Rahasia Lukisan Telanjang 2
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang Bagian 2
Tuak lalu cepat-cepal menyingkir ke samping kanan, mengelakkan totokan yang
dilancarkan Nenek Rambut Biru! Sambil mengelak Dewa Tuak angkat bumbung bambunya
hingga ujungnya dengan tiada terduga menyerang ke arah pinggang lawan!
Tapi Nenek Rambut Biru tidak berkepandaian rendah!
Penasaran melihat totokannya lewat, dengan satu jeritan keras dia menyerang
kembali! Maka terjadilah pertem-
puran yang hebat.
Nenek Rambut Putih di lain pihak maju menghadapi
Wiro Sableng. Dengan memandang enteng dia lakukan serangan dan sekali menyerang
dia yakin akan sanggup meringkus si pemuda hidup-hidup. Tapi alangkah terkejut-
nya ketika sambil tertawa lawannya berkelit dengan mudah bahkan berkata
mengejek, "Ah, jurus seperti ini telah kulihat kau pergunakan untuk menyerang Si
Pelukis Aneh!"
"Bocah hijau! Ada hubungan apa kau dengan Si Pelukis Aneh"!" tanya Nenek Rambut
Putih. Wiro tertawa. Bukan dia menjawab pertanyaan si nenek malah berkata, "Orang tua
semacammu ini sepantasnya banyak bikin ibadat dan sucikan diri! Bukannya malang
melintang bikin kejahatan dan ikut campur segala macam urusan duniawi!"
"Kentut ingusan. Atas nasihatmu itu aku akan
hadiahkan jurus Ekor Naga Mematuk Cakar Garuda Berkiblat! Terimalah!"
Gerakan si nenek sebat sekali. Tubuhnya tinggal
bayangan dan tahu-tahu tiga jari tangan kanannya
menotok ke dada, sedang lima jari kiri mencakar ke arah muka. Cakaran yang
datangnya lebih dulu itu sebenarnya hanya tipuan belaka karena serangan yang
sebenarnya ialah totokan pada dada! Bila lawan coba hindarkan mukanya dari
cakaran maka kecepatan totokan tangan akan ditambah dua kali lipat!
Dan celakanya Pendekar 212 kini kena tertipu!
Begitu melihat lima jari mencakar di depan hidung dia segera buang kepala ke
belakang dan kaki kanan menderu ke arah si nenek. Namun di saat itu si nenek
sudah melesat ke samping, sedang tiga jari tangannya dengan kecepatan luar biasa
menderu ke arah dada Wiro Sableng!
Penasaran sekali karena dia tahu bahwa totokan yang lihai itu tak mungkin
dikelit maka Wiro hantamkan tangan kanannya dari atas ke bawah! Dua lengan pun
beradu! Si nenek berseru keras. Dia tersurut sampai dua tombak, mukanya pucat
bahkan terkejut.
Nenek Rambut Hitam segera maklum bahwa tenaga
dalam anak buahnya itu jauh rendahnya dari si pemuda. Ini adalah satu hal yang tak pernah disangkanya. Dan ketika
dia memandang ke lengan Si Rambut Putih, lengan nenek-nenek itu kelihatan
bengkak membiru sedang lengan Wiro Sableng hanya berbekas merah sedikit!
Kemudian dilihatnya pula pertempuran si rambut biru dengan Dewa Tuak. Anak buahnya itu
tengah dibikin sibuk bahkan dipermainkan malah! Gusarlah Nenek Rambut Hitam.
Segera dia berseru, "Kalian berdua jangan bikin malu aku!
Kuberi kesempatan tiga jurus lagi! Jika kalian tak bisa meringkus kunyuk-kunyuk
itu, kalian akan tahu rasa!"
Mendengar seruan Si Rambut Hitam, Rambut Putih dan Rambut Biru jadi takut
sekali. Keduanya segera loloskan setagen yang melilit di pinggang masing-masing
lalu menyerang dengan lebih sebat!
Dua setagen yang merupakan senjata ampuh itu tak
ubahnya laksana dua ekor ular besar yang meliuk-liuk sebat kian kemari, kadang-
kadang bergerak cepat mem-
belit pinggang, kadang-kadang menotok jalan darah bahkan kadang-kadang mematuk
ke arah kedua mata!
Dan semua itu terjadi bertubi-tubi laksana kilat. Betapapun Wiro dan Dewa Tuak
percepat gerakan silat mereka, namun tetap saja keduanya dibikin terdesak dan
tak sang- gup ke luar dari gulungan setagen lawan!
"Setagen sialan," gerendeng Pendekar 212. Baik dia maupun Dewa Tuak kini segera
merubah sikap. Kalau tadi mereka cuma main-main dan mengejek lawan mereka,
maka setelah terdesak hebat dan terkurung setagen yang berbahaya itu, mereka
mulai lancarkan serangan-serangan balasan sehingga pertempuran berjalan semakin
hebat! Dalam tempo yang singkat lima jurus telah lewat.
Nenek Rambut Hitam penasaran sekali melihat kedua anak buahnya tiada sanggup
meringkus lawan masing-masing, padahal tiga jurus yang ditentukannya telah
berlalu! "Kalian berdua mundurlah!" bentaknya marah.
Nenek Rambut Biru segera melompat mundur. Namun
karena agak gugup ketakutan oleh bentakan pemimpinnya, dia menjadi sedikit
lengah dan akibatnya ujung selendang-
nya berhasil ditarik oleh Dewa Tuak sehingga robek! Dewa Tuak tertawa gelak-
gelak! Di lain pihak Nenek Rambut Putih begitu melompat begitu dirasakannya
sekujur tubuhnya tak sanggup digerakkan. Ketika ditelitinya ternyata lawannya
telah melibat sekujur badannya dengan setagennya sendiri! Pucatlah paras nenek
tua ini. Dia maklum bahwa pemuda itu berilmu tinggi sekali dan kalau bermaksud
jahat pastilah sudah sejak tadi dia kena celaka!
Nenek Rambut Hitam maju ke hadapan kedua orang
itu. "Bagus!" katanya. "Rupanya kalian memiliki ilmu yang diandalkan! Aku mau
lihat! Apakah kalian maju berdua atau seorang-seorang"!"
Dewa Tuak mendengus.
"Bagusnya berdua sekaligus biar lekas kubereskan!"
Dewa Tuak tertawa lagi dan meneguk tuaknya bebe-
rapa kali. "Dengar Rambut Hitam," kata Dewa Tuak pula. "Main-main dengan dua orang anak
buahmu itu sudah cukup.
Lain kali saja kau kami hadapi...!"
"Kentut tua bangka! Katakan saja kau tidak punya nyali menghadapi Nenek Rambut
Hitam!" Dewa Tuak ganda tertawa. Dia berpaling pada Wiro
Sableng dan berkata, "Mari kita pergi!"
Tapi baru saja dia bergerak Nenek Rambut Hitam sudah melompat ke hadapannya dan
kirimkan satu serangan yang luar biasa dahsyatnya. Kalau saja si orang tua tidak
bersikap waspada pastilah dadanya akan kena jotosan keras dan mukanya disambar
cakaran dahsyat!
Marahlah Dewa Tuak melihat kenekatan si nenek.
"Dasar tua bangka geblek! Masih saja mengikuti amarah membabi buta!"
"Jangan banyak ribut setan tua! Makan jariku ini!"
Dengan lebih ganas lagi Nenek Rambut Hitam menyerbu ke muka. Lima jari tangan
kanan bergerak ke perut sedang lima jari tangan kiri mencengkeram ke muka Dewa
Tuak. Angin serangan ini bukan main derasnya. Dewa Tuak memaklumi bahwa dibandingkan
dengan kedua anak
buahnya sekaligus, si nenek yang satu ini jauh lebih berbahaya! Dewa Tuak
melompat ke belakang dan putar kedua bumbung tuaknya. Maka punahlah kedua
serangan Nenek Rambut Hitam!
Sebelum si nenek menyerang lagi Dewa Tuak berseru,
"Wiro kau layanilah perempuan bongkok jelek ini!"
Terkejutlah Nenek Rambut Hitam dan dua nenek
lainnya sewaktu Dewa Tuak menyebut nama si pemuda.
"Manusia-manusia keparat! Kau berani main-main
terhadapku"!" sentak Nenek Rambut Hitam.
"Siapa yang main-main" Kau tanya aku jawab!" sahut Dewa Tuak.
"Apakah kau manusianya yang bernama Wiro Sableng"!
Yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"!"
tanya Nenek Rambut Hitam.
"Ah, perlu apa segala macam nama, segala macam
gelar! Majulah! Kuharap kau yang tua mau memberikan sedikit pelajaran padaku si
bocah hijau!" sahut Wiro pula.
Meski Wiro tidak mengaku terus terang siapa dia
adanya namun Nenek Rambut Hitam yakin bahwa pemuda itu memang Wiro Sableng si
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Sejak berbulan-bulan belakangan ini dia telah
mendengar tentang munculnya seorang pemuda gagah di dunia persilatan, yang
bernama Wiro Sableng berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Banyak tokoh
silat golongan hitam yang berilmu tinggi mati konyol di tangannya. Bahkan
terakhir sekali, Dewi Siluman Dari Bukit Tunggul, kabarnya juga telah menemui
kematian di tangan pendekar muda ini! Mau tak mau si Nenek Rambut Hitam menjadi
gentar juga. Untuk mengelakkan baku bantam dengan si pemuda tapi tanpa
kehilangan muka maka
Nenek Rambut Hitam berpaling pada Dewa Tuak dan
berkata lantang, "Kalau kau tak punya nyali untuk menghadapiku, sebaiknya segera
angkat kaki dari sini!"
Dewa Tuak yang sudah dapat menduga hati perempuan itu tertawa dan berkata, "Aku
yang tak punya nyali atau kau yang takut hadapi kawanku itu?"
Nenek Rambut Hitam tertawa bergetar.
"Orang muda! Tadinya aku hanya berniat untuk
meringkusmu hidup-hidup! Tapi karena kau begitu berani menantangku, terpaksa
umurmu cuma sampai hari ini saja!"
Sesudah berkata begitu si nenek menerjang ke muka.
Wiro bergerak cepat. Mengelak dan lancarkan serangan balasan yang anginnya saja
membuat si nenek mengeluh!
Tenaga dalam si pemuda jauh lebih tinggi dari yang dimilikinya. Dalam tempo dua
jurus Nenek Rambut Hitam tak sanggup lagi lancarkan serangan-serangan bahkan
musti mempertahankan diri dan dalam jurus keempat terdesak hebat ke pojok
pondok! Tiba-tiba si nenek melengking dahsyat! Tubuhnya
lenyap dan jurus permainan silatnya berubah sama sekali.
Serangannya gencar tiada terduga. Gerakan kaki dan tangannya mendatangkan angin
bersiuran dan tipu-tipunya berbahaya mematikan! Inilah ilmu silat tangan kosong
yang dinamakan Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan yang telah dipelajari
Nenek Rambut Hitam dari mendiang gurunya!
Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan memang patut dikagumi. Nyatanya selama
lima jurus Wiro Sableng dibikin bingung dan musti berhati-hati. Meski ilmu
meringankan tubuh serta tenaga dalamnya jauh di atas si nenek namun gerakan
lawan yang tiada terduga-duga itu mematahkan pertahanannya! Dan dua jurus di
muka satu hantaman telapak tangan si nenek berhasil mampir di dada Pendekar 212!
Wiro merasakan dadanya sakit dan nafasnya sesak. Dia maklum kalau saja dia tidak
lebih tinggi tenaga dalamnya dari si nenek pastilah dia akan mendapat luka di
dalam yang amat berbahaya!
Di lain pihak Nenek Rambut Hitam tidak kepalang
tanggung. Dia menyerbu lagi dengan lebih gencar! Tangan dan kakinya laksana
bertambah menjadi beberapa pasang lagi! Dan kembali Wiro Sableng terdesak! Dewa
Tuak kerenyitkan kening. Hanya sebegitukah kehebatan Pende-
kar 212 sehingga menghadapi ilmu silat si nenek dia sudah dibikin kewalahan
demikian rupa"! Si nenek sendiri juga tiada menyangka bahwa dia akan berhasil
memukul lawannya. Diam-diam dia merasa berada di atas angin kini!
Tiba-tiba Wiro menyurut sejauh satu tombak.
"Ha... ha! Apakah nyalimu sudah lumer orang muda"!"
ejek Nenek Rambut Hitam.
"Ah, jangan lekas-lekas berbesar hati sobat tua! Kau rasakan dulu pukulanku
ini!" sahut Wiro. Serentak dengan itu dia sudah alirkan sebagian tenaga dalamnya
ke ujung tangan kanan. Tangan itu dikepal dan diangkat ke atas.
Didahului oleh satu bentakan nyaring, Wiro Sableng pukulkan tangannya ke arah si
nenek. Begitu memukul begitu jari-jari tangan yang mengepal membuka kembali!
Inilah Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang tak asing lagi!
Nenek Rambut Hitam terkejut sekali sewaktu
merasakan gelombang angin keras laksana batu besar melanda ke arahnya. Sambil
pukulkan kedua tangannya sekaligus untuk menangkis dia cepat-cepat jungkir balik
lalu membuang diri ke samping!
Braaak! Dinding pondok di belakang si nenek pecah dan
berhamburan! Tergetarlah hati Nenek Rambut Hitam
melihat kehebatan pukulan itu. Setelah tenangkan hatinya dia maju menghadapi
lawannya kembali. Dan pada saat itu untuk pertama kalinya Wiro Sableng membuka
jurus pertempuran dengan menyerang lebih dahulu! Si nenek dibikin gelagapan kini.
Serangannya selalu mengenai tempat kosong sedang pertahanannya saat demi saat
semakin mengendur. Bila dia tidak kuat lagi menghadapi pemuda itu maka tanpa
malu-malu Nenek Rambut Hitam lepaskan setagen dan cabut tusuk konde emas dari
rambutnya! Dengan kedua senjata itu dia menyerang Wiro Sableng.
Setelah bertempur dua jurus maka Wiro segera
mengetahui bahwa tusuk konde yang kecil di tangan kanan si nenek jauh lebih
berbahaya daripada setagen di tangan kanannya! Semakin lama pertempuran semakin
seru. Tiba-tiba si nenek hentikan gerakannya dan memandang
bingung karena lawannya lenyap seperti ditelan bumi!
"Aku di sini, Rambut Hitam!" Terdengar suara Wiro di belakangnya!
Nenek Rambut Hitam kertakkan geraham dan secepat
kilat membalikkan tubuh. Tapi begitu tubuhnya membalik maka, plaaak...! Telapak
tangan kanan Wiro Sableng menghantam keningnya! Perempuan tua itu melengking
kesakitan. Tubuhnya mencelat menghantam dinding pon-
dok. Pemandangannya gelap, kepalanya terasa pening sedang keningnya sakit bukan
main! Kedua anak buah Nenek Rambut Hitam terkejut! Belum pernah mereka melihat
pemimpin mereka dihajar demikian rupa! Selama ini tak pernah seorang pun yang
sanggup menghadapi Nenek Rambut Hitam tanpa mendapat celaka!
Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi ialah sewaktu melihat kening
pemimpin mereka.
"Pemimpin, keningmu!" seru Nenek Rambut Biru.
Nenek Rambut Hitam usap keningnya. Kening itu sakit sekali dan panas, tapi tidak
terluka. Namun apakah yang menyebabkan Rambut Biru demikian terkejutnya" Tak
lain karena akibat pukulan telapak tangan kanan Wiro tadi kini di kening Nenek
Rambut Hitam tertera tiga deretan angka yaitu 212!
Dewa Tuak tertawa gelak-gelak dan cegluk... cegluk...
cegluk, dia lalu teguk tuaknya.
"Rambut Hitam, sobatku telah hadiahkan tiga buah
angka di keningmu! Apakah kau masih belum mau meng-
aku kalah"!"
Berubahlah paras Nenek Rambut Hitam! Dia maklum
apa yang telah terjadi kini. Pukulan 212 yang menggurat-
kan angka telah menimpa keningnya. Tiga deretan angka itu tak akan bisa
dihilangkan seumur hidupnya! Nenek Rambut Hitam menggerutu macam singa lapar!
"Anak haram jadah mampuslah!" lengking si nenek.
Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan mulutnya berkomat-kamit.
Seluruh pondok itu dengan tiba-tiba dilanda hawa yang amat dingin menyembilu.
Wiro sendiri yang tak mengerti apa yang tengah terjadi sampai-sampai bergeletar
tubuhnya dilanda hawa dingin itu.
Geraham-gerahamnya bergemeletukan.
Melihat ada kelainan ini secepat kilat Dewa Tuak
berseru, "Wiro cepat menghindar! Bangsat keriput ini mau lepaskan pukulan Salju
Kematian!"
Habis berteriak begitu Dewa Tuak secepat kilat
meneguk tuaknya. Dalam pada itu Nenek Rambut Hitam melengking nyaring dan
hantamkan tangan kanannya ke arah Wiro dan Dewa Tuak!
Satu gelombang benda putih yang bentuknya putih
seperti salju, menderu amat dingin ke arah kedua orang itu. Dewa Tuak runcingkan
mulutnya yang menggembung lalu menyembur ke muka! Terdengar suara laksana air
bah sewaktu semburan tuak dan pukulan salju kematian saling beradu. Bumi seperti
mau kiamat. Dewa Tuak cepat tarik lengan Wiro Sableng lalu melompat ke atas atap
menerobos melewati lobang besar. Dari sebuah cabang pohon kemudian Wiro melihat
bagaimana pondok itu
hancur lebur dan setengahnya tertimbun oleh lapisan salju putih!
Wiro memandang berkeliling dengan cepat. Ketiga
nenek itu tidak kelihatan. Pendekar 212 lalu putar kepala ke cabang di samping.
Dia terkejut sewaktu melihat Dewa Tuak duduk bersila di atas cabang dengan
pejamkan mata. Wajah orang tua ini pucat sekali. Rupanya bentrokan ilmu pukulan tadi telah
membuat si orang tua menderita luka di dalam yang parah juga. Lama Dewa Tuak
bersila seperti itu. Sewaktu dia buka kedua matanya kembali, cepat-cepat
diambilnya sebutir pil dan ditelannya. Sesaat kemudian wajahnya yang pucat telah
normal lagi seperti biasa!
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dewa Tuak tarik nafas panjang, geleng-gelengkan
kepala dan leletkan lidah sewaktu memandang ke pondok yang kini tertimbun salju
kematian itu! "Ternyata benar perempuan busuk itu telah mendapat-
kan ilmu Pukulan Salju Kematian!" kata Dewa Tuak seakan-akan pada dirinya
sendiri. "Kelihatannya masih kurang sempurna. Tapi sudah demikian luar
biasa...!"
Wiro sendiri diam-diam bergidik juga melihat pukulan yang bernama Salju Kematian
itu. Tenaga dalam Dewa Tuak berada jauh di atas Nenek Rambut Hitam, tapi pukulan
Salju Kematian yang dilepaskan si nenek membuat Dewa Tuak menderita luka yang
cukup hebat! "Meski seseorang memiliki tenaga dalam yang sepuluh kali lebih tinggi, tapi
jangan coba-coba berani adu kekuatan dengan pukulan salju kematian itu." Dewa
Tuak geleng-geleng kepala kembali. "Aku tak mengerti, bagaimana keparat betina
itu berhasil memiliki ilmu Salju Kematian.
Itu adalah salah satu dari beberapa ilmu pukulan yang pernah menggetarkan dunia
persilatan dan menjadi raja-raja ilmu pukulan!"
"Jika ilmu semacam itu dipergunakan untuk kejahatan bisa berbahaya," kata Wiro
pula. "Itulah yang aku kuatirkan," desis Dewa Tuak.
Diam-diam Wiro ingin sekali menghadapi Nenek
Rambut Hitam itu kembali. Apakah ilmu pukulan Sinar Matahari-nya sanggup
menghadapi ilmu pukulan Salju Kematian itu"
"Dewa Tuak, apa yang kita buat sekarang?" tanya Wiro.
"Aku bermaksud meneruskan perjalanan mencari lukisan telanjang itu..."
Tak ada jawaban.
Wiro berpaling.
Astaga! Dewa Tuak tak ada lagi di sampingnya. Dia mencari-cari tapi orang tua itu tiada
kelihatan. "Dewa Tuak! Di mana kau"!" teriak Wiro memanggil.
Tetap tak ada jawaban.
Wiro hendak melompat turun. Tapi tiba-tiba pada
batang pohon di mana dia berada dilihatnya sebaris tulisan
' Pergilah ke Utara! '.
Pasti itu adalah tulisan Dewa Tuak. Maka tanpa
menunggu lebih lama Wiro segera melompat dari atas pohon.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
7 ATA yang cuma sebuah itu memandang tanpa
berkedip pada lukisan perempuan telanjang yang
Mterletak di atas meja. Digelengkannya kepalanya
lalu dirobahnya letak lukisan itu dan ditelitinya kembali.
