Pencarian

Misteri Pohon Kematian 2

Dewi Ular 18 Misteri Pohon Kematian Bagian 2


"Hey, Jong...! Aku punya martabak manis kesukaanmu nih!" kardus ditunjukkan jelas-jelas.
"Kamu mau nggak, Jong"!"
"Mau, mau...! Bagi dong. Bang!" Ajong berjingkrak senang. I" meninggalkan selang air setelah mematikan salurannya melalui kran. Lalu, segera berlari menghampiri Buron. -
"Bang, aku minta martabaknya dong!"
"Nih. bawa ke depan garasi sana! Makan semuanya deh!" sambil Buron menyerahkan kardus itu.
"Semuanya boleh kuhabiskan. Bang?"
"Boleh. Tapi harus menghabiskannya dibawah pohon sana. ya" Biar nggak ketahuan Mak Bariah!"
"Iya deh. Bang. Asyiik... dapat martabak banyak!" Ajong berlari girang. Sementara itu, Buron segera mengambil posisi bersembunyi sambil mengintip keadaan Ajong yang kini sudah berada di bawah pohon, duduk di atas batu taman. Buron siap-siap tertawa jika nanti anak itu menjerit ketakutan melihat ulat bulu sebanyak itu. Ajong membuka kardus tersebut. Tapi mata Buron dibalik persembunyiannya menjadi terbelalak penuh rasa heran melihat Ajong benar-benar menyomot martabak manis dari dalam kardus itu dan memakannya dengan lahap sekali.
"Hahh..."! Kok benar-benar kardus itu berisi martabak sih"!"gumam hati Buron tak habis pikir melihat kenyataan itu Buru-buru Buron berlari menghampiri Ajong. Ia merampas kardus itu sambil berlagak marah.
"Kamu ini.. martabak buat rame-rame, kok benar benar dihabiskan"! Nanti kalau Bang Sandhi datang dimarahi kamu!"
"Habis, kata Bang Buron tadi aku boleh menghabiskannya." ujar Ajong dengan mulut terisi penuh martabak. sementara di tangan juga masih ada martabak yang siap dihabiskan. Buron segera membawa masuk martabak itu ke garasi. Tapi ketika kardus itu dibuka, matanya terbelalak lagi, karena kardus itu berisi kotoran kuda yang masih hangat dan semerbak sekali baunya.
"Cuiih! Brengsek...!" maki Buron buru-buru membuang kardus itu sambil meludah berkali-kali Merasa jijik dan mual melihat setumpuk kotoran kuda dalam kardus itu. Ajong tetap tenang menghabiskan sisa martabak yang masih ditangannya itu, seolah-olah tak
peduli sama sekali dengan caci maki Buron yang sebentar sebentar memandangnya. Sewaktu hal itu diceritakan kepada Mak Bariah, pelayan setia Kumala Dewi itu tertawa terpingkal-pingkal. membuat Buron menjadi semakin jengkel terhadap peristiwa itu.
"Syukurin: Jin usil kena batunya, sekarang. Mau ngerjain anak kecil malah dia sendiri yang kena dikerjain Rasain luh. Ron!" - Sejak itu, jin usil tak pernah berani usii lagi kepada Ajong. Buron yakin, anak itu bukan sembarang bocah ingusan yang tidak mengerti apa-apa. Sama dengan keyakinan Sandhi, Buron pun beranggapan bahwa Ajong memiliki kekuatan gaib yang sulit dilihat dengan cara apapun. Karena, kemampuan Buron sebagai Jin layon yang biasanya bisa melihat sisi gaib seseorang berkali kali gagal melihat sisi gaibnya Ajong Anak itu tetap kelihatan seperti anak kampungan biasa. Bahkan getaran energi gaibnya tidak bisa dirasakan melalui gelombang pelacak gaibnya Jin Layon.
"Kurasa dia punya kekuatan supranatural yang sangat besar dan ilmunya tinggi sekali, lebih tinggi dari ilmu yang kumiliki. Makanya, aku nggak bisa mengetahui kehebatan ilmunya itu," kata Buron kepada Sandhi sebelum petang berubah malam. -
"Justru itulah Rayo akhirnya tak keberatan anak itu tinggal di sini. Biar dekat dengan Kumala. Diam-diam Kumala masih mencari kesempatan untuk dapat mengetahui siapa sebenarnya anak itu dan seberapa tinggi kesaktian yang dimiliki. Sebab. Kumala juga yakin begitu:
Ajong pasti memiliki ilmu yang sangat tinggi Atau anak itu dalam detik-detik tertentu menjadi media suatu - kekuatan gaib sangat tinggi yang bisa membuatnya begini begitu. Dan kekuatan gaib tersebut tidak disadari oleh Ajong sendiri. Perginya pun bisa sewaktu-waktu. Singgah diraganya hanya dua tiga detik, untuk keperluan tertentu."
"Kekuatan gaibnya siapa yang menggunakan mediator anak seusia dia, ya"!"gumam Buron dengan menahan rasa penasarannya. Pada waktu mereka makan malam bersama, Rayo juga hadir di situ. Ajong tampak makan dengan lahap: sekali. Anak seusia dia sampai tambah nasi tiga kali, ini sungguh merupakan sesuatu yang ganjil. Seolah-olah bukan hanya dia yang menelan makanan, tapi ada pihak lain yangikut makan di dalam raganya. Mendengar bisikan itu, Sandhi dan Rayo sempat merinding bulu kuduknya. Kumala segera mendeteksi energi dalam diri Ajong.
"Aneh..."!" gumamnya.
"Dia nggak memiliki energi lain tuh. Biasa-biasa saja!" -
"Jadi, nggak ada roh lain yang ikut makan bersamanya?" bisik Rayo ingin diperjelas lagi.
"Nggak ada. Rohnya tunggal, auranya juga tunggal. energinya murni milik dirinya sendiri." Sandhi dan Rayo tak bisa berkomentar lagi. Mereka hanya bisa memendam perasaan heran yang menumbuhkan hasrat ingin tahu lebih besar lagi. Sementara itu, Ajong yang sedang dibicarakan secara bisik-bisik itu tetap cuek menikmati santap malamnya tanpa rasa malu dan tanpa kesan mempedulikan kasak-kusuk mereka. Selesai makan malam mereka berkumpul di ruang
keluarga sambil menyaksikan film CD cerita anak-anak yang dibeli Rayo saat pulang dari kantornya tadi. Film itu sengaja dibeli untuk liburan Ajong. Tetapi anak itu kelihatannya kurang tertarik, dan menjadi gelisah tanpa diketahui sebabnya. Tiba-tiba ia bangkit dari tempatnya dan menghampir Kumala yang duduk di sofa bersama Rayo.
"Tante, saya mau keluar sebentar, boleh nggak"!" .
"husy! Sudah pukul delapan begini kok mau keluar sih" Mau ke mana kamu?" hardik Rayo tapi tidak berkesan galak.
"Saya mau ke mau ke Taman Cendanapura. Oom."
"Sudah malam ini, Jong!" sahut Sandhi.
"Kalau mau main ke Taman Cendanapura besok saja. Jangan malam malam begini. Di sana banyak setannya lho!" Taman Cendanapura adalah sebuah taman yang dibangun dalam areal sebuah kampus, dan merupakan hutan buatan untuk study praktek para mahasiswa. Taman itu jika malam digunakan untuk pacaran bagi pasangan muda yang kebetulan menyukai suasana rimbun tapi tertata rapi itu. Tempat tersebut setiap hari dilewati Kumala jika mau berangkat atau pulang kantor. Jaraknya tak seberapa jauh dari rumah Kumala.
"Saya mau jalan-jalan di sana sebentar saja. Tante." rengek Ajong dengan penuh harap.
"Besok saja jalan-jalannya sama Tante, ya" Sekarang sudah malam, sebentar lagi kamu harus bobo." bujuk Kumala dengan lembut. - Sandhi dikecam oleh Buron.
"Ini gara-gara kamu pernah membawanya lari pagi ke Taman Cendanapura.
akhirnya ia kepingin ke sana lagi!"
"Kok aku yang disalahin"!" Sandhi bersungut-sungut. mengalihkan pandangannya ke layar teve lagi.
Bujukan lembut Kumala disertai gelombang hawa sakti yang dapat menenangkan hati seseorang. Dan, ternyata Ajong pun akhirnya menurut saran Kumala. Tapi ketika film yang ditontonnya habis, jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih, hampir pukul sepuluh. keinginan Ajong muncul kembali. Ia mendesak Rayo agar . mau mengantarkannya ke Taman Cendanapura
Kumala kembali berhasil menenangkan hati anak itu. Namun menjelang pukul dua belas tengah malam.ternyata Ajong yang belum bisa tertidur itu turun dari ranjang, dan segera dicegah oleh Sandhi yang menemaninya tidur di kamar anak-anak itu. Ajong merengek ingin pergi ke Taman Cendanapura. Suaranya berisik sekali, membuat mereka tak jadi tertidur nyenyak, justru keluar dari kamarnya masing-masing. Akhirnya, Kumala menyatakan
bersedia mengantar Ajong saat itu juga.
"Pasti ada sesuatu yang ganjil di sana, membuatnya kepingin pergi ke taman itu. Kita lihat saja. ada apa sebenarnya di taman itu"
Tara zagita 18. Misteri Pohon kematian
POHON rindang dan tempat gelap bukan saja menjadi incaran setan.tapi juga menjadi incaran sepasang insan yang sedang kasmaran. Menurut Sammon, pohon rindang yang menjadi sasaran asmaranya bersama Linda malam itu bukan pohon yang angker dan dihuni banyak hantu. Pohon yang terpilih sebagai sarana pengungkap kisah kasih mereka adalah pohon yang menjadi obyek penelitian para mahasiswa pertanian, seperti pohon-pohon besar yang ada di sekitarnya. Karenanya, mereka sama sekali tak merasa takut berada di bawah pohon tersebut, pada sisi gelap yang tak terkena bias cahaya lampu penerang yang ada. Sebab, di sisi-sisi lain pun banyak yang saling memadu kasih dengan sejuta rayuan di balik pohon besar.
"Kita duduk di sini saja, ya Lin?"
"Di mana sajalah, asal bersamamu aku nggak keberatan. Sam." - -
"Yang bener nih?"
"Iya...!" sambil Linda tertawa kecil karena dipeluk Sammon dari sisi kiri. Pipinya dicium mesra oleh pemuda bercambang tipis itu. Debar hati Linda menaburkan bunga-bunga keindahan yang membahagiakan hatinya.
la tak merasa malu dicumbu kekasihnya, karena posisi:
mereka cukup aman dari incaran mata nakal pihak lain.
Bagian depan mereka adalah pagar pohon rambat yang tingginya dua meter lebih. Sementara itu pohon yang mereka gunakan untuk berlindung memiliki bentuk batang menyerupai dinding-dinding penyekat ruangan. Ada tempat yang cukup untuk mereka berdua duduk di atas akarnya dengan sisi kanan-kiri sedikit tertutup dari pandangan umum
"Sebenarnya sudah lama aku ingin mengajakmu santai disini, Lin. Tapi baru sekarang keinginanku itu bisa terlaksana." - |
"Kenapa nggak kemarin-kemarin aja kamu bawa aku kemari?"
"Kupikir kamu akan menolak, karena terus-terang saja, pacaran di tempat seperti ini termasuk pacarannya orang miskin." -
"Kok gitu sih kamu?"sambil Linda cekikikan mencubit pipi Sam.
"Habis, pacaran di sini sama saja nggak bermodal kan" Kalau pacaran yang elite itu ya di sebuah motel atau di hotel berbintang. Dan, kukira tempat seperti itulah yang kamu sukai selama ini
"Nggak, ah! Bagiku di mana saja tempatnya asal menyenangkan hati. tetap akan kusukai. Percuma saja kita berada di hotel berbintang kalau kamu nggak bisa menyenangkan hatiku. Sam." -
"Begitu, ya?" sambil Sammon semakin merangkulnya dengan mesra. Tangan pemuda itu merangkul Linda sambil menyelusup ke belahan blus dan menyentuh permukaan dada Linda dengan sesak. Linda memang gadis bertubuh seksi dan berdada membusung sesak
Cukup padat dan besar bentuknya, sehingga terlalu sempit untuk disusupi benda setebal tangan Sammon
"Biarpun kita cuma pacaran di sini. Sam... tapi kalau kamu bisa menyenangkan hatiku. tetap saja aku bakalan ketagihan nantinya Ya, nggak...."!"senyum dan tawa kecil Linda menghangat di dagu Sammon. Pemuda itu merasa bangga dan senang hatinya mendengar kata-kata gadis berambut pendek yang memiliki hidung bangir dan mata bundar dengan bibir sedikit tebal tapi sensual itu.
