Pencarian

Mata Air Dibayangan Bukit 12

Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja Bagian 12


suara Kiai Kanthi menurun "namun agaknya kau
mempunyai tugas yang penting yang harus kau lakukan disini,
sehingga waktumu akan menjadi sangat sempit, jika kau
masih harus mengurusi air itu"
Jlitheng mengangguk-angguk. Tetapi kemudian ia
menjawab "Kedua-duanya tugas yang penting yang harus aku
kerjakan Kiai. Aku t idak akan dapat berdiam diri jika orangTiraikasih
orang Lumban Kulon dan orang-orang Lumban Wetan saling
bertengkar karena, air. Dan akupun t idak akan dapat
menanggalkan tugas yang telah aku bebankan pada diriku
sendiri" Mudah-mudahan kau dapat melakukannya ngger" berkata
Kiai Kanthi "Aku akan membantu apa saya jika kau perlukan"
Jlitheng mengangguk-angguk. Namun kekecewaan yang
sangat membayang di wajahnya. Usahanya yang
diharapkannya dapat membuat Lumban Wetan dan Lumban
Kulon menjadi hijau subur, ternyata justru menimbulkan soal
baru yang rumit. Agaknya orang-orang Lumban Kulon dan
orang-orang Lumban Wetan telah disentuh oleh perasaan
tamak dan dengki. Mereka ingin air yang naik dari sungai kecil
itu, hanya untuk mungairi sawah di daerah mereka masingmasing.
"Air itu memang belum mencukupi" desisnya tiba-tiba.
"Ya. Justru karena itu, maka orang-orang Lumban Kulon
dan Lumban Wetan masing-masing ingin bahwa air yang naik
itu untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Orang-orang
Lumban Kulon dan Lumban Wetan yang sawahnya masih
belum dialiri air parit itu agaknya telah mendesak, agar cara
membagi air dirubah, dan menguntungkan pihak masingmasing"
sahut Kiai Kanthi. "Baiklah Kiai" berkata Jlitheng "Aku akan menghubungi
anak-anak muda Lumban Kulon dan Lumban Wetan.
Kepadaku mereka belum mengatakan sesuatu. Mungkin
mereka mengerti bahwa aku baru datang dari sebuah
perjalanan, sehingga aku tidak akan dapat menanggapinya
dengan sebaik-baiknya, atau justru mereka merasa segan
mengatakannya kepadaku"
"Mungkin ngger. Tetapi mungkin merekapun merasa bahwu
kau akan bersikap lain dari mereka, sehingga mereka justru
sudah berperasangka terhadapmu" berkata Kiai Kanthi
kemudian "karena itu, jika kau masih mempunyai waktu,
cobalah menanggapi hal ini. Jika perlu, kau dapat menghadap
Ki Buyut di Lumban Kulon dan Ki Buyut di Lumban Wetan.
Jlitheng mungagguk-angruk. Ternyata ia mendapat beban
baru di padukuhan yang semula nampak tenang, meskipun
selalu gersang. Justru karena tanah yang kering dan ke
kuning-kuningan itu mulai disentuh oleh air, sehingga daundaun
yang semi menjadi hijau, persoalannya justru berkisar
menjadi gawat karena ketamakan dan kedengkian.
Tetapi disamping itu, persoalan yang lain tetap
menunggunya. Semula ia menganggap persoalan pusaka itu
adalah persoalan yang harus mendapat perhatiannya yang
utama. Pusaka itu akan menyangkut keselamatan seseorang,
keselamatan Pangeran yang malang itu. Bahkan mungkin jika
timbul benturan kekuatan antara kelompok-kelompok yang
menghendakinya, akan dapat menimbulkan pertempuran yang
luas. Namun, agaknya kini ia tidak dapat mengesampingkan
persoalan orang-orang Lumban itu. Jika perselisihan mereka
tentang air itu meluas, maka persoalannya akan dapat
menjadi gawat pula. Anak laki-laki Ki Buyut Lumban Kulon itu
agaknya seorang anak muda yang keras hati dan kurang
memperhatikan persoalan yang tumbuh di sekitarnya. Jika ia
justru berpendirian keras tentang air. maka perselisihan
memang mungkin sekali akan menjadi semakin gawat.
"Tetapi kau t idak perlu tergesa-gesa ngger" berkata Kiai
Kanthi "Bukan berarti bahwa masalahnya tidak harus sepera
ditangani, tetapi kau harus mengetahui masalahnya dengan
baik. Baru kau akan dapat mengambil kesimpulan apakah
yang dapat kau lakukan. Tentu saja jangan sampai
mengganggu kewajibanmu yang menyangkut masalah yang
jauh lebih luas dari masalah kedua padukuhan ini saja"
Jlitheng mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah Kiai Tetapi
bantuan Kiai akan sangat berarti bagiku. Bukan saja masalah
air yang menjadi sumber persoalan di Lumban ini, tetapi
persoalan-persoalan lain yang memang akan menyangkut
masalah yang lebih luas seperti yang Kiai katakan itu"
"Sejauh dapat aku lakukan, ngger" jawab Kiai Kanthi sambil
mmengangguk-angguk. Demikianlah mereka masih berbicara tentang berbagai
macam hal yang menyangkut masalah air, sehingga akhirnya
Kiai Kanthi itu bergumam "Apakah pisang itu belum masak"
Ketika Kiai Kanthi kemudian masuk ke dapur, dilihatnya
Swasti sedang mengangkat pisang rebus yang sudah masak
dan meletakkannya diatas sebuah irik bambu.
"Dengan demikian maka keduanya kemudian masih sempat
berbicara sambil mengunyah pisang rebus yang disediakan
oleh Swasti, sementara Jlitheng mendapat gambarangambaran
yang lebah jelas tentang perselisihan yang mulai
membayang di Lumban, antara orang-orang Lumban Kulon
dan orang-orang Lamban Wetan.
Setelah beberapa saat ada digubug Kiai Kanthi maka
Jlithengpun kemudian turun dengan hati yang gelisah, seperti
gelisahnya dedaunan yang hijau dihembus angin yang
kencang. Ada semacam penyesalan yang bergejolak dihati Jlitheng.
Bahkan ia merasa bahwa orang-orang Lumban sama sekali
tidak mengenal terima kasih. Setitik air bagi mereka akan jauh
lebih berharga daripada kegersangan yang mencengkam
padukuhan itu, lebih-lebih di musim kemarau. Tetapi ketika
parit mulai mengalir, meskipun kurang mencukupi, justru
menimbulkan persoalan baru pada padukuhan yang mulai
nampak hijau itu. Kegelisahannya itu ternyata dapat dilihat oleh ibu Jlitheng
ketika ia sampai di rumahnya. Bagaimanapun juga, Jlitheng
adalah pusat perhatian perempuan tua yang menyebut dirinya
ibunya yang menganggap Jlitheng seperti anaknya sendiri.
"Apakah kau sakit?" bertanya ibunya.
"Tidak biyung. Aku tidak apa-apa. Mungkin aku masih lelah
setelah aku mencoba melihat-lihat berapa luasnya dunia ini"
jawab Jlitheng. Ibunya tidak bertanya lagi. Sambil meninggalkan anak lakilakinya
di dapur ia berkata "Makanlah dan beristirahatlah"
Tetapi ternyata Jlitheng tidak beristirahat. Ketika malam
mulai turun, maka iapun minta diri kepada ibunya, untuk pergi
ke gardu. "Seharusnya kau banyak beristirahat. Tidur sajalah.
Bukankah di gardu sudah banyak ditunggui anak-anak muda?"
"Mungkin aku dapat melupakan kelelahan yang masih
tersisa" jawab Jlitheng kemudian "di gardu aku akan dapat
bergurau bersama kawan-kawan"
Ibunya tidak menghalanginya lagi. Bahkan iapun berpikir,
bahwa anak itu akan mendapat kesegaran diantara kawankawannya.
Ketika Jlitheng berada diantara Kawan-kawannya ia tidak
segera melihat persoalan yang timbul diantara anak-anak
mada Lumban Wetan dan Lumban Kulon. Karena itu, untuk
beberapa saat lamanya Jlitheng terlibat dalam pembicaraan
yang gembira diantara kawan-kawannya
Namun akhirnya Jlithenglah yang memancing pendapat
kawan-kawannya. Dengan hati-hati ia mulai berbicara tentang
sawah, bahkan kemudian air.
"Pekerjaan kita tentu bertambah sekarang" berkata Jlitheng
seolah-olah tanpa maksud "Bukankah ada diantara kita yang
harus pergi ke sawah untuk melihat air?"
Ternyata kegelisahan Jlitheng tentang air itu benar-benar
membayang diantara sikap dan tingkah laku-laku kawanTiraikasih
kawannya. Ketika Jlitheng mulai menyinggung air, maka
kawan-kawannya mulai nampak berubah sikap.
Tetapi seorang yang bertubuh gemuk tiba-tiba saja berkata
"Jlitheng. marilah kita berbicara tentang yang lain. He,
bukankah kau datang dari perjalanan yang cukup jauh" Coba,
apa yang sudah kau lihat"
Jlitheng mengerutkan keningnya. Tetapi ia benar-benar
ingin tahu sikap kawan-kawannya tentang air. Karena itu,
maka iapun menjawab "Ternyata kita masih jauh ketinggalan
dari padukuhan-padukuhan lain yang aku kunjungi. Pada
umumnya padukuhan-padukuhan itu telah mempunyai
penataan air yang baik dan teratur. Sementara kita disini baru
mulai. Tetapi jika kita bekerja dengan tekun dan bersungguhsungguh,
maka kita akan dapat segera mengejar kekurangan
kita" Kawan-kawannya tiba-tiba saja menjadi gelisah. Tetap
jlitheng justru mendesak terus "Marilah kita bekerja lebih baik
untuk mengatur air yang meskipun sedikit tetapi mulai teratur.
Sungai itu tidak akan kering di musm kemarau karena sumber
air di bukit yang sudah dapat kita arahkan
Kawan-kawannya nampak menjadi semakin gelisah. Namun
akhirnya Jlitheng semakin mendesak "Kenapa kalian diam
saja" Apakah kalian sudah jemu berbicara tentang air" Kita
baru mulai, sedangkan kita sudah tertinggal jauh dari
padukuhan-padukuhan lain sepanjang perjalananku. Tetapi
nampaknya kalian sudah mulai jemu membicarakannya"
Kawan-kawannya saling berpandangan. Namun kemudian
salah seorang dari mereka berkata "Jlitheng. Sebenarnya kami
tidak ingin membuat kau dan orang tua yang tinggal di bukit
itu menjadi kecewa. Kau dan orang tua itu sudah bekerja
keras untuk mengarahkan arus air belumbang yang meluap
diatas bukit berhutan lebat itu"
Dada Jlitheng menjadi semakin berdebar-debar. Ternyata
yang dikatakan oleh Kiai Kanthi agaknya bukan sekedar
prasangka. "Jlitheng, sebenarnyalah bahwa ada persoalan yang
kemudian- timbul di padukuhan ini" berkata kawannya.
"Persoalan apa?" Jlitheng masih bertanya "Apakah ada
kesulitan dengan parit-parit itu?"
"Tidak. Tidak Jlitheng" jawab kawannya itu "Yang
menumbuhkan persoalan bukannya parit dan air itu sendiri"
"Lalu apa?" Jlitheng masih berpura-pura tidak mengetahui
persoalannya. Anak muda itu menarik nafas. Namun kemudian katanya
"Kami ternyata benar-benar telah mengecewakanmu dan
mengecewakan orang tua di kaki bukit itu. Pada saat-saat
terakhir telah tumbuh semacam perselisihan antara orangorang
Lumban Kulon dan Lumban Wetan tentang air sungai
itu. Kami masing-masing merasa bahwa bagian kami terlalu
sedikit. Orang-orang Lumban Kulon menganggap bahwa tanah
persawahan di Lumban Kulon lebih t inggi dari tanah
persawahan di Lumban Wetan sehingga mereka menuntut
cara pembagian yang lain dari yang kita lihat sekarang, karena
menurut mereka, air yang naik dari sungai itu lebih banyak
mengalir ke Lumban Wetan.
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ia merenungi
kawan-kawannya yang tertunduk diam, seolah-olah mereka
merasa telah bersalah, karena Jlitheng tentu akan menjadi
sangat kecewa karenanya. Baru sejenak kemudian Jlitheng bertanya "Tetapi apakah
menurut kalian, tanah persawahan di Lumban Wetan lebih
rendah dari Lumban Kulon?"
"Tidak. Sebagaimana kita lihat. Bukankah dataran diantara
sepasang bukit mati ini rata dan tidak miring" Bukankah
dengan demikian sawah di Lumban Wetan sama sekali tidak
lebih rendah dari Lumban Kulon?"
Jlitheng mengangguk-angguk. Menurut pendapatnya,
sawah di Lumban Wetan memang lebih rendah dari sawah di
Lumban Kulon. Namun demikian, Jlitheng tidak menentukan sikap apapun
juga. Ia baru mendengar keterangan dari anak-anak Lumban
Wetan. Ia masih belum mendengar apa yang dikatakan oleh
anak-anak Lumban Kulon. Namun dalam pada itu kawannya berkata "Jlitheng. Anakanak
muda Lumban Kulon nampaknya bersikap terlalu keras.
Mereka kini melarang kami, anak-anak muda Lumban Wetan
ikut berlatih olah kanuragan pada Daruwerdi"
Jlitheng menjadi cemas mendengar keterangan itu. Jika
masalahnya menyangkut Daruwerdi, maka persoalannya akan
berkembang semakin gawat. Karena itu, maka iapun bertanya
"Apakah Daruwerdi sendiri tidak menunjukkan sikap apapun
juga?" "Daruwerdi seolah-olah menjadi acuh tidak acuh. Ketika
kami bertanya kepadanya. Kenapa kami dilarang mengikuti
latihan olah kanuragan, maka ia tidak memberikan jawaban
yang memuaskan" sahut seorang anak muda.
"Apa katanya?" bertanya Jlitheng.
"Katanya, ia tidak menentukan apa-apa. Ia mengajari siapa
yang hadir di dekat bukit gundul itu. Sedangkan anak-anak
Lumban Kulon menganggap bahwa bukit gundul itu termasuk
daerah Lumban Kulon" sahut seorang kawannya.
"Apakah memang demikian?" bertanya Jlitheng.
"Tidak ada yang pernah mengatakan demikian sebelumnya"
jawab kawannya. Jlitheng mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya
"Apakah kalian pernah berbicara tentang hal itu dengan
Daruwerdi, bahwa sebenarnya kalian masih ingin berlatih
kepadanya" "Ya" seorang kawannya menjawab "bahkan kami sudah
minta agar Daruwerdi bersedia datang ke tempat lain yang
khusus bagi anak-anak muda dari Lumban Wetan. Terapi ia
tidak bersedia sama sekali. Katanya, dengan demikian
sikapnya itu akan dapat menimbulkan salah paham dengari
anak-anak Lumban Kulon. Bahkan mungkin akan
memperbesar pemisahan yang sudah mulai tumbuh diantara
mereka" Jlitheng mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti sikap
Daruwerdi. Jika ia berseda melakukannya, maka perselisihan
antara anak-anak muda Lumban Kulon dan Lumban Wetan
akan semakin memuncak. Tetapi yang belum diyakini oleh Jlitheng, apakah Daruwerdi
itu jujur. Jika jawaban itu sekedar cara untuk menolak agar
anak-anak muda Lumban Wetan tidak dapat meningkat
seimbang dengan anak-anak muda Lumban Kulon justru


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena ia telah berpikir, maka akibatnya akan gawat pula.
