Pencarian

Siluman Hutan Waringin 1

Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin Bagian 1


Abu Keisel siluman hutan waringin
Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Fuji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Arya Winata
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
1 Curah hujan seperti tak pernah puas membasahi
dataran yang dipenuhi perbukitan. Salah satu bukit dari kejauhan mirip kepala
seekor menjangan. Sehingga, disebut dengan Bukit Menjangan.
Kilat saling menyambar, tak ubahnya bagai lecutan malaikat yang menyengat bumi.
Alam telah basah. Hewan yang hidup di tanah berlarian mencari tempat per-
lindungan. Di tengah cuaca seperti ini, dua laki-laki berkepala botak dengan sebuah tasbih
di langan kanan terus ber-kelebalan. Keduanya berpakaian sama warna jingga yang
terbuka di bahu sebelah kanan. Wajah mereka pun sama.
Bulat. Tubuh mereka langsing. Begitu mirip. membuat mereka sukar dibedakan. Yang
membedakan hanya dari tasbih yang dimiliki. Usia mereka sekitar empat puluh lima
lahun."Brengsek! Kenapa harus hujan-hujan begini, sih Angling Srenggi"!" gerutu
yang memegang tasbih dari emas sambil terus berlari.
Dari cara berlari yang secepat angin itu, sudah bisa dipastikan
kalau kedua orang ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi.
Laki-laki yang memegang tasbih dari perak dan
dipanggil Angling Srenggi terbahak-bahak.
Suaranya diperkeras guna mengalahkan suara hujan yang begitu deras."Aku baru ingat,
Kakang Tapa Srenggi! Tadi kau belum mandi, kan" Kau tidak usah marah! Tinggal
mengeringkan saja bukan?" ledek Angling Srenggi pada saudaranya yang bernama
Tapa Srenggi. Tapa Srenggi yang agak pemarah langsung melotot.
"Kau urusi dirimu sendiri!" dengusnya,
"Apa aku prrnah menyuruhmu untuk memandikanku?"
seloroh Angling Srenggi sambil terbahak-bahak.
Sadar kalau sedang digoda adik kembarnya, Tapa
Srenggi mempercepat larinya, agar bisa segera menemukan tempat untuk berteduh.
Angling Srenggi pun menambah kecepatan larinya. Dia tidak heran melihat sikap
kakaknya yang pemarah seperti itu. Sebaliknya terkadang dia heran melihat sikap
kakak kembarnya, yang bisa menjelma menjadi seorang yang berkepribadian
malaikat. Kini keduanya terlihat bagaikan sedang kejar-kejaran.
Begitu tiba di salah satu bukit yang berjajar, tepat di sebelah bukit yang
berbentuk kcpala menjangan, mereka bcrhenti. Dan ketika melihat sebuah gua,
mereka masuk. "Sialan! Aku harus mengeringkan pakaian ini!" maki Tapa Srenggi, pada diri
sendiri ketika herada di dalam gua.
"Hei! Jangan mcmbuka pakaianmu di sini. Aku bisa malu. kan?" goda Angling
Srenggi. Sambil tertawa seluruh pakaiannya dibuka, hingga hanya kolor saja.
"Kalau tidak mengejek orang bibirmu gatal, ya?" tukas Tapa Srenggi sambil
mengibaskan tangan kanannya ke arah Angling Srenggi. Namun sigap sekali laki-
laki bertasbih perak ini memiringkan tubuh ke kiri. Jderr...!
Angin pukulan yang dilepaskan Tapa Srenggi
menghantam dinding gua yang langsung sempal.
"Hei it! Hati-hati! 'Tapak Angin Dingin'-mu itu bisa memutuskan kepalaku, Kakang
Tapa Srenggi!" seru Angling Srenggi seraya menggerakkan tangannya.
Wusss! Seketika meluruk desir angin ke arah Tapa Srenggi.
Kalau pukulan yang dilepaskan Tapa Srenggi tadi
mengandung hawa dingin, pukulan adik kembarnya jus-tru mengandung hawa panas.
"Gila! Sialan!"
Tapa Srenggi yang sedang membuka pakaiannya
memaki-maki. Namun secepat kilat dia bersalto ke samping. Tak usah disangsikan
lagi kehebatannya meringankan tubuh. Karena dalam keadaan tengah membuka
pakaiannya, dia bisa menghindari. Malah ketika hinggap kembali di bumi.
pakaiannya sudah terbuka.
"Rupanya kau juga sudah sembarangan menggunakan 'Tapak Angin Panas'-mu, ya?" tukas Tapa Srenggi.
Angling Srenggi hanya tertawa-lawa saja.
"Kedudukan kita satu-satu, kan?"
Tapa Srenggi menggerutu. lalu meletakkan pakaiannya di sebuah batu besar yang ada di gua dinding bukit itu. Hujan di luar
scmakin deras. Kedua manusia kembar itu pun kini terdiam saling menekuk lutut. Siang yang
biasanya meranggas. kini tak ubahnya bagaikan malam belaka. Cahaya sang surya
seakan tak mampu menembus gumpalan awan hitam yang terus menutupinya.
"Kang T apa, sudah tiga minggu kila keluar dari Pesanggrahan Utara untuk mencari
Pendekar Slebor.
Telapi sampi saal ini batang hidungnya belum juga kelihatan. Bahkan kabarnya
saja tidak kita dengar," kata Angling Srenggi, memetah kesepian. Scmentara hujan
terus menderu dan kilat terus saling menyambar.
Angling Srenggi mengangguk-angguk. "Memang sialan pendekar urakan itu! Susah
benar dicarinya!"
"Kalau memang susah, apakah tak ada lagi yang bisa mengobati penyakit Guru?"
tanya Angling Srenggi.
"Goblok! Sejak kita berangkat dari Pesanggrahan Utara, sudah kukatakan kalau
satu-satunya orang yang memakan buah inti petir itu ya, Pendekar Slebor! Heran!
Beruntung sekali nasib pendekar gendeng itu bisa memakan buah inti petir
sehingga memiliki tenaga petir yang luar biasa dahsyatnya!"
"Tetapi, ke mana lagi kita harus mencari Pendekar Slebor, Kang?" tanya Angling
Srenggi. "Apalagi menurutmu, kau tidak mengenalnya. Hanya yang kau ketahui,
pakaiannya berwarna hijau muda. Huh! Berapa banyak di bumi ini manusia yang
berpakaian berwarna hijau muda itu?"
"Mana kutahu"! Aku bukan orang iseng yang mau-maunya menghitung jumlah manusia
berpakaian berwarna
hijau muda!" dengus Tapa Srenggi. "Pokoknya kita harus segera mencarinya!
Soalnya, hawa panas yang memancar dari tubuh Guru tak bisa lagi dikendalikan!
Terlalu berbahaya untuk kita obati! Karena, bisa-bisa kita terkena hawa panas
itu pula!! Dan kuperkirakan, orang yang bisa memulihkan kesehatan Guru, hanyalah
Pendekar Slebor dengan tenaga inti pelirnya."
"Aku kasihan bila melihat Guru."
"Jangan bodoh! Guru adalah orang tabah dan tak pernah mcncari perkara! Nah! Yang
memusingkan ke pala, sampai hari ini pun kita tidak tahu siapa yang
melakukannya! Karena, setiap kali kita berusaha mengobati Guru, hawa panas yang terpancar di tubuhnya semakin kuat! Bahkan,
bisa-bisa terkena kita sendiri!
Apalagi, Guru sendiri pun tidak tahu siapa orang yang bermaksud
mencelakakannya."
Lalu Tapa Srenggi menurunkan nada suaranya jadi agak sedih. "Sebenarnya.
aku pun kasihan pada
Guru. Kita tidak kuasa
mengobatinya. Yah. Jalan satu-satunya untuk mengusir hawa panas itu hanya bisa
dilakukan oleh Pendekar Slebor yang sampai sekarang belum kelihatan batang
hidungnya!"
Suasana hening kembali.
Keduanya terbayang
kembali, bagaimana Guru mereka yang bernama Ki
Mahesa Luwing atau yang berjuluk si Tua Kepalan Baja kini tergolek lemah di
pembaringan. Tanpa daya dan tenaga.
Hanya bisa tersenyum saja. Keadaannya yang demikian, hanya mungkin dilakukan
oleh orang yang memiliki ilmu sangat tinggi. Karena terbukti Ki Mahesa Luwing
yang ilmunya sukar ditandingin pun terkena pula serangan gelap yang mengerikan
itu. Dan belum lagi keduanya meneruskan pembicaraan,
tiba-liba saja terlihat sebuah cahaya dari gua terdalam.
Kedua lokoh kembar itu langsung menolehkan kepala.
menembus sinar yang menulupi snsok yang bergerak mendantangi.
