Pencarian

Kisah Si Naga Langit 6

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


dirinya. 345 "Hayo balas, pertandingan macam apa ini kalau engkau hanya
mengelak dan menangkis saja?" bentaknya dan darl suaranya
terdengar bahwa ia marah dan penasaran sekali.
Thian Llong merasa serba, salah. Untuk menyerang tentu saJa
dia tidak tega, akan tetapl kalau dia tldak menyerang, dia tahu
bahwa gadis Itu menjadi pena-saran dan merasa dipandang
rendah. "In-moi, jaga seranganku!" Thian Liong berseru dan
gulungan sinar pedangnya menjadi lebar sekali. Angin mendesirdesir dan pedang Thian-liong-kiam, mengeluarkan suara
berdesing-desing, bagaikan gelombang samudera dalam badai
menerjang ke arah Siang In. Gadis itu terkejut bukan main dan
cepat Ia mengerahkan tenaga dan memutar sepasang
pedangnya untuk melindungi dirinya dari hantaman gelombang
sinar pedang yang amat dahsyat itu.
Akan tetapi begltu kedua pedangnya bertemu dengan gulungan
sinar pedang yang menerjangnya, hampir Siang In menjerit
karena kedua pedangnya terasa seperti tergutung gelombang
sinar, dlputar dan dlrenggut dari kedua tanganhya, la
mempertahankan dengan pengerahan tenaga, namun tetap saja
kedua pedangnya terenggut lepas dari kedua tangannya.
Tentu saja ia terkejut dan cepat melompat ke belakarig dan ia
melihat Thian Llong yang memutar pedangnya itu tlba-tlba
menggerakkannya ke bawah dan
cappp! Dua batang pedangnya meluncur dan
menancap di atas tanah, dl depan kakinya!
346 "Ilmu silat sepasang pedangmu hebat, In-moi, membuat aku
cukup kerepotan." kata Thlan Llong sejujurnya tanpa bermaksud
mengejek karena memang dia menganggap ilmu pedang tadi
berbahaya sekali. Akan tetapi Stang In tidak menjawab, melainkan cepat la
mengambil sepasang pedangnya dengan kedua tangan,
kemudian ia meloncat dan berlari pergi meninggalkan Thlan
Llong. Pemuda itu hanya dapat mengikutl bayangan gadls Itu
dengan pandang matanya dan dia mendengar isak tertahan.
Gadls itu meninggalkannya sambll menangls! Thian Liong
menyimpan pedangnya dan dla berdlrl termenung. Dla merasa
heran dan tldak mengertl, Dua kall dia bertemu dangan dua
orang gadis yang cantlk jelita dan berkepandalan tinggi dan
kaduanya rnemiliki watak yang aneh.
Keduanya keras hati, ganas dan kejam, akan tetapi keduanya
Juga menentang kejahatan seperti pendekar-pendekar wanita!
Sungguh sukar menyelami watak kedua orang gadis itu. Akan
tetapi dla-pun harus mengakui dalam hati bahwa bflru sekarang
secara berturut-turut dla rnerasa tertarik kepada wanlta. Wajah
gadis baju merah dan wajah Slang In silih berganti membayang
di depan matanya. Dia mengheia napas dan melanjut" kan
perjalanannya? menuju ke Siauw-lim"
Siauw-lim-pai merupakan perguruan silat yang terkenal sekali,
bukan saja sebagai sebuah perguruan silat yang dipimpin orangorang saktl, akan tetapi juga sebagai pusat perkembangan
Agama Buddha yang dlpimpin para hwesio (pendeta) yang
beribadat. Biarpun para murld yang sudah lulus dan tldak tinggal
lagi di perumahan Siauw-llm-si (Kuil Siauwlim) yang biasa. Itu
347 tidak diharuskan jadi pendeta, namun semua murid yang masih
belajar ilmu silat dl Kuil Siauw-lim dlharuskan hidup sebagai
murid Buddha yang patuh dan baik. Selagi mereka belajar dalam
kuil besar yang merupakann kornpleks perumahan luas itu, para
murid harus merelakan kepala mereka digunduli seperti para
pendeta dan hldup sederhana, pantang raakanan berjiwa dan
minuman keras. Pada waktu itu, yang menjadi ketua Siauw-llin-pai adalah Hui
Sian Hwesio yang usianya sudah enam puluh lima tahun.
Hwesio ini bertubuh tinggi besar dan gemuk, berkulit putih
dengan muka bulat dan alisnya tebal. Sikapnya lemah lembut
dan walaupun dla merupakan orang nomor satu di Slauw-Limpai namun dia jarang ikut membimblng para murld dalam hal
llmu sllat. Dla leblh mengutamakan pelajaran Agama Buddha
dan lebih sering duduk bersamadhi seorang dlri. Adapun yang
sibuk mewakilinya mengurus persoalan Slauw-lim-pal dan
mengawasi para murid kepala adik-adik seperguruannya melatlh
llmu silat kepada para murid, adalah Cu Slan Hweslo. Dia
menjadi wakll ketua dan adlk seperguruan Hul Slan Hweslo. Cu
Slan Hwealo yang berusla enam puluh tahun ini berkullt agak
hitam, hldungnya mancung dan bentuk waJahnya leblh mlr(p
orang India. Memang dla merupakan seorang peranakan India,
bahkan lama dia memperdalam pengetahuan agamanya di
India. Tubuhnya tinggi kurus dan walaupun dia merupakan sute
(adik seperguruan) Hut Slan Hwesto dan tingkat kepandaian
silatnya masih di bawah tingkat sang ketua, namun Cu Slan
Hwesip terkenal sebagai seorang hwesio yang tangguh dan lihai
sekall ilmu sllatnya. 348 Pada auatu pagi, seperti blasa, sudah terjadl keslbukan dalam
kompleks perumahan Slauwllm-pal yang luas itu. Para murld
yang tidak kurang dari lima puluh orang jumlahnya, seJak pagi
sudah mengerjakan kewajlban masing-maslng. Mereka bekerja
secara bergiliran. Yang mendapat tugas mengangkut alr darl
sumber alr ke dapur dan tempat mandi sudah bekerja keras
memikul air rnenggunakan tong-tong alr. Ada pula yang
membelah batang pohon menjadi potongan kayu-kayu bakar.
Ada pula yang bertugas mencarl kayu di hutan sebelah. Ada
yang bekerja di ladang di mana mereka menanam sayursayuran, Ada pula yang bertugas membersihkan seluruh
komplteks, ada yang menyapu, ada yang membersihkan
jendelajendela dan pintu-pintu. Pendeknya, sejak pagi tidak ada
murldnya yang menganggur. juga di dapur terdapat keslbukan
dari mereka yang bertugas memasak makanan. Ada pula
rombongan yang pagi Itu bertugas untuk mempelajari kltab-kitab
agama dan menghafalkan doa-doa, dan ada pula rombongan
yang bertugas untuk berlatlh silat di lian?bu-thla (ruangan
berlatlh silat), sebuah ruangan yang luas di mana puluhan murld
dapat berlatih secara berbareng. Dari ruangan ini terdengar
suara-suara bentakan mereka. Akan tetapl dalam ruangan laln,
agak jauh darl ruangan berlatlh silat, terdapat sebuah ruangan
yang khusus untuk berlatlh samadhi dan ruangan ini tenang
sekali. Setelah matahari naik agak tlnggl, Ilma orang murld Slauw-limpal yang bertugas Jaga di plntu gapura kompleks perumahan
Siauw-llm-sl menerima kunjungan seorang tamu. Lima orang
murld yang berusia antara dua puluh sampal tiga puluhi tahun itu
menyambut datangnya tamu tak dikenal ini dengan slkap hormat
349 dan ramah, sikap yang diajarkan oleh para pimpinan mereka.
Orang?orang muda dengan kepala gundul dan pakaian
sederhana kini bangkit dari duduknya di dalam gardu penjagaan
dan melangkah keluar gardu menyambut tamu itu. Tamu itu
adalah seorang pria berusia kurang lebih lima puluh tahun.
Tubuhnya sedang namun tampak kokoh kuat. Wajahnya. yang
dihias kumls tipis Itu gagah perkasa, sinar matanya mencorong.
Pakaiannya rlngkas, sepertl yang blaaa dlpakai kaum persllatan.
Sebatang padang beronce biru tergantung dl punggunnya
sehihgga mudah sekali diduga bahwa pria Itu tentulah seorang
ahll silat atau sebutan umumnya orang kang-ouw (sungal telaga)
atau orang bu-lim (rimba persilatan). Seorang murid tertua darl
llma orang Itu, berusia tiga puluh tahun, cepat mengangkat
kedua tangan di depan dada sebagai penghormatan dan dia
bertanya. "Slapakah saudara yang datang berkunjung dan keperluan
apakah yang membawa saudara datang ke Siauw-Lim-Si?"
Akan tetapi pria Itu tidak membalas penghormatan murid Siauwlim-pal itu, bahkan dia memandang dengan alls berkerut, tanda
bahwa hatinya tidak merasa senang.'
"Kalian berlima tentu murid-murid Siauw-lim-pai, benarkah?"
Suaranya juga terdengar tidak ramah, bahkan agak ketus.
"Benar, kami adalah murid-murld Siauw-llm-pal." jawab lima
orang muda itu, mulal merasa penasaran melihat sikap tamu
yang tidak ramah Itu. 350 "Nah, cepat panggil Ketua Siauw-Lim-pai ke sini untuk menemul
aku! Aku Ingln bicara dengan dial"
Llma orang murld, Stauw-llm-pai Itu tentu saja mengerutkan alis
dan merasa tidak senang. Tamu ini sungguh lancang dan tidak
sopanl Masa berani mengeluarkan perintah memanggil ketua
mereka begitu saja" Memangnya siapa sih dia. Akan tetapi,
murld tertua mewakili teman-temannya karena dialah yang
bertugas sebagai kepala jaga. Dia masih dapat bersikap sabar.
"Sungguh tidak mudah untuk menghadap ketua kami. Seorang
tamu harus memberitahu nama dan alamat, apa keperluannya
agar kami dapat melapor ke dalam, kemudian tergantung
keputusan ketua kami apakah beliau dapat menerima tamu itu
menghadap atau tldak."
JILID 10 "Aku bukan tamu!" Pria itu membentak marah. "Tidak perlu
menghadap ketua kalian. Dialah yang harus keluar menemui aku
karena aku hendak menuntut dia! Hayo, kalian beritahukan
ketua kalian agar keluar menemui aku. Ketua kalian Hui Sian
Hwesio, bukan?" Murid-murid Siauw-lim-pai itu rnulai marah.
Orang ini sudah keterlaluan.
"Tidak bisa! Kami tidak blsa memenuhi permintaanmu yang
melanggar peraturan kami itu!" kata kepala jaga dengan suara
mulai ketus. "Kalian tidak blsa memanggil ketua kalian keluar" Kalau begitu,
aku akan memanggilnya sendiri!" Setelah berkata demikian, pria
itu memasuki pintu gapura dan melangkah memasuki
351 pekarangan kuil yang luas itu. Akan tetapi dengan tangkas lima
orang murid penjaga itu melompat dan menghadang
didepannya. "Maaf, sobat. Sesual dengan peraturan kami, tak seorangpun
orang luar boleh memasukl pekarangan sebelum memperoleh
persetujuan. Dan kaml tldak dapat menyetujui engkau
menyelinap masuk begltu saja tanpa memperkenalkan dlrl dan
tanpa memberi tahu keperluanmu!"
"Hemm, kalian berani melarangku" Coba hendak kulihat
bagaimana kalian dapat menghalangiku. Murld Slauw-llm-pai
sekarang memang sudah menjadi orang-orang jahat yang patut
dihajar!" Setelah berkata demlkian, orang itu melangkah maju
terus tanpa menghiraukan mereka berlima yang menghadangnya. Tentu saja lima orang murid Siauw-lim-pai itu menjadi marah
sekali, Mereka menggerakkan tangan untuk mencegah dan
menangkap orang yang tidak tahu aturan itu. Akan tetapi orang
itu menggerakkan kaki tangannya dengan cepat dan.... lima
orang murid Siauw-llm-pal itu berpelantingan roboh ke kanan
kiri, Cepat sekall gerakan kaki tangan orang Itu yang sudah
membagi-bagi tamparan dan tendangan sehingga tidak dapat
dihindarkan oleh lima orang murid Slauw-lim-pai itu. Setelah
merobohkan lima orang murid Slanw-llm-pal, dia melangkah
terus menuju ke anak tangga yang merupakan bagian terdepan
dari kuil besar. Setelah tlba dl bawah kuil, dia berhenti dan mendengar teriakanteriakan para murid yang tadl dirobohkan. Dia tidak perduli
352 berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua tangannya
bertolak plnggang dan dia berteriak. Suaranya terdengar nyaring
sekali karena dla mengerahkan khi-kang yang membuat|
suaranya melengklng. "Hui Sian Hwesio, keluarlah untuk berbicara! !"
Keadaan menjadl gempar, Para murid Siauw-lim-pai
meninggalkan pekerjaan masing-masing dan berbondong
mereka menuju ke pekarangan kuil. Akan tetapi mereka tidak
berani turun tangan dan hanya berdiri menanti perintah dari
pimpinan mereka. Tidak kurang dari empat puluh orang murid
telah berkumpul di anak tangga serambi depan dan di
pekarangan. Namun pria itu tidak tampak takut, bahkan
tersenyum mengejek dan mengulang teriakannya tadi.
Tiba-tiba muncul seorang hwesio berusia kurang lebih lima puluh
tahun dl serambi depan dan dengan langkah lebar hwesio itu
menuruni anak tangga. Para murid Siauw-lim-pai merasa lega
karena hwesio pendek gendut yang muncul ini adalah pelatih
mereka dalam ilmu silat. Hwesio ini bernama Ki Sian Hwesio,
merupakan sute (adik seperguruan) termuda dl antara para
plmplnan Slauw-llm-si, akan tetapl karena ilmu silatnya tangguh,
maka dia dipilih oleh Hui Sian Hwesio sebagai pelatih,
membantu Cu Slan Hwe-slo. Mellhat ribut-ribut Ki Sian Hweslo
cepat keluar dan klnl berhadapan dengan pria itu. Lima orang
murid yang tadi berjaga dan dirobohkan tamu aneh itu, segera
mendekati Ki Sian Hwesio dan kepala Jaga itu melapor.
353 "Suhu tamu ini tidak memperkenalkan dirinya, memaksa masuk
untuk menemui ketua dan telah merobohkan teecu (murid)
berlima." Ki Slan Hwesio mengerutkan alisnya menatap wajah pria yang
masih tampak marah itu. "Sobat, seorang tamu sepatut-nya
tunduk terhadap tata tertib pihak tuan rumah, bukan memaksa
masuk dan berterlak-teriak di sini. Siapakah engkau dan ada
keperluan apa engkau berkunjung ke Siauw-lim-pai?"
"Aku Ingin bertemu dan bicara sendiri dengan Ketua Siauw-limpai! Apakah engkau ini wakil dari ketua?" orang itu bertanya.
Ki Sian Hwesio menggeleng kepalanya. "Bukan, akan tetapi...."
"Kalau begltu pergilah dan panggil ketua atau wakil ketua kalian
untuk bi-cara denganku!" potong prla itu ketus.
"Pinceng (aku) memang bukan ketua atau wakll ketua, akan
tetapi plnceng berhak dan berkewajiban untuk atas na-ma
Siauw-lim-pai mengusir orang tidak tahu aturan yang berani
lancang mengacau dl sini!"
Sinar mata tamu itu mencorong ketika dia mendengar ucapan
ini. Dia menatap wajah hwesio yang pendek gendut itu dan
berkata, "Hemm, ingin kulihat bagaimana engkau akan mampu
mengusir aku dari tempat ini!"
