Pencarian

Kelabang Hitam 2

Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam Bagian 2


saling berbenturan. Tu buh si brewok terjajar mundur sejauh enam langkah .
Wajahnya menyeringai m enahan
sakit sambil m emijat-mijat l engan kanan yang terasa linu, akibat berbenturan
dengan pedang Kenanga.
Kenanga juga terkejut m erasakan tenaga dalam pim pinan
berseragam m erah itu. Benturan yang keras m embuat l engannya bergetar nyeri.
Dalam batinnya dia m engakui keh ebatan tenaga dalam si brewok yang ternyata
kalah sedikit dengan tenaganya.
Kenyataan ini tentu m embuat Kenanga m enjadi khawatir. A palagi l elaki brewok
masih dibantu anak buahnya.
"Heaaat..!"
Wuttt! Wukkk! Saat itu empat anak buah so brewok m engayunkan pedang
secara berbarengan. Sambil berteriak nyaring, Kenanga segera
m enggerakkan Pedang Sinar Rembulan menangkis em pat batang
pedang yang m engancam nyawanya.
Trangngng! Trangngng!
Wuttt! Seketika empat orang berseragam m erah terl empar mundur
dengan muka pucat! Tangkisan Kenanga yang didorong tenaga
dalam kuat sempat menggetarkan isi dada mereka. Belum lagi
keem pat orang itu sempat berbuat sesuatu , Kenanga segera
m enyusuli serangannya. Dan.. .
Brettt! Brettt!
"Aaakh !"
Dua di antara empat orang berseragam m erah m enjerit
kesakitan. Ru panya gerakan kedua orang itu masih kalah cepat dengan gerakan
Kenanga, sehingga paha m ereka robek cuku p
l ebar. Bu kan main gemasnya si brewok m elihat kejadian itu. Dengan
wajah gelap dia segera m el om pat dan langsung melakukan
bacokan bertubi-tubi. Kembali bacokan-bacokan si brewok hanya m engenai tempat
kosong. Serangan beruntun si brewok dapat
dielakkan Kenanga dengan m enggeser tu buh ke kiri-kanan! Baru saja gadis jelita
itu berniat m em balas, dari kiri-kanan datang senjata-senjata lain. Untunglah
dia cepat m elem par tubuhnya ke belakang.
Kenanga memutar tubuh dengan m enggunakan tenaga
pinggang. Tubuh bagian atas gadis itu m eliuk indah , karena pada saat kedua
kakinya baru saja m enyentuh tanah , dua pedang lawan m enyambar kepala.
Wuttt! Wu ttt! Kembali gadis jelita itu harus bergulingan ketika dua pedang
musuh nyaris mem babat pinggang. Serangan itu pun kem bali
dapat dielakkan.
Selagi tu buh Kenanga bergulingan, datang lagi desingan
nyaring yang ditim bulkan kilatan em pat batang senjata rahasia.
Rupanya salah seorang musuh m enggunakan kesempatan untuk
m embokong Kenanga.
Singngng! Singngng!
Tu buh murid Raja Pedang Pemutus Urat m el enting ke udara
disertai ayunan pedang yang m enderu tajam ! Sebaris sinar putih keperakan
berkel ebat m emapak em pat batang senjata rahasia.
Trangngng! Trangngng!
Pisau -pisau terbang itu langsung berbalik arah ketika ditangkis pedang Kenanga,
dan m elesat dengan kecepatan kilat ke arah dua orang berpakaian serba m erah
yang berada di depannya.
"Aihhh.. !"
Untunglah dua orang berseragam m erah cepat m el empar
tu buh ke belakang. Empat batang pisau terbang pun l ol os dan m enancap pada
sebatang poh on besar yang berdiri kokoh di
belakang m ereka.
"Fuhhh.. !"
Dua orang yang terhindar dari maut menyusut keringat dingin
yang m embasahi kening disertai h elaan napas panjang. Wajah
keduanya nam pak agak pu cat karena hampir saja tewas gara-gara kecerobohan
kawannya. Pertem puran berlangsung berat sebelah. Si brewok dan anak
buahnya kembali m engeroyok Kenanga yang kelihatan su dah
mulai kel elahan. Keringat bercucuran mem basahi wajah gadis
jelita itu. Kenanga m erasa dirinya tidak mungkin dapat bertahan l ebih dari
sepuluh jurus lagi.
Di arena yang lain, perang tanding antara Panji dan Ki Tapak
Jagad berlangsung semakin seru ! Setelah m el ewati jurus ke lima puluh , Panji
mulai dapat m engatasi lawan.
Bettt! Bettt! Plakkk! "Uhhh.. !"
Dua kali serangan Ki Tapak Jagad berhasil dielakkan Panji.
Pemuda itu langsung m elepaskan pu kulan telapak tangan
m enghantam bahu si kakek. Tubuh orang tua itu terhuyung ke
belakang disertai erangan kesakitan. Di sudu t bibir si kakek keluar darah
segar. Panji yang m erasa khawatir akan nasib kekasihnya bergegas
m engakhiri pertarungan.
"Yeaaat..!"
Sambil mem ekik nyaring, Pendekar Naga Putih m encelat
m engejar Ki Tapak Jagad yang tengah kehilangan keseimbangan.
Sepasang tangannya yang berbentuk cakar naga menyambar cepat
m enimbulkan angin yang m encicit tajam !
Ki Tapak Jagad m embelalak pucat m elihat sepasang tangan
Pendekar Naga Putih tengah mengancam. Cepat tangannya
digerakkan memapak sam baran cakar naga.
Plakkk! Brettt!
"Aaakh . .!"
Sambaran tangan kiri Panji berhasil ditangkis. Tubuh Ki Tapak Jagad kem bali
terhuyung mundur karena kekuatannya masih
kalah beberapa tingkat. Tapi sam baran tangan kanan Panji tak mampu lagi
dielakkan. Tu buh Ki Tapak Jagad m elambung bagai disentakkan tenaga
raksasa yang tak tampak. Darah segar mengu cur dari luka
m emanjang di bagian dada. Debu mengepul ketika tubuh kakek
itu jatuh m enimpa sebuah batu yang langsung hancur berantakan.
"Brrr. .!"
Tapak Jagad menggigil kedinginan m enahan hawa dingin luar
biasa yang m erasuk sam pai ke tulang. Dari giginya terdengar suara bergem el
etuk keras! Dengan sekuat tenaga, dia berusaha bangkit dan m engerahkan hawa
murni dalam dirinya untuk
m engusir hawa dingin yang hebat. Saat itu Panji su dah mel esat m eninggalkan
lawannya yang sekarat. Ia langsung m elayang ke arena pertem puran lain.
"Heaaat..!"
Bu kkk! Desss! Desss!
Begitu tiba, Panji m el ontarkan beberapa kali pu kulan ke arah kawanan penjahat
yang sedang m engeroyok Kenanga. Empat
orang pengeroyok kontan terbanting roboh dihantam tangan
pemu da perkasa itu . Mereka semua pingsan seketika!
"A dik Kenanga! Kau .. . Kau tidak apa-apa...?" tanya Panji
cemas sambil m em egang pergelangan l engan sang Kekasih .
Hatinya terharu menyaksikan wajah Kenanga yang terlihat
kel elahan. "Tidak, Kakang. Hanya saja aku sangat l elah sekali. Hati-hati, Kakang. Mereka
rata-rata memiliki kepandaian yang cuku p
tinggi," sahut Kenanga agak tersengal .
Melihat keadaan kekasihnya, Panji m enjadi curiga. Rasanya
dia tidak percaya kalau kelelahan gadis ini disebabkan kepandaian lawan. Dia
tahu betul sam pai di mana kepandaian Kenanga. Kalau baru m enghadapi m ereka
saja, rasanya gadis jelita itu masih dapat m enanggulanginya meskipun memang
agak sulit untuk menang.
"Kau yakin dan tidak m erasakan adanya kelainan dalam
dirimu?" tanya Panji ingin tahu apa yang dirasakan kekasihnya.
"Entahlah, Kakang. Aku m emang m erasa agak kurang sehat,"
akhirnya Kenanga berterus-terang kepada Panji.
"Hm . .. Ini pasti ada yang tidak beres!" gumam Panji, berkata pada diri
sendiri. "Ha ha ha... Tidak perlu khawatir, Pendekar Naga Pu tih !Pada saat matahari
terbit besok, kekasihmu tidak akan kel elahan lagi,"
ucap laki-laki brewok itu sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ya! Karena pada saat itu tubuh kekasihmu akan beru bah jadi
mayat berkulit hitam ! Ha ha ha...!" ucap yang lain sam bil tertawa penuh
kemenangan. "Ketahuilah ! Kekasihmu telah m enghirup hawa beracun
'Kelabang Tu juh Bintang'! Racun itu kami sebarkan perlahan-
lahan setiap kali kami m enyerang. Tidak ada satu pun obat di dunia ini yang
dapat menyembuhkannya, kecuali kalau kau mau
m enerima tawaran kami untuk bergabung," laki-laki brewok itu kem bali berkata
sambil m enyeringai penuh kem enangan.
"Ya! Kalau kamu masih m enginginkan kekasihmu hidu p, kau
harus menuruti keh endak kami!" kali ini yang berkata adalah Ki Tapak Jagad yang
dipapah dua orang berseragam m erah. Wajah
kakek itu masih m enyeringai m enahan sakit akibat luka di
dadanya. "Hm . .. Jangan harap aku akan percaya pada om ongan kalian
begitu saja! Lebih baik kalian serahkan obat penawar sebelum aku bertindak kejam
!" sergah pemuda itu dengan sinar mata penuh
ancaman. Darah muda Panji mendidih melihat keadaan Kenanga
makin lama makin l emah tak berdaya.
"Keparat! Kau m emang manusia som bong, Pendekar Naga
Putih ! A pa kau kira kami takut dengan ancamanmu " Huh ! Kalau kamu masih keras
kepala, kau tungguilah mayat kekasihmu !"
bentak si brewok yang merasa geram m elihat sikap keras kepala pemu da berjubah
pu tih. "Mari kita pergi! Biarkan pemu da
sombong itu m enunggu kematian kekasihnya!"
Setelah berkata demikian, laki-laki brewok m enggerakkan
tangannya. Sebuah kantung kecil berisi bu buk beracun, pecah dan m enebar ke
arah Panji dan Kenanga.
"Bangsat keji!" teriak Panji marah. Sambil m embentak marah,
Pendekar Naga Putih m endorong sepasang telapak tangannya ke
depan. Wusss! Serangkum angin dingin bertiu p keras menerbangkan bubu k-
bu buk beracun yang semula m enebar ke arahnya. Sekejap saja
bu buk-bu buk beracun itu lenyap akibat hem busan angin dingin yang amat kuat.
"Bedebah, mau lari ke mana kalian" Jangan harap kalian dapat
l ol os dari tanganku !" ancam Panji murka. Sesaat kemu dian tubuh pemu da itu m
el esat m engejar lawan-lawannya yang bermaksu d m elarikan diri.
