Senandung Kematian 3
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian Bagian 3
dikenal orang di mana-mana. Ha...ha....ha! sebaliknya, apakah aku perlu bertanya
siapa kau adanya" Kurasa tidak perlu. Cepat jawab saja pertanyaanku tadi!"
"Aku tahu kalau Pangeran Matahari itu dikenal sebagai Pangeran Segala Congkak.
Tapi aku beritahu padamu, jangan congkak di hadapanku! Lekas membungkuk memberi
hormat! Karena sudah tiba saatnya kau membalas segala budiku di masa lalu!"
Sepasang mata orang berpakaian hitam yang memang Pangeran Matahari adanya
membesar, menatap tak berkedip pandangi wajah Damar Wulung sambil menindih rasa
terkejut dan juga amarah. Dari hidungnya dia keluarkan suara mendengus.
"Hari masih pagi. Tapi aku sudah bertemu orang gila hormat tak tahu juntrungan!
Pangeran Matahari tidak pernah membungkuk kepada siapapun! Dan jangan berani
menyebut segala macam budi! Budi apa yang pernah aku terima darimu!"
"Ingat nama Bagus Srubud"!" Damar Wulung bertanya, membuat terkejut Pangeran Matahari dan
dua matanya tampak tambah membesar. Lalu sang Pangeran membentak.
"Kau siapa"!"
"Aku tuan besar yang telah memberikan kenikmatan dan juga pertolongan padamu.
Apa tidak pantas kalau aku menyuruhmu membungkuk memberi hormat"!"
"Kurang ajar! Jangan bicara berteka-teki. Lekas katakan siapa kau adanya!
Aku Pangeran Matahari tidak terlalu perduli pada segala macam budi! Jadi jangan
mengira aku tidak mau menggebukmu bahkan membunuhmu jika kau membuat aku sampai
marah besar!"
"Tenang Pangeran, jangan kesusu, jangan lekas marah. Kesusu dan kemarahan
kadang-kadang membuat orang tidak bisa berpikir, susah mengingat kejadian masa
lalu. Tapi aku tahu kau juga dijuluki Pangeran Segala Cerdik. Masih ingat sorga
bernama Kinasih"!"
Pangeran Matahari tercengang.
"Bagus Srubud, aku yang memberikan nama itu padamu. Sorga bernama Kinasih, aku
juga yang emberikan perempuan cantik itu padamu....."
Rasa kaget Pangeran Matahari semakin bertambah-tambah. "Kau.....!"
"Masih ingat seperangkat pakaian petinggi Keraton dan tiga buah topeng tipis
terbuat dari getah pohon latek"! Aku yang memberikan pakaian dan topeng itu
padamu. Satu dari tiga topeng itu kini sudah kau kenakan di wajahmu! Apakah
tidak pantas kau membungkuk memberi hormat. Karena hari ini adalah hari di mana
kau harus membalas semua budi besarku itu!"
"Aku ingat semua itu! Tapi saat itu, kau tidak menunjukkan diri. Dan aku yakin
yang bicara padaku, yang memberikan pakaian serta topeng bukan kau tapi adalah
guruku Si Muka Mayat alias Setan Muka Pucat!"
Damar Wulung tersenyum.
"Percuma kau dijuluki Pangeran Segala Cerdik. Gurumu sudah lama mati, mana ada
orang mati bisa memberikan sorga berupa perempuan cantik. Mana ada orang mati
bisa memberikan pakaian bagus dan topeng untuk menutupi wajahmu BASTIAN TITO
48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
yang cacat! Pangeran Matahari, aku beritahu padamu jangan kepongahan dan
kecongkaan membuat otakmu jadi tumpul!"
Mengembang rahang Pangeran Matahari mendengar semua ucapan pemuda berpakaian
kuning itu. "Pemuda baju kuning! Siapapun kau adanya jangan berani menghina
guruku!" "Menghina! Gurumu sudah mati. Itu kenyataan. Apa menghina kalau kukatakan dia
sudah mati" Ha....ha.....ha! Sejak kau dihantam musuh besarmu Pendekar 212 hingga
jatuh masuk ke dalam jurang, kepala terbentur, muka cacat, otakmu rupanya memang
jadi tidak karuan. Tidak salah kalau orang yang menolongmu yaitu Singo Abang
menyebutmu Pangeran Miring! Ha....ha.....ha!"
"Diam!" bentak Pangeran Matahari. Tangan kanannya diangkat ke atas. "Aku bisa
membunuhmu semudah membalikkan telapak tangan!"
"Begitu?"
Damar Wulung tersenyum. "Kau mau membunuhku dengan
pukulan apa" Pukulan Gerhana Matahari" Atau Telapak Matahari, atau Merapi
Meletus" Mungkin juga dengan pukulan Dua Singa Berebut Matahari?"
Kejut Pangeran Matahari bukan alang kepalang. Orang mengetahui semua pukulan
andalan yang dimiliinya. Dua tangan diangkat ke atas, bergetar menahan marah dan
juga karena ada tenaga dalam yang dialirkan. Suaranya ikut bergetar ketika
berkata. "Lekas katakan , siapa kau adanya! Lekas!"
"Namaku Damar Wulung! Aku tidak punya waktu lama. Dengar, aku tahu kau tengah
dalam perjalanan menuju air terjun Jurangmungkung. Kita punya tujuan sama.
Kita juga punya musuh yang sama. Pendekar 212 Wiro Sableng. Mengapa tidak
bekerja sama menghabisi manusia satu itu"!"
"Kalau aku sanggup membunuhnya dengan tangan sendiri perlu apa minta bantuan
manusia culas sepertimu!"
"Kau menyebut culas pada orang yang telah menolongmu! Kau masih bercongkak diri
bisa menghabisi Pendekar 212 Wiro Sableng dengan tangan sendiri.
Jangan terllau congkak Pangeran. Kau tidak tahu siapa saja yang bakal muncul di
tempat itu. selamat tinggal Pangeran congkak! Mungkin ini kali terakhir aku
melihatmu dalam keadaan hidup! Ha...ha....ha!"
"Jahanam, buktikan dulu kemampuanmu!" teriak Pangeran Matahari marah lalu
melompat ke hadapan Damar Wulung seraya lancarkan satu pukulan tangan kosong.
Damar Wulung cepat menghindar sambil menangkis. Dia tahu Pangeran Matahari
hendak menjajagi tenaga dalamnya.
"Bukkk!"
Dua lengan beradu keras di udara. Dua pemuda itu sama-sama keluarkan seruan
tertahan. Tubuh masing-masing terlontar sampai satu tombak. Pangeran Matahari
terkapar jatuh punggung. Damar Wulung terguling di tanah. Dengan cepat Pangeran
Matahari bangkit berdiri. Otak cerdiknya bekerja. Sang Pangeran ulurkan tangan,
membantu Damar Wulung berdiri sambil berucap "Kematian untuk Pendekar 212!"
"Kematian untuk Pendekar 212!" jawab Damar Wulung. Lalu dia memberi isyarat agar
Pangeran Matahari mengikutinya. Dia berkelebat ke arah di mana tadi dia
mendengar suara siulan. Namun sampai di tempat itu dia tidak menemukan siapa-
siapa. Anehnya dia melihat ada jejak dua orang di tanah. Damar Wulung berpaling
pada Pangeran Matahari dan berkata.
"Musuh besar kita sudah dalam perjalanan menuju air terjun Jurangmungkung.
Jika kita berangkat sekarang, paling lambat awal malam kita akan tiba di sana!"
Damar Wulung mengangguk.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tadi kau mengatakan bukan cuma Wiro Sableng yang berada di tempat itu.
Sebaiknya kita memasuki kawasan air terjun setelah malam tiba. Dalam gelap kita bisa
bertindak leluasa tanpa diketahui musuh...."
Damar Wulung tersenyum lalu mengambil kudanya. "Kuda ini cukup kuat membawa kita
berdua sampai ke desa terdekat. Di situ kita bisa mendapatkan seekor kuda untuk
tunganganmu!" Kedua orang itu lalu melompat naik ke atas kuda coklat.
BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Malam merayap mendekati akhirnya. Di kawasan air terjun Juangmungkung kegelapan
masih menggantung. Suara gemuruh curahan air terjun yang kemudian jatuh di atas
batu-batu cadas hitam berlumut merupakan satu-satunya suara yang terdengar abadi
di tempat itu. Kiri kanan tepian Kali Mungkung, menjelang air terjun ditumbuhi sederetan pohon
berdaun rimbun. Di tengah kali tampak beberapa batu hitam muncul di permukaan
air membentuk sosok-sosok seperti orang mendekam menunggu sesuatu.
Sampai menjelang pagi tidak kelihatan gerakan atau sesuatu terjadi. Di salah
satu pohon yang tumbuh di tepi kiri Kali Mungkung, pada tiga cabang besar yang
saling berdekatan, tiga orang mendekam dalam bayang-bayang gelap dan kerimbunan
daun. Mereka dalah Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini.
Sementara itu di dalam rumah kayu di atas pohon besar, Pendekar 212 Wiro Sableng
dan Pendekar Kipas Pelangi yang menyelinap masuk menemui rumah itu dalam keadaan
kosong. Orang yang mereka cari yakni si pemilik rumah Iblis Kepala Batu Alis
Empat alias Iblis Kepala Batu Pemasung Roh yang telah menjebloskan Bunga ke
dalam sebuah guci, tak ada di tempat kediamannya itu. Di dalam rumah hanya ada
sehelai tikar butut dan belasan guci, semua terbuat dari tanah liat.
"Jahanam Iblis Kepala Batu Pemasung Roh itu. mungkin sekali dia sudah tahu
kedatangan kita ke sini lalu kabur lebih dahulu!" kata murid Sinto Gendeng penuh
geram sambil mengepalkan tinju.
"Menurutmu, gadis bernama Bunga itu dimasukkan ke dalam guci. Di sini ada
belasan guci. Mungkin......"
Wiro gelengkan kepala dan memotong ucapan Pendekar Kipas Pelangi.
"Guci-guci itu semua terbuat dari tanah liat. Guci tempat Bunga disekap terbuat
dari perak. Guci perak itu tak ada di sini...."
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Pendekar Kipas Pelangi.
"Keluar daru rumah jahanam ini, menyelidik keadaan di luar," jawab Wiro lalu
menambahkan. "Sebelum keluar aku ingin menghancurkan tempat ini lebih dulu!"
Lalu Pendekar 212 angkat tangan kanannya. Tangan itu sebatas siku ke atas
berubah menjadi putih seperti perak. Ketika tangan itu dihantamkan berkiblatlah
cahaya putih, panas penyilaukan. Itulah pukulan Sinar Matahari!
Di atas sebatang pohon di seberang kali, dua orang yang mendekam di balik
kerimbunan dedaunan dan gelapnya malam menjelang pagi saling berbisik-bisik.
Yang satu, yang berpenampilan sebagai seorang kakek, berkata "Aku mulai gamang.
Kakiku gemeteran sejak tadi. Aku tak tahan lagi. Mau beser...."
"Sial, mau beser, mau kencing ya kencing saja!" menyahuti orang yang diajak
berbisik yaitu seorang bocah berambut jabrik berpakaian hitam.
Sementaa di sebelah timur kelihatan saputan cahaya terang pertanda tak lama lagi
fajar akan segera menyingsing.
"Di sini" Di pohon ini?"
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Apa kau mau turun dulu, kencing di bawah pohon lalu naik lagi ke sini"
Gelo!" "Tapi bagaimana kalau kencingku mengguyur dua orang di cabang pohon di bawah
kita"!"
"Anggap saja mandi pagi. Paling tidak cuci muka! Hik...hik.....hik!"
"Setan, jangan tertawa. Kencingku tambah tak tertahankan....."
Pada saat itulah rumah kayu di atas pohon besar hancur berantakan. Kakek di atas
pohon tersentak kaget.
"Celaka! Ngocor sudah kencingku! Uhh...."
Di bawah pohon orang yang keningnya kecipratan air kencing mula-mula merasa
heran. Bagaimana mungkin, tak ada hujan ada air jatuh dari atas dan terasa
hangat. Dirabanya keningnya, dalam gelap dia coba memperhatikan jari-jari
tangannya yang basah. Lalu hidungnya mencium bau itu. Bau pesing air kencing.
Kencing binatang" Apa ada binatang di atas pohon sana" Dia mendongak. Justru
saat itu kembali ada air jatuh dari atas. Kali ini malah memasuki mulutnya!
"Jahanam keparat!" maki orang ini. "Ini kencing manusia, bukan binatang!
Siapa berani mengencingiku! Kurang ajar!" Orang itu mengusap mulutnya lalu
meludah berulang-ulang.
"Pangeran, ada apa?" tiba-tiba orang di sebelahnya bertanya.
"Ada orang mengencingiku di atas sana! Aku akan menyelidik ke atas!" jawab orang
yang dipanggil dengan sebutan Pangeran yang bukan lain Pangeran Matahari adanya.
"Tunggu, jangan lakukan itu. Rencana yang sudah kita susun bisa kacau...."
Kata sang teman yang adalah Damar Wulung alias Adisaka.
"Tapi mulutku dikencingi!" jawab Pangeran Matahari mata mencorong marah, rahang
menggembung, pelipis bergerak-gerak.
"Pangeran, aku barusan melihat ada dua bayangan melesat turun dari rumah yang
hancur. Sesuai rencana, aku siap menyanyikan senandung itu. Harap kau menahan
diri!" kata Adisaka pula.
Di atas pohon yang lain Anggini berkata. "Sebentar lagi pagi akan datang.
Satu malam suntuk kita berada di tempat ini. Saatnya kita menyelidik. Ratu
Duyung harap kau segera menerapkan Ilmu Menembus Pandang. Ada dua orang melayang
keluar dari rumah yang hancur di atas pohon. Keduanya melesat ke pohon di
seberang sana. Mungkin salah seorang di antaranya Wiro"
Ratu Duyung mengangguk. Tanpa banyak menunggu gadis bermata biru ini segera saja
arahkan pandangannya ke atas pohon di pinggir kali. Namun sebelum sempat Ratu
Duyung mengerahkan ilmu kesaktiannya itu tiba-tiba di atas salah satu pohon di
seberang kali terdengar suara orang menyanyi.
Kaliurang desa tercinta
Terletak di kaki Gunung Merapi
Di sana kami dilahirkan
Alamnya indah penduduknya ramah
Kami anak desa Bangun pagi sudah biasa
Hawa dingin tidak terasa
Kerja di sawah membuat sehat
BASTIAN TITO 52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kerja di ladang membuat kuat
Kami anak desa Rajin membantu orang tua
Menolong Ibu di rumah
Membantu Ayah di sawah
Kami anak desa Tidak lupa sembahyang mengaji
Rendah hati dan tinggi budi
Selalu unjukkan jiwa satria
Tiga gadis di atas pohon sama terkejut dan saling pandang.
"Gila, siapa pula yang menyanyi pagi buta di tempat begini rupa?" berucap
Bidadari Angin Timur.
"Yang menyanyi suaranya jelas orang dewasa. Tapi senandungnya adalah lagu anak-
anak...." Berkata Anggini.
"Aku akan menyelidik ke arah pepohonan di seberang sana. Suara nyanyian itu
datang dari situ," kata Ratu Duyung lalu terapkan Ilmu Menembus Pandang. Tapi
belum sempat dia melihat sosok orang di atas pohon terdengar pula suara orang
bernyanyi. Bait-bait yang disenandungkannya sama dengan yang tadi dinyanyikan
orang di atas pohon di seberang kali.
"Tambah aneh!" kata Bidadari Angin Timur. "Kini ada satu lagi orang gila
menyanyikan lagu sama! Apakah ini merupakan satu tanda rahasia atau jawaban dari
senandung pertama" Tapi kalau orang kedua menyanyi sebagai jawaban senandung
orang pertama, mengapa kata-kata dalam setiap bait yang dinyanyikan sama?"
"Jangan dulu pecahkan keanehan itu, sahabatku!" kata Anggini. "Sebaiknya lekas
kau menyelidiki siapa orang-orang itu."
"Baik, akan segera aku lakukan," jawab Ratu Duyung.
Tapi lagi-lagi sang Ratu terkesima, tak jadi menerapkan Ilmu Menembus Pandang
karena mendadak di seberang kali ada orang berteriak. "Orang yang bernyanyi di
seberang kali! Apakah kau bernama Adimesa"!"
BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Tak ada jawaban. Hanya deru air terjun yang terdengar. Namun tiba-tiba ada
teriakan balasan. "Kakak Adisaka! Kaukah yang diseberang sana"!"
Dua pekik keras menggema di pagi buta itu. Lalu dari atas dua pohon yang
berseberangan di kiri kanan Kali Mungkung tiba-tiba melesat dua sosok,
berkelebat laksana bayangan, pertanda keduanya memiliki kepandaian tinggi.
"Adimesa! Adikku!" "Kakak Adisaka!" Dua orang yang berkelebat dari dau pohon berseberangan, bertemu di udara, saling
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rangkul. Lalu melesat di pinggiran kiri Kali Mungkung, membuat gerakan berputar
dan berjungkir balik di udara, di lain saat mendarat di tepi kali, masih dalam
keadaan berpelukan. Satu berpakaian serba biru, satunya berbaju kuning bercelana
hitam. "Kakak Adisaka! Benarkah ini kau"!" bertanya orang berpakaian serba biru yakni
Adimesa yang dikenal dengan julukan Pendekar Kipas Pelangi. Dia seperti tak
percaya. Sepasang matanya pandangi pemuda berbaju kuning di hadapannya mulai
dari kepala sampai ke kaki lalu dipeluknya kembali. Matanya berkaca-kaca.
"Adikku, aku memang Adisaka! Kakakmu! Siapa yang tahu nyanyian Kami Anak Desa
itu kecuali kita berdua"! Adimesa adikku. Belasan tahun kita berpisah....."
"Kakak, tadinya aku mengira tak ada harapan lagi bertemu denganmu. Namun Tuhan
Maha Besar. Denan Karunia-Nya kita akhirnya dipertemukan juga. Terima kasih
Tuhan. Terima kasih Gusti Allah....."
"Seorang sahabat yang panjang akal memberitahu. Jika kau ingin menguji bahwa kau
ada di tempat ini mengapa aku tidak mengeluarkan senandung yang sering ktia
nyanyikan di masa kanak-kanak di desa dulu" Anjurannya itu masuk akal. Aku
menyanyi keras-keras. Kau mendengar dan memberikan sambutan dengan menyanyi
pula! Dan kita akhirnya bertemu!"
"Sahabatmu si panjang akal itu tentu seorang yang memiliki kepandaian tinggi....."
"Kau akan terkejut kalau mengetahui siapa dia! Aku akan mempertemukannya
denganmu....." Tiba-tiba untuk pertama kali Adisaka menyadari apa tujuan
sebenarnya berada di tempat itu. Yaitu untuk menangkap Wiro hidup-hidup sesuai
perintah Dewi Ular. Tapi saat itu dia juga ingin tahu bagaimana adiknya bisa
muncul di tempat itu. "Adikku, bagaimana kau bisa berada di tempat ini?"