Karena sudah jelas bahwa tamu ini melanggar peraturan Siauwlim-pal, bahkan telah merobohkan lima orang murid, Kl Slan
Hwesio tidak ragu-ragu lagl untuk bertlndak.
354 "Manusia sombong, sambutlah serangan pinceng ini!" bentak
hweslo gendut pendek Itu dan dla sudah menyerang dengan
dahsyatnya. Blarpun tubuhnya pendek gendut, Ki Stan Hwesio
dapat bergerak dengan cepat sekali dan pukulannya
mengandung tenaga besar. Hwesio ini lebih suka melatlh ilmu


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sllat Siauw-lim-pai aliran utara yang mengutamakan kecepatan
dan kekuatan, maka serangannya itu cepat namun dahsyat
sekali. Sambaran kepalan tangannya mendatangkan angin
bersuitan. Akan tetapi agaknya tamu yang belum juga memperkenalkan
namanya itu memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Pantas kalau
dia berani bersikap demikian kasar dan berkunjung ke Siauwlim-pai yang menjadi pusat para pendekar silat. Menghadapi
serangan Ki Sian Hwesio itu, dengan tenang namun Hncah
sekali dia mengelak ke samping dan se-lagi tangan hwesio itu
meluncur luput, dia sudah membalas dengan tamparan tangan
terbuka ke arah ubun-ubun kepala Ki Sian Hwesio yang jauh
lebih pendek itu. "Wuuuttt dukk!" Kl Sian Hwesio menangkis ke
atas dan dua lengan ber-temu dengan kuatnya. Aklbat benturan
kedua lengan ini, dua orang itupun terhuyung ke belakang. Hal
ini menunjukkan bahwa tenaga mereka seimbang.
Ki Slan Hwesio menjadi penasaran dan diapun melakukan
serangan dengan gencar dan bertubi-tubi, memainkan ilmu silat
Slauw-lim-pai yang kokoh kuat. Akan tetapi ternyata lawannya
juga lihai sekali, mampu menandinginya, bukan saja mampu
menghindarkan kakinya dari tangkapan, akan tetapi lawannya
355 bergulingan dan ketika kakinya turun kembali, tak dapat
dihindarkan lagi kakinya dapat dicengkeram! Sebelum dia
sempat meronta, de-ngan gerakan yang aneh namun kuat sekali
lawannya menggeliat, kedua- ta-ngannya disentakkan dan tiibuh
Ki Sian Hwesio terlempar beberapa meter dan jatuh (erbanting di
atas tanah. Demikian kuat bantingan itu sehingga tulang pun-dak
kirinya patah! Itu adalah ilmu gulat dari bangsa Mancu! Melihat
betapa pelatih mereka terbanting keras dan hanya dapat bangkit
duduk sambil mengeluh, para murid Siauw-lim-pai menjadi
marah dan mereka sudah siap untuk mengeroyok tamu itu. Akan
tetapi pada saat itu terdengar suara nyaring berwibawa.
"Semua murid mundur!"
Ternyata yang membentak Inl adalah Cu Sian Hwesio yang
bertubuh tinggi kurus dan bermuka hitam. Mendengar ini, para
murld tidak jadl mengepung dan melangkah mundur, memberi
ruangan ke-pada wakil ketua SiauW-lim-pal. Cu Sian Hwesio
melangkah maju turun dari anak tangga dan berdiri berhadapan
dengan tamu itu. "Omitohud!" kata Cu Sian Hwesio sambil merangkap kedua
tangan di depan dada memberi salam sembah. "Pinceng melihat
ada gerakan silat Kong-thong-pai dalam permainan sicu (orang
gagah). Selama ini tidak pernah ada permusuhan antara Siauwlim-pai dan Kongthong?pai, kenapa sicu datang membikin ribut
di sini?", "Ini adalah urusan pribadiku dengan orang Siauw-lim?pai, sama
sekali tidak ada sangkut pautnya dengan perguruan silat
manapun!" kata pria itu ketus.
356 "Omitohud, agaknya sicu marah sekali! Siapakah nama sicu
yang terhormat, dan ada urusan apakah antara sicu dengan
Siauw-lim-pai?" tanya Cu Sian Hwesio, suaranya tetap tenang
dan sabar. "Engkau siapa?" tanya orang itu, suaranya masih mengandung
kemarahan. "Aku hanya Ingin bicara dengan Ketua Siauw-limpai!"
"Ketua Siauw-llm-pat sedang bersamadhi, tidak boleh diganggu.
Pinceng adalah Cu Sian Hwesio, Wakil Ketua Siauw-lim-pai dan
semua urusan dengan Siauw-lim-pai dapat diselesaikan dengan
pinceng. Suheng Hui Sian Hwesio selaku iyKetua Siauw-lim-pai
telah menugaskan pinceng untuk menangani semua urusan
mengenai Siauw-lim-pai."
Sikap orang itu agak berubah. Dia kini mengangkat kedua
tangan membalas salam Cu Sian Hwesio dan berkata, tidak
seketus tadi. "Bagus, kalau begitu, aku boleh berurusan
denganmu. Namaku Kwee Bun To dan baru beberapa bulan
tinggal di dusun kaki bukit ini untuk mengundurkan diri dari
keramaian kota dan hidup tenteram dengan anak tunggalku,
seorang gadis. Kami memilih tinggal di kaki bukit ini karena
mengira bahwa dekat dengan Siauw-limpai, tentu kehidupan di
sini aman dan tenteram. Siapa kira justeru Siauw-lim-pai yang
telah menghancurkan kebahagiaan hidup kami dan menghancurkan kehidupan anak kami yang telah dewasa!"
Orang yang mengaku bernama Kwee Bun To Ini mengepal tinju
dan mengamang-amangkan ke atas "Aku bersumpah untuk
menangkap murid Siauw-Lim-pai itu, membelah dadanya
357 mengeluarkan jantungnya sampai hancur lebur!"
dan menginjak-injak kepalanya Para murid Siauw-lim-pai bergidik mendengar sumpah yang
mengerikan itu. Akan tetapi Cu Sian Hwesio tetap tenang dan
dia tersenyum sabar. "Omitohud! Agaknya Kwee-sicu menderita dendam saklt hati
yang teramat besar. Akan tetapi, apakah sebenarnya yang telah
terjadi dan apa hubungannya dengan murid Siauw-limpai?"
"Hemm, agaknya para pimpinan Siauw-lim-pai hanya dapat
mengajarkan siiat dan doa-doa saja, akan tetapi tidak mampu
mengawasi kelakuan para muridnya. Nah, dengarlah kalian
semua, ol-ang-orang Siauw-lim-pai! Malam tadi, seorang laki-laki
telah menyelinap masuk kamar anak perempuanku, menotoknya
kemudian memperkosanya! Dan jahanarn keparat busuk itu
adalah seorang murid Siauw-lim-pai!"
Semua orang terkejut. "Omitohud!" seru Cu Sian Hwesio. "Nanti
dulu, Kwee-sicu. Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa
dia adalah murid Siauw-lim-pai?"
"Kebetulan aku terbangun malam tadi cteo aku mendengar
gerakan orang dalam rumah. Aku keluar dari kamarku dan
sempat melihat sesosok bayangan berkelebat keluar dari kamar
anakku. Aku mengejarnya dan setelah tiba di luar, aku
menyerangnya. Kami berkelahi dan dia dapat melarikan diri
Keparat!" "Bagaimana sicu dapat mengetahui bahwa dia murid Siauw-limpai" Apakah slcu dapat mengenal mukanya?"
358 "Tidak, cuaca terlalu gelap, aku hanya dapat menduga bahwa
dia tentu seorang lakl-laki yang masih muda."
"Akan tetapl bagaimana sicu mengetahul bahwa
orang itu telah menodai anakmu?" "Aku kemudian mendapatkan anakku dalam keadaan tertotok
dan menjadi korban perkosaan. Ah, aku harus dapat
menemukan jahanam terkutuk itu!"
"Nanti dulu, Kwee-sicu. Engkau tadi menceritakan hahwa
keadaan cuaca gelap sehingga engkau ttdak dapat mengenal
mukanya. Akan tetapi bagaimana engkau dapat begitu yakin
bahwa pemerkosa itu adalah murid Siauw-lim-pai?"
"Buktinya sudah jelas! Ketika aku berkelahi dengan dia, aku
mengenal jurus-jurusnya. Jelas dia mempergunakan Jurus sllat
Lo-han-kun (Silat Orang Tua Gagah) dari Slauw-lim-pai. Tidak
salah lagi! Aku berani bersumpah!"
"Omitohud, urusan ini menjadl amat ruwet dan sulit. Kalau
engkau tldak mengenal mukanya, lalu bagaimana pinceng dapat
menerima tuduhanmu bahwa dia itu murid Siauw-lim-pai" Bukti
ilmu silat itu sama sekali tidak kuat, sicu. Semua orang, biarpun
bukan murid resmi Siauw?lim-pai, dapat saJa mempelajarinya."
"Tidak, aku yakin dia murid di sini. Pertama, jurus silatnya tadi.
Ke dua, bukankah Siauwlim-si yang paling dekat dengan dusun
kami" Karena itu, aku sengaja datang ke sini untuk menuntut
kepada ketua atau kepadamu sebagai wakil ketua, untuk
359 menangkap dan menyerahkan muridmu yang Jahanam itu
kepadaku! "Akan tetapi bagaimana plnceng dapat menangkap orangnya
kalau pinceng tidak tahu siapa orang itu" Rasanya tidak
mungkin menangkapnya karena engkau tidak memberi tandatanda tertentu dari orang itu. Kami tidak dapat memenuhi
permintaanmu itu, Kwee-sicu.
Permintaanmu itu tidak masuk akal. Kami tak mungkin
melakukan penangkapan atau tuduhan kepada murid-murid
kami sendiri tanpa adanya bukti yang nyata."
"Hemm, kalau begitu, terpaksa aku akan melakukan pembalasan
dengan cara-ku sendiri. Sebulan sekali aku akan membunuh
seorang murid Siauw-lim-pai dan aku baru berhenti kalau Siauwlim-pai sudah menyerahkan jahanam keparat ter-kutuk itu
kepadakui" "Omitohud! Engkau saitta sekall tidak boleh melakukan hal itu,
sicu! Itu kejam dan tidak adil namanya dan pinceng pasti akan
mencegahya!" seru Cu Sian Hwe-sio.
"Bagus engkau hendak melindungi dan membela Jahanam
busuk itui' Jangan dikira aku takut kepadamu, Cu Sian Hwe-sio!"
Kwee Bun To bersikap siap untuk bertandlng.
Pada saat itu, seorang pemuda menghampiri Cu Sian Hwesio
dan memberi hormat kepada hwesio bermuka hltam tinggi kurus
itu. "Susiok!" 360 Cu Sian Hwesio memandang. Pemuda itu berusia kurang lebih
dua puluh lima tahun, wajahnya bulat dengan kulit muka putih
bersih, alisnya tebal hitann. Seorang pemuda bertubuh sedang
tegap yang berslkap lembut dan wajahnya tampan gagah.
Sepasang matanya tajam dan mulutnya selalu dihias senyum
ramah. "Ah, kiranya engkau, Cia Song!" seru Cu Sian Hwesio gembira.
Cia Song adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang berbakat
dan yang dulu dilatih oleh Hul Sian Hwesio sendiri sehingga
tingkat kepandaiannya lebih tinggi daripada murid-murid lain.
"Tunggulah dulu, pinceng hendak menyelesaikan urusan dengan
Kwee-sicu ini." "Teecu (murid) sudah mendengar semua yang
dipertengkarkantadi, susiok (pa-man guru). Perkenankanlah teecu mewakili susiok dan Siauw-lim-pai untuk
menghadapi Kwee-kauwsu (guru silat Kwee) ini.
Cu Sian mengangguk. Dia memang segan untuk berurusan
dengan seorang yang sedang dimabok dendam dan kemarahan
itu dan dia mengenal Cia Song sebagai seorang pemuda yang
pandai dan bijaksana sehingga suhengnya, yaitu Ketua Siauwlim-pai Hui Sian Hwesio sering memuji-muji muridnya itu. Dia
mengangguk-angguk lalu mundur beberapa langkah, membiarkan Cia Song mewakilinya.
Pemuda itu kini dengan tenang talu berdiri menghadapi Kwee
Bun To, ditonton oleh semua murid Siauw-lim-pai yang
mengenal pemuda yang mereka kagumi sebagal seorang jagoan
361 muda Siauw-lim-pal itu. Kwee Bun To juga memandang penuh
perhatian. Pemuda Itu tampan gagah, slkapnya tenang dan
lembut, wajahnya ramah, pakaiannya tidak terlalu mewah namun
bersih sekali dan rapi, sepatunya dari kulit hitam mengkilap dan
dipunggungnya tergantung pedang beronce merah.
Cia Song memberl hormat dengan merangkap tangan di depan
dada. "Kwee-kauwsu, saya harap engkau suka bersikap tenang
dan sabar, karena hanya dengan sikap seperti itu persoalan
dapat diselesaikan dengan baik."
Kwee Bun To mengerutkah alisnya. Baru beberapa bulan dia
pindah ke dusun di kaki bukit, dusun yang menjadi tempat
asalnya. Tadinya dia memang seorang guru silat yang cukup
terkenal di wilayah utara. Akan tetapi, ketika wilayah Cina Utara
dikuasai oleh bangsa Yucen yang mendirikan Kerajaan Kin,
sedangkan Kerajaan Sung terpaksa pindah ke sebelah selatan
Sungal Yang-ce, guru silat Kwe Bun To terpaksa membubarkan
perguruannya. Dia tldak mau tunduk kepada bangsa Yucen dan
melarlkan diri. Dalam pelarlan yang dilakukan bersama isteri dan
anak tunggalnya itu, isterinya meninggal dunia karena menderita
kaget dan sakit berat. Akhlrnya dia tinggal di dusun di kaki bukit
itu, berdua dengan Bi Hwa, puterinya yang sudah berusla tujuh
belas tahun. Tak pernah dia mem-perkenalkan diri sebagai guru
silat, akan tetapi bagaimana pemuda ini dapat menyebutnya
kauw-su (guru silat)"
"Bagaimana engkau tahu bahwa aku adalah seorang guru silat"
Siapakah engkau, orang muda?" tanya Kwee Bun To sambil
memandang tajam penuh selidik.
362 Cia Song tersenyum ramah. "Nama saya Cia Song dan sebagai
seorang mu-rid Siauw-lim-pai, saya merasa berkewa-jiban untuk
mewakill suhu, susiok dan semua saudara di Siauw-lim-pai
untuk membereskan persoalan ini denganmu, Kwee-kauwsu.
Selama ini saya rnerantau ke wilayah utara dan mendengar
banyak hal, juga tentang Pek-eng Bu-koan (Perguruan Silat
Garuda Putih) yang anda pimpin di kota raja akan tetapi terpaksa dibubarkan setelah bangsa Yucen menguasai daerah utara."
"Hemm, engkau mengetahui banyak hal. Akan tetapi, apa yang
dapat kau lakukan mengenai persoalanku ini, sedangkan para
plmpinan Slauw-lim-pai sendiri agaknya tidak mampu
memecahkannya" Keluargaku telah tertimpa malapetaka dan
aku hanya menghendaki agar Siauw-Lim-pai menyerahkan
jahanam terkutuk itu. Kalau hal itu tidak dapat dilakukan
terpaksa aku akan melakukan pembalasan dengan caraku
sendiri, yaitu setiap bulan aku akan membunuh seorang murid
Siauw-lim-pal untuk melampiaskan dendam keluargaku!"
