Antara Budi Dan Cinta 8
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 8
Kata Lao-bo lagi, "Karena itulah mereka menjadi
bersemangat, mereka bertekad untuk menang."
"Apakah mereka sudah dikumpulkan di Fei-feng-bao?"
"Benar."
Feng-feng bertanya lagi, "Apakah kau berjanji kepada
mereka pada tanggal 7 nanti akan menyerang?"
"Tanggal 7 siang tepat jam 12."
"Kau menyerang dari depan dan mereka akan
menyerang dari belakang?" tanya Feng-feng.
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Walaupun aku belum
pernah membaca buku mengenai taktik perang tapi aku
tahu bila menyerang dari depan dan belakang,
menggunakan taktik suara ada di timur tapi menyerang di
barat, seperti dalam keadaan kosong kita isi tempat itu
menjadi padat. Saat mereka belum siap saat itu kita
menyerang. Ini adalah taktik perang."
Feng-feng tertawa, "Kau bilang mereka seperti harimau
yang baru lahir dan percaya mereka akan menang. Dengan
semangat seperti ini para prajurit yang berada di Fei-fengbao
yang tua dan lemah tidak akan bisa menahan serangan
mereka." "Yang berjaga di Fei-feng-bao bukan prajurit yang tua
dan lemah, tapi karena sudah puluhan tahun tidak ada yang
berani menyerang, mereka biasa hidup tenang, hal ini
membuat mereka tidak siap dan lengah."
"Seperti seekor kuda yang paling bagus tapi bila sudah
lama tidak dilatih untuk berperang, mereka akan menjadi
gemuk dan tidak dapat lari."
Lao-bo melihat Feng-feng dengan tersenyum berkata,
"Kau semakin pintar dan cepat mengerti."
Dia merasa mengobrol dengan Feng-feng adalah hal
yang sangat menyenangkan karena apa yang dia katakana
bisa dimengerti oleh Feng-feng. Bagi seorang yang tua dan
kesepian, hal ini sangat penting.
Feng-feng menarik nafas panjang dan berkata, "Sekarang
aku baru mengerti mengapa kau begitu yakin."
Tapi hati Lao-bo sudah tidak mempunyai keberanian
lagi, dengan pelan dia berkata, "Aku lupa dengan katakataku
sendiri." "Apa?"
Dengan berat Lao-bo menjawab, "Seseorang walaupun
sudah melakukan banyak hal dia tetap tidak bisa percaya
diri." Wajah Feng-feng ikut sedih, pelan-pelan dia
mengangguk dan berkata, "Sekarang kau sudah mengerti,
mungkin taruhan itu akan dimakan orang."
"Aku tidak menceritakan semuanya kepada Lu Xiangchuan,
tapi dia sudah curiga, dia pasti tidak akan
melepaskan mereka."
"Apakah prajurit di sana tahu sudah terjadi perubahan di
sini?" "Walaupun mereka sudah mendengar, mereka juga tidak
akan langsung percaya."
Lao-bo tahu mereka percaya kepadanya, seperti pengikut
percaya kepada dewa. Karena Lao-bo adalah dewa mereka,
dewa yang tidak pernah kalah.
"Karena itu mereka akan menuruti rencana semula tetap
akan menyerang pada tanggal 7 siang," kata Feng-feng.
Lao-bo mengangguk, dia terlihat sangat sedih karena
Lao-bo tahu bagaimana akhir hidup mereka.
Pemuda-pemuda ini seperti serangga, pada saat mereka
mendekati api, mereka merasa mendekati lampu. Mereka
mungkin sudah mati dibakar api. Mereka mengira arah
mereka sudah tepat. Karena arah itu Lao-bo yang
menunjukkan. Lao-bo menundukkan kepalanya dan merasa sakit di
bagian perutnya.
Dalam seumur hidupnya dia baru kali ini merasa
menyesal. Ini lebih sakit dari kebencian dan dendam.
Feng-feng menundukkan kepala dan diam, dengan sedih
dia bertanya, "Melatih kelompok harimau pasti
menghabiskan waktu dan biaya."
Lao-bo mengepalkan tangannya, kirku sudah menusuk
ke dalam dagingnya.
Suatu hari nanti dia akan merasa lucu walaupun sudah
tua tapi kukunya malah cepat panjang.
Dengan lama Feng-feng baru bertanya, "Apakah kau
akan membiarkan mereka?"
Lao-bo terdiam, dia berkata lagi, "Aku kira dadu yang
kupegang adalah angka 6 tidak tahunya malah mendapat
angka 1." "Karena itu kau...."
"Seseorang bila hanya mendapat angka 1 artinya dia
akan kalah."
Kata Feng-feng lagi, "Kau pasti mempunyai kesempatan
untuk menang."
"Sudah tidak ada."
"Pasti ada, karena dadu belum dikocok." Teriak Fengfeng.
"Memang belum ketahuan siapa yang menang, tapi
keadaan sudah tidak dapat berubah."
"Mengapa kau lupa dengan kata-katamu sendiri, di
dunia ini tidak ada yang tidak mungkin."
"Aku tidak lupa, tapi...."
Feng-feng memotong kata-katanya dan berkata,
"Mengapa kau tidak menyuruh Ma Feng-zhong memberi
tahu kelompok harimau bahwa rencana sudah berubah?"
"Karena aku sudah tidak berani mencoba-coba."
"Ini. bukan coba-coba, dia adalah orang
kepercayaanmu."
