bobby terlihat sedang duduk di
pagar jembatan tak jauh dari gerbang masjid. Saat itu
perutnya terasa lapar, karena terakhir kali dia makan
kemarin sore. Tapi Bobby tidak mempedulikan rasa
laparnya itu, dia terus saja berzikir sambil mengamati
jalan raya yang ramai. Di kejauhan terlihat seorang ibu
yang baru saja turun dari mobil, sepertinya dia
membawa banyak belanjaan. Saat itu si Ibu tampak
berjalan dengan tertatih-tatih lantaran belanjaan yang
dibawanya cukup berat juga. Melihat itu, Bobby
merasa kasihan, lalu dengan segera dia langsung
menawarkan diri untuk membantu membawakan
barang-barang itu. Si Ibu terlihat senang karena ada
seorang pemuda yang mau membantunya disaat dia
sedang kesusahan. Kini keduanya tampak berjalan menyusuri jalan
kecil yang ada di samping masjid, tak lama kemudian
mereka sampai di rumah si Ibu. Setelah meletakkan
belanjaannya di depan rumah, Bobby segera mohon
diri. "Terima kasih ya!" ucap ibu itu seraya tersenyum.
289 "Sama-sama, Bu," balas Bobby.
Ketika Bobby hendak pergi, tiba-tiba, "Tunggu,
Nak! " tahan si Ibu.
Seketika Bobby menghentikan langkahnya, "Ada
apa Bu"" tanyanya kemudian.
"Ini..." katanya si Ibu seraya memberikan
sebungkus Roti, "Sepertinya kau belum makan ya""
tanyanya kemudian. "Iya Bu," katanya pelan seraya menerima
pemberian si Ibu dengan senang hati, "Terima kasih
banyak, Bu!" ucapnya kemudian.
Setelah berkata begitu, Bobby segera pergi
meninggalkan tempat itu. Dalam hati, dia tak henti-hentinya bersyukur atas rezeki yang dia dapatkan pagi
ini. Sesampainya di depan masjid, pemuda itu kembali
duduk di pagar jembatan dan segera membuka
pembungkus rotinya. "Ya Allah, aku benar-benar sangat bersyukur atas
karunia yang Engkau berikan ini. Bismillah..." ucap
Bobby seraya menikmati sepotong roti yang baru saja
didapatnya sebagai upah membawa belanjaan.
290 Walaupun semula dia tidak mengharapkan imbalan
apa-apa, namun karena si ibu memberinya dengan
ikhlas dia pun mau menerima. Dia merasa hal itu
merupakan rezeki Tuhan yang tak patut ditolak.
Setelah kenyang, Bobby tampak melanjutkan
perjalanannya. Kini dia sedang berjalan di sebuah
jalan yang ramai. Bobby terus berjalan dan berjalan,
hingga akhirnya dia melihat seorang lelaki setengah
tua tampak sedang mengalami kesulitan.
"Permisi, Pak. Ada yang bisa kubantu"" tanya
Bobby menawarkan bantuan.
"O, tolong bantu aku mengangkat kulkas ini!"
pinta lelaki setengah tua itu.
Tanpa banyak bertanya, Bobby segera
membantunya. Lalu dengan sekuat tenaga, dia dan
lelaki setengah tua itu mengangkat sebuah kulkas ke
atas mobil secara bersama-sama, dan setelah
bersusah payah, akhirnya mereka bisa menaikkan
benda itu. "Terima kasih, Nak!" ucap lelaki setengah baya
itu. 291 "Sama-sama, Pak," balas Bobby seraya permisi
untuk meninggalkan tempat itu.
"Tunggu dulu, Nak. Ini ada sedikit uang untuk beli
rokok," "Terima kasih, Pak! Aku tidak merokok. Lagi pula
aku sangat senang bisa membantu Bapak," tolak
Bobby. "Sudahlah terima saja! Terserah mau kau
gunakan untuk apa," desak lelaki setengah baya itu.
"Baiklah.. kalau begitu aku ucapkan terima kasih
banyak," ucap Bobby seraya pergi meninggalkan
tempat itu. Bobby terus melangkah mengikuti jalan yang
menuju ke arah kampungnya. Di tengah perjalanan
pemuda itu bertemu dengan seorang wanita tua dan
seorang anak kecil yang begitu memprihatinkan,
mereka terlihat duduk di tepi jalan sambil memegang
perut yang sepertinya sangat kelaparan. Lalu dengan
segera Bobby menghampiri mereka.
"Bu, terimalah uang ini," ucap Bobby seraya
memberikan uangnya yang baru didapatnya.
292 "Aduh... terima kasih banyak, Nak!" ucap Ibu itu
senang. "Berterima kasihlah kepada Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, karena Allah-lah yang
telah memberikan rezeki kepada Ibu melalui perantara
hamba-Nya." Setelah berkata begitu, Bobby kembali
melangkah pergi. Bobby terus melangkah dan melangkah, hingga
akhirnya terdengar azan Juhur berkumandang.
