Pencarian

Trisula Mata Empat 1

Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab l SEKETIKA tiga pasang mata milik ketiga lelaki utusan dari Keraton Wedok Mulyo,
terbuka lebih lebar tatkala mendengar teriakan keras yang membedah alam. Di
lain kejap, ketiganya melihat satu sosok tubuh berdiri berjarak dua tombak di
hadapan mereka!
"Gila!" desis Gandung Pulungan dengan pan-
dangan tak berkedip tanpa sadar. "Sejak pertama tiba di Puncak Kalimuntu, tak
terlihat adanya orang! Bahkan saat kabut yang menyelimuti puncak bukit ini te-
lah menyebar. sosok itu pun tak nampak! Lalu seka-
rang, tahu-tahu saja muncul sosok perempuan yang
entah dari mana datangnya! Menilik seruannya tadi,
jelas dia adalah orang yang dicari!!"
Seperti dituturkan pada episode: "Ratu Dari Ke-
gelapan", saat itu tiga orang utusan Keraton Wedok Mulyo yang sedang mencari
Ratu Dari Kegelapan tiba
di Puncak Kalimuntu. Ketiganya sempat menduga ka-
lau orang yang mereka cari tidak ada di Sana. Namun
setelah beberapa kali terjadi serangan aneh yang entah dari mana datangnya,
menyusul satu seruan yang
menghentak terdengar, barulah ketiga orang itu sadar.
Kalau orang yang mereka cari memang berada di sana!
Perempuan yang berdiri dua tombak dari jarak
orang-orang Keraton Wedok Mulyo itu merapatkan bi-
bir tipisnya. Sepasang matanya bersorot tajam tanpa kedip. Perempuan setengah
baya ini mengenakan pakaian berwarna biru langit yang di setiap bagian terdapat
untaian benang warna hijau. Di bagian atas sebe-
lah kanan dadanya yang membusung, untaian benang
hijau itu membentuk satu sulaman seperti mahkota.
Untuk sesaat tak ada yang bersuara. Masing-
masing orang dicekam kebisuan dan seolah menim-
bang kekuatan lawan.
Di saat lain, seraya maju satu tindak, perem-
puan yang tak lain Ratu Dari Kegelapan merandek
dingin dengan pandangan mencorong meremehkan,
"Orang-orang keparat seperti kalian telah tiba di Puncak Kalimuntu! Berarti,
urusan harus dituntaskan
saat ini juga! Bersiaplah untuk mampus!"
Mendengar ancaman orang yang bernada men-
gecilkan itu, membuat Gandung Pulungan bukan main
gusarnya. Begitu pula dengan Kerta Sedayu yang ber-
tubuh agak kurus dan Mangku Langit yang lebih pen-
dek dari kedua temannya.
Tak bisa menyembunyikan kemarahannya me-
lihat orang yang telah membunuh Pangeran Wijayaha-
rum akhirnya muncul juga, Gandung Pulungan berka-
ta keras, "Ratu Dari Kegelapan! Sebuah julukan yang cukup menggetarkan hati!
Tetapi sayangnya, julukan
itu akan terkubur di Puncak Kalimuntu! Lebih baik
jangan berlaku bodoh!"
Perempuan berpakaian warna biru langit itu
menyeringai dengan menyipitkan mata.
"Ucapanmu sungguh penuh sesumbar!" ma-
kinya keras dengan dada bergerak cepat. Perlahan-
lahan kaki kirinya digeser ke belakang, dengan kedua tangan dikepalkan. Terlihat
kemudian sosok perempuan itu bergetar, namun pandangannya tetap tak
berkedip. Rupanya dia memang tak mau membuang
waktu dan segera mengalirkan tenaga dalam.
Mendapati sikap lawan yang siap melancarkan
serangan, Gandung Pulungan justru menyahut dengan
kepala sedikit didongakkan, "Sesumbar ini akan kami buktikan, Perempuan Celaka!
Dan kau akan menyesal
seumur hidup karena berani berlaku lancang terhadap
Pangeran Wijayaharum!!'
Ratu Dari Kegelapan hampir saja melompat
menggebrak. Namun sesaat nampak Ratu Dari Kegela-
pan seperti mengurungkan niatnya sendiri. Diam-diam
dia membatin, "Benar-benar kapiran! Manusia-
manusia ini memang harus mampus, hingga aku bisa
kembali bersama Rajawali Emas dengan cara menya-
mar sebagai Putri Lebah! Tugas yang diberikan Nenek
Cabul kepadaku untuk membunuh pemuda dari Gu-
nung Rajawali itu baru akan kulaksanakan bila aku
sudah tidur dengannya! Tetapi...."
Seperti menemukan sesuatu, Ratu Dari Kegela-
pan memutus kata batinnya sendiri. Kedudukannya
yang sudah menggeser kaki sebelah kiri ke belakang
ditarik kembali ke depan. Hingga kini kedua kakinya
terpacak keras di atas Puncak Kalimuntu!
Kejap lain bibirnya menyeringai lebar saat ber-
kata-kata, "Luar biasa! Aku mendadak punya gagasan menarik! Apakah kalian selama
ini tidak bertanya-tanya bagaimana Pangeran Wijayaharum bisa kubu-
nuh"!" Bukan hanya Gandung Pulungan yang tak menyangka sekaligus terkejut
mendengar kata-kata
orang. Ketiga utusan dari Keraton Wedok Mulyo itu sesaat saling pandang. Apa
yang dikatakan oleh Ratu
Dari Kegelapan memang pernah menjadikan tanda
tanya berkepanjangan bagi mereka.
Setelah itu, Gandung Pulungan berkata, "Kami
tak perlu urusan semacam itu! Yang perlu kau keta-
hui, bahwa nyawamu akan putus di tangan kami!!"
Meledak tawa Ratu Dari Kegelapan yang seakan meng-
gema ke berbagai penjuru.
"Aku berpikir, justru kalian yang tak akan
mendapatkan kesempatan lagi untuk mengetahui apa
yang terjadi"!" ejeknya kemudian. Lalu tanpa menghiraukan kemarahan ketiga orang
itu, dia berkata den-
gan suara ditekan, "Pertama kali aku bertemu dengan Pangeran Wijayaharum, saat
sang Pangeran sedang
pergi berburu! Melihat kegagahan dan ketampanan-
nya, aku langsung menyukai dan menginginkan tidur
dengannya! Dengan segala rayuan yang kumiliki ak-
hirnya dia luluh di bawah kakiku! Bahkan, tentunya
kalian tak menyangka sama sekali, kalau aku sering
menyelinap ke peraduannya kala malam tiba. Dan ka-
mi bercinta dengan liar! Aku yakin, kalian saat ini sedang membayangkan
bagaimana kuberikan kenikma-
tan dan kepuasan kepadanya! Hanya sayang... aku ti-
dak bermaksud membagi kenikmatan itu kepada ka-
lian, hingga kalian hanya bisa membayangkan...."
"Perempuan hina!!" maki Gandung Pulungan
dengan tubuh bergetar tanda kemarahan semakin me-
rajainya. Tanpa menghiraukan kemarahan Gandung Pu-
lungan, Ratu Dari Kegelapan meneruskan kata-
katanya diiringi seringaian, "Dan mungkin karena dia sudah mendapatkan
kenikmatan tiada banding dari diriku, makanya dia kemudian memaksaku untuk tetap
tinggal di Keraton! Rencana gila! Lebih gila lagi tatkala dia bermaksud untuk
menikahiku! Selama ini tak pernah aku menginginkan sebuah tali pernikahan! Na-
mun karena dia selalu memaksa, aku menjadi jengkel!
Sehabis berkencan menuntaskan segala birahi, kubu-
nuh sang Pangeran dengan...."
"Perempuan hina! Kau harus membayar kema-
tian sang Pangeran!!" membentak satu suara dan satu sosok tubuh agak kurus sudah
menggebrak ke arah
Ratu Dari Kegelapan. Rupanya, Kerta Sedayu benar-
benar sudah tak tahan mendengar kata-kata perem-
puan yang di bagian atas dada sebelah kanan terdapat sulaman benang hijau
bergambarkan mahkota.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Mendapati serangan itu, Ratu Dari Kegelapan
hanya pentangkan kedua mata tanpa bergeser dari
tempatnya. Berjarak lima langkah lagi, mendadak saja kedua tangannya digerakkan
dengan cara memutar.
Seketika gelombang angin yang bergulung se-
perti melingkari tubuhnya dengan suara bergemuruh.
