Pencarian

Air Mata Para Nabi 2

Air Mata Para Nabi Karya Haji Lalu Ibrohim M.thoyyib Bagian 2


Angkatan Bersenjata Islam bergerak dengan cepat. Ikut beserta mereka waktu itu, Abu Sufyan mertua Nabi yang baru masuk Islam. Pasukan berkuda berjalan paling depan, kemudian pasukan unta yang membawa perlengkapan dan bahan makanan, barulah pasukan baju rantai. Setiap qabilah didahului oleh panji-panjinya. Memang megah sekali, mungkin belum pernah pasukan muslim tampil ke medan perang dengan keadaan seperti itu. Mereka membanggakan jumlah yang besar itu. Bahkan, ada yang sampai berkata, Sekarang kita tak akan dapat dikalahkan, karena jumlah kita cukup besar.
Sore hari, Rasulullah dan semua bala tentaranya sampai di Hunain. Di pintu-pintu wadi (lembah) para prajurit berkemah, sampai waktu fajar. Setelah menunaikan shalat Subuh, pasukan bergerak lagi. Batalion Khalid bin Walid berjalan di depan. Rasulullah mengendarai bagalnya yang putih, mengawasi dari belakang. Dari celah Hunain pasukan menuruni lembah Tihamah. Sedikit pun tidak ada rasa curiga, bahwa musuh sudah mengatur strategi untuk menyerang dengan mendadak.
Komandan musuh, Malik bin Auf, memberi abaaba kepada semua anak buahnya untuk mengadakan pukulan tiba-tiba. Hujaman anak panah pun gencarlah. Sementara musuh sudah tahu betul situasi setempat, kaum muslim belum sempat mempelajari keadaan medan tempur. Lebih-lebih hari masih remang-remang karena matahari belum terbit. Serangan musuh memang sudah diperhitungkan dengan matang. Serdadu Islam tidak mampu menangkis serangan yang bertubi-tubi itu, hujan panah gencar sekali, tanpa ampun.
Anak-anak panah terbang ke sana ke mari mencari sasaran. Serdadu Islam menjadi panik, mereka lari kocar-kacir untuk menyelamatkan diri.
Pukulan-pukulan yang seram dan hebat itu adalah ujian dari Allah, karena mereka membanggakan kekuatan mereka. Abu Sufyan yang baru saja masuk Islam rupanya gembira. Dia tersenyum melihat serdadu yang lari tunggang langgang itu, dia berkata, Mereka takkan berhenti sebelum sampai di laut.
Syaiban bin Utsman, juga baru masuk Islam, dengan hati lega mengatakan, Sekarang, aku dapat membalas Muhammad. Dia berkata seperti ini karena ayahnya mati dalam perang Uhud.
Kaladah bin Hambal, termasuk orang yang masuk Islam karena terpaksa, juga berkata tidak kalah pahit dari perkataan Syaiban dan Abu Sufyan. Katanya, Rupanya sekarang sihir Muhammad sudah tidak mempan.
Mendengar ucapan itu, saudara Kaladah bernama Shofwan membentaknya, Diam kamu Kaladah, aku lebih senang diperintah oleh Quraisy daripada diperintah oleh Hawazin!
Berapa jumlah korban ketika itu memang tidak pasti, yang jelas, dua qabilah dari pasukan muslim banyak yang tewas. Karena begitu gentarnya, mereka lari tanpa menoleh kiri kanan sehingga tidak menghiraukan nabi yang begitu saja mereka lewati.
Apa tindakan Baginda Rasul untuk mengatasi situasi panik seperti itu" Apa Islam akan dibiarkan kalah" Kemudian, sebagai akibatnya, apakah perjuangan selama dua puluh tahun itu akan sirna oleh Qabilah Hawazin" Apakah Allah sudah jemu memberi pertolongan kepada Rasul" Tentu saja tidak, dan sama sekali tidak. Kekalahan itu hanya untuk menjadi pelajaran bagi kaum muslimin, bahwa bagaimanapun besarnya kekuatan kita, di atas itu, ada Allah Yang Mahakuat. Kita tidak boleh sombong. Itulah hikmahnya.
Tampaklah keberanian rasul sebagai kepala negara dan sebagai panglima angkatan bersenjata, yang bukan hanya memberi komando dari atas kursi empuk, melainkan mau berdiri di dalam posisi yang sangat gawat.
Rasulullah berdiri memanggil orang-orang yang berlarian itu, hai, kalian mau ke mana"
Panggilan itu diulangnya berkali-kali. Akan tetapi, mereka tidak mendengar sama sekali, karena yang terbayang dalam hati mereka adalah bangsa Hawazin dan Tsaqif yang ganas turun menyerang dari kubu-kubu mereka di atas gunung, mengejar dengan beringas. Seorang komandan musuh, menunggang unta merah, membawa bendera hitam yang dipasang pada sebilah tombak panjang. Setiap dia bertemu dengan serdadu Islam, tombaknya ditancapkan ke dalam tubuh serdadu itu. Mereka di atas angin. Mereka menghantam terus dari belakang. Di waktu itulah semangat baja Rasul yang mulia tampak, jiwa satrianya berkobar. Ia menerjang pasukan musuh yang laksana amukan banjir itu. Ia memperhitungkan bahwa kalau sudah maju ke tengah lawan, terserah selanjutnya kepada Penguasa Tunggal Yang Mahakuasa, hidup atau mati. Tetapi misannya, yang juga baru masuk Islam, Mughirah bin Harits, memegang kekang bagalnya. Ia menyarankan agar rasul jangan maju dulu.
Kala itulah Sayyidina Abbas, paman rasul, berteriak dengan suara lantang menghujam telingatelinga umat Islam, Wahai kaum Anshor, ingatlah bahwa kalian telah memberikan pertolongan dan memberikan tempat. Wahai kaum Muhajirin, kalian telah memberikan janji setia di bawah pohon. Ini, Rasulullah masih hidup!
Ia berseru dengan penuh semangat, mengobarkan keberanian pejuang Islam. Seruan itu diucapkannya berulang-ulang sampai bergema ke segala penjuru. Maka tergugahlah hati sahabatsahabat Anshor, mereka ingat saat-saat berikrar dan berjanji setia di Aqobah dahulu sebelum Rasul hijrah. Orang-orang Muhajirin pun merasa terpanggil, hati mereka seolah diketuk keras-keras oleh seruan itu. Mereka ingat sumpah setia (bai ah) yang diikrarkannya di bawah pohon ketika di Hudaibiyah dahulu.
Kembalilah kaum Muhajirin dan Anshor yang sudah kocar-kacir itu. Mereka berkumpul di sekeliling Rasulullah. Mereka sadar, bahwa jika musuh menang pada waktu itu, hancurlah hasil perjuangan yang lebih 20 tahun lamanya. Bila kaum muslimin gagal dalam pertempuran itu, Islam akan diinjakinjak, bukan saja oleh Hawazin dan Tsaqif, melainkan oleh orang-orang Makah yang belum lagi kuat imannya. Mereka akan berbalik, karena banyak di antara mereka yang masuk Islam lantaran takut mati.
Di sanalah tampak dengan jelas kedisiplinan Muhajirin dan Anshor. Semua menyahut dari tempat persembunyian masing-masingnya, Labbaik-labbaik.
Bangsa Hawazin dan Tsaqif yang baru turun dari gunung, berhadap-hadapanlah dengan kaum muslimin. Matahari sudah muncul, sinar terang menampakkan wajah-wajah lawan. Serdadu Islam segera berkumpul, bukan lagi lari seperti dugaan Abu Sufyan. Mereka, dengan semangat berkobar, menyambut seruan Rasulullah. Pucuk pimpinan tentara Anshor berseru, Wahai Bani Aus, wahai Bani Khazraj, maju!
Pucuk pimpinan Muhajirin tidak ketinggalan berseru mengobarkan semangat pasukannya, wahai Muhajirin, maju!
Alangkah lega perasaan rasul melihat pasukannya rapat kembali. Melihat pertempuran sengit antara serdadu Islam melawan orang-orang kafir itu, ia bersabda, Sekarang, peperangan benarbenar sengit, Allah tidak memungkiri janji-Nya kepada Rasul.
Ia meminta segenggam kerikil kepada pamannya Sayyidina Abbas. Dilemparkannya kerikilkerikil itu ke arah musuh sambil berdoa, Sy"hatil Wuj"h (wajah-wajah yang buruk).
Laskar kaum muslimin terjun ke gelanggang pertempuran dengan semboyan mati masuk surga, hidup mulia. Pertarungan berlangsung beberapa waktu dengan seru, seram, sengit, hebat. Anak-anak panah beterbangan ke sana ke mari mencari mangsa, tombak-tombak rebah ke segala penjuru mencari sasaran, pedang beradu pedang menimbulkan suara gemerincing, sangat mengerikan. Kaum muslimin ada juga yang tewas, tetapi sebagai bayarannya, Hawazin dan Tsaqif yang sombong itu bergelimpangan di sana sini, mereka sudah menjadi mayat. Di lembah itu bangkai musuh terserakserak. Ada yang masih bisa bernapas tetapi cuma menunggu ajalnya. Ada yang mengerang kesakitan memanggil-manggil berhala untuk menolongnya, dan lain-lain. Meskipun mereka sudah terlatih dan berpengalaman dalam peperangan, kekuatan mereka juga besar, tetapi kuasa mereka dalam menangkis serangan balasan angkatan bersenjata Islam rapuh saja. Mereka hancur. Mereka yang mau selamat terpaksa lari tunggang-langgang. Mereka kacau-balau, pecah belah dan tidak bisa disatukan lagi. Panglima mereka, Malik bin Auf lari terbiritbirit, sedikit pun tidak menoleh ke belakang. Pasukan Islam terus bergerak, melakukan pengejaran terhadap sisa-sisa musuh yang masih hidup.
Semua wanitanya ditawan, tidak boleh dibunuh, demikian pula anak-anak. Binatang ternak serta semua harta yang lain, menjadi harta rampasan. Setelah ditotal, ghonimah (harta rampasan) yang diperoleh dalam perang Hunain adalah yang terbanyak dibanding dengan ghonimah di perang-perang lain. Ghonimah waktu itu berupa: 22.000 ekor unta, 40.000 ekor kambing, 4.000 uqiyah perak (1 uqiyah=kira-kira 30 gram ). Sedangkan tawanan perang berjumlah 6.000 orang.
Sisa-sisa musuh yang melarikan diri dikejar terus. Sedangkan para tawanan buat sementara diamankan di lembah Ji ranah. Mereka dibawa ke sana sambil menunggu pasukan pemburu kembali dari pengejaran. Semangat para pasukan pemburu itu dibakar lagi oleh pengumuman Rasulullah bahwa siapa yang dapat menyergap musuh, ia boleh langsung merampas harta bendanya.
Rabi ah bin Dughunnah mengejar seekor unta, lalu ditangkapnya. Setelah diperiksa ternyata isinya adalah seorang laki-laki bernama Duraid. Duraid bertanya, Akan kau apakan aku"
Rabi ah menjawab sambil mengayunkan pedangnya, akan kubunuh kau!
Jahat sekali ibumu mempersenjatai kamu. Ambil pedangku di belakang sana, pukulkan padaku dan keluarkan otakku. Begitulah aku membunuh orang dengan pedang itu dahulu karena orang itu mau mengganggu ibumu. Sampaikan pada ibumu nanti bahwa kamu sudah membunuh Duraid yang membelanya dahulu dari musuhnya. Begitulah aku melindungi kaum wanita!
Rabi ah kasihan padanya, ia tidak jadi dibunuh. Setelah dia ceritakan hal itu kepada ibunya, tahulah ia bahwa Duraid sudah banyak berjasa melindungi kaum wanita termasuk ibu Rabi ah, juga neneknya dari pihak ayah dan ibunya. Duraid orang yang sangat berpengalaman dalam berperang.
Tentara Islam terus memburu bangsa Hawazin sampai di Autsar. Di sana, mereka bertahan kembali. Tetapi pasukan berani mati kaum muslim terus menggempur mereka dengan seranganserangan gencar sehingga kubu-kubu pertahanan mereka hancur digilas arus tentara Islam yang sudah terlatih itu. Wanita-wanita mereka ditawan, harta bendanya dirampas, sebagian tentara Islam ditugaskan memboyong tawanan dan harta benda yang banyak itu ke pangkalan kaum muslimin di mana Rasulullah menunggu.