Karena itu, maka Jlithengpun bertekad untuk bertemu
dengan anak-anak muda Lumban Kulon. Ia ingin bertanya,
bagaimana sikap mereka yang sebenarnya terhadap air yang
sudah berhasil diangkat naik dari sungai kecil itu.
"Kau akan mendapat perlakuan yang buruk dari mereka
berkata seorang kawannya.
"Apakah sampai demikian jauh sikap dan tanggapan
mereka terhadap anak-anak muda Lumban Wetan?" bertanya
Jlitheng. "Kadang-kadang sikap mereka memang menjengkelkan
sekali" desis seorang kawannya.
Tetapi Jlitheng tetap ingin bertemu dengan mereka. Karena
itu, maka iapun kemudaan meninggalkan gardunya dan pergi
ke Lumban Kulon, meskipun kawan-kawannya mencoba
mencegahnya. Ketika Jlitheng menyeberangi jalan dan memintas
pematang menuju ke padukuhan yang termasuk daerah
Lumban Kulon, ia memang menjadi ragu-ragu. Namun ia
melangkah terus. Dinginnya malam sama sekali t idak terasa.
Bahkan keringat dingin terasa membasah di punggungnya.
Semakin dekat dengan gardu di sudut padukuhan, Jlitheng
merasa semakin gelisah, Namun ia bertekad untuk mencari
cara yang sebaik-baiknya, agar perselisihan itu t idak justru
berkembang. Anak-anak Lumban Kulon yang berada di gardu terkejut
melihat sesosok bayangan mendekati gardunya. Namun
merekapun segera mengenal, ketika cahaya di gardu itu mulai
menyentuh wajah Jlitheng.
Anak-anak muda Lumban Kulon itu merasa heran, bahwa
Jlitheng telah datang seorang diri. Mereka mengetahui bahwa
Jlitheng baru saja kembal dari sebuah perjalanan, dan
merekapun sudah mendengar ceritera yang direka-reka oleh
Jlitheng dalam perjalanannya.
"Kau Jlitheng" bertanya seseorang dari antara anak-anak
muda Lumban Kulon itu. "Ya. Apakah aku boleh naik ke gardu" bertanya Jlitheng.
"Marilah Naiklah" jawab salah seorang dari mereka. Jlitheng
kemudian duduk bersama anak-anak muda Lumban Kulon.
Sejak kedatangannya, Jlitheng sudah merasa, bahwa sikap
anak-anak muda Lumban Kulon memang agak lain.
Satu dua orang mencoba bertanya tentang pengalamannya
di perjalanannya. Seorang yang bertubuh kurus bertanya
"Ceriteramu belum begitu jelas bagi kami Jlitheng. Barangkali
kau masih ingin berceritera tentang pengalamanmu yang
aneh-aneh di perjalanan?"
Jlitheng tersenyum. Seperti kepada kawan-kawannya di
Lumban Wetan ia berceritera tentang daerah yang pernah
dilihatnya. Dan seperti di Lumban Wetan iapun mulai
memancing pembicaraan mengenai tanah, sawah dan air.
Agaknya anak-anak Lumban Kulon telah mempunyai
prasangka kepadanya Karena itu, maka merekapun segera
mengerti maksud Jlitheng. Seorang yang berkumis tipis
kemudian menyahut "Jlitheng. Agaknya kami dapat meraba,
kemana arah pembicaraanmu. Mungkin kau telah mendengar
dari kawan-kawanmu di Lumban Wetan, bahwa telah timbal
persoalan yang hangat antara kami, anak-anak muda Lumban
Kulon dan kawanmu dari Lumban Wetan"
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Persoalan itu
berkembang demikian cepatnya. Baru beberapa hari yang lalu,
kita merasa bersukur bahwa kita telah dapat mengangkat air
dari sungai kecil yang menampung air dari bukit berhutan itu.
Sekarang kita merasa bahwa telah ada persoalan yang hangat
antara Lumban Kulon dan Lumban Wetan"
"Kami sudah mencoba menahan diri" berkata anak muda
yang berkumis tipis. Tetapi kawan-kawanmu dari Lumban
Wetan bersikap terlalu mementingkan diri mereka sendiri"
"Apa yang sebenarnya telah mereka lakukan?" bertanya
Jlitheng. "Mereka ingin mendapat air terlalu banyak dari kemampuan
air yang dapat kita tampung" sahut seorang anak muda.
"Apa yang telah mereka lakukan?" Jlitheng mengulangi
pertanyaannya. "Mereka ingin membuka parit yang mengalir ke sawah
mereka lebih lebar dari parit yang mengalir ke sawah kami"
jawab anak muda berkumis tipis "Tentu saja kami tidak
sependapat. Pintu air dari kedua parit yang mengalir ke
persawahan di Lumban Wetan dan Lumban Kulon harus sama.
Dengan demikian, maka kita akan mendapat pembagian yang
adil" Jlitheng termangu-mangu sejenak. Ia memang sudah
menduga, bahwa keterangan anak-anak muda Lumban Wetan
mungkin berbeda dengan keterangan anak-anak muda
Lumban Kulon. Namun ia perlu mendengar semuanya, agar ia
mendapat bahan untuk membuat pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang mungkin ada baiknya dibicarakan dengan Kiai
Kanthi. Karena itu, maka lapan kemudian bertanya "Apakah
dasarnya bahwa anak-anak Lumban Wetan minta agar pintu
air bagi mereka lebih lebar dari pintu air yang akan mengairi
ke daerah persawahan di Lumban Kulon?"
"Mereka merasa bahwa mereka mempunyai jasa terlalu
banyak. Mereka merasa bahwa parit itu telah mengalir karena
kerja anak-anak Lumban Wetan. Terutama kau sendiri" jawab
anak muda berkumis tipis.
Namun tiba-tiba seorang anak muda berjambang tebal
bertanya kepada Jlitheng "He, Jlitheng, apakah benar kau
merasa bahwa karena jasamu maka parit-parit kita dapat
mengalir?" "Tentu tidak" jawab Jlitheng menghindar. Ia merasa
bahwa, orang, berjambang itu hatinya lebih keras dani anak
muda berkumis tipis "Bukan aku. Tetapi orang tua yang
tinggal di lereng bukit itu"
"Jadi apa maksudmu datang kemari?"Anak muda
berjambang tebal itu bergeser maju "kau kira kau mempunyai
wewenang untuk mengurus air itu?"
"Tidak. Bukan maksudku" Jlitheng beringsut sedikit aku
hanya ingin bertanya apakah yang sebenarnya terjadi Aku
memang mendengar ceritera kawan-kawanku. Tetapi aku
belum yakin akan kebenarannya. Justru karena itu aku ingin
mendengar dari kalian"
"Bohong" Anak muda berjambang tebal itu membentak
"aku kira kau ingin memaksakan kehendak anak-anak muda
Lumban Wetan. Aku kira kau ingin berceritera tentang jasajasamu
bahwa kau telah membuka air di belumbang di lereng
bukit itu. Kaulah yang telah mengarahkan air itu sehingga
masuk kedalam sungai kecil yang kemudian kita angkat
bersama" "Benar. Aku tidak bermaksud demikian. Aku .ingin mencari
penyelesaian sebaik-baiknya atas persoalan air itu.
Sebenarnyalah Kiai Kanthi menjadi sedih, bahwa air yang
diharapkan akan membuat Lumban dalam keseluruhan itni
menjadi hijau, ternyata telah menimbulkan persoalan
tersendiri yang akan dapat meretakkan hubungan kedua
kebuyutan yang semula memang hanya satu" berkata
Jlitheng. "Jika benar kau t idak akan membuat kisruh dengan
memaksakan pendapat orang-orang Lumban Wetan, maka
kau harus bersedia mengatakan kepada anak-anak muda
Lumban Wetan, bahwa mereka tidak mempunyai hak lebih
dari kami" Orang berjambang itu menggeram.
Namun anak muda yang berkumis- tapis, yang agaknya
batanya lebih lembut itu berkata "Sudahlah J litheng,
sebenarnya kami tidak ingin terlibat ke dalam perselisihan.
Katakan kepada kawan-kawanmu"
"Tetapi jika mereka mulai apaboleh buat" Anak muda
berjambang itu memotong "karena itu, katakan, bahwa
jasamu t idak berarti apa-apa bagi kami"
"Baiklah, aku akan mengatakan kepada mereka" desis
Jlitheng "Tetapi aku minta, bahwa kita masing-masing akan
dapat menahan diri sehingga dengan demikian persoalan ini
tidak akan berkembang jadi semakin buruk"
"He, kau kira kami disini tidak menahan diri?" Anak muda
berjambang itu bergeser maju lagi, sehingga Jlithengpun telah
beringsut pula "jika kami anak-anak muda Lumban Kulon tidak
menahan diri, maka anak-anak muda Lumban Wetan telah
kami lemparkan ke bendungan. Apalagi kini anak-anak muda
Lumban Wetan menjadi malas dan tidak lagi mau berprihatin
barang sedikit untuk mempelajari olah kanuragan"
"O. Apakah begitu?" desis Jlitheng "Jika demikian biarlah
besok aku akan mengajak mereka"
"Itu tidak perlu" Anak muda berjambang itu hampir
berteriak "Daruwerdi sudah kehabisan kesabaran. Beberapa
kali mereka datang. Dan itu akan sangat mengganggu
perkembangan kita semuanya. Karena itu, mereka yang telah
ketinggalan t idak akan diperbolehkan ikut serta"
Jlitheng mengerutkan keningnya. Namun anak muda
berkumis tipis itu berkata "Mungkin mereka akan mendapat
kesempatan berikutnya, Jlitheng. Setelah kelompok ini
meningkat, maka akan disusul oleh kelompok berikutnya"
Jlitheng menganguk-angguk. Katanya "Mudah-mudahan
kesempatan itu masih terbuka"
"Kau sendiri masalnya" Anak muda berjambang itu masih
saja berbicara dengan nada yang keras "Sudah berapa kali
hari latihan kau t idak datang. Apakah kau sekarang tiba-tiba
saja akan berlatih bersama kami" Tentu kau hanya akan
mengganggu kami dan menghambat perkembangan kami"
Jlitheng masih mengangguk-angguk. Kemudian katanya
"Baiklah. Aku akan minta diri. Aku akan berkata kepada
kawan-kawanku, agar mereka tidak minta yang berlebih-
Iebihan, Jadi. kita akan bersepakat, bahwa pintu air yang
mengalirkan air ke tanah persawahan di Lumban Kulon dan
Lumban Wetan akan dibuat sama"
"Mungkin begitu" desis anak muda berkumis t ipis.
Namun tiba-tiba seorang anak muda bertubuh kurus
berkata "Tetapi apakah tanah persawahan itu tidak sama,
maka pembagian air yang sama bagi kedua belah pihak justru
akan menjadi tidak adil?"
"Tanah Persawahan Lumban Kulon lebih luas dari. tanah
persawahan Lumban Wetan" beberapa anak muda berdesis.
Anak muda berkumis tipis itu termangu-mangu. Namun
kemudian ia berkata kepada Jlitheng "Kemballah. Kami tidak
bermaksud bermusuhan dengan kawan-kawan kami dari
Lumban Wetan. Tetapi kami ingin pembagian air yang adil.
Hanya itu" Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian"
"Baiklah. Aku akan mengatakannya kepada kawan-kawanku,
seperti yang kalian kehendaki. Untuk sementara barlah kita
membuka pintu air yang sama seperti yang kalian kehendaki.
Aku menjamin, bahwa anak-anak Lumban Wetan akan
menerimanya" "Sama bagaimana?" Anak muda berjambang itu bertanya
dengan keras. "Sama lebarnya" Anak muda berkumis tipis itulah yang
menjawab. JIitheng memandang anak muda berkumis tipis itu sekilas. Ia
memang mengenal anak itu dengan watak yang berbeda
dengan anak berjambang itu.
Namun agaknya arak muda berkumis tipis itu mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap kawan-kawannya, juga
terhadap anak muda berjambang tebal itu, sehingga karena
itu, maka anak muda berjambang tebal itu tidak bertanya
lebih jauh lagi. "Sudahlah" berkata Jlitheng "Aku akan kembal kepada
kawan-kawanku. Terima kasih atas segala keterangan dan
kesediaan kalian" Anak muda berkumis riips itu berkata "Mudah-mudahan
kawan-kawanmu di Lumban Wetan dapat mengerti"
Jlithengpun kemudian meninggalkan gardu itu. Namun
demikian Jlitheng meninggalkan mereka, beberapa anak muda
bertanya kepada yang berkumis tipis "Kau terlalu lunak
menghadapi anak-anak muda Lumban Wetan"
"Jlitheng memiliki kelainan dengan anak-anak muda
Lumban Wetan yang lain" desis anak muda berkumis tipis itu.
"Apa bedanya" Ia datang untuk menuntut. Mungkin anakanak.
Lumban Wetan angan mempergunakannya. Dikiranya
kita, anak-anak muda Lumban Kulon menjadi silau
melihatnya" berkata anak muda berjambang itu.
"Tetapi apakah kita akan mengingkari kenyataan?" Anak
muda berkumis tipis itu menjawab "Siapa yang paling banyak
berbuat terhadap penguasaan air itu" Katakan, bahwa pikiran
ini tumbuh dari orang tua di lereng bukit itu. Tetapi Jlitheng
dan anak-anak muda Lumban Wetan menanggapinya dengan
cepat. Sedangkan kita" Katanya, apa yang pernah kita
lakukan. Mungkin ada seorang atau katakanlah dua orang
diantara kita yang ikut membantu orang tua itu mengartikan
air, kemudian membuat gubug baginya. Tetapi apakah artinya
dibandingkan dengan kerja anak-anak Lumban Wetan"
Kawan-kawannya, termangu-mangu. Namun t idak
seorangpun yang menyahut.
Meskipun demikian, hati mereka tetap bergejolak. Mereka
tidak ingin melihat Lumban Wetan tumbuh secepat Lumban
Kulon. Karena itu, maka mereka tetap tidak akan membiarkan
perkembangan Lumban Wetan dalam segala segi. Selain pada
kesuburan tanahnya, juga pada kemampuan anak-anak
mudanya. Dalam pada itu, ternyata hal itu telah diberitahukan pula
kepada anak-anak laki-laki Ki Buyut di Lumban Kulon.
"Anak itu memang dungu" berkata anak Ki Buyut itu
kepada anak muda berjambang lebat
"Ya Nugata. Ia menganggap bahwa Jlitheng memang
mempunyai hak untuk menentukan air di sungai itu" berkata
anak muda berjambang lebat
"Jangan hiraukan. Aku tetap pada pendirianku. Air itu harus
kita kuasai sepenuhnya. Kitalah yang akan memberikan
sebagian menurut belas kasihan kita kepada Lumban Wetan,
karena sebenarnyalah bendungan itu berada di daerah
Lumban Kulon, dan bukit berhutan itupun berada di daerah
Lumban Kulon pada saat Lumban dibagi menjadi dua"
Kawan-kawannya termangu-mangu. Mereka belum pernah


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar sebelumnya, bahwa sungai, bendungan, bukitbukit
itu termasuk daerah Lumban Kulon. Namun ia
mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Ia menganggap
bahwa anak Ki Buyut itu tentu lebih banyak mengetahui
tentang keadaan Lumban Kulon maupun Lumban Wetan.
Ternyata bahwa sikap Nugata, anak Buyut Lumban Kulon
itu menjadi pola pikiran anak-anak muda di Lumban Kulon,
Mereka menganggap bahwa sikap itu adalah sikap yang paling
baik. Karena itu, maka merokapun ikut pula berbuat seperti
yang dilakukan oleh anak muda yang menjadi pusat perhatian
anak-anak muda di seluruh Lumban Kulon.