"Panjang ceritanya. Kalau aku boleh bertanya Kakak sendiri berada di sini
bagaimana pula kisahnya"'
Adimesa memandang berkeliling.
Saat itu keadaan sudah terang-terang tanah. Walau agak samar-samar namun tiga
gadis di atas pohon segera mengenali salah satu dari dua pemuda yang tadi saling
berpelukanitu. Bidadari Angin Timur yang membuka mulut lebih dulu.
"Pemuda berpakaian kuning itu, bukankah dia keparat bernama Damar Wulung" Asli
bernama Adisaka sesuai keterangan Gondoruwo Patah Hati"!"
"Tidak salah! Dia memang jahanam keji yang menculik dan hampir menodaiku!" ucap
Ratu Duyung. "Kalau begitu kita tunggu apa lagi!" kata Anggini.
Tiga gadis cantik siap hendak melesat turun dari atas pohon di tepi kali tapi
serta merta urungkan niat mereka karena tiba-tiba ada dua orang melesat dari
pohon BASTIAN TITO
54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
di kiri kanan Kali Mungkung. Kejut tiga gadis ini bukan alang kepalang ketika
mengenali siapa adanya kedua orang itu. yang berdiri di samping Damar Wulung
dengan sikap congkak pongah sambil bertolak pinggang bukan lain adalah Pangeran
Miring alias Pangeran Matahari. Sedang yang tegak di sebelah Adimesa alias
Pendekar Kipas Pelangi adalah Pendekar 212 Wiro Sableng!
Rasa keterkejutan bercampur heran melanda orang-orang yang ada di tempat itu.
Sekaligus rasa tegang ikut menggantung di udara. Kalau Wiro terkejut dan heran
melihat Pangeran Matahari muncul bersama Damar Wulung maka Damar Wulung sendiri
kaget dan heran melihat adiknya Adimesa muncul bersama Pendekar 212
Wiro Sableng. Berlainan dengan Pangeran Matahari, walau hatinya sebenarnya risau
namun dia tetap unjukkan sikap congkak.
Murid Sinto Gendeng perhatikan sosok berpakaian hitam dengan gambar matahari
merah di dada serta mantel hitam di punggung. Pakaian itu adalah pakaian
Pangeran Matahari. "Betul apa yang dikatakan tiga gadis itu. Pakaiannya jelas
pakaian Pangeran Matahari. Tapi wajahnya bukan wajah pangeran keparat itu!" Wiro
membatin. Lalu dengan cepat matanya bergeark memperhatikan tangan kiri orang.
Pendekar 212 menyeringai. Jari tangan kiri si baju hitam ternyata buntung!
"Kelainan wajah bangsat durjana ini. Dia pasti mengenakan topeng tipis!" Wiro
lalu menggertak dengan suara keras.
"Pangeran Matahari! Kau boleh sembunyi di balik topeng menutupi muka cacatmu!
Tapi jangan kira kau bisa menipuku! Jangan harap bisa sembunyi dan lolos dari
dosa besar. Kau telah merusak kehormatan dan membunuh Puti Andini! Kau juga
adalah pembunuh Kinasih, istri jruu ukir Keraton!"
Pangeran Matahari berkacak pinggang, dongakkan kepala lalu tertawa bergelak.
"Dasar manusia sableng. Matahari belum lagi muncul penuh, kau sudah mengigau di
hadapanku!"
"Aku ada bukti robekan pakaianmu dalam genggaman tangan korban!" dari balik
pakaiannya Wiro keluarkan robekan kain hitam yang didapatnya dari Nyi Supi.
"Sekarang kau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan terkutuk itu dengan
nyawamu sendiri!"
Sekilas sepasang mata Pangeran Matahari memancarkan cahaya angker.
"Membuktikan pembunuhan dengan secarik kain butut! Sungguh naif! Bisa saja kau
sendiri yang telah memperkosa dan membunuh perempuan itu. Lalu mencari sepotong
kain yang sama dengan pakaianku dan memfitnah diriku! Busuk! Buktinya di kening
Kinasih kau sengaja mengguratkan angka 212 dengan kukumu! Untuk apa" Untuk
menunjukkan kehebatan yang congkak dan keji"!" Pangeran Matahari meludah ke
tanah. Bertolak pinggang, mendongak ke langit yang mulai terang lalu kembali
tertawa gelak-gelak.
Wiro menyeringai lalu ikut-ikutan tertawa. Suara tawanya demikian keras,
menindih suara tawa Pangeran Matahari dan deru air terjun. Tanah terasa
bergetar. Begitu hentikan tawanya Wiro berkata lantang.
"Pangeran Matahari, kau memang dikenal sebagai Pangeran Segala Cerdik, Segala
Licik, Segala Akal, Segala Congkak, Segala Ilmu! Tapi ada kalanya orang cerdik
berlaku lebih goblok dari orang tolol. Ada kalanya orang licik terpeleset oleh
kelicikannya sendiri. Sering orang yang panjang akal jadi pendek akal karena
kehabisan akal! Ha....ha! Banyak orang beilmu jadi bodoh dalam kecongkakannya.
Dan semua itu kini terjadi dengan dirimu! Kau mengatakan ada guratan angka 212
di kening Kinasih. Bagaimana kau tahu hal itu padahal kau tidak melihat sendiri
jenazahnya! Bagaimana kau tahu angka 212 itu digurat dengan kuku, kalau bukan
kau BASTIAN TITO
55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sendiri yang melakukannya" Pangeran Miring, kau terjebak oleh kelicikanmu
sendiri! Ha....ha....ha!"
Rahang Pangeran Matahari menggembung. Pelipisnya bergerak-gerak.
Sekujur tubuhnya terasa panas karena sadar kalau dirinya memang terjebak. Buru-
buru dia membuka mulut hendak melabrak. Tapi saat itu mendadak ada suara angin
menerpa, satu bayangan kuning berkelebat disusul dengan suara orang berseru.
"Aku mewakili Patih Kerajaan! Aku menjadi saksi semua pembicaraan!
Kawasan air terjun Jurangmungkung telah dikurung dua ratus perajurit!"
Semua orang yang ada di tempat itu menjadi kaget. Memandang ke arah kiri kali
mereka melihat seorang gadis berpakaian ringkas warna kuning berdiri di situ.
Wajah cantik, rambut hitam digulung di atas kepala. Sebilah pedang baru
melintang di pinggangnya.
Bagaimana puteri Patih Kerajaan itu berada di tempat tersebut" Seperti
diceritakan sebelumnya Sutri merasa kecewa besar ketika mengetahui ayahnya
mengirim beberapa tokoh silat Istana dan pasukan besar untuk menangkap Wiro.
Dengan menunggang kuda gadis ini tinggalkan Gedung Kepatihan, berangkat menuju
Mojogedang. Karena dia sendirian dan mengambil jalan pintas. Sutri berhsail
mendahului rombongan pasukan Kerajaan.
"Sutri!" ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala begitu mengenali siapa adanya gadis
itu. dia memandang berkeliling. Saat itu hari mulai terang. Dia tidak melihat
pasukan Kerajaan sekitar tempat itu karena pasukan memang masih cukup jauh di
sebelah selatan.
Sutri Kaliangan terus saja memandang ke jurusan Damar Wulung dan Pangeran
Matahari. Tanpa berpaling pada Pendekar 212 gadis ini berkata "Wiro apa kau
masih mau bicara" Aku mewakili Patih Kerajaan menjadi saksi semua apa yang
terjadi di tempat ini!"
Wiro masih garuk-garuk kepala. Dari ucapan dan gerak-gerik si gadis agaknya
puteri Patih Kerajaan ini berada di pihaknya.
Di atas pohon, tiga gadis memperhatikan Sutri Kaliangan. Mereka kagum melihat
sikap gagah gadis berpakaian kuning itu. Tapi begitu menyadari kecantikan sang
dara, Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini diam-diam dirayapi rasa
cemburu. "Kau tahu, siapa adanya gadis itu?" berbisik Anggini.
Ratu Duyung menggeleng.
"Katanya dia mewakili Patih Kerajaan. Apakah memang ada seorang dara jelita
dalam jajaran pasukan Kerajaan atau pasukan Kepatihan?" ujar Bidadari Angin
Timur pula. Lalu menambahkan "Dari sikap dan cara bicaranya sepertinya dia telah
mengenal Wiro."
Tiga gadis di atas pohon terdiam, hanya mata masing-masing memandang ke bawah
sana. Di pinggir kali Damar Wu;ung rangkapkan dua tangan di depan dada. Dia merasa
tidak enak. Jika Sutri, puteri Patih Kerajaan itu sampai membongkar kebejatannya
maka dia bisa berabe. Gadis satu ini harus segera disingkirkan.
Bagaimana caranya" Damar Wulung memutar otak. Di depannya Pendekar 212
tampak sunggingkan seringai mengejek ke arah Pangeran Matahari lalu berucap
lantang. "Pangeran comberan! Ada yang memberimu nama Pangeran Miring. Kurasa itu memang
pantas! Tapi sungguh aneh. Kau juga pernah memakai nama Bagus Srubud! Mengaku
petinggi dari Keraton. Keraton mana"! Ha....ha.....ha!"
BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Damar Wulung terkejut ketika Wiro menyebut nama Bagus Srubud karena dia pernah
memakai nama itu dan dia pula yang tempo hari menyuruh Pangeran Matahari
mempergunakan nama itu. Bagaimana Wiro bisa menerka" Atau memang Wiro sudah tahu
banyak" Sekilas Damar Wulung melirik ke arah Pangeran Matahari yang saat itu
membuka mulut menyahuti ucapan Wiro.
"Pendekar 212, murid sableng nenek gendeng dari Gunung Gede! Selama ini kau
tolol-tolol saja. Kini rupanya sudah pandai bicara! Malah bicara sombong!
Belasan kali kau sesumbar hendak membunuhku! Nyatanya sampai hari ini aku masih
hidup! Ha....ha......ha!". Dengan cerdik, Pangeran Matahari yang sudah bisa membaca
keadaan menyambung ucapannya. "Aku sendirian saja kau tak pernah sanggup
menghadapi. Apalagi saat ini aku bersama Damar Wulung, murid GPH, apakah kau
masih punya nyali, bicara sombong hendak menghabisiku"!"
"Wiro! Jangan takut! Biar Pangeran keparat itu membawa selusin teman kami
bertiga siap membantumu!"
Satu suara melengking keras di tempat itu. lalu tiga bayangan berkelebat dari
atas pohon. Sesaat kemudian Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini telah
berdiri di kiri kanan Wiro. Pendekar Kipas Pelangi Adimesa selain terkagum-kagum
melihat kemunculan tiga gadis itu, juga jadi terheran-heran.
"Tiga dara cantik! Luar biasa!" Pendekar Kipas Pelangi berkata dalam hati.
"Inikah para gadis yang dikabarkan mencintai Wiro?" Pemuda berkumis rapi ini
melirik pada Bidadari Angin Timur. Mungkin rambutnya yang pirang menimbulkan
daya tarik terhadap sang dara dibanding dua gadis lainnya.
Rasa kagum dan heran Pendekar Kipas Pelangi serta merta berubah menjadi rasa
kaget ketika tiba-tiba Ratu Duyung melompat ke hadapan Adisaka, membentak sambil
menuding. "Damar Wulung manusia jahanam! Jangan jual tampang tak berdosa di hadapan kami!
Kami bertiga sudah tahu kebejatanmu! Kau pernah hendak memperkosaku! Kau juga
telah mencuri cermin sakti milikku! Manusia sepertimu sudah saatnya ditumpas!"
Damar Wulung terkesima sampai surut satu langkah mendapat dampratan tak terduga
itu. Dia cepat buka mulut untuk berkilah, tapi saat itu gadis berbaju kuning
sambil cabut pedang dan melintangkan itu di depan dada melompat ke hadapannya
dan bicara keras.
"Damar Wulung! Aku Sutri Kaliangan puteri Patih Kerajaan! Memberi kesaksian
bahwa kau juga pernah hendak menculik diriku secara keji!"
Anggini yang sejak tadi menahan diri melompat pula ke hadapan Pangeran Matahari.
"Kau membunuh Puti Andini! Kau mencideraiku! Ditambah seribu satu kejahatan yang
telah kau perbuat, hari ini pintu neraka telah terbuka lebar-lebar untukmu!"
Pangeran Matahari dengan sikap pongah rangkapkan dua tangan di depan dada lalu
tertawa membahak. "Dara berpakaian ungu, aku tahu kau muridnya Dewa Tuak. Yang
konon dijodohkan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng! Kasihan kalau dirimu sampai
jadi pasangan pemuda edan itu. Bukankah lebih baik ikut aku saja"
Ha....ha......ha!"
"Pangeran Miring!" bentak Wiro. "Binatang saja kalau pandai bicara pasti menolak menjadi
pendampingmu! Apa lagi murid Dewa Tuak ini!"
Pangeran Matahari menyeringai. "Pendekar 212, jangan cepat cemburu!
Sungguh memalukan dan pengecut sekali! Ternyata dalam kesombonganmu kau
berlindung di balik tiga gadis cantik! Ha.....ha....!"
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Pangeran Miring, kau boleh mengatakan diriku pengecut. Tapi kalau aku boleh
bertanya mengapa kau melindungi dirimu di balik sehelai topeng" Kau takut setan
neraka mengenalimu" Atau takut karena terlalu banyak musuh"!"
"Aku Pangeran Matahari tidak pernah mengenal kata takut!" jawab Pangeran
Matahari sambil bertolak pinggang. Padahal sebenarnya saat itu dia tengah
menghitung-hitung kekuatan. Berdua dengan Damar Wulung apakah dia sanggup
menghadapi Wiro Sableng dan tiga gadis cantik yang diketahuinya berkepandaian
tinggi itu" Lalu pemuda berpakaian biru berkumis kecil bernama Adimesa berjuluk
Pendekar Kipas Pelangi itu, berada di pihak manakah dia"
Sementara itu Pendekar Kipas Pelangi sendiri yang sejak tadi menahan rasa
keterkejutannya mendengar semua pembicaraan yang berlangsung, mendekati Wiro dan
bertanya. "Sahabat Wiro, apakah ucapan gadis bermata biru tentang kakakku benar
adanya?" "Sahabatku," jawab Wiro. "Kau boleh tidak percaya pada ucapan Ratu Duyung. Tapi
jika Sutri Kaliangan puteri Patih Kerajaan ikut bicara tentang kakakmu, apakah
kau masih tidak percaya?" Wiro tatap wajah pemuda itu sesaat sambil menduga-
duga, jika pecah perkelahian hebat di tempat itu, di pihak manakah pemuda ini
akan berpihak" Dia hanya seorang sahabat, tetapi Adisaka alias Damar Wulung
adalah kakaknya sedarah sedaging. Wiro kemudian melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya sejak aku ketahui Damar Wulung adalah Adisaka, mengingat
persahabatan kita, apa lagi kau pernah menyelamatkan diriku, ada satu ganjalan
besar dalam hatiku. Aku tak tega memberitahu semua perbuatan jahat saudaramu
itu. Kini kau sudah mengetahui sendiri dari orang lain......"
"Adimesa! Jangan pecaya mulut keji Pendekar 212!" tiba-tiba Adisaka alias Damar
Wulung berteriak. "Aku justru selama ini mengejarnya untuk diseret ke haapan
arwah Dewi Ular yang telah dibunuhnya!"
"Pendekar Kipas Pelangi," kata Wiro, "Menyesal sekali aku katakan, kakakmu
itulah yang menjarah rombongan pembawa harta Keraton beberapa waktu lalu. Bukan
saja jatuh beberapa korban tak berosa, tapi dia merampas Keris Kiai Naga Kopek.
Aku menerima apesnya, kena dituduh sebagai pencuri keris pusaka itu!"
"Penipu busuk! Kau memutar balik kenyataan! Kaulah yang telah membunuh para
perampok hutan Roban pimpinan Warok Mata Api. Kau juga yang menjarah harta
perhiasan, uang emas dan Keris Kiai Naga Kopek. Kini kau tuduh aku yang
melakukan!" teriak Damar Wulung menggeledek.
Wiro menggeram dan memaki dalam hati mendengar kata-kata beracun Damar Wulung
itu. Kalau saja Kinasih masih hidup, dia bisa menjadi saksi atas keterlibatan
langsung Damar Wulung dalam peristiwa perampokan harta benda milik Kerajaan.
"Benar, aku tahu sekali ceritanya!" Pangeran Matahari menimpali. "Keris Kiai
Naga Kopek memang dijarah oleh Pendekar 212 Wiro Sableng! Kini pasukan Kerajaan
mencarinya karena sudah dicap sebagai buronan!"
"Sahabat Wiro, bagaimana ini" Mana yang benar.....?" Pendekar Kipas Pelangi
bertanya. "Adimesa, aku tahu pemuda itu adalah kakakmu! Kau mungkin lebih mempercayai
dirinya dari pada aku. Tapi aku akan segera membuktikan bahwa Keris Kiai Naga
Kopek memang ada padanya. Saat ini senjata itu diselipkan di pinggang kiri
sebelah belakang....."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Pendekar Kipas Pelangi.
"Aku barusan menerapkan Ilmu Menembus Pandang....."
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Semakin bingung Pendekar Kipas Pelangi. Dia berpaling pada kakaknya.
"Kakak Adisaka, benarkah....."
"Adimesa! Kau adikku! Kau percaya padanya atau padaku" Kau berada di pihak
siapa" Lekas berdiri di sebelahku! Perlu apa kau berdampingan dengan jahanam
keparat itu!"
"Kakak, aku ingin kejujuranmu. Benarkah.....?"
Damar Wulung menggeram marah. Dia dorong dada adiknya hingga Adimesa terjajar
hampir jatuh. Wiro cepat menahan tubuh Adimesa hingga pemuda ini tak sampai
jatuh ke tahah.
"Damar Wulung! Aku harap kau segera menyerahkan Keris Kiai Naga Kopek untuk aku
kembalikan pada Kerajaan!"
Damar Wulung kerenyitkan kening mendengar kata-kata Wiro itu. "Kau mau jadi
pahlawan kesiangan" Padahal kau sebenarnya seorang buronan! Hendak berbuat jasa
pada Kerajaan agar segala dosamu diampuni" Ha....ha....ha!"
"Aku tahu keris pusaka itu ada padamu. Kau sisipkan di pinggang sebelah kiri
belakang!" kata Wiro pula. Sebelumnya Wiro telah menerapkan Ilmu Menembus
Pandang hingga dia mampu melihat kalau senjata pusaka Keraton itu yang memang
tersisip di pinggang belakang Damar Wulung. Selain itu Wiro juga melihat sebuah
benda bulat berkilat terselip di bagian depan perut Damar Wulung. Benda ini
adalah cermin sakti milik Ratu Duyung yang dicuri Damar Wulung sewaktu menculik
gadis bermata biru itu.
"Otakmu culas! Mulutmu busuk! Kalau kau menuduh aku memiliki keris itu, silahkan
ambil sendiri!" kata Damar Wulung.
