Pencarian

Rahasia Dara Ayu 2

Pendekar Pulau Neraka 17 Rahasia Dara Ayu Bagian 2


memperingatkan sekali lagi.
"Hm...,"
Bayu hanya menggumam kecil sambil mengerutkan kening.
Panglima Gajah Sodra mendengus. Diangkat tangannya ke
atas, maka seluruh prajuritnya sudah siap dengan tombak terhunus. Ketika
Panglima Gajah Sodra menghentakkan
tangannya ke depan, mendadak saja....
'Tunggu....'" terdengar bentakan keras dan lantang.
Para prajurit yang sudah siap hendak menyerang Pendekar Pulau Neraka, seketika
mengurungkan niatnya. Panglima
Gajah Sodra langsung memutar tubuhnya ke kiri. Dan seketika itu juga dijatuhkan
dirinya berlutut seraya merapatkan tangan di depan hidung. Namun yang terjadi
pada Bayu lain lagi.
Pendekar Pulau Neraka itu membeliakkan matanya, seakan-
akan tidak percaya dengan apa yang disaksikannya ini.
"Seruni...,"
desis Bayu mengenali perempuan
muda berbaju putih yang baru datang itu.
Gadis berbaju putih itu melangkah tenang mendekati
Panglima Gajah Sodra. Sebentar ditatapnya laki-laki setengah baya yang bersikap
penuh rasa hormat itu. Kemudian
pandangannya beralih pada Pendekar Pulau Neraka yang masih belum mempercayai
semua yang dihadapinya ini.
"Gusti Ayu, Anak M uda ini mencoba membangkang,"
lapor Panglima Gajah Sodra.
"Apa Paman sudah mengatakan?" tanya Seruni.
"Sudah, Gusti Ayu. Tapi malah ditantang."
Seruni menatap Pendekar Pulau Neraka, lalu melangkah
menghampiri dan berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi.
Sedangkan Bayu hanya diam saja, tapi benaknya terus berputar keras. Gadis yang
bernama Seruni ini memang sungguh misterius. Pertama mengaku bernama Rampita.
Kemudian menjadi gadis liar dengan seekor beruang putih raksasa. Dan kini muncul
dalam keadaan lain lagi. Bayu jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya dara ayu
ini.." "Kenapa kau menolak undangan Prabu Nata Kesuma,
Bayu?" tanya Seruni agak datar nada suaranya.
"Aku tidak merasa diundang, mereka ingin membawaku secara paksa!" sahut Bayu
ketus. "M ereka tidak akan memaksa jika kau bersedia ke istana,"
Seruni tidak percaya pada jawaban Pendekar Pulau Neraka.
Bayu terdiam beberapa saat. Otaknya menimbang-nimbang
undangan yang tidak pernah dimengerti ini. Tapi bagi Pendekar Pulau Neraka itu
bukan masalah undangannya, melainkan rasa penasarannya pada diri gadis ini M
ungkin jika ikut ke Istana Kerajaan Cagar Angin, bisa mengetahui siapa
sebenarnya Seruni Dara ayu yang penuh misteri.
"Baiklah. Aku penuhi undangan raja kalian," tegas Bayu setelah berpikir cukup
lama. Seruni tersenyum. Kemudian berpaling pada Panglima
Gajah Sodra. Diperintahkannya
laki-laki itu untuk mempersiapkan kuda. Dengan segera Panglima Gajah Sodra
kembali memerintahkan para prajuritnya mempersiapkan kuda.
Saat itu ketegangan bisa teratasi, namun dalam pikiran Bayu masih dipenuhi
berbagai macam pertanyaan dan dugaan.
Terutama mengenai dara ayu yang bernama Seruni. Rasa ingin tahunya semakin besar
melihat sikap Panglima Gajah Sodra dan seluruh prajuritnya begitu hormat pada
gadis ini. Bahkan memanggilnya dengan sebutan Gusti Ayu. Suatu sebutan
penghormatan bagi seorang wanita.
*** 4 Sama sekali Bayu tidak menyangka kalau di sekitar
Gunung Cakal dan Lembah Bunga ada sebuah bangunan
megah yang merupakan Istana Kerajaan Cagar Angin. Juga
tidak diduga kalau daerah ini merupakan wilayah kerajaan itu.
Dan yang lebih mengherankan lagi, Prabu Nata Kesuma
ternyata masih begitu muda. M ungkin usianya baru sekitar dua puluh tahun.
Bayu memandangi ruangan besar yang ternyata memang
Balai Sema A gung Istana Cagar Angin ini. Cukup banyak
orang yang ada di sini, selain Prabu Nata Kesuma yang duduk di singgasana yang
didampingi Seruni. Di belakang raja muda itu berdiri beberapa gadis cantik
mengenakan baju putih dan memakai selendang wama biru yang membelit pinggang.
Bayu pernah bertemu gadis-gadis cantik itu, bahkan dua orang telah tewas di
tangannya. Jumlah mereka kini tinggal delapan orang lagi
Agak ke depan di samping kanan, duduk seorang laki-laki setengah baya,
bertampang kasar. Tubuhnya tegap dan terlihat masih gagah. Dialah Panglima Gajah
Sodra. Sementara di
sebelahnya duduk beberapa orang pembesar lainnya. Sedangkan Bayu hanya berdiri saja di tengah-tengah mereka semua. Di belakang
Pendekar Pulau Neraka itu terdapat sekitar dua puluh orang prajurit bersenjata
tombak panjang.
"Aku senang kau sudi memenuhi undanganku, Bayu," ujar Prabu Nata Kesuma.
Suaranya begitu lembut, bahkan seperti wanita saja. Senyuman di bibir yang merah
bagai bibir perempuan selalu terkembang.
"Hm...," Bayu hanya menggumam kecil.
"M ungkin panglimaku memperlakukanmu
kurang mengenakan. M aafkan, tidak seharusnya terjadi adu ketegangan," sambung Prabu Nata Kesuma.
"Langsung saja, Gusti Prabu. Apa maksud Gusti Prabu mengundangku kemari?"
celetuk Bayu tanpa memberi sikap hormat sedikit pun.
Sikap Bayu yang begitu berani membuat para pembesar
menjadi memberengut tidak senang. Terlebih lagi Panglima Gajah Sodra yang hampir
saja menerjang. Untung Prabu Nata Kesuma lebih dulu memberi isyarat dengan
mengangkat tangannya sedikit. Dan Bayu memang tidak peduli, karena sejak semula memang
sudah tidak senang terhadap sikap
panglima itu. Kalau saja bukan karena rasa ingin tahunya mengenai diri Seruni,
tidak mungkin Pendekar Pulau Neraka itu ada di ruangan besar dan megah ini.
"Bayu, kudengar kau sekarang memiliki Bunga Cubung Biru. Benar itu?" ujar Prabu
Nata Kesuma lembut.
"Dari mana kau tahu?" tanya Bayu agak kaget juga meskipun sudah menduga pasti
ada hubungannya dengan
Bunga Cubung Biru yang tengah dihebohkan sekarang ini.
"Kau tentu sudah kenal gadis ini, Bayu?" Prabu Nata Kesuma menoleh pada/ Seruni
yang duduk di sampingnya.
Bayu tidak menjawab, tapi hanya memandang Seruni yang
tersenyum-senyum membalas pandangannya. Pendekar Pulau
Neraka kembali mengalihkan pandangannya ke arah Prabu
Nata Kesuma. "Apa saja yang dikatakannya?" tanya Bayu.
"Tidak banyak Tapi..., ah sudahlah. M ungkin kau lelah.
Sebaiknya, beristirahatlah
dulu. Kamar untukmu sudah disiapkan," jelas Prabu Nata Kesuma seraya menjentikkan jarinya.
Seruni bangkit berdiri, lalu menghampiri Pendekar Pulau Neraka.
"M ari, kutunjukkan kamar untukmu," ujar Seruni manis.
Sebentar Bayu menatap gadis itu, kemudian berpaling ke
arah Prabu Nata Kesuma. Raja muda itu mengangguk sedikit dan tersenyum. Tanpa
berkata apa pun, Bayu mengikuti Seruni menuju kamar untuknya.
Sepeninggal Pendekar Pulau Neraka itu, Panglima Gajah
Sodra menghampiri Prabu Nata Kesuma. Diberikannya hormat dengan merapatkan kedua
tangannya di depan hidung.
"Gusti, kenapa tidak kita paksa saja agar mengaku," kata Panglima Gajah Sodra.