Lao-bo tidak menjawab. Dia tidak ingin Feng-feng atau
orang lain tahu lebih banyak. Bila Ma Feng-zhong tidak
mati dia tidak akan membiarkan anak istrinya mati duluan.
Bila istri dan anaknya tidak mati mereka akan
membocorkan rahasia Lao-bo. Perempuan dan anak-anak
bukan orang yang tepat, yang mau menjadi korban untuk
menjaga rahasia.
Pikiran Lao-bo lebih memandang ke masa depan, jadi
dia tidak berani mencoba lagi.
Dia tidak mau kalah lagi, karena itu dia hanya bisa
menarik nafas dan berkata, "Walaupun aku ingin
melakukannya, tapi sudah tidak keburu lagi."
"Masih ada waktu."
Segera Feng-feng berkata, "Sekarang baru tanggal 5,
masih ada waktu 20 jam lagi, cukup bagi kita untuk pergi ke
Fei-feng-bao."
Di tempat itu tidak diketahui hari sudah siang atau
malam, bagaimana Feng-feng menghitung hari"
Perempuan kadang-kadang seperti binatang, mempunyai
indra keenam dalam menghadapi hal-hal tertentu.
Lao-bo mengetahuinya karena itu dia hanya diam.
Dia hanya bertanya, "Sekarang siapa yang bisa pergi ke
sana?" "Aku!" jawab Feng-feng. Lao-bo tertawa seperti
mendengar sebuah lelucon.
Feng-feng melotot dan berkata, "Aku juga manusia, juga
mempunyai kaki, mengapa tidak bisa pergi?"
"Kau tidak boleh pergi."
Dengan marah Feng-feng bertanya, "Kau masih tidak
percaya kepadaku?"
"Aku percaya."
"Apakah kau mengira aku sangat lemah dan bodoh."
"Aku tahu kau bukan seperti itu," jawab Lao-bo.
"Apakah kau takut bila aku keluar dari sini akan
ditangkap mereka?"
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Bila kau pergi, hal ini
lebih berbahaya untuk Ma Feng-zhong."
"Aku akan pergi begitu hari sudah gelap," kata Fengfeng.
"Hari gelap lebih mudah diketahui dari pada pagi
hari." "Mereka sudah tahu kau sudah pergi, tidak akan terus
menuggu di atas sumur."
"Lu Xiang-chuan adalah orang yang sangat teliti," kata
Lao-bo. "Yang dilakukan oleh Lu Xiang-chuan sangat
banyak dan penting,"
Kata Feng-feng. "Benar."
Kata Feng-feng lagi, "Karena itu dia tidak akan
menunggu terus di sana bukan?" Lao-bo mengangguk tanda
setuju. "Karena itu dia tidak akan menunggu terus di sini."
Lao-bo tampak berpikir dan berkata, "Maksudmu walau
ada yang menunggu, aku masih bisa mengatasinya."
"Apakah kau tidak percaya?"
Lao-bo menatapnya, melihat sepasang tangannya yang
lembut, sepasang tangan ini tidak cocok membunuh orang.
"Setelah bertemu denganku kemudian melihat sepasang
tanganku tentunya kau ingin tahu apakah aku bisa
kepandaian bukan?"
Lao-bo mengakui hal ini dia melihat sepasang tangan ini
tidak pernah berlatih kepandaian karena itu Lao-bo
menahannya supaya jangan pergi.
"Tapi kau melupakan satu hal, kepandaian tidak selalu
menggunakan tangan saja."
Tiba-tiba kakinya sudah menendang dengan kuat.
Ooo)dw(ooO Tangan terlatih tidak bisa membohongi Lao-bo.
Tangan yang pernah memegang pedang dan golok pun
tidak bisa membohongi Lao-bo. Tangan bisa menjadi
senjata rahasia, sekali melihat saja Lao-bo langsung tahu.
Tapi yang dilatih Feng-feng adalah Tendangan burung
Yuan-yang. Karena itu dia dapat membohongi Lao-bo. Sekarang
Lao-bo baru mengerti mengapa pada saat di tempat tidur
kakinya, begitu kuat. Mungkin sudah lama Lao-bo tidak
dekat dengan perempuan tidak pernah tahu bagaimana kaki
seorang perempuan.
Dalam sekejap Feng-feng sudah menendang sebanyak
lima kali, tendangannya sangat cepat, tepat, dan kuat. Hal
ini sudah diketahui Lao-bo, begitu berhenti wajahnya tidak
merah, walaupun sudah berkeringat dia tidak merasa lelah.
Mata Lao-bo berkilau, "Siapa yang mengajarimu?"
"Gao Lao-da, dia selalu menganggap perempuan itu
harus bisa sedikit kepandaian supaya tidak dipandang
remeh oleh orang-orang."
Dia tertawa lagi dan berkata, "Kepandaian tidak akan
membuat tangan perempuan menjadi kasar, dan dia masih
berkata,...."
Kata-katanya berhenti sampai di sana, wajahnya sudah
memerah. "Dia masih mengatakan apa?" tanya Lao-bo.
Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Dia
masih berkata bahwa kaki seorang perempuan yang kuat
akan membuat laki-laki menjadi senang."
Lao-bo melihat kakinya, mengingat kejadian semalam.