Menyusul tangan kanannya disentakkan ke depan.
Kali ini satu hamparan angin seperti membeset
udara dan siap melabrak serangan Kerta Sedayu.
"Heeeiiii!!"
Memekik tertahan lelaki kurus itu mendapati
serangan yang mengerikan datang kepadanya. Namun
dia hanya membuang tubuhnya ke samping. Bersa-
maan dengan itu, kaki kanannya mencuat ke atas,
siap menghantam dagu Ratu Dari Kegelapan.
Akan tetapi, sebelum cuatan kaki yang dialir-
kan tenaga dalam penuh itu menghantam dagu Ratu
Dari Kegelapan, sosok Kerta Sedayu sudah terlempar
ke belakang tatkala angin bergulung yang seperti me-
lindungi diri Ratu Dari Kegelapan laksana menjerat
dan mendorong tubuh Kerta Sedayu.
Bila saja Gandung Pulungan tak sigap bertin-
dak, tak mustahil Kerta Sedayu yang sudah kehilan-
gan keseimbangan bukan hanya terpental. Melainkan
jatuh meluncur dari Puncak Kalimuntu yang sangat
tinggi! Sementara Gandung Pulungan menyelamatkan
Kerta Sedayu, Mangku Langit sudah menerjang dengan
dua jotosan mengarah pada kepala dan leher Ratu Dari Kegelapan.
Kalau saat menerima serangan Kerta Sedayu,
Ratu Dari Kegelapan tidak bergeser dari kedudukan-
nya, kali ini dia menggeser kaki kanannya ke samping.
Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, menyusul ka-
ki kirinya dilepaskan ke depan dengan cara memutar
tubuh. Bukkk! Bukkk!
Dua jotosan yang dilancarkan Mangku Langit
secara bersamaan, tertahan oleh tendangan Ratu Dari
Kegelapan. Sesaat nampak Mangku Langit terjajar ke
belakang. Di lain saat, kaki kanannya sudah dijejak-
kan. Seketika tubuhnya mumbul dan masih berada
di udara, dia membuat gerakan setengah lingkaran,
sebelum akhirnya meluruk dengan kedua tangan lurus
ke wajah Ratu Dari Kegelapan diiringi teriakan keras,
"Mampuslah kau perempuan sesat!!"
Sejenak tampak perempuan berpakaian biru
langit itu terkesiap. Apa yang diperlihatkan Mangku Langit memang mengejutkan,
Namun di kejap lain segera saja kedua tangannya diangkat.
Des!! Dessss!! Benturan keras itu terjadi lagi. Sosok Ratu Dari
Kegelapan hanya diam tiga tindak tetap dengan pan-
dangan lurus ke muka. Sementara yang dialami Mang-
ku Langit ternyata lebih parah.
Begitu serangannya dipapaki lawan, tubuhnya
langsung mencelat ke belakang. Karena sebelum lawan
memapaki serangannya, satu gelombang angin yang
bergulung di tubuh Ratu Dari Kegelapan telah mela-
brak ke arahnya.
Lagi-lagi Gandung Pulungan mengambil tinda-
kan cepat. Dengan kesigapan penuh dia menyambar
tubuh Mangku Langit yang muntahkan darah seraya
berkata, "Tahan amarahmu, karena amarah akan
membuat kita menjadi bertambah kacau! Seperti yang
dikatakan Ki Ageng Malaya, perempuan ini memang
bukan orang sembarangan! Dan kita tidak bisa meng-
hadapinya sendiri-sendiri!!"
Lalu dengan kepala ditengadahkan dan mata
disipitkan, dia merandek dingin pada Ratu Dari Kege-
lapan yang sedang menyeringai lebar, "Kau benar-benar tak pantas dikasihani!
Kelancanganmu ini ha-
rus...." "Justru kalian yang tak bisa memandang ting-ginya langit!" putus Ratu
Dari Kegelapan dingin. "Lebih baik melompat dari tempat ini sebelum aku yang
melempar kalian satu persatu ke bawah!!"
"Keparat betul! Biarlah aku mengulur waktu
dulu sembari menunggu Kerta Sedayu dan Mangku
Langit memulihkan tenaga!" kata Gandung Pulungan dalam hati. Lalu seraya maju
dua tindak dia berkata,
"Ratu Dari Kegelapan... sisi kehidupan manusia terletak pada nurani! Dan manusia
keparat seperti kau
yang tak punya nurani memang tak patut dikasihani!
Kali ini, hanya jasadmu saja yang akan kami bawa ke
Keraton Wedok Mulyo pun tak jadi masalah! Biar kami
yang menghukummu sekarang!!"
"Kau terlalu banyak dipenuhi pikiran tentang
kebiasaanmu yang cetek! Kau yang akan..."
Setelah melirik Kerta Sedayu dan Mangku Lan-
git yang perlahan-lahan berdiri, Gandung Pulungan
sudah melesat dengan kedua tangan digerakkan ke
arah Ratu Dari Kegelapan yang memutus kata-katanya
sendiri. Terdengar deruan luar biasa keras. Kejap itu juga melesat satu
gelombang angin laksana deburan
ombak. Karena telah mengetahui kehebatan lawan,
Gandung Pulungan langsung kirimkan pukulan den-
gan tenaga dalam penuh!
Di seberang, Ratu Dari Kegelapan keluarkan
dengusan dingin dengan pandangan menyipit. Kejap
lain segera saja perempuan ini mengangkat kedua tan-
gannya. Wuut! Wuttt!
Dua rangkum angin berkelebat angker dan ke-
luarkan suara mengerikan.
Kerta Sedayu dan Mangku Langit yang merasa
tenaga mereka sudah pulih dan melihat betapa dah-
syatnya pukulan Ratu Dari Kegelapan, segera berkele-
bat ke depan bermaksud membantu. Tetapi terlam-
bat.... Blaaammm!
Terdengar ledakan keras saat dua serangan itu
bentrok di udara. Gandung Pulungan terlihat surut li-ma langkah dengan wajah
berubah pias dan dada tu-
run naik. Di seberang, Ratu Dari Kegelapan tetap berdiri tegak dengan kedua kaki
sedikit dipentangkan!
Tangan kanan Gandung Pulungan memegang
dadanya sendiri yang terasa nyeri. Lalu dia segera
mengertakkan rahangnya. Dari mulutnya terdengar se-
ruan keras. Tanpa mempedulikan Kerta Sedayu dan
Mangku Langit yang tadi gagal menahan serangan Ra-
tu Dari Kegelapan pada Gandung Pulungan, lelaki pe-


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nuh berewok itu sudah melipatgandakan tenaga da-
lamnya. Saat itu pula dia sudah melesat ke depan
menghantamkan kedua tangannya.
Seketika terdengar suara bergemuruh seperti
aliran sungai liar, lalu pecah di ujung dengan suara bergemuruh berlipat ganda.
Rupanya, Gandung Pulungan telah keluarkan jurus 'Sungai Mengalir Mem-
bedah Diri'! Ratu Dari Kegelapan kembali merandek dingin
seraya memutar kedua tangannya di depan dada. Lalu
setelah mundur satu tindak, kedua tangannya dido-
rong ke depan. Blaaaarrr! Untuk kedua kalinya Puncak Kalimuntu dibun-
cah ledakan dahsyat. Bukit yang terbuat dari bebatuan itu bergetar laksana
hendak gempa. Sosok Gandung Pulungan tampak mencelat
dua tombak ke belakang. Bila saja Kerta Sedayu tidak segera berkelebat dan
menahan tubuhnya, bisa dipas-tikan sosok Gandung Pulungan akan jatuh terbanting.
Dan kemungkinan besar akan terguling jatuh ke ba-
wah! "Celaka! Perempuan jahanam itu mampu me-
nahan jurus 'Sungai Mengalir Membedah Diri'!" dengus Gandung Pulungan sambil
mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengatasi rasa sakit pada dadanya.
Namun mendadak saja mulutnya membesar. Lalu den-
gan suara menggembor lelaki ini muntah darah.
Dengan segera Kerta Sedayu menotok beberapa
urat di punggung Gandung Pulungan. Kejap lain sege-
ra ditempelkan kedua telapak tangannya di punggung
lelaki berberewok itu. Sementara Mangku Langit berdi-
ri tegak dengan kedua kaki dipentangkan menghadap
Ratu Dari Kegelapan. Diam-diam lelaki bertubuh pen-
dek ini kebat-kebit pula hatinya.
