Jejak Di Balik Kabut 21
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 21
"Kau telah kehilangan unggah-ungguh" berkata Ki
Kriyadama. Orang itu terdiam, sementara Pangeran Benawa berkata "Aku
tahu, hatinya sedang bergejolak"
Prajurit itupun kemudian menundukkan kepalanya, sementara
Pangeran Benawa berkata "Aku memerlukan Harya Wisaka
hidup-hidup. Aku ingin mendengar paman Harya berceritera
tentang ketegeran kudanya. Tentang mimpi-mimpinya dan
tentang dunianya" Prajurit itu menunduk semakin dalam. Sementara Pangeran
Benawa menepuk bahunya sambil berkata "Kau adalah
seorang prajurit yang baik. Aku berterima-kasih kepadamu
dan kepada kawan-kawanmu yang telah dengan gigih
bertempur melindungi kami"
Prajurit itu tidak menjawab.
Sementara itu, seorang cantrik telah menemui Ki Panengah
sambil berkata "Saudara-saudaraku sudah berkumpul, guru"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik. Aku akan segera menemui mereka"
Ki Panengahpun kemudian telah memberitahukan kepada Ki
Kriyadama, bahwa ia akan menemui para cantrik lebih dahulu.
"Marilah Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan kau, Paksi.
Kita temui saudara-saudaramu, para cantrik"
Ki Kriyadamalah yang kemudian bersama-sama para prajurit
yang lain mengangkat tubuh Ki Lurah yang gugur di medan
pertempuran itu. Selain Ki Lurah, beberapa orang para prajurit yang lain mengangkat tubuh Ki Lurah yang gugur di medan
per-tempuran itu. Selain Ki Lurah, beberapa orang prajurit
telah gugur pula. Selebihnya, berserakan tubuh-tubuh yang
sudah tidak bernyawa. Selain para pengikut Harya Wisaka,
juga para-para pengikut orang-orang yang sangat bernafsu
untuk memiliki cincin yang ada ditangan Pangeran Benawa itu.
Didalam barak yang dipergunakan untuk sementara itu,
berkumpul para murid Ki Panengah. Tujuh orang diantara
mereka terluka. Tiga orang terluka berat. Ki Panengah merasa
sangat prihatin atas peristiwa itu. Tetapi ia masih bersukur,
bahwa tidak ada diantara mereka yang gugur dalam
pertempuran itu. Agaknya para prajurit dari Pasukan Khusus
yang dipimpin oleh Ki Lurah Yudatama itu telah berjuang
dengan sungguh-sungguh untuk melindungi para cantrik.
Namun Ki Lurah Yudatama sendiri harus menyerahkan
nyawanya. Sementara Ki Suratapa terluka berat.
Dalam pada itu, meskipun ada tiga orang cantrik yang terluka
parah, namun Ki Panengah masih berharap, bahwa ketiganya
dapat ditolong nyawanya, jika Tuhan Yang Maha Pemurah
berkenan. Namun dalam pertempuran yang sengit itu, Pajang dapat
menangkap hidup-hidup Harya Wisaka. Harya Wisaka tidak
akan dapat mencuci tangan atas apa yang sudah
dilakukannya. Jika sebelumnya, Harya Wisaka tidak dapat
ditangkap karena tidak dapat dibuktikan bahwa ia sudah
melakukan kesalahan dengan melanggar paugeran, maka saat
itu Harya Wisaka langsung dapat ditangkap justru saat ia
memimpin pasukannya untuk membunuh Pangeran Benawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tuduhan yang dikenakan kepada Harya Wisaka adalah
tuduhan yang sangat berat. Melakukan pemberontakan.
Meskipun demikian. Pajang gagal untuk menangkap para
pemimpin kelompok dan perguruan yang telah menyerang
perkemahan itu. Tetapi mereka telah dapat dikenali di
pertempuran itu, sehingga Pajang dapat mengirimkan pasukan
ke sarang mereka untuk menghancurkannya.
Dalam pada itu, Paksipun kemudian telah teringat kepada
seseorang yang mengaku saudara Harya Wisaka yang telah
berusaha hiembunuhnya. Ia dapat membuat orang itu pingsan
dan kemudian memerintahkan beberapa orang prajurit untuk
mengikatnya. Paksipun kemudian minta diri untuk mencari orang yang
mengaku bernama Gana Warak itu. Namun Paksi menjadi
sangat kecewa. Ternyata orang yang mengaku bernama Gana
Warak itu sudah terbujur membeku.
"Siapa yang membunuhnya?" bertanya Paksi " bukankah
saat ia diikat, ia hanya pingsan?"
"Ya, Paksi" jawab seorang prajurit" tetapi ketika arus
kekacauan itu melanda tempat ini, dan kemudian dapat kami
singkirkan, orang itu kami dapati sudah mati. Dadanya telah
ditusuk langsung dengan sebilah pedang atau semacamnya.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan demikian ia
tclah memerintahkan kepada orang itu secara khusus untuk
membunuhnya. Ketika Paksi kemudian kembali kedalam baraknya, maka
iapun langsung mendekati Harya Wisaka yang duduk
bersandar tiang. Sementara tangannya yang melingkari tiang
itu terikat dengan eratnya.
"Harya Wisaka" geram Paksi "bukankah Gana Warak itu kau
aku atau mengaku saudaramu?"
Harya Wisaka memandang wajah Paksi yang tegang.
Namun Harya Wisaka yang terikat itu justru tersenyum.
Katanya "Kenapa kau nampak menjadi sangat gelisah" Apakah
kehilangan sesuatu di medan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau secara khusus telah memerintahkan Gana Warak
itu membunuhku?" Harya Wisaka itu bahkan tertawa. Katanya "Aku ingin kau
mati" "Kenapa?" "Kenapa" Kenapa aku ingin kau mati" Kau adalah bagian
dari kekuatan lawanku. Apakah ada yang aneh?"
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya mendekatinya.
Dengar nada berat Raden Sutawijaya itu bertanya "Ada apa
Paksi?" "Harya Wisaka telah memerintahkan seseorang secara
khusus untuk membunuhku"
"Iapun telah berbuat demikian atas diriku. Dua orang yang
diakunya sebagai saudaranya, berusaha untuk membunuhku"
"Tentu ada sebabnya. Sebenarnya aku dapat menangkap
orang itu hidup-hidup. Ia hanya pingsan ketika aku minta para
prajurit mengikatnya. Tetapi seseorang telah membunuhnya"
"Siapa yang telah membunuhnya?" bertanya Pangeran
Benawa. "Tidak tahu. Tetapi dapat dipastikan bahwa yang
membunuh adalah kawan orang itu sendiri. Bukan seorang
prajurit atau seorang cantrik"
"Paman tentu mengetahuinya" desis Pangeran Benawa.
"Aku memang memerintahkannya untuk membunuh Paksi.
Bukankah Paksi yang telah menemukan cincin itu dan
menyerahkannya kepada Pangeran?"
"Tidak. Paksi menyerahkan cincin itu kepada ayahnya"
jawab Pangeran Benawa. Tetapi Harya Wisaka itu masih saja tertawa meskipun
tangannya terikat "Siapapun yang diserahi cincin itu, namun
akhirnya cincin itu telah jatuh ke tangan Pangeran. Aku
menjadi tidak senang karenanya. Untuk mendapat keputusan
batin, aku perintahkan Gana Warak untuk membunuhnya. Ia
bukan saudaraku. Tetapi ia adalah orang upahan. Aku telah
mengupahnya dengan uang serta janji, bahwa kelak ia akan
menjadi seorang Lurah Prajurit. Untunglah bahwa ia mati,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kelak aku tidak perlu memenuhi janjiku untuk
mengangkatnya menjadi Lurah Prajurit karena ternyata ia
tidak berguna sama sekali"
Paksi menggeram. Tetapi Pangeran Benawa justru tertawa
pula. Dengan nada tinggi iapun bertanya "Seandainya orang
itu tidak mati, apakah paman sempat mengangkatnya menjadi
Lurah Prajurit?" "Ya" "Kapan?" bertanya Pangeran Benawa.
"Pada suatu hari setelah aku mengambil alih pimpinan
pemerintahan Pajang dari tangan Kangjeng Suitan Hadiwijaya"
Pangeran Benawa mengerutkan dahinya. Namun ia sama
sekali tidak nampak marah, sehingga Paksi menjadi heran
karenanya. Paksi sendiri hampir tidak dapat menahan diri
menghadapi sikap Harya Wisaka. Tetapi Pangeran Benawa
sendiri bahkan kemudian tertawa berkepanjangan. Demikian
pula Raden Sutawijaya. Dengan ringan Pangeran Benawa bertanya "Kapan itu kira-
kira terjadinya, paman?"
Harya Wisaka termangu-mangu sejenak. Tetapi ia mulai
jengkel terhadap sikap Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Mereka sama sekali tidak menunjukkan
kemarahan mereka. Pembicaraan itu mereka anggap sebagai
sendau gurau saja, atau lebih buruk lagi keduanya
menganggapnya hanya sekedar sebagai lelucon yang pantas
ditertawakan. Karena itu, maka harya Wisaka tidak tertawa
lagi. Ia tidak berasil membuat Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya marah. Memang Paksi nampak menjadi marah.
Tetapi yang lain justru mentertawakannya.
Ternyata dugaan Harya Wisaka benar. Pangeran Benawa
itupun kemudian berkata "Paman memang seorang yang
Jenaka. Dalam keadaan seperti ini, paman masih sempat
bergurau. "Aku tidak bergurau" Harya Wisaka justru mulai
membentak "aku berkata sebenarnya. Aku akan merebut
singgasana dari tangan Karcbct, anak Tingkir itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan marah, paman. Aku juga tidak marah, meskipun
yang paman sebut Karebct anak Tingkir itu adalah
ayahandaku yang sekarang bertahta di Pajang"
"Kau tidak akan dapat marah, karena yang aku katakan itu
benar" "Aku tahu paman bahwa yang paman katakan itu benar.
Aku tidak akan marah. Aku justru bangga bahwa seorang
gembala dari Tingkir akhirnya dapat menjadi Raja di Pajang.
Nah, bukankah nalarnya begitu"
"Cukup" bentak Harya Wisaka "jika saja tanganku tidak
terikat" "Pada saatnya aku akan melepaskan ikatan tangan paman
untuk melakukan lomba menunggang kuda. Aku sudah
mendapat seorang pengikut lagi. Kakangmas Sutawijaya. Jadi
kita akan berlomba bertiga. Aku tidak mengajak Paksi, karena
menurut perhitunganku, Paksi masih belum dapat menyamai
paman dalam hal menunggang kuda"
"Cukup. Diam kau Benawa?"
Tetapi Raden Sutawijayapun justru bertanya "Kenapa
paman menjadi marah" Sebaiknya paman sedikit sabar, agar
paman tidak mengalami goncangan perasaan, karena
kemarahan paman itu tidak akan berarti apa-apa. Tidak akan
menimbulkan perubahan pada keadaan paman sekarang"
"Diam. Diam" Harya Wisaka itu berteriak. Tetapi yang
terdengar kemudian adalah Pangeran Benawa dan Sutawijaya
tertawa. Dengan nada tinggi Pangeran Benawa berkata
"Pamanlah yang mulai mengajak kami bergurau. Sekarang
paman pulalah yang mulai menjadi marah. Untunglah bahwa
kami tidak marah. Keadaan kami sekarang jauh lebih baik dari
keadaan paman, sehingga jika kami bertindak lebih jauh dari
sekedar mentertawakan paman, paman tidak mencegahnya"
"Kalian mau apa" Kalian ingin membunuhku" Kenapa tidak
kau lakukan?" "Kami masih memerlukan paman. Sudah aku katakan. Aku
adalah pendendam. Aku harus menunjukkan kelebihaku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermain kuda. Baru kemudian akan dipertimbangkan, langkah-
langkah yang akan kami ambil"
Harya Wisaka menggeram. Namun ia tidak berkata apa-apa
lagi. Sementara itu Pangeran Benawalah yang berkata kepada
Paksi "Sudahlah Paksi. Jangan kau paksa paman Harya Wisaka
sekarang berbicara tentang saudaranya yang secara khusus
diperintahkannya untuk membunuhmu. Besok alau lusa kita
masih mempunyai waktu"
Paksi mengangguk kecil. Katanya "Baiklah Pangeran. Tetapi
hamba tidak dapat melupakan hal ini"
"Aku mengerti" berkata Pangeran Benawa. Mereka
bertigapun kemudian telah meninggalkan Harya Wisaka yang
masih terikat. Sementara itu, Ki Rangga suratapapun telah
dibawa ke dalam barak itu. Lukanya juga sangat parah.
Sedangkan para prajurit yang terluka lainnya telah dibawa ke
barak sebelah. Para tabib yang bertugas dalam lingkungan
keprajuritan yang menyertai pasukan berkuda itupun segera
bekerja keras untuk mengobati dan merawat mereka.
Sementara itu para prajurit yang lainpun sibuk mengumpulkan
para prajurit yang gugur. Sedangkan yang lain lagi mengurus
mereka yang tertangkap. Baik para pengikut Harya Wisaka
maupun para anggauta gerombolan dan para murid dari
perguruan yang ingin memiliki cincin yang berada di tangan
Pangeran Benawa itu. Dalam pada itu, selain seorang tabib dari lingkungan
keprajuritan yang terbaik, maka Ki Waskita dan Ki Panengah
telah ikut menangani langsung para cantrik yang terluka.
Apalagi mereka yang parah.
Hari itu, adalah hari yang sangat sibuk bagi para prajurit.
Mereka harus mengumpulkan kawan-kawan mereka yang
terluka dan yang gugur. Disamping itu mereka harus
mengurus dan kemudian mengawasi para tawanan yang
mengumpulkan para pengikut gerombolan dan perguruan-
perguruan yang ingin menangkap Pangerang Benawa serta
para pengikut Harya Wisaka yang terbunuh, kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguburkannya, serta membawa mereka yang terluka ke
barak. Sementara itu, dua orang prajurit berkuda telah berpacu ke
Pajang untuk memberikan laporan, akhir dari permainan yang
rumit dihutan Jabung itu.
"Yang gugur akan dibawa ke Pajang dan dimakamkan
dengan upacara resmi" berkata Ki Tumenggung Wirayuda.
Namun upacara pemakaman tidak dapat dilangsungkan pada
hari itu juga, karena senja telah turun.
Dalam keremangan senja itulah, Pangeran Benawa sendiri
bersama Raden Sutawijaya dan Paksi telah membawa Harya
Wisaka ke Pajang. Mereka langsung membawa Harya Wisaka
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadap Ki Gede Pamanahan. Tetapi di hadapan Ki Gede
Pemanahan, Harya Wisaka itupun berkata dengan lantang
"Untuk apa aku dibawa kemari?"
Paman Harya Wisaka harus mempertanggung-jawabkan
semua perbuatan paman" jawab Pangeran Benawa.
"Tetapi kenapa aku harus menemui Ki Gede Pemanahan"
Ia tidak berhak menuntut pertanggung-jawabanku. Hanya
mereka yang sederajat atau lebih tinggi dari derajadku yang
dapat memeriksa aku dan apalagi menurut tanggung-jawabku.
Aku hanya mau berbicara dengan Sultan Hadiwijaya"
"Maksud paman, Karebet gembala dari Tingkir itu" Nanti
paman juga tidak mau berbicara dengan orang yang menurut
paman adalah keturunan pihak pedarakan itu" berkata
Pangeran Benawa. "Setan kau Pangeran. Siapapun orang itu, tetapi orang itu
sekarang menjadi Sultan di Pajang"
" Paman Pemanahan sekarang adalah orang yang
mendapat kepercayaan dari kangjeng Sultan untuk
mempertanggung-jawabkan keamanan Pajang dalam arti yang
seluas-luasnya selain kedudukannya sebagai Panglima seluruh
pasukan Pajang, paman"
"Aku tidak peduli. Aku hanya mau berbicara dengan Sultan"
"Baiklah. Jika demikian, persoalan paman tidak akan
pernah selesai, karena Kangjeng Sultan telah menugaskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paman Pemanahan untuk menangani persoalan paman Harya
Wisaka" "Aku akan bertemu dengan Sultan sendiri" Harya Wisaka
itupun berteriak marah. Tetapi Pangeran Benawa hanya tersenyum saja. Karena Ki
Gede Pemanahan, Pangeran Benawa itupun bertanya
"Bagaimana menurut pertimbangan paman?"
"Jika Harya Wisaka tidak mau berbicara dengan aku, apa-
boleh buat" "Maksud paman?"
"Simpan saja Harya Wisaka di ruang tahanan"
"Sampai kapan, paman?" dengan sengaja Pangeran
Benawa bertanya. Ki Gede Pemanahan tersenyum pula. Jawabnya "Sampai
Harya Wisaka mau berbicara"
"Kalau ia tidak juga mau berbicara dengan paman?"
"Ia tidak akan pernah keluar dari bilik tahanannya"
"Itu tidak adil. Itu sewenang-wenang. Inikah cara yang
ditempuh Pajang untuk menegakkan paugeran?"
"Jika paman tidak mau berbicara, lalu apa gunanya untuk
mengeluarkan paman dari tahanan?" berkata Raden
Sutawijaya. "Aku mau bicara dengan Sultan"
"Ayahanda Sultan sangat sibuk" sahut Raden Sutawijaya.
"Omong Kosong. Karebet hanya sibuk dengan perempuan"
" Nah, bukankah paman tahu bahwa ayahanda sibuk
dengan perempuan sehingga ayahanda tidak sempat menemui
paman" "Itu tidak adil. Itu sewenang-wenang"
"Bukankah Paman memahami tata pemerintahan"
Bukankah paman tahu, bahwa tidak semua persoalan harus
ditangani oleh Kangjeng Sultan sendiri" Dalam hal ini
Kangjeng Sultan sudah menugaskan paman Pemanahan.
Karena itu kedudukan paman Pemanahan tidak ada ubahnya
dengan kedudukan ayaharda Sultan sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diam kau, diam" Kalian tidak tahu apa-apa tentang
pemerintahan. Ki Gede Pemanahan juga tidak tahu apa-apa"
"Menurut paman, yang diketahui oleh ayahanda Sultan
tentu juga hanya perempuan. Bukankah begitu?"
"Setan kau Sutawijaya"
Raden Sutawijaya tertawa. Sementara Ki Gede
Pemanahanpun berkata "Masukkan kedalam bilik tahanan. Beri
kesempatan Harya Wisaka merenungi perbuatannya sampai ia
mau berbicara" "Tidak, itu tidak adil. Aku tidak mau sebelum aku berbicara
dengan Sultan" Tetapi Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
menghiraukannya. Bersama Paksi mereka membawa Harya
Wisaka kedalam bilik tahannya.
Para pemimpin prajurit di Pajang menyadari, bahwa Harya
Wisaka adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Karena ilu,
maka disekitar bilik tahannya telah diletakkan penjagaan yang
kuat. Disamping lima orang prajurit, telah dilugaskan seorang
perwira yang dianggap memiliki ilmu yang tinggi untuk
mengawasi Harya Wisaka. Perwira itu bersama-sama dengan
para prajurit setidak-tidaknya akan dapat menghambat jika
Harya Wisaka berniat melarikan diri, sementara dengan isyarat
akan dapat dipanggil kelompok-kelompok prajurit yang lain
yang bertugas didalam istana Pajang.
Sementara itu, Ki Gede Pemanahanpun telah
memerintahkan untuk memisahkan Harya Wisaka dari
lingkungan keluarganya. Tidak seorangpun yang boleh
mengunjunginya. Bahkan Raden Ayu Sekarsari, isterinya, juga
tidak boleh menemuinya. Dengan demikian, maka Harya
Wisaka benar benar merasa dipisahkan dari kehidupannya.
Bukan saja niatnya uniuk memiliki cincin kerajaan itu tidak
tercapai, namun iapun merasa telah kehilangan segala-
galanya. Sementara itu, kerja di hutan Jabungpun telah dilanjutkan.
Pembangunan sebuah padepokan yang besar. Bukan sekedar
untuk lima-belas orang. Tetapi para pemimpin dan para canirik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah membayangkan, bahwa padepokan itu akan menjadi
padepokan dan sebuah perguruan yang berpengaruh di
Pajang. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi bersama
para cantrik telah tenggelam lagi didalam kerja bersama para
prajurit demikian masa berkabung lewat.
Meskipun gerombolan-gerombolan dan perguruan-
perguruan yang menginginkan Pangeran Benawa serta
kekuatan Harya Wisaka sudah dihancurkan, namun para
pemimpin di Pajang masih juga merasa perlu untuk
menempatkan para prajurit di hutan Jabung. Kecuali untuk
membantu pembangunan padepokan yang terhitung besar itu,
juga dianggap perlu bagi keselamatan Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya. Dalam pada itu, setelah pertempuran yang sengit terjadi di
hutan Jabung, Paksi pernah sekali mengunjungi keluarganya.
Kedatangannya disambut dengan gembira sekali oleh ibu serta
adik-adiknya yang telah mendengar peristiwa yang
mendebarkan di hutan Jabung.
"Yang Maha Maha Penyayang masih melindungi aku, ibu.
Sebagaimana saat-saat pengembaraanku, aku selamat"
"Sukurlah, Paksi" berkata ibunya dengan mata yang
berkaca-kaca "aku sangat mencemaskanmu. Bahkan seluruh
keluarga ini. Ayahmu juga menjadi sangat tegang sehingga
dimalam harinya, ayahmu sama sekali tidak dapat tidur.
Bahkar mondar-mandir diruang dalam. Selongsong
lombaknyapun telah dilepasnya sehingga tombak itu dapat
dipergunakannya setiap saat. Ayahmu merasa seolah-olah ia
berada di medan pertempuran itu pula"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah ia
bertanya "Dimana ayah sekarang, ibu?"
"Ayahmu baru pergi ke tempat tugasnya di istana. Sebentar
lagi ayahmu tentu akan pulang"
"Bukankah biasanya yang sudah pulang?"
"Sejak terjadi pertempuran di hutan Jabung, ayahmu
nampak semakin sibuk. Bahkan ayahmu nampak gelisah sejak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelum pertempuran itu berlangsung. Nalurinya sebagai
seorang prajurit seakan-akan telah memberitahukan
kepadanya, bahwa akan terjadi sesuatu atas dirimu, bahkan
ayahmu pernah berkata kepadaku, bahwa ada semacam
dorongan untuk menengokmu sehari sebelum pertempuran itu
terjadi. Tetapi karena kesibukannya, maka ayahmu belum
sempat melakukannya"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara adik
perempuannyapun berkata "Kenapa kakang tidak pulang saja"
Bukankah sangat berbahaya berada di pinggir hutan itu?"
"Kenapa kakang Paksi harus pulang" Bahkan ayah telah
menjanjikan, bahwa akupun akan dikirim ke padepokan itu
pula kelak" sahut adik Paksi yang laki-laki.
"Untuk apa kau pergi kesana?" bertanya adik
perempuannya. "Berguru, seperti kakang Paksi. Aku ingin berbuat sesuatu
bagi negara ini sebagaimana telah dilakukan oleh kakang
Paksi. Bukankah kakang Paksi yang telah berhasil menemukan
kembali cincin kerajaan yang hilang itu"
"Sudahlah" berkata Paksi "besok pada saatnya kau akan
dikirim ke padepokan itu. Sekarang padepokan itu baru dibuat.
Bahkan masih lama padepokan baru itu akan siap. Disamping
bangunannya, juga kelengkapan pendukungnya. Terutama
sawah dan pategalan, agar padepokan itu dapat mandiri"
Kapan padepokan itu siap, kakang. Sebulan" Dua bulan?"
Paksi tertawa. Katanya "Jauh Jebih lama lagi. Mungkin
setahun segala-galanya baru siap"
"Jadi selama ini?"
"Segala-galanya serba sementara. Kami tinggal di
padepokan yang bangunannya dibuat untuk sementara.
Dindingnya yang diperbaharui karena dalam pertempuran itu
telah dirobohkan, juga untuk sementara. Kami masih
mendapat sumbangan bahan pangan dari Pajang. Tetapi kami
sudah mulai menggarap tanah yang semula padang perdu.
Kami telah mengalirkan air dengan parit melintasi padang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perdu itu. Air yang kami dapat dari kebaikan hati petani
disebelah padang perdu itu"
"Apakah para petani itu sudah tidak memerlukan air?"
"Tentu masih. Tetapi air di parit itu cukup melimpah,
sehingga kami telah mendapat bagian pula. Sementara itu,
kami sedang mengatur arus air dari rawa-rawa di dalam hutan
Jabung, yang bersumber dari dua mata air yang terhitung
besar di dalam hutan itu. Jika kami dapat menyalurkan air itu
untuk sementara ke sungai terdekat, maka rasa-rasa rawa-
rawa didalam hutan itu akan menyusut. Hutan itu akan dapat
ditebang dan dibuat tanah pernah mengering meskipun di
musim kemarau" "Kakang" berkata adik laki-laki Paksi "aku ingin ikut kakang
sekarang saja. Jika nanti kakang kembali ke padekokan, aku
akan ikut serta" Paksi tertawa. Katanya "Jangan sekarang. Padepokan kami
untuk sementara masih belum menerima cantrik lagi"
"Jika saja ayah bersedia menyampaikan kepada pemimpin
padepokan itu" Ibunyalah yang kemudian menyahut "Jangan tergesa-gesa.
Masih banyak waktu sementara padepokan itu sudah siap
untuk menerima cantrik baru"
Adik Paksi itu mengangguk-angguk kecil. Tetapi ia nampak
kecewa. Sementara adik perempuannya berdesis "Di
padepokan itu tidak ada ibu yang dapat melayanimu. Menuang
minuman, menyenduk nasi, mengumpulkan pakaian kolor"
Kata-katanya terputus. Ketika adik laki-laki Paksi itu bangkit berdiri, maka adik perempuannya itupun segera bergeser dan
bersembunyi dibclakang ibunya"
"Ibu" desisnya.
"Sudahlah" berkata ibunya" kakakmu tentu ingin
beristirahat. Ia ingin merasakan satu perubahan dari yang
dialaminya sehari-hari di padepokannya yang masih sementara
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Paksi itupun menyahut "Aku senang berada diantara
para cantrik. Disana juga tinggal Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya" "Tetapi mereka tentu mendapat tempat serta pelayanan
khusus di padepokan itu"
"Tidak ibu. Mereka diperlakukan sama seperti para cantrik
yang lain. Seandainya umur mereka berdua tidak lebih tua dari
rata-rata para cantrik, maka mereka akan di perlakukan
dengan cara yang sama seperti yang lain-lain. Tetapi karena
umur mereka, terutama Raden Sutawijaya, maka mereka
memang diperlakukan agak berbeda. Namun semata-mata
karena umur mereka. Kami memang harus menghormati
orang-orang yang lebih lua dan kita. Telapi apa yang kami
kerjakan, juga harus mereka kerjakan"
Ibunya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Katanya
"Baiklah. Duduklah bersama adik-adikmu. Aku akan pergi ke
dapur. Aku harus membantu memasak agar sesuai dengan
selera ayahmu" Paksi mengangguk sambil menjawab "Silahkan ibu. Aku
hari ini akan berada di rumah sampai sore. Aku mendapat ijin
kembali ke barak sampai senja"
"Kau tidak bermalam disini malam ini?" bertanya adik
perempuannya. "Tidak. Aku harus kembali ke barak"
"Kembali saja esok, kakang"
Paksi tersenyum. Katanya "Nanti aku dimarahi"
"Kalau sudah terlanjur mau apa. Biar saja pemimpin kakang
itu marah. Tetapi kakang sudah terlanjur bermalam disini"
"Nanti aku dihukum"
"Dihukum" Apakah mereka berhak menghukum
seseorang?" "Ya. Seorang pemimpin perguruan berhak menghukum
cantrik-cantriknya yang tidak mematuhi peraturan"
"Kenapa pemimpin perguruan itu galak sekali?"
"Ah, kau tahu apa" potong adik Paksi yang laki-laki "jika
mereka yang bersalah tidak dihukum, maka semua cantrik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang ada diperguruan itu akan berbuat salah. Mereka menjadi
tidak patuh dan paugeran yang ada bukan untuk memagari
ketaatan para cantrik, tetapi sekedar untuk dilanggar"'
Adik perempuannya mengerutkan dahinya. Justru ibunya
yang tertawa sambil berdesis "Ternyata kau lantip juga"
"Aku harus mempelajarinya sejak sekarang" Paksipun
tertawa. Tetapi adik perempuannya mencibirkan bibirnya.
Tetapi sebelum ia mengatakan sesuatu, adik laki-laki Paksi itu berdesis "Ayo, kau mau bilang apa?"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Adik perempuannya menggeleng. Tetapi iapun kemudian
berpegangan pada baju ibunya sambil berkata "Aku ikut ke
dapur, bu" Sepeninggal ibu dan adik perempuannya, maka Paksi dan
adik laki-lakinyapun turun ke halaman. Mereka duduk di
tangga pendapa. Sementara adik laki-laki Paksi itu minta Paksi menceriterakan apa yang terjadi ketika padepokan
sementaranya diserang oleh beberapa pihak.
Ketika Paksi kemudian berceritera, adik laki-lakinya itu
mendengarkannya dengan saksama. Beberapa saat kemudian,
mereka melihat seekor kuda dengan penunggangnya
memasuki regol halaman. Adik Paksi itupun segera bangkit
berdiri sambil berdesis "Ayah"
Paksipun berdiri pula. Seorang pembantu dirumah itupun kemudian telah
menyongsong Ki Tumenggung untuk menerima kudanya,
sementara adik Paksi berlari-lari mendapatkannya sambil
berkata "Ayah. Kakang Paksi datang"
"Ya. Aku melihatnya" sahut ayahnya.
Paksipun mendekati ayahnya pula. Dengan nada tinggi
ayahnya itupun bertanya "Kapan kau datang Paksi?"
"Tadi siang ayah" jawab Paksi.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik, ayah" "Aku sudah berniat untuk pergi menengokmu ke hutan
Jabung. Tetapi aku belum mempunyai waktu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Ibu juga mengatakannya. Bahkan sejak sebelum
terjadi serangan itu"
Ayahnya mengerutkan keningnya. Namun ia tidak bertanya
lagi. Sambil melangkah ke tangga pendapa, ia berdesis
"Marilah. Kita duduk didalam"
Paksi dan adiknyapun kemudian mengikuti ayahnya yang
melangkah naik kependapa, langsung ke pintu pringgitan dan
masuk keruang dalam. Paksi dan adiknyapun duduk diatas
tikar pandan di ruang dalam, sementara ayahnya pergi
kebiliknya untuk berganti pakaian serta menyimpan kerisnya.
