Pencarian

Bencana Menjelang Pertandingan 2

Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan Bagian 2


ia berjalan ke kiri atau ke kanan?"
"Apa sebaiknya kita lakukan, melempar coin?"
"Aku tidak dapat memasukkan tanganku ke dalam saku tanpa
melepas sarung tangan, dan itu akan sangat dingin," jawab Frank.
"Andaikan kita ambil arah kanan. Di sana selatan dan menuju ke jalan.
Ace tentu akan ambil arah itu."
Mereka menerobos masuk ke dalam hutan. Kemudian Frank
menyalakan radionya.
"Kelomppk empat belas melapor!"
"Ya, ada apa Frank?" tanya orang FBI.
"Kami membelok ke selatan masuk dalam hutan, kira-kira dua
setengah kilometer turun dari jalan, pak Wilensky."
"Baik. Kami akan memberikan tanda kalian di peta. Hubungi
kami selalu!"
Di bawah pepohonan keadaan lebih gelap, dan bayangan-
bayangan terus-menerus mempermainkan mereka. Mereka sering
seolah-olah melihat Ace, tetapi kemudian berubah menjadi semak atau
batang kayu. Mereka memanggil namanya, tetapi angin menderu
bersamaan dengan itu. Salju jatuh sebagai gumpalan-gumpalan
sehingga mereka dari waktu ke waktu selalu mengkucak mata. Salju
itu bertimbunan di tanah hingga sulit untuk berjalan.
Mereka merasa beku meskipun mereka mengenakan pakaian
panas, namun keadaan itu tidak pernah menjadi alasan untuk berhenti.
Senja sudah semakin turun dan cahaya redup cepat berubah kabur.
Anak-anak muda itu tidak berbicara, tetapi masing-masing diliputirasa putus asa. Ace telah menghilang hampir tujuh jam lamanya. Ia
berada dalam keadaan terbuka bagi tiupan angin beku dan hujan salju,
sejauh yang mereka ketahui masih berpakaian ringan yang
dikenakannya sejak malam itu. Kecuali itu ia telah mengalami
pemukulan, diikat selama waktu tertentu, dan kurang tidur.
Faktor-faktor ini semakin menambahkan suatu kesimpulan yang
mengerikan dari menit ke menit di dalam cuaca begini, yang berarti
kesempatan baginya untuk dapat bertahan semakin tipis dan semakin
tipis.
Tiba-tiba mereka mendengar sebuah tangisan lirih selagi deru
angin mereda sesaat. Sambil menajamkan mata mereka maju sedikit
demi sedikit. Selagi mereka berjalan dengan susah payah mereka pikir
melihat Ace bersandar pada sebuah pohon.
Frank dan Joe berbagi pikiran yang sama: apakah itu sungguh-
sungguh Ace ataukah hanya sebuah bayangan, atau semak atau batang
kayu?
Mereka terus saja, berteriak memanggil selagi mereka
mendekatinya.
"Itu dia ... ia melambai!" Joe berteriak gembira.
Kira-kira dua puluh meter di hadapan mereka, Ace sedang
berdiri dengan terangkat seolah-olah memberikan salam kepada
pencari-pencarinya. Tetapi tiba-tiba mereka melihat ia terjatuh.
Mereka berjalan maju secepat mereka dapat, beberapa saat kemudian
mengangkat tubuhnya sambil memanggil namanya. Ace tidak
memberi tanggapan.
Dengan mati-matian mereka mengangkat bintang sepakbola
agar berdiri. Biasanya mereka dengan mudah dapat mengangkat Ace,tetapi sekarang ia seberat 100 kilo, dan mereka kehabisan tenaga dan
kebas karena memeras tenaga serta kedinginan.
Frank mengambil radio dari dalam sakunya.
"Aku tidak tahu dapat berbuat apa tanpa ini."
Ia menyalakan radionya.
"Pak Wilensky, pak Wilensky! Kelompok empat belas melapor.
Kami menemukan Ace. Masuklah, silakan masuk. Kami menemukan
Ace kira-kira dua kilometer selatan jalan setapak."
Tidak ada jawaban. Frank menggoyang-goyangkan radionya
dan mencoba lagi. Semuanya diam. Ia memandang pada Joe, adiknya,
dan menghela napas.
"Kita harus teliti kembali langkah-langkah kita."
Tetapi itu tidak mungkin. Salju telah menghapus jejak-jejak
kaki mereka. Dengan liar mereka melihat ke sekitar, mencari beberapa
petunjuk yang dapat menunjukkan jalan kembali ke pondok. Tetapi
tidak ada yang mereka kenali.
Mereka telah tersesat!12. Terjebak
"Apa yang dapat kita perbuat?" tanya Joe, gigi-giginya
gemeletuk kedinginan.
"Kita harus mendapatkan sesuatu yang dapat menghangatkan
dia, atau ia akan terkena hypothermia." kata Frank. "Beberapa menit
yang lalu kita melewati sebuah singkapan batu karang di bukit, yang
dapat digunakan sebagai tempat berlindung. Dengan demikian
setidak-tidaknya kita dapatkan perisai terhadap hembusan angin
dingin dari satu sisi, sehingga kita dapat memasang api di dinding batu
untuk memperoleh panas yang kita perlukan."
"Gagasan yang baik," kata Joe. "Aku cukup persediaan korek
api."
Keduanya menyeret pemain bola yang kehabisan tenaga itu dan
kini sudah mulai sadar kembali, ke tempat yang ditunjukkan Frank,
dan sementara anak Hardy yang lebih tua itu memeluk Ace rapat ke
badannya, Joe mengumpulkan cabang-cabang kayu yang kering dan
diletakkan untuk penutup gua kecil itu. Kemudian ia menggantikan
menjagai Ace, sementara Frank mengumpulkan kayu bakar dan
menyalakan api. Setiap kali ia membungkukkan badannya ia
merasakan seperti jarum-jarum panas menusuk-nusuk otot-ototnya
yang beku. Ia terbebas dari rasa nyeri itu ketika api mulai menyalabeberapa saat kemudian. Anak-anak Hardy itu saling berimpitan di
dalam gua dengan Ace di antara mereka. Pemain bola itu mulai bicara
tak karuan dan tubuhnya menggigil.
"Kita harus berusaha agar ia tetap siuman!" kata Frank. "Kalau
tidak ia segera akan mati kedinginan."
Anak-anak muda itu melepaskan jaket mereka dan
menyelimutkannya pada tubuh kawannya, sambil mengajaknya bicara
terus supaya Ace tidak jatuh tertidur.
Tiba-tiba dari gumpalan-gumpalan salju yang berjatuhan di luar
gua datang bayangan empat sosok tubuh ... John Wilensky dan ketiga
anak-buahnya. Angin menderu kencang sehingga kata-kata yang
diucapkan hampir-hampir tidak terdengar, namun para pencari itu
saling berkomunikasi dengan gerakan-gerakan tangan. Kemudian
mereka cepat-cepat menyelimuti Ace dengan selimut tebal.
"Syukurlah bahwa kita tidak jauh dari jalan," seru salah seorang
dari mereka. "Mobil ambulans pun dekat di sana."
Mereka lalu membopong olahragawan itu keluar dari gua,
diikuti oleh anak-anak Hardy. Dalam waktu sepuluh menit mereka
semua telah sampai di mobil ambulans. Dua orang perawat terus
merawat Ace sementara Wilensky di tengah-tengah menderunya angin
sempat berkata-kata kepada Frank dan Joe.
"Kami telah mencari-cari kalian beberapa lama," katanya.
"Ketika aku tidak dapat menangkap kalian lewat radio, aku
memperhitungkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa
orang pencari telah datang kembali. Mereka adalah pencari jejak yang
baik, tetapi mereka tidak berhasil menemukan Ace. Maka kalian
merupakan kemungkinan terakhir bagi kami. Dan aduh, hampir celakatadi!" Ia memandangi Ace dengan sedih. "Mungkin nyaris
membahayakan jiwanya."
Ketika mereka tiba di rumah sakit, Ace segera dibawa ke ruang
gawat darurat. Frank, Joe dan John Wilensky menghabiskan waktu
hampir satu jam penuh kecemasan dengan berjalan mondar-mandir di
ruangan tunggu. Akhirnya, seorang dokter muncul dengan senyuman
lebar.
"Ia akan dapat mengatasinya," ia menyatakan gembira.
"Rupanya dapat dipastikan tidak terkena radang dingin. Kalau
terlambat satu jam saja tidak tahulah aku. Sekarang ia tidur. Jika
kalian menunggu sampai ia bangun nanti, silakan menjadi tamuku. Ia
ditempatkan di kamar 149."
"Terimakasih, dok," kata Wilensky, lalu berpaling kepada
Frank dan Joe. "Silakan kalian berdua pergi lebih dulu. Aku akan
bersama kalian lagi dalam beberapa menit. Aku akan menelepon,
memberikan laporan."
Kedua anak muda itu duduk di samping ranjang Ace dan
memperhatikan wajahnya yang nampak tenang. Mereka telah
melupakan semua penderitaan mereka sendiri, setelah mereka minum
coklat yang masih mengepul panas, yang dihidangkan oleh seorang
perawat yang amat bersimpati terhadap mereka.
Kebahagiaan itu terganggu oleh bunyi dering telepon di
samping ranjang. Joe melihat pada Frank yang mengangkat bahunya.
" Rupanya seseorang telah salah memutar nomor," katanya
ketika mengangkat gagang telepon.
"Aku ingin bicara dengan Frank atau Joe Hardy," terdengar
suara yang mereka kenali."Inilah Frank, Dr. Catello," jawab anak muda itu.
"Bagaimana kalian?" rektor universitas itu bertanya. "Aku
mengerti kalian telah mengalami cobaan berat hari ini."
"Kami baik-baik saja, pak," jawab Frank. "Terimakasih atas
perhatian anda. Kami duduk di samping ranjang Ace. Sekarang ini ia
tidur, tetapi ia nampak sangat baik."
"Ya, ya. Aku telah bicara dengan dokter jaga dan hasil
pemeriksaannya baik."
Terdapat kesunyian sejenak, dan dalam waktu cepat Frank
menduga bahwa Dr. Catello telah menggantungkan kembali gagang
teleponnya. "Frank, detektif FBI ...."
"John Wilensky?"
"Ya, itulah namanya. Ia telah menelepon kepala polisi Higgins,
yang selanjutnya, telah menelepon aku tentang pencarian Harrington
dan keikutsertaan kalian dalam pencarian itu. Kepala polisi Higgins
telah bicara denganku dalam nada keras sehubungan dengan
perlakuanku terhadap kalian."
"Kami pun menyesal, pak. Kami mengerti bagaimana perasaan
anda dan kami"
"Tidak, tidak, kepala polisi itu benar. Akulah yang telah
bertindak keterlaluan dan terburu-buru. Aku tidak berhak begitu.
Maka aku minta maaf kepada kalian berdua untuk tingkah lakuku.
Aku harapkan kalian mau menerimanya. Aku tahu masalahnya sudah
selesai, namun aku ingin memberikan perpanjangan demi nama
universitas suatu undangan untuk tetap tinggal dalam kamar yang
kalian huni dan untuk menghadiri pertandingan melawan Northern
sebagai tamu."Frank melirik ke adiknya Joe yang ikut mendengarkan
percakapan itu. Adiknya mengangguk dengan penuh semangat.
"Anda sungguh sangat baik, pak rektor Catello. Kami berdua
menerima dengan ucapan terimakasih. Omong-omong, Ace berada
dalam kesulitan dengan NCAA. Bagaimana menurut anda tentang
kejadian itu?"
"Secara pribadi aku akan berurusan dengan NCAA pertama-
tama besok pagi," kata Catello dengan suara suram. "Juga dengan
wartawan muda yang congkak itu, yang menyerang Ace secara tidak
benar."
Kemudian nada suaranya meninggi.
"Jika kalian kembali, Frank, maukah kalian singgah di kantorku
jika kalian tidak berkeberatan dan memberikan laporan yang lengkap?
Aku baru menerima informasi secara garis besarnya saja."
"Dengan senang hati. Kami akan singgah!"
"Tolong sampaikan terima kasihku pada adikmu dan kepada
Ace jika nanti dia bangun, katakan seluruh lembaga kemahasiswaan
gembira mendengar penyelamatan dan untuk kesembuhan yang kami
percaya akan pulih dengan cepat."
"Yaah, bagaimana pikiranmu tentang semua itu?" tanya Frank,
ketika menaruh kembali gagang telepon.
"Aku harus akui bahwa aku sangat marah kepadanya," jawab
Joe, "tetapi ia sungguh berjiwa besar untuk mengaku salah."
Tiba-tiba kamar rumah sakit itu berubah menjadi kesibukan.
John Wilensky dan dokter jaga berjalan memasuki kamar pada waktu
Ace bangun.
"Di mana aku?" pemain bola itu bertanya kepada Frank."Di rumah sakit."
Ia mengangguk.
"Aku ingat telah melihat engkau dan Joe melalui kabut dingin.
Aku jatuh dan jatuh ...." Kecemasan meliputi wajahnya.
"Di mana Bill? Mereka meninggalkan dia bersama Camor!" Ia
mencoba untuk bangkit. "Aku harus menemukannya kembali."
Dengan lembut dokter mendorongnya kembali berbaring.
"Hati-hati, nak. Engkau baru saja dapat mengatasi gangguan
fisik dari suatu pengalaman buruk."
"Bill dalam keadaan aman," kata Joe dengan cepat. "Kami telah
membawanya ke rumah bapak rektor Catello. Ia diterima dengan baik
di sana."
"Kalau begitu pak Catello mengetahuinya. Dan Bill akan
dikirim kembali ke Chicago," Ace menangis dengan cemas.
"Tidak, demi kau," kata Joe. "Rektor Catello sedang
mengusahakan tempat tinggal baginya di dekat universitas."
"Wah!"
Ace berpikir sejenak.
"Kukira aku harus menemuinya pada kesempatan pertama. Kini
kalian tahu mengapa aku tidak mengizinkan kalian masuk ke dalam
kamarku. Bill ada di sana. Aku menyesal telah berlaku bodoh terhadap
kalian, tetapi kalian tahu keadaanku. Ayah dan Bill adalah segalanya
yang kumiliki, dan keadaan ayah sangat menyedihkan."
"Apa yang kaupikir untuk dilakukan cukup baik," kata Frank.
Dokter memeriksa denyut nadi pergelangan tangan, suhu badan
dan data-data penting lainya. Akhirnya ia berdiri kembali sambil
tersenyum."Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya," katanya.
"Engkau adalah contoh manusia yang mengagumkan. Kau bertambah
baik dari menit ke menit. Yaah, aku harus berkeliling. Aku akan
kembali kira-kira sejam lagi."
Setelah ia pergi, Ace berkata:
"Sekarang aku akan mulai dari permulaan lagi. Kalian orang-
orang telah menemukan kami, bukan?"
"Betul," kata Frank. "Tetapi sesungguhnya engkau harus
berterimakasih kepada pak Wilensky ini untuk semuanya itu. Ia adalah
detektif FBI dan ia dengan anak buahnya bekerja cepat untuk
membongkar gerombolan Weller."
John Wilensky melangkah maju dan menjabat tangan si sakit.
Kemudian ia mengulang apa yang terjadi sejak Weller dan orang-
orang jahatnya menangkap Ace di Motel Moonrise.
Ace meringis.
"Hee, anda tahu biasanya orang diculik sekali saja. Tetapi aku
diculik sampai dua kali. Jadi dua kali kehormatan, bukan?"
Semua mereka bersendagurau sampai Ace nampak letih.
Pengunjung-pengunjungnya lalu mengucapkan selamat tinggal dan ke
luar melalui gang rumah sakit.
" Dokter telah menyiapkan sebuah kamar untuk kalian berdua,"
kata John Wilensky kepada anak-anak Hardy. "Aku akan pergi ke
Berlin dan pulang dengan pesawat terbang."
"Joe, mengapa kau tidak tinggal saja di sini bersama Ace??
Frank meminta kepada adiknya. "Kau dapat pulang bersama dia pula.
Aku akan ikut pulang dengan pak Wilensky malam ini. Kurasa
sebaiknya aku melapor kepada rektor Catello secepat-cepatnya.""Aku sangat senang mendapat kawan pulang," kata orang FBI.
"Aku setuju saja," kata Joe sambil menguap. "Sebetulnya,
setelah makan, aku ingin tidur. Aku pun lelah."
*************
Perjalanan ke Berlin, New Hampshire tidak tergesa-gesa.
"Kita telah banyak berlari-lari pagi tadi," kata Wilensky, "maka
kupikir sekarang ini kita tidak perlu terburu-buru."


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka makan malam di sebuah rumah makan, lalu mereka
mendapatkan pesawat yang telah dipesan. Sementara itu badai salju
telah reda. Langit cerah kembali, penuh dengan bintang-bintang dan
bulan sabit. Frank begitu terpesona akan pemandangan penuh
kedamaian sehingga ia dikejutkan oleh kata-kata pilot.
"Kenakan tali pengaman. Kita akan bersiap-siap untuk
melandas."
John Wilensky membawa Frank kembali ke kantor FBI. Ketika
anak Hardy yang lebih tua itu menaiki mobilnya sendiri, ia seakan-
akan tidak percaya bahwa ia telah meninggalkan kendaraannya di sana
hanya selama empat belas jam saja.
Jam dinding di gedung tata usaha itu lambat-lambat merayapi
tengah malam ketika Frank berjalan melintasi kampus. Ia bersiul-siul
memasuki asrama dan melewati aula. Ia melangkah masuk ke dalam
kamarnya dan dijambret oleh tangan-tangan kuat dengan cengkeraman
yang ia tidak mampu mematahkannya!
