Pencarian

Kembang Jelita Peruntuh 6

Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p Bagian 6


kalau dilihat dari gerakan obor-obor yang
bergerak di atas lereng-lereng, kelihatannya
pasukan musuh juga ingin mengurung pasukan
Ong Ling-po dalam sebuah lingkaran besar.
Jantung Ong Ling-po tergetar karena bisa
menduga rencana musuh. Dan secara militer ia
pun bisa memperhitungkan, kalau pasukannya
sampai terkurung, maka pasukannya akan
tertumpas habis. Pasti di pihak lawan akan
jatuh banyak korban juga, tetapi mereka akan
menang. Karena itu, sebelum gerakan pasukan
musuh di kedua lereng sebelah-menyebelah itu
terkatup menjadi suatu gelang raksasa yang
bakal sulit didobrak, Ong Ling-po lebih dulu
memberi aba-aba pasukannya, "Mundur! Jangan
sampai terkepung!" Pasukan Ong Ling-po bagaikan arus satu
arah yang mencoba menerobos ke arah semula.
Kembang Jelita 2 / IX 63 Mereka berlari-lari, berusaha bergerak secepat
mungkin. Tetapi sisa-sisa dinasti Beng mengejar dan
mendesak dengan garang. Di bawah cahaya
obor, Ong Ling-po melihat prajurit-prajurit
musuh memang berseragam pasukan Kerajaan
Beng, tetapi banyak di antaranya yarig
seragamnya sudah lusuh, atau sudah tidak
lengkap. Ada yang tidak memakai topi rotannya
hilang dan cuma memakai ikat kepala, ada yang
tidak memakai sepatu tentara melainkan hanya
sepatu-jerami seperti yang biasa dipakai para
pendeta pengembara, bahkan ada yang tanpa
alas kaki sama sekali. Selain itu, tampang
mereka juga dekil-dekil, banyak yang
berewokan setelah beberapa lama tidak
bercukur. Tetapi pasukan compang-camping itu
alangkah garangnya dalam bertempur. Bukan
saja mereka mengandalkan jumlah lebih banyak
untuk menang, tetapi terlihat nyata kalau ketrampilan
perseorangan prajurit-prajurit musuh juga mengungguli ketrampilan perseorangan prajurit-prajurit Ong Ling-po.
Kembang Jelita 2 / IX 64 Melihat itu, Ong Ling-po heran juga.
Pasukan dari mana ini? Pasukan dinasti Beng
yang dihadapinya kemarin, yang berasal dari
San-hai-koan, tidak sebanyak dan setangguh ini.
"Panglima, cepat mundur, jangan sampai
terpisah dengan pasukan kita!" Pun Liok
meneriaki pasukannya dan panglimanya
sekaligus. Memang saat itu Ong Ling-po dan
beberapa perwira mencoba membendung
lajunya pasukan musuh di suatu jalan yang
sempit, berusaha memberi kesempatan
pasukannya untuk mundur. (Bersambung jilid X.) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 18/07/2018 15 : 35 PM
Kembang Jelita 2 / IX 65 Kembang Jelita 2 / X 1 ( Bagian II ) JILID X Karya : STEVANUS S.P. pelukis : WIDODO Percetakan & Penerbit
CV "G E M A" Mertokusuman 761 RT 02 RW VII
Tilpun 35801 - SOLO 57122
Kembang Jelita 2 / X 2 Kembang Jelita 2 / X 1 KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA 2 Karya : STEFANUS S.P. Jilid X K arena rasa tanggung jawabnya yang besar
untuk pasukannya itu, Ong Ling-po hampir
tertinggal oleh pasukannya sendiri yang sedang
bergerak mundur. Pun Liok sendiri tidak mau meninggalkan
Ong Ling-po sendirian. Maka dengan gada Kimkong-kun yang diayunkan ke sana ke mari
dengan kuatnya, ia bertahan dari musuh yang
menyerbu seperti semut. Ia hanya ingin mundur
kalau bersama panglimanya.
Ong Ling-po pun mulai bergeser mundur,
sementara tekanan dari pasukan musuh terasa
semakin berat, bukan saja dari depan melainkan
juga dari kiri kanan. Merasakan itu, Ong Ling-po
Kembang Jelita 2 / X 2 menganggap bahwa perintahnya untuk mundur
tadi memang perintah yang tepat.
Tetapi di tengah-tengah pertempuran itu,
Ong Ling-po melihat ada seorang dipihak
musuh yang menarik perhatiannya. Orang itu
seorang lelaki yang beberapa tahun lebih tua
dari Ong Ling-po, tegap, gagah, meskipun
nampak kurang merawat dirinya dan agak dekil,
tidak berseragam prajurit, menggendong
sebatang pedang yang pada pelindung gagang
pedangnya berukir elang mementang sayap.
Kelihatannya orang ini adalah pimpinan dari
pasukan musuh, sebab ia nampak memberi
perintah-perintah kepada orang-orang di
sekitarnya. Kalau ada prajurit-prajuritnya Ong Ling-po
yang berani menyerang orang ini, maka orang
ini tanpa mencabut pedang di punggungnya,
hanya mengebaskan tangan atau kakinya dan
membuat penyerang-penyerangnya rebah tak
berdaya. Di tengah-tengah pertempuran yang
begitu sengit dan berbahaya, orang ini berjalan-
Kembang Jelita 2 / X 3 jalan dengan santai seperti sedang melihat-lihat
di pasar saja. Melihat orang ini, mau tidak mau hati Ong
Ling-po bergetar, teringat sebuah nama besar di
kalangan keprajuritan dinasti Beng dulu. Helian
Kong. Seorang panglima dinasti Beng yang
tangguh, bahkan Jenderal Li Giam yang
merupakan "sapu-kawatnya" pemberontak
Pelangi Kuning pun menyeganinya. Seorang
panglima dinasti Beng yapg disegani oleh
musuh-musuh di medan perang, tetapi
sayangnya tidak dihargai di kalangan dinasti
Beng sendiri, sehingga beberapa kali nyawanya
habipir melayang karena fitnah dan intrik-intrik
gelap atas dirinya dari kalangan pemerintah
Beng sendiri. Inikah orangnya? Pikir Ong Lingpo.
Ketika itulah Pun Liok yang berangasan itu
telah berlari sambil menyerbu orang itu, sambil
mengangkat tinggi-tinggi gada Kim-kongkunnya dengan kedua tangan, siap dikeprukkan
ke kepala orang itu. Biarpun bertubuh pendek
gempal, ternyata Pun Liok mampu berlari cepat.
Kembang Jelita 2 / X 4 Ong Ling-po terkejut dan meneriaki dari
jauh, "Saudara Pun, hati-hati!"
Bersamaan dengan seruan itu, gada Kimkong-kun Pun Liok sudah terayun deras ke
ubun-ubun si pemimpin pasukan musuh, tegak
lurus dari atas ke bawah dengan pukulan
kebanggaannya, Thai-san-ap-ting (Gunung
Besar Mengambruki Kepala). Diiringi bentakan
menggelegar pula. Tetapi hantaman sedahsyat itu cuma
menghantam tanah sehingga debu dan kerikil
muncrat berhamburan, sebab orang yang
dijadikan sasaran sudah menghilang.
Ketika Pun Liok hendak berputar untuk
mencari ke arah mana lawannya menghindar,
tahu-tahu sebuah pukulan tangan kosong sudah
menghajar tengkuknya, membuatnya tersungkur ke depan. Biarpun tidak pingsan
karena Pun Liok memang kuat dan bandel,
daging pelindung tengkuknya juga keras dan
tebal, tetapi matanya cukup berkunang-kunang
dan tidak dapat segera bangkit.
Kembang Jelita 2 / X 5 Pun Liok mengerang, tangannya merabaraba hendak mencari gagang senjatanya yang
terlepas. Orang yang diserang Pun Liok tadi memang
Helian Kong, cocok dengan dugaan Ong Ling-po,
panglima dinasti Beng yang legendaris itu.
Helian Kong agak kagum juga melihat
kekuatan tubuh Pun Liok yang tidak langsung
pingsan meskipun sudah dipukul tengkuknya. Ia
ingin menangkap hidup-hidup perwira Pelangi
Kuning ini, maka diayunkannya tangannya
sekali lagi untuk membuat Pun Liok pingsan.
Saat itulah Ong Ling-po meluncur datang
untuk menyelamatkan perwira bawahannya itu.
Sepasang kaitan besinya gemerlapan menyerang sepasang pundak Helian Kong. Ong
Ling-po sebagai seorang yang berwatak jantan,
sebenarnya sungkan juga menyerang seorang
yang tidak bersenjata secara menyergap pula,
namun mengingat keselamatan segenap
pasukannya, dan juga keselamatan pribadi Pun
Liok, ia melakukannya juga meskipun sambil
memberi peringatan, "Awas seranganku!"
Kembang Jelita 2 / X 6 Sepasang kaitan besinya gemerlapan menyerang
sepasang pundak Helian Kong.
Kembang Jelita 2 / X 7 Sesungguhnya, tanpa diberi peringatan pun
Helian Kong sudah dapat merasakan datangnya
serangan itu, sehingga ia cepat membalikkan
badan sambil memiringkan tubuh, bukan itu
saja, tahu-tahu kaki kanannya menyapu
melingkar ke atas dengan tendangan Pai-lian-ka
(Sapuan Kaki Teratai Bergoyang) begitu
cepatnya menendang lengan Ong Ling-po ke
sam-ping. Ong Ling-po membuat salto ke samping
dengan gerakan seperti roda, tanpa tangannya
menyentuh tanah, untuk meredam hempasan
kaki Helian Kong yang sangat kuat itu.
Sementara Helian Kong sudah menubruk
maju, masih dengan tangan kosong. Niatnya
untuk meringkus Pun Liok dibatalkannya. Ia
ingin menangkap Ong Ling-po saja, yang kalau
ditilik pakaiannya pasti berpangkat lebih tinggi
dari Pun Liok. Dua panglima dari golongan yang
bertentangan itu pun berkelahi. Pada gebrakangebrakan pertama saja Ong Ling-po langsung
merasakan betapa beratnya bertarung satu
Kembang Jelita 2 / X 8 lawan satu dengan si panglima dinasti Beng
yang termasyhur itu. Ong Ling-po sendiri bukan
perwira yang naik kariernya karena belas
kasihan atasannya, tapi ditapakinya jenjang
demi jenjang lewat kerja keras, dan sudah
membuktikan kehebatannya di medan-medan
pertempuran, la tangguh dalam pertempuran
kelompok maupun perseorangan. Permainan
sepasang kaitan besinya disegani banyak orang.
Tetapi sekarang berhadapan dengan Helian
Kong yang bertangan kosong, Ong Ling-po
merasa betapa ia jadi seperti anak-anak yang
serba canggung. Ia tidak bisa memantapkan diri
menghadap ke satu arah, sebab Helian Kong
seolah-olah mengitarinya. Sabetan-sabetan
sepasang kaitannya selalu menghantam angin,
sementara tangan Helian Kong serasa semakin
dekat ke kulitnya. Ketika itulah Pun Liok sudah meraba-raba
dan bangun tertatih-tatih, bahkan kedua


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya sudah kembali menggenggam gada
Kim-kong-kunnya. Melihat panglimanya sedang
berhadapan dengan seorang yang tadi
Kembang Jelita 2 / X 9 diserangnya, Pun Liok berkobar semangatnya
dan membulatkan tekad untuk bertempur
membantu panglimanya. Ong Ling-po melihatnya dan tahu bantuan
Pun Liok akan cukup berarti menghadapi Helian
Kong yang bertempur begitu hebat, namun Ong
Ling-po lebih memikirkan pasukannya yang
tercerai-berai seperti anak-anak ayam kehiJangan induknya. Karena itu, melihat Pun
Liok siap-siap terjun ke gelanggang, dengan
mengabaikan kesulitannya sendiri, ia memberi
perintah, "Pun Liok, pimpin pasukan
menyingkir dari sini!"
"Panglima, kau sendiri..."
"Jangan hiraukan aku, aku bisa lari kalau
perlu. Jangan sampai pasukan kita kehilangan
komando......" Pun Liok ragu-ragu beberapa saat. Ong Lingpo adalah teman seperjuangan bertahun-tahun,
tidak tega ia meninggalkannya begitu saja,
apalagi melihat betapa jungkir-baliknya Pun
Liok menghadapi Helian Kong.
Kembang Jelita 2 / X 10 "Cepat! Tunggu apa lagi?" teriak Ong Lingpo sambil menggulingkan diri di tanah,
menghindari serbuan Helian Kong bertubi-tubi.
Kaitan di tangan kirinya tak bisa dipertahankan
lagi, sebab lengan kirinya kena tendangan
Helian Kong sehingga senjatanya lepas dan
terlempar menancap di pohon.
Pun Liok masih kebingungan, tetapi
akhirnya dengan mengeraskan hati, ia pergi
memimpin pasukannya menyingkir dari situ.
Serbuan pasukan Helian Kong memang
sudah diperhitungkan baik-baik, sebaliknya di
pihak Ong Ling-po belum siap sama sekali
menghadapi serangan itu. Ditambah kemampuan prajurit-prajuritnya
Helian Kong yang rata-rata lebih tinggi dari
prajurit-prajurit Ong Ling-po, juga jumlah
prajurit Helian Kong yang tiga kali lipat dari
pasukan Ong Ling-po. Maka biarpun Pun Liok berhasil meloloskan
diri bersama sebagian pasukan, namun yang
lolos hanya sekitar seribu, orang. Sebagian
Kembang Jelita 2 / X 11 besar tertawan, dan sebagian kecil terbunuh
atau luka-luka. Bersama sisa-sisa pasukannya di suatu
tempat aman, Pun Liok terengah-engah
menenangkan diri, kemudian menggeram sedih
bercampur marah, "Benar-benar tidak terduga
kalau di pegunungan ini ada pasukan lain
dinasti Beng..." "Apakah yang tadi itu bukan pasukan yang
kemarin kita hadapi?"
"Nampaknya lain. Yang ini kelihatannya
seperti sudah lama hidup di hutan, banyak yang
seragamnya sudah tidak lengkap."
"Bagaimana dengan Komandan Ong?"
Pun Liok menarik napas, "Entahlah. Tadi
ketika kutinggalkan dia, dia nampak mengalami
kesulitan menghadapi pemimpin pasukan
musuh. Tetapi dia menyuruhku untuk
menyingkir bersama sisa pasukan. Mudahmudahan dia selamat dan akan segera
bergabung kembali dengan kita.."
"Sekarang kita akan ke mana?"
Kembang Jelita 2 / X 12 "Pasukan kita tinggal sedikit, terlalu
berbahaya kalau berada di pegunungan ini
terus. Kita akan turun ke dataran dan
bergabung dengan pasukan induk. Dan kalau
Jenderal Lau ijinkan, aku akan minta pasukan
yang lebih banyak untuk menggerebeg
pegunungan ini lagi..."
* * * Di bagian lain dari pegunungan, Helian Kong
dan pasukannya tengah menikmati kemenangan. Helian Kong hilir mudik di antara
prajurit-prajuritnya yang sedang sibuk membenahi diri di bawah cahaya obor. Mereka
mengobati yang terluka, dari kedua pihak,
mengubur mayat-mayat dari kedua pihak,
mengikat tawanan yang jumlahnya banyak, dan
di antara tawanan itu adalah Ong Ling-po yang
ditaruh agak terpisah dengan diikat kuat-kuat
dan dijaga beberapa orang. Wajah panglima
Pelangi Kuning itu nampak murung.
Kembang Jelita 2 / X 13 "Panglima, akan diapakan tawanan-tawanan
itu?" tanya seorang perwira kepada Helian
Kong. "Biarkan dulu. Perlakukan dengan baik, aku
belum pikirkan tentang mereka..."
Helian Kong mengambil sedikit waktu
sebelum fajar untuk mengistirahatkan tubuh
dan pikirannya. Esoknya, dia ingin berbicara
dengan Ong Ling-po, untuk coba membujuknya
menakluk ke pihaknya. Tapi selama beristirahat, tiba-tiba pikirannya berubah, ia
lebih dulu ingin menjumpai Bu Sam-kui di Sanhai-koan untuk mengetahui perkembangannya.