"Di mana pun kita berada. aku tetap ingin berusaha menyenangkan hatimu. Linda Tapi... kasih tahu dong. bagaimana sih caranya supaya aku bisa menyenangkan hatimu?" -
"Yaaa.... nggak bikin aku kecewa, itu namanya menyenangkan hatiku." -
"Supaya nggak bikin kamu kecewa bagaimana?"
"Penuhi keinginanku dong."
"Keinginanmu apaan sih?"
"Banyak. lih... kamu! Cerewet juga orangnya, ya?" Linda mencubit lembut bibir Sammon Lalu tangannya menggapai kepala Sammon untuk mencium dagu pemuda itu. Si pemuda menundukkan wajah sedikit. sehingga bertemulah bibir mereka dan saling memagut dengan lembut Puas memagut mereka sengaja melepaskan kecupan dan saling tersenyum ceria.
"Keinginanmu memang banyak. Lin Tapi kira-kira apa saja dong. kan bisa kasih contoh sedikit?" Linda menegakkan duduknya. Tidak bersandar di dada Sammon, tapi saling berhadapan dalam jarak yang sangat dekat ia sengaja melepas kancing blus bagian
dada, sehingga mempermudah tangan Sammon jika pemuda berhidung mancung itu ingin menggapainya lagi
"Mau tahu contoh keinginanku?"
"Mau. Apaan tuh?"
"Aku selalu ingin mendapat kepuasan dari seorang lelaki yang kucintai, seperti kamu!" -
"Kepuasan?" Sammon tertawa seperti gumam.
"Kok ketawa sih?"
"Aku belum bisa memberi kepuasah seorang wanita. Linda. Yang bisa kuberikan baru kenikmatan
" "Wow...! Itu jalan menuju kepuasan, bukan?"
"Mungkin saja begitu
" "Kenikmatannya kayak apa. Sam" Mau dong aku nyobain hiii, hiii.hii...." Linda cekikikan pelan. Malu-malu geli sendiri. la sembunyikan wajahnya di pundak Sammon Dengan mengimbangi tawa kecilnya Sammon mulai memberi sentuhan nakal di paha Linda. Span yang dikenakan Linda pada waktu itu tersingkap naik membuat tangan Sammon semakin leluasa menyusuri kelembutan kulit paha itu -
"Ooh, Sam Sam. " Linda mulai mendesis-desis di leher Sammon. Linda mulai menampakkan perlawanannya Ia biarkan tangan pemuda itu menjelajahi kutub selatan, tapi ia mendapatkan kecupan hangat di bibir dan sekitar wajahnya, dan kecupan itu dibalas dengan tak kalah hebatnya. Bibir Sammon dilumat habis-habisan, sehingga bara api asmara semakin berkobar-kobar bagi keduanya. Linda mulai naik ke perahu cinta dan bersiap-siap menjadi pendayung perahu untuk menyeberangi lautan
kemesraan, menuju puncak kenikmatan yang sangat didambakan itu - -
"Hahh..."!" Linda batal melakukan tindakan tersebut Ia memandang sekelilingnya dengan curiga
"Ada apa, Lin?" suara Sammon terengah-engah.
"Ada... mungkin ada gempa baru saja tadi Kau merasakan?"
"Akulah gempanya," jawab Sammon sambil tertawa nakal. ia segera meraih pinggang Linda, agar gadis itu mengawali pelayarannya. Tapi baru saja Linda bergerak sedikit, terpaksa harus berhenti lagi dan memandang sekelilingnya dengan heran.
"Pohon ini seperti terguncang. Kamu merasakan guncangannya?"
"Ah, nggak apa-apa kok! Buruan dong. Lindaku sayang...!" - - - Tiba-tiba terdengar suara kayu retak.
Kraaakk...! Sekujur tubuh Lindamerinding seketika itu juga. Sammon baru sadar ada ketidakberesan di sekitar tempatnya bercumbu itu. Ia buru-buru bangkit dari rebahannya
"lya, betul apa katamu, Lin! Pohon ini bergerak-gerak seperti mau tumbang. Wah, gawat! Ayo, kita pindah ke tempat lain saja!"
Kraaak..! "Saam...?"!" Linda terpekik sebelum mereka berdiri. karena pada saat tu ia melihat akar pohon yang pipih seperti dinding penyekat itu bergerak menyerupai selimut menggulung tubuh mereka dengan gerakan melingkar
"Larii...! Lekas lari, Lindaaa." Sammon yang kini mengetahui keanehan itu menjadi panik la meronta
dengan merosot ke bawah dan berhasil lolos dari gulungan akar pipih itu Tapi Linda terlilit di dalamnya. Batas kepalanya yang masih terlihat memekik keras-keras
Kraaaagggkkrr ! "Hahh...?"!" Sammon melompat ke sisi lain, karena ia melihat jelas-jelas batang pohon itu terbelah membentuk semacam mulut lebar berbentuk vertikal. Begitu takut dan paniknya melihat Linda ditelan oleh pohon itu. Sammon hanya bisa berteriak-teriak histeris tanpa melakukan tindakan apa-apa.
"Tolooong...! Tolooong... pohon ini memakan Lindaa...!" Tentu saja orang-orang yang masih belum pulang dari | tempat itu segera berlarian menghampiri Sammon Mereka pun berhenti mendadak dari langkahnya begitu melihat seorang gadis sedang terbenam dalam rongga batang pohon yang menyerupai mulut dan berwarna merah bara. -
Zzzrrooogkkk..! Linda benar-benar telah ditelannya. Sammon menggigii di tempat sambil masih berteriak histeris di luar kesadarannya.
"Lindaaa...! Lindaaa...! Oooh, jangaaan...! Jangan ambil diaaa...! Lindaaa...!" - Salah scorang berseru kepada Sammon sambil berlari mendekatinya dengan sangat nekat -
"Jangan diam di situ! Tinggalkan pohon ituuu...!" Sammon ditariknya agar meninggalkan tempatnya. Tapi jiwa yang mengalami shock berat dan kepanikan yang mencekam seluruh hidupnya saat itu telah membuat Sammon justru meronta. terlepas dari pegangan tangan
orang tersebut - "Dia menelan Linda! Dia memakan kekasihku...! Lindaaa...!" - Sammon menghampiri lubang batang pohon itu. Namun belum sampai dekat sudah disambar oleh akar pohon yang menyerupai dinding penyekat itu.
Wuuut...! Seperti ikan kena serok benda pipih, langsung terlempar masuk ke dalam celah yang terkuak lebar menyerupai mulut vertikal itu.
Zrtooogggkkh...! . - "Aaaaa...!" "Ya Tuhaaan..."! Bodoh amat pemuda itu..."!" seru yang lain dengan tegang. Mereka berlarian menjauhi pohon tersebut setelah melihat Sammon seperti ditelan oleh pohon aneh itu. Suasana panik dialami oleh semua yang ada di sekitar tempat tersebut Mereka semakin memekik ketakutan setelah pohon, itu seperti berputar pelan-pelan, menghadap kearah lain. Dari tempat mereka berada tampak pohon itu sedang mengunyah mangsanya. Tak lama kemudian batang yang terbelah seperti mulut vertikal itu melontarkan sesuatu dua kali,
wuurt. wuuurrt...! Prak. Prak! -
"Hahhh..?"!" pekik mereka nyaris serentak begitu mengetahui yang keluar dari batang pohon tersebut adalah dua kerangka manusia yang masih basah oleh sisa darah dan sisa serat-serat dagingnya, yang jika ditimbang tidak sampai satu ons beratnya. Kedua kerangka manusia itu tak lain adalah kerangkanya Sammon dan Linda. Kengerian itu membuat mereka ada yang pingsan di tempat, ada pula yang lari tunggang langgang ada yang menjerit-jerit ditempatnya berdiri tak bisa melangkahkan
kaki, dan semua itu membuat suasana malam menjadi sangat bodoh, gaduh serta memakutkan sekali.
"Tebang pohon itu...!Tebang sekarang juga! Cari alat penebang! Itu pasti pohon kematian!"
"Tabrak saja pakai mobil biar tumbang!" teriak yang lain.
"Jangan gegabah! Tenang tenang...! Salah-salah kita bisa ditelannya juga kalau kurang perhitungan! Pohon itu pohon iblis: Jangan sembarangan menyerangnya!" seru salah seorang pemuda dari atas kap mesin mobilnya. Ia berdiri di sana menenangkan massa - Tempat itu menjadi ramai. Orang datang mengerumuni dari mana-mana. Mereka yang mengendarai mobil sempat memarkirkan mobilnya di tepi jalan, kemudian berlari-larian menuju lokasi tersebut. Tapi rata-rata dari mereka hanya berani berada dalam jarak lima puluh meter. Hanya beberapa orang saja yang berani berada dalam jarak 30 sampai 20 meter. - Pohon kematian itu dalam keadaan tenang. Sosoknya seperti pohon biasa. Ia tidak lagi mengunyah atau menampakkan mulutnya yang merah membara seperti tadi. Bagi yang belum mengetahui persis keadaan pohon itu tetap meragukan kabar yang dibicarakan mereka mengenai kematian dua orang yang dimakan pohon tersebut. Salah seorang preman berperawakan tinggi. besar dan brewokan menunjukkan rasa tidak percayanya dengan menghampiri pohon itu. Di balik jaketnya ia selalu. menyelipkan sebilah golok yang membuatnya ditakuti para preman kecil lainnya Kali ini orang itu ingin membuktikan
rasa tidak percayanya atas berita tersebut
"Siapa bilang pohon bisa makan orang"!" serunya lantang.
"Hooii... awas, Bang! Nantikau menjadi korban pula!"
"Omong kosong!" Orang itu mencabut g oloknya, semakin mendekat semakin bernafsu untuk m embuktikan keberaniannya Ia ingin membacok pohon it u untuk membuktikan bahwa pohon tersebut bukan po hon kematian, seperti yang mereka ributkan. Tetapi bar u saja ia mencapai jarak lima meter dari salah satu aka r pohon tersebut. tiba-tiba tubuhnya melayang akibat di lilit akar yang menyerupai seekor ular itu.
"Aaaahhh...!!" Ia menjerit sambil membacokkan goloknya agar dapat memotong akar itu.
Crass...! Akar tersebut tidak sampai putus, namun terluka dan dari lukanya mengucurkan darah merah. Orang-orang yang melihatnya terbelalak tegang, terheran-heran melihat pohon bisa mengucurkan darah. - Lebih terheran-heran lagi ketika sekian puluh pasang mata itu menyaksikan jelas-jelas si preman digulung habis oleh pohon tersebut. Mulut pohon tampak terbuka merah membara, lalu menelan si preman brewok bersama goloknya.
Zzzrrroooggk...! Grruhg, grrugh, grruuhgg. ggrruuhg...! Bruuss...! Si preman dilepehkan kembali. Wujudnya sudah berubah total. sebagai kerangka tanpa daging dan tanpa kulit lagi. Darah serta sisa daging melekat tipis pada tulang-tulang tersebut. Orang-orang "yang baru kali ini melihat jelas kenyataan itu saling menjerit ketakutan dan tak ada lagi yang berani coba-coba
mendekati pohon tersebut. - Pihak kepolisian segera mengamankan daerah tersebut. Sampai larut malam belum ada, yang bisa" menyingkirkan pohon itu Untuk melakukan penebangan harus mendapat izin dari rektor universitas setempat. Padahal saat itu rektor sedang berada di luar negeri. Kepolisian mengambil inisiatif untuk melumpuhkan kekuatan pohon tersebut dengan melepaskan tembakan Tetapi peluru-peluru itu hanya bisa melubangi batang. dahan, maupun akar pohon. Tak mampu membuat pohon itu mati. Setiap lubang bekas tembakan mengeluarkan darah merah, sebagaimana darah manusia. Namun seperti halnya luka bacok yang dilakukan almarhum preman itu. setiap luka akan menutup sendiri dan membuat kondisi | pohon itu normal kembali Seolah-olah luka apapun dapat sembuh dengan cepat walau pun sudah mengucurkan darah cukup banyak Pohon itu seperti menampung banyak darah melebihi mahluk apapun.