"Kwee-kauwsu, saya harap anda da-pat menyabarhan dan
menenangkan hati, tidak menuruti nafsu amarah karena dendam
yang membakar hati. Jalan yang anda tempuh itu hanya akan
memperbebar dendam mendendam dan permusuhan yarig tldak
akan menguntungkan kedua pihak. Ketahuilah, Kwee-kauwsu,
para murid Siauw-lim-pai adalah orang-orang yang digembleng
lahir batinnya, kiranya tidak mungkin melakukan hal serendah
itu. Lebih besar lagi kemungkinannya bahwa pelakunya adalah
orang yang memusuhi Siauw-lim-pai. Dia telah nrempelajari Lohan-kun dan mengunakan itu untuk mengadu domba antara
Siauw-limpal dan anda, Juga untuk merusak nama baik Siauwlim-pai. Karena itu, saya mempunyai usul yang jauh lebih baik
363 daripada apa yang hendak anda lakukan sebagai balas dendam
itu.," Sikap sopan dan ucapan yang ramah lembut itu agak


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendinginkan hati Kwee Bun To yang dibakar api keirtarahan.
"Hemm, orang muda, usul apakah yang hendak kauaampalkan
kepadaku?" "Begini, Kwee-kauwsu. Aku berjanji akan mencari pemerkosa itu
sampai dapat kubekuk batang lehernya!
Kalau aku berjanji untuk menangkap dan menyeret orang itu
kepadamu, maukah engkau membatalkan ancamanmu untuk
membunuhi para murid Siauw-lim-pai itu?"
"Hemm, Cia Song, jawabanmu ini ja-E uh lebih baik daripada
jawaban mereka tadi. Setidaknya engkau berjanji untuk
menangkap jahanam itu, tidak perduli itu murid Siauw-limpai
atau bukan. Baik, aku memberi waktu satu bulan kepadamu.
Kalau dalam waktu sebulan engkau belum mampu menyerahkan
jahanam itu, terpaksa aku menggunakan caraku sendiri untuk
mernbalas dendaml" "Baik, Kwee-kauwau. Akan tetapi untuk mencari pemerkosa itu,
saya harus bisa mendapatkan keterangan dan penjelasan dari
puterimu tentang orang itu setidaknya ciri-ciri yang dapal
diceritakan puterimu agar mudah bagiku untuk mencari
orangnya." "Baik, hal itu mudah diilakukan. Akan tetapi aku masih belum
yakin engkau akan mampu menangkap jahanam itu sebelum
menguji kemampuanmu. Karena itu, terimalah seranganku sekali
364 saja. Kalau engkau mampu menahan, baru aku dapat menerima
usulmu. Beranikah engkau menyambut seranganku?"
Cia Song tersenyum. "Kalau itu yang anda kehendaki, silakan,
Kwee-kauwsu. Saya siap menyambut pukulannlu."
"Cia Song berhati-hatilaht" Seru Cu Sian Hwesio khawatir. Akan
tetapi murid keponakannya itu menoleh sambil tersenyum
kepadanya. "Susiok, teecu hendak membantu Kwee-kauwsu, tentu dia tidak
ingin mencelakai teecu."'
"Cia Song, bersiaplah dari sambut seranganku ini!" Kwee Bun
To membentak nyaring. Cia Song cepat menghadapinya dan
melihat guru silat itu, menyerangnye dengan dorongan kedua
telapak tangan, diapun cepat menekuk kedua lututnya dan
membuat gerakan serupa, yaitu rnendorongkan kedua telapak
tangannya ke depan untuk menyambut serangan jarak jauh yang
mengandung hawa pukulan dahsyat itu.
"Wuuuuttt.... blarr'r !" Dua hawa pukulan yang
dahsyat dan kuat bertemu di antara mereka dan Kwee Bun To
terdorong mundur sampai tiga langkah! Dia terkejut sekali.
Biarpun dla tadl tidak ingin membunuh pemuda yang bermaksud
membantunya itu, namun dia telah mengerahkan tiga perempat
bagian tenaganya, dan ternyata pemuda itu mampu
mendorongnya sampai tiga langkah. Hal ini saja sudah
membuktikan bahwa tena-ga saktl pemuda itu lebih kuat
darlpada tenaga Ki Sian Hweslo yang tadi bertanding
melawannya. Hal ini menimbulkan kepercayaan dalam hatinya.
365 Siapa tahu, mungkin pemuda ini yang akan mampu menangkap
jahanam yang telah memperkosa puterinya.
"Cia Song, aku menanti kunjunganmu untuk mendengar
keterangan dari anakku. Cu Sian H.vesio, sampaikan
pernyataan maafku kepada Ketua Siauw-lim-pai atas
gangguanku yang terpaksa kulakukan ini." Setelah berkata
begitu, guru silat yang menderita pukulan batin hebat itu lalu
memutar tubuhnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat.
"Omitohud!" Cu Sian Hwesio berseru. "Orang yang sedang
penuh duka dan kemarahan, ditekan dendam sakit hati yang
hebat seperti dia, menggelapkan semua pertimbangan dan dia
dapat menjadi orang yang berbahaya sekali! Untung engkau
dapat meredakan kemarahannya dan menanamkan kepercayaan dalam hatinya. Cia Song. Mari, mari kuhadapkan
engkau kepada suheng Hui Sian Hwesio."
"Baik.'susiok."
Akan tetapi baru saja kedua orangitu melangkah hendak
memasuki kuil, dua orang rnurid Siauw-Iim-pai yang tadi
melakukan penjagaan di pintu gerbang, datang berlari-lari dan
melapor kepada Cu Sian Hwesio bahwa ada seorang tamu
hendak menghadap Ketua Siauwlim-pai.
"Ehh" Siapa lagi yang akan menghadap ketua?" tanya Cu Sian
Hwesio dengan heran. "Tamu yang ini mematuhi aturan, suhu. Dia masih muda,
mengaku bernama Souw Thian Liong dan dia adalah murid dan
366 utusan Tiong Lee Cin-jin mohon menghadap ketua karena
membawa pesan penting dari Tiong Lee Cin-jin."
Wajah yang berkulit hitam itu berse-ri dan sepasang
rnata itu bersinar-sinar. "Tiong Lee Cinjin" Omitohud !
Kalau dia murid manusia bijaksana itu, tentu saja suheng Hui
Sian Hwesio mau menerimanya! Persilakan dia masuk dan
sekalian akan pinceng hadapkan suheng bersama Cia Song."
Dua orang murid itu berlari menuju ke luar dan tak lama
kemudian mereka mengantar Thian Liong ke depan Cu Sian
Hwesio. WakUketuaini mengamat?" orang muda yang datang
dan memberi hormat kepadanya. Seorang pemuda yang usianya
kurang lebih dua puluh tahun, bertubuh sedang dan berwajah
tampan dengan kulit putih bersih. Mata pemuda itu mencorong
namun bersinar lembut, hidungnya mancung, mulutnya selalu
menyungging senyum. Pakaiannya sederhana dan dia
menggendong sebuah buntalan pakaian. Pemuda ini mirip Cia
Song, pikir Cu Sian Hwesio, hanya lebih muda.
"Locianpwe, mohon maaf sebesarnya kalau kedatangan saya
mengganggu ketenteraman di sini. Kalau tidak membawa
perintah suhu, sungguh saya tidak berani mengganggu tempat
suci ini." Cu Sian Hwesio merangkap kedua tangan di depan dada dan
tersenyum. "Omi tohud!" Dia berseru. Pinceng merasa
berbahagia sekali. Siauw-lim-pai telah mendapat kehormatan
besar menerima kunjungan murid atau utusan yang mulia Tiong
Lee Cin-jin! Mari, Souw-taihiap (pendekar besar Souw), mari
367 pinceng antarkan engkau menghadap suheng Hui Sian Hwesio
ketua Siauw-lim-pai."
"Mari, Souw-siauwte (Saudara Muda Souw), kita menghadap
suhu. Kebetulan sekali saya iuga hendak menghadap beliau dan
kita dapat bersama-sama menghadap suhu. Perkenalkan,
saudara Souw Thian Liong, saya bernama Cia Song, seorang di
antara murid-murid Suhu Hui Sian Hwesio."
Sikap yang ramah terbuka itu menye-hangkan hati Thian Liong
dan dia merangkap kedua tangan di depan dada dengan hormat.
Pemuda itu menyebutnya saudara muda, dan memang pemuda
tampan gagah murid ketua Siauw-lim-pai itu! tentu beberapa
tahun lebih tua darinya. "Saya senang sekali dapat berkenalanj denganmu Cia-twako
(kakak Cia), dan saya merasa terhormat sekali akan dapat
menghadap locianpwe Hui Sian Hwesio."
"Marilah, Souw-taihiap dan Cia Song. Biarpun suheng Hui Sian
Hwesio jarang sekali mau bertemu dengan orang lain, akan
tetapi pinceng yakin bahya sekali ini dia akan suka sekali untuk
bertemu dengan kalian." kata Cu Sian Hwesio. Mereka bertiga
memasuki kompleks bangunan Siauw-Lim-pai yang luas dan
setelah tiba di sebuah ruangan tertutup yang sunyi, di mana
tidak tampak seorangpun hwesio, Cu Sian Hwesio merangkap
kedua tangan di depan dada, berdiri agak mem-bungkuk dengan
hormat di luar pintu ia-lu berkata dengan nada suara lembut.
"Suheng yang mulia, perkenankanlah pinceng menghadapkan
murid Cia Song dan talhiap Souw Thlan Liong murid atau utusan
yang mulia Tiong Lee Cin-jin kepada suheng!"
368 Sunyi menyambut ucapan Cu Sian Hwesio itu. Kemudian
terdengar jawaban suara yang lembut sekali dari dalam, namun
suara lembut Itu terdengar oleh Thlan Liong seolah ada orang
berblsik di dekat telinganya. Dengan kagum dia mengerti bahwa
suara itu dibawa tenaga dalam yang amat kuat, menembus
segala apa yang menghalang di depan.
"Omltohud! Mimpi apa plnceng semalam sehingga yang mulia
Tiong Lee Cin-Jin mengutus murldnya datang ke slni?"
Belum habis kalimat itu terucapkan, daun pintu itupun bergerak
sepertl terbuka dari dalam. Akan tetapi Thian Liong tldak melihat
adanya orang yang membuka daun pintu itu dan hembusan
angin lembut namun kiiat terasa olehnya. Tahulah dla bahwa
pintu itu dibuka dengan dorongan angin itu dari jauh. Dan ketika
dia memandang ke dalam ruangan itu, jauh di tehgah ruangan
yang luas itu tampak duduk seorang hWesio. Usianya sekitar
enam puluh tahun lebih, sedikitnya enam puluh lima tahun,
tubuhnya gemuk tinggi besar seperti tubuh Arca Ji-lai?hud,
mukanya bulat penuh senyum cerah dan alisnya tebal, matanya
bersinar lembut. Hwesio itu duduk bersi-la di atas dipan kayu.
Agaknya hwesio itu tadi membuka daun pintu dengan dorongan
tangan yang menimbulkan angin lembut yang kuat. Hal ini saja
membuktikan betapa tinggi ilmu kepandaian hwe-sio itu yang
sudah mampu mengatur tenaga saktinya sedemikian rupa
seolah tenaga saktinya itu merupakan sebagian anggota
tubuhnya yang dapat melakukan apa-apa dari jarak jauh.
"Silakan masuk, Souw-taihiap dan kalian juga, Cia Song dan Cu
Sian Hwe-sio." kata hwesio tua itu sambil menggapai dengan
tangan kanannya. 369 Tiba-tiba Thian Liong menjatuhkan diri berlutut menghadap ke
arah hwesio tua yang dia yakin tentu Hui Sian Hwe-sio adanya.
Tadi ketika Cu Sian Hwesio menyebutnya taihiap (pendekar
besar), walaupun hatinya merasa tak enak, dia menerima saja.
Akan tetapi ketika ketua Siauw-lim-pai menyebutnya demikian,
dia merasa berat sekali untuk menerimanya, maka dia segera
menjatuhkan diri berlutut.
"Harap iocianpwe sudi memaafkan teecu (murid). Sungguh
teecu tidak berani menerima sebutan taihiap dari locianpwe.
Nama teecu Souw Thian Liong dan teecu akan merasa senang
sekali kalau locianpwe menyebut naroa teecu begitu saja.
Hwesio tua itu tertawa lembut dan mengelus jenggotnya yang
menutupi le-hernya. Dia tidak berkumis dan gundul, akan tetapi
jenggotnya yang sudah, berwarna dua itu cukup panjang.
"Omitohud! Yang mulia Tlong Lee Cin-jin telah memberi
bimbingan luar dalam kepadamu, membuat pinceng merasa
kagum sekali. Bangkit dan masuklah Thian Lioug dan jangan
banyak sungkan. Sebagai murid yang mulia Tiong Lee Cin-jin,
engkau patut kami anggap sebagai golongan sendiri."
"Terima kasih, locianpwe." kata Thian Liong dan diapun
mengikuti Cu Sian Hwe-sio dan Cia Song memasuki ruangan itu.
Setelah berhadapan dengan hwesio itu, Hwesio berdiri di
pinggiran sedangkan dua orang muda itu langsung berlutut di
depan Hui Sian Hwesio. Hul Slan Hweslp memandang kepada dua orang pemuda yang
berlutut sambll menundukkan muka mereka Itu dan
370 mengangguk-angguk sambil jenggotnya dengan tangan kiri.
tersenyuin dan mengelus "Cia Song coba angkat mukamu dan pandang pinceng!
perintahnya dengan suara lembut. Cia Song menurut,
mengangkat mukanya dan menatap wajah suhunya, bertemu
pandang mata sejenak lalu dia menunduk kembali.
"Omitohud! Bagus sekali, engkau telah mendapatkan banyak
sekali kemajuan, hanya saja engkau harus banyak mengurangi
kekerasan hatimu dengan banyak melakukan latihan siulian
(samadhi) dan pengendalian nafsu."
"Baik, suhu. Teecu menaati perintah" suhu." jawab Cia Song
lirih. "Sudah bertahun-tahun engkau pergi berkelana. Sekarang
datang ke Siauw-lim-si (kuil Siauwlim) membawa keperluan
penting apakah?" "Teecu merasa rindu kepada Siauw-lim-si, kepada suhu, para
su-siok (paman guru) dan semua saudara, maka teecu sengaja
datang berkunjung, suhu." jawab Cia Song dengan hormat.
"Maaf, suheng. Pinceng ingin menyampaikan laporan tentang
jasa murid Cia Song yang telah menyelamatkan Siauw-lim-pai
dari keributan yang baru saja terjadi." kata Cu Sian Hwesio.
"Keributan" Apakah yang telah terjadi, sute (adik seperguruan)?"
"Baru saja kita kedatangan seorang guru silat dari Pek-eng Bukoan bernama Kwee Bun To. Dia marah-marah dan menuntut
371 agar kita menyerahkan seorang murid Siauw-lim-pai yang
katanya telah memperkosa seorang puterinya."
"Omitohud! Semoga Tuhan mengampuni kita! Siapakah murid
Siauw-lim-pai yang melakukan perbuatan hina itu, sute?"
"Kauwsu (guru silat) Kwee Bun To itu tidak mengetahui siapa
orangnya." "Hemm, kalau begitu bagaimana dla dapat mengatakan bahwa
pelakunya adalah murid Siauw-lim?"
"Menurut ceritanya, malam itu puterinya diperkosa orang dan dia
bertemu dengan pelakunya. Di malam gelap itu dia menyerang
dan orang muda yang melakukannya itu melawannya dengan
menggunakan ilmu silat Lo-han-kun yang dikenalnya. Maka dia
mengatakan dengan pasti bahwa pelakunya adalah murid
Siiauw-lim-pai." "Omitohud! Bagaimana dapat terjadi hal seperti ini" Lalu
bagaimana sute?" "Dia menuntut agar kita menyerahkan pelaku itu, kalau tidak dia
akan membunuhi murid Siauw-lim-pai satu demi satu. Hampir
saja pinceng sendiri bertanding dengan dia, akan tetapi lalu
muncul murid Cia Song yang melerai dan menyabarkan Kwee
Bun To. Cia Song menjanjikan kepadanya bahwa dia akan
menangkap pelaku perkosaan itu dalam waktu satu bulan. Kwee
Bun To menerima janji itu dan mengundurkan diri sehingga
Siauw-lim-pai terhindar dari keributan."
