Gerhana Gunung Siguntang 1
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang Bagian 1
Hak cipta dan copy right
pada penerbit di bawah
lindungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperba-
nyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l Kabut pagi masih menggumpal. Butiran embun
masih melekat pada dedaunan. Semak belukar basah
dan berjuntai ke sana kemari dipermainkan angin.
Hawa dingin begitu menyengat, menembus tulang ba-
gian dalam. Membuat setiap kali menghembuskan na-
pas seperti mengeluarkan asap. Namun kejap lain, su-
asana yang mencekam itu pun menghilang. Bersa-
maan dengan suara gemuruh dahsyat yang terdengar.
Menyusul pepohonan dan semak belukar terpapas dan
bertumbangan dengan menimbulkan suara berdebam.
Kepulan debu seketika menggunung.
Saat terkuaknya kabut tebal, nampaklah sebuah
gunung menjulang sangat tinggi. Ditumbuhi dengan
pepohonan tinggi. Batu-batu terjal berada di sana-sini.
Dan mendadak gemuruh yang terjadi tadi, disusul
dengan berjatuhannya batu-batu besar. Menimbulkan
gebahan dahsyat membuat hewan-hewan yang meng-
huni gunung itu pun berlarian. Suasana tak ubahnya
menjadi seperti kiamat.
"Saaammmpuurnooo Pamungkaasss! Akkuuu
daaatttangg unttukk meennuuntuth baallaasss!"
Begitu suasana menjernih kembali dan masih me-
nyisakan debu-debu yang membubung, terdengar sua-
ra dingin, serak, dan dalam. Menyusul suara....
Sraaangnghg! Cukup keras, menggema di gunung yang disebut
Gunung Siguntang.
Seorang lelaki berahang persegi berbaju hitam pan-
jang berdiri dengan kedua kaki dipentangkan. Matanya
yang hitam dan tak pernah berkedip menyiratkan sinar
menggidikkan saat menatap julangan Gunung Sigun-
tang dihadapannya. Sosok berambut panjang, kotor
dan kusam mengeluarkan gerengan mengerikan. Ram-
butnya menjulai-julai dipermainkan angin. Ikat kepa-
lanya yang berwarna hitam pula, begitu ketat berada di keningnya. Di tangan dan
kakinya terdapat rantai besar, Suara 'Srang' yang terdengar tadi itu, berasal
dari rantai' besar panjang pada kedua kakinya saat melangkah dan menggebah
tempat itu. Sosok ganjil yang tak lain adalah Iblis Kubur
menggeram lagi, "Mannussiaaa kepaaraaatth! Menga-paaa kaauuu taakk tammpakkan
battaang hidduung!"
Matanya yang tak pernah berkedip itu memperha-
tikan sekelilingnya. Kaku dan mengerikan. Lalu den-
gan gerakan yang nampak lambat, Iblis Kubur me-
langkah. Terdengar gebahannya yang keras dan suara rantai
yang terseret. Tangan kanannya yang terikat rantai besar panjang itu digerakkan
ke depan. Kraaatttak! Sraaangngngg! Suara keras terdengar, bersamaan dengan itu, tiga
buah pohon yang tumbuh di sana terhantam. Lalu
tumbang bergulingan, menyusul beberapa buah batu
yang berjatuhan. Saat pohon dan batu besar itu berja-
tuhan, Iblis Kubur mengangkat tangan kirinya.
Bagai ditahan oleh satu tenaga aneh yang luar bi-
asa, pohon dan batu itu tertahan. Saat tangannya di-
gerakkan, pohon dan batu tadi mencelat jauh dari
tempat itu. Dan di kejauhan terdengar suara berdebam
yang keras. Lalu dengan gerakan kaku dan menimbulkan sua-
ra seretan rantai besar panjang pada kedua kakinya,
sosok berbaju hitam dengan wajah sebeku mayat itu
melangkah. Mulai menjajaki lereng Gunung Siguntang,
lalu merambat naik.
Saat melangkah itu, rantai besar yang terikat pada
kedua kakinya, yang seratus tahun lalu dipergunakan
oleh Ki Sampurno Pamungkas yang berjuluk Manusia
Agung Setengah Dewa, menghajar semak belukar yang
lalu tercabut dari akarnya.
Manusia Mayat yang dibangkitkan oleh Dewi Ka-
rang Samudera dengan bantuan Kitab Pemanggil
Mayat terus melangkah naik dengan suara gerengan
yang berkali-kali terdengar. (Untuk mengetahui siapa
Iblis Kubur dan bagaimana Dewi Karang Samudera
membangkitkannya, silakan baca serial Rajawali Emas
dalam episode: "Sumpah Iblis Kubur").
Seperti diceritakan dalam episode sebelumnya, saat
si Rajawali Emas bertarung dengan Iblis Kubur untuk
menyelamatkan Ayu Wulan, muncullah Bidadari Hati
Kejam yang tak lain salah seorang guru dari si Rajawa-li Emas. Bidadari Hati
Kejam kemudian memancing Ib-
lis Kubur menjauh dari sana. Pertarungan sengit pun
terjadi. Saat itulah muncul Manusia Pemarah yang
menolong Bidadari Hati Kejam. Kemudian, Iblis Kubur
pun bergerak dengan selalu menimbulkan petaka. Saat
itu, Dewi Karang Samudera tengah panik karena me-
nyadari jika lebih dari sepuluh hari tak menemui Iblis Kubur, pengaruh mantra
dari Kitab Pemanggil Mayat
akan sirna. Dia masih beruntung bertemu kembali
dengan mayat yang dibangkitkannya dan diharapkan
jadi pengikutnya untuk menuntaskan dendam lama
dengan Raja Lihai Langit Bumi. Kendati harus bersu-
sah payah untuk kembali memulihkan keadaan agar
Iblis Kubur menjadi pengikutnya, Dewi Karang Samu-
dera berhasil menguasai manusia yang dibangkitkan-
nya setelah selama seratus tahun terkubur. Yang ma-
sih mengherankan Dewi Karang Samudera, karena Ib-
lis Kubur ternyata masih mempunyai ingatan jernih
karena dia masih mengingat mana Ki Sampurno Pa-
mungkas, orang yang mengalahkannya seratus tahun
lalu dan menyebabkan kematiannya itu berada.
Manusia Mayat yang menyimpan dendam itu ber-
henti di seperempat perjalanan menuju puncak Gu-
nung Siguntang.
"Sampurrnooo Pamuungkasss.' Keluaaar kauu dari
peerrsemmbuunyiiaan. Akkuu daataaangg untuk
meennuunttuth balass.'"
Tak ada sahutan apa-apa. Gunung Siguntang
sunyi. Suasananya yang mencekam makin menggigit
nurani. Di ufuk timur sana, perlahan-lahan sang fajar mulai merambat naik.
Biasan panah merah yang dilepaskannya mulai menerangi persada.
Merasa tak ada sahutan atau tanda-tanda muncul
nya orang yang dicarinya, Manusia Mayat itu mengge-
reng dengan suara menggetarkan. Tangan kanannya di
angkat dan digerakkan.
Sraaanggg! Wuuuuttt! Blaaarrr!
Dinding gunung di sebelah kanannya rengkah dan
menimbulkan suara bergetar. Menyusul suara gemu-
ruh dengan jatuhnya bebatuan dan beberapa buah
pohon yang tumbang.
"Saammpuurnnoo Pamungkaass! Keeluuaaar
kaauuu! Jaangann jadiii peengeccuth seekaaranng!"
Tetap tak ada sahutan apa-apa. Semakin murka
Iblis Kubur mendapati kedatangannya untuk memba-
las dendam seratus tahun lalu pada Manusia Agung
Setengah Dewa seperti sia-sia belaka. Manusia Mayat
itu mengamuk sejadi-jadinya, hingga Gunung Sigun-
tang bagai mengamuk.
Berjarak lima puluh tombak dari tempatnya, dua
pasang mata memperhatikan apa yang sedang dilaku-
kan oleh Iblis Kubur.
"Manusia jelek pemarah! Yang kau katakan ternya-
ta benar! Manusia laknat itu datang ke sini untuk
mencari gurumu!" terdengar suara bernada memben-
tak tanpa menoleh pada orang yang berdiri di sisi ki-
rinya. Orang yang dibentak tadi mengeluarkan dengusan
dari hidung, tanda dia jengkel.
"Nenek berkonde jelek berkeriput! Jangan cari urusan selagi urusan yang kita
ingin tuntaskan ada di depan mata!" sahut orang di sebelah yang membentak
pertama tadi. "Setan pemarah! Apakah suaramu tak bisa dikecil-
kan dan dibuat bernada lebih lembut" Kalau kau ma-
sih bersuara membentak seperti itu, kurobek mulut-
mu!" "Nenek peot jelek! Jangan berpikir kau mampu me-
lakukannya, hah" Sontoloyo! Justru kau yang nanti
akan kupotek-potek seluruh tulang dalam tubuhmu!"
Orang yang membentak tadi yang ternyata seorang
nenek berkonde berbaju batik kusam menoleh. Sepa-
sang matanya yang celong ke dalam bagai melompat
keluar mendapati bentakan orang di sebelahnya.
Yang dipelototi tak kalah garangnya. Kedua mata
nya pun dipentangkan lebih lebar dengan dengusanya
terdengar keras.
"Sungguh hebat ucapan sialanmu itu!"
"Sontoloyo! Hebat atau tidak urusan belakangan
Kalau kau masih ingin menjajaki ilmuku itu pun uru-
san belakangan! Sekarang, bagaimana caranya meng-
hentikan sepak terjang manusia keparat berjuluk Iblis Kubur itu"!" Orang di
sebelah si nenek berkonde ternyata si orang lelaki berusia kira-kira delapan
puluh tahunan. Raut wajahnya tirus memanjang dengan di-
lapisi kerut merut dan kulit yang amat tipis. Sepasang matanya lebar dan seperti
melotot terus-menerus.
Rambutnya yang putih panjang dikuncir ekor kuda.
Tak memiliki jenggot, namun kumisnya putih panjang
menjuntai melewati dagunya. Mengenakan pakaian
warna putih yang sudah sangat kusam sekali. Cela-
nanya hitam setinggi lutut
Si nenek berkonde, yang tak lain adalah Bidadari
Hati Kejam, mendengus sambil mengalihkan pandan-
gan. Dilihatnya di kejauhan bagaimana Iblis Kubur
tengah mengamuk menghajar apa saja yang berada di
dekatnya. Gemuruh suaranya terdengar cukup keras
dalam jarak yang cukup jauh.
Sementara si lelaki tua dengan rambut dikuncir itu
pun mengalihkan pandangannya pada apa yang se-
dang dilihat si nenek berkonde. Lelaki tua yang tak
lain Manusia Pemarah itu mendumal dalam hati, "Dasar nenek peot jelek bau tanah!
Kelakuannya cukup
membuatku mau muntah! Tetapi, sejak aku muda
hingga bangkotan ini, aku masih mencintai si nenek
jelek ini! Heran! Mengapa aku bisa dan masih mencin-
tai nenek jelek ini! Sontoloyo! Benar-benar otakku sudah menjadi bodoh! Tetapi
urusan cinta atau tidak,
urusan belakangan. Iblis Kubur harus dihentikan!"
"Kita sama-sama tahu kehebatan Manusia Mayat
itu," berkata Bidadari Hati Kejam tanpa menoleh pada Manusia Pemarah, seolah
berkata pada dirinya sendiri.
"Dan kita pun sama-sama pernah bertarung dengan manusia celaka itu. Tetapi,
beberapa kali terjadi pertarungan, kita tak mampu mengatasinya. Apakah yang
harus kita lakukan sekarang?"
Seolah menyadari kalau pertanyaan itu diperun-
tukkan padanya, Manusia Pemarah berkata, juga tan-
pa menoleh dan seperti pada dirinya sendiri, "Sulit mendapatkan jawaban yang
tepat. Selain Manusia
Agung Setengah Dewa, hanya Kitab Pemanggil Mayat
yang bisa menghentikan sepak terjangnya. Tetapi, kita tak memiliki Kitab
Pemanggil Mayat."
"Dewi Karang Samudera yang memilikinya," sahut Bidadari Hati Kejam tanpa menoleh
pula. "Sontoloyo! Aku sudah tahu kalau perempuan ber-
baju hijau tipis yang mempunyai tubuh montok itu
yang memilikinya! Aku ingin merebutnya dari perem-
puan aduhai itu! Tetapi, di mana perempuan itu bera-
da?" "Lelaki tua bau tanah yang punya mata bongsang!"
maki si nenek berkonde tanpa menoleh. "Apakah kau ingin mendapatkan kitab itu,
atau kau ingin menatap
tubuhnya yang kau katakan montok?"
"Sontoloyo! Ingin kulihat tubuhnya yang montok
atau tidak itu urusan belakangan! Yang pasti, lebih
baik melihat tubuhnya yang aduhai daripada memelo-
toti tubuh peotmu yang sudah tinggal ampas!"
Si nenek berkonde seketika menoleh. Pandangan-
nya garang dengan kedua mata terbuka lebih lebar.
Mendapati si nenek menoleh, Manusia Pemarah pun
menoleh dan membalas dengan tatapan lebih garang.
Sesaat kesunyian melanda sementara di kejauhan
Iblis Kubur masih terus mengamuk dengan suara ber-
getarnya yang meneriakkan nama Ki Sampurno Pa-
mungkas. Kedua orang yang memiliki sifat keras kepala itu
sama-sama mendengus dan membuang muka. Menga-
lihkan pandangan pada Iblis Kubur kembali.
"Manusia Pemarah! Aku ingin merobek-robek mu-
lutnya! Tetapi.... Sialan betul! Kenapa hatiku jadi tak karuan saat melihat
pandangannya yang jelek itu!" ka-
ta Bidadari Hati Kejam dalam hati dengan mulut ber-
bentuk kerucut.
"Kunti Pelangi jelek bau tanah yang sudah mau
mampus! Sontoloyo betul sikapnya yang sialan ini!
Mau rasanya kupotek-potek seluruh tulang dalam tu-
buhnya Tetapi.... Aku masih mencintainya! Dan men-
ginginkan dia menjadi pendamping ku! Sontoloyo!
Apakah urusan tidak akan jadi runyam bila dia mau
menjadi pendamping ku" Sialan betul!" maki Manusia Pemarah dalam hati.
Lalu didengarnya suara Bidadari Hati Kejam, ber-
nada ketus dan tetap tak menoleh padanya.
"Aku menangkap sebuah gerakan pada jarak sepu-
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luh tombak di belakang."
"Sok hebat! Apakah kau pikir telingaku ini sudah menjadi tuli hingga tak
mendengar gerakan yang kau
dengar juga" balas si Manusia Pemarah tak kalah ke-tusnya.
"Siapa manusia itu?"
"Kau bertanya atau sedang melawak" Apakah kau
pikir aku bisa melihatnya tanpa berbalik, hah"!"
"Manusia tua pemarah! Aku bisa menangkap gera-
kan aneh pada kedua tangannya!"
"Begitu pula aku! Di tangan kirinya tak kudengar ada sebuah benda. Tetapi di
tangan kanannya aku yakin dia memegang sebuah benda. Paling tidak sebuah
tongkat." "Hhhh! Aku tahu siapa dia...."
"Siluman Buta!" potong Manusia Pemarah cepat.
"Manusia Pemarah celaka! Apakah kau pikir aku
tidak tahu siapa orang sialan itu!"
"Kalau kau tahu, mengapa kau masih menggan-
tung kalimatmu, hah"!"
"Keparat! Karena kau memotong kalimat ku!"
"Nenek jelek sontoloyo! Urusan aku memotong ka-
limatmu atau tidak itu urusan belakangan! Bagaimana
sekarang?"
"Kau bertanya atau melawak?" balas si nenek berkonde dengan suara ditekan.
"Ada dua pilihan sekarang! Aku akan membuntuti
Iblis Kubur sekaligus mencoba mengurusnya! Kau
urus manusia buta berbaju compang-camping itu!"
"Bagus! Mengapa kau tak pergi sekarang"!" dengus Bidadari Hati Kejam.
Manusia Pemarah mengeluarkan suara makian
panjang pendek. Detik lain, tubuhnya sudah berkele-
bat ke depan. Rambut putihnya yang dikuncir menjun-
tai. "Baiknya, kutunggu manusia yang berada di bela-kangku ini. Aku tahu,
Siluman Buta punya urusan
dengan saudara seperguruanku si Raja Lihai Langit
Bumi. Lelaki tua keparat yang berbicara lembut dan
penuh perasaan itu! Bukankah dia yang pertama kali
mengabarkan kepadaku tentang akan bangkitnya Iblis
Kubur" Setan! Mengapa sampai saat ini dia tidak
muncul juga?"
Sementara itu, berjarak sepuluh tombak dari bela-
kang Bidadari Hati Kejam satu sosok tubuh yang ber-
sembunyi di balik semak membatin, "Aku menangkap gerakan tadi. Rasanya, menuju
ke depan, bukan mengarah padaku. Siapa kedua orang itu" Keduanya se-
perti bercakap-cakap, tetapi tak bisa kudengar. Pasti keduanya menahan gelombang
dengan tenaga dalam.
Hmmm.... Aku ingin tahu siapa orang yang tinggal itu."
Sosok tubuh berpakaian compang-camping dengan
sebuah tongkat kusam di tangannya menarik napas
panjang. Rambutnya putih kusut dengan wajah cedok
ke dalam diusap dengan tangan kirinya. Kedua bola
matanya bergerak-gerak dan bola matanya itu putih
tanpa bulatan hitam. Sejak tadi dia selalu meneleng-
kan kepalanya tanda memusatkan pendengarannya.
Manusia bermata putih tanpa bulatan hitam itu me-
mang tak lain Siluman Buta adanya.