Dirobahnya lagi, ditelitinya lagi, demikian sampai satu jam lebih. Akhirnya dia
menjadi penasaran sekali dan memaki habis-habisan.
"Keparat betul! Keparat betul!"
"Mata Picak!" satu suara menegur laki-laki yang
memaki-maki itu. "Lama-lama kau bisa jadi gila!"
Elmaut Kuning Mata Picak palingkan kepala dan
mendelikkan matanya yang cuma satu.
"Kuping Sumplung! Kau bisanya mengejek saja!" kata si Mata Picak.
"Perlu apa tergesa-gesa" Toh lukisan itu sudah ada di tangan kita. Dan lambat
laun pasti kita akan berhasil membongkar rahasia yang terkandung di dalamnya!"
"Tolol betul kau Kuping Sumplung!" sentak Mata Picak.
"Apa kau tidak tahu dunia persilatan kalang kabut" Tokoh-tokoh persilatan kasak-
kusuk mencari-cari lukisan ini"
Ingat waktu lukisan ini dirampas oleh Awan Langit tempo hari" Aku khawatir
lukisan yang mengandung ilmu silat hebat ini akan dirampas orang lain lagi
sebelum kita berhasil memecahkan rahasianya!"
"Tapi marah-marah dan memaki begitu mana mungkin
kau bakal bisa menecahkannya!" ujar Elmaut Kuning Kuping Sumplung. Keduanya
bukan lain daripada dua tokoh silat golongan hitam yang bergelar Sepasang Elmaut
Kuning. Merekalah yang telah membunuh Si Pelukis Aneh dan melarikan lukisan
perempuan telanjang. Lukisan itu telah lama berada di tangan mereka namun tak
seorang pun dari mereka yang berhasil memecahkan rahasianya.
Lukisan itu telah berpuluh-puluh jam mereka teliti mereka jungkir balikkan,
namun tetap saja tak dapat mereka membongkar rahasia ilmu silat yang menurut
keterangan terkandung dalam lukisan itu! Jangan-jangan Si Pelukis Aneh hanya
menipu saja! Lukisan ini tak ada apa-apanya!
Elmaut Kuning Kuping Sumplung perhatikan lengan
kirinya yang buntung akibat dibetot putus oleh Si Pelukis Aneh sewaktu bertempur
beberapa bulan yang lalu! Dia kemudian tertawa dingin dan berkata, "Kau sekarang
yang jadi orang tolol! Kalau lukisan ini tak ada apa-apanya masakan orang tua
keparat itu sampai-sampai mau
mengadu jiwa!"
Elmaut Kuning Mata Picak jambak-jambak rambutnya.
"Tapi sialan sekali! Masakan sampai saat ini kita tak bisa memecahkan
rahasianya"!"
Kuping Sumplung duduk di sebuah bangku batu.
Ditatapnya sebentar lukisan di hadapannya. Dia sendiri sebenarnya heran juga
karena sampai sedemikian lama tak sanggup membongkar rahasia lukisan tersebut.
"Apakah kau sudah meneliti kayu pigura lukisan itu"!"
bertanya Elmaut Kuning Kuping Sumplung.
"Setiap sudut lukisan ini sudah kuteliti. Juga bagian belakangnya!" sahut Mata
Picak. "Agaknya kita membutuhkan seseorang yang bisa
membuka rahasia lukisan ini..." desis Kuping Sumplung.
"Tapi siapa manusianya"!" tanya Mata Picak. "Satu-satunya manusia yang tahu
rahasia lukisan ini adalah Si Pelukis Aneh sendiri! Dan dia sudah mampus di
tangan kita!"
"Siapa tahu calon muridnya juga mengetahui..." kata Kuping Sumplung pula.
Elmaut Kuning Mata Picak tertegun. "Mungkin juga..."
desisnya. "Kalau begitu kita datangi anak itu kembali dan paksa dia memberi keterangan!"
ujar Kuping Sumplung seraya berdiri dari duduknya.
"Tempat anak itu ratusan kilo dari sini..."
"Soal jauh bukan halangan!" potong Kuping Sumplung.
"Ada hal lain yang aku khawatirkan," ujar Mata Picak.
"Apa?"
"Kalau kita pergi berarti kita harus membawa lukisan ini. Dan kau tahu sendiri!
Puluhan orang-orang persilatan mengincar-incar lukisan ini! Kita bisa konyol
sendiri dikeroyok beramai-ramai!"
Elmaut Kuning Kuping Sumplung tertawa dingin. "Apa nyalimu sudah keropok"!"
ejeknya dengan pencongkan hidung.
Mata Picak menjadi gusar. "Mulutmu kelewat tekebur, Kuping Sumplung! Meski kita
berilmu tinggi namun aku tak mau terlibat dengan manusia-manusia yang membikin
kita jadi berabe dan tambah urusan! Di lain hal kita musti mengakui bahwa di
atas kita masih ada tokoh-tokoh persilatan yang benar-benar lihai dan kosen!
Apakah kau mau kehilangan satu lenganmu lagi"!"
Merah-lah paras Elmaut Kuning Kuping Sumplung. Dia balikkan badannya dengan
cepat hendak tinggalkan tem-
pat itu. Tapi mendadak di ambang pintu goa langkahnya tertahan dan parasnya
berubah. "Mata Picak! Lekas ke sini!" seru Kuping Sumplung.
Mata Picak heran mendengar nada seruan kawannya
itu. Dia melangkah cepat ke pintu goa dan terkejut. Goa di mana mereka berada
itu terletak di satu dasar lembah yang penuh dengan batu-batu besar. Di balik
batu-batu yang bertebaran di lembah kelihatan banyak sekali orang laki-laki yang
berseragam hitam. Di tangan masing-masing tergenggam sebatang golok besar
berbentuk empat segi seperti golok penjagal babi! Menurut taksiran Mata Picak,
orang-orang yang ada di lembah itu semuanya berjumlah sekitar duapuluh orang!
Melihat kepada golok-golok besar empat persegi di tangan mereka yang berkilau-
kilau ditimpa sinar matahari, melihat pula kepada pakaian seragam hitam yang
mereka kenakan, Sepasang Elmaut Kuning segera mengenali siapa mereka itu adanya.
"Kroco-kroco sialan ini pasti hendak membalaskan sakit hati ketua mereka," desis
Mata Picak. "Kurasa demikian. Agaknya mereka belum tahu letak tempat kita ini. Apakah perlu
kita segera bertindak...?"
tanya Kuping Sumplung.
Mata Picak manggut-manggut. Dengan tersenyum aneh dia melangkah ke luar dari
goa. Kuping Sumplung
mengikut di belakang. Tiba-tiba Elmaut Kuning Mata Picak melesat ke balik sebuah
batu besar. Dalam kejap itu pula terdengar suara keluhan pendek. Di lain kejap
dari balik batu itu melesatlah sesosok tubuh berpakaian hitam, laksana terbang
ke udara dan kemudian jatuh di atas sebuah batu besar dalam keadaan tulang
belulang hancur berantakan!
Belasan manusia berpakaian hitam-hitam yang ada di lembah batu itu terkejut dan
lari ke batu besar di mana kawan mereka menggeletak mengerikan tanpa nyawa!
Semuanya terkejut dan berubah paras masing-masing. Dan darah mereka tersirap
sewaktu di lembah batu itu
mengumandang dua buah suara tertawa yang
menggidikkan! Ketika mereka palingkan kepala, semuanya melihat dua orang
berjubah kuning berewokan berdiri di atas sebuah batu yang menjulang lima tombak
tingginya! "Sepasang Elmaut Kuning!" seru mereka hampir
serentak. Elmaut Kuning Mata Picak dan Kuping Sumplung
tertawa lagi cekakakan. Tiba-tiba Mata Picak hentikan tawanya dan bertanya
membentak, "Siapa yang menjadi pemimpin rombongan tikus-tikus busuk ini"!"
Seorang laki-laki berbadan tegap, berkumis melintang, dada berbulu, melompat ke
muka dan menuding keren.
"Kalian berdua turunlah untuk menerima kematian!"
Sepasang Elmaut Kuning saling pandang lalu untuk
kesekian kalinya tertawa lagi gelak-gelak.
"Apakah kau mimpi atau mengigau di siang bolong"!"
sentak Kuping Sumplung. "Ketuamu sudah mampus di
tangan kami!"
"Ketua Perguruan Seberang Kidul boleh lenyap. Tapi Perguruan Seberang Kidul tak
dapat dimusnahkan dari muka bumi ini...!"
"Kalau begitu kami Sepasang Elmaut Kuning akan
menggusur Perguruan Seberang Kidul hari ini juga hingga cuma tinggal nama!"
"Tak usah bermulut besar! Lekas turun!" teriak si kumis melintang. Dia dan
kawan-kawannya adalah anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul. Ketua mereka
telah menemui kematian di tangan Sepasang Elmaut Kuning gara-gara terlibat dalam
perebutan lukisan perempuan telanjang!
"Tikus-tikus busuk! Ketahuilah kalian akan melepas jiwa di sini!" teriak Mata
Picak dan serentak dengan itu, diikuti oleh kambratnya si Kuping Sumplung dia
melompat ke bawah.
Belasan laki-laki bersenjata golok besar dan berpakaian seragam hitam segera
mengurung dan dengan serempak menyerbu Sepasang Elmaut Kuning! Maka terjadilah
pertempuran yang amat hebat di lembah berbatu-batu itu.
"Kalian mencari mati!" seru Mata Picak.
"Bangkai kalian akan membusuk di sini! Akan digerogoti burung-burung pemakan
mayat!" bentak Kuping Sumplung!
Lalu keduanya dengan berbarengan hantamkan tangan kanan ke muka. Dua larik sinar
kuning menderu. Puluhan benda berwarna kuning yang berbentuk paku beterbangan
gencar ke arah anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul yang hendak menuntut
balas kematian ketua mereka.
"Paku Emas Beracun! " pekik anak-anak murid Pergu-
ruan Seberang Kidul.
Yang berkepandaian tinggi putar golok mereka dengan sebat menangkis. Yang lain-
lain berserabutan menghindar.
Tapi serangan senjata rahasia paku emas beracun dari kedua tokoh silat golongan
hitam itu luar biasa sekali, tak sanggup ditangkis, sukar dikelit! Dua kelompok
anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul roboh bertumpukan.
Mereka berkelojotan sebentar lalu diam meregang jiwa!
Tubuh masing-masing penuh ditancapi paku-paku emas beracun!
Dua belas orang yang masih hidup dengan kalap
membabi-buta menyerang Sepasang Elmaut Kuning. Dua belas golok besar menderu
bersirebut cepat! Laksana hujan menerpa ke arah dua manusia yang diserang!
Sepasang Elmaut Kuning ganda tertawa. Keduanya
hantamkan tangan kembali ke muka. Dan terdengar lagi pekikan-pekikan manusia
yang dilanda serangan senjata rahasia itu. Delapan orang menggeletak roboh!
Delapan jiwa melayang!
"Kawan-kawan larilah!" seru seorang dari empat anak murid Perguruan Seberang
Kidul yang masih hidup. Maka serentak dengan itu keempatnya keluar dari kalangan
pertempuran dan melarikan diri.
"Mau lari ke mana"!" bentak Mata Picak. "Kalian musti ikut sama-sama kawan
kalian ke neraka!" Lalu menyusul selarik sinar kuning menderu ke punggung
keempat orang yang lari menyelamatkan jiwa itu. Sinar kuning menyambar!
Keempatnya mencelat mental dan menjerit, lalu roboh menyusul kawan-kawan mereka!
Seperti yang dikatakan oleh Elmaut Kuning Kuping
Sumplung tadi, maka kini Perguruan Seberang Kidul betul-betul hanya tinggal nama
saja lagi! "Manusia-manusia tolol!" desis Mata Picak seraya
sapukan pandangannya pada mayat-mayat yang berteba-
ran di atas dan di antara batu-batu di lembah itu.
Kuping Sumplung sebaliknya bertanya, "Bagaimana"
Kurasa makin cepat kita berangkat ke tempat anak itu, makin baik!"
"Anak mana maksudmu?" tanya Mata Picak.
"Calon muridnya si Pelukis Aneh!"
"Ah, rencanamu itu perlu dipikirkan masak-masak
dulu!" sahut Mata Picak seraya melangkah ke goa. Dengan hati penasaran Kuping
Sumplung melangkah di belakang-
nya. Baru saja Mata Picak sampai di mulut goa tiba-tiba meledaklah suaranya,
"Celaka! Lukisan itu lenyap!"
Kedua orang itu melesat masuk ke dalam goa! Lukisan perempuan telanjang yang
sebelumnya terletak di atas meja kini tak ada lagi di tempat itu!
"Bangsat kurang ajar! Siapa yang berani-beranian jadi maling di sarangku"!"
teriak Mata Picak lari ke luar goa dan melompat ke atas sebuah batu yang tinggi.
Sewaktu dia sampai di atas batu dan memandang berkeliling, di jurusan timur
dilihatnya sesosok tubuh berlari cepat sekali. Dan sosok tubuh itu memboyong
sebuah benda empat persegi yang bukan lain daripada lukisan perempuan telanjang
adanya! WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
8 ANUSIA yang melarikan lukisan perempuan
telanjang itu bertubuh kecil katai. Dia mengenakan Mjubah merah yang panjang
sekali hingga menjela-jela sepanjang larinya. Debu, pasir, dan batu-batu kerikil
beterbangan dilanda angin jubah manusia katai ini.
Hebatnya manusia ini larinya luar biasa cepatnya. Dalam sekejap mata, dia sudah
ke luar dari dalam lembah batu.
Pohon-pohon di kiri kanan yang dilaluinya laksana terbang!
Tiba-tiba dia merasa ada yang mengejar di
belakangnya. Dia berpaling dan melihat dua manusia berjubah kuning laksana kilat
berlari ke arahnya. Si katai terkesiap dan tancap gas, berlari lebih cepat.
Lewat sepeminum teh seketika dia menoleh lagi ke
belakang, kedua pengejarnya ternyata hanya tinggal bebe-
rapa puluh langkah saja lagi!
Manusia katai ini merutuk. "Celaka! Kedua bangsat itu betul-betul lihai!"
Dan bila kedua pengejar yang bukan lain daripada
Sepasang Elmaut Kuning adanya hanya tinggal lima belas langkah di belakangnya
maka si katai segera robah ilmu larinya. Gerakan kakinya menjadi lambat dan
tidak teratur, tapi anehnya bagaimana pun sepasang Elmaut Kuning mempercepat
lari mereka, tetap jarak mereka tak berobah dari lima belas langkah! Itulah ilmu
lari yang disebut Seribu Kaki Menipu Jarak yang telah dikeluarkan oleh manusia
katai. Ilmu lari semacam ini hanya beberapa tokoh silat saja yang memilikinya!
"Heran!" kata Elmaut Kuning Kuping Sumplung. "Jarak kita demikian dekatnya tapi
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenapa tidak bisa mengejar bangsat itu"!"
"Kurasa dia memiliki ilmu lari Seribu Kaki Menipu Jarak," sahut Mata Picak yang
berpengalaman lebih luas dan berpemandangan tajam.
"Berhenti!" teriak Kuping Sumplung.
Tapi mana si katai mau hentikan larinya!
Marahlah Mata Picak. Hilang kesabarannya. "Berhenti!
Kalau tidak aku akan lepaskan pukulan Paku Emas Beracun! "
Tergetarlah hati si katai. Tapi untuk berhenti dia juga tidak mau. Dia lari
terus dan berusaha memperlebar jarak!
"Bedebah laknat!" maki Mata Picak. Tangan kanannya diangkat ke atas dan
dihantamkan ke muka.
Si katai menoleh sewaktu dirasakannya sambaran
angin dingin menyambar di belakangnya. Melihat selarik sinar kuning dan paku-
paku emas menderu ke arahnya dengan segera dia jatuhkan diri. Sambil bergulingan
dia membalas dengan satu pukulan tangan kosong yang
mendatangkan angin panas yang luar biasa dahsyatnya!
Sepasang Elmaut Kuning tersirap kaget dan buru-buru menghindar.
"Badan kate, jubah merah panjang dan pukulan angin panas! Pastilah maling ini Si
Katai Bisu!" teriak Mata Picak.
Dan ketika dia memandang ke muka, manusia katai itu sudah dua puluh tombak
jauhnya. Bersama Kuping
Sumplung dia mengejar kembali!
Di satu pendakian, mendadak si katai hentikan larinya dan kaget sekali. Jalan
buntu dan di depannya kini terben-
tang sebuah jurang yang lebar dan tak mungkin untuk dilompati. Selain lebar juga
dalam dan curam!
"Ha-ha! Kau mau lari ke mana maling laknat"!" teriak Kuping Sumplung.
Tapi Si Katai Bisu tidak kehilangan akal. Laksana se-
ekor burung walet dia melompat ke cabang sebuah pohon.
"Turun!" teriak Mata Picak. "Serahkan lukisan itu dan berlutut! Niscaya
kuselamatkan jiwamu!"
"Ha-hu... ha-hu... ha-hu!" Si Katai Bisu keluarkan suara.
"Ayo turun lekas!" teriak Kuping Sumplung.
"Ha-hu... ha-hu... ha-hu!"
"Kurang ajar! Kalau begitu kau mampuslah!" Mata
Picak angkat tangan kanannya.
"Ha-hu!" Si Katai Bisu menunjuk ke dadanya lalu
menunjuk ke lukisan perempuan telanjang kemudian
tertawa dan mencibir!
Mata Picak yang tak mengerti apa maksud manusia itu siap untuk memukulkan
tangannya ke atas. Tiba-tiba Si Katai Bisu lindungi dirinya dengan lukisan
perempuan telanjang!
Mata Picak terkesiap kaget dan batalkan serangannya.
Kini dia maklum apa maksud dari gerak-gerik dan sikap Si Katai Bisu tadi. Yaitu
jika dia meneruskan melancarkan pukulan Paku Emas Beracun maka paku-paku itu
akan merusak lukisan perempuan telanjang karena Si Katai Bisu mempergunakan
lukisan itu untuk melindungi dirinya!
Mata Picak memaki hahis-habisan.
Tiba-tiba Kuping Sumplung melompat ke muka dan
memukul. Braak! Pohon di mana Si Katai Bisu berada patah dan tum-
bang. Tapi Si Katai Bisu sudah melompat ke pohon lain!
"Setan alas!" Mata Picak melesat ke depan dan
lancarkan satu serangan dari jarak satu tombak. Si Katai Bisu dengan ha-hu-ha-hu
menghindarkan diri sambil per-
gunakan lukisan perempuan telanjang untuk menangkis serangan lawan. Mau tak mau
Elmaut Kuning Mata Picak tak berani lancarkan serangan yang terlalu ganas
terhadap lawannya karena khawatir akan merusak lukisan!
"Kuping Sumplung! Serang bangsat itu dari belakang!"
teriak Mata Picak marah sekali.
Elmaut Kuning Kuping Sumplung segera berkelebat dan menyerang Si Katai Bisu dari
belakang, sedang dari muka Mata Picak kembali menyerbu! Namun Si Katai Bisu
tidak menjadi gugup! Tanpa tedeng aling-aling dia putar lukisan perempuan
telanjang seputar badannya. Karena lukisan itu kini dialiri tenaga dalam oleh Si
Katai Bisu maka bukan saja putaran lukisan mengeluarkan angin dahsyat sekali,
tapi juga merupakan serangan balasan yang sekaligus memapaki serangan Sepasang
Elmaut Kuning! Dalam
waktu yang singkat sepuluh jurus telah berkecamuk!
Sepasang Elmaut Kuning menyumpah-nyumpah tak ada
hentinya. Tiba-tiba Elmaut Kuning Mata Picak mendapat akal. Sewaktu pertempuran
berjalan seru-serunya dia memukul ke bawah ke arah kaki lawan. Pukulan ini
membuat Si Katai Bisu melompat ke udara. Melihat ini dengan cepat Mata Picak
menyusul dengan satu serangan ke arah selangkangan tapi lukisan lebih cepat lagi
menerpa ke arah kedua tangannya kemudian berputar lagi ke belakang menyambar
lengan kiri Kuping Sumplung yang hendak menotok punggung Si Katai Bisu!
Hampir tiga puluh jurus berlalu maka berserulah Elmaut Kuning Mata Picak pada
kambratnya. "Keluarkan jurus Elmaut Menggila!"
Kedua manusia berjubah kuning itu mundur setombak lalu dibarengi dengan jerit
pekik dahsyat yang laksana merobek gendang-gendang telinga keduanya menyerbu
kembali dalam satu jurus aneh!