Hanya dengan beberapa kali jungkir balik di u dara, Panji telah berdiri tegak m
enghalang jalan m ereka. Sorot tajam mata pemu da sakti itu m embuat hati m
ereka menjadi ciut
Belasan orang berseragam m erah bergetar mundur ketika
beradu pandang dengan sepasang mata yang m emancarkan
wibawa amat kuat
"Kalian selamatkan Ki Tapak Jagad! Biar aku dan yang lainnya
m enghadapi pendekar som bong ini!" perintah si brewok kepada du a orang
berseragam m erah yang m emapah Ki Tapak Jagad.
Begitu m endengar
perintah pemimpinnya, dua
orang berseragam merah bergegas meninggal kan tempat itu. Sedangkan si brewok dan
belasan orang lainnya maju menerjang Panji.
"Hm . .. Kalian m emang tak patu t diberi hati!" geram Panji, seraya m enggebrak
mereka. "Heaaat..!"
Panji yang telah dikuasai amarah menerjang bagaikan seekor
naga murka. Tubuhnya berkel ebatan disertai l ontaran pukulan-pu kulan
mematikan! Bu kkk! Desss! "Ughhh.. !"
Em pat pengeroyok terjungkal memuntah kan darah segar!
Pukulan Pendekar Naga Putih yang mengandung kekuatan
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' langsung m enewaskan lawan!
Em pat orang pengeroyok tewas dengan kulit tu buh mem biru.
Si brewok dan orang berseragam m erah lain tersentak
mundur! Wajah m ereka pucat sekali. Betapa tidak, sekali gebrak saja em pat
kawan m ereka langsung tewas di tangan Pendekar
Naga Pu tih. Kejadian itu tentu saja m embuat keberanian mereka l enyap.
"Hm . .. Cepat kau serahkan obat penawar! Atau kau ingin
nasibmu seperti keem pat orang itu ?" geram Panji kepada laki-laki brewok itu .
Sepasang matanya berkilat tajam penuh ancaman.
Walaupun kegentaran telah menyelimuti hatinya, namun laki-
laki brewok m asih saja mem bandel .
"Obat penawar itu tidak ada padaku ! Jadi jangan harap kau
akan dapat menyembuhkan kekasihmu tanpa bantuan kami!Nah ,
sekarang tinggal pilih ! Bergabung bersama kami, atau silakan tunggui kematian
kekasihmu!" ancam si brewok tidak kalah
gertak. "Hm . .! Jangan kau sangka aku taku t mem bunuhmu, manusia
licik! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan kekasihku, akan
ku cabut nyawa kalian semua, akan kuhancurkan juga markas
ketuamu!" tegas Panji bersungguh-sungguh.
Ancaman Pendekar Naga Putih benar-benar menggetarkan
m ereka. Si brewok dan yang lainnya pu cat seketika!
"Buktikan ancamanmu, Pendekar Naga Pu tih ! Tapi jangan
harap kami akan menyerahkan obat penawar ini!" sahut si brewok sam bil
menggenggam sebuah botol sebesar ibu jari tangan.
Perlahan-lahan tangannya yang
terkepal m enegang. Siap
m eremas hancur botol penawar racun Kelabang Tu juh Bintang.
Sadar kalau isi botol sangat berarti untuk m enyambung nyawa
kekasihnya, tubuh Pendekar Naga Putih segera m elesat bagaikan sam baran kilat!
"Yeaaat..!"
Crakkk! "Aaa. .!"
Dengan tangan yang terlatih, secepat itu pula pedang yang
tergantung di punggung telah tergenggam di tangan kanan Panji.
Melalui gerakan yang luar biasa, pedang bersinar kuning
keemasan itu m embabat pergelangan si brewok. Berbarengan
dengan gerakan itu, tangan kirinya terulur m enangkap tangan si brewok yang
buntung sebatas pergelangan.
Laki-laki brewok m eraung-raung kesakitan! Darah segar
m enyem bur dari pergelangan tangannya yang buntung. Tubuh
laki-laki brewok berkel ojotan di tanah Seluruh kulitnya perlahan-lahan
mengerut. Seolah-olah seluruh darahnya tersedot ol eh
sesuatu yang tak tampak. Beberapa saat kemu dian, si brewok
tewas dengan seluruh kulit berkeriput hingga tak ubahnya tubuh seorang kakek
yang su dah sangat tua.
"Aaah...!"
Mereka yang m enyaksikan terperangah kaget. Tu juh laki-laki
berseragam m erah m emandang tak percaya ke arah mayat
pimpinan m ereka yang berubah keriput.
Panji saja tak kalah terkeju t. Dia sama sekali tidak m enyangka kalau kematian


Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawannya akan sedemikian mengerikan. Padahal
m enurut perhitungannya, si brewok itu tidak akan mati, paling-paling hanya
tangannya saja yang buntung.
"Eh...!"
Panji makin terkeju t melihat darah yang m enodai Pedang
Pusaka Naga Langit tiba-tiba menguap dan lenyap tanpa bekas!
Pedang itu kembali berkilat-kilat m emancarkan sinar keemasan.
Sama sekali tidak ada bekas kalau pedang itu baru saja m elukai orang!
*** 6 Pendekar Naga Pu tih m engalihkan pandang ke arah tu juh
orang berseragam m erah yang juga tengah m enatapnya.
"Huh ! Jangan harap kami akan m enyerah begitu saja
kepadamu, Pendekar Naga Putih ! Kelak kau akan m enyesal
karena telah m encam puri urusan kami!" u jar salah seorang di antara ketujuh
laki-laki berpakaian serba m erah m enakut-nakuti.
Ketu juh orang berpakaian serba m erah berusaha m enyem bunyikan rasa takut m ereka dengan berpura-pura garang.
Mereka m elintangkan pedang di depan dada m eski dengan tangan agak gem etar.
Siapa orang yang tidak takut kalau kematian su dah m embentang di depan mata"
"Hm . .. Aku bukan orang yang haus darah ! Pergilah kalian dan jangan coba-coba
m engganggu ku lagi! Bawa mayat pemimpinmu
sekalian," ucap Panji yang su dah menyarungkan Pedang Pusaka
Naga Langit kem bali. Sambil berkata demikian, dikibaskan
tangannya mengusir ketujuh orang itu .
Ucapan Pendekar Naga Pu tih tentu saja mem buat lawan-
lawannya ragu-ragu . Mereka ham pir tidak percaya kalau pendekar itu akan mem
bebaskan m ereka begitu saja. Mereka masih berdiri terpaku m enatap pemu da itu
tak percaya. "A pa yang kalian tunggu " Pergilah !" teriak Panji lagi.
Tanpa banyak cakap lagi, ketu juh orang itu pun bergegas
m eninggalkan tem pat ini dengan mem bawa mayat pemimpinnya.
Tak seorang pun ada yang berani m enol ehkan kepalanya ke
belakang, karena khawatir kalau pemu da itu m emburu mereka
lagi. Setelah kawanan orang-orang berseragam merah pergi, Panji
bergegas m enghampiri kekasihnya. Hati pemu da itu semakin
cemas ketika m elihat Kenanga telah rebah pingsan. Rupanya daya kerja racun
sudah semakin m enyebar ke seluruh jalan darahnya.
"Ah, syukurlah dia hanya pingsan...," desah Panji m enarik
napas lega setelah mem eriksa sekujur tu buh Kenanga. Meskipun bu kan seorang
tabib, namun sedikit banyak dia telah m ewarisi ilmu pengobatan yang diturunkan
gurunya. Sekali lihat saja dia su dah tahu cara m enggunakan obat penawar yang
berhasil dirampas dari tangan si brewok.
Dibukanya penutu p botol , lalu m engol eskan cairan yang
berupa minyak ke bawah hidung Kenanga dengan jari-jari tangan.
Seketika di tem pat itu m enyebar bau harum m enyegarkan.
Kemudian ditunggunya gadis jelita itu sam pai siuman.
Tak lama kemudian, terdengar erangan lirih dari bibir
Kenanga. Perlahan-lahan pelupuk matanya mulai terbuka.
"Ngngngh...," disertai keluhan lirih gadis jelita itu m enutup muka dengan kedua
tangannya karena masih silau m elihat
keadaan di sekeliling.
"Ah, syukurlah kau su dah sadar," ucap Panji sambil mengecup
l embut kening kekasihnya.
"Kakang, di mana kita" Kemana orang-orang licik itu?" tanya
Kenanga sambil berusaha bangkit.
Panji cepat m emapah kekasihnya bangkit.
"Mereka sudah pergi sejak tadi. Bagaimana perasaanmu
sekarang, A dik Kenanga?" u jar Panji, m enatapi wajah kekasihnya yang nam pak
sudah segar kembali.
"Rasanya tubuhku sudah segar. Eh, m engapa kau m emandangiku seperti itu , Kakang" A pakah ada sesuatu yang
aneh pada wajah ku?" tanya Kenanga h eran melihat sepasang
mata kekasihnya tak l epas-l epas m emandangnya.
"Kau . .. Kau semakin cantik saja. Rasanya aku tidak pernah
pu as m enatap wajahmu," kata Panji, lirih dan tersendat-sendat karena terbawa
perasaan. "Ah, Kakang. .," desah Kenanga, tersipu -sipu m enundukkan
wajahnya yang kem erahan. "Tapi m engapa selama ini Kakang
selalu m eninggalkan aku" A pakah ucapan Kakang hanya sekadar rayuan saja?"
"Kuakui selama ini m emang aku bodoh. Tapi aku berjanji,
mulai saat ini aku tidak akan pernah m eninggalkanmu lagi," u jar Panji
berjanji. "Sungguh.. ?" tanya Kenanga manja. Seraya meremas-remas
jari-jemari tangan kekasihnya.
"Sungguh!" sahut Panji, balas meremas m esra jari-jemari
Kenanga yang hangat. Keduanya saling bertatapan penuh
kebahagiaan. "Ayolah , kita lanjutkan perjalanan kita!" ajak Panji, yang
segera m enarik bangkit tu buh Kenanga.
Gadis jelita itu tersenyum manis. Sambil berpegangan tangan,
keduanya m elangkah m eninggalkan tempat itu .
Sang mentari yang sudah bergulir ke ufuk barat tersenyum
m elihat kebahagiaan sepasang insan yang tengah m elangkah
sam bil berpegangan tangan.
*** Setelah kurang l ebih dua hari menem puh perjalanan, Panji
dan Kenanga akhirnya tiba di mulut Desa Pegatan. Mereka berdua bergegas
menyusuri jalan u tama desa yang ramai ol eh orang
berlalu-lalang. Beberapa warga desa yang berpapasan dengan
m ereka tersenyum senang, m elihat pancaran kebahagiaan dari
mata kedua muda-mudi yang tengah dimabuk asmara itu .
"Sungguh serasi sekali pasangan muda itu . Yang l elaki gagah dan tam pan.
Sedangkan wanitanya demikian cantik bagaikan
bidadari. Sepasang mata keduanya berbinar penuh kebahagiaan.
