Pencarian

Abu Nawas 2

Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar Bagian 2


sekalian, apa timbangan hambaku akan perkara itu" Jika tiada
putus pada kita malam ini juga, niscaya aku beroleh malu besar,
sebab aku sudah berjanji menyuruh dia kembali menghadap esok
hari." Sekalian mereka itu termenung dan tepekur mendengar per"
kataan baginda itu, tiada terkata-kata lagi, ada sejurus lamanya.
Kemudian mereka itu pun mengangkat kepalanya, lalu
seorang di antaranya berdatang sembah, "Ya, Tuanku Syah Alam,
tiadalah patik sekalian ini dapati, baik dalam kitab, baik pada akal
sekalipun, bahwa nazar itu boleh diganti dengan yang lain."
Setelah itu bermohonlah mereka itu masing"masing pulang
ke rumahnya. Baginda pun masuk ke dalam istananya hendak beradu. Akan
tetapi baginda tiada dapat tidur, sebab memikirkan perkara itu
juga. Hampir waktu subuh baginda teringat akan Abu Nawas.
'Tiada siapa yang tahu memutuskan perkara itu, melainkan
Abu Nawas juga," pikir baginda dengan sukacitanya, lalu ia tidur
sampai pagi hari. Baru bangun, bertitahlah baginda kepada biduandanya,
"Panggil Abu Nawas segera," katanya.
Setelah datang Abu Nawas, maka sabda baginda kepadanya,
"Ada datang kepadaku seorang saudagar dari negeri Kopah..." Lalu
dikhabarkan baginda segala perkara itu dari permulaan sampai
kepada akhirnya. "Apa bicaramu tentang hal ini?"
Jawab Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam, jikalau Tuanku
suka mendengarkan serta percaya, Insya Allah mudah akal patik
!, __ ?" px" 6 62 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
akan menghukum dia. Jangan Tuanku bersusah hati, sekarang ini
boleh Tuanku suruh bawa kemari oleh saudagar itu anaknya serta
seekor kambing yang besar, supaya lekas selesai perkara itu."
Tiada berapa lama antaranya orang sudah banyak di istana
baginda, akan mendengarkan keputusan perkara itu. Saudagar
Kopah itu pun telah hadir juga. Dengan segera baginda bertitah
kepada Abu Nawas, untuk memutuskan perkara itu. Abu Nawas
pun berdatang sembah, berharap, supaya dibawa anak saudagar
itu serta kambing besar seekor ke hadapannya.
Serta sekalian orang itu mendengar perkataan Abu Nawas
demikian itu, semuanya pun heran tercengang"cengang. Apakah
konon kehendak Abu Nawas itu, belum seorangjua yang tahu.
Akan saudagar itu teramat besar hatinya, lalu ia bermohon
kepada baginda hendak pulang ke negerinya dahulu, akan
menjemput anaknya beserta kambing yang terbesar itu.
Baginda pun masuk ke dalam istananya, dan semua orang
masing-masing pulang ke rumahnya.
Beberapa hari kemudian daripada itu datanglah pula saudagar
itu beserta bini dan anaknya dan kambing seekor ke negeri Bagdad,
langsung menghadap Sultan Harunurrasyid di istana.
Maka titah raja itu kepadanya, "Datang engkau, hai, saudagar.
Nantilah sebentar, boleh kita kumpulkan penghulu dan rakyat
sekalian." Setelah itu lalu baginda menyuruh memanggil Abu Nawas.
Ketika diketahui oleh Abu Nawas ada orang menjemput dia
itu, ia pun berbuat pura"pura sakit, tiada dapat beijalan. Hamba
raja itu kembali menghadap baginda, akan mengatakan hal Abu
Nawas itu. Maka titah baginda, "Engkau panggil juga dia, bawa
kemari dengan kereta."
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
Maka dipegangnya jari tangan kiri kanak-kanak itu, lalu dijengkalnya
ke tanduk kambing itu. < N' > '. %x 5; *< (] "nyusu?" "m"
64 Kemudian kelihatanlah Abu Nawas duduk dalam kereta Sultan
Harunurrasyid, ditarik oleh dua ekor kuda, menuju ke istana
baginda. Serta sampai ke penghadapan, kata baginda kepada Abu
Nawas, "Mengapa engkau lambat datang aku panggil."
Jawab Abu Nawas, "Ya, Tuanku, patik lambat datang ini, sebab
patik sakit kaki." Titah baginda pula, "Hai, Abu Nawas! Sekarang ini telah da-
tang saudagar itu dengan anaknya dan kambing itu. Cobalah
engkau putuskan dengan hukuman yang betul!"
Sembah Abu Nawas, "Baiklah! Jika ada kurnia duli Syah Alam,
boleh patik hukumkan."
Bukan buatan besar hati baginda mendengar jawab
demikian. Abu Nawas pun meminta agar anak saudagar serta kambing
itu dibawa kepadanya. Maka dipegangnya jari tangan kiri kanak"
kanak itu, lalu dijengkalkannya ke tanduk kambing itu. Dengan
takdir Allah betul jengkal kanak"kanak itu lebarnya sama dengan
lebar tanduk kambing itu. Baginda dan penghulu sekalian orang
yang hadir di penghadapan itu amat heran melihat dan memikirkan
pekerjaan Abu Nawas itu. Maka sembah Abu Nawas, "Ya,
Tuanku, patik memohonkan ampun ke bawah duli Syah Alam!
Adapun pada hemat patik tiadalah saudagar itu berkata, jika aku
beroleh anak laki"laki, akan aku potong kambing yang besar dan
lebar tanduknya sejengkalku, melainkan sejengkal saja. Sekarang
karena yang dinazarkannya anak ini, jari kanak"kanak inilah juga
patikjengkalkan kepada tanduk kambing itu; pun sampai, tak ada
selisihnya! Jadi bolehlah kambing ini disembelih akan melepaskan
nazar saudagar itu. Demikianlah akal patik ini, Tuanku. Jikalau
salah pendapat patik ini, hukumlah Tuanku Syah Alam dengan
tuan"tuan yang hadir ini."
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
Sabda baginda, "Betullah kata Abu Nawas, sekali-kali tiada
bersalahan lagi!" Saudagar itu pun terlalu sukacita hatinya mendengar kata
Abu Nawas itu, karena ia sudah boleh terlepas daripada nazarnya
itu. Abu Nawas diberinya uang seratus dirham, serta bermohon
kepada baginda akan pulang ke negerinya.
.sk "ii; > 5 " eke xl; penyusunun mionn II Balai Pustaka
13 ORANG MISKIN DENGAN KOLAM
YANG DINGIN AIRNYA Di dalam negeri Bagdad adalah seorang saudagar yang
mempunyai sebuah kolam tempat mandi, terlalu sejuk airnya.
Tiada seorang jua pun yang tahan berendam barang setengah
malam di dalamnya. Suatu hari saudagar itu berkata, "Barang siapa yang tahan
berendam di dalam kolam itu satu malam, akan kuberi uang
sepuluh ringgit." Maka banyaklah orang yang mencoba"coba masuk ke dalam
kolam itu, tetapi tak ada yang tahan semalam. Setahan"tahannya
hanya sepertiga malam saja.
Sekali peristiwa datanglah seorang-orang miskin minta-minta
kepada saudagar itu. Kata saudagar itu kepadanya, "Hai, derwis,
maukah engkau masuk ke dalam kolamku ini barang semalam
saja" Jika engkau tahan, aku beri upah sepuluh ringgit."
Jawab orang miskin itu, "Baiklah kucoba dahulu barang
sekali," lalu dicelupkannya tangan dan kakinya ke dalam air itu.
Betul dingin sekali, tetapi kemudian katanya, "Boleh saja tahan."
Kata saudagar itu, "Baiklah, malam ini engkau boleh masuk ke
dalamnya berendam." Kata orang miskin itu pula, "Baiklah. Sekarang ini hamba
pulang dahulu memberitahukan hal itu kepada anak"biniku." Dan
ia pun bermohon diri, lalu undur dari tempat itu.
Baru sampai ke rumahnya, maka katanya kepada bininya,
"Hai, Adinda, betapa pikiranmu jika aku masuk ke dalam kolam
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
saudagar itu, berendam semalam, supaya dapat upah sepuluh
ringgit" Apabila Adinda izinkan, maulah aku mencobanya, mudah"
mudahan bisa tahan."
Jawab bininya, "Baiklah, moga"moga Allah menguatkan ham"
ba-Nya." Setelah itu kembalilah orang miskin itu mendapatkan saudagar
itu pula. Kata saudagar itu kepadanya, "Masuklah engkau nanti
pukul delapan ke dalam kolamku itu dan ke luar pukul enam pagi.
Jika tahan, nanti kubayar upahmu."
Setelah itu orang miskin itu pun masuk ke dalam kolam itu.
Hampir tengah malam tiada tertahan lagi dinginnya. Ia hendak ke
luar, tetapi karena menginginkan uang sepuluh ringgit itu, ditahan-
tahankannya juga. Ia pun minta doa kepada Allah subhanahu
wataala, supaya jangan terlalu dingin. Doanya itu dikabulkan
Tuhan, ia tiada berasa dingin benar lagi. Waktu pukul dua malam
anak orang miskin itu pun datang hendak melihat bapaknya,
sudah matikah ia atau masih hidup. Bukan main suka hati anak
itu melihat bapaknya masih hidup, lalu dinyalakannya api di tepi
kolam serta ditunggunya bapaknya itu sampai pagi.
Setelah sianglah hari, maka orang miskin itu pun ke luar dan
naikminta upahnya kepada saudagar itu. Akan tetapi kata saudagar
itu, "Mana boleh aku beri, sebab anak engkau menjadikan api di
tepi kolam itu. Niscaya panas api itu dapat menolong engkau."
Jawab orang miskin itu, "Sekali"kali tiada sampai panas itu
kepada hamba, sebab api anak hamba itu jauh dari hamba, dan
lagi hamba di dalam air, betapa dan mana boleh berasa panas api
itu." Kata saudagar itu, "Aku tiada mau memberi upah itu. Sekarang
ini mana yang engkau pilih: kalau engkau hendak pergi mengadu,
boleh, dan kalau hendak berkelahi pun boleh juga. Aku menanti."
!, __ ?" px" 6 68 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
Maka orang miskin itu pun pulang ke rumahnya dengan
susah hatinya. "Sudah dingin, tiada dapat upah," katanya di
dalam hatinya. Kemudian ia pun pergi mengadukan halnya ditipu
saudagar demikian itu kepada kadi. Akan tetapi perkataannya
tiada didengarkan oleh kadi itu, melainkan saudagar itulah yang
dimenangkannya. Sebab itu maka orang miskin itu pun pergi
pula kepada orang-orang besar di dalam negeri itu, minta bicara;
mereka itu pun mengalahkan dia juga.
"Ke mana lagi aku akan mengadukan halku ini," katanya
dengan sedih hatinya. "Ya Allah, Engkau jua yang tahu akan hal
hamba"Mu ini, mudah"mudahan tiap"tiap orang yang benar itu
Engkau menangkanjuga."
Maka berjalanlah ia ke sana kemari dengan dukacitanya.
DengantakdirAllahiapunbertemudenganAbu Nawas. Demidilihat
oleh Abu Nawas orang miskin itu amat menanggung susah hati
rupanya, bertanyalah ia kepadanya, "Hai hamba Allah, mengapa
Tuan hamba ini seperti orang yang sedang berdukacita?"
" Kata orang miskin itu, "Betullah, susah hatiku ini... Lalu
ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas serta menceritakan
sekaliannya dari permulaan sampai pada kesudahannya.
Kata Abu Nawas, "Insya Allah perkaramu itu dengan mudah
saja dapat diputuskan, jangan engkau bersusah hati lagi!"
Jawab orang miskin itu, "Seboleh"bolehnya Tuan hambalah
yang kuharapkan menolong membicarakan halku itu."
Kata Abu Nawas, "Esok hari engkau datang ke rumahku,
supaya engkau lihat perbuatanku. Niscaya engkau menang dengan
kuasa Allah." Kata orang miskin itu pula, "Aku mengucap terima kasih
banyak"banyak, akan hal Tuan hamba bersedia menolong aku ini."
Setelah itu ia pun pulang ke rumahnya dengan suka hatinya.
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
Akan Abu Nawas itu, pergilah ia ke istana raja. Setelah datang,
lalu ia tunduk menyembah kepada baginda. Maka baginda pun
bertanya kepada Abu Nawas, "Apa khabar, Abu Nawas?"
"Khabar baik, ya, Tuanku Syah Alam," kata Abu Nawas, "dan
patik datang ini, patik hendak memohonkan ampun ke bawah duli
Syah Alam. Jikalau duli Syah Alam tiada berkeberatan, patik silakan
duli Syah Alam ke rumah patik, sebab patik ada mempunyai niat."
Sabda baginda kepada Abu Nawas, "Hai, bilakah engkau me-
manggil aku ini?" Sembah Abu Nawas, "Esok hari Senin pukul tujuh pagi,
Tuanku." Sabda baginda pula, "Baiklah, aku akan pergi ke rumah engkau
itu." Maka Abu Nawas pun menyembah, bermohon keluar dari
istana, lalu pergi ke rumah saudagar yang empunya kolam itu;
kemudian ia pun terus ke rumah penghulu, orang"orang besar,
dan lain-lainnya. Sekaliannya dipanggil oleh Abu Nawas.
