Dadu Setan 2
Wiro Sableng 148 Dadu Setan Bagian 2
Raden," jawab perajurit di sebelah kiri.
Perajurit sebelah kanan menimpali. "Saya tidak melihat alasan apa sampai Raden
Anom Miharja nekat bunuh diri. Harta kekayaan melimpah, istri cantik"
"Kalian pernah mendengar cerita kalau Anom Miharja tidak pernah kawin secara
syah dengan Nyi Inten Kameswari?" tanya Rayi Jantra.
"Ya, kami pernah mendengar itu," jawab salah seorang dari dua perajurit sambil
melepas ikatan tali kekang kuda tunggangan Kepala Pasukan yang ditambat pada
sebatang pohon.
"Lalu apa kalian juga pernah mendengar pergunjingan orang, dari mana Anom
Miharja mendapatkan semua harta kekayaannya" Dia bukan juragan nelayan, atau
pedagang besar. . . . "
"Setahu saya dia punya sawah puluhan bidang. " "Itu benar. Tapi ada banyak
petani di Losari ini yang punya banyak sawah. Sampai saat ini mereka hidup
secukupnya kalau tidak mau dikatakan masih saja tetap miskin. " Kata Kepala
Pasukan pula lalu naik ke punggung kudanya. Dia tidak segera menjalankan
tunggangannya itu malah. bertanya pada dua anak buahnya. "Lalu dari mana sumber
semua kekayaan melimpah ruah Anom Miharja?"
"Kami tidak berani menduga, Raden," jawab dua perajurit hampir berbarengan.
Dadu Setan 21 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kalian punya cerita apa tentang Nyi Inten Kameswari?" "Banyak cerita yang saya
dengar, tapi saya tidak berani menyampaikan," jawab perajurit bertubuh tinggi
langsing bernama Jumena.
"Kalau kau bicara tak ada yang mendengar. Ayo, ceritalah sambil jalan. Aku
atasan kalian. Ceritamu tidak akan aku sampaikan pada siapa-siapa jika itu yang
kalian khawatirkan. " Kepala Pasukan Losari lalu menarik tali kekang kuda.
Binatang itu tidak lari, hanya melangkah perlahan didampingi dua kuda perajurit
di sebelah kiri kanan. Perajurit Jumena akhirnya bercerita. "Banyak orang tahu
kalau Nyi Inten Kameswari sudah berusia lanjut. Lebih dari lima puluhan. Ada
dugaan malah dia lebih tua dari Raden Anom. Tapi raut wajah dan keadaan tubuhnya
tetap awet muda, bagus dan mulus. Konon dia banyak mengenal dan berhubungan
dengan para pejabat Kerajaan di barat maupun di timur.
Diantara para pejabat tinggi itu banyak yang tergila-gila padanya. Raden Anom
kabarnya sudah tahu kalau istrinya kerap berselingkuh dengan beberapa pejabat
terutama yang dari timur. Namun dia seperti acuh tidak perduli. Konon dari
hubungan tidak baik itu Nyi In ten banyak menerima hadiah. "
Rayi Jantra tersenyum mendengar cerita anak buahnya itu. Dia ulurkan tangan kiri
menepuk-nepuk bahu Jumena. "Kau perajurit baik. Banyak pengetahuan. Aku akan
mengusulkan pada Adipati agar pangkatmu dinaikkan satu tingkat. "
"Terima kasih, Raden. Terima kasih. . . . " Jumena bungkukkan dada berulang
kali. Ketiga orang itu kemudian sama menggebrak kuda masing-masing meninggalkan
tempat itu. * * * Dadu Setan 22 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA enghujung malam menjelang pagi. Pendekar 212 Wiro Sableng yang tertidur lelap di
sebuah dangau dikejutkan oleh suara ribut ha-hu ha-hu. Murid nenek sakti Sinto P
Gendeng dari Gunung Gede ini terbangun kaget. Baru saja dia hendak mengusap mata
tibatiba. "Braakk!"
Satu tubuh berjubah kuning jatuh tergeletak menelentang di atas lantai dangau
terbuat dari bambu. Wiro memperhatikan dengan penuh kejut dan juga kuduk
merinding. Si jubah kuning ternyata adalah sosok Seorang nenek berambut kelabu
bermata merah. Sepasang telinga ditancapi anting terbuat dari tulang jari manusia. Dua mata
merah itu tampak mendelik mengerikan seperti mau melompat dari sarangnya. Pada
kening nenek tak dikenal Wiro ini menempel sehelai daun. Ada darah meleleh dari
sudut bibir. Dadanya turun naik dan dari mulut serta hidung keluar suara
menyengal tak berkeputusan.
"ha-hu ha-hu ha-hu!"
Wiro berpaling ke samping. Astaga! Kaget Pendekar 212 bukan alang kepalang. Di
pinggir dangau berdiri dua nenek yang ujudnya sama dengan yang tergeletak di
atas lantai dangau. Dari mulut keduanya tiada henti keluar suara ha-hu ha-hu.
Sementara sepasang mata dua nenek ini kelihatan basah berkaca-kaca. Tiga nenek
dengan pakaian dan wajah yang sama! Manusia sungguhan atau setan kembar tiga,
pikir Wiro. "Siapa kalian"!" tanya Pendekar 212. "ha-hu ha-hu ha-hu!"
Dua nenek kembar kembali keluarkan suara ha-hu ha-hu. Kali ini sembari tangan
menunjuk-nunjuk ke arah nenek yang tergeletak di lantai dangau.
"ha-hu ha-hu!" Wiro menirukan sambil garuk kepala. "Kalian ini bicara apa" Mau
memberi tahu apa" Kalian berdua gagu"!"
"ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek usap air mata yang berlelehan di pipi mereka lalu
seperti tadi kembali menunjuk dengan tangan kanan ke arah nenek di atas dangau
sementara tangan kiri menepuk kening masing-masing. Mula-mula Wiro masih tidak
mengerti apa yang hendak disampaikan oleh dua nenek gagu ini. Setelah berpikir
lagi dan menggaruk kepala Wiro menyeringai. Dia memperhatikkan dua nenek menepuk
kening sambil menunjuk-nunjuk. Lalu memandang pada nenek satunya yang tergeletak
di atas dangau.
"Ah, yang kalian maksudkan daun di kening nenek itu?" "ha-hu ha-hu!" Dua nenek
anggukkan kepala berulang kali.
Wiro membungkuk. "Aneh, ada orang sekarat keningnya ditempeli daun. " Wiro ambil
daun yang menempel di kening si nenek. Dua nenek di samping dangau buru-buru
menjauh, wajah membersitkan ketakutan. Wiro memperhatikan.
"Daun pohon mengkudu. Aneh, mengapa kalian seperti ketakutan melihat daun ini?"
tanya Wiro lalu pura-pura hendak menyapukan daun ke tubuh dua nenek.
"ha-hu ha-hu!" Dua nenek menjerit dan mundur menjauh. "Heran, cuma sehelai daun,
mengapa pada ketakutan seperti melihat setan kepala tujuh"!"
Pada saat daun mengkudu yang menempel di keningnya diambil Wiro, nenek yang
tergeletak di lantai dangau keluarkan suara seperti orang mengorok. Dua mata
bergerak liar. Mulut yang. penuh darah terbuka. Suaranya serak. "
Aku dikhianati! Aku dikhianati. . . "
Dadu Setan 23 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Nek, siapa yang mengkhianatimu" Kekasihmu"!" tanya Wiro.
"Jangan bergurau! Aku dalam keadaan sekarat!"
Wiro berpaling pada dua nenek berpakaian dan berwajah sama.
"Dua nenek gagu itu apamu?"
"Aku dikhianati. . . . Dua buah dadu. . . . Aku dikhianati. "
Wiro menggaruk kepala.
"Nek, kau dikhianati dua buah dadu" Aku tidak mengerti. Bagaimana
mungkin. . . ?"
"Aku mendengar suara, tidak melihat orangnya. Mendekatlah. Jika kau penolongku,
maka seribu berkah akan menjadi bagianmu. . . "
Wiro geleng-geleng kepala. Tapi dia dekatkan juga kepalanya ke depan wajah si
nenek. Dua mata merah berputar sebelum menatap ke arah Pendekar 212. Saat itu di
timur fajar telah menyingsing. Keadaan di dalam dangau dan sekitarnya terang-
terang tanah. Si nenek memperhatikan wajah Wiro.
"Haa " Si nenek tank nafas panjang. "Aku dikhianati. . . "
"Siapa yang mengkhianatimu, Nek?"
"Aku tidak tahu. Daun mengkudu. . . . Orang itu tahu kelemahanku. Dengar anak
muda. Dari wajahmu aku tahu kau orang baik dan punya kepandaian. Tolong aku
mencari pembunuh itu dan dapatkan kembali dua buah dadu yang dirampasnya dariku.
. . " Wiro tertegun dan jauhkan kepalanya dari wajah si nenek.
"Nek, kau ini siapa sebenarnya" Dua nenek yang ha-hu ha-hu itu apamu?" bertanya
Wiro. "Aku Eyang Sepuh Kembar Tilu. Dua nenek itu adalah kembaranku. Daun mengkudu
yang kau pegang, lekas musnahkan, kubur dalam tanah. Jangan sampai tersentuh dua
nenek kembaranku itu. "
Wiro perhatikan daun mengkudu yang dipegangnya. Lalu memenuhi permintaan si
nenek dia bantingkan daun itu hingga amblas masuk ke dalam tanah di samping
dangau. "Kau orang hebat. . . . Terima kasih kau telah menolongku," si nenek rambut
kelabu berucap. "Jalanku lapang sekarang. Dua kembaranku aku titipkan padamu.
Mereka akan muncul jika kau panggil. Mereka akan terbebas dari penyakit gagu
jika pembunuhku menemui ajal. Ingat, cari pembunuhku dan dapatkan dua buah dadu.
Selain itu jika kau punya kesempatan, carilah seorang gadis bernama Nyai Rara
Santang. "
"Nyai Rara Santang" Siapa dia?" tanya Wiro.
"Sudahlah, aku pergi sekarang. Ingat, aku menitipkan dua kembaranku padamu. . .
" "Jangan Nek. Mengurus diri sendiri saja aku sudah susah. Apa lagi mengurus dua
nenek kembaranmu itu. . . . "
"ha-hu ha-hu," dua nenek kembar maju dua langkah dan jatuhkan diri di hadapan
Pendekar 212. Wajah mereka menunjukkan minta welas asih.
"Wah, urusan berabe ini!" ucap Wiro sambil garuk kepala.
Nenek di atas dangau menyeringai. Dari tenggorokannya keluar suara mengorok.
"Aku pergi sekarang. . . " ucapnya perlahan. Lalu mulutnya terkancing, dua
matanya perlahan-lahan menutup.
Dua nenek kembar menggerung keras.
"ha-hu ha-hu ha-hu"
Diam-diam Wiro merasa kasihan juga pada dua nenek kembar gagu itu. Seperti
diketahui sebelumnya dua nenek kembar jejadian itu bisa bicara dan tidak gagu.
Namun Dadu Setan 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
akibat malapetaka yang menimpa kakak kembar mereka yaitu Eyang Sepuh Kembar
Tilu, maka keduanya secara aneh mendadak menjadi gagu.
"Dua nenek kembar, sebentar lagi hari akan siang. Bawa jenazah kembaranmu ini.
Kuburkan di tempat yang baik. "
"ha-hu ha-hu ha-hu" Dua nenek kembar menggangguk-angguk lalu kembali jatuhkan
diri. Salah seorang dari mereka tibatiba bangkit. Dia menunjuk-nunjuk dengan
tangan kirinya ke arah jenazah nenek di atas dangau. Lalu dengan tangan yang
sama dia menunjuk-nunjuk ke tangan kanannya sendiri. Hal ini dilakukannya
berulang kali sampai akhirnya Wiro mengerti dan memperhatikan tangan kanan Eyang
Sepuh Kembar Tilu.
Ternyata lima jari tangan kanan si nenek dalam keadaan tergenggam. Sepertinya
ada sesuatu dalam pegangan si nenek. Wiro buka lima jari yang tergenggam. Dia
menemukan sebuah benda bulat pipih berwarna hitam, terbuat dari sejenis kayu
hitam berbau harum.
"Kancing baju. . . . "ucap Wiro. Benda itu kemudian disodorkannya pada nenek
sebelah kanan. Si nenek gelengkan kepala, goyang-goyangkan tangan kiri sementara
tangan kanan menunjuk-nunjuk ke arah Wiro.
"Nek, kau menyuruh aku menyimpan kancing kayu ini. Buat apa?"
"ha-hu ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek bungkukkan diri berulang kali di hadapan
Wiro. Sepasang mata mereka tampak basah. Keduanya terisak-isak.
"Sudah. . . sudah. Baik, akan kusimpan kancing sialan ini!" kata Wiro pula lalu
memasukkannya ke dalam kantong di kiri celana putihnya. "Sekarang lekas kalian
bawa jenazah nenek kembaran kalian ini. Aku minta jangan sekali-kali mengikuti
kemana aku pergi!"
"ha-hu ha-hu ha-hu!" Dua nenek usap wajah masing-masing. Saat itu juga keduanya
berubah menjadi sepasang perempuan muda berwajah cantik.
Wiro terperangah melihat apa yang terjadi namun kemudian dia tertawa bergelak,
"Kalian berdua, dengar baik-baik. Aku tidak mau diikuti bukan karena kalian dua
nenek jelek. Sekalipun kalian bisa berubah jadi dua gadis cantik, aku tetap
tidak mau diganggu.
Tidak mau kalian ikuti!"
"ha-hu ha-hu ha-hu"
"Sekarang aku minta kalian pergi. "
"ha-hu ha-hu ha-hu!" Dua nenek kembali membungkuk-bungkuk lalu turunkan jenazah
Eyang Sepuh Kembar Tilu dari atas dangau. Salah seorang dari mereka memanggul
jenazah kemudian bersama kembarannya dia tinggalkan tempat itu.
Wiro duduk di pinggiran lantai dangau.
"Makhluk-makhluk aneh. . . . " katanya sambil geleng-geleng kepala. "Nenek rambut kelabu menyuruh aku mencari pembunuhnya serta dua
buah dadu yang dirampas. Enak saja! Apa urusan dan sangkut pautku" Aku disuruh
pula mencari seorang bernama Nyai Rara Santang. Siapa dia itu" Cucu nenek
bernama Eyang Sepuh Kembar Tilu itu?"
* * * Tak jauh di selatan Losari terdapat sebuah bukit batu yang oleh penduduk
sekitarnya disebut Bukit Batu Bersuling. Nama ini diberikan karena pada bagian
puncak bukit ada dua Dadu Setan 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
buah dinding batu berbentuk lurus pipih yang saling terpisah hanya sejarak satu
jari. Bila angin dari laut bertiup, celah batu yang sempit itu mengeluarkan
suara seperti tiupan seruling. Suara ini oleh penduduk terdengar dan dirasakan
aneh hingga lama kelamaan Bukit Batu Bersuling dianggap angker dan hampir tak
ada orang yang mendatangi.
Malam itu, dibawah hujan rintik-rintik seorang penunggang kuda memacu
tunggangannya menuju Bukit Batu Bersuling. Di kaki bukit sebelah timur terdapat
sebuah bangunan luas beratap rumbia tanpa dinding. Keadaan gelap dan sepi. Baru
saja orang yang datang menginjakkan kaki di tanah, dari tiga arah kegelapan
melompat keluar tiga orang bercelana hitam bertelanjang dada. Masing-masing
mencekal golok besar yang walaupun keadaan gelap namun saking tajamnya masih
tampak berkilauan. Tiga golok diangkat ke atas, siap untuk membacok dan
membabat. Orang bercelana hitam di sebelah tengah membentak. Rambutnya yang
panjang dikuncir ke belakang berwarna merah.
"Siapa"!"
"Apa matamu buta tidak mengenali diriku"!" Orang yang dibentak balas menghardik.
Tiga pasang mata membesar memperhatikan. Orang yang datang mengenakan pakaian
ringkas warna biru gelap. Kepala dan wajah tertutup caping bambu. Tiga prang
bertelanjang dada tidak mengenali orang yang datang dari dandanannya namun
mereka rasa-rasa mengenal suara.
"Raden Kumalasakti. . . ?"
"Hemmm. . . " Orang bercaping keluarkan suara bergumam dan buka caping diatas
kepala. Melihat wajah orang, tiga lelaki bertelanjang dada segera sarungkan golok
masing-masing lalu membungkuk setengah berlutut. Yang tadi membentak cepat-cepat
berkata. "Saya Kuncir Merah. Mewakili Ki Beringin Reksa, Wakil Kepala Pengawal di tempat
ini. Saya dan dua teman mohon maaf Raden Kumalasakti. Kami tidak mengenali.
Tidak biasanya Raden berdandan seperti ini. "
"Aku tidak marah. Perbuatan kalian pertanda kalian selalu siap siaga. Waspada
menjaga segala kemungkinan. Belakangan ini keadaan di luaran agak gawat. Banyak
orang-orang pandai menemui ajal. Itu sebabnya aku perlu menyamar, waspada
berjaga-jaga. Bagaimana keadaan di sini?"
Kuncir Merah dan dua kawannya luruskan badan kembali.
"Semua baik-baik Raden. Hanya saja kami berada dalam keadaan sedikit gelisah.
Sejak meninggalnya Bandar Agung dua minggu lalu di tempat ini sama sekali tidak
ada kegiatan. Tidak ada yang datang. Dua minggu kami tidak menerima upah. Selain
itu para gadis yang biasa menghibur sudah sering mendesak akan meninggalkan
tempat ini. "
"Aku mengerti kegelisahan kalian. Itu sebabnya aku datang membawa kabar baik.