Sejenak pemuda itu melihat ke arah matahari yang
kini berada tepat di atas kepalanya, kedua matanya
tampak memicing sambil mengelap peluh yang
mengalir di dahinya. Walau pun saat itu perutnya
mulai merasa lapar, namun pemuda itu tidak
menghiraukannya, dia tampak berjalan menuju ke
sebuah masjid untuk menunaikan sholat juhur. Seusai
sholat, Bobby berdiam diri sejenak di masjid untuk
berdoa dan mengucapkan syukur. Saat itu, Bobby
merasakan perutnya sudah semakin lapar, namun
begitu dia merasakan lapar itu sebagai sebuah
kenikmatan. 293 Kini Bobby kembali melanjutkan perjalanannya,
dan dalam tempo yang tak terlalu lama akhirnya
pemuda itu sampai di kampung halamannya. Ketika
sedang melintasi sebuah jembatan, tiba-tiba pemuda
itu melihat seseorang yang tengah dikejar-kejar oleh
beberapa orang polisi. Orang itu tampak berlari
menuju ke arahnya. Pada saat itu, Bobby sempat
terkejut ketika mengetahui kalau orang yang sedang
dikejar polisi itu adalah si Johan-bandar narkoba
yang memang sudah sangat dikenalnya. Belum hilang
rasa terkejutnya, tiba-tiba pemuda itu mendengar
beberapa suara tembakan. Pada saat itu, dia
menyaksikan Johan terjerembab dengan kepala
tertembus timah panas. Bobby terpaku melihat kejadian itu, dilihatnya
darah segar tampak mengalir dari kepala Johan
hingga membasahi sebagian tubuh pemuda yang
tengah terkapar itu. Sungguh suatu pemandangan
yang cukup mengerikan. Pada saat itu, tiba-tiba saja
Bobby merasakan dadanya terasa panas. Kemudian
dia merasa sulit untuk bernafas-dadanya mendadak
294 terasa sesak, dan tiba-tiba saja kedua matanya
menjadi berkunang-kunang. Lalu dengan serta-merta
tubuh pemuda itu roboh dengan sebuah luka di dada
kanannya, ternyata sebuah peluru nyasar telah
menyerempet paru-parunya.
Lantas dengan segera, pemuda itu diangkut ke
rumah sakit terdekat dan segera dimasukkan ke unit
gawat darudat. Sementara itu di tempat lain, seorang
gadis terlihat sedang menangis. Dialah Erna kekasih
Johan, saat itu dia begitu sedih lantaran mendengar
tentang kematian pacarnya. Bagaimana mungkin dia
bisa hidup tanpanya, yang selama ini selalu menyuplai
kebutuhannya. Kini dia berniat menyusul kekasihnya
ke alam baka, dengan segelas racun serangga dia
menghabisi nyawanya sendiri. Erna meninggal dengan
kondisi yang begitu mengerikan. Matanya terlihat
melotot dengan lidah terjulur keluar, dari mulutnya
keluar busa yang mengalir ke lantai.
Empat Belas Pada suatu pagi, udara dingin terasa menusuk
kulit, kabut tebal masih menyelimuti
perbukitan. Saat itu, Randy dan istrinya sedang berdua di teras
sebuah Villa, rupanya mereka sedang berbulan madu
setelah menikah sebulan yang lalu.
"Kak... berapa anak yang akan kita miliki""
"Sebanyak aku sanggup memelihara, Yul..."
"Kamu ingin anak pertama kita laki-laki atau
perempuan"" "Bagiku laki-laki atau perempuan sama saja,
yang penting mereka bisa tumbuh sebagai anak-anak
yang saleh." "Kak... aku menyayangimu"
"Aku juga, Yul. Oh Adindaku sayang... jika kau
sedang bermanja seperti ini, wajahmu tampak begitu
mempesona." "Ah, Kak Randy bisa saja... "
296 "O ya, Yul! Tadi kata Pak Ujang, rumah kita
sudah selesai direnovasi. Nanti sepulang berbulan
madu, kita langsung tinggal di rumah itu ya!"
"Jangan dulu, Kak! Aku masih belum bisa
meninggalkan Paman dan Bibiku, karena selama ini
mereka begitu baik dan begitu menyayangiku. Dan
aku pun sudah menganggap mereka sebagai kedua
orang tuaku sendiri. Jika aku pergi, mereka tentu akan
merasa kehilangan, sebab selama ini mereka sudah
menganggapku sebagai anaknya sendiri. Kau tahu
kan, kalau mereka belum dikaruniai seorang anak
pun." "Baiklah, Yul. Kalau memang itu yang kau
inginkan," kata Randy menyetujui, karena dia mengerti
betapa sayangnya Yuli kepada paman dan bibinya.
Sehingga dia bisa memahami jika istrinya tidak mau
segera pindah. "O ya, Kak. Apakah selama ini kau sudah
mendapat kabar dari Bobby""
297 "Belum, Yul. Selama ini dia tidak pernah
memberitahu kabar tentang dirinya. Sepertinya dia
lenyap begitu saja tanpa ada kabar beritanya."
"Semoga dia baik-baik saja ya, Kak."
"Kita doakan saja, semoga dia selalu sehat wal-afiat."
Keduanya terus berbincang-bincang sambil
bermanja-manja dengan penuh kebagiaan.
Sementara itu, di dalam villa terlihat pesawat TV yang
belum dimatikan, saat itu di layat kaca sedang
diberitakan tentang dua orang yang tertembak, dan
salah seorang yang tertembak itu kini sedang
mengalami koma di rumah sakit.
Sementara itu di luar, matahari tampak semakin
meninggi dan kabut mulai menghilang dari
pandangan. Pada saat itu, Randy dan Yuli tampak
melangkah meninggalkan teras depan, dan sekarang
mereka sedang menyaksikan acara di televisi. Mereka
berdua sedang menyaksikan acara musik.
"Sayang... lagu ini mengingatkan aku ketika
pertama kali kita jadian."
298 "Benar, Yul. Saat itu memang benar-benar
malam yang indah." Yuli bersandar di dada suaminya, "Sayang...
akankah kita akan selalu seperti ini""
"Kenapa kau berkata begitu""
"Karena ketika aku melihat pengalaman dari
teman-temanku sendiri tidak demikian, cinta mereka
yang semula begitu besar lambat laun akan sirna
seiring dengan berjalannya waktu. Kehidupan rumah
tangga mereka tidak lagi harmonis, karena mereka
selalu dikejar-kejar dengan segala permasalahan
yang selalu datang. Baik masalah ekonomi, anak,
maupun orang ketiga-mertua dan pacar gelap."
"Ya namanya juga hidup, Yul. Orang yang hidup
pasti akan mengalami segala macam masalah. Untuk
itulah kita sebagai manusia dianjurkan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, agar kita selalu
diberi jalan petunjuk yang lurus."
