Tikam Samurai 34
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 34
memastikan tentara Vietnam yang memburu mereka takkan sampai kemari.
"Saya dua kali mengintai mereka. Terakhir mereka kehilangan jejak setelah melewati rawa besar dan
dalam yang kalian lewati itu. Untung rawa itu airnya mengalir, sehingga jejak yang kalian tinggalkan lenyap
bersama arus. Dua orang pencari jejak di pasukan itu kebingungan menentukan ke mana harus melanjutkan
pengejaran. Jika mereka tak menemukan jejak kalian di seberang rawa, untuk memutuskan kembali ke jejak
awal di rawa dangkal sebelum kalian memasuki rawa dalam itu, mereka memerlukan paling tidak waktu empat
atau lima hari?" tutur Si Bungsu. Persoalan muncul ketika membakar ikan tersebut. Dengan apa ikan itu
dibakar. Mereka tak punya korek api. Cowie mencoba menghidupkan api dengan menggesekkan dengan kuat
buah buah batu. Dalam Neraka Vietnam-bagian-708
Namun api tak kunjung menyala. Pukulan dan gesekan batu itu tak menimbulkan percik api sedikitpun.
Si Bungsu memilih sebuah dahan yang sudah sangat kering. Lalu mengambil serat batang pisang, serat batang
pisang itu dia belah sehingga membentuk sebuah tali. Kayu kering itu dia lobangi sedikit dengan bayonet.
Kemudian sebuah dahan yang lebih kecil dia runcingkan.
Dahan runcing itu dia lilitkan beberapa kali lilitan dengan serat batang pisang tersebut. Kayu yang dia
lobangi dia letakkan di pasir. Kemudian kayu runcing sebesar pena itu dia masukkan ke lobang kecil di kayu
itu. Dia suruh Cowie memegang kayu yang di pasir. Smith dia suruh mencari rumput kering dan meletakkannya
di sekitar lobang kayu tersebut. Ujung kayu yang dia runcingkan dia suruh tekan oleh Jock. Lalu tali serat pisang
yang melilit kayu runcing itu, dia tarik ke kiri dan ke kanan. Kayu itu terputar sedikit. Dia tarik lagi ke kiri dan
ke kanan, makin lama putaran kayu itu makin laju.
Mula-mula gesekan kayu yang runcing di lobang itu menimbulkan asap. Si Bungsu semakin
mempercepat tarikan di kedua ujung tali pisang tersebut. Percik api mulai memakan rumput kering itu. Smith
sampai berteriak saking kagumnya, lalu menambahkan rumput kering dengan jumlah banyak dan Jock Graham
meletakkan beberapa ranting kecil.
Si Bungsu menarik nafas. Dia teringat ketika membuat api dengan cara yang sama ketika di tepi rawa
bersama Thi Binh, Duc Thio dan Han Doi. Kini api menyala besar karena kayu-kayu kering di tambah terus oleh
Jock Graham dan Smith. Di api yangg menyala itu mereka membakar ikan. Harum nya ikan bakar itu sangat
kuat. Si Bungsu lalu berjalan ke dalam hutan tak jauh dari sungai itu. Dia memilih beberapa daun. Kemudian
dia remas di sungai. Air remasan itu dia teteskan ke ikan yang sedang di bakar api unggun.
"Hei, apa itu mariyuana?" asal Smith asal nyerocos. Si Bungsu tak menyahut. "Hei, kau akan meracuni
kami ya.." ujar Smith. Si Bungsu masih tak menyahut, dia tetap memeras daun itu dan meneteskannya ke ikan
yang di bakar. "Hei, itu pasti racun, kau pasti mata-mata Vietnam yang pura-pura baik sama kami, lalu sekarang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 744
kamu meracuni kami, begitu ya.." gerutu Smith. Cowie dan Jock graham terkekeh mendengar kicauan Smith. Si
Bungsu mau tak mau, ikut nyengir. Tentara yang satu itu memang tak bisa bernafas sebelum mengusilin orang.
"Daun itu mengandung zat garam?" ketika duduk dekat Cowie. Apa yang di katakan Si Bungsu dapat
mereka rasakan ketika memakan ikan bakar tersebut. Rasanya nikmat sekali, rasanya tak hambar seperti tanpa
garam. "Ikan bakar ini enak bukan karena daun itu, tapi karena kencing. Kau kencingi ikan itu tadi ya, Jock.."
kata Smith yang kembali kumat, sifat usilnya. "Tapi enak kan air kencing ku,.." ujar Jock, membalas olokan
Smith. "Enak kepalamu"!" ujar Smith.
Si Bungsu harus mengakui, kehadiran Smith di dalam lobang penyekapan itu cukup membuat suasana
meriah. Bagi ketiga tawanan Amerika itu, itulah makanan ternikmat yang mereka rasakan sejak setahun berada
dalam lobang itu. Tak heran begitu makan selesai mereka segera tertidur bermandi kan cahaya matahari.
Mereka tidur pulas sekali.
Hari kedua Si Bungsu melihat jejak rusa tak jauh dari tempat itu. Dia membawa Smith berburu. Tempat
itu mereka datangi dengan berenang perlahan di sungai, baru kemudian merayap ke darat. "Hei, apa-apaan ini,
rusanya entah ada-entah .." protes Smith terhenti ketika melihat isyarat Si Bungsu yang berada di depan.
Smith merayap cepat, dan tiba dekat padang dia melongok dan dia tertegun, melihat tak jauh di
depannya terlihat tak kurang sepuluh ekor rusa sedang merumput. "Ya Tuhan, apakah tempat ini kebun
binatang..?" desisnya. "Tempat ini tak pernah di tempuh manusia. Makanya mereka datang mencari makan
kesini siang hari. Di tempat yang sudah di tempuh manusia, biasanya rusa mencari makan malam hari?" bisik
Si Bungsu. "Sialan, mengapa kita tak membawa senapan".!" rutuk Smith.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-709
Si Bungsu memperlihatkan kepada Smith dua buah batu yang besar hampir sebesar jempol jari kaki.
"Untuk apa itu?" "Pengganti senapan"." Smith sudah hampir mengatakan orang di depannya itu gila. Namun
ketika tiba-tiba dia teringat selama dua hari ini Si Bungsu "menangkap" ikan hanya dengan lemparan batu, dia
mengurungkan niatnya mengatakan Si Bungsu gila. "Anda juga bisa menangkap rusa dengan batu?" "Saya tak
yakin, tapi tak ada salahnya dicoba bukan?" "Pantat kurap! Cobalah, saya ingin melihat?" rutuk Smith.
Si Bungsu mengangkat kepalanya perlahan. Smith ikut-ikutan mengangkat kepala. Di hadapan mereka
kesepuluh ekor rusa itu kelihatan memamah rumput dengan lahap. Untung arah angin tidak datang dari arah
mereka berada maupun dari arah air terjun. Kalau itu yang terjadi, rusa-rusa yang penciumannya amat tajam
itu pasti sudah pada melarikan diri, karena mencium bau manusia, bau yang tak lazim bagi mereka.
Tiba-tiba Si Bungsu bangkit. Rusa-rusa itu terkejut dan menoleh. Binatang itu tertegak. Mungkin merasa
aneh melihat makhluk yang tak pernah mereka lihat seumur hidup. Namun hanya dua atau tiga detik mereka
tertegun. Dengan lengking pendek rusa jantan yang paling besar sebagai peringatan adanya bahaya, semua
rusa itu tiba-tiba melompat cepat melarikan diri. Namun salah seekor, yang nampaknya masih berusia sekitar
dua tahun, tiba-tiba terdongak. Lalu jatuh. Lenyap dalam palunan rumput tebal tersebut. Rusa yang lain dalam
waktu singkat berhasil melintasi padang rumput luas itu. Kemudian lenyap ke dalam belantara lebat di
belakang sana. Si Bungsu, diikuti Smith memeriksa dan mendapati rusa itu sudah mati. Tengkoraknya, sedikit di bawah
telinga, kelihatan remuk. Bahagian itulah yang dihantam oleh lemparan Si Bungsu. Smith mendecak dan
menggelengkan kepala. Sukar baginya memahami bagaimana Si Bungsu yang selalu dia maki dengan kata-kata
"pantat kurap" atau "induk sipilis" ini bisa memiliki kemahiran seperti itu. Menangkap ikan dan rusa hanya
dengan lemparan batu. Rusa itu kemudian mereka seret ke dekat air terjun. Cowie dan Jock Graham ternganga
mendengar cerita bagaimana Si Bungsu "menembak" rusa tersebut.
"Hati-hati dengan orang ini. Dia bukan manusia. Dia dukun. Mana ada manusia yang bisa menangkap
ikan dan rusa hanya dengan lemparan batu. Pantat kurap dan induk sipilis ini dukun yang berbahaya?" rutuk
Smith panjang pendek sambil menguliti rusa itu bersama Jock Graham dengan bayonet.
Si Bungsu hanya tersenyum mendengar dendang dan rutuk Tim Smith. Saat Jock dan Smith mengerjakan
rusa itu, Cowie beranjak ke tepi hutan. Mengumpulkan kayu-kayu kering sebanyak mungkin untuk membuaut
api unggun guna memanggang rusa tersebut. Sore itu mereka pesta pora menikmati panggang daging rusa.
Kepada ketiga tentara Amerika itu Si Bungsu menunjukkan jenis daun kayu yang dia jadikan sebagai pengganti
garam saat membakar ikan kemarin. Dia juga menunjukkan pada mereka jenis-jenis daun dan lumut, yang bisa
diramu secara sederhana untuk obat malaria. Dengan takaran yang berbeda, bahagian tumbuhan itu bisa pula
diramu menjadi obat luka yang manjur.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 745
Ketika malam turun, dan kebetulan bulan sabit muncul di langit yang bersih, mereka membuat api
unggun di tepi sungai itu sambil berbaring di pasir yang putih bersih. Tempat itu demikian tenang. Berada di
tempat amat tenang dengan suara desah air terjun itu, orang sudah mengalami atau paling tidak melihat puing
neraka perang Vietnam, takkan percaya bahwa ada tempat seperti itu di Vietnam. Negeri yang selama belasan
tahun dicabik-cabik oleh perang yang kekejamannya tiada tara.
Kekejaman perang Vietnam tercatat dalam sejarah peperangan mana pun yang pernah dikenal umat
manusia di permukaan bumi ini. Kekejaman balatentara Jepang saat perang Pacific jadi tidak berati dibanding
kekejaman perang Vietnam. Tempat mereka berada sekarang seolah-olah berada di negeri lain, yang jauh
sekali dari negeri yang bernama Vietnam.
"Kenapa engkau tak ikut dengan heli tempur yang menjemput Kolonel MacMahon?" tiba-tiba saja Cowie
mengajukan pertanyaan pada Si Bungsu, saat mereka berbaring di dekat api unggun di pasir putih di tepi sungai
tersebut. Pertanyaan yang sejak awal sudah mengusik perasaan Cowie. Si Bungsu tak segera menjawab. Sambil
menelentang dia menatap bulan sabit di langit yang bersih. Jock Graham dan Smith merobah posisi tidurnya.
Jika sebelumnya mereka menelentang kini pada memiringkan tubuh menghadap ke arah Si Bungsu. Mereka
memang ingin tahu, kenapa lelaki Indonesia itu bertemu dengan MacMahon di tempat Kolonel itu disekap. Dan
kenapa dia tak ikut pergi atau tak ikut dibawa bersama helikopter tersebut.
"Ada puluhan tentara Vietnam saat itu?" ujar Si Bungsu perlahan. "Mengepung heli tersebut?" ujar
Cowie. "Ya. Sekaligus menembakinya"." "Engkau bersama MacMahon saat itu?" "Persisnya tidak. Setelah
MacMahon dan beberapa tentara Amerika lainnya saya bebaskan dari tempat penyekapan, kami membagi
kelompok menjadi tiga bahagian.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-710
Dua kelompok kemudian bergabung setelah kami membumi hanguskan kamp tentara Vietnam. Saya
memilih tinggal di belakang, menahan dua regu Vietnam yang memburu kami. Ketika saya berhasil menahan
para pengejar dan tiba di tempat penjemputan, saya lihat keadaan amat kritis. Kalau heli itu tidak berangkat
segera, mereka semua akan terbunuh. Saya yang masih berada belasan meter dari heli itu, mencoba
mengalihkan serangan tentara Vietnam dari heli dengan menembaki tentara Vietnam tersebut.
Heli itu, berikut MacMahon dan beberapa tentara Amerika berhasil lolos. Dan saya tertangkap. Itulah
sebabnya kita bertemu?" ujar Si Bungsu menuturkan secara sederhana kenapa dia kini berada di antara ke
tiga tawanan Amerika itu. "Engkau pernah belajar taktik perang, kawan?"" tanya Cowie. Si Bungsu tersenyum.
"Saya hanya belajar membunuh dan menyelamatkan diri dari orang yang ingin membunuh saya, Cowie?" ujar
Si Bungsu. Sepi setelah itu. Tak ada yang berkata, bahkan tak seorang pun di antara ke empat orang itu yang
bergerak. Masing-masing tenggelam dalam fikiran mereka sendiri. "Sudah berapa banyak orang yang kau
bunuh, kawan?" tiba-tiba Smith yang induk carut itu bertanya perlahan. Si Bungsu menarik nafas. Cowie
tersenyum mendengar si kepala hampir botak yang induk carut itu memanggil Si Bungsu dengan sebutan
"kawan". Padahal biasanya dia memanggil dengan "pantat kurap" atau induk sipilis.
Dia merasa senang, sikap dan ketangguhan Si Bungsu ternyata berhasil menundukkan perilaku anak
buahnya yang isi kepalanya ibarat tong segala carut itu. "Berapa orang yang sudah kau bunuh dalam
peperangan di Vietnam ini, Smith?"" Si Bungsu balik bertanya, dengan suara yang juga perlahan. Smith
menelentangkan tubuhnya. Menatap awan tipis yang bergerak perlahan melewati bulan sabit di atas sana.
Terdengar dia menarik nafas panjang dan berat, seperti keluhan. "Barangkali delapan sampai dua belas
orang?" jawab Tim Smith perlahan, sembari membayangkan beberapa perang di mana dia menembak mati
tentara Vietnam. "Sudah berapa orang yang kau bunuh, Bungsu?" kembali Smith bertanya karena Si Bungsu
masih berdiam diri. "Saya rasa takkan kurang seratus orang, Smith?" jawab Si Bungsu dengan suara seperti
menggigil. Jawaban itu tak hanya membuat Smith dan Jock Graham yang terkejut.
Melainkan juga Letnan PL Cowie. Ketiga orang itu duduk dan menatap ke arah Si Bungsu yang tengah
memandangi langit dan bulan sabit. Mereka tak merasa perlu bertanya apakah Si Bungsu bergurau dengan
jawabannya itu. Mereka yakin, jawaban itu adalah jawaban yang penuh kejujuran. Mereka juga tak menangkap
sedikit pun nada bangga dalam ucapan lelaki itu. Cowie malah seperti mendengar suara lelaki itu seperti
sebuah tangisan. "Oh my God"!" desis Cowie dan Smith hampir bersamaan. Si Bungsu ikut duduk.
Kemudian memeluk kedua lututnya. "Ya, jumlah orang yang kubunuh demikian banyak, kawan. Sehingga
aku tak lagi bisa menghitung. Akhirnya aku sendiri tak tahu, apakah aku membunuh benar-benar dengan alasan
membela diri, atau membunuh sudah merupakan candu bagiku. Itulah sebabnya keempat tentara Vietnam yang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 746
menggiringku dari lobang penyekapan dan ke dua orang yang menjaga di pondok dekat lobang kita disekap,
dan beberapa lagi di hutan yang memburu kita, tak seorang pun yang mati.
Mereka hanya sekedar kubuat lumpuh?" tutur Si Bungsu perlahan sambil matanya menatap kosong ke
lidah api yang menjilat kayu unggun, sekitar dua meter dari tempat mereka duduk. "Engkau membunuh
musuhmu dengan senjata api?" Yang bertanya ini adalah Jock Graham, yang tak tahan untuk tidak mengetahui
lebih banyak tentang orang Indonesia yang berhasil mengeluarkan mereka dari lobang jahanam tahanan
Vietnam itu. "Sebagian besar tidak"." "Dengan tangan?" "Dengan samurai"." "Samurai?"" tanya Jock Graham
dengan perasaan heran. Cowie dan Smith juga kembali menatap pada Si Bungsu dengan perasaan semakin
heran. "Ya, Jock. Barangkali saya adalah satu dari sedikit sekali orang yang amat mahir menggunakan samurai.
Bahkan dibanding dengan orang-orang Jepang yang paling mahir sekali pun. Baik samurai panjang, maupun
samurai-samurai kecil yang dilemparkan dari jarak belasan meter?" ujar Si Bungsu sambil melemparkan
segenggam pasir ke air sungai yang mengalir perlahan. Ketiga tentara Amerika itu terdiam.
Mereka percaya pada semua yang diucapkan orang Indonesia ini. Kendati mereka tak tahu bagaimana
orang ini mempergunakan samurai itu. Mereka hanya membayangkan beberapa film samurai Jepang yang
pernah mereka tonton. Misalnya film Zato Ichi, yang pernah cukup laris di Amerika sebelum mereka terjun ke
perang Vietnam. "Engkau punya isteri dan anak?"" Pertanyaan ini Cowie yang mengajukan.
Si Bungsu menggeleng. "Saya punya isteri dan dua anak. Wanita keduanya. Yang besar sekarang sudah
berumur tiga belas tahun. Yang kecil enam tahun. Mereka tinggal di Chicago?" ujar Cowie perlahan. "Saya juga
punya isteri, dulu, ketika empat tahun yang lalu saya cuti dan pulang ke Illionis, isteri saya ternyata
berselingkuh dengan teman sekantornya. Dia bekerja di sebuah biro perjalanan. Saya sudah tiga hari di rumah,
ketika saya datang ke sebuah hotel untuk mengantar titipan salah seorang teman yang tak cuti karena
mendapat hukuman. Saat itulah saya melihat isteri saya datang dengan seorang lelaki, kemudian masuk ke
sebuah kamar yang sudah mereka pesan. Buat sesaat saya tertegun. Kemudian pintu kamar mereka saya
tendang hingga jebol. Mereka, yang sama-sama sudah telanjang bulat dan sedang bergumul di karpet, menatap
saya seperti melihat setan?" Yang bercerita ini adalah Tim Smith.
