Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 12

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 12


pengecut. Akhirnya dengan suatu kecepatan yang luar biasa ia meluncur ke arah puncak bukit.
Meski demikian, pemuda itu tidak bertindak gegabah. Ia sama sekali tidak
mengurangi rasa waswasnya meski benaknya dipenuhi oleh keraguan dan kecurigaan.
Waktu itu tengah malam baru saja lewat, ia manfaatkan sisa waktu yang masih
tersedia untuk melakukan pemeriksaan yang seksama dengan menelusuri sekitar tanah perbukitan
tersebut. Makin lama puncak bukit itu semakin dekat, akkhirnya sampailah pemuda itu di
puncak tersebut, Tempat itu adalah sebuah tanah berumput yang datar, rumputnya amat jarang
sehingga susah bagi seseorang untuk menyembunyikan diri dibalik semak belukar tersebut. Meski
begitu bayangan tubuh dari Hong Seng sekalian masih belum juga kelihatan, apalagi
bayangan tubuh dari Wan Hong-giok. 381 Kembali pemuda itu menelusuri tanah lapang itu dengan penuh kesabaran sambil
melakukan pemeriksaan pikirnya, "Tiada kesempatan untuk melepaskan diri ataukah ia sudah
ketahuan jejaknya sehingga ditahan mereka" Kalau tidak begitu kenapa belum tampak juga
bayangan tubuhnya disekitar sini?"
Pikir punya dikir, tiba-tiba satu ingatan yang sangat menakutkan melintas dalam
benaknya, tak kuasa lagi dia menjerit kaget, "Aduuh celaka!"
Dengan suatu gerakan tuhan yang cekatan ia memutar tubuhnya ke belakang dan siap
melayang pergi dari situ. Sayang seribu kali sayang, meskipun Hoa In-liong cekatan dan pintar, tindaknya
ini dilakukan selangkah lebih terlambat.
Terdengarlah suara tertawa seram yang mengerikan berkumandang silih berganti
dari sekeliling tempat itu. Suara tersebut keras dan memekakkan telinga ini membuat Hoa In-liong
berpaling ke empat penjuru dengan hati yang bergetar keras.
Delapan-sembilan sosok bayangan manusia pelan-pelan munculkan diri dari tepi
tanah lapang berumput itu. Kebetulan pula waktu itu tengah malam baru menjelang, lagipula tanggal sembilan
belas, rembulan yang purnama baru saja muncul dari arah timur dan menerangi seluruh
jagad, ia terjebak.... Diantara delapan-sembilan orang itu, tiga orang diantaranya adalah orang
tionggoan. Siau Khi-gi adalah salah satu diantara ketiga orang itu.
Sisanya adalah laki-laki yang berdandan pendeta bukan pendeta, imam bukan imam
dengan jubah lebar warna kuning. Mereka semua adalah orang-orang Mo-kauw. Hong Seng
berada disudut paling barat. Siang tadi Hoa In-liong pernah berkata, "Selama hidup tak pernah merasakan
menyesal". Meski sekarang dia rada kaget dengan kejadian yang dihadapinya, tidak berarti dia
menyesal. Diapun tidak menunjukkan rasa gugup atau kelabakan.
Setelah mengamati keadaan yang sebenarnya, diam-diam ia mempertimbangkan situasi
dan mengambil keputusan. Ia tahu saat itu Hoa Seng sudah bukan menjadi pemimpin dari
rombongan itu. Pemimpin rombongan yang sekarang adalah kakek jangkung, kurus dan
bermuka menyeramkan itu, sebab ikat pinggang yang dikenakan kakek itu paling istimewa.
Bentuknya berbeda sekali jika dibandingkan ikat pinggang orang lain. Ia memakai sebuah
ikat pinggang perak yang berukiran seekor naga perkasa.
Bukan panik atau bingung, pemuda itu merasakan suatu ketenangan yang luar biasa,
pikirnya dalam hati, "Ya, sekarang aku tahu, semula mereka terdiri dari tiga rombongan.
Tapi untuk menghadapi diriku, disaat terakhir telah bergabung jadi satu dengan kakek
berwajah seram ini memang pucuk pimpinan. Kalau begitu ilmu silat yang dimiliki kakek itu pasti
jauh lebih lihay jika di bandingkan Hong Seng sekalian. Kali ini aku tak boleh bertindak gegabah
sehingga kena dipecundangi mereka!"
Berpikir sampai disitu, rombongan musuh sudah makin dekat menghampiri dirinya.
Mereka membentuk posisi mengurung dan ia sebagai sasaran pengepungan tersebut.
382 Hong Seng tertawa seram, tampak sambil menyeringai dia mengejsk sinis, "Hee....
hee.... hee.... Hoa kongcu konon aku dengar engkau adalah seorang pemuda yang romantis, dimana
saja menaburkan bibit cinta. Setelah kubuktikan sendiri, ternyata memang kuakui bahwa
kabar tersebut bukan kabar kosong belaka"
Laki-laki berjubah kuning yang pernah dikutungi pergelangan tangannya berseru
pula dengan penuh kebencian, "Hmm....! Sayang datangnya gampang perginya susah. Sekalipun
mempunyai birahi cinta setinggi bukit juga tak ada gunanya, buat apa musti diributkan
lagi?" Siau Khi-gi memutar biji matanya yang licik dan ikut menimbrung dari samping,
"Itulah yang disebut orang mampus dibawah bunga Botan, jadi setanpun setan romantis.
Sepanjang hidup bermain cinta terus, jadi setanpun watak itu tak akan berubah"
Ejekan demi ejekan yang dilontarkan tiga orang musuhnya itu sama sekali tak
digubris Hoa Inliong. Ia malah berpaling kearah kakek bermuka seram itu dan
memberi hormat kepadanya.
"Boleh aku tahu siapakah nama saudara?" sapanya.
"Aku adalah Hu-yan Kiong!"
Hoa In-liong manggut-manggut. "Tolong tanya, Wan Hong-giok sekarang berada
dimana?" Seperti juga tampang wajahnya yang sinis, jawaban Hu-yan Kiong tak sedap
didengar, "Untuk sementara waktu, jiwanya tak sampai kabur ke akhirat!"
Diam-diam tercekat juga hati Hoa In-liong sehabis mendengar jawaban tersebut,
segera pikirnya, "Orang ini betul-betul seorang musuh yang hebat dan lihay. Yaa, tampaknya
pertempuran sengit tak dapat kuhindari lagi"
Dalam hatu berpikir demikian, diluar katanya "Dapatkah aku berjumpa, muka dengan
dirinya" Hu-yan Kiong tidak menjawab, ia cuma bertepuk tangan tiga kali. Tiba-tiba dari
balik tanah lapang muncul dua orang manusia. Kedua orang itu menggotong sebuah tandu. Diatas
tandu berbaringlah seseorang yang tubuhnya ditutupi secarik kain hitam segingga
kelihatanlah rambutnya yang awut-awutan. Ketika diamati lebih seksama, ternyata orang itu adalah Wanggiok.
"Letakkan keatas tanah dan singkirkan kain hitam yang menutupi badannya"
Perintah Hu-yan Kiong tengah membentak. Dua orang itu segera membaringkan tandu itu ke tanah dan menyingkap kain hitam
yang menutupi diatasnya. Begitu kain hitam tersingkap. Hoa In-liong amat terkejut sehingga hampir saja
menjerit kaget Ternyata Wan Hong-giok berbaring diatas tandu dengar mata terpejam rapat, muka
pucat pias. Tubuhnya hanya mengerakan kutang merah dan cawat kecil menutupi bagian
kewanitaannya. Tubuh yang dulunya begitu putih, begitu montok sekarang tinggal kulit pembungkus
tulang. Bahkan diatas dada dan pahanya ditempeli makhluk-makhluk beracun seperti ular,
kalajengking, kelabang, laba-laba dan aneka macam makhluk lain yang bentuknya aneh dan tak
diketahui apa namanya. Yang pasti semuanya berbentuk aneh, berbentuk seram dan bikin bulu roma
pada bangun berdiri. 383 Hal ini benar-benar suatu kejadian yang mengerikan, suatu siksaan kejam yang tak
mengenal peri kemanusiaan. Merah berapi-api sepasang mata Hoa In-liong menyaksikan kejadian itu. Darah
panas serasa mendidih dalam tubuhnya. Begitu gusarnya pemuda itu sehingga dia menengadah dan
tertawa seram. Suaranya bergetar sampai ke ujung langit, tapi suara itu lebih mirip
kalau dikatakan sebagai suara tangisan yang memilukan hati.
Hu-yan Kiong segera mendengus dingin. "Hmmmm! Engkau tak usah jual lagak lagi
dihadapanku, mau apa tertawa terus macam orang edan?"
"Sungguh keji hati kalian semua! Sungguh buas dan busuk hati kamu semua! Siksaan
semacam ini suatu ketika pasti akan kalian alami sendiri" teriak Hoa In-liong dengan
nada yang memilukan hati. "Wan Hong-giok sudah kenyang disiksa dan dihina, masih belum cukupkah
penderitaan yang harus dia alami" Kenapa kalian tidak mengenal peri kemanusiaan" Kenapa
kalian hukum dirinya dengan cara yang begitu kejam?"
Hu-yan Kiong mengejek dingin. "Hmmm.... Perempuan ini pura-pura takluk kepada
kami, tapi nyatanya ia jadi mata-mata. Ia menyelidiki rahasia perkumpulan kami jangan kau
anggap "Pekseng-siau-goan" (seratus malaikat menyembah yang mulia) adalah
siksaan kejam. Perkumpulan
kami, masih mempunyai siksaan lain yang jauh lebih keji dari itu. Lebih baik
engkau sedikit tahu diri dan segera menyerahkan diri. Ikutilah lohu berkunjung ke Seng-sut-hay....
Ketahuilah jika engkau tak tahu diri, maka siksaan kejam yang kau saksikan itu akan segera
menimpa dirimu" Setajam sembilu Hoa In-liong menatap wajah lawannya, kembali ia menjerit,
"Ayohlah, lakukan padaku! Kau anggap aku orang she Hoa takut" Sudah lama aku orang she Hoa
mendengar tentang ilmu Hiat-teng-toh-hoat mu itu, ayohlah! Lakukan kepadaku"
Hu-yan Kiong tertawa angkuh. "Yaa memang hiat-teng-toh-hun adalah ilmu maha
sakti dari perkumpulan kami. Tapi dengan kepandaian yang kau miliki, rasanya kepandaian
tersebut tak perlu kulakukan atas dirimu"
Sementara itu Hoa In-liong telah sadar. Setelah ia terjatuh ke dalam perangkap
lawan, untuk suatu penyelesaian secara damai jelas tak mungkin. Dalam keadaan demikian, satu-
satunya jalan yang dapat ditempuhnya adalah mengandalkan ilmu silat masing masing untuk
menentukan siapa lebih tangguh. Sebagaimana lazimnya, dengan cepat pemuda itu mengambil keputusan, katanya
dengan suara berat, "Bila aku orang she Hoa suruh kalian menarik kembali makhluk-makhluk
beracun dan lepaskan Wan Hong-giok, keadaan tersebut ibaratnya aku sedang berbicara dengan
kerbau, sama sekali tak ada gunanya. lebih baik turun tangan saja cepat-cepat!"
Tak dapat diragukan lagi Hu-yan Kiong adalah seorang manusia yang angkuh dan
tinggi hati. Mendengar jawaban tersebut, dia lantas berpaling dan ulapkan tangannya kepada
Hoag Seng seraya berseru, "Tangkap dia!"
Hong Seng mengiakan, ia lantas melepaskan ikat pinggangnya dan maju kedepan
dengan langkah lebar, katanya, "Tempo hari kau berhasil kabur lantaran Wan Hong-giok
telah membantu dirimu. Tapi kali ini kau tidak akan memperoleh kesempatan macam seperti itu
lagi. Berhatihatilah, daripada lengan dan tulang kakimu jadi luka"
Dalam pada itu Hoa In-liong sendiri telah mengambil keputusan untuk
menyelesaikan persoalan itu dengan suatu pertempuran kilat. Ia sendiripun segan banyak bicara. Pedang
yang tersoren 384 dipinggang segera dicabut keluar. Kemudian sambil melangkah maju, pedangnya
berputar kesamping kiri dan menusuk ke depan.
Serangan tersebut mantap dan berat. Jurus yang digunakan adalah salah satu dari
Hoa-si ciongkiam-cap-lak-sin-cau (enam belas jurus sakti pedang berat keluarga
Hoa). Desingan angin serangannya tajam, kuat dan menggetarkan sukma.
Hong Seng tak berani berayal, seketika itu juga dia membalas membentak. Ikat
pinggangnya digetlarkan sekeras tongkat, kemudian membacok ke muka melepaskan serangkaian
serangan balasan. Hong Seng adalah saudara kandung dari Hong Liong, murid tertua dari Tang Kwik-
siu itu cikal bakal dari Mo-kauw. Meski demikian, ilmu silatnya juga hasil didikan langsung
dari Tang Kwik-siu pribadi. Sejak pertarungannya dikuil Cing-siu-koan tempo hari itu, dimana nyaris dia
dikalahkan oleh Hoa In-liong, sampai sekarang rasa dendam dan gusarnya masih belum lenyap.
Maka ketika mendapat perintah untuk melenyapkan Hoa In-liong dalam pertarungan
saat ini, selain melaksanakan tugasnya, diapun hendak membentak musuhnya untuk dibikin
perhitungan. Tak heran kalau begitu terjun kedalam gelanggang dia lantas melakukan serangan
dengan jurus serangan terampuh dan terdahsyat.
Pertarungan antara jago-jago tangguh biasanya berlangsung dengan kecepatan luar


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa. Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah saling bergebrak sebanyak belasan
jurus. Sekalipun baru belasan gebrakan, tapi menang kalah dengan cepat dapat terlihat
dengan jelas. Haruslah diketahui, ilmu Hoa-si-ciong-kiam-cap lak-sin-cau tersebut merupakan
seatu hasil ciptaan ilmu pedang tinggi dari Hoa Thian-hong setelah ia berhasil melebur isi
dari kiam keng suatu kitab pedang yang luar biasa saktinya dengan rumus kiam-keng-bu-kui.
Hoa In-liong berniat melangsungkan pertarungan cepat, maka begitu turun tangan
ia gunakan ilmu pedang yang paling sakti dan paling ampuh untuk meneter musuhnya.
Hong Seng sendiri, walaupun dia adalah murid Tang Kwik-siu. Walaupun ia berjuang
dengan segala kemampuan yang dimilikinya, tapi waktu itu tampaklah jelas betapa
terdesaknya dia di bawah serangan musuh. Dia kelihatan keteter hebat dan repot untuk menangkisi
setiap serangan yang ditujukan kearahnya....
Hu-yan Kiong berdiri di tepi gelanggang sambil mengikuti jalannya pertarungan
itu, ketika disaksikan bagaimana lihaynya Hoa In-liong melancarkan serangannya dengan tenaga
dalam yang sempurna, hingga membuat mata serasa berkunang-kunang, hatinya jadi
tercekat dan bergidik keras.... Lain halnya dengan jalan pikiran Hoa In-liong ketika itu. Sembari melepaskan
serangkaian serangan yang gennesr, dia mulai berpikir dalam hati, "Mereka berjumlah banyak,
jika aku harus melayani belasan jurus untuk setiap orangnya, sampai kapan pertempuran ini baru
selesai?" Berpikir demikian, serangan pedangnya tiba-tiba dikendorkan, sengaja ia
tunjukkan titik kelemahannya dan membiarkan musuh manfaatkan kesempatan tersebut.