"Pegang dia, Scrabby!" terdengar suara Meeb dari balik pintu.
Pintu ditutup dan lampu dinyalakan. Meeb menampari wajah
Frank berkali-kali."Kami telah menunggu engkau berjam-jam, Hardy. Sebenarnya,
kami telah hampir hilang harapan. Beberapa menit lagi, kami sudah
akan pergi. Kami beruntung, ya? Nah sekarang kita bicarakan urusan
kita! Di mana dia?"
Cengkeraman Scrabby sangat menyiksa.
"Apa ... yang ... kaukatakan?" tanya Frank, matanya menjadi
kabur.
"Longgarkan, Scrabby!" Meeb memerintah tajam.
Dengan cepat tekanan itu mengendor.
"Kita tidak mungkin mendapatkan keterangan dari orang yang
pingsan. Nah, sobat, kau pasti mengetahui apa yang hendak kita
bicarakan. Kita bicara tentang " suaranya berubah berat... "kutu
busuk. Aku tidak perlu bicara panjang tentang itu, bukan?"
"Aku sama sekali tidak mengetahui sedikit pun apa yang
engkau cari."
Mata Meeb berputar-putar ke langit-langit kamar.
"Ia tidak tahu sedikit pun apa yang kita cari!" katanya.
Kemudian ia melirik ke Frank.
"Wah, wah! Engkau benar-benar pintar, Hardy, sangat pintar."
Ia sorongkan wajahnya ke wajah Frank. "The gold bug!"
Frank mengangkat bahu. Meeb berjalan berkeliling kamar,
mengayunkan kepalan tangannya ke atas.
"Apa engkau inginkan aku membuat dia tahu rasa, pak Meeb?"
Scrabby.
"Tidak tahu! Sebenarnya, aku mengulur waktu sedikit ...
membuat dia sedikit menggeliat-geliat. Suatu tekanan jiwa akan lebih
mengena. Mari kita bawa dia ke rumah kita."Diikuti Scrabby yang dengan kuat mencengkam pergelangan
tangannya, Frank dengan cepat dibawa ke tempat parkir, dan didorong
ke tempat duduk depan sebuah mobil. Dengan diapit Meeb dan
Scrabby, Frank sama sekali tidak dapat bergerak.
Dalam lima menit berikutnya mereka berada di tengah-tengah
lingkungan perumahan. Meeb menghentikan mobilnya dengan mulus
di pinggir jalan di depan sebuah rumah yang memencil.
"Rumah ini mungkin nampak seperti pondok reyot bagimu,
Hardy, tetapi bagiku adalah seperti istana. Kau lihat itu milikku, dan
aku menggunakannya sebagai gedung administrasi," ia berdecap-
decap. "Bawa dia masuk, Scrabby!"
Setelah mereka berada di dalam, Meeb menyalakan lampu
senter untuk menerangi ruangan yang penuh jaringan laba-laba dan
debu. Orang bertubuh kecil itu berpaling ke arah Frank.
"Kau masih saja tidak mau mengatakan kepada kami di mana
kau sembunyikan kutu busuk yang diberikan Robbin Stevenson
kepadamu?"
"Andaikan aku bisa, aku tak juga akan memberikannya," jawab
Frank menantang.
Meeb membuka pintu.
"Terlalu buruk," ia menggumam. "Engkau seharusnya dapat
menyelamatkan dirimu dari banyak kesulitan yang tidak perlu.
Akhirnya kami pasti menang, kau tahu. Aku selalu menang. Teruskan,
Scrabby!"
Frank didorong ke depan, dan jatuh melayang di atas turunan
tangga, terjerembab di lantai ruang bawah tanah. Suara teriakan Meeb
menggema mengikuti."Engkau akan tetap tinggal di bawah sana, Hardy, tanpa makan
dan minum sampai kau mau bilang apa yang ingin kami ketahui."13. Beruntung Diselamatkan
Pintu tertutup, dikunci, dan sebuah gembok dipasang di
tempatnya. Frank ditinggalkan di tempat yang gelap kelam, hanya
mendengar suara-suara goresan dari tikus-tikus berlari-lari melintas
lantai semen.
Dengan lambat-lambat ia memijit-mijit pinggulnya yang terasa
sakit. Lalu ia berjalan pelan-pelan memutari dinding, untuk meraba-
raba sebuah pintu atau jendela. Ia terjatuh dua kali. Tidak terdapat
sesuatu yang terbuka.
Merasa kecewa, ia duduk di anak tangga, heran apabila Meeb
dan Scrabby mau datang kembali. Hal ini satu-satunya kesempatan
untuk dapat lolos, tidak ada selain itu. Mungkin ia dapat mengatakan
kepada mereka buku itu disimpannya di peti besi sebuah bank, dan
mereka tidak mungkin dapat mengambilnya kecuali kalau ia pergi
bersama mereka. Mungkin ia mendapat kesempatan untuk dapat
meloloskan diri.
Ia baru saja hendak memutuskan sebuah bank yang tepat, ketika
pintu dibuka orang.
"Eh, Tuan di bawah sana," terdengar sebuah suara gemetar.
"Aku di sini," jawab Frank. "Kau mau apa?"Dengan hati-hati Frank berjalan naik tangga ke atas, dengan
kepalan tinju disiapkan. Siapakah dia? Apa barangkali kawanan
penjahat yang tidak mendengar masalahnya?
"Kau siapa?" tanya Frank.
"Keluarlah ke atas," kata orang asing itu dengan kesal. "Aku
tidak dapat tinggal lama-lama di sini."
Frank melangkah keluar. Ia masih belum melihat orangnya,
tetapi nalurinya mengatakan kepadanya bahwa orang asing itu tidak
membahayakan.
"Apa kau tak apa-apa?" tanya orang itu.
"Ya, baik!" jawab Frank.
"Syukurlah! Baiklah, kalau begitu aku akan pergi."
Frank melongok untuk melihat ke arah datangnya suara, dan
menggapai pundak seseorang.
"Eee, jangan lukai aku. Biarkan aku pergi!" orang itu mengelak.
"Aku tidak hendak melukaimu. Sesungguhnya aku
berterimakasih kepadamu, kau telah membebaskan aku. Aku hanya
ingin tahu siapa engkau dan mengapa engkau bebaskan aku."
"Tidak ada guna menyebutkan nama," penolong itu berkata.
"Aku toh tidak akan mengingatnya lagi. Aku tidak penting bagi
seseorang. Aku tinggal di gedung ini beberapa malam yang lalu. Aku
mendengar orang-orang itu masuk ... Meeb dan Scrabby. Mereka
adalah sepasang orang-orang yang tidak baik, mereka adalah ... dan
saya dengar apa yang Meeb katakan kepadamu. Aku kenal Meeb sejak
ia masih kanak-kanak dan ia selalu busuk. Oleh karena itu aku
memutuskan untuk membebaskanmu dari sini. Mereka telahmenangkap aku malam sebelumnya, dan mengancam aku sampai aku
berjanji untuk tidak lagi berkeliaran di dekat sini."
"Baiklah, aku sampaikan terimakasihku kepadamu," kata Frank.
"Oke, Oke," kata orang itu dengan nada gemas. "Maka
biarkanlah aku berlalu."
Frank melepaskan pegangannya, dan mendengar orang itu
menyeret kakinya menuju ke pintu depan. Apabila pintu itu dibuka,
detektif muda itu melihat bayangan penolongnya dalam terang cahaya.
Ia setengah umur pincang dan bungkuk.
Frank berjalan mengikutinya. Gelandangan itu baru berjalan
beberapa langkah, ketika ia mengeluarkan jeritan mengerikan.
Scrabby keluar dari pintu di dekatnya dan meremas bagian belakang
leher orang yang bernasib sial itu.
Dengan segera Frank melompat ke punggung Scrabby, dan
orang yang bertubuh besar itu melepaskan pegangannya pada leher
gelandangan itu. Ia mengalihkan perhatiannya kepada Frank ketika
orang yang pincang itu menghilang ke sebuah lorong.
Sebuah lengan yang besar melingkar dan menangkap Frank,
sambil menariknya ke atas pundak penjahat itu.
"Kau!" teriak Scrabby.
Ia meraih lengan Frank dan melilitnya dengan catok.
"Kupikir aku datang untuk memeriksa semuanya. Dan lihat apa
yang kutangkap!"
Rasa sakit itu begitu mengerikan, dan Frank tahu jika ia tidak
bertindak cepat-cepat, ia akan jatuh pingsan. Dengan segala kekuatan
yang dapat dikumpulkannya, ia memberikan tendangan kepergelangan kaki Scrabby. Orang sebesar raksasa itu meraung, dan
melepaskan tangannya untuk memegang kakinya. Frank cepat lari.
"Hee, kembali kau!" teriak Scrabby.
Frank menengok ke belakang sebentar dan melihat orang besar
itu melangkah untuk mengejar. Tetapi kecepatan larinya bukan
tandingan untuk Frank, dan sejauh satu blok dari pengejarnya detektif
muda itu bertemu dengan sebuah taksi. Dalam sepuluh menit
berikutnya ia sudah kembali ke kampus.
Ketika tiba di asrama, ia menabrak Pops Walzak.
"Kau nampaknya kurang sehat, nak," kepala polisi kampus itu
berkata. "Apa yang terjadi?"
Frank menceritakan kejadian-kejadian pada hari yang sangat
panjang itu ... penerbangan ke New York dan kemudian ke New
Hampshire, penangkapan Weller dan gerombolannya, badai salju,
kesibukan di rumah sakit, Meeb dan Scrabby, ruang bawah tanah yang
penuh dengan tikus, dan penyelamatan sesudahnya.
"Dalam satu hari kau mendapatkan pengalaman lebih banyak
daripada orang lain sepanjang hidupnya," komentar Walzak.
"Aku takutkan apabila Scrabby akan datang kembali ke
kamarku malam ini," kata Frank penuh pikiran.
"Kau maksudkan pagi ini," Walzak menggodanya lembut.
"Tetapi mengapa kau tidak menginap saja di kamar Ace? Kukira
semuanya akan beres," ia menambahkan. "Aku akan perintahkan
seorang melewati aula setiap jamnya."
"Terimakasih, Pops."
Sisa malam itu berjalan dengan aman. Frank tidur sampai jam
delapan, lalu mandi di pancuran air, dan sarapan di cafetaria kampus.Pada jam setengah sepuluh ia pergi ke kantor rektor Catello dan
melaporkan penyelamatan Ace.
"Dengan demikian semuanya telah selesai," kata ketua
universitas itu berseri-seri, "walau panjang jalannya. Kini semuanya
kembali berjalan normal."
"Kuharap demikian, pak. Tetapi perasaan saya mengatakan
masih akan ada lebih banyak lagi," kata Frank. "Bukan sesuatu yang
tidak dapat kutemukan, tetapi kupikir Ace belum lagi lepas dari
kesukaran-kesukaran."
"Apa kata Kitab Injil?" kata Catello, sambil berdiri dan berjalan
ke sisi lain dari meja. "Cukup sampai harinya daripada kejahatannya.
Dengan kata lain, janganlah khawatir akan apa yang mungkin terjadi
esok sebab mungkin tidak akan terjadi sama sekali. Apa yang
kauperlukan adalah istirahat. Kau masih nampak kurus dan cekung."
Frank memikirkan pernyataan yang terakhir itu terlalu dilebih-
lebihkan sampai ia sendiri melihat ke dalam cermin di kamar Ace.
?Aku benar-benar seperti rongsokan? katanya pada diri sendiri. Ia
membaringkan diri di ranjang Ace, dan sesaat kemudian tidur pulas.
Ia tidur sampai Joe dan Ace masuk ke dalam secara tiba-tiba.
"Hee, anak bambung. Apa kau berbaring di sana sepanjang
hari?"
Ace tertawa. Ia dan Joe membalikkan Frank jatuh ke lantai.
"Sudah jam dua!" kata Joe.
"Aku telah dipadamkan seperti lampu," Frank mengakui,
"tetapi sekarang aku penuh kegembiraan untuk pergi!"Ia lalu melemparkan sebuah bantal diarahkan ke adiknya. Saat-
saat berikutnya perkelahian mereka secara sendagurau itu terhenti oleh
teriakan mahasiswa-mahasiswa di luar.
"Ace, Ace, Ace!"
"Apa-apaan semuanya itu?" tanya Frank.
"Mereka yang menunggu di lapangan terbang," jawab Joe.
"Mereka mengikuti kita sepanjang jalan kemari. Kukira kau telah
mendengar tentang NCAA."
"Tidak, ada apa?"
"NCAA mencabut semua pelarangan terhadap universitas. Juga
bahwa reporter Cliff Moorson telah meminta maaf kepada Ace di
muka umum."
Frank membetulkan kancing bajunya.
"Pertama-tama ia tidak akan lagi membuat ucapan-ucapan
semacam itu. Ace, bagaimana perasaanmu?"
"Sangat menggembirakan," kata olahragawan itu, bertinju
dengan bayangannya sendiri dalam cermin.
"Dokter mengatakan orang-orang pada umumnya harus tinggal
di ranjang sebulan lamanya."
Joe berdecap-decap.
"Seorang olahragawan hanya memerlukan satu minggu untuk
penyembuhan. Tetapi Ace telah kembali normal dalam waktu sehari-
dua saja."
"Ayolah," kata Ace. "Bill masih berada di rumah pak Catello,
dan aku ingin menemuinya. Kemudian aku hendak ke stadion. Dokter
regu harus pula mencek kondisiku, meski hanya untuk formalitas.""Mengapa engkau tidak menyertainya, Joe?" Frank
menyarankan. "Aku ingin melihat bagaimana keadaan Robbie di
rumah sakit."
"Oke!"
Joe dan Ace berangkat. Frank menyelesaikan berpakaian, dan
berjalan di jalanan, lalu mengambil taksi. Dalam sepuluh menit ia tiba
di rumah sakit.
"Maaf, tetapi anda tidak dapat menemui Robert Stevenson,"
seorang perawat memberitahukan kepada Frank. "Ibunya telah
meninggalkan pesan agar tak seorang pun ... tidak seorang pun ...
diperbolehkan tanpa seizin ibunya."
"Baiklah, dapatkah anda mengatakan bagaimanakah
keadaannya?"
"O, tentu. Ia pada umumnya telah membaik, tetapi akan
membutuhkan beberapa hari lagi untuk diperbolehkan pulang."
"Terimakasih," kata Frank dan pergi.
Ia dihadapkan kepada sebuah teka-teki. Ia tidak dapat
memahami nyonya Stevenson, tetapi penampilannya yang keras
kepala rupanya tidak beralasan.
Ia kemudian menggabungkan diri dengan Joe dan Ace di
stadion. Suasana hati olahragawan itu mendadak membalik. Ia marah-
marah dan geram.
"Dokter tidak membolehkan aku main hari ini. Mungkin besok,
katanya."
"Ace, dengarkan alasannya," kata Frank. "Dalam hari-hari
belakangan ini, engkau telah didorong jatuh di tangga perpustakaan,
nyaris ditabrak mobil, dipukul dengan pentungan, berkelahi denganempat orang, tersesat di hutan, dan hampir mati beku. Sekarang, kalau
kau seorang dokter, apakah kau tidak berpikir kau sendiri barangkali
meragukannya?"
"Aku berkata, amin."
Pelatih Bradley telah mendengar kata-kata Frank selagi
menggabungkan diri dengan mereka.
"Dengar. Aku inginkan kau siap untuk pertandingan melawan
Northern, nak. Dan aku pasti tidak akan membiarkan mengambil
risiko kehilangan engkau dalam suatu kemelut siang ini. Sungguh


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cukup parah kehilangan Tank ... ternyata ia seorang yang lemah ...
tetapi kehilangan engkau, sungguh sakit, kita akan harus mengibarkan
bendera putih menghadap Northern."
"Oo, aku mengerti, engkau benar," gerutu pemain gelandang
itu, "namun hal itu tidak membuat aku merasa enak. Baiklah, kalau
aku tidak diperbolehkan latihan siang ini, aku tidak ingin tinggal
sebagai penonton."
Ia memutar tubuhnya dan pergi, diikuti Joe dan Frank. Ketika
mereka berjalan melewati pintu kamar pakaian, Joe berkata:
"Uwah, wah!"
Suatu kemalangan bagi mereka berada di tengah-tengah para
pemogok SAPA. Mereka hanya ada sepuluh orang waktu ini, dan
seperti sebelumnya dipimpin oleh Carol Crider.
Tidaklah tepat waktunya untuk menantang Ace.
"Menyingkir dari jalanku," ia menjawab dengan suara geram.
Sorotan mata Ace bertemu dengan Carol yang tersenyum
lembut."Kami dari SAPA ikut senang kau selamat dari cobaan yang
demikian berat. Kami tetap menyatakan kami tidak merubah pendirian
kami tentang beasiswa bagi olahragawan."
"Siapa peduli?" ia menjawab dengan pedas.
Ace mencoba untuk jalan memutarinya, tetapi Carol tetap
menghadang di jalan. Ia meletakkan kedua tangannya di pinggang dan
menyeringai kepada Ace.
"Itu sangat kasar! Tetapi lupakanlah! Kau cerdas; kenyataannya
kau mahasiswa terpandai. Kau seharusnya dapat melihat bagaimana
kau merusak sistem bagi beberapa mahasiswa yang pantas mendapat
pertolongan. Sekarang kami menolakmu untuk melaporkan dan
menyingkapkan program beasiswa bagi para olahragawan di depan
umum. Kalau kau yang bicara, tentu akan"
Ia mengangkat tangannya ke atas.