Dia berhenti sejenak dengan nafas sesak. Cerita itu tentu saja baru bagi Si Bungsu dan Jock Graham. Jock
Graham memang baru mengenal Smith setelah dijebloskan bersama Si Bungsu di lobang yang sudah dihuni
duluan oleh Cowie dan Smith. Mereka berlainan pasukan. Namun bagi Cowie, cerita Smith itu memang sudah
dia dengar langsung dari anak buahnya itu. Lalu terdengar Smith menyambung ceritanya. "Sialnya ada
peraturan, bahwa tentara yang pulang cuti tidak dibolehkan membawa senjata. Kalau saja saya membawa
senjata, keduanya pasti sudah tak ada lagi sekarang"."
Dalam Neraka Vietnam-bagian-711
Sebenarnya, kalau pun dia membawa senjata, belum tentu apa yang dia ucapkan akan terjadi. Bahwa dia
akan menembak mati lelaki yang menyerongi isterinya itu. Sebab, saat dia menangkap basah kedua orang itu,
Smith tak sempat menghajar lelaki yang meniduri isterinya di kamar hotel tersebut. Dia hanya tertegak
mematung. Dia tak yakin bahwa isterinya akan berselingkuh seperti itu. Dia masih tegak mematung di pintu
kamar yang jebol dia tendang sampai polisi militer datang. Dia, isterinya dan lelaki teman sekantor isterinya
itu dibawa ke kantor polisi militer.
Dari pengakuan isteri dan teman kencannya itu kepada polisi militer, terungkap bahwa perbuatan tak
senonoh itu sudah mereka lakukan tiga kali seminggu selama dua tahun. Hampir selama Smith berada di
kancah perang Vietnam. Mendengar pengakuan kedua orang itu, Smith merasa sangat terpukul. Ketika dia
menyabung nyawa di medan perang, dalam belantara yang amat ganas di Vietnam, isterinya hampir setiap
malam menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki lain. Saat dia dihujani peluru, atau sedang diburu
tentara Vietnam, isterinya ternyata tengah mengumbar nafsu. Ketika dia berada di antara mayat rekanrekannya yang bertumbangan satu demi satu, di Amerika isterinya sedang bermandi keringat mendengusdengus dalam dekapan lelaki lain. Padahal, kemana pun dia pergi, foto mereka bertiga, dia-isteri-anaknya,
selalu setia dalam dompetnya
Hampir setiap hari dia melihat foto tersebut dengan sepenuh rindu. Siapa menduga, pada saat-saat
seperti itu, isterinya ternyata menikmati hari-harinya dengan gejolak birahi tak terkendali. Smith merasa
dunianya benar-benar tenggelam. Dia tak mampu berkata sepatahpun. Bahkan ketika polisi militer bertanya
apakah dia akan menuntut atau tidak, dia hanya menunduk lemah. Kemudian berdiri. Menatap sesaat pada
lelaki yang telah ratusan kali menyebadani isterinya itu. Lelaki itu menunduk. Tak berani menatapnya.
Kemudian ditatapnya isterinya yang sedang menangis terisak-isak. Hanya sesaat dia tatap. Kemudian dia
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 747
melangkah keluar. Tawaran polisi militer untuk mengantarkannya pulang ditolaknya. Dia pulang naik taksi. Di
rumah dikemasinya pakaiannya dan pakaian anak lelakinya yang berusia tiga tahun.
Kemudian dia pergi. Dia pulang ke rumah orang tuanya. Dititipkannya anaknya itu di sana. Ketika ibu
dan ayahnya bertanya apa yang terjadi, dia hanya menarik nafas. Menatap penuh perasaan hiba kepada
anaknya. Kemudian menjawab pertanyaan si ibu sekadarnya, bahwa perkawinannya sudah berakhir. Dia tak
menceritakan sepatah pun apa yang telah dilakukan isterinya. Kemudian dia menghabisi hari-harinya di bar.
Minum sampai mabuk, tidur di jalanan. Suatu malam dia dirampok segerombolan pemuda. Ada tujuh orang
jumlahnya. Ketika dia tak mau menyerahkan dompet, jam dan cincin kawin yang masih dia pakai, ketujuh
pemuda itu menghajarnya sampai babak belur. Aneh, kendati dia bisa melawan, namun dia tak melawan sedikit
pun. Sebagai tentara aktif yang baru seminggu dari medan perang Vietnam, dia masih memiliki naluri seperti
hewan liar dan kemampuan tarung individual yang tak bisa dikatakan rendah. Namun Smith seperti
membiarkan dirinya dihajar. Hidung, mulut dan matanya berdarah. Semua uang, jam dan cincinya disikat. Dia
sadar di rumah sakit. Sekeluar dari rumah sakit, dia ke markas minta cutinya diakhiri dan segera minta dikirim kembali ke
Vietnam. Dia bertemu dengan PL Cowie, yang saat itu masih berpangkat Sersan dan menjabat komandan
regunya. Mereka bertemu di markas sehari sebelum diberangkatkan kembali ke Vietnam. Ketika Cowie
bertanya apa yang terjadi, Smith hanya menatap kosong, seperti orang yang tak punya semangat untuk hidup.
Kemudian dia meninggalkan Cowie. Cowie mendengar apa yang menimpa Smith dari perawat di rumah sakit.
Esoknya Cowie mendatangi rumah Smith. Namun di rumah itu yang ada hanya isteri Smith yang sedang duduk
menangis. Dan perempuan itu, yang kesadarannya datang sangat terlambat, mengatakan bahwa dia sudah
berpisah dengan Smith. Hanya itu. Dia tak bercerita apa penyebabnya.
Ketika Cowie datang ke markas, dia mendapat kabar bahwa paginya Smith sudah berangkat ke Vietnam,
bersama pasukan yang mendapat giliran tugas di sana. Sersan Negro itu menemui dua anak buahnya yang
sama-sama masih dalam cuti dengannya. Dia ceritakan apa yang dialami Smith. Kemudian mereka mulai
mencari dimana peristiwa itu terjadi. Tak begitu sulit bagi mereka menemukan gerombolan tujuh anak-anak
muda berusia antara dua puluh sampai tiga puluhan itu. Seorang anak muda yang menjadi saksi mata saat
perampokan itu memberitahu mereka pada suatu malam, bahwa ketujuh anak muda itu berada di sebuah bar.
Mereka masuk duluan ke bar yang penuh oleh pengunjung itu. Tak lama kemudian anak muda yang jadi saksi
itu, memberi isyarat dengan sudut mata ke sebuah meja.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-712
Di sana ada tujuh anak muda berambut panjang dan pakaian semaunya, bersama empat cewek yang
nyaris tanpa pakaian. Cowie dan ke dua anak buahnya mendatangi meja itu. "Halo"." sapa Cowie. Ke tujuh anah
muda itu melihat yang menyapa mereka seorang Negro berambut pendek. Kemudian ada dua lelaki kulit putih
yang juga berambut pendek. "Niger, apa maumu?"" ujar salah seorang yang bertubuh kekar. Salah seorang
anak buah Cowie berpangkat kopral hampir saja memulai menghajar lelaki itu. Namun Cowie memberi isyarat
untuk jangan memulai dulu
. "Kami mencari seorang rekan. Kabarnya kalian pernah bertemu dengan dia seminggu yang lalu?" ujar
Cowie. "He Niger! Enyah segera dari sini, aku tak tahan baumu yang busuk. Kau pergi atau kuhancurkan
hidungmu?" ujar anak muda itu petentengan. Kemudian seusai bicara, dengan brutal dia mengecup dada
montok cewek di pangkuannya. Demikian bernafsunya dia, sehingga ketika mulutnya beranjak dari dada
wanita itu, di pangkal dada yang putih dan membukit tersebut kelihatan warna merah ke hitam-hitaman. Cowie
mengambil sesuatu dari kantong bajunya. Kemudian mengeluarkan foto Smith berpakaian dinas ukuran 4 x 6.
"Kalian mengenal teman kami ini?" ujar Cowie menyodorkan foto itu ke meja. Si lelaki kekar, tanpa menatap
foto itu segera saja menancapkan sebuah pisau besar ke foto yang baru beberapa detik diletakkan Cowie di
meja. Dan itu adalah awal keributan. Lelaki itu jelas lebih besar dari Cowie. Namun tangan kiri Cowie segera
menjambak rambutnya. Lalu tangan kanannya menghajar mulut dan hidung lelaki itu dengan pukulan berkalikali. Enam bajingan lainnya belum sempat berdiri, ketika mereka disikat habis-habisan oleh teman Cowie.
Bar itu segera berubah menjadi kancah baku tinju antara sesama pengunjung. Akhirnya sepuluh polisi
militer datang. Tentu saja mereka segera mengenal Cowie. Karena Cowie memang dikenal secara luas di antara
tentara di kota itu. Cowie menceritakan secara singkat kenapa keributan itu terjadi. Ke tujuh pemuda itu, yang
semuanya sudah babak belur, digelandang ke kamp polisi militer.
Pada si lelaki kekar yang hidungnya remuk dan giginya copot tiga buah dihajar Cowie, ditemukan
dompet dan jam Smith. Mereka lalu dihajar habis-habisan oleh polisi militer. Kemudian semua bajingan tengik
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 748
itu dijebloskan ke sel tentara. Setelah masa cutinya habis dan kembali bertugas ke Vietnam, Cowie tak bercerita
apapun pada Smith. Kedua teman Smith yang ikut menghajar ketujuh orang itulah yang bercerita. Semula tak
ada reaksi apapun dari Smith. Dia berubah jadi sangat pendiam. Namun ketika nyawanya diselamatkan Cowie
dari ledakan granat dalam suatu pertempuran, Smith akhirnya tunduk. Dia mendatangi komandannya itu
menyampaikan terimakasih.
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kisah tentang isteri Smith itu dituturkan Cowie pada larut malam, tatkala Smith sedang tidur
mendengkur. Si Bungsu menarik nafas panjang mendengar cerita tersebut. Jock Graham yang ikut mendengar
cerita itu hanya termangu. Perang Vietnam memang tidak hanya merobek-robek negeri dan bangsa Vietnam.
Perang dahsyat itu juga menimbulkan berbagai krisis di Amerika. Baik di pemerintahan, maupun di kalangan
rakyatnya. Di kalangan pemerintahan bukannya rahasia lagi, kalau tak semua mereka yang di Gedung Putih
setuju Amerika terlibat dalam perang di Vietnam. Di kalangan rakyatnya, terutama di kalangan para prajurit
yang dikirim ke Vietnam, berbagai masalah juga timbul. Masalah hancurnya rumah tangga ratusan prajurit,
sebagaimana dialami Smith, adalah persoalan yang tak mudah dicarikan jalan keluarnya. Belum lagi soal
pengangguran. Sebahagian besar tentara yang dikirim ke Vietnam adalah anak-anak muda yang terkena wajib
militer. Persoalan timbul setelah mereka kembali dari Vietnam, kemudian masa dinas wajib militernya berakhir.
Amat sedikit sekali jumlah wajib militer yang bisa diterima menjadi tentara reguler setelah masa wajib
dinasnya usai. Mereka yang selamat keluar dari perang Vietnam umumnya mengalami sindroma pasca perang.
Kekerasan di medan perang dalam bentuk sikap "dibunuh atau membunuh" dalam menghadapi ancaman,
menyebabkan mereka tak segera bisa menerima perlakuan tak adil di tengah masyarakat. Para bekas wajib
militer ini sebahagian menjadi penganggur, sebahagian menjadi buruh kasar, sebahagian mencoba berusaha
apa saja. Sebahagian lagi justru ada yang menjadi bandit.
Namun secara umum, para veteran Perang Vietnam menganggap mereka diperlakukan pemerintah
dengan sikap "habis manis sepah dibuang". Untuk memperlihatkan bahwa Amerika adalah negara superkuat,
polisi dunia dan berbagai simbol kehebatan lainnya, pemerintah mewajibkan seluruh pemuda yang sudah
dewasa untuk mengikuti wajib militer. Sebelum diterjunkan ke medan perang mereka diindoktrinasi. Kepada
mereka ditanamkan keyakinan bahwa Vietnam Utara yang mereka perangi adalah komunis yang bukan hanya
musuh Amerika, tetapi juga musuh dunia. Itu berarti tentara Amerika tidak hanya menyelamatkan Amerika,
tetapi sekaligus menjadi pahlawan bagi bangsa-bangsa sedunia. Belasan ribu tentara Amerika terbunuh dalam
perang panjang yang amat kejam dan keji itu. Sebahagian besar di antaranya adalah anak-anak muda berusia
tujuh belasan sampai 20-an tahun. Sebahagian lagi pulang membawa cacat tubuh permanen, yang takkan bisa
baik seumur hidup, betapapun canggih dan tingginya ilmu dan teknologi Amerika.
Mereka, termasuk sebahagian lagi yang selamat fisik namun pulang dengan tekanan mental,
mendapatkan diri mereka tak dihargai sama sekali. Baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah yang
semula menyanjung-nyanjung mereka. Mereka benar-benar merasa diperlakukan sebagai tebu, yang habis
manis sepah dibuang. Lama keadaan menjadi sunyi di dalam goa di balik air terjun itu, usai Cowie menuturkan
apa yang dialami Smith. Si Bungsu menatap air terjun yang seperti selendang yang seolah-olah menjadi tirai
menutupi pintu goa di mana kini mereka berbaring. Goa itu terasa panas, karena Cowie membawa bara api
unggun yang sore tadi mereka buat di luar sana. Bara api itu kemudian mereka tambah dengan dahan-dahan
kering. Lama-lama kayu itu ikut terbakar.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-713
Dengan cara seperti itu, goa itu tidak hanya menjadi terasa hangat tetapi juga tak bernyamuk. Di bara
yang menyala itu Smith dan Jock Graham membakar daging rusa. Kendati sudah dua hari mereka makan daging
rusa yang ditimpuk Si Bungsu itu, ternyata masih saja banyak yang tersisa. Selain itu, Cowie menebang tiga
batang pisang emas yang buahnya sudah masak. Kemudian mengumpulkan sekitar sepuluh buah durian besarbesar. Sebelum tidur mereka duduk atau berbaring di sekeliling api unggun. Bercerita sambil mengunyah
daging rusa panggang. Kemudian memakan cuci mulut berupa pisang atau durian. Jika memerlukan air minum, mereka
melangkah ke air terjun. Lalu mengangakan mulut lebar-lebar. Dalam waktu beberapa detik air jernih dan
bersih akan masuk satu atau dua drum ke dalam perut mereka. Waw, nikmatnya bukan main! Bagi mereka tak
ada lagi soal akan kena penyakit disentri atau menceret karena minum air mentah. Tubuh mereka sudah kebal
terhadap hal seperti itu. Ketika berada di lobang sekapan maut itu dulu, sekali dua mereka sempat meminum
air bercampur lumpur, kotoran dan bekas mayat mengapung. Jika sekarang mereka meminum air terjun yang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 749
mengalir dari pengunungan, tentu saja air itu bersih bukan main, dibanding yang mereka minum di lobang
penyekapan dulu. Begitulah mereka melewatkan hari-hari di "sorga" dekat air terjun itu.
Suatu hari, malam sudah agak larut. Smith masih terdengar dengkurnya. Jock Graham, Cowie dan Si
Bungsu masih terlibat dalam pembicaraan berbagai hal. Namun yang banyak bicara adalah Cowie dan Si
Bungsu. Jock Graham lebih banyak berbaring mendengarkan. "Engkau sudah punya isteri, Bungsu?"" tiba-tiba
kesunyian dipecahkan oleh pertanyaan Cowie. Si Bungsu yang tengah menatap tirai air terjun sekitar lima depa
dari tempat mereka berbaring agak terkejut mendengar pertanyaan itu. Padahal sudah dia jelaskan kemarin
atau dua hari yang lalu. "Belum?" jawab Si Bungsu perlahan setelah berdiam diri beberapa saat. "Dengan
kemahiran beladiri yang amat tangguh seperti engkau, kawan, apa sebenarnya yang kau cari?"" tanya Cowie
pelahan. Lama Si Bungsu tak bisa menjawab pertanyaan Cowie. Sebab pertanyaan seperti itu tak pernah dia
fikirkan sebelumnya. Dan kini, tatkala ada yang bertanya dia sungguh-sungguh tak bisa menjawab. Ya, apa yang
dia cari" Dengan atau tanpa ilmu beladiri, apa yang dia cari dengan menghabiskan waktu dan umur berkelana
dari satu ke tempat yang lain, dari sebuah negara ke negara lain" Bayangan Reno Bulan, bekas tunangannya
yang kini menjadi isteri Sutan Pilihan, yang sebelumnya hidup sebagai tukang salung, kini bertoko kain batik
di Bukittinggi, datang membayang.
Mei-mei yang meninggal diperkosa Jepang di Bukittinggi, sesaat sebelum mereka menikah. Salma, orang
yang dia kasihi yang kemudian menjadi isteri Overste Nurdin sahabatnya. Hanako, adik Kenji yang menjadi
menantu Tokugawa, bekas kepala Yakuza Tokyo. Michiko yang dia cari sampai ke Dallas dan ternyata menikah
dengan Thomas MacKenzie. Angela, polisi Dallas yang membantunya membalas dendam pada geng iblis Klu
Klux Klan. Ami Florence, mata-mata Amerika di Kota Da Nang. Thi Binh, gadis desa yang cantik dan Roxy
Rogers, anak milyarder Alfonso Rogers yang dia bebaskan dari goa di bukit cadas Vitenam. Semua melintas
seperti berlarian dalam fikirannya.
"Awalnya saya hanya mencari orang yang pembunuh keluarga saya?" "Untuk membalas dendam?"