Kita akan segera mendapatkan Bandar Agung yang baru. "
"Terima kasih Raden. Kami sangat berbesar hati mendengar berita ini. Kalau kami
boleh tahu kapan Bandar Agung baru akan datang dan kapan tempat ini akan dibuka
kembali?" "Lisa malam, tepat pada saat bulan empat belas hari memancar. " jawab orang
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bernama Raden Kumalasakti. Lalu dia meneruskan ucapan. "Apa kalian sudah
mendengar kabar bahwa Pengemis Muka Bopeng Karangkoneng Kepala Pengawal di
tempat ini telah menemui ajal" Mati dibunuh orang di warung minuman Akang Punten
satu minggu lalu. "
Kuncir Merah dan dua temannya tampak terkejut. Ketiganya gelengkan kepala.
Dadu Setan 26 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kuncir Merah, jika kau bekerja bagus aku akan mengusulkan pada Bandar Agung
agar kau mendapat jabatan yang lebih tinggi. "
Kuncir Merah membungkuk sambil mengucapkan terima kasih berulang kali.
"Raden Kumalasakti, jika benar tempat ini akan dibuka kembali lusa malam,
ijinkan kami memberi tahu teman-teman yang lain serta para gadis penghibur. Kami
akan membersihkan semua ruangan. Mematut semua perabotan. Mempersiapkan dan
memeriksa peralatan termasuk semua senjata orang berpakaian dan berikat kepala
hitam telah mengurungnya.
"Manusia kesasar dari mana berani mati menyusup ke tempat ini!"
Satu bentakan menggeledek disertai berkelebatnya empat golok besar. Orang yang
diserang cepat melompat ke atas sebuah tembok batu.
Melihat serangan mereka gagal, secara serentak empat orang berpakaian hitam yang
juga adalah para pengawal tempat tersebut kembali menyerbu. Empat golok
berkesiuran di udara.
"Traang. . traang. . . traang. . . . traang!"
Empat kali suara berkerontang memecah kesunyian. Empat tangan yang memegang
golok tergetar hebat. Empat penyerang sama-sama bersurut satu langkah.
"Lihat pakaiannya!"
Tibatiba salah seorang empat penyerang berseru. Tiga kawannya memperhatikan.
Ternyata orang yang mereka serang dan saat itu masih berdiri di atas tembok batu
memegang sebilah tombak pendek, mengenakan pakaian penuh tambalan.
"Katakan apa hubunganmu dengan Pengemis Muka Bopeng Dari Karangkoneng!"
Orang di atas tembok menyeringai. "Aku Pengemis Siang Malam Dari Cisanggarung.
Pengemis Muka Bopeng adalah pimpinanku. Kabar kematiannya membuat aku datang
kesini untuk melakukan penyelidikan!"
"Beraninya kau menyelidik! Walau Pengemis Muka Bopeng salah seorang pimpinan di
tempat ini, tapi itu tidak berarti kau boleh menyusup berbuat lancang!"
Orang berpakaian penuh tambalan dan mengaku Pengemis Siang Malam Dari
Cisanggarung mendengus. "Pembunuhan atas diri Pengemis Muka Bopeng ada sangkut
pautnya dengan tempat ini! Jangan kalian berani melarangku melakukan
penyelidikan. Aku akan menghabisi siapa saja yang coba menghalangi!"
"Anak kucing berani datang ke sarang harimau!" Empat orang berpakaian hitam
menyergap. Empat golok kembali berkelebat. Lagi-lagi terdengar suara
berdentangan ketika Pengemis Siang Malam menangkis dengan tombak pendek. Merasa
terdesak di atas tembok, sang pengemis melompat turun sambil lancarkan serangan
ganas dalam jurus Raja Pengemis Minta Sedekah!
Hanya terdengar dua kali suara beradunya senjata karena dua dari empat lelaki
berpakaian serba hitam yang tadi menyerang kini kelihatan terhuyung huyung. Yang
satu sambil pegangi lehernya yang terluka besar dan kucurkan darah akibat
sambaran ujung tombak. Tubuhnya kemudian roboh ke tanah. Satunya lagi menggerung
keras sebelum terbanting tertelentang dengan muka berlumuran darah. Keningnya
rengkah dihajar tombak Pengemis Siang Malam! Dua lelaki berpakaian hitam lainnya
serta merta jadi ciut nyali mereka dan tak berani lanjutkan serangan. Malah
keduanya melangkah mundur menjauhi lawan. Tibatiba pintu rahasia di dinding
terbuka. "Ada apa ribut-ribut di tempat ini"!"
Dadu Setan 27 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Yang membentak adalah Kuncir Merah yang muncul bersama delapan anak buahnya.
Ketika melihat dan mengenali Pengemis Siang Malam berdiri sambil melintangkan
tombak berdarah di depan dada langsung Kuncir Merah menghardik.
"Apa kematian pimpinanmu membuat kau jadi orang tolol dan nekad membuat
keributan di tempat ini"!"
"Pembunuh pimpinanku adalah orang dalam sini. Aku datang untuk menyelidik dan
minta nyawanya!"
"Pengemis kurang ajar! Enak saja kau menuduh! Biar aku robek dulu mulutmu!"
teriak Kuncir Merah. Namun sebelum dia berkelebat menyerang semua anak buahnya
sudah mendahului. Sepuluh orang menggempur Pengemis Siang Malam Dari
Cisanggarung. Walau dia sanggup bertahan dan sesekali membalas serangan para
pengeroyok, namun sang pengemis menyadari tidak ada gunanya berlama-lama
melayani orang-orang itu karena dia punya dugaan, pembunuh pimpinannya tidak ada
di tempat itu. Sementara itu sepuluh penyerang walaupun berada di tingkat pengawal biasa namun
rata-rata memiliki kepandaian tinggi dan terus berusaha mengurung serta mendesak
lawan. Lima jurus dimuka Kuncir Merah yang melihat anak buahnya masih tidak mampu
menghajar lawan yang cuma seorang itu, dengan jengkel, didahului suara bentakan
keras melesat masuk dalam kalangan pertempuran. Gelombang serangan kini
bertambah hebat melanda Pengemis Siang Malam Tapi orang ini tidak punya niat
lagi menghadapi lawan yang begitu banyak. Setelah mengirimkan satu serangan
kilat yang merobek dada salah seorang lawannya, Pengemis Siang Malam segera
berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Pengemis keparat! Kau mau kabur kemana"!" Kuncir Merah mengejar sambil lepas
satu pukulan tangan kosong. Namun orang yang dikejar dan diserang telah lenyap
dalam kegelapan malam. Malah mendadak ada serangan balasan berupa angin dahsyat
yang membuat Kuncir Merah terhuyung dan cepat menyingkir ke samping.
Kuncir Merah geram sekali. Pimpinan di tempat itu pasti akan mendampratnya.
"Pengemis Siang Malam jelas-jelas menjadi musuh besar kita. Kita harus mengirim
orang untuk mencari dan menghabisinya sebelum dia membuka rahasia apa yang
berlangsung di tempat ini! Kalau Ki Beringin Reksa atau Raden Kumalasakti
datang, aku akan melaporkan apa yang terjadi" Ucap Kuncir Merah dengan rahang
menggembung dan tangan kanan terkepal.
"Aku tahu dimana sarang manusia keparat itu," kata salah seorang anak buah
Kuncir Merah. "Bagus! Bangsat itu harus mati sebelum tempat ini dibuka kembali!" kata Kuncir
Merah pula. * * * Dadu Setan 28 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM ang surya hampir tenggelam di ufuk barat ketika sepuluh orang berpakaian hitam
berkelebat di tikungan kali Cisanggarung tak jauh dari sebuah desa kecil bernama
SLuragung. Mereka mendekam di balik semak belukar di tebing kali sambil mata
menatap ke arah sebuah rumah panggung berbentuk panjang sepuluh tombak di depan
sana. Masing-masing membawa obor yang belum dinyalakan. Sepuluh orang ini adalah
para pengawal dari bangunan yang disebut Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga yang
terletak di Bukit Batu Bersuling.
Sementara itu di dalam sebuah ruangan besar di atas rumah panggung, seorang
lelaki berambut tebal riap-riapan, berjanggut dan berkumis lebat, berpakaian
dekil penuh tambalan, duduk bersila di depan sebuah pendupaan yang baranya mulai
meredup padam. Di atas pendupaan tergeletak melintang sebuah senjata berupa tombak pendek.
Orang ini bukan lain adalah Pengemis Siang Malam, yang malam lalu menyerbu ke
Bukit Batu Bersuling untuk menuntut balas kematian pimpinannya yaitu Pengemis
Muka Bopeng Dari Karangkoneng.
Di ruangan yang sama agak jauh dan merapat ke dinding, duduk delapan orang
perempuan muda beserta lima orang anak-anak berusia antara empat dan enam tahun.
Semua memperhatikan tanpa berani bergerak ataupun keluarkan suara atas apa yang
tengah dilakukan Pengemis Siang Malam. Tiga dari delapan perempuan adalah istri
sang pengemis sedang lima lainnya adalah istri-istri dari anak buahnya yang
tinggal bersama di rumah panggung panjang itu. Dua anak perempuan yang ada di
situ adalah anak Pengemis Siang Malam dan tiga orang lagi adalah anak dari dua
anak buahnya. Pengemis Siang Malam saat itu tengah bersamadi bagi kesejahteraan roh
pimpinannya. Selain itu dia punya firasat akan terjadi sesuatu sebagai akibat
penyerbuannya ke Bukit Batu Bersuling. Selesai bersamadi, masih dalam keadaan
duduk bersila Pengemis Siang Malam memanggil istrinya yang paling tua.
"Kau dan yang lain-lainnya segera tinggalkan rumah ini lewat pintu dan tangga di
sebelah belakang. Pergi ke lembah di seberang telaga. Tunggu di sana. Jika aku
tidak datang pergilah ke Lebakwangi ke tempat guruku. "
Istri tertua Pengemis Siang Malam anggukkan kepala lalu menemui perempuan-
perempuan yang ada di ruangan dan memberi tahu apa yang harus segera mereka
lakukan. Kembali ke tikungan pinggir kali Cisanggarung.
Belum lama sepuluh orang berpakaian serba hitam sembunyi dibalik semak belukar
tibatiba beberapa kali suitan nyaring merobek kesunyian senja. Lima orang lelaki
berambut gondrong, berkumis dan berjanggut liar serta mengenakan pakaian penuh
tambalan melesat keluar dari kolong rumah panggung. Masing-masing mencekal
sebilah golok. Mereka adalah anak buah Pengemis Siang Malam. Salah seorang dari
mereka, yang bertubuh gempal pendek dan berdiri paling depan berteriak.
"Berani datang berani unjukkan tampang! Bersembunyi adalah sikap orang yang
datang membawa niat jahat tapi berlaku pengecut! Apa kalian takut kami mau minta
uang receh sedekahan"!".
Dadu Setan 29 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pengemis-pengemis kotor bau! Kalian tidak pantas menyambut kedatangan kami
Pergi!" Dari arah kali terdengar suara sahutan. Lalu set. . . set. . . set! Di
udara berlesatan banyak sekali senjata rahasia berbentuk pisau terbang!
Lima orang berpakaian penuh tambalan berteriak kaget sekaligus marah. Yang
bertubuh gempal cepat melompat setinggi satu tombak sambil sapukan golok ke
depan. Tiga kawannya mengikuti. Terdengar suara bedentrangan berulang kali
ketika sekian banyak pisau terbang beradu dan mental dibabat golok empat anggota
Pengemis Siang Malam.
Pengemis ke lima terlambat menangkis, tak sempat cari selamat. Sebuah pisau
terbang menancap telak di tenggorokannya. Orang ini keluarkan suara seperti ayam
dipotong. Ketika tubuhnya terbanting rebah ke tanah, darah masih mengucur dari
lehernya yang ditancapi pisau terbang!
Sepuluh orang berpakaian serba hitam masih tetap tak bergerak di balik semak
belukar. Saat itu di halaman rumah panggung telah berdiri tiga orang lelaki.
Yang pertama berpakaian hitam, berambut panjang dikuncir. Dia bukan lain adalah
si Kuncir Merah, salah seorang pimpinan pengawal di Rumah Seribu Rejeki Seribu
Sorga. Orang kedua kurus tinggi, berjubah hijau gombrong memiliki rambut aneh.
Rambut ini menyerupai daun pohon beringin berwarna hijau berkilat. Dia adalah Ki
Beringin Reksa, Wakil Kepala Pengawal Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga. Dialah
tadi yang melemparkan belasan pisau terbang dari pinggir kali dan menewaskan.
Orang ke tiga adalah Raden Kumalasakti, salah satu orang penting dari Rumah
Seribu Rejeki Seribu Sorga. Sikapnya kelihatan agak sombong. Dia berdiri dengan
wajah menyeringai dan dua tangan dirangkap di atas dada.
Melihat salah seorang teman mereka tewas, empat orang anggota Pengemis Siang
Malam berteriak marah dan langsung menyerbu ke arah tiga orang yang berdiri di
depan mereka. Begitu empat pengemis menyerang, Raden Kumalasakti berteriak.
"Bakar!"
"Blepp!"
Sepuluh obor yang berada di tangan sepuluh orang di balik semak belukar serentak
menyala. Kesepuluh orang ini kemudian melompat keluar dari tempat persembunyian
mereka lalu lari ke arah rumah panggung. Lima obor di lempar ke atas atap. Lima
lagi dipakai menyulut lantai rumah. Sebentar saja rumah yang terbuat dari kayu
itu telah dilamun api.
Di atas rumah, Pengemis Siang Malam mengambil tombak pendek di atas pendupaan
lalu melompat. "Braakk!"
Sekali tendang salah satu jendela rumah yang tertutup hancur berantakan. Tubuh
sang pengemis melesat Keluar jendela yang jebol. Pada saat dia injakkan kaki di
tanah, tibatiba di bagian belakang rumah panggung terdengar pekik perempuan dan
jeritan anak-anak. Pengemis Siang Malam tersentak kaget. Setelah api berkobar
ternyata anak istrinya serta perempuan-perempuan lain bersama anak-anak mereka
baru mencapai tangga!
Tanpa pikir panjang Pengemis Siang Malam segera balikkan diri dan lari ke arah
tangga. Namun gerakannya tertahan. Seorang berjubah dan berambut aneh hijau
menghadang! Ki Beringin Reksa!
"Aku senang sekali mendengar suara jeritan-jeritan itu! Sebentar lagi aku akan
mencium harumnya bau daging manusia terpanggang! Ha. . . ha. . . ha!" Ki
Beringin Reksa keluarkan ucapan lalu tertawa bergelak.
Dadu Setan 30 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Keparat jahanam!" teriak Pengemis Siang Malam. Tak ada jalan lain. Untuk dapat
menolong perempuan dan anak-anak itu dia harus menyingkirkan orang di hadapannya
lebih dahulu. "Wuttt!"
Tombak pendek di tangan Pengemis Siang Malam menderu keluarkan hawa dingin,
membabat ke arah dada Ki Beringin Reksa. Orang yang diserang ganda tertawa. Dia
kebutkan lengan kanan jubah hijaunya. Dari ujung lengan itu menghambur keluar
angin deras, menyerang arah lengan kanan Pengemis Siang Malam.
"Desss!"
Pengemis Siang Malam menggigit bibir menahan sakit ketika angin pukulan
menghantam lengannya. Tombak pendek bergetar keras hampir terlepas. Setelah
keluarkan gerungan keras Pengemis Siang Malam kembali menyerang dengan tombak
pendeknya. Ki Beringin Reksa tertawa bergelak. Rambutnya yang berbentuk daun
beringin berjingkrak mengembang, mengepulkan asap kehijauan, aneh mengerikan.
Saking geramnya Pengemis Siang Malam hantamkan senjatanya ke kepala lawan.
"Traangg!"
Luar biasa! Tombak pendek itu seperti memukul benda terbuat dari besi atos.
Kaget Pengemis Siang Malam bukan olah-olah dan terpaksa bertindak mundur.
Sementara itu di bagian belakang rumah hanya tujuh perempuan dan empat orang
anak yang berhasil menuruni tangga dan selamat dari kobaran api, Satu perempuan
yaitu istri kedua Pengemis Siang Malam dan seorang anak perempuan yang juga
adalah anak Pengemis Siang Malam terkurung di bagian belakang rumah. Jeritan
menyayat hati terdengar tidak berkeputusan. Dalam keadaan sesaat lagi kedua
orang itu akan dilahap kobaran api tibatiba satu bayangan merah berkelebat di
keremangan senja. Tak lama kemudian istri dan anak perempuan Pengemis Siang
Malam sudah berada di halaman belakang, berkumpul bersama perempuan dan anak-
anak lainnya. "Mana orang yang menolongku tadi?" istri; kedua Pengemis Siang Malam bertanya.
memandang berkeliling dengan wajah masih pucat sambil memeluki anak perempuannya
yang terus menangis.
"Kami tidak melihat ada orang menolongmu. Kau tahu-tahu sudah ada di sini,"
seorang perempuan menyahuti.
"Aneh, jelas-jelas ada orang berpakaian merah mendukung diriku dan anakku. . . "
"Sudah, tak perlu diributkan. Mari, kita hams cepat-cepat pergi ke telaga!"
berkata istri tua Pengemis Siang Malam.
Ketika perempuan dan anak-anak itu hendak meninggalkan tempat tersebut dengan
penuh rasa takut, tibatiba seorang berambut merah yang dikuncir menangkap anak
perempuan istri kedua Pengemis Siang Malam. Si Kuncir Merah!