Tiba-tiba nafsu birahi Lao-bo timbul. Sudah lama dia
tidak mempunyai keinginan seperti itu. Tapi Feng-feng
menolaknya karena Feng-feng tahu bahwa Lao-bo masih
terluka. Dalam keadaan seperti itu, 10.000 laki-laki mungkin
hanya ada satu yang dapat mengontrol nafsunya. Dan Laobo
termasuk orang yang sedikit itu.
Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Kelihatannya Gao
Lao-da sangat pintar dan menakutkan."
"Benar, bagi laki-laki, perempuan yang menakutkan
malah membuat mereka semakin tertantang."
Lao-bo tersenyum dan berkata, "Aku akan selalu ingat
pada kata-katamu."
Feng-feng mengedipkan matanya dan berkata, "Sekarang
kau harus percaya kepadaku."
"Aku percaya."
Dengan tenang Feng-feng berkata, "Kalau begitu aku
yang akan pergi, bolehkah?"
"Tidak boleh."
"Mengapa.... mengapa"!" Teriak Feng-feng.
"Kau bisa meninggalkan tempat ini tapi kau tidak akan
bisa mencapai Fei-feng-bao.
Karena sepanjang jalan menuju ke sana dipenuhi oleh
orang-orang yang berjaga, kau tidak mengenal mereka, tapi
mereka akan mengenalimu."
"Aku tidak takut."
"Kau pasti akan takut."
"Apakah kau mengira kepandaianku sangat buruk?"
"Yang aku tahu, anak buah Lu Xiang-chuan ada 50
orang. Mereka bisa menangkapmu, dan ada 100 orang yang
bisa membunuhmu."
Lao-bo pasti tahu!
Karena semua anak buah Lu Xiang-chuan adalah bekas
anak buahnya. Feng-feng menundukkan kepalanya melihat kakinya
sendiri, kemudian dia berkata, "Kau bilang 50 orang bisa
menangkapku hidup-hidup dan 100 orang bisa
membunuhku?"
"Karena menangkap satu orang lebih susah dari pada
membunuh, hal begitu mudah apakah kau tidak mengerti"
Bagaimana bisa kau berkelana di dunia persilatan?"
"Itu artinya mereka tidak akan membunuhku."
"Benar, tapi mereka akan mengorek keberadaanku dari
mulutmu." "Bukankah hal seperti itu malah lebih baik?"
Lao-bo mengeratkan dahinya, "Mengapa lebih baik?"
"Bila mereka bertanya aku akan menjawab kau sudah
naik kereta dan melarikan diri, aku pun akan menunjukkan
jalan yang salah."
Wajah Feng-feng terlihat sangat gembira, akhirnya dia
menemukan cara yang tidak terpikir oleh Lao-bo.
"Apakah mereka akan mempercayai kata-katamu?"
"Mereka pasti akan percaya, karena mereka menganggap
aku berada di pihak mereka, mana akan terpikir bahwa aku
sudah menjadi milikmu."
Dia menundukkan kepala, wajahnya memerah.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bila mereka bertanya, bagaimana cara kau melarikan
diri, bagaimana kau menjawabnya?"
"Aku akan mengatakan bahwa kau sudah terluka parah
dan tidak bisa hidup lebih lama lagi karena itu kau
melepaskan aku."
Kemudian dia berkata lagi, "Kalau aku berkata seperti
itu, Lu Xiang-chuan tidak akan percaya. Karena bila kau
mau membunuhku, aku sudah mati dari awal...."
Dia menatap Lao-bo dengan lembut. Mulutnya tidak
bicara lagi, tapi matanya yang bicara, mengungkapkan rasa
terima kasih dan rasa cintanya kepada Lao-bo.
Lao-bo pun melihatnya, setelah lama dia tiba-tiba
menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak akan
membiarkan kau pergi!"
Feng-feng menutup wajahnya dengan kedua tangan
kemudian menangis dan dia berkata, "Aku tahu mengapa
kau tidak ingin aku pergi, karena kau tidak percaya
kepadaku. Kau takut aku akan mengkhianatimu. Kau....
.kau, apakah kau tidak tahu isi hatiku?"
Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Aku tahu kau ingin
pergi, tapi apakah kau tahu aku tidak ingin kau pergi,
karena semua ini demi dirimu."
"Aku tidak tahu dan aku tidak mengerti." Teriak Fengfeng.
Dengan lembut Lao-bo berkata, "Mungkin sekarang kau
sedang mengandung anakku. Apakah aku tega membiarkan
kau pergi sendiri ke tempat berbahaya?"
Lao-bo masih menyimpan nafsunya dan dia ingin punya
anak, akhirnya Feng-feng tidak menangis lagi dan berkata,
"Justru mungkin aku sedang mengandung anakmu, maka
aku harus pergi."
"Mengapa?"
"Karena aku tidak mau bila anak ini lahir dia sudah
tidak mempunyai ayah."
Kata-kata ini seperti pecut bagi Lao-bo.
Dengan sedih Feng-feng berkata lagi, "Kau harus tahu,
ini adalah harapan terakhir, kau tidak boleh kehilangan
pembantumu, musuhmu bukan hanya Lu Xiang-chuan tapi
masih ada Wan Peng-wang. Bila hanya mengandalkan
tenaga dan kekuatan sendiri, mereka tidak dapat dihadapi,
bila kau keluar dari sini mungkin juga hanya mengantar
kematian saja."
Kata-kata ini sudah diucapkan tapi tidak ada niat jahat di
dalamnya. Lao-bo tidak menjawab, dia tidak dapat berdiri karena
semua yang diucapkan oleh Feng-feng adalah benar.
