Pencarian

Tapak Tangan Hantu 16

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 16


ouw secara langsung."
"Tapi Majikan Hutan Iblis itu malang-melintang!"
"Bukan gurunya, ayah, melainkan hanya muridnya, dan itu tidak melanggar sumpah."
"Sama saja, guru dan murid sama-sama membawa petaka. Mereka hanya memberikan kesusahan dan
penderitaan kepada orang lain!"
Sin Gak diam saja, tak menjawab. Ayahnya lupa bahwa kini ada Giok Cheng dan Su Giok di situ, juga
dirinya. Dan karena ini sudah merupakan tandingan bagi manusia iblis itu maka sebenarnya tak perlu
ayahnya marah-marah. Keadilan sudah mulai bangun dari tidurnya!
"Hm, sekarang apa yang ingin ayah lakukan. Bukankah ayah tak perlu bertapa lagi." Pemuda itu
pindah ke persoalan lain.
"Aku ingin turun gunung, Sin Gak, mencari jahanam itu, mau apalagi. Bukankah sudah ada kau di
sini!"
"Baik, kapan kita berangkat?"
"Sekarang saja. Tapi, eh..... tunggu dulu. Mana Ke Ke Cinjin!" Tiba-tiba berkelebat bayangan dari
luar. "Pinto di sini. Baru saja pinto mendapatkan makanan, taihiap, lihat pisang dan buah-buahan ini!"
Tosu itu muncul dan ternyata ia membawa begitu banyak buah-buahan di kedua tangannya. Giam
Liong bangkit dan berseri-seri sementara Sin Gak berdiri menyambut pula. Pemuda ini terharu dan gembira
melihat tosu itu, betapapun ia telah mulai mengenal sahabatnya dari Kun-lun ini. Dan ketika sang tosu
memberiknt buah-buahannya dan Giam Liong mengucapkan terima kasih maka mereka duduk bersama
menikmati itu.
Ke Ke Cinjin tersenyum melihat ayah dan anak begitu rukun. Tiada kebahagiaan rasanya lebih dari itu.
Dan karena ayah dan anak rupanya sudah selesai bercerita maka iapun bertanya apakah mereka tak akanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
388 turun gunung.
"Pinto menunggu kalian, keluar atau tidak. Masa taihiap mau bertapa lagi setelah putera taihlap datang
menjemput."
"Hm, ini berkat jasamu yang besar. Kalau kau tak membawa puteraku ke sini belum tentu kami
ketemu, Cinjin, untuk ini aku mengucapkan banyak terima kasih. Entahlah bagaimana budi kebaikanmu ini
kubayar!"
"Ha-ha!" tosu itu tertawa. "Kalau kau berterima kasih maka tiada artinya dibanding budi kebaikan
puteramu, Sin-taihiap. Kalau tak ada puteramu ini tak mungkin pinto dapat bercakap-cakap. Pinto bakal
hanyut dan tewas di sungai Huang-ho!"
"Apa yang terjadi," Giam Liong terkejut. "Kenapa bisa begitu."
"Bagaimana tidak. Pinto terpeleset dan jatuh di tebing licin, taihiap, tercebur dan masuk sungai yang
ganas. Kalau puteramu tak datang menolong tentu pinto tinggal nama. Sudahlah, kebaikan ini tak ada artinya
dibanding budi baik puteramu. Ia menyelamatkan pinto, ia mengembalikan nyawa pinto. Puteramu benar-
benar luar biasa dan bukti bahwa ia dapat membangunkan tapamu sudah cukup dari segala bukti!"
Giam Liong bersinar, tentu saja bangga.
"Sekarang bagaimana pembicaraan kalian ayah dan anak, taihiap, akan keluar atau tetap di sini."
"Hm, tentu saja keluar. Sekarang semangatku bangkit setelah puteraku datang. Aku hendak mencari
musuhku!"
"Bagus, tapi apakah taihiap tidak ke Kun-lun dulu."
"Untuk apa?"
"Bertemu dengan saudaramu, taihiap, Han Han. Ia ada di sana bersama isterinya."
Giam Liong tertegun, tiba-tiba melirik puteranya. "Baiklah," katanya mendadak. "Kalau begitu aku ke
sana dulu, totiang, dan aku sudah mendengar bahwa Hek-yan-pang ditinggalkan pemimpinnya."
Sin Gak tenang-tenang saja. Ia tak tahu lirikan ayahnya namun rencana ayahnya ke Kun-lun membuat
ia berdebar juga. Bukan apa-apa melainkan bertemu dengan pamannya Han Han, ayah dari Giok Cheng!
Namun karena ia tak akan berpisah dari ayahnya ini dan kerinduan mereka sebagai ayah dan anak juga masih
kental maka ia tak perduli ke mana ayahnya mau pergi. Mencari Majikan Hutan Iblis ia siap, menuju Kun-
lunpun ia tak keberatan. Maka ketika setelah mereka kenyang dan buah-buahan itu habis dimakan akhirnya
Giam Liong mengajak puteranya berangkat.
Ke Ke Cinjin gembira dan mengikuti ayah dan anak ini. Kalau saja budinya tak begitu besar
mempertemukan ayah dan anak tentu Giam Liong dan Sin Gak lebih senang sendiri. Mereka tak suka
diganggu. Tapi karena tosu itu adalah tosu yang baik dan berjasa besar maka diajaklah tosu ini meskipun
mula-mula Ke Ke Cinjin berpura memisah diri. Dan begitu mereka meninggalkan Guha Hitam menuju Kun-
lun maka mereka bergerak dan meluncur turun gunung.
* * * Kita tengok apa yang ada di Kun-lun. Tosu itu memang benar bahwa suami isteri Han Han ada di
sana. Tang Siu, sang isteri yang mengajak ke situ. Hal ini tidak aneh karena wanita ini adalah murid
mendiang Kim-sim Tojin yang tewas dibunuh Majikan Hutan Iblis. Sebagai murid Kun-lun tentu saja
nyonya ini menaruh sakit hati, ketua dan para pimpinan Kun-lun juga marah namun mereka tak dapat
berbuat apa-apa. Apalagi setelah Kun-lun diobrak-abrik dan dibakar habis, balas dendam dari manusia iblis
itu setelah tempat tinggalnya dibakar. Tapi setelah manusia itu tak muncul lagi sejak Hek-i Hong-li dan Sian-
eng-jin muncul, Su Giok menjadi murid wanita itu dan akhirnya Giok Chengpun diambil murid maka
ketenangan dunia kang-ouw sebenarnya mulai aman.
Akan tetapi keadaan ini hanyalah merupakan rasa aman semu. Iblis yang mereka takuti itu masih
hidup, sekarang menghilang dan entah bersembunyi di mana dan Han Han diminta isterinya untuk pergi saja
ke Kun-lun. Ju-taihiap, ayah mereka entah pergi ke mana pula melepas kekecewaan. Hek-yan-pang menjadi
kering dan sepi. Dan karena puteri mereka Giok Cheng dibawa nenek sakti itu maka nyonya ini menjadiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
389 kesepian dan akhirnya minta pindah ke Kun-lun.
"Di sana ada supek dan para saudaraku yang lain. Biarlah Hek-yan-pang dibekukan dulu, suamiku,
kita ke sana hitung-hitung istirahat. Capai tubuh ini rasanya, berkali-kali dicekam ketakutan!"
"Hm, aku pribadi tak takut. Meskipun iblis itu memiliki kepandaian luar biasa yang begitu aneh
namun aku tak gentar menghadapinya, Siu-moi, matipun tak apa-apa demi membela kebenaran."
"Tidak, aku tak mau kau bicara seperti itu. Kita tunggu kedatangan Giok Cheng di Kun-lun, kita masih
mempunyai harapan!"
"Dan kita tinggalkan perkumpulan ini tanpa pemimpin?"
"Sifatnya sementara, suamiku. Kita beri tahu para murid bahwa kegiatan sementara ini dihentikan.
Kalau ada di antara mereka yang ingin tinggal terserah, tapi aku ingin ke Kun-lun, atau aku berangkat
sendiri!"
Kalau sudah begini maka Han Han pasti mengalah. Pemuda ini lembut dan sabar seperti ayahnya,
iapun amat menyayang isterinya itu. Maka ketika para murid diberi tahu bahwa mereka hendak
mengasingkan diri beberapa waktu, beristirahat maka murid-muridpun tertegun tak dapat bicara.
"Iblis itu masih hidup entah di mana, belum mati. Sebaiknya kalian tinggalkan saja Hek-yan-pang dan
hiduplah sendiri-sendiri. Nanti kalau kami sudah tiba dan kembali bersama Giok Cheng kalian boleh
berkumpul lagi seperti biasa. Isteriku tak tahan kesepian di sini. Harap kalian maklum."
Para murid terisak. Kalau pimpinan meninggalkan mereka lalu apa yang dapat mereka perbuat?
Dengan adanya suami isteri itu saja Majikan Hutan Iblis berat mereka hadapi, apalagi sendiri. Maka ketika
beberapa murid meninggalkan tempat itu dan hanya beberapa saja yang masih tetap tinggal maka Han Han
terharu dan terkejut.
"Kami tetap di sekitar sini menjaga rumah. Paling tidak dapat mengawasi kalau-kalau ada orang jahat
menghuni seenaknya. Kau boleh pergi dan beristirahatlah, kongcu, kami akan menunggu dan menanti
kembalinya nona Giok Cheng."
"Baiklah," Han Han menahan runtuhnya air mata. "Terima kasih untuk kesetiaanmu, Cu Pin. Tapi
kalau iblis itu muncul sebaiknya kau bersembunyi saja."
Murid itu mengangguk. Dia adalah Cu Pin yang akhirnya bertemu Sin Gak itu, menjaga dan bersama
beberapa yang lain berada di sekitar Hek-yan-pang. Lalu ketika Han Han meninggalkan tempat itu menuju
Kun-lun, tak mau membiarkan isterinya sendiri maka di Kun-lun mereka disambut gembira oleh Keng Hwat
Taisu.
"Siancai, tamu agung datang tak memberi kabar. Aih, ada apa gerangan kalian ke sini, Ju-siauwhiap.
Pinto harap tak ada apa-apa dan bukan masalah Majikan Hutan Iblis itu!"
Han Han tersenyum, menjura hormat. "Siauwte datang memenuhi permintaan isteri. Siu-moi kangen
kepada totiang dan saudara-saudara lain, Taisu. Maaf tak memberi kabar dan sesungguhnya tak ada apa-apa
yang penting."
"Ha-ha, silakan masuk, selamat datang. Ah, pinto juga kangen dan ingin tahu keadaan keluarga Hek-
yan-pang!"
"Semua baik-baik saja, terima kasih."
Lalu ketika ketua Kun-lun itu mempersilakan tamunya maka mereka terlibat percakapan hangat di
mana akhirnya Han Han menyatakan keinginan isterinya untuk beristirahat di situ.
Keng Hwat Taisu tertawa. "Sebetulnya isterimu bukan orang luar bagi Kun-lun, kenapa meminta ijin?
Sebulan atau setahun boleh saja, siauwhiap, tapi bagaimana Hek-yan-pang."
"Telah kami bubarkan sementara. Siu-moi kesepian sejak ditinggal puterinya."
"Hm, pinto mengerti. Baiklah kalian tinggal di sini sampai kalian bosan. Tapi maaf bahwa kami tak
dapat menyajikan hidangan yang serba enak. Di gunung hanya sayur dan buah melulu!"
Han Han tertawa. Sejak itu ia tinggal di sini dan hadirnya suami isteri gagah ini membuat murid-rnurid
Kun-lun semakin mantap. Siapa tidak mengenal putera Ju-taihiap yang lihai ini, murid Im Yang Cinjin tokohKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
390 selatan. Maka ketika suami isteri itu tinggal di sana dan sesekali mereka turun gunung, sekedar mencari
udara segar tak terasa lagi bulan demi bulanpun dilewati cepat. Tahun berganti tahun dan akhirnya kerinduan
Tang Siu menyesak dada. Sudah lima tahun lebih ia tak bertemu puterinya. Dan ketika suatu pagi ia duduk di
belakang gunung, minum teh bersama suami maka keluhannya akan anak tak dapat dibendung lagi.
"Nenek itu tak tahu perasaan ibu. Rasanya aku tak ingin di sini lagi, Han-ko, aku ingin kembali dan
tinggal di Hek-yan-pang. Aku ingin melihat Giok Cheng!"
"Hm, di sana atau di sini sama saja. Kalau ia datang tentu mencari kita, Siu-moi, kalau belum pulang
tentu percuma dicari. Tunggu sajalah."
"Kau selalu bilang begitu kalau rinduku tak tertahan. Kau laki-laki sama dengan nenek itu, Han-ko,
kalian tak tahu perasaan seorang ibu. Aku rindu, aku ingin bertemu Giok Cheng!"
"Baik, kalau begitu mari pulang, aku tak akan melarangmu."
Aneh, wanita ini tiba-tiba menangis. Kata-kata Han Han yang begitu lembut dan tak banyak
membantah membuat wanita ini gemas. Dalam keadaan seperti itu maunya ia ingin bertengkar, bukan
dituruti begini saja. Maka ketika ia uring-uringan dan memukul pundak suaminya wanita itupun berseru
marah,
"Aku tak ingin melihat sikapmu yang seperti ini. Kau bukan kerbau atau kambing. Aku ingin kau
mendebat dan berbantah sengit, Han-ko, bukan lembut dan apa adanya begini. Kau seperti bukan laki-laki.
Gemas aku!"
"Lho-lho!" sang suami terbelalak dan tiba-tiba tertawa. "Bagaimana sikapmu ini, Siu-moi, masa
berbantah dan berdebat segala. Memangnya kita musuh!"
"Ya, aku ingin musuh. Aku jengkel menunggu puteriku tak pulang-pulang. Aku ingin menumpahkan
marah!" lalu ketika wanita ini tersedu dan memukul-mukul suaminya maka maklumlah Han Han bahwa
isterinya ini ditekan kegelisahan, bukan gelisah seperti dulu menunggu datangnya Majikan Hutan Iblis
melainkan kegelisahan menunggu. puteri mereka yang tak pulang-pulang. Kegelisahan ini membawa cemas
dan tekanan jiwa, mencekam kerinduan yang tak kunjung lepas. Maka ketika ia memeluk isterinya itu dan
mengecup perlahan maka pemuda ini berkata bahwa bukankah semuanya itu sudah atas kehendak isterinya
sendiri.
"Ingat, apa yang kau lakukan dulu. Bukankah atas kehendakmu sendiri kau memberikan puterimu
kepada nenek itu. Kalau sekarang Giok Cheng belum pulang tentu karena kepandaiannya belum cukup, moi-
moi, bukan karena lupa kepada ayah ibunya. Sudahlah kau bersabar dan mari kita ke danau Tung-ting. Kita
memancing dan menghibur diri di sana."
"Tidak, tidak...., kali ini aku tak mau dihibur apapun. Aku tak mau mancing atau ke mana-mana. Aku
ingin menangis!" lalu ketika wanita itu menangis dan sesenggukan di pangkuan suaminya maka Han Han tak
dapat berbuat apa-apa selain menghela napas panjang pendek. Dan saat itu tiba-tiba terdengar bentakan dan
seruan di bawah gunung. Seorang tosu, berlari-lari dan menjatuhkan diri di depan suami isteri ini, napasnya
berkejaran.
"Han-siauwhiap, seorang gadis mencari-carimu dengan marah. Kami mencegahnya di bawah gunung
namun ia melempar dan membuat kami semua berpelantingan. Tolonglah, gadis itu mengamuk!"
