Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 34

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 34


"Itu suatu bukti bahwa kalian secara jiwani tidak bersiap.
Jika kalian bersiap, maka tidak akan terjadi, bahwa semua
orang didalam lingkungan ini tertidur" bentak Pangeran
Singa Narpada. "Ya Pangeran" jawab pemimpin pengawal itu.
Bagaimanapun juga ia tidak akan dapat mengelakkan
tanggung jawab, bahwa Pangeran Lembu Sabdata telah
terlepas. Namun dengan demikian. maka Pangeran Singa
Narpada telah memastikan satu kesimpulan bahwa
Pangeran Lembu Sabdata tidak dapat berbuat sendiri. Tentu
ada pihak lain yang telah membantunya untuk melepaskan
diri. Sementara itu, diseluruh Kota Raja telah diadakan
pengamatan yang saksama. Seolah-olah para prajurit telah
memasuki semua pintu rumah. Dengan garang prajurit
berusaha untuk menemukan seorang yang telah melarikan
diri dari bilik kurungannya. Dan orang yang melarikan diri
itu adalah Pangeran Sembu Sabdata.
Malam itu Kediri benar-benar menjadi gempar. Prajurit
berkuda hilir-mudik dijalan-jalan raya. Setiap sudut Kota
telah diawasi oleh pasukan khusus sementara yang lain
memasuki setiap halaman. Malam itu .juga Pangeran Singa Narpada telah
menghadap Sri Baginda. Dengan cemas Pangeran Singa
Narpada melaporkan yang telah terjadi.
Sri Baginda untuk beberapa saat termenung dengan
pandangan mata yang sayu. Sebenarnya ia sudah
memikirkan, kapan Lembu Sabdata dapat dilepaskan.
Namun yang terjadi ternyata telah membuat jantungnya
berdebar-debar. Yang terbayang oleh Sri Baginda adalah peperangan
sebagaimana telah terjadi. Kematian yang tidak terbendung.
Permusuhan dan dendam. Jika Pangeran Lembu Sabdata
membakar dendam dihati orang-orang yang menjadi korban
dalam perang yang baru lalu, maka segalanya itu akan
terulang kembali. Sri Baginda itu menarik nafas dalam-dalam. Juga
terbayang, betapa puteri Purnadewi telah mengorbankan
cintanya, mengorbankan yang paling berharga dalam
hidupnya untuk mengakhir perang yang menelan korban
tiada terhitung jumlahnya.
"Apakah semuanya itu akan terulang kembali?" bertanya
Sri Baginda didalam hatinya.
Namun kemudian katanya kepada Pangeran Singa Nar
pada "Terserahlah kepadamu. Apa yang sebaiknya dila
kukan untuk mengatasi persoalan ini. Namun aku ingin
pertumpahan darah dapat dicegah. Setidak-tidaknya dapat
dikekang sehingga Kediri tidak akan menjadi semakin surut
karenanya. Apalagi jika Singasari menganggap perlu untuk
ikut memecahkan persoalan ini"
Pangeran Singa Narpada mengerti sepenuhnya, betapa
perasaan Sri Baginda. Namun Pangeran Singa Narpada
tidak dapat berbuat lain, kecuali menyelamatkan Kediri.
Malam itu para prajurit tidak dapat menemukan
Pangeran Lembu Sabdata. Meskipun semua pintu gerbang
ditutup dan dinding Kota Raja diawasi dari sudut sampai
kesudut, namun tidak seorangpun yang dapat memberikan
jawaban, bagaimana dengan Pangeran Lembu Sabdata.
Karena itu, yang dilakukan oleh Pangeran Singa
Narpada adalah perintah yang disampaikan kepada semua
Senapati di daerah perbatasan untuk bersiap menghadapi
segala kemungkinan dan berusaha untuk menemukan
Pangeran Lembu Sabdata yang telah melarikan diri.
Sebagaiman Pangeran Singa Narpada, maka Panji
Sempana Murtipun menjadi geram. Seperti Pangeran Singa
Narpada pula, iapun telah jemu melihat darah putera-putera
Kediri tertumpah. Tetapi seperti juga Pangeran Singa
Narpada ia tidak akan dapat membenarkan semua bentuk
pengkhianatan dan pemperontakan terhadap Kediri.
Dalam pada itu, selain usaha langsung untuk
menemukan Pangeran Lembu Sabdata, maka Pangeran
Singa Narpadapun telah berbicara dengan beberapa orang
pembantunya yang terpenting untuk melihat kemungkinankemungkinan,
siapakah yang telah membantu Pangeran
Lembu Sabdata keluar dari bilik tahanannya.
Sementara itu, selagi Kota Raja dan daerah
disekelilingnya terjadi keributan, maka Pangeran Lembu
Sabdata sudah menjadi semakin jauh. Bersama Ki Ajar dan
muridnya, mereka melintasi jalan-jalan sempit, bulak-bulak
panjang, menyeberangi sungai dan menuruni tebing-tebing
bukit. "Kita tidak perlu cemas lagi Pangeran" berkata Ki Ajar
"Kita sudah berada ditempat yang cukup jauh. Tidak akan
ada usaha menyusul kita melalui jalan ini"
Sebenarnyalah tidak ada prajurit yang mengikuti jejak
Pangeran Lembu Sabdata lewat jalan yang benar. Mereka
memang menyebar prajurit berkuda ke seluruh arah. Tetapi
mereka tidak pernah memikirkan, bahwa Pangeran Lembu
Sabdata telah melarikan diri mejalui jalan-jalan sempit yang
jarang dilalui orang. Seandainya ada beberapa prajurit yang
berpikir demikian, namun jalan yang demikian itu
jumlahnya sangat banyak. Karena itu, maka sangat sulitlah bagi para prajurit Kediri
untuk dapat melacak kemana Pangeran Lembu Sabdata itu
pergi. Tetapi bahwa dihari pertama para prajurit tidak dapat
menemukan Pangeran Lembu Sabdata, bukan berarti bah*
wa mereka tidak akan ' berusaha mencarinya. Dengan
sungguh-sungguh para pemimpin Kediri berbicara diantara
mereka, kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi
dengan Pangeran Lembu Sabdata.
Ketika para pemimpin di Kediri masih sibuk menebaknebak,
apa yang telah terjadi dengan Pangeran Lembu
Sabdata, maka Pangeran Lembu Sabdata bersama Ki Ajar
yang telah menyembuhkannya sekaligus mempengaruhi
pribadinya, diikuti oleh seorang muridnya menuju kesebuah
tempat yang terpencil. Tidak di padepokan Ki Ajar, tetapi
ketempat yang memang khusus dibangun oleh Ki Ajar bagi
tempat yang akan dihuni oleh Pangeran Lembu Sabdata.
"Pangeran" berkata Ki Ajar "untuk beberapa saat
lamanya Pangeran harus mengasingkan diri. Mungkin
untuk sementara Pangeran tidak akan berhubungan dengan
siapapun, kecuali aku dan pulutku yang sekali-sekali akan
datang mengunjungi Pangeran"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Ia sama
sekali tidak mempunyai sikap menghadapi tawaran itu.
Seakan-akan ia berada dibawah perintah Ki Ajar tanpa
dapat membuat pertimbangan-pertimbangan.
Ketika malam datang, maka ketiga orang itu telah
bermalam disebuah padang rumput. Di malam hari titiktitik
embun membuat udara menjadi semakin dingin.
Namun bagai para pejalan itu, pengaruh udara sama sekali
tidak terasam mengganggu.
Baru dihari berikutnya mereka melanjutkan perjalanan
dan memasuki sebuah padang perdu.
"Kami sudah menyiapkan sebuah gubug kecil Pangeran.
Kami mohon Pangeran bersedia tinggal di gubug itu untuk
waktu yang tidak terbatas. Di gubug itu Pangeran akan
menempa diri untuk menghadapi tugas yang sangat berat"
berkata Ki Ajar. Pangeran Lembu Sabdata mengangguk. Jawabnya
"Apakah yang harus aku lakukan, akan aku lakukan.
Sekalipun aku harus melalui laku yang sangat berat. Asal
aku masih dapat berpengharapan bahwa putera-putera
Kediri sejati akan berhasil"
"Kami akan bersama-sama berharap" berkata Ki Ajar.
Lalu "Semuanya itu kami lakukan untuk mengatasi
kecerdikan Pangeran Singa Narpada. Karena itu, aku dan
muridku akan berada dipadepokan sampai saatnya
Pangeran Singa Narpada mencari Pangeran
kepadepokanku. Tetapi jika mereka tidak menemukan
Pangeran di padepokanku, maka mereka tentu akan
mengambil kesimpulan lain.
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Katanya
"Mudah-mudahan. Tetapi kakangmas Pangeran Singa
Narpada adalah orang yang cerdik dan keras. Mungkin
kakangmas Singa Narpada akan dapat memaksa Ki Ajar
untuk berbicara dengan caranya"
Ki Ajar menarik nafas dalam dalam. Katanya "Aku akan
berusaha untuk bertahan. Aku sudah tua. Seandainya aku
harus mati, maka aku tidak akan kecewa. Tetapi jika yang
terjadi demikian, maka Pangeran harus menentukan
langkah-langkah yang harus Pangeran ambil. Sementara itu,
aku percaya bahwa muridku satu-satunya yang mengetahui
tentang Pangeran, tentu akan berbuat sebagaimana aku
lakaukan. Ia akan mengikhlaskan jiwanya. Bukan untuk
Pangeran, tetapi untuk Kediri. Namun lantaran bagi
kebebasan Kediri adalah Pangeran"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Ia sadar,
bahwa ia akan memikul beban yang sangat berat yang
diletakkan oleh Ki Ajar itu diatas pundaknya. Tetapi
memang tidak ada pertimbangan lain di hatinya, kecuali
melakukannya dengan penuh tekad dan kemauan,
sebagaimana dikehendaki oleh Ki Ajar.
Demikianlah, akhirnya mereka bertiga telah berada
disebuah gubug kecil yang benar-benar terpencil. Sebidang
tanah terbentang dibelakang gubug itu. Sebuah sungai kecil
mengalir disebelah sebidang, tanah itu, sehingga dengan
mudah tanah itu dapat diairi.
"Pangeran" berkata Ki Ajar ketika mereka memasuki
gubug yang sudah dipersiapkan itu "pangeran akan tinggal
di gubug ini. Memang jauh berbeda dengan tinggal
disebuah istana. Tetapi disini Pangeran mengemban satu
tugas" Pangeran Lembu Sabdata memandang berkeliling. Di
dalam rumah itu terdapat beberapa perabot yang sederhana.
Amben untuk tidur, geledeg bambu dan dilengkapi dengan
perapian, belanga dan beberapa mangkuk.
"Nah, Pangeran harus berusaha untuk dapat tetap hidup
dalam keadaan seperti ini. Sebelum Pangeran berhasil
memetik hasil dari tanah itu, aku menempatkan beberapa
beruk beras dan jagung. Pangeran dapat memburu binatang
liar untuk dibuat lauk atau bahkan untuk memperpanjang
penggunaan beras dan jagung" berkata Ki Ajar.
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Namun
tekad yang sudah diletakkan oleh Ki Ajar didalam hatinya,
membuatnya tidak gentar menghadapi apapun. Juga
menghadapi kesepian yang panjang.
"Malam ini akau bermalam disini Pangeran" berkaia Ki
Ajar "ada beberapa pesan yang akan aku sampaikan. Tetapi
besok aku harus berada di padepokan"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Ia tidak
dapat menentukan lain dari yang ditentukan oleh Ki Ajar
Sementara itu Ki Ajar berkata selanjutnya "Semula aku
berniat membawa Pangeran ke padepokan barang semalam,
baru kemudian Pangeran akan aku sisihkan. Namun
agaknya lebih aman jika aku membawa Pangeran langsung
ketempat'ini. Akulah yang akan bermalam ditem-pat ini
satu malam" Seperti yang dikatakan, maka Ki Ajar dan muridnya
telah bermalam semalam di gubug itu. Di malam itu, Ki
Ajar telah menyempurnakan pengaruhnya atas Pangeran
Lembu Sabdata. Namun selain itu, Ki Ajarpun telah
menentukan untuk meningkatkan ilmu Pangeran Lembu
Sabdata dengan memberikan sebuah kitab yang berisi ajaran-
ajaraan tentang olah kanuragan.
"Pangeran" berkata Ki Ajar "Aku mempunyai sebuah
kitab yang tidak terlalu besar. Aku minta Pangeran
mempelajarinya selama aku masih belum sempat
memberikan tuntutan langsung kepada Pangeran. Selama
itu Pangeran dapat berlatih sendiri. Menentukan laku yang
paling sesuai dengan sifat dan kebiasaan Pangeran. Dengan
demikian, jika aku datang kelak, semua persiapan telah
mapan, sehingga Pangeran akan segera melejit menjadi
orang yang memiliki ilmu yang tidak ada duanya, justru
akan melampaui kemampuan Pangeran Kuda Permati"
"Aku akan melakukan yang dianggap baik oleh Ki Ajar
berkata Pangeran Lembu Sabdata.
Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah
Pangeran. Yang harus Pangeran lakukan adalah dengan
sungguh-sungguh mempelajari dan berlatih berdasarkan
atas kitab yang akan aku serahkan kepada Pangeran,
sebagai laku pendahuluan sebelum aku sendiri sempat
menuntun Pangeran. Tetapi jika kemudian aku ditangkap
bersama muridku, dan kemudian karena tindakan Pangeran
Singa Narpada aku dan muridku tidak lagi sempat
menjumpaimu, maka kitab itu adalah bekal yang paling
berharga bagimu. Kau harus dapat memanfaatkannya
sebaik-baiknya. Baru setelah Pangeran menguasai
sepenuhnya. Pangeran dapat mulai dengan langkah-langkah
berikutnya" "Baik Kiai" jawab Pangeran Lembu Sabdata "namun
aku masih berharap bahwa Ki Ajar masih akan mempunyai
kesempatan untuk menentukan dikemudian hari
Kapanpun" "Aku berharap demikian" jawab Ki Ajar "mudahmudahan
semuanya dapat berlangsung dengan baik dan
tidak ada kesulitan. Juga tentang Pangeran Singa Narpada
yang kita cemaskan" Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk saja.
Demikianlah, maka Pangeran Lembu Sabdata mulai
dengan satu kehidupan baru. la harus hidup sendiri untuk
waktu yang tidak terbatas Sehingga pada satu saat ia akan
turun ke medan dengan kemampuan yang tidak lagi
terlawan. Malam itu, Ki Ajar benar-benar bermalam digubug kecil
itu. Didalam kelam, ternyata gubug itu diliputi oleh
gemeresaknya suara malam. Sesekali-sekali terdengar aum


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seekor harimau di hutan diseberang sungai kecil didekat
gubug itu. Kemudian dikejauhan anjing hutan meraung
menggetarkan jantung. Tetapi Pangeran Lembu Sabdata sama sekali tidak gentar
mendengar suara-suara malam yang menyeramkan. Rasarasanya
ia sudah kebal dari perasaan takut dan cemas. Ia
seakan-akan merasa bahwa hidupnya itu tidak lebih dari
sekedar kelebihan dari masa hidupnya yang sebenarnya
setelah ia mengalami sakit ingatan.
Ternyata Ki Ajar tidak menunggu sampai matahari
terbit. Ketika langit mulai diwarnai oleh cahaya fajar, Ki
Ajar dan muridnya telah meninggalkan gubug itu.
Sebenarnyalah Ki Ajar digelisahkan oleh perhitungan,
bahwa mungkin sekali Pangeran Singa Narpada akan
datang kepedepokannya. Dengan demikian, maka sepeninggal Ki Ajar, Pangeran
Lembu Sabdata benar-benar berada didalam kesendirian.