Sepertinya mereka sepasang pengantin baru yang bahagia," bisik salah seorang
penduduk desa kepada kawannya.
"Ya, tam paknya m ereka berbahagia sekali," sahut kawannya
juga tersenyum melihat sepasang mu da-mudi yang tengah
m enyusuri jalan desa.
"Huh ! Memang kalau baru menikah mereka tampak rukun dan
bahagia. Tapi lihat saja dua atau tiga bulan lagi. Mereka pasti akan bertengkar
tiap hari tak ubahnya dua orang musuh bebuyutan!"
cel etuk orang ketiga dengan suara agak keras.
Karena suara orang itu agak keras, Panji dan Kenanga menoleh
serentak. Keduanya tersenyum geli m elihat tiga orang laki-laki yang saat itu
tengah mem perhatikan mereka.
"Hi hi hi.. m ereka pasti m engira kita sepasang suami-istri
yang tengah m elancong, Kakang," bisik Kenanga lirih sam bil
m emperdengarkan tawa yang m erdu.
"Hm . .. Bukankah dugaan m ereka memang benar?" sahut
Panji, tersenyum m enggoda.
"Ih , Kakang genit!" bisik Kenanga gemas. Dicu bitnya tu buh
kekasihnya hingga terdengar Panji m engaduh .
"Ha ha ha...!" terdengar suara tawa dari ketiga orang
pendu duk yang tadi mem bicarakan m ereka Rupanya mereka
m engikuti dari belakang.
"Nah, rasakan! Perbuatanmu dilihat mereka," u jar Panji risih dengan wajah agak
kemerahan. "Biar! Biar m ereka iri!" sahut Kenanga, acuh tak acuh ditonton orang.
Panji hanya tersenyum. Ia maklum kalau saat ini kekasihnya
sedang berbahagia. Wajar bila Kenanga m erasakan kebahagiaannya bertemu dengan Panji. Sebelum itu , lama mereka berpisah.
Panji dan Kenanga tiba di sebuah rumah yang paling besar di
antara rumah-rumah penduduk lainnya. Rumah itu adalah rumah
Kepala Desa Pegatan. Di pintu masuk dijaga dua orang yang
bersenjatakan tom bak
"Berhenti...!" seru salah seorang penjaga sambil menyilangkan tombak,
menghalangi kedua orang mu da itu masuk.
"Siapakah Kisanak" Dan ada keperluan apa datang ke tem pat
ini?" tanya salah seorang penjaga dengan ramah mendekati
m ereka. "Maaf, aku ingin bertanya sedikit perihal orang yang bernama
Ganda Buana, kalau tidak salah dia tinggal di Desa Pegatan ini.
Apakah Kisanak kenal dengan dia?" tanya Panji sopan.
"A pakah usianya sekitar lima puluh tahunan?" si penjaga balik bertanya kepada
Panji. "Benar!" sahut Panji, karena m enurut keterangan Kepala Desa
Karang Jati, usia pamannya sekitar lima puluh tahunan.
"Dari sini berjalan lurus. Nanti apabila kalian sudah
m enemukan sebuah rumah yang pekarangannya cukup luas dan
di sebelah kirinya terdapat poh on bambu kuning, kalian masuk saja. Itulah rumah
Ki Ganda Buana," jawab si penjaga
m enerangkan. Setelah mengucapkan terima kasih, kedua sejoli itu bergegas
m eninggalkan halaman rumah kepala desa.
Tak lama kemu dian mereka pun m enemukan rumah besar
seperti yang ditunjukkan penjaga tadi. Rumah itu m emang tidak sulit dicari
karena terl etak di tepi jalan utama Desa Pegatan.
"Aneh, mengapa rumah sebesar ini sepi" Apakah Paman
Ganda Buana tidak mem buka perguruan silat?" gumam Panji
bertanya kepada dirinya sendiri. Kata-kata itu tidak teru cap dari mulutnya
sehingga Kenanga tidak mengetahui apa penyebab
pemu da itu termangu di depan halaman rumah besar ini.
"Mengapa kita tidak langsung masuk saja, Kakang?" tanya
Kenanga, m emegang tangan Panji. "Apa yang Kakang pikirkan?"
"Tidak ada, A dik Kenanga. Hanya aku h eran m elihat rumah
sebesar ini kelihatan sunyi sekali," kata Panji, begitu tersadar dari lamunan.
Putra Paksi Buana melangkah perlahan m emasuki halaman
rumah besar diikuti Kenanga dari belakang. Mereka berdua
m emperhatikan sekeliling halaman rumah ini.
Seorang laki-laki setengah baya keluar m embukakan pintu
ketika Panji m engetuk beberapa kali. Laki-laki tua itu terh eran-h eran m
enyambut kedatangan tamunya. Sebab baru sekali ini
didatangi dua tamu muda.
"Siapakah kau, Anak Mu da" Dan siapa yang kau cari?" tanya
laki-laki yang berpakaian pelayan. Kini sepasang matanya beralih kepada Kenanga.
Pelayan tadi terpana kagum m elihat seorang
gadis cantik m endampingi Panji.
"Paman, namaku Panji. Kedatanganku kemari ingin m encari
pamanku yang bernama Ganda Buana. Benarkah beliau tinggal di
sini" Bisakah aku berjumpa dengan beliau?" tanya Panji setelah m emperkenalkan
namanya kepada pelayan tua itu.
"Anak Muda, aku su dah m engabdi pada keluarga ini sejak
muda. Tapi rasanya aku belum pernah m endengar beliau punya
keponakan. A palagi sudah sebesar kau. Tapi... Nanti dulu. Kalau m emang
majikanku pamanmu, bisakah kau mem beri tahu nama
ayahmu?" selidik pelayan tua yang masih ragu -ragu pada
keterangan tamunya.
"Nama ayahku Paksi Buana, kakak kandung majikanmu.
Apakah Paman m engenal beliau ?" sela Kenanga m enimpali
karena sudah tak sabar lagi m elihat pelayan tua itu mencurigai m ereka berdua.
"Aaah... Paksi Buana! Tentu saja aku tahu, Nisanak. Mari,
silakan masuk. Aku akan laporkan berita gembira itu kepada
majikanku ," kata pelayan tua itu gem bira. Dengan tergopoh -
gopoh dia m eninggalkan Panji dan Kenanga yang su dah du duk di ruang tengah.
Tak lama kemudian pelayan tua itu muncul kembali
m endam pingi seorang laki-laki yang sebaya dengan usianya.
Hanya bedanya wajah l elaki itu l ebih bersih dan gagah .
"Anak Mu da, benarkah kau bernama Panji, anak Kakang Paksi
Buana?" tanya laki-laki gagah setengah baya itu begitu tiba di dekat Panji.
Pemuda itu tidak langsung m enjawab. Dia berdiri perlahan
dari duduknya. Sepasang matanya menatap tajam penuh selidik
ke wajah laki-laki setengah baya yang juga tengah m enatapnya.
"Benar, Paman. Kau pastilah Paman Ganda Buana. Wajah
Paman tidak terlalu jauh berbeda, sehingga aku masih dapat
m engenali," seru Panji, terharu dan bahagia. Kebahagiaan yang dalam karena
selama ini dia m enyangka kalau dia tidak
m empunyai keluarga l agi.
"Panji. .," desis Ki Ganda Buana, juga sangat terharu dengan
pertemuan yang tidak disangka-sangka ini. Dia langsung
m emeluk Panji. Ditepu k-tepuknya bahu keponakannya berkali-
kali. "Wah , kau sudah besar dan gagah. Betapa bangganya Kakang Paksi Buana,
apabila dia masih hidup. Eh , apakah kau su dah
m enjenguk makam ayahmu?"
"Sudah , Paman. Justru dari sanalah aku mendapat berita
perihal Paman," jawab Panji cepat. "Mmm.. . kenalkan, Paman.
Ini A dik Kenanga, tunanganku."
"Hm . .. Pintar sekali kau memilih, Panji," pu ji Ki Ganda Buana pol os.
Ditatapnya sejenak wajah gadis jelita yang tersenyum
sam bil m enganggukkan kepalanya.
"Paman, kemanakah bibi dan yang lainnya" Seingatku, Paman
punya dua orang anak yang sebaya denganku ?" tanya Panji ketika tidak m elihat
keluarga pamannya keluar menyam but.
"Oh , mmm. . mereka... m ereka tengah menjenguk famili
bibimu di desa tetangga," sahut Ki Ganda Buana agak gugup. "Ah , sebentar,
Panji. Paman akan menyuruh m enyiapkan kamar
untukmu dan tunanganmu."
Setelah kepergian Ki Ganda Buana, Panji dan Kenanga
m enjadi h eran m elihat peru bahan wajah dan sikap pamannya, ketika m
enyinggung soal keluarganya.
"Aneh, m engapa sikap paman begitu gugu p ketika kutanyakan
perihal bibi dan sepupuku ?" ucap Panji dalam hati. Tapi dia diam saja. Tidak m
engungkapkan keheranannya kepada Kenanga.
Kenanga yang juga m elihat keanehan sikap Ki Ganda Buana
yang begitu tiba-tiba m enjadi h eran. Gadis jelita itu pun tidak m engatakan
apa-apa. Kecurigaannya langsung tim bul begitu
m elihat perubahan sikap paman kekasihnya.
"Panji, Kenanga, mari kita makan dulu. Rupanya pelayanku
langsung m enyiapkan makanan, begitu tahu
kalau kau keponakanku. Marilah . .. Marilah," ajak Ki Ganda Buana


Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersenyum ramah .
Panji dan Kenanga m engangguk m engiyakan. Keduanya pun
bergegas bangkit mengikuti langkah pamannya. Hati Panji
semakin tidak enak m elihat sikap Ki Ganda Buana yang
sepertinya tidak wajar. Jelas sekali kalau orang tua itu berusaha m enyem
bunyikan sesuatu. Tapi Panji tidak dapat m enebak apa yang disem bunyikan
pamannya. "Paman, maafkan aku kalau pertanyaan perihal bibi tadi
m embuat Paman murung. A pakah Paman dan bibi habis
bertengkar?" tanya Panji, tanpa bermaksud m encam puri urusan keluarga Ki Ganda
Buana. "Ya!Ya... Kami m emang habis bertengkar. Dan bibimu marah
padaku. Lalu pergi ke tem pat orang tuanya," jawab Ki Ganda
Buana, masih gugu p. Cepat dia menarik sebuah kursi. Lalu
m enghenyakkan tubuhnya disertai h elaan napas berat.
"Ayolah , silakan, Panji, Kenanga. Setelah itu kalian boleh
beristirahat di kamar yang telah kusediakan. Sekarang kita
lupakan dulu persoalan bibimu. Besok aku akan mencoba
m enjem putnya. Siapa tahu setelah m elihat kau marahnya jadi hilang," ucap Ki
Ganda Buana, m empersilakan m ereka segera
m enikmati hidangan yang tertata rapi di atas m eja bundar terbuat dari kayu
jati. Tanpa berucap lagi, Panji alias Pendekar Naga Pu tih segera
m enyantap hidangan. Sesekali diliriknya wajah Ki Ganda Buana.