"Aku masih punya rencana yang lebih baik lagi, Paman Gajah Sodra. Kita sudah
melakukan banyak kekerasan. Aku khawatir, rakyat akan tahu tentang kita yang
sebenarnya, sehingga akan menambah kesulit an kita semua, Paman. Aku tidak
ingin semuanya berantakan sebelum berhasil mendapatkan Bunga Cubung Biru itu," jelas Prabu Nata Kesuma lembut. Namun dalam
nada suaranya mengandung
tekanan yang amat dalam.
"Gusti Prabu, hamba dengar si Dewa Pengemis terlihat di sekitar
Desa Temanggal.
Bahkan beberapa telik sandi mengatakan melihat Rampita bersama Dewa Pengemis," lapor Panglima Gajah Sodra.
"Jangan hiraukan, Paman. M ereka bukanlah tandinganku.
Biarkan saja mereka menjual obat, aku yakin tak akan ada yang mau mempercayainya
lagi," sembur Prabu Nata Kesuma.
"Ampun, Gusti Prabu. Hamba hanya merasa khawatir.
Sebab anak buah hamba tewas ketika bentrok dengan Dewa
Pengemis."
"Sudahlah, aku akan kembali ke bilik semadi," Prabu Nata Kesuma bangkit berdiri
dari singgasananya.
Delapan orang gadis cantik yang mendampinginya ikut
berjalan di belakang raja muda itu. Sedangkan semua orang yang berada di ruangan
Balai Sema Agung itu menundukkan kepala seraya merapatkan tangan di depan
hidung. M ereka baru mengangkat kepala kembali setelah Prabu Nata Kesuma keluar
dari tempat itu.
*** M alam belum begitu larut Namun Bayu sudah terlelap di
alam mimpi. Kamar yang disediakan Prabu Nata Kesuma
memang sungguh menyenangkan, sehingga membuatnya lebih
cepat jatuh tidur dari biasanya. Suasana begitu sunyi dan gelap.
Hanya cahaya bulan yang menerobos masuk menerangi kamar itu. Dalam keremangan
cahaya bulan terlihat sesosok tubuh menyelinap di bawah jendela luar kamar yang
ditempati Pendekar Pulau Neraka.
Sosok tubuh hitam yang seluruh kepalanya terselubung
kain hitam pekat, dan hanya bagian mata saja yang terlihat Sosok tubuh berbaju
hitam itu mencoba mencongkel jendela.
Hanya sedikit suara yang terdengar, maka jendela sudah
terbuka lebar. Diperhatikannya Bayu yang masih terlelap dalam buaian mimpi.
Slap! Sungguh ringan gerakan sosok tubuh hitam itu. Tanpa
menimbulkan suara sedikit pun, dia melompat masuk melalui jendela yang sudah
terbuka lebar. Sebentar diawasinya Bayu, lalu
pelahan-lahan bergerak mendekati pembaringan. Tangannya menggapai-gapai mencari sesuatu di atas meja.
Lalu berpindah ke lemari, dinding, dan setiap sudut di kamar ini. Bahkan
permadani yang menjadi alas lantai kamar ini pun tak luput dari perhatiannya.
Namun yang dicari belum juga ditemukan. Sosok hitam itu kini memusatkan
perhatiannya pada Pendekar Pulau Neraka yang tampaknya masih terlelap tidur.
Namun begitu kakinya hendak melangkah menghampiri,
tanpa disengaja tangannya menyentuh sebuah jambangan yang berada di pinggir
meja. Jambangan dari tanah liat itu jatuh dan pecah di lantai dengan menimbulkan
suara berisik. "Siapa itu...?"
Seketika Bayu menggelinjang bangkit dari pembaringan.
Pada saat itu sosok tubuh hitam melesat melalui jendela.
"Hai..."!" seru Bayu keras.
Tapi sebelum sosok tubuh hitam itu keluar, tangannya
dikibaskan sambil memutar tubuhnya. Seketika melesat sebuah benda berwarna
kemerahan ke arah Pendekar Pulau Neraka.
Sebelum Bayu sempat menyadari, orang berbaju hitam itu
sudah cepat melesat keluar.
"Uts! Hup...!"
Bayu langsung memiringkan tubuhnya, maka benda bulat
kecil kemerahan itu lewat di depan dadanya. Secepat itu pula, Pendekar Pulau
Neraka melompat mengejar melalui jendela juga.
Sekilas masih terlihat bayangan
hitam berkelebat
melompati tembok benteng istana bagian belakang. Tanpa
membuang-buang waktu lagi, Pendekar Pulau Neraka itu
mengejar. Gerakannya sungguh cepat dan ringan, sehingga dalam sekejap saja sudah
melompati tembok benteng yang
tinggi itu. "Huh!" Bayu mendengus begitu kakinya menjejak tanah di luar tembok benteng.
Sosok tubuh hitam itu lenyap tak terlihat lagi bayangannya.
Bagian belakang istana ini memang seperti hutan saja.
Pohonnya besar-besar dan rapat, sehingga menyulitkan sinar bulan
meneranginya. M eskipun Bayu sudah memasang penglihatan tajam, tetap saja tidak bisa menemukan sosok tubuh hitam itu lagi.
"Hm..., siapa dia" Apa maksudnya memasuki kamarku...?"
Bayu jadi bertanya-tanya sendiri.
Pendekar Pulau Neraka itu kembali melompati tembok
benteng. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, kakinya


Pendekar Pulau Neraka 17 Rahasia Dara Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendarat di bagian dalam belakang istana ini Namun baru saja hendak melangkah,
mendadak pemuda berbaju kulit harimau itu
mengurungkan niatnya. Dipandanginya sosok
tubuh ramping yang tiba-tiba sudah berdiri dekat di depannya.
"Seruni...," desis Bayu pelahan.
"Tidak ada yang perlu kau selidiki di sini, Bayu," kata Seruni sebelum Bayu
membuka mulut "Hm..., kau sendiri sedang apa di sini?" agak datar suara Bayu.
"Aku bebas melakukan apa saja di tempat ini, Bayu. Lain halnya denganmu. Kau
jadi pengawasanku, Pemuda Tampan."
Bayu mendengus berat. Diayunkan kakinya melewati gadis
itu. Seruni hanya memandangi sambil menyunggingkan
senyuman. Gadis itu mengikuti dan mensejajarkan langkahnya di samping Pendekar
Pulau Neraka. M ereka berhenti setelah sampai di depan jendela kamar yang
ditempati Bayu. Jendela itu masih terbuka lebar.
"Kau keluar lewat jendela, Bayu?" nada suara Seruni seperti menyelidik
"Apa urusanmu?" dengus Bayu.
'Itu menjadi tanggung jawabku, Bayu. Selama berada di
sini, keselamatanmu di tanganku. Coba kalau ada yang melihat, kau bisa disangka
pencuri." "Kau menganggap diriku seperti anak kecil, Seruni," agak sinis nada suara Bayu.
"Aku ingatkan padamu, Bayu. Kau tamu di sini!" tajam suara Seruni
Bayu hanya tersenyum sinis lalu enak sekali tubuhnya
melompati jendela dan masuk ke dalam kamarnya. Belum juga pemuda berbaju kulit
harimau itu menutup jendela, Seruni sudah ikut melompat ikut masuk ke dalam
kamar ini. Dihampirinya meja dan dinyalakan pelita, sehingga ruangan yang cukup besar dan
indah ini terang benderang.
"He! Kamarmu berantakan..."!" seru Seruni terkejut.
"Ada pencuri yang masuk ke sini!" dengus Baya Seruni memandangi pemuda berbaju
kulit harimau itu,
kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sedangkan Bayu hanya berdiri saja bersandar di samping
jendela. Seruni menghampiri, dan berdiri begitu dekat di depan Bayu. Hampir tak
ada jarak di antara mereka.
"Seharusnya kau laporkan hal ini pada penjaga, Bayu,"
kata Seruni pelan.
"Hh! Aku tidak percaya pada penjaga tolol begitu!" dengus Bayu.
Pendekar Pulau Neraka itu hendak menjauh. Tapi Seruni
lebih cepat melingkarkan tangannya ke pinggang. Bayu agak terkejut Dan sebelum
hilang keterkejutannya, tahu-tahu gadis itu sudah melumat
ganas bibirnya. Hampir saja Bayu
kehilangan napas, dan untuk sesaat termangu. Tak tahu, apa yang harus
diperbuatnya. Seruni melepaskan pagutannya. Dilingkarkan tangannya di leher Pendekar Pulau Neraka itu. Dipandanginya wajah
pemuda di depannya lekat-lekat. Dan Bayu sendiri juga
memandangi wajah yang begitu dekat dengannya, tapi belum memberi tanggapan atas
rangsangan yang dilakukan gadis ini.