"Tahan! Engkau menginginkan aku untuk mengatakan kepada
semua orang bahwa olahraga dan olahragawan yang benar-benar
berbakat tidak pantas memperoleh bantuan keuangan? Itukah?"
"Benar!" katanya berseri-seri. "Engkau tahu maksudku!"
"Kalau begitu kau gila. Apa yang menyebab-kanmu selintas
berpikiran bahwa aku mau berbuat sedemikian gila? Suatu program
olahraga yang baik akan mengembangkan mahasiswa yang kuat dan
berkwalitas tinggi. Dan itulah yang menarik perhatian para pengamat
mau pun para olahragawan."
Ia bergerak melewati Carol, selagi Carol mengepalkan
tangannya. Ace berjalan cepat untuk beberapa waktu. Kemudian
langkah-langkahnya semakin lambat dan semakin lambat, santai.
Akhirnya ia berdecap-decap."Kukira ia benar-benar meyakini apa yang dikatakannya.
Engkau tidak dapat menyalahkannya. Terlalu buruk. Ia mungkin
menjadi orang yang paling tidak disenangi di kampus sekarang ini,
dan mungkin sekali tidak tahu mengapa? Ia terlalu disibukkan
memperjuangkan apa yang diyakininya. Dan engkau harus
mengagumi keuletannya. Aku harus mengakui."
Untuk keheranan mereka, Frank dan Joe melihat sebuah
senyuman di wajah Ace.
"Ia pun berparas cantik!"
Ace berhenti di muka perpustakaan.
"Aku harus membuat penyelidikan untuk sebuah makalah. Apa
kalian mau masuk bersamaku? Aku mungkin di sini kira-kira dua
jam."
Frak dan Joe mengangguk.
"Tentu!"
Anak-anak muda itu telah mengerjakan percobaan kimia dalam
laboratorium di rumah tetapi belum sempat untuk meneruskannya
karena mereka tidak tahu pasti apa hasilnya dari langkah-langkah
selanjutnya, maka selagi Ace belajar, mereka menyibukkan diri
mereka dengan buku-buku kimia. Mereka masih tenggelam dalam
buku-buku mereka ketika kawannya itu bergabung bersama mereka
dua jam kemudian.
"Aku belum pernah melihat seseorang belajar keras seperti
kalian."
Ace menggoda selagi membantu mereka menyimpan kembali
tumpukan buku-buku yang menggunung. Joe menyeringai.
"Lucu!"Mereka melewati meja yang di depan ketika mereka melihat
seorang wanita keluar dari pintu samping yang bertuliskan:
HANYA UNTUK PEGAWAI PERPUSTAKAAN
Ia berhenti dan menyapa petugas pengecekan.
"Selamat malam, Johny!"
"Selamat malam, nyonya Stevenson," ia menjawab.
Kemudian wanita itu pergi melalui pintu. Frank dan Joe
berhenti.
"Itu ibunya Robbie!"
"Apa yang dilakukannya di sini?" tanya Frank.
"Mengapa di sini? Dialah direktur perpustakaan." kata Ace.
"Direktur perpustakaan?"
"Benar. Mengapa kalian begitu tertarik padanya?"
Mereka menceritakan kepadanya bagaimana mereka bertemu
Robbie dan bagaimana Scrabby dan Meeb telah mengancamnya, dan
akhirnya ia dikirim ke rumah Sakit. Kemudian Frank menceritakan
pengalamannya di ruang bawah tanah dengan tikus-tikus malam
sebelumnya.
"Mengapa engkau tidak menceritakan sedikit pun sebelumnya?"
"Tidak ada waktu!"
"Kalau aku bertemu orang-orang itu, pasti mereka akan
menyesal," kata Ace, sambil mengepalkan tangannya.
"Aku belum pernah bertemu Robbie, tetapi kukira aku telah
melihatnya beberapa kali."
Anak-anak Hardy memandang kepadanya. Mereka tidak bicara,
tetapi keduanya bertanya-tanya berapa lama dapat bertahan melawan
si raksasa."Ace, tunggu!"
Olahragawan itu berpaling. Profesor Overton mendatangi
mereka, mengisap rokok satu sedotan.
"Sungguh menyenangkan melihatmu," katanya. "Tentu, aku
telah mendengar bagaimana engkau nyaris hampir tewas. Aku sudah
berpikir aku akan kehilangan mahasiswa yang paling kuandalkan."
"Saya pun memikirkan begitu," Ace tersenyum jengkel.
"Baik, untuk merayakannya kita makan bersama, kita berempat.
Tidak, jangan menolak, ini suguhan dariku."
Overton mengajak anak-anak muda itu ke rumah makan yang
mahal di kota itu, di mana mereka mendapat hidangan bistik daging
sapi yang besar. Selagi mereka bersantai-santai, profesor itu berkata:
"Aku prihatin dokter regu belum mau mengizinkanmu ikut,
Ace, tetapi setidak-tidaknya kau masih hidup. Aku dapat
membayangkan bagaimana kau bersyukur untuk itu. Juga, aku tahu
bahwa sejak sekarang apabila kau sebagai calon ahli fisika, kau mau
melihat-lihat untuk apa sepakbola itu ... suatu permainan aneh.
Bahkan jika kau sampai absen dalam pertandingan hari Sabtu nanti,
hendaknya kau tidak usah memikirkannya sebagai suatu kejadian yang
menyedihkan."
Ace tidak menjawab.
Mereka berjalan menyeberangi jalan kembali ke kampus, ketika
ia bertanya.
"Apakah anda telah memeriksa makalahku yang terakhir,
profesor? Saya ingin tahu apa yang anda pikirkan tentang formula
itu!"Sarjana itu berjalan sempoyongan dan memegang kepalanya.
Anak-anak muda itu merengkuhnya sebelum ia jatuh.
"Anda tak apa-apa, pak?" seru Ace, cemas.
Overton mengambil napas dalam.
"Sekarang tidak apa-apa, kukira. Tiba-tiba saja aku terkena
serangan sakit kepala yang hebat dan nyeri sekali. Jangan katakan
kepada orang-orang kalau aku mengalami serangan ini. Aku tidak
menyukai orang merasa cemas akan diriku."
"Sebaiknya anda pergi ke dokter." Frank menyarankan.
"Oo, tentu. Aku mau. Bagaimana pun, aku harus pergi
sekarang. Sampai ketemu besok, anak-anak."
Dengan kata-kata itu ia berpisah dari mereka dan berjalan ke
arah apartemennya. Ketiga anak-anak muda itu memandanginya.
"Terimakasih untuk jamuan makan itu," mereka ucapkan
bersama-sama.
Kemudian mereka pulang ke kamar Ace. Di pintu mereka
berhenti.
"Ya, untukku kembali ke buku-buku," pemain bola itu
mengatakan.
"Setidak-tidaknya, malam ini engkau tidak perlu pergi ke toko
makanan," Frank mengingatkannya.
Ace tertawa dan masuk ke dalam kamar. Frank dan Joe baru
saja hendak membuka pintu ketika mereka mendengar dentingan gelas
dan sebuah suara bergedebugan.
Ace membuka pintu kamarnya kembali, mukanya pucat pasi.
"Masuklah, dan lihat apa yang terjadi!" serunya.Anak-anak muda itu berlarian masuk. Salah satu jendela pecah
kacanya, dan di dinding yang berhadapan dengan jendela itu tertancap
sebuah anak panah.14. Carol Dituduh
Frank dan Joe memutar tubuhnya dan menghambur turun ke
aula, lalu berlari keluar.
"Itu di sana!" seru Frank menunjuk ke arah serumpunan pohon-
pohon. Sebelum mereka tiba di sana, Carol Crider melangkah keluar
dari tempat gelap memegangi sebuah anak panah. Ia melihat kepada
mereka dengan wajah bertanya-tanya.
"Ada apa kalian?"
Pada saat bersamaan Pops Walzak pun datang.
"Aku mendengar dentingan kaca. Apa kalian tahu apa itu?"
Joe menunjuk ke jendela yang pecah.
"Seseorang telah membidik Ace menggunakan anak panah."
Penjaga kampus itu menggeram.
"Aduh, lagi-lagi!"
Kemudian ia melihat anak panah di tangan Carol.
"Kau?"
Saat itu Ace datang bergabung dengan mereka.
Ia menggelengkan kepala.
"Tidak mungkin. Ia tidak mungkin lakukan itu."
"Kukira sebaiknya kita masuk ke dalam, dan membicarakannya
di sana." kata Pops.Ia mendahului berjalan ke kamar Ace.
"Nah, sekarang apa yang telah terjadi?"
Ace mengatakan bahwa ia sedang berdiri dan mengulurkan
tangan. Kemudian selagi ia beranjak untuk duduk di meja, ia
mendengar kaca jendela pecah, dan bunyi anak panah yang menancap
di dinding.
"Jika aku terus mengulurkan tangan, tentu aku akan terkena!"
Ia menggigil kendati itu bukanlah sifatnya yang biasanya tabah.
"Nah, kini giliranmu, nona Crider," kata Pops. "Bagaimana
engkau berada di luar jendela?"
"Aku baru saja kembali dari perpustakaan. Aku tinggal di
seberang Hawkshaw Hall, dan jalan di belakang gedung itu adalah
jalan terdekat ke kamar saya."
"Itu masuk akal bagiku," kata Ace. "Tidak ada sesuatu yang
menakutkan di sana."
Walzak memandang tajam kepadanya, tetapi berkata dengan
lembut.
"Biarkan nona Crider mengatakannya dengan kata-katanya
sendiri."
Olahragawan itu mengangkat tangannya menyerah.
"Terserah padamulah, Pops!"
"Saat itu," Carol melanjutkan, "aku sedang mendekati rumpun
pohon-pohon itu ketika kudengar bunyi desis dan kemudian dentingan
kaca yang pecah. Aku melihat seseorang dalam bayangan pohon-
pohon dan berseru:
"Sedang apa kau?"
"Sungguh amat berani kau!" komentar Ace."Perhatian, di sini bukan pengadilan," kata Pops gusar, "dan
kau tidak sebagai saksi untuk membuktikan sifatnya yang baik. Nona
Crider, apakah ada seseorang yang mendengar teriakanmu? Kecuali
orang yang kaulihat, maksudku?"
Carol berpikir.
"Mungkin, tetapi aku tidak memperhatikan adanya orang lain.
Yang jelas orang itu gugup"
"Engkau pasti bahwa ia seorang laki-laki?"
"Sangat pasti. Waktu itu gelap, tentu, dan saya tidak melihatnya
dengan jelas. Ketika aku berteriak, ia lari. Aku melihat dia
menjatuhkan sesuatu, maka aku datang mendekati dan kutemukan
anak panah ini. Itu terjadi ketika anak muda ini datang keluar," ia
menunjuk ke Frank dan Joe. "Kalian tahu seterusnya!"
"Bolehkah kuambil anak panah itu?" Pops meminta.
Carol memberikannya kepada Pops.
"Harus kukatakan kepadamu, ceritamu itu agak lemah. Kau
mengatakan tentang seorang laki-laki yang tidak terlihat oleh orang
lain. Memang benar jika berada di jalan ini dari perpustakaan. Di
pihak lain, aku dengar siang tadi engkau marah-marah kepada Ace.
Kau sebagai ketua sebuah organisasi, yang membenci semua yang ia
sukai."
Wanita muda itu terkejut. Ia lalu berkata dengan suara lirih.
"Itu mustahil. Aku ... aku tidak bakal berbuat sesuatu dengan
diam-diam."
"Tentu saja itu mustahil," Ace menyela. "Aku pun mengatakan
beberapa hal yang tidak terlalu baik.""Tetapi engkau tidak melepaskan anak panah mengenai jendela,
bukan? Aku akan menelepon polisi. Kalian bertiga menjagai dia
sampai aku datang kembali."
"Apakah anda pasti, anda mempercayai kita?" Ace
menyeringai. "Aku maksudkan, mungkin saja ia pada suatu saat akan
menyergap kita, mengikat kita, dan melarikan diri."
"Anak pintar!"
Pops Walzak menggerutu dan pergi.
Dua jam kemudian, Ace, Frank dan Joe berbicara dengan
kepala polisi Higgins di markas besar polisi. Carol disebut-sebut
sebagai tertuduh utama menantikan pemeriksaan.
"Sungguh menggelikan," Ace menggerutu. "Ia tidak
melakukannya."
Frank melirik ke arah temannya.
"Engkau rupa-rupanya begitu yakin."
"Memang. Aku percaya akan ceritanya. Kenyataannya, di mana
busurnya?"
Kepala polisi Higgins tertawa.
"Itu benar, tetapi busur itu mungkin ia lempar di rumpunan
pohon-pohon. Kita akan dapat menemukannya besok pagi. Berbicara
tentang besok pagi, janganlah sentuh anak panah yang tertancap di
dinding ataupun diusik. Seorang polisi ahli akan datang memeriksa,
dengan cermat dan cepat. Dan jangan ceritakan itu kepada siapa pun."
***********
"Mengapa kau tidak tidur saja di kamarku malam ini?" Frank
menyarankan ketika mereka tiba kembali di asrama. "Jika memangbetul teorimu Carol tidak bersalah, maka calon pembunuh yang benar-
benar pasti akan datang kembali."
"Terimakasih," kata Ace. "Aku akan membawa velbet yang
kugunakan untuk tidur sejak Bill datang."
Ketika mereka telah memasang velbet, Joe menggoda Ace.
"Engkau rupanya menyukai dia!"
"Siapa? Maksudmu Carol Crider?"
Anak-anak Hardy melihat wajah pemain bola itu berubah


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merah.
"Aku hanya tidak ingin melihat dia terjebak, itu saja. Aku juga
akan mengatakan hal itu terhadap seseorang di tempat yang sama."
Mereka terus memandangi wajahnya, dan ia nampak malu.
"Baik, barangkali aku sedikit menyukainya. Aku maksudkan ia
berparas cantik dan memiliki kecerdasan dan keberanian, walau ide-
idenya agak sinting."
Lima menit berikutnya ketiga anak muda itu telah tertidur. Kira-
kira tengah malam pintu kamar itu pecah dan terbuka ketika sebuah
tubuh kekar mendobraknya, merusakkan kunci pintu.
"Di mana barang itu?" teriak Scrabby ketika menarik Frank
yang ranjangnya terletak paling dekat dengan pintu. "Anak itu
mengatakan kau yang menyimpannya."
Ia sedang mencekik Frank, ketika Joe melompat ke atas orang
itu. Ace bertindak lebih lambat. Ia duduk dan mengucak matanya, lalu
ketika melihat teman-temannya sedang berkelahi, ia melompat
membela.
Scrabby melepaskan cekikan pada Frank untuk melawan
musuhnya yang baru. Ia menghempaskan Joe melintas kamar, tetapi iadijegal Ace dan mukanya dipukul Frank. Joe cepat kembali dan
menyerudukkan kepalanya ke perut orang raksasa itu. Si pengganggu
yang besar itu mundur ke gang ketika pukulan-pukulan menghujani
tubuhnya. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya dan lari. Anak-anak
Hardy dan Ace hendak mengejar, tetapi pukulan tinju Scrabby juga
telah mengambil korban. Mereka bertiga bersandar ke dinding untuk
memulihkan kekuatan dan pernapasan mereka.
"Kalian mempunyai kawan-kawan asing," kata Ace setelah
berhenti terengah-engah. "Reguku tidak memerlukan benteng
pertahanan jika kita mendapatkan dia. Bagaimana pun siapa dia?"
"Baru saja engkau kuperkenalkan dengan Scrabby," kata Joe.
"Apakah ia kecoa yang telah memukul Robbie, si anak itu?
Huh! Kukira kalian telah membesar-besarkan ketika kalian
menceritakan kepadaku tentang si penjahat ini, tetapi kalian
menceritakannya setengah-setengah. Ia boleh juga!"
"Yaah," kata Frank. "Tetapi ia hanya berani apabila harapan
ada di pihaknya. Menghadapi lawan sungguh-sungguh ... ia lari."
"Kalau begitu aku tidak jadi memuji kebaikannya kepada
pelatih Bradley," kata Ace. "Saran kalian, di mana kita tidur sisa
malam ini? Di kolong bangku?"
Frank tertawa.
"Kukira itu tidak perlu. Ia tidak akan datang kembali setelah ia
terpukul."
Ia benar. Mereka tidur dengan tidak terganggu, melupakan
latihan lari di waktu pagi. Ketika Ace dan Joe bangun pada jam
setengah sembilan, mereka menemukan Frank sudah tak ada. Ia
kembali ketika mereka telah selesai mengenakan pakaian."Pergi ke mana kau?" tanya Joe. "Kami kira kau telah diculik
Scrabby dan Meeb lagi."
"Oo, hanya itu yang kauingat. Aku bangun pagi untuk
menyelidiki anak panah. Aku berteori, aku harus pergi ke
perpustakaan untuk dapat menentukannya."
"Jangan biarkan kami menunggu," kata Ace. "Apa teorimu?"
"Sebagian dapat membuktikan bahwa bukan Carollah yang
telah melepaskan anakpanah itu."
Mereka memandang dengan mulut terbuka.
"Jangan bergurau?" seru Ace.
"Nampaknya aneh bagiku," Frank melanjutkan, "lebih pendek
daripada anakpanah yang kaulihat dalam pertandingan panahan. Pada
dasarnya, ini adalah suatu perbedaan, yaitu menyerang dengan busur
silang."
Joe mengangguk, memahami apa yang dimaksudkan kakaknya.
"Sebuah busur silang memerlukan banyak tenaga untuk
menariknya. Carol tidaklah nampak seperti seorang yang lemah, tetapi
aku kira ia tidak dapat menggunakannya."