Lao-bo tidak percaya diri. Feng-feng melihat Lao-bo tibatiba
dia berlutut di hadapannya dan berkata, "Demi aku,
demi anak ini dan demi dirimu, biarkanlah aku pergi, bila
tidak aku akan nekat mati di hadapanmu."
Lao-bo terdiam lama kemudian berkata, "Tidak jauh dari
Fei-feng-bao ada sebuah kota, di sana ada sebuah toko yang
dulu dimiliki oleh Wu Lao-dao. Semenjak Wu Lao-dao
meninggal, tokonya tutup."
Mata Feng-feng menjadi bercahaya.
"Kau.... .kau mengijinkan aku pergi?"
Lao-bo tidak menjawab, dia hanya berkata, "Pada saat
kau masuk ke dalam toko itu, kau akan melihat seorang tua
yang pendek dan pincang. Dia akan bertanya siapa dirimu,
kau jangan menjawab sepatah kata pun. Bila dia sudah
bertanya sebanyak 7 kali, baru kau jawab 'Ceng-liiong-sinthian',
dia akan segera tahu bahwa kau adalah orang
suruhanku."
Feng-feng menangis lagi di bawah kaki Lao-bo. Entah
sedih atau gembira.
Walau bagaimana pun mereka masih mempunyai
harapan tapi siapa pun tidak akan ada yang tahu harapan
itu seperti apa"
Ruangan di bawah sumur dibangun sangat aneh.
Feng-feng berenang masuk ke dalam kolam, setelah
menemukan pegangan pintu, dia menekan dan air pun
mengalir. Dia mengikuti aliran air keluar dari lubang itu.
Pada saat air naik dia merasa sudah berada di dalam sumur.
Pada saat mengangkat kepalanya dia melihat langit
sudah penuh dengan cahaya bintang.
Udara terasa manis dan wangi. Dia seperti baru melihat
bintang untuk pertama kalinya begitu terang dan indah.
Dia menghirup udara yang segar, dia pun tertawa,
matanya penuh dengan tawa. Dia harus tertawa, dia harus
gembira. "Tidak ada yang bisa berbohong, tidak ada yang bisa
mengkhianati Lao-bo."
Mengingat kalimat ini dia tertawa hampir saja suaranya
keluar. Tapi sekarang dia jangan terlalu terlihat gembira, dia
harus menunggu. Menunggu hingga Lao-bo tidak bisa
mendengar baru dia akan tertawa sepuas-puasnya.
Satu perempuan cantik keluar dari sumur, dia memakai
baju laki-laki. Baju sudah basah dan menempel di
badannya, di bawah cahaya bintang baju yang basah itu
tembus pandang.
Sinar bulan menyinari dada yang indah, pinggang yang
kecil dan kaki yang kuat.... menyinari wajah yang manis
dan senyum yang indah menyinari sepasang mata yang
lebih terang dari pada bintang.
Terlihat seperti seorang dewi. Dewi yang keluar dari
dalam air. Malam sudah larut, tidak ada suara, dan tidak ada orang,
tiba-tiba dia tertawa. Suaranya seperti lonceng begitu
merdu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan,
bagaimana pun ini adalah hasil kerja kerasnya. Karena dia
lebih cantik, lebih pintar dari orang lain dan yang paling
penting lebih pintar dari Lao-bo.
Mengapa anak gadis selalu menipu orang tua" Dan dapat
menipu orang tua yang lebih pintar 10 kali lipat darinya.
Apakah orang tua itu terlalu kesepian" Atau
mengharapkan lebih banyak cinta dari seorang gadis muda"
Seorang gadis yang buta huruf bisa membuat seorang
pak tua yang terpelajar dan berpengalaman di semua bidang
tenggelam dalam kata-kata bohong yang diucapkannya.
Apakah benar dia bisa menipu Lao-bo" Ataukah Lao-bo
ingin kembali ke masa muda yang sudah terlewati" Dia
sedang membohongi diri sendiri. Tapi bagaimana pun masa
muda adalah masa paling indah. Kebebasan lebih indah
lagi. Feng-feng merasa sekarang dia sudah bebas seperti angin
malam ini, begitu gembira begitu hidup. Dia masih muda,
sekarang apa yang ingin dia lakukan, tidak ada yang
melarang, ingin pergi ke mana juga tidak ada yang bisa
melarang. "Tidak ada orang lebih pintar dari Lao-bo, tidak ada
yang bisa menipu Lao-bo."
Dia tertawa terbahak-bahak, dia ingin tertawa lama dan
ingin tertawa lebih keras lagi. Tapi sepertinya dia tertawa
terlalu awal, tiba-tiba suara tawanya berhenti, dia melihat
ada bayangan seseorang.
Ooo)dw(ooO Orang ini seperti setan gentayangan, tidak bergerak tapi
berdiri di dalam kegelapan dan dia berdiri sangat tegak.
Wajahnya tidak terlihat jelas, lebih-lebih tidak bisa melihat
ekspresi mukanya, hanya bisa melihat sepasang mata.
Sepasang mata seperti mata binatang yang mengeluarkan
cahaya. Tiba-tiba Feng-feng merasa kedinginan, dia segera
menutup dadanya dengan kedua tangannya dan bertanya,
"Siapa kau?"