"Kau tahu, Bayu. Sejak pertama kali melihatmu, aku sudah terpikat denganmu,"
jelas Seruni pelan agak berbisik.
Pelahan dan halus sekali Bayu melepaskan rangkulan gadis itu.
Digeser tubuhnya ke samping, lalu melangkah menghampiri kursi di samping pembaringan. Pendekar Pulau Neraka itu
menghenyakkan tubuhnya di kursi itu. Sementara Seruni masih saja berdiri
memandanginya. Dua kali Bayu
menghembuskan napas panjang. Entah apa yang ada di dalam hati pemuda ini
"Siapa kau sebenarnya, Seruni?" tanya Bayu sambil menatap tajam ke wajah gadis
itu. Seruni tidak langsung menjawab, tapi malah tersenyum
dan menghampiri Pendekar
Pulau Neraka itu. Sambil menghembuskan napas panjang, gadis itu menghenyakkan
tubuhnya di samping Bayu. Digeser duduknya, dan dirapatkan tubuhnya ke tubuh
pemuda itu. Tangannya melingkar di
pinggang Bayu, dan kepalanya direbahkan ke pundak.
Sementara Bayu hanya diam saja tak menanggapi. Seruni
mengangkat kepalanya. Dipandanginya wajah pemuda tampan itu dalam-dalam.
Pelahan-lahan didekatkan wajannya ke wajah Bayu, dan dikecup bibir pemuda itu
lembut. Sebentar Seruni melepaskan
kecupannya, lalu melumatnya dalam-dalam. M endapat rangsangan begitu rupa, Bayu jadi gelisah. Kelelakiannya langsung tergugah, tapi masih bisa mengendalikan diri. Dengan
halus sekali dilepaskan pelukan Seruni dan bangkit berdiri.
"Kenapa menolak, Bayu?" tanya Seruni membe-rengut.
Bayu diam saja. Ditariknya napas panjang, dan di-
hembuskannya kuat-kuat Ditatapnya Seruni dalam-dalam.
Gadis ini memang cantik dan menggairahkan. Tapi Bayu jadi teringat peringatan
Rampita sebelum meninggalkan gadis itu di pondok Nyi Rampik.
Namun sebentar kemudian Bayu juga jadi bertanya-tanya
tentang diri Rampita. Sewaktu dibawa ke istana ini, dia ada di pondok Nyi
Rampik. Sedangkan perempuan tua itu dalam
keadaan pingsan dan Rampita sudah tidak ada lagi. Dan
sebelumnya Pendekar Pulau Neraka bertemu Rampita. Bahkan gadis itu kini
membencinya di depan seorang laki-laki tua yang bernama Dewa Pengemis. Rampita
mengakui kalau Dewa
Pengemis adalah pamannya. Demikian juga si Dewa Pengemis, yang mengaku sebagai
paman dari gadis itu. Dan sekarang di hadapannya ada seorang gadis yang hampir
mirip Rampita. Seorang gadis yang juga penuh terselimut misteri.
"Sudah malam, Seruni. Sebaiknya kembali saja ke
kamarmu," kata Bayu lembut
"Aku ingin tidur di sini!" dengus Seruni.
Bayu terhenyak kaget Sungguh tidak disangka gadis ini
akan seberani itu. Sementara Seruni sudah berdiri dan
menghampiri Pendekar Pulau Neraka yang tengah diliputi
berbagai macam perasaan di dalam dirinya. Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu
memeluk dan... "Seruni..," desah Bayu mencoba mengelakkan ciuman gadis itu.
"Huh!" dengus Seruni.
Dengan wajah memberengut kesal, gadis itu melepaskan
pelukannya dan melangkah mundur.
"Kau menolakku, Bayu. Ini pasti gara-gara Rampita!"
dengus Seruni geram.
"Seruni...."
"Baik! Kau akan lihat sendiri, Bayu. Dan jangan harap akan bisa bertemu Rampita
lagi. M aka kau tentu tidak akan bisa menolakku lagi! Huh...!"
"Seruni, dengar dulu...!"
Tapi Seruni sudah bergegas meninggalkan kamar itu.
Dibukanya pintu dengan kasar dan dihempaskannya dengan
kasar pula. Suara pintu terbanting begitu keras, sehingga seluruh
dinding ruangan ini sampai bergetar. Bayu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap gadis itu.
Seorang gadis yang cantik, liar, berkepandaian cukup tinggi tapi terselimut
misteri. *** Seruni melangkah lebar-lebar disertai wajah memberengut.
Dengan sikap kasar, dibukanya satu pintu kamar yang tertutup rapat. Sebuah kamar
besar dan indah, namun hanya diterangi satu pelita kecil. Gadis itu semakin
memberengut melihat di atas
pembaringan dua orang tengah bergumul tak mempedulikan kehadirannya. Dengan kasar dibantingnya pintu itu hingga tertutup.
M aka, dua orang di pembaringan itu kontan terkejut
M ereka langsung buru-buru merapikan diri. Tampak yang
laki-laki melompat dari pembaringan.
Seorang pemuda berwajah tampan yang dikenal bernama Prabu Nata Kesuma.
Sedangkan yang wanita berwajah cantik. Sikapnya kelihatan takut-takut ketika
turun dari pembaringan. Pakaiannya belum begitu benar, sehingga bagian dadanya
masih terbuka. "Seruni, apa-apaan ini..."!" sentak Prabu Nata Kesuma.
"Suruh gendakmu ini keluar!" rungut Seruni Prabu Nata Kesuma meminta wanita itu
keluar. Diberikannya satu kecupan di bibir gendak itu, sementara Seruni
memalingkan muka. Dia tidak peduli ketika wanita itu memberi sembah dengan
merapatkan kedua tangannya di depan hidung. Dengan sikap hati-hati sekali
dibukanya pintu, lalu keluar dan menutup pintu kembali. Prabu Nata Kesuma
merapikan pakaiannya, kemudian duduk di tepi pembaringan. Sedangkan Seruni masih
saja berdiri dengan wajah kusut.
"Ada apa, Seruni?" tanya Prabu Nata Kesuma lembut
"Huh! Dia menghinaku, Kakang. Dia menolakku!" rungut Seruni seraya menghempaskan
tubuhnya di kursi.
"Bayu, maksudmu?"
"Siapa lagi" Dia pasti sudah dipengaruhi Rampita!"
Prabu Nata Kesuma tersenyum, kepalanya menggeleng
beberapa kali. Laki-laki itu bangkit dari pembaringan dan melangkah menghampiri
gadis itu. Dia duduk di samping
Seruni, lalu menggenggam hangat tangan gadis itu. Tapi gadis itu menarik
tangannya dengan kasar.
"Seruni, kau adikku satu-satunya. Tidak ada seorang pun yang boleh menghinamu.
Akan kujatuhkan hukuman padanya
besok," tegas Prabu Nata Kesuma.
"Bukan itu yang kuinginkan, Kakang!"
"Lalu?"
"Kakang, buat dia menurut padaku..."
"Ha ha ha...!" Prabu Nata Kesuma malah tertawa terbahak-bahak.
Dan Seruni semakin memberengut kesal.
"Bagaimana aku bisa membuat ramuan Pelebur Jiwa
sekarang ini, Seruni. Kau sendiri kan tahu, tanpa Sari Bunga Cubung Biru tidak
ada yang bisa kulakukan. Sedangkan
sampai sekarang bunga itu belum berhasil didapatkan," kata Prabu Nata Kesuma
setelah reda tawanya.
"Huh! Kakang selalu saja memikirkan Bunga Cubung
Biru!" dengus Seruni memberengut.
"Dengar, Seruni. Kelangsungan kehidupan kita terletak pada bunga itu. Aku yakin
kekuasaanku tidak akan bertahan lama jika tidak mendapatkan kembali bunga itu.
Bunga Cubung Biru sangat penting bagiku, Seruni. Juga untukmu...!"
'Tapi Bayu tidak memilikinya, Kakang. Aku yakin bunga
itu tidak ada padanya."
"Kenapa kau begitu yakin, Seruni?" tanya Prabu Nata Kesuma.
'Tadi sudah kucoba memasuki kamarnya. Sudah kucari,
kuobrak-abrik seluruh kamarnya, tapi tidak ada. Juga sudah kucoba untuk
merayunya, tetap saja tidak ada, Kakang.