"Berapa pohon yang memiliki keanehan seperti itu?" tanya seorang petugas kepolisian kepada seorang pemuda yang menjadi mahasiswa di kampus tersebut :
"Cuma satu itu menurut saya, Pak Dan... sepertinya sebelum ini pohon itu tidak pernah ada. Pak. Saya baru melihat sekarang ada pohon aneh tumbuh di situ. Seingat saya di situ tidak ada pohon selain tanaman rumput dan akar pohon rambat untuk pagar"
"Kenapa tidak digranat saja. Pak?" celetuk yang lain
"Terlalu membahayakan keselamatan umum jika kami menggunakan bahan peledak."
"Mengapa tak memanggil spiritualis cantik itu. Pak?" usul mahasiswa yang lain. yang kebetulan kost tak jauh dari situ.
"Bukankah di sekitar sini katanya tinggal seorang gadis cantik yang memiliki ilmu tinggi. Kumala Dewi. namanya?" Gagasan itu dinilai cukup cemerlang.Tapi sayang, Kumala Dewi tak ada di rumahnya. Ia pergi lima menit yang lalu. Ke mana perginya" Buron yang menerima telepon itu menjawab. -
"Ke Taman Cendanapura."
"Oh, benarkah" Kami sekarang berada di Taman Cendanapural Justru di sini terjadi peristiwa gaib yang..."
"Saya sudah ada disini, Pak Polisi" tiba-tiba terdengar suara lembut dari belakang komandan polisi yang bertugas di tempat itu. Ternyata suara tersebut berasal dari gadis cantik berlesung pipit dalam senyumannya.
"Oh, syukurlah... Nona sudah ada di sini, rupanya
" Kumala Dewi semakin menyunggingkan senyum keramahannya yang amat mempesona itu. Ia didampingi Rayo, Sandhi dan si kecil Ajong.
"Hey, ke mana si Ajong tadi"!" sentak Rayo tibatiba. Mereka menjadi kebingungan mencari Ajong yang tahu-tahu sudah tidak bersama mereka.
"Pasti dia ke pohon itu!" kata Kumala penuh keyakinan Ia sudah curiga sejak dari rumah tadi. Agaknya memang Ajong memiliki naluri gaib yang cukup tinggi dan sangat peka. Seandainya sejak tadi mereka menuruti keinginan Ajong untuk keluar dari rumah dan berjalan-jalan ke Taman Cendanapura, mungkin peristiwa
mengerikan itu tidak sampai memakan tiga korban. Keinginan bocah itu sejak pukul delapan tadi ternyata digerakkan oleh semacam naluri gaib yang memberitahu akan ada bahaya maut di Taman Cendanapura. Sekarang baru bisa dipahami oleh Kumala bagaimana sistem kerja naluri gaib Ajong itu. Bahkan dugaan Kumala kali ini juga tepat. Ajong memang menerobos pita kuning yang dibentangkan oleh petugas kepolisian memagari Taman Cendanapura itu. Petugas yang berada di tempat tersebut segera mengejar Ajong sambil berseru menahan anak itu.
"Hey, heey. Jangan kesana, Nak. Waah, bocah itu bandel amat sih"! Heey... berhenti kaul Berhenti di situ!" | Ajong tidak menghiraukan seruan petugas polisi yang mengejarnya Tetapi dari arah depan ada petugas lain yang menghadang dengan pakaian dinasnya. Ajong terpaksa menghentikan langkahnya. Seandainya Kumala tidak segera datang di tempat itu, mungkin Ajong akan kena jewer petugas kepolisian yang kesal dengan kebandelan anak itu Petugas mengenali siapa Kumala. sehingga bocah kurus itu diserahkan kepadanya
"Lain kali jangan nakal begini. Ajong!"hardik Sandhi dengan nada kesal
"Pohon itu bisa memakan orang. Apa kamu nggak tahu" Kamu sekecil ini kalau dekat-dekat pohon itu bisa ditelannya tanpa dilepehkan lagi. ngerti"!"
"Aku lebih ngerti daripada Bang Sandhi." katanya dengan nada sok tua, yang tentu saja dianggap sebagai kesombongan seorang bocah seusianya Tangan kanannya masih dipegangi Rayo. tapi tangan kirinya menuding-nuding ke arah pohon itu.
"Tante. aku mau kesana. Tante Aku mau lihat pohon mati itu. Tante! Aku mau lihat dari dekat!" .
"Pohon mati"!" Kumala Dewi menggumam curiga.
"Jadi, pohon mati itulah yang kamu maksud waktu mau lari dari rumah Oom Rayo tempo hari, Jong?" Ajong mengangguk Ia merengek lagi sambil berusaha ingin melepaskan diri dari genggaman tangan Rayo. Tapi agaknya Rayo masih belum mengizinkan anak itu pergi dengan bebas.
"Cepat kau bertindak. Lala" kata Rayo kepada: Kumala,
"Anak ini sudah tak sabar lagi melepaskan kebandelannya!" Dewi Ular agak ragu ingin menyampaikan maksudnya. Seperti ada yang ingin ia katakan kepada Rayo tentang bocah itu. Tapi dalam keraguannya itu akhirnya ia melupakan keinginannya. dan bergegas menghampiri pohon tersebut.
"Tante. aku ikut...! Aku ikut. Tante...! Itu pohon mati berbahaya. Tantel Jangan dekati dia tanpa aku, Tante...!" Benar apa kata Ajong. Pohon itu berbahaya bagi siapa saja Terutama sekali bagi Kumala Dewi yang berdarah dewa itu. Dalam jarak sepuluh meter saja pohon tersebut sudah dapat mencium bau wangi darah dewa dalam diri Kumala Dewi Maka, tanpa diduga-duga siapa pun akar pohon tersebut mencuat dari dasar tanah dan berkelebat menyambar Kumala Wuuurt...! Akar sebesar betis itu berusaha melilit tubuh Kumala Dewi. Tetapi dengan gesitnya Kumala melompat ke atas menghindari jangkauan akar tersebut tangannya berkelebat seperti menebaskan pedang dari kiri ke kanan
Wuutl Yang keluar dari tangan itu adalah seberkas sinar hijau lurus dan segera menebas akar yang menghampirinya tadi.
Craas...! Gwuuurrr..! Seluruh tanaman di situ bergetar semua, karena pohon kematian itu mengeluarkan guncangan cukup besar setelah akarnya putus bagaikan terpenggal pedang tajam Darah menyembur dari potongan akar. Kumala melompat mundur menghindari semburan darah merah itu. Sementara akar yang sudah terpisah dari induknya itu jatuh ke tanah dan tenggelam di kedalaman tanah tersebut. Seperti ada yang menghisapnya dari dalam tanah, lalu lenyap meninggalkan bercak darah merah di sekelilingnya.
"Kurasa itu bukan pohon. tapi monster berbentuk pohon!" teriak salah seorang yang memandang kagum terhadap keberanian Kumala Dewi tadi. Tentu saja Kumala tak menghiraukan seruan orang tersebut, karena sekarang ia melihat dahan-dahan pohon kematian itu bergetar kuat, daunnya beterbangan seperti rontok semua. Tapi anehnya daun-daun itu beterbangan ke satu arah, yaitu menyerang Kumala Dewi dengan cepat. Bentuknya memang seperti daun beringin, tapi kini kondisi daun itu keras seperti kepingan baja tajam. Ketika melesat saling bergesekan menimbulkan suara berdesing berisik yang mengiris hati orang yang mendengarnya.
Zrriiing, srriiieeng, criiing...! Dewi Ular segera mengeluarkan kesaktiannya dalam bentuk hembusan angin kencang melalui kibasan kedua tangannya.
Wut, wut, wut, wuuuss...! Zraaakkk...! Kepingan daun itu bisa berputar balik ke arah pohon
kematian itu sendiri Zzzrrrcraab...! Semuanya menancap pada batang, dahan dan akar pohon kematian. Menancap keras dan menimbulkan luka berdarah
"Woooww.."!" suara orang terbengong terdengar serempak. Mereka membelalakkan mata melihat daun daun berubah menjadi kepingan baja yang bisa diputar balikkan oleh gadis cantik itu dan menancap pada pohon itu sendiri. Tapi mereka juga menjadi terbengong lagi setelah daun-daun itu lenyap dari tempatnya, luka-luka pohon tertutup rapat. Sementara itu dahan dan ranting mengeluarkan daun baru yang masih hijau segar dan, tumbuh secara serempak -
"Tante Mala terluka itu, Oom!" sentak Ajong Karena keadaannya tidak terlalu terang. maka hampir tak ada yang melihat lengan Kumala terluka akibat salah satu daun yang menyerangnya tadi ada yang lolos dan menggores lengan kiri Kumala. Melihat keadaan itu Rayo sangat cemas Ia bergegas menghampiri Kumala, tapi oleh Sandhi tangannya segera dicekal
"Jangan mendekat! Berbahaya buat kamu!" Ajong terlepas dari genggaman Rayo. Anak itu tidak segera berlari ke arah Kumala, melainkan justru keluar dari lingkaran pita kuning Menerobos diantara penonton, memutar ke arah lain. Tahu-tahu ia sudah muncul di seberang Kumala.
"Ajooong...! Jangan mendekat" seru Kumala Dewi sangat mencemaskan anak itu. Kumala baru mau bergerak menyeberang untuk menyelamatkan Ajong, tapi anak itu sudah bergerak lebih dulu Ia melompat ke pohon yang satu. menjejakkan kaki,
pindah ke pohon yang satunya lagi, menjejakkan kakinya pula pindah lagi, dan hal itu dilakukan dengan zig-zag cepat, sulit diikuti oleh pandangan mata orang awam. Tahu-tahu Ajong sudah ada di salah satu dahan pohon kematian itu. -
"Astagal Dia sudah ada di sana tuh, San!" pekik Rayo sangat tegang. Tapi gerakan Rayo tertahan kembali oleh tangan Sandhi Tepat pada saat itu mereka melihat Ajong meludahi pohon tersebut.
Cuiih...! Lalu, dengan seringan kapas ia melejit pindah ke pohon yang satunya lagi.
Tab, tab, tab, tab.. jlceg...! Tahu-tahu sudah berdiri di samping Kumala Dewi yang masih terperangah memperhatikan kehebatannya. Pohon kematian itu segera layu. Bergetar cukup kuat. Membuat tanah di sekitarnya ikut bergetar seperti dilanda gempa. Orang-orang berlarian menjauh, tapi Ajong dan Kumala masih berada ditempat. Ajong menarik tangan Kumala untuk mundur pelan-pelan. Kumala mengikutinya tanpa banyak komentar lagi. * Pohon kematian itu semakin layu, kempis, lalu
mengecil dan akhirnya terpuruk seperti seonggok bubur
hijau. memercikkan bunga api kesana kemari. Beberapa saat kemudian bubur hijau itu kenyapseperti terhisap bumi. Orang-orang terperangah dan saling bertanya-tanya, siapa bocah berambut jabrik itu"
KINI semakin jelas bahwa Ajong bukan bocah biasa. Kemampuannya menghancurkan pohon kematian dengan hanya meludahinya sudah bukan kemampuan milik manusia awam. Bahkan orang berilmu hitam pun belum tentu memiliki kesaktian seperti itu. Tentu saja Ajong tetap tak akan bicara siapa dirinya di depan umum. Mungkin dengan bicara empat mata, barulah Ajong mau terbuka tentang pribadinya itu. Begitulah pemikiran Kumala Dewi.
"Sungguh tinggi ilmu anak ini. Sampai sekarang aku masih gagal melacak di mana ia menyembunyikan kesaktiannya, sehingga tak mudah diukur oleh siapapun." pikir Kumala yang sampai saat ini masih penasaran Sementara itu, beberapa koran memuat berita tentang misteri pohon kematian. Ternyata bukan terjadi pada tempat-tempat yang pernah didatangi Kumala saja. Bukan hanya di villa Puri Asmara, atau di Taman Cendanapura saja pohon kematian itu tumbuh dan menelan korban Tapi di beberapa tempat pun terjadi peristiwa yang mengerikan. menelan korban lebih dari lima orang dalam dua malam ini. Korban yang dimangsanya bukan hanya orang yang habis bercinta saja. Lelaki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, jika kebetulan berada di dekat pohou itu, pasti akan menjadi korbannya. Konon, bentuk dan
struktur pohon tersebut berbeda-beda satu dengan yang . lainnya.