Namun ia sudah bertekad bulat untuk melakukan apa yang
dikehendaki oleh Ki Ajar. Ia harus mempelajari isi kitab itu
sampai saatnya Ki Ajar datang kepadanya untuk
menyempurnakannya. Bahkan Ki Ajar telah berpesan, jika
ia tidak datang lagi ke gubug itu, maka segala sesuatunya
terserah kepada Pangeran gubug itu, maka segala
sesuatunya terserah kepada Pangeran Lembu Sabdata.
Dalam pada itu, dengan tergesa-gesa Ki Ajar kembali ke
padepokannya. Dengan kemampuannya yang tinggi, maka
mereka telah berjalan dengan kecepatan yang tinggi.
Melampaui kecepatan orang kebanyakan yang berjalan
tergesa-gesa. "Pangeran Sing Narpada tentu akan berusaha untuk
memecahkan teka-teki hilangnya Pangeran Lembu
Sabdata" berkata Ki Ajar kepada muridnya.
Sebenarnyalah, saat itu Pangeran Singa Narpada dengan
tergesa-gesa telah pergi ke rumah Ki Sadmaya. Menurut
perhitungan Pengeran Singa Narpada, tidak ada orang lain
yang pernah berhubungan dengan Pangeran Lembu
Sabdata sebelumnya kecuali Ki Sadmaya dengan tamunya,
Ajar yang telah mengobati Pangeran Lembu Sabdata yang
sakit ingatan. Meskipun hal itu sudah dilakukan agak lama,
namun tidak ada orang lain yang pantas untuk ditanya,
apakah mereka mengerti serba sedikit tentang Pangeran
Lembu Sabdata yang hilang.
Kedatangan Pangeran Singa Narpada sendiri kerumah
Ki Sadmaya ternyata telah mengejutkannya. Setiap orang
mengerti, betapa marahnya Pangeran Singa Narpada, atas
hilangnya Pangeran Lembu Sabdata dari biliknya.
Karena itu, kehadiran Pangeran Singa Narpada dirumah
Ki Sadmaya telah membuat jantungnya bergetar cepat.
Sebagaiman sifatnya, maka Pangeran Singa Narpadapun
tidak ingin bertanya melingkar-lingkar. Iapun
dengan serta merta bertanya tentang hubungan Ki Sadmaya
dengan orang yang telah mengobati Pangeran Lembu
Sabdata. "Kami adalah sahabat baik" jawab Ki Sadmaya "sejak
kami masih muda. Tetapi jalan hidup kami ternyata
berbeda. Aku tinggal seperti sekarang ini di Kota Raja,
sedang sahabatku itu tinggal ditempat yang terpencil. Untuk
waktu yang lama kami tidak bertemu. Namun tiba-tiba
kami berhubungan lagi sebagai dua orang sahabat"
"Bagaimana menurut pendapat Ki Sadmaya tentang Ajar
itu?" bertanya Pangeran Singa Narpada "Apakah mungkin
ia mempunyai kepentingan dengan Pangeran Lembu
Sabdata?" "Pangeran" jawab Ki Sadmaya "menurut pendapatku,
sahabatku itu adalah orang yang berpikir sederhana.
Mungkin ia memang memiliki kepandaian sebagaimana
para dukun di padepokan-padepokan, antara lain
mengobati orang sakit ingatan. Tetapi jangkauan pikirannya
tidak akan sampai kepada persoalan yang lebih jauh dalam
hubungannya dengan pemerintahan. Meiuii ut pendapatku,j
Ajar itu tidak akan berbuat sesuatu atau katakanlah
tersangkut dalam persoalan ini"
Pangeran Singa Narpada mengerutkan keningnya. Tetapi
tiba-tiba saja ia bertanya " Jika demikian, maka engkau
adalah satu-satunya orang yang dapat dituduh
berkepentingan dengan Lembu Sabdata"
Wajah Ki Sadmaya menjadi pucat. Katanya "Kenapa
aku Pangeran" Aku sama sekali tidak berkepentingan
apapun juga. Sebelumnya aku tidak pernah berhubungan
dengan Pangeran Lembu Sabdata, apalagi ketika ternyata
Pangeran Lembu Sabdata terlibat kedalam pemberontakan
itu. Jika aku menghubungkan Ajar itu dengan Pangeran,
adalah karena aku. mendengar bahwa Pangeran Lembu
Sabdata telah terserang penyakit ingatan. Aku hanya
membayangkan, alangkah malangnya seseorang yang tidak
lagi menyadari dirinya sendiri. Apalagi seseorang yang
sedang berada didalam tahanan. Tidak lebih dan tidak
kurang. Apalagi sebelumnya bukankah aku telah
menghadap Pangeran yang telah menyetujui pengobatan
itu" Wajah Pangeran Singa Narpada menjadi tegang. Tetapi
sebenarnyalah bahwa ia telah menyetujui permohonan
untuk mengobati Pangeran Lembu Sabdata.
Namun sikapnya sebagai seorang Senapati telah
menentukan langkahnya pula. Katanya "Ki Sadmaya , aku
akan meneliti persoalan ini sampai tuntas. Tetapi untuk
sementara kau dikenakan tahanan"
Jantung Ki Sadmaya bagaikan terhenti karenanya.
Tetapi semua orang tahu sifat Pangeran Singa Narpada.
Karena itu, segala keluhannya tidak akan didengarnya.
Demikianlah, Ki Sadmaya dengan Senapati yang pernah
menghubungkannya dengan Pangeran Singa Narpada telah
ditahan. Namun mereka berusaha untuk menenangkan diri
sendiri. Senapati itupun berkata kepada Ki Sadmaya
didalam bilik tahanannya "Maksud kita adalah baik. Jika
ternyata kita menglami akibat yang sebaliknya adalah nasib
kitalah yang sangat buruk. Tetapi aku yakin bahwa
kebenaranlah yang akhirnya akan ditegakkan oleh Pangeran
Singa Narpada. Aku'yakin akan sikapnya"
"Mungkin jiwanya dapat kita percaya" berkata K
Sadmaya "Tetapi seseorang mungkin akan dapat khilaf"
Senapati itu menarik nafas dalam dalam. Katanya
"Itulah yang aku sebut dengan nasib buruk yang ada pada
diri kita" Namun dalam pada itu, Pangeran Singa Narpada
ternyata ingin pergi juga kepadepokan Ki Ajar. Meskipun
Ki Sadmaya mengatakan bahwa Ki Ajar adalah orang yang
menurut pengenalannya tidak akan mungkin melibatkan
diri kedalam persoalan Pangeran Lembu Sabdata, namun
Pangeran Singa Narpada ingin melihat, apa yang ada di
padepokan Ki Ajar itu untuk meyakinkannya. Mungkin
Pangeran Lembu Sabdata justru berada di padepokan itu.
Ternyata Pangeran Singa Narpada tlh. memerintahkan
untuk membawa Ki Sadmaya dan Senapati yang
menghubungkannya dengan dirinya. Selain kedua orang itu
merupakan orang-orang yang dicurigai, Ki Sadmaya harus
menunjukkan dimanakah letak padepokan Ki Ajar yang
telah mengobati sakit ingatan Pangeran Lembu Sabdata.
Demikianlah, maka Pangeran Singa Narpada telah
memerintahkan sekelompok prajurit pilihan dari pasukan
berkuda untuk mengiringinya ke sebuah padepokan kecil
untuk menemui Ki Ajar yang telah mengobati Pangeran
Lembu Sabdata. Ketika iring-iringan itu sampai di padepokan Ki Ajar,
ternyata Ki Ajar dan pututnya telah berada di padepokan.
Demikian mereka sampai ke padepokan, maka Ki Ajar
telah mengumpulkan semua cantriknya untuk memberikan
beberapa pesan. "Jangan mencelakai aku" berkata Ki Ajar " jika
seseorang bertanya kepada kalian, maka kalian harus
menjawab, bahwa dalam waktu-waktu terakhir, lebih dari
sebulan, aku tidak pernah meninggalkan padepokan ini.
Apakah kalian mengerti?"
Para cantrik mengangguk-angguk meskipun mereka
kurang pasti, apakah yang dimaksud oleh Ki Ajar.
Sementara itu Ki Ajar berkata selanjutnya " Jika kalian
mengatakan yang lain, itu berarti bahwa kalian telah
menjerumuskan aku kedalam kesulitan. Kalian tidak. perlu
mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Namun siapapun
yang bertanya kepada kalian, termasuk para prajurit dari
Kediri, maka jawab kalian adalah sebagaimana aku
katakan. Sudah lama aku tidak meninggalkan padepokan
Dengan demikian kalian telah menyelamat kau jiwaku"
Para cantrik itupun mengangguk-angguk. Meskipun
mereka tidak mengerti sebabnya, tetapi mereka ahami pesan
itu Kepada siapapun juga, mereka harus mengatakan bahwa
Ki Ajar sudah lama tidak meninggal-padepokan. Sudah
sebulan lebih. Karena itu. ketika sekelompok prajurit datang ke
padepokan itu, maka para cantrikpun telah bersiap
menjawab pertanyaan yang akan diberikan kepada mereka
Mereka harus mengatakan bahwa Ki Ajar sudah lama tidak
meninggalkan padepokan. Sebenarnyalah seperti yang diperhitungkan oleh Ki Ajar.
Ketika Pangeran Singa Narpada sampai kepadepokan itu.
maka bersama Ki Sadmaya dan Senapati yang
menghubungkannya dengan Pangeran Singa Narpada,
iapun telah minta untuk langsung berbicara dengan Ki Ajar,
sementara itu ia sudah menugaskan beberapa Senapati
bawahannya yang lain untuk menghubungi para cantrik dan
menanyakan serba sedikit tentang Ki Ajar.
Namun cantriknya yang sedikit jumlahnya itu. semuanya
telah mendengar pesan Ki Ajar tentang jawaban yang harus
diberikan kepada orang-orang yang akan bertanya kepada
mereka tentang Ki Ajar. Demikianlah, telah terjadi pembicaraan yang sungguhsungguh
tentang Pangeran Lembu Sabdata. Ketika
Pangeran Singa Narpada mengatakan bahwa Pangeran
Lembu Sabdata telah hilang dari bilik tahanannya, Ki Ajar
itu telah terkejut bukan buatan. Untuk sejenak mulutnya
bagaikan terbungkam, sehingga justru karena itu, ia tidak
segera menjawab. Namun kemudian katanya tersendat "Jika demikian, siasialah
aku mengobatinya. Ternyata ada orang lain yang
tanpa belas kasihan telah memanfaatkan keadaan Pangeran
Lembu Sabdata" Ki Sadmaya menarik nafas dalam-dalam. Sikap Ki Ajar
meyakinkan sekali, bahwa ia memang tidak tahu menahu
tentang Pangeran Lembu Sabdata.
Sementara itu Ki Ajarpun telah melanjutkan "Pangeran,
dengan didorong oleh perasaan kemanusiaan yang tinggi,
aku telah mengerahkan segenap ilmuku tanpa mengenal
siapa Pangeran Lembu Sabdala itu Aku hanya
mengenalnya sebagai seorang yang berada didalam
tawanan dalam keadaan sakit ingatan. Namun setelah
Pangeran itu sembuh untuk beberapa saat, ia telah hilang
dengan cara yang sangat aneh. Tetapi apakah tidak
mungkin bahwa Pangeran itu telah melarikan diri tanpa
bantuan orang lain" Jika demikian, maka. aku akan merasa
sangat berdosa. Seakan-akan usahaku mengobatinya atas
dasar kemanusiaan itu, justru telah menimbulkan
malapetaka. Bukan saja bagi Pangeran Lembu Sabdata,
tetapi juga bagi orang lain"
Sikap Ki Ajar benar-benar meyakinkan. Karena itu,
Pangeran Singa Narpada tidak dapat mendesaknya. Tetapi
ia menjawab "Ki Ajar. Pangeran Lembu Sabdata tentu
mendapat bantuan dari orang lain. Adalah tidak mungkin
bahwa ia dapat melepaskan diri dengan cara seperti itu?"
"Cara yang mana Pangeran?" bertanya Ki Ajar.
"Dengan ilmu sirep" jawab Pangeran Singa Narpada
"Semua orang yang bertugas telah tertidur nyenyak.
Dalam kesempatan yang demikian dinding bilik tahanan itu
telah dirusakkan dengan paksa"
"Sirep" Dengan tanah kuburan?" bertanya Ki Ajar.
Pangeran Singa Narpada mengerutkan keningnya.
Namun kemudian ia menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Kau kira cara itu akan mampu mempengaruhi seorang
saja dari para prajurit yang terlatih lahir dan batin?"
"Jadi?" bertanya Ki Ajar.
"Dengan kekuatan ilmu yang dipancarkan dari kesadaran
jiwa yang sangat kuat. Dengan demikian, maka getaran
pancaran kekuatan jiwa itu dapat mempengaruhi jiwa orang
lain yang lebih lemah dari padanya" Pangeran Lembu
Sabdata berhenti sejenak, lalu "Sebagaimana yang Ki Ajar
lakukan atas orang lain yang telah Ki Ajar sembuhkan dari
sakit ingatan" Terasa jantung Ki Ajar berdetak semakin cepat. Tetapi ia
berusaha sekuat tenaganya untuk tidak memberikan kesan
apapun. Katanya "Ah, yang aku lakukan tidak lebih dari
yang dilakukan oleh ayahku, kakekku dan mungkin dari
orang tua mereka. Mungkin aku memiliki kepribadian yang
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Namun sudah,
barang tentu dalam persoalan yang sangat khusus"
"Aku mengerti Ki Ajar" berkata Pangeran Singa
Narpada "memang persoalannya tidak sama. Orang yang
memiliki kemampuan memancarkan pengaruh pribadinya
untuk membuat mereka kehilangan kesadaran dan tertidur,
belum tentu dapat mempergunakan pengaruh pribadinya itu
untuk mengobati seseorang yang sakit ingatan"
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Agaknya Pangeran
Singa Narpada memang sudah tidak mencurigainya lagi.
Tetapi dalam pada itu. Pangeran Singa Narpadapun
berkata "Mungkin persoalan kita sudah selesai Ki Ajar.
Tetapi aku masih menunggu hasil pengamatan beberapa
orang Senapatiku" Ki Ajar menjadi berdebar-debar. Jika; ada seorang saja
diantara para cantriknya yang salah ucap, maka akibatnya
tentu akan sangat parah baginya dan bagi padepokan
kecilnya itu. Padepokanyangtelah dibangunnya untuk


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waktu yang sangat lama. melalui perjuangan yang berat.
Karena itu, bagaimanapun juga. terasa jantung Ki Ajar
itu dicengkam oleh ketegangan, karena Ki Ajar menyadari
bahwa tidak semua cantrik memiliki kecerdasan berpikir.
Sementara itu, beberapa orang Senapati memang telah
memanggil para cantrik untuk berbicara seorang dengan
seorang. Para Senapati itu telah menanyakan kegiatan dari
Ki Ajar. Apa saja yang telah diajarkan di padepokan kecil
itu. "Kami belajar olah kajiwan" jawab para cantrik
meskipun mereka tidak saling berbicara sebelumnya. Tetapi
mereka dapat menghubungkan, pesan Ki Ajar dengan
kehadiran para prajurit dan justru karena para prajurit itu
telah bertanya kepada mereka tentng kegiatan Ki Ajar.
Ternyata bahwa para cantrik itu telah berusaha untuk
melindungi nama baik dan keselamatan Ki Ajar. Karena
itu. maka mereka dengan sungguh-sungguh berusaha untuk
berbicara sebagaimana dipesankan oleh Ki Ajar.