Hati Panji semakin h eran melihat wajah pamannya terlihat
semakin tegang. Pemuda itu m emutar otak, m enduga-duga apa
yang tengah dialami pamannya.
"Eh, Paman, makanan ini... Makanan ini...," Panji tersentak
bangkit dan berkata terbata-bata. Belum lagi bicaranya sel esai, tu buhnya
kembali terjatuh di atas kursi. Wajah Panji nampak
mulai pucat. Peluh pun mulai mengalir mem basahi wajah.
"Gila, makanan ini beracun!" teriak Kenanga, sam bil
m elem parkan hidangan di atas m eja. Untunglah gadis jelita itu baru
sedikit m encicipi, sehingga racun belum sam pai m empengaruhinya. Bergegas dia bangkit sambil m el ol oskan
Pedang Sinar Rembulan yang melingkar di pinggangnya.
Srettt! Cahaya putih keperakan berkeredap ketika gadis jelita itu
m el ol oskan Pedang Sinar Rem bulan.
"Paman. .. Mengapa Paman lakukan ini padaku" Mengapa,
Paman. .?" ucap Panji sam bil menggel eng-gelengkan kepala
karena pandangannya mulai kabur. Tangan pemuda berju bah
pu tih m eraba-raba hingga menumpah kan hidangan yang semula
tersusun rapi di atas m eja.
"Karena kau adalah Pendekar Naga Putih ! Dan kedatanganmu
telah m embawa kesulitan buatku !" sahut Ki Ganda Buana
setengah m embentak. Tu buh orang tua itu tahu-tahu su dah
m el ompat ke arah Panji dengan kedua tangan terkem bang.
Wusss! Brakkk! "Uhhh.. !"
Kursi yang semula didu duki Pendekar Naga Putih hancur
berantakan terkena sam baran tangan Ki Ganda Buana. Untunglah pemu da itu cepat
bergerak m enghindari serangan pamannya.
Meskipun pengaruh racun telah m enyebar ke dalam aliran darah di tubuhnya, namun
nalurinya sebagai ahli silat m engetahui
adanya bahaya yang m engancam.
"Keparat kau, Ki Ganda Buana! Kau tega mencelakakan
keponakanmu sendiri! Dasar manusia bejad!" maki Kenanga,
yang m enjadi marah m elihat kelicikan orang tua yang m engaku sebagai paman
kekasihnya. Sesaat kemudian, tubuh gadis jelita itu pun m elayang disertai
ayunan pedang m embabat l eher Ki
Ganda Buana. Wuttt! "Aihhh.. !"
Ki Ganda Buana terkeju t bu kan main diserang gadis jelita itu.
Dia sama sekali tidak m enyangka kalau kepandaian Kenanga
berada di atas kepandaiannya. Ham pir saja tubuhnya terkena
sam baran Pedang Sinar Rem bulan kalau tidak cepat m enghindar!
"Ha ha ha. .! Bagus, Ganda Buana! Kali ini kami pasti berhasil m enyeret
Pendekar Naga Putih ke hadapan ketua kami,"
bersamaan dengan terdengarnya suara itu tahu-tahu di ruang
makan muncul belasan orang berpakaian serba merah.
"Bedebah ! Rupanya kau telah bersekongkol dengan manusia-
manusia jahat itu untu k m encelakakan kami!" teriak Kenanga
semakin marah ketika melihat munculnya orang-orang berseragam m erah.
"Kenanga! Cepat tinggalkan tempat ini! Biar aku yang akan
m enahan mereka!" teriak Panji kepada kekasihnya. Tubuh
pemu da itu tam pak semakin l emah. Dengus napasnya terdengar keras seperti
orang habis berlari jauh . Rupanya pengaruh racun yang tidak berbau dan tidak
berwarna itu demikian cepat
bekerjanya. "Tidak, Kakang! Mati hidu p kita harus bersama! Aku tidak
mau mem biarkanmu menghadapi maut sendirian!" bantah
Kenanga, sam bil mel ompat m endekati kekasihnya.
Panji yang pandangannya semakin kabur meraba-raba hendak
m enyentuh tu buh Kenanga. Kenanga yang tak sam pai hati
m elihat keadaan kekasihnya yang su dah seperti orang buta itu , bergegas
mendekatkan tu buh hingga tu buhnya tersentuh tangan Panji.
"Pergilah , Kenanga! Jangan m em bantah ! Kalau kita berdua
yang tertangkap, lalu siapa yang akan m enol ong kita" Cepatlah , sebelum
keadaanku benar-benar parah !" bu juk Panji berusaha
m emberi pengertian.
*** 7 Kenanga menatap kekasihnya dengan perasaan kacau . Dia
sadar apa yang diucapkan Panji benar. Namun hatinya masih tak tega m eninggalkan
sang kekasih dalam keadaan seperti itu .
Pertentangan itulah yang m embuatnya masih juga tidak beranjak dari Panji.
Saat itu beberapa orang berseragam merah sudah m el om pat
m enyerbu. Tiga orang di antaranya adalah Jari Penembus Tulang, Tapak Baja dan
Ki Tapak Jagad yang sudah pernah m erasakan
kelihaian ilmu kesaktian Panji. Kini m ereka kembali m encoba untuk m elumpuhkan
pemu da itu dengan dibantu dua belas orang yang rata-rata mem punyai kepandaian
setingkat dengan Tapak
Baja. Tentu saja kehadiran m ereka sangat berbahaya bagi
keselamatan Panji dan Kenanga.
"Hiaaat..!"
Dibarengi teriakan keras, em pat orang berseragam merah
m enerjang Pendekar Naga Pu tih dan Kenanga dari empat
penjuru . Walau pun m ereka hanya menggunakan tangan kosong,
namun dari angin pukulannya dapat diketahui kalau tenaga dalam m ereka cukup
kuat! Wuttt! Wu ttt! "Aaah...!"
Panji yang saat itu keadaannya su dah semakin parah , tak
mampu lagi m enghindar. Pemuda itu terpaksa menangkis
sekenanya dengan gerakan kacau .
Plakkk! Plakkk!
"Uhhh.. !"
Dua serangan lawan berhasil ditangkis. Tapi Pendekar Naga
Putih terkejut m erasakan l engannya nyeri akibat pertemuan
tenaga dalam dengan dua orang lawannya. Pendekar Naga Putih
semakin cemas m erasakan ham pir sebagian tenaga dalamnya
lumpuh. Celaka, pengaruh racun itu hampir m elumpuhkan
seluruh urat-urat tubuhnya.
Dan selagi tubuh pendekar muda itu terdorong akibat
m enangkis serangan dua orang lawannya, serangan dari dua
orang berseragam m erah lain m eluncur datang!
Bu kkk! Desss! "Hukhhh . .!"
Pukulan mereka tepat m enghantam lambung dan dada Panji
hingga mem buatnya terjungkal ke belakang m enimpa m eja
makan. Darah segar mulai merem bes di sudut bibirnya.
"Kakang...! Ohhh.. ,"
Kenanga m enjerit dan langsung m enghambur ke arah Panji. Dipeluknya tubuh sang kekasih yang tengah berusaha
bangkit. Hati gadis jelita itu semakin tak karuan ketika m elihat wajah
kekasihnya semakin pu cat.
"Kenanga. . dengarkan kataku ! Pergilah . Selamatkan dirimu
sebelum semuanya terlambat! Jangan pikirkan aku . Aku yakin
kalau mereka hanya ingin m enangkapku," pinta Panji dengan
napas tersengal -sengal . Pemuda berjubah putih ini berusaha
bangkit berdiri sekuat tenaga sambil m enghunus Pedang Naga
Langit. Wuttt! Sebias sinar kuning keemasan, berkilauan dari Pedang Naga
Langit ketika digunakan Panji. Sam bil m enggoyang-goyangkan
kepalanya yang terasa berat, pedangnya dilintangkan di depan
dada, siap m elindungi Kenanga.
"Kakang, jaga dirimu baik-baik...," ucap Kenanga, sebelum
m eninggalkan Panji dengan napas terisak-isak. Air mata
m embasahi pipinya yang halus.
"Pergilah , Adikku...," u jar Panji serak, terbawa keharuan yang dalam. Dia
sadar belum tentu dapat berjumpa lagi dengan
kekasihnya. Kalau tadi dia m engatakan orang-orang itu tidak akan m embunuhnya,
hanyalah untuk m embu juk Kenanga agar segera
pergi dari tempat ini. Padahal dia sendiri belum yakin betul
apakah orang itu tidak akan mem bunuhnya. Karena sepertinya
orang-orang jahat itu menaruh dendam kepadanya. Dan bukan
tidak mungkin tubuhnya akan dicincang m ereka.
Wuttt! Wu ttt! Panji m engayunkan Pedang Naga Langit sekuat tenaga.
Alangkah kecewa dia karena ternyata tenaga sakti dalam
tu buhnya sudah demikian l emah, sehingga gerakannya tak
ubahnya seorang pemula yang baru belajar silat.
"Haiiit..!"
Sambil m embentak nyaring, tubuh salah seorang lawan
m el ompat seraya m enyerang Pendekar Naga Pu tih. Tapi pemu da itu
bergerak lambat, sehingga lawan dengan mu dah m enyarangkan pukulan telak ke tu buh Panji.
Bu kkk! Plakkk!
"Oughhh . .!"
Darah segar muncrat dari mulut Panji ketika dua kali pukulan
orang itu telak m endarat di dada dan peru tnya. Panji terl em par m enabrak
dinding ruangan dan langsung ambruk pingsan!
Sedangkan pedangnya sudah berpindah ke tangan orang yang
tidak lain adalah Tapak Baja.
"Ha ha ha...! Pendekar Naga Putih ! Kali ini kau akan
m erasakan akibatnya karena berani m encam puri urusan kami!"
sam bil tertawa terbahak-bahak, orang berkepala gundul itu
m endekati Panji yang tergol ek tak berdaya.
"Mari kita pergi...," perintah Jari Penembus Tulang sam bil
m eninggalkan tem pat kediaman Ki Ganda Buana. Sedangkan
tu buh Panji dipondong Tapak Baja.
Ki Ganda Buana ikut bersama mereka m eninggalkan tem pat
kediamannya. Wajah orang tua itu tam pak tertunduk l esu tanpa gairah .
*** Seorang gadis berpakaian serba hijau berlari-lari sam bil
terisak-isak sedih . Sepasang tangan yang ram ping menutu pi
wajahnya. Dari sela-sela jari tangan mengalir bu tiran-butiran air bening.
"Kakang...," keluhnya dengan kedua bahu terguncang.
Perlahan-lahan jari-jemari tangannya turun ke bawah . Ternyata gadis itu adalah
Kenanga yang melarikan diri dari tempat
kediaman Ki Ganda Buana. Wajahnya yang cantik jelita itu agak pu cat. Sepasang
matanya m embengkak karena terlalu banyak
m enangis. Suka dan duka me rupakan saudara.