Merasa sudah mulai pulih tenaganya, Gandung
Pulungan berkata pada Kerta Sedayu, "Lepaskan toto-kan-mu!"
Segera saja Kerta Sedayu melakukannya. Se-
saat tubuh Gandung Pulungan terjingkat dengan mu-
lut membuka namun tak keluarkan suara. Di saat lain
dia sudah berdiri di sisi kanan Mangku Langit semen-
tara Kerta Sedayu di sebelah kirinya.
"Siapkan jurus gabungan 'Sungai Mengalir
Membedah Diri'!" bisiknya dengan wajah berubah memerah pada Ratu Dari Kegelapan
yang menyeringai le-
bar. Serta merta tiga buah pukulan dahsyat meng-
gebrak saling susul menyusul bersamaan enam suara
menderu keras luar biasa. Lalu pecah menjadi dua be-
las bagian! Mendapati ganasnya serangan, tampak sepa-
sang mata Ratu Dari Kegelapan terbeliak besar. Da-
rahnya laksana sirap dengan wajah berubah. Tak mau
membuang waktu, didahului teriakan mengguntur, pe-
rempuan berpakaian biru langit ini sudah menerjang.
Seraya melayang di udara, kedua tangannya didorong-
kan ke depan lepaskan pukulan 'Rangkaian Kabut Ke-
gelapan'! Kabut Hitam pekat segera menghentak dan
menimbulkan suara dahsyat serta hawa panas yang
makin menyeruak Puncak Kalimuntu. Sesaat kemu-
dian terdengar dentuman keras menggelegar di tempat
itu. Sosok Ratu Dari Kegelapan terlempar sampai
satu tombak ke belakang. Lalu jatuh terduduk dengan
sekujur tubuh yang tertutup kabut hitam. Setelah ka-
but hitam itu pecah berpendar, tampak wajah perem-
puan sesat ini pucat laksana kehabisan darah. Napas
dan peredaran darahnya seperti tersumbat hingga be-
berapa saat dia megap-megap dengan tubuh bergetar.
Dari mulutnya yang bagus itu mengalirkan darah kehi-
taman tanda dia terluka dalam.
Di seberang, sosok Mangku Langit bergulingan
sebelum akhirnya terhenti dengan dada serasa pecah.
Kedua tangannya ngilu bukan main dengan aliran da-
rah yang kacau. Di kejap lain dia masih berusaha un-
tuk bangkit. Tatkala dia berhasil melakukannya, kedua matanya terbelalak besar
tatkala melihat sosok Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu Langit yang tergolek
dengan dada mengeluarkan asap.
Dalam sekali melihat saja, Mangku Langit sadar
kalau kedua temannya sudah tewas di saat bentrokan
itu terjadi! Dan belum lagi dia bisa memikirkan tindakan
apa yang akan dilakukannya, dilihatnya sosok perem-
puan yang mengenakan pakaian biru langit itu sudah
mencelat ke depan dikawal teriakan mengguntur, "Lebih baik kau segera menyusul
kedua temanmu itu,
Manusia pendek!!"
Terkesiap wajah Mangku Langit mendapati se-
rangan ganas yang siap diturunkan oleh Ratu Dari Ke-
gelapan. Tak ada jalan lain untuk menghindar kecuali nekat mengerahkan sisa-sisa
tenaga yang bisa dipasti-kan akan sia-sia;
Namun di saat yang genting bagi Mangku Lan-
git, mendadak saja terdengar satu sentakan gelombang angin yang luar biasa
dahsyatnya mengarah pada pukulan Ratu Dari Kegelapan.
Kematian yang hendak diturunkan perempuan
berpakaian biru langit itu putus di tengah jalan setelah terdengar suara letupan
yang sangat keras.
Bummm!! Sosok Ratu Dari Kegelapan mundur lima tindak
ke belakang dengan kedua mata terbeliak. Sesaat na-
pasnya seolah terhenti begitu saja. Di lain saat terdengar desisannya pelan,
tatkala melihat satu sosok tubuh yang tadi menghalangi serangannya dan berdiri
di hadapan Mangku Langit yang rupanya telah jatuh ping-
san akibat tak kuasa melindungi diri dari getaran dua benturan serangan dari dua
orang itu, "Rajawali Emas...."
*** Bab 2 ORANG yang tadi menahan serangan Ratu Dari Kegelapan pada Mangku Langit
memandang tak berkedip
ke arah perempuan berpakaian warna biru langit itu.
Sesaat pandangannya dialihkan pada Mangku Langit.
Dan diam-diam dia mendesis dalam. hati, "Aku datang terlambat! Bila saja waktuku
tak terbuang saat mela-deni Dewi Kematian, tentunya aku akan tiba di Puncak
Kalimuntu ini tepat pada waktunya!"
Pemuda yang memang Rajawali Emas adanya
mi menggeram dalam hati tatkala teringat bagaimana
Dewi Kematian secara mengejutkan muncul dan men-
ginginkan nyawanya, yang membuatnya terpaksa me-
ladeni sepak terjang perempuan bercadar sutera itu.
Pada saat dia baru tiba di dekat Bukit Kalimuntu,
pendengarannya yang tajam menangkap suara ribut di
puncak bukit itu (Baca serial Rajawali Emas dalam ep-
isode: "Ratu Dari Kegelapan").
Sementara itu diam-diam Ratu Dari Kegelapan
yang jengkel karena niatnya untuk menghabisi Mang-
ku Langit gagal, membatin, "Benar-benar celaka! Tak kusangka kalau Rajawali Emas
akan menyusul ke sini.
Pikiran apa yang membuatnya melakukan hal itu" Ku-
pikir dia masih bertarung dengan Datuk Jubah Merah
dan Maut Tangan Satu saat kutinggalkan! Hmm... mu-
dah-mudahan pemuda ini tidak tahu, kalau akulah
orang yang menyamar sebagai Putri Lebah! Ini kesem-
patanku untuk menguji kesaktiannya! Lantas, di mana
Siluman Kawah Api yang setelah kukatakan cerita bo-
hong tentang Rajawali Emas" Apakah dia tetap mene-
ruskan perjalanan mencari Seruling Haus Darah?"
Habis membatin begitu, perlahan-lahan perem-
puan ini maju tiga langkah ke muka. Sambil meman-
dangi pemuda berpakaian keemasan itu, dia merandek
dingin, "Tak kusangka kalau aku akan berjumpa dengan pemuda sakti yang berjuluk
Rajawali Emas, yang
ternyata suka usil mencampuri urusan orang lain!! Tetapi sayangnya, keusilan itu
sekarang akan membawa
petaka yang tak akan pernah kau lupakan!"
Mendengar kata-kata orang, pemuda dari Gu-
nung Rajawali ini menyeringai. Sambil mengangkat ke-
dua alisnya yang hitam legam dia menyahut, "Tanganku memang selalu gatal bila
ada satu kejadian yang
akan menjadi pikiranku! Terutama tindakan seperti
yang kau lakukan! Tetapi... bila kau memang mempu-
nyai keinginan untuk melompat dari puncak bukit ini, silakan saja!"
Bukannya gusar mendengar sahutan Tirta yang
penuh ejekan, Ratu Dari Kegelapan menyeringai dan
berkata dalam hati, "Selama aku menyamar sebagai Putri Lebah dia bisa bersikap
lembut. Dan sekarang...
kendati nampaknya dia main-main, tetapi kegaran-
gannya telah terlihat!" Kemudian katanya, "Rupanya kau telah terbawa arus
sanjungan yang begitu tinggi padamu, Rajawali Emas, hingga kau merasa lebih
hebat dari siapa pun juga!!"
Rajawali Emas balas menyeringai.
"Wah! Jadi kau selama ini menganggapku se-
perti itu, ya" Baiklah! Kau akan membenarkan apa
yang kau katakan barusan, hari ini!!"
"Setan!!" bergetar tubuh Ratu Dari Kegelapan tanda dia bertambah marah. "Tak ada
waktu lagi untuk menghindar sekarang! Sebenarnya setelah kubu-
nuh Mangku Langit, maka seluruh yang kubuat terha-
dap Pangeran Wijayaharum akan putus sampai di sini
dan tak akan terbuka lagi! Tetapi kehadiran pemuda
ini memang tak bisa dihindari lagi!"
Habis membatin begitu," dia menghardik den-
gan menengadahkan kepala, "Tanganku jadi gatal untuk membuktikan kebenaran
omongan celakamu itu!"
"Mengapa masih bertanya juga" Bukankah se-
jak tadi aku sudah...."