Senapati yang berbicara dengan para cantrik itu ternyata
memang bertanya, apakah Ki Ajar baru saja pergi
meninggalkan padepokan. Namun semua cantrik yang dipanggil para Senapati itu
menjawab "Sudah lama guru tidak meninggalkan
padepokan" "Berapa lama?" bertanya para Senapati.
"Sudah lebih dari sebulan" jawab para cantrik.
Para Senapati itu kemudian bertanya tentang lingkungan
mereka dan merekapun bertanya apakah padepokan itu
barusaja menerima tamu. "Kami jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah
menerima tamu" jawab para cantrik.
"Apakah kemarin ada tamu?" desak Senapati-sena-pati
itu. Tetapi jawabnya para cantrik ditempat yang terpisahpisah
itu "Tidak tuan. Tidak ada seorang tamupun. Apalagi
dalam waktu dekat ini"
Ketika kemudian para Senapati itu salain bertemu dan
berbicara tentang hasil pengamatan mereka padepokan itu
dan para cantrik, serta menyampaikannya kepada Pangeran
Singa Narpada, maka Pangeran Singa Narpada itupun
berkata "Memang tidak ada alasan untuk mencurigai Ki
Ajar yang sederhana ini"
Dengana demikian, maka Ki Ajarpun telah dibebaskan
dari segala tanggung jawab atas hilangnya Pangeran Lembu
Sabdata. Sehingga karena itu, maka juga tidak ada alasan
lagi untuk lebih lama menahan Ki Sadmaya dan Senapati
yang telah menghubungkannya dengan Pangeran Singa
Narpada. Beberapa saat kemudian, maka Pangeran Singa Narpada
itupun langsung minta diri bersama para pengiringnya.
Sebaliknya keputusan bahwa Ki Ajar memang tidak tahu
menahu tentang keadaan dan usaha Pangeran Lembu
Sabdata yang telah melepaskan diri, maka Pangeran Singa
Narpadapun mengambil keputusan pula untuk
membebaskan Ki Sadmaya dan Senapati yang
menghubungkannya. Sepeninggal Pangeran Singa Narpada, maka Ki Ajarpun
telah menarik nafas dalam-dalam. Muridnya yang paling
dipercayainya itupun bertanya "Apakah ini berarti bahwa
kita sudah bebas sama sekali dari semua tuduhan?"
"Kita masih menunggu" jawab gurunya "dalam beberapa
saat ini, Pangeran Singa Narpada tentu masih memasang
petugas sandinya untuk mengamati kita. Jika dalam saatsaat
yang demikian kita pergi ke gubug Pangeran Lembu
Sabdata, maka kita tentu akan terjebak karenanya"
"Jika demikian kita akan menunggu. Sementara itu, aku
akan mengamati pula, apakah masih ada para petugas sandi
itu disekitar padepokan ini. sahut pututnya.
"Tidak mudah untuk mengetahui kehadirannya" berkata
Ki Ajar. "Aku sadar guru. Tetapi aku akan mencoba. Bukankah
tidak ada bahayanya untuk melihat-lihat pategalan sambil
mengamati keadaan" berkata Putut itu "memang mungkin
aku gagal menemukan.mereka. Tetapi 'aku akan.
mencobanya" "Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya "Terserahlah
kepadamu. Tetapi untuk sementara kita dapat mengambil
satu kesimpulan bahwa kita sudah dibebaskan. Justru
karena tidak ada pesan apapun juga, maka Pangeran Singa
Narpada menganggap bahwa persoalan kita sudah selesai.
Demikianlah, maka Ki Ajar tidak lagi merasa gelisah
dengan hadirnya siapapun juga yang berusaha untuk
mengkhianatinya. Sementara itu, Pangeran Lembu Sabdata yang
ditinggalakan seorang, diri didalam sebuah gubug dipinggir
hutan yang lebat sama sekali tidak merasa gentar. Meskipun
ada juga sepercik kecemasan, namun ternyata kemudian ia
merasa mapan untuk tinggal di tempat itu.
Ternyata didalam gubug itu terdapat alat-alat dapur yang
lengkap. Senjata yang pendek, sedang dan senjata panjang.
Bahkan ada sejenis senjata lontar.
Dengan senjata-senjata itu, Pangeran Lembu Sabdata
harus mempertahankan diri. Namun jika pada suatu saat ia
lengah, maka mungkin sekali ia akan dapat diterkam oleh
seekor harimau atau sekelompok anjing hutan.
Dari hari kehari, Pangeran Lembu Sabdata berusaha
untuk menyesuaikan dirinya dengan alam disekitarnya.
Pategalan, tanah garapan, sungai, padang rumput dan perlu
serta hutan yang masih pepat, ditumbuhi berbagai batang
pohon raksasa. Namun karena tekad yang telah membara didalam
dadanya, maka Pangeran Lembu Sabdatpun tidak pernah
mengeluh karena keadaannya. Sepekan dua pekan,, .terasa
juga kerinduan Pengeran Lembu Sabdata untuk dapat
bertemu dan berbicara dengan seseorang. Tetapi keinginan
itu akhirnya kabur juga. Apalagi ketika Pangeran Lembu Sabdata mulai
membuka kitab yang diberikan oleh Ki Ajar yang
membawanya ketempat itu. Maka Pangeran Lembu
Sabdata mulai dapat memahami arli hidupnya dalam
keterasingan-nya. Karena dengan mempelajari ilmu itu, ia
berharap bahwa pada suatu ketika ia akan hadir kembali
ditengah-tengah sekelompok orang yang akan tercengang
menyaksikan kemampuannya.
"Tentu bukan sekedar untuk dipertontonkan" berkata
Pangeran Lembu Sabdata didalam hatinya " ada satu tujuan
yang penting bagi kebebasan orang-orang Kediri sejati"
Karena itu, maka Pangeran Lembu Sabdata itupun telah
menenggelamkan sebagian besar waktunya dengan isi kitab
Ki Ajar. Dibacanya isi kitab itu. Kemudian ia mulai
melakukannya. Membiasakan diri dengan gerakan-gerakan
tertentu, kemudian memahaminya dan mengerti artinya
sehingga akhirnya gerakan itu dapat dikuasai watak dan
kegunaannya. Pangeran Lembu Sabdata disetiap hari bangun pagi-pagi
benar. Setelah mandi di sebuah mata air dipinggir sungai,
maka iapun mulai mengadakan latihan-latihan bagi
wadagnya. Berlari-lari, berloncatan dari atas batu ke batu,
mendaki lereng-lereng bukit kecil, memanjat pohon dan
gerakan-gerakan yang lain yang berarti bagi ilmunya dan
bagi kekuatan jasmaniahnya.
Kemudian Pangeran Lembu Sabdata melakukan
sebagaimana kebanyakan orang, menyiapkan makannya
bagi sehari penuh. Menanak nasi atau merebus jagung, atau
bahan makanan yang lain disamping daging hasil
buruannya. Juga kadang-kadang hijau-hijauan yang
dipetiknya dari halamannya. Namun juga Pangeran Lembu
Sabdata sering mencari lauk bagi makannya dari dalam air.
Ikan air atau udang yang banyak terdapat disungai yang
mengalir di-sebelah tanah yang terbentang disisi
pondoknya. Jika matahari menjadi semakin tinggi, maka Pangeran
Lembu Sabdata telah bekerja di sekitar pondoknya,
menggarap tanah untuk dipetik hasilnya. Beberapa jenis
tanaman telah ditanamnya.
Jika matahari menjadi semakin tinggi, maka Pangeran
Lembu Sabdata telah bekerja di sekitar pondoknya,
menggarap tanah untuk dipetik hasilnya. Beberapa jenis
tanaman telah di tanamannya.
Baru lewat tengah hari, Pangeran Lembu Sabdata telah
tenggelam dengan latihan-latihan yang berat tanpa
mengenal lelah. Bahkan sampai malam turun.
Ketika tubuhnya telah dicengkam oleh keletihan, maka
barulah Pangeran Lembu Sabdata masuk kedalam pondok
kecilnya. Makan apa yang ada, beristirahat sejenak,
kemudian membaringkan dirinya di atas sebuah amben.
Pangeran Lembu Sabdata tidak pernah memerlukan lampu
minyak atau obor. Sekali-sekali ia membakar dedaunan
kering didalam rumah kecilnya sekedar untuk mengusir
nyamuk. Dengan cara hidup yang demikian, Pangeran Lembu
Sabdata telah meningkatkan kemampuan olah kanuragannya
setapak demi setapak. Bagaimana juga ia menempa
diri, namun Pangeran Lembu Sabdata masih juga berusaha
untuk selalu berdiri diatas martabatnya sebagai manusia. Ia
tidak akan merendahkan dirinya dan hidup menyerupai
binatang didalam hutan. Sehingga karena itu, maka
Pangeran Lembu Sabdata telah membuat beberapa catatan
dengan goresan-goresan duri pada kekayuan tentang
perikehidupan-nya dimasa yang lalu sebagaimana
diingatnya. Hanya coretan-coretan pendek, tetapi
memberikan satu gambaran dari sikap dan tata cara hidup
sebagai mahluk yang mempunyai martabat tertinggi.
Dalam pada itu, untuk beberapa lama, Ki Ajar masih
belum pergi menegok Pangeran Lembu Sabdata. Ia masih
ingin meyakinkan bahwa ia tidak akan diamati-amati lagi
oleh siapapun juga. Terutama Pangeran Singa Narpada.
Sementara Ki Ajar masih berusaha untuk melihat
suasana disekitarnya, maka di Kediri, para pemimpin masih
juga menjadi pening jika sekali-sekali mereka berbicara
tentang Pangeran Lembu Sabdata. Namun betapapun
mereka berusaha untuk melacak namun Pangeran Lembu
Sabdata seakan-akan telah lenyap seperti asap.
Namun dalam pada itu, setiap kali Pangeran Singa
Narpada berpesan "Kita jangan menjadi lengah. Aku yakin
bahwa Pangeran Lembu Sabdata tidak sekedar lari dan
bersembunyi sambil menunggu saat-saat ia mati ditelan oleh
umurnya. Tetapi pada suatu saat ia akan bangkit dan
muncul sebagaimana pernah terjadi dengan Pangeran Kuda
Permati" Para Senopati mempercayai keterangan itu. Merekapun
menganggap bahwa akan terjadi memang demikian. Karena
itu, maka atas perintah Pangeran Singa Narpada, maka
para Senopati telah menekankan kepada Senopati-senopati
yang lebih muda, yang sebaya atau yang lebih muda dari
Pangeran Lembu Sabdata untuk tetap berhati-hati.
Setiap saat, akan terjadi ledakan seperti meledaknya
gunung berapi" berkata Pangeran Singa Narpada.
Tetapi tidak seorangpun yang mengetahui, kapan waktu
yang mereka cemaskan itu akan datang. Mungkin setahun,
mungkin dua tiga tahun atau lebih.
Namun Pangeran Lembu Sabdata memang tidak akan
tergesa-gesa Ki Ajar yang masih belum pernah
menengoknya itu masih harus mempersiapkan segalagalanya.
Agar rencana Pangeran Lembu Sabdata berjalan
lancar, maka masih harus diusahakan untuk memperoleh
sebuah benda yang sangat mahal, bukan saja harganya,
tetapi juga nilainya sebagai benda yang dikeramatkan.
Tetapi untuk mengambil benda itu, Ki Ajar harus
memperhitungkannya dengan sangat cermat. Mengambil
sebuah benda di gedung perbendaharaan, adalah satu
pekerjaan yang sangat berbahaya. Mungkiri Ki Ajar akan
dapat mempergunakan cara yang sama sebagaimana
dipergunakannya pada saat ia mengbambil Pangeran
Lembu Sabdata. Namun mungkin ia harus mengambil cara
lain, karena di gedung perbendaharaan mungkin sekali
terdapat orang-orang yang akan mampu bertahan terhadap
kekuatan sirepnya. Karena itu, untuk beberapa saat lamanya, Ki Ajar masih
belum bertindak. Sementara itu, ia mulai meyakini bahwa
padepokannya sudah tidak diawasi lagi oleh siapapun juga,
sehingga dengan demikian, maka ia sudah mempunyai
kesempatan untuk pergi. Dalam satu dua pekan, Ki Ajar sendiri telah melihat-lihat
keadaan disekitar padepokannya. Baru kemudian, ia
memutuskan untuk menengok Pangeran Lembu Sabdata
yang berada ditempat pengasingannya.
"Kau ikut aku" berkata Ki Ajar kepada muridnya yang
palin-g dipercayainya. Sementara itu kepada muridmuridnya
yang lain, Ki Ajar mengatakan, bahwa ia ingin
pergi ke tempat-tempat yang memungkinkannya untuk
melakukan samadi. "Apakah guru sudah dapat menyebut, dimana guru akan
melakukan Samadi?" bertanya seorang muridnya.
"Aku akan berjalan" jawab Ki Ajar baru jika terasa
olehku tempat yang sesuai, maka aku akan berhenti dan
melakukan samadi barang dua tiga pekan. Mudah-mudahan
aku dapat kembali dengan selamat. Sementara itu, jika ada
orang yang bertanya tentang aku, maka katakanlah, aku
sedang samadi ditempat yang masih akan diketemukan
kemudian" "Baiklah guru" jawab muridnya "Tetapi kami mohon
guru tidak akan terlalu lama pergi"
"Tidak. Aku tidak akan terlalu lama pergi" jawab Ki
Ajar. Demikianlah, pada hari-hari yang sudah ditentukan,
maka Ki Ajar dan pututnya itupun telah meninggalkan
padepokannya. Demikian hati-hati, Ki Ajar tidak langsung
menuju ke tempat Pangeran Lembu Sabdata
disembunyikan. Tetapi ia mengambil jalan melingkar.


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun agak jauh, tetapi jika orang-orang padukuhan
disekitar padepokannya melihat, maka arah kepergiannya
bukannya arah yang menuju ke tujuannya.
Karena itu, maka Ki Ajar memerlukan waktu yang lebih
lama untuk menempuh jarak kepondok Pangeran Lembu
Sabdata. Tetapi selisih waktu itu sama sekali tidak
berpengaruh apapun juga, baik bagi Pangeran Lembu
Sabdata, maupun bagi Ki Ajar dan muridnya.
Namun akhirnya, Ki Ajarpun sampai juga ke pondok
Pangeran Lembu Sabdata. Pangeran yang berada ditempat
yang terasing dan yang sudah cukup lama tidak bertemu
dengan seseorang. Karena itu, maka kedatangan Ki Ajar telah memberikan
kegembiraan yang luar biasa kepada Pangeran Lembu
Sabdata. Kedatangan Ki Ajar seakan-akan telah
menempatkannya kembali kepada kedudukannya dan
kedalam lingkungan sesamanya. Karena sebenarnyalah
bahwa seseorang pada dasarnya akan berusaha untuk hidup
didalam lingkungannya. Bukan sendiri-sendiri tanpa saling
berhubungan. Ki Ajar yang sudah lama tidak bertemu dengan Pangeran
Lembu Sabdata itu, melihat pada saat kedatangannya
bahwa Pangeran Lembu Sabdata memang agak kurus.
Tetapi Ki Ajar itupun melihat bahwa Pangeran itu nampak
memiliki sesuatu yang belum dimilikinya sebelumnya.
Setelah Ki Ajar dipeisilahkan duduk, dan setelah mereka
saling menanyakan keselamatan masing-masing, maka
Pangeran Lembu Sabdatapun mulai menceriterakan
pengalaman yang didapatkannya selama ia berada ditempat
yang terasing itu, "Aku ternyata mampu menggarap tanah" berkata
Pangeran Lembu Sabdata " sementara itu, aku mampu pula
memaksa diri untuk mempelajari ilmu sesuai dengan
petunjuk-petunjuk Ki Ajar.