"Apakah cintamu kepadaku akan hilang juga""
"Selama kita selalu mendekatkan diri kepada
Tuhan, masih saling percaya, saling setia, saling
299 terbuka dan saling pengertian, mudah-mudahan hal
itu tidak akan terjadi."
"Sayang... apakah kau akan selalu setia
padaku"" Randy tidak segera menjawab, dia tampak


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

termenung. Karena dia juga tidak tahu harus berkata
apa, karena itulah pertanyaan yang bisa menjadi buah
simalakama. Jika dia terbuka dengan berkata jujur
tentu akan menyakiti perasaan istrinya, sedangkan
jika dia berbohong berarti dia tidak terbuka, dan kata
saling percaya lambat laun akan terlupakan.
"Sayang... kenapa kau diam" Jawablah
pertanyaanku itu," desak Yuli.
"Yul dengarkan aku! Aku ini hanya manusia, aku
sama sekali tidak bisa mengetahui hal itu. Kau
mengajukan pertanyaan ini begitu cepat, padahal kita
baru saja mengarungi bahtera rumah tangga.
Sebaiknya kita jalani saja kehidupan kita, nanti juga
kau akan mengetahui jawabannya."
Dahi Yuli sedikit berkerut, kemudian dia
memandang Randy dengan mata berkaca-kaca.
300 "Kak. .. apakah semua laki-laki memang seperti itu,
tidak bisa setia dan suka selingkuh."
"Tidak juga, Yul. Tidak semua laki-laki seperti itu.
Semua itu tergantung kepada pribadi masing-masing
dan tentunya kehidupan bersama pasangannya."
"Maksudmu""
"Tidak mungkin seorang lelaki berselingkuh jika
tanpa suatu sebab, begitu juga sebaiknya. Karena
suatu sebab itulah yang memicu hal demikian."
"Sebab apakah itu, Kak""
"Ya itu tadi. Tidak saling percaya, tidak saling
terbuka, tidak saling setia dan tidak saling pengertian.
Karenanyalah, jangan kau tanyakan lagi tentang hal
itu, dan kau tidak perlu mencurigai aku. Percayakan
saja kalau aku akan selalu setia padamu. Yang jelas
saat ini aku begitu menyayangimu..."
Kini Yuli tidak bertanya-tanya lagi, dia percaya
Randy akan selalu setia dan tidak akan menyakitinya.
Karena Yuli menyadari kalau Randy memang
berpotensi untuk tidak setia, dan dia bisa mengerti
tentang kodrat Randy sebagai seorang lelaki.
301 Sekarang yang harus dia lakukan adalah
mempercayai kata-kata suaminya, dan dia berharap
agar Randy tidak menyalahgunakan kepercayaannya
itu. Untuk itu, dia harus berbuat semaksimal mungkin
guna membahagiakan suaminya, dengan harapan
suaminya akan selalu menyayanginya. Kalau
suaminya sudah sayang, tidak ada alasan baginya
untuk berkhianat. Kini keduanya terlihat mesra, Randy mendekap
istrinya yang masih bersandar di dadanya. Sementara
itu di kamar rumah sakit, Bobby masih belum
sadarkan diri. Dia masih berkelana di alam bawah
sadarnya. Peralatan pemantau terus terpasang pada
tubuhnya, grafik indikator terus memberikan informasi
tentang keadaan Bobby. Sesekali dokter datang ke
kamar itu untuk mencatat perkembangannya.
Di alam bawah sadarnya, Bobby sedang
berpetualang ke dunia lain. Dia melihat pegunungan
yang tinggi menjulang, kabut tebal tampak
menyelimuti dari kaki hingga ke lerengnya. Pemuda
itu terus merasakan dirinya melayang menuju ke
302 sebuah gunung yang paling besar, seakan-akan
memang ada yang membawanya ke sana. Hingga
akhirnya pemuda itu tiba di sebuah gua yang
menganga lebar. Kini pemuda itu sedang berdiri di mulut gua
sambil memperhatikan sekitarnya dengan penuh rasa
was-was, dalam hati dia merasa bingung dengan
kejadian yang sedang dialaminya. Kemudian dengan
perlahan, pemuda itu mulai melangkah memasuki gua
yang di kiri-kanan dindingnya terdapat obor-obor yang
terus menyala. Perasaan takut mulai menyelimuti
hatinya, namun dia kembali teringat dengan
Tuhannya. Tiada yang perlu ditakuti jika Tuhan masih
bersamanya, karena Dia yang Maha Besar, Maha
kuasa dan Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Tuhan pasti akan melindunginya dari marabahaya
apapun, selama dia masih beranggapan Tuhan
memang selalu melindunginya.
"Ya Allah lindungilah aku, karena tiada daya dan
upaya melainkan dengan pertolongan-Mu. "
303 Bobby terus melangkah sambil terus berdoa-
meminta pertolongan kepada Tuhannya. Kini
keberaniannya semakin nyata, dan dia semakin cepat
melangkahkan kaki. Akhirnya dia tiba di sebuah
ruangan yang cukup luas, di hadapannya
membentang jembatan yang terbuat dari tulang-belulang manusia. Di bawah jembatan itu merupakan
jurang yang berisi lahar yang sangat panas.
Kini Bobby melangkah melewati jembatan itu,
hingga akhirnya dia tiba di seberang dengan selamat.