Kaum muslimin yang sudah marah itu sudah tidak bisa dibendung lagi. Yang paling diburu adalah pucuk pimpinan mereka Malik bin Auf. Tetapi Malik sudah lari meninggalkan kubu Autsar bersama semua anak buahnya dan Qabilah Hawazin. Mereka diburu terus. Ia memutar haluan menuju Tho if, pangkalannya yang asli. Di sanalah ia berlindung.
Kemenangan besar bagi kaum muslimin, kalah total bagi orang-orang kafir, sekalipun pada serangan pertama mereka unggul, karena umat Islam belum siap. Turunlah firman Allah dalam Surat at-Taubah ayat 2528:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu pada banyak medan perang. Dan pada hari perang Hunain, yaitu di kala kamu merasa bangga karena jumlahmu banyak. Maka jumlahmu yang banyak itu tidak memberi manfaat bagimu sedikit pun. Dan bumi yang luas ini telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari balik ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasulnya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang tidak kamu lihat. Dan Allah menurunkan bencana atas orang-orang kafir, dan demikianlah pembalasan bagi orang-orang yang kafir.
Sesudah itu Allah menerima tobat dari orangorang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis (najis i tikad), maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin maka Allah akan memberikan kekayaan dari padamu dari karunianya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Rupanya kaum muslimin belum puas sebelum dapat menangkap Malik bin Auf yang sudah mengerahkan orang-orang Hawazin dan Tsaqif untuk menyerang Islam. Malik bin Auf ternyata pengecut sekali setelah melihat keuletan tempur umat Islam, setelah kubu-kubu pertahanannya hancur berantakan digilas umat Islam yang sudah marah itu. Malik, setelah mengajak orang-orang bertempur dan melihat korban bergelimpangan dari qabilahnya, melarikan diri masuk pangkalan Bani Tsaqif di Tho if. Rasulullah belum puas. Mereka harus digertak sampai yakin bahwa Islam sudah siap tempur.
Maksud rasul supaya Tho if dikepung sampai menyerah adalah sebagaimana dikepungnya Yahudi di Khaibar setelah perang Uhud, atau dikepungnya Yahudi Bani Quraizhoh setelah perang Khandaq. Hanya saja, mengepung Khaibar dan Bani Khuraizhoh lebih gampang karena bentengnya tidak sekuat benteng Tho if. Benteng Tho if itu tertutup rapat oleh pintu-pintu gerbang. Dan mereka sudah terlatih dalam perang. Lebihlebih lagi karena mereka kaya. Kalau dikepung lamalama, mereka masih bisa tinggal di dalam benteng mereka seperti kelinci dalam lubangnya, karena bekal mereka di dalam sudah cukup banyak.
Berangkatlah beberapa batalion dipimpin langsung oleh Rasululllah. Para serdadu singgah di Liya, di mana Malik bin Auf mempunyai benteng. Benteng Malik itu dihancurkan oleh tentara Islam.
Setibanya di Tho if, nabi membuat markas di dekat kota. Ia belum memperhitungkan apa yang akan terjadi. Dari dalam bentengnya, orang-orang Tho if mengetahui bahwa markas umat Islam dekat sekali. Mereka sempat menghujani tentara muslim dengan anak panah. Tewas dalam serangan itu 18 orang sebagai syuhada . Kemudian Rasulullah memindahkan markas tentaranya, lebih renggang. Di sampingnya, juga dipasang dua buah kemah, beratap kulit merah, tempat tinggalnya Ummu Salamah dan Siti Zainab yang selalu mengikuti peristiwa-peristiwa itu.
Bani Tsaqif tidak ada yang berani keluar. Semuanya bersembunyi terus di dalam bentengnya sambil sesekali melakukan serangan hingga berhasil menjatuhkan beberapa prajurit Islam, ada yang tewas, ada juga yang luka-luka, antara lain seorang putera Sayyidina Abu Bakar, yaitu Abdullah.
Karena musuh yang dikepung tidak ada yang berani keluar, Rasulullah mencari jalan lain. Ia mengetahui bahwa Qabilah Bani Daus, qabilah di bawah hegemoni Makah, terkenal dalam menggunakan senjata yang disebut manjaniq dan dabbabah.
Manjaniq adalah alat yang dipakai buat melempar, sedangkan dabbabah adalah tank orang zaman dahulu. Terbuat dari kayu dan kulit. Orang yang masuk ke dalamnya bisa merangkak mendekati benteng musuh untuk membongkar atau melubanginya. Mereka tidak bisa terkena serangan dari atas.
Bani Daus dihubungi oleh Nabi melalui pemimpinnya Thufail, sahabatnya sejak perang Khaibar, yang pada waktu itu ikut mengepung. Empat hari sesudah pengepungan itu, Bani Daus tiba lengkap dengan alat-alat yang mereka miliki. Sebagian tentara Islam melempari musuh dengan manjaniq, sebagian lain merangkak dengan tank kunonya mendekati benteng untuk menerobosnya. Tetapi suku Tsaqif rupanya betul-betul terlatih. Mereka melawan dengan membakar besi sampai mencair untuk menghujani pasukan tank. Pasukan tank akhirnya kewalahan, lalu mundur teratur. Serangan itu pun meminta korban dari pihak Islam, tetapi dari pihak musuh, tidak diketahui berapa korbannya. Kemenangan yang diperoleh dari Bani Hawazin dan Tsaqif itu betul-betul harus dibayar dengan harta yang sungguh mahal.
Jalan lain yang dicoba pasukan Islam adalah mengancam mereka, bahwa kalau mereka tidak mau menyerah, kebun anggur dan kebun kurma mereka akan dijadikan lautan api. Tho if memang ibarat taman subur di tengah-tengah padang pasir.
Mendengar ultimatum yang sungguh-sungguh itu, Bani Tsaqif mulai takut karena harga kebun anggur dan kurma jauh lebih banyak dari pada kebun Bani Nadlir dahulu. Dengan gertak seperti itu, datanglah utusan mereka, mengatakan, Daripada dibakar, lebih baik diambil saja, supaya jangan sia-sia. Tetapi kalau tidak diambil supaya diamankan mengingat dekatnya hubungan kekeluargaan antara mereka.
Rasulullah Saw. menyanggupi, ia tidak dendam meskipun puluhan tahun yang silam pernah disiksa di tempat itu oleh orang Tho if. Ia mengeluarkan pengumuman yang berbunyi, Barang siapa yang datang kepada saya dari suku Tsaqif, dia akan dimerdekakan.
Mendengar pengumuman itu, kurang lebih 20 orang dari mereka melarikan diri meninggalkan bentengnya, menyerah kepada nabi. Mereka
Rasulullah Saw. tidak dendam meskipun puluhan tahun yang silam pernah disiksa di tempat itu oleh
orang Tho if. Beliau pun mengeluarkan pengumuman yang berbunyi, Barang siapa yang datang kepada saya dari suku Tsaqif, dia akan dimerdekakan.
diamankan dan merdeka. Dari yang 20 orang itulah dapat diketahui bahwa persediaan makanan mereka yang di dalam benteng cukup banyak.
Rasulullah bertolak dari Tho if menuju Ji ranah untuk membagi ghanimah. Setibanya di sana, datanglah utusan suku Hawazin yang sudah masuk Islam memohon kepada nabi agar harta benda dan anak-anak mereka dikembalikan. Mereka mengatakan bahwa di antara tawanan-tawanan perang itu ada keluarganya melalui ibu susuannya Siti Halimah. Benar, di antara tawanan itu ada seorang wanita yang usianya agak lanjut. Karena sesuatu, ia berkata kepada orang yang menawannya, Apakah engkau tidak tahu bahwa aku masih bersaudara dengan sahabatmu (maksudnya Nabi)"
Karena para pasukan tidak percaya, wanita itu dibawa kepada nabi. Nabi sendiri segera mengenalinya sebagai saudara susuannya, Siti Syaima yang mengasuhnya dahulu, puteri Siti Halimah. Nabi sangat hormat kepadanya, ia menghamparkan selendangnya untuk alas duduk saudaranya itu. Nabi menyuruh Siti Syaima memilih, mau tinggal bersamanya atau mau pulang ke kampungnya. Siti Syaima memilih pulang. Disiapkanlah untuknya segala kebutuhan hidup, lalu diantar ke kabilahnya. Alangkah bahagia perasaan Siti Syaima waktu bertemu dengan adiknya yang pernah dia asuh bersama ibunya itu.
Mengingat jasa dan hubungannya dengan suku Hawazin, setiap di antara mereka yang datang menyerahkan diri masuk Islam, nabi terima dengan penuh kasih sayang. Rasulullah bersabda kepada suku Hawazin, setelah mereka memohon keluarga dan harta benda mereka dikembalikan, anak istri yang lebih kalian sukai ataukah harta bendamu"
Kalau kami disuruh memilih anak istri kami, dengan harta benda kami, tentu kami pilih anak istri kami, jawab salah satu dari mereka.
Sabdanya lagi, kalau demikian, apa yang ada padaku dan pada Bani Abdil Muththolib akan kuserahkan padamu selesai shalat zhuhur. Hendaklah kalian berdiri dan katakan, kami mohon bantuan Rasulullah kepada kaum muslimin dan memohon bantuan kaum muslimin kepada Rasulullah terkait masalah anak istri kami! Waktu itulah saya akan menyerahkannya kepadamu, dan akan kumintakan juga dari kaum muslimin.
Apa yang disabdakan oleh rasul itu mereka laksanakan seusai shalat zhuhur. Mereka memohon seperti yang telah diajarkan sebelumnya. Dan rasul bersabda, Apa yang ada padaku dan Bani Abdil Muththolib, akan kuserahkan padamu.
Sesudah itu, sahabat-sahabat Muhajirin pun berkata, Apa yang ada pada kami akan kami serahkan kepada Rasulullah.
Sahabat-sahabat Anshor pun mengatakan hal yang sama dengan kaum Muhajirin. Yang menolak ketika itu adalah Bani Tamim, di bawah pimpinan Aqro bin Habis dan Ummayyah bin Hisham, juga sebagian Bani Sulaim yang dipimpin oleh Abbas bin Mirdas.
Untuk mereka yang menolak ikut menyerahkan bagiannya, Rasulullah tidak marah, tetapi ia sanggup mengganti dengan enam bagian untuk tiap tawanan didapat. Oleh karena itu, semua wanita dan anak-anak suku Hawazin dapat dikembalikan semuanya setelah mereka menyatakan masuk Islam. Kepada para utusan Hawazin itu, Baginda Nabi menanyakan Malik bin Auf. Salah seorang di antara mereka menjawab bahwa Malik masih di benteng Tho if, bersama dengan suku Tsaqif. Nabi berpesan kepada mereka bahwa jika Malik bin Auf mau masuk Islam dia akan dibebaskan, semua anak istrinya akan dikembalikan dan akan diberikan 100 ekor unta.
Kemudian ghanimah itu dibagi oleh nabi. Seperlimanya dibagikan kepada mereka yang paling keras memusuhinya sebelum itu. Abu Sufyan, anaknya Mu awiyah, Harits bin Harits, Harits bin Hasyim, Suhail bin Amr, Huwaitib bin Abdil Uzza dan tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh pada masyarakatnya, masing-masing mendapat 100 ekor unta. Untuk kelas di bawah mereka diberikan masing-masing 50 ekor unta. Sikap ramah dan murah hati nabi telah mengubah kebencian mereka menjadi kasih sayang. Lidah mereka yang biasanya mengeluarkan caci maki, menjadi puja-puji.
Tampaknya, Abbas bin Mirdas kurang senang karena bagiannya tidak sama banyak dengan orangorang terhormat itu. Nabi pun karena itu menambah bagiannya lagi sampai dia puas. Tetapi itulah dunia. Di samping yang tersenyum ada juga yang merengut, di samping yang merasa puas ada pula yang merasa jengkel. Di samping yang memuji ada pula yang menggunjing. Kalau tidak demikian, bukan dunia namanya.
Sahabat-sahabat Anshor, melihat tindakan baginda yang terlalu murah itu, ada juga yang berbisik-bisik. Bisikan-bisikan itu disampaikan oleh pimpinan mereka Sa d bin Ubadah. Oleh karena itu, semua Anshor dikumpulkan, lalu nabi bersabda kepada mereka, Wahai kaum Anshor perkataan kalian sudah disampaikan kepadaku. Yaitu isi hati kalian terhadap diriku. Bukankah kalian dalam kesesatan ketika saya datang, kemudian Allah membimbing kalian. Ketika kalian dalam kesengsaraan bukankah Allah memberikan kecukupan bagi kalian; kalian dalam permusuhan, lalu Allah mempersatukan kalian"
Sahabat-sahabat Anshor menjawab, Benar Rasulullah. Allah dan Rasul saja yang paling murah.