Lelaki buta itu membatin lagi, kali ini wajahnya be-
rubah menampakkan kejengkelan. "Hhh! Semenjak
Dewi Karang Samudera berhasil mengalahkan dan
membuatku pingsan karena keadaanku yang payah
akibat gempuran Raja Lihai Langit Bumi sebelumnya,
aku memang sengaja bersembunyi untuk memulihkan
kekuatanku kembali, terutama dua tulang igaku yang
patah akibat gempuran perempuan celaka yang ternya-
ta mempunyai dendam pula pada Raja Lihai Langit
Bumi akibat cintanya ditolak puluhan tahun lalu.
Apakah saat aku pingsan perempuan itu berhasil me-
nuntaskan dendamnya" Keparat! Akan ku putuskan
nyawanya bila dia mendahuluiku mencabut nyawa Ra-
ja Lihai Langit Bumi.
Untungnya, saat ku rasakan kekuatanku telah pu-
lih, aku sempat mengintip pertarungan pemuda berju-
luk Rajawali Emas itu dengan orang berbalut kain hi-
tam yang berjuluk Raja Pocong Hitam. Dari ucapan si
pemuda saat berhasil mengalahkan Raja Pocong Hitam
itulah aku tahu kalau dia tengah memburu Iblis Kubur
ke Gunung Siguntang.
Bila Raja Lihai Langit Bumi masih hidup, dia pasti
datang ke tempat ini. Aku yakin, kalau Iblis Kubur sudah berada di sini. Karena
samar kudengar suara ge-
muruh dan amukan di depan sana yang tentunya ada-
lah Gunung Siguntang. Berarti, Dewi Karang Samude-
ra yang telah membangkitkannya tentunya berada di
sini. Hhh! Ini pula saat yang tepat untuk membalas
perbuatannya. Dan mengenai Kitab Pemanggil Mayat
yang ramai diributkan, aku pun menginginkannya."
Cukup panjang juga lelaki tua buta itu membatin.
Sementara kepalanya ditelengkan dengan kedua telin-
ga dibuka lebih lebar. Pendengarannya lebih tajam dari penglihatan orang
kebanyakan. Tiba-tiba wajah Siluman Buta menekuk dengan
kening berkerut.
"Aneh! Aku menangkap desir angin yang menimpa
tubuh orang di depan bagai menghempas di atas kepa-
lanya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal hembusan
angin itu. Apakah.... Bukan sebuah konde yang ada di
kepala orang itu. Hmmm.... Kalau memang benar, aku
tahu siapa orang itu. Tentunya dia Bidadari Hati Ke-
jam! Bagus! Kendati aku tak punya urusan dengannya,
tetapi Raja Lihai Langit Bumi adalah saudara sepergu-
ruannya. Baiknya, kuserang saja nenek berkonde itu
sekarang!"
Memikir sampai di sana, Siluman Buta yang mem-
punyai dendam pada Raja Lihai Langit Bumi dan seka-
rang pada Dewi Karang Samudera, berdiri. Tangan ka-
nannya yang memegang tongkat kusamnya digerak-
kan! Dan.... Wuuuttt! *** Bab 2 Tongkat kusam itu terlontar ke muka, dengan cara
berputar keras. Dikawal angin yang cukup kencang
menggetarkan. Di tempatnya, si nenek berkonde merandek dingin
dalam hati, "Hmmm.... Rupanya manusia buta ini su-
dah mulai unjuk gigi. Persetan aku tak punya urusan
dengannya! Kalau sudah begini, jelas dia mencari uru-
san!" Ketika dirasakan desir angin keras yang ditimbul-
kan dari lesatan tongkat kusam itu, Bidadari Hati Ke-
jam segera berbalik. Bersamaan dengan tangan ka-
nannya mengibas.
Wusss! Zleg! Tongkat kusam yang melesat itu tertahan. Seperti
ada tangan yang tak nampak, tongkat itu terdiam di
udara. Di seberang, Siluman Buta menelengkan kepa-
lanya. Lalu menepuk kedua tangannya di dada.
Dusss! Tiba-tiba saja bagai disentak oleh tenaga kuat,
tongkat kusamnya yang nampak mengapung di udara
mencelat lagi ke arahnya. Namun hanya beberapa saat
saja melesat, karena tongkat itu sudah mengapung la-
gi. Rupanya, Bidadari Hati Kejam kembali menahan
dengan tenaga dalamnya.
"Hmmm.... Hebat! Aku yakin si nenek berkonde
yang membuat tongkatku seperti barang mainan! Baik-
lah! Akan kuperlihatkan siapa aku!"
Membatin kesal semacam itu, Siluman Buta mene-
kan kedua tangannya yang masih mengatup di dada
satu sama lain. Bersamaan dengan itu nampak tu-
buhnya bergetar dan....
Plasss! Tongkatnya yang masih mengapung melesat ke
arahnya. Begitu dirasakan Bidadari Hati Kejam akan
menahan tongkatnya kembali, tangan kanannya dige-
rakkan! Menghampar angin dingin yang luar biasa dah-
syatnya ke arah Bidadari Hati Kejam yang hanya
membuka mata lebih lebar. Si nenek memang dibuat
cukup terkejut. Bukan karena serangan yang dilancar-
kan oleh Siluman Buta, melainkan kelicikan yang di-
perlihatkannya.
Tanpa menggeser dari tempatnya, si nenek ber-
konde menggerakkan tangan kirinya pula dengan cara
memutar-mutar sementara tangan kanannya masih
mengarah pada tongkat kusam yang telah mengapung
kembali di udara.
Dari putaran tangan kiri si nenek, menderu angin
keras bergulung-gulung. Melingkari hawa dingin yang
dilepaskan oleh Siluman Buta. Gulungan angin yang
semakin lama kuat memutar dan menimbulkan hawa
panas, segera menindih hawa dingin itu. Hawa dingin
pupus seketika. Sedangkan gulungan angin panas
yang diakibatkan tangan kiri si nenek berkonde, terus bergerak ke arah Siluman
Buta. "Keparat! Ternyata dia tak kalah hebatnya dengan Raja Lihai Langit Bumi. Bahkan
ku rasakan kalau setiap serangannya sangat kejam. Tak heran kalau dia
dijuluki Bidadari Hati Kejam!" geram Siluman Buta sambil mengempos tubuh ke
samping kanan, Gulungan angin yang semakin lama memanas itu
menerabas semak belukar sepanjang sepuluh tombak
yang seketika menghangus dan saat dihembus angin
luruh menjadi serpihan.
"Orang tua buta!" Urusan sudah kau buat di depan mata! Berarti, kematian tinggal
sejengkal!" dengus Bidadari Hati Kejam dengan suara tajam. Tangan ka-
nannya masih menahan tongkat kusam Siluman Buta
yang mengapung sementara pemiliknya pun melaku-
kan yang sama. Lelaki tua berpakaian compang-camping itu mene-
lengkan kepala. Perlahan-lahan nampak senyuman
aneh di bibirnya, menyusul suara tertawanya, panjang
berderai. . "Nenek berkonde! Kematianku, tinggal sejengkal
katamu, tetapi kematianmu tinggal satu kejapan mata!
Bila kau mengatakan di mana Raja Lihai Langit Bumi
berada, kuampuni selembar nyawamu!"
"Orang tua buta ini memang mempunyai dendam
pada Raja Lihai Langit Bumi. Tetapi, aku tak yakin kedatangannya ke Gunung
Siguntang ini hanya untuk
membalas dendamnya pada Raja Lihai Langit Bumi.
Hmmm.... Siapa pun kini tahu tentang Kitab Pemanggil
Mayat. Aku yakin, selain urusan dendam mereka juga
menginginkan kitab itu," kata Bidadari Hati Kejam dalam hati. Lalu dengan suara
menyentak dia berkata,
"Bila memang yang kau katakan tadi terbukti, sampai akhir hayatku aku akan
mengabdi!"
Berderai tawa Siluman Buta dan di saat itulah dis-
entakkan tangan kanannya ke belakang. Wuuuttt!
Tongkat kusamnya yang mengapung di udara me-
lesat dan segera ditangkap. Bidadari Hati Kejam ter-
sentak. Dia seperti melupakan soal tongkat Siluman
Buta yang masih ditahannya. Karena tenaga sentakan
dan di saat Bidadari Hati Kejam terpaku pada ucapan
orang, makanya Siluman Buta berhasil mendapatkan
tongkat kusamnya lagi.
Dengan menindih kegeraman yang mulai meraja,
Bidadari Hati Kejam mendengus dalam hati, "Urusan manusia ini sebaiknya segera
kuselesaikan. Urusan Iblis Kuburlah yang masih merupakan jalan panjang. Ku
khawatirkan Manusia Pemarah yang bila nekat meng-
hadapi Iblis Kubur hanya akan mengantarkan nyawa
sia-sia. Sedikit banyaknya aku cukup meragukan kata-
kata si lelaki tua pemarah itu yang mengatakan gu-
runya, si Manusia Agung Setengah Dewa berdiam di
gunung ini, Hmmm.... Biar kuselesaikan dulu manusia
yang cuma bisa mengambil keuntungan dari satu ke-
jadian!" Bidadari Hati Kejam kembali menatap ke muka.
Tajam dan tak berkedip. Wajahnya nampak lebih ba-
nyak keriput. Kedua rahangnya mengatup rapat. Lalu
menggembung. Dadanya yang rata tipis itu turun naik
menandakan kegusaran semakin meraja,
"Lelaki tua buta sialan! Lebih baik tinggalkan tempat sebelum semuanya terjadi
hingga timbul penyesa-
lan!" "Nenek berkonde!" teriak Siluman Buta setelah tertawa panjang. "Tak bisa
kudapatkan Raja Lihai Langit Bumi, bila nyawamu putus dan jasad tuamu rubuh,
hatiku sudah senang!"
Mengkelap wajah si nenek mendengar kata-kata
orang. Kedua rahangnya makin sering mengembung.
Lalu tanpa membuang waktu lagi, tubuhnya sudah
melesat dengan kedua tangan terbuka dan didorong ke
depan. " Merasakan angin deras mengarah padanya, Silu-
man Buta pun mencelat dengan tongkat yang diputar
seperti baling-baling dan seakan melindungi dirinya
yang mengeluarkan suara pusaran gemuruh angin
kuat. Bidadari Hati Kejam tak mengurangi kecepatannya.
Tubuhnya terus melesat ke depan. Dan....
Wuuuttt! Begitu tongkat kusam di tangan Siluman Buta
hampir memutuskan serangannya, si nenek telah me-
lepaskan pukulan jarak jauh. Hingga Siluman Buta
terkesiap sejenak dan kejap lain menarik pulang pusa-
ran tongkatnya setelah menangkis pukulan jarak jauh
si nenek. Mendapati ruang lowong yang bisa dijadikan sasa-
ran, si nenek berkonde lepaskan tendangan kaki ka-
nan dan kiri. Praak! Praakk! Kedua tendangan yang dilepaskan si nenek terta-
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
han oleh pusaran tongkat kusam Siluman Buta. Tetapi
serangan barusan itu adalah serangan pancingan yang
dilepaskan Bidadari Hati Kejam. Karena begitu Silu-
man Buta menahan dengan memutar tongkatnya, ke-
dua tangan kanan kiri si nenek menjotos ke depan.
Siluman Buta mengeluarkan suara tertahan. Den-
gan cepat dia merunduk. Jotosan tangan kanan si ne-
nek yang mengarah pada kepalanya berhasil dihindari.
Tetapi jotosan yang mengarah pada perutnya, telak
menghantam. Bukkk!
Tubuh Siluman Buta terjajar ke belakang setelah
memekik kesakitan. Tanpa sadar tangan kirinya me-
nekap perutnya yang dirasakan mulas dan segera di-
alirkan tenaga dalam. Hanya sesaat hal itu terjadi. Kejap lain, tubuh Siluman
Buta sudah mencelat berusa-
ha membalas serangan Bidadari Hati Kejam.
Gebrakannya lebih mengerikan. Tongkat kusamnya
mendahului menggebrak. Bidadari Hati Kejam tak mau
bertindak ayal. Senjata pengebut saktinya yang selalu terselip di pinggang
segera dicabut dan dikibaskan.
Wuuuuttt! Dua tenaga dahsyat yang ditimbulkan dari dua
senjata sakti itu berbentrokan di udara. Menimbulkan
letupan berkali-kali dan suara menggelegar cukup ke-
ras, Tempat yang ditumbuhi banyak semak dan jalan
setapak berliku itu, kini bagai tertutup oleh semak
yang tercabut lepas dari akarnya. Dua sosok tubuh
terpental ke belakang masing-masing berjarak tiga
tombak. Masing-masing orang mengeluarkan seruan
tertahan. Bidadari Hati Kejam segera berdiri tegak dan men-
galirkan tenaga dalamnya. Sementara Siluman Buta
berdiri dengan dada yang terasa nyeri. Tangan kirinya perlahan mengusap darah
yang mengalir dari bibirnya.
Wajahnya menekuk penuh kegeraman. Bibirnya mera-
pat dengan rahang mengatup.
"Sejak pertama ku yakini kalau nenek berkonde ini memiliki ilmu yang tak jauh
berbeda dengan saudara
seperguruannya si Raja Lihai Langit Bumi. Aku me-
mang telah menciptakan jurus 'Kabut Inti Es' untuk
mengatasi jurus 'Undang Maut Sedot Darah' milik Raja
Lihai Langit Bumi. Apakah jurus 'Kabut Inti Es' ku ini bisa mengatasi si nenek
berkonde?" kata Siluman Buta dalam hati dengan perasaan meraba-raba.
Diseberang, berjarak sepuluh tombak, Bidadari Ha-
ti Kejam melangkah perlahan sejauh tiga tombak ke
muka. Suaranya merandek dingin, "Tinggalkan tempat ini! Bila tidak, aku akan
menunjukkan kekejaman ku!"
Bidadari Hati Kejam yang memang sangat kejam
pada orang-orang sesat selalu tak pernah meninggal-
kan lawannya bila belum berdarah. Itulah sebabnya
dia dijuluki Bidadari Hati Kejam. Berbeda dengan Raja Lihai Langit Bumi yang
penuh pengasih. Bahkan tak
segan-segan menolong lawannya bila sudah kalah.
Siluman Buta tertawa berderai mendapati ancaman
orang. Kejap lain tawanya diputus sendiri seperti ter-sedak tulang ikan yang
besar. Detik kemudian, sua-
ranya merandek dingin.
"Kukatakan tadi! Tak mendapatkan Raja Lihai Lan-
git Bumi pun sudah puas bagiku bila berhasil membu-
nuhmu!" "Manusia keparat ini rupanya memang mau men-
cari mampus! Oh! Bagaimana keadaan Manusia Pema-
rah saat ini" Mudah-mudahan dia bisa menggunakan
otaknya untuk tidak melakukan perbuatan nekat pada
Iblis Kubur. Manusia buta celaka ini rupanya harus
menerima kekejaman ku. Ketika pertama kali muncul
beberapa bulan lalu, aku memang hampir saja berta-
rung dengan manusia buta ini. Tetapi masih ku tahan
semua rasa marah. Kali ini akan kuberi pelajaran agar dia mengerti, bahwa urusan
tak bisa ditangguhkan la-gi!" sentak hati Bidadari Hati Kejam dengan kegeraman
berlipat ganda. Lalu dialirkan tenaga dalamnya pada
senjata pengebutnya. Jurus pengebut 'Rangkai Bunga
Usir Kumbang' siap dilepaskan. Lalu katanya keras,
"Kendati nyawamu tak akan kulepaskan, aku masih
memberitahumu bahwa aku akan menyerang!"
Siluman Buta mendengus.
"Jangan sesumbar di hadapanku. Lakukan bila
kau...." Seruan lelaki tua buta itu terputus karena Bidadari
Hati Kejam sudah menggebah ke muka dengan seran-
gan dahsyatnya. Senjata pengebutnya telah dipergu-
nakan. Memekik Siluman Buta mendapati serangan men-
gerikan sekaligus bisa melumatkan nyawanya. Dengan
gerakan yang tak kalah cepatnya, lelaki buta itu mem-
buang tubuh dan bersamaan dengan kedua tangannya
dikibaskan ke depan.
Wrrrr! Wrrrr! Menghampar angin sedingin gunung es ke arah Bi-
dadari Hati Kejam. Si nenek berkonde yang tengah me-
ngibaskan senjata pengebutnya tak mau bertindak ay-
al lagi. Kendati dia berhasil menghindarkan diri dari serangan 'Kabut Inti Es'
yang dilepaskan oleh Siluman Buta, namun tak urung kedua kakinya seperti kaku
karena jalan darah di kakinya terhenti seketika. Se-
mentara Siluman Buta terpental dengan dada yang te-
rasa nyeri ketika angin dahsyat yang keluar dari senja-ta pengebut si nenek
berkonde menghantam. Masih
untung sebenarnya, karena bila dadanya benar-benar
terhantam langsung senjata pengebut si nenek, tak
mustahil dadanya akan bolong dan nyawa lepas dari
badan. "Keparat!" maki Bidadari Hati Kejam sambil mengerahkan tenaga dalamnya guna
menghentikan keka-
kuan pada kedua kakinya. Kejap lain, si nenek sudah
mencelat ke muka dengan gebrakan yang lebih menge-
rikan. Siluman Buta yang masih meringis kesakitan men-
gangkat kepalanya. Sebisanya tongkat kusamnya yang
telah dialiri jurus 'Kabut Inti Es' digerakkan.
Menghampar hawa dingin dikawal gemuruh angin
liar. Si nenek cuma merundukkan kepala tanpa meng-
hentikan gerakannya. Teriakannya mengguntur, "Terimalah kematian!"
Siluman Buta benar-benar tak mampu lagi meng-
hindari serangan maut Bidadari Hati Kejam. Wajahnya
berubah pias dan pucat seperti tak ubahnya mayat.
Namun agaknya nasib menentukan lain. Karena ti-
ba-tiba saja angin yang menebarkan bau sangat tidak
sedap melesat dahsyat dari sebelah kanan ke arah Bi-
dadari Hati Kejam. Detik itu pula si nenek mengalih-
kan serangannya dari sasaran semula. Senjata penge-
butnya digerakkan ke kanan, sementara serangannya
pada Siluman Buta diubah. Saat mengalihkan seran-
gannya tadi, tubuh Bidadari Hati Kejam terus melun-
cur ke arah Siluman Buta. Kedua kaki, kanan dan ki-
rinya bergerak cepat.