385 Waktu itu Hong Seng sedang terdesak hebat dan cuma bisa bergerak kekiri dan
kanan untuk menghindarkan diri. Menyaksikan kejadian tersebut ia jadi terkejut bercampur
gembira, segera bentaknya, "Kena!"
Ikat pinggangnya diputar kencang lalu menyapu ke depan, langsung membacok dada
Hoa Inliong. Hu-yan Kiong yang menjumpai keadaan tersebut jadi tercekat hatinya, ia menjerit
kaget, lalu secepat sambaran petir menerjang masuk kedalam arena.
Maksudnya dia mau menyelamatkan jiwa Hong Seng. Apa mau dibilang perubahan itu
terjadinya sangat mendadak, apalagi gerakan pedang dari Hoa In-liong melintas dengan
kecepatan luar biasa, jelas usahanya itu tak sempat lagi.
Terdengar Hong Seng menjerit ngeri, darah segar berhamburan memenuhi seluruh
udara. Tahutahu batok kepalanya sudah berpisah dari tengkuknya dan menggelinding
jauh sekali dari arena. Diiringi semburan darah segar tewaslah iblis tersebut.
Sebetulnya Hoa In-liong tidak berniat membunuh orang, ia kuatir perbuatannya
akan merupakan "memukul rumput mengejutkan ular" dan membangkitkan sifat buas dari orang-orang
Mo-kauw akan mengakibatkan terciptanya badai pembunuhan yang jauh lebih keji.
Tapi setelah kenyataan berada didepan mata, ia tak dapat mengendalikan
perasaannya lagi. Akhirnya ia bunuh juga tokoh sakit dari perkumpulan Mo-kauw itu,
Baru pertama kali ini dia membunuh orang sejak dilahirkan didunia. Jeritan
lengking yang menyayatkan hati itu seketika membuat dia jadi tertegun dan berdiri melongo.
Pada hakekatnya siksaan keji yang dialami Wan Hong-giok lah yang membangkitkan rasa dendamnya
itu. Coba sekujur badan gadis itu tidak dirambati oleh pelbagai jenis makhluk bercampur
hingga membuat keadaannya betul-betul mengerikan, mungkin ia tak sampai metigambil tindakan
tersebut. Waktu itu kebetulan Hu-yan Kiong yang sedang berusaha menyelamatkan jiwa
rekannya menerkam datang. Menyaksikan kejadian itu darah panas, kembali bergolak dalam
benak anak muda kita. Pedangnya segera diayun ke atas menyongsong datangnya serudukan
tersebut. Semenjak dilarikan didunia, belum pernah Hoa In-liong menjadi gusar dan kalap
seperti apa yang dialaminya sekarang. Waktu itu dia hanya merasa hawa amarah bergolak dalam
benaknya. Darah dalam tubuhnya serasa mendidih, sambil putar pedangnya ia membentak lagi,
"Mampus kau manusia terkutuk!"
Bacokan tersebut menggunakan jurus Lek-pit-hoa-san (membacok gugur bukit Hoa-
san). Walau hanya satu jurus serangan biasa, tapi hawa pedang yang terpancar keluar
ibaratnya cahaya kilat yang menyambar-nyambar, begitu cepat, begitu berat bikin hati orang mengkirik.
Hu-yan Kiong cukup mengetahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki musuhnya amat
lihay, apalagi setelah menyaksikan bacokan pedangnya yang begitu bertenaga, ia semakin
sadar bahwa kepandaian yang dimiliki anak muda itu tak boleh dianggap enteng.
Dalam gugupnya, ikat pinggang berwarna perak itu dilontarkan kemuka untuk
menghalau datangnya ancaman tersebut.
"Criiing....!" 386 Ditengah dentingan nyaring yang memekakkan telinga, pedang dan ikat pinggang itu
saling membentur satu sama lainnya hingga menimbulkan percikan bunga api. Kedua orang
itu samasama bergetar keras dan masing-masing mundur satu langkah lebar ke
belakang. Dalam gusar dan mendongkolnya, kecerdikan otak Hoa In-liong tidak menjadi
berkurang. Ia sudah berpikir, kematian Hong Seng berarti membuat ikatan dendam diantara mereka
semakin dalam atau mungkin keadaannya sudah mencapai ibaratnya api dan air yang tak
mungkin bisa akur Maka setelah berpikir sebentar, ia merasa keadaan tersebut harus diatasi dengan
siasat "membasmi bajingan, bekuk pemimpinnya lebih dulu." Bukannya mundur ke belakang,
dia malah menerjang maju lebih ke depan, sekali lagi ia lancarkan sebuah bacokan maut.
"Mampus kau! Mampus kau! Mampus kau!"
"Criing! Criiing! Criiing!"
Secara beruntun benturan demi benturan nyaring berkumandang memekakkan telinga.
Suatu benturan itu bergabung dengan suara bentakan demi bentakan macam orang kalap itu
mencabik-cabik keheningan malam yang mencekam bukit itu. Suaranya betul-betul
mengerikan hati, membuat perasaan orang bergetar keras.
Serangkaian serangan berantai yang mendesak secara beruntun ini seketika itu
juga mendesak Hu-yan Kiong sampai mundur berulang kali dengan bulu kuduk pada bangun berdiri.
Berbicara soal tenaga dalam, mungkin Hoa In-liong masih bukan tandingannya. Tapi
bacokan demi bacokan pedangnya yang dilancarkan secara beruntun membuat dia kehilangan
posisi yang baik. Ini menyebabkan ia kehilangan sama sekali daya kemampuannya untuk
melancarkan serangan balasan. Tiba-tiba kakinya tergaet oleh sepotong batu gunung yang mengakibatkan tubuhnya
terjengkang dan robob terlentang diatas tanah.
Hoa In-liong maju kemuka seraya melepaskan sebuah bacokan lagi. Ini membuat
hatinya jadi ketakutan setengah mati, cepat-cepat ia menggelinding kesamping untuk
menghindarkan diri. "Tahan!" bentaknya keras-keras.
Bentakan tersebut diutarakan dengan suara yang nyaring bagaikan guntur membelah
bumi disiang hari bolong. Seketika itu juga Hoa In-liong dibikin tertegun dan menarik
kembali pedang antiknya. Keadaan Hu-yan Kiong betul-betul mengenaskan sekali. Mukanya menyeringai seram,
matanya melotot sebesar gundu dengan sinar buas yang bikin orang berkidik, kembali
bentaknya, "Lohu toh tidak bermaksud membunuh engkau kenapa kau begitu nekad untuk bikin susah
diriku" Memangnya kau sudah bosan hidup di dunia ini?".
Hoa In-liong sudah bermandi peluh, tapi sahutnya juga dengan nada berat, "Mati
atau bidup manusia berada ditangan Thian, kenapa aku musti takut mati" Tarik kembali semua
makhlukmakhluk beracunmu, lepaskan Wan Hong-giok, akupun akan biarkan kau pergi
dari sini. Tapi kalau kau menampik, terpaksa aku orang she Hoa harus pertaruhkan selembar
nyawaku untuk mencabut jiwa anjingmu"
387 Hu-yan Kiong menyeringai makin seram bentaknya, "Engkau sendiri yang mencari
penyakit, jangan salahkan lohu bertindak keji, lihat serangan!"
Telapak tangan kanannya segera di ayun ke muka, seakan-akan ada senjata rahasia
sedang ditimpuk ke arahnya. Hoa In-liong terkesiap, diamatinya serangan musuh dengan seksama, namun tak
sesuatu apapun yang tampak. Mula-mula dia agak tertegun, menyusul kemudian sambil tertawa tergelak dia
berkata, "Haa.... haa.... haa.... Tampangnya saja sudah tua, tak tahunya berhati kekanak kanakan, main
tipu juga seperti bocah" Tapi sebelum kata-kata itu sempat di utarakan sampai selesai, ia sudah menguap
beberapa kali. Ketika dilihatnya pemuda itu menguap beberapa kali, Hu-yan Kiong menyeringai
makin seram, pelan-pelan dia menuju ke depan sambil katanya kembali, "Bocah muda, kau
terlampau binal dan sukar diatur. Lohu segan untuk bertarung melawan dirimu, ayoh ikuti lohu dengan
tenang!" Hoa In-liong kembali menguap beberapa kali, tiba-tiba ia merasa dadanyaamat
sakit, menyusul kemudian kepalanya pusing tujuh keliling, hampir saja roboh terjengkang.
Keyataan ini membuat anak muda tersebut merasa amat terperanjat, dengan gusar
teriaknya, "Kau.... kau.... Permainan gila apa yang telah kau lakukan terhadap diriku?"
Hu-yan kiong tertawa dingin. "Itulah siksaan Sin-hui-sim (ular sakti menggigit)
perkumpulan kami. Jika engkau tak mau ikuti lohu dengan rela, maka kau akan merasakan suatu
penderitaan yang luar biasa hebatnya"
Hoa In-liong betul-betul naik darah. Pedangnya langsung diayunkan kemuka
melancarkan sebuah bacokan maut. Siapa tahu sebelum serangan tersebut mencapai pada sasarannya, ia merasakan
datangnya teramat sakit sehingga badannya jadi sempoyongan. Akhirnya ia tak kuasa menahan
diri lagi dan roboh tak sadarkan diri diatas tanah.
Hu-yan Kiong tertawa seram, ia maju ke muka, lengan kanannya digetarkan ke depan
mencengkeram pada anak muda itu.
Tampaknya anak muda tersebut segera akan terjatuh ke tangan musuh....
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring yang penuh dengan kegusaran
berkumandang datang dari tengah udara, "Tahan!"
Bersamaan dengan menggelegarnya bentakan itu, seorang sastrawan muda berbaju
putih melayang turun di atas puncak itu dengan kecepatan luar biasa, ia langsung
menerjang diri Huyan Kiong.
Sastrawan muda berbaju putih itu bukan lain adalah Cwan Wi yang telah berpisah
di rumah makan dalam kota Kim-leng siang tadi.
388 Bukankah Cwan Wi telah berpamitan akan pulang ke kota Kim-leng" Mengapa dia bisa
muncul kembali dipuncak bukit Yan-san"
Duri sini dapatlah kita ketahui bahwa kepergiannya tadi hanya sebagai alasan
belaka. Nyatanya secara diam-diam ia telah menguntil terus dibelakang pemuda kita.
Kemunculannya benar-benar dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa. Kecepatan
tersebut jarang dijumpai dalam dunia persilatan dewasa ini. Ketika Hu-yan Kiong menyadari
akan datangnya sergapan tersebut, tahu-tahu segulung angin pukulan yang maha dahsyat
telah tiba dibelakang punggungnya. oooOOOooo HU-YAN KIONG betul-betul terperanjat oleh datangnya ancaman tersebut. Tak sempat
berpaling lagi, cepat-cepat ia menutul permukaan tanah dan kabur ke muka untuk
menghindarkan diri dari serangan tersebut, kemudian bentaknya, "Siapa disitu?"
Cwan Wi tidak menggubris teguran tadi, diapun tidak menyusul musuhnya, tapi
segera menubruk diri Hoa In-liong sambil panggilnya dengan nada kuatir, "Ji-ko"
Mendengar panggilan itu, diam-diam Hu-yan Kiong merasa terperanjat, cepat
pikirnya, "Masa ilmu silat dari putra putri keluarga Hoa rata rata sudah mencapai taraf yang
demikian tingginya?"
Berpikir sampai disitu, dia lantas putar badan sambil menyeringai seram. "Hee....
he.... hee.... Lohu masih mengira jago lihay dari manakah yang telah berkunjung kemari.


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Huuuh....! Tak tahunya engkau juga kurcaci dari keluarga Hoa. Bagus sekali! Apakah engkau juga
hendak ikut lohu pulang?" Baru saja kata-kata tersebut selesai diutarakan tiba-tiba suara seorang bocah
berkumandang kembali dari belakang setelah mendengus dingin. "Hmmmm....! Makhluk tua, angin
gunung berhembus kencang sekali, kau tidak takut lidahmu kena tersambar sampai putus?"
Sekali lagi Hu-yan Kiong merasa hatinya terperanjat, untuk kesekian kalinya dia
menghindar sejauh delapan depa dari tempat semula, kemudian baru putar badan sambil
memandang kearah mana berasalnya suara itu dengan pandangan seram.
Namun apa yang kemudian terlihat, seketika membuat paras mukanya berubah jadi
merah padam seperti babi panggang. Ia betul-betul ketenggor batunya sampai-sampai mau
menangis sungkan mau tertawapun susah.
Kiranya kecepatan langkah Leng-ji masih kalah jauh dari Cwan Wi, maka ia sampai
ditempat tujuan selangkah lebih terlambat. Sekalipun suaranya nyaring, tapi mukanya masih
kekanakkanakan, apalagi waktu itu dia berdiri beberapa kaki jauhnya dari
kalangan dengan mata melotot
besar, hal ini semakin menunjukkan betapa masih kecilnya dia.
Perlu diterangkan disini, Leng-ji adalah seorang bocah yang masih ingusan,
sedang Hu-yan Kiong merupakan seorang jago tua yang sudah kawakan. Tapi kenyataannya ia sudah dibuat
gugup dan buru buru menghindarkan diri dengan gelagapan, tentu saja hal ini sangat
menurunkan gengsi sebagai seorang pemimpin.
Tak heran kalau wajahnya kontan berubah jadi merah padam, sikapnya juga ikut
tersipu-sipu. 389 Sementara itu Cwan Wi telah berteriak lagi dengan cemas, "Leng-ji, cepat tanya
kepadanya, dimana obat pemunah tersebut!"
Dengan dahi berkerut Leng-ji segera berpaling ke arah Hu-yan Kiong, dan
bentaknya kembali, "Sudah mendengar belum" Ayoh keluarkan obat pemunahnya dan serahkan kepadaku!"
Perkataan kacung buku itu sungguh takabur dan besar nadanya. Sebagai seorang
jago tua yang mempunyai kedudukan terhormat tentu saja Hu-yan Kiong tersinggung oleh ucapan
tersebut. Ia tertawa dingin tiada hentinya. "Mau obat pemunah" Obat itu berada dalam
sakuku, apa salahnya jika engkoh cilik mengambilnya sendiri?"
"Huuh....! Memangnya kau anggap aku takut untuk mengambilnya sendiri?" jengek
Leng-ji ketus. Jilid 20 SAMBIL berseru, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya ia menerjang
maju ke muka, telapak tangan kanannya langsung mencengkeram dada Hu-yan Kiong.
"Bangsat yang tak tahu diri, rupanya kau ingin mampus!" bentak Hu-yan Kiong
sangat gusar. Telapak tangan kanannya segera diputar, kemudian membacok urat nadi diatas
pergelangan tangan Leng-ji dengan serangan dahsyat.
Ternyata gerakan tubuh Leng-ji cukup lincah, ketika serangan tersebut hampir
mengena di atas pergelangan tangannya, dengan cekatan dia berputar ke belakang punggung Hu-yan
Kiong, kemudian teriaknya dengan nada lengking, "Bagus.... Bagus sekali! Engkau berani
membokongi aku...." Kurang ajar!"
Gerak serangannya segera dirubah, kali ini ia menonjok iga kiri musuhnya.
Jelas dalam serangannya kali ini, Leng- ji sudah berniat melukai musuhnya di
bawah serangan tersebut. Begitu serangan dilancarkan, terasalah desingan tajam sebagai ujung
tombak menerjang ke luar dan langsung menusuk jalan darah Ki bun hiat di tubuh Hu-yan
Kiong. Cepat dan tajam serangan itu, tampaknya segera akan bersarang di tubuh lawan.
Para anak buah Hu yan Kiong yang menyaksikan kejadian itu sama sama berteriak
kaget, mereka masing-masing pada menyerbu ke muka siap memberikan pertolongan.