Bahkan...," suara Seruni terputus.
"Kau terus merayu dan dia menolakmu, begitu" Ha ha ha...!" Prabu Nata Kesuma
tertawa terbahak-bahak.
'Tidak lucu!" bentak Seruni memberengut Tapi mukanya memerah juga. "Sudahlah,
Adikku. Bukan hanya dia pemuda tampan di dunia ini. Kau bisa mendapatkan sepuluh
yang lebih tampan darinya," Prabu Nata Kesuma mencoba mendinginkan hati adiknya.
"Bayu bukan hanya tampan saja, Kakang. Tapi ilmu
kedigdayaannya tinggi sekali. Bahkan dia berhasil membunuh beruang putih piaraan
Eyang Banadu." (Baca serial Pendekar Pulau Neraka dalam kisah: "Rahasia Bunga
Cubung Biru").
"Apa..."!" Prabu Nata Kesuma terperanjat
"Apakah Eyang Banadu tidak menceritakan padamu,
Kakang?" tanya Seruni yang juga kaget melihat kakaknya begitu terkejut mendengar
beruang putih tewas oleh Pendekar Pulau Neraka.
'Tidak. Kenapa tidak kau ceritakan hal ini padaku, Seruni?"
nada suara Prabu Nata Kesuma terdengar menyesal.
"Hh..., aku pikir Eyang Banadu sudah mengatakannya padamu."
"Eyang Banadu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya
mengatakan untuk sementara tidak bisa kembali karena ada urusan. Hanya itu yang
dikatakannya."
"Eyang Banadu ingin mencari Bayu. Katanya, ingin
menagih hutang beruang putihnya," sambung Seruni,
"Huh! Kalau begitu, Bayu harus dipenjara. Dan aku akan mengutus orang untuk
memanggil Eyang Banadu!" tegas kata-kata Prabu Nata Kesuma.
"Kakang...!" Seruni terkejut
Gadis itu menyesal telah memberitahu perihal kematian
beruang putih milik guru mereka. Dan sekarang tidak mungkin lagi niat kakaknya
untuk memenjarakan Bayu bisa dicegah.
Kalau sampai hal itu terjadi, tak mungkin pemuda itu bisa diharapkan lagi.
Seruni tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri,
kalau sudah begitu terpikat Bukan saja oleh ketampanan, tapi ilmu kedigdayaan yang dimiliki Bayu yang membuat hatinya


Pendekar Pulau Neraka 17 Rahasia Dara Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin terpikat
Belum pernah Seruni merasakan
kecemburuan pada seorang pemuda. Kecemburuan itu datang ketika melihat Bayu berada satu pondok
bersama Rampita. Gadis itu tak bisa lagi mengelak kalau benih cinta sudah tumbuh
di hatinya. Dia mencintai Pendekar Pulau Neraka, yang seharusnya menjadi
musuhnya. Seruni benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa lagi ketika Prabu Nata Kesuma
memanggil pengawal dan memerintahkan
untuk memenjarakan Bayu malam ini juga. Gadis itu hanya bisa diam terpaku di
kursi yang didudukinya. Tidak mungkin ucapan kakaknya yan seorang raja di sini
bisa ditentangnya Dia mencintai Bayu, tapi juga tidak bisa menentang
kakaknya. "Kenapa Kakang memenjarakannya?" tanya Seruni tanpa disadari.
"Kenapa kau tanyakan itu, Seruni?" Prabu Nata Kesuma malah balik bertanya.
Seruni langsung terdiam. Ditundukkan kepalanya, lalu
pelahan bangkit berdiri dan melangkah ke pintu.
"Seruni...," panggil Prabu Nata Kesuma.
Seruni tidak jadi keluar, meskipun telah membuka pintu
kamar ini. Diputar tubuhnya, menghadap pada kakaknya.
Dengan pandangan sayu ditatapnya wajah pemuda tampan itu.
"Tidurlah, kau perlu istirahat" ucap Prabu Nata Kesuma.
Seruni hanya mengangguk, kemudian berbalik dan langsung melangkah keluar. Pintu kembali tertutup begitu Seruni berada di luar
kamar. Sementara Prabu Nata Kesuma masih berdiri memandangi pintu yang tertutup.
Keningnya agak berkerut, pertanda tengah memikirkan sesuatu. M ungkin tengah
memikirkan sikap Seruni yang mendadak berubah
ketika dirinya memerintahkan pengawal untuk memenjarakan Bayu.
"Rasanya tidak mungkin kalau Seruni jatuh cinta...,"
gumam Prabu Nata Kesuma bicara pada dirinya sendiri.
*** 5 Bayu benar-benar tidak mengerti, kenapa dijeblos kan
dalam penjara. Bisa saja Pendekar Pulau Neraka memberontak, tapi melihat begitu
banyak prajurit di sekitarnya, rasanya tidak mungkin mengambil resiko terlalu
besar. Tanpa mengadakan perlawanan sedikit pun, Pendekar Pulau Neraka itu
dijebloskan dalam ruangan penjara yang kotor dan berbau tidak sedap.
Ada enam orang penjaga di depan pintu penjara ini,
sehingga tak ada kemungkinan untuk meloloskan diri. Ruangan ini terbuat dari
batu tebal dan berlumut. Tak ada lampu pelita.
Satu-satunya penerangan hanyalah dari sinar bulan yang
menerobos masuk melalui celah batu kecil pada langit-langit Pintu penjara ini
terbuat dari jeruji besi baja yang kuat.
M ungkin jeruji besi ini bisa dipatahkan, tapi Bayu tidak tahu berapa penjaga
yang harus dilewatinya. Di depan penjara ini saja ada enam penjaga. Belum lagi
di pintu keluar, atau mungkin lebih banyak lagi di sekitar bangunan penjara ini.
Yang pasti tidak mudah baginya untuk keluar. Namun selagi Pendekar Pulau Neraka
itu berpikir keras, mendadak saja....
"Ughk!"
"Akh!"
Pekikan tertahan dan keluhan pendek terdengar beruntun.
Bayu jadi terbengong melihat enam orang penjaga roboh dan tewas seketika.
Sebelum Pendekar
Pulau Neraka dapat
mengerti, mendadak saja di depan pintu penjara muncul Seruni.
Gadis ini membuka pintu penjara, lalu menyeretnya keluar dari ruangan pengap
berbau tidak sedap ini.
"Seruni, kenapa kau...?"
"Jangan banyak tanya! Ayo ikuti aku!" potong Seruni cepat sebelum Bayu
menyelesaikan pertanyaannya.
Pendekar Pulau Neraka itu tidak bertanya lagi, dan
langsung menuruti saja ke mana gadis itu membawanya pergi.
M ereka menyusuri lorong bangunan penjara yang sempit dan pengap ini. Sampai di
ujung lorong, Seruni membuka sebuah pintu yang terbuat dari kayu jati tebal.
Bunyi bergerit terdengar.
"Ayo, cepat!" sentak Seruni sambil menarik tangan Bayu.
M ereka melewati pintu itu, dan Seruni menutupnya
kembali. Keadaan begitu gelap, tak ada penerangan sama
sekali. Bayu mengayunkan kakinya ketika Seruni menyentakkan tangannya. M ereka kembali berjalan pelahan.
Bayu merasakan kalau mereka berjalan menurun. Suasana yang begini gelap membuat
mereka tidak bisa bergerak cepat.
Ditambah lagi, jalan yang dilalui begitu licin.
Tapi rupanya lorong gelap ini tidak begitu panjang. Dan kini mereka sudah
dihadang lagi oleh sebuah pintu besi. Seruni mengeluarkan anak kunci dari balik
lipatan bajunya untuk membuka pintu. Bayu membantu menarik pintu itu agar
terbuka. Secercah cahaya bulan langsung menerobos menerangi. M ereka bergegas keluar. Seruni menutup kembali pintu
besi itu dan menguncinya. Disimpannya kembali kunci itu di balik
lipatan bajunya. Sementara Bayu mengedarkan pandangannya berkeliling.
"Di mana ini?" tanya Bayu.
"Di luar bagian Barat istana," sahut Seruni.
Bayu belum sempat bertanya lagi, karena Seruni sudah
menyeretnya kembali. M ereka kemudian berlari kecil masuk ke sebuah hutan kecil
yang tidak begitu lebat Tidak seperti bangunan-bangunan istana lainnya yang
selalu berdiri di tengah-tengah kota, istana ini justru berada di tengah-tengah
hutan. Seruni berhenti berlari setelah
cukup jauh mereka meninggalkan Istana Cagar Angin. Bayu juga ikut berhenti.