Wusssss! Angin bau tak sedap yang menderu ke arahnya
terpental balik begitu terkena sapuan senjata pengebut si nenek. Dan menghantam
semak belukar yang langsung meranggas.
Sementara tendangan telak si nenek menghantam
sasarannya. Buk! Bukkk!
Tubuh lelaki buta itu terpental ke belakang dengan
derasnya. Tak dapat menguasai keseimbangannya lagi,
Siluman Buta ambruk setelah dua kali muntah darah.
Kalau sebelumnya tulang iganya patah dua buah aki-
bat hantaman Dewi Karang Samudera, kali ini tulang
bahu bagian kanannya remuk terkena salah satu ten-
dangan si nenek.
Sementara itu, Bidadari Hati Kejam memutar tu-
buh ke belakang. Seketika penciumannya menangkap
bau busuk yang menyengat Membuat cuping hidung-
nya bergerak turun naik. Dan tanpa sadar dialirkan
tenaga dalamnya guna menghentikan bau busuk yang
menusuk hidung.
"Hmmm.... Kalaupun ada manusia berbau busuk,
hanya Manusia Mayat Muka Kuning yang mengelua-
rkan bau dari rambutnya. Tetapi, bau busuk ini luar
biasa menyengat. Jangan-jangan, ada manusia bang-
kai datang ke sini dan menahan seranganku tadi pada
Siluman Buta. Keparat betul! Keinginanku untuk meli-
hat keadaan si lelaki tua pemarah jadi tertahan lagi!"
maki si nenek sambil memperhatikan sekelilingnya.
Matanya sempat mendapati tubuh Siluman Buta yang
pingsan Kejap berikutnya, udara sejuk di sekitar lereng
Gunung Siguntang tertindih sengatan bau busuk. Me-
nyusul dua sosok tubuh muncul dari gerumbul semak
belukar. Yang seorang lelaki tua berbaju hitam kusam den-
gan rambut panjang menjuntai kepinggang. Di pung-
gungnya menonjol punuk yang cukup besar hingga
menyebabkan lelaki berwajah tirus mengerikan itu se-
perti orang bongkok layaknya. Berdiri di sebelahnya, seorang perempuan yang
diperkirakan berusia sama.
Mengenakan baju hitam pula dengan ikat pinggang
bercorak batik yang sangat kusam. Kalau lelaki berpu-
nuk itu sesekali matanya mengedip, sementara si pe-
rempuan sama sekali tak berkedip. Wajahnya beku,
sedingin mayat.
"Gumbarda! Apakah kau lihat siapa kunyuk di ha-
dapan kita ini" Baju batiknya sangat indah sekali! Aku menginginkannya!" seru si
nenek tanpa menoleh pada lelaki berpunuk disisinya.
"Mayang Harum! Bila kau menginginkannya, sila-
kan ambil. Kupikir, tak terlalu sulit untuk menda-
patkannya. Hanya saja, mengapa tadi kau bertindak
setengah membokongnya hingga nenek berbaju batik
itu bisa mengatasi seranganmu?" balas si lelaki berpunuk dengan suara serak,
dingin, dan dalam.
Si nenek dengan sepasang mata tak pernah berke-
dip dengan wajah sebeku mayat itu mengeluarkan
dengusannya. Di seberang, si nenek berkonde tanpa sadar mun-
dur satu langkah. Kedua matanya tajam ke muka
memperhatikan kedua orang aneh ini.
"Gila! Baru kali ini aku berjumpa dengan lelaki tua berpunuk" Dan... oh! Bau
busuk laksana bangkai itu
rupanya keluar dari tubuh si perempuan" Aneh! Siapa
keduanya" Dan mau apa mereka ke sini?"
Bidadari Hati Kejam terus memandang ke depan
dengan dibuncah berbagai perasaan. Sementara sepa-
sang manusia aneh itu tegak berdiri dengan pandan-
gan dingin. Terutama dari si nenek yang menebarkan
bau sangat busuk. Pancaran matanya mengingatkan
Bidadari Hati Kejam pada sepasang mata milik mayat
belaka. *** Bab 3 Kita tinggalkan dulu si nenek berkonde yang ten-
gah keheranan mendapati dua orang yang baru mun-
cul itu. Kita tengok apa yang tengah dilakukan Manu-
sia Pemarah. Setelah menyepakati usul yang terlontar, lelaki
berkuncir itu pun segera berkelebat ke arah Iblis Ku-
bur yang masih mengamuk di seperempat perjalanan
menuju puncak Gunung Siguntang.
Manusia Pemarah yang sudah tahu kehebatan Iblis
Kubur memang tak mau bertindak gegabah. Dicobanya
untuk mencari sela dan kesempatan yang baik. Akan
tetapi, dasar tukang marah-marah, amarahnya pun
naik setelah terus-menerus mendapati Iblis Kubur
menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya.
Biar bagaimanapun juga, Gunung Siguntang ada-
lah kediaman gurunya, Manusia Agung Setengah Dewa
yang tengah dicari oleh Iblis Kubur. Selama tiga puluh tahun Manusia Pemarah
digembleng berbagai kesaktian oleh Manusia Agung Setengah Dewa di Gunung
Siguntang. Setelah pelajarannya selesai, Manusia
Agung Setengah Dewa memintanya untuk mengemba-
ra. Selama berpuluh tahun lelaki berkuncir kuda itu
tak pernah mendatangi Gunung Siguntang lagi. Dan
saat ini, sejak pertama kali tadi tiba di lereng gunung ini bersama Bidadari
Hati Kejam, sebenarnya Manusia
Pemarah sudah hendak menumpahkan segala kerin-
duan yang dalam pada gunung yang selama tiga puluh
tahun didiaminya. Sekarang, kendati dia tengah me-
mikirkan bagaimana cara untuk menaklukkan Iblis
Kubur, lama-kelamaan dia pun tak bisa menahan
amarahnya mendapati Gunung Siguntang telah porak-
poranda. Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, Manusia
Pemarah mengempos tubuh. Kedua tangannya telah
dialirkan tenaga sakti berlipat ganda.
Wuuuttt! Tubuhnya mencelat tinggi. Saat melewati kepala Ib-
lis Kubur, kedua tangannya yang terangkum tenaga
sakti itu segera dihantamkan ke kepala Iblis Kubur..
Des! Des! Iblis Kubur mengeluarkan gerengan sangat keras.
Tubuhnya agak sempoyongan. Kendati demikian, dia
masih sempat mengibaskan tangan kanannya yang te-
rikat rantai besar panjang.
Setelah berhasil memukul kepala Iblis Kubur, Ma-
nusia Pemarah memutar tubuh ke depan. Bersamaan
dengan itulah, Iblis Kubur menggerakkan tangan ka-
nannya. Sraaattgngng! Manusia Pemarah memekik tertahan. Urung untuk
menjejakkan kaki. Dengan mengandalkan ilmu perin-
gan tubuhnya dihindarinya serangan cepat Iblis Ku-
bur. Namun tak urung kaki kanannya terserempet pu-
la rantai besi panjang itu.
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Masih diusahakannya untuk menguasai keseim-
bangannya. Namun karena sentakan rantai besi pan-
jang itu begitu cepat, mau tak mau tubuh lelaki berkuncir itu pun terguling.
Tubuhnya seketika berman-
dikan debu-debu yang mulai menyengat.
"Sontoloyo! Cepat sekali serangan manusia laknat ini!" maki Manusia Pemarah dan
dengan menekan tangan kanannya pada tanah gunung, tubuhnya berputar
ke atas dua kali. Lalu hinggap dengan ringannya berjarak sepuluh tombak dari
Iblis Kubur yang tengah
menggereng. "Aannaak maanussiaa! Kaauu teellahh laancanng
meeuccammppuurii uuruusann Ibbliss Kuubbur!
Mmaakaa keemattiaanllahh yaang akkann kaau tter-
rimaa! Billaa kkauu bbissa meenjaawwabb duaa perr-
tanyyaan, mmakaa kaau aakann aamann uuntuuk
seemeenttaraa!"
"Aku tahu kesaktian manusia celaka ini. Hanya
Guru yang bisa mengalahkannya. Namun dengan
mempergunakan Kitab Pemanggil Mayat pun aku bisa
menaklukkannya. Kendati bagaimanapun sulitnya dan
tingginya kesaktian Iblis Kubur, aku tak akan mundur.
Karena, aku tak menginginkan Guru harus kembali
dalam urusan sialan seperti ini!" maki Manusia Pemarah dengan waspada. Tenaga
saktinya telah kembali
dialirkan pada kedua tangannya yang terkepal. "Hm....
Nampaknya dia akan mengajukan tanya. Apa yang
hendak ditanyakannya?"
Lalu dengan suara keras dan mata melotot lebar,
Manusia Pemarah membentak, "Manusia sontoloyo!
Kau telah lancang membuat porak-poranda tempat
yang indah ini!. Dua pertanyaan yang akan kau lon-
tarkan, akan kujawab bila aku bisa menjawab. Bila ti-
dak, silakan tinggalkan tempat ini!"
Iblis Kubur merandek dan mengeluarkan dengusan
panjang, berat dan penuh ancaman. Lalu terdengar
suaranya yang seperti disarati beban.
"Peerrtaamaa, ssiappakaahh kaauu anaakk maan-
nussiaa yyanng bbeeranni laanncaang meenncaamp-
purii uuruussannkku" Keeduaa, biilaa iini Guununng
Siiguuntaang daan teempaat Saampuurnnoo Pa-
munngkaass beeraadda, kaattakaan dii maanna diiaa
saat inni?"
Manusia Pemarah terdiam dengan sepasang mata
masih melotot. Sesaat terdengar dengusannya yang
cukup keras. "Kendati manusia celaka itu sudah berada di sini, tetapi dia jelas penuh keragu-
raguan untuk meyakin-kan dirinya tentang prang yang dicarinya. Hmmm....
Aku juga tidak tahu di mana Guru berada." Lalu Manusia Pemarah berkata dengan
suara penuh bentakan
keras! "Manusia mayat sontoloyo! Dua jawabanmu itu dengan mudah kujawab! Jawaban
dari pertanyaan pertama, aku adalah malaikat dari alam neraka yang da-
tang untuk menjemput mu menjadi penghuni neraka!
Jawaban kedua, aku tahu di mana Ki Sampurno Pa-
mungkas berada. Silakan kau beranjak dari tempatmu
ke arah selatan! Menuruni Gunung Siguntang ini. Di
sana akan kau jumpai sebuah gua. Nah! Di dalam gua
itulah Ki Sampurno Pamungkas berada."
"Baagguusss! Taaanyaa tteelaahh teerrjaaawwaabb, Seekkaaraang.... Kaauuu kuu
kiiriimmm keee akkhiii-raaath!"
Kratakkk! Sraaangngng! Rantai besi panjang yang mengikat kedua tangan
Iblis Kubur menggebah ke arah Manusia Pemarah.
Menyeret semak belukar dan debu-debu hingga mem-
bubung tinggi. Lalu langsung mencelat ke arah Manu-
sia Pemarah yang menggeram dan segera menggerak-
kan kedua tangannya yang sejak tadi memang telah
dialirkan tenaga dalam tingkat tinggi.
Wuuusss! Sraaangngng! Ujung kedua rantai besi panjang itu terhantam
hamparan angin yang dilepaskan lelaki berkuncir. Se-
ketika arah rantai yang hendak mencapai sasaran pa-
da kepala dan tubuh Manusia Pemarah melenceng.
Rupanya, lelaki tua berkuncir itu tak mau bertin-
dak ayal. Tak dipedulikan betapa tingginya kesaktian
Iblis Kubur. Begitu mendapati kedua tangan Iblis Ku-
bur terangkat dengan arah rantai besi panjang besar
itu melenceng, Manusia Pemarah cepat menyusup ma-
suk dan.... Buk! Bukkk! Dua hantamannya telak mengenai dada dan kepala
Iblis Kubur. Tubuh manusia mayat yang dibangkitkan
Dewi Karang Samudera itu terhuyung dua tindak. Ke-
palanya oleng sekilas dan tegak kembali dengan kedua
mata lebih lebar, tetap tak berkedip sama sekali.
Di seberang, Manusia Pemarah sudah berdiri tegak
sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang terasa sa-
kit sambil meringis.
"Sontoloyo! Badan atau batu gunung yang kuhan-
tam tadi"' makinya keras dengan rahang mengem-
bung. "Kaauu teellaahh banngkiitkaan keemarraahaan
Ibbliiis Kuubbuur! Kaau teettaapp taak akkaan biis-
saaa meellaariikaann diirrii!" suara serak, dalam dan penuh ancaman menggebah
keras. Menyusul Iblis Kubur melangkah. Menimbulkan getaran hebat dan sere-
tan rantai besi panjang yang terdapat pada kedua ka-
kinya. "Sontoloyo! Pantas waktu itu si Kunti Pelangi tak bisa berbuat banyak. Kendati
dia berhasil menghajar
Iblis Kubur tetapi manusia keparat ini tetap saja berdiri tegak dan melancarkan
serangan! Kurang asam!
Urusan dia benar-benar sakti atau tidak urusan bela-
kangan! Biar kuhajar kembali manusia celaka ini!"
Namun, sebelum si kakek memutuskan untuk se-
gera menyerang, suara keras kembali menderu.
Kraaataaak! Sraaangngng! "Sontoloyo!" maki si Manusia Pemarah dengan wajah menekuk keras. Menandakan
kemarahannya su-
dah semakin membludak. Dengan cepat si kakek
membuang tubuh ke kanan, melipat gandakan ilmu
peringan tubuhnya.
Tubuhnya mencelat lincah ke samping. Saat men-
celat itu Manusia Pemarah langsung menggerakkan
kedua tangannya ke depan.... "
Wuuut! Pyarrr! Menghampar angin dingin dari telapak tangannya
menghantam sekaligus membuyarkan angin yang ma-
sih menderu yang ditimbulkan oleh rantai yang dige-
rakkan Iblis Kubur. Akan tetapi, kendati lelaki berkuncir itu berhasil
memunahkan angin dahsyat tadi, namun bagai tersisa angin itu menderu. Manusia
Pema- rah memekik tertahan. Sulit baginya untuk menghin-
dar sekarang. Jalan satu-satunya memapaki. Namun
hal itu kalah cepat.
"Aaakhhh!"
Manusia Pemarah berteriak keras dengan tubuh
terpental hingga tiga tombak ke belakang. Dadanya
yang kurus dan terbuka itu dirasakan bertambah nye-
ri. Kendati demikian, Manusia Pemarah memaksakan
diri untuk tetap berdiri diiringi makiannya yang pan-
jang pendek. Di hadapannya, Iblis Kubur yang berdiri dalam ja-
rak empat tombak, angkat kaki kanannya dan dige-
rakkan ke depan.
Sraaangngng! Bersamaan bunyi rantai yang terdapat di kedua
kakinya, menghampar angin yang luar biasa besarnya.
Manusia Pemarah menggeram.
"Sontoloyo! Manusia iblis ini benar-benar hebat!"
Dengan serentak, tubuh kurus Manusia Pemarah
mencelat dan langsung berputar dua kali di udara.
Bersamaan dengan itu, tangan kanan dan kirinya ber-
gerak. Pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' sudah dile-
paskan. Menderu angin panas ke arah Iblis Kubur. Semen-
tara tanah di mana Manusia Pemarah berdiri tadi,
langsung membentuk sebuah lubang sedalam satu
tombak dan mengeluarkan asap terhantam rantai be-
sar panjang. Desss! Desss! Dua kali pukulan yang dilepaskan Manusia Pema-
rah telak mengenai sasarannya, sementara tubuhnya
berputar dua kali dan hinggap dalam jarak tiga tombak di belakang Iblis Kubur
yang kini dibalut oleh asap hitam yang tebal namun mengeluarkan aroma wangi
bunga mawar. Manusia Pemarah yang telah berdiri tegak kembali
dan menyunggingkan senyum aneh di bibir peotnya,
harus terbeliak mendapati kejadian di depannya.
Begitu asap hitam itu menghilang dan aroma le-
nyap, sosok Iblis Kubur masih tegak berdiri tak kurang suatu apa. Bahkan
perlahan-lahan kepalanya menoleh
ke belakang, menghadap ke arah Manusia Pemarah
dengan pancaran sepasang matanya yang bertambah
dingin. Wajah pucatnya kini bertambah memucat, le-
bih mengerikan. Jenggot dan kumis tebalnya bergerak-
gerak mengerikan.
"Sontoloyo! Pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' mem-
bawa arti apa-apa bagi manusia iblis ini! Apakah aku
harus..." Kata hati Manusia Pemarah terputus begitu suara
'kraaatak' yang keras terdengar. Manusia Pemarah
kembali mengeluarkan makian keras dan membuang
tubuhnya ke samping.
Namun dorongan angin keras tak bisa dihinda-
rinya. Tubuhnya telak terhantam dan terlempar lima
tombak ke belakang. Masih untung lelaki tua pemarah
itu bisa menguasai keseimbangannya dan segera men-
galirkan tenaga dalamnya untuk mengatasi deraan se-
rangan yang terus-menerus datang. Bila tidak, tulang penyanggah tubuhnya akan
patah berantakan. Meskipun demikian, dia bagai tak mampu lagi untuk bang-
kit. Darah segar mengalir dari hidungnya.
Dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu sosok
Iblis Kubur sudah berdiri tegak di hadapannya, berja-
rak satu tombak dari tempat di mana Manusia Pema-
rah jatuh terduduk dengan rasa nyeri yang hampir-
hampir tak bisa tertahankan.