Wahai kaum Anshor, kalian tidak menjawab kata-kataku"
Dengan apa kami akan menjawab, wahai Rasulullah. Segala kemurahan dan kebaikan itu ada pada Allah dan Rasulnya.
Itu benar, kalau kalian mau menjawab, kalian bisa mengatakan, engkau datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang memercayaimu; engkau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu; engkau diusir orang, kamilah yang menyambut dan memberimu tempat; engkau dalam sengsara, kamilah yang menghiburmu!
Wahai kaum Anshor, masih tergoreskah dalam hati kalian rasa keduniaan" Dengan dunia itu saya telah mengambil hati suatu kaum supaya mereka mau menerima Islam. Sedangkan terhadap keislaman kalian saya sudah percaya. Tidak relakah kalian bilamana mereka pulang membawa unta atau kambing sedangkan kalian membawa Rasulullah ke kampung halaman kalian" Demi Allah yang memegang hidup Muhammad, kalau tidak karena hijrah tentu saya termasuk orang Anshor. Jika orang menempuh jalan di celah gunung, sedang Anshor menempuh jalan yang lain, maka saya akan menempuh jalan Anshor. Ya Allah beri rahmatlah orang-orang Anshor, anak-anak Anshor, cucu-cucu Anshor!
Sabda itu diucapkan nabi dengan penuh keharuan sehingga kaum Anshor menangis semuanya, dan berkata, Kami rela dengan Rasulullah menjadi bagian kami.
Setelah selesai pembagian ghanimah itu, Baginda kembali ke Makah untuk melakukan Umrah. Selesai Umrah, ia menunjuk Attab bin Asid, sebagai wakilnya di sana menjadi guru agama, dibantu oleh Mu adz bin Jabal.
Kembalilah Rasul ke Madinah bersama rombongan yang banyak. Rasa gembiranya atas kemenangan yang telah diperoleh, ditambah dengan kelahiran puteranya dari Siti Mariah al- Qibthiyyah (hadiah dari Raja Muqauqis di Iskandariyah); Ibrahim.
Ibrahim mirip sekali dengan paras nabi. Siti Mariah, sejak dihadiahkan kepada nabi oleh raja Muqauqis, masih berstatus sahaya. Oleh karena itu, rumahnya tidak di dekat masjid seperti permaisuripermaisuri baginda yang lain tetapi di luar kota, namanya Aliyah yang sekarang terkenal dengan nama Masyrabah Ummi Ibrahim. Rumahnya di tengah-tengah kebun anggur. Saudara Siti Mariah yang sama-sama dihadiahkan juga kepada nabi bernama Sirin, diberikan kepada sahabatnya Hassan bin Tsabit. Lahirnya Sayyidina Ibrahim itu menaikkan status Siti Mariah menjadi Ummul Walad. Alangkah bahagianya hati nabi bisa memperoleh putera yang tampan lagi gagah semacam Ibrahim. Setiap hari ia pergi melihatnya sehingga menimbulkan rasa cemburu dari permaisuri yang lain.
Adapun situasi Makah, sepeninggal Baginda Rasul, terus berubah secara drastis. Hanya saja, ada seorang penyair bernama Bujair bin Zuhair, menulis surat kepada Ka b menyatakan bahwa Rasulullah datang ke Makah telah menjatuhkan hukuman mati sebagai balasan terhadap orang-orang yang memusuhinya dahulu. Sehingga sebagian melarikan diri untuk memperoleh keselamatan. Ka b menasihati saudaranya itu, bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan menganjurkan supaya dia datang ke Madinah menghadap Rasulullah Saw. Dia pun datang ke Madinah memohon ampunan. Nabi memaafkannya. Dia masuk Islam dan menjadi sahabat yang baik.
Mulailah datang qabilah-qabilah Arab menyatakan dukungan terhadap Islam. Ketika itu, datang pimpinan Qabilah Tho i bernama Zaid al-Khail (Zaid Si kuda). Nabi menyambutnya dengan ramah sekali. Zaid semakin tertarik dengan sambutan Nabi. Dia menyatakan masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Namanya diganti oleh rasul dengan Zaid al-Khair (Zaid yang baik). Seluruh rakyatnya pun masuk Islam.
Sesudah itu, datang lagi seorang yang pada mulanya sangat membenci Nabi, yaitu Adi bin Hatim at-Tho i. Dia adalah fanatik Nashrani. Ketika Sayyidina Ali mendapat tugas operasi pembersihan berhala di Qabilah Tho i, Adi dan seluruh keluarganya melarikan diri ke Syam untuk bergabung dengan sesama Nashrani.
Sayyidina Ali pulang dari sana membawa ghanimah dan tawanan perang termasuk adik perempuan Adi bin Hatim. Semua tawanan diamankan di dekat masjid.
Kebetulan, nabi lewat di dekat tawanan. Wanita itu segera mendekat dan berkata, Ya, Rasulullah, ayah saya sudah mati, saudara tempatku berlindung sudah menghilang. Bermurah hatilah Anda kepada saya, semoga Allah memberikan karunianya pada Anda.
Mula-mula Nabi tidak menghiraukannya, tetapi wanita itu mengulang lagi permohonannya. Nabi teringat bapaknya yang sangat pemurah dan sering menolong orang sehingga nama Jazirah Arab dapat diangkatnya.
Baginda pun menyuruh supaya wanita itu dibebaskan, lalu diberikan pakaian yang bagusbagus serta uang belanja yang cukup. Wanita itu dikirim oleh rasul kepada saudaranya Adi di Syam, bersama sebuah rombongan yang hendak berangkat ke sana. Setelah dia bertemu dengan saudaranya itu, diceritakanlah segala kebaikan Rasulullah kepadanya. Timbul kesadaran dalam hati Adi untuk mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah. Dia membawa seluruh keluarganya pulang dan menghadap Rasulullah. Semuanya masuk Islam.
Ditaklukkannya Makah serta Hunain dan dikepungnya Tho if membawa pengaruh yang sangat besar di kalangan bangsa Arab seluruhnya. Seluruh bangsa Arab mengakui bahwa tidak ada satu kekuatan pun di seluas semenanjung Arab yang bisa mengalahkan kekuatan Baginda Nabi. Mereka tidak lagi congkak, tidak lagi sombong, berhenti dengki dan mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah sebaik-baik manusia di dunia, yang telah berjuang dengan segala macam bentuk pengorbanan untuk menyelamatkan jiwa seluruh umat dari azab dunia dan akhirat.
Rasa gembira nabi ketika itu terusik oleh sebuah musibah. Puterinya, Siti Zainab, menderita sakit. Penyakit yang berpangkal dari gangguan Huwairits dan Habbar dalam perjalanan menyusul sang ayah ke Madinah itu bertambah parah. Zainab pada mulanya memang tidak diizinkan ikut ke Madinah oleh suaminya yang masih musyrik ketika itu, Abul Ash bin ar-Rabi . Rupanya, penyakit Siti Zainab semakin hari semakin membawanya pada akhir hidupnya, ia, akhirnya wafat. Rasulullah sangat sedih.
Islam sudah bertambah luas, kebutuhan akan mubaligh tentu saja bertambah, kitab suci Al-Qur an perlu disebarluaskan. Semua peraturan Islam harus diamalkan. Pemungutan zakat harus pula diaktifkan. Bagi orang yang tidak mau masuk Islam, tidak dipaksa karena Islam hanya mengharapkan kesadaran semata-mata. Tidak ada unsur paksaan karena yang benar dan yang salah sudah nyata berbeda. Orang yang memilih kebenaran, berarti dia menghendaki keselamatan, sedangkan orang yang memilih kesesatan, berarti dia sendiri yang telah mencelakakan dirinya. Allah tidak zalim terhadap hambanya. Hanya saja, bagi orang-orang yang tidak mau masuk Islam, tentulah ada tugas. Karena hidupnya di negara Islam, yang mana negara berkewajiban melindunginya dari segala macam bahaya yang mengancam keselamatannya, dari segala gangguan dan usikan, negara mewajibkan mereka membayar jizyah (pajak badan). Ini wajar, karena mereka dijamin aman. Bagi mereka yang memiliki tanah dikenakan kharaj (pajak tanah).
Rasulullah mengirim para petugas zakat ke seluruh penjuru wilayah Islam yang baru itu.
Berangkatlah sahabat-sahabat pemungut zakat dan kharaj ke Makah menemui umat Islam di sana dari semua qabilah. Para qabilah-qabilah yang sudah Islam menerima kedatangan petugas zakat dengan senang hati, kecuali qabilah Bani Anbar. Qabilah Bani Anbar menyambut kedatangan sahabatsahabat petugas zakat dengan senjata. Pedang, tombak, serta panah siap untuk beradu.
Manakala berita ini sampai kepada Rasulullah di Madinah, ia segera menugaskan 50 orang perwira di bawah pimpinan Uyainah bin Hishn menghadapi mereka. Perwira-perwira yang 50 orang itu menyergap mereka secara tiba-tiba sehingga mereka lari tungang-langgang. Lebih dari 50 orang ditawan dan dibawa ke Madinah.
Mereka dipenjarakan, menunggu keputusan. Datanglah keluarga mereka dari qabilah Bani Tamim. Qabilah Bani Tamim sebagian sudah masuk Islam dan ikut dalam penaklukan Makah serta perang Hunain. Sedangkan yang sebagian lagi masih tetap Jahiliyah. Sebagian dari mereka yang jahiliyah inilah yang datang menemui Nabi di Madinah. Mereka berteriak dari masjid memanggil nabi supaya keluar. Cara mereka itu telah mengganggu perasaannya sehingga ia tidak berkenan menemui mereka. Baru setelah azan zhuhur, nabi keluar untuk berjama ah. Waktu itu mereka melaporkan apa yang telah terjadi dan sikap Unaiyyah terhadap Bani Anbar. Mereka juga menceritakan kedudukan mereka di kalangan bangsa Arab. Kemudian mereka berkata, Kami datang untuk bertanding, kami membawa orator (juru pidato) dan penyair.
Mereka menampilkan Utarid bin Hajib, ia berpidato dengan lantang dan berapi-api. Adapun Rasulullah Saw. menampilkan Tsabit bin Qais. Selanjutnya, mereka menampilkan penyair az- Zabriqan bin Badr. Puisi-puisinya yang indah dibalas oleh penyair Islam Hassan bin Tsabit. Akhirnya, semua rombongan itu masuk Islam. Para tawanan dari kalangan mereka, setelah dibebaskan oleh Rasulullah, juga masuk Islam.[]
P ADA M ULANYA P IJAR C AHAYA DI K AKI B UKIT T URSINA
Setelah genap 10 tahun tinggal di Madyan mendampingi mertuanya (Nabi Syu aib), Nabi Musa mohon izin untuk kembali ke Mesir. Ia ingin melihat ayah bundanya yang sudah sekian lama ia tinggalkan tanpa kabar berita. Alangkah besar kerinduan hatinya, juga kerinduan ayah bundanya. Mereka, satu sama lainnya, dijerat kerinduan yang tidak terungkapkan.
Nabi Musa pun berangkat bersama istri dan anak-anaknya dengan mengambil jalan pintas agar tidak bertemu dengan kaki tangan Fir aun. Hal itu ia lakukan bukan karena tidak berani menghadapi mereka, melainkan karena pertimbangan yang sudah lama ia pegang bahwa musuh jangan dicari tetapi kalau sudah berhadapan jangan lari.
Hampir sampai di depan Gunung Tursina (Gunung Sinai), waktu malam pun tiba. Hawa dingin segera saja menyerang rombongan kecil yang dibawa Nabi Musa. Malam gelap gulita. Tongkat mukjizat Nabi Musa sendiri, yang bercabang dua itu, berpijar mengeluarkan cahaya. Tetapi hawa dingin tetap saja tidak mau kalah.
Ketika diserang rasa dingin itu, ia melihat nyala api di kejauhan. Perkiraan sementara Nabi Musa saat itu, di tempat tersebut tentulah ada orang yang sedang menyalakan api. Ia pun menyuruh keluarganya menunggu di tempat, sementara ia sendiri akan pergi meminta api untuk sekadar menghangatkan tubuh, menghilangkan rasa dingin yang seakanakan menusuk sampai tulang. Ia tidak tahu, bahwa sebetulnya Allah sedang memanggilnya untuk menghadap-Nya di lembah suci Thuwa di Gunung Sinai.
