Pencarian

Tapak Tangan Hantu 6

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 6


"Twa-heng, aku sudah datang. Inilah tamumu dan harap kau keluar. Maaf keterlambatanku diganggu
Giam-hujin ini hingga tak tepat waktu!"
"Hm, kau bersenang-senang dengan bocah she Kwa. Lupa kepadaku. Lihat orang itu, Siauw Hong.
Dan jaga jangan sampai kau menjadi ini..... bluk!" sesosok mayat terlempar dan terbanting di depan Siauw
Hong. Yu Yin terkejut dan mundur dengan muka berubah sementara si banci berteriak menjerit keras. Itulah
mayat Kwa-bun! Dan ketika Siauw Hong terhenyak dan jatuh terduduk, sungguh tak disangka maka sosok
bayangan hitam tahu-tahu muncul di atas makam itu, seperti iblis.
"Twa-heng...!"
Yu Yin tersentak dan mundur lagi. Di makam itu, di atas tanahnya berdiri bayangan seperti hantu
berjubah hitam. Wajahnya tertutup kedok karet namun sepasang matanya mencorong bagai mata iblis, merah
menyala dan Yu Yin membentak mengeluarkan pedangnya. Ia membentak untuk mengusir rasa takut, juga
gentar atau perasaan apa saja karena Yu Yin tiba-tiba gemetar melihat bayangan ini. Ia seakan bukan
berhadapan dengan manusia melainkan iblis, iblis yang tiba-tiba muncul entah dari mana datangnya. Namun
ketika ia berhasil menguasai diri dan teriakan Siauw Hong tadi menyebut laki-laki ini maka nyonya itu
berkelebat maju ke depan. Teringat puteranya tiba-tiba keberaniannya muncul.
"Manusia jahanam, mana anakku Sin Gak. Kembalikan dan apa maksudmu menculik anakku!"
"Hm, heh-heh..." laki-laki itu tiba-tiba membalik, membelakangi nyonya ini. Kau tak perlu tanya
kepadaku, Yu Yin, melainkan jawablah kenapa kau tak bersetia kepada ayahmu. Kau anak terkutuk, tak
berbakti. Kau menjadi isteri dari orang yang membunuh ayahmu!"
"Siapa kau!" Yu Yin kaget, berseru marah. "Urusan rumah tanggaku tak perlu kau campuri, manusia
iblis. Kau...." Yu Yin tiba-tiba menghentikan bentakannya. Angin berdesir dan jubah yang dipakai laki-laki
itu mendadak berkibar. Gambar sebuah kelelawar tampak di situ, di jubah hitam itu. Dan ketika Yu Yin
berseru kaget karena itulah majikan Hutan Iblis, ciri-ciri ini pernah didengar dari Ju-taihiap dan Tang Siu
maka ia melompat mundur bagai menginjak ular berbisa.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
135 "Kau.... majikan Hutan Iblis!"
"Heh-heh, sudah kenal?" lelaki itu membalikkan tubuhnya lagi, berhadapan. "Benar, aku pemilik
Hutan Iblis, Yu Yin. Dan kau anak tak berbakti yang tak bersetia kepada mendiang ayahmu sendiri!!"
Yu Yin membentak berseru marah. Tiba-tiba ia menjadi marah begitu tahu bahwa orang ini adalah
pembunuh Ju-hujin, ibu atau ibu angkat suaminya sendiri. Maka begitu ia melengking dan menggerakkan
pedang, berkelebat ke atas makam itu maka tanpa banyak bicara lagi ia melancarkan tusukan maut namun
lawan mengelak dan mundur selangkah, dikejar dan ditusuk lagi dan tiba-tiba lelaki itu mendengus. Ia
menggerakkan ujung jubahnya menangkis. Dan ketika terdengar suara keras di mana pedang nyonya itu
terpental maka Yu Yin terpelanting dan kaget bergulingan menjauhkan diri.
"Plakk!"
Tangkisan ini bagai lempengan baja mengenai pedangnya. Telapak si nyonya pedas terbakar dan
hampir saja pedang di tangannya itu lepas. Yu Yin kaget bukan main dan berseru tertahan. Dan ketika ia
bergulingan meloncat bangun dan mendengar tawa dingin lawan maka laki-laki itu berseru agar ia
menyerahkan diri.
"Kau tak menang melawanku, kau bukan tandingan. Ikut dan menyerahlah kepadaku, Yu Yin.
Kudidik kau dan anakmu untuk membalas dendam."
"Jahanam" nyonya itu melengking. "Kau atau aku mampus, iblis keparat. Mana anakku dan jangan
macam-macam.... singg!" pedang kembali bergerak dan kali ini sang nyonya melakukan jurus Kun-tek-giam-
ong (Raja Akherat Membuka Pintu). Jurus ini sebenarnya jurus dari ilmu silat Golok Maut namun
penggunaannya dengan pedang, bahayanya sama besar meskipun beda senjata. Namun ketika laki-laki itu
tertawa mengejek dan berkelit tenang, dikejar dan akhirnya menjentikkan kuku jarinya maka pedang sang
nyonya terpental dan Yu Yin kaget untuk kedua kalinya.
"Ting!"
Suara itu bagai jentikan senar yang-khim. Yu Yin merasa betapa kuatnya sinkang lawan dan ia
terhuyung. Bertemu dengan kuku jari saja ia kalah, nyonya ini pucat. Namun ketika ia melengking dan
membentak kembali, menerjang dan menggerakkan tangan kiri untuk melepas pukulan-pukulan Hek-tok-
kang maka pedang di tangan kanan bergerak naik turun sementara pukulan tangan kiri menderu dan
mengeluarkan uap hitam.
"Hm, ilmu ayahmu masih kau pakai. Bagus, tapi semakin menunjukkan betapa tak berbudinya kau, Yu
Yin. Pembunuh yang membunuh ayahmu justeru sekarang menjadi suamimu. Kau tak boleh diberi ampun.
Dosamu bertambah besar. Biar anakmu menjadi muridku dan kau ibunya menyusul ke alam baka..... plak-
tringg!" pedang tersampok dan mental lagi, kaget bertemu jentikan kuku jari sementara pukulan-pukulan
Hek-tok-kang dikibas dan dihalau. Uap hitam membuyar bertemu kibasan lengan jubah laki-laki itu. Dan
ketika Yu Yin terpekik karena tubuhnya terhuyung dan mau jatuh maka sang nyonya menjadi melotot karena
orang itu bicara seolah kepada anggota keluarganya sendiri. Ia tidak tahu siapa laki-laki ini namun jelas ia
amatlah lihai. Pukulan-pukulan Hek-tok-kangnya terhembus pula sementara pedang tertolak oleh semacam
angin kuat luar biasa. Ia terkejut dan membelalakkan mata. Dan ketika ia memekik dan merobah gerakan,
hek-tok-kang diganti Kim-kang-ciang (Pukulan Tangan Emas) maka laki-laki itupun tertawa mengejek
dengan kata-kata dingin.
"Hm, kau benar-benar mahir menguasai ilmu orang tuamu? Kau mainkan Kim-kang-ciang untuk
merobohkan aku? Jangan ngimpi, akupun dapat melakukan seperti apa yang kau lakukan, bocah. Lihat dan
rasakan ini..... plak-dess!"
Yu Yin menjerit dan terlempar. Wanita itu kaget bukan main ketika lengan kiri lawan bergerak dengan
pukulan Hek-tok-kang. Tangan kanannya mengebut dan keluarlah sinar emas dari Kim-kang-ciang. Lawan
ternyata mahir pula dua ilmu pukulan itu! Dan karena sinkangnya kalah kuat dan berkali-kali ia terpelanting
dan terhuyung-huyung maka ketika kali ini ia terbanting dan menjerit keras nyonya itupun kehilanganKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
136 pedangnya yang mencelat dari tangan.
"Horee... bocah ini tahu rasa!"
Yu Yin pucat dan merah berganti-ganti. Ia bergulingan meneruskan lemparan itu namun ketika ia
meloncat bangun tiba-tiba dari jauh meluncur sinar kuning menotoknya. Laki-laki itu menyerang dari jauh.
Namun karena ia memiliki Pi-ki-huhiat dan ilmu ini menolongnya maka ketika totokan mengenai pundaknya
jalan darahnyapun menutup dan totokan itu gagal.
"Tuk!"
Sang nyonya dapat berdiri meskipun terhuyung, yu Yin terbelalak karena itulah It-yang-ci. Totokan
satu jari itu milik ayahnya dan kini tiba-tiba di tangan orang lain. Siapa tidak kaget! Maka ketika ia
terbelalak dan menjublak bengong, muka pucat berubah-ubah maka ia bertanya dengan suara menggigil.
"Kau.... kau siapa. Kau memiliki ilmu-ilmu ayah. Kau rupanya pencuri!"
"Hm, heh-heh....! Kau akan tahu aku kalau bersedia ikut denganku, Yu Yin. Jawablah dan biar aku
bersabar sejenak."
"Kau manusia jahanam. Kau menculik anakku. Kau iblis pembunuh, manusia keparat. Tak perlu
membujuk atau mengancamku. Kau atau aku yang mati!" dan ketika si nyonya berkelebat dan menyambar
pedangnya lagi, pedang itu jatuh tak jauh darinya maka Yu Yin sudah menerjang dan memaki lawannya lagi.
Siauw Hong, yang tadi bersorak tampak meleletkan lidah. Ia melihat betapa gagah dan beraninya nyonya ini.
Namun ketika ia melihat mayat Kwa-bun mendadak ia mengguguk dan menangisi pengawal muda ini. Ia tak
perduli lagi kepada pertandingan dan mulutnya menggerung-gerung. Kegilaannya kumat. Namun ketika
sebuah kebutan menampar dirinya dari jarak jauh, si banci mencelat maka majikan Hutan Iblis itu berseru
agar cepat-cepat sembahyang di makam.
"Ibumu bisa mendelik melihat kau menangisi bocah tak berguna itu. Sembahyang dan pasang hiomu
lagi, Siauw Hong. Minta agar Dewa Maut bersiap menerima sebuah nyawa lagi!"
"Kau.... kau mau membunuh Giam-hujin?"
"Tak perlu banyak mulut. Pasang hio dan suruh Giam-lo-ong (Dewa Maut) menyiapkan diri, Siauw
Hong. Beri tahu bahwa sebuah nyawa akan kuantar padanya!"
Siauw Hong berjingkrak dan mengangguk. Ia terkekeh sementara matanya masih bercucuran. Yu Yin
marah sekali mendengar pembicaraan itu. Maklum, dirinyalah yang dimaksud. Ia akan diantar ke akherat!
Namun ketika ia melengking dan menerjang lagi, pedang bergerak menyambar-nyambar maka Pek-poh-sin-
kun, silat Seratus Langkah yang dipelajarinya dari sang suami dipergunakan. Yu Yin pucat menghadapi
lawan yang lihai ini karena berkali-kali ia jatuh bangun. Orang itu memiliki pula pukulan-pukulan Kim-
kang-ciang dan Hek-tok-kang, bahkan jauh di atas dirinya. Dan karena tak ada ilmu lain yang dapat
dipergunakan, lawan mengenal semua ilmu silatnya maka Pek-poh-sin-kun itulah yang dipergunakan dan
benar saja lawan terkejut dan membelalakkan mata. Sekarang nyonya muda itu dapat berkelit dan
menghindar. Langkah-langkah saktinya bekerja dengan amat luar biasa. Namun karena Yu Yin belum
menguasai benar ilmu itu, ia belum lama mempelajari ini maka ketika beberapa gerak kaku yang
diperlihatkan diketahui lawan maka laki-laki itu terkekeh dan mengeluarkan suara dari hidung.
"Hm, Pek-poh-sin-kun? Andalan suamimu? Heh-heh, kau belum menguasai benar ilmu ini, Yu Yin.
Sayang dan kau tak mungkin terus-terusan berkelit!"
Yu Yin terkejut. Langkah-langkahnya mulai dikenal dan karena lawan adalah orang berkepandaian
tinggi maka sejurus saja laki-laki ini mampu mengetahui keadaan. Ia melihat kelemahan itu. Dan ketika ia
tertawa dan membentak mendorongkan tangan kiri maka bau amis menyambar dan Hek-mo-ciang atau
Pukulan Tapak Hantu keluar.
"Heh-heh, roboh dan terima pukulanku, Yu Yin. Inilah ilmu yang belum kau kenal dan awas!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
137 Sang nyonya menjerit. Bersama dengan dorongan tangan kiri itu menyambar bau amis yang membuat
ia hampir muntah-muntah. Yu Yin teringat cerita Ju-taihiap bahwa yang paling berbahaya dari majikan
Hutan Iblis ini adalah Hek-mo-ciangnya. Selama ini ia belum melihat dan baru kali itu menerima. Benar saja,
bersama pukulan itu menyambar bau busuk seperti bangkai. Wanita paling tak kuat mencium segala bau
seperti ini, kontan saja menjerit dan kacaulah langkah sakti Pek-poh-sin-kun. Dan ketika lawan terbahak
menyeramkan sementara si nyonya terhuyung maka.... plak, satu pukulan mendarat di pipi.
Yu Yin terjengkang dan bergulingan. Ia kaget sekali dan menjerit pucat, dikejar dan satu pukulan lagi
mengenai bahu kirinya. Dan ketika Yu Yin melotot karena harus mengelak sana-sini, dalam keadaan
bergulingan begitu ia tak mungkin mainkan langkah saktinya maka sebuah sinar berkeredep dan Yu Yin
berteriak melihat Giam-to (Golok Maut).
"Aiihhhh....!"
Nyonya itu seakan terbang semangatnya. Ia melihat benda itu berkelebat dan kaget setengah mati.
Dalam keadaan seperti itu teringat ia akan Giam Liong. Benar, suaminya benar. Golok Maut itu sudah jatuh
ke tangan orang lain. Dan ketika ia bergulingan sana-sini, pedang digerakkan sekenanya menangkis dan
membacok maka.... tas, pedang itu putus seperti agar-agar dibabat pisau tajam. Selanjutnya ia menjerit ketika
satu bacokan mengenai lengannya, disusul oleh tusukan dan babatan yang semuanya itu sia-sia dikelit. Sisa
pedangnya sudah lepas dan jatuh di tanah. Yu Yin dalam keadaan bahaya. Tapi ketika nyonya itui
bergulingan sambil merintih dan menjerit, lawan mempermainkan hingga sebentar kemudian ia mandi darah
mendadak terdengar bentakan dan puluhan pengawal muncul. Yauw-ongya berada di situ berteriak keras.
"Manusia kejam, berhenti! Manusia iblis, hentikan perbuatanmu...!"
Laki-laki ini terkejut dan menoleh. Ia tak menyangka bahwa di tempat itu tiba-tiba muncul pasukan
pengawal di bawah pimpinan Yauw-ongya. Pangeran inilah yang datang atas rasa khawatir dan cemas. Hui
Kiok menyuruhnya keluar dan mencari tahu di belakang istana, di tempat Siauw Hong itu. Tapi karena di
sana tak ada apa-apa kecuali kamar yang porak-poranda, Yauw-ongya mendengar bentakan dan lengkingan
di makam itu maka ia membawa tujuh puluh lima orang untuk kemudian melihat keponakannya sedang
bergulingan menerima tusukan dan bacokan. Dan senjata yang dipakai adalah Golok Maut, golok berdarah!
