Pencarian

Trisula Mata Empat 2

Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat Bagian 2


Bersiaplah untuk
menerima kematian!!"
"Huh! Jangan sembarang ucap! Ingat, Peri Jeli-
ta, adik seperguruanmu itu mampus di tanganku
tatkala mencoba menghalangi keinginanku untuk
memperkosa seorang gadis! Dan perlu kau ketahui, di
saat adik seperguruanmu sudah mampus, ganti dia
yang kuperkosa! Apakah kau sekarang hendak mem-
bagi kenikmatan denganku, hah"!"
Tubuh Peri Gelang Rantai bergetar tanda kema-
rahan semakin naik. Kaki kanannya digeser ke samp-
ing dengan tubuh agak dibungkukkan.
Melihat apa yang dilakukan perempuan berpa-
kaian hitam penuh tambalan itu, Iblis Lembah Ular
mendesis, "Aku harus mendahului menyerang!" '
Dan tanpa menunggu lama, dia segera mele-
paskan satu tendangan kaki kanan dengan pengera-
han tenaga dalam tinggi. Gelombang angin terdengar
menderu keras mendahului tendangan yang dile-
paskan. Peri Gelang Rantai keluarkan suara menggem-
bor seraya melompat ke samping. Tendangan Iblis
Lembah Ular sejengkal lewat di samping tubuhnya dan
hal itu membuat lelaki berkepala lonjong ini menjadi murka. Serta merta diputar
tubuhnya dan dengan gerakan meluncur laksana ular, digerakkan kedua tan-
gannya ke muka.
Kembali Peri Gelang Rantai keluarkan dengu-
san. Lalu dia segera melompat ke depan.
Desss! Desss!! Dua benturan keras terjadi. Sosok Iblis Lembah
Ular terjengkang ke belakang lalu meliuk aneh dan
hinggap di tanah kembali.
Melihat keadaan itu. Peri Gelang Rantai tak
mau membuang waktu lebih lama. Tubuhnya sudah
mencelat ke depan melepaskan dua jotosan sekaligus.
Akan tetapi, dengan gerakan mirip seekor ular
menghindari serangan lawan, Iblis Lembah Ular berha-
sil meloloskan diri. Bahkan mendadak saja tubuhnya
mencuat ke atas dengan jotosan yang diliukkan ke
arah kepala Peri Gelang Rantai.
Si nenek yang di sepanjang kedua lengannya
terdapat gelang-gelang warna hitam ini menggeram
mendapati serangan itu. Tubuhnya ditarik ke belakang lalu kaki kanannya
dilepaskan. Bukkk! Terdengar seruan Iblis Lembah Ular tertahan,
sementara tubuhnya mundur bergoyang-goyang.
"Celaka! Jurus simpananku 'Ular Masuk Sa-
rang' ternyata tak banyak gunanya! Dia memiliki ilmu lebih tinggi ketimbang adik
seperguruannya! Benar-benar keparat! Tak ada jalan lain kecuali mengadu jiwa
dengannya sekarang! Dan... setan betul! Perempuan
cabul itu. tetap berdiri di tempatnya tanpa kelihatan berniat membantuku!"
Sementara itu. Peri Gelang Rantai sudah melompat
menerjang dengan teriakan mengguntur. Terkejut
alang kepalang Iblis Lembah Ular yang sedang menga-
tur napas. Dan tak ada jalan lain untuk menghindar ke-
cuali memapaki. Dikawal teriakan yang tak kalah kerasnya, dia menerjang. Saat
menerjang itu kaki ka-
nannya mencuat ke atas, menyusul liukan tubuh den-
gan kedua jotosan mengarah pada kepala Peri Gelang
Rantai Namun Peri Gelang Rantai bukanlah tokoh ke-
marin sore. Dia tahu dua rangkaian serangan susul
menyusul itu hanyalah pancingan belaka. Karena se-
rangan sesungguhnya terletak pada kaki kiri lawan.
Makanya dia mendiamkan saja serangan itu seraya
meneruskan serangan.
Apa yang diduganya ternyata benar. Karena Ib-
lis Lembah Ular yang kelihatan terkesiap. Dia berusa-ha untuk mundur dan
melepaskan tendangan kaki ki-
rinya. Namun karena jaraknya sudah sedemikian de-
kat, tendangan kaki kirinya justru membuatnya kehi-
langan keseimbangan begitu tangan kanan Peri Gelang
Rantai menahan sekaligus menghentaknya!
Desss! Tanpa ampun lagi sosok tinggi kurus itu am-
bruk dengan cara bergulingan!
"Kau terlalu kejam...," terdengar seruan Raja Dewa dengan mimik tak berubah dan
kedua tangan yang tetap menyatu di belakang pinggul.
Perempuan berpakaian hitam penuh tambalan
yang berniat untuk menghabisi Iblis Lembah Ular, se-
gera palingkan kepala dengan sorot mata tajam.
"apakah kau tidak berpikir kalau dia telah
membunuh Peri Jelita" Bahkan dengan kejamnya dia
memperkosa adik seperguruanku itu yang sudah men-
jadi mayat!"
"Ini urusanmu! Bila kau hendak menghabi-
sinya, bukanlah urusanku!!"
Segera Peri Gelang Rantai arahkan pandangan
pada Iblis Lembah Ular yang sedang berusaha untuk
bangkit. Kedua tangan si nenek mendadak bergetar
tanda dia telah alirkan tenaga dalamnya. Kejap lain, dengan suara bentakan keras
dia menerjang ke arah
Iblis Lembah Ular.
Namun satu gelombang angin dahsyat mema-
tahkan serangannya dan membuat si nenek berjumpa-
litan ke belakang. Sementara tanah berjarak dua tindak di hadapannya rengkah
setelah terdengar suara letupan keras. Menyusul berhamburannya debu yang
menghalangi pandangan.
Tatkala kedua kaki kurusnya dijejakkan kem-
bali ke tanah, seketika Peri Gelang Rantai memaling-
kan kepalanya ke kanan dan berseru keras, "Setan keparat! Kau rupanya juga sudah
ingin mampus, Perem-
puan Cabul!!"
*** Bab 5 NENEK Cabul yang tadi menghalangi serangan Peri Gelang Rantai pada Iblis Lembah
Ular tertawa pendek.
Hanya sekali melompat saja dia sudah berdiri di sisi lelaki berpakaian hitam
gombrang bergaris merah itu
yang nampak perlahan-lahan sedang berdiri. Kejap
lain, dengan tatapan penuh sinar melecehkan, dialih-
kan pandangannya pada si nenek berpakaian hitam
penuh tambalan.
"Bila kau hendak memilih lawan, carilah lawan
yang sepadan!" katanya penuh ejekan yang membuat tubuh Peri Gelang Rantai
bergetar marah. "Atau, kau memang merasa tidak mampu untuk menghadapi lawan yang
lebih tinggi" Kalau memang merasa mam-
pu... mengapa harus melangkah lebih jauh untuk
mendapatkan lawan"! Masih ada aku di sini yang akan
menandingimu!! Bahkan... menghajar lantakkan tu-
buhmu!!" "Keparat hina! Mulut perempuan celaka ini be-
nar-benar minta digampar! Dia harus menerima ganja-
ran dari ucapan busuknya barusan!" batin Peri Gelang Rantai dengan pandangan
meradang. Tak kuasa menahan amarahnya lagi, tangan
kanan Peri Gelang Rantai bergerak ke depan. Seketika lima buah gelang hitamnya
lolos dan menderu dengan
menimbulkan suara membeset keras ke arah Nenek
Cabul yang sekejap terkesiap.
Di lain kejap, dia segera menggerakkan kedua
tangannya dengan cara mendorong. Dua hamparan
angin segera meluncur dan memapaki lima buah ge-
lang hitam itu yang seketika terdorong ke belakang.
Namun anehnya, setelah terdorong ke bela-
kang, kelima gelang hitam itu meliuk dan berputar.
Serta merta sudah menderu kembali. Kali ini susul
menyusul dan mengarah pada kepala, dada, perut,
serta kedua kaki Nenek Cabul yang kali ini dengan teriakan jengkel melompat
menghindar. "Setan! Ingin kulihat kau bisa apa sebenar-
nya"!" Habis memaki keras dan begitu kedua kakinya menjejak tanah, tubuh Nenek
Cabul mencelat ke depan dengan kedua tangan digerakkan menyentak Se-
ketika menghampar angin dahsyat berhawa panas di-
iringi suara bergemuruh.
Kali ini, kelima gelang warna hitam itu bukan
hanya terpental ke belakang, tetapi terdorong masuk
ke dalam sebuah batang pohon tanpa bisa bergerak la-
gi. Menyusul terdengar suara berderak.