Lambat laun suara pekik dan jerit yang datangnya dari pelbagai penjuru itu
membuat Si Katai Bisu menjadi gugup dan panik gerakan-gerakan silatnya!
Tiba-tiba tangan kanan Elmaut Kuning Mata Picak
memukul ke muka. Si Katai Bisu sambut serangan itu dengan sambaran lukisan. Tapi
gerakan lawan nyatanya hanya tipuan belaka. Karena begitu lukisan menderu
secepat kilat Mata Picak tarik pulang serangannya dan ganti dengan satu
tendangan ke arah pinggang. Pada saat yang sama dari belakang Elmaut Kuning
Kuping Sumplung lancarkan pula satu serangan ganas ke arah kepala.
Si Katai Bisu menggerung lalu membuang diri ke
samping kanan. Lukisan disabetkan dengan cepat ke bawah sedang dengan tangan
kanan dia kebutkan bagian bawah jubahnya. Serangkum angin merah menyambar ke
arah Kuping Sumplung membuat manusia ini batalkan serangan dan terpaksa melompat
selamatkan diri! Di lain pihak Elmaut Kuning Mata Picak yang tidak berani adu
kekuatan dengan lukisan yang menyambar kakinya,
terpaksa tarik pulang tendangannya.
Namun Mata Picak menjadi gugup sewaktu melihat
bagaimana ujung pigura lukisan menyambar ganas ke arah matanya tak sanggup
dikelit! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan matanya hanyalah dengan
pergunakan lengan untuk menangkis. Ini berarti dia akan merusakkan lukisan itu di samping
lengannya yang dipakai menangkis tentu akan terluka pula! Tapi walau
bagaimanapun Elmaut Kuning Mata Picak lebih baik melihat lukisan itu rusak, toh
nanti bisa diperbaiki lagi. Juga merasa lebih baik lengannya mendapat luka
daripada harus kehilangan matanya yang cuma tinggal satu-satunya! Maka diapun
angkat lengan kirinya dengan cepat.
Braak! Kayu pigura lukisan perempuan telanjang patah dan sudutnya menganga. Lengan kiri
Elmaut Kuning Mata Picak juga patah! Dia mengeryitkan kesakitan kemudian dengan
kalap menyerbu ke muka kirimkan pukulan Paku Emas Beracun! Rasa sakit membuat
dia tidak perduli lagi apakah pukulannya yang dahsyat itu akan menghancurkan
lukisan di tangan lawan!
Melihat datangnya serangan yang dahsyat dari lawan, Si Katai Bisu melompat empat
tombak dan dari atas
kebutkan jubah merahnya. Segelombang sinar merah
laksana topan prahara memapasi serangan Elmaut Kuning Mata Picak. Belasan paku
kuning beracun yang melesat ke arah manusia katai itu luruh, bahkan beberapa di
antaranya ada yang membalik menyerang Mata Picak
sendiri, membuat manusia ini dengan cepat menghindar ke samping selamatkan diri!
Si Katai Bisu membalikkan badan dengan cepat
sewaktu di belakangnya terasa sambaran angin dingin.
Namun kasip! Belasan paku kuning telah dilepaskan Kuping Sumplung! Jaraknya
sudah dekat sekali, tak mungkin ditangkis tak bisa dikelit!
Si Katai Bisu menggerung. Dia ambil keputusan untuk berjibaku dan tendangan kaki
kanannya ke kepala Kuping Sumplung sedang tangan kanan mendorong ke muka!
Sedetik kemudian terdengar jerit tercekik dari Si Katai Bisu! Sembilan paku emas
beracun menancap di dadanya.
Tiga di antaranya langsung menembus jantung! Tak ampun lagi begitu jatuh di
tanah, nafasnya lepas sedang sekujur badannya kelihatan menggembung biru!
Di lain pihak meski dia dapat menyelamatkan kepala-
nya dari tendangan maut Si Katai Bisu namun Elmaut Kuning Kuping Sumplung tak
sempat menghindarkan diri dari sambaran angin pukulan yang dilepaskan Si Katai
Bisu. Tubuhnya mencelat beberapa tombak. Kalau saja tubuh itu tidak membentur
patahan pohon yang tadi dipukulnya, pasti Elmaut Kuning Kuping Sumplung akan
melayang ke dasar jurang batu! Kuping Sumplung muntah-
kan darah segar lalu roboh pingsan!
Mata Picak segera menyambar lukisan yang rusak
piguranya lalu memanggul tubuh Kuping Sumplung dan meninggalkan tempat itu
dengan cepat. WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
9 I SEBELAH utara kelihatan Gunung Merapi menju-
lang tinggi penuh kemegahan. Hari itu adalah hari ke Dduapuluh satu bulan kedua
perjalanan Wiro Sableng dalam mencari lukisan perempuan telanjang. Saat itu dia
tengah menuju ke sebuah kota kecil yang terletak di selatan kaki Gunung Merapi.
Di satu jalan yang sepi Pendekar 212 hentikan larinya dan berjalan seperti
biasa. Jauh di hadapannya dilihatnya seorang laki-laki tua berpa-
kaian compang-camping berjalan melenggang-lenggok dengan seenaknya. Di tangannya
ada sebuah kaleng berisi batu yang setiap saat diguncang-guncangnya hingga
mengeluarkan suara bergerontangan. Di ketiak kirinya terkempit sebuah tas daun
pandan. Yang membuat Wiro diam-diam jadi tertegun ialah
karena dalam dua kejapan mata saja tahu-tahu orang tua berpakaian compang-
camping itu sudah berada di
hadapannya. Wiro sunggingkan senyum. Tapi orang tua aneh itu terus saja melangkah seenaknya
dan hendak memapasi Wiro.
Maka Pendekar 212 pun menegur bertanya, "Orang tua, apakah ini jalan yang menuju
ke kota Paritsala?"
Orang tua itu hentikan langkahnya. Tanpa menoleh
pada si pemuda dia membuka mulut, "Siapa tanya siapa?"
Lalu tangannya digoyangkan dan kaleng berisi batu berbunyi berkerontangan.
Wiro tersenyum lagi. "Namaku Wiro. Aku dalam perjala-
nan ke Paritsala. Apakah aku menempuh tujuan yang betul?"
Perlahan-lahan orang tua itu putar kepalanya dan
memandang Wiro Sableng dari atas sampai ke kaki.
"Ah... melihat kepada air mukamu rupanya kau tengah mengkhawatirkan tentang
suatu barang yang hilang..." Dan habis berkata begitu orang tua ini kerontang-
kerontangkan lagi kaleng di tangan kanannya.
Tentu saja Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan si orang tua dan menduga-duga
siapa adanya manusia ini.
"Coba ulurkan telapak tangan kirimu!" si orang tua tiba-tiba memerintah.
Wiro Sableng meragu seketika. Dia tidak kenal dengan orang tua itu dan disuruh
ulurkan telapak tangan kirinya.
Mau apakah" Namun akhirnya karena ingin tahu Wiropun ulurkan telapak tangan
kirinya. Si orang tua memperhatikan telapak tangan itu lalu dengan telunjuk tangan
kirinya diikutinya guratan-guratan garis pada telapak tangan pemuda itu. Wiro
Sableng terkejut sewaktu jari telunjuk itu menyentuh telapak tangannya, telapak
tangan itu seperti ditindih oleh sebuah batu besar yang ratusan kati beratnya!
Tahu kalau orang hendak mencoba kekuatannya maka
Wiro segera kerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan kiri itu. Si orang tua
terus juga mengikuti garis-garis pada telapak tangannya dan Wiro merasa
tangannya tergetar hebat. Dia lipat gandakan tenaga dalamnya. Keringat dingin
berpercikan di keningnya dan sedikit tenaga dalamnya ditindih hebat oleh tenaga
dalam si orang tua.
Bagaimanapun dia mempertahankan pastilah telapak
tangannya akan terpukul ke bawah! Namun di saat itu untunglah si orang tua
menarik ujung jarinya dan sambil batuk-batuk dia berkata, "Orang muda, masa
depanmu penuh rintangan dan kesulitan-kesulitan. Kulihat garis-garis di telapak
tanganmu itu penuh dengan garis-garis bahaya yang selalu mengikuti perjalanan
nasibmu! Tapi kau tak perlu khawatir. Bagaimanapun sulitnya, bagaimanapun besar
bahaya kau kelak akan berhasil melewati
semuanya." Orang tua aneh kerontangkan kalengnya
beberapa kali lalu meneruskan, "Garis percintaanmu tidak begitu bagus. Ini
disebabkan karena kau punya sedikit sifat mata keranjang, tidak boleh lihat
perempuan cantik..."
Kaleng berisi batu berkerontang lagi. Wajah Pendekar 212 kelihatan merah
menjengah! Dan si orang tua bertanya, "Kau tengah menuju ke
Paritsala?"
"Betul orang tua," jawab Wiro.
"Kunasihatkan agar dibatalkan saja..."
"Memangnya ada apakah?"
"Kesulitan. Kesulitan! Kau selalu ditunggu kesulitan dan bahaya di mana-mana..."
"Tapi seorang kawanku menganjurkan agar pergi ke
utara...," kata Wiro yang ingat akan petunjuk yang diberikan Dewa Tuak.
Orang tua itu tertawa tawar sambil kerontang-
kerontangkan kalengnya lalu hendak menindak
meninggalkan tempat itu.
"Orang tua, kuucapkan terima kasih atas petunjukmu.
Sebelum berpisah sudilah kau terangkan namamu..."
Orang tua itu kerontang-kerontangkan kalengnya dan dengan melangkah acuh tak
acuh dia meninggalkan Wiro Sableng sambil bernyanyi: Orang-orang menyebutku Si
Segala Tahu. Tapi betapa tololnya aku, namaku sendiri aku tidak tahu...
Dua kalimat dalam lagu yang dibawakan orang tua
aneh itu terus diulang-ulangnya sampai akhirnya dia lenyap di kejauhan.
Wiro Sableng berdiri terlongong-longong. Orang persila-
tan mana yang tak tahu dan tak pernah mendengar
tentang orang tua aneh yang bernama Segala Tahu itu"
Ilmu silatnya tinggi tapi jarang dipergunakan. Dia mengem-
bara ke mana-mana tapi jarang bisa ditemui orang. Jika dia berpapasan dengan
seseorang pastilah dia akan mengata-
kan sesuatu. Dan apa yang dikatakannya itu selalu betul.
Itulah sebabnya dia diberi nama Segala Tahu oleh orang-orang dunia persilatan.
Wiro merasa beruntung sekali dapat bertemu dengan orang tua itu.
Dia segera melanjutkan perjalanan. Di satu persim-
pangan jalan dia hendak membelok ke kanan yaitu sesuai dengan petunjuk Si Segala
Tahu agar jangan terus ke Paritsala. Belum lagi dia sempat membelok ke kanan, di
belakangnya terdengar derap kaki-kaki kuda dan
gemeletak suara kereta. Wiro berpaling, sepuluh orang penunggang kuda hitam
memacu kuda masing-masing
dengan cepat, mengawal sebuah kereta putih yang ditarik oleh dua ekor kuda
putih. Debu mengepul sepanjang jalan.
Rombongan itu terdiri dari penunggang-penunggang
kuda berpakaian hitam. Pada bagian dada baju mereka terpampang gambar kepala
burung garuda. Pada bagian samping kereta putih juga terdapat gambar semacam
itu. Dan sewaktu Wiro memperhatikan jendela kereta, sekilas dilihatnya seraut wajah
perempuan muda berparas cantik sekali. Kereta lewat dengan cepat tapi Wiro masih
terke- siap melihat paras jelita itu. Mata perempuan itu laksana sinar bintang timur di
malam cerah! Wiro memandang ke jurusan lenyapnya kereta. Dan lupalah Pendekar
212 akan ucapan Si Segala Tahu tadi. Tanpa disadarinya dia telah menempuh jalan
vang ditempuh rombongan itu.
Hari telah petang sewaktu Wiro Sableng memasuki
Paritsala. Di hadapan sebuah bangunan berbentuk panjang dilihatnya kereta putih
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tadi. Sepuluh ekor kuda hitam pun tertambat di halaman. Karena bangunan itu
adalah rumah penginapan maka Wiro Sableng pun segera menuju ke sana.
Baru saja Pendekar 212 berdiri di tangga bawah pintu penginapan, seorang pelayan
muncul. Umurnya sudah agak lanjut.
"Orang muda, apakah kau berniat menginap di sini?"
"Betul" sahutWiro.
"Sayang sekali. Seluruh kamar sudah disewa orang..."
"Seluruh kamar?" ujar Wiro heran. Dia menggoyangkan kepalanya ke arah kereta dan
kuda-kuda hitam di hala-
man. "Apakah rombongan pemilik kereta itu yang telah menempatinya?"
"Ya."
"Berapakah jumlah kamar di penginapan ini?"
"Enam belas... Mengapa?"
"Rombongan itu jumlahnya tidak sampai enam belas
orang," kata Wiro. "Pasti ada kamar yang masih kosong untukku..."
"Sudah kubilang semua kamar diambil oleh rombongan itu. Majikanku memerintahkan
agar menolak siapa saja yang hendak menginap di sini..."
Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya, "Kalau begitu aku musti cari penginapan
lain," katanya setengah
menggerutu. "Di sini tak ada lagi penginapan lain."
"Hem..." Wiro menggumam. "Terpaksa kau menolong
menyediakan satu kamar buatku. Gudang buruk-pun tak jadi apa."
"Tak mungkin orang muda. Seluruh penginapan ini
sampai ke gudang telah disewa oleh rombongan itu!"
Wiro Sableng jadi penasaran.
"Apa kau kira aku tak sanggup membayar sewa untuk sebuah gudang tua" Atau kau
minta sogok agaknya heh"!"
Paras orang tua pelayan penginapan itu berubah kesal.
"Kuharap kau tak usah memaksa-maksa dan bicara
lantang. Salah-salah kau bisa berabe!"
Wiro keluarkan suara bersiul.
"Kenapa bisa jadi berabe, Bapak?" tanya pemuda ini
"Ah! Tak usah kau banyak tanya!" Pelayan itu putar tubuh hendak masuk kembali
tapi Wiro mencekal bahunya hingga dia tak bisa bergerak.
"Katakan dulu kenapa bisa jadi berabe!" desis Wiro ke telinga pelayan itu.
Dan si pelayan mendadak merasa kecut sewaktu
merasakan bagaimana telapak tangan Wiro yang berada di bahunya membuat tubuhnya
seperti mau amblas ke lantai!
"Orang muda, seluruh penginapan ini telah disewa oleh Ketua Perguruan Garuda
Sakti. Dia dan rombongannya tengah menuju ke puncak Gunung Merapi. Di sana akan
dilangsungkan perkawinan anak gadisnya dengan seorang pemuda, anak Ketua
Perguruan Merapi..."
Wiro angguk-anggukkan kepalanya. Dia ingat pada
sekilas bayangan raut wajah gadis jelita yang dilihatnya tewat jendela kereta.
"Sekarang kau lekaslah berlalu dari sini. Kau tahu, Ketua Perguruan Garuda Sakti
galak luar biasa! Sekali dilihatnya ada yang bikin ribut di hadapannya pasti
akan kena tamparannya. Dan manusia tampangmu ini sekali tampar saja pasti
kepalamu menggelinding!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Kurang ajar! Siapa yang berani bikin ribut di sini!" Tiba-tiba satu suara
garang membentak dan sesaat kemudian seorang laki-laki berbadan tinggi tegap
sudah berdiri di ambang pintu. Dia berpakaian hitam dan di bagian dada bajunya
ada gambar kepala burung garuda putih. Dia berdiri bertolak pinggang dan
beliakkan mata kepada Wiro.
Pelayan penginapan berdiri dengan muka pucat!
"Pemuda hina dina! Lekas angkat kaki dari sini! Kalau tidak, kupuntir kepalamu
sampai putus!"
"Hak apakah kau mengusirku"!" tanya Wiro dengan
senyum mengejek.
Marahlah si tinggi besar. Tangan kanannya dengan
cepat diulurkan menjambak rambut Wiro Sableng. Begitu terjambak segera hendak
dipuntirnya. Tapi terkejut si tinggi besar ini bukan alang kepalang sewaktu
jari-jari tangannya yang menjambak itu dirasakannya laksana memegang
sebuah area batu yang ratusan kati beratnya dan keras luar biasa, tak sanggup
tangannya memuntir!
"Mampus!" teriak si tinggi besar itu seraya sentakkan tangannya! Sekali
menyentak maksudnya hendak ditang-
galkannya kepala Wiro dari badannya, sekurang-kurangnya rambut pemuda itu akan
berserabutan dari batok
kepalanya. Tapi apa yang terjadi kemudian betul-betul tak diduga oleh si tinggi
besar. Belum lagi dia sempat menyen-
takkan tangannya tahu-tahu satu totokan melanda jalan darah di dadanya! Si
tinggi besar mengeluh tertahan.
Sebelum tubuhnya roboh tergelimpang dalam keadaan kaku, Wiro cekal kuduk laki-
laki itu dan melemparkannya ke sebuah pohon di halaman penginapan. Tubuh si
tinggi besar menyangsrang di antara cabang pohon, tak bisa bergerak, tak dapat
turun! Orang itu memaki-maki. Wiro sebaliknya tertawa gelak-gelak dan tinggalkan
tempat itu! Sepasang mata yang bersinar-sinar mengintai di balik jendela sebuah kamar
penginapan dan mengikuti keper-
gian Pendekar 212.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
10 ETIKA dia menempuh jalan yang menuju ke luar
kota, Wiro mendengar suara derap kaki kuda datang Kmendekatinya dari arah
belakang. Menyangka
bahwa yang datang ini adalah kawan-kawan si tinggi besar tadi segera Wiro
berlindung di balik sebatang pohon.
Nyatanya si penunggang kuda adalah pelayan penginapan tadi. Pelayan ini hentikan
kudanya di tengah jalan dan memandang kian ke mari. Jelas dilihatnya tadi Wiro
berada di jalan itu. Tapi tiba-tiba tenyap entah ke mana.
"Hai! Kau mencari aku"!" tanya Wiro dari balik pohon.
Si pelayan tergagap kaget Wiro keluar dari balik pohon.
"Lekas ikut bersamaku!" kata si pelayan.
"Ikut ke mana?" tanya Wiro heran.
"Jangan bertanya dulu. Kita tak punya banyak waktu.
Sebentar lagi anak-anak murid Perguruan Garuda Sakti pasti akan datang ke sini!
Lekas naik di belakangku!"
"Aku tak percaya padamu. Mungkin kau mau menipu"!"
Di kejauhan terdengar derap kaki kuda banyak sekali!
"Lekaslah!" kata si pelayan lagi. Parasnya pucat tanda cemas.
Akhirnya Wiro melompat juga ke atas punggung kuda di belakang si pelayan.
"Bapak," bisik Wiro waktu mereka berlalu dengan cepat, "Kalau kau menipuku, aku
akan gantung kau, kaki ke atas kepala ke bawah!"
Sesaat kemudian keduanya meninggalkan jalan itu
dengan cepat. Lewat sepeminum teh pelayan penginapan hentikan kudanya di satu
tempat. Hari telah senja dan berangsur gelap. Wiro Sableng memandang
berkeliling. Ternyata dia berada di bagian belakang bangunan pengi-
napan. Melihat ini Wiro menjadi curiga dan segera cekal tangan si pelayan.
"Jika bukan bermaksud jahat, kenapa kau ajak aku ke sini"!" desis Wiro Sableng.
"Kalau aku betul-betul menipumu kau boleh betot
batang leherku!" jawab si pelayan.
Wiro hendak buka suara kembali tapi tak jadi. Pintu belakang penginapan terbuka
dan dua orang berpakaian hitam-hitam dengan gambar kepala burung garuda pada
dadanya melangkah cepat ke kandang kuda. Dengan
menunggangi dua ekor kuda, keduanya meninggalkan
bagian belakang penginapan dan lenyap ditelan kegelapan malam. Suara kaki-kaki
kuda mereka juga menyusul lenyap ditelan hembusan angin malam di kejauhan!
"Ikut aku!" kata pelayan itu.
"Tunggu!" jawab Wiro. "Terangkan dulu apa arti semua ini!" "Orang muda, aku
sendiri tidak tahu apa-apa. Aku cuma diperintahkan. Percayalah aku tidak
menipumu! Siapapun tak ada yang bermaksud jahat padamu!"
"Dari siapa kau terima perintah! Dan apa saja perintah itu"!" tanya Wiro Sableng
lagi, "Kita tak punya waktu banyak. Lekas ikuti aku!"
Wiro Sableng di belakang si pelayan. Sepasang bola matanya berputar liar waspada
kian kemari sambil
melangkah. Mereka masuk lewat dapur penginapan.