"Atas nama Kerajaan aku harap kau menyerahkan Keris Naga Kopek padaku!" Tiba-
tiba Sutri Kaliangan melompat ke hadapan Damar Wulung.
Damar Wulung tertawa bergelak "Ini satu lagi gadis sesat kena tipu daya Pendekar
Sableng! Aku menghormati dirimu sebagai Puteri Patih Kerajaan. Jika kau mau
berlaku adil, mengapa tidak menangkap Wiro yang jelas-jelas adalah buronan
Kerajaan"!"
"Aku tidak mau tahu hal dia buronan atau bukan. Serahkan Keris Naga Kopek
padaku!" bentak Sutri.
"Ha....ha! Rupanya kau termasuk di barisan para gadis cantik yang jatuh cinta pada
Pendekar Geblek itu!"
"Sreett!"
Sutri Kaliangan keluarkan pedangnya dari dalam sarung. Tangan kiri melintangkan
pedang di depan dada sementara tangan kanan diangsurkan ke arah Damar Wulung.
"Kalau kau inginkan keris yang tak ada padaku, apakah ini berarti sebenarnya kau
inginkan diriku"!" ujar Damar Wulung lalu tertawa bergelak. Pangeran Matahari
ikut-ikutan tertawa.
Saat itulah satu suara membentak menggetarkan seantero tempat.
"Adisaka! Serahkan Keris Kiai Naga Kopek pada puteri Patih Kerajaan. Dan kau
ikut aku ke pertapaan!"
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Belum habis kejut Damar Wulung tahu-tahu seorang nenek bermuka seram, berpakaian
hitam telah berdiri di hadapannya, memandang dengan garang. Sesaat nenek ini
melirik ke arah Wiro dan Ratu Duyung, dua orang yang telah dikenalnya dan pernah
ditolongnya. Di atas pohon kakek bermata jereng, berkuping lebar dan bau pesing yang bukan
lain adalah Setan Ngompol tusukkan sikutnya ke pinggang bocah breambut jabrik
dan berkata. "Naga Kuning, melihat nenek seram itu aku ingat ceritamu. Apa dia
Gondoruwo Patah Hati, asli bernama Ning Intan Lestari?"
Naga Kuning mengangguk. Matanya memandangi si nenek tak lepas-lepas.
Sambil pencongkan mulutnya Setan Ngompol kembali berkata "Kalau cuma nenek
lampir seperti itu perlu apa kau sukai. Padahal masih banyak perempuan yang bisa
kau gaet. Janda muda bertebaran di mana-mana...."
Naga Kuning tertawa lebar. "Dia bukan sembarang nenek. Kalau sudah kau lihat
wajahnya......"
"Dari tadi aku sudah melihat wajahnya. Kurasa, maaf bicara, pantatku masih lebih
bagus dari mukanya. Hik...hik.....hik!" habis tertawa kakek ini langsung kucurkan
air kencing. "Kakek sial....." maki Naga Kuning lalu meremas paha Setan Ngompol hingga kakek
ini terpekik kesakitan dan makin mancur air kencingnya.
"Guru.....!" ujar Damar Wulung seraya membungkuk hormat.
"Aku tak perlu segala basa-basi sopan santun! Lakukan apa yang barusan aku
katakan. Serahkan senjata pusaka Keraton pada puteri Patih Kerajaan. Setelah itu
kau ikut aku! Cepat!"
"Guru, aku....." Gondoruwo Patah Hati tampak mulai hilang kesabarannya. Saat itulah Pangeran
Matahari mendekati Damar Wulung dan membisikkan sesuatu. Ketika sang guru
mendatanginya, Damar Wulung cepat membungkuk seraya berkata "Guru, kalau memang
itu maumu, aku menurut saja. Keris Kiai Naga Kopek tidak ada padaku. Aku siap
menuruti perintah, mengikutimu ke pertapaan....."
"Enak betul!" berteriak Ratu Duyung. Gadis ini segera melompat ke hadapan Damar
Wulung. "Mana bisa begitu!" berseru Bidadari Angin Timur. Sekali bergerak dia sudah
berada tiga langkah di hadapan pemuda yang pernah hampir menodainya.
Melihat hal ini Pangeran Matahari tak tingal diam, dia melompat mendampingi
Damar Wulung. Anggini yang menaruh dendam paling besar terhadap sang Pangeran
segera maju menghadang gerakan orang.
Adimesa, alias Pendekar Kipas Pelangi sesaat tampak bingung. Namun di lain saat
pemuda ini cepat bergerak mendapingi kakaknya.
Melihat gerakan Pendekar Kipas Pelangi, Wiro segera maju lalu berdiri di samping
Gondoruwo Patah Hati, menghadap ke arah Pangeran Matahari dan Damar Wulung.
Sutri Kaliangan tak tinggal diam. Gadis ini ikut maju. Pedangnya yang telah
terhunus ditukik ke tanah. Jika dikehendaki senjata ini bisa mencuat membabat ke
atas, membelah tubuh Damar Wulung!
BASTIAN TITO 60 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalian semua dengar! Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah!" tiba-tiba
Gondoruwo Patah Hati berseru keras. Dia lalu memandang pada Ratu Duyung dan
Pendekar 212 Wiro Sableng. Lalu berkata "Kita bersahabat. Bukan aku mengungkit
segala budi pertolongan di masa lampau. Tapi apakah hal itu tidak bisa menjadi
pertimbangan kalian berdua untuk menghentikan semua ini" Aku tahu muridku punya
dosa dan kesalahan besar. Itu sebabnya aku membawanya kmbali ke pertapaan untuk
dihukum!" Ratu Duyung memandang pada Wiro. Pendekar 212 jadi garuk-garuk kepala.
"Adisaka! Jika keris pusaka Keraton itu memang tidak ada padamu, jangan banyak
cingcong! Ikuti aku sekarang. Tinggalkan tempat ini!"
"Ning Intan Lestari!" tiba-tiba ada suara dari atas pohon. "Maksudmu baik.
Tapi muridmu pergunakan maksudmu untuk mencari kesempatan. Meloloskan diri dari
pertanggungan jawab semua kejahatan yang pernah dibuatnya!"
Gondoruwo Patah Hati tersentak kaget ada orang yang menyebut nama aslinya.
Dia rasa-rasa mengenali suara itu. Ini membuat si nenek jadi bergetar dadanya.
Dia ingin kepastian lalu berteriak. "Siapa yang bicara"! Mengapa tidak berani
unjukkan diri"!"
Baru saja suara si nenek lenyap, dari atas sebuah pohon melayang turun sosok
seorang anak kecil berambut jabrik berpakaian hitam. Di belakangnya mengikuti
sosok seorang tua menebar bau pesing.
"Jahanam kurang ajar! Pasti tua bangka itu yang mengencingi mulutku!" rutuk
Pangeran Matahari. Dia segera hendak mendekati Setan Ngompol namun niatnya
dibatalkan ketika dilihatnya Damar Wulung memberi isyarat agar dia jangan
meninggalkan tempat.
"Naga Kuning! Setan Ngompol!" seru murid Sinto Gendeng.
Naga Kuning cibirkan mulut sedang Setan Ngompol lambaikan tangan sambil senyum-
senyum cengengesan. Naga Kuning memandang pada Gondoruwo Patah Hati.
"Nek, apakah ucapanku tadi salah"'
Setelah melihat siapa yang ada di hadapannya dan bicara padanya si nenek jadi
salah tingkah. "Naga Kuning ....." katanya perlahan. "Jadi dugaanku tidak meleset.
Anak ini memang dia adanya....."
Si bocah dekati Gondoruwo Patah Hati dan berkata. "Kita sudah sama-sama tua,
mengapa mencampuri urusan orang-orang muda" Biar saja mereka menyelesaikan
urusan mereka."
"Mana bisa begitu, Gunung?" ujar si nenek.
Naga Kuning tersenyum mendengar si nenek menyebut nama aslinya. "Kau masih ingat
namaku itu. Cuma sayang, agaknya saat ini kita tidak berada di pihak yang
sama....."
Gondoruwo Patah Hati sesaat tampak sedih.
"Intan, jika kau hanya menuruti kemauanmu sendiri, harap kau melihat
sekelilingmu. Saat ini dua sisi kali sudah dikurung rapat. Kita berada di
tengah-tengah."
Gondoruwo Patah Hati terkejut mendengar ucapan Naga Kuning. Dia memandang
berkeliling dan jadi lebih terkejut. Ternyata tempat itu memang telah dikurung
oleh banyak sekali perajurit Kerajaan. Beberapa orang tampak menunggangi kuda
besar. Mereka adalah para tokoh silat Istana. Dua dari orang-orang berkuda ini
melompat turun dari tunggangannya lalu melangkah cepat ke tempat di mana
Gondoruwo Patah Hati dan yang lain-lainnya berada. Di sebelah kanan adalah
Tumenggung Cokro Pambudi. Di sampingnya melangkah cepat sosok berjubah kelabu
Hantu Muka Licin Bukit Tidar.
BASTIAN TITO 61 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tumenggung Cokro Pambudi, diikuti Hantu Muka Licin berhenti tepat di hadapan
Damar Wulung. Melirik ke samping sang Tumenggung melihat Sutri Kaliangan,
membuatnya kaget. Bagaimana gadis ini bisa berada di tempat ini, pikir
Tumenggung Cokro. Lalu dia menuding ke arah Damar Wulung.
"Pemuda bernama Damar Wulung! Kau orangnya yang tempo hari datang ke tempat
kediamanku membawa harta Kerajaan serta Keris Kiai Naga Kopek yang dijarah. Kau
memberikan keris itu padaku seolah hendak berbuat jasa besar pada Kerajaan. Tapi
ternyata senjata itu palsu! Hanya sarungnya saja yang asli! Mana keris yang
asli" Serahkan padaku!"
"Tumenggung, aku tak ingat apakah aku pernah berkunjung ke rumahmu,"
jawab Damar Wulung licik. "Tapi jika kau mencari Keris Kiai Naga Kopek, tanyakan
pada Pendekar 212. Dialah yang mencuri pusaka Keraton itu! Seharusnya dia yang
segear kau tangkap. Bukankah dia buronan Kerajaan" Dan nenek ini, dia juga
buronan Kerajaan!"
Gondoruwo Patah Hati kaget besar, tidak menyangka muridnya akan bicara seperti
itu. "Kurang ajar!" maki Pendekar 212 Wiro Sableng. "Aku akan perlihatkan di mana
keris itu beradanya!" Lalu sekali berkelebat Wiro melompat ke arah Damar Wulung.
Tangannya menyambar ke pinggang si pemuda.
"Sebelum kau sentuh tubuhku, biar kusentuh dulu kapalamu!" bentak Damar Wulung.
Tangan kanannya memancarkan cahaya biru lalu dihantamkan ke arah kepala Pendekar
212. "Pukulan Batunaroko!" seru Gondoruwo Patah Hati. "Adisaka! Aku mengharamkan kau
mempergunakan pukulan itu!"
"Kalau begitu biar aku kemgalikan kepadamu!" teriak Damar Wulung.
Tanagnnya sebelah kiri bergerak. Seperti tangan kanan yang dihantamkan ke kepala
Wiro, tangan kiri yang dipukulkan ke kepala si nenek memancarkan sinar biru. Ini
satu pertanda bahwa Damar Wulung melancarkan pukulan maut bernama Batunaroko
yang sangat dahsyat. Jangankan kepala manusia, batu karangpun akan amblas hancur
terkena pukulan ini! Mengapa pemuda ini menjadi nekad dan tega hendak membunuh
gurunya sendiri" Lain tidak karena dia merasa tak akan bisa lolos dari tangan si
nenek. Cepat atau lambat, tidak sekarang, nanti-nanti orang tua itu pasti akan terus
mengejar dan menjatuhkan hukuman atas dirinya.
Gondoruwo Patah Hati terkesiap kaget. Tidak menyangka kalau sang murid akan
menjatuhkan tangan jahat terhadapnya. Hanya tinggal sejengkal pukulan itu akan
menghancurkan kepalanya dia masih saja melotot diam terkesima. Tiba-tiba satu
tangan menarik pinggangnya. Tubuh si nenek terbetot ke kiri.
"Bertahun-tahun
kau menghabiskan waktu mencariku, berusaha
menyingkapkan teka teki rasa antara ktia. Kini mengapa bersikap seperti mau
bunuh diri di depan mata"!" Orang yang menarik si nenek keluarkan ucapan.
Gondoruwo Patah Hati segera palingkan kepala.
"Gunung..... Terima kasih. Aku barusan memang berlaku ayal. Pertemuan ini,
perbuatan muridku, semua membuat aku jadi kacau pikiran dan berat perasaan......"
Naga Kuning turunkan tubuh si nenek ke tanah. Sambil senyum-senyum dia berkata.
"Biarkan orang-orang itu menyelesaikan urusan mereka. Kita yang tua-tua kali ini
terpaksa hanya memperhatikan....."
"Gunung, bagaimana kau tahu aku Ning Intan Lestari?"
"Huss! Nanti saja kita bicarakan hal itu...." Jawab Naga Kuning.
"Tidak, aku ingin mendengar jawabanmu sekarang juga!" kata si nenek pula.
BASTIAN TITO 62 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Naga Kuning tertawa. "Kau masih saja seperti dulu. Tidak sabaran, keras hati dan
tegas!" "Aku memang tidak pernah berubah, Gunung."
"Aah.... Syukurlah. Baik, aku memberitahu. Sejak pertemuan kita yang pertama di
Banyuanget dulu itu, Aku menemui Kiai Gede Tapa Pamungkas. Berusaha mendapatkan
keterangan. Dia tidak bicara banyak. Tapi dari sikapnya itu aku justru
mengetahui kalau nenek muka setan berjuluk Gondoruwo Patah Hati itu sebenarnya
memang adalah Ning Intan Lestari ....."
Baru saja Naga Kuning berkata begitu tiba-tiba satu bayangan biru berkelebat
disertai terdengarnya ucapan lantang. "Berdua-duaan bermesraan dikala maut
gentayangan mencari kematian, sungguh perbuatan mahluk-mahluk pendek pikiran!"
Gondoruwo Patah Hati dan Naga Kuning cepat berpaling. Di hadapan mereka berdiri
seorang kakek berwajah jernih, berpakaian ringkas.
"Rana Suwarte....." ucap Naga Kuning dan si nenek hampir berbarengan.
Kakek ini adalah orang yang mencintai Gondoruwo Patah Hati sejak masa muda
remaja tapi si nenek tidak dapat menerima cinta Rama Suwarte karena hatinya
telah tertambat pada Gunung alias Naga Kuning. Sampai-sampai Rana Suwarte
meminta pertolognan Kiai Gede Tapa Pamungkas yang adalah ayah angkat si nenek,
tetap saja perempuan itu tidak bisa menerima kehadiran Rana Suwarte sebagai
pendamping dirinya. Penolakan ini telah menimbulkan dendam luar biasa dalam diri
Rana Suwarte terhadap Naga Kuning. Jika dia tidak bisa mendapatkan Ning Intan
Lestari maka Naga Kuning juga tidak akan mendapatkan perempuan itu. Rana Suwarte
menyusun rencana untuk melenyapkan Naga Kuning. Salah satu caranya ialah denan
bergabung dengan orang-orang Kerajaan. (Riwayat lebih jelas mengenai Ning Intan
Lestari harap baca Episode sebelumnya berjudul "Gondoruwo Patah Hati") Sutri
Kaliangan yang sudah merasa bahwa perkelahian hebat akan segera terjadi di
tempat itu, berseru keras. "Atas nama Patih Kerajaan harap semua tokoh silat
Istana jangan mencampuri urusan di tempat ini!"
Tumenggung Cokro Pambudi dan Hantu Muka Licin hentikan langkah mereka mendekati
Damar Wulung. "Den Ayu Sutri, saya rasa kau tidak punya wewenang mengeluarkan ucapan itu...."
berkata Tumenggung Cokro Pambudi.
Dari balik pakaian kuningnya Sutri Kaliangan mengeluarkan selembar kertas dan
memperlihatkannya pada Tumenggung Cokro Pambudi. Tapi kertas itu diperlihatkan
hanya dari jauh.
"Ini wewenang yang diberikan oleh Patih Kerajaan padaku! Apakah Paman Tumenggung
berani membantah?" Sutri menggertak. Padahal surat itu palsu belaka!
Hantu Muka Licin Bukit Tidar yang sebenarnya sudah letih mengurusi perkara
seperti ini dan lebih suka bersenang-senang di Kotaraja berbisik. "Tumenggung
Cokro, sebaiknya kita mengundurkan diri saja, kembali bergabung dengan pasukan.
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlua apa bersusah payah" Kalau Keris Kiai Naga Kopek itu memang ada pada
pemuda bernama Damar Wulung, bukankah lebih baik kita mempergunakan tangan orang
lain untuk mendapatkannya?"
Setelah berpikir cepat Tumenggung Cokro akhirnya menjawab. "Benar juga.
Mari kita menjauh, kembali ke pasukan. Tapi kita tetap harus mengurung kawasan
ini!" Kalau dua tokoh Istana itu mengundurkan diri, lain halnya dengan Rana Suwarte.
Kakek bermuka jernih yang dilanda cinta dibarengi dendam membara ini melesat ke
arah Naga Kuning.
BASTIAN TITO 63 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Budak keparat! Salah satu di antara kita harus disingkirkan dai muka bumi ini!"
Habis berkata begitu Rana Suwarte langsung lancarkan satu tendangan ke dada si
bocah. Setan Ngompol yang sejak tadi diam saja, melihat Naga Kuning diserang serta
merta memotong gerakan Rana Suwarte.
"Tua bangka edan! Tidak tahu malu beraninya melawan anak kecil! Aku lawanmu!"
bentak Setan Ngompol lalu tertawa bergelak dan serrrr, kucurkan air kencing.
"Sobatku mata jereng bau pesing!" kata Naga Kuning. "Siapa bilang aku anak
kecil" Pasang mata kalian baik-baik!"
Si bocah berambut jabrik putar-putar lehernya. Kepala digoyang-goyangkan.
Tiba-tiba ada asap tipis mengepul dari batok kepala anak itu. ketika dia
mengusap wajahnya satu kali, wajah itu berubah menjadi wajah seorang tua
berambut putih, alis dan kumis serta janggut putih. Sosoknya juga bukan sosok
anak kecil lagi tapi berubah besar menjadi sosok orang tua. Gondoruwo Patah Hati
terkesiap. Puluhan tahun dia tidak pernah melihat ujud asli orang yang
dikasihinya itu. sepasang matanya berkaca-kaca.
Setan Ngompol kaget bukan kepalang. Kakek ini memang sudah tahu kalau Naga
Kuning sebenarnya adalah seorang tua berusia hampir seratus dua puluh tahun.
Tapi selama ini dia belum pernah melihat wajah dan sosok asli sahabatnya yang
selalu konyol itu.
"Gila! Kau ini mahluk jejadian atau apa....." kata Setan Ngompol sambil pegangi
bagian bawah perutnya yang tambah gencar mengucurkan air kencing.