Padahal orang-orang itu bersikap terlalu berlebihan. Sikap tegang merekapun
sebetulnya tak berarti apa-apa. Sebab bila Hu-yan Kiong tidak memiliki serangkaian ilmu silat
yang maha dahsyat, apakah Mo-kauw kaucu tega melimpahkan tugas berat ini di atas
pundaknya" Apakah ia
legakan hati membiarkan dia yang memimpin "rombongan penyelidik" itu menuju daratan
Tionggoan" Sementara kawanan jago itu siap menubruk kedepan untuk memberikan
pertolongannya, serangan yang dilancarkan Leng-ji sudah bersarang telak pada sasarannya.
Akan tetapi, meskipun pukulan itu bersarang telak, Hu-yan Kiong sedikitpun tidik
menderita cedera barang sedikitpun jua. Sebaliknya Leng-ji yang menjerit kesakitan,
menyusul kemudian secara beruntun dia mundur tujuh delapan langkah dengan sempoyongan. Akhirnya
bocah itu tak sanggup berdiri tegak, ia jatuh terduduk diatas tanah tak mampu bergerak lagi.
390 Ternyata Hu-yan Kiong pernah mendapat warisan ilmu silat yang sangat lihay dari
seorang tokoh silat maha sakti dan ilmu tersebut khusus digunakan untuk melindungi keselamatan
jiwa dari ancaman musuh yang datang secara tiba-tiba.
Ilmu melindungi badan itu disebut Gi hiat ki-khi-ceng-han (menggeser kedudukan
jalan darah, menghimpun kekuatan menggetarkan ancaman). Bukan saja dalam waktu singkat ia
dapat menggeser kedudukan jalan darahnya yang terancam, secara otomatis hawa murninya
dapat dihimpun pula untuk menggetarkan serangan musuh.
Atau dengan perkataan lain semakin besar tenaga serangan yang dilancarkan musuh,
semakin besar pula tenaga pantulan yang dihasilkan oleh serangan tersebut. Sebaliknya
makin lambat pukulan yang menyerang makin enteng pula tenaga pantulan yang dihasilkan.
Untunglah Leng-ji yang masih kecil memiliki tenaga pukulan yang tidak terlampau
berat. Kalau tidak, penderitaan yang diperoleh dari serangan tersebut mungkin bukan hanya
tergetar mundur belaka. Sementara itu Cwan Wi sedang berusaha dengan sepenuh tenaga untuk menguruti
jalan darah di tubuh Hoa In-liong, saking gelisahnya peluh sebesar kacang kedelai telah
membasahi sekujur tubuhnya. Ketika secara tiba-tiba mendengar jeritan ngeri dari Leng-ji, ia tampak terkejut
dan cepat cepat berpaling. Tampaknya waktu itu Hu-yan Kiong sedang memandang kearahnya sambil tertawa
dingin. Tangannya diulapkan memberi Komando seraya serunya dengan nyaring, "Tawan
sekalian orang itu dan kita gusur mereka semua dari sini!".
Perkataan itu sombong lagi pula dingin, seakan akan Cwan Wi sekalian sudah
mencari burung dalam sangkar, kura-kura dalam tempurung. Seolah-olah mereka tidak memiliki
kekuatan lagi untuk melawan dan bakal menjadi tawanan mereka.
Leng-ji adalah kacung Cwan Wi yang bergaul akrab semenjak kecil. Hubungan mereka
boleh dibilang lebih akrab dari saudara kandung sendiri. Tak terkirakan gusar Cwan Wi
ketika dilihatnya kacung bukunya terluka ditangan orang.
Tapi lantaran Hoa In-liong masih tak sadarkan diri lagi pula bantuan yang
diberikan sedang mencapai puncak yang paling penting, untuk sesaat dia tak dapat berbuat apa-apa.
Dan sekarang, setelah ia dengar kata-kata Hu-yan Kiong yang begitu tak sedap
didengar, amarah yang ditahan-tahannya selama ini tak terkendali. Pada saat yang bersamaan
dikala ia bangkit secara di luar dugaan Hoa In-liong telah sadar pula dari pingsannya,
hanya Cwan Wi sama sekali tidak merasakan hal itu.
Cwan Wi telah berpikir keras dalam benaknya. Ia merasa daripada mencurahkan
segenap perhatian dan tenaganya untuk menolong Hoa In-liong, lebih baik menguasai Hu-yan
Kiong lebih dulu kemudian baru menyelesaikan soal-soal lain.
Pertama dengan perbuatannya ini dia dapat membebaskan Leng-ji dari ancaman
bahaya maut. Kedua diapun dapat memaksa Hu-yan Kiong untuk menyerahkan obat penawar racun
kepadanya. 391 Ia merasa mempunyai kepercayaan penuh untuk menaklukkan Hu-yan Kiong. Jika
pemimpinnya gampang ditaklukkan, otomatis anak buahnya tidak terlampau merisaukan hatinya
lagi, dia yakin sekali diserang mereka pasti akan kocar-kacir.
Demikianlah, dengan suatu gerakan yang lebih cepat dari sambaran angin puyuh ia
menerkam ke muka dengan hebatnya. Kemarahan dan rasa dendam telah menyelimuti benaknya.
Ini membuat wajahnya yang tampan segera dilapisi hawa pembunuh yang betul-betul
mengerikan. Waktu itu, anak buah Hu-yan Kiong sedang bergerak maju ke depan menghampiri
Leng-ji yang masih tertuduk di tanah. Tiba-tiba....salah seorang diantara rombongan kaum iblis itu.... Laki-laki berjubah
kuning yang memelihara jenggot pendek telah menjumpai kehadiran Cwan Wi telah menggetarkan
hatinya. Tak kuasa lagi dia menjerit kaget dan segera menghentikan langkah kakinya.
Jeritan kagetnya itu segera menggetarkan hati rekan-rekan lainnya, juga
mengejutkan Hu-yan Kiong pribadi. Dengan gerakan tubuh yang enteng Cwan Wi melayang turun di samping Leng-ji, lalu
dengan gerakan yang tenang dan kalem dia membantu Leng ji untuk menyambung kembali
tulang persendian tangan kanannya yang terlepas. Setelah itu baru berpaling ke arah Hu-
yan Kiong. "Kau munafik!. Kau manusia rendah yang tak tahu malu. Bukan cari kemenangan
dengan mengandalkan ilmu silat, khusus melukai orang dengan siasat busuk. Hmmm! Jika
tahu diri, cepat persembahkan obat penawar kepadaku, mungkin aku bisa mengampuni jiwa
kalian dan membiarkan engkau pergi bersama anak buahmu, tapi kalau menampik.... Hmmm....!"
Setelah mendengus dingin ia hentikan kata-katanya. Sekalipun tidak diberi
penjelasan lebih jauh, namun siapapun tahu apa yang dimaksudkan. Apalagi setelah menyaksikan sepasang
sinar matanya yang lebih tajam dari sembilu itu menatap wajah musuhnya tanpa berkedip.
Orang lain tidak butuh penjelasan, cukup memandang tatapan matanya yang
menggidikkan hati segera akan memahami makna yang sebenarnya dari musuhnya itu.
Pada hakekatnya kawanan jago dari Mo-kauw itu sudah dibuat keder oleh kelihayan
serta ketenangan sikap Cwan Wi. Setelah menyaksikan sikapnya yang menggidikkan hati
itu, mereka hanya bisa saling berpandangan dengan perasaan tercekat
Bagaimanapun juga, jelek-jelek Hu-yan Kiong adalah seorang pemimpin rombongan.
Sekalipun ia rada keder oleh kegagahan musuhnya, perasaan keder itu tidak sampai
diperlihatkan dihadapan anak buahnya. Setelah merenung sebentar, akhirnya ia tertawa seram sambil menegur kembali,
"Dalam urusan nomor berapa engkau dalam keluarga Hoa" Siapa namamu....?"
Cwan Wi menjengek dingin, dengan suara sekeras geledek ia membentaknya nyaring,
"Kau tak usah banyak omong! Mau bertempur atau berdamai, ayoh cepat mengambil keputusan!"
Keadaan semacam ini membuat Hu-Yan Kiong ibaratnya duduk dipunggung harimau, mau
turun sungkan tidak turun takut, tapi untuk menjaga gengsi ia lantas mendengus.
"Huh....! Jika bertarung lantas bagaimana?"
392 Cwan Wi kontan maju selangkah kedepan, ia maju lima depa lebih dekat dengan
lawannya, lalu membentak dengan suara dalam, "Rupanya sebelum sampai disungai Huang-ho engkau
tak akan matikan perasaanmu. Jika tidak kuberi sedikit pelajaran yang setimpal, engkau
tak akan memparsembahkan obat penawarnya dengan suka rela Hmm.... Baiklah!"
Ia berhenti sebentar untuk mendengus dingin, kemudian bentaknya kembali, "Cabut
senjatamu! Akan kubikin engkau takluk dengan hati yang rela dan puas!"
Ucapan tersebut diutarakan secara langsung dan tanpa tedeng aling aling
sedikitpun tiada tanda untuk memberi muka kepada musuhnya untuk membela diri.
Dari mendongkol bercampur malu Hu yan Ki-ong jadi naik pitam, tiba-tiba ia
tertawa seram. "Haa.... haa.... haa.... Baik.... Baik! Akan lohu saksikan sampai dimanakah kelihayan
ilmu silat keluarga Hoa kalian!"
"Weesss!" Sabuk naga perak putihnya dengan membawa tenaga serangan yang maha dahsyat
segera menyambar ke muka dengan jurus It-cu-keng-thian (sebuah tongkat menyungging
langit).

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tunggu sebentar!" tiba-tiba suara bentakan dari Hoa In-liong berkumandang
kembali ke udara. Baik Hu-yan Kiong maupun Cwan Wi sama-sama tertegun dan alihkan pandangan
matanya kearah mana berasalnya suara itu.
Hoa In-liong dengan pedang terhunus sedang berjalan menghampiri mereka dengan
langkah tegap. Cwan Wi rada tertegun sebentar, kemudian sambil menubruk maju ke depan teriaknya
penuh kegembiraan, "Jiko.... Oooh Jiko....! Kau.... Kau.... tidak apa-apa bukan?"
Hoa In-liong mengulurkan tangan kirinya untuk menyambut tubrukan Cwan Wi, pelan-
pelan ia mengangguk. "Aku tidak apa-apa. Terima kasih banyak atas kedatanganmu yang
begitu tepat pada saatnya. Kalau tidak, waah.... Mungkin aku yang bodoh sudah menjadi tawanan
orang" Walaupun mulutnya berbicara terus, tidak berarti kakinya berhenti berjalan,
terpaksa Cwan Wi harus mengikuti dibelakangnya untuk maju bersama.
Sambil berjalan kembali ujarnya, "Tak usah bicarakan tentang soal ini, kalau toh
engkau tidak mengapa, lebih baik kita segera berlalu dari sini!"
"Tidak! kita tak dapat tinggalkan sempat ini dengan begitu saja. Bukankah kau
dengar sendiri kakek itu mengatakan bahwa dia sangat ingin merasakan sampai dimanakah kelihayan
ilmu silat keluarga Hoa" Apakah kita musti membiarkan dia merasa kecewa" Tidak bukan" Nah!
Keinginan orang musti kita penuhi sebagaimana mestinya"
Mendengar perkataan itu Cwan Wi tertegun. "Tapi apakah Jiko sudah dapat turun
tangan?" tanyanya. Hoa In-liong tersenyum. "Sekalipun orang lain telah menggunakan siasat busuk dan
akal keji untuk mengecundangi diri kita. Sebagai anggota keluarga Hoa, kita harus
tunjukkan contoh yang baik kepada mereka, bukankah demikian saudara Cwan?"
393 Anak muda ini tidak langsung menanggapi pertanyaan orang, sebaliknya
membicarakan soal lain. Dari sini dapat diketahui bahwa racun yang bersarang dalam tubuhnya belum
terpunahkan dari tubuhnya. Atau dengan perkataan lain, seandainya ia dapat turun tangan, itupun dilakukan
dalam keadaan terpaksa. Walaupun demikian, oleh karena alasan yang diajukan pemuda itu masuk di akal
sekalipun Cwan Wi merasa sangat gelisah, dia juga tak mampu mengatakan apa-apa.
Hu-yan Kiong sendiri rada terperanjat ketika dilihatnya Hoa In-liong secara tiba
tiba menghampiri dirinya dengan langkah yang tegap dan gagah. Dia malah mengira siksaaan "ular
kecil menggigit hati" nya sudah tidak mempan lagi terhadap anak muda itu.
Akan tetapi setelah ia mendengar tanya jawab dari kedua orang lawannya, perasaan
kuatirnya segera tersapu lenyap dari hatinya. Ia jadi sangat lega. "Bagus sekali! Bagus
sekali!" katanya kemudian "Bila engkau dapat mengandalkan ilmu silat yang kau katakan sangat
lihay itu untuk mengalahkan aku walau cuma satu jurus saja, lohu segera akan angkat kaki dari
sini!" Hoa In-liong tertawa ewa. "Mengundurkan diri dari sini sudah pasti akan kau
lakukan, tapi kau musti berjanji bahwa Wan Hong-giok akan kau lepaskan dan makhluk-makhluk racun
yang berpesta pora diatas tubuhnya kau tarik kembali"
Sebelum Hu-yan Kiong memberikan jawabannya, Cwan Wi telah menukas dengan suara
yang amat gelisah:.... "Tidak boleh begitu saja, diapun harus meninggalkan obat penawar
untukmu!" Hoa In-liong tersenyum, ia berpaling dan ditatapnya wajah rekannya lekat-lekat.
"Adik Wi kau tak usah terlampau kuatir! Jangan bingung, siksaan yang dikatakannya sebagai ular
sakti menggigit hati itu tak nanti bisa merenggut jiwaku. Jika aku tak berkemampuan untuk
memunahkan kepandaiannya itu, lain kali dia pasti akan mengandalkan kepandaian tadi untuk
malang melintang dalam dunia persilatan dan berbuat kejahatan dimana-mana. Hmmmm! Waktu
itu dunia persilatan pasti akan dibikin kuatir olehnya. Kalau sampai begitu, akan
ditaruh dimanakah wajah kita-kita ini....?"
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, ketika Hu-yan Kiong terbahak-
bahak. "Haa.... haa.... haa.... Aku lihat rasa ingin menangmu benar-benar besar sekali. Tapi
jalan pikiranmu yang terlampau kanak-kanakan bikin orang merasa kasihan. Hmmm....! Jika
ular saktipun dapat kau punahkan, tak nanti lohu akan menggunakan senjata ampuh
tersebut khusus untuk menghadapi dirimu"
"Dapat atau tidak kupunahkan pengaruh racun tersebut adalah urusan pribadiku
sendiri, lebih baik engkau tak usah menguatirkan bagi keselamatan jiwaku"
Cwan Wi sendiri ketika itu merasa setengah percaya setengah tidak, ia ikut
menimbrung, "Jiko, benarkah engkau punya keyakinan untuk memunahkan pengaruh racun itu" Menurut
Toako, sinhui atau ular sakti adalah sejenis racun yang mirip dengan Ku-tok
racun ganas yang bisa menyusup sendiri kedalam tubuh manusia melalui ilmu macam hypnotis, bahkan aku
dengan bibi sendiripun tak mampu untuk memunahkan pengaruh racun yang amat jahat itu!"
Diam-diam Hoa In-liong merasa terkejut sehabis mendengar ucapan itu, sampai-
sampai paras mukanya juga ikut berubah.
394 Ternyata ia merasa yakin kalau Toanio-nya yakni Chin Wan-hong mampu untuk
mengobati pengaruh racun ganas dari jenis apapun jua. Maka dari itu dalam pikirannya,
racun yang diidapnya sekarang tak perlu terlampau dikuatirkan, toh akhirnya ia bisa minta
pertolongan Toanio-nya untuk punahkan pengaruh racun itu.