Mereka benar-benar di dalam hutan sekarang ini. Tak ada yang bisa dilihat
kecuali kegelapan dan pepohonan yang besar dan rapat Hanya gerit binatang malam
yang terdengar.
"Kenapa aku kau bebaskan, Seruni?" tanya Bayu tidak mengerti.
"M aaf, aku harus cepat kembali. M ereka tidak boleh tahu kalau aku telah
membebaskanmu," kata Seruni tanpa menjawab pertanyaan pemuda berbaju kulit
harimau itu. "Tapi.. ."
Bayu tak sempat lagi meneruskan ucapannya, karena
Seruni telah lebih cepat memeluk dan melumat bibir Pendekar Pulau Neraka itu.
Kejadian yang begitu cepat dan tidak sempat disadari lagi. Sebelum Bayu bisa
berkata apa-apa, gadis itu sudah berlari cepat meninggalkannya. Pemuda itu hanya
bisa memandangi kepergian Seruni hingga lenyap ditelan kegelapan malam.
"Aneh...," desah Bayu seraya mengangkat bahunya.
Bayu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tatapan
matanya langsung tertumbuk pada kerlip cahaya yang timbul tenggelam di antara
pepohonan yang menghitam. Tanpa
berpikir panjang lagi, Pendekar Pulau Neraka itu langsung berjalan cepat menuju
arah cahaya itu.
*** Bayu memandangi sebuah pondok kecil yang terbuat dari
bilik bambu dan beratapkan daun rumbia. Cahaya yang
dilihatnya tadi ternyata dari sebuah pelita kecil yang tergantung di beranda
pondok kecil ini. Bayu melangkah mendekati ke pintu yang terbuka. Sebentar
Pendekar Pulau Neraka berhenti dan melongok ke dalam. Tak ada seorang pun di
dalam pondok ini. Tapi....
Belum juga Pendekar Pulau Neraka itu sempat berpikir
jauh, mendadak saja mendengar suara mendesing dari arah belakang. Tak sempat
lagi Bayu menoleh, tapi dengan cepat dimiringkan tubuhnya ke samping M aka
sebuah benda seperti anak panah meluncur lewat di samping kepalanya. "
"Hup!"
Bergegas Pendekar Pulau Neraka itu melompat
"Nyi Rampik...!" desis Bayu terkejut begitu melihat seorang perempuan tua tahu-
tahu sudah berdiri tidak jauh di depannya.
"Bayu...!" perempuan tua yang ternyata memang Nyi Rampik itu juga terkejut
"Kenapa ada di sini, Nyi?" tanya Bayu seraya menghampiri "Hhh...! Ceritanya panjang, Bayu," sahut Nyi Rampik bernada mengeluh.
M ereka kemudian duduk di beranda pondok kecil ini.
"Di mana Rampita, Nyi?" tanya Bayu yang teringat Rampita.
"Itulah, Bayu.... Kenapa aku pergi dan mencarimu"
"Katakan, Nyi. Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bayu mendesak.
"Tidak lama kau pergi, datang seorang laki-laki tua bertubuh cebol yang ingin
menculik Rampita. Aku dan
Rampita berusaha melawan, tapi laki-laki itu terlalu tangguh.
Aku berhasil melukainya, tapi dia malah membuatku pingsan.
Begitu sadar, ternyata Rampita sudah tidak ada lagi. Tapi sebelum aku pingsan,
samar-samar aku dengar kalau laki-laki itu mencarimu," Nyi Rampik menceritakan
dengan singkat Bayu tertegun diam membisu. Dia tahu, siapa laki-laki
cebol itu. Seorang tua bertubuh kecil gemuk yang bernama Eyang Banadu. Tapi yang
tidak bisa dimengerti adalah, kenapa Eyang Banadu mencarinya" Dan kini malah
menyandera Rampita untuk jaminan kedatangannya.
Bayu teringat ketika kembali ke pondok perempuan tua ini dalam keadaan kosong,
kecuali Nyi Rampik yang tengah
pingsan. Dan di situ dia bertemu Panglima Gajah Sodra.
Pendekar Pulau Neraka menatap perempuan tua yang
duduk di depannya. Tarikan napas berat terdengar dari hidung Pendekar Pulau
Neraka itu. "Di mana dia menungguku, Nyi?" tanya Bayu.
"Di Lembah Bunga. Kau tahu Padepokan Tongkat Sakti, bukan" Di sana dia
menunggumu," sahut Nyi Rampik.
"Ya, aku tahu. Padepokan itu sudah hancur," desah Bayu.
"Kasihan anak itu. Penderitaan tidak pernah berhenti mengikutinya...," desah Nyi
Rampik. Bayu semakin dalam memandangi perempuan tua itu.
Desahan Nyi Rampik tadi terasa aneh di telinganya. Dan
rupanya perempuan tua itu baru menyadari. Dipalingkan
mukanya, seakan-akan tak sanggup menerima tatapan Pendekar Pulau Neraka ini. Tatapan begitu tajam menusuk, seperti menuntut banyak
darinya. "Sepertinya kau sudah mengenal Rampita cukup lama, Nyi," ujar Bayu, bernada
curiga. Nyi Rampik tidak menjawab, tapi hanya menarik napas
panjang saja. Sedangkan Bayu semakin dalam memandangi
wajah tua di depannya ini.
"Kau menyembunyikan sesuatu, Nyi?" desak Bayu.
"Aku tidak tahu, apa yang harus kukatakan padamu. Bayu.
Aku merasa bersalah karena tidak berterus terang padamu waktu itu. Aku memang
sudah mengenal lama, bahkan sejak Rampita masih kecil," pelan sekali suara Nyi
Rampik. "Kenapa kau berpura-pura tidak mengenalnya, Nyi?" Bayu benar-benar tidak
mengerti. M emang terlalu banyak kepura-puraan yang ditemui
Pendekar Pulau Neraka di sekitar Gunung Cakal ini. Bahkan sepertinya hampir
semua orang selalu berpura-pura. Sukar baginya
untuk bisa memahami. Bahkan sulit untuk mempercayai seorang pun di sini.
"Sukar untuk dijelaskan, Bayu. M asalahnya ini menyangkut kesetiaanku," kata Nyi Rampik pelan.
"Kesetiaan" Aku tidak mengerti maksudmu, Nyi."
"Kau akan mengerti jika sudah bertemu Dewa Pengemis, Bayu."
Bayu tersentak kaget. Dia ingat, kalau pernah bertemu
seorang laki-laki tua berpakaian pengemis. Bahkan sempat ditolongnya. Tapi laki-
laki tua yang mengaku bernama Dewa Pengemis itu justru malah menyerangnya
setelah Rampita
muncul. Bayu sendiri jadi tidak mengerti, kenapa tiba-tiba Rampita muncul lalu
menuduhnya yang tidak-tidak. Dan
sekarang Nyi Rampik mengatakan kalau Rampita diculik
Eyang Banadu. Semakin sukar bagi Pendekar Pulau Neraka untuk bisa
mengetahui kebenaran semua ini. Terlalu banyak peristiwa yang sukar dipahami.
Bayu merasakan dirinya masuk dalam lingkaran manusia-manusia aneh dengan segala
tingkah polah yang membingungkan. Tapi hal ini justru membuat Pendekar Pulau
Neraka itu semakin ingin tahu, dan tidak mungkin
diungkapkan sekaligus. Paling tidak dia harus mempercayai satu orang. Apakah
mungkin Nyi Rampik bisa dipercayai"
Atau Seruni, dara ayu penuh misteri yang sikapnya begitu aneh"
Sementara waktu terus berputar sesuai

Pendekar Pulau Neraka 17 Rahasia Dara Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kodratnya. Terdengar ayam jantan berkokok, dan burung-burung berkicau, pertanda malam akan
segera berganti. Namun kegelapan masih menyelimuti sekitarnya. Bayu baru
tersadar, kalau sekarang berada di suatu tempat yang tidak diketahui apa
namanya. 'Tempat apa ini, Nyi?" tanya Bayu.
"Sebelah Selatan Lembah Bunga. Kalau kau ingin ke
Padepokan Tongkat Sakti, tidak berapa jauh lagi. Pondok ini baru kudirikan siang
tadi," jelas Nyi Rampik.
"Kita tunggu sampai siang nanti, Nyi."
"Kau akan menemui si cebol itu, Bayu?"