Nabi Musa berangkat membawa tongkatnya ke tempat api terlihat. Sampai di dekat gunung, nyatalah bahwa di situ tidak ada rumah. Dan yang dikiranya api itu bukan api, melainkan Nur (cahaya) Ilahi yang ada di pohon anggur (menurut sebagian riwayat).
Nabi mendengar perintah untuk membuka kedua sandalnya, lantaran ia akan menginjak wadi (lembah) Thuwa yang suci. Tujuannya agar dua telapak kakinya yang mulia tersebut dapat bersentuhan langsung dengan tanah Wadi yang suci. Selang beberapa detik, ia mendengar firman Allah:
Wahai Musa, sesungguhnya Aku ini adalah Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Naml: 9)
Alangkah bahagianya perasaan Nabi Musa ketika mendapat firman Allah itu. Allah memerintahkannya untuk mengajak Fir aun beriman. Padahal, dalam ingatan Nabi Musa sendiri masih terlintas bagaimana kebencian Fir aun terhadapnya. Nabi Musa memang pernah membunuh salah satu rakyat Fir aun. Atas pertimbangan itu ia ingin agar tugas mulia tersebut dilimpahkan kepada kakaknya, Nabi Harun. Tetapi Allah berkehendak lain. Allah ingin agar keduanyalah yang menjalankan tugas itu. Allah berjanji akan memelihara mereka berdua. Dan untuk menguatkan kerasulan Nabi Musa, ia diperintah oleh Allah supaya melempar tongkatnya.
Tongkat mukjizat itu pun dilempar. Seketika tongkat itu berubah menjadi ular naga yang besar. Matanya melotot, taringnya runcing, sisiknya keras-keras. Dia memakan benda-benda keras di sekelilingnya seperti batu, kayu dan lain-lain sampai lumat. Tongkat itu, setelah dilempar, menjelma menjadi binatang melata yang sangat berbisa dan seram mengerikan. Nabi Musa takut, kemudian lari meninggalkannya. Allah berfirman:
Wahai Musa, engkau jangan takut. Sesungguhnya semua Rasul tidak takut di sisi-Ku. Nabi Musa pun kembali. Dia diperintah oleh Allah untuk mengambil tongkatnya yang masih berwujud ular. Tentu ia masih takut. Bajunya pun dilepaslah buat dijadikan pelapis ketika memegang ular itu. Tapi Allah memerintahkannya tanpa pelapis. Dan ia membulatkan keberaniannya untuk memegang tongkat itu persis pada tengkuknya. Tiba-tiba, setelah dipegang, ular itu kembali menjadi tongkat. Itulah mukjizat. Kemudian dia diperintahkan untuk memasukkan tangannya ke dalam saku baju yang dipakainya, lalu mengeluarkannya lagi. Tangan itu pun putih bercahaya, bukan karena penyakit, melainkan mukjizat. Ya, itulah mukjizatnya yang kedua. Dan masih ada tujuh mukjizat lain yang akan diperlihatkannya kepada Fir aun.
Keesokan harinya, barulah Nabi Musa kembali ke tempat keluarganya menunggu tidak jauh dari jalan. Akan tetapi, tak satu pun di antara mereka yang masih berada di tempat itu. Di sana, ia tidak menemukan siapa-siapa. Rupanya, keluarganya dijumpai oleh orang-orang Madyan yang pulang dari berdagang. Karena ditunggu cukup lama Nabi Musa tidak kembali, keluarganya pun dibawa pulang oleh orang-orang Madyan itu. Demikianlah, Nabi Musa, akhirnya harus pulang ke Mesir sendirian.
Nabi Musa harus menunggu malam tiba sebelum memasuki kota. Ia sadar kaki tangan Fir aun ada di mana-mana. Malam hari, barulah ia menuju rumah Siti Yuhanis bundanya. Ia memberi salam.
Siapa di luar" tanya Yuhanis. Saya Musa.
Siti Yuhanis membuka pintu dan tampaklah puteranya yang gagah lagi tampan berdiri di depannya. Bukan main kegembiraan dua kekasih Allah itu atas pertemuan kembali mereka setelah sekian lama tak berjumpa. Siti Yuhanis bertanya kepada puteranya tentang pengalamannya selama menghilang. Nabi Musa menceritakannya dari awal sampai akhir termasuk perintah Allah kepadanya dan Harun, untuk mengajak Fir aun beriman. Alangkah bahagia perasaan Siti Yuhanis setelah mengetahui bahwa kedua puteranya diangkat oleh Allah menjadi Rasul.
Berangkatlah anakku, kata Yuhanis memberikan semangat, laksanakan segala perintah Allah. Engkau telah dimuliakan oleh Allah dengan titah kerasulan itu.
*** Fir aun sedang mengadakan rapat pagi itu. Semua pembesar-pembesar negara hadir. Dia duduk di tempat yang paling tinggi karena menganggap diri sebagai tuhan. Tak ada yang berbeda. Ia tetap dengan kesombongannya, dan para pembesar-pembesar itu pun tetap dengan segala kerendahannya. Fir aun karenanya tengang-tenang saja. Ia tidak tahu, bahwa mimpi sialnya di masa silam akan segera menjadi nyata.
Sebelum Nabi Musa lahir ketika itu merupakan masa-masa kejayaan Fir aun dia memang pernah memimpikan seorang pemuda yang sangat tampan lagi gagah, berdiri di atas macan, membawa tongkat, datang kepadanya. Pemuda itu berkata dengan suara lantang, Wahai Fir aun, kamu tidak tahu malu, mengaku diri sebagai tuhan. Allah itulah Tuhan yang wajib disembah, karena Dialah Pencipta, Dia Pemelihara, Dia pula perusak apa yang dikehendakinya. Adapun kamu, tidak bisa membuat apa-apa. Mana ciptaanmu"
Fir aun tidak bisa menjawab. Kepalanya dipukul dengan tongkat sampai benjol-benjol. Kemudian pemuda itu turun dari atas macan dan melempar Fir aun sampai ke tengah laut. Matilah ia ditelan gelombang.
Fir aun tidak mengetahui apa maksud mimpi yang mengerikan itu. Dipanggillah orang-orang yang pandai mengurai mimpi untuk menanyakan maksud mimpinya. Meski arti mimpi itu bagi mereka amat jelas, tapi para pengurai mimpi itu takut menceritakan arti mimpi itu. Mereka khawatir Fir aun akan kalap, lalu mereka dibunuh.
Akhirnya mereka sepakat meminta sedikit tempo untuk membuka kitab pedoman mereka. Fir aun mengizinkan. Mereka pulang. Di luar istana, mereka berembuk untuk membuat alasan yang tepat, yang tidak bertentangan satu sama lainnya. Diputuskanlah alasan itu, bahwa makna mimpi demikian tidak terdapat dalam kitab pusaka, mimpi itu cuma kembang tidur semata. Setelah sepakat, mereka masuk lagi dan memberikan jawaban tersebut kepada Fir aun.
Tenanglah pikiran Fir aun ketika itu. Akan tetapi, tak lama sesudah itu, dia bermimpi lagi. Bahwa ada api besar dari Baitul Maqdis datang mengelilingi wilayah kerajaannya. Semua rakyat Qibthy habis terbakar termasuk dia sendiri, sedangkan kaum Bani Isra il, selamat semuanya.
Makna mimpi itu dia tanyakan kepada seorang tukang tenung. Tukang tenung itu terlalu polos. Dia menjawab, bahwa akan lahir seorang anak laki-laki dari suku Bani Isra il yang akan menghancurkan kerajaan Fir aun dan menyelamatkan kaum Bani Isra il. Sebagai reaksi atas tabir mimpi nahas itu, Fir aun mengeluarkan instruksi agar seluruh bayi laki-laki dari kalangan Bani isra il harus dipancung. Wanita-wanita yang bunting digugurkan kandungannya. Suami istri dari kaum Bani Isra il pun harus dipisah jauh-jauh agar kemungkinan lahirnya generasi baru kaum itu tersumbat rapat-rapat. Kejam benar tindakan Fir aun. Akan tetapi, sekeras apa pun usaha yang ia lakukan untuk menghindari bahaya yang akan mengancamnya, bahaya itu datang juga.
Pagi hari ketika rapat itu, setelah lebih 50 tahun mimpi tersebut memberi petunjuk, maknanya pun muncul. Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Begitu Fir aun melihat dua pemuda yang gagah itu, dengan congkak dan angkuh dia berkata, Wahai Musa, lama sekali kamu menghilang. Ke mana saja kamu, mengapa hari ini kamu kelihatan lagi"
Saya terpaksa meninggalkan Mesir karena Bapak mau membunuh saya.
Ke mana saja kamu selama ini tak pernah kelihatan"
Saya tinggal di Madyan, bersama Nabi Syu aib.
Sekarang, untuk apa kamu datang lagi ke mari"
Untuk mengajak Bapak beriman kepada Allah Rabbul Alamin. Saya kasihan pada Bapak, apabila Bapak tetap begini menganggap diri sebagai tuhan, tidak mau menyembah Allah, celakalah Bapak dunia akhirat.
Apa itu Rabbul Alamin"
Tuhan pencipta alam semesta. Dia yang memeliharanya dan Dia pula yang akan merusaknya nanti, bilamana Dia sudah berkenan.
Fir aun bermusyawarah dengan wazir Haman. Dia meminta pendapat darinya.
Apakah Anda akan menjadi hamba padahal Anda telah menjadi tuhan" begitulah jawab Haman, lalu katanya, Musa ini sesungguhnya akan mengajak orang untuk ingkar kepadamu.
Pada mulanya, hati Fir aun agak tergerak untuk mengikuti Nabi Musa, apalagi bila ingat segala keajaiban anak asuhnya itu sejak kecil. Akan tetapi, setelah mendapat saran dari wazirnya, Fir aun menjadi angkuh lagi.
Aku tidak mau menjadi hamba, tolak Fir aun dengan kasar, aku sudah menjadi tuhan yang disembah orang. Kamu ini anak durhaka. Aku yang memeliharamu dan sekarang kamu malah akan mengajak orang-orang untuk ingkar kepadaku. Kalau demikian kerjamu, akan kubuat hidupmu sehina mungkin.
Apakah Bapak akan memenjarakan saya padahal saya ini benar" Sebagai bukti bahwa Allah itu memang benar adanya, Mahakuasa, dan saya adalah utusannya, lihatlah ini, tongkat ini bisa berubah menjadi ular besar.
Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Dan tongkat itu seketika menjadi ular besar. Ular itu lari ke sana ke mari. Wajahnya seram menakutkan, matanya melotot, menyala-nyala.
Wahai Musa, sepuluh tahun kamu menghilang mempelajari ilmu sihir, hanya itu yang kamu dapat, ejek Fir aun, tukang sihir di sini jauh lebih pintar. Tali saja bisa mereka jadikan ular. Kalau hanya itu keahlian yang kamu peroleh, kamu bisa belajar lagi pada tukang-tukang sihirku yang banyak ini!
Aku bukan tukang sihir. Ini adalah tongkat mukjizat pemberian Allah.
Setelah itu Nabi Musa memegang ular itu pada tengkuknya, kembalilah ia menjadi tongkat. Kemudian ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, lalu mengeluarkannya lagi. Tangan itu bercahaya, indah sekali.
Mukjizat" Itu kan sihir, sama dengan sihir-sihir yang ada di sini"
Kalau demikian, mari kita bertanding. Saya akan adu mukjizatku dengan sihir-sihirmu.
Kumpulkan semua tukang sihirmu, hadirkan rakyat yang banyak untuk menjadi saksi. Kapan kita bertanding"
Fir aun menyanggupi, ditentukanlah suatu hari, lalu diumumkan kepada segenap lapisan masyarakat agar hadir menyaksikan pertandingan antara mukjizat Nabi Musa dengan sihir kaki tangan Fir aun.
Rakyat sudah geger jauh-jauh hari sebelum tiba waktu pertandingan. Pendek cerita, hari yang ditentukan pun tiba. Fir aun dengan para pembesarpembesarnya sudah hadir. Tukang-tukang sihir sudah siap di tempat khusus. Semua ada 72 orang, dipimpin oleh 4 orang tukang sihir yang sangat masyhur di seluruh wilayah Fir aun. Malah, ada riwayat mengatakan jumlah tukang sihir Fir aun yang hadir ketika itu sampai 12.000 orang.