Baru kemudian ayahnya itu telah duduk di ruang dalam
pula. Sementara seorang pembantunya telah menyiapkan
makan siang diawasi oleh Nyi Tumenggung sendiri.
Sambil meneguk minuman, ayah Paksi itupun berkata "Aku
telah mendengar secara terperinci, apa yang telah terjadi di
hutan Jabung itu, Paksi. Satu perjuangan yang sangat berat.
Untunglah bahwa pasukan berkuda itu tidak terlambat datang.
Jika saja mereka terlambat, agaknya mimpi tentang
padepokan itu akan segera pudar"
"Bukan hanya itu ayah. Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya tentu sudah terbunuh"
"Ya. Agaknya Pangeran Benawa telah melakukan satu
kesalahan besar dengan membawa cincin itu ke hutan Jabung.
Seharusnya ia menyadari, bahwa cincin itu sedang diburu oleh
banyak orang. Kenapa cincin itu tidak disimpan saja di Bangsal Pusaka"
"Tetapi rencana Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
justru berhasil ayah"
"Apa yang berhasil?"
"Pajang dapat menghancurkan gerombolan-gerombolan
dan perguruan-perguruan yang memusuhi pajang itu. Nafsu
mereka untuk memiliki cincin itu adalah ujud dari nafsu
mereka untuk menghancurkan kuasa Pajang dan kemudian
memiliki kuasa itu, karena mereka percaya bahwa siapa yang
memiliki cincin itu akan dapat memegang kendali
pemerintahan di tanah ini. Setidak-tidaknya keturunannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelak. Namun hasil yang terpenting dari pancingan Pangeran
Benawa itu adalah tertangkapnya Harya Wisaka"
Wajah Ki Tumenggung itupun berkerut. Tetapi hampir diluar
sadarnya ia berdesis "Harya Wisaka itulah yang bodoh.
Seharusnya ia membuat perhitungan yang lebih matang. Ia
harus meyakini bahwa pasukan berkuda itu tidak akan sempat
pergi ke hutan Jabung. Setidak-tidaknya Harya Wisaka perlu
membuat hambatan agar pasukan berkuda itu tidak akan
sampai ke hutan Jabung secepatnya"
"Ya" jawab Paksi "jika Harya Wisaka dapat menghambat
beberapa lama sehingga pasukan berkuda itu datang
terlambat, maka ia tidak akan dapat tertangkap. Mungkin
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya telah gugur"
Ayah Paksi itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata "Tetapi sukurlah, bahwa hal itu tidak terjadi,
sehingga Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya dapat
diselamatkan" "Akupun harus mengucap sukur pula ayah"
"Ya. Semua para cantrik, termasuk pemimpin padepokan
itu harus mengucap sukur"
"Terlebih-lebih aku"
"Kenapa?" bertanya ayahnya.
"Ternyata Harya Wisaka telah memberikan tugas secara
khusus kepada seseorang untuk membunuhku"
"He?" Ki Tumenggung nampak terkejut "seseorang secara
khusus untuk membunuhmu?"
"Ya, ayah" "Kenapa?" bertanya ayahnya dengan nada berat.
"Aku tidak tahu, ayah. Tetapi ketika hal itu aku tanyakan
langsung kepada Harya Wisaka, ia mengatakan, bahwa ia
merasa sangat kecewa terhadapku, karena aku telah
menemukan cincin itu sehingga cincin itu kembali ke tangan
Pangeran Benawa" Wajah ayah Paksi nampak berubah. Katanya "Sayang, aku
tidak ada di medan pertempuran saat itu. Lalu, bagaimana
dengan orang itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang itu dapat aku tangkap, ayah"
"Kau dapat menangkapnya" Hidup-hidup?"
"Ya, ayah" "Dimana orang itu sekarang. Agaknya ia ingin
menantangku" "Orang itu sekarang sudah mati"
"Mati" Bukankah kau dapat menangkapnya hidup-hidup?"
"Ya. Tetapi saat aku bersama Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menangkap Harya Wisaka, maka orang yang sudah
tertangkap dan diikat itu, justru terbunuh. Tentu oleh
kawannya sendiri" "Kawannya sendiri" Bagaimana mungkin"
"Sebenarnya tidak aneh, ayah. Jika orang itu mati, maka
rahasia yang diketahuinya akan ikut terkubur bersamanya"
Ayah Paksi itu menarik nafas dalam-dalam. Sambil
mengangguk-angguk iapun berkata "Ya. kau benar. Sayang
sekali orang itu terbunuh"
"Mudah-mudahan dapat dicari jalur lain untuk mengetahui
apakah maksud orang upahan itu sesungguhnya. Apakah ia
melakukan hal itu dengan alasan sebagaimana dikatakan oleh
Harya Wisaka, atau ia mempunyai alasan yang lain"
Ki Tumenggung itu masih mengangguk-angguk. Tetapi ia
justru bertanya tentang hal yang lain "Paksi. Bagaimana
pembangunan padepokanmu sekarang" Bukankah dapat
berjalan dengan lancar?"
"Ya, ayah. Dengan bantuan para prajurit, pembangunan
padepokan itu dapat berjalan dengan cepat sebagaimana
diharapkan. Sebagian dari para prajurit menebangi hutan
untuk membuka sawah dan pategalan. Sedangkan yang lain
beserta para cantrik membangun padepokan serta bangunan-
bangunan kelengkapannya. Termasuk beberapa buah
sanggar. Sanggar terbuka dan sanggat tertutup"
"Sukurlah" desis ayahnya. Namun ia masih bertanya lagi
"Apakah kegiatan perguruanmu sudah dapat berjalan selagi
kalian sibuk membangun padepokan itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dapat ayah. Kami dapat membagi waktu dengan baik.
Para prajurit dan para pekerja yang sebenarnya, memaklumi
kegiatan kami" "Sukurlah, sehingga keberadaan kalian di perguruan itu
tidak banyak membuang waktu. Tetapi masih beruntung bagi
mereka yang datang kemudian. Mereka tidak perlu harus
bekerja keras membangun padepokan. Mereka dapat langsung
menimba ilmu di padepokan itu"
"Tetapi yang datang kemudianpun mempunyai tugasnya
masing-masing ayah. Mereka harus menggarap sawah,
berternak, belajar menjadi pande besi untuk dapat membuat
alat-alat pertanian sendiri serta melatih diri untuk menguasai berbagai macam ketrampilan"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya "Paksi. Aku
justru berpikir untuk menarik kau dari padepokan itu"
Paksipun terkejut. Adik laki-lakinya yang ingin segera
dikirim ke padepokan itupun terkejut pula. "Kenapa ayah?"
"Kau banyak kehilangan waktu di padepokan yang segala-
galanya baru mulai itu. Bukankah lebih baik kau berguru
ditempat lain yang lebih langsung menerima ilmu lahir dan
batin" "Tetapi kami, para cantrik, dapat membagi waktu dengan
baik, ayah. Kehadiran kami di padepokan latihan secukupnya.
Pagi-pagi sekali, setelah kami melakukan kewajiban kami,
kami akan mendapat pengetahuan tentang olah kanuragan.
Jika kami sudah memahami ilmu yang kami terima, maka kami
akan mendapatkan peningkatan ilmu seterusnya sesuai
dengan lapisan-lapisan yang harus dilalui. Kemudian, kami
akan turun ke dalam kerja. Kami akan mendapatkan
pengalaman yang berharga. Kami akan ikut serta secara
langsung menangani pekerjaan pembangunan. Kami mulai
dapat mengerjakan pekerjaan batu dan kayu. Kami juga
langsung ikut membuat alas dan bebatur dari batu. Kamipun
langsung ikut menangani pekerjaan kayu dan yang
berhubungan dengan itu. Kami juga diajari membuat alat-alat
dari besi yang dipergunakan oleh para pekerja yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerjakan kayu. Tetapi kamipun diajari membuat alat-alat
pertanian pula. Meskipun pada dasarnya kami diajari untuk
melakukan itu semua, tetapi kami dapat memilih. Yang
manakah yang paling sesuai dengan diri kami. Kami dapat
mengkhususkan diri untuk salah satu atau dua jenis
ketrampilan. Yang masih belum dapat diberikan dengan
memadai adalah pengetahuan tentang ilmu pertanian, karena
kami baru mulai membuka sawah. Sambil melaksanakan, kami
akan dapat memperdalam ilmu pertanian itu nanti semakin
mendalam. Selebihnya kami juga mempelajari pengetahuan
untuk mengenali musim dan pertanda-pertanda alanryang lain
dalam hubungannya dengan pertanian. Selain itu, kami juga
diperkenalkan dengan kesusasteraan dan pengetahuan-
pengetahuan lain serba sedikit. Tentu saja masih sangat
terbatas karena keadaan. Tetapi apa yang kami dapatkan
sekarang cukup memadai, ayah"
"Aku akan melihat sendiri, apa yang kalian lakukan di
padepokanmu itu, Paksi. Tetapi aku tidak ingin anakku
menjadi seorang tukang kayu, pande besi atau seorang
petani. Jika hal itu yang aku inginkan, aku tidak akan
mengirimkan kau ke sebuah perguruan. Yang aku inginkan
adalah, anakku menjadi seorang yang memiliki pengetahuan
yang luas sebagai bekal bagi masa depannya serta seorang
yang memiliki kemampuan kanuragan yang tinggi"
"Ayah" desis Paksi "aku yakin, bahwa perguruan kami akan
menjadi perguruan yang baik. Ki Panengah dengan para
pembantunya dan sekarang Ki Waskita yang juga berada di
padepokan itu, akan sangat berarti bagi masa depan kami.
Sementara itu Ki Kriyadamapun agaknya tidak berkeberatan
untuk menularkan pengetahuannya kepada kami, para cantrik.
Selain mereka, Ki Panengah tidak akan berkeberatan untuk
mengundang beberapa orang lain yang ahli dihidangnya
masing-masing untuk membantunya, mematangkan kami para
cantrik" "Semua itu barulah terwujud dalam mimpi. Mimpi Ki
Panengah yang disebarkan kepada cantrik-cantriknya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi perguruan ini telah mendapat restu dari ki Gede
Pemanahan dan Kangjeng Sultan sendiri. Selain secara resmi
hal itu sudah dinyatakannya, merekapun telah mengirimkan
putera-putera mereka ke perguruan ini"
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian "Baiklah. Aku akan memikirkannya. Tetapi aku
benar-benar ingin melihat, apa yang telah kalian lakukan di
padepokan kalian" Paksipun mengangguk-angguk kecil. Namun ia tidak
menjawab. Dalam pada itu, makanpun telah siap. Karena itu, maka Nyi
Tumenggungpun telah mempersilahkan suaminya dan anak-
anaknya makan bersama di ruang dalam. Nyi Tumenggung
sendiri justru lebih banyak sibuk melayani suami dan anak-
anaknya daripada makannya sendiri. Tetapi wajah Nyi
Tumenggung nampak cerah melihat keluarganya yang utuh
sedang makan bersama-sama.
"Jangan berbicara saja" desis Nyi Tumenggung ketika adik
Paksi yang laki-laki selalu saja bertanya kepada Paksi.
Anak muda itu mengangguk. Tetapi setelah diam beberapa
saat, ia mulai bertanya-tanya lagi.
"Nanti kau terbatuk" ayahnyapun memperingatkannya.
Beberapa saat setelah mereka selesai makan, maka Ki
Tumenggungpun kemudian berkata "Beristirahatlah dahulu,
Paksi. Aku akan berada di serambi. Udaranya terasa panas
disini", "Silahkan ayah" sahut Paksi "aku juga akan melihat burung-
burung di halaman samping"
"Aku mempunyai bekisar baru, Paksi" berkata ayahnya.
"Aku sudah mendengar kokoknya ayah. Tentu bekisar yang
bagus" Paksipun kemudian telah pergi kehalaman samping
bersama adik laki-lakinya ketika Ki Tumenggung pergi ke
serambi, sementara ibunya membenahi mangkuk-mangkuk
yang kotor. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bawalah ke belakang" berkata ibunya kepada adik Paksi
yang perempuan. Meskipun gadis kecil itu anak seorang
Tumenggung, tetapi ibunya mengajarinya untuk melakukan
tugas seorang gadis agar kelak ia menjadi seorang perempuan
yang tidak canggung menangani rumah tangganya.
Sementara itu, Ki Tumenggung duduk diserambi sambil
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merenung. Ada sesuatu yang tersangkut dihatinya. Bahkan
menggelisahkannya. Di halaman samping, Paksi dan adik laki-lakinya melihat-
lihat beberapa ekor burung yang terkurung didalam
sangkarnya. Di tiga sangkar yang lebih besar, terdapat tiga
ekor bekisar yang tidak henti-hentinya berkokok.
"Burung-burung itu tidak henti-hentinya bernyanyi, kakang"
berkata adik laki-laki Paksi.
Paksi mengangguk-angguk, sementara adiknya berkata
selanjurnya "Dan bekisar itu selalu berkokok menantang"
"Kau yakin bahwa burung-burung itu bernyanyi karena
hatinya gembira?" "Tentu. Jika burung-burung itu tidak sedang bergembira,
mereka tidak akan bernyanyi"
Bagaimana jika rnereka tidak sedang bernyanyi, tetapi
mereka sedang meratap" Meneriakkan kepedian mereka
karena mereka terkurung didalam sangkar. Betapapun
bagusnya sangkar yang diperuntukkan bagi mereka, tetapi arti
sangkar itu bagi mereka sama saja dengan sangkar yang
buruk" "Ah, tentu tidak kakang. Sangkar yang bagus tidak sama
dengan sangkar yang buruk"
"Mungkin bagi kita yang memandang kelincahan burung-
burung itu serta mendengarkan kicaunya, apakah burung-
burung itu sedang bergembira atau sedang menangis. Tetapi
bagi mereka, sangkar itu telah membatasi kebebasan mereka.
Perampasan atas kemerdekaan mereka"
Adik Paksi itu merenung sejenak. Tetapi iapun berkata
"Apakah burung-burung itu tidak lebih senang berada didalam
sangkar" Mereka tidak perlu bersusah payah mencari makan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi mereka terpisah dari keluarganya. Mungkin pada
saat burung-burung itu ditangkap, anaknya masih terlalu kecil
untuk ditanggalkannya sehingga anak-anak burung itu
menunggu tanpa akhir terpisah dari alamnya. Dari dunianya
yang luas seluas langit yang biru"
Adik Paksi itu mengangguk-angguk kecil. Dengan ragu-ragu
ia berdesis "Tetapi banyak orang yang memelihara burung
didalam sangkar" "Sudahlah. Marilah kita lihat kuda-kuda ayah di kandang."
"Kuda kakang juga berada di kandang"
Paksi tersenyum. Namun tiba-tiba adiknya bertanya "Apakah
kuda-kuda itu juga tidak merasa dirampas kebebasannya"
Bahkan setiap kali mendapat beban di punggungnya"
"Ya" Paksi mengangguk-angguk "kuda, kerbau, lembu.
Bahkan dengan dicocok hidungnya"
Adiknya memandang Paksi dengan tajamnya. Tiba-tiba dari
mulutnya terdengar ia berdesis "Begitu burukkah peringai kita, kakang"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Asal kita tahu
saja. Dengan demikian kita jangan menambah beban mereka.
Kita harus bersikap baik terhadap kuda kita, kerbau kita,
lembu kita dan binatang-binatang peliharaan kita yang lain.
Apalagi binatang-binatang kita yang dapat membantu tugas-
tugas kita" Tetapi adiknya menyambung " Dan yang dapat menghibur
hati kita" Paksi tertawa, didorongnya kening adiknya dengan jari-
jarinya. Namun Paksi kemudian berkata "Mari, kita pergi ke
sanggar. Sudah lama aku tidak melihat sanggar itu"
"Sanggar itu jarang dipakai. Tetapi setiap hari selalu
dibersihkan" "Kau tidak pernah berlatih didalam sanggar?"
"Apa yang dapat aku lakukan" Meloncat-loncat" Berguling-
guling?" "Tetapi bukankah kau sudah memiliki dasar ilmu
kanuragan" Kita pernah berlatih serba sedikit waktu itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adiknya mengangguk-angguk. Katanya "Hanya itulah. Aku
selalu mengulang-ulang. Tidak bertambah"
"Setidak-tidaknya kau dapat meningkatkan daya tahan
serta menjaga kelenturan tubuhmu. Unsur-unsur yang sangat
penting bagi olah kanuragan"
"Itulah yang aku lakukan setiap hari, kakang"
"Apakah tidak ada perhatian sama sekali dari ayah?"
"Semula memang ada. Tetapi akhir-akhir ini ayah
nampaknya menjadi sangat sibuk. Bukankah kakang juga
mengetahui, sejak kakang pulang dari pengembaraan kakang
yang panjang, sehingga kakang masuk kembali ke padepokan,
ayah selalu nampak sibuk dan tegang"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Peliharalah
apa yang sudah kau miliki. Pada saatnya aku masuk ke
sebuah perguruan, kau akan dengan mudah mengikuti
tuntunan olah kanuragan"
Adik Paksi itupun mengangguk-angguk.
Sejenak kemudian, keduanya telah berada di dalam
sanggar. Sanggar itu memang nampak bersih. Semua
peralatan tertata rapi. Namun terlalu rapi sehingga nampak
bahwa sanggar itu memang jarang dipergunakan.
Paksipun kemudian berkata kepada adiknya "Nah, lakukan
apa yang dapat kau lakukan. Aku ingin mengetahui apa yang
sudah kau miliki" "Belum ada, kakang"
"Sudah. Aku tahu kau sudah memiliki landasan itu sejak
aku belum pergi mengembara hampir dua tahun yang lalu"
"Masih seperti itu"
"Tunjukkan kepadaku"
Adik Paksi itu menjadi ragu-ragu. Namun kemudian iapun
melangkah ketengah-tengah sanggar itu.
"Lakukan apa saja yang dapat kau lakukan. Bukankah kau
setiap hari melakukannya di sanggar ini"
"Tidak selalu di sanggar ini. Sekali-sekali di dekat
belumbang itu. Sekali-dekali di halaman samping. Bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang-kadang aku lakukan didekat kandang kuda.
Suasananya justru sangat mendukung"
"Kau memang dapat melakukannya dimana saja. Memang
tidak harus di sanggar. Tetapi jangan kau biarkan sanggar ini
tidak memberikan arti apa-apa bagimu, sementara didalam
sanggar yang meskipun kecil ini mempunyai peralatan yang
memadai" Adiknya itu mengangguk. "Nah, sekarang mulailah" berkata Paksi kemudian.
Adiknya itu mulai bersiap. Ia mulai dengan tarikan nafas.
Kemudian tangannya bergerak perlahan-lahan. Baru kemudian
kakinya dan seluruh tubuhnya. Adik Paksi itu mulai meloncat
ketika tubuhnya sudah merasa hangat. Darahnya sudah terasa
memanasi pembuluh-pembuluhnya.
Sejenak kemudian, maka adik Paksi itupun mulai
melakukan gerakan-gerakan dasar sebagaimana pernah
dipelajarinya sejak dua tahun yang lalu. Seperti yang
dikatakan oleh adiknya, bahwa penguasaan unsur gerak
adiknya itu seakan-akan tidak bertambah.
Namun yang agak melegakan hati Paksi, penguasaan
tubuh, kelenturan dan ketahanannyalah yang bertambah-
tambah. Justru karana adik Paksi itu melakukan latihan,
meskipun sendiri tanpa tuntunan orang lain, maka ketahanan
tubuhnyalah yang menjadi semakin tinggi. Demikian pula
penguasaan dan kelenturan tubuh itu.
Paksi membiarkan adiknya bergerak beberapa lama. Sejauh
dapat dilakukan, maka adiknya itupun sudah melakukannya.
Menurut Paksi, hasilnya tidak mengecewakan.
Demikian tubuh adiknya itu sudah menjadi basah kuyup,
seakan-akan baru saja kehujanan lebat, Paksipun segera
menghentikannya. Adik Paksi itupun kemudian mengurangi kecepatan
geraknya. Perlahan-lahan. Kemudian sekedar menjadi gerakan
tangan untuk mengatur pernafasannya. Sehingga akhirnya
berhenti sama sekali. "Bagus" desis Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang hanya ingin menyenangkan hatiku"
"Tidak. Tetapi aku benar-benar melihat sesuatu pada
dirimu. Ketahanan, penguasaan dan kelenturan tubuhmu
cukup baik. Karena itu kau harus berusaha meningkat sendiri
dengan melakukan latihan-latihan setiap hari"
"Bagaimana aku dapat melakukannya dengan baik kakang.
Aku hanya memiliki bekal yang tidak berarti sama-sekali.
"Lakukan apa yang dapat kau lakukan. Bahkan kau jangan
mengada-ada. Itu akan dapat membahayakan dirimu sendiri.
Yang penting bagimu dalam keadaanmu sekarang ini adalah
menyempurnakan yang sudah kau miliki. Kau tingkatkan daya
tahan, penguasaan serta kelenturan tubuhmu"
"Aku tidak tahu caranya, kakang"
Paksi termangu-mangu sejenak. Lalu katanya "Baiklah. Aku
tunjukkan kepadamu, bagaimana kau harus melakukannya.
Wajah adik Paksi itu menjadi cerah, la berharap bahwa
kakaknya akan dapat memberikan petunjuk-petunjuk agar
bekal yang dimilikinya dapat bertambah meskipun sedikit.
Paksipun kemudian melangkah ketengah sanggar, itu.
Iapun mulai dengan gerak-gerak dasar sebagaimana dimiliki
oleh adiknya. Namun kemudian ada beberapa unsur gerak
yang baru yang belum dikenalnya sebelumnya.
Dengan sungguh-sungguh adik Paksi itu menirukannya.
Terasa sesuatu yang bergetar pada tubuhnya, seakan-akan
sebuah simpul yang sebelumnya tertutup telah terbuka
karenanya. Ketika adik Paksi itu kemudian melakukan unsur
gerak itu berulang-ulang, maka akhirnya iapun memahaminya.
"Lakukanlah disamping unsur-unsur yang telah kau kuasai"
berkata Paksi "memang masih belum banyak berarti dalam
ilmu kanuragan. Tetapi setidak-tidaknya tubuhmu akan
menjadi bertambah baik. Seimbang dan lebih dari itu, kau
dapat menguasai dirimu, tubuhmu dan kelenturannyapun akan
bertambah. Dengan demikian pada saatnya kau benar-benar
mempelajari ilmu kanuragan, maka kau akan dapat dengan
cepat menyadapnya" "Terima-kasih kakang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setiap aku mempunyai kesempatan untuk pulang, aku
akan dapat menambah sedikit demi sedikit. Kau tentu akan
semakin kuat, daya tahanmu semakin tinggi dan kau benar-
benar akan menguasai dan menjaga kelenturan tubuhmu"
"Ya, kakang" "Itu adalah bekal yang paling baik bagimu jika kau kelak
benar-benar memasuki sebuah perguruan. Lebih lebih jika kau
diperkenankan ayah memasuki perguruanku"
"Tentu boleh. Ayah sudah mengatakan, bahwa kelak aku
akan dikirim ke perguruan kakang jika keadaannya sudah
mapan" "Sukurlah. Tetapi agaknya ayah tidak begitu senang
terhadap perguruanku"
Adiknya termangu-mangu, sementara Paksipun berkata
"Bukankah ayah telah mengatakan bahwa aku justru akan
ditarik dari perguruan itu"
Adiknya menarik nafas dalam-dalam. Sedang Paksi berkata
selanjutnya "Aku tidak mengerti, kenapa tiba-tiba ayah berniat demikian. Sebelum kami membuka hutan Jabung, ayah
termasuk salah seorang yang mendorong agar kami segera
membuka bagian tepi hutan Jabung untuk membangun
sebuah padepokan" "Mungkin ayah menjadi cemas, bahwa serangan seperti
yang pernah terjadi itu akan terulang"
"Setidak-tidaknya untuk saat ini, tidak akan ada yang
berani mengutik-utik padepokan itu. Gerombolan-gerombolan
serta perguruan-perguruan yang terlibat telah dihancurkan.
Demikian pula pasukan Harya Wisaka"
"Ya, kakang" "Yang dalam serangan itu tidak nampak adalah Repak
Rembulung dan Pucuk Rembulang. Apakah ia memang tidak
dapat, atau para cantrik dan para prajurit tidak dapat
mengenali ciri-cirinya sehingga mereka menduga bahwa
keduannya tidak nampak di arena pertempuran di hutan
Jabung itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi aku akan mohon kepada ayah, agar aku
diperkenankan untuk memasuki perguruan itu. Kakang sendiri
nampaknya telah dapat menguasai ilmu sampai tataran yang
memadai. "Akupun berharap agar aku tidak ditarik dari perguruan itu"
"Apa sebenarnya maksud ayah?"
"Entahlah" "Paksilah yang kemudian mengajak adiknya keluar dari
sanggar. Keduanyapun kemudian duduk dibawah sebatang
pohon gayam yang tinggi di halaman belakang.
Ketika matahari semakin turun di sisi Barat, maka Paksipun
segera teringat, bahwa ia harus kembali ke barak. Setelah
minta diri kepada ayah, ibunya dan adik-adiknya, maka
Paksipun segera melarikan kudanya menuju ke hutan Jabung.
Ia tidak ingin kemalaman di perjalanan.
Dalam pada itu, ayah Paksi memang nampak terlalu
gelisah. Tetapi ia tidak mengatakan kepada siapapun kenapa
ia menjadi demikian gelisah. Juga kepada Nyi Tumenggung itu
selalu ganti bertanya "Aku kenapa" Bukankah aku tidak apa-
apa?" Nyi Tumenggung memang tidak dapat memaksa suami
untuk berbicara. Jika terjadi salah paham, maka Ki
Tumenggung itu justru akan dapat menjadi marah kepadanya.
Karena itu, Nyi Tumenggung memang merasa lebih baik untuk
menunggu sehingga pada suatu saat Ki Tumenggung
menceriterakan persoalannya kepadanya.
Dalam pada itu, ketika Paksi telah berada di hutan Jabung,
maka iapun telah menceriterakan rerasan ayahnya kepada Ki
Panengah dan Ki Waskita. "Kecemasan seorang ayah, Paksi" berkata Ki Panengah
"peristiwa yang baru saja terjadi di padepokan ini agaknya
telah membuat ayahmu menjadi sangat cemas, bahwa
peristiwa serupa akan terjadi lagi. Bahkan mungkin dalam
peristiwa serupa, kau tidak berhasil menyelamatkan diri"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Waskita berkata
"Sudahlah, Paksi. Jangan terlalu kau pikirkan. Seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikatakan oleh gurumu, ayahmu dihinggapi oleh kecemasan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Tetapi setelah keadaan menjadi tenang kembali, serta
peristiwa itu sudah dilupakannya, maka ia tidak akan
mempersoalkannya lagi"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya "Ya, guru. Mudah-
mudahan ayah segera melupakannya"
Dihari-hari berikutnya Paksi telah melakukan kewajibannya
bersama-sama dengan saudara-saudara seperguruannya.
Diantara mereka terdapat Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Agaknya kegelisahan Paksi yang mencengkam
jantungnya itu tidak dapat diredamnya sendiri, sehingga iapun
telah membicarakannya dengan Pangeran Benawa, seorang
yang sudah demikian akrabnya dengan dirinya, sehingga
iapun telah membicarakannya dengan Pangeran Benawa,
seorang yang sudah demikian akrabnya dengan dirinya,
setelah mereka melakukan pengembaraan bersama-sama.
Bahkan ia tidak merahasiakannya pula kepada Raden
Sutawijaya. Tetapi seperti Ki Panengah dan Ki Waskita, keduanya juga
berusaha menenangkan hatinya. "Beberapa hari lagi, ayahmu
tentu sudah melupakannya"
Namun dalam pada itu. Raden Sutawijaya pada
kesempatan lain berkata pada Pangeran Benawa "Agaknya
ada hubungannya dengan perintah khusus Harya Wisaka
untuk membunuh Paksi"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Hampir diluar
sadarnya ia bergumam "Apa sebenarnya yang dikehendaki
ayah Paksi itu terhadap anaknya. Hampir dua tahun yang lalu,
saat itu Paksi masih terlalu muda serta landasan ilmunya
masih sangat terbatas, ayahnya telah memerintahkannya
untuk mencari cincin yang disebut-sebut hilang dari istana itu.
Bukankah sikap ayah Paksi itu tidak masuk akal" Sementara
itu, kawan-kawannya, juga anak-anak Tumenggung, yang
sebaya dengan umurnya masih asyik bermain seperti kanak-
kanak. Berkumpul di alun-alun dengan membawa kuda
masing-masing. Melarikan kuda-kuda mereka di sepanjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan tanpa menghiraukan orang-orang lewat yang menjadi
ketakutan. Sementara Paksi harus bergulat mengatasi bahaya
maut yang selalu mengintipnya"
"Apakah Ki Panengah dan Ki Waskita tidak mengetahui
alasan yang sebenarnya kenapa Paksi mengalami perlakuan
yang demikian?" "Agaknya banyak yang mereka ketahui. Tetapi yang
mereka ketahuinya itu masih tetap saja mereka rahasiakan.
Keduanya memang serba sedikit telah memberitahukan
kepadaku. Tetapi terbatas pada hubungan yang kurang baik
antara ayah dan anak. Ki Waskita pulalah yang membawa aku
menemui Paksi didalam pengembaraan itu dan bahkan
membayangi perjalanan kami"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya "Pada
suatu saat, rahasia ini akan tersibak. Aku bahkan
menghubungkan hubungan buruk antara ayah dan anaknya
itu sudah sedemikan jauhnya, sehingga aku telah
menghubungkan hal itu dengan perintah khusus paman Harya
Wisaka. Tetapi aku tidak berani mengatakan panggraitaku itu
kepada Paksi. Jika aku keliru, maka Paksi akan dapat menjadi
salah paham terhadapku"
"Aku juga berpikir sejauh itu, kangmas. Juga berdasarkan
dugaan bahwa ayah Paksi itu mempunyai hubungan dengan
Harya Wisaka" Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Namun katanya
kemudian "Tetapi juga dapat terjadi, bahwa seperti yang
dikatakan, perintah itu memang datang dari Harya Wisaka
yang tidak senang melihat hubungan Paksi dengan kita.
