Pencarian

Kembang Darah Setan 1

Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada penerbit
di bawah lindungan undang-undang
Joko Sableng telah Terdaftar pada
Dept. Kehakiman R.I.
Direktorat Jenderal Hak Cipta,
Paten Merek di bawah nomor 012875
SATU LINTASAN bumi telah lama dibungkus sang
malam. Rembulan merah dadu mengambang di per-
mukaan langit yang hitam angker, membuat hamparan
bumi samar-samar membentuk warna merah saga.
Laksana dikejar setan, satu bayangan hitam
tampak berkelebat cepat melintasi rimba belantara lebat dan gelap. Sosok
bayangan itu tiba-tiba lenyap.
Bayangan kelebatannya baru terlihat lagi tatkala dia muncul di ujung belantara
yang berbatasan dengan
pesisir. Pada satu tempat tidak jauh dari pesisir, si bayangan hitam hentikan
larinya. Dia tegak tak bergerak dengan kepala mendongak. Saat lain kepala orang
ini berpaling ke kanan. Lalu perlahan-lahan kakinya
bergerak melangkah. Orang ini baru hentikan lang-
kahnya lagi tatkala sejarak lima tombak di hadapan-
nya tampak julangan beberapa batu karang.
Untuk beberapa saat, orang ini edarkan pan-
dangannya berkeliling menembusi kegelapan. Kedua
tangannya bergerak terangkat lalu merangkap di de-
pan dada. Dia pasang telinga baik-baik. Pandangan
matanya jelas tidak melihat apa-apa di depan sana.
Tapi pendengarannya dengan jelas dapat menangkap
suara-suara aneh dari balik julangan batu karang. Suara itu mirip desahan-
desahan panjang orang yang se-
dang menunggu saat ajal. Namun saat lain suara itu
berubah menjadi dengusan keras.
Orang yang tegak dengan kedua tangan me-
rangkap di dada edarkan mata sekali lagi. Kejap lain sosoknya telah melesat ke
depan. Tahu-tahu orang ini telah berada di puncak salah satu julangan batu ka-
rang. Ternyata julangan di mana orang berada adalah salah satu julangan batu
karang yang berjajar melingkari sebuah tempat terbuka. Alam telah membentuk
tempat terbuka itu sedemikian rupa hingga tempat itu laksana bekas puing-puing
reruntuhan kerajaan. Melingkari tempat terbuka tampak beberapa julangan ba-
tu karang dengan permukaan tebing naik turun yang
di ranggasi semak belukar dan ilalang tinggi. Tepat di tengah tempat terbuka,
tampak sebuah gugusan batu
agak panjang yang di bagian ujung-ujungnya tertancap batu pipih. Pada bagian
atas salah satu ujung gugusan batu terlihat sebuah altar dari batu cadas putih.
"Kampung Setan! Ternyata keadaannya lebih
menggidikkan daripada namanya!" gumam orang yang berdiri di atas salah satu
julangan batu karang yang melingkari tempat terbuka.
"Tidak terlihat adanya siapa-siapa, namun jelas terdengar desahan-desahan orang
sekarat!" Orang ini gerakkan kepala tengadah memandangi rembulan.
"Hari ketiga belas purnama ketiga.... Tiga belas ribu ti-ga puluh tiga hari....
Hem.,.. Mudah-mudahan perhi-
tungan itu tidak salah! Suara-suara desahan mungkin
satu petunjuk kalau perhitungan itu...."
Gumaman orang belum selesai, tiba-tiba tem-
pat itu di buncah suara lolongan panjang bersahut-
sahutan. Namun cuma sekejap. Di lain saat suara lo-
longan lenyap. Keadaan berubah senyap!
Orang di atas julangan batu karang arahkan
pandangannya pada gugusan batu berujung dua batu
pipih yang mirip makam. Kalau bukan orang yang
punya maksud tertentu dan tidak punya kepandaian
sangat tinggi, sudah pasti orang di atas julangan batu karang akan pulang balik,
karena bersamaan dengan
lenyap nya suara lolongan, kabut putih tampak turun
dari jajaran lamping batu-batu karang di sekitar tempat itu. Hingga pandang mata
orang terhalang.
Setelah perhatikan sekali lagi, orang di atas ju-
langan batu karang berkelebat turun dan melangkah
perlahan-lahan menembusi kabut. Namun langkahan
orang ini tertahan tatkala mendadak dari tengah kabut terdengar lagi desahan-
desahan panjang disusul lolongan tinggi!
"Jahanam! Apa yang perlu ditakutkan! Dia bu-
tuh pertolongan!" desis orang seraya buka rangkapan kedua tangannya. Meski orang
ini berusaha tepiskan
perasaan takut, namun tak urung dadanya berdebar
keras. Malah sosoknya tampak sedikit bergetar. Pa-
kaian yang dikenakan mulai basah.
Setelah dapat tenangkan gejolak dadanya,
orang ini dorongkan kedua tangannya ke depan. Ter-
dengar deruan angker. Kabut putih tersibak dan benda di belakangnya terdengar
berderak hancur. Gugusan
batu membentuk makam bernisan batu pipih terlihat
lagi. Bersamaan itu, suara desahan dan lolongan le-
nyap! Orang itu tidak menunggu lama. Dia segera je-
jakkan kaki. Sosoknya melesat dan serta-merta sudah
tegak lima langkah di samping gugusan batu makam.
Namun kali ini dia tidak membuat gerakan apa-apa.
Dia hanya memandang tak berkesip pada gugusan ba-
tu makam di hadapannya.
"Aku harus yakinkan dahulu jika suara desa-
han manusia sekarat tadi benar-benar berasal dari dalam makam itu! Aku tak boleh
terkecoh! Orang mena-
makan tempat ini Kampung Setan. Siapa pun adanya
manusia penghuninya, jelas akan lebih licik daripada setan!" Orang ini tegak
dengan kepala sedikit digerak-
kan mendongak. Telinganya dipasang baik-baik. Pan-
dang matanya tak beranjak dari batu makam.
Beberapa saat berlalu. Tak ada suara desahan
dan lolongan. Keadaan sunyi mencekam. Orang di de-
kat makam luruskan kepalanya. Lalu melangkah maju
empat tindak. Sepasang matanya melirik berkeliling.
Perlahan-lahan dia jongkok. Lalu pandangi batu pipih di bagian ujung makam.
Orang ini sorongkan kepala,
sementara tangan kanannya bergerak ke batu pipih
yang dibuat sebagai batu nisan. Tangan orang ini
mengusap permukaan batu pipih.
"Kosong! Tak tertera nama!" gumamnya. Lalu orang ini bergerak sorongkan kepala
ke kiri, ke batu pipih di ujung satunya. Tangan kirinya mengusap
permukaan batu pipih.
"Sama!" desisnya sambil bergerak bangkit. Untuk sekian kalinya, orang ini
kembali tatapi gugusan batu yang membentuk makam. Dia menunggu. Namun
hingga agak lama, suasana tetap sunyi.
"Hem.... Apa aku salah hitung"! Berarti aku ha-
rus menunggu sampai hari tiga belas purnama depan!
Atau jangan-jangan...." Gumaman orang terputus. Telinganya jelas menangkap
desahan suara meski hanya
lamat-lamat. Suara itu seperti menggaung pada satu
tempat dalam. Orang di dekat makam buru-buru lipat tubuh-
nya dengan telinga diletakkan di gugusan batu ma-
kam. Namun orang ini terlengak. Baru saja telinganya menyentuh bagian atas batu
makam, suara lolongan
panjang terdengar. Bukan suara lolongan panjang itu
yang membuat orang melengak kaget, tapi bersamaan
dengan terdengarnya suara lolongan, pijakan kedua
kakinya bergetar keras! Saat lain laksana disapu ge-
lombang luar biasa dahsyat, sosok orang ini terjeng-
kang lima langkah dari batu makam!
"Keparat! Kekuatan apa yang baru saja meng-
hantam ku"!" Orang itu cepat bergerak bangkit. Dengan tabahkan hati, dia
perlahan-lahan melangkah
kembali ke dekat makam. Tapi belum sampai kakinya
bergerak, satu suara terdengar.
"Siapa pun kau adanya yang saat ini ada di
luar! Kau beruntung sekaligus celaka!"
Suara itu terdengar membahana sekalipun seo-
lah datang dari tempat yang sangat jauh dan dalam.
Orang di luar makam menahan napas. Sikap-
nya tegang. Hingga untuk beberapa saat orang ini kancingkan mulut tidak
menyambut suara yang baru saja
terdengar. Dia kini yakin suara itu diperdengarkan
orang dari dalam makam.
"Hem.... Apa yang belum kupercaya akhirnya
jadi kenyataan! Makam itu berpenghuni! Tapi apa
maksud ucapannya"! Beruntung sekaligus celaka...."
Orang di luar makam membatin. "Lebih baik ku yakinkan dahulu, apakah penghuni
ini benar-benar manu-
sia terakhir dari generasi Kampung Setan ini!"
Orang di luar makam kembali gerakkan kaki
melangkah. Setelah kerahkan tenaga dalam dia per-
dengarkan suara.
"Apakah kau yang di dalam makam yang baru
saja bersuara"!"
Terdengar desahan panjang. Disusul dengan
suara. "Matamu tidak buta! Apakah kau melihat ada orang lain di situ, hah"!"