Suasans sunyi senyap. Satu-satunya makhluk hidup yang kelihatan ialah seekor
kucing yang tengah menggerogoti sebuah tulang ayam. Si pelayan dengan hati-hati
membuka sebuah pintu yang berhubungan dengan ruangan lain di bagian belakang
penginapan. Ternyata ruangan itu adalah sebuah gudang tempat menyimpan segala
macam pera- botan rongsok. Dari sini, pelayan itu membawa Wiro Sableng melewati sebuah
ruangan lagi dan akhirnya mereka sampai di sebuang gang. Pelayan memberi isyarat
agar Wiro lebih cepat melangkah mengikutinya.
Lima langkah dari ujung gang yang di kiri kanannya terdapat deretan pintu-pintu
kamar, si pelayan berhenti dan berpaling pada Wiro.
"Bukalah pintu kamar di ujung sebelah kanan itu dan masuk ke dalam! Orang yang
kau temui di dalam kamar itu adalah orang yang memerintah aku!"
Wiro Sableng hendak menanyakan. Wiro memaki dalam hati. Sambil garuk-garuk
kepala dia melangkah mendekati pintu kamar di ujung kanan. Ketika didorongnya
ternyata pintu itu tak terkunci. Wiro masuk ke dalam dengan cepat dan merapatkan
pintu kembali. Begitu sampai di dalam kamar, terkesiaplah Pendekar212!
Di hadapannya berdiri seorang dara berkulit kuning langsat, berparas cantik
sekali. Kedua matanya bersinar laksana bintang timur. Dia berpakaian biru
berbunga-bunga merah yang bagus sekali potongannya. Pada
rambutnya yang digulung ke atas itu tersisip tusuk konde dari emas yang berukir-
ukir kepala burung garuda.
Sang dara melangkah ke dekat Wiro. Dikuncinya pintu kamar. Berada sedekat itu
Wiro Sableng kembang-kempis hidungnya mencium bau harum yang keluar dari
sekujur- nya tubuh sang dara! Dara jelita ini kemudian melangkah kembali ke tengah kamar.
"Saudari apakah artinya ini?" tanya Wiro Sableng.
Betapapun dia tidak mengerti tapi berdiri di hadapan si jelita itu hatinya
senang sekali. Tadinya dia menyangka akan menemui seorang laki-laki bertampang
galak tapi tak dinyana kini dia berhadapan seorang gadis jelita. Dan Wiro ingat,
dara jelita ini adalah gadis dalam kereta putih yang dilihatnya di tengah jalan
tadi sore! "Saudara, apakah kau bisa bicara dengan ilmu menyu-
supkan suara?" si gadis bertanya perlahan.
Wiro Sableng terkejut "Apaan pula ini?" tanyanya dalam hati. Tapi kepalanya
dianggukkannya juga.
Kemudian dengan ilmu menyusupkan suara si gadis
berkata, "Aku telah saksikan apa yang kau lakukan terna-
dap anak murid ayahku di depan penginapan ini tadi.
Kurasa kau adalah orang yang bisa menjadi tuan
penolongku..."
"Hem...," Wiro garuk-garuk kepalanya. "Pertolongan apakah yang bisa kulakukan
untukmu" Kalau aku tidak salah duga kau adalah anak gadisnya Ketua Perguruan
Garuda Sakti."
Si gadis anggukkan kepala.
"Aku dan ayah serta sepuluh orang anak-anak muridnya tengah dalam perjalanan ke
puncak Gunung Merapi..."
"Pelayan itu mengatakan bahwa kau hendak melang-
sungkan perkawinan di sana dengan anak laki-laki Ketua Perguruan Merapi."
"Betul, bagus kalau dia mengatakan hingga aku tak perlu panjang lebar
menerangkannya padamu," jawab si jelita. Lalu sambungnya, "Perkawinanku dengan
anak laki-laki Ketua Perguruan Merapi adalah secara paksa! Ayahku yang memaksa.
Aku tak kuasa menolak paksaan itu di samping aku tak ingin pula menjatuhkan nama
besar ayah! Di lain hal aku sama sekali tidak mencintai anak Ketua Perguruan Merapi. Aku
ingin perkawinan ini dibatalkan tanpa memberi malu pada ayah dan juga untuk
meng- hindarkan agar jangan sampai ada pertumpahan darah antara perguruan ayahku
dengan Perguruan Merapi."
"Kalau kau tak suka pada anak laki-laki Ketua Pergu-
ruan Merapi dan tak berdaya menolak paksaan ayahmu, kenapa tidak larikan diri
saja"!" tanya Pendekar 212 pula.
"Kau lihat sendiri. Selama satu bulan terakhir ini akan-anak murid ayah
menjagaku dengan keras. Ayah sendiri bersikap waspada karena mungkin dia sudah
dapat meraba maksudku hendak lari. Di samping itu aku khawatir pihak Perguruan Merapi
menuduh ayahkulah yang telah sengaja menyembunyikanku. Sebenarnya ayah sendiri
mendapat tekanan dari mereka."
Wiro merenung sejenak.
"Apakah kau punya kekasih" Seorang pemuda yang
kau cinta"!" tanya Wiro seenaknya,
Anak Ketua Perguruan Garuda Sakti itu kelihatan merah parasnya. Tapi dengan
terus terang dia kemudian angguk-
kan kepala. Parasnya kemudian berubah sedih. Dia ber-
kata, "Kekasihku telah ditangkap. Disiksa dan dikurung di sebuah goa batu..."
Dan di mata yang bersinar seperti bintang timur itu Wiro Sableng kini melihat
dua butir air mata laksana berlian mengambang di kelopak mata si gadis.
"Lantas apakah yang bisa kutolong padamu, Saudari?"
tanya Wiro. "Menolong agar perkawinanku bisa batal!"
"Aku orang tolol, mana mungkin sanggup melakukan
itu?" tanya Wiro seraya garuk-garuk kepala.
"Sekarang bukan saatnya berpura-pura, Saudara. Per-
tolongan dan budi baikmu tak akan kulupakan seumur hayat."
Wiro berpikir, lalu, "Kau ingin kularikan sekarang"!"
tanya Wiro mengambil keputusan pendek.
"Jangan. Ketua Perguruan Merapi akan salah sangka dan curiga pada ayah. Bukan
mustahil mereka akan
mengambil jalan kekerasan! Di samping itu nama besar ayah akan luntur karena
berilmu tinggi dan punya anak buah banyak tapi tak sanggup menjaga anak. Apalagi
menjelang hari-hari perkawinan itu..."
"Berabe juga kalau begini," kata Wiro. Dipijit-pijitnya keningnya. "Kapan
upacara perkawinanmu dilakukan di puncak Merapi?"
"Lusa siang. Jam dua belas tepat!" jawab si gadis.
Wiro berpikir-pikir lagi.
"Baiklah," kata Pendekar 212 kemudian. "Aku sudah dapat satu cara yang baik
untuk membatalkan perkawi-
nanmu. Aku akan muncul tepat pada saat upacara perni-
kahanmu. Mudah-mudahan kita berhasil. Sebelum pergi apakah aku boleh tahu
namamu...?"
Sang dara belum sempat menjawab tiba-tiba pintu
kamar diketuk orang dengan keras dan di luar terdengar suara lantang.
"Permani! Buka pintu cepat."
Kedua orang di dalam kamar terkejut. Paras si gadis pucat pasi. Wiro Sableng
memandang berkeliling. Agaknya tak mungkin untuk bersembunyi di kamar itu. Tapi
begitu matanya membentur jendela, Wiro segera melompat.
Tanpa suara dibukanya jendela itu dan dalam detik itu juga dia sudah tenyap di
luar sana setelah terlebih dulu menutupkan daun jendela kembali!
"Permani!"
Ketukan pada pintu kini berganti dengan gedoran-
gedoran. Sang dara cepat-cepat membuka pintu kamar. Seorang laki-laki bermuka klimis
bermata merah dan berbadan tinggi tegap masuk ke dalam. Sepuluh kuku-kuku jari
tangannya berwarna putih dan panjang sekali! Inilah Ketua Perguruan Garuda Sakti
yang bernama Manik Tunggul.
Dia memandang sekeliling kamar dengan matanya yang besar penuh teliti. Permani
berdiri di hadapan laki-laki dengan hati berdebar.
"Kau menyembunyikan seseorang di sini, Permani"!"
tanya Manik Tunggul.
Permani tertawa. "Kecurigaan ayah terhadap anak
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sendiri keterlaluan sekali!" kata gadis itu. "Siapa dan untuk apa pula aku
menyembunyikan seseorang dalam kamar ini"!"
Manik Tunggul memandang ke loteng lalu memeriksa
setiap sudut kamar bahkan memeriksa kolong tempat tidur!
"Sepuluh orang anak murid ayah mengawalku siang
malam. Mereka berkepandaian tinggi! Jika seseorang masuk ke sini masa mereka
tidak tahu?" ujar Permani.
Manik Tunggul masih belum percaya akan ucapan
anaknya itu. Dia melangkah ke jendela dan membukanya.
Di luar suasana sunyi dan gelap. Dua orang anak muridnya tampak berdiri di bawah
sebuah pohon. Mereka tengah berjaga-jaga. Laki-laki ini menutupkan jendela
kembali. "Permani, menjelang hari perkawinanmu ini kuharap kau jangan bikin hal yang
bukan-bukan. Jangan beri malu ayahmu! Kecuali kalau kau ingin melihat pecahnya
permusuhan antara aku dengan Ketua Perguruan Merapi!"
"Ayah, meski aku tidak suka pada calon suamiku itu, tapi mengingat kepadamu aku
tak bisa berbuat lain daripada patuh atas segala kemauanmu..." kata Permani
dengan tundukkan kepala.
Manik Tunggul tepuk bahu anaknya.
"Kau anak yang berbakti," kata Ketua Perguruan Garu-
da Sakti itu kemudian melangkah ke pintu meninggalkan kamar.
*** Malam itu di sebuah dangau tua di tengah sawah, Wiro Sableng duduk termenung!
Usahanya mencari lukisan perempuan telanjang masih belum selesai. Mengapa dia
kini sengaja melibatkan diri dalam urusan orang lain"
Mengapa dia telah menerima permintaan tolong gadis anak Ketua Perguruan Garuda
Sakti itu" Bukankah ini berarti dia mencari sengketa, menghadapi dua buah Per-
guruan sekaligus"! Wiro Sableng merutuki dirinya sendiri.
Tiba-tiba dia ingat pada nasihat Si Segala Tahu. Orang tua itu telah melarangnya
pergi ke Paritsala. Dia tak menghi-
raukannya. Dan kini dia terjerumus dalam persoalan rumit penuh bahaya yang
sengaja di cari-carinya sendiri! Paras jelita dan senyum menggiurkan anak gadis
Ketua Perguruan Garuda Sakti itulah mungkin yang telah memu-
kaunya hingga bersedia turun tangan berikan bantuan!
Dan Pendekar 212 teringat pada ucapan Si Segala Tahu,
"kau punya sifat mata keranjang, tidak boleh lihat perem-
puan cantik..." Wiro menyeringai dan sambil garuk-garuk kepala, direbahkannya
badannya di lantai dangau.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
11 I PUNCAK Gunung Merapi.
Sebuah panggung kayu jati yang diberi berukir-ukir Dserta hiasan gaba-gaba
dikelilingi oleh sebuah
panggung besar yang lebih rendah dan berbentuk ling-
karan, mengelilingi panggung kayu jati tadi. Pada bagian sebeleh utara panggung
berbentuk lingkaran terdapat sebuah podium. Di depan podium ini terletaklah
sebuah pelaminan. Seorang pemuda berpakaian bagus duduk di pelaminan ini.
Pakaiannya yang bagus, topi tingginya yang bertaburan berlian, segala apa yang
dipakainya, semua itu tak dapat menyembunyikan parasnya yang buruk dan
cekung. Dialah Sokananta, anak Ketua Perguruan Merapi, calon suami Permani!
Tamu-tamu yang banyak hadir di situ rata-rata adalah orang-orang dunia
persilatan dan beberapa di antara mereka merupakan tokoh-tokoh yang disegani!
Sebentar lagi, pengantin perempuan akan dibawa naik ke atas podium dan upacara
perkawinan segera akan dilangsungkan. Sementara menunggu munculnya sang
pengantin maka Tunggul Manik bicara-bicara dengan calon besannya yaitu
Bogananta, Ketua Perguruan Merapi. Bila upacara pernikahan selesai, para tamu
akan dijamu makan minum dan sambil menyaksikan pertandingan-per-
tandingan silat yang sengaja diadakan sebagai kebiasaan di atas panggung besar
kayu jati! Tiba-tiba terdengar suara tiupan seratus buah seruling.
Dari sebuah bangunan keluarlah pengantin perempuan, diiringi oleh dayang-dayang.
Semua mata yang memandang kepada sang pengantin ini tak satupun yang tak memuji
kecantikan paras Permani! Dilihat kepada rupa memang ada juga di antara para
tamu yang merasa kurang
cocoknya kedua pengantin itu. Tapi memandang kepada nama besar Ketua Perguruan
Merapi maka ketidakcocokan itu menjadi sirna. Siapa yang tak kenal dengan
Bogananta"
Siapa yang tak kenal dengan Sokananta yang berilmu tinggi"!
Begitu pengantin perempuan menginjakkan kaki di atas panggung di depan podium
maka pengantin laki-laki pun berdiri dan suara seruling berhenti. Serentak para
hadirin pun berdiri pula. Upacara pernikahan segera akan
dilangsungkan, dipimpin oleh seorang tua bernama
Wararayan. Di kalangan dunia persilatan di masa itu Wara-
rayan sangat terkenal dan telah puluhan kali memimpin upacara perkawinan. Siapa-
siapa yang dinikahkan di bawah pimpinannya pastilah kedua mempelai akan hidup
bahagia! Satu menit telah berlalu. Wararayan belum juga mun-
cul. Para hadirin terutama Bogananta dan Manik Tunggul serta Sokananta kelihatan
gelisah. Permani yang berdiri dengan menundukkan kepala juga tampak gelisah.
Tapi apa yang digelisahkannya tidak sama dengan apa yang digelisahkan orang-
orang di situ. Dia gelisah karena sampai saat itu orang yang hendak menolongnya
belum juga kelihatan! Apakah pemuda itu tidak datang" Atau terlam-
bat atau sesat di jalan" Atau mendapat celaka"!
Telah lewat sepeminum teh.
Para hadirin mulai berbisik-bisik. Rasa malu yang amat sangat membuat kulit muka
Manik Tunggul merah laksana saga. Apalagi karena dialah yang bertanggung jawab
mengatur kelancaran upacara pernikahan itu. Di lain pihak Bogananta juga
kelihatan merah parasnya, tapi bukan karena malu melainkan merasa terhina!
Dalam suasana tegang gelisah itu tiba-tiba dari balik sebuah batu karang besar
di tepi kawah kelihatan muncul seorang berjubah biru.
Manik Tunggul tersirap kaget. Jubah biru adalah
pakaian yang biasa dikenakan oleh Wararayan! Apakah manusia ini Wararayan" Tapi
kenapa dia muncul dari balik batu karang itu"
Dan waktu diperhatikan langkah si jubah biru ini, terkejutlah Manik Tunggul
serta para hadirin. Langkah si jubah biru demikian enteng, laksana kapas
diterbangkan angin! Kemudian bila si jubah biru sudah berada dekat, maka
tersiraplah darah Manik Tunggul dan semua orang.
Si jubah biru ternyata bukan Wararayan! Tapi anehnya jubah yang dipakainya itu
dikenali sekali oleh Manik Tunggul sebagai milik Wararayan" Apakah yang telah
terjadi dengan Wararayan" Di mana orang tua itu berada dan siapa pula manusia
yang datang ini"!
Si jubah biru memiliki paras yang dilapisi dengan tanah liat. Rambutnya yang
gondrong acak-acakkan diikat dengan robekan-robekan kain berbagai bentuk dan
warna. Di tangan kirinya ada sebuah pecahan kaca rias bersudut runcing sedang di
tangan kanannya menggenggam seba-
tang tombak pendek dari batu hitam yang banyak terdapat di sekitar kawah gunung.
Si jubah biru langsung menuju ke podium. Anak-anak murid Perguruan Merapi dan
Perguruan Garuda Sakti segera hendak turun tangan, tapi ketua masing-masing
memberi isyarat. Semuanya mundur kembali namun dalam posisi mengurung si jubah
biru. Akan tetapi Permani begitu dia melihat si jubah biru ini, meskipun parasnya
kotor bercelemongan tanah liat dan rambut awut-awutan tak karuan, namun dia
masih bisa mengenali. Si jubah biru ini bukan lain pemuda gagah yang dua hari
lalu telah bicara dengan dia di dalam kamar penginapan, bukan lain orang yang
diharapkannya sebagai tuan penolongnya! Hati dara ini lega sedikit. Tapi apa-
apaan dia berbuat macam orang gila begini rupa"
Tiba-tiba si jubah biru alias Wiro Sableng alias Pendekar 212 keluarkan suara
macam orang tua dan menggigil,
"Uh... uh... dinginnya! Dingin sekali!" Dan kedua tangannya didekapkan di dada
sedang geraham-geraham-
nya bergemeletukan persis macam orang kedinginan! Di samping itu karena suaranya
sengaja dialiri tenaga dalam yang hebat, maka suaranya itu menggetarkan liang
telinga para hadirin, menggetarkan lantai panggung yang mereka injak!
Semua orang heran campur terkejut!
Hari sepanas itu. Matahari bersinar terik. Bagaimana manusia satu ini menggigil
begitu rupa dan bilang dingin"!
"Jubah biru!" bentak Manik Tunggul. "Manusia atau setankah kau"!"
"Hai... aku bicara soal dinginnya hari. Apakah kau tidak merasa" Apakah kalian
semua di sini tidak kedinginan"
Uh.. uh...!"
Semua orang saling pandang.
"Jubah biru, lekas terangkan siapa kau. Dan dari mana kau dapatkan jubah milik
Wararayan itu"!" Kembali Manik Tunggul buka suara keras.
Wiro Sableng dengan menahan geli di dalam hati pura-pura meneliti parasnya di
dalam kaca di tangan kiri.
Kemudian sambil tuding-tudingkan tombak batu hitam di tangan kanan dia berkata,
"Anak-anakku... kalian semua dengarlah!"
"Persetan manusia edan!" hardik Bogananta beringas.
"Kau kira kami ini apamu sampai memanggil kami anak-anakmu"!"
Si jubah biru tidak ambil perduli. Malah dia tudingkan tepat-tepat tongkat
hitamnya ke hidung Ketua Perguruan Merapi itu.
"Kalian dengar dulu... jangan ganggu bicaraku. Siapa yang bertindak lancang akan
celaka seumur hidup. Akan dirundung malang selama hayat! Akan dikutuk dewa-dewa
di khayangan!" Lalu Wiro Sableng pura-pura menggigil kedinginan lagi! "Dingin...
uh... dingin sekali! Di dasar kawah udara hangat tapi di atas sini dingin bukan
main! Uh...!" "Manusia gila! Kalau kau tak segera angkat kaki dari sini kutekuk batang
lehermu!" ancam Manik Tunggul.
"Aku bukan manusia... bukan manusia!" kata Wiro
lantang keras hingga setiap orang yang mendengar
tergetar dadanya! "Aku adalah titisan dewa di khayangan!
Aku penghuni Gunung Merapi ini. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di gunung
ini di bawah pengawasanku! Kalian tahu hai manusia-manusia ceroboh, pesta
perkawinan yang kalian rayakan di sini tanpa meminta izin pada dewa-dewa di
khayangan telah membuat dewa-dewa marah semua!
Kalian hendak dikutuk! Hendak disapu dengan angin topan dari puncak Gunung
Merapi ini. Tapi dengan memandang aku, dewa-dewa masih sanggup beri ampun pada
kalian..."
"Keparat pendusta!" bentak Manik Tunggul. "Kau kira kami bisa dikelabui oleh
orang gila macammu"!"
Wiro Sableng menyeringai dan keluarkan suara
mengekeh. Dalam hatinya dia memaki!
"Aku pendusta katamu"! Aku orang gila bilangmu..."!
Kau akan lihat... akan lihat!" kata Wiro pula dengan suara keras. Dia melangkah
seringan kapas ke tepi kawah yang terletak dua puluh tombak dari panggung. Jarak
yang duapuluh tombak itu dicapainya dengan beberapa kali gerakan kaki saja
hingga semua orang menjadi tertegun!
Di tepi kawah Wiro komat-kamitkan mulut. Dalam hati dia geli sekali. Kemudian
tongkat pendek batu hitam di tangan kanannya di acung-acungkan ke udara dan
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 6 Pendekar Rajawali Sakti 65 Kuda Api Gordapala Dendam Empu Bharada 25
Tuak lalu cepat-cepal menyingkir ke samping kanan, mengelakkan totokan yang
dilancarkan Nenek Rambut Biru! Sambil mengelak Dewa Tuak angkat bumbung bambunya
hingga ujungnya dengan tiada terduga menyerang ke arah pinggang lawan!
