Pencarian

Rahasia Taman Kematian 2

Raja Naga 04 Rahasia Taman Kematian Bagian 2


Kepala orang berpakaian hitam panjang itu menegak. Sorot matanya tetap tajam.
Tetapi keningnya berkerut.
"Diracuni oleh muridnya sendiri"
Astaga! Apa yang terjadi?" desisnya dalam hati. Tetapi di lain saat dia sudah
men- dengus gusar. Kemudian bentaknya, "Kau pandai memutar omongan Peramal Sakti!"
"Aku mengatakan apa adanya! Baik-lah... kuulangi lagi pertanyaanku tadi!
Apakah kau sudah meneliti bekas pukulan yang menewaskan muridmu"!"
"Jangan mengajariku!"
"Aku hanya ingin mencari kebenaran hingga urusan ini tak berkembang menjadi
kesalahpahaman! Kalau memang terbukti murid Dundung Kali yang melakukannya...
itu bukanlah tanggung jawab Ki Dundung Kali, karena dia sudah tak dianggap lagi
sebagai seorang murid! Berarti... semua tin-dakannya sudah menjadi tanggung
jawabnya sendiri! Dan kalau bukan dia yang melakukannya, kau telah salah
tempat!" "Peduli setan dia atau bukan yang melakukannya! Aku hanya tahu kalau muridku
pergi bersama Karna Dirga!"
"Terlepas dari semua itu... jawab-lah pertanyaan ku!"
Dadu Ganggang yang agak sedikit me-redakan kemarahannya karena mendengar ka-ta-
kata Peramal Sakti sebelumnya, mengarahkan pandangannya ke tempat lain.
Lalu dengan suara angkuh dia berka-ta, "Dada muridku jebol dan jantungnya
hangus! Sekujur tubuhnya pun menghitam!"
"Coba kau ulangi sekali lagi?" desis Peramal Sakti dengan kening berkerut.
Serta merta Dadu Ganggang mengarah-
kan tatapan menusuk pada Peramal Sakti.
"Apakah kau mendadak menjadi tu-li"!"
Peramal Sakti tersenyum. Di pihak lain Ki Dundung Kali menghela napas lega.
Peramal Sakti berkata, 'Kau rupanya belum mengetahui tentang kehebatan ilmu
"Menggiring Awan Hitam'. Atau... kau berlagak sudah melupakannya?"
"Apa maksudmu dengan berlagak melupakannya"!"
"Sasaran dari ilmu 'Menggiring Awan Hitam" memang dada yang akan jebol bila
terhantam! Kehebatan dari ilmu itu, akan membikin sekujur tubuh orang yang
terhantam akan menghitam! Tetapi... jantungnya tidak akan hangus kendati dada
adalah sasaran utamanya...."
Mendengar penjelasan itu, Dadu
Ganggang tersentak kaget. Bahkan dia sampai surut satu langkah.
"Astaga! Aku baru ingat akan hal itu! Ilmu "Menggiring Awan Hitam' tak akan
membuat hangus jantung!" desisnya dalam hati.
Peramal Sakti menyambung, "Berarti sudah jelas kalau bukan bekas murid Ki
Dundung Kali yang melakukannya?"
Dadu Ganggang tak buka suara. Wa-
jahnya kini kelihatan sedikit malu.
Ki Dundung Kali berkata, "Kau sudah mendengar kenyataan yang ada, bukan" Dan
kurasa... kau sudah salah tempat, Sobat...."
Kembali Dadu Ganggang merapatkan
mulutnya. Dia hanya memandang keduanya ber-
gantian. Saat lain dia berkata, tetapi suaranya sudah tak sekeras tadi, "Kalau begitu...
siapakah yang telah membunuh muridku?"
"Itu yang harus diselidiki!"
"Lantas... di mana muridmu sekarang?"
"Setelah dia meracuniku... dia menghilang tak tahu ke mana...."
"Dundung Kali! Aku ingin tahu apa sebabnya muridmu meracuni mu"!"
Ki Dundung Kali menarik napas pendek. Dia memandang Peramal Sakti seolah meminta
pendapat. Yang dipandang menganggukkan kepala. Kemudian Ki Dundung Kali segera
menceritakan apa yang terjadi.
Dadu Ganggang terdiam setelah Ki
Dundung Kali selesai bercerita. Sementara itu Peramal Sakti membatin,
"Berarti ramalanku yang mengatakan kalau Pengemis Pincang dibantu seseorang,
adalah Demit Merah, yang ternyata murid Dadu Ganggang."
"Dundung Kali... baru kali ini kudengar tentang Taman Kematian! Tetapi...
tentang Kain Pusaka Setan telah kudengar
lama! Bila aku tak salah, kain penyebar maut itu adalah milik si Durjana
Kayangan yang kalian kalahkan dulu! Lantas... apakah maksud murid mu mengajak
muridku pergi ke sana"!"
"Secara pasti aku tak bisa menjawabnya, karena aku sama sekali tidak ta-hu! Dan
sekarang, memang tak ada yang perlu ditutupi lagi! Sekian lama aku dan Peramal
Sakti mencoba melupakan dan mengubur rapat-rapat tentang Kain Pusaka Setan yang
kami kuburkan di sebuah tempat!
Kami pula yang menamakan tempat itu dengan nama Taman Kematian! Karena khawatir
suatu ketika ada orang yang akan menemukan tempat itu dan secara tak sengaja
mendapatkan Kain Pusaka Setan, maka kami letakkan satu tenaga rahasia di sana!
Saat itu aku dan Peramal Sakti berdebat cukup sengit, mengingat bila seseorang
tak sengaja mencabut tangkai mawar berkuntum tiga, maka dia akan celaka. Tetapi
kala itu, kami memutuskan untuk tetap melakukannya! Mengorbankan nyawa seseorang
lebih baik ketimbang puluhan orang akan menjadi celaka akibat teror Kain Pusaka
Setan! Di saat Durjana Kayangan berhasil kami bunuh, kami menemukan butiran
berlian yang sangat banyak! Kain Pusaka Setan kami jadikan sebagai pembungkus
berlian-berlian itu!!"
Dadu Ganggang lagi-lagi terdiam.
Kakek berpakaian hitam ini sudah tak sekeras tadi suaranya. Tetapi parasnya
masih menyiratkan kemarahan tinggi.
Didengarnya lagi kata-kata Ki Dundung Kali, "Besar dugaanku, kalau muridmu lah
yang diminta oleh murid ku untuk mencabut tangkai mawar berkuntum tiga!
Karena... muridmu tentunya memiliki ilmu
'Tapak Sepuluh'".
Dadu Ganggang masih terdiam. Napasnya terdengar agak memburu dengan dada naik
turun. Kemudian katanya pada Ki Dundung Kali, "Dundung Kali! Kau tadi mengatakan
kalau kau sudah tak anggap lagi Karna Dirga sebagai muridmu! Berarti...
membunuhnya pun tak jadi masalah yang besar!"
"Itu urusanmu! Hanya saja... mengapa kau hendak membunuhnya" Padahal kau sudah
tahu kalau bukan dia yang telah membunuh muridmu"! Aku memang akan menca-rinya
untuk meminta pertanggungjawaban atas perlakuannya, tetapi tidak untuk
membunuhnya!"
"Karena... dialah yang mengajak muridku untuk mencari Kain Pusaka Setan!"
"Aku yakin... Pengemis Pincang tak pernah mengatakan soal Kain Pusaka Setan!
Karena bila dia mengatakannya, sudah tentu Demit Merah akan merebutnya! Jadi
dugaanku... muridmu dibujuknya dengan berlian-berlian yang banyak itu!"
"Keparat! Kau hendak mengatakan muridku seorang yang tamak"!" bentak Dadu
Ganggang dengan mata seperti hendak melompat keluar. "Aku tak berkata demikian!"
Dadu Ganggang menggeram dingin.
"Dundung Kali! Kuharap semua kete-ranganmu ini memang benar! Karena bila kelak
terjadi kesalahan dari ucapanmu ini, jangan salahkan aku untuk datang ke-padamu
membawa urusan!"
Habis ucapannya, kakek itu mencabut tongkatnya yang amblas ke tanah tadi.
Terdengar suara 'brol' yang cukup keras dan tanah seketika membubung sepinggang-
nya. Lalu dipandanginya Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti bergantian. Kejap
berikutnya, dia sudah bergerak dengan langkah lebar dan dengusan keras. Saat
melangkah, terbayang ketika dia menemukan mayat muridnya yang kemudian
dikuburnya. Dan semua itu membuatnya semakin gusar.
Sepeninggal Dadu Ganggang, Ki Dundung Kali berkata, "Sobat... ramalan mu memang
luar biasa. Kau mengatakan akan terjadi urusan yang besar dan runyam.
Urusan pertama sudah datang dibawa Dadu Ganggang. Bila saja atau kau salah
bicara, tak mustahil akan terjadi kesalahpahaman...."
Kakek berkuncir kuda itu mengge-
leng-gelengkan kepalanya. Sambil mengusap-usap jenggot putih panjangnya, dia
berkata, "Muridmu memang tak pantas di maafkan. Bila aku memiliki murid seperti
itu, membunuhnya pun aku tak menyesal...."
Ki Dundung Kali tak menjawab.
"Ku benarkan apa yang di inginkan oleh Dadu Ganggang. Tetapi kesalahan tak
sepenuhnya berada pada muridmu. Kesalahan justru berpulang pada kita, kau dan
aku, yang telah menceritakan tentang Kain Pusaka Setan yang membungkus berlian-
berlian milik Durjana Kayangan padanya...."
Ki Dundung Kali perlahan-lahan menarik napas panjang.
"Sobat... aku bertanggung jawab sepenuhnya atas urusan ini. Tetapi seperti yang
telah kau ramalkan, kalau Kain Pusaka Setan tak lagi berada di tangan murid ku.
Aku justru punya dugaan, kalau orang yang telah merebut Kain Pusaka Setan itulah
yang telah membunuh murid Dadu Ganggang...."
Peramal Sakti mengangguk, tetap
sambil mengusap-usap jenggot putihnya.
"Aku pun punya pikiran yang sama.
Mengingat ciri khas dari Kain Pusaka Setan bila telah mengenai korbannya. Tubuh
korbannya akan hangus seluruhnya."