Setelah keesokan harinya, hari Senin pukul tujuh pagi, maka
pergilah baginda ke rumah Abu Nawas. Serta baginda dilihat oleh
saudagar dan oleh penghulu dan oleh orang"orang besar itu, seka"
liannya pun segera datang mengiringkan baginda.
Adapun pagi-pagi itu Abu Nawas telah membentangkan
tikar permadani di rumahnya. Demi dilihatnya baginda serta
pengiringnya sekalian datang itu, lalu disilakannya masuk ke dalam
rumahnya serta didudukkannya pada tempatnya masing-masing,
cara adat orang"orang besarjuga adanya. Setelah sudah, maka Abu
Nawas pun bermohon diri sebentar, lalu pergi menggantungkan
sebuah periuk besar ke atas pohon kayu dan menyalakan api di
bawah pohon itu. Arkian Iamalah sudah baginda duduk di rumah Abu Nawas
itu, suatu pun tiada yang ke luar. Maka baginda pun memanggil
!, __ ?" px" 6 70 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
Abu Nawas; sabda baginda, "Hai, Abu Nawas, apa khabar, sudah
masakkah nasi itu atau belum?"
Sembah Abu Nawas, "Nantilah sebentar lagi, ya, Syah Alam!"
Baginda pun diam serta duduk menantikan nasi Abu Nawas
itu. Akan tetapi hampir tengah hari belum suatu apa jua pun yang
ke luar. Perut baginda sudah lapar, sebab itu lalu dipanggilnya
pula Abu Nawas, "Hai, apa khabar nasi itu, karena aku sudah lapar
sungguh." "Sebentar lagi, ya, Syah Alam!"
Maka duduklah pula baginda menunggu nasi itu, sampailah
pukul dua Iohor. Akan tetapi belum ada apa"apa jua yang keluar.
Baginda tiada tahan lagi, lalu bangun dan pergi ke belakang rumah
Abu Nawas serta diiringkan oleh sekalianjamu itu. Mereka itu akan
melihat apa juga pekerjaan Abu Nawas itu. Setelah sampai, maka
kelihatan oleh Sultan Harunurrasyid Abu Nawas tengah membe"


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sarkan apinya. "Hai, Abu Nawas, mengapa engkau membuat api di bawah
pohon besar itu?" sabda baginda dengan heran.
Demi didengar oleh Abu Nawas suara baginda itu, maka ia pun
menoleh ke belakang serta berdiri dengan segera, lalu berdatang
sembah, "Ya, Tuanku Syah Alam, patik menanak nasi, sebentar lagi
masak." Baginda terlalu amat heran melihat perbuatan Abu Nawas itu.
Kemudian sabdanya, "Menanak nasi" Manakah periuknya?"
Sembah Abu Nawas, "Ada, Tuanku."
"Ada" Mana?" sahut baginda sambil menengadah. Maka ter-
pandang oleh baginda ada sebuah periuk besar tergantung jauh
di atas pohon kayu itu. Dengan segera baginda bersabda pula.
"Hai, Abu Nawas, gilakah engkau ini" Bagaimana perbuatanmu
ini" Masa. akan masak nasi begini! Periuknya di atas pohon kayu,
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
:hai, Abu Nawas, mengapa engkau membuat api di bawah pohon besar
itu?" sabda baginda dengan heran
.sk "ii; > 5 72 eke xl; penyusunun mionn II Balai Pustaka
apinya di bawah, mana bisa masak nasi itu" Sepuluh hari takkan
panas airnya dan periuknya saja pun takkan hangatjuga!"
Maka kata Abu Nawas, "Bagaimana, Syah Alam! Ada seorang
orang miskin berjanjidengan saudagar,duliSyah Alam. Disuruhnya
orang miskin itu berendam dalam air kolam itu, katanya, "Jika ada
seorang yang tahan satu malam berendam dalam kolamku ini,
aku upah dia sepuluh ringgit." Sekarang, orang miskin itu tahan
berendam semalam, terlalu dinginnya, oleh sebab mengharap
akan uang sepuluh ringgit itu. Pada pukul dua malam datanglah
anaknya melihat bapaknya, entah matikah, entah hidup. . .," lalu
diceritakannya oleh Abu Nawas hal itu sampai kepada akhirnya.
"Itulah sebabnya maka patik berbuat yang demikian ini," kata
Abu Nawas pula, "akan jadi misal, Tuanku. Orang miskin itu sudah
mengadukan halnya itu kepada orang"orang besar dan penghulu
itu, tiada didengar perkataannya melainkan saudagar itu juga
yang dimenangkan. Tuanku boleh pikir seperti hamba Syah Alam
perbuat ini, bolehkah masak nasi di dalam periuk itu?"
Sabda baginda, "Di mana boleh masak nasi itu, airnya pun
tiada panas karena jauh apinya."
"Demikianlah pula orang miskin itu, ia di dalam air dan anak-
nya membuat api di daratan jauh dari kolam itu. Akan tetapi sau"
dagar itu mengatakan, sebabnya ia tahan dari dinginnya itu, karena
anaknya menyalakan api di tepi kolam itu, jadi hangat katanya."
Demi saudagar itu mendengar perkataan Abu Nawas
demikian itu, mukanya pun jadi pucat. Ia tiada dapat membantah
keterangan itu. Demikian juga orang besar yang lain"lain, karena
sungguh begitu halnya. Maka sabda baginda, "Sekarang ini aku putuskan, saudagar
itu harus memberi upah kepada orang miskin itu seratus dirham.
; ke & 73 penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
' > Lain dari itu ia dihukum penjara satu bulan, karena ia berbuat
salah kepada orang miskin itu. Penghulu dan orang"orang besar
itu disekap empat hari lamanya, sebab memberi putusan yang
tiada benar, tiada adil."
Sebentar itu juga orang miskin itu pun menerima uang
seratus dirham dari saudagar itu. Setelah itu, lalu ia menyembah
kepada baginda dan memberi salam kepada Abu Nawas dengan
sukacitanya, serta bermohon pulang ke rumahnya.
Kalakian Sultan Harunurrasyid pun menitahkan kepada men"
terinya akan memasukkan saudagar dan penghulu dan orang"
orang besar itu ke dalam penjara. Sudah itu pulanglah baginda ke
dalam istananya dengan perut lapar dan haus dahaga.
.sk "& > 5 74 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
14 ABU NAWAS MENGAJAR LEMBU SULTAN
HARUNURRASYID MENGAJI QURAN
"Hai, Sahayaku," titah Sultan Harunurrasyid pada suatu hari
kepada seorang hambanya, "pergilah engkau panggil Abu Nawas!
Suruh dia datang menghadap aku pada hari ini juga!"
Maka hamba raja itu pun pergilah ke rumah Abu Nawas. Serta
sampai, maka katanya, "Hai, Abu Nawas, Tuan hamba dipersilakan
duli Yang Dipertuan datang ke istana."
Tiada berapa lama antaranya hadirlah Abu Nawas di istana
baginda Sultan Harunurrasyid. Maka sabda baginda kepadanya,
"Hai, Abu Nawas, adapun engkau aku panggil menghadap ini,
karena aku hendak minta kepadamu mengajar Iembuku mengaji
Quran. Jikalau lembu itu tiada tahu mengaji niscaya aku suruh
bunuh engkau." Sembah Abu Nawas, "Baiklah, Syah Alam, mana titah Tuanku
patik junjung di atas batu kepala patik."
Setelah itu Abu Nawas pun menyembah, bermohon pulang,
serta membawa lembu itu. Sesampai ke rumahnya, binatang itu
pun diikatkannya pada batang kurma di belakang rumahnya erat"
erat. Setiap hari, datanglah Abu Nawas membawa sebuah cambuk
rotan ke tempat lembu itu. Maka binatang itu pun dipukulnya,
sampai setengah mati rupanya. Meskipun lembu itu sudah mau
mengamuk, tetapi dipukul juga oleh Abu Nawas, sambil berkata,
"Atau, atau, atau." Perkataan itulah yang diajarkan Abu Nawas pagi
dan petang kepada lembu itu, seraya memukul juga dengan tiada
penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
76 Demi hamba raja itu ke rumah Abu Nawas, maka terdengarlah
kepadanya perkataan Abu Nawas mengajar lembu itu.
henti-hentinya. Dari pagi sampai pukul sebelas tengah hari dan
dari pukul satu sampai pukul lima petang tiada lain pekerjaannya,
melainkan mengajar lembu itu mengaji, sehingga ia tiada sempat
lagi akan pergi menghadap baginda.
Setelah sampai setengah bulan lamanya, maka baginda pun
menyuruh orang melihat pekerjaan Abu Nawas itu. Adakah dapat
ia mengajar lembu itu atau tidak"
Demi hamba raja itu sampai ke rumah Abu Nawas, maka ter-
dengarlah kepadanya perkataan Abu Nawas mengajar lembu itu.
Tiada lain katanya melainkan "atau, atau, atau" saja, serta
dengan memukulnya. Sampai setengah mati lembu itu rupanya.
Kemudian kembalilah hamba raja itu menghadap baginda.
"Mohon ampun ke bawah duliSyah Alam," katanya, "patiklihat
Abu Nawas sedang mengajar lembu itu. Adapun lembu Tuanku
itu diikatnya di belakang rumahnya, dipukulnya dengan cambuk
rotan yang besar, hampir setengah mati rupanya. Jikalau tiada
kuat talinya, niscaya mengamuklah lembu itu. Yang diajarkannya
tiada lain patik dengar hanyalah tiga patah kata saja, yaitu, "atau,
atau, atau." Heran sungguh baginda mendengar perkataan hambanya itu.
Maka sabda baginda, "Engkau panggil kemari Abu Nawas sekarang
ini juga. Aku mau tahu, apa khabarnya aku punya lembu itu, sudah
tahukah mengaji Quran atau belum?"
Tiada berapa lama antaranya Abu Nawas itu pun datang,
lalu menyembah. Maka sabda baginda, "Hai, Abu Nawas, adakah
engkau ajar lembu itu" Sudahkah tahu ia mengaji Quran atau
belum?" Sembah Abu Nawas, "Sudah tahu sedikit, ya, Tuanku Syah
Alam." ; ke & 77 penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
' > Sabda baginda, "Aku suruh lihat oleh orangku, maka katanya,
tiada lain yang engkau ajarkan kepada lembu itu hanya tiga patah
kata, atau, atau, atau juga. Apa artinya itu" Aku hendak tahu."
Sembah Abu Nawas pula, "Ampun ke bawah duli Syah Alam!
Artiatau,atau, atau itu,]ikalautiadalembu itu mati, atau patik, atau
Tuanku, atau jikalau tiada salah seorang mati tiada boleh senang
patik ini! Sebab lembu itu sampai habis umurnya masa akan tahu
mengaji Quran. Itulah sebabnya maka patik pukul, supaya ia lalu
mati. Patik senang, habis pekerjaan patik ini. Atau patik mati, atau
duli Syah Alam, atau salah satu, baru habis perkara lembu itu."
Baginda tiada berkata"kata lagi. Dalam pada itu Abu Nawas
pun bermohon diri pulang ke rumahnya.
"Baiklah," kata baginda, "dan lembu itu boleh kauambil, atau
kaujual, atau kausatai..."
"Terima kasih banyak-banyak, Ya, Tuanku Syah Alam," kata
Abu Nawas sambil menyembah sampai ke tanah kepalanya.
Kemudian ia pun keluar dari istana dengan senang hatinya.
!, __ ?" &." 6
78 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
15 SEORANG MENTERI YANG LALIM
Pada suatu desa di dalam negeri Bagdad adalah diam seorang
menteri yang terlalu jahat perangainya. Ia tiada boleh melihat
anak"bini orang yang baik rupanya. Jikalau tampak olehnya,
niscaya diambilnya jua. Demikian laku menteri itu, dan apabila
ia membeli barang-barang orang, tiada pernah ia membayar
harganya. Sekalian orang di dalam desa itu takut kepadanya.
Kemudian terdengar kepada Abu Nawas perbuatan menteri yang
terlalu lalim itu. Bukan main panas hati Abu Nawas. Maka katanya
dengan sendirinya, "Jikalau belum mati menteri itu,"belum aku
pulang dari desa itu."
Setelah itu ia pun pergilah ke tempat menteri itu. Sesampai ke
situ, .maka dicarinya rumah orang yang dekat ke rumah menteri
itu. Ia pun minta tinggal di sana, supaya dapat diketahuinya segala
pekerjaan menteri khianat itu. Beberapa lamanya ia tinggal di
situ, ia pun dapat berkenalan dan bersahabat dengan menteri itu;
tandang"bertandang tak ada batasnya, sehingga menteri itu tiada
takut dan gentar lagi mengabarkan rahasianya kepada Abu Nawas.
