Pencarian

Prahara Di Gurun Gobi 1

Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara Bagian 1


1 2 3 PRAHARA DI GURUN GOBI
JILID 1
* * * Hasil Karya :
B A T A R A
Pelukis :
Yanes & Antonius S.
* * * Percetakan & Penerbit
U.P. DHIANANDA
P.O. Box 174
SOLO 57101
4 Hak cipta dari cerita ini sepenuhnya berada di
tangan pengarang, di bawah lindungan Undang-
undang. Dilarang mengutip/menyalin/menggubah
tanpa ijin tertulis pengarang.
CETAKAN PERTAMA
U.P. DHIANANDA SOLO
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
5 Merajut benang berwarna-warni
Pilih yang putih hitam pun jadi
Asal senang diri sendiri
Jujur dan budi apalah arti
Gampang ditelan tak gampang hancur
Ada peristiwa di gurun Go-bi
Kalau nasib lagi tak mujur
Mudah amat bersakit hati!
(diambil dari : kitab pusaka Bu-beng Sian-su)
Code: dh-0220-310189
6 PRAHARA DI GURUN GOBI
Karya : Batara
Jilid 1
SEORANG BOCAH sedang berliamkeng
(membaca ayat-ayat suci) di tengah-tengah
ruangan yang sempit itu. Suaranya nyaring
dan lantang, tak henti-hentinya mengulang
atau memperbaiki kata-kata yang salah. Dan
ketika seorang hwesio mengangguk-angguk di
belakangnya seraya mengetuk-ngetukkan buku
jarinya, perlahan namun kuat mengiringi kata-
kata bocah itu maka siang yang panas di
7 tengah padang pasir seolah tak dirasakan
sama sekali oleh keduanya.
"Bagus, ulangi lagi, Peng Houw. Perhatikan dan
camkan bunyi kata-kata suci itu. Ingat baik-
baik dan suarakan lagi dengan lebih keras. Kau
masih kurang lantang, kurang bersemangat!"
Si bocah mengangguk. Tak menghiraukan
keringatnya yang bercucuran membasahi baju,
nyaring dan lantang kembali ia mengulang
kata-kata yang dimaksud. Sang hwesio berseru
dan berseru lagi bahwa suaranya masih kurang
nyaring. Bocah itu dinyatakan kurang
bersemangat, padahal suaranya sudah sampai
pada ketinggian puncak. Dan ketika anak itu
rupanya jengkel berkali-kali disalahkan maka
berteriaklah dia dengan muka merah padam,
urat-urat di seluruh wajahnya menonjol keluar:
8 Orang yang belajar hanya sedikit,
menjadi tua seperti lembu.
Hanya daging-dagingnya yang tumbuh
bertambah besar, tetapi kebijaksanaannya
tak ada.
"Cukup....!" anak itu roboh. "Kali ini kau benar-
benar bersemangat, Peng Houw, Dan pinceng
(aku) gembira!" dan ketika anak itu terguling
dan mengeluh pendek, kehabisan suara maka
hwesio itu tersenyum bangkit berdiri,
menyambar si bocah yang kelelahan.
"Kau sudah memuaskan berliam-keng penuh
semangat, namun sayang ajaran Sang Buddha
telah kaulupakan. Berdirilah, dan ikuti
pinceng."
"Oohh...!" anak itu mengeluh. "Apalagi yang
kurang pada diri teecu (murid), Suhu? Apalagi
9 kesalahan yang telah kulakukan? Kau tak
berwelas asih, kau kejam!"
"Omitohud!" sang hwesio merangkapkan kedua
lengannya. "Kau lagi-lagi menambah kesalahan,
Peng Houw. Memaki pinceng! Tapi tak apa,
ikuti pinceng dan kita ke dapur. Kau perlu
beristirahat sejenak dan setelah itu mengoreksi
kesalahanmu. Mari, kau boleh minum!" dan
ketika si bocah disambar dan diangkat
tubuhnya, ditenteng seperti kelinci maka anak
itu hampir menangis dengan menggigit
bibirnya kuat-kuat.
"Laki-laki yang gagah tak boleh mengeluarkan
air mata, apalagi hanya untuk hal seremeh ini.
Kau lapar dan haus tapi tak perlu menangis!"
"Aku menangis bukan karena lapar!" anak itu
berteriak. "Aku menangis karena berulang-
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
ulang kau menyuruhku mengucapkan kata-
kata yang sama, suhu. Aku bosan dan jenuh!"
"Omitohud, membaca kitab suci tak boleh
bosan atau jenuh, Peng Houw. Kalau kau
bosan atau jenuh itu karena kau tak
menghayati isinya. Kau masih dikuasai hawa
amarahmu. Baiklah, sebelum makan boleh kau
dinginkan kepala... byurr!" dan si anak yang
dilempar ke tong air, terkejut dan berseru
tertahan tiba-tiba basah kuyup dan geragapan,
tak menyangka tapi hwesio itu sudah
membalikkan tubuh membaca lagi bunyi ayat-
ayat suci. Itulah ayat dari kitab Dhammapada
bab sebelas ayat tujuh, si bocah tertegun. Dan
ketika hwesio itu menyuarakan suaranya
dengan kuat dan lantang, dinding ruangan
bergetar maka beberapa pot bunga tiba-tiba
jatuh dan hancur ke lantai.
11 "Nah," hwesio itu membalikkan badannya lagi,
menghadapi si bocah. "Inilah yang kumaksud
dengan suara lantang dan keras, Peng Houw.
Kau harus mampu menyuarakan suaramu
sampai orang-orang di sekelilingmu tergetar
dan terkena pesonanya. Kau sedang kuajar
khi-kang (tenaga sakti suara)!"
"Ohh..." bocah itu menggigil, jatuh berlutut.
"Aku memang tolol, suhu. Aku tidak melihat
kebaikanmu, Baiklah, sekarang juga kuulang
lagi dengan kuat-kuat dan lantang!" namun
ketika bocah itu berdiri dan akan mengulang
ayat-ayat sucinya, penuh semangat dan tidak
marah lagi mendadak tubuhnya ambruk ke
depan dan terguling.
"Kau tak kuat," hwesio itu menyambar,
wajahnya berseri. "Kau haus dan lapar, Peng
Houw. Makan dan minum dulu dan setelah itu
membaca lagi ayat-ayat suci!"
12 "Aku... aku dapat menahannya nanti. Aku ingin
menjatuhkan pot-pot bunga sepertimu, suhu,
Biarkan aku coba dan kuulang lagi!" namun
ketika bocah itu terguling dan roboh lagi, lutut
gemetar sementara perut lapar maka hwesio
itu mencengkeram bajunya dan melempar
anak itu ke sebuah bangku batu.
"Kau tak dapat bekerja dengan kondisi
semacam ini. Duduk di situ dan kuambilkan
makanan... bress!" anak itu tepat berada di
atas batu, terperangah dan melotot namun si
hwesio sudah melangkah lebar ke dalam dapur,
berkelebat dan sudah membawa kembali dua
mangkok bubur berlauk sederhana, kacang
kapri dan sebuah telur rebus. Dan ketika
makanan itu diberikannya kepada si bocah,
yang menerima dan melihat isinya maka anak
ini mengeluh.
13 "Suhu, kenapa hanya sayur dan telur melulu?
Mana daging dan ikannya? Aku bosan, suhu.
Aku jenuh!"
"Hm, di sini pantang makanan berjiwa. Apa
yang kau dapat adalah untuk kesehatan dirimu
juga, lahir batin. Makanlah, Peng Houw. Jangan
banyak cakap!"
"Tapi...."
"Kau ingin kuambil lagi? Tidak dapat menerima
keadaan?"
"Tidak... tidak!" anak itu bergegas memegang
mangkoknya, erat-erat. "Aku akan menikmati
ini, suhu. Baiklah, terima kasih!" dan ketika
bubur itu dilahapnya dengan amat bernafsu,
telur dan isinya disikat habis maka hwesio itu
duduk membelakanginya lagi menunggu,
berliam-keng.
14 "Orang yang belajar hanya sedikit, menjadi tua
seperti lembu. Hanya daging-dagingnya yang
tumbuh bertambah besar, tetapi
kebijaksanaannya tak ada....!" dan ketika
hwesio itu mengulang-ulang kitab Sucinya,
bersemangat dan penuh tenaga maka setiap
kali itu pula benda-benda di dinding berjatuhan.
Mula-mula dua ekor cecak yang sedang
berkejaran satu sama lain, lalu gambar-
gambar pemandangan yang menghias tempat
itu. Dan ketika di dapur juga terdengar suara
berkerincing, sendok dan garpu atau alat
masak "terloncat" dari tempatnya maka anak
itu tertegun-tegun dan kagum bukan main.
"Suhu, ooh... cecak itu tak dapat bergerak lagi.
Dan sendok atau mangkokku juga mau
terlepas! Ah, berhenti, suhu. Bangku yang
kududuki ini juga berderak-derak mau pecah!"
15 "Hm!" hwesio itu berhenti, membalikkan
tubuhnya. "Sekarang bersihkan mangkok
buburmu, Peng Houw. Dan kembali ke ruang
tadi. Kau sudah cukup kenyang?"
"Cukup... cukup, aku kenyang!" dan ketika
anak itu melihat dua ekor cecak sudah kembali
bergerak, pengaruh getaran suara gurunya
lenyap maka anak itu bergegas melompat ke
dapur membersihkan mangkok buburnya.
Suhunya itu sendiri sudah melangkah tenang
kembali ke ruangan tadi, ruangan membaca
liam-keng. Dan ketika anak itu melihat sendok
garpu berceceran di lantai, terloncat atau
terlempar oleh pengaruh getaran suara
suhunya tadi maka anak ini kagum dan cepat
meraup semuanya itu, sudah membersihkan
mangkoknya sendiri dan berlari keluar
mengejar gurunya. Hari itu memang dia
disuruh membaca ayat-ayat suci tapi yang
16 membosankan adalah pengulang-ulangan kata-
kata itu. Dia sudah membaca nyaring dan kuat
namun gurunya masih berkata juga bahwa
masih kurang nyaring dan kuat, padahal pita
suaranya sudah terasa kering dan mau pecah!
Namun ketika anak ini berlari dan menyusul
gurunya, tubuh sudah kembali segar dan
berseri-seri mendadak seorang anak laki-laki
lain berkelebat dan muncul memotong jalan.
"Sst, mau ke mana, Peng Houw. Apakah Lu
Kong lo-suhu ada di sini!"
"Eh!" anak itu tertegun. Mau apa keluyuran di
sini, Chi Koan? Ada apa bertanya guruku?"
"Sst, aku ingin membagi rejeki denganmu. Mau
atau tidak!" dan ketika Peng Houw terbelalak
karena tak mengerti, perjalanannya tertunda
maka anak itu menggapalnya datang
mendekat, memperlihatkan bungkusan.
17 "Aku pikir kau suka ini. Tapi aku bingung
menaruhnya di mana. Lihat, seseorang
memberiku kue-kue lezat, Peng Houw. Dan