"Gila! Mengapa tahu-tahu ada cahaya seperti itu, hah?" seru Tapa Srenggi sambil
berdiri. Angling Srenggi menyipitkan matanya, berusaha
melihat ke dalam. Karena. cahaya lerang itu justru membuatnya silau.
"Gila!" makinya.
"Mata kita
bisa buta kalau melihatnya!"
Cahaya itu semakin lama semakin bertambah terang dan menyilaukan. Keduanya
segera mengangkat sebelah tangan, untuk menutupi pandangan dari cahaya yang
terang. "Adi Angling! Aku mencium bahaya di sini!" ingat Tapa Srenggi.
Dan dengan gerakan yang cepat sekali
disambarnya kembali pakaiannya yang belum kering benar dan segera dikenakannya.
Begitu pula yang dilakukan Angling Srenggi.
"Kau henar, Kang!"
Wusss.. ! Belum lagi keduanya mcmasang kuda-kuda, mendadak saja serangkum angin besar menderu.
"Gila! Angin apa ini'.'!" desis Tapa Srenggi sambil mengerahkan tenaga dalamnya
agar bisa bertahan.
Angling Srenggi pun berbuat yang sama. Wajah
mereka kini bagaikan ditampar pukulan yang sangat keras.
Dan terasa sekali di kepala mereka yang kelimis.
"Busyet! Kepalaku seperti diusap-usap!" maki Angling Srenggi sambil mengalirkan
tenaga dalam ke kedua kakinya. Ucapan itu dilontarkan seenaknya. Padahal
keadaannya sudah tidak mampu bertahan lagi menerima serbuan angin yang begitu
besar. Cahaya yang terang itu sangat menyilaukan mata dua tokoh yang dikenal sebagai
Sepasang Tasbih Kepalan Batu. Akibatnya daya pusat pikiran mereka harus
terpecah. Karena harus juga menahan serbuan angin raksasa yang menderu-deru hebat.
Selama setengah penanakan nasi mereka mampu
bertahan. Hingga akhirnya.... "Wuaaa...!" Bruk! Bluk!
Tubuh keduanya pun terlempar ke luar gua dengan
deras, bergulingan di tanah yang becek. Lalu.... "Hoekh...!"
Mereka kontan muntah darah dan sama-sama
merasakan sakit luar biasa di dada. Pakaian dan seluruh tubuh mereka kotor
akibat tanah becek.
"Siapa makhluk yang berada di balik cahaya dan angin raksasa itu?" tanya Angling
Srenggi dengan napas tersengal.
"Aku tidak tahu. Manusia atau sebangsa dedemit.
Serangan anginnya sangat dahsyat! Tetapi lelah memancing amarahku!"
Tiba-tiba saja Tapa Srenggi berdiri. Kedua kakinya bergetar. Segera tenaga
dalamnya dialirkan ke kaki.
"Siapa pun kau adanya. keluar! Kita bertarung sampai mati!" teriak Tapa Srenggi.
Sebagai jawaban atas seruan itu, tiba-tiba terlontar sebuah bola api dari dalam
gua yang begitu kencang.
Sepasang Tasbih Kepalan Batu saat itu juga harus jatuh bangun mempertahankan
diri. Sementara alam di sekitarnya mendadak bagaikan terang benderang. Dan
anebnya, bola api itu tidak padam ditimpa air hujan yang deras.
' Kalau kita terus-menerus begini, lama-lama akan mampus juga!" keluh Tapa
Srenggi sambil merunduk, karena bola api mengejarnya.
Baru saja Tapa Srenggi menegakkan badan, bola api itu kembali menyerbunya.
Terpaksa laki-laki ini segera berjumpalitan.
Begitu luput mcncari sasaran, bola api itu terpental kebelakang dan kembali
menderu-deru, menerjang ke arah Angling Srenggi.
"Buat 'Pusaran Tasbih Dewa Marah'. Kau putar ke kiri, dan aku ke kanan! Kita
lakukan untung-untungan!
Barangkali saja bola api itu bisa ditepiskan! Mulai!" ujar Tapa Srenggi.
Seketika Tapa Srenggi kembali melompat ketika bola api itu terus mengejarnya.
Dan tasbih emas yang berada di tangannya telah diputar dengan arah ke kanan.
Begitu pula yang dilakukan Angling Srenggi. Namun dia memulai arah
putaran tasbih peraknya ke arah kiri.
Wuuttt... wuttt.. !
Seketika terdengar deru angin kencang sekali. Saking kencangnya, beberapa pohon
yang tumbuh di Sana
tercabut sampai ke akar-akarnya.
Bola api yang masih mengejar mereka pun terlontar kembali ke dalam gua. Namun,
Sepasang Tasbih Kepalan Batuyangsudah marah karena dipermainkan seperti itu
segera meloncat pula kc arah mulut gua. Sementara putaran tasbih mereka
dipercepal. Dua angin keras menderu masuk kc arah gua itu.
Tidak terjadi sesuatu yang mcncurigakan. Bahkan tak tcrdengar benturan yang kuat
atau guncangan karena terhantam angin keras itu. Yang ada justru sebuah angin


Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

raksasa yang memukul balik angin yang keduanya
lepaskan. "Adi Angling! Berguling sejauh-jauhnya!" ujar Tapa Srenggi, seraya melompat dan
bergulingan di depan mulut gua. ,Angling Srenggi pun berbuat sama. Dan angin
raksasa itu langsung ke luar gua, menumbangkan sepuluh buah pohon besar yang
terlempar hingga ratusan depa.
"Kang Tapa..... Perasaanku mengatakan, gua itu di huni sebangsa dedemit atau
siluman!" teriak Angling Srenggi.
"Persetan dengan dedemit atau siluman! Aku akan menghajarnya sampai lunggang-
langgang!" dengus Tapa Srenggi.
Tiba-tiba Tapa Srenggi sudah menderu masuk lebih dalam lagi ke gua itu dengan
memutar tasbihnya lebih cepat dari yang semula.
"Kang Tapaaa!"
Angling Srenggi sungguh tidak menyangka kalau
kakak kembarnya senekat itu. Dia tahu. Tapa Srenggi sudah marah. Begitu pula
dirinya. Namun Angling Srenggi masih bisa mengendalikan amarahnya, hingga tidak
terjebak pusaran lawan yang tentunya menghendaki hal
itu. Akan tetapi. Tapa Srenggi sudah tidak mendengar peringatan adik kembarnya.
Amarahnya sudah sampai di ubun-ubun. Dirinya tak akan sudi diperlakukan semena-
mena seperti itu.
"Kau harus merasakan pembalasanku, Siluman!"
teriak Tapa Srenggi, mengguntur.
Tapa Srenggi memutar tasbihnya lebih cepat dan
diarahkan pada sasaran. Bersamaan dengan itu Tapak Angin Dingin"nya dikerahkan.
Kali ini terdengarsuara bagaikan ledakan di dalam gua. Dan Tapa Srenggi
merasakan tanah yang dipijak gemetar.
Angling Srenggi yakin, kakak kembarnya telah
memadukan jurus 'Tasbih Dewa Marah' dan Tapak Angin Dingin' demi melampiaskan
amarahnya. Dua gabungan jurus
yang sangat dahsyat. Bukan hanya mampu
menghancurkan gua hingga runtuh, bahkan menembus dinding gua di ujung Sana.
Namun yang diduga Angling Srenggi ternyata tidak terbukti. Meskipun. tanah yang
dipijaknya terasa ber-getar.
Karena. dengan mata membelalak kaget. dia melihat satu sosok tubuh terlontar
deras ke luar. "Kang Tapaaa!"
Dengan satu pentalan kaki, Angling Srenggi me-
nangkap tubuh kakak kembarnya yang terpelanting deras ke belakang. Lalu dengan
satu gerak salto yang ringan, kakinya hinggap kembali di tanah dengan sikap
waspada. Kalau Tapa Srenggi sudah nekat, maka Angling
Srenggi masih mempergunakan olaknya. Menurutnya, bila menyerang ke dalam gua
itu, maka berarti membuang nyawa percuma. Makanya lebih haik menghindar saja,
meskipun hatinya sangat penasaran ingin mengetahui sejenis apa yang mendiami gua
itu yang sekarang sedang mengamuk bebat.
Tanpa tahu tentang keadaan kakak kembarnya.
Angling Srenggi terus berlari. Diterobosnya hujan yang semakin deras
dan debaran dada yang semakin
mengencang sambil memondong Tapa Srenggi.
*** 2 Hujan deras sudah berhenti. Sinar matahari kini
benar-benar terseret di ufuk barat. Hanya ada kegelapan malam yang terus
merangkak. Kalau tadi siang langit begitu gelap dengan hawa dingin mencekam,
kini langit begitu cerahnya. Rupanya ratu malam kali ini mendapat kebebasan
bersinar, tanpa dihalangi segumpal awan pun.