Di dalam rumah menteri itu kelihatan oleh Abu Nawas ada sebuah
gantungan. Jikalau ada orang yang salah, lalu dinaikkan oleh
menteri itu ke gantungan itu, kepalanya ke bawah dan kakinya ke
atas. Dan orang itu pun dipukulnya sampai mati. "Benarlah"seperti
kata orang itu," kata Abu Nawas di dalam hatinya. "Nantilah, aku
balasjuga perbuatannya yang lalim itu!"
Suatu hari Abu Nawas berjalan"jalan. Maka ia pun bertemu
dengan seorang"orang muda yang baik rupanya, ia membawa
; ke & 79 penyusun" NASIONAL ni Balai Pustaka
' > seekor lembu, yang terlalu gemuk. Maka kata Abu Nawas kepada
orang itu, "Hai, orang muda, bagus betul Iembumu ini, maukah
engkau menjualnya?" Jawab orang itu, "Tiada hamba jual lembu ini, karena lembu
ini pusaka bapak hamba."
Kata Abu Nawas pula, "Bukantah lebih baik engkau jual.
Jikalau dapat harga yang mahal, boleh uang itu engkau perniaga-
kan; lama-kelamaan menjadi banyak."
Pikir orang muda itu, "Benar pula kata orang ini, lalu katanya,
"Baiklah, tetapi hamba hendak mengabarkan kepada ibu hamba
dahulu. Kalau ibu hamba suka, hamba juallah."
Jawab Abu Nawas, "Itulah yang terlebih baik."
Syahdan orang muda itu pun pergilah pulang mendapatkan
ibunya akan mengabarkan percakapannya dengan Abu Nawas tadi
itu. Sepeninggal orang itu, Abu Nawas berkata dengan sendirinya,
"Langkah baik sehari ini. Orang muda itu cakap rupanya, boleh
kupergunakan akan menewaskan menteri yang lalim itu.
Tunggulah, hai, Menteri, ada bagianmu kelak."
Sejurus antaranya orang muda itu pun datang pula kembali
mendapatkan Abu Nawas. Setelah bertemu, maka katanya kepada
Abu Nawas, "Ibuku mengizinkan dijual Iembuku ini."
Jawab Abu Nawas, "Baiklah, tetapi lebih baik kukatakan terus
terang kepadamu, adapun yang akan membeli Iembumu ini bukan
aku, melainkan menteri yang lalim itu. Berapa harganya yang
pasti" Katakanlah! Sudah itu ada perjanjian yang kuharapkan dari
padamu, jikalau sudah putus harganya, maukah engkau menurut
petunjukku?" "Mau," jawab orang muda itu.
"Baik," kata Abu Nawas, "sekarang ini engkau bawalah Iem"
bumu ini ke kebun itu! Nantikan aku di sana, sebentar aku datang.
!, __ ?" &." 6
80 eke xP/ penyusunun mionn II Balai Pustaka
Aku hendak pergi ke rumah menteri itu!" lalu ia berjalan dan orang
muda itu pun pergilah ke tempat yang ditunjukkan Abu Nawas
itu. Setelah sampailah Abu Nawas ke rumah menteri itu, maka
katanya, "Hai, Menteri! Ada seorang orang muda mempunyai
seekor lembu yang terlalu gemuk dan bagus rupanya. Jika Tuan
hamba suka, boleh Tuan hamba beli dengan harga yang patut.
Tidak mahal! Marilah kita pergi melihat ke dalam kebun itu!"
Demi didengar oleh menteri itu perkataan Abu Nawas yang
demikian, bukan buatan sukacitanya. Ia pun berangkat bersama"
sama dengan Abu Nawas ke tempat itu. Setelah sampai, dilihat
oleh menteri sungguh ada lembu seperti kata sahabatnya itu.
Binatang itu pun lalu ditawarnya, katanya, "Berapa harganya?"
Jawab orang muda itu, "Lima puluh ringgit."
Kata menteri itu pula, "Tiada boleh kurang lagi?"
Jawab orang muda itu, "Karena lembu ini pusaka, mau lima
puluh ringgit boleh menteri ambil, jikalau tiada mau, ya sudah."
Maka pikir menteri itu. "Baiklah. Akan kubayar harganya."
Setelah putus bicaranya, Abu Nawas pun pergi pura-pura
hendak buang air ke tempat lembu itu, lalu diputusnya talinya;
lembu itu pun larilah. Oleh orang muda itu diunjukkanlah tali
lembu itu kepada menteri itu. Maka ditariknya tali itu, tetapi...
kosong. Dalam pada itu orang muda itu menagih harga lembunya itu,
serta katanya, "Mana harganya" Bayarlah!"
Kata menteri itu, "Manakah engkau punya lembu, hanya
talinya saja" Bagaimana aku hendak membayar harganya" Tidak,
aku tiada mau membayar. Masa talinya saja lima puluh ringgit!"
Maka jadi berbantah-bantahlah kedua orang itu. Kata orang
muda itu pula, "Aku minta harga Iembuku itu. Jikalau Tuan hamba
tiada mau membayar, pulangkan saja binatang itu kepadaku."
; ke & *" penyusun" mnurut m Balai Pustaka
' > penusumn mlunn n Balai Pustaka
Jawab menteri itu, "Apa yang akan kubayar dan apa yang akan


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kupulangkan" Hanya talinya kauunjukkan kepadaku. Ambillah,
inilah tali itu, apa gunanya kepadaku!"
Kata orang muda itu pula, "Tiada lain pekerjaan engkau me"
lainkan menipu, menganiaya orang saja! Terlalu lalim, mau makan
darah orang kecil." Perkataan itu tiada didengarkan lagi oleh menteri itu, melain-
kan ia berjalan pulang ke rumahnya.
Akan orang muda itu pun amat susah hatinya, karena lembunya
hilang dan uangnya tiada dapat. "Sudahlah demikian untungku ini,
apa boleh buat," keluhnya.
Setelah hari malam Abu Nawas pun datang ke rumah orang
muda itu. Maka katanya, "Sudahkah engkau terima harga Iembumu
itu?" Jawab orang muda itu, "Hamba ini kena perdaya rupanya
kepada menteri itu. Lembuku hilang, uang pun tiada dapat, karena
perbuatannya yang celaka itu."
Kata Abu Nawas, "Coba kau ceritakan kepadaku bagaimana
kesudahan perihal berjual-beli itu. Aku tak tahu, sebab aku
bukankah lekas-lekas saja berjalan. Pada pikiranku tentu sudah
selesai." Maka diceritakanlah oleh orang muda perihal itu dengan
susah hatinya. "Oh, begitu!" kata Abu Nawas. "Jangan engkau bersusah
hati! Insya Allah taala jikalau orang muda mau menerima harga
lembu itu, boleh kaudapat. Dengarlah! Esok malam engkau pakai
pakaian cara perempuan dan engkau pakai pula bau-bauan yang
harum. Engkau pergi berjalan-jalan dekat-dekat rumah menteri
itu. Karena menteri itu tiada boleh melihat perempuan muda
yang cantik rupanya, maka jika tampak engkau olehnya, niscaya
; ke & 83 penyusun" mun" m Balai Pustaka
' > engkau ditariknya ke rumahnya. Nah, bila engkau telah sampai
ke muka rumah menteri itu, engkau pura"pura kena duri kakimu
dan mengaduh sedikit dengan suara yang halus, seperti suara
seorang perempuan. Niscaya suaramu itu terdengar kepadanya
dan ia pun tentu mendapatkan engkau. Lalu engkau beijalan
sedikit dengan pincang kakimu. Jikalau ia bertanyakan apa
sebabnya engkau berhenti tadi itu, engkau jawab, bahwa engkau
membuangkan duri dan jika engkau hendak ditariknya masuk ke
dalam rumahnya, engkau katakan, bahwa engkau takut kepada
anak"bininya serta hamba sahayanya. Lagi pula katakan, engkau
malu masuk. Dengan segera tentu menteri itu pergi menyuruh ke
luar sekalian isi rumahnya. Sudah itu masuklah engkau. Apabila
engkau naik ke atas rumah menteri itu, maka pura-pura engkau
tanyakan tali apa yang tergantung di tengah-tengah rumahnya itu.
Tali itulah gantungan. Jikalau ia mengajak engkau hendak tidur,
engkau minta dahulu keterangan, bagaimana mempergunakan
gantungan itu. Dan katakan, "Jika sungguh"sungguh Tuan hamba
bercintakan hamba ini, Tuan hamba cobalah dahulu bergantung
barang sebentar, karena hamba seumur hidup belum pernah
melihat yang demikian." Niscaya diturutnya katamu itu! Bilamana
ia sudah tergantung, kepalanya ke bawah dan kakinya ke atas,
engkau pukul dia sungguh-sungguh dengan kayu pementung,
sampai mati sekali. Sebelum mati, jangan engkau berhenti dan
jikalau sudah mati, boleh engkau ambil harta menteri itu seberapa
sukamu. Menjadi kayalah engkau."
Keesokan malamnya, kira"kira pukul tujuh, kelihatanlah se"
orang perempuan yang cantik parasnya berhenti pura-pura mem-
buangkan duri di muka rumah menteri yang lalim itu. Adapun
menteri itu pada masa itu sedang berjalan-jalan dekat-dekat di
situ. Tatkala terpandang olehnya perempuan itu, lalu ia berkata,
"Hai, Adinda, dari mana datang ini?"
!, __ SE;", 6 84 eke xl; penyusumn nuwun n Balai Pustaka
Makajawab perempuan itu dengan kemalu-maluan rupanya,
sambil berjalan dengan pincang kakinya, "Hamba ini orang desa.
Tadi hamba berjalan dengan laki hamba. Tiba"tiba kaki hamba
kena duri,jadi hamba berhenti membuangkan duri itu. Laki hamba
terus berjalan juga. Sekarang ini entah ke mana perginya, hamba
tak tahu jalan pulang lagi," lalu ia pura-pura hendak menangis.
Kata menteri itu, "Jikalau Adinda suka, boleh hamba bawa ke
rumah hamba dahulu, di situ nantikan laki Adinda itu. Siapa tahu,
barangkali ia sekarang mencari Adinda dan niscaya ia sampai juga
ke sini kelak. Marilah, jangan takut kepada kakanda ini!"
Kata perempuan muda itu, "Hamba takut kepada bini serta
hamba sahaya Tuan hamba sekalian."
Kata menteri itu pula, "Jika demikian baiklah Adinda menanti
di tempat ini dahulu, jangan pergi ke mana-mana; boleh kakanda
suruh pergi anak-bini kakanda ke rumah ibunya beserta dengan
budak"budak itu."
Jawab perempuan itu, "Baiklah."
Maka menteri itu pun pulang tergopoh"gopoh ke rumahnya,
lalu berkata kepada istrinya, "Hai, Adinda, sekarang ini baiklah
Adinda pergi ke rumah ibumu, karena Adinda sudah lama tiada
mengunjungi beliau itu."
Jawab istrinya, "Jika demikian kata Kakanda, baiklah," Maka
berjalanlah ia beserta hamba sahayanya sekalian.
Setelah itu menteri itu pun ke luar pula mencari perempuan
muda tadi itu. Kebetulan ia masih berdiri di tempat itu juga. Maka
kata menteri itu kepadanya, "Hm, Adinda, sekarang ini boleh
Adinda masuk ke rumah hamba, karena bini hamba serta budak-
budak sekalian sudah pergi; tak seorang pun juga di rumah lagi."
"Baiklah," jawabnya, sambil berjalan mengikuti menteri itu.
penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
Tatkala ia sampai ke dalam rumah menteri itu, tampaklah
olehnya tali gantungan seperti yang diceritakan Abu Nawas kepa"
danya; maka dilakukannyalah sekalian petunjuk Abu Nawas itu.
Demi didengar oleh menteri itu perkataan perempuan muda
yang manis seperti madu itu, maka pikirnya di dalam hatinya,
"Sebab aku suka akan perempuan ini, aku turutlah apa-apa
katanya." Kemudian katanya, "Adinda pegang tali gantungan itu
teguh-teguh, jangan dilepaskan!"
Kata perempuan itu, "Baiklah."
Maka menteri itu pun memasukkan badannya ke dalam tali
gantungan itu. Setelah itu lalu dilepaskan tali itu oleh perempuan
itu. Maka tergantunglah menteri itu, kepalanya ke bawah dan ka-
kinya ke atas. Ia pun dipukuli oleh orang itu dengan pementung,
seraya katanya, "Hai, Menteri, aku bukannya perempuan. Akulah
yang punya lembu yang engkau perdayakan itu. Sekarang ini aku
balaskan dendamku, aku minta harga Iembuku itu. Ayuh, bayar,
bayar!" Tam, tam, bum bum bunyi pukulnya. Maka keluarlah darah
dari mulut dan telinga menteri itu, sehingga ia tiada ingat lagi akan
dirinya. "Nah, mati engkau..."
Oleh karena pada pikir perempuan samaran itu sungguh
menteri itu sudah mati, ditinggalkannyalah dia tergantung. Barang-
barangnya yang mana dapat dibawanya, diambilnyalah. Sudah itu
pulanglah ia ke rumahnya.