Sementara itu, Nugatapun sebelumnya telah bertemu
dengan Daruwerdi beberapa kali. Ialah yang minta kepada
Daruwerdi agar anak-anak Lumban Wetan tidak
diperkenankan untuk ikut serta dalam latihan-latihan olah
kanuragan. "Itu adalah persoalan kalian" berkata Daruwerdi "Aku
mengajari siapa saja yang hadir"
"Kami akan melarang, mereka memaruti daerah lumban
Kulon" berkata Nugata.
"Terserah. Aku tidak ikut campur" berkata Daruwerdi setiap
kali. Meskipun demikian Darawerdi tidak mengambil sikap yang
dapat mencegah berkembangnya jarak antara Lumban Kulon
dan Lumban Wetan, Ia tidak mau menambah persoalan yang
baginya sudah cukup rumit, hampir tidak sabar ia menunggu
hadirnya seorang Pangeran yang dikehendakinya. Apakah
Pangeran itu dibawa oleh orang-orang Sanggar Gading, orangorang
Kendali Putih atau oleh orang-orang Pusparuri.
Karena itu maka ia t idak menghiraukan lagi apakah yang
akan terjadi antara Lumban Kulon dan Lumban Wetan.
"Biar saja kedua daerah ini berbenturan. Aku akan melihat
suatu yang permainan yang mengasikkan. Anak-anak muda
yang berkelahi tanpa aturan. Dengan liar saling memukul dan
menghantam. Mungkin mereka bersenjata tanpa mengenal
arti senjata masing-masing" berkata Daruwerdi di dalam
hatinya. Namun Daruwerdi mengerutkan keningnya. Ia menyadari.
bahwa anak-anak Lumban Kulon memiliki kemampuan yang
lebih baik dari anak-anak muda Lumban Wetan, karena
meskipun sedikit, tetapi anak-anak muda Lumban Kulon
pernah mengikuti latihan-latihan oleh kanuragan.
"Anak-anak muda Lumban Wetan akan terdesak" berkata
Daruwerdi di dalamhatinya pula.
Namun tiba-tiba saja timbul pikirannya "Jika daerah ini
diganggu oleh ketegangan dan benturan antara Lamban
Wetan dan Lumban Kulon, maka persoalanku akan berbaur
tanpa banyak diketahui orang"
Pikiran itulah yang membuat Daruwerdi semakin t idak
mengacuhkan alas apa yang terjadi antara anak-anak muda
Lumban Kulon dan Lumban Wetan. Ia sama sekali tidak
pernah menyatakan keberatannya atas sikap Nugata yang
kadang-kadang nampak diwarnai oleh perasaan dengki dan iri
hati. Namun demikian, Daruwerdi memang tidak lagi ingin
membuat jarak dengan anak-anak muda Lumban Kulon. Ia
tidak ingin anak-anak muda itu dapat mengganggu
rencananya. Karena itu, seperti yang sudah dikatakan oleh
anak-anak Lumban Wetan, Daruwerdi tidak bersedia untuk
memberikan latihan-latihan khusus bagi anak-anak Lumban
Wetan. Dengan demikian, anak-anak Lumban Kulon akan
marah kepadanya. Meskipun mereka tidak berani berbuat
sesuatu tetapi pada suatu saat ia dapat menganggunya.
Dalam pada itu, Jlitheng yang dengan hati yang gelisah
meninggalkan Lumban Kulon, telah kembali kepada kawankawannya.
Ia mengatakan, sesuai dengan apa yang
didengarnya dari anak-anak muda Lumban Kulon. Bahkan
anak-anak muda Lumban Kulon sama sekali tidak
mempersoalkan tinggi tanah persawahan daerah Lamban
Kulon dan Lumban Wetan. Yang mereka minta hanyalah, pintu
air yang mengalirkan air ke Lumban Kulon dan Lumban Wetan
itu harus sama. "Omong kosong" jawab seorang kawannya "pintu air itu
sudah sama sejak semula. He, bukankah kau juga
mengetahuinya bahwa pintu air itu sudah sama"
"Ya, aku tahu. Mereka anak-anak Lumban Kulon
mempertahankan kesamaan itu, yang mereka sangka, akan
dirubah oleh anak-anak Lumban Wetan. Mereka mengatakan,
bahwa pembagian itu harus adil. Karena itu, perubahan yang
dikehendaki oleh anak-anak muda Lumban Wetan akan
merusak keseimbangan itu"
"Dan kau percaya?" tiba-tiba seorang kawannya yang lain
bertanya. "Atau barangkali kau lebih percaya kepada anak-anak
Lumban Kulon daripada anak-anak Lumban Wetan sendiri"
Yang lain menyambung. Jlitheng menjadi berdebar-debar. Ia tidak mau terjadi salah
paham dengan kawan-kawannya. Karena itu, maka iapun
segera menjawab "Bukan begitu. Maksudku aku ingin
mendapatkan gambaran yang sebenarnya dari peristiwa yang
sedang kita hadapi. Bukankah dengan demikian hanya terjadi
salah pengertian diantara kita disini dan anak-anak muda
Lumban Kulon. Jika demikian maka tidak perlu timbul
pertentangan diantara kita. Jika masalahnya dapat kita
pertemukan, maka perselisihan itu akan dapat teratasi"
"Tidak ada salah pengertian dan tidak ada salah paham.
Mereka menuntut dengan yakin dan pasti" sahut seorang
kawannya "Ya" Jlitheng mengangguk "Tetapi bukankah tidak ada
salahnya jika ada usaha pendekatan tanpa pengorbanan salah
satu pihak" "Ya Itu dapat saja kau lakukan" seorang yang kbih tua dari
mereka t iba-tiba saja menyahut.
Anak-anak muda itu berpaling kepadanya. Dilihatnya orang
itu melangkah mendekat dan bahkan kemudian berdiri
diantara mereka "Aku mendengar percakapan kalian. Usaha
Jlitheng memang baik. Tetapi jika aku boleh berpendapat,
maka masalahnya tidak terlalu mudah. Anak-anak muda
Lumban Kulon dan anak-anak muda Lumban Wetan
sebenarnya telah mulai memikirkan masa depan kampung
halaman mereka. Mereka telah berusaha untuk membuat
padukuhan mereka menjadi sebuah padukuhan yang baik di
masa depan. Namun, ternyata bahwa Lumban Kulon tidak
mempertimbangkan kepentingan padukuhan tetangganya,
bahkan pecahan dan belahan dari satu tubuh"
Jlitheng mengangguk-angguk. Ia tidak dapat mengambil
kesimpulan tanpa mendapatkan bahan yang lebih banyak lagi.
Tetapi agaknya kata-kata orang yang sudah tua dari anakanak
muda yang, berada di gardu Itu dapat dimengerti.
Dalam pada itu. orang yang lebih tua itu berkata
selanjutnya "Tetapi Jlitheng, aku kira, kau dapat saja
melanjutkan usahamu. Kami dan mungkin juga anak-anak
Lumban Kulon harus mengakui, bahwa kau sudah berbuat
lebih banyak dari setiap orang diantara kami dan anak-anak
muda Lumban Kulon, sehingga air itu dapat kita kuasai"
"Aku akan berusaha" sahut Jlitheng "Tetapi apa artinya aku
seorang diri" "Kau seorang diri akan lebih baik dari tidak ada seorangpun
yang berusaha, mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Tetapi jika kau gagal maka kau akan dapat mengambil satu
sikap" berkata orang itu.
"Baiklah" jawab Jlitheng "Aku akan berusaha terus. Tetapi
aku minta kalian percaya kepadaku"
"Sebenarnyalah perselisihan ini memang sudah meningkat
menjadi pertentangan yang gawat" berkata orang itu
"Mungkin kau akan dapat membayangkan jika anak-anak
Lumban Kulon setiap kali mampu meningkatkan pengetahuan
mereka tentang, olah kanuragan, maka itu sudah dapat
dibayangkan. Sementara kita masih tetap bodoh dan dungu
Bukankah dengan demikian, pada suatu saat kita tidak akan
dapat berbuat apa-apa, Jika anak-anak Lumban Kulon
memaksakan kehendaknya atas kita". Jika keta menentang
kehendak mereka, maka mereka akan bertindak dengan
kekerasan" Jlitheng mcngangguk-angguk. Katanya "Aku mengerti.
Mudah-mudahan aku akan dapat mencari jalan untuk
menyelesakan masalah yang gawat Ini"
"Tetapi, hati-hatilah. Jika kau salah langkah, maka kau
akan menjadi korban. Mungkin oleh anak-anak Lumban Kulon
kau akan mengalami nasib kurang baik. tetapi mungkin justru
oleh anak-anak muda Lumban Wetan sendiri"
"Aku mengerti. Tetapi tanpa langkah-langkah yang dapat
mendekatkan bubungan yang retak ini. seperti yang kau
katakan, mungkin kita akan sampai pada satu sikap
kekerasan. Dan ini akan sangat merugikan Lumban Wetan
Karena kami tidak akan mampu berbuat banyak"
Jlitheng masih mengangguk-angguk. Katanya "Kita
semuanya harus menyadari bahwa persoalan ani akan
berkembang menjadi semakin buruk bagi kita"
Bukan saja Jlitheng, namun anak muda Lamban Wetan
itupun menyadari sepenuhnya akan kesulitan yang dapat
mereka alami. Tetapi merekapun tidak akan dapat
mengorbankan hari depan padukuhan mereka dengan
memberikan air seberapa banyak yang dikehendaki oleh anakanak
muda Lumban Kulon. Kesulitan yang menghantui mereka adalah, bahwa
Daruwerdi tidak bersedia untuk memberikan laihan-latihan
kepada anak-anak Lumban Wetan, sehingga keseimbangan
diantara kedua padukuhan itu tidak dapat dipertahankan.
"Aku akan menemui Daruwerdi" berkata Jltiheng di dalam
hatinya "Mudah-mudahan ia mau membantu mempertahankan
keseimbangan kekuatan. Dengan demikian, maka masingmasing
pihak akan menjadi ragu-ragu untuk mulai dengan
tindak kekerasan. Tetapi jika keseimbangan itu bergeser,
maka salah satu pihak akan dengan mudah memaksakan
kehendaknya atas pihak yang lain.
Tetapi disamping memikirkan pertentangan yang
berkembang antara Lumban Kulon dan Lumban Wetan,
Jlitheng masih harus juga memperhitungkan setiap
kemungkinan orang-orang Sanggar Gading akan datang
sambil membawa seorang Pangeran yang akan diserahkan
kepada Daruwerdi, sebagan alat penukar sebutlah pusaka
yang diinginkannya. Diluar sadarnya Jlitheng menggeram "Anak-anak dungu.
Seharusnya aku tidak membantu Kiai Kanthi menguasa itu,
atau sebaiknya, aku harus menghalanginya"
Tetapi semuanya sudah terlanjur. Ada terbersit naatnya
pula. untuk menghancurkan saja bendungan yang
mengangkut air kesawah. Namun Jlitheng telah berusaha
untuk menekan maksudnya itu.
"Mudah-mudahan orang-orang Sanggar Gading itu t idak
segera datang" berkata, Jlitheng di dalam hatinya "sementara
itu aku mendapat kesemutan untuk menyelesaikan
pertentangan yang terjadi disini. Atau justru sebaliknya,
pertentangan itu akan semakin meletus dan menelan
kerukunan yang sudah lama menyelubungi dua padukuhan
yang semula memang hanya satu"
Demikianlah, dipagi hari berikutnya, Jlitheng dengan raguragu
telah pergi menemui Daruwerdi. ia pura-pura tidak
mengetahui persoalan anak-anak muda Lumban Kulon ketika
ia memasuki padukuban ltu. Dengan ramah ia tetap rnenyapa
Icawan-kawannya dari Lumban Kulon, yang betapapun juga,
oleh sikapnya yang tidak berubah maka anak-anak muda
Lumban Kulonpun menjawab pula.
Jlitheng menjumpai Daruwerdi yang baru saja terbangun
dari tidurnya. Sambil menggosok matanya ia mwmui Jlitheng
diserambi gondok. "Apakah kau akan berbicara tentang hari-hari
perkawinanmu?" Desisi Daruwerdi.
"Ah, kau" sahut Jlitheng "aku akan bicara tentang
padukuhan kita. Bukan tentang diriku pribadi"
"Tentang air" Tentang latihan-latihan yang hanya diikuti
oleh anak-anak muda Lumban Kulon?" bertanya Daruwerdi
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Kalanya "Daruwerdi,
kau dapat membantu anak-anak muda Lumban Kulon dan
Lumban Wetan untuk meredakan pertentangan diantara
mereka" "Aku sudah memikirkannva. Karena itu, aku berkeberatan
untuk mengadakan latihan serupa yang khusus bagi anakanak
muda Lumban Wetan" jawab Darawerdi.
"Lebih dari itu akan dapat kau lakukan" berkata Jlitheng
"Kau mempunyai pengaruh yang kuat atas anak-anak Lumban
Kulon. Jika kau mau, maka kau akan dapat meredakan
pertentangan. Anak-anak Lumban Kulon akan selalu mengikuti
segala petunjukmu" Dengan mengerutkan keningnya. Kemudian katanya "Jadi
menurut pendapatmu, kesalahan ada pada anak-anak muda
Lumban Kulon?" "Bukan begitu. Aku juga akan berusaha untuk
mengendalikan kawan-kawanku. bagaimanapun juga mereka
mengakui, bahwa akulah yang pertama-tama membicarakan
masalah air itu dengan orang tua yang tinggal di lereng bukit.
Karena itu, maka aku mengharap, bahwa anak-anak muda
Lumban Wetan akan mendengarkan keteranganku"
Tetapi Daruwerdi menggelengkan kepalanya sambil berkata
"Jangan ganggu lagi aku dengan persoalan-persoalan
semacam itu. Aku tidak sempat memikirkannya. Biar sajalah
anak-anak Lumban Kulon dan Lumban Wetan saling
berbenturan. Itu adalah salah mereka sendiri, karena mereka
tidak mau berpikir dengan dewasa. Tetapi kesalahan yang
terbesar justru ada padamu. Jika kau t idak berbuat apa-apa
atas air itu, maka di padukuhan ini akan tetap dapat dipelihara
kedamaian dan ketenangan. Sekarang keadaannya justru
menjadi semakin buruk setelah kau menyalurkan air itu ke
sungai dan yang kemudian diangkat ke sawah"
Jlitheng menjadi sangat kecewa. Namun ia masih mencoba
"Daruwerdi. Coba kau bayangkan. Jika benar-benar terjadibenturan
kekuatan antara Lumban Kulon dan Lumban Wetan,
apakah yang kira-kira Akan terjadi pada anak-anak Lumban
Wetan. Kau telah membuat anak-anak Lumban KuIon kuat


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan mampu berkelahi. Semenara anak-anak Lumban Wetan
sama sekali t idak memiliki pengetahuan dalam olah
kanuragan" "Ada cara terbaik untuk menghindari benturan itu Jlitheng"
berkata Daruwerdi. "Apa?" bertanya Jlitheng.
"Anak-anak Lumban Wetan jangan berkeras kepala. Turuti
saja keinginan anak-anak muda Lumban Kulon" jawab
Daruwerdi. "Itu tidak mungkin Daruwerdi. Jika tuntutan mereka terlalu
berat sebelah" "Jika demikian, terserah kepadamu. Aku t idak tahu Jangan
bicarakan lagi air dan segala macam persoalan yang lain"
berkata Daruwerdi kemudian, lalu "Sudahlah, tidak berarti itu
dengan aku. Aku mempunyai pekerjaan yang cukup banyak"
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Akhirnya ia harus
kembali tanpa berhasil mendapat bantuan Daruwerdi untuk
meredakan ketegangan yang terasa semakin memuncak.
