Pencarian

Dalam Cengkeraman Biang Iblis 2

Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Iblis Bagian 2


celaka oleh racun yang terkandung dalam serangan lawan. Terutama sekali, racun
yang terkandung dalam kedua tangan itu.
Dan memang, Dedemit Api harus bersikap hati-hati. Dia sadar, bahaya yang
terkandung dalam asap hitam itu tidak bisa dibandingkan dengan yang terdapat di
kedua tangan Raja Racun Muka Putih. Akibat dari racun yang terkandung dalam asap
itu, bisa-bisa dirinya tewas di tangan Raja Racun Muka Putih.
Oleh karena itu, mula-mula Dedemit Api meng-gunakan siasat 'pukul dan lari'
untuk menghadapi lawannya. Kakek tinggi kurus ini melancarkan serangan, tapi
buru-buu ditarik kembali ketika melihat lawan akan menangkis serangan.
Sebaliknya, setiap kali Raja Racun Muka Putih melancarkan serangan, Dedemit Api
mengelak sejauh-jauhnya.
Hal itu terpaksa dilakukan Dedemit Api karena khawatir terkena asap hitam. Tapi
setelah menginjak belasan jurus, dan beberapa kali melakukan elakan jauh,
keadaan jadi tidak memungkinkan. Kakek tinggi kurus itu mengelakkan serangan
dengan elakan pendek sambil mengebutkan tangannya. Bahkan tak jarang dengan
tiupan mulutnya. Ini dilakukan untuk menjauhkan asap hitam itu dari dirinya.
Setelah pertarungan berlangsung lebih dari tiga puhih jurus, gerakan Dedemit Api
berubah. Kini, jari-jari kedua tangannya disusun terkembang membentuk cakar.
Dengan kedudukan jari-jari tangan seperti itu, Dedemit Api telah siap menghadapi
Raja Racun Muka Putih.
Bahkan kini keadaan di pertarungan langsung berubah. Raja Racun Muka Putih
merasakan hawa panas menyengat menyebar dari sekujur tubuh lawan. Apalagi, dari
kedua tangan yang berbentuk cakar itu. Dan hawa panas itu semakin menjadi-jadi
ketika Dedemit Api melancarkan serangan.
Raja Racun Muka Putih sadar, ternyata lawan telah mengeluarkan tenaga dalam
khasnya, 'Tenaga Inti Api'. Kedahsyatan tenaga itu sudah lama didengarnya, tapi
baru kali ini dirasakannya sendiri. Hawa panas menyengat membuat seluruh
kulitnya terasa melepuh.
Wajahnya pun menjadi merah padam, dan dadanya terasa sesak bukan kepalang.
Hal ini tentu saja membuat kedahsyatan ilmu 'Ular Hitam' Raja Racun Muka Putih
jadi menurun. Bukan mutu ilmu itu yang menurun, tapi karena sang pemiliknya
tidak mampu bertarung dalam jarak dekat karena hawa panas yang terlalu
menyengat. Hawa panas itu benar-benar menyiksa Raja Racun Muka Putih. Peluh membanjiri
sekujur tubuhnya. Dia merasa seolah-olah tengah berada dalam kawah gunung
berapi. Panasnya benar-benar tak tertahankan.
Yang lebih gila lagi, hawa itu semakin lama semakin bertambah panas. Dan dengan
sendirinya, Raja Racun Muka Putih pun semakin tersiksa karenanya.
Kalau semula Dedemit Api yang mengajak bertarung jarak jauh, kini Raja Racun
Muka Putih yang memaksa agar pertarungan dilangsungkan dalam jarak jauh. Kakek
berpakaian merah itu memang tidak sanggup lagi bertarung dalam jarak dekat
Pertarungan berlangsung kurang menarik, karena kedua belah pihak sama-sama tidak
berani mengadu tangan. Raja Racun Muka Putih khawatir karena keanehan tenaga
dalam Dedemit Api. Sebaliknya, kakek tinggi kurus itu khawatir karena tahu kalau
kedua tangan Raja Racun Muka Putih mengandung racun ganas.
Hasilnya, pertarungan yang berlangsung jadi terlihat seperti main-main. Beberapa
kali kedua belah pihak sama-sama melakukan serangan bersamaan, lalu sama-sama
menarik pulang serangan masing-masing. Tampaknya keduanya tidak ingin menempuh
bahaya. Kalau dibuat perbandingan, sebenarnya tingkat kepandaian Raja Racun Muka Putih
berada di bawah tingkat kepandaian Dedemit Api. Tapi berkat kemampuan ilmu racun
yang dimiliki, kakek berpakaian merah itu mampu membuat Dedemit Api kewalahan.
Bahkan baru bisa memperbaiki keadaan ketika bertarung selama tiga puluh jurus
lebih. Itu pun karena Dedemit Api menggunakan 'Tenaga Inti Api'.
"Hih...!"
Pada suatu kesempatan, Dedemit Api melempar tubuhnya ke belakang. Dia bersalto
beberapa kali di udara, kemudian mendarat manis di tanah.
Raja Racun Muka Putih tidak mengejar, meskipun bisa diperkirakan kalau lawan
menjauhkan diri dengan maksud untuk menggunakan ilmu lain. Kesempatan itu malah
dipergunakannya untuk menarik napas lega, karena terbebas dari sergapan hawa
panas yang menyengat kulitnya. Kini dengan hati berdebar tegang, Raja Racun
Muka Putih memperhatikan kelakuan Dedemit Api.
Tampak kakek tinggi kurus itu berdiri dengan kedua kaki terpentang. Kedua
tangannya dipalangkan di depan dada. Sementara tangan kanannya berada di atas
tangan kiri. Perlahan-lahan kedua tangan itu mulai mengejang pertanda telah dialiri tenaga
dalam penuh. Mula-mula biasa saja. Tapi, sesaat kemudian tampak keanehannya. Kedua tangan itu
mulai berubah warna menjadi merah. Lalu, ada asap tipis yang mengepul seiring
terjadinya perubahan warna kulit itu.
Semakin lama, warna merah pada kedua tangan itu semakin nyata dan jelas. Begitu
pula, asap yang mengepul pun semakin menebal. Meskipun tetap berwarna putih. Dan
begitu warna merah pada kedua tangan itu semakin jelas, pada bagian tubuh lain
dari Dedemit Api pun mulai dironai warna merah disertai kepulan asap tipis.
Ketika sekujur kulitnya telah berwarna merah dan asap putih yang menyelimuti
tubuhnya cukup tebal, Dedemit Api mendorongkan kedua tangannya yang terpalang ke
depan dengan bertumpu pada sikut.
Wusss...! Angin berhawa panas menyengat seketika berhembus.
5 Raja Racun Muka Putih terperanjat melihat perubahan pada diri lawan. Tanpa
sadar, kakinya melangkah ke belakang. Untung saja kulit wajahnya putih seperti
dikapur, sehingga perubahannya tidak tampak jelas. Tapi meskipun begitu,
kekagetan hatinya bisa diketahui dari kakinya yang teriangkah mundur.
"Sekarang aku tidak mau bertindak main-main lagi! Aku ingin tahu, mampukah kau
menghadapi ilmu 'Telapak Tangan Api' milikku ini. Haaat..!"
Diiringi teriakan nyaring yang membuat suasana sekitar tempat itu bergetar
hebat, Dedemit Api melompat menerjang. Dan selagi tubuhnya berada di udara,
tangan kanannya disampokkan cepat ke arah pelipis lawan.
Raja Racun Muka Putih mengeluh dalam hati ketika merasakan hawa panas yang
menyengat, ternyata lebih gila daripada sebelumnya.
"Hih...!"
Kakek berpakaian merah ini memutuskan untuk tidak terus-menerus mengelak dari
siksaan hawa panas. Sementara, lawannya sama sekali tidak bertindak apa-apa.
Wuttt...! Sampokan Dedemit Api lewat beberapa jari di atas kepala ketika Raja Racun Muka
Putih membungkukkan tubuh. Namun, hal ini hampir membuatnya menggeram tatkala
mengetahui sebagian rambutnya mengering dan memendek, sekaligus mengeriput
karena hawa panas serangan lawannya.
"Hmh...!"