Bobby memperhatikan keadaan sekitarnya, Obor-obor
yang menyala terlihat mengelilingi tempat itu. Di
hadapannya terlihat sebuah altar batu yang dikelilingi
lahar panas yang menyala-nyala. Di depan altar itu
terdapat anak tangga yang juga terbuat dari batu, dan
di atas altar itu terdapat sebuah batu permata yang
sangat besar. Bobby melangkah untuk melihatnya lebih dekat,
matanya tak berkedip melihat kilauan permata yang
begitu indah-kilauan yang bisa membuat orang
terkagum-kagum. Ketika dia baru menginjakkan
304 kakinya pada anak tangga yang pertama, tiba-tiba di
belakang permata itu berdiri mahluk berkaki dua
dengan seluruh tubuh penuh bulu dan berwarna
hitam-seperti hitamnya kerbau. Kedua tangannya
mempunyai cakar yang begitu runcing. Pada
kepalanya terdapat dua buah tanduk kecil, dan dia
juga mempunyai ekor yang kecil pula
. Wajahnya terlihat menyeringai dengan gigi-giginya yang runcing,
sungguh menyeramkan. Bobby sangat terkejut dengan penampakan
mahluk itu yang begitu tiba-tiba, dan dia tidak tahu
mahluk apakah itu gerangan. Belum sempat Bobby
berpikir lebih jauh, tiba-tiba mahluk itu tertawa keras,
suaranya menggema hingga ke seluruh ruangan.
Kemudian dengan suara yang berat dan agak
menggema dia bertanya kepada Bobby, "Hai manusia!
Apakah kau menginginkan permata itu""
"Kau akan memberikan permata itu untukku""
Bobby balik bertanya. "Tentu saja... tapi ada syaratnya."
"Syarat! Syarat apakah itu.""
305 "Ayam... aku meminta sepuluh ekor ayam""
"Hanya itu""
"Ya... hanya itu," kata mahluk yang
menyeramkan itu. Dalam hati Bobby berpikir, "Kenapa mahluk itu
ingin memberikannya permata yang begitu besar, dan
dia hanya meminta sepuluh ekor ayam""
Bobby benar-benar bingung dengan semua itu,
karena yang diminta hanya sepuluh ekor ayam.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia pun
menyanggupi, "Baiklah aku akan memberikanmu
sepuluh ekor ayam." "Sebelum kuberikan permata ini, tanda
tanganilah surat perjanjian ini!"
Tiba-tiba selembar surat perjanjian yang ditulis di
atas selembar kulit tampak melayang ke arah pemuda
itu, lalu dengan segera dia menanggapi dengan kedua
telapak tangannya. Kemudian pemuda itu segera
membaca isi surat perjanjian itu.
"Telah aku sanggupi untuk memberikan sepuluh
ekor ayam kepada Jin penguasa kegelapan, dan bila
306 aku tak bisa menyanggupinya, maka aku harus
bersedia untuk mengabdi kepada Jin penguasa
kegelapan. Tertanda Jin penguasa kegelapan yang
berstempelkan darah."
"Nah... tanda tanganilah surat perjanjian itu, dan
berikan cap darahmu!" seru mahluk itu.
Bobby langsung tersadar ketika membaca isi
perjanjian itu, hingga akhirnya dia mengetahui bahwa
mahluk yang sedang berdiri dihadapannya adalah Jin,
mahluk gaib ciptaan Tuhan yang hidup di alam lain.
"Wahai Jin Fasik! Ketahuilah... aku tidak akan
pernah mau membuat perjanjian denganmu, dan aku
tidak akan termakan dengan segala bujuk rayumu,
karena aku tahu akan segala tipu muslihatmu. Aku
tidak akan mau menandatangani perjanjian ini,
walaupun itu hanya untuk sepuluh ekor ayam. Karena
aku tahu, kau pasti ingin menjebakku agar aku
menjadi pengikutmu."
Begitu mendengar kata-kata itu, Jin tersebut
tampak marah. Mendadak dari bawah jurang lahar
terdengar suara yang cukup keras, kini seekor ular
307 yang sangat besar sedang merayap ke arah pemuda
itu. Melihat hal demikian, Bobby pun langsung berdoa
kepada Tuhannya untuk meminta pertolongan-Nya.
Bobby terus membaca doa-doa dengan khusuk,
dan ketika ular itu hendak mendekat, tiba-tiba ular itu
terbakar. Melihat hal itu, mahluk yang bernama Jin itu
semakin marah. Dia melemparkan bola-bola api ke
arah Bobby, namun bola api itu sama sekali tidak
mengenainya. Ketika Jin itu hendak bertindak lebih jauh, tiba-tiba sekelebat sinar putih menyambar tubuh Bobby
dan terus membawanya hingga keluar gua. Pada saat
yang sama, di ruang rumah sakit terlihat para dokter
yang sedang menangani pemuda itu. Mereka tampak
berusaha untuk mengaktifkan denyut jantung Bobby
yang tak berdetak lagi. "Sekali lagi!" "Siap..." Alat kejut jantung kembali tersentak di dada
pemuda itu, dan tiba-tiba grafik monitor
memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Para dokter
308 terlihat senang karena jantung pasiennya kembali
berdenyut, lalu mereka pun segera
menindaklanjutinya guna menstabilkan kondisi pasien.
Lima Belas Tiga bulan kemudian, Randy mengajak istrinya
untuk tinggal di rumah baru mereka, tapi
istrinya masih saja menolak-dia masih bersikeras
untuk tinggal di rumah Paman dan Bibinya dengan
alasan masih berat untuk meninggalkan mereka.
Sebenarnya Randy merasa jengkel juga, karena
selama ini dia merasa tidak nyaman tinggal di rumah
itu. Bagaimana tidak, setiap hari dia selalu
diperlakukan seperti anak kecil oleh orang tua angkat
Yuli. Bila dia belum makan, si Paman selalu
menasehati agar cepat-cepat makan, kalau tidak nanti
terkena mag. Jika sedang nonton TV hingga larut
malam, si Bibi selalu bilang jangan tidur terlalu malam.
Jika tidak, nanti kesehatanmu
akan terganggu, dan sebagainya dan sebagainya...