Bayangan orang itu tidak bergerak, juga tidak
mengeluarkan suara. Apakah benar dia adalah manusia"
Dengan dingin Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku
tahu kau siapa" Seharusnya kau juga tahu siapa aku?"
Orang yang berjaga-jaga di sini pastilah anak buah Lu
Xiang-chuan. Pasti Lu Xiang-chuan sudah memberitahu
bagaimana bentuk wajah Feng-feng. Dan mungkin juga
gambar Lao-bo juga terpasang di mana-mana.
Seorang Lu Xiang-chuan sangat teliti dalam mengerjakan
sesuatu dan beberapa tahun ini dia sudah mendapat nama
yang baik. Feng-feng mengangkat kepalanya dan berkata, "Beritahu
bosmu, aku...."
Tiba-tiba Feng-feng mempunyai firasat aneh.
"Bila dia adalah anak buah Lu Xiang-chuan dari tadi
pasti sudah mendekat, tidak mungkin masih berdiri terus di
sana." Feng-feng tidak lupa, terpikir hal ini, tubuhnya
sempoyongan seperti mau roboh. Angin masih berhembus,
tubuh yang basah sudah sedikit kering. Sengaja Feng-feng
membuka lebih lebar baju bagian depan, di balik baju ada
dada yang begitu putih dan badan yang begitu molek.
Sinar bintang berkilauan.
Feng-feng tahu di bawah sinar bintang tubuhnya begitu
indah dan menggiurkan, dia juga tahu dari sudut mana pun
melihatnya bisa membuat lawan jenis melihat daerah yang
paling indah dan bisa memancing birahinya, ini adalah
senjata Feng-feng.
Bajunya dibuka, sinar bintang tepat menyinari tubuh
yang paling rahasia dan juga sering membuat orang
melakukan perbuatan dosa.
Bila dia bukan seorang yang buta dia tidak akan menyianyiakan
kesempatan ini, kalau laki-laki normal dia pasti
sudah terpancing.
Kalau laki-laki sudah terpancing, Feng-feng pasti ada
cara menghadapi situasi seperti sekarang ini. tapi orang ini
tidak buta dia adalah laki-laki memiliki mata yang sangat
terang. Feng-feng mengeluarkan suara seperti kesakitan dan
membungkuk kan badannya. Dia tahu lawannya sudah
melihat tubuhnya dan dia tidak ingin lawannya melihat
terlalu banyak.
Bila melihat terlalu banyak akan terjadi hal yang tidak
dia inginkan. "Kemarilah.... .tuntunlah aku, perutku.... ," katanya
kesakitan. Dia melihat sepasang kaki sedang berjalan dengan pelan
menuju arahnya. Sepasang kaki yang kuat tapi memakai
sepatu kain yang sudah usang.
Biasanya orang yang memakai sepatu usang, bukan
orang yang terpandang. Mungkin dalam hidupnya dia tidak
pernah melihat perempuan cantik yang seperti Feng-feng.
Tawa Feng-feng segera berubah menjadi tawa licik,
suaranya lebih dibuat menjadi iba. Ini juga adalah
senjatanya. Feng-feng tahu laki-laki senang mendengar
perempuan yang begini. Biasanya suara ini akan
memancing birahi laki-laki.
Dia tidak takut lagi dan dia bisa memperalat birahi lakilaki
ini. Benar juga langkah kakinya semakin cepat.
Feng-feng mengulur-kan tangan dengan gemetar berkata,
"Cepat.... cepatlah.... aku sudah tidak tahan lagi."
Kata-kata ini mengandung 2 arti, dia sendiri juga merasa
lucu. Bila orang itu adalah orang hidup pasti sudah tidak tahan
lagi dipancing oleh Feng-feng. Dia sudah
memperhitungkannya. Tiba-tiba kakinya menendang.
Hanya dalam sekejap dia sudah menendang sebanyak 5
kali. Tiap sasaran adalah titik darah yang penting. Tidak
tahu siapa dia, sesudah mati ditendang baru dia melihat.
Dia tidak pernah membunuh orang. Mengingat orang ini
harus mati karena tendangannya, hatinya mulai ketakutan.
Pada waktu itu dia merasa kakinya sangat sakit. Sakitnya
membuat dia merasa pusing.
Sekarang dia merasa digantung oleh orang itu. Dia
mengangkat Feng-feng seperti mengangkat seekor ayam.
Dia ingin berontak tapi kakinya sakit sampai menusuk
hatinya. Dia sudah tidak ada tenaga untuk melawan.
Orang ini mengangkat dia dengan sebelah tangan, tetap
tidak bergerak dan berdiri di sana. Sepasang mata yang
terang sedang melihat wajah Feng-feng, karena kesakitan
wajahnya berubah menjadi ekspresi yang minta dikasihani.
Air mata menetes, dengan gemetar dia berkata, "Kau
menyakitiku, cepat turunkan aku!"
Orang ini tetap tidak berbicara hanya memandangnya
dingin. Feng-feng menangis dan berkata, "Tulangku sudah mau
patah, kau mau apakah" Apakah kau ingin.... ingin...."
Dia tidak meneruskan kata-katanya. Dia ingin laki-laki
itu berpikir sendiri.
"Aku mohon kau jangan lakukan itu karena aku masih
perawan." Ini bukan permohonan tapi memberitahu laki-laki itu
bahwa dia akan mendapat kesenangan dari tubuhnya. Dia
tidak takut melakukan itu. Itu adalah senjata terakhirnya,
juga senjata yang paling ampuh.