Lain halnya dengan Rana Suwarte. Kakek bermuka jernih ini serta merta menjadi
pucat. "Kiai Paus Samudera Biru....." ucapnya dengan suara gemetar.
Tendangannya jadi tertahan. Nyalinya untuk meneruskan perkelahian jadi leleh.
Selama ini dia hanya tahu kala Naga Kuning itu ujudnya adalah seorang kakek yang
jadi saingannya dalam memperebutkan cinta Ning Intan Lestari. Dia tidak
mengetahui kalau si kakek sebenarnya adalah orang berjuluk Kiai Paus Samudera
Biru yang memiliki kesaktian jauh di atasnya. Untuk tidak kehilangan muka Rana
Suwarte buru-buru berkata. "Tugasku sebenanya mengejar dan menangkap Pendekar
212 Wiro Sableng. Gunung, urusan kita biar diselesaikan kemudian hari saja."
Lalu Rana Suwarte tinggalkan tempat itu, kembali bergabung dengan para tokoh
silat Istana lainnya.
Kiai Paus Samudera Biru hendak mengejar tapi cepat dicegah oelh Ning Intan
Lestari. "Tak usah dikejar Gunung. Aku lebih suka kita cepat-cepat meninggalkan
tempat ini...."
"Aku setuju saja. Dengan dua syarat," jawab Kiai Paus Samudera Biru.
"Pertama kita tunggu sahabatku Wiro menyelesaikan urusannya dengan Damar Wulung
dan Pangeran Matahari. Kedua aku ingin agar kau membuka dan membuang topeng
tipis yang selama ini selalu menutupi wajah aslimu yang cantik....."
"Astaga," kejut si nenek muka setan. "Bagaimana kau tahu?"
Naga Kuning alias Kiai Paus Samudera Biru hanya tersenyum. Sambil kedipkan mata
dia berkata. "Aku seorang Kiai, apa pantas berdampingan dengan setan perempuan.
Padahal setan perempuan itu sebenarnya seorang perempuan secantik bidadari?"
Ning Intan Lestari menahan tawa cekikikan. Tangan kirinya menyambar mencubit
lengan orang yang dicintainya tu.
BASTIAN TITO 64 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Kembali pada perkelahian awal antara Pendekar 212 Wiro Sableng dengan Damar
Wulung. Ketika melihat tangan kanan lawan yang memukul memancarkan cahaya biru,
murid Eyang Sinto Gendeng itu segera maklum kalau Damar Wulung melancarkan satu
pukulan sangat berbahaya. Karena yang diincar adalah kepala, maka berarti
pukulan itu sangat mematikan! Apa lagi tadi dia mendengar Gondoruwo Patah Hati
berseru agar Damar Wulung tidak mempergunakan ilmu pukulan yang disebut
batunaroko itu.
Dengan cepat Wiro geser kuda-kuda kedua kakinya, rundukkan kepala lalu dari
bawah kirimkan pukulan tangkisan. Dia sengaja memilih bagian lengan lawan yang
tidak berwarna biru. Begitu terjadi bentrokan dua lengan dia akan keluarkan ilmu
Koppo, yaitu ilmu menghancurkan tulang yang didapatnya dari Nenek Neko.
(Baca serial WS berjudul "Sepasang Manusia Bonsai")
"Bukkk!" Dua lengan beradu di udara mengeluarkan suara keras. Damar Wulung
berseru kaget ketika dapatkan dirinya mencelat ke udara setinggi satu tombak
membuat Wiro tidak bisa mengirimkan serangan lanjutan dengan ilmu Koppo. Wiro
sendiri terempas ke bawah, hampir jatuh duduk di tanah kalau tidak cepat
menopangkan tangan kirinya.
Bentrokan lengan itu menyadarkan Damar Wulung bahwa tenaga dalam Pendekar 212
tidak berada di bawahnya, juga tidak berada di bawah Pangeran Matahari yang
telah dijajalnya sebelumnya. Walau hatinya agak tergetar tapi selama hanya Wiro
yang dihadapinya dia merasa yakin akan dapat menghabisi lawan. Maka Damar Wulung
keluarkan jurus-jurus ilmu silatnya yang paling hebat sementara kedua tangan
sudah dipasangi aji kesaktian pukulan Batunaroko!
Lima jurus pertama Wiro masih sanggup mengimbangi lawan sambil sesekali susupkan
serangan balasan. Namun dua kepalan Damar Wulung yang sangat mematikan itu
membuat Wiro tidak bisa bergerak leluasa karena dia harus berlaku sangat hati-
hati. Meleset perhitungan sedikit saja dan salah satu tinju lawan mengenai
dirinya, celekalah dia. Untuk membentengi diri dari serbuan Damar Wulung yang
kelihatan kalap ingin cepat-cepat menghabisi dirinya, Wiro keluarkan jurus-jurus
ilmu silat orang gila yang dipelajarinya dari Tua Gila, dipadu dengan jurus-
jurus silat langka dari Kitab Putih Wasiat Dewa. Jurus Tangan Dewa Menghantam
Matahari, Tangan Dewa Menghantam Batu Karang, Tangan Dewa Menghantam Rembulan
serta Tangan Dewa Menghantam Air Bah keluar silih berganti. Lama-lama Damar
Wulung mulai kewalahan. Dia berusaha keras agar salah satu jotosannya mampu
mendarat di tubuh atau kepala lawan. Tapi usahanya sia-sia saja karena gerakan-
gerakan pertahanan dan serangan lawan tidak terduga. Apalagi dia tidak mungkin
mengerahkan tenaga dalam secara terus menerus pada dua tangannya karena akan
menguras seluruh tenaganya.
Memasuki jurus ketiga puluh Damar Wulung terdesak hebat. Keringat membasahi
pakaiannya. Tengkuknya terasa dingin. Beberapa kali serangan lawan hampir
bersarang di tubuhnya. Ketika memasuki jurus tiga puluh empat, Damar Wulung
robah permainan silatnya. Kalau sebelumnya dia mengandalkan dua kepalan, kini
secara tak terduga sepasang kakinya ganti memegang peranan. Pada jurus ketiga
puluh delapan tendangannya berhasil melanda perut Pendekar 212! Tak ampun lagi
tubuh Wiro terlipat lalu terjerembab ke depan. Saat itu tangan kanan Damar
Wulung BASTIAN TITO
65 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
datang menderu ke arah keningnya. Tangan itu memancarkan cahaya biru terang
pertanda Damar Wulung sengaja mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Wiro tak punya kesempatan untuk mengelak. Tangan kirinya memegangi perut yang
terasa seperti jebol amblas! Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah
mempergunakan tangan kanan untuk menangkis. Sekali ini mungkin Wiro tidak mampu
menangkis dengan memukul lengan lawan yang tidak berwarna biru.
Jika hal itu sampai terjadi berarti dia akan dihantam pukulan Batunaroko!
Setan Ngompol terkencing-kencing begtu melihat dan menyadari bahaya yang
dihadapi Wiro. Kakek bermata jereng ini siap melompat memasuki kalangan
perkelahian dengan melancarkan jurus "Setan Ngompol Mengencingi Langit." Namun
sebelum maksudnya kesampaian di depan sana telah terjadi sesuatu yang hebat!
Hanya satu kejapan mata lagi dua tangan akan beradu, Pendekar 212 Wiro Sableng
tiup tangan kanannya. Di permukaan telapak tangan yang terkepal serta merta
muncul gambar kepala harimau putih bermata hijau. Itulah gambar harimau Datuk
Rao Bamato Hijau, harimau gaib pelindung Wiro.
"Bukkk!"
Dua jotosan beradu di udara.
Pukulan Batunaroko yang dilancarkan Damar Wulung baku hantam dengan
Pukulan Harimau Dewa yang dilepaskan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Jeritan setinggi langit, merobek deru air terjun melesat keluar dari mulut Damar
Wulung. Tubuhnya terpental ke udara lalu terguling-guling di tanah. Sebuah benda
bulat berkilau tersembul dari pakaiannya lalu jatuh ke tanah. Ternyata cermin
sakti milik Ratu Duyung. Melihat cermin miliknya tergeletak di tanah Ratu Duyung
cepat mengambilnya.
Wiro sendiri mengeluh keras, terhenyak jatuh duduk di tanah dan ketika dia
memperhatikan tangan kanannya ternyata beberapa jari tangan itu telah terkelupas
kulitnya dan mengepulkan asap ke biru-biruan. Sesaat tanan kanannya terasa kaku,
aliran darah tak karuan dan dada mendenyut sesak.
Damar Wulung sendiri tangan kanannya tidak berbentuk tangan lagi. Sampai sebatas
lengan tangan itu hancur mengerikan, mengepulkan asap kebiru-biruan.
Bagaimanapun kemarahan Gondoruwo Patah Hati terhadap muridnya itu namun si nenek
tidak tega melihat cidera derita yang dialami Damar Wulung. Dia hendak memburu
sang murid. Tapi Kiai Paus Samudera Biru alias Naga Kuning alias Gunung memegang
lengannya seraya berkata "Intan, apapun yang terjadi dengan muridmu ikhlaskan
saja. Mungkin semua itu merupakan hukuman atas segala perbuatannya di masa
lalu....."
Begitu berdiri Wiro segera mengejar ke arah Damar Wulung yang sambil menggerung
kesakitan berusaha bangun. Damar Wulung baru setengah duduk ketika Wiro sampai
dan susupkan tanan kirinya ke arah pinggang pemuda itu. Tangannya menyentuh
sesuatu, segera diambil. Ternyata sebilah keris bergagang emas. Keris Kiai Naga
Kopek! Ketika Wiro mengejar Damar Wulung dan gerakkan tangannya, Adimesa alias Pendekar
Kipas Pelangi mengira Wiro hendak menghabisi saudaranya itu.
Bagaimanapun juga, siapa orangnya yang berdiam diri saja melihat saudaranya
sedarah sedaging hendak dihabisi musuh. Dengan gerakan kilat Adimesa keluarkan
kipas saktinya dari balik baju.
Kipas dibuka. Sambil diarahkan pada Wiro, Adimesa masih punya hari baik untuk
berteriak memberi ingat.
"Wiro! Lihat serangan!"
Kipas sakti digerakkan. Tujuh sinar pelangi berkiblat.
BASTIAN TITO 66 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wuuuuusss!"
Di depan sana Pendekar 212 yang telah memegang Keris Kiai Naga Kopek jatuhkan
diri ke tanah. Sebagian tubuhnya terlindung di belakang sosok Damar Wulung. Pada
saat itulah tujuh sinar pelangi datang melabrak! Tubuh Wiro dan tubuh Damar
Wulung mencelat sampai dua tombak lalu jatuh bergedebukan di tanah. Kalau Wiro
masih bisa bangkit berdiri walau sekujur tubuhnya terasa bergetar, namun Damar
Wulung tetap terkapar di tanah. Pakaiannya hancur, sekujur badannya kelihatan
memar. Dari hidung, mulut dan liang telinga darah mengucur.
Pendekar Kipas Pelangi keluarkan gerungan keras.
"Kakak Adisaka!" jeritnya lalu lari dan jatuhkan diri di samping sosok
saudaranya itu. di tempatnya berdiri Gondoruwo Patah Hati hanya bisa tundukkan
kepala dan teteskan air mata.
"Kakak! Aku.....aku tak bermaksud mencelakaimu! Aku.... Gusti Allah, aku telah
membunuh kakakku sendiri! Besar sekali dosaku!" Terisak-isak Adimesa peluki
tubuh kakaknya. "Kakak..... Kakak Adisaka, jangan mati Kak!" Adimesa letakkan
kepala kakaknya di atas pangkaun, membelai rambut lalu mengusap darah yang
membasahi wajah kakaknya.
Wiro masih tegak memegangi Keris Kiai Naga Kopek, setengah tertegun.
Mukanya pucat, Sutri Kaliangan tahu-tahu berdiri di hadapannya.
"Wiro, kau berhasil membuktikan bahwa dirimu bukan pencuri keris pusaka ini...."
Wiro mengangguk perlahan. "Senjata pusaka sakti in menyelamatkan aku dari
serangan kipas sakti Pendekar Kipas Pelangi." Wiro memandang sesaat ke arah
sosok Adisaka yang tergolek di atas pangkuan adiknya. Lalu dia ulurkan tangan,
menyerahkan keris emas itu kepada Sutri. "Aku minta bantuanmu untuk menyerahkan
keris pusaka ini pada Sri Baginda di Istana. Jangan lupa menceritakan semua apa
yang terjadi di tempat ini."
Sutri Kaliangan mengangguk.
"Masih ada satu hutangku padamu. Mengobati sakit ayahmu. Selesai urusan gila di
tempat ini aku akan berusaha melunasi hutang itu. aku sudah tahu obatnya,
tinggal mencari saja."
"Aku percaya kau tak akan ingkat janji," kata puteri Patih Kerajaan itu. Keris
Kiai Naga Kopek disimpannya di balik pakaian kuningnya lalu gadis ini menemui
tiga gadis lainnya.
Pangeran Matahari menjadi kaget. Dia sedang asyik menyaksikan perkelahian antara
Wiro dengan Damar Wulung ketika beberapa orang berkelebat dan tahu-tahu empat
gadis cantik telah mengurung dirinya yaitu Bidadari Angin Timur, Anggini, Ratu
Duyung dan Sutri Kaliangan.
Tapi dasar licik dan panjang akal, sang Pangeran sunggingkan senyum.
"Empat gadis cantik, kalian mau berbuat apa" Mau bicara, mengajakku ke satu
tempat untuk bersenang-senang" Hemmm..... tempat ini memang kurang pantas untuk
kita. Ha....ha.....ha!"
"Pangeran keparat!" bentak Ratu Duyung. "Banyak arwah menunggumu di alam
barzah!" "Sudah mau mampus masih bicara ngaco!" damprat Bidadari Angin Timur.
Anggini tidak banyak bicara. Gadis ini loloskan selendang ungunya.
Selendang ini adalah senjata andalannya. Dengan pengerahan tenaga dalam benda
yang lembut ini bisa menjadi sekukuh tombak atau pentungan, bisa juga berubah
setajam pedang. Sutri Kaliangan yang sejak tadi sudah memegang pedang telanjang
mendatangi dari samping kiri. Ratu Duyung siap menggebrak dengan cermin
saktinya. BASTIAN TITO 67 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wah.....wah! Kalian empat gadis cantik mau mengeroyokku" Apa tidak salah tempat
dan waktu" Bagaimana kalau kalian mengeroyokku di atas ranjang saja nanti"! Ha...
ha....ha!"
"Manusia jahanam!" teriak Anggini.
"Laknat terkutuk!" teriak Sutri Kaliangan.
Pangeran Matahari masih terus tertawa-tawa. "Empat gadis mengeroyokku, sungguh
luar biasa! Mari mendekat. Ayo serang! Aku ingin seklai menjamah tubuh kalian!"
Empat gadis keluarkan suara merutuk marah lalu tanpa banyak bicara lagi mereka
segera menyerbu Pangeran Matahari. Ternyata yang menyerang sang Pangeran bukan
cuma empat gadis itu karena tiba-tiba entah dari mana datangnya satu mahluk
tinggi besar berambut merah berwajah singa telah melesat ke dalam kalangan
pertempuran dan ikut menyerang. Mahluk ini bukan lain adalah Singo Abang, yang
pernah menyelamatkan Pangeran Matahari dan juga mengambilnya sebagai murid.
Pangeran Matahari tahu gelagat. Empat gadis yang menyerangnya, di balik
kecantikan dan keelokan lekuk tubuh mereka tersimpan ilmu silat tinggi,
tersembunyi kesaktian dahsyat mematikan. Apalagi kini muncul Singo Abang, sang
guru yang berubah menjadi musuh besarnya. Lalu di sebelah sana Pendekar 212 Wiro
Sableng dilihatnya melangkah mendatangi.
"Pengeroyok licik! Lihat serangan!" Pangeran Matahari berteriak. Dua tangan
dihantamkan ke depan, membuka serangan balasan. Dia lancarkan pukulan Dua Singa
Berebut Matahari. Lalu susul dengan pukulan Gerhana Matahari. Anehnya serangan
itu tidak diarahkan pada lima lawannya tapi dihantamkan ke tanah kering di
pinggiran kali serta sederetan pohon.
Suara pohon tumbang menggemuruh. Daun-daun yang rontok begitu banyak, menutupi
pemandangan. Ditambah dengan tanah dan pasir yang bermuncratan ke udara.
Pinggiran Kali Mungkung di saat matahari baru terbit itu menjadi gelap.
"Jahanam kurang ajar!" Pendekar 212 memaki. Dia sudah tahu apa yang hendak
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan Pangeran Matahari. Tangan kanannya bergerak melepas pukulan Sinar
Matahari. Dalam udara gelap satu cahaya putih berkiblat dan panas melabrak ke
arah Pangeran Matahari. Namun serangan Wiro agak terlambat. Sekejapan sebelum
pukulan sakti itu berkiblat terdengar suara benda mencebur masuk kali. Wiro
mengejar. Dia hanya sempat melihat sekilas sosok Pangeran Matahari di ujung
kali, lalu lenyap dibawa arus air yang turun deras ke bawah membentuk air
terjun. Sosok Adisaka tergeletak tidak bergerak di atas pangkuan Adimesa. Matanya
terbuka, tapi pandangannya kosong. Perlahan-lahana mulutnya yang sejak tadi
terkancing terbuka sedikit. Matanya bergerak sayu, manatap wajah adiknya. Lalu
dari mulut Adisaka keluar suara nyanyian.
Kaliurang desa tercinta
Terletak di kaki Gunung Merapi
Di sana kami dilahirkan
Alamnya indah penduduknya ramah
Nyanyi yang disenandungkan Adisaka tidak terlalu keras, tapi cukup jelas
didengar semua orang yang ada di tempat itu. ketika dia mulai menyanyikan bait
kedua, Adimesa dengan air mata berlinang ikut bernyanyi bersama kakaknya.
Kami anak desa Bangun pagi sudah biasa
BASTIAN TITO 68 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Hawa dingin tidak terasa
Kerja di sawah membuat sehat
Kerja di ladang membuat kuat
Memasuki bait ketiga suara Adisaka mulai perlahan lalu lenyap sama sekali.
Dia batuk-batuk beberapa kali. Dari mulutnya keluar darah segar. Dia masih
memaksakan hendak meneruskan senandung yang belum selesai dinyanyikan. Namun
matanya tertutup, mulut terkancing. Kepala terkulai.
Suara nyanyian Adimesa ikut lenyap, berganti dengan suara tangis mengiringi
kepergian sang kakak.
TAMAT BASTIAN TITO 69 Eng Djiauw Ong 28 Pendekar Hina Kelana 20 Banjir Darah Di Bukit Siluman Hilangnya Seorang Pendekar 3
dikenal orang di mana-mana. Ha...ha....ha! sebaliknya, apakah aku perlu bertanya
siapa kau adanya" Kurasa tidak perlu. Cepat jawab saja pertanyaanku tadi!"