"Jika kalian berani pergi dari sini aku gorok leher anak ini!" teriak Kuncir
Merah membuat semua perempuan jadi mati ketakutan dan tak berani bergerak tak
berani bersuara sementara anak-anak mulai bertangisan.
Kembali pada perkelahian antara Ki Beringin Reksa dengan Pengemis Siang Malam.
Tiga jurus berlalu sangat cepat dan semua serangan tombak sang pengemis hanya
menyambar tempat kosong.
Di bagian lain Raden Kumalasakti dengan tangan kosong hadapi empat orang anak
buah Pengemis Siang Malam yang menyerbu dengan golok. Dua kali menggebrak, kaki
kanan Raden Kumalasakti berhasil menendang perut salah seorang pengeroyoknya.
Orang Dadu Setan 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
ini mencelat mental semburkan darah. Golok yang terlepas dan melayang di udara
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat disambar Raden Kumalasakti. Dengan senjata ini dia kemudian menghajar tiga
pengeroyoknya satu persatu hingga menemui ajal.
Sambil menyeringai Raden Kumalasakti bantingkan golok ke tanah hingga amblas
sampai ke gagang. Lelaki ini perhatikan perkelahian antara Ki Beringin Reksa
dengan Pengemis Siang Malam. Untuk beberapa jurus lamanya Ki Beringin Reksa
kelihatan agak terdesak. Lawan rupanya mengeluarkan jurus-jurus andalnya.
Serangan tombak laksana curahan air hujan. Raden Kumalasakti tahu kalau Ki
Beringin Reksa bukanlah lawan Pengemis Siang Malam. Sebentar lagi pengemis itu
akan dihajar babak belur sebelum nyawanya dihabisi. Namun Raden Kumalasakti
ingin menyelesaikan semua urusan di tempat itu secara cepat.
"Pengemis edan! Semua anak buahmu sudah mampus! Kalau kau tidak segera serahkan
diri, orangku akan menggorok leher anak perempuan itu!"
Teriakan Raden Kumalasakti membuat Pengemis Siang Malam terkejut besar. Dia
melompat mundur menjauhi Ki Beringin Reksa. Memandang ke arah belakang rumah dia
melihat sepuluh orang berpakaian hitam mengurung anak istrinya bersama perempuan
dan anak-anak lain. Seorang berambut merah dikuncir menjambak rambut seorang
anak perempuan berusia enam tahun dengan tangan kiri sementara tangan kanan
membelintangkan sebilah golok di leher si anak.
Dan anak perempuan ini adalah anaknya sendiri!
"Jahanam!" teriak Pengemis Siang Malam. Amarahnya mendidih. Dia melompat ke arah
Kuncir Merah. "Cukup sampai di situ! Berani lebih dekat putus leher anakmu!" Kuncir Merah
mengancam. Dua kaki Pengemis Siang Malam goyah. Sekujur tubuhnya lemas. Dia jatuh berlutut
di tanah. "Jangan bunuh anakku! Aku bersedia menyerah asal kalian membebaskan semua
perempuan dan anak-anak itu!"
Raden Kumalasakti dan Ki Beringin Reksa melangkah dekati Pengemis Siang Malam.
Raden Kumalasakti jambak rambut pengemis itu. . "Kau telah membunuh orang-
orangku. Aku tidak akan mengampuni selembar nyawamu!"
"Aku rela kalian bunuh. Tapi bebaskan perempuan dan anak-anak itu! Mereka tidak
punya salah dan dosa apa-apa. " Jawab Pengemis Siang Malam.
"Siapa mau mendengar ucapanmu! Jika kau memang sudah pasrah mampus aku tak perlu
menunggu lebih lama!"
Raden Kumalasakti angka tangan kanannya yang dikepal. Tangan ini tampak bergetar
tanda telah dialiri tenaga dalam tinggi. Jangankan kepala manusia, batu besarpun
bisa hancur jika kena pukul.
Sadar orang tetap akan membunuh dirinya dan tidak akan mengampunkan anak
istrinya, Pengemis Siang Malam mengadu jiwa. Tombak pendek yang masih tergenggam
di tangan kanannya ditusukkan ke perut Raden Kumalasakti.
"Praaakk!"
Pukulan Raden Kumalasakti menghantam batok kepala Pengemis Siang Malam hingga
pecah. Namun sebelum menerima kematian, hampir bersamaan dengan gerakan Dadu
Setan 32 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lawan, pengemis itu masih sempat menancapkan tombak pendeknya ke perut orang
lalu merobek perut itu hingga darah muncrat dan isinya berbusaian mengerikan.
Raden Kumalasakti menjerit setinggi langit.
"Bunuh semua perempuan dan anak-anak itu!" teriak Raden Kumalasakti. Dia
berusaha menahan isi perutnya yang terbongkar namun dirinya keburu limbung,
pemandangan berubah gelap. Tubuhnya yang tinggi besar roboh menimpa sosok
Pengemis Siang Malam. Kedua orang ini menemui ajal saling bertindihan!
Melihat kematian Raden Kumalasakti, Ki Beringin Reksa berteriak marah. Dia
mengangkat tangan ke arah Kuncir Merah.
"Bunuh mereka semua!"
Kuncir Merah menggembor. Tangannya yang memegang golok bergerak sebat. Sesaat
kemudian lelaki ini keluarkan raungan keras. Tubuhnya terhuyung, golok di tangan
kanan terlepas. Dua mata pecah dan di keningnya kelihatan sebuah lobang sebesar.
Darah membasahi muka orang ini yang kemudian tergelimpang jatuh di tanah. Tiga
batu sebesar telur burung dara telah menghantam kepalanya. Siapa yang
melakukan"!
Delapan perempuan berpekikan. Lima anak termasuk yang tadi hendak digorok
menjerit menangis.
Sepuluh lelaki berpakaian hitam berseru kaget. Ki Beringin Reksa juga terkejut
besar. Ada orang pandai telah membunuh Kuncir Merah! Siapa"
Belum habis kejut orang-orang dari Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga itu
tibatiba dalam udara yang mulai gelap melayang seorang berpakaian serba putih.
Di tangan kiri dia memegang sebuah obor menyala sementara tangan kanan berturut-
turut melepas dua pukulan tangan kosong. Jeritan riuh memenuhi tempat itu ketika
dua orang lelaki berpakaian serba hitam terjungkal dengan kepala pecah sementara
enam lainnya melolong kesakitan sambil pegangi muka mereka yang telah hangus
disundut obor! Dua orang yang tidak cidera serta merta menyerbu orang berpakaian
putih dengan serangan golok. Namun gerakan lelaki di sebelah kiri tertahan
begitu mukanya ditusuk obor sementara temannya mencelat disambar tendangan!
"Bangsat berpakaian putih! Siapa kau!" Teriak Ki Beringin Reksa marah sekali.
Dia melompat ke hadapan orang berpakaian putih. Rambutnya yang hijau berbentuk
daun beringin berjingkrak dan kepulkan asap hijau. Saat itu walau cuma dia yang
masih tertinggal dari rombongan penyerang dari Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga
namun dia tidak merasa gentar. Orang yang dibentak sunggingkan seringai. Mulut
dipencongkan, tangan kiri menggaruk kepala. Jelas sudah pemuda ini bukan lain
Pendekar 212 Wiro Sableng. Wirolah tadi yang membuat Kuncir Merah mati konyol
dengan lemparan tiga buah batu. Wiro campakkan obor ke tanah. Lalu berkata.
"Aku hanya pengelana tolol yang kebetulan lewat dan tak suka melihat kebiadaban
terjadi di depan mata! Kalau hanya tua bangka sama tua bangka yang berbunuhan
aku tidak perduli. Tapi kalau sampai perempuan dan anak-anak mau dibantai, apa
tidak edan"!"
Dua mata Ki Beringin Reksa memandang melotot penuh selidik. Orang yang berdiri
di hadapannya adalah seorang pemuda berambut gondrong sebahu, bertubuh kekar,
mengenakan pakaian dan ikat kepala putih. Dia belum pernah melihat pemuda ini
sebelumnya. "Kalau cuma pengelana tolol mengapa berani mati mencampuri urusan orang" Bicara
dan lagakmu seperti pendekar besar saja! Sudah bosan hidup apa"!"
Dadu Setan 33 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro tertawa. Lalu sambil membungkuk seolah merendahkan diri padahal sikapnya
mengejek, dia berkata.
"Aduh, nyawaku cuma satu. Kalau aku dibunuh dimana kira-kira aku bisa mencari
nyawa cadangan"!"
"Jahanam kurang ajar! Kau kira bisa menipu aku" Aku tahu kau berpura-pura tolol!
Katakan siap kau sebenarnya. Aku tidak pernah membunuh prang tanpa tahu siapa
dirinya!" "Aku lahir tidak bernama. . . " Jawab Wiro.
"Setan alas!" Ki Beringin Reksa marah sekali. Dia maju mendekati si pemuda
sambil kebutkan ujung lengan jubah sebelah kanan.
"Wuttt!"
Serangkum angin dashyat yang punya daya penghancur ganas menderu ke arah Wiro.
"Oala!" si pemuda tampak seperti kelabakan. Tunggang-langgang dia selamatkan
diri. Tapi mulutnya tetap saja menyunggingkan senyum seringai.
Ki Beringin Reksa tidak memberi hati. Dia tahu saat itu tengah berhadapan dengan
orang berkepandaian tinggi yang punya kelakuan aneh. Dia susul serangannya
dengan menghantamkan dua tangan sekaligus. Dua larik angin memancarkan cahaya
hijau berkiblat ke arah Pendekar 212. Inilah ilmu pukulan sakti yang disebut
Sepasang Setan Hijau.
Wiro keluarkan siulan nyaring. Melesat ke udara sambil tangan kiri mematahkan
sepotong ranting. Pada saat melayang turun tangan kanan dihantamkan ke bawah dua
kali berturut-turut, melepas pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan.
"Dess! Dess!"
Dua larik sinar hijau serangan Ki Beringin Reksa musnah. Orang dari Istana
Seribu Rejeki Seribu Sorga yang punya jabatan Wakil Kepala Pengawal ini berseru
kaget. Dia tidak bisa percaya dua pukulan saktinya yang selama ini tidak pernah
gagal dibuat musnah begitu rupa! Cepat dia kirimkan serangan susulan dengan
mengebutkan lengan kiri jubah hijau.
Tujuh pisau terbang melesat di udara, mengarah ketujuh bagian tubuh Pendekar 212
mulai dan kepala sampai ke bagian bawah perut!
Wiro berjumpalitan di udara. Ranting kayu di tangan kiri disapukan melindungi
tubuh. Terdengar suara berderak enam kali. Enam pisau terbang runtuh ke tanah.
Pisau ketujuh lolos.
"Breettt!"
Pakaian putih Wiro robek di bagian bahu kanan.
"Sialan!"
Maki murid Sinto Gendeng. Tangan kirinya bergerak ke depan luar biasa cepat.
Sepasang mata Ki Beringin Reksa mendelik jereng ketika ujung ranting di tangan
si pemuda yang kini tinggal pendek akibat berpatahan saat berbenturan dengan
pisau terbang tahu-tahu telah menempel di puncak hidungnya. Ki Beringin Reksa
merasakan ujung ranting itu bergetar dan memancarkan hawa panas.
"Kau mau membunuhku, lakukan saja!" Ki Beringin Reksa menantang. Di wajahnya
sama sekali tidak ada bayangan rasa takut. ''
Si gondrong tertawa.
"Saat ini aku belum mau membunuhmu! Terima ini dulu!"
Tangan kiri yang memegang ranting bergerak cepat sekali.
Dadu Setan 34 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Breett. . . . breett!"
Jubah hijau Ki Beringin Reksa robek di dua belas tempat. Jubah itu akhirnya
jatuh ke tanah, membuat Ki Beringin berdiri nyaris telanjang.
"Ha. . . ha! Walau butut untung kau masih pakai celana kolor! Kalau tidak burung
tekukurmu past! sudah kelihatan! Ha. . . ha. . . ha!" Wiro tertawa gelak-gelak.
Ki Beringin Reksa marah luar biasa. Asap hijau sampai mengepul dari ubun-
ubunnya. Tibatiba terdengar suara bergemuruh. Dan terjadilah satu hal yang hebat. Sosok
tubuh Ki Beringin Reksa berubah menjadi batang kayu besar. Dari kepalanya
mencuat dua puluh cabang kayu ditumbuhi lebat daun-daun hijau. Laksana tangan
raksasa, dua puluh cabang kayu menyambar ke arah pemuda berambut gondrong lalu
menjepit dan meremas tubuhnya. Hantu Beringin!
* * * Dadu Setan 35 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH lmu yang dikeluarkan Ki Beringin Reksa disebut Hantu Beringin. Selain aneh juga
merupakan satu-satunya ilmu kesaktian di rimba persilatan tanah Jawa pada masa
itu. I Tubuhnya berubah menjadi pohon beringin besar dengan dua puluh cabang
merupakan tangan yang bisa melakukan apa saja.
Wiro kaget luar biasa. Seumur hidup baru kali ini dia melihat ilmu kesaktian
begini dahsyat. Ketika pohon besar itu bergeser ke arahnya dan dua puluh cabang
berdaun lebat laksana tangan setan menyambar, sebelum tubuhnya dicabik-cabik
atau diremas hancur Wiro segera lepaskan pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu
Karang yaitu pukulan sakti yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh. Namun
tangan kanan yang hendak memukul keburu dilibat cabang-cabang pohon sementara
lehernya juga sudah terjirat.
Dalam keadaan tak berdaya dan sulit bernafas begitu rupa Wiro pergunakan tangan
kiri untuk menjebol lawan. Kali ini dengan pukulan Sinar Matahari. Namun lagi-
lagi dua cabang pohon menjerat tangan sebelah kiri itu. Sementara belasan cabang
melibat tubuhnya mulai dari leher sampai ke dada, pinggang, perut dan kaki!
"Greeekkk!" Libat jerat cabang pohon semakin kencang. Pendekar 212 Wiro Sableng
agaknya tidak bakal lolos dari kematian yang sangat mengerikan.
Hanya sesaat lagi leher si pemuda akan remuk, dua tangan hancur, dada, perut dan
dua kaki ringsek, tiba-tiba satu bayangan merah berkelebat. Disusul menyambarnya
sinar merah yang berkiblat bertubi-tubi, menebar hawa dingin angker disertai
suara mendesis aneh.
"Craass! Craasss!"
Luar biasa! Dua puluh cabang pohon yang melibat dan meremas Wiro terbabat putus!
Raungan dahsyat menggelegar di tempat itu. Pohon beringin besar dengan dua puluh
cabang serta daun-daunnya yang lebat lenyap. Yang kelihatan kini adalah sosok Ki
Beringin Reksa dalam ujud aslinya, hanya mengenakan celana kolor. Dua tangan
buntung, leher cabik, dada dan perut penuh robekan luka. Darah menutupi sekujur
badan. Tubuh itu terhuyung sebentar lalu limbung dan jatuh tertelungkup, hampir
menimpa Wiro kalau dia tidak cepat berguling menjauh. Walau selamat keadaan
murid Sinto Gendeng ini tampak babak belur. Baju robek-robek, goresan luka di
muka dan di tubuh. Darah mengucur dari telinga kiri yang luka.
"Siapa yang menolongku?" ucap si pemuda. Menoleh ke kiri dia masih sempat
melihat satu bayangan merah berkelebat lenyap ke arah kali. Lalu ada suara benda
meluncur di permukaan air. Wiro cepat berdiri hendak mengejar. Namun dari arah
ujung rumah yang terbakar terdengar teriakan perempuan.
"Jangan tinggalkan kami! Tolong!"
Gerakan Wiro jadi tertahan. Sesaat dia merasa bimbang. Namun akhirnya dia
mendatangi kelompok perempuan dan anak-anak yang ketakutan setengah mati. Begitu
Wiro sampai di hadapan orang-orang itu, mereka semua jatuhkan diri. Ada yang
menangis, ada yang mengucapkan terima kasih terbata-bata.
"Ibu-ibu ini siapa" Orang-orang berpakaian penuh tambalan itu apa kalian?"
Dadu Setan 36 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Salah seorang dari delapan perempuan memberi tahu bahwa mereka adalah istri-
istri dari Pengemis Siang Malam dan lima anak buahnya.
"Raden telah menolong kami. Apakah Raden masih mau membantu mengantar kami ke
tempat yang aman?"
"Orang-orang yang melakukan penyerangan itu, siapa mereka?"
"Kami tidak tahu. Suami-suami kami memang bukan orang baik-baik, banyak musuh."
"Tapi hendak membunuh perempuan dan anak-anak sungguh luar biasa keterlaluan.
Pasti mereka punya dendam kesumat besar. . . "
"Pagi tadi, suami kami Pengemis Siang Malam mengatakan dia tengah menyelidiki
satu urusan rahasia besar. . . "
"Rahasia besar" Rahasia apa?"
"Kami tidak tahu. Suami kami tidak menjelaskan. "
"Raden kami mohon Raden mau mengantar kami sampai di desa Luragung. Di desa itu
kami mungkin bisa minta bantuan penduduk untuk mengurus jenazah suami-suami
kami. Kalau kami tidak mendapatkan pertolongan karena kami dianggap orang-orang
jahat maka kami terpaksa meneruskan perjalanan menuju Lebakwangi. " Yang bicara
adalah istri kedua Pengemis Siang Malam.
"Ibu-ibu punya seseorang yang bisa diminta bantuannya di Lebakwangi?"
"Guru tua suami kami tinggal di sana. "
"Siapa, namanya?" Wiro ingin tahu. . "Raja Pengemis Delapan Mata Angin. "
Wiro garuk-garuk kepala.