Tapi sekarang, setelah Cwan Wi menyatakan bahwa ibunya pun tidak memiliki
kemampuan untuk memunahkan racun tersebut, dia baru mulai kuatir bercampur gelisah. Selain cemas
diapun mulai memahami apa sebabnya Toako mengutus orang untuk mencegah dirinya pergi ke
bukit Yan-san untuk memenuhi janji.
Tapi....perkataan sudah terlanjur diutarakan keluar, apakah dia harus menyesali
ucapan tersebut" Tidak! Tentu saja tidak! Dia adalah pemuda yang angkuh dan keras kepala. Dia
ingin menjadi contoh yang bisa ditiru oleh segenap umat persilatan didunia. Diapun tak ingin
tunduk di bawah perintah orang. Karena itu setelah berpikir sebentar, akhirnya dia memutuskan
untuk pasrahkan mati hidupnya pada nasib.
Sekalipun akhirnya racun Sin-hui yang diidapnya tak berhasil di punahkan, dia
juga tak menjilat kembali kata-kata yang telah diutarakan keluar itu sehingga nantinya dibuat
bahan godaan oleh musuhnya. Disamping itu,setelah anak muda itupun merasa bahwa tugasnya yang terpenting
pada saat ini adalah mengusir orang-orang Mo-kauw dari daratan Tionggoan. Soal menolong diri
sendiri, lebih baik dipikirkan nanti saja.
Demikianlah, mengambil keputusan, ia pun tertawa ewa. "Adik Wi tak perlu kuatir"
katanya kemudian, "Sejak kecil aku sudah kebal terhadap segala jenis racun. Aku rasa
kalau cuma ular kecil saja masih belum cukup untuk merenggut nyawaku. Sekarang berdirilah
disamping gelanggang dan lindungilah aku dari situ. Sebab aku hendak memberi suatu
pelajaran bagaimana caranya menjadi seorang manusia yang berbudaya halus kepada suku-suku asing yang
masih biadab ini. Biar mereka tahu bahwa ilmu silat daratan Tionggoan bukan ilmu silat
sembarangan!" Setelah berhenti sebentar, pelan-pelan sinar matanya dialihkan kewajah kawanan
jago Mo-kauw itu dan ujarnya kembali dengan wajah amat serius. "Sekarang, engkau boleh segera
melancarkan serangan!" Waktu itu paras muka Hoa In-liong telah mengalami perubahan, ini dapat terlihat
oleh Cwan Wi dengan jelasnya. Sebagai orang manusia cerdas, seketika itu juga ia mengerti bahwa racun yang
mengeram ditubuh Hoa In-liong benar-benar sudah terlalu dalam. Jika ia harus bertempur
dengan memaksakan dirinya, maka keselamatan jiwanya akan terancam bahaya maut.
Rupanya rasa simpatiknya terhadap Hoa In-liong sudah menjurus pada suatu
perasaan simpatik yang khusus. Begitu kuatirnya ia atas keselamatan Hoa In-liong jelas tercermin
di wajahnya. "Tidak! Tidak boleh!" Demikianlah ia berteriak dengan suara yang amat gelisah,
"Jiko, engkau saja yang melindungi aku dari sisi gelanggang. Biar aku saja yang hajar bandot
tua yang tak tahu diri itu" Hu-yan Kiong yang selama ini hanya membungkam, tiba-tiba tertawa dingin dengan
nada yang sinis. "Hee.... hee.... he.... Sauya, menurut pendapatku, lebih baik engkau jangan
mencampuri urusan yang bukan merupakan urusan pribadimu."
395 Cwan Wi bukannya mundur sebaliknya malah maju ke muka dan menghadang dihadapan
Hoa In-liong, dengan mata melotot besar teriaknya lantang, "Kau berani bertempur
melawan aku" Hmm....! Jika tidak berani, cepat tinggalkan obat penawar racun, tarik kembali
semua makhluk makhluk jelekmu yang beracun dan enyah dari sini, menggelinding pulang ke Seng-
sut-hay" "Haa.... haa.... haa.... Bocah muda, rupanya sebelum dikasi pelajaran yang setimpal,
kau pandainya cuma ngebacot melulu dengan kata-kata yang tak sedap di dengar. Hmm....
Tahukah engkau apa maksud kedatanganku kemari" Apa yang kau andalkan sehingga begitu
berani mengusir...." "Tutup bacot anjingmu!" Tukas Cwan Wi dengan wajah membenci, "Ayoh cepat turun
tangan! Bukankah engkau hendak menangkap kami semua" Kenapa tidak juga turun tangan?"
"Kenapa lohu musti bertempur melawan dirimu?" Hu-yan Kiong balik bertanya dengan
dahi berkerut. "Kurang ajar! Orang ini betul betul membingungkan" Teriak Cwan Wi makin marah,
"Bukankah barusan kau telah bersiap sedia untuk turun tangan....?"
Dengan wajah serius Hu-yan Kiong manggut-manggut. "Yaa, betul! Barusan aku
memang ada maksud untuk sekalian membekuk dirimu, sebab waktu itu aku menyangka bahwa
engkau juga berasal dari keluarga Hoa. Tapi sekarang, setelah kuketahui bahwa kau sibocah
cilik bukan keturunan dari keluarga Hoa, maka niatku yang pertama tadi terpaksa kubatalkan.
Lohu tidak ingin menanam bibit permusuhan lagi dengan pihak lain. Oleh sebab itulah
kuanjurkan kepadamu agar jangan mencampuri urusan yang bukan menjadi urusanmu".
Tanpa berpikir panjang Cwan Wi langsung berteriak, "Siapa bilang kalau aku
bukan...." Tiba-tiba perkataannya berhenti sampai ditengah jalan, paras mukapun tanpa sadar
berubah jadi semu merah. Terdengar Hu-yan Kiong tertawa terbahak-bahak. "Haa.... haa.... haaa.... Engkau tak
usah berdebat lagi. Keturunan dari Hoa Thian-hong sudah dikenal oleh setiap umat
persilatan di dunia ini. Padahal engkau sebut istri Hoa Thian-hong sebagai bibi, ini sudah jelas
membuktikan kalau engkau bukan anaknya. Ketahuilah wahai anak muda, kedatangan lohu kali ini
kedaratan Tionggoan adalah untuk menjumpai keluarga Hoa. Urusan ini tak ada sangkut
pautnya dengan dirimu. Sekalipun selama pembicaraan tadi kau kurang senonoh kepadaku, tapi aku
tak ingin mencari urusan dengan dirimu. Karenanya lebih baik kau tak usah mencampuri
urusan kami lagi, mengerti....?" Orang ini betul-betul seorang manusia yang licik sekali, sudah jelas ia takut
terhadap kelihayan Cwan Wi. Sudah jelas dia ingin mencari keuntungan dari keadaan Hoa In-liong yang
lemah. Karena ia tidak berharap Cwan Wi ikut serta dalam pertarungan itu, maka dengan
kelihayannya bersilat lidah, ia beralih seakan-akan sedang melaksanakan perintah atasan saja
dan sikapnya tak berani membantah perintah atasan, maksudnya agar musuh yang disegani itu tidak
turut campur dalam pertikaian mereka. Bagaimanapun juga, Cwan Wi masih terlampau muda untuk dibandingkan dengan Hu-yan
Kiong

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tua bangkotan, tentu saja ia tak sampai menduga akan kelicikan orang. Untuk
sesaat ia jadi gelagapan dan tak mampu menanggapi ucapan lawan.
396 Ho In-liong merupakan seorang pemuda yang keras kepala, meski dia adalah seorang
Kuncu, seorang laki-laki sejati. Sejak pertama kali tadi ia memang sudah berencana
untuk mengadakan duel satu lawan satu dengan Hu-yan Kiong untuk menguji kepandaian masing-masing.
Karena itu, setelah dilihatnya Cwan Wi terpojok oleh kata-kata lawan sehingga
tak mampu menjawab, cepat ia menarik tangannya sambil berkata lembut, "Adik Wi,
beristirahatlah dulu disitu! Jika akhirnya aku tak sanggup menandingi kelihayan musuh, kau boleh
turun tangan menggantikan kedudukanku. Waktu itu baik engkau berdalih ingin menolong aku atau
ingin balaskan dendam bagiku, dengan sangat mudahnya semua itu bisa kau pakai sebagai
alasan. lagipula, bagaimanapun juga nama baik ayahku tak dapat hancur ditanganku.
Mengertikah engkau dengan kata-kataku ini?".
Setelah menyinggung tentang nama baik Hoa Thian-hong, Cwan Wi benar-benar tak
berani mencegah lagi. Dengan perasaan berat hati ia menengadah dan mengawasi wajah pemuda itu lekat-
lekat, kemudian mengangguk lirih. "Aku mengerti" sahutnya, "Jiko, kau harus hati-hati
lho!" Tersenyum Hoa In-liong melihat kekuatiran orang, ditepuknya bahu anak muda itu
pelan kemudian menengadah kedepan memandang Hu-yan Kiong seraya berkata, "Aku orang
she-Hoa tidak biasa berbuat pura-pura. Terus terang kuakui bahwa hingga sekarang Sin-hui
atau racun ular kecil yang mengeram ditubuhku belum punah, tentu saja tenaga dalamku
setingkat lebih rendah dari biasanya. Tapi jika engkau ingin mencari kemenangan dengan
memanfaatkan keadaanku ini, maka perhitunganmu itu meleset sama sekali. Tidak segampang itu
kau akan peroleh kemenanganmu. Malah kuanjurkan kepadamu, lebih baik bertindaklah lebih
berhati hati agar nyawamu tidak ikut kabur"
"Huuuh! Lagakmu soknya bukan kepalang" ejek Hu-yan Kiong dengan sombongnya,
"Jangan nasehati aku untuk berhati hati, karena engkau sendirilah yang harus berhati
hati menghadapi diriku. Tapi Hee.... hee.... hee.... Engkaupun tak perlu kuatir, sebab aku pasti akan
mengampuni jiwamu" "Kau tak usah mengampuni jiwaku. Aku hanya berharap bila engkau menderita
kekalahan nanti, simpanlah kembali semua makhluk jelekmu itu dari tubuh sang dara dan lepaskan
Wan Honggiok dari tahananmu!"
Hu yan Kiong segera mencibirkan bibirnya dan tertawa licik dengan sinisnya.
"Memangnya kau sendiri tidak menginginkan obat penawar untuk racun yang mengeram dalam
tubuhmu?" "Aku orang she Hoa yakin masih sanggup untuk melebur sari racun yang bersarang
ditubuhku hingga lenyap sama sekali. Kau tak usah menguatirkan keselamatan jiwaku"
Sembari berkata, dia masukkan kembali pedang antiknya kedalam sarungnya....
"Eeeeh. Kenapa kau" Kenapa tidak menggunakan pedang?" tegur Hu-yan Kiong dengan
dahi berkerut. "Aku rasa ilmu pedang dari aku orang she Hoa tentunya sudah kau saksikan bukan"
Padahal diantara kita tidak terikat dendam sakit hati atau permusuhan apapun jua. Aku
tidak punya rencana untuk membinasakan dirimu!"
"Waaah....Tidak boleh begitu! Tidak boleh begitu!" Tiba-tiba Leng-ji berteriak
lengking, "Orang itu mempunyai ilmu silat istimewa, tenaga pukulan tak sanggup melukai dirinya...."
397 Kalau Leng-ji cemas, maka Cwan Wi lebih-lebih gelisah lagi, dia ikut berteriak,
"Jiko, bila engkau tak mau menggunakan pedang, biarlah aku saja yang maju menggantikan dirimu"
Sambil berteriak ia maju ke depan dan siap menerjang diri Hu-yan Kiong yang
berada dihadapannya. Dengan cepat Hoa In-liong menggerakkan lengan kirinya untuk menarik lengan
pemuda itu, katanya sambil tersenyum, "Adik Wi, dengarkan dulu perkataanku. Pedang itu tajam
dan tidak bermata. Setiap kali digunakan tentu akan mengakibatkan bercucurannya darah
kental. Padahal tujuan kita kali ini adalah untuk menolong orang, kita harus belajar berbuat
kebajikan. Selain daripada itu, akupun telah menggunakan pedang untuk membunuh salah seorang
diantara mereka, maka aku pikir semestinya merekapun harus diberi kesempatan untuk
merasakan pula kelihayanku dalam bidang ilmu lainnya"
"Aaah....Kamu ini sok pintar, sok berlagak bijaksana. Kalau kau tidak bunuh bandot
tua itu, dialah yang akan membinasakan dirimu", teriak Leng-ji dengan cemas.
"Tidak mungkin!" ujar Hoa In-liong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali,
"Tujuannya adalah menangkap aku hidup hidup, agar dia bisa membawa aku pulang ke Seng-sut-
hay dan ditukar dengan pahala besar baginya"
Hu-yan Kiong terbahak-bahak dengan kerasnya. "Haa.... haa.... haa.... Bagus sekali!
Anggaplah engkau memang cerdik dan pandai menebak jalan pikiran orang. Nah, untuk
kecerdasanmu itu, akupun akan memberi keringanan-keringanan untukmu pribadi. Mari kita beri batas
pertarungan sampai seratus gebrakan belaka. Jikalau dalam seratus gebrakan engkau dapat
mempertahankan diri tidak kalah juga tidak menang, maka anggap saja aku yang kalah dan segala
sesuatunya terserah pada keputusanmu"
Orang ini menyangka bahwa ilmu silat yang di milikinya sudah mencapai puncak
kesempurnaan. Apalagi tenaga pukulan macam ilmu telapak tangan maupun ilmu jari sama sekali
tidak berguna terhadapnya. Ditambah pula Hoa In-liong sudah terkena racun jahat dari ular
kecil, sudah pasti tenaga dalamnya akan mengalami penurunan secara drastis, delapan puluh persen
kemenangan berada dipihaknya. Oleh karena ia yakin kalau kemenangan pasti berada dipihaknya, maka sambil
berbicara sabuk naga peraknya diikatkan kembali diatas pinggangnya.
Sesudah pihak musuhpun mengikat kembali senjata ikat pinggangnya, Cwan Wi agak
sedikit berlega hati, namun ia toh berkata kembali memperingatkan iblis tua itu,
"Kuperingatkan kepadamu, jangan bertempur dengan gunakan akal busuk. Sebab jika kau pakai
siasat licik, maka akupun tak akan memperdulikan apakah kalian bertarung dengan janji atau
tidak, aku bisa main kerubut untuk membinasakan dirimu!"
Hu-yan Kiong tertawa sombong, dia segera menjura. "Hoa loji, sekarang engkau
boleh melancarkan serangan terlebih dahulu.!"
"Hati-hatilah!" kata Hoa In-liong,
Dia maju kedepan dan sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
Dalam serangan tersebut terseliplah inti sari dari suatu kepandaian yang luar
biasa. Tenaga serangan tidak terpancar keluar sekaligus, sedang arah serangan meliputi batok
kepala, wajah 398 serta dada Hu-yan Kiong. Itu berarti serangan tersebut bisa berupa serangan
sungguhan, bisa pula berupa serangan tipuan.
Dalam keadaan demikian, bilamana Hu-yan Kiong tidak dapat menghadapi secara
tetap, dia terluka parah seketika itu juga.
Menyaksikan gerak serangan musuhnya, dimana-dimana Hu-yan Kiong merasa
terperanjat, cepat pikirnya, "Huuuh....! Tak kunyana kalau bocah keparat ini memiliki ilmu silat yang
benar-benar luar biasa lihainya. Aku tak boleh menghadapinya secara gegabah"
Ia tidak berani berayal lagi, kepalannya segera dirangkap menjadi satu sambil
berebut maju ke depan. Dengan sistim pertarungan keras lawan keras dia sambut datangnya ancaman
tersebut. "Bagus....!" bentak Hoa In-liong keras-keras.