"Ya"." "Kau berhasil?" "Ya dan tidak?" "Kenapa ya, kenapa tidak?" "Ya, karena dia saya kalahkan dalam
pertarungan samurai. Tidak, karena meski dia saya kalahkan tapi dia tidak saya cederai sedikit pun. Namun
hanya beberapa saat setelah saya tinggalkan, dia bunuh diri. Di Jepang disebut seppuku, harakiri"." "Setelah
itu..?" "Setelah itu" di sinilah saya sekarang"." "Pernah menikah sebelum atau sesudahnya?"" "Tidak"."
"Kenapa?" "Karena mungkin ada kutukan atas diri saya"." "Apa penyebab kutukan itu?" "Sewaktu masih amat
remaja, saya melemparkan cincin pertunangan di depan keluarga tunangan saya"." "Jangan percaya soal
tahayul, tak ada kutukan begitu"."
Dalam Neraka Vietnam-bagian-714
"Buktinya, perempuan-perempuan yang pernah saya cintai, menikah dengan lelaki lain, atau meninggal
dunia?" "Itu bukan karena kutukan, tapi karena engkau gentayangan terus ke segala penjuru. Tidak menetap
di suatu tempat. Kalau mengembara terus-terusan, jangankan menikah, untuk memakai celana pun kau tak
sempat?" ujar Cowie kesal, di iringi tawa terkekeh Jock Graham. Tapi setelah itu mereka terdiam. Yang
terdengar hanya curahan air terjun dan dengkur Smith. Sampai akhirnya Cowie bertanya sebelum menguap
lebar. "Saya heran, meski kau katakan kesini untuk membebaskan Roxy rogers, lalu terlibat berperang, tapi
apa urusannya dengan hidupmu kawan..?" Ya, usahanya membebaskan tawanan dan terlibat peperangan, apa
urusannya dengan hidup nya" Si Bungsu terdiam sesaat, lama baru dia menjawab.
"Paling tidak, saya ke Vietnam ini menolong seorang ayah untuk menemukan kembali putrinya. Engkau
sendiri, untuk apa kau berperang di Vietnam ini, Cowie?" Cowie terkejut dengan serangan "balik" Si Bungsu.
"Untuk negeri saya Amerika?" "Apakah Vietnam menyerang negeri kalian..?" Cowie terdiam beberapa saat.
"Kami membela Vietnam Selatan atas jajahan Vietnam Utara?" "Berhasilkah pembelaan kalian itu, Cowie?""
Cowie tak menjawab, karena dia tahu Bungsu tak butuh jawaban dari pertanyaan itu, dunia juga tahu.
Jangankan untuk "membela Vietnam Selatan" seperti yang di koar-koarkan, justru Amerika yang di bikin
terbirit-birit oleh negeri yang katanya "sangat terbelakang" ini. Kekalahan tidak hanya memalukan, tetapi juga
harus di bayar mahal dengan ribuan korban, yang semuanya hampir generasi muda Amerika, yang terenggut
di berbagai kota di Dalam Neraka Vietnam ini. Sebagian lagi pulang ke Amerika dengan membawa cacat tubuh
atau cacat mental permanen. Si Bungsu yang juga mengantuk memang tidak memerlukan jawaban Cowie atas
"serangan balik"nya tadi. Dalam keheningan malam yang makin larut akhirnya mereka tertidur di dalam goa di
balik air terjun. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 750
---000--Hari itu ada sesuatu yang tidak biasa di kapal perang USS Alamo yang sedang buang jangkar di lepas
pantai salah satu pulau milik Philipana, tapi posisinya cukup dekat ke natuna, kalimantan dan pantai bagian
selatan Vietnam selatan. Sebagian besar pasukan sedang naik ke darat. Di kapal itu hanya ada beberapa orang
perwira, awak radar dan komputer serta komandan kapal Laksamana Billy Jones Lee. Menjelang tengah hari
sebuah heli mendarat di helipad kapal itu, dan Laksaman Lee langsung menyambut orang-orang yang sedang
turun dari heli itu. Mereka langsung ke ruang komando dimana terdapat komputer canggih dan layar kaca bening
berukuran 2?2 meter dengan tampilan peta wilayah Vietnam selatan. Sesaat setelah tamu-tamu itu berada
diruangan komando, dalam posisi sama-sama berdiri, Laksamana Lee saling memperkenalkan tamunya.
"Senang bertemu dengan tuan-tuan dan anda, Lady. Baik, walau sudah ada yang sudah saling kenal, saya
kenalkan Lady ini adalah Ami Florence, mata-mata Amerika Di Vietnam selatan yang banyak sekali jasanya
kepada Amerika, ini Abang nya Tuan Le Duan. Sama seperti adiknya, adalah mata-mata Amerika. Ini Tuan
Alfonso Rogers, donatur yang banyak menyumbang angkatan laut Amerika, termasuk Kapal USS Alamo dimana
kini kita sedang berada. Ini Tuan McKinlay, Kolonel perang Veteran dan pahlawan dari Hamburger Hill, dia
kehilangan sebelah kaki di sana. Ini tuan Eddie MacMahon, Kolonel SEAL yang di bebaskan seoarang Indonesia
bersama Roxy, putri Tuan Alfonso. Ini Tuan Thomas MacKenzie, mantan pilot tempur perang dunia II. Nah,
lengkap sudah. Kita semua berkumpul disini karena sangat berkepentingan atas keselamatan seorang Indonesia,
bernama Bungsu. Dia masuk ke Vietnam sekitar enam bulan yang lalu. Semula atas permintaan tuan Rogers
yang minta di carikan putrinya, Roxy Rogers yang hilang di Vietnam sekitar tiga tahun yang lalu. Sebelum dia
mencari Roxy, dia terlebih dahulu menyelamatkan Ami Florence dan Lee Duan, menghancurkan tiga speedboat
perang Vietnam, kemudian mencari dan membebaskan 15 tawanan Amerika, lima wanita Amerika, dan
sepuluh lelaki. Termasuk Roxy dan MacMahon.." ujar Lee. Tiba-tiba Alfonso Rogers maju selangkah lalu bicara.
"Maaf, ada yang harus saya katakan tentang orang ini, saya memang membayarnya dengan sangat mahal,
asal putri saya bisa bebas. Itu sudah saya lakukan dua tiga tim tapi semuanya gagal. Namun orang ini, tak satu
dolarpun uang saya dia terima. Bahkan tiket pesawat yang saya berikan melalui Yoshua, sahabatnya yang orang
Indian. Saat melibas anggota Klu Klux Klan, tidak dia pakai. Saya tidak tahu bagaimana harus menyampaikan
terimakasih saya?" Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 751
Dalam Neraka Vietnam-bagian-715
Semua orang terdiam mendengar penjelasan itu. Seorang letnan wanita bagian komputer datang
membawakan minuman. Masing-masing mereka memegang gelas Coca Cola, Anggur atau Lemon. Lalu
terdengar lagi Laksaman Lee bicara.
"Dengan satu atau lain sebab orang itu kini berada dalam Neraka Vietnam yang apinya masih menyala
besar. Tidak hanya Tuan-tuan dan Anda Ami, yang menginginkan lelaki itu di bebaskan, saya juga. Apapun
caranya! Sudah berbulan-bulan ini kita kehilangan kontak dengannya, sejak dia mengalihkan serangan yang di
tujukan ke heli yang di naiki Kolonel MacMahon, Roxy dan kawan-kawan. Sekarang silahkan Ami?" Ami
Florence maju, meletakkan gelasnya di meja kecil. Mendekati kaca bening 2?2 meter dimata tergambar peta
Vietnam Selatan itu. Lalu bicara.
"Lewat jalur informasi yang rumit, saya mendapat info dari "dragon" di daratan Vietnam. Si Bungsu
terakhir berada di desa ini.." ujar Ami sambil menunjuk sebuah titik dekat sebuah sungai di peta di kaca bening
tersebut. Lalu dia melanjutkan. "Dia menyembuhkan kanker paru stadium empat Kolonel yang menjadi
komandan garnizun Vietkong. Dia juga menyelamatkan nyawa Sersan Lok Ma, pencari jejak handal vietkong,
saat memburu rombongan Roxy dan MacMahon. Namun keadaan berubah drastis saat Politbiro komunis di
kota Da Nang yang mengirm tentara pasukan dan milisi PKI. Si Bungsu di sekap di sebuah lobang tanah bersama
tiga tentara Amerika yang sudah lebih awal di sekap. Beberapa minggu di tahan, mereka bisa melarikan diri. Di
buru satu peleton tentara, namun tak pernah tertangkap. Jejak mereka lenyap di rawa di daerah ini, namun Lok
Ma menduga mereka menuju arah barat, ke arah heli yang pernah menjemput Roxy dan MacMahon?" ujar Ami
Florence sambil menunjuk peta.
"Mereka memburu sesuai petunjuk Lok Ma?" tanya MacKenzie suami Michiko. "Tidak?" "Kenapa?" "Dia
bersama Kolonel yang di obat Si Bungsu kanker parunya, mencari jalan mengabarkan hal itu pada pihak
Amerika. Mereka berdua merasa berhutang nyawa pada Si Bungsu. Dragon mendapatkan bocoran itu, dan
mengirimkan kabar pada kami?" ujar Ami. Mereka saling bertukar pandang. Mereka semua mempunyai kaitan
langsung maupun tidak dengan Si Bungsu. "Well. Anak saya meminta saya melakukakan apa saja menjemput
lelaki itu. Lebih dari pada itu, setelah anak saya dia bebaskan. Saya bersedia bertukar nyawa dengan dia?" ujar
ALfonso Rogers. "Jika Amerika merasa tak berhutang apapun padanya, saya dengan empat belas anak buah saya yang di
sekap selama tiga tahun, takkan pernah bisa membayar hutang atas apa yang dia lakukan buat membebaskan
kami?"ujar Kolonel MacMahon. "Oke, sekarang kita mari ke komputer besar itu. Letnan anda tunjukan apa
yang anda peroleh dari satelit mata-mata?" ujar Laksaman lee pada perwira wanita yang tadi membawakan
minuman. "Yes, Sir"."Lalu mereka mengambil posisi di belakang perwira itu, yang telah menghidupkan
komputernya. "Kami berhasil dan menelusuri dan menemukan wilayah yang informasinya di peroleh nona Ami
Florence dari Dragon dengan memakai pencitraan satelit mata-mata Amerika. Satelit hanya bisa melacak jika
di lokasi itu ada panas yang di picu oleh pembakaran Amunisi. Konkritnya jika di tempat itu terjadi tembak
menembak. Satelit menemukan dan merekamnya. Satelit merekam terjadinya pertempuran sepeleton pasukan
dengan satu orang. Satelit juga menemukan tiga orang lainnya bergerak ke barat, menjauh areal tembakmenembak. Informasi dari Dragon tampaknya sesuai dengan di lapangan. Si Bungsu dan tiga tentara Amerika
lainnya lari di kejar pasukan Vietkong. Satelit juga berhasil melacak keempat pelarian itu kini berada di sini,
sekitar air terjun ini?" papar letnan wanita itu sambil menunjuk layar komputer. Semua mereka yang di
ruangan itu mempelototi layar komputer tersebut.
"Apakah ini di rekam?" tanya Ami. "Maksudnya..?" "Kalau di rekam tolong di rewind ke saat
pertempuran. Saya ingin mengetahui siapa yang menahan tentara Vietkong itu?" ujar Ami. Letnan bagian
komputer USS Alamo itu menoleh kearah Laksamana Lee, Laksamana itu mengangguk. "Yes, Mam"!" ujarnya
pada Ami Florence. Letnan itu menekan tombol di komputer, lalu memutar ulang video itu. Malam terlalu gelap,
apalagi di dalam belantara. Tidak ada manusia yang kelihatan hanya kilat-kilatan peluru.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-716
Namun dalam rekaman selanjutnya, nampaknya hari telah siang, kelihatan sesosok berlari di antara
belantara dan sekilas-sekilas menjadi jelas saat dia melewati rawa yang tidak ditutupi daun kayu. "Itu Si
Bungsu"!" serua Ami. "Ya, itu Si Bungsu..! " ujar Kolonel MacMahon. Mereka yang di ruangan itu saling
berpandangan. "Peristiwa di padang lalang saat heli menjemput kami, dan kami dihujani tentara Vietkong
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 752
dengan tembakan, kini terulang lagi. Dia kembali menjadikan dirinya umpan perluru, demi membebaskan tiga
tawanan lainnya. Oh Tuhan"!" ujar Kolonel MacMahon dengan suara bergetar.
Ami Florence tak mampu menahan isak tangisnya. "Selamatkan dia, tolong selamatkan dia, please"."
ujarnya. "Ya" kita semua hadir di sini karena ingin menyelamatkannya. Karena tidak hanya kita, Amerika
berhutang amat besar padanya?" ujar multi-milyuner Alfonso Rogers. "Tidak hanya kita, tiga atau empat
tentara Vietkong itu sendiri, seorang di antaranya berpangkat Kolonel, yang ditolong oleh Si Bungsu, diamdiam menginginkan kebebasannya. Itu informasi yang disampaikan Dragon?" ujar Le Duan. Laksamana Billi
Yones Lee, Komandan USS Alamo kemudian bicara.
"Well, baiklah! Berbeda dengan operasi pencarian MIA atau operasi penyelamatan lainnya selama ini
yang dilakukan Amerika, tetapi jika terjadi sesuatu Amerika akan mengatakan "tidak tahu!" Kemarin pagi saya
diinformasikan akan kedatangan Tuan-tuan di bawah koordinasi Tuan Rogers. Setelah itu dari Pentagon ada
perintah langsung dari Kepala Staf Panglima Gabungan, jemput Si Bungsu, Amerika akan menghadapi apapun
risiko politiknya. Apapun! Saya yakin, perintah dan sikap Amerika seperti itu hanya di mungkinan karena
tekanan Tuan-Tuan dan Anda, Lady. Terutama Tuan Alfonso Rogers dan Kolonel MacMahon dan Jhon
McKinlay?" "Anda terlalu merendah, Laksamana. Saya berada di Pentagon ketika Anda membentak-bentak seorang
jenderal di sana. Menyuruh mereka memasang telinga saat Anda menceritakan apa yang dilakukan Si Bungsu
untuk membebaskan 17 tentara Amerika, dan menghancurkan beberapa boat perang Vietkong menyelamatkan
Ami Florence dan Le Duan?" ujar Alfonso Rogers memotong. Laksamana itu tersipu.
"Ya, apa yang dilakukan orang asing itu belum tentu mampu dilakukan satu kompi pasukan kita yang
amat tangguh sekalipun. Di atas segalanya, kesediaannya menjadikan dirinya umpan peluru untuk
menyelamatkan heli dan para tawanan Amerika, membuat saya tak tidur berhari-hari. Dia sendirian di padang
lalang itu, ditembaki dan ditangkap?" ujarnya. Semua tertunduk mengingat peristiwa tersebut. Lalu
Laksamana itu menyambung.
"Kita sudah sediakan tiga heli tempur. Sebuah untuk mengambil mereka di dekat air terjun itu, dua buah
untuk mengawal. Perintahnya amat jelas, bawa mereka pulang, terutama Si Bungsu, apapun risikonya".!" "Saya
telah mendapatkan persetujuan Pentagon untuk memiloti heli penjemputan"." ujar Thomas MacKenzie, suami
Michiko yang mantan pilot udara Perang Dunia II itu.
"Ya, saya sudah diberitahu. Terimakasih, kami memang amat membutuhkan pilot yang berpengalaman.
Dua pilot lain siap mengawal Anda?" ujar Laksamana Lee. "Saya ikut heli yang menjemput?"" tiba-tiba Ami
Florence menyela. "Maaf, Lady. Kali ini usulan Anda terpaksa saya tolak. Demi kesuksesan operasi yang harus
amat cepat ini. Dia tiap heli, selain pilot masing-masing hanya ada dua penembak yang menjaga di mitraliur.
Satu di kiri, satu di kanan. Oke, masukkan koordinat wilayah air mancur itu ke komputer di tiap heli. Sekarang
jam tiga, ada waktu sekitar empat jam mencapai tempat itu. Anda hanya bisa memakai lampu sorot setelah
dekat air terjun itu, MacKenzie. Waktu untuk Tuan mempersiapkan diri ada lima menit, McKenzie"." "Yes, Sir!"
ujar veteran Perang Dunia II itu, sambil bergegas keluar menuju heli yang menanti dalam keadaan mesin sudah
dihidupkan. Mereka menatap keberangkatan tiga helikopter itu dari anjungan komando. Menatapnya hingga jauh,
hingga hanya kelihatan seperti seekor burung kecil, kemudian seperti titik. Saat ketiga heli itu lenyap di kaki
langit, Ami dikejutkan oleh ucapan letnan di komputer tadi. "Mam, ada yang ingin bicara padamu di telpon"."
"Saya?" "Siapa?" "Nona Roxy"." Ami menoleh pada Alfonso Rogers, ayah gadis yang ingin bicara melalui telepon
dengannya. Lelaki tua itu tersenyum. "Hallo, Roxy.." sapanya setelah memegang telpon. "Hai, Ami. Senang dapat
lagi bicara dengan Anda. Saya diberitahu ayah, Anda akan bertemu dengannya di USS Alamo"." "Ya, Ayahmu
ada di sini sekarang. Anda dimana, Roxy?" "New York. Sudah berangkat penjemputan untuk Si Bungsu?"" Ami
tertegun. Dia menatap pada ayah Roxy yang sedang ngobrol perlahan dengan Laksamana Lee.
"Anda sudah tahu adanya operasi penjemputan itu?"" "Saya mendesak Ayah untuk mempergunakan
pengaruhnya. Kita semua berhutang nyawa padanya, kan" Sudah berangkat yang menjemput Si Bungsu,
Ami?"" "Y..Ya! Sudah"." "Kita doakan bersama mudah-mudahan tak ada halangan. Apalagi Thomas MacKenzie
yang menjemput adalah pilot pesawat tempur yang amat bisa diandalkan"." "Ya, kita bersama mendoakan..
