Pencarian

Pemberontakan Taipeng 9

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


hormat karena dia adalah sanak dari kaisar, putera dari saudara
seperguruan Kaisar Ong Siu Coan sendiri.
549 Kenangan ini menarik hati Han Le untuk pergi berkunjung ke Nanking ! Dia akan mengunjungi supeknya yang menjadi kaisar itu,
dan melihat perkembangannya nanti. kalau keadaan di sana
cocok dengan hatinya, mengapa dia tidak membantu saja
gerakan supeknya itu, gerakan Tai Peng karena bukankah
gerakan itu juga bermaksud menumbangkan penjajah Mancu"
Pada suatu sore dia tiba di sebuah kota yang letaknya di sebelah
utara lembah Sungai Yang-ce, dan merupakan perbatasan
kekuasaan Tai Peng dan kekuasaan pemerintah Kerajaan Mancu.
Kota ini bernama Cu-sian dan karena terletak di perbatasan,
maka kota ini selalu berada dalam keadaan gawat dan di situ
berkeliaran mata-mata dari pihak Tai Peng, dari Kerajaan Mancu,
dari golongan-golongan kang-ouw dan bahkan ada mata-mata
yang bekerja untuk kepentingan orang kulit putih. Betapapun juga,
perdagangan selalu ramai di kota ini, karena tempat inipun
terkenal sebagai tempat penyelundupan candu dan senjata api
gelap. Kota Cu-sian ini sudah berada dalam kekuasaan Tai Peng dan
karena itu, di mana-mana terdapat penjagaan pasukan tai peng
yang selalu mencurigai siapa saja yang memasuki kota.
Han Le juga tidak terkecuali. Begitu memasuki pintu gerbang, dia
sudah dihadang oleh belasan orang tentara tai peng yang
melakukan penggeledahan. Akan tetapi Han Le sudah siap siaga
sebelumnya sehingga dia menyembunyikan pistol kecilnya di
dalam celana, diikat dengan betis kirinya. Buntalan pakaiannya
tidak terdapat barang mencurigakan kecuali pakaian, maka
diapun lolos dan dibiarkan masuk kota yang ramai itu.
550 Tidak mudah mendapatkan kamar di kota yang ramai itu, akan
tetapi akhirnya dia bisa mendapatkan sebuah kamar di losmen
kecil dan kotor yang berada di ujung kota. Di belakang losmen itu
mengalir sebuah sungai kecil yang airnya kotor karena
menampung semua sampah orang-orang yang tinggal di kota itu.
Biarpun dia mendapatkan kamar terakhir yang paling kecil dan
paling kotor, Han Le mersa lega karena akhirnya dia
mendapatkan sebuah tempat untuk beristirahat.
Setelah membayar kamar itu, dia lalu keluar dari kamar dan pergi
meninggalkan losmen untuk mencari rumah makan karena sejak
pagi tadi dia belum makan. Hampir saja kakinya tersaruk
sebatang tongkat yang melintang di ambang pintu losmen itu. Dia
terkejut karena tongkat itu tadinya tidak ada dan tiba-tiba saja
meluncur dari samping. Ketika dia menoleh dengan marah, siap
menegur orang yang agakya sengaja melintangkan tongkat, dia
melihat seorang pengemis bermata buta dan kemarahannyapun
lenyap. Dia tadi dapat meloncati tongkat itu dan tidak sampai
tersaruk, dan pengemis yang buta matanya ini sudah pasti
melakukan hal itu tanpa sengaja.
"Lopek (paman tua), berhati-hatilah dengan tongkatmu, jangan
sampai membikin jatuh orang lewat," kata Han Le, menegur halus
memperingatkan si buta itu.
Pengemis itu lalu menodongkan tangannya minta sumbangan,
"Yang buta tak melihat, yang bermata harus berhati-hati, tuan
yang datang dari kotaraja harap bermurah hati terhadap seorang
pengemis buta." 551 Han Le mengeluarkan dua potong uang kecil dan meletakkannya
di telapak tangan orang itu, akan tetapi alisnya berkerut dan dia
bertanya, "Bagaimana engkau bisa tahu aku datang dari
kotaraja?" Biarpun kebetulan di situ tidak terdapat orang lain, pengemis itu
menjawab berbisik, "Suaramu asing, tentu menarik perhatian.
Satu petanyaan lagi, apakah pakaianmu putih?" Han Le menjadi
semakin heran. "bagaimana engkau bisa tahu " memang
pakaianku putih." Akan tetapi pengemis buta itu tidak menjawab, melainkan bangkit
berdiri dan melangkah pergi, menggunakan tongkatnya yang
panjang untk meraba-raba ke atas jalan. Han Le merasa
penasaran dan cepat mengejar. Akan tetapi dia enjadi semakin
terkejut dan heran. Biarpun orang itu buta dan berjalan dengan
meraba-raba, namun gerakannya cepat bukan main sehingga
diapun harus melakukan ilmu berjalan cepat untuk menyusulnya !
Dan ternyata orang itu erhenti di belakang rumah kampung yang
sepi karena senja telah larut, dan menantinya.
"Tuan, berhati-hatilah. Nanti malam tepat tengah malam jam dua
belas, pergilah ke kuil tua di luar pintu gerbang sebelah timur.
Kami semua berkumpul di sana dan kedatanganmu amat
dinantikan." tanpa menanti jawaban, pengemis buta itu meloncat
dan agaknya dia sudah hafal dengan jalan di sini karena kini dia
berlari cepat. Han Le menjadi semakin penasaran dan hendak mengejar. Akan
tetapi dia teringat akan pesan orang itu dan diapun menghentikan
552 niatnya untuk melakukan pengejaran. Orang pengemis buta itu
agaknya telah mengenalnya dan tahu bahwa dia datang dari
kotaraja. Akan tetapi kenapa dia disuruh datang tengah malam
nanti di kuil tua sebelah timur pintu gerbang "
Siapakah pengemis buta itu" Dari gerakannya ketika
meninggalkannya, dia dapat menduga bahwa pengemis itu bukan
orang sembarangan, atau mungkin juga hanya pura-pura buta
saja. Apakah dia seorang mata-mata kerajaan yang mengenalnya
sebagai pemuda yang pernah menolong keluarga kaisar"
Ataukah seorang utusan dari Permaisuri kedua yang hendak
menjebaknya" Apapun yang terjadi, dia harus menghadiri pertemuan pada
tengah malam itu. Dia sudah tertarik sekali karena tahu bahwa dia
menghadapi pengalaman yang menegangkan, mungkin
berbahaya. Han Le bersikap tenang saja dan dia melanjutkan
keinginannya untuk makan di rumah makan. Banyak rumah
makan di kota itu, dan dia memasuki rumah makan yang lezat
hidangannya. Setelah makan kenyang dia kembali ke losmen.
Malam itu dia beristirahat tanpa meninggalkan kewaspadaannya,
dalam keadaan siap siaga, bahkan tanpa melepas sepatu dan
pakaian luarnya. Sebelum tiba saat tengah malam, Han Le sudah meloncat keluar
dari kamarnya dan meninggalkan losmen secara diam- diam.
Tidak sukar baginya untuk pergi ke gerbang timur tanpa kelihatan
orang. Malam sudah larut dan sunyi. Hanya beberapa orang lakilaki mabok saja yang berjalan sempoyongan menuju pulang dan
rumah-rumah makan yang paling lambat baru saja ditutup. Han
Le mempergunakan kepandaiannya untuk menyelinap di antara
553 rumah-rumah, pohon-pohon, karena dia dapat menduga bahwa di
tempat itu tentu berkeliaran banyak orang pandai. Dia langsung
menuju ke pintu gerbang timur dan memilih bagian tembok yang
tidak terjaga dan gelap untuk melompatinya dan keluar dari
tembok kota. Malam itu gelap sekali. Menguntungkan bagi Han Le yang
bergerak dengan hati-hati mendekati kuil tua terpencil yang berdiri
di lereng bukit itu. Biarpun kuil itu merupakan sebuah kuil kuno
yang sudah kosong, namun temboknya masih nampak kokoh
kuat, dan malam ini ada sinar penerangan yang menyorot keluar
dari dalam kuil, tanda bahwa di situ terdapat orang. Kuil ini
memang kadang-kadang dipergunakan orang untuk melewatkan
malam, tentu saja orang-orang yang tidak mempunyai uang untuk
bermalam dengan menyewa kamar losmen. Dilihatnya beberapa
sosok tubuh orang berjaga di depan dan di belakang kuil secara
sembunyi. Hal ini sudah diduganya. Pengemis buta itu
mengatakan bahwa "mereka" akan menanti kehadirannya, berarti
di situ akan terdapat banyak orang dan tentu akan membicarakan
urusan penting, maka tentu tempat itu dijaga. Diapun mempelajari
keadaan. Kuil itupun cukup besar, merupakan bangunan induk
dan bangunan-bangunan kecil di sekelilingnya. Beberapa orang
penjaga itu hanya mengawasi bagian depan dan belakang kuil,
hanya kadang-kadang saja meronda melewati kedua bagian
pinggir. Ketika melihat tiga orang penjaga lewat meronda Han Le
cepat menyusup dan begitu mereka lewat, diapun meloncat naik
ke atas genteng kuil sampai dari pinggir. Gerakannya cepat dan
sudah diperhitungkannya sehingga di dalam kegelapan malam
itu, tidak kelihatan apa-apa dan kakinyapun tidak menimbulkan
suara ketika menginjak genteng.Pakaiannya yang serba putih itu
554 kini sudah tertututp sehelai mantel biru yang tadi sengaja
dipakaianya untuk menutupi pakaiannya yang putih.
Han Le merayap di atas genteng kuno yang tebal itu, menuju ke
bangunan induk dari mana menyorot sinar penerangan yang
cukup besar. Dengan hati-hati dia membuka genteng dan
mengintai ke dalam. Ternyata ruangan di bawah itu cukup luas
dan agaknya sudah dibersihkan untuk keperluan ini. Tidak ada
meja kursi di situ, dan di lantai telah dihamparkan tikar yang
menutupi lantai dari ujung ke ujung. Ada lima orang duduk di dalam ruangan itu, dan satu di antaranya
segera dikenal oleh Han Le, yaitu si pengemis buta ! Dan dia
merasa malu terhadap diri sendiri yang tadi pernah mengira
bahwa pengemis buta itu hanya pura-pura buta, karena kini
ternyata bahwa orang itu memang buta ! Kedua matanya yang
hampa nampak putihnya saja itu kelihatan jelas tersorot sinar
lampu yang ada empat buah bergantungan di ruangan itu.
Kini nampak si buta itu mengetuk-ngetuk lantai bertilamkan tikar
dengan tongkatnya, seperti ingin minta perhatian. Empat orang
kawannya itu rata-rata berusia empat puluh tahun lebih, sikap
mereka gagah, dengan pakaian sederhana, ada yang menyamar
seperti petani, ada pula yang seperti saudagar, akan tetapi
mereka semua memiliki sinar mata yang mencorong penuh
semangat. "Sudah kukatakan, aku tidak akan keliru. Menurut penyelidikan
teman-teman kita, orang itu berpakaian serba putih dan dia
mempunyai sepasang mata yang biru ! Bukti apalagi yang lebih
meyakinkan " Tentu dialah orangnya yang kita tunggu, dan ketika
555 aku mencoba dengan tongkatku, dia mudah saja menghindar.
Karena itulah dia kuundang."
Berdebar rasa jantung dalam dada Han Le , mereka sedang
membicarakan diriya ! Kiranya dia disangka orang lain !
"Akan tetapi, lo-kai (pengemis tua), aku masih merasa heran
bagaimana orang kulit putih mau membantu kita " Benarbenarkah mereka itu, ataukah hanya tipu muslihat belaka?"
"Hemm, kurasa mereka bersungguh-sungguh. Setelah mereka
menang perang dan mengadakan perjanjian damai dengan
pemerintah Ceng, mereka memperoleh banyak keuntungan,
mendapat kebebasan berdagang di mana saja. Tai Peng
merupakan ancaman bagi pemerintah kerajaan Ceng, yang
berarti juga mengancam kedudukan mereka. Karena itu, setiap
usaha untuk menghancurkan Tai Peng, kini tentu akan dibantu
oleh orang kulit putih ! "Akan tetapi, lo-kai," kata orang kedua sangsi. "aku mendengar
bahwa hubungan antara kulit putih dan Tai Peng baik sekali,
karena mereka itu memiliki agama yang sama."
"Benar," kata orang ketiga, "aku pernah menyelundup ke Nan-king
dan melihat banyak orang kulit putih berkeliaran di sana. Sudah
lama Tai Peng bersahabat dengan orang kulit putih."
"Sekarang sudah pasti tidak demikian," kata kakek buta dengan
suara yakin. "Ingat saja tentang candu. Tai Peng melarang candu
masuk ke wilayah kekuasaan mereka. Hal ini saja mendatangkan
556 kerugian besar bagi orang kulit putih. Pula, kesamaan agama
mereka hanya namanya saja, akan tetapi orang kulit putih juga
tahu bahwa agama mereka itu telah dirobah oleh kaisar Tai Peng,
dan menjadi alat untuk mengelabui rakyat, bukan agama yang
aseli. Lebih menguntungkan bagi orang kulit putih kini untuk
bersahabat dengan Kerajaan Ceng daripada dengan Tai Peng
yang mulai nampak belangnya."
Diam-diam Han Le mendengarkan percakapan itu dan dia kagum
terhadap si buta yang nampaknya demikian mengenal keadaan
pemerintahan. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau menelan
begitu saja keterangan pengemis buta itu yang membenci Tai
Peng dan agaknya orang-orang ini mau bersekutu dengan orang
kulit putih untuk menentang Tai Peng! Dan agaknya di situ akan
diadakan untuk membicarakan urus an politik.
"Akan tetapi, lo-kai. Kalau gerakan kita tidak menentang
pemerintah Mancu, bahkan membantu pemerintah Mancu
menentang Tai Peng, dan bekerja sama dengan orang kulit putih,
bukankah berarti kita ini lalu menjadi kaki tangan pemerintah
penjajah" Bagaimanapun juga, Tai Peng adalah gerakan rakyat
yang berhasil menduduki sebagian tanah air dan merampasnya
dari cengkeraman penjajah Mancu !" kata orang keempat. Tiga
orang temannya mengangguk-angguk setuju.
Pengemis buta itu menarik napas panjang. "Pertanyaan itu
merupakan hal yang selalu diragukan oleh para pendekar yang
membantu perjuangan rakyat. Akan tetapi, kalian belum tahu
akan seluk beluknya politik dan ilmu perang. Tidak bisa
disamakan dengan ilmu silat bela diri. Dalam ilmu perang banyak
557 lika-likunya. bahkan kalau perlu, golongan yang kemarin
dimusuhi, hari ini dirangkul sebagai sahabat, walaupun mungkin
besok sudah kita pukul lagi sebagai musuh! Kita takkan berhasil
kalau haya memeperlihatkan kepahlawanan saja, mencoba utuk
membersihkan tanah air dari musuh-musuh sekaligus !