"Sontoloyo! Apakah aku harus mampus sekarang"
Sialan! Urusan mampus sekarang atau tidak uru-
san belakangan! Aku belum mengutarakan isi hatiku
kepada si nenek jelek berkonde! Dia harus tahu dulu
kalau aku masih mencintainya! Sontoloyo!" '
Teerrimmallahh keemaatiiannmuu!" Iblis Kubur
merandek dengan suara yang tetap dingin, dalam dan
penuh ancaman. Belum habis kata-katanya, tangan
kanannya sudah digerakkan ke muka. Terdengar sua-
ra 'kratak' dan 'srang' yang cukup keras dan didahului oleh kabut hitam yang
menghalangi pandangan.
Dalam keadaan yang terjepit itu, Manusia Pemarah
masih menunjukkan kelasnya. Menahan rasa nyeri di
seluruh tubuhnya, dia bergulingan secepat angin.
Blammm! Blammm!
Suara ledakan keras terdengar dua kali. Tanah di
mana Manusia Pemarah tadi terduduk segera mem-
bentuk lubang. Tanah dari lubang yang baru terbentuk
itu membubung tinggi. Makin menghalangi pandangan
ditambah dengan kabut hitam yang pekat tadi.
Manusia Pemarah menggeram keras. Dan tiba-tiba
saja dia menarik napas panjang serta mengangkat ke-
dua tangannya. Segera dihembuskan nafasnya ke arah
kedua tangannya yang terkepal. Tiba-tiba saja, kedua
kepalan tangannya yang dihembus nafasnya sendiri
tadi menyala sinar ungu yang sangat terang.
Itu adalah ilmu simpanan Manusia Pemarah. Ilmu
'Sinar Ungu' yang sangat jarang sekali dipergunakan-
nya bila tidak terpaksa. Karena, ilmu itu sangat kejam.
Bahkan, Manusia Pemarah tak menurunkan ilmu
'Sinar Ungu' pada muridnya.
"Manusia iblis otak udang! Jangan kau pikir kau bisa mengalahkanku dengan
mudah!. Kau tak pantas
untuk bertarung ulang dengan Manusia Agung Seten-
gah Dewa! Karena, aku masih bisa menghentikan se-
pak terjang sialan mu itu!"
Kedua mata Iblis Kubur semakin membuka lebih
lebar. "Beerraarttii kaauu mmeemaangg meenncaai maa-
tii!" geram Iblis Kubur keras, suaranya serak, sara dengan gelegak amarah
tinggi. Manusia Pemarah pun segera membuka gerakaa
dengan tangan kanan yang terkepal diletakkan di dada
dan tangan kirinya diluruskan pada tubuh. Dia memu-
tuskan untuk mendahului menyerang.
Namun belum lagi digerakkan kedua tangannya,
tiba-tiba terdengar satu suara didahului dengan aroma
wangi yang menebar di tempat itu.
"Lama dicari, ternyata berada di sini! Bila ada pesta yang mengasyikkan, mengapa
tak mengajak" Apakah
sudah lupa dengan sahabat lama, hingga kini menyen-
diri mengadakan pesta?"
Manusia Pemarah memalingkan wajahnya ke ka-
nan. Kejap lain, dia sudah mendengus hebat,
"Manusia buntal bercangklong butut! Bicara apa
kau barusan" Bila aku mengadakan pesta, mengapa
tak ada minuman dan makanan" Sontoloyo! Rupanya
kaupun berada di sini, Murid bandel! Apa kerjamu
mengikuti manusia buntal celaka itu, hah"!"
*** Bab 4
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang mata si nenek berkonde melebar mena-
tap dua orang berwujud aneh yang berdiri di hadapan-
nya. Pcrasaannya semakin dibuncah berbagai perta-
nyaan. "Benar-benar dunia sangat aneh. Selama malang-
melintang di rimba persilatan ini, aku baru melihat lelaki tua berpunuk dengan
tampang tak ubahnya setan
belaka dan wanita keriput yang menakutkan. Tetapi....
Ya, ya.... Aku ingat sesuatu yang lama tersimpan ten-
tang kedua manusia ini Kalau, tak salah, Guru pernah
mengalahkan sepasang manusia semacam ini. Apa-
kah... keduanya yang berjuluk Sepasang Pemburu dari
Neraka?" Karena didera rasa penasaran yang meng-
gayuti hatinya, Bidadari Hati Kejam segera melontar-
kan pertanyaan, "Lelaki tua berpunuk dan wanita tua
bau bangkai! Apakah salah bila kukatakan kalian ada-
lah Sepasang Pemburu dari Neraka?"
"Kau tak salah mengucap kata, Perempuan ber-
konde! Yang kau katakan itu kamilah orangnya!" kata si lelaki tua berpunuk yang
tak lain adalah si Pengusung Jenazah.
Sementara perempuan bertampang setan dengan
wajah memucat dan tubuh yang menebarkan bau se-
busuk bangkai, menatap dingin dengan mata tak per-
nah berkedip. Keduanya memang tak lain Sepasang Pemburu dari
Neraka. Lelaki berpunuk yang kini dikenal dengan ju-
lukan si Pengusung Jenazah, telah berhasil membang-
kitkan jenazah kekasihnya dengan bantuan Kitab Pe-
manggil Mayat yang dicurinya dari Dewi Karang Sa-
mudera. Dewi Karang Samudera yang saat itu merasa
kalau si pengusung Jenazah akan menjadi kambratnya
membiarkan saja saat lelaki berpunuk mengatakan ka-
lau gurunya Dewi Karang Samudera adalah kambrat-
nya. Namun pada kenyataannya, setelah berhasil mem-
bangkitkan jenazah kekasihnya yang kini berada di si-
sinya, si Pengusung Jenazah menolak mengembalikan
Kitab Pemanggil Mayat. Pendekar Rajawali Emas yang
saat itu juga telah terlibat satu pertarungan sengit
dengan si Pengusung Jenazah kendati harus menga-
lami luka parah, berhasil merebut Kitab Pemanggil
Mayat, (Untuk jelasnya, baca serial Rajawali Emas da-
lam episode: "Pengusung Jenazah"). Lelaki berpunuk yang telah berhasil
membangkitkan kekasihnya dan
memiliki dendam setinggi langit pada Malaikat Dewa
pun segera meninggalkan tempat setelah bercumbu.
Keduanya, kini dikenal kembali dengan julukan Sepa-
sang Pemburu dari Neraka seperti tiga puluh tahun si-
lam. "Benar dugaanku kalau begitu," kata Bidadari Hati Kejam dalam hati. "Tetapi
seingatku, Guru pernah mengalahkan mereka bahkan terpaksa menurunkan
tangan pada si wanita yang telah tewas. Tetapi seka-
rang, sosok wanita itu segar-bugar. Apakah dia telah dibangkitkan kembali dengan
mempergunakan Kitab
Pemanggil Mayat?"
Belum lagi mendapatkan jawaban atas perta-
nyaannya, tiba-tiba lelaki tua berpunuk yang bernama
asli Gumbarda itu merandek dingin, "Perempuan berkonde! Bila kau bisa jawab
pertanyaan, maka nyawa-
mu akan kami bebaskan!"
"Bicara seenak perutmu, lelaki tua berpunuk! Jangan jual sesumbar di hadapanku!
Tetapi, aku masih
memperkenankan kau untuk bertanya!" balas Bidadari Hati Kejam dengan wajah
menegang. Tangan kanannya
yang masih memegang senjata pengebutnya segera di-
alirkan tenaga dalam. Dan jurus 'Rangkai Bunga Habi-
si Kumbang' siap dipergunakan.
"Bagus! Berarti kau sayang nyawa! Katakan kepadaku, apakah ini Gunung
Siguntang?"
"Kalau kau sudah tahu, mengapa harus ber-
tanya"!" sentak si nenek berkonde.
"Kalau memang iya, berarti Sampurno Pamungkas
alias si Manusia Agung Setengah Dewa berdiam di si-
ni." "Sulit menjawab pertanyaanmu itu!"
"Kalau memang iya, berarti Sampurno Pamungkas
bisa menunjukkan di mana Malaikat Dewa berada."
"Urusan apa kau dengan Malaikat Dewa?"
"Perempuan berkonde! Kurobek mulutmu bila be-
rani balik bertanya!"
Mengkelap sudah Bidadari Hati Kejam. Sepasang
matanya memancarkan sinar garang.
"Aku bertambah yakin, kemunculan Sepasang
Pemburu dari Neraka sehubungan dengan dendam la-
ma pada Guru! Tak akan kubiarkan Guru mendapat
urusan tengil semacam ini!" kata Bidadari Hati Kejam dengan mata masih lekat
menatap ke depan. "Sebaiknya, biar ku sesatkan saja manusia ini. Urusanku ada-
lah menghentikan sepak terjang Iblis Kubur. Hmmm....
Sempat kulihat suasana sunyi di Gunung Siguntang.
Apakah saat Manusia Pemarah sudah berhasil dika-
lahkan oleh manusia iblis itu" Celaka! Aku harus ber-
tindak cepat! Tapi... apakah sepasang mata tuaku ini
tidak salah melihat. Kalau di dekat Manusia Pemarah
berdiri gadis berbaju putih dengan sebuah cambuk
melilit di pinggangnya Dan seorang lagi.... Ya, ampun!
Siapa lagi manusia yang punya tubuh sepotong dan
buntal itu kalau bukan Dewi Bumi" Bagus! Kemungki-
nan Manusia Pemarah yang tadi sempat kulihat ka-
lang-kabut dibuat oleh Iblis Kubur masih bisa berna-
pas! Heran, kenapa aku jadi mencemaskan manusia
sialan yang suka marah-marah itu"!"
Berjarak tiga tombak dari si nenek berkonde, pe-
rempuan berbaju hitam pekat yang menebarkan bau
busuk merandek dingin, "Gumbarda! Aku ingin mem-
bunuh perempuan berkonde ini!"
Si Pengusung Jenazah terbahak-bahak mendengar
kata-kata kekasihnya.
"Kuperkenankan kau melakukannya! Aku yakin
kalau perempuan berkonde ini mengetahui sesuatu!"
Namun sebelum si perempuan yang tak lain adalah
Mayang Harum yang telah dibangkitkan kembali oleh
kekasihnya dengan mempergunakan mantra dari Kitab
Pemanggil Mayat bertindak, tiba-tiba terdengar suara
koakan yang sangat dahsyat dari angkasa, membedah
seantero tempat. Menyusul koakan itu, angin luar bi-
asa kencangnya bergemuruh. Meluruhkan semak-
belukar dan rerumputan berjarak lima belas tombak
dari angkasa. Masing-masing orang segera mendongak. Begitu
pula dengan orang-orang yang berada di seperempat
perjalanan menuju puncak Gunung Siguntang.
"Bocah kebluk!" terdengar makian pelan Bidadari Hati Kejam ketika mengenali dari
mana asal suara dan
gemuruh angin dahsyat itu. "Rupanya dia juga sudah tiba di sini!"
Di angkasa, seekor burung rajawali raksasa ber-
warna keemasan berputar-putar mengelilingi tempat.
Di punggung burung rajawali yang mencetak bayangan
besar berkelebat cepat di tanah, seorang pemuda du-
duk dengan sikap santai.
Bahkan dengan nakalnya si pemuda berseru sam-
bil mencorongkan kedua tangannya, "Guruuu! Ru-
panya kau berada di sini juga" Dan, he he he... kau
sudah mendapatkan teman, ya"!"
"Bocah kebluk kurang asam! Enak-enaknya dia bi-
cara begitu!" maki Bidadari Hati Kejam dalam hati, Sementara itu terdengar
teriakan keras berbalur
kemarahan dari si lelaki tua berpunuk begitu menge-
nali siapa pemuda yang berseru dari punggung burung
rajawali raksasa itu, "Pemuda kurang ajar yang telah mencuri Kitab Pemanggil
Mayat!" Mendengar ucapan orang, Bidadari Hati Kejam
yang dibuat mendumal oleh seruan si pemuda yang
duduk di leher burung rajawali raksasa itu seketika
menoleh dengan kening berkerut pada lelaki tua ber-
punuk. "Kitab Pemanggil Mayat kini berada di tangan Tir-ta" Hmm... berarti benar
dugaanku kalau kitab yang
sebelumnya berada di tangan Dewi Karang Samudera
lah berpindah tangan pada lelaki berpunuk ini. Dan
sekarang berada di tangan muridku yang kebluk itu!"
Pemuda berbaju keemasan yang berkilau tertimpa
matahari yang semakin naik dan kini tiba di ubun-
ubun menepuk bahu burung rajawali keemasan yang
ditungganginya.
"Bwana! Rupanya kita telah sampai di Gunung Si-
guntang ini. Bila saja perjalanan kita tidak tertahan oleh Raja Pocong Hitam,
mungkin kita lebih dulu berada di sini. Hmmm... menurutmu, Eyang Guru berpe-
san agar kita segera ke sini. Dan menurut si Manusia
Pemarah yang kulihat sedang menggempur Iblis Kubur
bersama kakek bertubuh buntal, di Gunung Siguntang
inilah Manusia Agung Setengah Dewa berdiam. Hingga
Iblis Kubur yang mempunyai dendam pada orang tua
agung Eyang Sampurno Pamungkas pun tiba di sini.
Bwana... terbanglah agak merendah. Aku akan turun
di dekat Guru. Kau jangan ke mana-mana, Bwana. Te-
tap terbang di atasku
Burung rajawali yang besarnya empat kali gajah
dewasa itu mengeluarkan suara mengkirik seperti
mengerti maksud orang. Lalu....
Wusss! Tubuhnya menukik cepat.
Berjarak lima tombak dari tanah, pemuda yang tak
lain Tirta alias si Rajawali Emas adanya melompat.
Mempergunakan ilmu peringan tubuh yang dipadukan
dengan tenaga surya yang dimilikinya, tubuhnya hing-
gap dengan ringannya. Agak merunduk sejenak, lalu
berdiri tegak berjarak dua tombak di samping kanan si nenek berkonde. ...
Pemuda itu cengengesan.
"Wah! Kita ketemu lagi nih, Guru! Ke mana saja
kau selama ini" Kucari di balik pinggangku tidak ada?"
selorohnya sambil melangkah. Dan tiba-tiba dia men-
dongak, karena dirasakannya gemuruh angin yang di-
timbulkan oleh lesatan Bwana mengeras.
"Hei!" serunya dalam hati. "Mengapa Bwana tak mematuhi kata-kataku" Mau apa dia
terbang ke balik
Gunung Siguntang?"
Pertanyaan yang mendadak muncul karena burung
rajawali raksasa berwarna keemasan justru menjauh,
tak mendapatkan jawaban dengan segera, karena satu
bentakan keras terdengar.
"Bocah Kebluk! Urusan apa yang membawamu ke
sini"!"
Si pemuda dari mendongaknya mengalihkan pan-
dangan kembali pada si nenek berkonde. Dilihatnya
mulut peot Bidadari Hati Kejam meruncing.
"Wah! Kau masih suka membentak juga ya. Guru!"
kata Tirta masih berseloroh. Lalu mengatupkan kedua
tangannya, mengambil sikap menjura pada Bidadari
Hati Kejam, salah seorang gurunya. Saat mengatupkan
tangannya tadi di dada, terlihat di lengan kanan dan
kirinya sebuah rajahan burung rajawali berwarna
keemasan. "Sudah dong, tidak usah melotot!"
Sebelum si nenek berkonde menyahuti selorohan
muridnya, terdengar suara serak, dalam, dan bernada
ancaman, "Pemuda sialan berbaju emas! Serahkan Kitab Pemanggil Mayat kepadaku
kalau ingin nyawamu
tetap menyatu di badan!"
Tirta hanya sekilas menoleh pada lelaki tua berpu-
nuk yang mengeluarkan ancaman tadi. Lalu seolah
mendengar beritakan orang, dia berkata pada gurunya.
"Guru! Tentunya kau heran ya melihat lelaki tua
berpunuk dengan nenek jelek itu" Tidak usah heran
Mereka adalah para tukang sayur yang kesasar ke sini
Coba kau lihat lelaki jelek itu" Tubuhnya jadi bongkok
karena terlalu sering mengangkat pikulan sayur!"
Mendengar selorohan muridnya yang konyol, si nenek
tertawa. Lalu berkata, "Sejak tadi aku memang Sudah memikirkan kemungkinan itu.
Dan rupanya kau bisa
memperjelas apa yang ku pikirkan!"
Di seberang, si Pengusung Jenazah sudah mengge-
ram dahsyat. Bersamaan geramannya, tubuhnya su-
dah mencelat ke arah Tirta. Kedua kakinya bagai ber-
jingkring, lalu meluncur tak ubahnya anak panah! Di-
dahului hawa panas yang menggidikkan.
Tirta yang sudah pernah bertarung dengan si Pen-
gusung Jenazah, melompat ke belakang. Lalu kembali
mencelat ke depan bersamaan dicabutnya pedang yang
berada di punggungnya. Saat itu juga menghampar si-
nar keemasan yang sangat terang. Dan segera diki-
baskannya pedang yang tak lain adalah Pedang Batu
Bintang yang di hulu bagian bawah terdapat sebuah
bintang berwarna keemasan dan di hulu bagian atas
terdapat ukiran sepasang kepala burung rajawali ber-
tolak belakang.
Menghampar sinar keemasan dikawal angin meng-
gidikkan. Blam! Blammm! Saat terjadi bentrokan, terdengar letupan keras
dua kali dan sinar keemasan yang muncrat ke angka-
sa. Tempat di mana beradunya tenaga dahsyat tadi,
langsung rengkah dan membentuk kubangan sedalam
setengah tombak.
Saat semuanya reda kembali, terlihat tangan Tirta
yang memegang Pedang Batu Bintang agak bergerak.
Dengan segera dialirkannya tenaga surya yang dihi-
sapnya secara tak sengaja dari rumput langka dan
sakti, Rumput Selaksa Surya.
Di seberang, si Pengusung Jenazah hanya ter-
huyung setengah tombak dan kembali berdiri tegak.
"Dari tubuhnya ku rasakan hawa sepanas api ne-
raka Tetapi, aku tidak terlalu mencemaskan hawa pa-
nas yang dimiliki pemuda keparat itu! Justru pedang
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Asmara Putri Racun 2 Pendekar Mabuk 013 Prahara Pulau Mayat Pedang Angin Berbisik 9
Hak cipta dan copy right
pada penerbit di bawah
lindungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperba-
nyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l Kabut pagi masih menggumpal. Butiran embun
masih melekat pada dedaunan. Semak belukar basah
dan berjuntai ke sana kemari dipermainkan angin.
