Iblis Angkara Murka 2
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka Bagian 2
yang bermunculan. Mereka merasa bertanggung jawab
untuk dapat menumpas Iblis Angkara Murka itu. Aku
sendiri berhasrat sekali ingin melihat, seperti apa manusia iblis yang
mendalangi semua kebiadaban ini!
Aku yakin, kejahatan tak akan berlangsung lama. Karena kebenaran akan selalu
dapat mengalahkanya!"
ujar Panji penuh semangat dengan maksud untuk
membangkitkan gairah hidup dan semangat lelaki muda itu.
"Aku tahu di mana markas pimpinan manusia- manusia biadab yang mengaku berjuluk
Iblis Angkara Murka itu. Semula kukira sebuah bangunan besar
yang megah dan dijaga tokoh-tokoh sesat. Tapi, ternyata hanya sebuah rumah
sederhana. Rupanya iblis biadab itu sengaja, agar tak satu pun orang yang
menyangkanya. Ia cuma tinggal bersama dua orang pembantunya yang buta. Tapi,
para pengikutnya tersebar
di berbagai tempat," tutur lelaki yang gemuk itu, membuat Panji terkejut
"Hm..."! Di mana tempat itu...?" Tanya Panji sambil
berusaha menyembunyikan kecurigaannya. Namun ia
ingin tahu seperti apa rupa tokoh yang ternyata memang berjuluk Iblis Angkara
Murka itu. "Iblis itu memiliki kesaktian yang luar biasa, Panji.
Untuk menyerbu tempat itu kita harus mengumpulkan
para pendekar sebanyak-banyaknya. Kalau hanya kita
berdua, menghadapi salah satu pembantunya yang buta saja tak mungkin dapat
menang. Sama saja kita
mengantarkan nyawa sia-sia...!"
Lelaki gemuk itu terkejut mendengar keinginan Panji untuk menyatroni biang iblis
itu. Dan ia tidak setuju,
karena menurutnya sama saja dengan menghampiri
liang kubur. "Hm.... Kalau hanya tiga orang, aku rasanya tidak
akan gentar. Biarpun kesaktian tokoh itu seperti iblis
neraka, aku akan menghadapinya! Ayo, antarkan aku
ke tempat Iblis Angkara Murka itu berada!" desak Panji
tanpa mempedulikan betapa wajah lelaki gemuk itu
menjadi pucat bagai tak dialiri darah.
'Tapi...."
"Kau tak perlu takut, Kisanak! Tugasmu hanya menunjukkan tempat itu. Kemudian
kau boleh pergi. Aku
akan menghadapi Iblis Angkara Murka dan dua orang
pembantunya yang buta itu!" ujar Panji seraya mengepal tinjunya erat-erat.
Pendekar Naga Putih tentu saja tidak bermaksud
menyombongkan diri. Namun hatinya belum percaya
kalau lelaki gemuk itu sudah menemukan tempat kediaman Iblis Angkara Murka. Dan
kalau apa yang diceritakan lelaki itu benar, berarti ada dua kemungkinan.
Pertama, lelaki gemuk itu salah satu pengikut Iblis
Angkara Murka yang sengaja hendak menjebaknya.
Kalau tidak, lelaki gemuk itu pasti sudah terganggu jiwanya karena tak sanggup
menahankan beban derita
yang menghimpit.
Karena dipaksa oleh Panji, akhirnya lelaki gemuk
itu bersedia menunjukkan tempat kediaman Iblis Angkara Murka. Hanya akan
menunjukkannya, untuk
kemudian membiarkan Panji menyelesaikannya seorang diri.
*** 5 Setelah mendapatkan gambaran tentang jalan yang
harus dilaluinya, Pendekar Naga Putih memegang tangan lelaki gemuk itu dan
melesat dengan pengerahan
ilmu lari cepatnya. Sehingga, perjalanan yang kalau dilakukan orang awam bisa
memakan waktu setengah
hari, dapat ditempuh Panji sepuluh kali lebih cepat
"Mengapa kau minta aku berhenti di sini, Guradi?"
Tanya Panji menghentikan larinya. Karena lelaki gemuk yang mengaku bernama
Guradi itu berteriakteriak meminta berhenti.
"Bukankah kau minta aku hanya mengantarkan saja" Nah, kau lihat bukit di depan
itu" Di atas puncak
Bukit Jajaran itulah Iblis Angkara Murka tinggal," jawab Guradi menunjuk sebuah
gundukan tanah yang
disebut sebagai Bukit Jajaran.
Panji memandang Bukit Jajaran yang ditunjuk Guradi. Bukit itu tampak biasa saja.
Tidak terlihat angker
sebagaimana biasanya tempat tinggal tokoh- tokoh sesat Sejenak ada keraguan di
hati Panji. "Kau yakin Iblis Angkara Murka tinggal di puncak
bukit itu?" Tanya Panji untuk memastikan. Pertanyaan
itu dikeluarkan sambil menatap tajam wajah Guradi.
"Aku pernah menyelinap ke sana, saat serombongan
tokoh sesat datang menghadap pemimpin besarnya,"
jawab Guradi tanpa ragu-ragu.
Panji mengangguk beberapa kali. Jawaban itu dirasakan cukup masuk akal. Sebab,
dengan cara menyelinap ikut bersama rombongan, tentu saja Guradi terlepas dari
kecurigaan mereka. Panji menerima jawaban
itu, yang kebenarannya sangat mungkin. Karena itu,
Panji pun bergegas menuju Bukit Jajaran, meninggal-
kan Guradi di tempat itu.
Guradi tak lagi merasa terkejut saat melihat tubuh
Panji lenyap dari sampingnya. Dirinya sudah tahu kalau pemuda tampan berjubah
putih itu memiliki kepandaian luar biasa. Hal itu diketahui saat dirinya dibawa
lari pemuda itu dalam perjalanan menuju Bukit
Jajaran. Setelah bayangan Panji tak lagi terlihat, Guradi pun
bergerak meninggalkan tempat itu mengambil arah
yang berlawanan. Dan..., bukan main! Sekali bergerak,
tubuh Guradi meluncur cepat laksana sambaran kilat!
Kalau saja Panji melihat perubahan Guradi ini, tentu
akan terkejut sekali. Guradi ternyata memiliki ilmu lari
cepat yang nyaris sempurna. Bahkan mungkin setara
atau bahkan di atas kemampuan yang dimiliki Pendekar Naga Putih dalam hal ilmu
lari cepat. Benar-benar
mengejutkan! Sayang Panji tak mengetahuinya. Kalau
tidak, tentu ia curiga dengan lelaki gemuk yang mengaku bernama Guradi itu.
Sementara itu, Pendekar Naga Putih yang sudah tiba di kaki Bukit Jajaran,
menghentikan larinya sejenak. Diperhatikannya sekeliling tempat itu, kalaukalau
ada sesuatu yang mencurigakan. Setelah merasa
tak ada sesuatu yang patut dicurigai, pemuda itu mulai bergerak mendaki lereng.
Beberapa saat kemudian,
dirinya telah tiba di atas puncak Bukit Jajaran, yang
tidak begitu luas.
Pendekar Naga Putih menyelinap di semak- semak,
meneliti keadaan sekitar. Kemudian baru melesat ketika tidak melihat atau
mendengar sesuatu yang mencurigakan. Tubuhnya terus melompat naik ke atas
sebatang pohon yang berdaun rimbun. Dari atas matanya
mengawasi sebuah bangunan yang tidak begitu besar
dan terlihat cukup tua.
"Hm... Sepertinya apa yang digambarkan Guradi
memang tak berlebihan. Tak mungkin rasanya kalau
bangunan sekecil ini bisa menampung banyak orang.
Mungkin benar kalau di dalam bangunan ini cuma ada
Iblis Angkara Murka dan dua orang pembantunya yang
buta," gumam Panji sambil memperhatikan sekitar
bangunan dengan seksama. Dan ia tak melihat adanya
satu pun penjaga di tempat itu.
Setelah menunggu beberapa saat dan keadaan di
sekitar bangunan tetap tak ada perubahan, Pendekar
Naga Putih melompat turun dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya agar tak menimbulkan suara
saat menjejak tanah. Kemudian tubuhnya menyelinap
ke bagian samping bangunan. Namun sebelum tangannya menyentuh daun pintu, Panji
melayang naik ke
atas atap. Karena telinganya menangkap ada suara
langkah kaki menuju pintu itu.
Pendengaran Panji memang tak salah. Karena sesaat kemudian pintu terkuak dan
muncullah se-sosok
tubuh ramping yang memiliki paras cantik jelita. Gadis
cantik berpakaian serba hijau itu membuat se-pasang
mata Panji membelalak lebar, bagaikan melihat hantu
di siang bolong! Karena sosok perempuan muda yang
bagaikan bidadari itu tak lain.... Kenanga!
Meskipun jelas-jelas matanya melihat bahwa yang
keluar dari samping bangunan ternyata Kenanga, Panji
tidak ingin langsung percaya begitu saja. Matanya
tampak mengerjap-ngerjapkan seolah ingin meyakinkan penglihatannya. Tetap saja
sosok itu tidak berubah. Dengan hati diliputi ketidakmengertian, bagaimana
Kenanga bisa berada di tempat itu, Panji memutuskan untuk turun dan menemui
kekasihnya. Saat tubuh Panji meluncur turun dari atap, Kenanga terlihat agak kaget, dan
mundur empat langkah.
Namun, begitu melihat bahwa yang datang ternyata
Panji, senyumnya mengembang. Wajah gadis itu berseri-seri.
"Kakang..."!" seru Kenanga antara kaget, heran, dan
juga gembira. Kakinya bergegas melangkah mendekati
Panji. Dara jelita itu berhenti satu langkah di hadapan
kekasihnya. Sepasang matanya yang indah menatap
wajah Pendekar Naga Putih. Kelihatannya Kenanga
sangat rindu kepada sang Kekasih.
"Kenanga, bagaimana kau bisa berada di tempat
ini" Tahukah kau siapa yang menghuni bangunan
ini?" Tanya Panji menyambut uluran tangan kekasihnya.
"Dari keterangan-keterangan yang kukumpulkan
selama mengadakan penyelidikan, akhirnya membawaku ke tempat ini. Karena Iblis
Angkara Murka, yang
menjadi biang keladi dari semua kekacauan, tinggal di
atas puncak bukit ini. Tapi, bangunan ini ternyata kosong, tak berpenghuni! Aku
sudah memeriksanya
sampai beberapa kali...," jawab Kenanga tanpa melepaskan pandangannya dari wajah
Panji. Mendengar jawaban itu, Panji menghela napas sesaat Kemudian memalingkan wajahnya
memperhatikan tempat itu. Tiba-tiba saja Panji berpaling dan
kembali menatap wajah kekasihnya. Kemudian bergerak mundur karena merasakan
adanya kelainan pada
diri Kenanga. Biasanya setiap kali berpegangan tangan, jemari Kenanga tak pernah
berhenti bergerak, selalu mengelus manja. Namun, Kenanga yang se-karang
ada di hadapannya sama sekali tak melakukannya.
Padahal, apa yang setiap kali dilakukan Kenanga merupakan kebiasaan. Mustahil
kalau Kenanga sampai
lupa terhadap kebiasaannya sendiri. Ingatan ini membuat pemuda itu melepaskan
pegangannya dan berge-
rak mundur dengan tatapan curiga.
Rupanya Kenanga merasakan kecurigaan itu sebelum Pendekar Naga Putih melepaskan
tangannya. Dan ketika Panji melepaskan pegangan tangannya kemudian bergerak mundur, Kenanga
segera melompat
maju sambil melancarkan dua buah pukulan hebat!
"Hahhh..."!"
Melihat Kenanga menerjang dengan dua buah pukulan yang mendatangkan angin
berkesiutan, Pendekar Naga Putih kaget bukan main. Namun jarak antara
mereka saat itu terlalu dekat. Selain itu, dirinya dalam
keadaan tidak siap, meskipun tadi terlintas di hatinya
rasa curiga. Akan tetapi tak sampai sejauh itu, bahwa
kekasihnya akan melancarkan serangan. Sehingga,
meski pukulan pertama sempat ditangkis, pukulan susulan telak menghantam
dadanya. "Hiaa...!"
Bukkk! "Hukkhhh!"
Pendekar Naga Putih terbatuk karena pernapasannya terhambat ketika pukulan itu
bersarang di dada.
Tubuhnya terlempar sejauh satu tombak lebih, kemudian terhempas keras di tanah.
"Kenanga...! Apa..., mengapa...?" desis Panji tak
mengerti, sambil bergerak bangkit memegangi dadanya
yang serasa remuk.
Hatinya merasa heran ketika merasakan betapa
kuat tenaga sakti yang dimiliki Kenanga. Dari pukulan
yang mengenai dadanya, Panji dapat mengukur bahwa
tenaga dalam yang digunakan Kenanga sangat tinggi.
Tentu saja pemuda itu tak percaya kalau dalam waktu
yang sesingkat itu, selama mereka berpisah, Kenanga
bisa mencapai kemajuan yang luar biasa. Baginya itu
tidak masuk akal!
Melihat Kenanga bergerak menghampiri dengan
langkah agak lambat dan raut wajah tenang, masih
tersenyum, Panji merasa bingung. Hatinya yakin kalau
gadis itu bukan samaran orang lain. Sebab, mana
mungkin bisa benar-benar serupa. Dan kalaupun hal
itu perbuatan ilmu sihir, kekuatan mukjizat dalam tubuhnya pasti sudah bergerak
liar memberi tanda. Namun, Tenaga Sakti Inti Panas Bumi', nyatanya sama
sekali tak terpengaruh ilmu sihir.
Semakin tidak mengertilah Pendekar Naga Putih
menghadapi keadaan itu. Hingga dirinya terus bergerak mundur, takut kalau-kalau
Kenanga akan kembali melakukan serangan. Sebab, dirinya masih ragu
untuk menyerang wanita yang jelas-jelas Kenanga itu.
"Hiaaa...!"
Tiba-tiba Kenanga memekik keras. Tubuhnya melesat ke depan dengan kecepatan
tinggi. Sepasang tangannya berputaran laksana baling-baling dan melancarkan
pukulan keras dan beruntun.
"Kenanga..."!"
Panji berseru heran dan terkejut Serangkaian serangan hebat itu membuat Panji
harus melompat ke
sana kemari untuk mengelak. Namun serangan gadis
itu cepat bukan main. Sehingga....
Bukkk! Bukkk! "Aakkhh...!"
Tubuh Panji kembali terjungkal akibat dua buah
pukulan yang mengenai iga dan lambungnya. Namun
begitu terbanting jatuh, Panji melompat bangkit Kemudian menggeser langkah dan
melompat-lompat
mengelakkan serangan Kenanga yang masih berkelanjutan. Sementara itu gerakan
langkahnya terasa
semakin lambat karena luka dalam akibat pukulan tadi. Dari mulutnya tampak darah
segar tak henti-
hentinya mengalir, membuat pakaiannya ternoda. Sejauh itu Panji belum berani
membalas kecuali sesekali
terpaksa menangkis.
Meskipun saat itu harus memusatkan pikiran guna
menyelamatkan diri dari serangan-serangan yang dilancarkan Kenanga, tak urung
Panji sempat diliputi
keheranan besar. Karena kekuatan mukjizat 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' kembali menunjukkan keanehan. Biasanya tenaga gaib itu
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selalu bergerak menyebar apabila tubuh Pendekar Naga Putih mengalami luka. Kali
ini tenaga jelmaan 'Pedang Naga Langit' itu tak
menunjukkan kemukjizatannya. Ini yang membuat
Panji heran, hingga pikirannya tanpa sadar telah terpecah. Akibatnya, sebuah
tendangan keras membuat
tubuhnya terjungkal ke tanah. Panji bergegas melompat bangkit. Dan lagi-lagi
tubuhnya menjadi sasaran
dua buah pukulan telapak tangan yang jauh lebih
dahsyat daripada serangan-serangan sebelumnya.
"Heaa...!"
Plaakk! Buggg! "Huekh...!"
Kali ini Pendekar Naga Putih memuntahkan darah
segar. Tubuhnya yang terlempar membentur dinding
yang mengelilingi bangunan, hingga dinding yang sudah tua itu hancur berantakan.
Panji yang jatuh tertimpa reruntuhan, sudah tak ingat apa-apa lagi. Dirinya
pingsan akibat luka dalam yang parah.
Kenanga memperdengarkan suara tawa kemenangannya. Kemudian mengangkat tubuh
Panji, dan membawanya masuk ke dalam bangunan.
*** Panji tersadar dari pingsannya, dan mendapati dirinya terkurung dalam sebuah
ruangan gelap. Matanya
mulai mengerjap-ngerjap berusaha mengenali tempat
itu. Namun tetap saja ruangan itu gelap, kendati tidak
lagi sepekat semula. Ketika mencoba untuk bangkit,
dadanya terasa nyeri seperti tertusuk puluhan jarum
halus. Darah segar masih mengalir dari mulutnya.
Pendekar muda itu sadar bahwa dirinya mengalami luka dalam yang parah.
"Hhh...! Di manakah aku sekarang...?" gumam Panji
yang terpaksa merebahkan tubuh. Kemudian mencoba
mengatur jalan nafasnya perlahan-lahan.
Lama Panji diam tak bergerak dengan mata terpejam rapat Terbayang kejadian yang
baru saja dialami,
dan telah menyebabkan dirinya menderita luka dalam
sangat parah. Dalam keheningan, Panji mengingat-ingat kejadian
yang dialaminya. Namun tetap tak menemukan jawaban, mengapa Kenanga sampai tega
berbuat seperti
itu. Benarkah wanita itu Kenanga" Kalau benar, apa
yang telah terjadi dengan kekasihnya itu" Dan kalau
Kenanga yang melukainya karena pengaruh ilmu sihir,
mengapa Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'nya tak bekerja"
"Apakah 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi', sudah lenyap dari dalam tubuhku...?"
gumam Panji ketika teringat akan keanehan yang terjadi dengan kekuatan
mukjizatnya itu.
Karena merasa tak yakin kalau tenaga gaib itu hilang dari dalam tubuhnya,
Pendekar Naga Putih mulai
mencoba memusatkan pikirannya. Kemudian segera
dikerahkan kekuatan batinnya untuk membangkitkan
tenaga jelmaan Pedang Naga Langit itu. Dan ia mengalami keheranan untuk yang
kesekian kalinya. Kekuatan mukjizat itu seperti terbelenggu sesuatu. Panji
semakin keras memusatkan pikirannya. Hingga tubuh-
nya bergetar dan dibanjiri peluh. Karena untuk membebaskan kekuatan gaibnya dari
belenggu aneh itu
ternyata tidak mudah.
Setelah berjuang keras dan cukup lama. Perlahanlahan di sekujur tubuhnya mulai
muncul sinar keemasan yang samar-samar. Kian lama semakin menebal.
Hawa panas pun menyebar memenuhi ruangan itu,
yang seketika menjadi terang benderang. Dan tenaga
gaib itu langsung menunjukkan kemukjizatannya dengan membakar luka dalam tubuh
Pendekar Naga Putih.
"Aneh..."! Mengapa tenaga mukjizat ini seperti terbelenggu sesuatu" Bagaimana
mungkin hal itu sampai
terjadi tanpa aku merasakannya" Dan siapa pula yang
sanggup membuat kekuatan ini tak berdaya?" gumam
Panji sambil tetap berbaring, meskipun ia merasakan
bahwa luka dalamnya sudah sembuh. Itu diketahui
dari mulai meredanya rasa nyeri dalam dadanya saat
mengerahkan tenaga dalam dan mengalirkan ke seluruh tubuh.
Setelah tenaga mukjizatnya kembali dapat bekerja
sendiri seperti biasa, terbukalah mata Panji, mengapa
ketika menghadapi Kenanga tenaga itu tak bekerja.
Sekarang hatinya mulai meragukan keaslian Kenanga.
Bahkan mulai dapat menebak bahwa yang menyamar
sebagai Kenanga kemungkinan besar tokoh yang berjuluk Iblis Angkara Murka. Yang
masih belum ia mengerti, bagaimana tokoh itu dapat membuat tenaga
mukjizatnya tak berdaya. Sedangkan ia belum pernah
bertemu dengan biang keladi dari kekacauan yang terjadi di dunia persilatan
akhir-akhir ini.
"Selama dalam perjalanan cuma lelaki gemuk yang
mengaku bernama Guradi itu yang ada bersamaku.
Orang itu memang sangat mencurigakan, meskipun
memiliki jawaban yang masuk akal ketika kutanyakan.