Habis itu tak ada yang mengeluarkan
suara. Sehelai daun gugur melayang dan jatuh di atas tanah. Peramal Sakti menen-
gadah. Memandang ke langit yang cerah.
Tanpa menoleh pada kakek berpakaian merah penuh tambalan itu, dia berkata,
"Dundung Kali... kita berangkat sekarang...."
* ** ENAM BOMA Paksi yang mengikuti ke mana perginya Pengemis Pincang yang sedang mengejar
si Bayangan Kuning, menghentikan langkahnya di sebuah persimpangan. Sejak tadi
malam dia sudah tak lagi melihat sosok Pengemis Pincang maupun si Bayangan
Kuning. Si Bayangan Kuning yang diduga oleh murid Dewa Naga ini adalah seorang gadis
berparas jelita, ternyata memiliki ilmu lari yang luar biasa. Karena dalam waktu
singkat saja dia sudah berhasil meninggalkan Pengemis Pincang yang menghentikan
larinya sembari menyumpah-nyumpah. Raja Naga yang berada di belakangnya, tak mau
menghentikan larinya. Dia tak menghiraukan Pengemis Pincang. Anak muda bersisik
coklat dari jari jemari hingga sikunya itu terus berusaha menyusul si Bayangan
Kuning. Namun sampai hari menjadi siang seperti ini, dia pun kehilangan jejak orang yang
dikejarnya. Raja Naga menarik napas panjang.
Matanya yang bersinar angker dan dapat membuat orang ciut bila menatapnya, di-
edarkan ke sekelilingnya.
"Heemm... ke mana perginya gadis berpakaian kuning itu" Larinya seperti setan!
Sungguh luar biasa!" desisnya pelan. Lalu dia melangkah ke depan. Indera
penglihatan dan pendengarannya di tajam-kan. "Pengemis Pincang bisa jadi sudah
menderita batin sekarang!
Dia yang berusaha membujuk Demit
Merah dan berlaku bodoh dengan bersikap mengalah dan ketakutan, kini harus gigit
jari karena benda yang diinginkannya telah direbut orang. Ah, menilik
kedahsyatan Kain Pusaka Setan... aku khawatir kalau si gadis berpakaian kuning
akan mem-pergunakannya untuk tindakan makar.
Atau... dia bertindak atas suruhan orang lain" Ah... aku tak bisa menduga-duga
sebelum mendapat kepastian."
Baru saja selesai ucapannya, Raja Naga tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Sepasang
matanya yang tajam memandang ke depan. Dua sosok tubuh sedang melangkah
mendekatinya. Yang seorang tertawa-tawa manja, sementara yang seorang lagi
sedang berkata, "Wah! Kau ini pelit amat"! Masa'
aku mencowel pantatmu yang mumbul itu sa-ja tidak boleh" Atau... kau ingin
gunung kembarmu itu yang kucowel"!"
"Ih! Kau ini! Seharusnya berkaca dulu! Lihat wajahmu yang sudah keriputan
seperti itu!"
"Busyet! Kau ingin kubantu atau tidak" Kalau ingin... ayo, sinikan pantat
mumbulmu itu! Masih untung kucowel pakai tangan! Coba kalau pakai.."
"Pakai apa?"
"Eh! Nantang ya"! Kucowel gunungmu saja deh! Wadaouuuuww! Lembut amat! Lagi,
lagi ah!" "Sttt!! Kau tidak lihat di depan itu" Malu!"
Raja Naga yang memperhatikan tingkah laku kedua orang yang baru datang itu,
mengerutkan keningnya. Matanya yang bersinar angker memandang tak berkedip.
Kakek bertelanjang dada yang mem-
perlihatkan tulang belulang tubuhnya, langsung melotot ke arahnya.
"Busyet! Hei, anak muda! Menyingkir kau dari sini! Kami ingin pakai tempat ini
untuk bersenang-senang!"
Boma Paksi tak buka mulut. Keangkeran matanya sangat menusuk.
Melihat si pemuda di hadapannya tak menyahut, si kakek berambut putih acak-
acakan yang beriap sudah hendak membentak lagi. Mulutnya memang sudah membuka,
tetapi tak ada suara yang keluar. Justru kedua matanya yang membelalak lebar.
"Gila! Tatapannya! Seperti ada satu kekuatan yang dapat mempengaruhi
seseorang"!"
Sementara itu, perempuan setengah baya yang berwajah jelita dan bertubuh sintal
laksana seorang penari jaipong, juga mengalami hal yang sama. Dia tak berkedip
memandang sinar angker dari mata pemuda berompi ungu di hadapannya.
"Seumur hidupku... baru kali ini kulihat tatapan yang sangat mengerikan seperti
itu. Dan kedua lengannya sebatas siku" Astaga! Bersisik coklat yang agak terang!
Gila! Padahal parasnya sedemikian tampan! Tetapi sorot matanya sangat angker
menusuk!" Si kakek bertelanjang dada yang beberapa saat terperangah melihat sorot ma-ta
angker milik pemuda di hadapannya, mendadak mendengus.
"Anak muda! Apakah kau tuli dan bi-su hingga tak bisa mendengar dan menjawab
pertanyaan orang"! Atau... kau terpesona melihat tubuh indah dengan buah dada
se-besar pepaya ini"!"
Raja Naga mendengus dingin.
"Kakek tanpa baju! Kau katakan hendak mencari tempat untuk bersenang-
senang, silakan! Tapi jangan usik kete-nanganku!"
"Astaga! Suaranya begitu dingin!
Sedingin tatapan angkernya!" desis si kakek bertelanjang dada. Tetapi karena
yang berucap itu seorang anak muda yang baru dikenalnya, si kakek sudah
menggeram, "Setan bersisik! Lidahmu tajam juga bila bicara! Menyingkir dari sini!
Menyingkir kataku!!"
Raja Naga tak bergeming dari tem-
patnya. Murid Dewa Naga ini memang memiliki sifat yang keras. Dia sudah tak suka
melihat kemunculan kedua orang itu diha-dapannya. Terlebih lagi si kakek sudah
melontarkan ucapan yang tak enak didengar.
Merasa didiamkan orang, mendidih
darah kakek tanpa baju itu. Tetapi dia urung bicara, karena perempuan yang tubuh
sintalnya ditutupi kain panjang berwarna keemasan yang terbuka sebatas bagian
tengah payudara besarnya, yang mau tak mau menyembul keluar, sudah buka mulut,
"Anak muda... maafkan sikap saha-batku ini. Dia memang sudah senewen bila hendak
menggeluti tubuhku. Jadi... dia bersikap seperti itu... Harap kau maklumi
saja...." Ucapan bernada kotor dari si perempuan yang puncak dan belahan bukit gem-palnya
dipamerkan tanpa risih, membuat
Raja Naga mendengus.
"Mungkin kau tak pernah punya pakaian yang lengkap, hingga kau membiarkan mata
leluasa memandang tubuhmu!"
"Kunyuk!" si kakek yang membentak.
"Mulutmu bicara begitu, tetapi hatimu justru mengharapkan agar dia mau
menurunkan lagi sedikit pakaiannya! Hingga kau dapat melihat semuanya dengan
jelas!" Raja Naga mengertakkan rahangnya.
"Manusia-manusia cabul ini akan bikin runyam urusan. Lebih baik aku menyingkir
dari sini...."
Memutuskan demikian, murid Dewa Na-ga ini berkata, "Kurasa sudah cukup kita buka
percakapan! Kalian bisa meneruskan apa yang kalian inginkan"!"
"Apakah kau tak ingin ambil bagian?" ucap si perempuan tiba-tiba. Dia maju dua
langkah ke muka. Saat melangkah, terlihat belahan panjang pakaian yang
dikenakannya sebatas pangkal paha sedikit membuka. Bukan hanya sepasang paha
gempal halus mulus yang terlihat, sesuatu yang ditutup kain warna merah jambu
sekilas terpampang di mata Raja Naga.


Raja Naga 04 Rahasia Taman Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukannya Raja Naga yang menyahut, si kakek sudah berseru, "Lara Dewi! Apa-apaan
kau mengajaknya untuk bergabung, hah"! Apakah kau tidak puas dengan apa yang
kuberikan"!"
Perempuan mesum berpayudara besar
yang gempal dan mulus itu, mencolek dagu si kakek yang ditumbuhi jenggot jarang
dan kasar. "Mengapa harus berucap keras seperti itu" Siapa bilang aku tak puas dengan apa
yang kau berikan"!"
Si kakek tertawa senang. Matanya
dimeram-pejamkan menikmati colekan Lara Dewi. Lalu dengan nakalnya, ganti dia
yang mencolek. Bukan dagu Lara Dewi yang menggantung indah, melainkan belahan
bukit kembarnya.
"Amboooiii!!" serunya kegirangan.
Raja Naga mendengus. Dia tak mau
lagi melihat pemandangan yang menjengkel-kannya. Tanpa bicara apa-apa, pemuda
yang kedua tangannya sebatas siku bersisik coklat itu sudah berbalik dan
melangkah. "Tunggu!"
Ucapan si perempuan mesum itu membuat Raja Naga menghentikan langkahnya.
Tetapi tidak memutar tubuhnya.
"Kalian memintaku menyingkir dari sini, tetapi menahanku sekarang! Ada urusan
apa lagi"!"
"Anak muda... kau tak perlu gusar seperti itu" Sahabatku ini memang suka kasar
kalau bicara! Tetapi sesungguhnya dia baik hati, terbukti mau membantuku untuk
menyelesaikan urusan...."
"Aku bukanlah orang yang suka membantu dengan imbalan sesuatu! Tetapi buat
kakek tanpa baju itu, dengan imbalan tubuhmu, melompat ke jurang paling dalam
pun akan dilakukannya seperti kerbau di-cucuk hidung!"
"Ih! Mengapa bicaramu seketus itu?"
sahut Lara Dewi sambil tersenyum. "Aku tak meminta bantuanmu... tetapi aku ber-
harap kau dapat menjawab pertanyaanku...."
"Aku bukanlah orang yang pantas dijadikan sebagai tempat bertanya!"