Ki Ajar mengangguk-angguk. Katanya "Aku mengagumi
Pangeran. Ternyata Pangeran dengan cepat mampu
menyesuaikan diri. Pangeran dapat hidup dalam suasana
yang lain sama sekali dengan suasana yang pernah
Pangeran alami di Kediri"
"Tetapi meskipun hidup disini bagaikan hidup dalam
dunia mimpi, tetapi agaknya masih lebih baik daripada
hidup didalam bilik kurungan. Apalagi dalam keadaan
kehilangan ingatan. Di dalam bilik itu aku tidak lebih dari
pange-wan-ewan yang tidak berharga sama sekali. Pada saat
aku masih dicengkam oleh sakit ingatan, maka mungkin
orang akan meludahiku jika mereka lewat dimuka bilik
tahanan itu." sahut Pangeran Lembu Sabdata.
"Tidak Pangeran" berkata Ki Ajar "tidak ada yang
memperlakukan Pangeran seperti itu"
"Tentu ada" jawab Pangeran Lembu Sabdata "Aku tidak
lebih dari seekor keledai dihadapan Pangeran Singa
Narpada" "Ternyata Pangeran Singa Narpada masih juga
mengingat bahwa Pangeran adalah keluarga sendiri.
Ternyata Pangeran Singa Narpada tidak berkeberatan
ketika seseorang memohon untuk mengobati Pangeran
pada saat Pangeran sakit ingatan" berkata Ki Ajar.
"Sekedar memamerkan diri, agar kakangmas Singa
Narpada dianggap orang yang baik hati" sahut Pangeran
Lembu Sabdata. Ki Ajar tersenyum. Namun kemudian ia menjawab
"Tidak Pangeran. Bukan sekedar memamerkan kebaikan
hati. Tetapi sebenarnyalah Pangeran Singa Narpada tidak
berkeberatan jika Pangeran Lembu Sabdata mendapat
pengobatan dan sembuh dari penyakit Pangeran. Tetap
sudah barang tentu bahwa Pangeran Singa Narpada tidak
ingin melihat Pangeran meninggalkan bilik tahanan itu.
Karena Pangeran Lembu Sabdata merupakan orang yang
sangat berbahaya bagi Pengeran Singa Narpada"
Pangeran LemBu Sabdata mengangguk-angguk. Katanya
"Kakangmas Singa Narpada membenci aku sejak aku
masih kanak-kanak" "Tentu tidak Pangeran" berkata Ki Ajar " Pangeran
Singa Narpada dan Pangeran Lembu Sabdata telah memilih
jalan sendiri dalam hubungan dengan keadaan Kediri
sekarang ini. Karena itu, maka jika ada jarak antara Pangeran Singa
Narpada dan Pangeran Lembu Sabdata tentu tidak sejak
Pangeran Lembu Sabdata masih kanak-kanak"
Pengeran Lembu Sabdata menarik nafas dalam-dalam.
Namun kemudian jcatanya "Kapanpun mulainya, tetapi
bagi Pangeran Singa Narpada aku memang merupakan
musub yang sangat dibencinya. Kepergianku tentu akan
menggon-cangkan Kediri meskipun hanya sesaat.
Kemudian Kediri akan tenang lagi untuk beberapa lama,
sampai saatnya aku akan muncul lagi sebagaimana Ki Ajar
harapkan" "Ya Pangeran" berkata Ki Ajar " namun setelah
rangkaian dari segala rencana ini lengkap"
Pangeran Lembu Sabdatapun kemudian mendapat
penjelasan dari rencana Ki Ajar. Sebelum bertindak lebih
jauh, maka Mahkota yang keramat itu harus sudah berada
di tangan. "Segalanya terserah kepada Ki Ajar" berkata Pangeran
Lembu Sabdata "Aku hanya akan melaksanakan
sebagaimana Ki Ajar kehendaki"
"Pangeran adalah trah Raja-raja di Kediri. Karena itu,
maka Pangeranpun berhak menduduki tahta. Memang
tidak. semua orang kuat memikul beban itu. Tetapi
Mahkota itu adalah pertanda wahyu. Siapa yang memiliki
mahkota itu akan dapat dan kuat memanggul tugas sebagai
Raja di Kediri" "Jika demikian, maka tidak usah trah para Raja di Ke-,
diri akan dapat menjadi Raja jawab Pangeran Lembu
Sabdata. "Menurut nalar memang demikian Pangeran. Tetapi bagi
kepentingan para pendukung, maka mereka akan lebih
percaya bahwa pemimpin mereka adalah salah seorang dari
keluarga Raja sendiri"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Ia
mengerti, bahwa yang sebenarnya akan mengemudikan
semua gerakan adalah Ki Ajar. Namun ia sama sekali tidak
merasa kecil dan berkeberatan untuk sekedar menjadi alat.
Pangeran Lembu Sabdata memang tidak merasa lagi harus
berdiri tegak diatas kepribadiannya. Dirinya sendiri telah
menjadi kabur baginya, sehingga dengan demikian, maka ia
akan melakukan semua perintah Ki Ajar yang telah
mengobatinya. Sebenarnyalah Ki Ajar telah menumpukan harapannya
kepada Pangeran Lembu Sabdata setelah Pangeran Kuda
Permati terbunuh, justru oleh isterinya sendiri.
Demikianlah, maka Ki Ajar untuk beberapa hari
memang berada di pondok itu bersama seorang muridnya.
Dengan tekun dan bersungguh-sungguh keduanya berusaha
untuk meningkatkan ilmu Pangeran Lembu Sabdata. Yang
sudah dipelajarinya dari kitab yang ditinggalkan oleh Ki
Ajar, kemudian mendapat penjelasan dan tuntunan untuk
mengembangkannya dari Ki Ajar.
"Pangeran harus memiliki tingkat ilmu sebagaimana
Pangeran Kuda Permati. Dengan demikian, maka kita
bertiga akan dengan mudah mengambil Mahkota yang
tersimpan di gedung perbendaharaan. Kemudian setelah
memiliki Mahkota yang menjadi lambang wakyu Kraton
itu, maka semuanya akan dapat kita lakukan. Mungkin
dengan cara sebagaimana pernah ditempuh oleh Pangeran
Kuda Permati dengan perlawanan terbuka. Tetapi mungkin
dapat dilakukan dengan cara lain" berkata Ki Ajar.
"Cara lain yang bagaimana" bertanya Pangeran Lembu
Sabdata. "Aku belum tahu. Tetapi mungkin dengan cara
membunuh seorang demi seorang diantara mereka ya"ng
menentang niat Pangeran Lembu Sabdata Yang utama
adalah Pangeran Singa Narpada. Kemudian Pangeran
pangeran yang lain. Baru kemudian para Senapati Diantara
mereka yang pertama adalah Panji Sempana Murti jawab
Ki Ajar. Tetapi kemudian katanya lebih lanjut Namun
semuanya itu jangan kau pikirkan sekarang Pangeran. Yang
penting bagi Pangeran sekarang adalah menempa diri"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk. Memang yang
penting baginya adalah menyempurnakan ilmunya. Baru
rencana rencana itu akan dipelajarinya untuk
dilaksanakannya. Dengan demikian, maka dari hari kehari. Ki Ajar telah
membelikan latihan-latihan yang berat. Pada satu saat Ki
Ajar telah membuka satu kemungkinan pengembangan satu
jenis ilmu Sementara disaat lain, Pangeran Lembu Sabdata
harus mulai dengan tata gerak yang baru untuk melengkapi
ilmu yang telah dipelajarinya.
Waktu yang ada telah dipergunakan oleh Pangeran
Lembu Sabdata sebaik-baiknya. Ia mengerti, bahwa Ki Ajai
tidak akan terlalu lama berada ditempat itu.
Karena itu, maka iapun memanfaatkan waktu yang
tersedia dengan latihan-latihan yang berat, agar jika Ki Ajar
meninggalkannya, maka ia sudah mempunyai bahan yang
cukup banyak. Dalam pada itu, sementara Pangeran Lembu Sabdata
sedang menempa diri, maka dua orang kakak beradik di
tempat yang berjarak ribuan tonggak, sedang sibuk
membajakan diri pula. Sebagaimana telah mereka
putuskan, bahwa keduanya akan pergi ke Kediri untuk
menyatakan, bahwa untuk sementara mereka akan menarik
diri dari tugastugas sandi. Mereka akan menjalani laku
sebagai dua orang penerus dari salah satu cabang perguruan
olah kanuragan. Dengan sungguh-sungguh dan tidak mengenal lelah,
Mahisa Murti dan MahiSa Pukat melakukan sebagaimana
dijanjikaannya kepada kakak dan ayahnya. Mereka
berusaha untuk tidak mengecewakan cabang perguruan
Mahendra. karena ayahnya memang tidak mempunyai
murid yang lain kecuali anak-anaknya sendiri
"Selagi ayah belum menjadi pikun" berkata Mahendra
"kalian harus menjadi orang yang pantas berkelana diantara
mereka yang memiliki kemampuan olah kanu-ragan. Bukan
untuk menunjukkan kelebihanmu dan bertindak sewenangwenang.
Namun kalian justru harus berada dalam keadaan
bertapa Ngrame. Satu laku sebagai pertapa yang selalu siap
untuk menolong orang lain yang memerlukan pertolongan"
Kedua anaknya selalu mendengarkan nasehat ayahnya
itu. Keduanya berusaha untuk mengerti dan nvresapi
makna dari nasehat itu. Dengan demikian maka keduanya telah berusaha dengan
sungguh-sungguh, sejauh jangkauan kemampuan tubuh dan
jiwa mereka. Hampir setiap hari keduanya selalu berada didalam
sanggar. Sekali-sekali mereka menyusuri lereng pegunungan
dan memasuki hutan-hutan lebat yang dapat mereka
jangkau dalam latihan-latihan mereka. Mereka berusaha
menyesuaikan diri dengan alam dan berusaha menyatukan
diri dengan kekuatan alam itu. Mereka melihat angin yang
menggoyang dedaunan. Merekapun melihat topan yang
mengguncang pepohonan. Dan mereka melihat juga
prahara yang mengamuk memutar pohon-pohon raksasa
dan kemudian menumbangkannya.
Kedua anak muda itu juga melihat gemercik air sungai
yang jernih mengalir disela-sela bebatuan. Merekapun
melihat banjir yang melanda tebing. Dan merekapun
melihat arus banjir bandang yang menyeret rumpunrumpun
pering ori, menghanyutkan batu-batu sebesar
gunung anakan. Menggugurkan tebing-tebing pegunungan.
Merekapun melihat betapa api menghangatkan tubuh
yang kedinginan dimalam hari. Tetapi api itu juga membuat
air menjadi mendidih karenanya, dan kedua anak itu pada
suatu saat telah melihat betapa dahsyatnya hutan yang
terbakar. Binatang-binatang seisi hutan berlari-larian
berebut dahulu. Seekor harimau telah berlari meloncati
seekor kambing tanpa berpaling. Sementara anjing-anjing
hutan menggonggong tidak berkeputusan, saling melanggar
derap kijang yang kepanasan. Ujung lidah api yang
meloncat keu-dara bagaikan menggapai langit dan
membakar awan yang bergayutan.
Semua yang terjadi itu tidak lepas dari pengamatannya.
Bahkan semua gejala kejadian alam.
Jika hal yang berkesan dihatinya itu diungkapkan kepada
ayah mereka, maka ayah merekapun segera memberikan
petunjuk-petunjuk dalam hubungan dengan ilmu mereka.
Kekuatan angin, air dan api. Kekuatan alam yang mungkin
akan dapat menjadi landasan kekuatan ilmu mereka. Ilmu
Gundala Sasra, Bajra Geni, Sapu Angin dan kekuatankekuatan
lain bersandar kepada kekuatan air, api dan angin.
Sementara itu, ilmu yang lain berlandaskan kepada
kekuatan yang disadap dari kekuatan bumi. Aji Sangga
Buana dan kekuatan-kekuatan lain akan mempunyai arti
yang sangat besar, apabila seseorang mampu
menguasainya. Dengan cara yang khusus Mahendra memberikan
petunjuk kepada kedua orang anak laki-lakinya yang
dinggapnya sudah dewasa sepenuhnya, untuk menelusuri
lebih dahulu ilmu dari cabang perguruannya sendiri. Baru
kemudian dengan alas itu mereka akan membuka
pengembangannya lebih jauh berdasarkan atas pengamatan
mereka terhadap alam disekeliling mereka.
Sebenarnyalah, bahwa kesempatan yang didapat oleh
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ternyata lebih baik dari
Mahisa Bungalan. Kedua anak muda itu mendapat
kesempatan lebih luas untuk mengenali ilmu mereka dan
menukik kekedalamannya.Baru kemudian, ternyata bahwa
Witan trapun telah ikut pula turun ke sanggar. Karena
Witantra bersumber dari ilmu yang sama dengan
Mahendra, maka Witantra dapat langsung ikut serta
membimbing keduanya.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun didalam perkembangannya, ada sedikit
perbedaan antara Mahendra dan Witantra, namun pada
dasarnya keduanya memang bersumber dari perguruan
yang sama. Agak berbeda dengan Mahisa Agni yang menjadi
semakin tua. Tidak ada keinginan apapun lagi
padanya,kecuali mewariskan ilmunya sampai tuntas.
Namun karena Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih
dalam tempaan ayah dan paman yang sekaligus menjadi
gurunya, maka Mahisa Agni telah memilih Mahisa
Bungalan untuk mewarisi ilmunya sepenuhnya.
Namun karena Mahisa Bungalan adalah seorang
Senapati di Singasari, maka. segalanya berjalan dalam
keadaan yang lebih terbatas. Mahisa Bungalan tidak
mempunyai waktu seluas Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Tetapi dengan ijin panglimanya, maka Mahisa Bungalan
mendapat juga waktu untuk melakukannya pada saat-saat
tertentu disetiap hari. Tetapi seperti yang pernah dilakukan Mahisa Agni, maka
pada saat-saat terakhir, Mahisa Bungalan harus
menempatkan diri sepenuhnya untuk menjalankan laku.
Tetapi atas pengaruh Mahisa Agni dilingkungan istana
Sing-sari, maka ijin itu bukan persoalan yang sulit bagi
Mahisa Bungalan apabila saatnya nanti tiba.
Namun dalam pada itu, ternyata sebuah berita dari
Kediri telah mengejutkan beberapa kalangan di Singasari.
Sri Baginda di Kediri memang tidak memberikan laporan
secara resmi bahwa Pangeran Lembu Sabdata yang ditahan
berhasil melarikan diri. Tetapi justru para petugas sandi di
Kedirilah yang mengetahui dan memberikan laporan
kepada para pemimpin di Singasari, bahwa Pangeran
Lembu. Sabdata, seorang Pangeran pengikut Pangeran
Kuda Per-mati telah terlepas dari bilik tahanannya. Petugas
sandi di Kediri dapat memberikan laporan terperinci
tentang pelarian itu. Juga tentang keadaan Pangeran Lembu
Sabdata sebelumnya, yang mengalami sakit ingatan dan
kemudian telah disembuhkan oleh seorang pertapa. Namun
yang beberapa saat kemudian, Pangeran itu justru telah
hilang. Dengan jelas petugas sandi itu memberikan laporan,
bagaimana Pangeran Lembu Sabdata itu lenyap tanpa
diketahui oleh para petugas yang tertidur.
Hilangnya Pangeran Lembu Sabdata ternyata
merupakan peristiwa yang mendapat tanggapan yang luas
bagi Singasari. Pangeran Lembu Sabdata adalah seorang
Pangeran yang keras hati. Selebihnya, Pangeran Lembu
Sabdata akan dapat menjadi bibit yang tumbuh menjadi
bahan yang akandpt. membakar kembali perlawanan Kediri
terhadap Singasari. Apalagi para petugas sandi di Kediri
tahu pasti bahwa Pangeran Lembu Sabdata adalah seorang
pangeran yang sangat di kasihi oleh Sri Baginda di Kediri.