Lengan kirinya lantas diangkat mengimbangi gerakan tubuhnya yang berputar
kencang. Dengan jurus oh-hau-po-yo (hariman lapar menerkam kambing) suatu gerakan membacok yang
tajam dia babat bahu dan punggung lawan....
Sebelum mendapat tugas untuk berkunjung ke daratan Tionggoan, Hu-yan Kiong telah
diberi kesempatan oleh Tang-kwik Siu, itu cikal bakal Mo-kauw untuk menyelidiki
pelbagai kepandaian silat yang diandalkan Hoa Thian-hong tempo dulu.
Maka begitu melihat datangnya serangan tersebut, ia lantas mengerti bahwa
serangan ini diciptakan berdasarkan gerak jurus "Kun siu ci tau" (perlawanan binatang yang
terkurung) yang amat tersohor itu, maka dia mengambil keputusan untuk tidak melayaninya secara
keras lawan keras. Pengalamannya menghadapi serangan musuh sudah amat matang dan pengalamannya
cukup kawakan. Setelah ia dapat menebak aliran gerak jurus yang dipergunakan musuhnya,
tentu saja ia telah mempersiapkan pula jurus pemecahannya.
Tampak sepasang kakinya menjejak permukaan tanah, kemudian badannya menjauhkan
diri ke sisi kiri. Berbareng dengan gerakan itu tiba-tiba terdengar suara jari-jari
tangan serta persendian tulang yang bergemerutukan nyaring.
Hoa In-liong tertegun. Cepat iblis tua melompat ke udara, telapak tangan
kanannya direntangkan seperti cakar kuku garuda. Diiringi bentakan nyaring yang menggelegar dia hantam
dada Hoa-In liong. Itulah ilmu pukulan Siu-gong-kun, sebuah ilmu pukulan udara kosong yang maha
dahsyat. Siu-gong-kun atau ilmu pukulan udara kosong merupakan sejenis ilmu silat yang
jarang dijumpai dalam dunia persilatan. Tapi dalam kitab pusaka Thian-hua Cha-ki, hal tersebut
tercatat dengan jelasnya. Sebagaimana diketahui, kitab catatan Thian-hua cha-ki yang sangat luar biasa itu
dulu diserahkan kepada Tiangsunpoh untuk disimpan secara baik-baik. Sedang
Tiangsunpoh mempunyai hubungan persahabatan yang begitu akrab dengan Pek Siau-thian. Oleh
sebab itu dia seringkali berkunjung ke perkampungan Liok soat-san-ceng.
Hoa In-liong amat disayang oleh gwa-konya, diapun disayang oleh Tiangsunpoh.
Karena itu anak muda tersebut pernah juga menyaksikan kitab pusaka Thian-hua Cha-ki.
399 Tidaklah aneh kalau dia segera mengenali ilmu pukulan yang dipergunakan Hu-yan
Kiong sekarang adalah ilmu pukulan udara kosong. Bayangkan sendiri, mungkinkah Hu-yan
Kiong dapat melukai pemuda tersebut dengan gampang setelah lawannya juga memahami gerak
pukulan yang dia pergunakan"
Sekalipun demikian, Hoa In-liong hanya tahu bahwa ilmu tersebut adalah ilmu
gerakan Siu-gongkun. Soal dimanakah letak inti kekuatan dan inti kelihayan dari
ilmu pukulan tersebut, ia kurang
begitu tahu. Untuk menghadapi ancaman semacam itu, jari tangannya segera ditegangkan sekeras
tembak, kemudian disodok keatas udara dimana telapak tangan musuh sedang mengancam tiba.
Hu-yan Kiong tertawa terbahak-bahak. Dari pukulan kepalan ia cepat merubah
serangannya menjadi pukulan telapak tangan. Begitu desingan angin serangan musuh terhindar,
ia balas menyodok pusar dari Hoa In-liong.
Hoa In-liong sendiripun diam-diam merasa terkejut, kecepatan musuhnya dalam
berganti jurus, pikirnya, "Tampaknya orang ini hapal sekali dengan gerakan jurus serangan dari
keluarga Hoa. Bukan saja ia dapat menghindari setiap serangan tipuan dengan serangan tipuan.
Melepaskan serangan balasan tepat pada waktunya. Bahkan kecepatan gerak serangannya
melebihi sambaran petir, ini berarti mereka memang sudah memikirkan gerakan pemecahan
terhadap ilmu silat kami. Aku tak boleh menggunakan aturan pada umumnya untuk melayani
dia, apalagi hanya menyerang dengan jurus-jurus serangan dari ilmu Ci-yu-jit-ciat serta Hu-
in-ciang-hoat" Rupanya serangan totokon jari tangan yang dipergunakan barusan tak lain adalah
perubahan dari lmu sakti Ci-yu-jit-ciat.
Untuk melancarkan serangan dengan ilmu Ci-yu-jit-ciat tersebut, orang bisa
menyerang baik dengan ilmu telapak tangan maupun dengan ilmu totokan jari. Yang sama adalah
semua

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan tertuju untuk mendobrak pertahanan lawan. Sulit bagi orang yang tidak
mengetahui gerak pukulan tersebut untuk memecahkannya.
Oleh sebab itu, dikala Hoa In-liong saksikan pukulan musuh tiba-tiba dirubah
menjadi ilmu telapak tangan dan pusarnya yang terancam oleh serangan tersebut, tahulah dia
bahwa Hu-yan Kiong telah berhasil menyelidiki inti kekuatan dari kepandaiannya dan telah
mempersiapkan pula ilmu pemecahannya. Tak sempat ia berpikir terlampaulama dalam keadaan seperti ini, sebuah tendangan
kilat segera dilancarkan kedepan. Menyusul kemudian telapak tangannya dibalik segera membabat
keluar, menyapu jalan darah Oh-keng-hiat disisi telinga Hu-yan Kiong.
Baik pukulan telapak tangan maupun tendangan kilat tersebut, semuanya
dilancarkan dikala ia memutar badannya sambil menghindari serangan musuh. Sekalipun demikian, tenaga
serangannya sangat kuat sehingga menimbulkan desingan angin tajam yang
memekakkan telinga. Hu-yan Kiong tidak menyangka sampai kesitu. Setelah serangan tajam musuhnya tiba
didepan mata, ia baru terperanjat. Cepat tubuhnya melambung ke udara sambil mundur tiga
langkah ke belakang. 400 Bagaimanapun juga Hu-yan Kiong bukan termasuk manusia sembarangan, jelek-jelek
dia juga merupakan seorang jago kawanan yang berpengalaman luas. Begitu mundur ia segera
mendesak maju lagi ke depan. Tiba-tiba ia membentak keras, lengan kanannya berbunyi gemerutukan nyaring.
Rupanya ia telah mengeluarkan ilmu pukulan Lei sim toh sin siang (pukulan pemisah hati pem betot
sukma) yang paling diandalkan perkumpulan Mo-kauw.
Sungguh dahsyat dan cepat ancaman tersebut. Dalam waktu singkat tahu-tahu
kepalan musuh sudah muncul didepan anak muda itu.
Padahal pada waktu Hoa In-liong sedang mempersiapkan sebuah serangan kilat untuk
meneter lawannya. Ketika bayangan telapak tangan tiba-tiba muncul di depan mata dan
langsung mengancam kepalanya, tidak ragu-ragu lagi lengan kirinya di kebutkan ke muka.
Sekali lagi dia gunakan ilmu pukulan Hu in ciang hoat untuk menyongsong datangnya ancaman
tersebut.... "Ploook!" Suatu benturan nyaring segera terjadi dengan dahsyatnya ketika sepasang telapak
tangan saling beradu. Kedua belah pihak sama-sama bergetar keras oleh tenaga pantulan yang
dihasilkan dari benturan itu. Secepat kilat mereka memutar badannya untuk membuang sisa tenaga yang masih
mendesak tubuh mereka, kemudian secepat kilat mereka saling menyodok saling menyerang
lagi dengan serunya. Baik Hoa ln-liong maupun Hu-yan Kiong sama-sama merupakan jago silat kelas satu
dalam dunia persilatan. Dalam benturan yang barusan terjadi, mereka lantas tahu bahwa
kekuatan yang dimiliki lawannya seimbang dengan kekuatan yang mereka miliki. Merekapun paham,
tak mungkin mereka bisa cari kemenangan dengan mengandalkan tenaga dalam yang
sempurna, sebab siapapun tak bisa mengalahkan lawannya.
Ini berarti menang kalahnya pertarungan harus dicari dengan mengandalkan
sempurnanya jurus serangan serta luasnya pengalaman mereka dalam menghadapi pertempuran.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling menyerang, saling menerjang
dengan serunya. Dibalik serangan gencar terselip suatu pertahanan yang tangguh,
sebentar saja tiga buah gebrakan sudah lewat tanpa terasa.
Serangkaian pertarungan sengit itu ibaratnya hembusan angin puyuh dan hujan
badai, begitu gencar. Begitu ganasnya membuat para penonton yang mengikuti jalannya
pertarungan dari tepi gelanggang harus menahan nafas dan menekan rasa tegangnya.
Ilmu silat yang dipelajari Hoa In-liong sebetulnya sangat luas dan terdiri dari
inti-inti kepandaian yang tak terkirakan dahsyatnya. Setiap pukulan, setiap totokan yang dia
lancarkan semuanya tertuju pada bagian-bagian mematikan di tubuh musuhnya.
Sayang racun Sin-hui (ular kecil sakti) yang mengeram dalam tubuhnya belum
punah. Kehadiran racun itu otomatis mempengaruhi juga daya konsentrasinya. Setiap kali dia kuatir
kalau racun dalam tubuhnya tiba-tiba kambuh dan mempengaruhi badannya. Sebab itu sepanjang
pertarungan berlangsung, ia tak berani menggunakan tenaga terlampau besar.
401 Dia selalu kuatir, jika seandainya serangan yang dilancarkan dengan sepenuh
tenaga tidak mencapai pada sasarannya, kesempatan tersebut segera akan dimanfaatkan lawan
untuk balas mendesaknya. Karena itu setiap kali ada kesempatan baik untuk merebut
kemenangan, kesempatan itu selalu dibuang dengan begitu saja. Tentu saja kejadian ini
membuat Cwan Wi yang mengikuti jalannya pertarungan dari tepi gelanggang jadi cemas bercampur
gegetun. Tak bisa dibantah lagi kalau Hu-yan Kiong adalah seorang tokoh sakti perkumpulan
Mo-kauw yang sangat diandalkan perkumpulannya. Ilmu silat yang dia pelajari terdiri dari
aneka ragam yang tak terhitung jumlahnya, bahkan boleh dibilang kepandaiannya tidak berada
dibawah kepandaian Tang-kwik Siau dimasa jayanya.
Tetapi, lantaran Hoa In-liong selalu bersikap waspada dan hati-hati. Selalu
melayani musuhnya dengan jurus serangan yang tangguh dan serangan yang dipakaipun memiliki
perubahan yang tak terduga, maka dia jadi ragu-ragu untuk melepaskan serangan yang mematikan.
Dia kuatir masuk perangkap dan terjebak oleh akal licik lawannya.
Demikianlah, sekejap mata kemudian lima enam puluh tujuh jurus kembali sudah
lewat. Tampaknya walaupun batas seratus jurus sudah dilampaui menang kalah belum tentu
dapat ditetapkan dengan pasti. Sementara itu Leng-ji sudah beranjak dan duduk disamping Cwan Wi. Ketika
dilihatnya pertarungan berlangsung makin lama serrakin hebat, akhirnya ia jadi habis
sabarnya, diam-dian bisiknya dengan suara yang lirih, "Siau....Sauya, sudah kau hitung jumlah
jurusnya?" "Ssst....! Jangan berisik" omel Cwan Wi dengan suara kesal.
"Tidak bisa....! Tidak bisa begitu...." teriak Leng-ji lagi dengan cemas. "Sekarang
sudah mencapai sembilan puluh tiga jurus. Jika Ji kongcu tidak melancarkan lagi serangan
serangan yang mematikan bagaimana mungkin pertarungan ini bisa diakhiri secara
menguntungkan....?" Waktu itu seluruh perhatian dan konsentrasi Cwan Wi tertuju pada jalannya
pertarungan. Mendengar pertanyaan itu dengan rada mendongkol ia lantas berseru, "Lalu
bagaimana caranya, untuk mengakhiri pertarungan secara menguntungkan?"
"Makhluk sialan itu tidak mempan dibabat atau ditotok. Bila Ji kongcu tidak
menggunakan pedang, itu berarti pertarungan yang lebih lamapun hanya suatu pertarungan yang
menghamburkan tenaga dengan percuma. Aku lihat lebih baik engkau turun tangan
sendiri saja!" Tampaknya Cwan-Wi jengkel sekali dengan kecerewetan kacungnya, sambil berpaling
dengan muka marah, ia berseru, "Kamu ini cerewetnya bukan main. Hati-hati kamu kalau
sampai ocehanmu membuyarkan konsentrasi dari Ji kongcu. Lihat saja nanti, akan kuhajar
mulutmu atau tidak" Kontan Leng-ji mencibirkan bibirnya. "Hemmmm.... Memangnya Leng-ji cuma asal
ngomong" Semua perkataanku kan kata-kata yang sejujurnya!"
Selama pembicaraan itu berlangsung, setiap patah kata mereka diutarakan dengan
suara yang nyaring. Tentu saja Hoa In-liong serta Hu-yan Kiong yang berada ditengah
gelanggang dapat mendengar semua pembicaraan tersebut dengan amat jelas.
Diam-diam Hoa In-liong mulai menyesal, dia berpikir, "Yaa.... kalau begitu memang
akulah yang salah perhitungan. Jika sejak pertama kali tadi kugunakan pedang, tak nanti
pertarungan ini kulangsungkan dengan begitu ngotot dan bersusah payah"
402 Lain halnya Hu-yan Kiong, dia jadi sangat gembira sesudah mendengar perkataan
itu, gerutunya di hati, "Aku memang betul-betul tolol! Yaa, betul juga perkataan kacung sialan
itu. Apa yang musti ku kuatirkan" Baik tenaga pukulan maupun tenaga totokan kan sama sekali
tidak mempan terhadap diriku. Kenapa tidak kugunakan kelebihanku ini untuk memusatkan semua
perhatian dan kekuatanku untuk melancarkan serangan" Haa.... haa.... haa.... untunglah kedua
orang bocah cilik itu memperingatkan diriku. Kalau tidak, mungkin dalam seratus
gebrakan mendatangpun pertarungan ini tak bisa dimenangkan olehku. Kalau sampai demikian
adanya, akan ditaruh dimanakah wajahku ini?"
Berpikir sampai disitu, seketika itu juga semangat tempurnya berkobar kembali.
Dia segera membuka serangannya dengan serangkaian pukulan bertubi-tubi yang amat tangguh.
Dalam waktu singkat, permainan serangannya juga ikut berubah. Dari ilmu pukulan
Thian-mociang, Hu-kut-sin-kun sampai Tay-jiu-eng dari kalangan Buddha, Sian ki-
ci-lek, Tong-pit-mo-ciang
dan Ngo kui-im-hong-jiau semuanya dikeluarkan secara berantai.
Bayangkan saja bagaimana dahsyatnya serangan maut yang rata-rata menggunakan
jurus aneh yang belum pernah dijumpai dikolong langit ini" Dalam waktu singkat dari atas
kepala sampai lambung, dada dan kaki Hoa In-liong berada dibawah kurungan angin pukulannya.