Yu Yin benar-benar siap menerima ajal. Ia sudah luka-luka dan hanya berkat keberanian serta
kegagahannyalah ia mampu bertahan. Sekujur tubuhnya penuh luka-luka. Dan tepat ia tak mampu mengelak
sebuah serangan lagi mendadak muncullah pasukan pengawal itu yang menghentikan kebengisan majikan
Hutan Iblis ini. Ia siap menusuk dada nyonya itu dengan satu serangan terakhir. Lawan tak mungkin lagi
mengelak karena mandi darah. Tapi ketika ia hendak menyelesaikan tugasnya dan datang pasukan itu tiba-
tiba lelaki ini menghentikan gerakannya dan tawa aneh disertai gonggong menyeramkan keluar dari
tenggorokannya.
"Heh-heh, kita harus pergi, Siauw Hong. Pergi. Ayo, biarkan mereka riuh dan kita pergi.... huk-hukk...
aunggg!"
Semua tertegun. Tawa dan gonggong itu membuat pengawal berhenti. Mereka tertegun, terbelalak.
Dan ketika mereka berhenti itulah maka laki-laki ini memutar tubuh dan berkelebat lenyap. Siauw Hong
disambar dan dibawa lari.
"Anakku.... oh, anakku... tidak!"
Yu Yin bangkit dan tiba-tiba berteriak. Dalam keadaan seperti itupun nyonya ini masih teringat
puteranya dan mengejar. Ia jatuh namun mengejar lagi, berteriak dan memaki majikan Hutan Iblis itu. Dan
ketika pasukan sadar dan Yauw-ongya berseru keras, semua mengejar maka nyonya yang luka-luka ini
ternyata masih hebat dibanding para pengawal itu. Yu Yin mampu melewati tembok pagar dan melayang
turun di sana, berdebuk dan mengejar lagi dan ributlah pengawal melihat itu. Mereka kagum dan berdecak
menyaksikan nyonya gagah ini. Dan ketika mereka mengejar dan melompati tembok tinggi, banyak yang
terpelanting kaget maka nyonya itu melihat bayangan lawan memasuki semak gerumbul dan sesosok kecil
anak laki-laki tiba-tiba disambar dan menjerit.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
138 "Ibu...!"
"Sin Gak!"
Bayangan ini menumbuhkan kekuatan luar biasa pada nyonya muda itu. Yu Yin melihat betapa anak
laki-lakinya dipondong si jubah hitam itu, berkelebat dan melewati lagi tembok pemisah yang lebih tinggi
lagi. Siauw hong diseret dan dibawa melayang naik, kakinya menghantam tembok dan si banci itu menjerit.
Tapi ketika ia sudah disendal dan Yu Yin berteriak-teriak mengejar, suara anaknya tak terdengar lagi karena
mungkin ditotok maka bagai gila nyonya itu mengejar dan pengawal di belakangpun mengikuti.
Teriakan atau jeritan nyonya ini menjadi pegangan. Istana gempar karena malam itu para pengawal
berlari-larian menyebut-nyebut maling. Mereka gaduh berteriak-teriak. Dan ketika di sana Yu Yin jatuh
bangun mengejar anaknya, sayang bayangan hitam itu melompati tembok istana untuk akhirnya menghilang
maka nyonya ini tersedu-sedu keluar pula dari istana. Yu Yin jatuh bangun dengan wajah mengerikan.
Tubuh yang penuh luka-luka ini semakin mengerikan saja. Dan ketika ia tiba di pintu gerbang kota di mana
suaminya saat itu sedang bertengkar dengan orang-orang Khong-tong dan Lu-tong maka ambruklah nyonya
itu sementara Ta-ciangkun bersembunyi dan menyaksikan ini dari jauh, ikut mengejar dan Yauw-ongya
bingung tak melihat wanita itu lagi.
Jilid X
"BEGITULAH....." nyonya ini tersedu-sedu, meratap, "....aku gagal mendapatkan Sin Gak, Giam
Liong. Tapi kau akan berhasil bila menangkap Siauw Hong. Majikan Hutan Iblis itu agaknya kerabat istana.
Ia.... ia pandai ilmu-ilmu ayah. Ia memiliki pula Hek-mo-ciang yang ganas dan berbahaya itu. Kau hati-
hatilah karena Golok Maut berada di tangannya!"
Yu Yin ambruk dan kejang-kejang. Setelah ia menceritakan semuanya itu dengan susah payah dan
banyak mengeluarkan tenaga maka tiba-tiba ia roboh dengan mata mendelik. Napas seakan putus. Dan ketika
Giam Liong berseru menyambar isterinya nyonya itu ternyata menuding-nuding.
"Sin Gak.... kau harus mendapatkan Sin Gak. Atau.... atau aku tak akan mati meram...!"
"Yu Yin!"
Nyonya itu menyeringai. Han Han melihat betapa nyonya ini tak tertolong lagi. Luka-lukanya
terlampau parah. Dan ketika benar saja wanita itu menggeliat dan tersentak tertahan sekonyong-konyong ia
roboh dan lunglai di pelukan suaminya.
"Yu Yin....!"
Lengking atau teriakan itu demikian menggetarkan hati. Naga Pembunuh, Giam Liong tiba-tiba
menjerit dan memanggil-manggil isterinya itu. Pemuda buntung ini seakan tak dapat menerima kenyataan.
Gema suaranya dahsyat menggetarkan tembok kota raja. Tapi ketika wanita itu lemas dan tewas dengan mata
terbuka maka si buntung itu tersedu-sedu dan mengguguk. Tangannya meremas-remas dan meninju tanah.
"Yu Yin, kubalaskan sakit hatimu nanti. Kubunuh dan kukerat jantung jahanam keparat itu....
arghhhhh!"
Pekik atau suara ini mendirikan bulu roma. Naga Pembunuh bangkit berdiri dan tangan kanannya
bergerak. Sebatang pohon berderak terbanting. Dan ketika pemuda itu melepas mayat isterinya untuk
berkelebatan dan mengamuk di situ, apa saja menjadi sasarannya maka tembok kota raja tak luput dari
pukulan atau hantamannya. Dinding kota bergetar dan roboh. Tembok tebal itu runtuh. Dan ketika semua
terkejut dan berlarian maka hanya Han Hanlah yang mampu mengatasi dan berkelebat menyambar lengan
sahabatnya ini. Wajah Si Naga Pembunuh itu ganas mengerikan.
"Giam Liong, sudahlah. Berhenti dan jangan mengamuk. Sudah dan tahan kemarahanmu ini..... des-
dess!" tembok berlubang lagi oleh amukan si buntung itu. Giam Liong mendesis-desis dan siapapun yangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
139 melihat pasti seram. Wajah itu seperti setan. Namun ketika sebuah pukulan diterima dan ditangkap pemuda
ini, Han Han mencoba menyadarkan maka Naga Pembunuh itu tergetar. Han Han terhuyung dan pucat.
"Giam Liong, ini aku. Bukan musuh. Sadarlah!"
"Kau.... kau membela jahanam keparat itu? Kau berani menangkis pukulanku? Bagus, kaupun harus
mati, anak muda. Mati dan mampus.... wutt!" sebuah pukulan menyambar lagi dan Han Han terkejut bukan
main. Saudaranya ini ternyata hilang akal dan mata gelap. Ia tiba-tiba dianggap musuh. Dan ketika Kim-
kang-ciang menyambar dan menghantam dahsyat iapun tak berani mengelak karena di belakangnya terdapat
orang-orang lain.
"Giam Liong...... dess!" dua pemuda itu mencelat. Mereka terlempar oleh pukulan masing-masing tapi
Han Han cepat mencabut pedangnya. Pek-jit-kiam, Pedang Matahari adalah pedang pusaka yang
menyilaukan mata. Pedang ini terang-benderang kuasa menyadarkan orang gelap. Dan ketika benar saja si
buntung itu terbelalak dan sadar, terkejut maka Giam Liong mengeluh dan melihat Han Han bukan Majikan
Hutan Iblis.
"Han Han...!"
Pemuda itu lega. Han Han sudah merasa ngeri kalau Giam Liong mengamuk. Tak ada yang dapat
diandalkan lagi kecuali Pedang Mataharinya itu. Mereka sama-sama memiliki kepandaian tinggi dan hanya
pedang itu yang dapat dipakai bertahan, meskipun dia tak mungkin merobohlan lawan karena betapapun
Giam Liong saudaranya, anak angkat dari ayahnya pula. Dan ketika Giam Liong menyebut namanya dan
pemuda itu lega, Giam Liong sadar maka Han Han menyimpan pedangnya lagi karena si buntung itu
menubruk dan mengguguk di atas dadanya.
"Han Han, isteriku..... ia.... tewas...!"
"Sabarlah..... sabar. Nasib sudah menentukan begitu, Giam Liong, tak ada lagi yang dapat merobah.
Isterimu melanggar pesanmu. Ia sembrono. Kita harus bersabar dan jangan berduka..."
"Enak saja kau bicara. Enak saja kau menghibur! Aku tak dapat membiarkan semua ini terjadi, Han
Han. Aku akan membalas dan membunuh jahanam keparat itu. Aku akan mencincang dan menghirup
darahnya. Ia akan kuganyang jantungnya!"
Han Han mencengkeram erat-erat pundak sahabatnya ini. Ia sudah menduga semua kata-kata seram
yang bakal mendirikan bulu roma. Ia percaya akan semua ancaman itu. Tapi menggigil dan coba
menyadarkan ia berkata,
"Giam Liong, tak ada sesuatu yang akan terjadi kalau tidak atas kehendak Yang Maha Kuasa. Isterimu


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tewas, ini kenyataan. Tapi membalas dan membunuh berdasarkan dendam adalah salah besar. Ingat, ibuku
juga tewas dibunuh, Giam Liong. Tapi aku tak mengancam atau mengutuk berlebihan. Ada akibat ada sebab.
Marilah terima hal ini secara tenang dan bersikaplah jantan!"
Si buntung mengguguk. Kata-kata itu menghunjam hatinya karena teringatlah Giam Liong bahwa ibu
Han Hanpun terbunuh. Dibanding sakit hatinya maka sakit hati pemuda itupun sama. Tapi karena dia bukan
Han Han dan di dalam darahnya mengalir watak pendendam Golok Maut Sin Hauw, mendiang ayahnya
maka ia melepaskan diri tapi kata-katanya tetap menyeramkan dan dingin ketika berkata,
"Han Han, kau bukan aku, dan akupun bukan kau. Baik kuterima semuanya ini tapi sumpah demi
Langit dan Bumi akan kucincang jahanam keparat itu. Aku tak mau sudah, atau aku yang mampus menyusul
isteriku!"
Han Han menarik napas dalam-dalam. Kalau sudah begini tak perlu ia melayani lagi. Giam Liong
bahkan kalap. Dan ketika ia diam tak menjawab maka Ceng Tong Hwesio dan Ho Heng Tojin merintih
selesai mengobati luka-lukanya. Mereka juga mendengar semua cerita nyonya itu dan ngeri. Sekarang
mereka tahu bahwa Golok Maut dicuri orang. Giam Liong atau Naga Pembunuh ini bukan orang yang
membunuh-bunuhi murid mereka, meskipun jelas pembantaian itu dilakukan dengan Giam-to (Golok Maut).
Dan ketika semua beranjak dan berdiri terhuyung maka Giam Liong telah menyambar mayat isterinya danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
140 pergi tidak menoleh lagi kepada siapapun. Si buntung ini terlampau berduka oleh kematian isterinya. Han
Han juga tak menghalangi. Dan karena peristiwa ini bagai mimpi buruk yang datang tiba-tiba, semua begitu
berobah maka pemuda inipun berkelebat dan kembali ke Hek-yan-pang.
Han Han hendak melapor itu kepada ayahnya. Ceng Tong dan Ho Heng Tojin diminta berhati-hati.
Dan ketika ketua Lu-tong dan Khong-tong itu mengangguk, merekapun harus kembali dan menjaga para
murid maka kejadian di pintu gerbang kota raja itu menjadi saksi bisu bagi tewasnya Giam-hujin.
* * * Tiga bulan sejak kejadian itu tak ada sesuatu yang istimewa. Dunia kang-ouw juga tenang. Agaknya
setelah badai mengamuk beberapa saat dalam bulan-bulan terakhir ini maka badai akhirnya reda. Hek-yan-
pang, tempat di mana Ju-taihiap tinggal juga tenang. Han Han telah kembali ke sini dan bertemu ayah
isterinya. Tang Siu menjerit ketika mendengar kematian Yu Yin. Wanita itu hampir saja pingsan. Tapi ketika
Han Han menyambar dan mengingatkan isterinya itu, bahwa kandungan harus dijaga maka Ju-taihiap juga
menghibur dan berbisik bahwa semuanya takdir.
"Sudah suratan, sudah nasib. Ah, kasihan Giam Liong dan mudah-mudahan anak itu dapat menguasai
diri."
Tang Siu mengguguk dan tersedu-sedu. Betapapun ia tak dapat melupakan itu. Ia tak dapat melupakan
sahabatnya dan Yu Yin adalah satu-satunya wanita paling dekat dalam hidupnya. Bahkan bersama wanita
itulah dia melangsungkan pernikahan bersama-sama. Dia mendapatkan suaminya Han Han sedangkan Yu
Yin mendapatkan Giam Liong. Mereka pernah sama-sama tinggal di Kun-lun ketika dulu Ju-taihiap harus
melamar mereka. Gurunya, Kim-sin Tojin, pernah bergurau bahwa mereka tiada ubahnya saudara kandung,
bahkan lebih. Maka ketika kini wanita itu tewas dan ia benar-benar merasa kehilangan, padahal beberapa
waktu yang lalu mereka masih bersama dan sempat tidur satu pembaringan maka nyonya muda ini berduka
selama sebulan dan ia menyatakan perkabungan pribadi.
Suaminya tak boleh mendekatinya dahulu dan setiap malam wanita ini sembahyang. Asap hio
mengepul di kamar pribadinya dan pakaian putih dikenakan Tang Siu. Sang gak-hu (ayah mertua) menarik
napas panjang dan diam-diam menyatakan berkabung pula. Selama sebulan dikibarkan bendera Hek-yan-
pang setengah tiang. Para murid menunduk. Dan ketika sebulan lewat dan masa berkabung dihentikan maka
bendera disimpan tapi Tang Siu minta agar satu dari semua bendera itu tetap ditancapkan di pulau, setengah
tiang.
"Aku tak dapat melupakan ini. Aku akan mengenang kematian sahabatku sampai si pembunuh dapat
dihukum. Aku minta agar satu di antara semua bendera itu tetap tertancap, Han Han. Aku akan berdoa dari
sini agar jahanam itu tertangkap!"
"Hm, tak perlu berlebihan. Suasana berkabung sudah lewat, Siu-moi. Kenapa mengingat-ingat juga?
Aku dan seluruh Hek-yan-pang turut bersedih, tapi jangan larut dan tak kenal batas!"
"Kau tak mau menuruti permintaanku?"
Han Han terkejut. "Kau nekat?"
"Bukan nekat, Han-ko, melainkan perwujudan dari rasa sedihku yang mendalam. Kau tancapkan
sebuah bendera itu atau aku pergi dan mencari jahanam pembunuh itu!"
Han Han terbelalak. Ia tiba-tiba melihat betapa sedih dan dalamnya rasa dendam di hati isterinya itu.
Sebenarnya ia tak setuju. Tapi karena tak mau sang isteri minggat dan mencari manusia berbahaya itu,
terpaksa ia menancapkan bendera di tengah pulau maka sang ayah yang melihat itu berkerut kening. Sang
isteri sudah masuk ke kamarnya kembali.