Bu Sam-kui berhubungan dekat dengan orang
yang bernama Jai Yong-wan yang mengaku
sebagai saudagar Korea itu, dan ini membuat
Helian Kong merasa kurang tenteram. Ia
mencurigai orang yang bernama Jai Yong-wan
itu. Namun begitu fajar menyingsing, Bu Samkui mendengar di kejauhan suara meriam
menggelegar tanpa henti. Itulah tanda kalau
balatentara besar kaum Pelangi Kuning kembali
Kembang Jelita 2 / X 14 menggempur San-hai-koan setelah "libur"
sehari. Mungkin mereka sudah mendengar
laporan tentang tertangkapnya Ong Ling-po,
dan mereka menjadi gusar, lalu melampiaskan
kegusarannya dengan menggempur San-haikoan.
"Bu Sam-kui mudah-mudahan tabah
menghadapi semua ini...." Helian Kong harapharap cemas dalam hatinya. Ia tahu pasukan
San-hai-koan jauh lebih kecil dari pasukan
lawan, hanya tembok San-hai-koan yang kokohkuatlah yang memungkinkan mereka bertahan
sekian lama dengan gigih.
Helian Kong tahu, tidak mungkin ia
mendekati San-hai-koan di siang hari bolong
begini. Terpaksa harus menunggu sampai
malam hari. Menjelang tengah hari, pasukan Kong-sun
Koan bergabung dengan pasukan Helian Kong.
Alangkah gembiranya kedua belah pihak akan
pertemuan itu. Selain jumlah prajurit menjadi
lebih banyak yang dengan sendirinya menjadi
Kembang Jelita 2 / X 15 bertambah kuat, tetapi juga meningkatkan
semangat prajurit-prajurit.
"Senang sekali mengetahui bahwa aku tidak
sendirian, Panglima Helian..." kata Kongsun
Koan. Helian Kong lalu menunjukkan surat dari Bu
Sam-kui yang berisi pesan, agar Kongsun Koan
menyerahkan komando tertinggi atas pasukan
gabungan ke tangan Helian Kong.
Kongsun Koan membacanya, dan mematuhinya dengan rela. Katanya, "Akan
menjadi suatu pengalaman berharga buatku,
bertempur di bawah ahli militer termasyhur
sepertimu, Panglima Helian.
Helian Kong tertawa, "Jangan terlalu
memuji, Saudara Kongsun. Kau terlalu
terpengaruh oleh berita-berita tentang diriku.."
"Jenderal Bu di San-hai-koan banyak
bercerita tentang dirimu, Panglima."
Helian Kong kemudian secara singkat
menjelaskan pertempurannya semalam, dengan
hasil kemenangan di pihaknya, di mana banyak
Kembang Jelita 2 / X 16 prajurit tertawan dan bahkan pimpinan
pasukan musuh sendiri tertawan.
Kongsun Koan tertawa mendengarnya,
"Panglima Helian, kau ini begitu datang di
pegunungan ini terus main sapu bersih saja.
Hem, kaum Pelangi Kuning pasti kena batunya
dengan kedatanganmu di sini."
"Lagi-lagi kau terlalu memuji, Saudara
Kongsun. Eh, Saudara Kongsun, apakah kau
kenal seorang saudagar Korea yang bernama Jai
Yong-wan?" "Darimana Panglima kenal orang ini?" tanya
Kongsun Koan heran. Helian Kong menangkap nada tidak senang
terkandung di dalam suara Kongsun Koan. Ia
tambah tertarik untuk mengetahui tentang Jai
Yong-wan lebih jauh. "Saudara Kongsun, bukankah tadi sudah
kukatakan kepadamu, malam itu ketika aku
menjumpai Jenderal Bu di San-hai-koan, orang
Korea itu kebetulan juga datang mengunjungi
Jenderal Bu dan bahkan membawakan kuah
jinsom? Saat itulah aku tahu kalau hubungannya
Kembang Jelita 2 / X 17 dengan Jenderal Bu cukup akrab. Bisakah kau
menjelaskan lebih jauh?"
"Bukan saja akrab, bahkan Jenderal Bu lebih
mendengarkan dia daripada perwiraperwiranya seperti aku ini. Panglima Helian,
aku sebenarnya mencurigai Jai Yong-wan.
Orang itu mengaku orang berasal dari Korea
yang membenci orang Manchu, tetapi aku tidak
mempercayai kata-katanya demikian saja. Dia
itu bukan saudagar dalam arti yang
sebenarnya...." "Maksudmu, mata-mata?"
"Aku belum berani memastikan. Tetapi aku
pernah mencoba menyatroni rumahnya diamdiam di suatu malam. Ternyata rumah itu
kosong sama sekali. Memang tidak kutemukan
bukti apa pun di rumahnya, tetapi dia patut
diwaspadai. Hal ini berulang beberapa kali. Dia
sering pergi meninggalkan rumahnya secara
diam-diam, entah ke mana."
Helian Kong jadi mencemaskan Bu Sam-kui,
tetapi ia tidak terkejut, sehingga Kongsun Koan
bertanya, "Panglima kelihatannya tidak kaget?"
Kembang Jelita 2 / X 18 "Aku memang tidak terkejut mendengar
tentang campur-tangannya orang luar dalam
kemelut antara bangsa Han yang sedang
terpecah-belah ini. Sebab aku sendiri pernah
memergoki usaha pihak Manchu untuk
membunuh Li Giam. Biarpun Li Giam adalah
pentolan kaum Pelangi Kuning yang menjadi
musuh kita, namun waktu itu aku membela Li
Giam, sebab aku tidak ingin urusan dalam
negeri kita dicampuri orang-orang asing yang
akan mengambil keuntungan mereka sendiri.."
Kongsun Koan mengangguk-angguk, "Panglima bersikap tepat. Kata pepatah, kalau
saudara kandung kita berkelahi dengan saudara
sepupu kita, kita memihak saudara kandung
kita. Jika saudara sepupu kita berkelahi dengan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang asing, kita memihak saudara sepupu kita.
Aku pun pasti akan berbuat seperti Panglima
bila mengalami keadaan yang sama."
"Kata-katamu tentang Jai Yong-wan
menggelisahkan aku, Saudara Kongsun. Aku
benar-benar khawatir kalau Saudara katakan
tentang orang itu..."
Kembang Jelita 2 / X 19 Kongsun Koan menarik napas. "Kita merasa
gelisah sampai rambut kita rontok dan menjadi
botak pun percuma. Kita bisa berbuat apa?"
Helian Kong berkata, "Nanti malam aku
harus ke San-hai-koan untuk menemui Jenderal
Bu dan memperingatkan soal ini.."
"Jangan, Panglima, tempat itu tentu dijaga
ketat oleh pasukan musuh........" namun Kongsun
Koan tiba-tiba menghentikan kata-katanya
sendiri. Lalu menepuk jidatnya sendiri sambil
berkata, "Ah, aku benar-benar lupa dengan
siapa aku tengah berbicara. Aku sudah
mendengar tentang Panglima, tentu saja
penjagaan musuh takkan ada artinya kalau
Panglima berniat ke sana..."
Helian Kong cuma tertawa. Namun ia
dengan tidak sabar menatap matahari yang
merambat bagaikan siput. Ia ingin segera
malam tiba agar dapat menyelusup ke San-haikoan.
Dentuman meriam di kejauhan makin
mengendor, agaknya pihak Pelangi Kuning lebih
menggiatkan usaha memanjat tembok daripada
Kembang Jelita 2 / X 20 menghambur-hamburkan mesiu. Helian Kong
tidak melihat sendiri, tapi dapat membayangkannya. "Entah bagaimana keadaan di San-hai-koan,
mudah-mudahan masih dapat bertahan....." pikir
Helian Kong. Akhirnya matahari pun tenggelamlah.
Langit menjadi gelap. Helian Kong bersiap-siap meninggalkan
pasukannya untuk menyelundup ke San-haikoan. Diserahkannya pimpinan pasukan ke
tangan Kongsun Koan selama ia pergi,
kemudian pergilah ia seorang diri, hanya
ditemani pedang Elang Besinya.
Ketika tiba di dataran, tiba-tiba saja timbul
keinginan Helian Kong untuk mengetahui
bagaimana kekuatan pihak Pelangi Kuning.
Helian Kong lalu mendekati perkemahan
mereka yang membentang luas, dan itu benarbenar tidak sulit, sebab dari kejauhan sudah
terlihat obor-obor mereka. Helian Kong jadi
seperti sebuah kapal yang dituntun oleh sebuah
mercu suar. Kembang Jelita 2 / X 21 Tiba di dekat perkemahan, tidak sulit bagi
Helian Kong untuk mendapatkan seragam
prajurit Pelangi Kuning, cukup dengan
menyergap dan memingsankan seorang prajurit
musuh yang perawakannya sama dengannya,
melucuti pakaiannya dan memakainya. Setelah
itu, hilir-mudiklah Helian Kong di perkemahan
Pelangi Kuning dengan bebasnya.
Ketika Jenderal Lau Cong-bin menggerakkan pasukannya di San-hai-koan, ia
membawa seratus ribu prajurit, dan biarpun
sudah berkurang banyak akibat gempuran siasia ke San-hai-koan selama beberapa hari ini,
namun jumlahnya masih cukup banyak. Begitu
banyaknya sehingga tidak dapat mengenali satu
persatu, sehingga amanlah Helian Kong hilirmudik di perkemahan itu.
Nampaknya ada kesibukan besar di
perkemahan itu, banyak prajurit-prajurit yang
terluka atau tewas. Yang terluka digotong dari
medan perang di dekat dinding tembok San-haikoan, sedang yang tewas dikubur.
Kembang Jelita 2 / X 22 Helian Kong ikut membaur di antara
prajurit-prajurit yang sibuk itu dalam pakaian
samarannya. Ia ikut menggotong tubuh-tubuh
yang terluka atau menguburkan yang tewas. Ia
diam saja dibentak-bentak perwira-perwira
Pelangi Kuning karena seragam Helian Kong
memang seragam prajurit rendahan. Nampak
betapa perwira-perwira itu dirundung gusar
dan kecewa, dan itu mereka lampiaskan atas
prajurit-prajurit mereka sendiri. Tidak sedikit
prajurit yang digampar, bahkan Helian Kong
sendiri digampar satu kali tetapi tidak
membalas. Helian Kong malahan gembira dalam
hati, sebab itu tandanya kaum Pelangi Kuning
ini belum berhasil merebut San-hai-koan.
Helian Kong melihat korban di pihak
Pelangi Kuning cukup banyak, sehingga Helian
Kong agak heran juga akan hebatnya
perlawanan prajurit-prajurit San-hai-koan.
Tetapi Helian Kong lebih heran lagi melihat
banyaknya prajurit-prajurit Pelangi Kuning itu
yang di tubuhnya tidak ada bekas lembing,
panah atau kejatuhan batu besar, melainkan
Kembang Jelita 2 / X 23 hanya berlubang kecil tanpa mengeluarkan
banyak darah. Helian Kong langsung
mengenalinya sebagai luka karena peluru.
Peluru di abad 17 itu berbentuk bulat seperti
kelereng, tetapi bisa menembus masuk ke
dalam daging. "Apakah pihak Bu Sam-kui punya bedil?"
Helian Kong berpikir-pikir.
Dan jawabannya bisa didapati Helian Kong
dari mendengarkan prajurit-prajurit Pelangi
Kuning yang sambil bercakap-cakap ketika
menggotong tubuh-tubuh di bawah penerangan
obor-obor. "Kenapa kemarin-kemarin para cecunguk
Kerajaan Beng di San-hai-koan itu tidak
menggunakan bedil-bedil dan meriam-meriam
mereka?" "Agaknya bangsat-bangsat itu memang
menunggu beberapa hari, sampai kita
menganggapnya ringan dan berani terlalu dekat
ke tembok, barulah mereka hajar dengan bedilbedil dan meriam-meriam mereka, akibatnya
hari ini korban di pihak kita terlalu banyak..."
Kembang Jelita 2 / X 24 "Sialan, dulu kita merebut kota sebesar Pakkhia hanya dalam satu malam. Sekarang kota
sekecil San-hai-koan saja menguras tenaga kita
begitu rupa, dan belum juga kelihatan tandatanda keuntungan di pihak kita. Tiap hari ada
saja teman-teman kita yang mampus..."
"He, jangan sampai omonganmu itu
didengar oleh para perwira. Mulutmu bisa
dirobek karena dianggap menyebarkan katakata yang melemahkan semangat. Tidakkah kau
dengar pesan Jenderal Lau melalui para
perwira, agar kita selalu membayangkan
kemenangan?" Helian Kong tiba-tiba ingin memerosotkan
semangat para prajurit Pelangi Kuning itu. Maka
sambil menggotong tubuh-tubuh yang terluka
dan mati, ia ikut mengobrol ke sana ke mari
sambil menyebarkan berita bahwa "balatentara
Kerajaan Beng yang besar kabarnya sedang
datang dari selatan, sementara yang berpencaran di wilayah utara sedang saling
berhubungan untuk bergabung...."
Kembang Jelita 2 / X 25 Begitulah, sambil "membantu" ia juga
berkeliling menakut-nakuti prajurit-prajurit
Pelangi Kuning dengan ceritanya, bahwa "di
pegunungan itu sudah penuh dinasti Beng yang
siap melanda kita seperti air bah".
Kebetulah waktu itu semangat para prajurit
Pelangi Kuning memang sedang terpukul.
Pertama, oleh kenyataan hari ini bahwa
pasukan San-hai-koan punya ratusan pucuk
senjata api, dan meriam-meriam mereka
ternyata tidak "bisu" seperti yang mereka
sangka beberapa hari sebelumnya. Kedua, Pun
Liok dan pasukannya hari itu pulang ke
perkemahan pasukan induk dan mengatakan
kalau Ong Ling-po tertawan musuh. Maka cerita
Helian Kong itu pun seperti benih-benih yang
jatuh di tanah yang subur.
Puas dengan aksi desas-desusnya, Helian
Kong meninggalkan tempat itu dan meneruskan
niatnya semula, menuju San-hai-koan. Segampang datangnya, begitu juga perginya,
tidak peduli sekitar perkemahan induk pasukan
Jenderal Lau itu dijaga. Kembang Jelita 2 / X 26 Mendekati tembok San-hai-koan, Helian
Kong lebih dulu harus mencopot seragam
prajurit Pelangi Kuning, agar tidak timbul
kesalah-pahaman dengan pengawal-pengawal
San-hai-koan. Di kaki tembok, Helian Kong melompat ke
atas seperti seekor burung.
Tetapi begitu sepasang kakinya menginjak
bagian atas tembok, bentakan-bentakan
menyambutnya, "Berhenti! Jangan bergerak!"
Dan beberapa prajurit telah menodongkan
panah-panah yang terpasang di tali busur, serta
beberapa pucuk senjata api.
Helian Kong cepat menyebutkan siapa
dirinya, "Aku Helian Kong."
Perwira jaga di tempat itu mengenal Helian
Kong, cepat ia memerintahkan prajuritprajuritnya, "Jangan serang! Itu Panglima
Helian!" Kemudian perwira itu mendekati Helian
Kong dan memberi hormat, "Maafkan kami,
Panglima." Kembang Jelita 2 / X 27 Helian Kong menepuk pundak perwira itu,
"Tidak apa-apa. Aku malah senang melihat
kesiagaan kalian." Kemudian Helian Kong mengamat-amati
bedil-bedil sundut yang dipegang beberapa
prajurit, dan bertanya, "Ternyata kalian punya
senjata api seperti kepunyaan pelaut-pelaut
barat itu. Pantas pasukan musuh babak-belur
hari ini..." Perwira itu menjawab, "Senjata-senjata api
itu baru kami dapatkan hari ini..."
Ternyata setelah berkata demikian, prajurit
itu tiba-tiba saja menghentikan kata-katanya
seperti takut mengatakan sesuatu, membuat
Helian Kong heran. "Kenapa?"