Di sebuah hutan pohon jati sebelah selatan Bukit Menjangan, Angling Srenggi
menghentikan larinya. Sejenak diperhatikannya
keadaan sekeliling. Dan selelah dirasakannya aman, barulah diletakkannya tubuh Tapa Srenggi di atas rumput yang
masih basah. Keadaan Tapa Srenggi sangat menyedihkan. Sekujur tubuhnya penuh luka. Sejenak
Angling Srenggi menduga kalau kakak kembarnya sudah mampus. Tetapi ketika
memegang dadanya, dia yakin kalau kakak kembarnya masih hidup. Enlah untuk
berapa lama. Yang pasti, sekarang
berusaha untuk memulihkan kesehatan kakaknya. Paling tidak menyadarkannya dari pingsannya.
Dengan menempelkan kedua langan ke dada Tapa
Srenggi, laki-laki botak dengan tasbih perak ini mengalirkan Tapak Angin Panas'nya, semata untuk
mengembalikan suhu tubuh Tapa Srenggi yang dingin sekali.Cukup lama juga Angling
Srenggi melakukan hal itu.
Sehingga, kemudian terlihat keringat bercucuran. Dipegangnya tubuh kakak kembarnya perlahan-lahan.
Dan ketika Tapa Srenggi sudah tidak sedingin tadi, segera Angling Srenggi
beringsut dan bangkit. Dia segera mcncari
dedaunan untuk menutupi tubuh kakak kembarnya dari hawa dingin yang kemungkinan bisa kembali menerpanya. Namun....
"Wuaaalahhh.... Tak jadi deh, dicium gadis cantik.
Huh.... Kabur sudah mimpiku! Siapa, sih yang iseng mengganggu tidurku..."!"
Terdengar bentakan ketika Angling Srenggi mematahkan sebuah dahan kayu.
Angling Srenggi tersentak. Dalam keadaan genting seperti ini. sikapnya harus
terus waspada. Matanya memperhatikan rimbunnya dedaunan pohon yang tadi dahannya
dipatahkan. Tetapi tak satu sosok tubuh pun yang nampak. Gila! Apakah daerah ini
dihuni dedemit pula"
Akan tetapi, di samping penasaran. Angling Srenggi pun berusaha untuk menghindar
dari kemungkinan
terjadinya pertarungan. Karena yang terpenting saat ini adalah menolong kakak
kembarnya. Setelah ditunggu beberapn saat tak ada yang muncul.
Angling Srenggi memutuskan untuk kembali menemui kakak kembarnya yang masih
dalam keadaan pingsan.
Sckaligus, bermaksud berpindah tempat. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk
bertempur. Karena keselamatan kakak kembarnya lebih diutamakan.
Namun baru saja Angling Srenggi memondong tubuh
Tapa Srenggi di bahunya....
"Hayo, Manusia Botak! Mau lari ke mana, hah"! Aku tidak terima! Aku minta ganti
mimpiku yang kau usir!"
Tiba-tiba tcrdengar seruan keras. disusul berkelebatnya satu sosok tubuh yang tahu-tahu telah berdiri di hadapan Angling
Srenggi. Angling Srenggi memperbatikan orang yang membentak di depannya. Dalam sangkaannya tadi, orang itu berwajah mengerikan
dengan usia sudah tua. Namun yang berdiri di hadapannya, justru jauh dari
bayangan nya. Menurut perhitungannya, paring tidak berusia dua puluh satu tahun. Pakaiannya
berwarna hijau muda, dengan selembar kain bercorak catur tersampir di bahunya.
Wajahnya tampan. Sepasang mata yang tajam ditambah sepasang alis hitam yang
menukik bagaikan kepakan sayap elang.
Yang sangat menarik lagi, pemuda ini kelihatan kocak sekali. Dia berdiri di
hadapan Angling Srenggi sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sikap dan suaranya
tidak mencerminkan habis tertidur tadi. Matanya melotot dalam
satu pelototan gemas.
Namun, Angling Srenggi tetap bersiaga. Dia sering mendengar para begundal sering
menjual tampang bodoh, tampang baik, bahkan tampang arjuna untuk menipu
korbannya. "Siapakah kau, Anak Muda?" tanya Angling Srenggi-Kening pemuda berbaju hijau itu
berkerut. "Heran! Rasanya aku tadi yang bertanya lebih dulu....
Yang jelas, gara-gara kau, aku tidak jadi dicium gadis cantik. Eh, begitu
bangun, malah bertemu simbahnya tuyul.
Malas ah, kenalan dengan tuyul," kata pemuda ini, seenaknya.
Angling Srenggi menyipitkan matanya.
Sejenak merasa terheran-heran dengan sikap pemuda ini. Dari nada suaranya yang keras.
jelas sekali kalau sedang marah karena tidurnya terganggu. Tetapi melihat
sikapnya yang kocak seperti itu, jelas-jelas bukan tergolong pemuda pemarah.
Kendati demikian, dia tidak mau mencari masalah.
"Maaf".... Namaku Angling Srenggi. Yang berada dalam panggulanku ini adalah
kakak kembarku. Namanya Tapa Srenggi. Kami dikenal dengan julukan Sepasang
Tasbih Kepalan Batu. Dan, maafkan aku kalau telah mengganggu tidurmu. Hanya
itulah yang bisa kukatakan kalau kau ingin mengetahuinya."
"Kepanjangan malah!"
Pemuda berbaju hijau pupus itu nyengir. Tiba-tiba matanya menalap tajam pada
tubuh Tapa Srenggi.
"Maaf, Manusia Bolak!" ucap pemuda itu, acuh saja memanggil demikian. "Kulihat,
manusia botak yang berada dalam
panggulanmu itu terluka dalam. Benarkah dugaanku?"
Angling Srenggi memicingkan matanya. Dia berpikir, tentu pemuda berbaju hijau
pupus ini bukan orang sembarangan. Buktinya dalam sekali lihat saja, dia bisa
tahu kalau kakak kembarnya tengah terluka dalam. Namun baginya saat ini yang
lerpenling bukanlah mencari
masalah. "Tidak.... Kakak kemharku ini sedang kolokan saja,"
elak Angling Srenggi, berdusta.
Namun pemuda berbaju hijau pupus itu malah
nyengir. Sepertinya dia tidak percaya dengan kata-kala Angling Srenggi.
"Ayo, jangan bohong! Biar kulihat! Sudah botak sombong lagi! Huh! Mimpi apa aku
tadi hingga bisa bertemu dengan manusia-manusia botak seperti kalian ini!
Sini, aku mau melihat luka manusia botak yang berada dalam panggulanmu itu!"
ujar pemuda itu.
"Tidak!" tandas Angling Srenggi.
Akibat serangan yang terjadi di gua daerah perbukitan sana, laki-laki botak
dengan tasbih perak ini justru menjadi tegang sekarang. Baginya, sangat sukar
membedakan manusia dari golongan lurus ataukah golongan sesat.
Tetapi kemudian disadari, kalau saat ini bukanlah saat yang tepat untuk
bertempur. "Maaf, aku tidak bermaksud bersikap kasar seperti itu. Tetapi, aku tidak
membutuhkan bantuanmu. Aku mampu menolong kakak kembarku ini." tolak Angling
Srenggi, dengan nada suara diturunkan.
Si pemuda mengerutkan keningnya. Merasa aneh
dengan kata-kata laki-laki botak itu. Matanya sepertinya bisa menebak, kalau
laki-laki yang berada di panggulan laki-laki yang menolak bantuannya, jelas-
jelas terluka. Bahkan menurutnya, terluka dalam sangat parah.
"Sudahlah.... Kau boleh berbuat apa saja semaumu.
Aku mau tidur lagi!" kata pemuda berbaju hijau muda itu sambil melangkah.
Dan.... Wuuusss! Tahu-tahu tubuh pemuda itu lenyap dari pandangan.
Kening Angling Srenggi sckelika berkerut. Memang sudah diduga kalau pemuda itu
tak bisa dianggap
sembarangan. Terbukti dengan apa yang dikatakannya tentang Tapa Srenggi. Juga
terbukti dengan yang baru saja dilihatnya. Tetapi, apakah pemuda itu berada
dalam golongan lurus atau sesat"
Sesaat Angling Srenggi terdiam dalam keraguan. Bila mendengar ketlulusan bantuan
pemuda berbaju hijau pupus itu, jelas-jelas dia menunjukkan kebaikannya.
Namun, tak jarang orang dari golongan sesat pun
berpura-pura menawarkan niat baik, padahal menohok dari belakang.
Angling Srenggi tak bisa meneruskan pikirannya,
ketika dirasakannya tubuh kakak kembarnya mulai dingin kembali. Bergegas
dilelakkannya tubuh Tapa Srenggi dan ditutupinya dengan dedaunan. Sementara, ia
sendiri pun merebahkan tubuhnya untuk memeluk kakak kembarnya sekadar memberi
kehangatan. Malam pun semakin membentang. Tengah malam
telah lewat. Suara hewan malam terus menembangkan nyanyian malam. Dan semakin
lama semakin ramai. Suara burung hantu menggema di sekitarnya, menambah
keseraman hutan.