"Hem.... Bagus! Kau juga tidak tuli! Sekarang
katakan siapa kau adanya!"
"Jahanam! Percuma kau datang pada saat yang
tepat kalau kau masih bertanya!" terdengar suara dari dalam makam batu bernisan
batu pipih. "Kau belum tunjukkan tampang! Bagaimana
aku tidak boleh bertanya"!"
"Kalau kau ingin tahu tampangku, mengapa
kau masih diam, hah"!"
"Lalu apa yang harus kulakukan"!" tanya orang di luar makam.
"Jahanam! Jangan-jangan kau manusia yang
tersesat jalan!"
Terdengar suara tawa pendek di luar makan.
"Malam ini adalah hari ketiga belas purnama ketiga!
Malam ini adalah hari yang ketiga belas ribu tiga puluh tiga hari kau berada di
dalam makam! Apakah keteranganku ini masih membuatmu mengatakan aku
orang tersesat jalan"!"
"Kalau kau sudah tahu, mengapa kau masih
bertanya siapa aku dan apa yang harus kau lakukan"!"
suara dari dalam makam terdengar makin keras.
"Kau bisa berbuat licik, tapi aku bukan manu-
sia tolol!"
"Keparat! Apa maksudmu"!" tanya suara dari dalam makam.
"Aku tahu malam ini kau butuh pertolongan
orang lain! Jadi hidup matimu berada di tanganku. Ki-ta belum pernah bertemu.
Sudah layak kau katakan
siapa dirimu!"
Mendadak terdengar suara gelakan tawa pan-
jang dari dalam makam. Karena suara gelakan tawa itu membahana dan laksana
datang dari tempat yang jauh
dan dalam, suara tawa itu begitu menggidikkan. Begitu suara gelakan tawa lenyap
terdengar suara.
"Ucapanmu tidak salah, Manusia! Tapi jangan
lupa, kedatanganmu malam ini juga punya maksud
tertentu! Dan apa yang kau inginkan nanti ada di tanganku!"
Orang di luar makam balik perdengarkan suara
tawa panjang. "Apa yang kuinginkan tidak sebanding jika ditukar dengan kebutuhan
mu malam ini! Perlu
kau tahu, tidak lama lagi pagi akan menjelang, sementara tidak ada orang lain
selain aku! Nyawamu hanya
tinggal menunggu saat saja! Kalau aku tinggalkan
tempat ini...." Orang di luar makam tertawa dahulu la-lu lanjutkan ucapan.
"Bukan saja dendammu tidak terbalas, lebih celaka lagi kau akan terkubur untuk
selamanya!"
Untuk beberapa lama tidak terdengar suara sa-
hutan dari dalam makam. Sementara orang di luar
makam tampak gerakkan kepala berkeliling.
"Hai, Manusia!" kembali terdengar suara dari dalam makam. "Kau benar-benar
manusia keparat!
Apa kau kira begitu aku terkubur selamanya, kau
akan dapatkan apa yang kau maksud, hah"!"
"Masih banyak sesuatu lain yang melebihi apa
yang kini di tanganmu! Sekarang jangan banyak mu-
lut. Jawab saja semua pertanyaanku tadi!"
Tidak ada sahutan dari dalam makam. Orang di
luar makam dongakkan kepala lalu berujar. "Rupanya kau lebih suka terkubur
selamanya! Bagus! Tunggulah
saat-saat kematianmu! Selamat tinggal!"
Meski orang di luar makam telah mengucapkan
begitu, namun orang ini tidak beranjak dari tempat-
nya. "Tunggu!" tiba-tiba terdengar suara dari dalam makam. "Aku akan jawab
pertanyaanmu...." Suara dari dalam makam terputus sejenak. Orang di dalam makam
sepertinya menunggu sahutan dari luar makam.
Namun hingga ditunggu agak lama orang di luar tidak
perdengarkan sahutan, terdengar lagi suara dari dalam makam.
"Hai! Kau masih berada di luar"!"
Orang di luar tidak menyahut. Malah dia tidak
berani membuka suara, membuat suara dari dalam
makam terdengar kembali. "Hai! Kau masih di luar, bukan"!"
"Sudah kukatakan jangan banyak mulut!"
Orang di luar makam membentak garang.
Terdengar desahan panjang. "Aku Setan Liang
Makam!! Sekarang akan kukatakan apa yang harus
kau...." "Katakan sekali lagi siapa kau adanya!" potong orang di luar makam.
"Setan Liang Makam!"
"Hem.... Berarti bukan kau orang yang butuh
bantuan!" Orang di luar makam cepat angkat bicara menyahut.
"Tunggu! Setan Liang Makam adalah gelar yang
ku pakai begitu aku dimakamkan di tempat terkutuk
ini! Aku sebenarnya adalah Maladewa, generasi terak-
hir dari Penguasa Kampung Setan!"
"Bagus! Aku sekarang tanya, kau masih ingin
keluar dan hidup"!" tanya orang di luar makam.
"Jahanam!" kata orang yang sebutkan diri sebagai Maladewa yang kini telah
bergelar Setan Liang
Makam. "Aku tak akan katakan siapa diriku kalau ingin mampus!"
"Apa yang dapat kau berikan padaku kalau aku
mengeluarkan mu"!"
Tidak ada suara sahutan. Orang di luar makam
arahkan pandangannya pada gugusan batu makam.
"Kau tahu tentang sebuah senjata sakti Kembang Darah Setan"!"
Hanya suara desahan panjang yang terdengar,
tanpa adanya suara. Orang di luar makam tertawa
pendek, lalu berucap. "Kau bukan Maladewa generasi terakhir Penguasa Kampung


Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setan!" Habis berkata begitu, orang di luar makam me-
langkah. Tapi gerakan langkahnya tertahan tatkala ti-ba-tiba dari dalam makam
terdengar lagi ucapan.
"Tunggu! Aku tahu tentang Kembang Darah Setan! Itu adalah barang pusaka
peninggalan Penguasa Kampung
Setan ini!"
"Hem.... Apa Kembang Darah Setan ada pada-
mu"!" "Aku tak mau jawab sebelum kau lakukan sesuatu untukku!"
"Malam ini aku yang punya kuasa atas nyawa-
mu! Jangan minta sesuatu sebelum kau jawab semua
tanya ku. Kau dengar"!"
Terdengar makian panjang pendek. "Tak kudu-
ga sama sekali kalau benda pusaka itu yang diingin-
kan manusia jahanam ini!" bisik Maladewa alias Setan Liang Makam. Lalu bertanya.
"Kau inginkan Kembang Darah Setan"!"
Orang di luar makam tertawa panjang. "Kurasa
benda itu tidak ada apa-apanya dibanding bantuan
yang akan kau minta dariku!"
"Persetan! Lebih baik aku terkubur di sini daripada memberikan benda itu
padamu!" "Hem.... Begitu"! Apa kau kira aku tak bisa
mengambil Kembang Darah Setan setelah nyawamu
putus"! Apa kau kira aku tak tahu bagaimana mem-
buka makam ini, hah"!"
"Kau sangka aku percaya dengan gertakan
mu"!" Setan Liang Makam balik bertanya.
Orang di luar makam putar kepala perhatikan
julangan batu karang yang laksana memagari tempat
di mana gugusan makam batu berada. Lalu berucap.
"Julangan batu karang berjumlah tiga belas.
Aku tinggal menghancurkan julangan nomor satu yang
lurus di sebelah kanan makam, lalu nomor tiga dan
nomor tiga belas. Masih kurang keteranganku"!"
"Jahanam sialan! Manusia ini benar-benar tahu
semuanya! Apa...."
"Jangan banyak menunda waktu!" kata orang
di luar makam memutus gumaman Setan Liang Ma-
kam. "Baik! Kembang Darah Setan akan kuberikan padamu! Tapi aku harus keluar
dahulu dari tempat
laknat ini!"
"Aku bukan manusia tolol! Aku ingin. buktikan
dahulu kalau kau benar-benar Maladewa dan Kem-
bang Darah Setan berada di tanganmu!"
"Bangsat! Bagaimana kau bisa buktikan kalau
aku belum keluar dari sini"!" "Itu urusanku! Kau tung-gulah!"
* * * DUA ORANG di luar makam arahkan pandangannya
pada julangan batu karang tepat lurus di sebelah kanan gugusan batu yang
membentuk makam. Kejap
lain orang ini telah membuat lompatan satu kali. Ge-
rakannya serta-merta membawa dirinya tahu-tahu te-
lah tegak hanya sejarak lima langkah dari hadapan julangan batu karang yang
tepat lurus di samping batu
makam. Sejenak orang ini memandangi julangan batu
karang di hadapannya. Saat lain kedua tangannya te-
lah terangkat ke belakang. Lalu disentakkan ke depan.
Wuuutt! Wuuttt!
Satu gelombang angin berkelebat angker meng-
hantam julangan batu karang. Sejenak julangan batu
karang tidak bergeming. Namun di lain saat tiba-tiba terdengar suara bergemuruh
dahsyat! Bummm! Julangan batu karang laksana disapu kekuatan
luar biasa. Tempat di mana batu karang tegak menju-
lang bergetar hebat. Lalu batu karang itu longsor dengan pecah berantakan!
Anehnya, tidak satu pun peca-
han batu karang itu yang mencelat mental!