Karena itu, maka bukan saja di Kediri, bahwa Pangeran
Singa Narpada telah memerintahkan petugas-petugas sandi
khusus untuk menemukan Pangeran Lembu Sabdata,
namun di Singasaripun telah turun pula perintah rahasia
untuk melakukan hal yang sama. Para pemimpin di
Singasari yang menanggapi lepasnya Pangeran Lembu
Sabdata itu sebagai satu persoalan yang harus ditangani
dengan sungguh-sungguh telah memberikan perintah pula
kepada beberapa orang petugas sandi pilihan untuk melacak
jejak Pangeran Lembu Sabdata.
Tetapi pekerjaan melacak Pangeran Lembu Sabdata
bukannya pekerjaan yang mudah, karena Pangeran Lembu
Sabdata telah jatuh ketangan seseorang yang memiliki
perhitungan yang mapan disamping memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang luas serta ilmu kanuragan yang
tinggi. Karena itu. Pangeran Lembu Sabdata yang berada di
persembunyiannya, telah menempa diri sebaik-baiknya.
Sekali-sekali ia berada di tempat itu sendiri, karena Ki
Ajar telah meninggalkannya dan berada di padepokannya.
Tetapi pada kesempatan lain, pertapa itu telah berada di
pondok persembunyian Pangeran Lembu Sabdata itu untuk
menempanya. Namun bersamaan dengan itu, di Singasari, dua orang
kakak beradik telah melakukan hal yang serupa. Mahisa
Murti dan Mahisa Pukat telah berusaha dengan laku yang
sangat berat untuk mewarisi ilmu ayahnya dan pamannya
Witantra, sedangkan di tempat lain, atas ijin panglimanya.
Mahisa Bungalan telah menyisihkan sebagian waktu
tugasnya untuk bekerja keras menuju kepada suatu
kesempatan untuk sepenuhnya menerima ilmu yang ada
didalam diri Mahisa Agni.
Demikianlah, maka waktupun berjalan dari hari kehari.
bulan ke bulan sehingga akhirnya tahunpun berlaTu.
Mereka yang sedang bergulat dengan laku untuk
meningkatkan ilmu kanuragan telah mendekati batas batas
kemampuan untuk sampai kepuneak pewarisan. Meskipun
laku itu ditempuh menurut jalur cabang ilmu masingmasing,
namun dalam keseluruhannya mereka telah bekerja
sangat keras dari waktu ke waktu.
Sementara itu. Pangeran Lembu Sabdata yang hidup
terpencil itu telah mengalami beberapa perubahan. Bukan
saja karena dari hari kehari ia telah bekerja keras, namun
sengatan matahari telah membuat kulitnya menjadi
kehitam-hitaman. Dalam kesibukannya Pangeran Lembu
Sabdata tidak sempat lagi memelihara rambutnya,
kumisnya dan janggutnya yang tumbuh dengan kusut dan
tidak terpelihara. Dengan demikian, maka wajah Pangeran Lembu
Sabdata dan bahkan ujud lahiriahnya seakan akan telah
berubah. Dalam keadaan yang demikian, maka Ki Ajar telah
mengambil satu kesimpulan, bahwa Pangeran Lembu
Sabdata tidak akan mudah dikenal lagi oleh orang-orang
Kediri, bahkan oleh orang-orang yang terdekat sekalipun.
Dengan kesimpulan itu. maka Ki Ajarpun telah berbicara
dengan Pangeran Lembu Sabdata tentang kemungkinan
kemungkinan yang dapat dilakukannya.
"Pangeran" berkata Ki Ajar "sudah cukup lama
Pangeran hidup menyendiri, sehingga dengan demikian
mungkin sekali ada persoalan-persoalan yang tidak lagi
dapat Pangeran ingat didalam pergaulan antara manusia.
Karena itu sebaiknya, Pangeran mulai mengenali kembali,
hubungan diantara sesama"
"Maksud Ki Ajar?" bertanya Pangeran Lembu Sabdata.
"Sebaiknya Pangeran pergi ke Kediri untuk mengenang
kembali tata pergaulan hidup yang pernah Pangeran
tinggalkan untuk waktu yang lama" berkata Ki Ajar "
dengan demikian jika saatnya atiba, maka Pangeran akan
dapat bertindak dengan tepat dan tidak terpisah dari para
pendukung Pangeran Kemudian"
"Siapakah pendukungku itu?" bertanya Pangeran Lembu
Sabdata. "Masih belum jelas sekarang" jawab Ki Ajar "Tetapi
tentu dapat diperkirakan. Mereka adalah putera-putera
Kediri sejati. Karena itu, maka Pangeran harus mengenal
mereka, sementara mereka belum saatnya mengenal
Pangeran. Untuk menjaga segala kemungkinan, biarlah
muridku selalu mengawasi Pangeran dalam perjalananperjalanan.
Jika Pangeran merasa untuk satu perjalanan
telah cukup, maka Pangeran dapat kembali tidak perlu
kepondok terpencil ini, tetapi silahkan kembali ke
padepokanku" Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk,
sementara Ki Ajar meneruskan "Kecuali segala sesuatunya
dapat dibicarakan dengan cepat, maka kesempatan
Pangeran untuk menyempurnakan kemampuan Pangeran
dalam olah kanuragan akan menjadi semakin banyak.
Pangeran akan mempunyai kawan berlatih dan akupun
akan selalu ada untuk memberikan tuntunan kepada
Pangeran. Sebenarnyalah sampai saat ini ilmu Pangeran
sudah meningkat hampir berlipat. Dalam kehidupan
sewajarnya, maka Pangeran adalah orang yang pilih
tanding. Tetapi sebaiknya untuk sementara Pangeran tidak
perlu menunjukkan kemampuan itu kecuali untuk
melindungi diri dari kemungkinan-kemungkinan buruk"
"Pangeran yang lain. Pangeran harus mulai mempelajari
kemungkinan untuk mengambil mahkota dari Gedung
Perbendaharaan. Baru kemungkinan-kemungkinannya,
karena aku sendirilah kelak yang akan mengambilnya
meskipun mungkin juga bersama dengan Pangeran. Ingat
Pangeran, Pangeranlah yangkelak akan mempergunakan
mahkota itu" Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Katanya
"Baiklah Ki Ajar. Aku akan melihat kehidupan yang sudah
lama aku tinggalkan. Tetapi sudah tentu maksud Ki Ajar
bahwa aku hadir ditengah-tengah pergaulan itu tidak
sebagai Pangeran Lembu Sabdata. Setidak-tidaknya untuk
sementara" "Tepat Pangeran" jawab Ki Ajar " Pangeran dapat
menyebut diri Pangeran dengan siapa saja. Demikian pula
muridku. Sementara itu, disamping Pangeran mengenali
kembali tata kehidupan di Kediri, maka ada pula tugas yang
penting bukan gemerlapnya intan berlian yang ada pada
mahkota itu, serta kemukten yang akan Pangeran dapatkan,
tetapi dengan mahkota itu, maka Pangeran mendapat
kekuasaan untuk menentukan langkah-langkah yang paling
baik bagi Kediri menghadapi Singasari. Namun sekali lagi
ingat Pangeran. Jangan tergesa-gesa agar langkah kita tidak
salah lagi sebagaimana pernah terjadi"
"Baik Ki Ajar" jawab Pangeran Lembu Sabdata "aku
akan berhati-hati dan tidak tergesa-gesa. Lebih baik kita
mematangkan semua rencana baru melangkah daripada kita
mulai dengan cepat tetapi langkah kita sesat"
"Bagus Pangeran. Nah, jika demikian kita akan segera
mulai. Pangeran akan segera meninggalkan pondok kecil ini
dan akan tinggal bersama kami. Pada saatnya Pangeran
akan berangkat ke Kediri dari padepokan kami" berkata Ki
Ajar kemudian. Namun demikian, mereka masih tinggal dua hari lagi di
pondok kecil itu, karena Pangeran Lembu Sabdata tidak
sampai hati meninggalkan pondoknya begitu saja. Ia masih
sempat memetik jagung dan menyimpannya dengan baik.
Meskipun jika ia kelak sempat singgah jagung itu sudah
dimakan bubuk sekalipun. Dengan demikian, maka Pangeran Lembu Sabdata akan
memasuki tahap berikutnya dari perjuangannya. Agaknya
Ki Ajar menganggap bahwa ujud Pangeran Lembu Sabdata
telah berubah, sehingga ia tidak lagi mudah dikenal, serta
Pangeran Lembu Sabdatapun telah memiliki ilmu yang jauh
meningkat, meskipun masih harus disempurnakan.
Dalam waktu-waktu tertentu, Pangeran Lembu Sabdata
akan berada di Kediri, sementara disaat yang lain, Pangeran
Lembu Sabdata akan menekuni ilmunya didalam sanggar
padepokan Ki Ajar. Dengan demikian, maka ia mulai
dengan langkah-langkahnya yang baru untuk mencapai
tujuan akhir, yang menurut Ki Ajar, tegaknya kembali
Kediri sebagaimana sebelum Tumapel menguasainya dan.
kemudian disebut dengan Singasari.
Pada waktu yang sudah ditentukan, maka Ki Ajar telah
membawa Pangeran Lembu Sabdata ke padepokannya. Ia
tidak takut lagi dikenali petugas sandi Kediri, bahwa ia
telah menyembunyikan Pangeran Lembu Sabdata. Apalagi
menurut pengamatan Ki Ajar. Kediri seolah olah telah
melupakan Pangeran Lembu Sabdata yang telah hilang itu.
Sebenarnyalah bahwa Kediri seakan akan memang telah
melupakan Pangeran Lembu Sabdata. Setelah untuk waktu
yang lama tidak ada persoalan yang timbul karena
hilangnya Pangeran itu. maka orang orang Kediri mengira,
bahwa Pangeran Lembu Sabdata benar benar hanya ingin
melarikan diri dan tidak akan berbuat apa-apa lagi.
Agak berbeda dengan mereka, maka Pangeran Singa
Narpada masih tetap mengingatnya. Beberapa orang
bawahannya masih selalu diperingatkannya agar mereka
jangan lengah. "Suasana di Kediri nampak tenang Pangeran" berkata
seorang Senapati. "Mungkin sekarang masih tetap tenang" berkata Pangeran
Singa Narpada "namun mungkin sekali setiap saat akan
dapat meledak kesulitan yang menerpa Kediri"
"Tetapi Pangeran" berkata Senapatinya yang lain " jika
Pangeran Lembu Sabdata itu mengadakan gerakan
betapapun kecilnya, maka para petugas sandi akan berhasil
menciumnya. Kita telah melepaskan petugas sandi
diseluruh sudut tanah ini"
"Tetapi para petugas sandi itu jangan tertidur pada saat
seperti ini. Meskipun tiga ampat tahun mendatang, aku
masih akan tetap selalu memperingatkan kalian untuk tidak
menjadi lengah. Bahkan sepanjang umurku" berkata
Pangeran Singa Narpada. Para Senapatinya mengangguk-angguk. Namun selain
Pangeran Singa Narpada, tidak banyak lagi para Panglima
yang masih menaruh perhatian terhadap Pengeran Lembu
Sabdata yang sudah dianggap hilang itu.
Tetapi bahwa masih ada satu dua orang yang selalu
mengingatnya, maka Pangeran Lembu Sabdata masih
belum bebas sepenuhnya untuk berbuat sekehendak
hatinya. Namun dalam pada itu, meskipun Pangeran Singa
Narpada selalu memperingatkan agar prajurit-prajurit
Kediri tidak menjadi lengah, namun tidak seorangpun yang
masih dapat mengenali Pangeran Lembu Sabdata ketika
Pangeran itu memasuki gerbang Kota Raja. Tidak
seorangpun yang memperhatikannya. Kulitnya yang hitam
karena terbakar oleh terik matahari, serta jambang dan
kumis serta janggutnya yang tumbuh tidak teratai telah
inerubah ujudnya sehingga ia benar-benar tidak dikenal.
Apalagi pakaiannya yang kusut dan sikapnya yang nampak
kasar.

01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan leluasa Pangeran Lembu Sabdata menelusuri
.jalan-jalan di Kota Raja sebagaimana dilakukan oleh
orang-orang lain. Tidak ada prajurit yang menyapanya.
Tidak ada perwira yang mencurigainya dan tidak ada
orang-orang yang dapat mengenalinya.
Kepada Putut yang menyertainya, Pangeran Lembu
Sabdata berkata "Aku leluasa untuk bertindak sekarang "
Pangeran tidak perlu tergesa-gesa" berkata Putut itu "
segalanya akan diatur oleh guru"
"Aku mengerti. Maksudku, bahwa aku mempunyai
keleluasaan untuk berada didalam Kota ini. Bukankah
gurumu juga memerlukan banyak keterangan sebelum kita
memasuki gedung perbendahaaraan" Sebagai seorang
Pangeran, aku banyak mengenal istana. Dan akupun masih
dapat mengingat, jalan-jalan yang dapat ditempuh untuk
memasuki gedung perbendaharaan dan gedung pusaka"
berkata Pangeran Lembu Sabdata.
"Ya Pangeran" jawab Putut itu " pada saatnya
pengenalan Pangeran itu akan sangat berguna. Tetapi
sebelumnya maka kita masih harus meyakinkan apakah
pengenalan Pangeran itu masih tepat"
"Tentu" jawab Pangeran Lembu Sabdata " sebelum kita
melangkah, segalanya harus pasti. Aku tidak mau terjebak
sebagaimana terjadi atas Pangeran Kuda Permati"
Putut itu mengangguk-angguk. Agaknya Pangeran
Lembu Sabdata masih tetap dikuasai oleh Ki Ajar, sehingga
segala langkah-langkahnya dengan mudah dapat
dikendalikan. Namun demikian. Pangeran Lembu Sabdata bukannya
merupakan alat mati. Ia masih tetap memiliki kemampuan
mempergunakan akalnya, namun ia telah kehilangan
sebagian dari kepribadiannya, karena pengaruh pribadi Ki
Ajar yang sangat kuat atas dirinya.
Untuk beberapa lama Pangeran Lembu Sabdata berada
di Kota Raja. Ia tidak bermalam ditempat seseorang. Tidak
ada seorangpun yang dipercaya oleh Ki Ajar untuk
mengenali Pangeran Lembu Sabdata. Seandainya ia
bermalam juga dirumah seseorang, maka ia harus dikenal
sebagai cantrik Ki Ajar dan bukan sebagai Pangeran Lembu
Sabdata. Namun lebih naik agaknya jika Pangeran Lembu
Sabdata tidak bermalam dirumah seseorang. Ia dapat
berada dimana saja. Bermalam di pategalan, di padang
perdu atau di tepian sungai.
"Sebenarnya, kita dapat memanfaatkan waktu ini untuk
mengenali kembali gedung perbendaharaan dan gedung
pusaka itu" berkata Pangeran Lembu Sabdata.
"Jangan sekarang Pangeran" jawab putut itu "
kedatangan kita kali ini hanya untuk memastikan bahwa
Pangeran memang sudah tidak dikenal lagi. Setelah itu,
maka kita akan kembali. Sebelum guru menentukan
langkah-langkah berikutnya, Pangeran mendapat
kesempatan untuk menempa diri, mempertebal kemampuan
menghadapi kemungkinan-kemungkinan mendatang yang
berat" Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Katanya
"Baiklah. Tetapi kita sudah yakin, bahwa aku sudah tidak
dikenal sama sekali"
Putut itupun mengangguk-angguk. Ia memang sepedapat
bahwa tidak ada lagi yang mengenal Pangeran
Lembu Sabdata. Meskipun demikian Putut itu berkata
"Tetapi Pangeran, masih harus diperhatikan satu
kemungkinan. Jika Pangeran Singa Narpada sendirimelihat
Pangeran, apa kah ia juga tidak mengenalnya. Karena
tangkapan penglihatan pandangan Pangeran Singa Narpada
bukan sekedar mempergunakan mata wadagnya, tetapi juga
mempergunakan mata hatinya.