Nabi Musa dan Nabi Harun pun tiba di majlis itu. Keduanya diasingkan oleh orang banyak karena dianggap musuh yang paling jahat. Mereka mengejek dengan kata-kata yang kotor. Tetapi Rasul tetap Rasul, sekalipun dicaci maki orang, derajatnya tak pernah berkurang, malah semakin tinggi.
Nabi Musa dan Nabi Harun sudah siap memulai pertandingan, tukang-tukang sihir pun demikian. Mereka bertanya, Siapa yang lebih dahulu mulai" Kalian semua saja.
Tukang-tukang sihir bertanya kepada Fir aun, Anugerah apakah yang akan Anda berikan kepada kami, bilamana nanti kami menang"
Kalau kalian menang, kalian semua akan kuangkat menjadi orang-orang terdekat dengan kami.
Demi kemuliaan Fir aun, kami pasti menang. Mereka melempar tali temali yang sudah mereka bawa. Banyak benar tali itu. Dan semuanya berubah menjadi ular dengan kehendak Allah. Mereka berhasil menyihir pandangan orang banyak. Ular-ular itu berlenggak-lenggok ke sana ke mari membuat orang-orang yang menonton ketakutan. Sebelum Nabi Musa mengeluarkan mukjizatnya, mereka merasa unggul dan yakin akan menang.
Nabi Musa pun melempar tongkatnya. Seketika menjadi ular naga yang besar. Ular yang besar itu mengejar ular-ular tukang sihir, melalap semuanya tanpa ampun, tanpa sisa seekor pun. Setelah ularular itu habis dilalapnya, kembalilah ia kepada pemiliknya. Nabi Musa memegang ular itu, dan kembalilah ia menjadi tongkat. Seluruh tukang sihir Fir aun terperangah. Merasa betul-betul kalah, tak mampu berkutik lagi. Mereka yakin bahwa yang mereka lawan bukan sihir, melainkan mukjizat, tak seorang pun mampu menandinginya. Tukangtukang sihir itu pun langsung bersujud menyerahkan diri kepada Allah, mengakui keesaan Allah dan kerasulan Nabi Musa dan Nabi Harun. Mereka semua berikrar:
Kami beriman kepada Rabbul Alamin, yaitu Tuhannya Nabi Musa dan Nabi Harun. (QS. Al-A raf: 121-122/ QS. Asy-Syu ara: 47-48) Umat Bani Isra il pun mengikuti tukang-tukang sihir. Mereka beriman kepada Allah, juga kerasulan Musa dan Harun. Mereka berpaling dari Fir aun.
Bukan main panasnya hati Fir aun. Terlebih karena rasa malunya yang tidak kepalang tanggung. Ia berang, berteriak, Wahai tukang sihir, apakah kalian sudah mengikuti Musa tanpa izinku" Dia itu tukang sihir juga, cuma dia lebih pandai dari kalian!
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami petunjuk setelah sesat sekian lama mempertuhankan manusia, jawab salah satunya.
Kalau kalian mengikuti Musa, kalian akan kami akan salib pada batang kurma itu!
Tapi umat Bani Isra il sudah tidak peduli lagi dengan Fir aun. Mereka segera menyatukan barisan di belakang Nabi Musa dan Nabi Harun, dua pemimpin muda yang membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rakyat pun segera mengatur diri, mengambil wilayah lain, memisahkan diri dari kaum Qibthy yang tetap mempertuhankan Fir aun yang sombong itu. Fir aun makin meradang.
Allah memberi pertolongan kepada Nabi Musa dan umatnya. Sebaliknya, Fir aun dan kaumnya mendapat azab yang pertama, yaitu paceklik. Ketika itu satu pohon kayu berbuah hanya satu saja, sementara perut yang minta diisi sangat banyak. Mereka kelaparan. Fir aun mencaci maki Nabi Musa, pikirnya, mantan anak asuhnya itu sudah menyihir pepohonan di wilayahnya agar tidak berbuah. Rakyat Fir aun yang tidak tahan lapar terpaksa berduyun-duyun menghadap Nabi Musa, mohon maaf, lalu mengikrarkan iman mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Tak ada yang tahu apakah iman mereka karena kesadaran atau karena kelaparan kecuali Allah Yang Maha Mengetahui tentunya. Yang jelas, Allah berkenan menerima doa Nabi Musa. Dia memperlihatkan bukti kekuasaan- Nya, Dia perkuat Rasul-Nya dengan mukjizat, pohon-pohonan dan tanam-tanaman kembali berbuah lebat. Rakyat pun gembira.
Fir aun yang tidak tahu malu tetap ngotot di hadapan rakyatnya, ia berdalih bahwa pohonpohonan bisa berbuah lebat itu adalah karena kekuasaannya. Dia marah kepada rakyatnya karena beriman mengikuti Nabi Musa dan Nabi Harun.
Sebulan lamanya rakyat Qibthy makmur dengan sandang pangan, sebulan itu pula mereka beriman kepada Allah. Setelah itu, mereka kembali menuhankan Fir aun. Turunlah azab kedua, yakni miliaran belalang yang datang melalap tumbuhan mereka sampai habis. Setiap tanaman yang ada, tak peduli pohon besar atau palawija, habis saja daun dan buahnya. Mereka kelaparan lagi. Fir aun mencaci maki Nabi Musa dan Nabi Harun lagi. Rakyat Qibthy yang tidak tahan lapar menghadap Nabi Musa dan mohon ampun lagi. Tapi Nabi musa tetap menerima mereka dengan tangan terbuka. Ia pun keluar, membawa tongkatnya ke ladang-ladang pertanian, lalu menunjukkan sebuah daerah yang harus dituju belalang-belalang itu. Dengan suara halus mereka disuruhnya pergi. Mereka patuh, mohon pamit, dan eksodus ke tempat yang ditunjuk Nabi Musa. Mulailah tanaman menghijau lagi. Masyarakat Qibthy pun tak perlu kelaparan lagi. Tapi Fir aun lagi-lagi sesumbar, Lihatlah kekuasaanku! Aku sudah mengusir belalang itu dan aku tumbuhkan tanam-tanaman itu!
Fir aun memurkai orang-orang Qibthy yang mengikuti Nabi Musa. Mereka takut. Lalu setelah sebulan merasakan hidup sejahtera, kembalilah mereka menuhankan Fir aun. Adapun Bani Isra il sendiri aman-aman saja karena mereka serentak mengikuti utusan-Nya.
Sebagai akibatnya turunlah azab yang ketiga, yaitu banjir. Air meluber, naik memenuhi rumahrumah orang Qibthy. Fir aun sendiri terus menggerutu karena rumahnya tak luput dari banjir. Dari Sabtu ke Sabtu air banjir itu tak mau surut, malah semakin naik. Mereka terpaksa datang lagi memohon ampun kepada Nabi Musa. Mereka berjanji akan tobat. Nabi Musa kembali memohonkan mereka ampunan dari Allah, dan air itu pun surut. Akan tetapi, setiap tanaman yang ada sudah lapuk karena terendam banjir. Mereka susah payah bercocok tanam lagi. Meski begitu, setidaknya mereka sudah bisa tidur dengan aman.
Fir aun tetap saja tak tahu malu. Dengan sombongnya ia mengaku bahwa hal itu adalah kekuasaannya. Dia paksa rakyatnya kembali bertuhan kepadanya. Rakyat Qibthy pun kafir lagi setelah hanya sebulan beriman kepada Allah.
Allah menurunkan azab yang keempat, yaitu kutu. Badan dan pakaian mereka penuh dengan kutu, gatalnya setengah mati. Kutu-kutu itu bukan hanya mengganggu badan saja, bahkan air, juga makanan. Seluruh unsur pokok kehidupan mereka diserbu kutu. Mereka tidak dapat makan minum lagi. Fir aun marah lagi. Itu adalah sihir Musa, sungutnya. Kutu-kutu itu mengobrak-abrik kenyamanan kaum Qibthy seminggu lamanya. Mereka tidak tahan. Hari Sabtu mereka datang lagi mohon ampun kepada Nabi Musa. Nabi Musa mau menerima, asal mereka mau berubah, mau beriman. Dan mereka sepakat. Kutu-kutu itu pun hilang sama sekali. Fir aun tak kapok. Ia memaksa rakyatnya kembali kepada agama sesatnya. Dan mereka menurut saja. Sebulan saja mereka beriman, lalu kembali menyembah Fir aun. Azab yang kelima pun, karenanya, tak dapat dibendung. Kali ini, katak. Di mana saja mereka berada, duduk atau tidur atau beraktivitas apa saja, gerombolan katak selalu mengerumuni badan mereka sampai tidak kelihatan. Kalau mereka mengambil air, air itu penuh dengan katak. Bila mereka menyalakan api, apinya dipadamkan oleh katak. Air mereka masak, dimasuki oleh katak. Mereka tidak dapat tidur, tidak pula dapat makan minum seminggu lamanya.
Hari Sabtu mereka datang lagi dan mohon ampun kepada Nabi Musa. Mereka diterima lagi dengan pintu terbuka, dimohonkan ampunan Allah lagi, dan katak-katak itu pun hilang. Mereka kembali ke habitat asalnya. Karena kesetiaan katakkatak itu, sampai berani masuk ke dalam api, Allah membebaskan mereka di mana pun mereka mau hidup, di air atau di darat, sampai sekarang.
Orang Qibthy sudah dapat hidup aman lagi, tetapi itu pun hanya sebulan saja. Mereka kembali menyembah Fir aun. Azab yang keenam turunlah, berupa darah. Makanan dan minuman mereka tibatiba dipenuhi dengan darah. Juga sumber air. Mereka tidak dapat makan minum dan mandi karena darah itu. Hampir-hampir mereka mati kelaparan dan kehausan. Mereka merasa malu untuk mengadu kepada Nabi Musa karena sudah sekian kali dimohonkan ampun kepada Allah tetapi kembali kafir menentang Allah dan Rasul-Nya.
Adapun orang-orang Bani Isra il aman-aman saja karena sudah terpisah dari Kaum Qibthy. Tetapi persahabatan mereka yang lama masih terjalin juga. Datanglah orang Qibthy yang kafir itu minta air minum kepada Bani Isra il. Mereka disuruh menimba sendiri di sumur. Pada awalnya sumur itu seperti umumnya sumur, berisi air. Tetapi kalau yang menimbanya orang Qibthy, tatkala pindah ke dalam ember, berubahlah air itu menjadi darah. Mereka minta tolong supaya ditimbakan air. Sewaktu masih dalam timba Bani Isra il, air itu masih tetap menjadi air, tetapi kalau sudah berpindah ke dalam timba orang Qibthy berubahlah ia menjadi darah. Mereka minta lagi supaya dituangkan ke dalam mulut mereka. Bani Isra il menuangkannya, tetapi, bahkan sampai di mulut mereka pun air itu berubah menjadi darah. Kemudian mereka meminta lagi supaya air yang ada di mulut Bani Isra il, dituangkan ke dalam mulut mereka, tetapi itu pun tidak berhasil juga. Ketika di dalam mulut kaum Bani Isra il masih berwujud air, di mulut kaum Qibthy air itu berubah menjadi darah.
Fir aun sangat marah. Kemarahannya sudah memuncak. Diam-diam dia merencanakan serangan mendadak terhadap Nabi Musa dan seluruh kaum Bani Isra il. Rencana keji mereka segera ketahuan. Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa agar pada malam tanggal 10 Muharam berangkat meninggalkan Mesir karena paginya akan disergap oleh angkatan bersenjata yang langsung dipimpin oleh Fir aun.
Sehari sebelum itu, Nabi Musa menyuruh umatnya meminjam perhiasan kaum Qibthy, agar nanti sewaktu meninggalkan Mesir tentara Qibthy mengejar terus karena tentara Fir aun akan ditenggelamkan ke dalam Laut Merah.
Bani Isra il pun datang meminjam perhiasan kaum Qibthy dengan alasan akan menghadiri selamatan. Karena persahabatan mereka sangat baik, kaum Qibthy meminjamkannya dengan hati yang tulus.
Malam tanggal 10 Muharam tiba. Kaum Nabi Musa sudah berkemas-kemas dari siangnya, tinggal berangkat saja. Tengah malam mereka berangkat dengan hanya berlampu bulan saja. Mereka sengaja menyalakan lampu di dalam rumah masing-masing kemudian menutup pintu, supaya disangka oleh Fir aun dan prajuritnya masih ada di dalam rumah.