"Apa itu, untuk apa. Kenapa kau tancapkan bendera di sana, Han Han. Bukankah masa perkabunganKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
141 lewat!"
"Tang Siu yang memintanya, ayah. Ia minta agar sebuah bendera masih berdiri di sana sampai
pembunuh itu terhukum."
"Ah, dendam berlebihan. Tak baik melihat itu karena setiap saat dapat membakar perasaan saja!"
"Benar, tapi ia mengancamku, ayah. Ia akan pergi kalau tak ditancapkan bandera itu. Entahlah,
mantumu itu tiba-tiba saja bersikap keras dan amat ngotot!"
"Hm-hm, aku kurang setuju. Tapi biarlah. Bagaimana rencana kita dan apa yang akan kau lakukan
nanti. Apakah menunggu sampai bayimu lahir."
"Masih tiga bulan lagi. Hm, aku juga bingung, ayah. Bagaimana baiknya. Aku juga ingin cepat-cepat
menemukan majikan Hutan Iblis itu sebelum Giam Liong. Aku tak suka Giam Liong bersikap kejam dan
sadis!"
"Aku menyerahkannya kepadamu. Tapi yang jelas tentu saja isterimu kujaga baik-baik di sini. Atau
bagaimana kalau aku saja yang pergi."
"Ayah mau mencari iblis itu?"
"Eh, apakah sangkamu aku harus berpangku tangan saja? Kupikir begitu juga baik, Han Han. Kau dan
isterimu di sini sementara aku yang gantian pergi!"
"Tapi ayah tak mampu menandingi iblis itu..."
"Jangan mengecilkan aku. Waktu itu Pek-jit-kiam tak berada di tanganku, Han Han. Pedang itu kau
bawa. Kalau waktu itu aku membawa pedang itu kurasa aku mampu menandinginya. Ia memang hebat, dan
justeru aku penasaran karena dengan Pek-jit-kiam ingin kucoba lagi!"
"Hm, bagaimana kalau aku saja yang pergi."
"Terserah, tapi kau harus menanti kelahiran bayimu. Kau lebih berkepentingan daripada aku!"
Han Han bingung. Justeru inilah yang membuatnya bingung selama ini. Sebentar lagi isterinya akan
melahirkan. Menurut patut, dialah yang harus tinggal di situ sebagai calon ayah. Dia harus menunggui
isterinya dan Tang Siu tentu lebih senang ditunggui dia daripada ayahnya. Maka ketika ayahnya bertanya
sekali lagi dan dia menarik napas maka pemuda ini menyerahkan kepada ayahnya.
"Terserah ayah sajalah, aku menurut."
"Kalau begitu besok aku pergi. Berikan Pek-jit-kiam padaku, Han Han, dan kau jagalah Hek-yan-pang
baik-baik!"
Han Han melolos pedangnya. Pek-jit-kiam dia berikan dan Ju-taihiap menerima ini. Pedang itu adalah
pedang yang hebat dan kalau tidak terpaksa tak mau ia mempergunakan. Dulu diberikannya kepada Han Han
tapi sekarang dipinjamnya. Ia akan pergi, pedang itu akan menemani dan dengan Pek-jit-kiam di tangan ia
merasa tenang. Rasa penasarannya kepada majikan Hutan Iblis itu besar sekali. Dulu ia kewalahan karena
pedang di tangan puteranya. Sekarang ia akan mempergunakan pedang ini lagi dan akan dicarinya lawan
yang amat berbahaya itu. Maka bersiap dan menyerahkan pimpinan pada puteranya pendekar inipun
meninggalkan Hek-yan-pang ketika keesokannya dia berpamit, baik kepada puteranya maupun anak
mantunya.
"Aku tak mau tinggal diam. Kalian berdua di sini dan biar aku bekerja. Han Han harus menunggui
kelahiranmu. Jaga diri baik-baik, Tang Siu, dan ikuti nasihat suamimu!"
Tang Siu mengangguk, menahan tangis. Sebenarnya ia khawatir juga tapi Han Han menghiburnya
agar tenang. Ayahnya itu telah membawa Pek-jit-kiam. Pedang Matahari itu sama ampuhnya dengan Golok
Maut. Maka ketika sang ayah pergi meninggalkan mereka, berkelebat dan melambaikan tangan maka hari ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
142 Hek-yan-pang dipimpin Han Han. Tak ada apa-apa dua tiga hari ini tapi hari keempat Tang Siu merengek.
Nyonya itu menyatakan rindu kepada gurunya, Kim-sin Tojin. Dan ketika kian hari rengekannya kian
bertambah, Han Han berkerut kening maka nyonya itu minta bagaimana kalau seorang dua orang anak buah
Hek-yan-pang diminta pergi ke Kun-lun untuk menjemput kakek itu.
"Aku rindu, entahlah.... aku rindu kepada suhu. Utuslah seorang dua orang murid ke Kun-lun, Han-ko.
Biarlah suhu datang karena semalam ini aku mimpi tidak enak!"
"Kau mimpi apa..."
"Suhu datang menghunus pedang, tubuhnya berlumuran darah. Aku ngeri, takut!"
Han Han terkejut juga. Mimpi itu benar-benar tak enak dan pantas kalau isterinya gelisah. Ia
mengangguk dan kemudian memasuki kamar. Dan ketika pemuda itu duduk bersila dan memejamkan mata,
menujukan konsentrasi ke Kun-lun maka Han Han "memanggil" kakek itu lewat getaran suara batin.
Ilmu ini pernah dipelajari Han Han dari gurunya Im Yang Cinjin yang sakti. Dengan getaran suara
batin ia dapat menghubungi seseorang dari jauh. Tapi ketika ia tak mendapat sambutan, suara panggilannya
lenyap begitu saja maka ia tertegun dan bangkit berdiri. Isterinya terbelalak dan memandang perbuatannya
dengan heran.
"Kau bikin apa, kenapa tidak memanggil seorang murid!"
"Hm, aku mencoba menghubungi gurumu. Siu-moi. Kalau ia dapat kukontak untuk apa jauh-jauh
mengutus murid. Aku sudah ke Kun-lun, tapi tak ada."
"Maksudmu?"
"Gurumu tak ada di sana, mungkin ke luar. Coba nanti kuhubungi lagi dan jangan terburu-buru."
Tang Siu berseri. Akhirnya ia sadar bahwa suaminya ini adalah seorang pemuda hebat. Kesaktiannya
tinggi dan setingkat di atas gak-hunya. Tapi ketika sehari itu empat kali Han Han gagal mengontak kakek itu,
Kim-sin Tojin tak ada di rumah maka pemuda ini cemas dan berkerut kening. Tang Siu mulai tak enak.
"Bagaimana, apakah tak ada. Tak dapatkah kau menelusuri ke mana kira-kira dia pergi. Ambilkan
sebutir telur dan sehelai kain putih!"
Tang Siu gelisah. Ia ke belakang dan mengambil apa yang diminta, memberikan itu kepada suaminya
dan Han Hanpun duduk lagi bersila. Mata pemuda ini terpejam lebih rapat. Telur dipegang dengan hati-hati
di telapak tangan. Lalu ketika dia membalik dan mengguncang telur itu ke empat penjuru mendadak telur
meloncat dan jatuh dengan posisi yang runcing di bawah.
"Ah, Hek-yan-pang. Ia sedang menuju Hek-yan-pang!" Han Han berseru dan membuka mata. Ia
girang bahwa petunjuk akan kakek itu menuju tempatnya. Telur itu berdiri dengan posisi tegak. Tapi ketika
ia berseru mendadak belasan murid menghambur dan berteriak-teriak.
"Kongcu, ada kakek luka parah. Ada tamu menyeramkan!"
"Benar, dan ia mencari-cari dirimu, kongcu. Juga siauw-hujin. Maaf kami mengganggu dan kakek itu
roboh di tepi telaga!"
Han Han bergerak dari duduknya. Ia mencelat sementara sang isteripun melompat kaget. Tiga belas
murid datang dengan tergesa-gesa dan muka pucat. Mereka ngeri. Namun ketika ia keluar dan berkelebat
mencari tahu, satu di antara mereka dibawa terbang maka murid ini menggigil menudingkan telunjuk ke
sebelah selatan.
"Di situ.... di sana. Kami tak mengenalnya, kongcu. Kakek itu mandi darah!"
Han Han berkelebat dan memutar tubuh ke selatan. Ia berdebar dan tegang karena firasatnya
menyatakan tidak enak. Tang Siu, isterinya, tiba-tiba juga mengejar dan berteriak. Dan ketika di sebelahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
143 selatan tampak murid-murid Hek-yan-pang berkerumun, mereka menolong seorang kakek bermandi darah
maka bagai ditusuk pedang Han Han mengenal kakek ini, sudah dapat menduga.
"Kim-sim-totiang!"
Murid Hek-yan-pang serentak mundur. Mereka pucat dan ngeri memandang kakek itu namun Han
Han sudah berkelebat dan mendorong mereka. Kakek itu terjelungup di samping perahu, pakaiannya penuh
darah sementara matanya mendelik lebar. Berulang-ulang ia hendak bicara namun yang keluar hanya ah-uh
saja, tak jelas. Dan begitu ia melihat Han Han namun roboh terguling, kakek ini pingsan maka Tang Siu tiba
di situ dan juga menjerit.
"Suhu...!"
Gemparlah para murid. Baru mereka tahu bahwa itu kiranya Kim-sim Tojin, kakek atau guru dari
siauw-hujin mereka yang sudah menjerit dan menubruk. Dan ketika mereka ramai memberi jalan, Han Han
sudah menyambar dan menotok kakek ini maka Tang Siu terguling-guling dan tersedu memeluk gurunya itu.
Para murid pucat.
"Suhu..... suhu...!"
Han Han tertegun. Sejenak pemuda ini juga berubah namun tiba-tiba ia mendorong isterinya. Tang siu
disuruh bangun sementara kakek itu dipondong. Lalu sekali dia berkelebat maka Kim-sim Tojin dibawanya
ke rumah.
"Siu-moi, gurumu luka-luka. Mari dirawat di dalam dan jangan biarkan di sini. Bantu aku, kita
pulang!"
Tang Siu mengguguk. Hampir wanita itu roboh tersandung batu namun Han Han menyambar dan
menangkap lengannya, berkelebat dibawa terbang. Lalu ketika pemuda itu menyuruh murid-murid yang lain
tenang, sebagian disuruh berjaga maka Kim-sim tojin, kakek itu dibawa ke dalam dan Han Han tercekat
bahwa luka kakek ini diakibatkan babatan Golok Maut. Daging dan kulit yang terkuak sudah kering
darahnya dihisap Golok Maut itu.
"Ia korban Majikan Hutan Iblis. Kim-sim-totiang bertemu manusia jahanam itu!"
Tang Siu tak mampu bicara. Ia menangis tersedu-sedu namun ketika Han Han menyuruhnya
membantu maka wanita inipun mengangguk dan mengambil obat dan pembebat. Luka Kim-sim Tojin cukup
parah. Namun ketika Han Han menotok dan mengusap kakek itu, kakek ini mengeluh maka tokoh Kun-lun
itu membuka mata dan girang melihat Han Han.
"Kau...? Mana.... mana Tang Siu...?"
"Aku di sini," wanita itu mengguguk. "Aku di sini, suhu. Ada apa denganmu dan kenapa sampai bisa
begini. Apakah kau bertemu Majikan Hutan Iblis!"
"Eh, ohh..... kau.... kau tahu, Tang Siu? Kau dapat menduga? Pinto.... pinto memang bertemu orang
jahat. Dia... dia laki-laki berjubah hitam!"
"Itu manusia jahanam itu. Dia Majikan Hutan Iblis!"
"Benar, pinto.... aduh, luka-lukaku sakit sekali. Ohh, tolong aku, Han Han, miringkan tubuhku karena
pinggangku ini sakit sekali!"
Han Han bergerak dan membalikkan tubuh kakek itu. Pinggang kakek ini luka besar dan luka itulah
yang terasa perih. Kakek ini cukup menderita. Dan ketika dia menotok dan mengencangkan bebatan maka
kakek ini bertanya di mana besannya.
"Aku tak melihat Ju-taihiap, di mana dia..."
"Ayah sedang pergi. Baru saja ia meninggalkan Hek-yan-pang, locianpwe. Harap kau beristirahat danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
144 tak banyak bicara," Han Han menjawab.
"Oh, aku.... ah, aku baru mendengar bahwa Ju-hujin tewas. Aku tak sempat berbela-sungkawa. Oh,
benarkah ibumu tiada, Han Han? Musuh menganggu dan membunuhnya?"
Han Han mengangguk, menahan perasaan yang perih.
"Aku datang untuk membuktikan ini. Tapi di tengah jalan, augh..... aku bertemu manusia iblis itu. Ia
hebat. Aku... aku tak kuat menahan pukulannya. Dan.... dan ia membawa Golok Maut!"
"Nanti saja locianpwe bicara," Han Han menekan dan mengusap dada kakek ini. "Kau luka berat,
locianpwe, beristirahatlah dan nanti saja bicara lagi."
"Tapi.... tapi pinto...."
"Suhu tak perlu mengeluarkan banyak tenaga," kali ini Tang Siu bicara dan maju memegang lengan
suhunya, air mata bercucuran. "Sudah lama kami tahu tentang jahanam itu, suhu. Nanti sajalah kita bicara
lagi dan harap suhu tenangkan pikiran!"
Kakek itu terbelalak. Ia menyeringai kesakitan tapi mengangguk dengan napas terengah-engah.
Tampak betapa ia menahan sakit yang sangat. Tapi teringat Golok Maut ia bertanya penasaran, memaksa
diri.
"Tang Siu, Golok Maut itu..... bagaimana, uhh.... bagaimana bisa berada di tangannya? Bukankah....
bukankah itu milik Giam Liong...?"
"Benar, suhu, tapi golok itu dicuri. Giam Liong kehilangan senjatanya ini dan isterinya sekarang
tewas. Yu Yin juga binasa oleh Golok Maut itu!"
"Apa?" kakek ini tersentak. "Yu Yin....... anak itu....?"
"Benar, suhu," Tang Siu mengguguk dan tak dapat menahan diri lagi. "Yu Yin tewas dan terbunuh
oleh Golok Maut. Anaknya hilang diculik orang pula. Ah, banyak kejadian buruk yang menimpa kami di
sini. Jahanam itulah biang keladinya!" dan ketika kakek itu tertegun dan membelalakan mata lebar-lebar,
kaget bahwa Yu Yin tewas tiba-tiba ia mengeluh dan roboh terguling. Dadanya sakit sekali dan berita itupun
amat mengejutkan. Yu Yin adalah gadis yang dulu dianggapnya sebagai anak sendiri, sama seperti muridnya
ini dan tak pelak lagi kakek itu terkejut mendengar kematiannya. Dan karena ia sedang luka-luka dan tak
ayal kakek ini bertambah parah maka tergulinglah kakek itu Kim-sim Tojin pingsan.
"Tak usah banyak bicara, tak usah banyak melapor dulu," Han Han menegur, sibuk menolong isteri
dan kakek itu. "Gurumu sedang menderita, Siu-moi, jangan tambah lagi dengan penderitaan baru. Kau harus
menahan diri dan nanti saja kita bicara lagi. Lihat, gurumu pingsan!" dan menyesal tapi tak terlalu
menyalahkan isterinya pemuda ini menyuruh isterinya mundur dan melonggarkan baju si kakek. Seorang
anak murid diperintahkan untuk mengambil ini-itu dan akhirnya kakek itu sadar lagi. Tapi begitu ia
memandang Han Han yang ditanya adalah Yu Yin.