Randy memahami maksud mereka memang
baik, dan mereka melakukan itu karena sayang
310 kepadanya. Tapi biar bagaimanapun juga, hal itu telah
membuat Randy merasa seperti anak kecil. Tanpa
perlu dinasehati pun, sebenarnya dia sudah mengerti
betul tentang semua itu. Dan dia melakukan itu sama
sekali bukan karena tidak mengerti, tapi karena suatu
sebablah yang mengakibatkan dia melakukan hal-hal
yang dianggap salah oleh mereka. Bukan hanya itu
saja! Semua peraturan di rumah itu memang benar-benar membuat Randy merasa tidak nyaman.
Bayangkan! Di kamar mandi saja ada tulisan "Jangan
jorok, siramlah setelah buang air besar!" Setiap kali
dia masuk kamar mandi selalu saja melihat tulisan itu,
yang mengatakan seolah-olah dirinya jorok dan tidak
pernah menyiram setelah buang air besar, padahal dia
selalu menyiram kakus setiap habis buang air besar.
Walaupun tulisan itu bukan ditujukan padanya, tetap
saja dia merasa seperti tertuduh. Sebenarnya dia ingin
sekali mengganti tulisan itu dengan "Kebersihan
sebagian dari pada iman", biar kesannya tidak
menuduh, tapi karena dia merasa tidak ada hak, dia
pun mengurungkan niatnya.
311 Kini dia sedang membujuk istrinya untuk mau
tinggal di rumah baru mereka. "Mengertilah Manis...!
Terus terang, aku merasa risih tinggal di sini."
"Sudahlah, Sayang... Hal-hal seperti itu tidak
perlu diambil hati, Paman dan Bibi melakukan semua
itu karena mereka sayang padamu."
Dalam hati Randy sedikit kesal, "Aku juga tahu,
Yul. Kau tidak perlu mengajariku!" ucapnya dalam
hati. Kemudian lelaki itu menatap mata istrinya
dengan lembut, "Manis... pandanglah mataku!"
pintanya kemudian. Yuli pun memandang mata suaminya. Pada saat
itu Randy kembali bersuara, "Manis... aku sayang
padamu, dan aku sangat mencintaimu. Jangan hanya


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena hal seperti ini hubungan kita jadi tidak
harmonis, cobalah untuk mengerti apa yang
kurasakan!" Yuli tersentak dengan kata-kata Randy barusan,
wajahnya kini tertunduk dengan mata yang berkaca-kaca. Dia merasakan betul kalau suaminya benar-benar berharap untuk pindah dari rumah itu. Kini Yuli
312 menitikkan air matanya, "Maafkan aku Sayang...!
Selama ini aku memang terlalu egois. Aku selalu
mementingkan perasaanku sendiri, sedangkan
perasaanmu sama sekali tidak aku hiraukan. Kini aku
mengerti perasaanmu, kau memang tidak ingin hidup
terkekang. Kau akan merasa lebih bebas tinggal di
rumah sendiri dari pada harus tinggal di sini.
Sayangku... mulai besok kita bisa tinggal di rumah
baru kita." "Terima kasih, Manis...! Kau mau mengerti
perasaanku," ucap Randy seraya mengecup kening
istrinya, "Kau tidak perlu bersedih Manis...! Karena
setiap minggu kita bisa datang ke sini untuk
menengok mereka." "Sungguh...!" ucap Yuli seraya menatap mata
suaminya. "Iya Manis..." kata Randy seraya mengecup
kening istrinya lagi. Kemudian keduanya saling berpelukan, saat itu
Randy pun semakin sayang kepada istrinya yang mau
mengerti tentang perasaannya. Randy benar-benar
313 beruntung mempunyai istri seperti Yuli, istri yang akan
selalu disayanginya. Di pagi yang cerah, di lorong sebuah rumah sakit,
seorang pemuda terlihat sedang duduk di sebuah
kursi panjang. Dia sedang menunggu seseorang yang
akan memberikan kepastian tentang kepulangannya.
Tak lama kemudian, seorang berpakaian putih datang
menemuinya. "Saudara Bobby! Anda sudah diizinkan
untuk pulang. Semua biaya rumah sakit sudah
diselesaikan oleh pihak kepolisian."
"Terima kasih, Pak Dokter! Kalau begitu, aku
permisi untuk pulang. O ya... Terima kasih atas
perhatian Bapak selama ini!"
"Sama-sama..." Setelah berjabatan tangan, Bobby segera
melangkah meninggalkan rumah sakit. Saat itu, dia
merasa senang dengan keadaannya sekarang, dan
dia sangat bersyukur karena Tuhan masih
314 melindunginya. Kini dia mulai melangkah menuju ke
kampung halamannya. Bobby terus melangkah sambil
tak henti-hentinya menyebut nama Tuhan. Pemuda itu
benar-benar menikmati perjalanannya kali ini, dan
sepertinya dia juga tidak merasa lelah sedikitpun.
Hingga akhirnya, pemuda itu tiba di kampung
halamannya dan segera menziarahi makam
ibunya. Sepulang dari makam, pemuda itu berjumpa dengan
sahabatnya Randy. "Bo-Bobby! Apakah aku tidak salah lihat," ucap
Randy senang. "Randy, benarkah kau Randy sahabatku," ucap
Bobby tak kalah senang. Bobby segera memeluk sahabat lamanya,
sejenak mereka saling melepaskan rindu.
"Maukah kau mampir ke rumahku, Bob"" tawar
Randy. "Tentu saja, kenapa tidak."
"O ya, Bob. Apa kau sudah menikah"" tanya
Randy. "Belum," 315 "Kau, sendiri"" Bobby balik bertanya.
"Aku sudah menikah, Bob"
"Alhamdulillah, berbahagialah selalu! Semoga
kalian menjadi keluarga yang sakinah mawadah
warahmah" ucap Bobby.
"Amin... Terima kasih, Bob!"
Tak lama kemudian, keduanya tampak sudah
melangkah menuju ke rumah Randy, hingga akhirnya
mereka tiba di rumah itu. Kini keduanya tampak
sedang bercakap-cakap di ruang tamu.