"Ah, sungguh hebat!" Ace memukul-mukul punggung Frank
sampai anak muda itu berkejap-kejap. "Bagaimana seterusnya bukti
bahwa Carol tidak mungkin melakukannya?"
"Ya, kita harus mengadakan percobaan, dan itu memerlukan
bantuanmu!"
"Boleh saja!"
"Ayolah kita pergi."
Frank memimpin jalan menuju ke kamar Ace."Ace, kau berdiri di muka anakpanah itu. Joe dan aku akan
keluar."
Kakak beradik itu berjalan menuju rumpun pohon-pohon.
"Apa kau maksudkan ini adalah tempat di mana kita pertama
kali melihat Carol semalam?" tanya Frank.
"Kira-kira satu langkah lagi sebelah kananmu!"
"Baik."
Frank bergerak satu langkah.
"Dari sini aku dapat melihat kepala Ace. Tetapi Carol tidaklah
setinggi tubuhku."
"Ia kira-kira sedikit di bawah pundakmu," Joe menyetujui.
Frank membungkukkan badannya.
"Setinggi ini?"
Ia menaikkan suaranya.
"Ace, apakah engkau masih berdiri di muka anakpanah?"
"Yaa."
"Aku tidak dapat melihat dia," kata Frank pada Joe. "Jika aku
tidak dapat melihat dia, apalagi Carol!"
Ace muncul di jendela yang pecah.
"Apa yang kautemukan?"
Frank mengatakan kepadanya.
"Tuntutan polisi bahwa ia telah melepaskan anakpanah, itu
tidak dapat terjadi, karena ia tidak dapat melihatmu. Itu tidak masuk
akal."
Polisi ahli yang datang beberapa menit kemudian pun
menyetujui."Begitu pun, ketika kita memeriksa rerumpunan pohon pada
waktu matahari terbit, dan kita tidak dapat menemukan busurnya. Oh,
dengar, jangan dibicarakan kenyataan bahwa anakpanah itu dilepaskan
dengan busur silang dengan seseorang di sekitar, sampai masalahnya
terungkap, mengerti?"
"Oke," Frank berjanji. "Tetapi apakah kami boleh
mengatakannya kepada ayah?"
"Tentu. Tetapi jangan mengatakan itu di sekitar kampus."
"Ya. Aku senang Carol telah dibuktikan tidak bersalah," Ace
menyatakan. "Tetapi siapa yang telah membidik aku? Camor dan
Weller di penjarakan."
"Aku tidak dapat menduga-duga sedikit pun," kata Frank, sedih.
Mereka kembali memasuki kamar. Dengan demikian Ace dapat
mengambil buku-buku catatannya ke kelas. Anak-anak muda itu baru
saja hendak keluar asrama ketika telepon berdering. Frank yang
menyahutinya.
"Aku ingin bicara dengan Frank Hardy," terdengar sebuah suara
halus yang mereka kenal.
"Aku tidak mau bicara denganmu, Meeb."
Ia hendak meletakkan gagang telepon kembali.
"Dengarkan aku, Hardy. Itu akan berguna bagimu."
Segera Frank memasang gagang telepon di telinga.
"Aku beri waktu satu menit."
"Bolehlah! Kalian barangkali benci akan usahaku memperoleh
apa yang memang adalah milikku yang sah. Maukah kalian tidak
bicarakan hal-hal yang sudah-sudah? Bagaimana pun, engkau telah
keluar dari ruang bawah tanah. Engkau pun telah menghajar Scrabbyhingga terluka tumitnya. Dan semalam ia memberitahukan kepadaku
bahwa kau dengan sepasukan kawan-kawanmu telah mengeroyok dia
dengan tidak adil."
Frank melihat pada Ace dan Joe dengan gembira.
"Kuingin kau bicara seperlunya saja, Meeb. Engkau kan tidak
menelepon aku hanya untuk menceritakan bagaimana Scrabby
menjadi tidak bahagia."
Meeb berdecap-decap.
"Tepat benar. Aku ingin bertemu engkau."
"Berani betul kau! Robbie dan aku bersedia mengangkat
sumpah dengan jaminan terhadap penahanan dengan tuduhan
penyerangan."
"Apa perlunya itu? Saksi-saksi apa akan kauberikan?
Bagaimana pun, aku akan memberikan jaminan dalam satu jam. Dan
aku meragukan apakah Stevenson muda mau menyetujui rencanamu.
Hardy, marilah kita bicarakan yang masuk akal. Kau dan aku
mempunyai kepentingan bersama."
Frank berpikir dengan cepat. Bagaimana pun juga Meeb
memiliki kunci misteri itu.
"Di mana dan kapan kita dapat bertemu?"
"Nah, ini baru sikap yang baik. Di Black Coffee Cafetaria ... di
Main dan Second Street di kota ... sekarang juga. Tetapi ada syarat-
syaratnya."
"Syarat-syarat apa?"
"Engkau tidak boleh membawa polisi, dan aku tidak mengajak
Scrabby."
"Baik!"Detektif muda itu meneruskan percakapannya kepada Joe dan
Ace. "Aku ingin ikut, tetapi aku harus mengikuti kuliah ekonomi
dalam limabelas menit ini." kata Ace.
"Joe, mengapa kau ...."
"Aku tahu," kata Joe, menyerah. "Mengapa aku tidak pergi
bersama Ace? Aku mencemaskan dirimu bertemu sendirian dengan
orang jahat itu."
"Black Coffee Cafetaria sepertinya sebuah tempat terbuka bagi
umum di mana mereka tidak akan menculik aku. Aku akan terus
berwaspada. Mereka tidak akan menjebakku lagi."
"Kami akan bertemu denganmu di pusat kemahasiswaan." kata
Ace. Cafetaria itu, seperti diduga Frank, penuh dengan para
mahasiswa yang makan sarapan agak lambat. Meeb duduk di pojok
paling akhir. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Scrabby. Orang yang
pendek itu sedang minum kopi dan mengunyah kue donat.
"Silakan duduk, Hardy. Kau ingin apa? Kopi? Teh? Kue
Denmark?"
"Tidak," sahut Frank dingin. "Aku tidak ada selera untuk basa-
basi itu. Aku tidak ingin tinggal bersamamu lebih lama daripada yang
diperlukan. Katakan apa yang kaukehendaki!"
"Anak-anak muda jaman sekarang tidak ada kesopanan," kata
Meeb sedih. "Baiklah, aku akan buka kartu. Aku akan membayar
kepadamu empat ribu dollar untuk buku itu."
"Engkau pasti bergurau!"
"Aku tahu. Enam ribu!""Aku tidak mempercayai semuanya. Aku telah katakan
kepadamu, kami tidak memiliki suatu buku pun."
Meeb menanggapi keberatan itu dengan lambaian tangannya.
"Jangan memberikan dalih apa pun lagi. Kau memilikinya.
Stevenson bilang kau menyimpannya. Kau hendak minta harga yang
mencekik leher, Hardy. Delapan ribu. Pikirkan apa yang dapat
kaulakukan dengan uang tunai sebesar itu."
"Aku sudah bilang, aku tidak memilikinya," Frank berdiri.
Wajah Meeb tampak geram karena marah. Ia mengayunkan
kepalannya.
"Aku tahu apa yang hendak kaucobakan untuk dilakukan. Kau
menjualnya sendiri. Baiklah, kau tidak mau melepaskannya. Itu tadi
kehendakku dan aku menyediakan uangnya. Aku akan mengambilnya,
Hardy, dan kau boleh bilang pada ibunya Robbie agar lebih berhati-
hati."
Frank berjalan pergi, diikuti kutukan Meeb.
**********
Detektif muda itu bergabung dengan Joe dan Ace di pusat
kemahasiswaan. Mereka minum-minuman dingin, sementara Frank
menceritakan pertemuannya dengan Meeb.
"Orang itu gila," kata Ace. "Ya, aku harus ke perpustakaan
untuk beberapa menit."
"Mari kita ikut bersamanya, Joe," kata Frank. "Barangkali kita
ada kesempatan bertemu nyonya Stevenson."
Mereka harus menyampaikan maksud mereka melewati
sekertarisnya, tetapi ketika ia menyebutkan rektor Catello, merekadiperbolehkan masuk ke kantor direktur. Direktur itu berdiri ketika
mereka masuk.
" Kalian!"
"Jangan khawatir, nyonya Stevenson," Frank mengangkat
tangannya. "Kami bukan musuh anda."
"Aku tahu," katanya sedih. "Silakan duduk. Robbie telah
menceritakan kepadaku bahwa kalian baik kepadanya, dan aku
percaya kepadanya. Aku minta maaf atas kelakuanku."
"Kami mengerti," kata Joe.
"Aku ingin tahu ada masalah apa," katanya. "Robbie mulai
sembuh ... secara fisik. Tetapi pikirannya amat mencemaskanku. Ia
tidak mau mengatakan sepatah kata pun, mengapa sampai dipukul
orang."
"Kami pun tidak tahu persis mengapa," kata Frank.
Ia lalu bercerita tentang Meeb dan Scrabby, dan apa yang telah
mereka perbuat.
"Apa yang kami ketahui adalah Robbie ingin melindungi anda.
Orang-orang itu telah mengancam hendak melukai anda. Karena itu,
ia telah mencuri sesuatu, tetapi ia tidak mau memberikannya kepada
mereka."
Nyonya itu memandang kepadanya.
"Ia mencuri sesuatu? Mencuri apa?"
Frank mengangkat bahu.
"Kami tidak tahu."
"Suatu serangga," Joe menyela. "Seekor kutu busuk. A gold
bug."
Wajah nyonya Stevenson menjadi pucat."A gold bug," bisiknya. "Kalian yakin?"
Mereka mengangguk. Ia baru saja hendak mengatakan sesuatu
ketika telepon berdering. Ia mengangkatnya.
"Apa? Ya, aku segera ke sana."
Ia bergegas menuju ke pintu.
"Robbie meninggalkan rumah sakit. Ia melarikan diri."15. Api
Frank dan Joe mengikuti wanita yang sangat kebingungan itu
dan menawarkan padanya untuk mengantar ke rumah sakit. Di sana
mereka menanyai setiap orang yang pernah berhubungan dengan
Robbie, dan diketahui ia terlihat untuk terakhir kali di dalam
kamarnya satu jam sebelumnya. Beberapa waktu kemudian petugas
penerima tamu memberitahukan bahwa seorang anak yang cocok
dengan ciri-ciri Robbie telah meninggalkan gedung. Ia tidak disertai
seorang lain.
"Apa yang harus kuperbuat?"
Nyonya Stevenson lupa akan dirinya karena bingung.
"Kukira sebaiknya anda beritahu polisi," Frank menyarankan.
"Dan kami akan pasang mata mencari Robbie. Barangkali ia
bersembunyi di sesuatu tempat di kampus, sebab ia takut kepada
Meeb dan Scrabby."
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menemukannya," Joe menyanggupkan kepada wanita itu. "Kami
memerlukan petunjuk ke mana perginya dia."
Nyonya Stevenson tidak dapat memberikan pandangannya,
maka akhirnya detektif-detektif muda itu membawanya kembali ke
perpustakaan. Dalam kepanikan itu mereka sampai terlupamenanyakan kepada wanita itu apakah ?the gold bug? itu mempunyai
arti sesuatu baginya.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika mereka pergi ke kamar Ace; mereka menjumpai rektor
Catello bersama kawan mereka. Ia sedang memeriksa lubang bekas
tertancapnya anak panah.
"Kukira dugaanmu benar," katanya pada Frank. "Kini kau harus
mengawal Ace lebih ketat daripada semula."
"Itu telah kupikirkan," kata Frank. "Mengapa kita tidak bawa
saja Ace ke rumah kita di Bayport setiap malam? Ia di sana akan
mendapat perlindungan dengan baik, lagi pula tidak ada orang yang
akan mengetahuinya .... Kita bawa dia pulang pergi sehingga ia tidak
akan kehilangan pelajarannya."
"Aku pun mengira gagasanmu itu sebagai pilihan yang bagus
daripada tetap tinggal di sini," kata Catello, "tetapi, tentu saja, putusan
akhir ada pada Kevin."
Ace menyeringai.
"Aku tertarik akan gagasan itu. Satu-satunya pilihan lain adalah
bagi polisi untuk melepaskan Harry Weller dan konco-konconya dari
penjara dan didatangkan kemari untuk mengawal aku. Orang itu tidak
pernah akan membiarkan sesuatu terjadi pada diriku meski untuk itu ia
akan memasukkan aku ke dalam sebuah sel beton di bawah tanah ...
sampai hari Sabtu. Sesudah itu, ia akan tak acuh."'
Ia menjadi tenang.
"Bagiku tidak mengapa berpindah tempat untuk tidur. Sesuatu
selalu mungkin terjadi setiap malam di sini. Tentu, aku akan pergi."
"Baik, bagus!"
Rektor itu menjabat tangan ketiga anak muda itu lalu pergi.Frank menelepon Bu Hardy dan mengatakan kepadanya bahwa
ia telah mengundang Ace menginap di rumah. Bu Hardy mengatakan
ia akan diterima dengan senang hati.
"Baiklah, sekarang ke laboratorium!" kata Ace.
Mereka berjalan melintasi kampus. Ace sangat populer selalu,
tetapi kini ia semakin mendapat perhatian orang-orang dua kali lipat.
Para mahasiswa menahannya untuk bergurau dan mengucapkan
selamat, tetapi ia menghindar dengan senyuman ramah pada mereka.
"Eh, pengalaman buruk yang lain lagi, Ace?"
Profesor Overton berdiri di pintu ruang laboratorium fisika. Ia
memandangi mahasiswa pujaannya dengan mata letih.
"Anda tidak perlu lagi cemas terhadap saya, profesor," kata Ace
gembira. "Untuk sementara waktu saya akan tinggal di rumah
keluarga Hardy."
Mata Overton berseri-seri.
"Bagus sekali!"
Sekali lagi Frank dan Joe duduk di suatu sudut. Untuk beberapa
lama Profesor itu berjalan berkeliling ruangan, mengawasi para
mahasiswa yang bekerja. Kemudian ia pergi ke jendela di mana ia
berdiri di sana hampir satu jam lamanya, menengadah memandang
langit, terlupa akan keadaan sekitar. Lonceng berbunyi mengakhiri
jam kerja, tetapi ia tetap tidak bergerak.
Ace menghampirinya.
"Profesor Overton?"
Tetap saja sarjana itu tidak bergerak.
"Pak?" Olahragawan itu menyentuh pelan-pelan pundak
pengajarnya. "Pak, waktu sudah habis."Overton melompat dan memutar tubuhnya.
"Apa?"
"Bolehkah kami pergi?"
"Pergi?" sarjana itu berkata lirih. "O ya, tentu. Pergi, pergi!"
Ace merasa cemas selagi mereka berjalan menuju ke stadion.
"Kautahu, profesor itu memandang aku seperti tidak mengenali
aku. Kukira ia tidak tahu ia ada di mana. Akhir-akhir ini ia berperilaku
aneh."
"Kami perhatikan dia," kata Frank.
Sekali lagi, Ace pergi memeriksakan kondisi fisiknya. Ketika ia
keluar dari kantor regu dokter pemeriksa, ia sangat gembira.
"Hore, aku lulus!" serunya. "Aku diperbolehkan ikut latihan."
Pelatih dan seluruh regu pemain bersorak girang.
"Kuharap kalian mau mencek satu hal," Ace meminta kepada
anak-anak Hardy. "Apa yang terjadi dengan Carol dan urusan anak
panah?"
"Kami akan menelepon polisi," Frank berjanji.
Frank dan Joe pergi ke telepon umum.
"Ia masih berada dalam tuduhan kuat," kata kepala polisi
Higgins.
"Apakah penemuan-penemuan dari polisi ahli anda tidak
dipertimbangkan?" tanya Frank.
"Itu adalah juga penemuan kalian, untuk bicara sejujurnya.
Memang, laporan telah ada pada saya. Tetapi pengacara daerah
menginginkan pemeriksaan, tetapi ia sedang di luar kota. Kalian
memudahkan aku tidak usah mengadakan panggilan, karena iamenginginkan kehadiran kalian kakak beradik, dan juga Ace. Besok
pagi jam sembilan!"
Selama latihan sepakbola, anak-anak Hardy menjelajahi seluruh
kampus menanyakan kepada orang-orang apakah mereka melihat
Robbie. Hanya sedikit orang yang mengenalnya, dan tak seorang pun
dapat memberikan petunjuk. Mereka menemui nyonya Stevenson,
yang juga belum mendengar kabar tentang anaknya.
"Apakah mungkin ia pergi ke rumah kerabat?" Frank bertanya,"
atau seorang kawannya?"
"Satu-satunya kerabat kami tinggal di Wisconsin, dan aku telah
menelepon kawan-kawannya," jawab wanita itu. "Tak seorang pun
dari mereka melihat dia!"
Frank menjadi cemas akan nasib anak itu, tetapi ia pun tahu
tidak ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Setelah latihan selesai,
mereka pergi kembali ke kamar Ace. Dengan demikian mereka dapat
mengemasi barang-barang, lalu mereka menjalankan mobil mereka
tiga puluh kilometer ke Bayport.
"Hore, ayah di rumah!" seru Joe, melihat ayahnya di jendela.
Ia sedang duduk di ruang tamu bersama bu Hardy dan bibi
Gertrude. Setelah Ace diperkenalkan dan disambut dengan ramah,
Fenton Hardy menjelaskan kehadirannya yang tidak terduga.