Hawa dingin begitu menyengat, menembus tulang ba-
gian dalam. Membuat setiap kali menghembuskan na-
pas seperti mengeluarkan asap. Namun kejap lain, su-
asana yang mencekam itu pun menghilang. Bersa-
maan dengan suara gemuruh dahsyat yang terdengar.
Menyusul pepohonan dan semak belukar terpapas dan
bertumbangan dengan menimbulkan suara berdebam.
Kepulan debu seketika menggunung.
Saat terkuaknya kabut tebal, nampaklah sebuah
gunung menjulang sangat tinggi. Ditumbuhi dengan
pepohonan tinggi. Batu-batu terjal berada di sana-sini.
Dan mendadak gemuruh yang terjadi tadi, disusul
dengan berjatuhannya batu-batu besar. Menimbulkan
gebahan dahsyat membuat hewan-hewan yang meng-
huni gunung itu pun berlarian. Suasana tak ubahnya
menjadi seperti kiamat.
"Saaammmpuurnooo Pamungkaasss! Akkuuu
daaatttangg unttukk meennuuntuth baallaasss!"
Begitu suasana menjernih kembali dan masih me-
nyisakan debu-debu yang membubung, terdengar sua-
ra dingin, serak, dan dalam. Menyusul suara....
Sraaangnghg! Cukup keras, menggema di gunung yang disebut
Gunung Siguntang.
Seorang lelaki berahang persegi berbaju hitam pan-
jang berdiri dengan kedua kaki dipentangkan. Matanya
yang hitam dan tak pernah berkedip menyiratkan sinar
menggidikkan saat menatap julangan Gunung Sigun-
tang dihadapannya. Sosok berambut panjang, kotor
dan kusam mengeluarkan gerengan mengerikan. Ram-
butnya menjulai-julai dipermainkan angin. Ikat kepa-
lanya yang berwarna hitam pula, begitu ketat berada di keningnya. Di tangan dan
kakinya terdapat rantai besar, Suara 'Srang' yang terdengar tadi itu, berasal
dari rantai' besar panjang pada kedua kakinya saat melangkah dan menggebah
tempat itu. Sosok ganjil yang tak lain adalah Iblis Kubur
menggeram lagi, "Mannussiaaa kepaaraaatth! Menga-paaa kaauuu taakk tammpakkan
battaang hidduung!"
Matanya yang tak pernah berkedip itu memperha-
tikan sekelilingnya. Kaku dan mengerikan. Lalu den-
gan gerakan yang nampak lambat, Iblis Kubur me-
langkah. Terdengar gebahannya yang keras dan suara rantai
yang terseret. Tangan kanannya yang terikat rantai besar panjang itu digerakkan
ke depan. Kraaatttak! Sraaangngngg! Suara keras terdengar, bersamaan dengan itu, tiga
buah pohon yang tumbuh di sana terhantam. Lalu
tumbang bergulingan, menyusul beberapa buah batu
yang berjatuhan. Saat pohon dan batu besar itu berja-
tuhan, Iblis Kubur mengangkat tangan kirinya.
Bagai ditahan oleh satu tenaga aneh yang luar bi-
asa, pohon dan batu itu tertahan. Saat tangannya di-
gerakkan, pohon dan batu tadi mencelat jauh dari
tempat itu. Dan di kejauhan terdengar suara berdebam
yang keras. Lalu dengan gerakan kaku dan menimbulkan sua-
ra seretan rantai besar panjang pada kedua kakinya,
sosok berbaju hitam dengan wajah sebeku mayat itu
melangkah. Mulai menjajaki lereng Gunung Siguntang,
lalu merambat naik.
Saat melangkah itu, rantai besar yang terikat pada
kedua kakinya, yang seratus tahun lalu dipergunakan
oleh Ki Sampurno Pamungkas yang berjuluk Manusia
Agung Setengah Dewa, menghajar semak belukar yang
lalu tercabut dari akarnya.
Manusia Mayat yang dibangkitkan oleh Dewi Ka-
rang Samudera dengan bantuan Kitab Pemanggil
Mayat terus melangkah naik dengan suara gerengan
yang berkali-kali terdengar. (Untuk mengetahui siapa
Iblis Kubur dan bagaimana Dewi Karang Samudera
membangkitkannya, silakan baca serial Rajawali Emas
dalam episode: "Sumpah Iblis Kubur").
Seperti diceritakan dalam episode sebelumnya, saat
si Rajawali Emas bertarung dengan Iblis Kubur untuk
menyelamatkan Ayu Wulan, muncullah Bidadari Hati
Kejam yang tak lain salah seorang guru dari si Rajawa-li Emas. Bidadari Hati
Kejam kemudian memancing Ib-
lis Kubur menjauh dari sana. Pertarungan sengit pun
terjadi. Saat itulah muncul Manusia Pemarah yang
menolong Bidadari Hati Kejam. Kemudian, Iblis Kubur
pun bergerak dengan selalu menimbulkan petaka. Saat
itu, Dewi Karang Samudera tengah panik karena me-
nyadari jika lebih dari sepuluh hari tak menemui Iblis Kubur, pengaruh mantra
dari Kitab Pemanggil Mayat
akan sirna. Dia masih beruntung bertemu kembali
dengan mayat yang dibangkitkannya dan diharapkan
jadi pengikutnya untuk menuntaskan dendam lama
dengan Raja Lihai Langit Bumi. Kendati harus bersu-
sah payah untuk kembali memulihkan keadaan agar
Iblis Kubur menjadi pengikutnya, Dewi Karang Samu-
dera berhasil menguasai manusia yang dibangkitkan-
nya setelah selama seratus tahun terkubur. Yang ma-
sih mengherankan Dewi Karang Samudera, karena Ib-
lis Kubur ternyata masih mempunyai ingatan jernih
karena dia masih mengingat mana Ki Sampurno Pa-
mungkas, orang yang mengalahkannya seratus tahun
lalu dan menyebabkan kematiannya itu berada.
Manusia Mayat yang menyimpan dendam itu ber-
henti di seperempat perjalanan menuju puncak Gu-
nung Siguntang.
"Sampurrnooo Pamuungkasss.' Keluaaar kauu dari
peerrsemmbuunyiiaan. Akkuu daataaangg untuk
meennuunttuth balass.'"
Tak ada sahutan apa-apa. Gunung Siguntang
sunyi. Suasananya yang mencekam makin menggigit
nurani. Di ufuk timur sana, perlahan-lahan sang fajar mulai merambat naik.
Biasan panah merah yang dilepaskannya mulai menerangi persada.
Merasa tak ada sahutan atau tanda-tanda muncul
nya orang yang dicarinya, Manusia Mayat itu mengge-
reng dengan suara menggetarkan. Tangan kanannya di
angkat dan digerakkan.
Sraaanggg! Wuuuuttt! Blaaarrr!
Dinding gunung di sebelah kanannya rengkah dan
menimbulkan suara bergetar. Menyusul suara gemu-
ruh dengan jatuhnya bebatuan dan beberapa buah
pohon yang tumbang.
"Saammpuurnnoo Pamungkaass! Keeluuaaar
kaauuu! Jaangann jadiii peengeccuth seekaaranng!"
Tetap tak ada sahutan apa-apa. Semakin murka
Iblis Kubur mendapati kedatangannya untuk memba-
las dendam seratus tahun lalu pada Manusia Agung
Setengah Dewa seperti sia-sia belaka. Manusia Mayat
itu mengamuk sejadi-jadinya, hingga Gunung Sigun-
tang bagai mengamuk.
Berjarak lima puluh tombak dari tempatnya, dua
pasang mata memperhatikan apa yang sedang dilaku-
kan oleh Iblis Kubur.
"Manusia jelek pemarah! Yang kau katakan ternya-
ta benar! Manusia laknat itu datang ke sini untuk
mencari gurumu!" terdengar suara bernada memben-
tak tanpa menoleh pada orang yang berdiri di sisi ki-
rinya. Orang yang dibentak tadi mengeluarkan dengusan
dari hidung, tanda dia jengkel.
"Nenek berkonde jelek berkeriput! Jangan cari urusan selagi urusan yang kita
ingin tuntaskan ada di depan mata!" sahut orang di sebelah yang membentak
pertama tadi. "Setan pemarah! Apakah suaramu tak bisa dikecil-
kan dan dibuat bernada lebih lembut" Kalau kau ma-
sih bersuara membentak seperti itu, kurobek mulut-
mu!" "Nenek peot jelek! Jangan berpikir kau mampu me-
lakukannya, hah" Sontoloyo! Justru kau yang nanti
akan kupotek-potek seluruh tulang dalam tubuhmu!"
Orang yang membentak tadi yang ternyata seorang
nenek berkonde berbaju batik kusam menoleh. Sepa-
sang matanya yang celong ke dalam bagai melompat
keluar mendapati bentakan orang di sebelahnya.
Yang dipelototi tak kalah garangnya. Kedua mata
nya pun dipentangkan lebih lebar dengan dengusanya
terdengar keras.
"Sungguh hebat ucapan sialanmu itu!"
"Sontoloyo! Hebat atau tidak urusan belakangan
Kalau kau masih ingin menjajaki ilmuku itu pun uru-
san belakangan! Sekarang, bagaimana caranya meng-
hentikan sepak terjang manusia keparat berjuluk Iblis Kubur itu"!" Orang di
sebelah si nenek berkonde ternyata si orang lelaki berusia kira-kira delapan
puluh tahunan. Raut wajahnya tirus memanjang dengan di-
lapisi kerut merut dan kulit yang amat tipis. Sepasang matanya lebar dan seperti
melotot terus-menerus.
Rambutnya yang putih panjang dikuncir ekor kuda.
Tak memiliki jenggot, namun kumisnya putih panjang
menjuntai melewati dagunya. Mengenakan pakaian
warna putih yang sudah sangat kusam sekali. Cela-
nanya hitam setinggi lutut
Si nenek berkonde, yang tak lain adalah Bidadari
Hati Kejam, mendengus sambil mengalihkan pandan-
gan. Dilihatnya di kejauhan bagaimana Iblis Kubur
tengah mengamuk menghajar apa saja yang berada di
dekatnya. Gemuruh suaranya terdengar cukup keras
dalam jarak yang cukup jauh.
Sementara si lelaki tua dengan rambut dikuncir itu
pun mengalihkan pandangannya pada apa yang se-
dang dilihat si nenek berkonde. Lelaki tua yang tak
lain Manusia Pemarah itu mendumal dalam hati, "Dasar nenek peot jelek bau tanah!
Kelakuannya cukup
membuatku mau muntah! Tetapi, sejak aku muda
hingga bangkotan ini, aku masih mencintai si nenek
jelek ini! Heran! Mengapa aku bisa dan masih mencin-
tai nenek jelek ini! Sontoloyo! Benar-benar otakku sudah menjadi bodoh! Tetapi
urusan cinta atau tidak,
urusan belakangan. Iblis Kubur harus dihentikan!"
"Kita sama-sama tahu kehebatan Manusia Mayat
itu," berkata Bidadari Hati Kejam tanpa menoleh pada Manusia Pemarah, seolah
berkata pada dirinya sendiri.
"Dan kita pun sama-sama pernah bertarung dengan manusia celaka itu. Tetapi,
beberapa kali terjadi pertarungan, kita tak mampu mengatasinya. Apakah yang
harus kita lakukan sekarang?"
Seolah menyadari kalau pertanyaan itu diperun-
tukkan padanya, Manusia Pemarah berkata, juga tan-
pa menoleh dan seperti pada dirinya sendiri, "Sulit mendapatkan jawaban yang
tepat. Selain Manusia
Agung Setengah Dewa, hanya Kitab Pemanggil Mayat
yang bisa menghentikan sepak terjangnya. Tetapi, kita tak memiliki Kitab
Pemanggil Mayat."
"Dewi Karang Samudera yang memilikinya," sahut Bidadari Hati Kejam tanpa menoleh
pula. "Sontoloyo! Aku sudah tahu kalau perempuan ber-
baju hijau tipis yang mempunyai tubuh montok itu
yang memilikinya! Aku ingin merebutnya dari perem-
puan aduhai itu! Tetapi, di mana perempuan itu bera-
da?" "Lelaki tua bau tanah yang punya mata bongsang!"
maki si nenek berkonde tanpa menoleh. "Apakah kau ingin mendapatkan kitab itu,
atau kau ingin menatap
tubuhnya yang kau katakan montok?"
"Sontoloyo! Ingin kulihat tubuhnya yang montok
atau tidak itu urusan belakangan! Yang pasti, lebih
baik melihat tubuhnya yang aduhai daripada memelo-
toti tubuh peotmu yang sudah tinggal ampas!"
Si nenek berkonde seketika menoleh. Pandangan-
nya garang dengan kedua mata terbuka lebih lebar.
Mendapati si nenek menoleh, Manusia Pemarah pun
menoleh dan membalas dengan tatapan lebih garang.
Sesaat kesunyian melanda sementara di kejauhan
Iblis Kubur masih terus mengamuk dengan suara ber-
getarnya yang meneriakkan nama Ki Sampurno Pa-
mungkas. Kedua orang yang memiliki sifat keras kepala itu
sama-sama mendengus dan membuang muka. Menga-
lihkan pandangan pada Iblis Kubur kembali.
"Manusia Pemarah! Aku ingin merobek-robek mu-
lutnya! Tetapi.... Sialan betul! Kenapa hatiku jadi tak karuan saat melihat
pandangannya yang jelek itu!" ka-
ta Bidadari Hati Kejam dalam hati dengan mulut ber-
bentuk kerucut.
"Kunti Pelangi jelek bau tanah yang sudah mau
mampus! Sontoloyo betul sikapnya yang sialan ini!
Mau rasanya kupotek-potek seluruh tulang dalam tu-
buhnya Tetapi.... Aku masih mencintainya! Dan men-
ginginkan dia menjadi pendamping ku! Sontoloyo!
Apakah urusan tidak akan jadi runyam bila dia mau
menjadi pendamping ku" Sialan betul!" maki Manusia Pemarah dalam hati.
Lalu didengarnya suara Bidadari Hati Kejam, ber-
nada ketus dan tetap tak menoleh padanya.
"Aku menangkap sebuah gerakan pada jarak sepu-
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luh tombak di belakang."
"Sok hebat! Apakah kau pikir telingaku ini sudah menjadi tuli hingga tak
mendengar gerakan yang kau
dengar juga" balas si Manusia Pemarah tak kalah ke-tusnya.
"Siapa manusia itu?"
"Kau bertanya atau sedang melawak" Apakah kau
pikir aku bisa melihatnya tanpa berbalik, hah"!"
"Manusia tua pemarah! Aku bisa menangkap gera-
kan aneh pada kedua tangannya!"
"Begitu pula aku! Di tangan kirinya tak kudengar ada sebuah benda. Tetapi di
tangan kanannya aku yakin dia memegang sebuah benda. Paling tidak sebuah
tongkat." "Hhhh! Aku tahu siapa dia...."
"Siluman Buta!" potong Manusia Pemarah cepat.
"Manusia Pemarah celaka! Apakah kau pikir aku
tidak tahu siapa orang sialan itu!"
"Kalau kau tahu, mengapa kau masih menggan-
tung kalimatmu, hah"!"
"Keparat! Karena kau memotong kalimat ku!"
"Nenek jelek sontoloyo! Urusan aku memotong ka-
limatmu atau tidak itu urusan belakangan! Bagaimana
sekarang?"
"Kau bertanya atau melawak?" balas si nenek berkonde dengan suara ditekan.
"Ada dua pilihan sekarang! Aku akan membuntuti
Iblis Kubur sekaligus mencoba mengurusnya! Kau
urus manusia buta berbaju compang-camping itu!"
"Bagus! Mengapa kau tak pergi sekarang"!" dengus Bidadari Hati Kejam.
Manusia Pemarah mengeluarkan suara makian
panjang pendek. Detik lain, tubuhnya sudah berkele-
bat ke depan. Rambut putihnya yang dikuncir menjun-
tai. "Baiknya, kutunggu manusia yang berada di bela-kangku ini. Aku tahu,
Siluman Buta punya urusan
dengan saudara seperguruanku si Raja Lihai Langit
Bumi. Lelaki tua keparat yang berbicara lembut dan
penuh perasaan itu! Bukankah dia yang pertama kali
mengabarkan kepadaku tentang akan bangkitnya Iblis
Kubur" Setan! Mengapa sampai saat ini dia tidak
muncul juga?"
Sementara itu, berjarak sepuluh tombak dari bela-
kang Bidadari Hati Kejam satu sosok tubuh yang ber-
sembunyi di balik semak membatin, "Aku menangkap gerakan tadi. Rasanya, menuju
ke depan, bukan mengarah padaku. Siapa kedua orang itu" Keduanya se-
perti bercakap-cakap, tetapi tak bisa kudengar. Pasti keduanya menahan gelombang
dengan tenaga dalam.
Hmmm.... Aku ingin tahu siapa orang yang tinggal itu."
Sosok tubuh berpakaian compang-camping dengan
sebuah tongkat kusam di tangannya menarik napas
panjang. Rambutnya putih kusut dengan wajah cedok
ke dalam diusap dengan tangan kirinya. Kedua bola
matanya bergerak-gerak dan bola matanya itu putih
tanpa bulatan hitam. Sejak tadi dia selalu meneleng-
kan kepalanya tanda memusatkan pendengarannya.
Manusia bermata putih tanpa bulatan hitam itu me-
mang tak lain Siluman Buta adanya.
Lelaki buta itu membatin lagi, kali ini wajahnya be-
rubah menampakkan kejengkelan. "Hhh! Semenjak
Dewi Karang Samudera berhasil mengalahkan dan
membuatku pingsan karena keadaanku yang payah
akibat gempuran Raja Lihai Langit Bumi sebelumnya,
aku memang sengaja bersembunyi untuk memulihkan
kekuatanku kembali, terutama dua tulang igaku yang
patah akibat gempuran perempuan celaka yang ternya-
ta mempunyai dendam pula pada Raja Lihai Langit
Bumi akibat cintanya ditolak puluhan tahun lalu.