"Korban pasti akan bertambah terus, Tante. Pohon itu jahat sekali. Aku nggak suka sama pohon mati itu, Tante," kata Ajong dengan bersungut-sungut, juga sambil menikmati sarapan paginya dengan lahap sekali. Pagi itu yang ikut sarapan bersama hanya Sandhi, sedangkan Buron sejak pagi pagi sekali sudah pergi bersama Rayo. la diminta bantuannya untuk memindahkan beberapa peralatan kantor milik Rayo keruangan yang baru Sebab, biasanya jika mengangkat beban berat Buron menggunakan tenaga jinnya, sehingga bisa dilakukan dengan ringan dan cepat. -
"Bukankah pohon itu sudah kamu hancurkan" Apakah ia bisa tumbuh lagi?"tanya Kumala dengan sikap benarbenar tidak tahu melahu, sehingga Ajong merasa dirinya lebih pandai dari Kurmala. Anak itu tampak cukup bangga jika bisa menjelaskan apa yang tidak diketahui orang-orang dewasa di sekitarnya.
"Pohon itu tidak akan bisa tumbuh lagi. Tante. Kan sudah aku ludahi?"
"Kenapa kau bilang korbannya akan bertambah lagi?"
"Lho, kan ada pohon mati lainnya, Tante?"
"O, jadi bukan hanya satu saja?" Ajong-menggeleng sambil sibuk dengan santapannya. Dalam keadaan mulut penuh anak itu bicara lagi terkesan cuek, seenaknya -
"Banyak sekali yang lainnya Kalau kita bisa hancurkan biangnya yang lain akan mati dengan sendirinya. Tante. Tapi mencari biangnya itu nggak
mudah." - "Darimana kau tahu semua itu. Jong?" tanya Sandhi mewakili Kumala Dewi. Ajong melirik Sandhi sebentar, diam dulu. Seolah-olah mempertimbangkan apakah pertanyaan Sandhi perlu dijawab atau dibiarkan saja. Beberapa saat kemudian barulah terdengar lagi suara anak itu di antara makanan yang memenuhi mulutnya.
"Aku tahu dari cerita orang-orang laut. Bang."
"Orang-orang laut"!"
"Nelayan-nelayan di sana sering menceritakan tentang pohon iblis itu. Aku sih cuma nguping saja. Bang."
"Nelayan-nelayan yang mana" desak Sandhi makin penasaran. Kumala kedipkan mata. Sandhi segera menyadari bahwa jawaban Ajong itu belum tentu benar. | Hanya sekedar jawab saja. Makanya, Kumala mengisyaratkan agar Sandhi tak perlu menjadi penasaran. Sebab anak itu sepertinya suka sekali melihat seseorang menjadi penasaran padanya.
"Maksudnya nelayan-nelayan ditempat ia ditemukan Rayo," bisik Kumala ketika Ajong mencuci tangannya di tempat cucian pirihg.
"Tapi jangan percaya. Aku menangkap getaran kebohongannya. Dia cuma belum ingin menjelaskan pada kita yang sebenarnya." Sandhi menatap ke arah dimana Ajong mencuci tangannya, walau tak melihat anaknya tapi ia tetap geleng geleng kepala .
"Kamu harus, bisa mengungkap siapa anak itu sebenarnya: Kumia. Maksudnya, supaya kita bisa tahu persis seharusnya kita bersikap padanya."
"Sedang kurancang dalam benakku." kata Kumala
dengan suara datar sambil mengemasi piring kotornya. Ia memang selalu tampil kalem Tenang sekali. Tapi sebenarnya dalam otaknya ia sibuk menyusun rencana dan mengatur jadwal kegiatan. Begitulah Kumala kesehariannya. Seperti biasanya, jika Kumala dan Sandhi ke kantor. Ajong ditinggal di rumah bersama Buron dan Mak Bariah. Hari itu Kumala belum bisa pulang walaupun sudah pukul enam sore. Ia harus memimpin sebuah rapat para
pemegang saham, mendampingi Kakak angkatnya yang
menjadi orang pertama di perusahaan tersebut, yaitu
Pramuda. Sebelumnya tadi ia sudah menelepon Buron .
bahwa ia akan selesaikan urusan kantor itu sekitar pukul tujuh malam. , Tepat pukul tujuh kurang lima menit, rapat sudah selesai. Belum sampai Kumala keluar ruangan handphone sudah berbunyi. Ag ak heran Kumala melihat nomor telepon yang muncul d i HP-nya adalah nomor telepon rumahnya sendiri Suara Buron pun kerdengar menyapa agak tegang.
"Anak itu mulai bandel lagi :,
"Si Ajong" Kenapa dengan dia, Ron?" Kumala tetap menanggapi dengan kalem. Penuh kharisma."
"Dia ngotot minta diantar ke kantormu, Kumala. Sudah kubujuk dengan halus maupun kasar dia tetap minta ketemu kamu sekarang juga! Bagaimana hih?" .
"Suruh bicara di telepon saja. Mana anak nya?"
"Sebentar...." lalu suara Buron terhenti, hanya terdengar samar-samar memanggil Ajong berkali-kali Makin lama suaranya makin jauh. Mungkin ia menjemput
Ajong ke dapur untuk dibawa ke meja telepon. Sampai beberapa saat lamanya belum ada komunikasi lagi. Kumala sempat hampir memutus hubungan telepon itu, mengingat Buron menggunakan telepon rumah ke HP otomatis pulsanya mahal kalau hanya dibiarkan begitu saja .Tapi sebelum sempat hubungan telepon terputus. suara Buron sudah terdenga r kembali. Nadanya lebih tegang dan diiringi nafas tere ngah-engah sedikit.
"Sialan! Anak itu minggat!"
"Apa..."!"
"Tadi ada di kamarku. Ngacak-ngacak mejanya Sandhi. Sekarang nggak ada tuh anak. Di pendapa belakang juga nggak ada!"
"Kau melihat dia keluar dari kamarmu saat meneleponku tadi?"
"Nggak. Kalau dia keluar dari kamar, pasti kelihatan dari sini dong. Aku sengaja bicara di telepon sambil menghadap ke arah pintu kamarku, biar kalau dia keluar atau macam-macam, aku bisa melihatnya dari sini."
"Hmmm, ya, ya.. sudah, nggak usah kamu pusingkan anak itu!" kata Kumala bernada tenang.
"Biarkan dia berbuat, kalau bisa pantaulah dia melalui jalur gaib."
"Iya deh. Uhh... memang rese anak itu!"gerutu Buron mengakhiri teleponnya. Saat mau masuk lift untuk turun, Pramuda sempat menegur Kumala sambil memberi isyarat pada beberapa orang yang sudah ada di dalam lift agar tidak menutup. pintu lift dulu. -
"Kau mau langsung pulang" Sandhi masih ada di tempat parkir?" -
"Ya. Tapi aku hanus ke ruang kerjaku dulu untuk mengambil tas," kata Kumala, lalu ia pun masuk kedalam lift setelah Pram masuk lebih dulu. - Kumala mempunyai ruangkerja sendiri yang tentunya sangat eksklusif. Bebas dari suara-suara karyawan lainnya. Ketika ia masuk ke ruang kerjanya yang sudah sepi itu. hampir saja ia terpekik, karena di dalam ruangan yang tertutup dan terkunci itu ternyata ada seseorang yang duduk di balik meja kerjanya. Agaknya ia memang sengaja menunggu Kumala di situ. -
"Ajong..."!" Kumala buru-buru tersenyum dan tenang kembali Rasa kagetnya cepat hilang karena ia lekas menyadari bahwa Ajong bukan bocah sembarangan. tentu saja bisa berbuat seperti itu.
"Lama sekali Tante selesai rapatnya" Aku sampai ngantuk menunggu Tante di sini sejak tadi." Anak itu dipandangi Kumala. Tapi tetap tak terlacak getaran energi gaibnya. Anak berkaus merah dengan - celana panjang jeans pembelian empat hari yang lalu itu tetap kosong. tanpa energi gaib yang mestinya bisa dirasakan Kumala baik melalui mata batinnya maupun perabaan indera keenamnya.
"Kau mulai nakai lagi. Jong. Kau pergi tanpa pamit Bang Buron. bukan" Pasti juga tak pamit pada Mak Bariah." Ajong menunduk seperti merasa bersalah.
"Maaf. Tante... habis aku terburu-buru ingin cepat-cepat ketemu Tante Mala." - .
"Okey, sekarang kamu sudah ketemu Tante Mau apa, hm?" senyum manis Kumala tetap tersungging untuk si
bocah bandel itu "Aku ingin pergi ke suatu tempat hanya bersama , Tante Mala."
"Kapan?" "Sekarang." "Ke mana kita akan pergi?" Ajong menatap Kumala Dewi agak ragu menjawabnya Kumala sendiri menunggu-nunggu dengan perasaan ingin tahu, apa sebenarnya yang diinginkan anak itu.
"Aku nggak tahu nama tempat itu, Tante. Yang kutahu. di sana ada tugu tinggi sekali," anak itu seperti sedang menerawang.
"Di sekeliling tugu ada jalanan bagus, tapi juga ada pohon banyak Di atas tugu ada . mahkotanya. Tante. Mahkota dari emas Besar sekali. Tante. Kalau malam kelihatan menyala. Tante tahu di mana tempat itu?"
"Monas!"jawab Kumala cepat, ia langsung tanggap maksud pikiran Ajong. Tugu bermahkota tidak ada lain kecuali Monas.
"Kenapa kamu ingin ke sana. Jong?"
"Di sana... akan tumbuh pohon mati." jawab Ajong
pelan. "Pohon kematian akan tumbuh di sekitar Monas"! Malam ini juga?"
Ajong mengangguk. Kumala Dewi langsung percaya, sebab menurutnya sangat memungkinkan sekali pohon kematian itu tumbuh di sekitar Monas. sebab di sana banyak orang berekreasi, atau pasangan yang sedang
pacaran di bawah pohon. Maka, malam itu juga Kumala membawa Ajong ke Taman Monas dengan menyetir mobilnya sendiri. sedangkan Sandhi disuruhnya pulang memakai taksi -
"Apakah kali ini yang akan tumbuh adalah biangnya, Jong?"
"Mudah-mudahan biangnya, Tante. Aku nggak tahu persis apakah biangnya atau bukan biangnya. Yang jelas, aku tadi mendengar mereka merencanakan untuk mencari mangsa di tugu bermahkota."
"Mendengar" Suara siapa yang kau dengar itu?"tanya Kumala sambil mengemudikan mobilnya dengan tenang
"Suara mereka dong."
"Mereka siapa?" kejar Kumala. -
"Yang pada keluyuran di lereng Gunung Bangkai itu. Tante." -
"Gunung Bangkai"!" -
"Masa'Tante Mala nggak tahu sih?"Ajong bersungut sungut.
"Bohong aja kalau Tante mengaku nggak tahu Gunung Bangkai. Pasti tahu deh. Iya, kan?" Dewi Ular tersenyum canggung sambil manggut manggut. Ia merasa ragu dengan apa yang diketahuinya tentang Gunung Bangkai. Mungkin akan berbeda dengan apa yang dimaksud Gunung Bangkai oleh Ajong. Sebab menurut Kumala. Gunung Bangkai adalah suatu tempat yang ada di alam gaib, dan menjadi pusat pemerintahan Lokapura alias Dewa Kegelapan .Dewa ini adalah musuh utamanya dewa-dewi di Kahyangan. Tapi apakah benar yang dimaksud Ajong juga Gunung Bangkai yang itu, atau yang ada di tempat lain"
Mobil BMW hijau giok itu meluncur pelan-pelan mengelilingi jalanan tepi Taman Monas. Mata mereka mencari-cari pohon kematian yang dimaksud Ajong. Sambil mencari pohon itu Kumala masih melanjutkan percakapannya dengan bocah misterius itu -
"Apakah yang kau maksud adalah Gunung Bangkai yang ada di alam lain" Tempat pemerintahan Lokapura berdiri itukah?"
"Nah, berarti Tante Mala tahu Gunung Bangkai. kan?" Ajong tersenyum senang. :
"Jadi, kau bisa mendengar suara-suara dari tempat itu"
"Mereka sedang mengadakan uji coba kok, Tante." jawab Ajong-tak sesuai dengan pertanyaan Kumala. Entah disengaja melenceng dari pertanyaan atau memang Ajong tak tahu harus menjawab bagaimana yang jelas Kumala Dewi semakin tertarik dengan pembicaraan itu.
"Maksudnya uji coba bagaimana sih. Jong?"