Karena dengan demikian Paksi akan menjadi sangat
berbahaya karena Paksi akan dapat membuka rahasia
hubungan Harya Wisaka dengan ayah Paksi"
"Setahu ayah Paksi?"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"kasihan Paksi. Tetapi tentu ada rahasia yang menyelimuti
keluarganya. Persoalannya tambah berbelit karena ayahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhubungan dengan Harya Wisaka yang sekarang
tertangkap" Sementara itu Paksi sendiri masih juga dibayangi oleh sikap
ayahnya yang sulit untuk dimengerti. Sejak kanak-kanak Paksi
tidak pernah membantah perintah ayahnya. Bahkan perintah
ayahnya yang sangat sulit untuk dilakukannya, dilakukannya
juga. Untunglah bahwa ibunya banyak melindungi dan
membantunya, sehingga Paksi masih juga merasa dirinya
keluarga Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Demikian pula sikap
adik-adiknya yang manis kepadanya. Sehingga puncak dari
perintah ayahnya yang tidak masuk akal itu ialah
memerintahkannya mencari cincin kerajaan yang hilang itu.
Kini ayahnya juga sudah mulai berbicara tentang
kemauannya yang tidak masuk akal. Menarik Paksi dari
perguruannya. Tetapi kali ini Paksi sudah bertekad untuk tidak mematuhi perintah ayahnya. Jika ayahnya tetap
memerintahkannya untuk mundur dari perguruannya, maka
Paksi tidak akan mematuhinya, apapun akibatnya.
"Mungkin aku akan diusir ayah dari rumah" berkata Paksi
didalam hatinya. Paksi sendiri tidak akan terlantar karena ia akan berada di
padepokannya. Tetapi jika demikian halnya, maka ia akan
terpisah dari ibu dan adik-adiknya.
Tetapi di padepokan ia mempunyai lebih banyak saudara.
Para cantrik dan lebih-lebih lagi ada Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya. Tetapi Paksipun tahu, bahwa keberadaan
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya di perguruan itu
tentu tidak akan terlalu lama. Jika Padepokan yang
sebenarnya sudah siap untuk ditempati, maka agaknya
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itu akan
meninggalkan padepokan. Paksipun tahu bahwa kehadiran
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya adalah usaha untuk
memacu para cantrik agar mereka menjadi lebih bersungguh-
sungguh. Kehadiran Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya adalah
ujud dari restu Kangjeng Sultan dan Ki Gede Pemanahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, hari-hari Paksi berikutnya diisinya dengan
kerja bersama para cantrik dan bahkan juga Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya. Para cantrik yang baru sembuh dari
luka-lukanya masih diminta untuk beristirahat meskipun
mereka ingin sekali segera terlibat dalam kesibukan. Mereka
yang benar-benar telah sembuh, diberi kesempatan untuk
melakukan tugas-tugas yang lebih ringan.
Seperti yang dikatakan oleh Paksi kepada ayahnya,
meskipun para cantrik itu sibuk dalam kerja membangun
padepokan bersama para prajurit yang diperbantukan kepada
mereka, para cantrik itupun telah mendapat tuntunan untuk
meningkatkan ilmu mereka. Pagi-pagi sekali dan lewat sore
hari. Namun Ki Panengah dan Ki Waskita telah
memperhitungkan tenaga para cantrik agar mereka tidak
memaksa diri untuk bekerja dan belajar serta berlatih
melampaui kekuatan wadag mereka, sehingga kerja yang
keras itu tidak justru merusak unsur ke wadagan mereka
justru diumur-umur mereka yang masih muda itu.
Dalam pada itu, setelah pertempuran terjadi di hutan
Jabung, maka ada beberapa orang tua dari para cantrik yang
memerlukan datang untuk menengok anak-anak mereka.
Apalagi mereka yang berniat untuk menarik anak mereka dari
perguruan itu. Bahkan para orang tua itu justru telah mendorong dan
membesarkan hati anak-anaknya.
Sebenarnyalah bahwa Ki Panengah bukan seorang guru
yang menutup diri. Karena itu, ia tidak berkeberatan
menerima orang tua para cantrik yang ingin melihat keadaan
anak-anaknya. Tetapi dalam batas yang wajar, sehingga
mereka tidak mengganggu ketekunan anak-anak itu. Atau
bahkan mengurangi rasa kemandirian mereka sehingga
mereka masih banyak menggantungkan diri kepada orang tua
mereka. Tetapi Ki Pane-ngahpun tidak ingin memisahkan
mereka dari keluarga mereka sehingga hubungan para cantrik
dan keluarganya menjadi asing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kesibukan kerja itu, Ki Panengah telah menerima
kedatangan seorang yang mengaku sebagai utusan K i
Tumenggung Sarpa Biwada untuk menemui Paksi.
"Apa ada persoalan yang penting?" bertanya Ki Panengah.
"Mungkin sekali, Ki Panengah. Aku hanya mendapat pesan
untuk menyampaikannya kepada Paksi, bahwa Paksi diminta
untuk pulang hari ini"
Ki Panengah menarik nafas panjang. Tetapi dipanggilnya
juga Paksi untuk menemui utusan ayahnya itu.
"Kau paman" desis Paksi demikian ia menemui orang itu.
"Ya, ngger. Aku mendapat perintah dari Ki Tumenggung
untuk minta angger hari ini pulang. Besok pagi angger dapat
kembali lagi ke padepokan ini"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian
berpaling kepada Ki Panengah untuk minta pertimbangan.
Ki Panengah itu tersenyum sambil berkata "Pulanglah.
Bukankah ayahmu berpesan, bahwa besok pagi kau sudah
boleh kembali kepadepokan ini"
Paksi mengangguk sambil berdesis "Ya, guru" Namun
Paksipun kemudian berkata kepada utusan itu "Paman.
Kembalilah. Katakan kepada ayah, bahwa aku akan pulang
hari ini. Tetapi masih ada sesuatu yang harus aku selesaikan"
"Tetapi kau akan benar-benar pulang hari ini, Paksi"
"Ya. Aku pasti pulang"
Orang itupun kemudian minta diri untuk mendahului pulang
dan memberitahukan kepada Ki Tumenggung atas kesediaan
Paksi untuk pulang hari itu juga.
Sepeninggal utusan ayahnya itu, maka Paksipun telah
minta diri kepada Ki Panengah, Ki Waskita, Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya serta saudara-saudara seperguruannya.
"Bukankah kau besok akan kembali, Paksi?" bertanya salah
seorang saudara seperguruannya.
"Ya. Besok pagi aku akan kembali ke padepokan ini"
Namun ketika Paksi sudah siap untuk berangkai, Ki
Waskitapun berpesan "Paksi. Kau telah ditempa dengan
laiihan-latihan yang berat. Sebenarnya ilmumu sudah lengkap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kau tidak memerlukan lagi berguru kepada siapapun juga
dengan cara yang terbiasa dilakukan dalam perguruan yang
terbuka. Kau memerlukan satu atau dua orang guru yang
khusus. Tetapi sebenarnyalah ilmumu sudah memadai,
sehingga kau lelah memiliki alat pelindung yang baik bagi
dirimu sendiri. Pengalamanmupun juga sudah cukup luas. Kau
sudah mengenali berbagai macam ilmu dari berbagai macam
perguruan yang mempunyai landasan yang berbeda. Setidak-
tidaknya kau pernah melihat dan memperhatikan berbagai
jenis ilmu. Karena ilu, aku percaya bahwa kau mampu
melindungi dirimu sendiri terhadap orang lain asal mereka
tidak memiliki tingkatan ilmu yang khusus sebagaimana
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Panengah
berkata Bawa Tongkatmu. Senjata itu seakan-akan lelah
menyatu dengan tanganmu"
"Baik guru" sahut Paksi sambil mengangguk hormat.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Paksipun telah
melarikan kudanya dengan kencang menuju ke Pajang.
Disepanjang jalan Paksi tidak kehilangan kewaspadaannya.
Mungkin ada orang yang berniat buruk. Bahkan mungkin para
pengikut Harya Wisaka yang sudah tertangkap. Meskipun
orang yang datang memanggilnya sudah dikenalnya, tetapi
hubungan ayahnya dengan Harya Wisaka membuat Paksi
harus berhati-hati. Bagaimanapun juga kecurigaan Paksi terhadap ayahnya
sulit untuk disisihkannya, bahwa ayahnya adalah salah
seorang pendukung Harya Wisaka apapun alasannya.
Namun ternyata Paksi tidak mengalami hambatan di
perjalanan. Sebelum senja, Paksi telah berada dirumahnya.
Demikian ia masuk lewat pintu seketeng, maka yang
pertama kali ditemuinya adalah ibunya.
"Ibu, ayah memanggil aku pulang hari ini"
Ibunya mengangguk. "Apakah ada sesuatu yang penting?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku kurang tahu, Paksi. Tetapi ayah sekarang sedang
menerima seorang tamu"
"Tamu" Aku tidak melihat seorangpun di pringgitan"
"Ayah menerima tamunya diserambi kanan. Agaknya kau
nanti juga akan diperkenalkan dengan tamunya itu"
"Apakah ibu tidak tahu; apakah yang sedang dibicarakan
ayah dengan tamunya?"
"Tidak Paksi. Akhir-akhir ini ayahmu menjadi menjadi
semakin tertutup. Aku tahu bahwa seorang istri tidak selalu
perlu mengetahui seluruh persoalan suaminya, tetapi kadang-
kadang terbersit juga keingin-tahuan itu jika terjadi perubahan sikap suaminya"
"Dan ibu tidak bertanya kepada ayah?"
"Aku tidak ingin hubungan keluarga di rumah ini dibayangi
oleh kesalahan-pahaman. Karena itu, ibu lebih banyak
menunggu saat-saat pintu hati ayahmu terbuka"
Paksi mengangguk-angguk. Namun terasa bahwa ada
sesuatu yang memang dirahasiakan oleh ayahnya. Ketika
Paksi kemudian masuk keruang dalam, dilihatnya adik laki-
lakinya duduk merenung sendiri.
"Dimana adikmu?" bertanya Paksi.
Adik laki-lakinya itu terkejut. Segera ia bangkit dan berdesis
"Kakang?" "Kenapa kau merenung sendiri disitu?"
Adiknya menggeleng. Namun diwajah itu tidak lagi nampak
pencaran kegembiraan masa remajanya.
"Apakah anak ini juga akan mengalami nasib seperti aku?"
bertanya Paksi didalam hatinya.
Paksipun kemudian duduk pula diruang dalam bersama
adik laki-lakinya. Dengan nada dalam Paksi bertanya "Apakah
yang dibicarakan oleh tamu itu dengan ayah?"
"Entahlah, kakang. Tetapi agaknya tentang sebuah
perguruan. Aku tidak tahu apakah ada hubungannya dengan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
niat ayah menarik kakang dari perguruan kakang yang
sekarang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya
"Katakan kepada ayah, bahwa aku sudah datang"
Adiknya mengangguk. Iapun kemudian pergi ke serambi
kanan untuk memberitahukan kepada ayahnya, bahwa Paksi
sudah datang. "Suruh ia kemari" sahut ayahnya.
Sejenak kemudian Paksipun telah duduk bersama dengan
ayahnya dan seorang tamu. Seorang yang sudah separo baya.
Wajahnya nampak suram. Matanya yang agak redup
memandang Paksi dengan pancaran kecurigaan.
"Inikah anak itu?" bertanya orang itu kepada Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. "Ya, Ki Semburwangi, inilah anak yang aku katakan itu.
Orang itu mengangguk-angguk. Paksipun segera
mengetahui bahwa orang itu bernama Ki Semburwangi.
Dengan nada rendah orang itu berdesis "Namamu Paksi, kan?"
Paksi mengangguk hormat sambil menjawab "Ya, Ki
Semburwangi" "Sejak kapan kau berguru kepada Ki Panengah?" bertanya
orang itu tiba-tiba. Paksi terkejut menerima pertanyaan itu. Rasa-rasanya
pertanyaan itu begitu tiba-tiba sehingga ia belum siap untuk
menjawabnya. Karena Paksi tidak segera menjawab, maka Ki
Tumenggunglah yang menjawabnya "Sejak tiga atau ampat
tahun yang lalu, Ki Semburwangi"
Tetapi Ki Semburwangi itu mengulangi pertanyaannya
"Paksi. Sejak kapan kau berguru kepada Ki Panengah?"
Ki Tumenggung Sarpa Biwadapun tahu, bahwa Paksilah
yang harus menjawabnya. Karena itu, dibiarkannya Paksi yang
menjawabnya sendiri. Debar didada Paksi sudah mulai mereda. Iapun kemudian
menirukan saja jawab ayahnya "Sejak sekitar tiga atau ampat
tahun yang lalu, Ki Semburwangi"
"Kau haya menirukan jawab ayahmu"
"Sebenarnyalah memang demikian"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kau pernah berhenti berguru lebih dari setahun"
"Ya, Ki Semburwangi"
"Kenapa kau berhenti berguru?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Dipandanginya ayahnya
yang juga termangu-mangu.
Namun Paksi itupun kemudian menjawab "Aku kemudian
mengembara lebih dari setahun"
"Kenapa kau mengembara" Kau tentu malas berguru. Kau
lebih senang berkeliaran. Bukankah kau menyangka bahwa
berkeliaran itu menjanjikan kebebasan kepadamu sehingga
kau tidak lagi terikat kepada paugeran-paugeran di sebuah
perguruan" Tetapi apa yang kau dapatkan dalam
pengembaraanmu itu" Akhirnya kau kembali pulang. Kau sia-
siakan saja waktumu yang hampir dua tahun itu. Ketika kau
mulai mengembara kau berumur sekitar tujuh belas tahun,
sedangkan sekarang kau berumur sembilan belas tahun"
Paksi tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya
saja. Ia tidak tahu, apakah ayahnya sudah berbohong tentang
masa pengembaraannya, itu, sehingga Ki Semburwangi
menyangkanya, bahwa ia sekedar berkeliaran tanpa tujuan"
"Paksi" berkata Ki Semburwangi kemudian "apakah kau
benar-benar ingin berguru?"
Pertanyaan itu juga mengejutkannya. Dengan dahi yang
berkerut Paksipun menjawab "Aku memang sedang berguru
kepada Ki Panengah" "Omong kosong. Apa yang dilakukan Panengah sekarang"
Ia memanfaatkan beberapa orang muridnya itu untuk
kepentingannya sendiri. Ia telah berhasil mengelabui Ki Gede
Pemanahan, bahkan Kangjeng Sultan sendiri, sehingga ia
mendapat kepercayaan yang besar. Bahkan bantuan yang
tidak terhitung jumlahnya. Uang, peralatan, bahan-bahan
bangunan dan bahan pangan, tenaga dan wewenang. Tetapi
jika padepokan itu sudah berdiri, maka segala-galanya itu
akan diakunya, seakan-akan miliknya sendiri yang dibuatnya
dengan tenaga dan beaya yang dikeluarkannya sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengerutkan dahinya. Ia tidak senang mendengar
pendapat itu. Tetapi ketika ia memandang ayahnya sekilas,
maka Paksipun segera menundukkan kepalanya.
"Nah, sekarang aku bertanya kepadamu, apakah kau
benar-benar ingin berguru pada sebuah perguruan yang
memiliki bobot yang memadai. Bukan sekedar arena untuk
memenuhi kepentingan diri sendiri?"
Paksipun segera mengetahui, persoalan apakah yang
sebenarnya sedang dihadapinya. Karena itu, maka
sikapnyapun justru menjadi semakin tegas. Ia sudah
menentukan sikapnya, bahwa ia tidak akan meninggalkan
perguruannya. Karena itu, maka iapun menjawab, meskipun
Paksi harus berhati-hati "Maafkan Ki Semburwangi. Aku
memang ingin berguru dan aku sudah berguru"
"Jawab pertanyaanku" Ki Semburwangi itu membentak
"apakah kau ingin berguru di perguruan yang tepat yang
memiliki bobot yang tinggi?"
"Ya. Dan aku sudah berguru pada sebuah perguruan yang
tepat dan memiliki bobot yang tinggi"
"Diam kau" Ki Semburwangi itu hampir berteriak "aku tidak
mau mendengar jawaban seperti itu. Jawaban yang tidak jujur
dan dapat memberikan arti yang salah. Calon muridku harus
jujur. Berani mengatakan apapun sesuai dengan nalar dan
keyakinannya" Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara itu, adik laki-
laki Paksi yang kemudian berada di ruang dalampun terkejut.
Ia mendengar tamu ayahnya itu membentak keras.
"Apa yang terjadi?" bertanya anak muda itu didalam
hatinya. Paksi memang terdiam sejenak. Jantungnya menjadi
berdebar-debar. Sekilas-sekilas dipandanginya wajah ayahnya.
Namun ia tidak dapat membaca apa sebenarnya maksud
ayahnya. "Sekarang, jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah kau
ingin berguru pada seorang guru yang mumpuni yang
memimpin sebuah perguruan yang namanya sudah semerbak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diseluruh Pajang" Perguruan yang telah berhasil menempa
puluhan orang-orang terkenal dan disegani diseluruh Pajang?"
Tiba-tiba saja Paksi justru ingin tahu, apa yang akan
dikatakan orang itu selanjurnya. Karena itu, maka iapun
menjawab singkat "Ya"
"Nah, kejujuran dengan penalaran yang matang seperti
itulah yang aku inginkan dari sikap seorang murid yang baik"
Paksi tidak menyahut. Tetapi ia harus mengatur
perasaannya menghadapi persoalan yang akan menjadi
semakin rumit apabila ayahnya ikut menyatakan sikapnya.
Namun dalam pada itu, jantung Paksipun tergetar ketika ia
mendengar orang yang bernama Ki Semburwangi itu berkata
"Tetapi tidak mudah untuk dapat menjadi murid dari
perguruanku. Aku mendapat wewenang sepenuhnya dari Ki
Ajar Wisesa Tunggal untuk menilai apakah kau pantas atau
tidak pantas untuk diterima di perguruan kami"
Jantung Paksi menjadi semakin cepat bergelar. Kepada Ki
Tumenggung Sarpa Biwada, Ki Semburwangi itu berkata "Ki
Tumenggung. Anak Ki Tumenggung agak meragukan bagi
perguruan kami. Ia sudah mulai dengan sikap yang tidak jujur,
meskipun sikap itu kemudian diperbaikinya. Karena itu, untuk
membuat pertimbangan yang mapan, maka aku ingin tahu,
apa saja yang pernah diterimanya dari gurunya diperguruan
yang sama sekali tidak berbobot sebagaimana perguruan Ki
Panengah" Wajah Ki Tumenggung berkerut. Hampir diluar sadarnya
iapun bertanya "Apakah dengan demikian dapat berarti bahwa
Paksi mungkin ditolak?"
"Aku ingin melihat. Jika ternyata terdapat banyak
kekurangannya, serta sikapnya yang tidak jujur itu, maka
Paksi akan dapat diterima dengan syarat"
Ki Tumenggung menarik nafas panjang.
Dari pembicaraan itu, Paksi dapat menarik kesimpulan,
bahwa ayahnya telah memutuskan untuk memindahkan Paksi
dari perguruannya ke sebuah perguruan lain yang agaknya
dipimpin oleh orang yang disebut Ki Ajar Wisesa Tunggal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Ki Semburwangi adalah salah seorang kepercayaan
Ki Ajar Wisesa Tunggal. "Ki Tumenggung" berkata Ki Semburwangi "apakah Ki
Tumenggung mempunyai sanggar yang memadai?"
"Maksud Ki Semburwangi?"
"Kita akan pergi ke sanggar. Aku akan menilai kemampuan
Paksi dalam olah kanuragan. Ki Tumenggung tidak usah
menjadi cemas, jika sesuatu terjadi atas Paksi. Aku akan dapat mempertimbangkan sejauh mana aku akan mengujinya"
"Baiklah, Ki Semburwangi" jawab Ki Tumenggung "di
belakang ada sebuah sanggar kecil. Aku tidak tahu apa
sanggar kecil itu memadai atau tidak"
"Baiklah" berkata Ki Semburwangi. Lalu katanya kepada
Paksi "kita akan pergi ke sanggar. Aku melihat kesombongan
di matamu. Juga dalam sikapmu yang tidak jujur itu. Nah,
karena itu, maka aku ingin meredam kesombonganmu itu dan
mengetahui, apakah kau memiliki bekal yang memadai untuk
menyombongkan diri. Baru kemudian aku akan menentukan,
apakah kau langsung dapat diterima menjadi murid di
perguruan kami atau harus menempuh berbagai macam
syarat" Paksi tidak menjawab. Ketika ia memandang ayahnya,
maka ayahnya itupun berkata "Kita pergi ke sanggar, Paksi.
Jika saja kau bersikap jujur dan tidak sombong, maka
penilikan seperti ini tidak perlu"
Paksi tidak menjawab. Tetapi getar di jantungnya itu justru
semakin terasa. "Apakah sebenarnya yang dikehendaki oleh
ayah" Apakah ini merupakan satu permainan yang
gagasannya timbul dari kepala Harya Wisaka, yang meskipun
sudah berada didalam tahanan?" bertanya Paksi didalam
hatinya "tetapi tidak seorangpun diperkenankan menemui
Harya Wisaka. Bahkan isterinyapun tidak. Dan seandainya
demikian, apalagi sampai pada rencana pembunuhan, apakah
ayah sama sekali tidak berkeberatan?"
Paksipun kemudian teringat akan kecemasannya saat ia
harus pergi mencari cincin itu. Pada saat itu iapun bertanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didalam hati, apakah ayahnya memang ingin
menyingkirkannya. Pertanyaan yang serupa kini telah tumbuh
lagi. Tetapi agaknya ayahnya telah mempergunakan cara yang
lebih langsung. Namun Paksipun kemudian berkata didalam hatinya "Tidak.
Seandainya ayah ingin menyingkirkan aku, ayah tidak perlu
membunuhku dengan cara ini. Apalagi dirumah sendiri
sehingga ibu dan adik-adikku dapat melihatnya. Bukankah
keberadaanku di perguruanku itu juga sudah merupakan satu
kenyataan bahwa aku tidak berada dirumah?"
Tetapi pikiran Paksi merambat semakin jauh lagi "Meskipun
aku pergi, tetapi selagi aku masih hidup, maka pada suatu
saat aku akan kembali lagi ke rumah ini. Tetapi bukankah
diperguruan yang baru ini, pada suatu saal juga kemungkinan
aku pulang" Atau aku akan mati di perguruan yang baru itu
dengan seribu macam alasan?"
Tetapi Paksi tidak sempat merenung berlama-lama. Iapun
kemudian bersama ayah dan tamunya pergi ke sanggar
dibelakang. Sanggar yang bersih dan tertata rapi. Namun
justru menunjukkan bahwa sanggar itu jarang sekali
dipergunakan dengan bersungguh-sungguh.
Adik laki-laki Paksi yang serba sedikit mendengar pembicaraan
itupun segera berlari menemui ibunya dan berceritera bahwa
Paksi akan mengalami pendadaran ilmu di sanggar.
"Tetapi bukankah ayahmu juga pergi ke sanggar?"
"Ya, ibu" "Kenapa kau nampak cemas?"
Adik laki-laki Paksi itu menarik nafas panjang. Namun iapun
kemudian menggeleng sambil menjawab "Tidak, ibu. Aku tidak
cemas" Ibunya tersenyum sambil berdesis "Bukankah pendadaran
seperti itu wajar-wajar saja"
"Ya, ibu" Adik Paksi itupun tidak bertanya lagi. Apalagi kelika adik
perempuannya muncul dari longkangan samping. Bahkan adik
laki-laki Paksi itupun kemudian berlari ke halaman belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia masih melihat Paksi, orang yang discbul Ki Semburwangi
dan ayahnya memasuki sanggar.
Ki Semburwangi yang sudah berada didalam sanggar,
memperhatikan isi sanggar itu dengan dahi yang berkerut.
Dengan nada tinggi ia berkata "Sanggar yang sangat
sederhana bagi seorang Tumenggung"
"Aku sendiri jarang mempergunakannya" jawab Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. "Bukankah Ki Tumenggung seorang prajurit?"
"Ya. Tetapi kesibukanku tidak memungkinkan aku berada di
sanggar ini setiap hari"
Ki Semburwangi itu mengangguk-angguk. Lalu katanya
kepada Paksi "Paksi, kau tunjukkan kepadaku, apakah kau
pantas menjadi murid diperguruanku"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menemukan gagasan untuk menghindar dari rencana ayahnya
menyerahkan kepada perguruan lain dengan cara tidak
semata-mata. "Kalau aku mengecewakan orang ini, maka aku akan sulit
dapat diterima" Sejenak kemudian, maka Paksipun sudah melepas bajunya.
Ia sudah siap berdiri ditengah-tengah sanggar itu.
"Sekarang, tunjukkan kepadaku, bahwa kau sudah memiliki
dasar pengetahuan olah kanuragan. Jika kau dapat
menunjukkan yang pantas, maka kau akan dapat aku terima"
Paksi masih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian Ki
Semburwangi itupun membentaknya "Cepat, lakukan. Kenapa
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau menjadi bingung"
Paksipun seperti terbangun. Iapun dengan tergesa-gesa
mulai melangkahkan kakinya dan menggerakkan tangannya.
Dengan kasar Paksi menunjukkan kemampuannya dalam olah
kanuragan. Langsung tanpa memanaskan tubuh dan darahnya
lebuh dahulu. Tetapi beberapa saat kemudian, tata gerak Paksi justru
mengendor. Geraknya tidak lagi cepat dan mapan. Bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang-kadang ia telah membuat kesalahan-kesalahan.
Meskipun kesalahan kecil.
Ki Semburwangi itupun melangkah mendekati Paksi. Tiba-
tiba saja ia tertawa sambil berkata "Inikah murid Ki Panengah
yang dipercaya oleh Kangjeng Sultan Hadiwijaya serta Ki Gede
Pamanahan untuk membuka sebuah perguruan bagi anak-
anak para pemimpin di Pajang?"
Paksipun tiba-tiba berhenti dan bergeser surut. Dengan
kepala tunduk ia berdiri termangu-mangu.
"Ki Tumenggung. Kau lihat sendiri, bagaimana anakmu ini
menunjukkan kemampuannya setelah berguru sekitar tiga
ampat tahun" Tetapi Ki Tumenggung nampaknya mengetahui cara Paksi
untuk menolak agar ia tidak dipindahkan dari perguruannya
yang lama. Karena itu, maka Ki Tumenggung itupun berkata
"Ia tidak pernah bersunggung-sungguh, Ki Semburwangi.
Itulah sebabnya maka aku ingin anak itu berguru di perguruan
Ki Semburwangi, agar ia terbiasa mematuhi peugeran,
bersungguh-sungguh dan benar-benar memiliki kemampuan
yang tinggi" "Bukannya tidak bersungguh-sungguh. Tetapi bobot
perguruan Panengah memang hanya sampat sekian. Meskipun
kemudian anakmu berguru sampai sepuluh atau lima belas
tahun, kemampuannya tidak akan meningkat"
"Kemungkinan itupun lelah menjadi pertimbanganku. Bobot
yang rendah, kemalasan dan kebodohan"
"Ki Tumenggung. Aku akan memaksa anakmu untuk
meningkatkan ilmunya sampai kepuncak kemampuannya. Aku
kira, anak ini memang anak yang sangat malas"
"Maksud Ki Semburwangi?"
"Aku akan turun ke arena. Aku tantang anak itu berkelahi.
Dengan demikian, ia akan terpaksa meningkatkan ilmu sampai
kepuncak kemampuannya. Ia tidak akan bermain-main
dengan malas, karena serangan-seranganku benar-benar
menyakitinya. Dahi Ki Tumenggungpun berkerut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Semburwangipun berkata "Jangan takut. Anakmu
tidak akan mati. Aku hanya akan memaksanya menunjukkan
kemampuannya yang sebenarnya. Tanpa dipaksa anak yang
malas ini tidak akan melakukannya"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk sambil berkata
"Silahkan, Ki Semburwangi. Segala sesuatunya aku serahkan
kepada Ki Semburwangi"
Paksilah yang menjadi berdebar-debar. Iapun menjadi
ragu-ragu. Apakah ia akan tetap menunjukkan kedunguannya
sehingga ia tidak akan dapat diterima di perguruan Ki
Semburwangi yang dipimpin oleh Ki Ajar Wisesa Tunggal, atau
ia akan melindungi dirinya agar tidak disakiti oleh Ki
Semburwangi, karena Paksi sadar, bahwa untuk memaksanya
meningkatkan ilmunya sampai kepuncak orang itu akan benar-
benar menyakitinya. Tetapi sebelum Paksi dapat memastikan sikapnya, maka Ki
Semburwangipun telah berdiri dihadapannya. Tanpa
menyingsingkan kain panjangnya, iapun berkata " Bersiaplah
Paksi, aku akan memaksamu menunjukkan kepadaku, tataran
kau, tidak akan dapat melakukannya sendiri tanpa dipaksa
dengan kekerasan. Paksi berdiri termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja diluar
dugaan Paksi, orang itu telah menjulurkan tangannya
langsung kearah dada Paksi.
Paksi masih belum bersiap. Iapun belum memutuskan, apakah
ia akan membiarkan dirinya babak belur dan merah biru dan
wajahnya menjadi lembab sedang matanya menjadi bengkak,
apakah ia harus melawan. Namun jika ia harus melawan,
maka ia harus menunjukkan kemampuannya yang
sebenarnya. Dalam kebimbangan itu, pukulan tangan Ki Semburwangi
itupun ternyata mampu mengenai sasarannya. Pukulan itu
cukup keras. Tetapi sebenarnya masih mampu diatasi oleh
daya tahan Paksi yang tinggi. Namun ternyata Paksi itu
membiarkan dirinya terdorong surut selangkah dan kemudian
terhuyung-huyung jatuh d tanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Semburwangi itu berdiri tegak dengan kaki renggang.
Dipandanginya Paksi dengan bibir yang seakan-akan tercibir.
Dari mulurnya terdengar orang itu berkata "Bangkit murid
Panengah. Inikah ukuran keberhasilan perguruanmu itu"
Jantung Paksi menjadi panas. Tiba-tiba saja ia mempunyai
gagasan baru. Ia tidak hanya sekedar akan melindungi diri.
Tetapi ia benar-benar akan melawan orang itu dengan
segenap kemampuannya. Jika aku menang, maka tidak akan
pantas baginya untuk menerimaku sebagai murid, karena
ilmuku lebih tinggi dari ilmunya. Sebaiknya jika aku kemudian
kalah, maka ia tentu akan mengambil beberapa keputusan.