Tapi Nenek Rambut Biru tidak berkepandaian rendah!
Penasaran melihat totokannya lewat, dengan satu jeritan keras dia menyerang
kembali! Maka terjadilah pertem-
puran yang hebat.
Nenek Rambut Putih di lain pihak maju menghadapi
Wiro Sableng. Dengan memandang enteng dia lakukan serangan dan sekali menyerang
dia yakin akan sanggup meringkus si pemuda hidup-hidup. Tapi alangkah terkejut-
nya ketika sambil tertawa lawannya berkelit dengan mudah bahkan berkata
mengejek, "Ah, jurus seperti ini telah kulihat kau pergunakan untuk menyerang Si
Pelukis Aneh!"
"Bocah hijau! Ada hubungan apa kau dengan Si Pelukis Aneh"!" tanya Nenek Rambut
Putih. Wiro tertawa. Bukan dia menjawab pertanyaan si nenek malah berkata, "Orang tua
semacammu ini sepantasnya banyak bikin ibadat dan sucikan diri! Bukannya malang
melintang bikin kejahatan dan ikut campur segala macam urusan duniawi!"
"Kentut ingusan. Atas nasihatmu itu aku akan
hadiahkan jurus Ekor Naga Mematuk Cakar Garuda Berkiblat! Terimalah!"
Gerakan si nenek sebat sekali. Tubuhnya tinggal
bayangan dan tahu-tahu tiga jari tangan kanannya
menotok ke dada, sedang lima jari kiri mencakar ke arah muka. Cakaran yang
datangnya lebih dulu itu sebenarnya hanya tipuan belaka karena serangan yang
sebenarnya ialah totokan pada dada! Bila lawan coba hindarkan mukanya dari
cakaran maka kecepatan totokan tangan akan ditambah dua kali lipat!
Dan celakanya Pendekar 212 kini kena tertipu!
Begitu melihat lima jari mencakar di depan hidung dia segera buang kepala ke
belakang dan kaki kanan menderu ke arah si nenek. Namun di saat itu si nenek
sudah melesat ke samping, sedang tiga jari tangannya dengan kecepatan luar biasa
menderu ke arah dada Wiro Sableng!
Penasaran sekali karena dia tahu bahwa totokan yang lihai itu tak mungkin
dikelit maka Wiro hantamkan tangan kanannya dari atas ke bawah! Dua lengan pun
beradu! Si nenek berseru keras. Dia tersurut sampai dua tombak, mukanya pucat
bahkan terkejut.
Nenek Rambut Hitam segera maklum bahwa tenaga
dalam anak buahnya itu jauh rendahnya dari si pemuda. Ini adalah satu hal yang tak pernah disangkanya. Dan ketika
dia memandang ke lengan Si Rambut Putih, lengan nenek-nenek itu kelihatan
bengkak membiru sedang lengan Wiro Sableng hanya berbekas merah sedikit!
Kemudian dilihatnya pula pertempuran si rambut biru dengan Dewa Tuak. Anak buahnya itu
tengah dibikin sibuk bahkan dipermainkan malah! Gusarlah Nenek Rambut Hitam.
Segera dia berseru, "Kalian berdua jangan bikin malu aku!
Kuberi kesempatan tiga jurus lagi! Jika kalian tak bisa meringkus kunyuk-kunyuk
itu, kalian akan tahu rasa!"
Mendengar seruan Si Rambut Hitam, Rambut Putih dan Rambut Biru jadi takut
sekali. Keduanya segera loloskan setagen yang melilit di pinggang masing-masing
lalu menyerang dengan lebih sebat!
Dua setagen yang merupakan senjata ampuh itu tak
ubahnya laksana dua ekor ular besar yang meliuk-liuk sebat kian kemari, kadang-
kadang bergerak cepat mem-
belit pinggang, kadang-kadang menotok jalan darah bahkan kadang-kadang mematuk
ke arah kedua mata!
Dan semua itu terjadi bertubi-tubi laksana kilat. Betapapun Wiro dan Dewa Tuak
percepat gerakan silat mereka, namun tetap saja keduanya dibikin terdesak dan
tak sang- gup ke luar dari gulungan setagen lawan!
"Setagen sialan," gerendeng Pendekar 212. Baik dia maupun Dewa Tuak kini segera
merubah sikap. Kalau tadi mereka cuma main-main dan mengejek lawan mereka,
maka setelah terdesak hebat dan terkurung setagen yang berbahaya itu, mereka
mulai lancarkan serangan-serangan balasan sehingga pertempuran berjalan semakin
hebat! Dalam tempo yang singkat lima jurus telah lewat.
Nenek Rambut Hitam penasaran sekali melihat kedua anak buahnya tiada sanggup
meringkus lawan masing-masing, padahal tiga jurus yang ditentukannya telah
berlalu! "Kalian berdua mundurlah!" bentaknya marah.
Nenek Rambut Biru segera melompat mundur. Namun
karena agak gugup ketakutan oleh bentakan pemimpinnya, dia menjadi sedikit
lengah dan akibatnya ujung selendang-
nya berhasil ditarik oleh Dewa Tuak sehingga robek! Dewa Tuak tertawa gelak-
gelak! Di lain pihak Nenek Rambut Putih begitu melompat begitu dirasakannya
sekujur tubuhnya tak sanggup digerakkan. Ketika ditelitinya ternyata lawannya
telah melibat sekujur badannya dengan setagennya sendiri! Pucatlah paras nenek
tua ini. Dia maklum bahwa pemuda itu berilmu tinggi sekali dan kalau bermaksud
jahat pastilah sudah sejak tadi dia kena celaka!
Nenek Rambut Hitam maju ke hadapan kedua orang
itu. "Bagus!" katanya. "Rupanya kalian memiliki ilmu yang diandalkan! Aku mau
lihat! Apakah kalian maju berdua atau seorang-seorang"!"
Dewa Tuak mendengus.
"Bagusnya berdua sekaligus biar lekas kubereskan!"
Dewa Tuak tertawa lagi dan meneguk tuaknya bebe-
rapa kali. "Dengar Rambut Hitam," kata Dewa Tuak pula. "Main-main dengan dua orang anak
buahmu itu sudah cukup.
Lain kali saja kau kami hadapi...!"
"Kentut tua bangka! Katakan saja kau tidak punya nyali menghadapi Nenek Rambut
Hitam!" Dewa Tuak ganda tertawa. Dia berpaling pada Wiro
Sableng dan berkata, "Mari kita pergi!"
Tapi baru saja dia bergerak Nenek Rambut Hitam sudah melompat ke hadapannya dan
kirimkan satu serangan yang luar biasa dahsyatnya. Kalau saja si orang tua tidak
bersikap waspada pastilah dadanya akan kena jotosan keras dan mukanya disambar
cakaran dahsyat!
Marahlah Dewa Tuak melihat kenekatan si nenek.
"Dasar tua bangka geblek! Masih saja mengikuti amarah membabi buta!"
"Jangan banyak ribut setan tua! Makan jariku ini!"
Dengan lebih ganas lagi Nenek Rambut Hitam menyerbu ke muka. Lima jari tangan
kanan bergerak ke perut sedang lima jari tangan kiri mencengkeram ke muka Dewa
Tuak. Angin serangan ini bukan main derasnya. Dewa Tuak memaklumi bahwa dibandingkan
dengan kedua anak
buahnya sekaligus, si nenek yang satu ini jauh lebih berbahaya! Dewa Tuak
melompat ke belakang dan putar kedua bumbung tuaknya. Maka punahlah kedua
serangan Nenek Rambut Hitam!
Sebelum si nenek menyerang lagi Dewa Tuak berseru,
"Wiro kau layanilah perempuan bongkok jelek ini!"
Terkejutlah Nenek Rambut Hitam dan dua nenek
lainnya sewaktu Dewa Tuak menyebut nama si pemuda.
"Manusia-manusia keparat! Kau berani main-main
terhadapku"!" sentak Nenek Rambut Hitam.
"Siapa yang main-main" Kau tanya aku jawab!" sahut Dewa Tuak.
"Apakah kau manusianya yang bernama Wiro Sableng"!
Yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"!"
tanya Nenek Rambut Hitam.
"Ah, perlu apa segala macam nama, segala macam
gelar! Majulah! Kuharap kau yang tua mau memberikan sedikit pelajaran padaku si
bocah hijau!" sahut Wiro pula.
Meski Wiro tidak mengaku terus terang siapa dia
adanya namun Nenek Rambut Hitam yakin bahwa pemuda itu memang Wiro Sableng si
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Sejak berbulan-bulan belakangan ini dia telah
mendengar tentang munculnya seorang pemuda gagah di dunia persilatan, yang
bernama Wiro Sableng berjuluk Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Banyak tokoh
silat golongan hitam yang berilmu tinggi mati konyol di tangannya. Bahkan
terakhir sekali, Dewi Siluman Dari Bukit Tunggul, kabarnya juga telah menemui
kematian di tangan pendekar muda ini! Mau tak mau si Nenek Rambut Hitam menjadi
gentar juga. Untuk mengelakkan baku bantam dengan si pemuda tapi tanpa
kehilangan muka maka
Nenek Rambut Hitam berpaling pada Dewa Tuak dan
berkata lantang, "Kalau kau tak punya nyali untuk menghadapiku, sebaiknya segera
angkat kaki dari sini!"
Dewa Tuak yang sudah dapat menduga hati perempuan itu tertawa dan berkata, "Aku
yang tak punya nyali atau kau yang takut hadapi kawanku itu?"
Nenek Rambut Hitam tertawa bergetar.
"Orang muda! Tadinya aku hanya berniat untuk
meringkusmu hidup-hidup! Tapi karena kau begitu berani menantangku, terpaksa
umurmu cuma sampai hari ini saja!"
Sesudah berkata begitu si nenek menerjang ke muka.
Wiro bergerak cepat. Mengelak dan lancarkan serangan balasan yang anginnya saja
membuat si nenek mengeluh!
Tenaga dalam si pemuda jauh lebih tinggi dari yang dimilikinya. Dalam tempo dua
jurus Nenek Rambut Hitam tak sanggup lagi lancarkan serangan-serangan bahkan
musti mempertahankan diri dan dalam jurus keempat terdesak hebat ke pojok
pondok! Tiba-tiba si nenek melengking dahsyat! Tubuhnya
lenyap dan jurus permainan silatnya berubah sama sekali.
Serangannya gencar tiada terduga. Gerakan kaki dan tangannya mendatangkan angin
bersiuran dan tipu-tipunya berbahaya mematikan! Inilah ilmu silat tangan kosong
yang dinamakan Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan yang telah dipelajari
Nenek Rambut Hitam dari mendiang gurunya!
Ilmu Silat Delapan Kaki Delapan Tangan memang patut dikagumi. Nyatanya selama
lima jurus Wiro Sableng dibikin bingung dan musti berhati-hati. Meski ilmu
meringankan tubuh serta tenaga dalamnya jauh di atas si nenek namun gerakan
lawan yang tiada terduga-duga itu mematahkan pertahanannya! Dan dua jurus di
muka satu hantaman telapak tangan si nenek berhasil mampir di dada Pendekar 212!
Wiro merasakan dadanya sakit dan nafasnya sesak. Dia maklum kalau saja dia tidak
lebih tinggi tenaga dalamnya dari si nenek pastilah dia akan mendapat luka di
dalam yang amat berbahaya!
Di lain pihak Nenek Rambut Hitam tidak kepalang
tanggung. Dia menyerbu lagi dengan lebih gencar! Tangan dan kakinya laksana
bertambah menjadi beberapa pasang lagi! Dan kembali Wiro Sableng terdesak! Dewa
Tuak kerenyitkan kening. Hanya sebegitukah kehebatan Pende-
kar 212 sehingga menghadapi ilmu silat si nenek dia sudah dibikin kewalahan
demikian rupa"! Si nenek sendiri juga tiada menyangka bahwa dia akan berhasil
memukul lawannya. Diam-diam dia merasa berada di atas angin kini!
Tiba-tiba Wiro menyurut sejauh satu tombak.
"Ha... ha! Apakah nyalimu sudah lumer orang muda"!"
ejek Nenek Rambut Hitam.
"Ah, jangan lekas-lekas berbesar hati sobat tua! Kau rasakan dulu pukulanku
ini!" sahut Wiro. Serentak dengan itu dia sudah alirkan sebagian tenaga dalamnya
ke ujung tangan kanan. Tangan itu dikepal dan diangkat ke atas.
Didahului oleh satu bentakan nyaring, Wiro Sableng pukulkan tangannya ke arah si
nenek. Begitu memukul begitu jari-jari tangan yang mengepal membuka kembali!
Inilah Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang tak asing lagi!
Nenek Rambut Hitam terkejut sekali sewaktu
merasakan gelombang angin keras laksana batu besar melanda ke arahnya. Sambil
pukulkan kedua tangannya sekaligus untuk menangkis dia cepat-cepat jungkir balik
lalu membuang diri ke samping!
Braaak! Dinding pondok di belakang si nenek pecah dan
berhamburan! Tergetarlah hati Nenek Rambut Hitam
melihat kehebatan pukulan itu. Setelah tenangkan hatinya dia maju menghadapi
lawannya kembali. Dan pada saat itu untuk pertama kalinya Wiro Sableng membuka
jurus pertempuran dengan menyerang lebih dahulu! Si nenek dibikin gelagapan kini.
Serangannya selalu mengenai tempat kosong sedang pertahanannya saat demi saat
semakin mengendur. Bila dia tidak kuat lagi menghadapi pemuda itu maka tanpa
malu-malu Nenek Rambut Hitam lepaskan setagen dan cabut tusuk konde emas dari
rambutnya! Dengan kedua senjata itu dia menyerang Wiro Sableng.
Setelah bertempur dua jurus maka Wiro segera
mengetahui bahwa tusuk konde yang kecil di tangan kanan si nenek jauh lebih
berbahaya daripada setagen di tangan kanannya! Semakin lama pertempuran semakin
seru. Tiba-tiba si nenek hentikan gerakannya dan memandang
bingung karena lawannya lenyap seperti ditelan bumi!
"Aku di sini, Rambut Hitam!" Terdengar suara Wiro di belakangnya!
Nenek Rambut Hitam kertakkan geraham dan secepat
kilat membalikkan tubuh. Tapi begitu tubuhnya membalik maka, plaaak...! Telapak
tangan kanan Wiro Sableng menghantam keningnya! Perempuan tua itu melengking
kesakitan. Tubuhnya mencelat menghantam dinding pon-
dok. Pemandangannya gelap, kepalanya terasa pening sedang keningnya sakit bukan
main! Kedua anak buah Nenek Rambut Hitam terkejut! Belum pernah mereka melihat
pemimpin mereka dihajar demikian rupa! Selama ini tak pernah seorang pun yang
sanggup menghadapi Nenek Rambut Hitam tanpa mendapat celaka!
Dan yang membuat mereka lebih terkejut lagi ialah sewaktu melihat kening
pemimpin mereka.
"Pemimpin, keningmu!" seru Nenek Rambut Biru.
Nenek Rambut Hitam usap keningnya. Kening itu sakit sekali dan panas, tapi tidak
terluka. Namun apakah yang menyebabkan Rambut Biru demikian terkejutnya" Tak
lain karena akibat pukulan telapak tangan kanan Wiro tadi kini di kening Nenek
Rambut Hitam tertera tiga deretan angka yaitu 212!
Dewa Tuak tertawa gelak-gelak dan cegluk... cegluk...
cegluk, dia lalu teguk tuaknya.
"Rambut Hitam, sobatku telah hadiahkan tiga buah
angka di keningmu! Apakah kau masih belum mau meng-
aku kalah"!"
Berubahlah paras Nenek Rambut Hitam! Dia maklum
apa yang telah terjadi kini. Pukulan 212 yang menggurat-
kan angka telah menimpa keningnya. Tiga deretan angka itu tak akan bisa
dihilangkan seumur hidupnya! Nenek Rambut Hitam menggerutu macam singa lapar!
"Anak haram jadah mampuslah!" lengking si nenek.
Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas dan mulutnya berkomat-kamit.
Seluruh pondok itu dengan tiba-tiba dilanda hawa yang amat dingin menyembilu.
Wiro sendiri yang tak mengerti apa yang tengah terjadi sampai-sampai bergeletar
tubuhnya dilanda hawa dingin itu.
Geraham-gerahamnya bergemeletukan.
Melihat ada kelainan ini secepat kilat Dewa Tuak
berseru, "Wiro cepat menghindar! Bangsat keriput ini mau lepaskan pukulan Salju
Kematian!"
Habis berteriak begitu Dewa Tuak secepat kilat
meneguk tuaknya. Dalam pada itu Nenek Rambut Hitam melengking nyaring dan
hantamkan tangan kanannya ke arah Wiro dan Dewa Tuak!
Satu gelombang benda putih yang bentuknya putih
seperti salju, menderu amat dingin ke arah kedua orang itu. Dewa Tuak runcingkan
mulutnya yang menggembung lalu menyembur ke muka! Terdengar suara laksana air
bah sewaktu semburan tuak dan pukulan salju kematian saling beradu. Bumi seperti
mau kiamat. Dewa Tuak cepat tarik lengan Wiro Sableng lalu melompat ke atas atap
menerobos melewati lobang besar. Dari sebuah cabang pohon kemudian Wiro melihat
bagaimana pondok itu
hancur lebur dan setengahnya tertimbun oleh lapisan salju putih!
Wiro memandang berkeliling dengan cepat. Ketiga
nenek itu tidak kelihatan. Pendekar 212 lalu putar kepala ke cabang di samping.
Dia terkejut sewaktu melihat Dewa Tuak duduk bersila di atas cabang dengan
pejamkan mata. Wajah orang tua ini pucat sekali. Rupanya bentrokan ilmu pukulan tadi telah
membuat si orang tua menderita luka di dalam yang parah juga. Lama Dewa Tuak
bersila seperti itu. Sewaktu dia buka kedua matanya kembali, cepat-cepat
diambilnya sebutir pil dan ditelannya. Sesaat kemudian wajahnya yang pucat telah
normal lagi seperti biasa!
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dewa Tuak tarik nafas panjang, geleng-gelengkan
kepala dan leletkan lidah sewaktu memandang ke pondok yang kini tertimbun salju
kematian itu! "Ternyata benar perempuan busuk itu telah mendapat-
kan ilmu Pukulan Salju Kematian!" kata Dewa Tuak seakan-akan pada dirinya
sendiri. "Kelihatannya masih kurang sempurna. Tapi sudah demikian luar
biasa...!"
Wiro sendiri diam-diam bergidik juga melihat pukulan yang bernama Salju Kematian
itu. Tenaga dalam Dewa Tuak berada jauh di atas Nenek Rambut Hitam, tapi pukulan
Salju Kematian yang dilepaskan si nenek membuat Dewa Tuak menderita luka yang
cukup hebat! "Meski seseorang memiliki tenaga dalam yang sepuluh kali lebih tinggi, tapi
jangan coba-coba berani adu kekuatan dengan pukulan salju kematian itu." Dewa
Tuak geleng-geleng kepala kembali. "Aku tak mengerti, bagaimana keparat betina
itu berhasil memiliki ilmu Salju Kematian.
Itu adalah salah satu dari beberapa ilmu pukulan yang pernah menggetarkan dunia
persilatan dan menjadi raja-raja ilmu pukulan!"
"Jika ilmu semacam itu dipergunakan untuk kejahatan bisa berbahaya," kata Wiro
pula. "Itulah yang aku kuatirkan," desis Dewa Tuak.
Diam-diam Wiro ingin sekali menghadapi Nenek
Rambut Hitam itu kembali. Apakah ilmu pukulan Sinar Matahari-nya sanggup
menghadapi ilmu pukulan Salju Kematian itu"
"Dewa Tuak, apa yang kita buat sekarang?" tanya Wiro.
"Aku bermaksud meneruskan perjalanan mencari lukisan telanjang itu..."
Tak ada jawaban.
Wiro berpaling.
Astaga! Dewa Tuak tak ada lagi di sampingnya. Dia mencari-cari tapi orang tua itu tiada
kelihatan. "Dewa Tuak! Di mana kau"!" teriak Wiro memanggil.
Tetap tak ada jawaban.
Wiro hendak melompat turun. Tapi tiba-tiba pada
batang pohon di mana dia berada dilihatnya sebaris tulisan
' Pergilah ke Utara! '.
Pasti itu adalah tulisan Dewa Tuak. Maka tanpa
menunggu lebih lama Wiro segera melompat dari atas pohon.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
7 ATA yang cuma sebuah itu memandang tanpa
berkedip pada lukisan perempuan telanjang yang
Mterletak di atas meja. Digelengkannya kepalanya
lalu dirobahnya letak lukisan itu dan ditelitinya kembali.