Bagaimana mungkin kita mengusir sekaligus penjajah Mancu,
penjahat-penjahat Tai Peng, dan pasukan kulit putih" Tidak
mungkin sama sekali ! Karena itu , kita harus menghancurkan
yang terpenting lebih dulu, dan menggandeng kekuatan lain untuk
membantu kita. Karena itu, tujuan kita sekarang adalah
menghancurkan Tai Peng, dan untuk itu, kita mengulurkan tangan
kepada orang kulit putih, juga kepada pemerintah Kerajaan Ceng.
Setelah kelak Tai Peng hancur, barulah kita mengalihkan sasaran
kepada Kerajaan Mancu, atau kepada orang kulit putih, tentu saja
sesuai dengan keadaannya nanti. Mengertikah kalian?"
Empat orang itu saling pandang, akan tetapi mereka masih belum
mengerti benar. Mereka adalah orang-orang gagah yang telah
digembleng untuk bersikap gagah, tidak suka akan siasat-siasat
dan muslihat licik. Akan tetapi karena mereka tahu bahwa mereka
menghadapi urusan yang terlalu besar dan berat bagi mereka,
bahwa mereka hanyalah pelaksana-pelaksana, merekapun
mengangguk saja.

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba terdengar suara penjaga dari luar berteriak akan
datangnya tamu dari kotaraja !
"Silakan dia masuk !" kata pengemis buta.
558 Dari pintu ruangan itu yang kini menjadi lebar sekali karena
separuh dinding bagian itu telah bobol, muncul tiga orang laki-laki
yang usianya mendekati lima puluh tahun. Mereka masuk dengan
langkah gagah, kemudian mereka menghadapi lima orang yang
duduk bersila itu, seorang di antara mereka berkata,
"Kami diutus oleh Pangeran Kung untuk memenuhi undangan cuwi (anda sekalian)."
"Bolehkah kami melihat surat perintah dari Pangeran Kung?"
tanya si buta. ketika laki-laki tinggi besar yang mewakili dua orang
temannya itu megeluarkan tanda perintah dari Pangeran Kung
yang ada capnya sang pangeran, tentu saja bukan si buta yang
menerimanya melainkan empat orang temannya yang
mengembalikannya kepada tamu itu setelah menelitinya.
"Kami masih belum melupakan sekap pemerintah terhadap
teman-teman kami seperjuangan," kata pengemis buta itu dengan
suara yang angkuh,"dan hanya karena kami percaya kepada
Pangeran Kung maka kami mengirim undangan agar ada wakil
dari kotaraja yang menyaksikan pertemuan penting ini. Kami
hanya mengharapkan persetujuan dari pemerintah tanpa campur
tangan dan tanpa menghalangi gerakan kami untuk memukul Tai
Peng." "Kami mengerti dan kamipun datang sebagai penonton dan
pendengar belaka," kata orang tinggi besar. Mereka dipersilakan
duduk dan tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan muncullah
seorang gadis di ruangan itu. Tiga orang wakil pemerintah
559 kerajaan itu terkejut, akan
memperlihatkan rasa kaget.
tetapi lima orang itu tidak "Aih, Thio-siocia (nona Thio) ! Mana ayah ibumu?" tanya seorang
di antara teman-teman si pengemis buta.
Gadis itu berusia kurang lebih delapan belas tahun, dan tadi Han
Le yang melakuan pengintaian, terkejut dan kagum bukan main
melihat betapa gadis itu memiliki gerakan yang amat cepatnya.
Kini, dia dapat melihat wajah gadis itu dengan jelas di bawah sinar
empat buah lampu besar. Wajah yang lonjong dengan dagu
meruncing manis, hidungnya agak berjungkat ke atas menambah
kemanisan wajahnya. Wajah yang ayu itu selalu berseri dan
cerah, mulutnya seperti selalu menghias senyum, matanya
berkilauan dan pakaiannya rapi. Tahi lalat merah di sudut bawah
dagu menambah daya tariknya. Seorang gadis yang cantik jelita,
dengan bentuk tubuh yang ramping indah !
Gadis itu bukan lain adalah Thio Eng Hui, puteri tunggal dari Thio
Ki dan Ciu Kui Eng. seperti telah diceritakan di bagian depan,
keluarga ini ikut pula terjun ke dalam perjuangan, dan semuda itu,
Eng Hui sudah pula membantu orang tuanya. Mereka bertiga kini
menggabungkan diri dengan pasukan yang dipimpin oleh Li Hong
Cang, dan ikut membantu pemimpin rakyat itu untuk melatih
perajurit yang terdiri dari rakyat jelata. Seperti juga Ceng Kok Han
yang membuat persiapan menghimpun tentara atau bekas laskar
rakyat di sebelah barat, Li Hong Cang juga menghimpun laskar
rakyat di sebelah timur. 560 "Ayah dan ibu sibuk, dan akulah yang ditunjuk oleh Li-bengcu
(ketua Li) untuk menghadiri pertemuan ini. Li-bengcu, juga ayah
dan ibu, mengirim salam kepada Pek-gan Lo-kai dan kawankawan di sini !"
Tiba-tiba kakek pengemis buta itu tertawa gembira. "Ha-ha-ha,
biarpun wanita, anak naga tentu akan menjadi naga perkasa pula
! Nona yang baik, siapakah namamu?"
"Aku bernama Thio Eng Hui, Lo-kai."
"Bagus, nona Eng Hui, aku terima salam dari Li-bengcu yang
kuhormati, dan orang tuamu yang kukagumi. Silakan duduk,
nona," dan kepada tiga orang tamu pertama, kakek pengemis
buta itu memperkenalkan, "Nona ini merupakan utusan dari Libengcu, dan nona Eng Hui, mereka bertiga itu adalah utusan dari
pangeran Kung, yang datang sebagai peninjau saja."
Sambil duduk di atas lantai, tiga orang laki-laki itu memberi hormat
kepada gadis muda itu, yang dibalas dengan sikap dingin oleh
Eng Hui. Sejak kecil, oleh ayah ibunya, gadis ini dididik untuk
membenci pemerintah Kerajaan Mancu, maka, kini berhadapan
dengan tiga orang utusan Pangeran Kung, tentu saja ia merasa
tidak senang, walaupun ia juga tahu bahwa sasaran perjuangan
kali ini adalah menentang Tai Peng.
"Di mana wakil dari pasukan kulit putih?" Ia menoleh ke kanan kiri
untuk mengalihkan percakapan agar tidak perlu bicara dengan
wakil istana Mancu itu. 561 "Apakah dia belum datang/"
"Jangan khawatir, nona Eng Hui, dia pasti datang," kata Pek-gan
Lo-kai. pengemis tua ini adalah seorang tokoh kang-ouw yang
amat terkenal di daerah selatan dan biarpun matanya buta,
namun dia memiliki kepandaian yang lihai sekali. Julukannya,
Pek-gan Lo-kai (Pengemis Tua Mata Putih) merupakan nama
poyokan, akan tetapi kaum kang-ouw menghormatinya karena dia
berjiwa gagah perkasa, dan biarpun hidup sebagai pengemis,
namun dia selalu menentang kejahatan. Matanya yang putih itu
memang tidak dapat melihat, akan tetapi Tuhan Maha Adil, dan
sebagai pengganti matanya, dia mendapat kepekaan yang luar
biasa dalam alat tubuh lainnya, pendengarannya, penciumannya,
perasaan dan rabaan tangannya, semua amat peka melebihi
manusia biasa sehingga semua itu dapat menutup kebutuhan
hidup yang terganggu oleh butanya mata. Karena lihai ilmunya,
dalam pengetahuannya dan banyak pemgalamannya, maka
semua tokoh kang-ouw setuju mengangkatnya menjadi pemimpin
kelompok laskar rakyat yang berada di sepanjang sungai dan di
perbatasan antara daerah Tai Peng dan daerah Kerajaan Ceng.
Juga Ceng Kok Han dan Li Hong Cang, dua orang pemimpin
besar yang menghimpun laskar rakyat, percaya kepadanya untuk
memimpin rencana penyerbuan terhadap kota Cu-sian, yang
merupakan benteng pertama sebelah utara sungai dari pasukan
Tai Peng. Malam itu diadaan pertemuan untuk merundingkan
urusan besar itu dan tanpa di sengaja, Han Le menjadi saksi
peristiwa yang amat penting ini, yang merupakan sumbu pertama
yang menyulut api peperangan antara laskar rakyat melawan Tai
Peng. 562 "Dia" Apakah mereka tidak datang semua?" Eng Hui bertanya.
"Mereka " Aku hanya bertemu dengan seorang saja. Bukankah
dia berpakaian serba putih?"
"Benar, akan tetapi dua orang pembantunya berpakaian bisa,
seperti pakaian kuli yang memikul barang-barangnya. Dia
menyamar sebagai seorang pelancong. kebetulan saja aku
bertemu dengan mereka di luar pintu gerbang kotaraja."
"Sebentar lagi tentu dia akan datang," kata pula Pek-gan Lo-kai.
Mendengar ini Han Le yang merasa semakin tertarik, tahu bahwa
saatnya telah tiba untuk muncul. Dia dengan hati- hati merangkak
kembali ke atas wuwungan bangunan samping kuil itu, dan
meloncat keluar dari tembok kuil dan dengan jalan memutar dia
mengampiri pintu depan. Tiba-tiba bermunculan empat orang penjaga meghadangnya. "siapa engkau ?" bentak mereka.
yang Han Le tersenyum mengejek. "Kalian tentu siapa aku,"
jawabnya."Katakan saja kepada Pek-gan Lo-kai bahwa aku si
baju putih telah datang memenuhi undangannya."
Seorang di antara para penjaga segera melapor dan setelah
mendapat jawaban dari Pek-gan Lo-kai yang mempersilakan
tamunya masuk, Han Le diperbolehkan masuk dan dikawal oleh
para penjaga menuju ke ruangan di bangunan induk.
Sepasang mata Han Le menjadi agak silau ketika penerangan
lampu menyambutnya di ruangan itu. Sembilan pasang mata dari
563 mereka yang hadir di dalam ruangan itu menyambutnya dan
memandangnya penuh perhatian. Tiba-tiba Eng Hui meloncat dari
atas tikar, berdiri menghadapi Han Le dan berseru dengan suara
galak. "Lo-kai, dia ini bukanlah si pakaian putih yang menjadi wakil orang
kulit putih itu !" Mendengar ucapan Eng Hui, semua orang terkejut, terutama
sekali lima orang yang menjadi tuan rumah. seorang yang
mukanya hitam, teman Pek-gan Lo-kai yang berjuluk harimau
Muka Hitam, sudah meloncat dan enghadapi Han Le, siap untuk
menyerang, hanya tinggal menunggu komando di pengemis buta.
Pek-gan Lo-kai juga bangkit berdiri dan menudingkan tongkatnya
kepada Han Le. "Engkau berpakaian putih dan datang dari
kotaraja?" pertanyaan yang pernah diajukan ini diulang kembali
sehingga Han Le merasa geli.
"Benar, akan tetapi engkau buta bagaimana bisa tahu ?"
"Dan engkau mata-mata dari orang kulit putih yang dikirim ke
sini?" "Siapa bilang aku mata-mata. Ingat, orang tua, kita saling bertemu
di pintu gerbang losmen dan engkau yang mengundangku ke sini,
dan aku ...... " "Celaka, dia tentu mata-mata Tai Peng!" Eng Hui yang sejak tadi
merasa curiga, membentak marah.
564 Han Le merasa mendongkol. "Aku bukan mata-mata siapapun
juga ...... " Akan tetapi Harimau Muka Hitam yang berada dekat di depannya,
membentak, "Orang muda, menyerahlah engkau !" Dan tangannya yang berjari
besar dan membentuk cakar harimau itu telah menambar ke arah
pundak Han Le untuk mencengkeram dan menangkap. tentu saja
Han Le tidak sudi ditangkap, dan dengan sedikit miringkan
tubuhnya saja dia sudah dapat menghindarkan terkaman itu.
"Tempat gila apa sih ini" Tanpa dosa tanpa perkara, aku diundang
ke sini tengah malam, dan begitu muncul, aku hendak ditangkap.
Enak saja !" Han Le mengomel walaupun dia tahu bahwa dia
dicurigai sebagai mata-mata Tai Peng. Agaknya percuma saja dia menyangkal dan mestinya dia
melarikan diri saja dan tidak mencampuri urusan mereka. Akan
tetapi melihat orang-orang ini, terutama munculnya Thio Eng Hui,
membuat hatinya tertarik dan orang-orang ini tentu memiliki ilmu
silat tinggi, maka diapun ingin sekali menguji kepandaian mereka.
"Tak perlu bersandiwara, engkau tentu mata-mata Tai Peng !" Si
muka hitam kini menerjang lagi, lebih hebat dari tadi karena dia
merasa penasaran betapa mudahnya pemuda itu tadi mengelak
dari sambaran cengkeraman tangannya. Kini dia memajukan kaki
kanan yang masih membentuk cakar harimau, mencakar ke arah
muka Han Le sedangkan tangan kiri menyusul dengan tusukan
jari terbuka ke arah perut pemuda itu. Gerakannya cepat dan juga
mengandung tenaga yang amat berbahaya bagi Han Le. Namun,
565 pemuda ini bersikap tenang saja, hanya nampak kedua
tangannya bergerak cepat bukan main dan tiba-tiba Si Harimau
Muka Hitam itu mengeluarkan seruan kaget, kedua lenganya
lumpuh karena di sambar jari-j ari tangan yang menotok jalan
darah di atas siku dan selagi kedua lengannya tergantung lemah
tak berdaya, Han Le mengirim tendangan dan tubuh yang tinggi
besar itupun terbanting roboh ! Melihat ini, tiga orang yang lain terkejut dan mereka sudah
berloncatan bangun, akan tetapi tiba-tiba Pek-gan Lo-kai
membentak. "Mundur ! Biar aku yang menghadapinya !"
Biarpun matanya buta, namun sekali menggerakkan kaki,
pengemis buta itu telah berada di depan Han Le. Hal ini saja
sudah menunjukkan betapa lihainya kakek ini dan Han Lepun
tidak berani memandang ringan.
"Orang muda, siapakah sebenarnya engkau " Kalau benar gagah,
mengakulah saja bahwa engkau mata-mata Tai Peng !"
Han Le menarik napas panjang, hatinya kesal. "Pek-gan Lo-kai,
engkau seorang tua yang sudah buta, sebetulnya harus
dikasihani, akan tetapi sikapmu malah membikin orang jengkel.
Tanpa dosa, ketika keluar dari losmen, engkau mencoba untuk
menjegal kakiku, kemudian engkau bertanya apakah aku
berpakaian putih dan datang dari kotaraja. Karena memang
pakaianku putih dan datang dari kotaraja, tentu saja aku
benarkan. Dan engkau mengundang aku datang di tengah malam
begini di sini, akan tetapi hanya disambut serangan !"
566 "Hemm, siapa percaya omonganmu" Engkau mencurigakan dan
lihai. Siapakah engkau sebenarnya?"
"Aku seorang perantau biasa, namaku Gan Han Le ......
"Dia tentu mata-mata Tai Peng !" Tiba-tiba seorang di antara tiga
utusan Pangeran Kung berseru. "Kami pernah mendengar
tentang dia ! Dia pernah menyelamatkan keluarga kaisar ketika
melarikan diri ke Yehol, akan tetapi kemudian dia kurang ajar dan
kabarnya hendak membunuh Ibu Suri kedua. Dia buronan kami
dan tentu mata-mata Tai Peng.