Antara lain, aku akan diterima dengan syarat. Aku akan
mengalami cobaan yang berlapis, karena orang itu tentu
benar-benar akan marah kepadaku"
Tetapi Paksi tidak sempat berpikir lebih panjang. Terdengar
Ki Semburwangi itu berteriak lagi "Bangkit, murid Panengah"
Paksipun kemudian berusaha untuk bangkit. Sementara Ki
Tumenggung Serpa Biwada itupun berkata "Paksi, Hanya
itulah yang kau miliki setelah kau berguru selama empat
tahun" Paksi tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja ia cenderung
untuk melawan dan bahkan mengalahkan Ki Semburwangi jika
mungkin. Karena Ki Semburwangi tentu juga seorang yang
berilmu tinggi. Ia adalah seorang yang mendapat kepercayaan
dari orang yang menyebut dirinya Ki Wisesa Tunggal yang
memimpin perguruannya. Jika ia ternyata kemudian kalah, apaboleh buat. Tetapi
sama sekali tidak terbersil niatnya untuk meninggalkan
perguruannya. Sejenak kemudian, Paksipun telah berdiri
berhadapan dengan Ki Semburwangi. Meskipun Paksi telah
bertekad untuk melawan sekuat-kuatnya, namun ia tidak
dengan serta-merta meningkatkan ilmunya sampai kepuncak.
Ia harus menjajagi kemampuan lawannya untuk menentukan
sikap terakhirnya. Karena itu, maka Paksipun mulai melawan Ki Semburwangi
dari tataran yang paling sederhana, mengimbangi tataran ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Semburwangi, karena Ki Semburwangi memang
menganggap Paksi baru memiliki dasar-dasar kemampuan
olah kanuragan. Ketika kemudian Ki Semburwangi menyerangnya lagi, Paksi
sudah siap untuk menghindar, sehingga serangan Ki
Semburwangi tidak mengenai sasarannya.
Ki Semburwangi justru tertawa. Katanya "Ternyata kau
tangkas juga. Kau mampu menghindari seranganku"
Paksi tidak menyahut. Tetapi iapun sudah bersiap
menghadapi serangan-serangan berikutnya, la sadar
sepenuhnya, bahwa Ki Semburwangi tentu akan meningkatkan
tataran ilmunya selapis demi selapis.
Sebenarnyalah ketika beberapa kali serangan Ki
Semburwangi tidak menyentuh tubuh Paksi, maka Ki
Semburwangipun telah meningkatkan kemampuannya.
Serangan-serangannya menjadi semakin cepat dan keras.
Paksi tidak ingin langsung mencengangkan Ki
Semburwangi. Selagi tatanan gerak Ki Semburwangi masih
sederhana, maka Paksipun sekali-sekali membiarkan dirinya
dikenai serangan Ki Semburwangi. Ketika kaki Ki Semburwangi
terayun menyamping, maka kaki itu telah mengenai lambung
Paksi. Tubuh Paksi itupun terdorong beberapa langkah surut.
Nampaknya Paksi hampir saja kehilangan keseimbangannya.
Tetapi Paksi mampu bertahan dan tidak terjatuh di lantai
sanggar. "Bagus" Ki Semburwangi memuji. Namun serangan-
serangannyapun kemudian datang beruntun.
Paksi sama sekali tidak mengalami kesulitan. Tetapi ia tidak
menunjukkan kemampuannya itu. Beberapa kali Paksi
meloncat surut mengambil jarak, kemudian Paksipun seakan-
akan memperbaiki kedudukannya yang menjadi sulit.
"Mari anak muda" berkata Ki Semburwangi "tunjukkan
kemampuanmu sebagai murid Panengah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun mencoba menyerang
Semburwangi. Namun setangannya sama sekali tidak
mengenai sasaran. Dengan tangkasnya Ki Semburwangi meloncat menghindar.
Ketika Paksi memburunya dan menyerang dengan ayunan
tangannya menyamping, maka serangan itu telah ditangkis.
Namun benturan yang terjadi memang agak mengejutkan
Ki Semburwangi. Tenaga anak muda itu terasa berat
menekan. Tetapi bagi Ki Semburwangi, tekanan itu hanyalah
satu kebetulan. Iapun yakin, bahwa tangan Paksi tentu juga
terasa sakit oleh benturan yang terjadi itu.
Setelah beberapa saat Ki Semburwangi menjajagi
kemampuan Paksi, maka Ki Semburwangi itupun berniat untuk
memaksa Paksi mengerahkan kemampuan puncaknya.
Kemudian meruntuhkan kesombongan anak muda itu dan
memaksanya berlutut dihadapannya serta berserah diri.
Karena itu, maka Ki Semburwangipun telah meningkatkan
ilmunya pula. Ia benar-benar ingin menunjukkan kepada
Paksi, bahkan kemampuan Paksi yang telah disadapnya dari Ki
Panengah itu bukan apa-apa bagi dirinya.
Paksi merasakan peningkatan ilmu Ki Semburwangi itu.
Karena itu, maka Paksipun telah meningkatkan ilmunya pula
untuk mengimbangi kemampuan Ki Semburwangi.
Dengan demikian, maka serangan-serangan Ki
Semburwangi kemudian telah menggelisahkannya. Paksipun
nampaknya justru menjadi semakin tangkas. Tingkat ilmunya
yang lebih tinggi itu tidak menekannya dan menyusutkannya
dalam kesulitan. Tetapi anak muda itu rasa-rasanya justru
menjadi semakin tegar. Ki Semburwangi menjadi gelisah. Ia memang belum sampai
kepuncak ilmunya. Tetapi bahwa untuk melawan anak-anak
yang baru mulai belajar olah kanuragan saja, apakah ia harus
mengerahkan ilmunya"
Tetapi Ki Semburwangi memang menjadi semakin gelisah.
Serangan-serangannya justru tidak lagi dapat menyentuh
tubuh anak muda itu. Bahkan anak muda itu mulai membalas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerangnya. Serangan-serangannya semakin lama justru
menjadi semakin berbahaya.
"Aku harus benar-benar menghajar anak yang sangat
sombong ini" gerang Ki Semburwangi didalam hatinya.
Karena itu, maka ia telah meningkatkan tataran ilmunya
selapis lagi. Dengan garangnya ia menyerang Paksi seperti
banjir bandang. Telapi ternyata Ki Semburwangi tidak mampu memecahkan
pertahanan Paksi. Serangan-serangannya masih saja belum
dapat mengenai sasarannya. Bahkan Ki Semburwangi itu
terkejut bukan kepalang, ketika tiba-tiba saja kaki Paksi telah mengenai lambungnya.
Dengan serta-merta, hampir diluar sadarnya, Ki
Semburwangi itu meloncat surut untuk mengambil jarak,
sementara Paksi tidak memburunya. Seakan-akan Paksi
sengaja memberikan kesempatan kepada Ki Semburwangi
untuk meyakini apa yang baru saja terjadi.
Namun dalam pada itu, Paksi sudah memperhitungkan
masak-masak. Ki Semburwangi akan dapat menjadi sangat
marah dan bertempur bersungguh-sungguh. Tetapi jika itu
yang terjadi, apaboleh buat. Ia sudah bersiap untuk
menghadapinya dan siap pula menanggung akibatnya. Bahkan
seandainya Ki Semburwangi itu akan membunuhnya.
Sejenak Ki Semburwangi berdiri tegak sambil memandang
Paksi dengan tajamnya. Dengan suara parau Ki Semburwangi
itupun berdesis "Kau ternyata benar-benar anak yang
sombong" Adalah diluar dugaan pula bahwa Paksi berani menjawab
"Aku adalah murid Ki Panengah. Aku hanya ingin
menunjukkan tataran kemampuan murid Ki Panengah.
Bukankah itu yang kau kehendaki sejak tadi" Beberapa kali
kau sebut nama guruku"
"Cukup" bentak Ki Semburwangi "aku akan memaksamu
bertekuk lutut dihadapanku. Tetapi itupun belum pasti, bahwa
kau akan dapat aku terima sebagai muridku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paksi" berkata Ki Tumenggung "kau jangan berbuat
sebodoh itu. Kau memerlukan seorang guru yang mumpuni"
"Aku memang sedang menjajaginya ayah"
"Setan kau" gaeram Ki Semburwangi.
"Jika kau berhak menjajagi kemampuan calon muridmu,
akupun berhak menjajagi calon guruku. Jika aku berhak
menolak aku karena tidak memenuhi syarat yang kau
tetapkan, akupun mempunyai wewenang untuk memilih
seorang guru yang aku anggap pantas karena ilmunya jauh
melamapaui ilmuku" "Krnapa tiba-tiba saja kau menjadi seperti orang kesetanan,
Paksi?" ayahnyalah yang hampir berteriak.
Paksipun menjawab tanpa berpaling "Aku adalah murid Ki
Panengah" Tetapi sebelum mulut Paksi terkatup, Ki Semburwangi itu
telah meloncat menyerangnya. Kakinya terjulur lurus
mengarah kedada Paksi. Namun Paksi sudah siap
menghadapinya. Karena itu dengan cepat ia bergeser
kesamping sambil memiringkan tubuhnya sehingga serangan
itu tidak mengenainya. Tetapi dengan cepat, Ki Semburwangi
menggeliat. Bertumpu pada kakinya yang baru saja
menyentuh tanah, ia berputar. Kakinya yang lain terayun
mendatar dengan derasnya.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi Paksi dengan cepat merendahkan diri sehingga kaki
lawannya terayun diatas kepalanya. Sementara itu, Paksipun
telah menjatuhkan dirinya. Tangannya menapak lantai
sanggar sedang kakinya menyapu kaki Ki Semburwangi
dengan derasnya. Serangan yang tidak terduga itu sangat
mengejutkan pula. Tetapi Ki Semburwangi terlambat
mengelak. Karena itu, sapuan itu telah menghentak kakinya
demikian kerasnya, sehingga Ki Semburwangi itu terpelanting.
Ki Semburwangi itu berguling menjauh sambil meloncat
bangkit. Demikian ia tegak diatas kedua kakinya, maka iapun
telah bersiap menghadapi serangan Paksi.
Paksipun tidak melewatkan kesempatan itu. Dengan cepat
Paksi meloncat menyerang. Tangannya terayun mengarah ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kening. Namun Ki Semburwangi sempal menangkis serangan
itu. Dengan garangnya, iapun berganti menyerang.
Tangannya terjulur lurus mengarah kedada Paksi.
Tetapi Paksipun menepis tangan itu kesamping. Sementara
kakinya terjulur lurus kearah lambung.
Ki Semburwangi meloncat selangkah surut sehingga kaki
Paksi tidak sempat menggapainya. Namun demikian kakinya
menyentuh lantai, Ki Semburwangi itu bagaikan dilontarkan,
meluncur dengan cepat dengan kaki terjulur menyamping.
Tetapi Paksipun sempat mengelak, sehingga serangan Ki
Semburwangi itu tidak menyentuhnya sama sekali.
Dalam pada itu, wajah Ki Tumenggung Sarpa Biwada
menjadi semakin tegang. Ia sama sekali tidak menduga,
bahwa Paksi memiliki ilmu demikian tingginya sehingga
mampu mengimbangi ilmu Ki Semburwangi. Namun Ki
Tumenggungpun menyadari, bahwa dengan demikian Ki
Semburwangi akan menjadi sangat marah dan bahkan
mungkin tidak terbendung lagi.
Jika Ki Semburwangi kehilangan kendali, sehingga terjadi
malapetaka atas Paksi, maka Ki Tumenggung harus
mempertanggung-jawabkannya terhadap keluarganya. Nyi
Tumenggung dan anak-anaknya yang lain, yang sangat akrab
dengan Paksi akan menuntutnya jika ia tidak mencegahnya.
"Paksi memang gila" geram Ki Tumenggung.
Penjajagan yang dilakukan oleh Ki Semburwangi telah
berubah arah. Kemarahan Ki Semburwangi benar-benar
membuatnya kehilangan kendali.
Tetapi Paksipun telah siap menghadapi segala
kemungkinan. Didadanya telah menyala pula kebanggaan,
bahwa ia adalah murid Ki Panengah dan Ki Waskita yang
dikenalnya dimasa pengembaraannya yang panjang.
-ooo00dw00ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 20 DENGAN demikian, maka yang terjadi kemudian adalah
pertarungan yang keras dan bersungguh-sungguh. Ki
Semburwangi tidak lagi mengekang dirinya, apapun yang
bakal terjadi dengan Paksi, seorang anak muda yang semula
ditiliknya, apakah ia akan dapat diangkat menjadi muridnya.
Namun yang terjadi kemudian adalah pertempuran yang
sebenarnya. Paksi memang tidak mau mengalah. Orang yang
menyebut dirinya Semburwangi itu telah beberapa kali
merendahkan guru dan perguruannya. Karena itu, maka iapun
ingin membuktikan, bahwa guru dan perguruannya bukan
sebagaimana dikatakan oleh Ki Semburwangi itu.
Dengan demikian, maka pertarungan di dalam sanggar itu
semakin lama menjadi semakin keras. Ki Semburwangi tidak
akan membiarkan dirinya dihina oleh anak ingusan itu. Namun
Paksipun tidak mau kehilangan kebanggaannya atas guru dan
perguruannya. Dengan demikian, maka Ki Semburwangi
itupun telah mengerahkan ilmunya untuk segera mengatasi
lawannya yang masih sangat muda itu. Bahkan Ki
Semburwangi tidak menghiraukan lagi, seandainya anak muda
itu terbunuh dalam putaran yang seharusnya tidak lebih dari sebuah pendadaran.
Paksipun merasakan, betapa udara di sanggar itu serasa
menjadi semakin panas. Ki Semburwangi bergerak semakin
cepat. Tangannya seakan-akan tidak lagi hanya sepasang,
tetapi beberapa pasang. Serangannya datang beruntun dari
tangan yang seakan-akan menjadi beberapa pasang itu.
Tetapi Paksipun tidak membiarkan dirinya dilindas oleh
kemarahan lawannya. Serangan-serangannyapun menjadi
semakin kuat pula. Tangan dan kakinya seakan-akan menjadi
semakin keras, bahkan sekeras batu hitam. Benturan-benturan
yang kemudian terjadi, seakan-akan telah mengguncang
sanggar itu. Tiang-tiangnya menjadi bergetar dan beberapa
utas tali ijuk pengikat dindingpun menjadi putus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sarpa Biwada berdiri membeku di
tempatnya. Ia sungguh-sungguh tidak mengira, bahwa
kemampuan Paksi telah menjadi sedemikian jauhnya.
Dalam pada itu, Ki Semburwangipun telah sampai ke
puncak ilmunya. Dengan garangnya ia telah mempersiapkan
serangannya yang akan menentukan akhir dari pertempuran
itu. Dengan lantang Ki Semburwangi itupun berkata, "Bukan
salahku jika tubuhmu menjadi lumat"
Tetapi Paksipun telah bersiap. Iapun telah mengerahkan
segenap kemampuannya pada ilmu puncaknya. Sekejap
kemudian, maka Ki Semburwangi itu telah meloncat
sambil mengayunkan tangannya, mengarah ke kening Paksi
dilambari dengan segenap kemampuan ilmunya. Sementara
itu, Paksipun telah bersiap pula. Dikerahkannya daya tahan
tubuhnya, dibarengi dengan kekuatan ilmu puncaknya,
Paksipun telah meloncat pula membenturkan kedua belah
tangannya yang bersilang.
Satu benturan yang dahsyat telah terjadi. Sanggar itupun
benar-benar berguncang. Pintunya bagaikan dihentakkan
terbuka. Ikatan dinding di sudut sudut sanggar itu telah
terlepas. Palang-palang kayu sebagai alat berlatih di sanggar
itupun terpelanting jatuh. Sanggar itu telah berderak-derak
bagaikan diguncang oleh gempa.
Untunglah bahwa sanggar itu terletak di belakang. Nyi
Tumenggung yang sedang berada di dapur tidak begitu
menghiraukan suara derak sanggar yang terguncang itu. Adik
laki-laki Paksilah yang berteriak oleh suara yang aneh itu.
Dengan ragu-ragu ia pergi ke halaman samping. Tetapi ia
tidak melihat sesuatu. Sanggar itu masih tetap berdiri disana.
"Suara itu berasal dari sanggar itu" katanya di dalam hati.
Namun adik laki-laki Paksi itu menjadi termangu-mangu
ketika ia melihat pintu sanggar itu terbuka. Selangkah demi
selangkah ia mendekat. Tetapi ia tidak dapat langsung melihat
isi sanggar itu. "Ada apa, Kakang?" tiba-tiba adik perempuannya sudah
berada di belakangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada apa-apa" jawab kakaknya.
"Aku mendengar suara yang aneh dari sanggar itu"
"Mungkin. Tetapi ayah ada disana" Adik laki-laki Paksi
itupun kemudian mengajak adik perempuannya justru masuk
ke serambi sambil berkata, "Jangan ganggu mereka yang
sedang berada di sanggar"
Adik perempuannya mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, di dalam sanggar, Paksi harus berjalan
tertatih-tatih ke sebuah lincak panjang yang terletak di pinggir sanggar itu. Iapun kemudian duduk dengan menyilangkan
kakinya mengatur pernafasannya yang bagaikan bekerja di
lubang hidungnya. Sementara itu, Ki Tumenggung telah
mengangkat tubuh Ki Semburwangi dan membaringkannya di
sudut sanggar itu. Ketika ia meletakkan telinganya di dada Ki Semburwangi, ia
masih mendengar detak jantung Ki Semburwangi meskipun
tidak teratur. Ki Tumenggung itupun kemudian berpaling
kepada Paksi sambil menggeram, "Anak setan. Kau lukai
bagian dalam tubuh Ki Semburwangi. Seharusnya kau tahu
diri. Ki Semburwangi hanya ingin menjajagi kemampuanmu.
Tetapi kau bersungguh-sungguh sehingga bagian dalam
tubuhnya terluka parah"
Keadaan Paksi sudah menjadi berangsur baik. Diangkatnya
tangannya perlahan-lahan, kemudian diturunkannya di
samping tubuhnya. Kakinya yang bersilang pun telah
diurainya. Paksipun kemudian turun dari lincak itu.
"Ki Semburwangi tidak sekedar main-main, Ayah" sahut
Paksi. "Tetapi iapun bersungguh-sungguh. Jika aku tidak
melawan ilmunya, aku tentu sudah mati"
"Omong kosong" sahut ayahnya. "Ia tahu apa yang
dilakukannya" "Ia telah mengerahkan puncak ilmunya. Aku tahu itu"
"Tidak" "Jika Ayah tidak yakin, aku akan menunggu sampai
keadaannya menjadi baik. Besok, besok lusa atau kapan saja.
Jika penjajagan ini diulangi, maka ia tidak akan dapat berbuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih baik dari yang dilakukan sekarang. Ayah harus yakin itu.
Jika Ki Semburwangi memang dapat menjadi lebih baik dari
tataran ini, biarlah aku menanggung akibatnya"
Ki Tumenggung menjadi semakin tegang. Paksi tidak
pernah membantahnya. Sekali-sekali Paksi memang sering
mencoba menghindar. Tetapi jika Ki Tumenggung mulai
menekannya, Paksi selalu tunduk kepadanya.
Tetapi saat itu Paksi dengan tegas menolak pendapatnya.
Bahkan Paksi itu berkata selanjutnya, "Seharusnya Ayah tidak
mudah percaya kepada orang-orang seperti Ki Semburwangi.
Ternyata seperti yang Ayah lihat, ia tidak lebih baik dari aku.
Dengan demikian Ayah dapat membayangkan, apa jadinya jika
aku diambilnya menjadi muridnya. Ilmuku tidak menjadi
semakin baik. Tetapi justru menjadi semakin buruk"
"Cukup" bentak ayahnya. "Kau tidak usah menggurui aku"
Tetapi Paksi masih juga menjawab, "Aku sama sekali tidak
bermaksud menggurui Ayah. Tetapi aku hanya ingin
menunjukkan kenyataan ini"
"Diam kau" bentak ayahnya.
Namun Paksi masih belum mau diam. Ia masih juga
berkata, "Ternyata Ayah telah salah menilai kemampuan Ki
Semburwangi. Ia bukan apa-apa, Ayah. Apalagi dibanding
dengan Ki Panengah, dengan Ki Waskita, dengan Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Jika Ki Semburwangi itu
dilepaskan di perguruan Ki Panengah, ia tidak lebih dari seekor kelinci yang kebingungan di antara sekumpulan harimau yang
garang" Kata-kata Paksi itu bagaikan gumpalan-gumpalan batu
padas yang menghentak-hentak dadanya. Ki Tumenggung
itupun kemudian justru telah terduduk di sebelah tubuh Ki
Semburwangi. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya serta
menutup telinganya ia berkata tidak terlalu keras, "Sudah,
sudah" Paksipun terdiam. Tetapi perlahan-lahan ia melangkah
mendekati ayahnya dan Ki Semburwangi yang terbaring.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan mengambil air" berkata Paksi kemudian.
Paksipun melangkah keluar dari sanggarnya untuk mengambil
semangkuk air di dapur. Ibunya yang masih sibuk di dapur bersama seorang
pembantunya, serta tidak tahu apa yang telah terjadi di
sanggar bertanya, "Kau cari apa, Paksi?"
"Air, Ibu. Air masak tetapi yang sudah dingin"
Dengan semangkuk air, Paksipun kembali ke sanggar.
Ketika di bibir Ki Semburwangi diteteskan beberapa titik air,
maka bibir itupun mulai bergerak-gerak. Bahkan kemudian,
matanyapun mulai terbuka. Titik-titik air itu diteteskan lagi di bibir Ki Semburwangi sehingga orang itupun kemudian
menjadi sadar. Ki Semburwangi mulai mengingat-ingat, apa yang telah
terjadi. Ketika ia melihat Paksi, iapun berusaha untuk bangkit sambil mengumpat kasar. Namun dadanya terasa menjadi
sangat sakit. "Berbaring sajalah, Ki Semburwangi"
"Aku akan membunuh anak iblis itu"
"Jangan mengigau. Kau sudah kalah, Ki Semburwangi"
bentak Paksi. "Jika kau ingin aku membunuhmu, aku sudah
dapat melakukannya. Bahkan sekarang pun aku dapat
membunuhmu" "Paksi" bentak Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
"Orang seperti Ki Semburwangi harus diyakinkan, bahwa ia
sudah kalah. Otaknya harus menerima kenyataan ini atau aku
benar-benar akan membunuhnya"
"Paksi, kau tidak boleh menjadi gila"
"Ki Semburwangi harus mengakui kekalahannya. Dan itu
berarti aku tidak akan memilihnya menjadi guruku. Aku tidak
ingin belajar kepadanya, karena ilmunya lebih rendah dari
ilmuku" "Cukup" bentak Ki Tumenggung.
Tetapi Paksi sudah bertekad untuk menjatuhkan harga diri
Ki Semburwangi sehingga ia mengakui apa yang telah terjadi.
Karena itu, Paksipun masih saja berkata lantang, "Kau harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengakui kekalahan itu, Ki Semburwangi atau aku akan
membunuhmu sekarang juga"
"Jangan bunuh aku" minta Ki Semburwangi.
Permintaan itu memang tidak terduga sebelumnya akan
terloncat dari bibir Ki Semburwangi. Permintaan itu sekaligus
merupakan pengakuan, bahwa ia memang sudah dikalahkan
dengan anak yang masih terlalu muda itu. Yang sebelumnya
ingin dijajaginya, apakah ia pantas untuk menjadi muridnya.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Orang yang menyebut
dirinya Ki Semburwangi itu sudah benar-benar kehilangan
harga dirinya dan mengakui kekalahannya.
Dengan nada berat Paksipun berkata, "Aku tidak
membunuhmu karena kau adalah tamu ayahku. Adalah
kewajibanku untuk menghormatimu. Tetapi dalam
kesempatan lain, jika kau berurusan langsung dengan aku,
aku benar-benar akan membunuhmu"
Paksi tidak menunggu jawaban Ki Semburwangi. Sambil
melangkah ke pintu, Paksipun berdesis, "Aku mohon diri,
Ayah. Aku harus kembali ke barak"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Jantungnya serasa
berdentang di dadanya. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa
Paksi memiliki ilmu yang demikian tinggi, sehingga telah
mempermalukan Ki Semburwangi. Seorang yang akan
diajaknya bekerja bersama untuk melemparkan Paksi ke
tempat yang tidak diharapkannya.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Paksi yang kemudian keluar dari sanggar itupun telah pergi
ke pakiwan untuk mencuci muka, tangan dan kakinya.
Kemudian dibenahinya pakaiannya dan ikat kepalanya.
Sejenak kemudian, Paksipun telah mencari ibunya yang
ternyata sudah tidak berada lagi di dapur.
Ketika Paksi menemui ibunya di ruang dalam, maka kedua
adiknyapun ikut menemuinya pula.
"Aku akan mohon diri, Ibu" berkata Paksi.
"Bukankah kau akan bermalam disini meskipun hanya
semalam?" bertanya ibunya.
Paksi tersenyum. Katanya, "Aku akan kembali ke barak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimana ayahmu sekarang?"
"Ayah masih ada di sanggar bersama Ki Semburwangi.
Masih ada yang mereka bicarakan"
"Apakah kau sudah minta diri kepada ayahmu?"
"Sudah, Ibu. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, aku
dapat pulang lagi. Tetapi tentu tidak dapat terlalu sering"
"Aku mengerti, Paksi" desis ibunya.
Namun tiba-tiba saja ayah Paksi telah muncul dari pintu
butulan. Dipandanginya Paksi dengan mata yang bagaikan
menyala. Dengan nada geram Ki Tumenggung itupun berkata,
"Kau akan menyesali kesombonganmu, Paksi"
Paksi yang tidak terbiasa menjawab kata-kata ayahnya
ternyata telah keluar dari kebiasaan itu. Sambil menatap
wajah ayahnya bahkan langsung ke matanya, Paksi itu
menjawab, "Aku akan menanggung segala akibatnya, Ayah.
Sekarang aku sudah puas, bahwa aku dapat menunjukkan
kepada orang yang menyebut dirinya Semburwangi itu,
tataran kemampuan murid Ki Panengah dan Ki Waskita.
Biarlah orang itu mempunyai takaran terhadap perguruan
yang dipimpin oleh Ki Panengah itu"
Ki Tumenggung itupun menggeretakkan giginya. Dengan
suara bergetar iapun berkata, "Bukan saja tataran ilmu yang
kasar itu yang kau peroleh dalam perguruan yang dipimpin
oleh Ki Panengah, tetapi juga ajaran agar kau berani
menentang orang tuamu"
"Apakah aku menentang Ayah?" Paksi justru bertanya. "Ki
Semburwangi sendirilah bahkan atas persetujuan Ayah, ingin
menjajagi kemampuanku sesuai dengan tataran yang
sebenarnya. Nah, aku sudah melakukannya. Jika ternyata
ilmuku lebih tinggi dari ilmu Ki Semburwangi, tentu itu bukan
salahku. Bukan salah Ki Panengah dan Ki Waskita. Tetapi
salah Ki Semburwangi. Kenapa dengan ilmu yang rendah itu ia
sudah berani menyatakan dirinya salah seorang dari pemimpin
sebuah perguruan yang disebutnya besar dan berbobot"
Sebelum Ki Tumenggung menyahut, Nyi Tumenggung yang
ikut menjadi tegang itupun bertanya, "Apa yang telah terjadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakmu itu, Nyi. Guru-gurunya telah mengajarinya untuk
berani menentang orang tuanya"
"Benar begitu, Paksi?"
"Menurut pendapatku, tidak Ibu. Aku telah melakukan
perintah Ki Semburwangi atas persetujuan Ayah. Kami, aku
dan Ki Semburwangi telah saling menjajagi kemampuan.
Tetapi ternyata ilmuku lebih tinggi. Bukankah itu bukan
salahku?" Ketika Nyi Tumenggung kemudian berpaling memandang
suaminya, maka Ki Tumenggung itupun segera melangkah
pergi. "Paksi" desis ibunya, "untuk pertama kalinya aku melihat
kau berani membantah kata-kata ayahmu"
"Aku tidak membantah, Ibu. Aku hanya menjelaskan apa
yang sebenarnya telah terjadi. Aku tidak pernah melupakan
nasehat dan petunjuk Ibu, kewajiban seorang anak kepada
orang tuanya. Guru-gurukupun selalu memberikan petunjuk
serupa di perguruan" "Jadi kenapa ayahmu nampaknya menjadi sangat marah?"
"Aku telah mengalahkan Ki Semburwangi"
"Mengalahkan" Maksudmu?"
Paksipun kemudian telah menceriterakan apa yang terjadi
di sanggar dengan singkat serta niat ayahnya memindahkan
tempatnya berguru. Jantung Nyi Tumenggung menjadi berdebar-debar.
Sementara itu Paksipun berceritera berterus-terang tentang
sikap Ki Semburwangi yang agaknya bukan sekedar
menjajaginya. Sementara itu, tiba-tiba saja adik laki-laki Paksi itu berdesis perlahan-lahan, "Jadi, Kakang Paksi telah menang?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Bukan
menang. Tetapi ternyata ilmu Ki Semburwangi belum setinggi
ilmu Ki Panengah dan Ki Waskita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu, seharusnya aku juga segera dikirim ke padepokan
Kakang Paksi. Aku tidak mau jika aku kelak dikirim ke
perguruan Ki Semburwangi"
"Nanti pada saatnya, kau tentu akan dikirim pula" desis
Paksi kemudian. Adik laki-laki Paksi itu mengerutkan dahinya. Sementara
adik perempuan Paksi itu berkata, "Kenapa ayah berniat
memindahkan Kakang Paksi ke perguruan lain?"
Yang menjawab adalah ibunya, "Tentu maksud ayah baik.
Ayah ingin Kakang Paksi menjadi semakin tinggi ilmunya"
"Tetapi ternyata calon gurunya itu ilmunya lebih rendah
dari Kakang Paksi" "Karena itu, Kakang Paksi akan kembali ke perguruannya
yang lama" jawab ibunya. Namun katanya kemudian, "Tetapi
kalian tidak usah ikut mempersoalkannya. Biarlah kakakmu
dan ayahmu sajalah yang membicarakannya"
Adik perempuan Paksi itu mengangguk-angguk kecil.
Sementara itu, Paksipun kemudian berkata, "Aku mohon diri,
Ibu" Lalu katanya kepada adik-adiknya, "Baik-baiklah kalian di rumah. Kalian harus selalu membantu ayah dan ibu di rumah.
Kereta Berdarah 3 Bara Dendam Menuntut Balas Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Pendekar Gunung Lawu 2
"Kau telah kehilangan unggah-ungguh" berkata Ki
Kriyadama. Orang itu terdiam, sementara Pangeran Benawa berkata "Aku
tahu, hatinya sedang bergejolak"
Prajurit itupun kemudian menundukkan kepalanya, sementara
Pangeran Benawa berkata "Aku memerlukan Harya Wisaka
hidup-hidup. Aku ingin mendengar paman Harya berceritera
tentang ketegeran kudanya. Tentang mimpi-mimpinya dan
tentang dunianya" Prajurit itu menunduk semakin dalam. Sementara Pangeran
Benawa menepuk bahunya sambil berkata "Kau adalah
seorang prajurit yang baik. Aku berterima-kasih kepadamu
dan kepada kawan-kawanmu yang telah dengan gigih
bertempur melindungi kami"
Prajurit itu tidak menjawab.