Tapi, mungkinkah ia memiliki kepandaian yang sedemikian hebat sampai mampu
membelenggu tenaga
jelmaan Pedang Langit secara gaib" Mengapa aku tak
mengetahui atau merasakannya saat ia melakukan hal
itu. Rasanya tak mungkin! Pasti ada tokoh sakti yang
mengetahui cukup banyak tentang diriku, termasuk
tentang 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' yang sangat jarang kugunakan ini. Hm...,
aku harus dapat menemukan tokoh itu!"
Sesudah mengkaji semua apa yang dialaminya,
Panji bergerak bangkit. Lenyap sudah rasa nyeri yang
mengganggunya. Bahkan tenaganya telah pulih seluruhnya. Kini ia mulai
memperhatikan sekelilingnya
dengan mengerahkan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi
untuk menerangi ruangan itu. Kaget juga hati pendekar muda itu ketika mengetahui
bahwa dinding kamar
itu terbuat dari batu besi, yang kekuatannya melebihi
baja pilihan. Jelas, orang yang menawannya dan menyamar sebagai Kenanga,
mengetahui banyak tentang
dirinya. Buktinya ia ditahan dalam ruangan yang kokoh dan sulit untuk dapat
keluar dari tempat itu.
"Aku akan mencoba menjebolnya dengan tenaga
gabunganku...," gumam Panji mengambil keputusan.
Pendekar Naga Putih kemudian berjalan mengitari
ruangan itu sambil mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya pada keempat dinding
yang mengurung ruangan itu. Ia menemukan bahwa salah satu dinding ternyata tidak
setebal tiga dinding lainnya. Tubuhnya segera bergerak mundur setelah menemukan
sasaran pukulannya. Dengan tubuh berdiri tegak, Pendekar Naga Putih
menatap tajam dinding yang hendak dijebol dengan
pukulan tenaga gabungannya. Setelah tubuhnya dila-
pisi dua macam sinar yang berlainan warna, Panji berteriak keras dan merendahkan
kuda-kudanya sambil
mendorong ke depan dengan kedua telapak tangannya.
"Heaaa...!"
Glamr...!"
Ledakan keras laksana letusan gunung berapi terdengar saat sinar putih keperakan
dan kuning keemasan meluncur dan menghantam dinding batu besi itu.
Dinding itu jebol menjadi serpihan yang menyebar ke
seluruh ruangan. Tanah di dalam ruangan itu pun
berguncang untuk sesaat Kepulan debu pasir yang
memenuhi ruangan itu, membuat suasana semakin
pekat. Pendekar Naga Putih masih berdiri tegak dengan
kedua kaki terpentang. Dikibas-kibaskannya kedua
tangannya mengusir kepulan debu itu. Kemudian bergerak menghampiri dinding yang
baru saja dijebolnya.
Meskipun hanya dengan menggunakan rabaan tangan,
dirinya tahu kalau usaha itu berhasil baik. Karena pada dinding itu telah
tercipta sebuah lubang yang cukup besar. Tanpa ragu-ragu lagi, Panji segera
menerobos keluar.
Begitu tiba di luar ruangan, Panji menemukan sebuah lorong panjang, mirip
ruangan sebuah goa. Hal
itu membuat Panji termenung beberapa saat Kemudian
memperhatikan ke depan dan menoleh ke belakang,
mereka-reka arah mana yang akan membawanya keluar dari tempat itu.
Akhirnya Panji memutuskan untuk mengambil jalan
melalui lorong yang ke depan. Perlahan-lahan pemuda
berjubah putih itu melangkah sambil mengerahkan
kewaspadaannya. Sebab ia belum mengetahui apakah
di tempat itu tidak ada bahaya yang mungkin mengintainya. Hatinya mulai tenang
setelah agak lama berja-
lan, tak satu pun halangan yang dijumpainya. Hanya
yang membuatnya heran, lorong itu seperti tidak berujung. Hingga Panji
menghentikan langkah-nya ketika
lorong pada bagian itu agak lebar. Bahkan matanya
melihat ada sebuah batu berbentuk persegi, yang permukaannya tidak terlalu
kasar, mirip sejenis altar.
Anehnya, bagian bawah batu itu tidak seluruhnya menyentuh dasar. Tampaknya batu
itu bertumpu tepat di
bagian tengahnya pada batu lain, yang berbentuk bulat. Melihat kedudukan batu,
Panji mengerutkan kening, berpikir keras.
Setelah meneliti beberapa lama, akhirnya Panji
mencoba mendorong salah satu bagian dari batu yang
bentuknya bisa dibilang seperti timbangan. Dikerahkan tenaga dalamnya untuk
disalurkan ke telapak
tangan. Grrrkkkhhh...! Baru bergerak. Terdengar suara bergemuruh yang
mengiringi bergesernya dinding goa di samping kanan
Panji. Sinar matahari yang menerobos masuk, membuat wajah Panji semakin cerah.
Cepat ia melepaskan
tangannya dan melesat keluar dari lorong goa itu. Begitu tiba di luar, dinding
goa itu kembali menutup dengan sendirinya.
"Hm.... Rupanya aku dikurung dalam perut bukit..,"
gumam Panji sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Saat itu dirinya
memang berada di sebelah timur kaki Bukit Jajaran.
Setelah dapat memastikan arah di mana ia berdiri,
Panji meninggalkan tempat itu dengan setengah berlari. Ia hendak mencari tempat
yang dilaluinya untuk
mencapai puncak bukit itu.
Namun, tiba-tiba dihentikan langkahnya. Dan termenung sesaat.
"Tidak mungkin Iblis Angkara Murka menahanku
tanpa sebab. Dan sekarang ia pasti sudah tak berada
di atas puncak bukit ini. Entah berapa lama aku terkurung di tempat tahanan
itu...," setelah berpikir sesaat, akhirnya Panji memutuskan untuk meninggalkan
tempat itu. Ia hendak mencari tahu suasana dunia
persilatan saat ini.
*** 6 "Kisanak harap berhenti dulu...!"
Panji yang tengah melakukan perjalanan dengan setengah berlari itu segera
berhenti. Kemudian memalingkan wajah menatap serombongan kecil yang tampak
memandangnya dengan sinar mata penuh kebencian. Sikap mereka pun terlihat tidak
ramah. Sehingga,
Panji menjadi heran dibuatnya.
"Akukah yang kau maksud, Orang Tua...?" Tanya
Panji dengan nada sopan. Sambil bertanya, ia memperhatikan orang tua gagah
berusia sekitar enam puluh lima tahun. Di belakang lelaki tua itu berdiri tujuh
orang lainnya, yang rata-rata bersikap gagah.
"Maaf kalau perjalananmu terganggu, Kisanak! Aku
hanya ingin memastikan apakah kau yang berjuluk
Pendekar Naga Putih" Harap kau jawab sejujurnya!
Karena aku tak ingin kesalahan tangan membunuh
orang lain...," Tanya lelaki itu yang kelihatan jelas tengah menahan kemarahan
di hatinya. "Benar, orang-orang menyebutku sebagai Pendekar
Naga Putih. Tapi, aku tak mengerti dengan ucapanmu
yang takut kesalahan tangan membunuh orang. Dapatkah kau memberi penjelasan
kepadaku, Orang
Tua?" Tanya Panji setelah memberikan jawaban sejujurnya kepada lelaki tua itu.
Dan perasaannya semakin tak karuan melihat sikap orang-orang itu, yang jelas
memperlihatkan sikap permusuhan. Padahal seingatnya baru kali ini berjumpa
dengan mereka. "Hm.... Kalau begitu kau harus mempertanggungjawabkan segala tindakanmu
belakangan ini, Pendekar
Naga Putih! Kami minta agar kau menyerah secara
baik-baik! Karena kami masih enggan untuk melakukan kekerasan, mengingat jasamu
dalam menegakkan
keadilan sudah cukup banyak...," ujar orang tua itu
lagi tanpa mempedulikan pertanyaan Panji.
"Ada apa sebenarnya dengan diriku" Dan apa yang
telah kulakukan terhadap kau ataupun kawankawanmu, Orang Tua" Bertemu kalian pun
aku baru kali ini. Harap kau jelaskan agar aku tak menjadi penasaran!" pinta Panji yang
merasa agak jengkel mendengar perkataan lelaki tua itu, tanpa memberi penjelasan
mengenai apa yang sudah diperbuatnya.
"Hm.... Coba kau jawab pertanyaanku, Pendekar
Naga Putih! Kenalkah kau dengan seorang gadis yang
bernama Wahyuni" Apa yang telah kau perbuat terhadap adik seperguruan kami itu?"
Salah satu dari tujuh orang lelaki gagah yang berdiri di belakang orang tua itu
tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang mengejutkan!
"Wahyuni...?" gumam Panji, langsung teringat pada
gadis manis berpakaian biru tua, yang pernah diselamatkannya dari perbuatan
kotor Malaikat Kerdil. "Ya,
aku mengenalnya. Apa yang telah terjadi dengannya...?"
"Nah, Guru sudah dengar sendiri, bukan" Dan lihatlah, betapa pemuda laknat ini
masih pura-pura
bertanya tentang apa yang telah terjadi dengan Adik
Wahyuni! Dasar iblis keji! Penghinaan ini hanya dapat
kau cuci dengan darahmu! Haaattt..!"
Lelaki gagah berkumis tipis itu seperti sudah tak
sanggup menahan kemarahannya. Tubuhnya melesat
maju dengan pedang terhunus!
Bweett! Beweett!
"Hei, tunggu...!"
Panji yang kaget bukan main, cepat menarik tubuhnya ke belakang menghindari
sambaran pedang
yang cepat dan kuat itu. Hatinya benar-benar penasaran melihat betapa lelaki itu
tak mempedulikan pertanyaannya, bahkan langsung menyerang dengan ganas.
Lelaki gagah berkumis tipis itu tetap tak mempedulikan seruan Panji. Pedangnya
terus berkelebat dan
menyambar-nyambar mencari sasaran.
Melihat lelaki itu menyerang dengan sungguhsungguh dan menginginkan kematiannya,
Panji menjadi gusar. Ketika pada jurus kedelapan, pedang lawan
meluncur dan mengancam batang lehernya, Pendekar
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Naga Putih langsung mengangkat tangan dan melancarkan totokan kilat ke
pergelangan tangan.
Tuk! "Aaakh...!"
Totokan Panji tepat mengenai sasaran. Lelaki gagah
itu terpekik kesakitan. Pedangnya terlepas dari genggaman. Sedangkan tangan
kanannya telah tergantung
lumpuh. Sementara Panji dengan cepat melompat
mundur. Karena dirinya memang tak ingin bertarung
dengan lelaki gagah itu atau pun dengan yang lainnya.
Tapi.... "Bangsat..!" '
Seorang lagi mengeluarkan bentakan, dan langsung
merangsek dengan sepasang pedang pendeknya. Pendekar Naga Putih terpaksa
melompat mundur meng-
hindari sambaran sepasang mata pedang itu.
"Serang...!"
"Haaattt..!"
"Heaaat...!"
Lima orang lainnya tak tinggal diam. Melihat saudaranya sudah bertempur dengan
Pendekar Naga Putih,
mereka pun segera membantu. Kini Panji menghadapi
keroyokan enam lelaki gagah itu, hingga terpaksa
menggunakan kelincahan tubuhnya untuk mengelakkan sambaran pedang lawan.
"Jangan kalian memaksa aku untuk berbuat kasar!
Jelaskanlah duduk persoalannya! Apa sebenarnya
yang sudah terjadi dengan Wahyuni?"
Sambil berkelebatan mengelak dari sambaran ketujuh bilah pedang pengeroyoknya,
Panji meminta penjelasan.
Tapi ketujuh orang itu sama sekali tak peduli seruan Pendekar Naga Putih. Bahkan
mereka semakin memperhebat serangan, membuat kesabaran Panji
mulai terkikis.
"Baiklah kalau kalian memang menghendakinya...!"
desis Panji, langsung mengibaskan tangannya ke kiri
dan kanan, memapaki sambaran dua bilah pedang
yang mengancam tubuhnya. Ketika kedua orang lawannya terhuyung akibat
tangkisannya, Panji sudah
mengirimkan hantaman telapak tangan kepada kedua
orang itu. "Kau benar-benar sudah melewati batas, Pendekar
Naga Putih...!"
Lelaki tua yang sejak tadi hanya berdiri menyaksikan, merasa marah melihat kedua
orang muridnya terkena pukulan Pendekar Naga Putih. Orang tua itu
tampaknya tak bisa terima atas perbuatan Panji, yang
merobohkan dua orang muridnya. Ia pun segera terjun
ke arena ikut mengeroyok Pendekar Naga Putih.
"Orang tua, kau benar-benar membuat aku penasaran! Mengapa kau tak mau
menjelaskan duduk persoalannya kepadaku?" seru Panji sambil berkelit dari
sambaran cakar elang lelaki tua itu. Dan terus melompat cepat ketika lelaki tua
itu melanjutkan serangannya yang bertubi-tubi.
"Heaaa...!"
Plak! Plak! Karena orang tua itu tak mau menjelaskan dan terus mendesaknya dengan serangan-
serangan gencar,
Panji menjadi jengkel dan menyambut serangan itu
dengan tamparannya. Akibatnya tubuh orang tua itu
terdorong mundur. Rupanya Panji mengerahkan sebagian tenaganya sewaktu
menangkis. "Kau memperkosa muridku yang malang itu secara
keji! Setelah puas menikmati tubuhnya, kau berikan
dia kepada segerombolan perampok, hingga Wahyuni
bunuh diri, tak sanggup menahan penderitaan yang
memang terlalu berat baginya. Sekarang kami menghendaki nyawamu agar ia tenang
di alam baka!"
Lelaki tua yang mengaku sebagai guru Wahyuni itu
akhirnya membeberkan apa yang telah dilakukan Panji
terhadap murid perempuannya. Setelah berkata demikian, ia kembali melanjutkan
serangan. Ucapan lelaki tua itu laksana ledakan petir di telinga Panji. Hingga pemuda itu
terpaku bagaikan orang
hilang ingatan. Berita itu terlalu mengejutkan baginya.
Tahulah dirinya sekarang, mengapa Iblis Angkara
Murka tak langsung membunuhnya. Panji langsung
dapat menduga kalau semua itu hasil perbuatan Iblis
Angkara Murka. Dedengkot tokoh sesat itu pasti telah
mengelabui Wahyuni dengan menyamar sebagai dirinya, seperti ketika ia dikelabui
iblis itu yang menya-
mar sebagai Kenanga. Namun Panji tak mengerti bagaimana tokoh sesat itu sampai
mengetahui kalau dirinya dan Wahyuni pernah berjumpa dan saling memperkenalkan
nama satu sama lain.
"Biadaaab...!"
Lelaki tua dan murid-muridnya yang saat itu serangannya sudah tiba dekat tubuh
Panji, langsung tersentak kaget ketika mendengar teriakan meng-guntur.
Bahkan saking dahsyatnya tenaga teriakan Panji,
enam orang lelaki gagah yang mengeroyoknya terjungkal mencium tanah. Mereka
menekap telinga dengan
kedua tangan. Rupanya teriakan Panji membuat telinga mereka seperti ditusuk-
tusuk. Sementara itu, lelaki tua berjenggot pendek, guru
dari tujuh orang lelaki gagah itu, tampak terhuyung
mundur dengan wajah pucat. Tampak dirinya memiliki
tenaga dalam yang lebih kuat daripada muridmuridnya. Sehingga, tidak sampai
terbanting akibat teriakan menggelegar Pendekar Naga Putih.
Setelah mengetahui latar belakang kemarahan dan
kebencian orang-orang gagah itu, Panji tidak bisa menyalahkan mereka. Tubuhnya
langsung melesat meninggalkan tempat itu. Sebelum bayangannya lenyap,
terdengar suara yang ditujukan kepada delapan orang
guru dan murid itu.
"Kelak aku akan datang dengan membawa manusia
laknat yang telah memperkosa Wahyuni...!"
Kesembilan tokoh persilatan ini hanya bisa membanting kaki ke tanah, melihat
sosok Panji sudah lenyap di kejauhan. Mereka tetap menuduh pendekar
muda itu yang telah memperkosa Wahyuni, dan akan
mencari untuk mengadu nyawa dengan Panji. Karena
apa yang mereka tuduhkan kepada Pendekar Naga Putih, merupakan pengakuan Wahyuni
sebelum bunuh diri dengan menusuk perutnya. Bahkan sebelum
menghembuskan napas terakhir gadis itu berpesan
agar kakak-kakak seperguruannya, dan juga gurunya
sudi membalaskan penghinaan itu dengan membunuh
Pendekar Naga Putih.
*** Panji duduk termenung menatap wajah sang Dewi
Malam yang bersembunyi di balik awan kelabu. Wajah
muramnya terkadang berubah kelam menandakan betapa kacau perasaannya saat itu.
Bukan hanya guru
dan saudara-saudara seperguruan Wahyuni yang memusuhinya. Banyak lagi tokoh
persilatan yang menuntut kematiannya. Dirinya dituduh sebagai penjahat keji,
yang telah mengakibatkan kematian beberapa tokoh-tokoh persilatan, juga
melakukan perkosaan terhadap anak-istri orang. Tentu saja pemuda itu tahu
kalau semuanya perbuatan Iblis Angkara Murka yang
hendak menghancurkan nama dan kehidupannya. Sehingga, gerak Pendekar Naga Putih
menjadi sempit.
Kini dirinya tak pernah berani muncul di tempat keramaian. Perhatian tokoh-tokoh
persilatan telah beralih kepadanya. Dialah sekarang yang dicari-cari, dan
bukan Iblis Angkara Murka!
Tiba-tiba saja lamunan Panji buyar. Telinganya menangkap adanya suara langkah
ringan yang menuju
tempat itu. Dengan cepat tubuhnya bangkit lalu bersembunyi di balik sebatang
pohon untuk melihat siapa
pemilik suara langkah kaki yang ringan itu.
Tidak lama kemudian, orang yang ditunggu- tunggu
pun muncul. Namun matanya belum dapat melihat
wajah orang itu dengan jelas. Hanya bisa memastikan
bahwa yang datang seorang wanita, karena bentuk tubuhnya ramping.
Sosok tubuh ramping itu memang benar milik seorang wanita. Kini berada dekat
dengan tempat Panji
melewatkan malam, yang diterangi api unggun. Panji
tersentak kaget, ketika sinar api unggun menerangi
wajah wanita yang ternyata Kenanga, kekasihnya.
Meskipun sudah melihat jelas bahwa yang datang itu
Kenanga, Panji masih belum mau menampakkan diri.
Ingatan tentang peristiwa yang terjadi di puncak Bukit
Jajaran, membuatnya tak mempercayai kalau wanita
itu benar-benar Kenanga.
Diam-diam Panji mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti
Panas Bumi'. Hatinya merasa lega ketika tenaga itu
bergerak, membentuk lapisan sinar keemasan yang
menyelimuti tubuhnya. Ketika tak merasakan adanya
keanehan pada tenaga mukjizat yang dikerahkannya,
Panji mulai yakin bahwa yang dilihatnya itu benarbenar Kenanga, kekasihnya.
Keyakinan ini membuat
Panji bergerak keluar dari persembunyiannya. Gerakannya sengaja dibuat
menimbulkan suara agar Kenanga mendengarnya. Kemudian melangkah perlahan-lahan
mendekati api unggun.
"Kakang..., kaukah itu..."!" seruan Kenanga bernada ragu. Dan dara jelita ini
masih tetap berdiri di
tempatnya, tidak langsung menyambut kemunculan
Panji. "Kenanga...," panggil Panji penuh kerinduan. Karena di saat tengah menghadapi
masalah berat itu, Panji
benar-benar membutuhkan tempat untuk berbicara.
Kakinya melangkah perlahan menghampiri Kenanga.
Kenanga sendiri langsung berlari ketika mendengar
panggilan Panji. Hatinya sudah betul-betul yakin kalau
pemuda itu Pendekar Naga Putih, kekasihnya. Maka,
tanpa ragu-ragu lagi, Kenanga segera menghambur ke
dalam pelukan Panji.
"Hati-hati, Kenanga! Aku seorang pembunuh dan
pemerkosa yang tengah dicari-cari tokoh-tokoh persilatan," ujar Panji menggoda
dan mengetatkan pelukannya.
"Aku tak takut, Kakang. Bahkan aku akan pasrah
jika memang kau ingin melakukannya," tukas Kenanga
balas menggoda kekasihnya. Karena ia tahu siapa dan
bagaimana kekasihnya itu. Kenanga yakin tak mungkin Panji melakukan apa yang
dituduhkan tokoh-tokoh
persilatan. Panji tertawa perlahan demi mendengar jawaban
kekasihnya. Namun ia masih tak mau kalah. Tantangan Kenanga disambutnya.