"Ya," sahut Bayu mantap.
Bayu memang sudah memutuskan untuk pergi ke Padepokan Tongkat Sakti yang diketahuinya sudah hancur.
Pendekar Pulau Neraka ingin membuktikan kata-kata Nyi
Rampik. Jika memang benar, perempuan tua ini mungkin bisa dipercayainya. Paling
tidak, ada satu orang yang bisa dipercaya daripada tidak sama sekali. M ungkin
dengan begini bisa diungkapkan satu persatu dari semua teka-teki yang tengah
dihadapinya. *** Bayu memandangi sekitar Padepokan Tongkat Sakti yang
telah rata dengan tanah. Pemandangan yang memang tidak
sedap dinikmati. Di antara reruntuhan bekas padepokan itu, mayat-mayat
bergelimpangan dalam keadaan rusak. Bahkan
sebagian tinggal tulang belulang berserakan. Bau tidak sedap menyengat hidung.
Pendekar Pulau Neraka mengalihkan
perhatiannya ke suatu arah.
Dan memang di situ telah ada seorang laki-laki tua
bertubuh kecil gemuk, dan berkepala gundul berkilat Dia berdiri tidak jauh di
depan, di bawah sebatang pohon beringin yang cukup besar dan rindang. Tampak
Rampita terikat di pohon itu.
"He he he.... Akhirnya kau datang juga, Bayu," suara laki-laki gemuk cebol itu
terdengar serak dan berat
"Hati-hati, Bayu. Dia keturunan dari tanah India. Ilmu kedigdayaannya sangat
tinggi," bisik Nyi Rampik yang berada di samping Pendekar Pulau Neraka.
Bayu hanya menggumam kecil saja. Diayunkan kakinya
menghampiri laki-laki tua cebol itu. Tatapan matanya begitu tajam menusuk.
Sedikit pun perhatiannya tidak dialihkan dari orang tua cebol keturunan India
ini. Bayu memang sudah
pernah bertemu sekali. Tapi, waktu itu Pendekar Pulau Neraka yakin kalau laki-
laki yang bernama Eyang Banadu ini sudah mengeluarkan seluruh kemampuannya.
Sekarang mereka berdua berhadapan lagi. Saat ini Bayu
sudah tahu kalau Eyang Banadu jelas ada hubungannya dengan Seruni dan Prabu Nata
Kesuma. Di Istana Kerajaan Cagar
Angin, Pendekar Pulau Neraka itu juga telah lihat delapan gadis murid laki-laki
cebol ini. Bayu menghentikan langkahnya sekitar dua batang tombak jaraknya di
depan Eyang Banadu.
"Semula aku
menghormatimu, Eyang Banadu. Kau bijaksana, tidak mendengarkan pengaduan sepihak. Tapi
perbuatanmu ini sungguh memalukan. M embuat rasa hormatku pupus," terdengar
dingin nada suara Bayu.
"He he he.... Sungguh pandai kau bermain kata-kata, Bayu.
M aaf, aku telah memanfaatkan gadis ini. Tapi hanya itulah cara yang kuperoleh
untuk mengundangmu datang ke sini," sambut Eyang Banadu ringan.
"Hm.... Kau hanya menginginkanku, Eyang Banadu.
Kenapa tidak kau lepaskan gadis itu?" tetap dingin nada suara Bayu.
Sambil terkekeh Eyang Banadu cepat menggerakkan
tongkatnya. Dan seketika itu juga tambang yang mengikat Rampita di pohon
terputus. "Nah! Sekarang tinggal urusan kita berdua, Bayu," ujar Eyang Banadu.
"Kenapa kau menantangku dengan cara licik seperti ini, Eyang Banadu?" tanya Bayu
ingin tahu. "Karena kau telah membunuh binatang piaraanku, dan harus ditebus dengan darahmu
sendiri, Bayu!" tegas Eyang Banadu.
"Oh.... Jadi beruang putih itu milikmu?" Bayu langsung bisa menangkap.
"Benar! Sekarang aku ingin meminta tanggung jawabmu!"
"Kenapa tidak minta tanggung jawab pada Seruni" Dialah yang membawa beruang
putih itu dan menyuruh menyerangku.
Rasanya salah jika meminta tanggung jawabku,
Eyang Banadu!" "Jangan menyalahkan orang lain, Bayu! M uridku mencoba melindungi diri dari
napsu kotormu!" bentak Eyang Banadu.
"He...!" Bayu tersentak. "Apa lagi yang diperbuat: Seruni...?"
"Heh! Kau berpura-pura mengantarkan kotak kayu berisi Bunga Cubung Biru, padahal
punya maksud buruk pada
muridku. Kau tahu, Seruni adalah murid kesayanganku! Tak ada seorang pun yang
bisa berlaku kurang ajar padanya. Nah!
Bersiaplah, Bayu...!"
Bayu tak punya waktu lagi untuk menjelaskan, karena
Eyang Banadu sudah melompat menyerang sambil berteriak
keras. Laki-laki tua cebol itu mengebutkan tongkatnya
beberapa kali, membuat Pendekar Pulau Neraka terpaksa
jumpalitan menghindari. Sungguh dahsyat serangan-serangan yang dilancarkan Eyang
Banadu. Setiap kebutan tongkatnya mengandung hawa dingin membekukan disertai
hembusan angin kencang bagai hendak menghempaskan Pendekar Pulau Neraka itu.
"Yeaaah...!"
Wuk! Pertarungan memang tak dapat dihindari lagi. Kali ini
Eyang Banadu bertarung sungguh-sungguh. Terbukti serangan-serangannya sungguh
dahsyat, membuat Pendekar Pulau
Neraka agak kelabakan menghadapinya. Tongkat kayu yang
digunakan sebagai senjata, sungguh dahsyat luar biasa. Batu dan pepohonan hancur
terkena hantamannya.
Dalam waktu tidak berapa lama saja, tempat yang sudah
berantakan semakin porak poranda akibat pertarungan itu.
Namun sampai sejauh ini, Bayu belum balas menyerang.
M eskipun sesekali melontarkan pukulan keras, namun tidak berarti sama sekali.
Kelihatan sekali kalau Pendekar Pulau Neraka itu tidak sungguh-sungguh dalam
pertarungan ini.
"Phuih! Kau menghinaku, Anak M uda!" bentak Eyang Banadu seraya mengirimkan satu
pukulan tangan kiri yang keras.
"Uts!"
Bayu mengegoskan tubuhnya ke samping, maka pukulan
orang tua cebol itu luput dari sasaran. Namun sebelum Bayu bisa menarik tubuhnya
kembali, Eyang Banadu sudah memberi satu sodokan tongkat ke arah dada.
Wuk! "Yaaah...!"
Bayu terpaksa memutar tubuhnya ke belakang. Tapi Eyang
Banadu terus mencecar dengan tusukan dan kibasan tongkat beberapa kali.
Terpaksa Pendekar
Pulau Neraka harus berjumpalitan berputaran menghindari serangan beruntun ini.
Pemuda berbaju kulit harimau itu melentingkan tubuhnya ke udara ketika Eyang
Banadu menghentakkan tongkatnya ke arah kaki.
"Hiyaaa...!"
Dua kali Bayu berputaran di udara, kemudian manis sekali hinggap di tanah
sekitar dua batang tombak di belakang laki-laki tua cebol itu. Cepat sekali
Eyang Banadu memutar
tubuhnya. 'Tunggu! Dengarlah penjelasanku dulu!" bentak Bayu cepat
"Tidak ada lagi penjelasan, Anak M uda! Kau harus
mampus hari ini! Hiyaaat..!"
Rupanya Eyang Banadu tidak bisa lagi diajak bicara.
Kemarahannya sudah memuncak, sehingga kembali melompat
menerjang dahsyat Pendekar Pulau Neraka. Serangannya cepat luar biasa disertai
pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Tak ada lagi kesempatan bagi Pendekar Pulau
Neraka untuk memberi penjelasan yang sebenarnya. Pemuda itu terpaksa berkelit menghindari
serangan orang tua cebol itu.
Serangan-serangan yang dilakukan Eyang Banad semakin
meningkat Dan Bayu tidak bisa lagi bermain main kali ini.
Sedikit saja kelengahan akan berakibat fatal buat dirinya sendiri. Terpaksa
Pendekar Pula Neraka itu melayani secara sungguh-sungguh pula.