Agak tergagap perwira tadi menjawab,
tetapi jawabannya jauh melenceng dari
pertanyaannya, "Eh, Panglima tentu ingin
segera bertemu dengan Jenderal Bu, bukan?
Silakan. Maaf kami menghalang-halangi di
sini..." Kembang Jelita 2 / X 28 Lalu ia memberi isyarat kepada prajuritprajuritnya untuk bubar, dan ia sendiri pun
berlalu setelah memberi hormat.
Tinggal Helian Kong sendiri memendam
pertanyaan yang belum terjawab tadi. Adanya
senjata api dalam jumlah sebanyak itu di Sanhai-koan memang agak mengherankan. Senjata
itu diperkenalkan oleh pelaut-pelaut negeri
barat, dan diperkenalkan kepada negeri-negeri
timur. Orang-orang Portugis mendapat kota
Makao pada tahun 1516, diberi oleh Kaisar Bucong (1506 -1522) sebagai hadiah, karena
armada kapal meriam Portugis dapat
membersihkan perompak-perompak di Laut
Timur dan Selatan yang merupakan urat-nadi
eksport Kerajaan Beng waktu itu. Begitulah
Portugis diberi pos di Makao dan kota itu pun
menjadi milik Portugis, dengan bendera salib
putih hijau berkibar di atasnya. Kapal-kapal
Portugis secara rutin melayari titik-titik antara
Goa (India), Makao dan Nagasaki, baik kapal


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dagang maupun kapal perang. Selama itu
hubungan antara Kerajaan Beng dan Portugis
Kembang Jelita 2 / X 29 baik, namun belum pernah pihak Portugis
memberi senjata api dalam jumlah banyak,
takut kalau "senjata makan tuan". Paling hanya
puluhan pucuk saja. Dulu di istana Kerajaan
Beng juga dibentuk regu pengawal raja
bersenjata bedil, namun kini Helian Kong
melihat di San-hai-koan ada ratusan pucuk,
darimana Bu Sam-kui mendapatkannya?
Membeli dari Portugis? Kalau membeli,
darimana uangnya? Maka "daftar pertanyaan"
yang ingin ditanyakan Helian Kong kepada Bu
Sam-kui pun bertambah satu, selain soal Jai
Yong-wan. Helian Kong turun dari tembok San-haikoan lalu menyusuri lorong-lorong kota yang
sepi di malam hari, langsung menuju ke rumah
kediaman Bu Sam-kui. Tiba di kediaman Bu Sam-kui, nampak
beberapa prajurit berjaga-jaga di sekitar rumah.
Helian Kong tersenyum sendiri, agaknya Bu
Sam-kui memperhatikan peringatannya untuk
memasang penjaga. Kembang Jelita 2 / X 30 Helian Kong tidak bersembunyi-sembunyi
mendekati rumah itu, melainkan dari pintu
depan langsung. Para penjaga bersiaga melihat sosok tubuh
yang melangkah mendekat, tetapi ketika cahaya
lampion bulat yang digantung di depan rumah
menimpa wajah Helian Kong, para prajurit pun
mengendorkan kewaspadaannya karena mereka mengenali Helian Kong.
Bahkan mereka memberi hormat, "Selamat
malam, Panglima." Helian Kong melangkah terus, "Aku ingin
bertemu dan berbicara dengan Jenderal Bu.
Ada?" "Biar kami laporkan sebentar."
"Tidak usah. Biar aku sendiri yang
membangunkannya. Kalian tetaplah berjaga di
sini dengan baik." Tanpa menunggu ijin para penjaga, Helian
Kong langsung menyelonong ke dalam. Para
penjaga membiarkannya. Semula Helian Kong menyangka dia harus
ke kamar tidur untuk membangunkan Bu SamKembang Jelita 2 / X
31 kui, ternyata baru sampai di ruang tengah ia
sudah menemukannya. Bu Sam-kui masih
mengenakan pakaian perangnya, tetapi topi
besinya terguling di lantai, bersama beberapa
tempat arak yang sudah kosong. Bu Sam-kui
duduk dengan kepala tertelungkup di meja
berbantal lengan-lengannya, ada tumpahan
arak di meja dan muntahan manusia sedikit di
lantai. Bau arak campur bau muntahan manusia
yang kecut memenuhi ruangan itu.
Helian Kong merasa masygul melihatnya.
Kalau besok Bu Sam-kui bangun dengan pikiran
dipengaruhi uap arak, bagaimana bisa
memimpin anak buahnya dengan baik? Baru
saja Helian Kong merasa ikut bangga melihat
kesiagaan yang tinggi prajurit-prajurit San-haikoan di malam hari, sekarang kebanggaannya
lenyap dan digantikan kekecewaan melihat
tingkah-laku panglima San-hai-koan seperti ini.
Ia lalu berteriak memanggil seorang
pengawal di depan. Pengawal itu berlari-lari
mendekat. Helian Kong menyongsong pengawal
itu di luar ruangan, agar pengawal itu jangan
Kembang Jelita 2 / X 32 sampai masuk ke ruangan itu dan melihat
keadaan Bu Sam-kui semabuk itu. Helian Kong
khawatir kalau prajurit melihat panglimanya
seperti itu, semangatnya akan terpengaruh,
apalagi kalau prajurit itu sampai menyebarluaskannya kepada teman-temannya.
"Ada perintah apa, Panglima Helian?" tanya
penjaga itu. "Apakah di rumah ini ada dapur dan tukang
masak?" Si prajurit agak heran mendengar
pertanyaan itu, dalam hati menduga mungkin
Helian Kong lapar dan ingin dibuatkan makanan
di larut malam yang amat dingin ini. "Tidak ada,
Panglima. Jenderal Bu biasa makan ransum
prajurit yang dimasak di tangsi oleh juru masak
tangsi. Kalau Panglima Helian lapar..."
Helian Kong menggoyang tangannya
sehingga prajurit itu berhenti bicara. Dalam hati
Helian Kong lega juga mendengar Bu Sam-kui
suka makan bersama prajurit-prajuritnya, tidak
minta diistimewakan, sehingga bisa menjalin
Kembang Jelita 2 / X 33 ikatan batin dengan bawahannya. Itu agaknya
sisi baik Bu Sam-kui. "Bukan aku yang lapar. Sekarang pergilah
ke tangsi, bangunkan tukang masaknya, suruh
dia bikin minuman dari kulit jeruk dan bawa
kemari....." perintah Helian Kong.
Mendengar itu, Si Prajurit tercengang dan
bertanya, "Apakah Panglima Bu mabuk lagi?"
Helian Kong melengak, sadar kalau
mulutnya sudah terlanjur bicara, mengisyaratkan tentang mabuknya Bu Sam-kui,
sesuatu yang sebenarnya ingin ia tutup-tutupi.
Rupanya prajurit itu sudah tahu, karena
minuman dari kulit jeruk, bukan dari jeruknya,
adalah minuman untuk menjernihkan otak
orang yang mabuk berat, rasanya pahit sekali.
Namun Helian Kong pun tahu bahwa percuma
dia menutup-menutupi, perkataan "lagi" dalam
pertanyaan prajurit itu menandakan kalau Bu
Sam-kui bukan hanya sekali ini mabuknya dan
agaknya sudah bukan rahasia lagi buat para
prajurit-prajuritnya. Kembang Jelita 2 / X 34 "Jadi kota sepenting San-hai-koan, dikendalikan oleh seorang pemabuk..." gerutu
Helian Kong dalam hati. Tapi ia membentak prajurit itu, "Hei, kenapa
berdiri saja di sini? Jalankan perintahku!"
membentak prajurit itu. "Ooo, baik... baik..." prajurit itu tergagap, lalu
melangkah pergi. Helian Kong kembali ke ruang tempat Bu
Sam-kui mabuk, dan dengan masygul menunggu
saja kembalinya prajurit itu. Ia bisa saja
membangunkan Bu Sam-kui dengan beberapa
pijatan rangsangan di simpul-simpul syarafnya,
tetapi seandainya sadar pun pasti sulit diajak
berbicara dengan lurus, sebab pengaruh arak
belum lenyap dari otaknya. Terpaksa ia harus
menunggu. Diam-diam Helian Kong merasa betapa
rawannya San-hai-koan saat itu. Sebuah
benteng strategis yang diincar dari dua arah,
oleh golongan Pelangi Kuning maupun oleh
Manchu. Rawannya, "nahkoda" San-hai-koan
adalah Bu Sam-kui, yang Helian Kong kenal seba
Kembang Jelita 2 / X 35 "Hei kenapa berdiri saja di sini? Jalankan perintahku!"
Kembang Jelita 2 / X 36 gai orang yang tidak berpikir panjang, mudah
dipengaruhi, dan sekarang diketahuinya lagi
sebagai orang doyan arak. Ditambah dengan
orang macam Jai Yong-wan di dekatnya, Bu
Sam-kui benar-benar mirip kerbau dicocok
hidungnya. Lamunan Helian Kong membuyar, ketika
didengarnya derap kaki mendekati. Prajurit tadi
sudah datang kembaii dengan sebuah poci di
tangannya. Diberikannya kepada Helian Kong
dengan hormat. Helian Kong menerimanya tanpa kata-kata,
dan tanpa kata-kata pula ia mengusir pergi
prajurit itu dengan gerakan tangannya.
Lalu mulailah Helian Kong memijat
beberapa bagian tubuh Bu Sam-kui untuk
menyadarkannya. Begitu sadar, belum sempat
Helian Kong yang bicara, Bu Sam-kui sudah
lebih dulu bersuara dengan lidahnya yang kaku
dan mulutnya yang berbau arak, "Bangsat Li Cuseng! Aku bersumpah akan mencincangmu, kau
merebut Tan Wan-wanku, kekasihku. Oo,
Kembang Jelita 2 / X 37 kekasihku, dewiku, tunggulah, Kakanda akan
serbu Pak-khia demi adinda..."
Helian Kong menarik napas, namun tergetar
juga hatinya mendengar igauan itu. Tan Wanwan adalah bekas kekasihnya, dan setelah
perpisahan bertahun-tahun ternyata Tan Wanwan sudah menjadi selir kesayangan Kaisar
Cong-ceng, dan kemudian terbuka pula kedok
Tan Wan-wan sebagai mata-mata tingkat-tinggi
golongan Pelangi Kuning yang diselundupkan
ke istana. Sekarang Helian Kong sudah beristeri
Siangkoan Yan dan hampir melahirkan anak
pertama, namun kenangan terhadap Tan Wanwan belum lenyap sama sekali. (Dalam kisah
"Kembang Jelita Peruntuh Tahta").
Cepat Helian Kong berkata, "Saudara Bu, ini
aku. Helian Kong." Dengan mata setengah terbuka, Bu Sam-kui
menatap Helian Kong yang nampak seperti
bayangan kabur di depannya, dan berkata, "Kau
Saudara Helian?" "Benar." Kembang Jelita 2 / X 38 "Bagus, Saudara Helian, gabungkan pasukanmu kemari. Kita akan gempur Pak-khia,
tangkap Li Cu-seng dan bebaskan Tan Wan-wan
bagiku..." Itulah omongan orang mabuk. Siapa pun
yang waras pikirannya pasti bisa memperhitungkan, walau pasukan di San-haikoan digabung dengan pasukan Helian Kong,
pasti terlalu kecil jumlahnya untuk menyerbu
Pak-khia, dimana masih ada ratusan ribu
prajurit musuh, belum kalau pihak musuh
mengerahkan pasukan tambahan dari tempattempat lain.
Namun berbicara dengan orang mabuk pun
Helian Kong menyesuaikan diri, "Ya, benar,
Saudara Bu. Kita akan serbu Pak-khia dan
taklukkan Pak-khia, dan kita bebaskan... Tan
Wan-wan..." Agak enggan Helian Kong ketika menyebut
nama itu, tetapi itulah "kunci" untuk mengajak
Bu Sam-kui berbicara saat itu.
"Minum ini, Saudara Bu," Helian Kong
menyodorkan pocinya. Kembang Jelita 2 / X 39 Bu Sam-kui menyambar poci itu dan
langsung menuangkan dari belalai poci itu ke
mulutnya, namun begitu seteguk, dia
merasakan pahitnya minuman kulit jeruk itu
dan berteriak, "Arak macam apa ini?"
Hampir saja ia membanting poci itu ke
lantai, namun Helian Kong dengan sebat
menyambarnya. Dan disodorkannya kepada Bu
Sam-kui, "Ini memang bukan arak, Saudara Bu.
Ini minuman kulit jeruk untuk menghilangkan
mabuk..." "Aku tidak mabuk. Aku masih sanggup
minum arak lebih banyak lagi, aku ingin arak..."
"Saudara Bu, kita hanya bisa

Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membicarakan... penyerbuan ke Pak-khia itu
dengan otak jernih, tidak dengan otak penuh
uap arak." Akhirnya, dengan sangat enggan dan
terpaksa, Bu Sam-kui menerima poci itu dan
meminum isinya, meskipun dengan wajah
berkernyit karena tidak suka rasa minuman itu.
Bu Sam-kui gelegekan keras, meletakkan
poci itu, kemudian mulai menyerocos, "Hari ini
Kembang Jelita 2 / X 40 aku mendengar kabar dari Pak-khia, lewat
burung merpati pos dari orang-orangku di Pakkhia. Orang-orangku mengabarkan bahwa si
gembong maling Li Cu-seng itu telah
memboyong Tan Wan-wanku ke istana, bahkan
memberinya gelar kebangsawanan segala. Aku
tidak bisa terima! Dia sudah merebut
kekasihku! Aku harus menyerbu Pak-khia!"
"Iya... iya..." cuma itu kata-kata He-lian Kong
yang tidak ingin berebutan omong dengan Bu
Sam-kui. Ia ingin Bu Sam-kui lega dulu, barulah
bisa diajak bicara dengan kepala dingin.
Dan Bu Sam-kui pun terus berbicara, "Aku
tidak bisa membayangkan betapa menderitanya
kekasihku di dalam tawanan pemberontak
biadab itu. Kekasihku pastilah merindurindukan kedatanganku, aku tidak boleh
berlambat-lambat. Aku akan menggerakkan
pasukan menyerbu Pak-khia! Aku tidak gentar
biarpun pasukan musuh jauh lebih banyak,
sebab sekarang dalam pasukanku ada seribu
pucuk senjata api. Mereka akan jadi ujung
tombak yang takkan terbendung oleh
Kembang Jelita 2 / X 41 gerombolan maling itu. Saudara Helian, aku
akan menarik pasukan Kong-sun Koan dari
pegunungan, dan pasukanmu juga bisa
bergabung denganku, Saudara Helian..."
Kebetulan niat Helian Kong datang ke Sanhai-koan memang ingin mengetahui soal senjata
api itu. Pertanyaan itu timbul ketika tadi ia
menyamar sebagai prajurit Pelangi Kuning dan
berada di perkemahan mereka dan melihat
betapa banyaknya prajurit Pelangi Kuning yang
tewas bukan oleh lembing atau panah
melainkan oleh peluru. Kini kebetulan Bu Samkui menyebut-nyebut soal itu, Helian Kong
langsung menyambarnya, "Darimana senjata api
itu?" Kalau dalam keadaan tidak mabuk,
barangkali Bu Sam-kui akan ragu-ragu
menjawabnya, takut kalau Helian Kong kurang
setuju dan marah. Namun sekarang otak Bu
Sam-kui justru sedang penuh uap arak, tanpa
pikir panjang lagi Bu Sam-kui malah menjawab
dengan bangga dan pakai menggebrak meja
segala, "Orang-orang Manchu memberiku
Kembang Jelita 2 / X 42 senjata api. Lima ratus pucuk kemarin, lima
ratus hari ini, dan besok akan ada kiriman lima
ratus lagi!" Hal itu sebenarnya pernah dibayangkan
oleh Helian Kong, sesuatu yang amat
dikhawatirkannya, dan sekarang ketika
mendengar kepastian dari mulut Bu Sam-kui
sendiri, kaget juga Helian Kong. "Orang-orang
Manchu? Imbalan apa yang mereka terima dari
kita, apakah Saudara Bu..."