Han Han terkejut. Ia mendorong dan melepaskan isterinya dan seketika hapuslah air mata di kedua
pipi nyonya itu. Wajah Tang Siu tiba-tiba terbakar, matanya melirik ganas kepada suami. Dan ketika ia
mendengus dan berkelebat lenyap maka nyonya itu berseru akan dilihatnya siapa gadis pengacau itu.
"Jangan-jangan kau main mata. Siapa yang mencari-carimu seserius itu, Han-ko, awas kalau pacar
simpanan!"
Wah! Han Han membelalakkan mata. Tak disangkanya setipis itu jalan pikiran isterinya di kala sesak
napas. Kerinduan kepada anak begitu cepatnya berkobar menjadi api cemburu. Ia disangka menyimpan pacar
gelap. Maka berkelebat dan menyusul isterinya cepat ia menangkap dan berseru,
"Siu-moi, omongan apa yang kau katakan ini. Pacar gelap apa. Aku tak mempunyai simpanan dan
kaulah satu-satunya orang yang kucinta!"
"Cih, lepaskan. Mulut lelaki biasanya memang begitu, Han-ko, di sini bilang begini di sana bilang lainKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
391 lagi. Aku tak percaya, lepaskan!"
Han Han terbelalak. Isterinya tampak marah benar dan meradang. Ia melepaskan tangannya dan
meluncurlah isterinya itu di bawah gunung. Dan ketika ia berdebar dan merasa mendongkol, siapa gadis di
bawah gunung itu maka ia berkelebat dan tiba-tiba mengambil jalan lain, memotong.
Ternyata ribut-ribut memang disertai perkelahian dan maki-makian para tosu. Seorang gadis baju
hijau, mencoreng mukanya dengan bedak hitam putih menghajar tosu-tosu Kun-lun yang menghadang jalan.
Ia ingin ke atas tapi murid-murid itu mencegah, dikeroyok tepi ikat pinggang hitam di tangannya meledak
dan membuat para tosu jatuh bangun. Dan ketika Han Han bersembunyi di balik sebatang pohon dan tak
lama kemudian sang isteri muncul, tertegun dan terbelalak di situ tiba-tiba Tang Siu meloncat dan
melancarkan pukulannya ke pundak gadis itu.
"Siluman dari mana ini berani mengacau Kun-lun. Robohlah!"
Gadis itu terkejut. Ia diserang dari samping dan tubuh si nyonya tahu-tahu menyambar bagai burung
walet, telapaknya menghantam pundak. Tapi ketika berkelit dan lawanpun luput maka Tang Siu semakin
meradang dan bertambah gusar, membalik dan menyerang lagi dan akhirnya gadis itu menangis. Ia
mengerakkan ujung ikat pinggangnya dan berteriaklah nyonya itu. Telapak Tang Siu bagai terbakar. Dan
ketika nyonya ini bergulingan meloncat bangun, matanya mendelik maka pedangpun dicabut dan sudah
menerjang lagi bagai harimau betina di ganggu anaknya.
"Bagus, lihai tapi sombong. Tapi jangan harap aku menyerah!"
Nyonya itu menyerang lagi dengan marahnya. Pedangnya menusuk dan menikam namun anehnya
gadis itu tersenyum-senyum mengelak maju mundur. Semua serangan pedang luput. Lalu ketika wanita itu
menjadi semakin marah dan gusar maka Tang Siupun melengking dan bergeraklah tangan kirinya dengan
pukulan-pukulan Kiam-ciang (Tangan Pedang), mendesing dan mengaung tiada ubahnya pedang sendiri
disertai ilmu meringankan tubuh Hui-thian-sin-tiauw (Rajawali Sakti Terbang Ke Langit). Biasanya kalau
sudah begini lawanpun akan roboh dan pusing tak mampu mengikuti gerakannya. Hui-thian-sin-tiauw adalah
ilmu suaminya yang dipelajari cukup matang. Tapi ketika gadis itu juga bergerak sama cepat dan ikat
pinggang menotok dan mengenai pergelangannya maka sang nyonya menjerit dan pedangpun terlepas, kaget
melempar tubuh bergulingan tapi celakanya senjata seperti ular itu terus mengejarnya, siap merobohkan dan
menotok punggungnya. Dan ketika Han Han tak dapat menahan diri lagi melihat isterinya dalam bahaya
maka pendekar inipun berkelebet keluar membentak dan menangkis gadis itu.
"Plak-plak!"
Han Han terpental dan berjungkir balik melayang turun. Ia kaget merasa telapaknya terbakar
sementara gadis itu hanya terhuyung sedikit. Cepat ia mengerahkan sinkang melenyapkan rasa panas di
ujung jari-jarinya itu. Lalu ketika ia menangkap isterinya yang baru meloncat bangun, melotot dan merah
padam maka ia membentak dan maju mendekati, suaranya keren dan penuh wibawa,
"Siapa kau dan dari mana berasal. Ada apa mencari aku dan kenapa ribut-ribut dengan para tosu dari
Kun-lun. Katakan maksudmu dan jangan main-main di sini!"
Aneh, gadis itu tiba-tiba terkekeh. Tawanya yang lepas bebas memperlihatkan sederet giginya yang
putih bersih, sepasang lesung pipit juga tampak di sudut pipi dan Tang Siu terbakar melihat sikapnya. Kalau
saja suaminya tak bersikap sekeren itu tentu ia dihanguskan cemburu. Gadis ini sesungguhnya cantik sekali.
Entah apa maksudnya mencoreng muka dengan bedak hitam putih. Lalu ketika ia menahan marah sementara
suaminya menekan telapaknya agar tetap tidak bergerak, gadis itu berseri-seri maka tiba-tiba ia menghapus
mukanya dan lenyaplah bedak yang sengaja dibuat belang-belonteng itu.
"Apakah ayah dan ibu tidak mengenal. Cobalah lihat!"
Bukan main terkejutnya Tang Siu. Wajah itu tiba-tiba begitu bersih dan benarlah dugaannya bahwa
gadis di depannya ini memang cantik sekali. Tubuhnya yang tinggi semampai dan mata yang hidup
bergerak-gerak itu amatlah indahnya. Giok Cheng! Maka ketika ia menyebut dan menubruk puterinya itu
maka sang suami juga mendelong namun tiba-tiba tertawa lebar.
"Giok Cheng, nakal kau!"
Gadis itu sudah disambut ayah ibunya. Ia tertawa-tawa dan menciumi ibunya dengan sikap nakal
seorang anak. Bukan main haru dan gemasnya Tang Siu. Maka ketika wanita ini mencubit dan menampar
punggung puterinya itu iapun berseru kenapa anak gadisnya itu berbuat seperti itu.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
392 "Aku hanya ingin menunjukkan kepada ayah ibu kemajuan yang telah kucapai, tidak ada maksud lain.
Kalau ibu marah, boleh pukul dan maki-maki aku."
"Ah, dasar bengal. Tahukah kau betapa ibumu dibakar cemburu, Giok Cheng, mengira ayahmu
didatangi pacar baru menuntut tanggung jawab."
"Apa?"
"Tanya ibumu itu."
"Hi-hik!" dan ketika gadis ini memeluk dan menciumi ibunya lagi maka Giok Cheng terkekeh-kekeh
memandang ibunya ini, geli dan haru bahwa ibunya begitu perasa. Sang ayah segera berkata bahwa semua
itu karena ketidakhadirannya, betapa sang ibu rindu dan mudah marah-marah. Dan ketika berkelebat
beberapa bayangan dan muncullah tokoh-tokoh Kun-lun maka Han Han cepat menjura dan melepaskan
puterinya.
"Siancai, pinto mendengar ribut-ribut. Ada apa seorang gadis mencari-cari Han-siauwhiap. Inikah
kiranya!"
"Maaf," Han Han memandang ketua Kun-lun itu. "Ini gara-gara ulah puteriku, totiang. Ia ternyata
Giok Cheng dan menggoda kami ibu dan ayah. Inilah si bengal itu!"
Sang ibu buru-buru menyuruhnya memberi hormat. "Ayo, itu Keng Hwat Taisu ketua Kun-lun.
Cepatlah minta maaf atau Taisu mengemplang kepalamu nanti!"


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha!" Keng Hwat Taisu tertawa gembira. "Tak apa, Giok Cheng, pinto sudah tahu. Kalau tidak
begini tentu ayah ibumu tak tahu kemajuanmu. Ah, pinto melihat seranganmu tadi ketika ditangkis ayahmu.
Ayahmu terpental berjungkir balik. Hebat, ini kiranya gemblengan gurumu Hek-i Hong-li!"
Giok Cheng memberi hormat malu-malu. Setelah semua orang keluar dan ia dijadikan pusat perhatian
tiba-tiba iapun menjadi jengah, apalagi ketika rata-rata para tosu kagum memandang kecantikannya.
Maklumlah, ia sekarang seorang gadis mekar yang telah mulai semerbak. Ayah ibunya sendiri bangga
melihat dirinya itu. Tapi ketika Keng Hwat Taisu mempersilakannya naik dan memintanya berbicara di atas,
biarlah ayah dan ibunya melepas rindu maka gadis ini lega terlepas dari rasa jengah.
"Pinto gembira, benar-benar gembira. Silakan kalian ke atas dan berbincang-bincanglah melepas
rindu. Pinto akan. kembali bersama para murid."
Han Han mengangguk. Akhirnya ia mengajak puterinya ini ke tempat tinggal mereka. Di atas gunung
Keng Hwat Taisu memberikan rumah khusus untuk mereka. Maka ketika ia mengajak puterinya naik
sementara para tosu juga kembali ke tempat masing-masing maka di sini Tang Siu memeluk dan mencium
puterinya itu, haru dan basah air mata.
"Aku menunggu-nunggumu pulang, kenapa baru sekarang. Mana Su Giok yang menjadi sucimu itu,
Giok Cheng, mana pula subomu yang hebat itu. Apakah mereka baik-baik saja."
"Baik-baik saja, tak ada apa-apa. Aku datang karena baru sekarang subo memberiku ijin, ibu. Akupun
juga rindu tapi mau apalagi. Kepandaianku belum cukup."
"Tapi kau sudah dapat mengalahkan ibumu. Ayahmupun agaknya dapat kau kalahkan!"
"Hm, menghadapi kalian mungkin saja aku menang. Tapi aku masih merasa bodoh, ibu, terutama......
terutama setelah bertemu Sin Gak!"
"Ah, kau bertemu anak itu? Bagaimana dia? Gagah dan tampan seperti ayahnya? Bagus, aku ingin
melihatnya, Giok Cheng. Ia calon jodohmu!"
Akan tetapi wajah itu tiba-tiba terbakar. "Tidak!" seruan Giok Cheng mengejutkan ayah ibunya.
"Urusan jodoh sebaiknya diserahkan kepadaku, ibu, aku tak suka pemuda itu dan benci kepadanya. Aku
datang justeru untuk memberi tahu ini. Beritahukanlah kepada paman Giam Liong bahwa perjodohan
diputuskan, batal!"
"Giok Cheng!" sang ibu mencelat bangun. "Apa arti kata-katamu ini. Apa yang dilakukan pemuda itu.
Masa seenakmu saja memutuskan perjodohan sepihak!"
"Ia telah mempunyai calon pendampingnya sendiri," Giok Cheng terisak, tiba-tiba menubruk ibunya
ini. "Sin Gak mengkhianati ikatan jodoh itu, ibu. Ia menyakiti hatiku!" Lalu ketika gadis ini tersedu-sedu danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
393 dipandang terbelalak maka Han Han yang juga terkejut dan berdiri dari kursinya segera mengedip agar sang
isteri tak bicara soal itu dulu.
"Anak kita baru datang, sebaiknya jangan bicara yang berat-berat. Sudahlah kita bicarakan yang lain
dan ganti saja. Besok atau kapan dapat ditanyakan."
Giok Cheng akhirnya lega. Sang ayah ternyata begitu bijak dan mampu meringankan pikirannya. Tak
dapat disangkal bahwa bicara tentang Sin Gak selalu membuatnya sakit dan terbakar. Ia cemburu sekali
teringat gadis lihai di samping pemuda itu, Bi Hong. Maka ketika pertemuan itu tak diganggu urusan Sin
Gak dan mereka dapat bicara yang lain maka baru pada hari ketiga Giok Cheng ditanya ibunya lagi. Kali ini
sang ayah sengaja di luar rumah.
"Coba kau katakan lagi tentang pemuda itu. Apa yang dilakukan."
"Hm!" gadis ini mengepal tinju. "Aku mula-mula gembira bertemu dengannya, ibu, bukan karena ia
calon jodohku melainkan karena putera paman Giam Liong muncul. Bukankah ibu bilang bahwa anak itu
hilang dibawa orang."
"Ya-ya, lalu bagaimana? Di mana pertemuan itu?"
"Di Hek-yan-pang....."
"Eh, di tempat tinggal kita? Begitu kebetulan?"
"Tidak kebetulan, pemuda itu memang sengaja datang untuk mencari ayahnya. Bibi Cu Pin yang
bercerita tentang ini."
Gadis itu lalu menceritakan pertemuannya dengan Sin Gak. Ia berkata bahwa Sin Gak membantu Hek-
yan-pang menghalau Majikan Hutan Iblis, betapa mereka bertemu karena saat itupun ia datang bersama
sucinya Su Giok untuk mencari ayah ibunya ini. Tapi belum ia melanjutkan tiba-tiba ibunya bertanya
melotot,
"Majikan Hutan Iblis? Jahanam itu keluar lagi? Ah, hidup benar-benar tak tenang kalau setan ini
masih berkeliaran, Giok Cheng. Tapi bagaimana akhirnya!"
"Ia melarikan diri, Sin Gak mengalahkannya....."
Sang ibu semakin melotot lagi. "Sin Gak, ia mengalahkannya?"
"Ya, ia mengalahkannya, ibu, setidak-tidaknya gentar setelah bertanding dengan pemuda itu. Sin Gak
memang hebat, ia murid supek Sian-eng-jin!"
Tang Siu mendecak takjub. Tiba-tiba saja ia ingin bertemu pemuda itu tapi teringat urusan puterinya
mendadak ia tak puas. Hawa marah mulai memancar. Dan ketika ia bertanya bagaimana selanjutnya maka
Giok Cheng berkata bahwa selanjutnya pemuda itu ditemani seorang gadis lain yang amat lihai.
"Aku tak tahu siapa namanya tapi mereka tampak begitu akrab, bahkan Sin Gak membela temannya
ini. Aku terbakar!"
"Hm-hm, pamanmu Giam Liong harus memberi pelajaran kepada puteranya itu. Lalu bagaimana!"
pergi bersama gadis itu, meninggalkan Hek-yan-pang."
"Dan ia tidak tahu ikatan jodoh ini?"
"Tahu, ibu. Bibi Cu Pin sudah memberitahunya. Tapi begitulah, ia pergi bersama gadis itu dan tidak
menghiraukan aku. Karena itu putuskan saja perjodohan itu dan katakan kepada paman Giam Liong bahwa
puteranya tergila-gila kepada gadis siluman lain!"
"Hm-hm, baik, akan kuputuskan ikatan jodoh itu. Kalau perlu kudamprat bapaknya. Tapi anak itu juga
harus diberi adat!"
Akhirnya malam harinya nyonya ini bicara kepada suaminya, Han Han mendengarkan dengan alis
berkerut.
"Coba artikan itu apakah bocah itu tidak kurang ajar. Kalau ia memang tidak suka kepada Giok Cheng
tak perlu menun jukkan calonnya begitu rupa, suamiku, apalagi katanya menggandeng-gandeng segala.
Apakah Giok Cheng tak dapat pula digandeng-gandeng pemuda lain. Congkak benar pemuda itu. PerjodohanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
394 harus diputuskan, aku mendukung puteriku!"
"Hm, mana Giok Cheng. Apakah ia sudah tidur."