Roxy"." Adalah Cowie pertama tersentak bangun dari tidurnya yang nyenyak karena mendengar suara aneh
di antara suara air terjun. Dia membangunkan kawan-kawannya yang bergelimpang di dalam goa di balik air
terjun itu. "Suara heli"!" bisik Si Bungsu. Mereka bangkit dan bergegas ke tabir air terjun yang menutup goa
persembunyian mereka. Tiba-tiba sorot lampu heli menerangi air terjun itu. Lalu lampu sorot itu dimatikan.
Kemudian dihidupkan. Mati, hidup lagi terputus-putus. "Morse! Itu heli Amerika menjemput kita"!" seru
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 753
Kopral Jock Graham setelah mengartikan kerdipan lampu yang dipergunakan seperti morse bagi kapal-kapal
di laut. Mereka keluar dari balik air terjun itu, di bawah sorot lampu heli menuruni bukit batu tersebut dengan
cepat. Heli itu mengapung rendah di hamparan pasir lebar di tepi sungai di bawah air terjun itu. Mereka
berempat berlarian ke sana. Letnan Cowie yang Negro itu pertama sampai di dekat heli. Namun dia tak segera
naik, dia menunggu yang lain. Yang pertama naik adalah Kopral Jock Graham, kemudian Sersan Tim Smith,
kemudian Si Bungsu. Baru dia menyusul. "Lengkap! Go.. go.. go"!!" seru Sersan penjaga mitraliur di bagian
kanan setelah semuanya naik. Seiring dengan melambungnya heli itu dengan cepat ke atas, terdengar suara.
"Hallo, Bungsu. Welcome home"!"
Si Bungsu kaget mendegar panggilan itu. Dia menoleh ke arah orang yang menyapanya, yang tak lain
dari pilot heli itu. Meski dia memakai helm pilot, namun Si Bungsu mengenalnya dengan baik. "MacKenzie?"
seru Si Bungsu sambil mengulurkan tangan, disambut dengan salaman yang kukuh dan hangat oleh suami
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Michiko itu. Dalam Neraka Vietnam-bagian-717
Kemudian mereka menumpahkan perhatian pada pelarian itu. Sebab, sesaat setelah mereka bersalaman,
mereka mendengar tembakan dan melihat peluru seperti kembang api menyembur-nyembur dari dua heli
yang lain ke arah depan mereka. Saat itu keempat pelarian itu baru menyadari bahwa selain heli yang mereka
naiki masih ada dua heli lain yang mengawal. "Sir, ada empat pesawat tempur memburu kita?" ujar co-pilot
yang mendampingi MacKenzie. "Yap, kita layani!" ujar MacKenzie sambil membuat manuver tajam ke kanan
menghindari terkaman peluru yang amat jelas kelihatan datangnya dalam kegelapan malam.
Tak jelas apa jenis pesawat yang memburu mereka. Tapi kini ketiga heli itu saling sama-sama
menyerang, menghindar dan melindungi. Mereka tak lagi memperdulikan kemana arah mereka. Yang penting
mereka menghindar, atau balas menembak sambil terbang berputar atau melambung ke kiri, ke kanan,
berbalik ke belakang. Sampai suatu saat sebuah ledakan dan bola api besar terlihat di samping kanan mereka.
"Cobra kena, hancur"!" ujar co-pilot MacKenzie. Namun pada saat yang bersamaan, dua buah pesawat
tempur yang sedang menyembur-nyemburkan peluru ke arah mereka, yang berada di bahagian depan kiri dan
kanan mereka, terlihat menjadi bola api. Yang satu ditembak MacKenzie, yang satu lagi ditembak heli pengawal
yang tersisa. MacKenzie menembak sambil meliuk-liukkan terbang helinya. "Shit, kita kena"!" ujar MacKenzie
setelah terasa sebuah guncangan kecil. "Ya, kita kena"!" seru copilot.
Sekilas keempat pelarian itu melihat asap putih menyembur dari bahagian bawah hidung heli. Namun
setelah itu tak ada serangan apapun. Kedua pesawat Vietkong yang tersisa lenyap dari udara. "Mereka
menghindar karena tadi kita bertempur di atas wilayah Kamboja?" ujar MacKenzie.
"Kita juga harus menghindar, Sir?" ujar copilot. "Tenang, Panglima AU-nya junior saya waktu di West Point?"
ujar MacKenzie. Belum habis ucapannya di radio terdengar perintah untuk menjelaskan identitas mereka dari pesawat
Angkatan Udara Kamboja. Hanya selang beberapa saat, dua pesawat pemburu Kamboja sudah berada di
bahagian kiri kanan mereka. MacKenzie menjelaskan mereka AU Amerika, dan sebelum dialog berlanjut dia
langsung saja menyapa Panglima AU Kamboja, sambil menjelaskan siapa dirinya dan posisi rumitnya saat ini
karena pesawatnya kena tembak. Hal itu dia lakukan karena dia yakin Panglima itu sedang memonitor
pembicaraan antar-pilot pesawat tempur yang sedang di udara itu.
Hal itu dipastikan, karena negara manapun yang dimasuki pesawat tempur asing tanpa konfirmasi pasti
dilaporkan langsung kepada Panglima AU-nya. Panglima AU Kamboja yang empat tingkat di bawahnya saat di
West Point, kalang kabut dan membuat rencana kilat untuk membantu. Dia memberi petunjuk agar MacKenzie
mendaratkan pesawatnya di sebuah bekas lapangan Angkatan Udara negara yang bernama asli Kampuchea itu.
Dia segera mengirim teknisi dan mobil tangki bahan bakar. Kerja kilat sepuluh teknisi dan mengisi bahan bakar
itu selesai menjelang subuh.
Saat kedua heli itu kembali mengudara, tiga pesawat tempur Kamboja mengiringi seolah-olah
"mengusir" heli Amerika itu dari wilayahnya. Dalam waktu singkat lima pesawat itu lenyap dalam kabut subuh.
Heli itu terlebih dahulu digiring ke arah selatan, ke arah Teluk Siam. Setiba di atas Laut Cina Selatan lalu
melambung ke kiri, ke arah Philipina. Di perairan internasional baru kedua heli itu "dilepas", namun tetap
diawasi kalau-kalau disergap pesawat tempur Vietkong. Setelah dirasa aman, barulah pesawat tempur kamboja
balik ke pangkalannya. Usailah skenario yang "dirancang" Panglima AU Kamboja itu dengan Thomas
MacKenzie, senior yang dia hormati saat di Akademi Militer Amerika dulu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 754
Ketika mereka turun di helipad, tempat pendaratan heli di USS Alamo, mereka benar-benar disambut
dengan upacara yang istimewa. Si Bungsu heran, karena orang-orang yang dia kenal ada di kapal perang itu.
Ada Alfonso Roger, multimilyuner yang "membayarnya" untuk mencari anaknya Roxy Rogers. Ada Jhon
McKinlay, pahlawan Hamburger Hill teman Alfonso. Ada Kolonel Eddie MacMahon, perwira SEAL yang dia
bebaskan bersama Roxy. Ada Le Duan dan" Ami Florence! "Hai, Ami. Senang bertemu kembali denganmu?"
ujar Si Bungsu saat mereka tegak bertatapan dalam jarak sedepa.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-718
Tak ada jawaban apapun dari bibir Ami Florence. Mereka masih bertatapan dalam diam. Lalu" gadis itu
menghambur memeluk Si Bungsu, memeluknya erat-erat dalam isak tangis bahagia. Mereka berpelukan dalam
tatapan haru semua yang ada di helipad itu. "Jangan lagi kau tinggalkan aku, Bungsu. Jangan lagi, please..!" ujar
Ami dalam isak tangisnya.
Hari itu juga mereka di antar dengan helikopter dari USS Alamo ke sebuah hotel mewah di Manila,
ibukota Filipina. Malam harinya mereka berkumpul di restoran hotel yang sengaja di pesan untuk acara
pertemuan malam itu. Pertemuan sebagai rasa syukur atas pembebasan dan ucapan terimakasih kepada Si
Bungsu. Ketika mereka memegang gelas minuman, sementara Ami Florence bergayut di tangan Si Bungsu,
seseorang menepuk pundak Ami.
"Sorry, aku pinjam orang ini sebentar?" ujar sebuah suara sambil meraih tangan Si Bungsu sebelum Ami
Florence sempat menoleh. "Thi-thi..!" seru Ami Florence dan Si Bungsu hampir bersamaan tatkala mengetahui
siapa yang berkata. Gadis itu terpaksa melepaskan tangan Si Bungsu, karena dia segera di peluk Ami Florence.
Mereka berpelukan saling melepaskan rindu. Habis itu Thi Binh merenggangkan pelukannya lalu kembali
bicara. "Boleh ku pinjam orang asing ini sebentar?" ujarnya sambil kembali memegang tangan Si Bungsu. "Boleh
asal jangan kau bunuh dia.." ujar Ami Florence.
Si Bungsu terpaksa menuruti Thi Binh tatkala gadis itu menariknya keluar dari lingkaran orang banyak
itu. Tapi dia hanya membawa Si Bungsu "menghindar" beberapa langkah. "Waw, cantiknya kau, Thi-thi?" ujar
Si Bungsu saat tegak berhadapan saling menatap. "Aku sudah minta izin pada Ami?" ujar gadis itu, lalu tanpa
memberi kesempatan pada Si Bungsu untuk memikirkan ucapannya, masih dalam tatapan semua yang hadir,
termasuk Ami Florence, gadis itu memeluknya, menciumnya. Lama sekali.
Si Bungsu terengah ketika ciuman itu selesai. Orang-orang pada bertepuk, termasuk Ami! "Aku akan
tetap mencintaimu?" ujar Thi Binh tertahan. Lalu dia kembali memegang tangan Si Bungsu membawanya
kembali ke lingkaran orang banyak. Dan "menyerahkan" kepada Ami Florence. Dia masih memegang tangan Si
Bungsu, saat Ami memeluk lengan lelaki itu yang sebelah lagi. Yang hadir kembali bertepuk tangan.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-719
Mereka kembali tenggelam dengan cerita "masa lalu". Saat tengah berbincang itu MacKennedy berbisik
kepada Si Bungsu. Mengatakan ada telepon untuknya. "Telepon" Dari siapa?"" Pikir Si Bungsu heran. Dia lalu
pamit pada Ami lalu menuju ke telepon. "Halo..siapa ini?" "Bungsu-san?" Dug!
Jantung Si Bungsu berdegup. "M..Michiko?"" Sepi beberapa saat. Di antara ke sepian itu Si Bungsu
mendengar suara isak Michiko di telepon. "Kau baik-baik saja, Michiko-san?"" Tak ada jawaban selain isak
tangis. "Kau dimana Michiko..?" "Los Angeles?" jawab Michiko pelan setelah lama terdiam. "Michikosan"..terimakasih kau telah meminta suamimu menyelamatkan diriku. Aku berhutang budi padamu dan pada
MacKenzie, terimakasih.." "Bungsu-san?" "Ya?"" Sepi.
Si Bungsu hanya mendengar suara terisak tertahan Michiko. "Michiko-san?" Sepi. "Bungsu-san.." "Ya?""
"Jaga dirimu baik-baik?" "Kau juga, Michiko?" Sepi.. Lama.
Lalu Si Bungsu mendengar gagang telepon di letakkan. Hubungan telepon itu terputus. Si Bungsu
menarik nafas, berusaha menenangkan hatinya yang terguncang. Kemudian berjalan ke westafel di toilet.
Mencuci mukanya. Lalu kembali bergabung dengan Ami Florence, Le Duan, Laksamana Jones dan Alfonso
Rogers. Saat mereka bicara, seorang datang berbisik ke pada Ami. Mengatakan ada telepon.
"Dari siapa?" tanya Ami yang masih bergelantungan ke tangan Si Bungsu. "Roxy Rogers, Mam?" ujar
orang itu. "Oh,Roxy!"ujar Ami sambil menoleh pada Alfonso Rogers, ayah Roxy. Alfonso Rogers mengangguk
sopan. "Ada pesan untuk Roxy?" tanya Ami pada Si Bungsu. "Sampaikan salam ku padanya?" ujar Si Bungsu.
Ami menuju ke tempat telepon dan mengangkat gagang telepon.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 755
"Hai..Roxy?"sapa Ami memulai bicara. "Sudah selesai penjemputan?" "Ya..ya! Terimakasih.. Anda
dimana?" "Los Angeles. Sudah kau sampaikan terimakasihku pada Bungsu?" "Sudah. Tapi ayahmu lebih duluan
menyampaikannya?" "Dia baik-baik" Maksudku Si Bungsu?" "Ya, dia baik-baik.." "Ami?" "Ya?"" "Ada yang
ingin bicara denganmu?" "Oya, siapa?" "Tanya saja namanya pada yang bersangkutan secara langsung?" jawab
Roxy. Ami Florence menanti dengan heran. "Halo, Ami?"
Dalam Neraka Vietnam-bagian-720
Ami Florence mengerutkan kening. Dia mencoba mengingat, suara siapa di seberang sana" Thi Binh"
Tak mungkin. Yang pasti suara perempuan. "Eh..ya. Ya, saya Ami Florence! Maaf, dengan siapa saya bicara?"
"Kita memang belum pernah bertemu. Namun cerita tentangmu banyak ku dengar dari Roxy. Suami saya
sekarang ada bersamamu dan ayah Roxy, Tuan Rogers?" Ami menatap keliling. Melihat Si Bungsu, laksamana
Lee, Alfonso Rogers, Eddie MacMahon, Jhon MacKinlay dan abangnya sendiri Le Duan.
"Thomas MacKenzie, dia suami saya"." ujar suara di telepon mengejutkan Ami yang sedang memikirmikir siapa suami perempuan yang meneleponnya ini. "Ooo..suami anda yang menjemput Si Bungsu dan tiga
tawanan lainnya.." "Ya, selain saya yang meminta, dia juga bertekad melakukan hal itu?" "Si Bungsu dan suami
anda bersahabat?" "Tidak, saya yang pernah jadi sahabatnya?" Ami tertegun. "Maaf Anda?"" "Michiko. Nama
saya Michiko. Anda pasti belum pernah mendengar nama saya, Nona Ami?" Dug!
Jantung Ami berdegup kencang, hampir saja telepon yang di pegangnya terjatuh mendengar nama itu.
"Michiko Matsuyama?" desisnya perlahan.
Dug!. Kini justru jantung Michiko yyang berdegup kencang, saat Ami Florence menyebut namanya secara
lengkap, kendati terdengar amat perlahan. "Anda?"" "Ya, Si Bungsu sering bercerita tentang anda, Mam?" Dug!
Kini telepon di tangan Michiko lah yang hampr jatuh, mendengar ucapan Ami Florence barusan. "Dd..Dia.." "Dia
bercerita betapa dia dan anda saling mencintai, Mam. Dia mencari Anda Sampai Ke Dallas, namun?" Mereka
sama-sama terdiam. Sampai akhirnya terdengar suara Michiko lirih.
"Nasiblah yang memisahkan kami?" "No, Mam! Bukan karena nasib. Nasib bisa di robah dengan usaha.
Apapun yang terjadi sehabis usaha dan doa manusia, namanya takdir. Bila sudah takdir, tak seorangpun
manusia yang bisa merubahnya. Apa yang terjadi diantara kalian adalah takdir, karena kalian sudah berusaha
sekuat daya untuk dapat bersama. Anda sendiri datang dari Jepang mencarinya ke Indonesia. Usaha yang amat
luar biasa. Dia mencari anda ke Dallas, namun takdir kalian berkata lain, Mam"." Sepi.
"Apa..apakah dia masih?" "Dia tidak hanya masih "mengingatmu" Mam! Dia justru masih mencintaimu!
Namun dia orang yang sangat tahu diri dan faham benar bahwa di antara kalian ada garis yang tak boleh dia
langkahi. Dia mencintaimu bukan karena hanya ingin memilikimu, tapi ingin membuatmu bahagia. Dia takkan
menikah kalau orang yang dinikahinya sengsara bersamanya. Kendati dia amat mencintai wanita itu. Dia ikut
bahagia, kalau wanita yang dia cintai bahagia, kendati bukan bersamanya?" Sepi lagi.
"Anda mencintainya, Ami?" Dug lagi! Sepi sesaat, sampai akhirnya terdengar suara Ami. "Yas, Mam?"
Sepi sampai terdengar suara Michiko perlahan. "Dia mencintaimu,Ami?"" Sepi. Lalu terdengar suara Ami lirih.
"No,.. Mam. Dia mencintaimu. Malam-malam terkadang dia menggigau menyebut namamu, dan tersentak
bangun?" jawab Ami dengan amat jujur dan dengan suara amat tersendat. Sepi.
Michiko mendengar Ami Florence terisak. Ami Florence mendengar Michiko terisak. Kedua perempuan
yang di pisahkan ribuan kilo meter, dipisahkan laut dan benua. Kedua mereka masih sama-sama memegang
telepon dengan diam. "Ami?" "Yes, Mam?" "Maukah kau menjaganya, untuk kebahagianmu dan demi aku?""
"Mam..?"" "Ami, please?" "Sepi amat menekan. Terdengar suara Michiko kembali memanggil. "Ami":" "Yes,
Mam?" "I love you?" "I love you too..Michiko-san!"
Saat bergabung kembali dalam kelompok Si Bungsu dan yang lain-lain, meski dia tersenyum namun Si
Bungsu melihat ada bekas air mata di pipi gadis itu. "Michiko yang menelponmu, Ami?" tanya Si Bungsu lembut.
Ami menatapnya. "Tadi dia juga meneleponmu, Dear?" Si Bungsu mengangguk. Ami Florence tak dapat
menahan harunya. Tanpa dapat di tahan dia terisak. Si Bungsu memeluknya. Dia menumpahkan tangisnya di
pelukan lelaki dari Indonesia itu. "I love you. I love you"!" bisik Ami Florence dalam pelukan erat Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 756
Makam Bunga Mawar 10 Animorphs - 51 The Absolute Pemikat Nyi Sekar Dayang 1
memastikan tentara Vietnam yang memburu mereka takkan sampai kemari.