"Aku kembali hanya untuk beberapa hari. Kami mengira bahwa
kami dapat menyelesaikan seluruh perkara, tetapi sampai pada menit-
menit terakhir tiba-tiba ada halangan, maka aku harus memeriksa
beberapa berkas di New York City, Kantor Kepolisian. Aku baru saja
masuk ke dalam rumah ketika Catello meneleponku. Ia ingin
menyampaikan terimakasihnya karena memberikan penginapankepada Ace, dan untuk menyampaikan penghargaan, ia bilang akan
menyediakan karcis masuk stadion untuk hari Sabtu, untuk ibumu,
bibi dan aku sendiri. Dia sangat baik."
Pak Hardy mengedipkan mata kepada Ace.
"Engkau harus menunjukkan kebolehanmu. Bagaimana pun,
kami harus naik mobil tiga puluh kilometer untuk melihat
permainanmu."
Ace tersenyum gembira.
"Akan saya lakukan sebaik-baiknya."
"Kuharap kau suka daging bakar," kata bibi Gertrude. "Itulah
makan malam kita di sini."
"Bu, saya dengar dari Frank dan Joe, mereka sangat menikmati
masakan anda," kata Ace, "maka saya merasa pasti sesuatu yang anda
hidangkan akan sangat lezat."
Ia memandang Ace dengan tajam.
"Aku dapat melihat bahwa di samping ketrampilanmu dalam
olahraga, engkau pun menguasai teknik puji-pujian."
Meski mengeluarkan sindiran tajam, setiap dari mereka tahu
bibi sangat girang.
"Baiklah, karena sudah siap tinggal diturunkan dari
panggangan, kau boleh mencicipinya apakah keponakan-keponakan
saya telah mengatakan yang sebenarnya," ia mengakhiri.
Mereka berjalan bersama ke ruang makan, ketika telepon
berdering. Joe yang pergi mengangkatnya.
"Hallo?"
"Joe, di sini Chet," terdengar suara teman dekatnya. "Di mana
engkau selama ini? Aku tidak melihatmu selama empat hari."Joe secara singkat menuturkan tugas-tugas mereka.
"Benar di universtas, ha, dengan Ace Harrington? Kalian
senang! Kini selagi kalian di rumah, mengapa aku tidak datang
menemui dan menginap? Bagaimana pun, orangtuaku dan Iola tidak di
rumah, dan aku benar-benar sendirian."
"Tunggu sebentar," kata Joe sambil berlari ke ruang makan.
"Aku tidak berkeberatan," kata bu Hardy. "Makin banyak orang
semakin menggembirakan."
"Barangkali ia pun dapat ikut ke universitas bersama kita," Ace
menawarkan. "Ia dapat menikmati pertemuan umum malam besok."
"Aku yakin ia menyukainya," kata Joe dan kembali ke telepon.
"Chet, jika kau cepat datang, engkau dapat ikut makan bersama!"
"Aku segera datang."
anak muda yang pendek gempal itu tiba ketika seluruh keluarga
sedang menikmati makanan pencuci mulut.
"Hore, bibi Gertrude membuat kue pie, kesukaanku!" serunya.
"Sisakan untukku, setelah aku habiskan daging panggang ini."
Sementara Chet melahapi makanan malam, seluruh keluarga itu
membicarakan perkembangan terakhir dari perkara yang ditangani.
"Usaha terakhir yang mengancam jiwamu ... yaitu dengan anak
panah ... tidak akan ada pengaruhnya terhadap pertandingan sepakbola
itu," kata pak Hardy kepada Ace.
"Saya tahu," jawab anak muda itu, "Itulah yang berat untuk
dihadapi. Saya tidak tahu ada seseorang yang hendak mencelakai
diriku."
"Apakah kau menduga dilakukan oleh Scrabby dan Meeb?"
tanya Frank."Aku meragukan itu," Joe menyela. "Mereka tidak bersangkut-
paut dengan Ace. Mereka menginginkan Robbie, dan Ace tidak kenal
anak itu. Tidak. Itu pasti seorang yang lain, yang Ace sendiri tidak
sadari."
"Jadi berarti bahwa itu akan berlanjut hingga sesudah
pertandingan melawan Northern," kata Ace muram.
"Kita harapkan tidak," kata Fenton Hardy. "Orang semacam ini
akan tertangkap, aku yakin. Ia, baik lelaki atau perempuan terlalu
terbuka, dan bertindak terlalu aneh ... misalnya menggunakan cara
berselisih. Lalu apa yang dilakukannya pada waktu yang lain?"
"Kau maksudkan anak panah itu dilepaskan dengan busur
silang?" tanya Chet.
Frank mengangguk.
"Bagaimana kau dapat tahu?"
"Oo, aku telah mempelajari penggunaan benda semacam itu.
Terdapat banyak minat menggunakan senjata dari jaman kuno di
sekitar negeri ini. Ada perkumpulan-perkumpulan yang
menyelenggarakan pertandingan-pertandingan. Kalian tahu, orang-
orang yang mengenakan pakaian dari baja, menunggang kuda dan
bertanding adu tombak. Tombak itu terbuat dari karet sehingga tidak
mudah melukai. Omong-omong, salah satu dari perkumpulan terbaik
ada di dekat universitas."
"Sangat menarik, Chet," sahut Frank penuh pikiran, tetapi
kemudian menghentikan percakapan masalah itu.
Semua mereka menonton acara TV sebentar, dan akhirnya Ace
bangkit berdiri."Saya harap tidak akan mengganggu, tetapi saya harus kembali
ke buku-buku saya sebentar dan kemudian pergi tidur seperti telah
saya janjikan."
"Kamarmu ada di ujung ruangan," kata bu Hardy kepadanya.
"Anak-anak akan mengantarmu. Chet, kau kamar sebelahnya."
Mereka semua memutuskan untuk naik. Ace melambaikan
tangannya kepada anak-anak Hardy sebelum menutup pintu.
"Sampai esok untuk latihan lari."
"Aku tidak!" Chet memprotes.
Joe tertawa.
"Chet belum cukup dewasa untuk latihan jasmani pagi hari,
tetapi aku akan ikut serta."
"Aku juga!" Frank ikut-ikutan.
Semua orang di rumah itu telah tidur dalam beberapa menit
saja, kecuali Chet. Ia merasa terganggu oleh lampu luar yang tetap
dinyalakan sebagai tindakan keamanan.
Tiba-tiba ia mendengar bunyi desis dan sebuah bunyi gedebuk
di atas atap. Kemudian ia mencium bau asap. Ia melompat bangun dan
membuka jendela.
"Api!" teriaknya. "Atap terbakar!"16. Tidak Ada Tuntutan
Orang yang pertama-tama mendengar teriakan Chet adalah
Frank dan Joe. Joe menyerbu ke telepon sementara Frank
membangunkan orang- orang yang tidur. Ace yang paling sukar untuk
dibangunkan. Frank hampir-hampir harus menyeretnya ke luar kamar,
sebelum anak muda itu benar-benar tersadar.
"Ada apa?" tanya Ace. "Apakah ini semacam latihan?"
"Atap rumah terbakar!" kata Frank geram.
Tidak lama kemudian mobil-mobil pemadam kebakaran
menderu di jalanan. Tangga-tangga didirikan, dan petugas-petugas
pemadam kebakaran berlari-larian naik. Hanya memerlukan waktu
beberapa menit untuk menyiram padam nyala api. Hanya terjadi
kerusakan sedikit, meski atap rumah berlubang menganga.
Komandan pemadam kebakaran berjalan menghampiri Fenton
Hardy, yang berdiri tegak di atas rerumputan.
"Ini bukan tidak disengaja."
Ia menunjuk ke sebuah benda hitam menyala yang telah dibawa
turun dari atas atap.
"Inilah penyebab kebakaran itu. Sebuah gulungan pakaian
bekas berbentuk bola yang telah dicelup dalam minyak bakar dan gas
serta zat lain yang mudah terbakar yang belum diketahui apa.""Semacam api Yunani!" kata Chet yang berdiri di dekatnya.
"Itu banyak digunakan dalam perang pada jaman pertengahan."
Fenton Hardy melihat ke anak muda dengan alis mata terangkat.
"Kegemaran baru Chet adalah mempelajari senjata jaman kuno,
ayah ingat?" Joe menyela.
"Senjata itu tidak hanya digunakan oleh bangsa Yunani," Chet
melanjutkan. "Setiap orang menggunakannya. Sangat sukar untuk
memadamkannya."
"Betul!" komandan pemadam kebakaran membenarkan. "Kita
harus menggunakan bahan kimia untuk memadamkannya karena
dengan air tidak dapat padam."
"Api Yunani itu mungkin dipasang pada sebuah anak panah dan
sesuatu yang lain dan ditembakkan dengan katapel," Chet
menjelaskan.
"Sebuah katapel, ha?" kata Fenton Hardy.
Ia masuk ke dalam rumah dan kembali membawa lampu senter.
Kemudian semua orang mengikutinya ke luar untuk memeriksa
semak-semak di seberang jalan.
"Inilah dia!" serunya dengan tiba-tiba.
Mereka melihat sebuah katapel tingginya satu meter
tersembunyi dalam daun-daunan.
"Sebuah model yang bagus." kata Chet.
"Jangan disentuh. Kita tinggalkan; biar diperiksa polisi,"
perintah pak Hardy.
Tepat pada waktu itu sebuah mobil polisi warna putih-biru
bertuliskan KOMANDAN datang dari sudut jalan dan berhenti di
pinggir jalan di mana mereka berdiri.Kepala polisi Collig dari Kantor Polisi Bayport turun dari
mobil.
"Apa yang terjadi Fenton?"
"Ada pembakaran rumah dengan sengaja dan aneh," kata pak
Hardy dan dengan cepat menghubungkannya dengan kejadian petang
hari itu.
"Kita akan ambil katapel itu untuk dibawa ke Markas Besar,


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi diambil dengan hati-hati," kepala polisi itu menyatakan. "Aku
akan memberi tahu apa yang kami temukan. Sementara itu aku akan
tempatkan seorang perwira polisi untuk melakukan penjagaan di
depan rumah dan seorang lagi di belakang."
"Si pembakar rumah itu sangat pandai," kata pak Hardy selagi
ia mengantarkan keluarga dan tamu-tamunya masuk ke dalam rumah.
"Ia tahu tidak dapat mendekati rumah tanpa terlihat orang dalam
cahaya. Maka ia menemukan cara dengan melepaskan api ke rumah
kita dari seberang jalan. Aku ingin meminta kalian semua untuk tidak
membicarakannya di kampus. Sebab itu akan menghambat
pengusutan."
Ace sangat marah.
"Tidak dapat diragukan lagi, tentu ini pun usaha untuk
mencelakai aku," katanya. "Seseorang telah membuntuti kita ketika
kita berkendaraan mobil kemari."
"Kembalilah tidur," kata Joe lembut. "Kami akan menjamin
malam selanjutnya lebih aman." Anak-anak Hardy bergiliran
melakukan penjagaan, dan Ace melakukan latihan lari pagi harinya.
Setelah sarapan, Frank, Joe, Ace dan Chet kembali menuju ke
universitas. Mereka menurunkan Chet di asrama, kemudian merekapergi ke gedung pengadilan. Mereka berjalan masuk ke dalam kantor
pengacara daerah tepat pada jam sembilan. Carol telah duduk di sana,
nampak sangat kecil, ketakutan dan bersikap menentang pada waktu
yang sama. Kepala polisi Higgins dan polisi ahli masuk dan duduk.
Pengacara daerah itu bertubuh pendek, langsing dan seorang
keturunan bangsa Timur bernama Gilbert Chang. Ia bangkit berdiri
dan bersandar pada mejanya dengan kedua lengannya.
"Aku ingin agar semua menyadari bahwa pertemuan ini
diadakan untuk mengetahui apakah aku akan mengajukan perkara
yang melibatkan nona muda ini ke depan mahkamah agung. Rupanya
ada beberapa keragu-raguan apakah nona Crider mungkin akan
menjalani hukuman atas usaha mengancam jiwa tuan Harrington."
"Tidak mungkin!" kata Ace berkeras kepala.
Pejabat itu memaksakan diri tersenyum kecil dan duduk
kembali.
"Sayang sekali, penolakanmu itu sedikit dapat
dipertimbangkan." Ia berpaling ke polisi ahli. " Mengapa kau
menganggap bukan dia yang melepaskan anak panah itu, sersan?"
"Usaha itu dilakukan menggunakan busur silang, pak Chang.
Itu memerlukan tenaga yang besar dan menurut hematku nona itu
tidak cukup memiliki tenaga sebesar itu."
"Memang begitu," sahut Carol tajam.
"Demi Allah, Carol. Tutuplah mulutmu," Ace mendesis. "Itu
bukan jalannya membebaskan diri."
"Tak peduli. Orang ini boleh saja bermaksud baik, tetapi ia
rupanya tidak tahu apa yang dapat dilakukan seorang wanita.
Bagaimana pun, mereka lambat laun akan tahu juga."Ia berpaling kepada pengacara daerah.
"Aku mampu menggunakan busur silang ... kenyataannya,
hampir semua jenis busur ... sudah sejak lama. Kembali ke rumah di
Tennessee, aku adalah juara nasional dalam panahan."
Ace jengkel dan meletakkan kepalanya di antara kedua belah
tangannya.
"Kejujuranmu sangat dihargai, nona Crider," kata tuan Chang."
Kuharap anda menyadari bahwa dalam keadaan itu kami tidak ada
pilihan lain untuk menahanmu karena .... "
"Masih ada lagi, pak Chang," kata polisi ahli itu.
"Maaf. Kupikir engkau telah selesai. Apa lagi?"
"Karena tuan Hardy akan memajukan pikirannya, kiranya patut
diberi kehormatan," kata perwira polisi itu, sambil menganggukkan
kepala ke arah Frank.
Frank dengan hati-hati menjelaskan bagaimana tinggi badan
Carol tidak memungkinkan membuat sudut bidik anak panah dengan
tepat.
"Orang yang telah melakukan kejahatan itu adalah seseorang
yang tubuhnya enam sampai delapan sentimeter lebih tinggi," ia
mengakhiri.
Pengacara daerah melirik ke arah polisi ahli dan kepala polisi
Higgins.
" Apakah kalian membenarkan keterangan itu."
Mereka mengangguk.
Tuan Chang tersenyum dan berdiri.
"Dalam hal ini, perkara dibatalkan dengan disertai permintaan
maaf kepada nona Crider. Jika aku mendatangkan kesulitan, kuharapkawan-kawanku suka membantu seperti kawan-kawan anda, nona
muda."
"Terimakasih," kata Carol dengan tenang.
"Aku pun ingin mengingatkan kalian agar membicarakan secara
terperinci dari perkara ini," pengacara daerah itu mengakhiri sebelum
anak-anak muda itu meninggalkan kantornya.
"Kami akan mengantarkanmu kembali ke kamarmu," kata
Frank kepada Carol selagi mereka menuruni tangga.
Wanita muda itu setengah tertawa dan setengah menangis.
"Tunggu!" katanya dan berlari kembali ke kantor pengacara
daerah, di mana karena kegirangan ia tinggalkan tas bukunya.
Sementara mereka menunggu, Frank menceritakan kepada
kepala polisi Higgins tentang kebakaran.
"Aku telah bertugas dua puluh tujuh tahun," kata pejabat polisi
itu, "tetapi aku belum pernah menghadapi perkara aneh seperti ini.
Terimakasih kalian telah menyampaikan keterangan itu kepadaku."
Frank naik ke tempat duduk pengemudi dengan Joe di
sampingnya, sementara Ace dan Carol duduk di belakang.
"Aku ingin mengucapkan terimakasihku kepada kalian semua,"
katanya. "Ace, aku sama sekali tidak tahu mengapa kau mau
menghadapi kesulitan ini untuk menolong aku, khususnya setelah
keonaran yang kubuat. Aku katakan kepadamu bahwa sungguh-
sungguh aku malu atas kelakuanku itu."
"Ah, lupakan saja," Ace berkata malu-malu. "Aku pun telah
mengucapkan kata-kata yang tolol. Bagaimana pun, aku tidak
menginginkan siapa saja masuk dalam penjara jika tidak bersalah." ia
bernapas dalam. "Teristimewa engkau!""Kau sungguh baik," katanya dengan suara tertahan. "Kuharap
kau tahu walau aku masih beranggapan bahwa olahraga di universitas
masih terlalu dianggap penting, kenyataannya aku mengagumimu.
Kau berhasil mengatur belajar dan berolahraga dengan tetap
memandang ke depan."
Terjadi keheningan yang lama. Akhirnya Ace berkata:
"He, kau pasti telah lapar. Bagaimana kalau kita mampir di
Pusat Kemahasiswaan dan sedikit makan-makan? Pelajaranku yang
berikut masih satu jam lagi."
"Aku menyukainya," ia bersetuju.
"Hebat! He, kawan-kawan, Berhenti di sini, mau? Pusat
Kemahasiswaan itu di blok sana!"
Frank dan Joe memperhatikan pasangan itu berjalan pergi.
"Dapatkah kau bayangkan kejadian seperti itu beberapa hari
yang lalu?" Joe menyeringai. "Lihatlah mereka itu, dua musuh yang
saling bersahabat!"
"Aku ingin mereka menjadi teman sejati," kata Frank sambil
tertawa. "Ayolah!"
Mereka pun turun dari mobil.
"Kau mau ke mana?"
"Bukankah kita ini pengawal-pengawal Ace? Ingat?"17. Anak Panah Lagi
Anak-anak Hardy dan Chet menghabiskan waktu hari itu
dengan bergiliran mencari Robbie di sekitar kampus, tetapi sia-sia.
Mereka menelepon polisi yang juga tidak memperoleh kabar. Dengan
kecewa mereka memutuskan untuk mengadakan pencarian lagi hari
berikutnya. Sementara itu, mereka dapat merasakan kegembiraan di
gedung pertemuan dan sekitarnya.