Tangis dan tawa tak dapat dipisah.
Te rtawalah selagisuka.
Me nangislah se lagi duka me nimpa.
Meskipun tangis mele gakan dada,
tapi.... dapatkah ia me mecahkan masalah"
Kenanga mengh entikan larinya ketika m endengar suara
nyanyian yang menyentuh hati. Dia segera tahu kalau orang yang bernyanyi itu
pasti bukan orang sembarangan, karena suaranya
m enggetar m em enuhi sekitar tempat ini. Dan dia pun tahu kalau nyanyian itu
sengaja dituju kan kepadanya. Karena saat itu hanya dialah yang berada di tem
pat sepi ini. Dan hanya dia sendiri yang sedang m enangis.
Gadis jelita itu m engedarkan pandangan mencari-cari asal
suara dengan hati geram .
"Siapa pun adanya kau, hei orang yang bernyanyi! Keluarlah!
Tunjukkan dirimu ! Jangan hanya bisa menertawakan kesusahan
orang lain!" teriak Kenanga sengit. Rasa duka yang dihadapi
m embuat Kenanga mudah tersinggung.
Tapi sam pai sekian lama Kenanga m enunggu, tak seorang pun
m enampakkan batang hidungnya. Tentu saja hal itu mem buatnya semakin jengkel .
Kenanga yang su dah memaki-maki orang yang
bernyanyi itu m enutup mulut, karena saat itu sesosok tubuh tinggi kurus
mendatanginya. Mata gadis jelita itu m enatap tajam ke arah sosok yang berjalan
tertatih-tatih . Tangan kanannya m em egang sebatang tongkat kayu yang digunakan
untuk m enyangga
tu buhnya. "Eyang...!"
panggil Kenanga, berseru gembira begitu m engenali siapa sosok yang

Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang m enghampirinya.
Kedu kaannya hilang seketika. Bergegas dia berlari m enghambur, m enyambut
kedatangan orang yang amat dikenalnya.
"He he h e.... Cu cuku . Teruskanlah tangismu. Biar dadamu
m enjadi l ega, dan pikiranmu terbuka," u cap sosok tinggi kurus itu yang
ternyata adalah Raja Obat. Diusapnya rambut kepala gadis jelita itu yang bersim
puh di depannya dengan kepala tertunduk.
"Eyang, Kakang Panji. . dia. . dia. .," Kenanga tak mam pu
m eneru skan ucapannya. Dadanya kem bali terasa sesak begitu
teringat pada Panji yang tidak diketahui nasibnya. Gadis jelita itu m enarik
napas dalam-dalam guna m enghilangkan rasa sesak yang m emenuhi dada.
"A pakah kalian berselisih ?" tanya Raja Obat m enduga. Si
kakek meraba-raba kesedihan yang dialami sang cucu , pastilah disebabkan
perselisihan di antara m ereka.
"Bukan, Eyang. Kakang Panji.. Ah , entah bagaimana
nasibnya?" Kenanga l alu m enceritakan apa yang dialaminya. Dan bagaimana
keadaan sang kekasih ketika ditinggalkan.
"Kalau m endengar dari apa yang kau ceritakan, pastilah dia
su dah terbius racun jahat. Sangat sulit m engobatinya. Karena aku belum m
engetahui jenis racun itu secara pasti. Tapi... Eh , kau kenapa, Cu cuku...?" u
jar Raja Obat, terkejut ketika m elihat Kenanga bangkit sambil m em egang
kepala. Gerakan gadis jelita itu terlihat goyah.
"Ah, apakah kau pun su dah memakan hidangan beracun.. ?"
tanya Raja Obat terkejut dan juga gembira, karena dengan
demikian berarti
dia dapat mengetahui bagaimana cara
m emulihkan Panji.
"Ya, Eyang. Tapi. .. Tapi hanya sedikit. ," sahut Kenanga
l emah. Keringat sebesar biji-biji jagung m embasahi wajahnya yang mulai m
emucat. "Hm . .. Untunglah kau hanya makan sedikit hingga racun itu
bekerja agak l ambat," u cap Raja Obat lagi. Tangannya bergerak cepat m enangkap
tu buh gadis jelita berpakaian serba hijau itu yang h endak roboh.
Setelah m em eriksa dan memijat beberapa bagian tubuh sang
cu cu, Raja Obat m engeluarkan obat pulung berwarna kehijauan dari dalam
buntalannya. Gadis jelita itu merintih lirih setelah m endapat pijatan dari Raja Obat. Dan
perlahan-lahan sepasang kel opak matanya
terbuka m eskipun agak sayu dan kelihatan lelah .
"Telanlah obat ini, cucuku . Tariklah napas dalam -dalam agar obat ini cepat m
enyebar ke seluruh urat-urat tubuhmu," u jar si kakek sambil m enyerah kan obat
sebesar kel ereng kepada
Kenanga. Tanpa banyak tanya lagi, Kenanga segera m enelan penawar
racun pem berian Raja Obat. Beberapa saat kemudian, Kenanga
m erasakan hawa hangat bergolak di dalam pusat tenaganya.
Sehingga mem buat tubuhnya terasa segar kem bali.
Raja Obat m emperhatikan gadis jelita itu yang tengah
bersemadi sambil bersila. Bibirnya m enyunggingkan senyum
begitu m elihat wajah Kenanga telah berubah kem erahan,
pertanda kalau obat yang diberikannya telah bekerja baik
Tak lama kemudian, Kenanga m em buka kedua matanya. Gadis
itu gembira merasakan penglihatannya sudah m embaik seperti
semula. "Wah, obat yang Eyang berikan benar-benar h ebat sekali!
Apakah obat ini juga dapat menyembuhkan Kakang Panji,
Eyang?" tanya Kenanga meminta kepastian.
"Kita lihat saja nanti, cucuku. Mari kita susul dia," sahut Raja Obat sam bil
beranjak bangkit dari duduknya.
"Tapi, apakah Eyang tahu markas orang-orang berseragam
m erah?" tanya Kenanga. Karena dia sendiri pun belum tahu di
mana markas orang-orang berseragam serba m erah itu .
"Hm . .. Aku pun tengah m enyelidiki m ereka. Mereka adalah
orang-orang yang menamakan diri kel om pok kelabang hitam. Aku ingin tahu apa
sebenarnya yang mereka rencanakan. Sebelum hari pertemuan yang mereka tentukan,
kita harus su dah m enemukan
kekasihmu," jawab Raja Obat sambil m elangkah m eninggalkan
tem pat itu . "Eyang, apakah bukan tidak mungkin kalau Kakang Panji
su dah m ereka bunuh?" tanya Kenanga ragu.
"Tidak, cu cuku. Kalau m emang mereka berniat m embunuhnya, tentu mereka akan m enggunakan racun yang
m ematikan dan bukan racun yang m elumpuhkan," sahut Raja
Obat m emberi alasan.
Mendengar alasan yang diberikan Raja Obat, Kenanga
m engangguk-anggukkan kepala mem benarkan. Gadis jelita itu
m elangkahkan kakinya mengiku ti Raja Obat yang su dah
m engetahui markas orang-orang berseragam serba m erah .
*** "Ha ha ha...! Pendekar Naga Pu tih ! Akhirnya berhasil juga
kami m enundukkanmu!" u jar seorang laki-laki muda dan tam pan sam bil bertolak
pinggang. Panji yang su dah mulai sadar m encoba m enatap orang itu.
Keningnya berkerut ketika m elihat pakaian yang dikenakan pria itu tam pak
demikian indah , mirip seorang pangeran istana saja.
Wajahnya yang halus dan putih diberi bedak, sepintas dapat
diduga kalau pemuda ganteng itu adalah seorang pesol ek.
"Sss.. siapa.... Kau...?" tanya Panji dengan suara hampir tak terdengar.
"Ha h a ha... Ketahuilah, Pendekar Naga Putih ! Saat ini kau
tengah berhadapan dengan cal on adipati. Sebentar lagi A dipati Kerta Sura akan
kupaksa turun dari singgasananya! Ha ha ha.. !"
sahut pemu da pesol ek terbahak.
"Lalu, apa maksu dmu m enawanku ?" tanya Panji lagi yang
masih belum mengerti apa yang diinginkan orang itu dari dirinya.
"Semula aku memang berniat mem bunuhmu, Pendekar Naga
Putih ! Karena kau telah berani m encam puri urusan orang-orang kelabang hitam
dengan orang-orang Perguruan Cakar Elang. Tapi begitu aku tahu kalau kau
Pendekar Naga Putih yang tersoh or, maka aku bersedia m engampunimu apabila
bergabung dengan
kel om pok kelabang hitam . Bagaimana" A pakah kau bersedia?"
tanya pemu da pesol ek mem bu juk.
Panji yang kesadarannya sudah mulai pulih tahu betul kalau
saat itu dia m enolak, maka saat itu juga mungkin dia akan
dibunuh. Maka dia pun segera m emutar otak agar dapat
m el ol oskan diri dari tempat ini.
"Beri aku waktu dua hari untuk berpikir," sahut Panji m emberi alasan.
"Baik! Ku beri kau waktu dua hari untuk m engambil kepu tusan.
Tapi ingat! Jangan coba-coba mel ol oskan diri. Hal itu akan sia-sia!
Sebab tenagamu tidak akan dapat pulih tanpa pertol onganku !" ancam pemuda pesol ek, mengingatkan Panji
pada keadaannya.
"Keparat licik!" maki Panji dalam hati. Diam -diam pemuda itu m emaki kelicikan
pemu da yang tampaknya adalah ketua
Gerom bolan Kelabang Hitam.
"Bawa dia ke kamar tahanan!" perintah pemuda pesol ek
kepada anak buahnya.
"Baik, Gusti!" sahut dua orang berseragam m erah yang segera
m embawa Pendekar Naga Putih ke ruang tahanan. Setibanya di
ruang tahanan, tubuh Panji langsung dil emparkan secara kasar ke atas tumpukan
jerami. Dan setelah mengunci pintu kamar
tahanan, anggota
gerom bolan kelabang hitam bergegas m eninggalkannya.
Setelah m emeriksa beberapa saat, Panji m enyeringai gembira
m endapati ruang tahanan hanya terbuat dari kayu yang tidak
begitu tebal . Dirabanya dinding-dinding kayu itu seolah -olah ingin mengukur
kekuatannya. Dia yakin dinding kamar tahanan
ini akan hancur sekali pukul tanpa harus m enggunakan banyak
tenaga. Pendekar Naga Putih m elangkah
mundur dan siap m el ontarkan pukulan untuk m enjebol dinding kayu .
"Hahhh "!"
Bu kan main terkejutnya Panji ketika m enyadari kalau dirinya tidak mam pu m
embangkitkan tenaga dalamnya. Tak ada sama
sekali tenaga dalam yang m engalir melalui kedua tangannya.
Mungkin tenaga saktinya telah lumpuh diserap racun yang
m engeram dalam tu buhnya, pikir Pendekar Naga Putih .