Hanya dalam waktu dua kejapan mata saja,
pohon di mana tertancap lima buah gelang hitam itu
ambruk. Dan menimbulkan suara berdebam keras,
menimpa ranggasan semak belukar yang langsung
rengkah dan debu-debu yang beterbangan di udara.
Begitu pohon itu ambruk, tubuh Nenek Cabul
sudah mencelat ke arah Peri Gelang Rantai.
Peri Gelang Rantai mengertakkan kedua rahang
nya. Bertepatan dengan tubuh Nenek Cabul mendekat,
perempuan tua berpakaian hitam penuh tambalan ini
menerjang dengan kedua tangan dikembangkan ke
atas. Wuusss! Terkesiap perempuan yang memiliki payudara
besar namun sudah kendor itu mendapati labrakan ge-
lombang dahsyat ke arahnya. Namun bukan itu yang
membuatnya terkejut. Melainkan sepuluh buah gelang
hitam yang kembali meluncur dengan suara besetan
keras dari kedua tangan kurus Peri Gelang Rantai.
Segera saja perempuan berpayudara besar na-
mun sudah kendor itu mengurungkan serangannya se-
raya membuang tubuh ke samping bila tak ingin ter-
sambar sepuluh buah gelang yang bergemuruh keras
itu. "Perempuan tua celaka ini memang luar biasa!
Apakah harus kupergunakan Trisula Mata Empat yang
sudah kudapatkan dari Ratu Iblis, perempuan tua ce-
laka musuh bebuyutan Raja Dewa yang telah kukirim
nyawanya ke neraka"!" geramnya dalam hati.
Di seberang. Peri Gelang Rantai sedang men-
gangkat kedua tangannya. Seperti ada kekuatan yang
menarik, seketika sepuluh buah gelang hitam yang di-
lepaskannya kembali masuk ke kedua tangannya. Ru-
panya, dia tak mau nasib gelang-gelang hitamnya be-
rakhir seperti yang pertama tadi.
"Berlaku lancang di hadapanku, justru nyawa-
mulah yang lebih dulu kukirim ke neraka!" mengguntur suara Peri Gelang Rantai,
seperti membuncah ma-
lam pekat yang kini berangsur menurun menuju pagi.
Sementara itu, diam-diam Nenek Cabul sudah
mengeluarkan ilmu Penyanggah Tubuh Kuatkan Jiwa'.
Dan tak membuang waktu lagi, dia sudah menerjang
dahsyat. Saat tubuh lawan melabrak ke arahnya. Peri
Gelang Rantai dapat merasakan perubahan serangan
lawan. Segera saja dilipatgandakan tenaga dalamnya.
Blaaarr! Blaarrr!
Seketika tempat itu bergetar hebat, laksana di-
amuk ratusan gajah. Pepohonan kembali berjatuhan
dan menimbulkan suara berdebam berkali-kali. Bebe-
rapa ranting dan dahannya beterbangan, lalu berta-
brakan satu sama lain. Sementara tanah kembali
rengkah dan debu-debu bertaburan.
Terdengar seruan tertahan Nenek Cabul. Tatka-
la debu-debu yang berhamburan itu luruh, tampak pe-
rempuan berpakaian panjang kuning kebiruan itu ter-
duduk sambil mendekap dadanya dengan tubuh berge-
tar. Kedua tangannya dirasakan ngilu luar biasa. Na-
mun sorot matanya tajam mengkelap.
"Gila! Ilmu 'Penyanggah Tubuh Kuatkan Jiwa'
ternyata tak mampu menghadapinya"! Keparat betul!!"
Di seberang. Peri Gelang Rantai nampak berge-
tar tubuhnya dengan kedua kaki goyah. Pandangannya
pun tajam penuh kemarahan. Terlebih lagi tatkala
mendapati sosok Iblis Lembah Ular yang telah berdiri tegak. "Kesaktian perempuan
cabul ini cukup menjadikan alasan atas kelancangannya yang berani menan-
tangku! Tetapi sekarang... akan kukirim dia ke nera-
ka!!" Habis membatin begitu, setelah mengalirkan tenaga dalam pada keduanya
kakinya hingga tubuhnya tidak lagi goyah dan ambruk, tubuhnya tegak
kembali. Di lain kejap, tubuhnya sudah melesat mela-
brak. Angin menderu keras mendahului lesatan tu-
buhnya. Terkesiap Nenek Cabul mendapati serangan
ganas itu. Kembali dilepaskan jurus 'Penyanggah Tubuh
Kuatkan Jiwa'. Blaaamm! Kembali benturan keras terjadi. Untuk kedua
kalinya sosok Nenek Cabul terhempas dan terbanting
jatuh. Sementara Peri Gelang Rantai, begitu sosoknya mundur dua tindak, segera
menjejakkan kaki kanannya di tanah. Seketika tubuhnya mumbul di udara.
Dan masih berada di udara, tubuh si nenek berpa-
kaian hitam penuh tambalan itu sudah melepaskan
dua jotosan dahsyat!
Namun yang terjadi kemudian, mendadak saja
Peri Gelang Rantai keluarkan pekikan keras. Kejap itu pula tubuhnya mencelat ke
samping kanan, tatkala
empat buah sinar merah pekat menderu ke arahnya....
*** Pada waktu yang bersamaan, Mangku Langit
yang jatuh pingsan sudah siuman. Sejenak lelaki ber-
tubuh pendek ini membuka kedua matanya, lalu me-
nutupnya kembali. Namun masih sempat dilihatnya
kesunyian yang begitu meraja sementara telinganya
menangkap deru aliran sungai di kejauhan.
Rajawali Emas yang duduk berlutut di sisi ka-
nannya dan sempat melihat kalau lelaki dari Keraton Wedok Mulyo ini telah
membuka mata berkata, "Ban-gunlah.... Luruskan tubuhmu hingga kesegaran akan
masuk...."


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mangku Langit yang masih memejamkan kedua
matanya, sesaat tercekat mendengar suara itu. Tetapi setelah merasa pernah
mengenal suara itu, perlahan-lahan dibuka matanya dan dipalingkan ke arah ki-
rinya. Dilihatnya pemuda berpakaian keemasan se-
dang tersenyum padanya. Sejenak Mangku Langit ma-
sih terdiam sebelum akhirnya bangkit dan bersandar
di sebatang pohon yang menaungi tubuhnya dan tu-
buh Rajawali Emas.
"Apa yang terjadi?" tanyanya kemudian.
Rajawali Emas segera menceritakan apa yang
tak diketahui Mangku Langit saat jatuh pingsan. Se-
saat lelaki pendek itu terdiam dengan mata sejenak dipejamkan. Setelah menarik
napas panjang dia berkata
pelan, "Aku telah gagal menjalankan tugas dari Sang Prabu. Bahkan.... Gandung
Pulungan dan Kerta Sedayu telah mendahuluiku.... Hmm, rasanya tak ada
muka lagi untuk kembali ke Keraton Wedok Mulyo...."
Rajawali Emas sedikit banyaknya bisa mema-
hami perasaan Mangku Langit. Lalu hati-hati dia ber-
kata, "Tenangkanlah pikiranmu.... Keadaanmu belum pulih benar."
"Gandung Pulungan.... Kerta Sedayu... menga-
pa kita harus berpisah seperti ini?" desis Mangku Langit dengan pandangan
menerawang seolah tak men-
dengar kata-kata Rajawali Emas barusan. Lamat-lamat
dialihkan pandangannya pada Rajawali Emas, "Tirta...
bukan maksudku untuk meminta bantuanmu seka-
rang. Tetapi, apakah kau sudi..."
Sebelum kalimat itu diselesaikan, Tirta sudah
menganggukkan kepalanya.
"Waktu itu aku telah berjanji untuk membantu.
Sayangnya aku datang terlambat. Katakan...."
"Kendati hatiku mulai dibaluri dendam pada
Ratu Dari Kegelapan, tetapi aku sadar kalau aku tak
akan sanggup menandinginya. Sudikah kiranya kau
yang mengambil alih tugas ini?"
Lagi Tirta menganggukkan kepalanya.
"Seperti janjiku...."
"Terima kasih. Lantas, dimanakah perempuan
celaka itu berada?"
Kali ini Tirta menggeleng. "Aku tidak tahu. Seorang perempuan berpakaian warna
jingga kemerahan
telah membawanya lari. Aku tidak punya gagasan me-
narik tentang perempuan itu."