Tangannya mulai meraba hendak mencopot pakaian dara jelita itu. Ketika
Kenanga memang benar-benar pasrah, dan malah menatapnya dengan bibir mengulum
senyum, Panji menghentikan perbuatannya. Kepasrahan Kenanga
membuat ia yakin kalau Kenanga masih menaruh kepercayaan kepadanya.
"Mengapa tak dilanjutkan, Kakang...?" tantang Kenanga lagi, mencibirkan bibirnya
yang memang menggemaskan itu. Panji benar-benar gemas. Dikecupnya
bibir indah itu sampai agak lama, membuat keduanya
terengah. "Aku tak tahu bagaimana cara meyakinkan tokohtokoh persilatan yang mengejar-
ngejar diriku, Kenanga...," ujar Panji ketika mereka berdua sudah duduk di
dekat api unggun, dan saling bertatapan mata.
"Aku mengerti kesulitanmu, Kakang. Aku tahu, kau
tak melakukan itu. Tapi kau tak perlu berkecil hati.
Masih cukup banyak tokoh persilatan yang menaruh
kepercayaan terhadapmu...," Kenanga mencoba membesarkan hati kekasihnya.
"Betulkah itu..."!"
"Ya. Dan aku mengajak mereka untuk mencarimu.
Jadi bukan karena suatu kebetulan aku berada di hutan ini. Aku memang sedang
mencarimu. Sebab aku
tahu kau pasti sedang susah, Kakang. Ketika melihat
ada nyala api unggun di tempat ini, aku berharap
bahwa yang berada di tempat ini Pendekar Naga Putih.
Dan ternyata harapanku terkabul," ujar Kenanga seraya tersenyum.
"Bagaimana dengan tokoh-tokoh persilatan yang
masih percaya denganku" Apakah aku dapat berjumpa
dengan mereka" Rasanya sekarang ini aku sangat
membutuhkan bantuan mereka untuk meyakinkan
orang-orang yang menuduhku."
"Tidak sulit untuk menemui mereka. Seperti yang
kukatakan tadi, aku mencarimu bersama-sama dengan mereka. Mereka pun bermalam di
hutan ini, tidak
seberapa jauh dari tempat kita berada. Tapi besok saja
kita temui mereka. Malam ini aku ingin melewatkan
malam berdua denganmu, Kakang. Entah seperti apa
indahnya menikmati malam pengantin di dalam hutan
yang lebat dan sunyi seperti ini...?"
Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan disertai lirikan manja, Kenanga
merebahkan tubuhnya di
atas pangkuan sang Kekasih.
Panji hanya tertawa perlahan. Dibelainya rambut
dara jelita itu dengan penuh kasih. Dibiarkan Kenanga
tertidur di pangkuannya. Ia sendiri bersandar pada batang pohon.
*** 7 "Jangan berkecil hati, Pendekar Naga Putih! Kami
semua yang berada di sini masih mempercayai kebersihan hatimu. Dan kita bersama-
sama akan menumpas segala kekacauan yang didalangi Iblis Angkara
Murka itu...," ujar seorang lelaki bertubuh sedang, ketika pagi hari itu Kenanga
membawa Panji ke tempat
tokoh-tokoh persilatan yang tahu kalau Pendekar Naga
Putih telah menjadi korban fitnah.
Panji merasa lega mendapati kenyataan bahwa tokoh-tokoh yang masih menaruh
kepercayaan itu ternyata para pendekar ternama. Selain Pendekar Pedang
Mustika, yang pertama kali menyalaminya, juga terdapat dua orang tokoh golongan
atas, yang mengenal
siapa adanya Iblis Angkara Murka itu. Bahkan tahu
pula kalau dedengkot kaum sesat itu memiliki ilmu sihir yang hebat. Mereka yakin
bahwa yang menyamar
sebagai Pendekar Naga Putih dan melakukan serangkaian kejahatan pasti Iblis
Angkara Murka. Dengan ilmu sihirnya yang tinggi, tidak sulit bagi tokoh itu
untuk mengubah bentuk sekehendak hati.
"Aku pun pernah tertipu sewaktu mendatangi tempat kediamannya di puncak Bukit
Jajaran. Tokoh iblis
itu menyamar sebagai Kenanga, hingga aku dapat dilukainya. Aku bahkan sempat
ditawan di dalam goa
yang berada di perut bukit itu...," jelas Panji menceritakan pengalaman pahitnya
dalam upaya untuk
menghentikan perbuatan jahat Iblis Angkara Murka
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Mendengar cerita Pendekar Naga Putih, salah seorang tokoh mengusulkan untuk
mencoba mendatangi
Bukit Jajaran lagi. Karena menurutnya ada kemungkinan Iblis Angkara Murka
mempunyai tempat rahasia di
bukit itu. Para tokoh persilatan yang jumlahnya sekitar sembilan orang itu, saling bertukar
pandang sesaat. Seolah
mereka saling bertanya, apa ada usul dari yang lainnya. Ketika masing-masing
mengangkat bahu, keputusan pun jatuh untuk menyatroni Bukit Jajaran.
Setelah mendapat kata sepakat, rombongan kecil ini
pun bergerak menuju Bukit Jajaran. Tentu saja bagi
orang-orang berkepandaian tinggi seperti mereka, dapat melakukan perjalanan
dengan cepat. Beda dengan
orang-orang biasa. Menjelang tengah hari, Bukit Jajaran sudah tampak, kendati
Cuma berupa gundukan
hitam yang samar di kejauhan.
*** "Aku merasakan adanya bahaya di sekeliling kita...!"
Tiba-tiba saja Panji berbisik sewaktu mereka hendak menyeberangi sebuah aliran
sungai selebar satu
setengah tombak.
"Hm.... Aku pun merasakannya...," timpal Pendekar
Pedang Mustika, sambil mengedarkan pandangan ke
sekeliling tempat itu, seperti yang juga dilakukan tokoh-tokoh lainnya. Tiba-
tiba.... Syuuttt! Syuuttt! Syuuuttt..!
Para tokoh persilatan itu serentak menolehkan kepala melihat benda-benda bulat
sebesar kelereng yang
meluncur ke tempat mereka berdiri.
"Awas senjata peledak...!"
Panji yang sudah pernah mendapat serangan dari
senjata seperti yang kali ini dilihatnya, langsung memperingatkan kawan-
kawannya. Dan Panji sudah melesat ke udara sambil mengulurkan kedua tangan-nya
untuk menangkap dua butir senjata peledak itu.
Pendekar Pedang Mustika, Kenanga, dan tokoh-
tokoh yang lainnya tersentak kaget melihat perbuatan
nekat yang dilakukan Pendekar Naga Putih. Karena
apa yang dilakukan Panji memang sangat berbahaya.
Mungkin bisa membuat pemuda itu tewas bila senjatasenjata yang hendak
ditangkapnya meledak saat tersentuh tangan.
Namun Panji sudah memperhitungkan perbuatannya. Senjata seperti itu sudah pernah
dihadapinya, sewaktu menyelamatkan Wahyuni dari perkosaan. Dirinya tahu bagaimana cara kerja
benda-benda mengerikan itu. Senjata itu akan meledak apabila menyentuh
sesuatu yang keras. Sedangkan Panji sudah mengatur
tenaga saktinya sedemikian rupa. Sehingga, selain kedua telapak tangannya
mengeluarkan tenaga menyedot, saat benda itu hampir mengenai telapak tangannya,
Panji mengikuti tenaga lontaran benda itu. Sehingga, senjata-senjata maut itu
dapat diterima dengan kedua telapak tangannya yang lunak. Akhirnya
benda kecil yang bisa menimbulkan akibat mengerikan
itu seolah jatuh ke dalam air yang dalam.
"Nih, kukembalikan senjata kalian...!"
Begitu kedua senjata peledak itu tertangkap, Panji
langsung melemparkannya ke tempat asal senjata itu
datang. Dan....
Syuit! Syuiiit..!
Glarrr! Glarrr...!
"Aaakh...!"
Senjata yang melayang dengan kecepatan dua kali
lipat itu, langsung meledak! Jeritan-jeritan kematian
terdengar seiring terpentalnya beberapa sosok di balik
semak-semak dengan anggota tubuh terpisah. Sungguh mengerikan akibat senjata
maut itu. Panji dan
kawan-kawannya sampai menggeleng kepala melihat
betapa tubuh yang terkena senjata itu bisa hancur be-
rantakan. "Serbuuu...!"
"Seraaang...!"
Sesaat setelah ledakan keras itu terjadi, terdengar
suara teriakan riuh dari tepian sungai sebelah kanan.
Disusul kemudian dengan berlompatan puluhan lelaki
bertampang bengis yang langsung mengayunkan pedang.
Para penyerang itu dipimpin seorang tokoh bertubuh kurus kering, seperti
tengkorak hidup. Melihat
tokoh ini Panji ingat pernah berjumpa sewaktu di Desa
Palang. Panji pun ingat bahwa tokoh itu berjuluk Setan
Penasaran, yang merupakan salah satu gembong
kaum sesat. Panji segera dapat menduga kalau tokoh seperti
tengkorak hidup itu telah bergabung menjadi pengikut
Iblis Angkara Murka. Tubuhnya langsung melesat
mendekati. "Hua ha ha...! Rupanya kau masih juga berkeliaran,
Pendekar Naga Putih! Sudah puaskah kau membunuhi
dan memperkosa orang?" tegur Setan Penasaran sengaja hendak menyakiti hati
Pendekar Naga Putih.
Setan Penasaran salah besar kalau menganggap
ucapannya dapat memukul jiwa Panji. Sebaliknya,
Panji marah bukan main. Karena ucapan itu berarti
Setan Penasaran ikut terlibat dalam melemparkan fitnah kepadanya. Tiba-tiba
Panji menggereng laksana
harimau terluka. Dengan cepat tubuhnya melesat menerjang dengan serangkaian
serangan yang mematikan!
Beettt! Setan Penasaran menyambut serangan Pendekar
Naga Putih dengan sambaran tongkatnya. Tokoh sesat
ini memang punya dendam pribadi terhadap Panji, ka-
rena telah menewaskan murid satu-satunya yang sangat disayang. Itu sebabnya
langsung menyambut ganas
ketika Pendekar Naga Putih melancarkan serangan kepadanya.
Plakkk! Karena dalam keadaan marah Panji mengerahkan
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan', menghantam tongkat
dengan tamparan tangan kirinya. Sehingga, tongkat
lawan menyeleweng. Tubuh Setan Penasaran terdorong
dan terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang.
Wueett! Tangan kanan Panji yang membentuk cakar naga
melesat menyusuli tamparan. Setan Penasaran kaget,
namun sempat melemparkan tubuhnya, lalu berjumpalitan beberapa kali dalam upaya
menyelamatkan diri dari serangan dahsyat itu.
"Yeaaa...!"
Teriakan keras Panji mengiringi serangan susulan,
memburu tubuh Setan Penasaran dengan pukulan berantai. Sambaran kedua tangannya
yang membentuk cakar naga datang susul-menyusul diiringi hawa sedingin es, yang membuat Setan
Penasaran kalang kabut.
Tokoh sesat yang bentuknya seperti tengkorak hidup itu melompat ke belakang
mengelakkan sambaran
cakar naga Panji. Terdengar bentakan geram sambil
memutar tongkatnya dengan sekuat tenaga. Putaran
tongkatnya yang menimbulkan angin puting beliung
itu memang sangat cepat. Hingga mampu membendung serangan-serangan Pendekar Naga
Putih. Sebentar saja pertarungan kedua tokoh itu berjalan sengit
dan mengiriskan.
Sementara itu, Kenanga tampak tengah menghadapi
keroyokan belasan orang lawan. Namun dara jelita itu
sama sekali tak merasa gentar. Pedang Sinar Bulan di
tangan kanannya terus berkelebat disertai suara mengaung bagaikan ratusan lebah
marah. Belasan lelaki berwajah bengis yang mengeroyok
Kenanga juga ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Sehingga tak mudah
bagi dara bergaun hijau itu merobohkan lawan dalam waktu singkat Terlebih
belasan orang itu kelihatannya sudah terlatih baik.
Terbukti mereka dapat bekerja sama dan saling bantu
satu sama lain. Jika ada seorang kawannya terancam
pedang Kenanga, empat orang di kiri dan kanan berlompatan melindungi. Membuat
belasan orang itu merupakan satu barisan yang tangguh dan berbahaya.
"Haiiittt..! Heaa...!"
Melihat ketangguhan para pengeroyoknya, Kenanga
segera mengeluarkan jurus andalannya. Jurus 'Bidadari Menabur Bunga' yang
digabung dengan ilmu 'Pedang Naga Putih' atas petunjuk Panji, membuat sepak
terjang dara jelita ini terasa mengiriskan sekali!
Keampuhan jurus gabungan itu memang terbukti.
Baru beberapa jurus saja, dua orang lawan, terlempar
dengan tubuh berlumur darah. Sedangkan pedang
yang baru saja memakan korban itu, sudah berputar
mencari sasaran lain. Tentu saja kedahsyatan ilmu pedang gabungan itu membuat
lawan-lawannya terkejut,
dan mulai memperhitungkan setiap langkah dengan
cermat. Di bagian lain, tampak Pendekar Pedang Mustika
juga sudah menghadapi keroyokan banyak lawan. Tokoh bertubuh sedang, berusia
empat puluh tahun ini
memiliki gerakan yang gesit bukan main. Pedang di
tangan kanannya, yang pada gagangnya terdapat hiasan batu permata, bergerak
turun naik dengan kecepatan laksana burung wallet. Dan masih ditambah den-
gan tangan kirinya yang tak kalah berbahaya. Sesekali
tangan kiri Pendekar Pedang Mustika me-lepaskan pukulan jarak jauh yang sanggup
membuat lawan terjungkal dan muntah darah. Sehingga para pengeroyoknya tak
berani mengepung terlalu dekat. Pedang
Mustika di tangan lelaki gagah itu bagaikan bermata.
Berkelebat begitu cepat memburu tubuh setiap lawan
yang mendekat. Akan tetapi meski Pendekar Pedang Mustika tak segan-segan membunuh siapa saja
yang terdekat, tetap
saja para pengeroyok yang memang terdiri dari gerombolan perampok tak merasa
gentar. Mereka terus menerjang maju dengan serangan-serangan yang ganas.
Meskipun hanya untuk mengantarkan nyawa sia-sia,
para pengeroyok itu tetap gigih dan memperketat kepungan. Tidak jarang mereka
menerjang maju sepuluh
orang sekaligus, membuat Pendekar Pedang Mustika
agak kerepotan menghadapinya.
"Hiaaattt...!"
Wut! Wut! Di saat Pendekar Pedang Mustika tengah disibukkan menghadapi serbuan enam orang
lawan, tiba-tiba
terdengar teriakan melengking tinggi. Disusul dengan
berkelebatnya sesosok bayangan hitam, yang langsung
melancarkan serangkaian serangan kilat dengan senjatanya yang aneh dan
mengerikan. "Heaaa...!"
Whuuukkk! Whuuukkk!
Senjata berbentuk tombak yang pada bagian atasnya terdapat bandulan berduri
sebesar kepalan tangan
lelaki dewasa itu menyambar disertai suara menderu
tajam. Pendekar Pedang Mustika yang baru saja membuat dua orang lawan terjungkal
mandi darah akibat
sambaran pedangnya, bergegas menarik mundur tu-
buhnya dengan menggunakan langkah menyilang. Begitu bandulan berduri itu lewat,
pedang-nya meluncur
cepat melakukan serangan balasan.
"Heaaa!"
Cwitt! Cwittt.!"
Serangan yang dilancarkan Pendekar Pedang Mustika sangat mencengangkan lawan.
Senjata di tangannya bergerak membentuk lingkaran-lingkaran kecil
yang terus meluncur ke tubuh lawan. Dari dalam lingkaran itu terkadang ujung
pedang mencuat tiba-tiba,
mengancam bagian-bagian terlemah tubuh lawan.
Wuuukkk! Trang! Lelaki berkepala gundul dengan wajah hitam seperti
pantat dandang itu mengibaskan senjatanya menyambut tusukan mata pedang yang
mencuat keluar dari
lingkaran sinar, mengancam tenggorokannya. Akibatnya kedua senjata itu saling
berbenturan keras, memercikkan bunga api. Kedua pemiliknya sama terjajar
mundur, pertanda kekuatan mereka seimbang.
"Hyaaat..!"
"Yeaaa...!"
Setelah keduanya memeriksa senjata masing- masing, kedua tokoh itu berteriak
keras saling serang,
mengerahkan segenap kemampuan untuk dapat merobohkan lawan secepatnya. Jurus-
jurus pamungkas
yang mereka gunakan, membuat pertarungan semakin
seru dan mendebarkan. Sejauh itu keduanya terlihat
masih sama kuat, hingga sulit untuk menentukan siapa yang bakal keluar sebagai
pemenang. *** 8 Pertempuran antara Pendekar Naga Putih melawan
Setan Penasaran, tampak sudah mendekati titik penyelesaian. Panji harus mengakui
ketangguhan lawannya. Karena setelah bertarung lebih dari seratus jurus,
barulah dirinya mampu mendesak pertahanan lawan.
Merasa mendapat serangan dari segala arah, Setan
Penasaran tampak begitu geram. Hal itu pula yang
membuat tokoh nyaris tidak berdaging itu menjadi kalap. Dirinya sudah merasa tak
mampu melakukan serangan balasan. Gerakan yang dapat dilakukan hanya
sekadar memutar tongkatnya membentuk benteng pertahanan. Itu pun dilakukan susah
payah, dengan pengerahan seluruh tenaganya yang tersisa.
Panji sendiri yang melihat lawannya nyaris tak berdaya, semakin memperhebat
gempuran. Sambaran cakar naganya bergerak cepat luar biasa dan disertai
hawa dingin yang menusuk tulang, membuat pertahanan Setan Penasaran semakin
lemah di sana sini. Beberapa kali tokoh sesat itu terdorong mundur dengan
wajah semakin pucat. Dari wajahnya tampak keputusasaan tengah melanda lelaki
tinggi kurus itu.
"Hyaaat..!"
Wut! Bwet! Ketika untuk kesekian kalinya Setan Penasaran dipaksa mundur oleh kibasan tangan
yang amat kuat,
Panji membentak keras. Kemudian tubuhnya melenting ke udara. Dari atas meluncur
turun dengan sepasang cakar naganya siap mengakhiri perlawanan Setan
Penasaran. "Haits!"
Plak! Sambaran tangan kiri Pendekar Naga Putih masih
dapat ditangkis putaran tongkatnya. Meskipun tubuhnya kembali terhuyung, Setan
Penasaran berhasil menyelamatkan diri. Namun sayang, sebelum tokoh sesat
itu sempat memperbaiki kuda-kudanya, tangan kanan
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panji datang menyambar!
"Hih!"
Breeettt! "Haaakh...!"
Tubuh Setan Penasaran melintir. Sampokan cakar
naga Panji yang merobek tenggorokan membuatnya
memekik tertahan. Dan ketika tubuh tokoh sesat itu
berputaran sekarat, Panji mengirimkan dorongan kedua telapak tangannya dengan
pukulan jarak jauh.
Breesshhh! Sinar putih keperakan yang keluar dari sepasang
telapak tangan Panji, menghantam telak tubuh Setan
Penasaran. Tanpa ampun lagi, tubuh tokoh sesat itu
terlempar deras dengan ceceran darah segar yang termuntah dari mulutnya. Nyawa
Setan Penasaran langsung terbang sebelum raga yang nyaris tak berdaging
itu terbanting ke tanah.
Melihat tubuh lawannya roboh dan tak bergerak lagi, Panji bergegas menghampiri
untuk melihat apakah
Setan Penasaran benar-benar telah tewas. Setelah
mendapat kepastian bahwa lawannya sudah tak bernapas lagi, pemuda itu memutar
tubuhnya memperhatikan pertempuran yang terpecah-pecah. Hatinya merasa lega
melihat bahwa para pendekar berada di atas
angin. Kecuali dua orang tokoh tua yang tengah bertarung dengan dua orang lawan
berkepala botak dan
bermata buta. Menyaksikan betapa dua orang botak yang bermata
buta itu ternyata sangat tangguh, Panji merasa terta-
rik. Apalagi ketika teringat kedua orang yang tengah
dihadapi kawan-kawannya itu ternyata para pembantu
andalan Iblis Angkara Murka yang menjadi musuh besarnya. Dengan cepat Panji
memutar tubuh dan menyapu sekitarnya dengan mata tajam. Hatinya yakin
kalau Iblis Angkara Murka pasti sudah berada di sekitar tempat itu. Adanya kedua
orang buta berkepala botak, menandakan hadirnya Iblis Angkara Murka di
tempat itu. Setelah sekitar tempat itu sudah ditelitinya dengan
seksama, Pendekar Naga Putih tetap tak menemukan
sosok Iblis Angkara Murka yang dicarinya.