Di tempat yang tidak begitu jauh,
Rampita menyaksikan! pertarungan itu disertai perasaan
cemas. Dia mengharapkan Bayu dapat cepat menyelesaikan
pertarungan ini. Sementara Nyi Rampik menyaksikan pertarungan itu dari tempat yang agak jauh.
"Lepas...!"
Tiba-tiba Bayu berseru keras. Dan seketika itu juga
dihentakkan tangannya, tepat saat Eyang Banadu menghantamkan tongkatnya ke kepala Pendekar Pulau Neraka itu. Tak dapat
dihindari lagi. Tongkat kayu itu beradu keras dengan pergelangan tangan kanan
Pendekar Pulau Neraka.
Tring! Sebelum laki-laki tua cebol itu hilang dari keterkejutannya, secepat kilat Bayu
sudah mengirimkan pukulan menggeledek ke dada orang tua cebol itu.
Deeesss! "Ughk...!" Eyang Banadu mengeluh pendek. Tak sempat menghindari lagi pukulan
yang keras itu!
Trak! "Eh..."!" Eyang Banadu terperanjat
Tongkat kayunya terbelah jadi dua bagian. Dan sebelum
laki-laki tua cebol itu hilang dari keterkejutannya, secepat kilat Bayu
sudah mengirimkan pukulan keras menggeledek, mengarah ke bagian dada orang tua cebol itu.
"Yeaaah...!"
Duk! "Ughk...!" Eyang Banadu mengeluh pendek.
Pukulan Bayu yang keras tak dapat dihindari lagi Tubuh
gemuk cebol itu terpental sejauh tiga batang tombak. Beberapa kali Eyang Banadu
bergulingan di tanah, namun mampu cepat bangkit kembali meskipun agak limbung.
Darah menetes keluar dari sudut bibirnya. Orang tua cebol itu melemparkan tongkat yang
terbelah, kemudian melepaskan untaian kalung hitam dari lehernya.
Wuk! Wuk...! "Hiyaaat..!"
Sambil memutar-mutar kalung batu hitamnya. Eyang
Banadu melompat menerjang kembali. Bayu menggeser
kakinya sedikit ke samping. Pada saat yang sama laki-laki cebol itu melemparkan
kalungnya dengan kecepatan tinggi.
Tak mungkin lagi bagi Bayu menghindarinya. Cepat-cepat
dimiringkan tubuhnya ke kiri, lalu....
"Yeaaah...!
Swing! Begitu tangan kanan Pendekar Pulau Neraka itu bergerak
cepat seketika Cakra M aut bersegi enam melesat Senjata itu langsung menyambar
untaian kalung hitam yang melayang
deras di angkasa. Satu benturan keras terjadi, disertai ledakan dahsyat
menggelegar. Seketika bunga api memercik menyebar ke segala penjuru.
Untuk kedua kalinya Eyang Banadu terperangah. Untaian
kalung hitamnya hancur berantakan. Sedangkan Cakra M aut bersegi eram melesat
berbalik ke arah pemiliknya, dan
menempel kembali di pergelangan tangan pemuda berbaju kulit harimau itu. Dan
sebelum Eyang Banadu bisa menguasai
keterkejutannya, Bayu sudah melesatkan kembali senjata
mautnya. Sing...! "Uts!"
Buru-buru Eyang Banadu melompat ke samping menghindari senjata bulat bersegi enam itu. Namun belum juga bisa berdiri tegak
sempurna, Cakra M aut sudah kembali
melesat ke arahnya. Seketika laki-laki tua cebol itu hanya bisa membeliak.
Cras! "Aaakh...!" Eyang Banadu menjerit keras melengking.
Ujung-ujung Cakra M aut berhasil merobek dada laki-laki tua cebol itu. Seketika
darah muncrat keluar membasahi
dadanya. Eyang Banadu terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap dadanya yang
sobek cukup panjang.
"Kau yang menghendaki kematianmu sendiri, Eyang
Banadu! Hiya!" seru Bayu keras.
Saat Cakra M aut kembali menempel di pergelangan tangan pemuda berbaju kulit
harimau itu, secepat itu pula dia
melompat sambil mengirimkan satu pukulan keras bertenaga dalam sangat sempurna.
Eyang Banadu tak mungkin lagi
berkelit Dan....
Bughk! "Aaa...!" untuk kedua kalinya Eyang Banadu menjerit melengking tinggi.
Pukulan yang dilontarkan Pendekar Pulau Neraka tepat
menghantam kepala gundul orang tua gemuk cebol itu.
Terdengar suara berderak dari batok kepala yang pecah.
Tampak darah merembes keluar dari kepala tanpa rambut itu.
Sebentar Eyang Banadu masih bisa berdiri, kemudian tubuhnya limbung dan ambruk
menggelepar di tanah.
Bayu berdiri tegak memandangi tubuh
cebol yang menggelepar meregang nyawa. Tak lama berselang, Eyang
Banadu menghembuskan napasnya yang terakhir. Darah kini menggenang dari dada dan


Pendekar Pulau Neraka 17 Rahasia Dara Ayu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepalanya. Bayu melangkah
mundur beberapa tindak, kemudian berbalik. Pada saat itu Rampita berlari
menghampiri diikuti Nyi Rampik.
"Kakang...!" seru Rampita.
*** 6 Belum juga Rampita sampai, mendadak saja sebuah
bayangan berkelebat menyambar ke arah Pendekar Pulau
Neraka. Begitu cepatnya, sehingga pemuda berbaju kulit
harimau itu tidak sempat menyadari. Dan tahu-tahu Bayu
merasakan dadanya sesak, lalu tubuhnya terpental keras ke belakang hingga
menghantam sebatang pohon.
"Uhk...!" Bayu mengeluh sambil berdiri.
Sebelum Pendekar Pulau Neraka itu bisa bangkit berdiri
tegak, bayangan itu kembali meluruk deras ke arahnya. Cepat-cepat Bayu melompat
ke samping dan menjatuhkan diri ke
tanah. Dia bergulingan beberapa kali, lalu bergegas melompat bangkit Pada saat
itu, terlihat bayangan itu kembali meluruk menyambarnya.
Kali ini Bayu tidak menghindar, siap menerima dengan kaki terbuka lebar agak menekuk.
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali Bayu menghentakkan kedua tangannya ke
depan disertai pengerahan tenaga dalam penuh. Tepat pada saat itu, bayangan itu
segera melesat ke atas menghindari benturan dengan Pendekar Pulau Neraka. Namun
Bayu tak mau tinggal diam. Secepat kilat dilentingkan tubuhnya ke atas, dan
kembali dilontarkan satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi.
"Hiyaaat..!"
Dughk! Hantaman Bayu tepat mengenai sasaran, tapi tangannya
jadi terasa nyeri. Bahkan tubuhnya terlontar jatuh, bergulingan di tanah.
Demikian juga bayangan itu. Dia terjatuh keras ke tanah. Hampir bersamaan mereka
bangkit berdiri.
"Dewa Pengemis...!"
desis Bayu begitu mengenali bayangan yang menyerangnya tadi.
"Paman...!" Rampita tersentak begitu bisa mengenali pula.
Rampita buru-buru berlari dan berdiri di tengah-tengah
ketika Dewa Pengemis hendak melancarkan serangan kembali.
Pada saat itu Nyi Rampik juga menghampiri laki-laki tua kurus kering yang
berpakaian compang camping itu.
"Hentikan, Kakang!" bentak Nyi Rampik.
"Heh..."!" Dewa Pengemis tampak terkejut melihat Nyi Rampik ada di sini.
"Apa-apaan ini..."!" bentak Nyi Rampik nampak gusar.
"M inggir, Rampik. Biar kuhajar bocah keparat itu!" dengus Dewa Pengemis dingin.
"Kenapa" Apa salahnya padamu, Kakang?" tanya Nyi Rampik tidak mengerti.
"Kau jangan coba-coba melindunginya, Rampik. Dia sudah berani mengganggu Rampita
dan menculiknya!"
"Paman...!" Rampita terkejut
"Edan! Setan mana yang menutup matamu, Kakang?"
dengus Nyi Rampik
"Heh..."!" Dewa Pengemis terlonjak.
Laki-laki tua kurus itu memandangi Nyi Rampik dan
Rampita bergantian. Sinar matanya seperti tidak mempercayai apa yang didengarnya
tadi. Kemudian matanya beralih menatap Bayu. Bahkan saat itu Rampita menghampiri
Bayu dan berdiri di sampingnya. Hal ini semakin membuat Dewa Pengemis jadi
bengong seperti orang tolol.