Dedemit Api mendengus ketika melihat serangannya berhasil dielakkan lawan. Sama
sekali hatinya tidak merasa heran, bahkan sebaliknya sudah memperhitungkannya.
Begitu melihat sampokan
tangan kanannya tidak mengenai sasaran, segera
disusulinya dengan serangan tanjutan. Tangan kirinya menyaup ke arah dagu dengan
arah gerakan dari bawah ke atas.
Kali ini Raja Racun Muka Putih tidak mengelakkan serangan itu. Tangan kanannya
digerakkan untuk mematahkan serangan itu dengan tetakan dari atas ke bawah.
Rupanya, kini dia bertindak nekat. Dia tahu, bila beradu tangan pasti amat
berbahaya. Jangankan berbenturan. Baru terkena angin serangannya saja, kulitnya
sudah terasa melepuh.
Dukkk...! Benturan keras antara dua buah tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam
kuat seketika terdengar. Akibatnya, tangan Raja Racun Muka Putih terayun ke atas
terbawa arah saupan tangan Dedemit Api.
Raja Racun Muka Putih merasakan tangannya sakit-sakit. Jelas, hal itu menjadi
pertanda kalau tenaga dalam lawan lebih kuat daripadanya. Tapi, hal itu tidak
membuatnya terkejut. Yang membuatnya kaget adalah, ketika menyadari tidak adanya
rasa panas yang mendera kedua tangannya. Bahkan juga tidak ada akibat apa pun
pada tangan lawan yang berbenturan dengan tangannya.
Tapi, perasaan kaget Raja Racun Muka Putih hanya sebentar saja. Dia langsung
tahu, ilmu 'Teiapak Tangan Api', dan ilmu 'Ular Hitam' mampu membuat pengaruh
serangan masing-masing lawan punah!
Maka Dedemit Api juga benar-benar telah dilanda penasaran hebat pada lawannya.
Terbukti, begitu tangan Raja Racun Muka Putih terayun ke atas akibat
serangannya, tangan kanannya meluncur deras ke arah ulu hati.
Cepat bukan kepalang tibanya serangan itu, sehingga membuat Raja Racun Muka
Putih terkejut bukan kepalang. Maka dia berusaha sebisa-bisanya mengelak.
Tapi.... Bukkk! Tubuh Raja Racun Muka Putih terjengkang ke belakang seperti diseruduk kerbau,
meskipun serangan Dedemit Api hanya menyerempet bahu kanannya. Pakaian di bagian
bahu pun hangus. Demikian pula daging yang tersembunyi di baliknya.
Hanya berkat ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tingkatan tinggi,
Raja Racun Muka Putih berhasil mematahkan kekuatan yang membuat tubuhnya hampir
terbanting. Meskipun begitu, tak urung ada darah yang mengalir keluar dari
mulutnya. Jelas kakek berpakaian merah itu terluka dalam.
Sementara itu, Dedemit Api sudah bersiap memberikan pukulan terakhir, tapi....
"Tahan...!" seru Raja Racun Muka Putih sambil menjulurkan tangan kiri ke depan.
Kakek tinggi kurus ini menahan serangan yang hampir dijatuhkan ketika mendengar
seruan Raja Racun Muka Putih.
"Aku bersedia menjadi pengikutmu, asal kau tidak melanjutkan seranganmu lagi,"
kata Raja Racun Muka Putih cepat-cepat sebelum Dedemit Api mengajukan
keheranannya. Dedemit Api terdiam, memikirkan tawaran Raja Racun Muka Putih. Beberapa saat
lamanya dia bertindak demikian, sambil menurunkan tangannya yang hampir mendarat
di tubuh lawan.
"Baiklah. Tapi, ingat. Jangan coba-coba bermain gila kalau tidak ingin mati
secara mengerikan di tanganku!" ancam Dedemit Api tegas.
Raja Racun Muka Putih sama sekali tidak menyambutinya, walaupun dalam hati
tersenyum mengejek. Memang, dia tidak sepenuhnya takluk pada Dedemit Api. Ada
rencana lain yang melintas di benak, sehingga membuatnya bersedia untuk menjadi
pengikut Dedemit Api.
"Kelak kalau keris milik Brajageni sudah berhasil kudapatkan, baru aku akan
bermain gila," desis kakek berpakaian merah dalam hati.
"Bawa Dewa Arak. Dia akan digunakan untuk memancing kedatangan musuh kami!"
perintah Dedemit Api pada Raja Racun Muka Putih.
Tanpa menunggu perintah dua kali, Raja Racun Muka Putih segera melangkah ke
dalam kedai. Hatinya merasa lega mendengar perintah itu, karena berarti untuk
sementara Dewa Arak akan selamat. Dan ini memang yang diharapkannya. Karena,
hanya Dewa Arak yang bisa membawanya pada keris milik Braja geni.
Sesaat kemudian, Raja Racun Muka Putih telah kembali sambil memanggul tubuh Dewa
Arak. Sekelebatan pertanyaan berputaran di benaknya. Siapakah musuh dua dedemit
yang merupakan biang-biang iblis dunia persilatan ini" Dan apa hubungannya Dewa
Arak dengan musuh dua dedemit itu" Sehingga, dia dijadikan alat untuk memancing
kedatangan orang yang bernama Gering Langit"
Tapi sampai lelah Raja Racun Muka Putih memutar otak, tak juga mendapat
jawabannya. Hanya waktu yang kelak akan bisa menjawabnya. Hal itu disadari betul
oleh kakek berpakaian merah ini. Maka, dilupakannya saja pertanyaan-pertanyaan
yang berputar di benaknya.
Sesaat kemudian, ketiga tokoh hitam itu melangkah meninggalkan tempat itu. Raja
Racun Muka Putih berada di tengah, diapit Dedemit Api dan Dedemit Salju. Jelas,
kedua dedemit itu masih belum mempercayai Raja Racun Muka Putih. Mereka berdua
bukan orang bodoh yang begitu saja percaya ucapan yang keluar dari mulut Raja
Racun Muka Putih.
*** "Apa"! Tidak salahkah berita yang kau dengar itu, Pandora?" sentak seorang laki-
laki bertubuh tegap dan berwajah keras pada seorang kakek berpakaian putih dan
berwajah penuh bintik-bintik.
"Benar, Tuan," jawab Pandora. "Berita yang kudengar begitu santer. Dewa Arak
ditawan dua orang tokoh yang berjuluk Dedemit Api dan Dedemit Salju. Bahkan
mereka akan memenggal kepalanya bulan depan."
"Ahhh...!" laki-laki berwajah keras itu mendesah kaget. Kemudian, wajahnya
dipalingkan pada seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian hitam. "Bagaimana
menurutmu, Kala Sunggi?"
"Kurasa berita itu benar, Kang Prajasena. Ingat! Tidak ada asap kalau apinya
sendiri tidak ada," sambut Kala Sunggi mendukung berita yang dibawa Pandora
(Agar jelas mengenai ketiga tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam
episode "Peninggalan Iblis Hitam").
"Kalau begitu, kita harus menyelidikinya, Kala Sunggi!" tandas Prajasena cepat.
"Bagaimana kalau aku saja, Kang"!" Kala Sunggi menawarkan diri.
Prajasena yang lebih
dikenal berjuluk Pendekar Golok Baja mengernyitkan
dahibeberapa saat. Lalu....
"Pandora...!"
"Ya, Tuan...," sahut laki-laki berwajah penuh bintik putih itu.
"Bawa peti pusaka kemari...."
"Baik, Tuanku...!" sahut Pandora seraya melangkah menuju ke dalam.
"Kang! Apakah itu perlu?" tanya Kala Sunggi bernada teguran, karena sudah bisa
mengetahui isi peti pusaka yang dimaksud kakaknya. Peti yang berisikan pusaka
peninggalan Iblis Hitam.
Prajasena sama sekali tidak berkata apa-apa, dan hanya tersenyum saja. Tentu
saja hal ini membuat Kala Sunggi tidak mendesak lebih lanjut, dan hanya duduk
diam menunggu Pandora.
Tak lama kemudian, Pandora pun kembali. Di tangannya telah tergenggam sebuah
peti berukir terbuat dari kayu jati berwarna hitam.