Perempuan berpakaian keemasan yang terbuka hingga pangkal paha dan bila
melangkah menampakkan sesuatu yang tersembunyi yang dibalut dengan kain merah
jambu ini, tak mempedulikan sahutan Raja Na-ga.
Dia mengajukan pertanyaan, "Pertama... siapakah namamu" Melihat gayamu tentunya
kau adalah orang rimba persilatan. Berarti kau punya julukan .."
"Tak semua orang rimba persilatan punya julukan! Maaf... masih ada yang harus
kuselesaikan....
"Jawab pertanyaannya bila kau masih ingin melihat matahari esok pagi!!" suara
tajam dan keras itu menggelegar.
Raja Naga mengertakkan rahangnya.
Lalu perlahan-lahan berbalik. Terlihat sisik-sisik coklat yang terdapat pada
kedua tangannya sebatas siku, agak menyala terang.
"Aku tak pernah menginginkan urusan menjadi runyam!"
"Bagus! Jawab pertanyaannya!" bentak si kakek tajam. Matanya mencoba membalas
tatapan angker Raja Naga. Tetapi tiga tarikan napas berikutnya dia sudah
mengarahkan pandangannya ke bagian lain dengan mulut berkemak-kemik gusar.
"Bila kalian memaksa juga, aku akan menjawab. Namaku Boma Paksi! Aku dijuluki
Raja Naga!"
"Huh! Julukan keren tetapi aku yakin hanya kosong melompong!!" sahut si kakek.
Raja Naga tak mempedulikannya.
"Apa yang kalian inginkan sudah kulakukan! Berarti... aku..."
"Tunggu!" seru Lara Dewi sambil tersenyum. Dadanya sengaja digoyangkan.
Payudaranya yang nampak sesak karena kain panjang keemasan yang dikenakannya
begitu kelat, sedikit bergerak seolah mencari ruang yang lebih terbuka. Gerakan
payuda-ranya itu sungguh menggiurkan.
Si kakek sudah menjulurkan lidah-
nya. Lalu dengan nakal menyelipkan tangan kanannya ke balik bukit kembar sebelah
kiri. Kemudian ditariknya dan segera di-cium-ciumnya.
"Wangi...."
Lara Dewi tak menghiraukan tindakan si kakek. Dia berkata pada Boma Paksi,
"Raja Naga... aku ingin bertanya lagi padamu! Kenalkah kau dengan orang yang
berjuluk Peramal Sakti dan Ki Dundung Kali?"
"Kedua nama itu pernah kudengar da-ri mulut Pengemis Pincang dan Demit Merah.
Tetapi aku belum pernah berjumpa dengan keduanya. Hemmm... ada maksud apa
perempuan mesum itu menanyakan mereka?"
Habis membatin demikian, pemuda
tampan bersorot mata angker ini menggeleng, "Aku tak mengenal kedua orang yang
kau sebutkan!"
"Kalau begitu... bila kau bertemu dengan keduanya atau salah seorang dari
mereka, maukah kau untuk menyampaikan pe-sanku?"
"Bila aku berjumpa dengan mereka...." "Katakan... aku Lara Dewi dan sa-habatku
ini Setan Gemolong... datang untuk mencari keduanya...."
"Dengan pertanyaanmu tadi, aku sudah tahu kalau kau dan kakek tanpa baju itu
sedang mencari mereka!"
Sepasang mata Lara Dewi menyipit
mendengar ejekan pemuda di hadapannya.
"Aku belum selesai bicara!" suaranya mendadak menggelegar.
"Bila kau belum selesai, silakan kau teruskan!"
"Katakan pada mereka... aku akan menuntut balas tindakan yang mereka lakukan
terhadap kakak kandungku, si Durjana
Kayangan!"
Raja Naga tak segera bicara. Tatapannya tetap angker pada keduanya.
Setan Gemolong mendesis, "Lara De-wi... sudahlah... untuk apa kau berkata
demikian pada tikus got itu! Ayo! Aku sudah tidak tahan! Barangku sudah turun
naik nih!"
Lara Dewi melirik, tatapannya ta-
jam. "Bila saja aku tak membutuhkan ban-tuannya, mana sudi aku diperlakukan seperti
ini!" geramnya dalam hati.
Lalu katanya, "Apakah kau tak bisa tahan sedikit saja?"
"Bagaimana aku bisa tahan kalau gunung kembar itu pun sudah melambai-lambai
padaku"!"
Lara Dewi tersenyum dingin. Kemu-
dian mengarahkan pandangannya pada pemuda tampan di hadapannya.
"Raja Naga... mengapa kau tak bicara?"
"Lara Dewi... aku tak mau campuri urusanmu! Karena, aku sendiri masih punya
urusan yang harus kuselesaikan!"
Perempuan setengah baya yang masih memiliki tubuh sintal dan padat itu men-
gembangkan senyuman sinis.
"Kau memang terlalu banyak tingkah, Raja Naga! Tindakanmu sudah kelewat batas!"
"Aku tak pernah menyukai orang-orang yang bersikap tanpa memakai otak!"
"Keparat!! Setan Gemolong! Bila kau ingin meniduri ku lagi... bunuh pemuda itu!"
Kakek tanpa baju itu segera men-
gangkat kepala.
"Bagus! Sejak tadi aku memang sudah ingin membunuhnya!"
Kejap berikutnya, tangan kanannya sudah didorong ke depan. Seketika menggebrak
gelombang angin memutar yang menye-ret tanah dan ranggasan semak. Suara
bergemuruh seketika menggebah. Dan kejap itu pula gelombang angin memutar tadi
mengeluarkan letupan. Seperti ada tenaga yang menyentak, gelombang angin itu
naik ke atas. Menyebar dan meluruk turun dengan ganasnya laksana air hujan!
* ** TUJUH KALAU Lara Dewi tersentak kagum
disertai decakan, Raja Naga menjerengkan mata. Kepalanya didongakkan, melihat
gemuruh angin yang meluruk turun laksana hujan. Dengan kecepatan luar biasa,
pemuda yang lengannya coklat itu menghindar ke samping kanan.
Letupan terdengar berulang-ulang, disertai muncratan tanah ke udara silih
berganti. Dan yang mengejutkan, serangan yang dilancarkan Setan Gemolong
ternyata tak berhenti di sana. Dari muncratan tanah yang menghalangi pandangan,
tiba-tiba menyeruak gelombang angin yang menyusur tanah!
"Hemm... si kakek rupanya memang ingin membunuhku!" desis Raja Naga dengan
tatapan yang kian angker. Kejap itu juga dia menghentakkan kaki kanannya di atas
tanah. Terdengar suara letupan kecil, disusul dengan gelombang tanah yang bergerak
dahsyat dengan memperdengarkan suara keras. Bertemunya angin yang menyusur tanah
dengan tanah yang bergerak itu mengaki-batkan letupan keras terjadi.
Blaaaammm!! Tanah di mana bertemunya dua tenaga dahsyat itu seketika rengkah dan muncrat
setinggi satu tombak! Tatkala sirap kembali di atas tanah, terlihat sosok Raja
Naga agak surut satu langkah ke belakang.
Tubuhnya berdiri kaku. Sorot matanya kian
angker dan sisik-sisik coklat sebatas sikunya menjadi lebih terang!
Di pihak lain, Setan Gemolong tak bergeser dari tempatnya. Tetapi tubuh kakek
tanpa baju ini bergetar hebat. Di
kertakkan kedua tangannya. Lamat-lamat terlihat getaran pada tubuhnya melemah.
Matanya memandang tajam ke depan.
Sementara itu Lara Dewi diam-diam kembangkan senyum.
"Dengan kemampuan yang dimiliki Setan Gemolong, aku yakin kalau dua musuh
besarku yang telah membunuh kakak kandungku akan mampus dengan mudah! Berarti,
tak sia-sia ku korbankan tubuh mulus ku ini padanya...."
Tatapan tajam Setan Gemolong terus mengarah pada Raja Naga yang terdiam dengan
sorot mata angker. Lamat-lamat terlihat mulut si kakek berambut acak-acakan itu
membuka. "Aku mengenal serangan yang kau lakukan, Anak muda!"
"Bagus kalau kau mengenalnya!"
"Hanya seorang saja di muka bumi ini yang memiliki ilmu 'Barisan Naga Penghancur
Karang'! Katakan padaku, ada hubungan apa kau dengan kakek tukang ken-tut
berjuluk Dewa Naga"!"
Kalau Raja Naga hanya perlihatkan senyuman sinis, kepala Lara Dewi menegak.
"Gila! Apakah Setan Gemolong tak salah berucap" Dewa Naga" Bukankah dia kakek
penghuni Lembah Naga yang namanya begitu disegani oleh lawan maupun kawan"!"
"Setan Gemolong!" seru Boma Paksi.
"Bila kau bertanya demikian, sudah tentu aku akan menjawabnya! Dewa Naga adalah
guruku! Kau puas dengan jawabanku itu"!"
Di luar dugaan Setan Gemolong ju-
stru mengeluarkan makian keras. "Terkutuk! Lama kucari tak pernah berjumpa! Dan
sekarang... aku berjumpa dengan muridnya!
Bagus! Kau harus membayar semua hutang-hutang gurumu itu!"
Belum habis makiannya terdengar,
Setan Gemolong sudah melompat ke muka.
Tangan kanan kirinya dikibaskan berulang-ulang. Gelombang angin mengerikan
mendahului gebrakannya.
Raja Naga terdiam sesaat. Murid De-wa Naga ini memperhitungkan dulu apa yang
akan terjadi. Kejap lain dia sudah mengangkat kaki ke samping kiri, bersamaan
dengan itu didorong kedua tangan kanan kirinya.
Blaaamm! Lagi letupan keras terjadi. Raja
Naga goyah dan surut ke belakang. Pada saat itu Setan Gemolong sudah meluncur ke
depan. Plaak! Dalam keadaan agak goyah Boma Paksi masih dapat menahan jotosan Setan Gemolong.
Sesaat tubuhnya agak goyah. Di se-berang, Setan Gemolong merasakan tangan
kanannya yang membentur tangan kanan si
pemuda yang bersisik coklat hingga siku itu agak bergetar.
"Astaga! Tangannya memiliki satu kekuatan tinggi!