Tiada berapa lama antaranya bini menteri itu pun berdebar"
debar hatinya. Seperti ada suatu malapetaka yang terjadi atas
kaum keluarganya. Maka pikirnya, "Apajuga gerangan yangtengah
teijadi ini! Baiklah aku pulang ke rumahku dahulu!" ia pun beijalan
dengan cepat. Baru ia sampai ke dalam rumahnya, maka dilihatnya lakinya
tergantung terayun"ayun dan harta bendanya habis. Maka ia pun
menjerit"jerit menangis serta mengempas"empaskan dirinya.
!, __ ?" px" 6 86 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Ketika tali gantungan itu dilepaskannya, dilihatnya napas lakinya
itu masih ada, tinggal sekali"sekali maka diambilnya air mawar
dengan segera dan dipercikkannya kepada badan dan muka
menteri itu. Maka menteri itu pun siuman serta membukakan
matanya. Dengan segera ia diberi air minum oleh istrinya, sambil
bertanya disertai tangisnya, "Ya, Kakanda, apa sebabnya Tuan
hamba jadi selaku ini!"
Mula-mula pertanyaan itu tiada disahuti oleh menteri
itu, karena ia belum dapat berkata"kata. Akan tetapi lama"
kelamaan ia pun bertambah"tambah ingat juga akan dirinya, lalu
diceritakannyalah hal ihwalnya. Setelah itu ia pun jatuh sakit.
Demi didengar Abu Nawas khabar yang demikian, pergilah
ia mendapatkan orang muda itu. Maka katanya, "Mengapa tiada
engkau matikan dia sekali" Bukankah aku sudah berpesan, jikalau
belum mati, jangan engkau tinggalkan dia" Sekarang ini harus
engkau tambah penyakit menteri itu, supaya mati sekali."
Kata orang muda itu, "Bagaimana akal hamba?"
Jawab Abu Nawas, "Engkau pakailah pakaian cara orang tua"
tua, engkau kenakan sorban putih dan baju jubah dan bertongkat,
lalu engkau pergi berjalan-jalan ke dekat rumah menteri itu, serta
kaukatakan engkau dukun. Apabila didengar oleh menteri itu,
niscaya engkau dipanggilnya masuk ke rumahnya akan mengobati
dia, karena memang ia sekarang mencari"cari dukun juga. Engkau
pun masuklah, lalu pura"pura engkau periksa badannya dan
engkau tanyakan ini dan itu. Kemudian engkau suruh budaknya
mencari daun kayu yang sukar sedikit. Jikalau ia sudah pergi,
sebentar lagi engkau suruh pula budaknya yang tinggal mencari
daun kayu yang lain; sudah itu suruh pula anak-bininya ke mana-
mana, sampai habis segala isi rumah menteri itu engkau beri
pekerjaan sekaliannya. Biar tinggal engkau seorang saja di da"lam
rumahnya itu. Dalam hal yang demikian engkau pukullah si sakit
; ke & 87 penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
' > itu. Sebelum mati, jangan engkau tinggalkan dia; itulah pesanku
kepadamu." Petunjuk Abu Nawas yang demikian itu diturut pula oleh
orang muda itu. Dengan segera dikenakannya jubah panjang
dan sorban putih dan dipegangnya sebuah tongkat, ia pun pergi
berjalan-jalan ke dekat rumah menteri itu. Ketika kelihatan ia
kepada budak menteri itu, maka budak itu pun bertanya, "Hai,
orang tua, siapakah Tuan hamba ini?"
Jawab orang tua itu, "Aku ini dukun, mengapa engkau tanyai
aku di tengah jalan ini" Tiada patut orang muda berlaku begitu
kepada orang tua seperti aku ini."
"Maaf, Ya, Tuan hamba. Adapun hamba ini budak menteri
anu. Ia sakit, jadi hamba disuruhnya mencari dukun. Jika Tuan
hamba suka, silakan masuk ke rumahnya!"
Maka dukun itu pun naik, lalu duduk dengan takzimnya.
Sebentar itu juga menteri yang sakit itu berkata kepadanya
dengan perlahan"lahan, "Ya, Tuan Dukun, Tuan obatilah kiranya
hamba ini, hamba sakit..." Suaranya tiada kedengaran lagi.
"Insya Allah," jawab dukun itu, "Insya Allah dengan tolong
Allah dapat juga hamba obati Tuan hamba ini. Akan tetapi
bolehkah disuruh budak-budak itu mencarikan hamba suatu daun
kayu dengan akarnya sekali" Daun itu terlalu sukar, tapi banyak
gunanya." Menteri itu pun menyuruh budaknya dua tiga orang mencari
daun kayu itu. Tiada berapa lama antaranya maka dukun itu
berkata pula, "Ada lagi semacam daun kayu. Hamba lupa, boleh
Tuan hamba suruh cari lagi."
Maka berjalanlah pula budak menteri itu beberapa orang,
habis semuanya, dan anak"bininya pun ada pula pekerjaannya ke
rumah ibunya sebentar. !, __ ?" px" 6 88 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Setelah dilihat oleh dukun itu seisi rumah menteri itu
sudah pergi semuanya, maka diambilnya kayu pementung lalu
dipukulkannya beberapa kali kepada kepala dan badan menteri
itu. Keluar darah dari mulut dan telinganya.
"Hai, Menteri," katanya, "tiada engkau tahu, aku ini bukannya
dukun, melainkan orang yang punya lembu itu juga. Aku
mengharapkan harganya. Menteri itu pun pingsan, tiada sadarkan dirinya dan tiada
bergerak"gerak lagi; bernafas pun tiada. Pada pikiran dukun itu,
ma"tilah sudah menteri itu. Ia pun berjalanlah tergesa"gesa, karena
takut kalau-kalau isi rumah menteri itu telah pulang kembali. Di
dalam hatinya, "Sekarang ini senanglah hatiku, karena menteri itu
sudah mati." Kira"kira sejam kemudian daripada itu budak"budak dan bini
menteri itu pun datang kembali dengan tangan hampa; daun kayu
itu tiada didapatnya. Demi dilihatnya penyakit lakinya bertambah"
tambah dan dukun itu tak ada lagi, maka cemaslah hatinya. Dengan
segera air mawar disiramkannya ke mukanya dan diminumkannya
air seteguk ke mulutnya. Lama baru menteri itu me-narik nafas
dan membukakan matanya. Tetapi ia belum dapat berkata-kata.
Kemudian ia pun berkatajuga dengan putus-putus sua-ranya, "Ya,
Adinda, bukannya dukun orang tua itu, hanya orang yang punya
lembu itu juga. Sekarang ini engkau masyhurkan aku sudah mati
dan engkau suruh panggil menteri dan orang"orang alim, engkau
mupakat dengan mereka itu. Setelah itu carilah sekerat batang
pisang, bungkus dengan kain putih baik-baik, hingga seperti mayat
benar rupanya, lalu kaumasukkan ke dalam usungan bersama-
sama aku ini. Akan tetapi jika telah sampai ke kubur kelak, batang
pisang itu saja yang akan ditanamkan dan aku" bawa pulang
dengan usungan itu kembali. Demikianlah kauperbuat, supaya
; ke & 89 penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
' > jangan datang lagi orang yang punya lembu itu! Nanti esok
lusanya, jikalau aku sudah sembuh, akan kucari dia; aku balaskan
dendamku kepadanya."
Maka dikerjakanlah oleh perempuan itu seperti yang dikatakan
lakinya itu. Akulah yang punya lembu dan kelihatannlah orang itu
melarikan kudanya. Akan tetapi perbuatan pura"pura itu diketahui oleh Abu
Nawas. Maka ia pun segera pergi ke rumah orang muda yang
punya lembu itu, lalu berkata, "Mengapa tiada engkau pukul dia
sampai mati sekali?"
Kata orang muda itu, "Sudah mati dia; hamba pukul, sampai
keluar darah dari mulut dan telinganya, dan ia pun tiada bergerak
dan tiada bernafas lagi."
Kata Abu Nawas pula, "Sekarang ini menteri itu masih hidup
serta membuat tipu pura"pura mati...," lalu diceritakannya segala
tipu daya menteri itu. "Jikalau dibawa orang mayat itu, engkau
ikuti sampai ke kubur bersama"sama dengan orang banyak itu.
Nanti aku cari orang yang pandai melarikan kuda. Apabila sudah


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dekat ke lubang kubur itu, ia akan berteriak sekuat-kuatnya,
"Akulah yang punya lembu." Niscaya orang banyak itu pun datang
memburu orang naik kuda itu. Maka tinggallah engkau seorang
diri. Pada ketika itu engkau pukullah sungguh"sungguh menteri
itu, biar mati sekali dan sampai patah"patah tulangnya. Jikalau
menteri itu masih hidup, engkau tiada boleh duduk di dalam desa
ini dan tiada senang hidupmu."
Setelah perkataan itu dibenarkan oleh orang muda itu, maka
Abu Nawas pun pergi mencari orang yang pandai melarikan kuda.
Maka bertemulah ia dengan seseorang yang tangkas dan tegap
tu"buhnya, lalu katanya, "Hai, Saudara, maukah engkau kuupah
naik kuda yang cepat larinya" Mau" Pergilah engkau berlindung
!, __ ?" px" 6 90 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
dekat- dekat kubur menteri itu! Apabila jenazah itu sampai ke tepi
lubang kubur itu, hendaklah engkau berteriak kuat"kuat demikian.
"Akulah yang punya lembu! Sudah itu engkau larikan kudamu itu
sekencang"kencangnya. Pergilah! Ini tiga ringgit."
Syahdan pada keesokan harinya pagi-pagi diangkat oranglah
mayat pura-pura itu ke kubur serta diiringkan oleh beberapa orang
besar, penghulu dan orang alim dan kaum keluarga menteri itu
sekalian. Baru sampai ke tepi kubur itu, kedengaranlah suara orang
mengatakan, "Akulah yang punya lembu, dan kelihatan orang itu
melarikan kudanya." Bukan main ributnya di pekuburan itu! Sekalian orang berlari
mengejar orang yang berkuda itu. Demi dilihat orang muda akan
hal yang demikian, maka didekatinyalah usungan menteri, seraya
katanya, "Hai, Menteri, sekarang ini sampailah janjimu! Akulah
yang punya lembu yang engkau aniaya itu. Sampai mati engkau,
aku gasak di sini. Tiada kutinggalkan nyawamu sedikit pun. Hem,
engkau berbuat tipu demikian! Sekarang engkau terima baik"
baik," lalu dipukulnya menteri itu sekuat"kuatnya, sehingga hancur
dan patah"patah tulangnya. Setelah dilihatnya sudah mati benar"
benar menteri itu, maka ia pun berjalan pulang ke rumahnya.
Adapun akan orang yang naik kuda itu lama-kelamaan dapat
juga disusul orang banyak itu, ditangkapnya beramai-ramai dan
dibawanya pergi ke kubur menteri itu.
Setelah dibuka mereka usungan itu dan dilihatnya menteri itu
sungguh"sungguh sudah mati, patah"patah tulangnya, maka jadilah
menteri itu ditanamkan. Batang pisang itu dibuangkan saja.
Kemudian pulanglah sekalian orang itu masing-masing ke
rumahnya dengan heran dan masgul hatinya. Akan orang yang
melarikan kuda itu dibawa oleh anak menteri ke rumahnya, lalu
ditanyainya, "Apa sebabnya engkau berteriak"teriak dan berkata.
"Akulah yang punya lembu?"
penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
92 Aku/ah yang punya lembu dan kelihatan/ah orang itu melarikan
kudanya. penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Jawab orang itu, "Aku tiada tahu sebabnya. Hanya aku men-
dapat upah tiga ringgit berkata demikian."
"Siapa yang mengupah engkau?"
"Abu Nawas." Maka dicarinya Abu Nawas oleh anak menteri itu. Setelah
bertemu, maka katanya, "Hai, Abu Nawas, apa sebabnya engkau
upah orang itu akan menganiaya bapaku?"
Jawab Abu Nawas, "Menganiaya bapakmu" Coba engkau
berkata yang benar."
"Benar,engkau suruh dia berkata,"Akulahyang punya lembu."
Jadi kami kejar dia, karena tiada lain yang menyebabkan sakit
bapakku siang dan malam, melainkan orang yang punya lembu itu
juga: bukannya penyakit dari Allah."
"Begitu," jawab Abu Nawas dengan tersenyum-senyum,
"jadi tiada kauketahui, bahwa orang yang punya lembu itu sudah
dititahkan Allah akan berbuat demikian, sebab bapakmu terlalu
lalim, penipu, penganiaya, pengisap darah orang kecil, pe..."
Sudah, hai, anak menteri, jangan kaupanjangkan perkara ini lagi,
supaya engkaujangan dapat malu besar. Lebih baik engkau doakan
dia, supaya dosanya itu mudah"mudahan diampuni Allah."
Anak menteri itu pun diam, tiada berkata"kata lagi, sebab ia
tahu akan segala kejahatan bapaknya itu. Maka pikirnya di dalam
hatinya, "Sudah takdir Allah bapakku mati demikian!" lalu ia
pulang ke rumahnya. Adapun orang seisi desa itu, istimewa orang yang punya lembu
itu, senanglah hatinya. Karena tak ada lagi orang yang berbuat
lalim, lalu pergilah masing-masing melepaskan nazarnya ke kubur
keramat. Akan hal Abu Nawas, kembalilah ia ke negerinya.