Bersamaan dengan ambruknya julangan batu
karang, tiba-tiba gugusan batu makam bergetar. Se-
saat kemudian batu pipih sebelah kanan di ujung ma-
kam retak dan kejap lain batu pipih itu mencelat ke udara meninggalkan lobang
memanjang sebesar satu
jengkal! "Jahanam! Apa yang kau lakukan"!" terdengar teriakan dari dalam makam.
Karena ujung makam telah berlobang, maka teriakan itu mencuat membaha-
na. Orang di luar makam tidak menyahut. Dia pu-
tar tubuh lalu berkelebat dan sosoknya telah tegak
kembali dua langkah di samping makam batu.
"Maladewa! Tempatmu kini telah sedikit terbu-
ka! Aku...."
"Hai, Manusia! Aku Setan Liang Makam! Bukan
Maladewa!" tukas suara dari dalam makam.
"Keparat! Peduli setan siapa kau! Aku hanya in-
gin tahu bahwa Kembang Darah Setan berada di tan-
ganmu! Sekarang tunjukkan Kembang Darah Setan
itu!" "Manusia licik! Jangan harap aku akan turuti ucapanmu!"
Orang di luar makam tertawa bergelak. "Ingat!
Keselamatan nyawamu ada di tanganku! Dan waktu
yang kau miliki cuma sedikit! Jangan buang-buang
waktu atau kau akan menyesal!"
Terdengar makian dari dalam makam. "Kalau
saja aku tidak punya tujuan, lebih baik aku terkubur di sini selamanya daripada
turut ucapan manusia jahanam ini!" desis suara dari dalam makam. Lalu berucap.
"Kau akan lihat barang yang kau inginkan! Tapi jangan harap kau bisa berbuat
macam-macam!"
"Hem.... Dengan terbukanya lobang di ujung
makam, sebenarnya secara tak langsung aku telah
memperpanjang nyawanya! Tapi apa boleh buat.
Hanya ini satu-satunya jalan yang bisa kulakukan!"
membatin orang di luar makam. Lalu berujar.
"Cepat tunjukkan Kembang Darah Setan itu!"
Orang di luar makam arahkan pandang ma-
tanya ke ujung makam yang telah berlobang. Gerak-
geriknya jelas menunjukkan kalau dada orang ini di-
landa perasaan gelisah. Apalagi tatkala pandang ma-
tanya belum juga menangkap sesuatu dari dalam lo-
bang. "Jangan-jangan dia menipuku! Celaka kalau dia sampai tidak tunjukkan benda
itu, sementara makam
batu telah berlobang!" kata orang di luar makam dalam hati lalu berteriak.
"Jangan kau berani tarik pulang apa yang telah
kau ucapkan!"
Tidak ada suara sahutan dari dalam makam.
Orang di luar makam sudah hendak perdengarkan su-
ara lagi, namun diurungkan tatkala tiba-tiba sepasang
matanya melihat cahaya mencuat dari lobang meman-
jang di ujung makam batu. Lalu tampaklah sebuah
kuncup bunga berwarna merah menyala pancarkan
sinar terang menyilaukan. Disusul kemudian dengan
tiga lembar daun melingkar di bawah kuncup berwar-
na hitam, putih, dan merah! Tatkala angin malam ber-
hembus, kuntum bunga yang kini muncul dari dalam
lobang makam bergoyang pelan. Namun bersamaan itu
terdengar deruan angker!
"Kembang Darah Setan!" desis orang di luar makam dengan suara bergetar. Entah
karena apa, saat
itu juga kepalanya berputar dengan mata liar menga-
wasi berkeliling. Lalu kembali pada kuntum bunga di
atas lobang makam. Tanpa buka mulut mendadak
orang ini berkelebat. Tangan kanan kirinya bergerak
menyambar! Wuutt! Wuuutt! Orang di luar makam tersentak lalu mundur
dua langkah. Bersamaan itu terdengar suara tawa
panjang menggetarkan seantero tempat itu dari dalam
makam. "Kau kira semudah itu kau akan ambil barang
yang kau inginkan"!"
Orang di luar makam tidak menjawab. Dia te-
gak dengan kedua tangan bergetar dan mata mendelik
besar. Dia heran bercampur geram. Dia tadi telah ke-
rahkan ilmu peringan tubuh serta tenaga dalam yang
dimiliki. Namun gerakannya belum juga mampu me-
nyambar kuntum bunga di atas lobang ujung makam.
Diam-diam hatinya merasa gundah. Kini dia maklum,
siapa pun orang yang namakan dirinya Setan Liang
Makam, dia adalah manusia berkepandaian tinggi.
"Manusia!" terdengar suara dari dalam makam.
"Kau telah lihat Kembang Darah Setan! Kau juga telah
lihat, aku bukan yang seperti kau duga! Apa sekarang kau masih bimbang bahwa
akulah Maladewa bergelar
Setan Liang Makam, hah"!"
Orang di luar makam masih juga tidak perden-
garkan jawaban. Orang di dalam makam perdengarkan
dengusan keras lalu bersuara lagi. "Lekas keluarkan aku dari tempat celaka ini!"
"Aku akan turuti permintaanmu, tapi serahkan
dahulu Kembang Darah Setan!"
"Manusia sialan! Aku tadi telah katakan, Kem-
bang Darah Setan akan kuberikan padamu! Tapi kelu-
arkan aku dahulu!"
"Aku yang buat peraturan! Bukan kau! Serah-
kan Kembang Darah Setan dahulu!"
"Ha.... Ha.... Ha...! Baru saja kau hendak berla-ku licik! Bagaimana mungkin aku
percaya pada mulut
mu"!" Dari dalam makam terdengar suara tawa bergelak.
"Terserah padamu! Kalau kau tak berikan da-
hulu, berarti kau akan tetap di makam ini!"
Suara gelakan tawa terputus laksana di renggut
setan. Berganti dengan makian panjang pendek. Na-
mun saat lain berganti lagi suara tawa panjang.
"Kau telah berlaku bodoh, Manusia! Dengan
terbukanya lobang, apakah kau kira aku akan segera
mampus"!"
"Nyawamu memang akan selamat. Tapi apa kau
yakin bisa keluar, hah"! Kau tetap akan menunggu aj-
al di tempat ini!"
"Ha.... Ha.... Ha...! Nyawaku telah selamat! Aku tinggal menunggu orang yang
datang untuk keluarkan
aku! Kalaupun itu tidak terjadi, aku lebih memilih
mampus di sini! Persetan dengan kau! Enyahlah dari
sini!" "Setan alas! Apa aku harus keluarkan bangsat
itu" Bagaimana kalau dia berbalik lidah" Tapi kalau
tidak ku keluarkan dan memang ada orang yang tiba-
tiba muncul"! Hem.... Lobang itu telah membuat nya-
wanya selamat meski dia tetap tidak akan bisa keluar kalau julangan batu karang
nomor tiga dan nomor tiga belas tidak dihancurkan. Hem.... Apa yang harus
kulakukan sekarang"!"
Orang di luar makam melangkah mondar-
mandir dengan mata sesekali memandang ke arah lo-
bang memanjang di ujung makam, lalu ke arah julan-
gan batu karang yang memagari tempat itu.
Sementara lamat-lamat di dalam makam juga
terdengar gumaman. "Kalau manusia itu tidak keluarkan aku dari tempat jahanam
ini, aku tidak yakin
apakah masih ada orang yang akan datang ke tempat
ini! Dan itu berarti dendam kesumat ku tidak akan
terbalas! Tapi.... Rasanya berat untuk berikan Kem-
bang Darah Setan ini! Membunuh orang bagiku semu-
dah membalik telapak tangan, tapi dengan Kembang
Darah Setan di tanganku, selain pekerjaanku makin
mudah, penampilan ku juga jadi keren! Hem.... Kalau
memang tidak ada jalan lain, terpaksa Kembang Darah
Setan akan kuberikan pada manusia jahanam itu! Tapi
itu hanya sementara...."
Setelah bergumam begitu, orang di dalam ma-
kam perdengarkan suara.
"Hai, Manusia! Bagaimana"! Apa kau masih in-
ginkan Kembang Darah Setan"!"
Orang di luar makam tertawa pendek. "Bukan-
kah kau ingin mampus di situ"! Persetan dengan Kem-
bang Darah Setan!"
"Hai, tunggu! Aku memang setan, tapi aku ada-
lah orang yang pegang janji! Kembang Darah Setan
akan kuberikan padamu begitu aku keluar dari sini!"
"Itu berarti kau masih ingin mampus di situ!"
"Hem.... Baik! Kita ambil jalan tengah! Kembang Darah Setan akan ku letakkan!
Begitu aku keluar kau
boleh ambil! Bagaimana"!"
Orang di luar makam berpikir sejurus. Lalu
berteriak. "Baik! Tapi kalau kau berani memperdayai-ku, kau akan ku kubur untuk
selamanya!"
"Ingat! Kau yang telah coba memuslihati ku!
Jadi jangan bicara sembarangan! Juga jangan harap
kau bisa berlaku licik lagi padaku meski Kembang Da-
rah Setan berada lepas dari genggamanku!"