"Panji...!"
Secepat kilat Panji membalikkan tubuh ketika mendengar suara memanggil dari
belakang. Kerlingnya
berkerut ketika melihat seorang lelaki gemuk tertawatawa datang menghampirinya.
Pendekar berjubah putih itu terkejut ketika mengenali yang datang ternyata
Guradi, satu-satunya murid Perguruan Wulung Sakti
yang selamat dari kekejaman para pengikut Iblis Angkara Murka. Begitu menurut
penuturan Guradi kepada
Panji sewaktu pertama kali bertemu.
"Guradi, bagaimana kau bisa berada di tempat ini?"
Tanya Panji yang masih tetap menaruh curiga kepada
lelaki gemuk itu. Hatinya merasa heran melihat Guradi
tiba-tiba berada di tempat itu.
"Sejak kau meminta agar aku mengantarkanmu ke
Bukit Jajaran aku tak pernah lagi meninggalkan tempat ini. Aku sempat merasa
cemas dan mengira bahwa
kau sudah tewas di tangan Iblis Angkara Murka. Tapi,
tahu-tahu kau muncul dan kelihatannya hendak menyerbu Bukit Jajaran. Sayang
saatnya kurang tepat
Karena secara kebetulan para pengikut Iblis Angkara
Murka tengah datang untuk memberi laporan menge-
nai perkembangan yang terjadi di kalangan persilatan,"
Guradi langsung saja nyerocos seperti tak bisa ditahan
lagi. Setelah berhenti sebentar, ia kembali berkata seolah baru teringat akan
hal itu, 'Panji, tahukah kau
bahwa belakangan ini dunia persilatan dibuat geger
oleh perbuatan seorang tokoh yang membuat orang
sempat lupa kepada Iblis Angkara Murka?"
Panji menggeleng, meskipun sebenarnya ia tahu ke
mana maksud perkataan Guradi. Namun dirinya
bungkam dan membiarkan lelaki gemuk itu melanjutkan ceritanya. Karena Panji
ingin mendengar bagaimana tanggapan Guradi.
"Kau tahu tokoh muda berjuluk Pendekar Naga Putih, yang.... Ciri-cirinya hampir
mirip denganmu, Panji"
Tapi kau jangan mengikuti jejaknya. Karena Pendekar
Naga Putih yang dikabarkan orang sebagai penegak
keadilan, ternyata melakukan serangkaian pembunuhan keji. Bahkan tega memperkosa
istri dan anak orang! Benar-benar bejat sekali moral pendekar muda
yang diagung-agungkan orang banyak itu! Kasihan...!
Tokoh-tokoh persilatan tentu kecewa apa-bila sampai
mendengar hal ini," Guradi menghentikan ceritanya.
Matanya menatap Panji sekilas. Kemudian beralih, dan
memperhatikan orang-orang yang masih terlibat perkelahian.
"Lalu apa tanggapanmu terhadap berita itu" Berubahkah pandanganmu kepada
Pendekar Naga Putih
itu?" Tanya Panji memancing.
"Menurutku Pendekar Naga Putih memang pada dasarnya berakhlak rendah! Hm...,
kalau saja aku punya
kepandaian, tentu sudah ku basmi pemuda laknat
itu!" sahut Guradi berapi-api sambil mengepal tinjunya
kuat-kuat. Panji tersenyum pahit mendengar ucapan Guradi.
Dirinya tak bisa menyalahkan Guradi dalam hal itu,
Guradi masih termasuk awam, hingga tak memahami
keseluruhannya.
Guradi tampak melangkah semakin dekat Matanya
memandang ke tempat pertarungan dua orang pembantu Iblis Angkara Murka yang saat
itu tengah terdesak oleh gempuran dua orang kawan Panji. Begitu tertariknya
Guradi terhadap pertarungan itu, membuat
Panji ingin melihatnya.
Ki Kalimaya, tokoh tua berusia tujuh puluh delapan
tahun yang tengah bertarung dengan salah satu pembantu andalan Iblis Angkara
Murka itu, tiba-tiba pucat
wajahnya. Hatinya seakan tersentak kaget ketika tibatiba secara tak sengaja
melihat ke tempat Panji berada.
Kegelisahan dan kekagetannya sempat membuat serangannya mengendur. Bahkan ganti
sekarang dirinya
yang terdesak serangan lawan. Jelas ada sesuatu yang
mengganggu pikirannya. Karena hatinya terus gelisah
melihat Panji yang tengah berada dekat Guradi.
"Panjiii...!"
Pada suatu kesempatan, saat mengelak dari serangan lawan, Ki Kalimaya sengaja
menggeser langkah
mendekat ke tempat Panji sambil berteriak.
Panggilan Ki Kalimaya yang terdengar penuh ketegangan membuat Panji menoleh,
siap untuk menolong apabila Ki Kalimaya tengah terancam maut Namun, ternyata
kakek itu tidak terdesak, Panji menarik
napas lega. "Awas, Iblis Angkara Murka berada di dekatmu...!"
Buk! "Aaakh...!"
Karena ingin memperingatkan Panji, Ki Kalimaya
terkena sebuah pukulan telak lawannya. Tubuh kakek
itu terlempar. Dan dalam keadaan terlempar pun, ia
sengaja membawa daya dorong pukulan itu untuk
mendekati Panji. Sebab, jarak antara dirinya dan Panji
masih terpisah sekitar empat tombak. Dan daya dorong pukulan yang
dipergunakannya itu, membuat Ki
Kalimaya dapat memperpendek jarak.
Pendekar Naga Putih yang mendengar seruan Ki Kalimaya tentu saja kaget. Dengan
cepat tubuhnya berbalik dan mengedarkan pandang matanya memperhatikan sekitar
tempat itu. Namun ia tetap tak melihat
adanya sosok Iblis Angkara Murka. Sehingga, Panji
kembali mengalihkan perhatian ke arena pertarungan
sambil menunggu munculnya Iblis Angkara Murka.
Whuuuttt..! Bugkh! Baru saja Panji memutar tubuh, tiba-tiba Guradi
menghantamkan tongkat besi kuning yang tahu-tahu
sudah di tangannya.
"Ruakhhh...!"
Hantaman yang sangat kuat itu, membuat tubuh
Panji terjerunuk ke depan. Darah segar termuntah dari
mulutnya. Namun Panji yang sadar ada bahaya besar
mengancam, segera bergulingan menjauh. Kemudian
melompat bangkit dekat pertarungan Ki Kalimaya. Ketika Panji kebingungan mencari
orang yang membokong dirinya, Ki Kalimaya berseru memperingatkan.
"Lelaki gemuk itu...! Dia..., dialah si Iblis Angkara
Murka...!"
Dengan susah payah karena harus mengelakkan
serangan lawan, Ki Kalimaya menyempatkan diri berteriak.
"Hah.... Benarkah..."!" gumam Panji setengah tak
percaya pada ucapan Ki Kalimaya. Dengan cepat ditendangnya Guradi. Namun lelaki
gemuk itu tiba-tiba
lenyap entah ke mana. Di tempat Guradi semula bera-
da, berdiri sesosok tubuh tinggi berbadan tinggi. Wajahnya yang memperlihatkan
bekas luka tampak menyeramkan. Dengan mata bengis sosok itu menatap tajam wajah
Pendekar Naga Putih.
"Itulah wujud asli Iblis Angkara Murka...!" ujar Ki
Kalimaya sambil menoleh ke wajah Panji.
Tentu saja Panji kaget bukan kepalang. Walaupun
dirinya telah menaruh kecurigaan terhadap Guradi
yang tingkahnya aneh itu, tapi sama sekali Panji tak
menyangka kalau lelaki bertubuh gemuk itu samaran
dari Iblis Angkara Murka.
"Kau.... Iblis Pengecut! Licik...!" dengus Panji penuh
kebencian. Tanpa rasa gentar sedikit pun Pendekar
Naga Putih melangkah maju siap menghadapi gembong
kaum sesat yang menjelma bertubuh tinggi dan berbahu lebar itu.
"Kekh kekh kekh...! Pandanglah aku sepuasmu,
Pendekar Naga Putih! Karena akan segera kukirim
nyawamu ke neraka...!"
Terdengar suara Iblis Angkara Murka yang terdengar parau dan bergetar. Lelaki
bertubuh tinggi besar
itu melangkah menghampiri Panji. Gerakannya tampak
lambat. Seolah gembong tokoh sesat itu berat sekali
untuk membawa tubuhnya berjalan.
"Hm.... Sejak mula aku sudah menaruh curiga kepadamu, ketika mengaku bernama
Guradi! Dan kini
aku sadar, mengapa aku tak tahu perbuatanmu yang
membuat kekuatanku terbelenggu. Itu pasti kau lakukan waktu aku membawamu lari
menuju Bukit Jajaran! Aku memang merasakan gejolak seperti yang biasa ku rasakan
setiap tenaga gaibku bangkit. Sayang
saat itu aku tak menaruh curiga! Ku akui kelihaianmu
menyembunyikan kepandaian dariku. Sampai aku bisa
kau kelabui...," ujar Panji.
Pendekar Naga Putih tampaknya telah memanggil
'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'nya. Dirinya memang
merasa khawatir Iblis Angkara Murka akan kembali
membelenggu tenaga mukjizatnya itu dengan ilmu sihirnya yang luar biasa. Panji
tak ingin kejadian itu terulang lagi.
"Aih, Kakang! Mengapa kau kelihatan sangat marah
kepadaku" Apakah kau sudah tak mencintaiku lagi...?"
Tiba terdengar suara lembut seorang wanita yang
begitu dikenal Pendekar Naga Putih.
"Hah..."!"
Tentu saja pendekar muda itu tersentak kaget Bahkan hampir saja terlonjak. Tiba-
tiba sosok menyeramkan Iblis Angkara Murka lenyap dan menjelma dengan
sosok Kenanga yang kelihatan sangat berduka.
"Kakang Panji, aku di sini! Yang ada di depanmu Iblis Angkara Murka!"
Kenanga yang sudah menghabisi lawan-lawannya
segera melesat mendampingi Pendekar Naga Putih.
"Hmh...!"
Panji menggereng penuh diliputi amarah. Dengan
sekuat tenaga segera dikerahkan kekuatan mukjizat
dalam tubuhnya, lalu disalurkan ke mata. Akibatnya,
sosok Kenanga jelmaan Iblis Angkara Murka lenyap
seketika, kembali bentuk semula. Kekuatan Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' yang merupakan tenaga gaib
itu, sanggup melawan kekuatan sihir. Kalaupun Panji
masih dapat dikelabui, itu karena kekuatan ilmu sihir
Iblis Angkara Murka memang sangat tinggi luar biasa.
Hal itulah yang membuat Pendekar Naga Putih itu harus mengerahkan kekuatan
melalui kedua matanya,
untuk memusnahkan kekuatan sihir lawan.
Kini Iblis Angkara Murka tampak mulai merubah
wujudnya. Seketika itu pula Kenanga mengeluarkan
pekik tertahan. Sebab, sosok yang berdiri di depan mereka berdua itu sama sekali
tak berbeda dengan Panji.
Seolah kembaran Pendekar Naga Putih telah lahir di
dunia. Namun untuk kali ini Panji tak peduli. Biarpun lawan serupa benar dengan
dirinya, pemuda itu tetap
menerjangnya. Disertai teriakan keras menggelegar tubuhnya melesat dengan
kecepatan luar biasa. Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga, bergerak
berputaran menebarkan hawa panas membakar.
"Hiaaa...!"
Wrrrt! Wrrrttt!
Melihat betapa dahsyat serangan lawan, Iblis Angkara Murka yang masih berwujud
kembaran Pendekar
Naga Putih, menggeser langkah. Ketika serangan lawan
hampir menyambar, tubuhnya mencelat ke samping.
Gerakan itu masih dibarengi dengan gerakan tangan
kanan untuk menangkis sambaran jemari tangan lawan yang mengancam ubun-ubunnya.
"Hiaa!"
Dukk! Plakkk! Panji mengangkat tangan kanannya menangkis
sambil memutar tubuh. Terus dilanjutkan dengan
cengkeraman ke dada lawan. Namun dapat dipatahkan
Iblis Angkara Murka. Benturan kedua pasang lengan
yang sama-sama dialiri kekuatan tenaga dalam tinggi
membuat tubuh keduanya sama-sama terdorong mundur.
"Hiaaah...!"
Diiringi pekikan yang tak kalah keras Iblis Angkara
Murka memulai lebih dulu serangan susulan. Tubuhnya bergerak ke depan dengan
langkah terseret-seret,
menimbulkan guratan-guratan yang berbekas cukup
dalam di tanah. Serangan gembong tokoh sesat yang
masih berupa kembaran Panji itu memang terlihat
agak lambat. Namun, angin pukulan yang keluar dari
kedua tangannya, luar biasa kuatnya! Membuat udara
di sekitar tempat pertarungan terasa bergetar.
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hiaaa!"
Whuuuttt! Brakkk! Sebuah pukulan yang dilancarkan Iblis Angkara
Murka dielakkan Panji dengan memiringkan tubuh
sambil menekuk sebelah kakinya. Akibatnya, sebatang
pohon besar berderak tumbang. Batang pohon itu
tampak menghitam bagai terbakar, tersambar pukulan
dahsyat Iblis Angkara Murka.
Pendekar Naga Putih sempat tercengang melihat
kedahsyatan ilmu pukulan lawannya. Namun, tentu
saja dirinya sama sekali tak merasa gentar.
Dengan menggunakan tenaga gabungannya, Pendekar Naga Putih bergerak cepat
melancarkan serangan balasan, yang mengandung hawa panas dan dingin berganti-
ganti. Sehingga, Iblis Angkara Murka tampak kewalahan. Terlebih adanya kedua
hawa yang silih
berganti, secara cepat mengurung tubuhnya. Tokoh
sesat itu berusaha memberontak keluar dari kurungan
hawa yang ditimbulkan pukulan Pendekar Naga Putih.
"hyaaah...!"
Dengan suara teriakan keras menggelegar, Iblis
Angkara Murka melesat ke udara sambil mengibaskan
kedua lengannya ke kiri dan kanan, laksana seekor
burung yang hendak terbang.
Panji yang tak ingin memberi kesempatan kepada
lawan, langsung menghentakkan kedua tangan dengan
jari jemari terbuka.
Prattt! Seketika itu pula tampak dua gelombang tenaga
raksasa saling bentur dengan kerasnya. Saking kuatnya benturan itu, kedua kaki Panji melesak ke dalam
tanah hingga sebatas mata kaki. Sedangkan tubuh Iblis Angkara Murka merasakan
tenaga dorong yang berlipat ganda. Tubuh tokoh sesat itu melambung tinggi
hingga tiga tombak dari atas tanah.
Melihat keadaan lawan dengan cepat Pendekar Naga
Putih meluncur ke udara menyusul tubuh lawannya.
Sepasang tangannya melontarkan pukulan maut yang
susul-menyusul disertai suara mencicit tajam yang
menyakitkan telinga.
"Heaaa...!"
Suit! Suit! Buk! Iblis Angkara Murka yang tak menyangka lawannya
akan mengejar, tak sempat untuk mengelak. Sebuah
pukulan telapak tangan Panji menghantam telak lambungnya. Pukulan keras itu
membuat tubuh tokoh sesat itu melintir di udara, kemudian meluncur turun.
"Hah...!"
Dalam keadaan terlontar di udara Iblis Angkara
Murka melepaskan pukulan jarak jauhnya ke tanah.
Dan dorongan angin pukulannya digunakan untuk
mengatur keseimbangan tubuh. Sehingga, dirinya dapat meluncur turun dengan
selamat. Kendati demikian, wajah tokoh sesat itu tampak meringis menahan
sakit pada bagian lambungnya. Tampaknya pukulan
Pendekar Naga Putih mampu memunahkan kekuatan
sihirnya. Sehingga, Iblis Angkara Murka kembali pada
wujudnya yang asli.
Namun baru saja Iblis Angkara Murka merasa
bangga dengan cara yang dilakukannya dalam upaya
menyelamatkan diri, tiba-tiba mulutnya terpekik. Matanya membelakak kaget ketika
melihat tubuh Pende-
kar Naga Putih masih di udara, meluncur turun dengan kecepatan luar biasa.
Rupanya Panji memanfaatkan keadaan itu untuk mengerahkan jurus 'Naga
Sakti Meluruk Dalam Bumi'.
"Aaakh...!"
Iblis Angkara Murka terpekik kaget melihat tubuh
Pendekar Naga Putih mengeluarkan dua macam sinar
yang menyilaukan mata. Tampak tokoh sesat itu mencoba melindungi mata dengan
punggung tangan-nya.
Karena tiba-tiba matanya terasa terbakar oleh pendaran sinar yang membungkus
tubuh lawan. Bahkan dirinya tak mampu melihat, dari sebelah mana lawan
menyerangnya. Iblis Angkara Murka hanya merasakan
betapa hawa panas dan dingin semakin dekat ke tubuhnya. Dan....
"Hiaaa...!"
Bret! Crokkk! "Aaarghhh...!"
Bluk! Terdengar raungan keras dan menggetarkan bagai
hendak merobohkan bukit. Tubuh Iblis Angkara Murka
terlempar bagai selembar daun kering yang diterbangkan angin. Darah segar yang
mengalir dari lukalukanya, berceceran membasahi permukaan bumi.
Kemudian tubuh sekarat itu terbanting keras ke tanah.
Iblis Angkara Murka berkelojotan meregang nyawa.
Pada bagian kepala sebelah atas terdapat lima buah
lubang sebesar jari tangan, yang menghancurkan
otaknya. Juga di bagian depan tubuhnya terdapat luka
memanjang yang mengerikan. Tampaknya Iblis Angkara Murka tak mampu bertahan
untuk hidup. Mana
mungkin rohnya akan betah tinggal di dalam jasad
yang rusak seperti itu. Dan roh tokoh sesat itu pun
melayang, kembali kepada sang Pencipta.
Setelah melihat lawannya tewas, Panji mengangkat
kepala. Tiba-tiba hatinya merasa heran melihat banyak
tokoh persilatan telah berada di sekitar tempat itu.
Rupanya kabar tentang dirinya yang hendak mencari
Iblis Angkara Murka telah tersebar demikian cepat.
Terbukti, kini belasan bahkan puluhan pendekar dan
para tokoh rimba persilatan berkumpul di tempat itu.
"Kakang tak perlu merasa cemas. Mereka tadi telah
sempat menyaksikan pertarungan dua Pendekar Naga
Putih. Dan itu sudah menjelaskan segalanya, " ujar
Kenanga ketika melihat wajah Pendekar Naga Putih
yang letih itu tampak diliputi kecemasan.
Penjelasan Kenanga memang sangat berarti bagi
pendekar muda itu. Dengan begitu beban dalam batinnya yang selama ini telah
dirasakan sebagai suatu siksaan, tiba-tiba terlepas.
"Sebaiknya kita segera pergi, Kenanga. Aku tak ingin mendapat pertanyaan macam-
macam dari mereka...," ujar Panji yang langsung disetujui Kenanga.
Pasangan pendekar muda itu langsung melesat meninggalkan tempat pertarungan
tanpa berpamitan. Keduanya tak dicegah ataupun diganggu.
Tokoh-tokoh persilatan yang melihat Pendekar Naga
Putih berkelebat pergi, hanya bisa menghela napas.
Tampak di wajah mereka suatu penyesalan yang dalam. Ternyata Pendekar Naga Putih
tetap seorang pendekar yang memiliki kebersihan hati. Mereka telah
membuktikan dengan mata kepala sendiri, bahwa tuduhan buruk terhadap pendekar
muda itu sama sekali
tak benar. Bahkan seharusnya para pendekar dan tokoh persilatan mengucapkan
terima kasih terhadap
Pendekar Naga Putih yang dengan gigih mampu menumpas tokoh angkara murka itu....