Sesaat tak ada yang bersuara. Sampai kemu-
dian terdengar kata-kata Mangku Langit, "Rajawali Emas... aku tahu sampai hari
ini kau sedang mengejar manusia sesat berjuluk Seruling Haus Darah. Kea-daanku
pun sudah kurasakan mulai membaik. Tak
ada salahnya bila kau segera melanjutkan perjalanan-
mu mengejar manusia durjana itu...."
Sejenak Tirta nampak ragu-ragu. Seseorang
yang berada dalam keterombang-ambingan seperti
Mangku Langit, biasanya suka memilih jalan singkat
guna mengakhiri penderitaan batinnya. Kendati Tirta
bisa meraba kekuatan batin lelaki ini, tetapi dia merasa khawatir juga bila
terjadi sesuatu yang tak diinginkannya.
Makanya dia berkata, "Aku masih punya cukup
waktu untuk sementara ini. Kau sebaiknya...."
"Aku tidak apa-apa," potong Mangku Langit seraya memejamkan kedua matanya.
Diam-diam Tirta membatin, "Lelaki ini nampak
begitu terpukul sekali. Selain dikarenakan kematian
Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu, nampaknya ju-
ga disebabkan dia telah merasa gagal menjalani tugas yang diembannya. Yang
paling memungkinkan, karena
kemungkinan besar Ratu Dari Kegelapan masih akan
berkeliaran."
Tetapi, dikarenakan kemudian berpikir kalau
Mangku Langit hendak menyendiri, lamat-lamat Raja-
wali Emas berdiri.
"Bila memang itu kemauanmu, baiklah. Dan
aku berjanji akan membawa Ratu Dari Kegelapan ke
Keraton Wedok Mulyo," katanya dan menyambung dalam hati, "Tetapi sayangnya,
sesuatu yang kuduga ternyata belum terbongkar pula. Orang itu telah bertin-
dak sedemikian tepat hingga mau tak mau memaksa-
ku sejenak melupakan apa yang kupikirkan."
Mangku Langit cuma menganggukkan kepa-
lanya, tanpa mengangkat wajahnya, tanpa bersuara
apa-apa. Sejenak Rajawali Emas memandangi lelaki itu.
Ada keinginan untuk memberi semangat padanya,
Namun dia tak melakukannya. Lalu perlahan-lahan
pemuda berpakaian keemasan ini meninggalkan tem-
pat itu. Sepeninggal pemuda dari Gunung Rajawali,
Mangku Langit menarik napas panjang. Lalu berhati-
hati dia mengalihkan pandangannya ke arah perginya
Rajawali Emas. "Yah... mungkin semuanya sudah berakhir.
Aku malu, malu sekali. Mengapa Rajawali Emas me-
nyelamatkanku" Padahal bagiku, mati bersama-sama
Gandung Pulungan dan Kerta Sedayu lebih baik ke-
timbang hidup seperti ini...."
Kembali lelaki bertubuh pendek ini terdiam.
Pandangannya menatap ke depan tanpa tahu apa yang
harus ditatapnya. Yang nampak hanya keremangan
pagi belaka sementara nampak di ufuk timur matahari
mulai membiaskan panah merahnya yang mulai me-
nebar di sebagian angkasa raya.
"Tak ada gunanya hidup seperti ini. Bukan di-
karenakan aku malu untuk kembali ke Keraton Wedok
Mulyo... melainkan, karena kusesali mengapa Rajawali Emas datang" Mengapa aku
harus diselamatkannya
padahal aku menginginkan mati bersama-sama Gan-
dung Pulungan dan Kerta Sedayu.... Hidup tanpa ke-
hormatan layak sebagai seorang prajurit, berarti hanya sia-sia belaka. Tak ada
jalan lain kecuali mati...."
Mendadak Mangku Langit menundukkan kepa-
lanya. Pandangannya dipejamkan rapat-rapat. Lelaki
gagah ini ternyata menyesali mengapa dia tidak mati saja, bersama dengan dua
kambratnya dalam mengemban tugas.
Lalu perlahan-lahan dibuka kedua matanya.
Kembali diarahkan ke depan, tetap tanpa tahu apa
yang hendak ditatap.
Seiring dengan waktu yang terus merambat,
Mangku Langit mengangkat tangan kanannya yang
nampak bergetar. Rupanya dia telah alirkan tenaga dalamnya. "Aku akan mati
sebagai seorang ksatria!" desisnya penuh keyakinan.
Dengan wajah tak berubah, perlahan-lahan di-
gerakkan tangan kanannya itu. Kejap lain dihentakkan dengan cepat mengarah pada
kepalanya sendiri!
Tetapi rupanya ajal belum mau berpihak kepa-
danya. Karena satu bayangan mendadak saja mence-
lat, menelepak tangan kanannya hingga seperti terlempar dan menyusul menyepak
tubuhnya yang bergulin-
gan. Berteriak membahana Mangku Langit menya-
dari ada orang yang menghalangi maksudnya. Lalu
disatukan kedua telapak tangannya dan ditangkupkan
ke wajahnya. Kejap lain, nampak bahu lelaki pendek
itu berguncang.
Sosok yang berkelebat tadi dan hinggap di balik
ranggasan semak memperhatikan dengan seksama.
Perlahan-lahan orang ini menarik napas panjang.
"Terpaksa itu kulakukan... Dan tak mungkin
rasanya keluar untuk menemui Mangku Langit seka-
rang.! Bisa-bisa... dia akan menjadi malu dan akan tetap meneruskan niatnya.
Tetapi, aku yakin sekarang,
kalau dia tidak akan lagi mencoba melakukan tinda-
kan buruk itu. Hmmm... sebaiknya kutinggalkan tem-
pat ini sekarang...."
Lalu sosok tubuh itu, sosok Rajawali Emas
yang memupuskan keinginan gila Mangku Langit yang
sebenarnya tadi hanya bersembunyi saja, segera ber-
kelebat meninggalkan Mangku Langit yang masih ter-
sedu dengan batin rentak
*** Bab 6 EMPAT buah sinar merah pekat yang sesaat menerangi hutan itu, menghantam dua
buah pohon setelah sosok
Peri Gelang Rantai membuang tubuh ke samping ka-
nan. Blaaamm! Blaamm!
Terdengar suara letupan keras begitu empat si-
nar merah tadi mengenai sasaran dua buah pohon,
yang seketika langsung menghangus dan luruh menja-
di debu! Bukan hanya Peri Gelang Rantai yang tercekat
mendapati serangan ganas itu, sosok Raja Dewa yang
sejak tadi memperhatikan tetap dengan kedua tangan
di belakang pinggul pun terhenyak. Bahkan lelaki tua gagah berpakaian putih agak
kusam ini sampai surut
satu langkah. "Sinar itu... seperti kukenali.... Sinar yang berasal dari Trisula Mata Empat,"
batin si kakek sambil mendongak dan mengarahkan pandangan pada Nenek
Cabul. "Sinar itu seperti mencuat dari balik pakaian si perempuan cabul. Satu
gebrakan maut yang bisa dilakukan oleh Trisula Mata Empat tanpa dipergunakan.
Karena, benda itu akan.... Heeeiiii!!"
Raja Dewa memutus kata-katanya sendiri
tatkala mendapati Nenek Cabul memasukkan tangan
kanannya ke balik pakaiannya sendiri Saat ditarik keluar, sebuah benda yang
sangat dikenal Raja Dewa ki-
ni tergenggam erat di tangannya.
Saking terkejutnya kakek gagah ini tanpa sadar
berseru, "Trisula Mata Empat!!"
Mendengar seruan itu. Peri Gelang Rantai sege-
ra mengarahkan pandangan pada sebuah benda yang
mengeluarkan sinar merah di tangan Nenek Cabul.
"Gila! Ternyata manusia ini bangsatnya yang te-
lah mencuri Trisula Mata Empat dari tangan Ratu Ib-
lis!" desisnya tak berkedip.
Di lain pihak, Iblis Lembah Ular yang tadi sebe-
lumnya berniat untuk membantu Nenek Cabul namun
terlambat karena dari balik pakaian perempuan cabul
itu mencuat empat buah sinar merah pekat, terhenyak
dengan pandangan tak berkedip.
"Trisula Mata Empat... sepertinya aku pernah
mendengar nama senjata mustika itu. Tetapi yang tak
kusangka, kalau senjata itu ternyata milik Nenek Ca-
bul! Atau dia mencurinya dari seseorang" Peduli setan!
Kedudukanku sekarang nampak semakin menguat!
Aku harus membujuk perempuan cabul itu biar dia
tak mengurungkan niatnya untuk membunuh Peri Ge-
lang Rantai! Dengan begitu, aku tak perlu lagi merasa khawatir dikejar-kejar
oleh perempuan keparat itu!!"
Sedangkan saat ini, pandangan Nenek Cabul
tak lepas sekejap pun dari benda yang dipegangnya.