Dengan adanya perubahan tersebut, keadaan Hoa In-liong lah yang semakin parah,
ia terdesak hebat. Sejak mendengar seruan dari Leng-ji yang membuat hatinya menyesal,
konsentrasinya sudah tak dapat pulih kembali seperti sedia kala. Apalagi setelah diserang secara gencar
oleh Hu-yan Kiong, seketika itu juga dia kehilangan posisinya yang menguntungkan. Selangkah demi
selangkah ia mundur terus kebelakang. Dalam keadaan begini ia sudah tidak memiliki kemampuan
lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Dalam waktu singkat, sekujur badan Hoa In-liong mandi keringat. Nafasnya yang
tersengkalsengkal secara lapat-lapat dapat kedengaran jelas. Dia masih memiliki
ilmu meringankan tubuh yang bisa diandalkan sehingga setiap saat dia bisa berkelebat kekiri atau
berkelit ke kanan. Setiap terancam bahaya, ancaman itu dapat dipunahkan dengan begitu saja.
Kini serangan lawan sudah mencapai jurusan yang ke sembilan puluh sembilan. Satu
jurus lagi berarti batas seratus jurus sudah akan terpenuhi, asal Hoa In-liong dapat
mempertahankan diri terhadap serangan musuhnya yang terakhir ini, maka berarti pula kemenangan
berada dipihaknya. Serta merta suasana berubah jadi amat tegang. Setiap orang yang berada ditepi
gelanggang melototkan sepasang matanya bulat-bulat, terutama sekali siau Leng-ji.
Kacung buku ini tak kuasa mengendalikan emosinya. Tanpa sadar ia bersorak
gembira, "Tinuggal satu jurus! Tinggal satu jurus! Ji kongcu, kau musti lebih berhati-hati lagi!"
Tiba-tiba Hoa In-liong berpekik nyaring. Tubuhnya secepat kilat melambung ke
udara, menyusul kemudian ia berjumpalitan beberapa kali diangkasa. Setelah itu dengan kaki di
atas, kepala dibawah dia membuat gerakan setengah busur dengan jurus Ciong-eng-tian-ci
(burung elang membentangkan sayap), langsung dengan membawa desingan angin tajam menyambar
batok kepala Hu-yan Kiong. 403 Kiranya sejak kehilangan posisi yang menguntungkan, keadaan Hoa In-liong sudah
keteter hebat sehingga terdesak dibawah angin. Menghadapi ancaman yang datangnya bertubi-tubi
itu, saking lelahnya dia sudah mandi keringat.
Betapa murung dan kesalnya anak muda itu menghadapi keadaan yang sangat tidak
menguntungkan tersebut, sementara tekanan musuh dirasakan makin lama semakin
kuat. Tibatiba ia mendengar teriakan gembira dari Leng-ji yang mengatakan
tinggal satu jurus lagi. Rasa
gelisah yang kemudian muncul seakan-akan merubah kekuatan dalam tubuhnya menjadi
satu kali lipat lebih dahsyat dari keadaan semula.
Harus diterangkan disini, ketika itu Hoa In-liong sedang mencapai pada usia yaug
muda dan kuat-kuatnya tenaga manusia. Ditambah lagi wataknya yang tinggi hati dan tak
sudi menyerah

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada kekuatan lawan. Dalam keadaan semacam ini ia tak sudi mencari kemenangan
dengan membonceng kesempatan baik yang tersedia baginya. Namun diapun tak ingin
dikalahkan lawannya sehingga mempengaruhi nama baik keluarga Hoa, di samping ambisinya
untuk menegakkan nama besar untuk dirinya sendiri.
Karena itu begitu mendengar suara teriakan dari Leng-ji, seketika itu juga sifat
angkuh dan tinggi hatinya terangsang kembali. Ia tidak memperdulikan lagi apakah racun Sin-hui
yang bersarang dalam tubuhnya telah kambuh atau tidak, segenap tenaga murni yang dimilikinya
langsung dikerahkan keluar. Setelah melambung ke udara dan terlepas dari lingkaran
pengaruh angin serangan Hu-yan Kiong, dia melayang kesamping untuk melepaskan diri dari
cengkeraman lawan. Begitulah, setelah dia berhasil melayang di udara, tubuhnya segera berjumpalitan
beberapa kali dan menerjang kembali ke bawah. Lengan kirinya langsung diayun kedepan
melepaskan segulung angin pukulan yang sangat kuat. Sementara jari tengah tangan kanannya
dengan jurus "menyerang sampai mati" menyodok jalan darah Hoa kay hiat di tubuh Hu-yan Kiong.
Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini berlangsung dalam sekejap mata.
Dalam pada itu, Hu-yan-Kiong baru saja menyerang jalan darah Cian-keng-hiat
dibahu Hoa Inliong dengan jurus Sin liong tam jiau (naga sakti unjukkan cakar).
Ketika itu jalan pemikirannya amat sederdana. Dianggapnya meskipun Hoa In-liong
berhasil menghindarkan diri dari serangannya, tapi dalam mundurnya yang dilakukan secara
gugup. Asal dia mengejar lagi dengan gerakan jurus yang tak berubah, pastilah pihak musuh
akan dibuat kelabakan setengah mati. Asal musuh telah dibikin kelabakan, maka dia tak akan memperdulikan apakah
serangannya sudah melewati jurus yang keseratus atau tidak. Dengan suatu ancaman maut akan
disusulnya pemuda itu dan bila perlu menghajarnya lebih dulu sampai terluka parah.
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali berada diluar dugaannya.
Menanti ia temukan bahwa bayangan tubuh dari Hoa In-liong secara tiba-tiba sudah lenyap tak
berbekas. Angin pukulan yang maha dahsyat serta totokan jari tangan yang tajam tiba-tiba sudah
menyelinap di atas badannya. Kejadian ini sangat mengejutkan dari Hu-yan Kiong, juga mengejutkan diri Cwan
Wi. Rupanya Cwan Wi kuatir Hu-yan Kiong betul-betul kebal terhadap serangan pukulan
dan serangan jari lawan yang mengakibatkan Hoa In-liong mengalami nasib seperti apa
yang dialami Leng-ji yakni terhantam balik oleh tenaga sin-kang pelindung tubuhnya, maka
ditengah jeritan 404 kagetnya cepat ia memburu kedalam gelanggang untuk menghadapi segala kemungkinan
yang tak diinginkan. Padahal Hu-yan Kiong sendiripun dibuat gugup dan kelabakan setengah mati oleh
datangnya ancaman yang muncul secara diluar dugaan. Dalam keadaan begini, dia kehilangan
daya kemampuannya untuk menguasai diri, sehingga jeritan kagetnya hampir berkumandang
bersamaan waktunya dengan jeritan Cwan Wi.
Disaat Cwan Wi melayang keudara dan menerjang masuk kedalam gelanggang, serangan
dahsyat dari Hoa In-liong sudah bersarang telak diatas bahu Hu-yan Kiong, sedang
totokan jari tangan kanannya menyodok telak dada iblis tua itu.
Hu-yan Kiong segera mendengus tertahan. Sepasang tangannya memegang dada dengan
muka berkerut keras. Dengan sempoyongan dia mundur ke belakang sambil menahan rasa
sakit. "Kau.... Kau...." teriaknya dengan suara terperanjat.
Akhir dari pertarungan ini betul-betul berada diluar dugaan siapapun jua, sampai
Cwan Wi sendiripun kebingungang tak berketentuan. Untuk sesaat dia cuma berdiri melongo-
longo. Pucat pias paras muka Hoi In-liong, tapi ia berdiri tegak bagaikan malaikat,
dengan suara yang amat serius katanya, "Aku telah menangkan pertarungan ini, sekarang engkaupun
harus mewujudkan janjimu. Setelah melepaskan nona Wan, harap segera angkat kaki dari
sini!" Hu-yan Kiong muntah-muntah darah segar. Bibirnya bergetar seperti ingin
mengucapkan sesuatu, tapi setelah merenung sejenak maksud itu dibatalkan.
Ia memutar badannya menghadap anak buah Ia irinya ditepi gelanggang, dan
ujarnya, "Tarik kembali semua alat persembahan, tinggalkan korban disitu dan kita segera pergi
dari sini" Kemudian sambil menghadap kembali kearah Hoa In-liong, ia berkata lebih jauh,
"Hoa loji, aku lihat engkau adalah seorang enghiong yang gagah perkasa. Aku tak tega membiarkan
engkau mati tersiksa. Maka secara terus terang kuakan beri tahu kepadamu racun sakti
San-hui-si-sim (ular sakti menggigit hati) dari perkumpulan kami tak dapat dipunahkan oleh
siapapun jua. Maka kuanjurkan kepadamu bila engkau mulai merasa tak tahan, cepat-cepatlah datang ke
perkumpulan kami untuk minta obat penawarnya!"
Hoa-In-liong tersenyum. "Mati hidup manusia ditentukan oleh Yang Kuasa. Lebih
baik engkau tak usah menguatirkan keselamatanku, Nah! Silahkan pergi dari tempat ini!"
Sementara itu, anak murid kau telah melaksanakan perintah pemimpinnya untuk
menarik kembali semua makhluk beracun yang berada diatas tubuh Wan Hong-giok.
Hu-yan Kiong segera tertawa dingin, diapun tidak banyak berbicara lagi. Dibawah
bimbingan seorang laki-laki berjubah kuning, mereka berlalu dari bukit Yan-san.
Angin gunung berhembus sepoi-sepoi, suasana diatas puncak Yan-san kembali
diliputi keheningan. Suasana di sekitar bukit itu tidak menjadi cerah karena kepergian orang-orang
dari Mo-kauw itu. Wan Hong-giok masih berbaring diatas tandunya dengan badan setengah telanjang.
Sementara paras muka Hoa In-liong makin lama berubah semakin pucat kelabu, hampir-hampir
tak tampak warna merah darah. 405 Cwan Wi dan Leng-ji juga masih berdiri tertegun ditempat semula. Tampaknya kedua
orang itu masih tidak percaya dengan kenyataan yang berlangsung didepan mata mereka.
Akhirnya.... Akhirnya Hoa In-liong berdiri dengan tubuh gemetar keras, tiba-tiba
ia berteriak. "Adik Wi...." Mendengar panggilan itu Cwan Wi berpaling dengan hati terperanjat. Cepat-cepat
dia memburu maju ke depan, serunya dengan nada yang cemas bercampur kaget, "Jiko.... Jiko!
Kau.... kenapa kau?" Gemetar yang mengguncangkan tubuh Hoa In-liong makin lama semakin keras. Nada
suaranya juga ikut berubah, ia hanya bisa berbicara dengan suara tersendat-sendat, "Aku....
Aku.... Meskipun menang sebenarnya akulah yang kalah...."
Sebelum kata-kata itu sempat diakhiri, sekujur badannya telah goncang semakin
keras, akhirnya ia tak kuasa menahan diri lagi....
Cepat Cwan Wi memburu maju ke depan dan memayang tubuhnya. "Keee.... kenapa kau"
Kenapa kau.... " Jiko! Jiko.... Kenapa kau....?" Teriaknya dengan cemas. "Apakah kau
terluka oleh pukulan bandot tua itu?"
Hoa In-liong menggeleng. "Tidak, aku tidak dilukainya, hanya.... hanya.... Racun....
racun ular sakti itu...." "Apa....?" Jerit Cwan Wi dengan jantung yang berdebar keras, "Kau maksudkan racun
ular sakti itu mulai kambuh?" Hoa In-liong menganguk. Dia seperti hendak mengucapkan sesuatu karena bibirnya
bergerakgerak. Namun anak muda itu sudah tidak bertenaga lagi untuk mengutarakan
isi hatinya. Waktu itu Hoa In-liong sedang merasakan suatu penderitaan yang luar biasa
hebatnya. Keringat sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya. Sinar matanya yang jeli kini
sudah pudar. Gemetar yang mengguncangkan tubuhnya semakin bertambah keras. Keadaan semacam
itu mirip sekali dengan seseorang yang mendekati sekaratnya.
Cwan Wi menyadari gawatnya keadaan anak muda itu, tapi ia tak dapat berbuat apa-
apa. Dia seperti orang yang kebingungan, kehilangan akal sehat. Anak muda itu hanya bisa
berdiri dengan kelabakan bagaikan anak ayam kehilangan induknya.
Leng-ji yang berada disampingnya cepat berseru. "Siau sauya, cepat baringkan Ji
kongcu ke tanah! Jika Ji kongcu dibiarkan berdiri terus, kesehatannya pasti akan semakin
terganggu. Coba lihat! Racun ular jahat itu mulai kambuh. Pastilah hal ini terjadi karena ji-
kongcu menggunakan tenaga yang berlebihan sewaktu bertempur tadi"
Cepat cepat Cwan Wi membaringkan Hoa In-liong ke tanah. Ia membiarkan tubuh anak
muda itu bertindih diatas pahanya. Kemudian telapak tangan kanannya ditempelkan diatas
pusar dan hawa murnipun disalurkan masuk kedalam tubuhnya.
"Jiko!" Ia berkata dengan lembut, "Berbaring saja ditumpuan badanku. Biar kucoba
untuk menyalurkan hawa murni. Siapa tahu kalau hawa murniku itu berhasil mendesak
keluar racun ular jahat yang mengeram dalam tubuhmu"
406 Lembut dan halus sekali ucapan tersebut, seakan-akan kata-katanya itu memang
betul betul muncul dari sanubarinya. Setetes air mata terasa jatuh berlinang membasahi pipinya dan membasahi wajah
Hoa In-liong. Merasakan itu Hoa In-liong tertawa getir. "Aaaai.... Adik Wi, aku merasa amat
cocok sekali dengan dirimu. Aku pun merasa gembira sekali dapat berkumpul dengan dirimu.
Sebagai seorang pria kau jangan berhati lemah. Kau musti tabah dan berjiwa keras, jangan gampang
mengucurkan air mata. Lapi pala, andaikata aku sampai tertimpa sesuatu musibah,
engkau juga yang harus membalaskan dendam bagi diriku, kenapa...." kenapa....?"
Mendadak alis matanya berkerut, nafasnya juga ikut memburu, sehingga kata kata
yang belum selesai itu tak sempat dilanjutkan sampai habis....
Ketika Hoa In-liong mengatakan bahwa dia menyukai dirinya, serta merta paras
muka Cwan Wi berubah jadi semu merah. Siapa tahu kata-kata itu tak berakhir, karena ia segera menyaksikan Hoa In-liong
mengerutkan dahinya dengan nafas memburu. Wajahnya kelihatan sekali betapa menderitanya dia.
Betapa terkejutnya Cwan Wi menyaksikan kejadian itu, dia segera berteriak keras,
"Jiko....! Jiko!"
Dengan lemah Hoa In-liong mengulapkan tangannya. "Adik Wi, Aku.... Aku tak tahan
lagi. Tolong.... Tolong tariklah kembali tenagamu...."
Cwan Wi menurut, ia tarik kembali telapak tangan kanannya, kemudian dengan penuh
rasa kuatir tanyanya kembali, "Jiko, bagaimana rasanya badanmu sekarang?"
Dengan nafas tersengkal-seng Hoa In-liong menengadah. "Saat ini isi perutku
terasa sakitnya bukan kepalang. Tentulah apa yang dinamakan ular sakti menggigit hati sedang
mewujudkan kenyataannya!" "Engkau terlalu keras kepala, tak mau mendengarkan perkataanku" omel Cwan Wi
sambil berkerut kening, "Coba kalau kau turuti perkataanku memaksa bandot tua itu
menyerahkan obat penawarnya, tentu kau tidak akan merasakan penderitaan seperti ini"
Ketika berbicara sampai disitu, matanya kembali jadi merah dan air matapun jatuh
bercucuran. Sekali lagi Hoa In-liong ulapkan tangannya. "Jangan menangis! Jangan menangis!