372 Hui Sian Hwesio mengangguk-angguk dan memandang kepada
muridnya. "Cia Song, engkau berjanji kepada Kwee-kauwsu
untuk menangkap pelaku itu dalam sebulan, apakah engkau
mengetahui siapa pelakunya?"
"Teecu belum mengetahuinya, suhu."
"Hemm, kalau begitu, bagaimana engkau berani berjanji hendak


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkapnya?" "Akan teecu selidiki sampai teecu berhasil
menangkapnya." "Apakah engkau percaya bahwa pelakunya adalali seorang
murid Siauw-lim-pai?"
"Teecu tidak percaya. Mungkin saja orang lain yang sengaja
menggunakan ilmu silat Lo-hankun untuk menyembunyikan diri
dan menjatuhkan kesalahan kepada Siauw-lim-pai. Teecu akan
menyelidikinya, suhu."
"Omitohud! Sikapmu itu memang baik sekali dan telah
menyelamatkan Siauw-lim-si dari keributan dan permusuhan.
Akan tetapi juga merupakan tindakan yang gegabah! Seorang
laki-laki sekali berJanJi harus dipenuhi dan engkau su-dah
berjanji akan menangkap pelaku itu, maka janji itu harus kau
penuhi! Bagai-mana kalau sampai sebulan engkau be-lum dapat
menemukan pelaku kejahatan itu?"
"Kalau sampai teecu gagal, teecu akan mempertanggungjawabkan kepada kauwsu Kwe Bun To, suhu."
"Bagus, bagus sekali! Seorang laki-laki harus memenuhi janjinya
dan harus berani mempertanggung-jawabkan semua 373 .tindakannya! Engkau pantas menjadi seorang murid Slauw-linipai." Hui Sla Hwesio niemuji, mengangguk-angguk dan
mengelus jenggotnya, lalu memandang kepada Thian Liong.
Diam-diam dia merasa bangga dan girang karena utusan Tiong
Lee Cin-jin mendengarkan semua percakapannya depgan Cia
Song. Sungguh membanggakan hati kalau Tiong Lee Cin-jin
mendengar akan kegagahan murid Siauw-limpai!
"Souw Thian Liong, sekarang pinceng beralih kepadamu.
Engkau sebagai murid Tiong Lee Cin-jin diutus berkunjung ke
Siauw-lim-si membawa berita penting apakah" Ada petunjuk
apakah dari guru?" Thlan Liong memberl Hormat sambll berlutut. "Loclnpwe, teecu
diutus oleh suhu untuk pertama-tama menyampaikan salam
hormat suhu kepada locianpwe."
"Omitohud! Tiong Lee Cin-jin yang terhormat sungguh biJaksana
dan baik hati. Salamnya pinceng terima dengan rasa bahagia
dan kelak kalau engkau bertemu dengan beliau, sampaikan
salam dan hormat plnceng yang mendalam untuk beliau."
"Teecu akan menyampaikan pesan lo-cianpwe. Dan tugas teecu
yang kedua adalah untuk menyerahkan sebuah kitab yang
ditemukan suhu di dalam perjalanannya ke barat yang menurut
suhu kitab itu adalah hak milik Siauw-lim-pai." Setelah berkata
demikian, Thian Liong mengeluarkan kitab Sam-jong Cin-keng
yang tua itu dan dengan kedua tangan dia menyerahkannya
kepada Hui Sian Hwesio. Hwesio tua itu nienerima kitab itu, membuka-buka lembarannya
dan membelalakkan matanya seolah tidak percaya akan apa
374 yang dilihatnya, lalu meletakkan kitab di atas pahanya dan dia
merangkap kedua tangan depan
dada. "Omitohud ! Seperti dalam mimpi saja rasanya
saat ini pinceng dapat memegang kitab Sam-jong Cin-keng yang
sudah hilang puluhan tahun ini! Sungguh luar biasa sekali
kebijaksanaan yang mulia Tiong Lee Cin-jin. Setelah
menemukan kitab ini, dia masih bersusah payah mengutus
muridnya untuk mengembalikannya kepada kami! Bukan main!
Mana mungkin di dunia ini ada seorapg yang demikian jujur dan
mulia seperti dta" Tidak, ini tidak mungkin! Dia yang
menemukan setelah puluhan tahun Siauwlim-pai hilang harapan
dan tidak mencari lagi, maka dialah yang berhak atas kitab ini!"
"Akan tetapi, suheng! Kitab Sam-jong-cih-keng adalah sebuah
kitab pusaka Siauw-lim-pai, menjadi hak milik kita sepenuhnya!"
seru Cu Sian Hwesio. "Maafkan teecu, suhu. Teecli kira sudah sepatutnya kalau yang
rnulia Tiong Lee Cin-jln mengembalikan kitab Sam-jong-cinkeng, itu kepada Siauw-lim-pai. Kalau teecu sendiri menemukan
kitab milik perguruan lain, tentu juga akan teecu kembalikan
kepada perguruan yang berhak. Teecu yakin bahwa kalau suhu
memberlkan kitab Sam-jong-cln-keng itu kepada yang mulla
Tlong Lee Cln-jln, sudah pastl beliau akan menolaknya."
Biarpun sute dan muridnya mengemukakan pendirian mereka
yang pantas dan kuat, namun Hui Sian Hwesio tetap mengambll
kltab Itu dan menyerahkan kepada Thian Liong sambil berkata.
375 "Souw Thlan Llong, terimalah kitab inl dan katakan kepada
gurumu bahwa plnceng memberikan kitab ini kepadanya, karena
plnceng menganggap dlalah yang berhak memlllkinya."
Thian Liong tidak berani menerimanya, cepat memberi hormat
dan berkata, "Maafkan teecu, locianpwe. Teecu pikir apa yang
dikatakan locianpwe Cu Sian Hwe-sio dan twako Cia Song tadi
benar dan tepat, Kitab ini dahulu adalah milik Siauw-lim-pai dan
sampai sekarangpun menjadi hal millk Slauw-lim-pai, maka
teecu harap sudllah klranya locianpwe suka menerimanya."
"Omitohud, pinceng selalu bertindak menurutkan naluri hati
nurani. Sekarang begini saja, Souw Thian Liong. Pinceng
melihat kenyataan bahwa engkau seorang murid yang amat baik
dari Tiong Lee Cin-jin. Kita ambil jalan tengah saja. Pinceng mau
menerima kitab ini sebagal hadiah dari Tiong Lee Cin-jin, akan
tetapi karena Tiong Lee Cin-jin sebagai penemunya juga berhak
maka pinceng akan mengajarkan ilmu yang terkandung dalam
kitab ini kepadamu sebagai ganti murid Tiong Lee Cin-jin. Kalau
begitu, barulah enak rasa, hati pinceng terhadap Tiong Lee Cinjin."
Thian Liong terkejut sekali. "Akan tetapi.... teecu tidak berhak
dan tidak berani menerimanya, locianpwe...."
"Hemm, kalau engkau tidak mau menerima pelajaran ilmu dari
kitab Sam-jong-cin-keng ini, terpaksa pinceng juga tidak mau
menerimanya dan bawalah kembali kitab ini kepada gurumu.
Pinceng tidak ingin disebut orang yang mau enaknya sendiri,
tidak mengeluarkan setetespun keringat namun menikmati hasilnya. Nah, bawalah kitab itu dan pergilah!"
376 Thian Liong menjadi bingung. Dia masih belum menerima kitab
itu. "Aduh, locianpwe, teecu menjadi bingung dan tldak tahu
harus berbuat apa. Kalau teecu harus membawa kembali kitab
ini tentu suhu merasa tldak senang. Seballknya kalau teeeu
menerima usul locianpwe, sungguh teecu merasa tidak enak
kepada semua murid Siauw-lim-pai."
"Omitohud, engkau terlalu halus budi dan sungkan,
Thian Liong. Tidak ada perasaan tidak enak kalau engkau sudah
pinceng terima sebagai muridku! Siapa yang akan
menyalahkanmu kalau sebagai murid pinceng engkau
mempelajari ilmu yang menjadi pusaka Siauw-lim?pai"
Ataukah.... engkau menganggap pinceng tidak pantas menj'adi
gurumu ke dua se-telah gurumu Tiong Lee Cin-jin?"
Diam-diam Thian Liong" merasa girang sekali. Dari gurunya dia
sudah mendengar bahwa ketua Siauw-lim-pai ini adalah seorang
yang memiliki kesaktian, maka alangkah beruntungnya kalau dia
diterima menjadi murid dan akan diberi pelajaran dari kitab
pusaka Sam-jong-cin?keng ttu. Akan tetapi yang membu-at dia
meragu adalah kalau-kalau dia a-kan dlharuskan tlnggal terlalu
lama dl Kull Siauw Lim. "Terima kasih atas kemurahan hatl suhu," katanya, tanpa raguragu menyebut suhu kepada hwesio tua itu. "Akan tetapi, teecu
telah mendapatkan tugas dari suhu Tiong Lee Cin-jin untuk
membela Kerajaan Sung dan menentang kekuasaan menteri
jahat yang mengacaukan negara. Kalau teecu harus menjadi
murid dan tinggal lama di Siauw-lim-si, bagaimana teecu akan
dapat melaksanakan tugas itu?"
377 "Omitohud! Jalan pikiran Tiong Lee Cin-jin ternyata tidak
berbeda dengan jalan pikiran pinceng. Yang dia maksudkan
tentu agar engkau menentang kekuasaan Perdana Menteri Chin
Kui, bukan" Jangan khawatir, Thian Liong. Pinceng berjanji
hanya akan mengajarkan isi kitab yang ditemukan kembali oleh
gurumu pertama ini dan mengingat bahwa, engkau tentu telah
memiliki dasar yang amat kuat, maka pinceng yakin bahwa
dalam beberapa bulan saja engkau tentu akan mampu
menguasainya dengan baik."
Demikianlah, mulai hari itu Thian Liong tlnggal dl kull Siauw-lim
dan dl bawah blmbingan Hui Sian Hwesio sendiri dia
mempelajarl dan berlatlh ilmu silat berdasarkan kltab pusaka
San-jong Cin-keng yang menurut dongeng diciptakan sendiri
oleh Ji-lai-hud! Sementara itu, Cia Song yang memiliki tugas
berat untuk rnenangkap pemerkosa puteri Kwee Bun To seperti
yang sudah dia janjikan, juga meninggalkan kuil untuk
melaksanakan tugasnya. Sebulan lewat dengan cepatnya dan Thian Liong mendapat
kenyataan yang iuar biasa dan menyenangkan hatinya. Setelah
berlatih siu-lian (bersamadhi) dan pernapasan menurut ilmu
yang diajarkan Hui Sian Hwesio menurut Kitab Sam-jong Cinkeng, dia merasa bahwa tenaga dalam yang sudah dikuasainya
dan berpusat di bawah pusar itu kini menjadi bertambah kuat.
Ilmu silat yang terkandung dalam kitab itu hanya ada delapan
jurus pokok. Akan tetapi delapan Jurus pokok ini mengandung
tenaga saktl yang amat dahsyat dan juga memungklnkan
perkembangan menurut bakat yang menguasai.
378 Pada suatu malam, Thlan Llong rebah di etas pembaringan
dalam kamarnya dl kuil itu. Seperti biasa, waktu malam Itu dia
membaca Kltab Sam-j ong- Cln?keng dan melatlh siu-lian
karena dl waktu siang dia berlatlh gerakan silat di bawah
bimbingan Hui Sian Hweslo. Setelah merasa lelah dan
mengantuk, dla menyimpan kitab itu dalam sebuah almarl yang
terdapat di sudut kamarnya dan diapun merebahkan dlrlnya ke
atas pembaringan untuk tidur.
Menjelang tengah malam keadaan kull itu sunyl sekali. Semua
hweslo sudah tldur. Sesosok bayangan hltam yang gerakannya
llncah dan ringan sekali dengan mudahnya karena dia
menggunakan tenaga sin-kang yang amat kuat, membuka
jendela kamar Thian Liong tanpa menimbulkan suara sedikitpun.
Dia melompat ke dalam kamar melalui jendela yang terbuka itu
dan gerakannya benar-benar ringan seperti seekor kucing
melompat sehingga ketlka kedua kakinya hlnggap di atas lantai
kamar yang gelap itu, tidak terdengar suara sedlkitpun. Dia lalu
bergerak ke depan, perlahan-lahan dan hati-hati sekali, dalam
kegelapan itu dia menghampiri almari dan membukanya.
Dengan meraba-raba dia dapat menemukan Kitab Sam-jong
Cinkeng dan cepat meninggalkan kamar melalui jendela yang
terbuka. Akan tetapi karena tergesa-gesa kakinya melanggar
kaki meja sehingga terdengar sedikit suara berderit. Secepat
burung terbang, tubuhnya sudah melayang melalui jendela.
Sedikit suara itu cukup untuk membangunkan Thian Liong.
Nalurinya yang kuat dan peka membuat Thian Liong menyadari
bahwa ada hal tidak wajar terjadi dalam kamarnya. Dia
menengok dan melihat bayangan berkelebat keluar dari jendela
yang terbuka. Otomatis seluruh syaraf dalam tubuh Thian Liong
379 bekerja. Seketika dia tahu bahwa ada orang memasuki
kamarnya dan diapun segera dapat menduga bahwa orang itu
tentu mencuri Kitab Sam-jong Cln-keng. Kalau bukan kitab itu
yang dlcuri, apa lagi" dia segera menyambar Thian-liong?kiam
yang diselipkan di bawah bantal, lalu sekali melompat tubuhnya
sudah melayang keluar jendela melakukan pengejaran sambil
menyelipkan pedang di ikat pinggangnya.
Dalam keremangan sinar lembut jutaan bintang di langit hitam
Thian Liong melihat sosok bayangan itu di atas genteng kuil
besar. Diapun melompat dan mengejar. Dia mengerahkan
seluruh gin-kangnya (ilmu meringankan tubuhnya) dan berhasil
mendahului dan menghadang orang yang berpakaian serba
hitam dan mukanya memakai kedok hitam itu. Hanya sepasang
matanya saja yang tampak melalui lubang pada kedok,
sepasang niata yang bersinar tajam. Diapun melihat bahwa
pencuri berkedok hitam itu membawa sebuah kitab di tangan
kirinya. Biarpun cuaca remang-remang Thian Liong tehu benar
bahwa kitab itu bukan laln adalah Kltab Sam-jong Cln-keng yang
sedang dipelajarlnya di bawah plmpinan Hul Sian Hwesio.
"Pencuri! Kembalikan kitab itu!" Thian Liong membentak,
suaranya melengking menembus malam sunyi.
Pencuri itu agaknya terkejut melihat Thian Liong dapat bergerak
sedemiklan cepatnya dan tahu-tahu telah menghadang di
depannya. Tanpa banyak cakap lagi dia lalu menerjang maju,
kepalan kanannya menyambar ke arah dada Thian Liong.
Pukulannya cepat sekali dan juga mengandung tenaga yang
amat kuat. Thian Liong mengenal pukulan ampuh, maka dia
miringkan tubuh sambil menangkis dari samping.
380 "Dukk!" Keduanya terguncang oleh pertemuan kedua lengan itu
dan pencuri itu mengeluarkan seruan kaget, namun dengan
kecepatan yang luar blaaa kaki klrlnya meneuat dalam
tendangan yang menyambar ke arah lambung Thlan Liong.