Belum habis ucapan orang, dari lobang di
ujung makam kembali mencuat cahaya merah berta-
bur cahaya hitam dan putih. Orang di luar makam ter-
sentak kaget. Karena bersamaan dengan munculnya
cahaya dari dalam lobang terdengar suara menderu-
deru angker. Lalu muncullah setangkai bunga berkun-
cup merah dan berdaun tiga lembar berwarna merah,
putih, dan hitam.
Orang di luar makam surutkan langkah satu
tindak. Lalu kerahkan tenaga dalam untuk lindungi di-ri agar tubuhnya tidak
tersapu dan terjengkang roboh.
Karena ternyata Kembang Darah Setan mencuat ke-
luar dengan berputar-putar! Hingga perdengarkan de-
ruan angker bersahut-sahutan! Anehnya meski Kem-
bang Darah Setan kini telah mengapung di atas ma-
kam tanpa ada tangan yang memegang, kembang itu
terus berputar-putar!
"Manusia!" kata suara dari dalam makam.
"Kembang Darah Setan telah lepas dari tanganku dan berada di depan matamu! Tapi
sekali kau berani mendekat, nyawamu akan putus! Kau baru bisa mengam-
bilnya begitu aku keluar!"


Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang di luar makam perhatikan Kembang Da-
rah Setan yang berputar-putar di atas makam. Dia
tampak bimbang. Setelah agak lama berpikir, akhirnya dia berucap keras.
"Baik! Janjimu adalah gantungan nyawamu!
Sekali kau berbalik lidah, nyawamu juga akan me-
layang!" Habis berkata begitu, orang di luar makam berkelebat ke samping kanan
dan tegak di hadapan julan-
gan batu karang nomor tiga dari julangan batu karang yang telah ambruk. Kedua
tangannya ditarik lalu serta-merta disentakkan ke depan.
Seperti halnya tadi, julangan batu karang se-
saat tidak bergeming, namun di lain kejap bergetar keras sebelum akhirnya ambruk
tanpa adanya satu pun
pecahan batu karang yang mencelat mental!
Begitu julangan batu karang nomor tiga am-
bruk, orang ini melompat dan kini tegak di depan ju-
langan batu karang nomor tiga belas. Karena jajaran
batu karang melingkar itu sebanyak tiga belas, sementara nomor satu adalah
julangan batu karang yang te-
pat di sebelah kanan batu makam, maka julangan ba-
tu karang nomor tiga belas adalah julangan batu ka-
rang persis di samping batu karang nomor satu yang
telah ambruk. Tanpa menunggu lama, orang ini juga sentak-
kan kedua tangannya. Julangan batu karang bergetar
sebelum akhirnya ambruk.
Bersamaan dengan ambruknya julangan batu
karang nomor tiga dan nomor tiga belas, gugusan batu makam bergetar keras lalu
terdengar ledakan dahsyat.
Batu pipih di ujung makam sebelah kiri terbang ke
udara, lalu gugusan batu makam laksana diterpa ge-
lombang dahsyat dan ambyar berkeping-keping!
Ketika hamburan batu makam luruh, tampak
lobang menganga hitam dan dalam! Anehnya, di atas
lobang menganga hitam dan dalam itu, Kembang Da-
rah Setan tetap mengapung berputar-putar dengan ke-
luarkan deruan-deruan angker!
Orang di luar makam tidak berani berlaku ayal.
Bagaimanapun juga dia masih meragukan ucapan
orang yang selama ini hanya dikenalnya dengan nama
Maladewa tanpa pernah melihat tampangnya. Dia ber-
kelebat ke dekat makam yang kini telah terbuka men-
ganga. Secepat kilat kedua tangannya bergerak me-
nyahut. Karena dia sadar bahwa deruan angker yang
mencuat keluar dari putaran Kembar Darah Setan bu-
kan deru sembarangan, dia kerahkan segenap tenaga
dalam yang dimiliki.
Sosok orang di luar makam memang sempat
terhuyung ke belakang, namun kedua tangannya ma-
sih kuasa untuk menyambar. Namun baru saja kedua
tangan orang ini menyentuh tangkai kembang, satu ge-
lombang melesat deras dari dalam lobang.
Wuuttt! Orang di luar makam tersentak kaget. Bukan
saja kedua tangannya tertahan, namun saat lain ke-
dua tangannya terdorong balik ke belakang! Malah ka-
lau dia tidak segera kuasai diri, niscaya sosoknya akan terhumbalang roboh!
"Jahanam! Kau hendak berlaku curang! Kau
ingkar janjimu! Nyawamu harus putus!" teriak orang di luar makam. Kedua
tangannya diangkat tinggi.
"Kita perlu bicara dahulu!" terdengar sahutan dari lobang bekas gugusan batu
makam yang terbong-kar.
Suara orang dari lobang belum lenyap, tampak-
lah sesuatu merambat di bibir lobang. Entah karena
terkesima atau memang turuti ucapan orang, orang di
luar makam hentikan gerakan kedua tangannya yang
tadi hendak lepaskan pukulan. Dia tegak memandang
dengan mata tak berkesip.
Dibantu cahaya sang rembulan serta cahaya
yang menebar dari Kembang Darah Setan, orang den-
gan jelas dapat melihat apa yang bergerak merambat
dari bibir lobang.
"Kerangka tangan!" desis orang di luar makam dengan mata makin terpentang besar.
Kalau saja dia tidak terpaku dengan Kembang Darah Setan, mungkin
orang ini akan segera berlalu. Karena yang muncul da-ri bibir lobang memang
kerangka kedua tangan yang
bergerak pelan-pelan seolah cari tumpuan.
Begitu kerangka kedua tangan telah terlihat
sampai pergelangan, tiba-tiba kerangka kedua tangan
itu bergerak menekan. Saat lain tampaklah kerangka
kaki yang merambat dari bagian ujung lobang. Tak la-
ma kemudian, muncul rambut awut-awutan di batok
kepala yang bagian mukanya juga hanya merupakan
kerangka tanpa daging! Sepasang rongga matanya
amat dalam dan di dalamnya tampak berputar dua bo-
la mata yang melotot besar.
Begitu kerangka kaki kedua telah muncul di
bibir lobang dan kerangka kepala telah terlihat, orang yang baru muncul dari
dalam lobang ini gerakkan kedua telapak tangannya menekan.
Orang yang sejak tadi berada di luar makam
tak mau bertindak gegabah. Serta-merta tangannya
disentakkan ke depan. Dia menduga, orang yang baru
muncul akan berkelebat lakukan serangan dengan
bertumpu pada gerakan kedua telapak tangannya.
Namun dugaan orang meleset. Dia buru-buru
tarik pulang kedua tangannya yang hendak lepaskan
pukulan, karena ternyata orang yang baru saja mun-
cul dari lobang bukannya hendak berkelebat, melain-
kan tarik tubuhnya ke atas. Namun mungkin karena
kedua telapak tangannya tidak sanggup menahan be-
ban anggota tubuhnya, sosok kerangka orang ini ter-
guling! * * * TIGA ORANG yang sejak tadi berada di luar makam
terlengak. Bukan saja kini telah dapat melihat dengan jelas bagaimana bentuk dan
tampang manusia yang
baru saja muncul dari dalam lobang bekas gugusan
batu yang membentuk makam, tapi juga karena ter-
nyata meski manusia yang tadi menggelari diri dengan Setan Liang Makam itu hanya
merupakan kerangka
tanpa daging, namun kerangka anggota tubuhnya ti-
dak patah walau jatuh berguling! Bahkan dia juga ti-
dak bergeming meski saat itu tidak jauh dari tempat
menderu-derunya putaran Kembang Darah Setan yang
perdengarkan suara angker dan cuatkan gelombang
dahsyat! "Hampir tak percaya kalau tidak melihat den-
gan mata kepala sendiri!" gumam orang yang sejak tadi berada di luar makam.
"Kekuatannya luar biasa! Tapi melihat dia baru saja jatuh terguling, jelas
menunjukkan kalau saat ini kekuatannya habis! Aku harus sege-ra bertindak!"
Memikir sampai di situ, orang yang sejak tadi
berada di luar makam kerahkan segenap tenaga dalam
yang dimiliki. Lalu kedua tangannya serta-merta disentakkan ke depan.
"Jahanam! Apa yang kau lakukan"!" teriak Setan Liang Makam dengan angkat
kepalanya. Namun
gerakan kepala orang yang hanya merupakan kerang-
ka ini tersentak berhenti. Saat lain sosok kerangkanya terlempar dan jatuh
bergedebukan sejarak tiga tombak dari lobang mana dia tadi muncul.
Orang yang baru saja lepaskan pukulan tidak
menunggu lama. Dia segera melompat ke depan. Setan
Liang Makam angkat tubuhnya yang terbungkus pa-
kaian compang-camping bahkan nyaris telanjang. Tan-
gan kirinya diangkat lalu digerakkan perlahan saja.
Wuuttt! Orang yang tadi sudah berada dekat lobang dan
hendak menyambar kembali Kembang Darah Setan
terkesiap. Sosoknya terdorong deras hingga mundur
dua langkah! "Manusia! Kembang Darah Setan tetap akan ja-
di milikmu! Tapi katakan dahulu siapa kau!" Setan Liang Makam perdengarkan suara
sambil perlahan-lahan bergerak duduk. Sepasang bola matanya mende-
lik memandang liar ke arah orang di seberang.
Orang yang di seberang balas memandang. Lalu
mendongak sambil berkata.