"Ada Pengemis Siang Malam. Sekarang ada Raja Pengemis. Jangan-jangan ada juga
Ratu Pengemisnya. " ucap Wiro dalam hati. Sebenarnya dia masih penasaran hendak
mengejar si pakaian merah yang telah menolongnya tadi. Tapi tak tega
meninggalkan delapan perempuan dan lima anak kecil. Setelah meratapi jenazah
suami masing-masing delapan perempuan serta lima anak kecil tinggalkan tempat
itu. Sambil berjalan Wiro masih juga menduga-duga siapa adanya sang penolong.
"Aku hanya melihat sekelebatan. Dari pakaian dan bau tubuhnya agaknya dia
seorang perempuan. Bidadari Angin Timur atau Ratu Duyung jelas bukan. Orang itu
berpakaian merah. Bersenjata golok atau pedang.
Menolong tapi lantas pergi begitu saja. Aneh. Hemmm. . . . mungkin si penolong
orang bernama Rara Santang itu?"
"Kalau kami boleh bertanya Raden yang telah menolong kami ini siapakah adanya?"
Perempuan yang berjalan di samping Wiro bertanya. Dia adalah istri tua Pengemis
Siang Malam. Si pemuda tak segera menjawab. Mungkin tengah menimbang-nimbang. Akhirnya dia
berkata juga. "Namaku Wiro, jangan panggil aku Raden. Lagi pula bukan aku sendiri yang
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menolong. Ada orang lain. Cuma heran sehabis menolong dia pergi begitu saja.
Kita semua berhutang nyawa padanya. . . "
Wiro kemudian mengambil dua anak yang paling kecil lalu menggendongnya di tangan
kiri kanan. Wiro ingat sesuatu lalu berpaling pada ibu-ibu di sampingnya. "Ada
yang tahu atau pernah mendengar seorang bernama Rara Santang?"
Dadu Setan 37 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mula-mula tak ada yang menjawab. Kemudian istri pertama Pengemis Siang Malam
ajukan pertanyaan. "Mengapa Raden menanyakan orang itu?"
"Seorang sahabat minta aku menemuinya. "
"Rara Santang, lengkapnya Nyai Mas Rara Santang. Dia adalah puteri Prabu
Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, jauh di pedalaman sebelah barat"
"Hemmm. . . . " Wiro bergumam dan berpikir. "Ada apa nenek Sepuh Kembar Tilu
meminta aku mencari puteri raja itu" Apa kehidupan di Jawa sebelah barat ini
lebih banyak anehnya dari di timur?"
Menjelang tengah malam rombongan itu sampai di desa Luragung. Mereka menemui
kepala desa. Kepala desa yang baik hati walau kemudian tahu siapa adanya
perempuan dan anak-anak itu bersedia juga menolong. Sebelum Wiro pergi, delapan
orang perempuan loloskan perhiasan yang mereka miliki seperti kalung, gelang,
anting-anting serta cincin, dikumpul jadi satu, dibungkus dalam sehelai
selendang lalu diberikan pada Wiro.
"Buat apa?" tanya Pendekar 212 .
"Buat Raden. Mungkin itu tidak sebanding sebagai balas jasa Raden yang telah
menyelamatkan nyawa kami dan anak-anak. Namun hanya itu yang bisa kami berikan.
" Wiro tertawa. "Terima kasih, tapi aku menolong tanpa pamrih. Lagi pula mana mungkin aku
seorang lelaki pakai kalung, gelang, cincin dan anting-anting. Ha. . . ha. . .
ha. . . . !"
"Kalau begitu berikan pada istri atau kekasih Raden. . . . " Istri pertama
Pengemis Siang Malam mendesak.
Wiro kembali tertawa.
"Aku tidak punya istri. Kekasihku banyak. Yang mana yang mau dikasih" Dikasih
yang satu yang lain cemburu. Ha. . . ha. . . ha!"
"Tapi Raden, kami minta dengan sangat. . . . "
Perempuan yang bicara tidak meneruskan ucapan karena saat itu Pendekar 212 sudah
berkelebat lenyap di kegelapan malam.
Berjalan meninggalkan desa Luragung ingatan Wiro kembali pada orang yang telah
menolongnya. "Menolong lalu kabur. Benar-benar aneh. . . . " ucap sang pendekar dalam hati.
Tibatiba dia mendengar suara ha-hu. ha-hu ha-hu di belakangnya. Wiro hentikan
langkah dan berpaling. Dua nenek kembar rambut kelabu jubah kuning berdiri di
hadapannya. Kembaran Eyang Sepuh Kembar Tilu. Keduanya membungkuk lalu salah seorang
menyerahkan sebuah bungkusan.
"Kalian mengikutiku! Aku sudah bilang jangan sekali-kali berani mengikutiku!"
"ha-hu ha-hu. . . . "
"Apa ini?" tanya Wiro sambil memandang pada bungkusan yang disodorkan.
"ha-hu ha-hu!" Dua nenek menepuk-nepuk bahu dan dada. Lalu yang disebelah kanan
menunjuk-nunjuk dengan tangan kiri ke arah Wiro sementara tangan kanan digaris-
gariskan ke dada, perut dan pantatnya.
"Ya. . . ya aku mengerti. Kalian mau bilang bajuku kotor, banyak robekan. Lalu
kenapa?" "ha-hu ha-hu. " Dua nenek gagu kembali menunjuk-nunjuk Wiro. Lalu yang satu
menunjuk pantatnya sendiri berulang kali.
Dadu Setan 38 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro berpaling ke belakang, angsur ke depan celananya di bagian pantat. Astaga.
Ternyata disitu ada robekan besar yang membuat tubuhnya sebelah bawah belakang
tersingkap lebar. Robekan ini adalah akibat libatan cabang beringin jejadian Ki
Beringin Reksa.
"Gendeng! Bagaimana aku bisa tidak tahu kalau pantatku melongo begini"!" ucap
Wiro dalam hati mengomel sendiri. "Perempuan-perempuan itu pasti melihat. Tapi
tidak memberi tahu!"
"ha-hu ha-hu!"
Nenek rambut kelabu sebelah kanan kembali menyodorkan bungkusan. Wiro mengambil
lalu memeriksa isinya. Ternyata sehelai baju dan celana putih.
"Ah. . . . . " sang pendekar jadi menyesal kalau tadi membentak-bentak dua
nenek. Ternyata mereka berniat baik. Memberikan pakaian pengganti baju dart celananya
yang kotor dan penuh robek. Wiro tertawa.
"ha-hu ha-hu. "
"Terima kasih. Kalian berdua ternyata berhati baik. Tapi kalian dapat dari mana
pakaian ini" Pasti kalian curi!"
"Hik. . . hik. . . hik!"
Dua nenek jejadian tertawa cekikikan.
"Sekali lagi terima kasih. Kalian boleh pergi. . . "
"ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek membungkuk dan tertawa girang. Keduanya balikkan
badan. "Tunggu dulu," tibatiba Wiro berkata. "Kalian pasti telah lama mengikutiku.
Kalian pasti melihat semua kejadian di tepi kali. "
"ha-hu ha-hu. "
"Kalian melihat orang yang menolongku?"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek mengangguk-angguk.
"Berpakaian merah?"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek kembali mengangguk-angguk. Lalu menepuk-nepuk pakaian
masing-masing, kemudian acungkan jempol.
"Hemm. . . . Maksud kalian pakaiannya bagus?"
"ha-hu ha-hu. "
"Perempuan?"
"ha-hu ha-hu. "
"Bagaimana wajahnya?" tanya Wiro lagi.
Dua nenek gelengkan kepala lalu dua tangan diusapkan ke wajah.
"Ah. . . . Maksud kalian orang itu memakai topeng?"
Dua nenek kembali gelengkan kepala lalu kali ini tangan diusap-usap di depan
wajah. "Aku mengerti. Orang itu tidak kelihatan wajahnya karena memakai penutup muka
atau cadar"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek mengangguk berulang kali
"Orang itu telah menyelamatkan jiwaku. Sehabis menolong pergi begitu saja.
Kalian tahu kemana perginya?"
Dua nenek menunjuk ke arah timur.
"Terima kasih, kalian sudah banyak menolong. Sekarang kalian silahkan pergi. Aku
mau berganti pakaian. Awas, jangan berani mengintip. "
Dadu Setan 39 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dua nenek tertawa cekikikan lalu berkelebat pergi. "ha-hu ha-hu. . . ha-hu ha-
hu. " * * * Malam bulan purnama empat belas hari. Cahaya rembulan cukup terang jatuh di bumi
hingga tiga orang lelaki menunggang kuda dapat memacu tunggangan masing-masing
dengan kencang. Di satu tempat mereka berhenti. Kuda ditambat ke pohon lalu
ketiganya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Arah yang dituju adalah kaki
Bukit Batu Bersuling sebelah timur. Setelah lari cukup lama mereka sampai di
satu bangunan besar tanpa dinding beratap rumbia.
"Raden," lelaki di samping kiri berbisik. Namanya Meneng. "Di sini biasanya para
tamu meninggalkan kuda mereka. "
Orang yang dipanggil Raden yang adalah Rayi Jantra, Kepala Pasukan Kadipaten
Losari meneliti, memandang berkeliling.
"Sepi, tak ada siapa-siapa. Menurutmu malam ini akan dilakukan pembukaan. . . .
" "Keadaannya memang terasa aneh. Setahu saya seharusnya. . . "
"Mana gedung dibawah bukit batu yang disebut Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga.
" "Ikuti saya. . . . . " ucap Meneng.
Dipimpin orang yang agaknya banyak tahu keadaan di tempat itu, ketiganya
melangkah cepat di sepanjang jalan yang diapit dua dinding batu setinggi dua
tombak hingga akhirnya mereka sampai di hadapan sebuah rumah panggung. Meneng
memeriksa dinding batu sebentar lalu menekan sebuah alat rahasia. Sebuah pintu
membuka. Dia memberi tanda pada dua orang di belakangnya untuk mengikuti. Ketika
pintu rahasia itu menutup kembali, Rayi Jantra berlaku cerdik. Sudut bawah pintu
diganjalnya dengan sebuah balok yang ada di lantai ruangan. Bukan saja dia
berhasil menahan tertutupnya pintu, tapi sekaligus memungkinkan cahaya masuk ke
ruangan dimana dia berada sehingga dia cukup mampu melihat keadaan di tempat
itu. "Sepi, tak ada orang. Ruangan ini kosong. Meneng, kau yakin kita tidak datang ke
tempat yang salah?"
Orang bernama Meneng menjawab. "Tidak Raden, saya yakin sekali ini tempatnya.
Tapi mengapa keadaan berubah. Sunyi, gelap. Tak ada orang. Padahal malam ini
saya mendapat kabar pembukaan malam judi pertama akan dilakukan
"Seharusnya kita membawa obor," kata Rayi Jantra.
"Jangan khawatir, kami akan menerangkan ruangan untuk kalian!"
Mendadak ada suara orang lalu ruangan gelap itu berubah jadi terang benderang.
Ternyata ada sepuluh lampu minyak besar di tempat itu. Yang menyala hanya lima
yaitu di empat sudut dan di tengah ruangan. Di ruangan yang terang itu terlihat
enam orang lelaki berpakaian hitam. Wajah mereka tampak seram karena selain
hitam hangus juga ada luka di sekitar mulut, hidung dan sepasang mata. Ke enam
orang ini adalah para pengawal Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga yang malam
kemarin diselomoti Pendekar 212 Wiro Sableng muka mereka dengan obor di tempat
kediaman Pengemis Siang Malam. Ke enam orang ini berdiri dengan golok di tangan.
Mereka semua tidak menyebabkan Rayi Jantra merasa gentar. Namun yang membuatnya
jadi tercekat adalah sosok kakek berjubah biru gelap yang Dadu Setan 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tegak tak bergerak bersidekap tangan di anak tangga terbawah dari sebuah tangga
batu yang menghubungkan ruangan itu dengan ruangan di sebelah atas bangunan.
Tengkuknya memiliki bulu seperti bulu pada leher kuda. Dua kaki yang tersembul
di balik jubah bukan berbentuk kaki manusia tapi seperti kaki kuda lengkap
dengan ladam besinya!
"Ki Sentot Balangnipa alias Si Kuda Iblis. Bagaimana tokoh silat istana Kerajaan
di timur ini bisa berada di tempat ini?" pikir Rayi Jantra.
"Rayi Jantra! Datang di tempat orang tanpa diundang. Muncul setengah menyusup!
Gerangan apa maksudnya" Padahal seorang Kepala Pasukan Kadipaten seharusnya tahu
sopan santun peradatan!"
Yang keluarkan suara adalah kakek bernama Ki Sentot Balangnipa alias Si Kuda
Iblis. Walau hatinya tidak enak namun sebagai salah seorang pemegang kuasa di Losari,
dengan tenang Rayi Jantra unjukkan sikap hormat. Dia membungkuk lebih dulu
sebelum menjawab.
"Ki Sentot, harap maafkan kalau kedatanganku mengganggu ketenteramanmu, Aku
tidak tahu kalau kau ada kepentingan di tempat ini. Aku datang ke sini untuk
melakukan penyelidikan sesuai dengan wewenang dan tugasku. "
"Hemm, begitu. . . ?" Ki Sentot Balangnipa menyeringai. Waktu mulutnya terbuka
kelihatan deretan gigi serta lidahnya yang menyerupai kuda. "Apakah tugas
kedatanganmu ke tempat ini atas sepengetahuan atasanmu, Adipati Seda Wiralaga?"
"Aku memang tidak memberi tahu padanya. " Jawab Rayi Jantra terlalu polos.
"Luar biasa! Ada bawahan yang bertindak tanpa sepengetahuan atasannya. " Ki
Sentot Balangnipa geleng-geleng kepala. "Rayi Jantra, apa yang hendak kau
selidiki secara lancang di tempat orang"!"
"Aku mendapat laporan tempat ini adalah sarang besar perjudian. Semua orang tahu
perjudian adalah hal yang terlarang!"
"Hebat luar biasa tugasmu, Rayi Jantra! Lalu saat ini apakah kau melihat ada
orang yang berjudi di tempat ini" Apakah kau juga melihat benda-benda alat
perjudian?"
"Memang tidak ada orang tidak ada peralatan judi. Aku punya dugaan keras semua
sudah disingkirkan sebelum aku datang di tempat ini. Dan kalau aku boleh
bertanya, adalah hal sangat mengherankan seorang tokoh silat Istana di timur ada
di tempat ini! Apa kau bisa menjelaskan"!"
Ki Sentot Balangnipa menyeringai lagi.
"Tetamu tak diundang menanyai perihal tuan rumah! Sungguh tidak sopan! Meneng,
kau cepat kemari!"
Lelaki bernama Meneng, yang datang bersama Rayi Jantra serta merta melompat dan
berdiri di samping Ki Sentot Balangnipa.
"Jahanam keparat! Meneng! Ternyata kau seekor ular kepala dual Beraninya kau
menipu mengkhianatiku!" teriak Rayi Jantra marah sekali.
Sementara Meneng berdiri cengengesan Ki Sentot Balangnipa berteriak.
"Anak-anak. Bunuh dua orang itu!"
* * * Dadu Setan 41 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN nam lelaki bermuka hangus dan mencekal golok menyerbu ke arah Kepala Pasukan
Kadipaten Losari dan anak buahnya. Rayi Jantra sadar, baginya hanya ada satu
Epilihan. Menghabisi semua orang itu atau menemui ajal di tempat itu. Sejak lama
dia pernah mendengar tentang berlangsungnya perjudian besar-besaran di satu
tempat rahasia sekitar Bukit Batu Bersuling. Selain sebagai tempat judi, gedung
itu juga dipakai untuk tempat berbuat mesum. Konon gedung tersebut diberi nama
Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga dan dikawal kuat oleh sejumlah orang
berkepandaian tinggi termasuk para tokoh silat. Selain dipakai sebagai tempat
judi dan perbuatan cabul, gedung itu juga diduga keras telah menjadi pusat
pertemuan rahasia beberapa pejabat tinggi Kerajaan di timur dalam rangka
menguasai Kerajaan di barat.
Sebagai seorang Kepala Pasukan tentu saja Rayi Jantra memiliki kepandaian yang
diandaikan. Sekali menggebrak dia berhasil menghantam roboh salah seorang
penyerang lalu merampas goloknya. Dengan senjata itu Rayi Jantra kemudian
menghajar lima penyerang lainnya. Tiga roboh mandi darah! Ketika dia hendak
menghabisi yang dua orang lagi tibatiba satu sosok tubuh melayang dan jatuh
tepat di hadapan Rayi Jantra.
Begitu diperhatikan ternyata orang itu adalah Meneng. Tergelimpang di lantai
ruangan dengan leher patah, lidah setengah menjulur dan mata mendelik.
Di seberang sana Ki Sentot Balangnipa keluarkan suara tertawa seperti kuda
meringkik. "Rayi Jantra! Jika kau menyerah dan masuk ke dalam kelompokku, aku akan
mengampuni selembar nyawamu!"
Kepala Pasukan Kadipaten Losari itu maklum ucapan lawan hanya merupakan satu
tipuan belaka. "Tawaranmu cukup menarik. Boleh aku minta penjelasan kelompok macam apa yang kau
pimpin?" "Kau tidak perlu tahu kelompok macam apa atau apa yang kami lakukan. Yang jelas
Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa 1 Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An Pertentangan Dua Datuk 2
Raden," jawab perajurit di sebelah kiri.