"Bagus, menyerahlah, orang muda !" kata Pek-gan Lo-kai. Kakek
ini yang pada saat ini terpaksa harus berbaik dengan orang kulit
putih dan kerajaan, mendengar betapa pemuda ini pelarian dan
buruan tentara kerajaan, hendak mendatangkan kesan baik
dengan ikut menangkapnya.
"Aku tidak sudi menyerah kepada siapapun !" Han Le balas
membentak, marah sudah. Diapun ingin menguji kepandaian
kakek buta yang agaknya amat berkuasa di antara para tokoh
yang hadir. "Kalau begitu, sambutlah tongkatku !" Pek-gan Lo-kai menyerang.
Tongkatnya yang butut dan tidak berapa besar itu menyambar
dengan cepat, berubah menjadi sinar hitam yang mengeluarkan
suara angin bersiutan ! Namun, Han Le dapat cepat mengelak.
Ketika tongkat itu membalik dan menyambar lagi bertubi-tubi


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai tujuh kali, Han Le tetap mengelak ke sana-sini. Namun,
tongkat itu menyambar terus. Ketika tongkat menyambar dengan
567 tusukan ke arah dadanya, Han Le tidak lagi mengelak melainkan
menangkis dengan totokan ke arah pundak kanan dengan
maksud agar kakek it melepaskan tongkatnya. Akan tetapi dia
terkejut. Kakek itu tidak mengelak dan ketika totokannya
mengenai pundak, ujung jarinya bertemu dengan daging yang
demikian keras dan licin sehingga totokannya meleset dan pada
saat itu tongkat sudah menyambar lagi, menghantam ke arah
kepalanya ! Han Le melompat ke belakang dan kini dia tidak berani main-main
lagi. Kakek ini ternyata lihai bukan main dan ketika dia balas
menyerang, kakek itu seperti memiliki mata yang awas saja, tahu
ke arah mana lawan mengirim serangan sehingga dia dapat
mengelak atau menangkis dengan totokannya.
Han Le mulai merasa khawatir, Dia telah memasuki guha harimau
yang penuh dengan harimau-harimau yang galak dan berbahaya.
baru kakek buta ini saja demikian lihainya, kalau mereka semua
maju mengeroyok, dia bisa celaka. Maka, diapun tidak ingin
memperpanjang perkelahian itu. Ketika kakek itu menghantamkan lagi tongkatnya, Han Le menanti sambil
mengerahkan tenaga khikangnya, lalu menyambut tongkat itu
dengan dorongan kedua tangannya sambil mengeluarkan
bentakan nyaring, menggunakan Ilmu Sin-houw Ho-kang, yaitu
semacam ilmu serangan melalui suara yang dapat
mengguncangkan jantung lawan!
"Dessss ...... !" kakek buta itu terpental ke belakang, tubuhnya
tergetar oleh suara melengking yang dikeluarkan oleh Han Le dan
tangkisan pemuda itu amat kuat. Melihat ini, Thio Eng Hui sudah
568 menerjang ke depan dan tangannya menampar ke arah leher Han
Le. Melihat tamparan yang demikian cepat dan mendatangkan angin
pukulan berat, Han Le menangkis sambil mengerahkan tenaga
untuk mengundurkan lawan yang kelihatannya juga amat lihai ini.
"Dukk ...... !" Keduanya terkejut dan keduanya terdorong ke
belakang ! Han Le terbelalak memandang. kiranya gadis ini lebih
kuat sinkangnya dibandingkan kakek buta ! Sungguh seorang
lawan yang berat ! Kini tahu-tahu gadis itu telah memegang
tongkat pendek seperti pedang, kemudian menyerangnya kalang
kabut dengan kecepatan yang membuat Han Le menahan napas
! Diapun mengerahkan ginkangnya, untuk mengimbangi
kecepatan gerakan gadis itu. Orang-orang lain termasuk kakek
buta yang mengikuti perkelahian itu dengan telinganya, mejadi
kagum. Sungguh kedua orang muda itu merupakan lawan yang
amat cepat gerakannya dan seimbang kekuatannya ! Mereka
semua tidak tahu bahwa kedua orang muda itu adalah cucu-cucu
murid dari dua diantara Empat Racun Dunia. Han Le memainkan
ilmu silat tangan kosong Ngo-heng Lian-hoat yang menjadi ilmu
dari Thian-tok, sedangkan Eng Hui memainkan tongkatnya
dengan Ilmu Tongkat Cui-beng Hek-pang (Tongkat Hitam
Pengejar Nyawa) dari Tee-tok !
Melihat betapa gadis yang mereka andalkan agaknya tidak dapat
dengan cepat merobohkan pemuda baju putih itu, Pek-gan Lo-kai
menggerakkan tongkatnya kembali membantu Eng Hui. bahkan
empat orang kawannnya juga siap-siap melakukan pengeroyokan, sedangkan tiga orang utusan dari Pangeran Kung
569 sudah gatal tangan pula untuk ikut terjun dan membantu
menangkap mata-mata Tai Peng yang lihai itu !
Ketika Pek-gan Lo-kai maju dengan tongkat panjangnya, Han Le
masih mampu memepertahankan diri menghadapi pengeroyokan
gadis dan kakek itu. Akan tetapi ketika empat orang pembantu
Pek-gan Lo-kai maju, sedangkan tiga orang utusan kotaraja siapsiap pula dan dari luar berdatangan belasan orang anak buah
Pek-gan Lo-kai yang tadi melakukan penjagaan, Han Le mulai
merasa terkepung ketat dan keadaannya berbahaya. Dia tidak
melihat lubang untuk meloloskan diri kecuali membela diri matimatian sambil mencari kesempatan untuk membalas serangan
lawan. Keadaan Han Le sungguh terancam bahaya. Biarpun dia seorang
pemuda yang memiliki ilmu silat tinggi, namun para
pengeroyoknya juga orang-orang yang amat lihai. Baru tingkat
kepandaian Eng Hui saja sudah hampir mengimbanginya, apalagi
di situ terdapat Pek-gan Lo-kai yang juga tangguh sekali dan para
pembantunya yang cukup lihai. Kalau keadaannya sudah
mengancam benar dan tidak ada jalan keluar lagi, terpaksa dia
akan mencabut pistolnya dan mempergunakan senjata itu untuk
meloloskan diri, pikirnya.
"Dar-dar--dar ...... " Tiba-tiba terdengar ledakan keras tiga kali dan
nampak asap di luar ruangan. Tiga orang penjaga roboh tewas
seketika dan semua orang menghentikan perkelahian, terkejut
memandang keluar dan ternyata ruangan itu telah terkepung oleh
puluhan orang pasukan Tai Peng yang diantaranya ada yang
memegang bedil ! Pasukan itu dipimpin oleh dua orang laki-laki
570 berusia hampir lima puluh tahun. Seorang tinggi kurus bermuka pucat, dan yang seorang lagi tinggi
besar bermuka merah. Mereka ini bukan lain adalah Tiat-pi Kimwan (Lutung Emas Berlengan Besi) dan Seng-jin Sin-touw (Maling
Sakti Dewa), dua di antara tokoh-tokoh sesat yang menjadi
pembantu kanan Ong Siu Coan, raja dari Tai Peng!
"Orang muda, engkau hebat juga," kata Tiat-pi Kim-wan kepada
Han Le, senang melihat pemuda itu tadi dikeroyok oleh orangorang yang dia tahu adalah pimpinan laskar rakyat yang
memusuhi Tai Peng. Akan tetapi Han Le mengerutkan alisnya dan
tidak menjawab, walaupun kedatangan orang-orang Tai Peng itu
telah menyelamatkannya. "Ha-ha, Pek-gan Lo-kai, engkau jembel tua bangka berani
mengadakan pertemuan di sini untuk menentang Tai Peng, ya"
Dan kalian bersekutu dengan orang-orang bule yang berhati palsu
itu untuk mengeroyok kami" Ha-ha, tentu kalian sedang menanti
datangnya mereka ini, bukan ?" Dia memberi isyarat dan anak
buahnya mendorong tiga orang yang terjatuh ke lantai ruangan
itu, seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan yang
berpakaian serba putih, dan dua orang berpakaian sebagai kuli.
"Mereka ini mata-mata orang kulit putih yang kalian tunggutunggu" Ha-ha-ha ! Orang-orang kulit putih telah mengkhianati
kami. Lihat, inilah hukuman bagi mereka dan kalianpun seorang
demi seorang, kecuali si baju putih ini yang tidak memusuhi kami,
akan menerima hukuman yang sama !" Dia memberi isyarat lagi ke belakang.
571 "Dar! Dar! Dar!" Tiga kali bunyi tembakan, asap mengepul
menggelapkan ruangan itu dan tiga orang mata-mata orang kulit
putih itupun roboh mandi darah, menggelepar sekarat.
Kesempatan selagi ruangan penuh asap itu dipergunakan oleh
yang memutar tongkatnya, merobohkan empat orang anggauta
pasukan tai peng di sebelah kiri dan meloncat keluar dari ruangan.
Juga Pek-gan Lo-kai dan teman-temannya memutar senjata
menghadapi pasukan Tai Peng, mengamuk untuk meloloskan diri.
Tiga orang utusan dari kota raja juga terpaksa membela diri dan
mencari jalan keluar. Terjadilah pertempuran yang kacau di dalam
ruangan itu. Han Le hanya berdiri di pojok, merasa ragu karena dia tidak tahu
harus membantu siapa. Dia tahu bahwa Pek-gan Lo-kai dan
teman-temannya itu adalah para pejuang rakyat yang hendak
menentang Tai Peng, sedangkan gadis yang tadi disebut nona
Thio Eng Hui oleh si pengemis buta jelas adalah utusan dari
suhengnya, yaitu Li Hong Cang yang sekarang telah menjadi
bengcu atau pemimpin rakyat yang berjuang. Tiga orang itu
adalah utusan dari Kerajaan Mancu. Dia tidak mau membantu
kedua pihak, juga dia merasa ragu-ragu untuk membantu orangorang Tai Peng, sebelum kedudukannya jelas di dalam kerajaan
baru yang dipimpin oleh Ong Siu Coan, bekas suheng mendiang
ayahnya itu. Maka diapun tidak mencampuri perkelahian itu.
Perkelahian itu berjalan dengan seru dan kakek pengemis buta itu
memang lihai bukan main. Demikian pula tiga orang utusan dari
kotaraja itupun lihai sehingga banyak pula anak buah Tai Peng
572 yang roboh oleh mereka. dalam perkelahian yang campur aduk
itu, di mana pengeroyokan dilakukan secara kacau, tidak mungkin
lagi bagi para pemegang bedil untuk mempergunakan senjata api
mereka, karena kalau hal ini dilakukan, banyak sekali bahaya
akan mengenai tubuh teman sendiri.
Akan tetapi, pasukan Tai Peng itu terlalu banyak jumlahnya, dan
dua orang yang memimpin pasukan itu, yaitu Tiat-pi Kim-wan dan
Seng-jin Sin-touw, juga bukan orang sembarangan, melainkan
tokoh-tokoh kang-ouw yang lihai dan banyak pengalaman.
Akhirnya, Pek-gan Lo-kai berhasil lolos keluar bersama seorang
pembantunya, sedangkan tiga orang pembantunya yang lain
tewas. Di pihak tiga orang utusan kotaraja, juga hanya dua orang
saja lolos sambil membawa luka, sedangkan seorang lagi roboh
dan tewas. Thio Eng Hui sudah lolos lebih dahulu sejak tadi.
Setelah pertempuran berhenti, Tiat-pi Kim-wan dan Seng-jin Sintouw lalu menghadapi Han Le dan Tiat-pi Kim-wan yang tadi
sudah melihat kelihaian pemuda ini dan memujinya, kini bertanya
dengan alis berkerut. "Orang muda, tadi engkau dimusuhi mereka, dikeroyok dan
hendak dibunuh. Mengapa setelah kami muncul membantumu
engkau malah diam saja dan tidak mau membantu kami
merobohkan mereka " Lihat, di antara anak buah kami banyak
yang tewas dan terluka, sedangkan mereka banyak yang lolos."
Han Le memandang kepada orang tinggi kurus itu dengan sikap
acuh, lalu menjawab seenaknya. 573 "Aku tidak mengenal kalian, mengapa aku harus membantu
dalam pekelahian itu?"
"Akan tetapi kau dimusuhi mereka?"
"Benar, karena aku disangka mata-mata Tai Peng."
"Dan kami adalah tokoh-tokoh pimpinan pasukan Tai Peng.
Kenapa engkau yang kami tolong malah tidak mau membantu
kami ?" kini Seng-jin Sin-touw mencela. Han Le memandang
orang tinggi besar itu penuh perhatian beberapa saat lamanya
sebelum dia menjawab. "Kalian bukan menolongku. Kalian adalah orang-orang Tai Peng
dan tentu saja kalian memusuhi mereka yang menentang Tai
Peng. Akan tetapi aku " Aku mereka serang karena mereka
menyangka aku seorang mata-mata Tai Peng. Padahal aku
bukan mata-mata Tai Peng. Kalau sudah jelas kedudukanku di
Tai Peng, tanpa diminta lagi tentu tadi aku sudah membasmi
mereka !" Tiat-pi Kim-wan dan Seng-jin Sin-touw saling pandang.
Orang muda ini lihai, hal itu dapat mereka saksikan tadi ketika
pemuda ini dapat bertahan dikeroyok oleh demikian banyaknya
orang lihai. Namun, mengeluarkan kata-kata bahwa dia mampu
membasmi mereka, sungguh amat sombong. Pek-gan Lo-kai dan
kawan-kawannya tadi amat lihai, dan pemuda itu dikeroyok
banyak orang tentu hanya mampu membela diri saja,. mana
mungkin membasmi mereka " Dapat meloloskan diripun sudah
untung. 574 "Hemm, orang muda. Musuh-musuhmu tadi amat lihai,
bagaimana engkau seorang diri, kalau tidak ada petolongan kami,
akan mampu membasmi mereka/" tanya Tiat-pi Kim-wan sambil
tersenyum mengejek. "Dengan kedua tanganku, kalau aku mau, aku dapat membasmi
mereka tadi," hawab Han Le sejujurnya, bukan dengan maksud
untuk menyombongkan diri.
Jawaban ini membuat Tiat-pi Kim-wan menjadi penasaran sekali.
"Orang muda, engkau boleh jadi memiliki ilmu slat yang tinggi,
akan tetapi tidak mungkin dapat membasmi banyak orang pandai
yang mengepung dan mengeroyokmu demikian ketat. Andaikata
kami ini musuh-musuhmu dan kini mengepungmu, bagaimana
mungkin engkau dapat membasmi kami?" Tiat-pi Kim-wan
memberi isyarat dan dua puluh orang pasukan telah
mengepungnya, di antara mereka ada pula yang menodongkan
bedil ! Dua orang anak buah Lee Song Kim itupun sudah
menodongkan senjata maisng-masing dengan sikap mengeroyok
Han Le. Akan tetapi mereka tersenyum dan tahulah Han Le
bahwa mereka memang hanya main-main atau ingin mengujinya
saja. Diapun tersenyum,. "Tidak benar sama sekali !" katanya dan tiba-tiba tubuhnya
berkelebat, tahu-tahu dia telah berada di belakang tubuh Tiat-pi
Kim-wan, mencengkeram leher bajunya dengan tangan kirinya
sedangkan tangan kanan menekankan mulut pistol kecilnya di
lambung pemimpin pasukan Tai Peng itu.