Sementara itu, seorang cantrik telah menemui Ki Panengah
sambil berkata "Saudara-saudaraku sudah berkumpul, guru"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik. Aku akan segera menemui mereka"
Ki Panengahpun kemudian telah memberitahukan kepada Ki
Kriyadama, bahwa ia akan menemui para cantrik lebih dahulu.
"Marilah Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan kau, Paksi.
Kita temui saudara-saudaramu, para cantrik"
Ki Kriyadamalah yang kemudian bersama-sama para prajurit
yang lain mengangkat tubuh Ki Lurah yang gugur di medan
pertempuran itu. Selain Ki Lurah, beberapa orang para prajurit yang lain mengangkat tubuh Ki Lurah yang gugur di medan
per-tempuran itu. Selain Ki Lurah, beberapa orang prajurit
telah gugur pula. Selebihnya, berserakan tubuh-tubuh yang
sudah tidak bernyawa. Selain para pengikut Harya Wisaka,
juga para-para pengikut orang-orang yang sangat bernafsu
untuk memiliki cincin yang ada ditangan Pangeran Benawa itu.
Didalam barak yang dipergunakan untuk sementara itu,
berkumpul para murid Ki Panengah. Tujuh orang diantara
mereka terluka. Tiga orang terluka berat. Ki Panengah merasa
sangat prihatin atas peristiwa itu. Tetapi ia masih bersukur,
bahwa tidak ada diantara mereka yang gugur dalam
pertempuran itu. Agaknya para prajurit dari Pasukan Khusus
yang dipimpin oleh Ki Lurah Yudatama itu telah berjuang
dengan sungguh-sungguh untuk melindungi para cantrik.
Namun Ki Lurah Yudatama sendiri harus menyerahkan
nyawanya. Sementara Ki Suratapa terluka berat.
Dalam pada itu, meskipun ada tiga orang cantrik yang terluka
parah, namun Ki Panengah masih berharap, bahwa ketiganya
dapat ditolong nyawanya, jika Tuhan Yang Maha Pemurah
berkenan. Namun dalam pertempuran yang sengit itu, Pajang dapat
menangkap hidup-hidup Harya Wisaka. Harya Wisaka tidak
akan dapat mencuci tangan atas apa yang sudah
dilakukannya. Jika sebelumnya, Harya Wisaka tidak dapat
ditangkap karena tidak dapat dibuktikan bahwa ia sudah
melakukan kesalahan dengan melanggar paugeran, maka saat
itu Harya Wisaka langsung dapat ditangkap justru saat ia
memimpin pasukannya untuk membunuh Pangeran Benawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tuduhan yang dikenakan kepada Harya Wisaka adalah
tuduhan yang sangat berat. Melakukan pemberontakan.
Meskipun demikian. Pajang gagal untuk menangkap para
pemimpin kelompok dan perguruan yang telah menyerang
perkemahan itu. Tetapi mereka telah dapat dikenali di
pertempuran itu, sehingga Pajang dapat mengirimkan pasukan
ke sarang mereka untuk menghancurkannya.
Dalam pada itu, Paksipun kemudian telah teringat kepada
seseorang yang mengaku saudara Harya Wisaka yang telah
berusaha hiembunuhnya. Ia dapat membuat orang itu pingsan
dan kemudian memerintahkan beberapa orang prajurit untuk
mengikatnya. Paksipun kemudian minta diri untuk mencari orang yang
mengaku bernama Gana Warak itu. Namun Paksi menjadi
sangat kecewa. Ternyata orang yang mengaku bernama Gana
Warak itu sudah terbujur membeku.
"Siapa yang membunuhnya?" bertanya Paksi " bukankah
saat ia diikat, ia hanya pingsan?"
"Ya, Paksi" jawab seorang prajurit" tetapi ketika arus
kekacauan itu melanda tempat ini, dan kemudian dapat kami
singkirkan, orang itu kami dapati sudah mati. Dadanya telah
ditusuk langsung dengan sebilah pedang atau semacamnya.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan demikian ia
tclah memerintahkan kepada orang itu secara khusus untuk
membunuhnya. Ketika Paksi kemudian kembali kedalam baraknya, maka
iapun langsung mendekati Harya Wisaka yang duduk
bersandar tiang. Sementara tangannya yang melingkari tiang
itu terikat dengan eratnya.
"Harya Wisaka" geram Paksi "bukankah Gana Warak itu kau
aku atau mengaku saudaramu?"
Harya Wisaka memandang wajah Paksi yang tegang.
Namun Harya Wisaka yang terikat itu justru tersenyum.
Katanya "Kenapa kau nampak menjadi sangat gelisah" Apakah
kehilangan sesuatu di medan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau secara khusus telah memerintahkan Gana Warak
itu membunuhku?" Harya Wisaka itu bahkan tertawa. Katanya "Aku ingin kau
mati" "Kenapa?" "Kenapa" Kenapa aku ingin kau mati" Kau adalah bagian
dari kekuatan lawanku. Apakah ada yang aneh?"
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya mendekatinya.
Dengar nada berat Raden Sutawijaya itu bertanya "Ada apa
Paksi?" "Harya Wisaka telah memerintahkan seseorang secara
khusus untuk membunuhku"
"Iapun telah berbuat demikian atas diriku. Dua orang yang
diakunya sebagai saudaranya, berusaha untuk membunuhku"
"Tentu ada sebabnya. Sebenarnya aku dapat menangkap
orang itu hidup-hidup. Ia hanya pingsan ketika aku minta para
prajurit mengikatnya. Tetapi seseorang telah membunuhnya"
"Siapa yang telah membunuhnya?" bertanya Pangeran
Benawa. "Tidak tahu. Tetapi dapat dipastikan bahwa yang
membunuh adalah kawan orang itu sendiri. Bukan seorang
prajurit atau seorang cantrik"
"Paman tentu mengetahuinya" desis Pangeran Benawa.
"Aku memang memerintahkannya untuk membunuh Paksi.
Bukankah Paksi yang telah menemukan cincin itu dan
menyerahkannya kepada Pangeran?"
"Tidak. Paksi menyerahkan cincin itu kepada ayahnya"
jawab Pangeran Benawa. Tetapi Harya Wisaka itu masih saja tertawa meskipun
tangannya terikat "Siapapun yang diserahi cincin itu, namun
akhirnya cincin itu telah jatuh ke tangan Pangeran. Aku
menjadi tidak senang karenanya. Untuk mendapat keputusan
batin, aku perintahkan Gana Warak untuk membunuhnya. Ia
bukan saudaraku. Tetapi ia adalah orang upahan. Aku telah
mengupahnya dengan uang serta janji, bahwa kelak ia akan
menjadi seorang Lurah Prajurit. Untunglah bahwa ia mati,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga kelak aku tidak perlu memenuhi janjiku untuk
mengangkatnya menjadi Lurah Prajurit karena ternyata ia
tidak berguna sama sekali"
Paksi menggeram. Tetapi Pangeran Benawa justru tertawa
pula. Dengan nada tinggi iapun bertanya "Seandainya orang
itu tidak mati, apakah paman sempat mengangkatnya menjadi
Lurah Prajurit?" "Ya" "Kapan?" bertanya Pangeran Benawa.
"Pada suatu hari setelah aku mengambil alih pimpinan
pemerintahan Pajang dari tangan Kangjeng Suitan Hadiwijaya"
Pangeran Benawa mengerutkan dahinya. Namun ia sama
sekali tidak nampak marah, sehingga Paksi menjadi heran
karenanya. Paksi sendiri hampir tidak dapat menahan diri
menghadapi sikap Harya Wisaka. Tetapi Pangeran Benawa
sendiri bahkan kemudian tertawa berkepanjangan. Demikian
pula Raden Sutawijaya. Dengan ringan Pangeran Benawa bertanya "Kapan itu kira-
kira terjadinya, paman?"
Harya Wisaka termangu-mangu sejenak. Tetapi ia mulai
jengkel terhadap sikap Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Mereka sama sekali tidak menunjukkan
kemarahan mereka. Pembicaraan itu mereka anggap sebagai
sendau gurau saja, atau lebih buruk lagi keduanya
menganggapnya hanya sekedar sebagai lelucon yang pantas
ditertawakan. Karena itu, maka harya Wisaka tidak tertawa
lagi. Ia tidak berasil membuat Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya marah. Memang Paksi nampak menjadi marah.
Tetapi yang lain justru mentertawakannya.
Ternyata dugaan Harya Wisaka benar. Pangeran Benawa
itupun kemudian berkata "Paman memang seorang yang
Jenaka. Dalam keadaan seperti ini, paman masih sempat
bergurau. "Aku tidak bergurau" Harya Wisaka justru mulai
membentak "aku berkata sebenarnya. Aku akan merebut
singgasana dari tangan Karcbct, anak Tingkir itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan marah, paman. Aku juga tidak marah, meskipun
yang paman sebut Karebct anak Tingkir itu adalah
ayahandaku yang sekarang bertahta di Pajang"
"Kau tidak akan dapat marah, karena yang aku katakan itu
benar" "Aku tahu paman bahwa yang paman katakan itu benar.
Aku tidak akan marah. Aku justru bangga bahwa seorang
gembala dari Tingkir akhirnya dapat menjadi Raja di Pajang.
Nah, bukankah nalarnya begitu"
"Cukup" bentak Harya Wisaka "jika saja tanganku tidak
terikat" "Pada saatnya aku akan melepaskan ikatan tangan paman
untuk melakukan lomba menunggang kuda. Aku sudah
mendapat seorang pengikut lagi. Kakangmas Sutawijaya. Jadi
kita akan berlomba bertiga. Aku tidak mengajak Paksi, karena
menurut perhitunganku, Paksi masih belum dapat menyamai
paman dalam hal menunggang kuda"
"Cukup. Diam kau Benawa?"
Tetapi Raden Sutawijayapun justru bertanya "Kenapa
paman menjadi marah" Sebaiknya paman sedikit sabar, agar
paman tidak mengalami goncangan perasaan, karena
kemarahan paman itu tidak akan berarti apa-apa. Tidak akan
menimbulkan perubahan pada keadaan paman sekarang"
"Diam. Diam" Harya Wisaka itu berteriak. Tetapi yang
terdengar kemudian adalah Pangeran Benawa dan Sutawijaya
tertawa. Dengan nada tinggi Pangeran Benawa berkata
"Pamanlah yang mulai mengajak kami bergurau. Sekarang
paman pulalah yang mulai menjadi marah. Untunglah bahwa
kami tidak marah. Keadaan kami sekarang jauh lebih baik dari
keadaan paman, sehingga jika kami bertindak lebih jauh dari
sekedar mentertawakan paman, paman tidak mencegahnya"
"Kalian mau apa" Kalian ingin membunuhku" Kenapa tidak
kau lakukan?" "Kami masih memerlukan paman. Sudah aku katakan. Aku
adalah pendendam. Aku harus menunjukkan kelebihaku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermain kuda. Baru kemudian akan dipertimbangkan, langkah-
langkah yang akan kami ambil"
Harya Wisaka menggeram. Namun ia tidak berkata apa-apa
lagi. Sementara itu Pangeran Benawalah yang berkata kepada
Paksi "Sudahlah Paksi. Jangan kau paksa paman Harya Wisaka
sekarang berbicara tentang saudaranya yang secara khusus
diperintahkannya untuk membunuhmu. Besok alau lusa kita
masih mempunyai waktu"
Paksi mengangguk kecil. Katanya "Baiklah Pangeran. Tetapi
hamba tidak dapat melupakan hal ini"
"Aku mengerti" berkata Pangeran Benawa. Mereka
bertigapun kemudian telah meninggalkan Harya Wisaka yang
masih terikat. Sementara itu, Ki Rangga suratapapun telah
dibawa ke dalam barak itu. Lukanya juga sangat parah.
Sedangkan para prajurit yang terluka lainnya telah dibawa ke
barak sebelah. Para tabib yang bertugas dalam lingkungan
keprajuritan yang menyertai pasukan berkuda itupun segera
bekerja keras untuk mengobati dan merawat mereka.
Sementara itu para prajurit yang lainpun sibuk mengumpulkan
para prajurit yang gugur. Sedangkan yang lain lagi mengurus
mereka yang tertangkap. Baik para pengikut Harya Wisaka
maupun para anggauta gerombolan dan para murid dari
perguruan yang ingin memiliki cincin yang berada di tangan
Pangeran Benawa itu. Dalam pada itu, selain seorang tabib dari lingkungan
keprajuritan yang terbaik, maka Ki Waskita dan Ki Panengah
telah ikut menangani langsung para cantrik yang terluka.
Apalagi mereka yang parah.
Hari itu, adalah hari yang sangat sibuk bagi para prajurit.
Mereka harus mengumpulkan kawan-kawan mereka yang
terluka dan yang gugur. Disamping itu mereka harus
mengurus dan kemudian mengawasi para tawanan yang
mengumpulkan para pengikut gerombolan dan perguruan-
perguruan yang ingin menangkap Pangerang Benawa serta
para pengikut Harya Wisaka yang terbunuh, kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menguburkannya, serta membawa mereka yang terluka ke
barak. Sementara itu, dua orang prajurit berkuda telah berpacu ke
Pajang untuk memberikan laporan, akhir dari permainan yang
rumit dihutan Jabung itu.
"Yang gugur akan dibawa ke Pajang dan dimakamkan
dengan upacara resmi" berkata Ki Tumenggung Wirayuda.
Namun upacara pemakaman tidak dapat dilangsungkan pada
hari itu juga, karena senja telah turun.
Dalam keremangan senja itulah, Pangeran Benawa sendiri
bersama Raden Sutawijaya dan Paksi telah membawa Harya
Wisaka ke Pajang. Mereka langsung membawa Harya Wisaka
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadap Ki Gede Pamanahan. Tetapi di hadapan Ki Gede
Pemanahan, Harya Wisaka itupun berkata dengan lantang
"Untuk apa aku dibawa kemari?"
Paman Harya Wisaka harus mempertanggung-jawabkan
semua perbuatan paman" jawab Pangeran Benawa.
"Tetapi kenapa aku harus menemui Ki Gede Pemanahan"
Ia tidak berhak menuntut pertanggung-jawabanku. Hanya
mereka yang sederajat atau lebih tinggi dari derajadku yang
dapat memeriksa aku dan apalagi menurut tanggung-jawabku.
Aku hanya mau berbicara dengan Sultan Hadiwijaya"
"Maksud paman, Karebet gembala dari Tingkir itu" Nanti
paman juga tidak mau berbicara dengan orang yang menurut
paman adalah keturunan pihak pedarakan itu" berkata
Pangeran Benawa. "Setan kau Pangeran. Siapapun orang itu, tetapi orang itu
sekarang menjadi Sultan di Pajang"
" Paman Pemanahan sekarang adalah orang yang
mendapat kepercayaan dari kangjeng Sultan untuk
mempertanggung-jawabkan keamanan Pajang dalam arti yang
seluas-luasnya selain kedudukannya sebagai Panglima seluruh
pasukan Pajang, paman"
"Aku tidak peduli. Aku hanya mau berbicara dengan Sultan"
"Baiklah. Jika demikian, persoalan paman tidak akan
pernah selesai, karena Kangjeng Sultan telah menugaskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paman Pemanahan untuk menangani persoalan paman Harya
Wisaka" "Aku akan bertemu dengan Sultan sendiri" Harya Wisaka
itupun berteriak marah. Tetapi Pangeran Benawa hanya tersenyum saja. Karena Ki
Gede Pemanahan, Pangeran Benawa itupun bertanya
"Bagaimana menurut pertimbangan paman?"
"Jika Harya Wisaka tidak mau berbicara dengan aku, apa-
boleh buat" "Maksud paman?"
"Simpan saja Harya Wisaka di ruang tahanan"
"Sampai kapan, paman?" dengan sengaja Pangeran
Benawa bertanya. Ki Gede Pemanahan tersenyum pula. Jawabnya "Sampai
Harya Wisaka mau berbicara"
"Kalau ia tidak juga mau berbicara dengan paman?"
"Ia tidak akan pernah keluar dari bilik tahanannya"
"Itu tidak adil. Itu sewenang-wenang. Inikah cara yang
ditempuh Pajang untuk menegakkan paugeran?"
"Jika paman tidak mau berbicara, lalu apa gunanya untuk
mengeluarkan paman dari tahanan?" berkata Raden
Sutawijaya. "Aku mau bicara dengan Sultan"
"Ayahanda Sultan sangat sibuk" sahut Raden Sutawijaya.
"Omong Kosong. Karebet hanya sibuk dengan perempuan"
" Nah, bukankah paman tahu bahwa ayahanda sibuk
dengan perempuan sehingga ayahanda tidak sempat menemui
paman" "Itu tidak adil. Itu sewenang-wenang"
"Bukankah Paman memahami tata pemerintahan"
Bukankah paman tahu, bahwa tidak semua persoalan harus
ditangani oleh Kangjeng Sultan sendiri" Dalam hal ini
Kangjeng Sultan sudah menugaskan paman Pemanahan.
Karena itu kedudukan paman Pemanahan tidak ada ubahnya
dengan kedudukan ayaharda Sultan sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diam kau, diam" Kalian tidak tahu apa-apa tentang
pemerintahan. Ki Gede Pemanahan juga tidak tahu apa-apa"
"Menurut paman, yang diketahui oleh ayahanda Sultan
tentu juga hanya perempuan. Bukankah begitu?"
"Setan kau Sutawijaya"
Raden Sutawijaya tertawa. Sementara Ki Gede
Pemanahanpun berkata "Masukkan kedalam bilik tahanan. Beri
kesempatan Harya Wisaka merenungi perbuatannya sampai ia
mau berbicara" "Tidak, itu tidak adil. Aku tidak mau sebelum aku berbicara
dengan Sultan" Tetapi Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya tidak
menghiraukannya. Bersama Paksi mereka membawa Harya
Wisaka kedalam bilik tahannya.
Para pemimpin prajurit di Pajang menyadari, bahwa Harya
Wisaka adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Karena ilu,
maka disekitar bilik tahannya telah diletakkan penjagaan yang
kuat. Disamping lima orang prajurit, telah dilugaskan seorang
perwira yang dianggap memiliki ilmu yang tinggi untuk
mengawasi Harya Wisaka. Perwira itu bersama-sama dengan
para prajurit setidak-tidaknya akan dapat menghambat jika
Harya Wisaka berniat melarikan diri, sementara dengan isyarat
akan dapat dipanggil kelompok-kelompok prajurit yang lain
yang bertugas didalam istana Pajang.
Sementara itu, Ki Gede Pemanahanpun telah
memerintahkan untuk memisahkan Harya Wisaka dari
lingkungan keluarganya. Tidak seorangpun yang boleh
mengunjunginya. Bahkan Raden Ayu Sekarsari, isterinya, juga
tidak boleh menemuinya. Dengan demikian, maka Harya
Wisaka benar benar merasa dipisahkan dari kehidupannya.
Bukan saja niatnya uniuk memiliki cincin kerajaan itu tidak
tercapai, namun iapun merasa telah kehilangan segala-
galanya. Sementara itu, kerja di hutan Jabungpun telah dilanjutkan.
Pembangunan sebuah padepokan yang besar. Bukan sekedar
untuk lima-belas orang. Tetapi para pemimpin dan para canirik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah membayangkan, bahwa padepokan itu akan menjadi
padepokan dan sebuah perguruan yang berpengaruh di
Pajang. Pangeran Benawa, Raden Sutawijaya dan Paksi bersama
para cantrik telah tenggelam lagi didalam kerja bersama para
prajurit demikian masa berkabung lewat.
Meskipun gerombolan-gerombolan dan perguruan-
perguruan yang menginginkan Pangeran Benawa serta
kekuatan Harya Wisaka sudah dihancurkan, namun para
pemimpin di Pajang masih juga merasa perlu untuk
menempatkan para prajurit di hutan Jabung. Kecuali untuk
membantu pembangunan padepokan yang terhitung besar itu,
juga dianggap perlu bagi keselamatan Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya. Dalam pada itu, setelah pertempuran yang sengit terjadi di
hutan Jabung, Paksi pernah sekali mengunjungi keluarganya.
Kedatangannya disambut dengan gembira sekali oleh ibu serta
adik-adiknya yang telah mendengar peristiwa yang
mendebarkan di hutan Jabung.
"Yang Maha Maha Penyayang masih melindungi aku, ibu.
Sebagaimana saat-saat pengembaraanku, aku selamat"
"Sukurlah, Paksi" berkata ibunya dengan mata yang
berkaca-kaca "aku sangat mencemaskanmu. Bahkan seluruh
keluarga ini. Ayahmu juga menjadi sangat tegang sehingga
dimalam harinya, ayahmu sama sekali tidak dapat tidur.
Bahkar mondar-mandir diruang dalam. Selongsong
lombaknyapun telah dilepasnya sehingga tombak itu dapat
dipergunakannya setiap saat. Ayahmu merasa seolah-olah ia
berada di medan pertempuran itu pula"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah ia
bertanya "Dimana ayah sekarang, ibu?"
"Ayahmu baru pergi ke tempat tugasnya di istana. Sebentar
lagi ayahmu tentu akan pulang"
"Bukankah biasanya yang sudah pulang?"
"Sejak terjadi pertempuran di hutan Jabung, ayahmu
nampak semakin sibuk. Bahkan ayahmu nampak gelisah sejak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelum pertempuran itu berlangsung. Nalurinya sebagai
seorang prajurit seakan-akan telah memberitahukan
kepadanya, bahwa akan terjadi sesuatu atas dirimu, bahkan
ayahmu pernah berkata kepadaku, bahwa ada semacam
dorongan untuk menengokmu sehari sebelum pertempuran itu
terjadi. Tetapi karena kesibukannya, maka ayahmu belum
sempat melakukannya"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara adik
perempuannyapun berkata "Kenapa kakang tidak pulang saja"
Bukankah sangat berbahaya berada di pinggir hutan itu?"
"Kenapa kakang Paksi harus pulang" Bahkan ayah telah
menjanjikan, bahwa akupun akan dikirim ke padepokan itu
pula kelak" sahut adik Paksi yang laki-laki.
"Untuk apa kau pergi kesana?" bertanya adik
perempuannya. "Berguru, seperti kakang Paksi. Aku ingin berbuat sesuatu
bagi negara ini sebagaimana telah dilakukan oleh kakang
Paksi. Bukankah kakang Paksi yang telah berhasil menemukan
kembali cincin kerajaan yang hilang itu"
"Sudahlah" berkata Paksi "besok pada saatnya kau akan
dikirim ke padepokan itu. Sekarang padepokan itu baru dibuat.
Bahkan masih lama padepokan baru itu akan siap. Disamping
bangunannya, juga kelengkapan pendukungnya. Terutama
sawah dan pategalan, agar padepokan itu dapat mandiri"
Kapan padepokan itu siap, kakang. Sebulan" Dua bulan?"
Paksi tertawa. Katanya "Jauh Jebih lama lagi. Mungkin
setahun segala-galanya baru siap"
"Jadi selama ini?"
"Segala-galanya serba sementara. Kami tinggal di
padepokan yang bangunannya dibuat untuk sementara.
Dindingnya yang diperbaharui karena dalam pertempuran itu
telah dirobohkan, juga untuk sementara. Kami masih
mendapat sumbangan bahan pangan dari Pajang. Tetapi kami
sudah mulai menggarap tanah yang semula padang perdu.
Kami telah mengalirkan air dengan parit melintasi padang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perdu itu. Air yang kami dapat dari kebaikan hati petani
disebelah padang perdu itu"
"Apakah para petani itu sudah tidak memerlukan air?"
"Tentu masih. Tetapi air di parit itu cukup melimpah,
sehingga kami telah mendapat bagian pula. Sementara itu,
kami sedang mengatur arus air dari rawa-rawa di dalam hutan
Jabung, yang bersumber dari dua mata air yang terhitung
besar di dalam hutan itu. Jika kami dapat menyalurkan air itu
untuk sementara ke sungai terdekat, maka rasa-rasa rawa-
rawa didalam hutan itu akan menyusut. Hutan itu akan dapat
ditebang dan dibuat tanah pernah mengering meskipun di
musim kemarau" "Kakang" berkata adik laki-laki Paksi "aku ingin ikut kakang
sekarang saja. Jika nanti kakang kembali ke padekokan, aku
akan ikut serta" Paksi tertawa. Katanya "Jangan sekarang. Padepokan kami
untuk sementara masih belum menerima cantrik lagi"
"Jika saja ayah bersedia menyampaikan kepada pemimpin
padepokan itu" Ibunyalah yang kemudian menyahut "Jangan tergesa-gesa.
Masih banyak waktu sementara padepokan itu sudah siap
untuk menerima cantrik baru"
Adik Paksi itu mengangguk-angguk kecil. Tetapi ia nampak
kecewa. Sementara adik perempuannya berdesis "Di
padepokan itu tidak ada ibu yang dapat melayanimu. Menuang
minuman, menyenduk nasi, mengumpulkan pakaian kolor"
Kata-katanya terputus. Ketika adik laki-laki Paksi itu bangkit berdiri, maka adik perempuannya itupun segera bergeser dan
bersembunyi dibclakang ibunya"
"Ibu" desisnya.
"Sudahlah" berkata ibunya" kakakmu tentu ingin
beristirahat. Ia ingin merasakan satu perubahan dari yang
dialaminya sehari-hari di padepokannya yang masih sementara
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Paksi itupun menyahut "Aku senang berada diantara
para cantrik. Disana juga tinggal Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya" "Tetapi mereka tentu mendapat tempat serta pelayanan
khusus di padepokan itu"
"Tidak ibu. Mereka diperlakukan sama seperti para cantrik
yang lain. Seandainya umur mereka berdua tidak lebih tua dari
rata-rata para cantrik, maka mereka akan di perlakukan
dengan cara yang sama seperti yang lain-lain. Tetapi karena
umur mereka, terutama Raden Sutawijaya, maka mereka
memang diperlakukan agak berbeda. Namun semata-mata
karena umur mereka. Kami memang harus menghormati
orang-orang yang lebih lua dan kita. Telapi apa yang kami
kerjakan, juga harus mereka kerjakan"
Ibunya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Katanya
"Baiklah. Duduklah bersama adik-adikmu. Aku akan pergi ke
dapur. Aku harus membantu memasak agar sesuai dengan
selera ayahmu" Paksi mengangguk sambil menjawab "Silahkan ibu. Aku
hari ini akan berada di rumah sampai sore. Aku mendapat ijin
kembali ke barak sampai senja"
"Kau tidak bermalam disini malam ini?" bertanya adik
perempuannya. "Tidak. Aku harus kembali ke barak"
"Kembali saja esok, kakang"
Paksi tersenyum. Katanya "Nanti aku dimarahi"
"Kalau sudah terlanjur mau apa. Biar saja pemimpin kakang
itu marah. Tetapi kakang sudah terlanjur bermalam disini"
"Nanti aku dihukum"
"Dihukum" Apakah mereka berhak menghukum
seseorang?" "Ya. Seorang pemimpin perguruan berhak menghukum
cantrik-cantriknya yang tidak mematuhi peraturan"
"Kenapa pemimpin perguruan itu galak sekali?"
"Ah, kau tahu apa" potong adik Paksi yang laki-laki "jika
mereka yang bersalah tidak dihukum, maka semua cantrik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang ada diperguruan itu akan berbuat salah. Mereka menjadi
tidak patuh dan paugeran yang ada bukan untuk memagari
ketaatan para cantrik, tetapi sekedar untuk dilanggar"'
Adik perempuannya mengerutkan dahinya. Justru ibunya
yang tertawa sambil berdesis "Ternyata kau lantip juga"
"Aku harus mempelajarinya sejak sekarang" Paksipun
tertawa. Tetapi adik perempuannya mencibirkan bibirnya.
Tetapi sebelum ia mengatakan sesuatu, adik laki-laki Paksi itu berdesis "Ayo, kau mau bilang apa?"
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Adik perempuannya menggeleng. Tetapi iapun kemudian
berpegangan pada baju ibunya sambil berkata "Aku ikut ke
dapur, bu" Sepeninggal ibu dan adik perempuannya, maka Paksi dan
adik laki-lakinyapun turun ke halaman. Mereka duduk di
tangga pendapa. Sementara adik laki-laki Paksi itu minta Paksi menceriterakan apa yang terjadi ketika padepokan
sementaranya diserang oleh beberapa pihak.
Ketika Paksi kemudian berceritera, adik laki-lakinya itu
mendengarkannya dengan saksama. Beberapa saat kemudian,
mereka melihat seekor kuda dengan penunggangnya
memasuki regol halaman. Adik Paksi itupun segera bangkit
berdiri sambil berdesis "Ayah"
Paksipun berdiri pula. Seorang pembantu dirumah itupun kemudian telah
menyongsong Ki Tumenggung untuk menerima kudanya,
sementara adik Paksi berlari-lari mendapatkannya sambil
berkata "Ayah. Kakang Paksi datang"
"Ya. Aku melihatnya" sahut ayahnya.
Paksipun mendekati ayahnya pula. Dengan nada tinggi
ayahnya itupun bertanya "Kapan kau datang Paksi?"
"Tadi siang ayah" jawab Paksi.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik, ayah" "Aku sudah berniat untuk pergi menengokmu ke hutan
Jabung. Tetapi aku belum mempunyai waktu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Ibu juga mengatakannya. Bahkan sejak sebelum
terjadi serangan itu"
Ayahnya mengerutkan keningnya. Namun ia tidak bertanya
lagi. Sambil melangkah ke tangga pendapa, ia berdesis
"Marilah. Kita duduk didalam"
Paksi dan adiknyapun kemudian mengikuti ayahnya yang
melangkah naik kependapa, langsung ke pintu pringgitan dan
masuk keruang dalam. Paksi dan adiknyapun duduk diatas
tikar pandan di ruang dalam, sementara ayahnya pergi
kebiliknya untuk berganti pakaian serta menyimpan kerisnya.
Baru kemudian ayahnya itu telah duduk di ruang dalam
pula. Sementara seorang pembantunya telah menyiapkan
makan siang diawasi oleh Nyi Tumenggung sendiri.
Sambil meneguk minuman, ayah Paksi itupun berkata "Aku
telah mendengar secara terperinci, apa yang telah terjadi di
hutan Jabung itu, Paksi. Satu perjuangan yang sangat berat.