"Aku tahu kalau Pangeran Matahari itu dikenal sebagai Pangeran Segala Congkak.
Tapi aku beritahu padamu, jangan congkak di hadapanku! Lekas membungkuk memberi
hormat! Karena sudah tiba saatnya kau membalas segala budiku di masa lalu!"
Sepasang mata orang berpakaian hitam yang memang Pangeran Matahari adanya
membesar, menatap tak berkedip pandangi wajah Damar Wulung sambil menindih rasa
terkejut dan juga amarah. Dari hidungnya dia keluarkan suara mendengus.
"Hari masih pagi. Tapi aku sudah bertemu orang gila hormat tak tahu juntrungan!
Pangeran Matahari tidak pernah membungkuk kepada siapapun! Dan jangan berani
menyebut segala macam budi! Budi apa yang pernah aku terima darimu!"
"Ingat nama Bagus Srubud"!" Damar Wulung bertanya, membuat terkejut Pangeran Matahari dan
dua matanya tampak tambah membesar. Lalu sang Pangeran membentak.
"Kau siapa"!"
"Aku tuan besar yang telah memberikan kenikmatan dan juga pertolongan padamu.
Apa tidak pantas kalau aku menyuruhmu membungkuk memberi hormat"!"
"Kurang ajar! Jangan bicara berteka-teki. Lekas katakan siapa kau adanya!
Aku Pangeran Matahari tidak terlalu perduli pada segala macam budi! Jadi jangan
mengira aku tidak mau menggebukmu bahkan membunuhmu jika kau membuat aku sampai
marah besar!"
"Tenang Pangeran, jangan kesusu, jangan lekas marah. Kesusu dan kemarahan
kadang-kadang membuat orang tidak bisa berpikir, susah mengingat kejadian masa
lalu. Tapi aku tahu kau juga dijuluki Pangeran Segala Cerdik. Masih ingat sorga
bernama Kinasih"!"
Pangeran Matahari tercengang.
"Bagus Srubud, aku yang memberikan nama itu padamu. Sorga bernama Kinasih, aku
juga yang emberikan perempuan cantik itu padamu....."
Rasa kaget Pangeran Matahari semakin bertambah-tambah. "Kau.....!"
"Masih ingat seperangkat pakaian petinggi Keraton dan tiga buah topeng tipis
terbuat dari getah pohon latek"! Aku yang memberikan pakaian dan topeng itu
padamu. Satu dari tiga topeng itu kini sudah kau kenakan di wajahmu! Apakah
tidak pantas kau membungkuk memberi hormat. Karena hari ini adalah hari di mana
kau harus membalas semua budi besarku itu!"
"Aku ingat semua itu! Tapi saat itu, kau tidak menunjukkan diri. Dan aku yakin
yang bicara padaku, yang memberikan pakaian serta topeng bukan kau tapi adalah
guruku Si Muka Mayat alias Setan Muka Pucat!"
Damar Wulung tersenyum.
"Percuma kau dijuluki Pangeran Segala Cerdik. Gurumu sudah lama mati, mana ada
orang mati bisa memberikan sorga berupa perempuan cantik. Mana ada orang mati
bisa memberikan pakaian bagus dan topeng untuk menutupi wajahmu BASTIAN TITO
48 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
yang cacat! Pangeran Matahari, aku beritahu padamu jangan kepongahan dan
kecongkaan membuat otakmu jadi tumpul!"
Mengembang rahang Pangeran Matahari mendengar semua ucapan pemuda berpakaian
kuning itu. "Pemuda baju kuning! Siapapun kau adanya jangan berani menghina
guruku!" "Menghina! Gurumu sudah mati. Itu kenyataan. Apa menghina kalau kukatakan dia
sudah mati" Ha....ha.....ha! Sejak kau dihantam musuh besarmu Pendekar 212 hingga
jatuh masuk ke dalam jurang, kepala terbentur, muka cacat, otakmu rupanya memang
jadi tidak karuan. Tidak salah kalau orang yang menolongmu yaitu Singo Abang
menyebutmu Pangeran Miring! Ha....ha.....ha!"
"Diam!" bentak Pangeran Matahari. Tangan kanannya diangkat ke atas. "Aku bisa
membunuhmu semudah membalikkan telapak tangan!"
"Begitu?"
Damar Wulung tersenyum. "Kau mau membunuhku dengan
pukulan apa" Pukulan Gerhana Matahari" Atau Telapak Matahari, atau Merapi
Meletus" Mungkin juga dengan pukulan Dua Singa Berebut Matahari?"
Kejut Pangeran Matahari bukan alang kepalang. Orang mengetahui semua pukulan
andalan yang dimiliinya. Dua tangan diangkat ke atas, bergetar menahan marah dan
juga karena ada tenaga dalam yang dialirkan. Suaranya ikut bergetar ketika
berkata. "Lekas katakan , siapa kau adanya! Lekas!"
"Namaku Damar Wulung! Aku tidak punya waktu lama. Dengar, aku tahu kau tengah
dalam perjalanan menuju air terjun Jurangmungkung. Kita punya tujuan sama.
Kita juga punya musuh yang sama. Pendekar 212 Wiro Sableng. Mengapa tidak
bekerja sama menghabisi manusia satu itu"!"
"Kalau aku sanggup membunuhnya dengan tangan sendiri perlu apa minta bantuan
manusia culas sepertimu!"
"Kau menyebut culas pada orang yang telah menolongmu! Kau masih bercongkak diri
bisa menghabisi Pendekar 212 Wiro Sableng dengan tangan sendiri.
Jangan terllau congkak Pangeran. Kau tidak tahu siapa saja yang bakal muncul di
tempat itu. selamat tinggal Pangeran congkak! Mungkin ini kali terakhir aku
melihatmu dalam keadaan hidup! Ha...ha....ha!"
"Jahanam, buktikan dulu kemampuanmu!" teriak Pangeran Matahari marah lalu
melompat ke hadapan Damar Wulung seraya lancarkan satu pukulan tangan kosong.
Damar Wulung cepat menghindar sambil menangkis. Dia tahu Pangeran Matahari
hendak menjajagi tenaga dalamnya.
"Bukkk!"
Dua lengan beradu keras di udara. Dua pemuda itu sama-sama keluarkan seruan
tertahan. Tubuh masing-masing terlontar sampai satu tombak. Pangeran Matahari
terkapar jatuh punggung. Damar Wulung terguling di tanah. Dengan cepat Pangeran
Matahari bangkit berdiri. Otak cerdiknya bekerja. Sang Pangeran ulurkan tangan,
membantu Damar Wulung berdiri sambil berucap "Kematian untuk Pendekar 212!"
"Kematian untuk Pendekar 212!" jawab Damar Wulung. Lalu dia memberi isyarat agar
Pangeran Matahari mengikutinya. Dia berkelebat ke arah di mana tadi dia
mendengar suara siulan. Namun sampai di tempat itu dia tidak menemukan siapa-
siapa. Anehnya dia melihat ada jejak dua orang di tanah. Damar Wulung berpaling
pada Pangeran Matahari dan berkata.
"Musuh besar kita sudah dalam perjalanan menuju air terjun Jurangmungkung.
Jika kita berangkat sekarang, paling lambat awal malam kita akan tiba di sana!"
Damar Wulung mengangguk.
BASTIAN TITO 49 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Tadi kau mengatakan bukan cuma Wiro Sableng yang berada di tempat itu.
Sebaiknya kita memasuki kawasan air terjun setelah malam tiba. Dalam gelap kita bisa
bertindak leluasa tanpa diketahui musuh...."
Damar Wulung tersenyum lalu mengambil kudanya. "Kuda ini cukup kuat membawa kita
berdua sampai ke desa terdekat. Di situ kita bisa mendapatkan seekor kuda untuk
tunganganmu!" Kedua orang itu lalu melompat naik ke atas kuda coklat.
BASTIAN TITO 50 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEBELAS Malam merayap mendekati akhirnya. Di kawasan air terjun Juangmungkung kegelapan
masih menggantung. Suara gemuruh curahan air terjun yang kemudian jatuh di atas
batu-batu cadas hitam berlumut merupakan satu-satunya suara yang terdengar abadi
di tempat itu. Kiri kanan tepian Kali Mungkung, menjelang air terjun ditumbuhi sederetan pohon
berdaun rimbun. Di tengah kali tampak beberapa batu hitam muncul di permukaan
air membentuk sosok-sosok seperti orang mendekam menunggu sesuatu.
Sampai menjelang pagi tidak kelihatan gerakan atau sesuatu terjadi. Di salah
satu pohon yang tumbuh di tepi kiri Kali Mungkung, pada tiga cabang besar yang
saling berdekatan, tiga orang mendekam dalam bayang-bayang gelap dan kerimbunan
daun. Mereka dalah Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini.
Sementara itu di dalam rumah kayu di atas pohon besar, Pendekar 212 Wiro Sableng
dan Pendekar Kipas Pelangi yang menyelinap masuk menemui rumah itu dalam keadaan
kosong. Orang yang mereka cari yakni si pemilik rumah Iblis Kepala Batu Alis
Empat alias Iblis Kepala Batu Pemasung Roh yang telah menjebloskan Bunga ke
dalam sebuah guci, tak ada di tempat kediamannya itu. Di dalam rumah hanya ada
sehelai tikar butut dan belasan guci, semua terbuat dari tanah liat.
"Jahanam Iblis Kepala Batu Pemasung Roh itu. mungkin sekali dia sudah tahu
kedatangan kita ke sini lalu kabur lebih dahulu!" kata murid Sinto Gendeng penuh
geram sambil mengepalkan tinju.
"Menurutmu, gadis bernama Bunga itu dimasukkan ke dalam guci. Di sini ada
belasan guci. Mungkin......"
Wiro gelengkan kepala dan memotong ucapan Pendekar Kipas Pelangi.
"Guci-guci itu semua terbuat dari tanah liat. Guci tempat Bunga disekap terbuat
dari perak. Guci perak itu tak ada di sini...."
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Pendekar Kipas Pelangi.
"Keluar daru rumah jahanam ini, menyelidik keadaan di luar," jawab Wiro lalu
menambahkan. "Sebelum keluar aku ingin menghancurkan tempat ini lebih dulu!"
Lalu Pendekar 212 angkat tangan kanannya. Tangan itu sebatas siku ke atas
berubah menjadi putih seperti perak. Ketika tangan itu dihantamkan berkiblatlah
cahaya putih, panas penyilaukan. Itulah pukulan Sinar Matahari!
Di atas sebatang pohon di seberang kali, dua orang yang mendekam di balik
kerimbunan dedaunan dan gelapnya malam menjelang pagi saling berbisik-bisik.
Yang satu, yang berpenampilan sebagai seorang kakek, berkata "Aku mulai gamang.
Kakiku gemeteran sejak tadi. Aku tak tahan lagi. Mau beser...."
"Sial, mau beser, mau kencing ya kencing saja!" menyahuti orang yang diajak
berbisik yaitu seorang bocah berambut jabrik berpakaian hitam.
Sementaa di sebelah timur kelihatan saputan cahaya terang pertanda tak lama lagi
fajar akan segera menyingsing.
"Di sini" Di pohon ini?"
BASTIAN TITO 51 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Apa kau mau turun dulu, kencing di bawah pohon lalu naik lagi ke sini"
Gelo!" "Tapi bagaimana kalau kencingku mengguyur dua orang di cabang pohon di bawah
kita"!"
"Anggap saja mandi pagi. Paling tidak cuci muka! Hik...hik.....hik!"
"Setan, jangan tertawa. Kencingku tambah tak tertahankan....."
Pada saat itulah rumah kayu di atas pohon besar hancur berantakan. Kakek di atas
pohon tersentak kaget.
"Celaka! Ngocor sudah kencingku! Uhh...."
Di bawah pohon orang yang keningnya kecipratan air kencing mula-mula merasa
heran. Bagaimana mungkin, tak ada hujan ada air jatuh dari atas dan terasa
hangat. Dirabanya keningnya, dalam gelap dia coba memperhatikan jari-jari
tangannya yang basah. Lalu hidungnya mencium bau itu. Bau pesing air kencing.
Kencing binatang" Apa ada binatang di atas pohon sana" Dia mendongak. Justru
saat itu kembali ada air jatuh dari atas. Kali ini malah memasuki mulutnya!
"Jahanam keparat!" maki orang ini. "Ini kencing manusia, bukan binatang!
Siapa berani mengencingiku! Kurang ajar!" Orang itu mengusap mulutnya lalu
meludah berulang-ulang.
"Pangeran, ada apa?" tiba-tiba orang di sebelahnya bertanya.
"Ada orang mengencingiku di atas sana! Aku akan menyelidik ke atas!" jawab orang
yang dipanggil dengan sebutan Pangeran yang bukan lain Pangeran Matahari adanya.
"Tunggu, jangan lakukan itu. Rencana yang sudah kita susun bisa kacau...."
Kata sang teman yang adalah Damar Wulung alias Adisaka.
"Tapi mulutku dikencingi!" jawab Pangeran Matahari mata mencorong marah, rahang
menggembung, pelipis bergerak-gerak.
"Pangeran, aku barusan melihat ada dua bayangan melesat turun dari rumah yang
hancur. Sesuai rencana, aku siap menyanyikan senandung itu. Harap kau menahan
diri!" kata Adisaka pula.
Di atas pohon yang lain Anggini berkata. "Sebentar lagi pagi akan datang.
Satu malam suntuk kita berada di tempat ini. Saatnya kita menyelidik. Ratu
Duyung harap kau segera menerapkan Ilmu Menembus Pandang. Ada dua orang melayang
keluar dari rumah yang hancur di atas pohon. Keduanya melesat ke pohon di
seberang sana. Mungkin salah seorang di antaranya Wiro"
Ratu Duyung mengangguk. Tanpa banyak menunggu gadis bermata biru ini segera saja
arahkan pandangannya ke atas pohon di pinggir kali. Namun sebelum sempat Ratu
Duyung mengerahkan ilmu kesaktiannya itu tiba-tiba di atas salah satu pohon di
seberang kali terdengar suara orang menyanyi.
Kaliurang desa tercinta
Terletak di kaki Gunung Merapi
Di sana kami dilahirkan
Alamnya indah penduduknya ramah
Kami anak desa Bangun pagi sudah biasa
Hawa dingin tidak terasa
Kerja di sawah membuat sehat
BASTIAN TITO 52 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kerja di ladang membuat kuat
Kami anak desa Rajin membantu orang tua
Menolong Ibu di rumah
Membantu Ayah di sawah
Kami anak desa Tidak lupa sembahyang mengaji
Rendah hati dan tinggi budi
Selalu unjukkan jiwa satria
Tiga gadis di atas pohon sama terkejut dan saling pandang.
"Gila, siapa pula yang menyanyi pagi buta di tempat begini rupa?" berucap
Bidadari Angin Timur.
"Yang menyanyi suaranya jelas orang dewasa. Tapi senandungnya adalah lagu anak-
anak...." Berkata Anggini.
"Aku akan menyelidik ke arah pepohonan di seberang sana. Suara nyanyian itu
datang dari situ," kata Ratu Duyung lalu terapkan Ilmu Menembus Pandang. Tapi
belum sempat dia melihat sosok orang di atas pohon terdengar pula suara orang
bernyanyi. Bait-bait yang disenandungkannya sama dengan yang tadi dinyanyikan
orang di atas pohon di seberang kali.
"Tambah aneh!" kata Bidadari Angin Timur. "Kini ada satu lagi orang gila
menyanyikan lagu sama! Apakah ini merupakan satu tanda rahasia atau jawaban dari
senandung pertama" Tapi kalau orang kedua menyanyi sebagai jawaban senandung
orang pertama, mengapa kata-kata dalam setiap bait yang dinyanyikan sama?"
"Jangan dulu pecahkan keanehan itu, sahabatku!" kata Anggini. "Sebaiknya lekas
kau menyelidiki siapa orang-orang itu."
"Baik, akan segera aku lakukan," jawab Ratu Duyung.
Tapi lagi-lagi sang Ratu terkesima, tak jadi menerapkan Ilmu Menembus Pandang
karena mendadak di seberang kali ada orang berteriak. "Orang yang bernyanyi di
seberang kali! Apakah kau bernama Adimesa"!"
BASTIAN TITO 53 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA BELAS Tak ada jawaban. Hanya deru air terjun yang terdengar. Namun tiba-tiba ada
teriakan balasan. "Kakak Adisaka! Kaukah yang diseberang sana"!"
Dua pekik keras menggema di pagi buta itu. Lalu dari atas dua pohon yang
berseberangan di kiri kanan Kali Mungkung tiba-tiba melesat dua sosok,
berkelebat laksana bayangan, pertanda keduanya memiliki kepandaian tinggi.
"Adimesa! Adikku!" "Kakak Adisaka!" Dua orang yang berkelebat dari dau pohon berseberangan, bertemu di udara, saling
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rangkul. Lalu melesat di pinggiran kiri Kali Mungkung, membuat gerakan berputar
dan berjungkir balik di udara, di lain saat mendarat di tepi kali, masih dalam
keadaan berpelukan. Satu berpakaian serba biru, satunya berbaju kuning bercelana
hitam. "Kakak Adisaka! Benarkah ini kau"!" bertanya orang berpakaian serba biru yakni
Adimesa yang dikenal dengan julukan Pendekar Kipas Pelangi. Dia seperti tak
percaya. Sepasang matanya pandangi pemuda berbaju kuning di hadapannya mulai
dari kepala sampai ke kaki lalu dipeluknya kembali. Matanya berkaca-kaca.
"Adikku, aku memang Adisaka! Kakakmu! Siapa yang tahu nyanyian Kami Anak Desa
itu kecuali kita berdua"! Adimesa adikku. Belasan tahun kita berpisah....."
"Kakak, tadinya aku mengira tak ada harapan lagi bertemu denganmu. Namun Tuhan
Maha Besar. Denan Karunia-Nya kita akhirnya dipertemukan juga. Terima kasih
Tuhan. Terima kasih Gusti Allah....."
"Seorang sahabat yang panjang akal memberitahu. Jika kau ingin menguji bahwa kau
ada di tempat ini mengapa aku tidak mengeluarkan senandung yang sering ktia
nyanyikan di masa kanak-kanak di desa dulu" Anjurannya itu masuk akal. Aku
menyanyi keras-keras. Kau mendengar dan memberikan sambutan dengan menyanyi
pula! Dan kita akhirnya bertemu!"
"Sahabatmu si panjang akal itu tentu seorang yang memiliki kepandaian tinggi....."
"Kau akan terkejut kalau mengetahui siapa dia! Aku akan mempertemukannya
denganmu....." Tiba-tiba untuk pertama kali Adisaka menyadari apa tujuan
sebenarnya berada di tempat itu. Yaitu untuk menangkap Wiro hidup-hidup sesuai
perintah Dewi Ular. Tapi saat itu dia juga ingin tahu bagaimana adiknya bisa
muncul di tempat itu. "Adikku, bagaimana kau bisa berada di tempat ini?"