"Semua lempar senjata atau pimpinan kalian ini akan mati di ujung
pistolku lebih dulu !" bentaknya.
575 Semua anak buah Tai Peng terbelalak. Mereka tidak berani
menyerang karena tubuh pemuda itu terlindung oleh tubuh Tiat-pi
Kim-wan, sedangkan perwira tinggi kurus inipun terbelalak karena
sama sekali tidak dapat mengikuti gerakan pemuda baju putih,
bahkan tidak melihat bagaimana pemuda itu tahu-tahu telah
mencabut sebuah pistol. Pasukan itu masih ragu-ragu, dan tibatiba Han Le berkata lagi.
"Kalian masih belum yakin akan kemahiranku menembak pistol
kecil ini" Lihat dua ekor cecak di atas itu." dan diapun cepat sekali
menggerakkan tangan kanannya yang memegang pistol.
"Dar! Dar!" Semua orang memandang dan mereka terkejut dan kagum bukan
main melihat jatuhnya dua buah kepala cecak yang tubuhnya


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah hancur dilanggar pistol ! Han Le melepaskan
cengkeramannya pada leher baju Tiat-pi Kim-wan, dan pistolnya
telah lenyap lagi seperti disulap saja dan kini dia menghadapi dua
orang tokoh Tai Peng itu dengan sikap tenang,sama sekali tidak
memperlihatkan kebanggaan karena perbuatannya tadi bukan
untuk membanggakan kepandaian melainkan untuk medatangkan kesan agar terpandang oleh orang-orang Tai Peng.
Dua orang itu sejenak terbelalak, kemudian bertepuk tangan
memuji, diikuti oleh para anggauta pasukan mereka yang merasa
kagum sekali. 576 "Bukan main ! Orang muda perkasa, engkau bukan hanya pandai
ilmu silat, bahkan ahli memainkan senjata api pula ! Siapakah
namamu, orang muda?"
"Namaku Gan Han Le ...... "
"Ah, benar ! Tadi aku merasa sudah mengenalnya. Dia adalah
murid keponakan dari raja kita !" terdengar teriakan seorang
perajurit yang usianya sudah empat puluh tahun.
Perajurit ini pernah menjadi perajurit pengawal dan dia pernah
melihat Han Le ketika dia bersama ibunya tinggal di istana Ong
Siu Coan. Mendengar ini, terkejutlah dua orang perwira itu.
mereka mengenal akan kekerasan hati Raja Ong Siu Coan
terhadap anak buah yang bersalah dan mereka tadi bersikap
kurang hormat kepada murid keponakan raja itu !
"Benarkah ...... engkau murid keponakan raja kami?" tanya Tiat-pi
Kim-wan. Han Le mengangguk. "Benar, mendiang ayahku adalah sute dari
Sribaginda Raja Ong Siu Coan."
Dua orang itu segera memberi hormat dengan sikap merendah,
diikuti pula oleh anak buah mereka. "Harap Gan-taihiap sudi
memaafkan kami yang tidak tahu dan tidak mengenal taihiap.
Marilah kami mengiringkan taihiap untuk menghadap Sribaginda
di istana." Han le mengangguk. Memang dia berniat untuk menghadap
supeknya yang kini telah menjadi raja itu. Dahulu supeknya
577 bersikap baik terhadap dia dan ibunya, dan kini, selagi dia
kehilangan pegangan, sebaiknya kalau dia menghambakan diri
kepada raja Tai Peng itu. Bukankah dengan membantu Tai Peng
meruntuhkan kekuasaan penjajah Mancu, sama saja dengan
garis tujuan yang pernah diperjuangkan mendiang ayahnya, yaitu
menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu" Untuk apa dia membantu kedua suhengnya yang kini menjadi
pimpinan rakyat itu" Mereka agaknya telah menyeleweng,
melakukan persekutuan dengan Pemerintah Mancu !
Kaki tangan Lee Song Kim yang merupakan pasukan rahasia.
Walaupun Lee Song Kim dan kaki tangannya bekerja membantu
pemerintah Tai Peng, bahkan Lee Song Kim kini menjadi kaki
tangan Ong Siu Coan, dan kekasih dari Kiki atau Tang Ki
permaisuri dari raja Tai Peng itu, namun Lee Song Kim dan kaki
tangannya merupakan kelompok rahasia tersendiri yang memiliki
gerakan cepat, penuh rahasia, dan teratur sekali. Oleh karena itu,
walaupun mereka mengajak Han Le sebagai seorang tamu
kehormatan pergi ke istana menghadap Sribaginda Raja, namun
diam-diam Tiat-pi Kim-wan dan Seng-jin Sin-touw tekah
mengutus seorang kepercayaan untuk lebih dulu pulang ke Nanking dan menyampaikan laporan kepada Lee Song Kim tentang
peristiwa yang terjadi di kota Cu-sian di perbatasan itu, dan tentu
saja tentang Gan Han Le yang kini ikut bersama pasukan untuk
pergi mengadap Sribaginda.
Mendengar laporan itu, Lee Song Kim langsung saja pergi
menghadap Raja Ong Siu Coan, dan bersama permaisuri tang Ki
mereka lalu membicarakan pemuda itu.
578 "Tidak disangka bahwa anak itu kini telah menjadi seorang
pemuda dewasa yang lihai," kata Ong Siu Coan.
"Sungguh menguntungkan sekali kalau dia mau menyumbangkan
tenaga membantu kita. Dia harus diterima denga baik,
disenangkan hatinya dan diberi kedudukan tinggi sesuai dengan
kepandaiannya." "Akan tetapi, walaupun pendapat paduka itu benar sekali, namun
hamba kira sebaiknya kalau paduka lebih dahulu menguji sampai
di mana tingkat kepandaiannya, dan apakah dia memang cukup
lihai untuk diangkat menjadi pembantu paduka yang boleh
diandalkan," kata Lee Song Kim, bagaimanapun juga sudah
memandang pemuda itu sebagai calon saingannya.
Raja Ong Siu Coan tersenyum lebar, sepasang matanya yang
mempunyai sinar aneh itu mencorong, wajahnya berseri
menunjukkan bahwa hatinya bergembira saat itu. "Tentu saja dia
pandai sekarang. Anak itu memang berbakat, dan lupakah
engkau kepada si muka buruk yang mengaku mata-mata orang
kulit putih dan yang telah menukar Han Le dan ibunya dengan dua
ratus pucuk bedil itu" Ha, dia itu ternyata telah merampas senjatasenjata itu dari mata-mata yang sesungguhnya, dan dia itu lihai
sekali. Agaknya Han Le menerima ilmu silat dari orang rahasia
itu." "Betapapun juga, kita harus berhati-hati," kata Tang Ki.
"Kita ingat siapa orang tua anak itu. Ayahnya adalah seorang
pemberontak yang gigih, dan siapa tahu diapun condong untuk
bersekutu dengan para pemberontak yang dipimpin oleh Li Hong
Cang dan Ceng Kok Han itu. Dan ingat pula siapa ibunya.
579 Seorang wanita kulit putih. Tidak akan mengherankan kalau diamdiam kini dipergunakan oleh orang kulit putih untuk mengamatamati kita,
RAJA itu mengangguk-angguk. Dia merasa girang mendengar
usul-usul dari permaisurinya dan tangan kanannya itu, dan makin
yakinlah hatinya bahwa mereka berdua inilah sesungguhnya
pembantu-pembantunya yangpalig setia dan boleh diandalkan.
Ong Siu Coan bukan orang bodoh, tentu saja dia tahu apa yang
telah terjadi antara kedua orang ini, apa yang mereka lakukan di
belakang punggungnya. Biarlah, pikirnya. Dia tidak membutuhkan lagi Tang Ki sebgai isteri atau kekasih,
untuk itu dia dapat meguasai setiap orang wanita muda cantik
yang disukainya. Dia membutuhkan Tang Ki sebagai sekutu,
sebagai pembantu dan dia melihat bahwa Tang Ki amat berguna
untuk mengikat Lee Song Kim ! Biarlah mereka itu berjina sesuka
hati mereka, sepuas hati mereka, karena hal ini merupakan
kelemahan mereka yang menjadi senjata baginya untuk
menundukkan mereka berdua !
"Selama ada kalian berdua membantuku, hatiku akan selalu
tenang. Sebaiknya kalian berdua rundingkan bagaimana untuk
menghadapinya, Lee-ciangkun, engkau bertugas untuk menguji
kepandaian Gan Han Le itu, dan kalian berdua atur saja siasat
untuk menguji kesetiaannya. Nah, tinggalkanlah aku sendiri, aku
hendak bersembahyang dan menghadap Bapa di Surga untuk
memohon petunjuk-Nya."
Tang Ki dan Lee Song Kim saling lirik, kemudian mengundurkan
diri karena raja itu selalu mempergunakan alasan yang sama
580 kalau hendak menyendiri, dan untuk melakukan apa saja di luar
tahu permaisurinya atau orang lain, kecuali yang dikehendakinya.
Ketika mereka keluar dari dalam ruangan itu, Lee Song Kim
berbisik, "Apakah dia tahu akan hubungan antara kita
Tang Ki tersenyum. "Kau kira dia bodoh" Tentu saja dia tahu ......
" "Aihhh ...... !" Wajak Song Kim berubah agak pucat.
Tang Ki menggandeng tangannya dan menariknya memasuki
sebuah di antara kamanya pribadi. setibanya di dalam, ia
menutup daun pintu dan merangkul leher kekasihnya itu. "Jangan
khawatir ! Dia sudah tidak membutuhkan aku sebagai isteri atau
kekasih lagi. Masa itu sudah lama berlalu. Dia hanya
membutuhkan aku sebagai sekutu dan pembantu yang setia."
Mereka berdua tenggelam ke dalam kemesraan di dalam kamar
itu, mencurahkan kasih sayang masing-masing menurutkan
gairah nafsu mereka yang tak kunjung kering dan puas itu.
Setelah itu, mereka lalu duduk di tepi pembaringan, seperti dua
orang sahabat yang sedang berbincang-bincang, membicarakan
tentang Han Le dan mengatur siasat untuk menghadapi pemuda
itu. Begitulah, ketika Gan Han Le dibawa menghadap raja oleh dua
orang perwira pembantu Lee Song Kim itu, dia diterima oleh Raja
Ong Siu Coan dengan gembira, namun tidak terlalu lama.
581 "Ah, engkau tentu Gan Han Le, putera Sheila dan mendiang Gansute itu !" kata Ong Siu Coan sambil tersenyum memandang
pemuda yang berlutut di depannya itu. "Selama ini, engkau telah
menuntut ilmu silat, kepada siapa saja engkau berguru, Han Le?"
Han Le tidak ingin menyebut-nyebut nama gurunya yang kini amat
dibencinya itu, dan pula, gurunya ternyata adalah Koan Jit,
suheng dari raja ini sendiri yang tadinya sudah disangka mati,
tentu kalau dia mengaku, hal itu akan mengejutkan raja dan
membuat dia repot saja. "Harap paduka sudi mengampuni hamba yang selama ini hamba
tidak ada kesempatan untuk datang menghadap. Selama ini
hamba merantau dan hamba belajar silat di mana-mana, dari
siapa saja tanpa guru tertentu.
Ong Siu Coan mengerutkan alisnya. Dia seorang yang cerdik dan
diapun tahu bahwa orang muda ini hendak menyembunyikan
nama gurunya. Tentu ada alasannya yang kuat, maka diapun
tidak mau mendesak. "Bagaimana dengan ibumu" Di mana ibumu sekarang ?"
Ditanya tentang ibunya, Han Le menjadi semakin berduka, akan
tetapi ditahannya agar dia tidak terbayang pada wajahnya.
"Ibu ...... ibu telah meninggal dunia ...... " Suaranya mengandung
haru dan kesedihan, sedih karena dia harus membohong dan
mengatakan bahwa ibunya telah mati, atau lebih baik mati saja
daripada hidup menjadi isteri dari musuh besar yang membunuh
ayah kandungnya! 582 Keharuan dan kedukan Han Le itu diterima sebagai pengakuan
yang sebenarnya oleh Ong Siu Coan. "Ah, engkau anak yang
malang," katanya. "Jangan berduka, Tuhan mencinta orang-orang
yang malang." "Terima kasih, Sribaginda."
"Gan Han Le, menurut laporan orang-orangku, engkau bertemu
dengan mereka ketika engkau berkelahi melawan orang-orang
yang memusuhi Tai Peng. Dan engkau sekarang datang
menghadap padaku, sesungguhnya, apa yang kaukehendaki?"
"Kalau paduka sudi menerima, hamba ingin mengabdi kepada
paduka." Dia berhenti sejenak lalu cepat menyambung kembali.
"Hamba ingin seperti mendiang ayah, ingin memebela tanah air
dan bangsa, mengusir penjajah Mancu !"
"Bagus !" Ong Siu Coan tertawa girang. "Engkau tepat sekali
datang kepadaku kalau ingin menjadi seorang patriot. Mari kita
hancurkan penjajah Mancu! Dan engkau akan kuangkat menjadi
panglima sesuai dengan kepandaianmu. Untuk mengukur sampai
di mana tingkat kepandaianmu, engkau harus menghadap Leeciangkun yang bertugas untuk menguji para perwira baru. Bawa
dia menghadap Lee-ciangkun !" kata raja itu kepada Tiat-pi Kimwan dan Seng-jin Sin-touw yang mengantar Han Le menghadap.
Han Le menghaturkan terima kasih dan pergi bersama dua orang
itu ke tempat tinggal Lee Song Kim yang berada di bangunan
sayap kiri. Dia disambut dalam sebuah ruangan yang luas di mana
dia melihat seorang wanita berusia empat puluhan tahun yang
583 masih nampak cantik jelita, dengan tahi lalat di pipi, pakaian yang
amat mewah dan indah walaupun nampak ringkas dan agaknya
ia merupakan orang yang paling dihormati di situ. Kursinya paling
tinggi, dan belasan orang yang berpakaian panglima dan perwira
duduk di kanan kiri dan belakangnya, nampak bersikap hormat
terhadap wanita itu, dan terhadap seorang panglima yang duduk
di sebelah kiri wanita itu. Sekali pandang saja Han Le mengenal
mereka. Wanita itu adalah Panglima Lee Song Kim, seorang
panglima baru yang datang belum lama setelah dia dan ibunya
berada di istana itu. kiranya panglima itu kini telah menjadi
seorang panglima besar yang tentu tinggi kedudukannya, kalau
tidak, tidak duduk sejajar dengan Permaisuri.
Karena di situ terdapat Sang Permaisuri, melihat betapa dua
orang pengantarnya memberi hormat sambil berlutut, diapun
memjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada Tang Ki
sebagai seorang permaisuri. Sepasang mata wanita ini berkilat.
Ia membenci ibu anak ini karena ibu itu terlalu cantik sehingga
menjatuhkan hati suaminya, bahkan juga menjatuhkan hati Lee
Song Kim yang kini menjadi kekasihnya. Akan tetapi, ia tidak
membenci anak ini. Seorang pemuda yang memiliki ketampanan
yang aneh, dengan sepasang matanya yang kebiruan dan
tubuhnya yang tinggi besar dan tegap gagah. Apalagi kalau pemuda ini memiliki kepandaian tinggi dan dapat
membantu Tai Peng, tentu saja ia tidak membencinya. Ia tahu
bahwa Han Le memberi hormat dengan berlutut untuk
menghormatinya, maka hatinya merasa senang.