"Ini, Tuan," kata Pandora seraya mengangsurkan peti berukir itu pada Prajasena
yang mengangsurkan tangan.
Prajasena segera mengeluarkan anak kunci dan membuka gembok yang ada di bagian
pinggir peti. "Gunakan seragam leluhur kita untuk menolong Dewa Arak...," ujar Prajasena
sambil mengangsurkan peti yang telah terbuka tutupnya.
"Tapi, Kang...."
"Kau harus menerimanya, Kala Sunggi!" tandas Prajasena tegas. "Bukan karena aku
meremehkan kemampuanmu."
"Harap kau bersedia menjelaskannya padaku, Kang. Agar hatiku lega," pinta Kala
Sunggi seraya mengulurkan tangan menyambut angsuran peti itu.
"Baiklah kalau hal itu kau anggap perlu," kata Prajasena menyerah. "Ada dua hal
yang menyebabkanku meminjamkan pusaka peninggalan leluhur kita padamu."
"Apa itu, Kang?" tanya Kala Sunggi ingin tahu. "Pertama, dan ini yang
terpenting. Aku ingin membersihkan cap jelek yang menempel pada leluhur kita.
Dan ini sesuai pesan ayah sebelum meninggal." jelas Pendekar Golok Baja.
"Hm...." Kala Sunggi mengangguk-anggukkan kepala pertanda mengerti.
"Dan yang kedua.... Karena aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kala Sunggi,"
lanjut Prajasena dengan suara semakin melemah. "Orang yang mampu menawan Dewa
Arak bukan orang sembarangan. Dan ini harus kau sadari, Kala Sunggi!"
"Aku mengerti, Kang. Terima kasih atas keterangan yang kau berikan. Juga, atas
kepercayaanmu meminjamkan pusaka peninggalan leluhur kita padaku."
Meskipun merasa terharu dengan kekhawatiran Prajasena akan keselamatannya, Kala
Sunggi mampu menyembunyikan. Sehingga semuanya tidak tampak pada wajahnya.
"Pergilah, Kala Sunggi. Kuharap, kau berhasil menyelamatkan Dewa Arak. Ingat
Pendekar muda itu telah berhasil membuat kau kembali ke jalan yang benar."
Kala Sunggi menganggukkan kepala. Ucapan kakak kandungnya itu memang
mengandung kebenaran yang tidak bisa dipungkiri lagi. Dewa Arak memang telah
membuatnya sadar dari kesesatannya. Meskipun dalam hal itu, sebenarnya jasa
Pandora yang paling besar (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode
"Peninggalan Iblis Hitam").
"Aku akan berusaha semampuku untuk menyelamatkan Dewa Arak, Kang," janji Kala
Sunggi sepe-nuh hati, lalu melangkah meninggalkan Prajasena dan Pandora.
*** "Hiya...! Hiya...!"
Sambil mengeluarkan teriakan melengking nyaring, Melati melecutkan cambuknya
bertubi-tubi ke arah bagian belakang tubuh kudanya. Sehingga binatang
tunggangannya semakin cepat berlari. Hal yang sama pun dilakukan lima orang
anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading.
Melati yang tengah dilanda kekhawatiran hebat, sama sekali tidak mempedulikan
keadaan sekelilingnya. Yang ada di benaknya hanya satu. Tiba di Istana Kerajaan


Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bojong Gading secepat mungkin.
Putri angkat Raja Bojong Gading ini sama sekali tidak tahu kalau lima orang
pasukan khusus itu saling memberi isyarat satu sama lain. Jelas, ada sesuatu
yang tengah direncanakan.
"Hih...!"
Mendadak dan berbarengan, dua orang anggota pasukan khusus yang berada di kanan
kiri Melati membabatkan pedangnya. Yang kanan mengarah ke arah leher, sedangkan
yang kiri menusuk pinggang.
Angin berkesiut dari gerakan pedang itu menyadarkan Melati. Dalam sekelebatan
saja dia tahu, ada bahaya yang tengah mengancam.
Meskipun dalam keadaan tidak waspada, dan datangnya serangan juga tidak terduga-
duga, Melati mampu menunjukkan kalau dirinya bukan seorang tokoh yang mudah
dipecundangi. Dengan kemahiran seorang pendekar wanita yang memiliki ilmu meringankan tubuh
tingkat tinggi, Melati menyelinap ke samping kanan punggung kuda sehingga kedua
serangan itu hanya mengenai tempat kosong.
Tapi, rupanya hal itu sudah diperhitungkan lima orang yang mengaku sebagai
anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading. Seorang di antaranya segera
melemparkan pisau yang tergenggam di tangan kanannya.
Sinygg..! Cappp...!
Kuda Melati langsung meringkik kesakitan ketika pisau itu menancap di bagian
belakang tubuhnya. Dan karena rasa sakit yang melanda, binatang itu berlari
sejadi-jadinya.
Rupanya, tidak hanya sampai di situ saja serangan yang tertuju ke arah Melati.
Dua orang lalnnya segera menjepretkan panah yang sejak tadi sudah terpentang,
dan siap untuk dilepaskan.
Twanggg...! Beberapa batang anak panah langsung melesat ke arah tubuh Melati dan kudanya.
Melati terperanjat. Disadari kalau kini keadaannya amat berbahaya. Saat itu,
kedudukannya sama sekali tidak menguntungkan. Memang, gadis berpakaian putih itu
berada di bagian kanan punggung kuda, dengan kedua tangan mengepit leher dan
kedua kaki mengepit bagian belakang binatang tunggangannya. Padahal, binatang
itu tengah berlari tunggang-langgang tak tentu arah karena rasa sakit yang
mendera. Lagi-lagi Melati mengunjukkan kelihaiannya. Tangan kanannya segera dilepaskan
dari leher kuda. Dan dengan satu tangan berpegangan, dicabutnya pedang yang
tergantung di punggung. Langsung pedangnya dipergunakan untuk menangkis serangan
anak-anak panah yang meluncur cepat bagai kilat ke arahnya.
Tranggg, tranggg, cappp...!
Sebagian anak-anak panah itu berpentalan tak tentu arah dalam keadaan patah-
patah ketika berbenturan dengan pedang Melati. Tapi, sebagian kecil yang tidak
tertangkis menancap di tubuh kuda Melati, sehingga membuat binatang itu kembali
meringkik kesakitan.
Tapi, kali ini rupanya rasa sakit yang didera kuda itu sudah tidak tertahankan lagi.
Akibatnya binatang tunggangan itu berusaha untuk membuang tubuh Melati dari
punggungnya. Mungkin nalurinya mengetahui, kalau gadis berpakaian putih masih
menempel di punggungnya, nyawanya akan tetap terancam.
Melati yang sama sekali tidak menyangka tindakan kuda itu, terkejut bukan
kepalang. Apalagi saat itu, kedudukannya sama sekali tidak menguntungkan. Maka ketika
binatang itu berusaha keras melempar tubuhnya, dia tidak mampu bertahan. Tubuh
Melati seketika terlempar ke udara. Dan sebelum jatuh di tanah, pedang di
tangannya segera ditusukkan ke tanah.
Cappp! Secepat pedang itu menancap di tanah, secepat itu pula tubuh Melati melenting ke
atas. Gadis itu bersalto beberapa kali di udara, kemudian mendarat ringan di
tanah. Baru saja kedua kaki Melati hinggap di tanah, lima orang anggota pasukan khusus
yang masih berada di atas punggung kuda segera menggebah binatang tunggangannya
ke arah gadis berpakaian putih itu. Tiga di antaranya segera mengibaskan tangan,
melemparkan pisau-pisau. Sementara dua lagi menjepretkan anak panah dari
busurnya. Singgg, singgg, twanggg...!
Desing suara anak panah dan pisau mengawali meluncurnya senjata-senjata itu ke
arah Melati. Tapi, serangan-serangan ini sama sekali tidak membuat gadis itu
gugup. Pedangnya segera diputar di depan dada.
Suara berdentang keras disusul bepercikannya bunga-bunga api mengiringi
terjadinya benturan antara pedang Melati dengan pisau dan anak-anak panah.