"Bangsat! Pantas m ereka berani mengurungku di tem pat
seperti ini! Rupanya m ereka telah mem perhitungkan segalanya dengan matang!"
geram Panji, sam bil m emukul-mukul dinding
kayu kamar tahanan sam pai tangannya terasa sakit dan lecet
Panji menjatuhkan tu buhnya di atas tumpukan jerami.
Berkali-kali dia berusaha m embangkitkan tenaga dalamnya.
Namun semua usahanya hanya sia-sia belaka. Tenaga saktinya
benar-benar lumpuh akibat racun yang dicampurkan ke dalam
makanan sewaktu di rumah pamannya. Begitu Panji m engedarkan
pandangan ke seluruh penjuru ruang tahanan, tiba-tiba matanya tertumbuk pada
sesosok tu buh berusia lanju t.
"Paman. .!" Kau.. . Mengapa kau juga berada di sini?" tanya
Panji h eran, ketika m elihat Ki Ganda Buana juga berada dalam ruang tahanan
yang sama "Hhh . .. Panjang sekali kalau ku ceritakan, Panji. Jelasnya
m ereka telah m enipuku . Semula Anggada, pemuda pesol ek,
m enyandera anak dan istriku. Dia berjanji akan mem bebaskan
keluargaku kalau aku dapat menangkapmu hidu p-hidup. Tapi
nyatanya m ereka ingkar janji. Dan malah m engurungku di sini,"
tu tur Ganda Buana penuh sesal . "Maafkanlah pamanmu ini, Panji.
Aku benar-benar terpaksa harus berbuat begitu !"
"Sudahlah, Paman. Aku pun sebenarnya tidak yakin kalau
perbuatan Paman m emang atas keh endak Paman sendiri," u jar
Panji sam bil mem eluk tubuh Ki Ganda Buana tanpa m erasa sakit hati sedikit
pun. "Lebih baik sekarang kita tidur agar besok
pikiran kita m enjadi jernih dan dapat m encari jalan untuk
m el ol oskan diri."
Tanpa berkata apa-apa lagi, keduanya m erebahkan tu buh di
atas tumpukan jerami yang m emang disediakan untuk tidur.
*** Malam semakin bertam bah larut. Suara binatang malam saling
bersahutan menyemarakkan suasana. Sang rembulan tak bersinar
utuh, karena sebagian wajahnya tertutu p gum palan awan hitam.
Di tengah kepekatan malam, dua sosok tubuh berl oncatan
lincah memasuki halaman sebuah bangunan besar yang menjadi
markas gerombolan kelabang hitam . Sepertinya kedua sosok
bayangan itu adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi. Dengan mu dah m ereka mel ompati
tembok bangunan yang setinggi tiga tom bak.
Bayangan kedua sosok itu seperti dua ekor rajawali besar yang tengah m elayang
di angkasa. Dalam waktu singkat bayangan itu su dah berada di halaman dalam ,
lalu berpindah ke halaman
sam ping. Dua penjaga malam yang sedang m eronda terperanjat kaget,
ketika tiba-tiba di hadapan m ereka telah berdiri dua sosok tubuh .
Sebelum keduanya sem pat berbuat sesuatu, tiba-tiba tubuh
m ereka mel orot jatuh. Rupanya sosok bayangan tinggi kurus itu telah lebih
dahulu m elakukan totokan terhadap m ereka hingga roboh .
Sosok bayangan tinggi kurus itu bergegas mengajak kawannya
masuk ke ruang dalam. Mereka m engendap-endap dengan
m erapatkan tubuhnya ke dinding, ketika m elihat dua orang
penjaga m elewati m ereka.
Tukkk! Tukkk! "Uhhh.. !"
Kedua penjaga m el orot jatuh sebelum mengetahui apa yang
tengah menim pa m ereka. Sosok tinggi kurus itu m enyeret tubuh keduanya ke tem
pat gelap. Penjaga yang satu dibiarkan pingsan, sem entara penjaga yang satu
lagi dibebaskan dari totokan yang m embuatnya lum puh.
"Kalau kau masih ingin hidu p, cepat katakan di mana tem pat
Pendekar Naga Putih ditahan?" ancam si bayangan tinggi kurus
berbisik kepada penjaga yang su dah tidak berkutik lagi. Sepasang matanya
berkilat tajam sehingga mem buat penjaga bergidik
m enatapnya. Penjaga itu pun segera m emberitahukan tem pat di mana Panji
ditahan, dengan menggunakan gerakan tangannya. Bayangan
tinggi kurus itu m engangguk-angguk tanda m engerti.
"Nah, sekarang kau bol eh beristirahat!" u jar bayangan tinggi kurus yang segera
kem bali m enotok jalan darah si penjaga itu .
Lalu disembunyikan di dekat kawannya.
"Eyang, apakah kau yakin orang itu tidak m enjebak kita?"
tanya sosok bayangan yang berbentuk ram ping itu. Suaranya
terdengar m erdu.
"Tidak. Aku su dah pernah menyelidiki tem pat ini sebelumnya.
Aku tahu pasti orang itu tidak berboh ong," jawab bayangan tinggi kurus itu
yakin. Menilik dari wajah dan pakaian mereka, pastilah kedua sosok bayangan itu
adalah Raja Obat dan Kenanga.
Kedatangan mereka ke markas gerombolan kelabang hitam
adalah untuk m em bebaskan Panji.
"Sssttt...!" Raja Obat menem pel kan jari telunju k ke mulut.
Mem beri isyarat agar Kenanga diam dan bersikap l ebih hati-hati.
Rupanya telinga si kakek m enangkap suara-suara orang berbicara di dalam ruang
jaga yang l etaknya berdekatan dengan tempat
tahanan. Kenanga tetap diam di tem patnya, sementara tubuh Raja Obat
langsung berkel ebat m emasuki ruang jaga. Hebat sekali gerakan si kakek! Enam
orang gerombolan kelabang hitam yang tengah
berjaga-jaga tak sem pat lagi berbuat sesuatu . Semuanya roboh ditotok tanpa
ribut. Setelah aman, barulah Kenanga keluar dari tem pat persem bunyiannya, m
engikuti si kakek m enu ju ruang tahanan Pendekar Naga Putih .
"Kakang Panji.. ," tegur Kenanga setengah berbisik kepada
kekasihnya m elalui jeru ji kamar tahanan. Untung Kenanga telah diberi isyarat
Raja Obat. Kalau tidak, tentu gadis jelita itu tidak dapat menahan luapan kegem
biraannya. Dan bila hal itu sam pai terjadi, maka keadaan m ereka akan m enjadi
sulit.

Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panji yang tengah memikirkan bagaimana cara m el ol oskan diri dari tem pat ini
tersentak kaget. Hampir-hampir tidak percaya, ketika m elihat wajah kekasihnya
dari balik jeru ji kamar tahanan.
Kalau saja Raja Obat tidak ikut m em perlihatkan wajah, Panji tentu akan m
enyangka kalau kekasihnya hanya khayalannya saja.
"Aku datang kemari hanya untuk m emberi obat agar
kekuatanmu pulih kem bali. Setelah itu , tentu segalanya dapat kau sel esaikan
sendiri. Terimalah obat ini. Aku yakin kau telah
m engetahui bagaimana cara m enggunakan obat ini," ujar Raja
Obat sam bil m enyerah kan sebutir pil penawar racun.
*** 8 "Terima kasih, Eyang. Tapi kalau boleh aku minta dua bu tir.
Karena pamanku yang berada di kamar ini juga m enderita
keracunan yang sama denganku ," pinta Panji, m enerangkan
alasannya. "Eh ! Mengapa dia juga berada di tahanan, Kakang?" tanya
Kenanga, m engeru tkan kening tak senang.
"Nantilah kuceritakan, Adikku. Yang jelas, beliau tidak sejahat yang kita duga,"
jawab Panji, menenangkan perasaan sang
kekasih. "Hm . . baiklah, aku pergi dulu, Panji. Kutunggu kau di luar!"
u jar Raja Obat setelah m enyerahkan dua butir pil pemunah racun kepada Panji.
"Tunggu dulu, Eyang, Kenanga!" seru Panji, menahan langkah
kedua orang itu. "Eyang, tol ong bebaskan istri dan anak pamanku .
Mereka di kamar sebelah ."
Raja Obat mengangguk m enyanggupi. Dan tanpa banyak tanya
lagi, Raja Obat sakti itu segera m engajak Kenanga m emenuhi
permintaan Panji.
Sepeninggal Raja Obat dan kekasihnya, Pendekar Naga Pu tih
cepat m enelan obat pem berian orang tua itu . Dan m enyerahkan yang satunya
lagi kepada pamannya yang tanpa banyak tanya lagi langsung m enelannya.
Panji yang sedikit banyak tahu ilmu pengobatan cepat
m embantu penyebaran obat ke seluruh aliran darah di tu buhnya.
Tenaganya yang semula bergolak l emah, seketika terasa semakin kuat ketika ada
hawa hangat yang berputar di bawah pusarnya.
Tidak berapa lama kemudian, Panji mulai m erasakan
kekuatannya semakin m embaik. Wajahnya yang semula pucat
berubah segar. Begitu juga yang dialami ol eh Ki Ganda Buana.
Setelah m erasakan kekuatannya sudah pulih seperti sedia kala, Panji bergegas
bangkit. Senyum di wajah pemuda itu mel ebar
begitu m erasakan lapisan kabut bersinar putih keperakan kem bali m enyelimuti
tubuhnya. Ki Ganda Buana berdecak kagum m elihat kejadian itu.
Keraguan di hatinya pun l enyap seketika. Kini dia benar-benar yakin kalau
keponakannya m emang orang yang dijuluki Pendekar Naga Pu tih. Tentu saja hal
itu m embuatnya bangga.
"Luar biasa! Betapa bangganya hati Kakang Paksi Buana kalau
masih ada," u cap Ki Ganda Buana dalam hati.
"Paman, sekarang mari kita keluar dari tem pat ini!" ajak
Pendekar Naga Putih sambil m elangkah mengham piri pintu
tahanan. Hanya dengan sekali dorong, pintu kamar tahanan
ambrol dengan menim bulkan suara hiruk-pikuk. Keduanya
langsung m el esat m enerobos serpihan-serpihan kayu yang
beterbangan. Dua laki-laki yang tengah m elintas di depan ruang tahanan
m enghentikan langkah ketika m endengar suara ribut. Tanpa
m embuang-buang waktu lagi, keduanya m el esat ke ruang
tahanan. "Berhenti!" teriak salah seorang di antaranya begitu m elihat du a sosok
bayangan m elesat m eninggalkan ruang tahanan.
Mereka langsung menghadang jalan Panji dan Ganda Buana. Tak
ada jalan lain lagi selain harus m erobohkan orang-orang itu. Panji dan Ki Ganda
Buana langsung menyerang mereka.
Plakkk! Plakkk!
"Uhhh.. !"