"Keparaaattti!" membentak keras Ratu Dari Kegelapan memutus ejekan Rajawali
Emas. Tanpa mem-
buang waktu lagi, perempuan yang selama ini menya-
mar sebagai Putri Lebah dan untuk beberapa waktu
bersama-sama dengan Rajawali Emas, sudah mengge-
brak ke depan. Sadar kalau pemuda ini bukan orang
sembarangan dan patut diperhitungkan, dia sudah
melepaskan pukulan 'Rangkaian Kabut Kegelapan'!
Wuuuttt! Kabut hitam yang mengeluarkan suara laksana
gelombang prahara dan menebarkan hawa panas me-
nyengat, melesat cepat ke arah Rajawali Emas.
Rajawali Emas yang memang sudah bersiaga dan sejak
tadi sudah mengalirkan tenaga surya pada tubuhnya,
menarik ke dua tangannya ke belakang, lalu dengan
sentakan yang kuat didorong ke depan!
Wusssss! Kabut hitam pekat yang keluar dari pukulan
'Rangkaian Kabut Kegelapan' itu pecah dan membuyar.
Menyusul.... Blaaaammm!! Terdengar dentuman keras tatkala gelombang
angin yang dipadu dengan tenaga surya yang menge-
luarkan panas tak kalah dahsyatnya itu, melabrak se-
rangan Ratu Dari Kegelapan. Meskipun serangan ke-
duanya bentrok di udara, namun karena serangan itu
telah dialiri tenaga dalam tinggi, membuat masing-
masing orang ini sama-sama mencelat ke belakang.
Setelah membuat gerakan bersalto dua kali,
masing-masing orang telah berdiri tegak.
"Luar biasa!" desis Ratu Dari Kegelapan dalam hati dengan wajah sedikit berubah.
"Dia memang benar-benar patut menjadi momok yang paling mengeri-
kan bagi orang-orang golongan sesat! Dan rasanya,
aku semakin ingin tidur dengannya! Huh! Dengan wu-
judku yang asli, akan kucoba untuk menandinginya!
Dan bila aku punya kesempatan untuk kembali me-
nyamar sebagai Putri Lebah, akan kutuntaskan apa
yang kuinginkan! Bila gagal, akan kubunuh dia dalam
satu kesempatan!"
Sementara itu Rajawali Emas sedang memba-
tin, "Sulit bagiku sekarang untuk membuktikan dugaanku, seperti yang
diisyaratkan oleh Pendekar Bijaksana dan Bwana! Kalau... oh! Bwana belum juga
mun- cul di sini" Ke mana dia" Mengapa dia tidak menjalankan tugas yang kuberikan
seperti biasa"!"
Di seberang, Ratu Dari Kegelapan berkata ang-
ker, "Jangan berbangga dulu kendati kau barusan berhasil menahan seranganku,
Rajawali Emas! Sekarang... terimalah ini!!"
Habis bentakannya, kedua tangan perempuan
yang di pakaian bagian atas dadanya sebelah kanan
terdapat sulaman benang hijau bergambar mahkota
ini, segera memutar kedua tangannya. Angin bergu-
lung-gulung dahsyat mendadak saja melingkupi tu-
buhnya. Menyusul dilipatgandakan tenaga dalamnya
dan kembali hendak melepaskan pukulan 'Rangkaian
Kabut Kegelapan'.
Rajawali Emas sesaat terkesiap melihat gulun-
gan angin di sekitar tubuh Ratu Dari Kegelapan. Dia
pun segera mempersiapkan diri dengan jurus 'Lima
Kepakan Pemusnah Rajawali'.
Begitu sosok berpakaian biru langit berkelebat
lagi disertai suara menderu, pemuda yang di lengan
kanan-kirinya terdapat rajahan burung rajawali ber-
warna keemasan ini pun segera menghempos tubuh ke
depan. Desss! Desss!!
Dua pasang tangan beradu di udara dan me-
nimbulkan suara yang sangat keras. Ratu Dari Kegela-
pan mengeluarkan seruan tertahan sambil melompat
mundur. Keadaan yang sama pun menimpa Rajawali
Emas. Namun begitu kakinya mendarat, dia segera
menjejakkan kembali. Serta merta tubuhnya melesat
cepat kearah Ratu Dari Kegelapan yang tengah sem-
poyongan. Ratu Dari Kegelapan serentak mendongak dan
mengangkat kedua tangannya dan dihantamkan den-
gan cara menyilang di depan kepala dan dadanya.
Dessss!! Tubuh Ratu Dari Kegelapan terlempar ke bela-
kang dan beberapa saat bergulingan. Masih untung


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gulingan tubuhnya tidak sampai melemparnya ke ba-
wah! Sesaat tubuhnya bergetar hebat. Mulutnya meng-
gembor dan darah kehitaman menyembur keluar!
Bila saja saat ini Rajawali Emas bermaksud menghabi-
sinya, tentunya dengan mudah akan dilakukannya. Te-
tapi pemuda dari Gunung Rajawali yang mewarisi ke-
lembutan ibunya ini tidak berbuat apa-apa. Justru tegak berdiri sambil mengatur
napas. "Sulit membuktikan dugaanku sekarang.... Bi-
arlah perempuan sesat ini dalam keadaan seperti
itu...," gumamnya pelan lalu dipalingkan kepala ke arah Mangku Langit yang
menggeletak pingsan. Perlahan-lahan didekatinya sosok Mangku Langit. Diperik-
sanya tubuh lelaki pendek itu, "Getaran jantungnya begitu pelan sekali. Ada luka
dalam yang harus segera diobati."
Setelah mengalirkan tenaga dalamnya pada
Mangku Langit, segera dialihkan pandangannya pada
mayat Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu. Perla-
han-lahan ditariknya napas.
"Maafkan aku...."
Sementara itu, Ratu Dari Kegelapan yang masih
menahan nyeri, diam-diam melirik angker.
"Pemuda ini telah mencelakakan aku sekarang!
Huh! Rasanya tak sabar untuk menghajarnya! Tetapi...
aku akan bersabar menunggu! Dengan cara menyamar
sebagai Putri Lebah yang pontang-panting dihajar Da-
tuk Jubah Merah... akan kubalas semuanya! Dan
aku... keparaaattt!!" Perempuan ini memutus kata batinnya sendiri dengan
pandangan mengkelap. "Persetan dengan semua itu! Dia harus kubalas sekarang ju-
ga!!" Lalu secara diam-diam dan bermaksud mem-
bokong Rajawali Emas yang masih memandangi mayat
Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu, Ratu Dari Kege-
lapan menghimpun segenap tenaga dalamnya lagi. Pu-
kulan 'Rangkaian Kabut Kegelapan' siap dilepaskan.
Dan mendadak saja dia menghentak dengan
suara mengguntur, "Terimalah balasaaanku ini!!"
Seketika Tirta menolehkan kepala. Dengan ke-
luarkan dengusan disilangkan kedua tangannya dan
siap didorongkan ke depan. Namun gerakan itu terta-
han. Bukan dikarenakan serangan Ratu Dari Kegela-
pan terhenti, melainkan satu sosok tubuh berpakaian
panjang berwarna jingga kemerahan telah muncul dan
menyambar tubuh Ratu Dari Kegelapan.
Lalu dengan gerakan yang sangat menakjub-
kan, sembari membawa tubuh Ratu Dari Kegelapan
yang terhenyak dan berseru tertahan, orang itu melesat menuruni Bukit Kalimuntu
dengan cara berpegan-
gan pada oyot pohon beberapa kali.
Segera saja Rajawali Emas berdiri di tepi Pun-
cak Kalimuntu dengan pandangan ke bawah.
"Luar biasa! Ilmu peringan tubuhnya begitu
mengagumkan. Hmmm... siapa perempuan tua itu?"
desisnya dan masih melihat sosok berpakaian jingga
kemerahan yang terus melesat turun ke bawah.
Beberapa tarikan napas kemudian, orang itu
sudah tiba di bawah dan melesat sembari terus mem-
bopong tubuh Ratu Dari Kegelapan.
Rajawali Emas masih termangu di tempatnya
berdiri. "Sungguh luar biasa...," desisnya beberapa saat. Lalu setelah menarik
napas panjang, dihampi-rinya mayat Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu.
"Sebaiknya kukubur saja dulu mayat-mayat ini di sini.
Setelah itu, bam-lah kubawa turun tubuh Mangku
Langit." Lalu dengan cara menjejak-jejakkan kaki, Rajawali Emas mencari tempat
yang agak lunak Namun
bukit yang terbuat dari bebatuan itu sama sekali tak ada yang lunak.