Bibirnya menyunggingkan senyuman puas. Seperti
layaknya sebuah trisula, benda yang berada di tangan Nenek Cabul pun terdiri
dari jajaran besi-besi. Hanya bedanya, jumlah jajaran besi itu sebanyak empat
buah dan sepanjang lengan orang dewasa. Dan masing-masing besi yang berjumlah
dua buah, saling berapa-
tan dan memberikan jarak yang agak renggang di ba-
gian tengah. Keempat besi yang berangkai itu berujung lancip dan sama rata!
"Luar biasa! Senjata mustika ini sungguh luar
biasa! Bisa kubayangkan bila aku sudah pula memiliki Seruling Gading! Dengan dua
gabungan senjata mustika ini, akan kujalankan' apa yang kuinginkan! Dan bi-la
Rajawali Emas ternyata masih hidup, ingin kuketa-
hui apakah Pedang Batu Bintang miliknya mampu
mengatasi kehebatan senjata mustika ini"!"
Di seberang. Raja Dewa sudah membuka mu-
lut, "Senjata yang bukan milikmu tak semestinya dipergunakan! Lebih baik
mengembalikannya ketimbang
akan celaka!"
Mendengar ucapan orang, seketika Nenek Ca-
bul mengangkat kepalanya dengan pandangan menco-
rong tajam. Sementara itu, pagi semakin merambah
alam. Suasana di hutan itu mulai dibiasi cahaya yang cukup indah, ditambah lagi
dengan sinar merah yang
berasal dari Trisula Mata Empat.
"Begitu lancang mulutmu berbicara. Raja Dewa!
Tidakkah kau lihat kalau Trisula Mata Empat kini be-
rada di tanganku"! Apakah dengan begitu kau masih
berlaku bodoh dan menganggap senjata ini milikmu"!"
Kalau biasanya wajah Raja Dewa tidak pernah
berubah, kali ini mimiknya nampak menegang. Sepa-
sang matanya membesar saat dia maju dua tindak ke
muka seraya membatin.
"Sebenarnya, tadi aku berniat untuk menahan
Peri Gelang Rantai agak menghindari pertarungan ini.
Urusan Peri Jelita yang dibunuh oleh Iblis Lembah
Ular seharusnya sudah tutup buku. Urusan dendam
tak akan pernah tuntas. Tetapi sekarang... tak disang-ka dan tak dinyana, kalau
Trisula Mata Empat berada
di tangan perempuan cabul itu. Sungguh sesuatu yang
tampak tidak enak dan bisa kurasakan getar-getar
maut yang agak menggigit."
"Untuk apa berbicara panjang lebar"! Lebih
baik segera tuntaskan urusan!!" terdengar teriakan mengguntur yang keras.
Menyusul sosok Peri Gelang
Rantai yang sudah menderu didahului dengan melo-
loskan dua belas gelang-gelang hitam dari kedua len-
gannya. Suara angin yang membeset begitu keras ter-
dengar. Bahkan sempat merontokkan beberapa de-
daunan. Sementara Nenek Cabul menggeram mendapati
serangan itu. Raja Dewa membatin masygul, "Celaka!
Aku harus memperingatkan Peri Gelang Rantai agar
jangan keburu nafsu! Dia...."
Kata batin si kakek terputus tatkala dengan
gusarnya Nenek Cabul menggerakkan Trisula Mata
Empat di tangannya. Seketika secara susul menyusul
dua belas sinar merah pekat menderu dengan suara
bergemuruh keras. Dan....
Begitu sinar merah itu menghantam dua belas
gelang hitam yang dilepaskan Peri Gelang Rantai, ge-


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lang-gelang itu bukan hanya berbalik arah, namun lu-
ruh menjadi debu di tengah jalan. Kendati demikian, si nenek tidak jeri sama
sekali. Bahkan dilipatgandakan tenaga dalamnya meneruskan terjangan ke arah
Nenek Cabul. Namun yang terjadi kemudian, justru terdengar pekikan tertahan dari mulut
Peri Gelang Rantai. Karena di saat dia hendak menghantamkan serangannya,
mendadak saja dari Trisula Mata Empat itu menyem-
burkan kabut merah yang langsung menggulungnya.
Menyusul satu labrakan telak menghantamnya. Se-
hingga dari gumpalan kabut merah itu mencelat sosok
Peri Gelang Rantai dengan derasnya diiringi teriakan.
Raja Dewa yang sejak tadi melihat gelagat tak
baik, segera menghempos tubuh. Untuk pertama ka-
linya semenjak bertemu dengan Peri Gelang Rantai ke-
dua tangannya tidak lagi menyatu di belakang pinggul.
Dengan sigap disambarnya tubuh si nenek
yang muntah darah! Lalu penuh hati-hati diturunkan-
nya tubuh si nenek di tanah, sementara kabut merah
yang tadi menggulung tubuh Peri Gelang Rantai mele-
sat kembali masuk ke Trisula Mata Empat yang di-
genggam semakin erat oleh Nenek Cabul yang tadi
mencelat menghajar Peri Gelang Rantai, dengan panca-
ran mata dingin namun bibir menampakkan senyu-
man aneh. "Trisula Mata Empat bukan senjata sembaran-
gan," kata Raja Dewa tidak bernada menyalahi sementara kedua tangannya kembali
berada di belakang
pinggul. "Sulit menandingi kesaktian senjata itu bila tidak memiliki senjata
yang sepadan."
Dengan menahan rasa nyeri di dadanya. Peri
Gelang Rantai berkata sedikit gusar, "Apakah kau tetap tidak mau mempergunakan
Anting Mustika Ratu"!
Di mana Ratu Iblis yang memiliki dan memperguna-
kannya dulu mampu menahan setiap serangan dari
Trisula Mata Empat"!"
Raja Dewa menggelengkan kepalanya yang
membuat Peri Gelang Rantai meradang. Terutama
tatkala mendengar ejekan Iblis Lembah Ular yang kini sudah pulih dari
kekagetannya mendapati betapa sak-tinya senjata di tangan Nenek Cabul.
"Kematian justru yang akan berpihak kepada-
mu, Perempuan Celaka! Dan kupikir, tak akan lama
lagi kau segera menyusul adik seperguruanmu! Bila
saja tubuhmu montok seperti yang dimiliki Peri Jelita, sudah tentu dengan senang
hati aku akan menikma-tinya kendati kau telah menjadi mayat!!"
Tanpa memperdulikan rasa nyeri di dadanya.
Peri Gelang Rantai bangkit berdiri seraya menekan napas pada perutnya, tanda dia
mencoba mengalirkan
tenaga dalam pada dadanya. Namun sebelum dia ber-
tindak atau bersuara. Raja Dewa sudah berkata, "Jangan gegabah! Biar aku hadapi
perempuan cabul itu!"
"Kau menghadapinya, aku menghadapi lelaki
berkepala lonjong itu!"
Dengan gayanya yang terkadang tak acuh. Raja
Dewa mengangkat bahunya seraya membalikkan tu-
buh menghadap Nenek Cabul.
"Terserah apa yang hendak kau lakukan, tetapi
bila kau mau pergunakan sedikit otak, lebih baik jangan buang tenaga dulu,"
katanya pada Peri Gelang Rantai. "Jangan mengajariku!"
"Kau belum tahu kesaktian Trisula Mata Em-
pat!" Kali ini Peri Gelang Rantai tak segera membuka
mulut. Lalu dengan menindih jengkelnya dia berkata,
"Apa maksudmu"!"
"Bila kau memaksa diri untuk mengeluarkan
tenaga dalammu, maka bekas-bekas kabut merah yang
tadi menggulung tubuhmu justru akan membuat kau
celaka! Lebih baik bersemedi memulihkan tenaga ke-
timbang urat darah di sekujur tubuhmu pecah!"
Terkejut alang kepalang Peri Gelang Rantai
mendengar penjelasan orang. Dan kali ini dia benar-
benar tak berani bertindak gegabah. Dia tahu, sebagai pemilik Trisula Mata
Empat, sudah tentu Raja Dewa
paham sekali tentang senjata mustika itu. Maka ke-
mudian si nenek akhirnya menuruti saran Raja Dewa.
Sementara Raja Dewa sendiri, tetap dengan ke-
dua tangan menyatu di belakang pinggulnya, maju tiga tindak diiringi dengan
sorot tajam Nenek Cabul.
"Aku tidak bicara mengada-ngada! Tetapi bila
kau tidak berhati-hati, Trisula Mata Empat akan men-
celakakan kau sendiri!" serunya yang sejenak membuat perempuan berpayudara besar
itu mengernyitkan
kening. Namun kejap lain, dia sudah keluarkan dengu-
san dengan seringaian lebar.