"Hajatku sampai sudah," pikirnya, sambil berjalan agak cepat,
"Siapa tahu, barangkali Sultan Harunurrasyid telah berhajatkan...
daku pula. Dan aku sendiri pun amat rindu akan baginda itu."
penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
16 ABU NAWAS DENGAN ORANG YAHUDI
Sesampai ke rumahnya, Abu Nawas bertanya kepada istrinya,
"Hai, Adinda, adakah sultan bertanya"tanyakan daku ini?"
"Tidak. Ya, Kakanda, rupanya baginda sudah lupa akan kita
ini." Abu Nawas berdiam diri. Sekali peristiwa pada suatu hari ia pun berjalan-jalan di
pasar. Maka bertemulah ia dengan seorang orang miskin. Orang
itu dipanggil oleh Abu Nawas, katanya, "Hai, Saudaraku, hamba
terlalu kasihan melihat engkau. Apakah pekerjaanmu?"
Kata orang miskin itu, "Hai, Tuan hamba, hamba tiada
mem-punyai pekerjaan. Sebab hamba tiada beruang sesen pun,
bagaimana hamba boleh mencari. Tiap-tiap orang yang mencari
hendaklah dengan modalnya."
Kata Abu Nawas, "Hai, Saudaraku, jikalau Saudaraku suka, aku
dapat mencarikan engkau modal untuk diperniagakan."
Kata orang miskin itu pula, "Syhukur, jika demikian kasih Tuan
hamba akan insan yang hina ini."
Kata Abu Nawas pula, "Nanti, esok pagi engkau datang ke sini,
akan kuberikan modal itu kepadamu. Akan tetapi kita lebih dahulu
harus berteguh-teguhan janji, yaitu engkau mengaku saudara
kepadaku. Maukah begitu?"
Jawab orang miskin itu, "Baiklah."
Setelah sudah bersalam"salaman, berjalanlah Abu Nawas
meninggalkan orang miskin itu.
!, __ SE;", 6 94 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Ketika ia sudah sampai ke rumahnya kembali, maka ia pun
berkata kepada bininya, "Hai, Adinda, pergilah engkau menghadap
permaisuri raja yang bernama Sitti Zubaidah itu. Katakan ke-
padanya, bahwa lakimu, aku, Abu Nawas, telah mati malam tadi.
Jadi hajat engkau datang itu ialah hendak minta uang belanja,
akan sedekah dan biaya si mati itu."
Jawab bini Abu Nawas itu, "Jikalau demikian kehendak Ka-
kanda, baiklah," lalu ia pun berangkat masuk ke dalam istana Sultan
Harunurrasyid. Setelah sampai ke hadapan Tuan Puteri itu, maka
sembahnya dengan tangisnya yang amat sedih, "Aduhai, Tuanku,
Tuan Puteri, apakah daya patik yang hina ini, karena suamiku
Abu Nawas telah berpulang ke rahmatullah dengan sekonyong"
konyong malam tadi. Dengan apa hendak patik biayai mayatnya"
Dengan apa patik bersedekah, dengan apa minta sela" wat, sebab
patik miskin !" Demi Sitti Zubaidah mendengar tangis dan ratap demikian
itu, bukan buatan sedih dan sayu hatinya. Istri Abu Nawas itu
pun dibelai-belainya, sambil berkata dengan lemah lembut, "Hai,
jangan menangis, apa boleh buat, harta Allah kembali kepada-
Nya." Akan belanja sekalian hal itu tak usah kautakutkan, ini
kuberi uang," lalu Sitti Zubaidah berangkat pergi mengambil uang
dari dalam lemarinya dua ratus dirham. Dan kemudian ia pun
kembali pula mendapatkan bini Abu Nawas itu, seraya katanya,
"Ambillah uang ini, bawalah pulang dan selenggarakan jenazah itu
baik"baik." Setelah itu maka istri Abu Nawas pun pulanglah dengan suka
citanya. Adapun akan Abu Nawas, tatkala istrinya masuk menghadap
permaisuri itu, ia pun pergi pula menghadap baginda di balairung,
langsung menyembah serta dengan tangisnya. Maka kata baginda
penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
kepadanya, "Hai, Abu Nawas, apa sebabnya engkau datang serta
menangis ini?" Sembah Abu Nawas, "Tatik minta ampun ke bawah duli Syah
Alam! Adapun hamba Tuanku yang perempuan telah meninggal
pada malam tadi dan patik ini sekarang tiada mempunyai uang
akan belanja bakal selawat dan orang yang menggali kubur. Jika
ada belas kasihan duli Tuanku..."
Maka baginda pun tahulah akan kehendak Abu Nawas itu,
lalu diberi baginda dia uang dua ratus dirham. Setelah uang itu
diterima oleh Abu Nawas, ia pun bermohon pulang ke rama"nya,
lalu berangkat dan pergi dengan berlari"lari seperti orang yang
sungguh-sungguh susah rupanya.
Kemudian masuklah baginda ke dalam istananya. Maka kata
baginda kepada permaisurinya, "Aku tadi kasihan melihat Abu
Nawas datang kepadaku serta dengan tangisnya minta belanja
menyelenggarakan mayat bininya. Aku beri ia dua ratus dirham."
Kata Tuan Putri, "Salah Kakanda, bukan bininya yang mati,
melainkan Abu Nawas sendiri yang meninggal itu. Baru saja bininya
datang kepada adinda mengatakan Abu Nawas berpulang itu."
Kata baginda pula, "Adinda salah mengatakan Abu Nawas
mati, bara ia pulang dari hadapan kakanda."
Maka jadi berbantah"bantahlah kedua laki"istri itu; kata ba"
ginda, bininya yang mati dan ujar permaisuri, Abu Nawas yang
meninggal, sebab permaisuri baru memberikan uang dua ratus
dir"ham ke tangan bininya itu sendiri. Kedua"duanya sama"sama
kuat keterangannya. Kesudahannya Sultan Harunurrasyid pun
berkata, "Sudahlah, tak guna berbantah lagi. Lebih baik marilah
kita suruh periksa saja, supaya ketahuan salah benarnya."
Maka baginda pun menyuruh seorang kepercayaannya melihat
Abu Nawas serta bininya itu; betulkah Abu Nawas yang mati, atau
!, __ ?" px" 6 % eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
istrinyakah, atau kedua-duanya. Tiada berapa lama antaranya
datanglah suruhan itu kembali, lalu menyembah kepada baginda
dan permaisuri. Pada ketika itu kedua baginda itu tengah duduk
di tempat tadi juga. Maka kata sultan kepadanya, "Hai, Biduanda,
betapa penglihatanmu, siapakah yang mati?"
Sembah biduanda itu, "Ya, Tuanku Syah Alam, keduanya tiada
kurang suatu apa-apa. Patik lihat kedua-duanya tengah duduk
tertawa-tawa serta bersenda-gurau, Tuanku."
Demi didengar baginda dan permaisuri khabar yang demikian,
heranlah keduanya memikirkan apa sebabnya Abu Nawas berbuat
seperti itu. Dengan segera baginda bertitah kepada hambanya itu,
"Hai, Biduanda, engkau panggil Abu Nawas sekarang ini juga."
Maka hamba raja itu pun pergilah memanggil Abu Nawas.
Serta sampai katanya, "Hai, Abu Nawas, Tuan hamba dipersilakan
Yang Dipertuan ke istana."
Abu Nawas sudah maklum akan panggilan baginda itu,
lalu jawabnya, "Baiklah, pergilah engkau dahulu, sebentar aku
datang." Tatkala Abu Nawas sudah hadir di hadapan baginda, maka
baginda pun bersabdalah kepadanya, "Hai, Abu Nawas, apa
sebabnya engkau perdayakan kami,akudanTuan Putri. Katakanlah,
aku mau tahu!" Sembah Abu Nawas, "Ampun, Tuanku beribu"ribu ampun!
Sebabnya patik berbuat yang demikian itu, karena saudara patik
tiada mempunyai modal. Ia hendak berdagang. Jikalau patik
katakan keadaan yang sebenarnya saja, masa duli Syah Alam mau
mengurniai patik uang sebanyak itu. Patik membuat tipu kepada
Tuanku, karena patik terlalu belaskasihan melihat saudara patik
itu tiada mempunyai uang barang sesen jua pun. Sekarang lain
tidak melainkan Tuanku mau memberi ampun ke atas batu kepala
patik!" penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
Sabda baginda, "Baiklah. Aku ampuni sekali ini, tetapi jangan
kauperbuat yang demikian sekali lagi!"
Setelah itu bermohonlah Abu Nawas pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya diserahkannyalah uang itu kepada saudara"
nya itu, serta katanya, "Nah, baik-baik kauperniagakan uang ini,
mudah-mudahan bertambah banyak. Pada pikiranku lebih baik
engkau pergi berdagang ke negeri lain, sebab di sini sekarang tiada
mungkin dapat keuntungan."
Enam tujuh bulan kemudian daripada itu terdengar khabar
saudara Abu Nawas yang berdagang ke negeri lain itu: jangankan
untung akan diperolehnya, pokoknya pun habis. Ada yang dilarikan
orang, ada yang dicuri orang, dan ada pula piutangnya yang
tiada dapat diterimanya. Akhirnya ia pun jatuh miskin pula,
tak dapat minum dan makan lagi. Maka masuklah ia menjadi kuli
dan makan gaji kepada seorang Yahudi.
Kata Yahudi itu kepadanya, "Engkau ini orang mana?"
Sahut orang itu, "Aku ini orang dari negeri lain. Asalnya
hamba datang kemari, karena berdagang. Akan tetapi hamba rugi,
sehingga habis modal hamba. Sekarang ini hamba masukjadi kuli
kepada Tuan hamba." Kata orang Yahudi itu, "Baik, jikalau mau aku gaji sebulan
enam rupiah." Jawab orang itu, "Baiklah."
Kata orang Yahudi itu pula, "Akan tetapi ada perjanjianku
kepada engkau, "Jikalau engkau ke luar tiada dengan suka hatiku,
engkau bayar kerugian dengan dagingmu satu kati. Dan jikalau
aku tidak suka lagi akan pekerjaanmu dan aku lepas engkau, maka
kuberikan dagingku satu kati kepadamu."
Setelah sudah berjanji demikian itu serta bertandatangan,
bekerjalah orang itu kepada orang Yahudi itu. Siang dan malam
!, __ ?" px" 6 98 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Yahudi itu memberi orang itu pekerjaan, tiada berhenti-henti,
supaya ia tiada tahan dan boleh minta berhenti. Dari hari ke hari
makin bertambah"tambah berat pekerjaannya itu. Akhirnya ia
tiada tahan lagi, lalu berpikir di dalam hatinya, "Lebih baik aku
keluar dari rumah Yahudi ini." Maka pergilah ia mendapatkan
Yahudi itu, akan minta keluar.
Kata Yahudi itu, "Baik, tapi ingat akan peijanjianku kepadamu,
satu kati daging!" Jawab orang itu, "Aku ingat. Apa boleh buat, sudah untungku


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mendapat bencana sedemikian."
Sebentar itu juga diirislah daging orang itu satu kati oleh
Yahudi itu. Setelah sudah, orang itu pun pergilah dengan
kesakitan-nya. Ada kira-kira sebulan lamanya ia menanggung
sakit; kemudian baru sembuh. Maka berjalanlah ia mencari
kehidupan pula. Dengan takdir Allah ia pun bertemu dengan Abu
Nawas kembali Abu Nawas sangat terkejut melihat muka orang
itu terlalu pucat dan badannya kurus. Dengan segera Abu Nawas
berkata kepadanya, "Hai, Saudagar Muda, apa khabar" Banyak
untung" Akan tetapi apa sebabnya mukamu kupandang berlainan
dari dahulu" Sakitkah engkau?"
Dengan air mata yang berlinang-linang diceritakanlah oleh
orang itu kepada Abu Nawas segala hal ihwalnya sejak dari
permulaannya sampai kepada kesudahannya. Abu Nawas pun
heranlah. Maka pikirnya didalam hatinya, "Baiklah aku masukjadi
kuli kepada Yahudi itu. Aku takkan pulang. Jikalau belum aku balas
kejahatannya itu. Sebab itu baiklah aku pergi ke negeri itu." Setelah
sudah berpikir demikian itu, berkatalah ia kepada saudaranya itu,
"Baiklah aku pergi ke sana, Insya Allah boleh aku balas pekerjaan
Yahudi itu. Akan tetapi engkau harus tinggal menjaga rumahku!"
Maka berjalanlah Abu Nawas ke negeri Yahudi itu. Beberapa
lamanya di jalan, ia pun sampai ke sana, lalu pergi minta menjadi
penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
kuli kepada Yahudi itu. Ia pun diterima oleh Yahudi itu, dengan
perjanjian seperti kepada saudaranya dahulu.