Adik Wi, aku tidak percaya kalau apa yang dikatakan sebagai siksaan "ular sakti menggigit
hati" itu mampu merenggut nyawaku. Aku hanya percaya bahwa yang lurus pasti dapat menangkan yang
sesat. Aku akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk memusnahkan
pergaruh racun itu dari dalam tubuhku!"
"Jiko! Apakah tidak kau dengar perkataan dari tua bangka itu?" keluh Cwan-Wi
dengan sedih. "Dia bilang racun ular sakti menggigit hati tak dapat dipunahkan oleh siapapun.
Racun itu adalah racun ganas hasil ciptaannya. Jika ia sudah berkata demikian, sudah pasti
ucapannya bukan gertak sambal belaka!"
"Setiap benda yang berasal dari alam semesta, sadah pasti ada lawan
tandingannya" kata Hoa
In-liong dengan suara hambar. "Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku pernah
mendapat warisan ilmu sakti dari seorang tokoh silat. Ilmu semedi tersebut berbeda jauh
dengan ilmu 407 semedi yang sering sekali kita lihat. Siapa tahu kalau kepandaian tersebut akan
bermanfaat

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali bagiku". Leng-ji memang belum mengenal arti kesal atau murung, tapi ia lebih gelisah dari
siapapun jua. Ketika mendengar perkataan itu, segera teriaknya dengan cepat, "Kalau memang
begitu, ayoh cepatlah dicoba...."
Dengan perasaan apa daya Hoa In-liong menggelengkan kepalanya. Pelan-pelan dia
alihkan sinar matanya keatas tubuh Wan Hong-giok yang setengah telanjang itu. "Adik Wi!"
katanya lagi, "Apakah nona Wan masih belum juga sadar dari pingsannya?"
Cwan Wi ikut berpaling kearah Wan Hong-giok, kemudian sambil berkerut kening
omelnya, "Kamu ini memang keterlaluan. Masa dalam keadaan seperti inipun engkau masih
mempunyai kegembiraan untuk mengurusi orang lain!"
Hoa In-liong tertawa getir. "Adik Wi" katanya kemudian, "Apakah engkau sudah
lupa akan maksud tujuanku datang kemari" Keadaan nona Wan sangat mengenaskan dan patut
dikasihani, lihatlah tubuhnya...."
Belum sampai pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, Cwan Wi telah menyela dari
samping, "Yaa, aku tahu, dia mempunyai rahasia besar yang hendak disampaikan kepadamu!"
Sampai disitu, dia lantas berpaling kepada Leng-ji, sambil katanya, "Engkau saja
yang pergi kesitu, coba tengok bagaimana keadaan nona Wan!"
Tampaknya Leng-ji juga tak puas dengan sikap Hoa In-liong yang suka mencampuri
urusan orang lain. Tapi lantaran Cwan Wi yang memerintahkan tentu saja ia tak berani
membantah. Maka setelah ragu-ragu sejenak akhirnya selangkah demi selangkah ia maju
kedepan. Melihat Leng-ji maju dengan langkah yang sangat lambat, dalam hati Hoa In-liong
menghela napas panjang, pikirnya, "Yaa.... Bagaimanapun juga, adik Wi memang masih terlalu
muda. Perasaan hatinya hanya tahu tertuju pada seseorang belaka. Aaaaii....! Dia begitu
memperhatikan diriku. Aku yang menjadi Jiko-nya benar-benar tak kuasa menanggung
beban untuk membuka pikirannya serta memberi pelajaran bagaimana caranya melimpahkan
kasih sayang kepada segenap umat manusia"
Jika Hoa In-liong berpikir demikian, maka berbeda dengan kemurungan yang
mencekam perasaan Cwan Wi ketika itu.
Tatkala dilihatnya seluruh perhatian dan seluruh rasa kuatir Hoa In-liong hanya
tertuju pada diri Wan Hong-giok seorang, tanpa terasa lagi dengan kening berkerut dia mengomel,
"Jiko, bagaimana sih kamu ini" Leng-ji toh sudah menghampirinya. Bagaimana keadaan Wan
Honggiok pun sebentar lagi bakal ketahuan, buat apa kau demikian menguatirkan
keselamatan jiwanya" Oya, bukankah tadi kau berkata bahwa kau memiliki sejenis ilmu semedi
yang bisa digunakan untuk memunahkan racun ular sakti yang mengeram dalam tubuhmu" Kenapa
kau tidak....?" "Tak usah terlalu buru-buru...." Tukas anak muda itu.
Cwan Wi jadi kurang senang hati, dia pun kembali menyela, "Kau tidak cemas maka
akulah yang sangat cemas! Kenapa tidak bercermin dulu untuk memeriksa tampang wajahmu"
Tahukah engkau betapa mengerikannya raut wajahmu pada saat ini?"
408 Perkataan itu bukan suatu olok-olokan tapi memang begitulah kenyataan. Raut
wajah Hoa lnliong ketika itu memang benar-benar menakutkan sekali. Diantara
warna kelabu yang menghiasi
wajahnya tampak warna hitam melapisi mukanya di sana-sini. Otot-ototnya pada
menonjol keluar. Ditambah pula kulitnya pada berkerut menahan penderitaan. Dari sini
dapat diketahui bahwa siksaan yang dirasakan dalam perutnya bukannya berkurang sebaliknya justru
makin bertambah. Sampai di manakah penderitaan yang dialami dalam tubuhnya, tentu saja Hoa In-
liong jauh lebih jelas dari siapapun. Maka dari itu ia sama sekali tidak gusar oleh makian Cwan
wi, bahkan rasa terima kasihnya malahan semakin berlipat ganda
Iapun tertawa getir, lalu katanya dengan lembut, "Adik Wi, bukan berarti aku tak
tahu sayang pada kesehatanku sendiri. Tapi justru lantaran ilmu semedi tersebut berbeda
sekali dengan ilmu semedi pada umumnya. Lagipula akupun baru belajar belum lama, maka sampai
sekarang aku belum berani melakukannya secara sembarangan...."
Pertama karena rasa ingin tahu dan kedua karena gelisah. Sebelum pemuda itu
menyelesaikan kata-katanya Cwan Wi telah menukas kembali, "Kalau memang begitu, lantas apa
yang musti dilakukan?" "Pikiran dan perasaan hatiku musti tenang lebih dulu, tenaga dalam arti leluasa
tanpa ikatan. Padahal keadaan nona Wan hingga sekarang masih belum kuketahui. Hal ini masih
merupakan beban dalam pikiranku. Bayangkan sendiri, jika pikiran dan perasaan belum
mencapai ketenangan total, betapa berbahayanya bila semedi itu kulakukan secara
dipaksakan. Bahaya yang mengancam jiwaku pasti akan berlipat ganda lebih besar lagi"
Sesudah mendengar penjelasan tersebut, Cwan Wi jadi tertegun. Ia merasa heran
juga curiga, namun tidak berkata apa-apa.
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Leng-ji menjerit kaget, menyusul kemudian
ia berteriakteriak keras, "Kurangajar, mampus sialan! Nona.... Oooh
bukan....bukan....bukan.... Ji kongcu,
cepatlah kemari!" Hoa In-liong merasa amat terkejut, ia segera meronta dan bangun terduduk. Oleh
karena mendengar jeritan kaget yang muncul secara tiba-tiba itu, perasaan hatinya
bergolak keras. Karena pergolakan itu isi perutnya jadi teramat sakit....
Tak tahan lagi ia mendengus tertahan, kemudian tak bisa dicegah lagi anak muda
itu roboh terjengkang ke atas tanah.
Cepat Cwan Wi menguruti dadanya dengan tangan kanan. Kembali omelnya dengan
wajah murung, "Coba lihat tampangmu itu! Sekalipun nona Wan mengalami kejadian diluar
dugaan, gelisahpun apa gunanya?"
Sambil merasa sakit yang luar biasa, Hoa In-liong berbisik dengan napas
tersengal, "Adik Wi....
To.... Tolong pergilah kesitu.... Coba tengoklah keadaannya"
Dengan dahi berkerut Cwan Wi menghela nafas panjang, ia segera berteriak, "Leng-
ji, sebenarnya apa yang telah terjadi" Kenapa kau berlagak sok bingung macam monyet
kena terasi?" Paras muka Leng-ji diliputi kegusaran dan rasa mendongkol, ia menjawab dengan
suara lantang, "Bajingan-bajingan Mo-kauw adalah manusia yang berhati busuk. Coba lihatlah,
meskipun 409 mereka mengatakan akan lepaskan nona ini, nyatanya sebelum pergi mereka telah
menancapkan sebatang jarum beracun di atas dada nona Wan. Kemudian bermain gila pula
disekitar pusar dan perut bawah nona ini".
Jilid 21 CWAN WI bukan seorang manusia yang berhati sekeras baja. Ketika mendengar
keterangan itu, paras mukanya ikut berubah hebat. "Lantas bagaimana keadaannya" Apakah dia masih
hidup?" tanyanya dengan cemas. "Aku kuatir.... aku kuatir kalau jiwanya tidak ketolongan lagi!" sahut Leng-ji
terbata-bata. Cwan Wi terkesiap. "Cepat bawa dia kemari! Cepat....!"
Baru saja ia berseru sampai disitu, tiba-tiba ia merasa berat badan yang
menindih diatas kakinya terasa sangat berat sekali.
Ketika diperiksa lagi, ternyata Hoa In-liong berbaring diatas pahanya dengan
mata terpejam rapat. Rupanya anak muda itu kembali jatuh tak sadarkan diri.
Kejadian seperti inilah yang paling dikuatirkan dan ditakuti Cwan Wi. Mula-mula
dia tertegun, menyusul kemudian sambil mendekati tubuh In-liong teriaknya dengan suara
gemetar. "Jiko....!"
Menyusul suara teriakan itu, air matanya tidak terbendung lagi. Akhirnya Cwan Wi
menangis tersedu-sedu.... Masih mendingan kalau tidak menangis, begitu tangisannya meledak maka segala
rahasianya pun ikut terbongkar. Ternyata ia bukan bernama Cwan Wi, nama yang sebenarnya adalah Coa Wi-wi.
Dia adalah seorang gadis remaja, Coa Wi-wi! Adik kandung dari Coa Cong-gi.
Sebagai perempuan, sifat gampang menangis memang merupakan sifat yang lumrah. Ia
menangis karena yang dikasihi tak mau mendengarkan nasehatnya, tak mau menjaga
kesehatan sendiri sehingga akibat jatuh tak sadarkan diri.
Untuk sesaat rasa sedih, kesal dan murung yang berkecamuk dalam benaknya sepuluh
kali lihat lebih dahsyat dari keadaan dihari-hari biasa. Rasa sedih yang tak terbendung itu
akhirnya meledak sebagai suatu isak tangis yang memilukan hati.
Leng-ji cepat-cepat memburu datang sambil membopong tubuh Wan Hong-giok.
"Siocia....! Nona.... bagaimana keadaan Ji ko....?"
oooOOOooo LENG-JI aslinya bukan bernama Leng-ji, tapi bernama Ki-ji. Dia adalah dayang
kepercayaan dari Wi-wi. Ketika tiba didepan majikannya dan menyaksikan keadaan anak muda itu, dengan
perasaan terkejut cepat ia baringkan Wan Hong-giok keatas tanah, kemudian teriaknya,
"Aduuh mak....tidak benar keadaannya.... keadaan ini tidak benar...."
410 Sambil berlutut dia menggoncang-goncangkan bahu Coa Wi-wi sambil serunya
kembali, "Nona, keadaan macam begini tak boleh berlarut-larut. Kau jangan urusi tangisanmu
belaka. Coba periksalah dulu keadaan Jikongcu kemudian baru dirundingkan kembali. Memangnya
setelah kau peluk tubuhnya sambil menangis, maka penyakitnya bakal sembuh dengan sendirinya"
Jangan menangis terus!" Coa Wi-wi tidak sampai keblinger, meskipun ia sedang menangis dengan sedihnya,
kesadaran otaknya masih utuh. Maka setelah mendengar perkataan itu, diapun menengadah.
Pada saat itulah terdengar desingan angin tajam berkumandang dari arah belakang, menyusul
kemudian sesosok bayangan manusia melayang turun dibelakang punggungnya.
Coa Wi-wi kaget, cepat ia menyambar tubuh Hoa In-liong dan meloncat maju kedepan
untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan....
"Adik Wi, tak usak kaget! Aku yang datang" kata orang itu cemas, "Bagaimana
keadaan Jite?" Begitu mendengar suara panggilan tersebut, Coa Wi-wi segera mengetahui siapakah
yang datang, cepat dia menjejak permukaan tanah dan menyusul kembali ketempat semula,
sahutnya, "Toako! Jiko...."
Tiba-tiba ia merasa amat bersedih hati sehingga dadanya terasa jadi sesak, isak
tangisnya semakin menjadi. Orang yang baru muncul mengenakan jubah biru dengan sebuah pedang tergantung
dipinggangnya. Dia bukan lain adalah Toako dari Hoa In-liong, Hoa Si adanya.
Hoa Si adalah seorang pemuda berwajah gagah dan bersikap serius. Ketika itu dia
berdiri dihadapan Coa Wi-wi sambil mengawasi keadaan adiknya.
Ketika menyaksikan keadaan adiknya yang tidak sadarkan diri, hatinya betul-betul
merasa amat terperanjat. Meski demikian sikapnya sama sekali tidak nampak gugup atau
gelisah, lagaknya tetap tenang dan gagah perkasa. Keadaan semacam ini persis seperti kegagahan Hoa
Thianhong dimasa lalu. Dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi wajah Hoa In-liong dengan seksama,
kemudian baru menengadah mengawasi Coa Wi-wi yang masih menangis tersedu.
"Adik Wi, janganlah menangis!" katanya kemudian dengan lembut. "Sekalipun Jite
kena dipecundangi orang, tapi menurut pengamatanku, keadaan tersebut tak mungkin akan
memburuk dalam waktu singkat. Mari serahkan dia kepadaku, kita cari dulu suatu
tempat yang bisa digunakan untuk beristirahat, kemudian baru dirundingkan lebih jauh"
Sembari berkata, sepasang tangannya bergerak cepat untuk membopong adiknya.
Sebelum Coa Wi-wi sempat mengucapkan sesuatu, Hoa In-liong telah dibopongnya dan
bergerak menuruni bukit tersebut. Mula-mula Coa Wi-wi agak tertegun oleh kejadian tersebut. Tapi sejenak kemudian,
sambil menahan isak tangisnya dan membesut air mata yang membasahi pipinya dia
mengikuti dibelakang pemuda itu tanpa berbicara.
Ki-ji yang menjumpai hal itu, cepat-cepat membopong Wan Hong-giok dan menyusul
pula di paling belakang. 411

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya sampailah mereka di bekas markas Tong
Thian-kau di punggung bukit. Hoa Si memeriksa sebentar keadaan bangunan itu, kemudian
menghampiri sudut ruangan bekas ruang tengah dan duduk bersila disitu.
Gerak gerik Hoa Si selalu serius, mantap dan gagah. Raut wajahnya juga serius
dan keren. Ini membuat orang lain jadi keder dan tak berani membangkang setiap perkataannya.
Karena kewibawaan yang terpancar keluar dari sikap anak muda itu mengederkan hati
siapapun jua. Sebenarnya Coa Wi-wi mempunyai banyak keluhan serta kesedihan yang hendak
disampaikan kepada pemuda itu. Akan tetapi lantaran Hoa Si hanya membungkam terus, terpaksa
diapun harus mengendalikan perasaannya dan ikut duduk membungkam disitu.