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga daging goreng!"
Peng Houw tertegun. Chi Koan, anak itu, telah
membuka bungkusan dan memperlihatkan
isinya. Dan begitu semua diperlihatkan maka
menyambarlah bau sedap dari semangkok
besar babi goreng saos.
"Ang-sio-bak (daging masak ang-sio)!"
"Ya, dan ini...."
"Jing-ceng-ko (kue bolu susun seribu)!"
"Ha-ha, betul. Kupikir kau tak menolak jika
kubagi-bagi makanan ini, Peng Houw.
Bagaimana pendapatmu dan apakah kau suka
atau tidak!"
18 "Astaga!" Peng Houw membelalakkan mata
lebar-lebar. "Siapa yang memberimu
semuanya ini, Chi Koan. Dan berani betul kau
menerimanya! Tempat ini pantang makanan
berjiwa, kita bisa dihukum!"
"Sst, jangan keras-keras. Kita sesama murid,
Peng Houw, harus tolong-menolong. Aku sudah
muak dan jemu menikmati bubur dan sayuran
melulu. Aku ingin yang lain dan kebetulan
mendapat ini. Kau suka atau tidak!"
Peng Houw keluar liurnya. Memang takut atau
tidak apa yang diperlihatkan ini sungguh
menarik. Berbulan-bulan dia hanya menikmati
bubur dan sayur melulu, tadi sudah meminta
makanan berjiwa tapi gurunya menolak.
Mereka tinggal di perguruan Go-bi dan para
hwesio atau kacung-kacungnya memang
diwajibkan ciak-jai (pantang daging). Maka
begitu masakan selezat ini tiba-tiba muncul
19 dan perutnya mendadak berkeruyuk, bubur
yang baru dimakan tadi rupanya sudah habis
dan Peng Houw pun lapar maka Chi Koan
terkekeh menebah perut temannya ini.
"Hi-hik, kau lapar, Peng Houw. Kau suka. Ayo,
mau atau tidak!"
"Aku mau, tapi..." anak itu gugup, bingung.
"Aku ditunggu guruku, Chi Koan. Suhuku
menunggu di ruang liam-keng. Aku harus ke
sana!"
"Hm, membaca doa lagi? Sudah diajari silat?"
"Belum," anak itu merah mukanya. "Tapi suhu
sedang melatih aku ilmu khi-kang!"
"Huh, keledai-keledai gundul di sini semuanya
bohong, Peng Houw. Tak mungkin gurumu itu
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
mewariskan ilmunya kecuali menjadikan dirimu
sebagai pelayannya saja!"
"Chi Koan" Peng Houw terkejut, membentak
temannya itu. "Berani kau menghina para lo-
suhu di sini? Kau bilang seperti itu?"
"Maaf," anak ini menyeringai. "Aku kesal dan
benci kepada kehidupanku sehari-hari di sini,
Peng Houw. Akupun hanya disuruh baca kitab
dan menghapal serta menghapal.
Tenggorokanku sampai kering kalau sudah
disuruh begitu. Mereka tak
berperikemanusiaan, terlalu keras!"
"Tapi kau makan minum di sini, diberi hidup di
sini. Tak seharusnya kau memaki mereka!"
"Hm, kaupun kadang-kadang juga memaki
gurumu, Peng Houw, kalau sudah tak dapat
menahan kesal dan marah. Apakah aku salah?
21 Sudahlah, bagaimana dengan makanan ini dan
apakah kau mau atau tidak!"
"Aku... aku mau. Tapi takut!"
"Tak periu takut," Chi Koan tertawa,
menjumput dan mencuil sepotong ang-sio-bak,
nyam-nyem-nyam-nyem begitu nikmat. "Kalau
takut tak bakal makan enak, Peng Houw. Kita
harus melatih keberanian kalau menginginkan
sesuatu. Mau atau tidak?" anak itu
memberikan secuil, liur temannya
membuatnya tertawa. "Cobalah, dan setelah
itu boleh bilang takut atau tidak!"
Seperti disihir, Peng Houw tiba-tiba menerima.
Melihat Chi Koan begitu nikmat dan
mengunyah makanannya meram-melek, wajah
berseri-seri sementara masakan itu benar-
benar membuat perut berkeruyuk maka tanpa
terasa lagi anak ini menerima makanan itu.
22 Sepotong ang-sio-bak sudah masuk ke mulut
dan mendecaklah Peng Houw oleh rasa kagum.
Masakan itu benar-benar enak, luar biasa! Tapi
ketika dia meram-melek dan menikmati itu,
Chi Koan tertawa maka terdengarlah panggilan
gurunya yang nyaring.
"Peng Houw, kau sudah selesai?"
Anak ini terkejut.""Ah, guruku memanggil, Chi
Koan. Pergi dan jangan ke sini!"
"Dan makanan ini?" Chi Koan mengerutkan
kening, tiba-tiba menekan temannya. "Kau
sudah mencicipi, Peng Houw. Berarti kita
berdua sudah sama-sama melanggar peraturan.
Aku tak mau kau pergi dan membiarkan aku
celaka sendirian!"
"Maksudmu?" Peng Houw terkejut.
23 "Biar makanan ini di kamarmu dan nanti
malam aku datang!"
"Tidak!" Peng Houw terlonjak. "Kau gila, Chi
Koan. Aku bisa dimarahi guruku!"
"Kalau begitu kita habiskan dulu bersama, biar
aku juga tak menyimpannya sehingga
diketahui guruku!"
"Tapi aku dipanggil, Chi Koan. Suhuku akan
tahu tentang ini!"
"Hm, kalau begitu kau jangan hanya enaknya
saja," Chi Koan tiba-tiba marah, mengejek.
"Kau dan aku sudah sama-sama menikmati
masakan ini, Peng Houw. Dan aku juga
bingung ke mana makanan ini harus kusimpan.
Kau tinggal menghabiskannya dulu bersamaku
atau cepat bawa ini ke kamarmu, nanti malam
kita makan lagi!"
24 Peng Houw terbelalak. Tiba-tiba dia menjadi
marah karena, mendadak dirinya disudutkan.
Chi Koan datang dan membujuk dan sekarang
tiba-tiba mendesaknya untuk menyimpan ang-
sio-bak itu. Kalau saja makanan itu bukan
masakan barang berjiwa tentu dia tak
keberatan. Tapi ini, ah... ini pantangan bagi
mereka yang tinggal di Go-bi. Gurunya dan
semua orang akan marah besar kepadanya!
Dan ketika tiba-tiba ia menyesal kenapa tadi
terbujuk temannya ini, Chi Koan licik dan jahat
maka terdengar panggilan gurunya lagi.
"Peng Houw, kau belum selesai?"
Anak ini menyambar ang-sio-bak, lari ke dapur.
"Baiklah, kau boleh pergi, Chi Koan. Nanti
malam kita bertemu di sini. Aku tak dapat
menyembunyikan ke kamarku karena
terlambat!" dan begitu menyembunyikan itu di
bawah kerajang, Chi Koan tertawa dan
25 melompat pergi maka Peng Houw keluar dan
berlari kencang ke ruang liam-keng. "Baik...
baik, aku datang, suhu. Tunggu!" namun
karena tergesa-gesa dan ketakutan, Peng
Houw berlari tak melihat palang pintu maka
anak itu terpelanting dan jatuh dengan suara
berdebuk.
"Aduh..!" anak u menjerit. "Tolong, suhu. Aku
sudah datang!"
Lu Kong Hwesio, kakek gundul di dalam
ruangan itu tertegun. Peng Houw merintih dan
tersungkur di sudut, daun pintu ambruk dan
menimpanya. Tapi ketika dia bangkit dan
menolong anak itu, menggeleng-geleng kepala
maka hwesio ini mencium sesuatu yang aneh
dari mulut anak itu, karena bau mulut Peng
Houw menguarkan ang-sio-bak!
26 "Kau... makan apa?" hwesio ini tertegun.
"Mulutmu lain, Peng Houw. Pinceng mencium
sesuatu!"
Peng Houw terkejut. Kepalanya benjut tertimpa
daun pintu, sial. Ini gara-gara Chi Koan yang
mencelakai dan menyusahkannya. Tapi ketika
gurunya bertanya lagi dan anak ini ketakutan
tiba-tiba dia merasa harus mengaku. Tapi
takut bahwa gurunya akan marah besar,
mungkin dia dirangket atau dihukum berat
maka yang keluar adalah pengakuan lain.
Gurunya ini tak mungkin dibohongi.
"Ampun... aku... aku minum arak, Suhu. Aku
mencuri seteguk!"
"Arak? Anak kecil minum arak? Kau bohong,
bau yang pinceng cium bukan arak!"
27 Peng Houw menggigil. Tiba-tiba otaknya
diputar keras apa yang harus dia katakan.
Celaka, bau masakan daging rupanya tercium.
Hwesio dan semua orang di situ yang memang
hanya makan sayuran saja akan tahu atau
mencium bau seseorang yang makan masakan
berjiwa. Tapi karena gurunyai ini rupanya juga
masih mendengus-dengus untuk "mendeteksi"
bau apakah itu, Peng Houw ketakutan dan
menggigil hebat maka sekonyong-konyong
anak itu dapat memperoleh jawaban.
"Ampunkan teecu. Aku... aku mencampur arak
dengan susu telur dan madu, suhu. Aku amat
kepingin dan tak dapat menahan diri!"
"Hm, begitukah?" sang hwesio percaya, arak
dan susu telur akan memang menguarkan bau
yang lain. "Kau lancang, Peng Houw. Tapi
karena kau jujur maka pinceng akan
28 menjatuhkan hukuman ringan kepadamu. Baca
ayat 13 bab satu! Kau ingat?"
"Teecu... teecu ingat!"
"Nah, tentang apakah itu."
"Tentang hujan dan rumah bocor!"
"Bodoh, itu hanya perumpamaan saja, Peng
Houw. Hujan itu adalah nafsu dan rumah bocor
itu adalah iman seseorang yang tidak kuat.
Kau seperti rumah bocor itu yang tak mampu
menahan diri. Hayo, baca seratus kali dan
pinceng dengar!"
Anak ini mengangguk. Dengan ketakutan dan
pucat serta menggigil dia berlutut di depan
gurunya itu. Lalu mengerahkan ingatan
membaca isi kitab segera dia berseru nyaring:
29 Bagaikan hujan yang menembus atap
rumah yang bocor demikianlah nafsu
dapat menembus hati orang yang lemah!
"Bagus, dan ayat ke 14?"
Bagaikan hujan yang tak dapat menembus
atap rumah yang kuat, demikianlah nafsu
tak dapat menembus hati orang yang kuat!
"Bagus, teruskan, Peng Houw. Masing-masing
seratus kali dan biar pinceng hitung.... tik-
tik..!" dan ketika tasbeh mulai berketrik
menghitung ayat-ayat itu Peng Houw diminta
membaca masing-masing seratus kali maka
sepotong ang-sio-bak yang tadi masuk ke
perut ternyata ditebus mahal dengan
pengeluaran tenaga yang amat banyak. Anak
ini mengeluh karena tiba-tiba perutnya lapar
kembali, entah oleh suara yang berulang-ulang
harus dikeluarkan ataukah oleh bayangan ang-
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
sio-bak yang lezat itu. Jahanam! Dan ketika
Peng Houw memaki-maki Chi Koan karena
gara-gara anak itulah dia menerima hukuman,
untung hanya membaca dan mengulang-ulang
kitab suci maka di dapur terjadi sesuatu yang
di luar dugaan.
Seekor kucing, yang berhidung tajam,
mengeong-ngeong di situ. Binatang ini
mengelilingi sebuah keranjang dan berkali-kali
tak mau digebah. Seorang kacung lain
kebetulan masuk dan jengkel oleh suara kucing


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini, menyambar sapu dan menggebah kucing
itu namun si kucing kembai lagi, begitu
berulang-ulang. Dan ketika kacung itu
membentak-bentak dan seorang hwesio
penjaga dapur datang, mendengar ribut-ribut
maka bertanyalah dia apa yang terjadi.
"Kucing ini s?dang birahi. Mengeong-hgeong
melulu!"
31 "Hush, jaga mulutmu, A-siu. Jangan
sembarangan bicara. Di tempat ini tak boleh
ada orang berkata kotor!"
"Maaf, lo-suheng (kakak). Aku menggebah
kucing ini berkali-kali namun selalu ia datang
juga. Biar kutimpuk dia agar mampus!"
"Jangan!" sang hwesio kurus menyambar
lengan si kacung. "Membunuh juga tak boleh,
A-siu. Atau kau kulaporkan pada atasan!" dan
menarik sapu merampas cepat tiba-tiba hwesio
penjaga dapur ini menggebah si kucing.
Binatang itu diusirnya dengan satu bentakan
keras dan si kucing melompat, kaget. Tapi
karena waktu itu ia sedang berputar-putar di
sekeliling keranjang dan keranjang itu lebih
tinggi daripada tubuhnya maka begitu dia
menabrak seketika keranjang itu terguling dan
tumpahlah isinya.
32 "Astaga, ang-sio-bak!"
"Omitohud, ada barang haram!"
Dua-duanya terkejut. Si kucing lari namun
begitu sepotong ang-sio-bak mencelat keluar
tiba-tiba dia membalik dan menyambar
makanan ini. Dan begitu lintang pukang
menggigit potongan daging itu maka si kucing
tak menghiraukan hwesio penjaga dan kacung
yang sama-sama terbelalak lebar. Mereka
terkejut sekaligus terheran-heran ada barang
"naj?s" di situ. Ini hinaan bagi para hwesio.
Dapur mereka kemasukan "kotoran"! Dan
karena benda itu jelas ditaruh orang, tak
mungkin ada begitu saja karena tertutup
keranjang maka ributlah keduanya ketika
sama-sama sadar. Hal ini mengundang murid-
murid yang lain dan dapur yang semula sepi itu
mendadak ramai. Ang-sio-bak dijumput
dengan sumpit dan dikembalikan lagi ke
33 asalnya, bungkusan yang tumpah-ruah itu.
Dan ketika beberapa bayangan berkelebatan
mencari tahu, tokoh-tokoh hwesio muncul
bergantian maka kejadian di dapur umum ini
mengejutkan semua orang.
"Siapa yang menaruh. Siapa yang menemukan
pertama!"
"Kami!" dua penjaga dan kacung itu sama-
sama menampilkan diri. "Kami berdua yang
melihatnya, Beng Kong lo-suhu. Tapi kami tak
tahu siapa yang menaruh!"
"Hm, penghinaan terhadap Go-bi. Siapa yang
kurang ajar dan lancang begini?"
"Kami tak tahu. Benda haram itu tanu-tahu
sudah ada di dalam keranjang, ditutupi!"
34 Go-bi, yang sudah panas dipanggang matahari
mendadak semakin panas oleh peristiwa ini.
Dapur umum kemasukan barang najis dan
tentu saja yang pantang makanan berjiwa itu
menjadi merah mukanya. Mereka segera
mengusut. Dan ketika ribut-ribut itu juga
didengar hwesio yang sedang mengajar Peng
Houw, yakni Lu Kong Hwesio yang berketrik-
ketrik dengan biji tasbehnya maka hwesio
itupun meninggalkan muridnya untuk
tergopoh-gopoh menuju ke sana.
"Kauteruskan membaca ayat-ayat suci. Masih
kurang empat puluh tujuh kali!"
Peng Houw mengangguk. Dia sendiri juga
mendengar ribut-ribut itu namun tak tahu apa
yang terjadi. Sebenarnya dia juga ingin keluar
namun gurunya menyuruh agar dia terus
membaca ayat-ayat itu. Tak menduga bahwa
ang-sio-baknya konangan dan membuat geger!
35 Dan ketika ribut-ribut semakin keras dan Lu
Kong Hwesio melihat sutenya di sana maka
langsung dia tertegun berhadapan dengan
barang "haram" ini, Beng Kong Hwesio merah
padam.
"Siapa yang terakhir masuk dapur. Apakah ada
yang tahu!"
"Omitohud," seorang hwesio muda
merangkapkan kedua tangan. "Kalau tidak
salah siauw-ceng (aku yang muda) tadi melihat
Lu Kong-suheng ini yang masuk, ji-suheng
(kakak kedua). Mungkin Lu Kong suheng yang
tahu siapa yang terakhir masuk dapur!"
"Hm, benarkah, suheng?" Beng Kong Hwesio
menghadapi suhengnya itu, mata berkilat
tajam. "Apakah suheng tahu siapa yang
terakhir memasuki dapur?"
36 "Omitohud, pinceng tadi masuk bersama Peng
Houw. Dan kamilah yang terakhir
meninggalkan dapur."
"Kalau begitu kau tentu tahu, muridmu perlu
dipanggil!"
"Sabar, kurasa tak perlu menuduh dulu, Sute.
Memang benar pinceng dan Peng Houw ke sini
tapi tak ada barang berhala itu."
"Dari mana suheng tahu?"
"Pinceng tak mencium benda ini ketika
memasuki dapur. Dapur ini masih teap suci
dan bersih!"
"Tapi kotoran itu nyatanya ada di situ. Ah,
betapapun muridmu perlu dipanggil suheng.
Aku sudah berkali-kali pernah mendengar
bahwa Peng Houw ingin kuah daging!"
37 "Omitohud, hal itu tak pinceng sangkal. Anak-
anak seusia dia memang belum pandai
mengekang dirl. Baiklah pinceng akan
memanggilnya, sute. Tapi jangan menakut-
nakuti dia dulu dengan segala ancaman atau
kata-kata. Semua ini dapat dicari secara baik-
baik!" dan ketika kakek itu memanggil
muridnya, suaranya datar namun penuh
pengaruh, getaran khi-kangnya terasa
merontokkan jantung maka Peng Houw berlari
cepat menutup kitab sucinya.
"Teecu ada di sini. Teecu datang!"
Namun Peng Houw tertegun. Begitu dia tiba di
dapur maka matanya sudah bertemu dengan
puluhan pasang mata lain dari hwesio-hwesio
Go-bi. Jumlahnya tak kurang dari tujuh puluh
orang di tempat itu penuh sesak. Anak ini
terkejut! Namun ketika dia dipanggil gurunya
dan para hwesio memberi jalan, menyibak,
38 maka langsung saja Lu Kong Hwesio menunjuk
pada barang "haram" itu.
"Di dapur ada ini. Siapakah yang menaruh dan
apakah kau tahu orangnya."
Peng Houw tiba-tiba pucat. Belum dia
menjawab tiba-tiba anak ini sudah roboh
terlebih dahulu, lututnya gemetar. Dan ketika
anak itu menangis dan semua mata berkerut
marah, Peng Houw tiba-tiba menjadi pusat
perhatian maka Lu Kong Hwesio yang berdetak
dan terkejut melihat sikap muridnya tiba-tiba
berseru nyaring.
"Peng Houw, jawab pertanyaan pinceng.
Apakah kau tahu siapa yang menaruh ini dan
kenapa kau tiba-tiba menangis!"
"Am... ampun!" anak itu tak dapat berdusta
lagi, kejujurannya dituntut. "Teecu... teecu
39 tahu siapa yang menaruh itu, suhu. Tapi... tapi
itu bukan salah teecu!"
"Hm!" sang guru membelalakkan mata. "Apa
maksudmu, Peng Houw? Bukankah sewaktu
pinceng di sini tak ada makanan ini?"
"Be.. benar. Tapi.. tapi..."
"Kau mau berdusta!" Beng Kong Hwesio,
hwesio tinggi besar tiba-tiba berkelebat dan
mencengkeram anak ini. "Katakan secara jujur
dan terus terang, Peng Houw. Atau batang
lehermu kupatahkan!"
"Omitohud.." Lu Kong Hwesio terkejut dan
berkelebat pula, mencengkeram tangan
sutenya. "Jangan diancam atau ditakut-takuti,
sute. Biarkan anak itu bicara dan pinceng
sanggup menanyainya!" namun ketika sang
sute mengibas dan tak mau dipegang, Beng
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
Kong Hwesio marah karena Peng Houw
menunjukkan gejala-gejala mencurigakan
maka hwesio itu menolak suhengnya.
Ini urusan murid-murid Go-bi, menyangkut
kehormatan kita. Harap suheng mundur dan
tak perlu khawatir aku mencelakai muridmu...
dukk!" dua lengan baju bertemu, sama-sama
kuat dan bertenaga karena Beng Kong Hwesio
mempergunakan sinkangnya. Ujung lengan
baju itu tiba-tiba berobah kaku dan keras
mendorong Lu Kong Hwesio ini, yang pasti
terpental. Namun karena Lu Kong Hwesio
tak mau pergi dan tentu saja harus melindungi
muridnya, Peng Houw ketakutan maka yang
lain-lain terjengkang saking kuatnya adu
tenaga itu.
41 "Sute!" Lu Kong Hwesio membentak dan
terbelalak. "Kau mau mencari keributan? Di
depan anak-anak murid begini?"
"Hm, aku tak mencari keributan kalau bukan
untuk urusan sebesar ini, suheng. Peng Houw
sudah mau mengaku tapi matanya jelalatan
kepadamu. Kau pasti akan melindunginya!"
"Omitohud, kau terlalu bercuriga. Pinceng tak
mungkin melindungi murid sendiri kalau dia
benar-benar salah. Lepaskan, pinceng minta
secara baik-baik!"
Dua hwesio itu bentrok dengan sinar mata
mereka. Yang satu marah dan tersinggung,
sementara Beng Kong Hwesio beringas dan
berkilat-kilat. Sudah lama hwesio tinggi besar
ini tak menyenangi suhengnya gara-gara Peng
Houw. Anak itu terkenal rajin dan banyak
42 disenangi orang. Sementara muridnya sendiri,
Chi Koan, terkenal nakal dan kurang disukai
di situ. Tapi karena masing-masing dikenal
sama-sama memiliki keberanian besar, baik
Chi Koan maupun Peng Houw adalah anak-
anak yang bersemangat tinggi maka hwesio itu
melepaskan cengkeramannya, menendang
pantat Peng Houw.
"Kau harus jujur, atau menerima hukuman di
ruang Api!"
Peng Houw mengeluh. Dia menangis dan pucat
memandang gurunya sementara gurunya
merah dan marah menendang sutenya. Beng
Kong Hwesio dinilai terlalu karena menendang
Peng Houw di depan gurunya, padahal ada
banyak anak-anak murid di situ yang
menonton. Tapi karena Beng Kong Hwesio juga
termasuk susiok atau paman guru dari bocah
43 ini dan sikap itu dapat juga diterima maka Lu
Kong Hwesio menahan marah bertanya kepada
muridnya,
"Katakan siapa yang menaruh itu dan kenapa
kau tidak segera memberi tahu kepada pinceng.
Cepat, susiok dan saudara-saudaramu yang
lain menunggu!"
"Ampun... maaf..." anak ini menggigil.
"Makanan itu teecu sendiri yang menaruhnya,
suhu. Tapi... tapi.... dess!" sebuah tendangan
tiba-tiba membuat Peng Houw mencelat
kembali, menghentikan kata-katanya sendiri.
Beng Kong Hwesio bergerak dan lagi-lagi
mendahului suhengnya. Dan ketika anak laki-
laki itu menjerit dan terbanting di sana,
kelengar, maka Lu Kong Hwesio membentak
berkelebat menyambar muridnya ini, merah