"Aku Joko Sableng!"
"Hem.... Nama bisa saja dibuat! Sekarang aku
ingin tahu bagaimana bentuk tampangmu!" kata Setan Liang Makam.
Orang yang baru katakan diri sebagai Joko
Sableng mendengus keras. Orang ini ternyata menge-
nakan penutup pada kepalanya dan hanya menyisa-
kan lobang pada bagian sepasang matanya hingga
tampangnya tidak bisa dikenali.
"Kau terlalu banyak permintaan!" kata Joko Sableng.
"Aku tak akan memberikan Kembang Darah Se-
tan pada orang yang hanya ku tahu namanya tanpa ku
kenali tampangnya!" ujar Setan Liang Makam.
"Hem.... Jahanam itu pasti mengulur waktu
sambil pulihkan tenaga dalamnya! Daripada urusan
tambah tak karuan, lebih baik ku turuti permintaan-
nya!" batin Joko Sableng. Orang ini angkat tangannya.
Breettt! Penutup kepala dan wajah Joko Sableng tersentak robek. Sepasang mata
Setan Liang Makam terpen-
tang besar memperhatikan tampang orang. Ternyata
dia adalah seorang pemuda berwajah tampan. Ram-
butnya panjang sedikit acak-acakan. Sepasang ma-
tanya tajam. Pada kepalanya melingkar ikat kepala
berwarna putih.
"Dari mana kau tahu rahasia Kampung Se-
tan"!" bertanya Setan Liang Makam dengan mata terus perhatikan tampang dan sosok
tubuh orang di seberang. "Itu urusanku! Kau kini telah tahu siapa aku dan
bagaimana tampangku! Sekarang saatnya kau te-pati janjimu sebagai imbalan aku
keluarkan mu dari
tempat celaka itu!" kata Joko Sableng.
"Kau belum jawab pertanyaanku!"
"Itu tidak ada dalam perjanjian kita!"
Setan Liang Makam perdengarkan tawa pan-
jang hingga tulang sekujur wajahnya bergerak-gerak.
"Janji tadi kuucapkan saat aku masih di dalam kubur celaka itu! Sekarang
urusannya lain! Aku telah berada di luar, berarti perjanjian bisa saja berubah!"
"Keparat! Manusia setan sepertimu memang
layak mampus!"
"Tunggu!" tahan Setan Liang Makam begitu melihat Joko Sableng angkat kedua
tangannya. "Baik!
Aku tidak memaksamu mengatakan dari mana kau ta-
hu rahasia Kampung Setan ini. Tapi kau harus jawab
dahulu satu pertanyaanku lagi!"
"Jangan harap kau bisa berlaku licik! Aku tahu, kau mengulur waktu untuk
pulihkan tenagamu!"
Habis berteriak begitu, Joko Sableng melompati
lobang bekas makam batu. Kejap lain, laksana terbang dia berkelebat dan sejarak
satu tombak dia lepaskan
pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi.
Dua gelombang berkelebat deras ke arah Setan
Liang Makam. Orang ini angkat tangan kiri kanannya
yang hanya merupakan kerangka tulang. Namun kare-
na gerakannya terlalu lambat, belum sampai dia sem-
pat sentakkan kedua tangannya, dua gelombang dah-
syat telah menghantam!
Setan Liang Makam berseru tertahan. Sosoknya
terlempar sejauh dua tombak dan hampir saja mem-
bentur julangan batu karang yang telah ambruk. Se-
pasang matanya membelalak besar. Sosoknya bergetar
keras. Di lain pihak, begitu lepaskan pukulan, Joko Sableng putar tubuh lalu
sekali bergerak sosoknya telah melesat. Dengan kerahkan tenaga dalamnya, tan-
gan kiri kanannya berkelebat menyahut Kembang Da-
rah Setan. Deruan angker terhenti begitu Kembang Darah
Setan tersahut tangan Joko Sableng. Pemuda ini cepat masukkan Kembang Darah
Setan ke balik pakaiannya.
Namun belum sampai Kembang Darah Setan masuk
ke balik pakaian, dari arah belakang menyambar ge-
lombang dahsyat.
"Hem.... Jahanam itu masih kuasa lepaskan
pukulan! Aku akan coba kehebatan Kembang Darah
Setan ini!" Joko Sableng tarik pulang tangannya yang hendak simpan Kembang Darah
Setan. Serta-merta
benda yang pancarkan cahaya tiga warna itu disentak-
kan ke depan. Wuuutt! Terdengar gelombang yang dahsyat membawa
cahaya merah, hitam, dan putih. Gelombang yang da-
tang menghajar dari belakang Joko Sableng serta-
merta ambyar berkeping dan bertaburan ke udara. He-
batnya, cahaya tiga warna terus merangsek ke depan.
"Sialan keparat!" maki Setan Liang Makam.
Orang ini cepat pejamkan mata sementara kedua tan-
gannya dilintangkan di depan dada. Kejap lain sosok
Setan Liang Makam tersapu ke belakang menghantam
bekas julangan batu karang yang telah ambruk!
Setan Liang Makam cepat memeriksa. Orang ini
rasa kan sekujur tubuhnya laksana patah-patah. Pa-
kaian compang-camping yang masih melekat pada tu-
buhnya hampir saja musnah. Lalu orang ini coba ke-
rahkan tenaga dalam. Tapi sikapnya jelas menunjuk-
kan kalau dia kecewa besar. Karena bukan saja dia
mampu kerahkan tenaga dalamnya, tapi mengangkat
kedua tangannya pun dia tidak kuasa!
Joko Sableng melirik ke seberang. "Luar biasa!
Dia tidak mengalami cedera berarti meski baru saja
terhantam telak Kembang Darah Setan! Tapi kurasa
dia telah tak berdaya! Aku harus cepat tinggalkan
tempat ini!"
Joko Sableng lirikkan mata ke samping kiri ka-
nan. Namun sebelum dia bergerak melesat, dari arah
seberang terdengar Setan Liang Makam berteriak.
"Kau jangan mimpi bisa pergi, Manusia!"
Meski telah maklum kalau belum bisa kerah-
kan tenaga dalam, namun Setan Liang Makam tidak


Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau berdiam diri tatkala menangkap gelagat jika Joko Sableng hendak loloskan
diri berkelebat. Dia segera
gulingkan tubuh.
Tahu kalau orang masih belum bisa kerahkan
tenaga dalam, Joko Sableng urungkan niat untuk ber-
kelebat pergi. Dia acungkan tangan kanan yang meng-
genggam tangkai Kembang Darah Setan.
"Seharusnya kau berterima kasih nyawamu ti-
dak ku cabut saat ini! Tapi kalau kau ingin mampus,
aku tak keberatan mengantar nyawamu ke neraka!"
Setan Liang Makam hentikan gulingan tubuh-
nya. Dia rupanya sadar, kalau sekali lagi Kembang Darah Setan menghantam
tubuhnya, dia tak yakin apa-
kah masih mampu bertahan!
Joko Sableng turunkan tangan kanannya yang
menggenggam tangkai Kembang Darah Setan. "Bagus!
Nyawamu saat ini masih kuampuni karena aku tahu
kau masih ingin membuat perhitungan dengan seseo-
rang! Dan aku masih memberi kesempatan padamu
untuk mengambil Kembang Darah Setan kelak kalau
kau mampu!"
Habis berkata begitu, Joko Sableng melangkah.
Mendapat tujuh langkah, pemuda ini berhenti. Berpal-
ing sejurus pada Setan Liang Makam. Kejap lain dia
berkelebat tinggalkan tempat itu dengan senyum ter-
sungging. Begitu sosok Joko Sableng lenyap, Setan Liang
Makam mendongak. "Joko Sableng! Kau akan menyes-al tidak membunuhku malam ini!
Itu adalah satu ke-
bodohan yang kelak akan kau tangguk ganjarannya!
Kau bisa berlari sampai membelah bumi! Kau bisa me-
nyelam sampai ke dasar laut! Tapi jangan harap kau
temukan tempat sembunyi dari jangkauan tanganku!"
Perlahan-lahan Setan Liang Makam angkat ke-
dua tangannya. Lalu sepasang bola matanya dipejam-
kan. Saat lain orang ini tak bergerak-gerak. Hanya gerakan tulang dadanya yang
menunjukkan jika dia ma-
sih hidup. * * * Pada satu tempat agak jauh dari tempat di ma-
na Setan Liang Makam berada, Joko Sableng hentikan
kelebatannya. Kepalanya sejurus berputar. Yakin tak
ada orang lain, dia keluarkan Kembang Darah Setan
dari balik pakaiannya. Meski benda yang pancarkan
cahaya tiga warna itu terlipat di balik pakaian orang, namun begitu dikeluarkan,
benda itu tidak gugur atau menjadi rata!
Untuk beberapa lama Joko Sableng perhatikan
Kembang Darah Setan di tangannya. Saat lain tangan
kirinya terangkat ke bagian leher. Perlahan-lahan dia mengelupas kulit di bagian
lehernya lalu ditarik ke
atas. Di bawah suasana yang sudah agak terang ka-
rena bentangan langit sebelah timur telah dibias ca-
haya sinar matahari, kini tampak jelas seraut wajah di balik kelupasan kulit
yang tertarik. Ternyata dia adalah seorang laki-laki berusia
agak lanjut. Sepasang matanya besar tajam. Kumisnya
panjang berwarna putih.