SELESAI Scanned by Clickers
Edited by Adnan Sutekad
PDF: Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Misteri Pulau Neraka 14 Dewi Ular Parit Kematian Pendekar Guntur 22
yang bermunculan. Mereka merasa bertanggung jawab
untuk dapat menumpas Iblis Angkara Murka itu. Aku
sendiri berhasrat sekali ingin melihat, seperti apa manusia iblis yang
mendalangi semua kebiadaban ini!
Aku yakin, kejahatan tak akan berlangsung lama. Karena kebenaran akan selalu
dapat mengalahkanya!"
ujar Panji penuh semangat dengan maksud untuk
membangkitkan gairah hidup dan semangat lelaki muda itu.
"Aku tahu di mana markas pimpinan manusia- manusia biadab yang mengaku berjuluk
Iblis Angkara Murka itu. Semula kukira sebuah bangunan besar
yang megah dan dijaga tokoh-tokoh sesat. Tapi, ternyata hanya sebuah rumah
sederhana. Rupanya iblis biadab itu sengaja, agar tak satu pun orang yang
menyangkanya. Ia cuma tinggal bersama dua orang pembantunya yang buta. Tapi,
para pengikutnya tersebar
di berbagai tempat," tutur lelaki yang gemuk itu, membuat Panji terkejut
"Hm..."! Di mana tempat itu...?" Tanya Panji sambil
berusaha menyembunyikan kecurigaannya. Namun ia
ingin tahu seperti apa rupa tokoh yang ternyata memang berjuluk Iblis Angkara
Murka itu. "Iblis itu memiliki kesaktian yang luar biasa, Panji.
Untuk menyerbu tempat itu kita harus mengumpulkan
para pendekar sebanyak-banyaknya. Kalau hanya kita
berdua, menghadapi salah satu pembantunya yang buta saja tak mungkin dapat
menang. Sama saja kita
mengantarkan nyawa sia-sia...!"
Lelaki gemuk itu terkejut mendengar keinginan Panji untuk menyatroni biang iblis
itu. Dan ia tidak setuju,
karena menurutnya sama saja dengan menghampiri
liang kubur. "Hm.... Kalau hanya tiga orang, aku rasanya tidak
akan gentar. Biarpun kesaktian tokoh itu seperti iblis
neraka, aku akan menghadapinya! Ayo, antarkan aku
ke tempat Iblis Angkara Murka itu berada!" desak Panji
tanpa mempedulikan betapa wajah lelaki gemuk itu
menjadi pucat bagai tak dialiri darah.
'Tapi...."
"Kau tak perlu takut, Kisanak! Tugasmu hanya menunjukkan tempat itu. Kemudian
kau boleh pergi. Aku
akan menghadapi Iblis Angkara Murka dan dua orang
pembantunya yang buta itu!" ujar Panji seraya mengepal tinjunya erat-erat.
Pendekar Naga Putih tentu saja tidak bermaksud
menyombongkan diri. Namun hatinya belum percaya
kalau lelaki gemuk itu sudah menemukan tempat kediaman Iblis Angkara Murka. Dan
kalau apa yang diceritakan lelaki itu benar, berarti ada dua kemungkinan.
Pertama, lelaki gemuk itu salah satu pengikut Iblis
Angkara Murka yang sengaja hendak menjebaknya.
Kalau tidak, lelaki gemuk itu pasti sudah terganggu jiwanya karena tak sanggup
menahankan beban derita
yang menghimpit.
Karena dipaksa oleh Panji, akhirnya lelaki gemuk
itu bersedia menunjukkan tempat kediaman Iblis Angkara Murka. Hanya akan
menunjukkannya, untuk
kemudian membiarkan Panji menyelesaikannya seorang diri.
*** 5 Setelah mendapatkan gambaran tentang jalan yang
harus dilaluinya, Pendekar Naga Putih memegang tangan lelaki gemuk itu dan
melesat dengan pengerahan
ilmu lari cepatnya. Sehingga, perjalanan yang kalau dilakukan orang awam bisa
memakan waktu setengah
hari, dapat ditempuh Panji sepuluh kali lebih cepat
"Mengapa kau minta aku berhenti di sini, Guradi?"
Tanya Panji menghentikan larinya. Karena lelaki gemuk yang mengaku bernama
Guradi itu berteriakteriak meminta berhenti.
"Bukankah kau minta aku hanya mengantarkan saja" Nah, kau lihat bukit di depan
itu" Di atas puncak
Bukit Jajaran itulah Iblis Angkara Murka tinggal," jawab Guradi menunjuk sebuah
gundukan tanah yang
disebut sebagai Bukit Jajaran.
Panji memandang Bukit Jajaran yang ditunjuk Guradi. Bukit itu tampak biasa saja.
Tidak terlihat angker
sebagaimana biasanya tempat tinggal tokoh- tokoh sesat Sejenak ada keraguan di
hati Panji. "Kau yakin Iblis Angkara Murka tinggal di puncak
bukit itu?" Tanya Panji untuk memastikan. Pertanyaan
itu dikeluarkan sambil menatap tajam wajah Guradi.
"Aku pernah menyelinap ke sana, saat serombongan
tokoh sesat datang menghadap pemimpin besarnya,"
jawab Guradi tanpa ragu-ragu.
Panji mengangguk beberapa kali. Jawaban itu dirasakan cukup masuk akal. Sebab,
dengan cara menyelinap ikut bersama rombongan, tentu saja Guradi terlepas dari
kecurigaan mereka. Panji menerima jawaban
itu, yang kebenarannya sangat mungkin. Karena itu,
Panji pun bergegas menuju Bukit Jajaran, meninggal-
kan Guradi di tempat itu.
Guradi tak lagi merasa terkejut saat melihat tubuh
Panji lenyap dari sampingnya. Dirinya sudah tahu kalau pemuda tampan berjubah
putih itu memiliki kepandaian luar biasa. Hal itu diketahui saat dirinya dibawa
lari pemuda itu dalam perjalanan menuju Bukit
Jajaran. Setelah bayangan Panji tak lagi terlihat, Guradi pun
bergerak meninggalkan tempat itu mengambil arah
yang berlawanan. Dan..., bukan main! Sekali bergerak,
tubuh Guradi meluncur cepat laksana sambaran kilat!
Kalau saja Panji melihat perubahan Guradi ini, tentu
akan terkejut sekali. Guradi ternyata memiliki ilmu lari
cepat yang nyaris sempurna. Bahkan mungkin setara
atau bahkan di atas kemampuan yang dimiliki Pendekar Naga Putih dalam hal ilmu
lari cepat. Benar-benar
mengejutkan! Sayang Panji tak mengetahuinya. Kalau
tidak, tentu ia curiga dengan lelaki gemuk yang mengaku bernama Guradi itu.
Sementara itu, Pendekar Naga Putih yang sudah tiba di kaki Bukit Jajaran,
menghentikan larinya sejenak. Diperhatikannya sekeliling tempat itu, kalaukalau
ada sesuatu yang mencurigakan. Setelah merasa
tak ada sesuatu yang patut dicurigai, pemuda itu mulai bergerak mendaki lereng.
Beberapa saat kemudian,
dirinya telah tiba di atas puncak Bukit Jajaran, yang
tidak begitu luas.
Pendekar Naga Putih menyelinap di semak- semak,
meneliti keadaan sekitar. Kemudian baru melesat ketika tidak melihat atau
mendengar sesuatu yang mencurigakan. Tubuhnya terus melompat naik ke atas
sebatang pohon yang berdaun rimbun. Dari atas matanya
mengawasi sebuah bangunan yang tidak begitu besar
dan terlihat cukup tua.
"Hm... Sepertinya apa yang digambarkan Guradi
memang tak berlebihan. Tak mungkin rasanya kalau
bangunan sekecil ini bisa menampung banyak orang.
Mungkin benar kalau di dalam bangunan ini cuma ada
Iblis Angkara Murka dan dua orang pembantunya yang
buta," gumam Panji sambil memperhatikan sekitar
bangunan dengan seksama. Dan ia tak melihat adanya
satu pun penjaga di tempat itu.
Setelah menunggu beberapa saat dan keadaan di
sekitar bangunan tetap tak ada perubahan, Pendekar
Naga Putih melompat turun dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya agar tak menimbulkan suara
saat menjejak tanah. Kemudian tubuhnya menyelinap
ke bagian samping bangunan. Namun sebelum tangannya menyentuh daun pintu, Panji
melayang naik ke
atas atap. Karena telinganya menangkap ada suara
langkah kaki menuju pintu itu.
Pendengaran Panji memang tak salah. Karena sesaat kemudian pintu terkuak dan
muncullah se-sosok
tubuh ramping yang memiliki paras cantik jelita. Gadis
cantik berpakaian serba hijau itu membuat se-pasang
mata Panji membelalak lebar, bagaikan melihat hantu
di siang bolong! Karena sosok perempuan muda yang
bagaikan bidadari itu tak lain.... Kenanga!
Meskipun jelas-jelas matanya melihat bahwa yang
keluar dari samping bangunan ternyata Kenanga, Panji
tidak ingin langsung percaya begitu saja. Matanya
tampak mengerjap-ngerjapkan seolah ingin meyakinkan penglihatannya. Tetap saja
sosok itu tidak berubah. Dengan hati diliputi ketidakmengertian, bagaimana
Kenanga bisa berada di tempat itu, Panji memutuskan untuk turun dan menemui
kekasihnya. Saat tubuh Panji meluncur turun dari atap, Kenanga terlihat agak kaget, dan
mundur empat langkah.
Namun, begitu melihat bahwa yang datang ternyata
Panji, senyumnya mengembang. Wajah gadis itu berseri-seri.
"Kakang..."!" seru Kenanga antara kaget, heran, dan
juga gembira. Kakinya bergegas melangkah mendekati
Panji. Dara jelita itu berhenti satu langkah di hadapan
kekasihnya. Sepasang matanya yang indah menatap
wajah Pendekar Naga Putih. Kelihatannya Kenanga
sangat rindu kepada sang Kekasih.
"Kenanga, bagaimana kau bisa berada di tempat
ini" Tahukah kau siapa yang menghuni bangunan
ini?" Tanya Panji menyambut uluran tangan kekasihnya.
"Dari keterangan-keterangan yang kukumpulkan
selama mengadakan penyelidikan, akhirnya membawaku ke tempat ini. Karena Iblis
Angkara Murka, yang
menjadi biang keladi dari semua kekacauan, tinggal di
atas puncak bukit ini. Tapi, bangunan ini ternyata kosong, tak berpenghuni! Aku
sudah memeriksanya
sampai beberapa kali...," jawab Kenanga tanpa melepaskan pandangannya dari wajah
Panji. Mendengar jawaban itu, Panji menghela napas sesaat Kemudian memalingkan wajahnya
memperhatikan tempat itu. Tiba-tiba saja Panji berpaling dan
kembali menatap wajah kekasihnya. Kemudian bergerak mundur karena merasakan
adanya kelainan pada
diri Kenanga. Biasanya setiap kali berpegangan tangan, jemari Kenanga tak pernah
berhenti bergerak, selalu mengelus manja. Namun, Kenanga yang se-karang
ada di hadapannya sama sekali tak melakukannya.
Padahal, apa yang setiap kali dilakukan Kenanga merupakan kebiasaan. Mustahil
kalau Kenanga sampai
lupa terhadap kebiasaannya sendiri. Ingatan ini membuat pemuda itu melepaskan
pegangannya dan berge-
rak mundur dengan tatapan curiga.
Rupanya Kenanga merasakan kecurigaan itu sebelum Pendekar Naga Putih melepaskan
tangannya. Dan ketika Panji melepaskan pegangan tangannya kemudian bergerak mundur, Kenanga
segera melompat
maju sambil melancarkan dua buah pukulan hebat!
"Hahhh..."!"
Melihat Kenanga menerjang dengan dua buah pukulan yang mendatangkan angin
berkesiutan, Pendekar Naga Putih kaget bukan main. Namun jarak antara
mereka saat itu terlalu dekat. Selain itu, dirinya dalam
keadaan tidak siap, meskipun tadi terlintas di hatinya
rasa curiga. Akan tetapi tak sampai sejauh itu, bahwa
kekasihnya akan melancarkan serangan. Sehingga,
meski pukulan pertama sempat ditangkis, pukulan susulan telak menghantam
dadanya. "Hiaa...!"
Bukkk! "Hukkhhh!"
Pendekar Naga Putih terbatuk karena pernapasannya terhambat ketika pukulan itu
bersarang di dada.
Tubuhnya terlempar sejauh satu tombak lebih, kemudian terhempas keras di tanah.
"Kenanga...! Apa..., mengapa...?" desis Panji tak
mengerti, sambil bergerak bangkit memegangi dadanya
yang serasa remuk.
Hatinya merasa heran ketika merasakan betapa
kuat tenaga sakti yang dimiliki Kenanga. Dari pukulan
yang mengenai dadanya, Panji dapat mengukur bahwa
tenaga dalam yang digunakan Kenanga sangat tinggi.
Tentu saja pemuda itu tak percaya kalau dalam waktu
yang sesingkat itu, selama mereka berpisah, Kenanga
bisa mencapai kemajuan yang luar biasa. Baginya itu
tidak masuk akal!
Melihat Kenanga bergerak menghampiri dengan
langkah agak lambat dan raut wajah tenang, masih
tersenyum, Panji merasa bingung. Hatinya yakin kalau
gadis itu bukan samaran orang lain. Sebab, mana
mungkin bisa benar-benar serupa. Dan kalaupun hal
itu perbuatan ilmu sihir, kekuatan mukjizat dalam tubuhnya pasti sudah bergerak
liar memberi tanda. Namun, Tenaga Sakti Inti Panas Bumi', nyatanya sama
sekali tak terpengaruh ilmu sihir.
Semakin tidak mengertilah Pendekar Naga Putih
menghadapi keadaan itu. Hingga dirinya terus bergerak mundur, takut kalau-kalau
Kenanga akan kembali melakukan serangan. Sebab, dirinya masih ragu
untuk menyerang wanita yang jelas-jelas Kenanga itu.
"Hiaaa...!"
Tiba-tiba Kenanga memekik keras. Tubuhnya melesat ke depan dengan kecepatan
tinggi. Sepasang tangannya berputaran laksana baling-baling dan melancarkan
pukulan keras dan beruntun.
"Kenanga..."!"
Panji berseru heran dan terkejut Serangkaian serangan hebat itu membuat Panji
harus melompat ke
sana kemari untuk mengelak. Namun serangan gadis
itu cepat bukan main. Sehingga....
Bukkk! Bukkk! "Aakkhh...!"
Tubuh Panji kembali terjungkal akibat dua buah
pukulan yang mengenai iga dan lambungnya. Namun
begitu terbanting jatuh, Panji melompat bangkit Kemudian menggeser langkah dan
melompat-lompat
mengelakkan serangan Kenanga yang masih berkelanjutan. Sementara itu gerakan
langkahnya terasa
semakin lambat karena luka dalam akibat pukulan tadi. Dari mulutnya tampak darah
segar tak henti-
hentinya mengalir, membuat pakaiannya ternoda. Sejauh itu Panji belum berani
membalas kecuali sesekali
terpaksa menangkis.
Meskipun saat itu harus memusatkan pikiran guna
menyelamatkan diri dari serangan-serangan yang dilancarkan Kenanga, tak urung
Panji sempat diliputi
keheranan besar. Karena kekuatan mukjizat 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' kembali menunjukkan keanehan. Biasanya tenaga gaib itu
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
selalu bergerak menyebar apabila tubuh Pendekar Naga Putih mengalami luka. Kali
ini tenaga jelmaan 'Pedang Naga Langit' itu tak
menunjukkan kemukjizatannya. Ini yang membuat
Panji heran, hingga pikirannya tanpa sadar telah terpecah. Akibatnya, sebuah
tendangan keras membuat
tubuhnya terjungkal ke tanah. Panji bergegas melompat bangkit. Dan lagi-lagi
tubuhnya menjadi sasaran
dua buah pukulan telapak tangan yang jauh lebih
dahsyat daripada serangan-serangan sebelumnya.
"Heaa...!"
Plaakk! Buggg! "Huekh...!"
Kali ini Pendekar Naga Putih memuntahkan darah
segar. Tubuhnya yang terlempar membentur dinding
yang mengelilingi bangunan, hingga dinding yang sudah tua itu hancur berantakan.
Panji yang jatuh tertimpa reruntuhan, sudah tak ingat apa-apa lagi. Dirinya
pingsan akibat luka dalam yang parah.
Kenanga memperdengarkan suara tawa kemenangannya. Kemudian mengangkat tubuh
Panji, dan membawanya masuk ke dalam bangunan.
*** Panji tersadar dari pingsannya, dan mendapati dirinya terkurung dalam sebuah
ruangan gelap. Matanya
mulai mengerjap-ngerjap berusaha mengenali tempat
itu. Namun tetap saja ruangan itu gelap, kendati tidak
lagi sepekat semula. Ketika mencoba untuk bangkit,
dadanya terasa nyeri seperti tertusuk puluhan jarum
halus. Darah segar masih mengalir dari mulutnya.
Pendekar muda itu sadar bahwa dirinya mengalami luka dalam yang parah.
"Hhh...! Di manakah aku sekarang...?" gumam Panji
yang terpaksa merebahkan tubuh. Kemudian mencoba
mengatur jalan nafasnya perlahan-lahan.
Lama Panji diam tak bergerak dengan mata terpejam rapat Terbayang kejadian yang
baru saja dialami,
dan telah menyebabkan dirinya menderita luka dalam
sangat parah. Dalam keheningan, Panji mengingat-ingat kejadian
yang dialaminya. Namun tetap tak menemukan jawaban, mengapa Kenanga sampai tega
berbuat seperti
itu. Benarkah wanita itu Kenanga" Kalau benar, apa
yang telah terjadi dengan kekasihnya itu" Dan kalau
Kenanga yang melukainya karena pengaruh ilmu sihir,
mengapa Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'nya tak bekerja"
"Apakah 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi', sudah lenyap dari dalam tubuhku...?"
gumam Panji ketika teringat akan keanehan yang terjadi dengan kekuatan
mukjizatnya itu.
Karena merasa tak yakin kalau tenaga gaib itu hilang dari dalam tubuhnya,
Pendekar Naga Putih mulai
mencoba memusatkan pikirannya. Kemudian segera
dikerahkan kekuatan batinnya untuk membangkitkan
tenaga jelmaan Pedang Naga Langit itu. Dan ia mengalami keheranan untuk yang
kesekian kalinya. Kekuatan mukjizat itu seperti terbelenggu sesuatu. Panji
semakin keras memusatkan pikirannya. Hingga tubuh-
nya bergetar dan dibanjiri peluh. Karena untuk membebaskan kekuatan gaibnya dari
belenggu aneh itu
ternyata tidak mudah.
Setelah berjuang keras dan cukup lama. Perlahanlahan di sekujur tubuhnya mulai
muncul sinar keemasan yang samar-samar. Kian lama semakin menebal.
Hawa panas pun menyebar memenuhi ruangan itu,
yang seketika menjadi terang benderang. Dan tenaga
gaib itu langsung menunjukkan kemukjizatannya dengan membakar luka dalam tubuh
Pendekar Naga Putih.
"Aneh..."! Mengapa tenaga mukjizat ini seperti terbelenggu sesuatu" Bagaimana
mungkin hal itu sampai
terjadi tanpa aku merasakannya" Dan siapa pula yang
sanggup membuat kekuatan ini tak berdaya?" gumam
Panji sambil tetap berbaring, meskipun ia merasakan
bahwa luka dalamnya sudah sembuh. Itu diketahui
dari mulai meredanya rasa nyeri dalam dadanya saat
mengerahkan tenaga dalam dan mengalirkan ke seluruh tubuh.
Setelah tenaga mukjizatnya kembali dapat bekerja
sendiri seperti biasa, terbukalah mata Panji, mengapa
ketika menghadapi Kenanga tenaga itu tak bekerja.
Sekarang hatinya mulai meragukan keaslian Kenanga.
Bahkan mulai dapat menebak bahwa yang menyamar
sebagai Kenanga kemungkinan besar tokoh yang berjuluk Iblis Angkara Murka. Yang
masih belum ia mengerti, bagaimana tokoh itu dapat membuat tenaga
mukjizatnya tak berdaya. Sedangkan ia belum pernah
bertemu dengan biang keladi dari kekacauan yang terjadi di dunia persilatan
akhir-akhir ini.
"Selama dalam perjalanan cuma lelaki gemuk yang
mengaku bernama Guradi itu yang ada bersamaku.
Orang itu memang sangat mencurigakan, meskipun
memiliki jawaban yang masuk akal ketika kutanyakan.