"Permainan anak kecil yang kau paparkan ini,
tak ada gunanya bagiku! Dan permainan yang sesung-
guhnya akan segera dimulai! Betapa senangnya meli-
hat pemilik Trisula Mata Empat tewas di senjata miliknya sendiri!" . ' .
Tetap dengan mimik tak berubah, lelaki tua
namun bertubuh tegap itu menggeleng-gelengkan ke-
palanya. "Apa yang kau katakan mungkin bisa terjadi!
Tetapi yang perlu diingat, akan terjadi sesuatu pada
dirimu bila kau bertindak gegabah!!"
"Keparaaatt! Jangan menakut-nakutiku!!" hardik Nenek Cabul keras dengan
pandangan menyipit.
Dia sebenarnya merasa mulai tidak tenang mendengar
kata-kata Raja Dewa. Apalagi mengingat si kakek ber-
kumis menjuntai itu adalah pemilik yang sah dari Trisula Mata Empat.
Raja Dewa kembali menggeleng-gelengkan ke-
pala. "Aku tidak menakut-nakuti atau mengada-
ngada! Apa yang kukatakan ini benar adanya! Lebih
baik kembalikan Trisula Mata Empat kepadaku sebe-
lum akhirnya kau mendapat celaka!"
"Ucapan omong kosong! Justru kaulah yang
harus mengatakan bagaimana cara menanggulanginya
bila ucapanmu itu memang terjadi"!" geram Nenek Cabul sengit.
"Aku tak bisa mengatakannya...."
"Hhhh! Kalau begitu, kau akan mampus di tan-
gan senjata milikmu ini!!"
'Tak jadi masalah! Bukankah tadi sudah kuka-
takan, kau sendiri akan mendapat celaka yang akan
diakibatkan oleh Trisula Mata Empat"! Kau lihat senja-ta mustika itu"! Kau
tentunya tak menyangka kalau
dia akan mengeluarkan sinar dan kabut merah, bu-
kan"! Seharusnya sinar dan kabut merah itu akan ke-
luar bila tangan yang memegangnya digerakkan! Tetapi ternyata tidak, dan itu
sebenarnya bertanda baik dan buruk!" "Jelaskan apa yang kau maksud dengan
bertanda baik dan buruk"!" Wajah Nenek Cabul kini mulai diliputi kecemasan.
Apalagi tatkala dilihatnya Trisula Mata Empat yang dipegangnya semakin
memancarkan sinar merah yang terang!
"Bertanda baik... karena kau tak akan bisa dis-
erang oleh siapa pun juga! Karena Trisula Mata Empat akan melindungimu!
Tetapi... bertanda buruk karena
seluruh urat darah dalam tubuhmu akan mengembang
dan akhirnya pecah!"
"Jangan membual!"
"Kita buktikan sendiri! Biasanya, keadaan bu-
ruk akan bermula dari tangan yang tidak memegang
Trisula Mata Empat! Bila tangan kanan yang meme-
gangnya, maka tangan kiri yang akan terkena akibat-
nya lebih dulu! Demikian pula sebaliknya! Kau meme-
gang senjata mustika itu dengan tangan kanan! Seka-
rang... lihatlah tangan kirimu!"
Seperti terhipnotis, Nenek Cabul segera alihkan
pandangan pada tangan kirinya. Dilihatnya tangannya
itu sebatas pergelangan tangan mendadak memerah!
"Ohhh!!" terkejut bukan main perempuan cabul ini, sementara Iblis Lembah Ular
yang tadi mengha-rapkan bantuan dari Nenek Cabul untuk menghabisi
Peri Gelang Rantai perlahan-lahan mundur.
Sikapnya itu memancing kemarahan Nenek
Cabul. "Setan kepala lonjong! Kau hendak melarikan diri. hah"!!"
Sebelum Iblis Lembah Ular menyahut, Raja
Dewa sudah berkata, "Apakah kau sekarang masih
menganggapku membual"! Warna merah itu akan te-
rus berjalan hingga memenuhi seluruh tubuhmu! Bila
sudah terjadi seperti itu, berarti, berawal dari tangan kirimu pula, maka urat
darahmu akan menggelembung dan akhirnya pecah!"
"Setan tua keparat! Katakan bagaimana cara
menanggulanginya"!" membentak Nenek Cabul dengan wajah pucat pasi. Dan tak
henti- hentinya dia melirik
tangan kirinya dengan tegang.
Raja Dewa menyahut tetap dengan mimik wa-
jah yang tak berubah, "Bukankah tadi kau bermaksud membunuhku dengan Trisula
Mata Empat?"
"Jangan memancing kemarahanku!!"
"Kini yang harus kita lakukan adalah saling
membagi! Serahkan Trisula Mata Empat kepadaku!!"
"Persetan dengan omongan mu itu!"
"Hmmm... apakah kau pikir setelah kau menye-
rahkan Trisula Mata Empat kepadaku maka bahaya
yang mengancammu akan sirna"! Kau salah besar, Pe-
rempuan Cabul! Kendati Trisula Mata Empat kau lem-
parkan ke dasar samudera atau lubang kawah yang
menganga lebar dan dalam, kau tetap saja tak akan lepas dari bahaya yang akan
menderamu hanya dalam
waktu satu kali penanakan nasi! Karena, kesaktian trisula itu sudah mulai masuk
ke dalam tubuhmu yang
justru akan menghancurkan bila kau tidak tahu cara
menanggulanginya!!"
Mendengar kata-kata orang, kebimbangan tam-
pak makin menyelimuti wajah Nenek Cabul. Dadanya
yang besar namun sudah kendor itu naik turun per-
tanda tak tenang. Matanya berkali-kali memandangi
tangan kirinya sebatas pergelangan tangan yang me-
merah. Dan dia surut satu tindak tatkala dilihatnya
warna merah itu mulai naik menjalar hingga batas si-
ku! "Gila!!" serunya tersentak.
Sementara itu, Peri Gelang Rantai yang selesai
bersemadi dan kini berdiri tegak dengan kaki sedikit dipentangkan di atas tanah,
membatin, "Tak kusangka kalau Trisula Mata Empat memiliki satu kesaktian lain
bila yang memegangnya tak dapat mengendalikan senjata mustika itu!"
"Raja Dewa! Aku tak percaya dengan segala
omongan busukmu itu!!" terdengar seruan Nenek Cabul seperti menjerit.
"Aku tidak menyalahkan! Tetapi, itu semua ter-
gantung padamu sendiri! Bila kau...."
"Tutup mulutmu, lelaki tua keparatt!!" !
Rupanya, saking kalap dan bimbang, Nenek
Cabul memutuskan untuk menyerang Raja Dewa. Dia
tetap tak menginginkan menyerahkan Trisula Mata
Empat pada pemiliknya. Dan yang tak pernah disang-
kanya, kalau senjata mustika itu harus diladeni den-
gan cara yang khusus hingga tidak menyerang peme-
gangnya. Satu gelombang dahsyat nampak menggebrak
mengerikan dari tangan Nenek Cabul. Namun belum
lagi gelombang angin pukulan Nenek Cabul mengenai
sasaran, tiba-tiba terdengar suara mendengus. Bersa-
maan dengan itu, Raja Dewa mengetukkan tumit ka-
kinya pada bumi. Rupanya dia telah mengeluarkan il-
mu Pembalik Bumi'-nya yang hebat.
Kejap lain, terdengar pekikan tertahan dari mu-
lut Nenek Cabul. Tatkala gelombang angin pukulan
yang dilepaskannya laksana menghantam tembok teb-
al. Yang lebih mengejutkan lagi, pukulannya itu mental balik pada pemiliknya
sendiri! Memekik keras Nenek Cabul tak mempercayai
apa yang terjadi. Dan karena tak ada jalan lain untuk meloloskan diri dari
gelombang angin pukulannya sendiri yang membalik, sambil melayang di udara
perem- puan berpakaian panjang kuning kebiruan ini mengge-
rakkan tangan kirinya kembali.
Bummmm! Terdengar ledakan keras tatkala pukulan milik
Nenek Cabul yang terpental balik tadi dihantam puku-
lannya sendiri. Sosok perempuan berpayudara besar
itu terpental ke belakang. Dan sebelum jatuh ambruk, dia masih sempat
menjejakkan kaki kanannya ke tanah untuk memutar tubuh. Namun saat kedua ka-
kinya hinggap kembali, tubuhnya pun jatuh!
Yang membuat sepasang mala perempuan ca-
bul ini terbeliak lebar, karena sosok Raja Dewa tetap berdiri tegak dengan kedua
tangan di belakang pinggul.