Orang yang tadi sebutkan diri sebagai Joko
Sableng dan mengenakan topeng kulit tipis memben-
tuk raut wajah seorang pemuda ini campakkan kulit
tipis di tangan kirinya. Lalu tangan kirinya kembali terangkat ke arah kepala.
Rambut yang hitam sedikit
acak-acakan dijambak lalu disentakkan ke atas.
Bretttt Rambut itu terangkat. Di bawahnya kini terlihat
kepala berambut putih panjang sebatas bahu!
Rambut palsu dicampakkan ke atas tanah. Lalu
sambil sunggingkan senyum, orang ini berkelebat tinggalkan tempat itu.
* * * EMPAT SAMPAN tidak begitu besar terbuat dari papan
kayu itu menepi saat matahari condong ke barat. Satu sosok tubuh laksana terbang
melesat turun. Jelas dari gerakannya kalau orang ini memiliki kepandaian tidak
rendah. Tanpa pedulikan kanan kiri, orang yang baru
saja melesat turun dari sampan melangkah. Kalau tadi dia melesat turun laksana
terbang, kini orang ini melangkah perlahan-lahan. Kepalanya di dongakkan. Mu-
lutnya bersiul dendangkan nyanyian. Lalu tangan ki-
rinya diangkat. Jari kelingkingnya dimasukkan ke lo-
bang telinga! Hingga sambil bersiul, orang ini yang ternyata seorang pemuda
berparas tampan mengenakan
pakaian warna putih-putih melangkah sambil berjing-
kat-jingkat keenakan.
Pada satu tempat yang sarat dengan jajaran
pohon rindang, si pemuda hentikan langkah. Kepa-
lanya berputar memandangi jajaran pohon. Lalu me-
langkah kembali mendekati sebuah pohon agak besar
yang bagian bawahnya tidak tersentuh jilatan mataha-
ri. Masih dengan bersiul, pemuda ini henyakkan pan-
tatnya dengan punggung bersandar.
"Anak manusia! Hentikan siulan keparatmu!"
Mendadak satu suara menegur.
Si pemuda tersentak kaget. Siulannya terputus.
Tangan kirinya tertahan di samping kepalanya. Tapi
entah untuk menutupi rasa terkejutnya, si pemuda
tersenyum lalu palingkan kepala ke samping dari ma-
na tadi suara teguran terdengar.
Senyum si pemuda pupus seketika. Malah kini
mulutnya menganga dengan mata terpentang besar.
Tidak jauh dari batang pohon di mana dia ber-
sandar, tampak tegak satu sosok tubuh.
Orang itu tegak di atas kakinya dengan kepala
lurus menghadap si pemuda. Yang membuat si pemu-
da tercengang bahkan kuduknya meremang, orang
yang baru saja perdengarkan teguran dan kini tahu-
tahu tegak tidak jauh dari tempatnya itu mengenakan
pakaian warna hitam kebesaran. Jelas kalau pakaian
yang dikenakan seolah bukan miliknya sendiri, apalagi pada beberapa tempat
tampak bekas ceceran darah
yang telah mengering! Tapi bukan pakaian itu saja
yang membuat si pemuda laksana hendak meloncat
terbang. Pada anggota tubuhnya yang terlihat, anggota
tubuh itu hanya merupakan kerangka tanpa daging
sama sekali! Sepasang matanya menjorok masuk da-
lam tulang rongga yang dalam. Tapi dua bola mata itu besar dan bersinar tajam!
Rambutnya awut-awutan
menutupi sebagian wajahnya yang hanya merupakan
tengkorak! Si pemuda yang duduk di bawah pohon meng-
hela napas seraya membatin. "Bagaimana manusia seperti ini masih bisa hid up
malah bisa membentak"!
Aku yakin di balik pakaian kebesaran itu juga hanya
merupakan kerangka-kerangka tanpa daging! Siapa
makhluk ini sebenarnya"! Atau jangan-jangan ini ti-
puan pandang mataku saja...." Si pemuda usap-usap sepasang matanya. Lalu sambil
disorongkan ke depan,
sepasang matanya dipentangkan besar-besar.
"Betul! Pandang mataku tidak mengada-ada! Ini
asli...," gumam si pemuda lalu ragu-ragu dia pandangi sekujur tubuh orang di
hadapannya. "Di balik keang-keran sosoknya, jelas orang atau setan ini menyimpan
suatu kekuatan hebat! Kedatangannya yang tidak bisa
ku siasati adalah salah satu bukti!"
Sementara itu begitu si pemuda berpaling dan
sorongkan mukanya ke depan seolah ingin meyakin-
kan pandangan matanya, orang yang dipandang terta-
wa bergelak! Tapi laksana direnggut tangan setan,
orang ini putuskan selakan tawanya. Tulang mulutnya
bergerak membuka.
"Ternyata waktu yang memisahkan kita hanya
lima hari!"
Si pemuda kernyitkan dahi lalu bergerak bang-
kit. "Heran.... Sepertinya dia mengenalku dan pernah bertemu! Padahal jangankan
bertemu, dalam angan
pun aku belum pernah membayangkan orang bertam-
pang begini!" membatin si pemuda lalu angkat bicara.
Dia coba tersenyum meski tengkuknya terasa dingin.
"Kau tak salah bicara dengan orang"!"
Orang yang ditanya dan bukan lain adalah Se-
tan Liang Makam kembali tertawa. "Lima malam yang lalu aku berkata. Kau bisa
berlari sampai membelah
bumi. Kau bisa menyelam sampai ke dasar laut! Tapi
jangan harap kau temukan tempat sembunyi dari
jangkauan tanganku!" Setan Liang Makam kembali gerakkan kepalanya mendongak.
"Ternyata kau hanya
punya kesempatan lima hari! Dan itu sebenarnya su-
dah terlalu lama untukmu!"
Si pemuda di hadapan Setan Liang Makam ma-
kin heran. Dia buka mulut lagi.
"Kau tak salah bicara dengan orang"!"
Setan Liang Makam luruskan kepalanya. Sepa-
sang matanya menatap liar. Pelipis kiri kanannya bergerak-gerak. "Manusia!
Sebenarnya aku tidak akan memberikan ampunan bagi selembar nyawamu! Tapi
mengingat pertolonganmu tempo hari, niatku ku ubah!
Nyawamu ku perpanjang. Tapi kembalikan Kembang
Darah Setan padaku!"
Si pemuda celingukan. "Jangan-jangan dia bi-
cara dengan orang di sekitar ku yang tidak bisa kulihat.... Tapi kalau benar,
mengapa bola matanya me-
mandang ke arah ku"! Orang ini benar-benar aneh.
Dia bicara yang tak ku mengerti juntrungannya! Kem-
bang Darah Setan.... Hem.... Baru kali ini aku men-
dengar nama itu! Apa itu nama seorang gadis cantik"!
Ah.... Itu akan ku tanyakan nanti. Sekarang aku ingin tahu, apakah orang ini
bicara denganku...."
Setelah menatap agak lama, si pemuda buka
mulut lagi. "Kau bicara denganku"!"
"Joko Sableng! Jangan membuat aku mengu-
bah niat!" teriak Setan Liang Makam.
Si pemuda kali ini benar-benar terkejut. Malah
kalau tidak cepat sadar, kedua kakinya akan tersurut mundur.
"Aneh.... Dia tahu siapa namaku! Padahal da-
lam mimpi pun aku tak pernah berkenalan dengannya!
Atau jangan-jangan dia salah lihat dengan orang yang sama wajahnya denganku!
Tapi.... Namanya..."! Apa
mungkin ada orang yang sama rupa dan namanya
denganku"!"
Setelah menenangkan gejolak dalam dadanya si
pemuda yang bukan lain adalah Pendekar Pedang
Tumpul 131 Joko Sableng berucap.
"Sahabat! Harap kau tenangkan hati. Pandan-
glah aku baik-baik! Aku punya dugaan kau salah bica-
ra dengan orang...."
Habis berkata begitu, Joko busungkan sedikit
dadanya. Lalu perlahan-lahan dia putar tubuhnya seo-
lah ingin tunjukkan pada orang siapa dia adanya dari muka serta belakang.
Begitu Joko tegak menghadap Setan Liang Ma-
kam kembali, murid Pendeta Sinting ini terperangah.
Orang di hadapannya bukannya memandang ke arah-
nya, melainkan tengadah!
"Kau kira bisa mengelabui ku, hah"! Cepat se-
rahkan Kembang Darah Setan padaku! Dan kau boleh
pergi! Tapi ingat, jangan sampai kau bertemu muka la-gi denganku! Jika itu
terjadi, maka saat itulah kematianmu datang!"
Setan Liang Makam gerakkan tangannya ke de-
pan. Telapak tangannya yang hanya berupa kerangka
tulang membuka dengan punggung di bawah. "Jangan kau berlagak membanyol di
depanku! Cepat serahkan!"
Joko angkat kedua tangannya ke dekat telinga
kanan kirinya. Telinganya digosok-gosok dengan kepa-
la digelengkan. "Sahabat! Boleh aku tanya"!"
"Kalau itu syarat kembalinya Kembang Darah
Setan, aku akan menjawab meski tanpa itu, mudah
bagiku mengambilnya bahkan dengan nyawamu seka-
lian!" ujar Setan Liang Makam.