Dan nampaknya kekuatan itu bukan
berasal dari tenaga dalamnya! Melainkan... hemm, bisa jadi berasal dari sisik-
sisik coklat sebatas sikunya! Keparat! Aku harus berusaha untuk tidak membentur
kedua tangannya!"
Kemudian dengan gerakan yang sukar diikuti mata, Setan Gemolong melancarkan
serangan kembali!
Buk! Jotosannya sudah menghantam perut Raja Naga yang membuatnya terbanting di atas
tanah! "Ternyata kau belum sepenuhnya menguasai seluruh ilmu Dewa Naga! Tetapi...
tak bisa membunuh kakek itu membunuh muridnya pun tak percuma!" seru Setan
Gemolong seraya menerjang kembali. Di mengulangi lagi serangan yang pertamanya
tadi. Raja Naga tak mau lagi menghindar.
Biarpun perut nya terasa mulas, tetapi pemuda berompi ungu itu sudah cepat
berdiri kendati agak goyah. Begitu gelombang angin berputar tadi mendadak naik
ke atas, menyebar dan turun laksana hujan, Raja Naga sudah mengangkat kedua
tangannya! Ilmu 'Kibasan Naga Mengurung Lautan
sudah dilepaskan!
Letupan keras beberapa kali terdengar di udara. Habis menahan serangan lawan,
sosok Raja Naga tiba-tiba saja men-celat ke arah Setan Gemolong. Gerakannya kail
ini benar-benar sukar diikuti mata, seperti menyusup di antara kegelapan.
Setan Gemolong masih sempat melihat gerakan lawan, namun sebelum dia melakukan
tindakan apa apa tahu-tahu...
Desss!! Tubuhnya sudah terhuyung ke bela-
kang. Bila saja dia tidak segera menje-jakkan kaki kanannya di atas tanah, tak
mustahil tubuhnya akan terbanting.
"Hamparan Naga Tidur'!" serunya dingin.
Di pihak lain, Raja Naga agak goyah kembali. Dia tergontai-gontai ke belakang.
Mendadak terdengar suara 'breeet'!
yang cukup keras. Suara yang berasal dari kibasan kain panjang Lara Dewi.
Sosoknya sendiri sudah melesat ke arah Raja Naga!
Merasakan adanya gelombang angin
yang siap menghantamnya, pemuda bersisik coklat itu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangannya. Dia meliuk sedikit sebelum memapaki jotosan Lara
Dewi. Plak! Plak! Benturan tadi itu membuat Lara Dewi terkejut. Karena tangan kanan kirinya di-
rasakan ngilu. Tetapi dia cepat melancarkan serangan susulan.
Raja Naga cepat merundukkan kepa-
lanya karena kaki kiri Lara Dewi sudah melayang ke arah kepalanya.
Wuuuttt! Kesiur angin yang ditimbulkan dari tendangan kaki kiri si perempuan menerpa
wajah Boma Paksi yang seketika merasa pe-rih. Lalu...
Buk! Perutnya kembali terhantam. Tendangan kaki kanan Lara Dewi sudah mampir di sana!
"Lara Dewi! Tahan! Dia adalah ba-gianku!" Perempuan berkain keemasan yang
perlihatkan sebagian besar bagian atas buah dadanya, menghentikan gerakannya.
Dia mengerling manja pada Setan Gemolong.
"Kau akan membantuku untuk membunuh Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti! Sekarang
aku pun harus membantumu!"
"Dengan imbalan tubuh yang sintal padat itu, sudah cukup bagiku sebagai alasan
untuk membantumu! Menyingkir!"
Lara Dewi hanya tersenyum, lalu melangkah agak menjauh. Saat melangkah, kain
panjang ke emasannya berkibar dan memperlihatkan lagi sesuatu yang ditutupi kain
merah jambu. Di pihak lain untuk kesekian ka-
linya Raja Naga merasa sekujur tubuhnya
agak nyeri. Walaupun dia merasakan kenye-rian itu, tetapi tatapan angkernya
tetap bersorot tajam.
"Mereka menginginkan nyawa Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti! Aku memang belum
mengenal keduanya! Kakak kandung Lara Dewi yang berjuluk Durjana Kayangan,
tentunya punya urusan yang sangat serius dengan kedua orang itu! Hemm... apakah
ini berkaitan dengan Taman Kematian"
Atau... berhubungan langsung dengan Kain Pusaka Setan"!"
Selagi pemuda gagah dari Lembah Na-ga itu membatin, Setan Gemolong sudah
membentak, "Raja Naga! Bertahun-tahun lamanya aku mencari gurumu yang pernah
menyakiti hatiku! Karena perempuan yang kucintai justru berpaling padanya!"


Raja Naga 04 Rahasia Taman Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar seruan itu membuat kening Raja Naga berkerut.
"Lagi-lagi urusan cinta! Tak kusangka kalau Guru juga mengalami persoalan itu!"
desisnya dalam hati. Kemudian katanya, "Sebagai seorang murid, sudah tentu aku
harus membela guruku sendiri!
Nama besar guruku harus kujunjung tinggi!
Setan Gemolong, kau katakan kalau perempuan yang kau cintai justru beralih pada
guruku! Bukankah itu menandakan kalau perempuan yang kau cintai tidak
mencintaimu"!"
"Itu dikarenakan kehadirannya di
saat aku sedang berusaha mendapatkan cinta kasihnya!" desis Setan Gemolong
dingin. Wajahnya tegang kaku.
"Kalau begitu, tak seharusnya kau merasa gusar dan mendendam pada guruku, karena
toh perempuan itu tak mencintaimu!
Kalaupun kemudian perempuan itu berpaling cintanya pada guruku, itu adalah
haknya!" "Tetapi gurumu justru menyakiti hatinya!"
"Apa maksudmu dengan menyakiti hatinya"!" sahut pemuda yang kedua tangan sebatas
sikunya itu bersisik coklat dengan kening berkerut. Tatapannya tetap angker
menusuk. Setan Gemolong menggeram dingin.
Sepasang rahangnya kaku. Kedua tangannya dikepalkan kuat-kuat. Lalu dengan suara
terdengar seperti dari dalam sumur dia menyahut, "Karena... ternyata gurumu
tidak mencintainya!"
"Astaga! Benar-benar bikin pusing urusan masa lalu guruku ini!" dengus Raja Naga
dalam hati. Lalu serunya, "Itu pun haknya, bukan"!"
"Tidak! Itu bukanlah haknya, tetapi itu adalah sebuah kesalahan! Perempuan yang
kucintai berpaling dari ku karena kehadirannya! Dan hingga saat ini merana
karena cintanya justru ditolak Dewa Na-ga!"
"itu artinya... kau mempunyai ke-
sempatan untuk mendapatkan cintanya kembali"!"
"Bila mudah kulakukan, sudah tentu aku tak menyimpan dendam berkepanjangan pada
guru mu! tetapi... justru dengan keadaan yang dialaminya, perempuan yang
kucintai semakin dingin dan menjauh!"
sentak Setan Gemolong keras.
Raja Naga tak bicara lagi. Diperha-tikannya Setan Gemolong dalam-dalam.
"Tak kusangka kalau guru punya masalah cinta yang rumit. Setan Gemolong
mencintai si perempuan yang tak mencintainya, tetapi malah mencinta' guruku.
Tetapi justru guruku yang tak mencintai perempuan itu. Ah... bikin pusing kepala
saja...." Terdengar suara rahang dikertakkan.
"Kau harus membayar tindakan gurumu itu!
Kejap lain Setan Gemolong sudah menerjang ke arah Raja Naga. Yang diserang
segera melayani serangannya. Sadar kalau lawan setingkat dengan gurunya, Boma
Paksi melipatgandakan tenaga dalam dan melancarkan serangan-serangan berbahaya.
Tidak tanggung lagi, dia sudah mengeluarkan ilmu 'Naga Mengamuk'!
Suara gerengannya terdengar keras.
Melihat perubahan angin yang dah-
syat tatkala si pemuda melancarkan serangannya, Setan Gemolong pun melipatganda-
kan kecepatan dan kekuatannya.
Apa yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan. Pepohonan di sana bertumbangan
terhantam tangan kanan kiri Boma Paksi yang memang memiliki kekuatan tinggi.
Bahkan kedua lengannya itu dapat menahan senjata hebat sekalipun. Parasnya mere-
gang tegang. Tatapan matanya dingin dan bertambah dingin. Sisik-sisik coklat
yang terdapat pada kedua tangan sebatas sikunya itu semakin terang menyala,
berki-lat-kilat.
Lara Dewi yang melihat serangan
mengerikan dari pemuda bersisik, mau tak mau berdebar juga dadanya.
"Hebat! Aku bisa memperkirakan kalau anak muda bersisik coklat itu mampu
mengimbangi serangan Setan Gemolong. Kalaupun gagal, mungkin dia kurang pengala-
man saja untuk menyiasati kelicikan Setan Gemolong! Hemm... aku tak ingin kakek
itu mampus sebelum apa yang kuinginkan tercapai! Sebaiknya... dia ku bantu
saja!" Memutuskan demikian, perempuan berpayudara besar itu sudah melesat ke depan.
Buah dadanya bergoyang-goyang menggiurkan. Kalau biasanya Setan Gemolong sudah
datang usilnya, kali ini dia tak mempedulikannya.
Menghadapi dua serangan yang dilancarkan sekaligus, mau tak mau membuat Ra-ja
Naga agak kewalahan. Menghadapi Setan
Gemolong saja belum tentu dia dapat mengatasinya. Kali ini sudah disusul dengan
serangan yang tak kalah berbahayanya dari Lara Dewi!
Amukan ganas dari ilmu 'Naga Mengamuk' membikin suasana menjadi kacau balau.
Ditingkahi dengan serangan berbahaya dari Setan Gemolong dan Lara Dewi, semakin
membuat tempat itu bertambah kacau.
Bahkan tak ubahnya sebuah kiamat
kecil sudah melanda tempat itu.
Pepohonan bertumbangan disertai
ranggasan semak yang berhamburan. Tanah sudah muncrat melebihi dua tombak.
Kendati pandangan sesekali terhadang oleh tanah-tanah itu tetapi serangan-
serangan berbahaya yang masing-masing dilancarkan secara gencar tak berkurang.