"Ia beristirahat di kamarnya. Ia tak mau diikatkan lagi dan kita harus memaklumi. Wanita mana tak
panas hatinya melihat calon suami runtang-runtung dengan wanita lain. Cih, apa maunya bocah itu. Jangan
mentang-mentang sudah berkepandaian tinggi lalu berlagak dan sombong di depan kita!"
"Sabar, jangan terburu nafsu. Hal ini baru kita dengar sepihak dari anak kita, niocu. Mestinya kita juga
harus menyelidiki dan mendengar dari pihak lain. Kupikir hal ini harus dibicarakan secara hati-hati."
"Eh, kau tak percaya anakmu sendiri? Kau menyangsikannya dan masih ragu?"
"Bukan begitu. Masalah jodoh adalah masalah yang sensitif, isteriku, kau tahu ini. Kita sebagai orang-
orang tua tak boleh begitu saja terpengaruh oleh cerita anak-anak muda. Giok Cheng bisa saja emosi."
"Bagus, emosi! Coba kau katakan bagaimana sikapku kalau kulihat kau bergandengan tangan dengan
wanita lain. Apakah aku duduk tersenyum-senyum dan memberikan cium manisku untukmu!"
"Sabarlah," Han Han hampir tertawa. "Inipun emosi yang terlalu meledak-ledak, isteriku. Kalau Giok
Cheng ingin memutuskan ikatan jodoh tentu saja tak dilarang, hanya semuanya ini harus berjalan baik-baik.
Lagi pula pemutusan ini harus dilandasi rasa tak suka......"
"Ya, siapa suka melihat pemuda itu bergandengan mesra dengan gadis lain. Darah siapa tak akan
mendidih!"
"Hm, kau selalu memotong. Maksudku bukan begitu, niocu. Rasa tak suka di sini adalah tiadanya rasa
cinta. Sekarang aku ingin tahu apakah puteri kita itu tak mencintai Sin Gak."
"Tentu saja tak mencintai. Kalau Sin Gak bermesraan dengan gadis lain maka puteri kita tak ada rasa
cinta, suamiku, masa harus merunduk-runduk dan mengemis belas kasihan!"
"Kau seperti air panas saja, mendidih. Baiklah bagaimana kalau misalnya semua itu keliru. Maksudku
bagaimana kalau gadis teman pemuda itu bukanlah kekasih." Sang isteri tertegun, tapi tiba-tiba menggeleng.
"Tak mungkin," serunya. "Hal itu tak mungkin, suamiku. Sin Gak sudah terang-terangan melakukannya di
depan Giok Cheng!"
"Dan puteri kita tahu bahwa itu benar-benar kekasih Sin Gak? Dia sudah yakin dan bertanya sendiri?"
"Tak ada wanita yang mau bertanya sejauh itu. Itu bukan urusan Giok Cheng!
"Nah, dan ini kewajiban kita menanyai pemuda itu. Kalau Giok Cheng belum mendapat jawaban
sendiri bahwa gadis itu kekasih atau sekedar teman biasa maka hal ini masih kuragukan, isteriku. Karena itu
tugas kita untuk menanyakannya nanti. Kupikir hal ini harus diselesaikan dengan kepala dingin!"
Nyonya ini uring-uringan. "Kau agaknya enggan melepaskan ikatan jodoh ini. Apakah tak ada pemuda
lain yang lebih hebat dari pemuda itu!"
"Bukan begitu, melainkan justeru memberikan kasih sayang kita kepada anak. Kalau Giok Cheng tak
mencintai Sin Gak tak mungkin sekeras itu ia marah-marah, niocu. Ini gejala cemburu yang berasal dari
cinta. Coba kau lihat bagaimana dirimu sendiri kalau marah-marah karena cemburu. Bukankah cemburu
pertanda adanya cinta!"
Sang nyonya terkejut.
"Nah, benar, bukan? Karena itu aku memiliki kepercayaan bahwa sesungguhnya puteri kita mencintai
Sin Gak. Ia marah dan cemburu karena cintanya merasa diganggu. Dan kalau Sin Gak ternyata hanya
berkawan biasa maka hancurlah masa depan puteri kita yang akan kecewa selama-lamanya, dan aku tak mau
hal ini terjadi."
Terdengar isak tangis di kamar lain. Han Han, yang bicara blak-blakan dengan suara sedikit keras ini
sengaja membiarkan begitu agar didengar puterinya. Padahal, seandainya ia bicara bisik-bisikpun pasti Giok
Cheng akan menangkap pembicaraan. Gadis ini sesungguhnya pura-pura beristirahat tapi diam-diam
mengerahkan pendengaran. Siapa tak tertarik kalau orang tua membicarakan urusan jodoh, apalagi kalau
pemuda idaman adalah orang yang dicinta. Maka ketika tiba-tiba gadis itu terpukul karena semua kata-kata
ayahnya tepat, sesungguhnya ia cemburu dan panas tak mau ada wanita lain di sisi Sin Gak maka GiokKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
395 Cheng tersedu-sedu dan menutupi mukanya dengan bantal, mengguguk!
Namun gadis ini cukup berhati-hati agar tangisnya tak didengar ayah ibunya. Di kamar sana sang ibu
akhirnya tersudut oleh kata-kata ayahnya, betapa Sin Gak harus ditanya dulu dan diminta kepastiannya. Dan
ketika malam itu Tang Siu termangu-mangu oleh penjelasan suaminya yang sabar dan sareh akhirnya
diambil kesepakatan bahwa Giam Liong dan puteranya akan ditunggu.
"Baiklah, kita hadapi mereka nanti. Namun kalau benar pemuda itu sudah mempunyai kekasih maka ia
perlu kita damprat, ayahnya juga. Tak boleh mereka seenaknya begitu mempermalukan anak kita!"
"Hm, Giam Liong bertapa di Guha Hitam. Kalau ia tak datang dan puteranya tak kemari biarlah aku
yang membangunkannya di sana. Tapi pemuda itu pasti mencari ayahnya, dan sebaiknya kita tunggu saja di
Hek-yan-pang."
"Kita kembali ke Hek-yan-pang?"
"Ya, untuk apalagi tinggal di sini? Anak kita Giok Cheng telah kembali, niocu, dan iapun dapat
menghadapi Majikan Hutan Iblis. Kita tak perlu gentar lagi. Dan tak enak rasanya bicara tentang perjodohan
di rumah orang lain."
Tang Siu setuju. Memang tak enak juga kalau Giam Liong dan puteranya datang di situ bicara tentang
Giok Cheng. Kun-lun bukanlah tempat mereka dan kurang sopan menyambut tamu, sementara mereka
sendiri juga tamu. Dan ketika di ambil kesepakatan bahwa mereka kembali ke Hek-yan-pang maka Keng
Hwat Taisu tak dapat menahan keluarga ini.
"Sebelumnya mohon maaf bahwa kami sekeluarga hendak kembali. Puteri kami Giok Cheng telah
datang, totiang, dan kami ingin menata lagi kehidupan di sana. Kami akan kembali ke Hek-yan-pang, dan
banyak terima kasih atas kebaikan totiang semua yang telah memperkenankan kami berlibur di sini."
"Ah, siauwhiap tak perlu sungkan. Isterimu bukan orang lain, siauwhiap, kapan saja kalian datang
Kun-lun terbuka untuk kalian sekeluarga. Baiklah, pinto mengerti ini, selamat jalan."
Tang Siu mengucapkan terima kasihnya pula. Keng Hwat Taisu adalah supeknya dan Giok Chengpun
memberi hormat. Diam-diam gadis ini berdebar. Tentu saja ia tahu maksud ayahnya yang akan menunggu
Sin Gak dan ayahnya di Hek-yan-pang. Maka ketika mereka berangkat dan meninggalkan tempat itu maka
kepergian merekapun dipandang sayang oleh tosu-tosu Kun-lun yang agak kehilangan semangat ditinggalkan
keluarga pendekar ini. ketika mereka lenyap dan meluncur di bawah gunung maka Keng Hwat Taisupun
kembali ke kamarnya duduk bersila.
-0- Tiga hari kemudian datanglah sepasang ayah dan anak di tempat itu. Sang ayah buntung sementara
pemuda di sebelahnya gagah dan tampan. Itulah Giam Liong dan puteranya, Sin Gak. Ke Ke Cinjin masih
mengiringi tapi tosu ini cepat mendahului melapor, ia menemui ketuanya. Dan ketika Keng Hwat Taisu
muncul dan berseri memandang jago buntung ini segera Giam Liong menyatakan maksud kedatangannya
bahwa ia ingin menemui saudaranya Han Han. Sin Gak perkenalkan sebagai puteranya dan ayah serta anak
tampak berseri-seri, terutama Giam Liong.
"Kami berdua mengganggu totiang. Maafkan kedatangan kami karena kami ingin bertemu Han Han.
Ke Ke Cinjin mengatakan bahwa saudaraku itu di sini. Harap totiang mempertemukan kami dan ijinkanlah
kami bercakap-cakap."
"Ha-ha, kau sudah bangun dari tapamu. Ah, wajahmu semakin memancarkan cahaya terang, Sin-
siauwhiap. Agaknya permintaanmu dikabulkan Yang Maha Kuasa. Siancai, pinto gembira melihat kau tapi
sayang sekali Han-siauwhiap sudah pulang tiga hari yang lalu. Puterinya juga ikut!"
"Hm, Han Han sudah bertemu puterinya?"
"Benar, dan mereka tampak bahagia sekali. Katanya mereka menunggumu di Hek-yan-pang!"
Giam Liong memandang puteranya ini, berkerut kening. "Bagaimana?" tanyanya. "Kita ke sana
sekarang?"
"Terserah ayah," Sin Gak tersipu menunduk. "Kalau kita sekarang juga aku tentu mengiringi, ayah.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
396 Boleh saja kita kembali dan berputar."
"Wah!" Keng Hwat Taisu menggoyang lengan. "Jangan buru-buru. Adalah kebahagiaan besar bagi
pinto dan para murid mendapat kunjungan kalian. Beristirahatlah barang sehari dua dan kita bercakap-
cakap!"
"Hm," Giam Liong tak enak juga. "Kalau begitu permintaanmu baiklah kupenuhi, totiang, terima
kasih. Tapi cukup sehari saja dan biarlah besok kita melanjutkan perjalanan."
Kakek itu terkekeh. Ia gembira menerima si buntung ini dan segera mereka bercakap-cakap. Giam
Liong mendapat tempat di bekas Han Han, kebetulan dia di kamar itu sementara Sin Gak di bekas kamar
Giok Cheng! Dan karena ayahnya masih ngobrol dengan ketua Kun-lun dan ia beristirahat di kamar ini maka
jantung di dada Sin Gak berdegup kencang ketika secara tak sengaja ia menemukan sebuah saputangan
harum di bawah bantal. Di sudut kiri bawah terdapat sulaman benang emas bertuliskan huruf "Giok Cheng"!
Sin Gak tak dapat tidur. Akhirnya ia tahu bahwa kamar di mana ia beristirahat adalah bekas kamar
Giok Cheng. Seorang tosu muda memberi tahu itu. Dan ketika sampai larut malam ia hanya membolak-
balikkan tubuh di atas pembaringan maka tiba-tiba ia tersentak ketika lagi-lagi secara tak sengaja melihat
guratan halus di dinding pembaringan yang menyebutkan "Aku benci Sin Gak"!
Tergetarlah pemuda ini. Teringatlah ia akan wajah Giok Cheng yang cantik bertubuh ramping itu,
wajah dengan sepasang mata bulat dan lesung pipit di kedua pipi. Dan teringat gadis ini iapun tiba-tiba
teringat Bi Hong. Hm!
Sin Gak semakin susah tidur. Kalau saja ia tak tahu bahwa kamar yang dihuninya adalah bekas kamar
Giok Cheng barangkali ia tak akan bolak-balik seperti itu. Dan saputangan itu, juga guratan di dinding itu!
Maka ketika ia gelisah tak dapat tidur akhirnya pagi-pagi sekali ayahnya mengetuk pintu kamar, heran
melihat puteranya ini tampak kusut dan sembab.
"Kau seakan habis begadang semalam suntuk saja. Apakah tidak tidur!"
"Hm, aku tak dapat tidur. Entahlah aku gelisah tak keruan, ayah, seakan menyongsong sesuatu yang
menakutkan saja. Aku enggan ke Hek-yan-pang."
"Eh, tak boleh begitu. Kau ingin kuperkenalkan kepada pamanmu Han Han, juga bibimu Tang Siu.
Lagi pula aku ingin tahu seberapa cantik Giok Cheng sekarang. Ah, aku ingin tahu gadis itu!"
Sin Gak ogah-ogahan. Akhirnya ia mencuci muka dan ayahnya mengajaknya pamit. Keng Hwat Taisu
menunggu tamunya itu. Dan ketika mereka pamit dan turun gunung, hari masih pagi maka sang ayah tertawa
melihat puteranya seperti gugup. Ke Ke Cinjin tak ikut lagi karena sudah cukup mengganggu.
"Seperti itulah ayahmu di kala muda. Dulu aku juga gugup tapi senang bertemu ibumu, Sin Gak, cinta
memang selalu begitu. Berdebar-debar nikmat. Tenang sajalah, mereka pasti menyambut baik-baik!"
Pemuda ini diam saja. Di saku bajunya tersimpan benda-benda itu, saputangan Giok Cheng dan
guratan di dinding. Ia mencongkel dan mengambil ini. Dan ketika perjalanan terus dilanjutkan dan perihal
Giok Cheng sudah diketahui Giam Liong, puteranya sudah bercerita maka beberapa hari kemudian mereka
sudah menginjak wilayah Hek-yan-pang. Dan tempat itu ternyata sudah ramai kembali, penuh orang dan
hilir-mudik para murid baik laki-laki maupun wanita.
Kedatangan ayah dan anak cepat diketahui dan bersorak-soraklah para murid menyambut gembira.
Giam Liong mengangguk-angguk dan melambaikan tangan. Mereka diantar dan menyeberangi telaga
menuju pulau kecil di tengah itu. Di sana tampak menyambut Han Han dan isterinya. Dan ketika Giam Liong
meloncat turun dan Han Han meloncat merangkulnya maka adalah nyonya rumah berwajah gelap dan tidak
tampak bersahabat. Mata wanita itu bersinar-sinar dan bahkan berapi memandang Sin Gak, pemuda di
samping ayahnya itu!
Jilid XXVIII
"SELAMAT datang. Aduh, lama kau tak menampakkan dirimu, Giam Liong. Syukur tak ada sesuatu
mengganggu dirimu. Ha-ha, ini tentu puteramu Sin Gak seperti diceritakan Cu Pin itu. Wah, gagah dan
tampan seperti ayahnya. Mari masuk........ masuk!"
Berbeda dengan isterinya yang bermuka gelap dan berapi memandang Sin Gak maka tuan rumahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
397 berseri-seri dan justeru gembira bukan main. Han Han telah menyambut Giam Liong dan merangkul erat
saudaranya ini. Mereka memang sudah seperti sekandung saja, tidurpun pernah sekamar. Dan ketika Sin Gak
cepat memberi hormat kepada pamannya ini, kagumlah dia akan sikap ramah dan tawa yang hangat itu maka
tuan rumah melepaskan ayahnya menghadapi pemuda ini. Han Hanpun kagum akan keponakannya ini, diam-
diam melihat sorot mata mencorong dan sekali beradu pandang maklumlah dia bahwa pemuda ini orang
yang berisi.