584 "Bangkitlah, orang muda dan duduklah di kursi yang kosong itu.
Engkau berada di antara tokoh-tokoh pimpinan pasukan, tidak
perlu terlalu banyak penghormatan seperti di dalam istana."
Setelah menghaturkan terima kasih, Han Le lalu duduk, ikut
menghadapi sebuah meja besar dan dia berhadapan dengan Lee
Song Kim dan Tang Ki. Dengan pandang matanya Han Le
menyapu mereka yang hadir dan ternyata ada tiga belas orang
berpakaian perwira tinggi duduk di situ, jadi ada lima belas orang
dengan Lee Song Kim dan Permaisuri. Dan ruangan itu dijaga
ketat oleh kepungan pengawal, baik yang nampak terangterangan maupun yang bersembunyi. Yang terakhir sekali,
pandang mata Han Le bertemu dengan wajah Lee Song Kim dan
mereka saling pandang dengan sinar mata tajam penuh selidik.
Seorang pria berusia empat puluh lima tahun yang memiliki
sepasang mata mencorong tajam dan membayangkan
kecerdikan dan kelicikan, pikir Han Le. Dia harus berhati-hati
terhadap orang seperti ini.
"Gan Han Le, kami mendapat tugas dari Sribaginda untuk
mengenal dirimu lebih baik," kata Lee Song Kim dengan suara


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas dan pandang mata penuh selidik. "Oleh karena itu, harap
semua pertanyaan akan kaujawab dengan sejujurnya. Engkau
datang untuk menghambakan diri kepada Kerajaan Sorga dari
pasukan besar Tai Peng, benarkah ?"
Han Le mengangguk, tanpa menjawab.
"Apa yang mendorongmu bekerja membantu kami di sini?"
585 "Saya ingin membantu gerakan Tai Peng yang hendak
menghancurkan kekuasaan pemerintah penjajah Mancu, dan
membebaskan tanah air dari cengkeraman penjajah," kata Han
Le dengan jujur, tanpa ragu sedikitpun.
"Hemm, tahukah engkau siapa ayahmu, orang macam apa dia ?"
tanya pula Lee Song Kim. pertanyaan-pertanyaan ini memang sudah diatur
sebelumnya, dirundingkan dengan Tang Ki.
"Mendiang ayah adalah seorang pahlawan, seorang pendekar
dan patriot sejati !" jawab Han Le dengan suara lantang.
"Benar sekali, siapa yang tidak pernah mendengar nama
pendekar dan pahlawan Gan Seng Bu semenjak Perang Madat"
Kalau engkau ingin melanjutkan perjuangan mendiang ayahmu,
mengapa engkau tidak mengikuti gerakan mereka yang
enamakan diri pejuang takyat, yang dipimpin oleh Ceng Kok Han
dan Li Hong Cang, dan diikuti pula oeh banyak pendekar?"
Pertanyaan ini merupakan pancingan yang berbahaya sekali.
Kalau saja Han Le tidak merasa begitu membenci gurunya
otomatis juga membenci kedua orang suhengnya itu, dan kalau
saja dia disangka wakil pihak kulit putih sehingga dia melihat
bahwa kelompok pejuang rakyat itu kini bersekongkol dengan
pemerintah Mancu dan orang kulit putih, tentu dia akan terjebak
oleh pertanyaan Lee Song Kim itu.
"Tidak !" jawabnya tegas. "
586 Kelompok pejuang itu telah menyeleweng, bahkan kini bekerja
sama dengan penjajah Mancu, dan dengan orang kulit putih. Saya
lebih setuju dengan perjuangan Tai Peng yang jelas menentang
penjajah Mancu." Lee Song Kim dan Tang Ki saling lirik, nampaknya puas dengan
jawaban itu. Lee Song Kim malah tertawa. "Ha-ha-ha, engkau
memang benar sekali, Gan Han Le. Ceng Kok Han dan Li Hong
Cang itu sesungguhnya hanyalah pengkhianat-pengkhianat
bangsa yang menjadi anjing penjilat bangsa Mancu. mereka
bergerak membantu penjajah untuk menentang kami, dengan
dalih perjuangan untuk membohongi dan memikat rakyat. Akan
tetapi, Han Le, engkau tentu ingat bahwa ibumu adalah seorang
wanita berkulit putih ...... "
"Saya harap caingkun tidak bicara tentang ibuku yang'sudah ......
sudah meninggal ......". kata Han Le tak senang.
"Maaf, bukan maksudku untuk mengingatkan engkau kepada
ibumu yang telah tiada, hanya ...... karena engkau berdarah orang
barat, bahkan melihat warna matamu juga mudah dilihat bahwa di
dalam tubuhmu ada darah orang kulit putih, apakah engkau tidak
mempunyai pikiran untuk mengabdi kepada pasukan kulit putih
yang kini berkuasa di seluruh bandar pelabuhan?"
Pertanyaan yang memikat dan juga menjemukan gati han Le. Dia
paling tidak suka diingatkan bahwa matanya biru, bahwa ada
darah campuran mengalir di tubuhnya.
587 "Saya terlahir di atas tanah ini, minum air dari tanah ini, biarpun
ibuku sorang wanita kulit putih, namun beliau juga tidak suka
kepada penjajah Mancu. Tanah airku adalah di sini, dan saya
bersedia membelanya dengan taruhan nyawa.
Tang Ki mengangguk-angguk. "Akan tetapi Gan Han Le,
ketahuilah bahwa semua tokoh pasukan Tai Peng, para panglima
yang kini berada di sini, semua memiliki kelebihan dalam
kepandaian khas mereka masing-masing. Untuk menjadi seorang
perwira yang memimpin ribuan orang tentara, dia harus memiliki
ilmu kepandaian tinggi, baik dalam ilmu silat ataupun dalam ilmu
perang. Dia harus gagah perkasa dan berani mati. bersediakah
engkau untuk diuji kepandaianmu dalam suatu pertandingan"
Akan tetapi ingat, pertandingan silat dapat saja berakibat luka
parah atau kematian !"
Han Le sudah menduga bahwa tentu dia akan diuji kalau hendak
mengabdi kepada seorang raja. "Hamba bersedia," jawabnya
singkat. Kini Lee Song Kim yang bicara, "Gan Han Le, di antara perwira
tinggi, ada tiga tingkat yang biasanya diuji di sini, dan di sini pula
diputuskan tingkat mana yang dapat menerimanya. Tingkat ketiga
diuji menandingi seorang perwira tinggi dan harus dapat bertahan
sampai lima puluh jurus. Ujian tingkat kedua dihadapkan kepada
dua orang perwira tinggi dan dia harus dapat bertahan sampai
lima puluh jurus pula, sedangkan untuk tingkat pertama, dia harus
bertahan selama lima puluh jurus menghadapi pengeroyokan tiga
orang perwira tinggi. Tidak tahu tingkat mana yang akan
kautempuh ?" 588 Kalau memang akan menjadi perwira, harus yang tingkat
pertama, pikir Han Le. Pula, di sini dahulu ibunya hanya menjadi
seorang pekerja di dapur. bagaimanapun juga, dia harus
mengangkat nama ibunya, dan ayahnya pula ! Dan agaknya tidak
percuma selama ini dia digembleng mati-matian oleh gurunya,
juga ayah tirinya, juga musuh besarnya !
"Saya ingin mengikuti ujian untuk tingkat pertama !" jawabnya
dengan suara tegas. Tiga belas orang perwira tinggi itu, yang rata-rata memiliki ilmu
silat lebih tinggi daripada para pembantu Lee Song Kim, saling
pandang dan tersenyum mengejek. Orang muda itu terlalu
sombong, pikir mereka. melawan seorang di antara mereka saja
mana mungkin bisa menang" Apalagi harus dkeroyok tiga ! Di
antara mereka semua, mungkin hanya Sang Raja, Sang
Permaisuri, dan Lee-ciangkun saja yang akan mampu menang
menghadapi pengeroyokan tiga orang di antara mereka ! Juga
Lee Song Kim dan Tang Ki terkejut mendengar keberanian Han
Le itu. Mereka sudah mendengar bahwa pemuda ini memang
lihai, bahkan lihai memainkan pistol, tetapi menghadapi
pengeroyokan tiga orang perwira tinggi" Sukar untuk dapat
menang ! Akan tetapi Lee Song Kim sudah berkata kepada tiga orang di
antara tiga belas perwira tinggi itu. "Kok-ciangkun, Songciangkun, dan Bhe-ciangkun, harap kalian bertiga menguji Gan
Han Le ini selama lima puluh jurus !"
589 Tiga orang perwira tinggi itu bangkit dan senyum mengejek
membayang di wajah mereka. Perwira she Kok bertubuh tinggi
besar dengan perut gendut dan kepala botak, kedua lengannya
panjang dan besar, dia kelihatan seperti seekor biruang ketika
bangkit berdiri. Song-ciangkun bertubuh tinggi kurus, mukanya
kuning, kumisnya hanya beberapa lembar berjuntai ke kanan kiri
mulutnya, matanya sipit dan mukanya meruncing model muka
tikus, mulutnya tersenyum mengejek buruk sekali. Perwira ketiga,
Bhe-ciangkun, bertubuh tegap dengan lengan dan leher dilingkari
otot-otot yang besar, kelihatan kokoh kuat seperti batu karang.
"Orang muda, marilah kita main-main sebentar," kata Kokciangkun dan mendengar ini, Han Le bangkit berdiri dan mengikuti
mereka ke tengah ruangan. Para perwira yang lain pindah ke kursi
lain untuk menonton pertandingan ujian itu. Tang Ki dan Lee Song
Kim, sebagai dua orang yang berilmu tinggi, keduanya telah
mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari Hai-tok, menonton denga mata
bersinar-sinar penuh perhatian. Ingin mereka mengenal ilmu silat
yang akan diperlihatkan oleh pemuda ini. dari ilmu silatnya,
mereka berdua tentu akan dapat mengetahui diapa gerangan
guru pemuda ini, atau dari perguruan dan cabang persilatan mana
dia memperoleh kepandaiannya.
Kini Han Le sudah berdiri di tengah dan tiga orang pengujinya itu
berdiri di depan, dan kanan kiri agak ke belakang, membentuk
kepungan segi tiga. Tiba-tiba Lee Song Kim teringat akan sesuatu
dan dia berkata, "Gan Han Le, dalam pertandingan ini boleh
dipergunakan senjata, akan tetapi sama sekali tidak boleh
mempergunakan senjata api !"
590 Han Le tersenyum memandang kepada tiga orang yang telah
mengepungnya dan diapun menjawab, "Pistol saya tidak akan
saya pergunakan selama mereka inipun tidak mempergunakan
senjata rahasia, ciangkun."
Kepada tiga orang pembantunya, Lee Song Kim memperingatkan, "Sam-wi (kalian bertiga) harap jangan
mempergunakan am-gi (senjata gelap), karena dia memiliki pistol
yang tak dapat dilawan oleh senjata gelap apapun. Jangan samwi mencari kematian konyol."
Tiga orang perwira itu tersenyum, bahkan Kok-ciangkun tertawa.
"Ha-ha-ha, menghadapi seorang muda yang pantas menjadi anak
atau murid kami, kami sudah maju bertiga, bagaimana kami
sampai hati menggunakan senjata gelap" Orang muda,
bersiaplah dan jaga serangan kami !"
Mula-mula Bhe-ciangkun yang menyerang dari samping kiri.
Pukulan perwira yang tubuhnya kokoh kuat ini cepat dan terutama
sekali kuat bukan main. Terdengar bunyi berkerotokan dari ototototnya ketika lengannya meluncur dengan tangan membentuk
cakar, mencengkeram ke arah pundak Han Le dan serangan ini
mendatangkan angin yang mengeluarkan suara mengiuk.
Tahulah Han Le bahwa dia menghadapi sorang ahli tenaga luar,
tenaga otot yang terlatih baik dan dia dapat menduga betapa jarijari tangan itu dapat menjadi keras seperti baja ! Maka dengan
lincah dan dengan gerakan tubuh yang ringan dia melakukan
langkah pat-kwa seperti yang dipelajarinya dari Bu Beng Kwi dan
dengan mudahnya dia menghindarkan diri dari cengkeraman itu,
591 tubuhnya berputar ke kanan dan kini dia disambut oleh jotosan
dari depan yang dilakukan oleh Song-ciangkun.
Sungguh berbeda sekali serangan Song-ciangkun yang tinggi
kurus ini. Tangannya juga terbuka, akan tetapi tidak
mencengkeram melainkan menampar, akan tetapi walaupun
nampaknya saja lengan kecil panjang itu bergerak perlahan dan
tangan itupun melakukan tamparan yang tidak keras ke arah
kepalanya, namun Han Le terkejut karena dia melihat betapa
telapak tangan orang tinggi kurus ini mengeluarkan warna
menghijau, tanda bahwa perwira tinggi yang seorang ini
menguasai ilmu pukulan beracun yang sudah terkandung di
dalam telapak tangannya ! Diapun tidak berani sembrono
menerima atau menangkis tamparan itu, melainkan membuat
langkah Pat-kwa-pouw dan diapun lolos dari tamparan ini dengan
mudah. "Sambutlah ...... !" Tiba-tiba menyambar angin keras dan kini Kokciangkun sudah menyambut dengan totokan yang keras
dilakukan dengan kedua tangan susul-menyusul. Kok-ciangkun
tadi melihat betapa pemuda itu telah berhasil menghindar dengan
mudah dari serangan kedua orang rekannya, berarti telah
melewati dua jurus, maka diapun maklum bahwa pemuda itu
memang lihai, dan diapun segera maju menerjang dengan
totokan-totokan bertubi. Dalam sejurus saja dia telah menyerang
ke arah lima jalan darah terpenting di bagian depan tubuh Han Le
! Pemuda itu masih melanjutkan langkah pat-kwa, dan dengan
lincahnya diapun berhasil mnghindarkan diri dari totokan-totokan
592 itu. Akan tetapi, kini Song-ciangkun dan Bhe-ciangkun
menyambutnya dari dua jurusan dengan serangan yang lebih
berbahaya lagi. Song-ciangkun melakukan tendangan ke arah
lutut Han Le yang dihindarkan oleh Han Le degan loncatan, akan
tetapi Bhe-ciangkun yang memiliki lengan keras seperti baja itu
telah menyambutnya dari belakang dengan pukulan beruntun ke
arah punggung dan lambung. Terpaksa Han Le kini
menggerakkan tangan menangkis.
"Duk! Dukk!" Dua pasang lengan bertemu dan akibatnya, tubuh
Han Le terpental saking kuatnya tenaga lawan, akan tetapi tubuh
Bhe-ciangkun tergetar hebat oleh tenaga sinkang yang
terkandung dalam sepasang lengan Han Le. Perwira ini seperti
menggigil, kemudian menggoyang tubuhnya memulihkan
keadaan tubuhnya, lalu menyerbu lagi lebih hati- hati.