"Lihatlah kakiku, aku tidak tahan lagi!"
Ini sudah bukan mengingatkannya lagi, tapi ini sudah
mengajak. Kakinya kurus dan indah, kakinya terawat dengan baik
karena dia tahu di dalam hati laki-laki, kaki indah itu sangat
penting. Tapi jika di dunia ini ada laki-laki yang bisa
menolak ajakan Feng-feng mungkin orang ini adalah orang
yang sekarang Feng-feng temui. Memang dia sedang
melihat kakinya tapi dia melihatnya seperti orang yang
sudah mati. Sorot matanya bertambah dingin dan
bertambah tajam.
Akhirnya Feng-feng tahu, dia bertemu dengan orang
semacam apa. Orang ini tidak seperti Lao-bo begitu
berwibawa, tidak seperti Lu Xiang-chuan licik dan kejam,
tapi dia lebih menakutkan dari pada mereka berdua. Karena
Feng-feng sudah merasakan mata orang ini penuh dengan
hawa membunuh. Banyak mata mengandung hawa membunuh, hawa ini
selalu membuat orang menjadi ketakutan.
Orang ini tidak sama. Dia sangat tenang dan tenang.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketenangannya membuat orang lebih merasa takut dari
pada bertemu orang gila.
Hati Feng-feng juga ikut dingin, dia tidak bicara lagi.
Orang ini menunggu lama baru bertanya, "Apakah
masih ada yang ingin kau katakan?"
"Sudah tidak ada," jawab Feng-feng.
Dengan dingin dan tenang, orang itu berkata, "Baiklah
sekarang aku tanya satu kalimat, kau harus menjawabnya
satu kalimat juga."
Sikapnya begitu dingin tapi tidak ada orang yang merasa
dia bisa berbohong.
"Kalau 2 kalimat tidak dijawab, aku akan mematahkan
kakimu." Tubuh Feng-feng dingin seperti es, dengan gemetar dia
berkata, "Aku.... aku mengerti, silakan bertanya."
"Siapa kau?"
"Margaku Bi, namaku Feng-feng."
"Mengapa kau bisa berada di sini" Untuk apa datang ke
sini?" Feng-feng ragu. Dia terlihat ragu bukan untuk menjaga
rahasia Lao-bo, karena dia tidak tahu harus bicara apa lagi
dan memikirkan akibatnya.
Bila orang ini adalah teman Lao-bo, kemudian di
depannya membocorkan rahasia Lao-bo, ini bukan jalan
keluar yang terbaik.
Tapi bila tidak bicara. Apakah masih ada kesempatan
untuk menipunya"
Feng-feng sangat pandai berbohong. Berbohong adalah
pekerjaannya sehari-hari. Tapi di depan orang ini dia tidak
yakin bisa melakukannya.
Dengan dingin orang ini berkata, "Aku tidak mau
menunggu lagi, kalau kau...."
Tiba-tiba matanya menyipit, dia membanting Feng-feng
ke bawah tanah, tubuhnya sudah terbang entah pergi ke
mana. Feng-feng dibanting ke bawah, dia merasa sekujur
tubuhnya sakit, dan tulangnya seperti copot, dia hampir
pingsan. Tiba-tiba dia melihat bayangan orang itu masuk ke
dalam kegelapan. Di dalam kegelapan muncul 2 sosok
bayangan orang.
Kedua orang ini gerakannya sangat cepat, pisau yang
dipegang di tangan berkilauan. Sepatah kata pun tidak
bicara, tapi pisau sudah menusuk ke perut dan tenggorokan.
Dua buah pisau bergerak ke atas dan ke bawah sangat
cepat dan mereka terlihat sangat kompak.
Terlihat kedua orang ini seperti pembunuh bayaran.
Begitu pisau diayunkan, dia sudah meloncat jauh tapi
kemudian terjatuh ke bawah. Feng-feng belum melihat jelas
bagaimana orang ini menyerang mereka juga tidak
mendengar suara, teriakan mereka.
Dia hanya mendengar suara yang aneh yang membuat
bulu kuduk berdiri.
Dia tidak pernah mendengar suara yang begitu
menakutkan. Orang lain mungkin juga tidak pernah
mendengarnya karena suara ini adalah suara tulang yang
diremukkan. Cahaya bintang sebenarnya sangat lembut, tapi suara ini
membuat langit dan bumi terdengar penuh kekejaman.
Feng-feng hampir muntah.
Dia melihat orang itu menarik mayat ke dalam rumah
dan melemparkan pisau itu ke dalam sumur. Dia tidak
menguburkan mayat itu karena akan meninggalkan jejak.
Dia memasukkan mayat itu ke dapur bagian tempat
masak keluarga Ma.
Biarpun Feng-feng tidak melihat jelas tapi dia tahu
gerakan orang itu sangat cepat dan. singkat, tidak perlu
mengeluarkan tenaga yang tidak perlu, juga tidak
menghabiskan banyak waktu.
Membunuh orang caranya harus seperti itu, sesudah
membunuh juga harus seperti itu.
Kemudian Feng-feng melihat orang itu berjalan ke
arahnya. Langkahnya begitu tenang, sikapnya begitu
dingin. Tiba-tiba Feng-feng teringat pada seseorang.
"Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!"