5 Lima orang anggota pasukan khusus memang sudah memperhitungkan hal itu.
Mereka tidak terlalu berharap serangan-serangan itu akan berhasil, dan
dimaksudkan hanya untuk menyibukkan Melati, hingga serangan susulan lain tiba.
Dan memang, ketika Melati berhasil menghalau serangan-serangan itu, mereka telah
meluruk cepat ke arahnya. Pedang yang sudah tergenggam di tangan setelah pisau-
pisau terbang dan busur panah disimpan kembali, segera dibabatkan ke arah
berbagai bagian tubuh Melati.
"Hih...!"
Dengan genjotan perlahan pada kakinya, tubuh Melati melenting ke atas. Langsung
dilewatinya kepala para pengeroyoknya. Beberapa kali tubuh gadis berpakaian
putih itu berputar di udara, sebelum mendarat di tanah.
"Gilakah kalian"! Mengapa ingin membunuhku"!" tegur Melati keras.
Melati tidak ingin melukai, apalagi membunuh lima orang anggota pasukan khusus
itu. Ingin diketahuinya dulu, mengapa mereka bermaksud membunuhnya"
Tapi jawaban yang diterima Melati hanyalah derap langkah kuda yang meluruk ke
arahnya kembali, disusul babatan pedang yang meluncur cepat ke arah berbagai
bagian tubuhnya.
Melihat hal ini, Melati tahu kalau jawaban yang diinginkan tidak akan didapat
kalau digunakan cara halus. Maka, diputuskanlah untuk menggunakan jalan
kekerasan. Barangkali saja dengan cara itu bisa didapatkan alasannya.
Setelah mengambil keputusan demikian, Melati menggerakkan pedangnya untuk
memapak semua serangan yang menuju ke arahnya.
Trang, trang, trang...!
Bunga-bunga api memercik ke udara ketika senjata-senjata yang sejenis itu
berbenturan. Usai menangkis, Melati segera melempar tubuh ke belakang. Maksudnya agar tidak
terkurung oleh gerombolan berkuda itu. Karena bila hal itu terjadi, dia akan
mengalami kesulitan.
Kalau Melati punya sifat telengas, rasanya tidak ada masalah baginya walaupun
dikeroyok pasukan berkuda itu. Tapi karena tidak tega melukai, apalagi membunuh
kuda yang tidak tahu apa-apa, keadaan menjadi lain.
Seperti yang sudah diduga, lima orang itu segera menggebah kuda. Melati langsung
diburu dengan senjata di tangan. Maka begitu kedua kakinya mendarat di tanah,
gadis berpakaian putih itu langsung menotolkan kaki. Sesaat kemudian, tubuhnya
sudah meluruk ke arah pasukan berkuda itu. Pedang di tangannya meluncur deras ke
arah dada lawan yang berkumis tebal.
Anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading itu segera menggerakkan pedangnya
untuk menangkis.
Tranggg...! "Akh...!" jerit laki-laki berkumis tebal itu ketika tangannya terasa bergetar
hebat dan hampir lumpuh. Tanpa dapat ditahan lagi, pedangnya pun terlepas dad
pegangan. Sebelum laki-laki berkumis tebal sempat berbuat sesuatu, tangan kiri Melati
telah meluncur cepat ke arah dada. Maka, tidak ada jalan lain bagi anggota
pasukan khusus yang berkumis tebal itu, selain melempar dirinya dari punggung
kuda. "Hup...!"
Pada saat yang bersamaan dengan hinggapnya tubuh laki-laki berkumis tebal itu di
tanah, Melati juga hinggap di atas punggung kuda. Kini Melati tinggal menghadapi
empat orang lawannya.
Sesaat kemudian, pertarungan menarik pun terjadi. Pertarungan antara dua belah
pihak yang sama-sama menggunakan binatang tunggangan.
Sebenarnya, lima orang anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading memang
bermaksud membunuh Melati. Maka serangan-serangan yang dikirimkan, ditujukan
pada bagian-bagian tubuh yang mematikan.
Tapi kini Melati mampu menghadapi serangan-serangan lawan dengan baik, setelah
berhasil merampas kuda. Kini, dia tidak mengalami kesukaran lagi dalam
mengirimkan serangan.
Semula pertarungan memang berjalan agak seimbang. Tapi begitu menginjak jurus
kelima puluh, Melati mulai menguasai keadaan. Memang, tingkat kepandaian putri
angkat Raja Bojong Gading itu berada jauh di atas lawan-lawannya. Maka meskipun
lawan berusaha sekuat tenaga untuk membunuh, tetap saja jadi pihak yang
terdesak. Melati sendiri berusaha keras mengendalikan serangan, agar jangan
sampai menjatuhkan tangan kepada mereka.
Bahkan ketika pertarungan menginjak jurus kelima puluh, pedang Melati mulai
mendapat sasaran. Seorang lawan berhasil dijatuhkan dari punggung kuda, karena
terkena sabetan pada bahunya.
Beberapa jurus kemudian, tubuh lawan-lawan yang lain pun menyusul berjatuhan di
tanah. Sebuah keuntungan bagi anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading yang
terkena tendangan, ternyata Melati hanya mengerahkan sebagian tenaga dalamnya.
Kalau gadis berpakaian putih itu mengerahkan seluruh-nya, nyawa anggota pasukan
khusus itu pasti sudah melayang ke alam baka.
Melihat lawan-lawannya sudah tidak berada di atas punggung kuda lagi, Melati
segera melompat turun.
"Hey...!" teriak Melati kaget ketika melihat lima orang anggota pasukan khusus
Kerajaan Bojong Gading mengambil sesuatu dari balik ikat pinggang, kemudian memasukkannya ke dalam mulut.
Cepat Melati melesat menghampiri, tapi langsung melompat mundur ketika melihat
kejadian yang menimpa mereka.
Lima orang anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading itu menggelepar-gelepar
di tanah, lalu diam untuk selama-lamanya. Dari hidung, mulut dan telinga mereka
keluar cairan berwarna kekuningan berbau busuk.
"Hhh...!"
Melati menghela napas berat. Hatinya merasa kecewa sekali melihat kematian lima
orang prajurit ayah angkatnya. Padahal, dia belum mengetahui alasan mereka
hendak membunuhnya.
Gadis berpakaian putih itu tercenung beberapa saat. Perasaan bimbang melanda
hatinya. Haruskah perjalanannya menuju Kerajaan Bojong Gading dilanjutkan.
Ataukah kembali menyusul Dewa Arak menuju Perguruan Pedang Ular untuk
menyaksikan pernikahan Rupangki dan Karmila"
Lenyap sudah keinginan untuk menuju ke istana. Penyerangan lima orang anggota
pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading itu yang menjadi penyebabnya. Keragu-
raguan melanda hati gadis berpakaian putih itu. Benarkah lima orang yang telah
tewas ini anggota pasukan khusus Kerajaan Bojong Gading"
Hampir Melati menepak kepalanya sendiri. Betapa bodohnya dia! Bukankah ada
sebuah tanda yang dapat membuktikan benar tidaknya mereka adalah anggota pasukan
khusus Kerajaan Bojong Gading" Dan tanda itu tertera di bagian tengkuk!
Teringat akan hal ini, membuat Melati bergegas menghampiri mayat kelima orang
itu. Tubuhnya dibungkukkan, lalu menyingkap rambut yang menutupi tengkuk salah
seorang dari mereka.
Desisan bernada geram keluar dari mulut Melati ketika tidak melihat adanya tanda
apa pun di tengkuk. Jelas, dirinya telah tertipu mentah-mentah.
Perasaan penasaran memaksa gadis berpakaian putih itu untuk memeriksa mayat yang
lainnya. Tapi seperti yang dilihatnya pada mayat pertama, pada tengkuk mayat-
mayat yang lain pun tidak dijumpai tanda seperti itu.
"Keparat!"
geram Melati seraya bangkit berdiri. "Siapa yang telah berani mempermainkanku"!"
Kini Melati sadar kalau dirinya telah ditipu. Sekarang baru jelas, kelima orang
yang telah menjadi mayat itu ternyata orang-orang suruhan. Sayangnya, mereka
telah mati. Sehingga tidak bisa diketahui orang yang telah menyuruh mereka.