Mula-mula Abu Nawas bekerja siang dan malam tiada
berhenti-henti, dan hasil pekerjaannya itu amat baik adanya. Akan
tetapi antara tiga hari tiada betul lagi; lain harinya ia sudah berbuat
sekehendak hatinya sendiri. Disuruh membakar roti, dibakarnya,
akan tetapi bila sudah masak roti itu, dimakannya sendiri saja
sampai habis. Demi dilihat oleh Yahudi yang demikian itu, maka katanya
kepada Abu Nawas dengan marahnya, "Hai, kuli, mengapa engkau
bekerja dengan sesukamu sendiri saja?"
Jawab Abu Nawas, "Apa gunanya kaupedulikan pekerjaanku"
Jikalau engkau tak tahan lagi, boleh engkau keluarkan aku. Akan
tetapi ingat: dagingmu satu kati!"
Yahudi itu tiada terkata-kata lagi; maka di dalam hatinya,
"Baiklah orang ini aku bunuh !" kemudian katanya, "Hai, kuli,jangan
makan nasi itu dari periuk. Jikalau aku lihat engkau melanggar
laranganku itu, niscaya aku hukum engkau."
Kata Abu Nawas, "Baiklah."
Setelah sudah masak nasi itu, maka Abu Nawas pun hendak
makan: dikoreknya dan dipecahkannya pantat periuk itu, lalu di-
sendoknya nasi dari lubang yang dibuatnya itu, dimakannya. Amat
heran Yahudi itu melihat pekerjaan kuli itu.
"Selama aku menggaji orang, belum pernah aku mendapat
orang gajian seperti kuli ini: tiada boleh menang aku dibuatnya,"
pikirnya dalam hatinya. "Jikalau aku yang mengeluarkan dia,
niscaya hilang dagingku sekati. Kalau begitu kubunuhjuga orang ini,
bilamana ia sudah tidur malam nanti!" setelah itu diceritakanlah
oleh Yahudi itu niatnya yang demikian kepada istrinya.
Dengan takdir Allah percakapan kedua mereka itu terdengar
kepada Abu Nawas. Setelah hari malam, Abu Nawas pun pura"
", __ ?" px" 6
100 "% NB; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
pura tidur. Yahudi itu tidur pula menantikan waktu yang baik; akan
tetapi dengan karena Allah terlalu nyenyak tidurnya. Demi dilihat
Abu Nawas hal yang demikian itu ia pun masuk ke dalam bilik
Yahudi itu, lalu diangkatnya bini Yahudi itu dan ditaruhnya pada
tempat tidurnya. Setelah sudah, lalu Abu Nawas tidur bersama-
sama dengan Yahudi itu. Sejurus antaranya dibangunkannyalah Yahudi itu dengan
lemah lembut. Pada pikiran Yahudi itu, tak dapat tiada yang membangunkan
dia itu bininya juga, lalu ia bangun, berpikir dan pergi mengambil
sebilah pisau. Ia pun beijalan ke luar danterus ketempatAbu Nawas
tidur itu. Dengan tak berpikir panjang lagi dipotongnyalah leher
perempuan itu, tiada menaruh belas kasihan sedikit juga. Sebab
sangkanya, sungguh-sungguh Abu Nawaslah yang dibunuhnya itu.
Kemudian pergilah ia tidur pula.
Apabila dilihat oleh Abu Nawas Yahudi itu sudah tidur nye"
nyak, keluarlah ia, lalu diangkatnya mayat bini Yahudi itu dan di"
letakkannya pula ke dalam bilik di sisi suaminya. Ia pun tidur ke
tempatnya kembali. Setelah hari sudah siang, maka Abu Nawas pun keluar dari
dalam rumah Yahudi itu dengan memakai pakaian Yahudi, lalu
pergi menghadap raja di dalam negeri itu. Adapun pada ketika
Abu Nawas sampai ke istana raja itu, baginda sedang dihadap
oleh raja"raja dan orang"orang besar dan rakyat sekalian. Maka
Abu Nawas pun naik, lalu menyembah kepada raja itu, katanya,
"Ampun Tuanku beribu"ribu ampun! Patik ini hendak menunjukkan
dan menyembahkan hal patik ke bawah duli Syah Alam.
Semalam ibu patik dibunuh oleh bapak patik, apa sebabnya
patik tiada tahu. Akan tetapi patik tahu benar, bahwa ibu patik itu
tiada berdosa sekali"kali. Bagaimana perintah Tuanku?"
Dengan segera raja itu pergi ke rumah Yahudi itu.
?; 101 penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
Setelah didengar oleh Yahudi itu raja datang, ia pun lari
menjauhkan dirinya ke mana"mana, sebab ketakutan. Apabila
dilihat raja Yahudi itu tiada lagi, maka kata baginda kepada
Abu Nawas serta memandang kepada orang"orang besar yang
mengiringkan dia, "Baiklah kita lelang rumah ini."
Jawab Abu Nawas, "Mana titah Tuanku patik junjung di atas
batu kepala patik!" Maka titah baginda pula, "Baiklah! Sekarang ini engkau tunggu
saja rumah ini dahulu. Esok pagi"pagi boleh aku datang pula ke
sini bersama"sama dengan orangku sekalian. Hai, Menteri," kata
baginda kepada seorang dari pengiringnya itu, "engkau pukul
canang sekarang ini, supaya berhimpun orang di rumah Yahudi ini
besok pagi!" Setelah sudah bertitah demikian, baginda pun pulang ke
istananya. Keesokan harinya ramailah orang di rumah Yahudi itu. Maka
titah baginda, "Hai, siapa tuan"tuan yang mau membeli rumah
Yahudi ini serta dengan segala isinya dan perkakasnya?"
Maka kata Abu Nawas kepada raja, "Ya, Tuanku, patik mem-
punyai permintaan; inilah sebuah paku saja Jangan paku ini turut
masuk dilelang." Sabda raja itu, "Baiklah!"
Setelah itu baginda pun menyuruh lelang rumah itu. Maka
dibeli oleh seorang Yahudi saudagar kain dengan harga tiga puluh
ringgit. Kemudian pulanglah baginda serta sekalian orang itu ma"
sing-masing ke rumahnya. Adapun uang lelang itu diterima sendiri oleh raja dengan
dalih; untuk negeri atau kerajaan!
Beberapa hari kemudian daripada itu tersebutlah Yahudi
saudagar kain itu memanggil segala sahabat kenalannya, akan
!, __ ?" px" 6 102 "% NB; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
makan-minum dan bersuka-ria di rumah yang baru dibelinya itu.
Demi didengar khabar itu oleh Abu Nawas, ia pun pergi
mencaribangkaibinatangyangbusuk"busuk,lalu dibawanya masuk
ke dalam rumah itu dan disangkutkannya pada pakunya yang
tiada masuk lelang itu. Melihat hal yang demikian itu berkatalah
Yahudi itu kepada Abu Nawas, "Hai sahabatku, alangkah malu aku
kelak kepada jamuku, bilamana dilihatnya dan dibaunya bangkai-
bangkai itu. Jika Tuan hamba suka mengangkatnya kembali, boleh
aku beri Tuan hamba uang."
Jawab Abu Nawas, "Baiklah, tetapi berilah aku dahulu uang
tiga ribu ringgit! Jika tidak, Tuan hamba terkena perkara...!"
Dengan hati yang enggan diberikanlah uang kepada Abu
Nawas oleh Yahudi itu. Dan bangkai beserta pakunya itu pun
dibuangkanlah oleh Abu Nawas.
Setelah itu berjalanlah Abu Nawas pulang ke negeri Bagdad
kembali. Ia bersukacita benar beroleh uang sebanyak itu, lalu di"
berikannya sebagian kepada saudara angkatnya yang malang itu
dan sebagian disedekahkannya kepada pakir dan miskin. Setelah
itu dihimpunkannyalah segala handai-tolannya akan makan-
minum bersukaria di rumahnya.
?; 103 penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
17 SULTAN HARUNURRASYID DITAMPAR
OLEH ORANG YAHUDI Tiada berapa lamanya sesudah hal yang tersebut di atas itu,
berjalan-jalanlah Abu Nawas ke kampung orang Yahudi di dalam
negeri Bagdad, lalu singgah ke rumah seorang Yahudi kenalannya
yang tengah bermain dana"dana. Setelah Abu Nawas memberi
salam dan duduk, diberikanlah oleh Yahudi itu kepadanya sebuah
kecapi untuk dibunyikan. Maka bermain kecapilah Abu Nawas,
terlalu merdu bunyinya. Kemudian kecapi itu pun diambil oleh
Yahudi dari tangan Abu Nawas, lalu Abu Nawas disuruhnya menari
dana-dana. Abu Nawas pun menarilah. Setelah sudah bermain
kecapi dan menari-nari itu, maka Yahudi itu pun meminta kopi,
karena mereka itu menurut kebiasaan harus minum bersama"
sama. Maka dikeluarkan oranglah kopi manis, lalu diberikan kepada
tiap- tiap yang hadir itu semangkuk seorang. Ketika Abu Nawas
hendak minum dan mengangkat cangkirnya, ia ditampar oleh
Yahudi itu. Rupanya Abu Nawas suka saja hatinya. Serta diangkatnya pula
cangkir itu sekali lagi beserta piringnya, maka ia pun ditampar pula
oleh Yahudi itu. Banyak sungguh Abu Nawas menerima tamparan
semalam itu. Sebab sekali angkat sekali tampar . . . Setelah sudah
minum-minum kopi secara itu bermohonlah Abu Nawas hendak
pulang ke rumahnya, karena hari sudah pukul dua malam. Di
tengah jalan Abu Nawas berpikir"pikir di dalam hatinya, "Jahat
sungguh perangai orang Yahudi itu. Main tampar saja! Minumnya
seperti binatang! Perangai yang demikian tak boleh dibiarkan saja
!, __ ?" px" 6 104 eke xl; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
di negeri Bagdad ini! Aa, ada... suatu akal." Dalam pada itu ia pun
sampai ke rumahnya. Keesokan harinya Abu Nawas pergi menghadap Sultan Ha-
runurrasyid, lalu berdatang sembah, "Ya, Tuanku, ada suatu
permainan yang belum pernah patik lihat dimainkan orang di
tempat lain, terlalu ajaib sekali."
Sabda baginda, "Di mana tempatnya?"
Sahut Abu Nawas, "Di tepi hutan ini, Tuanku."
Sabda baginda pula, "Mari kita pergi ke sana."
Sahut Abu Nawas, "Baiklah, Tuanku. Nanti malam ini Tuanku
pergi bersama-sama dengan patik. Akan tetapi Tuanku jangan
membawa pengiring, biar patik seorang diri, jangan memakai
pakaian kerajaan, melainkan Tuanku pakai pakaian santeri saja.
Sabda baginda, "Baiklah! Akan tetapi ingat, Abu Nawas,jangan
kauperdayakan pula aku seperti dahulu!"
Sahut Abu Nawas, "Ampun, Tuanku, mana titah patik
junjung." Setelah sudah sembahyang isya, berangkatlah baginda ke
ru-mah Yahudi itu diiringkan oleh Abu Nawas. Ketika baginda
sampai ke sana, kebetulan orang Yahudi itu tengah asyik bermain
dana"dana dengan beberapa orang temannya. Maka baginda pun
dipersilakan duduk oleh Yahudi itu. Kemudian diberikan oranglah
kecapi kepada raja itu, lalu dibunyikan baginda dengan merdu
suaranya. Yahudi itu terlalu suka hatinya melihat baginda pandai
memetik kecapi. Setelah itu maka baginda dipersilakan orang
pula bermain dana"dana, tetapi baginda tiada mau, sebab irama
gambusnya tiada berat bunyinya. Orang Yahudi itu tiada peduli,
melainkan memaksa baginda bermain juga, serta menampar pipi
baginda kiri-kanan. "Apa boleh buat," kata baginda dalam hatinya, "aku ini sudah
diperdayakan pula rupanya oleh Abu Nawas masuk ke dalam
rumah ini." ?; 105 penyueumn NASIONAL n: Balai Pustaka
Maka menarilah juga baginda sampai keluar peluh, basah
bajunya. Setelah sudah bermain"main secara itu, maka disuruh
keluarkan orang pula kopi. Demi dilihat Abu Nawas hal yang
demikian, ia pun pura-pura hendak pergi buang air, langsung
pulang ke rumahnya seraya berkata di dalam hatinya, "Biar dirasai
raja tamparan Yahudi itu, karena salah baginda sendiri jua; apa
sebabnya baginda tiada memperhatikan dengan mata sendiri
keamanan negerinya, melainkan percaya saja kepada menteri"
menterinya." Tatkala baginda hendakmengangkatcangkirkopike mulutnya,
baginda pun ditampar oleh Yahudi itu. Maka diangkat pula oleh
baginda cangkir dengan piringnya, ia pun kena tampar sekali
lagi. Baginda diam saja. Kemudian dilihatnya Yahudi itu minum
seperti binatang, yaitu menghirup sambil tertawa-tawa. Maka
kata baginda dalam hatinya, "Apa boleh buat, karena kelengahan"
ku! Apalagi aku seorang diri takut akan melawan Yahudi sebanyak
ini." Setelah sudah minum itu, pulanglah baginda ke istana dengan
sakit hatinya. Pagi-pagi hari, ketika sultan sudah bangun dari tidurnya,
dengan segera baginda menyuruh panggil Abu Nawas. Setelah
Abu Nawas datang menghadap, maka titah baginda kepadanya,
"Hai, Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu itu! Terima kasih!