Untunglah bahwa pasukan berkuda itu tidak terlambat datang.
Jika saja mereka terlambat, agaknya mimpi tentang
padepokan itu akan segera pudar"
"Bukan hanya itu ayah. Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya tentu sudah terbunuh"
"Ya. Agaknya Pangeran Benawa telah melakukan satu
kesalahan besar dengan membawa cincin itu ke hutan Jabung.
Seharusnya ia menyadari, bahwa cincin itu sedang diburu oleh
banyak orang. Kenapa cincin itu tidak disimpan saja di Bangsal Pusaka"
"Tetapi rencana Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya
justru berhasil ayah"
"Apa yang berhasil?"
"Pajang dapat menghancurkan gerombolan-gerombolan
dan perguruan-perguruan yang memusuhi pajang itu. Nafsu
mereka untuk memiliki cincin itu adalah ujud dari nafsu
mereka untuk menghancurkan kuasa Pajang dan kemudian
memiliki kuasa itu, karena mereka percaya bahwa siapa yang
memiliki cincin itu akan dapat memegang kendali
pemerintahan di tanah ini. Setidak-tidaknya keturunannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelak. Namun hasil yang terpenting dari pancingan Pangeran
Benawa itu adalah tertangkapnya Harya Wisaka"
Wajah Ki Tumenggung itupun berkerut. Tetapi hampir diluar
sadarnya ia berdesis "Harya Wisaka itulah yang bodoh.
Seharusnya ia membuat perhitungan yang lebih matang. Ia
harus meyakini bahwa pasukan berkuda itu tidak akan sempat
pergi ke hutan Jabung. Setidak-tidaknya Harya Wisaka perlu
membuat hambatan agar pasukan berkuda itu tidak akan
sampai ke hutan Jabung secepatnya"
"Ya" jawab Paksi "jika Harya Wisaka dapat menghambat
beberapa lama sehingga pasukan berkuda itu datang
terlambat, maka ia tidak akan dapat tertangkap. Mungkin
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya telah gugur"
Ayah Paksi itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata "Tetapi sukurlah, bahwa hal itu tidak terjadi,
sehingga Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya dapat
diselamatkan" "Akupun harus mengucap sukur pula ayah"
"Ya. Semua para cantrik, termasuk pemimpin padepokan
itu harus mengucap sukur"
"Terlebih-lebih aku"
"Kenapa?" bertanya ayahnya.
"Ternyata Harya Wisaka telah memberikan tugas secara
khusus kepada seseorang untuk membunuhku"
"He?" Ki Tumenggung nampak terkejut "seseorang secara
khusus untuk membunuhmu?"
"Ya, ayah" "Kenapa?" bertanya ayahnya dengan nada berat.
"Aku tidak tahu, ayah. Tetapi ketika hal itu aku tanyakan
langsung kepada Harya Wisaka, ia mengatakan, bahwa ia
merasa sangat kecewa terhadapku, karena aku telah
menemukan cincin itu sehingga cincin itu kembali ke tangan
Pangeran Benawa" Wajah ayah Paksi nampak berubah. Katanya "Sayang, aku
tidak ada di medan pertempuran saat itu. Lalu, bagaimana
dengan orang itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang itu dapat aku tangkap, ayah"
"Kau dapat menangkapnya" Hidup-hidup?"
"Ya, ayah" "Dimana orang itu sekarang. Agaknya ia ingin
menantangku" "Orang itu sekarang sudah mati"
"Mati" Bukankah kau dapat menangkapnya hidup-hidup?"
"Ya. Tetapi saat aku bersama Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya menangkap Harya Wisaka, maka orang yang sudah
tertangkap dan diikat itu, justru terbunuh. Tentu oleh
kawannya sendiri" "Kawannya sendiri" Bagaimana mungkin"
"Sebenarnya tidak aneh, ayah. Jika orang itu mati, maka
rahasia yang diketahuinya akan ikut terkubur bersamanya"
Ayah Paksi itu menarik nafas dalam-dalam. Sambil
mengangguk-angguk iapun berkata "Ya. kau benar. Sayang
sekali orang itu terbunuh"
"Mudah-mudahan dapat dicari jalur lain untuk mengetahui
apakah maksud orang upahan itu sesungguhnya. Apakah ia
melakukan hal itu dengan alasan sebagaimana dikatakan oleh
Harya Wisaka, atau ia mempunyai alasan yang lain"
Ki Tumenggung itu masih mengangguk-angguk. Tetapi ia
justru bertanya tentang hal yang lain "Paksi. Bagaimana
pembangunan padepokanmu sekarang" Bukankah dapat
berjalan dengan lancar?"
"Ya, ayah. Dengan bantuan para prajurit, pembangunan
padepokan itu dapat berjalan dengan cepat sebagaimana
diharapkan. Sebagian dari para prajurit menebangi hutan
untuk membuka sawah dan pategalan. Sedangkan yang lain
beserta para cantrik membangun padepokan serta bangunan-
bangunan kelengkapannya. Termasuk beberapa buah
sanggar. Sanggar terbuka dan sanggat tertutup"
"Sukurlah" desis ayahnya. Namun ia masih bertanya lagi
"Apakah kegiatan perguruanmu sudah dapat berjalan selagi
kalian sibuk membangun padepokan itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dapat ayah. Kami dapat membagi waktu dengan baik.
Para prajurit dan para pekerja yang sebenarnya, memaklumi
kegiatan kami" "Sukurlah, sehingga keberadaan kalian di perguruan itu
tidak banyak membuang waktu. Tetapi masih beruntung bagi
mereka yang datang kemudian. Mereka tidak perlu harus
bekerja keras membangun padepokan. Mereka dapat langsung
menimba ilmu di padepokan itu"
"Tetapi yang datang kemudianpun mempunyai tugasnya
masing-masing ayah. Mereka harus menggarap sawah,
berternak, belajar menjadi pande besi untuk dapat membuat
alat-alat pertanian sendiri serta melatih diri untuk menguasai berbagai macam ketrampilan"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya "Paksi. Aku
justru berpikir untuk menarik kau dari padepokan itu"
Paksipun terkejut. Adik laki-lakinya yang ingin segera
dikirim ke padepokan itupun terkejut pula. "Kenapa ayah?"
"Kau banyak kehilangan waktu di padepokan yang segala-
galanya baru mulai itu. Bukankah lebih baik kau berguru
ditempat lain yang lebih langsung menerima ilmu lahir dan
batin" "Tetapi kami, para cantrik, dapat membagi waktu dengan
baik, ayah. Kehadiran kami di padepokan latihan secukupnya.
Pagi-pagi sekali, setelah kami melakukan kewajiban kami,
kami akan mendapat pengetahuan tentang olah kanuragan.
Jika kami sudah memahami ilmu yang kami terima, maka kami
akan mendapatkan peningkatan ilmu seterusnya sesuai
dengan lapisan-lapisan yang harus dilalui. Kemudian, kami
akan turun ke dalam kerja. Kami akan mendapatkan
pengalaman yang berharga. Kami akan ikut serta secara
langsung menangani pekerjaan pembangunan. Kami mulai
dapat mengerjakan pekerjaan batu dan kayu. Kami juga
langsung ikut membuat alas dan bebatur dari batu. Kamipun
langsung ikut menangani pekerjaan kayu dan yang
berhubungan dengan itu. Kami juga diajari membuat alat-alat
dari besi yang dipergunakan oleh para pekerja yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerjakan kayu. Tetapi kamipun diajari membuat alat-alat
pertanian pula. Meskipun pada dasarnya kami diajari untuk
melakukan itu semua, tetapi kami dapat memilih. Yang
manakah yang paling sesuai dengan diri kami. Kami dapat
mengkhususkan diri untuk salah satu atau dua jenis
ketrampilan. Yang masih belum dapat diberikan dengan
memadai adalah pengetahuan tentang ilmu pertanian, karena
kami baru mulai membuka sawah. Sambil melaksanakan, kami
akan dapat memperdalam ilmu pertanian itu nanti semakin
mendalam. Selebihnya kami juga mempelajari pengetahuan
untuk mengenali musim dan pertanda-pertanda alanryang lain
dalam hubungannya dengan pertanian. Selain itu, kami juga
diperkenalkan dengan kesusasteraan dan pengetahuan-
pengetahuan lain serba sedikit. Tentu saja masih sangat
terbatas karena keadaan. Tetapi apa yang kami dapatkan
sekarang cukup memadai, ayah"
"Aku akan melihat sendiri, apa yang kalian lakukan di
padepokanmu itu, Paksi. Tetapi aku tidak ingin anakku
menjadi seorang tukang kayu, pande besi atau seorang
petani. Jika hal itu yang aku inginkan, aku tidak akan
mengirimkan kau ke sebuah perguruan. Yang aku inginkan
adalah, anakku menjadi seorang yang memiliki pengetahuan
yang luas sebagai bekal bagi masa depannya serta seorang
yang memiliki kemampuan kanuragan yang tinggi"
"Ayah" desis Paksi "aku yakin, bahwa perguruan kami akan
menjadi perguruan yang baik. Ki Panengah dengan para
pembantunya dan sekarang Ki Waskita yang juga berada di
padepokan itu, akan sangat berarti bagi masa depan kami.
Sementara itu Ki Kriyadamapun agaknya tidak berkeberatan
untuk menularkan pengetahuannya kepada kami, para cantrik.
Selain mereka, Ki Panengah tidak akan berkeberatan untuk
mengundang beberapa orang lain yang ahli dihidangnya
masing-masing untuk membantunya, mematangkan kami para
cantrik" "Semua itu barulah terwujud dalam mimpi. Mimpi Ki
Panengah yang disebarkan kepada cantrik-cantriknya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi perguruan ini telah mendapat restu dari ki Gede
Pemanahan dan Kangjeng Sultan sendiri. Selain secara resmi
hal itu sudah dinyatakannya, merekapun telah mengirimkan
putera-putera mereka ke perguruan ini"
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya
kemudian "Baiklah. Aku akan memikirkannya. Tetapi aku
benar-benar ingin melihat, apa yang telah kalian lakukan di
padepokan kalian" Paksipun mengangguk-angguk kecil. Namun ia tidak
menjawab. Dalam pada itu, makanpun telah siap. Karena itu, maka Nyi
Tumenggungpun telah mempersilahkan suaminya dan anak-
anaknya makan bersama di ruang dalam. Nyi Tumenggung
sendiri justru lebih banyak sibuk melayani suami dan anak-
anaknya daripada makannya sendiri. Tetapi wajah Nyi
Tumenggung nampak cerah melihat keluarganya yang utuh
sedang makan bersama-sama.
"Jangan berbicara saja" desis Nyi Tumenggung ketika adik
Paksi yang laki-laki selalu saja bertanya kepada Paksi.
Anak muda itu mengangguk. Tetapi setelah diam beberapa
saat, ia mulai bertanya-tanya lagi.
"Nanti kau terbatuk" ayahnyapun memperingatkannya.
Beberapa saat setelah mereka selesai makan, maka Ki
Tumenggungpun kemudian berkata "Beristirahatlah dahulu,
Paksi. Aku akan berada di serambi. Udaranya terasa panas
disini", "Silahkan ayah" sahut Paksi "aku juga akan melihat burung-
burung di halaman samping"
"Aku mempunyai bekisar baru, Paksi" berkata ayahnya.
"Aku sudah mendengar kokoknya ayah. Tentu bekisar yang
bagus" Paksipun kemudian telah pergi kehalaman samping
bersama adik laki-lakinya ketika Ki Tumenggung pergi ke
serambi, sementara ibunya membenahi mangkuk-mangkuk
yang kotor. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bawalah ke belakang" berkata ibunya kepada adik Paksi
yang perempuan. Meskipun gadis kecil itu anak seorang
Tumenggung, tetapi ibunya mengajarinya untuk melakukan
tugas seorang gadis agar kelak ia menjadi seorang perempuan
yang tidak canggung menangani rumah tangganya.
Sementara itu, Ki Tumenggung duduk diserambi sambil
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merenung. Ada sesuatu yang tersangkut dihatinya. Bahkan
menggelisahkannya. Di halaman samping, Paksi dan adik laki-lakinya melihat-
lihat beberapa ekor burung yang terkurung didalam
sangkarnya. Di tiga sangkar yang lebih besar, terdapat tiga
ekor bekisar yang tidak henti-hentinya berkokok.
"Burung-burung itu tidak henti-hentinya bernyanyi, kakang"
berkata adik laki-laki Paksi.
Paksi mengangguk-angguk, sementara adiknya berkata
selanjurnya "Dan bekisar itu selalu berkokok menantang"
"Kau yakin bahwa burung-burung itu bernyanyi karena
hatinya gembira?" "Tentu. Jika burung-burung itu tidak sedang bergembira,
mereka tidak akan bernyanyi"
Bagaimana jika rnereka tidak sedang bernyanyi, tetapi
mereka sedang meratap" Meneriakkan kepedian mereka
karena mereka terkurung didalam sangkar. Betapapun
bagusnya sangkar yang diperuntukkan bagi mereka, tetapi arti
sangkar itu bagi mereka sama saja dengan sangkar yang
buruk" "Ah, tentu tidak kakang. Sangkar yang bagus tidak sama
dengan sangkar yang buruk"
"Mungkin bagi kita yang memandang kelincahan burung-
burung itu serta mendengarkan kicaunya, apakah burung-
burung itu sedang bergembira atau sedang menangis. Tetapi
bagi mereka, sangkar itu telah membatasi kebebasan mereka.
Perampasan atas kemerdekaan mereka"
Adik Paksi itu merenung sejenak. Tetapi iapun berkata
"Apakah burung-burung itu tidak lebih senang berada didalam
sangkar" Mereka tidak perlu bersusah payah mencari makan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi mereka terpisah dari keluarganya. Mungkin pada
saat burung-burung itu ditangkap, anaknya masih terlalu kecil
untuk ditanggalkannya sehingga anak-anak burung itu
menunggu tanpa akhir terpisah dari alamnya. Dari dunianya
yang luas seluas langit yang biru"
Adik Paksi itu mengangguk-angguk kecil. Dengan ragu-ragu
ia berdesis "Tetapi banyak orang yang memelihara burung
didalam sangkar" "Sudahlah. Marilah kita lihat kuda-kuda ayah di kandang."
"Kuda kakang juga berada di kandang"
Paksi tersenyum. Namun tiba-tiba adiknya bertanya "Apakah
kuda-kuda itu juga tidak merasa dirampas kebebasannya"
Bahkan setiap kali mendapat beban di punggungnya"
"Ya" Paksi mengangguk-angguk "kuda, kerbau, lembu.
Bahkan dengan dicocok hidungnya"
Adiknya memandang Paksi dengan tajamnya. Tiba-tiba dari
mulutnya terdengar ia berdesis "Begitu burukkah peringai kita, kakang"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Asal kita tahu
saja. Dengan demikian kita jangan menambah beban mereka.
Kita harus bersikap baik terhadap kuda kita, kerbau kita,
lembu kita dan binatang-binatang peliharaan kita yang lain.
Apalagi binatang-binatang kita yang dapat membantu tugas-
tugas kita" Tetapi adiknya menyambung " Dan yang dapat menghibur
hati kita" Paksi tertawa, didorongnya kening adiknya dengan jari-
jarinya. Namun Paksi kemudian berkata "Mari, kita pergi ke
sanggar. Sudah lama aku tidak melihat sanggar itu"
"Sanggar itu jarang dipakai. Tetapi setiap hari selalu
dibersihkan" "Kau tidak pernah berlatih didalam sanggar?"
"Apa yang dapat aku lakukan" Meloncat-loncat" Berguling-
guling?" "Tetapi bukankah kau sudah memiliki dasar ilmu
kanuragan" Kita pernah berlatih serba sedikit waktu itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adiknya mengangguk-angguk. Katanya "Hanya itulah. Aku
selalu mengulang-ulang. Tidak bertambah"
"Setidak-tidaknya kau dapat meningkatkan daya tahan
serta menjaga kelenturan tubuhmu. Unsur-unsur yang sangat
penting bagi olah kanuragan"
"Itulah yang aku lakukan setiap hari, kakang"
"Apakah tidak ada perhatian sama sekali dari ayah?"
"Semula memang ada. Tetapi akhir-akhir ini ayah
nampaknya menjadi sangat sibuk. Bukankah kakang juga
mengetahui, sejak kakang pulang dari pengembaraan kakang
yang panjang, sehingga kakang masuk kembali ke padepokan,
ayah selalu nampak sibuk dan tegang"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Peliharalah
apa yang sudah kau miliki. Pada saatnya aku masuk ke
sebuah perguruan, kau akan dengan mudah mengikuti
tuntunan olah kanuragan"
Adik Paksi itupun mengangguk-angguk.
Sejenak kemudian, keduanya telah berada di dalam
sanggar. Sanggar itu memang nampak bersih. Semua
peralatan tertata rapi. Namun terlalu rapi sehingga nampak
bahwa sanggar itu memang jarang dipergunakan.
Paksipun kemudian berkata kepada adiknya "Nah, lakukan
apa yang dapat kau lakukan. Aku ingin mengetahui apa yang
sudah kau miliki" "Belum ada, kakang"
"Sudah. Aku tahu kau sudah memiliki landasan itu sejak
aku belum pergi mengembara hampir dua tahun yang lalu"
"Masih seperti itu"
"Tunjukkan kepadaku"
Adik Paksi itu menjadi ragu-ragu. Namun kemudian iapun
melangkah ketengah-tengah sanggar itu.
"Lakukan apa saja yang dapat kau lakukan. Bukankah kau
setiap hari melakukannya di sanggar ini"
"Tidak selalu di sanggar ini. Sekali-sekali di dekat
belumbang itu. Sekali-dekali di halaman samping. Bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang-kadang aku lakukan didekat kandang kuda.
Suasananya justru sangat mendukung"
"Kau memang dapat melakukannya dimana saja. Memang
tidak harus di sanggar. Tetapi jangan kau biarkan sanggar ini
tidak memberikan arti apa-apa bagimu, sementara didalam
sanggar yang meskipun kecil ini mempunyai peralatan yang
memadai" Adiknya itu mengangguk. "Nah, sekarang mulailah" berkata Paksi kemudian.
Adiknya itu mulai bersiap. Ia mulai dengan tarikan nafas.
Kemudian tangannya bergerak perlahan-lahan. Baru kemudian
kakinya dan seluruh tubuhnya. Adik Paksi itu mulai meloncat
ketika tubuhnya sudah merasa hangat. Darahnya sudah terasa
memanasi pembuluh-pembuluhnya.
Sejenak kemudian, maka adik Paksi itupun mulai
melakukan gerakan-gerakan dasar sebagaimana pernah
dipelajarinya sejak dua tahun yang lalu. Seperti yang
dikatakan oleh adiknya, bahwa penguasaan unsur gerak
adiknya itu seakan-akan tidak bertambah.
Namun yang agak melegakan hati Paksi, penguasaan
tubuh, kelenturan dan ketahanannyalah yang bertambah-
tambah. Justru karana adik Paksi itu melakukan latihan,
meskipun sendiri tanpa tuntunan orang lain, maka ketahanan
tubuhnyalah yang menjadi semakin tinggi. Demikian pula
penguasaan dan kelenturan tubuh itu.
Paksi membiarkan adiknya bergerak beberapa lama. Sejauh
dapat dilakukan, maka adiknya itupun sudah melakukannya.
Menurut Paksi, hasilnya tidak mengecewakan.
Demikian tubuh adiknya itu sudah menjadi basah kuyup,
seakan-akan baru saja kehujanan lebat, Paksipun segera
menghentikannya. Adik Paksi itupun kemudian mengurangi kecepatan
geraknya. Perlahan-lahan. Kemudian sekedar menjadi gerakan
tangan untuk mengatur pernafasannya. Sehingga akhirnya
berhenti sama sekali. "Bagus" desis Paksi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang hanya ingin menyenangkan hatiku"
"Tidak. Tetapi aku benar-benar melihat sesuatu pada
dirimu. Ketahanan, penguasaan dan kelenturan tubuhmu
cukup baik. Karena itu kau harus berusaha meningkat sendiri
dengan melakukan latihan-latihan setiap hari"
"Bagaimana aku dapat melakukannya dengan baik kakang.
Aku hanya memiliki bekal yang tidak berarti sama-sekali.
"Lakukan apa yang dapat kau lakukan. Bahkan kau jangan
mengada-ada. Itu akan dapat membahayakan dirimu sendiri.
Yang penting bagimu dalam keadaanmu sekarang ini adalah
menyempurnakan yang sudah kau miliki. Kau tingkatkan daya
tahan, penguasaan serta kelenturan tubuhmu"
"Aku tidak tahu caranya, kakang"
Paksi termangu-mangu sejenak. Lalu katanya "Baiklah. Aku
tunjukkan kepadamu, bagaimana kau harus melakukannya.
Wajah adik Paksi itu menjadi cerah, la berharap bahwa
kakaknya akan dapat memberikan petunjuk-petunjuk agar
bekal yang dimilikinya dapat bertambah meskipun sedikit.
Paksipun kemudian melangkah ketengah sanggar, itu.
Iapun mulai dengan gerak-gerak dasar sebagaimana dimiliki
oleh adiknya. Namun kemudian ada beberapa unsur gerak
yang baru yang belum dikenalnya sebelumnya.
Dengan sungguh-sungguh adik Paksi itu menirukannya.
Terasa sesuatu yang bergetar pada tubuhnya, seakan-akan
sebuah simpul yang sebelumnya tertutup telah terbuka
karenanya. Ketika adik Paksi itu kemudian melakukan unsur
gerak itu berulang-ulang, maka akhirnya iapun memahaminya.
"Lakukanlah disamping unsur-unsur yang telah kau kuasai"
berkata Paksi "memang masih belum banyak berarti dalam
ilmu kanuragan. Tetapi setidak-tidaknya tubuhmu akan
menjadi bertambah baik. Seimbang dan lebih dari itu, kau
dapat menguasai dirimu, tubuhmu dan kelenturannyapun akan
bertambah. Dengan demikian pada saatnya kau benar-benar
mempelajari ilmu kanuragan, maka kau akan dapat dengan
cepat menyadapnya" "Terima-kasih kakang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setiap aku mempunyai kesempatan untuk pulang, aku
akan dapat menambah sedikit demi sedikit. Kau tentu akan
semakin kuat, daya tahanmu semakin tinggi dan kau benar-
benar akan menguasai dan menjaga kelenturan tubuhmu"
"Ya, kakang" "Itu adalah bekal yang paling baik bagimu jika kau kelak
benar-benar memasuki sebuah perguruan. Lebih lebih jika kau
diperkenankan ayah memasuki perguruanku"
"Tentu boleh. Ayah sudah mengatakan, bahwa kelak aku
akan dikirim ke perguruan kakang jika keadaannya sudah
mapan" "Sukurlah. Tetapi agaknya ayah tidak begitu senang
terhadap perguruanku"
Adiknya termangu-mangu, sementara Paksipun berkata
"Bukankah ayah telah mengatakan bahwa aku justru akan
ditarik dari perguruan itu"
Adiknya menarik nafas dalam-dalam. Sedang Paksi berkata
selanjutnya "Aku tidak mengerti, kenapa tiba-tiba ayah berniat demikian. Sebelum kami membuka hutan Jabung, ayah
termasuk salah seorang yang mendorong agar kami segera
membuka bagian tepi hutan Jabung untuk membangun
sebuah padepokan" "Mungkin ayah menjadi cemas, bahwa serangan seperti
yang pernah terjadi itu akan terulang"
"Setidak-tidaknya untuk saat ini, tidak akan ada yang
berani mengutik-utik padepokan itu. Gerombolan-gerombolan
serta perguruan-perguruan yang terlibat telah dihancurkan.
Demikian pula pasukan Harya Wisaka"
"Ya, kakang" "Yang dalam serangan itu tidak nampak adalah Repak
Rembulung dan Pucuk Rembulang. Apakah ia memang tidak
dapat, atau para cantrik dan para prajurit tidak dapat
mengenali ciri-cirinya sehingga mereka menduga bahwa
keduannya tidak nampak di arena pertempuran di hutan
Jabung itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi aku akan mohon kepada ayah, agar aku
diperkenankan untuk memasuki perguruan itu. Kakang sendiri
nampaknya telah dapat menguasai ilmu sampai tataran yang
memadai. "Akupun berharap agar aku tidak ditarik dari perguruan itu"
"Apa sebenarnya maksud ayah?"
"Entahlah" "Paksilah yang kemudian mengajak adiknya keluar dari
sanggar. Keduanyapun kemudian duduk dibawah sebatang
pohon gayam yang tinggi di halaman belakang.
Ketika matahari semakin turun di sisi Barat, maka Paksipun
segera teringat, bahwa ia harus kembali ke barak. Setelah
minta diri kepada ayah, ibunya dan adik-adiknya, maka
Paksipun segera melarikan kudanya menuju ke hutan Jabung.
Ia tidak ingin kemalaman di perjalanan.
Dalam pada itu, ayah Paksi memang nampak terlalu
gelisah. Tetapi ia tidak mengatakan kepada siapapun kenapa
ia menjadi demikian gelisah. Juga kepada Nyi Tumenggung itu
selalu ganti bertanya "Aku kenapa" Bukankah aku tidak apa-
apa?" Nyi Tumenggung memang tidak dapat memaksa suami
untuk berbicara. Jika terjadi salah paham, maka Ki
Tumenggung itu justru akan dapat menjadi marah kepadanya.
Karena itu, Nyi Tumenggung memang merasa lebih baik untuk
menunggu sehingga pada suatu saat Ki Tumenggung
menceriterakan persoalannya kepadanya.
Dalam pada itu, ketika Paksi telah berada di hutan Jabung,
maka iapun telah menceriterakan rerasan ayahnya kepada Ki
Panengah dan Ki Waskita. "Kecemasan seorang ayah, Paksi" berkata Ki Panengah
"peristiwa yang baru saja terjadi di padepokan ini agaknya
telah membuat ayahmu menjadi sangat cemas, bahwa
peristiwa serupa akan terjadi lagi. Bahkan mungkin dalam
peristiwa serupa, kau tidak berhasil menyelamatkan diri"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Waskita berkata
"Sudahlah, Paksi. Jangan terlalu kau pikirkan. Seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikatakan oleh gurumu, ayahmu dihinggapi oleh kecemasan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Tetapi setelah keadaan menjadi tenang kembali, serta
peristiwa itu sudah dilupakannya, maka ia tidak akan
mempersoalkannya lagi"
Paksi mengangguk-angguk. Katanya "Ya, guru. Mudah-
mudahan ayah segera melupakannya"
Dihari-hari berikutnya Paksi telah melakukan kewajibannya
bersama-sama dengan saudara-saudara seperguruannya.
Diantara mereka terdapat Pangeran Benawa dan Raden
Sutawijaya. Agaknya kegelisahan Paksi yang mencengkam
jantungnya itu tidak dapat diredamnya sendiri, sehingga iapun
telah membicarakannya dengan Pangeran Benawa, seorang
yang sudah demikian akrabnya dengan dirinya, sehingga
iapun telah membicarakannya dengan Pangeran Benawa,
seorang yang sudah demikian akrabnya dengan dirinya,
setelah mereka melakukan pengembaraan bersama-sama.
Bahkan ia tidak merahasiakannya pula kepada Raden
Sutawijaya. Tetapi seperti Ki Panengah dan Ki Waskita, keduanya juga
berusaha menenangkan hatinya. "Beberapa hari lagi, ayahmu
tentu sudah melupakannya"
Namun dalam pada itu. Raden Sutawijaya pada
kesempatan lain berkata pada Pangeran Benawa "Agaknya
ada hubungannya dengan perintah khusus Harya Wisaka
untuk membunuh Paksi"
Pangeran Benawa mengangguk-angguk. Hampir diluar
sadarnya ia bergumam "Apa sebenarnya yang dikehendaki
ayah Paksi itu terhadap anaknya. Hampir dua tahun yang lalu,
saat itu Paksi masih terlalu muda serta landasan ilmunya
masih sangat terbatas, ayahnya telah memerintahkannya
untuk mencari cincin yang disebut-sebut hilang dari istana itu.
Bukankah sikap ayah Paksi itu tidak masuk akal" Sementara
itu, kawan-kawannya, juga anak-anak Tumenggung, yang
sebaya dengan umurnya masih asyik bermain seperti kanak-
kanak. Berkumpul di alun-alun dengan membawa kuda
masing-masing. Melarikan kuda-kuda mereka di sepanjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalan tanpa menghiraukan orang-orang lewat yang menjadi
ketakutan. Sementara Paksi harus bergulat mengatasi bahaya
maut yang selalu mengintipnya"
"Apakah Ki Panengah dan Ki Waskita tidak mengetahui
alasan yang sebenarnya kenapa Paksi mengalami perlakuan
yang demikian?" "Agaknya banyak yang mereka ketahui. Tetapi yang
mereka ketahuinya itu masih tetap saja mereka rahasiakan.
Keduanya memang serba sedikit telah memberitahukan
kepadaku. Tetapi terbatas pada hubungan yang kurang baik
antara ayah dan anak. Ki Waskita pulalah yang membawa aku
menemui Paksi didalam pengembaraan itu dan bahkan
membayangi perjalanan kami"
Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Katanya "Pada
suatu saat, rahasia ini akan tersibak. Aku bahkan
menghubungkan hubungan buruk antara ayah dan anaknya
itu sudah sedemikan jauhnya, sehingga aku telah
menghubungkan hal itu dengan perintah khusus paman Harya
Wisaka. Tetapi aku tidak berani mengatakan panggraitaku itu
kepada Paksi. Jika aku keliru, maka Paksi akan dapat menjadi
salah paham terhadapku"
"Aku juga berpikir sejauh itu, kangmas. Juga berdasarkan
dugaan bahwa ayah Paksi itu mempunyai hubungan dengan
Harya Wisaka" Raden Sutawijaya mengangguk-angguk. Namun katanya
kemudian "Tetapi juga dapat terjadi, bahwa seperti yang
dikatakan, perintah itu memang datang dari Harya Wisaka
yang tidak senang melihat hubungan Paksi dengan kita.
Karena dengan demikian Paksi akan menjadi sangat
berbahaya karena Paksi akan dapat membuka rahasia
hubungan Harya Wisaka dengan ayah Paksi"
"Setahu ayah Paksi?"