Dirobahnya lagi, ditelitinya lagi, demikian sampai satu jam lebih. Akhirnya dia
menjadi penasaran sekali dan memaki habis-habisan.
"Keparat betul! Keparat betul!"
"Mata Picak!" satu suara menegur laki-laki yang
memaki-maki itu. "Lama-lama kau bisa jadi gila!"
Elmaut Kuning Mata Picak palingkan kepala dan
mendelikkan matanya yang cuma satu.
"Kuping Sumplung! Kau bisanya mengejek saja!" kata si Mata Picak.
"Perlu apa tergesa-gesa" Toh lukisan itu sudah ada di tangan kita. Dan lambat
laun pasti kita akan berhasil membongkar rahasia yang terkandung di dalamnya!"
"Tolol betul kau Kuping Sumplung!" sentak Mata Picak.
"Apa kau tidak tahu dunia persilatan kalang kabut" Tokoh-tokoh persilatan kasak-
kusuk mencari-cari lukisan ini"
Ingat waktu lukisan ini dirampas oleh Awan Langit tempo hari" Aku khawatir
lukisan yang mengandung ilmu silat hebat ini akan dirampas orang lain lagi
sebelum kita berhasil memecahkan rahasianya!"
"Tapi marah-marah dan memaki begitu mana mungkin
kau bakal bisa menecahkannya!" ujar Elmaut Kuning Kuping Sumplung. Keduanya
bukan lain daripada dua tokoh silat golongan hitam yang bergelar Sepasang Elmaut
Kuning. Merekalah yang telah membunuh Si Pelukis Aneh dan melarikan lukisan
perempuan telanjang. Lukisan itu telah lama berada di tangan mereka namun tak
seorang pun dari mereka yang berhasil memecahkan rahasianya.
Lukisan itu telah berpuluh-puluh jam mereka teliti mereka jungkir balikkan,
namun tetap saja tak dapat mereka membongkar rahasia ilmu silat yang menurut
keterangan terkandung dalam lukisan itu! Jangan-jangan Si Pelukis Aneh hanya
menipu saja! Lukisan ini tak ada apa-apanya!
Elmaut Kuning Kuping Sumplung perhatikan lengan
kirinya yang buntung akibat dibetot putus oleh Si Pelukis Aneh sewaktu bertempur
beberapa bulan yang lalu! Dia kemudian tertawa dingin dan berkata, "Kau sekarang
yang jadi orang tolol! Kalau lukisan ini tak ada apa-apanya masakan orang tua
keparat itu sampai-sampai mau
mengadu jiwa!"
Elmaut Kuning Mata Picak jambak-jambak rambutnya.
"Tapi sialan sekali! Masakan sampai saat ini kita tak bisa memecahkan
rahasianya"!"
Kuping Sumplung duduk di sebuah bangku batu.
Ditatapnya sebentar lukisan di hadapannya. Dia sendiri sebenarnya heran juga
karena sampai sedemikian lama tak sanggup membongkar rahasia lukisan tersebut.
"Apakah kau sudah meneliti kayu pigura lukisan itu"!"
bertanya Elmaut Kuning Kuping Sumplung.
"Setiap sudut lukisan ini sudah kuteliti. Juga bagian belakangnya!" sahut Mata
Picak. "Agaknya kita membutuhkan seseorang yang bisa
membuka rahasia lukisan ini..." desis Kuping Sumplung.
"Tapi siapa manusianya"!" tanya Mata Picak. "Satu-satunya manusia yang tahu
rahasia lukisan ini adalah Si Pelukis Aneh sendiri! Dan dia sudah mampus di
tangan kita!"
"Siapa tahu calon muridnya juga mengetahui..." kata Kuping Sumplung pula.
Elmaut Kuning Mata Picak tertegun. "Mungkin juga..."
desisnya. "Kalau begitu kita datangi anak itu kembali dan paksa dia memberi keterangan!"
ujar Kuping Sumplung seraya berdiri dari duduknya.
"Tempat anak itu ratusan kilo dari sini..."
"Soal jauh bukan halangan!" potong Kuping Sumplung.
"Ada hal lain yang aku khawatirkan," ujar Mata Picak.
"Apa?"
"Kalau kita pergi berarti kita harus membawa lukisan ini. Dan kau tahu sendiri!
Puluhan orang-orang persilatan mengincar-incar lukisan ini! Kita bisa konyol
sendiri dikeroyok beramai-ramai!"
Elmaut Kuning Kuping Sumplung tertawa dingin. "Apa nyalimu sudah keropok"!"
ejeknya dengan pencongkan hidung.
Mata Picak menjadi gusar. "Mulutmu kelewat tekebur, Kuping Sumplung! Meski kita
berilmu tinggi namun aku tak mau terlibat dengan manusia-manusia yang membikin
kita jadi berabe dan tambah urusan! Di lain hal kita musti mengakui bahwa di
atas kita masih ada tokoh-tokoh persilatan yang benar-benar lihai dan kosen!
Apakah kau mau kehilangan satu lenganmu lagi"!"
Merah-lah paras Elmaut Kuning Kuping Sumplung. Dia balikkan badannya dengan
cepat hendak tinggalkan tem-
pat itu. Tapi mendadak di ambang pintu goa langkahnya tertahan dan parasnya
berubah. "Mata Picak! Lekas ke sini!" seru Kuping Sumplung.
Mata Picak heran mendengar nada seruan kawannya
itu. Dia melangkah cepat ke pintu goa dan terkejut. Goa di mana mereka berada
itu terletak di satu dasar lembah yang penuh dengan batu-batu besar. Di balik
batu-batu yang bertebaran di lembah kelihatan banyak sekali orang laki-laki yang
berseragam hitam. Di tangan masing-masing tergenggam sebatang golok besar
berbentuk empat segi seperti golok penjagal babi! Menurut taksiran Mata Picak,
orang-orang yang ada di lembah itu semuanya berjumlah sekitar duapuluh orang!
Melihat kepada golok-golok besar empat persegi di tangan mereka yang berkilau-
kilau ditimpa sinar matahari, melihat pula kepada pakaian seragam hitam yang
mereka kenakan, Sepasang Elmaut Kuning segera mengenali siapa mereka itu adanya.
"Kroco-kroco sialan ini pasti hendak membalaskan sakit hati ketua mereka," desis
Mata Picak. "Kurasa demikian. Agaknya mereka belum tahu letak tempat kita ini. Apakah perlu
kita segera bertindak...?"
tanya Kuping Sumplung.
Mata Picak manggut-manggut. Dengan tersenyum aneh dia melangkah ke luar dari
goa. Kuping Sumplung
mengikut di belakang. Tiba-tiba Elmaut Kuning Mata Picak melesat ke balik sebuah
batu besar. Dalam kejap itu pula terdengar suara keluhan pendek. Di lain kejap
dari balik batu itu melesatlah sesosok tubuh berpakaian hitam, laksana terbang
ke udara dan kemudian jatuh di atas sebuah batu besar dalam keadaan tulang
belulang hancur berantakan!
Belasan manusia berpakaian hitam-hitam yang ada di lembah batu itu terkejut dan
lari ke batu besar di mana kawan mereka menggeletak mengerikan tanpa nyawa!
Semuanya terkejut dan berubah paras masing-masing. Dan darah mereka tersirap
sewaktu di lembah batu itu
mengumandang dua buah suara tertawa yang
menggidikkan! Ketika mereka palingkan kepala, semuanya melihat dua orang
berjubah kuning berewokan berdiri di atas sebuah batu yang menjulang lima tombak
tingginya! "Sepasang Elmaut Kuning!" seru mereka hampir
serentak. Elmaut Kuning Mata Picak dan Kuping Sumplung
tertawa lagi cekakakan. Tiba-tiba Mata Picak hentikan tawanya dan bertanya
membentak, "Siapa yang menjadi pemimpin rombongan tikus-tikus busuk ini"!"
Seorang laki-laki berbadan tegap, berkumis melintang, dada berbulu, melompat ke
muka dan menuding keren.
"Kalian berdua turunlah untuk menerima kematian!"
Sepasang Elmaut Kuning saling pandang lalu untuk
kesekian kalinya tertawa lagi gelak-gelak.
"Apakah kau mimpi atau mengigau di siang bolong"!"
sentak Kuping Sumplung. "Ketuamu sudah mampus di
tangan kami!"
"Ketua Perguruan Seberang Kidul boleh lenyap. Tapi Perguruan Seberang Kidul tak
dapat dimusnahkan dari muka bumi ini...!"
"Kalau begitu kami Sepasang Elmaut Kuning akan
menggusur Perguruan Seberang Kidul hari ini juga hingga cuma tinggal nama!"
"Tak usah bermulut besar! Lekas turun!" teriak si kumis melintang. Dia dan
kawan-kawannya adalah anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul. Ketua mereka
telah menemui kematian di tangan Sepasang Elmaut Kuning gara-gara terlibat dalam
perebutan lukisan perempuan telanjang!
"Tikus-tikus busuk! Ketahuilah kalian akan melepas jiwa di sini!" teriak Mata
Picak dan serentak dengan itu, diikuti oleh kambratnya si Kuping Sumplung dia
melompat ke bawah.
Belasan laki-laki bersenjata golok besar dan berpakaian seragam hitam segera
mengurung dan dengan serempak menyerbu Sepasang Elmaut Kuning! Maka terjadilah
pertempuran yang amat hebat di lembah berbatu-batu itu.
"Kalian mencari mati!" seru Mata Picak.
"Bangkai kalian akan membusuk di sini! Akan digerogoti burung-burung pemakan
mayat!" bentak Kuping Sumplung!
Lalu keduanya dengan berbarengan hantamkan tangan kanan ke muka. Dua larik sinar
kuning menderu. Puluhan benda berwarna kuning yang berbentuk paku beterbangan
gencar ke arah anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul yang hendak menuntut
balas kematian ketua mereka.
"Paku Emas Beracun! " pekik anak-anak murid Pergu-
ruan Seberang Kidul.
Yang berkepandaian tinggi putar golok mereka dengan sebat menangkis. Yang lain-
lain berserabutan menghindar.
Tapi serangan senjata rahasia paku emas beracun dari kedua tokoh silat golongan
hitam itu luar biasa sekali, tak sanggup ditangkis, sukar dikelit! Dua kelompok
anak-anak murid Perguruan Seberang Kidul roboh bertumpukan.
Mereka berkelojotan sebentar lalu diam meregang jiwa!
Tubuh masing-masing penuh ditancapi paku-paku emas beracun!
Dua belas orang yang masih hidup dengan kalap
membabi-buta menyerang Sepasang Elmaut Kuning. Dua belas golok besar menderu
bersirebut cepat! Laksana hujan menerpa ke arah dua manusia yang diserang!
Sepasang Elmaut Kuning ganda tertawa. Keduanya
hantamkan tangan kembali ke muka. Dan terdengar lagi pekikan-pekikan manusia
yang dilanda serangan senjata rahasia itu. Delapan orang menggeletak roboh!
Delapan jiwa melayang!
"Kawan-kawan larilah!" seru seorang dari empat anak murid Perguruan Seberang
Kidul yang masih hidup. Maka serentak dengan itu keempatnya keluar dari kalangan
pertempuran dan melarikan diri.
"Mau lari ke mana"!" bentak Mata Picak. "Kalian musti ikut sama-sama kawan
kalian ke neraka!" Lalu menyusul selarik sinar kuning menderu ke punggung
keempat orang yang lari menyelamatkan jiwa itu. Sinar kuning menyambar!
Keempatnya mencelat mental dan menjerit, lalu roboh menyusul kawan-kawan mereka!
Seperti yang dikatakan oleh Elmaut Kuning Kuping
Sumplung tadi, maka kini Perguruan Seberang Kidul betul-betul hanya tinggal nama
saja lagi! "Manusia-manusia tolol!" desis Mata Picak seraya
sapukan pandangannya pada mayat-mayat yang berteba-
ran di atas dan di antara batu-batu di lembah itu.
Kuping Sumplung sebaliknya bertanya, "Bagaimana"
Kurasa makin cepat kita berangkat ke tempat anak itu, makin baik!"
"Anak mana maksudmu?" tanya Mata Picak.
"Calon muridnya si Pelukis Aneh!"
"Ah, rencanamu itu perlu dipikirkan masak-masak
dulu!" sahut Mata Picak seraya melangkah ke goa. Dengan hati penasaran Kuping
Sumplung melangkah di belakang-
nya. Baru saja Mata Picak sampai di mulut goa tiba-tiba meledaklah suaranya,
"Celaka! Lukisan itu lenyap!"
Kedua orang itu melesat masuk ke dalam goa! Lukisan perempuan telanjang yang
sebelumnya terletak di atas meja kini tak ada lagi di tempat itu!
"Bangsat kurang ajar! Siapa yang berani-beranian jadi maling di sarangku"!"
teriak Mata Picak lari ke luar goa dan melompat ke atas sebuah batu yang tinggi.
Sewaktu dia sampai di atas batu dan memandang berkeliling, di jurusan timur
dilihatnya sesosok tubuh berlari cepat sekali. Dan sosok tubuh itu memboyong
sebuah benda empat persegi yang bukan lain daripada lukisan perempuan telanjang
adanya! WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
8 ANUSIA yang melarikan lukisan perempuan
telanjang itu bertubuh kecil katai. Dia mengenakan Mjubah merah yang panjang
sekali hingga menjela-jela sepanjang larinya. Debu, pasir, dan batu-batu kerikil
beterbangan dilanda angin jubah manusia katai ini.
Hebatnya manusia ini larinya luar biasa cepatnya. Dalam sekejap mata, dia sudah
ke luar dari dalam lembah batu.
Pohon-pohon di kiri kanan yang dilaluinya laksana terbang!
Tiba-tiba dia merasa ada yang mengejar di
belakangnya. Dia berpaling dan melihat dua manusia berjubah kuning laksana kilat
berlari ke arahnya. Si katai terkesiap dan tancap gas, berlari lebih cepat.
Lewat sepeminum teh seketika dia menoleh lagi ke
belakang, kedua pengejarnya ternyata hanya tinggal bebe-
rapa puluh langkah saja lagi!
Manusia katai ini merutuk. "Celaka! Kedua bangsat itu betul-betul lihai!"
Dan bila kedua pengejar yang bukan lain daripada
Sepasang Elmaut Kuning adanya hanya tinggal lima belas langkah di belakangnya
maka si katai segera robah ilmu larinya. Gerakan kakinya menjadi lambat dan
tidak teratur, tapi anehnya bagaimana pun sepasang Elmaut Kuning mempercepat
lari mereka, tetap jarak mereka tak berobah dari lima belas langkah! Itulah ilmu
lari yang disebut Seribu Kaki Menipu Jarak yang telah dikeluarkan oleh manusia
katai. Ilmu lari semacam ini hanya beberapa tokoh silat saja yang memilikinya!
"Heran!" kata Elmaut Kuning Kuping Sumplung. "Jarak kita demikian dekatnya tapi
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenapa tidak bisa mengejar bangsat itu"!"
"Kurasa dia memiliki ilmu lari Seribu Kaki Menipu Jarak," sahut Mata Picak yang
berpengalaman lebih luas dan berpemandangan tajam.
"Berhenti!" teriak Kuping Sumplung.
Tapi mana si katai mau hentikan larinya!
Marahlah Mata Picak. Hilang kesabarannya. "Berhenti!
Kalau tidak aku akan lepaskan pukulan Paku Emas Beracun! "
Tergetarlah hati si katai. Tapi untuk berhenti dia juga tidak mau. Dia lari
terus dan berusaha memperlebar jarak!
"Bedebah laknat!" maki Mata Picak. Tangan kanannya diangkat ke atas dan
dihantamkan ke muka.
Si katai menoleh sewaktu dirasakannya sambaran
angin dingin menyambar di belakangnya. Melihat selarik sinar kuning dan paku-
paku emas menderu ke arahnya dengan segera dia jatuhkan diri. Sambil bergulingan
dia membalas dengan satu pukulan tangan kosong yang
mendatangkan angin panas yang luar biasa dahsyatnya!
Sepasang Elmaut Kuning tersirap kaget dan buru-buru menghindar.
"Badan kate, jubah merah panjang dan pukulan angin panas! Pastilah maling ini Si
Katai Bisu!" teriak Mata Picak.
Dan ketika dia memandang ke muka, manusia katai itu sudah dua puluh tombak
jauhnya. Bersama Kuping
Sumplung dia mengejar kembali!
Di satu pendakian, mendadak si katai hentikan larinya dan kaget sekali. Jalan
buntu dan di depannya kini terben-
tang sebuah jurang yang lebar dan tak mungkin untuk dilompati. Selain lebar juga
dalam dan curam!
"Ha-ha! Kau mau lari ke mana maling laknat"!" teriak Kuping Sumplung.
Tapi Si Katai Bisu tidak kehilangan akal. Laksana se-
ekor burung walet dia melompat ke cabang sebuah pohon.
"Turun!" teriak Mata Picak. "Serahkan lukisan itu dan berlutut! Niscaya
kuselamatkan jiwamu!"
"Ha-hu... ha-hu... ha-hu!" Si Katai Bisu keluarkan suara.
"Ayo turun lekas!" teriak Kuping Sumplung.
"Ha-hu... ha-hu... ha-hu!"
"Kurang ajar! Kalau begitu kau mampuslah!" Mata
Picak angkat tangan kanannya.
"Ha-hu!" Si Katai Bisu menunjuk ke dadanya lalu
menunjuk ke lukisan perempuan telanjang kemudian
tertawa dan mencibir!
Mata Picak yang tak mengerti apa maksud manusia itu siap untuk memukulkan
tangannya ke atas. Tiba-tiba Si Katai Bisu lindungi dirinya dengan lukisan
perempuan telanjang!
Mata Picak terkesiap kaget dan batalkan serangannya.
Kini dia maklum apa maksud dari gerak-gerik dan sikap Si Katai Bisu tadi. Yaitu
jika dia meneruskan melancarkan pukulan Paku Emas Beracun maka paku-paku itu
akan merusak lukisan perempuan telanjang karena Si Katai Bisu mempergunakan
lukisan itu untuk melindungi dirinya!
Mata Picak memaki hahis-habisan.
Tiba-tiba Kuping Sumplung melompat ke muka dan
memukul. Braak! Pohon di mana Si Katai Bisu berada patah dan tum-
bang. Tapi Si Katai Bisu sudah melompat ke pohon lain!
"Setan alas!" Mata Picak melesat ke depan dan
lancarkan satu serangan dari jarak satu tombak. Si Katai Bisu dengan ha-hu-ha-hu
menghindarkan diri sambil per-
gunakan lukisan perempuan telanjang untuk menangkis serangan lawan. Mau tak mau
Elmaut Kuning Mata Picak tak berani lancarkan serangan yang terlalu ganas
terhadap lawannya karena khawatir akan merusak lukisan!
"Kuping Sumplung! Serang bangsat itu dari belakang!"
teriak Mata Picak marah sekali.
Elmaut Kuning Kuping Sumplung segera berkelebat dan menyerang Si Katai Bisu dari
belakang, sedang dari muka Mata Picak kembali menyerbu! Namun Si Katai Bisu
tidak menjadi gugup! Tanpa tedeng aling-aling dia putar lukisan perempuan
telanjang seputar badannya. Karena lukisan itu kini dialiri tenaga dalam oleh Si
Katai Bisu maka bukan saja putaran lukisan mengeluarkan angin dahsyat sekali,
tapi juga merupakan serangan balasan yang sekaligus memapaki serangan Sepasang
Elmaut Kuning! Dalam
waktu yang singkat sepuluh jurus telah berkecamuk!
Sepasang Elmaut Kuning menyumpah-nyumpah tak ada
hentinya. Tiba-tiba Elmaut Kuning Mata Picak mendapat akal. Sewaktu pertempuran
berjalan seru-serunya dia memukul ke bawah ke arah kaki lawan. Pukulan ini
membuat Si Katai Bisu melompat ke udara. Melihat ini dengan cepat Mata Picak
menyusul dengan satu serangan ke arah selangkangan tapi lukisan lebih cepat lagi
menerpa ke arah kedua tangannya kemudian berputar lagi ke belakang menyambar
lengan kiri Kuping Sumplung yang hendak menotok punggung Si Katai Bisu!
Hampir tiga puluh jurus berlalu maka berserulah Elmaut Kuning Mata Picak pada
kambratnya. "Keluarkan jurus Elmaut Menggila!"
Kedua manusia berjubah kuning itu mundur setombak lalu dibarengi dengan jerit
pekik dahsyat yang laksana merobek gendang-gendang telinga keduanya menyerbu
kembali dalam satu jurus aneh!
Lambat laun suara pekik dan jerit yang datangnya dari pelbagai penjuru itu
membuat Si Katai Bisu menjadi gugup dan panik gerakan-gerakan silatnya!