Pada ujung ruangan tersebut penuh berserakan bekas atap dan batu bata yang kotor
dan tak sedap dilihat. Hoa Si segera mengebaskan tangannya untuk menyapu sebagian puing-
puing itu hingga tersingkir kesamping. Setelah itu dia menggape ke arah Ki-ji sambil
perintahnya kembali, "Ki-ji, kemarilah! Tolong baringkan nona Wan di atas lantai....!"
Setelah itu, dia baru barpaling kearah Coa Wi-wi sambil berkata kembali, "Adik
Wi, tolonglah tengok sejenak keadaan nona Wan, apakah dia masih tertolong atau tidak?"
Mendengar perkataan itu, cepat cepat Ki-ji membaringkan tubuh Wan Hong-giok ke
lantai, kemudian mengundurkan diri ke samping.
Melihat Coa Wi-wi tidak segera beranjak, dengan alis berkerut ia berkata penuh
rasa kuatir, "Bagaimana keadaan Jite sedikit rada kacau. Sekarang aku sedang melakukan
pemeriksaan untuk mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya. Nona Wan adalah seorang
gadis, aku merasa kurang leluasa untuk memeriksa sendiri keadaannya maka aku minta tolong
kepada adik Wi untuk mewakili diriku!"
Setelah Hoa-Si berkata demikian, tentu saja Coa Wi-wi tak dapat membantah lagi.
Dengan perasaan apa boleh buat dia mengangguk, kemudian bangkit dan menghampiri Wan
Hong-giok untuk memeriksa keadaan luka dibadannya.
Selang sesaat kemudian, dengan wajah sedih dia menengadah, katanya dengan lirih,
"Toako, sekujur badan Nona Wan sudah berubah jadi merah gosong. Jalan darah Tiong-kek-
hiatnya terluka oleh totokan jari yang menggunakan tenaga dingin, sedang jalan darah Ki-
ciat-hiatnya tertusuk sebatang jarum beracun. Aku lihat harapannya untuk hidup tipis sekali,
mungkin jiwanya sudah tidak tertolong lagi"
Hoa Si mengerdipkan matanya beberapa kali lalu merenung. "Aku lihat nona Wan tak
sampai menemui ajalnya, dia pasti bisa disembuhkan kembali.... Cuma adik Wi! Apakah
engkau bersedia untuk mengorbankan sedikit tenaga dalammu untuk mengobati luka dalam yang
dideritanya itu?" "Tapi....denyutan nadinya sudah amat lirih, detak jantungpun sudah sering kali
berhenti. Lagipula sekujur badannya sudah merah membengkak, jelas darahnya sudah ternoda racun
jahat yang menyusup keseluruh nadi pentingnya. Berada dalam seperti ini, apa gunanya kita
obati luka dalamnya dengan tenaga dalam?"
Dari nada perkataan tersebut dan dari sikap Coa Wi-wi sewaktu mengucapkan kata-
katanya, dapat diketahui bahwa ia sedikit merasa keberatan untuk melaksanakan tugas
tersebut. 412 "Soal keracunan bukanlah merupakan soal yang serius", ujar Hoa Si dengan
gelisah, "Dalam sakuku tersedia obat-obatan mustika untuk memunah kau pengaruh racun itu. Justru
yang kukuatirkan adalah jalan daerah Tiong kek-hiatnya yang terluka parah itu.
Sekalipun selembar jiwanya dapat diselamatkan, tapi serangkaian ilmu silat yang dimilikinya mungkin
akan musnah dengan begitu saja" Coa Wi-wi merenung sejenak, lalu katanya, "Tapi yang paling penting jiwanya
tertolong lebih dulu. Sekalipun ilmu silatnya harus punah juga tak menjadi soal, lain kali kan
masih ada kesempatan untuk mempelajarinya kembali"
Dengan cepat Hoa Si menggeleng. "Jika jalan darah Tiong-kek-hiatnya sudah
terluka, itu berarti urat-urat sam-im-meh nya sudah kehilangan daya kemampuan untuk menggunakan
tenaga lagi. Hawa murni yang terhimpun dalam Tam-thian tak mampu bergerak ke bawah lagi.
Sekalipun mengulang kembali pelajaran silatnya juga percuma"
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, tambahnya, "Keadaan yang kita hadapi
sekarang tidak memberi kesempatan kepada kita untuk berpikir lebih jauh. Yang penting kini
adalah menyelamatkan jiwa manusia. Adik Wi! Cepatlah bertindak!"
Tangan kanannya segera diayun ke depan, sebutir obat pun meluncur ke arahnya.
Dengan cekatan Coa Wi-wi menyambut obat itu serunya dengan gelisah, "Tidak bisa
begitu saja! Toako. Jika kau suruh aku memunahkan racun yang mengeram ditubuhnya, kau harus
memberitahukan juga bagaimana caranya. Aku sama sekali tidak paham bagaimana
caranya memunahkan racun" Hoa-Si mengangguk dan bibirnya pun mulai berkemak-kemik menurunkan pelajaran
Khi-bun-imyang (memisahkan hawa panas dan dingin) tersebut kepada Coa Wi-wi
dengan ilmu menyampaikan suara. Coa Wi-wi tidak berani berayal lagi cepat dia jejalkan pil tersebut ke dalam
mulut Wan Honggiok, kemudian duduk bersila disampingnya. Sepasang tangan
direntangkan, tangan kanan
menempel jalan darah Tiong-kek-hiat, tangan kiri menempel diatas dada. Dengan
tekunnya dia salurkan hawa murni untuk mengobati luka dalam tubuh Wan Hong-giok.
Bila diikuti satu demi satu maka semua kejadian itu serasa sudah berlangsung
sangat lama, padahal dalam kenyataannya waktu baru berlalu beberapa menit. Sampai waktu
itulah Hoa Si baru mendapat kesempatan untuk menundukkan kepalanya mengawasi wajah adiknya
serta memeriksa keadaan luka yang diderita.
Dari semua sikap maupun gerak-gerik yang dilakukan Hoa Si selama ini, dapat kita
rasakan betapa agungnya sistim pertolongan mereka yang mengutamakan orang lain lebih
dulu sebelum menolong diri sendiri. Dan semangat semacan ini merupakan didikan langsung dari
Bun Tay-kun serta Hoa Thian-hong suami istri kepada putra putrinya.
Dalam pandangan keluarga Hoa, mungkin tindakan mereka ini merupakan suatu
kejadian yang wajar. Tapi bagi pandangan orang lain justru mendatangkan perasaan lain. Sikap
semacam itu justru mendatangkan perasaan terharu dan kagum.
Pada waktu itu diluar puing-puing gedung yang berserakan, kebetulan ada sesosok
bayangan manusia sedang mengintip gerak-gerik dari beberapa orang anak muda itu.
413 Tapi oleh karena mereka bersembunyi dengan sangat parahnya, dan lagi seluruh
perhatian Hoa Si maupun Coa Wi-wi hanya tercurahkan untuk mengobati luka orang, mereka tidak
menyadari sampai kesitu. Mereka yang mengintip gerak-gerik berapa orang muda mudi itu adalah seorang
gadis muda yang membawa tongkat baja serta seorang laki-laki bermata tajam yang mengenakan
kain kerudung hitam diatas wajahnya.
Laki-laki itu mempunyai perawakan badan yang tinggi besar dan tegap. Tapi karena
wajahnya tertutup oleh kain kerudung hitam, maka tidak diketahui berapa besar usia yang
sebenarnya. Tapi sang gadis mengenakan baju berwarna putih, mukanya dingin dan hambar.
Diujung toya besi yang dipegangnya terukir sembilan buah kepala setan perempuan. Itulah
lambang dari Kiuim kau dan gadis itu tak lain adalah Bwee Su-yok, kaucu baru
dari perkumpulan Kiu-im kau.
Bwee Su-yok bersembunyi dibalik puing-puing gedung yang berserakan.
kedatangannya adalah menguntit dibelakang Hoa Si secara diam-diam.
Itu berarti Tapi yang aneh, sinar matanya ketika itu kelihatan agak ragu-ragu, seakan-akan
ada sesuatu masalah yang besar dan berat belum dapat diputuskan olehnya.
Pada hakekatnya yang diartikan sebagai masalah besar pada saat itu, adalah rasa
haru dan kagumnya terhadap sikap Hoa Si yang lebih mengutamakan keselamatan orang lain
daripada keselamatan sendiri. Hati kecilnya betul-betul tersentuh oleh kejadian itu, maka
untuk sesaat ia kehilangan pegangan. Haruslah diketahui, kebaikan dan kejahatan merupakan watak alam yang dimiliki
setiap manusia. Meskipun semenjak kecil Bwee Su-yok dibesarkan dalam lingkungan pendidikan yang
angkuh, dingin dan tidak berperasaan. Meskipun ia mempunyai watak yang aneh, dingin dan
kaku, namun sifat alamnya sebagai manusia bukan berarti sama sekali lenyap tak
berbekas atau dengan perkataan lain sifat baiknya tetap bertahan pula dalam hatinya disamping
sifat jahat dan buruknya. Dalam suasana seperti itulah, tiba-tiba ia dengar laki-laki berkerudung yang
berada dibelakangnya sedang berbisik, "Lapor kaucu, waktunya telah tiba!"
Bwee Su-yok tidak menjawab juga tidak bereaksi, seakan-akan ia tidak mendengar
perkataan itu. Sinar matanya kosong.... Hampa.... seolah-olah sedang melacaki sesuatu yang tiada....
Melihat kaucunya tidak menunjukkan reaksi apa-apa, laki-laki berkerubung itu
mengulangi kembali kata-katanya. Tapi bagaimana sikap Bwee Su-yok" Ia tampak seperti tak
sabaran, dengan pandangan yang menggidikkan hati di tatapnya laki-laki itu dengan sinar
mata dingin, kemudian ia bangkit dan tinggalkan tempat tersebut.
Tindakan tersebut sama sekali diluar dugaan laki-laki berkerudung itu, cepat ia
menyusul dibelakangnya sambil berbisik kembali, "Kesempatan baik segera akan berlalu.
Harap kaucu berpikir tiga kali sebelum bertindak!"
Bwee Su-yok menghentikan langkahnya, ia berpaling dan menghardik ketus,
"Cerewet! Kau suruh kaucu-mu memikirkan soal apa sampai tiga kali" Hmmm.... Kedudukanmu hanya
sebagai tamu pembantu, berani betul kau ucapkan kata kata yang membatasi kebebasan
gerakan kaucu....?" 414 Mula-mula laki-laki berkerudung itu agak tertegun, kemudian cepat cepat ia
memberi hormat dan tidak berani banyak bicara lagi.
Bwee Su-yok semakin tidak sabar lagi, ia menekan toya bajanya ketanah dan segera
melayang pergi dari situ. Terlihatlah ujung bajunya yang berwarna putih berkibar terhembus angin, dengan
gerakan cepat ia bergerak menuruni bukit itu.
Tindakan dari Kiu-im kaucu ini semakin membuat laki-laki berkerudung itu heran
bercampur termangu. Sepasang matanya jelas memancarkan rasa kaget dan tercengangnya, tapi
diapun tak berani mengucapkan sepatah katapun.
Pada saat itulah terdengar ujung baju tersampok angin menyambar datang, Hoa Si
dengan suara yang nyaring menegur, "Nona, harap tunggu sebentar!"
Ternyata karena terdorong oleh emosi, Bwee Su-yok telah membentak terlalu keras
sehingga suaranya yang berisik itu menyadarkan Hoa Si bahwasanya disitu hadir orang lain.
Bwee Su-yok berhenti, lalu putar badan dengan angkuhnya. "Ada urusan apa engkau
memanggil aku?" tegurnya pula.
Ketika menyusul ke arah mana berasalnya suara tadi, Hoa Si hanya sempat
menyaksikan berkelebatnva sesosok bayangan putih dibawah sorotan sinar rembulan. Ia tidak
melihat kehadiran laki-laki berkerudung itu. Maka setelah yakin kalau lawannya seorang
nona, diapun menegur. Siapa tahu sikap Bwee Su-yok amat sombong dan tinggi hati. Keangkuhan semacam
itu seketika juga membuat dia jadi tertegun dan tak mampu berkata-kata.
Meskipun tercengang, tapi sebagai seorang laki laki yang gagah, ia tidak
masukkan persoalan itu dihati. Maka setibanya diatas permukaan tanah dia lantas menjura dan memberi
hormat kepada Bwee Su-yok. "Nona, boleh aku tahu siapa namamu?" sapanya. "Tengah malam buta
begini, angin bukit sangat dingin, bolehkah aku tahu karena urusan apa kau berkunjung
kemari?" Bwee Su-yok mendengus dingin. "Hmmm....! Lebih baik urusi saja Jite mu! Sedang
soal-soal yang lain lebih baik dikesampingkan dulu untuk sementara waktu"
Jawaban tersebut tidak menunjukkan apakah dia bersikap sahabat atau musuh


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengannya, ini membuat Hoa Si semakin tertegun. "Keadaan adikku tidak terlampau serius. Justru
kedatangan nona ditengah malam buta begini sangat mencurigakan hatiku...."
Tapi sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, kembali Bwee Su-yok telah
menukas secara tiba tiba, "Kalau begitu bagus sekali. Tengah hari besok engkau boleh
mengajak adikmu untuk datang ke kota Ci-tin dan berjumpa dengan aku disitu....!"
Habis berkata dia lantas putar badan dan siap melanjutkan perjalanannya menuruni
bukit. Hoa Si semakin curiga, diam diam pikirnya dalam hati. "Kemungkinan perempuan ini
mempunyai ikatan dendam dengan adik Jite, aku harus selidiki sampai jelas!"
415 Berpikir demikian, diapun melambung ke udara dan menghadang jalan perginya.
"Tunggu sebentar nona!" serunya sambil menjura. "Tengah hari besok, adikku belum tentu
dapat datang memenuhi janji. Karena itu harap nona bersedia meninggalkan nama, sehingga
apabila ia tak dapat memenuhi janji, akupun dapat menyampaikan hal ini kepadanya"
Sikap Hoa Si yang intelek gagah dan ucapannya yang bernada memohon membuat Bwee
Su-yok merasa rikuh untuk berlalu dengan begitu saja sebelum menjawab. Ia merasa
pertanyaan lawannya bagaimanapun juga harus diberi jawaban yang memuaskan hati.
Tapi sebelum ia menjawab pertanyaan itu, laki-laki berkerudung hitam yang selama
ini berada disamping telah menyelinap keluar, jengeknya sambil tertawa seram, "Hee.... hee....
hee.... Betulbetul mengecewakan sekali kau sebagai putra sulung dari keluarga Hoa.
Ternyata pengetahuanmu begitu picik dan terbatas. Memangnya belum pernah kau saksikan
tongkat kekuasaan dari Kiu-Im kau yang mempunyai ciri khusus itu?"
Sikap Bwee Su-yok semakin dingin dan kaku bahkan kali ini dengan tatapan matanya
yang dingin menyeramkan dia melotot sekejap kearah laki-laki berkerudung itu.
Namun laki-laki berkerudung itu berlagak bodoh, ia berlagak seakan akan tidak
melihat tatapan mata orang, bahkan berpaling ke sampingpun tidak.
Hoa Si baru terperanjat setelah mendengar perkataan itu. Tanpa sadar ia
berpaling dan mengamati tongkat baja ditangan Bwee Su-yok tersebut.
Tongkat itu adalah sebuah tongkat baja yang ber warna hitam gelap. Pada ujung
senjata terukir sembilan buah batok kepala setan perempuan yang menunjukkan gigi taringnya
dengan rambut awut-awutan. Ukiran itu hidup dan mendatangkan perasaan ngeri bagi siapapun yang
melihat. Meskipun Hoa Si belum pernah menyaksikan tongkat baja tersebut, tapi dari
Kisah Si Naga Langit 4 Walet Emas Perak Karya Khu Lung Kitab Mudjidjad 11
^