Raden Sutawijaya menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"kasihan Paksi. Tetapi tentu ada rahasia yang menyelimuti
keluarganya. Persoalannya tambah berbelit karena ayahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhubungan dengan Harya Wisaka yang sekarang
tertangkap" Sementara itu Paksi sendiri masih juga dibayangi oleh sikap
ayahnya yang sulit untuk dimengerti. Sejak kanak-kanak Paksi
tidak pernah membantah perintah ayahnya. Bahkan perintah
ayahnya yang sangat sulit untuk dilakukannya, dilakukannya
juga. Untunglah bahwa ibunya banyak melindungi dan
membantunya, sehingga Paksi masih juga merasa dirinya
keluarga Ki Tumenggung Sarpa Biwada. Demikian pula sikap
adik-adiknya yang manis kepadanya. Sehingga puncak dari
perintah ayahnya yang tidak masuk akal itu ialah
memerintahkannya mencari cincin kerajaan yang hilang itu.
Kini ayahnya juga sudah mulai berbicara tentang
kemauannya yang tidak masuk akal. Menarik Paksi dari
perguruannya. Tetapi kali ini Paksi sudah bertekad untuk tidak mematuhi perintah ayahnya. Jika ayahnya tetap
memerintahkannya untuk mundur dari perguruannya, maka
Paksi tidak akan mematuhinya, apapun akibatnya.
"Mungkin aku akan diusir ayah dari rumah" berkata Paksi
didalam hatinya. Paksi sendiri tidak akan terlantar karena ia akan berada di
padepokannya. Tetapi jika demikian halnya, maka ia akan
terpisah dari ibu dan adik-adiknya.
Tetapi di padepokan ia mempunyai lebih banyak saudara.
Para cantrik dan lebih-lebih lagi ada Pangeran Benawa dan
Raden Sutawijaya. Tetapi Paksipun tahu, bahwa keberadaan
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya di perguruan itu
tentu tidak akan terlalu lama. Jika Padepokan yang
sebenarnya sudah siap untuk ditempati, maka agaknya
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya itu akan
meninggalkan padepokan. Paksipun tahu bahwa kehadiran
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya adalah usaha untuk
memacu para cantrik agar mereka menjadi lebih bersungguh-
sungguh. Kehadiran Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya adalah
ujud dari restu Kangjeng Sultan dan Ki Gede Pemanahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, hari-hari Paksi berikutnya diisinya dengan
kerja bersama para cantrik dan bahkan juga Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya. Para cantrik yang baru sembuh dari
luka-lukanya masih diminta untuk beristirahat meskipun
mereka ingin sekali segera terlibat dalam kesibukan. Mereka
yang benar-benar telah sembuh, diberi kesempatan untuk
melakukan tugas-tugas yang lebih ringan.
Seperti yang dikatakan oleh Paksi kepada ayahnya,
meskipun para cantrik itu sibuk dalam kerja membangun
padepokan bersama para prajurit yang diperbantukan kepada
mereka, para cantrik itupun telah mendapat tuntunan untuk
meningkatkan ilmu mereka. Pagi-pagi sekali dan lewat sore
hari. Namun Ki Panengah dan Ki Waskita telah
memperhitungkan tenaga para cantrik agar mereka tidak
memaksa diri untuk bekerja dan belajar serta berlatih
melampaui kekuatan wadag mereka, sehingga kerja yang
keras itu tidak justru merusak unsur ke wadagan mereka
justru diumur-umur mereka yang masih muda itu.
Dalam pada itu, setelah pertempuran terjadi di hutan
Jabung, maka ada beberapa orang tua dari para cantrik yang
memerlukan datang untuk menengok anak-anak mereka.
Apalagi mereka yang berniat untuk menarik anak mereka dari
perguruan itu. Bahkan para orang tua itu justru telah mendorong dan
membesarkan hati anak-anaknya.
Sebenarnyalah bahwa Ki Panengah bukan seorang guru
yang menutup diri. Karena itu, ia tidak berkeberatan
menerima orang tua para cantrik yang ingin melihat keadaan
anak-anaknya. Tetapi dalam batas yang wajar, sehingga
mereka tidak mengganggu ketekunan anak-anak itu. Atau
bahkan mengurangi rasa kemandirian mereka sehingga
mereka masih banyak menggantungkan diri kepada orang tua
mereka. Tetapi Ki Pane-ngahpun tidak ingin memisahkan
mereka dari keluarga mereka sehingga hubungan para cantrik
dan keluarganya menjadi asing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kesibukan kerja itu, Ki Panengah telah menerima
kedatangan seorang yang mengaku sebagai utusan K i
Tumenggung Sarpa Biwada untuk menemui Paksi.
"Apa ada persoalan yang penting?" bertanya Ki Panengah.
"Mungkin sekali, Ki Panengah. Aku hanya mendapat pesan
untuk menyampaikannya kepada Paksi, bahwa Paksi diminta
untuk pulang hari ini"
Ki Panengah menarik nafas panjang. Tetapi dipanggilnya
juga Paksi untuk menemui utusan ayahnya itu.
"Kau paman" desis Paksi demikian ia menemui orang itu.
"Ya, ngger. Aku mendapat perintah dari Ki Tumenggung
untuk minta angger hari ini pulang. Besok pagi angger dapat
kembali lagi ke padepokan ini"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian
berpaling kepada Ki Panengah untuk minta pertimbangan.
Ki Panengah itu tersenyum sambil berkata "Pulanglah.
Bukankah ayahmu berpesan, bahwa besok pagi kau sudah
boleh kembali kepadepokan ini"
Paksi mengangguk sambil berdesis "Ya, guru" Namun
Paksipun kemudian berkata kepada utusan itu "Paman.
Kembalilah. Katakan kepada ayah, bahwa aku akan pulang
hari ini. Tetapi masih ada sesuatu yang harus aku selesaikan"
"Tetapi kau akan benar-benar pulang hari ini, Paksi"
"Ya. Aku pasti pulang"
Orang itupun kemudian minta diri untuk mendahului pulang
dan memberitahukan kepada Ki Tumenggung atas kesediaan
Paksi untuk pulang hari itu juga.
Sepeninggal utusan ayahnya itu, maka Paksipun telah
minta diri kepada Ki Panengah, Ki Waskita, Pangeran Benawa
dan Raden Sutawijaya serta saudara-saudara seperguruannya.
"Bukankah kau besok akan kembali, Paksi?" bertanya salah
seorang saudara seperguruannya.
"Ya. Besok pagi aku akan kembali ke padepokan ini"
Namun ketika Paksi sudah siap untuk berangkai, Ki
Waskitapun berpesan "Paksi. Kau telah ditempa dengan
laiihan-latihan yang berat. Sebenarnya ilmumu sudah lengkap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kau tidak memerlukan lagi berguru kepada siapapun juga
dengan cara yang terbiasa dilakukan dalam perguruan yang
terbuka. Kau memerlukan satu atau dua orang guru yang
khusus. Tetapi sebenarnyalah ilmumu sudah memadai,
sehingga kau lelah memiliki alat pelindung yang baik bagi
dirimu sendiri. Pengalamanmupun juga sudah cukup luas. Kau
sudah mengenali berbagai macam ilmu dari berbagai macam
perguruan yang mempunyai landasan yang berbeda. Setidak-
tidaknya kau pernah melihat dan memperhatikan berbagai
jenis ilmu. Karena ilu, aku percaya bahwa kau mampu
melindungi dirimu sendiri terhadap orang lain asal mereka
tidak memiliki tingkatan ilmu yang khusus sebagaimana
Pangeran Benawa dan Raden Sutawijaya"
Paksi mengangguk-angguk. Sementara Ki Panengah
berkata Bawa Tongkatmu. Senjata itu seakan-akan lelah
menyatu dengan tanganmu"
"Baik guru" sahut Paksi sambil mengangguk hormat.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Paksipun telah
melarikan kudanya dengan kencang menuju ke Pajang.
Disepanjang jalan Paksi tidak kehilangan kewaspadaannya.
Mungkin ada orang yang berniat buruk. Bahkan mungkin para
pengikut Harya Wisaka yang sudah tertangkap. Meskipun
orang yang datang memanggilnya sudah dikenalnya, tetapi
hubungan ayahnya dengan Harya Wisaka membuat Paksi
harus berhati-hati. Bagaimanapun juga kecurigaan Paksi terhadap ayahnya
sulit untuk disisihkannya, bahwa ayahnya adalah salah
seorang pendukung Harya Wisaka apapun alasannya.
Namun ternyata Paksi tidak mengalami hambatan di
perjalanan. Sebelum senja, Paksi telah berada dirumahnya.
Demikian ia masuk lewat pintu seketeng, maka yang
pertama kali ditemuinya adalah ibunya.
"Ibu, ayah memanggil aku pulang hari ini"
Ibunya mengangguk. "Apakah ada sesuatu yang penting?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku kurang tahu, Paksi. Tetapi ayah sekarang sedang
menerima seorang tamu"
"Tamu" Aku tidak melihat seorangpun di pringgitan"
"Ayah menerima tamunya diserambi kanan. Agaknya kau
nanti juga akan diperkenalkan dengan tamunya itu"
"Apakah ibu tidak tahu; apakah yang sedang dibicarakan
ayah dengan tamunya?"
"Tidak Paksi. Akhir-akhir ini ayahmu menjadi menjadi
semakin tertutup. Aku tahu bahwa seorang istri tidak selalu
perlu mengetahui seluruh persoalan suaminya, tetapi kadang-
kadang terbersit juga keingin-tahuan itu jika terjadi perubahan sikap suaminya"
"Dan ibu tidak bertanya kepada ayah?"
"Aku tidak ingin hubungan keluarga di rumah ini dibayangi
oleh kesalahan-pahaman. Karena itu, ibu lebih banyak
menunggu saat-saat pintu hati ayahmu terbuka"
Paksi mengangguk-angguk. Namun terasa bahwa ada
sesuatu yang memang dirahasiakan oleh ayahnya. Ketika
Paksi kemudian masuk keruang dalam, dilihatnya adik laki-
lakinya duduk merenung sendiri.
"Dimana adikmu?" bertanya Paksi.
Adik laki-lakinya itu terkejut. Segera ia bangkit dan berdesis
"Kakang?" "Kenapa kau merenung sendiri disitu?"
Adiknya menggeleng. Namun diwajah itu tidak lagi nampak
pencaran kegembiraan masa remajanya.
"Apakah anak ini juga akan mengalami nasib seperti aku?"
bertanya Paksi didalam hatinya.
Paksipun kemudian duduk pula diruang dalam bersama
adik laki-lakinya. Dengan nada dalam Paksi bertanya "Apakah
yang dibicarakan oleh tamu itu dengan ayah?"
"Entahlah, kakang. Tetapi agaknya tentang sebuah
perguruan. Aku tidak tahu apakah ada hubungannya dengan
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
niat ayah menarik kakang dari perguruan kakang yang
sekarang" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya
"Katakan kepada ayah, bahwa aku sudah datang"
Adiknya mengangguk. Iapun kemudian pergi ke serambi
kanan untuk memberitahukan kepada ayahnya, bahwa Paksi
sudah datang. "Suruh ia kemari" sahut ayahnya.
Sejenak kemudian Paksipun telah duduk bersama dengan
ayahnya dan seorang tamu. Seorang yang sudah separo baya.
Wajahnya nampak suram. Matanya yang agak redup
memandang Paksi dengan pancaran kecurigaan.
"Inikah anak itu?" bertanya orang itu kepada Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. "Ya, Ki Semburwangi, inilah anak yang aku katakan itu.
Orang itu mengangguk-angguk. Paksipun segera
mengetahui bahwa orang itu bernama Ki Semburwangi.
Dengan nada rendah orang itu berdesis "Namamu Paksi, kan?"
Paksi mengangguk hormat sambil menjawab "Ya, Ki
Semburwangi" "Sejak kapan kau berguru kepada Ki Panengah?" bertanya
orang itu tiba-tiba. Paksi terkejut menerima pertanyaan itu. Rasa-rasanya
pertanyaan itu begitu tiba-tiba sehingga ia belum siap untuk
menjawabnya. Karena Paksi tidak segera menjawab, maka Ki
Tumenggunglah yang menjawabnya "Sejak tiga atau ampat
tahun yang lalu, Ki Semburwangi"
Tetapi Ki Semburwangi itu mengulangi pertanyaannya
"Paksi. Sejak kapan kau berguru kepada Ki Panengah?"
Ki Tumenggung Sarpa Biwadapun tahu, bahwa Paksilah
yang harus menjawabnya. Karena itu, dibiarkannya Paksi yang
menjawabnya sendiri. Debar didada Paksi sudah mulai mereda. Iapun kemudian
menirukan saja jawab ayahnya "Sejak sekitar tiga atau ampat
tahun yang lalu, Ki Semburwangi"
"Kau haya menirukan jawab ayahmu"
"Sebenarnyalah memang demikian"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kau pernah berhenti berguru lebih dari setahun"
"Ya, Ki Semburwangi"
"Kenapa kau berhenti berguru?"
Paksi termangu-mangu sejenak. Dipandanginya ayahnya
yang juga termangu-mangu.
Namun Paksi itupun kemudian menjawab "Aku kemudian
mengembara lebih dari setahun"
"Kenapa kau mengembara" Kau tentu malas berguru. Kau
lebih senang berkeliaran. Bukankah kau menyangka bahwa
berkeliaran itu menjanjikan kebebasan kepadamu sehingga
kau tidak lagi terikat kepada paugeran-paugeran di sebuah
perguruan" Tetapi apa yang kau dapatkan dalam
pengembaraanmu itu" Akhirnya kau kembali pulang. Kau sia-
siakan saja waktumu yang hampir dua tahun itu. Ketika kau
mulai mengembara kau berumur sekitar tujuh belas tahun,
sedangkan sekarang kau berumur sembilan belas tahun"
Paksi tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya
saja. Ia tidak tahu, apakah ayahnya sudah berbohong tentang
masa pengembaraannya, itu, sehingga Ki Semburwangi
menyangkanya, bahwa ia sekedar berkeliaran tanpa tujuan"
"Paksi" berkata Ki Semburwangi kemudian "apakah kau
benar-benar ingin berguru?"
Pertanyaan itu juga mengejutkannya. Dengan dahi yang
berkerut Paksipun menjawab "Aku memang sedang berguru
kepada Ki Panengah" "Omong kosong. Apa yang dilakukan Panengah sekarang"
Ia memanfaatkan beberapa orang muridnya itu untuk
kepentingannya sendiri. Ia telah berhasil mengelabui Ki Gede
Pemanahan, bahkan Kangjeng Sultan sendiri, sehingga ia
mendapat kepercayaan yang besar. Bahkan bantuan yang
tidak terhitung jumlahnya. Uang, peralatan, bahan-bahan
bangunan dan bahan pangan, tenaga dan wewenang. Tetapi
jika padepokan itu sudah berdiri, maka segala-galanya itu
akan diakunya, seakan-akan miliknya sendiri yang dibuatnya
dengan tenaga dan beaya yang dikeluarkannya sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi mengerutkan dahinya. Ia tidak senang mendengar
pendapat itu. Tetapi ketika ia memandang ayahnya sekilas,
maka Paksipun segera menundukkan kepalanya.
"Nah, sekarang aku bertanya kepadamu, apakah kau
benar-benar ingin berguru pada sebuah perguruan yang
memiliki bobot yang memadai. Bukan sekedar arena untuk
memenuhi kepentingan diri sendiri?"
Paksipun segera mengetahui, persoalan apakah yang
sebenarnya sedang dihadapinya. Karena itu, maka
sikapnyapun justru menjadi semakin tegas. Ia sudah
menentukan sikapnya, bahwa ia tidak akan meninggalkan
perguruannya. Karena itu, maka iapun menjawab, meskipun
Paksi harus berhati-hati "Maafkan Ki Semburwangi. Aku
memang ingin berguru dan aku sudah berguru"
"Jawab pertanyaanku" Ki Semburwangi itu membentak
"apakah kau ingin berguru di perguruan yang tepat yang
memiliki bobot yang tinggi?"
"Ya. Dan aku sudah berguru pada sebuah perguruan yang
tepat dan memiliki bobot yang tinggi"
"Diam kau" Ki Semburwangi itu hampir berteriak "aku tidak
mau mendengar jawaban seperti itu. Jawaban yang tidak jujur
dan dapat memberikan arti yang salah. Calon muridku harus
jujur. Berani mengatakan apapun sesuai dengan nalar dan
keyakinannya" Paksi termangu-mangu sejenak. Sementara itu, adik laki-
laki Paksi yang kemudian berada di ruang dalampun terkejut.
Ia mendengar tamu ayahnya itu membentak keras.
"Apa yang terjadi?" bertanya anak muda itu didalam
hatinya. Paksi memang terdiam sejenak. Jantungnya menjadi
berdebar-debar. Sekilas-sekilas dipandanginya wajah ayahnya.
Namun ia tidak dapat membaca apa sebenarnya maksud
ayahnya. "Sekarang, jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah kau
ingin berguru pada seorang guru yang mumpuni yang
memimpin sebuah perguruan yang namanya sudah semerbak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diseluruh Pajang" Perguruan yang telah berhasil menempa
puluhan orang-orang terkenal dan disegani diseluruh Pajang?"
Tiba-tiba saja Paksi justru ingin tahu, apa yang akan
dikatakan orang itu selanjurnya. Karena itu, maka iapun
menjawab singkat "Ya"
"Nah, kejujuran dengan penalaran yang matang seperti
itulah yang aku inginkan dari sikap seorang murid yang baik"
Paksi tidak menyahut. Tetapi ia harus mengatur
perasaannya menghadapi persoalan yang akan menjadi
semakin rumit apabila ayahnya ikut menyatakan sikapnya.
Namun dalam pada itu, jantung Paksipun tergetar ketika ia
mendengar orang yang bernama Ki Semburwangi itu berkata
"Tetapi tidak mudah untuk dapat menjadi murid dari
perguruanku. Aku mendapat wewenang sepenuhnya dari Ki
Ajar Wisesa Tunggal untuk menilai apakah kau pantas atau
tidak pantas untuk diterima di perguruan kami"
Jantung Paksi menjadi semakin cepat bergelar. Kepada Ki
Tumenggung Sarpa Biwada, Ki Semburwangi itu berkata "Ki
Tumenggung. Anak Ki Tumenggung agak meragukan bagi
perguruan kami. Ia sudah mulai dengan sikap yang tidak jujur,
meskipun sikap itu kemudian diperbaikinya. Karena itu, untuk
membuat pertimbangan yang mapan, maka aku ingin tahu,
apa saja yang pernah diterimanya dari gurunya diperguruan
yang sama sekali tidak berbobot sebagaimana perguruan Ki
Panengah" Wajah Ki Tumenggung berkerut. Hampir diluar sadarnya
iapun bertanya "Apakah dengan demikian dapat berarti bahwa
Paksi mungkin ditolak?"
"Aku ingin melihat. Jika ternyata terdapat banyak
kekurangannya, serta sikapnya yang tidak jujur itu, maka
Paksi akan dapat diterima dengan syarat"
Ki Tumenggung menarik nafas panjang.
Dari pembicaraan itu, Paksi dapat menarik kesimpulan,
bahwa ayahnya telah memutuskan untuk memindahkan Paksi
dari perguruannya ke sebuah perguruan lain yang agaknya
dipimpin oleh orang yang disebut Ki Ajar Wisesa Tunggal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Ki Semburwangi adalah salah seorang kepercayaan
Ki Ajar Wisesa Tunggal. "Ki Tumenggung" berkata Ki Semburwangi "apakah Ki
Tumenggung mempunyai sanggar yang memadai?"
"Maksud Ki Semburwangi?"
"Kita akan pergi ke sanggar. Aku akan menilai kemampuan
Paksi dalam olah kanuragan. Ki Tumenggung tidak usah
menjadi cemas, jika sesuatu terjadi atas Paksi. Aku akan dapat mempertimbangkan sejauh mana aku akan mengujinya"
"Baiklah, Ki Semburwangi" jawab Ki Tumenggung "di
belakang ada sebuah sanggar kecil. Aku tidak tahu apa
sanggar kecil itu memadai atau tidak"
"Baiklah" berkata Ki Semburwangi. Lalu katanya kepada
Paksi "kita akan pergi ke sanggar. Aku melihat kesombongan
di matamu. Juga dalam sikapmu yang tidak jujur itu. Nah,
karena itu, maka aku ingin meredam kesombonganmu itu dan
mengetahui, apakah kau memiliki bekal yang memadai untuk
menyombongkan diri. Baru kemudian aku akan menentukan,
apakah kau langsung dapat diterima menjadi murid di
perguruan kami atau harus menempuh berbagai macam
syarat" Paksi tidak menjawab. Ketika ia memandang ayahnya,
maka ayahnya itupun berkata "Kita pergi ke sanggar, Paksi.
Jika saja kau bersikap jujur dan tidak sombong, maka
penilikan seperti ini tidak perlu"
Paksi tidak menjawab. Tetapi getar di jantungnya itu justru
semakin terasa. "Apakah sebenarnya yang dikehendaki oleh
ayah" Apakah ini merupakan satu permainan yang
gagasannya timbul dari kepala Harya Wisaka, yang meskipun
sudah berada didalam tahanan?" bertanya Paksi didalam
hatinya "tetapi tidak seorangpun diperkenankan menemui
Harya Wisaka. Bahkan isterinyapun tidak. Dan seandainya
demikian, apalagi sampai pada rencana pembunuhan, apakah
ayah sama sekali tidak berkeberatan?"
Paksipun kemudian teringat akan kecemasannya saat ia
harus pergi mencari cincin itu. Pada saat itu iapun bertanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didalam hati, apakah ayahnya memang ingin
menyingkirkannya. Pertanyaan yang serupa kini telah tumbuh
lagi. Tetapi agaknya ayahnya telah mempergunakan cara yang
lebih langsung. Namun Paksipun kemudian berkata didalam hatinya "Tidak.
Seandainya ayah ingin menyingkirkan aku, ayah tidak perlu
membunuhku dengan cara ini. Apalagi dirumah sendiri
sehingga ibu dan adik-adikku dapat melihatnya. Bukankah
keberadaanku di perguruanku itu juga sudah merupakan satu
kenyataan bahwa aku tidak berada dirumah?"
Tetapi pikiran Paksi merambat semakin jauh lagi "Meskipun
aku pergi, tetapi selagi aku masih hidup, maka pada suatu
saat aku akan kembali lagi ke rumah ini. Tetapi bukankah
diperguruan yang baru ini, pada suatu saal juga kemungkinan
aku pulang" Atau aku akan mati di perguruan yang baru itu
dengan seribu macam alasan?"
Tetapi Paksi tidak sempat merenung berlama-lama. Iapun
kemudian bersama ayah dan tamunya pergi ke sanggar
dibelakang. Sanggar yang bersih dan tertata rapi. Namun
justru menunjukkan bahwa sanggar itu jarang sekali
dipergunakan dengan bersungguh-sungguh.
Adik laki-laki Paksi yang serba sedikit mendengar pembicaraan
itupun segera berlari menemui ibunya dan berceritera bahwa
Paksi akan mengalami pendadaran ilmu di sanggar.
"Tetapi bukankah ayahmu juga pergi ke sanggar?"
"Ya, ibu" "Kenapa kau nampak cemas?"
Adik laki-laki Paksi itu menarik nafas panjang. Namun iapun
kemudian menggeleng sambil menjawab "Tidak, ibu. Aku tidak
cemas" Ibunya tersenyum sambil berdesis "Bukankah pendadaran
seperti itu wajar-wajar saja"
"Ya, ibu" Adik Paksi itupun tidak bertanya lagi. Apalagi kelika adik
perempuannya muncul dari longkangan samping. Bahkan adik
laki-laki Paksi itupun kemudian berlari ke halaman belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia masih melihat Paksi, orang yang discbul Ki Semburwangi
dan ayahnya memasuki sanggar.
Ki Semburwangi yang sudah berada didalam sanggar,
memperhatikan isi sanggar itu dengan dahi yang berkerut.
Dengan nada tinggi ia berkata "Sanggar yang sangat
sederhana bagi seorang Tumenggung"
"Aku sendiri jarang mempergunakannya" jawab Ki
Tumenggung Sarpa Biwada. "Bukankah Ki Tumenggung seorang prajurit?"
"Ya. Tetapi kesibukanku tidak memungkinkan aku berada di
sanggar ini setiap hari"
Ki Semburwangi itu mengangguk-angguk. Lalu katanya
kepada Paksi "Paksi, kau tunjukkan kepadaku, apakah kau
pantas menjadi murid diperguruanku"
Paksi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun
menemukan gagasan untuk menghindar dari rencana ayahnya
menyerahkan kepada perguruan lain dengan cara tidak
semata-mata. "Kalau aku mengecewakan orang ini, maka aku akan sulit
dapat diterima" Sejenak kemudian, maka Paksipun sudah melepas bajunya.
Ia sudah siap berdiri ditengah-tengah sanggar itu.
"Sekarang, tunjukkan kepadaku, bahwa kau sudah memiliki
dasar pengetahuan olah kanuragan. Jika kau dapat
menunjukkan yang pantas, maka kau akan dapat aku terima"
Paksi masih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian Ki
Semburwangi itupun membentaknya "Cepat, lakukan. Kenapa
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau menjadi bingung"
Paksipun seperti terbangun. Iapun dengan tergesa-gesa
mulai melangkahkan kakinya dan menggerakkan tangannya.
Dengan kasar Paksi menunjukkan kemampuannya dalam olah
kanuragan. Langsung tanpa memanaskan tubuh dan darahnya
lebuh dahulu. Tetapi beberapa saat kemudian, tata gerak Paksi justru
mengendor. Geraknya tidak lagi cepat dan mapan. Bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kadang-kadang ia telah membuat kesalahan-kesalahan.
Meskipun kesalahan kecil.
Ki Semburwangi itupun melangkah mendekati Paksi. Tiba-
tiba saja ia tertawa sambil berkata "Inikah murid Ki Panengah
yang dipercaya oleh Kangjeng Sultan Hadiwijaya serta Ki Gede
Pamanahan untuk membuka sebuah perguruan bagi anak-
anak para pemimpin di Pajang?"
Paksipun tiba-tiba berhenti dan bergeser surut. Dengan
kepala tunduk ia berdiri termangu-mangu.
"Ki Tumenggung. Kau lihat sendiri, bagaimana anakmu ini
menunjukkan kemampuannya setelah berguru sekitar tiga
ampat tahun" Tetapi Ki Tumenggung nampaknya mengetahui cara Paksi
untuk menolak agar ia tidak dipindahkan dari perguruannya
yang lama. Karena itu, maka Ki Tumenggung itupun berkata
"Ia tidak pernah bersunggung-sungguh, Ki Semburwangi.
Itulah sebabnya maka aku ingin anak itu berguru di perguruan
Ki Semburwangi, agar ia terbiasa mematuhi peugeran,
bersungguh-sungguh dan benar-benar memiliki kemampuan
yang tinggi" "Bukannya tidak bersungguh-sungguh. Tetapi bobot
perguruan Panengah memang hanya sampat sekian. Meskipun
kemudian anakmu berguru sampai sepuluh atau lima belas
tahun, kemampuannya tidak akan meningkat"
"Kemungkinan itupun lelah menjadi pertimbanganku. Bobot
yang rendah, kemalasan dan kebodohan"
"Ki Tumenggung. Aku akan memaksa anakmu untuk
meningkatkan ilmunya sampai kepuncak kemampuannya. Aku
kira, anak ini memang anak yang sangat malas"
"Maksud Ki Semburwangi?"
"Aku akan turun ke arena. Aku tantang anak itu berkelahi.
Dengan demikian, ia akan terpaksa meningkatkan ilmu sampai
kepuncak kemampuannya. Ia tidak akan bermain-main
dengan malas, karena serangan-seranganku benar-benar
menyakitinya. Dahi Ki Tumenggungpun berkerut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Ki Semburwangipun berkata "Jangan takut. Anakmu
tidak akan mati. Aku hanya akan memaksanya menunjukkan
kemampuannya yang sebenarnya. Tanpa dipaksa anak yang
malas ini tidak akan melakukannya"
Ki Tumenggung mengangguk-angguk sambil berkata
"Silahkan, Ki Semburwangi. Segala sesuatunya aku serahkan
kepada Ki Semburwangi"
Paksilah yang menjadi berdebar-debar. Iapun menjadi
ragu-ragu. Apakah ia akan tetap menunjukkan kedunguannya
sehingga ia tidak akan dapat diterima di perguruan Ki
Semburwangi yang dipimpin oleh Ki Ajar Wisesa Tunggal, atau
ia akan melindungi dirinya agar tidak disakiti oleh Ki
Semburwangi, karena Paksi sadar, bahwa untuk memaksanya
meningkatkan ilmunya sampai kepuncak orang itu akan benar-
benar menyakitinya. Tetapi sebelum Paksi dapat memastikan sikapnya, maka Ki
Semburwangipun telah berdiri dihadapannya. Tanpa
menyingsingkan kain panjangnya, iapun berkata " Bersiaplah
Paksi, aku akan memaksamu menunjukkan kepadaku, tataran
kau, tidak akan dapat melakukannya sendiri tanpa dipaksa
dengan kekerasan. Paksi berdiri termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja diluar
dugaan Paksi, orang itu telah menjulurkan tangannya
langsung kearah dada Paksi.
Paksi masih belum bersiap. Iapun belum memutuskan, apakah
ia akan membiarkan dirinya babak belur dan merah biru dan
wajahnya menjadi lembab sedang matanya menjadi bengkak,
apakah ia harus melawan. Namun jika ia harus melawan,
maka ia harus menunjukkan kemampuannya yang
sebenarnya. Dalam kebimbangan itu, pukulan tangan Ki Semburwangi
itupun ternyata mampu mengenai sasarannya. Pukulan itu
cukup keras. Tetapi sebenarnya masih mampu diatasi oleh
daya tahan Paksi yang tinggi. Namun ternyata Paksi itu
membiarkan dirinya terdorong surut selangkah dan kemudian
terhuyung-huyung jatuh d tanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Semburwangi itu berdiri tegak dengan kaki renggang.
Dipandanginya Paksi dengan bibir yang seakan-akan tercibir.
Dari mulurnya terdengar orang itu berkata "Bangkit murid
Panengah. Inikah ukuran keberhasilan perguruanmu itu"
Jantung Paksi menjadi panas. Tiba-tiba saja ia mempunyai
gagasan baru. Ia tidak hanya sekedar akan melindungi diri.
Tetapi ia benar-benar akan melawan orang itu dengan
segenap kemampuannya. Jika aku menang, maka tidak akan
pantas baginya untuk menerimaku sebagai murid, karena
ilmuku lebih tinggi dari ilmunya. Sebaiknya jika aku kemudian
kalah, maka ia tentu akan mengambil beberapa keputusan.