"Ada apa ini" Rampita...!" Dewa Pengemis seakan-akan meminta penjelasan.
"Dari dulu kelakuanmu tidak pernah berubah! Pakai
otakmu, Kakang...!" dengus Nyi Rampik bernada kesal.
Dewa Pengemis tampak semakin kebingungan. Dipandanginya ketiga orang di sekitarnya. Sementara Rampita menggandeng tangan
Bayu dan mengajak menghampiri laki-laki tua pengemis itu. Gadis itu tersenyum,
seperti mengerti kebingungan yang dialami Dewa Pengemis.
"Kenapa Paman membenci Kakang Bayu?" tanya Rampita lembut
"Aku..., aku...," Dewa Pengemis jadi gelagapan.
"Sudahlah, ini hanya salah paham saja," Bayu menengahi.
Tidak tega juga hanya melihat laki-laki tua itu jadi serba salah.
"Aku tahu, ini pasti gara-gara si Seruni!" desis Nyi Rampik
' Jangan menuduh sembarang dulu, Nyi. Belum tentu ada
sangkut pautnya dengan Seruni," sergah Rampita.
"Pasti! Anak nakal itu selalu saja bikin ulah. Kali ini sudah keterlaluan. Kau
jangan membelanya terus, Rampita!" Nyi Rampik memperingatkan.
'Tapi, Nyi...."
"Tidak ada tapi-tapian!" bentak Nyi Rampik, cepat memotong ucapan Rampita. "Aku
kasihan padamu, Rampita.
Sejak kecil selalu menderita, tapi kau terus mengalah. Kenapa"
Kenapa kau terus mengalah, Rampita...?"
Rampita diam saja. Sedangkan Bayu hanya memandangi
kedua wanita itu, disertai sinar mata keheranan Sementara Dewa Pengemis sendiri
masih diliputi ketidakmengertian akan semua kejadian ini. Diam-diam didekatinya
Pendekar Pulau Neraka, lalu dicoleknya lengan pemuda itu. Bayu menoleh, lalu
menggeser kakinya menjauhi Rampita. Dia berjalan mengikuti laki-laki tua
pengemis itu. "Jelaskan padaku, ada apa semua ini?" tanya Dewa Pengemis minta penjelasan.
"Aku sendiri tidak mengerti...," sahut Bayu.
"Edan! Barangkali semua orang sudah gila. Huh! Kenapa aku jadi ikut-ikutan
gila..."!" rungut Dewa Pengemis.
"Ki... Hm, boleh aku memanggilmu begitu?"
'Terserah."
"Kenapa kau tiba-tiba memusuhi dan menyerangku, Ki?"
tanya Bayu. "Justru itu yang ingin kutanyakan padamu! Kenapa kau menculik Rampita"!" Dewa
Pengemis malah balik bertanya.
"Aku tidak menculik Rampita. Aku justru ke sini untuk membebaskannya dari tangan
Eyang Banadu."
"Heh!" Dewa Pengemis tampak terkejut
"Ada apa, Ki?" tanya Bayu.
Dewa Pengemis menatap Bayu dalam-dalam, kemudian
pandangannya beralih pada sosok tubuh cebol tua yang
tergeletak tak bernyawa di tanah. Kembali ditatapnya pemuda berbaju kulit
harimau itu seperti tidak percaya.
"Kau mengalahkannya...?" nada suara Dewa Pengemis seperti tidak mempercayai
kalau Bayu yang menewaskan
Eyang Banadu. "Benar. Kenapa?"
"Aku sendiri belum tentu
sanggup menandinginya. Bagaimana kau bisa mengalahkannya, Bayu?"
"Aku sendiri tidak tahu. Mungkin karena dia dirasuk kemarahan, sehingga tidak
bisa mengendalikan diri," sahut Bayu seenaknya.
"Kau tahu, di daerah ini Eyang Banadu tidak ada yang menandingi. Ah,
sudahlah.... Itu urusanmu. Tapi...," Dewa Pengemis kembali menatap Bayu dalam-
dalam. "Benar kau tidak menculik Rampita?"
"Apa perlu bersumpah" Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada Rampita
sendiri." "Aneh...! Padahal semalaman aku menjagainya. Kenapa bisa kecolongan...?" Dewa
Pengemis bergumam seperti bicara pada dirinya sendiri.
"Semalaman.."! Ki, Rampita sudah ada di sini sejak kemarin."
"Tidak mungkin! Semalam dia masih ada bersamaku!"
bantah Dewa Pengemis.
"Ah..., mungkinkah ini ulah Seruni?" desah Bayu pelan.
"Ini bukan waktunya main-main, Bayu!"
"Aku tidak main-main. Hm.... Sebaiknya persoalan kita pecahkan bersama, lalu
cari biang keladinya. Bagaimana?"
"Kau benar, Bayu."
Kedua laki-laki yang semula bersitegang itu, kemudian
menghampiri Rampita dan Nyi Rampik yang juga tengah
membicarakan persoalan yang sedang dihadapi. M ereka
berempat kemudian berkumpul, duduk di sebuah batang pohon rindang. M ereka
menyatukan pendapat dan mencari kebenaran yang selama ini seperti dipermainkan.
*** M emang sukar untuk dimengerti, namun akhirnya mereka
menyadari kalau selama ini menjadi boneka permainan.
M ereka sengaja diadu domba agar timbul perpecahan satu sama lain, sehingga
saling bentrok. Terutama antara Pendekar Pulau Neraka dengan Dewa Pengemis.
Terlebih lagi laki-laki tua berpakaian compang camping itu yang baru menyadari
dirinya telah dipermainkan seorang wanita yang menyamar menjadi Rampita. Dan
mereka semua tahu, siapa wanita itu.
Tapi yang lebih penting lagi, semua persoalan ini ternyata bertumpu pada
sekuntum Bunga Cubung Biru yang sampai
sekarang belum ada seorang pun yang memilikinya.
Tak ada seorang pun yang tahu, di mana Bunga Cubung
Biru kini. Namun di lain hal, semuanya jadi prihatin terhadap nasib Rampita.
Gadis ini akan terus lemah tanpa daya jika tidak segera diobati oleh bunga itu.
Bahkan mungkin nyawa gadis ini bakal terenggut jika sekali saja menggunakan ilmu
tenaga dalam. Secara alamiah, penggunaan tenaga dalam akan
membuka aliran darah. Dan itu akan mengakibatkan sejenis racun dan luka dalam di
tubuh gadis itu akan meluas sehingga akan berakibat sangat parah baginya.
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" tanya Bayu memancing pendapat
Tak ada satu pun yang menjawab. M ereka hanya saling
melemparkan pandang. Satu pertanyaan yang mudah dilontarkan, namun terasa sukar dijawab.
"Baiklah. Karena ini menyangkut keselamatan Rampita, aku mengusulkan untuk
mencari Bunga Cubung Biru terlebih dahulu. Kita singkirkan semua persoalan
dengan Seruni atau siapa saja. Bagaimana?" Bayu memberikan usul.
"Aku terserah saja...," Rampita menanggapi.
Gadis itu memang sudah pasrah, karena tahu tidak akan
bisa pulih tanpa Bunga Cubung Biru. Tak ada satu tabib pun yang bisa
menyembuhkan luka-lukanya. M emang Rampita
sendiri tidak tahu, dengan apa Seruni melukainya. Waktu itu Nyi Rampik sudah
memberi usul agar meminta obat penawar pada Seruni, tapi hal itu tidak akan
mungkin. Karena, mereka semua tahu siapa gadis itu. Hanya saja mereka memang
tidak memberitahukan Bayu. Dan Pendekar Pulau Neraka itu sendiri tidak suka
mendesak. Dia yakin kalau antara Rampita dan Seruni ada suatu hubungan. Bisa
saja mereka bersaudara, bahkan mungkin bisa dikatakan saudara kembar.
"Dari mana kita mulai mencari bunga itu?" tanya Dewa Pengemis.
'Yang kutahu, Anom Sura menyimpan bunga itu dalam
kotak kayu yang disimpan di bawah altar semadinya," jelas Nyi Rampik.
"Kotak itu sudah ada di tangan Seruni, tapi katanya bunga itu tidak ada di dalam
kotak. Bahkan Kakang Bayu dituduh sebagai orang yang mengambilnya," sergah
Rampita. "Sedangkan kita sendiri tahu, Bayu tidak memiliki bunga itu," sambung Nyi
Lentera Maut 3 Gento Guyon 26 Liang Pemasung Sukma Dewi Baju Merah 3
^