Tiba-tiba tangan kanan Elmaut Kuning Mata Picak
memukul ke muka. Si Katai Bisu sambut serangan itu dengan sambaran lukisan. Tapi
gerakan lawan nyatanya hanya tipuan belaka. Karena begitu lukisan menderu
secepat kilat Mata Picak tarik pulang serangannya dan ganti dengan satu
tendangan ke arah pinggang. Pada saat yang sama dari belakang Elmaut Kuning
Kuping Sumplung lancarkan pula satu serangan ganas ke arah kepala.
Si Katai Bisu menggerung lalu membuang diri ke
samping kanan. Lukisan disabetkan dengan cepat ke bawah sedang dengan tangan
kanan dia kebutkan bagian bawah jubahnya. Serangkum angin merah menyambar ke
arah Kuping Sumplung membuat manusia ini batalkan serangan dan terpaksa melompat
selamatkan diri! Di lain pihak Elmaut Kuning Mata Picak yang tidak berani adu
kekuatan dengan lukisan yang menyambar kakinya,
terpaksa tarik pulang tendangannya.
Namun Mata Picak menjadi gugup sewaktu melihat
bagaimana ujung pigura lukisan menyambar ganas ke arah matanya tak sanggup
dikelit! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan matanya hanyalah dengan
pergunakan lengan untuk menangkis. Ini berarti dia akan merusakkan lukisan itu di samping
lengannya yang dipakai menangkis tentu akan terluka pula! Tapi walau
bagaimanapun Elmaut Kuning Mata Picak lebih baik melihat lukisan itu rusak, toh
nanti bisa diperbaiki lagi. Juga merasa lebih baik lengannya mendapat luka
daripada harus kehilangan matanya yang cuma tinggal satu-satunya! Maka diapun
angkat lengan kirinya dengan cepat.
Braak! Kayu pigura lukisan perempuan telanjang patah dan sudutnya menganga. Lengan kiri
Elmaut Kuning Mata Picak juga patah! Dia mengeryitkan kesakitan kemudian dengan
kalap menyerbu ke muka kirimkan pukulan Paku Emas Beracun! Rasa sakit membuat
dia tidak perduli lagi apakah pukulannya yang dahsyat itu akan menghancurkan
lukisan di tangan lawan!
Melihat datangnya serangan yang dahsyat dari lawan, Si Katai Bisu melompat empat
tombak dan dari atas
kebutkan jubah merahnya. Segelombang sinar merah
laksana topan prahara memapasi serangan Elmaut Kuning Mata Picak. Belasan paku
kuning beracun yang melesat ke arah manusia katai itu luruh, bahkan beberapa di
antaranya ada yang membalik menyerang Mata Picak
sendiri, membuat manusia ini dengan cepat menghindar ke samping selamatkan diri!
Si Katai Bisu membalikkan badan dengan cepat
sewaktu di belakangnya terasa sambaran angin dingin.
Namun kasip! Belasan paku kuning telah dilepaskan Kuping Sumplung! Jaraknya
sudah dekat sekali, tak mungkin ditangkis tak bisa dikelit!
Si Katai Bisu menggerung. Dia ambil keputusan untuk berjibaku dan tendangan kaki
kanannya ke kepala Kuping Sumplung sedang tangan kanan mendorong ke muka!
Sedetik kemudian terdengar jerit tercekik dari Si Katai Bisu! Sembilan paku emas
beracun menancap di dadanya.
Tiga di antaranya langsung menembus jantung! Tak ampun lagi begitu jatuh di
tanah, nafasnya lepas sedang sekujur badannya kelihatan menggembung biru!
Di lain pihak meski dia dapat menyelamatkan kepala-
nya dari tendangan maut Si Katai Bisu namun Elmaut Kuning Kuping Sumplung tak
sempat menghindarkan diri dari sambaran angin pukulan yang dilepaskan Si Katai
Bisu. Tubuhnya mencelat beberapa tombak. Kalau saja tubuh itu tidak membentur
patahan pohon yang tadi dipukulnya, pasti Elmaut Kuning Kuping Sumplung akan
melayang ke dasar jurang batu! Kuping Sumplung muntah-
kan darah segar lalu roboh pingsan!
Mata Picak segera menyambar lukisan yang rusak
piguranya lalu memanggul tubuh Kuping Sumplung dan meninggalkan tempat itu
dengan cepat. WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
9 I SEBELAH utara kelihatan Gunung Merapi menju-
lang tinggi penuh kemegahan. Hari itu adalah hari ke Dduapuluh satu bulan kedua
perjalanan Wiro Sableng dalam mencari lukisan perempuan telanjang. Saat itu dia
tengah menuju ke sebuah kota kecil yang terletak di selatan kaki Gunung Merapi.
Di satu jalan yang sepi Pendekar 212 hentikan larinya dan berjalan seperti
biasa. Jauh di hadapannya dilihatnya seorang laki-laki tua berpa-
kaian compang-camping berjalan melenggang-lenggok dengan seenaknya. Di tangannya
ada sebuah kaleng berisi batu yang setiap saat diguncang-guncangnya hingga
mengeluarkan suara bergerontangan. Di ketiak kirinya terkempit sebuah tas daun
pandan. Yang membuat Wiro diam-diam jadi tertegun ialah
karena dalam dua kejapan mata saja tahu-tahu orang tua berpakaian compang-
camping itu sudah berada di
hadapannya. Wiro sunggingkan senyum. Tapi orang tua aneh itu terus saja melangkah seenaknya
dan hendak memapasi Wiro.
Maka Pendekar 212 pun menegur bertanya, "Orang tua, apakah ini jalan yang menuju
ke kota Paritsala?"
Orang tua itu hentikan langkahnya. Tanpa menoleh
pada si pemuda dia membuka mulut, "Siapa tanya siapa?"
Lalu tangannya digoyangkan dan kaleng berisi batu berbunyi berkerontangan.
Wiro tersenyum lagi. "Namaku Wiro. Aku dalam perjala-
nan ke Paritsala. Apakah aku menempuh tujuan yang betul?"
Perlahan-lahan orang tua itu putar kepalanya dan
memandang Wiro Sableng dari atas sampai ke kaki.
"Ah... melihat kepada air mukamu rupanya kau tengah mengkhawatirkan tentang
suatu barang yang hilang..." Dan habis berkata begitu orang tua ini kerontang-
kerontangkan lagi kaleng di tangan kanannya.
Tentu saja Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan si orang tua dan menduga-duga
siapa adanya manusia ini.
"Coba ulurkan telapak tangan kirimu!" si orang tua tiba-tiba memerintah.
Wiro Sableng meragu seketika. Dia tidak kenal dengan orang tua itu dan disuruh
ulurkan telapak tangan kirinya.
Mau apakah" Namun akhirnya karena ingin tahu Wiropun ulurkan telapak tangan
kirinya. Si orang tua memperhatikan telapak tangan itu lalu dengan telunjuk tangan
kirinya diikutinya guratan-guratan garis pada telapak tangan pemuda itu. Wiro
Sableng terkejut sewaktu jari telunjuk itu menyentuh telapak tangannya, telapak
tangan itu seperti ditindih oleh sebuah batu besar yang ratusan kati beratnya!
Tahu kalau orang hendak mencoba kekuatannya maka
Wiro segera kerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan kiri itu. Si orang tua
terus juga mengikuti garis-garis pada telapak tangannya dan Wiro merasa
tangannya tergetar hebat. Dia lipat gandakan tenaga dalamnya. Keringat dingin
berpercikan di keningnya dan sedikit tenaga dalamnya ditindih hebat oleh tenaga
dalam si orang tua.
Bagaimanapun dia mempertahankan pastilah telapak
tangannya akan terpukul ke bawah! Namun di saat itu untunglah si orang tua
menarik ujung jarinya dan sambil batuk-batuk dia berkata, "Orang muda, masa
depanmu penuh rintangan dan kesulitan-kesulitan. Kulihat garis-garis di telapak
tanganmu itu penuh dengan garis-garis bahaya yang selalu mengikuti perjalanan
nasibmu! Tapi kau tak perlu khawatir. Bagaimanapun sulitnya, bagaimanapun besar
bahaya kau kelak akan berhasil melewati
semuanya." Orang tua aneh kerontangkan kalengnya
beberapa kali lalu meneruskan, "Garis percintaanmu tidak begitu bagus. Ini
disebabkan karena kau punya sedikit sifat mata keranjang, tidak boleh lihat
perempuan cantik..."
Kaleng berisi batu berkerontang lagi. Wajah Pendekar 212 kelihatan merah
menjengah! Dan si orang tua bertanya, "Kau tengah menuju ke
Paritsala?"
"Betul orang tua," jawab Wiro.
"Kunasihatkan agar dibatalkan saja..."
"Memangnya ada apakah?"
"Kesulitan. Kesulitan! Kau selalu ditunggu kesulitan dan bahaya di mana-mana..."
"Tapi seorang kawanku menganjurkan agar pergi ke
utara...," kata Wiro yang ingat akan petunjuk yang diberikan Dewa Tuak.
Orang tua itu tertawa tawar sambil kerontang-
kerontangkan kalengnya lalu hendak menindak
meninggalkan tempat itu.
"Orang tua, kuucapkan terima kasih atas petunjukmu.
Sebelum berpisah sudilah kau terangkan namamu..."
Orang tua itu kerontang-kerontangkan kalengnya dan dengan melangkah acuh tak
acuh dia meninggalkan Wiro Sableng sambil bernyanyi: Orang-orang menyebutku Si
Segala Tahu. Tapi betapa tololnya aku, namaku sendiri aku tidak tahu...
Dua kalimat dalam lagu yang dibawakan orang tua
aneh itu terus diulang-ulangnya sampai akhirnya dia lenyap di kejauhan.
Wiro Sableng berdiri terlongong-longong. Orang persila-
tan mana yang tak tahu dan tak pernah mendengar
tentang orang tua aneh yang bernama Segala Tahu itu"
Ilmu silatnya tinggi tapi jarang dipergunakan. Dia mengem-
bara ke mana-mana tapi jarang bisa ditemui orang. Jika dia berpapasan dengan
seseorang pastilah dia akan mengata-
kan sesuatu. Dan apa yang dikatakannya itu selalu betul.
Itulah sebabnya dia diberi nama Segala Tahu oleh orang-orang dunia persilatan.
Wiro merasa beruntung sekali dapat bertemu dengan orang tua itu.
Dia segera melanjutkan perjalanan. Di satu persim-
pangan jalan dia hendak membelok ke kanan yaitu sesuai dengan petunjuk Si Segala
Tahu agar jangan terus ke Paritsala. Belum lagi dia sempat membelok ke kanan, di
belakangnya terdengar derap kaki-kaki kuda dan
gemeletak suara kereta. Wiro berpaling, sepuluh orang penunggang kuda hitam
memacu kuda masing-masing
dengan cepat, mengawal sebuah kereta putih yang ditarik oleh dua ekor kuda
putih. Debu mengepul sepanjang jalan.
Rombongan itu terdiri dari penunggang-penunggang
kuda berpakaian hitam. Pada bagian dada baju mereka terpampang gambar kepala
burung garuda. Pada bagian samping kereta putih juga terdapat gambar semacam
itu. Dan sewaktu Wiro memperhatikan jendela kereta, sekilas dilihatnya seraut wajah
perempuan muda berparas cantik sekali. Kereta lewat dengan cepat tapi Wiro masih
terke- siap melihat paras jelita itu. Mata perempuan itu laksana sinar bintang timur di
malam cerah! Wiro memandang ke jurusan lenyapnya kereta. Dan lupalah Pendekar
212 akan ucapan Si Segala Tahu tadi. Tanpa disadarinya dia telah menempuh jalan
vang ditempuh rombongan itu.
Hari telah petang sewaktu Wiro Sableng memasuki
Paritsala. Di hadapan sebuah bangunan berbentuk panjang dilihatnya kereta putih
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tadi. Sepuluh ekor kuda hitam pun tertambat di halaman. Karena bangunan itu
adalah rumah penginapan maka Wiro Sableng pun segera menuju ke sana.
Baru saja Pendekar 212 berdiri di tangga bawah pintu penginapan, seorang pelayan
muncul. Umurnya sudah agak lanjut.
"Orang muda, apakah kau berniat menginap di sini?"
"Betul" sahutWiro.
"Sayang sekali. Seluruh kamar sudah disewa orang..."
"Seluruh kamar?" ujar Wiro heran. Dia menggoyangkan kepalanya ke arah kereta dan
kuda-kuda hitam di hala-
man. "Apakah rombongan pemilik kereta itu yang telah menempatinya?"
"Ya."
"Berapakah jumlah kamar di penginapan ini?"
"Enam belas... Mengapa?"
"Rombongan itu jumlahnya tidak sampai enam belas
orang," kata Wiro. "Pasti ada kamar yang masih kosong untukku..."
"Sudah kubilang semua kamar diambil oleh rombongan itu. Majikanku memerintahkan
agar menolak siapa saja yang hendak menginap di sini..."
Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya, "Kalau begitu aku musti cari penginapan
lain," katanya setengah
menggerutu. "Di sini tak ada lagi penginapan lain."
"Hem..." Wiro menggumam. "Terpaksa kau menolong
menyediakan satu kamar buatku. Gudang buruk-pun tak jadi apa."
"Tak mungkin orang muda. Seluruh penginapan ini
sampai ke gudang telah disewa oleh rombongan itu!"
Wiro Sableng jadi penasaran.
"Apa kau kira aku tak sanggup membayar sewa untuk sebuah gudang tua" Atau kau
minta sogok agaknya heh"!"
Paras orang tua pelayan penginapan itu berubah kesal.
"Kuharap kau tak usah memaksa-maksa dan bicara
lantang. Salah-salah kau bisa berabe!"
Wiro keluarkan suara bersiul.
"Kenapa bisa jadi berabe, Bapak?" tanya pemuda ini
"Ah! Tak usah kau banyak tanya!" Pelayan itu putar tubuh hendak masuk kembali
tapi Wiro mencekal bahunya hingga dia tak bisa bergerak.
"Katakan dulu kenapa bisa jadi berabe!" desis Wiro ke telinga pelayan itu.
Dan si pelayan mendadak merasa kecut sewaktu
merasakan bagaimana telapak tangan Wiro yang berada di bahunya membuat tubuhnya
seperti mau amblas ke lantai!
"Orang muda, seluruh penginapan ini telah disewa oleh Ketua Perguruan Garuda
Sakti. Dia dan rombongannya tengah menuju ke puncak Gunung Merapi. Di sana akan
dilangsungkan perkawinan anak gadisnya dengan seorang pemuda, anak Ketua
Perguruan Merapi..."
Wiro angguk-anggukkan kepalanya. Dia ingat pada
sekilas bayangan raut wajah gadis jelita yang dilihatnya tewat jendela kereta.
"Sekarang kau lekaslah berlalu dari sini. Kau tahu, Ketua Perguruan Garuda Sakti
galak luar biasa! Sekali dilihatnya ada yang bikin ribut di hadapannya pasti
akan kena tamparannya. Dan manusia tampangmu ini sekali tampar saja pasti
kepalamu menggelinding!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Kurang ajar! Siapa yang berani bikin ribut di sini!" Tiba-tiba satu suara
garang membentak dan sesaat kemudian seorang laki-laki berbadan tinggi tegap
sudah berdiri di ambang pintu. Dia berpakaian hitam dan di bagian dada bajunya
ada gambar kepala burung garuda putih. Dia berdiri bertolak pinggang dan
beliakkan mata kepada Wiro.
Pelayan penginapan berdiri dengan muka pucat!
"Pemuda hina dina! Lekas angkat kaki dari sini! Kalau tidak, kupuntir kepalamu
sampai putus!"
"Hak apakah kau mengusirku"!" tanya Wiro dengan
senyum mengejek.
Marahlah si tinggi besar. Tangan kanannya dengan
cepat diulurkan menjambak rambut Wiro Sableng. Begitu terjambak segera hendak
dipuntirnya. Tapi terkejut si tinggi besar ini bukan alang kepalang sewaktu
jari-jari tangannya yang menjambak itu dirasakannya laksana memegang
sebuah area batu yang ratusan kati beratnya dan keras luar biasa, tak sanggup
tangannya memuntir!
"Mampus!" teriak si tinggi besar itu seraya sentakkan tangannya! Sekali
menyentak maksudnya hendak ditang-
galkannya kepala Wiro dari badannya, sekurang-kurangnya rambut pemuda itu akan
berserabutan dari batok
kepalanya. Tapi apa yang terjadi kemudian betul-betul tak diduga oleh si tinggi
besar. Belum lagi dia sempat menyen-
takkan tangannya tahu-tahu satu totokan melanda jalan darah di dadanya! Si
tinggi besar mengeluh tertahan.
Sebelum tubuhnya roboh tergelimpang dalam keadaan kaku, Wiro cekal kuduk laki-
laki itu dan melemparkannya ke sebuah pohon di halaman penginapan. Tubuh si
tinggi besar menyangsrang di antara cabang pohon, tak bisa bergerak, tak dapat
turun! Orang itu memaki-maki. Wiro sebaliknya tertawa gelak-gelak dan tinggalkan
tempat itu! Sepasang mata yang bersinar-sinar mengintai di balik jendela sebuah kamar
penginapan dan mengikuti keper-
gian Pendekar 212.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
10 ETIKA dia menempuh jalan yang menuju ke luar
kota, Wiro mendengar suara derap kaki kuda datang Kmendekatinya dari arah
belakang. Menyangka
bahwa yang datang ini adalah kawan-kawan si tinggi besar tadi segera Wiro
berlindung di balik sebatang pohon.
Nyatanya si penunggang kuda adalah pelayan penginapan tadi. Pelayan ini hentikan
kudanya di tengah jalan dan memandang kian ke mari. Jelas dilihatnya tadi Wiro
berada di jalan itu. Tapi tiba-tiba tenyap entah ke mana.
"Hai! Kau mencari aku"!" tanya Wiro dari balik pohon.
Si pelayan tergagap kaget Wiro keluar dari balik pohon.
"Lekas ikut bersamaku!" kata si pelayan.
"Ikut ke mana?" tanya Wiro heran.
"Jangan bertanya dulu. Kita tak punya banyak waktu.
Sebentar lagi anak-anak murid Perguruan Garuda Sakti pasti akan datang ke sini!
Lekas naik di belakangku!"
"Aku tak percaya padamu. Mungkin kau mau menipu"!"
Di kejauhan terdengar derap kaki kuda banyak sekali!
"Lekaslah!" kata si pelayan lagi. Parasnya pucat tanda cemas.
Akhirnya Wiro melompat juga ke atas punggung kuda di belakang si pelayan.
"Bapak," bisik Wiro waktu mereka berlalu dengan cepat, "Kalau kau menipuku, aku
akan gantung kau, kaki ke atas kepala ke bawah!"
Sesaat kemudian keduanya meninggalkan jalan itu
dengan cepat. Lewat sepeminum teh pelayan penginapan hentikan kudanya di satu
tempat. Hari telah senja dan berangsur gelap. Wiro Sableng memandang
berkeliling. Ternyata dia berada di bagian belakang bangunan pengi-
napan. Melihat ini Wiro menjadi curiga dan segera cekal tangan si pelayan.
"Jika bukan bermaksud jahat, kenapa kau ajak aku ke sini"!" desis Wiro Sableng.
"Kalau aku betul-betul menipumu kau boleh betot
batang leherku!" jawab si pelayan.
Wiro hendak buka suara kembali tapi tak jadi. Pintu belakang penginapan terbuka
dan dua orang berpakaian hitam-hitam dengan gambar kepala burung garuda pada
dadanya melangkah cepat ke kandang kuda. Dengan
menunggangi dua ekor kuda, keduanya meninggalkan
bagian belakang penginapan dan lenyap ditelan kegelapan malam. Suara kaki-kaki
kuda mereka juga menyusul lenyap ditelan hembusan angin malam di kejauhan!
"Ikut aku!" kata pelayan itu.
"Tunggu!" jawab Wiro. "Terangkan dulu apa arti semua ini!" "Orang muda, aku
sendiri tidak tahu apa-apa. Aku cuma diperintahkan. Percayalah aku tidak
menipumu! Siapapun tak ada yang bermaksud jahat padamu!"
"Dari siapa kau terima perintah! Dan apa saja perintah itu"!" tanya Wiro Sableng
lagi, "Kita tak punya waktu banyak. Lekas ikuti aku!"
Wiro Sableng di belakang si pelayan. Sepasang bola matanya berputar liar waspada
kian kemari sambil
melangkah. Mereka masuk lewat dapur penginapan.