"Menghabiskan penghuni bumi dengan menyebarkan .
bibit tanaman iblis, yaitu pohonmati. Kalau melalui pohon mati usaha mereka tidak diketahui oleh siapa pun. termasuk oleh Tante Mala, dan pohon mati itu dapat bekerja dengan cepat serta sulit dikalahkan, maka untuk waktu mendatang bumi ini akan dipenuhi oleh pohon mati. Semua tanaman yang ada di bumi akan dikuasai mereka dan dijadikan pohon kematian bagi penghuni bumi."
"Gagasannya siapa ini sebenarnya, Jong?"
"Kita parkir di depan situ saja, Tante. Kita cari pohon itu di kedalaman taman sekeliling sini."kata Ajong, seolah olah tidak mendengar pertanyaan Kumala dan tidak mau
tahu apa yang diharapkan oleh gadis cantik putri tunggal Dewa Permana itu. Kumala Dewi terpaksa menuruti saran anak kecil itu, mengingat agaknya anak tersebut jauh lebih tahu tentang rencana para penghuni alam kegelapan daripada dirinya sendiri. Ajong menghentikan langkahnya. Mendekati sebutir batu kecil dan memungutnya dengan hati-hati. Batu itu berwarna agak keputih-putihan dan setelah dipungut diperhatikan sambil berdiri. Kumala Dewi ikut memperhatikan dengan terheran-heran.
"Ada apa, Jong?" Saat itu pula Ajong menyentilkan batu itu hingga melesat ke sembarang tempat. Dibuang.
"Sialan! Kukira dia tadi." , |
"Maksudmu?" "Bibir pohon mati itu seperti batu, Tante. Kecil seukuran batu yang kupungut tadi. Warnanya putih seperti batu karang. Bentuknya runcing setinggi separoh telunjukku ini. Tante." Ajong menunjukkan jari telunjuknya dan mereka berjalan pelan-pelan menyusuri jalanan setapak pada taman tersebut. Mata mereka memperhatikan setiap pohon yang ada di sana.
"Bibit tanaman iblis itu begitu jatuh kebumi akan cepat menjadi besar dan tinggi. Syaratnya harus menyentuh tanah di bumi ini dan terkena udara sekitarnya. Tidak sampai setengah jam lamanya sudah bisa tumbuh menjadi pohon besar dan tinggi. Seperti yang kita lihat di Taman Cendanapura tempo hari."
"Bagaimana cara mencegahnya agar jangan sampai
tumbuh?" tanya Kumala seraya memandangi salah satu pohon yang sempat dicurigai, tapi ternyata pohon itu adalah pohon biasa.
"Pohon itu kalau semakin diserang semakin bertambah kekuatannya. Tante Mala nggak akan bisa melumpuhkan pohon mati itu. Biar pun seluruh kesaktian Tante Mala digunakan, aku yakin Tante nggak bisa mengalahkan kekuatannya."
"Apakah kau tahu aku mempunyai kesaktian" Apa kau bisa mengukur seberapa tinggi kesaktianku. Jong?" Anak itu tertawa cengar-cengir.
"Masa cuma mengukur kesaktian Tante Mala saja aku nggak bisa sih" Aku tahu kok kalau Tante Mala ini putri tunggal Dewa Permana yang menikah dengan Dewi Nagadini." Kaget sekali Kumala mendengar Ajong bisa menyebutkan nama kedua orang tuanya. Langkah gadis itu sempat terhenti hanya untuk menatap Ajong penuh curiga. Anak itu justru cuek, tak merasa ditatap, tak merasa mengeluarkan kata-kata yang mengejutkan lawan bicaranya. Kini ia justru duduk di bangku taman tak jauh dari lampu penerang jalanan taman itu.
"Sebagai putri tunggal dewa. Tante Mala memang mempunyai kesaktian tinggi, punya keistimewaan tersendiri, punya kekuatan yang melebihi dewa-dewa kecil lainnya. Tetapi untuk melawan pohon mati itu. kesaktian Tante nggak berguna. Hanya ada satu cara untuk menghancurkan pohon itu... dengan Lahar Bening."
"Lahar bening?" -
"Pasti bingung. Tante pasti bingung nih Hiik, hiik.
"hiik...!" - Ajong menertawakan Kumala bersikap tidak serius menanggapi rasa penasarannya Dewi Ular itu.


Dewi Ular 18 Misteri Pohon Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tahu Lahar Bening!" Kumala tak mau kalah. Ia duduk di samping Ajong. Bocah itu berlagak sok pintar
"Apa coba" Lahar bening itu apa?" sambil mencibir meremehkan Kumala Dewi.
"Lahar bening adalah darah dari dewa yang lahirnya ditempat sejak bayi, dimasukkan kedalam kawah Gunung Sucita. Gunung itu ada di wilayah Kahyangan. Hanya satu dewa yang sejak bayi sudah direndam di kawah Gunung Sucita hingga ia tumbuh remaja baru diangkat dari kawah tersebut. Maka, darah dewa tersebut merupakan darah bening yang memiliki tingkat kesaktian sangat tinggi dan dinamakan Lahar Bening."
"Wah... hebat sekali rupanya Tante Maia ini." Ajong menepuk-nepuk lengan Kumala dengan bangga
"Pengetahuannya tentang dewa-dewi di Kahyangan luas juga rupanya. Nggak disangka-sangka Tante memiliki kemampuan mengupas tentang Lahar Bening itu
"Makanya, jangan menyepelekan kemampuanku, Jong," sambil tawa kecil Kumala berlamburan. Merasa. lega dapat mengalahkan pertanyaan Ajong yang bersifat mengujinya - -
"Tapi aku yakin Tante tidak tahu siapa dewa yang memiliki darah Lahar Bening itu, bukan?"
"Aku tahu." sahut Kumala,
"Aku pernah mendengar ceritanya dari Dewa Bumi tentang Lahar Bening itu."
"Coba sebutkan siapa dewa yang memiliki Lahar
Bening itu!" "Dewa Guyana, dewa penguasa padang pasir."jawab Kumala tegas. Ajong berkerut dahi sedikit sambil manggut-manggut. Sikapnya menunjukkan masih ingin mendengar penjelasan lanjut dari Kumala. Maka, Dewi Ular pun menambahkan keterangan dalam jawabannya tadi.
"Dewa Guyana adalah ayahnya dari Dewa Bumi, Dewa Wanandra dan yang lainnya. Dewa Guyana menikah dengan Dewi Prasasti. Dewi Prasasti adalah salah satu dari kedelapan puluh anak hasil perkawinan Dewa Kegelapan dengan Dewi Penguasa Birahi Iblis, alias permaisuri sah si Dewa Kegelapan itu. Ada sekitar sepuluh anak lebih yang lahir dari perkawin an tersebut yang tidak mengikuti jejak ayah-ibunya, m elainkan memboikot lari ke Kahyangan dan menjadi pe nghuni Kahyangan. Salah satunya adalah Dewi Prasasti yang kemudian menikah dengan Dewa Guyana itu. Jad i, sebenarnya Dewa Guyana itu menantunya Dewa Keg elapan. Tapi karena istrinya saja memihak Kahyangan maka Dewa Guyana juga memihak Kahyangan." kumal a dipandangi Ajong tajam-tajam. Anak itu seperti terheran-heran mendengar penjelasan Kumala yang begitu lengkapnya
"tante tahu semua itu dari siapa?"
"Aku pernah mendengar ceritanya dari Dewa Bumi."
"Padmayoda..."!" sambil matanya tampak menerawang. -
"Benar. Rupanya kamu tahu juga kalau Dewa Bumi itu bernama Dewa Padmayoda, ya" Wah. hebat juga pengetahuanmu itu. Jong!" senyum Kumala juga
"Mari kita teruskan mencari pohon iblis itu. Tante."
"Hey, kau belum jelaskan padaku, siapa kau sebenarnya, Jong"!" Kumala mencekal lengan bocah itu. Ajong yang sudah berdiri terpaksa duduk lagi dengan menghembuskan nafas panjang Agak kesal.
"Sebenarnya Tante sudah tahu siapa aku, kenapa harus pura-pura tidak tahu" Jawablah sendiri pertanyaan itu tadi. Tante." -
"Ti... tidak! Sungguh, aku belum tahu siapa dirimu sebenarnya, Ajong Tolong jelaskan!"
"Kalau kau sudah tau siapa diriku, apakah kau mau menolongku, Dewi Ular?" Makin berkerut heran wajah Kumala mendengar bocah itu menyebutnya Dewi Ular dengan nada bicara seolah-olah lebih tua dari Kumala sendiri. Makin curiga Dewi Ular pada saat itu, namun pikirannya tertarik pada permintaan tolong si bocah misterius itu.
"Pertolongan apa yang bisa kulakukan untukmu. Ajong?"
"Berjanjilah dulu, bahwa kau bersedia menolongku, Dewi Ular Sebelum kau berjanji untuk menolongku. aku tidak akan sebutkan siapa diriku." -
"Baiklah, apapun kesulitanmu aku akan menolongmu sebatas kemampuanku. Aku berjanji!"
"Dan bersumpah?" Kumala menangguhkan kata-katanya untuk mengangguk lebih dulu, baru berkata
"Ya, aku bersumpah!" Ajong tersenyum tipis sambil manggut-manggut
"Sebutkan siapa dirimu, Ajong!" Kumala tampak tak
sabar. - "Aku ada di belakangmu. Dewi Ular" Secepat kilat Kumala berpaling ke belakang la tersentak kaget dengan pandangan mata terkesima kagum Lidahnya menjadi keluh sesaat setelah menyentakkan suara membisik pelan.
"Ohh.... kau"!" Rambut panjang dikonde di tengah, sisanya meriap sebatas punggung. Rambut itu berwarna orange berkilauan. Wajah tua tapi masih kelihatan segar dan ganteng. Kharismatik sekali. Jubahnya berwarna orange tua tapi dalamannya berwarna putih salju Sosok tua yang kentara ketampanan masa mudanya itu mempunyai mahkota kecil berbatu berlian sebesar jeruk nipis. Tubuh tegap itu dikelilingi cahaya putih kehijau-hijauan. Jelas sudah sosok tampan itu adalah ciri-ciri aura kedewaan. Kumala Dewi baru menyadari seperti itulah rupanya sosok Dewa Guyana yang seluruh tubuhnya bagaikan bertaburan pasir-pasir mengkilap, mirip serbuk berlian. Merasa lebih muda, Kumala Dewi segera memberi hormat kepada Dewa Guyana dengan sikap hormat - sederhana, khawatir dilihat orang banyak yang ada di sekitar taman. Dewa Guyana hanya menyunggingkan senyum sambil mengangkat tangannya, memberi balasan yang bersifat familiar sekali. Sementara itu Ajong masih ada di samping Kumala, diam tak bergerak, bagaikan tak bernafas lagi -
"Maafkan kenaifanku ini, Eyang Guyana," tutur Kumala dengan merasa malu sekali karena tidak bisa . mengetahui bahwa Ajong adalah jelmaan dari Dewa
Guyana, yang tingkatannya setara dengan kakeknya Kumala sendiri, Dewa Murkajagat.
"Teruskan langkahmu. aku mendampingimu dan kau kuminta mendampingi kesulitanku juga. Dewi Ular" Suaranya menggema halus dan merdu. Kumala Dewi merasa semakin hormat kepada Dewa Guyana yang bergerak-gerak mirip bayangan hologram. Setelah bicara begitu, Dewa Guyana pun lenyap dari pandangan mata Kumala. Lenyapnya sosok berkharisma tinggi itu membuat AJong mulai aktif bicara lagi. Seolah-olah rohnya telah kembali dan bisa berkomunikasi seperti sediakala. Tetap saja ia bersikap seperti bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa akan dunia kedewaan.
"Pantas energi kesaktiannya tak bisa kulacak, pasti dia simpan gelombang kesaktiannya itu di tempat lain, sehingga paranormal mana pun tak bisa mengetahui seberapa tinggi kekuatan gaibnya."pikir Kumala seraya memandangi Ajong dengan senyum simpatik.
"Apakah kau merasakan sesuatu yang janggal dalam taman ini. Kumala Dewi?" tanya Ajong, kini bersikap benar-benar jauh lebih dewasa dari gadis cantik itu
"Hmm. ya... aku menangkap getaran gelombang hawa. panas yang mengalir dari dalam bumi, Eyang."
"Ajong!" ralatnya.