"Bila kupergunakan kedua tanganku, akan
memakan waktu lama. Hmmm... sebaiknya...."
Seraya memutus kata-katanya sendiri, pemuda
dari Gunung Rajawali ini segera mencabut pedang
yang berada di punggungnya.
Sraaakk! Begitu pedang itu dicabut, segera menghampar
sinar keemasan dari pangkal hingga ke hulu. Sesaat
ditatapnya pedang yang di bagian hulunya terdapat
dua ukiran kepala burung rajawali dan di bawahnya
terdapat sebuah bintang yang cemerlang.
Kejap lain, dengan mempergunakan pedang
sakti Pedang Batu Bintang, dalam waktu singkat Tirta sudah menggali dua buah
lubang di Puncak Kalimuntu. Segera saja dia menguburkan kedua mayat itu di
sana. Lalu katanya setelah memasukkan kembali Pe-
dang Batu Bintang ke warangkanya, "Maafkan aku...
mungkin tak layak menguburkan kalian di sini. Tetapi mungkin pula kalian memang
sudah ditakdirkan untuk tidur panjang di tempat ini...."
Sesaat dia terdiam. Matahari yang sejak tadi
menyengat kini mulai beranjak menuju langit barat.
"Ke mana sebenarnya Bwana pergi" Ada apa
dengannya?" gumam Tirta kemudian. "Apakah tidak sebaiknya kupanggil saja dia
sekarang untuk mengetahui keadaannya" Yah... sebaiknya itu kulakukan du-
lu...." Perlahan-lahan kepalanya ditengadahkan, me-
mandang seantero langit luas yang cerah. Perlahan-
lahan pula diangkat kedua tangannya, lalu ditepukkan sebanyak tiga kali. Di
sela-sela tepukannya, kedua tangannya dihentakkan ke atas. Serta merta memercik
cahaya kemerahan yang berpendar menerangi udara!
Isyarat memanggil Bwana yang hanya bisa dila-
kukannya dan dimengerti oleh Bwana telah dilaku-
kannya. Ditunggunya beberapa saat. Namun burung
rajawali yang besarnya empat kali dari gajah dewasa itu tidak muncul.
Demikian pula setelah Rajawali Emas mengu-
langi lagi apa yang tadi dilakukannya. Bwana tetap tidak muncul.
Sesaat pemuda berpakaian keemasan ini men-
gerutkan kening tidak mengerti. Perlahan-lahan pera-
saannya mulai dibaluri kecemasan.
"Hmmm... ada apakah dengan Bwana" Dia be-
lum juga tiba di Puncak Kalimuntu ini, bahkan dia tidak muncul setelah kulakukan
isyarat memanggilnya
sebanyak tiga kali" Apakah memang ada sesuatu yang
menghadang perjalanannya" Tetapi apa?"
Tak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya
sendiri, Rajawali Emas segera mengangkat tubuh
Mangku Langit yang masih pingsan. Dengan perlahan-
lahan dan penuh hati-hati, pemuda tampan ini segera
menuruni Bukit Kalimuntu.
*** Bab 3 MALAM merambat semakin jauh. Perjalanan malam seperti begitu lambat sekali,
namun sebenarnya, tanpa disadari begitu meluncur cepat. Angkasa luas nampak
gelap, tak satu pun bintang terang yang menaburinya.
Arakan awan hitam yang bergulung mengikuti tiupan
angin, seperti mematikan sinar bulan hingga bumi laksana berada dalam genggaman
kebutaan. Dari salah sebuah ranggasan semak belukar
yang terdapat di sebuah hutan kecil yang juga dinaun-gi kegelapan itu, terdengar
suara napas panjang sahut-sahutan tak beraturan. Untuk beberapa saat suara
napas yang dibaluri rintihan pelan dan cekikikan itu masih terdengar. Cukup
keras karena suasana di sekitar tempat itu sepi. Yang terdengar hanyalah celoteh
binatang malam yang unjuk gigi.
Suara-suara yang terkadang diselingi rintihan,
erangan dan cekikikan itu didengar oleh satu sosok
tubuh yang segera menghentikan kelebatannya. Kepala
orang ini celingukan dengan kedua telinga dipasang lebar-lebar.
Sejurus kemudian terdengar gumamannya pe-
lan, "Hmm..., ternyata aku tidak sendirian di tempat ini. Siapa kedua orang yang
seperti sedang memacu birahi itu?"
Tak menemukan jawaban atas pertanyaannya,
lelaki yang mengenakan pakaian hitam sambung me-
nyambung ini, mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
Tatkala angin berhembus menyapu lengan kirinya, ter-
lihat pakaian panjang di bagian lengan kirinya itu
menjuntai. Rupanya, lengan kiri lelaki itu kutung!
Dan mendapati cirinya, dengan mudah segera
diketahui kalau orang itu tak lain Maut Tangan Satu.
Setelah dikalahkan oleh Rajawali Emas dan membu-
nuh Datuk Jubah Merah dengan tangannya sendiri,
Maut Tangan Satu yang kemudian jatuh pingsan, si-
uman setelah memakan waktu dua kali peminuman
teh (Untuk lebih jelasnya, silakan baca : "Ratu Dari
Kegelapan").
Dengan menindih kegusarannya karena tak
menemukan lagi sosok Rajawali Emas di sana, lelaki
berlengan kiri buntung ini segera bersemedi untuk
memulihkan tenaga dalamnya. Setelah dirasakan kea-
daannya cukup membaik, dia pun meneruskan lang-
kah untuk mencari Rajawali Emas sekaligus berupaya
mendapatkan hadiah yang dijanjikan oleh Seruling
Haus Darah bila dia berhasil membawa pemuda dari
Gunung Rajawali itu ke hadapannya.
Dan yang tak disadari oleh Maut Tangan Satu,
kalau dia akhirnya tiba di hutan ini. Didengarnya lagi suara napas terengah
engah yang cukup nyaring terdengar di hutan yang sepi ini.
"Menilik asalnya, dengusan dan rintihan napas
itu terdengar dari balik semak belukar di sebelah sana.
Keparat betul! Siapa yang sedang memacu birahi seka-
rang" Bikin kepalaku jadi pusing saja!!"
Lalu dengan gerakan yang tak menimbulkan
suara, Maut Tangan Satu melangkah ke asal suara-
suara napas itu yang menyusul terdengar dua helaan
napas yang seperti dihentak. Panjang bernada orang
yang mengeluarkan helaan napas itu seperti terbebas
dari belenggu yang dicarinya.
"Keparat!!" rutuk Maut Tangan Satu tatkala menyadari kalau orang yang sedang
memburu birahi te-
lah tiba pada puncaknya. Dan dia segera menghenti-
kan langkah serta mengurungkan niat untuk menge-
tahui siapa orang-orang itu tatkala terdengar suara
yang diselingi desahan,
"Kau memang mengagumkan.... Aku puas...
puas sekali.... Apakah kau mendapatkan hal yang sa-
ma?" "Sudah tentu... sudah pasti.... Siapa pun
orangnya yang menggeluti tubuhmu ini pasti akan
mendapatkan kepuasan yang tiada terkira...," suara seorang lelaki yang diiringi
dengan napas agak memburu terdengar.
Maut Tangan Satu yang mendengar suara-
suara itu tertegun sejenak sebelum akhirnya memu-
tuskan untuk melompat ke balik ranggasan semak be-
lukar. Di balik ranggasan semak itu dia bergumam pe-
lan, "Suara perempuan itu sama sekali baru kudengar sekarang. Tetapi suara
lelaki yang menyusul kemudian, rasa-rasanya pernah kudengar...."
Tatkala telinga lelaki berpakaian hitam sam-
bung menyambung ini mendengar suara seperti orang
mengenakan pakaian, dia mendengus gusar sekaligus
iri. "Jahanam betul! Suatu kegiatan yang benar-
benar penuh kenikmatan!"
Lalu dengan sedikit menyibakkan ranggasan
semak di hadapannya, dilihatnya semak belukar yang
berjarak tiga tombak dari tempatnya bersembunyi
menguak. Menyusul satu sosok tubuh keluar dan berdiri
tegak dengan tubuh yang nampak agak letih dan ber-
keringat. "Hmm... siapa perempuan itu" Sepertinya, baru
kali ini aku melihatnya...," desis Maut Tangan Satu dalam hati.