"Ngomong-ngomong... apa kau sudah makan""
tanya Randy. "Belum," jawab Bobby terus terang.
"Kalau begitu, ayo kita makan sama-sama!"
Lalu dengan sedikit canggung, Bobby tampak
mengikuti sahabatnya menuju ke ruang makan. Di
ruangan itu, Yuli terlihat sedang menyiapkan
makanan. "Ayo, Bob. Silakan duduk!" tawar Randy.
"Terima kasih, Ran!"
Akhirnya, mereka pun makan bersama-sama.
316 "Bob, sekarang kau kerja dimana"" tanya Randy.
"Aku belum bekerja, Ran."
"O ya, Bob. Aku turut berduka cita atas kematian
ibumu. Waktu itu aku sempat main ke rumahmu, dan
aku sangat terkejut begitu tahu tentang kematian
ibumu. Pak RT kampungmu bilang, kau pergi
merantau. Sebenarnya, selama ini kau ke mana
saja"" "Aku menuntut ilmu, Ran." Jawab Bobby seraya
menceritakan pengalamannya selama ini.
"Kalau begitu, apakah kau mau mengajariku,
Bob"" "Maaf, Ran! Aku tidak bisa mengajar."
"Kenapa"" tanya Randy heran.
"Bukan karena aku tidak bisa teknisnya, Ran.
Tapi aku belum mengamalkan ilmu yang kudapat itu."
"Mungkin setelah menikah dan mempraktekkan
semua pelajaran yang kudapat. Aku baru bisa
mengajar," "O ya, Bob. Kau bilang kau masih menganggur,
lalu dari mana kau mendapatkan uang."
317 "Allah Maha Pemurah, Ran. Selama ini aku
selalu diberi rezeki oleh-Nya."
"Tapi, apakah itu mencukupi, Bob""
"Biarpun hanya sedikit, aku sudah sangat
bersyukur, Ran." "Bob, maukah kau membantuku untuk
memasarkan hasil jahitanku. Pokoknya, nanti kau
akan kuberi persenan."
"Terima kasih, Ran! Sepertinya aku tidak
mempunyai bakat soal pemasaran."
"Kau jangan khawatir, Bob. Aku akan
mengajarimu. Selain itu, aku ingin kau mengajarkan
aku dan istriku untuk membaca Al-Quran. Kau mau
kan mengajari kami. "Kalau cuma mengajar baca Al-Quran, tentu saja
aku mau." "Kalau begitu, kau bisa tinggal di sini, Bob."
"Tidak, Ran. Aku tidak mau merepotkanmu."
"Tidak, Bob. Itu sama sekali tidak merepotkan."
"Terima kasih, Ran! Selama ini aku biasa tidur di
masjid." 318 "Baiklah... Kalau kau tidak mau tinggal di
rumahku kau bisa tinggal di kamar kost milikku.
Lokasinya tidak terlalu jauh dari sini."
"Maaf, Ran! Aku tidak mempunyai uang untuk
kost." "Kau tidak perlu membayar, Bob."
"Tidak, Ran. Aku tidak mau hidup seperti benalu."
"Baiklah, Bob. Anggap saja upahmu mengajar
sudah dipotong untuk membayar kost."
"O, jadi kau ingin membayarku sebagai pengajar
Quran. Tidak Ran! Aku sama sekali tidak mau dibayar
untuk hal itu." "Bob, aku benar-benar ingin membantumu, jadi
aku harus bagaimana""
"Begini saja, Ran. Apakah kau mempunyai uang
untuk membeli sebuah mesin steam."
"Tentu saja, Bob."
"Nah... kalau begitu aku akan menggunakan
uang itu untuk membeli mesin steam. Aku akan
membuka usaha cucian motor, dan untuk itu kita
terapkan sistem bagi hasil.
319 "Baiklah, Bob. Aku setuju saja."
"Terima kasih, Ran!"
Mereka terus membahas masalah itu, hingga
akhirnya kepastian untuk membuka usaha itu pun bisa
segera dilaksanakan. Malam harinya, Bobby sudah
tinggal di kamar kost yang disewakan oleh sahabatnya
itu. Esok paginya, pemuda itu sudah terlihat sibuk-
kesana-kemari mencari tempat untuk usaha dan
mencari mesin steam yang layak digunakan. Bobby
memang sudah mempersiapkan segala sesuatunya
dengan matang dan penuh kecermatan, hingga
akhirnya berdirilah sebuah tempat pencucian motor di
sebuah tempat yang cukup strat
egis. Selama membuka usahanya, pemuda itu selalu
bekerja dengan giat dan penuh tanggung jawab. Dia
melakukan pekerjaannya dengan baik sekali,
320 sehingga setiap pelanggannya merasa puas. Karena
selain murah, hasil cuciannya juga sangat bersih.
Kini Bobby sudah bisa hidup dari hasil usahanya
itu, walaupun dengan hasil yang sedikit. Tapi semua
itu tidak membuatnya merasa kekurangan, bahkan dia
merasa berkecukupan. Semua itu karena dia benar-benar mensyukuri seberapa pun rezeki yang ia
dapatkan. Karena dia tahu kehidupan di dunia ini
adalah fase untuk persiapan menuju kehidupan kelak.
Karena itulah Bobby selalu berusaha untuk menjalani
kehidupan di dunia ini dengan sebaik mungkin. Setiap
waktunya yang berharga tidak mau disia-siakan untuk
kegiatan yang tidak bermanfaat. Semua waktunya di
gunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan
membantu sesama. Bahkan setiap malam, pemuda
itu tidak pernah lupa mengajarkan cara membaca Al-Quran kepada Randy dan Istrinya. Walaupun
sebenarnya Randy dan Istrinya sudah bisa membaca
Al-Quran, tapi mereka belum bisa membacanya
secara baik dan benar. Selama mengajar mereka,
Bobby selalu bersungguh-sungguh dan penuh
321 keiklasan agar kedua orang yang diajarkannya itu bisa
menangkap pelajaran dengan mudah. Dengan sabar
dia mencontohkan cara pengucapan yang benar,
hingga sedikit demi sedikit Randy dan Istrinya mulai
bisa memahami. Setahun telah berlalu. Kini usaha cucian motor
yang dirintis Bobby mulai mengalami kemajuan. Kini
pemuda itu sedang berbincang-bincang dengan
Randy di rumahnya. Maklumlah, setiap habis
mengajar, Bobby memang selalu menyempatkan diri
untuk berbincang-bincang dengan sahabatnya itu.