"Dalam keadaan seperti ini, kumohon tetaplah memanggilku Ajong. supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi Raxo. Sandhi. Buron dan yang lainnya." -
"Baiklah kalau memang itu keinginanmu, Aj... Ajong." Kumala tertawa malu, karena kikuk memanggil nama Ajong setelah mengetahui siapa bocah itu sebenarnya.
"Kita harus ke arah barat. Kumala Getaran gelombang hawa panas itu pertanda mulai tumbuhnya pohon iblis yang kita buru!" Dewi Ular dan Ajong bergegas menyusuri jalanan di tengah taman menuju arah barat. Semakin ke arah barat hawa panas yang dirasakan semakin kuat. Bahkan menurut Kumala hawa panas itu mengandung sengatan kecil, seperti sengatan aliran listrik bertegangan rendah. Maka, semakin cepat langkah mereka. sebab menurut Ajong itulah tanda-tanda perkembangan dari bibit tanaman iblis yang sedang tumbuh menjadi besar
"Kita hancurkan lebih dulu sebelum ia sempat menjadi besar!" kata Ajong seraya berlari-lari kecil, tak ingin terlambat sedikitpun. Sebab, menurutnya jika pohon itu sudah tumbuh besar, maka dalam waktu cepat akan memangsa korbannya dengan mudah. Di taman mulai banyak pasangan yang sedang memadu kasih dengan berlindung di bawah kerimbunan pohon. "
"Tunggu sebentar!"cegah Kumala. Langkah mereka terhenti.
"Gelombang gaibnya berpindah dari arah utara, Ajong!" Kalau begitu kita kejar ke utara! Diamengetahui kalau akan kita buru. sehingga berpindah tempat, Kumala! Ayo, lekas!" " .
Blaass...! Ajong lenyap dalam sekejap. Menggunakan kesaktiannya dalah bergerak melebihi hembusan badai. Kumala tak mau ketinggalan. la pun menggunakan kesaktian geraknya seperti cahaya.
Claap! . SEORANG pedagang teh botol yang baru saja buka dasar di antara keremangan cahaya taman. tiba-tiba tersentak merasa pinggangnya ada yang merangkulnya . dari belakang. Semakin kaget pemuda itu setelah mengetahui yang melilit di pinggangnya itu bukan tangan seorang teman, melainkan sebongkah kayu yang berwarna kehitam-hitaman. Lilitan itu menjadi dua lingkaran. dan si pedagang teh botol menjerit begitu mengetahui benda yang melilitnya adalah akar pohon yang tumbuh berjarak tiga meter di belakangnya.
"Aaaa...!!" Jeritan itu menggema memenuhi seluruh taman. karena si pedagang teh botol sedang melayang bagaikan dililit belalai gajah. Untuk kemudian, beberapa orang yang tak jauh darinya melihat pedagang teh botol itu masuk ke dalam rongga besar pada batang pohon seperti beringin itu. Mereka pun segera lari tunggang langgang setelah sadar bahwa si pedagang teh botol sedang dimakan oleh pohon kematian yang bermulut lebar, lebih dari cukup untuk menelan tubuh manusia ke dalamnya. .
"Ajong!Jeritan itu datang dari selatan!"kata Kumala
"Dasar iblis! Dikejar ke barat lari ke utara, dikejar ke utara lari ke selatan!" geram Ajong.
"Aaaa...!!" Belum sempat mereka bergerak, jeritan histeris lainnya terdengar dari arah timur Kumala Dewi segera berkata dengan nada tegang kepada Ajong yang tampak tenang meresapi hawa gaib yang ada di sekeliling taman - itu.
"Agaknya pohon itu tidak sendirian, Ajong!"
"Benar. Di arah timur juga ada! Celaka.... sekarang aku merasakan ada yang sedang tumbuh di arah barat sana!" -
"Kita berpencar. Ajong!"
"Kumala, jangan...!"
Blaaass...! Kumala Dewi sudah lebih dulu pergi sebelum Ajong selesai melarangnya. Gadis itu menuju ke arah timur. Ajong tak mau terlalu lama mengambil keputusan, ia langsung bergerak keselatan. Seorang gadis malam yang berada tak jauh dari Ajong pingsan karena melihat bocah itu bergerak secepat badai dan melintas di depannya. Gadis itu terpental karena angin gerakan Ajong yang kemudian jatuh pingsan di rerumputan.
Pohon kematian yang baru saja menelan si pedagang teh botol dan memuntahkannya lagi dalam bentuk kerangka manusia itu ternyata mampu bergerak menjauhi tempat - tumbuhnya. Kini akarnya mengakibatkan jalanan taman yang menggunakan susunan poving blok itu terbongkar hancur bersama tanahnya yang berhamburan. Sepasang muda-mudi yang berada dalam jangkauan dahannya segera disambarnya.
Wuuut...! "Aaauuuh, toloooong...!!" Mereka berdua berteriak ketakutan.
Gusraak..! Sesuatu menerjang daun-daun pohon kematian tersebut. Orang menyangka seekor kelelawar tersasar dalam kerimbunan daun itu, tetapi beberapa detik kemudian mereka melihat bayang-bayang bocah kurus hinggap di salah satu dahan Dengan menghentakkan kaki kanannya Ajong berhasil membuat patah dahan yang sedang menyambar dua orang tersebut.
Kraak...! Cuuur...! Darah mengalir deras dari potongan dahan itu Pasangan muda-mudi yang nyaris menjadi mangsa segera jatuh terhempas bersama dahan yang dipatahkan tadi. Lilitannya mengendur dan si pemuda berhasil keluar dari lilitan lebih dulu, kemudian membantu menarik tangan pacarnya. Keduanya berlari tersandung-sandung dengan jeritan ketakutan. Tak seorang pun berani mendekati mereka karena takut disambar oleh dahan pohon kematian yang lainnya. -
Bruuss...! Bocah kecil yang ada di atas pohon melesat naik melebihi tingginya pohon. Ia tak berhasil ditangkap oleh ranting-ranting yang ingin menyergapnya dari berbagai arah itu. Justru dalam keadaan melambung ke atas itulah Ajong punya kesempatan meludahi pohon tersebut dua kali.
Cuih, cuiih...! "Kkkrrrrrhh ..!!" Pohon itu mengeluarkan suara aneh yang mengerikan . Seluruh daunnya menjadi berguguran dan dahan-dahannya pun menciut lunak. Ajong sudah lenyap dari ketinggian, entah ke mana. Yang jelas pohon tersebut segera terpuruk sambil mengelupkan asap. menjadi lumer dan lembek sekali. Makin lama makin mengental dan akhirnya menjadi seonggok bubur berwarna hijau kehitam-hitaman. Cairan
kental itu memercikkan bunga api seperti arus listrik. menjadi tontonan orang banyak di kejauhan. Tak sampai setengah menit, cairan kental itu pun lenyap seperti terserap ke dalam tanah seluruhnya. Orang-orang pun mulai berani mendekati untuk memastikan apakah pohon kematian itu meninggalkan bangkanya atau tidak.
"Kumalaaaa...!!" seru Ajong yang sudah berada di timur, mencari Kumala Dewi. la bermaksud mencegah gadis itu agar jangan bertindak gegabah menghadapi pohon kematian di sana. Namun ternyata di sisi timur Ajong, justru menemukan pohon kematian yang sedang berusaha mencari mangsa dengan dahannya berayun ayun. - | Setiap orang yang berada tak jauh dari wilayah timur segera berlarian menjauhi pohon aneh tersebut. Tak sampai timbul korban, Ajong sudah bertindak dengan cepat. Ia melesat seperti roket menerjang kerimbunan pohon. lalu meludahinya dua kali. Ludah itulah yang dimaksud sebagai Lahar Bening,yang tak dapat membuat kekuatan iblis dalam bentuk pohon mampu bertahan hidup.
Dalam beberapa detik saja pohon itu sudah hancur seperti
proses kehancuran yang dialami pohon pertama tadi.
Blegaaar...! Dentuman keras terdengar dari arah utara. Ajong tak salah duga lagi, pasti di sebelah utara terjadi pertempuran Dewi Ular melawan iblis dalam bentuk pohon kematian, tetapi ia tak bisa segera lari ke utara, karena di sisi lain tak jauh darinya terdengar jeritan orang minta tolong. Pohon kematian tumbuh juga ditempat itu dan sedang merenggut seorang gadis penjaja cinta yang sedang mencari man gsa juga di sana. Ajong terpaksa
harus membabat habis pohon-pohon kematian yang ada di sekitar tempat itu. Kali ini Dewi Ular agak kewalahan menghadapi musuhnya yang aneh itu. Pohon kematian yang tumbuh dengan cabang-cabangnya melebar seperti payung itu memiliki tinggi sekitar enam meter Tapi ketika Kumala Dewi menghantam dahannya yang hampir menyambar sepasang kekasih ingin bercengkerama di bawah pohon itu. ternyata hantaman sinar hijau dari tangan Kumala berhasil membuat hancur dahan tersebut. Anehnya setiap pohon itu terluka, darah mengucur dari lukanya dan luka segera tertutup kembali. maka tingginya pun menjadi bertambah
"Semuanya menjauh dari sini!" seru Kumala.
"Menjauh sekarang jugaaa...!" Sambil ia memandangi orang-orang yang berada di sekitar tenapat itu. Orang orang menjauh sesuai perintahnya, tapi tetap penasaran ingin melihat aksi gadis cantik itu. Rupanya Kumala ingin mengerahkan kesaktiannya berupa sinar hijau spiral dari telapak tangannya untuk menghancurkan batang pohon tersebut. Batangitu sudah menampakkan mulutnya yang berbentuk celah lebar vertikal. Sinar hijau spiral itu biasanya adalah sinar penghancur kekuatan iblis. Maka, khawatir ada yang jadi salah sasaran dari kehancuran batang pohon itu, Kumala menyuruh orang-orang menjauh. Namun ketika sinar itu digunakan, batang pohon memang pecah menjadi beberapa belah. Hanya saja, dalam tempo singkat-segera merapat kembali pecahan kayu tersebut dan membentuk pohon utuh dalam ukuran
lebih besar dan lebih tinggi lagi Kumala Dewi mencoba menghancurkannya kembali, namun lagi-lagi pohon itu justru menjadi lebih besar dan lebih tinggi, melebihi pohon pohon lainnya.
"Gawat nih! Kalau kuhantam lagi, bukannya hancur malah akan menjadi lebih-besar!" pikir Kumala sambil berjalan mengitari pohon mencari celah kelemahan pohon itu .Sementara dahan pohon yang merentang lebar itu sempat menyambar seorang petugas keamanan ditempat itu. Wuurrt...! . -
"Aaauuh. tolooong. Tolooong kkkrrkh !" Orangitu seperti sedang diremukkan seluruh tulangnya sebelum dibawa ke mulut pohon.
Wuuut...! Kumala Dewi melesat dan kakinya menerjang batang dahan yang besarnya dua kali paha manusia dewasa itu. Tentu saja kekuatan penghancur dari kesaktiannya telah disalurkan ke kaki tersebut. Terbukti ketika kaki Kumala menjejak dahan besar, terjadilah ledakan keras yang memancarkan sinar hijau lebar dalam sekejap.
Blaaammm...! Dahan itu bukan patah, tapi hancur hampir seluruhnya. Tinggal bagian yang mencengkeram mangsanya. Tapi bagian itu mengendur ketika jatuh ketanah. kemudian mangsanya meronta dengan sisa tenaganya dan berhasil lolos dengan merangkak menjauhi batang pohon tersebut. Sementara bagian dahan yang masih tersisa di tanah itu seperti sedang diserap ke dalam bumi dalam waktu singkat
Sluuub...! Lenyap tanpa bekas lagi Tetapi batang pohon kematian yang berwarna hitam kemerah-merahan itu tampak membengkak menjadi besar dan mulutnya terbuka lebar Kumala Dewi terkesi ap
dan buru-buru menjauhinya. Tapi dari dalam tanah ternyata akar pohon tersebut berhasil tersumbul bagaikan seekor ular yang segera melilit tubuh Kumala dengan kuat.
Wuut: - "Ahkk...!" Kumala tak bisa bernafas. Ia biarkan tubuhnya dibawa mendekati mulut pohon. Lalu, dengan satu kekuatan saktinya ia berhasil menghentakkan seluruh tenaga dan putuslah akar-akar besar yang melilitnya menjadi serpihan yang tak berbentuk lagi. Kumala Dewi meluncur ke bawah dala m gerakan bersalto turun.