Joko tak hiraukan ancaman orang. Dia cepat
buka mulut bertanya.
"Siapa kau sebenarnya"!"
"Orang hendak mampus terkadang ucapannya
aneh-aneh!" kata Setan Liang Makam. "Tapi mengingat pertolonganmu, dengan senang
hati aku akan menjawab! Aku Setan Liang Makam!"
"Hem.... Aku tadi masih ragu-ragu. Aku khawa-
tir memang penglihatanku yang lupa. Tapi kini aku ja-di yakin. Karena telingaku
pun baru pertama kali ini mendengar nama itu! Tapi apa gunanya keyakinan ini
kalau dia benar-benar seolah telah mengenalku"! Ka-
lau hanya mengenal tak jadi apa. Yang membuatku
deg-degan, dia meminta barang yang bukan saja baru
ku dengar, tapi juga belum ku mengerti bagaimana
bentuknya! Kembang Darah Setan...!"
"Cepat serahkan padaku!" sahut Setan Liang Makam begitu mendengar Joko menggumam
secara tak sadar. "Kembang Darah Setan!" kata Joko. "Apa itu berupa gadis cantik"!"
Setan Liang Makam tidak perdengarkan sahu-
tan, Hanya sepasang matanya yang makin membelalak
liar. Tulang sekujur raut wajahnya bergerak-gerak.
Tangannya yang diulurkan ke depan ditarik pulang.
Melihat gelagat, Joko buru-buru sambung uca-
pannya. "Sahabat! Aku bukan bermaksud bercanda!
Karena sebenarnya aku tak mengerti apa itu Kembang
Darah Setan! Biasanya yang memakai kembang adalah
seorang gadis berparas cantik...."
"Joko Sableng! Waktuku tidak banyak! Kau ta-
hu, aku masih punya urusan dengan seseorang!" ujar Setan Liang Makam. Orang ini
diam-diam sebenarnya
coba menindih perasaan geram dan gelisah. Sejak tadi dia terus membatin.
"Kekuatanku memang telah pulih.
Namun apakah aku mampu menghadapinya jika harus
bentrok dengan Kembang Darah Setan di tangannya"!


Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi persetan. Aku telah membunuh beberapa orang
hanya karena mencari tahu di mana manusia itu bera-
da! Kini dia sudah di depan mataku!"
"Sahabat Setan Liang Makam! Harap kau keta-
hui, kau sebut namaku sudah benar! Yang tidak be-
nar, kau meminta Kembang Darah Setan padaku! Juga
aku tidak pernah memberi pertolongan padamu! Seu-
mur-umur aku baru kali ini bertemu denganmu!"
Mendengar keterangan murid Pendeta Sinting,
Setan Liang Makam tertawa terbahak-bahak. Lalu ber-
kata. "Aku terima ucapan gilamu itu! Bahkan sekalipun kau tidak mengaku sebagai
Joko Sableng! Asal sa-
ja kau serahkan benda milikku itu!"
"Gawat! Urusan ini tidak main-main! Dia ru-
panya tidak bergurau!" kata Joko dalam hati. "Herannya bagaimana semua ini bisa
terjadi"!"
"Sahabat Setan Liang Makam!" kata Joko pada akhirnya setelah menemui jalan buntu
memikir apa yang kini dihadapi. "Bagaimana kau bisa mengenalku sebagai Joko Sableng"!"
"Pertanyaan gila apa yang kau ucapkan, Manu-
sia"!" bentak Setan Liang Makam. Kesabaran orang ini rupanya tidak bisa ditahan
lagi. "Kalau kau tidak mau serahkan baik-baik, berarti aku tak usah menunggu
mencabut nyawamu sampai kita bertemu lagi!"
"Tahan!" ujar murid Pendeta Sinting melihat urusan semakin runyam. "Kau tidak
sedang bercanda, bukan"!"
"Kau bernasib buruk berani bermain-main den-
ganku, Manusia!" hardik Setan Liang Makam. Kedua tangannya terangkat lalu serta-
merta disentakkan ke
depan. Wuuutt! Wuuutt!
Dua gelombang dahsyat berkelebat angker. Jo-
ko sempat terkesiap. Dia buru-buru melompat ke
samping selamatkan diri. Hingga dua gelombang angin
menghantam beberapa jajaran pohon di seberang sa-
na. Lima pohon agak besar langsung berderak tum-
bang! Setan Liang Makam beliakkan sepasang bola
matanya. Saat lain sosoknya melesat dan tahu-tahu telah tegak di hadapan Joko
dengan tangan kiri kanan
langsung lepaskan pukulan ke arah kepala dan dada.
Karena tak ada kesempatan lagi untuk berkele-
bat menghindar, sementara pukulan telah datang
menghajar, murid Pendeta Sinting angkat kedua tan-
gannya menyongsong kedua tangan Setan Liang Ma-
kam. Takkk! Takkk!
Dua benturan keras terdengar. Masing-masing
orang sama tersurut satu tindak. Joko sempat membe-
lalak hampir saja tidak percaya dengan pandangan
matanya. Kerangka kedua tangan yang baru saja ber-
benturan dengan kedua tangannya bukannya berderak
patah, sebaliknya membuat kedua tangannya bergetar
keras! Di lain pihak, diam-diam Setan Liang Makam
juga sedikit terkesima. Beberapa hari yang lalu, dia memang sempat membunuh
beberapa orang karena
pertanyaannya tak di jawab orang. Namun saat itu
orang yang dibunuh tak melakukan perlawanan berarti
karena sudah ciut nyalinya melihat tampang angker-
nya. Hingga dia tak bisa mengukur sampai di mana
kekuatan kedua tangannya. Dia memang merasa kalau
pukulan jarak jauh yang dilepas tidak mengalami pe-
rubahan meski kedua tangannya telah berubah men-
jadi kerangka tanpa daging. Tapi dia masih merasa
sangsi apakah kedua tangannya masih mampu berta-
han jika berbenturan langsung.
Saat dia berkelebat dan lancarkan pukulan ja-
rak jauh ke arah kepala dan dada Joko, diam-diam se-
benarnya Setan Liang Makam masih dilanda bimbang.
Namun begitu benturan benar-benar terjadi, dia mera-
sa girang. Karena apa yang ditakutkan tidak terjadi.
Padahal dia tahu, jika si pemuda menangkis kedua
tangannya dengan tenaga dalam kuat.
Mungkin untuk yakinkan kenyataan, untuk
beberapa saat Setan Liang Makam memeriksa kedua
tangannya yang baru saja bentrok. "Hem.... Hilangnya daging akibat terkubur di
tempat terkutuk itu nyatanya tidak membawa pengaruh apa-apa pada kedua
tangan ku! Hem...."
Setan Liang Makam arahkan pandangannya
pada murid Pendeta Sinting yang saat itu tengah tegak dengan dada di buncah
berbagai hal yang tak bisa di-jawab. Melihat kedua tangannya tidak mengalami ce-
dera, Setan Liang Makam makin percaya diri. Hingga
tanpa menunggu lebih lama lagi, dia melangkah maju.
"Sahabat!" ujar murid Pendeta Sinting. "Kita bicara baik-baik agar urusan yang
tak tentu juntrun-
gannya ini jelas bagi kita berdua! Kuharap kau jujur mengatakan sebenarnya yang
terjadi!" "Terlambat, Manusia! Kita baru bicara setelah
kau berikan Kembang Darah Setan padaku! Lagi pula
aku perlu beberapa keterangan dari mulutmu! Tiga pu-
luh enam tahun terkubur membuatku buta akan apa
yang tengah terjadi!"
"Astaga!" gumam Joko dalam hati. "Dia bilang tiga puluh enam tahun terkubur....
Berarti aku angin pun belum jadi! Lalu bagaimana mungkin tahu-tahu
dia mengenalku dan minta Kembang Darah Setan pa-
daku"! Aku jadi bingung!" Murid Pendeta Sinting me-
narik napas panjang. Seolah masih menduga kalau
orang salah lihat, Joko berucap.
"Sahabat! Kau benar-benar yakin pernah jumpa
denganku"!"
"Jahanam! Apa ada dua manusia yang nama
dan tampangnya sama persis, hah"!"
"Kau tadi bilang bertemu aku lima hari yang la-
lu. Di mana"!"
"Hem.... Justru aku yang harus tanya padamu.
Dari mana kau tahu rahasia Kampung Setan"! Dari
mana kau tahu aku bisa selamat pada hari tiga belas
purnama ketiga setelah aku masuk dalam tempat cela-
ka itu selama tiga belas ribu tiga puluh tiga hari"!" Setan Liang Makam balik
ajukan tanya, membuat murid
Pendeta Sinting makin bingung.
"Sialan betul! Urusan apa sebenarnya yang ten-
gah kuhadapi ini"!" ujar Pendekar 131 dalam hati seraya perhatikan orang di
hadapannya berlama-lama.
"Aku masih yakin benar, selama hampir satu purnama ini aku berdiam diri di
Jurang Tlatah Perak. Turut perintah Eyang Pendeta Sinting, aku harus menemuinya
tiga hari setelah purnama peristiwa di Kedung Ombo.