Kini hati Melati kontan tenang. Sebuah keputusan telah diambilnya. Dia akan
menyusul Arya untuk menghadiri perayaan pemikahan Karmila dan Rupangki.
Dengan hati mantap, meskipun benaknya masih dipenuhi pikiran tentang orang yang
berdiri di belakang peristiwa penipuan terhadap dirinya, Melati menghampiri
salah satu dari lima ekor kuda yang masih berada di situ. Padahal, binatang-
binatang itu sama sekali tidak ditambatkan.
"Hih...!"
Sekali enjotkan kaki, tubuh Melati sudah melayang ke atas dan hinggap di atas
punggung kuda. Indah dan manis sekali gerakannya.
Gadis berpakaian putih itu menggeprakkan kudanya seraya mendecak pelan. Binatang
tunggangannya pun melangkah meninggalkan tempat itu. Mula-mula pelan, tapi lama-
kelaman semakin cepat meninggalkan debu mengepul tebal di belakangnya.
Baru saja Melati bersama kudanya lenyap ditelan kejauhan, sesosok bayangan abu-
abu berkelebat dan hinggap di situ.
"Celaka! Aku terlambat...!" sem sosok abu-abu yang ternyata seorang pemuda
berwajah tampan berusia sekitar dua puluh tiga tahun. Nada suaranya menyiratkan
penyesalan yang amat sangat.
Pemuda berpakaian abu-abu itu mengedarkan pandang ke arah lima sosok tubuh yang
bergeletakan di tanah.
"Manusia-manusia tidak berguna! Membunuh seorang wanita muda saja tidak becus!
Huh...! Tunggulah, Melati! Aku yang akan membereskanmu!"
Setelah mengucapkan ancaman demikian, pemuda berpakaian abu-abu itu melesat
meninggalkan tempat itu. Cepat bukan kepalang gerakannya, sehingga dalam
sekejapan saja telah lenyap dari tempat itu.
*** "Ha ha ha...!"
"Ho ho ho...!"
Dedemit Api dan Dedemit Salju tertawa terbahak-bahak ketika melihat belasan
orang persilatan menghadang perjalanan mereka. Menilik dari gerak-geriknya,
mereka adalah tokoh-tqkoh golongan putih. Sikap mereka penuh ancaman. Ini bisa
diketahui dari tangan-tangan yang telah meraba hulu senjata masing-masing.
Bahkan beberapa di antaranya telah menghunus senjata.
"Tikus-tikus tidak tahu diri! Mengapa kalian menghadang perjalananku"! Apakah
kalian semua sudah bosan hidup" Menyingkirlah, sebelum kesabaranku hilang! Aku
tidak sudi mengotori tanganku dengan darah keroco-keroco tak berguna seperti
kalian!" seiu Dedemit Api tenang, tapi bernada ancaman.
"Bebaskan Dewa Arak! Baru kami akan pergi dari sini!" sahut seorang laki-laki
gagah bersenjatakan sebatang tongkat, seraya melangkah maju dua tindak.
"Ho ho ho...! Gagah sekali sikapmu, Tikus Busuk! Aku ingin tahu, siapa namamu
hingga berani bertindak selancang ini terhadap Dedemit Api!"
"Aku memang bukan orang terkenal seperti kau, Dedemit Api! Tapi demi membela
Dewa Arak, aku, Tongkat Sakti rela mati di tanganmu!" sahut laki-laki gagah yang
berjuluk Tongkat Sakti seraya melintangkan tongkatnya
"Hmh...!" Dedemit Salju yang sejak tadi diam saja, mendengus. "Kalau kau mampu
bertarung denganku tiga jurus saja, Dewa Arak akan kubebaskan!"
Si Tongkat Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Harap kau ingat baik-baik ucapanmu itu, Dedemit Salju. Orang-orang persilatan
yang ada di sini menjadi saksi hidup atas janji yang kau ucapkan!"
Wajah Dedemit Salju yang putih memerah, karena tersinggung mendengar ucapan si
Tongkat Sakti. "Jangan berani meremehkan janji Dedemit Salju! Majulah, Tikus Busuk! Dan, jangan
harap aku akan membiarkanmu mati enak! Dedemit Salju tidak pernah membiarkan


Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup orang yang telah menghinanya!"
Si Tongkat Sakti sama sekali tidak mempedulikan ancaman itu. Dia tahu, Dedemit
Salju memiliki kepandaian tinggi. Tapi, mungkinkah tokoh sesat itu mampu
mengalahkannya dalam tiga jurus" Si Tongkat Sakti tidak percaya.
Si Tongkat Sakti memutar-mutar tongkatnya di depan dada, hingga lenyap
bentuknya. Memang, betapa cepatnya senjata itu berputar. Suara mengaung keras yang
terdengar, menjadi pertanda besarnya tenaga dalam yang mengalirinya.
Tokoh-tokoh persilatan yang berada di belakang si Tongkat Sakti segera melangkah
mundur. Sebaliknya, Dedemit Salju malah melangkah maju. Sama sekali tidak dipedulikannya debu-debu yang beterbangan akibat putaran tongkat si Tongkat
Sakti. "Haaat..!"
Didahului teriakan melengking nyaring, si Tongkat Sakti mengayunkan tongkat yang
digenggam kedua tangannya ke arah kepala Dedemit Salju.
Wuttt...! Angin yang menderu keras mengawali tibanya serangan tongkat itu. Dari suaranya
saja, semua tokoh persilatan yang berada di situ dapat memperkirakan
kedahsyatannya. Dan memang, hantaman tongkat si Tongkat Sakti sanggup membuat
baru karang yang paling keras hancur lebur. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi
apabila serangan tongkat itu menghantam kepala manusia yang di atas kertas jauh
lebih lunak ketimbang baru karang.
"Hmh...!"
Dedemit Salju hanya mendengus. Tidak nampak adanya tanda-tanda kalau laki-laki
bertubuh pendek gemuk ini akan mengelak atau menangkis. Baru ketika serangan
tongkat itu hampir mengenai kepala, tangan kirinya diangkat ke atas untuk
memapak datangnya serangan dengan jari-jari tangan terbuka.
Tappp...! Luar biasa! Tongkat si Tongkat Sakti langsung tercekal Dedemit Salju! Malah,
kedudukan kaki kakek bertubuh pendek gemuk itu tak tergoyahkan. Padahal sewaktu
mengangkat tangan untuk menangkis, tidak terlihat kalau tenaga dalamnya
dikerahkan. Dari pertunjukan ini saja, bisa diperkirakan kekuatan tenaga dalam
Dedemit Salju. Karuan saja hal ini mengejutkan semua tokoh persilatan yang berada di situ.
Terutama sekali, si Tongkat Sakti. Hanya ada dua orang saja yang tidak
menganggap hal itu suatu peristiwa luar biasa. Mereka adalah Dedemit Api dan
Raja Racun Muka Putih.
Tongkat Sakti tentu saja tidak sudi membiarkan senjatanya dirampas. Maka seluruh
tenaga dalamnya dikerahkan untuk menarik kembali tongkatnya. Tapi sampai
wajahnya merah, dan sampai terdengar suara keluhannya, tetap saja tongkatnya
tidak bergeming dari cekalan lawan. Padahal, tidak terlihat ada tanda-tanda
kalau Dedemit Salju mengerahkan tenaga. Baik pada tangan, maupun wajahnya.
Kecuali, pada jari-jari tangan yang mencekal tongkat
"Ah...!"
Si Tongkat Sakti menjerit kaget ketika merasakan ada hawa dingin yang merambat
dari tongkat yang dicekal lawan. Mula-mula tidak terlalu terasa, tapi semakin
lama semakin jelas terasa. Si Tongkat Sakti sadar, Dedemit Salju tengah
menyerangnya dengan tenaga dalam berhawa dingin. Dan kalau pegangan pada tongkat
tidak buru-buru dilepaskan, jelas dia akan mati kedinginan.
Oleh karena itu, laki-laki gagah ini memutuskan untuk melepaskan tongkatnya.
Namun, hatinya jadi mencelos dan wajahnya berubah pucat ketika menyadari
pegangan tangannya pada tongkat tidak bisa dilepaskan. Betapapun laki-laki gagah
ini telah berusaha keras, tapi tetap saja sia-sia. Jari-jari tangannya seolah-
olah telah melekat pada tongkat.