Sepasang mata milik perempuan tua yang ma-
sih memiliki kulit kencang dan wajah cantik itu, mengedar, memandangi sekitarnya
yang dibungkus sepi.
Perempuan yang mengenakan pakaian panjang ber-
warna kuning kebiruan yang terbuka di bagian dada
hingga memperlihatkan bungkahan payudara yang be-
sar namun sudah kendor, menarik napas. Lalu menga-
lihkan pandangan pada semak belukar di mana dia ta-
di keluar. "Selama aku bersama lelaki itu... rasanya me-
mang cukup baik. Semenjak Rajawali Emas membu-
nuh muridku si Pangeran Merah yang sekaligus bertu-
gas sebagai pemuas nafsuku, aku seperti menemukan
tempat pelampiasan nafsu yang tiada terkira. Lelaki
berkepala lonjong dengan rambut yang dapat dihitung
itu memiliki birahi yang tinggi pula. Yang terpenting lagi, dia adalah salah
seorang anak buah Seruling
Haus Darah yang mendapatkan tugas untuk membu-
nuh Rajawali Emas...."
Sejenak perempuan tua yang masih cantik dan
tak lain Nenek Cabul adanya ini menghentikan kata
batinnya. Setelah menarik napas dia melanjutkan
kembali dalam hati, "Aku tetap menginginkan Seruling Gading yang direbut oleh
Seruling Haus Darah dari
tangan pemiliknya, Raja Seruling, yang tewas di tan-
gannya pula. Trisula Mata Empat milik Raja Dewa kini berada di tanganku. Dengan
dua buah senjata mustika
itu, sudah tentu apa yang kuinginkan selama ini akan tercapai. Aku memang belum
pernah mempergunakan
Trisula Mata Empat untuk menguji kesaktiannya. Ka-
rena menurutku, keadaan itu akan membuatku tersu-
dut bila akhirnya orang-orang akan tertarik dan men-
galihkan perhatiannya pada Trisula Mata Empat. Bila aku gagal mendapatkan
Seruling Gading dari tangan
Seruling Haus Darah, barulah terpaksa kupergunakan
Trisula Mata Empat ini!"
Kembali Nenek Cabul terdiam sejenak sebelum
melanjutkan kata-kata batinnya, "Tetapi sayangnya, akhir bulan ini masih tersisa
sekitar lima hari lagi untuk menjumpai Seruling Haus Darah yang menurut le-
laki berkepala lonjong itu akan menunggu di Bukit Wa-
tu Hatur. Kemungkinan... hmmm... ke mana perginya
Ratu Dari Kegelapan yang menyamar sebagai Putri Le-
bah" Apakah dia telah berhasil membunuh Rajawali
Emas seperti yang kuperintahkan?"
Perempuan yang menampakkan payudaranya
yang besar namun sudah kendor ini terdiam dengan
pandangan lurus ke muka. Tak ada sesuatu yang me-
narik untuk dilihat kecuali jajaran pohon dan semak
belukar yang dilingkupi malam.


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum lagi dia meneruskan kata batinnya,
ranggasan semak belukar di belakangnya terdengar
menguak. Menyusul satu sosok tubuh tinggi kurus
dengan wajah cekung muncul. Begitu berdiri di dekat-
nya, tangan kurus lelaki yang mengenakan pakaian
gombrang warna hitam bergaris merah itu sudah me-
rangkulnya. Di tempat persembunyiannya, Maut Tangan Sa-
tu tersentak seraya menarik kepala ke belakang begitu mengenali orang yang
barusan muncul dan merangkul
tubuh si perempuan. "Iblis Lembah Ular! Benar dugaanku, kalau aku merasa pernah
mendengar sua- ranya! Keparat! Setelah aku dikalahkan oleh Peri Ge-
lang Rantai, tanpa kusangka kalau lelaki berkepala
lonjong itu akan menemukanku sekaligus mengobati-
ku! Sedikit banyaknya aku memang berterima kasih
kepadanya! Tetapi mendengar omongannya waktu itu,
sungguh menyakitkan hati! Keparat betul! Mau apa dia bergabung dengan perempuan
genit itu"!" (Untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Maut Tangan Satu se-
belum dikalahkan oleh Rajawali Emas, silakan baca
episode: "Memburu Nyawa Sang Pendekar").
Lalu dilihatnya si nenek mesum itu membiar-
kan apa yang dilakukan oleh Iblis Lembah Ular dengan kegelian yang mulai
menyengat. Terlebih lagi tatkala
kedua tangan kurus milik lelaki berpakaian gombrang
bergaris merah itu singgah di payudaranya, yang ke-
mudian meremas-remasnya. Dan membuat Maut Tan-
gan Satu yang memperhatikan menggeram dalam hati.
"Kau sangat menggairahkan, Nenek Cabul...,"
terdengar suara Iblis Lembah Ular tepat di belakang telinga kanan Nenek Cabul.
Nenek Cabul terkikik dengan suara mendesah
sambil menggeliatkan lehernya tatkala Iblis Lembah
Ular mencercahkan ciuman pada lehernya.
"Keadaan seperti ini memang sangat menga-
syikkan, tetapi tak boleh dibiarkan terlalu lama," kata Nenek Cabul dalam hati.
Seraya membebaskan diri da-ri rangkulan Iblis Lembah Ular, Nenek Cabul berkata,
"Iblis Lembah Ular... kita harus cepat menuju ke Bukit Watu Hatur...."
Mendengar kata-kata itu, Iblis Lembah Ular
terdiam beberapa saat sebelum membatin, "Waktu
yang diberikan Seruling Haus Darah memang tinggal
beberapa hari lagi. Tetapi... jangankan untuk menangkap sekaligus membunuh
Rajawali Emas, di mana pe-
muda dari Gunung Rajawali itu berada saja aku tidak
tahu. Berarti, akan sia-sia belaka bila aku datang ke Bukit Watu Hatur tanpa
hadiah yang akan kudapatkan."
Lalu sambil pandangi Nenek Cabul, lelaki ber-
kepala lonjong itu berkata, "Kata-katamu mengingatkan kepadaku tentang tugas
yang kuemban untuk
membunuh Rajawali Emas. Tetapi sialnya, pemuda
keparat itu belum juga kujumpai!"
Nenek Cabul berbalik seraya menyeringai, "Kau
tak perlu mencemaskan pemuda itu. Aku yakin, Ratu
Dari Kegelapan yang kuperintahkan untuk membu-
nuhnya sudah barang tentu telah melaksanakan den-
gan baik."
Iblis Lembah Ular menyahut setelah terdiam se-
jenak, "Kalau begitu... yang harus kita cari adalah perempuan itu. Dengan kata
lain, bila dia membawa
mayatnya pada Seruling Haus Darah, dia tak akan mendapat
apa-apa. Tetapi lain halnya denganku, bila kubawa
mayat Rajawali Emas pada Seruling Haus Darah."
Nenek Cabul menganggukkan kepalanya.
"Kau memang benar. Tetapi sayangnya, sulit
menemukan di mana Ratu Dari Kegelapan berada. Be-
rarti, ini akan memakan waktu lama."
"Tahukah Dewi Topeng Perak tentang hal ini?"
tanya Iblis Lembah Ular yang memikirkan sesuatu.
"Maksudmu, Ratu Dari Kegelapan yang me-
nyamar sebagai Putri Lebah" Sudah tentu dia tahu.
Karena, di saat aku menemui perempuan berpakaian
kuning cemerlang itu, sudah kulihat sosok Rajawali
Emas yang bersembunyi. Segera saja kuatur permai-
nan menarik bersama Ratu Dari Kegelapan yang kupe-
rintahkan untuk menyamar dan menjalankan siasat ji-
tu." Bukannya mendengarkan baik-baik kata-kata
orang, Iblis Lembah Ular justru menggeram, "Celaka!
Bisa jadi perempuan bertopeng perak yang telah me-
ninggalkan kita itu bukannya melacak jejak Rajawali
Emas seperti yang diinginkannya. Burung rajawali raksasa yang dilihatnya waktu
itu memang sedikit mem-
berikan bukti, kalau Rajawali Emas berada di tempat yang kita datangi pagi tadi.
Hanya saja, tak ada lagi sosok Rajawali Emas dan burung rajawali itu.
Apakah...." "Kau tak perlu khawatir! Dewi Topeng Perak memang memiliki dendam
tinggi pada Rajawali Emas.