"O ya, Bob. Aku ingin membicarakan soal
pengembangan usaha cucian motor kita. Bagaimana
kalau hasil keuntungan selama ini kita belikan mesin
steam satu lagi." "Benar, Ran! Aku pun juga sudah
memikirkannya, dan aku akan mengajak Wawan
untuk bekerja membantuku."
322 "Wawan" Siapa dia, Bob""
"Dia seorang pemuda yang baik dan jujur, dia
tinggal tak jauh dari tempat cucian motor kita. Terus
terang, aku kasihan sekali padanya, karena selama ini
dia masih menganggur."
"Baguslah kalau begitu, itu namanya perduli
kepada warga sekitar."
"Nah, bagaimana kalau besok kau mampir ke
sana! Aku akan memperkenalkan pemuda itu."
"Oke, Bob. Besok aku akan mampir"
"Ran" Sekarang aku pamit pulang! Sampai
bertemu besok," ucap Bobby seraya bangkit dari
tempat duduknya. "Sampai besok, Bob," ucap Randy seraya
mengikuti Bobby sampai ke muka rumah.
"Assalamu alaikum..." ucap Bobby.
"Waalaikum salam..." balas Randy seraya
memperhatikan kepergian sahabatnya.
323 Esok harinya menjelang Ashar, Bobby dan Randy
terlihat sedang bercakap-cakap. Saat itu, seorang
pemuda tampak menghampiri mereka.
"Nah itu orangnya," kata Bobby kepada Randy.
Kemudian Randy diperkenalkan dengan pemuda
yang bernama Wawan, dan Randy pun sangat suka
dengan pemuda itu. Selain sebagai seorang pekerja
keras, Wawan juga pemuda yang saleh.
"Ran" Mari kita sholat Ashar!" ajak Bobby.
"Mari, Bob." Kemudian ketiganya melangkah ke masjid yang
tak jauh dari tempat itu, setelah mengambil wudhu
mereka pun sholat Ashar berjamaah. Setelah
melakukan sholat Ashar mereka kembali ketempat
cucian motor. "Bob" Wan" Aku pamit dulu ya!"


Karunia Mutiara Cinta Karya Bang Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hati-hati ya!"
"Assalamu alaikum..." ucap Randy.
"Wa alaikum salam..." balas Bobby dan Wawan
bersamaan. Enam Belas Setelah sekian lama tinggal di kota, Bobby
merasa tidak nyaman. Batinnya benar-benar
merasa tersiksa. Maklumlah, karena dia masih muda
dan belum menikah. Segala hal-hal yang dianggapnya
merusak pikiran selalu saja menyerangnya dari segala
arah. Dimana-mana dia dapat menyaksikan
kemungkaran merajalela, namun dia tidak bisa
berbuat apa-apa. Maklumlah, karena selama ini dia
belum sepenuhnya istiqamah, dan darah mudanya
pun masih bergejolak. Pada akhirnya Bobby
memutuskan untuk pergi ke desa dimana paman dan
bibinya dimakamkan, dia berniat menempati rumah
yang dulu ditempati oleh Pamannya itu. Di sana dia
ingin menjadi seorang petani dan mencoba menjadi
seorang penulis. Dengan menjadi seorang penulis, dia
berharap bisa me nyampaikan segala ilmunya kepada
orang-orang yang haus akan ilmu agama.
325 Begitu memasuki gerbang desa, dia kembali
teringat saat pertama kali dia berjumpa dengan Dewi.
Semua ingatannya tentang Dewi kembali terbayang,
dari pertama dia kenal sampai dia terpaksa harus
berpisah dengannya. Ketika dia mengingat-ingat masa
lalu, hatinya kembali merasakan sakit yang amat
sangat. Bagaimana tidak, orang yang begitu
dicintainya telah direbut paksa, paman dan Bibinya
dibunuh secara keji, sedangkan Ibunya meninggal
dalam kebakaran hebat. Itu semua akibat
pertemuannya dengan Dewi. Tiba-tiba Bobby
beristigfar, rupanya setan sedang berupaya untuk
menggodanya dengan ingatan itu. Setelah
mengembalikannya kepada Sang Pencipta, bahwa itu
memang sudah kehendak-Nya. Hati Bobby pun
menjadi tenang kembali. Kini Bobby sudah tiba di depan rumah
Pamannya. Rumah itu sekarang tampak sudah rusak
parah, gentengnya banyak yang pecah dan sebagian
dindingnya tampak sudah bobol. Di dalamnya terlihat
puing-puing berserakan dengan sabang-sabang yang
326 menghitam. Dia berniat untuk memperbaiki semua itu
dengan uang yang didapatnya selama ini. Ketika
sedang berpikir untuk merenovasi rumah itu, tiba-tiba
di kejauhan terdengar azan Ashar berkumandang.
Lalu dengan segera pemuda itu pergi ke surau untuk
segera menunaikan sholat.
Seusai sholat pemuda itu tampak duduk-duduk di
teras surau sambil terus berzikir. Hingga tak terasa
matahari tampak mulai kembali ke peraduan. Malam
nanti, pemuda itu berniat menginap di rumah Pak
Dirja, orang tua yang dulu memberitahukan perihal
pembunuh paman dan bibinya. Sekaligus ingin
membicarakan niatnya menetap di desa itu.