Tu buh salah seorang penjaga terpental mundur ketika
m enangkis serangan Panji. Orang itu terkejut karena tiba-tiba tu buhnya
diserang hawa dingin luar biasa.
"Pendekar Naga Putih...!" desisnya kaget ketika mengetahui
orang yang menjadi lawannya. "Bagaimana mungkin kau dapat
m enghilangkan pengaruh racun dalam tubuhmu?"
"Hm . .. Jari Penembus Tulang! Kiranya kau masih belum jera
juga?" tegur Panji dengan sorot mata penuh ancaman.
"Suiiit..!" sadar
bahwa dirinya tidak mungkin
dapat m enghadapi pendekar mu da itu sendirian, Jari Penem bus Tulang bersuit nyaring
m emanggil anggota gerombolan kelabang hitam
lain. Panji terkejut mendengar suitan itu. Dan tanpa mem buang-
buang waktu lagi, dia segera m enggasak Jari Penem bus Tulang.
Bettt! Bettt! "Haittt..!"
Jari Penembus Tulang yang tahu kalau kepandaiannya masih
kalah jauh , bergegas m elem par tubuh ke belakang. Dua kali
hantaman telapak tangan Panji berhasil dihindari.
Sebelum Pendekar Naga Putih sem pat m elanjutkan serangan
berikut, tahu-tahu bermunculan puluhan orang berseragam
m erah yang langsung mengurungnya. Begitu m enyadari
keadaannya semakin berbahaya, pemuda perkasa itu menyedot
napas banyak-banyak.
Wusss! Hawa dingin berh embus m enderu-deru ketika Panji m enambah kekuatan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'. Beberapa
anggota gerom bolan kelabang hitam berl om patan mundur.
Mereka tak sanggup m elindungi tu buh dari h embusan hawa
dingin m enusuk tulang yang dipancarkan dari tu buh pemu da itu .
"Serang...!" teriak Jari Penembus Tulang, m em erintah para
pengawal . Setelah berkata demikian, dia sendiri segera mel esat m endahului
kawan-kawannya.
Wuttt! Wu ttt! Panji alias Pendekar Naga Putih m enggeser kaki sam bil
m emiringkan tubuh sehingga dua kali tusukan jari tangan lawan m eleset! Sel
esai m enghindar, secepat kilat tangan kanannya bergerak mel epaskan serangan
balik. Serangkum angin yang
dingin luar biasa m engiringi setiap sam baran cakar naga Panji.
Wukkk! Jari Penem bus Tulang mundur sejauh satu tom bak
m enghindari sambaran cakar naga Panji. Dan belum lagi Panji
sem pat m elanjutkan serangan, em pat batang tom bak m eluncur m engancam
tubuhnya. Cepat pemuda itu menunduk sam bil
m enangkap senjata empat orang lawan yang datang dari dua arah .
Tappp! Tappp! Semua tom bak berhasil ditangkap Pendekar Naga Putih.
Pemuda itu langsung mematahkan dengan m engerahkan tenaga
dalam. Begitu em pat orang lawan terjerembab ke depan, tangan pemu da itu
langsung m enghantam tubuh m ereka.
Desss! Bu kkk! Desss!
"Oughhh . .!"
Tu buh keem pat orang itu jatuh jungkir balik dengan keras.
Dari mulut m ereka m enyem bur darah segar. Keempat anggota
gerom bolan kelabang hitam tewas seketika dengan kulit tubuh
kebiruan! Setelah merobohkan keem pat orang pengeroyok, Pendekar
Naga Pu tih kem bali mengamuk! Kedua tangannya m enyambar-
nyambar m enebarkan hawa maut! Kekhawatiran akan nasib
pamannya mem buat Panji tak peduli lagi terhadap nasib para
pengeroyok. Setiap kali sam baran cakar naganya m enghantam
tu buh lawan, korban pasti langsung tewas.
Terjangan Pendekar Naga Putih yang laksana amukan seekor
naga marah, benar-benar m enggiris! Sehingga para pengeroyok
tidak berani terlalu dekat dengan pemuda perkasa itu . Kadang-kadang para
pengeroyok langsung m el om pat mundur begitu
serangannya l ol os!
Di arena yang lainm Ki Ganda Buana yang semula berhadapan
dengan orang berkepala gundul yang bukan lain dari Tapak Baja, tam pak berhasil
mengim bangi. Bah kan dia mulai terlihat dapat m endesak. Tapi belum berhasil m
enguasai Tapak Baja, em pat
orang berseragam merah lain terjun m embantu . Tentu saja hal itu m embuat Ki
Ganda Buana m enjadi repot! Apalagi ketika
m endapat kenyataan kalau em pat orang yang datang m em bantu ternyata memiliki
kepandaian yang ham par sama dengan Tapak
Baja. Maka sibuklah orang tua itu dibuatnya!
Plakkk! Plakkk!
"Uhhh.. !"
Tu buh Ganda Buana terdorong mundur ketika m enangkis
serangan dari dua orang lawan sekaligus. Orang tua itu cepat
m elem par tu buh sejauh tiga tom bak ke belakang, ketika serangan lawan yang
lain m eluncur datang! Namun sayang, begitu kedua
kakinya m enginjak tanah , salah seorang lawan
berhasil m enyarangkan sebuah tendangan keras ke perut.
Bu kkk! "Hukh .. !"
Orang tua itu terjengkang m enerima tendangan di perutnya.
Darah segar tam pak m engalir melalui su dut bibirnya. Meskipun perutnya terasa
mual, Ki Ganda Buana cepat m el enting bangkit.
Cepat kedua tangannya bergerak ke depan m elindungi tubuh !
"Heaaat..!"
Diiringi teriakan nyaring, Tapak Baja dan dua pengawal lain
m elesat m elaku kan serangan dari arah depan. Sepasang tangan ketiga orang itu
bergerak cepat susul-m enyusul dan menyam bar ganas.
Ki Ganda Buana bergerak ke kiri-kanan m enghindar.
Meskipun telah m enderita luka, rupanya orang tua itu masih
sanggu p m engelakkan serangan.
Bettt! Bettt! Serangan Tapak Baja menghantam angin kosong karena Ki
Ganda Buana telah keburu mel em par tubuh sambil bersalto dua kali ke belakang.
Begitu kakinya m enjejak tanah, tubuhnya
langsung mel ontarkan tendangan terbang ke arah Tapak Baja
yang berada paling depan.
Du kkk! "Aaah...!"
Tu buh Ki Ganda Buana dan Tapak Baja sama-sama terdorong
ke belakang. Tapak Baja m enyeringai m enahan rasa nyeri pada l engannya yang
dipakai m enangkis tendangan. Sedangkan Ki
Ganda Buana terpincang-pincang karena tulang kering kakinya
terasa remuk. "Heaaat..!"
Disertai bentakan nyaring, em pat orang berseragam merah
yang m engurung Ki Ganda Buana m enerjang berbarengan.
Sambaran angin pukulan m ereka yang m enderu m enandakan
kuatnya tenaga dalam di dalam serangan itu. Tapi, sebelum
serangan keem pat gerom bolan kelabang hitam m engenai sasaran, du a buah
bayangan putih dan hijau m elesat cepat m emapaki
serangan-serangan m ereka. Dan.. .
Plakkk! Plakkk! Bukkk! Desss!
"Aaakh . .!"
"Hukh .. !"
Tu buh keempat orang berseragam m erah terdorong mundur
begitu serangan mereka ditangkis ol eh dua bayangan tadi. Dan sebelum sem pat m
elakukan sesuatu, tahu-tahu tubuh mereka
dihantam pukulan yang amat kuat! Tu buh gerom bolan kelabang
hitam terbanting keras disertai semburan darah segar. Beberapa saat kemu dian,
keem pat orang itupun diam tak bergerak.
Pingsan! "Ah, terima kasih, Eyang, Kenanga. Untunglah kalian keburu
datang. Kalau tidak, mungkin aku su dah tidak sempat lagi
m enatap matahari esok pagi," ucap Ki Ganda Buana kepada dua
penol ongnya yang tidak lain adalah Raja Obat dan Kenanga.
"Hm . .. Pantas kalian begitu lama. Ru panya kalian m engalami kesulitan!" ujar
Raja Obat itu tanpa mem pedulikan ucapan terima kasih Ki Ganda Buana.
Panji tersenyum lega m elihat kedatangan Raja Obat bersama
Kenanga. Kekhawatiran akan nasib pamannya pun l enyap
seketika setelah m elihat kedatangan kakek sakti dan kekasihnya.
"Eyang, Paman, kalian uruslah orang-orang ini! Aku ingin
m encari pemuda pesol ek yang menjadi pimpinan gerom bolan
kelabang hitam !" seru Panji kepada Ki Ganda Buana dan Raja
Obat Sam bil m elem parkan senyum kepada kekasihnya, pemu da
itu pun segera m elesat m eninggalkan arena pertarungan.
"Kakang, aku ikut!" tanpa m enunggu jawaban lagi, Kenanga
langsung m el esat m engikuti kekasihnya.
Pendekar Naga Putih yang tidak kuasa menolak keinginan
Kenanga, m endiamkan saja. Pemuda itu berh enti sejenak untuk m enunggu.
Keduanya bersama-sama segera m em eriksa seluruh
markas gerom bolan kelabang hitam untuk m encari pemu da
pesol ek yang dimaksu dkan Panji.
"Heaaa.. !"
Tiba-tiba sesosok tubuh m el om pat ketika m ereka baru saja
m enginjakkan kaki di ruang belakang.
Plakkk! Plakkk! Plakkk!
"Aaah...!"
Orang itu berseru kaget! Tiga kali serangannya berhasil
ditangkis Kenanga. Karena Kenanga berada paling depan, maka
serangan orang itu pun tertuju kepadanya.
Tu buh orang itu terjajar mundur sejauh satu setengah tombak.
Meski Kenanga m enyeringai, tapi jelas terlihat kalau tenaga dalam orang itu
masih kalah setingkat dengannya.
"Ki Tapak Jagad.. !" desis Panji begitu mengenali orang yang
hampir saja m encelakakan kekasihnya.
"Biarkan m ereka Ki Tapak Jagad, m ereka adalah bagianku !"
Pendekar Naga Putih m enahan langkah m endengar suara itu.
Setelah m enol eh ke arah datangnya suara, akhirnya dia bertemu dengan orang
yang sedang dicarinya. Orang itu berdiri tegak
sam bil m enggenggam sebatang pedang yang m engeluarkan sinar keemasan. Itulah
Pedang Pusaka Naga Langit milik Panji yang
telah diram pas Tapak Baja. Rupanya pedang itu telah diserahkan kepada ketuanya,
yakni Anggada si pemu da pesol ek.


Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm . .. Ru panya kau punya kepandaian juga! Ku kira kau
hanya bisa bersolek dan m em erintah saja!" sindir Panji sinis.