"Kau terlalu memaksa! Kau bisa lihat sendiri
apa yang terjadi pada tangan kirimu itu!" terdengar suara Raja Dewa dengan mimik
wajah tak berubah.
Seketika Nenek Cabul mengalihkan pandangan
ke tangan kirinya. Saat itu pula terdengar jeritannya yang keras tatkala
dilihatnya warna merah sudah memenuhi sepanjang lengan kirinya!
Dan di luar dugaan siapa pun juga, mendadak
saja perempuan ini sudah melesat ke belakang dan
menjauh dengan teriakan-teriakan yang membahana.
Iblis Lembah Ular yang tak menyangka akan hal itu,
segera berkelebat menyusul setelah melempar pandan-
gan sengit pada Peri Gelang Rantai yang hendak me-
nyusul tetapi dihalangi oleh Raja Dewa.
"Tidak perlu kau kejar. Nenek Cabul akan di-
buat penuh kebimbangan dengan apa yang kulaku-
kan." Sejenak Peri Gelang Rantai mengernyitkan keningnya.
"Apa sebenarnya yang telah dilakukannya" Bu-
kankah perempuan itu ketakutan karena...." Memutus kata batinnya sendiri, dengan
tak sabar Peri Gelang
Rantai ajukan tanya, "Apa maksudmu yang sebenarnya?" "Aku yakin, untuk beberapa
waktu lamanya dia
tak akan berani mempergunakan Trisula Mata Empat,
seperti yang dilakukannya saat menyerangku tadi!"
"Mengapa" Bukankah dia sedang diserang balik
oleh kesaktian senjata mustika.itu?" tanya Peri Gelang Rantai pula dengan kening
semakin dikernyitkan.
Raja Dewa justru menggelengkan kepalanya.


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak."
"Gila! Apa maksudmu"!"
"Tak ada serangan balik dari Trisula Mata Em-
pat..." "Jelaskan!!"
"Siapa pun yang memegang senjata mustika
itu, kesaktiannya akan berlipat ganda dan sulit dikalahkan...."
"Jangan bertele-tele!"
Raja Dewa segera alihkan pandangannya pada
Peri Gelang Rantai. Lalu lamat-lamat dia berkata, 'Tak ada serangan balik yang
menyerang Nenek Cabul Aku
tadi sengaja mengulur waktu. Dan secara diam-diam
kualirkan tenaga ilmu Pembalik Bumi' pada tubuhnya.
Lalu kukarang cerita tentang serangan balik dari Trisula Mata Empat padanya."
'Tetapi... mengapa warna merah itu terus men-
jalar?" "Sebelumnya sudah kukatakan pada perempuan cabul itu. Dalam waktu empat
kali penanakan nasi sekujur tubuhnya akan berwarna merah. Ini dika-
renakan aku memang telah mengirimkan tenaga ilmu
'Pembalik Bumi' pada otaknya yang menjadi pusat pi-
kiran. Semakin dia berpikir kalau tubuhnya akan dis-
erang oleh Trisula Mata Empat, maka sekujur tubuh-
nya akan dipenuhi warna merah itu. Dan ini akan
membuatnya berpikir, kalau warna merah itu berasal
dari serangan balik Trisula Mata Empat yang dipe-
gangnya." "Jadi... kau?"
"Ya... aku bermaksud untuk menekannya pe-
lan-pelan. Karena, aku sendiri tak akan sanggup
menghadapi senjata mustika milikku sendiri," sahut Raja Dewa.
Lalu dengan sikap tak acuh, dia sudah melang-
kah tetap dengan kedua tangan berada di pinggul.
Untuk beberapa jenak Peri Gelang Rantai men-
coba memutar otaknya sendiri. Tatkala dia tiba pada
satu kesimpulan, terdengar dengusannya, "Cerdik! Tak kusangka kalau lelaki tua
itu bisa berpikir sedemikian rupa!" ' Di lain kejap, dia segera menghempos tubuh
ke arah Raja Dewa melangkah.
*** Bab 7 PEMUDA dari Gunung Rajawali ini terus berkelebat dengan cepatnya. Bahkan dia tak
berhenti sekali pun.
Tujuannya sekarang, langsung mencari Bukit Watu
Hatur. Sambil berkelebat diingat-ingatnya letak bukit itu tatkala pertama kali
mengetahui tempat itu setelah membuntuti Sudra Jalang dan Lodra Jalang (Baca
serial Rajawali Emas dalam episode: "Seruling Haus Darah").
Tetapi dia gagal mengingat arah mana yang ha-
rus ditujunya ke Bukit Watu Hatur. Di sebuah jalan
setapak yang dipenuhi rerumputan dan semak belukar
setinggi dada, pemuda berpakaian keemasan ini me-
mutuskan menghentikan kelebatannya.
Sesaat dipandangi sekelilingnya yang mulai di-
ranggasi siang. Tetapi karena dipenuhi jajaran pepo-
honan tinggi, sinar garang sang Raja Siang tak begitu menyengat.
Di kejap lain, pemuda dari Gunung Rajawali ini
berkata, "Tinggal empat hari lagi hari dalam bulan ini habis. Dan kemungkinan
besar apa yang kuketahui
tentang Seruling Haus Darah akan membawa kenya-
taan. Tetapi, ke mana aku harus melangkah seka-
rang?" Sesaat Tirta terdiam dengan kening dikernyitkan. Lamat-lamat dia mencabut
sebatang rumput
lalu mulai menghisap-hisapnya. Otaknya berpikir ke-
ras. Dan begitu tiba pada satu pikiran, dia melonjak.
"Bwana! Ya, di mana Bwana sekarang"!" se-
runya cukup keras. "ada apa sebenarnya" Apakah dia baik-baik saja" Hmmm...
sebaiknya kupanggil saja dia.
Mudah-mudahan kali ini dia melihat isyarat yang ku-
berikan!" Segera saja Rajawali Emas mengedarkan pan-
dangannya. "Hmm... di ujung sana kulihat tempat yang agak lapang. Semakin cepat
kulakukan, akan
semakin baik. Aku tetap tidak mengerti apa yang dilakukannya" Jangan-jangan...
dia menemui Eyang Guru
seperti yang dilakukannya di Gunung Siguntang, di
saat Iblis Kubur dan beberapa tokoh sesat mengamuk"
Tetapi... apakah dugaan itu membawa kenyataan?"
Tak mau membuang waktu lagi, pendekar kita
ini bermaksud segera menghempos tubuh. Namun, be-
lum lagi dia melakukan, mendadak saja terdengar sua-
ra, "Tirta!!"
Seketika Tirta mengalihkan pandangan ke arah
kanan. Dilihatnya satu sosok tubuh ramping menge-
nakan pakaian hijau muda sedang berlari ke arahnya
dengan wajah cerah.
Sesaat Tirta tertegun sebelum menyadari kalau
gadis yang di kedua lengan bajunya terdapat renda
warna putih itu sudah mendekat. '
"Ken Zuraidah....," sebutnya pelan.
Sosok yang tak lain Ken Zuraidah alias Putri
Lebah tersenyum. "Maafkan aku yang meninggalkan-mu, Tirta. Tetapi... aku benar-
benar tak punya jalan lain. Datuk Jubah Merah begitu tangguh...." '
Tirta cuma menganggukkan kepalanya seraya
membatin, "Bwana mengatakan sesuatu tentang Putri Lebah. Demikian pula dengan
Pendekar Bijaksana.
Sementara aku sendiri pun mulai menduga ke arah
sana. Kalau sebelumnya aku gagal membuktikan du-
gaanku tentang siapakah sesungguhnya Putri Lebah
ini, mungkin sekarang saat yang tepat"
Ratu Dari Kegelapan yang menyamar sebagai
Putri Lebah tersenyum dan diam-diam berkata dalam
hati, "Menilik sikapnya, dia seperti belum menduga siapa aku sebenarnya. Hmmm...
ini kesempatanku.
Sekarang dia mau memenuhi atau tidak tidur dengan-
ku, aku akan tetap membunuhnya."
Begitu gagal melancarkan serangan pada Raja-
wali Emas di Puncak Kalimuntu, seseorang yang ter-
nyata Siluman Kawah Api adanya datang menyela-
matkan Ratu Dari Kegelapan. Seperti diketahui, tatkala pertemuan antara Siluman
Kawah Api dan Ratu Dari
Kegelapan terjadi, Siluman Kawah Api sama sekali tidak mempercayai cerita Ratu
Dari Kegelapan tentang
Rajawali Emas yang memfitnahnya. (Baca serial Raja-
wali Emas dalam episode: "Ratu Dari Kegelapan").