Pertemuan itu adalah yang paling besar dalam sejarah State
University. Perabot rumah yang disumbangkan warga kota, tiang
balok kayu, kayu bakar yang ditumpuk setinggi dua tingkat. Sebuah
panggung telah didirikan di depan tumpukan yang tinggi.
Ace, Chet dan kakak-beradik Hardy pergi ke tempat pertemuan
setelah makan siang untuk melihat kerumunan mahasiswa, yang
mengerjakan tahap akhir dari konstruksi itu di bawah pengawasan
kepala pemadam kebakaran dan Pops Walzak. Mereka bersenda gurau
sebentar dengan kepala pengawal kampus. Ace menceritakan
kepadanya tentang atap rumah yang terbakar di Bayport malam
sebelumnya.
Pops menggelengkan kepala."Kapan segala tetek bengek ini akan berakhir? Semalam
seseorang telah memukul penjaga stadion dan mengikatnya. Kita tidak
menemukan dia sampai pagi harinya."
"Apakah ada sesuatu yang dicuri?" tanya Frank.
"Itulah yang aneh. Hanya kunci-kunci yang dibawa penjaga
yang hilang. Kita telah mencari dengan teliti ke seluruh tempat dan
tidak melihat sebuah barang pun yang tidak di tempat. Barangkali
orang yang aneh."
Pertemuan itu dimulai jam delapan tepat. Rektor Catello,
Pelatih Bradley dan para pemimpin regu bersorak-sorai menaiki
panggung. Pops Walzak berdiri di belakang mereka.
Kayu mulai dinyalakan, dan dengan cepat nyala api sebuah api
unggun besar melonjak-lonjak tinggi di udara. Saat api berkobar,
pemimpin regu meneriakkan aba-aba pada orang-orang untuk
menyanyikan lagu-lagu kampus.
"Frank dan Joe Hardy, dapatkah aku bicara sebentar dengan
kalian?" kata nyonya Stevenson sambil menarik lengan baju Frank.
Mereka bersama Chet mengikuti wanita itu ke pinggir kerumunan
orang-orang sehingga dapat saling mendengar pembicaraan.
"Aku tidak tahu yang mana Frank dan yang mana Joe," katanya.
"Saya Joe. Ini kakakku Frank dan ini kawanku Chet Morton."
"Aku begitu bingung hari itu sehingga tidak dapat mendengar
dengan baik." katanya.
"Apa anda telah mendengar tentang Robbie?" tanya Frank ingin
tahu.Ia menggelengkan kepala. Dalam cahaya api mereka melihat
bahwa wajahnya muram dan di bawah pelupuk mata ada bayangan
hitam.
"Beberapa hari ini merupakan neraka bagiku. Mula-mula
Robbie parah dipukuli orang dan kemudian menghilang. Pukulan yang
ketiga datang kemarin ketika kalian datang di kantorku."
"Kami tidak bermaksud membuat anda marah," kata Frank.
"Tidak, bukan. Itu adalah apa yang aku ingin ketahui."
"Mengetahui apa?" tanya Joe.
"Ya, the gold bug yang kalian kemukakan adalah sebuah cerita
yang ditulis oleh Edgar Allan Poe. Beberapa bulan yang lalu kepada
universitas telah diberikan sebuah buku kuno dan edisi yang jarang
diperoleh dari The Gold Bug. Buku itu ditempatkan dalam
perpustakaan, tentu saja. Ketika aku kembali dari rumah sakit
kemarin, aku memeriksa bagian buku-buku kuno yang langka.
Ternyata buku itu tidak ada. Sebuah buku palsu telah ditaruh di
tempatnya."
"Itu adalah buku yang diberikan Meeb malam itu di ruang
bawah tanah!" kata Frank sambil membunyikan jari-jemarinya.
" Ruangan untuk bagian buku-buku kuno yang langka dikunci
dan digembok. Dan akulah satu-satunya yang memegang kuncinya.
Aku tidak tahu bahwa ada seseorang yang dapat mengambil kunci itu
dan buku itu kecuali Robbie. Jadi anakku yang malang itu adalah
seorang pencuri!"
Ia meletakkan kepalanya di antara kedua belah tangannya,
menangis."Ia melakukan itu untuk anda," kata Frank lembut. "Kini
semuanya cocok sudah. Meeb dan Scrabby telah menggertak Robbie.
Lebih buruk lagi, mereka telah mengatakan kepadanya bahwa mereka
akan menyerang anda jika ia tidak melakukan apa yang mereka minta.
Inilah rupa-rupanya yang meyakinkan dia. Mereka memberikan
kepadanya buku yang palsu yang ia tukarkan dengan buku asli."
"Sungguh pintar," katanya, "sebab tidak banyak orang
melihatnya. Penipuan itu mungkin tidak akan diketahui sampai
berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan."
"Dan dalam waktu itu buku itu akan dijual oleh Meeb dengan
keuntungan yang sangat besar. Mungkin ia sudah kenal seorang yang
mempunyai koleksi buku-buku kuno, yang mau membayar dengan
harga yang tinggi." Frank melanjutkan. "Bagaimana pun Robbie tidak
akan menjual sendiri buku itu. Rupanya ia telah menyembunyikannya.
Itulah sebabnya ia dipukuli orang-orang itu."
"Ya, sedikit lega hatiku mendengar bahwa ia tidak
menyerahkan buku tersebut. Tetapi di mana anak itu sekarang?"
"Kami telah mencari dia di seluruh kampus, tetapi ia tidak ada
di sini." Joe menyela.
"Kami tidak tahu," kata Frank. "Tetapi anda pun dalam bahaya,
sangat bahaya. Di mana anda tinggal?"
"Mengapa?, di gedung apartemen di Wilson Street." kata wanita
itu terkejut.
"Kupikir sebaiknya seseorang menemani anda jika nanti pulang
ke rumah."
"Aku akan menemani anda," Joe mengajukan diri sukarela.
"Kau juga ikut, Chet?""Boleh saja!"
"Aku hendak pulang sekarang," kata direktur perpustakaan itu,
"barangkali Robbie menelepon."
"Jika anda sudah tiba, periksalah seluruh apartemen," kata
Frank. "Lalu teleponlah kepala polisi Higgins dan ceritakan
peristiwanya. Mintalah kepadanya apakah ia bisa menempatkan
seorang pengawal di luar pintu malam nanti."
"Baik!"
"Aku sungguh-sungguh berterimakasih untuk semua ini dan
untuk kebaikan hati kalian kepada Robbie. Ia mempunyai naluri untuk
mencari teman orang-orang yang baik," ia menghela napas. "Besok
aku bermaksud untuk mengajukan surat pengunduran diri sebagai
direktur perpustakaan."
"Ah, jangan lakukan itu," kata Frank. "Setidak-tidaknya
tunggulah beberapa hari lagi. Semuanya mungkin akan dapat
terbongkar dalam waktu itu."
Ia mengangguk.
"Aku akan menunggu sampai hari Senin!"
Ketika mereka pergi, Frank kembali memperhatikan pertemuan.
Rektor Catello merupakan pembicara pertama. Ia mengatakan kepada
regu itu bahwa seluruh himpunan mahasiswa bangga terhadap mereka,
bukan karena kemenangan-kemenangan yang diperoleh, tetapi karena
sikap sportif yang mereka tunjukkan selama musim pertandingan.
Kemudian ia serahkan mikrofon itu kepada Pelatih Bradley, yang lalu
memperkenalkan setiap pemain-pemainnya.
Frank berpaling kepada profesor Overton yang berdiri di
sampingnya."Ini sesuatu yang lain. Saya belum pernah melihat pertemuan
semacam ini sebelumnya. Rupanya ini akan membuat pertandingan
besok lebih menarik."
"Kau tahu bagaimana pendapatku mengenai itu," kata Overton
kaku. "Aku, tentu saja, tidak akan hadir."
Ia sedikit lunak ketika menambahkan.
"Di pihak lain, aku mengharapkan regu itu ... khususnya Ace ...
baik. Katakan kepadanya bahwa aku senang ia tidak cedera dalam
perkelahian yang terjadi malam sebelumnya, dan bahwa ia pun
terhindar dari bahaya kebakaran semalam."
"Saya ikut prihatin bahwa the International Society of
Physicists membatalkan tawaran kepada anda unjuk berpidato," kata
Frank dengan nada rendah.
Ia berharap ia dapat menarik kembali kata-katanya secepat ia


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah mengucapkannya. Overton mengepalkan tinjunya.
"Jadi mereka telah menyebarkan berita penolakan itu? Aku
telah melihat mereka datang siang tadi. Tentu saja mereka berpura-
pura bersikap baik, tetapi aku tahu apa yang dipikirkannya, bagaimana
tanpa tedeng aling-aling mereka sembunyikan kesalahan, mencibir
dan mencemoohkan aku. Aku tidak akan menghadiri simposium,
dengan demikian mereka dapat lebih lagi mentertawakan aku. Mereka
menyebutkan diri ahli ilmu pengetahuan." Ia tersenyum menyeringai.
"Apa engkau tahu apa yang akan dilakukan orang-orang yang
menamakan diri ahli ilmu fisika terkemuka di dunia besok itu,
Hardy?"
Ia memegang lengan baju Frank dan mengarahkan
pandangannya kepada anak muda itu dengan sorot mata marah."Mereka dalam kenyataannya pergi menonton pertandingan
sepakbola. Sarjana-sarjana itu sungguh-sungguh membuang-buang
waktu. Rektor Catello mengundang mereka. Ia seharusnya lebih
mengetahui. Apa engkau tahu manusia macam apa... mereka itu?
Engkau tahu mengapa mereka itu menyangkal penemuan-
penemuanku? Cemburu, benar-benar iri hati! Suatu hari mereka akan
tahu bagaimana mereka berlaku goblok ... dan itu akan datang lebih
cepat dari yang diduga."
Ia beranjak pergi. Frank mengikuti dengan pandangan iba.
Beberapa lama kemudian Joe dan Chet datang.
"Semuanya beres," kata sang adik. "Kepala polisi telah
mengirim seorang ke apartemen nyonya Stevenson dalam satu jam ini.
Kukatakan kepada nyonya Stevenson agar tidak membuka pintu
sampai ia datang!"
"Bagus!" kata Frank.
Kemudian ia menceritakan kepada mereka tentang
pertemuannya dengan profesor Overton. Joe menghela napas.
"Kasihan. Sungguh ia memerlukan pertolongan."
Sementara itu seluruh pemain telah diperkenalkan kecuali
seorang, dan yang seorang itu adalah bintang lapangan dan kapten
regu. Para mahasiswa mulai berteriak-teriak:
"Ace! Ace! Ace!"
Bintang olahraga melangkah maju dan hiruk-pikuk menguasai
seluruh kerumunan orang-orang. Mereka bersiul-siul, bersorak-sorai,
memekik dan menjerit serta melempar-lempar topi ke udara. Ace
mengangkat tangan untuk menenangkan, tetapi para pengagum-pengagumnya tidak mengindahkan. Setelah lebih kurang lima menit,
hiruk-pikuk itu mereda dan ia dapat mulai berbicara.
"Aku tahu bahwa aku berbicara ini demi pelatih Bradley dan
kawan-kawan seregu; kukatakan bahwa kami hargai dukungan dan
sambutan kalian. Kalian telah memberikan itu sepanjang musim
pertandingan. Dan besok kami benar-benar membutuhkan dukungan
kalian. Jika kami mendengar sorak-sorai kalian, kami akan bertanding
lebih bersemangat. Sampai bertemu kalian semua, besok!"
Sejumlah mahasiswa menarik dia turun dari panggung,
mengangkat dia di atas pundak mereka, dan mendukungnya
berkeliling kampus. Kerumunan itu lambat laun pergi, meninggalkan
anak-anak muda kita dan beberapa orang berseliweran. Joe
mengernyitkan mukanya. Frank memandang adiknya dan bertanya.
"Sekarang, apa?"
"Mari!" kata adiknya.
Ia melompat ke atas panggung.
"Semuanya terjadi begitu cepat pada akhirnya sehingga aku
tidak mempercayai apa yang kulihat dengan mataku ini!"
"Lalu apa yang kaulihat?" tanya Chet.
"Sesuatu yang terbang melayang!"
Joe memeriksa di atas panggung sampai ia tiba di tempat Ace
tadi berdiri.
"Betul juga. Ini dia. Sedetik lagi terlambat maka Ace akan
terkenai!"
Mereka mengikuti pandangannya. Di tempat ia berdiri terdapat
sebuah anak panah. Akhirnya Ace kembali bergabung dengan mereka.
Ia tertawa-tawa."Aku berhasil meloloskan diri dari atas pundak mereka di Pusat
Kemahasiswaan. Tadinya mereka tidak mau melepaskan aku, maka
aku harus lari secepat-cepatnya. Aku lari mengitari kampus. Mari kita
pergi sebelum mereka muncul."
Selagi mereka bergegas menuju ke tempat parkir, Ace
bergumam:
"He, kalian kawan-kawan! Nampaknya kalian kehilangan
kawan baik kalian. Mengapa kalian diam membisu?"
Ketiga anak-anak muda itu telah memutuskan untuk tidak
membuat cemas hati Ace dengan menceritakan kepadanya apa yang
baru saja terjadi atas dirinya.
"Tidak ada apa-apa!" kata Joe, berpura-pura tertawa.
**********
Hari berikutnya adalah hari yang sejuk menyegarkan. Hari yang
baik untuk suatu pertandingan sepakbola. Sesudah latihan lari pagi,
sementara Ace mengenakan pakaian, anak-anak pergi ke telepon
umum di asrama dan menelepon ayah mereka. Dengan cepat mereka
menceritakan anak panah yang misterius itu.
"Itu memang benar-benar aneh," kata Fenton Hardy. "Aku
masih memikirkan bahwa teoriku tepat. Siapa pun yang membayangi
dia bukan seorang penjudi. Ada semacam alasan yang lebih berat lagi
dalam usaha membunuh Ace. Tetapi orang itu ingin aman, selama
berlangsungnya pertandingan. Tidak seorang pun di stadion akan
berdiri melepaskan anak panah dengan busur silang atau dengan
katapel untuk membakar dia. Kita harus membicarakannya dengan
rektor Catello mengenai kejadian terakhir ini. Tempel terus Ace!""Baik ayah. Ia belajar di dalam kelas, dan kemudian cepat-cepat
latihan di stadion," kata Frank.
"Baik. Ibumu dan aku akan berangkat siang nanti. Sampai
ketemu!"
Pagi itu tidak terjadi apa-apa. Setelah Ace belajar di dalam
kelas, ketiga anak-anak muda itu menemaninya ke stadion, di mana
mereka tinggalkan dia. Sesudah itu mereka menjelajahi kampus.
"Kau begitu pendiam pagi ini, Frank," Chet mengamati.
"Aku pun berpendapat begitu!" Joe mengingatkan.
"Aku tidak tahu. Sesuatu bersembunyi dalam otakku dan tidak
mau muncul," Frank mengakui.
Chet memukulnya lembut pada punggung kepalanya.
"Ini akan membantumu!"
Frank berdecap-decap.
"Tidak banyak! Ada sesuatu yang berkaitan dengan kalimat."
"Bersantailah, dan pasti ia akan muncul," Joe menyarankan.
"He, itu dia rektor Catello!"
Pemimpin universitas itu tersenyum lebar. Ia ditemani oleh
seorang wanita dan seorang pendeta.
"Frank dan Joe! Istriku dan pendeta Ryan, aku ingin kalian
bertemu dua orang muda yang hebat, aku amat senang akan
pertemuan ini. Bolehkah aku perkenalkan kepada kalian, Nyonya
Catello dan Bapak Thomas Ryan, rektor Northern University."
Frank tersenyum.
"Kukira anda berdua adalah musuh-musush bebuyutan!"
"Haaa?" rektor Catello tertawa. "Kita bersama-sama
memperoleh gelar di Harvard. Memang siang ini kita adalah lawan-lawan yang bersahabat, tetapi hal itu tidak akan pernah menjadi
pertengkaran di antara kita."
Setelah mereka pergi, Frank membunyikan jari-jemarinya
dengan gembira.
"Itulah dia!" ia berseru. "Ia mengatakan kalimatnya."18. Penentuan
"Rektor Catello?" Joe sangat bingung. "Apa yang
dikatakannya?"
Frank telah mulai bergerak.
"Mari kita berangkat!" serunya. "Kita tidak punya banyak
waktu."
Ia berhenti sebentar di telepon umum untuk mencek alamat,
kemudian lari ke tempat parkir.
"Jika aku tidak mengenalnya dengan baik," Chet terengah-
engah. "Boleh kukatakan ia telah gila."
Frank yang mengendarakan mobil. Setelah beberapa menit
berhenti di depan bangunan kecil dengan papan nama:
MEDIEVAL CLUB
"Itulah yang telah kukatakan kepada kalian," seru Chet. "Yang
terbaik di negeri ini."
Frank melompat turun dari mobil sportnya dan lari memasuki
gedung. Sementara Chet dan Joe tiba, ia sedang bicara dengan
seseorang yang nampak angkuh di gang aula klub tersebut.
"Benar, aku sekertaris," kata orang itu, "tetapi aku tidak dapat
begitu saja mengizinkan kalian memeriksa daftar anggota kami. Tidak
perlu ditanyakan mengapa!""Ini adalah mati hidupnya seseorang," kata Frank bersungguh-
sungguh. "Dengar, jika anda tidak mau menolong, aku akan
menelepon kepada polisi Higgins, dan ia akan datang dengan surat
perintah penyelidikan. Harap anda tahu!"
Sekertaris itu menyerah.