Namun dalam pada itu, kedatangan Jlitheng dan usahausahanya
untuk meredakan ketegangan yang ada, justru
berakibat sebaliknya. Anak-anak Lumban Kulon yang
menganggap usaha Jlitheng itu akan menghambat keinginan
mereka, telah bersepakat untuk bertindak lebih jauh. Nugata,
anak Ki Buyut di Lumban Kulon telah mengambil sikap lebih
keras. Ia tidak ingin Jlitheng berhasil mempengaruhi suasana,
seandainya ia pada suatu saat datang kepada ayahnya.
Karena itu. maka sebelum hal itu terjadi, Nugata telah
menemui Daruwerdi untuk memberitahukan, bahwa anakanak
Lumban Kulon akan segera membuka pintu air yang
memasukkan air ke induk saluran air di daerah Lumban Kulon.
"Kau tergesa-gesa" berkata Daruwerdi.
"Aku tidak senang melihat usaha Jlitheng menemui
beberapa pihak. Bukankah ia sudah menemui kau pula?"
berkata Nugjta. "Terserah kepadamu. Sudah aku kaktakan, aku tidak ikut
campur" desis Daruwerdi.
Nugata termangu-mangu. Sebenarnya ia ingin membawa
Daruwerdi. dengan demikian, maka tidak akan terlalu banyak
yang harus dilakukan. Anak-anak muda Lumban Wetan tentu
akan menjadi ketakutan dan memenuhi apa saja yang diminta
oleh anak-anak muda Lumban Kulon.
Karena itu, maka Nupatupun kemudian berkata "Daruwerdi.
Aku sama sekali tidak berniat untuk memperalat kau. Aku
tahu, bahwa kau sadar akan dirimu. Tetapi yang aku inginkan
adalah, bahwa pertentangan antara Lumban Kulon dan
Lumban Wetan, tidak akan terlalu banyak menimbulkan
keributan dan apalagi korban. Anak-anak Lumban Wetan
nampaknya tidak mau mengakui keinginannya, Bahkan
mereka menjadi keras kepala. Kehadiranmu bersama kami
tentu akan meluluhkan hati mereka, sehingga dengan
demikian akan memungut korban anak-anak muda Lumban
Kulon dan tarlebih-lebih lagi anak-anak muda Lumban Wetan"
"Apapun alasanmu" jawab Daruwerdi "itu berarti bahwa
kau sudah memperalat aku"
"Sudah aku katakan, maksudku t idak begitu"
"Aku akan memikirkannya. Jangan memaksa aku menjawab
seakrang" desis Daruwerdi.
Nugata memang tidak dapat memaksanya, Karena itu,
maka iapun berkata "Waktunya sangat sempit untuk
menyelesaikan urusan ini. Aku harap kau segera mengambil
keputusan, sawah masih basah. Dan kesempatan menanam
padi masih panjang" Daruwerdi tidak menjawab. Dibiarkannya Nugata pergi
meninggalkannya" "Aku lebih senang pertentangan ini terjadi berlarut-larut"
berkata Daruwerdi di dalam hati "dengan demikian
persoalanku kurang menarik perhatian orang"
Karena itu, maka ketika ia bertemu dengan Nugata lagi,
yang disanggupkannya adalah memperbanyak latihan olah
kanuragan. Jika perlu setiap hari, pada saat-saat senggang.
"Latihan-latihan itu tentu akan menggetarkan hati anakanak
muda Lumban Wetan" berkata Daruwerdi "akibatnya
tidak akan banyak berbeda dengan keterlibatanku langsung
dalam pertentangan itu"
Nugata agak kecewa. Tetapi baginya itu lebih baik
dilakukan daripada tidak sama sekali. Sehingga karena itulah,
maka Nugatapun segera menghubungi kawan-kawannya
untuk melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Daruwerdi.
Sebenarinyalah latihan-Iatihan yang menjadi semakin
sering dan semakin mantap itu telah menggetarkan hati anakanak
Lumban Wetan. Mereka menjadi semakin cemas, bahwa
pada suatu hari, mereka akan mengalami kesulitan yang
gawat. Apalagi ketika usahahanya untuk menghadap Ki Buyut
Lumban Kulon telah dihalangi oleh Nugata dan kawankawannya.
"Kembali sajalah Jlitheng" ancam Nugata "Jika kau berkeras
kepala, maka kau akan menjadi merah biru di seluruh
tubuhmu. Wajahmu .akan menjadi bengkak-bengkak dan
kawan-kawanmu di Lumban Wetan akan menjadi semakin
ketakutan, karena kami tidak hanya berbicara saja tentang
keinginan kami" Jlitheng tidak dapat memaksa. Ia masih meragukan,
apakah dirinya akan mampu mengekang gejolak perasaannya,
jika benar-benar anak-anak Lumban Kulon itu memukulinya.
Jika demikian, maka ia akan segera diketahui, bahwa
kehadirannya di Lumban bukannya tanpa maksud. Bahkon
Daruwerdi mungkin akan mengambil sikap lain.
Karena itu iapun mengurungkan niatnya untuk menemui Ki
Buyut di Lumban Kulon. Namun denpm demikian suasana
yang panas antara anak-anak muda Lumban Kulon dan anakanak
muda Lumban Wetan itu tidak dapat dikendalikan lagi.
Diluar sadarnya, ketika matahari mulai bertengger diatas
bukit diujung Barat, Jlitheng berjalan dengan lesu ke bukit
kecil. Ia tidak tahan lagi menyimpan gejolak perasaannya,
sehingga iapun ingin mendapat tempat untuk melupakan
bebannya itu. Ia diterima oleh Kiai Kanthi itu dengan lembut, orang tua
itu berkata "Aku mengerti kesulitanmu ngger"
"Ya Kiai" sahut Jlitheng yang kemudian menceriterakan
segala usaha yang nampaknya tidak akan berhasil.
"Kau harus telaten. Bagaimana jika kau dengan diam-diam
memasuki Kabuyutan Lumban Kulon langsung menghadap Ki
Buyut" berkata Kiai Kanthi.
"Mungkin aku berhasil. Tetapi jika setelah itu, anak-anak
Lumban Kulon mendedamku dan separi yang dikatakan oleh
Nugata, merekai beramai-ramai memukuli aku, apakah aku
akan dapat berdiam diri?" Jlithenglah yang kemudian
bertanya. Kiai Kanthipun termangu-mangu. Pertanyaan itu memang
rumit bagi Jlitheng. Agak berbeda jika Jlitheng dengan terus
terang menyatakan siapa dirinya dan langsung akan
berhadapan dengan- Daruwerdi Karena menurut penilaian Kiai
Kanthi, kemampuan Jlitheng tentu t idak berada di bawah
kemampuan Daruwerdi. Dalam pada itu, selagi mereka sibuk berpikir, tiba-tiba saja
mereka dikejutkan oleh derap kaki kuda. Tidak banyak. Hanya
dua ekor, yang menyusuri jalan setapek di hutan-hutan di
lereng bukit itu. "Siapa Kiai" bertanya Jlitheng.
"Aku tidak tahu ngger" jawab Kiai Kanthi.
Jlithengpun menjadi ragu-ragu. Namun diluar sadarnya,
iapun segera membenahi pakaiannya. Sementara Swasti yang
berada di dapurpun segera melangkah masuk. Bukan karena
ia ketakutan. Tetapi ia harus mendapat petunjuk dari ayahnya,
apa yang harus dikerjakannya, jika terjadi sesuatu diluar
kehendak mereka. "Duduklah disini Swasti" desis ayahnya "kita tidak tahu,
siapakah mereka dan apakah yang ingin mereka lakukan"
Swastipun segera duduk di amben, meskipun tidak
mengarah kepada Jlitheng. Kiai Kanthi yang melihatnya,
menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak menegurnya.
Bahkan kemudian ia berkata "Marilah ngger. Kita melihat
siapakah yang lewat"
Jlitheng mengikuti Kiai Kanthi yang berdiri di pintu. Tetapi
Jlitheng sendiri, berada di bagian dalam pintu yang sedang
terbuka itu. Dengan demikian, maka Jlitheng tidak dapat langsung
melihat dan dilihat oleh kedua orang berkuda yang sudah
berada beberapa langkah saja dari pintu gubug Kiai Kanthi,
dan karena itu merekapun berhenti, karenanya.
"Ada juga rumah di lereng bukit ini" terdengar salah
seorang dari kedua, penunggang kuda itu berkata.
"Ya ngger" sahut Kiai Kanthi "nampaknya memang agak
aneh bahwa aku telah tinggal bersama keluarga kecilku di
lereng bukit yang sepi ini. Tetapi agaknya hanya tanah inilah
yang dapat menerima aku" Kiai Kanthi berhenti, sejenak, lalu
"Tetapi siapakah anggar ini dan apakah maksud angger naik
ke lereng bukit ini?"
"Kami berdua adalah pemburu yang menjelajahi hutan
demi hutan. Kami mengumpulkan kulit harimau, kulit kijang
dan rusa. Bahkan kamipun mengumpulkan kulit buaya yang
dapat kami tangkap di kedung-kedung dan rawa-rawa"
"O" Kiai Kanthi mengangguk-angguk "Dan anggar berdua
akan berburu di hutan ini"
"Ya. Bukankah di hutan ini masih banyak terdapat binatang
buas?" tanya salah seorang dari mereka.
"Masih ada ngger. Tetapi sebenarnya tidak begitu banyak
lagi. Binatang buas ada di dataran di puncak bukit ini. Tetapi
kadang-kadang seekor harimau juga turun sampai ke lambung
bukit itu" jawab Kiai Kanthi.
"Dan kau tidak takut?" bertanya salah sarang dan
keduanya" "Binatang buas itu tidak pernah mengusik kami sekeluarga"
desis Kiai Kanthi meskipun agak ragu.
"Dengan siapa kau tinggal disini kek?" salah seorang dari
keduanya. "Dengan anak-anakku. Seorang laki-laki dan seorang
perempuan" jawab Kiai Kanthi tanpa berprasangka. Kedua
pemburu itu tentu akan segera berlalu Mungkin mereka akan
berhenti sebentar memandang Jlitheng dan Swasti. Namun
merekapun akan segera melanjutkan perjalanan tanpa
menghiraukan mereka. Sebenarnyalah maka salah seorang dari mereka berdua
yang masih berada diatas punggung kuda itupun berkata
"Baiklah kakek tua, Kami akan melanjutkan perburuhan kami
Tetapi karena ada gubug di lereng bukit ini, mungkin sekali
kami akan singgah satu dua kali. Bahkan mungkin kami akan
kerasan berada di lereng bukit ini sampai binatang buas
terakhir dapat kami tangkap"
Kiai Kanthi mengerutkan keningnya. Namun iapun barkata
"Terserah kepada angger berdua. Tetapi kami tidak
mempunyai tempat untuk mempersilahkan angger berdua
memasuki gubug kami"
Kedua orang itu tertawa. Kemudian salah seorang dari
mereka t iba-tiba saja bertanya "Dimana anak-anakmu"
Kiai Kanthi berpaling. Ternyata Jlitheng masih berada
dibagian dalam, sementara kedua orang berkuda itu tidak
tepat berada, di depan pintu, sehingga keduanya tidak sempat
melihat Jlitheng. "Marilah" berkata Kiai Kanthi kepada Jlitheng "kedua
pemburu itu ingin melihat anakku laki-laki"
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Ia sadar, bahwa Kiai
Kanthi telah menyebutnya sebagai anaknya laki-laki. Namun
Jlitheng sama sekal tidak berkeberatan, sehingga karena itu,
maka iapun kemudian melangkah maju dan berdiri di sebelah
Kiai Kanthi. "Namun kehadirannya ternyata telah mengejutkan salah
seorang dari kedua pemburu itu. Sementara Jlithengpun
terkejut pula melhat kehadirannya. Hampir diluar sadar
mereka berdua bersamaan berdesis "Kau"
Kiai Kanthi menjadi heaan. Dengan ragu-ragu ia bertanya
"Apakah kalam pernah bertemu?"
"Bantaradi" desis pemburu berkuda yang berada di depan.
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Orang itu ternyata
mengenalnya. Karena itu ia tidak dapat ingkar lagi. Dengan
nada dalam ia berkata "Kau Semi. Ternyata kau datang begitu
cepat" "Semuanya akan berlangsung cepat. Tetapi agaknya kau
berbuat lebih cepat lagi"
Jlitheng tersenyum. Namun yang kemudian berkata adalah
Kiai Kanthi "Siapakah sebenarnya angger ini?"
Jlitheng memandang Kiai Kanthi sejenak. Namun kemudian
katanya "Kiai, apakah aku dapat mempersilahkan keduanya
untuk masuk dan duduk di dalam"
"Jika kau sudah mengenalnya. silahkan. Tentu aku t idak
akan berkeberatan" jawab Kiai Kanthi.
"Bukankah kalian sudah mendengar, bahwa Kiai Kanthi
tidak berkeberatan aku mempersilahkan kalian singgah.
Marilah. Ini adalah gubug ayah angkatku, Di dalam ada adik
perempuanku" Tetapi Swasti sama sekali tidak berminat menemui tamutamu
yang dipersilahkan singgah itu. Justru iapun kemudian
bangkit dan melangkah ke dapur sebelum kedua orang yang
menyebut dirinya pemburu itu turun dan melangkah masuk ke
dalam rumahnya. Sesaat kamudian, maka kedua orang yang menyebut
dirinya itu pemburu, menambatkan kuda mereka dan
memasuki gubug kecil diikuti oleh Kiai Kanthi.
"Silahkan, silahkan" berkata Kiai Kanthi "perabot rumah
memang, hanya sebuah amben itu ngger. Silahkan duduk"
Kedua orang itupun segera duduk pula bersama Kiai Kanthi
dan Jlitheng yang dikenal bernama Bantaradi itu.
"Aku tidak menyangka, bahwa aku dapat menjumpaimu
secepat ini" berkata Semi.
Jlitheng mengangguk-angguk. Jawabnya "Akupun tidak
menyangka bahwa kau akan bertindak secepat ini. Bagaimana
dengan kakakmu?" "Aku belum mendapat petunjuk lebih lanjut" desis Semi.
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Kiai
Kanthi sambil berkata "Maaf Kiai. Ternyata aku telah bertemu
dengan orang yang mempunyai kepentingan sama dengan


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehadiranku di daerah ini. Mungkin masalahnya belum begitu
jelas bagi Kiai tetapi pada saatnya Kiai akan mengetahui
segala-galanya. Kiiai Kanthi tersenyum sambil berkata "Aku mengerti ngger.
Tentu ada persoalan yang aku tidak perlu mengetahui
sekarang. Baiklah. Mungkin pada saatnya angger memberi
kesempatan aku mengetahuinya"
Namun tiba-tiba saja dari balik dinding terdcngar suara
Swasti "Buat apa ayah mengetahuinya" Jika memang tidak
ada sangkut pautnya dengan kepentingan kita dan kalau
menurut pendapat orang lain kita tidak perlu mengetahuinya,
biarlah kita tidak mengetahuinya".
Kiai Kanthi menarik nafas dalam-dalam. Tetapi Swasti yang
berada di balik dinding tidak mengetahui bahwa Kiai Kanthi
tersenyum dan memberi isyarat kepada Jlitheng untuk tidak
menanggapinya. "Siapa?" Semilah yang bertanya.
"Adikku" jawab Jlitheng.