"Masuklah, tak usah sungkan-sungkan. Cu Pin telah menceritakan semuanya kepadaku, Sin Gak, dan
aku berterima kasih atas bantuanmu kepada mereka. Marilah, kita masuk!" berkata begini tuan rumah
menahan tubuh si pemuda yang membungkuk memberi hormat. Han Hanpun mengerahkan sinkangnya
untuk menggagalkan maksud pemuda itu, di samping merasa tak perlu juga tentu saja menguji putera Si
Naga Pembunuh ini. Tapi ketika ia terkejut betapa tenaganya tertolak oleh tenaga pemuda itu, sinkangnya
dilawan sinkang amat kuat hingga ia tak mampu mencegah maka pemuda itu tetap menjura dan berkata
kepadanya, seakan tak perduli atau pura-pura tak tahu perbuatannya tadi.
"Harap paman maafkan aku. Kalau ada sesuatu yang tak patut kulakukan harap paman memberi tahu.
Bantuanku kepada bibi Cu Pin tak ada artinya, mungkin ia terlalu berlebihan."
"Ha-ha, hebat!" Han Han menarik cepat tangannya itu. "Kau rendah hati dan luar biasa, Sin Gak, tak


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memalukan ayahmu sebagai putera seorang gagah perkasa. Ayo, masuk dan kita bicara di dalam!"
"Nanti dulu, biar ia tahu bahwa ini bibinya Tang Siu," Giam Liong berkata dan tiba-tiba menahan
sejenak. "Inilah bibimu yang kuceritakan itu, Sin Gak, iapun wanita perkasa murid Kun-lun!"
"Ha-ha, benar. Tapi tak ada artinya dibanding ayahmu. Aih, aku lupa dan perkenalkan juga!"
Sorot benci itu meredup sejenak. Dipandang suaminya dan Giam Liong tentu saja wanita ini tak
memperlihatkan lagi sinar kemarahannya. Hanya Sin Gaklah yang tahu betapa dia amat tak senang. Maka
ketika pemuda itu menjura dan membungkuk di depannya nyonya ini cepat mengibaskan lengan.
"Sudahlah, mari masuk dan aku sudah tahu. Biar kusiapkan minuman untuk kalian dan harap bicara di
dalam."
Han Han belum curiga sikap isterinya. Giam Liongpun belum tahu karena sesungguhnya yang tahu
hanya Sin Gak. Pemuda itulah yang mendapat bidikan langsung, dialah yang merasakan. Maka ketika
nyonya rumah meninggalkan tamunya dan Han Han mengajak ke dalam maka asyiklah mereka terlibat
percakapan hangat, sampai akhirnya Giam Liong menanyakan mana adanya Giok Cheng.
"Oh, dia? Ha-ha-ha, biar kutanya ibunya!" tepat di saat sang nyonya menghidangkan minuman Han
Hanpun bertanya, "Hei, mana puteri kita Giok Cheng, niocu. Panggil dan suruh menghadap pamannya Giam
Liong. Masa ia tak muncul!"
"Giok Cheng sedang berburu bersama temannya. Maaf ia belum dapat kupanggil, suamiku. Silakan
minum dulu dan aku sibuk di dapur."
Han Han tertegun. Ia teringat bahwa puterinya tadi masih di kamar, masa begitu cepat tiba-tiba pergi.
Namun karena mungkin malu bertemu Sin Gak, calon jodoh yang sudah ditunangkan maka ia tersenyum dan
tertawa, lagi-lagi belum curiga.
"Ah, anak itu benar-benar seperti bocah kecil saja. Baiklah, tak apa. Tapi setelah kaupun selesai harap
ke sini, niocu, temani tamu kita dan ngobrol bersama!"
"Tak usah repot-repot," Giam Liongpun tersenyum dan belum curiga. "Kedatangan kami bukan untuk
disambut makanan enak, Tang Siu. Apapun kami mau asal suasana ini tetap hangat dan gembira."
"Ha-ha, benar. Ah, sudahlah biarkan ia di dapur dan aku ingin bebek panggang untuk hari ini.
Masaklah yang lezat dan undang kami secepatnya begitu selesai!"
Nyonya rumah membalik dengan satu kilatan ke arah Sin Gak. Lagi-lagi dua pria itu tak melihatnya
dan Sin Gak tergetar. Kilatan mata itu begitu penuh benci dan marah, pemuda ini menunduk dan menekan
perasaannya yang tidak enak. Tiba-tiba saja ia merasa dadanya tak enak.
Sesak! Maka ketika ayah dan pamannya bercakap-cakap dan iapun sendiri di situ, bangkitlah pemuda
ini meminta ijin maka Sin Gak pura-pura ingin menemui Cu Pin, juga beberapa murid lain yang pernah
dikenalnya di situ.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
398 "Ah, boleh, silakan. Cu Pin ada di belakang, Sin Gak, masuk saja. Biar aku bercakap-cakap dengan
ayahmu!"
Pemuda ini mengangguk. Ia melihat betapa pamannya Han Han itu benar-benar seorang pria ramah
yang cukup menyenangkan. Kalau saja sikap isterinya juga begitu! Maka ketika ia berkelebat dan
membiarkan ayahnya bercakap-cakap maka pemuda ini bukannya menuju belakang melainkan justeru keluar
menyeberangi pulau.
Beberapa murid menyapanya dan pemuda ini mengangguk dingin. Sikap nyonya rumah membuatnya
marah juga. Dingin dibalas dingin! Dan ketika para murid itu tertegun melihat sikapnya yang acuh seperti itu
maka merekapun gentar dan surut tak berani mengajak bercakap-cakap.
Sin Gak menuju hutan kecil di luar Hek-yan-pang. Diam-diam ia tak percaya kalau Giok Cheng ke
hutan. Masa ada tamu kok malah pergi. Maka bermaksud menyelidiki kebenaran itu dan mengintai diam-
diam iapun hendak membuktikan kata-kata nyonya rumah dan hutan itu ternyata sepi-sepi saja. Tak ada Giok
Cheng di situ, tak ada orang berburu! Dan ketika ia berhenti dan kebetulan tiba di tempat di mana dulu ia
berpisah dengan Bi Hong maka di sini pemuda itu tertegun di sebatang pohon dan saat itu secara tak diduga
mendadak muncullah gadis berbaju hitam putih itu, tersenyum dan muncul di balik pohon besar di mana ia
hendak duduk!
"Bi Hong!"
Gadis itu tersenyum dengan amat manisnya. Sin Gak benar-benar terkejut dan membelalakkan
matanya dan ia kaget sekali. Sungguh tak diduganya di belakang pohon itu ada gadis ini. Maka ketika ia
tertegun dan gadis itu melangkah lembut maka gadis ini mengangguk dan menyapanya pula. Senyum manis
itu mengembang disertai sepasang bola mata indah berseri-seri.
"Ya, aku, Sin Gak. Ada apa kau di sini dan kenapa pula di tempat bekas perpisahan kita ini. Apa yang
kau cari."
"Aku, eh...... aku....." Sin Gak tergagap. "Aku mencari Giok Cheng, Bi Hong, katanya berburu. Tapi
gadis itu tak ada di sini, ibunya bohong!"
"Hm, kau mencari gadis itu? Kau mencari tunanganmu itu?"
Pemuda ini tergetar. Sepasang mata bola yang tadi berseri dan indah itu mendadak lenyap terganti
sikap dan pandang mata dingin. Bi Hong tiba-tiba menjadi kaku dan tidak senang. Tapi karena ia mencari
gadis itu semata membuktikan omongan ibunya maka ia menggeleng menarik napas dalam.
"Aku mencari hanya untuk membuktikan kata-kata ibunya saja. Tentang tunangan, ah...... rasanya tak
mungkin!"
Aneh, sepasang mata itu tiba-tiba berseri lagi. Bi Hong yang tadi gelap mendadak cerah. Mulut yang
cemberut dan ditekuk itu sekarang berubah ceria. Senyum itu mengembang lagi. Dan ketika Sin Gak merasa
diaduk-aduk dan tak keruan rasanya maka gadis ini melempar tubuh duduk di rumput tebal. Gadis itu
terkekeh.
"Hi-hik, kenapa tak mungkin, Sin Gak. Bukankah ia calon jodohmu. Orang tua kalian sudah saling
menjodohkan. Ia cantik dan gagah, kenapa tak mungkin!"
"Entahlah," Sin Gak duduk dan tak terasa mengikuti gadis ini, seakan dihipnotis. "Ibunya begitu benci
dan tak senang kepadaku, Bi Hong. Mungkin ada kesalahan yang kulakukan."
"Kesalahan apa! Kau pemuda baik-baik dan tahu menjaga perasaan orang. Kalau kedatanganmu
disambut muka gelap dan bibir cemberut maka itu bukan salahmu. Kulihat itu tadi di dalam pulau!"
"Eh, kau tahu?" Sin Gak terkejut. "Berarti sudah lama kau di sini, Bi Hong, apa yang kau cari!"
Gadis ini memandang Sin Gak, lalu tiba-tiba melengos. "Entahlah, aku tak tahu apa yang kucari
karena tiba-tiba saja aku ingin datang ke sini."
"Bi Hong......" Sin Gak tiba-tiba berdebar. "Kau tahu bahwa kira-kira aku ke sini? Firasatmu
mengatakan bahwa aku pasti ke sini?"
Gadis itu menunduk, menggeleng. "Aku tak tahu, Sin Gak. Mungkin begitu, mungkin juga tidak. Yang
jelas, aku....... aku tak tenang......"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
399 "Karena apa?"
"Aku juga tak tahu....."
"Eh, kalau begitu sama!"
"Apanya yang sama?"
"Perasaan tak tenang itu, rasa gelisah itu. Aku juga tak tenang dan tahu apa yang menyebabkan aku
tiba-tiba begini!"
"Hm, bagaimana perasaanmu sejak kita terpisah."
"Gundah."
''Apa yang kau ingat-ingat? Gadis kekasihmu itu?"
"Hm, jangan bicara tentang Giok Cheng. Aku waktu itu mencari dan ingin menemukan ayahku, Bi
Hong. Barangkali untuk ini aku gelisah."
"Kau....... kau tak ingat aku?"
Sin Gak berdesir. Kata-kata itu diluncurkan begitu saja dan iapun terkejut. Bukan hanya Sin Gak akan
tetapi Bi Hong sendiri tampaknya juga terkejut. Ia seakan tak sadar saja bicara seperti itu, muka gadis inipun
tiba-tiba menjadi merah. Akan tetapi ketika Sin Gak mengangguk dan bicara jujur maka iapun gembira
meskipun semburat.
"Ya, aku selalu teringat kau. Mungkin galakmu itu, ketika kau marah-marah kupegang tanganmu!"
Kekeh tertahan terdengar lepas. Bi Hong meloncat bangun dan tiba-tiba memutar tubuh, lari dan
meninggalkan pemuda itu. Lalu ketika Sin Gak terkejut dan berseru memanggil maka pemuda inipun bangkit
berdiri dan mengejar.
"Hei, ada apa, Bi Hong. Kenapa pergi!"
Gadis itu terus lari. Ia terkekeh-kekeh dan Sin Gakpun gemas. Mereka berkelebatan melewati pohon-
pohon besar, berputar dan akhirnya kembali lagi ke tempat semula. Lalu ketika Sin Gak terheran dan
menyambar lengan gadis ini maka pemuda itu berseru apa yang dimaui gadis ini.
"Berhenti, kenapa kau tertawa-tawa. Jangan membuatku penasaran dan kenapa kau berlari!"
Gadis ini membalik, tak melepaskan tangannya. Sin Gak terkejut dan sadar dan otomatis melepaskan
genggamannya itu. Pemuda inipun memerah mukanya. Namun ketika gadis itu menarik napas dalam dan
berkata bahwa ia sekarang tak marah-marah lagi, buktinya ia membiarkan saja pemuda itu menangkap
lengannya maka Sin Gak mundur dan tergetar dengan jantung berdegup kencang.
"Dulu aku marah karena siapapun tak boleh memegang tanganku. Kaulah laki-laki pertama yang
menggenggam tanganku. Karena kau baik dan tidak bermaksud kurang ajar maka aku sekarang tak marah-
marah lagi, Sin Gak, dan itu sudah kubuktikan sekarang ini. Kau pegang lagipun aku tak marah, aku suka!"
Pemuda ini berdebar dan merah sekali. Ia duduk dan membelalakkan mata dan gadis inipun
mengikutinya. Sebagai murid Si Naga Berkabung dan berkesan bebas tampaknya Bi Hong memang tidak
malu-malu, apalagi pemuda di depannya itu bukan orang lain, masih kerabat perguruan. Tapi karena Sin Gak
selamanya belum bergaul dengan wanita dan iapun merasa canggung dan panas mukanya, lain dengan gadis
ini yang biasa dengan gurunya maka untuk sejenak Sin Gak tak mampu bicara apa-apa dan dibuat
terbengong-bengong tapi juga panas wajahnya mendengar ucapan blak-blakan itu. Terang-terangan Bi Hong
menyatakan suka kalau dipegang-pegang!
Akan tetapi Sin Gak juga murid seorang tokoh aneh. Iapun telah digembleng lahir batin. Maka sedetik
setelah ia lenyap jengahnya pemuda inipun tertawa.
"Kau bikin aku merinding. Menggenggam tanganmu seperti memegang sutera lembut, Bi Hong. Kalau
dulu aku menangkapmu karena ingin mengajakmu meninggalkan Giok Cheng dan sucinya itu, bukan apa-
apa. Sedang tadi, ah, kau membuatku penasaran. Akupun menangkap karena penasaran!"
"Karena aku tertawa tadi?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
400 "Ya."
"Aku geli! Aku geli melihat sikapmu yang aneh dan tentu saja aku tertawa!"
"Apa yang aneh yang tadi kulakukan?"
"Pengakuanmu bahwa kau selalu teringat aku!"
"Eh, kau yang bertanya dulu!"
"Tapi seharusnya tak usah kau jawab. Aku jadi geli, geli melihat mukamu yang kemerah-merahan itu.
Hi-hik, seperti udang rebus!" lalu ketika gadis ini kembali terkekeh dan terpingkal-pingkal maka Sin Gakpun
tertawa dan melihat bahwa gadis ini benar-benar lain dengan Giok Cheng yang bersikap pendiam dan
angkuh itu. Gadis di depannya ini bebas lepas seperti burung keluar sarangnya, bernyanyi dan berceloteh
begitu gembiranya. Akan tetapi ketika tiba-tiba tawa itu terhenti terganti wajah murung maka Sin Gak
terkejut karena tawa yang berderai itu mendadak terganti tangis dan isak sedih.
"Sin Gak, kau beruntung. Kau..... kau masih memiliki ayah!"
"Hm, apa ini. Kenapa kau menangis setelah tertawa begitu geli."
"Aku teringat keluargaku, suhuku......."
"Kau sudah ditinggalkan suhumu?"
"Sama seperti kau, Sin Gak, kalau tidak masa kita bisa keluar."
"Hm, ya-ya, betul. Lalu, hmm..... apakah kau tak mempunyai ayah ibu."
"Aku sudah yatim-piatu ketika diambil suhu. Dan kini tiba-tiba aku merasa sebatangkara setelah
suhupun pergi."
"Bi Hong" tak terasa Sin Gak memegang tangan gadis ini lagi, penuh keharuan. "Hidup akhirnya
harus sendirian saja, siapapun akan ditinggalkan orang-orang yang dicinta. Kalau akupun masih mempunyai
ayah maka semata keberuntungan saja. Sudahlah jangan sedih karena bukankah ada aku di sini, kita masih
juga keluarga, paling tidak sebagai murid-murid keturunan Ngo-cia Thian-it!"
Bukan main terharunya gadis itu. Tangis itupun berderai lagi dan Bi Hong tersedu, menjatuhkan
mukanya dan mereka tiba-tiba sudah berpelukan. Dalam sekejap itu mereka tak merasa sendirian lagi, ada
kawan dan sahabat tersayang. Tapi ketika mereka berpelukan dan Sin Gak berdebar penuh kasih, tak terasa
jarinya sudah mengusap dan mengelus rambut hitam lembut itu mendadak berkelebat dua bayangan dan
tahu-tahu Giok Cheng dan ibunya muncul di situ.