"Panjang ceritanya. Kalau aku boleh bertanya Kakak sendiri berada di sini
bagaimana pula kisahnya"'
Adimesa memandang berkeliling.
Saat itu keadaan sudah terang-terang tanah. Walau agak samar-samar namun tiga
gadis di atas pohon segera mengenali salah satu dari dua pemuda yang tadi saling
berpelukanitu. Bidadari Angin Timur yang membuka mulut lebih dulu.
"Pemuda berpakaian kuning itu, bukankah dia keparat bernama Damar Wulung" Asli
bernama Adisaka sesuai keterangan Gondoruwo Patah Hati"!"
"Tidak salah! Dia memang jahanam keji yang menculik dan hampir menodaiku!" ucap
Ratu Duyung. "Kalau begitu kita tunggu apa lagi!" kata Anggini.
Tiga gadis cantik siap hendak melesat turun dari atas pohon di tepi kali tapi
serta merta urungkan niat mereka karena tiba-tiba ada dua orang melesat dari
pohon BASTIAN TITO
54 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
di kiri kanan Kali Mungkung. Kejut tiga gadis ini bukan alang kepalang ketika
mengenali siapa adanya kedua orang itu. yang berdiri di samping Damar Wulung
dengan sikap congkak pongah sambil bertolak pinggang bukan lain adalah Pangeran
Miring alias Pangeran Matahari. Sedang yang tegak di sebelah Adimesa alias
Pendekar Kipas Pelangi adalah Pendekar 212 Wiro Sableng!
Rasa keterkejutan bercampur heran melanda orang-orang yang ada di tempat itu.
Sekaligus rasa tegang ikut menggantung di udara. Kalau Wiro terkejut dan heran
melihat Pangeran Matahari muncul bersama Damar Wulung maka Damar Wulung sendiri
kaget dan heran melihat adiknya Adimesa muncul bersama Pendekar 212
Wiro Sableng. Berlainan dengan Pangeran Matahari, walau hatinya sebenarnya risau
namun dia tetap unjukkan sikap congkak.
Murid Sinto Gendeng perhatikan sosok berpakaian hitam dengan gambar matahari
merah di dada serta mantel hitam di punggung. Pakaian itu adalah pakaian
Pangeran Matahari. "Betul apa yang dikatakan tiga gadis itu. Pakaiannya jelas
pakaian Pangeran Matahari. Tapi wajahnya bukan wajah pangeran keparat itu!" Wiro
membatin. Lalu dengan cepat matanya bergeark memperhatikan tangan kiri orang.
Pendekar 212 menyeringai. Jari tangan kiri si baju hitam ternyata buntung!
"Kelainan wajah bangsat durjana ini. Dia pasti mengenakan topeng tipis!" Wiro
lalu menggertak dengan suara keras.
"Pangeran Matahari! Kau boleh sembunyi di balik topeng menutupi muka cacatmu!
Tapi jangan kira kau bisa menipuku! Jangan harap bisa sembunyi dan lolos dari
dosa besar. Kau telah merusak kehormatan dan membunuh Puti Andini! Kau juga
adalah pembunuh Kinasih, istri jruu ukir Keraton!"
Pangeran Matahari berkacak pinggang, dongakkan kepala lalu tertawa bergelak.
"Dasar manusia sableng. Matahari belum lagi muncul penuh, kau sudah mengigau di
hadapanku!"
"Aku ada bukti robekan pakaianmu dalam genggaman tangan korban!" dari balik
pakaiannya Wiro keluarkan robekan kain hitam yang didapatnya dari Nyi Supi.
"Sekarang kau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan terkutuk itu dengan
nyawamu sendiri!"
Sekilas sepasang mata Pangeran Matahari memancarkan cahaya angker.
"Membuktikan pembunuhan dengan secarik kain butut! Sungguh naif! Bisa saja kau
sendiri yang telah memperkosa dan membunuh perempuan itu. Lalu mencari sepotong
kain yang sama dengan pakaianku dan memfitnah diriku! Busuk! Buktinya di kening
Kinasih kau sengaja mengguratkan angka 212 dengan kukumu! Untuk apa" Untuk
menunjukkan kehebatan yang congkak dan keji"!" Pangeran Matahari meludah ke
tanah. Bertolak pinggang, mendongak ke langit yang mulai terang lalu kembali
tertawa gelak-gelak.
Wiro menyeringai lalu ikut-ikutan tertawa. Suara tawanya demikian keras,
menindih suara tawa Pangeran Matahari dan deru air terjun. Tanah terasa
bergetar. Begitu hentikan tawanya Wiro berkata lantang.
"Pangeran Matahari, kau memang dikenal sebagai Pangeran Segala Cerdik, Segala
Licik, Segala Akal, Segala Congkak, Segala Ilmu! Tapi ada kalanya orang cerdik
berlaku lebih goblok dari orang tolol. Ada kalanya orang licik terpeleset oleh
kelicikannya sendiri. Sering orang yang panjang akal jadi pendek akal karena
kehabisan akal! Ha....ha! Banyak orang beilmu jadi bodoh dalam kecongkakannya.
Dan semua itu kini terjadi dengan dirimu! Kau mengatakan ada guratan angka 212
di kening Kinasih. Bagaimana kau tahu hal itu padahal kau tidak melihat sendiri
jenazahnya! Bagaimana kau tahu angka 212 itu digurat dengan kuku, kalau bukan
kau BASTIAN TITO
55 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
sendiri yang melakukannya" Pangeran Miring, kau terjebak oleh kelicikanmu
sendiri! Ha....ha....ha!"
Rahang Pangeran Matahari menggembung. Pelipisnya bergerak-gerak.
Sekujur tubuhnya terasa panas karena sadar kalau dirinya memang terjebak. Buru-
buru dia membuka mulut hendak melabrak. Tapi saat itu mendadak ada suara angin
menerpa, satu bayangan kuning berkelebat disusul dengan suara orang berseru.
"Aku mewakili Patih Kerajaan! Aku menjadi saksi semua pembicaraan!
Kawasan air terjun Jurangmungkung telah dikurung dua ratus perajurit!"
Semua orang yang ada di tempat itu menjadi kaget. Memandang ke arah kiri kali
mereka melihat seorang gadis berpakaian ringkas warna kuning berdiri di situ.
Wajah cantik, rambut hitam digulung di atas kepala. Sebilah pedang baru
melintang di pinggangnya.
Bagaimana puteri Patih Kerajaan itu berada di tempat tersebut" Seperti
diceritakan sebelumnya Sutri merasa kecewa besar ketika mengetahui ayahnya
mengirim beberapa tokoh silat Istana dan pasukan besar untuk menangkap Wiro.
Dengan menunggang kuda gadis ini tinggalkan Gedung Kepatihan, berangkat menuju
Mojogedang. Karena dia sendirian dan mengambil jalan pintas. Sutri berhsail
mendahului rombongan pasukan Kerajaan.
"Sutri!" ujar Wiro sambil garuk-garuk kepala begitu mengenali siapa adanya gadis
itu. dia memandang berkeliling. Saat itu hari mulai terang. Dia tidak melihat
pasukan Kerajaan sekitar tempat itu karena pasukan memang masih cukup jauh di
sebelah selatan.
Sutri Kaliangan terus saja memandang ke jurusan Damar Wulung dan Pangeran
Matahari. Tanpa berpaling pada Pendekar 212 gadis ini berkata "Wiro apa kau
masih mau bicara" Aku mewakili Patih Kerajaan menjadi saksi semua apa yang
terjadi di tempat ini!"
Wiro masih garuk-garuk kepala. Dari ucapan dan gerak-gerik si gadis agaknya
puteri Patih Kerajaan ini berada di pihaknya.
Di atas pohon, tiga gadis memperhatikan Sutri Kaliangan. Mereka kagum melihat
sikap gagah gadis berpakaian kuning itu. Tapi begitu menyadari kecantikan sang
dara, Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini diam-diam dirayapi rasa
cemburu. "Kau tahu, siapa adanya gadis itu?" berbisik Anggini.
Ratu Duyung menggeleng.
"Katanya dia mewakili Patih Kerajaan. Apakah memang ada seorang dara jelita
dalam jajaran pasukan Kerajaan atau pasukan Kepatihan?" ujar Bidadari Angin
Timur pula. Lalu menambahkan "Dari sikap dan cara bicaranya sepertinya dia telah
mengenal Wiro."
Tiga gadis di atas pohon terdiam, hanya mata masing-masing memandang ke bawah
sana. Di pinggir kali Damar Wu;ung rangkapkan dua tangan di depan dada. Dia merasa
tidak enak. Jika Sutri, puteri Patih Kerajaan itu sampai membongkar kebejatannya
maka dia bisa berabe. Gadis satu ini harus segera disingkirkan.
Bagaimana caranya" Damar Wulung memutar otak. Di depannya Pendekar 212
tampak sunggingkan seringai mengejek ke arah Pangeran Matahari lalu berucap
lantang. "Pangeran comberan! Ada yang memberimu nama Pangeran Miring. Kurasa itu memang
pantas! Tapi sungguh aneh. Kau juga pernah memakai nama Bagus Srubud! Mengaku
petinggi dari Keraton. Keraton mana"! Ha....ha.....ha!"
BASTIAN TITO 56 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Damar Wulung terkejut ketika Wiro menyebut nama Bagus Srubud karena dia pernah
memakai nama itu dan dia pula yang tempo hari menyuruh Pangeran Matahari
mempergunakan nama itu. Bagaimana Wiro bisa menerka" Atau memang Wiro sudah tahu
banyak" Sekilas Damar Wulung melirik ke arah Pangeran Matahari yang saat itu
membuka mulut menyahuti ucapan Wiro.
"Pendekar 212, murid sableng nenek gendeng dari Gunung Gede! Selama ini kau
tolol-tolol saja. Kini rupanya sudah pandai bicara! Malah bicara sombong!
Belasan kali kau sesumbar hendak membunuhku! Nyatanya sampai hari ini aku masih
hidup! Ha....ha......ha!". Dengan cerdik, Pangeran Matahari yang sudah bisa membaca
keadaan menyambung ucapannya. "Aku sendirian saja kau tak pernah sanggup
menghadapi. Apalagi saat ini aku bersama Damar Wulung, murid GPH, apakah kau
masih punya nyali, bicara sombong hendak menghabisiku"!"
"Wiro! Jangan takut! Biar Pangeran keparat itu membawa selusin teman kami
bertiga siap membantumu!"
Satu suara melengking keras di tempat itu. lalu tiga bayangan berkelebat dari
atas pohon. Sesaat kemudian Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini telah
berdiri di kiri kanan Wiro. Pendekar Kipas Pelangi Adimesa selain terkagum-kagum
melihat kemunculan tiga gadis itu, juga jadi terheran-heran.
"Tiga dara cantik! Luar biasa!" Pendekar Kipas Pelangi berkata dalam hati.
"Inikah para gadis yang dikabarkan mencintai Wiro?" Pemuda berkumis rapi ini
melirik pada Bidadari Angin Timur. Mungkin rambutnya yang pirang menimbulkan
daya tarik terhadap sang dara dibanding dua gadis lainnya.
Rasa kagum dan heran Pendekar Kipas Pelangi serta merta berubah menjadi rasa
kaget ketika tiba-tiba Ratu Duyung melompat ke hadapan Adisaka, membentak sambil
menuding. "Damar Wulung manusia jahanam! Jangan jual tampang tak berdosa di hadapan kami!
Kami bertiga sudah tahu kebejatanmu! Kau pernah hendak memperkosaku! Kau juga
telah mencuri cermin sakti milikku! Manusia sepertimu sudah saatnya ditumpas!"
Damar Wulung terkesima sampai surut satu langkah mendapat dampratan tak terduga
itu. Dia cepat buka mulut untuk berkilah, tapi saat itu gadis berbaju kuning
sambil cabut pedang dan melintangkan itu di depan dada melompat ke hadapannya
dan bicara keras.
"Damar Wulung! Aku Sutri Kaliangan puteri Patih Kerajaan! Memberi kesaksian
bahwa kau juga pernah hendak menculik diriku secara keji!"
Anggini yang sejak tadi menahan diri melompat pula ke hadapan Pangeran Matahari.
"Kau membunuh Puti Andini! Kau mencideraiku! Ditambah seribu satu kejahatan yang
telah kau perbuat, hari ini pintu neraka telah terbuka lebar-lebar untukmu!"
Pangeran Matahari dengan sikap pongah rangkapkan dua tangan di depan dada lalu
tertawa membahak. "Dara berpakaian ungu, aku tahu kau muridnya Dewa Tuak. Yang
konon dijodohkan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng! Kasihan kalau dirimu sampai
jadi pasangan pemuda edan itu. Bukankah lebih baik ikut aku saja"
Ha....ha......ha!"
"Pangeran Miring!" bentak Wiro. "Binatang saja kalau pandai bicara pasti menolak menjadi
pendampingmu! Apa lagi murid Dewa Tuak ini!"
Pangeran Matahari menyeringai. "Pendekar 212, jangan cepat cemburu!
Sungguh memalukan dan pengecut sekali! Ternyata dalam kesombonganmu kau
berlindung di balik tiga gadis cantik! Ha.....ha....!"
BASTIAN TITO 57 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Pangeran Miring, kau boleh mengatakan diriku pengecut. Tapi kalau aku boleh
bertanya mengapa kau melindungi dirimu di balik sehelai topeng" Kau takut setan
neraka mengenalimu" Atau takut karena terlalu banyak musuh"!"
"Aku Pangeran Matahari tidak pernah mengenal kata takut!" jawab Pangeran
Matahari sambil bertolak pinggang. Padahal sebenarnya saat itu dia tengah
menghitung-hitung kekuatan. Berdua dengan Damar Wulung apakah dia sanggup
menghadapi Wiro Sableng dan tiga gadis cantik yang diketahuinya berkepandaian
tinggi itu" Lalu pemuda berpakaian biru berkumis kecil bernama Adimesa berjuluk
Pendekar Kipas Pelangi itu, berada di pihak manakah dia"
Sementara itu Pendekar Kipas Pelangi sendiri yang sejak tadi menahan rasa
keterkejutannya mendengar semua pembicaraan yang berlangsung, mendekati Wiro dan
bertanya. "Sahabat Wiro, apakah ucapan gadis bermata biru tentang kakakku benar
adanya?" "Sahabatku," jawab Wiro. "Kau boleh tidak percaya pada ucapan Ratu Duyung. Tapi
jika Sutri Kaliangan puteri Patih Kerajaan ikut bicara tentang kakakmu, apakah
kau masih tidak percaya?" Wiro tatap wajah pemuda itu sesaat sambil menduga-
duga, jika pecah perkelahian hebat di tempat itu, di pihak manakah pemuda ini
akan berpihak" Dia hanya seorang sahabat, tetapi Adisaka alias Damar Wulung
adalah kakaknya sedarah sedaging. Wiro kemudian melanjutkan ucapannya.
"Sebenarnya sejak aku ketahui Damar Wulung adalah Adisaka, mengingat
persahabatan kita, apa lagi kau pernah menyelamatkan diriku, ada satu ganjalan
besar dalam hatiku. Aku tak tega memberitahu semua perbuatan jahat saudaramu
itu. Kini kau sudah mengetahui sendiri dari orang lain......"
"Adimesa! Jangan pecaya mulut keji Pendekar 212!" tiba-tiba Adisaka alias Damar
Wulung berteriak. "Aku justru selama ini mengejarnya untuk diseret ke haapan
arwah Dewi Ular yang telah dibunuhnya!"
"Pendekar Kipas Pelangi," kata Wiro, "Menyesal sekali aku katakan, kakakmu
itulah yang menjarah rombongan pembawa harta Keraton beberapa waktu lalu. Bukan
saja jatuh beberapa korban tak berosa, tapi dia merampas Keris Kiai Naga Kopek.
Aku menerima apesnya, kena dituduh sebagai pencuri keris pusaka itu!"
"Penipu busuk! Kau memutar balik kenyataan! Kaulah yang telah membunuh para
perampok hutan Roban pimpinan Warok Mata Api. Kau juga yang menjarah harta
perhiasan, uang emas dan Keris Kiai Naga Kopek. Kini kau tuduh aku yang
melakukan!" teriak Damar Wulung menggeledek.
Wiro menggeram dan memaki dalam hati mendengar kata-kata beracun Damar Wulung
itu. Kalau saja Kinasih masih hidup, dia bisa menjadi saksi atas keterlibatan
langsung Damar Wulung dalam peristiwa perampokan harta benda milik Kerajaan.
"Benar, aku tahu sekali ceritanya!" Pangeran Matahari menimpali. "Keris Kiai
Naga Kopek memang dijarah oleh Pendekar 212 Wiro Sableng! Kini pasukan Kerajaan
mencarinya karena sudah dicap sebagai buronan!"
"Sahabat Wiro, bagaimana ini" Mana yang benar.....?" Pendekar Kipas Pelangi
bertanya. "Adimesa, aku tahu pemuda itu adalah kakakmu! Kau mungkin lebih mempercayai
dirinya dari pada aku. Tapi aku akan segera membuktikan bahwa Keris Kiai Naga
Kopek memang ada padanya. Saat ini senjata itu diselipkan di pinggang kiri
sebelah belakang....."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Pendekar Kipas Pelangi.
"Aku barusan menerapkan Ilmu Menembus Pandang....."
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BASTIAN TITO 58 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Semakin bingung Pendekar Kipas Pelangi. Dia berpaling pada kakaknya.
"Kakak Adisaka, benarkah....."
"Adimesa! Kau adikku! Kau percaya padanya atau padaku" Kau berada di pihak
siapa" Lekas berdiri di sebelahku! Perlu apa kau berdampingan dengan jahanam
keparat itu!"
"Kakak, aku ingin kejujuranmu. Benarkah.....?"
Damar Wulung menggeram marah. Dia dorong dada adiknya hingga Adimesa terjajar
hampir jatuh. Wiro cepat menahan tubuh Adimesa hingga pemuda ini tak sampai
jatuh ke tahah.
"Damar Wulung! Aku harap kau segera menyerahkan Keris Kiai Naga Kopek untuk aku
kembalikan pada Kerajaan!"
Damar Wulung kerenyitkan kening mendengar kata-kata Wiro itu. "Kau mau jadi
pahlawan kesiangan" Padahal kau sebenarnya seorang buronan! Hendak berbuat jasa
pada Kerajaan agar segala dosamu diampuni" Ha....ha....ha!"
"Aku tahu keris pusaka itu ada padamu. Kau sisipkan di pinggang sebelah kiri
belakang!" kata Wiro pula. Sebelumnya Wiro telah menerapkan Ilmu Menembus
Pandang hingga dia mampu melihat kalau senjata pusaka Keraton itu yang memang
tersisip di pinggang belakang Damar Wulung. Selain itu Wiro juga melihat sebuah
benda bulat berkilat terselip di bagian depan perut Damar Wulung. Benda ini
adalah cermin sakti milik Ratu Duyung yang dicuri Damar Wulung sewaktu menculik
gadis bermata biru itu.