Tengah malam, berangkatlah Nabi Musa bersama seluruh umat Bani Isra il meninggalkan kampung halamannya. Tetapi mereka selalu tersesat, tidak bisa sampai tujuan. Barulah seorang tua berkata, Kita tidak bisa menemukan jalan keluar karena Nabi Yusuf sudah berwasiat yang diterima turun temurun, bahwa Bani Isra il tidak akan bisa meninggalkan Mesir sebelum membawa peti tempat jenasah beliau disemayamkan.
Nabi Musa bersabda, Kalau demikian siapa yang mengetahui di mana jenasah beliau, supaya kita bawa "
Yang mengetahui tempat jenasah beliau hanyalah seorang perempuan tua bernama Maryam binti Namusa. Tetapi dia sudah buta, jawab orang tua itu.
Salah seorang dari Kaum Bani Isra il segera mendatangi Maryam dan menanyakan tempat ditaruhnya peti jenasah itu. Wanita buta itu membuat syarat, kalau Nabi Musa sanggup mendoakan saya yang dua macam, saya akan beri tahu. Yang pertama untukku di dunia, yaitu agar didoakan panjang umur, cukup rezeki dan kembali muda buat selama-lamanya. Yang kedua untukku di akhirat, yaitu supaya Nabi Musa sanggup ditemani aku di surga.
Nabi Musa diberi tahu permohonan Maryam binti Namusa dan langsung mengerjakan dua syarat tersebut. Seketika saja Maryam kembali muda seperti orang berumur 30 tahun. Dan sepanjang usianya yang sampai 1600 tahun itu, ia tetap terlihat muda seperti berumur 30 tahun.
Maryam menunjukkan tempat peti jenasah mulia itu. Sebagian riwayat mengatakan peti itu ada di tengah-tengah telaga dan sebagian yang lain mengatakan di tengah-tengah sungai Nil (supaya berkatnya merata ke sawah-sawah yang ada di kiri kanan sungai itu. Kalau ditaruh di sebelah kanan sungai, yang subur adalah tanah pertanian sebelah kanannya saja. Kalau dipindah ke sebelah kiri, berkat itu pun ada di kiri saja. Supaya adil, ditaruhlah ia di tengah-tengah).
Setelah jenasah dan petinya diambil, dipikul, jalan yang menuju laut Merah seperti digaris saja, terang seperti bukan malam. Nabi Musa dan umatnya tidak lagi tersesat.
Sebelum fajar menyingsing, bersama 60.000 orang angkatan bersenjata, Fir aun mengepung daerah Bani Isra il. Lampu di tiap rumah mangsa mereka masih menyala. Orang Bani Isra il ditunggu hingga keluar. Tapi sepi. Tak ada suara sedikit pun. Mereka mengira bahwa umat Bani Isra il sedang tidur nyenyak. Sampai cuaca mulai terang, suasana masih juga sepi. Akhirnya mereka menyerbu masuk rumah. Apa yang mereka jumpai" Rumah kosong. Fir aun merasa tertipu, ia marah.
Dia berteriak teriak, memberi komando pengejaran. Dia paling depan. Semua prajurit, bersenjata lengkap, mengikutinya dari belakang. Karena kaum Bani Isra il yang berjumlah lebih dari 700.000 orang itu berjalan kaki, sedangkan Fir aun dan bala tentaranya menunggang kuda, sampai di Laut Merah ketika matahari hampir terbit, rombongan Fir aun sudah dekat dan berteriak-teriak dengan lantang. Umat Bani Isra il mulai takut. Nabi Musa menenangkan suasana. Ia bersabda bahwa yang demikian itu sudah diatur oleh Allah. Setelah shalat hajat dua rakaat, diambillah tongkatnya. Laut Merah dipukulnya. Atas perintah Allah, laut itu terbelah, membentuk 12 jalan, sesuai dengan umat Nabi Musa yang berjumlah 12 qabilah. Ombakombak yang besar berubah menjadi tumpukan tanah serupa gunung-gunungan kecil di tengah laut. Nabi Musa, beserta seluruh umatnya, segera menyeberang. Tiap-tiap qabilah saling pandang memandang. Kadang-kadang pandangan mereka terhalang oleh gunungan-gunungan itu sehingga satu sama lainnya tidak dapat saling melihat. Gunungan-gunungan kecil itu pun segera diberikan oleh Allah lubang agar mereka, bila diperlukan, bisa pandang memandang.
Fir aun dan pasukannya terus memburu dari belakang. Harapannya, umat Bani Isra il sudah dapat ditumpas di pantai Laut Merah. Akan tetapi, apa yang dia lihat sampai di pantai" Nabi Musa dan umatnya sudah sampai di tengah laut! Ketika pengejaran akan diteruskan, kudanya tidak berani masuk ke laut. Prajurit-prajuritnya berteriak dari belakang memanas-manasi, Ayo Fir aun, kejar terus jangan mundur. Musa saja yang mengaku utusan Allah kuasa membuat jalan di tengah laut, mengapa engkau yang mengaku sebagai tuhan, sekadar lewat di jalan yang sudah jadi saja tidak berani " Ayo, serbu terus jangan mundur! Fir aun merasa malu tetapi kudanya tidak berani maju. Turunlah Mika il dengan membuat dirinya menjadi kuda betina, lari di depan pasukan Fir aun masuk di jalan laut. Kuda Fir aun yang melihat kuda betina itu mengejar, masuk juga ke laut. Jibril menyerupakan diri sebagai kuda jantan, berlari di belakang pasukan. Setelah pasukan yang panjang itu berada di tengah-tengah Laut Merah, dan Nabi Musa sudah menyeberang, air laut itu pun cair kembali. Tenggelamlah pasukan Fir aun disapu laut. Setelah nyawanya sampai di tenggorokan, Fir aun berteriak mengaku beriman kepada Allah. Tetapi Allah tidak menerima tobatnya, karena terlambat.
Seluruh bangkai pasukan Fir aun menjadi santapan ikan laut. Akan tetapi, bangkai Fir aun sendiri mengapung, dibawa ke tepi pantai oleh gelombang. Salah seorang rakyatnya, ketika sedang menggembala, menjumpai bangkai raja yang disembahnya itu sudah mati kembung kemasukan air. Mayat Fir aun pun diangkatnya, dibawa ke istana, kemudian dibalsem dan disimpan di dalam piramid. Sampai kini, mayat itu masih ada. Demikian supaya menjadi contoh bagi siapa pun yang menjadi penguasa setelahnya, agar tidak congkak seperti Fir aun.
Nabi Musa, sebelum kehancuran Fir aun itu, telah berjanji kepada umatnya akan memohon kitab suci untuk dijadikan pedoman hidup agar tidak tersesat ke jalan yang dimurkai Allah.
Setelah mendarat, rombongan Nabi Musa bergerak terus menuju Baitul Maqdis.
Sampai di Kan an, rombongan istirahat. Di sana umat Nabi Musa menjumpai orang yang menyembah berhala. Timbul keinginan mereka untuk mempunyai pujaan yang nyata seperti itu. Mereka memohon kepada Nabi Musa supaya dibuatkan patung pujaan. Nabi Musa sangat murka kepada mereka. Sabdanya, Tidak ingatkah kalian bagaimana Allah telah menyelamatkan kita dari kekejaman Fir aun" Kemudian sekarang kalian mau menyekutukan Dia dengan patung" Sungguh kalian adalah orang-orang yang zalim. Orang-orang itu terdiam, takut kepada Nabi Musa.
Perjalanan dilanjutkan. Sampai di dekat gunung Sinai, Nabi Musa istirahat agak lama. Ketika itulah Malaikat Jibril datang dengan mengendarai kuda putih menjemput Nabi Musa untuk menghadap Allah di Lembah Thuwa gunung Sinai. Sebelum berangkat, ia mengumumkan kepada semua umat bahwa pucuk kepemimpinan untuk sementara waktu diserahkan kepada kakaknya Nabi Harun.
Nabi Musa berangkat. Di lembah Thuwa gunung Sinai ia bermunajat. Mula-mula, lama waktunya sebulan. Selama itu ia tidak makan minum tidak pula tidur. Bau mulutnya harum sekali, sayangnya, dalam keadaan bau mulut yang harum itu, Nabi Musa bersugi. Hilanglah bau harum dari mulutnya. Oleh karena itu, Allah menambah waktu munajatnya 10 malam lagi, sehingga keseluruhannya berjumlah 40 malam.
Kesempatan 40 hari itu digunakan oleh manusia-manusia nakal berhati kotor untuk menyembah berhala. Seorang umat Nabi Musa kelahiran Desa Samirah (di Mesir), membuat patung dalam bentuk ijil (anak sapi). Namanya Musa Samiri, karena berasal dari Samirah. Ketika Samiri lahir, ia dibuang oleh ibunya ke tengah hutan karena takut akan dibunuh oleh algojo-algojo kejam yang ditugaskan untuk membersihkan Bani Isra il dari bayi laki-laki oleh Fir aun. Di tengah hutan, Samiri dipelihara oleh Malaikat Jibril. Tetapi kebaikan Malaikat Jibril dibalasnya dengan durhaka menjadi pembuat patung pujaan.
Patung itu dibuat Samiri dengan menempa perhiasan-perhiasan yang dibawa oleh kaum Bani Isra il dari Mesir. Setelah patung anak sapi itu selesai dibikin, ia mengambil tanah bekas kaki kuda Jibril ketika menjemput Nabi Musa. Tanah itu dimasukkannya ke dalam mulut patung itu. Masuklah setan dan bersuara dari dalam patung itu. Yakinlah Bani Isra il bahwa patung itu bisa bersuara. Mulailah mereka menyembahnya. Nabi Harun segera mengatasi mereka sebisa mungkin. Meskipun Nabi Harun sangat lemah lembut, dicintai kaum Bani Isra il, tapi seruannya untuk kembali ke jalan Allah tidak mereka hiraukan. Mereka terus saja menyembah patung itu.
Mereka menjawab seruan dan nasihat Nabi Harun, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur an:
Kami tidak akan berhenti menyembah patung ini sebelum Nabi Musa kembali kepada kami. (QS. Thaha: 91)
Hanya 70 orang saja yang tidak ikut menyembah patung. Itu pun sekadar tidak ikut karena di belakang Nabi Harun, mereka tetap memberi anjuran kepada sesamanya menyembah ijil. Begitulah perbuatan umat Bani Isra il selama ditinggalkan oleh Nabi Musa.
Akhirnya, kembalilah Nabi Musa dari gunung Sinai. Melihat kaumnya sedang menyembah patung, ia sangat marah. Ia melemparkan Kitab Taurat yang baru saja diterimanya. Janggut Nabi Harun yang panjang menjuntai sampai ke dadanya itu, ia tarik. Ia menegur Nabi Harun, dan bertanya kenapa kaumnya dibiarkan sesat. Tetapi Nabi Harun menjelaskan, bahwa ia sudah kehabisan cara memberi nasihat, mereka tetap durhaka.
Orang-orang yang durhaka itu pun disuruh bertobat dengan cara bunuh diri. Tobat mereka memang berat. Mereka memohon kepada Nabi Musa agar diturunkan kabut yang menutupi pandangan mereka supaya senjata yang mereka pegang tidak terlihat. Turunlah kabut tebal menutupi mereka. Dalam gelap itu, mereka saling bunuh. Sebentar saja korban yang berjatuhan sudah berjumlah 70.000 orang. Nabi Musa memohon kepada Allah agar bunuh membunuh dihentikan, karena kalau tetap dibiarkan, umatnya bakal habis. Allah mengabulkan permohonan Nabi Musa. Mereka yang durhaka, sisanya, diberikan amnesti massal (pengampunan umum).
Adapun 70 orang yang tidak ikut menyembah patung itu diajak oleh Nabi Musa ke Gunung Sinai untuk membuktikan kekuasaan Allah. Di lerengnya mereka disuruh bersujud kepada Allah. Kabut tebal turun. Pandangan gelap. Ketika itulah mereka dapat mendengar Kalamullah kepada Nabi Musa. Bagaimana caranya Allah saja yang mengetahui.