"Bagus, lihat apa yang terjadi di sini. Bagaimana paman Giam Liong menyatakan seperti itu kalau
puteranya bergila-gilaan dengan perempuan lain, ibu. Lihat perbuatannya dan tidakkah keluarga Sin
menghina kita!"
Bukan main kagetnya Sin Gak dan Bi Hong. Mereka sedang tenggelam ke dalam kesyahduan alami
ketika tiba-tiba saja Giok Cheng dan ibunya muncul di situ. Bukan maksud mereka untuk bermesra-mesraan
sebagaimana layaknya dua muda-mudi. Mereka berpelukan karena semata ada keharuan. Sin Gak memeluk
karena kasihan gadis itu sebatangkara sementara Bi Hong karena merasa ada yang mengasihani, lebih dari
itu agaknya belum. Maka ketika tiba-tiba ibu dan anak muncul dan wajah keduanya tentu saja merah padam,
Sin Gak meloncat bangun maka Tang Siu menuding telunjuk dan membentaknya,
"Sin Gak, apa yang kau lakukan di sini. Pantaskah kedatangan kalian ayah dan anak kalau
kenyataannya kau galang-gulung dengan wanita lain. Berani kau menghina Giok Cheng dan merendahkan
aku!" dan menerjang serta menampar pemuda itu wanita ini tampak marah bukan main sementara sang
pemuda tak menghindar atau mengelak serangan ini. Tepat sekali pipi Sin Gak kena tampar, meledak dan
kalau bukan pemuda ini tentu pecah pipinya. Dan ketika Sin Gak terhuyung sementara Bi Hong menjerit
kaget maka gadis itu berkelebat dan menarik tangan pemuda ini.
"Mundur, jangan biarkan serangan itu!"
Akan tetapi kemarahan sang nyonya menjadi-jadi. Melihat betapa gadis ini melindungi dan menarik
Sin Gak tak ampun lagi hati yang panas menjadi semakin panas. Tang Siu berkelebat dan menampar lagi,
kali ini ke wajah Bi Hong. Akan tetapi karena Bi Hong bukanlah Sin Gak dan tentu saja menangkis makaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
401 wanita itu berteriak dan terjengkang.
"Plak!"
Tang Siu bergulingan meloncat bangun. Wanita ini kaget sekali akan tetapi Giok Cheng menjadi
marah. Gadis ini tentu saja tak mau ibunya dihina dan iapun melengking menyambar lawan. Bi Hong
dipukul dari samping. Namun ketika gadis itu mengelak dan menangkis maka Bi Hongpun tak mau
mengalah dan ganti membalas hingga akhirnya merekapun bertempur!
"Bi Hong, Giok Cheng, berhenti! Jangan kalian bertempur dan berhenti!"
Yang kelabakan tentu saja Sin Gak yang ada di situ. Tak disangkanya bahwa ia kepergok ibu dan anak
seperti itu. Diam-diam ia menyesal kenapa ia lengah. Barangkali rasa mabok berpeluk-pelukan itulah yang
membuat dirinya hanyut, getar darah mudanya memang terbawa sekali, indah melayang-layang hingga lupa
keadaan sekeliling. Mereka sesungguhnya di tempat terbuka. Maka ketika ibu dan anak tiba-tiba muncul dan
tentulah ia di duga berkasih-kasihan, merahlah pemuda ini maka ia yang bermaksud melerai pertempuran
mendadak diterjang sang ibu.
"Kau tak perlu berpura-pura bersikap baik. Sekarang semua kata-kata Giok Cheng terbukti. Ayo kau
layani aku dan atau aku yang mampus!"
"Bibi.....!"
"Aku bukan bibimu. Mampus atau kau segera minta ampun kepada kami sekeluarga!" pedang
mendesing dengan amat cepat dan tahu-tahu nyonya rumah sudah menyerang begitu ganasnya. Melihat
betapa pemuda ini berpelukan dengan gadis lain sudah membuat nyonya ini terbakar. Sekaranglah dia
melihat dengan mata kepala sendiri kata-kata puterinya. Ibu mana tak marah melihat calon menantu bergila-
gilaan dengan wanita lain. Tapi karena Sin Gak bukan pemuda sembarangan dan pemuda inipun sebenarnya
tak sengaja juga, pertemuannya dengan Bi Hong bukan sengaja diadakan maka Sin Gak berkelebat dan
pedang yang menyambar sudah lewat di sisinya mengenai sebatang pohon yang roboh terbabat, berseru,
"Bibi, jangan kalap. Pertemuan kami bukan disengaja. Tahan pedangmu dan dengarkan dulu kata-
kataku!"
"Tak ada yang mau dengar. Baik-baik ayahmu bicara tentang perjodohan tapi di sini kau main gila,
Sin Gak, enak saja kau menghina keluarga Ju-taihiap. Mampus dan tak usah banyak mulut atau kau
robohkan aku...... sing-crat!" dahan sebatang pohon lain putus terpapas dan sibuklah Sin Gak menyabarkan
nyonya yang marah. Usahanya sia-sia saja dan mengeluhlah dia. Keadaan sungguh tidak menguntungkan.
Dan ketika dia mengelak sana-sini sementara pertandingan di antara Bi Hong dengan Giok Cheng semakin
menghebat saja maka iapun berseru meninggalkan nyonya itu, menyambar Bi Hong.
"Berhenti dan jangan serang dia. Kita pergi!"
Akan tetapi Bi Hong meronta. Ia menepis pemuda itu dan Giok Chengpun tak mau diam. Gadis ini
juga menyerang Sin Gak. Dan ketika pemuda itu berkelit sementara nyonya rumah mengejar lagi maka ibu
dan anak bersatu-padu menyerang dua orang ini.
"Tak perlu lari kalau memang jantan. Biar ayahmu tahu dulu dan bagaimana tanggung jawab keluarga
Sin!"
Pucatlah pemuda ini. Ia sudah diterjang lagi dan pedang si nyonya menyambar naik turun. Bi Hong
juga sudah diserang Giok Cheng. Dan karena gadis itu melayani dan membalas serta berkelebatan
menyambar-nyambar maka. Giok Chengpun melengking-lengking membuat Sin Gak khawatir karena suara
itu bisa didengar ayahnya atau pamannya Han Han.
"Bi Hong, jangan layani lawanmu. Pergi dan kita tinggalkan saja tempat ini!"
"Tidak, ia mendesakku dan menyerangku duluan, Sin Gak, melarikan diri hanya disangka takut saja.
Kita hajar mereka dan kau robohkan pula wanita sombong tu!"
Sin Gak benar-benar merasa runyam. Giok Cheng semakin marah ibunya dimaki wanita sombong
sementara Sin Gak sendiri lebih banyak menghindar dan tidak melayani nyonya rumah. Sejak mula
keadaannya sudah tidak menguntungkan. Dan ketika ia menjadi bingung tak diberi kesempatan menjelaskan
duduk persoalan maka apa yang dikhawatirkan benar saja terjadi. Ayah dan pamannya itu berkelebat datang.
"Sin Gak, apa yang terjadi. Kenapa kau bermusuhan dengan bibimu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
402 "Dan kau, siapa lawanmu ini, Giok Cheng. Berhenti dan jangan serang-menyerang!"
Dua pendekar ini berkelebat ke masing-masing anaknya dan Giam Liong sudah mencengkeram dan
mendorong mundur puteranya. Ia menangkis pedang sang nyonya hingga Tang Siu menjerit terpental. Tapi
ketika di sana Han Han terdorong dan bertemu angin kuat dari dua gadis itu maka pendekar ini
membelalakkan mata dan saat itulah Sin Gak menyambar dan menghentikan serangan Bi Hong.
"Berhenti dan dengar kata-kataku. Kita tidak bersalah!"
Bi Hong baru mau berhenti. Di sana, Giok Cheng ditarik ayahnya sementara ia dicengkeram Sin Gak,
kedua-duanya bagai dua singa betina yang sama-sama lapar, juga sama-sama siap bertarung sampai titik
darah penghabisan! Dan ketika dua-duanya gemetar menahan marah maka Han Han dan Giam Liong
mengerutkan kening dengan muka merah. Han Han bahkan tampak khawatir dan cemas, menegur puterinya.
"Apa yang kau lakukan di sini. Kenapa ribut-ribut dan membawa ibumu memusuhi Sin Gak."
"Tanya kepada ibu, apa yang dia lihat!"
Han Han terkejut. Puterinya begitu kasar sementara matanya berapi-api memandang gadis baju hitam


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putih itu. Kalau saja urusan tak demikian serius tentu puterinya ini tak akan bersikap seperti itu, pendekar ini
terkejut. Dan ketika dia berdebar memandang sang isteri maka dengan langkah lebar dan galak wanita itu
menudingkan pedangnya ke wajah Sin Gak dan Bi Hong.
"Mereka ini berpelukan dan bermesraan di sini. Sin Gak tak tahu malu menghancurkan niat baik
ayahnya sendiri. Kami keluarga Ju tak dapat menerima dan menuntut tanggung jawab!" lalu menghadapi si
buntung dengan wajah terbakar nyonya ini melanjutkan, "Giam Liong, niat baikmu dalam urusan perjodohan
tampaknya tak dapat lagi kuterima. Puteramu main gila dengan perempuan lain, entah bagaimana cara kau
mendidiknya. Puteriku Giok Cheng tak apa putus dengar keluarga Sin karena di dunia ini bukan hanya kalian
laki-laki!"
Wajah Si Naga Pembunuh berubah. Sejak pertama kali melihat gadis baju hitam putih itu
sesungguhnya Giam Liong sudah berdebar. Sin Gak telah sedikit bercerita tentang gadis ini tapi belum
begitu panjang lebar. Kiranya inilah murid Si Naga Berkabung Song-bun-liong ini. Teringatlah dia ketika
dulu ditolong kakek sakti itu. Dan ketika ia tergetar dan todongan demi todongan kata-kata tajam nyonya itu
membuat mukanya merah maka tiba-tiba ia membalik dan betapapun tak dapat membenarkan puteranya
sendiri, kalau benar begitu.
"Sin Gak, apa yang kau lakukan di sini. Sedemikian burukkah watakmu hingga membuat malu orang
tuamu sendiri. Ceritakan kejadian ini dan bagaimana bisa begitu!"
Sin Gak menarik napas dalam. Semua orang memandangnya penuh perhatian dengan mata berbeda-
beda. Giok Cheng dan ibunya tentu saja pandang mata penuh benci, gadis itu merasa dikhianati. Tapi Han
Han yang melihat betapa pemuda ini bersikap tenang dan kelihatan menguasai keadaan diam-diam menjadi
kagum dan ada simpatik. Betapapun pemuda itu gagah dan wajahnya yang jantan mengingatkan kepada
ayahnya sendiri, si buntung itu.
"Maafkan kalau perkembangan dari cerita ini menjadi tajam. Aku sesungguhnya tak sengaja bertemu
Bi Hong, ayah, kebetulan saja bertemu di sini. Kami bercakap-cakap dan tiba-tiba saja muncul mereka
ini......"
"Kalian bukan bercakap-cakap, kalian berpelukan!" Tang Siu membentak.
"Benar, mereka itu bermesraan di sini, ayah. Kalau sekedar bercakap-cakap tentu tak membuat kami
marah!" Giok Cheng menyambung.
"Hm!" Giam Liong melompat, mencengkeram bahu puteranya itu. "Kau membuat malu dan marah
ayahmu, Sin Gak, bukankah kau sudah tahu ikatan jodoh antara dirimu dengan Giok Cheng. Kenapa
melakukan itu!"
"Tunggu!" Sin Gak berkelit dan melepaskan diri dari cengkeraman ayahnya. "Kami berpelukan bukan
sebagaimana yang disangka mereka, ayah. Aku memeluknya karena haru!"
"Bagus, haru karena ketahuan. Kalau tidak tentu berlanjut ciuman. Cih, tak usah malu-malu dan
membuang dalih kosong, Sin Gak. Bersikaplah jantan sebagai mana ayahmu. Kau harus jujur!" sang nyonya
mendamprat dengan mata berapi-api dan pemuda inipun merah padam. Ia dicaci dan dimaki habis-habisan,
betapapun juga kemarahannya timbul. Tapi ketika ia bertemu pandang dengan ayahnya dan wajah ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
403 membuatnya iba, sang ayah tampak begitu sakit maka ia mengedikkan kepala berseru lantang.
"Bibi Tang Siu tak usah berapi-api, aku tetap menjunjung kebenaran dan kejujuran di atas segala-
galanya. Ketahuilah apa yang kukatakan adalah sebenarnya saja, bibi. Kami sedang berbicara tentang
keadaan kami yang membuat kami haru. Bi Hong bercerita tentang ayah ibunya yang tiada. Bi Hong
bercerita tentang suhunya yang telah meninggalkan dirinya pula. Dan karena ia merasa yatim-piatu dan
sebatangkara maka ia menangis dan akupun terbawa ke dalam keharuan. Aku merasakan bagaimana dukanya
tak berayah ibu lagi. Aku juga dapat merasakan seandainya aku tak memiliki ayah lagi. Dan karena aku
merasa haru dan kasihan maka kamipun berpelukan dan tak kusangkal bahwa itu memang kami lakukan, tapi
dasarnya bukan seperti yang dituduhkan tadi!"
Pucatlah wajah Tang Siu. Ia memang tak mengetahui asal mula percakapan itu dan karena sebelumnya
Giok Cheng sudah bercerita tentang "pacar" baru Sin Gak maka ia terbawa saja. Emosinya meledak ketika
dilihatnya Sin Gak memeluk gadis itu. Dan karena apa yang dilihat sungguh membuat ia marah maka iapun
menganggap benarlah apa yang selama ini dikatakan puterinya. Keturunan Giam Liong itu pemuda
bergajulan! Kemarahan membuat ia tak mau berpikir panjang lagi dan diseranglah pemuda itu. Ia merasa
direndahkan. Keluarga Ju serasa dipermainkan. Tapi ketika Sin Gak memberi jawaban dan semua itu
dikatakan dengan tegas dan penuh kejujuran, sungguh-sungguh maka wanita inipun terhenyak sementara Bi
Hong dan Giok Cheng merah padam di sana.
Ada perbedaan menyolok di antara dua gadis ini. Bi Hong jengah oleh bicara Sin Gak yang blak-
blakan di hadapan orang-orang tua itu sementara Giok Cheng diam-diam lega tapi masih juga cemburu. Ia
lega bahwa Sin Gak ternyata hanya sebatas itu. Tapi Bi Hong yang sedikit kecewa karena Sin Gak semata
memeluknya karena haru, bukan cinta maka iapun terpukul dan saat itu dua orang tua di sana mengangguk-
angguk. Han Han dan Giam Liong lega.
"Hm, begitu kiranya, bagus. Tapi betapapun kau harus minta maaf kepada bibimu Tang Siu dan Giok
Cheng."
"Tidak usah!" nyonya rumah membuat kejutan dengan seruan lantang. "Giok Cheng telah menyatakan
kepada kami bahwa ikatan jodoh diputuskan saja, Giam Liong. Kami keluarga Ju tetap saja tak dapat
menerima sikap puteramu ini. Perjodohan diputuskan!"
"Niocu!"
"Ibu.....!"