Raja Naga berpikir, "Aku bisa mati konyol menghadapi dua serangan berbahaya
sekaligus! Sebaiknya aku segera menyingkir dari sini! Urusan Kain Pusaka Setan
yang direbut oleh si bayangan kuning dari tangan Pengemis Pincang, masih sedikit
yang kuketahui! Aku memperkirakan justru bahaya lebih dahsyat akan terjadi yang
diakibatkan Kain Pusaka Setan!"
Memutuskan demikian, Raja Naga memikirkan cara yang tepat untuk loloskan diri.
Dia pun sudah lepaskan ilmu
'Barisan Naga Penghancur Karang" yang semakin membuat tanah berhamburan ke
udara. Sesekali dia juga melepaskan ilmu
'Hamparan Naga Tidur' yang kemudian disertai teriakan tertahan baik dari Setan
Gemolong maupun Lara Dewi.
Bahkan dia sudah memutar tubuhnya laksana pusaran baling-baling. Tanah makin
berhamburan ke udara dan menghalangi pandangan. Sadar bahaya yang akan muncul
tiba-tiba, membuat Setan Gemolong dan La-ra Dewi mundur. Mereka menunggu
serangan berikutnya dengan kesiagaan penuh.
Tetapi sampai hamburan tanah itu
sirap kembali dan tak menghalangi pandangan lagi, tetap tak ada serangan yang
datang. Menyusul terdengar geraman Se tan Gemolong sambil menghentakkan kaki
kanannya yang seketika amblas ke tanah!
"Terkutuk! Terkutuk! Pemuda itu cukup cerdik! Dia sengaja membikin tanah-tanah
sialan itu berhamburan hingga menghalangi pandangan! Maksudnya sudah jelas, agar
dia dapat mempergunakan kesempatan untuk meloloskan diri!"
Lara Dewi sesungguhnya juga kesal dengan lolosnya pemuda bersisik naga itu.
Tetapi di lain pihak dia
sudah tersenyum.
"Aku tak punya urusan dengan Raja Naga maupun Dewa Naga. Urusanku adalah untuk
membunuh Ki Pundung Kali dan Peramal Sakti. Dengan kemunculan Raja Naga, sudah
memberikan bayang-bayang yang jelas
kalau dengan bantuan Setan Gemolong seluruh urusanku akan tuntas dengan mudah.
Karena kesaktian Setan Gemolong sudah terbukti sekarang. Bila aku sendiri, belum
tentu aku dapat mengatasi pemuda bersisik coklat itu...."
Habis membatin demikian, dideka-
tinya Setan Gemolong yang masih dilanda kemarahan.
"Kau tak perlu gusar lagi... Biarkan pemuda itu pergi!"
Bila biasanya Setan Gemolong akan langsung timbul usilnya, kali ini dia hanya
melirik dingin. Tetapi tetap saja pandangannya menghujam pada bongkahan
'bola-bola' indah yang menggantung manja itu.
Lara Dewi menggayut pada bahunya.
"Dengan kepergiannya, malah kau tak banyak membuang tenaga. Karena siapa tahu
dia memberitahukan kemunculanmu ini pada Dewa Naga. Dengan kata lain, kau tak
lagi akan mematahkan rantingnya, tetapi langsung mencabut akarnya...."
Kata-kata Lara Dewi yang disertai kecupan kecil pada pipinya, menurunkan
kemarahan Setan Gemolong. Dadanya yang kurus tipis itu mulai mereda turun naik-
nya. "Kau betul... Aku sudah lama menunggu saat-saat ini. Dewa Naga harus mampus
kubunuh...."
"Bila memang kau mau melakukannya... mengapa kau tidak mendatangi Lembah Naga?"
Setan Gemolong hanya mendengus.
"Bila bukan orang yang memang sengaja diundang atau diizinkan masuk oleh Dewa
Naga, tak akan bisa orang lain menemukan Lembah Naga. Berulang kali aku mencoba
untuk menemukan di mana tempat itu, tetapi sampai setua ini pun aku belum
berhasil menemukannya...," desis Setan Gemolong dalam hati.
Lalu diliriknya wajah jelita berku-lit kencang itu. Kemudian diarahkan
pandangannya pada dada sesak yang memperlihatkan sebagian besar bagian atas dan
belahan indahnya. Sambil mendengus, tangan kurus Setan Gemolong masuk ke dalam
kain yang dikenakan Lara Dewi.
Si pemilik dada besar itu hanya
tertawa mengikik tatkala Setan Gemolong mengangkat tubuhnya dan membawanya ke
balik ranggasan semak.
* * * DELAPAN BAYANGAN kuning itu terus berkelebat dengan lincahnya. Melompati akar me-lintang
dan ranggasan semak belukar tanpa membuat dedaunan bergerak. Dia terus berlari
tanpa tanda-tanda akan menghentikan larinya.
Menjelang senja, bayangan kuning
ini sudah memperlambat larinya di dekat sebuah patung yang lebih tinggi sedikit
darinya. Patung itu terbuat dari batu yang sangat keras. Berwujud seorang lelaki
berparas kejam dengan kedua tangan dan kaki merapat pada tubuh. Sesaat si
bayangan kuning memandang patung itu sebelum kemudian melangkah bergegas.
"Dayang Kuning... kau sudah kembali! Bila kedatanganmu tak membawa hasil, lebih
baik siap serahkan kepalamu!"
Suara yang terdengar keras penuh
ancaman itu membuat sosok yang melangkah itu seketika menghentikan langkahnya.
Dia segera merangkapkan kedua tangannya, kepalanya agak ditundukkan.
"Guru... aku datang bukan dengan tangan kosong...."
Seketika meledak tawa yang sangat keras, menggema di sekitar tempat itu.
Saking kerasnya, seperti ada gelombang angin yang membuat angin yang berhembus
lebih kencang. "Bagus! Berarti tugasmu sudah selesai! Tetapi,.. mengapa kau tidak bersama
Dayang Biru?"
"Maafkan aku, Guru... Dayang Biru mengambil arah yang berlainan. Dengan maksud,
agar kami lebih cepat tiba di Taman Kematian. Dan ternyata akulah yang lebih
dulu tiba di sana. Nasibku sungguh beruntung, karena begitu aku tiba di sa-na,
kulihat lelaki pincang sedang menguji coba Kain Pusaka Setan!"
"Bagus! Berikan benda itu kepadaku!"
Habis terdengar seruan itu, mendadak saja ranggasan semak di hadapan si gadis
terangkat naik, membubung setinggi satu tombak. Si gadis segera melangkah.
Setelah dia berada di balik semak, semak yang terangkat naik itu segera merapat
kembali. Sejenak si gadis memandangi dulu ranggasan semak itu, sebelum
meneruskan langkahnya.
Tempat di mana dia berjalan seka-
rang ini cukup gelap, karena pepohonan tinggi menghalangi sinar matahari senja.
Tak lama kemudian dia tiba di sebuah bangunan berwarna hitam yang di sana-sini
telah banyak yang runtuh.
Dayang Kuning terus melangkah ma-
suk, menuju ke satu ruangan yang berhawa lembab. Di sana dihentikan langkahnya
dan dirangkapkan kedua tangannya di depan da-
da. Berselang satu tarikan napas, satu sosok tubuh yang entah dari mana datang-nya
tahu-tahu telah berdiri di hadapan Dayang Kuning.
"Mana benda itu"!" serunya agak keras.
Dayang Kuning mengambil kain hitam usang yang direbutnya dari tangan Pengemis
Pincang. Dia menyerahkannya pada nenek berkonde yang menerimanya sambil
terbahak-bahak. Jari jemari si nenek berpakaian hitam dengan jubah hitam ini
panjang disertai kuku-kuku yang runcing. Parasnya dipenuhi keriput. Kedua
pipinya kempot karena dia tak memiliki gigi sebuah pun.
"Bagus! Bagus! Kau telah berhasil menjalankan perintahku, Dayang Kuning!"
"Saya, Guru...."
"Kau sudah melihat kehebatan Kain Pusaka Setan ini?"
Dayang Kuning mengangguk.
"Kau akan melihatnya sekali lagi."
Lalu nenek berkonde itu segera melangkah keluar, disusul dengan muridnya yang
mengekor patuh. Di luar, si nenek segera membebatkan Kain Pusaka Setan pada
tangan kanannya yang seketika didorong ke depan.
Sesuatu yang sangat mengerikan terjadi. Gempuran dahsyat meledakkan tempat
itu. Berulangkali si nenek melakukannya sambil tertawa puas.
"Gila! Gila! Benda ini lebih dahsyat dari yang ku perkirakan semula!!"
serunya berulang-ulang.
Dayang Kuning membatin, "Benar-benar sebuah kain yang sangat mengerikan.
Padahal bila melihat potongannya, kain itu tak lebih dari kain biasa belaka.."
Si nenek mengajaknya kembali ke
bangunan yang telah rusak. Sesampai di dalam, Dayang Kuning berkata,
"Guru... setelah aku berhasil mendapatkannya, lelaki pincang berjuluk Pengemis
Pincang itu mengejarku. Tetapi berhasil kulalui. Kulihat juga seorang pemuda
bersisik coklat berlari di belakang Pengemis Pincang yang kemudian melesat cepat
untuk mencapai lariku. Tetapi, aku berhasil pula mengatasinya
"Bagus! Tak kan sia-sia kau ku di-dik menjadi murid ku!"
"Setelah aku berhasil mengatasi kedua pengejar ku, aku berjumpa dengan seorang
lelaki tinggi besar berpakaian merah dan berompi hitam. Aku memang curiga
padanya. Terlebih lagi tatkala dia bermaksud kotor. Dan... aku... aku..."
"Mengapa kau
menghentikan kata-
katamu, Dayang Kuning?" desis si nenek tak senang.
"Maafkan aku, Guru... aku telah
mempergunakan Kain Pusaka Setan untuk membunuh lelaki berjuluk Demit Merah
itu...." Meledak tawa si nenek.
"Gila! Mengapa kau harus ragu-ragu seperti itu" Siapa pun yang ingin kau bunuh,
boleh kau bunuh tanpa peduli! Bila waktu itu kau mempergunakan Kain Pusaka Setan
untuk membunuhnya, tak ada salah-nya!!"
Wajah Dayang Kuning menjadi cerah.