"Otakmu culas! Mulutmu busuk! Kalau kau menuduh aku memiliki keris itu, silahkan
ambil sendiri!" kata Damar Wulung.
"Atas nama Kerajaan aku harap kau menyerahkan Keris Naga Kopek padaku!" Tiba-
tiba Sutri Kaliangan melompat ke hadapan Damar Wulung.
Damar Wulung tertawa bergelak "Ini satu lagi gadis sesat kena tipu daya Pendekar
Sableng! Aku menghormati dirimu sebagai Puteri Patih Kerajaan. Jika kau mau
berlaku adil, mengapa tidak menangkap Wiro yang jelas-jelas adalah buronan
Kerajaan"!"
"Aku tidak mau tahu hal dia buronan atau bukan. Serahkan Keris Naga Kopek
padaku!" bentak Sutri.
"Ha....ha! Rupanya kau termasuk di barisan para gadis cantik yang jatuh cinta pada
Pendekar Geblek itu!"
"Sreett!"
Sutri Kaliangan keluarkan pedangnya dari dalam sarung. Tangan kiri melintangkan
pedang di depan dada sementara tangan kanan diangsurkan ke arah Damar Wulung.
"Kalau kau inginkan keris yang tak ada padaku, apakah ini berarti sebenarnya kau
inginkan diriku"!" ujar Damar Wulung lalu tertawa bergelak. Pangeran Matahari
ikut-ikutan tertawa.
Saat itulah satu suara membentak menggetarkan seantero tempat.
"Adisaka! Serahkan Keris Kiai Naga Kopek pada puteri Patih Kerajaan. Dan kau
ikut aku ke pertapaan!"
BASTIAN TITO 59 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA BELAS Belum habis kejut Damar Wulung tahu-tahu seorang nenek bermuka seram, berpakaian
hitam telah berdiri di hadapannya, memandang dengan garang. Sesaat nenek ini
melirik ke arah Wiro dan Ratu Duyung, dua orang yang telah dikenalnya dan pernah
ditolongnya. Di atas pohon kakek bermata jereng, berkuping lebar dan bau pesing yang bukan
lain adalah Setan Ngompol tusukkan sikutnya ke pinggang bocah breambut jabrik
dan berkata. "Naga Kuning, melihat nenek seram itu aku ingat ceritamu. Apa dia
Gondoruwo Patah Hati, asli bernama Ning Intan Lestari?"
Naga Kuning mengangguk. Matanya memandangi si nenek tak lepas-lepas.
Sambil pencongkan mulutnya Setan Ngompol kembali berkata "Kalau cuma nenek
lampir seperti itu perlu apa kau sukai. Padahal masih banyak perempuan yang bisa
kau gaet. Janda muda bertebaran di mana-mana...."
Naga Kuning tertawa lebar. "Dia bukan sembarang nenek. Kalau sudah kau lihat
wajahnya......"
"Dari tadi aku sudah melihat wajahnya. Kurasa, maaf bicara, pantatku masih lebih
bagus dari mukanya. Hik...hik.....hik!" habis tertawa kakek ini langsung kucurkan
air kencing. "Kakek sial....." maki Naga Kuning lalu meremas paha Setan Ngompol hingga kakek
ini terpekik kesakitan dan makin mancur air kencingnya.
"Guru.....!" ujar Damar Wulung seraya membungkuk hormat.
"Aku tak perlu segala basa-basi sopan santun! Lakukan apa yang barusan aku
katakan. Serahkan senjata pusaka Keraton pada puteri Patih Kerajaan. Setelah itu
kau ikut aku! Cepat!"
"Guru, aku....." Gondoruwo Patah Hati tampak mulai hilang kesabarannya. Saat itulah Pangeran
Matahari mendekati Damar Wulung dan membisikkan sesuatu. Ketika sang guru
mendatanginya, Damar Wulung cepat membungkuk seraya berkata "Guru, kalau memang
itu maumu, aku menurut saja. Keris Kiai Naga Kopek tidak ada padaku. Aku siap
menuruti perintah, mengikutimu ke pertapaan....."
"Enak betul!" berteriak Ratu Duyung. Gadis ini segera melompat ke hadapan Damar
Wulung. "Mana bisa begitu!" berseru Bidadari Angin Timur. Sekali bergerak dia sudah
berada tiga langkah di hadapan pemuda yang pernah hampir menodainya.
Melihat hal ini Pangeran Matahari tak tingal diam, dia melompat mendampingi
Damar Wulung. Anggini yang menaruh dendam paling besar terhadap sang Pangeran
segera maju menghadang gerakan orang.
Adimesa, alias Pendekar Kipas Pelangi sesaat tampak bingung. Namun di lain saat
pemuda ini cepat bergerak mendapingi kakaknya.
Melihat gerakan Pendekar Kipas Pelangi, Wiro segera maju lalu berdiri di samping
Gondoruwo Patah Hati, menghadap ke arah Pangeran Matahari dan Damar Wulung.
Sutri Kaliangan tak tinggal diam. Gadis ini ikut maju. Pedangnya yang telah
terhunus ditukik ke tanah. Jika dikehendaki senjata ini bisa mencuat membabat ke
atas, membelah tubuh Damar Wulung!
BASTIAN TITO 60 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalian semua dengar! Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah!" tiba-tiba
Gondoruwo Patah Hati berseru keras. Dia lalu memandang pada Ratu Duyung dan
Pendekar 212 Wiro Sableng. Lalu berkata "Kita bersahabat. Bukan aku mengungkit
segala budi pertolongan di masa lampau. Tapi apakah hal itu tidak bisa menjadi
pertimbangan kalian berdua untuk menghentikan semua ini" Aku tahu muridku punya
dosa dan kesalahan besar. Itu sebabnya aku membawanya kmbali ke pertapaan untuk
dihukum!" Ratu Duyung memandang pada Wiro. Pendekar 212 jadi garuk-garuk kepala.
"Adisaka! Jika keris pusaka Keraton itu memang tidak ada padamu, jangan banyak
cingcong! Ikuti aku sekarang. Tinggalkan tempat ini!"
"Ning Intan Lestari!" tiba-tiba ada suara dari atas pohon. "Maksudmu baik.
Tapi muridmu pergunakan maksudmu untuk mencari kesempatan. Meloloskan diri dari
pertanggungan jawab semua kejahatan yang pernah dibuatnya!"
Gondoruwo Patah Hati tersentak kaget ada orang yang menyebut nama aslinya.
Dia rasa-rasa mengenali suara itu. Ini membuat si nenek jadi bergetar dadanya.
Dia ingin kepastian lalu berteriak. "Siapa yang bicara"! Mengapa tidak berani
unjukkan diri"!"
Baru saja suara si nenek lenyap, dari atas sebuah pohon melayang turun sosok
seorang anak kecil berambut jabrik berpakaian hitam. Di belakangnya mengikuti
sosok seorang tua menebar bau pesing.
"Jahanam kurang ajar! Pasti tua bangka itu yang mengencingi mulutku!" rutuk
Pangeran Matahari. Dia segera hendak mendekati Setan Ngompol namun niatnya
dibatalkan ketika dilihatnya Damar Wulung memberi isyarat agar dia jangan
meninggalkan tempat.
"Naga Kuning! Setan Ngompol!" seru murid Sinto Gendeng.
Naga Kuning cibirkan mulut sedang Setan Ngompol lambaikan tangan sambil senyum-
senyum cengengesan. Naga Kuning memandang pada Gondoruwo Patah Hati.
"Nek, apakah ucapanku tadi salah"'
Setelah melihat siapa yang ada di hadapannya dan bicara padanya si nenek jadi
salah tingkah. "Naga Kuning ....." katanya perlahan. "Jadi dugaanku tidak meleset.
Anak ini memang dia adanya....."
Si bocah dekati Gondoruwo Patah Hati dan berkata. "Kita sudah sama-sama tua,
mengapa mencampuri urusan orang-orang muda" Biar saja mereka menyelesaikan
urusan mereka."
"Mana bisa begitu, Gunung?" ujar si nenek.
Naga Kuning tersenyum mendengar si nenek menyebut nama aslinya. "Kau masih ingat
namaku itu. Cuma sayang, agaknya saat ini kita tidak berada di pihak yang
sama....."
Gondoruwo Patah Hati sesaat tampak sedih.
"Intan, jika kau hanya menuruti kemauanmu sendiri, harap kau melihat
sekelilingmu. Saat ini dua sisi kali sudah dikurung rapat. Kita berada di
tengah-tengah."
Gondoruwo Patah Hati terkejut mendengar ucapan Naga Kuning. Dia memandang
berkeliling dan jadi lebih terkejut. Ternyata tempat itu memang telah dikurung
oleh banyak sekali perajurit Kerajaan. Beberapa orang tampak menunggangi kuda
besar. Mereka adalah para tokoh silat Istana. Dua dari orang-orang berkuda ini
melompat turun dari tunggangannya lalu melangkah cepat ke tempat di mana
Gondoruwo Patah Hati dan yang lain-lainnya berada. Di sebelah kanan adalah
Tumenggung Cokro Pambudi. Di sampingnya melangkah cepat sosok berjubah kelabu
Hantu Muka Licin Bukit Tidar.
BASTIAN TITO 61 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tumenggung Cokro Pambudi, diikuti Hantu Muka Licin berhenti tepat di hadapan
Damar Wulung. Melirik ke samping sang Tumenggung melihat Sutri Kaliangan,
membuatnya kaget. Bagaimana gadis ini bisa berada di tempat ini, pikir
Tumenggung Cokro. Lalu dia menuding ke arah Damar Wulung.
"Pemuda bernama Damar Wulung! Kau orangnya yang tempo hari datang ke tempat
kediamanku membawa harta Kerajaan serta Keris Kiai Naga Kopek yang dijarah. Kau
memberikan keris itu padaku seolah hendak berbuat jasa besar pada Kerajaan. Tapi
ternyata senjata itu palsu! Hanya sarungnya saja yang asli! Mana keris yang
asli" Serahkan padaku!"
"Tumenggung, aku tak ingat apakah aku pernah berkunjung ke rumahmu,"
jawab Damar Wulung licik. "Tapi jika kau mencari Keris Kiai Naga Kopek, tanyakan
pada Pendekar 212. Dialah yang mencuri pusaka Keraton itu! Seharusnya dia yang
segear kau tangkap. Bukankah dia buronan Kerajaan" Dan nenek ini, dia juga
buronan Kerajaan!"
Gondoruwo Patah Hati kaget besar, tidak menyangka muridnya akan bicara seperti
itu. "Kurang ajar!" maki Pendekar 212 Wiro Sableng. "Aku akan perlihatkan di mana
keris itu beradanya!" Lalu sekali berkelebat Wiro melompat ke arah Damar Wulung.
Tangannya menyambar ke pinggang si pemuda.
"Sebelum kau sentuh tubuhku, biar kusentuh dulu kapalamu!" bentak Damar Wulung.
Tangan kanannya memancarkan cahaya biru lalu dihantamkan ke arah kepala Pendekar
212. "Pukulan Batunaroko!" seru Gondoruwo Patah Hati. "Adisaka! Aku mengharamkan kau
mempergunakan pukulan itu!"
"Kalau begitu biar aku kemgalikan kepadamu!" teriak Damar Wulung.
Tanagnnya sebelah kiri bergerak. Seperti tangan kanan yang dihantamkan ke kepala
Wiro, tangan kiri yang dipukulkan ke kepala si nenek memancarkan sinar biru. Ini
satu pertanda bahwa Damar Wulung melancarkan pukulan maut bernama Batunaroko
yang sangat dahsyat. Jangankan kepala manusia, batu karangpun akan amblas hancur
terkena pukulan ini! Mengapa pemuda ini menjadi nekad dan tega hendak membunuh
gurunya sendiri" Lain tidak karena dia merasa tak akan bisa lolos dari tangan si
nenek. Cepat atau lambat, tidak sekarang, nanti-nanti orang tua itu pasti akan terus
mengejar dan menjatuhkan hukuman atas dirinya.
Gondoruwo Patah Hati terkesiap kaget. Tidak menyangka kalau sang murid akan
menjatuhkan tangan jahat terhadapnya. Hanya tinggal sejengkal pukulan itu akan
menghancurkan kepalanya dia masih saja melotot diam terkesima. Tiba-tiba satu
tangan menarik pinggangnya. Tubuh si nenek terbetot ke kiri.
"Bertahun-tahun
kau menghabiskan waktu mencariku, berusaha
menyingkapkan teka teki rasa antara ktia. Kini mengapa bersikap seperti mau
bunuh diri di depan mata"!" Orang yang menarik si nenek keluarkan ucapan.
Gondoruwo Patah Hati segera palingkan kepala.
"Gunung..... Terima kasih. Aku barusan memang berlaku ayal. Pertemuan ini,
perbuatan muridku, semua membuat aku jadi kacau pikiran dan berat perasaan......"
Naga Kuning turunkan tubuh si nenek ke tanah. Sambil senyum-senyum dia berkata.
"Biarkan orang-orang itu menyelesaikan urusan mereka. Kita yang tua-tua kali ini
terpaksa hanya memperhatikan....."
"Gunung, bagaimana kau tahu aku Ning Intan Lestari?"
"Huss! Nanti saja kita bicarakan hal itu...." Jawab Naga Kuning.
"Tidak, aku ingin mendengar jawabanmu sekarang juga!" kata si nenek pula.
BASTIAN TITO 62 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Naga Kuning tertawa. "Kau masih saja seperti dulu. Tidak sabaran, keras hati dan
tegas!" "Aku memang tidak pernah berubah, Gunung."
"Aah.... Syukurlah. Baik, aku memberitahu. Sejak pertemuan kita yang pertama di
Banyuanget dulu itu, Aku menemui Kiai Gede Tapa Pamungkas. Berusaha mendapatkan
keterangan. Dia tidak bicara banyak. Tapi dari sikapnya itu aku justru
mengetahui kalau nenek muka setan berjuluk Gondoruwo Patah Hati itu sebenarnya
memang adalah Ning Intan Lestari ....."
Baru saja Naga Kuning berkata begitu tiba-tiba satu bayangan biru berkelebat
disertai terdengarnya ucapan lantang. "Berdua-duaan bermesraan dikala maut
gentayangan mencari kematian, sungguh perbuatan mahluk-mahluk pendek pikiran!"
Gondoruwo Patah Hati dan Naga Kuning cepat berpaling. Di hadapan mereka berdiri
seorang kakek berwajah jernih, berpakaian ringkas.
"Rana Suwarte....." ucap Naga Kuning dan si nenek hampir berbarengan.
Kakek ini adalah orang yang mencintai Gondoruwo Patah Hati sejak masa muda
remaja tapi si nenek tidak dapat menerima cinta Rama Suwarte karena hatinya
telah tertambat pada Gunung alias Naga Kuning. Sampai-sampai Rana Suwarte
meminta pertolognan Kiai Gede Tapa Pamungkas yang adalah ayah angkat si nenek,
tetap saja perempuan itu tidak bisa menerima kehadiran Rana Suwarte sebagai
pendamping dirinya. Penolakan ini telah menimbulkan dendam luar biasa dalam diri
Rana Suwarte terhadap Naga Kuning. Jika dia tidak bisa mendapatkan Ning Intan
Lestari maka Naga Kuning juga tidak akan mendapatkan perempuan itu. Rana Suwarte
menyusun rencana untuk melenyapkan Naga Kuning. Salah satu caranya ialah denan
bergabung dengan orang-orang Kerajaan. (Riwayat lebih jelas mengenai Ning Intan
Lestari harap baca Episode sebelumnya berjudul "Gondoruwo Patah Hati") Sutri
Kaliangan yang sudah merasa bahwa perkelahian hebat akan segera terjadi di
tempat itu, berseru keras. "Atas nama Patih Kerajaan harap semua tokoh silat
Istana jangan mencampuri urusan di tempat ini!"
Tumenggung Cokro Pambudi dan Hantu Muka Licin hentikan langkah mereka mendekati
Damar Wulung. "Den Ayu Sutri, saya rasa kau tidak punya wewenang mengeluarkan ucapan itu...."
berkata Tumenggung Cokro Pambudi.
Dari balik pakaian kuningnya Sutri Kaliangan mengeluarkan selembar kertas dan
memperlihatkannya pada Tumenggung Cokro Pambudi. Tapi kertas itu diperlihatkan
hanya dari jauh.
"Ini wewenang yang diberikan oleh Patih Kerajaan padaku! Apakah Paman Tumenggung
berani membantah?" Sutri menggertak. Padahal surat itu palsu belaka!
Hantu Muka Licin Bukit Tidar yang sebenarnya sudah letih mengurusi perkara
seperti ini dan lebih suka bersenang-senang di Kotaraja berbisik. "Tumenggung
Cokro, sebaiknya kita mengundurkan diri saja, kembali bergabung dengan pasukan.
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perlua apa bersusah payah" Kalau Keris Kiai Naga Kopek itu memang ada pada
pemuda bernama Damar Wulung, bukankah lebih baik kita mempergunakan tangan orang
lain untuk mendapatkannya?"
Setelah berpikir cepat Tumenggung Cokro akhirnya menjawab. "Benar juga.
Mari kita menjauh, kembali ke pasukan. Tapi kita tetap harus mengurung kawasan
ini!" Kalau dua tokoh Istana itu mengundurkan diri, lain halnya dengan Rana Suwarte.
Kakek bermuka jernih yang dilanda cinta dibarengi dendam membara ini melesat ke
arah Naga Kuning.
BASTIAN TITO 63 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Budak keparat! Salah satu di antara kita harus disingkirkan dai muka bumi ini!"
Habis berkata begitu Rana Suwarte langsung lancarkan satu tendangan ke dada si
bocah. Setan Ngompol yang sejak tadi diam saja, melihat Naga Kuning diserang serta
merta memotong gerakan Rana Suwarte.
"Tua bangka edan! Tidak tahu malu beraninya melawan anak kecil! Aku lawanmu!"
bentak Setan Ngompol lalu tertawa bergelak dan serrrr, kucurkan air kencing.
"Sobatku mata jereng bau pesing!" kata Naga Kuning. "Siapa bilang aku anak
kecil" Pasang mata kalian baik-baik!"
Si bocah berambut jabrik putar-putar lehernya. Kepala digoyang-goyangkan.
Tiba-tiba ada asap tipis mengepul dari batok kepala anak itu. ketika dia
mengusap wajahnya satu kali, wajah itu berubah menjadi wajah seorang tua
berambut putih, alis dan kumis serta janggut putih. Sosoknya juga bukan sosok
anak kecil lagi tapi berubah besar menjadi sosok orang tua. Gondoruwo Patah Hati
terkesiap. Puluhan tahun dia tidak pernah melihat ujud asli orang yang
dikasihinya itu. sepasang matanya berkaca-kaca.
Setan Ngompol kaget bukan kepalang. Kakek ini memang sudah tahu kalau Naga
Kuning sebenarnya adalah seorang tua berusia hampir seratus dua puluh tahun.
Tapi selama ini dia belum pernah melihat wajah dan sosok asli sahabatnya yang
selalu konyol itu.