Karena tak percaya itulah Siluman Kawah Api
segera mengikuti ke mana perginya Ratu Dari Kegela-
pan yang menuju ke Puncak Kalimuntu. Tatkala meli-
hat Ratu Dari Kegelapan sesungguhnya sudah tak ber-
daya menghadapi Rajawali Emas dan mengetahui apa
yang terjadi sebenarnya, Siluman Kawah Api memu-
tuskan untuk menyelamatkannya. Ini semata dilaku-
kan karena dia memiliki sifat, di mana bila mengikat tali persahabatan dengan
seseorang yang sama jalan
dengan dirinya, dia akan membantu sebisanya.
Setelah melarikan Ratu Dari Kegelapan, di se-
buah tempat yang sepi Siluman Kawah Api menghenti-
kan larinya. Tak dihiraukan kemarahan Ratu Dari Ke-
gelapan yang justru tidak menyukai tindakannya.
Bahkan dengan tak acuh saja Siluman Kawah Api yang
menginginkan bertemu dengan Seruling Haus Darah
tentang satu dugaannya, sudah berlalu.
Tinggal Ratu Dari Kegelapan yang menggeram
keras. Dia tak bisa menerima tindakan Siluman Kawah
Api yang justru malah memunahkan keinginannya un-
tuk bertarung terus menerus dengan Rajawali Emas.
Apalagi tatkala ingatannya tiba bagaimana tangan kiri bagian atasnya sekarang
dihiasi oleh luka yang diakibatkan oleh serangan Siluman Kawah Api sebelumnya.
Merasa harus kembali menemui Rajawali Emas,
semata untuk membalas dendamnya, Ratu Dari Kege-
lapan kembali menyamar sebagai Putri Lebah. Karena
dia berkeyakinan, Rajawali Emas tidak tahu siapa Pu-
tri Lebah sesungguhnya. Dan tanpa dinyana, dia ber-
jumpa dengan pemuda itu sekarang.
Sudah tentu Ratu Dari Kegelapan harus me-
mainkan peranannya sebagai Putri Lebah, kendati dia
harus menindih kegusarannya melihat pemuda dari
Gunung Rajawali itu.
"Tirta... bagaimana dengan Datuk Jubah Merah
dan Maut Tangan Satu pada akhirnya?" tanya Ratu Dari Kegelapan sebagai Putri
Lebah. Tirta terdiam dulu sebelum menjawab, "Datuk
Jubah Merah tewas dihantam oleh Maut Tangan Satu
sementara orang berlengan kutung sebelah kirinya itu pingsan. Mungkin saja dia
sudah siuman sekarang
dan entah berada di mana."
"Keparat! Seharusnya lelaki berjubah merah itu
mampus di tanganku!" geram Putri Lebah dengan kedua tangan mengepal. Lalu
sambungnya dalam hati,
"Dan kau pun harus mampus di tanganku, Rajawali Emas!" Lalu dialihkan pandangan
pada pemuda di hadapannya yang sedang tersenyum dan mengulapkan
tangannya. "Sudahlah! Mungkin kematian memang yang
paling tepat untuk Datuk Jubah Merah! Putri... ke
mana saja kau setelah melarikan diri dari Datuk Ju-
bah Merah" Terus terang, aku begitu mencemaskan-
mu...." "Hmmm... dia jelas tidak tahu siapa aku. Bagus, ini akan memudahkan
segala yang kuinginkan.
Sebaiknya, kucoba lagi untuk mengerahkan ajian pe-
mikat "Uap Kembang Surga" yang pernah gagal mem-
pengaruhinya. Dan barangkali saja sekarang berha-
sil...," batin Putri Lebah dalam hati dan diam-diam mengerahkan ajian pemikatnya
itu. Lalu seraya menarik napas panjang dia mengatakan satu cerita bohong
yang langsung dikarangnya, "Sebenarnya... aku terluka dalam saat Datuk Jubah
Merah menghantamkan
pukulan terakhirnya. Karena tak sanggup lagi untuk
melawan, kuputuskan untuk melarikan diri. Dan tak
kusangka aku menemukan sebuah goa yang cukup la-
pang dan nyaman. Di sanalah aku berusaha menyem-
buhkan luka dalamku." Lalu seraya memalingkan kepala pada Tirta dan tersenyum
dia berkata, "Dan yang
kau lihat sekarang, bukankah aku sudah pulih seperti sediakala?"
Tirta menganggukkan kepalanya.
"Untunglah kau selamat."
Putri Lebah menggenggam kedua tangan si pe-
muda. "Begitu pula denganku. Lantas, apakah yang hendak kau lakukan se...."
"Putri... tidakkah kau mencium aroma wangi
yang cukup menyengat ini?" kata-kata Tirta yang tak disangka memutus kalimat
Putri Lebah dan rumput
yang dihisapnya jatuh melayang ke tanah.
Sesaat perempuan sesat yang mengubah di-
rinya menjadi Putri Lebah tertegun. Lalu diam-diam
dia tersenyum dalam hati dan berkata,
"Apa yang kuharapkan nampaknya mulai
memperlihatkan hasilnya. Kalau sebelumnya pemuda
ini seperti tak terpengaruh apa-apa, bahkan tak merasakan aroma pemikat dari
ajian 'Uap Kembang Surga',
sekarang dia justru merasakannya. Akan kulipatgan-
dakan sekarang."
Seraya mengerahkan tenaga ajian pemikatnya,
Putri Lebah mengerutkan kening dan berkata, "Apa maksudmu, Tirta" Aku tidak
mencium aroma apa
pun?" "Tetapi... hidungku menciumnya. Oh., mengapa otakku begitu ringan
kurasakan... seolah tak ada pikiran demi pikiran yang menggangguku...."
Seraya makin mengembangkan senyuman, Pu-
tri Lebah mendesis dalam hati, "Tak lama lagi kau akan jatuh di tanganku, Tirta.
Tak lama lagi. Setelah kau dimabuk birahi yang akan membuatmu tak mampu
menahannya, tibalah giliran yang telah lama ku-
nanti Akan kupuaskan birahiku yang tertunda ini. Dan
akhirnya... kau akan mampus kubunuh! Ini kabar
yang sangat menyenangkan bagi Nenek Cabul ten-
tunya." Lalu dengan pandangan yang seperti keheranan, Putri Lebah berkata, "Aku
tidak mengerti, Tirta.
Apa maksudmu dengan aroma wangi yang menyengat"
Lalu, mengapa kau merasakan pikiranmu seperti ko-
song...." Pemuda dari Gunung Rajawali ini memegang
kepalanya. Dengan tubuh agak sempoyongan dia ber-
kata, "Aku tidak tahu. Tetapi... ah, aku merasa seperti berada di padang yang
dipenuhi bunga-bunga yang
menebarkan aroma wangi memabukkan.... Oh! Kenapa
jadi begini" Apa yang terjadi...."
Dengan cekatan Ratu Dari Kegelapan yang me-
rasa keinginannya akan berhasil, buru-buru meme-
gang lengan kanan Tirta. Dan seperti tak sengaja, kakinya terantuk batu hingga
mau tak mau tubuhnya ja-
tuh ke dada Tirta.
"Maafkan aku...," desisnya dengan senyuman bertambah lebar tanpa mengangkat
kepalanya dari da-da bidang si pemuda.
Tetapi mendadak Tirta mendorongnya.
"Jangan... jangan...."
Memasang wajah heran dengan pandangan ter-
beliak, Putri Lebah memandangnya, "Mengapa, Tirta"
Mengapa?" "Aku... aku tidak tahu.... Pikiranku seperti dipenuhi... oh! Mengapa" Mengapa
jadi begini?"
Putri Lebah perlahan-lahan mendekatinya se-
raya berkata, "Katakan, Tirta... apa yang terjadi.... Kau jangan membuatku
cemas...."
"Aku... aku.... tidak, tidak... Menjauhlah... menjauh, Putri...," desis Tirta
dengan suara tercekat di
tenggorokan. Tangan kanannya bergerak-gerak lemah.
"Kau akan jatuh di kakiku, Tirta.... Sungguh
menyenangkan, melihat pendekar yang banyak dibica-
rakan orang-orang rimba persilatan jatuh ke dalam birahi...," kata Putri Lebah
dalam hati. Lalu tetap memasang wajah tak mengerti, dia berkata, "Jelaskan
padaku, Tirta... ada apa?"
Tirta menggeleng-geleng kepalanya, cepat dan
disentakkan. "Tidak, tidak! Menjauh, Putri... menjauh...."