"Setelah lelaki itu mati, aku melihat sesuatu bergulir dari balik pakaiannya
yang segera kuambil .."
"Hemmm... apa yang kau ambil itu?"
Dayang Kuning mengambil bungkusan yang terbalut kain sutera yang sedikit
menghangus. Di bukanya bungkusan itu.
"Astaga!!" seruan tertahan si nenek terdengar, Sepasang mata tuanya membelalak
melihat benda apa yang berada di telapak tangan Dayang Kuning. "Gila! Berlian!
Berlian yang indah!"
Dayang Kuning tersenyum senang melihat gurunya yang berjuluk Ratu Dayang-dayang
gembira seperti itu.
Ratu Dayang-dayang segera mengambil butiran berlian yang berada di tangan Dayang
Kuning. "Luar biasa! Sungguh luar biasa!
Kau hebat sekali, Dayang Kuning! Kau sungguh hebat!"
Dayang Kuning tersenyum senang.
Dilihatnya gurunya mempermainkan
butiran berlian indah itu. Kemudian didengarnya kata-kata gurunya setelah
membungkus berlian-berlian itu kembali.
"Dengan benda ini, kita akan dapat mengubah bangunan ini menjadi istana yang
megah! Dayang Kuning... tak ada waktumu untuk berlama-lama di sini! Segera kau
susul Dayang Biru sekarang juga! Bila kau sudah menemukannya, ajak dia untuk
mencari seorang lelaki tua berjuluk Peramal Sakti! Bila kalian sanggup, bunuh
kakek celaka yang menjadi musuh besarku itu!
Bila kalian merasa tak mampu, cepat kalian kembali ke sini!"
Dayang Kuning mengangguk. Lalu diangkat kepalanya dan ditatap gurunya yang
sedang memandangi Kain Pusaka Setan yang masih membebat di tangan kanannya.
"Guru...."
"Hemmm....!"


Raja Naga 04 Rahasia Taman Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Bila tak perlu lebih baik jangan lontarkan!"
"Guru... mungkin aku agak lancang bicara, tetapi aku ingin tahu lebih jelas
lagi." Ratu Dayang-dayang mengangkat wa-
jahnya dari Kain Pusaka Setan. Matanya tajam pada Dayang Kuning yang seketika
menjadi ciut dan saat itu juga dia segera
mengurungkan niat bertanyanya.
Apalagi gurunya berkata, "Dayang Kuning! Aku paling tak suka punya murid yang
banyak tanya! Jalankan perintahku sekarang juga!"
"Baik, Guru... baik! Aku akan me-laksanakan perintahmu...." sahut Dayang Kuning
terburu buru Lalu dia mundur keluar. Sesampai di luar dia segera mempergunakan
ilmu peringan tubuhnya untuk cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Kalau dia
datang melalui ranggasan semak yang terangkat naik, saat dia pergi justru dia
berkelebat ke arah timur.
Di dalam bangunan yang di sana-sini hancur itu, si nenek berkonde menggeram.
"Aku tahu apa yang hendak ditanya-kan Dayang Kuning!" desisnya dengan mata
menerawang. Lalu sambungnya, "Dia belum saatnya untuk tahu... demikian pula
dengan Dayang Biru yang sesungguhnya adalah saudara kandungnya...."
Kemudian sambil melepaskan bebatan Kain Pusaka Setan pada tangan kanannya, Ratu
Dayang-dayang melangkah. Melewati pula ranggasan semak yang mendadak naik ke
atas. Lalu dia mendekati patung batu bertampang lelaki bengis.
Di pandanginya patung itu beberapa lama. "Peramal Sakti punya rahasia tentang
Patung Darah Dewa...." desisnya pelan. Suasana di sekitarnya sepi. Angin
berhembus agak dingin. "Sampai saat ini, aku masih penasaran untuk mengetahui
rahasia apa yang ada pada Patung Darah De-wa... Menurut Kiai Gede Arum yang
telah tewas ku racun karena tak mau mengatakan rahasia Patung Darah Dewa,
terdapat sesuatu yang sangat mengerikan. Karena petaka akan terjadi itulah dia
tak mau mengatakan apa yang menjadi rahasia Patung Darah Dewa! Huh! Aku tak
percaya dengan apa yang dikatakannya! Aku lebih percaya bila Patung Darah Dewa
menyimpan sesuatu yang nilainya lebih tinggi dari Kain Pusaka Setan...."
Kembali nenek berjubah hitam dengan kuku-kuku runcing ini terdiam. Kedua pipinya
yang tanpa gigi kelihatan tertarik ke dalam saat dia merapatkan mulutnya.
Mendadak dia menggeram. "Kiai Gede Arum selalu berlaku curang! Dia terlalu
melebih-lebihkan Gadang Junjung yang sekarang berjuluk Peramal Sakti! Dan aku
yakin, hanya padanyalah dia mau menceritakan rahasia apa yang terdapat pada
Patung Darah Dewa! Juga bagaimana caranya mendapatkan apa yang menjadi rahasia
Patung Darah De-wa! Huh! Berulangkali aku mencoba mendapatkan rahasia itu dari
mulutnya, tetapi selalu gagal! Hingga kemudian dia menjadi murka begitu
mengetahui kalau akulah orang yang telah membunuh Kiai Gede Arum!
Terkutuk! Terkutuk! Aku harus tetap men-
getahui rahasia apa dan bagaimana mendapatkan rahasia pada Patung Darah Dewa!"
Wajah Ratu Dayang-dayang berubah
sengit. "Aku tak yakin Dayang Kuning dan Dayang Biru dapat mengalahkannya! Tapi peduli
setan! Dengan kain sakti ini, akan kubunuh Peramal Sakti!"
* * * Pada saat yang bersamaan, dara jelita berambut dikuncir kuda menghentikan
langkahnya di tepi sebuah hutan. Sepasang mata dara jelita berpakaian biru ini
begitu indah. Parasnya cantik dengan hidung bangir. Untaian poni yang menghiasi
keningnya menambah kecantikan si dara.
Perlahan-lahan dara berpakaian biru ketat ini menarik napas pendek.
"Ah, ke mana lagi jalan yang harus kutempuh menuju Taman Kematian?" desisnya
pelan sambil memperhatikan sekelilingnya.
Lalu diangkat kepalanya untuk menatap matahari senja yang semakin menurun.
"Apakah Dayang Kuning sudah tiba di sana dan berhasil mendapatkan Kain Pusaka
Setan?" Dara jelita ini kembali menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Menilik sikapnya jelas dia sedang masygul.
"Bisa kubayangkan apa yang akan aku dan Dayang Kuning alami bila gagal
mendapatkan Kain Pusaka Setan! Guru tentu akan murka dan menghukum kami! Ah,
mudah-mudahan Dayang Kuning sudah berhasil mendapatkannya! Biar bagaimanapun
juga salah seorang dari kami harus berhasil mendapatkan Kain Pusaka Se tan, itu
tak akan membuat Guru murka...."
Gadis berponi indah mengarahkan
pandangannya ke depan. Seluas mata memandang, dia melihat jajaran padi
menguning. Dari kejauhan kuningnya padi itu seolah berubah menjadi keemasan karena terkena
bias-bias merah matahari senja.
Tanpa sepengetahuan si gadis, sepasang mata yang sebelum gadis itu menghentikan
langkahnya sudah berada di sana, memandang tak berkedip dari balik ranggasan
semak. "Hemmm... gadis jelita itu nampaknya sedang menuju ke Taman Kematian. Dia juga
menyebutkan tentang Kain Pusaka Setan. Bahkan dia nampak ketakutan bila dia atau
kawannya yang dipanggil dengan sebutan Dayang Kuning gagal mendapatkan Kain
Pusaka Setan. Guru mereka tentu akan murka. Hemm... apakah ini ada hubungannya
dengan si bayangan kuning yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari tanganku?"
Sementara sepasang mata di balik
ranggasan semak itu terus memandang tak
berkedip, gadis berponi yang sedang pusing memikirkan urusannya berkata lagi,
"Seharusnya aku tak berpisah dengan Dayang Kuning. Tetapi... ah, usulan itu
memang berasal dariku dengan maksud, agar aku atau Dayang Kuning lebih dulu tiba
di Taman Kematian. Satu hal yang kusesali sekarang, mengapa aku tak membuat
kesepakatan untuk berjumpa lagi dengan Dayang Kuning di suatu tempat, bila salah
seorang dari kami sudah menemukan Kain Pusaka Setan" Tapi... aku dan Dayang
Kuning telah membuat kesepakatan, siapa yang lebih dulu mendapatkan Kain Pusaka
Setan harus segera menyerahkan pada Guru...."
Gadis berponi indah ini terus men-geluh.
Sepasang mata di balik ranggasan
semak semakin menyipit.
"Dari kata-katanya, makin kuat dugaanku kalau gadis berpakaian biru itu ada
hubungannya dengan si bayangan kuning. Bila ternyata salah, paling tidak aku
mengetahui kalau bukan aku saja yang menginginkan Kain Pusaka Setan. Kedua gadis
itu yang diperintahkan oleh gurunya yang entah siapa, pun menginginkan benda
yang sama. Berarti... bukan hanya aku sa-ja yang mengetahui tentang Kain Pusaka
Setan yang berada di Taman Kematian. Keduanya juga tahu yang tentunya dari mulut
gurunya. Hemmm... siapakah gurunya?"
Gadis berpakaian biru perlahan-
lahan menarik napas panjang. Poninya sedikit berkibar tatkala angin lembut
menghembus ke arahnya. "Aku tak ingin urusan ini jadi bumerang buatku dan Dayang
Kuning. Biar bagaimanapun juga aku harus tetap menemukan di mana Taman Kematian
berada. Dengan kata lain..."
Tiba-tiba saja gadis berponi ini
memutus ucapannya. Mulutnya merapat dengan tatapan yang mengarah pada kejauhan.
Diam-diam dia membatin,
"Keparat! Ada orang lain di sekitar sini! Kutangkap satu gerakan kecil di balik
ranggasan semak sebelah kanan. Setan alas! Tentunya orang itu sudah sejak tadi
berada di sini, dan tentunya dia telah mendengar segala ucapanku! Padahal Guru
telah berpesan, agar aku dan Dayang Kuning menjalankan perintahnya dengan hati-
hati tanpa ada orang yang tahu! Setan alas!! Benar-benar hendak cari mampus
orang itu!"