"Saya dua kali mengintai mereka. Terakhir mereka kehilangan jejak setelah melewati rawa besar dan
dalam yang kalian lewati itu. Untung rawa itu airnya mengalir, sehingga jejak yang kalian tinggalkan lenyap
bersama arus. Dua orang pencari jejak di pasukan itu kebingungan menentukan ke mana harus melanjutkan
pengejaran. Jika mereka tak menemukan jejak kalian di seberang rawa, untuk memutuskan kembali ke jejak
awal di rawa dangkal sebelum kalian memasuki rawa dalam itu, mereka memerlukan paling tidak waktu empat
atau lima hari?" tutur Si Bungsu. Persoalan muncul ketika membakar ikan tersebut. Dengan apa ikan itu
dibakar. Mereka tak punya korek api. Cowie mencoba menghidupkan api dengan menggesekkan dengan kuat
buah buah batu. Dalam Neraka Vietnam-bagian-708
Namun api tak kunjung menyala. Pukulan dan gesekan batu itu tak menimbulkan percik api sedikitpun.
Si Bungsu memilih sebuah dahan yang sudah sangat kering. Lalu mengambil serat batang pisang, serat batang
pisang itu dia belah sehingga membentuk sebuah tali. Kayu kering itu dia lobangi sedikit dengan bayonet.
Kemudian sebuah dahan yang lebih kecil dia runcingkan.
Dahan runcing itu dia lilitkan beberapa kali lilitan dengan serat batang pisang tersebut. Kayu yang dia
lobangi dia letakkan di pasir. Kemudian kayu runcing sebesar pena itu dia masukkan ke lobang kecil di kayu
itu. Dia suruh Cowie memegang kayu yang di pasir. Smith dia suruh mencari rumput kering dan meletakkannya
di sekitar lobang kayu tersebut. Ujung kayu yang dia runcingkan dia suruh tekan oleh Jock. Lalu tali serat pisang
yang melilit kayu runcing itu, dia tarik ke kiri dan ke kanan. Kayu itu terputar sedikit. Dia tarik lagi ke kiri dan
ke kanan, makin lama putaran kayu itu makin laju.
Mula-mula gesekan kayu yang runcing di lobang itu menimbulkan asap. Si Bungsu semakin
mempercepat tarikan di kedua ujung tali pisang tersebut. Percik api mulai memakan rumput kering itu. Smith
sampai berteriak saking kagumnya, lalu menambahkan rumput kering dengan jumlah banyak dan Jock Graham
meletakkan beberapa ranting kecil.
Si Bungsu menarik nafas. Dia teringat ketika membuat api dengan cara yang sama ketika di tepi rawa
bersama Thi Binh, Duc Thio dan Han Doi. Kini api menyala besar karena kayu-kayu kering di tambah terus oleh
Jock Graham dan Smith. Di api yangg menyala itu mereka membakar ikan. Harum nya ikan bakar itu sangat
kuat. Si Bungsu lalu berjalan ke dalam hutan tak jauh dari sungai itu. Dia memilih beberapa daun. Kemudian
dia remas di sungai. Air remasan itu dia teteskan ke ikan yang sedang di bakar api unggun.
"Hei, apa itu mariyuana?" asal Smith asal nyerocos. Si Bungsu tak menyahut. "Hei, kau akan meracuni
kami ya.." ujar Smith. Si Bungsu masih tak menyahut, dia tetap memeras daun itu dan meneteskannya ke ikan
yang di bakar. "Hei, itu pasti racun, kau pasti mata-mata Vietnam yang pura-pura baik sama kami, lalu sekarang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 744
kamu meracuni kami, begitu ya.." gerutu Smith. Cowie dan Jock graham terkekeh mendengar kicauan Smith. Si
Bungsu mau tak mau, ikut nyengir. Tentara yang satu itu memang tak bisa bernafas sebelum mengusilin orang.
"Daun itu mengandung zat garam?" ketika duduk dekat Cowie. Apa yang di katakan Si Bungsu dapat
mereka rasakan ketika memakan ikan bakar tersebut. Rasanya nikmat sekali, rasanya tak hambar seperti tanpa
garam. "Ikan bakar ini enak bukan karena daun itu, tapi karena kencing. Kau kencingi ikan itu tadi ya, Jock.."
kata Smith yang kembali kumat, sifat usilnya. "Tapi enak kan air kencing ku,.." ujar Jock, membalas olokan
Smith. "Enak kepalamu"!" ujar Smith.
Si Bungsu harus mengakui, kehadiran Smith di dalam lobang penyekapan itu cukup membuat suasana
meriah. Bagi ketiga tawanan Amerika itu, itulah makanan ternikmat yang mereka rasakan sejak setahun berada
dalam lobang itu. Tak heran begitu makan selesai mereka segera tertidur bermandi kan cahaya matahari.
Mereka tidur pulas sekali.
Hari kedua Si Bungsu melihat jejak rusa tak jauh dari tempat itu. Dia membawa Smith berburu. Tempat
itu mereka datangi dengan berenang perlahan di sungai, baru kemudian merayap ke darat. "Hei, apa-apaan ini,
rusanya entah ada-entah .." protes Smith terhenti ketika melihat isyarat Si Bungsu yang berada di depan.
Smith merayap cepat, dan tiba dekat padang dia melongok dan dia tertegun, melihat tak jauh di
depannya terlihat tak kurang sepuluh ekor rusa sedang merumput. "Ya Tuhan, apakah tempat ini kebun
binatang..?" desisnya. "Tempat ini tak pernah di tempuh manusia. Makanya mereka datang mencari makan
kesini siang hari. Di tempat yang sudah di tempuh manusia, biasanya rusa mencari makan malam hari?" bisik
Si Bungsu. "Sialan, mengapa kita tak membawa senapan".!" rutuk Smith.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-709
Si Bungsu memperlihatkan kepada Smith dua buah batu yang besar hampir sebesar jempol jari kaki.
"Untuk apa itu?" "Pengganti senapan"." Smith sudah hampir mengatakan orang di depannya itu gila. Namun
ketika tiba-tiba dia teringat selama dua hari ini Si Bungsu "menangkap" ikan hanya dengan lemparan batu, dia
mengurungkan niatnya mengatakan Si Bungsu gila. "Anda juga bisa menangkap rusa dengan batu?" "Saya tak
yakin, tapi tak ada salahnya dicoba bukan?" "Pantat kurap! Cobalah, saya ingin melihat?" rutuk Smith.
Si Bungsu mengangkat kepalanya perlahan. Smith ikut-ikutan mengangkat kepala. Di hadapan mereka
kesepuluh ekor rusa itu kelihatan memamah rumput dengan lahap. Untung arah angin tidak datang dari arah
mereka berada maupun dari arah air terjun. Kalau itu yang terjadi, rusa-rusa yang penciumannya amat tajam
itu pasti sudah pada melarikan diri, karena mencium bau manusia, bau yang tak lazim bagi mereka.
Tiba-tiba Si Bungsu bangkit. Rusa-rusa itu terkejut dan menoleh. Binatang itu tertegak. Mungkin merasa
aneh melihat makhluk yang tak pernah mereka lihat seumur hidup. Namun hanya dua atau tiga detik mereka
tertegun. Dengan lengking pendek rusa jantan yang paling besar sebagai peringatan adanya bahaya, semua
rusa itu tiba-tiba melompat cepat melarikan diri. Namun salah seekor, yang nampaknya masih berusia sekitar
dua tahun, tiba-tiba terdongak. Lalu jatuh. Lenyap dalam palunan rumput tebal tersebut. Rusa yang lain dalam
waktu singkat berhasil melintasi padang rumput luas itu. Kemudian lenyap ke dalam belantara lebat di
belakang sana. Si Bungsu, diikuti Smith memeriksa dan mendapati rusa itu sudah mati. Tengkoraknya, sedikit di bawah
telinga, kelihatan remuk. Bahagian itulah yang dihantam oleh lemparan Si Bungsu. Smith mendecak dan
menggelengkan kepala. Sukar baginya memahami bagaimana Si Bungsu yang selalu dia maki dengan kata-kata
"pantat kurap" atau "induk sipilis" ini bisa memiliki kemahiran seperti itu. Menangkap ikan dan rusa hanya
dengan lemparan batu. Rusa itu kemudian mereka seret ke dekat air terjun. Cowie dan Jock Graham ternganga
mendengar cerita bagaimana Si Bungsu "menembak" rusa tersebut.
"Hati-hati dengan orang ini. Dia bukan manusia. Dia dukun. Mana ada manusia yang bisa menangkap
ikan dan rusa hanya dengan lemparan batu. Pantat kurap dan induk sipilis ini dukun yang berbahaya?" rutuk
Smith panjang pendek sambil menguliti rusa itu bersama Jock Graham dengan bayonet.
Si Bungsu hanya tersenyum mendengar dendang dan rutuk Tim Smith. Saat Jock dan Smith mengerjakan
rusa itu, Cowie beranjak ke tepi hutan. Mengumpulkan kayu-kayu kering sebanyak mungkin untuk membuaut
api unggun guna memanggang rusa tersebut. Sore itu mereka pesta pora menikmati panggang daging rusa.
Kepada ketiga tentara Amerika itu Si Bungsu menunjukkan jenis daun kayu yang dia jadikan sebagai pengganti
garam saat membakar ikan kemarin. Dia juga menunjukkan pada mereka jenis-jenis daun dan lumut, yang bisa
diramu secara sederhana untuk obat malaria. Dengan takaran yang berbeda, bahagian tumbuhan itu bisa pula
diramu menjadi obat luka yang manjur.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 745
Ketika malam turun, dan kebetulan bulan sabit muncul di langit yang bersih, mereka membuat api
unggun di tepi sungai itu sambil berbaring di pasir yang putih bersih. Tempat itu demikian tenang. Berada di
tempat amat tenang dengan suara desah air terjun itu, orang sudah mengalami atau paling tidak melihat puing
neraka perang Vietnam, takkan percaya bahwa ada tempat seperti itu di Vietnam. Negeri yang selama belasan
tahun dicabik-cabik oleh perang yang kekejamannya tiada tara.
Kekejaman perang Vietnam tercatat dalam sejarah peperangan mana pun yang pernah dikenal umat
manusia di permukaan bumi ini. Kekejaman balatentara Jepang saat perang Pacific jadi tidak berati dibanding
kekejaman perang Vietnam. Tempat mereka berada sekarang seolah-olah berada di negeri lain, yang jauh
sekali dari negeri yang bernama Vietnam.
"Kenapa engkau tak ikut dengan heli tempur yang menjemput Kolonel MacMahon?" tiba-tiba saja Cowie
mengajukan pertanyaan pada Si Bungsu, saat mereka berbaring di dekat api unggun di pasir putih di tepi sungai
tersebut. Pertanyaan yang sejak awal sudah mengusik perasaan Cowie. Si Bungsu tak segera menjawab. Sambil
menelentang dia menatap bulan sabit di langit yang bersih. Jock Graham dan Smith merobah posisi tidurnya.
Jika sebelumnya mereka menelentang kini pada memiringkan tubuh menghadap ke arah Si Bungsu. Mereka
memang ingin tahu, kenapa lelaki Indonesia itu bertemu dengan MacMahon di tempat Kolonel itu disekap. Dan
kenapa dia tak ikut pergi atau tak ikut dibawa bersama helikopter tersebut.
"Ada puluhan tentara Vietnam saat itu?" ujar Si Bungsu perlahan. "Mengepung heli tersebut?" ujar
Cowie. "Ya. Sekaligus menembakinya"." "Engkau bersama MacMahon saat itu?" "Persisnya tidak. Setelah
MacMahon dan beberapa tentara Amerika lainnya saya bebaskan dari tempat penyekapan, kami membagi
kelompok menjadi tiga bahagian.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-710
Dua kelompok kemudian bergabung setelah kami membumi hanguskan kamp tentara Vietnam. Saya
memilih tinggal di belakang, menahan dua regu Vietnam yang memburu kami. Ketika saya berhasil menahan
para pengejar dan tiba di tempat penjemputan, saya lihat keadaan amat kritis. Kalau heli itu tidak berangkat
segera, mereka semua akan terbunuh. Saya yang masih berada belasan meter dari heli itu, mencoba
mengalihkan serangan tentara Vietnam dari heli dengan menembaki tentara Vietnam tersebut.
Heli itu, berikut MacMahon dan beberapa tentara Amerika berhasil lolos. Dan saya tertangkap. Itulah
sebabnya kita bertemu?" ujar Si Bungsu menuturkan secara sederhana kenapa dia kini berada di antara ke
tiga tawanan Amerika itu. "Engkau pernah belajar taktik perang, kawan?"" tanya Cowie. Si Bungsu tersenyum.
"Saya hanya belajar membunuh dan menyelamatkan diri dari orang yang ingin membunuh saya, Cowie?" ujar
Si Bungsu. Sepi setelah itu. Tak ada yang berkata, bahkan tak seorang pun di antara ke empat orang itu yang
bergerak. Masing-masing tenggelam dalam fikiran mereka sendiri. "Sudah berapa banyak orang yang kau
bunuh, kawan?" tiba-tiba Smith yang induk carut itu bertanya perlahan. Si Bungsu menarik nafas. Cowie
tersenyum mendengar si kepala hampir botak yang induk carut itu memanggil Si Bungsu dengan sebutan
"kawan". Padahal biasanya dia memanggil dengan "pantat kurap" atau induk sipilis.
Dia merasa senang, sikap dan ketangguhan Si Bungsu ternyata berhasil menundukkan perilaku anak
buahnya yang isi kepalanya ibarat tong segala carut itu. "Berapa orang yang sudah kau bunuh dalam
peperangan di Vietnam ini, Smith?"" Si Bungsu balik bertanya, dengan suara yang juga perlahan. Smith
menelentangkan tubuhnya. Menatap awan tipis yang bergerak perlahan melewati bulan sabit di atas sana.
Terdengar dia menarik nafas panjang dan berat, seperti keluhan. "Barangkali delapan sampai dua belas
orang?" jawab Tim Smith perlahan, sembari membayangkan beberapa perang di mana dia menembak mati
tentara Vietnam. "Sudah berapa orang yang kau bunuh, Bungsu?" kembali Smith bertanya karena Si Bungsu
masih berdiam diri. "Saya rasa takkan kurang seratus orang, Smith?" jawab Si Bungsu dengan suara seperti
menggigil. Jawaban itu tak hanya membuat Smith dan Jock Graham yang terkejut.
Melainkan juga Letnan PL Cowie. Ketiga orang itu duduk dan menatap ke arah Si Bungsu yang tengah
memandangi langit dan bulan sabit. Mereka tak merasa perlu bertanya apakah Si Bungsu bergurau dengan
jawabannya itu. Mereka yakin, jawaban itu adalah jawaban yang penuh kejujuran. Mereka juga tak menangkap
sedikit pun nada bangga dalam ucapan lelaki itu. Cowie malah seperti mendengar suara lelaki itu seperti
sebuah tangisan. "Oh my God"!" desis Cowie dan Smith hampir bersamaan. Si Bungsu ikut duduk.
Kemudian memeluk kedua lututnya. "Ya, jumlah orang yang kubunuh demikian banyak, kawan. Sehingga
aku tak lagi bisa menghitung. Akhirnya aku sendiri tak tahu, apakah aku membunuh benar-benar dengan alasan
membela diri, atau membunuh sudah merupakan candu bagiku. Itulah sebabnya keempat tentara Vietnam yang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 746
menggiringku dari lobang penyekapan dan ke dua orang yang menjaga di pondok dekat lobang kita disekap,
dan beberapa lagi di hutan yang memburu kita, tak seorang pun yang mati.
Mereka hanya sekedar kubuat lumpuh?" tutur Si Bungsu perlahan sambil matanya menatap kosong ke
lidah api yang menjilat kayu unggun, sekitar dua meter dari tempat mereka duduk. "Engkau membunuh
musuhmu dengan senjata api?" Yang bertanya ini adalah Jock Graham, yang tak tahan untuk tidak mengetahui
lebih banyak tentang orang Indonesia yang berhasil mengeluarkan mereka dari lobang jahanam tahanan
Vietnam itu. "Sebagian besar tidak"." "Dengan tangan?" "Dengan samurai"." "Samurai?"" tanya Jock Graham
dengan perasaan heran. Cowie dan Smith juga kembali menatap pada Si Bungsu dengan perasaan semakin
heran. "Ya, Jock. Barangkali saya adalah satu dari sedikit sekali orang yang amat mahir menggunakan samurai.
Bahkan dibanding dengan orang-orang Jepang yang paling mahir sekali pun. Baik samurai panjang, maupun
samurai-samurai kecil yang dilemparkan dari jarak belasan meter?" ujar Si Bungsu sambil melemparkan
segenggam pasir ke air sungai yang mengalir perlahan. Ketiga tentara Amerika itu terdiam.
Mereka percaya pada semua yang diucapkan orang Indonesia ini. Kendati mereka tak tahu bagaimana
orang ini mempergunakan samurai itu. Mereka hanya membayangkan beberapa film samurai Jepang yang
pernah mereka tonton. Misalnya film Zato Ichi, yang pernah cukup laris di Amerika sebelum mereka terjun ke
perang Vietnam. "Engkau punya isteri dan anak?"" Pertanyaan ini Cowie yang mengajukan.
Si Bungsu menggeleng. "Saya punya isteri dan dua anak. Wanita keduanya. Yang besar sekarang sudah
berumur tiga belas tahun. Yang kecil enam tahun. Mereka tinggal di Chicago?" ujar Cowie perlahan. "Saya juga
punya isteri, dulu, ketika empat tahun yang lalu saya cuti dan pulang ke Illionis, isteri saya ternyata
berselingkuh dengan teman sekantornya. Dia bekerja di sebuah biro perjalanan. Saya sudah tiga hari di rumah,
ketika saya datang ke sebuah hotel untuk mengantar titipan salah seorang teman yang tak cuti karena
mendapat hukuman. Saat itulah saya melihat isteri saya datang dengan seorang lelaki, kemudian masuk ke
sebuah kamar yang sudah mereka pesan. Buat sesaat saya tertegun. Kemudian pintu kamar mereka saya
tendang hingga jebol. Mereka, yang sama-sama sudah telanjang bulat dan sedang bergumul di karpet, menatap
saya seperti melihat setan?" Yang bercerita ini adalah Tim Smith.