Meskipun bukan terhitung tokoh yang memiliki kepandaian amat tinggi, tapi si
Tongkat Sakti tidak mau putus asa begitu saja. Maka, sekarang dikerahkannya
tenaga dalam yang dimiliki untuk membendung serangan hawa dingin yang menyerang.
Tapi juga seperti sebelumnya, usaha Tongkat Sakti kali ini pun tidak membuahkan
hasil. Serangan hawa dingin itu sama sekali tidak mampu dicegahnya. Dengan
demikian, perlawanan yang dilakukan sama sekali tidak berarti apa-apa.
Para tokoh persilatan yang menyaksikan hanya bisa memandang dengan raut wajah
cemas. Meskipun tidak bisa mengetahui pasti apa yang terjadi terhadap si Tongkat
Sakti, tapi bisa diperkirakan kalau laki-laki gagah itu berada dalam keadaan
gawat. Sekujur tubuhnya menggigil keras. Juga, terdengar suara menggerutuk dari
gigi si Tongkat Sakti. Hal itu menjadi bukti nyata kalau tokoh itu menderita
kedinginan. Tokoh-tokoh persilatan itu hanya bisa memandang tanpa mampu berbuat apa-apa.
Karena, pertarungan satu lawan satu itu terjadi atas kemauan si Tongkat Sakti
juga. Dan lagi, mereka semua juga tidak diikutsertakan. Yang dapat dilakukan
mereka semua hanya berharap agar si Tongkat Sakti selamat.
Tapi, harapan tokoh-tokoh persilatan itu rasanya tidak akan terwujud. Buktinya
keadaan si Tongkat Sakti semakin lama semakin tampak mengkhawatirkan. Tubuhnya
semakin menggigil keras. Demikian pula gigi-giginya yang semakin keras beradu
satu sama lain.
Dan ketika akhirnya Dedemit Salju melepaskannya, tubuh si Tongkat Sakti langsung
jatuh berdebuk di tanah. Dia tidak bergerak lagi untuk selamanya, karena
nyawanya telah melayang meninggalkan raga.
Belasan tokoh persilatan itu segera bergerak menghampiri mayat si Tongkat Sakti.
Raut kengerian tampak di wajah-wajah mereka ketika melihat keadaan mayat itu.
Wajah si Tongkat Sakti tampak membiru. Sedangkan sepasang matanya terbelalak
lebar. Jelas, laki-laki gagah itu tewas karena dilanda kedinginan yang hebat
"Ho ho ho...!"
Suara tawa Dedemit Salju membuat belasan tokoh persilatan itu mengalihkan
perhatian dari mayat si Tongkat Sakti.
"Siapa yang ingin bemasib sepeiti Tikus Busuk ini, silakan maju!" tantang kakek
bertubuh pendek gemuk itu pongah.
Sing, sing, sing...!
Jawaban atas tantangan berbau ancaman yang diajukan Dedemit Salju adalah
terhunusnya senjata-senjata yang tergantung di pinggang para tokoh persilatan.
"Kami bukan pengecut-pengecut yang takut mati, Dedemit Salju! Bebaskan Dewa
Arak, maka kami akan pergi dari sini!" tegas seorang tokoh persilatan yang
beralis tebal. "Ya! Kau bebaskan Dewa Arak, Dedemit Salju! Dan kami tidak akan memperpanjang
persoalan ini!" sahut yang lain.
"Benar, Dedemit Salju!" sambut tokoh persilatan lainnya.
"Ho ho ho...!"
Tawa pongah Dedemit Api menghentikan suara riuh rendah yang tercipta akibat
suara tokoh-tokoh persilatan itu.
"Sayang sekali! Aku tidak akan melepaskan Dewa Arak! Dan sekarang, kalian semua
mau apa"!" tandas Dedemit Api bernada tantangan.
"Terpaksa kami menantangmu!" seru tokoh persilatan beralis tebal. Dan....
"Haaat...!"
Sambil mengeluarkan teriakan keras, laki-laki beralis tebal itu melesat
menerjang Dedemit Api. Senjata golok besar yang tergenggam di tangannya
diayunkan deras ke arah kepala lawan dengan arah gerakan dari atas ke bawah.
Rupanya dia bermaksud membelah tubuh Dedemit Api menjadi dua bagian yang sama.
6 Berbeda dengan sebelumnya, kali ini begitu laki-laki beralis tebal melancarkan
serangan, belasan tokoh persilatan lainnya ikut melancarkan serangan pula.
Sebagian di antara mereka menyerang Dedemit Api. Sementara sebagian lainnya
menyerang Dedemit Salju. Memang, kedua orang itu berada di depan Raja Racun Muka
Putih. Dedemit Api dan Dedemit Salju hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat hujan
serangan yang tertuju ke arahnya. Sikap yang ditunjukkan tidak menganggap kalau
serangan itu periu mendapat tanggapan sungguh-sungguh.
Baru ketika serangan senjata-senjata itu menyambar dekat mereka memapaknya
dengan tangan dan kaki telanjang.
Tak, tak, tak...!
Suara berdetak keras seperti logam beradu terdengar ketika senjata tokoh-tokoh
persilatan itu berbenturan dengan tangan atau kaki Dedemit Salju dan Dedemit Api
Dan seperti kejadian sebelumnya, tidak tampak adanya pengaruh yang menimpa
Dedemit Salju dan Dedemit Api akibat benturan itu. Sebaliknya, tangan tokoh-
tokoh persilatan itu yang bergetar hebat dan hampir lumpuh. Bahkan senjata
beberapa orang di antara mereka terlepas dari cekalan, karena tangan yang
menggenggam senjata terasa lumpuh!
Meskipun begitu, tanpa mengenal rasa gentar, belasan tokoh persilatan itu terus
melanjutkan serangan. Jelas kalau mereka bermaksud bertarung mati-matian.
Sesaat kemudian, pertarungan campuran pun terjadi. Kelihatannya pertarungan itu
berlangsung berat sebelah. Namun setiap serangan tokoh persilatan itu dengan
mudah dapat dikandaskan Dedemit Api dan Dedemit Salju. Malah sebaliknya, setiap
kedua kakek itu menggerakkan tangan atau kaki, maka ada satu atau dua sosok
tubuh tokoh persilatan yang terlempar.
Jerit kesakitan dan kematian terdengar saling susul seiring berpentalannya
sosok-sosok tubuh tokoh persilatan itu di tanah. Akhir dari pertarungan ini
sudah bisa ditebak.
Jelas, Dedemit Api dan Dedemit Salju akan mudah memenangkan pertarungan ini.
Tak sampai sepuluh jurus, hanya tinggal beberapa gelintir saja tokoh-tokoh
persilatan yang masih bertarung melawan Dedemit Api dan Dedemit Salju. Sementara
yang lainnya sudah bergeletakan di tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi.
Dedemit Salju dan Dedemit Api memang berwatak telengas. Sekali orang berhadapan
dengan mereka, bisa dipastikan nyawanya akan melayang meninggalkan raga.
Karena jumlah tokoh persilatan itu hanya beberapa gelintir saja, Dedemit Salju
segera meninggalkan kancah pertarungan. Dibiarkannya saja Dedemit Api yang
menghadapi. Meskipun kini lawan yang dihadapi hanya tinggal Dedemit Api, tapi tetap saja
tokoh-tokoh persilatan yang tinggal berjumlah lima orang itu berada dalam keadaan mengkhawatirkan.
"Akh...!"
Suara jerit kematian kembali terdengar ketika dua orang tokoh persilatan terkena
kibasan tangan Dedemit Api. Tubuh mereka pun langsung terpental disertai
semburan darah yang deras dari mulutnya. Mereka tewas seketika sebelum sempat
menyentuh tanah.
Kembali tangan Dedemit Api meluncur cepat ke arah tiga tokoh persilatan yang
tengah meluruk ke arahnya. Cepat bukan main gerakannya. Tokoh-tokoh persilatan
yang memiliki tingkat kepandaian di bawah kakek tinggi kurus itu mana mampu
menyelamatkan diri"
Namun, mereka tetap nekat menyerang.