Apakah saat aku pingsan perempuan itu berhasil me-
nuntaskan dendamnya" Keparat! Akan ku putuskan
nyawanya bila dia mendahuluiku mencabut nyawa Ra-
ja Lihai Langit Bumi.
Untungnya, saat ku rasakan kekuatanku telah pu-
lih, aku sempat mengintip pertarungan pemuda berju-
luk Rajawali Emas itu dengan orang berbalut kain hi-
tam yang berjuluk Raja Pocong Hitam. Dari ucapan si
pemuda saat berhasil mengalahkan Raja Pocong Hitam
itulah aku tahu kalau dia tengah memburu Iblis Kubur
ke Gunung Siguntang.
Bila Raja Lihai Langit Bumi masih hidup, dia pasti
datang ke tempat ini. Aku yakin, kalau Iblis Kubur sudah berada di sini. Karena
samar kudengar suara ge-
muruh dan amukan di depan sana yang tentunya ada-
lah Gunung Siguntang. Berarti, Dewi Karang Samude-
ra yang telah membangkitkannya tentunya berada di
sini. Hhh! Ini pula saat yang tepat untuk membalas
perbuatannya. Dan mengenai Kitab Pemanggil Mayat
yang ramai diributkan, aku pun menginginkannya."
Cukup panjang juga lelaki tua buta itu membatin.
Sementara kepalanya ditelengkan dengan kedua telin-
ga dibuka lebih lebar. Pendengarannya lebih tajam dari penglihatan orang
kebanyakan. Tiba-tiba wajah Siluman Buta menekuk dengan
kening berkerut.
"Aneh! Aku menangkap desir angin yang menimpa
tubuh orang di depan bagai menghempas di atas kepa-
lanya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal hembusan
angin itu. Apakah.... Bukan sebuah konde yang ada di
kepala orang itu. Hmmm.... Kalau memang benar, aku
tahu siapa orang itu. Tentunya dia Bidadari Hati Ke-
jam! Bagus! Kendati aku tak punya urusan dengannya,
tetapi Raja Lihai Langit Bumi adalah saudara sepergu-
ruannya. Baiknya, kuserang saja nenek berkonde itu
sekarang!"
Memikir sampai di sana, Siluman Buta yang mem-
punyai dendam pada Raja Lihai Langit Bumi dan seka-
rang pada Dewi Karang Samudera, berdiri. Tangan ka-
nannya yang memegang tongkat kusamnya digerak-
kan! Dan.... Wuuuttt! *** Bab 2 Tongkat kusam itu terlontar ke muka, dengan cara
berputar keras. Dikawal angin yang cukup kencang
menggetarkan. Di tempatnya, si nenek berkonde merandek dingin
dalam hati, "Hmmm.... Rupanya manusia buta ini su-
dah mulai unjuk gigi. Persetan aku tak punya urusan
dengannya! Kalau sudah begini, jelas dia mencari uru-
san!" Ketika dirasakan desir angin keras yang ditimbul-
kan dari lesatan tongkat kusam itu, Bidadari Hati Ke-
jam segera berbalik. Bersamaan dengan tangan ka-
nannya mengibas.
Wusss! Zleg! Tongkat kusam yang melesat itu tertahan. Seperti
ada tangan yang tak nampak, tongkat itu terdiam di
udara. Di seberang, Siluman Buta menelengkan kepa-
lanya. Lalu menepuk kedua tangannya di dada.
Dusss! Tiba-tiba saja bagai disentak oleh tenaga kuat,
tongkat kusamnya yang nampak mengapung di udara
mencelat lagi ke arahnya. Namun hanya beberapa saat
saja melesat, karena tongkat itu sudah mengapung la-
gi. Rupanya, Bidadari Hati Kejam kembali menahan
dengan tenaga dalamnya.
"Hmmm.... Hebat! Aku yakin si nenek berkonde
yang membuat tongkatku seperti barang mainan! Baik-
lah! Akan kuperlihatkan siapa aku!"
Membatin kesal semacam itu, Siluman Buta mene-
kan kedua tangannya yang masih mengatup di dada
satu sama lain. Bersamaan dengan itu nampak tu-
buhnya bergetar dan....
Plasss! Tongkatnya yang masih mengapung melesat ke
arahnya. Begitu dirasakan Bidadari Hati Kejam akan
menahan tongkatnya kembali, tangan kanannya dige-
rakkan! Menghampar angin dingin yang luar biasa dah-
syatnya ke arah Bidadari Hati Kejam yang hanya
membuka mata lebih lebar. Si nenek memang dibuat
cukup terkejut. Bukan karena serangan yang dilancar-
kan oleh Siluman Buta, melainkan kelicikan yang di-
perlihatkannya.
Tanpa menggeser dari tempatnya, si nenek ber-
konde menggerakkan tangan kirinya pula dengan cara
memutar-mutar sementara tangan kanannya masih
mengarah pada tongkat kusam yang telah mengapung
kembali di udara.
Dari putaran tangan kiri si nenek, menderu angin
keras bergulung-gulung. Melingkari hawa dingin yang
dilepaskan oleh Siluman Buta. Gulungan angin yang
semakin lama kuat memutar dan menimbulkan hawa
panas, segera menindih hawa dingin itu. Hawa dingin
pupus seketika. Sedangkan gulungan angin panas
yang diakibatkan tangan kiri si nenek berkonde, terus bergerak ke arah Siluman
Buta. "Keparat! Ternyata dia tak kalah hebatnya dengan Raja Lihai Langit Bumi. Bahkan
ku rasakan kalau setiap serangannya sangat kejam. Tak heran kalau dia
dijuluki Bidadari Hati Kejam!" geram Siluman Buta sambil mengempos tubuh ke
samping kanan, Gulungan angin yang semakin lama memanas itu
menerabas semak belukar sepanjang sepuluh tombak
yang seketika menghangus dan saat dihembus angin
luruh menjadi serpihan.
"Orang tua buta!" Urusan sudah kau buat di depan mata! Berarti, kematian tinggal
sejengkal!" dengus Bidadari Hati Kejam dengan suara tajam. Tangan ka-
nannya masih menahan tongkat kusam Siluman Buta
yang mengapung sementara pemiliknya pun melaku-
kan yang sama. Lelaki tua berpakaian compang-camping itu mene-
lengkan kepala. Perlahan-lahan nampak senyuman
aneh di bibirnya, menyusul suara tertawanya, panjang
berderai. . "Nenek berkonde! Kematianku, tinggal sejengkal
katamu, tetapi kematianmu tinggal satu kejapan mata!
Bila kau mengatakan di mana Raja Lihai Langit Bumi
berada, kuampuni selembar nyawamu!"
"Orang tua buta ini memang mempunyai dendam
pada Raja Lihai Langit Bumi. Tetapi, aku tak yakin kedatangannya ke Gunung
Siguntang ini hanya untuk
membalas dendamnya pada Raja Lihai Langit Bumi.
Hmmm.... Siapa pun kini tahu tentang Kitab Pemanggil
Mayat. Aku yakin, selain urusan dendam mereka juga
menginginkan kitab itu," kata Bidadari Hati Kejam dalam hati. Lalu dengan suara
menyentak dia berkata,
"Bila memang yang kau katakan tadi terbukti, sampai akhir hayatku aku akan
mengabdi!"
Berderai tawa Siluman Buta dan di saat itulah dis-
entakkan tangan kanannya ke belakang. Wuuuttt!
Tongkat kusamnya yang mengapung di udara me-
lesat dan segera ditangkap. Bidadari Hati Kejam ter-
sentak. Dia seperti melupakan soal tongkat Siluman
Buta yang masih ditahannya. Karena tenaga sentakan
dan di saat Bidadari Hati Kejam terpaku pada ucapan
orang, makanya Siluman Buta berhasil mendapatkan
tongkat kusamnya lagi.
Dengan menindih kegeraman yang mulai meraja,
Bidadari Hati Kejam mendengus dalam hati, "Urusan manusia ini sebaiknya segera
kuselesaikan. Urusan Iblis Kuburlah yang masih merupakan jalan panjang. Ku
khawatirkan Manusia Pemarah yang bila nekat meng-
hadapi Iblis Kubur hanya akan mengantarkan nyawa
sia-sia. Sedikit banyaknya aku cukup meragukan kata-
kata si lelaki tua pemarah itu yang mengatakan gu-
runya, si Manusia Agung Setengah Dewa berdiam di
gunung ini, Hmmm.... Biar kuselesaikan dulu manusia
yang cuma bisa mengambil keuntungan dari satu ke-
jadian!" Bidadari Hati Kejam kembali menatap ke muka.
Tajam dan tak berkedip. Wajahnya nampak lebih ba-
nyak keriput. Kedua rahangnya mengatup rapat. Lalu
menggembung. Dadanya yang rata tipis itu turun naik
menandakan kegusaran semakin meraja,
"Lelaki tua buta sialan! Lebih baik tinggalkan tempat sebelum semuanya terjadi
hingga timbul penyesa-
lan!" "Nenek berkonde!" teriak Siluman Buta setelah tertawa panjang. "Tak bisa
kudapatkan Raja Lihai Langit Bumi, bila nyawamu putus dan jasad tuamu rubuh,
hatiku sudah senang!"
Mengkelap wajah si nenek mendengar kata-kata
orang. Kedua rahangnya makin sering mengembung.
Lalu tanpa membuang waktu lagi, tubuhnya sudah
melesat dengan kedua tangan terbuka dan didorong ke
depan. " Merasakan angin deras mengarah padanya, Silu-
man Buta pun mencelat dengan tongkat yang diputar
seperti baling-baling dan seakan melindungi dirinya
yang mengeluarkan suara pusaran gemuruh angin
kuat. Bidadari Hati Kejam tak mengurangi kecepatannya.
Tubuhnya terus melesat ke depan. Dan....
Wuuuttt! Begitu tongkat kusam di tangan Siluman Buta
hampir memutuskan serangannya, si nenek telah me-
lepaskan pukulan jarak jauh. Hingga Siluman Buta
terkesiap sejenak dan kejap lain menarik pulang pusa-
ran tongkatnya setelah menangkis pukulan jarak jauh
si nenek. Mendapati ruang lowong yang bisa dijadikan sasa-
ran, si nenek berkonde lepaskan tendangan kaki ka-
nan dan kiri. Praak! Praakk! Kedua tendangan yang dilepaskan si nenek terta-
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
han oleh pusaran tongkat kusam Siluman Buta. Tetapi
serangan barusan itu adalah serangan pancingan yang
dilepaskan Bidadari Hati Kejam. Karena begitu Silu-
man Buta menahan dengan memutar tongkatnya, ke-
dua tangan kanan kiri si nenek menjotos ke depan.
Siluman Buta mengeluarkan suara tertahan. Den-
gan cepat dia merunduk. Jotosan tangan kanan si ne-
nek yang mengarah pada kepalanya berhasil dihindari.
Tetapi jotosan yang mengarah pada perutnya, telak
menghantam. Bukkk!
Tubuh Siluman Buta terjajar ke belakang setelah
memekik kesakitan. Tanpa sadar tangan kirinya me-
nekap perutnya yang dirasakan mulas dan segera di-
alirkan tenaga dalam. Hanya sesaat hal itu terjadi. Kejap lain, tubuh Siluman
Buta sudah mencelat berusa-
ha membalas serangan Bidadari Hati Kejam.
Gebrakannya lebih mengerikan. Tongkat kusamnya
mendahului menggebrak. Bidadari Hati Kejam tak mau
bertindak ayal. Senjata pengebut saktinya yang selalu terselip di pinggang
segera dicabut dan dikibaskan.
Wuuuuttt! Dua tenaga dahsyat yang ditimbulkan dari dua
senjata sakti itu berbentrokan di udara. Menimbulkan
letupan berkali-kali dan suara menggelegar cukup ke-
ras, Tempat yang ditumbuhi banyak semak dan jalan
setapak berliku itu, kini bagai tertutup oleh semak
yang tercabut lepas dari akarnya. Dua sosok tubuh
terpental ke belakang masing-masing berjarak tiga
tombak. Masing-masing orang mengeluarkan seruan
tertahan. Bidadari Hati Kejam segera berdiri tegak dan men-
galirkan tenaga dalamnya. Sementara Siluman Buta
berdiri dengan dada yang terasa nyeri. Tangan kirinya perlahan mengusap darah
yang mengalir dari bibirnya.
Wajahnya menekuk penuh kegeraman. Bibirnya mera-
pat dengan rahang mengatup.
"Sejak pertama ku yakini kalau nenek berkonde ini memiliki ilmu yang tak jauh
berbeda dengan saudara
seperguruannya si Raja Lihai Langit Bumi. Aku me-
mang telah menciptakan jurus 'Kabut Inti Es' untuk
mengatasi jurus 'Undang Maut Sedot Darah' milik Raja
Lihai Langit Bumi. Apakah jurus 'Kabut Inti Es' ku ini bisa mengatasi si nenek
berkonde?" kata Siluman Buta dalam hati dengan perasaan meraba-raba.
Diseberang, berjarak sepuluh tombak, Bidadari Ha-
ti Kejam melangkah perlahan sejauh tiga tombak ke
muka. Suaranya merandek dingin, "Tinggalkan tempat ini! Bila tidak, aku akan
menunjukkan kekejaman ku!"
Bidadari Hati Kejam yang memang sangat kejam
pada orang-orang sesat selalu tak pernah meninggal-
kan lawannya bila belum berdarah. Itulah sebabnya
dia dijuluki Bidadari Hati Kejam. Berbeda dengan Raja Lihai Langit Bumi yang
penuh pengasih. Bahkan tak
segan-segan menolong lawannya bila sudah kalah.
Siluman Buta tertawa berderai mendapati ancaman
orang. Kejap lain tawanya diputus sendiri seperti ter-sedak tulang ikan yang
besar. Detik kemudian, sua-
ranya merandek dingin.
"Kukatakan tadi! Tak mendapatkan Raja Lihai Lan-
git Bumi pun sudah puas bagiku bila berhasil membu-
nuhmu!" "Manusia keparat ini rupanya memang mau men-
cari mampus! Oh! Bagaimana keadaan Manusia Pema-
rah saat ini" Mudah-mudahan dia bisa menggunakan
otaknya untuk tidak melakukan perbuatan nekat pada
Iblis Kubur. Manusia buta celaka ini rupanya harus
menerima kekejaman ku. Ketika pertama kali muncul
beberapa bulan lalu, aku memang hampir saja berta-
rung dengan manusia buta ini. Tetapi masih ku tahan
semua rasa marah. Kali ini akan kuberi pelajaran agar dia mengerti, bahwa urusan
tak bisa ditangguhkan la-gi!" sentak hati Bidadari Hati Kejam dengan kegeraman
berlipat ganda. Lalu dialirkan tenaga dalamnya pada
senjata pengebutnya. Jurus pengebut 'Rangkai Bunga
Usir Kumbang' siap dilepaskan. Lalu katanya keras,
"Kendati nyawamu tak akan kulepaskan, aku masih
memberitahumu bahwa aku akan menyerang!"
Siluman Buta mendengus.
"Jangan sesumbar di hadapanku. Lakukan bila
kau...." Seruan lelaki tua buta itu terputus karena Bidadari
Hati Kejam sudah menggebah ke muka dengan seran-
gan dahsyatnya. Senjata pengebutnya telah dipergu-
nakan. Memekik Siluman Buta mendapati serangan men-
gerikan sekaligus bisa melumatkan nyawanya. Dengan
gerakan yang tak kalah cepatnya, lelaki buta itu mem-
buang tubuh dan bersamaan dengan kedua tangannya
dikibaskan ke depan.
Wrrrr! Wrrrr! Menghampar angin sedingin gunung es ke arah Bi-
dadari Hati Kejam. Si nenek berkonde yang tengah me-
ngibaskan senjata pengebutnya tak mau bertindak ay-
al lagi. Kendati dia berhasil menghindarkan diri dari serangan 'Kabut Inti Es'
yang dilepaskan oleh Siluman Buta, namun tak urung kedua kakinya seperti kaku
karena jalan darah di kakinya terhenti seketika. Se-
mentara Siluman Buta terpental dengan dada yang te-
rasa nyeri ketika angin dahsyat yang keluar dari senja-ta pengebut si nenek
berkonde menghantam. Masih
untung sebenarnya, karena bila dadanya benar-benar
terhantam langsung senjata pengebut si nenek, tak
mustahil dadanya akan bolong dan nyawa lepas dari
badan. "Keparat!" maki Bidadari Hati Kejam sambil mengerahkan tenaga dalamnya guna
menghentikan keka-
kuan pada kedua kakinya. Kejap lain, si nenek sudah
mencelat ke muka dengan gebrakan yang lebih menge-
rikan. Siluman Buta yang masih meringis kesakitan men-
gangkat kepalanya. Sebisanya tongkat kusamnya yang
telah dialiri jurus 'Kabut Inti Es' digerakkan.
Menghampar hawa dingin dikawal gemuruh angin
liar. Si nenek cuma merundukkan kepala tanpa meng-
hentikan gerakannya. Teriakannya mengguntur, "Terimalah kematian!"
Siluman Buta benar-benar tak mampu lagi meng-
hindari serangan maut Bidadari Hati Kejam. Wajahnya
berubah pias dan pucat seperti tak ubahnya mayat.
Namun agaknya nasib menentukan lain. Karena ti-
ba-tiba saja angin yang menebarkan bau sangat tidak
sedap melesat dahsyat dari sebelah kanan ke arah Bi-
dadari Hati Kejam. Detik itu pula si nenek mengalih-
kan serangannya dari sasaran semula. Senjata penge-
butnya digerakkan ke kanan, sementara serangannya
pada Siluman Buta diubah. Saat mengalihkan seran-
gannya tadi, tubuh Bidadari Hati Kejam terus melun-
cur ke arah Siluman Buta. Kedua kaki, kanan dan ki-
rinya bergerak cepat.