Dia berhenti sejenak dengan nafas sesak. Cerita itu tentu saja baru bagi Si Bungsu dan Jock Graham. Jock
Graham memang baru mengenal Smith setelah dijebloskan bersama Si Bungsu di lobang yang sudah dihuni
duluan oleh Cowie dan Smith. Mereka berlainan pasukan. Namun bagi Cowie, cerita Smith itu memang sudah
dia dengar langsung dari anak buahnya itu. Lalu terdengar Smith menyambung ceritanya. "Sialnya ada
peraturan, bahwa tentara yang pulang cuti tidak dibolehkan membawa senjata. Kalau saja saya membawa
senjata, keduanya pasti sudah tak ada lagi sekarang"."
Dalam Neraka Vietnam-bagian-711
Sebenarnya, kalau pun dia membawa senjata, belum tentu apa yang dia ucapkan akan terjadi. Bahwa dia
akan menembak mati lelaki yang menyerongi isterinya itu. Sebab, saat dia menangkap basah kedua orang itu,
Smith tak sempat menghajar lelaki yang meniduri isterinya di kamar hotel tersebut. Dia hanya tertegak
mematung. Dia tak yakin bahwa isterinya akan berselingkuh seperti itu. Dia masih tegak mematung di pintu
kamar yang jebol dia tendang sampai polisi militer datang. Dia, isterinya dan lelaki teman sekantor isterinya
itu dibawa ke kantor polisi militer.
Dari pengakuan isteri dan teman kencannya itu kepada polisi militer, terungkap bahwa perbuatan tak
senonoh itu sudah mereka lakukan tiga kali seminggu selama dua tahun. Hampir selama Smith berada di
kancah perang Vietnam. Mendengar pengakuan kedua orang itu, Smith merasa sangat terpukul. Ketika dia
menyabung nyawa di medan perang, dalam belantara yang amat ganas di Vietnam, isterinya hampir setiap
malam menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki lain. Saat dia dihujani peluru, atau sedang diburu
tentara Vietnam, isterinya ternyata tengah mengumbar nafsu. Ketika dia berada di antara mayat rekanrekannya yang bertumbangan satu demi satu, di Amerika isterinya sedang bermandi keringat mendengusdengus dalam dekapan lelaki lain. Padahal, kemana pun dia pergi, foto mereka bertiga, dia-isteri-anaknya,
selalu setia dalam dompetnya
Hampir setiap hari dia melihat foto tersebut dengan sepenuh rindu. Siapa menduga, pada saat-saat
seperti itu, isterinya ternyata menikmati hari-harinya dengan gejolak birahi tak terkendali. Smith merasa
dunianya benar-benar tenggelam. Dia tak mampu berkata sepatahpun. Bahkan ketika polisi militer bertanya
apakah dia akan menuntut atau tidak, dia hanya menunduk lemah. Kemudian berdiri. Menatap sesaat pada
lelaki yang telah ratusan kali menyebadani isterinya itu. Lelaki itu menunduk. Tak berani menatapnya.
Kemudian ditatapnya isterinya yang sedang menangis terisak-isak. Hanya sesaat dia tatap. Kemudian dia
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 747
melangkah keluar. Tawaran polisi militer untuk mengantarkannya pulang ditolaknya. Dia pulang naik taksi. Di
rumah dikemasinya pakaiannya dan pakaian anak lelakinya yang berusia tiga tahun.
Kemudian dia pergi. Dia pulang ke rumah orang tuanya. Dititipkannya anaknya itu di sana. Ketika ibu
dan ayahnya bertanya apa yang terjadi, dia hanya menarik nafas. Menatap penuh perasaan hiba kepada
anaknya. Kemudian menjawab pertanyaan si ibu sekadarnya, bahwa perkawinannya sudah berakhir. Dia tak
menceritakan sepatah pun apa yang telah dilakukan isterinya. Kemudian dia menghabisi hari-harinya di bar.
Minum sampai mabuk, tidur di jalanan. Suatu malam dia dirampok segerombolan pemuda. Ada tujuh orang
jumlahnya. Ketika dia tak mau menyerahkan dompet, jam dan cincin kawin yang masih dia pakai, ketujuh
pemuda itu menghajarnya sampai babak belur. Aneh, kendati dia bisa melawan, namun dia tak melawan sedikit
pun. Sebagai tentara aktif yang baru seminggu dari medan perang Vietnam, dia masih memiliki naluri seperti
hewan liar dan kemampuan tarung individual yang tak bisa dikatakan rendah. Namun Smith seperti
membiarkan dirinya dihajar. Hidung, mulut dan matanya berdarah. Semua uang, jam dan cincinya disikat. Dia
sadar di rumah sakit. Sekeluar dari rumah sakit, dia ke markas minta cutinya diakhiri dan segera minta dikirim kembali ke
Vietnam. Dia bertemu dengan PL Cowie, yang saat itu masih berpangkat Sersan dan menjabat komandan
regunya. Mereka bertemu di markas sehari sebelum diberangkatkan kembali ke Vietnam. Ketika Cowie
bertanya apa yang terjadi, Smith hanya menatap kosong, seperti orang yang tak punya semangat untuk hidup.
Kemudian dia meninggalkan Cowie. Cowie mendengar apa yang menimpa Smith dari perawat di rumah sakit.
Esoknya Cowie mendatangi rumah Smith. Namun di rumah itu yang ada hanya isteri Smith yang sedang duduk
menangis. Dan perempuan itu, yang kesadarannya datang sangat terlambat, mengatakan bahwa dia sudah
berpisah dengan Smith. Hanya itu. Dia tak bercerita apa penyebabnya.
Ketika Cowie datang ke markas, dia mendapat kabar bahwa paginya Smith sudah berangkat ke Vietnam,
bersama pasukan yang mendapat giliran tugas di sana. Sersan Negro itu menemui dua anak buahnya yang
sama-sama masih dalam cuti dengannya. Dia ceritakan apa yang dialami Smith. Kemudian mereka mulai
mencari dimana peristiwa itu terjadi. Tak begitu sulit bagi mereka menemukan gerombolan tujuh anak-anak
muda berusia antara dua puluh sampai tiga puluhan itu. Seorang anak muda yang menjadi saksi mata saat
perampokan itu memberitahu mereka pada suatu malam, bahwa ketujuh anak muda itu berada di sebuah bar.
Mereka masuk duluan ke bar yang penuh oleh pengunjung itu. Tak lama kemudian anak muda yang jadi saksi
itu, memberi isyarat dengan sudut mata ke sebuah meja.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-712
Di sana ada tujuh anak muda berambut panjang dan pakaian semaunya, bersama empat cewek yang
nyaris tanpa pakaian. Cowie dan ke dua anak buahnya mendatangi meja itu. "Halo"." sapa Cowie. Ke tujuh anah
muda itu melihat yang menyapa mereka seorang Negro berambut pendek. Kemudian ada dua lelaki kulit putih
yang juga berambut pendek. "Niger, apa maumu?"" ujar salah seorang yang bertubuh kekar. Salah seorang
anak buah Cowie berpangkat kopral hampir saja memulai menghajar lelaki itu. Namun Cowie memberi isyarat
untuk jangan memulai dulu
. "Kami mencari seorang rekan. Kabarnya kalian pernah bertemu dengan dia seminggu yang lalu?" ujar
Cowie. "He Niger! Enyah segera dari sini, aku tak tahan baumu yang busuk. Kau pergi atau kuhancurkan
hidungmu?" ujar anak muda itu petentengan. Kemudian seusai bicara, dengan brutal dia mengecup dada
montok cewek di pangkuannya. Demikian bernafsunya dia, sehingga ketika mulutnya beranjak dari dada
wanita itu, di pangkal dada yang putih dan membukit tersebut kelihatan warna merah ke hitam-hitaman. Cowie
mengambil sesuatu dari kantong bajunya. Kemudian mengeluarkan foto Smith berpakaian dinas ukuran 4 x 6.
"Kalian mengenal teman kami ini?" ujar Cowie menyodorkan foto itu ke meja. Si lelaki kekar, tanpa menatap
foto itu segera saja menancapkan sebuah pisau besar ke foto yang baru beberapa detik diletakkan Cowie di
meja. Dan itu adalah awal keributan. Lelaki itu jelas lebih besar dari Cowie. Namun tangan kiri Cowie segera
menjambak rambutnya. Lalu tangan kanannya menghajar mulut dan hidung lelaki itu dengan pukulan berkalikali. Enam bajingan lainnya belum sempat berdiri, ketika mereka disikat habis-habisan oleh teman Cowie.
Bar itu segera berubah menjadi kancah baku tinju antara sesama pengunjung. Akhirnya sepuluh polisi
militer datang. Tentu saja mereka segera mengenal Cowie. Karena Cowie memang dikenal secara luas di antara
tentara di kota itu. Cowie menceritakan secara singkat kenapa keributan itu terjadi. Ke tujuh pemuda itu, yang
semuanya sudah babak belur, digelandang ke kamp polisi militer.
Pada si lelaki kekar yang hidungnya remuk dan giginya copot tiga buah dihajar Cowie, ditemukan
dompet dan jam Smith. Mereka lalu dihajar habis-habisan oleh polisi militer. Kemudian semua bajingan tengik
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 748
itu dijebloskan ke sel tentara. Setelah masa cutinya habis dan kembali bertugas ke Vietnam, Cowie tak bercerita
apapun pada Smith. Kedua teman Smith yang ikut menghajar ketujuh orang itulah yang bercerita. Semula tak
ada reaksi apapun dari Smith. Dia berubah jadi sangat pendiam. Namun ketika nyawanya diselamatkan Cowie
dari ledakan granat dalam suatu pertempuran, Smith akhirnya tunduk. Dia mendatangi komandannya itu
menyampaikan terimakasih.
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kisah tentang isteri Smith itu dituturkan Cowie pada larut malam, tatkala Smith sedang tidur
mendengkur. Si Bungsu menarik nafas panjang mendengar cerita tersebut. Jock Graham yang ikut mendengar
cerita itu hanya termangu. Perang Vietnam memang tidak hanya merobek-robek negeri dan bangsa Vietnam.
Perang dahsyat itu juga menimbulkan berbagai krisis di Amerika. Baik di pemerintahan, maupun di kalangan
rakyatnya. Di kalangan pemerintahan bukannya rahasia lagi, kalau tak semua mereka yang di Gedung Putih
setuju Amerika terlibat dalam perang di Vietnam. Di kalangan rakyatnya, terutama di kalangan para prajurit
yang dikirim ke Vietnam, berbagai masalah juga timbul. Masalah hancurnya rumah tangga ratusan prajurit,
sebagaimana dialami Smith, adalah persoalan yang tak mudah dicarikan jalan keluarnya. Belum lagi soal
pengangguran. Sebahagian besar tentara yang dikirim ke Vietnam adalah anak-anak muda yang terkena wajib
militer. Persoalan timbul setelah mereka kembali dari Vietnam, kemudian masa dinas wajib militernya berakhir.
Amat sedikit sekali jumlah wajib militer yang bisa diterima menjadi tentara reguler setelah masa wajib
dinasnya usai. Mereka yang selamat keluar dari perang Vietnam umumnya mengalami sindroma pasca perang.
Kekerasan di medan perang dalam bentuk sikap "dibunuh atau membunuh" dalam menghadapi ancaman,
menyebabkan mereka tak segera bisa menerima perlakuan tak adil di tengah masyarakat. Para bekas wajib
militer ini sebahagian menjadi penganggur, sebahagian menjadi buruh kasar, sebahagian mencoba berusaha
apa saja. Sebahagian lagi justru ada yang menjadi bandit.
Namun secara umum, para veteran Perang Vietnam menganggap mereka diperlakukan pemerintah
dengan sikap "habis manis sepah dibuang". Untuk memperlihatkan bahwa Amerika adalah negara superkuat,
polisi dunia dan berbagai simbol kehebatan lainnya, pemerintah mewajibkan seluruh pemuda yang sudah
dewasa untuk mengikuti wajib militer. Sebelum diterjunkan ke medan perang mereka diindoktrinasi. Kepada
mereka ditanamkan keyakinan bahwa Vietnam Utara yang mereka perangi adalah komunis yang bukan hanya
musuh Amerika, tetapi juga musuh dunia. Itu berarti tentara Amerika tidak hanya menyelamatkan Amerika,
tetapi sekaligus menjadi pahlawan bagi bangsa-bangsa sedunia. Belasan ribu tentara Amerika terbunuh dalam
perang panjang yang amat kejam dan keji itu. Sebahagian besar di antaranya adalah anak-anak muda berusia
tujuh belasan sampai 20-an tahun. Sebahagian lagi pulang membawa cacat tubuh permanen, yang takkan bisa
baik seumur hidup, betapapun canggih dan tingginya ilmu dan teknologi Amerika.
Mereka, termasuk sebahagian lagi yang selamat fisik namun pulang dengan tekanan mental,
mendapatkan diri mereka tak dihargai sama sekali. Baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah yang
semula menyanjung-nyanjung mereka. Mereka benar-benar merasa diperlakukan sebagai tebu, yang habis
manis sepah dibuang. Lama keadaan menjadi sunyi di dalam goa di balik air terjun itu, usai Cowie menuturkan
apa yang dialami Smith. Si Bungsu menatap air terjun yang seperti selendang yang seolah-olah menjadi tirai
menutupi pintu goa di mana kini mereka berbaring. Goa itu terasa panas, karena Cowie membawa bara api
unggun yang sore tadi mereka buat di luar sana. Bara api itu kemudian mereka tambah dengan dahan-dahan
kering. Lama-lama kayu itu ikut terbakar.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-713
Dengan cara seperti itu, goa itu tidak hanya menjadi terasa hangat tetapi juga tak bernyamuk. Di bara
yang menyala itu Smith dan Jock Graham membakar daging rusa. Kendati sudah dua hari mereka makan daging
rusa yang ditimpuk Si Bungsu itu, ternyata masih saja banyak yang tersisa. Selain itu, Cowie menebang tiga
batang pisang emas yang buahnya sudah masak. Kemudian mengumpulkan sekitar sepuluh buah durian besarbesar. Sebelum tidur mereka duduk atau berbaring di sekeliling api unggun. Bercerita sambil mengunyah
daging rusa panggang. Kemudian memakan cuci mulut berupa pisang atau durian. Jika memerlukan air minum, mereka
melangkah ke air terjun. Lalu mengangakan mulut lebar-lebar. Dalam waktu beberapa detik air jernih dan
bersih akan masuk satu atau dua drum ke dalam perut mereka. Waw, nikmatnya bukan main! Bagi mereka tak
ada lagi soal akan kena penyakit disentri atau menceret karena minum air mentah. Tubuh mereka sudah kebal
terhadap hal seperti itu. Ketika berada di lobang sekapan maut itu dulu, sekali dua mereka sempat meminum
air bercampur lumpur, kotoran dan bekas mayat mengapung. Jika sekarang mereka meminum air terjun yang
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 749
mengalir dari pengunungan, tentu saja air itu bersih bukan main, dibanding yang mereka minum di lobang
penyekapan dulu. Begitulah mereka melewatkan hari-hari di "sorga" dekat air terjun itu.
Suatu hari, malam sudah agak larut. Smith masih terdengar dengkurnya. Jock Graham, Cowie dan Si
Bungsu masih terlibat dalam pembicaraan berbagai hal. Namun yang banyak bicara adalah Cowie dan Si
Bungsu. Jock Graham lebih banyak berbaring mendengarkan. "Engkau sudah punya isteri, Bungsu?"" tiba-tiba
kesunyian dipecahkan oleh pertanyaan Cowie. Si Bungsu yang tengah menatap tirai air terjun sekitar lima depa
dari tempat mereka berbaring agak terkejut mendengar pertanyaan itu. Padahal sudah dia jelaskan kemarin
atau dua hari yang lalu. "Belum?" jawab Si Bungsu perlahan setelah berdiam diri beberapa saat. "Dengan
kemahiran beladiri yang amat tangguh seperti engkau, kawan, apa sebenarnya yang kau cari?"" tanya Cowie
pelahan. Lama Si Bungsu tak bisa menjawab pertanyaan Cowie. Sebab pertanyaan seperti itu tak pernah dia
fikirkan sebelumnya. Dan kini, tatkala ada yang bertanya dia sungguh-sungguh tak bisa menjawab. Ya, apa yang
dia cari" Dengan atau tanpa ilmu beladiri, apa yang dia cari dengan menghabiskan waktu dan umur berkelana
dari satu ke tempat yang lain, dari sebuah negara ke negara lain" Bayangan Reno Bulan, bekas tunangannya
yang kini menjadi isteri Sutan Pilihan, yang sebelumnya hidup sebagai tukang salung, kini bertoko kain batik
di Bukittinggi, datang membayang.
Mei-mei yang meninggal diperkosa Jepang di Bukittinggi, sesaat sebelum mereka menikah. Salma, orang
yang dia kasihi yang kemudian menjadi isteri Overste Nurdin sahabatnya. Hanako, adik Kenji yang menjadi
menantu Tokugawa, bekas kepala Yakuza Tokyo. Michiko yang dia cari sampai ke Dallas dan ternyata menikah
dengan Thomas MacKenzie. Angela, polisi Dallas yang membantunya membalas dendam pada geng iblis Klu
Klux Klan. Ami Florence, mata-mata Amerika di Kota Da Nang. Thi Binh, gadis desa yang cantik dan Roxy
Rogers, anak milyarder Alfonso Rogers yang dia bebaskan dari goa di bukit cadas Vitenam. Semua melintas
seperti berlarian dalam fikirannya.
"Awalnya saya hanya mencari orang yang pembunuh keluarga saya?" "Untuk membalas dendam?"