Tapi, rupanya keberuntungan masih berpihak pada tiga orang tokoh persilatan itu.
Di saat yang amat gawat bagi keselamatan mereka, melesat sesosok bayangan hitam
menyambuti serangan Dedemit Api.
Plak, plak, plak...!
Suara keras terdengar ketika tangan sosok bayangan hitam itu berbenturan dengan
tangan Dedemit Api. Akibatnya, tubuh Dedemit Api terhuyung dua langkah ke
belakang. Sementara, sosok bayangan hitam terjengkang ke belakang.
"Hup...!"
Pada saat yang bersamaan dengan hinggapnya kedua kaki sosok bayangan hitam itu
di tanah, Dedemit Api telah berhasil memperbaiki kedudukannya.
"Siapa kau, Keparat"! Sungguh berani mati mencampuri urusan Dedemit Api!" teriak
Dedemit Api keras bernada kemarahan.
Sosok bayangan hitam itu ternyata telah membuat tubuhnya terhuyung-huyung ke
belakang. Bahkan tangan yang berbenturan pun tergetar. Suatu hal yang hampir
belum pernah dialaminya.
Bukan hanya Dedemit Api saja yang merasa terkejut melihat hal ini. Dedemit Salju
pun dilanda perasaan yang sama. Orang yang telah berhasil membuat rekannya
mundur dalam benturan tenaga, tentu sudah bisa diperkirakan kelihaiannya.
Sepasang mata Dedemit Api menatap tajam penuh selidik pada orang yang telah
menangkis serangannya tadi. Sepasang alisnya tampak berkerut ketika melihat
jelas sosok bayangan hitam itu. Dia adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi
kurus. Bajunya yang berupa mantel berwarna hitam dan longgar. Wajahnya tidak
tampak jelas karena tertutup selubung berwarna hitam pula. Yang ada hanyalah dua
lubang untuk mata, yang terlihat di balik selubung itu. Sepasang mata itu tampak
mencorong tajam dan berwarna kehijauan.
"Siapa aku, kau tidak perlu tahu, Dedemit Api! Tapi kedatanganku untuk
membebaskan Dewa Arak! Lepaskan dia, dan aku tidak akan memperpanjang urusan
ini!" tandas sosok hitam yang tak lain adalah Iblis Hitam.
Tegas dan mantap suaranya, meskipun terdengar agak aneh. Pelan, berat tapi
bergaung mirip suara hantu penjaga kuburan. Mungkin suara itu tercipta karena
mulutnya tertutup selubung.
"Cuhhh...!"
Dedemit Api meludah ke tanah.
"Jangan merasa bangga karena berhasil membuatku terdorong mundur, Kisanak! Kau
tahu, belum pernah ada orang yang bisa mengalahkanku!"
"Hm....!"
Iblis Hitam hanya menggumam tidak jelas. Memang, tokoh yang pernah menggemparkan daerah Utara itu bukan terhitung seorang yang gemar mengumbar
kesombongan. Maka meskipun Dedemit Apt berkaok-kaok mementang bacot dia sama
sekali tidak terpengaruh.
"Menyingkiriah kalian!" ujar Iblis Hitam pada tiga orang tokoh persilatan yang
masih selamat. Tanpa menunggu perintah dua kali, tiga orang tokoh persilatan itu segera
melangkah menjauh. Mereka tahu, Dedemit Api dan Iblis Hitam akan bertarung. Tak
lupa, diseret tubuh rekan-rekan mereka yang tewas untuk menjauhi tempat itu.
"Kalau kau bisa mengalahkanku, dengan suka rela kuberikan Dewa Arak padamu!"
tantang Dedemit Api.
"Akan kuingat janjimu, Dedemit Api!" sambut Iblis Hitam tenang. Dan....
"Hiyaaat..!"
Tahu kalau lawan yang dihadapinya adalah seorang tokoh yang teramat tangguh,
Iblis Hitam langsung mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Serangannya dibuka dengan sebuah tendangan bertubi-tubi ke arah perut dada, dan
ulu hati. Dukkk, dukkk, dukkk...!
Suara benturan keras antara kedua kaki yang sama-sama ditopang tenaga dalam
tinggi terdengar ketika Dedemit Api memapak serangan itu dengan kakinya pula.
Kembali untuk kedua kalinya tubuh kedua tokoh sakti itu terhuyung ke belakang.
Dedemit Api terhuyung lima langkah. Sementara Iblis Hitam yang nama sebenarnya
adalah Kala Sunggi, terhuyung-huyung enam langkah ke belakang. Jelas, Dedemit
Api memiliki tenaga dalam yang lebih kuat
Di balik selubung hitam yang menutupi wajah, mulut Iblis Hitam menyeringai
karena rasa sakit yang mendera kakinya. Diam-diam hatinya terkejut ketika
mengetahui kuatnya tenaga dalam lawan. Sungguh, hal ini sama sekali di luar
dugaannya. Kalau satu orang saja sudah demikian lihai, apalagi bila kedua orang
itu maju bersama! Pantas saja Dewa Arak bisa diringkus!


Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Iblis Hitam tidak ingin terlarut dalam keterkejutan. Maka begitu telah
berhasil memperbaiki keadaannya, segera dilancarkannya serangan kembali ke arah
Dedemit Api. Maka, tokoh itu segera menyambutnya tak kalah hangat. Sekejap kemudian, kedua
tokoh sakti itu telah terlibat dalam pertarungan sengit
Baik Iblis Hitam maupun Dedemit Api sama-sama mengetahui kalau lawan yang
dihadapi amat tangguh. Maka tanpa segan-segan lagi segera dlkeluarkan seluruh
kemampuan satu sama lain. Masing-masing pihak tidak berani bertindak ceroboh
dalam menghadapi lawan tanpa mengeluarkan seluruh kemampuan. Dan tentu saja
keduanya tidak ingin mati konyol!Hebat bukan main pertarungan antara kedua tokoh
sakti itu. Angin yang menderu dan mencicit menyemaraki terjadinya pertarungan.
Hawa panas pun menyelimuti tempat itu, karena Dedemit Api telah mengeluarkan
ilmu 'Telapak Tangan Api' andalannya.
Dedemit Salju, Raja Racun Muka Putih, dan tiga orang tokoh persilatan melangkah
menjauh ketika melihat pertarungan mulai berlangsung sengit. Namun karena
perasaan tertarik untuk menyaksikan pertarungan, mereka semua melangkah mundur
tanpa membalikkan tubuh dengan sepasang mata tetap terpaku ke arah jalannya
pertarungan. *** Pertarungan tampaknya masih berlangsung imbang. Meskipun telah berjalan tiga
puluh lima jurus, belum nampak ada tanda-tanda yang akan keluar sebagai
pemenang. Diam-diam Dedemit Api merasa heran. Ilmu 'Telapak Tangan Api' telah dikeluarkan
sampai ke puncaknya sehingga membuat suasana dalam jarak sekitar lima tombak
terasa panas bukan kepalang. Tapi, mengapa Iblis Hitam seperti tidak terpengaruh
sama sekali"
Padahal, sekalipun lawan memiliki tenaga dalam berada di atasnya tetap akan
terpengaruh hawa panas yang menyengat akibat pengaruh ilmu 'Telapak Tangan Api'
itu. Setidak-tidaknya, tenaga tambahan harus dikeluarkan untuk melawan hawa
panas itu. Namun kenyataan seperti itu tidak terlihat pada Iblis Hitam. Tenaga dalamnya
tetap saja seperti semula. Ternyata bisa dibuktikan kalau dirinya tidak
mengeluarkan tenaga tambahan untuk menahan serangan hawa panas. Dan hasilnya,
Kala Sunggi terlihat sama sekali tidak terpengaruh. Apakah Iblis Hitam itu
mempunyai ilmu kebal"
Dedemit Api sama sekali tidak menduga kalau Iblis Hitam mampu menahan sergapan
hawa panas yang menyengat itu berkat keampuhan mantel pusakanya (Untuk jelasnya
mengenai keistimewaan mantel pusaka Iblis Hitam, silakan baca serial Dewa Arak
dalam episode 'Peninggalan Ibhs Hitam").