Kemungkinan besar, kalaupun dia memang menghen-
daki kematian pemuda dari Gunung Rajawali itu, bu-
kanlah dikarenakan hadiah yang dijanjikan Seruling
Haus Darah. Melainkan karena dia memang mengin-
ginkan kematian Rajawali Emas. Kau tak perlu khawa-
tir dia akan mengangkangi hadiah yang dijanjikan Se-
ruling Haus Darah." Nenek Cabul terdiam seraya menyambung dalam hati, "Sementara
aku menginginkan Seruling Gading yang berada di tangan manusia sesat
itu." Mendengar kata-kata perempuan yang bebera-pa kali dijadikan sebagai pemuas
nafsunya, wajah Iblis Lembah Ular dipenuhi seringaian lebar.
"Bagus! Berarti keadaan cukup menguntung-
kan...." Di tempatnya, Maut Tangan Satu menggeram pendek. "Sebuah rencana matang
yang tak sengaja kudengar! Berarti yang harus kucari adalah Ratu Dari Kegelapan
yang menyamar sebagai Putri Lebah!
Atau.... Dewi Topeng Perak! Kupikir semua ini cukup
kudengar! Lebih baik kucoba mencari orang-orang itu
sebelum kehadiranku di sini diketahui oleh keduanya!"
Sejenak Maut Tangan Satu menatap tajam pada Iblis
Lembah Ular. Kemarahan mendadak melingkupi diri-
riya. Dendam pun siap ditaburkan. Namun segera di-
tindih kemarahan yang datang itu. "Keparat betul! Bila mengingat kata-kata
sekaligus ancaman lelaki berkepala lonjong itu, rasanya aku sudah tak sabar
untuk membunuhnya! Kendati dia pernah menyelamatkanku,
tetapi omongannya yang mengatakan aku berada di
bawah kakinya, sungguh tak bisa membuatku tenang!
Satu saat, akan kubunuh dia!!"
Habis membatin geram seperti itu, dengan ber-
hati-hati dan mengerahkan ilmu peringan tubuhnya,
lelaki berlengan satu ini segera mundur perlahan-
lahan dengan tubuh agak membungkuk. Setelah agak
menjauh dan dirasakan cukup aman, segera saja dia
memutar tubuh dan berkelebat meninggalkan tempat
itu. Pada saat yang bersamaan, Iblis Lembah Ular
sedang berkata, "Nenek Cabul... kalau begitu, mengapa kau berpikir kita harus
secepatnya menuju ke Bukit
Watu Hatur" Bukankah semuanya telah kau rencana-
kan?" Sesaat Nenek Cabul terdiam dengan pandangan tajam. "Lelaki berkepala
lonjong ini tak boleh tahu apa yang kuhendaki sebenarnya. Seruling Gading yang
kini berada di tangan Seruling Haus Darah harus kumiliki!"
Habis membatin begitu si nenek berkata den-
gan senyuman, "Sudah kukatakan kepadamu kalau
aku hendak bergabung dengan Seruling Haus Darah.
Apakah yang hendak kulakukan ini sebuah tindakan
yang salah?"
Iblis Lembah Ular terbahak lebar seraya meng-
gelengkan kepalanya.
"Sudah tentu tidak. Dengan kehadiranmu se-
bagai anak buah Seruling Haus Darah, sudah tentu ki-
ta akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak
untuk bertemu dan memadu birahi. Bukankah begi-
tu?" Kendati geram mendengar kata-kata Iblis Lembah Ular, Nenek Cabul hanya
menganggukkan kepa-
lanya seraya membatin, "Kau mulai membosankan rupanya! Bila aku sudah bertemu
dengan Seruling Haus
Darah, akan kubunuh kau, Lelaki Keparat!"
Mendapati anggukan perempuan tua yang ma-
sih memiliki tubuh montok tak kalah dengan gadis be-
rusia belasan tahun, seringaian lebar makin terpam-
pang di bibir Iblis Lembah Ular. Menyusul pandangan-
nya yang berkilat-kilat saat berkata, "Dan yang terpenting sekarang, bukankah
kita masih mempunyai
waktu sebelum pagi datang untuk mengulanginya la-
gi?" "Setan betul kata-katanya! Dia benar-benar
mulai membosankan! Aku paling tidak suka menden-
gar kata-kata itu bila minatku untuk bercinta hilang!
Tetapi untuk saat ini, dialah satu-satunya orang yang bisa membawaku ke Bukit
Watu Hatur tanpa banyak
membuang waktu hingga aku tak salah melangkah."
Lalu seraya menindih kegusarannya, Nenek Cabul ber-
kata, "Luar biasa! Kau memang memiliki tenaga yang besar! Tetapi apakah untuk
saat ini tidak kita tunda saja dulu?"
Iblis Lembah Ular membuka kedua tangannya
pertanda siap merangkul Nenek Cabul. Seraya me-
langkah maju dia berkata, "Mengapa harus menunda urusan yang sudah ada di depan
mata tanpa gangguan
siapa pun juga, hah?"
Nenek Cabul cuma berdiri tegak dengan pan-
dangan kaku tepat ke arah mata Iblis Lembah Ular.
Entah disebabkan tak menyadari pandangan itu atau
dikarenakan birahi yang kembali bergolak, Iblis Lem-
bah Ular terus melangkah seraya berkata, "Jarang sekali kudapatkan kenikmatan
semacam ini. Bahkan
seumur hidupku baru bersamamu kudapatkan...."
Mendadak saja lelaki berambut yang dapat di-
hitung itu memutus kata-katanya seraya menghenti-
kan langkah dan memalingkan kepalanya ke arah ka-
nan. Kejap lain kembali dipandanginya Nenek Cabul,
"Apakah kau mendengar orang bercakap-cakap dan
langkah menuju ke tempat ini?"
Nenek Cabul menganggukkan kepalanya.
"Ya! Dan rasa-rasanya aku belum pernah men-
dengar suara-suara orang yang melangkah ke sini itu."
"Kalau begitu... kita bersembunyi dulu."
Di lain kejap, kedua orang ini sudah melompat
lee balik ranggasan semak belukar di mana tadi sebe-
lumnya dijadikan tempat sebagai pemadu birahi.
*** Bab 4 BEBERAPA kejap berlalu dalam kesunyian yang meraja dan alam yang makin dinaungi
kegelapan. Angin
berhembus semakin dingin, sementara hewan malam
terus mengumandangkan suara bersahut- sahutan.
Nenek Cabul yang menunggu di balik rangga-
san semak bersama Iblis Lembah Ular justru menjadi
tidak sabar. Dipandanginya lelaki berkepala lonjong itu yang terdiam.
"Aneh! Mengapa dia menyuruh bersembunyi"!
Tak seharusnya ini kulakukan!"
Beberapa saat kemudian terdengar suara nyar-
ing, "Malam semakin larut saja! Kedua mataku sudah cukup sepat rasanya dan agak
berat dibuka! Apakah
tidak sebaiknya kita beristirahat dulu?"
Menyusul suara tadi terdengar suara seorang
lelaki, "Busyet! Ke mana perginya akal sehatmu, hah"
Berada hanya berdua di tempat sepi dalam udara se-
dingin ini, apakah kau tidak khawatir akan terjadi sesuatu...."
Suara yang pertama tadi keluarkan dengusan.
"Sembarangan bicara!!"
Dari sela-sela ranggasan semak belukar, Nenek
Cabul dan Iblis Lembah Ular segera mengintip. Sesaat terdengar desisan Iblis
Lembah Ular yang bernada tercekat, "Benar dugaanku.... Peri Gelang Rantai. Dan
lelaki tua yang bersamanya itu tak lain adalah Raja De-wa...." Seolah tak
percaya dengan apa yang didengarnya, Nenek Cabul memandang dalam-dalam pada
lela- ki tua yang masih memiliki tubuh gagah yang berdiri
di sebelah perempuan tua yang di sepanjang kedua
lengannya dipenuhi gelang-gelang hitam. Kejap lain dia mendesis pelan, agak
samar, "Raja Dewa... pemilik Trisula Mata Empat. Hmm... apakah kehadirannya ber-
sama Peri Gelang Rantai di tempat ini dikarenakan dia tahu siapa yang telah
mengambil senjata mustikanya
itu?" Iblis Lembah Ular yang kurang jelas menangkap apa yang barusan dikatakan
Nenek Cabul, me-
mandangi perempuan itu dalam-dalam. Di lain kejap
dia kembali memperhatikan ke depan dari sela-sela
ranggasan semak belukar. Wajahnya nampak berubah
agak pucat dan sebisanya dia berusaha menindih geta-
ran yang mendadak muncul. Namun gagal.