Perajurit sebelah kanan menimpali. "Saya tidak melihat alasan apa sampai Raden
Anom Miharja nekat bunuh diri. Harta kekayaan melimpah, istri cantik"
"Kalian pernah mendengar cerita kalau Anom Miharja tidak pernah kawin secara
syah dengan Nyi Inten Kameswari?" tanya Rayi Jantra.
"Ya, kami pernah mendengar itu," jawab salah seorang dari dua perajurit sambil
melepas ikatan tali kekang kuda tunggangan Kepala Pasukan yang ditambat pada
sebatang pohon.
"Lalu apa kalian juga pernah mendengar pergunjingan orang, dari mana Anom
Miharja mendapatkan semua harta kekayaannya" Dia bukan juragan nelayan, atau
pedagang besar. . . . "
"Setahu saya dia punya sawah puluhan bidang. " "Itu benar. Tapi ada banyak
petani di Losari ini yang punya banyak sawah. Sampai saat ini mereka hidup
secukupnya kalau tidak mau dikatakan masih saja tetap miskin. " Kata Kepala
Pasukan pula lalu naik ke punggung kudanya. Dia tidak segera menjalankan
tunggangannya itu malah. bertanya pada dua anak buahnya. "Lalu dari mana sumber
semua kekayaan melimpah ruah Anom Miharja?"
"Kami tidak berani menduga, Raden," jawab dua perajurit hampir berbarengan.
Dadu Setan 21 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kalian punya cerita apa tentang Nyi Inten Kameswari?" "Banyak cerita yang saya
dengar, tapi saya tidak berani menyampaikan," jawab perajurit bertubuh tinggi
langsing bernama Jumena.
"Kalau kau bicara tak ada yang mendengar. Ayo, ceritalah sambil jalan. Aku
atasan kalian. Ceritamu tidak akan aku sampaikan pada siapa-siapa jika itu yang
kalian khawatirkan. " Kepala Pasukan Losari lalu menarik tali kekang kuda.
Binatang itu tidak lari, hanya melangkah perlahan didampingi dua kuda perajurit
di sebelah kiri kanan. Perajurit Jumena akhirnya bercerita. "Banyak orang tahu
kalau Nyi Inten Kameswari sudah berusia lanjut. Lebih dari lima puluhan. Ada
dugaan malah dia lebih tua dari Raden Anom. Tapi raut wajah dan keadaan tubuhnya
tetap awet muda, bagus dan mulus. Konon dia banyak mengenal dan berhubungan
dengan para pejabat Kerajaan di barat maupun di timur.
Diantara para pejabat tinggi itu banyak yang tergila-gila padanya. Raden Anom
kabarnya sudah tahu kalau istrinya kerap berselingkuh dengan beberapa pejabat
terutama yang dari timur. Namun dia seperti acuh tidak perduli. Konon dari
hubungan tidak baik itu Nyi In ten banyak menerima hadiah. "
Rayi Jantra tersenyum mendengar cerita anak buahnya itu. Dia ulurkan tangan kiri
menepuk-nepuk bahu Jumena. "Kau perajurit baik. Banyak pengetahuan. Aku akan
mengusulkan pada Adipati agar pangkatmu dinaikkan satu tingkat. "
"Terima kasih, Raden. Terima kasih. . . . " Jumena bungkukkan dada berulang
kali. Ketiga orang itu kemudian sama menggebrak kuda masing-masing meninggalkan
tempat itu. * * * Dadu Setan 22 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA enghujung malam menjelang pagi. Pendekar 212 Wiro Sableng yang tertidur lelap di
sebuah dangau dikejutkan oleh suara ribut ha-hu ha-hu. Murid nenek sakti Sinto P
Gendeng dari Gunung Gede ini terbangun kaget. Baru saja dia hendak mengusap mata
tibatiba. "Braakk!"
Satu tubuh berjubah kuning jatuh tergeletak menelentang di atas lantai dangau
terbuat dari bambu. Wiro memperhatikan dengan penuh kejut dan juga kuduk
merinding. Si jubah kuning ternyata adalah sosok Seorang nenek berambut kelabu
bermata merah. Sepasang telinga ditancapi anting terbuat dari tulang jari manusia. Dua mata
merah itu tampak mendelik mengerikan seperti mau melompat dari sarangnya. Pada
kening nenek tak dikenal Wiro ini menempel sehelai daun. Ada darah meleleh dari
sudut bibir. Dadanya turun naik dan dari mulut serta hidung keluar suara
menyengal tak berkeputusan.
"ha-hu ha-hu ha-hu!"
Wiro berpaling ke samping. Astaga! Kaget Pendekar 212 bukan alang kepalang. Di
pinggir dangau berdiri dua nenek yang ujudnya sama dengan yang tergeletak di
atas lantai dangau. Dari mulut keduanya tiada henti keluar suara ha-hu ha-hu.
Sementara sepasang mata dua nenek ini kelihatan basah berkaca-kaca. Tiga nenek
dengan pakaian dan wajah yang sama! Manusia sungguhan atau setan kembar tiga,
pikir Wiro. "Siapa kalian"!" tanya Pendekar 212. "ha-hu ha-hu ha-hu!"
Dua nenek kembar kembali keluarkan suara ha-hu ha-hu. Kali ini sembari tangan
menunjuk-nunjuk ke arah nenek yang tergeletak di lantai dangau.
"ha-hu ha-hu!" Wiro menirukan sambil garuk kepala. "Kalian ini bicara apa" Mau
memberi tahu apa" Kalian berdua gagu"!"
"ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek usap air mata yang berlelehan di pipi mereka lalu
seperti tadi kembali menunjuk dengan tangan kanan ke arah nenek di atas dangau
sementara tangan kiri menepuk kening masing-masing. Mula-mula Wiro masih tidak
mengerti apa yang hendak disampaikan oleh dua nenek gagu ini. Setelah berpikir
lagi dan menggaruk kepala Wiro menyeringai. Dia memperhatikkan dua nenek menepuk
kening sambil menunjuk-nunjuk. Lalu memandang pada nenek satunya yang tergeletak
di atas dangau.
"Ah, yang kalian maksudkan daun di kening nenek itu?" "ha-hu ha-hu!" Dua nenek
anggukkan kepala berulang kali.
Wiro membungkuk. "Aneh, ada orang sekarat keningnya ditempeli daun. " Wiro ambil
daun yang menempel di kening si nenek. Dua nenek di samping dangau buru-buru
menjauh, wajah membersitkan ketakutan. Wiro memperhatikan.
"Daun pohon mengkudu. Aneh, mengapa kalian seperti ketakutan melihat daun ini?"
tanya Wiro lalu pura-pura hendak menyapukan daun ke tubuh dua nenek.
"ha-hu ha-hu!" Dua nenek menjerit dan mundur menjauh. "Heran, cuma sehelai daun,
mengapa pada ketakutan seperti melihat setan kepala tujuh"!"
Pada saat daun mengkudu yang menempel di keningnya diambil Wiro, nenek yang
tergeletak di lantai dangau keluarkan suara seperti orang mengorok. Dua mata
bergerak liar. Mulut yang. penuh darah terbuka. Suaranya serak. "
Aku dikhianati! Aku dikhianati. . . "
Dadu Setan 23 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Nek, siapa yang mengkhianatimu" Kekasihmu"!" tanya Wiro.
"Jangan bergurau! Aku dalam keadaan sekarat!"
Wiro berpaling pada dua nenek berpakaian dan berwajah sama.
"Dua nenek gagu itu apamu?"
"Aku dikhianati. . . . Dua buah dadu. . . . Aku dikhianati. "
Wiro menggaruk kepala.
"Nek, kau dikhianati dua buah dadu" Aku tidak mengerti. Bagaimana
mungkin. . . ?"
"Aku mendengar suara, tidak melihat orangnya. Mendekatlah. Jika kau penolongku,
maka seribu berkah akan menjadi bagianmu. . . "
Wiro geleng-geleng kepala. Tapi dia dekatkan juga kepalanya ke depan wajah si
nenek. Dua mata merah berputar sebelum menatap ke arah Pendekar 212. Saat itu di
timur fajar telah menyingsing. Keadaan di dalam dangau dan sekitarnya terang-
terang tanah. Si nenek memperhatikan wajah Wiro.
"Haa " Si nenek tank nafas panjang. "Aku dikhianati. . . "
"Siapa yang mengkhianatimu, Nek?"
"Aku tidak tahu. Daun mengkudu. . . . Orang itu tahu kelemahanku. Dengar anak
muda. Dari wajahmu aku tahu kau orang baik dan punya kepandaian. Tolong aku
mencari pembunuh itu dan dapatkan kembali dua buah dadu yang dirampasnya dariku.
. . " Wiro tertegun dan jauhkan kepalanya dari wajah si nenek.
"Nek, kau ini siapa sebenarnya" Dua nenek yang ha-hu ha-hu itu apamu?" bertanya
Wiro. "Aku Eyang Sepuh Kembar Tilu. Dua nenek itu adalah kembaranku. Daun mengkudu
yang kau pegang, lekas musnahkan, kubur dalam tanah. Jangan sampai tersentuh dua
nenek kembaranku itu. "
Wiro perhatikan daun mengkudu yang dipegangnya. Lalu memenuhi permintaan si
nenek dia bantingkan daun itu hingga amblas masuk ke dalam tanah di samping
dangau. "Kau orang hebat. . . . Terima kasih kau telah menolongku," si nenek rambut
kelabu berucap. "Jalanku lapang sekarang. Dua kembaranku aku titipkan padamu.
Mereka akan muncul jika kau panggil. Mereka akan terbebas dari penyakit gagu
jika pembunuhku menemui ajal. Ingat, cari pembunuhku dan dapatkan dua buah dadu.
Selain itu jika kau punya kesempatan, carilah seorang gadis bernama Nyai Rara
Santang. "
"Nyai Rara Santang" Siapa dia?" tanya Wiro.
"Sudahlah, aku pergi sekarang. Ingat, aku menitipkan dua kembaranku padamu. . .
" "Jangan Nek. Mengurus diri sendiri saja aku sudah susah. Apa lagi mengurus dua
nenek kembaranmu itu. . . . "
"ha-hu ha-hu," dua nenek kembar maju dua langkah dan jatuhkan diri di hadapan
Pendekar 212. Wajah mereka menunjukkan minta welas asih.
"Wah, urusan berabe ini!" ucap Wiro sambil garuk kepala.
Nenek di atas dangau menyeringai. Dari tenggorokannya keluar suara mengorok.
"Aku pergi sekarang. . . " ucapnya perlahan. Lalu mulutnya terkancing, dua
matanya perlahan-lahan menutup.
Dua nenek kembar menggerung keras.
"ha-hu ha-hu ha-hu"
Diam-diam Wiro merasa kasihan juga pada dua nenek kembar gagu itu. Seperti
diketahui sebelumnya dua nenek kembar jejadian itu bisa bicara dan tidak gagu.
Namun Dadu Setan 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
akibat malapetaka yang menimpa kakak kembar mereka yaitu Eyang Sepuh Kembar
Tilu, maka keduanya secara aneh mendadak menjadi gagu.
"Dua nenek kembar, sebentar lagi hari akan siang. Bawa jenazah kembaranmu ini.
Kuburkan di tempat yang baik. "
"ha-hu ha-hu ha-hu" Dua nenek kembar menggangguk-angguk lalu kembali jatuhkan
diri. Salah seorang dari mereka tibatiba bangkit. Dia menunjuk-nunjuk dengan
tangan kirinya ke arah jenazah nenek di atas dangau. Lalu dengan tangan yang
sama dia menunjuk-nunjuk ke tangan kanannya sendiri. Hal ini dilakukannya
berulang kali sampai akhirnya Wiro mengerti dan memperhatikan tangan kanan Eyang
Sepuh Kembar Tilu.
Ternyata lima jari tangan kanan si nenek dalam keadaan tergenggam. Sepertinya
ada sesuatu dalam pegangan si nenek. Wiro buka lima jari yang tergenggam. Dia
menemukan sebuah benda bulat pipih berwarna hitam, terbuat dari sejenis kayu
hitam berbau harum.
"Kancing baju. . . . "ucap Wiro. Benda itu kemudian disodorkannya pada nenek
sebelah kanan. Si nenek gelengkan kepala, goyang-goyangkan tangan kiri sementara
tangan kanan menunjuk-nunjuk ke arah Wiro.
"Nek, kau menyuruh aku menyimpan kancing kayu ini. Buat apa?"
"ha-hu ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek bungkukkan diri berulang kali di hadapan
Wiro. Sepasang mata mereka tampak basah. Keduanya terisak-isak.
"Sudah. . . sudah. Baik, akan kusimpan kancing sialan ini!" kata Wiro pula lalu
memasukkannya ke dalam kantong di kiri celana putihnya. "Sekarang lekas kalian
bawa jenazah nenek kembaran kalian ini. Aku minta jangan sekali-kali mengikuti
kemana aku pergi!"
"ha-hu ha-hu ha-hu!" Dua nenek usap wajah masing-masing. Saat itu juga keduanya
berubah menjadi sepasang perempuan muda berwajah cantik.
Wiro terperangah melihat apa yang terjadi namun kemudian dia tertawa bergelak,
"Kalian berdua, dengar baik-baik. Aku tidak mau diikuti bukan karena kalian dua
nenek jelek. Sekalipun kalian bisa berubah jadi dua gadis cantik, aku tetap
tidak mau diganggu.
Tidak mau kalian ikuti!"
"ha-hu ha-hu ha-hu"
"Sekarang aku minta kalian pergi. "
"ha-hu ha-hu ha-hu!" Dua nenek kembali membungkuk-bungkuk lalu turunkan jenazah
Eyang Sepuh Kembar Tilu dari atas dangau. Salah seorang dari mereka memanggul
jenazah kemudian bersama kembarannya dia tinggalkan tempat itu.
Wiro duduk di pinggiran lantai dangau.
"Makhluk-makhluk aneh. . . . " katanya sambil geleng-geleng kepala. "Nenek rambut kelabu menyuruh aku mencari pembunuhnya serta dua
buah dadu yang dirampas. Enak saja! Apa urusan dan sangkut pautku" Aku disuruh
pula mencari seorang bernama Nyai Rara Santang. Siapa dia itu" Cucu nenek
bernama Eyang Sepuh Kembar Tilu itu?"
* * * Tak jauh di selatan Losari terdapat sebuah bukit batu yang oleh penduduk
sekitarnya disebut Bukit Batu Bersuling. Nama ini diberikan karena pada bagian
puncak bukit ada dua Dadu Setan 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
buah dinding batu berbentuk lurus pipih yang saling terpisah hanya sejarak satu
jari. Bila angin dari laut bertiup, celah batu yang sempit itu mengeluarkan
suara seperti tiupan seruling. Suara ini oleh penduduk terdengar dan dirasakan
aneh hingga lama kelamaan Bukit Batu Bersuling dianggap angker dan hampir tak
ada orang yang mendatangi.
Malam itu, dibawah hujan rintik-rintik seorang penunggang kuda memacu
tunggangannya menuju Bukit Batu Bersuling. Di kaki bukit sebelah timur terdapat
sebuah bangunan luas beratap rumbia tanpa dinding. Keadaan gelap dan sepi. Baru
saja orang yang datang menginjakkan kaki di tanah, dari tiga arah kegelapan
melompat keluar tiga orang bercelana hitam bertelanjang dada. Masing-masing
mencekal golok besar yang walaupun keadaan gelap namun saking tajamnya masih
tampak berkilauan. Tiga golok diangkat ke atas, siap untuk membacok dan
membabat. Orang bercelana hitam di sebelah tengah membentak. Rambutnya yang
panjang dikuncir ke belakang berwarna merah.
"Siapa"!"
"Apa matamu buta tidak mengenali diriku"!" Orang yang dibentak balas menghardik.
Tiga pasang mata membesar memperhatikan. Orang yang datang mengenakan pakaian
ringkas warna biru gelap. Kepala dan wajah tertutup caping bambu. Tiga prang
bertelanjang dada tidak mengenali orang yang datang dari dandanannya namun
mereka rasa-rasa mengenal suara.
"Raden Kumalasakti. . . ?"
"Hemmm. . . " Orang bercaping keluarkan suara bergumam dan buka caping diatas
kepala. Melihat wajah orang, tiga lelaki bertelanjang dada segera sarungkan golok
masing-masing lalu membungkuk setengah berlutut. Yang tadi membentak cepat-cepat
berkata. "Saya Kuncir Merah. Mewakili Ki Beringin Reksa, Wakil Kepala Pengawal di tempat
ini. Saya dan dua teman mohon maaf Raden Kumalasakti. Kami tidak mengenali.
Tidak biasanya Raden berdandan seperti ini. "
"Aku tidak marah. Perbuatan kalian pertanda kalian selalu siap siaga. Waspada
menjaga segala kemungkinan. Belakangan ini keadaan di luaran agak gawat. Banyak
orang-orang pandai menemui ajal. Itu sebabnya aku perlu menyamar, waspada
berjaga-jaga. Bagaimana keadaan di sini?"
Kuncir Merah dan dua kawannya luruskan badan kembali.
"Semua baik-baik Raden. Hanya saja kami berada dalam keadaan sedikit gelisah.
Sejak meninggalnya Bandar Agung dua minggu lalu di tempat ini sama sekali tidak
ada kegiatan. Tidak ada yang datang. Dua minggu kami tidak menerima upah. Selain
itu para gadis yang biasa menghibur sudah sering mendesak akan meninggalkan
tempat ini. "
"Aku mengerti kegelisahan kalian. Itu sebabnya aku datang membawa kabar baik.