Angling Srenggi yang sejak tadi hanya terbaring saja dan tidak bisa memejamkan
matanya, tiba-tiba saja ter-bangun. Dia memang tak bisa tidur, karena menurutnya
bahaya masih terus mengintai. Terutama, pikiran tentang pemuda berpakaian hijau
pupus ladi. Mata lajam laki-laki bolak ini bersiaga. Telinganya dipasang
lebar-lebar. Sesuatu vang membuatnya penasaran telah mengusik hai nya.
"Gila! Aku mencium bahaya kembali!" desisnya sambil mcmperhatikan sekilarnya.
Tak ada scsuatu yang mencurigakan. Semuanya tetap berjalan dalam keadaan wajar-
wajar saja. Namun hanya sesaat saja hal itu berlangsung. Karena kemudian baru
disadari kalau angin terasa berhenti berhembus.
Suara hewan malam pun mendadak saja lenyap dan
pendengaran. Suasana sangai sepi Scpi sekali. Angling Srenggi semakin waspada. Tiba-tiba
benaknya teringat pada pemuda berpakaian hijau pupus tadi yang kemudian
kembali meneruskan tidurnya, entah di pohon yang mana.
Apakah pemuda itu yang mengganggunya" Tetapi,
nalurinya yang terlatih mengalakan, kalau bahaya yang datang ini sangat
mengerikan. Bila melihat sikap pemuda itu, bisa dipastikan kalau yang mengusik
berbaringnya bukan dia.


Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi siapa" Karena, hanya pemuda itu saja yang barusan berjumpa dengannya"
Dan belum lagi laki-laki botak ini semakin menyadari apa yang lerjadi. kembali
terlihat sebuah cahaya yang terang perlahan-lahan mendekatinya. Seketika hatinya
menjadi tegang, sclelah meyakinkan dirinya. Ternyata ilu adalah cahaya yang sama
saat berada di gua perbukitan tadi siang.
"Gila! Bangsa siluman ilu rupanya menghendaki kematianku
dan Kakang Tapa," desisnya sambil menyambar tubuh kakak kembarnya dan memondongnya.
Walaupun telah bersiaga, namun Angling Srenggi ciut juga nyalinya. Karena, dia
sendiri tidak mengetahui siapakah yang mcnjadi lawannya.
Tiba-tiba saja....
"Hhhh! Tak seorang pun akan kubiarkan mencari pemuda yang telah memakan buah
"inti petir', untuk menyelamatkan Ketua Pesanggrahan Utara yang telah kubuat
luka parah lanpa daya!"
Angling Srenggi lersenlak mendengar suara dingin dari balik cahaya lerang ilu.
Bukankah itu tujuan yang dilakukan bersama Tapa Srenggi" Dan lagi, suara di
balik cahaya terang itu seperti bercerita tentang gurunya,siTua Kcpalan Batu,
Kalau begitu, apakah makhluk yang berada di balik cahaya terang itu yang telah
membuat Guru tanpa daya"
Angling Srenggi bertanya-tanya dalam hati dengan tatapan waspada. Karena dalam
keadaan seperti ini sangat mudah untuk dibokong. Dan sudah tentu dia kesulitan
untuk mcnyelamatkan diri. Bukan karena memanggul tubuh kakak kembarnya,
melainkan harus lebih dulu mengobati luka yang diderita Tapa Srenggi. Angling
Srenggi tidak ingin
melihat kakak kembarnya mati konyol!
"Makhluk busuk! Siapa kau sebenarnya, hah"!
Perlihatkan wajah burukmu itu!" leriak Angling Srenggi, antara kemarahan
bercampur keccmasan.
"Ha ha ha,... Kau memang sungguh berani. Tetapi, ingat! Tak akan kubiarkan siapa
pun juga mencari Pendekar Slebor!"
Tiba-liba terdengar suara geraman keras, disusul tawa menggema di seantero hutan
ini. "Kenapa dengannya, hah"! Dia kubutuhkan untuk menolong guruku?" pancing Angling
Srenggi untuk mcngetahui lebih jelas lagi kalau makhluk itulah yang mela kukan
kejahatan pada gurunya.
"Karena, aku menghendaki kedatangannya! Bila sebelum tiga purnama mendatang dia
belum datang juga, maka si Tua Kepalan Batu akan mampus hari itu juga!"
"Biadab! Siapa kau sebenarnya, hah"! Apa urusannya dengan guruku!" bentak
Angling Srenggi dengan wajah terasa panas dan hati tercmas-remas oleh marahnya.
Wesss. . Bukannya menjawab pertanyaan yang diucapkan
penuh amarah oleh Angling Srenggi, tiba-tiba saja serangkum angin keras
bergulung-gulung menderu ke arahnya.
Sehingga, membuat laki-laki botak harus
tunggang-langgang
menyelamatkan diri. sekaligus menyelamatkan kakak kembarnya yang masih dalam
keadaan pingsan.
"Kau tak akan mampu menghadapi Siluman Hutan Waringin yang mendendam pada
Pendekar Slebor! Dan aku telah menunggu kedatangannya untuk menerima ajal
dariku. Ha... ha... ha!"
Angin yang menderu-deru itu terus mengejar Angling Srenggi yang semakin bersusah
payah menghindarinya.
Dalam keadaan memondong kakak kembarnya, sangat
sulit baginya untuk melakukan pembalasan. Namun diam-diam pun dirasakannya kalau
menyerang pun tak ada gunanya.
Yang dihadapi Angling Srenggi ini adalah bangsa
siluman. Dia tadi mendengar jelas sekali kalau makhluk itu menyebutkan dirinya.
Sudah tentu tenaganya tak akan mampu menembus ruang gerak bangsa siluman.
Jalan satu-satunya memang meninggalkan tempat ini!
Pertama, kembali mencoba menyadarkan kakak kembarnya dan menceritakan semua yang diketahuinya sekarang. Kedua, harus
secepatnya mcncari Pendekar Slebor. Yang tak pernah disangka, ternyata siluman
itu mempunyai dendam pada Pendekar Slebor.
Sementara itu, angin yang keluar dari cahaya yang terang itu terus
menderu-deru. Bahkan mencabut beberapa pepohonan besar yang tumbuh di hutan ini.
Dan ternyata, salah sebuah pohon yang tercabut
adalah pohon yang tadi digunakan tidur oleh pemuda berbaju hijau pupus. Pohon
itu pun terbang, bersamaan satu teriakan keras.
"Waaddooowww! Apa ini i"!
*** Satu sosok tubuh berpakaian hijau melenting dari
pohon yang meluncur deras ke belakang itu. Lalu dalam dua kali gerak saja,
pemuda berpakaian hijau pupus itu hinggap ringan di tanah.
Pemuda ini mcrasakan angin yang menderu-deru ke
arahnya. Busyet! Angin dari mana ini" Begitu dengusnya dalam hati. Dan dia harus
menghindari serbuan angin ilu.
Dalam pusaran angin yang besar, mata tajam pemuda ini melihat satu sosok tubuh
sedang menghindari diri, agar jangan sampai masuk ke dalam pusaran angin yang
bergulung-gulung. Dia adalah Ielaki berkcpala botak yang sedang memanggul Ielaki
botak pula. Pemuda berpakaian hijau pupus itu menghentakkan
sebelah kakinya yang telah dialiri tenaga dalam kuat. Lalu, tubuhnya mencelat
menerobos pusaran angin yang sedang berusaha menggulung Ielaki botak itu
Hup! Sambil meluruk. pemuda itu meluncur ke arah Angling Srenggi. Tangan kanannya
yang telah memegang kain bercorakcaturyangsejak tadi tersampirdi bahunya cepat
bergerak mengibas.
Wultl...! Seketika arah angin itu seperti terpotong dan, ber-belok ke alas. Tangan kiri
pemuda ilu yang bebas, menangkap tangan kanan Angling Srenggi. Kemudian seketika
disentaknya dengan mengirimkan tenaga dalam ke tangan laki-laki botak itu.
Sehingga, Angling Srenggi tidak terjerembab, melainkan terbawa gerakan yang
dilakukan oleh si pemuda.
Dua tubuh itu pun hinggap di tanah. Angling Srenggi yang menyangka kalau
nyawanya akan segera putus, melirik penolongnya. Nyatanya pemuda berpakaian
hijau pupus itu sedang memaki-maki sambil memperhatikan cahaya yang menerangi
hutan besar ini.