"Anak itu.... ia tewas? Terbunuh oleh Golok Maut?"
"Locianpwe tak perlu bertanya dulu. Locianpwe luka-luka. Biarlah besok kita bicara dan sekarang
tenangkan pikiran locianpwe pada diri locianpwe dulu."
"Ooh, benar-benar terkutuk. Aduh, aku menyesal sekali, Han Han. Gara-gara lama tak turun gunung
maka berita-berita barupun tak pernah kudengar. Aduh, aku terlalu mengurung diri!"
Han Han mengusap dan menotok kakek itu. Akhirnya ia menyuruh si kakek diam dan tinggal
beristirahat. Pembicaraan dapat dilakukan nanti setelah kakek itu mendingan. Dan ketika empat hari kakek
ini beristirahat dan mendapat perawatan, untung di tempat itu tersedia obat luka dalam dan luar maka
berceritalah kakek ini akan apa yang terjadi.
Ternyata apa yang dilihat Han Han benar. Pemuda itu tidak salah kalau gagal mengontak kakek iniKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
145 lewat tenaga batin. Kim-sim Tojin meninggalkan Kun-lun. Dan karena kakek itu lama tak menengok mantu
dan muridnya, ia heran kenapa Han Han maupun Tang siu tak memberi kabar maka kakek ini penasaran
turun gunung.


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lihat, biasanya enam bulan sekali kalian ke tempat pinto. Tapi ini sudah setahun lebih! Siapa tidak
penasaran? Pinto ingin tahu ini, Han Han, dan pinto juga rindu kepada Tang Siu. Heran bahwa kalian diam
saja!"
"Bukan begitu. Banyak hal terjadi di sini, locianpwe. Pertama tentang kehamilan Tang siu. Kedua
tentang kejadian-kejadian mencekam yang mengguncang hati beberapa orang kang-ouw. Locianpwe
barangkali ingat akan Pek-lui-kong dan dua muridnya yang gagah itu, Keng Han dan Su Tong-taihiap. Nah,
mereka ini tewas akibat kekejaman Majikan Hutan Iblis, locianpwe, dua orang gagah itu tewas berikut isteri-
isteri mereka. Hanya Pek-lui-kong itulah yang selamat, dengan cucunya perempuan. Dan ketika kami di sini
juga menjadi korban dari kekejaman iblis itu, bibi Ki Bi dan beberapa murid utama tewas terbunuh maka ibu
menyusul dan menjadi korban pula. Waktu itu kami berdua masih berbulan madu, belum pulang. Dan ketika
kami pulang semuanya ternyata sudah berubah!" Han Han menjawab, tak mau disalahkan kakek ini dan
memberi keterangan kenapa dia lama tak datang. Dan ketika kakek itu mengangguk-angguk dan menyatakan
mengerti, sekarang dia tahu duduk persoalannya maka dia melanjutkan.
"Ya-ya, aku tahu. Sekarang pinto tak menyalahkanmu, Han Han, tapi waktu itu pinto heran dan
bertanya-tanya. Waktu itu pinto hanya di atas gunung menunggu kabar. Pinto tak turun gunung lagi setelah
kalian menikah. Tapi begitu pinto turun dan tahu perkembangan dunia maka pertama yang pinto dengar
adalah tewasnya ibumu!"
Han Han mengagguk-angguk, menggigit bibir.
"Dan sekarang malah pinto sendiri yang mengalami. Ah, kalau lambat sedikit pinto melarikan diri
mungkin pinto juga sudah menjadi korban, Han Han, dan yang membuat pinto amat kaget adalah Golok
Maut di tangan si jubah kelelawar itu. Ia hebat dan amat berbahaya sekali dengan golok itu. Pinto hampir tak
percaya!"
"Bagaimana suhu dapat bertemu dengan jahanam itu," Tang Siu mengepalkan tinju. "Ceritakan ini
biar kudengar, suhu. Tapi sandarkan dulu punggungmu dengan bantal ini. Kau tentu lelah!"
"Hm, kau anak baik, terima kasih!" kakek itu mengangguk, menerima bantal dan menyisipkannya di
belakang punggung. Memang ia merasa pegal-pegal dan cepat capai. Empat hari ini ia agak mendingan
meskipun bukan berarti boros tenaga. Ia menghemat dan mengatur posisi tubuhnya sedemikian rupa agar tak
cepat lelah. Maka ketika bantal itu membuatnya lebih enak, ia terbatuk dan bersinar mengingat kejadian itu
kakek inipun bicara lagi.
"Waktu itu pinto sudah keluar dari Kun-lun. Di sepanjang jalan pinto mendengar ribut-ribut tentang
seorang tokoh kejam yang konon membunuh-bunuhi murid-murid Lu-tong dan Khong-tong serta beberapa
perguruan lain dengan menuduh Giam Liong orangnya. Pinto mula-mula terkejut dan tentu saja tak percaya.
Berita itu amat aneh bagi pinto, tak masuk akal. Tapi karena pinto meneruskan perjalanan dan ingin cepat-
cepat sampai, pinto ingin bertemu dengan kalian dan Ju-taihiap di sini maka tiba- tiba pinto mendengar
bahwa Ju-hujin tewas. Berita itu membuat pinto semakin kaget lagi dan tersentak. Pinto berprasangka buruk
bahwa jangan-jangan Giam Liong kumat gilanya. Anak itu bisa berbuat di luar dugaan. Pinto ngeri bahwa
watak ayahnya yang ganas masih menurun. Pinto cemas dan khawatir sekali meskipun diam-diam pinto juga
tak percaya masa pumuda itu sekejam itu. Giam Liong jelek-jelek adalah bekas putera angkat Hek-yan-pang.
Perkumpulan ini pernah membesarkannya dan hanya karena curiga yang jelek pinto jadi selalu berprasangka
buruk. Pinto gelisah. Dan ketika pinto tiba di luar hutan tak jauh dari tempat ini maka berkelebatlah manusia
iblis itu yang tahu-tahu sudah mencegat jalan di depan pinto!"
Kim-sim tojin mengusap keringat. Sampai di sini ia merasa ngeri dan seram, berhenti. Jelas tampak
betapa kakek ini gentar. Mukanya yang pucat menunjukkan itu. Tapi ketika ia mengepal tinju dan bicara lagi
maka ia meneruskan.
"Mula-mula yang pinto dengar adalah gonggong srigala. Pinto anggap bahwa wajar saja bila sebuahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
146 hutan dihuni seekor dua ekor srigala. Tapi ketika suara itu ternyata dari mulut manusia iblis itu, dia juga
berjongkok dan berdiri seperti anjing maka pinto terkesiap dan mengira bahwa pinto berhadapan dengan
seekor siluman!"
"Lalu apa yang terjadi," Tang Siu bertanya. "Apakah suhu tidak menyerang manusia iblis itu!"
"Tidak, pinto terkejut dan tertegun. Pinto malah merasa seram. Baru kali itu pinto menghadapi seorang
manusia anjing. Dan ketika pinto menjublak dan kaget serta seram maka orang itu bicara dan nada suaranya
yang seperti gereng anjing itu membuat pinto hampir tak melihat puluhan srigala datang dan berlarian."
Tang Siu bersinar-sinar. Gurunya ini kembali berhenti bercerita dan mengusap keringat. Kakek itu
tampak pucat. Rasa ngeri rupanya masih tersisa. Tapi ketika ia batuk-batuk dan meneruskan kisahnya maka
kakek ini mengepal tinju, penuh marah.
"Waktu itu baru pinto tahu bahwa tak kurang dari tujuh puluh ekor srigala sudah mengepung pinto.
Lolong atau suara anjing manusia iblis itu kiranya mengundang anak buahnya. Dan ketika anjing-anjing itu
siap menyerang namun si jubah hitam itu berdiri lagi maka dia bertanya apakah pinto adalah Kim,-sim
Tojin."
"Benar, waktu itu pinto tak tahu siapa dia, Han Han. Tapi melihat sikap dan gerak-geriknya pinto tahu
bahwa pinto berhadapan dengan orang berbahaya!"
"Hm, lalu suhu jawab bagaimana," Tang Siu bertanya.
"Tentu saja kuakui. Pinto tak perlu takut mengakui nama, Tang Siu. Tapi begitu mengaku mendadak
orang itu menggonggong dan puluhan srigala itu menerjang pinto!"
"Hm, mengerikan. Manusia iblis itu memang Raja Srigala!"
"Ya, dan pinto terkejut sekali. Tapi untunglah, pinto berkelit dan selanjutnya pinto menghajar
binatang-binatang itu. Tapi ada yang mengerikan di sini, Han Han. Dua ekor di antaranya kebal dan tahan
pukulan. Binatang itu selalu bangun dan menerjang lagi setiap terbanting!"
Han Han mengangguk. Ia juga telah mendengar ini dan tak kaget atau heran mendengar itu. Majikan
Hutan Iblis itu memiliki ilmu hitam di mana binatang yang disayangi akan dimasuki atau diberi ilmu
hitamnya ini. Srigala yang dimaksud akan kebal dan tahan terhadap bacokan senjata tajam, apalagi hanya
pukulan atau tamparan biasa. Kalau biangnya tidak dilumpuhkan binatang itu akan tetap memiliki kekuatan
hitam. Ini yang harus diketahui. Maka ketika kakek itu berhenti dan ia menarik napas dalam pemuda inipun
berkata,
"Seharusnya locianpwe menghadapi dulu manusia iblis itu. Dialah biangnya. Kalau orang ini tidak
dilumpuhkan binatang-binatang itupun tetap memiliki kekebalan dan tak mungkin dibunuh!"
"Benar, pinto mula-mula juga tak tahu, Han Han. Tapi setelah pinto melihat betapa orang itu
berkemak-kemik dan meniup-niup sesuatu maka pinto sadar bahwa srigala-srigala ini di bawah pengaruh
ilmu hitam. Tapi orang itu licik. Ia tak mau didekati karena setiap pinto hendak mendekatinya maka ia
menyingkir dan anak buahnya menghadang. Susah, ia hendak menghina dan mempermalukan pinto dengan
melawan anjing-anjing hutan itu dan betapa hancur nama pinto kalau harus mampus dikeroyok anjing gila!"
Han Han mengangguk-angguk, sementara isterinya mengepal tinju.
"Sudah ada kejadian seperti itu, suhu. Dan mereka adalah Keng Han dan Su Tong suami isteri yang
tewas dikeroyok srigala. Murid-murid Pek-lui-kong locianpwe itu akhirnya mati dengan malu yang besar
karena tak mampu menghadapi anjing-anjing hutan. Dan bagi orang-orang gagah seperti mereka itu tentu
kematian itu jauh lebih rendah ketimbang harus berhadapan dengan musuh tangguh!"
"Ya-ya, sungguh memalukan kalau orang kang-ouw seperti pinto harus mati dikeroyok anjing. Jauh
lebih baik mati dikeroyok manusia daripada binatang. Kematian seperti itu sungguh hina sekali!"
"Tapi ini bisa terjadi karena adanya srigala yang kebal itu. Kalau tidak ada binatang yang sudahKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
147 dipengaruhi ilmu hitam ini tak mungkin orang kang-ouw seperti locianpwe tak mampu membunuh binatang-
binatang itu, biarpun mereka ada seribu ekor!"
"Benar, itu yang membuat repot, Han Han. Yang paling mengerikan adalah binatang yang kebal
pukulan itu. Bahkan, ketika pinto mencabut pedang dan membacok mereka maka dua binatang itu tak apa-
apa dan pinto hampir saja tergigit dan diserang yang lain!"
"Manusia iblis itu benar-benar jahanam keparat. Murid-murid Hek-yan-pang juga bercerita dan
berkisah yang sama. Srigala yang sudah dimasuki ilmu hitam tak bakal mempan dibacok sekuat apapun.
Bahkan aku juga membuktikan!"
"Hm, kau sudah merasaknnya, Tang Siu?"
"Tentu saja. Jahanam itu datang bersama anak buahnya, suhu. Dan aku serta gak-hu bertarung mati-
matian. Untung, ada banyak anak murid hingga kami dapat memukul mundur, meskipun gak-hu hampir
terluka dan menjadi korban!"
"Hm-hm, hebat sekali. Manusia macam apa laki-laki itu dan ilmu apa yang dia punyai."
"Sejenis Beng-jong-kwi-kang," Han Han menjawab. "Ilmu hitam yang mendasarkan kekuatan pada
memasuki roh binatang-binatang, locianpwe, juga kadang-kadang dapat dipergunakan untuk manusia dan
kalau sudah mencapai taraf seperti ini maka dunia bakal gempar karena siapa saja dapat dibuat kesurupan
dan amat berbahaya karena dapat dipakai untuk saling bunuh antar sesama sendiri."
Beng-jong-kwi-kang (Tenaga Setan Penembus Roh)? Ah, pernah pinto dengar tentang ini, Han Han,
tapi konon ilmu itu dikatakan lebih mirip sebagai dongeng!
"Ya, dongeng, karena selama ini kita tak pernah membuktikannya. Tapi sekarang ada yang memiliki,
locianpwe, dan ilmu hitam ini amat berbahaya. Majikan Hutan Iblis itu agaknya belum mencapai tingkat
mahir, buktinya yang dipengaruhi baru binatang saja. Tapi begitu ia mencapai tingkat paling atas maka
manusialah yang dijadikan sasarannya dan siapapun tak bakal mampu melepaskan diri kalau sudah begini!"
Kakek itu berdiri bulu tengkuknya. Ia merasa seram dan ngeri. Bulu di seluruh tubuh tiba-tiba bangkit
meremang. Bukan main jahat dan kejinya ilmu ini kalau sudah memasuki manusia. Siapa dapat melepaskan
diri? Dan ngeri serta gentar membayangkan itu kakek ini batuk-batuk.
"Han Han, berbahaya sekali orang itu kalau begitu. Jadi bagaimana supaya kita dapat
menghancurkannya."
"Suhu belum meneruskan cerita suhu," Tang Siu tiba-tiba memotong. "Masa bertanya kepada Han
Han sebelum selesai bercerita!"
"Hm, pinto... pinto akhirnya lari..." kakek itu memerah. "Pinto tak kuat menghadapi keroyokan
hewan-hewan buas itu, Tang Siu. Dan karena Hek-yan-pang sudah dekat dan pinto ingin minta pertolongan
kalian maka pinto meninggalkan lawan-lawan pinto tapi manusia iblis itu ternyata menghadang!"
"Jadi suhu mendapat kesempatan untuk bertanding?"
"Ah,, sebentar saja, hanya beberapa detik. Karena begitu anjing-anjing itu mengejar pinto berhenti lari
maka orang itu melompat mundur dan anak buahnya itulah yang menyerang lagi!"
"Hm, locianpwe agaknya hendak dibunuh secara memalukan. Majikan Hutan Iblis itu memang
sengaja menyuruh anjing-anjingnya untuk menyerang dan membunuh locianpwe!"
"Ya-ya, dan pinto marah sekali. Tapi karena dua yang kebal itu benar-benar merepotkan, pinto
kewalahan maka ketika pinto berhasil menghalau mereka lagi maka pinto lari dan meninggalkan
pertempuran. Sungguh panas muka ini kalau ingat itu. Baru kali ini Kim-sim Tojin yang disegani orang
harus terbirit-birit dikeroyok anjing!"