"Ya"." "Kau berhasil?" "Ya dan tidak?" "Kenapa ya, kenapa tidak?" "Ya, karena dia saya kalahkan dalam
pertarungan samurai. Tidak, karena meski dia saya kalahkan tapi dia tidak saya cederai sedikit pun. Namun
hanya beberapa saat setelah saya tinggalkan, dia bunuh diri. Di Jepang disebut seppuku, harakiri"." "Setelah
itu..?" "Setelah itu" di sinilah saya sekarang"." "Pernah menikah sebelum atau sesudahnya?"" "Tidak"."
"Kenapa?" "Karena mungkin ada kutukan atas diri saya"." "Apa penyebab kutukan itu?" "Sewaktu masih amat
remaja, saya melemparkan cincin pertunangan di depan keluarga tunangan saya"." "Jangan percaya soal
tahayul, tak ada kutukan begitu"."
Dalam Neraka Vietnam-bagian-714
"Buktinya, perempuan-perempuan yang pernah saya cintai, menikah dengan lelaki lain, atau meninggal
dunia?" "Itu bukan karena kutukan, tapi karena engkau gentayangan terus ke segala penjuru. Tidak menetap
di suatu tempat. Kalau mengembara terus-terusan, jangankan menikah, untuk memakai celana pun kau tak
sempat?" ujar Cowie kesal, di iringi tawa terkekeh Jock Graham. Tapi setelah itu mereka terdiam. Yang
terdengar hanya curahan air terjun dan dengkur Smith. Sampai akhirnya Cowie bertanya sebelum menguap
lebar. "Saya heran, meski kau katakan kesini untuk membebaskan Roxy rogers, lalu terlibat berperang, tapi
apa urusannya dengan hidupmu kawan..?" Ya, usahanya membebaskan tawanan dan terlibat peperangan, apa
urusannya dengan hidup nya" Si Bungsu terdiam sesaat, lama baru dia menjawab.
"Paling tidak, saya ke Vietnam ini menolong seorang ayah untuk menemukan kembali putrinya. Engkau
sendiri, untuk apa kau berperang di Vietnam ini, Cowie?" Cowie terkejut dengan serangan "balik" Si Bungsu.
"Untuk negeri saya Amerika?" "Apakah Vietnam menyerang negeri kalian..?" Cowie terdiam beberapa saat.
"Kami membela Vietnam Selatan atas jajahan Vietnam Utara?" "Berhasilkah pembelaan kalian itu, Cowie?""
Cowie tak menjawab, karena dia tahu Bungsu tak butuh jawaban dari pertanyaan itu, dunia juga tahu.
Jangankan untuk "membela Vietnam Selatan" seperti yang di koar-koarkan, justru Amerika yang di bikin
terbirit-birit oleh negeri yang katanya "sangat terbelakang" ini. Kekalahan tidak hanya memalukan, tetapi juga
harus di bayar mahal dengan ribuan korban, yang semuanya hampir generasi muda Amerika, yang terenggut
di berbagai kota di Dalam Neraka Vietnam ini. Sebagian lagi pulang ke Amerika dengan membawa cacat tubuh
atau cacat mental permanen. Si Bungsu yang juga mengantuk memang tidak memerlukan jawaban Cowie atas
"serangan balik"nya tadi. Dalam keheningan malam yang makin larut akhirnya mereka tertidur di dalam goa di
balik air terjun. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 750
---000--Hari itu ada sesuatu yang tidak biasa di kapal perang USS Alamo yang sedang buang jangkar di lepas
pantai salah satu pulau milik Philipana, tapi posisinya cukup dekat ke natuna, kalimantan dan pantai bagian
selatan Vietnam selatan. Sebagian besar pasukan sedang naik ke darat. Di kapal itu hanya ada beberapa orang
perwira, awak radar dan komputer serta komandan kapal Laksamana Billy Jones Lee. Menjelang tengah hari
sebuah heli mendarat di helipad kapal itu, dan Laksaman Lee langsung menyambut orang-orang yang sedang
turun dari heli itu. Mereka langsung ke ruang komando dimana terdapat komputer canggih dan layar kaca bening
berukuran 2?2 meter dengan tampilan peta wilayah Vietnam selatan. Sesaat setelah tamu-tamu itu berada
diruangan komando, dalam posisi sama-sama berdiri, Laksamana Lee saling memperkenalkan tamunya.
"Senang bertemu dengan tuan-tuan dan anda, Lady. Baik, walau sudah ada yang sudah saling kenal, saya
kenalkan Lady ini adalah Ami Florence, mata-mata Amerika Di Vietnam selatan yang banyak sekali jasanya
kepada Amerika, ini Abang nya Tuan Le Duan. Sama seperti adiknya, adalah mata-mata Amerika. Ini Tuan
Alfonso Rogers, donatur yang banyak menyumbang angkatan laut Amerika, termasuk Kapal USS Alamo dimana
kini kita sedang berada. Ini Tuan McKinlay, Kolonel perang Veteran dan pahlawan dari Hamburger Hill, dia
kehilangan sebelah kaki di sana. Ini tuan Eddie MacMahon, Kolonel SEAL yang di bebaskan seoarang Indonesia
bersama Roxy, putri Tuan Alfonso. Ini Tuan Thomas MacKenzie, mantan pilot tempur perang dunia II. Nah,
lengkap sudah. Kita semua berkumpul disini karena sangat berkepentingan atas keselamatan seorang Indonesia,
bernama Bungsu. Dia masuk ke Vietnam sekitar enam bulan yang lalu. Semula atas permintaan tuan Rogers
yang minta di carikan putrinya, Roxy Rogers yang hilang di Vietnam sekitar tiga tahun yang lalu. Sebelum dia
mencari Roxy, dia terlebih dahulu menyelamatkan Ami Florence dan Lee Duan, menghancurkan tiga speedboat
perang Vietnam, kemudian mencari dan membebaskan 15 tawanan Amerika, lima wanita Amerika, dan
sepuluh lelaki. Termasuk Roxy dan MacMahon.." ujar Lee. Tiba-tiba Alfonso Rogers maju selangkah lalu bicara.
"Maaf, ada yang harus saya katakan tentang orang ini, saya memang membayarnya dengan sangat mahal,
asal putri saya bisa bebas. Itu sudah saya lakukan dua tiga tim tapi semuanya gagal. Namun orang ini, tak satu
dolarpun uang saya dia terima. Bahkan tiket pesawat yang saya berikan melalui Yoshua, sahabatnya yang orang
Indian. Saat melibas anggota Klu Klux Klan, tidak dia pakai. Saya tidak tahu bagaimana harus menyampaikan
terimakasih saya?" Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 751
Dalam Neraka Vietnam-bagian-715
Semua orang terdiam mendengar penjelasan itu. Seorang letnan wanita bagian komputer datang
membawakan minuman. Masing-masing mereka memegang gelas Coca Cola, Anggur atau Lemon. Lalu
terdengar lagi Laksaman Lee bicara.
"Dengan satu atau lain sebab orang itu kini berada dalam Neraka Vietnam yang apinya masih menyala
besar. Tidak hanya Tuan-tuan dan Anda Ami, yang menginginkan lelaki itu di bebaskan, saya juga. Apapun
caranya! Sudah berbulan-bulan ini kita kehilangan kontak dengannya, sejak dia mengalihkan serangan yang di
tujukan ke heli yang di naiki Kolonel MacMahon, Roxy dan kawan-kawan. Sekarang silahkan Ami?" Ami
Florence maju, meletakkan gelasnya di meja kecil. Mendekati kaca bening 2?2 meter dimata tergambar peta
Vietnam Selatan itu. Lalu bicara.
"Lewat jalur informasi yang rumit, saya mendapat info dari "dragon" di daratan Vietnam. Si Bungsu
terakhir berada di desa ini.." ujar Ami sambil menunjuk sebuah titik dekat sebuah sungai di peta di kaca bening
tersebut. Lalu dia melanjutkan. "Dia menyembuhkan kanker paru stadium empat Kolonel yang menjadi
komandan garnizun Vietkong. Dia juga menyelamatkan nyawa Sersan Lok Ma, pencari jejak handal vietkong,
saat memburu rombongan Roxy dan MacMahon. Namun keadaan berubah drastis saat Politbiro komunis di
kota Da Nang yang mengirm tentara pasukan dan milisi PKI. Si Bungsu di sekap di sebuah lobang tanah bersama
tiga tentara Amerika yang sudah lebih awal di sekap. Beberapa minggu di tahan, mereka bisa melarikan diri. Di
buru satu peleton tentara, namun tak pernah tertangkap. Jejak mereka lenyap di rawa di daerah ini, namun Lok
Ma menduga mereka menuju arah barat, ke arah heli yang pernah menjemput Roxy dan MacMahon?" ujar Ami
Florence sambil menunjuk peta.
"Mereka memburu sesuai petunjuk Lok Ma?" tanya MacKenzie suami Michiko. "Tidak?" "Kenapa?" "Dia
bersama Kolonel yang di obat Si Bungsu kanker parunya, mencari jalan mengabarkan hal itu pada pihak
Amerika. Mereka berdua merasa berhutang nyawa pada Si Bungsu. Dragon mendapatkan bocoran itu, dan
mengirimkan kabar pada kami?" ujar Ami. Mereka saling bertukar pandang. Mereka semua mempunyai kaitan
langsung maupun tidak dengan Si Bungsu. "Well. Anak saya meminta saya melakukakan apa saja menjemput
lelaki itu. Lebih dari pada itu, setelah anak saya dia bebaskan. Saya bersedia bertukar nyawa dengan dia?" ujar
ALfonso Rogers. "Jika Amerika merasa tak berhutang apapun padanya, saya dengan empat belas anak buah saya yang di
sekap selama tiga tahun, takkan pernah bisa membayar hutang atas apa yang dia lakukan buat membebaskan
kami?"ujar Kolonel MacMahon. "Oke, sekarang kita mari ke komputer besar itu. Letnan anda tunjukan apa
yang anda peroleh dari satelit mata-mata?" ujar Laksaman lee pada perwira wanita yang tadi membawakan
minuman. "Yes, Sir"."Lalu mereka mengambil posisi di belakang perwira itu, yang telah menghidupkan
komputernya. "Kami berhasil dan menelusuri dan menemukan wilayah yang informasinya di peroleh nona Ami
Florence dari Dragon dengan memakai pencitraan satelit mata-mata Amerika. Satelit hanya bisa melacak jika
di lokasi itu ada panas yang di picu oleh pembakaran Amunisi. Konkritnya jika di tempat itu terjadi tembak
menembak. Satelit menemukan dan merekamnya. Satelit merekam terjadinya pertempuran sepeleton pasukan
dengan satu orang. Satelit juga menemukan tiga orang lainnya bergerak ke barat, menjauh areal tembakmenembak. Informasi dari Dragon tampaknya sesuai dengan di lapangan. Si Bungsu dan tiga tentara Amerika
lainnya lari di kejar pasukan Vietkong. Satelit juga berhasil melacak keempat pelarian itu kini berada di sini,
sekitar air terjun ini?" papar letnan wanita itu sambil menunjuk layar komputer. Semua mereka yang di
ruangan itu mempelototi layar komputer tersebut.
"Apakah ini di rekam?" tanya Ami. "Maksudnya..?" "Kalau di rekam tolong di rewind ke saat
pertempuran. Saya ingin mengetahui siapa yang menahan tentara Vietkong itu?" ujar Ami. Letnan bagian
komputer USS Alamo itu menoleh kearah Laksamana Lee, Laksamana itu mengangguk. "Yes, Mam"!" ujarnya
pada Ami Florence. Letnan itu menekan tombol di komputer, lalu memutar ulang video itu. Malam terlalu gelap,
apalagi di dalam belantara. Tidak ada manusia yang kelihatan hanya kilat-kilatan peluru.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-716
Namun dalam rekaman selanjutnya, nampaknya hari telah siang, kelihatan sesosok berlari di antara
belantara dan sekilas-sekilas menjadi jelas saat dia melewati rawa yang tidak ditutupi daun kayu. "Itu Si
Bungsu"!" serua Ami. "Ya, itu Si Bungsu..! " ujar Kolonel MacMahon. Mereka yang di ruangan itu saling
berpandangan. "Peristiwa di padang lalang saat heli menjemput kami, dan kami dihujani tentara Vietkong
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 752
dengan tembakan, kini terulang lagi. Dia kembali menjadikan dirinya umpan perluru, demi membebaskan tiga
tawanan lainnya. Oh Tuhan"!" ujar Kolonel MacMahon dengan suara bergetar.
Ami Florence tak mampu menahan isak tangisnya. "Selamatkan dia, tolong selamatkan dia, please"."
ujarnya. "Ya" kita semua hadir di sini karena ingin menyelamatkannya. Karena tidak hanya kita, Amerika
berhutang amat besar padanya?" ujar multi-milyuner Alfonso Rogers. "Tidak hanya kita, tiga atau empat
tentara Vietkong itu sendiri, seorang di antaranya berpangkat Kolonel, yang ditolong oleh Si Bungsu, diamdiam menginginkan kebebasannya. Itu informasi yang disampaikan Dragon?" ujar Le Duan. Laksamana Billi
Yones Lee, Komandan USS Alamo kemudian bicara.
"Well, baiklah! Berbeda dengan operasi pencarian MIA atau operasi penyelamatan lainnya selama ini
yang dilakukan Amerika, tetapi jika terjadi sesuatu Amerika akan mengatakan "tidak tahu!" Kemarin pagi saya
diinformasikan akan kedatangan Tuan-tuan di bawah koordinasi Tuan Rogers. Setelah itu dari Pentagon ada
perintah langsung dari Kepala Staf Panglima Gabungan, jemput Si Bungsu, Amerika akan menghadapi apapun
risiko politiknya. Apapun! Saya yakin, perintah dan sikap Amerika seperti itu hanya di mungkinan karena
tekanan Tuan-Tuan dan Anda, Lady. Terutama Tuan Alfonso Rogers dan Kolonel MacMahon dan Jhon
McKinlay?" "Anda terlalu merendah, Laksamana. Saya berada di Pentagon ketika Anda membentak-bentak seorang
jenderal di sana. Menyuruh mereka memasang telinga saat Anda menceritakan apa yang dilakukan Si Bungsu
untuk membebaskan 17 tentara Amerika, dan menghancurkan beberapa boat perang Vietkong menyelamatkan
Ami Florence dan Le Duan?" ujar Alfonso Rogers memotong. Laksamana itu tersipu.
"Ya, apa yang dilakukan orang asing itu belum tentu mampu dilakukan satu kompi pasukan kita yang
amat tangguh sekalipun. Di atas segalanya, kesediaannya menjadikan dirinya umpan peluru untuk
menyelamatkan heli dan para tawanan Amerika, membuat saya tak tidur berhari-hari. Dia sendirian di padang
lalang itu, ditembaki dan ditangkap?" ujarnya. Semua tertunduk mengingat peristiwa tersebut. Lalu
Laksamana itu menyambung.
"Kita sudah sediakan tiga heli tempur. Sebuah untuk mengambil mereka di dekat air terjun itu, dua buah
untuk mengawal. Perintahnya amat jelas, bawa mereka pulang, terutama Si Bungsu, apapun risikonya".!" "Saya
telah mendapatkan persetujuan Pentagon untuk memiloti heli penjemputan"." ujar Thomas MacKenzie, suami
Michiko yang mantan pilot udara Perang Dunia II itu.
"Ya, saya sudah diberitahu. Terimakasih, kami memang amat membutuhkan pilot yang berpengalaman.
Dua pilot lain siap mengawal Anda?" ujar Laksamana Lee. "Saya ikut heli yang menjemput?"" tiba-tiba Ami
Florence menyela. "Maaf, Lady. Kali ini usulan Anda terpaksa saya tolak. Demi kesuksesan operasi yang harus
amat cepat ini. Dia tiap heli, selain pilot masing-masing hanya ada dua penembak yang menjaga di mitraliur.
Satu di kiri, satu di kanan. Oke, masukkan koordinat wilayah air mancur itu ke komputer di tiap heli. Sekarang
jam tiga, ada waktu sekitar empat jam mencapai tempat itu. Anda hanya bisa memakai lampu sorot setelah
dekat air terjun itu, MacKenzie. Waktu untuk Tuan mempersiapkan diri ada lima menit, McKenzie"." "Yes, Sir!"
ujar veteran Perang Dunia II itu, sambil bergegas keluar menuju heli yang menanti dalam keadaan mesin sudah
dihidupkan. Mereka menatap keberangkatan tiga helikopter itu dari anjungan komando. Menatapnya hingga jauh,
hingga hanya kelihatan seperti seekor burung kecil, kemudian seperti titik. Saat ketiga heli itu lenyap di kaki
langit, Ami dikejutkan oleh ucapan letnan di komputer tadi. "Mam, ada yang ingin bicara padamu di telpon"."
"Saya?" "Siapa?" "Nona Roxy"." Ami menoleh pada Alfonso Rogers, ayah gadis yang ingin bicara melalui telepon
dengannya. Lelaki tua itu tersenyum. "Hallo, Roxy.." sapanya setelah memegang telpon. "Hai, Ami. Senang dapat
lagi bicara dengan Anda. Saya diberitahu ayah, Anda akan bertemu dengannya di USS Alamo"." "Ya, Ayahmu
ada di sini sekarang. Anda dimana, Roxy?" "New York. Sudah berangkat penjemputan untuk Si Bungsu?"" Ami
tertegun. Dia menatap pada ayah Roxy yang sedang ngobrol perlahan dengan Laksamana Lee.
"Anda sudah tahu adanya operasi penjemputan itu?"" "Saya mendesak Ayah untuk mempergunakan
pengaruhnya. Kita semua berhutang nyawa padanya, kan" Sudah berangkat yang menjemput Si Bungsu,
Ami?"" "Y..Ya! Sudah"." "Kita doakan bersama mudah-mudahan tak ada halangan. Apalagi Thomas MacKenzie
yang menjemput adalah pilot pesawat tempur yang amat bisa diandalkan"." "Ya, kita bersama mendoakan..