"Gila! Angin dari mana. nih"! Jin mana yang sedang kentut hah"!" seru pemuda itu
jengkel. Angling Srenggi memperhatikan sekali lagi si pemuda yang sedang menyampirkan
kembali kain ber-corak
caturnya di bahu. Belum lagi bisa ditebak siapakah gerangan pemuda yang
nampaknya urakan ini, tiba-tiba saja....
"Grrrhhh! Hidungku mencium bau busuk dari tubuh Pendekar Slebor! Grrrhhh! Ha ha
ha.... Rupanya tidak perlu lagi bersusah payah mencarinya!"
Terdengar suara geraman yang sarat ancaman. Dan
mendadak saja cahaya yang bersinar terang tadi itu perlahan-Iahan meredup. Lalu,
terlihatlah gumpalan asap yang sangat pekat.
*** 3 Angling Srenggi tersentak melihatnya. Asap itu terus membumbung. begitu
pekat.Sementara cahaya yang
sangat menyilaukan menghilang. Keterkejutannya bukan hanya pada cahaya yang
berubah menjadi asap hitam, melainkan dengan seruan makhluk yang berada di balik
cahaya terang tadi.
Laki-laki botak ini memperhatikan dengan seksama pemuda berbaju hijau pupus
dengan kain bercorak catur yang tersampir di pundak. Pemuda inikah yang selama
ini dicari olehnya bersama kakak kembarnya" Pemuda sakti yang telah memakan buah
'inti petir' yang diharapkan mampu mengobati penyakit gurunya, si Tua Kepalan
Batu" Pemuda yang dijuluki Pendekar Slebor"
Murid si Tua Kepalan Batu ini hampir-hampir tidak mempercayai pendengarannya.
Kalau tahu pemuda ini orang yang dicarinya, sudah tentuakan dibiarkan menolong
kakak kembarnya. Dan lagi, mengapa dia melupakan ciri-ciri Pendekar Slebor yang
berpakaian berwarna hijau pupus" Tetapi kemudian dia teringat, kalau mencari
pendekar sakti berpakaian hijau pupus itu maka akan mengalami kesulitan. Karena,
sangat banyak orang yang berpakaian sama. Tetapi kalau kakak kembarnya tahu di
leher pemuda itu tersampir kain bercorak catur, bisa dipastikan akan sangat
mudah menduga. Pemuda berpakaian hijau pupus
ilu memang Pendekar Slebor, yang sekarang menatap tegang asap tehal yang perlahan-lahan
menghilang. Ketika asap ilu lenyap sama sekali, terlihatlah satu sosok tubuh mengerikan.
Wajah sosok itu bulat lonjong.
Kedua telinganya lebar berbentuk kerucut. Di bibirnya yang panjang, ada dua buah
taring mengkilat. Sekujur tubuhnya dipenuhi
bulu-bulu mengerikan. Sosok itu hanya mengenakan sebuah cawat. Yang lebih mengerikan lagi, matanya yang hanya sebuah
dan terletak tepat di kening,
di atas hidung panjangnya yang seperti babi.
Andika bergidik pula melihatnya. Diam-diam ingatannya beralih pada perisliwa yang dialaminya di Alam Sunyi. Peristiwa yang
mempertemukannya dengan Eyang Sasongko Murti dan makhluk mengerikan berjuluk
Siluman Hutan Waringin. (Untuk lebih jelasnya, silahkan baca :
'Neraka di Keraton Barat').
Meskipun kelihatan terkejut, namun Andika masih
tetap menampilkan sikap urakannya.
"O..., rupanya kau siluman jelek! Baguslah itu. Sudah lama memang aku ingin
menyunatmu. Bukankah kau
belum disunat?"
Makhluk mengerikan yang sekaligus menjijikkan itu menyeringai lebar
"Pendekar Slebor! Gara-gara pertolonganmu, murid murtadku berhasil meloloskan
diri! Dan aku tak akan pernah membiarkannya hidup. Termasuk, kau!" desis Siluman
Hutan Waringin, mengandung kegeraman luar biasa."Yeee!" seru Andika. "Enak saja
ngomong begitu! Aku tidak pernah bermaksud menolong Eyang Sasongko Murti!
Mengenalnya saja tidak! Dia saja yang terlalu kangen padaku. Justru dia sendiri
yang menarikku masuk ke penjaramu yang disebut Alam Sunyi itu! Pakai otakmu,
dong! Jangan main nuduh sembarangan!"
Tetapi tahu-tahu Pendekar Slebor terkekeh-kekeh
sambil nyengir.
"Aku lupa, kalau kau ini tak punya otak!"
Angling Srenggi terkejut sekali lagi mendengar kata-kata yang diucapkan begitu
santainya oleh Pendekar Slebor. Tetapi kemudian dia hanya membatin, mengapa
Andika berani berseloroh seperti itu. Mungkin pemuda ilu belum mengetahui
keanehan dan kehebatan ilmu bangsa siluman!
Namun sesungguhnya, laki-laki botak itu tidak tahu kalau Pendekar Slebor pernah
melihat ilmu-ilmu siluman, ketika terjadi pertarungan hebat antara Eyang
Sasongko Murti melawan Siluman Hutan Waringin di Alam Sunyi.
Kalaupun Andika berani berseru seperti itu, disebabkan otaknya yang cerdik.
Sengaja makhluk itu diajak berbicara, sementara otaknya berpikir keras bagaimana
caranya untuk bisa mengalahkan. Paling tidak, neloloskan diri dari
cengkeramannya. Karena Andika tahu, betapa tinggi dan anehnya ilmu Siluman Hutan
Waringin. Siluman Hutan Waringin mengibaskan tangannya
yang kurus pcnuh totol-totol mengerikan.
Wusss! Seketika serangkum angin menderu keras. Namun
Andika langsung melompat ke kiri. Blarrr...!
Sebuah pohon besar langsung tumbang dan terhem-
pas beberapa puluh meter, terhantam pukulan nyasar.
"Gila! Bagaimana caranya aku menghadapi siluman jelek ini?" rutuk Andika dalam
hati. Pendekar Slebor melirik Angling Srenggi yang kelihatan bersiap kalau ada
serangan yang mengarah
padanya. Melihat hal itu, Andika mendesah pendek. Bisa dipastikan, dalam keadaan
memanggul kakak kembarnya yang terluka dalam, laki-laki botak itu tak akan mampu
menghindari serangan. "Hei, Botak! Kau...."
"Namaku Angling Srenggi! Kakakku Tapa Srenggi!"
seru Angling Srenggi memutus kata-kata Andika.
Andika cuma nyengir saja. Dan dengan gerakan cepat, Pendekar Slebor melcnting ke
arah laki-laki botak itu dan hinggap di sisinya.
"Ingat! Saat ini kesehatan kakakmu terluka parah.
Pasti kau pernah menghadapi siluman busuk ini. bukan?"
kata Pendekar Slebor.
Angling Srenggi mengangguk.
"Kalau begitu, lebih baik segera minggat dari sini.
Nyawa kakakmu lebih penting," ujar Andika.
"Oh! Kau sendiri?" tanya laki-laki botak itu dengan tatapan cemas.
"Tidak usah memikirkanku! Aku tahu bagaimana cara menghadapinya. meskipun tidak
yakin apakah mampu
mengalahkannya."
"Tetapi...."
"Busyat deh! Kenapa kau jadi keras kepala"!" seru Andika. "Tetapi biar kucoba
dulu...." Andika lantas mengayunkan kepalannya ke kepala
laki-laki botak itu.
Tak! "Benar juga, ya! Ternyata kepalamu keras. Sudah, sudah.... Jangan banyak omong
lagi. Cepat minggat setelah mendengar perintahku!" ujar Andika, setelah menjitak
kepala Angling Srenggi.
Laki-laki botak itu sendiri cuma mengangguk.
Memang hanya itu yang bisa dilakukan. Selebihnya. dia harus melompat karena
angin keras menderu ke arahnya.
Begitu pula yang dilakukan Pendekar Slebor.
Begitu melenting ke atas, Pendekar Slebor langsung merangkum ajian 'Guntur
Selaksa'-nya. Ajian kebanggaan yang didapat dari Lembah Kutukan. Sehingga dia
sering pula disebut sebagai Pemuda Sakti pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan.
Bagi Andika sendiri, menghadapi
siluman ini haras menggunakan siasat. Langkah pertama yang harus dilakukan
adalah mencoba menghadang setiap serangan yang datang.
Dengan ajian 'Guntur Selaksa' yang terangkum di
tangannya, Andika langsung menderu cepat.
"Botak! Cepat pergi dari sini!" teriak Andika sambil meluruk.
Angling Srenggi kelihatan ragu-ragu untuk melarikan diri. Sebenarnya dia tidak
mungkin membiarkan Andika menghadapi siluman itu seorang diri. Namun meskipun


Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demikian, dia teringat kata-kata pendekar sakti itu bahwa nyawa kakak kembarnya
harus diselamatkan.