Kabut naik, mereka menyudahi sujudnya. Setelah dapat mendengar firman Allah itu, mereka penasaran dan ingin melihat Allah secara langsung, terang-terangan. Bahkan, kalau mereka tidak dapat melihat Allah, mereka tidak akan beriman. Allah merespons keinginan mereka dengan memerintah Jibril berteriak keras. Jibril berteriak, mereka semua matilah. Sesudah itu mereka dihidupkan lagi, supaya mereka mau bersyukur.[]
D IPAN K EMATIAN YANG T URUN DARI C AKRAWALA
Masa 40 tahun tersesat di Padang Tih hampir terlewati. Umat Bani Isra il sebagian besar sudah dilalap kolera karena azab Allah atas perbuatan zina yang mereka lakukan. Maka, tinggallah sebagian kecil umat Nabi Musa dan Nabi Harun yang tersisa. 1
Nabi Musa dan Nabi Harun telah berusia lanjut. Ia, Nabi Harun, mengetahui bahwa panggilan Ilahi baginya sudah dekat.
Pada suatu hari ia mengajak Nabi Musa ke tengah hutan. Di sana ada pohon kayu yang rindang. Tiba-tiba turunlah sebuah dipan yang indah dari langit. Diajaklah Nabi Musa tidur berdua di atas dipan itu. Setelah Nabi Musa bangun, Nabi Harun sudah wafat. Ia sangat sedih.
1 Tentang kisah tersesatnya umat Bani Isra il dan sebab-sebabnya, lihat buku penulis: Karena Emas Paling Murni Ada di Hati: Kisah-Kisah Inspiratif tentang Godaan Setan & Tipuan Duniawi (Pustaka Pesantren, 2012)
Malaikat Jibril datang membawa sejumlah malaikat untuk memandikan dan mengafani jenasah Nabi Harun. Mereka kemudian menyalatinya bersama-sama. Sesudah itu, dipan yang indah itu naik sedikit demi sedikit membawa jenasah Nabi Harun ke langit. Nabi Musa terus memandangnya hingga dipan itu tak terlihat.
Nabi Musa kembali menemui umatnya. Orangorang Bani Isra il bertanya mengapa ia tidak pulang bersama Nabi Harun. Mereka menyangka Nabi Musa telah membunuh Nabi Harun. Nabi Musa menjelaskan, Tidak mungkin seorang Rasul akan berbuat dosa. Kakakku Harun sudah dipanggil oleh Allah.
Ia berdoa kepada Allah, mohon agar jenasah Nabi Harun yang sudah dinaikkan ke langit itu diperlihatkan kepada umatnya. Turunlah dipan tempat jenasah itu sampai bisa dilihat oleh orang banyak, kemudian naik lagi dan hilang tak terlihat. Barulah kaum Bani Isra il percaya, bahwa Nabi Harun sudah dipanggil oleh Allah.
Menurut sebagian riwayat, Nabi Musa wafat tidak lama setelah Nabi Harun meninggal. Oleh karena itu, seusai hukuman 40 tahun dilewati kaum Bani Isra il, Nabi Yusya memimpin mereka yang masih tersisa untuk memasuki tanah suci Baitul Maqdis. Ia membawa tongkat Nabi Musa. Dengan tongkat itulah ia memukul lutut raja kaum Jabbariin yang besar tinggi itu, dan matilah ia seketika dalam umur 4.500 tahun. Rakyatnya menyerah tanpa syarat kepada Nabi Yusya bin Nun dan mengungsi ke daerah lain.
Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Musa wafat dalam usia 123 tahun. Ia memimpin langsung umat Bani Isra il menyerbu kaum Jabbariin dan membunuh raja Iwaj bin Unuq dengan tongkatnya. Menurut riwayat itu pula, ketika sedang menyendiri setelah mengalahkan kaum Jabbariin, Nabi Musa didatangi oleh empat lelaki yang amat gagah. Seorang di antaranya berkata, Hai, Rasulullah, ada seseorang yang sudah berpesan kepada kami bahwa kalau dia wafat engkaulah yang harus membuatkan liang lahad.
Bagus, bagaimana ukuran tinggi orang itu, biar saya bisa langsung menggali kuburnya" Tinggi besar badannya persis seperti Anda.
Nanti dulu. Saya adalah kekasih Allah. Mengapa nyawa saya akan
dicabut" Memang benar Anda kekasih Allah, jawab Jibril, salah seorang di antara empat malaikat itu, tidakkah Anda ingin segera berjumpa dengan kekasih Anda.
Nabi Musa mengukur badannya, kemudian menggali tanah. Setelah selesai, siap dipakai, ia bertanya, Mana jenasahnya, kapan akan dibawa"
Sebenarnya kami adalah malaikat yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan bahwa Anda akan wafat. Sengaja kewafatan Anda dirahasiakan dari umat Anda karena khawatir orang-orang yang sangat cinta pada Anda akan memuja makam Anda, dan sebaliknya, yang membenci Anda akan menghina Anda.
Nanti dulu. Saya adalah kekasih Allah. Mengapa nyawa saya akan dicabut"
Memang benar Anda kekasih Allah, jawab Jibril, salah seorang di antara empat malaikat itu, tidakkah Anda ingin segera berjumpa dengan kekasih Anda. Daripada hidup di dunia penuh dengan cobaan yang bermacam-macam, lebih baik segera meninggalkan dunia ini untuk bertemu dengan Allah, betul begitu"
Ya, jawab Nabi Musa, saya sudah terlalu lelah menghadapi umat Bani Isra il ini, mereka terlalu bandel. Lebih baik saya menghadap Allah untuk menikmati kesenangan abadi, lepas dari segala kesusahan.
Setelah berbicara seperti itu, Izrail mencabut nyawanya. Malaikat-Malaikat itulah yang mengurus jenasahnya sampai dimakamkan di sebuah tempat yang rahasia. Itulah sebabnya, makam Nabi Musa tidak diketahui orang.
Rasulullah Muhammad Saw. dalam sebuah perjalanan, pernah melihat makam Nabi Musa. Sambil menunjuk ke arah makam itu, ia bersabda, Nabi Musa sedang shalat di makamnya.
Setiap Nabi, hidup di dalam makamnya dan tetap mengerjakan shalat. Jenasah nabi tetap utuh, tidak dimakan oleh tanah.
Ada riwayat lain terkait wafatnya Nabi Harun. Di sana diriwayatkan bahwa Nabi Musa dan Nabi Harun pernah datang ke Madinah untuk melihat dari dekat tempat tempat tinggal Nabi Muhammad Saw. Mereka berdua pun sempat mengunjungi Uhud untuk menyaksikan medan perang suci yang, pada saatnya nanti, dilakukan oleh Rasulullah Saw. Di Uhud, Nabi Harun diwafatkan. Itulah sebabnya di Gunung Uhud kini ada tempat yang disebut Syi ib Harun.
Adapun tentang wafatnya Nabi Musa, ada riwayat yang mengatakan bahwa ketika Nabi Musa sedang shalat sendirian, Izra il datang menyamar sebagai manusia. Ia duduk persis di depan Nabi Musa. Nabi Musa marah karena ia tidak tahu bahwa itu adalah Izra il. Setelah salam, ia langsung menampar wajah Izra il sampai matanya hilang sebelah. Izra il mengadu kepada Allah, Ya Rabbi, Engkau menyuruh saya mencabut nyawa orang yang tidak mau mati.
Turunlah sekali lagi, perintah Allah kepada Izra il, dan jangan duduk di depannya. Suruhlah ia (Musa) mengusap kulit sapi. Kalau pada telapak tangannya ada bulu yang melekat, berarti ia masih punya sisa umur. Tetapi kalau tidak, berarti umurnya sudah habis.
Izra il pun turun untuk melaksanakan perintah Allah. Sampai di halaman Nabi Musa, ia memberi salam, lalu disuruh masuk. Singkat cerita, Izra il mempersilakan Nabi Musa untuk mengusap kulit sapi. Ternyata, sehelai pun tidak ada bulu yang melekat pada tapak tangannya. Setelah menjelaskan instruksi Allah kepadanya, Izra il pun mencabut nyawa Nabi Musa. Demikianlah, Nabi Musa akhirnya wafat. []
T IGA B ATU , T IGA M ANTRA
Kira-kira 500 tahun setelah wafatnya Nabi Musa, nabi yang memimpin Bani Isra il adalah nabi Samuel. Ketika itu Bani Isra il sedang mengalami krisis kepemimpinan, sedangkan musuh selalu siap menghancurkan mereka kapan pun, lebih-lebih karena musuh Bani Isra il ketika itu dipimpin oleh Raja Jalut yang terkenal sangat kuat dan kejam. Mereka akhirnya memohon Nabi Samuel agar berdoa kepada Allah supaya Dia berkenan mengangkat raja bagi mereka. Doa nabi terkabul, ditunjukkanlah Thalut menjadi raja Bani Isra il.
Kaum Bani Isra il yang pada dasarnya suka membantah segera saja menentang pengangkatan itu dengan alasan bahwa Thalut hanyalah tukang penyamak kulit, tidak kaya, apalagi keturunan raja.
Tapi bantahan mereka tidak dapat menggagalkan pengangkatan Thalut menjadi raja. Karena apabila Allah sudah menunjuknya sebagai raja, pastilah Allah memberinya pengetahuan dan segala hal yang diperlukan untuk menjadi seorang raja.
Setelah Thalut dinobatkan menjadi seorang raja, Jalut datang menentangnya. Kaum Bani Isra il yang telah berjanji kepada Allah bahwa mereka akan setia kepada rajanya, ternyata banyak yang memungkiri janjinya. Raja Thalut waktu itu harus mempersiapkan angkatan perang yang sangat tangguh demi menghadapi kekuatan raja Jalut. Thalut meminta Nabi Samuel agar memohon petunjuk Allah atas siapa sebenarnya yang mampu membunuh raja Jalut.
Allah pun menjelaskan bahwa Jalut akan dibunuh oleh salah seorang putera Isa. Isa adalah pemuka Bani Isra il yang sangat saleh dan masih keturunan salah seorang nabi-nabi Bani Isra il. Ia mempunyai dua belas orang putera yang berperawakan besar tinggi dan gagah. Hanya puteranya yang bungsu saja yang badannya belum begitu besar. Dia bernama Daud.
Daud sendiri mempunyai banyak keistimewaan dibanding saudara-saudaranya yang lain. Selain gagah, cerdas, akhlaknya pun sangat terpuji. Salah satu irhas-nya adalah apabila ia sedang menggembala di lereng-lereng gunung atau di hutan kemudian bertasbih, gunung-gunung dan burungburung pun ramai ikut bertasbih bersamanya. Selain itu, hewan ternak yang ia gembalakan sekali pun tak pernah melanggar perintahnya.
Ketika sedang menggembala di hutan pada suatu hari, ia melihat seekor singa yang sedang tidur. Singa itu dibangunkannya, ditunggangi, sambil dipegang dua telinganya. Singa itu tidak marah, sebaliknya tetap hormat meski diperintahkan membawanya ke sana ke mari ke mana pun ia suka. Sampai di rumah, peristiwa itu ia ceritakan kepada ayahnya.
Wahai anakku, bersyukurlah kamu kepada Allah dan berharaplah bahwa suatu saat nanti Allah akan mengangkatmu menjadi seorang pemimpin, demikian kata Isa, ayah Daud, dengan penuh suka cita.
Selain itu, Nabi Daud mempunyai satu keahlian yang jarang dimiliki banyak orang; ia sangat ahli melempar dengan ketepel. Lemparannya keras dan jangkauannya sangat jauh. Isa berkata kepadanya pada suatu hari, Hai anakku, keahlianmu melempar dengan ketapel ini, suatu saat akan mengangkat derajatmu.
Setelah tahu bahwa yang akan membunuh Jalut adalah salah seorang putera Isa, Thalut menanyakan tanda khusus yang dimiliki oleh ia yang sudah ditunjukkan Allah itu. Nabi Samuel pun menjelaskan, bahwa apabila minyak samin ditumpahkan di kepalanya, minyak itu akan kental dan membentuk mahkota. Segera saja Thalut mendatangi Isa dengan membawa minyak samin di dalam sebuah bejana untuk menguji putera-putera Isa.
Semua putera Isa dipanggil. Satu persatu keluar, dimulai dari yang sulung dan ditumpahi minyak samin. Tetapi tak satupun di antara 11 orang yang hadir waktu itu memenuhi syarat.
Mana lagi" tanya Thalut penasaran, tidak mungkin Allah berdusta, pasti masih ada puteramu yang lain.
Tuhanku Mahabenar, jawab Isa, saya memang masih punya putera seorang lagi, paling kecil, namanya Daud. Tapi ia sekarang sedang menggembalakan ternak di hutan.