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padam memandang sang sute.
44 "Sute, kau terlalu. Peng Houw belum selesai
bicara dan tak seharusnya kau bersikap kasar!"
"Hm, dia jelas sudah mengaku, suheng.
Apalagi yang mau ditunggu? Kalau aku tak
menghajarnya tak mungkin kau menghukum!"
"Tutup mulutmu. Pinceng tak akan bersikap
seperti itu kalau benar-benar murid pinceng
bersalah. Kau lancang!"
"Apa?"
"Kau tak menghargai diriku, sute. Kau
menghina pinceng di depan begini banyak
murid-murid lain. Pinceng dapat menghukum
murid pinceng sendiri!" dan ketika dua orang
hwesio itu sama-sama melotot, Beng Kong
Hwesio mendengus dan berkata bahwa diapun
berhak menghukum Peng Houw karena anak
itu juga termasuk murid keponakannya, semua
45 terkejut dan tegang maka tahu-tahu muncul
seorang hwesio renta seperti iblis.
"Omitohud, kalian lagi-lagi bertengkar, Beng
Kong. Hanya untuk seorang anak kecil kalian
tak malu-malu beradu mulut di depan murid-
murid yang lain. Ah, Buddha sungguh malu!"
"Susiok (paman guru)...!" Beng Kong Hwesio
dan semuanya tiba-tiba terkejut. Mereka tak
tahu kapan datangnya hwesio itu tapi tiba-tiba
serentak memberi hormat. Beng Kong dan Lu
Kong juga membungkuk dalam-dalam dan
ketegangan tiba-tiba buyar. Pengaruh hwesio
renta itu ternyata luar biasa. Dan ketika Peng
Houw di sana juga terkejut dan tersentak
kaget, murid-murid yang kecil sudah
menjatuhkan diri berlutut maka anak itupun
tak berani menggerakkan tubuh melipat
punggungnya.
46 "Apa yang terjadi. Kenapa harus ribut-ribut
sesama saudara sendiri."
"Kami dicemari anak ini!" Beng Kong menunjuk
dan geram memandang Peng Houw, lapor,
mendahului suhengnya. "Dapur umum dibuat
najis, susiok. Hari ini kita semua dibuat dosa!"
"Omitohud, tentang apakah?"
"Peng Houw memasukkan makanan berjiwa ke
dalam dapur umum. Teecu curiga bahwa
jangan-jangan makanan yang siang tadl kita
makan sudah bercampur dengan barang najis
itu!"
"Omitohud, makanan apa yang kalian
maksud?"
"Ang-sio-bak, babi haram!"
47 "Omitohud...!" sang hwesio renta tersentak
juga, berubah mukanya. Namun tenang
kembali mengangguk-angguk segera dia
menarik napas dalam-dalam dan menggapai
anak itu. "Peng Houw, coba mendekatlah
kepada pinceng!"
Peng Houw terkejut. Merintih dan kesakitan di
sana tiba-tiba serangkum tenaga menarik
tubuhnya. Dia mau bangkit berdiri namun tiba-
tiba sudah melayang ke hwesio renta ini,
berteriak. Namun ketika dia jatuh dengan enak
dalam keadaan tetap berlutut, mengagumkan
sekali maka hwesio tua itu menyuruh dia
mengangkat wajahnya.
"Hm, kau kiranya yang bernama Peng Houw.
Pinceng mendengar kau sebagai anak baik-baik,
rajin. Apakah benar kau yang membuat onar,
Peng Houw? Kenapa? Coba angkat wajahmu,
dan pandanglah pinceng!"
48 Peng Houw gemetar. Ditendang dan disakiti
paman gurunya tadi membuat anak ini gentar
namun juga marah. Dia belum habis bicara
tahu-tahu sudah dihajar susioknya tadi, guru
dari Chi Koan. Dan teringat Chi Koan tiba-tiba
kemarahannya berkobar. Maka begitu dia
disuruh memandang kakek gurunya ini dan
sikap lemah lembut dari hwesio renta itu
membangkitkan keberanian Peng Houw maka
anak ini mengangkat mukanya gagah dan si
hwesio tertegun melihat pancaran keberanian
dan kejujuran di mata anak itu.
"Omitohud, kau tidak jelek dan buruk. Watak
jujurmu kutangkap. Coba, katakan kepada
pinceng, Peng Houw. Kenapa kau lakukan itu
dan bagaimana semuanya ini sampai terjadi!"
"Teecu dimintai tolong Chi Koan. Dia itulah
yang membujuk teecu untuk menyembunyikan
ang-sio-bak itu di sini!"
49 "Omitohud, Chi Koan? Murid paman gurumu
Beng Kong Hwesio?"
"Benar, dia itulah yang memiliki ang-sio-bak,
susiok-kong (kakek paman guru). Dan gara-
gara dia teecu mendapat hajaran!"
"Omitohud, kalau begitu Beng Kong benar-
benar gegabah!" dan ketika Beng Kong Hwesio
terkejut dan pucat mukanya, Chi Koan yang
ternyata menjadi gara-gara maka Peng Houw
sudah menjelaskan semua kepada susiok-
kongnya itu. Bahwa ang-sio-bak itu milik Chi
Koan dan dia hanya disuruh menyembunyikan
saja. Semua tiba-tiba menjadi ribut dan sorot
penyesalan ditujukan kepada Beng Kong
Hwesio. Hwesio ini dinilai gegabah dan harus
minta maaf kepada Peng Houw! Tabi ketika
hwesio itu menggeram dan marah memandang
Peng Houw maka dia berkata jangan-jangan
Peng Houw mencari kambing hitam. Sebagai
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
guru tak mau begitu saja muridnya dijelek-
jelekkan.
"Anak ini mungkin bohong. Dia mencari
kambing hitam!"
"Omitohud, jangan menuduh, Beng Kong.
Pangil muridmu dan temukan di sini. Biar kita
tanyai Chi Koan!"
"Baik, " Beng Kong Hwesio berkelebat lenyap,
marah dan penasaran. "Kalau tidak berbukti
maka Peng Houw harus dihukum berat susiok.
Dia pelancar fitnah!"
"Hm!" hwesio renta itu hanya mengangguk-
angguk saja. Dia tak menjawab atau memberi
komentar karena dia yakin Peng Houw tak
mungkin bohong. Anak itu tidak mencari
kambing hitam karena sorot matanya dan
kata-katanya jujur. Dia dapat membedakan
51 mana yang jujur dan tidak. Dan ketika semua
orang menunggu dan para hwesio tiba-tiba
simpatik kepada Peng Houw, mereka merasa
kasihan dan juga menyesal karena Peng Houw
telah mendapat hajaran paman gurunya maka
tak lama kemudian Beng Kong Hwesio telah
kembali bersama muridnya.
"lni dia!" Chi Koan dilempar dan dijatuhkan di
dekat Peng Houw. "Silahkan tanyai, susiok. Chi
Koan tak mengaku melakukan itu!"
"Benar!" Chi Koan tiba-tiba berseru, "Teecu tak
menyembunyikan makanan itu di dapur,
susiok-kong. Kalau Peng Houw berkata begitu
maka itu fitnah!"
"Apa?" Peng Houw meloncat bangun, melotot.
"Kau tak mengaku itu barang milikmu, Chi
Koan? Kau bilang aku memfitnah?"
52 "Hm," anak itu mengejek, tertawa, sikapnya
tenang dan amat berani, Peng Houw sampai
menjadi kagum! "Aku tidak merasa
menyembunyikan itu di dapur Peng Houw. Aku
sama sekali bersih dalam masalah ini. Berani
sumpah!"
"Tapi itu milikmu!"
"Kita tidak bicara tentang milik, kita bicara
tentang siapa yang menaruh makanan itu di
dapur!"
"Licik kau, lidahmu tak bertulang!" dan ketika
Peng Houw marah karena Chi Koan tak mau
mengaku, semua mata menjadi bingung oleh
sikap dan kata-kata Chi Koan ini maka Peng
Houw langsung menerjang dan menghantam
anak itu. Tak perduli kepada sesepuh Go-bi-pai
yang ada di situ anak ini melampiaskan
kegusarannya kepada lawan. Chi Koan berkelit
53 tapi dikejar, akhirnya apa boleh harus
menangkis dan keduanya sama-sama
terpelanting. Dan ketika Peng Houw memekik
namun si hwesio renta mengebutkan ujung
lengan bajunya, anak itu tertahan dan tak
dapat menyerang lagi maka Peng Houw
terhuyung sementara Chi Koan tahu-tahu
sudah disambar dan dihadapkan hwesio ini,
wakil atau sute dari ketua Go-bi-pai yang amat
lihai.
"Peng Houw, hentikan seranganmu. Mundur
dan biar kutanya Chi Koan!"
Chi Koan terkejut. Digulung dan disambar
lengan jubah itu tahu-tahu dia sudah tak dapat
berkutik, coba meronta namun gagal. Dan
ketika susiok-kongnya itu melemaskan
gubatan dan dia jatuh kembali, dengan empuk
maka hwesio itu bersikap keren kepadanya dan
menyuruh dia memandang mata tua itu.
54 "Coba tengadahkan muka dan pandang mata
pinceng. Ceritakan siapa pemilik makanan itu!"
Chi Koan menggigil. Tidak seperti Peng Houw
yang berani dan penuh kejujuran menatap
mata hwesio tua itu adalah anak ini dengan lick
dan pandai memandang ujung hidung si
hwesio. Dengan begitu tatapan tajam si hwesio
yang "mengerikan" baginya dapat dihindari, dia
tak perlu terlalu takut. Karena betapapun mata
hwesio itu memang membuatnya gentar dan
merinding! Dan ketika keberaniannya timbul
dan ujung hidung itu menjadi sasaran
pandangannya, anak ini memang licik dan
cerdik maka Chi Koan menjawab bahwa dia
sama sekali tidak menaruh makanan itu di
dapur, pura-pura tak tahu akan pertanyaan
siapa pemilik masakan haram itu.
"Teecu berani sumpah bahwa ang-sio-bak itu
bukan teecu yang menaruhnya. Itu
55 sepenuhnya perbuatan Peng Houw. Maafkan
teecu, susiok-kong. Biarpun dibunuh teecu
tetap akan menjawab begini!"
"Hm, aku tidak bertanya tentang siapa yang
menaruh masakan itu di dapur," sang hwesio
renta mengernyitkan kening, merasa atau
menangkap kelicikan anak ini, tak tahu bahwa
ujung hidungnya pula yang dipandang!
"Pinceng bertanya siapa pemilk masakan itu,
Chi Koan. Benarkah kau atau bukan!"
"Teecu..."
"Jangan menjawab tentang dopur. Jawab siapa
yang memiliki masakan itu!"
Chi Koan tiba-tiba mengkeret. Bentakan atau
suara penuh wibawa ini akhirnya membuatnya
ketakutan juga. Betapapun dia mengelak dan
mencoba melingkar-lingkar pengaruh
56 kewibawaan hwesio tua ini tak dapat
dihindarkannya lagi. Tiba-tiba dia sudah
beradu pandang dan rontoklah nyali anak itu.
Dan ketika dua biji mata seolah menembusnya
tajam, masuk dan mengiris kalbunya maka
anak ini tiba-tiba menangis dan menjatuhkan
diri berlutut.
"Ampun, teecu.... teecu mengaku salah,
susiok-kong. Tapi Peng Houw juga salah. Teecu
menerima bujukannya!"
"Apa maksudmu?" sang hwesio tua tertegun,
anak ini lagi-lagi mau berputar!
"Pemilik ang-sio-bak itu memang betul teecu,
tapi itu karena atas permintaan Peng Houw!"
"Bohong!" Peng Houw tentu saja marah dan
gusar, tiba-tiba membentak. "Aku tak pernah
meminta barang itu, Chi Koan. Kau sendiri
57

Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang memberi dan justeru membujuk aku
untuk menerimanya!"
"Tapi dulu kau pernah memesan...."
"Aku tak pernah pesan!"
"Jangan bohong, Peng Houw. Mungkin kau lupa
atau pura-pura..."
"Aku tidak pura-pura, aku tidak lupa... wutt!"
dan Peng Houw yang marah bukan main
dibalik-balik seperti itu tiba-tiba menerjang dan
menyerang anak ini kembali. Peng Houw dibuat
gusar karena sikap dan kata-kata lawannya itu
penuh kesungguhan, padahal, sedikit pun ia
tak pernah pesan. Tapi ketika anak Itu
menerjang dan Chi Koan terkejut, mau
bergerak dan menangkis serangan, tiba-tiba
Peng Houw roboh oleh kebutan si hwesio Go-bi.
58 "Omitohud, jangan bersikap kasar, Peng Houw.
Robohlah!"
Peng Houw roboh. Akhirnya anak ini merintih
dan mengeluh dan Beng Kong Hwesio
menggeram melihat perbuatan si bocah. Dua
kali muridnya diserang tapi dua kali itu juga
muridnya dilindungi. Kau tidak, ingin dia
sendiri yang maju dan anak itu ditamparnya
pecah. Chi Koan sudah mulai mengaku, berarti,
muridnya juga salah Namun ketika muka
hwesio ini merah padam karena tadi Chi Koan
tak mengaku kepadanya, anak itu hanya
berkata bahwa sumpah mati bukan dia yang
menaruh ang-sio-bak di dapur maka hwesio
renta yang ternyata ditakuti semua murid itu
sudah membalik dan mengadili Chi Koan lagi.
"Sekarang ceritakan secara lurus bagaimana
asal mulanya. Kau sudah mengaku bahwa
masakan najis itu kau pemiliknya. Nah, Jujur
59 dan bersikaplah sopan, Chi Koan. Atau pinceng
akan menjatuhkan hukuman berat kepadamu!"
"Tidak adil!" anak ini berani membantah.
"Hukuman harus dijatuhkan kepada kami
berdua, susiok-kong, bukan hanya aku saja!"
Sang hwesio renta terkejut. Dia memang salah
omong dan kini didebat. Chi Koan benar-benar
berani! Namun karena dia melihat bahwa itu
benar, siapa yang salah harus dihukum maka
hwesio ini batuk-batuk menyambung kata-
katanya.
"Maksud pinceng adalah siapa yang salah
harus dihukum. Nah, bagaimana asal mulanya
dan kenapa barang pantangan itu
disembunyikan di dapur!"
"Urusan itu di tangan Peng Houw. Teecu hanya
memilikinya karena pesanannya semata."
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Tidak!" Peng Houw melengking. "Teecu sama
sekali tidak memesannya, susiok-kong. Barang
itu dibawa sendiri oleh Chi Koan dan teecu
disuruh menyembunyikan!"
"Tidak benar," anak ini mendebat. "Memang
aku yang membawa, Peng Houw, tapi atas
pesananmu. Dan karena kau dipanggil gurumu
tak dapat segera menikmatinya maka kau
sembunyikan di dapur dan sekarang
ketahuan!"
"Tapi... tapi..."
"Sekarang jawab pertanyaanku dengan jujur,"
Chi Koan tiba-tiba menyergah, berani, tak
perduli pada Peng Houw yang mendelik dan
melotot sebesar jengkol. "Siapa yang berkali-
kali ingin menikmati makanan berjiwa, Peng
Houw. Berapa kali kau menyatakan
kekesalanmu bahwa selama ini kau bosan dan
61 muak diberi makan sayur-sayuran melulu. Kau
berani memaki gurumu pula, menyebutnya
sebagai keledai gundul pemakan rumput!"
"Chi Koan.."
Bentakan atau dua seruan itu hampir
berbareng dilepas Peng Houw dan Beng Kong
Hwesio. Chi Koan tiba-tiba tak pandang
suasana memaki Lu Kong Hwesio. Sang guru
terkejut karena muridnya dianggap terlampau
berani sementara Peng Houw berteriak karena
kata-kata itu tak benar. Dia tak pernah
memaki-maki gurunya sebagai si keledai
gundul. Bahkan, Chi Koan itulah yang memaki-
maki gurunya dan para hwesio di situ sebagai
keledai gundul. Dan ketika Peng Houw marah
dan pucat berganti-ganti dijungkir balik lawan,
Chi Koan benar-benar keji maka anak itu roboh
pingsan namun Lu Kong Hwesio bergerak dan
62 menotok menyadarkan muridnya ini. Semua
hwesio Go-bi geger!
"Omitohud, pinceng tak tahu siapa salah siapa
benar. Harap susiok maafkan anak-anak ini
dan biar sekarang Peng Houw yang bicara!"
Sang hwesio renta terbelalak. Pertengkaran
anak-anak kecil itu tiba-tiba saja sudah
membawa-bawa guru. Lu Kong Hwesio tampak
menahan marah sementara Beng Kong Hwesio
juga memandang penuh kebencian kepada
Peng Houw. Anak laki-laki itu telah menyeret
muridnya berbuat dosa. Beng Kong
menganggap Peng Houw itulah biang
penyakitnya. Dia terlalu melindungi murid
sendiri dan percaya kepada Chi Koan. Tapi
ketika usul Lu Kong Hwesio diterima dan Peng
Houw disuruh bicara, gantian, maka anak itu
berkerot-kerot memandang Chi Koan namun
63 sebelum Peng Houw bicara lagi-lagi dengan
berani Chi Koan menghadap susiok-kongnya.
"Maaf, teecu ingin bicara terakhir. Mohon
susiok-kong memberi ijin."
"Apa yang mau kaubicarakan?" sang hwesio
renta mengerutkan kening, tergetar dan kaget
akan keberanian Chi Koan tapi juga sekaligus
meragukan kejujuran Peng Houw. Murid Lu
Kong Hwesio itu mulai mendapat antipati. Dan
ketika Chi Koan menjatuhkan diri berlutut dan
berkata bahwa dia ingin menanyai Peng Houw
satu hal, diluluskan, maka anak itu dengan
tenang dan berseri-seri bangkit berdiri
menghadapi Peng Houw.
"Nah," katanya. "Sekarang susiok-kong
meluluskan aku, Peng Houw. Coba jawab
64 siapakah yang menyuruhmu menyembunyikan
ang-sio-bak itu di dapur."
"Kau!" Peng Houw langsung saja menyambar,
meletup seperti meriam disulut apinya. "Kau
yang menyuruhku, Chi Koan. Kau bocah iblis
berlidah ular!"
"Benarkah?" anak ini tertawa, tak perduli.
"Coba ingat baik-baik apakah aku
menyuruhmu begitu, Peng Houw. Coba jawab
dengan jujur sebelum kita berdua dijatuhi
hukuman. Aku tak pernah menyebut-nyebut
dapur untuk menyembunyikan makanan itu,
melainkan kamarmu!"
Peng Houw tertegun. Tiba-tiba dia sadar bahwa
Chi Koan memang tak menyuruhnya untuk
menyembunyikan di dapur. Anak itu
menyuruhnya menyembunyikan di kamar dan
dia sendirilah yang menaruhnya di dapur. Dan
65 ketika Peng Houw tertegun tak dapat
menjawab, Chi Koan memang benar maka Chi
Koan tertawa menoleh pada hwesio renta itu,
juga gurunya dan lain-lain.
"Lihat," anak ini berkata. "Peng Houw ketahuan
belangnya, susiok-kong. Tadi dia menuduhku
begitu tapi sekarang tak dapat menjawab.
Kalau untuk ini saja dia sudah berdusta maka
yang lain-lain pun akan pula dikerjakannya.
Tak kusangkal bahwa aku pemilik ang-sio-bak
itu, dan Peng Houw yang menyimpannya di
dapur. Tapi karena ang-sio-bak itu pesanan
Peng Houw maka percaya atau tidak aku
dibujuk anak ni untuk berbuat dosa!"
"Jahanam!" Peng Houw lagi-lagi tak kuat. "Aku
tak pernah memesan makanan itu, Chi Koan.
Kau yang datang membawanya dan membujuk
aku. Kau iblis berlidah ular, Kau manusia licik
dan keji!" namun ketika Peng Houw meronta
66 dan tak dilepas gurunya, Lu Kong Hwesio
terbelalak dan merah pucat berganti-ganti
mendadak hwesio itu mengayunkan tangannya
dan.... plak! robohlah Peng Houw oleh
tamparan gurunya, mengeluh dan pingsan!
"Omitohud, Peng Houw memang salah. Dan
rupanya muridku tak dapat dipercaya lagi. Ah,
silahkan hukum anak ini, susiok. Aku
menyerahkannya kepadamu!"
Semua tertegun. Lu Kong Hwesio berlutut dan
menjatuhkan diri di depan sang paman guru
mukanya menahan marah yang besar tapi juga
kekecewaan yang hebat. Peng Houw sudah
salah bicara tentang pancingan Chi Koan tadi,
bahwa Chi Koan tidak menyuruh anak itu
menyimpan barang haram di dapur. Dan
karena Peng Houw tak dapat menjawab dan
keraguanpun timbul bahwa jangan-jangan
untuk yang lain-lain anak itu juga salah bicara,
67 Chi Koan sungguh cerdik dan licik maka Ji
Beng Hwesio, kakek renta itu mengucap puja-
puji dan menggeleng-gelengkan kepala
berulang-ulang.
"Hm, tidak dinyana... tidak disangka. Pinceng
tak dapat berbuat lain, Lu Kong. Muridmu
memang harus dihukum. Dia mencemari dan
menodai dapur umum, padahal itu juga untuk
menyiapkan makanan bagi k?tua kita.
Omitohud, anak itu masukkan ke ruang Api, Lu
Kong. Jungkir tubuhnya dan biarkan selama
tiga hari!"
"Akan kulaksanakan..." Lu Kong Hwesio
menjawab, datar, tiba-tiba berkelebat dan
sudah membawa muridnya lenyap. Dan ketika
Chi Koan berseri-seri di depan susiok-kongnya,
mengira diri sendiri bebas den tidak menerima
hukuman mendadak Ji Beng Hwesio bergerak
68 dan berkata kepada gurunya, Beng Kong
Hwesio.
"Dan kau, bawa muridmu ke ruang Api pula,
Beng Kong. Suruh dia bersila di atas bara
selama tiga hari pula!"
"Omitohud!" Beng Kong Hwesio terkejut.
"Muridku tak bersalah. susiok. Chi Koan hanya
dibujuk dan dijebak Peng Houw!"
"Hm, kau tahu bunyi ayat ke 13 dari bab
pertama kitab suci kita?"
Hwesio ini tertegun.
"Baca dan ingat itu, Beng Kong. Dan muridmu
juga bersalah karena tak menghayati ayat itu.
Bawa dia ke ruang Api dan suruh bersila di
sana selama tiga hari!"
69 "Baik," hwesio ini agak tergagap. "Akan
kulaksanakan, susiok. Teecu pergi!" dan ketika
Beng Kong Hwesio juga berkelebat dan
menyambar muridnya, yang lain-lain berisik
namun dibubarkan maka Ji Beng Hwesio
berkemak-kemik melancarkan ilmunya dari
jauh, sebelum pergi.
"Beng Kong, Lu Kong, kalian berdua jaga baik-
baik murid kalian itu. Jangan biarkan mereka
saling berkelahi di ruang Api. Ruang itu untuk
menghapus dosa memupuk kesucian, bukan
untuk dikotori!"
Lu Kong dan Beng Kong ternyata mendengar.
Mereka berdua sudah ada di belakang petak-
petak bangunan Go-bi. Partai persilatan ini
memang amat luas dan dibagi-bagi dalam
beberapa bagian. Ada ruang pemujaan tapi ada
pula ruang hukuman. Ruang Api adalah satu di
antara ruang-ruang hukuman, terletak di
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

REWRITER : SITI FACHRIAH
belakang dan agak jauh dari pintu gerbang.
Dan ketika di sana Lu Kong sudah mengikat
dan menggantung tubuh muridnya di atas
sekumpulan bara, anak itu masih pingsan
namun akhirnya sadar membuka mata maka
Beng Kong Hwesio juga berkelebat dan muncul
membawa muridnya.
"Hm, kau terlalu tinggi menggantung muridmu,
suheng. Peng Houw tak seberapa panas
dihukum seperti itu!"
"Tutup mulutmu!" kakek ini tak dapat menahan
marah juga. "Urus pekerjaanmu tak usah
mengurus pekerjaanku, sute. Ruang ini bukan
ruang membunuh melainkan hanya ruang
hukuman!" dan ketika Peng Houw tertegun
melihat Chi Koan juga ada di situ, gurunya
sudah mendamprat dan bersila di pintu tengah
maka Beng Kong Hwesio mendudukkan
muridnya baik-baik di atas sekumpulan bara
71 api, mengganjal dengan beberapa bangku batu
hingga anak itu tak terlalu kepanasan. Bara api
itu sekitar dua meter di bawah pantatnya, lain
dengan Peng Houw yang "dijantur" gurunya
hanya semeter saja di atas tumpukan bara api,
dengan kepala di bawah menghadap uap yang
marong kemerahan itu.
"Haii....!" Chi Koan berseru menggoda, tertawa.
Selamat bertemu lagi, Peng Houw. Kita sama-
sama dihukum tapi hukuman kita sesuai dosa
masing-masing!"
"Tutup mulutmu!" Peng Houw tak terasa
menirukan makian gurunya kepada susioknya
tadi. "Kau ular berlidah iblis, Chi Koan.
Menyusahkan aku dan curang serta tak tahu
malu. Kau keji, tak punya perikemanusiaan!"
"Ha-ha, siapa yang tak punya perikemanusiaan?
Kau iri aku mendapat hukuman lebih ringan?
72 Susiok-kong yang menyuruhku begini, boleh
damprat dia kalau tidak puas!"
"Tutup mulutmu yang berbau busuk!" Lu Kong
Hwesio tiba-tiba tak dapat mengendalikan
dirinya, membentak mendahului Peng Houw.
"Tempat ini tak boleh gaduh, Chi Koan. Diam
dan jangan banyak bicara!"
"Hm!" Beng Kong Hwesio tak terima,
berkelebat dan berdiri lalu duduk di sebelah kiri
suhengnya, sama-sama menjaga di pintu.
"Anak-anak biarkan dengan anak-anak, suheng.
Kau orang tua tak perlu ikut campur. Kalau
mau memaki boleh lakukan kepadaku!"
"Omitohud!" sang suheng terbelalak. "Kau tak
boleh membiarkan aku membentak muridmu?
Bukankah dia juga murid keponakanku?"
73 "Secara umum memang begitu, suheng. Tapi
di tempat ini sudah lain. Kita masing-masing
sebaiknya tutup mulut dan tak usah
mencampuri makian anak-anak."
"Tapi kau menghajar dan menendang muridku
tadi di luar. Dan pinceng yang hanya
membentak menyuruh muridmu diam kau
larang! Omitohud, kau sudah berat sebelah,
sute. Dan kau tidak menghargai pinceng!"
"Terserah jawabanmu, tapi yang jelas aku
sendiri tak akan tinggal diam kalau muridku
diganggu!" dan mendengus serta tertawa
mengejek melirik suhengnya, hwesio tinggi
besar itu tak takut dan bahkan berkesan
menantang maka hawa panas di ruangan itu
yang cepat membuat orang naik pitam tiba-
tiba membuat Lu Kong Hwesio menggeram dan
menampar sutenya ini. Maksudnya hanya
melepas geram dengan kebutan ujung baju
74 saja. Tak tahunya sutenya itu menangkis dan
balas menyerang dengan pukulan sinkang! Dan
ketika Lu Kong Hwesio terkejut dan tentu saja
berteriak kaget, sutenya dinilai ganas maka
apa boleh buat dia menggerakkan lengan baju
yang lain dan menangkis mengerahkan
sinkangnya pula.
"Plak!" dua orang itu t?ba-tiba sudah duduk
saling berhadapan, saling gempur. "Kerahkan
tenagamu, suheng. Dan mari main-main di
sini!"
Lu Kong Hwesio terkejut. Dia tak mengira
bahwa sutenya itu tiba-tiba menambah tenaga
dan mendorong, akibatnya iapun menambah
tenaganya dan saling dorong. Dan ketika dua
lengan mereka sudah saling tempel dan
masing-masing kepala mengeluarkan uap,
Beng Kong Hwesio tak mau kalah maka suheng
dan sute tiba-tiba saling bertanding di ruang A-
75 "Plak!" dua orang itu t?ba-tiba sudah duduk
saling berhadapan, saling gempur. "Kerahkan
tenagamu, suheng. Dan mari main-main di sini!"
76 pi! "Omitohud! Kau lancang dan tak menghormat
saudara tua, sute. Pinceng tak dapat lagi
bersabar terhadapmu!"
"Silahkan. Aku juga sebal kepadamu, suheng.
Kau selalu memuji-muji murid sendiri dan tidak
menghargai muridku!"
"Tapi kau menghina pinceng di depan anak-
anak!"
"Dan kau membuat malu aku dengan
pengakuan Peng Houw. Kau tak dapat
mendidik dan mengajar muridmu... ces-cess!"
dan ketika dua lengan yang saling tempel itu
mengeluarkan bunyi seperti api bertemu air,
Peng Houw dan Chi Koan terbelalak melihat
guru masing-masing bertempur den tak mau
kalah maka Beng Kong Hwesio sudah berkutat
77 melawan suhengnya dengan kemarahan
bergolak.
Sebenarnya, sudah lama kedua hwesio ini
terlibat perang dingin. Masalahnya sepele,
hanya karena murid-murid mereka itu. Karena
kalau Peng Houw banyak disuka dan didekati
para hwesio C Go-bi adalah Chi Koan kurang
disenangi dan dijauhi hwesio-hwesio di situ.
Anak ini terkenal nakal dan sering
mengganggu para hwesio di situ. Kadang-
kadang melempari kepala para kacung atau
membuat kotor lantai yang baru saja
dibersihkan. Tak jarang anak ini mengejek
hwesio-hwesio muda dengan sikap atau kata-
katanya. Dan karena dia murid Beng Kong
Hwesio, yang merupakan murid nomor dua
dari Ji Leng Hwesio ketua Go-bi maka banyak
anak-anak murid segan membalas perbuatan
anak itu. Beng Kong Hwesio dikenal keras dan
78 suka membela murid sendiri. Kebetulan Chi
Koan adalah murid kesayangannya, anak laki-
laki itu memang cerdas dan karena itu
disayang hwesio tinggi besar ini. Tapi ketika
seminggu kemudian Lu Kong Hwesio,
suhengnya, juga mendapat murid baru dan
murid itu bukan lain adalah Peng Houw, yang
rajin dan jujur mengikuti gurunya maka tiba-
tiba tampak perbedaan besar di antara dua
anak laki-laki ini.
Peng Houw suka membantu para hwesio dan
tak segan-segan menyapu lantai atau
membersihkan mangkok piring. Bahkan,
beberapa kenakalan Chi Koan sering dihapus
anak ini dengan perbuatan-perbuatan baiknya.
Misal, Chi Koan suatu hari mengganggu
seorang hwesio muda yang sedang
membersihkan lantai, melempari dengan kulit
pisang atau rumput-rumput kering. Maka Peng
79 Houw inilah yang membuang semua itu dan
menegur Chi Koan agar tidak nakal. Dan
karena banyak perbuatan anak itu yang
menjadikan para hwesio sayang kepadanya,
Peng Houw memang lain dengan Chi Koan
maka sering dua anak ini bertengkar sendiri.
"Kau jangan melarang aku. Kau anak baru di
sini!"
"Hm, kau dan aku sama-sama baru, Chi Koan.
Kaupun baru seminggu di sini. Kau tak boleh
mengganggu para hwesio!"
"Apa perdulimu? Aku menang dulu, Peng Houw.
Kau harus hormat kepada yang lebih dulu di
sini. Aku murid Beng Kong Hwesio yang lihai!"
"Tapi akupun murid guruku Lu Kong Hwesio
yang hebat. Kau termasuk suteku!"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Mana bisa? Kau datang belakangan, Peng
Houw. Aku lebih dulu!"
"Tapi gurumu adalah adik seperguruan guruku.
Aku menang tua!"
"Keparat, kau tiba-tiba menjadi sombong!" dan
ketika Chi Koan akhirnya menyerang dan
memukul Peng Houw, dua anak itu berkelahi
maka hwesio penyapu lantai cepat-cepat
melerai dua anak laki-laki yang berbaku
hantam ini. Chi Koan sedikit unggul karena
sudah diberi dasar-dasar ilmu silat, Peng Houw
hanya diajari ayat-ayat kitab suci saja tapi
anak itu memiliki keberanian besar. Jadilah
mereka imbang dengan yang satu memiliki
kelebihan dari yang lain. Dan ketika
pertengkaran itu dilerai namun hari-hari
berikut Chi Koan mengancam Peng Houw,
diam-diam dua anak ini terlibat permusuhan
sendiri maka Lu Kong Hwesio akhirnya
81 menemui sutenya melaporkan kejadian itu,
karena betapapun akhirnya gangguan Chi Koan
masuk ke telinganya juga.
"Aku hendak memberi tahu tentang kenakalan
muridmu," begitu hwesio ini mula-mula bicara,
sabar. "Chi Koan mengganggu murid-murid
yang lain, Sute. Melempari kulit pisang atau
membuat gaduh di saat orang bersembahyang.
Terakhir, mengajak Peng Houw berkelahi dan
tak mau sudah. Agaknya kau harus
mengajarinya ayat-ayat suci dahulu bukannya
ilmu silat!"
"Hm, kau mengajari aku, suheng? Urusan
anak-anak hendak ikut campur?"
"Maaf," Lu Kong Hwesio terkejut, menarik
napas dalam-dalam. "Aku tak bermaksud
mencampuri, sute. Hanya muridmu itu
kenakalannya berlebihan. Tidakkah kau dengar
82 laporan para hwesio-hwesio muda yang
diganggunya? Masakah selama ini kau tidak
tahu?"
"Anak kecil nakal adalah wajar. Orang besar
nakal barulah kurang ajar. Aku tahu
perbuatan-perbuatan muridku, suheng. Tapi
tak kunilai berlebihan karena dia memang
kanak-kanak!"
"Tapi kalau mulai mengancam dengan pisau?"
sang suheng mengerutkan kening, melihat
sutenya itu terlalu melindungi murid,
memanjakannya. "Apakah hal begini juga akan
kau biarkan, sute? Chi Koan kemarin
mengancam Peng Houw dengan pisau, dan
pinceng tak ingin kenakalan yang kau anggap
wajar ini sampai membahayakan keselamatan
jiwa!"
83 "Pisau?" sang Sute tertegun. "Kalau begitu biar
kupanggil muridku!" dan ketika Chi Koan
dipanggil dan dibentak gurunya, karena
betapapun Beng Kong Hwesio juga harus
menjaga diri maka Chi Koan terkejut tapi
tenang-tenang menghadapi gurunya itu, juga
supeknya atau uwa guru.
"Kau mengancam Peng Houw dengan pisau?
Kau main-main secara berlebihan?"
"Ah," anak ini tersenyum. "Supek terlalu
membesar-besarkan suhu. Memang pisau di
tanganku tapi tentu saja tak kupakai untuk
menyerang karena kupergunakan untuk