Wusssss! Angin bau tak sedap yang menderu ke arahnya
terpental balik begitu terkena sapuan senjata pengebut si nenek. Dan menghantam
semak belukar yang langsung meranggas.
Sementara tendangan telak si nenek menghantam
sasarannya. Buk! Bukkk!
Tubuh lelaki buta itu terpental ke belakang dengan
derasnya. Tak dapat menguasai keseimbangannya lagi,
Siluman Buta ambruk setelah dua kali muntah darah.
Kalau sebelumnya tulang iganya patah dua buah aki-
bat hantaman Dewi Karang Samudera, kali ini tulang
bahu bagian kanannya remuk terkena salah satu ten-
dangan si nenek.
Sementara itu, Bidadari Hati Kejam memutar tu-
buh ke belakang. Seketika penciumannya menangkap
bau busuk yang menyengat Membuat cuping hidung-
nya bergerak turun naik. Dan tanpa sadar dialirkan
tenaga dalamnya guna menghentikan bau busuk yang
menusuk hidung.
"Hmmm.... Kalaupun ada manusia berbau busuk,
hanya Manusia Mayat Muka Kuning yang mengelua-
rkan bau dari rambutnya. Tetapi, bau busuk ini luar
biasa menyengat. Jangan-jangan, ada manusia bang-
kai datang ke sini dan menahan seranganku tadi pada
Siluman Buta. Keparat betul! Keinginanku untuk meli-
hat keadaan si lelaki tua pemarah jadi tertahan lagi!"
maki si nenek sambil memperhatikan sekelilingnya.
Matanya sempat mendapati tubuh Siluman Buta yang
pingsan Kejap berikutnya, udara sejuk di sekitar lereng
Gunung Siguntang tertindih sengatan bau busuk. Me-
nyusul dua sosok tubuh muncul dari gerumbul semak
belukar. Yang seorang lelaki tua berbaju hitam kusam den-
gan rambut panjang menjuntai kepinggang. Di pung-
gungnya menonjol punuk yang cukup besar hingga
menyebabkan lelaki berwajah tirus mengerikan itu se-
perti orang bongkok layaknya. Berdiri di sebelahnya, seorang perempuan yang
diperkirakan berusia sama.
Mengenakan baju hitam pula dengan ikat pinggang
bercorak batik yang sangat kusam. Kalau lelaki berpu-
nuk itu sesekali matanya mengedip, sementara si pe-
rempuan sama sekali tak berkedip. Wajahnya beku,
sedingin mayat.
"Gumbarda! Apakah kau lihat siapa kunyuk di ha-
dapan kita ini" Baju batiknya sangat indah sekali! Aku menginginkannya!" seru si
nenek tanpa menoleh pada lelaki berpunuk disisinya.
"Mayang Harum! Bila kau menginginkannya, sila-
kan ambil. Kupikir, tak terlalu sulit untuk menda-
patkannya. Hanya saja, mengapa tadi kau bertindak
setengah membokongnya hingga nenek berbaju batik
itu bisa mengatasi seranganmu?" balas si lelaki berpunuk dengan suara serak,
dingin, dan dalam.
Si nenek dengan sepasang mata tak pernah berke-
dip dengan wajah sebeku mayat itu mengeluarkan
dengusannya. Di seberang, si nenek berkonde tanpa sadar mun-
dur satu langkah. Kedua matanya tajam ke muka
memperhatikan kedua orang aneh ini.
"Gila! Baru kali ini aku berjumpa dengan lelaki tua berpunuk" Dan... oh! Bau
busuk laksana bangkai itu
rupanya keluar dari tubuh si perempuan" Aneh! Siapa
keduanya" Dan mau apa mereka ke sini?"
Bidadari Hati Kejam terus memandang ke depan
dengan dibuncah berbagai perasaan. Sementara sepa-
sang manusia aneh itu tegak berdiri dengan pandan-
gan dingin. Terutama dari si nenek yang menebarkan
bau sangat busuk. Pancaran matanya mengingatkan
Bidadari Hati Kejam pada sepasang mata milik mayat
belaka. *** Bab 3 Kita tinggalkan dulu si nenek berkonde yang ten-
gah keheranan mendapati dua orang yang baru mun-
cul itu. Kita tengok apa yang tengah dilakukan Manu-
sia Pemarah. Setelah menyepakati usul yang terlontar, lelaki
berkuncir itu pun segera berkelebat ke arah Iblis Ku-
bur yang masih mengamuk di seperempat perjalanan
menuju puncak Gunung Siguntang.
Manusia Pemarah yang sudah tahu kehebatan Iblis
Kubur memang tak mau bertindak gegabah. Dicobanya
untuk mencari sela dan kesempatan yang baik. Akan
tetapi, dasar tukang marah-marah, amarahnya pun
naik setelah terus-menerus mendapati Iblis Kubur
menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya.
Biar bagaimanapun juga, Gunung Siguntang ada-
lah kediaman gurunya, Manusia Agung Setengah Dewa
yang tengah dicari oleh Iblis Kubur. Selama tiga puluh tahun Manusia Pemarah
digembleng berbagai kesaktian oleh Manusia Agung Setengah Dewa di Gunung
Siguntang. Setelah pelajarannya selesai, Manusia
Agung Setengah Dewa memintanya untuk mengemba-
ra. Selama berpuluh tahun lelaki berkuncir kuda itu
tak pernah mendatangi Gunung Siguntang lagi. Dan
saat ini, sejak pertama kali tadi tiba di lereng gunung ini bersama Bidadari
Hati Kejam, sebenarnya Manusia
Pemarah sudah hendak menumpahkan segala kerin-
duan yang dalam pada gunung yang selama tiga puluh
tahun didiaminya. Sekarang, kendati dia tengah me-
mikirkan bagaimana cara untuk menaklukkan Iblis
Kubur, lama-kelamaan dia pun tak bisa menahan
amarahnya mendapati Gunung Siguntang telah porak-
poranda. Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, Manusia
Pemarah mengempos tubuh. Kedua tangannya telah
dialirkan tenaga sakti berlipat ganda.
Wuuuttt! Tubuhnya mencelat tinggi. Saat melewati kepala Ib-
lis Kubur, kedua tangannya yang terangkum tenaga
sakti itu segera dihantamkan ke kepala Iblis Kubur..
Des! Des! Iblis Kubur mengeluarkan gerengan sangat keras.
Tubuhnya agak sempoyongan. Kendati demikian, dia
masih sempat mengibaskan tangan kanannya yang te-
rikat rantai besar panjang.
Setelah berhasil memukul kepala Iblis Kubur, Ma-
nusia Pemarah memutar tubuh ke depan. Bersamaan
dengan itulah, Iblis Kubur menggerakkan tangan ka-
nannya. Sraaattgngng! Manusia Pemarah memekik tertahan. Urung untuk
menjejakkan kaki. Dengan mengandalkan ilmu perin-
gan tubuhnya dihindarinya serangan cepat Iblis Ku-
bur. Namun tak urung kaki kanannya terserempet pu-
la rantai besi panjang itu.
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Masih diusahakannya untuk menguasai keseim-
bangannya. Namun karena sentakan rantai besi pan-
jang itu begitu cepat, mau tak mau tubuh lelaki berkuncir itu pun terguling.
Tubuhnya seketika berman-
dikan debu-debu yang mulai menyengat.
"Sontoloyo! Cepat sekali serangan manusia laknat ini!" maki Manusia Pemarah dan
dengan menekan tangan kanannya pada tanah gunung, tubuhnya berputar
ke atas dua kali. Lalu hinggap dengan ringannya berjarak sepuluh tombak dari
Iblis Kubur yang tengah
menggereng. "Aannaak maanussiaa! Kaauu teellahh laancanng
meeuccammppuurii uuruusann Ibbliss Kuubbur!
Mmaakaa keemattiaanllahh yaang akkann kaau tter-
rimaa! Billaa kkauu bbissa meenjaawwabb duaa perr-
tanyyaan, mmakaa kaau aakann aamann uuntuuk
seemeenttaraa!"
"Aku tahu kesaktian manusia celaka ini. Hanya
Guru yang bisa mengalahkannya. Namun dengan
mempergunakan Kitab Pemanggil Mayat pun aku bisa
menaklukkannya. Kendati bagaimanapun sulitnya dan
tingginya kesaktian Iblis Kubur, aku tak akan mundur.
Karena, aku tak menginginkan Guru harus kembali
dalam urusan sialan seperti ini!" maki Manusia Pemarah dengan waspada. Tenaga
saktinya telah kembali
dialirkan pada kedua tangannya yang terkepal. "Hm....
Nampaknya dia akan mengajukan tanya. Apa yang
hendak ditanyakannya?"
Lalu dengan suara keras dan mata melotot lebar,
Manusia Pemarah membentak, "Manusia sontoloyo!
Kau telah lancang membuat porak-poranda tempat
yang indah ini!. Dua pertanyaan yang akan kau lon-
tarkan, akan kujawab bila aku bisa menjawab. Bila ti-
dak, silakan tinggalkan tempat ini!"
Iblis Kubur merandek dan mengeluarkan dengusan
panjang, berat dan penuh ancaman. Lalu terdengar
suaranya yang seperti disarati beban.
"Peerrtaamaa, ssiappakaahh kaauu anaakk maan-
nussiaa yyanng bbeeranni laanncaang meenncaamp-
purii uuruussannkku" Keeduaa, biilaa iini Guununng
Siiguuntaang daan teempaat Saampuurnnoo Pa-
munngkaass beeraadda, kaattakaan dii maanna diiaa
saat inni?"
Manusia Pemarah terdiam dengan sepasang mata
masih melotot. Sesaat terdengar dengusannya yang
cukup keras. "Kendati manusia celaka itu sudah berada di sini, tetapi dia jelas penuh keragu-
raguan untuk meyakin-kan dirinya tentang prang yang dicarinya. Hmmm....
Aku juga tidak tahu di mana Guru berada." Lalu Manusia Pemarah berkata dengan
suara penuh bentakan
keras! "Manusia mayat sontoloyo! Dua jawabanmu itu dengan mudah kujawab! Jawaban
dari pertanyaan pertama, aku adalah malaikat dari alam neraka yang da-
tang untuk menjemput mu menjadi penghuni neraka!
Jawaban kedua, aku tahu di mana Ki Sampurno Pa-
mungkas berada. Silakan kau beranjak dari tempatmu
ke arah selatan! Menuruni Gunung Siguntang ini. Di
sana akan kau jumpai sebuah gua. Nah! Di dalam gua
itulah Ki Sampurno Pamungkas berada."
"Baagguusss! Taaanyaa tteelaahh teerrjaaawwaabb, Seekkaaraang.... Kaauuu kuu
kiiriimmm keee akkhiii-raaath!"
Kratakkk! Sraaangngng! Rantai besi panjang yang mengikat kedua tangan
Iblis Kubur menggebah ke arah Manusia Pemarah.
Menyeret semak belukar dan debu-debu hingga mem-
bubung tinggi. Lalu langsung mencelat ke arah Manu-
sia Pemarah yang menggeram dan segera menggerak-
kan kedua tangannya yang sejak tadi memang telah
dialirkan tenaga dalam tingkat tinggi.
Wuuusss! Sraaangngng! Ujung kedua rantai besi panjang itu terhantam
hamparan angin yang dilepaskan lelaki berkuncir. Se-
ketika arah rantai yang hendak mencapai sasaran pa-
da kepala dan tubuh Manusia Pemarah melenceng.
Rupanya, lelaki tua berkuncir itu tak mau bertin-
dak ayal. Tak dipedulikan betapa tingginya kesaktian
Iblis Kubur. Begitu mendapati kedua tangan Iblis Ku-
bur terangkat dengan arah rantai besi panjang besar
itu melenceng, Manusia Pemarah cepat menyusup ma-
suk dan.... Buk! Bukkk! Dua hantamannya telak mengenai dada dan kepala
Iblis Kubur. Tubuh manusia mayat yang dibangkitkan
Dewi Karang Samudera itu terhuyung dua tindak. Ke-
palanya oleng sekilas dan tegak kembali dengan kedua
mata lebih lebar, tetap tak berkedip sama sekali.
Di seberang, Manusia Pemarah sudah berdiri tegak
sambil mengibas-ngibaskan tangannya yang terasa sa-
kit sambil meringis.
"Sontoloyo! Badan atau batu gunung yang kuhan-
tam tadi"' makinya keras dengan rahang mengem-
bung. "Kaauu teellaahh banngkiitkaan keemarraahaan
Ibbliiis Kuubbuur! Kaau teettaapp taak akkaan biis-
saaa meellaariikaann diirrii!" suara serak, dalam dan penuh ancaman menggebah
keras. Menyusul Iblis Kubur melangkah. Menimbulkan getaran hebat dan sere-
tan rantai besi panjang yang terdapat pada kedua ka-
kinya. "Sontoloyo! Pantas waktu itu si Kunti Pelangi tak bisa berbuat banyak. Kendati
dia berhasil menghajar
Iblis Kubur tetapi manusia keparat ini tetap saja berdiri tegak dan melancarkan
serangan! Kurang asam!
Urusan dia benar-benar sakti atau tidak urusan bela-
kangan! Biar kuhajar kembali manusia celaka ini!"
Namun, sebelum si kakek memutuskan untuk se-
gera menyerang, suara keras kembali menderu.
Kraaataaak! Sraaangngng! "Sontoloyo!" maki si Manusia Pemarah dengan wajah menekuk keras. Menandakan
kemarahannya su-
dah semakin membludak. Dengan cepat si kakek
membuang tubuh ke kanan, melipat gandakan ilmu
peringan tubuhnya.
Tubuhnya mencelat lincah ke samping. Saat men-
celat itu Manusia Pemarah langsung menggerakkan
kedua tangannya ke depan.... "
Wuuut! Pyarrr! Menghampar angin dingin dari telapak tangannya
menghantam sekaligus membuyarkan angin yang ma-
sih menderu yang ditimbulkan oleh rantai yang dige-
rakkan Iblis Kubur. Akan tetapi, kendati lelaki berkuncir itu berhasil
memunahkan angin dahsyat tadi, namun bagai tersisa angin itu menderu. Manusia
Pema- rah memekik tertahan. Sulit baginya untuk menghin-
dar sekarang. Jalan satu-satunya memapaki. Namun
hal itu kalah cepat.
"Aaakhhh!"
Manusia Pemarah berteriak keras dengan tubuh
terpental hingga tiga tombak ke belakang. Dadanya
yang kurus dan terbuka itu dirasakan bertambah nye-
ri. Kendati demikian, Manusia Pemarah memaksakan
diri untuk tetap berdiri diiringi makiannya yang pan-
jang pendek. Di hadapannya, Iblis Kubur yang berdiri dalam ja-
rak empat tombak, angkat kaki kanannya dan dige-
rakkan ke depan.
Sraaangngng! Bersamaan bunyi rantai yang terdapat di kedua
kakinya, menghampar angin yang luar biasa besarnya.
Manusia Pemarah menggeram.
"Sontoloyo! Manusia iblis ini benar-benar hebat!"
Dengan serentak, tubuh kurus Manusia Pemarah
mencelat dan langsung berputar dua kali di udara.
Bersamaan dengan itu, tangan kanan dan kirinya ber-
gerak. Pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' sudah dile-
paskan. Menderu angin panas ke arah Iblis Kubur. Semen-
tara tanah di mana Manusia Pemarah berdiri tadi,
langsung membentuk sebuah lubang sedalam satu
tombak dan mengeluarkan asap terhantam rantai be-
sar panjang. Desss! Desss! Dua kali pukulan yang dilepaskan Manusia Pema-
rah telak mengenai sasarannya, sementara tubuhnya
berputar dua kali dan hinggap dalam jarak tiga tombak di belakang Iblis Kubur
yang kini dibalut oleh asap hitam yang tebal namun mengeluarkan aroma wangi
bunga mawar. Manusia Pemarah yang telah berdiri tegak kembali
dan menyunggingkan senyum aneh di bibir peotnya,
harus terbeliak mendapati kejadian di depannya.
Begitu asap hitam itu menghilang dan aroma le-
nyap, sosok Iblis Kubur masih tegak berdiri tak kurang suatu apa. Bahkan
perlahan-lahan kepalanya menoleh
ke belakang, menghadap ke arah Manusia Pemarah
dengan pancaran sepasang matanya yang bertambah
dingin. Wajah pucatnya kini bertambah memucat, le-
bih mengerikan. Jenggot dan kumis tebalnya bergerak-
gerak mengerikan.
"Sontoloyo! Pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' mem-
bawa arti apa-apa bagi manusia iblis ini! Apakah aku
harus..." Kata hati Manusia Pemarah terputus begitu suara
'kraaatak' yang keras terdengar. Manusia Pemarah
kembali mengeluarkan makian keras dan membuang
tubuhnya ke samping.
Namun dorongan angin keras tak bisa dihinda-
rinya. Tubuhnya telak terhantam dan terlempar lima
tombak ke belakang. Masih untung lelaki tua pemarah
itu bisa menguasai keseimbangannya dan segera men-
galirkan tenaga dalamnya untuk mengatasi deraan se-
rangan yang terus-menerus datang. Bila tidak, tulang penyanggah tubuhnya akan
patah berantakan. Meskipun demikian, dia bagai tak mampu lagi untuk bang-
kit. Darah segar mengalir dari hidungnya.
Dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu sosok
Iblis Kubur sudah berdiri tegak di hadapannya, berja-
rak satu tombak dari tempat di mana Manusia Pema-
rah jatuh terduduk dengan rasa nyeri yang hampir-
hampir tak bisa tertahankan.
"Sontoloyo! Apakah aku harus mampus sekarang"
Sialan! Urusan mampus sekarang atau tidak uru-
san belakangan! Aku belum mengutarakan isi hatiku
kepada si nenek jelek berkonde! Dia harus tahu dulu
kalau aku masih mencintainya! Sontoloyo!" '
Teerrimmallahh keemaatiiannmuu!" Iblis Kubur
merandek dengan suara yang tetap dingin, dalam dan
penuh ancaman. Belum habis kata-katanya, tangan
kanannya sudah digerakkan ke muka. Terdengar sua-
ra 'kratak' dan 'srang' yang cukup keras dan didahului oleh kabut hitam yang
menghalangi pandangan.