Kok-ciangkun si perut gendut sudah akan menyerang lagi dengan
totokannya yang berbahaya. Orang she Kok ini memang terkenal
sebagai ahli totok yang lihai. Setiap totokannya dengan cepat dan
tepatnya mengarah jalan darah yang melumpuhkan. Namun,
dengan kelincahan gerakannya, Han Le selalu dapat mengelak
atau menangkis biarpun totokan-totokan dari Kok-ciangkun itu
masih dibantu oleh cengkeraman Bhe-ciangkun dan tamparantamparan Song-ciangkun. Dikeroyok tiga orang perwira tinggi
yang memiliki tiga macam serangan yang berbeda-beda gayanya
itu, Han Le tidak menjadi gugup. Dia mengandalkan kelincahan
gerakannya, kecepatan dan juga ketenangannya sehingga dia
selalu dapat menghindarkan dirinya. Sampai tiga puluh jurus dia
hanya membela diri, kemudian mulailah dia mengeluarkan seruan
593 panjang dan tubuhnya bergerak lebih cepat lagi, kini dia mulai
membalas ! Dan begitu dia membalas serangan tiga orang pengeroyoknya,
mereka menjadi repot ! Tang Ki memandang heran dan kagum,
berbisik kepada Lee Song Kim,"Gerakannya mirip gerakan
suamiku !" Lee Song Kim mengangguk-angguk. "Tentu saja,
bukankah ayahnya masih sute dari suamimu ?"
"Akan tetapi ayahnya telah mati ketika dia dalam kandungan !"
bisik pula Tang Ki. Song Kim teringat akan hal ini dan diapun memandang
heran. Kalau ayah anak itu telah mati ketika dia berada dalam
kandungan, jelas bukan ayah itu yang mengajarkan ilmu silatnya.
lalu siapa " Satu-satunya saudara seperguruan yang tinggal
hanyalah Sribaginda Raja! Thian-tok sendiri, guru Gan Seng Bu
dan Ong Siu Coan, telah lama meninggal dunia. Lalu dari mana
anak itu belajar ilmu silat aliran itu" Agaknya, satu-satunya orang
yang dapat mengajarkan ilmu-ilmu itu hanyalah Sribaginda.
Hal ini tidaklah mengherankan kalau diingat bahwa Han Le
memperoleh semua ilmu silatnya dari Bu Beng Kwi. Adapun Bu
Beng Kwi adalah Koan Jit, murid pertama dari mendiang Thiantok yang tentu saja memiliki dasar ilmu aliran dari datuk persilatan
ini. Hanya bedanya, setelah Koan Jit sadar dari kesesatannya
semenjak menjadi murid Siauw-bin-hud, dan dia berganti nama
menjadi, semua ilmu silatnya telah berubah sifatnya, tidak lagi
mengandung kelicikan dan kekejaman seperti aslinya. Bu Beng
Kwi telah memperhalus ilmu-ilmu silatnya sehingga biarpun
594 dasarnya masih saja merupakan ilmu silat yang diajarkan oleh
Thian-tok, namun memiliki perkembangan lain dan sifatnya lebih
halus dan indah. Karana dasarnya masih sama, maka tentu saja


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tang Ki yang sudah mengenal benar ilmu silat suaminya, segera
melihat persamaan itu. Tiga orang pengeroyok itu kini menjadi kewalahan dan biarpun
mereka mengeroyok, namun desakan-desakan Han Le yang
membagi-bagi serangan membuat mereka lebih banyak
menangkis daripada menyerang. Han Le menggunakan akal yang
membuat dia terlepas dari kepungan ketat. Begitu ada yang
menyerang, dia tidak menanti sampai dua orang yang lain juga
ikut menyerang, melainkan dia membuat gerakan cepat
menyambut penyerang itu dan meloncat ke belakang si
penyerang yang terpaksa membalikkan tubuh dan dengan
sendirinya, dua orang kawannya juga berada di belakangnya dan
Han Le mendesak satu orang saja tanpa yang dua orang lagi
dapat membantu. Kalau kemudian mereka mengejar dan datang
membantu, dia melompat ke belakang pengeroyok lain dan
mendesak orang ini dan dengan demikian, dia tidak pernah
dikurung dan tidak pernah harus menghadapi tiga orang
pengeroyok sekaligus. Dia berloncatan dari satu ke lain orang,
mendesaknya dan dengan cara ini, tiga orang perwira tinggi itu
menjadi repot sekali dan setelah lewat lima puluh jurus, mereka
bertiga sudah mandi keringat dan baju di bagian dada masingmasing telah dapat terobek oleh jari tangan Han Le.
"Cukup lima puluh jurus !" teriak Tang Ki yang menghitung dan
pertandingan itu memang sudah ada enam puluh jurus lebih. Para
perajurit pengawal yang berjaga di luar, ikut pula menonton dan
595 mereka itu terheran-heran dan kagum bukan main melihat betapa
orang muda itu mampu menandingi pengeroyokan tiga orang
perwira tinggi ! Dan tiga orang perwira inipun, melihat terobeknya
baju di dada, melihat pula betapa setelah pertandingan dihentikan
mereka mandi keringat dan napas mereka terengah-engah
sedangkan pemuda itu masih nampak enak-enak saja, maklum
bahwa mereka bertemu dengan lawan yang amat angguh !
"Gan Han Le, engkau lulus dan kami akan memilihkan kedudukan
yang tepat untukmu. Yang jelas mulai saat ini engkau adalah
seorang panglima kami !" kata Tang Ki dengan suara gembira
memeperoleh seorang pembantu yang demikian lihainya.
"Kionghi (selamat), Gan-ciangkun !" kata Lee Song Kim langsung
saja menyebut ciangkun kepada Han Le.
"Kalau boleh aku bertanya, dari siapakah engkau mempelajari
ilmu- ilmu silat yang tinggi itu " Apakah pernah engkau dilatih
secara diam-diam oleh Sribaginda sendiri?"
Han Le terkejut mendengar pertanyaan ini walaupun dia harus
berpikir keras menghadapi pertanyaan yang tiba-tiba itu. Dia tahu
bahwa bagaimanapun juga, ilmu silatnya yang dia dapatkan dari
Bu Beng Kwi, sudah pasti mirip atau banyak persamaan, bahkan
sama dasarnya dengan ilmu silat yang dimiliki oleh Sribaginda
Ong Siu Coan. Ayahnya sendiri telah meninggal dunia, juga Koan
Jit dikabarkan telah tewas, jadi dalam perguruan itu yang tinggal
hanya Ong Siu Coan. Dari siapa lagi dia dapat mempelajari ilmu
silat itu kalau bukan dari Sribaginda" Dia tidak mau membuka
rahasia Koan Jit, musuh besar yang menjadi gurunya itu. Dia
596 cerdik dan dapat mencari jawaban tepat dalam waktu sebentar
saja. "Saya tidak pernah dilatih oleh yang mulia Sribaginda. Ilmu silat
yang saya miliki adalah peninggalan mendiang ayah kandung
saya. Ibu telah menyimpan kitab-kitab pelajaran yang ditulis ayah,
dan setelah saya besar, saya mempelajari kitab-kitab itu di bawah
petunjuk guru-guru silat yang saya hubungi. Saya belajar sendiri
dengan tekun, ciangkun !"
Lee Song Kim mengerutkan alisnya, tidak puas dengan jawaban
itu. belajar sendiri dari kitab, mana mungkin dapat menguasai
sedemikian baiknya" pula, ilmu silat dari Thian-tok, mana
mungkin dapat dimengerti secara baik oleh segala guru silat biasa
saja " Akan tetapi, diapun tidak mendesak karena Tang Ki sudah
bicara lagi. "Ciangkun, untuk menjadi seorang perwira tinggi seorang
panglima yang baik dan dapat dipercaya, bukan hanya
bermodalkan ilmu kepandaian silat tinggi. Yang terutama bagi
kami adalah kesetiaan. Oleh karena itu, sebelum engkau
membuktikan kesetiaanmu, tentu saja kami belum dapat
menentukan kedudukan apa yang akan kami serahkan
kepadamu. Akan tetapi mengingat bahwa engkau masih murid
keponakan sendiri dari yang mulia Sribaginda, hal itu sudah
banyak menjamin. Karena itu, kami memberi tugas kepadamu
untuk melakukan pembersihan tehadap para mata-mata pihak
musuh, baik mata-mata Kerajaan Mancu, mata-mata para
pemberontak yang menentang kami, dan mata-mata pihak kulit
putih, yang beraksi di sepanjang perbatasan di utara. Bagian itu
597 perlu dibersihkan untuk memperlancar gerakan kita menyerang
ke utara. Bagaimana, sanggupkah engkau " Kami akan memberi
pasukan secukupnya untuk keperluan itu."
"Saya sanggup !" kata Han Le. "Hanya hamba minta agar pasukan
itu dipilihkan pasukan istimewa, tidak perlu terlampau banyak, dan
mengenakan pakaian preman."
Demikianlah, mulai hari tu, Gan Han Le diterima sebagai seorang
panglima muda oleh Raja Ong Siu Coan, bekerja di bawah Tang
Ki dan Lee Song Kim, dan diberi tugas untuk membersihkan matamata musuh yang bergerak di bawah tanah di daerah perbatasan
utara. Semenjak Han Le melakukan tugas ini, banyak mata-mata
yang dapat dibunuh atau ditangkap, dan dalam waktu beberapa
bulan saja daeah perbatasan itu menjadi bersih. Nama Gan Han
Le dikenal oleh kalangan mata-mata, baik dari Kerajaan Mancu,
dari para pejuang rakyat, maupun dari pasukan kulit putih dan dia
ditakuti. Tentu saja hal ini amat menggirangkan hati Tang Ki dan
Lee Song Kim, karena selain mereka memeproleh seorang
pembantu yang cakap, juga Raja Ong Siu Coan menjadi girang
dan puas. Akan tetapi dalam melaksanakan tugasnya ini, jelas sikap keras
tanpa ampun terhadap mata-mata Kerajaan Mancu, akan tetapi
dia lunak terhadap mata-mata orang kulit putih atau mata-mata
para pejuang rakyat. Bahkan kalau ada mata-mata pejuang rakyat
yang tertawan, dia membujuk agar mereka itu sadar dan maklum
bahwa Tai Peng adalah rekan seperjuangan untuk
menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu, bukan musuh atau
saingan. Dan dia agak lunak terhadap mata-mata orang kulit putih
598 mengingat bahwa ibunya adalah bangsa kulit putih pula. Yang
menjadi sasaran utamanya adalah Kerajaan Mancu.
Banyak orang, di antara mereka bahwa orang-orang bangsa
Mancu sndiri, apalagi orang-orang Han yang merasa terjajah,
merasa muak dengan kehidupan yang diisi dengan cara-cara
yang tak tahu malu oleh Ibu Suri Cu Si. tak dapat disangkal bahwa
ia adalah seorang wanita yang penuh ambisi, keras hati, cerdik,
berani dan pandai. Untuk mempertahankan kedududannya
sebagai orang nomor satu yang mewakili kaisar bocah, puteranya
sendiri, ia tidak segan-segan menyingkirkan satu demi satu
lawannya secara kejam dan tak mengenal ampun. Kedudukannya
menonjol dan semua pejabat dari yang paling tinggi sampai yang
paling rendah, tahu belaka bahwa bagi mereka, tidak ada pilihan
lain kecuali mentaati segala perintah yang dikeluarkan oleh Ibu
Suri Cu Si sebagai wakil kaisar. Tidak taat berarti dipecat atau
bahkan mungkin saja dihukum berat. Ada kabar yang bocor dari
istana bahwa karena dalam suatu permainan catur, seorang abdi
berani mengalahkan Ibu Suri Cu Si, langsung saja dia dihukum
penggal kepala ! Dosanya adalah meremehkan, merendahkan dan menghina Ibu
Suri Cu Si! Dan ini sama pula dengan menghina kaisar karena Ibu
Suri Cu Si adalah ibu kandung kaisar !
Akan tetapi yang membuat Yu Bwee merasa muak dan tidak
betah lagi tinggal di kotaraja, apalagi di dalam istana, adalah
melihat cara Ibu Suri Cu Si mengejar kesenangan, memuaskan
nafsu berahinya ! Melihat betapa wanita ini tidak malu-malu untuk
berjina dengan seorang thaikam, kemudian berhubungan gelap
599 dengan pamannya sendiri, Yu Bwee tidak betah lagi dan iapun
meninggalkan kotaraja dan pulang ke rumah orang tuanya.
Ayah ibunya menyambut pulangnya sang puteri dengan gembira
dan mendengarkan semua cerita dari pengalaman Yu Bwee.
Ketika Yu Bwee menceritakan tentang peristiwa di dalam
perjalanan melarikan diri keluarga kaisar ke Yehol, dan
pertemuannya dengan seorang pemuda yang bernama Gan Han
Le. kedua orang tuanya saling pandang dan mengerutkan alisnya.
dari ucapan Yu Bwee, ayah ibunya ini dapat menduga bahwa
puteri mereka tertarik kepada pemuda itu.
"Hemmm, engkau belum tahu benar akan keadaan pemuda itu,
bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa dia seorang
pendekar perkasa yang lihai sekali?"tanya Ceng Hiang kepada
puterinya. "Ah, tentu saja aku tahu bahwa dia lihai bukan main, ibu. Ketika
rombongan keluarga kaisar dihadang perampok, dialah yang
menyelamatkan keluarga itu dan aku hanya membantu setelah
dia hampir selesai membasmi perampok. Kemudian dia diminta
oleh Ibu Suri Cu Si untuk mengawal rombongan."
"Dan sampai sekarang dia masih mengabdi kepada Ibu Suri?"
tanya Ceng Hiang yang sudah mengenal benar watak para
pendekar. Kalau benar pemuda itu seorang pendekar, tentu dia
tidak sudi mengabdi kepada Ibu Suri Cu Si yang akhir-akhir ini ia
dengar pula berita busuk tentang dirinya.
600 "Tidak, dia terkena fitnah, ibu, dan hampir saja aku bentrok
dengan dia." "Hemm, apakah yang telah terjadi, Yu Bwee?" tanya Yu Kiang,
ayahnya. Dengan panjang lebar Yu Bwee lalu menceritakan betapa pada
suatu hari, ia diutus oleh Ibu Suri Cu Si untuk mengejar dan
menangkap atau membunuh Gan Han Le karena pemuda itu
berani kurang ajar terhadap Ibu Suri. Tentu saja ia tidak berani
membantah dan iapun lalu melakukan pengejaran sampai
akhirnya ia dapat berhadapan dengan pemuda itu.
"Dan engkau tentu berhasil menangkap pemuda yang kurang aj
ar itu, bukan?" tanya ayahnya.
"Tidak, ayah. Dia tidak bersalah. Bukan dia yang kurang ajar,
bahkan dia melarikan diri karena Ibu Suri Cu Si marah kepadanya
setelah dia menolak kehendak Ibu Suri terhadap dirinya."
"Kehendak Ibu Suri" Apa kehendaknya ?" tanya Ceng Hiang,
belum mengerti. Dengan kedua pipi berubah merah Yu Bwee berkata, "Ia ...... ia
mengajak pemuda itu berbuat yang tidak sopan. Dia menolak dan
Ibu Suri Cu Si marah, memerintahkan pengawal menangkapnya
akan tetapi dia dapat meloloskan diri."