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerat mangga muda."
"Mangga muda?" Lu Kong Hwesio tiba-tiba
mengerutk?n kening. Semua tanaman di sini
yang masih hijau tak boleh dipetik, Chi Koan.
84 Harus tunggu sampai masak dan baru setelah
itu dibagi-bagikan!"
"Aku hanya memetiknya sebuah saja, untuk
kumakan dengan garam. Perutku lapar!"
"Apakah kau belum makan?"
"Hm!" Beng Kong Hwesio menjadi merah
mukanya. "Makan minum muridku urusanku,
suheng. Bukan urusanmu. Kalau Chi Koan ingin
mengambil sebuah mangga muda tentu karena
keinginannya sebagai anak-anak saja, bukan
karena lapar!"
"Kalau begitu dia bohong. Muridmu harus
diajar bicara jujur, terus terang!"
"Itupun urusanku, suheng tak usah ikut
campur!"
85 "Baik, maaf, sute. Aku ke sini bukan untuk
bertengkar, melainkan melapor tentang sepak
terjang muridmu ini. Chi Koan mulai berlebihan
dan kau harus mengawasi tindak-tanduknya.
Betapapun anak kecil tak boleh main-main
dengan pisau untuk mengancam orang lain!"
"Baiklah, aku menerima laporanmu. Dan apa
yang sekarang kauinginkan!"
**SF**
(Bersambung jilid 2)
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
86 PRAHARA DI GURUN GOBI
JILID 2
* * * Hasil Karya :
B A T A R A
Pelukis :
Yanes & Antonius S.
* * * Percetakan & Penerbit
U.P. DHIANANDA
P.O. Box 174
SOLO 57101
87 PRAHARA DI GURUN GOBI
Karya : Batara
Jilid 2
"PINCENG menghendaki Chi Koan berbaik
kembali dengan Peng Houw. Sesama saudara
tak perlu bermusuhan!"
"Aku setuju. Tapi Peng Houw juga harus
menyatakan bahwa iapun tak akan
mengganggu Chi Koan, suheng. Sebaiknya
dua-duanya sama-sama minta maaf!"
"Omitohud, pinceng setuju!" dan ketika Peng
Houw dipanggil dan menghadap gurunya, anak
88 itu tertegun tapi menyambut baik usulan ini,
memang selamanya tak pernah dia memusuhi
Chi Koan lebih dulu maka aneh dan
mengherankan Chi Koan memeluk dan
menepuk-nepuk pundaknya.
"Maafkan aku," anak itu tertawa. "Tak
kusangka bahwa kau ketakutan sedemikian
rupa, Peng Houw. Sampai kau melaporkan
gurumu dan aku kena marah. Ah, kalau tahu
begini tentu aku tak akan main-main terlalu
jauh, Peng Houw. Aku menyesal dan jangan
kau gusar."
Peng Houw mengerutkan keningnya. "Aku
tidak takut. Aku tidak melapor seperti yang
kau sangka, Chi Koan. Suhu mendapat tahu
dari A-siu-loheng!"
"Ah-ah, begitukah? Baik, baik. Kau memang
tak kenal takut dan pantas menjadi murid
89 supek!" tapi, tertawa dan berbisik di telinga
bekas lawannya itu Chi Koan menyambung,
"Lain kali kuajak kau berburu, Peng Houw.
Siapa yang akan tunggang-langgang
menghadapi binatang buas. Kuuji
keberanianmu!"
"Aku tak gentar!" Peng Houw berbisik pula.
"Aku tak takut kepada siapa pun, Chi Koan.
Tapi kita tak boleh keluar dari tempat ini!"
"Tak apa, biar kucari akal..." dan ketika anak
itu mundur dan menjura di depan Peng Houw,
mulut tertawa tapi mata menyiratkan lain
maka Lu Kong Hwesio yang mendengar bisik-
bisik itu menegur, ternyata telinganya tajam
sekali hingga mengejutkan Chi Koan.
"Tak boleh berburu atau keluar dari tempat ini.
Menguji keberanian tak perlu membunuh
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
mahluk bernyawa, Chi Koan. Ingat dan pelajari
ayat-ayat suci bahwa membunuh dilarang!"
"Omitohud..." Beng Kong Hwesio juga
mendengar. "Jangan banyak mulut di sini, Chi
Koan. Kalau ingin menguji lawanmu sebaiknya
dengan pibu lima atau enam tahun lagi. Peng
Houw masih belum diajar silat oleh supekmu!"
"Pinceng memang ingin menggemblengnya
dulu dengan ilmu batin," Lu Kong Hwesio
mengangguk-angguk. "Lihat yang kau ajarkan
kepada muridmu ini, sute. Belum apa-apa
sudah panas lebih dulu dan ingin berkelahi!"
"Chi Koan masih kanak-kanak, sang guru
membela. "Lain kau lain aku, suheng. Kalau
kau menggembleng ilmu batin dahulu silahkan,
pinceng sendiri lebih mendahulukan ilmu silat!"
91 "Omitohud, cara kita memang berbeda, tapi
akhirnya tentu sama saja. Baiklah, semuanya
selesai, sute. Pinceng akan kembali dan terima
kasih atas pengertianmu!" dan ketika hwesio
itu berkelebat menyambar muridnya, Peng
Houw tertegun karena Chi Koan
mengacungkan tinju, entah serius atau tidak
maka dua anak itu dilerai dan sudah bermaaf-
maafan, meskipun tindak-tanduk atau sikap
Chi Koan termasuk misterius karena anak itu
sukar dimengerti perangainya. Peng Houw
sendiri bersikap hati-hati dan waspada,
maklum, acungan tinju itu apakah berarti
tanda penyelesaian mutlak ataukah kelak akan
diteruskan, karena Chi Koan melakukan itu
dengan tawa yang aneh. Tapi ketika hari-hari
berikut murid Beng Kong Hwesio itu berobah
baik dan benar-benar tak mengganggunya, Chi
Koan tampaknya halus dan ramah tutur
sapanya maka hari itu mendadak anak ini
92 datang dengan ang-sio-bak, barang haram
pendatang sial!
Peng Houw sudah melupaka permusuhannya
dengan Chi Koan. Kesibukan sehari-hari
akhirnya membuat anak itu tak ingat akan
kehati-hatiannya sendiri, apalagi setelah
berminggu-minggu kemudian dia dijejali isi-isi
kitab yang menyebut tentang kebaikan atau
kebajikan. Dan ketika siang itu mendadak Chi
Koan muncul bersama ang-sio-bak, bau
masakan itu sungguh menyengat hidung, Peng
Houw sendiri diam-diam juga ingin menikmati
makanan lain selain sayur-sayuran dan bubur
yang ada di Go-bi maka sodoran atau hidangan
ini membuat Peng Houw lengah sekejap.
Sebetulnya dia takut menerima itu, kaget
melihat Chi Koan tiba-tiba muncul membawa
masakan berjiwa. Kalau ketahuan hwesio-
hwesio di situ tentu mereka bakal kena
93 damprat, itu kalau belum dimakan. Kalau
sudah, ah.. tentu bukan hanya dampratan.
Pukulan dan makian tent? akan mereka alami.
Dan karena saat itu gurunya memanggil-
manggil sementara Chi Koan mendesak
menyuruh mencicipi, Peng Houw lupa dan
terangsang bau masakan itu maka tiba-tiba
saja dia telah dijebak untuk menolong anak ini
menyembunyikan makanan. Dan Peng Houw
melakukan itu, salah langkah menyimpannya
di dapur dan bukan di kamarnya sendiri. Waktu
itu dia gugup karena gurunya sudah
memanggil-manggil, ke kamarpun tentu tak
sempat karena letaknya yang lebih jauh. Dan
ketika dia menyimpannya di dapur tapi celaka
sekali kucing peliharaan hwesio mengendus
baunya, Peng Houw lupa akan ini maka
binatang jahanam itu telah membuka rahasia!
94 Peng Houw menyesal bukan main akan
keteledorannya ini. Dia mengumpat caci kucing
keparat itu namun semuanya sudah terjadi.
Dia ditendang dan dihajar susioknya,
sementara Chi Koan enak-enak bersembunyi
dan ngumpet. Terkutuk! Dan ketika dia
akhirnya dijebloskan di ruang Api di mana
tubuhnya diikat dan dijungkir balik menghadap
setumpuk bara panas, mukanya sebentar saja
sudah menjadi merah oleh uap yang naik ke
atas maka kini gurunya bertanding dengan
guru siluman Chi Koan itu! Peng Houw
terbelalak dan menggigil melihat suhu dan
susioknya saling menempelkan tangan,
keduanya dorong-mendorong sementara uap
putihpun mulai mengepul di atas kepala. Peng
Houw memang belum diajari ilmu silat, tapi dia
tahu apa arti kepulan uap putih itu, bahwa
pertandingan sinkang sedang terjadi dan siapa
kalah dia bakal terluka berat. Dan ketika anak
95 itu terkejut karena gurunya tiba-tiba terdorong,
doyong tubuhnya dan Beng Kong Hwesio
berseri-seri maka Chi Koan bersorak melihat ini.
"Hai, bagus, suhu. Desak dan tekan terus, Ha-
ha, supek kalah!"
Namun, Lu Kong Hwesio mendengus. Dia
melotot sekejap pada anak laki-laki itu dan
tiba-tiba dadanya berombak naik. Itulah
pengemposan tenaga atau bangkitnya sumber
tenaga baru yang ditarik dari pusar. Hwesio ini
tentu saja tak mau kalah dan diapun
membentak. Dan ketika serangkum hawa yang
amat kuat mendorong dan menolak tenaga
sutenya itu, Beng Kong Hwesio terkejut dan
membelalakkan mata tiba-tiba ganti hwesio ini
yang terdorong dan doyong ke belakang.
"Ha-ha!" Peng Houw ganti tertawa. "Gurumu
kalah, Chi Koan. Sekarang suhuku menang!"
96 "Tak bisa, guruku masih tegak, belum roboh.
Kau anak tak tahu ilmu silat lebih baik diam,
Peng Houw. Jangan tertawa karena lihat
sekarang guruku kembali mendorong gurumu!"
Peng Houw terkejut. Memang tiba-tiba Beng
Kong Hwesio susioknya itu berhasil menahan
kembali serangan suhengnya dengan bentakan
kuat. Diapun mengempos semangatnya dan
dadapun berombak, tak mau kalah. Dan ketika
hwesio itu juga menarik tenaga dari pusar
untuk dikerahkan menahan dorongan Lu Kong
Hwesio, mereka sama-sama murid Ji Leng
Hwesio ketua Go-bi maka Lu Kong Hwesio
merah mukanya melihat sutenya berbuat sama.
"Omitohud, kau keras kepala, sute. Pinceng
terpaksa tak mau mundur!"
"Silahkan!" Beng Kong Hwesio juga berseru.
"Akupun tak mau sudah, suheng. Kau
97 mentang-mentang dan sombong sebagai
saudara tua!"
"Pinceng tak pernah sombong..."
"Kau tak pernah mengalah!" Beng Kong Hwesio
membentak."Persoalan kecil kau besar-
besarkan, suheng. Dan sekarang aku tak mau
tahu... krak!" dan sepuluh jari tangan m?reka
yang berbunyi satu sama lain, seperti jari