"Sikapmu tidak meyakinkan" terdengar suara Swasti
"sebagaimana kau menyebut ayah tidak sewajarnya sebagai
seorang anak" Jlitheng tertawa. Kiai Kanthlipun tersenyum. Namun
mereka berusaha agar Swasti tidak mengerti dan mendengar
sikap mereka. Semi menjadi heran. Namun iapun kemudian menyadari,
dengan siapa ia berhadapan. Jlitheng adalah orang yang dapat
mencala putra pancala putri sehingga ia akan dapat membuat
dirinya dalam seribu macam ujud dan sikap. Dengan demikian
iapun mengerti, bahwa Jlitheng tentu bukan anak Kiai Kanthi
seperti yang dimaksudkannya.
Karena itu, maka ia tidak tertanya lagi tentang gadis yang
berada di balik dinding itu.
"Baiklah Semi" berkata Jlitheng kemudian "Kita akan dapat
menentukan langkah-langkah yang dapat kita ambil. Tetapi
sudah tentu tidak segera. Kita masih harus melihat
perkembangan keadaan dan adalah satu kebetulan bahwa di
daerah ini telah tumbuh satu persoalan tersendiri"
Semi menggangguk-angguk. Lalu katanya "Kau yang sudah
lebih mengenai daerah ini. Kau akan dapat menentukan
langkah-langkah yang bagimu dan juga bagiku
menguntungkan. Kau dapat melanjutkan perburuanmu. Kau
dapat mohon kepada Kiai Kanthi untuk t inggal bersamanya
selama kau berada di hutan ini jika Kiai Kanthi tidak
berkeberatan" berkata Jlitheng kemudaan.
"Sudah aku katakan" berkata Kiai Kanthi "Aku tidak akan
berkeberatan. Aku akan dapat memberikan apa yang aku
punya. Tetapi sudah aku katakan pada bahwa gubug ini
terlalu sempit dan perabot yang adapun seperti yang lihat
sekarang" "Itu sudah memadai" berkata Semi "Aku adalah seorang
pemburu yang terbiasa tidur di tempa terbuka berselimutkan
embun" "Jika demikian, terserahlah. Aku bahkan senang sekali
menerima angger berdua singgah di gubug kecil ini" berkata
Kiai Kanthi pula. Swasti yang ada di balik dinding bergeremang meskipun
hanya didengar sendiri. Katanya "Dan aku harus tidur di
dapur, beralaskan ketepe sehelai "
Namun Swasti itupun tersenyum sendiri ketika teringat
olehnya bagaimana mereka ia untuk pertama kali berada di
tempat itu. Tidur pada rerumputan kering dan di tempat
terbuka pula. Demikianlah, maka setelah beristirahat beberapa lama.
Semipun minta diri untuk mengenal hutan yang akan menjadi
medan perburuannya. Bahkan sebenarnyalah bukan saja bukit
berhutan itu, tetapi Lumban Wetan dan Lumban Kulonpun
akan dijelajahinya menjelang kehadiran orang-orang Sanggar
Gading yang akan membawa seorang Pangeran yang sedang
sakit. Dalam pada itu, maka Jlithengpun telah pergi juga bersama
kedua orang pemburu yang menitipkan kuda mereka di gubug
Kiai Kanthi itu. Sementara hutan itupun menjadi semakin
kelam. Langit masih nampak semburat merah, namun
sebentar kemudian cahaya itupun hilang ditelan oleh
kehitaman. Ketika ketiganya telah berada diantara pepohonan hutan,
maka merekapun segera berhenti dan duduk diatas bebatuan.
Karena sebenarnyalah bahwa Semi ingin mendengar beberapa
keterangan tentang daerah itu dari Jlitheng.
"Daerah ini sedang bergejolak" berkata Jlitheng.
"Kenapa?" bertanya Semi.
"Mereka telah disibukkan oleh air" sahut Jlitheng yang
kemudian menjelaskan persoalan yang kebetulan saja terjadi
di Lumban justru pada saat persoalan pusaka yang
tersembunyi itu hampir tersingkap.
"Aku tidak dapat berbuat kasar terhadap Daruwerdi"
berkata Jlitheng kemudian?" karena ia memang mengenal
aku. sebagai seorang anak petani. Jika pada suatu saat ia
mengenali aku sebagai searang yang lain dari yang dikenalnya
sehari-hari, maka sudah tentu bahwa ia akan mengambil satu
sikap khusus. Ia akan menghubungkan persoalan yang
dihadapinya bersama-sama orang-orang Sanggar Gading,
orang-orang Pusparurii atau orang-orang dari kelompokkelompok
yang lain, dengan kehadiranku yang tersamar disini.
Semi mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti kesulitan
Jlitheng menghadapi persoalan air di Lumban. Ia tidak akan
dapat dengan serta merta berdiri diantara anak-anak Lumban
Wetan untuk menghadapi anak-anak muda Lumban Kulon,
tanpa menarik perhatian Daruwerdi secara khusus.
"Semi" tiba-tiba saja Jlitheng berkata "kau orang baru sama
sekali disini, kau adalah pemburu yang datang dari jauh untuk
mencari binatang hutan yang mungkin kulitnya akan kau jual
atau alasan-alasan lain. Karena itu kau tidak mempunyai
hubungan apapun juga dengan persoalan Daruwerdi"
"Ya. Jika Daruwerdi merasa, bahwa ada hubungan antara
kedatanganku dengan persoalan yang sedang digarapnya,
maka itu merupakan pertanda kegagalanku" jawab Semi, yang
kemudian bertanya "Jlitheng, apakah kau yakin bahwa
Daruwerdi atau memang sebenarnya hanya seorang diri.
Seorang yang berbuat seorang diri bagi dirinya sendiri"
"Sampai saat ini aku berpendapat demikian" berkata
Jlitheng "Tetapi memang tidak mustahil bahwa ada kekuatan
lain di belakangnya yang barangkali justru akan dapat
mengejutkan" "Lalu, apa maksudmu dengan kehadiranku sebagai orang
baru sama sekali disini?" bertanya Semi.
"Disamping persoalan yang akan menyangkut orang-orang
Sanggar Gading, kau dapat berbuat sesuatu yang akan sangat
bermanfaat bagi Lumban. Khususnya Lumban Wetan, desis
Jlitheng. Semi menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kau akan
membenturkan aku dengan. Daruwerdi sebelum persoalan
yang sebenarnya harus aku lakukan?"
Jlitheng termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Tetapi persoalannya akan terpisah. Dengan demikian
Daruwerdipun akan menghadapi masalah yang tidak
dikehendakinya sebelum persoalan yang sebenarnya
ditunggunya di sini. Semi termangu-imangu sejenak. Ketika ia berpaling kepada
kawannya, maka kawannya berkata "Tugas kita bukan tugas
yang dapat dikerjakan sambil lalu. Karena itu, sebaiknya kita
tidak berbuat sesuatu sebelum kita dapat menyelesaikan tugas
yang penting itu" Semi menarik nafas dalam-dalam. Namun sebelum ia
menyahut, Jlitheng berkata "Semi. Jika kau mau, mungkin kau
tidak harus berbuat seperti yang kau cemaskan. Mungkin
Daruwerdi akan merubah sikapnya sampai persoalan yang
sesungguhnya itu harus kita lakukan"
"Memang ada seribu kemungkinan yang dapat terjadi atas
sesuatu masalah Jlitheng" berkata Semi "Tetapi jika
kemungkinan yang terjadi itu justru kemungkinan yang tidak
kita kehendaki, maka kita akan mengalami kesulitan"
"Dengarlah" berkata Jlitheng "Aku hanya mengharap kau
hadir di Lumban sebagai seorang pemburu. Yang akan kami
minta kepadamu adalah sekedar memberikan latihan
kanuragan kepada anak-anak Lumban Wetan seperti yang
dilakukan oleh Daruwerdi di Lumban Kulon. Kau dapat
menunjukkan beberapa kelebihanmu, sehingga Daruwerdi
yakin, setidak-tidaknya membuat satu pertimbangan bahwa
melawanmu akan menumbuhkan persoalan tersendiri baginya
sebelum ia berbasil berbuat sesuatu dengan orang-orang
Sanggar Gading" Semi masih tetap ragu-ragu. Sementara kawannya berkata
"Apakah keuntungan kita berbuat demikian. Kita adalah
petugas yang khusus dalam masalah ini. Jika kita sudah
mendapat kesulitan, apalagi justru karena itu tugas kita. akan
terhambat, maka kita akan mendapat kesulitan untuk
mempertanggung-jawabkannya"
"Kita akan mempunyai beberapa keuntungan" jawab
Jlitheng "terutama bahwa dengan demikian kemungkinan
yang dapat timbul antara anak-anak muda Lumban Wetan dan
Lumban Kulon akan dapat dihindari atau diperkecil.
Seandainya anak-anak Lumban Kulon tetap berniat untuk
memaksakan kehendaknya atas Lumban Wetan, namun
Daruwerdi sendiri akan membuat perhitungan yang lebih
cermat. Seperti kalian, ia justru tidak ingin tugas pokoknya
disini terganggu. Apakah tugas itu dibebankan oleh orang lain
atau oleh dirinya sendiri"
Semi masih bimbang. Sementara Jlitheng berkala "Jika
pertentangan antara Lumban Kulon dan Lumban Wetan itu
berlangsung juga, maka kitapun akan mengalami kesulitan
dalam tugas yang harus kita lakukan. Karena dengan demikian
pertentangan itu akan menarik perhatian orang-orang Sanggar
Gading, sehingga mungkin mereka akan mengambil satu sikap
khusus atas peristiwa itu. Jika mereka salah langkah, kita akan
dapat membayangkan, apa yang akan terjadi atas anak-anak,
muda Lumban Kulon atau Lumban Wetan, Lebih dari itu,
bukankah kira. juga. memperhitungkan orang-orang
Pusparuri. Kendali Pulih dan mungkin orang-orang Gunung
Kunir, atau dari pihak manapun juga. Bahkan mungkin prajurit
Damak dalam gelar keprajuritan akan langsung bertindak
karena mereka tentu akan mendapat keterangan bahwa
seorang Pangran telah hilang. Tidak mustahil bahwa petugas
sandi yang lain yang tidak mempunyai hubungan khusus
dengan kau dan Rahu telah mencium jejak Pangeran yang
hilang itu" Semi menjadi bertambah bimbang. Keterangan Jlitheng
dapat memberikan gambaran sedikit tentang medan yang lain
yang harus diperhatikan. "Aku memang harus memperhitungkan" berkata Semi
kepada kawan-kawannya "Jika kita akan menghadapi
persoalan Sanggar Gading di daerah yang sedang bergejolak
ini maka kita harus mempertimbangkan semua persoalan yang
tentu akan saling terkait"
"Tetapi bagaimana jika hal itu justru dapat mengangagu
tugas kita. Seandainya, kita sudah terlalu banyak
mengerahkan tenaga sebelumnya, sementara peristiwa
dengan orang-orang Sanggar Gading itu terjadi, kita tidak
akan dapat berberbuat banyak" Sahut kawan Semi.
"Yang kita hadapi bukannya satu hal yang terlepas sama
sekali dengan keadaan daerah Sepasang Bukit Mati ini"
berkata Semi kemudian "karena itu, anggaplah apa yang
dimaksud Bantaradi ini sebagai satu usaha untuk
membersihkan medan. Karena aku dapat mengerti,
seandainya Bantaradi sendiri, yang selama ini dapat kita
perhitungkan berdiri di pihak kita, maka. mungkin sekali
keadaan medan akan berubah"
Kawannya mengangguk-angguk. Meskipun nampaknya ia
masih belum puas dengan keterangan Semi, namun agaknya
ia mulai mencoba untuk menerima pikiran Jlitheng.
"Kita akan berbuat dengan hati-hati" berkata Semi
kemudian. "Mungkiri dapat dicoba. Tetapi jika kita menemui satu
peristiwa yang memaksa kita harus bersikap lain aku berharap
bahwa kita t idak terikat dengan pekerjaan ini" berkata
kawannya. "Ya. Aku sependapat" sahut Semi.
"Terima kasih" berkata Jlitheng "Aku harap, kita akan
segara mulai. Kehadiranmu di Lumban Wetan aku tunggu.
Ingat, namaku Jlitheng. Jangan menyebut nama lain yang
dapat mengejutkan anak-anak Lumban"
"Baiklah. Besok pagi-pagi kami akan memasuki Lumban
dengan seekor binatang buruan. Mungkin seekor harimau. jika
tidak aku dapatkan seekor harimau, aku akan membawa
buruan apa saja yang dapat aku pergunakan sebagai pancatan
untuk menunjukkan satu kelebihan"
"Terima kasih" desis Jlitheng.
"Kaulah yang mengajari aku untuk bersikap sombong.
Nampaknya kau memang orang berbakat untuk berpura-pura
sehingga kau telah membuat aku melakukannya juga" desis
Semi. "Kau aneh. Kau sudah berpura-pura. Bukankah
kehadiranmu yang rahasia disini juga satu kepura-puraan.
Kenapa kau tidak menyebut dirimu petugas sandi dari Demak"
desis Jlitheng. Semi tersenyum. Jawabnya "Baiklah. Sepanjang kita masih
tetap berbuat sesuatu bagi kepentingan Demak dan
rakyatnya. Aku akan mencobanya. Besok pagi aku akan
datang sebagai seorang pemburu yang harus dikagumi dan
akhirnya menarik perhatian Daruwerdi, agar ia membuat
penilaian terhadap sikapnya atas anak-anak muda Lumban"
"Kau sudah memahami maksudku, terima kasih. Sekarang
aku akan kembali ke Lumban Wetan. Besok aku akan
mengagumi seorang pemburu yang berimu tinggi, cerdik dan
murah hati meskipun agak sombong"
Semi tersenyum. Namun ia masih berkata Tetapi kita harus
memperhitungkan akibat yang mungkin timbul dari tingkah
laku ini. Jika ternyata akan mempunyai akibat yang kurang
baik terhadap tugasku, maka aku akan menghent ikannya.
"Terserahlah. Tetapi aku juga mempunyai kepentingan


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga akupun akan memperhatikannya" sahut Jlithcng.
"Selama ini aku akan tinggal pada orang tua di lereng bukit
dtu. Nampaknya ia orang yang dapat dipercaya" desis Semi.
"Ya. Dan kau harus mempelajari banyak hal tentang orang
tua itu jawab Jlitheng "Tetapi menurut pendapatku ia memang
dapat dipercaya" Demikianlah, maka Jlithengpun kemudian meninggalkan
Semi dan kawannya langsung turun ke padukuhannya. Tetapi
ketika ia kemudian berada di gardu perondan bersama
baberapa orang kawannya, ia sama sekali tidak mengatakan
sesuatu tentang seorang anak muda yang besok akan datang
bersama seorang kawannya dengan membawa binatang
buruan. Sebenarnyalah, keadaan anak-anak muda Lumban Wetan
dan Lumban Kulon menjadi semakin tegang. Jlitheng tidak
dapat ingkar lagi terhadap satu kenyataan, bahwa anak-anak
muda Lumban Kulon memang ingin memaksakan
kehendaknya atas anak-anak Lumban Wetan. Mereka ternyata
merasa jauh lebih kuat, sehingga menurut perhitungan
mereka, jika anak-anak Lumban Wetan tidak mau memenuhi
tuntutan mereka, maka anak-anak Lumban Kulon akan
memaksa dengan kekerasan.
"Tanah persawahan kami lebih luas dan tempatnya lebih
tinggi" berkata anak-anak Lumban Kulon "karena itu, maka
pintu air yang menuangkan air ke daerah Lumban Kulon harus
lebih lebar. Apalagi bukit berhutan dan bendungan di sungai
itu terletak di daerah Lumban Kulon"
Anak-anak Lumban Wetan sama sekali tidak yakin akan
kebenarannya pendapat anak-anak Lumban Kulon itu. Tetapi
mereka selalu dibayangi oleh kecemasan bahwa anak-anak
Lumban Kulon akan mempergunakan kekerasan dan apalagi
apabila Daruwerdi ikut campur pula.