Dengan rasa berat hati. Angling Srenggi pun
melompat ketika Andika terus menderu ke arah Siluman Hutan Waringin.
"Pendekar Slebor! Aku bersumpah, akan mencarimu untuk mengucapkan lerima kasih!"
teriak laki-laki botak itu.
Andika tidak sempat lagi mendengar kata-kala Angling Srenggi. Karena, ajian
'Guntur Selaksa' siap dijatuhkan ke tubuh Siluman Hutan Waringin.
"Kau rasakan ajianku ini. Siluman Jelek!" pekik Andika.
Seketika tangan Pendekar Slebor pun menghantam
tubuh Siluman Hutan Waringin. Namun yang dirasakan, tangannya seperti menghantam
karet saja. Bahkan Andika sendiri merasakan betapa panas seluruh tubuhnya.
Dengan cepat ditutupnya kembali ajian 'Guntur Selaksa'-
nya kalau tidak ingin termakan ajiannya sendiri.
Belum tuntas keterkejutan Andika, tiba-tiba saja tangan kanan Siluman Hutan
Waringin mengibas.
"Kau tak akan pernah bisa melumpuhkanku.
Pendekar Slebor! Malam ini nyawamu akan meregang!"
desis makhluk aneh ini.
Wrrr! "Aaakh...!"
Tubuh Andika terpelanting ke belakang, ketika sebuah tenaga besar tak terlihat
mendorongnya amat kual.
Tubuhnya bergulingan berkali-kali di tanah. Dan dadanya seketika terasa sesak
luar biasa disertai getaran cukup hebat.
"Gila!" dengusnya sambil mengalirkan tenaga dalam untuk mempertahankan
keseimbangan tubuhnya.
Werrr.... Namun belum lagi Pendekar Slebor bisa berdiri tegak, serangkum api panas yang
bergulung menjilat-jilat ke arahnya siap memanggangnya bulat-bulat.
Seketika suasana gelap di hutan dilerangi cahaya api yang besar.
Dengan mengemposkan tubuhnya, Andika melompat-
lompat menghindari sambaran api yang datang bertubi-tubi. Akibatnya beberapa
pohon terbakar. hingga tak ubahnya obor-obor raksasa.
"Sudah kukatakan, kau akan mampus, Pendekar Slebor!" desis Siluman Hutan
Waringin. dingin.
"Enak saja! Memang nyawanya mbahmu. Biar begini,
aku punya nyawa rangkap. tahu"!" seru Andika tak acuhnya. Padahal. nyawanya
rasanya sudah siap tercabut.
Api besar yang menjilat-jilat itu sudah siap untuk memanggangnya hidup-hidup.
Dan mendengar kata-kata penuh ejekan itu, membuat Siluman Hutan Waringin
bertambah garang. Wajahnya seketika merah, tampak mengerikan dan sukar sekali
dilukiskan. Namun yang jelas, serangan-serangan aneh dari ilmu siluman mulai
dikeluarkannya.
Mendadak saja, dalam pusaran api yang menjilat-jilat panas itu sebelah tangan
kiri Siluman Hutan Waringin tiba-tiba terlepas dan melayang-Iayang ke arah
An?dika. "Busyet! Kau bisa main sulap juga rupanya, ya" Lebih baik ke kotapraja saja,
yuk" Di sana kau bisa mendapat duit dari keahlianmu main sulap yang beginian!"
Sambil mengejek, dengan kelincahannya yang benar-benar terlatih Andika meliuk-
liukkan tubuhnya dan melompat ke sana kemari untuk menghindari sambaran tangan
Siluman Hutan Waringin yang mengejarnya bagaikan seekor elang. Namun lama
kelamaan Pendekar Slebor pun menjadi kewalahan. Karena gerakan tangan putus itu
begitu cepatnya.
Sementara, Siluman Hutan Waringin menyeringai
buas. Bila Pendekar Slebor mampus, niatnya hanya akan mencari si murid murtad,
Sasongko Murti!
Namun di luar dugaan, tiba-tiba saja Andika melenting ke belakang, dan hinggap
di tanah dengan kedua kaki terbuka. Sikapnya penuh ejekan. Bahkan kedua
tangannya pun berada di pinggang.
"Yeee! Betul, kan kalau aku punya nyawa rangkap?"
ejek Pendekar Slebor sambil menjulurkan lidahnya.
Andaikata Angling Srenggi melihat kelakuan Pendekar Slebor. pasti bertambah
keheranan. Tiba-tiba saja tangan Siluman Hutan Waringin yang melayang-Iayang menderu cepat
ke arahnya. Wusss! Beberapa rambut saja tangan itu mencengkeram
leher, tiba-tiba saja dengan gerakan luar biasa cepat Andika mengibaskan
tangannya yang telah menyambar kain pusaka. Seketika kain itu dikibaskan.
Brrrttt! Tangan yang melayang itu langsung tergulung kain pusaka Andika. Dan segera
disentakkannya ke tanah.
Dengan cepat pula Andika menginjaknya.
Akan tetapi itu adalah kesalahan besar. Karena,
tangan melayang itu kini mencengkeram kaki kanan Andika yang menginjak. Kuku-
kuku panjang setajam pisau itu mendadak saja muncul, siap menghunjam kaki
Andika! Dengan cepat Pendekar Slebor mengirimkan tenaga
'inti petir', seraya membuka paksa tangan yang mencengkeram
kakinya. Sekuat tenaga ia berusaha melepaskannya, namun tangan itu terus mencengkeram dengan ketat.
"Ampun, deh! Bisa lumpuh kakiku!" dengus Andika.
Segera dikerahkannya tenaga 'inti petir' tingkat pertama.
Dengan bersusah payah akhirnya Andika berhasil
melepaskan cengkeraman tangan melayang dari kakinya.
Namun. tubuhnya harus terhempas ke belakang, karena Siluman Hutan Waringin sudah
kembali menyerangnya.
Kembali Andika bergulingan di tanah. Keadaannya
mulai payah sekarang. Dadanya semakin sakit dirasakan.
begitu pula kakinya yang penuh luka.
Tiba-tiba saja kedua mata Andika terbuka lebar,
karena sosok mengerikan ilu sudah melayang ke arahnya!
Wuuuttt...! Namun agaknya, Yang Kuasa belum menginginkan
nyawa Andika. Karena, mendadak saja sebuah cengkeraman dirasakan Andika pada perutnya. Bersamaan dengan itu, tubuhnya pun
terasa bagaikan terbang!
Siluman Hutan Waringin menggcram marah.
"Akhirnya kau muncul juga, Sasongko Murti!" serunya.
Ternyata, makhluk aneh ini bisa membaca gerakan
penolong Andika. Karena gerakan seperti itu hanya bisa dilakukan oleh bangsa
siluman. Dan satu-satunya manusia
yang bisa mcnggunakan ilmu itu hanyalah Eyang Sasongko Murti. yang pernah
menuntut ilmu pada Siluman Hutan Waringin. Namun dengan segera ajaran sesat itu
ditingalkan setelah menyadari kalau belajar dari bangsa siluman. Karena
kenekatan untuk meninggalkan Siluman Hutan Waringin. Eyang Sasongko Murti
tertangkap dan dipenjarakan di Alam Sunyi menunggu pengadilan dari Siluman Hutan
Waringin. Namun sebeIum hukuman ilu dijalankan, berkat bantuan Pendekar Slebor
yang tak sengaja datang ke Alam Sunyi, Eyang Sasongko Murti pun berhasil
meloloskan diri. (Baca : 'Ncraka di Keraton Barat').
Sehingga dia harus rela dikejar terus-menerus oleh Siluman Hutan Waringin.
Tubuh mengerikan dari Siluman Hutan Waringin itu pun bergerak dan lenyap dari
pandangan. Dia tetap akan mencari Eyang Sasongko Murti dan Pendekar Slebor.
Pagi kembali menjelang, matahari bersinar. Gugusan bebatuan yang terdapat di
perbukitan nampak terjal. Di bawahnya, mengalir sebuah sungai berair kuning.
Entah karena jenis tumbuhan yang hidup di bawahnya, ataukah sesuatu yang lain
yang menyebabkan air sungai ilu berwarna demikian.
Di tepi sungai berjongkok satu sosok tubuh sambil memperhatikan air sungai yang
berwarna kuning ilu dengan seksama. Sosok berpakaian warna hitam yang sudah
compang-camping itu memperlihatkan tubuhnya yang kurus kering, tak ubahnya mayat
hidup. Rambutnya yang putih panjang acak-acakan menutupi hampir seluruh
wajahnya. Sehingga boleh dikatakan, wajah sosok itu sukar sekali dilukiskan.
Tiba-tiba sungai yang tenang itu bergejolak, lalu muncul sebuah kepala sambil
menghembuskan napas
keras."Aku tak tahan lagi! Aku tak tahan!"seru sosok yang dalam keadaan
telanjang bulat.