Jlceg! Begitu sampai di bawah ia melepaskan pukulannya lagi kali ini berbentuk serbuk hijau berkilauan yang menyerang ke mulut pohon tersebut.
Zaaarrkkb...!! Bleegaaarrr..! Pecahlah pohon itu dengan mulut yang hancur tak karuan Hanya saja, ketika Kumala Dewi ingin meninggalkannya, tahu-tahu pecahan itu bergerak menyatu kembali dan membentuk sosok pohon yang lebih besar serta lebih tinggi lagi. Sangat mengerikan bagi manusia awam yang memandangnya. -
"Nonaaa... awaaaas...!!" seru salah seorang di kejauhan. Dewi Ular terkesiap mendengar seruan tersebut, ingin memahami maksudnya tapi sudah lebih dulu sebatang dahan berayun kuat menghantam punggungnya dari belakang.
Buuhk..! Kumala terlempar jatuh ke akar pohon besar itu, sementara dahan yang menghantam berasal dari pohon lain. Rupanya di situ tumbuh pohon kematian juga yang semula berada agak jauh. Kini telah bergerak mendekati temannya dan ikut menghajar Dewi Ular. Hantaman dahan itu bukan sekedar hantaman benda
keras saja, melainkan memiliki hawa gaib yang bersifat menghancurkan tulang. -
"Uhhhkhhh...!!". Dewi Ular segera mengeraskan otot otot tubuhnya untuk menangkal proses penghancuran tulangnya. Dari tubuhnya terpancar cahaya hijau berlarik larik selama tiga detik. Tapi pada saat itu sebongkah akar besar melambungkannya, sehingga pohon besar itu berhasil menangkap kedua kaki Kumala dengan mulutnya yang lebar dan berwarna merah membara itu.
Zoourrbb...! - "Ahk...!!" Kumala Dewi mengerang dengan suara bertahan. Cahaya hijau dari tubuhnya sudah padam Tapi kondisinya kini terperangkap dalam mulut pohonkematian Sebatas pinggulnya sampai kedua kaki masuk ke dalam batang pohon, sementara batas perut sampai kepala masih diluar batang. Rupanya pohon itu sedang mengunyah bagian tubuh Dewi Ular yang sudah masuk kemulutnya. Namun agaknya pohon iblis itu mengalami kesulitan meremukkan daging dan urat-urat tubuh Kumala. sebab pada saat itu sekujur tubuh Kumala sudah berubah menjadi sekeras baja hitam.
"Kraak, kraaak, kraaak, kraak...!" Pohon itu seperti makan besi beton, tak bisa meremukkannya. Kejengkelan " atas sulitnya mengunyah mangsa membuat pohon itu bergetar dengan ranting dan dahannya berguncang guncang pertanda sedang mengamuk sendiri. Tubuh Kumala yang rambutnya berhamburan meriap-riap hanya bisa menggeliat atau berputar-putar dengan usaha-usaha untuk meloloskan kedua kakinya itu. Pukulan bercahaya tidak digunakan lagi oleh Kumala, karena hanya akan
membuat kekuatan pohon tersebut menjadi lebih besar lagi. Kumala hanya menggunakan tenaga dalam tanpa sinar untuk menjebol kedua kakinya dari mulut pohon yang mengunyahnya. Namun upaya itu tidak pernah berhasil.
"Celaka! Dia bukan hanya mengunyah kedua kakiku, tapi juga menghisap kekuatan energi gaibku"!'Oouhhhk. sesak sekali pernafasankul Panas sekali sekujur tubuhku! Dia ingin melebur seluruh tubuhku dengan hawa panas "yang dapat melelehkan baja mana pun! Celaka! Aku. - ooh, saluran gaibku tertutup"! Aku tak bisa berubah menjadi sinar dan . dan sulit meloloskan diri. Auh panasnya bukan main!" - Meski pun Kumala Dewi menggerakkan kedua tangannya dengan gerakan-gerakan yang biasanya mengeluarkan hawa sakti, namun kali ini gerakannya tak berhasil menolong dirinya sendiri. Justru pohon yang baru muncul tadi menghampirinya menggunakan akarnya untuk melilit sisa bagian tubuh Kumala yang ada di luar mulut pohon besar itu.
Bahhk. baaahk, baaahk. ! Bummm ...! Kumala Dewi berhasil mengerahkan sisa hawa saktinya untuk menghantam pohon yang baru datang tadi Tapi pohon itu tak sampai pecah, hanya terdorong mundur dan merusakkan jalanan halus dari ubin menuju ketengah pancuran air itu Sedangkan di beberapa tempat masih terdengar hiruk pikuk orang berteriak minta tolong karena masih banyak pohon kematian yang belum sempat dihancurkan Ajong. Agaknya anak itu sendiri masih sibuk ke sana-sini menyelamatkan korban-korban yang nyaris terteian oleh mulut pohon iblis tersebut .Seluruh taman Monas menjadi gemuruh, karena gerakan Ajong. menyerupai badai mengamuk.
"Jantung Naga Beku!"sentak hati Kumala. la ingin menggunakan kesaktian tersebut, berupa sinar putih yang keluar dari dada yang dapat menghancurkan api seganas . apapun. Tetapi karena saluran gaibnya tersumbat oleh gencetan mulut pohon kematian, maka kesaktian Jantung Naga Beku tak dapat diaktifkan. la justru merasa tersedot ke dalam mulut batang pohon kematian. Kini sebatas perutnya sudah berhasil terperangkap dalam mulut makhluk aneh itu. Ia diputar-putar seperti sebatang lidi, yang kini dalam posisi telentang. Kedua tangannya menghentak ke atas, mengeluarkan hawa padat tanpa sinar, namun tak berhasil membuat pohon itu retak terbelah. Kini ia justru diputar balik menjadi tengkurap dan semakin dikunyah kuat-kuat oleh pohon tersebut. Hawa panas dari dalam mulut pohon semakin terasa meremukkan seluruh tulang dan urat-uratnya. Dewi Ular bertambah panik menghadapi keadaan itu. Pohon yang kedua mulai mendekat lagi. Dahannya berayun-ayun ingin menyambar kepala Dewi Ular. Tetapi tiba-tiba,
gusraak..! Ada sesuatu yang hinggap di atas pohon kedua
Cuiih. Terdengar suara orang meludah di tengah gemuruhnya suara getaran pohon besar itu. Ternyata Ajong sudah ada di sana dan berhasil menghancurkan pohon kedua dalam waktu singkat. Tetapi bocah itu tidak segera meludahi pohon besar tersebut. melainkan justru berdiri di kejauhan sambil bertolak pinggang.
"Ajooong...! Cepat, tolong akuuu...!" teriak Kumala
Dewi sambil bertahan mengeraskan seluruh tubuhnya. mempertahankan unsur baja yang melapisi kulitnya yang mulus itu. -
"Aku tak bisa menghancurkannya. Kumalaaa...!" seru
Ajong. "Gunakan ludah Lahar Beningmu!"
"Nanti kau akan ikut hancur dan kehilangan seluruh kesaktianmu!"
"Lalu... aagoou.. lalu bagaimana aku"!"
Sserrt...! Badan Kumala semakin terbenam lagi. Kini tinggal sebatas dada ke atas yang masih tampak di luar batang pohon. - -
"Bertahanlah, Dewii...!" seru Ajong yang tiba-tiba tubuhnya melenting di udara dalam gerakan bersalto naik, lalu ketika tubuh kecil itu bergerak turun, kedua tangannya menyentak bagaikan membuka tabir di depannya.
Wuuusst...! Byaaar, byaaar, byaaar, byaaar...! .
Sinar-sinar putih seperti kepingan logam menyebar ke mana-mana, khususnya menerjang dahan dan ranting pohon itu. Tanpa suara letupan apapun setiap dahan yang diterjang sinar-sinar putih dari kedua tangan Ajong itu putus dan lenyap sebelum jatuh ke bumi. Daun-daunnya pun hilang secara gaib setelah ujung-ujung daun menyemburkan cahaya putih kecil.
Claap...! Kini pohon besar itu sudah tanpa dahan panjang lagi. Daun dan rantingnya telah musnah semua. Tinggal sosok batangnya yang berdiri kokoh dalam ukuran besar dan tinggi Kira-kirasepuluh orang melingkarkan pelukannya secara bergandengan belum bisa merangkum besarnya batang pohon tersebut. Ia bergolak. menimbulkan guncangan hebat pada bumi yang membuat pohon-pohon alam lainnya tumbang dan menjadi layu seketika .Suara gemuruh guntur di langit mulai bergemuruh. Awan hitam mulai bergulung-gulung seperti ingin ikut membentuk kekuatan pohon kematian tersebut. Bahkan kini pancaran sinar biru petir tampak berkelebat berkelok-kelok cepat.
Duaaarrr. Sinar biru petir itu menghantam bagian ujung pohon kematian.
Jegaaar...! Pohon itu bukannya tumbang atau pecah. melainkan justru menjadi lebih tegar lagi. Dahannya tumbuh terjulur ke sana-sini dengan cepat. Ranting dan daunnya tumbuh kembali dengan cepat pula.
"Dewiii... pejamkan matamu sekarang juga" seru Ajong. - -
"Baiiik...!!" suara Dewi Ular dengan nada berat karena dadanya sangat sesak. Setelah gadis itu memejamkan mata. Ajong menghentakkan kakinya ke bumi tiga kali. Terdengar suara Ajong berseru seperti bocah sedang bermain.
"Padmayoda, gunakan Aji Candrapati-mu...! Gluuurrr...! Bumi seperti mau terbenam, Guncangannya sangat hebat. Bahkan tonggak besar yang disebut tugu monas itu pun ikut bergetar, seakan emas di atasnya mau terlempar dari ujungnya. Pada saat itu tiba tiba pohon kematian menjadi terang sekali. Ada sinar putih sangat menyilaukan yang keluar dari kedalaman bumi dan menembus bagian bawah pohon kematian.
Desss...! Sinar putih menyilaukan itu bergerak cepat sehingga sekujur batang pohon menyala terang sekali, dari akar sampai ujung ranting dan daun yang paling tinggi. Jika Kumala saat itu membuka matanya, maka ia akan buta mendadak. Sebab, orang-orang yang menyaksikan dari kejauhan pun sempat mengalani kebutaan beberapa detik. Dewa Guyana dalam wujud Ajong telah meminta bantuan putra sulungnya, yaitu Dewa Bumi yang bernama Padmayoda untuk menghantam pohon tersebut dari bawah. Kesaktian itu membuat seluruh pohon menjadi lunak, seperti karet mentah. Dan bertepatan dengan itu. Ajong mengeluarkan tambang dari sinar warna orange. Tambang cahaya itu melilit di dada Dewi Ular kemudian dengan sekali sentak tubuh Dewi Ular berhasil lepas dari mulut pohon kematian tersebut.
Bruuus...! "Aaahhk...!" Kumala Dewi memekik kesakitan, ketika tubuhnya terbanting di tempat berubin yang merupakan jalan menuju bundaran kolam air mancur itu. Namun dengan cepat kesaktiannya yang pulih secara otomatis itu berhasil mengobati rasa sakitnya. Ia bisa berdiri kembali dengan terengah-engah dan terhuyung huyung.
"Tetap di tempatmu! Ini adalah biangnya...!" seru Ajong sambil menuding Kumala .Mautak mau Dewi Ular menuruti perintah tersebut Pohon kematian yang kini sudah lunak itu mengeluarkan suara seperti kerbau disembelih. Ia bergetar hebat walau pun sudah tidak memancarkan cahaya putih menyilaukan lagi. Dan suara guntur di langit menggelegar kembali. Cahaya biru petir berkelebat ingin menembus pohon itu sebagai penambah kekuatannya .
"Tahan petir itu. Kumala!"teriak Ajong sambil melesat
seperti terbang dan tahu-tahu hinggap di salah satu dahan pohon yang paling tinggi. Tepat ketika itu cahaya biru petir ingin menembus kepala bocah kecil namun dengan mengerahkan kesaktiannya Dewi Ular sudah lebih dulu melesat terbang, berbentuk cahaya hijau menyerupai naga kecil. Cahaya hijau itu menahan cahaya petir dan berhasil meredam suara dentumannya. Orang-orang yang kini sudah dapat melihat dengan samar-samar lagi merasa terheran-heran melihat kilatan cahaya biru petir dapat berhenti seperti kawat berpijar Cahaya biru itu disangga oleh cahaya hijau dan didesak naik, hingga menjauhi pohon tersebut. Setelah dalam ketinggian yang sangat kecil dilihat manusia awam. barulah cahaya hijau berbentuk seperti seekor naga kecil
itu melesat pergi meninggalkannya. Cahaya biru petir pun
pecah, meledak di kejauhan sana.