Kita akan segera mendapatkan Bandar Agung yang baru. "
"Terima kasih Raden. Kami sangat berbesar hati mendengar berita ini. Kalau kami
boleh tahu kapan Bandar Agung baru akan datang dan kapan tempat ini akan dibuka
kembali?" "Lisa malam, tepat pada saat bulan empat belas hari memancar. " jawab orang
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bernama Raden Kumalasakti. Lalu dia meneruskan ucapan. "Apa kalian sudah
mendengar kabar bahwa Pengemis Muka Bopeng Karangkoneng Kepala Pengawal di
tempat ini telah menemui ajal" Mati dibunuh orang di warung minuman Akang Punten
satu minggu lalu. "
Kuncir Merah dan dua temannya tampak terkejut. Ketiganya gelengkan kepala.
Dadu Setan 26 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kuncir Merah, jika kau bekerja bagus aku akan mengusulkan pada Bandar Agung
agar kau mendapat jabatan yang lebih tinggi. "
Kuncir Merah membungkuk sambil mengucapkan terima kasih berulang kali.
"Raden Kumalasakti, jika benar tempat ini akan dibuka kembali lusa malam,
ijinkan kami memberi tahu teman-teman yang lain serta para gadis penghibur. Kami
akan membersihkan semua ruangan. Mematut semua perabotan. Mempersiapkan dan
memeriksa peralatan termasuk semua senjata orang berpakaian dan berikat kepala
hitam telah mengurungnya.
"Manusia kesasar dari mana berani mati menyusup ke tempat ini!"
Satu bentakan menggeledek disertai berkelebatnya empat golok besar. Orang yang
diserang cepat melompat ke atas sebuah tembok batu.
Melihat serangan mereka gagal, secara serentak empat orang berpakaian hitam yang
juga adalah para pengawal tempat tersebut kembali menyerbu. Empat golok
berkesiuran di udara.
"Traang. . traang. . . traang. . . . traang!"
Empat kali suara berkerontang memecah kesunyian. Empat tangan yang memegang
golok tergetar hebat. Empat penyerang sama-sama bersurut satu langkah.
"Lihat pakaiannya!"
Tibatiba salah seorang empat penyerang berseru. Tiga kawannya memperhatikan.
Ternyata orang yang mereka serang dan saat itu masih berdiri di atas tembok batu
memegang sebilah tombak pendek, mengenakan pakaian penuh tambalan.
"Katakan apa hubunganmu dengan Pengemis Muka Bopeng Dari Karangkoneng!"
Orang di atas tembok menyeringai. "Aku Pengemis Siang Malam Dari Cisanggarung.
Pengemis Muka Bopeng adalah pimpinanku. Kabar kematiannya membuat aku datang
kesini untuk melakukan penyelidikan!"
"Beraninya kau menyelidik! Walau Pengemis Muka Bopeng salah seorang pimpinan di
tempat ini, tapi itu tidak berarti kau boleh menyusup berbuat lancang!"
Orang berpakaian penuh tambalan dan mengaku Pengemis Siang Malam Dari
Cisanggarung mendengus. "Pembunuhan atas diri Pengemis Muka Bopeng ada sangkut
pautnya dengan tempat ini! Jangan kalian berani melarangku melakukan
penyelidikan. Aku akan menghabisi siapa saja yang coba menghalangi!"
"Anak kucing berani datang ke sarang harimau!" Empat orang berpakaian hitam
menyergap. Empat golok kembali berkelebat. Lagi-lagi terdengar suara
berdentangan ketika Pengemis Siang Malam menangkis dengan tombak pendek. Merasa
terdesak di atas tembok, sang pengemis melompat turun sambil lancarkan serangan
ganas dalam jurus Raja Pengemis Minta Sedekah!
Hanya terdengar dua kali suara beradunya senjata karena dua dari empat lelaki
berpakaian serba hitam yang tadi menyerang kini kelihatan terhuyung huyung. Yang
satu sambil pegangi lehernya yang terluka besar dan kucurkan darah akibat
sambaran ujung tombak. Tubuhnya kemudian roboh ke tanah. Satunya lagi menggerung
keras sebelum terbanting tertelentang dengan muka berlumuran darah. Keningnya
rengkah dihajar tombak Pengemis Siang Malam! Dua lelaki berpakaian hitam lainnya
serta merta jadi ciut nyali mereka dan tak berani lanjutkan serangan. Malah
keduanya melangkah mundur menjauhi lawan. Tibatiba pintu rahasia di dinding
terbuka. "Ada apa ribut-ribut di tempat ini"!"
Dadu Setan 27 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Yang membentak adalah Kuncir Merah yang muncul bersama delapan anak buahnya.
Ketika melihat dan mengenali Pengemis Siang Malam berdiri sambil melintangkan
tombak berdarah di depan dada langsung Kuncir Merah menghardik.
"Apa kematian pimpinanmu membuat kau jadi orang tolol dan nekad membuat
keributan di tempat ini"!"
"Pembunuh pimpinanku adalah orang dalam sini. Aku datang untuk menyelidik dan
minta nyawanya!"
"Pengemis kurang ajar! Enak saja kau menuduh! Biar aku robek dulu mulutmu!"
teriak Kuncir Merah. Namun sebelum dia berkelebat menyerang semua anak buahnya
sudah mendahului. Sepuluh orang menggempur Pengemis Siang Malam Dari
Cisanggarung. Walau dia sanggup bertahan dan sesekali membalas serangan para
pengeroyok, namun sang pengemis menyadari tidak ada gunanya berlama-lama
melayani orang-orang itu karena dia punya dugaan, pembunuh pimpinannya tidak ada
di tempat itu. Sementara itu sepuluh penyerang walaupun berada di tingkat pengawal biasa namun
rata-rata memiliki kepandaian tinggi dan terus berusaha mengurung serta mendesak
lawan. Lima jurus dimuka Kuncir Merah yang melihat anak buahnya masih tidak mampu
menghajar lawan yang cuma seorang itu, dengan jengkel, didahului suara bentakan
keras melesat masuk dalam kalangan pertempuran. Gelombang serangan kini
bertambah hebat melanda Pengemis Siang Malam Tapi orang ini tidak punya niat
lagi menghadapi lawan yang begitu banyak. Setelah mengirimkan satu serangan
kilat yang merobek dada salah seorang lawannya, Pengemis Siang Malam segera
berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Pengemis keparat! Kau mau kabur kemana"!" Kuncir Merah mengejar sambil lepas
satu pukulan tangan kosong. Namun orang yang dikejar dan diserang telah lenyap
dalam kegelapan malam. Malah mendadak ada serangan balasan berupa angin dahsyat
yang membuat Kuncir Merah terhuyung dan cepat menyingkir ke samping.
Kuncir Merah geram sekali. Pimpinan di tempat itu pasti akan mendampratnya.
"Pengemis Siang Malam jelas-jelas menjadi musuh besar kita. Kita harus mengirim
orang untuk mencari dan menghabisinya sebelum dia membuka rahasia apa yang
berlangsung di tempat ini! Kalau Ki Beringin Reksa atau Raden Kumalasakti
datang, aku akan melaporkan apa yang terjadi" Ucap Kuncir Merah dengan rahang
menggembung dan tangan kanan terkepal.
"Aku tahu dimana sarang manusia keparat itu," kata salah seorang anak buah
Kuncir Merah. "Bagus! Bangsat itu harus mati sebelum tempat ini dibuka kembali!" kata Kuncir
Merah pula. * * * Dadu Setan 28 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM ang surya hampir tenggelam di ufuk barat ketika sepuluh orang berpakaian hitam
berkelebat di tikungan kali Cisanggarung tak jauh dari sebuah desa kecil bernama
SLuragung. Mereka mendekam di balik semak belukar di tebing kali sambil mata
menatap ke arah sebuah rumah panggung berbentuk panjang sepuluh tombak di depan
sana. Masing-masing membawa obor yang belum dinyalakan. Sepuluh orang ini adalah
para pengawal dari bangunan yang disebut Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga yang
terletak di Bukit Batu Bersuling.
Sementara itu di dalam sebuah ruangan besar di atas rumah panggung, seorang
lelaki berambut tebal riap-riapan, berjanggut dan berkumis lebat, berpakaian
dekil penuh tambalan, duduk bersila di depan sebuah pendupaan yang baranya mulai
meredup padam. Di atas pendupaan tergeletak melintang sebuah senjata berupa tombak pendek.
Orang ini bukan lain adalah Pengemis Siang Malam, yang malam lalu menyerbu ke
Bukit Batu Bersuling untuk menuntut balas kematian pimpinannya yaitu Pengemis
Muka Bopeng Dari Karangkoneng.
Di ruangan yang sama agak jauh dan merapat ke dinding, duduk delapan orang
perempuan muda beserta lima orang anak-anak berusia antara empat dan enam tahun.
Semua memperhatikan tanpa berani bergerak ataupun keluarkan suara atas apa yang
tengah dilakukan Pengemis Siang Malam. Tiga dari delapan perempuan adalah istri
sang pengemis sedang lima lainnya adalah istri-istri dari anak buahnya yang
tinggal bersama di rumah panggung panjang itu. Dua anak perempuan yang ada di
situ adalah anak Pengemis Siang Malam dan tiga orang lagi adalah anak dari dua
anak buahnya. Pengemis Siang Malam saat itu tengah bersamadi bagi kesejahteraan roh
pimpinannya. Selain itu dia punya firasat akan terjadi sesuatu sebagai akibat
penyerbuannya ke Bukit Batu Bersuling. Selesai bersamadi, masih dalam keadaan
duduk bersila Pengemis Siang Malam memanggil istrinya yang paling tua.
"Kau dan yang lain-lainnya segera tinggalkan rumah ini lewat pintu dan tangga di
sebelah belakang. Pergi ke lembah di seberang telaga. Tunggu di sana. Jika aku
tidak datang pergilah ke Lebakwangi ke tempat guruku. "
Istri tertua Pengemis Siang Malam anggukkan kepala lalu menemui perempuan-
perempuan yang ada di ruangan dan memberi tahu apa yang harus segera mereka
lakukan. Kembali ke tikungan pinggir kali Cisanggarung.
Belum lama sepuluh orang berpakaian serba hitam sembunyi dibalik semak belukar
tibatiba beberapa kali suitan nyaring merobek kesunyian senja. Lima orang lelaki
berambut gondrong, berkumis dan berjanggut liar serta mengenakan pakaian penuh
tambalan melesat keluar dari kolong rumah panggung. Masing-masing mencekal
sebilah golok. Mereka adalah anak buah Pengemis Siang Malam. Salah seorang dari
mereka, yang bertubuh gempal pendek dan berdiri paling depan berteriak.
"Berani datang berani unjukkan tampang! Bersembunyi adalah sikap orang yang
datang membawa niat jahat tapi berlaku pengecut! Apa kalian takut kami mau minta
uang receh sedekahan"!".
Dadu Setan 29 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pengemis-pengemis kotor bau! Kalian tidak pantas menyambut kedatangan kami
Pergi!" Dari arah kali terdengar suara sahutan. Lalu set. . . set. . . set! Di
udara berlesatan banyak sekali senjata rahasia berbentuk pisau terbang!
Lima orang berpakaian penuh tambalan berteriak kaget sekaligus marah. Yang
bertubuh gempal cepat melompat setinggi satu tombak sambil sapukan golok ke
depan. Tiga kawannya mengikuti. Terdengar suara bedentrangan berulang kali
ketika sekian banyak pisau terbang beradu dan mental dibabat golok empat anggota
Pengemis Siang Malam.
Pengemis ke lima terlambat menangkis, tak sempat cari selamat. Sebuah pisau
terbang menancap telak di tenggorokannya. Orang ini keluarkan suara seperti ayam
dipotong. Ketika tubuhnya terbanting rebah ke tanah, darah masih mengucur dari
lehernya yang ditancapi pisau terbang!
Sepuluh orang berpakaian serba hitam masih tetap tak bergerak di balik semak
belukar. Saat itu di halaman rumah panggung telah berdiri tiga orang lelaki.
Yang pertama berpakaian hitam, berambut panjang dikuncir. Dia bukan lain adalah
si Kuncir Merah, salah seorang pimpinan pengawal di Rumah Seribu Rejeki Seribu
Sorga. Orang kedua kurus tinggi, berjubah hijau gombrong memiliki rambut aneh.
Rambut ini menyerupai daun pohon beringin berwarna hijau berkilat. Dia adalah Ki
Beringin Reksa, Wakil Kepala Pengawal Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga. Dialah
tadi yang melemparkan belasan pisau terbang dari pinggir kali dan menewaskan.
Orang ke tiga adalah Raden Kumalasakti, salah satu orang penting dari Rumah
Seribu Rejeki Seribu Sorga. Sikapnya kelihatan agak sombong. Dia berdiri dengan
wajah menyeringai dan dua tangan dirangkap di atas dada.
Melihat salah seorang teman mereka tewas, empat orang anggota Pengemis Siang
Malam berteriak marah dan langsung menyerbu ke arah tiga orang yang berdiri di
depan mereka. Begitu empat pengemis menyerang, Raden Kumalasakti berteriak.
"Bakar!"
"Blepp!"
Sepuluh obor yang berada di tangan sepuluh orang di balik semak belukar serentak
menyala. Kesepuluh orang ini kemudian melompat keluar dari tempat persembunyian
mereka lalu lari ke arah rumah panggung. Lima obor di lempar ke atas atap. Lima
lagi dipakai menyulut lantai rumah. Sebentar saja rumah yang terbuat dari kayu
itu telah dilamun api.
Di atas rumah, Pengemis Siang Malam mengambil tombak pendek di atas pendupaan
lalu melompat. "Braakk!"
Sekali tendang salah satu jendela rumah yang tertutup hancur berantakan. Tubuh
sang pengemis melesat Keluar jendela yang jebol. Pada saat dia injakkan kaki di
tanah, tibatiba di bagian belakang rumah panggung terdengar pekik perempuan dan
jeritan anak-anak. Pengemis Siang Malam tersentak kaget. Setelah api berkobar
ternyata anak istrinya serta perempuan-perempuan lain bersama anak-anak mereka
baru mencapai tangga!
Tanpa pikir panjang Pengemis Siang Malam segera balikkan diri dan lari ke arah
tangga. Namun gerakannya tertahan. Seorang berjubah dan berambut aneh hijau
menghadang! Ki Beringin Reksa!
"Aku senang sekali mendengar suara jeritan-jeritan itu! Sebentar lagi aku akan
mencium harumnya bau daging manusia terpanggang! Ha. . . ha. . . ha!" Ki
Beringin Reksa keluarkan ucapan lalu tertawa bergelak.
Dadu Setan 30 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Keparat jahanam!" teriak Pengemis Siang Malam. Tak ada jalan lain. Untuk dapat
menolong perempuan dan anak-anak itu dia harus menyingkirkan orang di hadapannya
lebih dahulu. "Wuttt!"
Tombak pendek di tangan Pengemis Siang Malam menderu keluarkan hawa dingin,
membabat ke arah dada Ki Beringin Reksa. Orang yang diserang ganda tertawa. Dia
kebutkan lengan kanan jubah hijaunya. Dari ujung lengan itu menghambur keluar
angin deras, menyerang arah lengan kanan Pengemis Siang Malam.
"Desss!"
Pengemis Siang Malam menggigit bibir menahan sakit ketika angin pukulan
menghantam lengannya. Tombak pendek bergetar keras hampir terlepas. Setelah
keluarkan gerungan keras Pengemis Siang Malam kembali menyerang dengan tombak
pendeknya. Ki Beringin Reksa tertawa bergelak. Rambutnya yang berbentuk daun
beringin berjingkrak mengembang, mengepulkan asap kehijauan, aneh mengerikan.
Saking geramnya Pengemis Siang Malam hantamkan senjatanya ke kepala lawan.
"Traangg!"
Luar biasa! Tombak pendek itu seperti memukul benda terbuat dari besi atos.
Kaget Pengemis Siang Malam bukan olah-olah dan terpaksa bertindak mundur.
Sementara itu di bagian belakang rumah hanya tujuh perempuan dan empat orang
anak yang berhasil menuruni tangga dan selamat dari kobaran api, Satu perempuan
yaitu istri kedua Pengemis Siang Malam dan seorang anak perempuan yang juga
adalah anak Pengemis Siang Malam terkurung di bagian belakang rumah. Jeritan
menyayat hati terdengar tidak berkeputusan. Dalam keadaan sesaat lagi kedua
orang itu akan dilahap kobaran api tibatiba satu bayangan merah berkelebat di
keremangan senja. Tak lama kemudian istri dan anak perempuan Pengemis Siang
Malam sudah berada di halaman belakang, berkumpul bersama perempuan dan anak-
anak lainnya. "Mana orang yang menolongku tadi?" istri; kedua Pengemis Siang Malam bertanya.
memandang berkeliling dengan wajah masih pucat sambil memeluki anak perempuannya
yang terus menangis.
"Kami tidak melihat ada orang menolongmu. Kau tahu-tahu sudah ada di sini,"
seorang perempuan menyahuti.
"Aneh, jelas-jelas ada orang berpakaian merah mendukung diriku dan anakku. . . "
"Sudah, tak perlu diributkan. Mari, kita hams cepat-cepat pergi ke telaga!"
berkata istri tua Pengemis Siang Malam.
Ketika perempuan dan anak-anak itu hendak meninggalkan tempat tersebut dengan
penuh rasa takut, tibatiba seorang berambut merah yang dikuncir menangkap anak
perempuan istri kedua Pengemis Siang Malam. Si Kuncir Merah!
"Jika kalian berani pergi dari sini aku gorok leher anak ini!" teriak Kuncir
Merah membuat semua perempuan jadi mati ketakutan dan tak berani bergerak tak
berani bersuara sementara anak-anak mulai bertangisan.