Engkau masukkan aku ke rumah Yahudi itu dan engkau tinggalkan
aku seorang diri, sedang aku diperlakukan demikian itu!"
Sembah Abu Nawas, "Patik mohon ampun ke bawah duli Yang
Dipertuan! Adapun patik ini malam sebelumnya telah mengalami
demikian juga. Akan patik persembahkan ke bawah Syah Alam,
masa Tuanku percayai sembah patik yang hina ini. Sebab itu patik
bawa Tuanku ke sana, supaya Tuanku melihat sendiri perangai
rakyat Tuanku yang tak senonoh itu."
!, __ ?" px" 6 106 "Mk ei; penyusumn "Asu-mn n Balai Pustaka
Maka baginda pun tiada bemata-kata lagi, karena betul per-
kataan Abu Nawas itu. Sebentar itu juga baginda menyuruh panggil
Yahudi itu. Setelah datang, maka titah baginda, "Hai, Yahudi, apa
sebabnya malam tadi engkau tampar aku" Dan lagi adat cara mana
pula engkau minum seperti itu" Cara binatang?"
Sembah Yahudi itu dengan ketakutannya, "Ya, Tuanku Syah


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Alam, patik tiada tahu akan duli Syah Alam. Jikalau sekiranya patik
tahu, mana patik berani! Sebab itu patik mohon ampun dari duli
Syah Alam." Sabda baginda, "Sekarang ini aku balas engkau punya
perbuatan itu," lalu disuruh baginda masukkan Yahudi itu kedalam
penjara, dan mulai pada saat itu dilaranglah orang bermain-main
serta minum seperti binatang itu. Barang siapa melanggar perintah
akan dibunuh. ?; 107 penyueumu mun" n: Balai Pustaka
18 SEEKOR HARIMAU YANG BERJANGGUT
Dendam Sultan Harunurrasyid kepada Abu Nawas, karena
perbuatannya yang tersebut di atas, tiada putus"putusnya. Sebab
itu baginda pun mencari akal hendak membunuh Abu Nawas.
Suatu hari Abu Nawas pun dipanggil oleh baginda menghadap
ke istana. Maka titah baginda kepadanya, "Hai, Abu Nawas,
sekarang ini aku minta engkau carikan harimau yang berjanggut.
Jikalau tiada dapat, aku bunuh engkau."
Sembah Abu Nawas, "Ya, Tuanku Syah Alam, mana titah duli
Syah Alam patikjunjung. Akan tetapi patik minta tangguh delapan
hari lamanya." Titah baginda, "Baiklah."
Arkian bermohonlah Abu Nawas pulang ke rumahnya. Di
tengah jalan sudah terpikir olehnya, bahwa baginda sudah marah
benar kepadanya. "Dicari"carinya akal akan mencelakakan daku, supaya lepas
dendamnya, ya, aku pun harus hati"hati dan"," kata Abu Nawas
dalam hati. Serta sampai, maka dipanggilnya empat orang tukang
kayu, lalu disuruhnya membuat kandang harimau. Di dalam tiga
hari selesailah kandang itu. Kemudian Abu Nawas pun masuk
ke dalam rumahnya, diambilnya sehelai tikar sembahyang, akan
dibawanya ke langgar. Ia berkata kepada istrinya, "Hai, Adinda,jika
datang seorang yang berjanggut ke rumah kita, Adinda persilakan
duduk serta bercakap"cakaplah dengan dia. Dan apabila Adinda
dengar kakanda mengetuk pintu. Adinda suruh dia masuk ke
dalam kandang itu!" !, __ ?" px" 6 108 "Mk ei; penyusumn "Asu-mn 1- Balai Pustaka
Sahut bininya, "Baiklah."
Setelah sudah berkata demikian itu, berjalanlah Abu Nawas
ke langgar penghulu di dalam negeri itu. Serta sampai, ia pun
memberi salam kepada penghulu itu, lalu bersembahyang.
Kemudian duduklah ia bercakap-cakap dengan penghulu itu. Maka
kata penghulu itu kepada Abu Nawas, "Hai, Abu Nawas, hendak
ke mana engkau" Apa sebabnya baru sekali ini aku lihat engkau
sembahyang di sini?"
MakajawabAbu Nawasdengan suarayang putus-putus seperti
laku seorang yang sedang susah, "Malu hamba akan mengabarkan
hal ihwal hamba ini. Akan tetapi kalau tiada kepada Tuan hamba,
kepada siapa lagi hamba hendak mengadukan hal hamba. Adapun
hamba ini berkelahi dengan bini hamba, itulah sebabnya hamba
kini tiada mau pulang ke rumah hamba."
Pikir penghulu itu di dalam hatinya, "Baiklah Abu Nawas
ini kubiarkan tinggal di sini dan aku pergi ke rumah bininya itu.
Aku telah lama menaruh berahi kepada perempuan yang cantik
itu. Sekarang cita"citaku itu dapat aku..." Lalu katanya kepada
Abu Nawas, "Hai, Abu Nawas, sukakah engkau perselisihan itu
kuselesaikan" Tunggulah di sini, aku pergi sebentar menemui is"
trimu itu!" Jawab Abu Nawas, "Alhamdulillah, hamba mengucap terima
kasih banyak-banyak akan kesucian hati Tuan hamba itu."
Syahdan maka penghulu itu pun pergilah ke rumah Abu
Nawas dengan sukacitanya. Serta sampai, duduklah ia dekat bini
Abu Nawas sambil berkata, "Hai, Adinda, apa gunanya berlakikan
orangjahat lagi miskin itu" Lagi pula Abu Nawas itu tiada keruan.
Lebih baik Adinda berlakikan hamba, boleh senang, tiada kurang
suatu apa." Maka kata bini Abu Nawas, "Baiklah, Tuan Penghulu, jikalau
Tuan hamba suka akan hamba yang hina ini, siapa lagi, yang hamba
cari?" ?; 109 penyusun" mnurut m Balai Pustaka
Dalam berkata-kata itu Abu Nawas pun mengetuk pintu.
Maka kata penghulu itu dengan cemasnya, "Ya, Adinda, ke mana
hamba lari?" Kata bini Abu Nawas, "Baik Tuan hamba masuk ke dalam
kandang itu." Dengan tiada berpikir panjang lagi masuklah penghulu ke
dalam kandang itu. Setelah itu bini Abu Nawas pergi membukakan
pintu. Abu Nawas naik ke dalam rumahnya serta memandang ke
kiri dan ke kanan. Kemudian berkatalah ia, ujarnya, "Hai, Adinda,
apakah yang ada didalam kandang itu?"
Sahut bininya, "Ya, Kakanda, tidak ada apa-apa."
Abu Nawas bertanya lagi kepada bininya, "Apa putih"putih
itu?" lalu dilihatnya, betul penghulu itu... lagi gemetar ketakutan.
Setelah sampai delapan hari, maka pada pagi-pagi Abu Nawas
pun memanggil kuli delapan orang akan menarik kandang itu ke
istana raja. Adapun kandang itu ditutup oleh Abu Nawas dengan
kain jarang. Orang di dalam negeri gemparlah, sebab masing-
masing hendak melihat harimau berjanggut itu. Seumur hidupnya
jangankan melihat, mendengar khabar harimau yang berjanggut
itu pun belum pernah. Sekarang Abu Nawas ada beroleh seekor!
Bukan main heran orang akan kebijaksanaan Abu Nawas itu. Akan
tetapi demi dilihat mereka penghulu yang di dalam kandang,
mereka itu pun tiada terkata"kata lagi, lalu berjalan berduyun"
duyun mengiringkan kandang itu. Akan penghulu itu, hampir"
hampir ia tak dapat menarik napas lagi, oleh sebab malunya.
Arang di dahi ke mana hendak disembunyikan.
Tiada berapa lamanya sampailah perarakan itu ke istana
Sultan Harunurrasyid. Maka titah baginda, "Hai, Abu Nawas! Apa
khabar" Adakah engkau peroleh harimau yang berjanggut itu?"
Maka disuruh oleh Abu Nawas hamba raja membawa kandang
itu ke hadapan baginda. Ketika baginda melihat ke kandang,
!, __ ?" px" 6 110 eiifk eli penusumn NASIONAL |- Balai Pustaka
dipalingkanlah oleh penghulu itu mukanya dengan kemalu-
maluan. Akan tetapi barang ke mana ia menoleh, diturutkan
juga oleh baginda. Sekonyong"konyong menggeleng"gelenglah
baginda dengan taajubnya, sebab yang di dalam kandang itu
pada pemandangan baginda seperti penghulu rupanya. Dalam
pada itu berkatalah Abu Nawas, "Ya, Tuanku, itulah harimau yang
berjanggut." Maka baginda pun termenung sejurus memikirkan perkataan
Abu Nawas itu. Apakah konon sebabnya maka penghulu itu
dikatakannya harimau yang berjanggut" Baginda menggeleng"ge"
lengkan kepala pula, katanya, "Hem, hem, oh, Penghulu...!"
Dalam pada itu Abu Nawas berdatang sembah pula, "Ya,
Tuanku Syah Alam, perlu jugakah patik memberi keterangan, apa
sebabnya harimau berjanggut itu dapat patik masukkan ke dalam
kandang di rumah patik sendiri?"
"Ya, ya," ujar baginda sambil menoleh ke kandang itu dengan
mata berapi"api, "ya, ah, aku maklum sudah."
Bukan buatan murka baginda kepada penghulu itu. Sebab
ia yang memegang hukum, sekarang dia sendiri yang melanggar
hukum itu! Berbuat khianat... Dengan segera baginda menyuruh
keluarkan dia dari dalam kandang itu. Rambutnya dicukur persegi
empat dan disuruh arak keliling pasar, supaya diketahui oleh rakyat
sekalian, betapa aibnya orang yang khianat itu.
penyusun" NASIONAL n: Balai Pustaka
19 ABU NAWAS DENGAN KADI Ketika Sultan Harunurrasyid beroleh anak laki"laki yang ter"
lalu baik parasnya, baginda pun menyuruh hambanya memanggil
Jafar akan menanyakan, siapa akan nama anak itu. Setelah datang,
Jafar itu pun menyembah serta membuka ramainya. Menurut
pendapatnya, nama yang baik ialah: Polan.
Suatu hari dititahkanlah oleh sultan menghimpunkan sekalian
menteri, orang besar, saudagar cerdik pandai serta rakyat umum
ke istana, sebab baginda hendak menjamu mereka itu makan
minum serta hendak menyatakan nama putra baginda itu. Hanya
Abu Nawas seorang saja yang tiada disuruh panggil oleh baginda.
Akan tetapi, tatkala sekalian orangtelah dudukteratur hendak
makan, Abu Nawas pun datang, lalu menyembah kepada baginda
dan memberi salam kepada sekalian jamu itu. Maka titah baginda
kepadanya, "Hai, Abu Nawas, mengapa engkau datang kemari,
siapa memanggil engkau?"
Sembah Abu Nawas, "Ampun, Tuanku, patik mendengar
Tuanku mendapat anak laki"laki. Syukur! Siapa Tuanku namakan
dia?" Sabda baginda, "Anak itu aku namakan si Polan."
Sembah Abu Nawas, "Ampun, Tuanku, biasanya orang yang
bernama si Polan itu terlalu bodoh. Tiada boleh diubah lagi"'
Maka sabda baginda, sambil memandang kepada Jafar itu
"Hai, Abu Nawas, apakah salahnya, jika tidak ditukar" Akan tetapi
coba kautunjukkan buktinya, bahwasanya bodoh orang yang
bernama demikian! Jika tiada kaunyatakan, aku bunuh engkau."
!, __ ?" px" 6 112 eiifk eli penyusumn mlonn n Balai Pustaka
Jawab Abu Nawas, "Boleh patik tunjukkan! Pertama-tama
patik ingatkan... kadi Polan dahulu. Kedua, ya, patik mohon uang
barang tiga puluh ringgit serta minta tangguh empat hari."
"Lain daripada itu engkau minta makan bersama"sama di sini,
bukan?" tanya baginda sambil tersenyum. "Makanlah dahulu,
nanti kuberikan uang itu!"
Keesokan harinya waktu subuh, Abu Nawas pergi ke rumah
kadi membawa uang sepuluh ringgit. Setelah sampai dilihatnya
kadi itu tengah zikir dengan asyiknya. Dengan segera Abu Nawas
memberi salam dan duduk dekat kadi itu. Apabila dilihat oleh Abu
Nawas kadi itu memejamkan matanya, dimasukkannyalah ringgit
itu ke bawah tikar tempat kadi itu sembahyang.
Setelah selesai kadi itu dari zikir, berkatalah ia kepada Abu
Nawas, "Hai, Abu Nawas, dari manakah engkau" Apa maksudmu
datang kemari?" Jawab Abu Nawas, "Hamba dari rumah saja, hamba hendak
bertemu dengan Tuan hamba, sebab sudah rindu."