Han Han menyembunyikan senyumnya. Tang Siu, sang isteri, mendelik dan mengepal tinju. MemangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
148 memalukan bagi seorang tokoh macam Kim-sim Tojin ini bahwa dua kali harus terbirit-birit melarikan diri,
bukan dikeroyok lawan melainkan anjing. Siapa tidak malu! Dan ketika kakek itu mendesis sementara Tang
Siu minta agar gurunya melanjutkan cerita maka kakek itu berkata lagi,
"Pinto benar-benar harus bertebal muka. Entahlah bagaimana kalau orang tahu akan ini, Tang Siu.
Tapi apa boleh buat, pinto bohwat (tobat) menghadapi srigala setan itu. Yang lain dapat pinto bunuh tapi
yang kebal itu benar-benar luar biasa. Mereka ini kesetanan, tak ada lain kecuali lari tapi lagi-lagi manusia
iblis itu mencegat!"
"Dan suhu akhirnya bertempur?"
"Pinto menjadi nekat, Tang Siu, apalagi setelah pinto mulai luka-luka."
"Apa yang suhu lakukan..."
"Melempar senjata rahasia. Pinto menghamburkan belasan pedang kecil untuk menghalau srigala-
srigala buas itu. Pinto mengarah matanya. Dan ketika orang itu menjadi marah dan pinto menerjang maka dia
melepas pukulannya yang dahsyat dan pinto hampir muntah-muntah oleh bau amis yang menyambar!"
"Hm, Hek-mo-ciang," Han Han berkata. "Itu Pukulan Tapak Hantu, locianpwe, berbahaya dan
memang amat menjijikan. Baunya amis dan amat mengganggu hidung. Ini pukulan keji yang amat
berbahaya!"
"Ya-ya, benar. Dan pinto tiba-tiba pusing. Pinto terlempar dan tak dapat menahan pukulannya yang
dahsyat itu!"
"Suhu terluka?"
"Pinto sesak napas, Tang Siu, dan ketika pinto bergulingan maka orang itu mengejar dan sinar putih di
tangannya tiba-tiba membuat pinto tersirap!"
"Golok Maut?"
"Ya, golok itu. Pinto kaget bukan main dan hanya berkat gulingan tubuh ke sana ke mari pinto
berhasil menyelamatkan diri meskipun pundak dan pinggang pinto robek terbabat!"
Tang Siu merah padam. Gurunya berhenti lagi bicara dan tampak betapa kakek ini menahan perih.
Berbagai macam perasaan mengaduk dan Han Han mengangguk-angguk. Dan ketika kakek itu melanjutkan
bahwa dengan senjata-senjata rahasia dia coba menghalau lawan, gagal dan semua pedang kecilnya patah-
patah maka dengan telinga memerah kakek ini mengakhiri bahwa akhirnya dia melepas pi-tok-ciu, granat
peledak.
"Pinto tak tahu lagi apa yang harus pinto lakukan. Seumur hidup baru kali itulah pinto mengeluarkan
granat. Senjata itu biasanya untuk jalan terakhir, atau paling-paling pemecah jalan tembus bila pinto tiba di
tempat buntu. Tak nyana, di hutan itu pinto keluarkan untuk menyelamatkan diri dan lari ke sini...!"
"Hm-hm...!" Han Han mengangguk-angguk, dapat mengerti. "Caramu benar, locianpwe, tak perlu
malu. Lawan mengeroyok, dan lebih hina lagi perbuatannya. Ini sudah betul. Sayang aku pribadi belum
sekalipun bersua dan tak tahu secara pasti sampai di mana kelihaiannya. Ayah sudah merasakan, juga Siu-
moi. Tapi betapapun aku ingin merasakan dan menjajal sendiri!"
Kakek itu menahan runtuhnya air mata. Sekarang ia selesai bercerita dan warna merah semburat di
mukanya. Kalau bukan kepada Han Han tak mungkin ia menceritakan ini. Dia, tokoh Kun-lun harus lari
terbirit-birit dikejar anjing. Mau ditaruh ke mana muka ini. Ingin rasanya ia mati ambles ke bumi. Tapi
ketika Han Han menghiburnya dan anak muda itu tak merendahkannya sama sekali, Han Han lalu bercerita
bahwa Pek-lui-kong maupun orang-orang Khong-tong dan Lu-tong juga tak mampu menghadapi laki-laki ini
maka pemuda itu berkata tak usah dia malu terlalu dalam.
"Janganlah locianpwe, ayah sendiri kewalahan dan mengakui kehebatan Majikan Hutan Iblis itu.
Kalau tak ada Tang Siu di sini ayah tentu celaka. Untunglah, ada orang banyak di sini dan ayah masih dapatKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
149 menyelamatkan diri."
"Tapi golok itu, senjata itu..., bagaimana bisa di tangannya, Han Han? Bukankah itu milik saudaramu
Giam Liong?"
"Benar, locianpwe, tapi golok itu sudah dicuri orang. Laki-laki itulah yang mengambilnya. Dan ini
terjadi ketika anak Giam Liong diculik Siauw-hong."
"Siapa itu Siauw-hong?"
"Banci yang ada hubungannya dengan Majikan Hutan Iblis ini. Kami hampir menemukan jejak tapi
Yu Yin keburu tewas."
"Ah, ceritakan itu. Benar, pinto ingin tahu!"
Han Han menarik napas dalam-dalam. Tak enak juga menceritakan kematian wanita ini. Yu Yin
adalah sahabat isterinya sekaligus isteri Giam Liong, saudaranya. Tapi karena kakek itu adalah guru isterinya
dan wajar bila ia menceritakan maka Han Han lalu mulai kisah perjalanannya di kota raja. Ia menceritakan
secara singkat saja dan hanya garis besarnya. Betapa ia mendengar Giam Liong dituduh membunuh-bunuhi
murid-murid Khong-tong dan lain-lain dan betapa waktu itu pemuda itu dikejar sampai di gerbang pintu kota
raja pula. Ceng Tong Hwesio dan Ho Heng Tojin tak mau sudah memburu pemuda ini. Larinya Giam Liong
ke kota raja disangka takut dan ingin menghindar, padahal pemuda itu hendak menyusul isterinya dan
mencari Yu Yin di sana. Dan ketika wanita itu muncul namun sudah bermandi darah, ketua Khong-tong dan
Lu-tong tertegun maka barulah dua ketua itu sadar bahwa tuduhan mereka benar-benar salah alamat.
"Sebenarnya Giam Liong sudah memberi tahu bahwa Golok Mautnya dicuri orang, dua orang ketua
itu tak percaya. Dan ketika Yu Yin bersimbah darah dan wanita itu terkena bacokan-bacokan Golok Maut
maka barulah dua ketua ini percaya bahwa kata-kata Giam Liong betul. Mereka menyesal tapi Giam Liong
sudah kehilangan isterinya."
"Hm-hm, keji. Dan anak mereka itu, bagaimana bisa terculik?"
"Waktu itu Yu Yin sendirian, locianpwe, Giam Liong keluar. Dan ketika penculik membawa anak
mereka maka yang lain datang dan mengambil golok yang di tanam Giam Liong itu, di makam."
"Hm, hebat. Dan pinto selama ini hanya mendekam di gunung saja. Sekali turun malah hampir celaka
pula. Aneh, kenapa Majikan Hutan Iblis itu memusuhi pinto? Bukankah pinto dan dia tak saling kenal?"
"Barangkali tak aneh, locianpwe, kalau kita berpikir jauh. Kau adalah guru Tang Siu, dan Tang Siu
adalah sahabat Yu Yin. Dan karena Yu Yin dianggap mengkhianati ayahnya, Majikan Hutan Iblis ini konon
masih kerabat istana maka hubungan atau pertalian di antara kita membuat kau dimusuhi dan tak aneh kalau
kemudian kau hendak dibunuh."
"Hm-hm, dan dia hebat sekali. Pukulannya itu, eh... apa tadi? Hek-mo-ciang? Benar, Hek-mo-ciang
yang dimiliki laki-laki itu luar biasa sekali, Han Han. Pinto tak tahan dan dua kali terbanting!"
"Ayah juga tak tahan, bau amisnya itu mengganggu sekali. Tapi sudahlah, sekarang kau beristirahat
lagi, locianpwe. Aku di sini karena akan menjaga kelahiran bayiku. Tak lama lagi Tang Siu akan melahirkan,
biarlah kau menjadi pengganti ayah dan sama-sama di sini dulu."
"Baik, tapi... eh, nanti dulu. Kau tadi bicara tentang anak Giam Liong, Han Han. Perempuan ataukah
laki-laki. Dan siapa namanya pula!"
"Sin Gak, namanya Sin Gak. Jelas laki-laki dan kami juga prihatin bahwa mereka harus kehilangan
anak."
"Terkutuk, jahanam itu sungguh terkutuk!" dan ketika hari itu Kim-sim Tojin beristirahat dan
mendapat perawatan lagi, girang bahwa Tang Siu akan melahirkan maka kakek ini menyembuhkan luka-
lukanya di situ sambil menanti saat kelahiran. Tang Siu mulai sakit perut dan wanita ini menunjukkan tanda-
tanda melahirkan. Tak berapa lama kemudian benar-benar melahirkan dan Hek-yan-pang girang luar biasaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
150 mendengar kabar ini. Siauw-hujin telah melahirkan, bayinya sehat dan montok meskipun perempuan. Dan
ketika Han Han menyambut kelahiran bayinya dengan wajah berseri-seri tapi sang isteri cenberut dan
tampaknya kurang suka maka pemuda yang sudah menjadi ayah itu heran. Kim-sim Tojin juga terbelalak
dan tak mengerti.
"Heii, kenapa tak gembira, Siu-moi. Bukankah kau sudah melahirkan dengan selamat dan tak kurang
suatu apa. Lihat, anak kita ini montok sekali!"
"Hm, perempuan. Aku tak suka! Aku lebih senang kalau anakku laki-laki, Han-ko. Melahirkan
perempuan rasanya seperti kurang pandai melayani suami!"
"Ah, kata-kata apa ini. Lelaki perempuan sama saja, Siu-moi, bagiku mereka keturunan kita juga!"
"Tapi aku lebih senang laki-laki, lebih puas!"
"Hm, tak usah diributkan," Kim-sim Tojin maju bicara dan kakek itu telah sembuh. "Aku seperti
suamimu, Tang Siu, laki perempuan sama saja. Ada apa kau ini. Bukankah ini darah dagingmu juga."
"Tapi aku tak mau dikata bodoh, suhu. Bukankah melahirkan anak laki-laki lebih terhormat bagiku,
lebih dihargai. Orang mengatakan seorang isteri bodoh kalau bayinya lahir perempuan!"
"Ha-ha, heh-heh! Kau ini ada-ada saja. Eh, lelaki atau perempuan tak ada bedanya, Tang Siu.


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kelakpun kau akan mendapatkan anak laki-laki. Suami dari anakmu ini kelak laki-laki!"
"Benar, dan tak ingatkah kau kata-kata Yu Yin? He, kita bisa berbesan dengan Giam Liong, Siu-moi.
Anak Giam Liong akan menjadi anak kita juga. Lihat apakah ini tidak pantas untuk Sin Gak!"
Wanita itu berseri. Tiba-tiba saja wajah Tang Siu berubah. Benar, ia teringat kata-kata Yu Yin dulu
bahwa kalau bayinya perempuan maka biarlah dijodohkan Sin Gak. Mereka dapat menjadi orang tua dari
anak masing-masing dan akhirnya bayi perempuan ini dapat diterima juga oleh Tang Siu. Wanita ini girang.
Dan ketika dia bertanya siapa nama anak mereka itu, Han Han gembira bahwa isterinya menerima maka
pemuda itupun menoleh Kim-sim Tojin.
"Biar locianpwe ini saja yang memberi nama. Hitung-hitung hadiah untuk anak kita."
"Hm, aku? Wah, mana pandai mencari nama, Han Han? Ayahmu lebih berhak. Biar ayahmu saja!"
"Tapi ayah tak ada, locianpwe pengganti orang tua kami!"
Kakek ini garuk-garuk kepala. Akhirnya ia tertawa dan terdesak, apa boleh buat lalu mencari sebuah
nama dan berpikir. Dan ketika nama itu didapat dan ia memandang suami isteri itu maka iapun berkata,
"Baiklah, bagaimana kalau Giok Cheng. Giok adalah Batu Permata dan Cheng adalah Hijau. Jadi Giok
Cheng adalah Batu Permata Hijau!"
"Ha-ha, bagus. Aku setuju, locianpwe, terima kasih. Baiklah, nama anakku adalah Giok Cheng dan
mulai hari ini juga ia adalah Giok Cheng!"
"Ju Giok Cheng!" Tang Siu tertawa, menimpali. "Bagus juga nama itu, suhu. Terima kasih"
Ketiganya tertawa gembira. Han Han lega bahwa isterinya kembali seperti semula lagi. Diam-diam ia
tadinya khawatir melihat jalan pikiran isterinya yang tidak sehat. Memang tak dapat disangkal bahwa pada
waktu itu wanita Han yang dapat memberikan keturunan laki-laki lebih dihargai oleh orang tua dan mertua,
dianggap pintar dan pandai menyambung turunan. Maklumlah, laki-laki adalah penerus hubungan keluarga
tapi Han Han sendiri tak sekolot itu. Baginya sama saja laki-laki atau perempuan. Toh kelak mereka akan
mendapatkan juga putera-mantu, suami dari anak perempuan mereka. Dan karena putera-mantu itu kelak
adalah Sin Gak, putera lelaki Giam Liong maka Han Han tak merisaukan benar masalah anak perempuannya
ini. Tang Siu masih dipengaruhi adat dan lingkungan sosial. Tapi begitu sang isteri dapat menerima dan
merekapun tak ada ganjalan, Kim-sim Tojin tersenyum dan tertawa-tawa menimang bayi muridnya itu makaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
151 kakek ini berkata bahwa sudahlah sepantasnya apabila kelahiran itu dirayakan.
"Ia cucuku, juga cucu Ju-taihiap yang terkenal. Janggal rasanya kalau tak diramaikan. Heii, buat
semacam pesta dengan kehadiran anakmu ini, Han Han. Biar semua orang bergembira!"
Han Han berkerut kening. "Sebenarnya aku tak mau ramai-ramai. Suasana lagi prihatin, locianpwe,
masa harus berpesta."
"Eh, kau tak merayakan anak pertamamu ini? Kau tak menghargainya sebagai generasi penerus?"
"Bukan begitu, hanya suasana lagi tak enak, locianpwe. Biar sajalah semuanya ini dilangsungkan
secara sederhana saja."
"Ia cucu Ju-taihiap, ia keturunan orang terkenal!"
"Tapi aku tak mau ramai-ramai, atau biar tunggu sampai ayah datang."
Kakek itu terbelalak. Lain dirinya lain Han Han. Pemuda itu tenang-tenang saja dan menyambut
kehadiran anaknya itu dengan biasa-biasa. Ia tak tahu bahwa Han Han masih bersikap waspada akan musuh
di balik kejadian demi kejadian. Dengan berpesta hanya akan membuat orang lengah saja, hilang kehati-
hatian. Maka ketika ia penasaran dan mendekati muridnya, Tang Siu berkerut mendengar kata-kata gurunya
itu maka wanita inipun terpengaruh.
"Aneh suamimu itu, aneh dan membuat orang penasaran. Masa ia tak mau menyambut kehadiran
anaknya dengan pesta, Tang Siu. Apakah mungkin karena anakmu lahir perempuan. Ah, aku si tua jadi
penasaran dan tidak mengerti akan sikapnya ini. Giok Cheng adalah keturunan Ju-taihiap, masa begini
sederhana disambut kelahirannya. Jangan-jangan karena ia perempuan!"