Thlan Uong maklum bahwa pencurl itu adalah aeorang yang
memlllkl ilmu kepandaian silat tinggi. Dla sudah waspada dan
begltu kaki lawan menyambar, dlapun sudah menghlndar ke kiri.
Pencurl itu memballkkan tubuh untuk melarikan diri.
"Hendak lari ke mana kau" Kembalikan kitab itu!" Thian Liong
mengerahkan gin-kangnya dan dia melompat tinggi mengejar.
Ketika berada di atas pen-curi itu, tangannya menyambar ke
bawah, yang kiri mencengkeram ke arah kepala pencuri itu dan
yang kanan menyambar untuk merampas kitab dari tangan kiri
lawan. "Uhh !" Pencuri itu makin terkejut dan cepat
merendahkan diri mengelak sambii melompat ke samping
sehingga serangan Thian Liong luput walaupun hampir saja
kitab itu dapat direbutnya. Pencuri itu agaknya menjadi marah
sekali karena hampir saja kitab itu teram-pas oleh Thian Liong.
Mereka kini berhadapan dalam jarak kurang lebih empat meter.
Tiba-tiba pencuri itu menggunakan tangan kanannya untuk
diputar-pu-tar dan tubuhnya merendah, kedue lutut ditekuk
hamplr berjongkok dan tiba-tiba tangan kanannya itu
didorongkan ke arah Thlan Liong sambil membentak keras.
"Haaiiiilittt !" Dari tangan kanan yang didorongkan
itu keluar uap hiiam! 381 Thlan Liong terkejut. Orang itu menyerangnya dengan tenaga
sakti yang amat dahsyat dan melihat uap hitam itu sangat boleh
jadi tenaga dorongan itu mengandung hawa beracun yang
berbahaya. Thian Liong segera mengerahkan tenaganya pada
lengan kirinya dan miringkan tangan kiri ke depan dada, lalu
mendorong ke depan rnenyambut serangan lawan.
"Wuuuuttt.... bressss....! !" Dua tenaga bertemu dan uap hitam


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu membuyar, tubuh pencuri itu terhuyung ke belakatig. Thian
Liong tidak mau menyia-nyiakan waktu lagi. Tubuhnya sudah
berkelebat ke depan dan sekali sambar dia sudah berhasil
merampas Kitab Sam-jong Cinkeng itu dari tangan si pencuri.
Akan tetapi, sungguh tak disangka sama sekali tubuh pencuri itu
bergulingan dan tahu-tahu kitab itu dapat dirampas kembali!
Thian Liong terkejut karena tidak menyangka pencuri itu memiliki
kegesitan yang demikian luar biasa, dan tubuh yang bergulingan
itu amat cepatnya. Dia segera terlngat akan hasil llmu yang
dilatihnya dari kitab Sam-jong Cln-keng, maka untuk merampas
kembali kitab itu, dia mengerahkan tenaga dan menggunakan
tangan kirinya untuk menyerang, mencengkeram ke arah leher
lawan. Pencuri itu agaknya maklum akan kelihaian Thian Liong,
maka dia bermaksud mengelak dan melarikan diri. Akan tetapi,
alangkah kagetnya ketika dia mengelak, lengan Thian Liong itu
dapat mulur (memanjang) seperti karet dan tahu-tahu telah
merampas lagi kitab dari tangannya! Thian Liong merasa
gembira karena ternyata ilmu mengulur tangan sehingga
memanjang satu meter lebih itu telah berhasil dia kuasai dan kini
telah memperlihatkan hasilnya!
Pencuri itu marah sekali. Dia sudah bersiap untuk menyerang
lagi, akan tetapi pada saat itu terdengar
382 terlakan beberapa suara, "Tangkap penjahat
!" Mendengar teriakan-teriakan itu, si pencurl terkejut dan dia
melompat Jauh dengan gerakan cepat sekall dan menghilang
dalam kegelapan yang remang-remang. Thian Liong tldak
mengejar karena kitab yang dlcuri itu telah dapat dirampasnya
kembali. Dia segera melompat turun dari atas genteng kuil besar
dan di bawah sudah berkumpul banyak hwesio, di antaranya
terdapat Ki Sian Hwesio. "Souw-sicu, apakah yahg terjadl" Kenapa tadi ada murid-murid
yang berteriak tangkap penjahat?" tanya Kl Sian Hwesio, pelatih
para murid Siauw-lim-pai itu.
"Suhu, tadi ada orang berpakaian serba hitam di atas genteng,
bertandlng dengan Souw-sicu, maka kaml berteriak-teriak." kata
seorang murid Siauw-lim-pai.
Tlba-tlba muncul Cu Slan Hwesio, wakil Ketua Slauw?lim-pal
dan dia segera berkata, "Souwsicu, tadi pinceng mendengar
suara ribut-ribut dan segera mengejar naik ke atas atap. Akan
tetapi penjahat itu telah melarikan diri dengan cepat dan
kebetulan pinceng bertemu dengan Cla Song, maka pinceng
menyuruh dia untuk melakukan pengejaran. Apa yang telah
dilakukan penjahat itu?"
"Dia memasuki kamar teecu dan mencuri Kitab Sam-jong Cinkeng, Susiok (paman guru). Teecu terbangun dan segera
mengejarnya. Kami bertanding di atas atap dan teecu beruntung
dapat merampas kembali kitab ini, akan tetapi dia mendengar
suara ribut-ribut dan melarikan diri." kata Thian Liong sambil
memperlihatkan kitab yang telah dapat dirampasnya kembali,
383 "Omitohud! Untung engkau dapat merampasnya kembali.
Sekarang lebih baik jangan ributribut dan jangan mengagetkan
ketua, kita tunggu saja di ruangan ini sampai Cia Song kembali
dari pengejarannya." kata wakil ketua itu dan mereka semua
duduk di ruangan itu. Thian Liong menceritakan lagi peristiwa
pencurian dalam kamarnya itu.
Tak lama kemudian, tiba-tiba tampak sosok bayangan orang
berkelebat. Semua orang menoleh dan memandang dan
ternyata yang datang itu, adalah Cia Song. Cu Sian segera
bangkit berdlri, menyambut pemuda tampan dan gagah itu
dengan pertanyaan, "Bagaimana, Cia Song, berhasilkah engkau
menangkap penjahat itu Cia Song mengerutkan alisnya dan memandang kepada Thian
Liong dengan menyesal. Kemudian dia berkata kepada sang
wakil ketua. "Sayang sekali, susiok, teecu tidak berhasil
menangkapnya. Teecu memang dapat menyusulnya dan kami
bertanding mati-matian. Ternyata penjahat itu lihai bukan main.
Dengan mengerahkan seluruh kemampuan, teecu hanya
berhasil merenggut topeng kain hitam yang menutupi wajahnya,
akan tetapi dia melompat jauh dan menghilang dalam kegelapan
pohon-pohon di luar kuil kita." Pemuda itu mengambil sehelai
kain hitam dari saku bajunya dan menyerahkan kain itu kepada
Cu Slan Hwesio. Pendeta itu menerima kain hitam yang tldak terlalu lebar itu dan
mengamatlnya. Hanya kaln blasa yang dlpergunakan untuk
menutup muka dan kepala dengan dua lubang di bagian mata.
"Kalau begitu, engkau tentu telah melihat dan mengenal muka
penjahat itu!" kata Cu Slan Hwesio girang.
384 Cia Song mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Sayang sekali tidak, susiok. Teecu dapat mgnyusulnya setelah
berada di luar kull dan kaml bertandlng dl kegelapan
bayangbayang, pohon, lebih mengandalkan pendengaran
daripada penglihatan. Ketika teecu berhasil merenggut lepas
topengnya, teecu tidak dapat melihat mukanya dalam kegelapan
dan dia cepat melarikan diri."
"Cia-twako, apakah dia seorang wanita?" tanya Thian Liong.
"Souw-sute (adik seperguruan Souw), kenapa engkau masih
menyebut twako (kakak) kepadaku" Bukankah aku ini sekarang
termasuk menjadi suhengmu?"
"Maafkan, suheng. Apakah pencuri tadi seorang wanita?"
Pertanyaan ini diajukan Thian Liong karena dla teringat akan
dua orang gadis, yaitu gadis berpakaian merah yang telah
mencurl Kitab Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat millk Kun-lun-pai
yang belum dia ketahui namanya dan yang seorang lagi Anghwa Sian-li Thio Siang In yang juga berminat untuk pinjam Kitab
Sam-jong Cin-keng. Mendengar perkataan ini, Cia Song dan juga Hui Sian Hwesio
memandang heran. "Sudah kukatakan bahwa aku tldak dapat melihai mukanya di
tempat gelap Souw-sute. Melihat kelincahan gerakannya,
mungkin saja ia seorang wahita. Aku tidak tahu jelas.
Bagaimana pendapatmu" Bukankah engkau juga sudah
bertanding melawannya?"
385 Thian Liong menggeleng kepala dengan ragu. Dia Juga tidak
dapat menentukan. Pencuri itu jelas lihai sekali, akan tetapi
gerakannya dalam bersilat tidak sama dengan gerakan Siang In.
"Mengapa engkau menduga bahwa pencuri itu seorang wanita,
Souw-sicu?" Hwesio itu masih menyebut Thian Liong dengan
sebutkan itu karena dia merasa sungkan mengingat bahwa
Thian Liong adalah murid dan juga utusan Tiong Lee Cinjin yang
amat dihormatinya. "Teecu hanya nienduga saja, susiok. Bolehkah teecu meminjam
sebentar kain topeng itu?"
"Ini, slmpanlah. Engkau yang digapg-gu pencuri, blar engkau
yang menyimpan topeng ini. Siapa tahu dari topeng ini kelak
engkau akan dapat menemukan pencurinya." kata Cu Sian
Hwesio sambil tersenyum dan menyerahkan kain itu kepada
Thian Liong. Thian Liong menerirnanya dan tak lama kemudian
Cu Sian Hwesio menyerukan kepada semua orang untuk
kembali ke kamar masing-masing. Akan tetapi dia juga
memerintahkan para murid untuk malam itu melakukan
penjagaan dan perondaan secara bergilir.
Setelah para murid pergi dan di situ hanya tinggal Thian Liong,
Cia Song dan Cu Sian Hwesio bertiga, pendeta itu bertanya
kepada Cia Song. "Cia Song, bagaimana hasilnya dengan
usahamu mencari pemerkosa puteri Kwee-kauwsu itu"
Sekarang sudah tiba waktu yang dijanjikan. Kalau pinceng tidak
salah meng-hitung, pada hari esok tentu guru silat itu akan
datang menagih janji."
"Ah, jangan-jangan...." Thian Liong menahan kata-katanya.
386 "Apa maksudmu, Souw-sicu?" "Maksud teecu, jangan-jangan
pemerkosa dan pencuri itu sama orangnya!"
"Hemm, benar juga! Susiok, harap jangan khawatir. Teecu
sudah melakukan penyelidikan dan sudah dapat menemukan
jejak pemerkosa itu. Mungkin juga dia pencuri kitab tadi. Teecu
pasti akan dapat menghadapkannya ke depan Kwee-kauwsu
pada besok pagl. Sekarang juga teecu akan melanjutkan
penyelidikan dan menangkap orangnya agar besok dapat teecu
hadapkan kepada Kwee-kauwsu." kata Cia Song dengan suara
mantap. "Omitohud! Sukurlah kalau begitu. Akan tetapi.... dia.... dia
bukan murid Siauw-lim-pai?" tanya pendeta itu agak khawatir.
"Bukan, susiok. Dia bukan murid Siauw-lim-pai, hanya saja dia
agaknya dapat mencuri ilmu Lo-han-kun dan menggunakannya
sehingga Kwee-kauwsu menyangka bahwa dia murid perguruan
kita." "Sukurlah. Pinceng dapat tidur nye-nyak malam ini." kata Cu
Sian Hwesio dan mereka lalu berpisah. Hwesio itu dan Thlan
Liong kembali ke kamar masing-masing sedangkan Cia Song
keluar dari kuil untuk melacak pemerkosa yang d carinya.
Pagi hari itu keadaan, di Siauw-lim-si seperti biasa. Matahari
pagi bersinar lembut dan hangat, mepghidupkan sega-la yang
tampak. Para hwesio murid Siauw-iim-si juga sibuk dengan
tugas pekerjaan mereka sehari-hari. Akan tetapi biar keadaan
sama dengan pagi-pagi yang lalu, namun suasananya sungguh
berbeda. Dalam hati para hwesio itu terda-pat kegelisahan.
Semua orang tahu bahwa hari ini adalah hari yang dijanjikan
387 bagi guru silat Kwee Bun To. Tiga puluh hari telah berlalu dan
agaknya Cia Song, murid andalan Siauw-lim-pai itu agaknya
belum juga dapat menangkap penjahat perperkosa puteri Kwee
Bun To itu. Dan kafau sampai hari ini Cia Song belum juga dapat
menyerahkan pemerkosa itu, tentu guru silat Kwee Bun To akan
mengamuk dan membunuhl murld-murid Slauw-llm-pal! Karena
itu, suaeana amat menegangkan hati dan blarpun para hwe-sio
itu melaksanakan tugas mereka masing-masing dan tidak ada
yang menyebut-nyebut urusan dengan Kwee Bun To namun
diam-diam mereka sudah bersiap-siap menghadapi kalau-kalau
guru silat itu akan mengamuk.
Matahari telah naik tinggi dan Cla Song yang diharap?harapkan
kedatangannya tnasih belum juga tampak batang hi-dungnya.
Cu Sian Hwesio dan pembantu-nya, Ki Sian Hweslo yang
biasarya tenang itu kini juga mulal menjadi gelisah. Mereka
sudah menanti di pendopo kuil besar, duduk menunggu
kemunculan Cla Song. "Kenapa Cia Song belum juga datang, suheng?" tanya Ki Slan
Hweslo. Cu Sian Hwesio menghela napas "Pinceng juga merasa heran.
Malam tadi dia mengatakan bahwa pagi ini dia pastl akan datang
membawa penjahat itu.'' "Bagaimana kalau Kwee-kauwsu datang dan menuntut?"
"Tenanglah, sute. Kita melihat bagaimaria nanti saja. Apapun
yang terjadi akan pinceng hadapi." kata Ci Sian Hwesio. "Mari
kita menanti di dalam saja sambil bersamadhi menenangkan hati
388 agar nanti kuat menghadapi apapun juga. Mereka berdua lalu
masuk ke dalam kuil. JILID 11 Tak lama kemudian suasana menjadi semakin menegangkan
ketika terdengar orang berteriak dengan suara lantang sekali
dan gemanya berkumandang di seluruh kompleks bangunan kuil
Siauw lim. "Heii! Para pimpinan Siauw-lim-pai! Hayo serahkan penjahat
laknat itu kepadaku atau mulai hari ini aku akan membunuh
seorang murid Siauw-lim-pai setiap hari!"
Pada saat itu Thian Liong sedang menerima petunjuk dari Hui
Sian Hwesio mengenai jurus ke lima dalam kitab Sam-jong Cinkeng. Selama satu bulan Ini dia baru berhasll menguasai empat
jurus saja. Ketlka suara lantang itu berkumandang sampai ke
dalam ruangan yang menjadi kamar sang ketua, Hul Sian
Hwesio menunda pelajaran itu dan berkata kepada Thian Liong.
"Thian Liong, keluarlah dan llhat apa yang terjadi. Bantulah
Siauw-llm-pai kalau terancam, akan tetapi jangan menggunakan
kekerasan agar tldak menimbulkan permusuhan."