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

patah karena penuh tenaga sakti tiba-tiba
membuat keduanya menahan sakit karena baik
Beng Kong Hwesio maupun Lu Kong Hwesio
sama-sama mendorong dan menambah tenaga.
Lu Kong Hwesio terbelalak sementara Beng
Kong Hwesio mendelik, muka sang sute bagai
dibakar dan sepasang matanyapun berkilat-
kilat. Dan ketika uap putih semakin tebal dan
masing-masing ganti-berganti terdesak,
sebentar Lu Kong Hwesio dan sebentar
kemudian Beng Kong Hwesio, masing-masing
98 ternyata sama kuat maka Chi Koan maupun
Peng Houw sama-sama tak bersorak
mengunggul-unggulkan gurunya lagi.
Dua orang itu sama hebat dan celakanya juga
sama-sama memiliki kelebihan sendiri, Beng
Kong Hwesio dengan usianya yang sedikit lebih
muda tapi Lu Kong Hwesio dengan
kematangannya yang lebih sedikit dibanding
sutenya, meskipun hwesio itu lebih tua dan
karena itu daya tahannya tak sekuat sutenya,
kalau mereka beradu lama. Dan ketika masing-
masing mencoba menekan dengan kelebihan
yang dipunyai sendiri-sendiri, Beng Kong
Hwesio dengan usianya yang lebih muda
sementara Lu Kong Hwesio dengan
kematangannya mengendalikan sinkang,
masing-masing bertanding seru maka sepuluh
jari kembali berkerotok dan tiba-tiba kelingking
kiri Beng Kong Hwesio patah!
99 "Augh..!"
Hwesio itu mendelik. Lu Kong Hwesio terkejut
dan saat itu tiba-tiba timbul penyesalannya.
Dia tak bermaksud menyakiti tapi apa boleh
buat, hal itu sudah terjadi. Dan ketika dia
tertegun dan sejenak konsentrasinya buyar,
desakannya berkurang mendadak sutenya itu
menggeram dan secepat kilat memasuki
kesempatan yang tak akan disia-siakan ini.
"Keparat kau, suheng. Kubalas kau.... krak!"
dan jari kelingking kanan Lu Kong Hwesio yang
patah oleh balasan sutenya tiba-tiba membuat
hwesio itu berseru tertahan mendelik pada
sutenya. Sinkang dikerahkan lagi dan Beng
Kong Hwesio terbahak, inilah kesalahannya.
Karena begitu suhengnya marah dan
membentak kesakitan, serangan di tangan
kanan dirobah ke tangan kiri maka jari manis
sutenya patah. Dua lawan satu!
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Augh...!"
Beng Kong Hwesio memekik. Dia lupa akan
pantangan adu sinkang bahwa sebelum salah
satu roboh maka tak boleh yang lain
bergembira atau tertawa dulu, meskipun dapat
membalas. Pertandingan masih belum selesai
dan karena itu masih harus waspada. Dan
ketika benar saja kelengahannya dibayar
dengan jari manis yang kembali patah, kali ini
di tangan kanan maka hwesio itu kesakitan dan
melotot lebar.
"Suheng, kau bedebah!"
"Maaf, pinceng tak dapat berbuat lain, sute.
Kau yang memaksa!"
"Baik aku akan mengadu jiwa denganmu!" dan
ketika Beng Kong Hwesio melotot dan marah,
gusar bukan main maka pertandingan itu
101 berjalan lagi dengan masing-masing pihak tak
mau lengah. Kini Lu Kong Hwesio menindas
perasaan kasihannya karena sekali dia bersikap
begitu maka serangan sutenya tak akan dapat
terbendung. Dia akan susah payah
mempertahankan diri dan itu berarti bahaya.
Dan karena sutenya tampak beringas dan tak
mungkin ada yang memisah mereka, ruang Api
adalah ruang hukuman di mana tak ada orang
lain menjaga maka hwesio itu mengempos
semangat untuk menyerang sekaligus bertahan.
Apa boleh buat dia harus menghadapi sutenya
ini keras dengan keras. Hwesio itu tak boleh
ayal-ayalan lagi atau kasihan kepada sutenya.
Sutenya itu telah patah dua jari manis dan
kelingkingnya, sementara dia hanya kelingking
saja. Dan ketika dua orang itu bertarung
semakin hebat, Beng Kong Hwesio mendesak
dan sudah pada taraf mengadu jiwa, sang
suheng bertahan dan mengubah-ubah gaya
102 serangannya maka sehari semalam mereka
berdua telah mengadu sinkang dengan
kedudukan masih tetap sama. Namun, seperti
yang disebutkan di muka, karena Beng Kong
Hwesio lebih muda dan karena itu memiliki
daya tahan lebih kuat, Lu Kong Hwesio mulail
letih dan mandi keringat maka pada hari kedua
ini jari manisnya juga patah.
"Krek!"
Beng Kong Hwesio tak tertawa. Belajar pada
pengalamannya pertama bahwa tawa akan
mengurangi tenaga, hal yang akan
membahayakan dirinya sendiri nanti maka
hwesio tinggi besar itu hanya tersenyum-
senyum saja dengan kedua mata terpejam.
Suara itu telah memberi tahu padanya bahwa
dua jari suhengnya juga patah. Jadi kedudukan
mereka berimbang. Dan ketika Lu Kong Hwesio
meringis kesakitan dan menjadi marah, tenaga
103 yang mengendur mendadak bangkit oleh
kemarahan yang berkobar maka tiba-tiba dia
membuat arus silang pada gempuran
sinkangnya.
"Krek-krek!"
Beng Kong Hwesio terpekik. Dua jarinya tiba-
tiba patah dan kini tinggallah enam jarinya
saja. Tadi suhengnya mendapat tenaga yang
begitu luar biasa hebatnya oleh kemarahan
yang tiba-tiba menggelegak, kemarahan yang
ditimbulkan oleh rasa sakit dari sebuah jari
yang patah. Dan ketika hwesio itu berhasil
membalas sutenya, membuat sutenya
berteriak maka tiba-tiba Beng Kong Hwesio
ganti menjadi marah dan mengempos
semangatnya. Hwesio ini bagai tungku yang
dibakar wajahnya, merah berkilap-kilap.
Siapapun yang memandang pasti ngeri. Hwesio
ini seolah gila. Dan ketika hwesio itu
104 menggereng dan menggereng bagai singa
dilukai, empat jarinya lunglai namun enam jari
yang lain menegang dan keras seperti baja
maka gelombang serangan dahsyat
menghantam bagai ombak di laut selatan. Lu
Kong Hwesio dipaksa habis-habisan untuk
bertahan. Namun, karena usianya yang lebih
tua tadi, daya tahannya yang tidak sehebat
sutenya maka dua jam kemudian sebuah jari
lagi di tangan kirinya patah.
"Krek!"
Empat lawan tiga. Kini Lu Kong Hwesio
memiliki tujuh jari lagi sementara sutenya
enam jarl. Dari sini dapat dilihat bahwa
kepandaian Beng Kong Hwesio betul-betul
nyaris berimbang dengan suhengnya. Hwesio
itu hampir dapat menyamai kedudukan. Dan
ketika Peng Houw menangis dan pucat melihat
itu, berteriak-teriak agar suhu dan susioknya
105 tidak bertempur maka pada hari ketiga daya
tahan Lu Kong Hwesio semakin melemah, siap
untuk dihancurkan atau mungkin sama-sama
menghancurkan, karena kilatan berbahaya
juga mulai tampak di mata hwesio itu. Kilatan
untuk mati sampyuh!
"Ha-ha..!" keadaan ini tiba-tiba dipecahkan
oleh tawa bergelak yang parau dan nyaring.
"Dua murid Ji Leng Hwesio ini sama-sama
hebat, Kwi-bo. Lihat tiga hari tiga malam
mereka bertanding namun belum ada yang
roboh!"
"Hi-hik, benar," sebuah jawaban lain terdengar,
bayangannya tak tampak. "Lu Kong Hwesio
dan Beng Kong Hwesio ini sama-sama hebat,
Coa-ong. Tapi aku berani bertaruh bahwa Beng
Kong Hwesio akan mampus terlebih dahulu!"
"Tapi Lu Kong si gundul mulai lemah!"
106 "Dia sedang bersiap-siap melancarkan Cui-pek-
po-kian. Lihat sinar matanya membiru tanda
bahaya!"
"Ah, kau benar. Kalau begitu mari menonton
lebih dekat dan biar kusaksikan Beng Kong
Hwesio dibunuh suhengnya!" sesosok
bayangan hitam tiba-tiba berkelebat, datang
dari belandar dan Peng Houw tertegun karena
di situ tahu-tahu telah berdiri seorang kakek
berkulit hitam tertawa-tawa memandang dua
orang yang sedang mengadu jiwa ini. Kakek itu
tinggi kurus tapi yang mengerikan adalah
puluhan orang yang melingkari tubuhnya. Ada
tigapuluh lebih dan semuanya bermacam-
macam, besar kecil dan hijau kuning tapi
semuanya jelas ular-ular berbisa. Kakek itu
terkekeh-kekeh dan empat ekor ular yang
melingkari lehernya dielus-elus seperti orang
mengelus anaknya, binatang melata itu
107 mendesis-desis dan satu di antaranya
membuka mulutnya, menyemburkan uap hitam.
Dan ketika kakek itu terbahak dan kiranya
kakek inilah yang tertawa tadi, muncul dengan
suaranya yang pertama maka ular yang
membuka mulutnya dan bersikap seakan mau
menggigit itu diketuk batok kepalanya.
"Diam, ha-ha. Mereka itu belum ada yang
roboh, Sen-coa. Kalau kau menikmati darah
mereka tentu masih panas karena belum
selesai beradu sinkang. Lihat, uap panas di
kepala mereka belum dingin!"
Peng Houw terbelalak. Kakek yang mengerikan
ini lalu menjilat-jilat lidah ularnya, ular cobra
merah yang tentu amat ganas sekali racunnya,
Kemudian menyuruh ularnya masuk ke mulut,
ditarik dan dimasukkan lagi maka kakek itu
telah bermain-main dengan hewan piaraannya
108 seperti dengan sepotong coklat yang digigit-
gigit kecil!
"Hihh!" Peng Houw merinding. Tentu saja dia
mengkirik karena kakek itu benar-benar
mengerikan sekali. Namun belum dia berseru
atau membentak kakek itu agar tidak
mendekati gurunya, karena kakek itu
terkekeh-kekeh di belakang gurunya maka
menyambar angin harum dan tahu-tahu di
dekatnya muncul wanita cantik luar biasa yang
kaki dan tangannya penuh gelang gemerincing.
"Hi-hik, kau digantung sekian lama, anak baik?
Siapa yang memperlakukanmu? Lu Kong
Hwesio itukah? Ah, sungguh dia kejam. Mari
kubebaskan dan bunuh si keledai gundul itu!"
Peng Houw terkejut. Tali yang mengikat
tubuhnya putus dan tiba-tiba jatuhlah ia ke
bawah. Di bawah ada seonggok besar bara api
109 yang menganga. Kalau ia jatuh ke situ tentulah
tubuhnya akan matang, seperti sate. Keparat
wanita ini! Tapi ketika Peng Houw terpekik dan
akan memaki lawannya, wanita bergelang
kerincing itu mendadak lengan wanita itu
mengebut dan Peng Houw sudah ditarik
sebuah tenaga mujijat untuk jatuh dengan kaki
lebih dahulu di samping kiri wanita ini.
"Hi-hik, tak usah kau takut. Aku menolongmu,
anak baik. Dan siapa namamu."
"Peng Houw..."
"Hm, nama yang bagus, tapi juga bisa berarti
jelek. Peng Houw artinya harimau sakit.
Apakah kau sering sakit-sakitan?"
"Dulu..." Peng Houw tertegun, menjawab asal
saja. "Tapi sekarang tidak lagi dan aku sehat-
sehat saja."
PDF MAKER : OZ


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Hi-hik, bagus, Peng Houw. Dan Lu Kong
Hwesio itu yang menggantungmu, bukan?"
"Dia guruku..."
"Ah, guru yang kejam tak perlu dianggap guru.
Kau telah disakiti, sebaiknya kau bunuh dia.
Nih, pisau lipat!"
Peng Houw tersentak. Wanita cantik ini tahu-
tahu memberinya sebuah pisau lipat, sudah
dibuka dan tinggal menusukkan saja. Dia
diminta membunuh gurunya padahal gurunya
sedang bertanding dengan susioknya. Dan
ketika dia mundur dan tentu saja menolak,
matanya menyiratkan kemarahan maka wanita
itu terkekeh karena tiba-tiba Chi Koan
berteriak padanya.
"Heii, Dewi Cantik. Kenapa kau membebaskan
Peng Houw dan tidak perduli kepadaku. Mana
111 janjimu memberikan makanan yang lain lagi!"
"Ah, kau?" wanita ini menoleh, terkejut tapi
tertawa lebar . Tawanya menambah
kecantikannya sepuluh kali lipat. "Aduh,
maafkan aku, anak baik. Kau tentu Chi Koan
yang dulu kuberi ang-sio-bak itu."
"Benar, tapi sekarang aku dihukum di sini.
Bocah itu menjebloskan aku tak mau sendirian
di ruang Api!"
"Hi-hik, ada aku di sini, tak usah khawatir.
Kalau mau bebas tentu saja dengan gampang
kulakukan.. tuk!" sebuah totokan tiba-tiba
membebaskan anak itu. Chi Koan memang
ditotok dan duduk tak berkutik selama tiga hari
ini. Tapi karena urat-uratnya masih kaku dan
tubuhnya belum bisa pulih seketika, totokan itu
membuat ia terguling maka bangku yang
112 diduduki tiba-tiba menggelincir dan anak ini
jatuh pula ke ruang bara.
"Heii..!" Chi Koan berteriak dan tentu saja
terkejut. "Kau siluman jahanam, Dewi Cantik.
Menolong orang tapi menjebloskannya ke
ruang neraka!" dan menyambar ini-itu di kiri
kanan dinding, kaget tapi tidak takut maka Chi
Koan akhirnya berhasil meraih dan menangkap
sepotong besi yang merupakan gaetan di
dinding, bergelantungan namun tak dapat
keluar karena tubuhnya sudah terlempar
ditengah-tengah. Ruang bara itu cukup tinggi.
Namun ketika anak ini memaki-maki dan
wanita cantik itu tertawa kagum, anak ini
dapat menyelamatkan diri karena sedikit
banyak memang sudah mewarisi ilmu silat Go-
bi maka sebuah selendang tiba-tiba telah
membelit dan menyentaknya ke atas.
"Naiklah!"
113 Chi Koan berjungkir balik. Dibanding Peng
Houw memang dia lebih mengagumkan, dapat
turun kembali dengan ringan karena Beng
Kong Hwesio telah mengajarinya ilmu
meringankan tubuh. Peng Houw memang
belum apa-apa karena sehari-harinya hanya
dijejali isi ayat-ayat suci saja, lain dengan Chi
Koan yang menomorduakan kitab suci
menomorsatukan ilmu silat. Maka begitu dia
turun dan selamat di lantai, melongok sejenak
ke bara api yang hampir menerima tubuhnya
tadi maka anak ini memaki.
"Dewi, kau sial jahanam. Kalau memang ingin
menolong ya tolonglah baik-baik. Kalau ingin
membunuh ya bunuhlah tanpa banyak tingkah.
Kenapa kau menakut-nakuti aku dengan
menjatuhkannya ke tempat itu? Apakah kau
sendiri mau kucemplungkan di kolam neraka
itu dan merasakan panas?"
114 "Panas? Hi-hik, tempat itu tak panas, Chi Koan.
Bahkan sejuk dan hangat bagiku. Kau boleh
lempar aku ke sana kalau tidak percaya!"
"Apa? Kau main-main?"
"Siapa main-main? Hi-hik, lempar dan buang
aku ke sana, Chi Koan. Lihat betapa aku akan
meram-melek di tempat hangat itu!"
"Kalau begitu biar kucoba... haittt!" dan anak
ini yang mengangkat dan menyambar tubuh si
cantik, tak segan-segan atau ragu lagi
mendadak membuang tubuh lawannya itu ke
bara api yang menganga. Kolam itu merah
marong dan siapa pun pasti tahu bahwa
tempat itu panas sekali. Chi Koan yang berada
di dekatnya saja hampir tak tahan dan muka
pun seperti dibakar. Tapi ketika wanita itu
dilempar dan dibuang, tertawa, maka anak ini
maupun Peng Houw terbelalak dan sama-sama
115 tertegun karena dengan enak dan ringan bara
api di kolam itu diinjak dan wanita itu tak apa-
ap biarpun jelas bara yang menganga itu
membakar tumitnya!
"Lihat!" anak ini hampir tak percaya. "Lihat dan
perhatikan baik-baik, Chi Koan. Aku akan
mandi bara!" dan ketika wanita itu terkekeh
dan menendangi bara-bara menyala, jatuh dan
menimpa tubuhnya maka benar-benar wanita
ini mandi bara api seperti orang mandi
bongkahan es! Wanita itu enak saja
menendangi dan meraih bara-bara menyala,
menggosok atau melumurkannya ke seluruh
tubuhnya. Dan ketika wanita itu berjingkrak
dan menari-nari dengan bara berhamburan di
sekujur tubuhnya maka Peng Houw maupun
Chi Koan tak percaya dan membelalakkan
matanya lebar-lebar seolah menyaksikan
sebuah pertunjukan sihir.
116 "Selesai!" wanita itu terkekeh, meloncat dan
berjungkir balik ke atas. "Sudah kau lihat
bahwa api itu bukan apa-apa bagiku, Chi Koan.
Dan kaupun dapat melakukan ini kalau menjadi
muridku!"
"Apa?"
"Hi-hik! Kau mau menjadi muridku, bukan?
Kau ingin seperti aku memiliki kesaktian yang
demikian tinggi?"
"Aku suka, tapi..." Chi Koan menghentikan
kata-katanya. Di sana guru dan uwa gurunya
tiba-tiba sama-sama mengeluarkan seruan
keras. Begitu keras seruan itu hingga dinding
ruangan bergetar. Dan ketika dia menoleh dan
ingat akan ini ternyata kedua orang itu sudah
bangkit berdiri dan kini masing-masing dorong-
mendorong dengan amat hebatnya, ah-uh-ah-
uh. 117 "Hi-hik, pertandingan sudah mendekati puncak,
Chi Koan, Aku menjagoi Lu Kong Hwesio!"
"Hm, aku Beng Kong Hwesio!" Si kakek berlilit
ular tiba-tiba maju, tertawa aneh. "Ayo kita
bertaruh, Kwi-bo. Kau atau aku yang menang!"
"Hi-hik, siapa takut?" Kwi-bo berkelebat, sudah
berdiri di samping kakek ular. "Aku terima
tantanganmu, Coa-ong. Tapi aku yang pasti
menang!"
"Heh-heh, belum tentu. Ayo apa taruhanmu
kalau kau kalah!"
"Aku menyiapkan kepala!" si cantik itu berseru.
"Dan kau apa, Coa-ong. Harus imbang agar
adil!"
"Wah, akupun juga kepala, he-heh!" dan ketika
dua orang itu berolok dan saling mengejek, Lu
118 Kong Hwesio maupun Beng Kong Hwesio
merah padam mendengar itu, terpaksa
melanjutkan adu sinkang dan tak dapat
melepaskan diri karena sama-sama bertahan
dan menyerang, sedikit lengah tentu roboh
binasa maka Lu Kong menggeram melepas
semua kekuatannya.
"Sute, pinceng terpaksa membunuh!"
"Aku juga. Kau... ugh!" Beng Kong Hwesio tak
dapat melanjutkan kata-katanya, terkejut
karena dari telapak tangan suhengnya
mendadak muncul tenaga dingin yang
membuat jari-jarinya kaku. Mereka sudah
bertanding pada hari ketiga dan ini penentuan
terakhir. Selama ini masing-masing
mengeluarkan tenaga panas tapi kini
suhengnya mendadak mempunyai tenaga
dingin, tentu saja Beng Kong Hwesio terkejut.
Dan ketika hwesio itu tersentak dan
119 membelalakkan mata, telapak suhengnya
mendorong dan dia terhuyung tiba-tiba Beng
Kong Hwesio kalah kuat dan miring tubuhnya!
"Hi-hik, aku menang, Coa-ong. Lihat jagomu
bakal pecundang!"
"Siapa bilang?" si kakek mendebat. "Jagoku
belum roboh, Kwi-bo. Dan orang yang belum
roboh masih mempunyai kemungkinan-
kemungkinan!"
"Ah, kau tolol dan goblok, tak tahu diri. Sudah
jelas kalah kuat mas?h juga cerewet. Lihat, tiga
detik lagi Beng Kong Hwesio mampus!"
Dua hwesio itu melotot. Lu Kong Hwesio
memang memberi tekanan dan kematangan
hwesio ini dalam pengendalian sinkang
dipergunakan baik-baik. Tenaga dingin yang
menjadi simpanannya tiba-tiba dikeluarkan,
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
berbalik dari tenaga panas yang selama ini
mendominasi serangan. Dan ketika sutenya
tampak terkejut dan tak menyangka, itulah
kelebihan hwesio ini dibanding sutenya maka
Beng Kong Hwesio yang tersentak dan
tertegun sekejap sudah dihantam dan
dibekukan tenaga dingin. Sang suheng
menindas dan menekan dengan amat hebatnya,
sang sute kalah posisi. Tapi ketika Beng Kong
Hwesio berkutat dan benar-benar adu nyawa,
tubuhnya terdorong dan kian terdorong, miring,
mendadak Coa-ong mengeluarkan tawa aneh
dan tangan kanannya bergerak ke depan.
"Wah, jagomu menyebalkan. Tapi dia pasti
roboh!" dan seekor ular yang menyambar dan
dilepas kakek ini mendadak meluncur ke
kepala Lu Kong Hwesio. Hwesio ini sedang
mengerahkan semua tenaganya untuk
menyelesaikan pertandingan, tentu saja dia tak
121 menyangka itu. Maka begitu dia tersentak dan
kaget, konsentrasinya berantakan maka
sutenya berhasil memperbaiki diri bersamaan
dengan jeritan Lu Kong Hwesio yang dahinya
sudah dipagut ular.
"Aughh...!"
Lu Kong Hwesio roboh. Dahi hwesio itu
seketika menjadi kehitaman tapi yang lebih
berbahaya adalah balasan sutenya yang
tertolong oleh kejadian ini. Pukulan Beng Kong
Hwesio menyambar dan langsung menghantam
dada Lu Kong Hwesio. Dan ketika hwesio itu
roboh dan terjengkang, dahi kehitaman
sementara isi dadanya remuk maka hwesio itu
seketika tewas dengan pekik pendek.
"Bluk!"
122 Namun Beng Kong Hwesiopun sempoyongan
dan ikut roboh. Hwesio ini terbawa oleh sisa
pukulannya dan juga oleh kelelahan sangat
yang telah dialaminya tiga hari berturut-turut.
Suhengnya bukanlah orang sembarangan! Tapi
ketika dua hwesio itu sama-sama roboh, Lu
Kong Hwesio tewas sementara Beng Kong
Hwesio terguling kehabisan tenaga maka Peng
Houw memekik dan menubruk mayat gurunya
itu, ular hitam sudah lari menyingkir.
123 "Wah, jagomu menyebalkan. Tapi dia pasti roboh!"
dan seekor ular yang menyambar dan dilepas kakek
ini mendadak meluncur ke kepala Lu Kong...
124 "Suhu...!"