Gadis berponi indah ini bukannya
mengarahkan tatapan pada ranggasan semak yang diperkirakan dijadikan sebagai
tempat persembunyian oleh orang yang sudah dirasakan kehadirannya, dia justru
memandang ke kejauhan.
Kejap lain dia bersuara keras, "Sebaiknya... ku
tinggalkan saja tempat
ini...." Kemudian dia melangkah cepat. Baru lima langkah dia bergerak, mendadak saja
gadis ini sudah melompat seraya mengi-baskan tangan kanannya.
"Manusia celaka!" bentaknya membahana. "Jangan cuma bisa jadi tikus got
belaka!!" Wrrrrr!! Serangkum angin berwarna biru me-
nerjang ganas. Blaaaarrr!!
Ranggasan semak yang ditujunya seketika rengkah. Terdengar letupan di
belakangnya, disusul suara berderak dan tumbangnya sebuah pohon.
Sebelum gelombang angin biru yang dilepaskan si gadis mengenai sasarannya,
pemilik sepasang mata yang tadi sudah hendak bergerak untuk mengikuti si gadis
karena diperkirakan si gadis akan meninggalkan tempat itu, sudah melompat
keluar. Melihat munculnya orang, si gadis sudah mendorong tangan kanan kirinya.
"Kematianlah yang pantas bagi orang yang kerjanya cuma mencuri dengar kata-kata
orang!!" Dua gelombang angin biru menggebrak dengan suara menggebubu angker. Pemilik
sepasang mata yang tadi sudah melompat tersentak kaget.
Bersamaan dengusannya, dia sudah
mendorong tangan kanan kirinya pula.
Blaaamm! Blaaammm!!
Gelombang angin biru yang dile-
paskan si gadis putus di tengah jalan, membuyar ke udara ditingkahi dengan tanah
yang membubung.
Si gadis tak segera menyusulkan serangan berikutnya. Dia justru membuang tubuh
ke belakang. Kedua kakinya tegak di atas tanah dengan kedudukan angkuh dan penuh
siaga. Sepasang matanya menatap tajam pada orang yang diserangnya, yang telah
berdiri dengan tatapan menusuk!
"Gadis celaka! Katakan, siapa gurumu yang berani lancang perintahkan kau dan
temanmu berjuluk Dayang Kuning untuk mencari Kain Pusaka Setan"!"
Gadis berpakaian biru tak menjawab.
Matanya makin bersinar tajam. Kesiagaan-nya terpampang penuh.
Lamat-lamat dia berseru, "Ada manusia pengecut yang kerjanya hanya bisa
bersembunyi di belakang dinding! Ada juga manusia yang tak punya nyali, tetapi
justru mencoba memperlihatkan nyali dan ta-ringnya!"
Mendengar ejekan itu, orang bertubuh agak sedikit bongkok mengenakan pakaian
putih penuh tambalan berwarna-warni menggeram dingin. Kedua tangannya mengepal
kuat seperti hendak meremukkan jari jemarinya sendiri. Wajahnya yang tirus
dengan cambang panjang, mengeras. Tak memiliki kumis, tetapi jenggotnya
menjulai. Dia berdiri dengan kaki kanannya, sementara kaki kirinya menggantung karena
kecil sebelah! * * * SEMBILAN ORANG yang bukan lain Pengemis Pincang ini sudah mengeluarkan dengusan. Sorot
matanya tajam tak berkedip. Kejap lain dia sudah membentak, "Tiga kejapan mata
lagi kau masih bungkam, jangan salahkan aku bila nyawamu melayang!"
Ancaman yang dilontarkan oleh Pengemis Pincang tak digubris si gadis. Dia tetap
memandang tak berkedip. Tenang dan dingin.
"Seorang lelaki pincang yang curi dengar ucapanku..." desisnya dalam hati.
Diamnya si gadis itu sudah membuat Pengemis Pincang menjadi gusar.
"Kau telah sia-siakan waktu yang kuberikan!" Gadis berponi indah itu tetap tak
buka suara. Bahkan di perlihatkan senyuman sinisnya yang membuat darah Pengemis
Pincang mendidih. Tanpa berucap apa-apa lagi, orang berwajah tirus ini sudah
melesat ke depan!
Lesatan yang dilakukannya sangat
cepat. Tangan kanan kirinya digerakkan ke atas dan ke bawah. Bersamaan lesatan
tubuhnya yang terus mengarah pada si gadis berponi indah, angin dari atas ke
bawah sudah mendahului menggebrak.
Gadis berpakaian biru masih tetap berdiri di tempatnya. kejap itu pula dis-
ilangkan kedua tangannya di depan dada, disusul dengan dorongan cepat ke depan!
Wuusss!! Gelombang angin menyilang warna bi-ru menggebrak dengan suara tak kalah
kerasnya. Dan...
Jlegaaarrr!! Berbenturannya serangan Pengemis
Pincang dengan gelombang angin menyilang itu, menimbulkan letupan yang sangat
keras. Tempat itu sesaat bergetar ditingkahi muncratan tanah ke udara. Belum
lagi tanah itu sirap kembali sosok berpakaian putih penuh tambalan warna-warni
sudah menyeruak dari bubungan tanah, menderu ke depan!
"Heii!!!"
Gadis berpakaian biru yang sesaat surutkan langkah akibat benturan keras tadi,
segera mengempos tubuh ke samping kanan diiringi makian.
Wuuuttt! Jotosan yang dilancarkan Pengemis Pincang luput dari sasaran. Tetapi orang
berkaki kecil sebelah ini sudah membuat
gebrakan yang mengejutkan. Begitu jotosannya mengenai sasaran kosong, kaki
kanannya sudah digerakkan, yang tiba-tiba mencuat!
Wuuuttt!! "Gila!!" seru si gadis sambil memapaki tendangan itu.
Plaaak! Tubuhnya agak terseret ke belakang, yang kejap itu pula langsung melompat
menjauh karena Pengemis Pincang sudah melancarkan serangan kembali.
"Sebutkan siapa namamu dan siapa gurumu yang memerintahkanmu untuk mengambil
Kain Pusaka Setan"!" geram Pengemis Pincang hentikan serangannya.
Si gadis yang telah berdiri tegak kembali di atas tanah memandang tak berkedip
ke depan. Dada padatnya naik turun.
Keringat sudah menghiasi keningnya.
"Hebat! Gebrakan yang dilakukannya sungguh hebat! Dia dapat melancarkan serangan
beruntun dalam satu gebrakan! Rasanya, akan sulit kuhadapi! Tetapi... aku lebih
ngeri akan amukan Guru ketimbang serangannya bila aku gagal mendapatkan Kain
Pusaka Setan!" kata gadis itu dalam hati.
Lalu diangkat kepalanya dengan tatapan angkuh.
"Lelaki pincang! Kau telah melakukan satu kesalahan besar karena berani
bertindak lancang di hadapanku! Sebelum mampus, ketahuilah.. julukanku Dayang
Bi-ru dan guruku berjuluk Ratu Dayang-dayang!"
Pengemis Pincang yang amarahnya sudah berada di atas kepala sesaat tersentak
mendengar julukan yang terakhir dis-ebut si gadis. Beberapa saat lamanya dia
terdiam. "Ratu Dayang-dayang" Hemmm, aku pernah mendengar julukan itu dari mulut guruku
sendiri, Ki Dundung Kali! Kalau tak salah ingat, perempuan itu punya urusan
dengan Peramal Sakti yang bukan lain kakak seperguruannya. Hemm... aku bisa
menebak sekarang. Ratu Dayang-dayang memerintahkan muridnya si Dayang Biru dan
Dayang Kuning untuk mendapatkan Kain Pusaka Setan, tentunya akan dipergunakan
untuk membunuh Peramal Sakti!"
Habis berpikir demikian, Pengemis Pincang berseru, "Dayang Biru! Tindakan gurumu
si Ratu Dayang-dayang benar-benar sungguh memuakkan! Kau di perintahnya untuk
mendapatkan Kain Pusaka Setan, sementara dia tetap berdiam di tempat yang tak
kuketahui. Apakah kau tak pernah berpikir kalau Kain Pusaka Setan itu milik
seseorang"!"
"Aku tak punya urusan untuk bertanya tentang itu! Semua perintah Guru harus ku
junjung tinggi!" sahut Dayang
Biru keras dan angkuh.
Pengemis Pincang tahan kegusaran-
nya. "Semakin kuat dugaanku kalau si Bayangan Kuning adalah Dayang Kuning, yang
tentunya juga diperintah oleh Ratu Dayang-dayang untuk mendapatkan Kain Pusaka
Setan! Ini artinya akan memudahkan untuk mendapatkan kembali Kain Pusaka Setan!
Biar bagaimanapun juga, benda sakti itu harus kudapatkan untuk membunuh Dewi
Bintang. Berarti...."
Memutus jalan pikirannya sendiri
Pengemis Pincang membentak, "Tentunya kau tak ingin mampus secara mengerikan!
Aku masih bisa bertindak adil untuk tidak membunuhmu bila kau segera menjawab
pertanyaanku! Katakan, di mana Gurumu tinggal, maka kau akan selamat"!"
Dayang Biru ganti terdiam. Dia berpikir, "Aneh! Mengapa tahu-tahu dia menanyakan
tentang tempat tinggal Guru" Padahal sejak tadi kelihatan dia ingin membunuhku!
Aku harus mengorek keterangan sebelum menjawab!"
Kemudian Dayang Biru angkat bicara,
"Lelaki pincang! Tak ada angin tak ada hujan kau sudah berlaku kurang ajar
dengan bersembunyi yang kemudian melancarkan serangan! Bila aku yang
melakukannya pertama kali, memang pantas kulakukan! Karena tindakan mu yang


Raja Naga 04 Rahasia Taman Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersembunyi mendengar apa yang kukatakan sungguh satu tindakan
yang tak bisa dimaafkan! Sekarang, apa urusanmu menanyakan di manakah guruku
tinggal"!"
"Tadi kau katakan, mengapa gurumu menyuruhmu mencari Kain Pusaka Setan, bukankah
urusanmu kecuali menjalankannya!