Han Han terkejut menyambar isterinya itu. Giok Cheng meloncat pergi dan tersedu-sedu dan orang tak
tahu apa yang ada di hati gadis ini. Sesungguhnya Giok Cheng tak marah lagi setelah tahu duduk
persoalannya. Sesungguhnya gadis itu mengharap perjodohan tetap dilanjutkan. Tapi, ketika ibunya tiba-tiba
berkata seperti itu dan iapun menjerit kaget maka tak ayal iapun memutar tubuhnya dan meninggalkan
tempat itu dengan hati seperti disayat-sayat. Dan lain Giok Cheng lain pula Bi Hong!
Gadis ini berseri-seri mendengar ikatan jodoh yang putus. Ia begitu gembira hingga kegembiraan ini
memancar di wajahnya. Giam Liong berkerut memandang gadis itu. Tapi ketika di sana Han Han
mencengkeram isterinya dan terkejut menggelengkan kepala maka pendekar ini berseru,
"Tidak, aku pribadi tak suka ini. Kalau ini semata kehendakmu sendiri maka tak dapat kubenarkan
sikapmu ini, niocu. Semuanya sudah jelas sekarang, kenapa dibuat keruh lagi. Perjodohan tetap saja
dilanjutkan dan apa yang terjadi ini anggap saja sebuah kesalahpahaman!"
"Hm, kesalahpahaman apa kalau puteri kita Giok Cheng tak mau lagi. Sin Gak sudah pandai bergaul
dengan wanita lain, suamiku, ini bisa berbahaya untuk keutuhan rumah tangganya kelak. Daripada lebih
parah lebih baik diputuskan sekarang saja!"
"Aku tak percaya Sin Gak seperti itu, kau masih saja bersikap memusuhi!"
"Aku hanya bicara apa adanya, daripada kecewa di belakang hari!"
"Tidak, tidak. Kita tak boleh gegabah dan aku yakin Giok Cheng masih suka!" ketika suami isteri itu
ribut sendiri membuat Bi Hong menjadi pucat maka Giam Liong menghadapi puteranya dengan sikap keren,
wajahnya gelap dan tampak tak senang.
"Sin Gak, bagaimana tanggapanmu kalau bibimu Tang Siu memutuskan ikatan jodoh. Apa yang kau
lakukan!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
404 "Aku menyerahkan kepada ayah, terserah ayah......."
"Bukan kepadaku, bocah, melainkan jawabanmu. Apakah kau tak mencintai Giok Cheng!"
"Aku tak tahu......."
"Bagus, kalau begitu kau mencintai gadis ini!"
"Akupun tak tahu......."
"Eh, jawab yang benar, Sin Gak, ini bukan main-main. Jawab yang jujur bagaimana kalau bibimu
Tang Siu memutuskan ikatan jodoh!"
"Aku mengembalikan kepada yang bersangkutan saja."
"Kalau begitu kau tak mencintai Giok Cheng!"
"Aku tak tahu, ayah, aku masih bingung........"
"Hm!" sampai di sini tiba-tiba Bi Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. Gadis ini akhirnya tak
tahan setelah Sin Gak memberi ketidakpastian, padahal ia semula berharap dan girang oleh putusnya ikatan
jodoh itu. Maka ketika ia memutar tubuhnya dan terisak meninggalkan tempat itu akhirnya Han Han yang
mendengar percakapan ayah dan anak maju mendekat, Tang Siupun berkelebat meninggalkan tempat itu,
masih dengan marah dan mata berapi-api.
"Agaknya urusan ini tak dapat diselesaikan sekarang. Biarlah kita biarkan anak-anak muda ini
menentukan sendiri, Giam Liong, aku pribadi tetap mempertahankan ikatan jodoh. Semua kata-kata isteriku
berisi emosi saja, harap maafkan dia. Daripada berdebat tiada guna marilah kita pulang dan kita lanjutkan
lagi pembicaraan tentang musuh kita Majikan Hutan Iblis itu."
Tapi Naga Pembunuh terlanjur sakit hati oleh sikap nyonya rumah. Giam Liong menggeleng dan
menolak permintaan ini ia tak mau kembali. Maka ketika ia menjawab biarlah ia pergi maka Han Han tentu
saja kecewa
"Tidak, terima kasih. Ternyata ada perkembangan yang tidak kuduga, Han Han. Sin Gak belum
banyak bercerita tentang ini kepadaku. Dan isterimu begitu sengit, kami keluarga Sin tentu juga tak akan
merengek-rengek kepada keluargamu. Biarlah urusan ini kita tutup sementara dan kau benar, musuh kita
masih ada di depan. Kita cari Majikan Hutan Iblis dan selesaikan dulu urusan ini!" lalu menyambar
puteranya tak mau di situ lagi Si Naga Pembunuh ini tak banyak bicara, jelas tersinggung oleh kata-kata
nyonya rumah dan Han Hanpun terkejut. Ia menyesal dan tentu saja tak menghalangi kepergian orang. Ia
kenal baik siapa laki-laki buntung itu. Orang yang amat keras dan harus berhati-hati sekali menghadapinya.
Maka ketika ia memandang kepergian ayah dan anak dan mereka itu menghilang di luar hutan akhirnya apa
boleh buat pendekar inipun kembali ke rumahnya dan di sana ia melihat isterinya tersedu-sedu.
"Giok Cheng pergi, ia meninggalkah surat ini. Aku harus menyusulnya dan biar kau di rumah dulu!"
"Tunggu, apa yang ia katakan!" Han Han menyambar dan mencegah isterinya ini, surat puterinya
dibaca. "Astaga, kau benar-benar gegabah, niocu. Apa yang kubilang. Ah, mari kita kejar dan kau harus
minta maaf kepadanya!"
Sang nyonya mengguguk dan menubruk suaminya ini. Ternyata Giok Cheng memberi tahu ayah
ibunya bahwa kalau Sin Gak tak mencintai gadis lain tentu saja ia mau melanjutkan ikatan jodoh itu. Sikap
dan keputusan ibunya dirasa sepihak saja, Giok Cheng sudah mengetahui siapa Sin Gak. Maka ketika ia
merasa kecewa kenapa ibunya ngotot, semata tak mau kalah dengan anak muda maka Giok Cheng hendak
mencukur rambutnya saja menjadi nikouw (pertapa wanita), menuju kuil Thian-lim-si.
"Aku tak ingin menikah saja seumur hidup, biarlah aku menjadi nikouw. Selamat tinggal ayah dan ibu
dan maafkan aku yang ingin mengabdi sebagai pendeta!"
Jerit dan pekik nyonya itu mengejutkan semua murid-murid Hek-yan-pang. Tentu saja tidak sejauh ini
sang ibu mendorong puterinya. Kalau perjodohan dengan keluarga Sin gagal masih banyak keluarga lain
yang dapat mereka cari. Keinginan Giok Cheng membuat nyonya itu ngeri, ia bakal tak dapat menimang
cucu. Maka ketika ia keluar dan bertemu suaminya di pintu, disambar dan ditahan segera saja surat itu
diberikan dan Han Hanpun terkejut oleh sikap puterinya ini. Ia bakal kehilangan keturunan, Giok Cheng
adalah satu-satunya puteri tunggal. Maka ketika ia berkelebat dan cepat menuju Thian-lim-si maka di tempat
lain seorang nikouw tua termangu-mangu menghadapi seorang gadis muda yang tersedu-sedu dan berlutut diKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
405 bawah kakinya.
"Siancai, Giok Cheng siocia kiranya. Aduh, ada persoalan apa kau seperti ini, anak baik. Bangun dan
duduklah dan ceritakan kepada pinni (aku)."
Giok Cheng tak dapat berkata-kata dan tiba-tiba mengeluh roboh. Gadis ini sesungguhnya terpukul
oleh sikap yang di ambil ibunya tadi, tak dapat menyalahkan karena dialah yang sesungguhnya mula-mula
memutuskan ikatan jodoh. Tapi setelah ia tahu bahwa Sin Gak tak ada apa-apa, sekedar kasihan dan hanya
terharu maka kepercayaannya tentu saja bangkit lagi dan entah kenapa tiba-tiba iapun tak rela kalau pemuda
itu sampai terlalu akrab dengan Bi Hong. Ia akan mendapatkan pemuda itu sebagaimana dulu keinginan
orang-orang tua. Betapapun pemuda itu calon jodohnya sendiri. Tapi begitu ibunya bersikap keras dan ia
merasa hancur, tak dapat disangkal bahwa tiba-tiba ia tak mau kehilangan Sin Gak maka kehadiran Bi Hong
membuatnya gelisah dan ia ingin ikatan jodoh dilanjutkan lagi. Apalagi karena hubungan Sin Gak bukan
sebagaimana yang diduga, bukan hubungan asmara.
Namun sikap ibunya membuat berantakan. Sang ibu masih tak mau kalah dan jatuh gengsi. Meskipun
pemuda itu telah menerangkan duduk persoalannya tapi sebagai "angkatan tua" ia tak boleh kehilangan
muka. Sang ibu telah berapi-api memutuskan ikatan jodoh itu, sulit menelan ludah kembali. Maka ketika
dengan garang keputusan tetap harus keputusan, sang ibu tentu saja tak tahu perobahan sikap sang anak
maka di sinilah Tang Siu terkejut dan panik serta bingung. Bagaimana sih sebenarnya kemauan puterinya
itu! Di kuil ini Giok Cheng jatuh pingsan. Nikouw tua itu, Pouw Pouw Nikouw tentu saja mengenal gadis
ini sebagai cucu Ju-taihiap yang gagah perkasa. Setelah gadis itu kembali ke Hek-yan-pang dan tinggal di
sana maka iapun bertemu lagi. Maka ketika hari itu tiba-tiba gadis ini datang dan menangis tersedu-sedu,
mengejutkan dan membuatnya heran maka nikouw ini sendiri cepat menolong dan menyuruh seorang murid
mengambil segelas air dingin.
Dengan kesabaran dan kelembutannya nikouw ini menyadarkan Giok Cheng. Akhirnya gadis itu
siuman lagi. Namun ketika ia tersedu-sedu dan kembali menubruk nikouw ini maka nenek yang sabar itu
mengusap-usap rambutnya.
"Tenanglah, apa yang terjadi. Ceritakan kepada pinni segala penderitaanmu anak baik. Pinni akan
membantu dan mendengarkanmu. Duduklah dan katakanlah baik-baik, ada apa gerangan."
Usapan lembut dan kata-kata sejuk ini akhirnya berhasil juga. Giok Cheng menghentikan tangisnya
dan melepaskan diri. Dan ketika ia bertemu sepasang mata lembut dan betapa mata itu menyejukan hatinya
maka iapun menahan segala sesak dada dengan satu jawaban singkat.
"Aku ingin menjadi murid Thian-lim-si!"
"Siancai, maksudmu menjadi nikouw?"
"Ya, benar, suthai. Aku ingin menjadi nikouw dan mengikuti jejakmu di sini. Aku ingin menggundul
kepala!"
Tiba-tiba tersenyumlah wajah ramai itu. Hanya sedetik saja wanita ini kaget namun selanjutnya ia
berseri-seri. Gadis itu dipandangnya geli. Lalu ketika ia bangkit dan menyodorkan segelas air dingin
pimpinan Thian-lim-si inipun berkata, "Seorang pertapa bukan pelarian. Calon pertapa adalah mereka yang
bukan sedang dilanda putus asa atau kekecewaan hidup. Pinni tak melihat tanda-tanda seperti itu pada
dirimu, Giok Cheng. Menjadi pertapa karena putus asa atau kecewa hanya akan melahirkan putus asa dan
kecewa yang baru. Siancai, kau tak berbakat sebagai nikouw!"
Giok Cheng terkejut, membelalakkan mata. Namun ketika ia diminta minum air dingin itu dan
meneguknya seteguk maka iapun bangkit berdiri dengan penasaran. "Suthai, aku ingin menjadi nikouw atas
kehendakku sendiri. Aku ingin menggundul rambut juga atas keinginanku sendiri. Kenapa tak boleh dan kau
melarangku. Bukankah yang tak boleh adalah mereka yang dipaksa!"
"Heh-heh, itu memang benar. Tapi keadaanmu inipun juga sama, Giok Cheng, bedanya bukan dipaksa
dari luar, melainkan oleh keadaan. Dan keadaan itu sesungguhnya mengujimu untuk tabah dalam hidup atau
tidak. Ah, pinni tak melihat kau berbakat menjadi pendeta."
"Tapi aku ingin menjadi pendeta, aku tak ingin kawin!"
"Hm-hm, ini kiranya. Baiklah, anak manis, kau sudah mulai bicara tentang itu, berarti kau sedang
menghadapi kekecewaan dengan seorang pemuda. Baiklak coba kau ceritakan kepada pinni seberapa beratKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
406 penderitaanmu ini. Agaknya kau baru saja patah hati."
Mengguguklah gadis itu. Pouw Pouw Nikouw cepat mengerti keadaan dan pengalamannya yang luas
membuat nikouw itu, tahu sekelebatan. Tak perlu lagi gadis ini menyembunyikan diri dan diceritakanlah
semuanya dari awal sampai akhir. Lalu ketika nikouw ini mengangguk-angguk dan bergumam berulang kali
akhirnya Giok Cheng memeluk dan meratap di kaki nenek itu. Inilah orang yang ia percaya dapat
menyelesaikan masalahnya.
"Aku tak ingin lagi menyaksikan hidup, rasanya ingin bunuh diri saja. Aku tak rela gadis itu menjadi
isterinya, suthai, tapi karena ibu sudah memutuskan seperti itu dan aku merasa hancur maka lebih baik aku di
sini saja atau mati. Sekarang potonglah rambutku dan biarkan aku menjadi muridmu!"
"Siancai, Tuhan Maha Agung. Urusanmu berat, Giok Cheng, tapi bukannya tak dapat diselesaikan.
Pinni dapat mengerti dan pinni akan bicara dengan kedua orang tuamu, tapi sekali lagi kau tak dapat
mencukur rambut di sini. Ini sebuah pelarian."
"Tapi aku ingin melepaskan diriku!" gadis itu mengguguk. "Atau aku bunuh diri, suthai, atau aku
memotong rambutku sendiri!"
"Giok Cheng!" gadis itu meloncat bangun, beringas dan berlari menuju ruang dalam mengambil
gunting. Ia menabrak beberapa nikouw muda dan tentu saja mereka itu berteriak. Gadis ini benar-benar
kalap. Tapi ketika nikouw itu bergerak dan mengejar cepat, Giok Cheng sudah mengambil gunting maka
nikouw itu berseru bahwa cara seperti itu tidaklah benar.
"Menjadi nikouw harus menjalani serangkaian upacara, bukan asal gundul. Sia-sia kau melakukan ini
karena perbuatanmu tidak sah!"
"Lalu bagaimana?" gadis itu berteriak. "Kau ingin aku bunuh diri di sini?"
"Tenanglah, berikan gunting itu kepada pinni. Kalau kau benar-benar ingin menjadi nikouw maka
segala nasihat kata-kata pinni harus kau turut, Giok Cheng, atau kau tak akan memperoleh apa-apa dan
semua sakit hatimu tak terselesaikan. Berikan kepada pinni dan beristirahat dulu di sini barang sehari!"
Giok Cheng tersedu. Ia teringat bahwa nikouw ini adalah pimpinan Thian-lim-si. Tanpa restu dan
perkenan nikouw ini percuma saja ia mencukur rambut. Maka ketika ia melempar gunting itu amblas
menembus tembok, para nikouw meleletkan lidah maka nenek ini mengulapkan lengan menyuruh murid-
muridnya pergi.
Giok Cheng dipeluk dan berkali-kali nenek ini harus menghibur. Ia memerintahkan gadis itu tenang.