"Kehadiran Peri Gelang Rantai ke sini bertanda
buruk...," diam-diam lelaki berambut yang dapat dihitung ini membatin resah.
"Selama bertahun-tahun aku berusaha menghindarinya, tetapi tak kusangka dia
akan muncul di sini. Celaka betul! Apakah kehadiran-
nya di sini bersama Raja Dewa karena mengetahui ke-
beradaanku?"
Kedua orang yang berada di balik ranggasan
semak belukar itu terdiam dengan dibuncah perasaan
yang hanya diketahui masing- masing orang.
Sementara di seberang. Peri Gelang Rantai se-
dang berkata, lamat-lamat dengan cuping hidung yang
bergerak, "Raja Dewa... penciumanku tak mungkin salah!
Aku mencium sisa-sisa Kuntum Bunga Malam di sini!
Dan selama aku keluar dari kediamanku, hanya se-
rang yang kuselipkan Kuntum Bunga Malam...."
Lelaki tua berkumis putih menjuntai yang men-
genakan pakaian putih agak kusam dengan angkin
kuning kehitaman itu mengarahkan pandangannya
pada perempuan berpakaian hitam panjang yang pe-
nuh tambalan, "Jadi maksudmu...."
"Ya! Menilik bau yang tersisa ini, aku yakin,
orang itu sebelumnya berada di sini tadi!"
Mendengar kata-kata Peri Gelang Rantai baru-
san, perasaan terkejut mendera Nenek Cabul dan Iblis Lembah Ular.
Nenek Cabul membatin, "Aneh sekali apa yang


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikatakan kedua orang itu! Mereka menduga ada se-
seorang di sini tadi! Padahal aku sama sekali tak melihatnya!"
Di lain pihak, Iblis Lembah Ular membatin,
"Kuntum Bunga Malam... sebuah benda yang hanya
bisa dicium dari jarak ribuan tombak oleh Peri Gelang Rantai. Apa yang
dikatakannya tadi bisa jadi benar.
Kemungkinan besar ada orang lain di sini sebelumnya.
Gila! Siapa orang itu" Mengapa aku dan Nenek Cabul
tak mengetahuinya sama sekali" Tetapi yang terpent-
ing sekarang... adalah menghindarinya. Kalau begitu, aku harus mengatakannya
pada Nenek Cabul."
Berpikir demikian, lelaki yang memiliki mata
agak masuk ke dalam rongga ini mengalihkan pandan-
gannya pada Nenek Cabul setelah merapatkan kembali
semak belukar itu. "Kita tak perlu cari urusan dengan kedua
orang. Lebih baik, secara diam-diam kita berlalu."
Sejenak Nenek Cabul memandanginya dalam-
dalam dengan sorot mata tajam. Mendapati sikap Ne-
nek Cabul, Iblis Lembah Ular nampak berusaha keras
agar tidak terlihat keciutan hatinya. Dia berusaha agar Nenek Cabul mau menuruti
keinginannya. Tetapi di luar dugaannya, Nenek Cabul justru
menggelengkan kepala.
"Heei?" tercekat Iblis Lembah Ular melihatnya.
"Aku belum pernah mempergunakan Trisula Mata Empat. bahkan aku belum tahu
kesaktian apa yang di-
miliki oleh Raja Dewa. Keinginanku semula, memper-
gunakan senjata mustika ini bila gagal mendapatkan
Seruling Gading. Tetapi sekarang, rasanya terlalu lama menunggu. Bukankah
sekarang ada pemilik Trisula
Mata Empat" Dan inilah sebenarnya saat yang tepat
untuk mempergunakannya!"
Habis membatin begitu perempuan cabul ini
berkata, "Apa yang dikatakan kedua orang itu tentang seseorang yang tiba di sini
membuatku penasaran."
"Begitu pula denganku. Tetapi kita tak perlu
mencari urusan dengan keduanya."
"Tidak."
"Apa maksudmu dengan tidak?"
"Aku ingin tahu siapa orang yang secara tidak
langsung telah mendengar seluruh percakapan kita.
Dengan kata lain, rencana yang telah kita susun."
Iblis Lembah Ular memegang tangan kanan Ne-
nek Cabul, yang segera merasakan betapa tangan itu
gemetar. "Ada apa sebenarnya dengan lelaki berkepala
lonjong ini" Sikapnya lain sekali. Dan dia seperti ketakutan. Apakah...."
Memutus kata batinnya sendiri, Nenek Cabul berkata, "Orang keparat yang telah
mencuri dengar percakapan kita harus mampus. Apakah kau
tidak berpikir kalau orang itu...."
"Tidak!" putus Iblis Lembah Ular tetap dalam bisikan. "Aku sedang tidak
bergairah untuk mencari masalah. Lebih baik, kita laksanakan usulmu untuk
segera menuju ke Bukit Watu Hatur. Bukankah sema-
kin cepat kita tiba di sana semuanya akan menjadi
semakin mudah dilaksanakan...."
"Bertambah aneh. Kalau tadi dia sepertinya
mengulur waktu, sekarang dia nampak tergesa-gesa.
Aku jadi penasaran ingin tahu ada apa sebenarnya.
Biar kupancing dia," kata Nenek Cabul dalam hati dengan kening dikernyitkan.
Dengan suara dibuat biasa dia melanjutkan kata, "Iblis Lembah Ular... kehadiran
Raja Dewa dan Peri Gelang Rantai di tempat ini
sungguh tak pernah disangka. Demikian pula halnya
dengan orang yang mengintip dan mencuri dengar per-
cakapan kita. Apakah kau...."
Genggaman tangan Iblis Lembah Ular pada
tangan kanan Nenek Cabul semakin mengeras dan pe-
nuh getaran. "Kau akan tahu nanti kalau tindakanku ini be-
nar. Sebaiknya... aawwaaasss!!"
Seketika kedua orang itu melompat dari balik
ranggasan semak belukar yang langsung rengkah dan
menerbangkan serpihan ke udara tatkala serangkum
angin deras menghantamnya.
Begitu kedua orang ini menjejakkan kakinya di
tanah, terdengar suara Peri Gelang Rantai, "Luar biasa... sungguh luar biasa
sekali! Kau benar lagi, Raja Dewa! Pendengaranmu sungguh tajam sekali!"
Raja Dewa yang selalu menyatukan kedua tan-
gan di balik pinggulnya cuma mengangkat bahunya sa-
ja. Sementara Nenek Cabul berdiri dengan kedua
mata terpentang, Iblis Lembah Ular justru agak geme-
tar'. "Celaka betul! Aku tak akan mungkin bisa
menghindarinya lagi! Mudah-mudahan perempuan itu
sudah melupakan urusan lama tentang adik sepergu-
ruannya yang kubunuh di Danau Mati," batinnya dengan perasaan resah.
Sementara itu, sepasang mata Peri Gelang Ran-
tai menyipit, memperhatikan sosok Iblis Lembah Ular
yang nampak berusaha memasang wajah garang.
Kejap lain, terdengar suara nyaring perempuan
berpakaian hitam penuh tambalan, "Tak kusangka!
Sekian tahun dicari ternyata berjumpa di sini! Manusia laknat yang telah
membunuh Peri Jelita di Danau Ma-ti... rupanya kematian memang akan datang
padamu malam ini juga!"
"Habis sudah!" keluh Iblis Lembah Ular dalam hati. Tetapi aku tak boleh
menampakkan ketakutanku
sekarang" Mudah-mudahan Nenek Cabul mau mem-
bantu!" Lalu didengarnya suara Nenek Cabul tepat di telinganya, "Perempuan tua
itu rupanya mengenalmu.
Dan ada urusan apa sebenarnya" Mengapa kau sam-
pai membunuh Peri Jelita di Danau Mati" Siapa dia?"
"Jangan campuri urusanku!" menggeram Iblis Lembah Ular seraya menindih
kegeramannya. Lalu
dengan kedua mata dipentangkan, lelaki berkepala
lonjong ini maju dua tindak dan berseru, "Peri Gelang Rantai! Apakah kau pikir
selama ini aku selalu meng-hindarimu"! Justru aku selalu mencarimu untuk ku-
bunuh!" Mengkelap wajah Peri Gelang Rantai mendengar
ucapan orang. Seketika terdengar hardikannya yang
menggebah malam, "Setan kepala lonjong! Kau tak akan bisa menghindar dari maut!!
Suramnya Bayang Bayang 19 Dewa Arak 23 Setan Mabok Hantu Wanita Berambut Putih 6
^