Kalau begitu ayo kita cari!
Thalut mengajak Isa mencari Nabi Daud. Setelah mereka berhasil menemuinya, Nabi Daud langsung diajak pulang. Di tengah perjalanan, sebutir batu kecil tiba-tiba memanggil Nabi Daud, katanya, Wahai Daud, saya adalah batu Nabi Musa yang dahulu kala dipakainya untuk membunuh musuhnya, bawalah saya untuk membunuh musuhmu.
Nabi Daud mendekati batu itu, lalu mengambilnya sambil membaca:
Dengan menyebut Tuhannya Nabi Ibrahim Dia berjalan lagi bersama bapaknya dan Thalut. Tiba-tiba ia mendengar suara lagi, hai Daud, saya adalah batu Nabi Harun yang dahulu kala dipakainya untuk membunuh musuhnya, bawalah saya untuk membunuh musuhmu.
Nabi Daud mendekati batu itu dan mengambilnya sambil membaca:
Dengan menyebut Tuhannya Nabi Ishak Daud berjalan lagi, dan untuk ketiga kalinya sebuah suara memanggilnya, hai Daud, saya adalah batumu yang akan engkau pakai membunuh musuhmu, bawalah saya!
Nabi Daud pun mengambilnya sambil membaca:
Dengan menyebut Tuhannya Nabi Ya kub Sampai di rumah, Nabi Daud diuji oleh raja Thalut. Ditumpahkanlah minyak samin di kepalanya, dan minyak itu tiba-tiba mengental, mengeras, lalu membentuk sebuah mahkota. Isa dan Thalut merasa sangat bahagia setelah menemukan bakal pembunuh Jalut yang sudah ditunjukkan Allah lewat Nabi Samuel. Thalut berjanji kepada Nabi Daud, bahwa apabila ia berhasil membunuh Jalut, kerajaannya akan dibagi menjadi dua. Sebagian untuknya dan sebagian lagi untuk Nabi Daud. Selain itu, Nabi Daud juga akan dinikahkan dengan puterinya.
Ketika raja Jalut sudah siap dengan angkatan perang yang sangat banyak untuk menyerang kerajaan Bani Isra il, Thalut pun bersiap-siap. Dengan kekuatan yang cukup besar, Thalut berangkat menyeberangi sungai untuk menghadapinya.
Ketika hendak menyeberang, para prajurit diuji oleh Allah dengan rasa dahaga yang amat sangat sehingga mereka sangat senang tatkala melihat air sungai yang jernih tidak kepalang dan mengalir dengan anggun di depan mata mereka. Aliran sungai itu seperti penari saja, lincah, gemulai, memanggilmanggil agar direguk sepuas hasrat para prajurit yang sedang kehausan tersebut. Tapi sebelum menyeberang, Thalut berkata kepada semua prajuritnya, Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan sungai ini, barangsiapa yang minum, ia bukan golonganku dan barang siapa yang tidak minum, ia adalah golonganku. Kecuali orang yang minum dengan cara menyebok dengan tangannya. Ternyata sewaktu mereka menyeberangi sungai yang mengikuti perintah Thalut, menyebok dengan tangan, hanya 313 orang. Kebanyakan di antara mereka minum seperti sapi di sungai itu sampai kenyang.
Setelah mereka sampai di seberang, yang sehat hanyalah yang 313 orang itu saja, yang lainnya sakit perut karena terlalu banyak minum.
Setelah kedua pasukan berhadapan, Jalut yang besar dan tinggi itu menantang dengan pedang terhunus. Orang-orang menjadi ngeri melihatnya. Nabi Daud yang ketika itu dipersenjatai dengan pedang, sambil menunggang kuda, gagah berani menjawab tantangan itu. Dengan sombongnya Jalut berkata, Untuk apa kamu maju"
Untuk membunuh kamu, Jalut! jawab Nabi Daud tanpa sedikit pun merasa gentar.
Percuma, anak kecil sepertimu, demikian Jalut meremehkan. Postur Nabi Daud memang jauh lebih kecil hingga wajar jika Jalut merasa tak bakal mendapat perlawanan, apalagi dikalahkan. Katanya kemudian, Aku biasa bertanding dengan raja yang besar-besar. Anak kecil macam kau hanya maju untuk setor nyawa saja.
Nabi Daud ingat bahwa senjata yang ampuh untuk membunuh Jalut adalah batu-batu kecil yang tiga butir itu, bukan pedang ataupun tombak. Ia pun langsung turun dari kudanya untuk mengambil ketapel dan tiga butir batunya.
Belum-belum musuh sudah berteriak, mengejek Nabi Daud, menyebutnya pengecut yang kalah sebelum bertanding.
Setelah Nabi Daud mempersiapkan ketapel dan batunya, barulah ia maju lagi, tanpa menunggang kuda.
Apa yang kamu bawa" tanya Jalut penasaran. Saya membawa tiga butir batu untuk membunuhmu.
Yang dibunuh dengan batu kecil adalah anjing, sedangkan aku ini adalah Raja Jalut yang terkenal perkasa.
Kamu lebih hina dari anjing!
Mendengar jawaban itu Jalut menjadi marah. Dia hendak menebas Nabi Daud dengan pedangnya, tetapi lawannya itu ternyata sudah lebih dulu melemparnya dengan ketapel yang berisi tiga butir batu. Dihantam tiga batu itu, Jalut dan 80 pembesar-pembesarnya pun roboh. Anak buahnya yang lain diserbu oleh tentara Thalut yang 313 orang. Mayat-mayat mereka bergelimpangan, sedangkan yang masih hidup segera lari tunggang langgang.
Kemenangan gilang gemilang diraih Bani Isra il. Begitu mudahnya Nabi Daud membunuh Jalut dan para pembesarnya, sekaligus melumpuhkan kekuatan raja barbar itu sehingga mereka tidak bisa berkutik lagi. Tetapi hal ini pula yang menyebabkan raja Talut sangat menyesal sudah menjanjikan setengah kerajaannya kepada Nabi Daud dan akan menikahkannya dengan puterinya.
Thalut pun menambah persyaratan lagi, ia meminta Daud agar musuh-musuhnya yang tinggal 200 orang tak disisakan, semuanya harus habis oleh Daud sendiri. Nabi Daud segera memburu musuhmusuh yang tinggal 200 orang itu. Ia berhasil memenggal leher mereka dan membawa semuanya kepada Thalut.
Tidak ada alasan lagi bagi Thalut untuk memungkiri janjinya. Ia lantas menikahkan puterinya dengan Nabi Daud dan menyerahkan setengah kerajaannya. Nabi Daud menerimanya dengan senang hati meskipun tujuan utamanya berperang adalah untuk menegakkan agama Allah dengan cara menghancurkan musuh-musuh-Nya. Setelah itu, Nabi Daud betul-betul menjadi pemimpin tertinggi, baik dalam bidang agama maupun urusan dunia. Ia memerintah dengan bijaksana dan adil. Kerajaannya menjadi kerajaan yang aman, subur, makmur, dinaungi keridhoan Allah.
Hal inilah yang menjadi penyebab tak tertahankannya arus emigrasi rakyat Thalut. Mereka pindah ke wilayah kerajaan Nabi Daud secara besar-besaran. Thalut menjadi marah. Dirasanya menantunya itu sudah menjadi saingan. Oleh karena itu, pada suatu hari dia datang ke rumah Nabi Daud dengan tujuan untuk membunuhnya. Nabi Daud ketika itu sedang pergi berdakwah. Yang ada di rumah hanya permaisurinya, yaitu puteri Thalut sendiri.
Mana Daud" tanyanya dengan geram. Karena memang sedang berdakwah, puterinya pun menjawab bahwa Nabi Daud sedang pergi berdakwah. Thalut kalap, ia mengancam, Nanti malam saya akan datang lagi untuk membunuh suamimu.
Permaisuri Nabi Daud menjadi sedih karena suaminya akan dibunuh oleh bapaknya sendiri. Sewaktu Nabi Daud pulang, disampaikanlah hal itu kepadanya. Nabi Daud menghibur permaisurinya dengan sabdanya, bahwa Allah akan memelihara keselamatan setiap hamba-Nya. Ia lantas mempersiapkan bejana besar yang diisi dengan air merah seperti darah. Bejana disimpan pada tempat tidur, dibuat sedemikian rupa agar disangka bahwa itulah Nabi Daud, sedang tidur dengan nyenyaknya. Nabi Daud sendiri waktu itu tidur di bawah ranjang.
Tengah malam Thalut menepati ancamannya. Ia datang dengan membawa pedang terhunus. Dia mengetuk pintu. Puterinya membukakan. Thalut bertanya, Mana Daud"


Air Mata Para Nabi Karya Haji Lalu Ibrohim M.thoyyib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Puterinya menunjuk ke arah bejana yang diselimuti itu. Tanpa berpikir panjang, Thalut segera menebaskan pedangnya kepada bejana itu sekuat tenaga. Air berwarna merah pun muncratlah, oleh Thalut diyakini bahwa itu adalah darah Nabi Daud. Thalut merasa puas, ia kemudian pulang. Nabi Daud senyum-senyum kemudian naik ke tempat tidur. Keesokan harinya, Thalut menyebarkan berita bahwa Nabi Daud sudah meninggal. Tetapi orang banyak segera saja menjadi saksi bahwa Nabi Daud justru sedang duduk di singgasana kerajaan. Alangkah kecewanya Thalut karena niat jahatnya gagal total. Dia menangis di atas makam Nabi Samuel. Kemudian datanglah suara menyuruhnya bertobat dan menghentikan niat jahatnya. Thalut pun tobat, dan ia minta maaf kepada Nabi Daud serta menyerahkan kerajaannya seluruhnya. Dia meletakkan jabatannya sebagai raja, sampai penghujung hidupnya.[]
B IODATA P ENULIS T UAN G URU H AJI L ALU I BROHIM M. T HOYYIB (TGH. Lalu Ibrohim M.T.) lahir di Cempaka Putih, Lombok Tengah, NTB, 56 tahun yang silam. Saat ini ia adalah Pimpinan Pondok Pesantren Uswatun Hasanah, Batukliang Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Pendidikan formalnya hanya sampai SMP di Batukliang dan mengaji kepada TGH. Anang M. Thoyyib, seorang tuan guru keturunan Banjar.
Selain menjadi pimpinan Pon. Pes, sekarang ini ia juga membina sekitar 200 Majlis Taklim yang tersebar di NTB. Sesekali ia diundang ceramah ke Bali, Jawa, Sulawesi, dan Malaysia. Aktifitasnya yang lain adalah menjadi dosen luar biasa di Institut Agama Islam Al-Ibrahimy Qomarul Huda (IAIIQH) Lombok Tengah, NTB.
Walaupun sibuk dengan aktifitas pengajian, menulis adalah hobinya. Karya-karyanya meliputi bidang kajian Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Faraidh, Sains, Hadis, Sejarah, Ulumul Qur an, Sastra, Fiqh, dan lain-lain.
Beberapa bukunya yang telah diterbitkan Pustaka Pesantren adalah Serial Kisah-Kisah Inspiratif , di antaranya: 1. Air Mata Para Nabi (Kisah Inspiratif tentang Ketabahan Nabi dalam Memperjuangkan Kebenaran), 2. Tijaratan Lan Tabur (Kisah Inspiratif tentang Dahsyatnya Sedekah dan Bahaya Kikir), 3. Engkaulah yang Paling Kusayang Tak Ada yang Lain (Kisah Inspiratif tentang Kesejatian Cinta), 4. Mereka Memanggilku Khidir (Kisah Inspiratif tentang Kemunculan Khidir Membimbing Ruhani Para Waliyullah), 5. Ya Allah Temani Aku Menangis (Kisah Inspiratif tentang Indahnya Pertobatan dan Dahsyatnya Kematian), 6. Diabadikan Qur an Dipelihara Bumi (Kisah Inspiratif tentang Pencarian Kebenaran dan Keteguhan Iman), 7. Itu Bisa Dilakukan Lalat Ini Dapat Dikerjakan Ikan (Kisah Inspiratif tentang Karomah dan Keteladanan Ulama Klasik), dan 8. Karena Emas Paling Murni Ada di Hati (Kisah Inspiratif tentang Godaan Setan & Tipuan Duniawi).
A IR M ATA P ARA N ABI Rumah Judi Pancing Perak 2 Pendekar Rajawali Sakti 204 Titah Sang Ratu Manusia Setengah Dewa 1
^