"Balk, suhu," Thian Liong lalu keluar darl ruangan itu dan menuju
ke pendopo. Ketika tlba dl pendopo, dla melihat semua murld
Siauw-Lim-pal sudah berkumpul dl sltu dan mereka semua
tampak tegang. Cu Slan Hweslo dan Ki Sian Hweesio juga
sudah berdirl dl pendopo.
389 Di bawah anak tangga pendopo Itu berdlrl aeorang lakl-lakl
beruala sekltar lima puluh tahun. Tubuhnya sedang saja, namun
tegap dan tampak kokoh dan gagah. Di punggungnya
tergantung sebatang pedang beronce biru. Dia tampak marah.
Kumisnya yang tipts itu bergerak-gerak, matanya mencorong
tajam ketika dla menyapu tempat itu dengan ge|andang
matanya, mencarl-carl. "Di mana dia, Cia Song yang telah terjanjl sebulan yang lalu
untuk menghadapkan keparat yang memperkosa puteriku itu"
Hayo cepat suruh dla keluar menemuiku untuk mempertanggung-jawabkan janjinya kepadaku!"
Cu Sian Hweslo melangkah maju menurunl anak tangga dan
berhadapan dengan Kwe Bun To. Dia merangkap tangan dl
depan dada dan berkata dengan suara lembut, "Omltohud,
selamat datang, Kwee-kauwsu. Hendaknya dlketahuil bahwa
sejak malam tadi Cla Song teleh pergl untuk menangkap.
penjahat itu,. Menurut katanya, pagi ini dia akan menghadapkan
penjahat itu kepadamu di slni. Harap kauwsu bersabar dan
menanti kedatangannya."
"Hemm, sudah sebulan aku bersabar. Malam itu Cia Song sudah
datang berkunjung dan mendengor keterangan anakku tentang
peristiwa terkutuk itu dan dla mengulang janjinya dalam waktu
sebulan dia akan menangkap penjahatnya dan menyerahkannya
kepadaku. Apakah dla hanya pendusta besar?" Guru silat itu
tampak marah sekall. Thian Liong menghampiri dan berdiri di
dekat Ki Sian Hweslo, siap untuk membantu kalau guru silat itu
mengamuk. 390 "Omitohud, tidak ada murid Siauw-lim-pai yang melakukan
kejahatan, apa lagi memperkosa wanita dan tidak ada yang
menjadi pendusta, Kwee Kauwsu. Pinceng harap engkau suka
bersabar dan menunggu sejenak." kata Cu Sian Hwesio.


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak mau bersabar lagi! Aku tidak mau menunggu lagi!"
Guru silat itu membentak marah.
Pada saat itu terdengar teriakan dari luar kuil, "Kwee-kauwsu,
aku datang!" Para hwesio girang mengenal suara ini, suara Cia
Song! Tak lama kemudian tampak pemuda itu berlari datang
sambil menggandeng tangan seorang laki-laki yang usianya
sekitar tiga puluh tahun. Pemuda itu bertubuh sedang, wajahnya
bersih tidak berkumls atau berjenggot akan tetapl wajah Itu tak
dapat dlsebut tampan. Hldungnya pesek dan blblrnya tebal,
matanya sipit sepertl terpejam. Setelah berlarl menggandeng
tangan o" rang itu dan tiba di depan Kwee Bun To, Cia Song
mendorong pemuda Itu ke depan sehlngga orang itu jatuh
berlutut di depan guru silat yang mengamatinya dengan sinar
mata tajam. "Inilah orang yang engkau cari itu, Kwee-kauwsu." kata Cia Song
tegas. "Terbuktilah sekarang bahwa pelakunya bukan murid
Siauw-lim-pai!" Orang itu berlutut dan tampak ketakutan sekali. Matanya yang
sipit dia coba untuk dibelalakkan, dan tubuhnya gemetaran.
Setelah mengamati beberapa lamanya, Kwee Bun To
mengerutkan alisnya dan bertanya, "Orang macam ini ....?""
Lalu dia berkata kepada orang itu membentak, "Siapa
namamu?" 391 Akan tetapi orang itu tidak menjawab hanya memberi hormat
dengan mengangguk-anggukan kepalanya.
"Hemm, dia gagu?" tanya Kwee Bun To.
"Tidak, Kwee-kauwsu, aku telah menotoknya!" Setelah berkata
demikian, Cia Song lalu menotok tengkuknya dan orang , Itu
terbatuk-batuk. "Hei, siapa namamu?" kemball Kauw-su (guru silat) Kwe Bun To
membentak. "Na.... nama saya.... Giam Ti...." kata orang itu
dengan suara gemetar. "Dia mempunyai alias Hui-houw-ong (Raja Macan Terbang) dan
menjadi kepala gerombolan di Bukit Angsa, Kwe-kauwsu." Cia
Song menjelaskan. Kwee Bun To mengerutkan alisnya. Engkau
sudah beristeri?" tanya guru silat itu ketus.
Orang yang bernama Giam Ti dan berjuluk keren itu diam saja,
hanya mendekam seperti macan kelaparan.
"Plak!" Cla sejujurnya!" Song menampar pundaknya. "Hayo jawab Glam Ti meringis, agaknya tamparan itu terasa nyeri dan diapun
mengangguk-angguk. "Su....dah,... saya.... sudah beristerl...."
"jahanam busuk! Engkau sudah beristerl dan engkau berani
memasuki kamar anakku, menotoknya lalu memperkosanya"
Hayo jawab!" Kwee Bun To menghardlk.
"Saya.... saya...."
392 Cia Song menekan pundak orang itu. "Hayo,mengaku, atau
engkau ingin kusiksa lebth dulu?" Tekanan pundak itu
mendatangkan rasa nyeri yang luar biasa. Rasa jantung orang
itu sepertl dltusuk ratusan batang jarum sehingga dia merintih
lemah. "Ya.... ya.... saya....
saya yang melakukan...perkosaan...
itu !" "Keparat terkutuk!" Kwee
Bun To menampar. "Plakkkk!" tangan yang kokoh tegang itu menampar pipi. Giam Ti
terpelanting dari tempat dia berlutut dan bibirnya yang tebal
pecah berdarah. Dia mengaduh dan mencoba bangkit, akan
tetapi Kwee Bun To kembali mengayun kaki menendang,
mengenai dadanya. "Dessss !" Tubuh Glam Tl terjengkang dan dla
muntah darah Akan tetapl Thian Liong merasa heran
mengapa guru sllat itu membatasl pukulan dan tendangannya.
Kalau guru silat yang lihai itu menghendaki, sekali tampar saja
kepala orang itu pasti akan pecah. Akan tetapi ternyata
tamparan dan tendangan itu tidak membuat Giam Ti tewas dan
ini merupakan bukti bagi Thian Liong bahwa guru silat itu
sengaja tidak membunuh orang itu. Atau pemerkosa itu yang
memiliki slnkang yang cukup, tinggi sehingga dia dapat
melindungi dirinya dengan kekebalannya.
393 Tiba-tiba Thian Liong terkejut sekali ketika dia melihat Cia Song
tiba-tiba menerjang maju dan mengayun tangan terbuka
memukul ke arah kepala Giam Ti.
"Wuuuttt.... prakkk!" Tangan itu menghantam kepala Giam Ti.
Orang itu terpelanting roboh dan tidak mampu bergerak lagi,
tewas dengan kepala retak!
Kwee Bun To terbelalak. Agaknya dia juga terkejut sekali seperti
Thian Liong. Juga Cu Sian Hwesio mengerutkan alisnya.
"Omitohud ! Cia Song, mengapa engkau lakukan
itu" tegurnya. "Cia-sicu, kenapa engkau membunuhnya?"
Kwee Bun To juga menegur. Cia Song menghela napas
panjang. "Susiok, maafkan teecu karena teecu tak dapat menahan
amarah terhadap penjahat ini. Teecu merasa sakit hati karena
dia melakukan perbuatan keji dan melempar fitnah kepada murid
Siauw-lim-pai. Kwee-kauwsu, kenapa engkau menegur aku yang
membunuhnya" Aku juga mendendam kepadanya dan
bukankah engkau juga sedang menyiksanya untuk membunuhnya" Aku tidak suka melihat orang disiksa, kalau
memang dia jahat dan hendak dihukum bunuh, segera lakukan
saja dan tidak perlu menyiksanya. Itu terlalu kejam bagiku."
"Omitohud ! Bagaimanapun juga, ada benarnya
pendapat Cia Song tadi. Menyiksa dulu sebelum dibunuh
amatlah kejamnya. Kwe-kauwsu, sekarang pelaku kekejian itu
sudah tertangkap dan sudah dihukum mati sehingga jelas bahwa
394 di antara engkau dan kami tidak ada urus-an apapun. Harap
engkau suka meninggalkan btara kami dengap damai dan
sebagai seorang sahabat." kata Cu Sian Hwesio sambil memberi
hormat kepada guru silat itu. "Biarlah kami yang akan mengurus
jenazah Giam Ti ini."
Kwe Bun To mengerutkan alisnya dan memandang kepada
mayat kepala gerombolan itu. "Memang urusan antara kita
sudah beres dan ternyata murid Siauw-lim-pai tidak bersalah.
Maafkan slkapku tadi. Akan tetapi, sungguh menyesal sekali
bahwa Cia-sicu membunuh orang ini. Itu lancang dan tergesagesa namanya"
Cia Song melangkah maju menghadap guru silat itu. "Maaf,
Kwee-kauwsu. Bagaimana engkau dapat mengatakan aku
lancang dan tergesa-gesa" Aku tidak membunuh dia karena
kesalahannya kepadamu, melainkan aku membunuhnya karena
dia melempar fitnah kepada Siauw-liin-pai! Dan aku tidak
tergesa-gesa, karena aku membunuhnya setelah melihat engkau
juga sedang menyiksanya dan hendak membunuhnya.
"Hemm, siapa bilang aku mau membunuhnya" Aku tadi hanya
ingin menghajarnya, tidak membunuhnya."
"Akan tetapi mengapa" Bukankah dia .. dia telah menodai
puterimu?" "Justeru itulah! Kalau dia mati, lalu bagaimana dengan nasib
anakku" Tadinya mauku agar dia
mempertanggung-jawabkan perbuatannya dan 395 mengawini anakku!'" "Omitohud! Kenapa tidak engkau katakan sejak semula, Kweekauwsu" Kalau Cia Song tahu, pinceng yaktn diftl tidak akan
membunuhnya'." kata Cu Sian Hwesio.
"Benar sekali. Ah, maafkan aku, Kwee-kauwsu. Siapa yang
dapat mengira bahwa engkau akan mengambil dia sebagai
mantu. Dia" Orang jahat terkutuk ini menjadi mantumu, menjadi
suami nona Kwee Bi Hwa" Sungguh tidak patut orang macam
dia mendapat kehormatan seperti itu! Sungguh sama sekali tidak
pernah kusangka, maka maafkan aku, Kwee-kauwsu."
Kwee Bun To menghela napas panjang. "Sudahlah, semua
sudah terjadi. Agaknya memang nasib keluarga kami yang
buruk. Selamat tinggal!" Guru silat itu lalu melangkah pergl,
langkahnya loyo menunjukkan bahwa perasaan hutinya sedang
gundah memikirkan nasib puterinya.
Setelah terjadinya peristiwa itu, Thian Liong masih tinggal di
biara Siauw-lim selama dua bulan lagi. Sedangkan Cia Song
telah meninggalkan Siauw-lim-pai untuk merantau dan
melakukan tugas sebagai pendekar yang membela keadilan dan
kebenaran, menentang yang jahat dan membela yang lemah.
Thian Liong membutuhkan waktu tiga bulan untuk mempelajari
ilmu dari Kitab Sam-jong Cin-keng. Setelah melihat bahwa Thian
Liong benar-benar sudah menguasai ilmu itu, Hui Sian Hwesio
memanggilnya menghadap dan hwesio itu berkata, "Souw Thian
Liong, pelajaranmu telah selesai. Lega hati pinceng bahwa murid
Tiong Lee Cin-jin telah menguasai ilmu dari kitab yang d?a
temukan. Dengan begini, selain dapat membalas budi kebaikan
396 Tiong Lee Cin-jin yang telah mengembalikan kitab pusaka
Siauw-lim-pai, juga Siauw-lim-pai telah membuktikan .bahwa
kami bukanlah partai yang serakah dan tidak pelit untuk
membagi ilmu kepada sahabat baik."
"Akan tetapi sekarang teecu bukan orang luar, suhu, melalnkan
juga murid Siauw-lim-pai."
"Ha-ha, omltohudt Bagus sekalt kalau engkau merasa demikian,
Thian Liong, Memang, pinceng sudah mengakui engkau menjadi
murid pinceng dan selanjutnya dalam sepak terjangmu, jangan
lupa bahwa engkau selain murid Tiong Lee Cin-jin, juga murid
Siauw-limpai. Kalau kelak engkau mempergunakan ilmu dari
Sam-jong Cin-keng untuk melakukan perbuatan jahat, terpaksa
pinceng sendiri yang akan mencari dan menghukummu.'"
"Peringatan dan nasihat suhu akan selalu teecu ingat dan
laksanakan dengan baik."
"Pinceng yakln dan percaya kepada-mu. Nah,
sekarang, berangkatlah engkau melanlutkan perjalananmu dan sampatkan salam hormat pinceng kepada
yang mulia Tiong Lee Cin-jin. Engkau pernah bercerita bahwa
kitab pusaka Kun-lun-pai yang ditemukan gurumu dan yang
harus kaukembalikan kepada Kun-lun-pai telah dicuri orang dari
tanganmu. Pinceng anjurkan agar engkau carl kitab itu sampal
dapat, Thian Liong. Karena itu merupakan tanggung Jawabmu
dan agar jangan mengurangl artl kebaikan yang ditunjukkan oleh
yang mulia Tiong Lee Cin-jin."
397 "Baik, suhu. Memang teecu sudah mengambil keputusan untuk
mencari kitab itu sampai dapat dan tldak akan kembali kepada
suhu tlong Lee Cln-jin sebelum kitab Itu dapat teecu temukan,
dan teecu serahkan kepada Kun-lun-pai."
Thian Liong lalu betpamit dari semua . Hwesio di biara itu dan
meninggalkan Siauw-lim-si, berjalan kaki dan menggendong
buntalannya. ** Kakek Itu telah berusia kurang lebih tujuh puluh tahun.
Tubuhnya besar gendut dan tinggi. Biarpun usianya. sudah
lanjut, tubuhnya masih sehat dan subur, juga wajahnya yang
bundar gemuk itu belum dihias keriput. Kepalanya yang gundul
itu memakai sebuah peci berwarna kuning dan jubahnya kunlng
dengan kotak?kotak tnerah. Dari pakaiannya inl mudah diketahui
bahwa dia adalah seo-rang pendeta Lama, yaitu pendeta Buddhis dari Tibet. Mengherankan sekaH melihat seorang pendeta
Tibet berada di sebuah di antara puncak-puncak pegunungan
Kun-lun. Bahkan sudah kurang lebih sepuluh tahun pendeta
Lama itu bersem-bunyi di puncak Kun-lun?san. Pendeta Lama
ini bukan laln adalah Jlt Kong Lama.
Sepertl sudah dlcerltakan di baglah depan kisah inl, Jit Kong
Lama adalah seorang pendeta pelarlan darl Tibet. Karena
melakukan penyelewengan, hidup bersenang-senang menuruti
nafsu, dia terancam hukuman dari Dalai Lama dan terpaksa dia
melarikan diri dar tidak berani kembali ke Tibet: Dia juga gagal
untuk merebut kitab-kitab pusaka dari tangan Tiong Lee Cin-jin.