Tapi, mungkinkah ia memiliki kepandaian yang sedemikian hebat sampai mampu
membelenggu tenaga
jelmaan Pedang Langit secara gaib" Mengapa aku tak
mengetahui atau merasakannya saat ia melakukan hal
itu. Rasanya tak mungkin! Pasti ada tokoh sakti yang
mengetahui cukup banyak tentang diriku, termasuk
tentang 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' yang sangat jarang kugunakan ini. Hm...,
aku harus dapat menemukan tokoh itu!"
Sesudah mengkaji semua apa yang dialaminya,
Panji bergerak bangkit. Lenyap sudah rasa nyeri yang
mengganggunya. Bahkan tenaganya telah pulih seluruhnya. Kini ia mulai
memperhatikan sekelilingnya
dengan mengerahkan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi
untuk menerangi ruangan itu. Kaget juga hati pendekar muda itu ketika mengetahui
bahwa dinding kamar
itu terbuat dari batu besi, yang kekuatannya melebihi
baja pilihan. Jelas, orang yang menawannya dan menyamar sebagai Kenanga,
mengetahui banyak tentang
dirinya. Buktinya ia ditahan dalam ruangan yang kokoh dan sulit untuk dapat
keluar dari tempat itu.
"Aku akan mencoba menjebolnya dengan tenaga
gabunganku...," gumam Panji mengambil keputusan.
Pendekar Naga Putih kemudian berjalan mengitari
ruangan itu sambil mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya pada keempat dinding
yang mengurung ruangan itu. Ia menemukan bahwa salah satu dinding ternyata tidak
setebal tiga dinding lainnya. Tubuhnya segera bergerak mundur setelah menemukan
sasaran pukulannya. Dengan tubuh berdiri tegak, Pendekar Naga Putih
menatap tajam dinding yang hendak dijebol dengan
pukulan tenaga gabungannya. Setelah tubuhnya dila-
pisi dua macam sinar yang berlainan warna, Panji berteriak keras dan merendahkan
kuda-kudanya sambil
mendorong ke depan dengan kedua telapak tangannya.
"Heaaa...!"
Glamr...!"
Ledakan keras laksana letusan gunung berapi terdengar saat sinar putih keperakan
dan kuning keemasan meluncur dan menghantam dinding batu besi itu.
Dinding itu jebol menjadi serpihan yang menyebar ke
seluruh ruangan. Tanah di dalam ruangan itu pun
berguncang untuk sesaat Kepulan debu pasir yang
memenuhi ruangan itu, membuat suasana semakin
pekat. Pendekar Naga Putih masih berdiri tegak dengan
kedua kaki terpentang. Dikibas-kibaskannya kedua
tangannya mengusir kepulan debu itu. Kemudian bergerak menghampiri dinding yang
baru saja dijebolnya.
Meskipun hanya dengan menggunakan rabaan tangan,
dirinya tahu kalau usaha itu berhasil baik. Karena pada dinding itu telah
tercipta sebuah lubang yang cukup besar. Tanpa ragu-ragu lagi, Panji segera
menerobos keluar.
Begitu tiba di luar ruangan, Panji menemukan sebuah lorong panjang, mirip
ruangan sebuah goa. Hal
itu membuat Panji termenung beberapa saat Kemudian
memperhatikan ke depan dan menoleh ke belakang,
mereka-reka arah mana yang akan membawanya keluar dari tempat itu.
Akhirnya Panji memutuskan untuk mengambil jalan
melalui lorong yang ke depan. Perlahan-lahan pemuda
berjubah putih itu melangkah sambil mengerahkan
kewaspadaannya. Sebab ia belum mengetahui apakah
di tempat itu tidak ada bahaya yang mungkin mengintainya. Hatinya mulai tenang
setelah agak lama berja-
lan, tak satu pun halangan yang dijumpainya. Hanya
yang membuatnya heran, lorong itu seperti tidak berujung. Hingga Panji
menghentikan langkah-nya ketika
lorong pada bagian itu agak lebar. Bahkan matanya
melihat ada sebuah batu berbentuk persegi, yang permukaannya tidak terlalu
kasar, mirip sejenis altar.
Anehnya, bagian bawah batu itu tidak seluruhnya menyentuh dasar. Tampaknya batu
itu bertumpu tepat di
bagian tengahnya pada batu lain, yang berbentuk bulat. Melihat kedudukan batu,
Panji mengerutkan kening, berpikir keras.
Setelah meneliti beberapa lama, akhirnya Panji
mencoba mendorong salah satu bagian dari batu yang
bentuknya bisa dibilang seperti timbangan. Dikerahkan tenaga dalamnya untuk
disalurkan ke telapak
tangan. Grrrkkkhhh...! Baru bergerak. Terdengar suara bergemuruh yang
mengiringi bergesernya dinding goa di samping kanan
Panji. Sinar matahari yang menerobos masuk, membuat wajah Panji semakin cerah.
Cepat ia melepaskan
tangannya dan melesat keluar dari lorong goa itu. Begitu tiba di luar, dinding
goa itu kembali menutup dengan sendirinya.
"Hm.... Rupanya aku dikurung dalam perut bukit..,"
gumam Panji sambil memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Saat itu dirinya
memang berada di sebelah timur kaki Bukit Jajaran.
Setelah dapat memastikan arah di mana ia berdiri,
Panji meninggalkan tempat itu dengan setengah berlari. Ia hendak mencari tempat
yang dilaluinya untuk
mencapai puncak bukit itu.
Namun, tiba-tiba dihentikan langkahnya. Dan termenung sesaat.
"Tidak mungkin Iblis Angkara Murka menahanku
tanpa sebab. Dan sekarang ia pasti sudah tak berada
di atas puncak bukit ini. Entah berapa lama aku terkurung di tempat tahanan
itu...," setelah berpikir sesaat, akhirnya Panji memutuskan untuk meninggalkan
tempat itu. Ia hendak mencari tahu suasana dunia
persilatan saat ini.
*** 6 "Kisanak harap berhenti dulu...!"
Panji yang tengah melakukan perjalanan dengan setengah berlari itu segera
berhenti. Kemudian memalingkan wajah menatap serombongan kecil yang tampak
memandangnya dengan sinar mata penuh kebencian. Sikap mereka pun terlihat tidak
ramah. Sehingga,
Panji menjadi heran dibuatnya.
"Akukah yang kau maksud, Orang Tua...?" Tanya
Panji dengan nada sopan. Sambil bertanya, ia memperhatikan orang tua gagah
berusia sekitar enam puluh lima tahun. Di belakang lelaki tua itu berdiri tujuh
orang lainnya, yang rata-rata bersikap gagah.
"Maaf kalau perjalananmu terganggu, Kisanak! Aku
hanya ingin memastikan apakah kau yang berjuluk
Pendekar Naga Putih" Harap kau jawab sejujurnya!
Karena aku tak ingin kesalahan tangan membunuh
orang lain...," Tanya lelaki itu yang kelihatan jelas tengah menahan kemarahan
di hatinya. "Benar, orang-orang menyebutku sebagai Pendekar
Naga Putih. Tapi, aku tak mengerti dengan ucapanmu
yang takut kesalahan tangan membunuh orang. Dapatkah kau memberi penjelasan
kepadaku, Orang
Tua?" Tanya Panji setelah memberikan jawaban sejujurnya kepada lelaki tua itu.
Dan perasaannya semakin tak karuan melihat sikap orang-orang itu, yang jelas
memperlihatkan sikap permusuhan. Padahal seingatnya baru kali ini berjumpa
dengan mereka. "Hm.... Kalau begitu kau harus mempertanggungjawabkan segala tindakanmu
belakangan ini, Pendekar
Naga Putih! Kami minta agar kau menyerah secara
baik-baik! Karena kami masih enggan untuk melakukan kekerasan, mengingat jasamu
dalam menegakkan
keadilan sudah cukup banyak...," ujar orang tua itu
lagi tanpa mempedulikan pertanyaan Panji.
"Ada apa sebenarnya dengan diriku" Dan apa yang
telah kulakukan terhadap kau ataupun kawankawanmu, Orang Tua" Bertemu kalian pun
aku baru kali ini. Harap kau jelaskan agar aku tak menjadi penasaran!" pinta Panji yang
merasa agak jengkel mendengar perkataan lelaki tua itu, tanpa memberi penjelasan
mengenai apa yang sudah diperbuatnya.
"Hm.... Coba kau jawab pertanyaanku, Pendekar
Naga Putih! Kenalkah kau dengan seorang gadis yang
bernama Wahyuni" Apa yang telah kau perbuat terhadap adik seperguruan kami itu?"
Salah satu dari tujuh orang lelaki gagah yang berdiri di belakang orang tua itu
tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang mengejutkan!
"Wahyuni...?" gumam Panji, langsung teringat pada
gadis manis berpakaian biru tua, yang pernah diselamatkannya dari perbuatan
kotor Malaikat Kerdil. "Ya,
aku mengenalnya. Apa yang telah terjadi dengannya...?"
"Nah, Guru sudah dengar sendiri, bukan" Dan lihatlah, betapa pemuda laknat ini
masih pura-pura
bertanya tentang apa yang telah terjadi dengan Adik
Wahyuni! Dasar iblis keji! Penghinaan ini hanya dapat
kau cuci dengan darahmu! Haaattt..!"
Lelaki gagah berkumis tipis itu seperti sudah tak
sanggup menahan kemarahannya. Tubuhnya melesat
maju dengan pedang terhunus!
Bweett! Beweett!
"Hei, tunggu...!"
Panji yang kaget bukan main, cepat menarik tubuhnya ke belakang menghindari
sambaran pedang
yang cepat dan kuat itu. Hatinya benar-benar penasaran melihat betapa lelaki itu
tak mempedulikan pertanyaannya, bahkan langsung menyerang dengan ganas.
Lelaki gagah berkumis tipis itu tetap tak mempedulikan seruan Panji. Pedangnya
terus berkelebat dan
menyambar-nyambar mencari sasaran.
Melihat lelaki itu menyerang dengan sungguhsungguh dan menginginkan kematiannya,
Panji menjadi gusar. Ketika pada jurus kedelapan, pedang lawan
meluncur dan mengancam batang lehernya, Pendekar
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Naga Putih langsung mengangkat tangan dan melancarkan totokan kilat ke
pergelangan tangan.
Tuk! "Aaakh...!"
Totokan Panji tepat mengenai sasaran. Lelaki gagah
itu terpekik kesakitan. Pedangnya terlepas dari genggaman. Sedangkan tangan
kanannya telah tergantung
lumpuh. Sementara Panji dengan cepat melompat
mundur. Karena dirinya memang tak ingin bertarung
dengan lelaki gagah itu atau pun dengan yang lainnya.
Tapi.... "Bangsat..!" '
Seorang lagi mengeluarkan bentakan, dan langsung
merangsek dengan sepasang pedang pendeknya. Pendekar Naga Putih terpaksa
melompat mundur meng-
hindari sambaran sepasang mata pedang itu.
"Serang...!"
"Haaattt..!"
"Heaaat...!"
Lima orang lainnya tak tinggal diam. Melihat saudaranya sudah bertempur dengan
Pendekar Naga Putih,
mereka pun segera membantu. Kini Panji menghadapi
keroyokan enam lelaki gagah itu, hingga terpaksa
menggunakan kelincahan tubuhnya untuk mengelakkan sambaran pedang lawan.
"Jangan kalian memaksa aku untuk berbuat kasar!
Jelaskanlah duduk persoalannya! Apa sebenarnya
yang sudah terjadi dengan Wahyuni?"
Sambil berkelebatan mengelak dari sambaran ketujuh bilah pedang pengeroyoknya,
Panji meminta penjelasan.
Tapi ketujuh orang itu sama sekali tak peduli seruan Pendekar Naga Putih. Bahkan
mereka semakin memperhebat serangan, membuat kesabaran Panji
mulai terkikis.
"Baiklah kalau kalian memang menghendakinya...!"
desis Panji, langsung mengibaskan tangannya ke kiri
dan kanan, memapaki sambaran dua bilah pedang
yang mengancam tubuhnya. Ketika kedua orang lawannya terhuyung akibat
tangkisannya, Panji sudah
mengirimkan hantaman telapak tangan kepada kedua
orang itu. "Kau benar-benar sudah melewati batas, Pendekar
Naga Putih...!"
Lelaki tua yang sejak tadi hanya berdiri menyaksikan, merasa marah melihat kedua
orang muridnya terkena pukulan Pendekar Naga Putih. Orang tua itu
tampaknya tak bisa terima atas perbuatan Panji, yang
merobohkan dua orang muridnya. Ia pun segera terjun
ke arena ikut mengeroyok Pendekar Naga Putih.
"Orang tua, kau benar-benar membuat aku penasaran! Mengapa kau tak mau
menjelaskan duduk persoalannya kepadaku?" seru Panji sambil berkelit dari
sambaran cakar elang lelaki tua itu. Dan terus melompat cepat ketika lelaki tua
itu melanjutkan serangannya yang bertubi-tubi.
"Heaaa...!"
Plak! Plak! Karena orang tua itu tak mau menjelaskan dan terus mendesaknya dengan serangan-
serangan gencar,
Panji menjadi jengkel dan menyambut serangan itu
dengan tamparannya. Akibatnya tubuh orang tua itu
terdorong mundur. Rupanya Panji mengerahkan sebagian tenaganya sewaktu
menangkis. "Kau memperkosa muridku yang malang itu secara
keji! Setelah puas menikmati tubuhnya, kau berikan
dia kepada segerombolan perampok, hingga Wahyuni
bunuh diri, tak sanggup menahan penderitaan yang
memang terlalu berat baginya. Sekarang kami menghendaki nyawamu agar ia tenang
di alam baka!"
Lelaki tua yang mengaku sebagai guru Wahyuni itu
akhirnya membeberkan apa yang telah dilakukan Panji
terhadap murid perempuannya. Setelah berkata demikian, ia kembali melanjutkan
serangan. Ucapan lelaki tua itu laksana ledakan petir di telinga Panji. Hingga pemuda itu
terpaku bagaikan orang
hilang ingatan. Berita itu terlalu mengejutkan baginya.
Tahulah dirinya sekarang, mengapa Iblis Angkara
Murka tak langsung membunuhnya. Panji langsung
dapat menduga kalau semua itu hasil perbuatan Iblis
Angkara Murka. Dedengkot tokoh sesat itu pasti telah
mengelabui Wahyuni dengan menyamar sebagai dirinya, seperti ketika ia dikelabui
iblis itu yang menya-
mar sebagai Kenanga. Namun Panji tak mengerti bagaimana tokoh sesat itu sampai
mengetahui kalau dirinya dan Wahyuni pernah berjumpa dan saling memperkenalkan
nama satu sama lain.
"Biadaaab...!"
Lelaki tua dan murid-muridnya yang saat itu serangannya sudah tiba dekat tubuh
Panji, langsung tersentak kaget ketika mendengar teriakan meng-guntur.
Bahkan saking dahsyatnya tenaga teriakan Panji,
enam orang lelaki gagah yang mengeroyoknya terjungkal mencium tanah. Mereka
menekap telinga dengan
kedua tangan. Rupanya teriakan Panji membuat telinga mereka seperti ditusuk-
tusuk. Sementara itu, lelaki tua berjenggot pendek, guru
dari tujuh orang lelaki gagah itu, tampak terhuyung
mundur dengan wajah pucat. Tampak dirinya memiliki
tenaga dalam yang lebih kuat daripada muridmuridnya. Sehingga, tidak sampai
terbanting akibat teriakan menggelegar Pendekar Naga Putih.
Setelah mengetahui latar belakang kemarahan dan
kebencian orang-orang gagah itu, Panji tidak bisa menyalahkan mereka. Tubuhnya
langsung melesat meninggalkan tempat itu. Sebelum bayangannya lenyap,
terdengar suara yang ditujukan kepada delapan orang
guru dan murid itu.
"Kelak aku akan datang dengan membawa manusia
laknat yang telah memperkosa Wahyuni...!"
Kesembilan tokoh persilatan ini hanya bisa membanting kaki ke tanah, melihat
sosok Panji sudah lenyap di kejauhan. Mereka tetap menuduh pendekar
muda itu yang telah memperkosa Wahyuni, dan akan
mencari untuk mengadu nyawa dengan Panji. Karena
apa yang mereka tuduhkan kepada Pendekar Naga Putih, merupakan pengakuan Wahyuni
sebelum bunuh diri dengan menusuk perutnya. Bahkan sebelum
menghembuskan napas terakhir gadis itu berpesan
agar kakak-kakak seperguruannya, dan juga gurunya
sudi membalaskan penghinaan itu dengan membunuh
Pendekar Naga Putih.
*** Panji duduk termenung menatap wajah sang Dewi
Malam yang bersembunyi di balik awan kelabu. Wajah
muramnya terkadang berubah kelam menandakan betapa kacau perasaannya saat itu.
Bukan hanya guru
dan saudara-saudara seperguruan Wahyuni yang memusuhinya. Banyak lagi tokoh
persilatan yang menuntut kematiannya. Dirinya dituduh sebagai penjahat keji,
yang telah mengakibatkan kematian beberapa tokoh-tokoh persilatan, juga
melakukan perkosaan terhadap anak-istri orang. Tentu saja pemuda itu tahu
kalau semuanya perbuatan Iblis Angkara Murka yang
hendak menghancurkan nama dan kehidupannya. Sehingga, gerak Pendekar Naga Putih
menjadi sempit.
Kini dirinya tak pernah berani muncul di tempat keramaian. Perhatian tokoh-tokoh
persilatan telah beralih kepadanya. Dialah sekarang yang dicari-cari, dan
bukan Iblis Angkara Murka!
Tiba-tiba saja lamunan Panji buyar. Telinganya menangkap adanya suara langkah
ringan yang menuju
tempat itu. Dengan cepat tubuhnya bangkit lalu bersembunyi di balik sebatang
pohon untuk melihat siapa
pemilik suara langkah kaki yang ringan itu.
Tidak lama kemudian, orang yang ditunggu- tunggu
pun muncul. Namun matanya belum dapat melihat
wajah orang itu dengan jelas. Hanya bisa memastikan
bahwa yang datang seorang wanita, karena bentuk tubuhnya ramping.
Sosok tubuh ramping itu memang benar milik seorang wanita. Kini berada dekat
dengan tempat Panji
melewatkan malam, yang diterangi api unggun. Panji
tersentak kaget, ketika sinar api unggun menerangi
wajah wanita yang ternyata Kenanga, kekasihnya.
Meskipun sudah melihat jelas bahwa yang datang itu
Kenanga, Panji masih belum mau menampakkan diri.
Ingatan tentang peristiwa yang terjadi di puncak Bukit
Jajaran, membuatnya tak mempercayai kalau wanita
itu benar-benar Kenanga.
Diam-diam Panji mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti
Panas Bumi'. Hatinya merasa lega ketika tenaga itu
bergerak, membentuk lapisan sinar keemasan yang
menyelimuti tubuhnya. Ketika tak merasakan adanya
keanehan pada tenaga mukjizat yang dikerahkannya,
Panji mulai yakin bahwa yang dilihatnya itu benarbenar Kenanga, kekasihnya.
Keyakinan ini membuat
Panji bergerak keluar dari persembunyiannya. Gerakannya sengaja dibuat
menimbulkan suara agar Kenanga mendengarnya. Kemudian melangkah perlahan-lahan
mendekati api unggun.
"Kakang..., kaukah itu..."!" seruan Kenanga bernada ragu. Dan dara jelita ini
masih tetap berdiri di
tempatnya, tidak langsung menyambut kemunculan
Panji. "Kenanga...," panggil Panji penuh kerinduan. Karena di saat tengah menghadapi
masalah berat itu, Panji
benar-benar membutuhkan tempat untuk berbicara.
Kakinya melangkah perlahan menghampiri Kenanga.
Kenanga sendiri langsung berlari ketika mendengar
panggilan Panji. Hatinya sudah betul-betul yakin kalau
pemuda itu Pendekar Naga Putih, kekasihnya. Maka,
tanpa ragu-ragu lagi, Kenanga segera menghambur ke
dalam pelukan Panji.
"Hati-hati, Kenanga! Aku seorang pembunuh dan
pemerkosa yang tengah dicari-cari tokoh-tokoh persilatan," ujar Panji menggoda
dan mengetatkan pelukannya.
"Aku tak takut, Kakang. Bahkan aku akan pasrah
jika memang kau ingin melakukannya," tukas Kenanga
balas menggoda kekasihnya. Karena ia tahu siapa dan
bagaimana kekasihnya itu. Kenanga yakin tak mungkin Panji melakukan apa yang
dituduhkan tokoh-tokoh
persilatan. Panji tertawa perlahan demi mendengar jawaban
kekasihnya. Namun ia masih tak mau kalah. Tantangan Kenanga disambutnya.