"Hemmm, sungguh tidak tahu malu ...... !" Ceng Hiang berkata dan
kedua pipinya juga menjadi merah. "Akan tetapi, anakku.
601 Bagaimana kalau pemuda itu berbohong" Siapa tahu kalau dia
memutar-balikkan kenyataan ?"
"Akupun sudah menduga demikian dan dia menyatakan bahwa
kalau dia yang mempunyai niat busuk itu, apa sukarnya bagi dia
untuk memaksa Ibu Suri" Aku percaya, ibu, karena memang dia
lihai sekali, maka alasannya itu memang tepat. Selain itu, diapun
bukan orang sembarangan, dia putera seorang pendekar dan
pahlawan yang terkenal. "Siapa namanya tadi?" tanya pula Ceng Hiang, tidak enak hatinya
melihat betapa puterinya nampaknya benar-benar tertarik.
"Namanya Gan Han Le dan dia adalah putera tunggal dari
mendiang pendekar Gan seng Bu ...... "
"Ahhh ...... !" Ceng Hiang berseru kaget "Yang isterinya orang kulit
putih itu ...... ?" "Benar, ibu. Ibu kandung Gan Han Le adalah seorang kulit putih."
"Hemmm, jangan engkau lupa betapa jahatnya orang-orang kulit
putih, Yu Bwee. Lihat betapa mereka telah menyerbu kotaraja dan
merampok istana, membunuh banyak orang, selain merampok
juga memperkosa wanita, dan kini mereka menguasai pelabuhanpelabuhan di negara kita. Mereka jahat sekali, menyebar candu
kepada rakyat ...... "
"Aku mengerti, ibu. Akan tetapi ibu sendiri pernah berkata bahwa
kebusukan suatu pemerintahan sama sekali tidak mencerminkan
watak bangsanya. Pemerintahan hanya dikuasai oleh segelintir
602 orang saja, dan rakyat tidak bertanggung jawab akan segala hal
yang dilakukan oleh beberapa orang yang bertanggung jawab itu.
Kurasa ibu dari Gan Han Le tidak ada sangkut pautnya dengan
kejahatan pasukan kulit putih, buktinya ia menikah dengan
seorang pendekar pribumi."
Ibu dan ayahnya saling pandang dan Ceng Hiang menarik napas
panjang. "Betapapun juga, aku selalu tidak suka dan curiga
kepada orang kulit putih bule ...... " "Han Le tidak bule , ibu." "Dan matanya yang biru ......
"Memang matanya agak kebiruan." Makin tidak enak rasa hati
Ceng Hiang dan suaminya. Jelaslah bahwa puteri mereka amat
tertarik kepada pemuda peranakan yang matanya kebiruan itu.
"Akan tetapi, benarkah dia lihai sekali," Bagaimana kalau
dibandingkan dengan kepandaianmu?"
"Aku kalah, ibu."
"Ehhh?" Ceng Hiang terkejut. Ia tahu bahwa puterinya ini lihai,
hampir seluruh ilmu kepandaiannya telah diwarisinya.
"Apakah engkau sudah bertanding melawannya?"
Yu Bwee mengangguk. "Biarpun aku percaya kepadanya atas
semua keterangannya, aku ingin menguji kepandaiannya, ibu.
Maka aku memaksanya untuk bertanding."
Yu Kiang mengerutkan alisnya. Dia bukan seorang ahli silat sepeti
isterinya, dan berdarah bangsawan, maka mendengar akan ulah
603 puterinya itu, tentu saja dia terkejut dan tidak senang. Tak patut
seorang gadis, puteri berdarah bangsawan pula, menantang
berkelahi seorang pemuda begitu saja, padahal pemuda itu tidak
bersalah ! "Bagus sekali perbuatanmu, ya?" bentaknya. Akan tetapi Ceng
Hiang tidak melihat sesuatu yang buruk dalam kelakuan anaknya
itu. "Ayah, aku hanya ingin menguji sampai di mana kelihaiannya,
karena aku tertarik sekali melihat dia mengamuk ketika dia
menyelamatkan keluarga kaisar yang dirampok itu. Kami


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanding, dan agaknya kami seimbang, ibu. Akan tetapi
akhirnya aku berhasil merobek bajunya di bagian dada."
"Hemm, kalau begitu dia tidak berapa hebat ! Perbuatanmu itu
merupakan tanda bahwa engkau masih menang setingkat, karena
kalau kaukehendaki, tentu bukan bajunya yang robek dan dia
akan terluka parah."
Yu Bwee tersenyum dan memandang ibunya dengan sinar mata
nakal. "Akupun tadinya berpendapat seperti itu, ibu, akan tetapi
ternyata pedapatku seperti itu keliru dan dia jauh lebih lihai
dariku." "Eh " Maksudmu ...... ?" tanya Ceng Hiang heran/
"Tanpa kuketahui, dia telah berhasil mengambil tusuk sanggulku
!" "Wah ...... !" 604 "Dan dia minta kepadaku untuk diperbolehkan menyimpan tusuk
sanggul itu sebagai tanda peringatan ...... "
"Dan kau perbolehkan ?"
"Tentu, ibu. Dia lihai dan baik sekali. Dalam adu ilmu ini, ternyata
dia sengaja mengalah."
Kembali Ceng Hiang dan suaminya saling pandang dan diamdiam mereka merasa khawatir. Tidak kelirukah pilihan hati puteri
mereka itu" Gadis itu telah berusia tujuh belas tahun, cukup
dewasa. Bagaimanapun juga, hubungan antara puteri mereka
dan pemuda peranakan itu masih belum terlalu mendalam, dan
merekapun sudah bersiap untuk meninggalkan kotaraja.
"Yu Bwee, ada hal penting yang ingin kami bicarakan denganmu."
kata Ceng Hiang. "Ayah dan ibumu telah mengambil keputusan
yang mungkin akan mengejutkan hatimu."
Yu Bwee memandang kepada kedua orang tuanya itu dengan
sinar mata penuh prtanyaan. "Ada urusan apakah, ibu?"
"Begini, sesuai dengan rencana kami berdua, ayahmu telah
mengundurkan diri dari pekerjaannya kepada pemerintah."
Hal ini memang mengejutkan dan mengherankan hati Yu Bwee.
"Ah, apa sebabnya dan bagaimana selanjutnya?"
"Kami melihat betapa pemerintah semakin lemah, bukan saja
karena ulah Ibu Suri seperti yang kaulihat sendiri, akan tetapi juga
di istana selalu terjadi perebutan kekuasaan karena Kaisar masih
605 bocah. Sungguh tidak enak menjadi seorang pejabat di bawah
pemerintah seperti sekarang ini. yang setia dan jujur akan hancur,
sedangkan yang dapat hidup hanya mereka yang penjilat dan
korup. Melihat beberapa orang sahabat dan rekannya yang jujur
dijatuhi gukuman karena ingin meluruskan keadaan, maka
ayahmu mengambil keputusan untuk mengundurkan diri saja. Kita
semua akan meninggalkan kotaraja dan untuk sementara waktu,
selagi keadaan pemerintah masih begini kacau, kita akan hidup
sebagai petani yang sederhana di dusun. Ayahmu memiliki
sebidang tanah yang cukup luas untuk dijadikan pertanian dan
peternakan, di selatan."
Yu Bwee mengangguk. "Aku juga ikut girang, ayah dan ibu. Aku
pun muak melihat keadaan kehidupan yang bobrok dan busuk di
dalam istana." Demikianlah, beberapa hari kemudian, keluarga ini meninggalkan
kotaraj a, dalam sebuah kereta besar yang ditarik empat ekor
kuda. Yu Kiang menjual semua barang-barang berharga yang
besar, dan hanya membawa barang-barang berharga yang kecil
saja, dan hasil penjualan barang-barang miliknya itu dijadikan
emas dan perak dan dibawanya pergi, menggunakan peti-peti
yang ditaruh di dalam kereta. Tidak seperti bangsawan atau
hartawan lain, yang kalau pergi keluar kota tentu mempergunakan
pengawalan pasukan ataupun pengawalan para petugas
perusahaan pengawalan, keluarga ini tidak mempergunakan
pengawal. Apa perlunya pengawal kalau Ceng Hiang dan Yu
Bwee, ibu dan anak itu sendiri merupakan dua orang wanita yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi" Mereka berdua saja lebih kuat
606 dibandingkan jumlahnya ! dengan sepasukan pengawal yang besar Akan tetapi karena pada waktu itu, negara berada dalam keadaan
kacau, pemberontakan terjadi di mana-mana dan kedudukan
pemerintah Mancu menjadi lemah sekali dengan penyerbuan
pasukan orang kulit putih yang lalu dan kekuasaan Tai Peng di
selatan, maka di mana-mana bermunculan gerombolangerombolan pengacau dan penjahat yang mempergunakan
kesempatan selagi pemerintah dalam keadaan lemah itu untuk
merajalela. Ketika kereta yang mereka tumpangi, yang dikendalikan oleh
seorang kusir tua, kusir mereka yang sudah menjadi pembantu
mereka sejak Ceng Hiang masih kanak-kanak, baru saja
meninggalkan kotaraja, semua orang mengenal nyonya Yu Kiang
yang berilmu tinggi, juga puterinya yang lihai, maka tidak ada yang
berani mncoba untuk mengganggu kereta mereka. Akan tetapi,
setelah mereka meninggalkan kotaraja beberapa hari lamanya
dan kini sudah jauh dari daerah kotaraja, mulailah terjadi
gangguan-gangguan terhadap kereta mereka.
Sebelum terjadi gangguan, Ceng Hiang maklum bahwa
perjalanan yang cukup jauh itu tentu akan mendatangkan
gangguan yang cukup banyak, apalagi kalau diketahui oleh para
penjahat bahwa keluarganya membawa cukup banyak emas dan
perak. "Kita tidak perlu menanam bibit permusuhan dengan orang kangouw," katanya kepada puterinya. "Oleh karena itu kalau ada
607 gerombolan yang hendak mengganggu, lebih dulu kita
menawarkan sumbangan. kalau mereka tidak mau dan memaksa
hendak merampok, barulah kita turun tangan melawan mereka.
Akan tetapi, jagalah agar jangan sampai engkau melukai terlalu
berat, apalagi membunuh. Cukup kalau membuat meeka
ketakutan dan tidak mengganggu lagi."
"Akan tetapi, ibu. Kenapa kita harus bersikap halus terhadap
penjahat yang kejam?" Yu Bwee membantah.
"Perj alanan kita masih panjang, Yu Bwee. Tidak baik kalau
menanam bibit permusuhan sehingga perjalanan kita selanjutnya
akan terus mengalami gangguan."
Setiap kali mereka bermalam di kota atau dusun, mereka tentu
menurunkan barang-barang berharga dari atas kereta dan
membawanya ke dalam kamar, sehingga kereta itu kosong dan
cukup dijaga oleh kusir. Pada suatu malam, ketika mereka
beristirahat dalam sebuah rumah penginapan, datanglah
gangguan yang pertama. Seperti biasa, mereka menyewa dua buah kamar, sebuah untuk
Yu Kiang dan Ceng Hiang, dan sebuah lagi, dekat dengan kamar
mereka, untuk Yu Bwee. Peti-peti berisi emas dan barang-barang
berharga ditumpuk di kamar Yu Kiang. Malam itu, menjelang tengah malam, Yu Bwee terbangun dari
tidurnya karena ia mendengar suara yang tidak wajar di atas
genteng kamarnya. Cepat ia turun dari pembaringan, di dalam
gelap meraba-raba dan mencari sepatunya, mengenakan pakaian
luar, kemudian iapun keluar dari dalam kamarnya itu melalui
608 jendela kamar yang ia buka perlahan-lahan. Kemudian, ia
berindap-indap naik ke atas genteng. Ketika ia mengintai, ia
melihat dua bayangan hitam sedang berjongkok di atas kamar
orang tuanya, agaknya sedang mengintai dari genteng yang
mereka buka. Yu Bwee marah dan ingin turun tangan memberi hajaran, akan
tetapi ia teringat akan pesan ibunya dan iapun tersenyum nakal.
Tangannya mencengkeram genteng dan menghancurkannya,
lalu menggunakan pecahan kecil dari genteng itu untuk
menyambit dua kali. Dua butir benda kecil menyambar dengan
amat kencangnya. "Tuk! Tuk!" "Aduhh ...... !" Dua orang itu memegang belakang kepala mereka
dan menahan pekik kesakitan, lalu menengok ke belakang dan
kanan kiri. "Apa yang mengenai kepalaku?" tanya yang seorang sambil
mengelus belakang kepalanya yang benjol sebesar kacang tanah.
"Aku juga ! Apakah ada yang menyambit?" "Ah, tidak ada orang
...... tentu semacam lebah yang menyengat kita."
Mereka mengintai lagi, tangan mereka masih terus mengelus
bagian kepala yang kena sambit tadi, yang terasa cukup neyeri.
Kemudian mereka dengan hati-hati sekali berloncatan turun, lalu
menghampiri jendela kamar Yu Kiang dan isterinya.
"Peti-peti itu tertumpuk di dalam ...... " kata yang seorang.
609 Kita congkel jendela, engkau yang mencari dan mengambil peti
yang paling berharga, aku menjaga sumai isteri itu, kalau ada
yang terbangun akan kubacok mampus sebelum sempat
berteriak," kata orang kedua yang agaknya menjadi pemimpin.
Temannya mengangguk dan mereka lalu menggunakan golok
yang sejak tadi mereka bawa untuk mencongkel daun jendela.
"Tak! Tak!" "Aduuhhh ...... !" Kini seruan itu lebih kuat daripada tadi, dan
mereka berdua meraba kepala bagian kanan dan di situ nampak
benjolan sebesar telur ayam.
"Ada yang menyambit kita !" bisik yang seorang dan mereka
berdua sudah meloncat berdiri, golok di tangan.
"Tidak ada orang ! Apa setan yang mengganggu ...... ?" kata yang
kedua. Mereka berloncatan menuju pekarangan belakang dari mana tadi
tentu ada benda yang menyambar dan mengenai kepala mereka
karena mendengar jatuhnya benda-benda kecil itu ke atas lantai
setelah mengenai kepala mereka. Mereka memandang ke dalam
kebun itu, namun gelap dan tidak nampak bayangan manusia lain.
Tiba-tiba, seorang di antara mereka menunjuk dengan mata
terbelalak dan tubuh gemetar. Temannya menengok dan
keduanya kini berdiri menggigil, muka pucat dan mata terbelalak
ketika melihat ujud yang menakutkan sekali, mahluk yang
berkerudung putih, tidak nampak mukanya atau kedua lengannya,
610 karena tertutup kain putih dan mahluk itu melayang menuju ke
arah mereka ! "Celaka ...... se ...... setan ...... !" kata yang seorang.
Akan tetapi, orang kedua yang menjadi pemimpin, agaknya lebih
tabah. "Setan atau bukan, kalau mengganggu akan kubunuh !"
dan diapun menyambut dengan tusukan goloknya ke arah dada
"setan" itu. "Tranggg ...... !" Golok itupun terlepas dan jatuh ke atas lantai, dan
sebuah tangan mencengkeram tengkuk si penyerang. Tangan
yang dingin seperti es ! "Hiiihhhh ...... !" Orang itu hampir pingsan saking ngerinya dan
diapun lalu meloncat, menyusul temannya yang sudah lari terlebih
dahulu. Mereka lari jatuh bangun dan babak bundas menabrak
pohon, tersandung batu, bangun lagi, lari sambil merangkak dan
menghilang di dalam gelap.