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anak itu menjerit dan memanggil nama
gurunya. Lu Kong Hwesio diguncang-guncang
tapi hwesio itu tentu saja diam tak bergerak,
dari mulutnya meleleh darah segar. Tapi ketika
Peng Houw mengguguk dan sedih serta
berduka, tiba-tiba teringat bahwa kematian
gurunya adalah akibat kecurangan si kakek
ular sekonyong-konyong anak itu membalik
dan menerjang kakek ini, penuh kemarahan.
"Kau siluman kejam jahanam!"
Coa-ong, kakek itu, tertegun. Dia tertawa-tawa
menagih kemenangannya kepada Kwi-bo.
Wanita cantik di sebelahnya terbelalak dan
terkejut. Sebenarnya kalau kakek ini tidak
curang tentu Lu Kong Hwesiolah yang menang,
karena Beng Kong Hwesio tertekan dan jelas
menunggu kekalahannya saja. Tapi begitu dia
125 sadar dan terkekeh, orang-orang sesat macam
mereka memang bisa saja melakukan
perbuatan-perbuatan tak diduga maka saat
itulah Peng Houw menyerang kakek ini dengan
penuh kemarahan. Anak itu tak perduli ular-
ular yang bergelantungan di tubuh si kakek,
berteriak dan memaki dan tinjunyapun
mendarat di perut lawan. Tapi ketika Coa-ong
terkekeh dan membiarkan serangan Peng
Houw, karena anak itu terbanting dan menjerit
sendiri karena tangannya bengkak, perut si
kakek seolah besi panas berpijar maka Peng
Houw bergulingan meloncat bangun dan
sekejap ngeri oleh kehebatan lawannya ini.
Tapi Peng Houw segera teringat kematian
gurunya lagi. Kematian gurunya itu
membangkitkan keberanian dan kemarahannya.
Peng Houw melengking dan menubruk lagi.
Tapi ketika tiga kali berturut-turut dia
terbanting dan mengaduh kesakitan, dua
126 tangannya bengkak tak dapat digerakkan lagi
maka saat itulah si kakek terkekeh dan
melepas satu ularnya lagi, mata tiba-tiba
berkilat menyatakan keinginan membunuh.
"Bocah tak tahu adat, guru mati masih juga
ingin bertingkah. Mampuslah!"
Namun Kwi-bo menjeletarkan rambutnya.
Terkekeh mendahului serangan itu, Peng Houw
terbelalak dan tertegun di tempat, tak mampu
mengelak, mendadak wanita cantik ini
bergerak aneh. Rambut di kepalanya menyibak
dan yang sebelah kanan menghantam ular
yang meluncur ke arah Peng Houw. Lalu ketika
ular terbanting dan mati, kepalanya pecah,
maka wanita itu menggerakkan rambut yang
lain untuk menyambar dan membetot Peng
Houw.
127 "Hi-hik, jangan bunuh anak ini, Coa-ong. Dia
tak kalah berani dan gagah dengan Chi Koan.
Aku ingin memilikinya!"
Coa-ong tertegun. Si kakek terkejut karena
ularnya mati dibunuh, temannya itulah yang
membunuh. Tapi ketika ia menggeram dan
melotot, marah, maka Peng Houw tiba-tiba
memberontak dan melepaskan diri.
"Lepaskan aku. Biar... biar kubunuh kakek itu!"
"Hi-hik, siapa yang kau bunuh?" Kwi-bo
terkekeh dan menotok anak ini, melihat Coa-
ong kembali menyinarkan kilatan berbahaya.
"Kau diam di sini saja, bocah. Dan nanti
bersenang-senang dengan aku!" dan ketika
Peng Houw mengeluh dan tertotok, lumpuh,
maka Coa-ong bergerak dan menuntut wanita
ini. 128 "Kwi-bo, kau kalah. Dan anak itupun tak
berguna bagimu. Serahkan kepadaku dan
tepati janji taruhanmu!"
"Hm, janji apa?"
"Kau ingin menyerahkan kepalamu kepadaku.
Hayo mana kepalamu dan jangan pura-pura!"
"Hi-hik, siapa bilang begitu? Kau bodoh dan
tolol, Coa-ong. Pantas kalau kau demikian
pandir, suka berbuat curang. Aku tak merasa
kalah dan kaulah yang licik membunuh
jagoku!"
"Benar!" Peng Houw menggigil. "Biarkan aku
menghajarnya, locianpwe. Kakek itu jahat dan
keji. Kau tentu dapat menolongku membalas
dendam!"
129 "Hm, lihat!" kakek itu mendengus, berkilat-
kilat. "Anak sekecil ini sudah ingin membalas
dendam, Kwi-bo. Kalau tidak diberesi sekarang
tentu bakal merepotkan di belakang hari.
Serahkan kepadaku, atau kau mampus!"
Kwi-bo, si cantik ini, tertawa. Dia tak
menghiraukan temannya yang bersikap
beringas. Kakek itu marah karena ancaman
Peng Houw. Tapi ketika kakek itu mau
menyerang dan Kwi-bo bersiap-siap, gelang di
tangan dan kakinya berkerincing nyaring tiba-
tiba berkelebat bayangan Chi Koan yang
membentak mereka.
"Nanti dulu, stop. Aku ada di sini sebagai wakil
guruku. Siapa kalian berdua ini dan kenapa
datang-datang membuat ribut. Aku hanya
kenal dewi yang cantik ini tapi tidak
kepadamu!"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
"Hm, kau ikut aku!" Coa-ong tiba-tiba bergerak,
bahu Chi Koan sudah dicengkeram. "Aku Coa-
ong si Raja Ular, bocah. Dan gurumu itu sudah
mampus tak perlu dipikiri!"
Namun Chi Koan berontak. Dia menendang dan
memukul kakek itu tapi sayang lawannya
terlalu lihai. Si kakek mendengus dan
ditotoklah Chi Koan hingga tak berdaya sama
sekali. Dan ketika kakek itu mencengkeram
anak ini hingga Chi Koan meringis maka
tangannya yang lain bergerak dan tahu-tahu
ular besar yang bergelantungan di lehernya itu
dihadapkan ke wajah si anak.
"Kalau kau macam-macam ular ini akan
menelan kepalamu!"
"Persetan dengan ular itu!" Chi Koan
melengking, tiba-tiba membuka mulutnya.
131 "Hayo, dekatkan lagi kepadaku, kakek siluman.
Dan aku atau dia yang akan menelan!"
"Hi-hik," Kwi-bo terkekeh, kagum. " Lihat
betapa beraninya anak-anak ini, Coa-ong. Tak
salah kalau Beng Kong Hwesio atau Lu Kong
Hwesio mengambilnya sebagai murid. Apakah
kau benar-benar hendak membunuh anak
seperti itu? Kalau benar, bodoh sekali!"
Coa-ong tertegun. Ular di tangannya marah
dan mendesis-desis. Tantangan Chi Koan
seakan dimengertinya dan ular itu membuka
mulutnya lebar-lebar, anak itu siap dicaplok.
Chi Koan sama sekali tak takut akan rongga
mulutnya yang merah dan juga lidahnya yang
menjilat-jilat, buas. Tapi ketika Coa-ong
datang rasa kagumnya dan tertawa bergelak,
ular di tangannya ditarik kembali maka kakek
itu berseru, "Benar, bocah ini luar biasa, Kwi-
bo. Aku lalu ingin mengambilnya sebagai murid.
132 Eh, bagaimana dulu dengan perjanjianmu tadi.
Mana kepala taruhanmu!"
"Kau masih ngotot juga? Sialan, tak tahu diri.
Kau minta dihajar, Coa-ong. Tapi aku orang
yang selalu menepati janji. Baiklah, curang
tidak curang memang kau yang menang. Aku
akan membayar kekalahanku tapi aku tidak
berjanji untuk membayarnya dengan kepalaku
sendiri!"
"Eh, kau mau ingkar?"
"Hi-hik, ingat dan ulangi apa yang kujanjikan
tadi, Coa-ong. Kalau aku nang maka kau
membayar dengan kepalamu. Tapi kala? aku
yang kalah maka aku akan membayarnya
dengan kepala, entah kepala siapa aku tidak
bilang, pokoknya kepala!"
133 "Licik!" Coa-ong tiba-tiba berseru. "Kalau tahu
begitu tak perlu aku membantu jagoku, Kwi-bo.
Karena akupun dapat membayar dengan
kepala siapa saja, kalau perlu kepala ularku!"
"Hi-hik, itulah bodohmu. Dan karena itu maka
kau berbuat curang, takut kehilangan
kepalamu!"
"Tentu saja, siapa mau kehilangan kepala? Ha-
ha, kau pintar dan tak kalah curang, Kwi-bo.
Tapi aku tetap menuntut kepala yang kau
janjikan!"
"Hm, muridku ini akan memberinya," Kwi-bo
tersenyum, membebaskan dan menurunkan
Peng Houw. "Kauhadapi si kakek iblis itu, Peng
Houw. Aku akan melindungimu dari sini."
"Apa yang harus kulakukan?"
134 "Mudah saja, memberinya sebuah kepala."
"Kepala? Kepala siapa?"
"Hm, kau mau menjadi muridku, bukan? Kau
mau memusuhi si kakek ular itu?"
"Tentu saja!" Peng Houw berang. "Dia
membunuh guruku, Kwi-bo. Dan aku akan
membalas kematian guruku!" Peng Houw ikut-
ikutan memanggil Kwi-bo, tak tahu nama
wanita cantik ini tapi itulah nama julukannya.
Dan ketika wanita itu terkekeh dan
mengangguk gembira, Peng Houw bersiap-siap
maka anak itu disuruh mengambil mayat
gurunya.
"Kalau begitu bawa ke sini mayat gurumu itu.
Dan aku yang akan membalaskan dendammu!"
135 Peng Houw menurut. Menangis dan tiba-tiba
bercucuran air mata ia berlari mengambil
mayat gurunya itu. Lu Kong Hwesio telah
tewas. Dan ketika Kwi-bo tersenyum dan
membelai kepalanya, anak itu mengharap
pertolongan maka tiba-tiba secara
mengejutkan wanita ini melolos sebuah pisau
dan menyuruh Peng Houw memenggal mayat
gurunya.
"Orang yang mati penasaran harus
disempurnakan jenasahnya. Penggal mayatnya
dan berikan kepada Coa-ong!"
"Apa? Me.... memenggal?"
"Ya, kepala gurumu harus diberikan kepada
kakek itu, Peng Houw. Itu tandanya kau
mengikat dendam."
136 "Tapi... tapi guruku sudah mati. Tak boleh
diganggu!"
"Hm, tidak mengganggu, Peng Houw, justeru
menyempurnakan jenasahnya agar rohnya
hidup tenang di alam baka!"
Peng Houw tertegun. Pelajaran begini jelas
belum pernah didapatkannya dari siapapun
juga. Semula dia tak menduga buruk karena
wanita itu tadi menolongnya dari ancaman
Coa-ong. Tapi ketika ingat bahwa wanita ini
terikat "perjanjian" dengan Coa-ong, tentang
sebuah kepala tiba-tiba Peng Houw sadar
bahwa dia dipermainkan. Tak ada mayat yang
harus dipenggal kepalanya untuk
menyempurnakan kematiannya. Hal itu hanya
perbuatan orang-orang sesat, orang-orang gila!
Dan ketika Peng Houw terbelalak dan merah
mukanya, wanita itu dipandangnya dengan
137 mata mendelik mendadak Peng Houw berteriak
dan menerjang wanita ini!
"Ha-ha!" Coa-ong tertawa bergelak. "Muridmu
gagal, Kwi-bo. Kau tak dapat
mempengaruhinya!"
Kwi-bo tertegun. Peng Houw menyerangnya
dan anak itu benar-bena tak patuh kepadanya.
Dan melihat betapa anak itu marah kepadanya,
memukul dan menendang maka wanita ini
tersenyum aneh dan tiba-tiba berseru,
"Peng Houw, jangan kau gila. Tanganmu nanti
bengkak lagi!"