Tangannya mulai meraba hendak mencopot pakaian dara jelita itu. Ketika
Kenanga memang benar-benar pasrah, dan malah menatapnya dengan bibir mengulum
senyum, Panji menghentikan perbuatannya. Kepasrahan Kenanga
membuat ia yakin kalau Kenanga masih menaruh kepercayaan kepadanya.
"Mengapa tak dilanjutkan, Kakang...?" tantang Kenanga lagi, mencibirkan bibirnya
yang memang menggemaskan itu. Panji benar-benar gemas. Dikecupnya
bibir indah itu sampai agak lama, membuat keduanya
terengah. "Aku tak tahu bagaimana cara meyakinkan tokohtokoh persilatan yang mengejar-
ngejar diriku, Kenanga...," ujar Panji ketika mereka berdua sudah duduk di
dekat api unggun, dan saling bertatapan mata.
"Aku mengerti kesulitanmu, Kakang. Aku tahu, kau
tak melakukan itu. Tapi kau tak perlu berkecil hati.
Masih cukup banyak tokoh persilatan yang menaruh
kepercayaan terhadapmu...," Kenanga mencoba membesarkan hati kekasihnya.
"Betulkah itu..."!"
"Ya. Dan aku mengajak mereka untuk mencarimu.
Jadi bukan karena suatu kebetulan aku berada di hutan ini. Aku memang sedang
mencarimu. Sebab aku
tahu kau pasti sedang susah, Kakang. Ketika melihat
ada nyala api unggun di tempat ini, aku berharap
bahwa yang berada di tempat ini Pendekar Naga Putih.
Dan ternyata harapanku terkabul," ujar Kenanga seraya tersenyum.
"Bagaimana dengan tokoh-tokoh persilatan yang
masih percaya denganku" Apakah aku dapat berjumpa
dengan mereka" Rasanya sekarang ini aku sangat
membutuhkan bantuan mereka untuk meyakinkan
orang-orang yang menuduhku."
"Tidak sulit untuk menemui mereka. Seperti yang
kukatakan tadi, aku mencarimu bersama-sama dengan mereka. Mereka pun bermalam di
hutan ini, tidak
seberapa jauh dari tempat kita berada. Tapi besok saja
kita temui mereka. Malam ini aku ingin melewatkan
malam berdua denganmu, Kakang. Entah seperti apa
indahnya menikmati malam pengantin di dalam hutan
yang lebat dan sunyi seperti ini...?"
Setelah mengucapkan kalimat terakhir dengan disertai lirikan manja, Kenanga
merebahkan tubuhnya di
atas pangkuan sang Kekasih.
Panji hanya tertawa perlahan. Dibelainya rambut
dara jelita itu dengan penuh kasih. Dibiarkan Kenanga
tertidur di pangkuannya. Ia sendiri bersandar pada batang pohon.
*** 7 "Jangan berkecil hati, Pendekar Naga Putih! Kami
semua yang berada di sini masih mempercayai kebersihan hatimu. Dan kita bersama-
sama akan menumpas segala kekacauan yang didalangi Iblis Angkara
Murka itu...," ujar seorang lelaki bertubuh sedang, ketika pagi hari itu Kenanga
membawa Panji ke tempat
tokoh-tokoh persilatan yang tahu kalau Pendekar Naga
Putih telah menjadi korban fitnah.
Panji merasa lega mendapati kenyataan bahwa tokoh-tokoh yang masih menaruh
kepercayaan itu ternyata para pendekar ternama. Selain Pendekar Pedang
Mustika, yang pertama kali menyalaminya, juga terdapat dua orang tokoh golongan
atas, yang mengenal
siapa adanya Iblis Angkara Murka itu. Bahkan tahu
pula kalau dedengkot kaum sesat itu memiliki ilmu sihir yang hebat. Mereka yakin
bahwa yang menyamar
sebagai Pendekar Naga Putih dan melakukan serangkaian kejahatan pasti Iblis
Angkara Murka. Dengan ilmu sihirnya yang tinggi, tidak sulit bagi tokoh itu
untuk mengubah bentuk sekehendak hati.
"Aku pun pernah tertipu sewaktu mendatangi tempat kediamannya di puncak Bukit
Jajaran. Tokoh iblis
itu menyamar sebagai Kenanga, hingga aku dapat dilukainya. Aku bahkan sempat
ditawan di dalam goa
yang berada di perut bukit itu...," jelas Panji menceritakan pengalaman pahitnya
dalam upaya untuk
menghentikan perbuatan jahat Iblis Angkara Murka
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Mendengar cerita Pendekar Naga Putih, salah seorang tokoh mengusulkan untuk
mencoba mendatangi
Bukit Jajaran lagi. Karena menurutnya ada kemungkinan Iblis Angkara Murka
mempunyai tempat rahasia di
bukit itu. Para tokoh persilatan yang jumlahnya sekitar sembilan orang itu, saling bertukar
pandang sesaat. Seolah
mereka saling bertanya, apa ada usul dari yang lainnya. Ketika masing-masing
mengangkat bahu, keputusan pun jatuh untuk menyatroni Bukit Jajaran.
Setelah mendapat kata sepakat, rombongan kecil ini
pun bergerak menuju Bukit Jajaran. Tentu saja bagi
orang-orang berkepandaian tinggi seperti mereka, dapat melakukan perjalanan
dengan cepat. Beda dengan
orang-orang biasa. Menjelang tengah hari, Bukit Jajaran sudah tampak, kendati
Cuma berupa gundukan
hitam yang samar di kejauhan.
*** "Aku merasakan adanya bahaya di sekeliling kita...!"
Tiba-tiba saja Panji berbisik sewaktu mereka hendak menyeberangi sebuah aliran
sungai selebar satu
setengah tombak.
"Hm.... Aku pun merasakannya...," timpal Pendekar
Pedang Mustika, sambil mengedarkan pandangan ke
sekeliling tempat itu, seperti yang juga dilakukan tokoh-tokoh lainnya. Tiba-
tiba.... Syuuttt! Syuuttt! Syuuuttt..!
Para tokoh persilatan itu serentak menolehkan kepala melihat benda-benda bulat
sebesar kelereng yang
meluncur ke tempat mereka berdiri.
"Awas senjata peledak...!"
Panji yang sudah pernah mendapat serangan dari
senjata seperti yang kali ini dilihatnya, langsung memperingatkan kawan-
kawannya. Dan Panji sudah melesat ke udara sambil mengulurkan kedua tangan-nya
untuk menangkap dua butir senjata peledak itu.
Pendekar Pedang Mustika, Kenanga, dan tokoh-
tokoh yang lainnya tersentak kaget melihat perbuatan
nekat yang dilakukan Pendekar Naga Putih. Karena
apa yang dilakukan Panji memang sangat berbahaya.
Mungkin bisa membuat pemuda itu tewas bila senjatasenjata yang hendak
ditangkapnya meledak saat tersentuh tangan.
Namun Panji sudah memperhitungkan perbuatannya. Senjata seperti itu sudah pernah
dihadapinya, sewaktu menyelamatkan Wahyuni dari perkosaan. Dirinya tahu bagaimana cara kerja
benda-benda mengerikan itu. Senjata itu akan meledak apabila menyentuh
sesuatu yang keras. Sedangkan Panji sudah mengatur
tenaga saktinya sedemikian rupa. Sehingga, selain kedua telapak tangannya
mengeluarkan tenaga menyedot, saat benda itu hampir mengenai telapak tangannya,
Panji mengikuti tenaga lontaran benda itu. Sehingga, senjata-senjata maut itu
dapat diterima dengan kedua telapak tangannya yang lunak. Akhirnya
benda kecil yang bisa menimbulkan akibat mengerikan
itu seolah jatuh ke dalam air yang dalam.
"Nih, kukembalikan senjata kalian...!"
Begitu kedua senjata peledak itu tertangkap, Panji
langsung melemparkannya ke tempat asal senjata itu
datang. Dan....
Syuit! Syuiiit..!
Glarrr! Glarrr...!
"Aaakh...!"
Senjata yang melayang dengan kecepatan dua kali
lipat itu, langsung meledak! Jeritan-jeritan kematian
terdengar seiring terpentalnya beberapa sosok di balik
semak-semak dengan anggota tubuh terpisah. Sungguh mengerikan akibat senjata
maut itu. Panji dan
kawan-kawannya sampai menggeleng kepala melihat
betapa tubuh yang terkena senjata itu bisa hancur be-
rantakan. "Serbuuu...!"
"Seraaang...!"
Sesaat setelah ledakan keras itu terjadi, terdengar
suara teriakan riuh dari tepian sungai sebelah kanan.
Disusul kemudian dengan berlompatan puluhan lelaki
bertampang bengis yang langsung mengayunkan pedang.
Para penyerang itu dipimpin seorang tokoh bertubuh kurus kering, seperti
tengkorak hidup. Melihat
tokoh ini Panji ingat pernah berjumpa sewaktu di Desa
Palang. Panji pun ingat bahwa tokoh itu berjuluk Setan
Penasaran, yang merupakan salah satu gembong
kaum sesat. Panji segera dapat menduga kalau tokoh seperti
tengkorak hidup itu telah bergabung menjadi pengikut
Iblis Angkara Murka. Tubuhnya langsung melesat
mendekati. "Hua ha ha...! Rupanya kau masih juga berkeliaran,
Pendekar Naga Putih! Sudah puaskah kau membunuhi
dan memperkosa orang?" tegur Setan Penasaran sengaja hendak menyakiti hati
Pendekar Naga Putih.
Setan Penasaran salah besar kalau menganggap
ucapannya dapat memukul jiwa Panji. Sebaliknya,
Panji marah bukan main. Karena ucapan itu berarti
Setan Penasaran ikut terlibat dalam melemparkan fitnah kepadanya. Tiba-tiba
Panji menggereng laksana
harimau terluka. Dengan cepat tubuhnya melesat menerjang dengan serangkaian
serangan yang mematikan!
Beettt! Setan Penasaran menyambut serangan Pendekar
Naga Putih dengan sambaran tongkatnya. Tokoh sesat
ini memang punya dendam pribadi terhadap Panji, ka-
rena telah menewaskan murid satu-satunya yang sangat disayang. Itu sebabnya
langsung menyambut ganas
ketika Pendekar Naga Putih melancarkan serangan kepadanya.
Plakkk! Karena dalam keadaan marah Panji mengerahkan
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan', menghantam tongkat
dengan tamparan tangan kirinya. Sehingga, tongkat
lawan menyeleweng. Tubuh Setan Penasaran terdorong
dan terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang.
Wueett! Tangan kanan Panji yang membentuk cakar naga
melesat menyusuli tamparan. Setan Penasaran kaget,
namun sempat melemparkan tubuhnya, lalu berjumpalitan beberapa kali dalam upaya
menyelamatkan diri dari serangan dahsyat itu.
"Yeaaa...!"
Teriakan keras Panji mengiringi serangan susulan,
memburu tubuh Setan Penasaran dengan pukulan berantai. Sambaran kedua tangannya
yang membentuk cakar naga datang susul-menyusul diiringi hawa sedingin es, yang membuat Setan
Penasaran kalang kabut.
Tokoh sesat yang bentuknya seperti tengkorak hidup itu melompat ke belakang
mengelakkan sambaran
cakar naga Panji. Terdengar bentakan geram sambil
memutar tongkatnya dengan sekuat tenaga. Putaran
tongkatnya yang menimbulkan angin puting beliung
itu memang sangat cepat. Hingga mampu membendung serangan-serangan Pendekar Naga
Putih. Sebentar saja pertarungan kedua tokoh itu berjalan sengit
dan mengiriskan.
Sementara itu, Kenanga tampak tengah menghadapi
keroyokan belasan orang lawan. Namun dara jelita itu
sama sekali tak merasa gentar. Pedang Sinar Bulan di
tangan kanannya terus berkelebat disertai suara mengaung bagaikan ratusan lebah
marah. Belasan lelaki berwajah bengis yang mengeroyok
Kenanga juga ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Sehingga tak mudah
bagi dara bergaun hijau itu merobohkan lawan dalam waktu singkat Terlebih
belasan orang itu kelihatannya sudah terlatih baik.
Terbukti mereka dapat bekerja sama dan saling bantu
satu sama lain. Jika ada seorang kawannya terancam
pedang Kenanga, empat orang di kiri dan kanan berlompatan melindungi. Membuat
belasan orang itu merupakan satu barisan yang tangguh dan berbahaya.
"Haiiittt..! Heaa...!"
Melihat ketangguhan para pengeroyoknya, Kenanga
segera mengeluarkan jurus andalannya. Jurus 'Bidadari Menabur Bunga' yang
digabung dengan ilmu 'Pedang Naga Putih' atas petunjuk Panji, membuat sepak
terjang dara jelita ini terasa mengiriskan sekali!
Keampuhan jurus gabungan itu memang terbukti.
Baru beberapa jurus saja, dua orang lawan, terlempar
dengan tubuh berlumur darah. Sedangkan pedang
yang baru saja memakan korban itu, sudah berputar
mencari sasaran lain. Tentu saja kedahsyatan ilmu pedang gabungan itu membuat
lawan-lawannya terkejut,
dan mulai memperhitungkan setiap langkah dengan
cermat. Di bagian lain, tampak Pendekar Pedang Mustika
juga sudah menghadapi keroyokan banyak lawan. Tokoh bertubuh sedang, berusia
empat puluh tahun ini
memiliki gerakan yang gesit bukan main. Pedang di
tangan kanannya, yang pada gagangnya terdapat hiasan batu permata, bergerak
turun naik dengan kecepatan laksana burung wallet. Dan masih ditambah den-
gan tangan kirinya yang tak kalah berbahaya. Sesekali
tangan kiri Pendekar Pedang Mustika me-lepaskan pukulan jarak jauh yang sanggup
membuat lawan terjungkal dan muntah darah. Sehingga para pengeroyoknya tak
berani mengepung terlalu dekat. Pedang
Mustika di tangan lelaki gagah itu bagaikan bermata.
Berkelebat begitu cepat memburu tubuh setiap lawan
yang mendekat. Akan tetapi meski Pendekar Pedang Mustika tak segan-segan membunuh siapa saja
yang terdekat, tetap
saja para pengeroyok yang memang terdiri dari gerombolan perampok tak merasa
gentar. Mereka terus menerjang maju dengan serangan-serangan yang ganas.
Meskipun hanya untuk mengantarkan nyawa sia-sia,
para pengeroyok itu tetap gigih dan memperketat kepungan. Tidak jarang mereka
menerjang maju sepuluh
orang sekaligus, membuat Pendekar Pedang Mustika
agak kerepotan menghadapinya.
"Hiaaattt...!"
Wut! Wut! Di saat Pendekar Pedang Mustika tengah disibukkan menghadapi serbuan enam orang
lawan, tiba-tiba
terdengar teriakan melengking tinggi. Disusul dengan
berkelebatnya sesosok bayangan hitam, yang langsung
melancarkan serangkaian serangan kilat dengan senjatanya yang aneh dan
mengerikan. "Heaaa...!"
Whuuukkk! Whuuukkk!
Senjata berbentuk tombak yang pada bagian atasnya terdapat bandulan berduri
sebesar kepalan tangan
lelaki dewasa itu menyambar disertai suara menderu
tajam. Pendekar Pedang Mustika yang baru saja membuat dua orang lawan terjungkal
mandi darah akibat
sambaran pedangnya, bergegas menarik mundur tu-
buhnya dengan menggunakan langkah menyilang. Begitu bandulan berduri itu lewat,
pedang-nya meluncur
cepat melakukan serangan balasan.
"Heaaa!"
Cwitt! Cwittt.!"
Serangan yang dilancarkan Pendekar Pedang Mustika sangat mencengangkan lawan.
Senjata di tangannya bergerak membentuk lingkaran-lingkaran kecil
yang terus meluncur ke tubuh lawan. Dari dalam lingkaran itu terkadang ujung
pedang mencuat tiba-tiba,
mengancam bagian-bagian terlemah tubuh lawan.
Wuuukkk! Trang! Lelaki berkepala gundul dengan wajah hitam seperti
pantat dandang itu mengibaskan senjatanya menyambut tusukan mata pedang yang
mencuat keluar dari
lingkaran sinar, mengancam tenggorokannya. Akibatnya kedua senjata itu saling
berbenturan keras, memercikkan bunga api. Kedua pemiliknya sama terjajar
mundur, pertanda kekuatan mereka seimbang.
"Hyaaat..!"
"Yeaaa...!"
Setelah keduanya memeriksa senjata masing- masing, kedua tokoh itu berteriak
keras saling serang,
mengerahkan segenap kemampuan untuk dapat merobohkan lawan secepatnya. Jurus-
jurus pamungkas
yang mereka gunakan, membuat pertarungan semakin
seru dan mendebarkan. Sejauh itu keduanya terlihat
masih sama kuat, hingga sulit untuk menentukan siapa yang bakal keluar sebagai
pemenang. *** 8 Pertempuran antara Pendekar Naga Putih melawan
Setan Penasaran, tampak sudah mendekati titik penyelesaian. Panji harus mengakui
ketangguhan lawannya. Karena setelah bertarung lebih dari seratus jurus,
barulah dirinya mampu mendesak pertahanan lawan.
Merasa mendapat serangan dari segala arah, Setan
Penasaran tampak begitu geram. Hal itu pula yang
membuat tokoh nyaris tidak berdaging itu menjadi kalap. Dirinya sudah merasa tak
mampu melakukan serangan balasan. Gerakan yang dapat dilakukan hanya
sekadar memutar tongkatnya membentuk benteng pertahanan. Itu pun dilakukan susah
payah, dengan pengerahan seluruh tenaganya yang tersisa.
Panji sendiri yang melihat lawannya nyaris tak berdaya, semakin memperhebat
gempuran. Sambaran cakar naganya bergerak cepat luar biasa dan disertai
hawa dingin yang menusuk tulang, membuat pertahanan Setan Penasaran semakin
lemah di sana sini. Beberapa kali tokoh sesat itu terdorong mundur dengan
wajah semakin pucat. Dari wajahnya tampak keputusasaan tengah melanda lelaki
tinggi kurus itu.
"Hyaaat..!"
Wut! Bwet! Ketika untuk kesekian kalinya Setan Penasaran dipaksa mundur oleh kibasan tangan
yang amat kuat,
Panji membentak keras. Kemudian tubuhnya melenting ke udara. Dari atas meluncur
turun dengan sepasang cakar naganya siap mengakhiri perlawanan Setan
Penasaran. "Haits!"
Plak! Sambaran tangan kiri Pendekar Naga Putih masih
dapat ditangkis putaran tongkatnya. Meskipun tubuhnya kembali terhuyung, Setan
Penasaran berhasil menyelamatkan diri. Namun sayang, sebelum tokoh sesat
itu sempat memperbaiki kuda-kudanya, tangan kanan
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panji datang menyambar!
"Hih!"
Breeettt! "Haaakh...!"
Tubuh Setan Penasaran melintir. Sampokan cakar
naga Panji yang merobek tenggorokan membuatnya
memekik tertahan. Dan ketika tubuh tokoh sesat itu
berputaran sekarat, Panji mengirimkan dorongan kedua telapak tangannya dengan
pukulan jarak jauh.
Breesshhh! Sinar putih keperakan yang keluar dari sepasang
telapak tangan Panji, menghantam telak tubuh Setan
Penasaran. Tanpa ampun lagi, tubuh tokoh sesat itu
terlempar deras dengan ceceran darah segar yang termuntah dari mulutnya. Nyawa
Setan Penasaran langsung terbang sebelum raga yang nyaris tak berdaging
itu terbanting ke tanah.
Melihat tubuh lawannya roboh dan tak bergerak lagi, Panji bergegas menghampiri
untuk melihat apakah
Setan Penasaran benar-benar telah tewas. Setelah
mendapat kepastian bahwa lawannya sudah tak bernapas lagi, pemuda itu memutar
tubuhnya memperhatikan pertempuran yang terpecah-pecah. Hatinya merasa lega
melihat bahwa para pendekar berada di atas
angin. Kecuali dua orang tokoh tua yang tengah bertarung dengan dua orang lawan
berkepala botak dan
bermata buta. Menyaksikan betapa dua orang botak yang bermata
buta itu ternyata sangat tangguh, Panji merasa terta-
rik. Apalagi ketika teringat kedua orang yang tengah
dihadapi kawan-kawannya itu ternyata para pembantu
andalan Iblis Angkara Murka yang menjadi musuh besarnya. Dengan cepat Panji
memutar tubuh dan menyapu sekitarnya dengan mata tajam. Hatinya yakin
kalau Iblis Angkara Murka pasti sudah berada di sekitar tempat itu. Adanya kedua
orang buta berkepala botak, menandakan hadirnya Iblis Angkara Murka di
tempat itu. Setelah sekitar tempat itu sudah ditelitinya dengan
seksama, Pendekar Naga Putih tetap tak menemukan
sosok Iblis Angkara Murka yang dicarinya.