Antara lain, aku akan diterima dengan syarat. Aku akan
mengalami cobaan yang berlapis, karena orang itu tentu
benar-benar akan marah kepadaku"
Tetapi Paksi tidak sempat berpikir lebih panjang. Terdengar
Ki Semburwangi itu berteriak lagi "Bangkit, murid Panengah"
Paksipun kemudian berusaha untuk bangkit. Sementara Ki
Tumenggung Serpa Biwada itupun berkata "Paksi, Hanya
itulah yang kau miliki setelah kau berguru selama empat
tahun" Paksi tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja ia cenderung
untuk melawan dan bahkan mengalahkan Ki Semburwangi jika
mungkin. Karena Ki Semburwangi tentu juga seorang yang
berilmu tinggi. Ia adalah seorang yang mendapat kepercayaan
dari orang yang menyebut dirinya Ki Wisesa Tunggal yang
memimpin perguruannya. Jika ia ternyata kemudian kalah, apaboleh buat. Tetapi
sama sekali tidak terbersil niatnya untuk meninggalkan
perguruannya. Sejenak kemudian, Paksipun telah berdiri
berhadapan dengan Ki Semburwangi. Meskipun Paksi telah
bertekad untuk melawan sekuat-kuatnya, namun ia tidak
dengan serta-merta meningkatkan ilmunya sampai kepuncak.
Ia harus menjajagi kemampuan lawannya untuk menentukan
sikap terakhirnya. Karena itu, maka Paksipun mulai melawan Ki Semburwangi
dari tataran yang paling sederhana, mengimbangi tataran ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Semburwangi, karena Ki Semburwangi memang
menganggap Paksi baru memiliki dasar-dasar kemampuan
olah kanuragan. Ketika kemudian Ki Semburwangi menyerangnya lagi, Paksi
sudah siap untuk menghindar, sehingga serangan Ki
Semburwangi tidak mengenai sasarannya.
Ki Semburwangi justru tertawa. Katanya "Ternyata kau
tangkas juga. Kau mampu menghindari seranganku"
Paksi tidak menyahut. Tetapi iapun sudah bersiap
menghadapi serangan-serangan berikutnya, la sadar
sepenuhnya, bahwa Ki Semburwangi tentu akan meningkatkan
tataran ilmunya selapis demi selapis.
Sebenarnyalah ketika beberapa kali serangan Ki
Semburwangi tidak menyentuh tubuh Paksi, maka Ki
Semburwangipun telah meningkatkan kemampuannya.
Serangan-serangannya menjadi semakin cepat dan keras.
Paksi tidak ingin langsung mencengangkan Ki
Semburwangi. Selagi tatanan gerak Ki Semburwangi masih
sederhana, maka Paksipun sekali-sekali membiarkan dirinya
dikenai serangan Ki Semburwangi. Ketika kaki Ki Semburwangi
terayun menyamping, maka kaki itu telah mengenai lambung
Paksi. Tubuh Paksi itupun terdorong beberapa langkah surut.
Nampaknya Paksi hampir saja kehilangan keseimbangannya.
Tetapi Paksi mampu bertahan dan tidak terjatuh di lantai
sanggar. "Bagus" Ki Semburwangi memuji. Namun serangan-
serangannyapun kemudian datang beruntun.
Paksi sama sekali tidak mengalami kesulitan. Tetapi ia tidak
menunjukkan kemampuannya itu. Beberapa kali Paksi
meloncat surut mengambil jarak, kemudian Paksipun seakan-
akan memperbaiki kedudukannya yang menjadi sulit.
"Mari anak muda" berkata Ki Semburwangi "tunjukkan
kemampuanmu sebagai murid Panengah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Paksi tidak menjawab. Tetapi iapun mencoba menyerang
Semburwangi. Namun setangannya sama sekali tidak
mengenai sasaran. Dengan tangkasnya Ki Semburwangi meloncat menghindar.
Ketika Paksi memburunya dan menyerang dengan ayunan
tangannya menyamping, maka serangan itu telah ditangkis.
Namun benturan yang terjadi memang agak mengejutkan
Ki Semburwangi. Tenaga anak muda itu terasa berat
menekan. Tetapi bagi Ki Semburwangi, tekanan itu hanyalah
satu kebetulan. Iapun yakin, bahwa tangan Paksi tentu juga
terasa sakit oleh benturan yang terjadi itu.
Setelah beberapa saat Ki Semburwangi menjajagi
kemampuan Paksi, maka Ki Semburwangi itupun berniat untuk
memaksa Paksi mengerahkan kemampuan puncaknya.
Kemudian meruntuhkan kesombongan anak muda itu dan
memaksanya berlutut dihadapannya serta berserah diri.
Karena itu, maka Ki Semburwangipun telah meningkatkan
ilmunya pula. Ia benar-benar ingin menunjukkan kepada
Paksi, bahkan kemampuan Paksi yang telah disadapnya dari Ki
Panengah itu bukan apa-apa bagi dirinya.
Paksi merasakan peningkatan ilmu Ki Semburwangi itu.
Karena itu, maka Paksipun telah meningkatkan ilmunya pula
untuk mengimbangi kemampuan Ki Semburwangi.
Dengan demikian, maka serangan-serangan Ki
Semburwangi kemudian telah menggelisahkannya. Paksipun
nampaknya justru menjadi semakin tangkas. Tingkat ilmunya
yang lebih tinggi itu tidak menekannya dan menyusutkannya
dalam kesulitan. Tetapi anak muda itu rasa-rasanya justru
menjadi semakin tegar. Ki Semburwangi menjadi gelisah. Ia memang belum sampai
kepuncak ilmunya. Tetapi bahwa untuk melawan anak-anak
yang baru mulai belajar olah kanuragan saja, apakah ia harus
mengerahkan ilmunya"
Tetapi Ki Semburwangi memang menjadi semakin gelisah.
Serangan-serangannya justru tidak lagi dapat menyentuh
tubuh anak muda itu. Bahkan anak muda itu mulai membalas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerangnya. Serangan-serangannya semakin lama justru
menjadi semakin berbahaya.
"Aku harus benar-benar menghajar anak yang sangat
sombong ini" gerang Ki Semburwangi didalam hatinya.
Karena itu, maka ia telah meningkatkan tataran ilmunya
selapis lagi. Dengan garangnya ia menyerang Paksi seperti
banjir bandang. Telapi ternyata Ki Semburwangi tidak mampu memecahkan
pertahanan Paksi. Serangan-serangannya masih saja belum
dapat mengenai sasarannya. Bahkan Ki Semburwangi itu
terkejut bukan kepalang, ketika tiba-tiba saja kaki Paksi telah mengenai lambungnya.
Dengan serta-merta, hampir diluar sadarnya, Ki
Semburwangi itu meloncat surut untuk mengambil jarak,
sementara Paksi tidak memburunya. Seakan-akan Paksi
sengaja memberikan kesempatan kepada Ki Semburwangi
untuk meyakini apa yang baru saja terjadi.
Namun dalam pada itu, Paksi sudah memperhitungkan
masak-masak. Ki Semburwangi akan dapat menjadi sangat
marah dan bertempur bersungguh-sungguh. Tetapi jika itu
yang terjadi, apaboleh buat. Ia sudah bersiap untuk
menghadapinya dan siap pula menanggung akibatnya. Bahkan
seandainya Ki Semburwangi itu akan membunuhnya.
Sejenak Ki Semburwangi berdiri tegak sambil memandang
Paksi dengan tajamnya. Dengan suara parau Ki Semburwangi
itupun berdesis "Kau ternyata benar-benar anak yang
sombong" Adalah diluar dugaan pula bahwa Paksi berani menjawab
"Aku adalah murid Ki Panengah. Aku hanya ingin
menunjukkan tataran kemampuan murid Ki Panengah.
Bukankah itu yang kau kehendaki sejak tadi" Beberapa kali
kau sebut nama guruku"
"Cukup" bentak Ki Semburwangi "aku akan memaksamu
bertekuk lutut dihadapanku. Tetapi itupun belum pasti, bahwa
kau akan dapat aku terima sebagai muridku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paksi" berkata Ki Tumenggung "kau jangan berbuat
sebodoh itu. Kau memerlukan seorang guru yang mumpuni"
"Aku memang sedang menjajaginya ayah"
"Setan kau" gaeram Ki Semburwangi.
"Jika kau berhak menjajagi kemampuan calon muridmu,
akupun berhak menjajagi calon guruku. Jika aku berhak
menolak aku karena tidak memenuhi syarat yang kau
tetapkan, akupun mempunyai wewenang untuk memilih
seorang guru yang aku anggap pantas karena ilmunya jauh
melamapaui ilmuku" "Krnapa tiba-tiba saja kau menjadi seperti orang kesetanan,
Paksi?" ayahnyalah yang hampir berteriak.
Paksipun menjawab tanpa berpaling "Aku adalah murid Ki
Panengah" Tetapi sebelum mulut Paksi terkatup, Ki Semburwangi itu
telah meloncat menyerangnya. Kakinya terjulur lurus
mengarah kedada Paksi. Namun Paksi sudah siap
menghadapinya. Karena itu dengan cepat ia bergeser
kesamping sambil memiringkan tubuhnya sehingga serangan
itu tidak mengenainya. Tetapi dengan cepat, Ki Semburwangi
menggeliat. Bertumpu pada kakinya yang baru saja
menyentuh tanah, ia berputar. Kakinya yang lain terayun
mendatar dengan derasnya.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi Paksi dengan cepat merendahkan diri sehingga kaki
lawannya terayun diatas kepalanya. Sementara itu, Paksipun
telah menjatuhkan dirinya. Tangannya menapak lantai
sanggar sedang kakinya menyapu kaki Ki Semburwangi
dengan derasnya. Serangan yang tidak terduga itu sangat
mengejutkan pula. Tetapi Ki Semburwangi terlambat
mengelak. Karena itu, sapuan itu telah menghentak kakinya
demikian kerasnya, sehingga Ki Semburwangi itu terpelanting.
Ki Semburwangi itu berguling menjauh sambil meloncat
bangkit. Demikian ia tegak diatas kedua kakinya, maka iapun
telah bersiap menghadapi serangan Paksi.
Paksipun tidak melewatkan kesempatan itu. Dengan cepat
Paksi meloncat menyerang. Tangannya terayun mengarah ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kening. Namun Ki Semburwangi sempal menangkis serangan
itu. Dengan garangnya, iapun berganti menyerang.
Tangannya terjulur lurus mengarah kedada Paksi.
Tetapi Paksipun menepis tangan itu kesamping. Sementara
kakinya terjulur lurus kearah lambung.
Ki Semburwangi meloncat selangkah surut sehingga kaki
Paksi tidak sempat menggapainya. Namun demikian kakinya
menyentuh lantai, Ki Semburwangi itu bagaikan dilontarkan,
meluncur dengan cepat dengan kaki terjulur menyamping.
Tetapi Paksipun sempat mengelak, sehingga serangan Ki
Semburwangi itu tidak menyentuhnya sama sekali.
Dalam pada itu, wajah Ki Tumenggung Sarpa Biwada
menjadi semakin tegang. Ia sama sekali tidak menduga,
bahwa Paksi memiliki ilmu demikian tingginya sehingga
mampu mengimbangi ilmu Ki Semburwangi. Namun Ki
Tumenggungpun menyadari, bahwa dengan demikian Ki
Semburwangi akan menjadi sangat marah dan bahkan
mungkin tidak terbendung lagi.
Jika Ki Semburwangi kehilangan kendali, sehingga terjadi
malapetaka atas Paksi, maka Ki Tumenggung harus
mempertanggung-jawabkannya terhadap keluarganya. Nyi
Tumenggung dan anak-anaknya yang lain, yang sangat akrab
dengan Paksi akan menuntutnya jika ia tidak mencegahnya.
"Paksi memang gila" geram Ki Tumenggung.
Penjajagan yang dilakukan oleh Ki Semburwangi telah
berubah arah. Kemarahan Ki Semburwangi benar-benar
membuatnya kehilangan kendali.
Tetapi Paksipun telah siap menghadapi segala
kemungkinan. Didadanya telah menyala pula kebanggaan,
bahwa ia adalah murid Ki Panengah dan Ki Waskita yang
dikenalnya dimasa pengembaraannya yang panjang.
-ooo00dw00ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 20 DENGAN demikian, maka yang terjadi kemudian adalah
pertarungan yang keras dan bersungguh-sungguh. Ki
Semburwangi tidak lagi mengekang dirinya, apapun yang
bakal terjadi dengan Paksi, seorang anak muda yang semula
ditiliknya, apakah ia akan dapat diangkat menjadi muridnya.
Namun yang terjadi kemudian adalah pertempuran yang
sebenarnya. Paksi memang tidak mau mengalah. Orang yang
menyebut dirinya Semburwangi itu telah beberapa kali
merendahkan guru dan perguruannya. Karena itu, maka iapun
ingin membuktikan, bahwa guru dan perguruannya bukan
sebagaimana dikatakan oleh Ki Semburwangi itu.
Dengan demikian, maka pertarungan di dalam sanggar itu
semakin lama menjadi semakin keras. Ki Semburwangi tidak
akan membiarkan dirinya dihina oleh anak ingusan itu. Namun
Paksipun tidak mau kehilangan kebanggaannya atas guru dan
perguruannya. Dengan demikian, maka Ki Semburwangi
itupun telah mengerahkan ilmunya untuk segera mengatasi
lawannya yang masih sangat muda itu. Bahkan Ki
Semburwangi tidak menghiraukan lagi, seandainya anak muda
itu terbunuh dalam putaran yang seharusnya tidak lebih dari sebuah pendadaran.
Paksipun merasakan, betapa udara di sanggar itu serasa
menjadi semakin panas. Ki Semburwangi bergerak semakin
cepat. Tangannya seakan-akan tidak lagi hanya sepasang,
tetapi beberapa pasang. Serangannya datang beruntun dari
tangan yang seakan-akan menjadi beberapa pasang itu.
Tetapi Paksipun tidak membiarkan dirinya dilindas oleh
kemarahan lawannya. Serangan-serangannyapun menjadi
semakin kuat pula. Tangan dan kakinya seakan-akan menjadi
semakin keras, bahkan sekeras batu hitam. Benturan-benturan
yang kemudian terjadi, seakan-akan telah mengguncang
sanggar itu. Tiang-tiangnya menjadi bergetar dan beberapa
utas tali ijuk pengikat dindingpun menjadi putus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sarpa Biwada berdiri membeku di
tempatnya. Ia sungguh-sungguh tidak mengira, bahwa
kemampuan Paksi telah menjadi sedemikian jauhnya.
Dalam pada itu, Ki Semburwangipun telah sampai ke
puncak ilmunya. Dengan garangnya ia telah mempersiapkan
serangannya yang akan menentukan akhir dari pertempuran
itu. Dengan lantang Ki Semburwangi itupun berkata, "Bukan
salahku jika tubuhmu menjadi lumat"
Tetapi Paksipun telah bersiap. Iapun telah mengerahkan
segenap kemampuannya pada ilmu puncaknya. Sekejap
kemudian, maka Ki Semburwangi itu telah meloncat
sambil mengayunkan tangannya, mengarah ke kening Paksi
dilambari dengan segenap kemampuan ilmunya. Sementara
itu, Paksipun telah bersiap pula. Dikerahkannya daya tahan
tubuhnya, dibarengi dengan kekuatan ilmu puncaknya,
Paksipun telah meloncat pula membenturkan kedua belah
tangannya yang bersilang.
Satu benturan yang dahsyat telah terjadi. Sanggar itupun
benar-benar berguncang. Pintunya bagaikan dihentakkan
terbuka. Ikatan dinding di sudut sudut sanggar itu telah
terlepas. Palang-palang kayu sebagai alat berlatih di sanggar
itupun terpelanting jatuh. Sanggar itu telah berderak-derak
bagaikan diguncang oleh gempa.
Untunglah bahwa sanggar itu terletak di belakang. Nyi
Tumenggung yang sedang berada di dapur tidak begitu
menghiraukan suara derak sanggar yang terguncang itu. Adik
laki-laki Paksilah yang berteriak oleh suara yang aneh itu.
Dengan ragu-ragu ia pergi ke halaman samping. Tetapi ia
tidak melihat sesuatu. Sanggar itu masih tetap berdiri disana.
"Suara itu berasal dari sanggar itu" katanya di dalam hati.
Namun adik laki-laki Paksi itu menjadi termangu-mangu
ketika ia melihat pintu sanggar itu terbuka. Selangkah demi
selangkah ia mendekat. Tetapi ia tidak dapat langsung melihat
isi sanggar itu. "Ada apa, Kakang?" tiba-tiba adik perempuannya sudah
berada di belakangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada apa-apa" jawab kakaknya.
"Aku mendengar suara yang aneh dari sanggar itu"
"Mungkin. Tetapi ayah ada disana" Adik laki-laki Paksi
itupun kemudian mengajak adik perempuannya justru masuk
ke serambi sambil berkata, "Jangan ganggu mereka yang
sedang berada di sanggar"
Adik perempuannya mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, di dalam sanggar, Paksi harus berjalan
tertatih-tatih ke sebuah lincak panjang yang terletak di pinggir sanggar itu. Iapun kemudian duduk dengan menyilangkan
kakinya mengatur pernafasannya yang bagaikan bekerja di
lubang hidungnya. Sementara itu, Ki Tumenggung telah
mengangkat tubuh Ki Semburwangi dan membaringkannya di
sudut sanggar itu. Ketika ia meletakkan telinganya di dada Ki Semburwangi, ia
masih mendengar detak jantung Ki Semburwangi meskipun
tidak teratur. Ki Tumenggung itupun kemudian berpaling
kepada Paksi sambil menggeram, "Anak setan. Kau lukai
bagian dalam tubuh Ki Semburwangi. Seharusnya kau tahu
diri. Ki Semburwangi hanya ingin menjajagi kemampuanmu.
Tetapi kau bersungguh-sungguh sehingga bagian dalam
tubuhnya terluka parah"
Keadaan Paksi sudah menjadi berangsur baik. Diangkatnya
tangannya perlahan-lahan, kemudian diturunkannya di
samping tubuhnya. Kakinya yang bersilang pun telah
diurainya. Paksipun kemudian turun dari lincak itu.
"Ki Semburwangi tidak sekedar main-main, Ayah" sahut
Paksi. "Tetapi iapun bersungguh-sungguh. Jika aku tidak
melawan ilmunya, aku tentu sudah mati"
"Omong kosong" sahut ayahnya. "Ia tahu apa yang
dilakukannya" "Ia telah mengerahkan puncak ilmunya. Aku tahu itu"
"Tidak" "Jika Ayah tidak yakin, aku akan menunggu sampai
keadaannya menjadi baik. Besok, besok lusa atau kapan saja.
Jika penjajagan ini diulangi, maka ia tidak akan dapat berbuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih baik dari yang dilakukan sekarang. Ayah harus yakin itu.
Jika Ki Semburwangi memang dapat menjadi lebih baik dari
tataran ini, biarlah aku menanggung akibatnya"
Ki Tumenggung menjadi semakin tegang. Paksi tidak
pernah membantahnya. Sekali-sekali Paksi memang sering
mencoba menghindar. Tetapi jika Ki Tumenggung mulai
menekannya, Paksi selalu tunduk kepadanya.
Tetapi saat itu Paksi dengan tegas menolak pendapatnya.
Bahkan Paksi itu berkata selanjutnya, "Seharusnya Ayah tidak
mudah percaya kepada orang-orang seperti Ki Semburwangi.
Ternyata seperti yang Ayah lihat, ia tidak lebih baik dari aku.
Dengan demikian Ayah dapat membayangkan, apa jadinya jika
aku diambilnya menjadi muridnya. Ilmuku tidak menjadi
semakin baik. Tetapi justru menjadi semakin buruk"
"Cukup" bentak ayahnya. "Kau tidak usah menggurui aku"
Tetapi Paksi masih juga menjawab, "Aku sama sekali tidak
bermaksud menggurui Ayah. Tetapi aku hanya ingin
menunjukkan kenyataan ini"
"Diam kau" bentak ayahnya.
Namun Paksi masih belum mau diam. Ia masih juga
berkata, "Ternyata Ayah telah salah menilai kemampuan Ki
Semburwangi. Ia bukan apa-apa, Ayah. Apalagi dibanding
dengan Ki Panengah, dengan Ki Waskita, dengan Pangeran
Benawa dan Raden Sutawijaya. Jika Ki Semburwangi itu
dilepaskan di perguruan Ki Panengah, ia tidak lebih dari seekor kelinci yang kebingungan di antara sekumpulan harimau yang
garang" Kata-kata Paksi itu bagaikan gumpalan-gumpalan batu
padas yang menghentak-hentak dadanya. Ki Tumenggung
itupun kemudian justru telah terduduk di sebelah tubuh Ki
Semburwangi. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya serta
menutup telinganya ia berkata tidak terlalu keras, "Sudah,
sudah" Paksipun terdiam. Tetapi perlahan-lahan ia melangkah
mendekati ayahnya dan Ki Semburwangi yang terbaring.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan mengambil air" berkata Paksi kemudian.
Paksipun melangkah keluar dari sanggarnya untuk mengambil
semangkuk air di dapur. Ibunya yang masih sibuk di dapur bersama seorang
pembantunya, serta tidak tahu apa yang telah terjadi di
sanggar bertanya, "Kau cari apa, Paksi?"
"Air, Ibu. Air masak tetapi yang sudah dingin"
Dengan semangkuk air, Paksipun kembali ke sanggar.
Ketika di bibir Ki Semburwangi diteteskan beberapa titik air,
maka bibir itupun mulai bergerak-gerak. Bahkan kemudian,
matanyapun mulai terbuka. Titik-titik air itu diteteskan lagi di bibir Ki Semburwangi sehingga orang itupun kemudian
menjadi sadar. Ki Semburwangi mulai mengingat-ingat, apa yang telah
terjadi. Ketika ia melihat Paksi, iapun berusaha untuk bangkit sambil mengumpat kasar. Namun dadanya terasa menjadi
sangat sakit. "Berbaring sajalah, Ki Semburwangi"
"Aku akan membunuh anak iblis itu"
"Jangan mengigau. Kau sudah kalah, Ki Semburwangi"
bentak Paksi. "Jika kau ingin aku membunuhmu, aku sudah
dapat melakukannya. Bahkan sekarang pun aku dapat
membunuhmu" "Paksi" bentak Ki Tumenggung Sarpa Biwada.
"Orang seperti Ki Semburwangi harus diyakinkan, bahwa ia
sudah kalah. Otaknya harus menerima kenyataan ini atau aku
benar-benar akan membunuhnya"
"Paksi, kau tidak boleh menjadi gila"
"Ki Semburwangi harus mengakui kekalahannya. Dan itu
berarti aku tidak akan memilihnya menjadi guruku. Aku tidak
ingin belajar kepadanya, karena ilmunya lebih rendah dari
ilmuku" "Cukup" bentak Ki Tumenggung.
Tetapi Paksi sudah bertekad untuk menjatuhkan harga diri
Ki Semburwangi sehingga ia mengakui apa yang telah terjadi.
Karena itu, Paksipun masih saja berkata lantang, "Kau harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengakui kekalahan itu, Ki Semburwangi atau aku akan
membunuhmu sekarang juga"
"Jangan bunuh aku" minta Ki Semburwangi.
Permintaan itu memang tidak terduga sebelumnya akan
terloncat dari bibir Ki Semburwangi. Permintaan itu sekaligus
merupakan pengakuan, bahwa ia memang sudah dikalahkan
dengan anak yang masih terlalu muda itu. Yang sebelumnya
ingin dijajaginya, apakah ia pantas untuk menjadi muridnya.
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Orang yang menyebut
dirinya Ki Semburwangi itu sudah benar-benar kehilangan
harga dirinya dan mengakui kekalahannya.
Dengan nada berat Paksipun berkata, "Aku tidak
membunuhmu karena kau adalah tamu ayahku. Adalah
kewajibanku untuk menghormatimu. Tetapi dalam
kesempatan lain, jika kau berurusan langsung dengan aku,
aku benar-benar akan membunuhmu"
Paksi tidak menunggu jawaban Ki Semburwangi. Sambil
melangkah ke pintu, Paksipun berdesis, "Aku mohon diri,
Ayah. Aku harus kembali ke barak"
Ki Tumenggung tidak menjawab. Jantungnya serasa
berdentang di dadanya. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa
Paksi memiliki ilmu yang demikian tinggi, sehingga telah
mempermalukan Ki Semburwangi. Seorang yang akan
diajaknya bekerja bersama untuk melemparkan Paksi ke
tempat yang tidak diharapkannya.
Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Paksi yang kemudian keluar dari sanggar itupun telah pergi
ke pakiwan untuk mencuci muka, tangan dan kakinya.
Kemudian dibenahinya pakaiannya dan ikat kepalanya.
Sejenak kemudian, Paksipun telah mencari ibunya yang
ternyata sudah tidak berada lagi di dapur.
Ketika Paksi menemui ibunya di ruang dalam, maka kedua
adiknyapun ikut menemuinya pula.
"Aku akan mohon diri, Ibu" berkata Paksi.
"Bukankah kau akan bermalam disini meskipun hanya
semalam?" bertanya ibunya.
Paksi tersenyum. Katanya, "Aku akan kembali ke barak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimana ayahmu sekarang?"
"Ayah masih ada di sanggar bersama Ki Semburwangi.
Masih ada yang mereka bicarakan"
"Apakah kau sudah minta diri kepada ayahmu?"
"Sudah, Ibu. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, aku
dapat pulang lagi. Tetapi tentu tidak dapat terlalu sering"
"Aku mengerti, Paksi" desis ibunya.
Namun tiba-tiba saja ayah Paksi telah muncul dari pintu
butulan. Dipandanginya Paksi dengan mata yang bagaikan
menyala. Dengan nada geram Ki Tumenggung itupun berkata,
"Kau akan menyesali kesombonganmu, Paksi"
Paksi yang tidak terbiasa menjawab kata-kata ayahnya
ternyata telah keluar dari kebiasaan itu. Sambil menatap
wajah ayahnya bahkan langsung ke matanya, Paksi itu
menjawab, "Aku akan menanggung segala akibatnya, Ayah.
Sekarang aku sudah puas, bahwa aku dapat menunjukkan
kepada orang yang menyebut dirinya Semburwangi itu,
tataran kemampuan murid Ki Panengah dan Ki Waskita.
Biarlah orang itu mempunyai takaran terhadap perguruan
yang dipimpin oleh Ki Panengah itu"
Ki Tumenggung itupun menggeretakkan giginya. Dengan
suara bergetar iapun berkata, "Bukan saja tataran ilmu yang
kasar itu yang kau peroleh dalam perguruan yang dipimpin
oleh Ki Panengah, tetapi juga ajaran agar kau berani
menentang orang tuamu"
"Apakah aku menentang Ayah?" Paksi justru bertanya. "Ki
Semburwangi sendirilah bahkan atas persetujuan Ayah, ingin
menjajagi kemampuanku sesuai dengan tataran yang
sebenarnya. Nah, aku sudah melakukannya. Jika ternyata
ilmuku lebih tinggi dari ilmu Ki Semburwangi, tentu itu bukan
salahku. Bukan salah Ki Panengah dan Ki Waskita. Tetapi
salah Ki Semburwangi. Kenapa dengan ilmu yang rendah itu ia
sudah berani menyatakan dirinya salah seorang dari pemimpin
sebuah perguruan yang disebutnya besar dan berbobot"
Sebelum Ki Tumenggung menyahut, Nyi Tumenggung yang
ikut menjadi tegang itupun bertanya, "Apa yang telah terjadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakmu itu, Nyi. Guru-gurunya telah mengajarinya untuk
berani menentang orang tuanya"
"Benar begitu, Paksi?"
"Menurut pendapatku, tidak Ibu. Aku telah melakukan
perintah Ki Semburwangi atas persetujuan Ayah. Kami, aku
dan Ki Semburwangi telah saling menjajagi kemampuan.
Tetapi ternyata ilmuku lebih tinggi. Bukankah itu bukan
salahku?" Ketika Nyi Tumenggung kemudian berpaling memandang
suaminya, maka Ki Tumenggung itupun segera melangkah
pergi. "Paksi" desis ibunya, "untuk pertama kalinya aku melihat
kau berani membantah kata-kata ayahmu"
"Aku tidak membantah, Ibu. Aku hanya menjelaskan apa
yang sebenarnya telah terjadi. Aku tidak pernah melupakan
nasehat dan petunjuk Ibu, kewajiban seorang anak kepada
orang tuanya. Guru-gurukupun selalu memberikan petunjuk
serupa di perguruan" "Jadi kenapa ayahmu nampaknya menjadi sangat marah?"
"Aku telah mengalahkan Ki Semburwangi"
"Mengalahkan" Maksudmu?"
Paksipun kemudian telah menceriterakan apa yang terjadi
di sanggar dengan singkat serta niat ayahnya memindahkan
tempatnya berguru. Jantung Nyi Tumenggung menjadi berdebar-debar.
Sementara itu Paksipun berceritera berterus-terang tentang
sikap Ki Semburwangi yang agaknya bukan sekedar
menjajaginya. Sementara itu, tiba-tiba saja adik laki-laki Paksi itu berdesis perlahan-lahan, "Jadi, Kakang Paksi telah menang?"
Paksi menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Bukan
menang. Tetapi ternyata ilmu Ki Semburwangi belum setinggi
ilmu Ki Panengah dan Ki Waskita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu, seharusnya aku juga segera dikirim ke padepokan
Kakang Paksi. Aku tidak mau jika aku kelak dikirim ke
perguruan Ki Semburwangi"
"Nanti pada saatnya, kau tentu akan dikirim pula" desis
Paksi kemudian. Adik laki-laki Paksi itu mengerutkan dahinya. Sementara
adik perempuan Paksi itu berkata, "Kenapa ayah berniat
memindahkan Kakang Paksi ke perguruan lain?"
Yang menjawab adalah ibunya, "Tentu maksud ayah baik.
Ayah ingin Kakang Paksi menjadi semakin tinggi ilmunya"
"Tetapi ternyata calon gurunya itu ilmunya lebih rendah
dari Kakang Paksi" "Karena itu, Kakang Paksi akan kembali ke perguruannya
yang lama" jawab ibunya. Namun katanya kemudian, "Tetapi
kalian tidak usah ikut mempersoalkannya. Biarlah kakakmu
dan ayahmu sajalah yang membicarakannya"
Adik perempuan Paksi itu mengangguk-angguk kecil.
Sementara itu, Paksipun kemudian berkata, "Aku mohon diri,
Ibu" Lalu katanya kepada adik-adiknya, "Baik-baiklah kalian di rumah. Kalian harus selalu membantu ayah dan ibu di rumah.
Kereta Berdarah 3 Bara Dendam Menuntut Balas Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Pendekar Gunung Lawu 2