Kembali pada perkelahian antara Ki Beringin Reksa dengan Pengemis Siang Malam.
Tiga jurus berlalu sangat cepat dan semua serangan tombak sang pengemis hanya
menyambar tempat kosong.
Di bagian lain Raden Kumalasakti dengan tangan kosong hadapi empat orang anak
buah Pengemis Siang Malam yang menyerbu dengan golok. Dua kali menggebrak, kaki
kanan Raden Kumalasakti berhasil menendang perut salah seorang pengeroyoknya.
Orang Dadu Setan 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
ini mencelat mental semburkan darah. Golok yang terlepas dan melayang di udara
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat disambar Raden Kumalasakti. Dengan senjata ini dia kemudian menghajar tiga
pengeroyoknya satu persatu hingga menemui ajal.
Sambil menyeringai Raden Kumalasakti bantingkan golok ke tanah hingga amblas
sampai ke gagang. Lelaki ini perhatikan perkelahian antara Ki Beringin Reksa
dengan Pengemis Siang Malam. Untuk beberapa jurus lamanya Ki Beringin Reksa
kelihatan agak terdesak. Lawan rupanya mengeluarkan jurus-jurus andalnya.
Serangan tombak laksana curahan air hujan. Raden Kumalasakti tahu kalau Ki
Beringin Reksa bukanlah lawan Pengemis Siang Malam. Sebentar lagi pengemis itu
akan dihajar babak belur sebelum nyawanya dihabisi. Namun Raden Kumalasakti
ingin menyelesaikan semua urusan di tempat itu secara cepat.
"Pengemis edan! Semua anak buahmu sudah mampus! Kalau kau tidak segera serahkan
diri, orangku akan menggorok leher anak perempuan itu!"
Teriakan Raden Kumalasakti membuat Pengemis Siang Malam terkejut besar. Dia
melompat mundur menjauhi Ki Beringin Reksa. Memandang ke arah belakang rumah dia
melihat sepuluh orang berpakaian hitam mengurung anak istrinya bersama perempuan
dan anak-anak lain. Seorang berambut merah dikuncir menjambak rambut seorang
anak perempuan berusia enam tahun dengan tangan kiri sementara tangan kanan
membelintangkan sebilah golok di leher si anak.
Dan anak perempuan ini adalah anaknya sendiri!
"Jahanam!" teriak Pengemis Siang Malam. Amarahnya mendidih. Dia melompat ke arah
Kuncir Merah. "Cukup sampai di situ! Berani lebih dekat putus leher anakmu!" Kuncir Merah
mengancam. Dua kaki Pengemis Siang Malam goyah. Sekujur tubuhnya lemas. Dia jatuh berlutut
di tanah. "Jangan bunuh anakku! Aku bersedia menyerah asal kalian membebaskan semua
perempuan dan anak-anak itu!"
Raden Kumalasakti dan Ki Beringin Reksa melangkah dekati Pengemis Siang Malam.
Raden Kumalasakti jambak rambut pengemis itu. . "Kau telah membunuh orang-
orangku. Aku tidak akan mengampuni selembar nyawamu!"
"Aku rela kalian bunuh. Tapi bebaskan perempuan dan anak-anak itu! Mereka tidak
punya salah dan dosa apa-apa. " Jawab Pengemis Siang Malam.
"Siapa mau mendengar ucapanmu! Jika kau memang sudah pasrah mampus aku tak perlu
menunggu lebih lama!"
Raden Kumalasakti angka tangan kanannya yang dikepal. Tangan ini tampak bergetar
tanda telah dialiri tenaga dalam tinggi. Jangankan kepala manusia, batu besarpun
bisa hancur jika kena pukul.
Sadar orang tetap akan membunuh dirinya dan tidak akan mengampunkan anak
istrinya, Pengemis Siang Malam mengadu jiwa. Tombak pendek yang masih tergenggam
di tangan kanannya ditusukkan ke perut Raden Kumalasakti.
"Praaakk!"
Pukulan Raden Kumalasakti menghantam batok kepala Pengemis Siang Malam hingga
pecah. Namun sebelum menerima kematian, hampir bersamaan dengan gerakan Dadu
Setan 32 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lawan, pengemis itu masih sempat menancapkan tombak pendeknya ke perut orang
lalu merobek perut itu hingga darah muncrat dan isinya berbusaian mengerikan.
Raden Kumalasakti menjerit setinggi langit.
"Bunuh semua perempuan dan anak-anak itu!" teriak Raden Kumalasakti. Dia
berusaha menahan isi perutnya yang terbongkar namun dirinya keburu limbung,
pemandangan berubah gelap. Tubuhnya yang tinggi besar roboh menimpa sosok
Pengemis Siang Malam. Kedua orang ini menemui ajal saling bertindihan!
Melihat kematian Raden Kumalasakti, Ki Beringin Reksa berteriak marah. Dia
mengangkat tangan ke arah Kuncir Merah.
"Bunuh mereka semua!"
Kuncir Merah menggembor. Tangannya yang memegang golok bergerak sebat. Sesaat
kemudian lelaki ini keluarkan raungan keras. Tubuhnya terhuyung, golok di tangan
kanan terlepas. Dua mata pecah dan di keningnya kelihatan sebuah lobang sebesar.
Darah membasahi muka orang ini yang kemudian tergelimpang jatuh di tanah. Tiga
batu sebesar telur burung dara telah menghantam kepalanya. Siapa yang
melakukan"!
Delapan perempuan berpekikan. Lima anak termasuk yang tadi hendak digorok
menjerit menangis.
Sepuluh lelaki berpakaian hitam berseru kaget. Ki Beringin Reksa juga terkejut
besar. Ada orang pandai telah membunuh Kuncir Merah! Siapa"
Belum habis kejut orang-orang dari Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga itu
tibatiba dalam udara yang mulai gelap melayang seorang berpakaian serba putih.
Di tangan kiri dia memegang sebuah obor menyala sementara tangan kanan berturut-
turut melepas dua pukulan tangan kosong. Jeritan riuh memenuhi tempat itu ketika
dua orang lelaki berpakaian serba hitam terjungkal dengan kepala pecah sementara
enam lainnya melolong kesakitan sambil pegangi muka mereka yang telah hangus
disundut obor! Dua orang yang tidak cidera serta merta menyerbu orang berpakaian
putih dengan serangan golok. Namun gerakan lelaki di sebelah kiri tertahan
begitu mukanya ditusuk obor sementara temannya mencelat disambar tendangan!
"Bangsat berpakaian putih! Siapa kau!" Teriak Ki Beringin Reksa marah sekali.
Dia melompat ke hadapan orang berpakaian putih. Rambutnya yang hijau berbentuk
daun beringin berjingkrak dan kepulkan asap hijau. Saat itu walau cuma dia yang
masih tertinggal dari rombongan penyerang dari Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga
namun dia tidak merasa gentar. Orang yang dibentak sunggingkan seringai. Mulut
dipencongkan, tangan kiri menggaruk kepala. Jelas sudah pemuda ini bukan lain
Pendekar 212 Wiro Sableng. Wirolah tadi yang membuat Kuncir Merah mati konyol
dengan lemparan tiga buah batu. Wiro campakkan obor ke tanah. Lalu berkata.
"Aku hanya pengelana tolol yang kebetulan lewat dan tak suka melihat kebiadaban
terjadi di depan mata! Kalau hanya tua bangka sama tua bangka yang berbunuhan
aku tidak perduli. Tapi kalau sampai perempuan dan anak-anak mau dibantai, apa
tidak edan"!"
Dua mata Ki Beringin Reksa memandang melotot penuh selidik. Orang yang berdiri
di hadapannya adalah seorang pemuda berambut gondrong sebahu, bertubuh kekar,
mengenakan pakaian dan ikat kepala putih. Dia belum pernah melihat pemuda ini
sebelumnya. "Kalau cuma pengelana tolol mengapa berani mati mencampuri urusan orang" Bicara
dan lagakmu seperti pendekar besar saja! Sudah bosan hidup apa"!"
Dadu Setan 33 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro tertawa. Lalu sambil membungkuk seolah merendahkan diri padahal sikapnya
mengejek, dia berkata.
"Aduh, nyawaku cuma satu. Kalau aku dibunuh dimana kira-kira aku bisa mencari
nyawa cadangan"!"
"Jahanam kurang ajar! Kau kira bisa menipu aku" Aku tahu kau berpura-pura tolol!
Katakan siap kau sebenarnya. Aku tidak pernah membunuh prang tanpa tahu siapa
dirinya!" "Aku lahir tidak bernama. . . " Jawab Wiro.
"Setan alas!" Ki Beringin Reksa marah sekali. Dia maju mendekati si pemuda
sambil kebutkan ujung lengan jubah sebelah kanan.
"Wuttt!"
Serangkum angin dashyat yang punya daya penghancur ganas menderu ke arah Wiro.
"Oala!" si pemuda tampak seperti kelabakan. Tunggang-langgang dia selamatkan
diri. Tapi mulutnya tetap saja menyunggingkan senyum seringai.
Ki Beringin Reksa tidak memberi hati. Dia tahu saat itu tengah berhadapan dengan
orang berkepandaian tinggi yang punya kelakuan aneh. Dia susul serangannya
dengan menghantamkan dua tangan sekaligus. Dua larik angin memancarkan cahaya
hijau berkiblat ke arah Pendekar 212. Inilah ilmu pukulan sakti yang disebut
Sepasang Setan Hijau.
Wiro keluarkan siulan nyaring. Melesat ke udara sambil tangan kiri mematahkan
sepotong ranting. Pada saat melayang turun tangan kanan dihantamkan ke bawah dua
kali berturut-turut, melepas pukulan Tameng Sakti Menerpa Hujan.
"Dess! Dess!"
Dua larik sinar hijau serangan Ki Beringin Reksa musnah. Orang dari Istana
Seribu Rejeki Seribu Sorga yang punya jabatan Wakil Kepala Pengawal ini berseru
kaget. Dia tidak bisa percaya dua pukulan saktinya yang selama ini tidak pernah
gagal dibuat musnah begitu rupa! Cepat dia kirimkan serangan susulan dengan
mengebutkan lengan kiri jubah hijau.
Tujuh pisau terbang melesat di udara, mengarah ketujuh bagian tubuh Pendekar 212
mulai dan kepala sampai ke bagian bawah perut!
Wiro berjumpalitan di udara. Ranting kayu di tangan kiri disapukan melindungi
tubuh. Terdengar suara berderak enam kali. Enam pisau terbang runtuh ke tanah.
Pisau ketujuh lolos.
"Breettt!"
Pakaian putih Wiro robek di bagian bahu kanan.
"Sialan!"
Maki murid Sinto Gendeng. Tangan kirinya bergerak ke depan luar biasa cepat.
Sepasang mata Ki Beringin Reksa mendelik jereng ketika ujung ranting di tangan
si pemuda yang kini tinggal pendek akibat berpatahan saat berbenturan dengan
pisau terbang tahu-tahu telah menempel di puncak hidungnya. Ki Beringin Reksa
merasakan ujung ranting itu bergetar dan memancarkan hawa panas.
"Kau mau membunuhku, lakukan saja!" Ki Beringin Reksa menantang. Di wajahnya
sama sekali tidak ada bayangan rasa takut. ''
Si gondrong tertawa.
"Saat ini aku belum mau membunuhmu! Terima ini dulu!"
Tangan kiri yang memegang ranting bergerak cepat sekali.
Dadu Setan 34 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Breett. . . . breett!"
Jubah hijau Ki Beringin Reksa robek di dua belas tempat. Jubah itu akhirnya
jatuh ke tanah, membuat Ki Beringin berdiri nyaris telanjang.
"Ha. . . ha! Walau butut untung kau masih pakai celana kolor! Kalau tidak burung
tekukurmu past! sudah kelihatan! Ha. . . ha. . . ha!" Wiro tertawa gelak-gelak.
Ki Beringin Reksa marah luar biasa. Asap hijau sampai mengepul dari ubun-
ubunnya. Tibatiba terdengar suara bergemuruh. Dan terjadilah satu hal yang hebat. Sosok
tubuh Ki Beringin Reksa berubah menjadi batang kayu besar. Dari kepalanya
mencuat dua puluh cabang kayu ditumbuhi lebat daun-daun hijau. Laksana tangan
raksasa, dua puluh cabang kayu menyambar ke arah pemuda berambut gondrong lalu
menjepit dan meremas tubuhnya. Hantu Beringin!
* * * Dadu Setan 35 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH lmu yang dikeluarkan Ki Beringin Reksa disebut Hantu Beringin. Selain aneh juga
merupakan satu-satunya ilmu kesaktian di rimba persilatan tanah Jawa pada masa
itu. I Tubuhnya berubah menjadi pohon beringin besar dengan dua puluh cabang
merupakan tangan yang bisa melakukan apa saja.
Wiro kaget luar biasa. Seumur hidup baru kali ini dia melihat ilmu kesaktian
begini dahsyat. Ketika pohon besar itu bergeser ke arahnya dan dua puluh cabang
berdaun lebat laksana tangan setan menyambar, sebelum tubuhnya dicabik-cabik
atau diremas hancur Wiro segera lepaskan pukulan Tangan Dewa Menghantam Batu
Karang yaitu pukulan sakti yang didapatnya dari Datuk Rao Basaluang Ameh. Namun
tangan kanan yang hendak memukul keburu dilibat cabang-cabang pohon sementara
lehernya juga sudah terjirat.
Dalam keadaan tak berdaya dan sulit bernafas begitu rupa Wiro pergunakan tangan
kiri untuk menjebol lawan. Kali ini dengan pukulan Sinar Matahari. Namun lagi-
lagi dua cabang pohon menjerat tangan sebelah kiri itu. Sementara belasan cabang
melibat tubuhnya mulai dari leher sampai ke dada, pinggang, perut dan kaki!
"Greeekkk!" Libat jerat cabang pohon semakin kencang. Pendekar 212 Wiro Sableng
agaknya tidak bakal lolos dari kematian yang sangat mengerikan.
Hanya sesaat lagi leher si pemuda akan remuk, dua tangan hancur, dada, perut dan
dua kaki ringsek, tiba-tiba satu bayangan merah berkelebat. Disusul menyambarnya
sinar merah yang berkiblat bertubi-tubi, menebar hawa dingin angker disertai
suara mendesis aneh.
"Craass! Craasss!"
Luar biasa! Dua puluh cabang pohon yang melibat dan meremas Wiro terbabat putus!
Raungan dahsyat menggelegar di tempat itu. Pohon beringin besar dengan dua puluh
cabang serta daun-daunnya yang lebat lenyap. Yang kelihatan kini adalah sosok Ki
Beringin Reksa dalam ujud aslinya, hanya mengenakan celana kolor. Dua tangan
buntung, leher cabik, dada dan perut penuh robekan luka. Darah menutupi sekujur
badan. Tubuh itu terhuyung sebentar lalu limbung dan jatuh tertelungkup, hampir
menimpa Wiro kalau dia tidak cepat berguling menjauh. Walau selamat keadaan
murid Sinto Gendeng ini tampak babak belur. Baju robek-robek, goresan luka di
muka dan di tubuh. Darah mengucur dari telinga kiri yang luka.
"Siapa yang menolongku?" ucap si pemuda. Menoleh ke kiri dia masih sempat
melihat satu bayangan merah berkelebat lenyap ke arah kali. Lalu ada suara benda
meluncur di permukaan air. Wiro cepat berdiri hendak mengejar. Namun dari arah
ujung rumah yang terbakar terdengar teriakan perempuan.
"Jangan tinggalkan kami! Tolong!"
Gerakan Wiro jadi tertahan. Sesaat dia merasa bimbang. Namun akhirnya dia
mendatangi kelompok perempuan dan anak-anak yang ketakutan setengah mati. Begitu
Wiro sampai di hadapan orang-orang itu, mereka semua jatuhkan diri. Ada yang
menangis, ada yang mengucapkan terima kasih terbata-bata.
"Ibu-ibu ini siapa" Orang-orang berpakaian penuh tambalan itu apa kalian?"
Dadu Setan 36 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Salah seorang dari delapan perempuan memberi tahu bahwa mereka adalah istri-
istri dari Pengemis Siang Malam dan lima anak buahnya.
"Raden telah menolong kami. Apakah Raden masih mau membantu mengantar kami ke
tempat yang aman?"
"Orang-orang yang melakukan penyerangan itu, siapa mereka?"
"Kami tidak tahu. Suami-suami kami memang bukan orang baik-baik, banyak musuh."
"Tapi hendak membunuh perempuan dan anak-anak sungguh luar biasa keterlaluan.
Pasti mereka punya dendam kesumat besar. . . "
"Pagi tadi, suami kami Pengemis Siang Malam mengatakan dia tengah menyelidiki
satu urusan rahasia besar. . . "
"Rahasia besar" Rahasia apa?"
"Kami tidak tahu. Suami kami tidak menjelaskan. "
"Raden kami mohon Raden mau mengantar kami sampai di desa Luragung. Di desa itu
kami mungkin bisa minta bantuan penduduk untuk mengurus jenazah suami-suami
kami. Kalau kami tidak mendapatkan pertolongan karena kami dianggap orang-orang
jahat maka kami terpaksa meneruskan perjalanan menuju Lebakwangi. " Yang bicara
adalah istri kedua Pengemis Siang Malam.
"Ibu-ibu punya seseorang yang bisa diminta bantuannya di Lebakwangi?"
"Guru tua suami kami tinggal di sana. "
"Siapa, namanya?" Wiro ingin tahu. . "Raja Pengemis Delapan Mata Angin. "
Wiro garuk-garuk kepala.