Tetapi Pangeran Lembu Sabdata itu tersenyum sambil
berkata "Dahulu aku kagum melihat kakangmas Pangeran
Singa Narpada dalam ilmu kanuragan. Tetapi sekarang
sama sekali tidak. Bahkan aku sekarang sudah siap
seandainya kita harus memasuki perang tanding sekalipun"
Tetapi Putut itu menggeleng "Belum Pangeran. Mungkin
sebentar lagi. Pangeran masih harus menyempurnakan ilmu
yang sudah Pangeran miliki sekarang didalam
hubungannya dengan kemungkinan kemungkinan hadirnya
kekuatan didalam alam disekeliling Pangeran"
Tetapi Pangeran Lembu Sabdata menjawab "Apakah
kau kira Kakangmas Pangeran Singa Narpada juga mampu
mengungkapkan kekuatan alam. didalam ilmunya"
"Ya Pangeran" jawab Putut itu "Aku tidak hanya
mengira, tetapi aku pasti. Dalam keadaan yang paling
gawat, apalagi dalam perang tanding, maka Pangeran Singa
Narpada akan mampu mengungkapkan kekuatan alam dan
melontarkannya lewat ilmunya. Pangeran jangan salah
menilai kemampuan orang lain, apalagi yang akan mungkin
berhadapan sebagai lawan. Jika Pangeran salah menilai,
maka kesulitan yang pernah di alami Pangeran Kuda Permati
akan terulang kembali, meskipun dalam ujud yang
berbeda" Pangeran Lembu Sabdata tidak menjawab. Tetapi ia
tidak menolak pendapat Putut itu.
Demikianlah, maka kedua orang itupun kemudian
meninggalkan Kota Raja setelah mereka menganggap
kunjungannya mereka telah cukup. Pangeran Lembu
Sabdata telah meyakini dirinya, bahwa ia tidak akan dapat
dikenal lagi. Namun ia tetap memperhatikan pendapat
Putut itu, bahwa mungkin sekali, Pangeran Singa Narpada.
masih akan dapat mengenalinya.
Ki Ajar yang kemudian menerima keduanya dan
mendengarkan laporan mereka, mengangguk-angguk.
Senyumnya nampak bermain dibibirnya.
"Segalanya akan berjalan baik " katanya "tetapi sudah tentu
kita tidak dapat berbuat dengan tergesa-gesa. Namun
meskipun lambat, tetapi pasti. Pada suatu saat Kediri akan
bangun" "Apakah waktunya masih lama?" bertanya Pangeran
Lembu Sabdata. "Ya, semua akan berlangsung kelak, pada suatu saat
jawab Ki Ajar. Pangeran Lembu Sabdata hanya dapat menundukkan
kepalanya. Rasa-rasanya ia ingin semuanya terjadi lebih
cepat. Tetapi fa tidak akan dapat berbuat sendiri tanpa Ki
Ajar dan orang-orangnya. Apalagi pengaruh kekuatan
pribadi Ki Ajar tanpa disadarinya masih tetap
mencengkamnya. "Pangeran" berkata Ki Ajar "Pangeran memang akan
kembali ke Kota Raja dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pangeran harus berusaha untuk mengenali kembali letak
gedung perbendaharaan dan gedung pusaka. Baru
kemudian kita merencanakan langkah-langkah selanjutnya.
Sementara itu. Pangeran masih sempat meningkatkan ilmu
Pangeran. Sehingga benar-benar akan mampu
mengimbangi ilmu Pangeran Singa Narpada"
"Apakah kemampuanku masih berjarak jauh dari ilmu
kakangmas Singa Narpada?" bertanya Pangeran Lembu
Sabdata. Ki Ajar tersenyum. Katanya "Memang tidak terlalu jauh
Pangeran. Tetapi Pangeran masih harus bekerja keras untuk
mengejarnya. Karena itu, Pangeran harus mempergunakan
semua kesempatan untuk meningkatkan ilmu Pangeran"
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Ia tidak
akan ingkar untuk melakukannya. Bahkan Pangeran Lembu
Sabdata telah bekerja keras untuk dapat menempatkan
dirinya disisi Pangeran Singa Narpada didalam olah "kanuragan.
Diam-diam ia berkeinginan untuk pada suatu saat
dapat melakukan perang tanding dengan Pangeran Singa
Narpada yang ditakuti oleh setiap orang di Kediri.
"Jika kelak terbukti aku dapat mengalahkannya, maka
ceritera tentang kakangmas Pangeran Singa Narpada
seakan-akan ia memiliki kemampuan diatas kemampuan
manusia adalah sekedar dongeng yang akan runtuh
nilainya. Ia tidak lebih seseorang yang berwatak keras dan
bengis. Yang mempergunakan kekerasan untuk mencapai
maksudnya" "Ya" jawab Ki Ajar " pada saat yang demikian, maka
Pangeran harus dapat mempergunakan kesempatan sebaikbaiknya.
Pangeran harus berdiri diatas martabat Pangeran
yang sebenarnya dan menyatakan diri sebagai Yang Paling
Berkuasa di Kediri dan tidak lagi mengakui kekuasaan
Singasari. Tetapi sebelum sampai ke mata tangga yang
demikian, masih sangat banyak yang harus Pangeran
lakukan" "Aku akan melakukannya. Apapun juga" jawab
Pangeran Lembu Sabdata. Keinginannya itu merupakan
dorongan bagi usahanya untuk sampai kepada satu tataran
yang diinginkannya. Karena itulah, maka dihari-hari berikutnya, Pangeran
Lembu Sabdata telah kembali tenggelam didalam
sanggarnya. Tetapi ia sudah tidak sendiri lagi.
Pengeran Lembu Sabdata mendapat kesempatan berlatih
bersama Putut yang tertua diantara murid-murid Ki Ajar,
setelah Pangeran Kuda Permati tidak ada.Bersama Putut itu
ilmu Pangeran Lembu Sabdata menjadi semakin
meningkat. Sementara Ki Ajar mempelajari kemungkinan
yang dapat dilakukan oleh Pangeran itu di Kediri.
Untuk mengetahui keadaan dengan baik, maka sekalisekali
Ki Ajarpun telah pergi pula ke Kediri dalam ujud
yang tidak mudah dikenal. Bahkan oleh Ki Sadmaya
sekalipun. Ternyata bahwa orang-orang Kediri agaknya memang
telah melupakan persoalan Pangeran Sabdata. Sekali-sekali
ia memancing pembicaraan di kedai-kedai dengan orangorang
Kediri. Namun pada umumnya mereka sudah
menganggap bahwa persoalan Pangeran Lembu Sabdata itu
sudah selesai. Sambil tersenyum didalam hati, maka Ki Ajarpun
merasa bahwa saatnya menjadi semakin mantap. Yang
pertama akan dilakukan adalah mengambil mahkota yang
keramat yang akan dapat menjadi pendukung kekuasaan
Pangeran Lembu Sabdata kelak.
Sementara itu, kemampuan Pangeran Sabdatapu telah
menjadi semakin meningkat. Dalam saat-saat tertentu, Ki
Ajar sendiri telah menuntun Pangeran Lembu Sabdata
memanjat ke kemampuan puncak.
Namun bersamaan dengan itu, di Singasari, Mahisa
Murti dan Mahisa Pukatpun telah menempa diri dengan
tanpa mengenal letih. Apapun yang diperintahkan oleh
Mahen-dra dan Witantra telah mereka lakukan. Kedua
anak muda itu tidak pernah mengeluh meskipun ia
mendapat tempaan yang luar biasa beratnya dari ayahnya
sendiri serta pamannya Witantra, seorang yang kebetulan
adalah saudara seperguruan ayahnya.
Disamping mereka berdua, Mahisa Bungalanpun telah
mempersiapkan diri untuk sampai kepuncak ilmu yang
diturunkan oleh Mahisa Agni. Memang lain dengan ilmu
yang diturunkan oleh Mahendra dan Witantra kepada
Mahisa Bungalan. Tetapi dengan bimbingan Mahisa Agni,
Mahisa Bungalan sejak sebelumnya telah mencerna kedua
jalur ilmu itu sehingga menjadi luluh, justru saling mengisi
dan saling memperkuat dalam kedudukan masing-masing.
"Mahisa Bungalan" berkata Mahisa Agni " jika pada
saatnya kau memahami semua ilmuku sampai tuntas, serta
kedua adiknya memiliki ilmu ayahnya dan pamanmu
Witantra, maka kalian akan dapat saling menyadap dan
dengan hati-hati membuat jenis ilmu yang berbeda itu
menjadi luluh didalam diri kalian"
"Mudah-mudahan paman" jawab Mahisa Bungalan
"Tetapi bukankah didalam diriku kedua jalur ilmu itu sudah
ada?" "Tetapi belum dalam kedudukan seimbang. Ilmu yang
aku berikan kepadamu sampi saat terakhir, telah mewarnai
kemampuanmu. Apalagi sebentar lagi, kau akan sampai
pada batas kemampuan yang tuntas. Sementara itu
pengalamanmu akan mampu mengembangkan ilmu yang
aku berikan kepadamu itu sampai pada puncaknya,
Gundala Sasra" Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya. Ia sadar,
bahwa untuk sampai kepuncak ilmu itu ia harus menjalani
laku yang sangat berat. Ketika Mahisa Agni dipersiapkan
untuk menerima ilmu itu, ia harus mencari akar wregu
putih sehingga Mahisa Agni harus mendaki lereng-lereng
pegunungan yang sangat terjal. Ternyata bahwa yang
penting bagi Mahisa Agni bukannya mendapat wregu putih,
tetapi yang penting adalah laku yang dijalani.
Mahisa Agni telah mengatakan hal itu kepada Mahisa
Bungalan, karena cara Mahisa Agni menurunkan ilmunya
memang berbeda dengan cara gurunya menurunkannya
kepadanya, justru pada saat Mahisa Agni kecewa dengan
kenyataan hidupnya pada saat itu.
"Aku tidak perlu memaksakan dengan cara seperti yang
dilakukan oleh guru, seolah-olah aku memang harus
mengambil akar wregu putih itu. Namun dengan kesadaran
yang tinggi, kau harus melakukan laku sebagaimana pernah
aku lakukan. Kau harus mempersiapkan dirimu lahir dan
batin. Sudah saatnya kau minta ijin kepada Panglimamu,
bahwa kau memerlukan waktu empat puluh hari empat
puluh malam. "berkata Mahisa Agni. Tetapi aku diijinkan
untuk minta waktu sepanjang itu paman?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Aku akan membantumu" jawab Mahisa Agni. Dengan
demikian, maka Mahisa Agnipun telah menghubungi
Panglima yang memegang pasukan yang dipimpin oleh
Mahisa Bungalan untuk minta ijin bagi Senapati muda itu
waktu selama ampatpuluh hari ampatpuluh malam.
"Untuk apa?" bertanya ranglima itu.
"Ia akan menjadi Prajurit linuwih. Beri saja ia waktu
justru limapuluh hari limapuluh malam, karena ia
memerlukan persiapan dan pembenahan sebelum dan
sesudah ia menyadap ilmunya sampai tuntas" berkata


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mahisa Agni. Pengaruh Mahisa Agni adalah sedemikian besarnya.
Meskipun ia sudah menjadi semakin tua, namun ia adalah
orang yang sangat dihormati di Singasari.
Demikianlah, maka Mahisa Bungalan yang sudah
berangkat lebih dahulu dari kedua adiknya didalam berpacu
dengan ilmu, telah mendapat kesempatan lebih dahulu
untuk menerima puncak ilmu dari jalur ilmu Mahisa Agni.
Dengan sungguh-sungguh dan penuh ketekunan Mahisa
Bungalanpun telah mempersiapkan diri.
"Duduklah" berkata Mahisa Agni " pusatkan segala
inderamu. Nalar budimu. Siapkan segala petunjuk yang
telah aku berikan untuk membuka pintu jiwamu. Aku
mengetrapkan arus mewarnai ilmu ini. Laku yang
akutempuh mungkin agak berbeda dengan yang dilakukan
oleh guruku. Tetapi aku yakin, bahwa akibatnya akan
sama" Mahisa Bungalanpun kemudian memperhatikan dan
melakukan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Mahisa
Agni. Sementara itu Mahisa Agni duduk didepannya.
Kedua tangan Mahisa Agni terletak di pundak Mahisa
Bungalan yang bersilang tangan didada.
"Pejamkan matamu, dan laku itu akan kempai kepun-cak
"desis Mahisa Agni. Mahisa Bungalanpun memejamkan matanya, sementara
itu mulai terasa getaran yang tidak dikenal telah bergerak
lewat sentuhan tangan Mahisa Agni menyusuri urat
darahnya menjalar keseluruh tubuhnya.
Dalam kepekaan matanya yang terpejam, Mahisa
Bungalan telah melihat beberapa warna yang bergetar,
kemudian berputar saling menindih. Merah, hijau, kuning,
hitam dan akhirnya iputaran warna itu menjadi putih.
Mahisa Bungalan merasa tubuhnya berguncang. Bahkan
kemudian seakan-akan ia telah kehilangan gaya beratnya.
Hampir saja tubuhnya terangkat dan melayang. Namun
sambil memejamkan matanya Mahisa Bungalan telah
mengerahkan segenap'"kemampuannya untuk bertahan,
sehingga ia tetap duduk dilantai sanggarnya.
Namun sejenak kemudian, maka rasa-rasanya bumilah
yang berputar, semakin lama semakin cepat. Dalam putaran
itu. tiba-tiba saja dirongga matanya yang terpejam itu telah
melihat dirinya sendiri. Berdiri tegak dalam putaran yang
semakin cepat. Sekali-sekali tubuh itu nampak terhuyung,
namun Mahisa Bungalan telah menghentakkan
kekuatannya untuk bertahan agar bayangan itu tetap berdiri
dengan penuh keyakinan, bahwa ia mampu berbuat sesuatu
bagi bayangan dirinya yang melangkah mendekatinya.
Semakin lama semakin dekat, semakin dekat, sehingga
akhirnya, sebagaimana pernah terjadi dengan Mahisa Agni
dengan laku yang agak berbeda, bayangan dirinya itu telah
menghentak menyusup dan luluh dengan dirinya sendiri.
Terasa tubuh Mahisa Bungalan itu berguncang. Sejenak
warna-warna didalam rongga matanya itu memancar
semakin tenang dan kembali berputar menjadi cahaya yang
putih berkilauan. Namun kemudian semuanya menjadi
gelap. Pekat. Namun pada saat terakhir, terasa perubahan
telah terjadi didalam dirinya. Ternyata Mahisa Bungalan
telah menjadi pingsan. Dengan laku yang berat sebagaimana Mahisa Agni
mengambil akar wregu putih di lereng gunung yang tinggi
dan curam, maka Mahisa Bungalan mempersiapkan dirinya
untuk menerima warisan dan puncak ilmu dari jalur
perguruan Mahisa Agni. Tetapi Mahisa Bungalan tidak melakukannya dengan
memanjat tebing yang tinggi dan curam. Tidak pula harus
memasuki goa yang terjal dan berebut akar wregu dengan
Buyut Ing Wangon. Tetapi Mahisa Bungalan harus berada
didalam sanggar menempa diri dengan mengarahkan
segenap kemampuan dan daya tahan tubuhnya.