"Oya, baiklah. Tunggulah sebentar, aku akan bawakan daftar
itu."
Ketika ia pergi, Joe menarik lengan kakaknya.
"Maukah engkau katakan kepadaku, apa yang kaucari?"
"Tentu saja," jawab Frank. "Ingat ketika Overton berbicara
dengan kita di stadion, ia tahu bahwa Ace telah tertembak dalam suatu
perkelahian? Namun tidak seorang pun dapat menyebutkan apakah
benar anak panah itu dilepaskan menggunakan busur silang, dan
kupikir tidak seorang pun yang melakukan itu."
"Kau benar!" seru Joe. "Dan kau tahu juga apa yang telah
terjadi padaku? Overton berbicara tentang kebakaran di Bayport.
Bagaimana ia dapat mengetahui itu? Bahkan andaikan itu dimuat
dalam surat kabar, aku sangsikan bahwa ia membaca surat kabar
terbitan Bayport."
Pada saat itu sekertaris itu muncul kembali dengan membawa
sebuah buku besar. Frank membukanya dan memeriksa dengan teliti
daftar anggota baru sampai jari-jarinya berhenti menunjuk ke sebuah
nama yang dikenalnya ... Geoffrey C. Overton.
Frank, Joe dan Chet mengucapkan terima-kasih kepada
sekertaris itu, lalu bergegas keluar ke mobil. Sepuluh menit kemudian
mereka telah tiba kembali di kampus. Mereka berlari-lari ke gedung
ilmu pengetahuan dan dengan mengambil langkah tiga mereka sampaike kantor Profesor Overton di lantai tiga. Mereka menghambur
melewati pintu.
Ahli ilmu pengetahuan itu sedang duduk di mejanya sambil
memeriksa sehelai lembaran kertas yang lebar. Ia mendongak dan
melihat ke arah mereka dengan roman muka yang ramah.
"Hallo, kalian. Sungguh baik kalian datang. Kukira kalian di
tempat pertandingan sepakbola. Apa yang dapat kulakukan untuk
kalian?"
Frank memandang tajam kepadanya.
"Profesor Overton, mengapa anda mencoba membunuh Ace
menggunakan busur silang, dan menggunakan bola api untuk
membakar rumah kami?"
Overton tertawa lebar.
"Jika engkau seorang mahasiswa, akan kukatakan kepadamu
bahwa engkau telah belajar terlalu keras dan memerlukan istirahat.
Apa-apaan ini sampai engkau bisa sebutkan dugaan-dugaan aneh,
Frank?"
"Anda lakukan itu," kata anak Hardy yang tua. "Anda sendiri
yang menyebutkan itu semalam!"
"Dan bagaimana aku melakukannya?" Tanya Overton dengan
nada lembut seperti sedang bicara dengan anak kecil saja layaknya.
"Anda sebutkan bahwa anak-panah yang menyerang Ace itu
dilepaskan dalam suatu perkelahian, yang berarti bahwa itu dilepaskan
menggunakan busur silang. Sedang di kampus tak seorang pun yang
tahu.""Dan anda yang tahu menggunakan busur silang itu," Chet
menambahkan, "yaitu sebab anda telah melatih diri di Medieval
Club."
"Di mana anda pun telah mencuri salah satu dari model katapel
mereka sehingga anda dapat memanahkan sebuah bola pakaian bekas
yang telah dicelup dengan zat api Yunani ke atap rumah kami di
Bayport!" Frank melanjutkan tanpa menaruh kasihan. "Anda adalah
orang satu-satunya yang mengetahui bahwa kami membawa Ace
pulang ke rumah kami malam itu, di samping juga Dr. Catello."
Overton berdiri tegak tak bergerak, wajahnya pucat pasi.
"Hal yang menentukan," gumamnya. "Itulah penentuan!"
"Benar," kata Frank. "Tetapi kami tidak mengerti apa sebab
anda lakukan itu. Anda katakan Ace adalah mahasiswa kesayangan
anda. Dan ia mengagumi anda dengan sepenuhnya dan menganggap
anda seperti ayahnya sendiri. Apa anda bertaruh lebih berat ke
Northern?"
Pertanyaan itu menyebabkan Overton tertawa histeris.
"Kau kira apa aku ini, seorang dari ahli ilmu pengetahuan
terbesar yang dikenal di dunia, mau mengurusi uang dua sen dari
pertandingan tolol itu? Mahasiswa kesayanganku? Memang betul.
Tetapi aku ingin ciptakan ahli raksasa."
Frank menjadi bingung.
"Aku tidak mengerti. Apa yang anda katakan itu?"
Overton menunjuk kepadanya dengan tangan gemetaran.
"Kau ada di sini ketika terjadi hal itu. Ia menemukan formula
itu. Yaitu suatu mata rantai yang hilang dari proses bagaimana dengan
harga yang murah membuat minyak ekstrak dari serpih! Aku telahmemperkembangkan seluruh proses kecuali formula tersebut. Sesudah
bertahun-tahun menghabiskan waktu untuk menelitinya. Dan seorang
muda yang baru menanjak itu, seorang olahragawan jenius
melakukannya hanya dalam jenjang waktu satu semester. Dan yang
sangat ironis dari seluruh masalah itu ialah bahwa ia tidak mengetahui
tentang penemuannya itu. Ia tidak tahu! Ia mengira bahwa formula itu
merupakan bagian kecil dari sebuah sistem yang rumit. Aku tahu itu
pada saat aku melihatnya."
Overton seperti histeris tiba-tiba tertawa dan menangis
bersamaan.
"Dan ia tidak pernah akan tahu apa yang ia telah temukan!"
serunya. "Ia tidak akan hidup cukup lama untuk mengetahuinya.
Begitu pun Catello dan ahli-ahli fisika yang menonjol itu yang telah
menghinaku begitu lama."
Dengan kata-kata itu ia lari ke jendela yang terbuka, dan
sebelum anak-anak muda itu dapat menangkapnya, ia meloncat keluar
dengan gesit ke atas sebuah langkan dan lari ke sebuah cerobong asap
di tengah-tengah gedung. Joe mengejarnya.
"Aku akan menangkapnya!" ia berseru. "Kalian panggil polisi!"
Tetapi Frank tidak sampai memenuhi seruan itu. Pops Walzak
dan dua orang anak buahnya sedang berjalan menuju ke stadion ketika
mendengar teriakan Joe, lalu melihat ke atas. Kepala polisi kampus
meskipun tidak tahu apa yang terjadi, tetapi segera memerintahkan
orang-orangnya untuk menjaga mulut cerobong di bawah, sementara
ia menaiki tangga. Frank dan Chet mengawasi dengan hati cemas
selagi Joe mengejar ahli ilmu pengetahuan tersebut."Pergi! Ayo pergi!" Overton memekik. "Enyah, atau aku akan
melukaimu!"
Ia mencoba untuk membuka jendela-jendela yang dilewatinya,
tetapi semuanya terkunci. Ketika Joe dengan sebelah tangannya
meraih pundak profesor itu, Overton memekik dan mendorong anak
muda itu dengan keras. Joe kehilangan pijakannya dan hampir
terjatuh, tetapi pada saat terakhir berhasil memulihkan keseimbangan
badannya. Profesor itu terpeleset dan nyaris akan jatuh, tetapi ia
berhasil berpegangan erat pada langkan dengan ujung jari-jarinya. Joe
meraih Overton pada saat ia hampir kehabisan tenaga dan menariknya
ke atas. Dengan sisa-sisa tenaganya profesor itu tanpa melawan


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerahkan dirinya dibimbing turun melalui cerobong asap.
"Bawalah dia kembali ke kantor," Pops memerintahkan orang-
orangnya setelah mengetahui dari Frank apa yang telah terjadi.
Ketika mereka mengawal Overton ke dalam gedung, mulutnya
melongo terbuka dan matanya memandang hampa ke atas. Ia
menggumamkan berulang-ulang nada-nada yang sama.
"Sebaliknya!" kata Pops. "Kau bilang bahwa ia sebut-sebut
kalau Ace tidak akan hidup lebih lama lagi. Apa yang ia maksudkan
dengan itu?"
Frank menggelengkan kepala karena kecewa. "Aku tidak
mengerti."
Overton sesaat sadar kembali.
"Dan kalian tak akan pernah tahu," ia memekik, "sampai
menjadi terlambat."
Kemudian ia kembali dalam keadaan tidak sadar."Aku tahu," tiba-tiba terdengar sebuah suara dari dalam kamar
kecil. Semua orang terkejut ketika pintu terbuka dan Robbie
Stevenson melangkah keluar.
"Robbie," Joe berseru. "Dari mana kau?"
"Aku bersembunyi dalam gedung ilmu pengetahuan, dengan
demikian Scrabby tidak dapat menemukan aku. Profesor Overton
jarang keluar untuk makan, jadi terdapat makanan di tempatnya. Tidak
ada orang yang mengetahui aku berada di sini, tidak juga penjaga
malam. Bagaimana pun aku berada di dalam kamar kecil seharian
sambil mengamati profesor. Ia telah berlaku sangat aneh."
"Dalam hal apa?" tanya Frank.
"Ia memandangi lembaran kertas di mejanya, dan tertawa
cekikikan."
Frank dan Pops melihat ke lembaran kertas.
"Ini peta stadion," kata Walzak.
"Apa yang dimaksudkan dengan garis silang X ini?" tanya Joe.
"Lihat, terdapat di mana-mana ... enam buah pada setiap sisi stadion,
dan sebuah dalam kamar pakaian."
"Ia selalu berbicara dengan dirinya sendiri, sementara aku ada
di dalam kamar kecil," kata Robbie, "yaitu tentang hal-hal yang akan
meledak pada jam satu tepat."
"Ledakan bom," seru Frank. "Kita harus menjinakkannya!"
"Kalian awasi orang ini," Pops memerintahkan kedua anak
buahnya. Kemudian ia berteriak pada Frank.
"Aku akan menelepon stadion dan kemudian menyusul kalian."
Kemudian ia berkata pada dirinya sendiri:"Kuharap aku beruntung. Biasanya mereka terlalu sibuk pada
jam-jam begini untuk menjawab."
Keempat anak-anak muda itu berlarian menuruni bukit menuju
ke stadion. Frank melirik ke jam tangannya. Jam satu kurang dua
puluh lima menit. Jadi tinggal dua puluh lima menit lagi sebelum
bom-bom itu meledak!19. Kekacauan
Keempat anak-anak muda itu tiba di pintu gerbang. Petugas
karcis di pintu masuk menjulurkan tangannya meminta karcis, tetapi
Frank terus maju melewatinya. Ketika petugas itu berpaling dengan
mulut ternganga mengikuti dengan pandangan matanya, ketiga anak-
anak muda yang lain pun melewatinya.
Petugas itu akhirnya berseru:
"Hee, berhenti! Kalian belum mempunyai karcis masuk!"
Stadion itu berbentuk seperti tapal kuda. Frank berjalan
memutar ke ujung yang terbuka dari bentuk tapal kuda itu
menghindari penjaga-penjaga pintu yang mendengar seruan petugas
karcis. Ace tentu akan bangga. Anak Hardy yang tua dapat lari seperti
bintang gelandang di daerah pertahanan kedua.
Sebuah mobil ambulans diparkir di bagian ujung yang terbuka
sedemikian sehingga apabila ada seorang pemain yang terluka parah,
ia dapat dilarikan segera ke rumah sakit. Pada saat itu mobil ambulans
itu kosong. Frank melompat naik dan menstarter mesin.
"Joe, lompatlah naik!" katanya selagi yang lain-lain
mendatangi. "Chet, naik di atas kap dan meneriaki orang-orang agar
keluar dari stadion."Ia tidak berani mengulur waktu untuk menantikan Robbie, yang
tertinggal di belakang. Tetapi anak muda itu mendapatkan sebuah
sepeda dan dapat tiba dengan cepat.
Mobil ambulans itu memutar mengikuti jalur olahraga lari yang
mengelilingi lapangan. Mobil itu mula-mula lambat jalannya sehingga
para penonton dapat mendengar teriakan Chet.
Ketika mobil itu tiba di depan tempat duduk rektor Catello,
frank berkata kepada Joe:
"Kau ambil alih kemudi!"
Kemudian ia melompat turun, dan Joe menggantikannya
memegang kemudi. Frank melompati pagar yang memisahkan
lapangan dengan tempat para penonton dan berlari naik ke tangga
yang menuju tempat duduk rektor.
"Apa artinya ini, Frank?"
Wajah pemimpin universitas itu bercampur antara bingung dan
marah.
"Pertandingan kira-kira ...."
"Tidak ada waktu untuk menerangkan," kata Frank. "Bom-bom
sudah dipasang dan akan meledak jam satu. Kita harus minta agar
orang-orang keluar."
Catello bangkit dengan segera.
"Ya, ya, tentu. Tetapi bagaimana?"
"Jika anda bisa naik ke tempat sistem PA, anda dapat
memberitahukan kepada orang-orang," Frank berkata dengan
terengah-engah.Rektor universitas dan Frank berlari menuju ke bilik siaran
radio. Dalam waktu satu menit suara Catello berkumandang ke
seluruh stadion.
"Hadirin sekalian, silakan mendengarkan dengan jelas apa yang
akan saya katakan. Ini sangat penting. Janganlah gugup dan panik.
Adalah sangat perlu kita semua meninggalkan stadion ini dengan
segera. Ambillah pintu keluar yang paling tepat ... yaitu yang paling
dekat dengan anda. Saudara-saudara di ujung selatan lapangan dapat
keluar melalui ujung yang terbuka dari stadion. Semua penjaga pintu,
penjaga keamanan dan pembantu-pembantunya akan menolong kalian
untuk menyingkir dengan aman dan teratur. Silakan keluar sedapat
mungkin sejauh-sejauhnya dari lapangan."
Joe dan Chet meneruskan memutari lapangan dengan mobil
ambulans, mengulang pesan-pesan rektor universitas. Robbie
memutari lapangan dengan arah yang berlawanan sambil meneriakkan
pesan-pesan tersebut. Ia langsung menuju ke tengah-tengah regu
Northern University yang sedang melakukan latihan pemanasan.
Pemain-pemain itu berada dalam keadaan kebingungan setelah Catello
mengucapkan pesan-pesannya, tidak tahu pasti apakah pesan-pesan itu
juga tertuju kepada mereka. Robbie dengan cepat meneriakkan
perintah-perintah tersebut, dan mereka lalu beranjak menuju ke ujung
lapangan yang terbuka.
Kerumunan orang-orang banyak itu meninggalkan tempatnya
dengan teratur. Tidak ada yang menjadi histeris atau dorong-
mendorong dan berlari-larian. Yang ada hanya kebingungan dan
keingintahuan akan kejadian-kejadian yang berbalik aneh itu.
Tiba-tiba Frank menepukkan telapak tangannya ke dahi."Regu kita masih berada di kamar pakaian. Mereka melakukan
latihan pemanasan dan kembali pergi menemui pelatih Bradley untuk
diberi pengarahan!"
"Di dalam sana mereka tidak mendengar pesan-pesanku," kata
Catello dengan geram. "Mereka akan terbunuh!"
"Tidak jika aku dapat menolongnya!" Frank menjamin.
Ia lari dengan langkah tiga dengan penuh kecepatan, memintas
di tengah lapangan. Pada saat yang sama ia melambaikan aba-aba
kepada Joe, Chet dan Robbie untuk meninggalkan lapangan.
Waktu menunjukkan jam satu kurang tiga menit, ketika Frank
mendobrak pintu kamar pakaian.
"Lari keluar!" ia berseru.
Regu itu sedang enak-enak duduk di bangku. Pelatih Bradley
menghadapi mereka sambil menggambar diagram di papan tulis.
Semua mereka memandangi Frank dengan keheranan, tetapi tak
seorang pun yang bergerak menanggapi.
Frank mengulang kembali peringatannya. Kemudian Ace
bertindak. ebukulawas.blogspot.com
"Kalau dia perintahkan pergi, turutilah!"
Ia lalu mengambil jalan melalui pintu belakang. Frank berusaha
untuk menemui bintang sepakbola itu ketika mereka meninggalkan
lapangan. Pada saat itu ia melihat sorotan mata Scrabby dan Meeb di
tengah-tengah kerumunan di hadapannya.
?Kuharap ia tidak melihat Robbie? pikirnya dengan harapan
keras selagi bergerak di sisi Ace.
"Ada kejadian apa?" tanya bintang sepakbola kepadanya.Frank hampir-hampir jatuh keletihan, tetapi ia dengan megap-
megap dapat mengatur pernapasannya.
"Stadion akan meledak!"
Satu menit kemudian terjadilah ledakan yang menggetarkan
tanah.
Batu-batu beton yang besar beterbangan di udara dan jatuh
bagaikan hujan di stadion. Namun tak satu pun terbang dari bulatan
bujur telur yang pejal. Sebagian dari panggung penonton roboh
dengan suara gemuruh menimbulkan asap debu yang menggantung di
atas lapangan.
"Ledakan itu tentu terjadi pada tiang penyangga," seru Ace
melewati pundaknya.
Di beberapa tempat asap debu itu tipis, dan kerumunan orang-
orang yang berdiri seperti lumpuh itu memandangi pemandangan yang
nampak seperti pemandangan di permukaan bulan ... sebuah gambar
mati dari batu-batuan dan lubang-lubang gua. Sukar untuk dipercaya
bahwa itu terjadi di mana lima menit sebelumnya di sana orang-orang
bergembira, senang dan bergurau.
Orang banyak berbicara bisik-bisik dalam perasaan terpesona.
Frank dan Ace bertemu dengan Joe dan Chet. Mereka tiba-tiba
melihat pak Hardy dalam kerumunan orang-orang. Ia melambaikan
tangannya dan membuat jalan menuju ke kelompok anak-anak muda
tersebut.