Kemudian dia menyelamatkan Han Bi Lan yang berusia tujuh
398 tahun dari tangan penculik anak itu, yaitu Ouw Kan, tokoh atau
dukun dari Suku Uigur. Kemudian, dia mengambil Bi Lan
sebagai muridnya dan sudah sepuluh tahun gadis itu menjadi
rnuridnya. Dalam usianya yang sudah tua, Jit Kong Hwesio yang
dulu hidup malang melintang mengandalkan kesaktiannya dan
banyak mengalami suka duka dan pertentangan, merasa
berubah hidupnya ketika bersama Bi Lian bersembunyi di
puncak Kun-lun-san. Dia merasa tenteram dan damai, dan dia
merasa amat sayang kepada Bi Lan.
Matahari telah condong ke barat. Burung-burung beterbangan
pulang sarang Jit Kong Lama duduk di depan pondok kayu dan
menatap ke depan, termenung. Hatinya merasa tidak enak
sekali. Sudah tiga hari Bi Lan pergi meninggalkan pondok.
Pamitnya hanya untuk bermalnmain di sekitar pegunungan Kunlun-san. Dia merasa yakin bahwa muridnya itu tidak akan
meninggalkannya tanpa memberita-hu. Karena itulah dia merasa
tidak enak khawatir kalaukalau muridnya itu meng-alami
halangan. Memang, dia sudah menggembleng Bi Lan selama
hampir sepuluh tahun. Dia telah mengajarkan semua ilmunya
yang terampuh dan gadis yang kini berusia tujuh belas tahun itu
kini telah menjadi seorang yang tangguh dan tidak sembarangan
orang akan mampu mengalahkannya. Akan tetapi dia tahu
bahwa betapapun lihainya, Bi Lan hanyalah seorang gadis muda
yang kurang pengalaman, walaupun dia tahu bahwa muridnya
itu memiliki kecerdikan yang luar biasa.
"Suhu ! Aku datang '!" Tiba-tiba terdengar
suara melengking dari jauh dan Jit Kong Lama tersenyum
mengenal suara muridnya. Gadis itu telah menjadi begitu manja


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

399 kepadanya, bahkan begitu akrabnya sehingga berani beraku dan
berengkau kepadanya! Diapun menganggap gadis itu seperti
anaknya sendiri yang tidak pernah dipunyainya.
Segera tampak Bi Lan berlarian seperti terbang mendaki lerenglereng puncak terakhlr. Tak lama kemudian la sudah berdlrl di
depan Jlt Kong Lama dengan senyumnya yang cerah dan
manis. jit Kong Lama mendadak melihat segala, sesuatu
menjadl cerah dan indah. "Bi Lan, ke mana saja engkau selama tiga hari ini" Engkau
membikin aku gelisah saja!" kakek itu menegur, akan tetapi
sambil tersenyum lebar. "Aih, suhu. Mengapa mengkhawatirkan aku" Aku bukan anak
kecil lagi. Dan pula, tidak percuma selama ini aku berguru
kepadamu! Aku dapat menjaga diri. Aku membawa kabar
gembira, suhu. Aku menemukan sebuah kitab pusaka pelejaran
silat yang langka, kuno dan ampuh sekali! Akan tetapi setelah
kupenksa isinya, aku menjadi bingung. Bahasanya kuno banyak
huruf yang tidak kumengerti. Karena itu, aku harap suhu suka
membimbingku mempelajari ilmu silati itu."
"Eh" Kitab pusaka" Coba perlihatkan padaku!" kata Jit Kong
Lama sambil ter-senyum dan mengira muridnya bicara
berlebihan. Bi Lan mengambil kitab dari buntalannya dan
menyerahkannya kepada gurunya.
Jlt Kong Lama menerima kitab itu dan membuka?buka
lembarannya. Bi Lan berdiri memandang dan merasa glrang dan
bangga melihat kakek itu membelalakkan mata dan tampak
terkejut dan heran sekali.
400 "Omitohud !" Saking kaget dan herannya, Jit Kong
Lama mengucapkan pujian ini yang selama sepuluh tahun ini
hampir terlupa olehnya. "Ini adalah Kitab Ngo-heng Lian-hoan
Kunhoat, kitab pusaka milik Kun-lun-pai! Dari mana engkau
mendapatkan kitab ini, Bi Lan" Engkau tidak mencurinya dari
Kun-lun-pai, bukan?"
Bi Lan memandang gurunya dengan bibir cemberut manja. "Aih,
suhu. Aku tidak mencurinya, hanya meminjaiTi. Kalau aku sudah
selesai mempelajarinya, pasti kukembalikan kepada Kun-luri-pai
kalau memang kitab ini milik Kun-lun-pai."
"Kitab pusaka ini memang merupakan puaaka Kun-lun-pai yang
amat lang-ka!" Kakek itu mengahgguk-angguk dan membalikbalikkan lembaran kitab itu. "Sungguh pelajaran silat yang hebatl
Sayang aku sudah terlalui tua untuk mempelajarinya."
"Aku mendapatkannya bukan untukmu, suhu, akan tetapi untuk
aku sendiri. Asal suhu mau membimbingku dan memberi
penjelasan, aku tentu akan dapat menguasai ilmu itu."
"Baiklah. Akan tetapi setelah selesai harus kau kembalikan.
Kalau sampai Kun-lun-pai mengetahui bahwa engkau
mengambil kitab pusaka mereka, engkau tentu akan dimusuhi
dan.... wah, berat sekali kalau harus bermusuhan dengan
sebuah partai persilatan sebesar Kunlun-pai yang mempunyai
banyak sekali orang-orang sakti!"
"Aku pasti akan rnengembalikannya kelak, suhu. Sekarang,
ajarilah aku!" . 401 Setelah menyimpan buntalan pakai.an-nya dalam kamar,
mulailah Bi Lan dilatih oleh Jit Kong Lama menurut kitab itu.
Mula-mula dia memberi petunjuk seperti yang tertulis di halaman
pertama. "Kitab ini mengandung ilmu silat tangan kosong yang disebut
Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat acau singkatnya Ilmu Silat
Berantal Lima Unsur utama, yaltu, alr, apl, logam dan kayu. Lima
unsur inl mempunyai hubungan erat satu sama lain dan
hubungan inl mengatur keseimbangan. Tanah mengalahkan air,
alr mengalahkan api, api mengalahkan logam, logam
mengalakan kayu dan kayu mengalahkah tanah. Juga
kebalikannya, mereka saling menunjang. Kelimanya saling
melengkapi sehingga mengatur keseimbangan dan kesempurnaan keadaan di bumi. Tanah berkedudukan di
tengah, logam dl utara, kayu di selatan, air di ba-wah dan api di
timur. Tubuh kita merupakan alam kecil yang juga terikat pada
hukum gerakan kellma unsur itu" Demi-klanlah, semalam suntuk
Jit Kong Lama menjelaskan tentang Ngo-heng (Lima Unsur
Pokok) kepada murldnya. Kemudian pada hari-harl selanjutnya
dia inulal memblmblng Bi Lan berlatih ilinu silat yang luar biasa
dan yang menjadi pusa?ka perguruan Kun-lun-pai. Pada waktu
itu, jarang ada murid Kun-lun-pai yang mengenal ilmu silat Ngoheng Lian-hoan Kunhoat karena kitab itu telah hilang seratus
tahun lebih. yang lalu. Bahkan ketua Kun-lun-pai saat itu, Kui
Beng Thaisu yang berusia tujuh puluh tahun, hanya menguasai
tidak lebih dari tujuh bagian saja dari ilmu itu.
Demikianlah dengan amat tekun dan tldak mengenal lelah Bi
Lan mempelajari ilmu silat dari kitab pusaka itu. Saking
tekunnya, setiap hari ia berlatih tanpa mengenal waktu sehingga
402 waktu meluncur dengan cepat tanpa ia sadari dan tahu-tahu
setahun sudah berlalu sejak ia mempelajari ilmu silat itu. Setelah
setahun berlatih keras, barulah. Ia berhasil menguasal. seluruh
ilmu silat itu. Pagi hari itu Jlt Kong Lama sudah bangun dan mandi sehingga
dia tampak segar. Namun ada sesuatu dalam sinar matanya
yang mengandung kemuraman. Wajah bulat gemuk yang
biasanya selalu di-hias senyum itu pagi ini tampak lesu. Dia
duduk menanti Bi Lan yang pagipagi sekali tadi sudah mandi
dan sekarang sedang sibuk di bagian belakang pondok kayu itu
menyiapkan minuman pagi untuknya. Akhirnya Bi Lan memasuki
ruangan depan dan meletakkan sebuah poci air teh dan
cawannya ke atas meja sambil berkata, "Minumlah, suhu, selagi
air teh ini masih panas." Dara itu kemndian hendak kembali ke
belakang. "Bi Lan, duduklah, aku ingin bicara denganmu." kata jit Kong
Lama. Bi Lan menahan langkahnya, lalu kembali dan duduk di
seberang meja. la memandang wajah gurunya dan baru melihat
wajah yang muram dan kehilangan kecerahannya itu.
"Eh" Ada apakah, suhu" Suhu tampaknya sedang memikirkan
sesuatu dan merasa tidak gembira." tegurnya.
"Bi Lan, engkau telah berhasil menguasai Ngo-heng Lian-hoan
Kun-hoat, rnaka stidah sepahtasnya dan tiba saatnya bagimu
untuk mengemballkan kitab pusaka itu kepada Kun-lun-
403 "Ah, tentu saja, suhu! Memang akupun sedang memikirkan hal
itu dan besok atau lusa aku akan mengembalikarinya ke sana.
Akan tetapi hal itu tidak perlu disedihkan, bukan" Kitab pusaka
itu memang hak milik mereka dan akukan sudah menguasai
seluruhnya?" "Aku tidak menyedihkan hal itu, Bi Lan, Akan tietapi tahukah
engkau babwa engkau sudah sebelaa tahun mempelajarl llmu
darlku?" Bi Lan mengangguk. "Aku tahu, suhu. Setahun yang lalu, ketika
aku belum menemukan kitab Ngo-heng Llan-hoan Kun-hoat, aku
sudah sepuluh tahun berada di sini bersamamu dan sudah
selesai belajar." "Kau tahu apa artinya itu" Apakah engkau lupa akan janjiku
kepadamu dulu?" "Aku tidak lupa, suhu. Suhu akan mengajarku selama sepuluh
tahun. Karena itulah, setahun yang lalu aku sengaja turun dari
sini dan selama tiga hari bermaln-main di sekitar Kun-lunsan.
Kemudlart aku mendapatkan kitab itu dan ingin sekali
mempelajarinya sehlngga aku tinggal setahun lagi di sini. Berarti
aku sudah sebelas tahun tinggal bersama suhu. Aku tahu bahwa
sudah tiba saatnya aku harus turun gunung, mencari orang
tuaku, membalaskan kematian Nenek Lu-ma yang dibunuh oleh
tokoh Uigur yang bernama Ouw Kan seperti yang suhu pernah
ceritakan, dan iuga tidak lupa mencari musuh suhu yang
bernama Tiong Lee Cinjin untuk membunuhnya. Akan tetapi,
mengingat bahwa suhu sekarang telah begini tua, bagaimana
aku tega untuk meninggalkanmu hidup seorang diri disini?"
404 Wajah yang bulat itu kini berseri kembali, mulutnya tersenyum
dan Jit Kong Lama menjulurkan kedua tangannya di atas meja,
menangkap tangan Bi Lan dan menggenggamnya.
"Terima kasih, Bi Lan. Tidak percu-ma aku dahulu
menyelamatkanmu, tidak sia-sia aku mendidikmu selama
sebelasg tahun. Aku telah mendapatkan hadiah yang teramat
besar dan tak ternilai harganya, hadiah yang mendatangkan
iteba-hagiaan yang tak pernah kurasakan selama, hidupku, yaitu
kasih sayangmu, Bl Lan. Selama ini engkau menyayangku se~
perti ayahmu sendiri, memasak, mencuci pakaian untukku.
Engkau begitu manis, seperti matahari dalam hidupku. Ah,
terima kasih Bi Lan." Sepasang mata kakek itu menjadi basah.
Bi Lan tersenyum. "Aih, suhu ini, ada-ada saja! Sudah tentu saja
aku sayang kepada suhu! Suhu bukan hanya menjadi guruku,
juga menjadi pengganti orang tuaku, suhu mendidikku dengan
pe-nuh kasih sayang, tentu saja aku sayang kepada suhu.
Karena itu pula aku tidak tega meninggalkanmu, suhu."
"Tidak, Bi Lan. Aku selama sebelas tahun ini juga belajar dengan
tekun, be-lajar untuk menguasai nafsu-nafsu keinginanku
sendiri, keinginan yang mengejar kesenangan hati bagiku
sendiri. Nafsu keinginan untuk menang sendiri inilah yang dulu
ipenyeretku ke dalart kesesatan sehingga terpaksa aku harus
meninggalkan Tibet. Dan sekarang aku juga telah tamat belajar
seperti engkau, Bi Lan. Aku menemukan jawabannya bahwa
ha?nya dengan kasih sayang murni terhadap segala sesuatu
yang tampak dalam dunia ini, terutama terhadap sesama
manusia, maka aku akan mampu menundukkan nafsu?nafsuku
sendiri. Dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan
405 mendahulukan kepentingan orang lain, maka nafsu dalam diriku
akan menjadi jinak. Aku tidak mau menuruti keinginan hati sendiri dengan
menahanmu di sampingku. Tidak, engkau harus turun gunung
engkau harus mencari orang tuamu dan menentang si jahat Ouw
Kan. Dan engkau tidak perlu lagi mencari Tiong Lee Cin-jin
karena akulah yang bersalah terhadap dia. Pergilah, Bi Lan,
pergilah tinggalkan aku dan doa restuku selalu menyertaimu."
Kakek itu melambaikan tangan ke arah luar pintu pondok.
"Akan tetapi, bagaimana aku akan tega meninggalkanmu
seorang diri di sini, suhu" Suhu sudah tua, siapa yang akan
membuatkan air teh" Siapa yang akan memasakkan makanan"
Siapa yang akan mencucikan pakaian suhu dan siapa yang akan
merawat dan membersihkan isi rumah dan halaman?"
Kakek itu tersenyum. "Jangan khawatir, aku dapat
melakukannya sendiri. Dahulu, sebelum engkau menjadi
muridku, akupun hidup seorang diri."
"Akan tetapi suhu sekarang sudah tua sekali. Ah, begini saja
baiknya, suhu.. Mari suhu ikut bersama aku pergi ke Lin-an. Di
kota raja itu orang tuaku memiliki rumah yang cukup besar. Suhu
dapat tinggal bersama kami di sana!"
Jit Kong Lama menggeleng kepala sambil tersenyum. "Tidak, Bi
Lan. Aku harus kembali ke tempat asalku."
"Apa" Ke Tibet" Akan tetapi suhu akan dimusuhi di sana!" kata
Bi Lan yang sudah pernah mendengar cerita gurunya bahwa
gurunya seorang pelarian dari Tibet.
406 Jit Kong Hwesio tersenyum lebar. "Sekarang aku mengerti
bahwa aku tidak akan dapat melarikan diri dari jangkauan
karma. Aku tahu bagaimana untuk menghadapi para pendeta
Lama di Tibet, yaitu dengan kasih sayang! Aku sudah tua, kalau
mereka ingin membunuhku, silakan. Akan tetapi aku tetap akan
meng-hidupkan kasih sayang di dalam hatiku. Sudahlah, Bi Lan.
Keputusanku sudah tetap. Engkau harus turun gunung dan
jangan meinikirkan aku lagi. Tugasmu di masa depan masih
banyak sekali dan jauh lebih penting daripada memikirkan
tentang diriku." Bl Lan tidak dapat membantah lugi. la lalu membungkus semua
pakalannya dalam sebuah buntalan. la tidak membawa senjata
karena memang tidak memiliki senjata. Gurunya mengajarkan
ilmu-ilmu silat tinggi sehingga benda apapun di tangannya dapat
dipergunakannya sebagai senjata, terutama sekali sepotong
kayu yang menjadi senjata tongkat. Setelah siap berkemas, ia
menghampiri gurunya. Mereka berdirl berhadapan di depan pintu
pondok karena kakek itu mengantar muridnya sampai di depan
pintu. Mereka saling berhadapan.