Blegaaarr...! Pada waktu itu Ajong sudah berhasil meludahi pohon kematian sambil bergerak terbang mengelilingi pohon itu. Entah berapa kali bocah aneh yang mencengangkan orang awam itu meludahi pohon tersebut. yang jelas setiap ludahnya mengenai pohon tersebut memercikkan bunga api biru. Ludah itulah yang membuat pohon tersebul menjadi layu, semakin lembek, lalu terpuruk dalam onggokkan semacam bubur kental kehijau-hijauan. Bubur itu segera meresap ke dasar tanah dan lenyap setelah terdengar suara besar menggema seperti datang dari belahan langit bermega hitam itu,
"Keparat kau, Guyanaaa...!!" - Kumala sudah muncul kembali dalam sosok gadis cantik dengan pakaian kantor yang compang-camping
seperti pengemis. Ia berdiri di samping Ajong yang terengah-engah memandang ke langit hitam.
"Lain kali aku akan bikin perhitungan pribadi padamu. Guyanaa!"
"Silakan! Aku akan melumpuhkan seluruh kekuatanmu. Wak wak!!"seru Ajong, kemudian langit menggelegar kembali dan mendung hitam tebal itu tersingkap. Menyingkir semua seolah-olah musuh Dewa Guyana itu pergi meminggalkan bumi dengan kekalahan yang membakar dendamnya. Kumala Dewi segera berkerut dahi mendengar Ajong menyebut musuhnya dengan nama Wakwak.
"Wakwak ?" Jadi, pencipta pohon kematian itu Wakwak!" -
"Benar. Apakah kau mengenal siapa Wakwak?" tanya Ajong sambil menjauhi kerumunan massa.
"Wakwak belum pernah Jumpa denganku, tapi aku tahu siapa dia. Pantas saja kalau kesaktianku tidak bisa menandingi kesaktiannya dalam wujud pohon kematian. bahkan aku hampir saja hancur dalam cengkeraman mulutnya, karena dia adalah anaknya Dewa Kegelapan dari selir ketiga si Pawang Leak Sejagat Tingkat kesaktiannya konon melebihi saudaranya yang beberapa waktu yang lalu kukalahkan dalam bermain racun, yaitu Garnizon." -
"O rupanya telah terjadi permusuhan berantai antara dirimu dengan anak-anak selirnya si Lokapura itu, ya?" Dewi Ular membenarkan Lalu ia ceritakan mula pertama ia bermusuhan dengan anak Lokapura dari selir ke delapan. Venoz. Setelah mengalahkan Venoz, ia harus berhadapan dengan Amapola. anak selir ketujuh. Berhasil mengalahkan Amapola. Dewi Ular berhadapan dengan anak Lokapura dari selir keenam, yaitu Bahorok. Dendam kekalahan Bahorok dibalaskan oleh anak dari selir kelima. yaitu Pancanaka. Ternyata dalam pertarungan itu Dewi Ular unggul lagi, dan pembalasan datang dari anak Lokapura dari selir keempat. yaitu Garnizon Tingkat kesaktiannya lebih tinggi, namun bisa dikalahkan oleh pihak Kumala dengan beradu kesaktian dalam hal racun. (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"DUEL RACUN MAUT")
"Terlepas apakah Wakwak bermaksud balas dendam
terhadap kekalahan saudaranya itu, yang jelas kuakui bahwa kesaktianku memang tidak mampu mengalahkan kesaktian Wakwak, jika tanpa bantuanmu. Ajong."
"Aku sendiri tidak tahu, apakah maksud ulahnya ini sebagai balas dendam padamu atau bukan yang jelas aku mendengar rencana Wakwak ingin menguasai bumi. Artinya, dia harus menyingkirkan siapa pun yang tinggal di bumi ini, termasuk kau sendiri, Kumala. Lalu... kenyataan telah membuktikan bahwa kesaktianmu tidak cukup jika ingin mengalahkan kesaktian Wakwak."
"Itu kuakui..." kata-kata Kumala terhenti sesaat,
karena mendengar suara memanggilnya. Ternyata di tempat parkir mobilnya tampak Sandhi dan Rayo Pasca baru saja tiba untuk menyusulnya Namun mereka terlambat. Bahkan kemunculan Buron di taman itu juga terlambat. Pengacau sudah dibabat habis oleh Ajong Kumala tetap melangkah pelan-pelan beriringan dengan Ajong. sementara mereka yang menyusulnya berlarian menghampiri dengan wajah-wajah tegang.
"Dan kau turun ke bumi sengaja untuk menghancurkan kekuatan pohon kematian itu. bukan?" Ajong menggeleng serius
"Ada persoalan lain. Aku melihat istri Damasscus, si rajaiblis itu, melahirkan bayi lelaki dan ari-arinya dibuang ke bumi. Jatuh ke pantai berbentuk batu karang ajaib. Aku mengejar ari-ari itu. Dewi Ular. Tapi apa yang kucari dalam ari-ari tersebut ternyata tidak ada
" " "Apa yang kau cari, Ajong"
"Segumpal darah hitam."jawab Ajong dengan suara dewasa. Jelas suara itu adalah suaranya Dewa Guyana. Kumala sengaja menghentikan langkahnya untuk lebih serius lagi menerima penjelasan tersebut. Dengan isyarai tangan. ia menghentikan langkah Buron. Sandhi dan Rayo agar tidak mendekatinya dulu. Mereka berhenti dalam jarak 50 meter, tak bisa mendengar percakapan serius itu.
"Untuk apa mencari segumpal darah hitam. Eyang?" bisik Kumala Dewi dengan nada menghormat -
"Untuk menyembuhkan kebutaan di mata istriku, Dewi Ular. Selama ini mata istriku dibuat buta oleh orang tuanya, lantaran ia memihak Kahyangan Selama ini
dia hanya bisa melihat dengan mata batinnya tentang
anak-anaknya dan keadaan sekelilingnya. Dalam semediku yang kujalani selama sepuluh tahun lamanya. barulah kutemukan darah hitam. Anak-anakku berusaha mencari darah hitam yang dimaksud, tapi tidak berhasil. Lalu, dalam semediku lagi kuperoleh petunjuk bahwa segumpal darah hitam itu bisa kutemukan di bumi
kehidupan manusia. Maka ketika kudengar ari-ari iblis dibuang kebumi, kukejar ia dengan harapan mendapatkan darah hitam Ternyata bukan darah hitam itu yang kumaksud."
"Darah hitam yang bagaimanakah yang dimaksudkan, Eyang?" -
"Darah hitam yang melekat di ujung ekor naga emas Begitulah petunjuk gaib terakhir yang kudapat. Istriku bisa melihat dengan sempurna jika matanya ditetesi dengan. darah hitam yang melekat di ujung ekor naga emas. Maka. kuputuskan untuk mencarimu, sebab aku tahu kau bisa berubah menjadi seekor naga emas, Dewi Ular." -
"Oh. apakah... apakah itu berarti aku harus memotong ujung ekorku pada saat aku menjadi naga emas. Eyang Guyana?" -
"Bukan begitu maksudnya, Dewi cantik." kata Ajong dengan suara sedikit menggema. Ia menepuk-nepuk tangan Kumala dengan senyum kharismatik sekali.
"Itulah sebabnya aku tadi memohon kesanggupanmu. dan memaksamu bersumpah agar kamu mau menolongku, karena darah hitam itu hanya bisa berkhasiat apabila sudah tersentuh ujung ekor naga emas Aku sendiri tidak tahu, darah hitam dari manakah itu" Tapi yang jelas, darah itu berasal dari pertarunganmu sebagai naga bersisik cmas."
"Pertarungan dengan siapa"
"Entahlah,"Ajong sentakkan pundaknya.
"Itupun sulit kuketahui. anak manis. Yang jelas, sekali lagi aku memohon padamu, tolong carikan aku segumpal darah hitam yang kau dapatkan dari ujung ekor nagamu itu."
"Sungguh suatu teka-teki yang sulit terjawab dan tugas
yang sulit kudapatkan. Eyang. Tapi karena aku sudah berjanji, maka apapun akibatnya aku tetap akan mencai darah hitam itu. Eyang."
"Terima kasih!" Ajong tersenyum lega.
"Anak anakku, termasuk diriku sendiri, memang memiliki kesaktian lebih tinggi dariinu Tapi dalam masalah ini. kami harus menganggapmu lebih sakti dari keluarga kami. Dewi Ular." -
"Ah. sebenarnya aku bukan lebih sakti dari Eyang Guyana..
" "Mungkin lebih cerdas dari kami, kalau tak mau dibilang lebih sakti."sahut Ajong
"Terbukti kau cepat bisa menyimpulkan bahwa sosok yang kau lihat tadi adalah sosokku, sebagai Dewa Padang Pasir Kau cerdas, Kumala. Dan kecerdasanmu itulah yang dapat mengungguli kesaktian kami dalam berburu segumpal darah hitam Itu. - -
"Yang jelas, Eyang Guyana telah menyelamatkan nyawaku dari ancaman mulut pohon kematian tadi. Saya harus membalas budi baik Eyang yang telah menyelamatkan penghuni bumi juga ini, dengan cara mencarikan obat penangkal kebutaan Eyang Puteri Dewi Prasasti!"
"Terima kasih, teruma kasih sekali Jika ada kesulitan apapun dalam upayamu nanti, jangan sungkan sungkan memanggil anak-anakku atau bahkan memanggil diriku sendiri. Kami akan siap membantumu!"
"Terima kasih, Eyang.
" "Ssst jangan panggil aku Eyang lagi, sebab kekasihmu sudah tak sabar ingin menghampirimu Sambutlah dia, dan tetaplah memanggilku Ajong. sampai saatku nanti hilang dari kalian." bisik Ajong membuat Kumala Dewi tersipu malu, sebab Rayo memang tampak tak sabar ingin menghampirinya Mungkin ingin memeluknya sebagai ungkapan rasa bersyukur atas keselamatan jiwanya dari ancaman pohon kematian. sebagai pohon yang kesaktiannya hanya bisa dilumpuhkan oleh Lahar B"ningnya si Dewa Guyana itu .Dewi Ular terpaksa membiarkan kekasihnya memeluk dirinya, mengendurkan ketegangan yang sejak tadi menyiksa hati Rayo itu Pemuda itu tampak lega dan gembira sekali melihat gadisnya selamat walau pun terpaksa berpakaian compang-camping sedikit seronok.
"Di tempat parkir mobil sudah kudengar celoteh orang-orang menceritakan pertarunganmu melawan pohon kematian itu, dan... aku semakin bangga padamu karena kau unggul dalam pertarungan itu, Lala. Aku bangga sekali padamu." suara Rayo makin berbisik. Kumala Dewi makin mengikik geli dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Rayo. karena suara Rayo menggelitik di telinganya bersama hembusan nafas hangatnya
"Ada pihak yang membantuku. Rayo. Sebaiknya. kujelaskan di rumah saja, okey"!"
"Okey. Tapi tadi ada telepn dari Tante Fully untukmu. Lala. Dia mengabarkan bahwa terapimu tempo hari sangat membantu menenangkan jiwanya dan sekarang guncangan jiwanya sudah tidak dialaminya lagi. Ia sudah normal kembali." -
"Syukurlah... besok kita tengok dia. Rayo."
"Bukankah besok kita akan mendaftarkan Ajong masuk sekolah" Aku sudah menghubungi temanku yang
menjadi kepala sekolah dan ia bisa membantu kita. Lala." Sandhi yang mendengar ucapan itu segera berkata kepada Ajong yang sedang berceloteh tentang kehebatan Kumala bertarung mengalahkan pohon kematian kepada Buron.
"Hey, Jong... besok kamu didaftarkan masuk sekolah! Jangan bandel, ya"!" -
"Masuk sekolah?" gumam Ajong agak bingung menanggapinya, namun akhirnya ia dan Kumala saling pandang, lalu sama-sama tertawa geli. Tentu saja Rayo Sandhi dan Buron yang ikut tertawa tidak mengerti maksud tawa gelinya Kumala dan Ajong itu.
"Dewa kok disekolahkan"!" itulah gumamnya. menggelikan di hati Kumala maupun Ajong.
SELESAI Djvu by Novo Edit teks by Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
Anak Rajawali 22 Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Kite Runner 6
^