Pemuda itu terus berzikir hingga waktu sholat
magrib tiba, dan seusai sholat pemuda itu langsung
melaksanakan niatnya. Ketika sedang dalam
perjalanan menuju rumah Pak Dirja, pemuda itu
berjumpa dengan seorang wanita yang tidak asing
baginya. Saat itu, dia benar-benar tidak percaya
dengan pengelihatannya sendiri. Wanita yang selama
ini ada di hatinya, sekarang ada dihadapannya. Kini
327 kedua pasang mata tampak saling berpandangan,
saat itu waktu seakan berhenti berputar. Lama
mereka berpandangan, hingga akhirnya Bobby mulai
membuka suara,"Dewi...!"
"Kak Bobby! Benarkah itu kau, Kak" Ataukah ini
hanya mimpi." "Tidak, Wi. Ini benar-benar aku... Bobby."
"Kak Bobyyy... " ucap Dewi seraya memeluk
orang yang begitu dicintainya. "Kak, selama ini aku
selalu merindukanmu," katanya sambil terus memeluk
Bobby. Bobby tidak membalas pelukan itu, dia hanya
membiarkan saja kekasihnya melepaskan rindu.
Tersentak Dewi terkejut dengan sikap Bobby yang
demikian, "Kak, kenapa" Apakah kau tidak
merindukanku, dan apakah kau sudah tidak
mencintaiku lagi" "Wi, sampai saat ini aku masih mencintaimu, dan
aku juga merindukanmu. Wi... bukankah kau
sekarang sudah menjadi istri orang. Selain itu, kita
bukan muhrim, Wi. Tidak sepantasnya kita berbuat
328 begini, dan sebaiknya cepat kau lepaskan pelukan
ini!" Dewi segera melepaskan pelukannya, lalu dia
memandang mata kekasihnya dengan mata berlinang.
"Tidak, Kak. Sekarang aku bukan istri siapa-siapa.
Kini aku sudah menjanda," jelasnya kemudian.
"Benarkah itu, Wi"" tanya Bobby dengan wajah
berbinar. "Benar, Kak. Aku telah menjanda kira-kira tiga
setengah tahun yang lalu."
"Apa sebenarnya yang telah terjadi, Wi""
"Wangsa telah meninggal karena terbunuh, Kak.
Dan karenanya aku kembali ke sini. Aku tidak mau
tinggal di Jakarta dengan harta Wangsa yang ternyata
didapat dengan jalan yang tidak halal."
"Kasihan Wangsa, dia belum sempat bertaubat."
"Sudahlah, Kak...! Kenapa kau mesti memikirkan
dia" Sebaiknya sekarang kita ke rumahku untuk
menemui kedua orang tuaku!"
"Tidak, Wi... A-aku..."
329 "Sudahlah, Kak! Kamu tidak perlu khawatir! Kini
orang tuaku tidak seperti dulu, mereka telah
menyadari kekeliruannya. "
"Benarkah, Wi" Jika demikian, aku sangat
bersyukur mendengarnya."
"Kak, sekarang kau jauh berubah. Kamu tidak
seperti Bobby yang kukenal dulu, dan perubahan ini
semakin menambah rasa cintaku."
"Alhamdulillah... Allah telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepadaku, dan semoga Nikmat
Iman ini terus dilimpahkan kepadaku. Sebuah Karunia
Mutiara Cinta yang tak ternilai harganya."
"Bob... sebaiknya kau menikahiku, dan kita bisa
segera menumpahkan segala kerinduan ini dengan
semestinya. Orang tuaku pasti akan senang jika kau
datang melamarku." "Baiklah kalau begitu, sekarang juga aku akan
melamarmu." Kini keduanya berjalan beriringan untuk menemui
orang tua Dewi. Kebahagiaan terpancar di wajah
keduanya. Setibanya di rumah Dewi, Bobby segera
330 meminta orang tua Dewi untuk menikahkan mereka
hari itu juga. Akhirnya dengan cara yang amat
sederhana keduanya menikah, dan untuk sementara
mereka tinggal di rumah orang tua Dewi.
Bobby sangat terkejut ketika mengetahui Dewi
masih suci, dan dia sangat bersyukur dengan semua
itu. "Jadi ketika selesai acara resepsi pernikahan itu,
Wangsa meninggal karena tertembak"" tanya Bobby
yang baru saja usai menafkahi istrinya.
"Benar, Kak. Dan yang menembaknya itu Pak
Amir. Dia benar-benar sudah kehabisan kesabaran,
hingga akhirnya menembaknya sampai tewas.
Setelah itu dia menemani Pak Gahar yang sudah lebih
dulu mendekam dipenjara karena kasus
pemerkosaan, dan terakhir aku dengar Pak Gahar
tewas karena perkelahiannya dengan Pak Amir."
"Sudahlah, Wi. Kita tidak perlu membicarakan
tentang itu lagi. Kita doakan saja Pak Amir agar tetap
tabah dalam menjalani hukumannya, dan segera
bebas untuk kembali hidup bermasyarakat."
" Kak, aku benar-benar mencintaimu."
331 "Aku juga, Wi," kata Bobby seraya mengecup
kening istrinya dengan lembut.
Kemudian mereka tertidur dengan tangan saling
berpegangan. Di luar rumah, hujan baru saja berhenti.
Tetes air yang jatuh ke kubangan terdengar mengisi
kesunyian. Suara serangga kembali terdengar di
malam yang dingin, dan nyanyiannya berkumandang
bersama sinar bulan yang kembali bersinar indah.
-SELESAI- Assalam.... Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat
kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia
yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari
kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT,
dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya.
Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan
karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman
mau memberikan nasihat dan meluruskannya.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih
banyak. Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat
saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin...
Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail
bangbois@yahoo.com Wassalam... [ Cerita ini ditulis tahun 2006 ]
tamat Iblis Penghela Kereta 3 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Pendekar Kidal 1
^