Karuan saja hal itu membuat Dedemit Api penasaran dan heran bukan kepalang.
Namun, bukan hanya Dedemit Api saja yang dilanda rasa heran. Dedemit Salju dan
Raja Racun Muka Putih juga dilanda perasaan yang sama. Sampai begitu lihaikah
tokoh yang berpakaian serba hitam ini"
Meskipun dengan adanya mantel pusaka yang melekat di badannya, Iblis Hitam tidak
berani menerima serangan lawan begitu saja. Memang, sejak Pedang Bintang milik
Dewa Arak telah melubangi mantelnya dan membuatnya terluka, keistimewaan pusaka
itu telah menurun. Mantel itu hanya mampu menerima serangan dari senjata tajam
saja. Tapi bila terhantam benda tumpul atau pukulan bertenaga dalam tinggi,
tubuh yang terbungkus tetap saja terluka.
Oleh karena itu, setelah melalui pertarungan sengit selama lebih dari seratus
dua puluh jurus, Iblis Hitam mulai terdesak Karena Dedemit Api memiliki
keunggulan dalam hal tenaga dalam. Di samping ilmu 'Telapak Tangan Api'nya juga
luar biasa ganas.
Meskipun dalam mutu ilmu silat dan ilmu meringankan tubuh Iblis Hitam sama
sekali tidak di bawah lawan, tapi tenaga dalamnya masih kalah. Maka hal ini
dipergunakan sebaik-baiknya oleh Dedemit Api untuk menekannya.
Sedikit demi sedikit serangan-serangan yang dilancarkan Iblis Hitam mulai
berkurang. Demikian pula dengan menangkis karena hanya merugikan dirinya. Sebaliknya,
mengelak semakin sering dilakukan oleh tokoh yang mengenakan pakaian serba hitam
ini. Dengan sendirinya, tindakan Iblis Hitam membuat lawan semakin sering melancarkan
serangan dan membuat keadaannya semakin terdesak. Sehingga di jurus keseratus
tiga puluh tiga, kaki kanan Dedemit Api menyapu ke arah kaki Iblis Hitam yang
dapat mengelakkannya dengan melompat ke atas. Dan saat itulah tangan kanan
Dedemit Api menepak keras ke arah paha.
Plakkk..! Telak dan keras sekali tepakan tangan itu menghantam sasaran, sehingga membuat
tubuh Iblis Hitam terjengkang ke belakang dan terguling-guling di tanah.
Mulut Kala Sunggi yang tersembunyi di balik selubung menyeringai karena rasa
sakit hebat. Tulang pahanya seperti hancur luluh. Rasa panas terasa amat sangat
menyengat Mungkin daging pahanya hangus. Tapi anehnya, tidak ada kerusakan apa
pun pada mantel Iblis Hitam!
Melihat tubuh lawan tangguhnya terguling-guling, Dedemit Api tidak mau memberi
kesempatan lagi. Dia cepat memburu seraya melancarkan serangan bertubi-tubi.
Iblis Hitam tentu saja tidak mau mati konyol. Disadari kalau keadaannya amat
berbahaya. Tidak ada pihhan lagi untuk menyelamatkan selembar nyawanya, kecuali
menangkis. Iblis Hitam segera menggerakkan kedua tangannya ke pinggang. Dan ketika kembali
ke tempat semula, pada kedua tangan itu kini telah tergenggam sebatang kapak
yang berwarna hitam mengkilap. Langsung senjata itu dikelebatkan ke arah tubuh
Dedemit Api yang tengah menuju ke arahnya.
Cit, cit..! Wajah Dedemit Api berubah hebat. Sebagai seorang yang telah kenyang pengalaman,
sekali lihat saja Dedemit Api telah tahu kalau sepasang kapak di tangan Iblis
Hitam bukan kapak sembarangan! Kedua kapak itu memiliki hawa maut yang
mengerikan. Bahkan angin serangan yang mengiringi tibanya serangan sepasang
kapak itu telah membuat tulang-tulangnya terasa ngilu bukan kepalang.
Sadar akan bahaya yang mengancam, Dedemit Api segera membatalkan serangannya.
Tubuhnya dilempar ke belakang dan bersalto beberapa kali di udara. Lalu, dia
hinggap beberapa tombak dari Iblis Hitam.
Kesempatan yang hanya sedikit itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh Kala Sunggi.
Tubuhnya terus bergulingan menjauh, kemudian melesat meninggalkan tempat itu.
Dedemit Salju sama sekali tidak mengejarnya. Sedangkan Dedemit Api sudah agak
terlambat. Tubuh Iblis Hitam telah berjarak lebih dari tiga puluh tombak ketika
kedua kakinya hinggap di tanah
"Sungguh tidak kusangka kalau dia akan selihai itu," kata Dedemit Api setengah
mengeluh. Tapi anehnya ada sorot kegembiraan di wajahnya.
Memang, kakek tinggi kurus ini gemar bertarung. Tidak ada hal yang paling
menarik baginya kecuali bertarung dengan tokoh-tokoh tingkatan tinggi. Maka,
hatinya merasa gembira bukan kepalang ketika mengetahui kalau Iblis Hitam
merupakan seorang lawan yang amat tangguh. Meskipun kalau diteruskan akan
menang, tapi kemenangan yang diperolehnya dicapai dengan kerja keras. Itu memang
sudah sifatnya.
"Mungkinkah dia Iblis Hitam..."!" ucap Dedemit Salju mengemukakan dugaan.
"Iblis Hitam"!" ulang Dedemit Api dengan alis berkernyit dalam. 'Tokoh yang
menjadi legenda di Utara sana sejak lebih dari seratus tahun yang lalu" Aku
yakin bukan, Dedemit Salju. Dia tidak setua itu. Tubuhnya masih terlihat kekar
dan tegap!"
"Tapi ciri-ciri, senjata, dan keistimewaan pakaiannya..., semuanya sama dengan
Iblis Hitam," bantah Dedemit Salju lagi, mengemukakan alasan untuk menguatkan
dugaannya. Dedemit Api terdiam sejenak. Disadari adanya kebenaran dalam ucapan rekannya.
Dan memang, Dedemit Saljulah yang pertama kali mengemukakan dugaan kalau tokoh
serba hitam yang lihai itu adalah Iblis Hitam. Tapi....
"Kurasa kali ini kau keliru, Dedemit Salju," sergah Dedemit Api setengah
mencela. "Hm....!" Hanya guma m tak jelas Dedemit Salju yang menyambuti ucapan itu.
"Iblis Hitam telah mati belasan tahun yang lalu di tangan para pendekar yang
mengeroyoknya."
"Jadi..." Siapa sebenarnya orang itu?" tanya Dedemit Salju dengan alls
berkernyit "Entahlah," Dedemit Api mengangkat bahu. "Lagi pula, untuk apa kita
memikirkannya"
Kita masih mempunyai urusan lain yang lebih penting daripada urusan Iblis
Hitam!" Dedemit Salju menganggukkan kepala pertanda menyetujui ucapan rekannya.
Kemudian kakinya melangkah meninggalkan tempat itu, menyusul Dedemit Api yang
telah berjalan lebih dulu setelah berkata-kata.
Raja Racun Muka Putih tidak mau ketinggalan. Kakinya pun ikut melangkah pula
mengikuti Dedemit Api dan Dedemit Salju yang telah berjalan lebih dulu. Tak
dipedulikan lagi mayat-mayat lawan mereka dan tiga orang tokoh persilatan yang
masih berdiri diam di tempat Tiga orang tokoh persilatan itu sama sekali tidak
berusaha meneruskan penyerangan kembali, karena tahu kalau datuk-datuk kaum
hitam itu bukan lawan mereka.
7 "Rupanya berita tertangkapnya Dewa Arak dan akan kita hukum mati di Bukit
Siluman telah membuat dunia persilatan gempar, Dedemit Salju," kata Dedemit Api
yang lebih gemar berbicara.
Dedemit Salju menganggukkan kepala.
"Padahal..., bukan mereka yang mestinya datang mencari kita. Tapi guru Dewa
Arak, Ki Gering Langit. Sial! Memancing harimau yang datang malah kucing-kucing
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 3 Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Suling Emas 15
^