Suasans sunyi senyap. Satu-satunya makhluk hidup yang kelihatan ialah seekor
kucing yang tengah menggerogoti sebuah tulang ayam. Si pelayan dengan hati-hati
membuka sebuah pintu yang berhubungan dengan ruangan lain di bagian belakang
penginapan. Ternyata ruangan itu adalah sebuah gudang tempat menyimpan segala
macam pera- botan rongsok. Dari sini, pelayan itu membawa Wiro Sableng melewati sebuah
ruangan lagi dan akhirnya mereka sampai di sebuang gang. Pelayan memberi isyarat
agar Wiro lebih cepat melangkah mengikutinya.
Lima langkah dari ujung gang yang di kiri kanannya terdapat deretan pintu-pintu
kamar, si pelayan berhenti dan berpaling pada Wiro.
"Bukalah pintu kamar di ujung sebelah kanan itu dan masuk ke dalam! Orang yang
kau temui di dalam kamar itu adalah orang yang memerintah aku!"
Wiro Sableng hendak menanyakan. Wiro memaki dalam hati. Sambil garuk-garuk
kepala dia melangkah mendekati pintu kamar di ujung kanan. Ketika didorongnya
ternyata pintu itu tak terkunci. Wiro masuk ke dalam dengan cepat dan merapatkan
pintu kembali. Begitu sampai di dalam kamar, terkesiaplah Pendekar212!
Di hadapannya berdiri seorang dara berkulit kuning langsat, berparas cantik
sekali. Kedua matanya bersinar laksana bintang timur. Dia berpakaian biru
berbunga-bunga merah yang bagus sekali potongannya. Pada
rambutnya yang digulung ke atas itu tersisip tusuk konde dari emas yang berukir-
ukir kepala burung garuda.
Sang dara melangkah ke dekat Wiro. Dikuncinya pintu kamar. Berada sedekat itu
Wiro Sableng kembang-kempis hidungnya mencium bau harum yang keluar dari
sekujur- nya tubuh sang dara! Dara jelita ini kemudian melangkah kembali ke tengah kamar.
"Saudari apakah artinya ini?" tanya Wiro Sableng.
Betapapun dia tidak mengerti tapi berdiri di hadapan si jelita itu hatinya
senang sekali. Tadinya dia menyangka akan menemui seorang laki-laki bertampang
galak tapi tak dinyana kini dia berhadapan seorang gadis jelita. Dan Wiro ingat,
dara jelita ini adalah gadis dalam kereta putih yang dilihatnya di tengah jalan
tadi sore! "Saudara, apakah kau bisa bicara dengan ilmu menyu-
supkan suara?" si gadis bertanya perlahan.
Wiro Sableng terkejut "Apaan pula ini?" tanyanya dalam hati. Tapi kepalanya
dianggukkannya juga.
Kemudian dengan ilmu menyusupkan suara si gadis
berkata, "Aku telah saksikan apa yang kau lakukan terna-
dap anak murid ayahku di depan penginapan ini tadi.
Kurasa kau adalah orang yang bisa menjadi tuan
penolongku..."
"Hem...," Wiro garuk-garuk kepalanya. "Pertolongan apakah yang bisa kulakukan
untukmu" Kalau aku tidak salah duga kau adalah anak gadisnya Ketua Perguruan
Garuda Sakti."
Si gadis anggukkan kepala.
"Aku dan ayah serta sepuluh orang anak-anak muridnya tengah dalam perjalanan ke
puncak Gunung Merapi..."
"Pelayan itu mengatakan bahwa kau hendak melang-
sungkan perkawinan di sana dengan anak laki-laki Ketua Perguruan Merapi."
"Betul, bagus kalau dia mengatakan hingga aku tak perlu panjang lebar
menerangkannya padamu," jawab si jelita. Lalu sambungnya, "Perkawinanku dengan
anak laki-laki Ketua Perguruan Merapi adalah secara paksa! Ayahku yang memaksa.
Aku tak kuasa menolak paksaan itu di samping aku tak ingin pula menjatuhkan nama
besar ayah! Di lain hal aku sama sekali tidak mencintai anak Ketua Perguruan Merapi. Aku
ingin perkawinan ini dibatalkan tanpa memberi malu pada ayah dan juga untuk
meng- hindarkan agar jangan sampai ada pertumpahan darah antara perguruan ayahku
dengan Perguruan Merapi."
"Kalau kau tak suka pada anak laki-laki Ketua Pergu-
ruan Merapi dan tak berdaya menolak paksaan ayahmu, kenapa tidak larikan diri
saja"!" tanya Pendekar 212 pula.
"Kau lihat sendiri. Selama satu bulan terakhir ini akan-anak murid ayah
menjagaku dengan keras. Ayah sendiri bersikap waspada karena mungkin dia sudah
dapat meraba maksudku hendak lari. Di samping itu aku khawatir pihak Perguruan Merapi
menuduh ayahkulah yang telah sengaja menyembunyikanku. Sebenarnya ayah sendiri
mendapat tekanan dari mereka."
Wiro merenung sejenak.
"Apakah kau punya kekasih" Seorang pemuda yang
kau cinta"!" tanya Wiro seenaknya,
Anak Ketua Perguruan Garuda Sakti itu kelihatan merah parasnya. Tapi dengan
terus terang dia kemudian angguk-
kan kepala. Parasnya kemudian berubah sedih. Dia ber-
kata, "Kekasihku telah ditangkap. Disiksa dan dikurung di sebuah goa batu..."
Dan di mata yang bersinar seperti bintang timur itu Wiro Sableng kini melihat
dua butir air mata laksana berlian mengambang di kelopak mata si gadis.
"Lantas apakah yang bisa kutolong padamu, Saudari?"
tanya Wiro. "Menolong agar perkawinanku bisa batal!"
"Aku orang tolol, mana mungkin sanggup melakukan
itu?" tanya Wiro seraya garuk-garuk kepala.
"Sekarang bukan saatnya berpura-pura, Saudara. Per-
tolongan dan budi baikmu tak akan kulupakan seumur hayat."
Wiro berpikir, lalu, "Kau ingin kularikan sekarang"!"
tanya Wiro mengambil keputusan pendek.
"Jangan. Ketua Perguruan Merapi akan salah sangka dan curiga pada ayah. Bukan
mustahil mereka akan
mengambil jalan kekerasan! Di samping itu nama besar ayah akan luntur karena
berilmu tinggi dan punya anak buah banyak tapi tak sanggup menjaga anak. Apalagi
menjelang hari-hari perkawinan itu..."
"Berabe juga kalau begini," kata Wiro. Dipijit-pijitnya keningnya. "Kapan
upacara perkawinanmu dilakukan di puncak Merapi?"
"Lusa siang. Jam dua belas tepat!" jawab si gadis.
Wiro berpikir-pikir lagi.
"Baiklah," kata Pendekar 212 kemudian. "Aku sudah dapat satu cara yang baik
untuk membatalkan perkawi-
nanmu. Aku akan muncul tepat pada saat upacara perni-
kahanmu. Mudah-mudahan kita berhasil. Sebelum pergi apakah aku boleh tahu
namamu...?"
Sang dara belum sempat menjawab tiba-tiba pintu
kamar diketuk orang dengan keras dan di luar terdengar suara lantang.
"Permani! Buka pintu cepat."
Kedua orang di dalam kamar terkejut. Paras si gadis pucat pasi. Wiro Sableng
memandang berkeliling. Agaknya tak mungkin untuk bersembunyi di kamar itu. Tapi
begitu matanya membentur jendela, Wiro segera melompat.
Tanpa suara dibukanya jendela itu dan dalam detik itu juga dia sudah tenyap di
luar sana setelah terlebih dulu menutupkan daun jendela kembali!
"Permani!"
Ketukan pada pintu kini berganti dengan gedoran-
gedoran. Sang dara cepat-cepat membuka pintu kamar. Seorang laki-laki bermuka klimis
bermata merah dan berbadan tinggi tegap masuk ke dalam. Sepuluh kuku-kuku jari
tangannya berwarna putih dan panjang sekali! Inilah Ketua Perguruan Garuda Sakti
yang bernama Manik Tunggul.
Dia memandang sekeliling kamar dengan matanya yang besar penuh teliti. Permani
berdiri di hadapan laki-laki dengan hati berdebar.
"Kau menyembunyikan seseorang di sini, Permani"!"
tanya Manik Tunggul.
Permani tertawa. "Kecurigaan ayah terhadap anak
Wiro Sableng 009 Rahasia Lukisan Telanjang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sendiri keterlaluan sekali!" kata gadis itu. "Siapa dan untuk apa pula aku
menyembunyikan seseorang dalam kamar ini"!"
Manik Tunggul memandang ke loteng lalu memeriksa
setiap sudut kamar bahkan memeriksa kolong tempat tidur!
"Sepuluh orang anak murid ayah mengawalku siang
malam. Mereka berkepandaian tinggi! Jika seseorang masuk ke sini masa mereka
tidak tahu?" ujar Permani.
Manik Tunggul masih belum percaya akan ucapan
anaknya itu. Dia melangkah ke jendela dan membukanya.
Di luar suasana sunyi dan gelap. Dua orang anak muridnya tampak berdiri di bawah
sebuah pohon. Mereka tengah berjaga-jaga. Laki-laki ini menutupkan jendela
kembali. "Permani, menjelang hari perkawinanmu ini kuharap kau jangan bikin hal yang
bukan-bukan. Jangan beri malu ayahmu! Kecuali kalau kau ingin melihat pecahnya
permusuhan antara aku dengan Ketua Perguruan Merapi!"
"Ayah, meski aku tidak suka pada calon suamiku itu, tapi mengingat kepadamu aku
tak bisa berbuat lain daripada patuh atas segala kemauanmu..." kata Permani
dengan tundukkan kepala.
Manik Tunggul tepuk bahu anaknya.
"Kau anak yang berbakti," kata Ketua Perguruan Garu-
da Sakti itu kemudian melangkah ke pintu meninggalkan kamar.
*** Malam itu di sebuah dangau tua di tengah sawah, Wiro Sableng duduk termenung!
Usahanya mencari lukisan perempuan telanjang masih belum selesai. Mengapa dia
kini sengaja melibatkan diri dalam urusan orang lain"
Mengapa dia telah menerima permintaan tolong gadis anak Ketua Perguruan Garuda
Sakti itu" Bukankah ini berarti dia mencari sengketa, menghadapi dua buah Per-
guruan sekaligus"! Wiro Sableng merutuki dirinya sendiri.
Tiba-tiba dia ingat pada nasihat Si Segala Tahu. Orang tua itu telah melarangnya
pergi ke Paritsala. Dia tak menghi-
raukannya. Dan kini dia terjerumus dalam persoalan rumit penuh bahaya yang
sengaja di cari-carinya sendiri! Paras jelita dan senyum menggiurkan anak gadis
Ketua Perguruan Garuda Sakti itulah mungkin yang telah memu-
kaunya hingga bersedia turun tangan berikan bantuan!
Dan Pendekar 212 teringat pada ucapan Si Segala Tahu,
"kau punya sifat mata keranjang, tidak boleh lihat perem-
puan cantik..." Wiro menyeringai dan sambil garuk-garuk kepala, direbahkannya
badannya di lantai dangau.
WIRO SABLENG RAHASIA LUKISAN TELANJANG
11 I PUNCAK Gunung Merapi.
Sebuah panggung kayu jati yang diberi berukir-ukir Dserta hiasan gaba-gaba
dikelilingi oleh sebuah
panggung besar yang lebih rendah dan berbentuk ling-
karan, mengelilingi panggung kayu jati tadi. Pada bagian sebeleh utara panggung
berbentuk lingkaran terdapat sebuah podium. Di depan podium ini terletaklah
sebuah pelaminan. Seorang pemuda berpakaian bagus duduk di pelaminan ini.
Pakaiannya yang bagus, topi tingginya yang bertaburan berlian, segala apa yang
dipakainya, semua itu tak dapat menyembunyikan parasnya yang buruk dan
cekung. Dialah Sokananta, anak Ketua Perguruan Merapi, calon suami Permani!
Tamu-tamu yang banyak hadir di situ rata-rata adalah orang-orang dunia
persilatan dan beberapa di antara mereka merupakan tokoh-tokoh yang disegani!
Sebentar lagi, pengantin perempuan akan dibawa naik ke atas podium dan upacara
perkawinan segera akan dilangsungkan. Sementara menunggu munculnya sang
pengantin maka Tunggul Manik bicara-bicara dengan calon besannya yaitu
Bogananta, Ketua Perguruan Merapi. Bila upacara pernikahan selesai, para tamu
akan dijamu makan minum dan sambil menyaksikan pertandingan-per-
tandingan silat yang sengaja diadakan sebagai kebiasaan di atas panggung besar
kayu jati! Tiba-tiba terdengar suara tiupan seratus buah seruling.
Dari sebuah bangunan keluarlah pengantin perempuan, diiringi oleh dayang-dayang.
Semua mata yang memandang kepada sang pengantin ini tak satupun yang tak memuji
kecantikan paras Permani! Dilihat kepada rupa memang ada juga di antara para
tamu yang merasa kurang
cocoknya kedua pengantin itu. Tapi memandang kepada nama besar Ketua Perguruan
Merapi maka ketidakcocokan itu menjadi sirna. Siapa yang tak kenal dengan
Bogananta"
Siapa yang tak kenal dengan Sokananta yang berilmu tinggi"!
Begitu pengantin perempuan menginjakkan kaki di atas panggung di depan podium
maka pengantin laki-laki pun berdiri dan suara seruling berhenti. Serentak para
hadirin pun berdiri pula. Upacara pernikahan segera akan
dilangsungkan, dipimpin oleh seorang tua bernama
Wararayan. Di kalangan dunia persilatan di masa itu Wara-
rayan sangat terkenal dan telah puluhan kali memimpin upacara perkawinan. Siapa-
siapa yang dinikahkan di bawah pimpinannya pastilah kedua mempelai akan hidup
bahagia! Satu menit telah berlalu. Wararayan belum juga mun-
cul. Para hadirin terutama Bogananta dan Manik Tunggul serta Sokananta kelihatan
gelisah. Permani yang berdiri dengan menundukkan kepala juga tampak gelisah.
Tapi apa yang digelisahkannya tidak sama dengan apa yang digelisahkan orang-
orang di situ. Dia gelisah karena sampai saat itu orang yang hendak menolongnya
belum juga kelihatan! Apakah pemuda itu tidak datang" Atau terlam-
bat atau sesat di jalan" Atau mendapat celaka"!
Telah lewat sepeminum teh.
Para hadirin mulai berbisik-bisik. Rasa malu yang amat sangat membuat kulit muka
Manik Tunggul merah laksana saga. Apalagi karena dialah yang bertanggung jawab
mengatur kelancaran upacara pernikahan itu. Di lain pihak Bogananta juga
kelihatan merah parasnya, tapi bukan karena malu melainkan merasa terhina!
Dalam suasana tegang gelisah itu tiba-tiba dari balik sebuah batu karang besar
di tepi kawah kelihatan muncul seorang berjubah biru.
Manik Tunggul tersirap kaget. Jubah biru adalah
pakaian yang biasa dikenakan oleh Wararayan! Apakah manusia ini Wararayan" Tapi
kenapa dia muncul dari balik batu karang itu"
Dan waktu diperhatikan langkah si jubah biru ini, terkejutlah Manik Tunggul
serta para hadirin. Langkah si jubah biru demikian enteng, laksana kapas
diterbangkan angin! Kemudian bila si jubah biru sudah berada dekat, maka
tersiraplah darah Manik Tunggul dan semua orang.
Si jubah biru ternyata bukan Wararayan! Tapi anehnya jubah yang dipakainya itu
dikenali sekali oleh Manik Tunggul sebagai milik Wararayan" Apakah yang telah
terjadi dengan Wararayan" Di mana orang tua itu berada dan siapa pula manusia
yang datang ini"!
Si jubah biru memiliki paras yang dilapisi dengan tanah liat. Rambutnya yang
gondrong acak-acakkan diikat dengan robekan-robekan kain berbagai bentuk dan
warna. Di tangan kirinya ada sebuah pecahan kaca rias bersudut runcing sedang di
tangan kanannya menggenggam seba-
tang tombak pendek dari batu hitam yang banyak terdapat di sekitar kawah gunung.
Si jubah biru langsung menuju ke podium. Anak-anak murid Perguruan Merapi dan
Perguruan Garuda Sakti segera hendak turun tangan, tapi ketua masing-masing
memberi isyarat. Semuanya mundur kembali namun dalam posisi mengurung si jubah
biru. Akan tetapi Permani begitu dia melihat si jubah biru ini, meskipun parasnya
kotor bercelemongan tanah liat dan rambut awut-awutan tak karuan, namun dia
masih bisa mengenali. Si jubah biru ini bukan lain pemuda gagah yang dua hari
lalu telah bicara dengan dia di dalam kamar penginapan, bukan lain orang yang
diharapkannya sebagai tuan penolongnya! Hati dara ini lega sedikit. Tapi apa-
apaan dia berbuat macam orang gila begini rupa"
Tiba-tiba si jubah biru alias Wiro Sableng alias Pendekar 212 keluarkan suara
macam orang tua dan menggigil,
"Uh... uh... dinginnya! Dingin sekali!" Dan kedua tangannya didekapkan di dada
sedang geraham-geraham-
nya bergemeletukan persis macam orang kedinginan! Di samping itu karena suaranya
sengaja dialiri tenaga dalam yang hebat, maka suaranya itu menggetarkan liang
telinga para hadirin, menggetarkan lantai panggung yang mereka injak!
Semua orang heran campur terkejut!
Hari sepanas itu. Matahari bersinar terik. Bagaimana manusia satu ini menggigil
begitu rupa dan bilang dingin"!
"Jubah biru!" bentak Manik Tunggul. "Manusia atau setankah kau"!"
"Hai... aku bicara soal dinginnya hari. Apakah kau tidak merasa" Apakah kalian
semua di sini tidak kedinginan"
Uh.. uh...!"
Semua orang saling pandang.
"Jubah biru, lekas terangkan siapa kau. Dan dari mana kau dapatkan jubah milik
Wararayan itu"!" Kembali Manik Tunggul buka suara keras.
Wiro Sableng dengan menahan geli di dalam hati pura-pura meneliti parasnya di
dalam kaca di tangan kiri.
Kemudian sambil tuding-tudingkan tombak batu hitam di tangan kanan dia berkata,
"Anak-anakku... kalian semua dengarlah!"
"Persetan manusia edan!" hardik Bogananta beringas.
"Kau kira kami ini apamu sampai memanggil kami anak-anakmu"!"
Si jubah biru tidak ambil perduli. Malah dia tudingkan tepat-tepat tongkat
hitamnya ke hidung Ketua Perguruan Merapi itu.
"Kalian dengar dulu... jangan ganggu bicaraku. Siapa yang bertindak lancang akan
celaka seumur hidup. Akan dirundung malang selama hayat! Akan dikutuk dewa-dewa
di khayangan!" Lalu Wiro Sableng pura-pura menggigil kedinginan lagi! "Dingin...
uh... dingin sekali! Di dasar kawah udara hangat tapi di atas sini dingin bukan
main! Uh...!" "Manusia gila! Kalau kau tak segera angkat kaki dari sini kutekuk batang
lehermu!" ancam Manik Tunggul.
"Aku bukan manusia... bukan manusia!" kata Wiro
lantang keras hingga setiap orang yang mendengar
tergetar dadanya! "Aku adalah titisan dewa di khayangan!
Aku penghuni Gunung Merapi ini. Segala sesuatu yang ada dan terjadi di gunung
ini di bawah pengawasanku! Kalian tahu hai manusia-manusia ceroboh, pesta
perkawinan yang kalian rayakan di sini tanpa meminta izin pada dewa-dewa di
khayangan telah membuat dewa-dewa marah semua!
Kalian hendak dikutuk! Hendak disapu dengan angin topan dari puncak Gunung
Merapi ini. Tapi dengan memandang aku, dewa-dewa masih sanggup beri ampun pada
kalian..."
"Keparat pendusta!" bentak Manik Tunggul. "Kau kira kami bisa dikelabui oleh
orang gila macammu"!"
Wiro Sableng menyeringai dan keluarkan suara
mengekeh. Dalam hatinya dia memaki!
"Aku pendusta katamu"! Aku orang gila bilangmu..."!
Kau akan lihat... akan lihat!" kata Wiro pula dengan suara keras. Dia melangkah
seringan kapas ke tepi kawah yang terletak dua puluh tombak dari panggung. Jarak
yang duapuluh tombak itu dicapainya dengan beberapa kali gerakan kaki saja
hingga semua orang menjadi tertegun!
Di tepi kawah Wiro komat-kamitkan mulut. Dalam hati dia geli sekali. Kemudian
tongkat pendek batu hitam di tangan kanannya di acung-acungkan ke udara dan
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 6 Pendekar Rajawali Sakti 65 Kuda Api Gordapala Dendam Empu Bharada 25