Dari hari ke hari, Mahisa Bungalan memang bagaikan
merangkah mendaki tebing gunung yang curam. Ia maju
setapak demi setapak, namun pasti menuju kepuncak
kemampuan ilmu Gundala Sasra. Yang dikuasainya sampai
saat terakhir belumlah ilmu warisan Mahisa Agni
seutuhnya. Baru setelah ia menjalankan laku, ia sampai
kepada tataran tangga terakhir dari ilmunya.
Dengan sepengetahuan ayahnya, Mahisa Bungalan
menempatkan dirinya pada langkah-langkah yang sulit
dana berat. Sekali-sekali ia harus mengikuti setiap gerak dan
langkah Mahisa Agni. Namun kadang-kadang ia harus
berdiri sebagai lawan yang harus mengimbangi kekuatan
ilmu orang yang telah mengangkatnya menjadi murid
tunggalnya itu. Demikianlah, pada saatnya, maka Mahisa Agni itu telah
memaksakannya untuk bertempur dengan segenap ilmu dan
kemapuan yang telah dimilikinya. Dalam sanggar yang
cukup luas, keduanya telah bertempur dengan dahsayatnya.
Serangan dibalas dengan serangan. Kecepatan gerak
diimbangi dengan kecepatan gerak pula. Demikian
cepatnya, sehingga keduanya seakan-akan tidak lagi
berpijak di-atas tanah. Sentuhan-sentuhan kaki mereka.
telah melemparkan mereka dengan loncatan-loncatan yang
panjang dan cepat. Sehingga akhirnya, keduanya bagaikan
telah berayun diputaran angin pusaran yang dahsyat.
Ayunan tangan mereka bagaikan prahara yang mengamuk,
sementara serangan-serangkan kaki mereka bagaikan
hentakkan banjir bandang yang tidak tertahan oleh
bendungan besi sekalipun.
Dalam pusaran yang semakin cepat, maka Mahisa Agni
telah memberikan isyarat, untuk memperlambat gerak
mereka. Demikianlah perlahan-lahan pusaran itu menjadi
susut, sehingga akhirnya berhenti sama sekali.
"Sekarang saatnya telah sampai dalam keadaanmu yang
siap untuk menerimanya" berkata Mahisa Bungalan.
Mahisa Bungalan tidak menjawab. Tetapi terasa
tubuhnya menjadi sangat letih dan kulit dagingnya terasa
sakit oleh sentuhan-sentuhan serangan Mahisa Agni.
Namun ia tidak dapat menolak dan menunda perintah
gurunya itu. Mahisa Agni yang meletakkan kedua tangannya di
pundak Mahisa Bungalan, dengan cepat menangkapnya.
Kemudian meletakkannya perlahan-lahan.
"Laku ini terlalu berat baginya" gumam Mahisa Agni
kepada diri sendiri "Tetapi ini adalah jalan memintas.
Sementara itu, Mahisa Bungalan menjadi pingsan ketika
pewarisan ilmu ini sudah selesai. Mahisa Bungalan telah
menerimanya dengan bulat, sehingga jika ia sadar nanti,
maka ilmu itu telah ada pula didalam dirinya.
Namun dalam pada itu, Manisa Agni sendiri juga merasa
letih. Keringat telah mengembun di wajah dan di seluruh
tubuhnya. Rambutnya yang telah memutihpun rasa-rasanya
ikut menjadi basah. Dalam keletihan itu terasa oleh Mahisa Agni, bahwa ia
memang sudah terlalu tua.
Untuk beberapa saat, Mahisa Agni menunggu sambil
sekali-sekali mengusap keringat ditubuh Mahisa Bungalan.
Namun sejenak kemudian, maka Mahisa Bungalan itu
mulai membuka matanya. Perlahan-lahan. Bayanganbayangan
yang kabur mulai nampak. Semakin lama
menjadi semakin jelas. Akhirnya Mahisa Bungalan menyadari seluruhnya yang
telah terjadi pada dirinya. Ia telah menerima warisan ilmu
dari Mahisa Agni. Perlahan-lahan Mahisa Bungalan bangkit, dan duduk
kembali dihadapan Mahisa Agni.
"Mahisa Bungalan" desis Mahisa Agni "Kau mampu
bertahan sampai tahap terakhir dari pewarisan ilmuku
kepadamu. Karena itu, maka menurut pendapatku, kau
telah memiliki ilmuku selengkapnya. Puncak ilmu Gundala
Sasra telah kau kuasai pula"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian ia berdesis "Terima kasih paman. Mudahmudahan
aku dapat memanfaatkannya untuk kepentingan
yang sesuai dengan keinginan paman"
"Jika kau selalu ingat akan Tuhanmu, maka kau tentu
akan selalu mengabdikan ilmumu bagi kepentingan
kemanusiaan. Karena itu, kau harus menganggap dan
memperlakukan sesamamu sebagaimana dirimu sendiri"
berkata Mahisa Agni. Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa
bahwa dengan ilmu puncak itu, tanggung jawabnya justru
menjadi semakin besar. "Beristirahatlah" berkata Mahisa Agni "Kau dapat
melihat hasil laku ini pada kesempatan lain"
Mahisa Bungalan mengangguk kecil. Sementara itu.
Mahisa Agnipun telah bangkit berdiri sambil berkata
"Marilah" Mahisa Bungalanpun kemudian berdiri pula. Tetapi
seluruh tubuhnya masih merasa lemas. Tulang-tulangnya
bagaikan dilepas dari anggauta badannya.
Tertatih-tatih Mahisa Bungalan mengikuti Mahisa Agni
keluar dari sanggar. Kemudian, dengan langkah satu-satu
merekapun meninggalkan sanggar yang telah memberikan
satu arti didalam kehidupan Mahisa Bungalan itu.
Hari itu Mahisa Bungalan telah meluangkan waktunya
untuk benar-benar beristirahat.
Sementara itu, Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun telah
menjalani laku yang berat. Tetapi mereka masih belum
sampai kepada satu saat. dimana mereka dapat mewarisi
ilmu puncak Mahendra dan Witantra. Karena itu.
keduanya masih harus bekerja keras.
"Waktunya tidak akan lama lagi "berkata Mehendra "
jika kalian dengan tekun mengikuti semua laku yang harus
kalian jalani, maka dalam waktu dekat, kalian akan dapat
mewarisi ilmu puncak Bajra Geni"
"Kami akan berusaha ayah" jawab Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat. "Semua dasar ilmu itu sudah kalian miliki. Yang perlu
kalian lakukan adalah menempa alas yang akan menjadi
dasar meletakkan puncak ilmu Bajra Geni itu" berkata
Mahendra pula. "Kami akan melakukan apa yang seharusnya kami
lakukan" jawab Mahisa Pukat.
Menurut pengetahuanku, kakakmu Mahisa Bungalan
pada saat-saat ini sedang mengalami tempaan terakhir.
Mudah-mudahan telah berlangsung pewarisan ilmu Mahisa
Agni kepada kakakmu Mahisa Bungalan. Jika kalian kelak
telah menguasai ilmu puncak Bajra Geni, sedangkan
kakakmu menguasai ilmu puncak Gundala Sasra, maka
kalian akan dapat saling mengadap dengan mempelajari
kemungkinan-kemungkinan agar kedua ilmu itu dapat luluh
sehingga kalian menemukan satu ujud kemampuan
melampaui keduanya, karena sebenarnyalah kalian harus
memiliki kelebihan dari yang tua-tua ini. Tetapi kalian tidak
boleh meninggalkan sifat dan watak dari ilmu yang kalian
pelajari dan kalian cari kemungkinan-kemungkinannya
untuk dikembangkan itu"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Sebenarnyalah mereka telah bekerja dengan sungguhsungguh
untuk menghadapi laku puncak yang paling berat
sebelum mereka akan menerima puncak ilmu Bajra Geni.
Demikianlah Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih
harus berbuat lebih banyak lagi, sementara Mahisa
Bungalan tengah bersiap-siap untuk melihat hasil laku yang
sangat berat yang sudah diselesaikannya.
Dalam pada itu, pada saat yang demikian, seseorang
tengah berusaha untuk mengambil sebuah benda keramat
dari gedung pusaka di istana Kediri.
Pertapa yang membimbing Pangeran Lembu Sabdata itu
akhirnya mengambil keputusan, bahwa mereka sudah
sampai pada saatnya untuk mengambil pusaka yang akan
dapat menjadi kekuatan bagi Pangeran Lembu Sabdata
untuk menaiki tahta di Kediri.
"Jika mahkota itu sudah berada ditangan kita, maka
segala sesuatunya tentu akan dapat berlangsung dengan
baik, meskipun mungkin kita baru akan mempergunakan
tiga, atau empat tahun mendatang. Bahkan mungkin
sepuluh tahun lagi" berkata Ki Ajar.
Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Tetapi ia
yakin, jika mahkota itu sudah berada ditangan mereka,
maka mereka tentu tidak akan merasa perlu menunggu
lebih lama lagi. Karena itu, maka yang harus segera mereka
lakukan adalah menguasai mahkota itu.
Untuk merintis jalan, maka Pangeran Lembu Sabdata
yang sudah tidak dikenal lagi itu, beberapa kali telah
memasuki Kota Raja. disela-sela latihan-latihannya yang
berat. Dengan usaha yang tekun, maka ia berhasil mendekati
tujuannya. Dengan laku seorang pencuri. Pangeran Lembu
Sabdata masuk kedalam lingkungan istana. Menilik para
petugas di malam hari. maka Pangeran Lembu Sabdata
mengambil kesimpulan bahwa gedung perbendaharaan dan
gedung pusaka masih terletak sebagaimana ia mengenal
dahulu. Tidak ada perubahan-perubahan yang berarti
didalam lingkungan istana Kediri.
"Jadi menurut pendapat Pangeran, segala sesuatunya
masih sebagaimana saat Pangeran meninggalkan istana?"
bertanya Ki Ajar. "Ya. Hampir tidak ada perubahan. Karena itu aku yakin,
bahwa gedung perbendaharaan dan gedung pusaka masih
bangsal yang dahulu pula, ternyata masing-masing masih
dijaga dengan kuat oleh beberapa orang prajurit" jawab
Pangeran Lembu Sabdata. "Baiklah. Agaknya kitai sudah cukup lama menunggu.
Orang-orang Kediri tentu sudah melupakan peristiwa
hilangnya Pangeran Lembu Sabdata. Namun mereka akan
segera dikejutkan lagi oleh satu peristiwa yang tidak kalah
pentingnya dengan hilangnya Pangeran Lembu Sabdata"
berkata Ki Ajar. Demikianlah, maka Ki Ajarpun segera mempersiapkan


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri. Karena ia menganggap bahwa tugasnya itu merupakan
tugas yang sangat penting, menyangkut sebuah benda
keramat, maka sebelum melakukannya, Ki Ajar telah
mengambil waktu tiga hari untuk menjalankan laku bagi
kepentingan usahanya untuk mengambil ipusakayaitu Tiga
hari tiga malam Ki Ajar berada didalam sanggarnya,
bersamadi untuk menempa diri lahir dan batin.
Mengungkat semua kekuatan yang ada didalam dirinya,
agar usahanya untuk mengambil pusaka yang keramat itu
dapat berhasil. Ki Ajarpun telah_melakukan samadi. agar
tuah pusaka yang akan diambilnya, itu tidak akan
mengutuknya sehingga ia akan mengalami bencanaa pada
saat ia mengambilnya. Demikianlah, setelah Ki Ajar selesai dengan lakunya,
maka bersama Pangeran Lembu Sabdata dan muridnya
yang paling dipercayainya itu telah menuju ke Kota Raja.
Pangeran Lembu Sabdata telah yang kemudian menjadi
penunjuk jalan yang sangat baik. Pangeran itu mengenal
segala lekuk liku istana Kediri.
Karena itu, maka Ki Ajarpun telah berhasil memasuki
lingkungan istana yang menuju ke gedung perbendaharaan.
"Kita akan mengetrapkan ilmu sirep" desis Ki Ajar.
"Marilah guru" berkata muridnya "Kita akan
melakukannya sebagaimana saat kita mengambil Pangeran
Lembu Sabdata" "Jangan" berkata Ki Ajar "Kita hanya akan melepaskan
sirep bagi lingkungan kecil. Aku hanya ingin
mempengaruhi beberapa orang penjaga dimuka pintu. Jika
kita melepaskan sirep seperti saat kita mengambil Pangeran
Lembu Sabdata, maka kita justru akan segera diketahui.
Beberapa orang Senapati pilihan pengawal Sri Baginda,
atau mungkin bahkan Sri Baginda sendiri, akan segera
mengenali ilmu itu. Apalagi jika mereka memang belum
tidur karena sesuatu sebab. Bahkan kau yakin, seseorang
yang berilmu tinggi seperti Sri Baginda akan mengalami
sentuhan yang sebaliknya. Sri Baginda akan segera
mengetahui, bahwa di istana ini telah disebarkan sirep"
"Jadi, apa yang kita lakukan?" bertanya muridnya.
"Aku akan menyebarkan sirep yang lemah dan yang
hanya akan meliputi pintu gedung perbendaharaan dan
pintu gedung pusaka yang letaknya berdekatan"
"Bagaimana dengan para peronda?" bertanya muridnya.
"Kalian harus mengawasi mereka. Jika kalian melihat
peronda memasuki lingkungan ini dan terlepas dari sirep,
maka kalian harus memberikan isyarat" berkata Ki Ajar.
Muridnya dan Pangeran Lembu Sabdata menganggukangguk.
Mereka menyadari, bahwa yang mereka lakukan
itu adalah satu pekerjaan yang sangat berbahaya. Tetapi
untuk mencari satu keinginan yang besar, tentu harus berani
memberikan taruhan yang besar pula. Termasuk nyawa
mereka. Sejenak kemudian, maka Ki Ajarpun telah mengetrapkan
ilmunya. Sasarannya adalah beberapa orang prajurit yang
bertugas dipintu gedung perbendaharaan dan gedung
pusaka. Ternyata Ki Ajar memang seorang yang memiliki
kemampuan yang jarang ada duanya. Ilmunya merupakan
ilmu yang sulit dicari bandingannya, sehingga dengan
demikian, maka usahanya untuk mempengaruhi para
prajurit itupun perlahan-lahan telah berhasil
Para prajurit yang bertugas dimuka pintu itu tidak dapat
mengelakkan diri dari serangan ilmu sirep pertapa yang
memiliki ilmu linuwih. Karena itu, maka perlahan-lahan
mata merekapun telah terpejam tanpa menyadari apa yang
sebenarnya telah terjadi, justru pada saat mereka sedang
bertugas. Sejenak kemudian, maka para petugas itupun telah benar
benar tetidur. Senjata merekapun tersandar didinding dan
teroepas dari pegangan tangan mereka.
Ki Ajar dan kedua orang pengikutnya melihat keadaan
itu dari kegelapan. Setelah mereka yakin, bahwa para
prajurit itu sudah tertidur maka Ki Ajarpun berdisis
"Sekarang datang waktunya. Aku akan mengambil mahkota
itu. Mudah-mudahan laku yang telah aku jalani sebelum
kita memasuki istana ini akan berarti. Bahwa aku tidak
akan terkena kutuk mahkota itu karena aku telah
memperlakukannya lain dari yang seharusnya. Tetapi aku
yakin, bahwa pribadiku akan mampu mengatasinya, apalagi
setelah aku menjalani laku tiga hari tiga malam itu"
"Kami akan mengamati dari tempat ini guru" berkata
muridnya. "Ya. Demikianlah aku keluar dari gedung
perbendaharaan aku akan menyerahkan mahkota itu
kepada Pangeran Lembu Sabdata. Ia adalah orang yang
lebih berhak memilikinya dan memanfaatkannya daripada
orang lain. Karena itu, maka agaknya Pangeran Lembu
Sabdata tidak akan terkena kutuk atau semacamnya dari
mahkota itu karena darah raja-raja Kediri mengalir didalam
tubuhnya" berkata Ki Ajar.