Lalu ketika ia mengajak Giok Cheng ke ruang samadhi dan membaca doa maka di balik dupa harum gadis
ini akhirnya terduduk, jinak dan mengikuti semua petunjuk-petunjuk sampai akhirnya tertidur. Diam-diam
nikouw ini mengurut tengkuk Giok Cheng sampai gadis itu terlelap. Orang yang kelelahan batin biasanya
mudah sekali capai. Maka ketika gadis itu tidur dan nikouw ini cepat memanggil seorang muridnya maka ia
buru-buru membuat surat agar ayah dan ibu gadis itu datang.
"Katakan bahwa puterinya kelelahan di sini. Pinni hendak bicara secara pribadi dengan Ju-siauw-hiap
maupun Ju-hujin. Cepat antarkan dan cepat pulang!"
Akan tetapi nikouw ini tertegun. Di depan pintu, di ruang dalam telah muncul sepasang suami isteri
itu. Han Han dan isterinya telah datang ke situ. Dan ketika nikouw ini menyambut dan buru-buru
merangkapkan lengan maka ketua Thian-lim-si ini memberi isyarat.
"Harap ji-wi tidak berisik, Cheng-siocia tertidur kelelahan. Marilah kita bicara di ruang sebelah dan
harap dengarkan kata-kata pinni."
Han Han telah mengenal baik nikouw ini. Sebagai tetangga desa terpisah sebuah hutan maka Pouw
Pouw Nikouw bukanlah orang asing. Kerap nikouw ini dipanggil apabila ada upacara keagamaan. Murid-
murid Hek-yan-pangpun sering minta petunjuknya dalam hal-hal rohani. Maka ketika ia duduk di ruang
sebelah dan nikouw itu bercerita panjang lebar maka sang isteri terisak sementara ia tertegun melirik
isterinya itu.
"Apa kataku, Giok Cheng mencintai Sin Gak. Kalau pemuda itu menolak hanya gara-gara sikapmu
sungguh perlu di sesalkan sekali, niocu. Inilah kalau kau terburu-buru tak mau mendengar nasihatku."
"Tapi anak itu sendiri minta diputuskan, aku hanya menyampaikan saja!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

407 "Benar, itu dulu, sebelum kalian tahu sejauh mana hubungan Sin Gak dengan Bi Hong itu. Dan
sekarang anak kita hancur perasaannya, kau harus memperbaikinya lagi dan menumbuhkan semangatnya."
"Sudahlah, ji-wi (kalian berdua) tak perlu bertengkar. Apa yang sudah terjadi tetap terjadi, siauwhiap,
pinni pikir tak perlu diributkan. Sekarang adalah mencari jalan bagaimana kesalahan itu diperbaiki lagi,
tanpa merugikan kedua belah pihak. Dan pinni pikir tak seharusnya pula ji-wi merengek-rengek pada
pemuda itu. Betapapun harga diri harus tetap dijunjung."
"Benar," Han Han sependapat dengan omongan ini. "Kau tidak salah, suthai, betapapun kami adalah
pihak perempuan. Sekarang bagaimana menurut pinni dan apa yang harus kami lakukan."
"Garis besarnya dua macam saja, siauwhiap mendekati ayah pemuda itu dan puteri siauwhiap dibekali
kekuatan batin."
"Kenapa kekuatan batin," Tang Siu bertanya, menghapus air matanya.
"Batin perlu diperkuat untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan, hujin, dan agaknya biarlah
Cheng-siocia bersama pinni di sini. Kegagalan dan keberhasilan adalah dua hal yang selalu mengisi hidup
manusia, kalau kita hanya suka menerima senangnya saja dan menolak yang tidak senang maka kita tak
menghayati artinya hidup. Gadis itu harus dibekali kekuatan batin."
"Baiklah," Han Han setuju. "Lagi-lagi kau benar, suthai, aku dapat mengerti. Sekarang bolehkah kami
menemui anak itu karena kamipun hendak memberinya, nasihat."
"Cheng-siocia sedang tidur, ji-wi harap, bersabar agar tidak terjadi guncangan jiwa."
Han Han kembali menarik napas dalam. Akhirnya dalam percakapan dengan nikouw ini diperoleh
nasihat-nasihat baik yang patut diterima. Dia diminta mendekati ayah pemuda itu dan bicara secara hati-hati.
Intinya tetap melaksanakan ikatan jodoh dan semua yang lewat hanyalah ledakan emosi. Untunglah dengan
Naga Pembunuh itu mereka masih saudara, jadi bisa bicara secara baik-baik. Dan ketika Giok Cheng biarlah
tinggal di situ menerima gemblengan batin, ajaran agama dan rohani maka Han Han benar-benar sependapat
dan mengangguk-angguk.
Akhirnya puteri mereka ditemui pula. Giok Cheng terkejut melihat ayah ibunya di situ, baru bangun
dan sudah didampingi Pouw Pouw Nikouw. Tapi ketika ibunya menangis dan menubruk serta memeluknya
maka di saat seperti itu Han Han cepat-cepat keluar dan membiarkan ibu dan anak bicara bebas.
Di sini sang ibu meminta maaf. Giok Cheng memeluk ibunya pula dan sejenak bertangis-tangisan.
Mereka saling menumpahkan penyesalan. Tapi ketika gadis itu mendorong ibunya dan berkata ingin menjadi
nikouw, tak perlu menyesali yang lewat maka dengan mata bercucuran gadis itu memandang Pouw Pouw
Nikouw.
"Aku sudah mulai kerasan di sini, ibu tak usah mencegahku. Aku sudah mulai mengikuti petunjuk-
petunjuk suthai, ibu. Pergilah dan tenangkan hatimu. Aku tak akan mengingat Sin Gak lagi."
"Bodoh, tidak. Kau anak tunggalku, Giok Cheng, tak boleh berpikiran sesempit ini. Ketahuilah bahwa
Sin Gak tak mencintai gadis itu!"
Mata yang redup itu mendadak bersinar. Giok Cheng terkejut dan merasa mendapat harapan baru,
tiba-tiba ia tertegun. Tapi ketika ia menggeleng menganggap ibunya bohong, hanya menghibur saja maka
sang ibu harus menegaskan apa yang didengarnya itu, yakni percakapan Giam Liong dengan puteranya.
"Ibu tidak menghibur, ibu bicara sungguh-sungguh. Pemuda itu hanya berkawan biasa, Giok Cheng,
dan tali ikatan jodoh dapat diteruskan lagi. Nanti ayahmu yang bicara kepada pamanmu Giam Liong,
kesempatan ini masih dapat kau raih. Hanya kami harus berhati-hati karena betapapun keluarga kita harus
mempunyai harga diri. Kau tak boleh menjadi nikouw, ibumu akan memperbaiki lagi hubungan yang rusak!"
Mata itu bersinar-sinar lagi. Betapa jelas bahwa Giok Cheng menjadi girang, semua ini tak luput dari
pandangan Pouw Pouw Nikouw. Tapi ketika nikouw itu mengedip agar sang ibu tak terlalu bicara banyak,
cukup yang pokok-pokok saja maka nikouw ini berdehem bahwa Giok Cheng menunggu di situ melihat hasil
kerja orang-orang tua.
"Pinni telah berjanji kepada ayahmu untuk membimbingmu kerohanian di sini. Sambil menunggu
ikatan jodoh lagi kau dapat tinggal bersama pinni. Nah, tenang dan belajarlah baik-baik di tempat ini, Giok
Cheng. Memperdalam agama mempertebal iman perlu dilakukan setiap orang."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
408 "Tapi kalau gagal?"
"Ibu akan berjuang habis-habisan, tak akan gagal!"
"Baiklah," gadis itu terbujuk. "Aku menuruti kata-katamu, ibu. Tapi kalau gagal..... kalau gagal aku
benar-benar akan menjadi nikouw!"
"Siancai.....!" Pouw Pouw Nikouw tertawa riang. "Menjadi pertapa atau tidak sama-sama mempunyai
kewajiban hidup. Semua itu tak perlu dicemaskan, Giok Cheng, tenang dan sabarlah bersama pinni. Asal kau
tetap di sini pinni akan memperkuat batinmu. Tapi berjanjilah kau akan menunggu ayah ibumu di sini."
"Benar," sang ibu berseru pula. "Kau harus menunggu kami di sini, Giok Cheng, jangan ke mana-
mana. Atau nanti kami marah!"
Gadis ini mengangguk. Ia terbujuk dan diam-diam dua orang tua itu sama-sama menjadi girang. Han
Han akhirnya muncul menepuk-nepuk pundak puterinya ini. Dan ketika semua dirasa cukup dan selesai
maka berkelebatlah suami isteri itu meninggalkan puteri mereka. Tang Siu telah mewanti-wanti agar segala
perintah Pouw Pouw Nikouw dijalankan, gadis itu mengangguk dan meminta agar ibunya tak lama-lama
pula. Sesekali ia boleh pulang ke Hek-yan-pang. Dan ketika sebulan kemudian Giok Cheng benar-benar
mendapatkan ketenangan batin, bujukan dan kelembutan Pouw Pouw Nikouw meresap di hatinya maka pada
bulan kedua datanglah bencana itu. Munculnya Su Giok, sang suci!
Sebenarnya gadis ini tak berniat lagi meninggalkan kuil. Ia benar-benar merasa tenteram dan tenang
bersama Pouw Pouw Nikouw. Ia memiliki kepercayaan pula kepada ibunya. Betapapun ia berharap
perjodohannya dengan Sin Gak dapat berlangsung. Tak dapat disangkal sesungguhnya ia mencintai pemuda
itu. Tapi ketika malam itu sucinya datang dan berkelebat di kamarnya maka ketenangan yang sudah didapat
mendadak goncang lagi.
"Sumoi, apa yang kau lakukan di sini. Bodoh amat, tidur seperti kucing malas. Bangun, kekasihmu
galang-gulung dengan gadis baju hitam putih itu. Ia kena pelet!
Giok Cheng terkejut ketika tiba-tiba saja kakak seperguruannya itu muncul di situ. Ia meloncat bangun
dan sucinya sudah bersinar-sinar di tengah kamar, bertolak pinggang. Dan ketika ia bertanya apa yang terjadi
dan apa yang dimaksud sucinya maka Su Giok berkata bahwa semua itu sia-sia.
"Tidur dan bermalasan saja di sini tiada guna. Hutan Iblis geger. Sin Gak kian mesra dengan gadis
siluman itu sementara kau menunggu sia-sia di sini!"
"Apa yang ia lakukan? Dan kau.... kau tahu aku di sini?"
"Aku mencarimu di Hek-yan-pang, dan mendengar kau di sini. Sekaranglah saatnya kita bertindak dan
lihat apa yang kuperoleh ini!"
Gadis itu mengeluarkan sesuatu dan tertegunlah Giok Cheng melihat sebuah benda mirip pot bunga,
putih mengkilap dan menyilaukan mata tertimpa cahaya lampu kamar. Benda ini tampaknya "biasa-biasa
saja akan tetapi sucinya begitu gembira. Wajah sucinya itu berseri dan tertawa-tawa. Dan ketika ia bertanya
apakah itu dan sucinya menepuk pundaknya maka ia diminta agar meninggalkan menuju Hutan Iblis.
"Sekarang kita melakukan pembalasan. Kita hajar Sin Gak dan gadis itu sekaligus jahanam yang
membunuh ayah ibuku!"
"Nanti dulu, apa yang kau bawa itu. Kau tampak begitu gembira dan penuh keyakinan, suci. Apa yang
membuatmu begini."
"Eh, kau tak tahu ini?"
"Tidak."
"Subo yang memberiku, coba tebak!"
"Aku tak tahu....."
"Hi-hik, inilah Guci Penghisap Roh. Dengan ini kita mengalahkan Beng-jong-kwi-kang, sumoi, juga
semua ilmu yang dimiliki Majikan Hutan Iblis itu. Ia akan kuhancurkan, dan bantu aku menghajar lainnya!"
"Guci Penghisap Roh?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
409 "Ya, yang dulu mengalahkan Golok Penghisap Darah itu, Golok Maut. Kita dapat menghancurkan
musuh-musuh kita dan Sin Gakpun dapat kita jebloskan di sini. Hi-hik, kita akan membayar semua
kekalahan kita!"
Giok Cheng terkejut dan tiba-tiba gembira sekali. Ia tentu saja tahu akan ini seperti halnya Sin Gak
mendengar cerita gurunya. Guci Penghisap Roh adalah guci penakluk Mo-bin-lo, pencipta Golok Maut. Dan
karena guci itu menghisap roh-roh jahat sehingga orang seperti Te-gak Mo-ki dan Mo-bin-jin menjadi gentar
maka Giok Cheng berseri wajahnya dan menyambar guci itu.
Akan tetapi sang suci mengelak. "Jangan...... jangan pegang, tak boleh disentuh banyak tangan. Cukup
kau lihat dari jauh saja dan jangan menyentuhnya. Nanti kesaktiannya berkurang. Aku harus berpantang
sesuatu memegang benda ini!"
Giok Cheng tertegun, tapi menghela napas. "Baiklah, sekarang apa yang harus kulakukan, suci,
kenapa malam-malam kau datang ke sini."
"Pertama kau harus keluar dari tempat ini, apa-apaan mengeram seperti ayam kampung!"
"Ah, tak bisa......."
"Apanya yang tak bisa? Siapa yang melarang?"
"Aku...... aku menunggu ibuku, suci, dia belum datang."
"Urusan Sin Gak? Bodoh, tolol kau, mau saja ditipu. Mana mungkin mengikat pemuda itu kalau kau
membiarkan ia terikat dengan gadis lain! He, buka mata dan telingamu baik-baik, sumoi. Pemuda itu
sekarang kian akrab dengan murid supek Song-bun-liong itu. Mereka mengepung Hutan Iblis, tiap hari tidur
dan makan bersama. Ayo buktikan kata-kataku kalau tidak percaya!"
Bagai petir menggelegar di siang bolong tubuh Giok Cheng seakan disentak saja. Ia terbelalak dan
menjadi pucat dan tiba-tiba limbung. Kalau saja sucinya tidak cepat menangkap tentu ia terguling. Dan
ketika sejenak gadis itu merasa gelap sementara sucinya mengomel panjang pendek maka ia mendengar
kata-kata yang membuatnya sakit bukan main.
"Kau anak kecil tak punya otak, bisamu dikibuli orang tua saja. Mari buktikan di Hutan Iblis dan lihat
betapa pemuda itu kian mesra dengan Bi Hong!"
Langit seakan runtuh. Benteng dan segala tanggul kokoh tiba-tiba seakan jebol. Kata-kata ini terasa
amat menyakitkan bagi Giok Cheng melebihi segala tusukan pedang berkarat. Ia begitu pedih, menyeringai
dan akhirnya menjerit. Dan ketika ia melompat dan terbang keluar kamar maka seisi Thian-lim-si terkejut
oleh pekiknya yang menggetarkan kuil.
"Suci, aku akan membuktikan segala omonganmu. Kalau kau bohong maka aku akan membunuhmu!"
"Boleh!" kekeh dan tawa ini tak kalah menyeramkan bagi para nikouw itu. "Kalau aku bohong tak
usah kau membunuhku, sumoi, aku sendiri akan menyerahkan kepalaku!"
Terdengarlah jerit atau lengking kemarahan itu lagi. Giok Cheng seakan kalap kemasukan setan, ia
menyambar dan berkelebat meninggalkan tempat itu. Lalu ketika ia melewati pohon-pohon menyelinap
bagai kuntilanak gentayangan, naik turun bukit disusul bayangan kedua yang tak kalah mengerikannya maka
dua orang murid Hek-i Hong-li ini lenyap tak berbekas seperti siluman saja. Su Giok terkekeh-kekeh dan
Giok Cheng membalik menampar sucinya itu, ditangkis dan terpental lalu gadis baju merah ini berjungkir
balik meluncur ke Hutan Iblis. Dan ketika Giok Cheng menyusulnya dan bergeraklah mereka dengan amat
cepatnya maka Thian-lim-si gempar karena jendela bekas kamar Giok Cheng hancur. Tadi diterjang begitu
saja oleh keturunan Hek-yan-pang ini.