Yu Bwee melepaskan kain putih yang ternyata adalah alas tempat
tidurnya, dan tertawa. Daun jendela kamar ibunya terbuka dan
ibunya juga tertawa. "Bagus, begitu caranya agar mereka
ketakutan dan tidak berani lagi mengganggu," kata Ceng Hiang
yang ternyata sudah siap karena tadi pun ia sudah mendengar
gerakan di atas genteng. Ibu dan anak yang gagah itupun tidur lagi. Yu Kiang tidak tahu
sama sekali akan peristiwa itu dan tentu saja dua orang penjahat
itu menceritakan kepada teman-temannya betapa keluarga itu
611 dilindungi oleh setan yang amat menakutkan. Mereka memperlihatkan dua benjolan di kepala mereka untuk
meyakinkan teman-teman mereka. Dan selamatlah rombongan
keluarga itu keluar dari kota dan melanjutkan perjalanan.
Masih dua kali mereka mengalami gangguan di jalan. yang
pertama dapat dihindarkan oleh Ceng Hiang yang memberikan
lima puluh tael perak kepada gerombolan perampok yang
jumlahnya belasan orang. Mereka mau menerima sumbangan itu
dan pergi meninggalkan kereta tanpa mengganggu lagi.
Akan tetapi, pencegatan kedua di dalam hutan di lereng sebuah
bukit, tidak dapat dihindarkan dengan sumbangan. Ketika Ceng
Hiang bersama Yu Bwee keluar dari kereta dan Ceng Hiang
menawarkan lima puluh tael perak sebagai sumbangan, mereka
hanya terkekeh-kekeh mentertawakan ibu dan anak itu. Jumlah
para perampok itu ada lima belas orang dan tentu saja mereka
memandang rendah kepada dua orang wanita itu, seorang kusir
tua dan seorang bangsawan yang agaknya membiarkan dua
orang wanita menghadapi perampok sedangkan dia sendiri
tinggal di dalam kereta. Memang Ceng Hiang membujuk
suaminya agar tinggal saja di dalam kereta.
"Ha-ha-ha, nyonya yang cantik dan nona yang mungil ! Apa kalian
mengira bahwa kami adalah anak-anak kecil yang merengek
minta uang jajan" Ha-ha-ha, kami sudah lama menanti kalian di
sini ! kami akan membunuh laki-laki yang berada di dalam kereta,
juga kakek kusir itu, kemudian kami mengambil semua barang
yang berada di dalam kereta, dan.kalian berdua ...... hemmm,
buah yang masak dan buah yang ranum segar. Yang sebutir
612 sudah masak manis, yang kedua ranum dan renyah ! Ha-ha-ha,
kalian akan menjadi penghibur kami !"
Bukan main marahnya Yu Bwee mendengar ucapan itu. Baru
kalimat pertama dan kedua saja sampai pada kata-kata bahwa
orang itu mau membunuh ayahnya, sudah membuat mukanya
merah dan matanya mengeluarkan sinar berkilat. Ucapan
selanjutnya membuat ia tidak mampu menahan kemarahannya
dan sekali tubuhnya begerak, ia telah meloncat ke depan dan
menggerakkan tangan menampar muka kepala perampok itu.
Kepala perampok yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam itu
melihat gerakan orang, akan tetapi tidak dapat mengikutinya
dengan pandang mata karena tubuh gadis itu seperti terbang
saja. Dia masih berusaha menggerakkan kedua tangan, untuk
menangkis dan sekaligus menyambar dan menangkap.


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Plakkk !" Tamparan itu tiba tanpa dapat dihindarkan lagi, bukan
main kerasnya sehingga kepala perampok itu mengeluarkan
seruan keras saking nyerinya, merasa seolah- olah kepalanya di
sambar pertir dan tubuhnya terpelanting, lalu terjungkal dan tidak
mampu bergerak, hanya kedua matanya saja yang bergerak
berputaran, mulutnya mengeluarkan suara mengorok. Kiranya
tamparan itu telah membuat tulang rahangnya patah-patah,
berikut giginya rontok dan bibirnya pecah-pecah. Darah muncrat
keluar dari bibir yang pecah dan lidah yang terluka oleh hancurnya
gigi dan tulang rahang ! Para perampok terkejut setengah mati. Muka kepala perampok itu
seperti dihantam dengan sebuah kapak saja, bukan ditampar oleh
613 tangan yang demikian kecil dan lembut ! Akan tetapi, dasar
perampok-perampok kasar yang biasanya hanya mengganggu
orang lemah, suka mempergunakan kekerasan, mereka tidak
mengenal keadaan dan kini beramai- ramai mereka menyerbu,
ada yang hendak menangkap Yu Bwee yang jelita, ada yang
hendak menubruk Ceng Hiang yang demikian cantik manis, ada
yang hendak membunuh kusir dan menyerang ke dalam kereta,
untuk membunuh laki-laki yang berada di kereta, dan ada pula
yang hendak memperebutkan harta benda yang berada di dalam
kereta. "Bwee-ji (anak Bwee), jangan membunuh orang !" Ceng Hiang
berseru mendahului puterinya yang ia tahu amat marah sehingga
telah menampar sedemikian kerasnya sehingga membuat kepala
perampok terluka parah. Akan tetapi, kemarahan Yu Bwee hanyalah kepada kepala
perampok itu, karena ucapannya tadi. setelah menampar seperti
itu, kemarahannya mereda dan iapun tersenyum kepada ibunya,
"jangan khawatir, ibu. mari kita hajar anjing-anjing tak tahu diri ini
!" Dua tubuh wanita itu berkelebatan dan kini belasan orang
perampok itu merasa seperti sedang mimpi buruk sekali.
Mereka tidak sempat melihat bagaimana dua orang wanita itu
bergerak. Tahu-tahu mereka itu merasa seperti disambar petir
dan belasan orang itupun roboh satu demi satu sebelum
mereka.sempat melakukan apa ya dikehendaki mereka tadi. Ada
yang tiba-tiba pening kepalanya dengan pandang mata
614 berpusing, ada yang tiba-tiba saja menerima hantaman yang
membuat tulang pundak mereka terlepas, tulang lengan patah
dan tulang kaki retak. Dalam waktu beberapa detik saja, mereka
semua telah roboh dan mengaduh-aduh, ada yang memegangi
kepala, kaki, pundak dan lengan, merangkak bangun dan
memandang seperti orang bodoh ke arah kereta yang kini sudah
bergerak lagi melanjutkan perjalanan !
Keluarga itu melanjutkan perjalanan, terus ke selatan. masih tiga
kali lagi mereka mengalami gangguan dan hadangan para
perampok, namun Ceng Hiang dan Yu Bwee dapat mengatasi
gangguan itu. Sepak terjang mereka membuat para perampok lari
ketakutan atau roboh tak berdaya dan walaupun tidak pernah ada
yang tewas, namun mereka yang pernah menerima hajaran,
sama sekali tiak berani lagi mencoba untuk melakukan
pengejaran. Dusun yang dimaksudkan oleh Ceng Hiang ketika memberi tahu
puterinya, yaitu dusun di mana terdapat tanah pertanian luas yang
telah dibeli suaminya, berada jauh di selatan, di dekat perbatasan
yang menjadi daerah kekuasaan pasukan Tai Peng !
Tanah itu memang subur karena termasuk lembah Sungai Yangce-kiang. Terletak di lereng sebuah bukit yang hijau dan begitu
tiba ti tempat itu, Yu Bwee merasa suka sekali. Tempat itu
memang indah, selain tanahnya subur, juga pemandangan
alamnya amat indah, banyak pula terdapat pedusunan yang
melihat keadaan rumah-rumahnya merupakan pedusunan yang
cukup makmur. 615 Merek tiba di dusun itu di suatu sore dan seorang kakek petani
yang bertubuh tinggi kurus menyambut kereta itu dengan gembira
sekali. Di belakangnya nampak berlari-lari beberapa orang
penduduk dusun. "Yu-taijin (pembesar Yu) datang ...... Yu-taijin datang !" teiak
kakek itu dengan gembira.
Yu Kiang tersenyum melihat kakek itu, juga Ceng Hiang dan Yu
Bwee mengenalnya. Kakek itu pernah bekerja kepada mereka di
kotaraja, merupakan seorang pegawai yang sudah lama bekerja
di dalam keluarga mereka sebagai seorang tukang kebun. Kakek
inilah yang mengatur pembelian tanah di pedusunan itu. Bahkan
kusir tua itupun mengenal baik kakek dan mereka saling menyapa
dengan gembira. "Ciu-lopek, bagaimana kabarnya" Jangan sebut aku taijin lagi,
karena aku sudah bukan seorang pembesar lagi sekarang.
Bukankah engkau juga sudah mendengar akan hal itu?" kata Yu
Kiang smbil turun dari kereta, disusul oleh Ceng Hiang dan Yu
Bwee. Penat juga melakukan perjalanan hari itu, karena sejak
pagi sekali mereka berkereta, sampai senja itu baru berhenti.
Akan tetapi kakek Ciu tetap saja menyebut Yu Kiang dengan
sebutan taijin, karena memang sudah terbiasa. ceng Hiang
disebutnya toanio (nyonya besar) dan Yu Bwee dia panggil siocia
(nona). "Yu-taijin, syukurlah kalau taijin bertiga dapat tiba di sini dalam
keadaan selamat. Hati saya sudah merasa tidak enak sekali
616 karena suasana sekarang begini kacau dan banyak perampokan.
Bahkan dusun-dusun kini tidak aman lagi, taijin. Dusun kita inipun
selalu terancam dan kami penduduknya hidup dalam keadaan
gelisah. Semoga setelah taijin sekeluarga berada di sini, dusun ini
menjadi aman." Mereka lalu memasuki rumah ang sederhana namun cukup bersih
dan besar, rumah yang sdah dibeli oleh Yu Kiang dengan
perantaraan kakek Ciu, dan yang selama ini dijaga dan
dibersihkan oleh pelayan yang setia itu. Ada tiga kamar besar di
dalam, sebuah untuk Yu Kiang dan isterinya, sebah untuk Yu
Bwee dan sebuah lagi untuk kamar tamu, dan di belakang
terdapat pula kamar-kamar untuk pelayan.
"Paman Ciu, apakah yang telah terjadi" Apakah dusun ini pernah
dirampok?" setelah mereka tiba di dalam rumah dan telah
memeriksa keadaan rumah baru mereka itu, Ceng Hiang bertanya
kepada kakek Ciu. "Dusun ini belum, toanio. Akan tetapi dusun-dusun di sekitar sini
sudah pernah dirampok. kami semua berada dalam keadaan
ketakutan." "Akan tetapi, apakah tidak ada pasukan keamanan yang
membasmi perampok itu?"
"Aih, sudah lama di sini tidak ada lagi pasukan keamanan, toanio.
Benteng pertahanan dari pasukan pemerintah agak jauh dari sini,
dan mereka itu tentu tidak memperdulikan nasib orang-orang
dusun seperti kami."
617 "Kenapa orang-orang dusun tidak bersatu dan melawan
perampok-perampok itu?" Yu Bwee bertanya sambil mengerutkan
alis. Ia benci terhadap para perampok yang sudah pernah pula
mengganggu perjalanan orang tuanya.
"Siocia, siapakah yang berani menentang mereka" Mereka bukan
perampok biasa ..... "
"Bukan perampok biasa" Apa maksudmu" Siapakah mereka itu?"
Yu Bwee menjadi penasaran. Kakek itu memandang ke arah
jendela dan pintu, seolah-olah ketakutan untuk menjawab, lalu
berkata lirih, "Mereka adalah pasukan Tai Peng ...... "
"Hemmm, pasukan Tai Peng/?" Ceng Hiang bertanya dengan alis
berkerut. "Bukankah dusun ini masih termasuk wilayah
kekuasaan pemerintah kita?"
"Benar, toanio, akan tetapi mereka kini semakin berani selama
beberapa bulan akhir-akhir ini. Dengan dalih pembersihan dan
mencari mata-mata, mereka menyerbu dusun- dusun, merampok,
membunuh dengan kejam ...... "
"Keparat !" Yu Bwee mengepal tinju. "Kalau mereka berani
menganggu dusun ini, aku yang akan menghajar mereka
'Tentu saja kakek Ciu sudah tahu akan kelihaian nyonya majikan
dan puterinya, maka diapun memnadang dengan wajah berseri.
"Dengan adanya keluarga taijin di dusun ini, kami merasa lega."
618 Akan tetapi Ceng Hiang dan Yu Bwee tidak tahu bahwa di setiap
dusun di sekitar perbatasan itu tentu ada mata-mata Tai Peng
sehingga kedatangan keluarga yang membawa barang-barang
berharga itu telah diketahui oleh para perajurit Tai Peng. Juga ibu
dan anak ini sama sekali tidak menyangka bahwa pasukan Tai
Peng yang suka merampok itu selain amat banyak jumlahnya,
juga dipimpin oleh orang-orang pandai dan cara mereka
menyerbu dusun seperti kalau menyerbu musuh dan
mempergunakan siasat perang!
Beberapa hari kemudian, para penduduk dusun merasa lega
karena tidak terjadi apa-apa dan mereka percaya kepada kakek
Ciu bahwa keluarga bangsawan yang baru saja pindah dari
kotaraja itu merupakan orang-orang pandai yang tentu ditakuti
para perampok. Malam itu terang bulan dan Yu Bwee bersama
ibunya, yang selama beberapa hari ini berjaga-jaga diwaktu
malam, siap menghadapi segala kemungkinan, malam ini tidak
lagi merasa tegang. mereka berdua menganggap bahwa kakek
Ciu dan penduduk dusun itu terlalu ketakutan karena buktinya,
tidak pernah terjadi gangguan selama mereka tiba di situ.
Akan tetapi lewat tengah malam, ketika Ceng Hiang, suaminya,
dan juga Yu Bwee sedang tidur nyenyak, mereka dikejutkan oleh
suara gaduh yang makin lama semakin ribut. Teriakan-teriakan "kebakaran" dan "rampok" mengejutkan
mereka. Apalagi ketika Yu Bwee sudah mengetuk pintu kamar
orang tuanya dan ketika ibu dan ayahnya keluar, ia berkata
dengan suara gugup, "Wah, mereka telah datang menyerang dan
membakari rumah-rumah di sekitar dusun !"
619 "Keparat !" Ceng Hiang berseru. "Kita harus basmi mereka.
"Akan tetapi ketika ia dan puterinya hendak keluar, ia teringat
kepada suaminya dan menjadi khawatir. Mungkin sekali para
perampok itu akan menyerbu rumah mereka !
"Sebaiknya engkau bersembunyi saja dan mengenakan pakaian
seperti penduduk biasa," katanya dan pada saat itu, kakek Ciu
datang berlari-lari dari belakang dengan tubuh gemetar.
"Paman Ciu, jangan khawatir. sekarang lebih baik engkau
membawa suamiku pergi bersembunyi di kebun belakang. kami
berdua akan membasmi para perampok kurang ajar itu !"
MELIHAT Ceng Hiang dan Yu Bwee berpakaian ringkas dan
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 33 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Pedang Keadilan 39
^