"Coblok! Kakimu sudah terkena kuku Siluman Hutan Waringin! Jalan satu-satunnya
harus direndam di air!"
bentak sosok awut-awutan itu jengkel.
"Sudah tiga jam aku direndam di sini! Mana tidak boleh angkat kepala lagi!"
bentak pemuda yang baru muncul dari sungai itu. Anggota tubuhnya mulai dari
pusar hingga ke bawah terendam sungai. Sementara, tubuhnya dari pusar ke atas
basah oleh air sungai yang kemudian menetes kembali. Wajahnya begitu gusar.
"Bor! Terserah kaulah! Aku toh. cuma membantumu saja! Eh! Kau tahu..., kalau kau
tidak direndam di sungai ini, kuku siluman itu akan membuatmu jadi siluman!"
ancam sosok compang-camping.
Pemuda bertclanjang dada yang tak lain Pendekar
Slebor terkekeh.
"Biar saja! Asal jangan seperti kau yang seram begitu!
Yang mana mata, dan yang mana hidung, tidak ketahuan,"
ejek Andika. Sosok yang tak terlihat wajahnya itu bukannya marah, tapi
justru terbahak-bahak keras. Suara tawanya menggema di scluruh perbukitan.
"Tetapi aku masih lebih ganteng kan dari Siluman Hutan Waringin!" elak sosok
yang tak lain Eyang Sasongko Murti.Andika mendengus.
"Sama kambing peot saja, masih bagus kambing!
Sudah! Mana pakaianku"!"
Eyang Sasongko Murti menggerakkan tangan kanannya ke arah pakaian Andika yang menumpuk
menjadi satu. Bagai ada dorongan tenaga tak nampak, tumpukan pakaian ilu melesat
di tangannya. "Pakaian ini akan kubakar!"
"Hei! Jangan sembarangan kalau ngomong!" bentak Andika terkejut.
"Berendam lagi!" "Brengsek!"
"Dasar gendeng! Jangan menyebutku seperti itu! Ayo berendam!"
Tangan kiri Eyang Sasongko Murti langsung mengibas ke arah Andika. Namun dengan
cepat Pendekar Slebor
menyelam kembali, kalau tidak ingin kepalanya berpisah dari tubuhnya.
Byarrr! Terdengar suara bagai ledakan. Dan air di seberang sana muncrat seolah ada
gejolak keras yang memaksanya muncrat.
Kepala dengan rambut gondrong itu muncul kembali dan mengibas-ngibaskan air yang
melekat di kepalanya.
Andika mendengus. melotot pada Eyang Sasongko Murti yang masih berjongkok di
hadapannya. "Kenapa kau harus menyelamatkan aku. sih?" bentak Pendekar Slebor.
"Bego! Kau bisa mampus tabu"!"
"Biar saja! Kan aku ini yang mampus!"
"He! Katanya otakmu cerdik. Kalau ternyata kau bersikap seperti itu, otakmu sama
dungunya dengan kerbau!"
"Kalau begitu, mengapa tadi kau tidak menghadapi pula siluman itu, hah'.'!" seru
Andika lagi. "Dasar! Apakah aku akan membiarkanmu menjelma menjadi pengikut siluman di saat
aku menghadapi Siluman Hutan Waringin?" bentak Eyang Sasongko Murti.
Andika terdiam, membenarkan juga kata-kala Eyang Sasongko Murti.
"Bodohnya aku! Kenapa tidak kubiarkan saja kau menjadi bangsa siluman, daripada
aku mendengar omelanmu yang jelek ilu!"
Tiba-tiba mendengar Eyang Sasongko Murti memaki-
maki. Kali ini Andika nyengir. Ditatapnya Ielaki yang berusia sekitar seratus tiga
puluh tahun yang bentuk wajahnya sukar sekali dilihat jelas.
"Jadi, apa yang harus kulakukan lagi?" tanya Pendekar Slebor kemudian.
"Tetap berendam di sungai itu! Kebetulan sekali, airnya berwarna kuning.
Sehingga aku hanya mengalirkan ajian pemunah bangsa siluman yang kudapatkan dari
Siluman Hutan Waringin! Kau masih memerlukan waktu tiga penanakan nasi lagi
untuk mengembalikan jalan darahmu!"
"Hanya dengan tiga kali bernapas setiap satu penanakan?" tukas Andika
terbelalak. Tadi pun ia melakukan hal itu.
"Bahkan kalau bisa, tanpa mengambil napas sekali pun!" sahut Eyang Sasongko
Murti tegas. "Eh! Kalau bisa, kau bisa saja jadi ikan!"
"Tidak lucu!" gerutu Andika.
"Aku bukan badut yang suka mcmbuat orang tergelak-gelak! Sudah! Jangan cerewet
kenapa, sih"! Ayo, cepat berendam kembali sampai kepalamu tenggelam! Atau, kau
ingin kupaksa, hah"!"
Andika menjulurkan lidahnya.
"Weee!"
Dan sebelum Eyang Sasongko Murti kembali
mengibaskan tangannya. buru-buru Pendekar Slebor menarik napas dan
menenggelamkan tubuhnya kembali.
Eyang Sasongko Murti terkekeh-kekeh.
*** 4 Lima hari sudah Angling Srenggi berusaha mengembalikan kesehatan kakak kembarnya.
Saat ini, dia sedang mengalirkan kembali hawa
murninya pada Tapa Srenggi. Hal itu dilakukan sudah lebih dari dua puluh kali.
Perlahan-lahan namun pasti, kesehalan Tapa
Srenggi pun sudah bcrangsur-angsur
menggembirakan. Pada dua hari sebelumnya, tubuhnya tiba-tiba bisa terasa panas
sekali, dan tiba-tiba bisa menjadi dingin sekali. Ini terkadang juga membuat
Angling Srenggi kebingungan sendiri. Namun berkat kesabarannya, keadaan tubuh
kakak sepcrguruannya s udah mulai teratur kembali.
Hanya tinggal memulihkan tenaga dan

Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyembuhan luka dalamnya.
Kini sekujur tubuh Sepasang Tasbih KepalanBatu
sudah dibanjiri keringat. Sementara, Angling Srenggi terus memberikan tekanan
hawa murni agar menyerap ke tubuh kakak kembarnya. Terlihat wajah Tapa Srenggi
berkali-kali meringis. Dan perlahan-lahan terlihat asap putih mengepul dari
kedua tangan Angling Srenggi yang menempel di punggung kakak kembarnya yang
terbuka. Setelah hampir sepenanak nasi, laki-laki botak
bertasbih pcrak menghentikan aliran hawa murninya.
Diam-diam dia mendesah lega. Lalu kakak kembarnya disuruh kembali mengenakan
pakaiannya. Sementar dia sendiri mengatur pernapasannya untuk mengembalikan hawa
murninya. Tapa Srenggi tersenyum haru melihat kesungguhan
adik kembarnya yang selalu ceria saat mengobatinya.
Sejak kecil, dia selalu bersama Angling Srenggi. Dan dia tahu sifat adik
kembarnya yang lebih suka mengalah bila ada satu pertikaian. Juga selalu
berusaha bersikap gembira dalam menghadapi satu masalah. Tapa Srenggi tidak
tahu, kalau adik kembarnya akhir-akhir ini sangat cemas sekali memikirkan
keadaannya. "Terima kasih atas pertolonganmu, Adi Angling
Srenggi...," ucap Tapa Srenggi bersungguh-sungguh.
Angling Srenggi tersenyum meskipun jelas kelelahan.
Namun di wajahnya terpancar kepuasan.
"Tidak usah berkata begitu, Kakang. Bukankah kita ini sedarah daging. Bocah
kembar yang tak pernah tumbuh rambut, ketika ditemukan Guru tergeletak hanya
berbalut sebuah kain kusam di sebuah hutan sebelah timur
Pesanggrahan Utara?" tukas Angling Srenggi tersenyum.
"Dan hingga sekarang. di usia yang hampir mencapai lima puluh tahun, kepala kita
pun tetap tak ada rambut sedikit pun! Licin tandas seperti padang pasir!"
Kakak kembar Angling Srenggi pun tersenyum. Namun diakui Angling Srenggi, kalau
sampai saat ini keduanya tidak tahu asal usul mereka. Siapa kedua orang-tua
mereka-saja, mereka tidak tahu. Yang mereka tahu, mereka sudah besar dan berada
dalam asuhan Ki Mahesa Luwing yang menjadi guru sekaligus orangtua mereka sampai
sekarang. "Adi Angling Srenggi.... Seperti katamu semalam, kau yakin kalau pemuda yang
rela menghalangi perbuatan
'Siluman Hutan Waringin itu adalah pemuda yang kita cari?" tanya, Tapa Srenggi
kemudian. Angling Srenggi menganggukkan kepalanya.