"Mereka tidak minta imbalan apa-apa,
Saudara Helian. Mereka memberi kita senapan
untuk memperkuat kita agar kita dapat
membendung ekspansi kaum Pelangi Kuning ke
wilayah mereka..." "Ini pasti suatu umpan..."
"Tidak. Aku bukan tikus tolol yang gampang
saja masuk perangkap. Aku tahu betul bahwa
pihak Manchu tidak berniat menyerbu daratantengah, itulah sebabnya aku mau bekerja sama
dengan mereka..." Justru karena Bu Sam-kui menganggap
dirinya "bukan tikus tolol" itulah yang
Kembang Jelita 2 / X 43 mencemaskan Helian Kong, sebab ia tahu betul
macam apa Bu Sam-kui ini. Darahnya
menghangat, "Saudara Bu, siapa bilang orangorang Manchu tidak berniat menyerbu daratan
tengah?" "Utusan mereka sendiri yang bilang."
"Siapa utusan mereka?"
"Bekas atasanku dulu. Ang Seng-tiu."
Kali ini Helian Kong sulit mengendalikan
diri sehingga dia menggebrak meja, "Pengkhianat itu. Kau mempercayainya,
Saudara Bu?" "Alasan mereka masuk akal."
"Tentu mereka punya persediaan alasan
yang masuk akal untuk menjajah Tiong-goan.
Apa alasan mereka?" "Pertama, jumlah mereka terlalu sedikit
untuk menguasai wilayah Tiong-goan yang
begini luas dan dihuni suku bangsa Han yang
jumlahnya belasan kali lipat..."
"Hemm, jangan lupakan sejarah, Saudara
Bu. Bangsa Han kita berulang kali sudah dijajah
suku bangsa yang jauh lebih kecil jumlahnya..."
Kembang Jelita 2 / X 44 Bu Sam-kui yang masih setengah mabuk itu
tidak memperhatikan benar perkataan Helian
Kong, la melanjutkan, "... kedua, pemerintahan
Manchu tidak senang bertetangga dengan
negeri yang diperintah oleh bandit-bandit
pasaran macam Li Cu-seng dan kawankawannya, merasa tidak aman, itulah sebabnya
pihak Manchu lebih senang membantu agar
keturunan dinasti Beng yang kembali berkuasa
di Pak-khia, lalu hidup berdampingan dengan
melupakan masa lalu..."
"Hem, hidup berdampingan. Manis betul
kata-katanya. Apa mereka lupa perang yang
bertahun-tahun di Liau-tong? Apa itu namanya
hidup berdampingan secara damai?"
"Ah, Saudara Helian, perang di Liau-tong itu
bukankah pihak kita, pihak Kerajaan Beng, yang
menyerbu duluan ke wilayah mereka? Pihak
mereka di pihak yang mempertahankan diri..."
"Saudara Bu, kau rupanya mulai termakan
oleh tipu-daya mereka."
"Jangan menggurui aku, Saudara Helian, aku
bukan orang goblok. Aku hanya menerima
Kembang Jelita 2 / X 45 bantuan senjata api dari orang-orang Manchu
sebagai bukti kesungguhan omongan mereka,
tetapi aku tidak ijinkan satu pun dari prajuritprajurit Manchu berada di dalam kota San-haikoan..."
"Aku khawatir ini hanya permulaan yang
halus dari suatu jerat yang sedang disiapkan
oleh mereka, Saudara Bu. Tidak mungkin pihak
Manchu membantu tanpa pamrih..."
"Saudara Helian, biar bagaimanapun
liciknya mereka, kalau kita bersiteguh tidak
mengijinkan satu pun prajurit mereka
memasuki San-hai-koan, mereka bias apa? Sanhai-koan adalah pintu yang mereka butuhkan
untuk menguasai Tiong-goan..."
"Saudara Bu, aku khawatir sebagian
pasukan Manchu saat ini sebenarnya sudah
berada di sebelah dalam Tembok Besar, tanpa
melalui San-hai-koan. Aku baru saja bertemu
dengan Kongsun Koan perwiramu yang kau
kirim ke gunung itu, dan perwiramu itu
melaporkan kepadaku tentang jejak sebuah
Kembang Jelita 2 / X 46 pasukan di pegunungan, yang bukan pasukan
Pelangi Kuning..." Pikiran Bu Sam-kui berangsur-angsur jernih
karena minuman kulit jeruk itu, pengaruh arak
mudah ditangkal dengan minuman kulit jeruk,
tetapi pengaruh pikiran orang Manchu yang
"disuntikkan" ke otak Bu Sam-kui melalui Ang
Seng-tiu yang omongannya meyakinkan, tidak
mudah "dijernihkan".
Dalam keadaan sadar sepenuhnya saja Bu
Sam-kui pura-pura bersikap dingin kepada Ang
Seng-tiu dan utusan-utusan Manchu lainnya,
tetapi jauh di bawah-sadarnya dia sungguhsungguh
sudah memperhitungkan kemungkinan untuk menggebuk Kaum Pelangi
Kuning dengan "meminjam" tentara Manchu.
Kalau niat terdalam di hatinya itu belum
diwujudkan, hanya karena masih khawatir
membayangkan caci-maki dari rekan-rekannya
sesama bekas panglima-panglima Kerajaan
Beng yang bertebaran di seluruh Tiong-goan.
Dulu ketika Ang Seng-tiu menakluk kepada
Manchu, Bu Sam-kui juga termasuk yang ikut
Kembang Jelita 2 / X 47 mencaci-maki, masakan sekarang akan bekerja
sama dengan Manchu? Hanya tinggal itulah
ganjalan Bu Sam-kui. Namun ketika hari ini ia
menerima berita dari Pak-khia, bahwa
perempuan yang diidamkannya, Tan Wan-wan,
"bekasnya" Kaisar Cong-ceng yang dihadiahkan
kepadanya, dirampas oleh Li Cu-seng dan
dibawa ke istana, pikiran Bu Sam-kui sudah
amat butek sehingga menenggelamkan diri ke
dalam pengaruh arak. Rasa-rasanya, saat itu
kalau ada pasukan iblis dari neraka sekalipun
yang menawarkan kerjasama untuk menggempur Pak-khia, tanpa pikir panjang Bu
Sam-kui akan menyambutnya. Demi membebaskan Tan Wan-wannya.
Menjawab kata-kata Helian Kong tadi, Bu
Sam-kui tertawa dan berkata, "Saudara Helian,
kata-katamu bertentangan satu sama lain. Kau
takut-takuti aku bahwa orang Manchu ingin
merebut San-hai-koan dari tanganku melalui
serangkaian tipu-muslihat, tetapi kau juga
katakan bahwa orang Manchu bisa masuk ke
Kembang Jelita 2 / X 48 Tiong-goan tanpa melewati San-hai-koan. Yang
mana yang benar, Saudara Helian?"
Agak susah juga harus menjelaskan masalah
yang rumit kepada seorang yang sedang mabuk
arak, apalagi sehari-harinya orang itu juga
sudah terbiasa berpikir gampang-gampangan
saja, namun Helian Kong berusaha juga,
"Saudara Bu, orang Manchu sesungguhnya
punya kekuatan untuk menjajah Tiong-goan,
asal bangsa Han tidak bersatu menentangnya,
melainkan terpecah-belah ada yang menentangnya dan ada yang mendukungnya.
Kalau dia menyerbu masuk Tiong-goan dengan
terang-terangan sebagai penyerbu asing, tentu
semua bangsa Han akan menentangnya, entah
sisa dinasti Beng entah kaum Pelangi Kuning
entah golongan yang selama ini berpeluk tangan
saja tanpa memihak. Itulah sebabnya meskipun
mereka mampu menyerbu San-hai-koan tetapi
mereka membutuhkan suatu alasan untuk tidak
dimusuhi, setidak-tidaknya oleh sebagian
bangsa Han. Mereka butuh kau, Saudara Bu.
Mereka ingin bergandengan tangan denganmu
Kembang Jelita 2 / X 49 memasuki Tiong-goan, memasuki Ibukota Pakkhia, dengan demikian mereka punya dalih
bahwa kedatangan mereka untuk menegakkan
kembali dinasti Beng karena dimintai tolong
olehmu, Saudara Bu. Tetapi niat mereka yang
sebenarnya pastilah untuk menjajah Tionggoan. Sekali mereka menyeberangi perbatasan,
akan sulit menyuruh mereka kembali ke tempat
mereka di Liau-tong..."
Serba sedikit apa yang dijelaskan Helian
Kong itu ada juga yang masuk ke otak Bu samkui. Sayang bayangan Tan Wan-wan "tersiksa"
di tangan Li Cu-seng begitu mempengaruhi Bu
Sam-kui dalam

Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengambil setiap keputusannya. Kata-kata Helian Kong dipotongnya dengan
teriakan parau sambil menggebrak dengan
teriakan parau sambil menggebrak meja,
"Tetapi si bandit Pelangi Kuning itu merebut
calon isteriku!" Tan Wan-wan diboyong ke
istana!" Membicarakan soal Tan Wan-wan sebenarnya bagi Helian Kong seperti mengkorKembang Jelita 2 / X
50 sambil meja, "Tetapi si bandit Pelangi Kuning itu
merebut calon isteriku! Kembang Jelita 2 / X 51 ek-korek luka-luka lama, namun Helian Kong
sendiri sudah siap membicarakannya dengan
Bu Sam-kui karena sudah memperhitungkan
bahwa masalah Tan Wan-wan ini akan masuk
pembicaraan untuk menyadarkan Bu Sam-kui.
HeJi-an Kong menganggap otak Bu Sam-kui
sudah cukup jernih untuk mendengar
kenyataan tentang Tan Wan-wan.
Kata Helian Kong meskipun dengan hati
yang berat, "Saudara Bu, Tan Wan-wan bukan
seorang yang cukup berharga untuk kau bela
mati-matian, apalagi sampai mempertaruhkan
keselamatan San-hai-koan, bahkan keselamatan
seluruh Tiong-goan..."
Bu Sam-kui kontan melotot, "Saudara
Helian, apakah kau menghina Tan Wan-wan
karena dia bekas wanita penghibur di Soh-ciu,
dan juga bekas wanita simpanan Sri Baginda
Cong-ceng? Biar bagaimanapun masa lalunya,
aku mencintainya dan bertekad akan
menjadikannya isteriku. Kalau kau masih
mengaku sebagai sahabatku, jangan lagi
Kembang Jelita 2 / X 52 ucapkan penghinaan terhadap Tan Wan-wan di
depanku, atau persahabatan kita akan putus!"
Helian Kong menarik napas, sulit
menjelaskan tentang diri Tan Wan-wan yang
sebenarnya tanpa resiko bertengkar dengan Bu
Sam-kui. Tetapi Helian Kong maju terus.
Tanyanya sabar, "Saudara Bu, hanya itukah
yang kau ketahui tentang Tan Wan-wan?"
"Saudara Helian, aku memang mencintainya
dan tidak mau tahu tentang masa lalunya! Kau
mau memfitnah dia dengan omongan apa lagi?"
"Saudara Bu, bagaimana aku bisa
memfitnah seorang yang bersahabat denganku
sejak kami masih sama-sama kanak-kanak di
desa di dekat kota Soh-ciu?"
Bu Sam-kui sedikit kaget, "Jadi... Tan Wanwan itu dengan..."
"Ya, Saudara Bu, aku dan dia dibesarkan
bersama-sama sejak kanak-kanak di satu
kampung. Kami saling kenal baik, keluarganya
dan keluargaku juga berkenalan amat baik,
rumah kami ber-seberangan. Aku tidak
mungkin memfitnah dia sebab aku tidak
Kembang Jelita 2 / X 53 membenci dia, bahkan kasihan kepadanya. Apa
yang akan aku katakan tentang dia kepadamu,
Saudara Bu, bukan fitnah atau menjelekjelekkan dia, tapi kenyataan. Agar kau tahu
siapa dia sebenarnya."
Helian Kong sendiri tergores hatinya oleh
kata-katanya sendiri, tetapi tidak kelihatan di
wajahnya. Sementara Bu Sam-kui masih juga bersikap
amat tidak bersahabat, "Aku sudah tahu apa
yang akan kau katakan, Saudara Helian.
Bukankah kau mau bilang kalau dia itu dulunya
di Soh-ciu bisa diajak tidur oleh lelaki yang
mana saja asal punya uang banyak? Wanita
penghibur termahal di Soh-ciu? Aku sudah tahu,
aku sudah tahu, dan aku tidak menghiraukan
itu, aku akan tetap..."
"Saudara Bu juga sudah tahu kalau dia itu
mata-mata kaum Pelangi Kuning, orang yang
paling bertanggung-jawab untuk runtuhnya
pemerintahan sah dinasti Beng?"
Sergahan Helian Kong itu membuat Bu Samkui melongo. Sementara Helian Kong
Kembang Jelita 2 / X 54 melanjutkan, "Ya, dia adalah mata-mata Pelangi
Kuning. Ciu Kok-thio mertua Sri Baginda Congceng menyelundupkan dia ke dalam istana,
dengan tujuan menandingi kecantikan Tiau Kuihui agar melepaskan Kaisar dari pengaruh Tiau
Kui-hui. Ciu Kok-thio menyangka dialah yang
memperalat Tan Wan-wan, padahal sebenarnya
dialah yang diperalat kaum Pelangi Kuning
untuk memasukkan Tan Wan-wan ke istana..."
Mulut Bu Sam-kui sudah bergerak hendak
bicara, tetapi Helian Kong tidak memberi
kesempatan, "Saudara Bu, tidakkah kau
perhatikan, sejak Tan Wan-wan di istana,
pasukan kita kedodoran terus di medan
tempur? Setiap gerakan pasukan kita seperti
sudah diketahui lebih dulu oleh musuh. Mulai
dari Jenderal Su Toan-teng yang gugur
mempertahankan Tong-koan..."
"Tidak! Jangan salahkan Tan Wan-wan
untuk semuanya itu. Sri Baginda Cong-ceng
tidak tahu menahu soal kemiliteran, tidak
mungkin ia memberitahu rahasia kemiliteran
kepada Tan Wan-wan lalu Tan Wan-wan
Kembang Jelita 2 / X 55 seludupkan keterangan itu keluar istana.
Saudara Helian, tuduhanmu itu ngawur!"
Kelihatannya Bu Sam-kui jengkel betul Tan
Wan-wan dituduh, namun Helian Kong
melanjutkannya, "Aku tidak ngawur. Memang
Sri Baginda tidak tahu-menahu soal kemiliteran,
tetapi para panglima selalu melapor kepada Sri
Baginda setiap gerakan mereka, dan Tan Wanwan selalu berada di dekat Baginda dan ikut
mendengar laporan-laporan itu..."
"Itu hanya kebetulan."
"Tidak. Semula aku juga tidak mencurigai
dia, karena aku... tidak membenci dia, dia teman
sekampung sejak kanak-kanak. Tetapi ketika
aku dalam tahanan Li Giam setelah suatu
pertempuran, samar-samar aku mendengar Li
Giam dan pembantu-pembantunya menyinggung tentang ?orang kita di istana'
sehingga begitu aku lolos kembali ke Pak-khia
aku sudah berniat menyelidiki dan membongkar komplotan mata-mata Pelangi
Kuning di Pak-khia, lebih-lebih di istana. Tetapi
Kembang Jelita 2 / X 56 begitu sampai di Pak-khia, aku justru kena
fitnah... Saudara Bu, kau tahu ceritanya..."
Bu Sam-kui menarik napas. Memang, waktu
Helian Kong kembali dari medan perang dan
bukan disambut sebagai pahlawan melainkan
malah sebagai penjahat, gara-gara kasak-kusuk
komplotan Co Hua-sun, waktu itu Bu Sam-kui
tengah berada di Pak-khia. Bu Sam-kui
termasuk dalam kelompok perwira-perwira
yang membela nama baik Helian Kong. Sampai
terjadi pergolakan antara para perwira dan
pengikut-pengikut Co Hua-sun yang membuat
kota Pak-khia banjir darah karena pertempuran
antara prajurit-prajurit ke-rajaan sendiri.