"Ha ha ha.. ! Aku memang sudah lama m endengar nama
besarmu, Pendekar Naga Pu tih ! Dan aku pun sudah sangat lama ingin m enjajal
sam pai di mana kepandaianmu! A ku ingin tahu , apakah julukan itu sesuai
untukmu . Aku harus m embuktikannya,"
sahut Anggada tak kalah tajam dengan ucapan Panji. "Nah ,
bersiaplah !"
"Hm . .!" Panji hanya bergumam sam bil mem perhatikan
langkah kaki l awan.
"Yeaaat..!"
Dibarengi sebuah teriakan yang mengguntur, ketua gerom bolan kelabang hitam mel esat cepat m emutar Pedang Naga Langit.
Wukkk! Wukkk! Gulungan sinar keemasan yang m enyilaukan mata bergulung-
gulung disertai suara m engaung tajam . Dari suara sabetan
pedang, sudah dapat diketahui betapa tingginya tenaga dalam
yang dimiliki Anggada.
Melihat lawannya sudah mulai m embuka serangan, Pendekar
Naga Pu tih bergegas m enyedot u dara sebanyak-banyaknya. Sesaat kemudian,
lapisan kabu t yang bersinar putih keperakan mulai
m enyelimuti sekujur tubuhnya. Dari lapisan kabut yang mulai
m enebal dapat ditebak kalau saat itu Panji telah m engerahkan hampir dari
seluruh tenaga saktinya. Pemu da itu berbuat
demikian karena tahu keh ebatan dan kekuatan Pedang Naga
Langit yang kini dipegang lawan.
Wuttt! Wukkk! Panji menggeser tubuh m enghindari dua kali sabetan pedang
bersinar keemasan. Dia terkejut ketika m erasakan hawa panas
m enyengat keluar dari mata pedang. Tentu saja dia terh eran-
h eran karena selama ini dia memang ham pir tidak pernah
m enggunakan Pedang Naga Langit. Dia tidak begitu m emperhatikan kalau pedang pusaka yang ditemukannya di
Lembah Gunung Kem baran ternyata dapat menim bulkan hawa
panas menyengat (Untuk mengetahui bagaimana Panji m endapatkan pedang pusaka itu, pembaca dapat m elihat pada
episode:"Bunga Abadi di Gunung Kembaran").
Pendekar Naga Putih terus menghindari serangan pedang
Anggada sam bil sesekali m el epaskan pukulan. Hal itu bukan
dikarenakan Panji tengah m empelajari gerakan lawan. Tapi
m emang pemu da pesol ek itu sepertinya tidak m em berikan
peluang kepadanya untuk m embangun serangan.
Pada jurus kedua puluh delapan, Panji m el ompat jauh ke
belakang m enghindari sam baran pedang yang mencecar lambung.
Setelah beberapa kali berjumpalitan di udara, tu buhnya mendarat empuk di atas
permukaan tanah.
Bu kan main terkejutnya hati Pendekar Naga Putih ketika baru
saja kakinya m enjejak tanah , tahu-tahu u jung pedang Anggada telah m eluncur
deras ke arah tenggorokan. Kembali untuk kedua kalinya Panji terpaksa mel em par
tubuhnya ke belakang
m enghindari sambaran pedang lawan.
Rupanya mata ketua Gerom bolan Kelabang Hitam itu cukup
jeli. Begitu dilihatnya Panji m elem par tubuh ke belakang,
pedangnya diputar hingga m embentuk lingkaran dan terus
m engejar. Wuttt! Wukkk! Brettt! Brettt!
"Aaah...!"
Putaran lingkaran pedang pemuda pesol ek yang dahsyat nyaris
m enyerem pet tu buh Pendekar Naga Putih . Untunglah pada saat yang berbahaya
itu dia masih sempat m emiringkan tubuh ,
sehingga sambaran u jung Pedang Pusaka Naga Langit hanya
m engenai pakaian saja. Panji m el om pat jauh ke belakang
m enghindari sambaran pedang yang masih terus mengancamnya
itu . "Aaah...!" Pemuda berjubah pu tih itu berseru terkejut dengan wajah agak pu cat!
Dari sobekan pakaiannya dia m elihat bilur-bilur agak kehitaman pada kulit
tubuhnya. Seperti tu buh Panji m elepuh akibat terkena sam baran pedang lawan.
Diam-diam pemu da itu semakin terkejut m elihat kelihaian Anggada dalam m emainkan jurus-
jurus pedang. "Kakang! Terimalah pedangmu ! Orang itu tidak bisa dihadapi
dengan tangan kosong!"
Kenanga yang rupanya sempat
m enyaksikan kejadian itu m enjadi khawatir. Gadis jelita itu bergegas m elem
parkan Pedang Sinar Rembulan dari tangannya.
Sedangkan Kenanga sendiri telah m emegang pedang lain yang
m engeluarkan sinar kehitaman untuk m enghadapi lawannya.
Pedang hitam di tangan gadis itu tidak kalah am puh dengan
pedang pu saka lainnya.
Tanpa mem buang-buang waktu lagi, Panji segera menangkap
pedang yang dilem parkan kekasihnya.
Si pemuda pesolek tetap berdiri tegak tanpa berusaha
m encegah Panji m enangkap senjata pemberian kekasihnya.
Sepertinya ketua gerombolan kelabang hitam itu sangat yakin
pada kepandaian yang dimilikinya, sehingga sama sekali tidak
berusaha m encegah.
"Hm . .. Ku dengar ilmu pedang yang kau miliki cuku p h ebat, Pendekar Naga
Putih ! Nah , sekarang kau telah m em egang pedang yang kelihatannya cuku p
baik. Mari kita buktikan, ilmu pedang siapa yang paling baik di antara kita,"
tantang Anggada dengan lagak som bong.
"Hm . . kalau m emang begitu maumu, baiklah ! Lihat pedang!"
seru Pendekar Naga Putih sambil m el om pat memutar Pedang
Sinar Rem bulan. Angin berhawa dingin berkesiu tan m engiringi ayunan pedangnya.
Wukkk! Wukkk! Sinar putih keperakan bergulung-gulung m enyelimuti tu buh
Panji. Suara desingan Pedang Sinar Rem bulan demikian tajam
seolah m enulikan telinga. Pendekar Naga Putih tidak lagi main-main dalam m
elancarkan serangannya.
"Yeaaat...!"
Dibarengi teriakan nyaring, Anggada m el esat memapak
serangan Panji. Sesaat kemudian, tampak dua gulungan sinar
yang berlainan warna saling libat dan saling m enindih . Sam baran hawa panas
dan dingin m enyambar silih berganti di sekitar arena pertarungan.
Tiga puluh jurus kembali berlalu cepat. Meskipun kedua tokoh
muda sakti itu telah sama-sama mengeluarkan ilmu sim panannya masing-masing,
namun sam pai sebegitu jauh belum juga terlihat siapa di antara m ereka yang
akan keluar sebagai pem enang!
Sem entara itu, pertarungan antara Kenanga dan Ki Tapak
Jagad mulai bergeser m enjauhi pertarungan dua orang mu da
sakti itu . Karena mereka m erasa tidak sanggu p m enahan hawa panas dan dingin
yang berganti-ganti m enerpa tu buh mereka.
"Heaaat..!"
Panji yang m erasa penasaran pada keh ebatan ilmu pedang
Anggada mem ekik nyaring. Berbarengan dengan itu, tubuhnya
m el ompat beberapa tom bak ke belakang. Secepat kakinya
m enjejak tanah, secepat itu pula dia kem bali m eluncur dengan m engeluarkan
jurus 'Naga Sakti Meluruk ke Dalam Bumi' yang
m erupakan jurus pamungkas Pendekar Naga Pu tih.
Wrrr! Angin dingin yang m enusuk tulang berputaran, ketika tu buh
Panji berputar bagaikan baling-baling. Pedangnya yang teracung ke depan iku t
pula berputar mem bentuk lingkaran l ebar. Deruan angin dingin bertiup keras
laksana angin topan yang bergemuruh m enggetarkan bangunan tempat berlangsungnya
pertarungan. Bu kan main terperanjatnya hati ketua gerom bolan kelabang
hitam m elihat kehebatan ilmu pedang Pendekar Naga Putih .
Cepat dia m emutar Pedang Naga Langit m elindungi tubuh dari
ancaman Pedang Sinar Rembulan.
Trangngng! Trangngng!
Terdengar suara berdentangan nyaring yang m emekakkan
telinga ketika kedua pedang pu saka saling berbenturan keras!
"Aaah...!"
Pemuda pesolek itu berseru kaget ketika pedang di tangannya
terl epas dari genggaman, dengan tubuh terhuyung-huyung ke
belakang. Cairan merah m erem bes dari su dut bibirnya. Belum lagi dia sem pat m
enyadari apa yang terjadi, m endadak pu taran
pedang Panji m erobek tubuhnya!
"Aaa. .!"
Jerit kematian m el engking tinggi m erobek angkasa! Darah
segar menyembur ke segala arah, ketika tu buh Anggada terpapas u jung Pedang
Sinar Rem bulan. Dan tanpa dapat dicegah lagi,
tu buh pemuda pesolek itu pun am bruk dan tewas seketika dengan usus terburai.
Berbarengan dengan tewasnya ketua gerom bolan kelabang
hitam , terdengar jerit kematian lain. Jeritan itu berasal dari mulut Ki Tapak
Jagad. Pada saat yang bersamaan tubuhnya telah
tertembus pedang hitam Kenanga. Tusukan pedang hitam
Kenanga yang tepat m engenai jantung, mem buat tokoh sesat itu m enghem buskan
napas yang terakhir.
"Kakang...!" Kenanga berlari dan langsung m emeluk tu buh
kekasihnya, yang masih berdiri m enatap mayat Anggada.
Panji m enol eh, setelah terl ebih dahulu m emungut Pedang
Pusaka Naga Langit, yang tadi terl epas dari genggaman si pemu da pesol ek.
"A dik Kenanga, kau tidak apa-apa?" tanya Panji sam bil
m erengkuh Kenanga.
"Seperti yang Kakang lihat. Aku sehat-sehat saja," sahut gadis jelita itu
tersenyum manis.
Panji dan Kenanga m enol eh ke belakang, ketika m endengar
suara langkah kaki m endekat.
"Eyang, Paman, Bibi. .!" teriak Panji gem bira begitu melihat siapa yang datang.
Panji bergegas m emeluk paman, bibi dan
sau dara sepu punya bergantian. Wajah pemuda itu berseri-seri penuh kebahagiaan.
"Marilah kita singgah di rumahku dulu," ajak Ki Ganda Buana,
sam bil menatap Raja Obat. Karena m engharapkan kakek itu mau singgah di
rumahnya. "Ayolah , Eyang!" ajak Kenanga sambil menarik tangan Raja
Obat. "Yah, marilah ! Hitung-hitung istirahat saja. Karena tu buh
tuaku ini terpaksa harus bekerja keras tadi!" u cap Raja Obat, yang m embuat
semuanya tersenyum m endengar u capan kakek sakti
itu . SELESA I Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Clickers
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Istana Lima Bidadari 1 Beruang Salju Karya Sin Liong Maut Dari Hutan Rangkong 1
^