"Aku tidak berhasil menghadap Ki Buyut di Lumban Kulon"
berkata Jlitheng kepada kawan-kawannya yang duduk di
gardu. "Bagaimana dengan Ki Buyut di Lumban Wetan" seseorang
berdesis. "Ki Buyut akan bersedih hati" berkata Jlitheng "apalagi
mengingat masa lampau dari Lumban yang sebenarnya hanya
satu" "Kita sudah menyatakan persoalan ini" berkata anak muda
yang bertubuh tinggi "Tetapi agaknya Ki Buyut yang ingin
menemui saudara kembarnya itu masih belum berhasil.
Bukankah dua orang diantara kita, pernah datang ke Lumban
Kulon sebelum Jlitheng melakukannya, untuk minta waktu
bagi Ki Buyut yang ingin bertemu dengan saudara kembarnya,
tetapi kita tidak berhasil menghadap Ki Buyut di Lumban
Kulon?" "Akupun yakin, Ki Buyut di Lumban Kulon tidak mengetahui
persoalan yang sedang berkecamuk antara kedua padukuhan
ini" berkata Jlitheng.
Tetapi kawan-kawannya hanya dapat menggeleng kepala
"Tidak ada jalan yang dapat kita, lakukan untuk mencegah
tingkah laku anak-anak Lumban Kulon. Hadirnya Daruwerdi di
Lumban Kulon menambah kesombongan mereka. Seandainya
Daruwerdi tidak terlibat langsung dalam persoalan ini, ia
sudah melakukan diluar sadarnya, karena ia tetap memberikan
latihan olah kanuragan, meskipun .ia mengetahui, bahwa
hanya anak-anak Lumban Kulon sajalah yang mengikutinya"
Jlitheng tidak menjawab lagi. Kepalanya terangguk-angguk
lemah, sementara jantungnya, terasa berdebaran. Sejak
semula ia sudah membayangkan kemungkinan buruk itu.
Tetapi tidak begitu cepat dan tidak begitu tajam seperti yang
telah terjadi. "Mudahmudahan kehadiran Semi dan kawannya akan
membuat, anak-anak muda Lumban Kulon harus berpikir
ulang" katanya di dalam hati.
Menjelang dini hari, JIitheng dan dua orang kawannya
turun dari gardu dan berjalan menyusuri jalan padukuhan.
Rasa-rasanya malam menjadi semakin sepi dan dingin. Ketika
Jlitheng memandang bentangan sawah yang disaput oleh
warna kelamnya malam, terasa jantungnya kerdebaran. Padi
yang tumbuh subur kehijauan karena tanah menjadi basah,
akan menjadi kuning kemerah-merahan, jika anak-anak
Lumban Kulon benar-benar memaksakan kehendaknya,
membuka pintu air yang lebih lebar dari pintu air yang
menuangkan air ke sawah-sawah di Lumban Wetan, karena
jarak capai aliran air di parit-parit akan menjadi semakin
pendek. Bagian yang telah menjadi hijau, akan kembali
dibayangi oleh warna-warna gersang dan tandus. Hanya
sebagian kecil sajalah sawah di Lumban Wetan yang dapat
dipertahankan menjadi hijau segar.
"Meskipun yang sedikit itu sudah lebih baik dari tidak sama
sekali, tatapi rasa keadilan ini banar-benar telah tersentuh"
berkata Jlitheng kepada diri sendiri.
Tidak terasa, Jlitheng dan dua orang kawannya itu telah
memutari padukuhan. mereka. Bahkan merekapun kemudian
menyusuri bulak pendek menuju kepadukuban sebelah, yang
masih termasuk daerah Kabuyutan Lumban Wetan.
Gemericik air di parit yang membujur di tepi jalan itu
terdengar sangat memelas. Seolah-olah terasa betapa aliran
yang kecil itu sedang menjadi persoalan yang gawat. Bahkan
mungkin parit itu akan menjadi salah satu jalur yang akan
menjadi kering. "Fajar" desis salah seorang kawan Jlitheng.
"Ya, sebentar lagi, pagi akan datang" sahut yang lain
"Tetapi marilah kita kembali ke gardu. Aku hanya sempat tidur
sekejap lewat tengah malam"
Jlitheng mengangguk-angguk. Katanya "Marilah. Kita tidak
mencapai padukuhan sebelah"
"Kita akan kesiangan. Mungkin anak-anak di gardu diujung
padukuhan itupun sudah pulang pula" sahut kawannya.
Mereka bertigapun kemudian melangkah kembali ke
padukuban. Sementara langit menjadi semakin terang oleh
cahaya pagi. Namun langkah mereka terhenti, ketika lamat-lamat
mereka mendengar derap kaki kuda. Dalam keheningan pagi
derap kaki kuda itu terdengar bagai memutari lembah dan
lereng bukit. Jauh namun tiba-tiba terdengar dekat di sekitar
mereka. Jlitheng dan kedua kawannya menjadi gelisah. Derap kaki
kuda itu seolah-olah telah menyayat keheningan pagi di
daerah yang sedang dipanasi olah ketegangan antara anakanak
mudanya. "Siapa?" bertanya kawan Jlitheng.
Tetapi Jlitheng justru, mengulangi "Siapa?"
Yang lainpun semakin berdebar-debar. Rasa-rasanya suara
derap kaki kuda itu semakin lama semakin keras menghentakhentak
dadanya. "Marilah, kita lari kembali ke padukuhan" ajak kawan
Jlitheng. Jlitheng tidak menjawab. Tetapi iapun sudah siap untuk
meloncat berlari. Tetapi ternyata mereka tidak sempat melakukannya.
Sejenak kemudian dari keremangan dini hari mereka melihat
dua ekor kuda muncul berlari menuju kearah mereka.
"Tidak ada kesempatan" desis Jlitheng.
Kawannyapun mengurungkan niatnya. Namun dengan
suara gemetar ia, berdesis "Siapa he" Daruwerdi?"
Yang lain berdesis "Mudah-mudahan"
"Tetapi sepagi ini" Jlitheng ragu.
Tetapi mereka tidak sempat terlalu lama berbincang.
Sejenak kemudian dua ekor kuda itu telah mendekat.
Dalam pada itu, ketiga anak muda dari Lumban Wetan itu
segera menepi. Rasa-rasanya kaki mereka bergetar oleh
kegelisahan dan kecemasan. Apa lagi ketika kedua ekor kuda
itu mengurangi kecepatan dan tiba-tiba saja berhenti dihadap
an mereka. "He, siapa kalian?" bertanya salah seorang penunggang
kuda itu, Namun keduanya mengerutkan keningnya ketika
mereka melihat Jlitheng ada diantara mereka.
"Kami anak-anak dari Lumban Wetan" Jlithenglah yang
menjawab. "Dari mana atau kemana kalian berada disini di dini hari?"
bertanya orang berkuda itu.
"Kami sedang mengelilingi padukuhan yang termasuk
dalam daerah Kabuyutan Lumban" jawab Jlitheg.
"Jadi kalian anak-anak dari padukuhan di sekitar tempat
ini?" bertanya orang berkuda itu.
"Ya Ki Sanak" suara Jlitheng, bergetar "Tetapi siapakah
kalian berdua" "Aku pemburu yang mencari buruan di hutan-hutan Malam
tadi aku tertarik berburu di hutan yang menyelubungi bukit
itu" jawab salah seorang dari keduanya.
"O" Jlitheng mengangguk-angguk. Dipandanginya seekor
binatang yang tersangkut dibelakang penunggang yang
seorang lagi. Hampir diluar sadarnya Jlitheng bertanya
"Seekor harimau loreng?"
"Ya" jawab penungang kuda itu "Kami memerlukan
kulitnya. He, apakah orang-orang padukuhanmu dapat
membantu kami?" "Untuk apa?" bertanya Jlitheng.
"Menguliti harimau itu. Lebih baik aku lakukan disini
Kemudian aku tinggal membawa kulitnya saja. Aku kira, itu
lebih baik daripada aku membawa seekor harimau kembali
dan menguliti di rumahku"
Kedua kawan Jlitheng itupun menarik nafas dalam-dalam.
Ternyata kedua orang berkuda itu bukan orang-orang jahat
yang akan mencelakai mereka. Justru mereka ingin mendapat
bantuan orang-orang Lumban.
Karena itu, salah seorang dari kedua, kawan Jlitheng itu
berkata "Kami akan melakukannya dengan senang hati.
Marilah silahkan datang ke padukuhan kami"
"Terima kasih. Kemana aku harus datang" Ke rumah Ki
Buyut, atau kepada siapa?" bertanya orang berkuda itu.
"Datanglah ke banjar. Kami akan membantu" jawab kawan
Jlitheng yang lain, yang sudah berhasil mengatur perasaannya
yang gelisah. "Marilah, kita pergi bersama-sama" berkata orang itu "aku
belumtahu dimana letak banjar padukuhanmu"
"Tetapi kami hanya berjalan-kaki" berkata Jlitheng.
"Biarlah, kami akan menuntun kuda-kuda kami" jawab
salah seorang dari kedua penunggang kuda itu "nampaknya
menyenangkan sekali berjalan di dalam kabut yang keputihputihan
didini hari" Kedua kawan J litheng mengangguk-angguk. Salah seorang
dari mereka berkata "Naik sajalah di punggung kuda"
"Itu tiidak sopan" jawab orang berkuda itu sambal
meloncat turun "Kami akan berjalan bersama kalian"
Kawannyapun meloncat turun pula meskipun agak malas.
Tetapi mcrekapun kemudian berjalan menyusuri jalan bulak
yang pendek, langsung menuju ke banjar padukuhan sebelah.
Berita kehadiran kedua orang pemburu dengan seekor
harimau itu memang menairik hati beberapa orang anak muda
yang telah pulang dari gardu. Mereka yang sedang menyapu
halaman, dan melihat harimau itupun bertanya, apa yang
telah terjadi. Dengan lagak yang mantap, seolah-olah ia lebih
mengetahui dari kedua pemburu itu sendiri. Jlitheng
menerangkan segala sesuatu tentang harimau yang mat i itu.
Beberapa orang anak mudapun segera berkumpul di
banjar. Langit yang buram menjadi semakin merah, dan kabut
pagipun muliai terkuak. Anak-anak muda Lumbon Wetanpun segera
memerkenalkan diri kepada kedua anak-anak muda yang
menyebut diri mereka pemburu itu. Mereka mengerumuni
tubuh harimau yang terkapar di halaman banjar.
"Tidak ada luka-lukanya. Dengan apa kau membunuhnya?"
bertanya Jlitheng. "Dengan tangan" jawab salah seorang dari keduanya
seorang anak muda bertubuh kekar dan meyakinkan.
"Bagaimana mungkin" seorang anak muda Lurnba Wetan
bertanya dengan heran "Daruwerdi juga pernah melakukan" desis Jlitheng.
"Tetapi ia selalu membawa pisau belati. Dengan belati itu ia
membunuh harimau. Tetapi dengan demikian kulit harimau itu
berlubang pula karena bekas ujung pisaunya, bahkan di
beberapa tempat" desis seorang anak muda.
Pemburu yang masih cukup muda itu tersenyum. Katanya
"Bukan persoalan yang sulit. Aku memang lebih senang
mendapat kulit yang utuh. Harganya tentu lebih mahal dari
kulit yang sudah berlubang"
Anak-anak muda Lamban itupun mengangguk-angguk.
Merekapun tahu, bahwa kulit harimau yang utuh harganya
memang lebih mahal, karena kulit itu tidak cacat jika
dipergunakan sebagai hiasan rumah orang-orang kaya di kota.
Pagi itu anak-anak muda Lumban membantu kedua orang
pemburu itu menguliti seekor harimau loreng yang besar.
Tetapi sebenarnya mereka lebih banyak menonton dan justru
mengganggu. Namun agaknya kedua pemburu itu sama sekali
tidak merasa terganggu. Justru ia dengan gembira berkelakar
dengan anak-anak muda Lumban Wetan.
"He, apakah kalau berdua masih akan berburu malam
nanti, atau besok atau sampai kapanpun dibukit itu?" tiba-tiba
saja Jlitheng bertanya. "Tidak" jawab pemburu itu.
Jlitheng mengerutkan keningnya. Dengan nada yang aneh
ia bertanya "Kenapa, tidak?"
"Aku sudah mendapat seekor harimau. Aku akan pulang
nanti" jawab pemburu itu.
Jlitheng memandangi wajah pemburu itu dengan
tegangnya. Namun dengan ragu-ragu ia bertanya "Kenapa kau
tidak membawa sekaligus dua atau tiga lembar kulit harimau?"
Pemburu itu tertawa. Katanya "Apakah kau lebih senang
aku tinggal disini untuk satu dua hari?"
Jlitheng mengumpat di dalam hati. Apalagi ketika ia melihat
pemburu itu tertawa berkepanjangan.
"Kau Gila" desis Jlitheng yang hanya didengar oleh
pemburu itu. "Jika kalian bersedia memberi tempat penginapan selama
aku disini, aku tidak berkeberatan tinggal disini satu dua hari


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau lebih. Karena aku tidak mempunyaa bekal cakup untuk
hidup disini lebih dari dua hari. Jika aku tinggal di gubug orang
tua di lereng bukit itu, tentu aku akan menjadi beban yang
berat bagi mereka" "Kami akan mangusahakan" jawab Jlitheng "kalian akan
tinggal di banjar. Kami akan menyediakan makan bagi kalian
meskipun hanya sekedarnya, sesuai dengan kebiasaan, kami
disini. Nasi, kadang-kadang jagung dengan dedaunan. Jika
kalian memerlukan daging, kalian dapat mengambil sendiri di
hutan itu" Jlitheng berhenti sejenak, sementara kawankawannya
tersenyum. Namun Jlitheng masih meneruskan
"Tetapi ada jasa timbal balik. Kau dapat tinggal disini sambil
berburu, sementara kami menyediakan makan dan minum
bagi kalian. Tetapi kalaupun harus memberikan sesuatu
kepada kami" "Apa". Harimau, kijang atau kelinci?" bertanya pemburu itu.
Jlitheng terrnangu-mangu sejenak. Namun kemudian
kaitanya meskipun agak ragu-ragu "Olah kanuragan. Kalian
adalah orang yang mampu membunuh seekor harimau. Tentu
kalian memiliki ilmu. Karena itu, kalian wajib mengajari kami
selama kalian berada disini"
Tiba-tiba saja, diluar dugaan, anak-anak muda Lumban
Wetan yang mendengarkan pembicaraan itupun bersorak
sambi berteriak "Setuju. Kami setuju sekali"
Pemburu itu tersenyum. Dipandanginya anak-anak muda
yang dengan serta marta berteriak dergan penuh gairah itu.
Namun akhirnya pemburu itu berkata disela-sela
senyumnya "Aku tidak mau. Kalian akan menjadi sainganku
berburu di hutan itu. Jika demikian aku tidak akan mendapat
apapun lagi diatas bukit itu kecuali kelinci-kelinci kecil"
"Kami tidak akan menjadi pemburu" salah seorang anak
muda tiba-tiba saja berteriak "Jika kami ingin berburu, kami
sudah mempunyai cara sendiri. Kami dapat membuat
perangkap dengan memberikan, umpan seekor kambing.
Kamipun akan mendapatkan seekor harimau. Bahkan jika
perlu harimau itu akan dapat kami tangkap tanpa bekas luka
sama sekali. Kami biarkan harimau itu kelaparan di dalam
perangkap" "Jadi untuk apa?" bertanya pemburu itu.
Tidak seorangpun yang segera menjawab. Beberapa orang
anak muda saling berpandangan.