Pergolakan itulah yang menghancurkan
komplotan Co Hua-sun, dan memulihkan Helian
Kong ke kedudukannya kembali.
Sesaat ruangan itu sunyi senyap, Helian
Kong dan Bu Sam-kui yang semula seperti
berebutan bicara, sekarang sama-sama membungkam, mengenang saat-saat itu.
Helian Konglah yang mulai berbicara,
"Saudara Bu, barangkali kau masih ingat,
Kembang Jelita 2 / X 57 sehabis terhapusnya komplotan Co Hua-sun
dari istana, tiba-tiba aku menghilang untuk
sementara waktu..." "Tentu saja masih ingat. Waktu itu
Siangkoan Yan gelisah bukan main, dan sering
menanyakan dirimu kepadaku. Tentu saja aku
tidak tahu..." Helian Kong mengangguk-angguk, agak lega
mendengar suara Bu Sam-kui agak melunak.
"Saudara Bu, menghilangnya diriku itu
sebenarnya diketahui oleh Jenderal Ou Hin.
Sayang, orangnya sudah meninggal, kalau
belum bisa kau tanyakan kepadanya. Tetapi aku
tidak bohong. Waktu itu dengan seijin Jenderal
Ou Hin seorang diri, aku menghilang dengan
tujuan melacak jejak mata-mata kaum Pelangi
Kuning, mulai yang dari keroco-keroco dulu di
dalam istana. Aku berhasil, bahkan aku melihat
pertemuan rahasia mereka, aku juga melihat
sendiri bagaimana Saudara Liong Tiau-hui mati
sebagai seorang anggota Pelangi Kuning..."
Pandangan Bu Sam-kui menerawang. Liong
Tiau-hui adalah perwira San-hai-koan juga,
Kembang Jelita 2 / X 58 bersama-sama dengan Bu Sam-kui ditugaskan
oleh Ang Seng-tiu untuk mohon bantuan dari
pusat untuk San-hai-koan. Ternyata korupsi
begitu merajalela di pusat pemerintahan,
sehingga urusan penting pun takkan dilaporkan
ke atas tanpa sogokan. Begitu pula laporan dari
San-hai-koan yang tertunda-tunda, sampai
didengar kabar kalau Jenderal Ang di San-haikoan sudah menakluk kepada pihak Manchu
karena terlambatnya bantuan dari Pak-khia.
Liong Tiau-hui di Pak-khia jadi kalap, dan
karena kecewanya dia menyeberang ke pihak
Pelangi Kuning, mencopot seragam perwira
kerajaan Bengnya. Bu Sam-kui masih sering
merasa masygul bila teringat sahabatnya itu.
Namun Helian Kong saat itu tidak sedang
bercerita tentang Liong Tiau-hui, melainkan
tentang usahanya sendiri menemukan pentolan
mata-mata Pelangi Kuning di istana waktu itu.
Kata Heiian Kong lebih lanjut, "Aku terus
melacak mereka, menyamar sebagai seorang
gelandangan. Dan aku makin dekat ke sasaran.
Aku melihat di antara mata-mata Pelangi
Kembang Jelita 2 / X 59 Kuning sendiri ternyata saling mengkhianati,
antara orang-orangnya Li Giam dan orangorangnya Gu Kim-sing. Orang-orang Gu Kimsing banyak melaporkan tentang orangorangnya Li Giam ke pihak kita sehingga banyak
orang-orangnya Li Giam tertangkap oleh
petugas-petugas kita. Tetapi itu urusan mereka,
aku tidak membiarkan perhatianku bercabang,
aku terus mengikuti jejak yang kutemukan. Aku
sampai ke istana dan mengintai siapakah orang
yang akan dikontak oleh mata-mata Li Giam itu.
Aku memperkirakan pentolan mata-mata
Pelangi Kuning yang diselundupkan ke istana
itu adalah seorang laki-laki. Ternyata aku keliru
besar. Dia adalah Tan Wan-wan, teman semasa
kanak-kanakku sendiri..."
Bagaimanapun Heiian Kong menahan
perasaannya, tapi ketika ceritanya sampai di
bagian ini, ada kepedihan tersorot di matanya.
Tetapi Bu Sam-kui tidak melihatnya.
Helian Kong meneruskan, "Aku laporkan
hasil penyelidikanku kepada Jenderal Ou Hin
dan Puteri Tiang-ping. Ternyata Puteri TiangKembang Jelita 2 / X
60 ping juga sudah lama mencurigai gerak-gerik
Tan Wan-wan. Mendengar laporanku, Puteri
Tiang-ping tidak meraba-raba lagi, melainkan
langsung membuat rencana menyingkirkan Tan
Wan-wan dari istana. Hanya saja, Puteri Tiangping tidak bermaksud membunuh atau
menyakiti Tan Wan-wan, rencananya cukup
asal Tan Wan-wan dijauhkan dari Sri Baginda
dan tidak dapat lagi ikut mendengarkan laporan
dan rencana para panglima kepada Sri Baginda.
Rupanya Puteri Tiang-ping sudah mendengar


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

riwayat Tan Wan-wan sehingga sedikit banyak
bersimpati juga, sebagai sesama wanita.
Saudara Bu, malam hari pada saat kau
memergoki tandu Tan Wan-wan dikawal
Siangkoan Yan itulah sebenarnya saat Tan Wanwan disingkirkan dari istana oleh Puteri Tiangping..."
Panjang lebar Helian Kong menjelaskan
kepada Bu Sam-kui, namun dasar Bu Sam-kui
sudah mabuk kepayang kepada Tan Wan-wan,
penjelasan Helian Kong itu masih dibantahnya
juga, "Hem, seorang pentolan mata-mata
Kembang Jelita 2 / X 61 Pelangi Kuning sampai bisa berada di istana,
bahkan di samping Sri Baginda sekian lama, itu
tentunya peristiwa hebat, dan terbongkarnya
pasti menimbulkan gelombang berita yang tak
terbatas di Pak-khia saja. Tetapi kenapa saat itu
keadaan tenang-tenang saja, tidak ada
kegemparan, bahkan Sri Baginda menghadiahkan Tan Wan-wan kepadaku?"
"Saudara Bu, memang saat itu operasi
penyingkiran Tan Wan-wan dilakukan secara
diam-diam, hanya segelintir orang yang tahu,
seperti Puteri Tiang-ping sendiri, aku,
Siangkoan Yan dan Jenderal Ou Hin almarhum.
Masalahnya karena hal ini menyangkut
martabat pribadi Sri Baginda..."
"Tetapi kalau benar Tan Wan-wan itu orang
berbahaya, kenapa dia dihadiahkan kepadaku,
seorang panglima dinasti Beng yang menduduki
pos strategis di San-hai-koan?"
"Maaf kalau aku harus mengatakan
kenyataan ini kepadamu, Saudara Bu, Tan Wanwan diberikan kepadamu sebenarnya dengan
tujuan agar kau lebih mudah diatur..."
Kembang Jelita 2 / X 62 "Agar aku lebih mudah diatur? Memangnya
aku tidak tahu aturan?"
Helian Kong tertawa, "Bukannya Saudara Bu
tidak kenal aturan, tetapi agaknya api
asmaramu kepada Tan Wan-wan membuat kau
sering meninggalkan posmu di San-hai-koan
dan keluyuran di Ibukota Pak-khia mencari
berita tentang Tan Wan-wan. Padahal San-haikoan adalah pos perbatasan penting yang tidak
boleh keseringan ditinggal-tinggal oleh komandannya. Itulah sebabnya Tan Wan-wan
dihadiahkan kepadamu, tetapi tetap harus
ditinggal di Pak-khia..."
"Sebagai jaminan agar aku di San-hai-koan
menjalankan tugas dengan baik, begitu?" tukas
Bu Sam-kui, suaranya agak meninggi, agaknya ia
malu bercampur gusar karena merasa
dihadapkan ke sebuah cermin yang memperlihatkan betapa konyol kelakuannya
sendiri. Ia membayangkan pula, banyak sesama
panglima dinasti Beng tentunya diam-diam saat
itu mentertawakannya di belakang punggungnya. Kembang Jelita 2 / X 63 Helian Kong memahami perasaan Bu Samkui, "Saudara Bu tidak perlu tersinggung, orang
jatuh cinta itu normal. Dan orang jatuh cinta
sampai kelakuannya kurang terkendali dan
kelihatan ganjil, itu juga normal. Tetapi
sekarang aku memperingatkan Saudara tentang
siapa diri Tan Wan-wan sebenarnya. Apakah
pantas Saudara Bu hanya gara-gara Tan Wanwan sampai mengundang masuk tentara
Manchu untuk membantu menyerbu Pak-khia?
Padahal saat ini Tan Wan-wan berada di tempat
yang seharusnya. Ia seorang tokoh berjasa
kaum Pelangi Kuning dan ia sekarang ada di
antara orang-orang Pelangi Kuning, bukankah
itu tempat yang semestinya? Ingat, mengundang
masuk tentara Manchu melewati San-hai-koan
bukan perkara kecil. Akibatnya bisa luas.
Bagaimana kalau tentara Manchu kerasan di
bagian dalam Tembok Besar ini dan emoh
kembali ke luar Tembok Besar?"
Otak Bu Sam-kui bisa menerima kata-kata
Helian Kong, tetapi hatinya yang dipenuhi
bayangan Tan Wan-wan itu belum bisa. Dan
Kembang Jelita 2 / X 64 kata pepatah, "Alangkah jauhnya jarak antara
otak dan hati." (Bersambung jilid XI) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 18/07/2018 17 : 16 PM
Kembang Jelita 2 / X 65 Kembang Jelita 2 / XI 1 ( Bagian II ) JILID XI Karya : STEVANUS S.P. pelukis : WIDODO Percetakan & Penerbit
CV "G E M A" Mertokusuman 761 RT 02 RW VII
Tilpun 35801 - SOLO 57122
Kembang Jelita 2 / XI 2 Kembang Jelita 2 / XI 1 KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA 2 Karya : STEFANUS S.P. Jilid XI S ementara Helian Kong terus membujuk,
"Sementara ini, Saudara Bu, singkirkan dari
pikiranmu niat untuk menyerbu Pak-khia
dengan bantuan orang Manchu. Bertahan
sajalah di San-hai-koan, kau dan pasukanmu di
tembok kota, aku dan pasukanku akan terus
berusaha mengusik-usik pasukan musuh dari
arah pegunungan. Bertahanlah, ini bukannya
suatu keadaan tanpa akhir. Aku sudah mengirim
orang-orang untuk mencari kontak dengan
pasukan-pasukan kita yang berpencaran di
mana-mana. Kelak ada saatnya kita serbu Pakkhia dan kita rebut balik dari tangan kaum
Pelangi Kuning, tetapi dengan kekuatan kita
Kembang Jelita 2 / XI 2 sendiri, bukan dengan meminjam tangantangan kotor orang-orang Manchu yang punya
pamrih sendiri..." "Aku tetap akan merebut Tan Wan-wan. Dia
kepunyaanku yang sah, diberikan oleh Sri
Baginda almarhum. Aku tetap akan merebutnya..." "Baiklah, baiklah..." Helian Kong mengalah,
sadar bahwa urusan Tan Wan-wan merupakan
segala-galanya buat Panglima San-hai-koan ini.
"Saudara Bu, beri aku waktu sepuluh hari, aku
akan membawa Tan Wan-wan ke San-hai-koan
ini. Tetapi aku mohon, selama sepuluh hari ini
bertahanlah dengan gigih, pasukanku di luar
kota yang kini dikomandani Kong-sun Koan,
perwiramu, akan selalu berhubungan dan
bekerjasama denganmu. Tetapi aku mohon,
jangan biarkan orang Manchu campur tangan.
Terima saja bantuan senjatanya dan bahan
makanannya, tetapi jangan satu pun prajurit
Manchu boleh masuk ke San-hai-koan. Setuju?"
Bu Sam-kui melongo, "Maksudmu?"
Kembang Jelita 2 / XI 3 "Dalam sepuluh hari, Tan Wan-wan akan
berdiri di depanmu."
"Benar?" Helian Kong sadar betapa beratnya tugas
yang dibebankan ke pundaknya sendiri itu.
Sepuluh hari sebenarnya adalah waktu yang
kelewat sempit. Masih harus dikurangi waktu
bolak-balik antara San-hai-koan dan Pak-khia,
sedang Tan Wan-wan sendiri berada di istana
yang diduduki kaum Pelangi Kuning dan tentu
dijaga ketat. Tetapi Helian Kong mengambil
pilihan itu demi menyelamatkan Bu Sam-kui
dari pengambilan keputusan yang keliru. Kalau
sampai Bu Sam-kui mengundang masuk tentara
Manchu untuk menyerbu Pak-khia, apalagi
hanya karena urusan seorang perempuan,
akibatnya sungguh hebat. Kalau tentara Manchu
sudah berhasil memasuki Tiong-goan, belum
tentu mudah mengusirnya kembali. Sementara
Bu Sam-kui sendiri akan dikutuk seluruh
bangsa Han sebagai penjual negara, dan Helian
Kong tidak rela itu terjadi sebab Bu Sam-kui
adalah sahabatnya. Dulu waktu Helian Kong
Kembang Jelita 2 / XI 4 difitnah oleh komplotan Co Hua-sun, Bu Samkui ini turut membela Helian Kong biarpun
takut-takut. Bu Sam-kui termangu-mangu menghadapi
tawaran Helian Kong itu. Ia membalikkan tubuh
menatap keluar jendela, tidak berani
menentang tatapan mata Helian Kong yang
seolah menembus sampai ke dalam hati,
menyelidiki isi hati. "Bagaimana dengan tawaranku, Saudara
Bu? Setuju?" Tetap sambil membelakangi Helian Kong,
Bu Sam-kui menjawab, "Kau baik sekali
kepadaku, Saudara Helian. Berhati-hatilah."
Helian Kong menepuk pundak Bu Sam-kui,
"Sepuluh hari. Bertahanlah, Saudara Bu. Jangan
mengambil keputusan yang salah."
Lalu pergilah Helian Kong, lenyap di udara
dini hari yang seolah membekukan darah.
Helian Kong pergi tidak melalui jalanan biasa,
melainkan berlompatan cepat dan ringan dari
atap rumah ke atap rumah, seakan dengan
mempertontonkan ketrampilannya itu Helian
Kembang Jelita 2 / XI 5 Kong ingin Bu Sam-kui merasa terjamin bahwa
Tan Wan-wan pasti akan bisa diambil dan
dihadirkan ke San-hai-koan dalam waktu
sepuluh hari. Bu Sam-kui menatap bayangan Helian Kong
sampai lenyap, menarik napas dan mendesah
dengan berat, "Maaf, Saudara Helian, aku sudah
membohongimu. Aku tidak ingin satu pun
prajurit Manchu di San-hai-koan ini, tetapi aku
sudah tidak berkuasa lagi di sini. Aku sekarang
boneka..." Tentu saja Helian Kong tidak mendengarnya. * ** Tanpa peduli kelelahannya karena seharian
tidak tidur, ditambah hampir semalam suntuk
berbincang dengan Bu Sam-kui, Helian Kong
lebih dulu kembali ke pegunungan untuk
menyerahkan pimpinan pasukan kepada
Kongsun Koan selama ia pergi, meninggalkan
pesan-pesan, juga agar menjaga Ong Ling-po
Kembang Jelita 2 / XI 6 sebagai tawanan baik-baik. Kemudian bertepatan dengan munculnya fajar dari balik
pegunungan, ia bergegas-gegas menuju ke Pakkhia. Ia merampas kuda dari regu-regu peronda
Pelangi Kuning, dan di sepanjang jalan .ke Pakkhia ia berganti kuda beberapa kali, tentu saja
kuda-kuda rampasan. Bahkan ketika hari


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali menjadi gelap, ia terus berpacu,
makanya pada dinihari berikutnya ia sudah
berada di dalam kota Pak-khia. Di rumah
seorang bekas perwira Kerajaan Beng yang
sejak kemenangan kaum Pelangi Kuning "ganti
baju" menjadi pengusaha. Tetapi sebenarnya
perwira itu masih memimpin sekelompok
orang-orang bawah tanah yang tetap
menentang pemerintahan Pelangi Kuning.