"Hm, wanita itu juga panas, kecurigaannya timbul. "Mungkin kau benar, suhu. Suamiku barangkali
kecewa anakku lahir perempuan. Ah, dulu sudah kukatakan bahwa akupun tak senang anakku lahir
perempuan. Biar kutemui dia dan kutanya!"
Han Han terkejut. Malam itu isterinya bermuka keruh dan tidak senang. Mereka baru saja
menyelesaikan makan malam ketika tiba-tiba isterinya duduk dan menyeret sebuah kursi, agak kasar. Lalu
ketika mereka berhadapan terhalang meja, Han Han berdebar maka pertanyaan yang membuat dia tercengang
adalah masalah jenis kelamin anak mereka itu.
"Han-ko, benarkah kau tidak membedakan anak kita laki-laki atau perempuan. Kenapa kau begini
dingin-dingin saja dan tidak menyambutnya secara khusus!"
"Maksudmu?"
"Aku ingin bukti, Han-ko, bahwa kau tersenyum luar dalam, bukan hanya di luarnya saja!"
"Eh-eh, luar dalam bagaimana? Senyum tentang apa?"
"Kau tidak menyambut kelahiran Giok Cheng sebagaimana biasanya seorang ayah merayakannya.
Jangan-jangan tawamu dulu bahwa tak apa-apa memiliki anak perempuan hanya semu saja. Kaupun kecewa
karena aku tak melahirkan anak laki-laki!"
"Eh,!" Han Han terkejut, melompat bangun, seketika maklum bahwa guru isterinya ini telah
menyatakan tidak puasnya kepada Tang Siu. "Kau membicarakan soal yang pernah dibicarakan gurumu
pula, Sui-moi. Apakah betul bahwa ini dari Kim-sim totiang!"
"Betul, tapi ia tidak salah. Giok Cheng adalah cucu Ju-taihiap, Han-ko, bukan cucu orang
sembarangan. Kalau benar kau tak mempersoalkan laki-perempuannya maka seharusnya kaupun menyambut
kehadiran anak kita ini dengan perayaan syukur. Tidak usah berlebihan tapi cukup kita di Hek-yan-pang
sini!"
"Hm!" Han Han berkerut kening, tapi tiba-tiba tersenyum lebar. "Kau jangan salah paham, Siu-moi.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
152 Aku betul-betul gembira akan kehadiran anak kita Giok Cheng. Biarpun ia perempuan tapi aku cukup
gembira. Hanya..."
"Kalau begitu rayakan ia. Kau harus membuktikan bahwa kegembiraanmu luar dalam!" sang isteri
memotong.
"Hm, kenapa sekarang? Aku tak keberatan, Siu-moi, tapi cobalah bersabar tunggu sampai ayah
datang."
"Kenapa menunggu? Bukankah besok atau sekarang sama saja? Aku khawatir kau berkelit lidah, Han-
ko, jangan-jangan karena benar anakku perempuan!" dan Tang Siu yang menangis dan tersedu lebih dulu
akhirnya membuat Han Han tertegun dan bingung. Han Han mau menceritakan alasannya akan kekhawatiran
Majikan Hutan Iblis itu. Ia lebih baik menunggu sampai ayahnya datang. Tapi karena sang isteri sudah
menangis dan ia merasa didesak, memang sudah sepatutnya kelahiran anak mereka dirayakan meskipun
hanya oleh murid-murid Hek-yan-pang saja akhirnya pemuda ini bangkit dan memeluk isterinya itu.
"Baiklah... baiklah. Kau jangan salah duga. Aku semata menjaga kehati-hatian tempat ini, Siu-moi.
Aku khawatir akan adanya musuh dari luar. Kalau kau menghendaki begitu tentu saja aku tak menolak. Anak
itu anakku juga. Tapi aku tak mau kehati-hatian kita lenyap."
"Jadi kau mau merayakannya?"
"Agar kau tidak salah paham..."
"Ah, salah paham apa, Han-ko, itu sudah sepatutnya. Kalau ada musuh mengganggu maka kau ada di
sini. Takut apa!" dan Tang Siu yang gembira melepaskan diri akhirnya keluar dan berkelebat tertawa, tak
tahu Han Han diam-diam mengeluh. Isterinya itu terlampau percaya diri. Ia boleh diandalkan tapi harap
diketahui bahwa Pek-jit-kiam dipinjam ayahnya. Han Han terlampau berhati-hati terhadap Majikan Hutan
Iblis itu, apalagi setelah sekarang memiliki Golok Maut! Dan ketika benar saja malam itu diadakan pesta,
semacam syukuran atau sejenisnya maka Kim-sim Tojin yang terkekeh dan girang mendengar berita
muridnya sudah melompat bangun.
"Ha-ha, begitu? Suamimu sekarang sudah mau merayakan kelahiran anaknya? Bagus, ha-ha! Bagus,
Tang Siu, memang sudah seharusnya begitu. Masa cucu Ju-taihiap tak dirayakan kelahirannya meskipun
hanya oleh kita sendiri. Ah, biar kuberi tahu semua yang lain agar ikut merayakan kegembiraan ini!"
"Nanti dulu!" Tang Siu melompat. "Aku juga setuju dengan pendapat Han Han, suhu, pesta jangan
terlalu berlebihan. Sedang-sedang saja, tidak meninggalkan kewaspadaan. Betapapun suamiku khawatir
musuh datang di saat kita lengah!"
"Wah, kenapa takut? Buat apa mesti gentar? Suamimu setingkat di atas gak-humu, Tang Siu, beberapa
tingkat di atas kepandaianku sendiri. Wah, biar saja iblis itu datang justeru dapat kita hukum!"
Kim-sim Tojin berkelebat dan terkekeh gembira. Sama seperti Tang Siu iapun memiliki kepercayaan
berlebihan kepada pemuda itu. Han Han adalah murid Im Yang Cinjin yang amat sakti, kehebatan pemuda
itu tak usah diragukan lagi. Tak ada pemuda sehebat itu. Tandingan Han Han paling-paling Giam Liong, Si
Naga Pembunuh itu. Maka ketika ia berkelebat dan seluruh Hek-yan-pang diberi tahu anak murid bersorak
dan tentu saja gembira menyambut itu maka malam itu juga terjadi kesibukan dan Han Han mengerutkan
kening.
"Tak usah berlebihan, biasa-biasa saja. Jangan tinggalkan kewaspadaan dan harap kalian berhati-hati."
"Ah, tuan muda ada di sini, locianpwe Kim-sim Tojin juga ada di sini. Takut apa, kongcu? Kalau ada
musuh mengganggu sikat saja, habis perkara!"
Semua murid tertawa. Mereka juga memiliki kepercayaan berlebihan terhadap Han Han. Siapapun
tahu bahwa Han Han melebihi ayahnya. Mereka tak memperhitungkan bahwa yang ditakuti Han Han masuk
akal. Mereka lupa bahwa Majikan Hutan Iblis itu kini membawa Golok Maut. Tang Siu juga lupa bahwa
Pedang Matahari suaminya itu dibawa Ju-taihiap, pemuda itu sendiri. Maka ketika Han Han merasa was-wasKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
153 sementara semua orang sudah bergembira, memang pemuda itu berharap mudah-mudahan musuh tidak
datang menganggu maka firasat atau perasaan pemuda ini ternyata benar.
Sebetulnya, sejak isterinya menjelang melahirkan Han Han sudah menangkap getaran tidak enak. Tiga
kali ia mendengar gonggong suara anjing namun hilang. Suara itu sayup-sayup sampai dan lemah sekali,
jauh. Hanya berkat pendengarannya yang luar biasa tajam ia menangkap itu. Itupun hampir disangkanya
mimpi, maklum, suara itu selalu tepat tengah malam, ketika ia menjelang pulas. Dan karena suara-suara itu
hanya dia yang dengar, isterinya dan Kim-sim Tojin juga tak mendengar apa-apa maka Han Han berdebar
dan getar isyarat bahaya itu mulai memberi sinyal.
Sebagai murid seorang tokoh sakti macam Im Yang Cinjin yang hebat Han Han sudah digembleng
untuk menangkap getar-getar bahaya. Suara itu biasanya berdenging di telinga kiri atau kanan. Dalam
keadaan begitu seluruh simpul sarafnya tiba-tiba peka sekali. Han Han akan mampu menangkap isyarat
bahaya sebelum bahaya itu datang, seperti misalnya hari-hari terakhir ini. Ia tak setuju bukan karena takut
melainkan semata menjaga kehati-hatian. Ia harus waspada akan musuh yang ganas ini. Ia pasti akan
berhadapan. Dan karena ia sudah berkali-kali mendengar kelihaian manusia iblis itu, ayahnya sendiri
mengakui dan ia tak boleh menganggap enteng maka Han Han tak suka ramai-ramai merayakan kelahiran
bayinya itu.
Baginya alangkah lebih baik kalau nanti ayahnya pulang. Bersama ayahnya dia merasa kuat, apalagi
Pedang Matahari sudah kembali di tangan. Tapi karena ia didesak Tang Siu timbul salah pahamnya, ia juga
tak ingin dianggap takut hanya karena tak memegang Pek-jit-kiam itu maka apa boleh buat ia menerima saja
usul isterinya itu, yang sesungguhnya juga sudah dilontarkan Kim-sim Tojin siang harinya.
"Kau pemuda gemblengan, dan banyak orang pula di sini. Biarlah musuh datang kalau ingin mencari
penyakit. Pinto juga ingin membalas kekalahan dan pinto percaya dengan adanya kau di sini tak mungkin
manusia iblis itu berani datang!"
Han Han tak menjawab. Lagi-lagi orang terlalu mengagulkan dirinya dan memberi kepercayaan
berlebihan. Ia menghela napas saja. Dan ketika malam itu para murid berpesta dan mendirikan panggung
musik, bernyanyi dan bersuka ria maka apa yang dikhawatirkan datang.
Belum sampai tengah malam tiba-tiba saja para murid menguap. Aneh, musik dan bunyi tetabuhan
tiba-tiba mereda. Hawa kantuk yang kuat menyerang tempat itu. Udara malam tiba-tiba juga menjadi dingin.
Dan ketika para murid terduduk dan meletakkan mangkok piring mereka, seolah semua capai atau lelah
maka yang ada di panggung tiba-tiba mendengkur dan alat-alat musik dibiarkan menimpa tubuh.
"Bluk-bluk-bluk!"
Murid-murid bergelimpangan. Kim-sim Tojin, yang tadi mengangguk-angguk dan santai
mendengarkan bunyi tetabuhan tiba-tiba juga terantuk. Kakek ini menguap dan roboh terduduk, bersandar
dinding. Tapi ketika ia tersentak dan kaget melihat diri sendiri, betapa bunyi musik tiba-tiba lenyap maka
kakek itu mencelat dan kaget sekali melihat murid-murid Hek-yan-pang sudah bergelimpangan dan
mendengkur.
"Heii, apa ini! Bangun.... bangun! Kalian tak aturan tidur begini saja. Heii, ayo bangun dan bereskan
mangkok piring!"
Namun kakek itu terbelalak. Tubuh murid-murid Hek-yan-pang yang diguncang dan disuruh bangun
ternyata tak satupun mendengar. Mereka itu bahkan ngorok dan tenggelam semakin pulas. Dan ketika kakek
itu terkejut dan heran serta seram maka dia merasa angin semilir dingin dan sekonyong-konyong iapun
terhuyung dan roboh terduduk!
"Tang siu...! Han Han!"
Kim-sim Tojin segera maklum akan adanya serangan ilmu hitam. Ia melengking memanggil dua anak
muda itu, mengerahkan segenap tenaga sebelum kemudian terguling. Kakek inipun akhirnya tidur,
mendengkur. Ia kena pengaruh sirep! Tapi ketika berkelebat bayangan Han Han dan pemuda itu terbelalakKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
154 melihat ini maka Tang Siu, isterinya, roboh dan mendengkur pula di tempat tidur!
Han Han terkesiap dan melihat betapa seluruh Hek-yan-pang tiba-tiba sunyi senyap. Tak ada satupun
murid yang sadar karena semua sudah ngorok. Pengaruh sirep yang kuat menerjang. Bahkan ketika ia
mendengar jeritan Kim-sim Tojin dan berkelebat di panggung itu maka dirinyapun diserang angin dingin dan
kantuk yang amat kuat. Demikian kuat hingga Han Han merasa kedua matanya mau menutup. Dan ketika ia
kaget dan sadar akan musuh maka terdengarlah raung dan lolong srigala itu, kuat menggetarkan.
Jilid XI
"AUUNNGGG.....!!"
Han Han kaget bukan main. Sekarang suara ini bukan seperti mimpi dan air telaga berkecipak.
Belasan, bahkan puluhan kepala anjing muncul. Mereka berenang dan di belakang masih terdapat lagi yang
lain. Seratus.... dua ratus..... ah, tak kurang dari empat ratus ekor! Han Han terkejut dan berubah. Bahaya
telah datang! Dan ketika tepat ia menjublak dan melotot lebar maka enam ekor anjing sudah melompat dari
air dan menyerangnya.
"Huk-huukkk...!"
Han Han mengibas dan tak dapat berlama-lama lagi. Enam ekor anjing itu ditendang dan mereka
mencelat menggonggong riuh. Tapi karena mereka anjing-anjing hutan yang ganas dan tak kenal takut,
temannya yang lain juga sudah berlompatan dan maju menyerang maka Han Han dikeroyok dan pemuda itu
berkelebat mengeluarkan bentakan tenaga saktinya, dahsyat menggetarkan malam.
"Bangun...!!"
Puluhan anjing terlempar dan terpelanting. Bentakan Han Han demikian dahsyat hingga dengan
suaranya saja pemuda itu mampu membuat srigala-srigala itu terpental. Mereka menggonggong dan riuh
sendiri. Suara itu menghempas mereka bagai topan meniup daun-daun kering. Dan karena suara ini
membuyarkan pengaruh sirep dan anak-anak murid bagai mendengar genta di telinga mereka, spontan
terkejut dan membuka mata maka Kim-sim Tojin juga mencelat dan terbangun dengan amat kagetnya.
"Aiihhhh...!"
Kakek itu pucat melihat ratusan srigala tahu-tahu sudah di markas Hek-yan-pang. Mereka terguling-
guling oleh bentakan suara Han Han dan khikang atau tenaga suara pemuda itu memang hebat sekali.
Bukitpun bisa runtuh oleh suara dahsyatnya ini. Seluruh Hek-yan-pang tergetar dan pohon-pohonpun
berderak roboh. Alangkah dahsyatnya suara pemuda itu. Dan ketika semua murid berloncatan bangun dan
masing-masing terkejut oleh serbuan ini, kejadian serupa terulang lagi maka mereka berteriak mencabut
senjata dan binatang buas yang sudah meloncat dan menyerang lagi itu disambut bentakan dan bacokan.
"Crat-crat!"
Dua di antaranya roboh. Kepala binatang itu menggelinding namun yang lain menyalak dan menyerbu
lagi. Mereka bagai binatang-binatang kesetanan yang tak mengenal takut. Dan ketika anak murid bergerak
dan menyambut serbuan ini, empat ratus srigala menerjang dan menyerbu markas maka Kim-sim Tojin,
kakek gagah itu bergerak ke sana-sini melakukan tendangan dan pukulan.