Namun akhirnya Jlithenglah yang menjawab "Ki Sanak.
Sebentar lagi Lumban Wetan dan Lamban Kulon akan menjadi
daerah yang subur. Kesejahteraan akan menyelimuti daerah
yang sekarang tandus, dan miskin ini. Karena itu, sebelum
harapan itu pada suatu saat akan menjadi kenyataan, maka
biarlah kami mempersiapkan diri untuk menjadi pengawal
yang baik bagi padukuhan ini"
Kedua pemburu itu tertawa. Yang seorang berkata "Kalian
adalah anak-anak muda yang baik. Tetapi bukankah seorang
anak muda yang bernama Daruwerdi sudah berada di Lamban
Kulon dan memberikan latihan kanuragan"
"Kau kenal dengan Daruweri?" bertanya salah seorang dari
anak-anak muda itu. "Aku hanya mendengar namanya" jawab pemburu itu.
"Tetapi ia hanya bersedia memberikan latihan kepada anakanak
Lumban Kulon saja. Tidak kepada anak-anak Lumban
Wetan" sahut anak muda Lumban itu.
"Kenapa?" bertanya pemburu itu.
"Kami tidak tahu" sahut J litheng.
"Kami tahu" tiba-tiba saja yang lain memotong "Ia berpihak
kepada anak-anak muda Lumban Kulon"
"Kenapa berpihak?" bertanya pemburu itu.
"Tidak apa-apa Jlithenglah yang menyahut "Mungkin
karena ia tinggal disana sehingga banya orang-orang yang
dekat sajalah yang diajarinya dalam olah kanuragan. Mungkin
ia agak segan untuk melintas ke Lumban Wetan"
"Kami bersedia datang. Tetapi ia tetap tidak mau" seorang
anak muda yang bertubuh gemuk berteriak.
Jlitheng menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
pemburu itu berkata "Apakah kalian sedang bermusuhan" Jika
demikian, aku tidak mau terlibat ke dalam permusuhan itu"
Anak-anak muda itupun terdiam. Sekali lagi mereka saling
berpandangan. Mereka tidak tahu, bagaimana mereka harus
menjawab. Sekah lagi Jlithenglah yang menjawab. Katanya "Kami tidak
sedang bermusuhan. Tetap kami tidak menyangkal bahwa ada
persaingan diantara kami. Tetapi persaingan ini akan
memberikan akibat yang baik. Kami akan bersama-sama maju.
Jika terjadi sesuatu di padukuhan ini, kami akan dapat berbuat
sesuatu" Pemburu itu tersenyum. Katanya "Bagus sekali. Jika kalian
bersikap demikian, maka kalian benar-benar akan
mendapatkan kemajuan yang pesat. Padukuhan kalian akan
menjadi subur. Kehidupan rakyatnya akan menjadi sejahtera,
sementara anak-anak mudanya akan dapat menjaga dan
melindungi apa yang terkandung di dalam Kabuyutan ini"
"Jadi kalian bersedia?" bertanya seorang anak muda.
"Aku akan mencoba" jawab pemburu itu.
Kesanggupan itu telah memberikan kegembiraan pada
anak-anak muda di Lumban Wetan. Mereka tidak akan terlalu
banyak ketinggalan dari anak-anak muda Lumban Kulon.
Meskipun anak-anak muda Lumban Kulon sudah mulai untuk
beberapa lama, tetapi anak-anak Lumban Wetan bertekad
untuk menyusul kanampuan mereka.
Sejak malam itu, kedua pemburu itu telah berada di
Lumban Wetan. Jlitheng telah memberitahukan hal itu kepada
kiai Kanthi di lereng bukit.
"Sukurlah" berkata Kiai Kanthi" tetapi apakah hal itu tidak
akan berakibat sebaliknya" Justru karena kedua belah pihak
merasa kuat, maka benturan tidak akan dapat dielakkan lagi?"
"Mamang demikian. Tetapi mungkin juga keduanya menjadi
ragu-ragu dan-tidak akan bertindak sesuatu"
"Mudah-mudahan, ngper. Mudah-mudahan akibat baiklah
yang terjadi" desis Kiai Kanthi kemudian.
Di hari berikutnya kedua pemburu itu mulai dengan
kesanggupannya untuk memberikan latihan olah kanuragan.
Tetapi pemburu itu tidak melakukannya secara umum. Kepada
anak-anak Lumban Wetan ia berkata "Sambil mengeringkan
kulit harimau itu, aku akan memberikan sedikit latihan olah
kanuragan. Tetapi aku akan melakukannya dengan caraku.
Pada hari-hari pertama, aku akan memilih sepuluh orang saja
diantara kalian. Sepuluh orang itu akan mendapat latihan yang
lebih berat dari kawan-kawan kalian"
"Jadi bagaimana dengan yang lain?" bertanya seorang anak
muda. "Yang lain juga akan mendapat latihan-latihan kanuragan.
Tetapi dilakukan secara terpisah. Kawanku itulah yang akan
melatih kalian" jawab pemburu itu.
Bagi anak-anak muda Lumban Wetan, hal itu tidak menjadi
persoalan. Namun salah seorang dari mereka masih beritanya
"Bagaimana kalian akan memilih sepuluh orang diantara kami"
"Lihat sajalah, bagaimana aku akan memilih kalian" jawab
pemburu itu. Anak-anak muda Lumban Wetan sudah mulai merasakan
kebanggaan sebagai seorang anak muda yang akan dapat
mengimbangi anak-anak muda Lumban Kulon. Namun
agaknya seperti yang dikatakan oleh Kiai Kanthi, anak-anak
muda Lumban Wetan justru merasa lebih kuat untuk
mempertahankan agar pintu air sungai itu tetap
dipertahankan. Dihari pertama pemburu itu masih belum melakukan
pilihan. Tetapi ia mulai memilih anak-anak muda Lumban
Wetan seorang demi seorang. Pada hari pertama anak-anak
mudla itu harus melakukan gerak yang sederhana tetapi untuk
waktu yang lama. Dari pengamatan itu, pemburu itu dapat
melihat, siapakah yang memiliki ketahanan pernafasan dan
ketahanan tubuh yang paling baik.
Dari mereka, pemburu itu memilih dua puluh lima orang.
Mereka harus melakukan latihan-latihan khusus dihari
berikutnya. Mereka harus melakukan beberapa macam
gerakan untuk melihat selain ketahanan tubuh dan
pernafasan, juga ketrampilan dan kemungkinan untuk dapat
melakukan gerak yang cepat dan keras.
Akhirnya seperti yang dikatakan, pemburu itu telah memilih
sepuluh orang terbaik dari Lumban Wetan. Kesepuluh orang
itulah yang kemudian akan, mendapat tempaan khusus.
Tetapi dari kesepuluh orang itu ternyata tidak terpilih anak
muda yang benama Jlitheng.
"Aku menyesal sekali" berkata Jlitheng.
"Ya. Kau termasuk orang penting diantara anak-anak muda
Lumban Wetan" berkata kawannya.
Tetapi pemburu itu menjawab "Pernafasannya cukup baik.
Tetapi perasaannya kurang peka terhadap perkembangan
keadaan, la terlalu lambat mengambil sikap, sehingga dalam
perkelahian yang cepat, ia akan banyak kehilangan waktu"
Jlitheng mengumpat di dalam hati, apalagi ketika ia melihat
pemburu itu tersenyum. Namun Jlitheng tidak membantah,
karena ia mengerti maksud dari pemburu yang sudah
dikenalnya sebelumnya. Demikianlah, pada hari berikutnya, anak-anak muda
Lumban Wetan mulai dengan latihan-latihan yang
sesungguhnya Sepuluh orang diantara mereka telah mencari
tempat yang khusus untuk berlatih. Mereka memerlukan
waktu yang lebih lama dan tenaga yang jauh lebih banyak.
Sementara yang lain telah mempergunakan halaman banjar
untuk melakukan latihan-latiahan.
-ooo0dw0oooTiraikasih Karya : SH Mintardja Convert by : Dewi KZ Editor : Dino
Jilid 11 TETAPI pemburu yang seorang itupun tidak mau melatih
semua anak-anak muda pada waktu yang sama, karena
basinya tentu kurang baik. Pemburu yang seorang itu
membagi. anak-anak Lumban Wetan menjadi tiga kelompok
yang masing-masing mendapat kesempatan yang berbeda.
Sekelompok diantara mereka mendapat latihan pagi-pagi
sekali. Sekelompok disore hari dan yang sekelompok lagi
menjelang malam. "Kami akan berlatih setiap hari" berkata anak-anak muda
itu. "Bagus" jawab pemburu yang memberikan latihan kepada
mereka "Tetapi itu berarti aku harus melakukannya tiga kali
sehari" Tetapi tubuhmu sudah terlatih. Kau tidak akan menjadi
letih karenanya" jawab anak-anak muda Lumban Wetan.
"Jadi kapan kesempatan berburu?" bertanya pemburu itu.
" Malamhari" jawab seorang anak muda.
Tetapi menjelang dini hari aku akan tergesa-gesa kembali
karena aku harus melatih kalian yang termasuk kelompok
pertama" jawab pemburu itu.
"Tidak apa-apa" desis seorang anak muda yang lain "
biarlah kau tidak mendapat binatang buruan. Tetapi kau sudah
berbuat baik dan memberikan jasa kepadaku"
Pemburu itu tertawa. Tetapi Japun kemudian berkata
"Baiklah. Aku akan melatih kalian setiap hari. Tetapi setiap
pekan, aku akan beristirahat satu hari. Hari itu akan dapat aku
pergunakan untuk berburu, atau melakukan apa saja.
"Baiklah. Yang sehari itu akan kami pergunakan untuk
berlatih diantara sesama kami" jawab anak-anak muda itu.
Pemburu itu tersenyum. Katanya "Terserahlah. Tetapi
kenapa kalian jadi demikian tergesa-gesa"
"Anak-anak Lumban Kulon sudah mulai lebih dahulu" jawab
anak-anak Lumban-Wetan itu"
"Kenapa kalian harus berpacu?" pemburu itu bertanya pula.
"Sikap mereka kurang baik menurut pendapat kami" jawab
anak-anak Lumban Wetan. "Menurut penilaian, kalian. Tetapi menurut penilaian anakanak
muda Lumban Kulon, kelakuan kalianlah yang kurang
balik" jawab pemburu itu.
"Tetapi kami tidak akan membiarkan diri kami merah hitam
dipukuli oleh anak-anak Lumban Kulon" jawab anak-anak
Lumban Wetan itu. Pemburu itu tersenyum Katanya "Baiklah. Baiklah. Tetapi
aku mohon kalian bersungguh-sungguh. Dengan demikian
selisih kalian dengan sepuluh kawan kalian itu tidak akan
terlalu jauh. Namun yang sepuluh orang itu kelak akan
menjadi pemimpin kelompok bagi para pengawal Kabuyutan
Lumban Wetan. Bukankah kesepuluh orang itu berasal dari
beberapa padukuhan" "Ya" sahut anak-anak muda Lumban Wetan "Kami benarbenar
akan bersungguh-sungguh"
Demikianlah seperti yang dikatakan, maka anak-anak
Lumban Wetan itupun telah berlatih dengan sungguhsungguh.
Seakan-akan mereka sama sekal tidak mengenal
lelah. Yang berlatih dipagi hari, rasa-rasanya tidak ingin
berhenti, meskipun panas matahari telah terasa menyengat
tubuh mereka yang berkeringat. Sementara yang sore hari
masih juga segan meninggalkan tempat mereka berlatih,
sementara mereka yang berlatih dalam kelompok ketiga sudah
menunggu. Sehingga dengan demikian maka latihan bagi
kelompok ketiga itu justru berlarut-larut sampai menjelang
tengah malam. Dalam pada itu, kesepuluh orang yang langsung di bawah
asuhan Semi, berlatih dalam waktu yang justru lebih panjang
dan lebih terperinci. Mereka langsung dapat ditilik oleh Semi
seorang demi seorang. Semi dapat memperhatikan dan
mengamati setiap gerak tangan dan kaki.
Dalam pada itu, anak-anak muda Lumban Kulonpun
akhirnya mengetahui juga bahwa anak-anak Lumban Wetan
ternyata telah mendapat seseorang yang bersedia
memberikan latihan-latihan kanuragan, seperti yang dilakukan
oleh anak-anak Lumban Kulon di bawah asuhan Daruwerdi.
Merekapun mendengar bahwa yang memberikan latihan
kanuragan bagi anak-anak Lumban Wetan itu adalah dua
orang pemburu, "Apa artinya seorang pemburu dalam olah kanugaran"
berkata Daruwerdi ketika seorang anak muda melaporkan
kepadanya, apa yang telah mereka ketahui tentang anak-anak
muda Lumban Wetan.

Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi nampaknya mereka bersungguh-sungguh" berkata
anak-anak Lumban Kulon itu kepada Daruwerdi.
"Jadi apakah maksud kalian. Apakah aku harus
menghentikan latihan-latihan itu" Sudah tentu aku tidak
berhak melakukannya. Itu adalah .urusan artak-anak Lumban
Wetan dan pemburu itu" berkata Daruwerdi.
"Jika demikian, kami akan bertindak sekarang. Kami akan
memaksa untuk membuka pintu air yang menuangkan air ke
tanah persawahan di Lumban. Kulon lebih besar dori pintu air
yang mengalirkan air ke Lumban Wetan" berkata Nugata.
Daruwerdi menarik nafas dalam-dalam. Ia. mempunyai
pertimbangan lain. Ia masih menunggu, bahwa pada suatu
saat akan datang sekelompok orang-orang tertentu yang akan
membawa seorang Pangeran yang ia kehendaki, sementara ia
sudah menyediakan sebuah pusaka meskipun bukan yang
sebenarnya. Daruwerdi sendiri berharap, bahwa kekisruhan nilai akan
terjadi pada saat-sata ia menerima Pangeran itu. sehingga
dengan demikian, maka yang dilakukan itu akan dapat
disamarkan dengan peristiwa yang terjadi di Lumban itu
sendiri. Tetapi nampaknya anak-anak Lumban Kulon itu sudah tidak
sabar lagi menunggu. "Daruwerdi" berkata Nugata "ambillah keputusan"
"Nugata" berkata Daruwerdi "Kau tidak usah cemas. Sudah
aku katakan, apa yang dapat dilakukan oleh dua orang
pemburu. Mungkin mereka mampu berburu harimau dengan
anak panah atau tombaknya. Tetapi berburu seekor binatang
adalah jauh lebih mudah dari berburu seseorang karena
seseorang mempunyai pikiran dan kemampuan untuk
meningkat-katkan ilmunya. Sedangkan seekor binatang sama
sekali tidak. Jiak seorang pemburu sudah dengan tekun
mempelajari dan mengamati tabiat seekor binatang maka ia
akan dengan mudah untuk mengalahkannya. Sementara
seekor binatang yang diamatinya itu, mempunyai tabiat yang
menyeluruh bagi binatang sejenis. Dan tidak demikian halnya
bagi seseorang" Nugata mengerutkan keningnya. Namun katanya "Aku
mengerti. Tetapi aku masih menganggap bahwa kita
sebaiknya berbuat lebih cepat. Meskipun kedua pemburu itu
tidak memiliki ilmu kanuragan seperti kau, namun mereka
akan mampu meningkatkan serba sedikit kemampuan anakanak
Lumban Wetan" Daruwerdi menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya
"Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya. Aku akan
menemui kedua pemburu itu. Baru kemudian aku akan
mendapat gambaran, apa yang sebaiknya aku lakukan. Jika
kedua pemburu itu tidak memiliki ilmu yang pantas
dipertimbangkan, maka aku sama sekali t idak akan
menghiraukannya. Kehadirannya dapat kita anggap tidak
pernah terjadi. Dan anak-anak Lumban Wetan justru akan
mendapat ilmu yang sesat, karena ilmu mereka hanyalah
pantas diterapkan untuk memburu seekor kelinci, dan sama
sekali untuk memburu kalian anak-anak muda Lunnban Kulon"
"Tetapi kau harus segera melakukannya" desis Nugata.