Sekarang, kau bisa menganggap kalau apa yang kutanyakan ini bukanlah urusanmu!"
"Apakah kau menganggap aku hanya memandang sebelah mata dari pertanyaanmu
barusan"! Terlalu sempit bila kau berpikir demikian! Karena nyatanya, aku dan
guruku tetaplah berhubungan! Tak seorang pun yang akan tahu di mana dia
tinggal!" "Kalau begitu... kau akan menerima kematian!!" Dengan sikap tenang dan sedikit
angkuh, Dayang Biru berkata, "Lelaki pincang! Kau begitu bersikeras sekali,
padahal kau tidak tahu dengan siapa kau berhadapan! Apakah kau sebenarnya juga
menghendaki Kain Pusaka Setan"!"
"Jangan banyak mulut!" bentak Pengemis Pincang gusar. "Sungguh bodoh bila kau
memang menginginkan benda yang diinginkan guruku!" sahut Dayang Biru tetap
tenang. Lalu sambungnya dingin, "Itu tan-danya kau mencari kematian!"
"Terkutuk!" geram Pengemis Pincang dengan darah mendidih. Lalu dengan
menjerengkan mata dia mendesis dingin, "Aku telah mendapatkan Kain Pusaka
Setan! Tetapi, satu sosok tubuh
berpakaian kuning telah menyambar benda itu! Dan aku punya dugaan, kalau orang
yang telah merebut Kain Pusaka Setan adalah kawanmu yang berjuluk Dayang
Kuning!" Ucapan yang di luar dugaan Dayang Biru itu membuat kepala si gadis menegak.
Untuk beberapa saat dia terdiam. Pikirannya seketika dibuncah sesuatu yang
sedikit melegakannya tetapi juga mengejutkan-nya.
Kemudian desisnya, "Kau telah mendapatkan Kain Pusaka Setan tetapi seseorang
berpakaian kuning telah merebutnya!
Lantas atas dasar apa kau mengatakan kalau Dayang Kuning yang telah merebutnya,
padahal kau tak mengenali orang itu"!"
"Baru hari ini kuketahui... kalau ada orang lain yang juga menginginkan Kain
Pusaka Setan! Orang itu adalah kau dan Dayang Kuning! Jelas sudah siapa orang
keparat yang berani merebut Kain Pusaka Setan dari tanganku!"
"Kalau memang benar Dayang Kuning yang merebut Kain Pusaka Setan, tentunya dia
memang sudah menjumpai Guru, sesuai dengan kesepakatan yang aku dan dirinya
ambil. Hemmm... pantas lelaki pincang ini ingin tahu di mana Guru tinggal...."
kata Dayang Biru dalam hati.
"Gadis celaka! Apakah kau mendadak bisu sekarang"!" hardik Pengemis Pincang
gusar. Dayang Biru merandek gusar. Sesaat dia memandangi orang di hadapannya sebelum
berkata dingin, "Kau tak perlu menjadi sinis seperti itu! Aku yakin Kain Pusaka
Setan bukanlah milikmu! Siapa yang lebih unggul dialah yang berhak untuk
mendapatkannya! Dan kau sudah dipecundan-gi oleh Dayang kuning! Itu artinya, dia
lebih unggul darimu! Tetapi bila kau masih penasaran, aku dapat mewakili Dayang
Kuning sebagai sasaran mu!"
"Bagus! Berarti kau sudah siap untuk menebus kesalahan Dayang Kuning! ingin
kulihat apakah kau memang lebih hebat dari kata-katamu"!"
Belum habis bentakannya terdengar, Pengemis Pincang sudah melesat cepat disertai
teriakan membahana.
Dayang Biru yang sejak tadi bersiap pun tak mau tinggal diam. Kini dia sudah
tenang karena mengetahui kalau Dayang Kuning telah berhasil merebut Kain Pusaka
Setan. Kendati begitu, masih ada sedikit keraguan di hatinya. Bagaimana bila
ternyata orang yang merebut Kain Pusaka Setan dari tangan lelaki pincang itu
bukan Dayang Kuning" Berarti, urusan masih panjang!
Bukan urusan dengan lelaki pincang ini yang jadi pikiran Dayang Biru, melainkan
urusan dengan gurunya bila ternyata Dayang Kuning bukanlah orang yang
telah berhasil mendapatkan Kain Pusaka Setan dari tangan si lelaki pincang.
Dua orang yang bergebrak itu sama-sama memperlihatkan kemampuan tinggi yang
seketika membuat tempat itu menjadi kacau balau. Kalau sebelumnya Dayang Biru
sempat kewalahan menerima serangan Pengemis Pincang, karena dia tak diberi
kesempatan untuk membalas. Kali ini Dayang Biru melancarkan taktik mundur maju.
Mundur saat diserang dan maju saat menyerang!
Taktik yang dijalankannya membawa hasil.
"Keparat!!" maki Pengemis Pincang karena merasa dipermainkan. Dia terus
melancarkan serangan ganas-nya, berusaha untuk mengurung ruang gerak Dayang Biru
agar tak bisa melepaskan serangan.
Tetapi murid Ratu Dayang-dayang ini tetap berhasil melepaskan diri, karena
taktik yang dijalankannya. Justru dialah yang kemudian berhasil mendesak mundur
Pengemis Pincang yang menggeram sejadi-jadinya.
"Keparat! Gadis ini benar-benar be-rotak cerdik! Huh! Aku harus mengeluarkan
ilmu 'Menggiring Awan Hitam' rupanya!"
Memutuskan demikian, Pengemis Pincang berusaha melepaskan diri dari kurun-gan
serangan Dayang Biru. Tetapi tak semudah yang dilakukannya. Bahkan Dayang Biru
berhasil mampirkan jotosannya pada
dada lawan yang seketika terhuyung.
"Terkutuk!!" geram Pengemis Pincang dengan suara serak. Mendadak dijejakkan kaki
kanannya di atas tanah yang serta merta membuat tubuhnya melenting ke udara.
Masih melenting di udara, mendadak sontak didorong kedua tangannya.
Dayang Biru yang mencoba melakukan sergapan tersentak kaget, karena tiba-tiba
menderu keras awan-awan hitam yang mengeluarkan hawa dingin!
"Heiiii!!"
Cepat dia membuang tubuh ke samping kiri. Blaaaarrr!!
Sebatang pohon tinggi terhantam salah sebuah awan hitam yang dilepaskan Pengemis
Pincang. Pohon itu tidak tumbang, walau bergetar sesaat. Tetapi lama kelamaan
terlihat pohon itu mulai menghitam, yang kemudian menghangus. Tatkala angin
berhembus, laksana debu pohon itu berhamburan.
"Astaga!" Wajah Dayang Biru menjadi pias. Dia menelan ludahnya berkali-kali
dengan mata membelalak. "Ilmu yang diper-lihatkan bukan ilmu sembarangan! Aku
harus lebih berhati-hati sekarang! Tetapi... ah, begitu bodoh bila ku lanjutkan
pertarungan ini. Bila memang Dayang Kuning telah berhasil merebut Kain Pusaka
Setan untuk apa aku bersusah payah sekarang" Lebih baik aku menghindar daripada
mati konyol!"
Baru saja habis kata hati gadis
berponi indah ini, lima buah awan hitam yang mengeluarkan hawa dingin sudah
menggebubu ke arahnya!
Dayang Biru mencoba menahan dengan gelombang angin birunya, tetapi kandas di
tengah jalan. Awan-awan hitam itu terus menggebrak ke arahnya!
Sebisanya Dayang Biru berusaha
menghindari ganasnya serangan lawan. Dia sampai jungkir balik keblingsatan
menye-lamatkan diri. Di pihak lain Pengemis Pincang terus mencecar. Dia tak lagi
mengharapkan dapat mengetahui di mana Ra-tu Dayang-dayang tinggal. Tetapi
keingi-nannya sekarang adalah mencabut nyawa gadis berpakaian biru ini.
Seraya terus lepaskan ilmu
'Menggiring Awan Hitam', Pengemis Pincang mengurung langkah Dayang Biru, dia
semakin mendekat.
Keringat yang mengaliri sekujur tubuh Dayang Biru semakin banyak keluar.
Gadis jelita berambut dikuncir
kuda ini sudah benar-benar kewalahan. Wajahnya pucat dan tegang. Dari mulutnya
sesekali keluar teriakan tertahan.
Lima buah pohon sudah hangus dan
berhamburan laksana debu, semakin membuatnya menggigil ngeri. Jalan untuk
memapaki serangan itu tak mungkin dilaku-
kannya, yang bisa hanyalah menghindar.
Tetapi menghindar pun sudah sedemikian sulit.
Sampai suatu ketika, dua buah awan hitam mendadak melesat ke atas, lalu meluruk
turun siap menghantam kepala Dayang Biru. Sementara dari depan, tiga buah awan
hitam telah mengurungnya hingga sulit baginya untuk hindari serangan!
Namun sebelum maut menelan mentah-mentah nyawa Dayang Biru, satu deheman keras
terdengar disusul dengan gelombang angin memutar yang dihiasi asap merah
melesat. Terdengar letupan berulang-ulang
yang sangat keras. Bersamaan dengan itu, Dayang Biru merasa tubuhnya terangkat
naik. Seseorang telah menyambarnya, membawanya melenting ke atas dan hinggap
kembali di atas tanah dalam keadaan tegak.
Di depan, Pengemis Pincang yang sudah hendak tertawa melihat si gadis tak
berdaya dalam lingkaran serangannya, berdiri dengan satu kaki. Kepalanya menegak
dengan mata melotot. Mulutnya membuka lebar,
Dia melihat satu sosok tubuh berom-pi ungu telah berdiri di samping kiri Dayang
Biru yang melirik sosok tubuh itu dengan kening berkerut. Tatapan mata pemuda
tampan itu begitu angker, menyi-
ratkan sinar kematian yang membuat ciut hati orang. Dia melipat kedua tangannya
di atas dada. Dan terlihat sisik-sisik coklat yang terdapat mulai dari jari
jemarinya hingga sebatas siku....
SELESAI Ikuti kelanjutan serial ini!!!
KAIN PUSAKA SETAN
E-Book by Abu Keisel
Bayang Bayang Maut 1 Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara Putera Sang Naga Langit 4
^