"Aku yakin sekali, Kakang Tapa. Pemuda itu pasti Pendekar Slebor. pendekar muda
yang kita butuhkan pertolongannya untuk mengobati penyakil Guru."
"Mcngapa dia diserang Siluman Hutan Waringin itu?"
tanya Tapa Srenggi lagi.
"Secara pasti, aku tidak tahu, Kang. Tetapi aku yakin, Pendekar Slebor pasti
sebelumnya telah mempunyai masalah dengan Siluman Hutan Waringin. Kata-kata
Siluman Hutan Waringinlah yang membuatku sadar, kalau pemuda
berbaju hijau pupus yang menawarkan pcrtolongan untuk memulihkan kesehatanmu adalah
Pendekar Slebor! Pemuda yang kita cari!"
"Ah! Apakah dia masih hidup sekarang ini?" desah Tapa Srenggi ragu-ragu.
Meskipun Tapa Srenggi menyadari belapa tingginya ilmu yang dimiliki pemuda sakti
itu, namun menghadapi Siluman Hutan Waringin bukanlah hal yang mudah.
Karena, ilmu bangsa siluman sangat s ulit ditandingi manusia.
"Aku tidak tahu soal itu, Kang. Sebenarnya pun, aku merasa tidak enak karena
tidak membantunya. Dari sikapnya saat menyuruhku meninggalkannya bersama Siluman
Hutan Waringin, sudah menunjukkan kebesaran jiwa dan namanya. Dia memang seorang
pendekar sakti yang palut diperhilungkan namanya. Namun biar pun begitu, sekali
lagi kulandaskan, aku tidak tahu apakah dia berhasil mengatasi Siluman Hutan
Waringin. Tetapi, kitaharus tetap mencarinya. Karena, kita membutuhkan
bantuannya untuk menyembuhkan Guru," jelas Angling Srenggi.
Tapa Srenggi menganggukkan kepalanya.
"Kau benar, Adi Angling. Apalagi menurutmu penyebab sakitnya Guru adalah
perbuatan Siluman Hutan Waringin.
Dan itu sengaja dilakukan untuk memancing kehadiran Pendekar Slebor. Sementara
Pendekar Slebor mau
menolong Guru, maka saat itulah Siluman Hutan Waringin melakukan balas
dendamnya. Namun sekarang, keduanya sudah bertemu. Ah! Aku tidak tahu. apa yang
harus kita lakukan."
"Kakang T apa.... Yang pasti, seperti yang kukatakan, kita harus mencarinya.
Karena, kita ingin sekali mendapat pertolongannya demi kesehatan Guru."
"Siluman itu benar-benar keji! Dia menghancurkan kesehatan Guru demi kepentingan
sendiri," desis Tapa Srenggi.
Angling Srenggi tertawa mendengar kata-kata kakak kembarnya.
"Kau ini ada-ada saja, Kakang. Sudah pasti bangsa siluman akan berbuat apa saja
demi kepentingannya. Ah!
Aku tidak tahu, bagaimana harus menghadapinya."
Sejenak keduanya terdiam. Suasana jadi hening.
"Yang kucemaskan saat ini adalah keadaan Guru,"
kata Tapa Srenggi memecah keheningan. "Sudah cukup lama dia kita tinggal tanpa
ada yang mengurusnya. Aku tidak tahu, bagaimana keadaannya sekarang ini?"
Kembali keheningan tercipta. Pikiran mereka sama-sama terhanyut pada nasib Ki
Mahesa Luwing yang
terbaring sakit.
"Kakang T apa, apakah kesehatanmu sudah pulih benar?" tanya Angling Srenggi
tiba-tiba. "Ya."
"Baiknya, kita segera mencari Pendekar Slebor.
Mengingat nasib Guru yang sudah di ambang maut.
Juga, untuk mengetahui apakah Pendekar Slebor masih hidup atau sudah tewas."
Tapa Srenggi mengangguk. Karena memang itulah
yang bisa dilakukan.
Saat itu juga, keduanya berkelebat meninggalkan
tanah dekat sebuah rawa yang penuh ilalang dan bunga teratai.
*** Matahari terus bergulir, menyeret waktu. Dan kini si raja siang ini berada di
tengah puncak panasnya, memanggang seluruh alam. Juga, memanggang dua sosok
tubuh yang melangkah melalui dataran yang membentang panjang. Keduanya adalah
Pendekar Slebor dan Eyang Sasongko Murti.
"Eyang.... Bagaimana cara kita menemukan siluman jelek itu?" tanya Pendekar
Slebor tanpa mempedulikan sengatan panas.
Tubuh Pendekar Slebor kelihatan sedikit berkeringat.
Setelah direndam di s ungai berair kuning, Eyang Sasongko Murti pun mengalirkan
hawa panas dalam tubuh Pendekar Slebor, lalu menyuruhnya meminum ramuan yang
lelah dibuatnya.
"Aku tidak
tahu! Tetapi, aku bisa mencium kehadirannya," sahul Eyang Sasongko Murti sambil terus melangkah. "Bor!
Menghadapi Siluman Hutan Waringin, bukanlah masalah mudah. Karena, ilmu-ilmu
bangsa siluman yang dimilikinya sangat sukar dihadapi! Apalagi saat ini, hanya
akulah yang bisa mengimbanginya
walaupun sangat sulit mengalahkannya."
"Kalau kau sudah ketakutan sebelum berhadapan dengannya, ya pergi saja dari
sini," sahut Andika seenak jidatnya saja.
Eyang Sasongko Murti menoleh dan melotot.
Apa kau pikir aku ini banci, hah"!"
Andika nyengir.
"Untuk membuktikan kalau bukan banci, kau tidak perlu memperlihatkannya
kepadaku."
"Sialan! Berbulan-bulan lamanya aku menghindari Siluman Hutan Waringin, agar
jangan sampai berada di permukaan bumi. Karena kalau dia berada di sini, maka
keadaannya akan menjadi kacau-balau. Akan banyak masalah yang akan
ditimbulkannya," umpat laki-laki berusia ratusan tahun itu.
"Lalau mengapa kau keluar dari alam bawah tanah?"
tukas Andika. "Justru kau yang menjadi penyebabnya!"
"Sialan! Seratus tahun lamanya aku mendiami Alam Sunyi! Aku bosan berada dalam
kesunyian. Aku pun bosan berada di bawah tanah terus-menerus, memancing
Siluman Hutan Waringin agar jangan sampai naik ke permukaan. Kutekan semua
kebosananku itu dengan satu keyakinan, agar keadaan di sini selalu aman. Tetapi
rupanya, siluman itu pintar juga. Dia tiba-tiba saja menghentikan pengejarannya
padaku! Dan muncul di sini!"
tangkis Eyang Sasongko Murti.
Andika yang mendengar kata-kala laki-laki tua bangka itu cuma mendengus saja.
Enaknya ngomong di dunia ini tidak ada kekacau balauan yang memusingkan" Kalau
segolongan orang sesat membuatonar, apa bukan kekacau balauan"
"Kalau begitu, kita harus cepat menemukannya!" ujar
Andika. "Iya, iya! Aku tahu!" dengus Eyang Sasongko Murti.
"Tetapi saat ini di mana keberadaannya aku tidak tahu.
Meskipun, aku bisa mencium kedatangannya. Itu hanya kalau dia datang! Bagaimana
kalau dia telah membuat keonaran di tempat lain, hah"!" sergah si tua bangka.
"Mana aku tahu?"
lukas Andika lagi seraya
menggedikkan kedua bahunya.
Eyang Sasongko Murti menjilak kepala Andika saking gemasnya.
"Jangan asal ngomong saja kau! Kalaupun kita tahu di mana keberadaannya, belum
tentu bisa mengalahkannya."
"Itu urusan belakangan!" sahut Andika menggam-pangkan masalah.
Tak! Sekali lagi kepala Pendekar Slebor dijitak Eyang Sasongko Murti. Dan ini membuat
Andika nyengir.
"Jaga bacotmu itu!"
"Habis mau bagaimana lagi" Bukankah kita merelakan nyawa untuk keselamalan manusia?"
"Kau betul! Tetapi kalau kita langsung menyerangnya tanpa perhitungan, sama
artinya nekat! Kalau pun kita nekat tanpa kemampuan, itn namanya bodoh!"
"Busyet! Susah amat, ya?" Pendekar Slebor menggaruk-garuk kepalanya. "Kubantu kau melecehkan kemampuanku. Hhh! Dasar orang
tua pikun! Rasanya hanya merasa dia sendiri yang mampu! Kalau sendiri
menghadapinya. kau bilang justru tidak akan mampu mengalahkannya. Menandinginya
saja sudah cukup.
Bagaimana sih maunya?"
Eyang Sasongko Murti melotot.
"Hei! Aku tahu, kau pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan. Namun, lawan yang akan
Bloon Cari Jodoh 7 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Siasat Yang Biadab 1
^