"Celaka, Cheng-siocia pergi. Ia mengobrak-abrik isi kamar!"
"Dan ia tampaknya marah sekali. Kaca jendela hancur!"
Pouw Pouw Nikouw tertegun dan terbelalak di depan kamar gadis ini. Ia merasa gagal menenangkan
sebuah gunung es dan kini gunung itu siap meledak. Ia tak tahu apa yang terjadi namun dapat menduga dan
menyimpulkan. Ia mendengar suara kedua di situ, orang yang dipanggil suci. Dan ketika ia termangu-mangu
namun dapat menguasai perasaannya kembali, apa yang terjadi haruslah terjadi maka nikouw ini masuk ke
kamarnya kembali untuk bersamadhi. Bukan mencari ketenangan sendiri melainkan justeru untuk
ketenangan dan ketenteraman gadis itu. Ia telah mulai merasa sayang dan suka kepada cucu Ju-taihiap ini.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
410 Dan ketika ia membakar hio lebih banyak dan melayang-layang bersama asap dupa itu maka Giok Cheng
bersama sucinya telah melesat ke Hutan Iblis.
* * * Marilah kita ikuti perjalanan Sin Gak. Setelah nyonya rumah begitu berapi-api memutuskan ikatan
jodoh maka pemuda ini menerima pukulan berat. Pertama dari ayahnya. Sejak itu sang ayah bermuka gelap
dan memandangnya tak senang, dingin. Hal ini tidak aneh karena peristiwa itu memukul Si Naga Pembunuh
ini juga. Siapa tidak terkejut kalau tiba-tiba semuanya berakhir begitu. Bukankah kedatangannya di Hek-yan-
pang untuk memperkokoh ikatan jodoh, bukan malah membuyarkannya. Maka ketika Tang Siu
mengeluarkan kata-kata begitu tajam dan menghina mereka, menyatakan bahwa di dunia ini bukan hanya
keluarga Sin saja yang laki-laki maka Giam Liong cukup terpukul dan hanya karena adanya Han Han
membuat pria bertemperamen tinggi ini bersabar diri, apalagi karena Han Han sendiri jelas terang-terangan
ingin mempertahankan ikatan jodoh itu. Peristiwa itu harap dianggap sebagai sebuah kesalahpahaman
belaka.
Tapi yang menjengkelkan bagi pendekar ini justeru sikap puteranya. Seteleh mereka meninggalkan
hutan itu dan Giam Liong berhenti di luar dusun maka puteranya disuruh duduk. Sin Gak seperti pesakitan
saja. Dan ketika sang ayah juga duduk dan berkerut-kerut maka sekali lagi Naga Pembunuh ini bertanya
apakah puteranya itu tak mencintai Giok Cheng.
"Jawab pertanyaanku sekali lagi, apakah kau tak mencintai Giok Cheng atau sebaliknya."
"Aku tak tahu. Aku tak dapat memberi jawaban apa-apa selama masih bingung begini, ayah. Aku
sungguh tak tahu."
"Hm, begitu jawabanmu berulang-ulang. Baik, katakan apakah hatimu sakit diputuskan perjodohan
ini, Sin Gak. Sakit atau tidak!"
"Sakit juga......."
"Kalau begitu kau mencintai gadis itu!"
"Aku tak tahu....."
Giam Liong menampar puteranya ini. Saking gemas dan kecewa ia membuat puteranya terpelanting,
celakanya keluarlah saputangan Giok Cheng yang disimpan pemuda ini. Dan ketika sang ayah menyambar
dan melihatnya bersinar mendadak pria ini tertegun.
"Saputangan Giok Cheng!"
Puteranya memerah. Memang itulah saputangan Giok Cheng dan Sin Gak tak mungkin menyangkal
pula. Ia mengangguk. Dan ketika sang ayah berseri dan tertawa tiba-tiba harapan di wajah itu tumbuh lagi.
"Ha-ha, kalian anak-anak muda sekarang sungguh membuat orang tua bingung lihat, apa artinya ini
kalau kau menyimpan saputangan Giok Cheng, Sin Gak, bukankah itu tanda cinta. Ah, kita kembali saja ke
Hek-yan-pang dan bilang saja kepada pamanmu Han Han!"
Sin Gak terkejut. Wajah berseri dan girang itu membuntnya terharu. Betapa besar keinginan ayahnya
untuk berbesan dengan Hek-yan-pang. Tapi teringat guratan Giok Cheng di dinding kamar iapun
menggeleng dan berkata perlahan, "Nanti dulu. Jangan tergesa dan buru-buru, ayah. Sesungguhnya aku
mendapatkan itu secara kebetulan saja. Lihat ini!"
Sin Gak melempar potongan batu kepada ayahnya. Sang ayah menangkap dan membaca dan tiba-tiba
gelap lagi. Wajah yang sudah berseri-seri itu kembali muram, agak menghitam. Dan ketika Giam Liong
bertanya dari mana puteranya mendapatkan semua itu maka dengan jujur Sin Gak mengaku.
"Di kamar di mana kita menginap di Kun-lun. Aku menemukannya secara tak sengaja. Kamarku
ternyata bekas kamar Giok Cheng."
"Hm, begitu? Semakin membuat orang tua pusing. Ah, tingkah kalian anak-anak muda ini sulit diikuti,
Sin Gak, jauh amat dengan ketika ibumu dan aku dulu. Kami tak membuat yang lain bingung, kami apa
adanya!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
411 Sin Gak diam saja, meminta barang-barang itu dikembalikan lagi. Dan ketika sang ayah memberikan
namun bertanya untuk apa menyimpan itu maka Sin Gak mengangkat bahu menyatakan tak tahu.
"Entahlah, aku tak mengerti. Mungkin kelak kukembalikan kepada pemiliknya."
"Hm, menyimpan benda orang berarti menyukai orang itu. Buat apa susah-susah kalau tak suka dan
tak cinta, Sin Gak, untuk apa menyimpan segala!"
"Aku tak tahu, aku belum mengenalnya."
"Baik, bagaimana sekarang kalau dengan murid supekmu Song-bun-liong itu!"
"Aku merasa kasihan......"
"Juga cinta?"
"Hm, kau selalu mendesakku. Untuk cinta aku benar-benar tak tahu, sesungguhnya masih kuselidiki
juga. Aku teringat cerita suhu tentang cinta. Dan aku tiba-tiba ngeri!"
Jilid XXIX
"CERITA tentang apa itu," sang ayah mengerutkan kening.
"Ya, cerita tentang cinta, antara pria dengan wanita dan pria dengan pria!"
"Hm, coba ceritakan itu. Apa kata suhumu."
"Dikatakan bahwa cinta cenderung menuntut, bahwa cinta antara anak manusia dikotori hawa nafsu.
Aku ngeri kalau teringat ini dan karena itu sedang kuselidiki apakah aku juga memiliki cinta seperti itu!"
Sang ayah tertegun, tampaknya terkejut. "Lalu?"
"Lalu aku tentu saja tak mau seperti ini, ayah. Aku ingin mencinta dan dicinta secara bersih. Sekarang
aku mulai mengerti dan menangkap apa yang dimaksud suhu!"
"Bagus, lanjutkan lagi," sang ayah bersinar-sinar, rupanya tertarik. "Apalagi yang kau tangkap dan
mengerti tentang ini, Sin Gak, mungkin aku dapat belajar lagi."
"Suhu mengatakan bahwa cinta antar anak manusia diliputi kekotoran hawa nafsu. Mereka dikatakan
tak memiliki sesuatu yang agung karena semata menuruti nafsu rendah hewaniah. Aku teringat ini dan ngeri
dan mencoba melihat apakah betul begitu. Dan agaknya aku mulai melihat sesuatu yang menggetarkan
hatiku."
"Hm-hm, rupanya wejangan gurumu sudah demikian mendalam. Aku pribadi tak mendapat pelajaran
khusus tentang ini, coba kau lanjutkan lagi."
"Suhu menceritakan kepadaku tiga hal: Ego, Nafsu dan Kemarahan. Konon ketiganya berkait amat
erat dalam masalah cinta ini. Dan karena masing-masing berhubungan tiada ubahnya mata rantai yang selalu
terkait maka aku dapat merasakan ini dan mulai melihat pada bukti sepak terjang Giok Cheng!"
"Ah, hebat sekali. Kau sudah mempergunakan orang lain sebagai obyek pandanganmu!"
"Benar. dan untuk itu aku ngeri, ayah. Aku mulai meragukan cinta gadis itu sebagai bekal membangun
rumah tangga."
"Tunggu, kau sendiri belum menyatakan apakah kau mencintai gadis itu atau tidak!"
"Aku sudah menjawab bahwa aku sedang menyelidiki. Aku ingin menemukan adakah cinta di hatiku
kepada Giok Cheng atau tidak. Kalau ada, apakah seperti yang dikatakan suhu, cinta yang semata didorong
nafsu rendah hewaniah."
"Hm-hm.....!" Giam Liong tergetar setengah seram. "Kalau semua orang dianggap seperti itu maka
akupun kena, Gak-ji. Jangan-jangan cintaku kepada mendiang ibumu dulu juga naluri hewaniah itu!"
"Aku tak bermaksud merendahkan ayah, aku hanya mengatakan apa yang pernah dikatakan suhu."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
412 "Betul, sekarang lanjutkan lagi."
"Cinta antara anak manusia tak lepas dari mata rantai ini, sumber utamanya adalah Ego. Kalau Ego


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa diganggu maka dia menjadi marah......"
"Tunggu, apa yang kau maksud Ego!"
"Maaf, bukan aku, ayah, melainkan suhu."
"Ya-ya, kata suhumu. Apa maksudnya Ego itu!"
"Ego adalah Aku, tepatnya rasa ke-Aku-an. Karena Aku bersemayam di hati manusia maka Ego ini
menjadi begitu penting dan ingin menguasai segalanya. Dalam hal cinta dia berhubungan dengan Nafsu,
maksudnya adalah nafsu berahi. Dan karena masih ada lagi seorang temannya yang bernama Kemarahan
maka ketiganya berkait dan satu sama lain begitu dekat untuk meledak dan menghancurkan kalau menerima
kegagalan!"
"Hm, perlahan sedikit. Kau tiba-tiba seperti gurumu atau kakek tua penuh nasihat. Coba jelaskan dan
uraikan itu seperti yang kau tahu."
"Aku hanya memindahkan pengetahuan yang kudapat dari guruku."
"Tak apa. Kaupun hidup dan mulai mendapat pengalaman, Gak-Ji. Apa yang kau katakan pasti juga
sesuai dengan isi jiwamu. Cobalah kau uraikan bagaimana menurut gurumu dan contoh apa yang pernah ia
ambil!"
"Suhu mengambil contoh hubungan asmara antara supek dengan sukouw (bibi guru)," Sin Gak agak
merah, tersipu. "Juga Te-gak Mo-ki yang masih termasuk uwa guruku itu. Melihat mereka inilah suhu
menemukan model cinta yang dilakukan manusia, ayah, bahwa sebagian besar mereka seperti itu pula. Tak
lepas dari Ego, Nafsu dan Marah. Dan yang mendominir mereka adalah Berahi, hampir sebagian besar cinta
didorong Berahi!"
"Hm-hm, tanpa itu tak mungkin berkembang. Tanpa Berahi manusia tak akan ada, Sin Gak, semuanya
mati dan tak akan berketurunan lagi. Apanya yang salah!"
"Tunggu, manusia bukanlah binatang. Manusia adalah mahluk hidup yang diberi akal pikiran, ayah, di
samping perasaan. Kita tak boleh bersikap hewaniah karena kita bukan hewan!"
Sang ayah terkejut, berkedip-kedip.
"Cinta antara manusia memang tak akan terlepas dari Berahi namun ini tak boleh menjadi pendorong
utama. Kalau kita melakukan itu maka kita tiada ubahnya binatang. Bukankah binatang sekedar bercinta
karena dorongan berahinya!"
"Hm-hm, benar..... kau benar. Lanjutkan lagi, puteraku. Aku tiba-tiba tertarik dan ingin mendengar
ini."
"Aku menganggap bahwa apa yang dikata suhu benar. Sekarang aku mulai mengerti. Dan karena
manusia bukan hewan maka cinta di antara pria wanita tak boleh didominir berahi ini. Cinta harus timbul
dari Hati, bukan Ego!"
Giam Liong bergerak. Sampai di sini puteranya tampak berapi-api dan iapun menjadi tergetar. Wajah
puteranya itu bercahaya sementara sepasang mata itu mencorong berkilat-kilat. Menghadapi puteranya
seperti ini tiada ubahnya menghadapi seekor harimau muda penuh enerji, siap melompat dan menerkam
korbannya. Dan ketika ia berseru perlahan dengan pandang mata takjub maka iapun bertanya apa perbedaan
Ego dan Hati.
"Kau mengingatkan aku akan seseorang yang memberi wejangan-wejangan bijak. Katakan di mana
perbedaan cinta yang timbul dari Hati dan Ego!"
"Cinta dari Hati bersifat memberi, sementara cinta dari Ego bersifat menuntut. Nah, itulah yang kutahu
dari suhu, ayah, dan aku benar-benar merasakan ini di hati Giok Cheng."
"Apa yang kau tangkap dari gadis itu."
"Tuntutan!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
413 "Dan apa yang kau rasa dari murid si Naga Berkabung Song-bun-liong."
"Aku belum tahu."
"Bagus, kalau begitu bagaimana dengan perasaanmu sendiri, Gak-ji. Bagaimana kira-kira cintamu!"
"Aku harus memberi cinta yang berasal dari Hati, ayah, bukan Ego.. Tapi terus terang aku tak tahu
apakah cinta itu ada di hatiku atau tidak, sudah berkembang atau belum, karena aku sendiri tak tahu apakah
cintaku sudah bersemi atau masih tidur dan belum tergerak!"
"Ah, ha-ha! Kau tiba-tiba seperti pendeta yang melampaui usiamu sebenarnya, Gak-ji. Tiba-tiba saja
kau melebihi pamanmu Han Han. Ah, tentu dia akan senang sekali mendengar semuanya ini dari mulutmu.
Kau berbakat menjadi filsuf!"
"Maaf, aku hanya mendengarnya dari suhuku. Aku hanya mulai mendapat pengertian dan kesadaran
akan ini, ayah, karena itu masalah ini aku sungguh amat berhati-hati sekali. Sekarang bagaimana pendapat
ayah setelah mengetahui ini."
"Kau luar biasa, kau melebihi ayahmu. Beruntung aku mempunyai putera sepertimu ini!"
"Ah, aku tidak bertanya itu. Aku bertanya bagaimana pendapat ayah setelah mendengar semuanya ini,
maksudku apakah ayah masih selalu mendesakku untuk bertanya tentang cintaku kepada Giok Cheng."
"Hm-hm, baik, aku sekarang tiba-tiba penasaran. Bukan oleh urusan itu akan tetapi membuktikan
gerak-gerikmu dalam masalah ini. Dengarkan....!" sang ayah duduk dan mulai berseri-seri Lagi. "Semua
kata-katamu dapat kumengerti dan kupahami, Sin Gak, dan mendengar itu membuat aku jadi merinding
sendiri. Aku sekarang memberi kebebasan, tidak mengikat. Urusan Giok Cheng biarlah kau selesaikan
sendiri dan aku tak akan banyak ikut campur. Aku mulai dapat mengerti, mulai dapat memahami. Sebelum
aku benar-benar menyerahkan ini sepenuhnya kepadamu jawablah siapa yang lebih kau suka antara Giok
Another 1 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Gajah Kencana 14
^