Orang ini dan kelompoknya, dulu ikut
menyatroni rumah Jenderal Lau Cong-bin untuk
membebaskan keluarga Siangkoan.
Kedatangan Helian Kong dini hari di tempat
kediamannya, membuat pemilik rumah itu
terkejut. "Helian Cong-peng..."
Kembang Jelita 2 / XI 7 "Aku ingin tidur sebentar, Saudara Seng.
Tapi bangunkan aku tiga jam lagi. Aku baru saja
berpacu tanpa henti dari San-hai-koan, aku
lelah sekali..." Seng Te ingin bertanya, "Ada apa di San-haikoan?" Namun melihat wajah Helian Kong
begitu kelelahan, ia menahan pertanyaannya. Ia
bawa Helian Kong ke belakang tokonya untuk
beristirahat. Sementara itu, hampir bersamaan dengan
sampainya Helian Kong di Pak-khia, dari Sanhai-koan juga tiba seseorang yang juga dari Sanhai-koan dan juga tiba di Pak-khia dini hari itu.
Cuma ia langsung menuju ke warung bakminya
Go Liong yang letaknya berseberangan dengan
tangsi tentara. Warung bakmi yang dari pagi
sampai sore dikunjungi perwira-perwira yang
makan minum tanpa bayar, tetapi tidak
bangkrut-bangkrut. Ketika jalanan kota Pak-khia masih gelap
dan kabut yang dingin masih tergantung rendah
hanya sejengkal dari permukaan tanah, orang
itu sambil merapatkan mantelnya menahan
Kembang Jelita 2 / XI 8 dingin, mengetuk pintu belakang warung
dengan ketukan berirama tertentu. Seorang
pengawal Go Liong alias Goh Lung yang
membukakan pintu. Yang dibukai pintu adalah
pegawainya Jai Yong-wan, si saudagar Korea
gadungan di San-hai-koan.
Pegawai Go Liong menatap tamu diniharinya itu tajam-tajam dan bertanya, "Dari
mana?" sambil memainkan dua jari tangan
kanannya dengan gerak tertentu sebagai
isyarat. Pegawai Jai Yong-wan menjawab, "Dari Sanhai-koan," juga sambil membuat gerakangerakan tertentu yang berbeda dengan jarijarinya. "Aku ingin melapor kepada Kun-su,
kalau beliau masih di sini..."
Yang dimaksud Kun-su (penasehat militer)
adalah Kat Hu-yong, penasehat militernya
Pangeran Toh Sek-kun, Panglima Tertinggi
Balatentara Manchu. "Beliau masih di sini," sahut pegawai Go
Liong yang membukakan pintu. "Masuklah..."
Kembang Jelita 2 / XI 9 Orang suruhan Jai Yong-wan itu pun
melangkah masuk, ternyata meskipun hari
masih sangat pagi, bagian belakang warung itu
sudah sibuk. Maklum, begitu fajar menyingsing
warung itu sudah akan kebanjiran langganan,
para perwira dari seberang jalan.
Pegawai Go Liong alias Goh Lung yang
membukakan pintu tadi berkata dalam bahasa
Manchu kepada orang suruhan Jai Yong-wan,
"Kau Lapar? Bakmi di warung kami terkenal di
seluruh Pak-khia." Suruhan Jai Yong-wan itu tertawa, dan
menjawab dalam bahasa Manchu pula,
"Memang lapar sekali, tetapi makannya nanti
saja setelah aku laporkan segala sesuatunya
kepada Kun-su. Eh, apakah beliau sudah bangun
sepagi ini?" "Belum tidur, la tidur sepanjang siang hari,
malam harinya keluyuran entah ke mana saja. Ia
baru saja datang dan belum tidur."
"Kebetulan sekali."
Tidak lama kemudian, orang suruhan Jai
Yong-wan itu sudah berhadapan dengan Kat
Kembang Jelita 2 / XI 10 Hu-yong dan Goh Lung. Kat Hu-yong adalah
penasehat militer Pangeran Toh Sek-kun,
sedang Goh Lung adalah penanggung-jawab
kegiatan para mata-mata Manchu di kota Pakkhia, yang sehari-harinya memakai nama
bangsa Han, Go Liong, dan dikenal pemilik
warung bakmi yang sangat ramah, langganan
para perwira. "Laporan apa yang kau bawa dari San-haikoan?" tanya Kat Hu-yong setelah berhadapan
dengan utusan dari San-hai-koan itu.
"Kun-su, sebetulnya kedatanganku kemari
karena membuntuti Helian Kong dari San-haikoan..."
"Jadi Helian Kong sekarang sudah ada di
San-hai-koan?" "Benar, Kun-su. Bersama pasukannya ia
bersembunyi di pegunungan, tetapi ia bisa
keluar masuk San-hai-koan seenaknya saja,
meskipun San-hai-koan dikurung pasukan
Pelangi Kuning. Kehadirannya membuat
semangat pasukan Bu Sam-kui di San-hai-koan
meningkat. Kembang Jelita 2 / XI 11 "Bagaimana dengan usaha orang-orang kita
mempengaruhi Bu Sam-kui?"
"Ada banyak kemajuan. Setelah Perwira Jai
diam-diam membakar gudang perbekalan
pasukan San-hai-koan sehingga pasukan itu
paceklik makanan, Jenderal Ang Seng-tiu datang
menawarkan bantuan yang tentu saja diterima
Bu Sam-kui meski mulanya agak berlagak
gengsi. Ditambah dengan berita tentang Tan
Wan-wan yang membuat Bu Sam-kui makin
kebingungan, mudah saja membuat Bu Sam-kui
jatuh ke bawah kendali kita. Saat ini sudah ada
seribu pasukan kita yang pura-pura membantu.
Tetapi rencana ini bisa terancam oleh Helian
Kong." "Apa yang dilakukan Helian Kong?"
"Bu Sam-kui mudah kita kendalikan karena
dia sedang bingung soal Tan Wan-wan,
khawatir kehilangan Tan Wan-wan. Tetapi
Helian Kong tiba-tiba saja menjanjikan akan
membawa Tan Wan-wan ke San-hai-koan dalam
sepuluh hari. Kalau ini terlaksana," Bu Sam-kui
bisa merasa tidak membutuhkan kita lagi..."
Kembang Jelita 2 / XI 12 Kat Hu-yong mengangguk, 'Tadi kau bilang
menguntit Helian Kong dari San-hai-koan
sampai ke Pak-khia, apakah untuk urusan ini
juga?" "Betul, Kun-su."
"Di Pak-khia ini, kau lihat Helian Kong
memasuki rumah yang mana?"
Utusan dari San-hai-koan itu menarik napas,
sahutnya, "Aku minta maaf, Kun-su. Memang
mula-mula gampang membuntuti dia, tetapi
baru setengah jalan, ketika dia teruskan
perjalanannya meskipun hari sudah gelap, aku
jadi kewalahan mengikuti jejaknya. Aku jadi
tidak tahu di Pak-khia ini dia masuk ke rumah
siapa..." "Ya sudahlah. Yang penting kita gagalkan
dia menculik Tan Wan-wan, untuk itu caranya
tidak sulit. Melalui orang-orang kita di istana,
beritahu mereka. Helian Kong akan masuk
perangkap." "Lewat Ang Bik saja. Ang Bik alias Ting
Hoan-wi, saudara seperguruan Helian Kong
sendiri." Kembang Jelita 2 / XI 13 "Ya, kita manfaatkan ketakutannya akan
pembalasan dendam Helian Kong, pasti dia
dengan senang hati akan merencanakan
perangkap yang canggih buat bekas saudara
seperguruannya sendiri."
Kat Hu-yong menguap lebar, kemudian
berkata kepada Goh Lung, "Atur semuanya
olehmu. Aku mengantuk, dan ingin tidur."
"Baik, Kun-su..." kemudian Goh Lung juga
berkata kepada utusan dari San-hai-koan itu,
"Kau tentu juga lapar dan mengantuk. Kau boleh
beristirahat. Kau boleh memilih apakah akan
makan dulu baru tidur, atau tidur dulu baru
makan. Pergilah kepada orang di dapur. Tidak
usah canggung, semua yang di sini adalah
orang-orang kita sendiri..."
"Terima kasih, Cam-ciang..." sahut si utusan
San-hai-koan. Oleh Jai Yong-wan ia sudah
diberitahu kalau pemimpin mata-mata Manchu
di Pak-khia yang menyaru sebagai pemilik
warung bakmi ini berpangkat Cam-ciang dalam
jajaran pasukan sandi balatentara Manchu.
Kembang Jelita 2 / XI 14 Sama dengan Jai Yong-wan yang adalah juga
Cam-ciang dalam pasukan Manchu.
Setelah Kat Hu-yong dan utusan San-haikoan itu masuk ke kamarnya masing-masing
untuk melepaskan penat, dan bangunnya bisa
sampai sore nanti, maka Goh Lung pun ganti
peranan sebagai Go Liong, mengatur
warungnya. Sebentar lagi tamu-tamu pasti akan
berdatangan. Ketika jalanan di kota Pak-khia mulai ramai
dengan orang dan hewan peliharaan yang
berlalu-lalang, warung itu pun membuka
pintunya. Dan perwira-perwira dari tangsi
seberang jalan pun membanjir datang, saling
mengucapkan selamat pagi, lalu menggebrakgebrak meja minta dilayani dengan pesanannya
masing-masing. Gaya mereka tidak canggung
atau sungkan dalam minta ini-itu, meskipun
nantinya mereka akan pergi begitu saja tanpa
membayar, seolah-olah yang punya warung itu
neneknya sendiri. Sementara, suasana yang tadinya sepi
menjadi riuh-ramai oleh suara obrolan dan
Kembang Jelita 2 / XI 15 tertawa keras perwira-perwira itu. Yang
mereka bicarakan agaknya bukan lagi kisahkisah semasa "perjuangan" bagaimana dulu
mereka menumbangkan dinasti Beng, agaknya
sudah bosan, tetapi membicarakan pengalamannya masing-masing dengan wanitawanita penghibur. Kelakar jorok pun memenuhi
warung itu. Go Liong dan pegawai-pegawai warungnya
melayani dengan telaten dan sabar segala ulah
perwira itu. Goh Liong menanti-nanti
munculnya Ang Bik alias Ting Hoan-wi dengan
sabar, sebab ia tahu Ang Bik biasanya muncul
kesiangan, tetapi sudah pasti tidak berani tidak
muncul sebab mata-mata Manchu di Pak-khia
itu sudah mengendalikannya.
Benar juga, agak siang. Ang Bik muncul
dengan seragam perwiranya dan lagak
sombongnya. Semua perwira yang sedang duduk di
warung itu menyambut dengan hormat, sebab
Ang Bik sekarang berkedudukan sebagai
tangan-kanannya Jenderal Gu Kim-sing,
Kembang Jelita 2 / XI 16 menggantikan Ciong Ek-hi. Tidak ada di antara
perwira itu yang tahu kalau Ang Bik sekarang
sudah jadi boneka komplotan mata-mata
Manchu. Begitu Ang Bik duduk, ia langsung
memandang ke meja kasir di mana Go Liong
biasanya duduk. Untuk menantikan isyarat Go
Liong. Ia melihat Go Liong sedang memainmainkan suipoanya, dan Ang Bik segera tahu
bahwa Go Liong membutuhkannya untuk diajak
bicara empat mata. Karena itu, Ang Bik segera
bangkit menuju ke kamar kecil di belakang,
disusul Go Liong dengan gerakan tak kentara.
Kamar kecil di mana dulu Ang Bik diancam dan
"disulap" menjadi mata-mata Manchu.
Pengunjung warung itu memang hampir
semuanya perwira-perwira Pelangi Kuning dari
tangsi seberang jalan, namun ada juga
pengunjung yang kelihatannya orang sipil. Sejak
warung buka tadi, ada seorang kakek-kakek
bertampang lusuh dan dekil yang duduk di
pojok ruangan, dan lama sekali tidak selesaiselesai makannya. Yang dipesannya juga


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembang Jelita 2 / XI 17 makanan yang paling murah, bakmi kuah dalam
mangkuk besar yang lebih banyak kuahnya
daripada bakminya, dan kuah sudah tentu tidak
dapat disumpit, melainkan disendoki dan
diseruput pelan-pelan sedikit-sedikit karena
khawatir cepat habis. Kakek 'ini nampak memperhatikan ketika
Ang Bik memasuki warung tadi, memperhatikan
dengan diam-diam dan tanpa kentara. Ia
memperhatikan pula pertukaran isyarat antara
Go Liong dengan Ang Bik, yang tidak terlihat
oleh orang lain, tetapi tidak lolos dari tatapan
kakek ini meskipun si kakek kelihatannya terusmenerus menunduk menikmati kuah-minya.
Maka ketika Ang Bik menuju kamar-kecil di
belakang, dan Go Liong juga menyusulnya,
kakek ini pun bangkit tertatih-tatih hendak
menuju ke kamar kecil di belakang pula. Tetapi
seorang pegawai warung menghadangnya di
antara meja-meja, "Mau pergi ke mana, Kek?"
Si Kakek tertawa terkekeh-kekeh, memperlihatkan gigi-giginya yang ke-coklatcoklatan karena kebanyakan tembakau rupanya
Kembang Jelita 2 / XI 18 dan menjawab serak, "Aku ... aku kebelet, ingin
numpang ke kamar kecil untuk... untuk..."
Si pegawai warung menjawab tegas, "Maaf,
Kek, kamar kecil kami bukan untuk umum. Cari
tempat lain saja..."
"Tetapi Tuan Perwira tadi kok..."
"Para Tuan-tuan perwira itu perkara lain.
Mereka sudah berjasa membebaskan negeri kita
dari dinasti Beng yang korup. Jadi kita sebagai
rakyat jelata wajib menyatakan terima kasih
kita dengan melayani mereka sebaik-baiknya..."
Si Kakek tidak ingin berbantah lagi, ia
kembali ke tempat duduknya. Namun kali ini ia
makan kuah-minya dengan cepat, membayarnya, dan meninggalkan warung itu
cepat-cepat. Sementara itu, tidak di kamar kecilnya
melainkan di dekat kamar kecil, Go Liong dan
Ang Bik berhadapan empat-mata, masingmasing duduk di atas seonggok kayu bakar
untuk keperluan dapur. Go Liong mengeluarkan sekantong kecil
uang emas dari bajunya dan diserahkannya
Kembang Jelita 2 / XI 19 kepada Ang Bik sambil berkata, "Kau bekerja
dengan baik, orang she Ang. Kau mematuhi
seluruh perintah kami sehingga semua rencana
kami berjalan lancar. Untuk itu, pantas kalau
kami memberikan sedikit imbalan. Terimalah."
Dengan sukacita Ang Bik menerima hadiah
itu, meskipun sebagai tangan kanan ia biasa
menerima uang sogok dari beberapa pihak,
yang jumlahnya jauh melebihi uang dalam
kantong kecil itu, namun pengakuan Go Liong
bahwa dia bekerja dengan baik itu sangat
melegakan. Ini dijadikan "cantelan" untuk
nasibnya di kemudian hari, apabila orang
Manchu mendapat kemenangan. Buat Ang Bik
alias Ting Hoan-wi, negerinya boleh berganti
bendera sepuluh kali sehari dan dia pun akan
berganti nama dan berganti identitas sepuluh
kali sehari. Ia adalah blasteran bunglon dan
belut. Kata Ang Bik dengan mata berbinar-binar,
"Tuan Go, apabila kelak negeri Tuan menguasai
negeri ini, harap jangan Tuan lupakan untuk
Kembang Jelita 2 / XI 20 menceritakan apa yang sudah aku kerjakan ini
kepada atasan Tuan..."
Go Liong alias Goh Lung adalah prajurit
sejati bangsa Manchu yang sangat menjunjung
tinggi kesetiaan, maka sikap Ang Bik itu
sebenarnya rnembuat dia agak muak. Ujungujung mulutnya ber-kerinyit sedikit sebagai
getaran perasaannya, tetapi ia sadar bahwa
bagaimanapun rendah dan memuakkannya
watak Ang Bik, saat itu Ang Bik adalah orang
yang bisa dimanfaatkannya. Maka ia mengangguk-angguk sambil menepuk-nepuk
pundak Ang Bik, "Jangan khawatir. Pemerintahku bukan jenis yang mudah
melupakan jasa-jasamu..."