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peng Houw tak perduli. Tadi tangannya sudah
disembuhkan wanita cantik ini tapi sekarang
dipergunakan memukul lagi. Dia marah karena
menganggap wanita itupun tak kalah jahat
dengan Coa-ong. Dan ketika pukulannya
138 mendarat dan lawan tak mengelak maka Kwi-
bo yang mendongkol kepada anak ini
mengerahkan sinkangnya, sama seperti Coa-
ong tadi.
"Buk-bukk!"
Peng Houw menjerit. Dua pukulannya tertolak
seperti membentur lempengan baja,
terpelanting dan kontan anak itu berteriak
kesakitan. Tapi karena Peng Houw adalah Peng
Houw dan semakin dia kesakitan semakin anak
itu kalap maka Peng Houw meloncat bangun
dan menerjang lagi. Kaki tangannya bergerak
memukul dan menendang namun lagi-lagi anak
itu menjerit. Semakin keras dia memukul
semakin hebat pula. rasa sakitnya. Akhirnya
tangan dan kakinya bengkak-bengkak pula.
Dan ketika Peng Houw bergulingan mengaduh-
aduh, anak itu tak mampu lagi menyerang
139 maka Chi Koan terbahak dan mengejek di
cengkeraman Coa-Ong.
"Bagus... bagus. Lemparkan saja anak itu ke
perapian, Kwi-bo. Dan panggang dagingnya
seperti sate!"
"Hush, kau tak kasihan?"
"Kasihan apa? Dia musuhku, aku tak suka
kepadanya!"
"Tapi aku ingin mengambilnya sebagai murid.
Dia penuh keberanian!"
"Hm, kalau begitu coba diadu dulu dengan
bocah ini," Coa-ong tiba-tiba terkekeh,
menyeringai. "Kau juga bodoh dan tolol, Kwi-
bo. Tak mungkin anak itu mau. Hei, ini calon
muridku sekarang. Mari kita adu!"
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
Chi Koan sudah dilepas. Anak itu ditanya
apakah mau menjadi murid si kakek ular,
dijawab mau tapi tiba-tiba tertegun ketika
gurunya, Beng Kong Hwesio, sadar dan
mengeluh. Dan ketika anak itu tak jadi berlari
dan Coa-ong mengerutkan keningnya, tak
senang, maka sebuah helaan napas panjang
tahu-tahu terdengar di pintu dan Ji Beng
Hwesio, wakil ketua Go-bi muncul, seperti iblis.
"Omitohud, kaliankah yang membuat ribut-
ribut, Coa-ong? Dan murid pinceng Lu Kong
tewas?"
Dua orang itu terkejut. Kwi-bo mendadak
berkelebat dan menyambar Peng Houw. Anak
itu bangkit berdiri dan berseru memanggil
susiok-kongnya, sementara Chi Koan berdiri
pucat dan mukapun berubah. Dan ketika Peng
Houw ditutup mulutnya oleh totokan Kwi-bo,
anak ini tak dapat bergerak dan mendelik
141 memandang lawan maka Beng Kong Hwesio
yang sadar dan baru saja membuka matanya
tiba-tiba juga tampak terkejut dan pucat
memandang wakil ketua Go-bi itu, yang berdiri
tenang.
"Omitohud, apa yang terjadi, Beng Kong?
Bagaimana suhengmu sampai terbunuh?"
"Ampun..." Beng Kong terhuyung dan bingung
menjawab. "Suheng... suheng dibunuh Coa-
ong, susiok. Kakek ini datang dan mengganggu
kami...!"
"Hm, dengan pukulan apa?"
"Dengan... dengan ular beracunnya. Coa-ong
berbuat curang!"
"Omitohud!" kakek itu memandang Coa-ong,
tak berkedip. "Kau sungguh keji, Coa-ong.
142 Tiada dosa tiada salah t?ba-tiba datang dan
membunuh seorang murid Go-bi. Ah,
kedatanganmu tentu selalu mengacau!"
"Ha-ha!" Coa-ong melirik Beng Kong Hwesio.
"Aku hanya membantu murid keponakanmu itu,
Ji Beng. Dia tadi bertempur dan sudah tiga hari
tiga malam tiada berkesudahan. Aku ingin
membantunya karena Beng Kong siap
mampus!"
"Omitohud, begitukah? Coba pinceng periksa!"
dan ketika kakek itu bergerak dan tahu-tahu
menyambar mayat Lu Kong, memeriksa, maka
berkerutlah kening kakek itu memandang
mayat Lu Kong Hwesio yang hancur dadanya.
Sekali periksa segera dia tahu bahwa itulah
pukulan sinkang Thai-san-ap-ting (Gunung
Thai-san Tindih Kepala), satu ilmu dari Go-bi
dan itu tentulah pukulan Beng Kong. Dan
ketika dia memandang murid keponakannya itu
143 dan Beng Kong menggigil, tak mungkin hwesio
ini mampu menyembunyikan diri dari
susioknya maka hwesio itu tiba-tiba
menjatuhkan diri berlutut.
"Maaf, kami berdua memang bertempur,
susiok. Tapi Coa-ong tiba-tiba meluncurkan
ularnya dan membunuh suheng. Pukulanku
hanya sebagai akibat dari pukulan suheng yang
membalik!"
"Tapi pukulanmu keras juga," Ji Beng Hwesio
tampak berobah mukanya,, tak dapat menahan
marah. "Kalian berdua kiranya telah bertanding
mati-matian, Beng Kong. Kalau tidak tak
mungkin isi dada suhengmu sampai hancur
dan melesak begini. Omitohud, kalian
melanggar pantangan di ruang Api!" dan
terkejut serta marah memandang murid
keponakannya, hwesio renta ini menggigil
144 sejenak tiba-tiba dia teringat Coa-ong dan
tertegun memandang Chi Koan.
"Kau... kenapa tak ke sini?"
Chi Koan terkejut.
"Dan kau juga," kakek itu menoleh kepada
Peng Houw, yang ditotok dan tak dapat
berkutik di bawah kekuasaan Kwi-bo. "Kalian
anak-anak kecil tak memberi tahu pinceng, Chi
Koan. Kalian harus ditanya dan harus
menjawab jujur. Ke marilah!" dan ketika
hwesio itu meletakkan Lu Kong Hwesio dan
menggerakkan tangan ke kiri dan kanan,
masing-masing ke arah Chi Koan dan Peng
Houw maka menyambarlah angin dahsyat ke
arah dua anak itu, atau tepatnya, ke arah Coa-
ong dan Kwi-bo karena memang dua orang
inilah yang dituju Ji Beng Hwesio. Wakil ketua
Go-bi ini hendak merampas anak-anak
145 muridnya tapi Coa-ong dan Kwi-bo tentu saja
tak mau, Mereka berkelit namun aneh dan
ajaib pukulan si hwesio terus saja mengikuti.
Dan ketika dua orang itu terkejut dan berteriak
marah, tenaga sedot yang kuat menarik Chi
Koan dan Peng Houw maka Raja Ular maupun
temannya menggerakkan tangan menolak.
"Des-plak!"
Si hwesio berseru perlahan. Jubahnya berkibar
namun kakinya tidak bergeming, tanda bahwa
tangkisan atau tolakan lawan tidak
berpengaruh baginya. Dan ketika dia berseru
lagi dan memutar lengan jubahnya dua kali,
angin menyambar dan membetot dua orang itu
tiba-tiba Coa-ong maupun Kwi-bo menjerit
karena mereka tertarik ke depan.
"Keparat!"
146 "Jahanam!"
Kwi-bo dan Coa-ong mel?pas anak-anak di
tangan mereka. Serangan Ji Beng Hwesio
teramat kuatnya hingga dengan sebelah lengan
saja tak mungkin dilawan. Mereka harus
mempergunakan dua tangan mereka dan
membentaklah Coa-ong mendorong dengan
amat hebatnya. Dan ketika Kwi-bo juga
melengking dan menggerakkan kedua
lengannya ke depan, menampar, maka
terdengar suara duk-duk yang keras dan tubuh
Ji Beng Hwesio terhuyung sedikit, namun
dengan amat lihai kebutan lengan jubahnya
miring ke samping dan... Peng Houw maupun
Chi Koan melayang ke arahnya, tersedot!
"Omitohud, kalian masih lihai, Coa-ong. Tapi
anak-anak telah kembali ke tanganku. Terima
kasih!"
147 "Keparat!" Coa-ong menggigil dan melotot
memaki hwesio itu. "Kau licik dan tak tahu
malu, Ji Beng. Merampas anak secara pengecut.
Hayo, terima ini dan mampuslah... wut!"
seekor ular dilepas, terbang dan meluncur
menyambar hwesio itu namun Ji Beng
mengucap puja-puji menjentikkan kuku jarinya.
Dan ketika terdengar suara "tas" dan ular itu
jatuh, kepalanya pecah maka Coa-ong
mencak-mencak dan naik pitam, ular besar di
lehernya dilepas dan diputar-putar.
"Terkutuk dan pembunuh!" kakek itu berseru.
"Kau menghilangkan nyawa peliharaanku, Ji
Beng. Mana khotbahmu tentang pantang
membunuh. Kau melanggar aturan Buddha!"
"Omitohud, pinceng tak bermaksud membunuh,
Coa-ong, hanya lemparanmu yang terlalu kuat
dan kepala ularmu yang terlalu lemah. Ah,
pinceng tak mau mengotori ruangan ini dan
148 mari keluar!" si hwesio berkelebat, tak mau
bertanding di ruang Api dan Peng Houw serta
Chi Koan dibawanya pula. Coa-ong dan Kwi-bo
mendelik marah dan mengejar, tangan mereka
bergerak menghantami apa saja yang ada di
situ, hio-lou atau tempat perapian. Dan ketika
benda-benda itu berantakan dan pecah, anak-
anak murid segera melihat tiga orang ini maka
mereka geger dan seketika seruan atau
pemberitahuan akan musuh terdengar di
mana-mana.
Namun Ji Beng Hwesio menyuruh diam. Hwesio
itu berseru agar anak-anak murid tak membuat
gaduh. Hwesio ini telah berdiri di sebuah
pelataran luas, jauh di tengah halaman sana,
terlindung dari beberapa pohon yang hijau dan
subur. Dan ketika Kwi-bo maupun Coa-ong
menghalau murid-murid Go-bi yang coba
mendekat, bermaksud jual keberanian namun
149 justeru dibuat terpelanting bergulingan maka
hwesio itu berseru lagi agar anak-anak murid
mundur, melempar Chi Koan dan Peng Houw
ke tanah.
"Biarkan mereka ke sinl, jangan dihadang!"
"Ha-ha!" Coa-ong tertawa bergelak, suaranya
menggetarkan. "Biarkan mereka mampus, Ji
Beng Hwesio. Biarkan aku membunuh murid-
muridmu yang tak tahu diri ini. Hayo, ke mari
kalian. Boleh datang sepuluh lagi!"
Namun anak-anak murid mundur menjauh.
Tujuh di antaranya terluka dan mereka itupun
pucat. Setelah tahu siapa yang datang maka
tergetarlah mereka melihat Coa-ong. Beberapa
tahun yang lalu kakek inipun pernah ke Go-bi
dan membuat heboh. Kini datang lagi dan
bersama seorang wanita cantik yang juga
segera mereka kenal. Itulah Kwi-bo, Ratu Iblis
PDF MAKER : OZ
PRAHARA DI GURUN GOBI - BATARA
PUSTAKA : KOH AWIE DERMAWAN
KOLEKTOR E-BOOK
REWRITER : SITI FACHRIAH
yang merupakan satu di antara Tujuh Siluman
Langit. Coa-ongpun juga termasuk di
antaranya dan mereka berdua tiba-tiba muncul
di situ. Dan ketika murid-murid mundur
menjauh karena Ji Beng Hwesio sudah ada di
situ maka tujuh yang luka digotong ke
belakang sementara yang lain mengepung atau
berdiri mengelilingi kakek Raja Ular itu,
bersiap-siap sambil melirik ke kiri kanan takut
barisan ular datang. Coa-ong adalah raja ular


Prahara Di Gurun Gobi Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lihai!
"Omitohud, selamat datang..!" Ji Beng sudah
merangkapkan kedua tangannya dan berbasa-
basi, menahan marah. "Kalian telah datang
tanpa diundang, Coa-ong, dan membunuh Lu
Kong Hwesio pula. Bolehkah pinceng tanya apa
yang menjadi tujuan kalian hingga datang ke
mari?"
151 Para murid Go-bi berisik. Mereka tiba-tiba
terkejut dan marah mendengar itu. Lu Kong
Hwesio kiranya tewas! Tapi ketika Ji Beng
Hwesio memandang mereka dan suara seperti
tawon itu lenyap, Coa-ong terkekeh maka
kakek itu memandang temannya.
"Aku hanya ikut-ikutan si Kwi-bo ini. Dia yang
mengajakku. Biarlah dia yang menjawab dan
kau boleh dengar kata-tanya!"
"Hm," hwesio itu berkilat, merangkapkan
tangannya kepada Kwi-bo. "Begitukah, Kwi-bo?
Apa maksud kedatanganmu?"
"Hi-hik, aku hanya iseng-iseng saja. Barangkali
di sini ada calon-calon hwesio tampan!"
"Itu bukan jawaban," Ji Beng Hwesio merah
mukanya. "Kau tak perlu bohong, Kwi-bo.
152 Beritahukan kepada pinceng siapa tahu
hukuman lebih ringan untukmu."
"Iihh!" si Kwi-bo mendecak genit. "Hukuman?
Memang apa kesalahanku? Eh, jangan main-
main, Ji Beng Hwesio. Aku tak mengganggu
muridmu dan Lu Kong Hwesio tewas oleh
tangan Coa-ong!"
"Tadi kami bertaruh," Coa-ong berseru. "Aku
menjagoi Beng Kong tapi Kwi-bo menjagoi Lu
Kong!"
"Tentu saja!" Kwi terkekeh. "Lu Kong lebih
kuat daripada sutenya, Coa-ong. Dan kau
sendiri tahu itu. Tapi kau sengaja memilih
Beng Kong!"
"Heh-heh, karena memang aku ingin memberi
makan ularku. Si Hitam tadi lapar, darah segar
Lu Kong tentu nikmat baginya. Eh, kau tak
153 perlu mengelak jawaban keledai gundul ini,
Kwi-bo. Katakan saja terus terang bahwa kau
mencari kitab Bu-tek-cin-ong!"
Ji Beng Hwesio tiba-tiba berubah. Begitu Coa-
ong berkata tentang kitab Bu-tek-cin-ong
(Kitab Maharaja Cin Tanpa Tanding) mendadak
hwesio renta yang selalu meram melek itu tiba
menbuka matanya lebar-lebar. Apa yang
tampak di wajah hwesio tua ini adalah
kekagetan luar biasa. Coa-ong telah bicara
tentang sebuah kitab maha-rahasia Go-bi! Tapi
ketika hwesio itu batuk-batuk dan
merangkapkan kedua tangannya, cepat
mengeluarkan tasbeh dan berketrik membaca
doa maka hwesio itu berseru perlahan melihat
pula perubahan wajah anak-anak murid Go-bi.
"Omitohud, kau melantur dan bicara tak
keruan, Coa-ong. Sungguh tak mengerti
pinceng akan kata-katamu."
154 "Ha-ha!" kakek itu tertawa lagi, bergelak. "Kau
Pendekar Bayangan Malaikat 12 Pendekar Gila 23 Kemelut Di Karang Galuh Bayangan Bidadari 2
^