Dia juga dikeroyok dan marah mendengar gonggong dan riuhnya binatang-binatang itu. Malam yang
tenang tiba-tiba saja sudah diguncang oleh lolong dan raung binatang-binatang ini. Dan ketika kakek itu
merobohkan tak kurang dari empat puluh ekor, anak-anak murid juga menyambut dan merobohkan hewan-
hewan buas itu maka Han Han berkelebat dan memasuki kamarnya.
Dia sudah membuyarkan pengaruh sirep dan Kim-sim Tojin serta anak-anak murid berlompatan
bangun. Ia tak mungkin harus menghadapi sekian banyak srigala-srigala itu sementara biang keladinya
menyembunyikan diri. Majikan Hutan Iblis belum tampak dan ini yang paling berbahaya. Anjing-anjing ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
155 hanya menurut tuannya dan merekapun dipengaruhi ilmu hitam. Kalau tuannya tak dirobohkan maka anak
buahnya tetap ganas dan beringas. Dan karena ia belum melihat bayangan isterinya sementara ia yakin
bahwa isterinya pasti sudah bangun dan sadar, di sana ada Giok Cheng pula maka Han Han teringat anak
perempuannya ini dan pintu kamar yang tertutup langsung ditendang.
"Braaakkk....!"
Kamar itu kosong. Han Han pucat tak melihat anak isterinya di situ, berteriak dan memanggil namun
tak ada jawaban. Dan ketika ia mendengar suara tawa dan kekeh menyeramkan, keluar dan berkelebat lagi
maka ia bagai gila mencari dan memanggil anak isterinya itu. Riuh dan gonggong srigala benar-benar
mengacau asal tawa dan kekeh menyeramkan itu.
"Siu-moi.....! Tang Siu!"
Sang isteri menghilang. Han Han mendobrak dan menendangi pintu-pintu kamar yang lain, berkelebat
dan masuk keluar dengan pucat sekali. Baru kali ini ia merasa begitu cemas dan khawatir, perasaannya
benar-benar diguncang. Dan ketika ia tiba di belakang dan menendang pintu terakhir maka dilihatnya
isterinya itu berjalan mematung ke sebuah semak gerumbul gelap. Bagai orang tersihir!
"Siu-moi!"
Bentakan dan seruan Han Han ini ternyata tak mampu menggugah sang isteri. Tang Siu, wanita itu,
tetap berjalan dan tenang melangkah. Pandang matanya ke depan sementara yang membuat Han Han
mencelos adalah tidak adanya anak perempuan mereka. Giok Cheng, anak itu, tak ada bersama ibunya.
Isterinya sendiri! Dan ketika Han Han berkelebat dan menampar kepala isterinya itu, tepat di ubun-ubun
maka Tang Siu roboh dan terjerembab ke depan, mengeluh.
"Plak!"
Han Han pucat melihat kuatnya pengaruh ilmu hitam. Isterinya ini baru sadar setelah ditepuk
kepalanya tadi. Ia menerkam dan menyambar isterinya itu. Dan ketika isterinya terkejut dan berseru keras,
sadar, maka Tang Siu kaget bukan main kenapa ia menuju ke semak gerumbul itu. Seperti orang berpikiran
kosong!
"Mana Giok Cheng! Ah, mana anakku......!"
"Ini yang hendak kutanya. Kau sendirian dan berjalan seperti orang tidak sadar Siu-moi. Apa yang
terjadi. Mana anak kita Giok Cheng!"
"Aku... aku merasa seolah dimasuki segumpal asap hitam. Aku serasa mimpi. Aku, ooh... aku
meninggalkan anakku itu di kamar, Han-ko. Ia masih sendiri. Giok Cheng....!!" dan sang nyonya yang
berteriak dan melepaskan diri tiba-tiba menghambur dan memanggil nama anaknya dengan penuh khawatir.
Sekarang wanita itu baru sadar bahwa ia berada di bawah pengaruh ilmu hitam yang kuat, demikian


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jahatnya hingga ia tak ingat diri sendiri, apalagi anaknya! Namun ketika ia berkelebat ke kamar sementara
anjing atau srigala-srigala buas itu sudah memasuki markas, mereka melolong dan menggonggong riuh maka
pintu kamarnya yang tadi ditendang Han Han sudah menganga lebar dan anak perempuannya yang tadi
disembunyikan di bawah kolong tempat tidur tak ada.
"Giok Cheng....!"
Tang siu bagai gila. Wanita ini merunduk dan menendang tempat tidurnya itu, hiruk-pikuk namun
sang anak tak ada. Han Han berkelebat pula memasuki kamar itu dan terbelalak. Ia tak tahu bahwa puterinya
disembunyikan di kolong tempat tidur. Ia juga tidak melongok ke tempat itu, maklum, ia terburu-buru dan
gelisah mencari isterinya. Maka ketika isterinya bagai gila mengobrak-abrik isi kamar, meja dan kursi
ditendangi mencelat maka wanita ini menjerit dan menubruk Han Han, histeris.
"Ia.... Giok Cheng tak ada! Ia kusembunyikan di kolong tempat tidur. Ooh, bantu aku mencari anak
itu, Han-ko... bantu aku. Atau aku akan gila dan mati menjerit-jerit!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
156 Benar saja, wanita ini histeris dan menjerit-jerit. Ia berteriak dan melolong seperti srigala-srigala itu.
Han Han pucat. Dan ketika ia kebingungan sementara sang isteri berteriak dan kalap, empat anjing di luar
menerjang masuk maka nyonya itu melengking dan..... buk-buk-buk!, iapun sudah berkelebat dan
menendang hancur kepala empat ekor binatang itu. Tang Siu sudah tak dapat menguasai diri dan meloncatlah
nyonya itu bagai gila. Ia menjerit-jerit, membentak dan menendang setiap melihat srigala dan tewaslah
binatang-binatang itu oleh amukannya yang dahsyat. Han han berkelebat dan menyusul pula isterinya itu.
Pemuda ini pucat. Ia melihat isterinya mengamuk dan begitulah kiranya kemarahan seorang ibu bila
kehilangan anaknya. Isterinya itu bersikap histeris dengan mengangkat dan membanting hancur pula anjing-
anjing hutan itu. Namun ketika terdengar jerit tangis bayi dan Han Han maupun isterinya sudah berkelebat ke
situ, dua srigala berebut sebuah buntalan maka Tang Siu melengking dan Giok Cheng, anak yang dibungkus
selimut tebat itu kiranya ada di situ. Jadi rebutan dua srigala merah yang saling gonggong dan gigit!
"Mampus kau, jahanam bedebah!"
Wanita ini berkelebat melebihi kecepatan Han Han. Anak yang dicari-cari ternyata ada di situ. Dua
srigala yang saling gigit dan memperebutkan anak ini tak ayal lagi mendapat gempuran nyonya ini. Kaki
sang nyonya menginjak sementara yang lain menghantam. Tumit kecil itu tepat mengenai kepala si binatang.
Dan ketika dua srigala itu melolong dan menguik, yang terinjak seketika hancur kepalanya maka yang kena
tendang mencelat dan berputar-putar.
"Giok Cheng...!"
Sang nyonya sudah menyambar dan tersedu mendekap puterinya itu. Anak ini menangis dan wajah
serta lengannya kena cakar, bukan main marahnya nyonya itu. Maka ketika ia mendelik melihat srigala yang
ditendang itu bangun dan mengeram padanya tiba-tiba tanpa ampun ia meloncat dan mendahului menginjak
leher binatang itu?
"Kau berani melukai anakku. Jahanam bedebah. Kau berani melukai Giok Cheng..... krekk!" leher itu
patah dan si anjing terkulai. Tang Siu tidak berhenti sampai di sini karena tiba-tiba ia mencabut pedang. Dua
kali sinar putih berkelebat putuslah kaki depan binatang itu. Dan ketika ia masih menggerakkan pedangnya
lagi dan kepala binatang itu mencelat, keadaan sungguh ngeri maka puluhan srigala tiba-tiba melolong dan
menerjang nyonya itu, nyonya yang sedang kalap.
"Siu-moi, awas!"
Tang Siu beringas. Giok Cheng akhirnya menangis tak keruan dan riuh serta ributnya salak anjing
membuat si anak ketakutan. Sang ibu yang beringas membuat keadaan lebih menyeramkan lagi. Dan ketika
Han Han berteriak namun wanita ini meloncat dan menyambut dengan gerak menyilang, pedang itu
berkelebat enam kali maka enam ekor anjing terbabat kepalanya dan menggelinding putus.
Namun Han Han tak mau isterinya mengamuk tak keruan. Dari kiri dan kanan terlihat puluhan srigala
datang lagi. Mereka itu tak takut meskipun pedang telah bermandi darah. Binatang-binatang ini kemasukan
ilmu hitam. Maka ketika ia membentak dan mendorong, puluhan binatang itu mencelat maka pemuda ini
menyambar isterinya dan berseru agar membantu anak murid, berdekatan dengan gurunya pula.
"Tak perlu mengamuk di sini, tak ada gunanya. Anak kita sudah selamat dan bantulah murid-murid
Hek-yan-pang dan Kim-sim locianpwe!"
"Biar, biarkan aku. Kubunuh dan kubantai binatang-binatang terkutuk ini, Han-ko. Mereka berani
benar menculik anakku. Lihat, wajah dan lengan Giok Cheng lecet-lecet. Jahanam keparat mereka itu. Biar
kubasmi dan kubunuh habis..... crat-crat!" pedang masih bergerak dua kali, sempat merobohkan dua srigala
lagi namun Han Han sudah menarik dan membawa isterinya ini pergi. Binatang itu hanya alat bagi
majikannya sementara sang majikan belum ketemu. Itulah yang harus dicari dan ini yang amat penting. Dan
tak mau isterinya membuang-buang waktu di situ, ia menarik dan menyendal tangan isterinya ini maka di
depan terdengar jeritan dan pekik Kim-sim Tojin.
"Han Han, tolong...!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
157 Pemuda itu berkelebat. Tawa dan kekeh itu tak terdengar lagi tertutup oleh riuh dan lolongan srigala-
srigala ini. Teriakan Kim-sim Tojin kuat terdengar tanda betapa sesuatu mengerikan kakek itu. Tang Siu
akhirnya sadar. Dan ketika mereka berdua datang di tempat itu dan tiga murid Hek-yan-pang roboh, di sana
kakek itu menghadapi seekor srigala kuning maka Han Han terbelalak karena srigala itu tahan bacokan dan
pukulan sinkang.
"Buk-bukk!"
Si kakek ngeri dan melotot. Lawannya, si kuning itu, terpental namun tak apa-apa, menggereng dan
menubruk lagi untuk kemudian menerima pukulan dan jatuh terjengkang, bangun dan meloncat lagi hingga
Kim-sim Tojin ngeri. Binatang ini tak apa-apa biarpun ditendang dan dipukul. Dan ketika mencabut pedang
namun mental bertemu kulit si binatang yang atos, berteriak memanggil Han Han maka saat itulah pemuda
ini muncul dan Tang Siu terbelalak melihat keadaan gurunya itu, yang bingung.
"Itu binatang paling kuat. Pinjam pedangmu dan biar kutusuk rongga mulutnya!" Han Han teringat
cerita ayahnya dan berkelebat mendahului. Ia merebut pedang Tang Siu dan ketika binatang itu menyerang
lagi maka ia memapak. Kim-sim Tojin gemetar dan habis akal. Kakek ini dilanda kecemasan dan
kebingungannya sendiri. Namun begitu Han Han berkelebat dan pedang menusuk rongga mulut binatang ini,
srigala itu membuka mulut mengaum maka sekejap kemudian pedang itu menancap di pangkal tenggorok
bagian dalam, menghunjam atau menusuk bagian berwarna hitam yang bersinar.
"Dar!"
Ledakan disusul pecahnya kepala binatang itu. Darah memuncrat dan Han Han melompat minggir.
Srigala kebal yang kuat ini ternyata memiliki kelemahan di situ, rongga tenggorokannya pusat ilmu hitam.
Dan ketika Kim-sim Tojin berseru lega dan Han Han memberi tahu untuk menikam di tempat yang sama
maka di luar telaga terdengar jerit dan lolong menggetarkan, dahsyat sekali. Sama dahsyat dengan suara
bentakan Han Han ketika membuyarkan pengaruh sirep.
"Augghhh....!!"
Para murid roboh. Mereka tiba-tiba terguncang oleh pekik atau lolong ini. Ratusan srigala tiba-tiba
berserabutan. Dan ketika Han Han menoleh dan terbelalak keluar telaga, terdengar kecipak dan bunyi
menggelegak maka sesosok anjing, begitu rupanya, menyeruak dan berenang cepat sekali. Anjing yang
panjang dan berkaki dua!
"Itu.... itu dia!"
"Majikan Hutan Iblis"
Han Han tergetar. Perasaannya terguncang dan darahnya tersirap. Sosok yang ternyata manusia namun
berenang seperti anjing itu sudah sampai. Kepalanya muncul di permukaan dan sepasang matanya yang
kemerahan bagai api itu menyambar dan menghanguskan siapa saja. Han Han dan semua yang berada di situ
bergidik, merasa seram. Mahluk ini serasa bukan manusia melainkan iblis! Dan ketika orang itu meloncat
keluar dan lolong atau raung srigala terdengar dari mulutnya, parau menggetarkan maka srigala-srigala yang
tadi berhamburan sekonyong-konyong kembali dan menyerbu anak murid Hek-yan-pang itu.
"Auungggg....!!"
Han Han mengelak. Bersamaan dengan suara itu maka Majikan Hutan Iblis ini menyambar. Tubuhnya
mencelat dari tanah dan tahu-tahu menubruk. Gerakannya seperti anjing, melompat, tapi jauh lebih cepat dan
tentu saja lebih mengerikan karena kedua tangannya yang terulur panjang itu mengeluarkan bunyi bercuit
disertai bau amis. Telapak tangan itu tiba-tiba sudah menghitam. Dan ketika Han Han mengelak dan
sambaran orang ini mengenai sebatang pohon di belakangnya, suara berdebum mengiringi suara ledakan
maka pohon itu roboh dan Tang Siu menjerit karena tertimpa.
"Minggir...!"
Wanita itu sudah melesat ke kiri. Han Han membentak isterinya dan cepat mendorong. Di situ pulaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
158 ada anak-anak murid yang lain. Maka ketika pohon bergetar roboh sementara kulit batangnya hangus
terbakar, betapa dahsyatnya pukulan itu maka laki-laki itu tertawa nyaring dan suara tawanya mirip ringkik
kuda betina, atau banci. Han Han membalik ke kiri ketika lawan mengejar, mengelak dan disergap lagi oleh
sepasang lengan itu. Kuku-kukunya terulur hitam, Han Han terkejut. Dan karena tiga kali ia diserang dan tak
mungkin mengelak terus, kali ini ia membungkuk dan menggerakkan tangan kirinya maka sambil
membentak ia mengerahkan tenaga.
"Dukk!"
Han Han terhuyung. Hawa panas menjalar di lengannya dan ada gatal-gatal serta rasa panas. Ia
terkejut, menepuk lengannya itu dan uap hitam menghilang. Pukulan lawan beracun! Dan ketika ia terbelalak
sementara lawan terkekeh dan menyerang lagi, berkelebat dan memburunya maka dua kali Han Han
menangkis lagi.
"Duk-dukk!"