Pangeran Lembu Sabdata sendiri tidak menjawab. Ia
memang tidak. mempunyai sikap apapun juga selain sikap
sebagaimana dikehendaki oleh Ki Ajar.
Demikianlah sejenak kemudian, maka Ki Ajar itupun
telah mempersiapkan diri lahir dan batin Ia siap bertempur
jika ia menjumpai seorang prajurit atau Senapati yang
melihat perilakunya. Tetapi iapun siap mengambil pusaka
yang dianggap bertuah dan memiliki kekuatan gaib itu,
serta menghindari akibat-akibat yang tidak baik
daripadanya. Pangeran Lembu Sabdata dan Putut itupun kemudian
hanya dapat memandangi dengan hati yang berdebar-debar
ketika Ki Ajar bangkit berdiri dan berjalan dengan
tenangnya menuju ke pintu gedung perbendaharaan itu.
seolah-olah ia yakin bahwa tidak seorangpun yang akan
dapat melihatnya. Bukan saja yang sedang tertidur, tetapi
orang lainpun seakan-akan tidak akan dapat melihatnya
pula. Nampaknya memang tidak ada hambatan apapun.
Demikian rencananya Ki Ajar itu langsung berjalan kepintu
dan membuka selaraknya. Namun demikian Ki Ajar melangkah masuk, tiba-tiba
saja ia merasa seakan-akan sebuah kekuatan yang sangat
besar telah mendorongnya keluar.
Ki Ajar tergeser selangkah surut. Rasa-rasanya demikian
dahsyatnya hentakkan itu sehingga tanpa dapat
dilawannya. Sejenak Ki Ajar termangu-mangu. Dipusatkannya daya
tahannya. Dengan segenap ilmu dan kemampuan serta
kekuatan yang ada didalam dirinya, Ki Ajar telah mencoba
melangkah sekali lagi masuk. Kembali terasa tubuhnya
bagaikan didorong keluar dari gedung perbendaharaan itu.
Ki Ajar adalah seorang yang berilmu tinggi. Karena itu.
maka sekali lagi ia menghentakkan kekuatannya dengan
alas ilmunya. Setapak ia berhasil maju, tetapi tiba-tiba saja
dari dalam ruangan itu telah berhembus prahara yang
sangat dahsyatnya. Tubuh Ki Ajar bagaikan hanyut oleh prahara itu. Hanya
karena kemampuan Ki Ajar yang sangat tinggi sajalah maka
ia tidak terlempar. Meskipun demikian, sekali lagi ia
terdorong keluar. Ki Ajar yang kemudian telah berada kembali diluar pintu
itu termangu-mangu sejenak. Tubuhnya telah basah oleh
keringat. Ada sesuatu yang ternyataa harus diatasinya.
Namun tiba-tiba saja Ki Ajar itu menyadari betapa isi
dari Gedung perbendaharaan itu selain harta benda
kerajaan juga benda-benda pusaka yang bertuah
sebagaimana senjata-senjata yang terdapat digedung pusaka
disebelah gedung perbendaharaan itu.
Karena itu, maka Ki Ajar itupun segera mengambil
langkah yang paling mungkin untuk mengatasi kesulitan
itu. Iapun kemudian berjongkok didepan pintu, menyembah
dan kemudian beringsut masuk.
Memang sangat mengherankan Ketika Ki Ajar berjalan
dengan langkah jongkok, ternyata ia tidak didera oleh
kekuatan yang tidak dikenalnya. Rasa rasanya ia memasuki
sebuah ruangan sebagaimana ruang yang lain. Namun
demikian terasa bahwa ruang di gedung perbendaharaan itu
sangat panas. Sejenak Ki Ajar termangu-mangu. Tetapi ia pernah
mendengar dari beberapa orang berilmu tinggi tentang
mahkota yang memiliki tuah dan kekuatan untuk menjadi
sipat kandel serta memiliki kekuatan untuk menjadi tempat
bersemayamnya wahyu keraton.
Juga dari Pangeran Lembu Sabdata yang pada suatu
masa pernah ikut memandikan beberapa macam bendabenda
keramat di gedung perbendaharaan itu, Ki Ajar
mendapat petunjuk letak mahkota yang dimaksudkan.
Mahkota yang hanya dipakai sekali dalam waktu setahun.
Sambil berjalan jongkok Ki Ajar meneliti isi dari gedung
perbendaharaan itu dengan cermatnya. Berbagai macam
benda terletak didalam gedung perbendaharaan. Benda.
yang sederhana sampai benda yang sangat berharga.
Namun kesemuanya itu dianggap sebagai benda yang
dihormati di istana Kediri. Tiga buah topeng yang paling
keramat terdapat didalam gedung perbendaharaan itu pula.
Dua buah bende. Semacam siepe yang berwarna kuning
kemerahan karena bintik-bintik yang tidak diketahui
asalnya. Dan beberapa macam benda yang lain. Namun
yang berada ditengah-tengah ruangan, dibungkus oleh kain
putih, adalah sebuah mahkota.
Ki Ajar telah mendapat petunjuk letak mahkota itu.
Demikian pula bentuk dan ujudnya. Namun ternyata
mahkota itu terbungkus sehingga Ki Ajar tidak langsung
dapat melihat bentuk dan ujudnya.
Untuk sesaat Ki Ajar termangu mangu. Namun iapun
kemudian yakin, bahwa yang berada ditengah dan dibung
kus oleh kain putih itu adalah mahkota yang
dikehendakinya. Perlaha-lahan Ki Ajar mendekatinya. Kemudian
dipusatkannya nalar budinya. Dengan menem patkan diri
ke-dalam puncak pengaruh kepribadiannya, maka Ki Ajar
itu berusaha untuk mengambil mahkota itu. Namun tibatiba
saja semacam awan panas telah menghembusnya Tidak
terlalu keras, leiapi rasa rasanya seluruh tubuhnya lelah
terbakar. Ki Ajar itu menyeringai menahan sakit. Namun juga
dikerahkannya segenap kemampuan daya tahannya,
sehingga akhirnyaa perlahan-lahan ia dapat mengatasi
perasaan panas yang menerpa tubuhnya.
Sejenak Ki Ajar termangu-mangu. Namun iapun segera
teringat pada saat ia memasuki gedung itu. Karena itu,
maka iapun kemudian telah duduk dengan tertib dan
menyembah mahkota itu beberapa kali sambil mengatur
perasaannya. Kemudian, dengan keyakinan yang teguh akan diri dan
pribadinya akhirnya Ki Ajar itupun menggapai mahkota
yang keramat itu. Ternyata Ki Ajar itu berhasil. Dengan jantung yang
berdebar-debar ia mengangkat mahkota yang terbungkus
kain putih itu. Namun demikian ia mengangkat benda yang terbungkus
oleh kain putih itu, ia menjadi ragu-ragu. Ternyata benda
itu. sangat berat. "Jika benar ini mahkota, apakah seseorang dapat
memakainya untuk waktu yang lebih dari sepenginang"
bertanya Ki Ajar itu kepada diri sendiri.
Karena keragu-raguan itulah, maka Ki Ajarpun
kemudian telah membuka bungkusan itu dan melihat benda
yang dipegangnya. Ternyata bahwa benda itu memang sebuah mahkota.
Mahkota yang berwarna kekuning-kuningan yang tentu
terbuat dari emas. bertatahkan intan permata yang
gemerlapan. Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam. Tentu mahkota
itulah yang dimaksud. Mahkota yang bukan saja karena
mahal sekali harganya, tetapi juga karena pada mahkota itu
bersemayam wahyu keraton. Tetapi mahkota itu ternyata
sangat berat. "Memang hanya orang-orang yang memiliki darah rajaraja
Kediri sajalah dapat memakainya untuk waktu yang
agak lama" berkata Ki Ajar itu didalam hatinya.
Demikianlah, sejenak kemudian maka Ki Ajar itupun
telah keluar dari gedung perbendaharaan. Kemudian duduk
dengan hikmatnya. Mengangguk dalam-dalam sampai
dahinya menyentuh lantai sambil membawa mahkota yang
sangat berat itu. Kemudian, Ki Ajar itu baru bangkit berdiri. Dengan
sedikit kesulitan ia telah menyelarak pintu kembali. Ki Ajar
memang seorang yang sangat yakin akan dirinya. Tanpa
menghiraukan apapun niga, iapun telah berjalan dengan
tenang sebagaimana ia pergi ke pintu gedung
perbendaharaan itu. "Marilah berkata Ki Ajar setelah ia mendekati Pangeran
Lembu Sabdata dan muridnya.
"Apakah semuanya sudah selesai?" bertanya Pangeran
Lembu Sabdata. "Sudah. Inilah Mahkota itu. Terimalah Kau adalah
seseorang yang mempunyai darah para raja di Kediri.
Mudah-mudahan karena itu, kau tidak terkena pengaruh
tuahnya" Pangeran Lembu Sabdatapun kemudian menyembah
mahkota yang masih dipegang oleh Ki Ajar itu. Baru
kemudian ia menerimanya. Ternyata berbeda dengan Ki Ajar, menurut Pangeran
Lembu Sabdata mahkota itu sama sekali tidak berat.
Mahkota itu sebagaimana benda-benda yang lain memiliki
bobot yang wajar saja. Emas dengan intan berliaan yang
menghiasinya. Ki Ajar menarik nafas dalam dalam Tetapi katanya
"Bukankah sebagaimana kataku, bahwa Pangeran Lembu


01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sabdata pantas untuk mengenakannya. Bukan saja sekedar
pantas, tetapi mahkota itu akan menjadi alas kekuasaan
Pangeran yang akan menduking cita-cita Pangeran Kuda
Permati" Pangeran Lembu Sabdata mengangguk-angguk. Katanya
"Semuanya akan aku junjung tinggi"
"Nah, sekarang kita akan keluar dari istana ini dan
langsung kembali ke padepokan. Kita akan berjalan tanpa
berhenti. Bukankan kita akan sanggup melakukannya?"
berkata Ki Ajar. "Tentu" jawab Pangeran Lembu Sabdata " bukankah
kita sudah terbiasa melakukannya"
Dengan demikian maka ketiga orang itupun dengan hatihati
telah keluar dari lingkungan istana dan hilang didalam
gelapnya malam. Ternyata bahwa hilangnya pusaka itu tidak segera
diketahui. Untuk beberapa saat, para penjaga pintu itu
masih tertidur nyenyak. Sirep yang dilontarkan terbatas itu
ternyata tidak berpengaruh diseluruh istana. Sirep itu hanya
berpengaruh dalam satu lingkungan kecil, sehingga para
Senapati yang bertugas malam itu tidak ada yang merasa
curiga karena kelainan suasana
Baru beberapa saat kemudian, ketika dua orang prajurit
meronda, berkeliling halaman istana dan melihat setiap
lingkungan yang gawat, merasa heran ketika mereka
memasuki lingkungan gedung perbendaharaan dan gedung
pusaka. "Aku tidak pernah merasa kantuk seperti saat ini"
berkata salah seorang diantara mereka.
Kawannya justru menguap. Desisnya "Mataku ternyata
pantas ditukar mata ikan. Kenapa tiba-tiba saja mataku
terpejam" Kedua orang itu ternyata masih menyadari keadaannya.
Karena itu, maka katanya "Aku tidak mungkin dapat
bertahan. Aku akan berkata terus terang dengan Ki Lurah.
Mungkin aku sakit" "Kita bersama-sama sakit. Marilah kita minta waktu kita
meronda ditukar" Keduanya segera kembali ke gardu peronda di halaman
belakang istana, karena mereka mendapat tugas di bagian
belakang bersama beberapa orang kawannya yang lain.
Namun demikian mereka meninggalkan daerah yang
tersentuh ilmu sirep, maka mereka tidak lagi merasa kantuk.
Mereka merasa bahwa badan mereka tetap sehat. Mata
mereka menjadi terang dan mereka merasa siap untuk
melakukan tugas mereka. "He, apakah terjadi perubahan didalam dirimu" Aku
tidak merasa kantuk lagi" berkata seorang diantara mereka
"Sebagai seorang prajurit, aku sedang membuat
perhitungan. Tentu tidak dapat bahwa hal seperti ini tibatiba
saja terjadi. Apakah kau tidak merasakan sesuatu yang
aneh?" Yang lain justru bertanya.
"Ya" jawab kawannya "Aku memang merasa aneh"
"Jika demikian, kita wajib menyelidiki. Mari kita
kembali ketempat yang aneh itu" ajak yang lain.
Keduanyapun kemudian kembali mendekati gedung
perbendaharaan. Namun keduanya dengan penuh
kesadaran mulai memperhatikan suasana.
Demikian mereka mendekati gedung perbendaharaan,
terasa angin semilir lembut. Dedaunan bergerak perlahanlahan
sementara udara yang segar menerpa wajah-wajah
mereka. "Disini aku mulai merasa kantuk" tiba-tiba saja salah
seorang diantara mereka berkata.
"Ya, tepat. Panggraitamu memang tajam sekali. Aku
tahu maksudmu. Tentu ada hal yang tidak wajar disini.
Atau disekitar tempat ini" sahut kawannya.
Demikianlah, maka keduanya menemukan sesuatu yang
mendebarkan. Apalagi ketika kemudian mereka memaksa
diri untuk semakin mendekat.
Ilmu Sirep itupun sudah menjadi semakin lemah,
sementara sumber ilmu itupun telah tidak ada lagi ditempat.
Karena itu, maka kedua orang yang telah berusaha untuk
tetap menyadari keadaan dirinya itupun menemukan
kawan-kawannya yang sedang bertugas telah tertidur.
Dengan serta merta, maka kedua orang itupun telah
berusaha membangunkan kawan-kawan mereka yang
tertidur itu. Betapa sulitnya, namun usaha itupun telah berhasil.
Beberapa orang yang bertugas itu telah terbangun.
Sementara seorang diantara kedua orang peronda itu
berkata "Aku akan melaporkan hal ini kepada Ki Lurah"
"Pergilah. Tetapi jangan tertidur di halaman " pesan yang
lain. Ternyata peronda itupun berlari, agar ia tidak disergap
oleh perasaan kantuk yang mungkin akan sulit untuk
diatasinya. Laporannya telah menggemparkan gardu peronda.
Lurah prajurit yang sedang bertugaspun telah dengan
serta merta pergi ke gedung perbendaharaan. Mereka
memang masih merasakan sisa-sisa ilmu sirep itu. Namun
kekuatannya sudah menjadi semakin lemah.
"Apakah kalian telah tertidur?" bertanya Lurah prajurit
itu kepada para penjaga. "Ya Ki Lurah" jawab para prajurit itu dengan jujur
"Kami tidak dapat menghindarkan diri. Kami tidak
menyadari bahwa hal itu akan terjadi, sehingga kami sama
sekali tidak dapat melawannya.
Ki Lurah memperhatikan selarak pintu gedung
perbendaharaan itu Selarah pintu itu masih terpasang
sebagaimana sebelumnya. Namun Lurah prajurit itu tidak
tahu pasti apakah selarak itu pernah dibuka. Tetapi Ki
Lurah itu tidak berani membukanya dan melihat isi gedung
perbendaharaan itu. Dengan demikian, maka yang dilakukan Ki Lurah
kemudian adalah melaporkan kepada petugas yang
Petualang Asmara 13 Pendekar Pulau Neraka 48 Perempuan Bertopeng Emas Sungai Lampion 2
^