"Jangan memerintah begitu" sahut Daruwerdi "Aku tahu,
apa yang sebaiknya aku lakukan"
Nugata mengerutkan keringnya. Ia menyadari, bahwa ia
memang tidak dapat memerintah Daruwerdi. Karena itu, maka
katanya "Bukan maksudku memerintah. Tetapi kecemasanku
rasa-rasanya tidak tertahankan lagi. Anak-anak Lumlban
Wetan seakan-akan dengan sengaja menantang kami"
Daruwerdi tidak menjawab. Ketika kemudian Nugata pergi,
ia tidak beranjak dari tempatnya.
Tetapi sebenarnyalah seperti anak-anak Lumban Kulon
Daruwerdipun sebenarnya ingin mengetahui, apa yang telah
dilakukan oleh kedua orang pemburu itu. Menurut
pendengarannya, pemburu itu memang memiliki kelebihan.
Ketika mereka datang, mereka membawa seekor harimau
yang dibu-nuhhnya tanpa bekas luka. Kemudian, beberapa
hari berselang mereka telah melakukannya dengan cara
serupa. Demikianlah, ketika senja menjelang kelamnya malam,
Daruwerdi pergi ke Lumban Wetan. Ia sudah tahu pasti,
dimana anak-anak Lumban Wetan berlatih. Iapun mengetahui,
bahwa sepuluh orang diantara mereka telah disisihkan untuk
mendapat latihan-latihan khusus.
Kesepuluh orang itulah yang lebih menarik bagi Daruwerdi
sehingga iapun pergi kepada mereka, disaat mereka sedang
berlatih dipategalan. Kehadiran Daruwerdi nampaknya telah membuat Semi
segan melanjutkan latihan. Karena itu, maka iapun kemudian
berhenti dan mempersilahkannya. Meskipun agak ragu ia
bertanya "Apakah kau yang bernama Daruwerdi?"
"Ya, aku Daruwerdi dari Lumban Kulon" jawab Daruwerdi.
"Marilah. Namamu sudah aku kenal. Dari kejauhan aku
memang pernah melihatmu" berkata Semi.
Anak-anak Lumban Wetan yang sedang berlatih itupun
menjadi tegang. Kehadiran Daruwerdi memang sudah
diperhitungkan oleh Semi. Bahkan pemburu itu pernah berkata
kepada anak-anak Lumban Wetan bahwa pada suatu ketika,
mungkin Daruwerdi akan datang untuk berbicara dengan
pemburu itu. Daruwerdi melaingkah mendekat. Dipandanginya anakanak
Lamban Wetan yang sudah berlatih. Namun pada gerakgerak
terakhir yang sempat dilihatnya. telah membuat hatinya
menjadi berdebar-debar. "Ki Sanak" berkata Daruwerdi "agaknya kau mempunyai
gairah yang sangat besar untuk mengajari anak-anak Lumban
Wetan dengan olah kanuragan.
"Bukan aku" jawab Semi "Tetapi anak-anak Lumban Wetan
sendirilah yang mempunyai gairah yang sangat besar. Adalah
satu kebetulan bahwa aku terperosok masuk ke Kabuyutan ini
selagi aku memerlukan pertolongan mereka menguliti seekor
harimau yang dapat aku tangkap dilereng bukit sebelah"
"Mengagumkan" berkata Daruwerdi "jarang sekali orang
yang dapat menangkap seekor harimau tanpa bekas luka"
"Itu sudah kebiasaanku" jawab Semi "karena itu kulit
harimau hasil buruanku harganya tentu lebih mahal dari hasil
buruan pemburu-pemburu yang lain, yang hanya membunuh
seekor harimau dengan anak panah atau tombak"
Daruwerdi mengerutkan keningnya. Agaknya pemburu ini
memang agak sombong. "Apakah keuntunganmu dengan bersusah payah
memberikan latihan-latihan kepada anak-anak muda Lumban
Wetan?" bertanya Daruwerdi kemudian.
Semi memandang Daruwerdi dengan heran. Dan tiba-tiba
iapun beritanya pula "Apa pula keuntungan memberikan
latihan-latihan kepada anak-anak Lumban Kulon?"
Daruwerdi yang sudah menduga bahwa pemburu itu akan
bertanya demikian segera menjawab "Ki Sanak, Aku telah
melakukannya lebih dahulu atas permintaan anak-anak muda
Lumban Kulon dan Lumban Wetan. Tetapi anak-anak Lumban
Wetan kemudian tidak bersedia lagi untuk datang. Sekarang
mereka minta agar kau memberikan latihan-latihan itu justru
pada saat anak-anak Lumban Wetan dan Lumban Kulon dalam
ketegangan" Semi tiba-tiba saja tertawa sambil mengangkat wajahnya,.
Katanya "Jangan mengatakan yang tidak sebenarnya. Apa kau
kira anak-anak Lumban Wetan ini tidak dapat berbicara
tentang hubungan mereka dengan anak-anak Lumban Kulon.
"Apapun yang mereka katakan, bukankah kesediaanmu
memberikan latihan-latihan itu memungkinkan meningkatnya
permusuhan?" bertanya Daruwerdi.
"Itu tidak adil" jawab Semi "Jika kau menghentikan latihanlatihan
itu sama sekali, maka kaupum telah membantu
meredakan permusuhan itu. Tetapi kau tidak melakukannya"
"Ki Sanak" berkata Daruwerdi kemudian "kedatanganku
kemari sekedar untuk berbicara dengan baik mengingat
persoalan anak-anak Lumban Kufon dan anak-anak Lumban
Wetan. Aku minta kau menghentikan latihan-latihan ini. Aku
akan berusaha mencegah anak-anak Lumihan Kulon untuk
memaksakan kehendaknya atas anak-anak Lumban Wetan?"
"Caranya bukan begitu. Kita bersama-sama berhenti" jawab
Semi. "Apakah kau keras kepala juga seperti anak-anak Lumban
Wetan?" bertanya Daruwerdi
"Ya" jawab pemburu "Aku memang keras kepala. Tetapi
akupun menyadari, bahwa aku harus bertanggung jawab atas
sikapku itu" Daruwerdi mengerutkan keningnya. Pemburu ini memang
seorang yang sombong dan tinggi hati. Namun Daruwerdi
tidak akan membiarkannya Karena itu, maka katanya" Ki
Sanak. Aku beri kesempatan kau selama tiga hari untuk
terpikir. Jika dalam waktu tiga hari kau tidak menghentikan
latihan-latihan ini, maka jangan menyesal, bahjwa aku akan
rnemoksamu. Dengan demikian maka nafsu anak-anak
Lumban Kulon, untuk segera bertindak dapat aku kekang"
"Caramu berpikir memang aneh Ki Sanak" jawab Semi
"Mungkin kau sudah terlalu lama tinggal di Kabuyutan kecil ini
sehingga kau tidak mampu lagi membuat perhitunganperhitungan
yang wajar dan t idak berat sebelah"
"Apapun yang kau katakan, aku memberimu waktu jtiga
hari" berkata Daruwerdi "setelah itu, aku akan menentukan
tindakan apakah yang akan aku lakukan atas kalian dan anakanak
muda Lumban Wetan. Aku tahu bahwa kawanmu itu
telah memberikan Iatihan-latihan pula kepada lingkungan
yang lebih luas, meskipun tidak mendalam seperti yang kau
lakukan" "Aku tidak menghiraukan sama sekati" berkata pemburu itu
"tiga atau ampat berapa haripun yang akan kau sebut"
Wajah Daruwerdi menjadi merah. Ia sadar, bahwa
pemburu itu benar-benar tidak akan dapat diancamnya.
Agaknya pemburu itu benar-benar bertanggung jawab atas
segala yang dilakukannya. Hampir saja Daruwerdi kehilangan
pengamatan diri. Di Lumban ia jarang sekali mendengar,
seseorang telah menentang kehendaknya. Tiba-tiba seorang
pemburu kini seakan-akan dengan sengaja telah
menantangnya. Namun ternyata bahwa Daruwerdi masih dapat
mengendalikan dirinya. Dengan suara bergetar ia berkata "Aku
akan menunggu sampai tiga hati. Sebaiknya kau
pertimbangkan dengan bati yang bening. Kau memang belum
mengenal aku dengan baik, sehingga kau berani menentang
aku tanpa ragu" "Siapapun kau" jawab Semi "Aku sudah terlalu biasa
menghadapi siapapun juga. Bahkan seekor harimau yang
paling besar sekalipun. Apa lagi kau"
"Itulah kesalahanmu" jawab Daruwerdi "Kau anggap aku
tidak lebih dari seekor harimau. Kau lupa, bahwa seekor
harimau tidak akan mampu mempelajari oleh kanuragan. Ia
hanya mampu mempergunakan kekuatan wadagnya
sebagaimana ia mendapatkannya dari alam. Tetapi aku
mampu mengembangkan kemampuan yang aku terima dari
alam, dan lebih dari itu, aku mempunyai otak seperti juga kau
dan setiap orang. Tetapi agaknya kau tidak sempat
mempergunakan otakmu. Nampaknya kaupun sekedar
bertumpu kepada pandangan yang bodoh itu tanpa
mempertimbangkan kemungkinan yang berkembang pada
dirimu sendiri" Darah Semi mulai menjadi panas. Tetapi ia sadar, bahwa ia
memang sedang memancing agar Daruwerdi menjadi marah.
Ia sadar, bahwa Daruwerdi tentu ingin menjajagi, apakah
orang yang memberikan latihan kanuragan kepada anak-anak
Lamban Wetan itu benar-benar memiliki ilmu yang memadai.
"Mudah-mudahan peristiwa ini tidak mengganggu tugastugasku
selanjutnya yang juga akan menyangkut Daruwerdi"
berkata Semi di dalam hatinya.
Namun dalam pada itu, ia menjawab "Daruwerdi.
Sebaiknya kau kembali ke daerah Kabuyutanmu. Kau boleh
melakukan apa saja sesuai dengan keinginan dan
kemauanmu. Akupun boleh melakukan apa saja yang aku
kehendaki disini tanpa mengganggu kau dan anak-anak muda
Lumban Kulon" Daruwerdi menggeretakkan giginya. Tetapi ia masih
berusaha menahan diri Namun agar ia tidak kehilangan
keseimbangan, maka iapun menggeram "Kau benar-benar
gila. Aku akan pergi. Dan aku akan kembali lagi dalam tiga
hari" Daruwerdi t idak menunggu jawaban. Iapun kemudian
dengan tergesa-gesa meninggalkan pategalan itu.
Sementara itu langit sudah menjadi semakin kelam.
Demikian Daruwerdi hilang dibalik keremangan ujung malam,
kesepuluh anak-anak muda Lumban Wetan itupun segera
mengerumuni Semi. "Agaknya ia benar-benar marah" desis salah seorang dari
anak-anak muda Lumban Wetan itu.
"Ya" jawab Semi "tetapi biar sajalah. Aku memang harus
mempertanggung jawabkan, apa yang aku lakukan ini kepada
siapapun" Seorang anak muda yang bertubuh kecil, tetapi memiliki
kecepatan gerak yang cukup, telah berkata "Bukan maksud
kami disini membuat kesulitan bagimu"
"Aku sudah memperhitungkan bahwa hal ini akan terjadi"
berkata Semi "Tetapi kau masih mempunyai waktu untuk
mempertimbangkan" desis anak muda bertubuh kecil itu.
"Maksudmu, agar aku. menarik diri dari kesanggupan ini?"
bertanya Semi. Anak-anak muda Lumban itu tidak menjawab.
"Terima kasih kawan-kawan" desis Semi kemudian "aku
mengerti bahwa kalian bermaksud baik. Kalian tidak mau
membuat aku mengalami kesulitan karena sikap Daruwerdi
yang benar-benar telah berpihak itu. Jika kemudian terjadi
sesuatu, baik akan diriku, kawanku berburu itu, atau apapun,
bukan kalian yang bersalah. Aku telah cukup dewasa untuk
menentukan sikapku sendiri"
Anak-anak Lumban Wetan itu tidak menyahut lagi.
Merekapun mengerti, bahwa pemburu ini akan dapat
tersinggung jika mereka seakan-akan mencemaskan nasibnya,


Mata Air Di Bayangan Bukit Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika ia harus berhadapan dengan Daruwerdi.
"Kita lanjutkan latihan ini" berkata Semi tiba-tiba "Apakah
kalian telah lelah" Apa kalian yang sebenarnya cemas
menghadapi Daruwerdi yang marah itu" Akupun dapat marah
seperti Daruwerdi" Anak-anak Lumban Wetan itu menjadi ragu-ragu. Rasarasanya
ada sesuatu yang menghambat mereka setelah
kedatangan Daruwerdi. Tetapi ketika mereka sudah mulai dengan gerak-gerak yang
keras dan berat, maka lambat laun, perhatian merekapun
sepenuhnya telah terampas oleh pemusatan pikiran pada
latihan itu, sehingga merekapun telah melupakan, bahwa
Daruwerdi baru saja datang ke tempat latihan itu.
Ternyata kedatangan Daruwerdi telah mendorong pemburu
iltu untuk bekerja lebih keras. Jika sebelumnya, ia selalu
berusaha untuk menahan agar anak-anak Lumban Wetan itu
tidak terlalu letih dalam latihan kanuragan, sehingga dapat
mengganggu kerja mereka di sawah dan ladang masingmasing,
maka yang dilakukan kemudian adalah justru
sebaliknya. Pemburu itu telah menempa anak-anak muda
Lumban Wetan itu sehingga mereka merasa menjadi sangat
letih. Kaki-kaki mereka menjadi berat dan keringat bagaikan
telah terperas habis. Baru ketika anak-anak Lumban Wetan itu mengeluh,
pemburu itu berkata "Kita akan beristirahat. Besok kita akan
berlatih lebih baik lagi. Aku akan menunggu sampai tiga hari
itu. Dan akui akan menunjukkan kepada kalian, bahwa kalian
tidak akan kehilangan kesempatan untuk selanjutnya. Aku
akan tetap berada disini"
Anak-anak muda Lamban Wetan tidak berani lagi
mengatakan sesuatu kepada pemburu itu. Meskipun demikian,
mereka benar-benar merasa cemas. Mereka bukan saja
berpikir tentang hubungan mereka yang buruk dengan anakanak
muda Lumban Kulon, tetapi ia telah melibatkan
seseorang yang sebenarnya tidak tahu menahu tentang
persoalan itu. "Jika terjadi sesuatu dengan kedua pemburu itu, justru
karena Daruwerdi, bukankah itu kesalahan kita?" bertanya
mereka satu sama lain. Meskipun demikian, anak-anak Lumban Wetan itu t idak
dapat menyampaikan kecemasannya itu. Mereka hanya dapat
memperbincangkan diantara mereka. Lebih-lebih anak-anak
muda yang termasuk sepuluh anak muda terbaik yang
mendapat tempaan khusus itu.
Jlitheng yang akhirnya mendengar juga peristiwa itu, tidak
dapat mengatakan apapun juga. Ia hanya menganggukangguk
dan sekali-kali menggeleng diantara kawan-kawannya.
Apalagi ia tidak melihat sendiri apa yang terjadi, karena ia
Anak Pendekar 1 Wiro Sableng 108 Hantu Muka Dua Misteri Bayangan Setan 11
^