"Terima kasih..."
"Saudara Ang, saat ini terbuka peluang lagi
untuk kau mendapatkan muka terang dari
Jenderal Gu, atasanmu itu..."
Ang Bik terkesiap, menyangka perkataan
Goh Lung itu adalah semacam "ujian kesetiaan"
untuk mengetahui bagaimana isi hatinya yang
sebenarnya. Maka buru-buru ia menyahut
Kembang Jelita 2 / XI 21 dengan gagah, "Tuan Go, saat ini hatiku sudah
tidak bercabang lagi, aku sudah memutuskan
untuk memandang jauh ke depan, aku yakin
bangsa Manchulah yang akan menguasai negeri
ini dan membuat negeri ini jaya. Buat apa aku
harus cari muka kepada seorang jenderal tolol
dari gerombolan maling Pelangi Kuning yang
sebentar lagi ambruk? Tidak."
Goh Lung tertawa dalam hati mendengar
omongan setinggi langit itu, lalu ia ganti haluan
meskipun untuk menyampaikan maksud yang
sama, "Maksudku begini, Saudara Ang, yang
akan kami tugaskan kepadamu ini ada juga
sangkut-paut kepentingannya dengan kami, eh,
kita, dalam rencana menguasai negeri ini..."
"Nah, kalau itu, aku siap mempertaruhkan
nyawa!" sahut Ang Bik gagah.
"Saudara Ang, tahukah kau bahwa Helian
Kong saat ini berada di kota ini?"
Baru saja Ang Bik sesumbar dengan gagah,
begitu mendengar perkataan Goh Lung itu
kontan wajahnya memucat sampai ke bibirnya
Kembang Jelita 2 / XI 22 keringatnya menjadi dingin, matanya terbelalak. Goh Lung menahan tawanya, menepuk
pundak untuk menenangkan Ang Bik, katanya,
"Tidak usah gentar, Saudara Ang. Beradanya
Helian Kong di kota ini adalah untuk mencoba
menculik Tan Wan-wan, Saudara sepupumu
yang sekarang menjadi tokoh istana bergelar
bangsawan. Kalau Helian Kong berhasil
menculik Tan Wan-wan, ini tidak menguntungkan rencana kita..."
"Kenapa?" Ang Bik agak bingung, kenapa
Helian Kong kalau berhasil menculik Tan Wanwan akan mengganggu rencana orang-orang
Manchu? Itulah sebabnya ia bertanya.
Tetapi jawaban Goh Lung mengecewa-"kan,
"Tidak perlu kau mengetahui seluk-beluknya,
Saudara Ang. Pokoknya kau laporkan ini kepada
Gu Kim-sing atau siapa saja, agar mereka
berjaga-jaga, dan orang yang kau beritahu
pastilah dengan senang hati akan memasang
jaring untuk menangkap seorang buron dinasti
Beng kelas kakap semacam Helian Kong. Kau
Kembang Jelita 2 / XI 23 sendiri akan mendapat keuntungan pribadi,
lenyapnya Helian Kong akan membuat mimpi
burukmu berakhir..."
Penolakan Goh Lung untuk membeberkan
sebab-musabab terganggunya rencana orang
Manchu kalau Helian Kong berhasil, membuat
Ang Bik sadar, bahwa meskipun dirinya baru
saja dipuji dan diberi hadiah, tetapi ia masih
tergolong orang luar alias kaki tangan belaka,
hanya dimanfaatkan tetapi belum boleh
mengetahui seluk-beluk urusan yang sedalamdalamnya.
Ang Bik menarik napas, namun dia pun
melihat sesuatu kesempatan. Ia berniat akan
melaporkan keterangan penting itu langsung ke
istana, tanpa melalui Gu Kim-sing atasannya. Ia
ingin mendapat pahala juga dari pihak istana,
sedang kalau lewat Gu Kim-sing pastilah semua
pahala dan pujian akan diborong Gu Kim-sing
untuk dirinya sendiri semua.
"Baiklah, Tuan Go, apakah hanya itu saja
yang harus aku laporkan?"
Kembang Jelita 2 / XI 24 "Ya, Saudara Ang. Asal Helian Kong berhasil
digagalkan mengambil Tan Wan-wan, pahalamu
sudah besar sekali buat kami."
"Baik, baik." Kemudian mereka pun kembali ke ruang
depan. Goh Lung kembali menjadi Go Liong
yang ramah. Hari itu juga, Ang Bik mencari hubungan
dengan orang-orang istana itu untuk
melaporkan rencana Helian Kong. Kalau ditanya
darimana ia dapati keterangan itu, tentu saja
Ang Bik tidak mengaku kalau diperolehnya dari
orang-orang Manchu, melainkan diakuinya hasil
"pertaruhan nyawanya" mengintip percakapan
sisa-sisa dinasti Beng. Dan sesuai dengan
rencananya, Ang Bik melaporkannya ke istana,
langsung, tanpa melewati Jenderal Gu.
Ketika langit semakin gelap dan malam
turun menyelubungi kota Pak-khia, Helian Kong
justru bangun dari tidur siangnya dalam
keadaan segar bugar, la bersiap-siap dalam Yahing-ih (pakaian pejalan malam) untuk
menyelundup masuk ke istana.
Kembang Jelita 2 / XI 25 Beberapa pimpinan kelompok-kelompok
bawah tanah yang setia kepada dinasti Beng
sudah berkumpul di rumah Seng Te, rumah
tempat Helian Kong meneduh, tentu saja dalam
penyamaran. "Helian Cong-peng, benarkah yang kami
dengar dari Saudara Seng Te, bahwa Cong-peng
akan menyelundup masuk ke istana untuk
menculik Tan Wan-wan?" tanya salah seorang
pentolan kelompok bawah tanah yang adalah
bekas perwira istana di jaman Beng.
Helian Kong cuma mengangguk.
Para pemimpin kelompok itu saling
berpandangan, mereka belum tahu tujuan
Helian Kong karena Helian Kong belum
memberitahu. Banyak di antara mereka yang
menduga kalau maksud Helian Kong
terpengaruh hubungan pribadinya dengan Tan
Wan-wan, bekas pacar. Itulah sebabnya banyak
yang mencemaskan Helian Kong. Patutkah
seorang yang begitu penting dalam pergerakan
bawah-tanah semacam Helian Kong Kembang Jelita 2 / XI 26 mempertaruhkan nyawa hanya demi seorang
perempuan? Kata salah seorang pemimpin kelompok,
"Helian Kong Cong-peng, pertaruhannya sama,
tidakkah lebih baik kalau kita mengincar
sasaran yang lebih besar?"
"Sasaran yang lebih besar? Siapa?"
"Puteri Tiang-ping. Kalau kita bisa
keluarkan Puteri Tiang-ping dari istana,


Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semangat pejuang-pejuang kita akan meningkat.
Begitu pula, mungkin perpecahan antara
pasukan-pasukan kita di selatan bisa teratasi
kalau ada keturunan langsung dari Kaisar Congceng..."
Saat itu memang kaum Pelangi Kuning
hanya menguasai belahan utara daratan Cina,
belahan selatan tetap dikuasai penguasapenguasa bawahan dinasti Beng, ada
bangsawan dan ada jenderalnya, tetapi diamdiam ada persaingan antara beberapa
bangsawan karena sama-sama merasa berhak
meneruskan tahta dinasti Beng.
Kembang Jelita 2 / XI 27 Mendengar perkataan bekas perwira itu,
Helian Kong dapat menebak apa yang
dipikirkan orang itu, sehingga ia berkata,
"Saudara-saudara, aku bisa maklum kalau
kalian menyangka tindakanku sekarang ini
berlandaskan motif pribadi, karena aku
memang punya hubungan pribadi dengan Tan
Wan-wan, tetapi aku jamin aku bertindak
sekarang bukan atas dasar itu. Ini sangat
penting, menyangkut keselamatan seluruh
negeri. Itulah sebabnya aku melibatkan
Saudara-saudara untuk membuat gerakangerakan yang memecah perhatian pasukanpasukan istana. Aku berdosa kepada Saudarasaudara, kalau sampai melibatkan kalian untuk
urusan pribadiku. Percayalah. Ini bukan urusan
pribadi..." "Boleh kami tahu duduk persoalannya?"
Helian Kong merasa serba salah, kalau tidak
dibeberkan, dia merasa tidak enak kepada
pemimpin-pemimpin dari kelompok-kelompok
bawah tanah yang akan membantunya ini.
Tetapi kalau dijelaskan, ia khawatir orangKembang Jelita 2 / XI
28 orang ini akan memandang rendah Bu Sam-kui
sahabatnya. Akhirnya Helian Kong menjawab samarsamar, "Berhasil atau gagalnya kita menculik
Tan Wan-wan malam ini, akan berakibat tak
langsung atas berhasil atau gagalnya temanteman kita di San-hai-koan mempertahankan
bentengnya, baik terhadap kaum Pelangi
Kuning maupun terhadap orang Manchu..."
"Apakah ada sangkut-pautnya dengan
Jenderal Bu Sam-kui?"
"Ya," hanya itu jawaban Helian Kong tanpa
penjelasan lebih lanjut. Para pemimpin kelompok menangkap
keseganan Helian Kong bicara terperinci, dan
mereka tahu tentu ada sebabnya. Namun
mereka tetap mempercayai Helian Kong, karena
mereka sudah mengenal Helian Kong hampirhampir seperti mengenal diri sendiri.
"Hari semakin gelap, aku rasa kita harus
mulai bergerak sekarang ke sasaran masingmasing..." kata Helian Kong.
Kembang Jelita 2 / XI 29 Petunjuk-petunjuk singkat diberikan kemudian mereka berpencaran meninggalkan
rumah Seng Te melalui pintu belakang dan
menghilang langsung di antara ribuan loronglorong gelap kota Pak-khia. Seng Te sendiri ikut
bagian dalam operasi itu.
Helian Kong sendiri, seorang diri, langsung
menuju ke istana kerajaan. Sebagai seorang
bekas panglima dinasti Beng, sudah tentu ia
hapal jalan-jalan di sekitar istana. Namun untuk
bagian dalamnya. ia tidak hapal, sebab ia dulu
bukan anggota pasukan istana. Sedangkan
kompleks istana itu sendiri amat luas, seperti
sebuah kota di dalam kota Pak-khia, sehingga
namanya pun Ci-kim-shia atau Kota Terlarang.
Yang diincar Helian Kong adalah pintu
belakang yang disebut Hou-cai-mui. Dilihatnya
penjagaan di tempat itu cukup ketat, namun
tidak tergolong luar biasa. Tembok dinding
belakang istana itu ratusan meter panjangnya,
dan banyak tempat-tempat gelap yang tidak
terjaga. Kembang Jelita 2 / XI 30 Helian Kong begitu penuh semangat,
pikirannya hanya dipenuhi oieh keberhasilan
usahanya, sehingga tidak sedikit pun
terpikirkan olehnya bahwa di belakang tembok
itu bisa saja tersedia perangkap baginya.
Helian Kong menunggu sekian lama, sampai
teman-temannya di tempat lain bertindak.
Menjelang tengah malam, dari beberapa arah
lainnya di sekitar istana, terdengar suara
keributan, bahkan suasana letusan bedil sundut,
dan cahaya lidah api menggapai langit malam
yang kelam. Dari pintu, gerbang Hou-cai-mui, Helian
Kong melihat ada berapa regu keluar,
komandan-komandan mereka memberi aba-aba
singkat dan tegas, kemudian berpencaran ke
beberapa arah. Tetapi tidak seorang pun dari
mereka melihat Helian Kong yang nangkring
dengan aman di atas pohon, terlindung
dedaunan. Setelah keadaan aman, biarpun di kejauhan
terdengar suara keributan, Helian Kong
melentingkan tubuhnya dengan ringan dari atas
Kembang Jelita 2 / XI 31 pohon tempatnya bersembunyi, dibantu
lentingan dahan pohon yang diinjaknya,
tubuhnya meluncur dan mendarat di sebelah
dalam tembok dengan ringannya, tanpa suara.
Sekarang Helian Kong sudah berada di
sebelah dalam kompleks istana, tempat yang
sedikit banyak pernah dikenalnya, meski tidak
hapal betul. Tempat itu gelap dan sepi, namun
ketajaman mata Helian Kong masih bisa melihat
keadaan sekitarnya. Masih seperti dulu,
beberapa bagian masih rusak dan belum sempat
diperbaiki, akibat pertempuran memperebutkan istana yang belum lama
berlalu, antara prajurit-prajurit istana Beng dan
laskar kerajaan. Helian Kong sudah merancang sesuatu
dalam hati, la belum tahu di mana beradanya
Tan Wan-wan di kompleks seluas itu, namun ia
sudah bertekad akan menjalankan siasat umum,
menangkap seorang penjaga dan memaksanya
bicara menunjukkan di mana sasarannya
berada. Bahkan Helian Kong juga sudah
membulatkan hati, kalau malam ini gagal, ia
Kembang Jelita 2 / XI 32 akan bersembunyi di istana itu entah sampai
beberapa hari, sampai berhasil mendapatkan
Tan Wan-wan. Dia pun berjalan melangkah di antara
bunga-bunga dan hiasan-hiasan di taman istana
itu, namun tidak sempat menikmati keindahannya sebab pikirannya tegang, dan ia
melangkah dengan waspada.
Tiba-tiba dari arah samping terlihat dua
sosok bayangan mendekat. Cepat Helian Kong
bersembunyi di balik sebatang pohon besar dan
mengintai. Ia melihat dua orang thai-kam (sidasida) yang sedang berjalan dan membawa
nampan. Seragam para sida-sida masih sama
dengan seragam sida-sida di jaman dinasti
Beng, bahkan orang-orangnya juga masih yang
dulu. Rupanya ketika Li Cu-seng beserta laskar
Pelangi Kuning berhasil merebut pemerintahan,
sebagian sisa-sisa pegawai istana yang
menyatakan setia kepada pemerintahan baru
tetap dipekerjakan, meskipun tetap diawasi.
Helian Kong melompat dan menyergap
mereka, dengan dua gerakan ringan saja dia
Kembang Jelita 2 / XI 33 merobohkan kedua sida-sida itu. Kemudian
salah seorang disadarkan kembali dengan
ditekan urat jin-tiongnya di bawah hidung.
Setelah orang itu sadar, Helian Kong langsung mengancam, "Tunjukkan di mana Tan Wan-wan. Cepat."
Orang itu gelagapan, "Tan Wan-wan?"
"Ya. Kalau kau bekerja sejak jaman dinasti
Beng, kau pasti tahu perempuan yang di...
disayangi Baginda Cong-ceng, yang kemudian
menghilang sebentar dari istana dan sekarang
diboyong kembali ke istana oleh raja-malingmu
itu..." Orang itu mengangguk-angguk ketakutan.
"Nah, katakan, di mana dia?" gertak Helian
Kong. "Dia di bangsal model Soh-ciu dekat Tiauyang-kiong (bangsal menghadap matahari)."