"Gila! Kau ini mahluk jejadian atau apa....." kata Setan Ngompol sambil pegangi
bagian bawah perutnya yang tambah gencar mengucurkan air kencing.
Lain halnya dengan Rana Suwarte. Kakek bermuka jernih ini serta merta menjadi
pucat. "Kiai Paus Samudera Biru....." ucapnya dengan suara gemetar.
Tendangannya jadi tertahan. Nyalinya untuk meneruskan perkelahian jadi leleh.
Selama ini dia hanya tahu kala Naga Kuning itu ujudnya adalah seorang kakek yang
jadi saingannya dalam memperebutkan cinta Ning Intan Lestari. Dia tidak
mengetahui kalau si kakek sebenarnya adalah orang berjuluk Kiai Paus Samudera
Biru yang memiliki kesaktian jauh di atasnya. Untuk tidak kehilangan muka Rana
Suwarte buru-buru berkata. "Tugasku sebenanya mengejar dan menangkap Pendekar
212 Wiro Sableng. Gunung, urusan kita biar diselesaikan kemudian hari saja."
Lalu Rana Suwarte tinggalkan tempat itu, kembali bergabung dengan para tokoh
silat Istana lainnya.
Kiai Paus Samudera Biru hendak mengejar tapi cepat dicegah oelh Ning Intan
Lestari. "Tak usah dikejar Gunung. Aku lebih suka kita cepat-cepat meninggalkan
tempat ini...."
"Aku setuju saja. Dengan dua syarat," jawab Kiai Paus Samudera Biru.
"Pertama kita tunggu sahabatku Wiro menyelesaikan urusannya dengan Damar Wulung
dan Pangeran Matahari. Kedua aku ingin agar kau membuka dan membuang topeng
tipis yang selama ini selalu menutupi wajah aslimu yang cantik....."
"Astaga," kejut si nenek muka setan. "Bagaimana kau tahu?"
Naga Kuning alias Kiai Paus Samudera Biru hanya tersenyum. Sambil kedipkan mata
dia berkata. "Aku seorang Kiai, apa pantas berdampingan dengan setan perempuan.
Padahal setan perempuan itu sebenarnya seorang perempuan secantik bidadari?"
Ning Intan Lestari menahan tawa cekikikan. Tangan kirinya menyambar mencubit
lengan orang yang dicintainya tu.
BASTIAN TITO 64 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT BELAS Kembali pada perkelahian awal antara Pendekar 212 Wiro Sableng dengan Damar
Wulung. Ketika melihat tangan kanan lawan yang memukul memancarkan cahaya biru,
murid Eyang Sinto Gendeng itu segera maklum kalau Damar Wulung melancarkan satu
pukulan sangat berbahaya. Karena yang diincar adalah kepala, maka berarti
pukulan itu sangat mematikan! Apa lagi tadi dia mendengar Gondoruwo Patah Hati
berseru agar Damar Wulung tidak mempergunakan ilmu pukulan yang disebut
batunaroko itu.
Dengan cepat Wiro geser kuda-kuda kedua kakinya, rundukkan kepala lalu dari
bawah kirimkan pukulan tangkisan. Dia sengaja memilih bagian lengan lawan yang
tidak berwarna biru. Begitu terjadi bentrokan dua lengan dia akan keluarkan ilmu
Koppo, yaitu ilmu menghancurkan tulang yang didapatnya dari Nenek Neko.
(Baca serial WS berjudul "Sepasang Manusia Bonsai")
"Bukkk!" Dua lengan beradu di udara mengeluarkan suara keras. Damar Wulung
berseru kaget ketika dapatkan dirinya mencelat ke udara setinggi satu tombak
membuat Wiro tidak bisa mengirimkan serangan lanjutan dengan ilmu Koppo. Wiro
sendiri terempas ke bawah, hampir jatuh duduk di tanah kalau tidak cepat
menopangkan tangan kirinya.
Bentrokan lengan itu menyadarkan Damar Wulung bahwa tenaga dalam Pendekar 212
tidak berada di bawahnya, juga tidak berada di bawah Pangeran Matahari yang
telah dijajalnya sebelumnya. Walau hatinya agak tergetar tapi selama hanya Wiro
yang dihadapinya dia merasa yakin akan dapat menghabisi lawan. Maka Damar Wulung
keluarkan jurus-jurus ilmu silatnya yang paling hebat sementara kedua tangan
sudah dipasangi aji kesaktian pukulan Batunaroko!
Lima jurus pertama Wiro masih sanggup mengimbangi lawan sambil sesekali susupkan
serangan balasan. Namun dua kepalan Damar Wulung yang sangat mematikan itu
membuat Wiro tidak bisa bergerak leluasa karena dia harus berlaku sangat hati-
hati. Meleset perhitungan sedikit saja dan salah satu tinju lawan mengenai
dirinya, celekalah dia. Untuk membentengi diri dari serbuan Damar Wulung yang
kelihatan kalap ingin cepat-cepat menghabisi dirinya, Wiro keluarkan jurus-jurus
ilmu silat orang gila yang dipelajarinya dari Tua Gila, dipadu dengan jurus-
jurus silat langka dari Kitab Putih Wasiat Dewa. Jurus Tangan Dewa Menghantam
Matahari, Tangan Dewa Menghantam Batu Karang, Tangan Dewa Menghantam Rembulan
serta Tangan Dewa Menghantam Air Bah keluar silih berganti. Lama-lama Damar
Wulung mulai kewalahan. Dia berusaha keras agar salah satu jotosannya mampu
mendarat di tubuh atau kepala lawan. Tapi usahanya sia-sia saja karena gerakan-
gerakan pertahanan dan serangan lawan tidak terduga. Apalagi dia tidak mungkin
mengerahkan tenaga dalam secara terus menerus pada dua tangannya karena akan
menguras seluruh tenaganya.
Memasuki jurus ketiga puluh Damar Wulung terdesak hebat. Keringat membasahi
pakaiannya. Tengkuknya terasa dingin. Beberapa kali serangan lawan hampir
bersarang di tubuhnya. Ketika memasuki jurus tiga puluh empat, Damar Wulung
robah permainan silatnya. Kalau sebelumnya dia mengandalkan dua kepalan, kini
secara tak terduga sepasang kakinya ganti memegang peranan. Pada jurus ketiga
puluh delapan tendangannya berhasil melanda perut Pendekar 212! Tak ampun lagi
tubuh Wiro terlipat lalu terjerembab ke depan. Saat itu tangan kanan Damar
Wulung BASTIAN TITO
65 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
datang menderu ke arah keningnya. Tangan itu memancarkan cahaya biru terang
pertanda Damar Wulung sengaja mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Wiro tak punya kesempatan untuk mengelak. Tangan kirinya memegangi perut yang
terasa seperti jebol amblas! Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah
mempergunakan tangan kanan untuk menangkis. Sekali ini mungkin Wiro tidak mampu
menangkis dengan memukul lengan lawan yang tidak berwarna biru.
Jika hal itu sampai terjadi berarti dia akan dihantam pukulan Batunaroko!
Setan Ngompol terkencing-kencing begtu melihat dan menyadari bahaya yang
dihadapi Wiro. Kakek bermata jereng ini siap melompat memasuki kalangan
perkelahian dengan melancarkan jurus "Setan Ngompol Mengencingi Langit." Namun
sebelum maksudnya kesampaian di depan sana telah terjadi sesuatu yang hebat!
Hanya satu kejapan mata lagi dua tangan akan beradu, Pendekar 212 Wiro Sableng
tiup tangan kanannya. Di permukaan telapak tangan yang terkepal serta merta
muncul gambar kepala harimau putih bermata hijau. Itulah gambar harimau Datuk
Rao Bamato Hijau, harimau gaib pelindung Wiro.
"Bukkk!"
Dua jotosan beradu di udara.
Pukulan Batunaroko yang dilancarkan Damar Wulung baku hantam dengan
Pukulan Harimau Dewa yang dilepaskan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Jeritan setinggi langit, merobek deru air terjun melesat keluar dari mulut Damar
Wulung. Tubuhnya terpental ke udara lalu terguling-guling di tanah. Sebuah benda
bulat berkilau tersembul dari pakaiannya lalu jatuh ke tanah. Ternyata cermin
sakti milik Ratu Duyung. Melihat cermin miliknya tergeletak di tanah Ratu Duyung
cepat mengambilnya.
Wiro sendiri mengeluh keras, terhenyak jatuh duduk di tanah dan ketika dia
memperhatikan tangan kanannya ternyata beberapa jari tangan itu telah terkelupas
kulitnya dan mengepulkan asap ke biru-biruan. Sesaat tanan kanannya terasa kaku,
aliran darah tak karuan dan dada mendenyut sesak.
Damar Wulung sendiri tangan kanannya tidak berbentuk tangan lagi. Sampai sebatas
lengan tangan itu hancur mengerikan, mengepulkan asap kebiru-biruan.
Bagaimanapun kemarahan Gondoruwo Patah Hati terhadap muridnya itu namun si nenek
tidak tega melihat cidera derita yang dialami Damar Wulung. Dia hendak memburu
sang murid. Tapi Kiai Paus Samudera Biru alias Naga Kuning alias Gunung memegang
lengannya seraya berkata "Intan, apapun yang terjadi dengan muridmu ikhlaskan
saja. Mungkin semua itu merupakan hukuman atas segala perbuatannya di masa
lalu....."
Begitu berdiri Wiro segera mengejar ke arah Damar Wulung yang sambil menggerung
kesakitan berusaha bangun. Damar Wulung baru setengah duduk ketika Wiro sampai
dan susupkan tanan kirinya ke arah pinggang pemuda itu. Tangannya menyentuh
sesuatu, segera diambil. Ternyata sebilah keris bergagang emas. Keris Kiai Naga
Kopek! Ketika Wiro mengejar Damar Wulung dan gerakkan tangannya, Adimesa alias Pendekar
Kipas Pelangi mengira Wiro hendak menghabisi saudaranya itu.
Bagaimanapun juga, siapa orangnya yang berdiam diri saja melihat saudaranya
sedarah sedaging hendak dihabisi musuh. Dengan gerakan kilat Adimesa keluarkan
kipas saktinya dari balik baju.
Kipas dibuka. Sambil diarahkan pada Wiro, Adimesa masih punya hari baik untuk
berteriak memberi ingat.
"Wiro! Lihat serangan!"
Kipas sakti digerakkan. Tujuh sinar pelangi berkiblat.
BASTIAN TITO 66 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wuuuuusss!"
Di depan sana Pendekar 212 yang telah memegang Keris Kiai Naga Kopek jatuhkan
diri ke tanah. Sebagian tubuhnya terlindung di belakang sosok Damar Wulung. Pada
saat itulah tujuh sinar pelangi datang melabrak! Tubuh Wiro dan tubuh Damar
Wulung mencelat sampai dua tombak lalu jatuh bergedebukan di tanah. Kalau Wiro
masih bisa bangkit berdiri walau sekujur tubuhnya terasa bergetar, namun Damar
Wulung tetap terkapar di tanah. Pakaiannya hancur, sekujur badannya kelihatan
memar. Dari hidung, mulut dan liang telinga darah mengucur.
Pendekar Kipas Pelangi keluarkan gerungan keras.
"Kakak Adisaka!" jeritnya lalu lari dan jatuhkan diri di samping sosok
saudaranya itu. di tempatnya berdiri Gondoruwo Patah Hati hanya bisa tundukkan
kepala dan teteskan air mata.
"Kakak! Aku.....aku tak bermaksud mencelakaimu! Aku.... Gusti Allah, aku telah
membunuh kakakku sendiri! Besar sekali dosaku!" Terisak-isak Adimesa peluki
tubuh kakaknya. "Kakak..... Kakak Adisaka, jangan mati Kak!" Adimesa letakkan
kepala kakaknya di atas pangkaun, membelai rambut lalu mengusap darah yang
membasahi wajah kakaknya.
Wiro masih tegak memegangi Keris Kiai Naga Kopek, setengah tertegun.
Mukanya pucat, Sutri Kaliangan tahu-tahu berdiri di hadapannya.
"Wiro, kau berhasil membuktikan bahwa dirimu bukan pencuri keris pusaka ini...."
Wiro mengangguk perlahan. "Senjata pusaka sakti in menyelamatkan aku dari
serangan kipas sakti Pendekar Kipas Pelangi." Wiro memandang sesaat ke arah
sosok Adisaka yang tergolek di atas pangkuan adiknya. Lalu dia ulurkan tangan,
menyerahkan keris emas itu kepada Sutri. "Aku minta bantuanmu untuk menyerahkan
keris pusaka ini pada Sri Baginda di Istana. Jangan lupa menceritakan semua apa
yang terjadi di tempat ini."
Sutri Kaliangan mengangguk.
"Masih ada satu hutangku padamu. Mengobati sakit ayahmu. Selesai urusan gila di
tempat ini aku akan berusaha melunasi hutang itu. aku sudah tahu obatnya,
tinggal mencari saja."
"Aku percaya kau tak akan ingkat janji," kata puteri Patih Kerajaan itu. Keris
Kiai Naga Kopek disimpannya di balik pakaian kuningnya lalu gadis ini menemui
tiga gadis lainnya.
Pangeran Matahari menjadi kaget. Dia sedang asyik menyaksikan perkelahian antara
Wiro dengan Damar Wulung ketika beberapa orang berkelebat dan tahu-tahu empat
gadis cantik telah mengurung dirinya yaitu Bidadari Angin Timur, Anggini, Ratu
Duyung dan Sutri Kaliangan.
Tapi dasar licik dan panjang akal, sang Pangeran sunggingkan senyum.
"Empat gadis cantik, kalian mau berbuat apa" Mau bicara, mengajakku ke satu
tempat untuk bersenang-senang" Hemmm..... tempat ini memang kurang pantas untuk
kita. Ha....ha.....ha!"
"Pangeran keparat!" bentak Ratu Duyung. "Banyak arwah menunggumu di alam
barzah!" "Sudah mau mampus masih bicara ngaco!" damprat Bidadari Angin Timur.
Anggini tidak banyak bicara. Gadis ini loloskan selendang ungunya.
Selendang ini adalah senjata andalannya. Dengan pengerahan tenaga dalam benda
yang lembut ini bisa menjadi sekukuh tombak atau pentungan, bisa juga berubah
setajam pedang. Sutri Kaliangan yang sejak tadi sudah memegang pedang telanjang
mendatangi dari samping kiri. Ratu Duyung siap menggebrak dengan cermin
saktinya. BASTIAN TITO 67 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Wah.....wah! Kalian empat gadis cantik mau mengeroyokku" Apa tidak salah tempat
dan waktu" Bagaimana kalau kalian mengeroyokku di atas ranjang saja nanti"! Ha...
ha....ha!"
"Manusia jahanam!" teriak Anggini.
"Laknat terkutuk!" teriak Sutri Kaliangan.
Pangeran Matahari masih terus tertawa-tawa. "Empat gadis mengeroyokku, sungguh
luar biasa! Mari mendekat. Ayo serang! Aku ingin seklai menjamah tubuh kalian!"
Empat gadis keluarkan suara merutuk marah lalu tanpa banyak bicara lagi mereka
segera menyerbu Pangeran Matahari. Ternyata yang menyerang sang Pangeran bukan
cuma empat gadis itu karena tiba-tiba entah dari mana datangnya satu mahluk
tinggi besar berambut merah berwajah singa telah melesat ke dalam kalangan
pertempuran dan ikut menyerang. Mahluk ini bukan lain adalah Singo Abang, yang
pernah menyelamatkan Pangeran Matahari dan juga mengambilnya sebagai murid.
Pangeran Matahari tahu gelagat. Empat gadis yang menyerangnya, di balik
kecantikan dan keelokan lekuk tubuh mereka tersimpan ilmu silat tinggi,
tersembunyi kesaktian dahsyat mematikan. Apalagi kini muncul Singo Abang, sang
guru yang berubah menjadi musuh besarnya. Lalu di sebelah sana Pendekar 212 Wiro
Sableng dilihatnya melangkah mendatangi.
"Pengeroyok licik! Lihat serangan!" Pangeran Matahari berteriak. Dua tangan
dihantamkan ke depan, membuka serangan balasan. Dia lancarkan pukulan Dua Singa
Berebut Matahari. Lalu susul dengan pukulan Gerhana Matahari. Anehnya serangan
itu tidak diarahkan pada lima lawannya tapi dihantamkan ke tanah kering di
pinggiran kali serta sederetan pohon.
Suara pohon tumbang menggemuruh. Daun-daun yang rontok begitu banyak, menutupi
pemandangan. Ditambah dengan tanah dan pasir yang bermuncratan ke udara.
Pinggiran Kali Mungkung di saat matahari baru terbit itu menjadi gelap.
"Jahanam kurang ajar!" Pendekar 212 memaki. Dia sudah tahu apa yang hendak
Wiro Sableng 125 Senandung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan Pangeran Matahari. Tangan kanannya bergerak melepas pukulan Sinar
Matahari. Dalam udara gelap satu cahaya putih berkiblat dan panas melabrak ke
arah Pangeran Matahari. Namun serangan Wiro agak terlambat. Sekejapan sebelum
pukulan sakti itu berkiblat terdengar suara benda mencebur masuk kali. Wiro
mengejar. Dia hanya sempat melihat sekilas sosok Pangeran Matahari di ujung
kali, lalu lenyap dibawa arus air yang turun deras ke bawah membentuk air
terjun. Sosok Adisaka tergeletak tidak bergerak di atas pangkuan Adimesa. Matanya
terbuka, tapi pandangannya kosong. Perlahan-lahana mulutnya yang sejak tadi
terkancing terbuka sedikit. Matanya bergerak sayu, manatap wajah adiknya. Lalu
dari mulut Adisaka keluar suara nyanyian.
Kaliurang desa tercinta
Terletak di kaki Gunung Merapi
Di sana kami dilahirkan
Alamnya indah penduduknya ramah
Nyanyi yang disenandungkan Adisaka tidak terlalu keras, tapi cukup jelas
didengar semua orang yang ada di tempat itu. ketika dia mulai menyanyikan bait
kedua, Adimesa dengan air mata berlinang ikut bernyanyi bersama kakaknya.
Kami anak desa Bangun pagi sudah biasa
BASTIAN TITO 68 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Hawa dingin tidak terasa
Kerja di sawah membuat sehat
Kerja di ladang membuat kuat
Memasuki bait ketiga suara Adisaka mulai perlahan lalu lenyap sama sekali.
Dia batuk-batuk beberapa kali. Dari mulutnya keluar darah segar. Dia masih
memaksakan hendak meneruskan senandung yang belum selesai dinyanyikan. Namun
matanya tertutup, mulut terkancing. Kepala terkulai.
Suara nyanyian Adimesa ikut lenyap, berganti dengan suara tangis mengiringi
kepergian sang kakak.
TAMAT BASTIAN TITO 69 Eng Djiauw Ong 28 Pendekar Hina Kelana 20 Banjir Darah Di Bukit Siluman Hilangnya Seorang Pendekar 3