Kali ini Han Han lebih siap. Ia mengerahkan tenaga Im-kang hingga hawa panas dipunahkan. Rasa
gatal dan panas itu tak mengganggunya, sepasang lengannya berobah dingin. Dan ketika lawan terkejut tapi
tertawa menggetarkan, seluruh telaga seakan berderak oleh tawanya yang penuh khikang ini maka Han Han
berkelebatan karena lawan sudah terbang dan menyambar-nyambar di sekeliling dirinya.
"Heh-heh, bagus. Ini putera Ju-taihiap yang sakti. Bagus, kau hebat dan lebih pandai dari bapakmu,
anak muda. Dan kaupun tampan. Heh-heh, aku tak akan membunuhmu kalau kau menyerah...... duk-plak!"
Han Han mengerahkan Im-kangnya, terhuyung namun lawan juga terdorong mundur. Ia terbelalak karena
lawan memandangnya dengan aneh. Sekarang masing-masing sudah berhadapan dan ia melihat jelas siapa
Majikan Hutan Iblis ini, seorang lelaki berkedok karet dengan kuncir di belakang kepala, seperti ekor kuda
dan jubah yang dipakai laki-laki itu berkibaran bagai bendera, menderu dan dapat menyerangnya pula
dengan kibasan bagai sayap rajawali. Dan karena tubuh lelaki ini basah kuyup penuh air telaga, air itu
bercipratan dan berpercikan ke sana ke mari maka air ini juga menyambar dan menyerangnya bagai butir-
butir kerikil tajam.
"Plak-plak!" Han Han mengibaskan ujung lengan bajunya untuk menghalau atau merontokkan
percikan air beku ini. Ia mengerahkan Im-kang dan air itu hancur. Tapi ketika lawan tertawa aneh dan
menyerang lagi, Kim-kang-ciang atau Sinar Emas menyambarnya dari delapan penjuru maka ia terkejut
karena ilmu silat yang pernah dimiliki mendiang Kedok Hitam dari ayah Giam Liong dipunyai juga oleh
Majikan Hutan Iblis ini. Tujuh kali tangkisan menunjukkan kuatnya tenaga lawan. Sinkang laki-laki itu
hebat. Han Han tergetar dan terhuyung. Dan ketika lawan mempercepat gerakan dan tak ada cara lain untuk
menandingi kecuali mengeluarkan ilmu silat andalannya maka Han Han melengking dan tubuhnya tiba-tiba
bergerak naik turun bagai garuda menyambar-nyambar.
"Im-yang-sin-kun (Silat Sakti Im Yang)....!" lelaki itu berseru dan kagum membelalakan mata. Dari
tubuh Han Han keluar deru angin dahsyat di mana kedua tangan atau kaki pemuda ini mengeluarkan hawa
panas dan dingin berbeda-beda. Kaki dan tangan itu dapat silih berganti mengeluarkan dua tenaga sinkang
berlainan. Dan ketika ia menangkis namun terpental kaget, Han Han membalas dan balik menyerangnya
gencar maka Kim-kang-ciang terdesak dan laki-laki itu melotot.
"Des-plak!"
Hawa dingin dan panas membuat lelaki itu bingung. Ia terhuyung dan bayangan Han Han sudah
berkelebat di sekeliling dirinya dengan cepat sekali. Bayangan pemuda ini sudah menjadi puluhan. Dan
ketika ia terkejut dan mengeluarkan geram aneh, dingin dan panas berganti-ganti mendesaknya maka ia
terkena pukulan tapi Han Han ganti terkejut karena lawan bertubuh kuat, kebal. Pukulan Han Han mental
dan lelaki itu tertawa. Han Han menyerang lagi dan laki-laki itu tiba-tiba membentak. Ia merunduk dan tiba-
tiba berjongkok seperti anjing, menggonggong. Lalu ketika ia melompat dan menyambut pukulan itu, bau
amis menyambar maka Hek-mo-ciang, Pukulan Tangan Hantu meledak bertemu Im-yang-sin-kang.
Han Han terkejut karena mau muntah-muntah. Teringatlah ia akan cerita ayahnya betapa yang paling
tidak disukai adalah bau dari pukulan Hek-mo-ciang ini. Sambutan lawan cukup hebat namun karena bau ituKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
159 menusuk hidung, tentu saja konsentrasinya terganggu maka lawan dapat menghadapi dan Han Han tergetar
dan surut selangkah. Lawan terkekeh dan kacaulah Im-yang-sin-kang. Bau amis itu semakin hebat hingga
Tang Siu dan anak-anak murid di sekitar muntah-muntah. Mereka itu tak tahan. Han Han sendiri juga
akhirnya mau muntah dan menahan napas. Tapi karena ini berarti pengacauan konsentrasi dan Im-yang-sin-
kangnya tentu saja terganggu, dalam menahan napas berarti tenagapun berkurang maka laki-laki itu
menerjang dan desakan Han Han buyar kembali. Hek-mo-ciang menghantam dan dielak pemuda ini.
"Ha-ha, kau tak dapat mengalahkan aku. Robohlah, dan menyerah baik-baik!"
Han Han terbelalak. Akhirnya ia berkelebatan mengelak sana-sini sementara pukulan atau balasannya
kurang bertenaga. Gangguan bau amis itulah yang amat mengacau. Kalau ia membuka hidung maka iapun
muntah. Benar-benar luar biasa bau itu. Amis dan busuk menjijikkan! Namun ketika ia membentak merobek
ujung bajunya, membebat dan menutupi hidungnya maka iapun pulih kembali dan dapat mainkan Im-yang-
sin-kang seperti semula.
"Hm!" laki-laki itu melotot. Ia marah namun sudah mempercepat gerakannya mengimbangi Han Han.
Pemuda itu berkelebatan lagi dan pukulan-pukulannya berbahaya. Lawan mulai terdesak dan seperti tadi,
terhuyung dan mundur-mundur. Tapi ketika ia mengeluarkan gerengan aneh dan lolong putus-putus, di sana
Kim-sim Tojin dan anak murid berteriak maka Han Han terkejut karena kakek itu dan lain-lain kalang-kabut.
Srigala yang tadi menyerang buas kini lebih buas lagi. Lolong putus-putus itu disambut mereka
dengan lolong putus-putus pula, dari luar telaga muncul empat srigala besar seperti anak kerbau. Srigala ini
berwarna hitam mengkilat dan melihat srigala ini mengingatkan orang akan srigala pertama di Hutan Iblis,
bentuk dan tingginya sama. Dan ketika empat srigala itu meloncat dan para anak murid membacok namun
mental, srigala itu kebal maka empat murid Hek-yan-pang menjerit ngeri diterkam dan dirobek tubuhnya.
"Krak-brett!"
Darah memuncrat ngeri. Empat anak itu roboh dan selanjutnya tubuh mereka dikoyak-koyak. Srigala
dan kawan-kawannya itu bagai kesetanan merobek empat anak murid Hek-yan-pang ini. Bau darah
mengundang yang lain untuk menerkam dan menggigit. Dan ketika di sana Tang Siu menjerit karena tubuh
empat anak murid Hek-yan-pang itu sudah tak keruan bentuknya, daging dan jerohannya direbut oleh gigi-
gigi tajam puluhan srigala maka korban mengerikan itu habis dalam sekejap.
"Aiihhhh....!" nyonya ini mencelat dan menggerakkan pedangnya. Ia sudah mencabut pedang dan
mengamuk di situ. Sebelum empat srigala itu datang senjata di tangannya telah mengambil tak kurang dari
tiga puluh srigala. Binatang-binatang itu terjengkang, kepala mereka putus terbabat. Tapi begitu empat yang
hitam datang menyerang, tubuh mereka yang tinggi besar ini cukup membuat nyali kuncup maka empat
korban pertama membuat sang nyonya marah bukan main dan begitu memekik ia berkelebat dan membacok
empat binatang itu.
"Tak-tak!"
Pedang si nyonya mental. Tang Siu terkejut karena empat yang ini tidak seperti yang lain. Pedangnya
bertemu kulit leher yang atos. Dan ketika ia terkejut sementara empat binatang itu marah, membalik dan
mengaum panjang maka mereka menubruk dan menerkam nyonya ini.
Namun Tang Siu adalah murid Kim-sim Tojin. Juga setelah dia menjadi menantu Ju-taihiap maka
kepandaiannya tidak seperti dulu lagi. Nyonya ini juga isteri Han Han. Maka ketika ia berkelit dan
menendang, pedangnya berkelebat lagi maka empat binatang itu terpelanting namun mereka bangun dan
menyerang lagi, tak apa-apa.
"Des-takk!"
Pedang tak membawa hasil. Kaki sang nyonya yang membawa hasil namun empat ekor binatang itu
hanya terlempar dan terguling-guling saja, bangun dan menyerang lagi dan selanjutnya nyonya ini
mengamuk dan marah. Ia menusuk dan membacok namun semua sia-sia. Dan ketika nyonya itu dikeroyok
dan empat srigala hitam ganti berganti menubruk, cakar dan mulut mereka memperlihatkan taringKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
160 mengerikan maka Kim-sim Tojin tak dapat membiarkan muridnya dan berkelebat membantu.
"Tususk langit-langit mulutnya. Tikam atas lidahnya!"
Tang Siu teringat. Gurunya menendang dan dua di antara empat srigala itu mencelat. Dan ketika ia
mengangguk dan satu di antara mereka meraung, mulut itu terbuka lebar-lebar maka ia menusuk namun
alangkah kagetnya ketika pedang di tangannya tak membawa hasil. Binatang itu meloncat kaget dan
kemudian bahkan menggigit patah pedangnya.
"Krak!"
Nyonya ini pucat. Di sana terdengar tawa panjang dan Majikan Hutan Iblis terkekeh-kekeh. Rupanya,
pusat ilmu hitam itu sudah dipindah. Bukan lagi ditelapak atau rongga mulut melainkan entah di mana. Dan
ketika nyonya itu menendang ditubruk yang lain, membalik dan meloncat menyelamatkan diri maka Kim-
sim Tojin juga pucat karena tak mampu melumpuhkan srigala ketiga.
"Crat!"
Pedang si kakek melenceng ke dalam. Hewan itu terkejut namun tidak apa-apa, meloncat dan
menggigit pula pedang itu, patah. Dan ketika si kakek mengelak ditubruk srigala keempat, menendang ketika
srigala itu membalik dan menyerangnya lagi maka kakek ini dan Tang Siu kewalahan karena kehilangan
senjata. Han Han di sana membelalakkan mata dan terkejut melihat isteri dan keadaan guru isterinya itu.
"Cari pedang lain, pergunakan senjata!"
Tang Siu ngeri. Teriakan suaminya di sambut lompatan ke kanan ke arah empat mayat itu. Empat anak
murid Hek-yan-pang yang tewas itu terlempar senjatanya ke tanah. Sang nyonya bergerak dan menendang
senjata itu untuk kemudian menyambarnya. Orang tentu kagum melihat geraknya yang serba cekatan dan
lincah. Dan ketika Kim-sim Tojin juga melakukan hal yang sama dan kakek itu ngeri tak dapat merobohkan
binatang-binatang ini, titik kelemahan itu harus di cari maka kakek ini menggerakkan pedang secara
serabutan dan menusuk sekenanya. Tang Siu juga melakukan hal yang sama namun tiba-tiba terdengar
geram dan lolong panjang pendek dari lelaki itu. Majikan Hutan Iblis memberi tanda kepada satu di antara
srigala hitam lawan Kim-sim Tojin. Binatang itu mengeram dan membalik. Dan ketika sejenak ia tampak
termangu namun kemudian melompat dan meninggalkan kakek itu maka ia menyerang Tang Siu dan yang
disamping adalah Giok Cheng!
"Aiihhh...!"
Wanita ini berkelit dan menendang. Binatang itu terlempar namun yang lain tiba-tiba melakukan hal
yang sama. Di sana geram dan lolong panjang pendek itu masih terdengar. Dan ketika dua srigala ini
meloncat dan menyambar Giok Cheng, sekarang tiga hewan liar ini menujukan serangannya pada anak di
gendongan ibunya maka Tang Siu menjerit dan marah bukan main. Nyonya ini mengelak dan menendang
sementara pedangnya tak membawa apa-apa. Sembilan kali ia membacok namun sia-sia. Dan ketika di sana
gurunya juga bingung namun marah menghadapi binatang yang kebal senjata, juga kebal pukulan maka Han
Han tersentak melihat sinar putih tiba-tiba berkeredep dan membawa hawa maut.
"Kau tak mau menyerah, baik. Aku akan membunuhmu dan lihat apa ini..... srat!" Golok Maut atau
Giam-to sudah berada di tangan orang itu. Han Han terkejut bukan main karena golok tiba-tiba sudah
menyambar. Tentu saja ia mengelak. Dan ketika lawan terkekeh dan ia dikejar, golok mendesing dan


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyilang tiga kali maka Han Han membanting tubuh bergulingan.
"Crat-brett!"
Ujung celananya terkena juga. Hampir ia terlambat dan selanjutnya Han Han melihat kilatan demi
kilatan menyambar dirinya. Laki-laki itu terkekeh dan mendesinglah golok dengan amat ganasnya. Im-kan-
to-hoat (Silat Golok Maut) memburu dan mengejarnya. Dan ketika Han Han bergulingan meloncat bangun
dan mengibas dengan pukulan sinkang, masih juga ujung bajunya robek maka Han Han menyambar pedang
seorang anak murid itu agar pergi dan mencari senjata yang lain, membentak dan dengan pedang di tangan
coba menghadapi serbuan lawan. Dua kali ia mengelak namun dua kali ia harus menangkis. PedangnyaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
161 terbebat dan putus! Dan karena Golok Maut bukan tandingan karena pedang di tangan adalah pedang biasa
maka melengking mengandalkan sinkangnya Han Han mendorong dan menahan lawan. Laki-laki itu tertawa
aneh dan tangan kiri bergerak pula. Hek-mo-ciang, Tapak Tangan Hantu itu dikerjakan bersama Im-kan-to-
hoat, hebatnya bukan main dan pundak Han Han akhirnya terbabat. Pemuda itu berteriak dan terhuyung. Dan
ketika pemuda ini terdesak dan sebentar kemudian mundur-mundur, di sana isteri dan mertuanya juga sibuk
mempertahankan diri maka anak-anak murid berjatuhan dan pucatlah Han Han melihat keadaan.
Pek-jit-kiam, Pedang Matahari dibawa ayahnya. Dulu ayahnya juga terdesak hebat tak memegang
senjata itu. Kalau saja lawan tak membawa Golok Maut kemungkinan besar Han Han dapat menandingi,
karena ia sudah mulai dapat menahan bau amis dari Hek-mo-ciang itu, dengan menutup hidung. Dan karena
ia melihat bahwa sinkang laki-laki ini seusap di bawahnya, dengan Im-yang-sinkang ia mampu mengatasi
Hek-mo-ciang maka sekarang celaka baginya karena lawan mengeluarkan Golok Maut.
Giam-to atau Golok Maut itu senjata mengerikan. Tandingannya hanya Pek-jit-kiam. Dan karena
sekali keluar tentu harus mencium darah, golok itu amat ganas dan berbahaya sekali maka pedang di tangan
Han Han yang bukan pedang pusaka tak dapat menandingi golok di tangan lawannya itu. Han Han mengelak
dan menangkis sana-sini sampai akhirnya pedang di tangannya tinggal gagangnya saja. Han Han pucat. Dan
ketika satu bacokan lagi menyerempet telinganya, berdarah maka Han Han mengeluh dan terhuyung-huyung.
Cula Naga Pendekar Sakti 10 Sang Penyihir Beraksi Wizard At Work Karya Vivian Vande Velde Pengadilan Perut Bumi 2
^