"Panji...!"
Secepat kilat Panji membalikkan tubuh ketika mendengar suara memanggil dari
belakang. Kerlingnya
berkerut ketika melihat seorang lelaki gemuk tertawatawa datang menghampirinya.
Pendekar berjubah putih itu terkejut ketika mengenali yang datang ternyata
Guradi, satu-satunya murid Perguruan Wulung Sakti
yang selamat dari kekejaman para pengikut Iblis Angkara Murka. Begitu menurut
penuturan Guradi kepada
Panji sewaktu pertama kali bertemu.
"Guradi, bagaimana kau bisa berada di tempat ini?"
Tanya Panji yang masih tetap menaruh curiga kepada
lelaki gemuk itu. Hatinya merasa heran melihat Guradi
tiba-tiba berada di tempat itu.
"Sejak kau meminta agar aku mengantarkanmu ke
Bukit Jajaran aku tak pernah lagi meninggalkan tempat ini. Aku sempat merasa
cemas dan mengira bahwa
kau sudah tewas di tangan Iblis Angkara Murka. Tapi,
tahu-tahu kau muncul dan kelihatannya hendak menyerbu Bukit Jajaran. Sayang
saatnya kurang tepat
Karena secara kebetulan para pengikut Iblis Angkara
Murka tengah datang untuk memberi laporan menge-
nai perkembangan yang terjadi di kalangan persilatan,"
Guradi langsung saja nyerocos seperti tak bisa ditahan
lagi. Setelah berhenti sebentar, ia kembali berkata seolah baru teringat akan
hal itu, 'Panji, tahukah kau
bahwa belakangan ini dunia persilatan dibuat geger
oleh perbuatan seorang tokoh yang membuat orang
sempat lupa kepada Iblis Angkara Murka?"
Panji menggeleng, meskipun sebenarnya ia tahu ke
mana maksud perkataan Guradi. Namun dirinya
bungkam dan membiarkan lelaki gemuk itu melanjutkan ceritanya. Karena Panji
ingin mendengar bagaimana tanggapan Guradi.
"Kau tahu tokoh muda berjuluk Pendekar Naga Putih, yang.... Ciri-cirinya hampir
mirip denganmu, Panji"
Tapi kau jangan mengikuti jejaknya. Karena Pendekar
Naga Putih yang dikabarkan orang sebagai penegak
keadilan, ternyata melakukan serangkaian pembunuhan keji. Bahkan tega memperkosa
istri dan anak orang! Benar-benar bejat sekali moral pendekar muda
yang diagung-agungkan orang banyak itu! Kasihan...!
Tokoh-tokoh persilatan tentu kecewa apa-bila sampai
mendengar hal ini," Guradi menghentikan ceritanya.
Matanya menatap Panji sekilas. Kemudian beralih, dan
memperhatikan orang-orang yang masih terlibat perkelahian.
"Lalu apa tanggapanmu terhadap berita itu" Berubahkah pandanganmu kepada
Pendekar Naga Putih
itu?" Tanya Panji memancing.
"Menurutku Pendekar Naga Putih memang pada dasarnya berakhlak rendah! Hm...,
kalau saja aku punya
kepandaian, tentu sudah ku basmi pemuda laknat
itu!" sahut Guradi berapi-api sambil mengepal tinjunya
kuat-kuat. Panji tersenyum pahit mendengar ucapan Guradi.
Dirinya tak bisa menyalahkan Guradi dalam hal itu,
Guradi masih termasuk awam, hingga tak memahami
keseluruhannya.
Guradi tampak melangkah semakin dekat Matanya
memandang ke tempat pertarungan dua orang pembantu Iblis Angkara Murka yang saat
itu tengah terdesak oleh gempuran dua orang kawan Panji. Begitu tertariknya
Guradi terhadap pertarungan itu, membuat
Panji ingin melihatnya.
Ki Kalimaya, tokoh tua berusia tujuh puluh delapan
tahun yang tengah bertarung dengan salah satu pembantu andalan Iblis Angkara
Murka itu, tiba-tiba pucat
wajahnya. Hatinya seakan tersentak kaget ketika tibatiba secara tak sengaja
melihat ke tempat Panji berada.
Kegelisahan dan kekagetannya sempat membuat serangannya mengendur. Bahkan ganti
sekarang dirinya
yang terdesak serangan lawan. Jelas ada sesuatu yang
mengganggu pikirannya. Karena hatinya terus gelisah
melihat Panji yang tengah berada dekat Guradi.
"Panjiii...!"
Pada suatu kesempatan, saat mengelak dari serangan lawan, Ki Kalimaya sengaja
menggeser langkah
mendekat ke tempat Panji sambil berteriak.
Panggilan Ki Kalimaya yang terdengar penuh ketegangan membuat Panji menoleh,
siap untuk menolong apabila Ki Kalimaya tengah terancam maut Namun, ternyata
kakek itu tidak terdesak, Panji menarik
napas lega. "Awas, Iblis Angkara Murka berada di dekatmu...!"
Buk! "Aaakh...!"
Karena ingin memperingatkan Panji, Ki Kalimaya
terkena sebuah pukulan telak lawannya. Tubuh kakek
itu terlempar. Dan dalam keadaan terlempar pun, ia
sengaja membawa daya dorong pukulan itu untuk
mendekati Panji. Sebab, jarak antara dirinya dan Panji
masih terpisah sekitar empat tombak. Dan daya dorong pukulan yang
dipergunakannya itu, membuat Ki
Kalimaya dapat memperpendek jarak.
Pendekar Naga Putih yang mendengar seruan Ki Kalimaya tentu saja kaget. Dengan
cepat tubuhnya berbalik dan mengedarkan pandang matanya memperhatikan sekitar
tempat itu. Namun ia tetap tak melihat
adanya sosok Iblis Angkara Murka. Sehingga, Panji
kembali mengalihkan perhatian ke arena pertarungan
sambil menunggu munculnya Iblis Angkara Murka.
Whuuuttt..! Bugkh! Baru saja Panji memutar tubuh, tiba-tiba Guradi
menghantamkan tongkat besi kuning yang tahu-tahu
sudah di tangannya.
"Ruakhhh...!"
Hantaman yang sangat kuat itu, membuat tubuh
Panji terjerunuk ke depan. Darah segar termuntah dari
mulutnya. Namun Panji yang sadar ada bahaya besar
mengancam, segera bergulingan menjauh. Kemudian
melompat bangkit dekat pertarungan Ki Kalimaya. Ketika Panji kebingungan mencari
orang yang membokong dirinya, Ki Kalimaya berseru memperingatkan.
"Lelaki gemuk itu...! Dia..., dialah si Iblis Angkara
Murka...!"
Dengan susah payah karena harus mengelakkan
serangan lawan, Ki Kalimaya menyempatkan diri berteriak.
"Hah.... Benarkah..."!" gumam Panji setengah tak
percaya pada ucapan Ki Kalimaya. Dengan cepat ditendangnya Guradi. Namun lelaki
gemuk itu tiba-tiba
lenyap entah ke mana. Di tempat Guradi semula bera-
da, berdiri sesosok tubuh tinggi berbadan tinggi. Wajahnya yang memperlihatkan
bekas luka tampak menyeramkan. Dengan mata bengis sosok itu menatap tajam wajah
Pendekar Naga Putih.
"Itulah wujud asli Iblis Angkara Murka...!" ujar Ki
Kalimaya sambil menoleh ke wajah Panji.
Tentu saja Panji kaget bukan kepalang. Walaupun
dirinya telah menaruh kecurigaan terhadap Guradi
yang tingkahnya aneh itu, tapi sama sekali Panji tak
menyangka kalau lelaki bertubuh gemuk itu samaran
dari Iblis Angkara Murka.
"Kau.... Iblis Pengecut! Licik...!" dengus Panji penuh
kebencian. Tanpa rasa gentar sedikit pun Pendekar
Naga Putih melangkah maju siap menghadapi gembong
kaum sesat yang menjelma bertubuh tinggi dan berbahu lebar itu.
"Kekh kekh kekh...! Pandanglah aku sepuasmu,
Pendekar Naga Putih! Karena akan segera kukirim
nyawamu ke neraka...!"
Terdengar suara Iblis Angkara Murka yang terdengar parau dan bergetar. Lelaki
bertubuh tinggi besar
itu melangkah menghampiri Panji. Gerakannya tampak
lambat. Seolah gembong tokoh sesat itu berat sekali
untuk membawa tubuhnya berjalan.
"Hm.... Sejak mula aku sudah menaruh curiga kepadamu, ketika mengaku bernama
Guradi! Dan kini
aku sadar, mengapa aku tak tahu perbuatanmu yang
membuat kekuatanku terbelenggu. Itu pasti kau lakukan waktu aku membawamu lari
menuju Bukit Jajaran! Aku memang merasakan gejolak seperti yang biasa ku rasakan
setiap tenaga gaibku bangkit. Sayang
saat itu aku tak menaruh curiga! Ku akui kelihaianmu
menyembunyikan kepandaian dariku. Sampai aku bisa
kau kelabui...," ujar Panji.
Pendekar Naga Putih tampaknya telah memanggil
'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'nya. Dirinya memang
merasa khawatir Iblis Angkara Murka akan kembali
membelenggu tenaga mukjizatnya itu dengan ilmu sihirnya yang luar biasa. Panji
tak ingin kejadian itu terulang lagi.
"Aih, Kakang! Mengapa kau kelihatan sangat marah
kepadaku" Apakah kau sudah tak mencintaiku lagi...?"
Tiba terdengar suara lembut seorang wanita yang
begitu dikenal Pendekar Naga Putih.
"Hah..."!"
Tentu saja pendekar muda itu tersentak kaget Bahkan hampir saja terlonjak. Tiba-
tiba sosok menyeramkan Iblis Angkara Murka lenyap dan menjelma dengan
sosok Kenanga yang kelihatan sangat berduka.
"Kakang Panji, aku di sini! Yang ada di depanmu Iblis Angkara Murka!"
Kenanga yang sudah menghabisi lawan-lawannya
segera melesat mendampingi Pendekar Naga Putih.
"Hmh...!"
Panji menggereng penuh diliputi amarah. Dengan
sekuat tenaga segera dikerahkan kekuatan mukjizat
dalam tubuhnya, lalu disalurkan ke mata. Akibatnya,
sosok Kenanga jelmaan Iblis Angkara Murka lenyap
seketika, kembali bentuk semula. Kekuatan Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' yang merupakan tenaga gaib
itu, sanggup melawan kekuatan sihir. Kalaupun Panji
masih dapat dikelabui, itu karena kekuatan ilmu sihir
Iblis Angkara Murka memang sangat tinggi luar biasa.
Hal itulah yang membuat Pendekar Naga Putih itu harus mengerahkan kekuatan
melalui kedua matanya,
untuk memusnahkan kekuatan sihir lawan.
Kini Iblis Angkara Murka tampak mulai merubah
wujudnya. Seketika itu pula Kenanga mengeluarkan
pekik tertahan. Sebab, sosok yang berdiri di depan mereka berdua itu sama sekali
tak berbeda dengan Panji.
Seolah kembaran Pendekar Naga Putih telah lahir di
dunia. Namun untuk kali ini Panji tak peduli. Biarpun lawan serupa benar dengan
dirinya, pemuda itu tetap
menerjangnya. Disertai teriakan keras menggelegar tubuhnya melesat dengan
kecepatan luar biasa. Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga, bergerak
berputaran menebarkan hawa panas membakar.
"Hiaaa...!"
Wrrrt! Wrrrttt!
Melihat betapa dahsyat serangan lawan, Iblis Angkara Murka yang masih berwujud
kembaran Pendekar
Naga Putih, menggeser langkah. Ketika serangan lawan
hampir menyambar, tubuhnya mencelat ke samping.
Gerakan itu masih dibarengi dengan gerakan tangan
kanan untuk menangkis sambaran jemari tangan lawan yang mengancam ubun-ubunnya.
"Hiaa!"
Dukk! Plakkk! Panji mengangkat tangan kanannya menangkis
sambil memutar tubuh. Terus dilanjutkan dengan
cengkeraman ke dada lawan. Namun dapat dipatahkan
Iblis Angkara Murka. Benturan kedua pasang lengan
yang sama-sama dialiri kekuatan tenaga dalam tinggi
membuat tubuh keduanya sama-sama terdorong mundur.
"Hiaaah...!"
Diiringi pekikan yang tak kalah keras Iblis Angkara
Murka memulai lebih dulu serangan susulan. Tubuhnya bergerak ke depan dengan
langkah terseret-seret,
menimbulkan guratan-guratan yang berbekas cukup
dalam di tanah. Serangan gembong tokoh sesat yang
masih berupa kembaran Panji itu memang terlihat
agak lambat. Namun, angin pukulan yang keluar dari
kedua tangannya, luar biasa kuatnya! Membuat udara
di sekitar tempat pertarungan terasa bergetar.
Pendekar Naga Putih 80 Iblis Angkara Murka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hiaaa!"
Whuuuttt! Brakkk! Sebuah pukulan yang dilancarkan Iblis Angkara
Murka dielakkan Panji dengan memiringkan tubuh
sambil menekuk sebelah kakinya. Akibatnya, sebatang
pohon besar berderak tumbang. Batang pohon itu
tampak menghitam bagai terbakar, tersambar pukulan
dahsyat Iblis Angkara Murka.
Pendekar Naga Putih sempat tercengang melihat
kedahsyatan ilmu pukulan lawannya. Namun, tentu
saja dirinya sama sekali tak merasa gentar.
Dengan menggunakan tenaga gabungannya, Pendekar Naga Putih bergerak cepat
melancarkan serangan balasan, yang mengandung hawa panas dan dingin berganti-
ganti. Sehingga, Iblis Angkara Murka tampak kewalahan. Terlebih adanya kedua
hawa yang silih
berganti, secara cepat mengurung tubuhnya. Tokoh
sesat itu berusaha memberontak keluar dari kurungan
hawa yang ditimbulkan pukulan Pendekar Naga Putih.
"hyaaah...!"
Dengan suara teriakan keras menggelegar, Iblis
Angkara Murka melesat ke udara sambil mengibaskan
kedua lengannya ke kiri dan kanan, laksana seekor
burung yang hendak terbang.
Panji yang tak ingin memberi kesempatan kepada
lawan, langsung menghentakkan kedua tangan dengan
jari jemari terbuka.
Prattt! Seketika itu pula tampak dua gelombang tenaga
raksasa saling bentur dengan kerasnya. Saking kuatnya benturan itu, kedua kaki Panji melesak ke dalam
tanah hingga sebatas mata kaki. Sedangkan tubuh Iblis Angkara Murka merasakan
tenaga dorong yang berlipat ganda. Tubuh tokoh sesat itu melambung tinggi
hingga tiga tombak dari atas tanah.
Melihat keadaan lawan dengan cepat Pendekar Naga
Putih meluncur ke udara menyusul tubuh lawannya.
Sepasang tangannya melontarkan pukulan maut yang
susul-menyusul disertai suara mencicit tajam yang
menyakitkan telinga.
"Heaaa...!"
Suit! Suit! Buk! Iblis Angkara Murka yang tak menyangka lawannya
akan mengejar, tak sempat untuk mengelak. Sebuah
pukulan telapak tangan Panji menghantam telak lambungnya. Pukulan keras itu
membuat tubuh tokoh sesat itu melintir di udara, kemudian meluncur turun.
"Hah...!"
Dalam keadaan terlontar di udara Iblis Angkara
Murka melepaskan pukulan jarak jauhnya ke tanah.
Dan dorongan angin pukulannya digunakan untuk
mengatur keseimbangan tubuh. Sehingga, dirinya dapat meluncur turun dengan
selamat. Kendati demikian, wajah tokoh sesat itu tampak meringis menahan
sakit pada bagian lambungnya. Tampaknya pukulan
Pendekar Naga Putih mampu memunahkan kekuatan
sihirnya. Sehingga, Iblis Angkara Murka kembali pada
wujudnya yang asli.
Namun baru saja Iblis Angkara Murka merasa
bangga dengan cara yang dilakukannya dalam upaya
menyelamatkan diri, tiba-tiba mulutnya terpekik. Matanya membelakak kaget ketika
melihat tubuh Pende-
kar Naga Putih masih di udara, meluncur turun dengan kecepatan luar biasa.
Rupanya Panji memanfaatkan keadaan itu untuk mengerahkan jurus 'Naga
Sakti Meluruk Dalam Bumi'.
"Aaakh...!"
Iblis Angkara Murka terpekik kaget melihat tubuh
Pendekar Naga Putih mengeluarkan dua macam sinar
yang menyilaukan mata. Tampak tokoh sesat itu mencoba melindungi mata dengan
punggung tangan-nya.
Karena tiba-tiba matanya terasa terbakar oleh pendaran sinar yang membungkus
tubuh lawan. Bahkan dirinya tak mampu melihat, dari sebelah mana lawan
menyerangnya. Iblis Angkara Murka hanya merasakan
betapa hawa panas dan dingin semakin dekat ke tubuhnya. Dan....
"Hiaaa...!"
Bret! Crokkk! "Aaarghhh...!"
Bluk! Terdengar raungan keras dan menggetarkan bagai
hendak merobohkan bukit. Tubuh Iblis Angkara Murka
terlempar bagai selembar daun kering yang diterbangkan angin. Darah segar yang
mengalir dari lukalukanya, berceceran membasahi permukaan bumi.
Kemudian tubuh sekarat itu terbanting keras ke tanah.
Iblis Angkara Murka berkelojotan meregang nyawa.
Pada bagian kepala sebelah atas terdapat lima buah
lubang sebesar jari tangan, yang menghancurkan
otaknya. Juga di bagian depan tubuhnya terdapat luka
memanjang yang mengerikan. Tampaknya Iblis Angkara Murka tak mampu bertahan
untuk hidup. Mana
mungkin rohnya akan betah tinggal di dalam jasad
yang rusak seperti itu. Dan roh tokoh sesat itu pun
melayang, kembali kepada sang Pencipta.
Setelah melihat lawannya tewas, Panji mengangkat
kepala. Tiba-tiba hatinya merasa heran melihat banyak
tokoh persilatan telah berada di sekitar tempat itu.
Rupanya kabar tentang dirinya yang hendak mencari
Iblis Angkara Murka telah tersebar demikian cepat.
Terbukti, kini belasan bahkan puluhan pendekar dan
para tokoh rimba persilatan berkumpul di tempat itu.
"Kakang tak perlu merasa cemas. Mereka tadi telah
sempat menyaksikan pertarungan dua Pendekar Naga
Putih. Dan itu sudah menjelaskan segalanya, " ujar
Kenanga ketika melihat wajah Pendekar Naga Putih
yang letih itu tampak diliputi kecemasan.
Penjelasan Kenanga memang sangat berarti bagi
pendekar muda itu. Dengan begitu beban dalam batinnya yang selama ini telah
dirasakan sebagai suatu siksaan, tiba-tiba terlepas.
"Sebaiknya kita segera pergi, Kenanga. Aku tak ingin mendapat pertanyaan macam-
macam dari mereka...," ujar Panji yang langsung disetujui Kenanga.
Pasangan pendekar muda itu langsung melesat meninggalkan tempat pertarungan
tanpa berpamitan. Keduanya tak dicegah ataupun diganggu.
Tokoh-tokoh persilatan yang melihat Pendekar Naga
Putih berkelebat pergi, hanya bisa menghela napas.
Tampak di wajah mereka suatu penyesalan yang dalam. Ternyata Pendekar Naga Putih
tetap seorang pendekar yang memiliki kebersihan hati. Mereka telah
membuktikan dengan mata kepala sendiri, bahwa tuduhan buruk terhadap pendekar
muda itu sama sekali
tak benar. Bahkan seharusnya para pendekar dan tokoh persilatan mengucapkan
terima kasih terhadap
Pendekar Naga Putih yang dengan gigih mampu menumpas tokoh angkara murka itu....
SELESAI Scanned by Clickers
Edited by Adnan Sutekad
PDF: Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Misteri Pulau Neraka 14 Dewi Ular Parit Kematian Pendekar Guntur 22