Roxy"." Adalah Cowie pertama tersentak bangun dari tidurnya yang nyenyak karena mendengar suara aneh
di antara suara air terjun. Dia membangunkan kawan-kawannya yang bergelimpang di dalam goa di balik air
terjun itu. "Suara heli"!" bisik Si Bungsu. Mereka bangkit dan bergegas ke tabir air terjun yang menutup goa
persembunyian mereka. Tiba-tiba sorot lampu heli menerangi air terjun itu. Lalu lampu sorot itu dimatikan.
Kemudian dihidupkan. Mati, hidup lagi terputus-putus. "Morse! Itu heli Amerika menjemput kita"!" seru
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 753
Kopral Jock Graham setelah mengartikan kerdipan lampu yang dipergunakan seperti morse bagi kapal-kapal
di laut. Mereka keluar dari balik air terjun itu, di bawah sorot lampu heli menuruni bukit batu tersebut dengan
cepat. Heli itu mengapung rendah di hamparan pasir lebar di tepi sungai di bawah air terjun itu. Mereka
berempat berlarian ke sana. Letnan Cowie yang Negro itu pertama sampai di dekat heli. Namun dia tak segera
naik, dia menunggu yang lain. Yang pertama naik adalah Kopral Jock Graham, kemudian Sersan Tim Smith,
kemudian Si Bungsu. Baru dia menyusul. "Lengkap! Go.. go.. go"!!" seru Sersan penjaga mitraliur di bagian
kanan setelah semuanya naik. Seiring dengan melambungnya heli itu dengan cepat ke atas, terdengar suara.
"Hallo, Bungsu. Welcome home"!"
Si Bungsu kaget mendegar panggilan itu. Dia menoleh ke arah orang yang menyapanya, yang tak lain
dari pilot heli itu. Meski dia memakai helm pilot, namun Si Bungsu mengenalnya dengan baik. "MacKenzie?"
seru Si Bungsu sambil mengulurkan tangan, disambut dengan salaman yang kukuh dan hangat oleh suami
Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Michiko itu. Dalam Neraka Vietnam-bagian-717
Kemudian mereka menumpahkan perhatian pada pelarian itu. Sebab, sesaat setelah mereka bersalaman,
mereka mendengar tembakan dan melihat peluru seperti kembang api menyembur-nyembur dari dua heli
yang lain ke arah depan mereka. Saat itu keempat pelarian itu baru menyadari bahwa selain heli yang mereka
naiki masih ada dua heli lain yang mengawal. "Sir, ada empat pesawat tempur memburu kita?" ujar co-pilot
yang mendampingi MacKenzie. "Yap, kita layani!" ujar MacKenzie sambil membuat manuver tajam ke kanan
menghindari terkaman peluru yang amat jelas kelihatan datangnya dalam kegelapan malam.
Tak jelas apa jenis pesawat yang memburu mereka. Tapi kini ketiga heli itu saling sama-sama
menyerang, menghindar dan melindungi. Mereka tak lagi memperdulikan kemana arah mereka. Yang penting
mereka menghindar, atau balas menembak sambil terbang berputar atau melambung ke kiri, ke kanan,
berbalik ke belakang. Sampai suatu saat sebuah ledakan dan bola api besar terlihat di samping kanan mereka.
"Cobra kena, hancur"!" ujar co-pilot MacKenzie. Namun pada saat yang bersamaan, dua buah pesawat
tempur yang sedang menyembur-nyemburkan peluru ke arah mereka, yang berada di bahagian depan kiri dan
kanan mereka, terlihat menjadi bola api. Yang satu ditembak MacKenzie, yang satu lagi ditembak heli pengawal
yang tersisa. MacKenzie menembak sambil meliuk-liukkan terbang helinya. "Shit, kita kena"!" ujar MacKenzie
setelah terasa sebuah guncangan kecil. "Ya, kita kena"!" seru copilot.
Sekilas keempat pelarian itu melihat asap putih menyembur dari bahagian bawah hidung heli. Namun
setelah itu tak ada serangan apapun. Kedua pesawat Vietkong yang tersisa lenyap dari udara. "Mereka
menghindar karena tadi kita bertempur di atas wilayah Kamboja?" ujar MacKenzie.
"Kita juga harus menghindar, Sir?" ujar copilot. "Tenang, Panglima AU-nya junior saya waktu di West Point?"
ujar MacKenzie. Belum habis ucapannya di radio terdengar perintah untuk menjelaskan identitas mereka dari pesawat
Angkatan Udara Kamboja. Hanya selang beberapa saat, dua pesawat pemburu Kamboja sudah berada di
bahagian kiri kanan mereka. MacKenzie menjelaskan mereka AU Amerika, dan sebelum dialog berlanjut dia
langsung saja menyapa Panglima AU Kamboja, sambil menjelaskan siapa dirinya dan posisi rumitnya saat ini
karena pesawatnya kena tembak. Hal itu dia lakukan karena dia yakin Panglima itu sedang memonitor
pembicaraan antar-pilot pesawat tempur yang sedang di udara itu.
Hal itu dipastikan, karena negara manapun yang dimasuki pesawat tempur asing tanpa konfirmasi pasti
dilaporkan langsung kepada Panglima AU-nya. Panglima AU Kamboja yang empat tingkat di bawahnya saat di
West Point, kalang kabut dan membuat rencana kilat untuk membantu. Dia memberi petunjuk agar MacKenzie
mendaratkan pesawatnya di sebuah bekas lapangan Angkatan Udara negara yang bernama asli Kampuchea itu.
Dia segera mengirim teknisi dan mobil tangki bahan bakar. Kerja kilat sepuluh teknisi dan mengisi bahan bakar
itu selesai menjelang subuh.
Saat kedua heli itu kembali mengudara, tiga pesawat tempur Kamboja mengiringi seolah-olah
"mengusir" heli Amerika itu dari wilayahnya. Dalam waktu singkat lima pesawat itu lenyap dalam kabut subuh.
Heli itu terlebih dahulu digiring ke arah selatan, ke arah Teluk Siam. Setiba di atas Laut Cina Selatan lalu
melambung ke kiri, ke arah Philipina. Di perairan internasional baru kedua heli itu "dilepas", namun tetap
diawasi kalau-kalau disergap pesawat tempur Vietkong. Setelah dirasa aman, barulah pesawat tempur kamboja
balik ke pangkalannya. Usailah skenario yang "dirancang" Panglima AU Kamboja itu dengan Thomas
MacKenzie, senior yang dia hormati saat di Akademi Militer Amerika dulu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 754
Ketika mereka turun di helipad, tempat pendaratan heli di USS Alamo, mereka benar-benar disambut
dengan upacara yang istimewa. Si Bungsu heran, karena orang-orang yang dia kenal ada di kapal perang itu.
Ada Alfonso Roger, multimilyuner yang "membayarnya" untuk mencari anaknya Roxy Rogers. Ada Jhon
McKinlay, pahlawan Hamburger Hill teman Alfonso. Ada Kolonel Eddie MacMahon, perwira SEAL yang dia
bebaskan bersama Roxy. Ada Le Duan dan" Ami Florence! "Hai, Ami. Senang bertemu kembali denganmu?"
ujar Si Bungsu saat mereka tegak bertatapan dalam jarak sedepa.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-718
Tak ada jawaban apapun dari bibir Ami Florence. Mereka masih bertatapan dalam diam. Lalu" gadis itu
menghambur memeluk Si Bungsu, memeluknya erat-erat dalam isak tangis bahagia. Mereka berpelukan dalam
tatapan haru semua yang ada di helipad itu. "Jangan lagi kau tinggalkan aku, Bungsu. Jangan lagi, please..!" ujar
Ami dalam isak tangisnya.
Hari itu juga mereka di antar dengan helikopter dari USS Alamo ke sebuah hotel mewah di Manila,
ibukota Filipina. Malam harinya mereka berkumpul di restoran hotel yang sengaja di pesan untuk acara
pertemuan malam itu. Pertemuan sebagai rasa syukur atas pembebasan dan ucapan terimakasih kepada Si
Bungsu. Ketika mereka memegang gelas minuman, sementara Ami Florence bergayut di tangan Si Bungsu,
seseorang menepuk pundak Ami.
"Sorry, aku pinjam orang ini sebentar?" ujar sebuah suara sambil meraih tangan Si Bungsu sebelum Ami
Florence sempat menoleh. "Thi-thi..!" seru Ami Florence dan Si Bungsu hampir bersamaan tatkala mengetahui
siapa yang berkata. Gadis itu terpaksa melepaskan tangan Si Bungsu, karena dia segera di peluk Ami Florence.
Mereka berpelukan saling melepaskan rindu. Habis itu Thi Binh merenggangkan pelukannya lalu kembali
bicara. "Boleh ku pinjam orang asing ini sebentar?" ujarnya sambil kembali memegang tangan Si Bungsu. "Boleh
asal jangan kau bunuh dia.." ujar Ami Florence.
Si Bungsu terpaksa menuruti Thi Binh tatkala gadis itu menariknya keluar dari lingkaran orang banyak
itu. Tapi dia hanya membawa Si Bungsu "menghindar" beberapa langkah. "Waw, cantiknya kau, Thi-thi?" ujar
Si Bungsu saat tegak berhadapan saling menatap. "Aku sudah minta izin pada Ami?" ujar gadis itu, lalu tanpa
memberi kesempatan pada Si Bungsu untuk memikirkan ucapannya, masih dalam tatapan semua yang hadir,
termasuk Ami Florence, gadis itu memeluknya, menciumnya. Lama sekali.
Si Bungsu terengah ketika ciuman itu selesai. Orang-orang pada bertepuk, termasuk Ami! "Aku akan
tetap mencintaimu?" ujar Thi Binh tertahan. Lalu dia kembali memegang tangan Si Bungsu membawanya
kembali ke lingkaran orang banyak. Dan "menyerahkan" kepada Ami Florence. Dia masih memegang tangan Si
Bungsu, saat Ami memeluk lengan lelaki itu yang sebelah lagi. Yang hadir kembali bertepuk tangan.
Dalam Neraka Vietnam-bagian-719
Mereka kembali tenggelam dengan cerita "masa lalu". Saat tengah berbincang itu MacKennedy berbisik
kepada Si Bungsu. Mengatakan ada telepon untuknya. "Telepon" Dari siapa?"" Pikir Si Bungsu heran. Dia lalu
pamit pada Ami lalu menuju ke telepon. "Halo..siapa ini?" "Bungsu-san?" Dug!
Jantung Si Bungsu berdegup. "M..Michiko?"" Sepi beberapa saat. Di antara ke sepian itu Si Bungsu
mendengar suara isak Michiko di telepon. "Kau baik-baik saja, Michiko-san?"" Tak ada jawaban selain isak
tangis. "Kau dimana Michiko..?" "Los Angeles?" jawab Michiko pelan setelah lama terdiam. "Michikosan"..terimakasih kau telah meminta suamimu menyelamatkan diriku. Aku berhutang budi padamu dan pada
MacKenzie, terimakasih.." "Bungsu-san?" "Ya?"" Sepi.
Si Bungsu hanya mendengar suara terisak tertahan Michiko. "Michiko-san?" Sepi. "Bungsu-san.." "Ya?""
"Jaga dirimu baik-baik?" "Kau juga, Michiko?" Sepi.. Lama.
Lalu Si Bungsu mendengar gagang telepon di letakkan. Hubungan telepon itu terputus. Si Bungsu
menarik nafas, berusaha menenangkan hatinya yang terguncang. Kemudian berjalan ke westafel di toilet.
Mencuci mukanya. Lalu kembali bergabung dengan Ami Florence, Le Duan, Laksamana Jones dan Alfonso
Rogers. Saat mereka bicara, seorang datang berbisik ke pada Ami. Mengatakan ada telepon.
"Dari siapa?" tanya Ami yang masih bergelantungan ke tangan Si Bungsu. "Roxy Rogers, Mam?" ujar
orang itu. "Oh,Roxy!"ujar Ami sambil menoleh pada Alfonso Rogers, ayah Roxy. Alfonso Rogers mengangguk
sopan. "Ada pesan untuk Roxy?" tanya Ami pada Si Bungsu. "Sampaikan salam ku padanya?" ujar Si Bungsu.
Ami menuju ke tempat telepon dan mengangkat gagang telepon.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 755
"Hai..Roxy?"sapa Ami memulai bicara. "Sudah selesai penjemputan?" "Ya..ya! Terimakasih.. Anda
dimana?" "Los Angeles. Sudah kau sampaikan terimakasihku pada Bungsu?" "Sudah. Tapi ayahmu lebih duluan
menyampaikannya?" "Dia baik-baik" Maksudku Si Bungsu?" "Ya, dia baik-baik.." "Ami?" "Ya?"" "Ada yang
ingin bicara denganmu?" "Oya, siapa?" "Tanya saja namanya pada yang bersangkutan secara langsung?" jawab
Roxy. Ami Florence menanti dengan heran. "Halo, Ami?"
Dalam Neraka Vietnam-bagian-720
Ami Florence mengerutkan kening. Dia mencoba mengingat, suara siapa di seberang sana" Thi Binh"
Tak mungkin. Yang pasti suara perempuan. "Eh..ya. Ya, saya Ami Florence! Maaf, dengan siapa saya bicara?"
"Kita memang belum pernah bertemu. Namun cerita tentangmu banyak ku dengar dari Roxy. Suami saya
sekarang ada bersamamu dan ayah Roxy, Tuan Rogers?" Ami menatap keliling. Melihat Si Bungsu, laksamana
Lee, Alfonso Rogers, Eddie MacMahon, Jhon MacKinlay dan abangnya sendiri Le Duan.
"Thomas MacKenzie, dia suami saya"." ujar suara di telepon mengejutkan Ami yang sedang memikirmikir siapa suami perempuan yang meneleponnya ini. "Ooo..suami anda yang menjemput Si Bungsu dan tiga
tawanan lainnya.." "Ya, selain saya yang meminta, dia juga bertekad melakukan hal itu?" "Si Bungsu dan suami
anda bersahabat?" "Tidak, saya yang pernah jadi sahabatnya?" Ami tertegun. "Maaf Anda?"" "Michiko. Nama
saya Michiko. Anda pasti belum pernah mendengar nama saya, Nona Ami?" Dug!
Jantung Ami berdegup kencang, hampir saja telepon yang di pegangnya terjatuh mendengar nama itu.
"Michiko Matsuyama?" desisnya perlahan.
Dug!. Kini justru jantung Michiko yyang berdegup kencang, saat Ami Florence menyebut namanya secara
lengkap, kendati terdengar amat perlahan. "Anda?"" "Ya, Si Bungsu sering bercerita tentang anda, Mam?" Dug!
Kini telepon di tangan Michiko lah yang hampr jatuh, mendengar ucapan Ami Florence barusan. "Dd..Dia.." "Dia
bercerita betapa dia dan anda saling mencintai, Mam. Dia mencari Anda Sampai Ke Dallas, namun?" Mereka
sama-sama terdiam. Sampai akhirnya terdengar suara Michiko lirih.
"Nasiblah yang memisahkan kami?" "No, Mam! Bukan karena nasib. Nasib bisa di robah dengan usaha.
Apapun yang terjadi sehabis usaha dan doa manusia, namanya takdir. Bila sudah takdir, tak seorangpun
manusia yang bisa merubahnya. Apa yang terjadi diantara kalian adalah takdir, karena kalian sudah berusaha
sekuat daya untuk dapat bersama. Anda sendiri datang dari Jepang mencarinya ke Indonesia. Usaha yang amat
luar biasa. Dia mencari anda ke Dallas, namun takdir kalian berkata lain, Mam"." Sepi.
"Apa..apakah dia masih?" "Dia tidak hanya masih "mengingatmu" Mam! Dia justru masih mencintaimu!
Namun dia orang yang sangat tahu diri dan faham benar bahwa di antara kalian ada garis yang tak boleh dia
langkahi. Dia mencintaimu bukan karena hanya ingin memilikimu, tapi ingin membuatmu bahagia. Dia takkan
menikah kalau orang yang dinikahinya sengsara bersamanya. Kendati dia amat mencintai wanita itu. Dia ikut
bahagia, kalau wanita yang dia cintai bahagia, kendati bukan bersamanya?" Sepi lagi.
"Anda mencintainya, Ami?" Dug lagi! Sepi sesaat, sampai akhirnya terdengar suara Ami. "Yas, Mam?"
Sepi sampai terdengar suara Michiko perlahan. "Dia mencintaimu,Ami?"" Sepi. Lalu terdengar suara Ami lirih.
"No,.. Mam. Dia mencintaimu. Malam-malam terkadang dia menggigau menyebut namamu, dan tersentak
bangun?" jawab Ami dengan amat jujur dan dengan suara amat tersendat. Sepi.
Michiko mendengar Ami Florence terisak. Ami Florence mendengar Michiko terisak. Kedua perempuan
yang di pisahkan ribuan kilo meter, dipisahkan laut dan benua. Kedua mereka masih sama-sama memegang
telepon dengan diam. "Ami?" "Yes, Mam?" "Maukah kau menjaganya, untuk kebahagianmu dan demi aku?""
"Mam..?"" "Ami, please?" "Sepi amat menekan. Terdengar suara Michiko kembali memanggil. "Ami":" "Yes,
Mam?" "I love you?" "I love you too..Michiko-san!"
Saat bergabung kembali dalam kelompok Si Bungsu dan yang lain-lain, meski dia tersenyum namun Si
Bungsu melihat ada bekas air mata di pipi gadis itu. "Michiko yang menelponmu, Ami?" tanya Si Bungsu lembut.
Ami menatapnya. "Tadi dia juga meneleponmu, Dear?" Si Bungsu mengangguk. Ami Florence tak dapat
menahan harunya. Tanpa dapat di tahan dia terisak. Si Bungsu memeluknya. Dia menumpahkan tangisnya di
pelukan lelaki dari Indonesia itu. "I love you. I love you"!" bisik Ami Florence dalam pelukan erat Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 756
Makam Bunga Mawar 10 Animorphs - 51 The Absolute Pemikat Nyi Sekar Dayang 1