Maka duduklah keduanya bercakap"cakap. Dalam pada itu
berkicaulah burung. Setelah didengar oleh Abu Nawas kicau
burung itu, ia pun tertawa gelak-gelak. IVIaka tanya kadi itu,
"Mengapa engkau tertawa-tawa?"
Jawab Abu Nawas, "Tiada apa"apa, hanya karena hamba
memperhatikan bunyi kicau burung itu. Katanya, Tuan hamba
ada mendapat sepuluh ringgit di bawah tikar sembahyang Tuan
hamba." Dengan segera dilihat oleh kadi itu di bawah tikar sembah-
yangnya, kiranya betul kata Abu Nawas. IVIaka sukacitalah hatinya.
Kemudian Abu Nawas pun bermohon pulang ke rumahnya. Kata
kadi itu, "Hai, Abu Nawas, datang"datangjualah engkau kemari."
Jawab Abu Nawas, "Insya Allah, jika tiada uzur."
?; 113 penyusun" NASIONAL n: Balai Pustaka
Apabila dilihat Abu Nawas kadi itu memejamkan matanya,
dimasukkannya ringgit itu ke ba wah tikar tempat kadi itu sebah yang.
.sk ik; > 5 "4 akte eli penyusun" mlonn n Balai Pustaka
Keesokan harinya datanglah pula Abu Nawas ke rumah
kadi itu, lalu dibuatnya pula seperti kemarin dan pada hari yang
ketiga pun demikian pula, sampai habis uang yang diberikan raja
kepadanya itu. Dengan demikian percayalah kadi itu kepada Abu
Nawas, sehingga barang kata Abu Nawas tiada disangkalnya lagi.
Pada hari yang keempat Abu Nawas datang pula, lalu duduk
dekat kadi itu seperti biasanya. Belum lama antaranya, maka ber-
kicaulah pula burung di bubungan rumah kadi itu. Sebentar itu
juga Abu Nawas pun menangis tersedan"sedan. Maka terkejutlah
kadi melihat hal Abu Nawas demikian itu, lalu katanya, "Hai, Abu
Nawas, apa yang kautangiskan itu?"
Jawab Abu Nawas, "Hamba mendengar kicau burung itu, ka-
tanya, Tuan hamba akan mati."
Kadi itu gemetarlah badannya, pucat warna mukanya serta
hilang ruhnya. Sejurus antaranya ia pun berkata, "Hai, Abu Nawas,
bagaimana ikhtiarmu?"
Jawab Abu Nawas, "Supaya jangan sampai seperti cerita
burung itu dan jikalau Tuan hamba mau menurut kata hamba,
mudah saja ikhtiarnya."
Kata kadi itu pula, "Mana ikhtiarmu, Abu Nawas, kuturut
belaka." Jawab Abu Nawas, "Baiklah. Sekarang hendaklah Tuan hamba
perbuat diri Tuan hamba seperti mati."
Seketika itu juga dimasyhurkanlah oleh Abu Nawas kadi itu
sudah mati. Maka berhimpunlah orang ke rumah kadi itu akan
menyatakan kesedihannya, serta herannya, sebab kadi itu mati
sekonyong-konyong saja. Sakitnya seorang pun tiada yang tahu.
Mayat itu dimandikan oleh Abu Nawas sendiri dan dikapaninya
sekali. Setelah sudah, lalu dimasukkannya ke dalam usungan dan
disembahyangkannya. 6 ke ke.? 111? penyusun" NASIONAL n: Balai Pustaka
' > Kemudian diangkat oranglah mayat kadi itu ke kubur, dan
orang alim"alim ratib beramai"ramai membaca "Lailaha illallah"
sepanjang jalan. Adapun jalan ke pekuburan itu melalui mahligai
peranginan raja. Serta didengar oleh baginda suara orang ratib
itu, maka baginda pun menoleh ke bawah, lalu bertanya, mayat
siapakah yang diusung itu.
Dengan segera pertanyaan baginda itu dijawab oleh Abu
Nawas dengan takzimnya, "Ya, Tuanku, mayat kadi Polan."
Maka Sultan Harunurrasyid terperanjat, serta bersabda, "Hai,
Abu Nawas, bawa masuk jenazah itu dahulu! Wahai, sahabatku,
apa penyakitmu yang membawa matimu ini. Aku tiada tahu sama
sekali." Arkian dibawa oranglah jenazah itu ke hadapan baginda. Se-
telah dibuka tutupnya oleh baginda, kelihatan kadi itu mengejap-
ngejapkan matanya kemalu-maluan. Maka kata baginda kepada
Abu Nawas, "Hai, Abu Nawas, mengapa kadi ini masih hidup
engkau katakan sudah mati?"


Abu Nawas Karya Nur Sutan Iskandar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sembah Abu Nawas, "Itulah tanda kebodohan orang yang
bernama si Polan itu, Tuanku!"
Maka baginda heranlah melihat perbuatan Abu Nawas yang
demikian itu. Istimewa pula orang"orang yang mengiringkan jenazah, se"
kaliannya tercengang"cengang, taajub tak terperikan! Ada yang
me"muji"muji kehalusan tipu muslihat Abu Nawas itu, dan ada
pula yang menyumpah"nyumpah, karena kejenakaan serupa itu
sudah melewati batas benar-benar.
Akan tetapi baginda dari sehari ke sehari semakin yakin akan
kecerdikan dan kebijaksanaan Abu Nawas itu. Bahkan bukan
hanya segala kecerdikan dan kebijaksanaannya itu saja, lebih"lebih
lagi segala kejenakaannya, meskipun kadang"kadang terlalu kasar,
!, __ ?" px" 6 116 "Mk eli penyusun" mlunn n Balai Pustaka
bermanfaat jua kepada diri dan kedaulatan baginda. Sehingga
karena itu baginda sudah berniat dalam hatinya hendak memberi
suatu hadiah yang layak kepadanya. Segala dendam baginda hilang
sudah, berganti dengan rasa belas kasihan!
Sungguhpun demikian percobaan akan diadakan baginda juga
dahulu. ?; 117 penyusun" NASIONAL n: Balai Pustaka
20 ABU NAWAS MENGANGKAT MESJID
Tatkala Sultan Harunurrasyid dihadap oleh sekalian rakyatnya,
maka baginda pun bersabda, "Hai, sekalian rakyatku! Esok,
sesudah sembahyang Jumat, janganlah tuan"tuan kembali pulang
dahulu dari mesjid, sebelum ada titah daripadaku!"
"Baiklah!" jawab sekalian orang itu sambil berpikir di dalam
hatinya masing-masing, apajuga maksud titah duli Yang Dipertuan
itu. Sehari"harian dan semalam"malaman itu tiada lain cakap"
cakap orang di dalam negeri Bagdad, melainkan perkara perintah
baginda yang demikian itu juga. Seorang pun tiada tahu akan
artinya. Bahkan Abu Nawas, yang mendapat pertanyaan dari
kiri- kanan, tiadalah dapat mengartikan perintah baginda itu.
Melainkan katanya, baiklah kita lihat saja kelak.
Tiada heran, jika hari Jumat keesokan harinya itu penuh
sesak orang sembahyang di dalam mesjid negeri Bagdad, sebab
segala rakyat sama"sama hendak mengetahui maksud baginda
itu. Setelah sudah sembahyang Jumat itu, baginda pun berdiri
seraya bersabda, "Hai, Tuan"tuan sekalian! Siapakah yang dapat
mengangkat mesjid ini" Barang siapa dapat mengangkat mesjid
ini, aku beri sebuah negeri dan aku jadikan raja muda di negeri
itu." Sekalian orang banyak itu seorang pun tiada menyahut.
Sampai tiga kali baginda bersabda, tiada seorangjuga yang berani
menjawab. Setelah diketahui oleh Abu Nawas yang demikian itu, ia
!, __ ?" px" 6 118 Mew P penyusun" mlunn 1- Balai Pustaka
pun menyembah, katanya, "Tatik Syah Alam, cakap mengangkat
mesjid ini. Hendak dipindahkan, ke mana pun boleh patik sendiri
mengangkatnya. Akan tetapi patik mohon tangguh barang tujuh
hari. Patik lagi hendak mengamalkan nazar patik dahulu. Jikalau
sudah patik amalkan, jangankan mesjid ini, dunia sekalipun jika
ada tingginya boleh patik angkat dengan berkat nazar itu. Lagi
pula permintaan patik, seboleh-bolehnya Tuanku himpunkan
pada ketika itu rakyat sekalian, Tuanku potong kerbau, lembu, dan
kambing dan Tuanku beri makan orang banyak itu. Setelah sudah
minum dan makan itu, barulah patik kerjakan titah duli Syah Alam
itu." Sabda baginda, "Baiklah."
Setelah sampai pada hari Jumat pula, maka baginda pun
me-nyuruh orang menyembelih kerbau, lembu, dan kambing
serta menjamu sekalian rakyatnya. Orang-orang makan minum
dengan lahapnya. Setelah selesai makan minum itu, bersabdalah
baginda kepada Abu Nawas, "Sekarang ini engkau jalankanlah
perintahku." "Ya, Tuanku Syah Alam, patik..."
"Apalagi" Kerjakanlah pekerjaan yang telah kaujanjikan tujuh
hari dahulu itu! Perutmu sudah kenyang bukan?"
Orang banyak tertawa di dalam hati mendengar sabda
baginda itu. Seorang pun tiada berani mengeluarkan perkataan,
sebab takut, tetapi ingin melihat kekuatan Abu Nawas itu.
Sementara itu Abu Nawas pun berkemas"kemas serta meng"
gulungkan lengan bajunya seperti sungguh-sungguh rupanya, lalu
berdiri di halaman mesjid, seraya berkata, "Hai, Saudaraku se-
kalian, hamba minta tolong meletakkan mesjid ini ke atas bahu
hamba. Insya Allah nanti boleh hamba bawa dan taruh di mana
yang disukai oleh duli Yang Dipertuan!"
?; 119 penyusun" NASIONAL n: Balai Pustaka
Sekalian orang itu heran dan tercengang-cengang saja men-
dengar perkataan Abu Nawas demikian itu. Kemudian kata mereka
itu sama sendirinya, "Siapa pula yang akan kuasa meletakkan
mesjid itu ke bahunya!"
"Kalau begitu, bukan kesalahan patik, jika mesjid itu tidak
patik angkat dan pindahkan, ya, Tuanku Syah Alam," sembah Abu
Nawas. Sultan Harunurrasyid tersenyum masam. Tiada berkata-
katalagi, lalu baginda pergi dari situ dan masuk ke dalam istanaya.
Dan sekalian orang itu pun masing"masing pulang pula ke
rumahnya, sambil bercakap"cakap tentang peri kecerdikan Abu
Nawas jenaka itu. Abu Nawas, Abu Nawas...! Adakah sultan memenuhi janjinya kepada Abu Nawas atau
tidak, tiadalah diceritakan. Wallahu alam!!!
.sk y; >. 5 120 sks eli penyusun" mlunn 1- Balai Pustaka
* wi wab Nur Sutan Iskandar Nur Sutan Iskandar ketika kecil bernama Muhammad Nur
dan setelah beristri dan diberi gelar Sutan Iskandar. Ini sesuai
dengan adat NHnangkabau daH mana pengarang berasaL
Pdangga yangtekdimenuhstakkurang dari80judu|buku
ini lahir di Sungaibatang, Maninjaum tanggal 3 November I893.
Setelah mengalami pendidikan pada sekolah Melayu, ia diangkat
jadi guru. Selama mengajar itulah ia belajar sendiri dari buku-buku
terutama tentang bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Dalam
bidang karang-mengarang ia pun kerap menulis membantu surat-
wratkabardiPadang. Ketika pindah ke Balai Pustaka mula-mula ia bekerja sebagai
korektor, kemudian berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan
redaktur kepala. Sebagai pemang kemerdekaan Nur Swan Bkandar
dianugerahi tanda kehormatan oleh Departemen Sosial berupa
PeHan Kemerdekaan. Dalanilapangan kebudayaan beHau
dianugerahi Satyalencana tanggal 20 Mei 1961.
Buku ini telah dinilai oleh Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasiouai dari
telah ditetapkan memenuhi kelayakan bedasarkan Keputusan Kepala Pusat
Pamukuan Namnr' 1855Mi'A1'I.21U/2DM tantang Panatapin Buku Pengayaan
Pengetahuan. Buku Pengayaan KNBI'BITIDIIIH. Buku Pengayaan Kepribadian.
Buku Referensi. dan Buku Panduan Pundldlk mag-l Buku Nuniek: Pelajaran
yang memenuhi Syarat Kelayakan untuk digunakan sebagai Sumber Belajar pada
Jenjang Pendidikan Dasar dan Manangnn.
i'BN: Ewa-"gi-iq __1
9874 Penerbitan dan Percetakan
PT Balai Pustaka (Persero)
Jalan Bunga No. 8- SA Matraman, Jakarta Timur 13140
V Tel/Faks. (62- 21) 858 33 69
Website: http: //WWW. balaipustaka.co.id
07096 Sembilan Pembawa Cincin 10 Gadis Oriental Karya Itong Rahmat Hariadi Pendekar Patung Emas 20
^