Helian Kong membatin, "Agaknya Tan Wanwan benar-benar disayangi oleh almarhum
Baginda Cong-ceng, sehingga dibangunkan
sebuah bangsal khusus buatnya di dalam istana
ini. Bangsal yang model bangunannya
Kembang Jelita 2 / XI 34 mengingatkannya ke kampung-halamannya di
Soh-ciu..." Helian Kong menganggap bangsal model
Soh-ciu yang dikatakan sida-sida itu pasti bukan
dibangun oleh L i Cu-seng si penguasa baru
yang kini bergelar Kaisar Tiong-ong. Li Cu-seng
belum sebulan berkuasa, dan tentu lebih sibuk
membenahi hal-hal yang penting daripada
membangunkan sebuah bangsal khusus buat
Tan Wan-wan. Bagaimanapun berjasanya Tan
Wan-wan buat perjuangan kaum Pelangi
Kuning. Helian Kong bertanya pula, "Pasukan apa
yang berjaga di sekitar bangsal itu? Bagaimana
seragamnya?" Dulu seragam pasukan-pasukan istana di
jaman dinasti Beng, Helian Kong ha-pal. Cukup
dengan melihat seragamnya, bahkan dari
kejauhan pun, Helian Kong dapat membedakan
pasukan ini-itu, tetapi setelah ganti pemerintahan, ia tidak tahu apakah seragam
prajurit-prajurit istana juga ditukar, itu
sebabnya ia bertanya. Kembang Jelita 2 / XI 35 "Yang mengawal dari kesatuan Lwe-teng
Wisu (bayangkara pengawal keraton). Mereka
berjubah merah tua, celana hitam, topi bersegi
hitam dengan hiasan bulu burung di depan
jidat..." "Hemm, menjiplak Lwe-teng Wisu di
jamannya dinasti Beng..." Helian Kong
mendengus mengejek, Ulu ia pukul pingsan
sida-sida itu kembali, dan menyelinap ke
sebelah timur. Ia tahu di mana bangsal Tiauyang-kiong itu. "Sekarang aku harus dapatkan
seragam Lwe-teng-Wisu, dan kata-kata sandi
antar mereka kalau ada..." pikir Helian Kong.
"Tetapi kalau tidak dalam keadaan darurat,
biasanya tidak pakai kata-kata sandi segala..."
Beberapa kali Helian Kong hampir
berpapasan dengan orang, tetapi mereka
dihindari dengan bersembunyi saja. Baru,
setelah yang lewat itu seorang prajurit Lweteng Wisu, Helian Kong menyergap nya,
mengikat dan menyembunyikan tubuh orang itu
di semak-semak, meluncuti pakaiannya untuk
dikenakannya sendiri. Tidak lama kemudian
Kembang Jelita 2 / XI 36 muncullah ia dan semak-semak dengan seragam
Lwe-teng Wisu. Suara keributan di kejauhan
belum reda juga. Kini Helian Kong melangkah tidak perlu
bersembunyi-sembunyi. Kalau berpapasan
dengan kelompok-kelompok lain nya, malah ia
bertanya jawab beberapa patah kata dengan
mereka. Pura-pura menanyakan keadaan
keamanan, tetapi juga mendapat gambaran
lebih jelas keadaan tempat beradanya Tan Wanwan.
Akhirnya ia sampai ke tempat tujuan,
bangsal bermodel rumah-rumah di Soh-ciu yang
lengkap dengan

Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kolam-kolamnya dan pemandangan alam buatannya yang juga
buatan. Helian Kong tersentil juga, karena dia
pun pernah hidup sekian tahun di wilayah Sohciu. Cepat-cepat ia mengibaskan kepala kuatkuat untuk mengusir angan-angan itu, dan
kembali memusatkan pikirannya pada keberhasilan tindakannya.
la Melihat penjagaan di sekitar bangsal itu
memang dilakukan pasukan Lwe-teng Wisu,
Kembang Jelita 2 / XI 37 tetapi tidak istimewa. Pikir Helian Kong,
"Rupanya maling-maling Pelangi Kuning ini
menganggap remeh keributan di luar yang
ditimbulkan oleh kawan-kawanku, buktinya di
sini mereka tenang-tenang saja..."
Dengan gaya yang wajar Helian kong
melangkah di depan empat orang Lwe-teng
Wisu sambil melambai. Lwe-Teng-wisu yang
berjaga Itu membalas melambai, membiarkan
Helian Kong lewat dan meneruskan percakapan
meneruskan obrolan mereka.
Helian Kong melangkah terus sambil
tertawa dingin, "Hem, prajurit-prajurit macam
ini kok dijadikan prajurit-prajurit istana..."
Helian Kong lupa pengalamannya yang dulu,
ketika ia menyelundup ke istana untuk
menghadap Kaisar Cong-ceng, ternyata ia hanya
memasuki perangkap karena yang dihadapinya
hanyalah Kaisar Cong-ceng gadungan. Ia lupa
itu. Kali ini Helian Kong bersikap agak
meremehkan prajurit-prajurit istananya Kaisar
Tiong-ong. Lupa bahwa orang-orang yang
Kembang Jelita 2 / XI 38 dipandangnya rendah itu dulu juga yang
mengalahkan dan mengobrak-abrik pasukanpasukan dinasti Beng termasuk pasukanpasukan terpilihnya.
Setelah di dalam bangsal, penjagaan makin
kendor, tidak satu pun prajurit yang terlihat di
bagian dalam. Yang banyak adalah dayangdayang. Helian Kong agak waswas juga, janganjangan di antara mereka ada yang sudah bekerja
sejak jaman dinasti Beng dan mengenalinya?
Tetapi untunglah, tak seorang pun yang
mengenali Helian Kong. Namun ada seorang dayang yang agaknya
bertingkatan agak tinggi, mungkin yang diserahi
tanggung-jawab mengepalai sekelompok dayang-dayang lain, bertanya kepada Helian
Kong. "Bung prajurit, bagian dalam bangsal ini
tidak termasuk tanggung-jawabmu. Kalian di
luar..." Helian Kong tersenyum dan menjawab,
"Aku mengerti, tetapi aku membawa pesan
pribadi dari Sri Baginda untuk... Nona Tan..."
Kembang Jelita 2 / XI 39 Helian Kong agak khawatir juga. Ia dengardengar kalau Tan Wan-wan sudah memperoleh
gelar kebangsawanan dari Kaisar Tiong-ong,
tetapi Helian Kong tidak tahu siapa gelar
kebangsawanan Tan Wan-wan. Ia cemas
sebutannya terhadap Tan Wan-wan akan
menimbulkan kecurigaan dayang itu kepadanya. "Pesan pribadi dari siapa?"
Untung-untungan Helian Kong menjawab,
"Dari Sri Baginda."
"Baik, silakan."
Helian Kong pun masuk ke dalam bangsal.
Sebetulnya seandainya Helian Kong tidak
terlalu memandang remeh mutu prajuritprajurit Pelangi Kuning, ia mestinya curiga
bahwa begitu gampang ia bisa menemukan Tan
Wan-wan. Tetapi saat itu pikirannya memang
sedang dipenuhi pikiran-pikiran yang lain. Ia
memikirkan San-hai-koan yang seperti telur di
ujung tanduk. Memikirkan pula apa yang akan
dikatakannya kalau sudah berhadapan dengan
Kembang Jelita 2 / XI 40 Tan Wan-wan, sang bekas kekasih yang kini
berdiri di pihak musuh. Begitu tiba di ruang dalam, dilihatnya
punggung seorang perempuan membelakanginya. Perempuan itu bertubuh
ramping, berpakaian indah, sedang duduk
menghadap keluar jendela.
Jantung Helian Kong berdegup kencang,
langkahnya tertegun. Berhadapan dengan
ribuan musuh yang ujung-ujung senjatanya
serapat daun ilalang, ia tidak gentar. Tetapi Tan
Wan-wan memang pernah memiliki suatu
ruangan khusus dalam jiwanya, dan bekasnya
tetap sulit dihilangkan, biarpun Helian Kong
sekarang sudah beristeri dan hampir tidak lama
lagi jadi ayah. Helian Kong juga ingat kebaikan
Tan Wan-wan kepada isterinya, ayahmertuanya dan iparnya, yang dilindunginya dari
keganasan laskar Pelangi Kuning ketika baru
saja menduduki Pak-khia. Setelah meredakan degup jantungnya,
Helian Kong berkata perlahan, "Wan-wan..."
Kembang Jelita 2 / XI 41 Perempuan itu kelihatan bergetar pundaknya tetapi tidak menoleh, sehingga
Helian Kong melangkah mendekatinya. "Wanwan, kau tentu mengenali suaraku. Keluargaku
berhutang budi kepadamu, aku datang untuk..."
Orang itu tiba-tiba membalikkan tubuh
menghadap Helian Kong sambil mengibaskan
saputangannya yang langsung menebarkan
bubuk lembut ke wajah Helian Kong. Sekejap
Helian Kong kaget melihat wajah itu bukan
wajah Tan Wan-wan melainkan seorang lelaki
yang ada kumisnya sedikit. Cuma perawakannya kurus seperti perempuan muda
lalu dia didandani seperti perempuan, dan
Helian Cong menyangkanya Tan Wan-wan.
Helian Kong memang tidak siap menghadapinya, tetapi ketangkasannya yang sudah
mendarah-daging sebagai pendekar ulung
cukup menolongnya. Ia sadar pengaruh bubuk
lembut itu, dan ia mengibaskan dengan
tangannya.. Orang berpakaian perempuan itu agaknya
cukup tangkas, tidak percuma ia terpilih sebagai
Kembang Jelita 2 / XI 42 Orang Itu tiba-tiba membalikkan tubi menghadap
Helian Kong sambil mengibaskan saputangannya.
Kembang Jelita 2 / XI 43 "umpan" untuk menjebak Helian Kong.
Memang, karena laporan Ang Bik, pihak istana
sudah menyiapkan perangkap itu. Begitu bubuk
lembutnya tidak berhasil merobohkan Helian
Kong, menyusul jotosannya dan tendangannya
bergerak serempak. Helian Kong mendengus, ia cuma
menggeser kaki sambil memiringkan badan,
tangannya menyambar tumit kaki lawannya
yang menendang dan menyentak-kannya.
Lawannya menggelosor jatuh ke lantai.
Helian Kong hendak menerkam untuk
membereskan lawannya, tapi dari balik tiraitirai tiba-tiba berhamburanlah senjata rahasia
yang beraneka ragam ke arah Helian Kong.
Helian Kong tangkas mencabut pedang Tiat-eng
Pokiam menyapu semua senjata rahasia itu.
Dalam sekejap, tempat itu sudah penuh
pengawal-pengawal pilihan dari berbagai
kesatuan istana. Tetapi yang mengejutkan
Helian Kong adalah seorang kakek bertubuh
besar, gendut, rambutnya terurai panjang dan
jidatnya lebar mengkilat. Helian Kong
Kembang Jelita 2 / XI 44 mengenalnya sebagai Ko Ban-seng yang
bergelar Kang-tau-siang (Gajah Berkepala Baja),
guru dari Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi yang
merupakan musuh-musuh bebuyutan Helian
Kong. Helian Kong menyesali ketololannya sendiri.
Dulu ia pernah juga terjebak dalam istana,
terjebak komplotan Co Hua-sun. Sekarang ia
mengulangi pengalamannya itu. Dulu Helian
Kong terjebak karena saudara seperguruannya
sendiri, Ting Hoan-wi, berkhianat dengan
melaporkan rencana penyusupannya kepada
komplotan Co Hua-sun. Sekarang, yang
memberi laporan ke istana juga Ting Hoan-wi,
meskipun sudah ganti nama menjadi Ang Bik.
Meskipun merasa sudah seperti ikan dalam
penggorengan, Helian Kong tidak gentar, la
tertawa dingin sambil memandang berkeliling
ke arah lawan-lawannya. "Sungguh kehormatan
bagiku, kalian menyiapkan penyambutan sebaik
ini. Hem." Ko Ban-seng menggeram, "Kami pun kagum
kepada nyalimu, Helian Kong. Kau berani
Kembang Jelita 2 / XI 45 sendirian menyelundup masuk kemari. Sekarang lebih baik letakkan pedangmu dan
serahkan tanganmu untuk diborgol."
Darah Helian Kong menghangat. Tetapi
sesuatu melintas di pikirannya. Ada dua pilihan
terbentang di hadapannya dengan taruhan yang
mahal. Taruhan pertama, ia akan menjawab
tawaran Ko Ban-seng dengan gaya "lelaki sejati
yang siap meneteskan darah terakhir", tetapi
taruhannya Bu Sam-kui di San-hai-koan akan
sangat kecewa karena tidak jadi bertemu
dengan Tan Wan-wan, dan dalam
kekecewaannya pastilah Bu Sam-kui akan
menjadi makanan empuk dari bujuk rayu
orang-orang Manchu untuk bersekutu. Dengan
demikian pihak Manchu akan mendapat alasan
untuk ikut-campur dalam urusan negeri Tionggoan. Pilihan kedua Helian Kong bisa mencari
kesempatan untuk bicara baik-baik dengan Li
Cu-seng alias Kaisar Tiong-ong dan menjelaskan
situasinya. Biarpun pihaknya bermusuhan
dengan pihak Li Cu-seng, ia berharap Li Cu-seng
sebagai sesama bangsa Han bisa diajak
Kembang Jelita 2 / XI 46 mengerti betapa berbahayanya keadaan Sanhai-koan saat itu. Suatu kesalahan langkah akan
membuat San-hai-koan jatuh ke tangan orang
Manchu, dan itu akan menjadi ancaman buat
semua bangsa Han di Tiong-goan, di pihak sisasisa dinasti Beng maupun di pihak Pelangi
Kuning. Beberapa saat Helian Kong terombangambing antara dua pilihan itu, dan akhirnya ia
akan mengambil pilihan yang kedua, demi
keselamatan seluruh negeri.
Karena itu sikap Helian Kong bukanlah
sikap tempur, pedangnya memang tergenggam
di tangan tetapi terkulai dengan ujung
pedangnya menyentuh lantai. "Apakah kalian
tahu apa tujuanku berada di sini?"
"Mengambil Tuan Puteri Kong-hui, betul
tidak?" "Tuan Puteri Kong-hui?"
"Ya. Yang dulu kau kenal sebagai Nona Tan
Wan-wan." Helian Kong menarik napas, baru sekarang
tahu kalau Tan Wan-wan sudah bergelar Tuan
Kembang Jelita 2 / XI 47 Puteri Kong-hui. Ia mengangguk, "Ya, karena
hanya dialah yang saat ini bisa menyelamatkan
negara." "Apa yang kau maksud dengan negara?"
"Daratan luas yang kita namai Tiong-goan
ini. Tidak peduli pemerintahan yang berkuasa
di atasnya."

Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Stevanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ko Ban-seng termangu. "Kau berkata Tuan
Puteri Kong-hui dapat menyelamatkan negeri,
apa maksudmu?" Helian Kong merasa usahanya untuk
menarik perhatian orang-orang ini, maka ia pun
memasuki langkah berikutnya. "Aku akan
menemui raja kalian, kalau kalian setuju. Dan
berbicara dengannya."
Orang-orang yang mengepungnya saling
toleh, seolah bertukar pendapat tanpa kata.
Sahut seorang perwira istana berwajah lancip
tirus, "Orang ini bersiasat untuk bisa mendekati
raja kita dan mencelakainya..."
Seorang yang lain mendukungnya, "Ya.
Orang ini adalah pembandel yang masih
Kembang Jelita 2 / XI 48 memimpikan bangkit-kembalinya dinasti korup
itu, lebih baik dibereskan sekarang saja."
Tetapi Ko Ban-seng berkata, "Kita patut
mempertimbangkan kata-katanya, pertaruhannya adalah keselamatan seluruh
negeri..." "Kemungkinan dia membual untuk menyelamatkan diri. Siapa pun tahu kalau
Helian Kong dulunya adalah pacar Tuan Puteri
Kong-hui." "Kalau dia tidak membual, dan keselamatan
negeri benar-benar dipertaruhkan?"
Semua bungkem. Tidak ada yang
membantah kakek gendut berambut panjang
itu. Ko Ban-seng tidak punya pangkat apa-apa di
istana, namun Kaisar Tiong-ong sangat
menghormatinya sebab ia dan kedua muridnya,
berjasa bagi perjuangan kaum Pelangi Kuning
bersama-sama Jenderal Li Giam. Tan Wanwanlah yang menceritakan jasa-jasa mereka di
hadapan Kaisar Tiong-ong.
Helian Kong berpikir, kalau dirinya tidak
berani menempuh resiko berat, sulit
Kembang Jelita 2 / XI 49 menghadap Kaisar Tiong-ong dan membeberkan masalahnya. Karena itulah ia
melempar pedangnya ke lantai, dan berkata,
Pusaka Pulau Es 10 Animorphs - 5 Serangan Nekat Drama Di Ujung Pisau 1
^