"Ada Pengemis Siang Malam. Sekarang ada Raja Pengemis. Jangan-jangan ada juga
Ratu Pengemisnya. " ucap Wiro dalam hati. Sebenarnya dia masih penasaran hendak
mengejar si pakaian merah yang telah menolongnya tadi. Tapi tak tega
meninggalkan delapan perempuan dan lima anak kecil. Setelah meratapi jenazah
suami masing-masing delapan perempuan serta lima anak kecil tinggalkan tempat
itu. Sambil berjalan Wiro masih juga menduga-duga siapa adanya sang penolong.
"Aku hanya melihat sekelebatan. Dari pakaian dan bau tubuhnya agaknya dia
seorang perempuan. Bidadari Angin Timur atau Ratu Duyung jelas bukan. Orang itu
berpakaian merah. Bersenjata golok atau pedang.
Menolong tapi lantas pergi begitu saja. Aneh. Hemmm. . . . mungkin si penolong
orang bernama Rara Santang itu?"
"Kalau kami boleh bertanya Raden yang telah menolong kami ini siapakah adanya?"
Perempuan yang berjalan di samping Wiro bertanya. Dia adalah istri tua Pengemis
Siang Malam. Si pemuda tak segera menjawab. Mungkin tengah menimbang-nimbang. Akhirnya dia
berkata juga. "Namaku Wiro, jangan panggil aku Raden. Lagi pula bukan aku sendiri yang
Wiro Sableng 148 Dadu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menolong. Ada orang lain. Cuma heran sehabis menolong dia pergi begitu saja.
Kita semua berhutang nyawa padanya. . . "
Wiro kemudian mengambil dua anak yang paling kecil lalu menggendongnya di tangan
kiri kanan. Wiro ingat sesuatu lalu berpaling pada ibu-ibu di sampingnya. "Ada
yang tahu atau pernah mendengar seorang bernama Rara Santang?"
Dadu Setan 37 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mula-mula tak ada yang menjawab. Kemudian istri pertama Pengemis Siang Malam
ajukan pertanyaan. "Mengapa Raden menanyakan orang itu?"
"Seorang sahabat minta aku menemuinya. "
"Rara Santang, lengkapnya Nyai Mas Rara Santang. Dia adalah puteri Prabu
Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, jauh di pedalaman sebelah barat"
"Hemmm. . . . " Wiro bergumam dan berpikir. "Ada apa nenek Sepuh Kembar Tilu
meminta aku mencari puteri raja itu" Apa kehidupan di Jawa sebelah barat ini
lebih banyak anehnya dari di timur?"
Menjelang tengah malam rombongan itu sampai di desa Luragung. Mereka menemui
kepala desa. Kepala desa yang baik hati walau kemudian tahu siapa adanya
perempuan dan anak-anak itu bersedia juga menolong. Sebelum Wiro pergi, delapan
orang perempuan loloskan perhiasan yang mereka miliki seperti kalung, gelang,
anting-anting serta cincin, dikumpul jadi satu, dibungkus dalam sehelai
selendang lalu diberikan pada Wiro.
"Buat apa?" tanya Pendekar 212 .
"Buat Raden. Mungkin itu tidak sebanding sebagai balas jasa Raden yang telah
menyelamatkan nyawa kami dan anak-anak. Namun hanya itu yang bisa kami berikan.
" Wiro tertawa. "Terima kasih, tapi aku menolong tanpa pamrih. Lagi pula mana mungkin aku
seorang lelaki pakai kalung, gelang, cincin dan anting-anting. Ha. . . ha. . .
ha. . . . !"
"Kalau begitu berikan pada istri atau kekasih Raden. . . . " Istri pertama
Pengemis Siang Malam mendesak.
Wiro kembali tertawa.
"Aku tidak punya istri. Kekasihku banyak. Yang mana yang mau dikasih" Dikasih
yang satu yang lain cemburu. Ha. . . ha. . . ha!"
"Tapi Raden, kami minta dengan sangat. . . . "
Perempuan yang bicara tidak meneruskan ucapan karena saat itu Pendekar 212 sudah
berkelebat lenyap di kegelapan malam.
Berjalan meninggalkan desa Luragung ingatan Wiro kembali pada orang yang telah
menolongnya. "Menolong lalu kabur. Benar-benar aneh. . . . " ucap sang pendekar dalam hati.
Tibatiba dia mendengar suara ha-hu. ha-hu ha-hu di belakangnya. Wiro hentikan
langkah dan berpaling. Dua nenek kembar rambut kelabu jubah kuning berdiri di
hadapannya. Kembaran Eyang Sepuh Kembar Tilu. Keduanya membungkuk lalu salah seorang
menyerahkan sebuah bungkusan.
"Kalian mengikutiku! Aku sudah bilang jangan sekali-kali berani mengikutiku!"
"ha-hu ha-hu. . . . "
"Apa ini?" tanya Wiro sambil memandang pada bungkusan yang disodorkan.
"ha-hu ha-hu!" Dua nenek menepuk-nepuk bahu dan dada. Lalu yang disebelah kanan
menunjuk-nunjuk dengan tangan kiri ke arah Wiro sementara tangan kanan digaris-
gariskan ke dada, perut dan pantatnya.
"Ya. . . ya aku mengerti. Kalian mau bilang bajuku kotor, banyak robekan. Lalu
kenapa?" "ha-hu ha-hu. " Dua nenek gagu kembali menunjuk-nunjuk Wiro. Lalu yang satu
menunjuk pantatnya sendiri berulang kali.
Dadu Setan 38 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro berpaling ke belakang, angsur ke depan celananya di bagian pantat. Astaga.
Ternyata disitu ada robekan besar yang membuat tubuhnya sebelah bawah belakang
tersingkap lebar. Robekan ini adalah akibat libatan cabang beringin jejadian Ki
Beringin Reksa.
"Gendeng! Bagaimana aku bisa tidak tahu kalau pantatku melongo begini"!" ucap
Wiro dalam hati mengomel sendiri. "Perempuan-perempuan itu pasti melihat. Tapi
tidak memberi tahu!"
"ha-hu ha-hu!"
Nenek rambut kelabu sebelah kanan kembali menyodorkan bungkusan. Wiro mengambil
lalu memeriksa isinya. Ternyata sehelai baju dan celana putih.
"Ah. . . . . " sang pendekar jadi menyesal kalau tadi membentak-bentak dua
nenek. Ternyata mereka berniat baik. Memberikan pakaian pengganti baju dart celananya
yang kotor dan penuh robek. Wiro tertawa.
"ha-hu ha-hu. "
"Terima kasih. Kalian berdua ternyata berhati baik. Tapi kalian dapat dari mana
pakaian ini" Pasti kalian curi!"
"Hik. . . hik. . . hik!"
Dua nenek jejadian tertawa cekikikan.
"Sekali lagi terima kasih. Kalian boleh pergi. . . "
"ha-hu ha-hu. . . " Dua nenek membungkuk dan tertawa girang. Keduanya balikkan
badan. "Tunggu dulu," tibatiba Wiro berkata. "Kalian pasti telah lama mengikutiku.
Kalian pasti melihat semua kejadian di tepi kali. "
"ha-hu ha-hu. "
"Kalian melihat orang yang menolongku?"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek mengangguk-angguk.
"Berpakaian merah?"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek kembali mengangguk-angguk. Lalu menepuk-nepuk pakaian
masing-masing, kemudian acungkan jempol.
"Hemm. . . . Maksud kalian pakaiannya bagus?"
"ha-hu ha-hu. "
"Perempuan?"
"ha-hu ha-hu. "
"Bagaimana wajahnya?" tanya Wiro lagi.
Dua nenek gelengkan kepala lalu dua tangan diusapkan ke wajah.
"Ah. . . . Maksud kalian orang itu memakai topeng?"
Dua nenek kembali gelengkan kepala lalu kali ini tangan diusap-usap di depan
wajah. "Aku mengerti. Orang itu tidak kelihatan wajahnya karena memakai penutup muka
atau cadar"
"ha-hu ha-hu. " Dua nenek mengangguk berulang kali
"Orang itu telah menyelamatkan jiwaku. Sehabis menolong pergi begitu saja.
Kalian tahu kemana perginya?"
Dua nenek menunjuk ke arah timur.
"Terima kasih, kalian sudah banyak menolong. Sekarang kalian silahkan pergi. Aku
mau berganti pakaian. Awas, jangan berani mengintip. "
Dadu Setan 39 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dua nenek tertawa cekikikan lalu berkelebat pergi. "ha-hu ha-hu. . . ha-hu ha-
hu. " * * * Malam bulan purnama empat belas hari. Cahaya rembulan cukup terang jatuh di bumi
hingga tiga orang lelaki menunggang kuda dapat memacu tunggangan masing-masing
dengan kencang. Di satu tempat mereka berhenti. Kuda ditambat ke pohon lalu
ketiganya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Arah yang dituju adalah kaki
Bukit Batu Bersuling sebelah timur. Setelah lari cukup lama mereka sampai di
satu bangunan besar tanpa dinding beratap rumbia.
"Raden," lelaki di samping kiri berbisik. Namanya Meneng. "Di sini biasanya para
tamu meninggalkan kuda mereka. "
Orang yang dipanggil Raden yang adalah Rayi Jantra, Kepala Pasukan Kadipaten
Losari meneliti, memandang berkeliling.
"Sepi, tak ada siapa-siapa. Menurutmu malam ini akan dilakukan pembukaan. . . .
" "Keadaannya memang terasa aneh. Setahu saya seharusnya. . . "
"Mana gedung dibawah bukit batu yang disebut Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga.
" "Ikuti saya. . . . . " ucap Meneng.
Dipimpin orang yang agaknya banyak tahu keadaan di tempat itu, ketiganya
melangkah cepat di sepanjang jalan yang diapit dua dinding batu setinggi dua
tombak hingga akhirnya mereka sampai di hadapan sebuah rumah panggung. Meneng
memeriksa dinding batu sebentar lalu menekan sebuah alat rahasia. Sebuah pintu
membuka. Dia memberi tanda pada dua orang di belakangnya untuk mengikuti. Ketika
pintu rahasia itu menutup kembali, Rayi Jantra berlaku cerdik. Sudut bawah pintu
diganjalnya dengan sebuah balok yang ada di lantai ruangan. Bukan saja dia
berhasil menahan tertutupnya pintu, tapi sekaligus memungkinkan cahaya masuk ke
ruangan dimana dia berada sehingga dia cukup mampu melihat keadaan di tempat
itu. "Sepi, tak ada orang. Ruangan ini kosong. Meneng, kau yakin kita tidak datang ke
tempat yang salah?"
Orang bernama Meneng menjawab. "Tidak Raden, saya yakin sekali ini tempatnya.
Tapi mengapa keadaan berubah. Sunyi, gelap. Tak ada orang. Padahal malam ini
saya mendapat kabar pembukaan malam judi pertama akan dilakukan
"Seharusnya kita membawa obor," kata Rayi Jantra.
"Jangan khawatir, kami akan menerangkan ruangan untuk kalian!"
Mendadak ada suara orang lalu ruangan gelap itu berubah jadi terang benderang.
Ternyata ada sepuluh lampu minyak besar di tempat itu. Yang menyala hanya lima
yaitu di empat sudut dan di tengah ruangan. Di ruangan yang terang itu terlihat
enam orang lelaki berpakaian hitam. Wajah mereka tampak seram karena selain
hitam hangus juga ada luka di sekitar mulut, hidung dan sepasang mata. Ke enam
orang ini adalah para pengawal Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga yang malam
kemarin diselomoti Pendekar 212 Wiro Sableng muka mereka dengan obor di tempat
kediaman Pengemis Siang Malam. Ke enam orang ini berdiri dengan golok di tangan.
Mereka semua tidak menyebabkan Rayi Jantra merasa gentar. Namun yang membuatnya
jadi tercekat adalah sosok kakek berjubah biru gelap yang Dadu Setan 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tegak tak bergerak bersidekap tangan di anak tangga terbawah dari sebuah tangga
batu yang menghubungkan ruangan itu dengan ruangan di sebelah atas bangunan.
Tengkuknya memiliki bulu seperti bulu pada leher kuda. Dua kaki yang tersembul
di balik jubah bukan berbentuk kaki manusia tapi seperti kaki kuda lengkap
dengan ladam besinya!
"Ki Sentot Balangnipa alias Si Kuda Iblis. Bagaimana tokoh silat istana Kerajaan
di timur ini bisa berada di tempat ini?" pikir Rayi Jantra.
"Rayi Jantra! Datang di tempat orang tanpa diundang. Muncul setengah menyusup!
Gerangan apa maksudnya" Padahal seorang Kepala Pasukan Kadipaten seharusnya tahu
sopan santun peradatan!"
Yang keluarkan suara adalah kakek bernama Ki Sentot Balangnipa alias Si Kuda
Iblis. Walau hatinya tidak enak namun sebagai salah seorang pemegang kuasa di Losari,
dengan tenang Rayi Jantra unjukkan sikap hormat. Dia membungkuk lebih dulu
sebelum menjawab.
"Ki Sentot, harap maafkan kalau kedatanganku mengganggu ketenteramanmu, Aku
tidak tahu kalau kau ada kepentingan di tempat ini. Aku datang ke sini untuk
melakukan penyelidikan sesuai dengan wewenang dan tugasku. "
"Hemm, begitu. . . ?" Ki Sentot Balangnipa menyeringai. Waktu mulutnya terbuka
kelihatan deretan gigi serta lidahnya yang menyerupai kuda. "Apakah tugas
kedatanganmu ke tempat ini atas sepengetahuan atasanmu, Adipati Seda Wiralaga?"
"Aku memang tidak memberi tahu padanya. " Jawab Rayi Jantra terlalu polos.
"Luar biasa! Ada bawahan yang bertindak tanpa sepengetahuan atasannya. " Ki
Sentot Balangnipa geleng-geleng kepala. "Rayi Jantra, apa yang hendak kau
selidiki secara lancang di tempat orang"!"
"Aku mendapat laporan tempat ini adalah sarang besar perjudian. Semua orang tahu
perjudian adalah hal yang terlarang!"
"Hebat luar biasa tugasmu, Rayi Jantra! Lalu saat ini apakah kau melihat ada
orang yang berjudi di tempat ini" Apakah kau juga melihat benda-benda alat
perjudian?"
"Memang tidak ada orang tidak ada peralatan judi. Aku punya dugaan keras semua
sudah disingkirkan sebelum aku datang di tempat ini. Dan kalau aku boleh
bertanya, adalah hal sangat mengherankan seorang tokoh silat Istana di timur ada
di tempat ini! Apa kau bisa menjelaskan"!"
Ki Sentot Balangnipa menyeringai lagi.
"Tetamu tak diundang menanyai perihal tuan rumah! Sungguh tidak sopan! Meneng,
kau cepat kemari!"
Lelaki bernama Meneng, yang datang bersama Rayi Jantra serta merta melompat dan
berdiri di samping Ki Sentot Balangnipa.
"Jahanam keparat! Meneng! Ternyata kau seekor ular kepala dual Beraninya kau
menipu mengkhianatiku!" teriak Rayi Jantra marah sekali.
Sementara Meneng berdiri cengengesan Ki Sentot Balangnipa berteriak.
"Anak-anak. Bunuh dua orang itu!"
* * * Dadu Setan 41 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN nam lelaki bermuka hangus dan mencekal golok menyerbu ke arah Kepala Pasukan
Kadipaten Losari dan anak buahnya. Rayi Jantra sadar, baginya hanya ada satu
Epilihan. Menghabisi semua orang itu atau menemui ajal di tempat itu. Sejak lama
dia pernah mendengar tentang berlangsungnya perjudian besar-besaran di satu
tempat rahasia sekitar Bukit Batu Bersuling. Selain sebagai tempat judi, gedung
itu juga dipakai untuk tempat berbuat mesum. Konon gedung tersebut diberi nama
Istana Seribu Rejeki Seribu Sorga dan dikawal kuat oleh sejumlah orang
berkepandaian tinggi termasuk para tokoh silat. Selain dipakai sebagai tempat
judi dan perbuatan cabul, gedung itu juga diduga keras telah menjadi pusat
pertemuan rahasia beberapa pejabat tinggi Kerajaan di timur dalam rangka
menguasai Kerajaan di barat.
Sebagai seorang Kepala Pasukan tentu saja Rayi Jantra memiliki kepandaian yang
diandaikan. Sekali menggebrak dia berhasil menghantam roboh salah seorang
penyerang lalu merampas goloknya. Dengan senjata itu Rayi Jantra kemudian
menghajar lima penyerang lainnya. Tiga roboh mandi darah! Ketika dia hendak
menghabisi yang dua orang lagi tibatiba satu sosok tubuh melayang dan jatuh
tepat di hadapan Rayi Jantra.
Begitu diperhatikan ternyata orang itu adalah Meneng. Tergelimpang di lantai
ruangan dengan leher patah, lidah setengah menjulur dan mata mendelik.
Di seberang sana Ki Sentot Balangnipa keluarkan suara tertawa seperti kuda
meringkik. "Rayi Jantra! Jika kau menyerah dan masuk ke dalam kelompokku, aku akan
mengampuni selembar nyawamu!"
Kepala Pasukan Kadipaten Losari itu maklum ucapan lawan hanya merupakan satu
tipuan belaka. "Tawaranmu cukup menarik. Boleh aku minta penjelasan kelompok macam apa yang kau
pimpin?" "Kau tidak perlu tahu kelompok macam apa atau apa yang kami lakukan. Yang jelas
Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa 1 Suling Pualam Dan Rajawali Terbang Karya Peng An Pertentangan Dua Datuk 2