Dalam keadaan yang terjepit itu, Manusia Pemarah
masih menunjukkan kelasnya. Menahan rasa nyeri di
seluruh tubuhnya, dia bergulingan secepat angin.
Blammm! Blammm!
Suara ledakan keras terdengar dua kali. Tanah di
mana Manusia Pemarah tadi terduduk segera mem-
bentuk lubang. Tanah dari lubang yang baru terbentuk
itu membubung tinggi. Makin menghalangi pandangan
ditambah dengan kabut hitam yang pekat tadi.
Manusia Pemarah menggeram keras. Dan tiba-tiba
saja dia menarik napas panjang serta mengangkat ke-
dua tangannya. Segera dihembuskan nafasnya ke arah
kedua tangannya yang terkepal. Tiba-tiba saja, kedua
kepalan tangannya yang dihembus nafasnya sendiri
tadi menyala sinar ungu yang sangat terang.
Itu adalah ilmu simpanan Manusia Pemarah. Ilmu
'Sinar Ungu' yang sangat jarang sekali dipergunakan-
nya bila tidak terpaksa. Karena, ilmu itu sangat kejam.
Bahkan, Manusia Pemarah tak menurunkan ilmu
'Sinar Ungu' pada muridnya.
"Manusia iblis otak udang! Jangan kau pikir kau bisa mengalahkanku dengan
mudah!. Kau tak pantas
untuk bertarung ulang dengan Manusia Agung Seten-
gah Dewa! Karena, aku masih bisa menghentikan se-
pak terjang sialan mu itu!"
Kedua mata Iblis Kubur semakin membuka lebih
lebar. "Beerraarttii kaauu mmeemaangg meenncaai maa-
tii!" geram Iblis Kubur keras, suaranya serak, sara dengan gelegak amarah
tinggi. Manusia Pemarah pun segera membuka gerakaa
dengan tangan kanan yang terkepal diletakkan di dada
dan tangan kirinya diluruskan pada tubuh. Dia memu-
tuskan untuk mendahului menyerang.
Namun belum lagi digerakkan kedua tangannya,
tiba-tiba terdengar satu suara didahului dengan aroma
wangi yang menebar di tempat itu.
"Lama dicari, ternyata berada di sini! Bila ada pesta yang mengasyikkan, mengapa
tak mengajak" Apakah
sudah lupa dengan sahabat lama, hingga kini menyen-
diri mengadakan pesta?"
Manusia Pemarah memalingkan wajahnya ke ka-
nan. Kejap lain, dia sudah mendengus hebat,
"Manusia buntal bercangklong butut! Bicara apa
kau barusan" Bila aku mengadakan pesta, mengapa
tak ada minuman dan makanan" Sontoloyo! Rupanya
kaupun berada di sini, Murid bandel! Apa kerjamu
mengikuti manusia buntal celaka itu, hah"!"
*** Bab 4
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang mata si nenek berkonde melebar mena-
tap dua orang berwujud aneh yang berdiri di hadapan-
nya. Pcrasaannya semakin dibuncah berbagai perta-
nyaan. "Benar-benar dunia sangat aneh. Selama malang-
melintang di rimba persilatan ini, aku baru melihat lelaki tua berpunuk dengan
tampang tak ubahnya setan
belaka dan wanita keriput yang menakutkan. Tetapi....
Ya, ya.... Aku ingat sesuatu yang lama tersimpan ten-
tang kedua manusia ini Kalau, tak salah, Guru pernah
mengalahkan sepasang manusia semacam ini. Apa-
kah... keduanya yang berjuluk Sepasang Pemburu dari
Neraka?" Karena didera rasa penasaran yang meng-
gayuti hatinya, Bidadari Hati Kejam segera melontar-
kan pertanyaan, "Lelaki tua berpunuk dan wanita tua
bau bangkai! Apakah salah bila kukatakan kalian ada-
lah Sepasang Pemburu dari Neraka?"
"Kau tak salah mengucap kata, Perempuan ber-
konde! Yang kau katakan itu kamilah orangnya!" kata si lelaki tua berpunuk yang
tak lain adalah si Pengusung Jenazah.
Sementara perempuan bertampang setan dengan
wajah memucat dan tubuh yang menebarkan bau se-
busuk bangkai, menatap dingin dengan mata tak per-
nah berkedip. Keduanya memang tak lain Sepasang Pemburu dari
Neraka. Lelaki berpunuk yang kini dikenal dengan ju-
lukan si Pengusung Jenazah, telah berhasil membang-
kitkan jenazah kekasihnya dengan bantuan Kitab Pe-
manggil Mayat yang dicurinya dari Dewi Karang Sa-
mudera. Dewi Karang Samudera yang saat itu merasa
kalau si pengusung Jenazah akan menjadi kambratnya
membiarkan saja saat lelaki berpunuk mengatakan ka-
lau gurunya Dewi Karang Samudera adalah kambrat-
nya. Namun pada kenyataannya, setelah berhasil mem-
bangkitkan jenazah kekasihnya yang kini berada di si-
sinya, si Pengusung Jenazah menolak mengembalikan
Kitab Pemanggil Mayat. Pendekar Rajawali Emas yang
saat itu juga telah terlibat satu pertarungan sengit
dengan si Pengusung Jenazah kendati harus menga-
lami luka parah, berhasil merebut Kitab Pemanggil
Mayat, (Untuk jelasnya, baca serial Rajawali Emas da-
lam episode: "Pengusung Jenazah"). Lelaki berpunuk yang telah berhasil
membangkitkan kekasihnya dan
memiliki dendam setinggi langit pada Malaikat Dewa
pun segera meninggalkan tempat setelah bercumbu.
Keduanya, kini dikenal kembali dengan julukan Sepa-
sang Pemburu dari Neraka seperti tiga puluh tahun si-
lam. "Benar dugaanku kalau begitu," kata Bidadari Hati Kejam dalam hati. "Tetapi
seingatku, Guru pernah mengalahkan mereka bahkan terpaksa menurunkan
tangan pada si wanita yang telah tewas. Tetapi seka-
rang, sosok wanita itu segar-bugar. Apakah dia telah dibangkitkan kembali dengan
mempergunakan Kitab
Pemanggil Mayat?"
Belum lagi mendapatkan jawaban atas perta-
nyaannya, tiba-tiba lelaki tua berpunuk yang bernama
asli Gumbarda itu merandek dingin, "Perempuan berkonde! Bila kau bisa jawab
pertanyaan, maka nyawa-
mu akan kami bebaskan!"
"Bicara seenak perutmu, lelaki tua berpunuk! Jangan jual sesumbar di hadapanku!
Tetapi, aku masih
memperkenankan kau untuk bertanya!" balas Bidadari Hati Kejam dengan wajah
menegang. Tangan kanannya
yang masih memegang senjata pengebutnya segera di-
alirkan tenaga dalam. Dan jurus 'Rangkai Bunga Habi-
si Kumbang' siap dipergunakan.
"Bagus! Berarti kau sayang nyawa! Katakan kepadaku, apakah ini Gunung
Siguntang?"
"Kalau kau sudah tahu, mengapa harus ber-
tanya"!" sentak si nenek berkonde.
"Kalau memang iya, berarti Sampurno Pamungkas
alias si Manusia Agung Setengah Dewa berdiam di si-
ni." "Sulit menjawab pertanyaanmu itu!"
"Kalau memang iya, berarti Sampurno Pamungkas
bisa menunjukkan di mana Malaikat Dewa berada."
"Urusan apa kau dengan Malaikat Dewa?"
"Perempuan berkonde! Kurobek mulutmu bila be-
rani balik bertanya!"
Mengkelap sudah Bidadari Hati Kejam. Sepasang
matanya memancarkan sinar garang.
"Aku bertambah yakin, kemunculan Sepasang
Pemburu dari Neraka sehubungan dengan dendam la-
ma pada Guru! Tak akan kubiarkan Guru mendapat
urusan tengil semacam ini!" kata Bidadari Hati Kejam dengan mata masih lekat
menatap ke depan. "Sebaiknya, biar ku sesatkan saja manusia ini. Urusanku ada-
lah menghentikan sepak terjang Iblis Kubur. Hmmm....
Sempat kulihat suasana sunyi di Gunung Siguntang.
Apakah saat Manusia Pemarah sudah berhasil dika-
lahkan oleh manusia iblis itu" Celaka! Aku harus ber-
tindak cepat! Tapi... apakah sepasang mata tuaku ini
tidak salah melihat. Kalau di dekat Manusia Pemarah
berdiri gadis berbaju putih dengan sebuah cambuk
melilit di pinggangnya Dan seorang lagi.... Ya, ampun!
Siapa lagi manusia yang punya tubuh sepotong dan
buntal itu kalau bukan Dewi Bumi" Bagus! Kemungki-
nan Manusia Pemarah yang tadi sempat kulihat ka-
lang-kabut dibuat oleh Iblis Kubur masih bisa berna-
pas! Heran, kenapa aku jadi mencemaskan manusia
sialan yang suka marah-marah itu"!"
Berjarak tiga tombak dari si nenek berkonde, pe-
rempuan berbaju hitam pekat yang menebarkan bau
busuk merandek dingin, "Gumbarda! Aku ingin mem-
bunuh perempuan berkonde ini!"
Si Pengusung Jenazah terbahak-bahak mendengar
kata-kata kekasihnya.
"Kuperkenankan kau melakukannya! Aku yakin
kalau perempuan berkonde ini mengetahui sesuatu!"
Namun sebelum si perempuan yang tak lain adalah
Mayang Harum yang telah dibangkitkan kembali oleh
kekasihnya dengan mempergunakan mantra dari Kitab
Pemanggil Mayat bertindak, tiba-tiba terdengar suara
koakan yang sangat dahsyat dari angkasa, membedah
seantero tempat. Menyusul koakan itu, angin luar bi-
asa kencangnya bergemuruh. Meluruhkan semak-
belukar dan rerumputan berjarak lima belas tombak
dari angkasa. Masing-masing orang segera mendongak. Begitu
pula dengan orang-orang yang berada di seperempat
perjalanan menuju puncak Gunung Siguntang.
"Bocah kebluk!" terdengar makian pelan Bidadari Hati Kejam ketika mengenali dari
mana asal suara dan
gemuruh angin dahsyat itu. "Rupanya dia juga sudah tiba di sini!"
Di angkasa, seekor burung rajawali raksasa ber-
warna keemasan berputar-putar mengelilingi tempat.
Di punggung burung rajawali yang mencetak bayangan
besar berkelebat cepat di tanah, seorang pemuda du-
duk dengan sikap santai.
Bahkan dengan nakalnya si pemuda berseru sam-
bil mencorongkan kedua tangannya, "Guruuu! Ru-
panya kau berada di sini juga" Dan, he he he... kau
sudah mendapatkan teman, ya"!"
"Bocah kebluk kurang asam! Enak-enaknya dia bi-
cara begitu!" maki Bidadari Hati Kejam dalam hati, Sementara itu terdengar
teriakan keras berbalur
kemarahan dari si lelaki tua berpunuk begitu menge-
nali siapa pemuda yang berseru dari punggung burung
rajawali raksasa itu, "Pemuda kurang ajar yang telah mencuri Kitab Pemanggil
Mayat!" Mendengar ucapan orang, Bidadari Hati Kejam
yang dibuat mendumal oleh seruan si pemuda yang
duduk di leher burung rajawali raksasa itu seketika
menoleh dengan kening berkerut pada lelaki tua ber-
punuk. "Kitab Pemanggil Mayat kini berada di tangan Tir-ta" Hmm... berarti benar
dugaanku kalau kitab yang
sebelumnya berada di tangan Dewi Karang Samudera
lah berpindah tangan pada lelaki berpunuk ini. Dan
sekarang berada di tangan muridku yang kebluk itu!"
Pemuda berbaju keemasan yang berkilau tertimpa
matahari yang semakin naik dan kini tiba di ubun-
ubun menepuk bahu burung rajawali keemasan yang
ditungganginya.
"Bwana! Rupanya kita telah sampai di Gunung Si-
guntang ini. Bila saja perjalanan kita tidak tertahan oleh Raja Pocong Hitam,
mungkin kita lebih dulu berada di sini. Hmmm... menurutmu, Eyang Guru berpe-
san agar kita segera ke sini. Dan menurut si Manusia
Pemarah yang kulihat sedang menggempur Iblis Kubur
bersama kakek bertubuh buntal, di Gunung Siguntang
inilah Manusia Agung Setengah Dewa berdiam. Hingga
Iblis Kubur yang mempunyai dendam pada orang tua
agung Eyang Sampurno Pamungkas pun tiba di sini.
Bwana... terbanglah agak merendah. Aku akan turun
di dekat Guru. Kau jangan ke mana-mana, Bwana. Te-
tap terbang di atasku
Burung rajawali yang besarnya empat kali gajah
dewasa itu mengeluarkan suara mengkirik seperti
mengerti maksud orang. Lalu....
Wusss! Tubuhnya menukik cepat.
Berjarak lima tombak dari tanah, pemuda yang tak
lain Tirta alias si Rajawali Emas adanya melompat.
Mempergunakan ilmu peringan tubuh yang dipadukan
dengan tenaga surya yang dimilikinya, tubuhnya hing-
gap dengan ringannya. Agak merunduk sejenak, lalu
berdiri tegak berjarak dua tombak di samping kanan si nenek berkonde. ...
Pemuda itu cengengesan.
"Wah! Kita ketemu lagi nih, Guru! Ke mana saja
kau selama ini" Kucari di balik pinggangku tidak ada?"
selorohnya sambil melangkah. Dan tiba-tiba dia men-
dongak, karena dirasakannya gemuruh angin yang di-
timbulkan oleh lesatan Bwana mengeras.
"Hei!" serunya dalam hati. "Mengapa Bwana tak mematuhi kata-kataku" Mau apa dia
terbang ke balik
Gunung Siguntang?"
Pertanyaan yang mendadak muncul karena burung
rajawali raksasa berwarna keemasan justru menjauh,
tak mendapatkan jawaban dengan segera, karena satu
bentakan keras terdengar.
"Bocah Kebluk! Urusan apa yang membawamu ke
sini"!"
Si pemuda dari mendongaknya mengalihkan pan-
dangan kembali pada si nenek berkonde. Dilihatnya
mulut peot Bidadari Hati Kejam meruncing.
"Wah! Kau masih suka membentak juga ya. Guru!"
kata Tirta masih berseloroh. Lalu mengatupkan kedua
tangannya, mengambil sikap menjura pada Bidadari
Hati Kejam, salah seorang gurunya. Saat mengatupkan
tangannya tadi di dada, terlihat di lengan kanan dan
kirinya sebuah rajahan burung rajawali berwarna
keemasan. "Sudah dong, tidak usah melotot!"
Sebelum si nenek berkonde menyahuti selorohan
muridnya, terdengar suara serak, dalam, dan bernada
ancaman, "Pemuda sialan berbaju emas! Serahkan Kitab Pemanggil Mayat kepadaku
kalau ingin nyawamu
tetap menyatu di badan!"
Tirta hanya sekilas menoleh pada lelaki tua berpu-
nuk yang mengeluarkan ancaman tadi. Lalu seolah
mendengar beritakan orang, dia berkata pada gurunya.
"Guru! Tentunya kau heran ya melihat lelaki tua
berpunuk dengan nenek jelek itu" Tidak usah heran
Mereka adalah para tukang sayur yang kesasar ke sini
Coba kau lihat lelaki jelek itu" Tubuhnya jadi bongkok
karena terlalu sering mengangkat pikulan sayur!"
Mendengar selorohan muridnya yang konyol, si nenek
tertawa. Lalu berkata, "Sejak tadi aku memang Sudah memikirkan kemungkinan itu.
Dan rupanya kau bisa
memperjelas apa yang ku pikirkan!"
Di seberang, si Pengusung Jenazah sudah mengge-
ram dahsyat. Bersamaan geramannya, tubuhnya su-
dah mencelat ke arah Tirta. Kedua kakinya bagai ber-
jingkring, lalu meluncur tak ubahnya anak panah! Di-
dahului hawa panas yang menggidikkan.
Tirta yang sudah pernah bertarung dengan si Pen-
gusung Jenazah, melompat ke belakang. Lalu kembali
mencelat ke depan bersamaan dicabutnya pedang yang
berada di punggungnya. Saat itu juga menghampar si-
nar keemasan yang sangat terang. Dan segera diki-
baskannya pedang yang tak lain adalah Pedang Batu
Bintang yang di hulu bagian bawah terdapat sebuah
bintang berwarna keemasan dan di hulu bagian atas
terdapat ukiran sepasang kepala burung rajawali ber-
tolak belakang.
Menghampar sinar keemasan dikawal angin meng-
gidikkan. Blam! Blammm! Saat terjadi bentrokan, terdengar letupan keras
dua kali dan sinar keemasan yang muncrat ke angka-
sa. Tempat di mana beradunya tenaga dahsyat tadi,
langsung rengkah dan membentuk kubangan sedalam
setengah tombak.
Saat semuanya reda kembali, terlihat tangan Tirta
yang memegang Pedang Batu Bintang agak bergerak.
Dengan segera dialirkannya tenaga surya yang dihi-
sapnya secara tak sengaja dari rumput langka dan
sakti, Rumput Selaksa Surya.
Di seberang, si Pengusung Jenazah hanya ter-
huyung setengah tombak dan kembali berdiri tegak.
"Dari tubuhnya ku rasakan hawa sepanas api ne-
raka Tetapi, aku tidak terlalu mencemaskan hawa pa-
nas yang dimiliki pemuda keparat itu! Justru pedang
Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Asmara Putri Racun 2 Pendekar Mabuk 013 Prahara Pulau Mayat Pedang Angin Berbisik 9