"Ibumu dan bibi Gertrude berada agak jauh di sana," ia
menerangkan. "Apa yang terjadi?"
Dengan cepat Frank memaparkan bagaimana mereka berhasil
membongkar rencana profesor Overton untuk meledakkan stadion."Ia lakukan itu untuk menghilangkan jiwa Ace?" tanya detektif
itu sambil bersiul. "Tindakannya itu terlalu drastis!"
"Ia pun ingin membunuh ahli-ahli fisika yang mencemoohkan
dia, ayah!" Frank berkata dan menjelaskan apa yang telah terjadi.
"Sungguh penemu yang banyak akalnya. Kapan kalian mulai
mencurigai Overton?"
"Ketika ia menyebutkan adanya perkelahian. Tentu saja, aku
tidak tahu benar apakah kabar tentang busur silang entah bagaimana
telah bocor. Maka aku lalu berhadapan muka dengan dia, dan ia
mengakui semuanya."
"Jadi misteri itu telah terungkap."
"Benar, misteri itu telah terungkap. Tetapi yang lain masih
mengambang, walau kupikir hampir dapat dipecahkan."
Frank melihat ke sekitar.
"Kita harus menemukan teman kita Robbie."
"Aku telah katakan kepadanya tentang pertemuan kita dengan
ibunya, dan bahwa ia ada di rumahnya dengan pengawalan. Aku pun
mengatakan kepadanya bahwa ibunya telah mengetahui tentang buku
itu." kata Joe.
"Lalu di mana dia sekarang?"
"Ia dalam perjalanan pulang. Ia katakan hendak menjelaskan
duduk perkaranya dengan ibunya."
"Kapan kau suruh dia lakukan itu?" seru Frank cemas. "Meeb
dan Scrabby masih gentayangan. Aku melihat mereka beberapa saat
yang lalu."
"Tetapi hari masih siang," jawab Joe, "dan di sekitar ada ribuan
orang.""Ribuan orang itu di sini, Joe," kata Frank.
Frank lalu melambaikan tangan kepada kelompoknya.
"Ayohlah!"
Ia lari mendaki bukit yang panjang ke sebelah utara kampus.
Secepat-cepatnya ia ingin lari, tetapi kaki-kaki Frank telah begitu letih
untuk mengejar larinya Joe dan Chet yang telah melewatinya. Ace pun
dengan pakaian seragam sepak bolanya tidak dapat lari lebih cepat
daripada Frank. Sedikit di belakang mereka berlari pak Hardy.
Selagi hati Frank cemas, bagian atas dari kampus boleh dibilang
kosong sama sekali. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Kalau saja
mereka dapat menjangkau Robbie pada waktunya, yaitu sebelum
Scrabby dan Meeb menghadangnya.
"Aku lihat dia!"
Joe memanggil kembali dan menunjuk. Sesosok tubuh kecil
masih cukup jauh di hadapan mereka, tetapi mereka masih mengenali
ciri-ciri Robbie. Joe meneriakinya untuk berhenti, tetapi suaranya
tenggelam dalam deru angin dan Robbie terus berlari.
Tiba-tiba dari balik sebuah pohon muncul Scrabby dan Meeb.20. Penangkapan
Joe dan Chet menyerbu ke muka secepat-cepatnya. Scrabby
mencengkeram lengan Robbie. dan anak itu jatuh tersungkur di
lututnya dengan merasakan sakit luar biasa.
"Di mana buku itu?" pekik Meeb, "katakan kepadaku di mana,
atau Scrabby akan menarik putus tanganmu!"
Kemudian Joe dan Chet tiba. Chet melompat ke punggung
Scrabby. Raksasa itu meraung seperti seekor kerbau jantan dan
pegangannya cukup mengendor bagi Joe untuk menarik Robbie
terlepas dari cengkeramannya.
Meeb menyerang anak muda itu, tetapi Robbie dengan mudah
menghindar, membuat penyerang itu jatuh terjerembab. Scrabby
mencoba untuk menghempaskan Chet dari punggungnya, sambil
menjambret anak muda itu dengan tangannya yang besar dan kuat.
Tetapi Chet memeluknya dengan erat di leher. Scrabby menggunakan
siasat lain ... ia membungkukkan badannya dan melompat-lompat ke
atas dan ke bawah. Namun Chet tetap memeluknya erat-erat.
Joe menyerbu ke lawan mereka. Ia menendang ke pergelangan
kaki Scrabby dengan gaya tembakan jitu seorang pemain bola.
Scrabby melolong dan mengayunkan sebuah pukulan keras ke arah
Joe, tetapi anak Hardy yang muda itu mengelak dengan menundukdan kembali menendang. Kali ini mengenai pergelangan kaki yang
lain.
Scrabby roboh bagaikan sebuah pohon besar, dan Chet
merangkak melepaskan pelukannya. Sementara itu Frank dan Ace
tiba. Mereka menerkam Scrabby. Orang yang besar kuat itu
menggapai-gapai dengan tangannya untuk melindungi mukanya.
"Jangan pukul," ia merengek. "Jangan pukul lagi!"
Fenton Hardy tiba. Ia mengambil sabuk kulitnya dan
menggunakannya untuk mengikat pergelangan tangan Scrabby. Sesaat
itu semua mereka melihat Meeb berusaha untuk melarikan diri.
"Hentikan dia!" teriak Frank.
Joe dan Robbie mengejar bajingan pendek itu. Meeb hanya
dapat lari beberapa langkah ketika anak-anak muda itu menjambret
kakinya yang kesakitan oleh cengkeraman yang kuat.
"Aku telah menangkapnya. Aku telah menangkapnya!" teriak
Robbie riang.
"Kau telah bertindak tepat," kata Joe selagi ia pun
mencengkeram bajingan yang linglung itu.
"sangat indah. Ace tidak dapat lakukan ini lebih baik!"
Kelompok itu menggelandang kedua penjahat ke Main Street,
di mana mereka bertemu dengan seorang perwira polisi. Ia menelepon
markas besar dan dalam beberapa menit mereka semua telah berada di
atas sebuah mobil patroli.


Hardy Boys Bencana Menjelang Pertandingan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepala polisi Higgins menemui mereka dan sangat senang
melihat Scrabby dan Meeb yang dipersalahkan melakukan
penyerangan, memaksa seorang yang lemah untuk melakukan suatutindakan pidana, dan sederetan kejahatan yang mereka lakukan pada
waktu yang lalu.
"Itu beberapa ledakan di stadion," katanya, "aku baru saja
kembali dari sana, tetapi boleh dibilang seluruh kekuatan telah aku
kerahkan di sana dibantu oleh tiga puluh orang polisi patroli. Ace,
profesor Overton pasti melakukan itu untuk melenyapkanmu. Kami
telah masuk ke kamar pakaian dan menemukan beberapa reruntuhan.
Serangan itu terdapat di sebuah almari yang oleh pelatih Bradley
dikatakan sebagai milikmu."
"Aku kehilangan pakaian olahragaku yang baru," bintang
sepakbola itu bersungut-sungut, lalu berubah cerah. "Tetapi aku tetap
hidup untuk membeli pakaian baru yang lain."
"Apakah ada yang terluka?" Fenton Hardy meminta keterangan.
"Tak satu pun jiwa yang melayang," kata kepala polisi Higgins.
"Sungguh ajaib. Ribuan orang, dan tak satu orang pun terluka. Anak-
anakmu benar-benar telah melakukan pekerjaan besar!"
Mereka kembali ke kampus dengan mobil patroli, yang
menyenangkan hati pak Hardy.
"Kuharap orang-orang yang melihat kita tahu bahwa kita tidak
sedang dibawa ke penjara. Tetapi bagaimana pun, kita semua tidak
akan muat dalam sebuah mobil patroli dengan seorang pengemudi."
"Kini tinggal satu misteri yang masih harus dipecahkan," kata
Frank. "Robbie, di mana kau simpan The Gold Bug?"
"Di kamarmu!"
Anak muda itu menyeringai girang.
"Apa? Dalam kamarku?" Joe meragukannya. "Kau bergurau?"
Robbie berdecap-decap."Maaf, tetapi saat ini aku tidak dapat membuat sebuah gurauan
pun."
"Itu aku tidak heran," kata Joe. "Tetapi di mana engkau
sembunyikan buku itu?"
"Aku akan menunjukkan kepadamu," kata Robbie dengan tidak
sabar. "Kau pasti akan tertawa!"
Mereka pergi ke kamar tempat anak-anak muda itu di asrama.
Dengan segera Robbie langsung menuju ke sebuah rak buku dekat
jendela. Ia mengambil satu jilid buku tipis dan menyerahkannya
kepada Joe.
"Ini buku itu!"
Joe memegangi buku itu dengan hati-hati sekali takut akan jatuh
cerai berai.
"Jadi inilah semua kesulitan yang dibuat Scrabby dan Meeb."
"Aku hendak mengatakan sesuatu kepadamu, Robbie," kata pak
Hardy. "Setelah Ace berganti pakaian, kita bersama-sama pergi ke
apartemenmu dan kau serahkan buku itu kepada ibumu."
"Kuharap ibu tidak marah kepadaku," kata Robbie khawatir.
"Aku hendak mengerjakan sesuatu yang baik pada akhirnya,
bukankah begitu?"
Detektif itu tertawa.
"Kau memang telah mengerjakan hal yang baik, Robbie,
pekerjaan yang baik!"
Ia menepuk-nepuk anak itu pada punggungnya. "Suatu langkah
yang sangat pandai, menyembunyikan sebuah buku di antara buku-
buku. Siapa akan mengira disembunyikan di sana?""Bagaimana pun, bukan Meeb dan Scrabby," Frank
menambahkan.
**********
Dua minggu kemudian, rektor Catello mengadakan sebuah
pesta untuk merayakan keberhasilan regu dalam musim pertandingan.
Anak-anak Hardy, Chet dan Robbie bersama ibunya, pihak fakultas,
para pembina olahraga, dan tentu saja regu olahraga hadir di kediaman
rektor pada perayaan tersebut.
Rektor dan nyonya Catello membawa keluarga Hardy
berkeliling di rumah kolonial kuno yang menjadi kediaman rektor
State University. Kemudian pemimpin universitas itu meminta mereka
masuk ke dalam ruang belajar pribadi.
"Kukira kalian akan tertarik kepada apa yang terjadi pada diri
profesor Overton. Sebuah tim ahli ilmu jiwa telah ditunjuk oleh
seorang hakim untuk memeriksanya untuk dapat menetapkan apakah
ia cukup sehat ingatannya untuk diadili di pengadilan karena tindak
kejahatan. Keputusan mutlak mereka adalah bahwa ia melakukan
semua kejahatan itu ketika ia tidak waras, kesehatan rohaniahnya
rusak akibat godaan dan kerja yang tak henti-hentinya pada proyek
ekstraksi minyak."
"Aku senang," kata Fenton Hardy, "Untung juga bahwa ia tidak
menimbulkan kerusakan-kerusakan lebih parah lagi."
"Siapa bilang, ia telah membakar atap rumah kita hingga
berlubang," nyonya Hardy mengingatkan.
"Dan merusakkan hampir seluruh stadion," bibi Gertrude
mencibir."Yang kumaksudkan ialah bahwa ia tidak melukai seorang pun
kecuali si penjaga stadion yang dipukulnya, sedemikian hingga ia
dapat memasang bahan peledak itu dengan leluasa," pak Hardy
menerangkan.
"Dan penjaga, berkat Tuhan, telah baik kembali," rektor Catello
melanjutkan. "Bagi stadion itu, saya tidak dapat menghitung berapa
banyak pemborong-pemborong setempat yang secara sukarela
mengajukan membantu dan menyediakan tenaga. Mereka akan
bekerja siang malam sehingga seluruh kerusakan dapat diperbaiki
dalam beberapa hari. Kalau tidak, kita tidak akan lagi dapat
melangsungkan pertandingan itu Sebtu mendatang, bahkan barangkali
tidak dalam musim pertandingan sekarang ini."
"Adalah buruk sekali apabila State University tidak
memenangkan pertandingan itu," kata Joe.
Rektor Catello mengedipkan mata.
"Aku tidak dihancurkan oleh hasil seri 14 lawan 14. Aku
gembira bahwa keduanya, kawanku pak Pendeta Ryan dan aku sendiri
dapat mengatakan bahwa lembaga-lembaga kita telah menikmati
musim pertandingan yang tak terkalahkan." Ia berdecap-decap.
"Bagaimana pun, aku harapkan pengakuanku ini tidak akan tersiar
keluar dari keempat dinding kamar ini. Aku pun tidak ingin Pelatih
Bradley atau pun Ace Harrington mendengar hal ini. O ya, omong-
omong, berbicara tentang Ace, nyonya Stevenson dan Robbie telah
kumintai pertolongan apakah Bill boleh tinggal bersama mereka.
Kami telah meminta izin kepada pejabat pemerintah, dan permintaan
itu dikabulkan. Jadi ada suatu masalah lagi yang telah dapat
dipecahkan.""Namun saya tidak dapat mengerti mengapa profesor Overton
berbalik melawan Ace," kata Frank. "Ia nampaknya seperti sangat
menyayangi dia."
"Rupanya ia memang suka anak muda itu," kata rektor Catello.
"Namun hal itu telah tersapu ke samping ketika Ace tanpa ia ketahui
menemukan formula untuk membuat ekstraksi minyak dari serpih. Hal
itu, ditambah dengan penolakan Internasional Society of Physicists
mendengarkan ceramahnya, telah menggusarkan dia."
"Sungguh memalukan seorang semacam dia dimasukkan dalam
penjara untuk selamanya, tidak lagi mengajar atau mempraktekkan
ilmu pengetahuan," kata nyonya Catello sedih.
"Mungkin tidak," kata suaminya. "Para ahli jiwa mengatakan
bahwa dengan pengobatan selama bertahun-tahun, ada kemungkinan
ia dapat dipulihkan kesehatan rohaninya."
Ia bangkit.
"Kukira nyonya Catello dan saya lebih baik kembali berkumpul
dengan tamu-tamu kita."
Ketika berjalan menuruni tangga, rektor universitas itu berkata:
"Apakah engkau mendengar bahwa Ace telah dengan tegas
menuntut karena Overton memperoleh penghargaan dari formula yang
ditemukan Ace!"
"Tidak, kami belum memperoleh kesempatan bicara dengan
dia," kata Frank. "Kami langsung pulang seusai pertandingan dan
tidak bertemu Ace sampai malam nanti."
Catello melanjutkan.
"Dasar pembenaran baginya untuk melaksanakan itu ialah
bahwa ia tidak akan pernah secara kebetulan menemukan formula itujika Overton tidak menunjuk dia mengerjakan proyeknya, dan bahwa
profesor itu telah memberikan pelajaran sangat banyak kepadanya.
Keputusannya untuk menjadi seorang ahli fisika sebagian besar karena
pengaruh Overton."
"Itu adalah sikap yang sangat terpuji dari Ace," kata Joe,
terkesan.
"Benar. Itu adalah wasiat dari sifatnya yang baik." Dr. Catello
menyetujui.
Ketika anak-anak muda itu tiba di lantai bawah, mereka melihat
bu Hardy dan bibi Gertrude di meja kue-kue, sementara pak Hardy
tengah bercakap-cakap dengan salah seorang dari fakultas. Mereka
berkeliling di teras di belakang rumah di mana mereka melihat Bill
Harrington dan Robbie sedang main lempar-lemparan bola di tanah
rumput. Nyonya Stevenson sedang mengawasi mereka.
"Kami dengar Bill akan tinggal bersama anda," kata Frank
kepada wanita itu. "Anda sungguh sangat baik menawarkan rencana
itu."
Mata wanita itu bersinar-sinar.
"Hal itu bukan karena mementingkan kepentingan sendiri
seperti nampaknya. Kedua anak itu rupanya cocok satu dengan yang
lain, dan aku pun berpikir bahwa Robbie selalu sendirian. Di samping
Bill ingin selalu dekat dengan kakaknya."
"Anda kini tentu merasa lebih aman karena Meeb dan Scrabby
telah dipenjarakan," Joe menyela.
"O, tentu. Dan aku senang sebab Robbie tidak akan diserang
mereka lagi karena mereka memaksa dia untuk mencuri buku."
"Apa kabar, Bung?""Ace menyapa mereka dari sudut kamar di mana ia sedang
duduk-duduk bersama Carol Crider.
"Baik-baik saja!" jawab Frank. "Kau bermain bagus dalam
pertandingan melawan Northern."
Pada saat itu Chet berjalan ke kakak-beradik Hardy.
"Tebak, di mana pertandingan mereka berikutnya?" katanya.
"Di mana?" tanya Joe.
"Katakan kepada mereka, Ace!" Chet menyeringai.
"Bermain bola bowling di Memphis, Tennessee," jawab Ace.
"Sehari sebelum hari raya Tahun Baru. Dan sekarang tebak siapa yang
tinggal di Memphis?"
"Siapa?"
"Carol! Karena tidak ada pelajaran dalam liburan musim dingin,
orangtua Carol mengundang Bill dan aku tinggal di rumah mereka.
Dan ... yang terbaik ... ia telah dapat mengatasi prasangkanya dan
hadir dalam pertandingan tersebut."
"Uuuwaah!" seru Frank. "Suatu kejutan! Kau akan mengalami
liburan yang indah menyenangkan!"
Olahragawan itu tertawa lebar.
"Ya tuan! Itulah apa yang kuharapkan. Liburan yang sangat
menyenangkan."
TAMAT
Kelemahan Weakness 2 Goosebumps - 10 Tetangga Hantu Jago Kelana 14
^