"Hmmm... tiba saatnya sekarang." Lalu dengan terburu-buru Putri Lebah yang
berlaku tidak tahu apa yang terjadi dengan Tirta dan diyakini ajian pemikat
'Uap Kembang Surga' yang dilepaskannya telah beker-
ja, dia mendekati Tirta. Dan secara paksa memegang


Rajawali Emas 21 Trisula Mata Empat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kanan pemuda itu yang bergetar.
"Jangan berlaku seperti itu, Tirta.... Aku sungguh tidak mengerti. Apakah kau...
oh!" Untuk kedua kalinya Putri Lebah membuat di-
rinya seperti terantuk dan jatuh ke tubuh Tirta. Tak mau gagal untuk yang ketiga
kalinya, kedua tangan
Ratu Dari Kegelapan yang menyamar sebagai Putri Le-
bah segera merangkul pemuda berpakaian keemasan
itu yang tengah dimabuk birahi yang mendadak mun-
cul "Putri..," suara Tirta tercekat dan kali ini dia tidak membebaskan diri dari
rangkulan Putri Lebah.
"Maaf, maafkan aku, Tirta...." Kendati mulutnya berkata begitu, tetapi kedua
tangan Putri Lebah laksana ular menggayut di leher si pemuda. Lantas dengan
kegairahan yang membludak dia menciumi bibir si
pemuda yang kendati bergetar namun tak membalas.
Merasa pemuda ini benar-benar berada dalam
lingkupan 'Uap Kembang Surga' yang dilepaskannya,
Putri Lebah terus menciumi si pemuda yang tetap tak
membalas. Dua kejap berikutnya, Putri Lebah melepaskan
diri dari rangkulannya sendiri. Lalu dengan desahan
yang sangat mengundang birahi, Putri Lebah mele-
paskan tali bagian atas pada pakaian yang dikenakan-
nya. Begitu tali pakaiannya terlepas, seperti melorot pa-
kaiannya itu, yang kemudian dibuka dari tubuhnya
dan dilempar asal saja. Lalu tampaklah sebuah pa-
kaian lain di dalamnya yang berwarna biru langit yang dipenuhi untaian benang
warna hijau. Dengan gerakan
yang sangat terlatih sekali, dilepaskannya dua buah
kancing bagian atasnya. Saat itu pula terpampang ba-
gian payudaranya yang putih mulus dan montok.
"Kau akan jatuh di kubangan birahi, Rajawali
Emas...," desisnya dengan pandangan nanar karena dibuncah birahinya sendiri Lalu
tanpa membuang waktu, dengan pakaian yang sedikit terlepas, Putri Lebah segera mendorong tubuh
Rajawali Emas hingga
ambruk di tanah. Segera saja dia menindih dan mulai
mencumbunya dengan birahi bergolak.
Perlahan-lahan tangannya yang lentik mulai
membuka pakaian yang dikenakan Rajawali Emas.
Namun gerakannya itu tertahan tatkala terdengar satu suara, "Kau tak akan bisa
melakukan semua ini.... Ra-tu Dari Kegelapan."
*** Bab 8 SERENTAK Ratu Dari Kegelapan bangkit berdiri, lantas mundur lima tindak ke
belakang. Kedua matanya terbeliak tak percaya. Kejap lain terdengar suaranya
ter- tahan dengan telunjuk kanan menuding, "Kau?"
Sosok Rajawali Emas yang tadi dimabuk birahi
tersenyum. Lalu perlahan-lahan bangkit dengan wajah
jenaka. "Sebenarnya, aku hendak menunggu sampai semua ini selesai. Lumayan kan
jadi merasakan apa
yang diburu orang-orang sesat sepertimu. Tetapi ya...
sayangnya, aku tidak mau bergumul dengan orang se-
pertimu, Ratu Dari Kegelapan."
"Kurang ajar!!" menggeram Ratu Dari Kegelapan dengan tubuh gemetar. Menyusul
bentakannya, "Kau rupanya sudah tahu semua ini, Rajawali Emas!"
Tirta mengangkat kedua bahunya.
"Sebenarnya ya... sejak lama. Cuma aku belum
mendapatkan bukti yang kuat saja."
"Bagaimana kau bisa tahu"!" hardik Ratu Dari Kegelapan dengan wajah memerah.
"Sebenarnya juga, aku tidak tahu sama sekali.
Hanya yang mengherankan ku, tatkala orang-orang
dari Keraton Wedok Mulyo datang. Apakah kau pikir
aku tidak tahu kalau wajahmu berubah begitu melihat
kehadiran mereka" Saat itu diam-diam aku bertanya
dalam hati, apakah kau sudah mengenalnya" Lantas
menurutmu, kau baru kali ini berada di rimba persilatan setelah menuntaskan
pelajaran pada seseorang
yang berjuluk Dewi Lebah. Tetapi, mengapa kau seper-
ti tahu kalau Ratu Dari Kegelapan berada di Puncak
Kalimuntu dan menunggu orang-orang Keraton Wedok
Mulyo" Saat itu aku belum bisa menentukan kebena-
rannya. Sampai ada berita yang cukup membuatku
mengingat lagi tentang dugaanku. Menyusul menghi-
langnya kau saat terkena pukulan Datuk Jubah Me-
rah." Rajawali Emas sengaja menghentikan kata-kata
untuk melihat sikap Ratu Dari Kegelapan. Lalu dengan senyuman tak putus
dibibirnya dia menyambung,
"Tatkala bertemu denganmu pertama kali saat bertarung dengan Dewi Topeng Perak,
kau bisa mengim-
bangi perempuan itu. Tetapi mengapa menghadapi Da-
tuk Jubah Merah yang ilmunya berada di bawah Dewi
Topeng Perak kau begitu menderita, hingga tak mam-
pu mengembangkan keahlianmu" Perlu kau ketahui
juga, sudah dua kali aku mencium aroma wangi yang
memabukkan. Dan aroma wangi itu selalu datang di
setiap dirimu ada di sampingku. Makanya kemudian
kuputuskan untuk datang ke Puncak Kalimuntu.
Sayangnya, kau datang bukan sebagai Putri Lebah, te-
tapi sebagai Ratu Dari Kegelapan. Padahal sebenarnya, bila kau datang sebagai
Putri Lebah, kau akan lebih mudah membunuh orang-orang Keraton Kedok Mulyo
yang aku yakin tidak tahu siapa kau sesungguhnya.
Tetapi karena kesombonganmulah kau datang dengan
wujud aslimu. Dan itu sangat menyulitkanku untuk
membuktikan segala dugaan, kalau engkaulah orang
yang berada di balik diri sebagai Putri Lebah...."
"Setan laknat!!" menggeram Ratu Dari Kegelapan dalam hati dengan wajah
mengkelap. "Semuanya sudah diketahuinya sejak lama! Gila! Mengapa aku tidak
menyadarinya"! Huh! Kini tak ada lagi yang perlu ditutupi"!!"
Lalu perlahan-lahan kedua tangannya diangkat
ke wajah. Diusap-usap wajahnya beberapa kali. Saat
kedua telapak tangannya diturunkan, wajah Putri Le-
bah lenyap. Yang terpampang kini adalah wajah Ratu
Dari Kegelapan yang dikenal Tirta di Puncak Kalimun-
tu. Di kejap Iain, Ratu Dari Kegelapan meniup telapak tangannya. Getah pepohonan
yang dipergunakan untuk menyamarkan wajahnya, meleleh jatuh dan men-
gering tanpa sisa sedikit pun pada telapak tangannya.
Tirta berkata penuh ejekan, "Luar biasa!!"
"Keparat!! Katakan, bagaimana kau bisa meng-
hindari 'Uap Kembang Surga' yang kulepaskan"!" seru Ratu Dari Kegelapan dengan
suara menyentak.
"Wah! Jadi aroma wangi memabukkan itu kau
namakan 'Uap Kembang Surga'" Ya... karena kau ter-
lalu memaksa dan aku tidak tega melihat kau penasa-
ran seperti itu, tak ada salahnya bila kukatakan. Sebenarnya aku tidak tahu lho
tentang aroma wangi itu.
Tetapi saat kau melepaskannya tadi, aku mulai bisa
menebaknya. Tentunya semua ini dikarenakan imanku
yang tak tergugah oleh perempuan sesat semacammu,
yang tentunya dengan sengaja mengikrarkan diri men-
jadi piala bergilir." Lalu sambil nyengir Tirta melanjutkan, "Tetapi bisa lain
kalau yang menginginkannya perawan ting-ting dan bukan piala bergilir sepertimu"
"Setan keparat!!" menggeram keras Ratu Dari Kegelapan mendengar ejekan orang.
Pendekar Latah 16 Pendekar Naga Putih 05 Jari Maut Pencabut Nyawa Mencari Bende Mataram 5
^