Tapi ternyata Eyang Guru tidak ada di tempatnya! Aku menunggu hingga hampir satu
purnama dan ketika
kusadari Eyang Guru tidak akan muncul dalam hari-
hari terakhir ini, terpaksa aku hendak mencarinya. Belum sampai satu hari di
luar, tahu-tahu ada orang
yang mengatakan bertemu denganku lima hari yang la-
lu! Lalu meminta benda yang tak ku mengerti! Malah
kini ditambah pertanyaan tentang sebuah Kampung
Setan!" Joko gelengkan kepalanya berulang-ulang.
Gerakan kepala murid Pendeta Sinting tam-
paknya ditanggapi lain oleh Setan Liang Makam. Orang ini lantas buka suara.
"Bagus! Aku tahu bagaimana caranya agar mu-
lutmu bicara!"
Habis berkata begitu, Setan Liang Makam je-
jakkan kaki kirinya. Sosoknya doyong ke depan. Saat
lain tiba-tiba sosoknya berputar di udara. Lalu kedua kakinya terangkat. Dengan
satu sentakan, sekonyong-konyong di depan hidung Joko telah berkelebat sepa-
sang kaki tanpa daging!
Karena masih tenggelam dengan urusan pelik
yang kini dihadapi, Joko sudah sangat terlambat un-
tuk menghadang tendangan kedua kaki orang. Hingga
dia hanya berkelit dengan tarik tubuhnya ke belakang.
Namun Setan Liang Makam tidak mau kehilan-
gan sasaran. Apalagi dia tahu kalau lawan sudah tidak sempat menghadang
gerakannya. Hingga begitu lawan
menarik tubuhnya ke belakang, Setan Liang Makam
sentakkan sekali lagi tubuhnya.
Wuuttt! Bukkk! Bukkk! Sosok murid Pendeta Sinting terpental sampai
beberapa langkah. Terhuyung-huyung dan hampir saja
roboh kalau dia tidak cepat kerahkan tenaga dalam
untuk kuasai diri.
Joko rasakan dadanya dilanggar hantaman
dahsyat, hingga untuk sesaat mulutnya megap-megap.
Jalan darahnya laksana tersentak-sentak. Saat dia melirik, sepasang matanya
mendelik. Pakaian bagian da-
danya berlobang-lobang!
Dada murid Pendeta Sinting mulai bergolak.
Dia merasa tidak pernah berurusan dengan orang. Kini bukan saja orang itu mau
diajak bicara baik-baik, tapi sudah jelas-jelas menginginkan selembar nyawanya!
"Setan Liang Makam!" teriak Joko. "Setan sekalipun punya batas kesabaran!
Apalagi manusia seper-
tiku! Aku telah bicara baik-baik, tapi kau malah bicara tak karuan! Sekarang apa
maumu"!"
Setan Liang Makam tertawa bergelak menden-
gar ucapan murid Pendeta Sinting. "Ternyata kau bukan saja pandai menghitung
hari menunggu kesempa-
tan hari bebas ku! Kau juga pintar bercanda dan ber-
pura-pura! Tapi saat ini kau mengajak bercanda pada
orang yang salah!"
Setan Liang Makam dongakkan kepala. Tangan
kirinya terangkat. Jari telunjuknya tepat menunjuk ke arah Pendekar 131.
"Aku mau Kembang Darah Setan sekaligus
nyawamu!" Ucapan Setan Liang Makam belum selesai, tan-
gan kanannya sudah bergerak berkelebat. Tangan ki-
rinya yang tadi menunjuk cepat pula disentakkan ke
depan. Murid Pendeta Sinting yang tidak mau lagi
mengulangi kesalahan tidak tinggal diam. Kedua tan-
gannya serta-merta didorong ke depan.
Bummm! Terdengar ledakan tatkala gelombang yang me-
lesat dari kedua tangan Setan Liang Makam bertemu
dengan gelombang angin yang menyambar dari kedua
tangan Joko. Baik Setan Liang Makam maupun Pen-
dekar 131 sama tidak bergeming dari tempat masing-
masing. Hanya sosok mereka yang tampak bergetar.
Tanda kalau keduanya sudah siapkan diri.
Setan Liang Makam angkat kedua tangannya
lurus ke atas kepala dengan mengepal. Terdengar sua-
ra berkeretekan. Sepasang bola matanya mendelik. Di
seberang, Pendekar 131 tidak mau berlaku ayal. Dia
segera pula kerahkan tenaga dalam pada kedua tan-
gannya siapkan pukulan 'Lembur Kuning', karena
menduga Setan Liang Makam akan lepaskan pukulan
andalannya. Tiba-tiba Setan Liang Makam perdengarkan su-
ara menggembor keras. Kedua tangannya disentakkan!
* * * LIMA PENDEKAR 131 sempat kerutkan dahi dan bu-
ru-buru tarik pulang kedua tangannya yang hendak
lepaskan pukulan 'Lembur Kuning'. Di depan sana, Se-
tan Liang Makam sentakkan kedua tangannya. Bu-
kannya lepaskan pukulan dan menyentak ke depan,
melainkan orang ini sentakkan kedua tangannya ke
bawah hingga kedua tangannya menekuk!
"Aneh! Apa sebenarnya kemauan orang ini"!
Jangan-jangan dia memang...," kata hati murid Pendeta Sinting terputus. Tanah
tempat di mana kedua ka-
kinya berpijak tiba-tiba bergetar hebat. Belum tahu
apa yang terjadi, kedua kakinya laksana disedot kekuatan dahsyat dari dalam
tanah, hingga di lain kejap
tahu-tahu kedua kakinya telah masuk ke dalam tanah
sebatas betis! Maklum akan gelagat tidak baik, buru-buru
Joko gerakkan kedua bahunya untuk melesat keluar.
Namun saat bersamaan tiba-tiba terdengar deruan
angker. Memandang ke depan, Joko tersentak. Dari
arah depan dua gelombang dahsyat telah menerjang
ganas! Malah bersamaan itu sosok Setan Liang Makam
telah berkelebat dengan kedua tangan siap menghan-
tam! "Jangkrik! Gerakannya tadi hanya tipuan belaka!" gumam Joko. Lalu cepat
dorong kedua tangannya lepas pukulan 'Lembur Kuning'.
Satu cahaya kuning membawa gemuruh dah-
syat serta hawa panas melesat menghadang gelombang
yang dilepas Setan Liang Makam.
Terdengar dentuman menggelegar. Gelombang
dan sinar kuning serta-merta bertabur menghantam
dahan serta ranting jajaran pohon di sekitar tempat itu. Batang-batang pohon
bergetar keras dan beberapa di antaranya berdebam tumbang setelah tanahnya
rengkah dan akar-akarnya tercabut.
Kelebatan sosok Setan Liang Makam tertahan
di udara. Namun orang ini segera lipat gandakan tena-ga dalamnya meski dia
merasakan sekujur anggota tu-
buhnya bergetar dan panas laksana dipanggang. Hing-
ga tak lama kemudian, sosoknya berkelebat lagi me-
nerjang ke arah murid Pendeta Sinting.
Di lain pihak, sosok Pendekar 131 tampak ber-
goyang-goyang dan bergetar hebat. Dia cepat berusaha sentakkan kedua kakinya
agar keluar dari dalam tanah. Namun belum sampai dia gerakkan kaki, sosok
Setan Liang Makam telah satu langkah di hadapannya
dengan kedua tangan lepaskan hantaman deras!
Joko tak mau ambil risiko. Laksana kilat kedua
tangannya segera diangkat untuk menyongsong han-
taman kedua tangan lawan.
Bukkk! Bukkk! Kedua tangan masing-masing orang sama ter-
pental balik. Sosok Setan Liang Makam tersurut empat langkah ke belakang dengan
lutut hampir saja menekuk. Tulang mulutnya terbuka perdengarkan suara
tertahan. Meski dari mulutnya tidak terlihat aliran da-
rah, namun dari sikapnya jelas kalau orang ini telah terluka bagian dalam meski
tidak begitu parah!
Di seberang depan, sosok Joko tercabut dari
dalam tanah dan tergontai-gontai mundur sampai be-


Joko Sableng 19 Kembang Darah Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berapa langkah. Dadanya bergetar keras dan kedua
tangannya lunglai ke bawah laksana tak bertenaga.
Dari mulutnya tampak memercik darah. Meski hanya
sedikit, tapi jelas menunjukkan kalau bentroknya pu-
kulan dan tangan telah mengakibatkan luka dalam.
"Daripada melayani orang yang urusannya
membuatku pusing, lebih baik aku segera pergi dari
sini!" kata Joko dalam hati.
Murid Pendeta Sinting perhatikan Setan Liang
Makam sejurus. Saat lain sosoknya berputar lalu ber-
kelebat tinggalkan tempat itu.
Setan Liang Makam ternyata tidak berdiam diri.
Sebelum Joko berkelebat lebih jauh, dia juga berkelebat memotong arah kelebatan
Joko dan tahu-tahu so-
soknya telah tegak menghadang di depan murid Pende-
ta Sinting. "Apa boleh buat! Hal ini terpaksa kulakukan
dari pada cari penyakit!" desis Joko lalu serta-merta hantamkan kedua tangannya
ke tanah dua langkah di
hadapan Setan Liang Makam.
Bummm! Tanah di depan Setan Liang Makam langsung
rengkah dengan tanah berhamburan ke udara menu-
Pendekar Aneh Naga Langit 37 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pengelana Rimba Persilatan 14
^