Bi Lan memandang wajah yang bulat dan yang tersenyum itu,
namun ia melihat mata Itu demikian sayu. "Selamat tinggal,
suhu." katanya lirih.
"Selamat jalan, Bi Lan. Semoga hidupmu selalu bahagia,
muridku.... anakku...." Bi Lan mengeraskan hatinya namun tidak
dapat menahan keharuan hatinya.
"Suhu !" la berseru dan merangkul kakek itu. Jit
407 Kong Lairta juga merangkul Bi Lan dan mengelus kepala gadis
itu dengan tangannya. "Berangkatlah, anakku, jangan memperlihatkan kelemahan hati
seperti ini." katanya menghibur. Bi Lan menangis sejenak,
terisak di dada gurunya. Kemudian ia menguatkan hatinya dan
tiba-tiba ia teringat betapa selama ini ia bersikap akrab dan tidak
menghomati gurunya, maka ia lalu menjatuhkan dirinya berlutut
di depan kaki gurunya. "Suhu...." ia merangkul kedua kaki gurunya.
Jit Kong Lama mengejap-ngejapkan mata untuk mengusir dua
titik air mata , dari pelupuk matanya. Kemudian dia
membungkuk, memegang kedua pundak gadis itu dan
menariknya berdiri. Kakek Itu menepuk-nepuk pundak Bi Lan
dan tersenyum lebar. "Aih, engkau membikin aku malu saja
mempunyal murid yang cengeng! Hei Bi Lan, sama-sama
menggerakkan mulut dan mengeluarkan suara, mengapa tidak
tertawa saja daripada menangis" Tertawa lebih enak dilihat dan
didengar, ha-ha-ha-ha"
Bi Lan segera tersenyum. Biasanya, setiap hari, gurunya ini
memang selalu berkelakar dan tertawa. Kedua orang Itu tertawa
dan aneh sekall melihat mereka tertawa dengan kedua mata
basah. "Selamat tinggal, suhu, selamat berpisah. Aku sayang
kepadamu, suhu!" "Selamat jalan, selamat berpisah. akupun
sayang kepadamu, Bi Lan!"
408

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bi Lan lalu melompat pergi. Pada sebuah tikungan, ia menoleh
dan melambaikan tangan dibalas oleh gurunya yang masih
tertawa! Setelah Bi Lan pergi meninggalkahi pondok kayu di sebuah di
antara puncak-puncak Kunlun-san, Jit Kong Lama juga
meninggalkan pondok itu. Kakek ini tidak membawa apa-apa
kecuali tongkat panjang berkepala naga. Dia menurunt puncak
dan menuju ke barat karersa dia inengambil keputusan untuk
kembali ke Tibet, siap menyambut apapun yang akan menimpa
dirinya. Pada sore harinya setelah Jit Kong Lama pergi, muncul seorang
laki-lakl berusia kurang lebih empat puluh tahun, berkepala
gundul dan memakai peci kuning, berjubah pendeta Lama dan
membawa sebatang pedang di pungungnya. Pendeta Lama ini
bertubuh kekar, wajahnya penuhbrewokj ,dan matanya
menyeramkan, mencorong seperti mata harimau. Mulut dan
matanya menibayahgkan keke-rasan hati. Dia menendang daun
pintu pondok sampai jebol, lalu masuk dan memeriksa ke dalam
pondok itu. Tak lama kemudian dia keluar lagi, bersungut-sungut
karena tidak menemukan seorangpun di sana. Dia lalu
mengamuk. Kedua kakinya menendangi pondok kayu itu.
Terdengar suara hiruk pikuk dan pondok kayu itupun ambruk.
Tihang-tihang kayunya patah-patah.
Atapnya ambruk dan rata dengan tanah. Setelah melampias-kan
kemarahannya kepada pondok kosong itu, diapun segera
memutar tubuh meninggalkan pondok lalu menggunakan
ilmunya berlari cepat sekali menuju ke markas. Kunlun-pai.
409 Sementara itu? menjelarig tengah hari, para murld Kun-lun-pai
laki maupun wanita, sedang sibuk bekerja. Ada yang bekerja
dalam kompleks perkampungan Kun-lun-pai, ada pula yang
bekerja di ladang. Seperti biasa, lima orang murid laki-laki duduk
di gardu penjagaan di pintu gerbang Kun-lun-pai.
Pada siang hari itu, Hui In Sian-kouw, Ketua Kun-lun?pai bagian
wanita datang berkunjung ke kuil induk dan mengadakan
percakapan dengan Kui Beng Thaisu, Ketua umum Kun-lunpai
yang menjadi suhengnya. Hui In Sian-kouw se-perti biasa
melaporkan keadaan para mu-rid wanita, dan menceritakan
bahwa sumoinya (adik perempuan seperguruannya.) Biauw In
Suthai yang menjalani hukuman prihatin di pondok pengasingan
tekun bersamadhi. Sudah setahun leblh Biauw In Suthai dan menurut hukumannya, ia
masih harus berprihatin di pondok pengasingan itu selama dua
tahun lagi. "Biarlah, Biauw In sumoi memang membutuhkan itu untuk dapat
melunakkan kekerasan hatinya yang luar biasa.
Mudah-mudahan saja sekali ini usahanya berhasil." kata Kui
Beng Thaisu sambil mengelus jenggotnya yang panjang dan
putih. "Akan tetapi, apakah kedua orang muridnya itu belum juga
pulang?" Hui In Siankouw menghela napas dan menggeleng kepalanya.
"Kasihan Kim Lan dan Ai Yin.
Sudah setahun lebih Kim Lan pergi mencari Souw Thian Liong.
Bagaimana mungkin ia akan mampu membunuh Thian Liong,
410 biar ia dibantu Ai Yin sekalipun" Tingkat kepandaian Thian Liong
jauh lebih tinggi." "Ya, memang kasihan mereka itu menjadi korban kekerasan hati
guru mereka. Akan tetapi yang pinto (aku) herankan, mengapa
sampai sekarang Thian Liong belurn JugaJ datang ke sini
menyerahkan kitab pusaka kita" Apakah dia belum berhasil
menemukan kitab yang 'katanya dicuri orang itu?"
"Pinni (aku) juga heran, suheng. Menurut penglihatanku, murid
Tiong Lee Cin-jin itu bijaksana dan dapat dipercaya sepenuhnya.
Akan tetapi sampai kini dla belum juga datang. Mungkin pencuri
kitab itu lihai sekali sehingga dia belum dapat menemukannya,
suheng." Pada saat itu, tiba-tiba seorang murid Kun-lun-pai memasuki
ruangan itu dan melihat bahwa Kui Beng Thaisu dan Hui In Siankouw sedang duduk bercakap-cakap, dia segera berlutut.
"Mohon ampun, losuhu, lo-suthai, kalau teecu mengganggu...."
katanya gagap. Wajah murid berusia tiga puluhan tahun ini
tampak pucat. "Tenanglah dan bicara dengan jelas, Apa yang terjadi maka
engkau segelisah ini?" tanya Kui Beng Thaisu.
"Di luar pintu gerbang datang seorang pendeta Lama yang
berkeras ingin masuk untuk bertemu dengan pimpinan Kun-lunpai. Teecu berlima melarangnya dan ingin melapor lebih dulu ke
dalam, akan tetapi dia memaksa dan merobohkan teecu berlima.
Dia memaksa masuk dan kini dia dihadapi ketiga suhu di
pekarangan depan." 411 "Hemm, seorang pendeta Lama" Mengapa seorang pendeta
Lama datang membawa kekerasan" Aneh sekali! Mari, sumoi,
kita melihat ke sana!"
Hui In Sian-kouw mengangguk dan keduanya segera keluar
diikuti murid yang melapor tadi. Setelah tiba di depan beranda,
mereka melihat seorang yang ber-kepala gundul dan berpakaian
seperti pendeta Lama berusia empat puluh tahun lebih,
tubuhnya kekar mukanya brewokan dan kulitnya coklat gelap
seperti kulit orang India, sedang dikeroyok oleh tiga orang tosu
(pendeta To) yang menjadi guru-guru pelatih para murid KunLun-pai bagian pria. Tiga orang sute termuda dari Kui Beng
Thaisu yang berusia kurang lebih lima puluh tahun itu
masing?masing menggunakan sebatang pe-dang dan ketiganya
menyerang pendeta -Lama itu dengan Ilmu pedang Kun?lun-pal
yang dahsyat, yaitu Tian-lui Kiam-sut (Ilmu Pedang Kilat Guntur).
Akan tetapi, pendeta Lama itu hanya menggunakan kedua ujung
bajunya yang longgar dan panjang uhtuk melawan. Kedua ujung
bajunya itu menyambar-nyambar dan ftiendatangkan angtn
dahsyat yang kuat sekall sehingga terdengar suara berdesirdesir.
Ketika pendeta Lama itu melihat munculnya Kui Beng Thaisu
dan Hui In Sian-kouw, dia secara tiba-tiba mengebutkan kedua
ujung lengan bajunya ke arah tiga orang pengeroyoknya. Tiga
orang tosu itu cepat menyambut dengan pedang mereka.
"Wuuuuttt.... plak-plak-plak
!" Ttga orang tosu itu
terjengkang dan terhuyung ke belakang ketika pedang mereka
bertemu dengan ujung lengan baju.
412 !"Siancai i Kalian berttga mundur-, lah, sute.
Sungguh tidak patut menyam-but kunjungan rekan dari Tibet
dengan pedang di tangan!" kata Kui Beng Thai-su yang berdlrl di
atas tangga bersnda itu. Tiga orang sutenya segera 'mundur dan
berdiri dt bawah tangga, menantl perintah.
Pendeta Lama ttu tersenyum mengejek memandang kepada Kui
Beng Thaisu dan Hui In" Siankouw. "Kami bukan rekan kalian!"
Kui Beng Thaisu berkata hormat namun tegas, "Sobat. klta
sama-sama bertugas untuk mengajarkan kebaikan dan
menunjukkan jalan kebenaran kepada manusia, maka kita
adalah rekan. Mengapa engkau mengatakan bahwa engkau
bukan rekan kami?" "Hemm, dengan siapakah aku berhadapan" Apakah kalian
berdua ini yang menjadi pirnpinan Kun-lun-pai?" tanya pendeta
Lama itu. "Perkenalkan. Pinto adalah Kui Beng Thaisu, ketua umum Kunlun-pai dan ini adalah sumoi Hui In Sian-kouw, ketua bagian
wanita. Siapakah engkau, sobat?"
"Aku berjuluk Gwat Kong Lama dari Tibet,! utusan istimewa dari
Yang Mulia Dalai Lama di Lhasa."
"Siancai ! Kiranya engkau adalah utusan istimewa
dari Dalai Lama! Kami merasa terhormatsekali menerima
kunjunganmu." kata Kui Beng Thaisu.
413 "Hemm, Kui Beng Thaisu, kalian mengaku mengajarkan
kebaikan dan menunjukkan jalan kebenaran kfepada manusia,
akan tetapi apa yang kalian ajarkan' itu tidak cocok dengan
perbuatan kalian sebagai pimpinan Kun-lun-pai!"
"Gwat Kong Lama!" bentak Hul In Sian-kouw, kehilangan
kesabaran. "Kalau kedatanganmu ini bermaksud baik, tidak
semestinya engkau mengeluarkan kata-kata celaan tanpa bukti
itu! Pergilah dari sini, Kami tidak suka berurusan dengan orang
kasar sepertimu!" "Hemm, kalian menyangkal" Kalau telah menyembunyikan
seorang pendeta Lama yang telah bertahun-tahun menjadi
buruggn kami. Yang Mulia Dalai Sama mengutas aku untuk
menangkap buruan itu dan menurut penyelidikanku, dia
bersembunyi di Kun-lun-sah. Kemarin sore aku menelusuri
pondoknya di sebuah puncak pegunungan Kun-lun ini, akan
tetapit dla telah kabur. Bukankah itu berarti bahwa Kun-lun-pai
sengaja melindungi buronan kami" Hayo cepat akui di mana
adanya Jit Kong Lama, buruan kami Itu!"
"Sial !" seru Kui Beng Thaisu. "Kami tidak
mengenal Jit Kong Lama, tidak tahu bahwa dia tinggal di daerah
Kun-lun-san. Kami juga tidak tahu sekarang dia berada di
mana." "Gwat Kong Lama, tuduhanmu sungguh kasar. Kami memang
tidak tahu, akan tetapi andaikata kami tahu juga, tidak akan kami
beritahukan kepadamu yang bersikap sekasar ini !" kata Hui In
Sian-kouw dengan hada suara marah.
414 Mendengar ini, Gwat Korig Lama memandang dengan mata
mencorong kepada Hui In Siankouw. "Bagus, kalau begi-tu aku
akan menggeledah seluruh peru-mahan Kun-lun-pai dan akan,
mencarl sendiri. Aku yakin dia kalian sembunyikan di sini!"
Setelah berkata demikian, Gwat Kong Lama melangkah lebar
hendak memasuki kuil besar. Akan tetapi cepat tubuh Hui In
Sian-kouw berkelebat dan wanita berusia enam puluh satu tahun
ini telah menghadang di depan pendeta Lama itu.
"Berhentl!" bentaknya. "Siapapun
perkampungan kami tanpa ijin'"
tidak boleh memasuki "Ho-hp, bagus sekali! Aku memang ingin sekali melihat sampai
di mana kehebatan ilmu kepandalan para pimpinan Kun-lun-pai.
Cabut senjatamu Hui In Sian-kouw dan mari kita bertanding
untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih unggul. Kalau
aku nienang, aku akan menggeledah perkampungan Kun-lun-pal
inl. Sebaliknya kalau aku kalah, aku akan pergi tanpa banyak
cakap lagi." "Gwat Kong Lama, kami tidak pernah bermusuhan dengan para
pendeta Lama di Tibet, karena itu pinni tidak ingin rnenggunakan
senjata untuk bertanding. Cukup dengan tangan kosong saja
untuk membuktikan siapa di antara kita yaog lebih benar."
"Bagus! Engkau hendak mengandalkan kun-hoat (ilmu silat) dari
Kun-lun-pai" Mari, kita lihat siapa yang lebih tangguh. Pendeta
Lama berkulit' kehitaman Itu memasang kuda-kuda dengan
berdirl dengan kedua kaki berdiri di atas ujung jari dan kedua
tangan menyembah di depan dada.
415 Hui In Siankouw juga memasang ku-da-kuda ilmu silat Kun-lunpai dengati mengembangkan sedikit kedua kaki dan kedua
tangannya dikembangkan lebar dl depan dan belakang
tubuhnya. "Hui In Siankouw, aku telah siap. Mulailah!" tantang Gwat Kong
Lama. "Engkau adalah tamu, silakanf mulai dulu!" kata Hui In
Siankouw. "Baik, lihat seranganku!" Lama itu berseru dan tiba-tiba dia
sudah menerjang maju, kedua tarigannya bergerak cepat
melakukan serangan beruntun dari kanan kiri. Hui In Sian-kouw
adalah ketua Kun-lun-pai bagian wanita, tehtu sa-ja ilmu silatnya
sudah matang dan tinggi. Dengan gerakan cepat ia Wengelak ke
belakang dan memutar- tub.(A untuk balas menyerang. Akan
tetapi pendeta Lama itu telah menyusulkan tendangan
bertubi?tubi dengan kedua kakinya. Kem-bali Hui In Sian-kouw
Si Rajawali Sakti 6 Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han Pendekar Remaja 6
^