Sebenarnya Feng-feng belum bertemu dengan Meng
Xing-hun. Meng Xing-hun tidak akan mencari perempuan
di Kuai-huo-lin dan hampir-hampir belum pernah datang ke
Kuai-huo-lin. Walau dia ke sana pasti sudah malam dan dia
memastikan tidak ada orang yang melihatnya.
Tidak ada orang yang tahu, siapa sebenarnya Meng
Xing-hun karena dalam hidupnya selalu hidup di dalam
kegelapan, hingga dia bertemu dengan Xiao Tie barulah dia
melihat ada secercah cahaya.
Sebetulnya Feng-feng sudah lama berada di Kuai-huolin,
di antara gadis-gadis di sana ada sebuah legenda yang
aneh. Di Kuai-huo-lin ada satu hantu gentayangan, yang
bernama Meng Xing-hun.
Kemudian dia mendengar Lao-bo pernah membicarakan
nama Meng Xing-hun.
Dia bertanya kepada Lao-bo, "Apakah di dunia ini kau
masih mempunyai keluarga?"
"Ada. Ada seorang anak perempuan."
"Apakah dia sudah menikah?"
Dengan terpaksa Lao-bo mengangguk. Karena Lao-bo
sendiri juga tidak tahu, apakah Meng Xing-hun benar-benar
bisa menjadi menantunya.
Menantu, huruf ini mengandung perasaan yang sangat
dekat, tapi Lao-bo tidak mempunyai perasaan seperti itu.
"Siapa nama menantumu?"
"Meng Xing-hun."
Lao-bo tidak berpikir lagi dan nama ini sudah keluar dari
mulutnya. Lao-bo tidak menyangka nama ini akan
membuat Feng-feng begitu terkejut.
"Apakah kau tidak ingin mencari mereka?"
"Aku tidak akan mencari mereka, sebab aku tidak mau
mereka masuk ke dalam duniaku."
"Mengapa?"
Lao-bo tidak menjawab, dia tidak mau orang lain
mengetahui hatinya yang menyesal. Lao-bo sudah
menghancurkan hidup putrinya, sekarang dia hanya ingin
mereka hidup tenang.
Berharap tangan mereka tidak berbau darah sedikit pun.
Kecuali berharap ini, Lao-bo masih bisa berbuat apa"
Meng Xing-hun sudah lama tidak membunuh orang.
Sebenarnya dia juga tidak ingin membunuh orang, sekarang
kelihatannya dia begitu tenang tapi perutnya sudah lama
kram, dia juga ingin muntah.
Karena dia tahu tangannya sekarang sudah berbau darah
lagi. "Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!"
Mendengar kalimat itu, dia sendiri pun terkejut.
Dengan galak dia bertanya, "Mengapa kau tahu bahwa
namaku Meng Xing-hun?"
Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku tahu namamu
Meng Xing-hun, juga tahu kau adalah menantu Lao-bo."
Kalimat ini baru dia katakan, Meng Xing-hun sudah lari
mendekat. Larinya sangat cepat seperti kilat, begitu melihat
dia bergerak, Feng-feng sudah ditarik dan bertanya, "Kau
kenal dengan Lao-bo?"
Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Apakah hanya
kau yang bisa kenal dengan Lao-bo?"
"Mengapa kau bisa kenal dengannya?"
Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Itu adalah
urusanku dengan Lao-bo, tidak ada hubungannya
denganmu."
Sikapnya tiba-tiba menjadi dingin, karena dia sudah
tidak takut. Meng Xing-hun sudah melihat sikapnya berubah, segera
dia bertanya, "Apa hubungan kalian?"
Mata Feng-feng berputar-putar dengan santai dia
berkata, "Hubunganku dengan Lao-bo lebih dekat dari pada
kau. Kau jangan banyak bertanya, kalau tidak...."
"Kalau tidak apa?"
Feng-feng memandang Meng Xing-hun dengan sudut
matanya dan berkata, "Kalau tidak kau akan memanggiku
dengan panggilan yang enak didengar karena anak yang
akan lahir adalah adik iparmu. Mengapa kau begitu tidak
sopan kepadaku?"
Dengan terkejut Meng Xing-hun melihat dia. Dia kaget
dan juga curiga. Meng Xing-hun tahu dia adalah
perempuan yang cantik dan sexy tapi dia juga melihat dia
adalah perempuan yang sangat licik dan rendah.
"Seseorang jika bisa menjual dirinya, siapa lagi yang
tidak bisa dia jual?"
Meng Xing-hun selamanya tidak mengerti mengapa Laobo
bisa bersama dengan perempuan seperti ini dan
hubungan mereka begitu dekat.
Feng-feng melihat dia, dengan dingin dia berkata,
"Apakah kau tidak mempercayai kata-kataku" Apakah kau
mau menghinaku?"
Meng Xing-hun tidak menyangkal.
Dengan tertawa dingin Feng-feng berkata, "Aku tahu
kau sudah mengetahui siapa aku, dan kau menghina aku,
apakah kau mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada
aku" Kau seperti diriku, sama-sama untuk dijual!"
Feng-feng dengan dingin berkata, "Aku lebih baik dari
pada dirimu, karena aku bisa membuat laki-laki merasa
senang, dan kau hanya bisa membunuh orang."
Hati Meng Xing-hun seperti ditusuk, dia merasa sakit,
dengan pelan dia melepaskan tangannya.
Baju depan Feng-feng dibuka lagi, dada yang putih mulai
terlihat lagi. Dia tidak ingin menutup kembali, matanya
terlihat bergelombang.
Tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Aku juga tidak boleh
galak padamu sebab kita satu keluarga."
"Apakah kau juga datang dari tempat Gao Lao-da?"
Feng-feng mengangguk, dengan tersenyum dia berkata,
"Oleh karena itu aku berkata, kita adalah orang yang
sejenis, kalau kau baik kepadaku, aku juga akan baik
kepadamu. Kalau kau mau membantuku, aku juga juga
akan membantumu."
"Kalau kau di depan orang merusak namaku, aku akan
membalasnya," kata Feng-feng tiba-tiba.
Meng Xing-hun melihat dia. Melihat dia begitu senang
dan gembira, hampir saja Meng Xing-hun memuntahkan
makanannya. Tapi wajah Meng Xing-hun tidak ada ekspresi, dengan
suara yang berat dia bertanya, "Kalau begitu, kau pasti tahu
Lao-bo ada di mana?"
Feng-feng mengangkat kepala dengan sombong dia
berkata, "Harus dilihat dulu bagaimana keadaannya, baru
aku akan memberitahumu."
"Melihat apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Lihat dulu apakah kau mengerti semua maksudku?"
Meng Xing-hun diam lama. Akhirnya dia mengangguk,
berkata, "Aku mengerti."
Benar Meng Xing-hun mengerti, Feng-feng takut Meng
Xing-hun banyak cerita tentang dia kepada Lao-bo.
Feng-feng tersenyum dan berkata, "Aku tahu kau pasti
mengerti, karena kau bukan orang yang suka mengurus
pribadi orang lain."
Feng-feng berubah lagi menjadi sangat manis, dia
berkata, "Kita dulu adalah satu keluarga, kelak
kemungkinan masih satu keluarga. Kalau kita berdua satu
hati, kebaikan yang diterima akan berlimpah juga."
Meng Xing-hun sudah mengepalkan tangannya karena
dia sudah tidak tahan lagi. Dia ingin menamparnya.
Sama sekali Meng Xing-hun tidak mengerti mengapa
Lao-bo bisa mau kepada perempuan semacam Feng-feng.
Bagaimana Lao-bo bisa tahan dengan perempuan semacam
itu. Seharusnya Lao-bo pertama kali melihat sudah harus
tahu perempuan yang di depan matanya adalah perempuan
semacam apa"
Meng Xing-hun tidak mengerti, karena dia bukan Lao-bo
mungkin karena dia masih muda.
Antara seorang anak muda dan orang tua, ada jarak yang
sangat jauh, juga sangat berbeda cara pandangannya.
Oleh karena itu orang tua selalu merasa anak muda tidak
dewasa dan bodoh. Sebaliknya anak muda pandangannya
kepada orang tua juga seperti itu.
Anak muda harus menghormati pola pikir dan
kepintaran, orang tua. Tapi menghormati artinya bukan
selalu setuju, bukan juga harus selalu menurut.
Ooo)dw(ooO Di langit penuh dengan bintang tapi bukan meteor.
Biarpun terang tapi meteor hanya berkilau dengan singkat.
Hanya bintanglah yang bercahaya lama, bintang bercahaya
tidak begitu terang biasanya, tapi terlihat semakin mantap.
Bintang tidak bisa menarik perhatian orang juga tidak
mendapat pujian orang, tapi bintang tidak berubah, dia
selalu ada. Apakah orang juga akan. seperti itu"
Meng Xing-hun mengangkat kepala, melihat langit
penuh bintang, hatinya semakin tenang.
Dalam setahun ini dia sudah mulai bisa menerima halhal
yang dulu tidak bisa diterima olehnya.
Begitu hatinya tenang, Meng Xing-hun baru berani
melihatnya. Dia sudah mulai merasa ingin membunuh, dia
sudah siap membunuh perempuan ini demi Lao-bo. Tapi
Meng Xing-hun adalah Meng Xing-hun, dia tidak bisa
menentukan segala sesuatu demi Lao-bo.
Dia tidak bisa menjadikan dirinya seperti dewa. Hati
Meng Xing-hun sangat kesal, dengan perlahan dia berkata,
"Tadi yang kau katakan semua aku sudah mengerti,
sekarang bawalah aku bertemu dengan Lao-bo."
Mata Feng-feng dimainkan dan dia berkata, "Apakah
kau harus bertemu dengan Lao-bo?"
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya."
Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Sebaiknya kau
jangan bertemu dengan dia dulu."
"Kenapa?"
Dengan santai Feng-feng berkata, "Kemungkinan kau
tidak tahu, Lao-bo sudah tidak bisa memberi barang apa
pun kepadamu, kecuali membuat orang pusing, semua
sudah tidak ada."
Dia menggigit bibir dan berkata, "Tapi aku bisa
memberi...."
Meng Xing-hun tidak ingin mendengar lagi. Dia takut
dia tidak akan tahan mendengarnya. Segera dia berkata,
"Aku mencari Lao-bo, tidak berharap dia akan memberikan
sesuatu kepadaku."
"Apakah kau yang akan memberi sesuatu kepada Laobo?"
Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Kalau aku
punya, aku pasti akan memberikan semuanya."
"Aku tidak tahu bahwa kau adalah orang semacam itu."
"Kau kira aku orang macam apa?"
"Orang yang sangat pintar," jawab Feng-feng.
"Aku bukan orang yang pintar," kata Meng Xing-hun.
Feng-feng melihat dia, tiba-tiba dia tertawa dan berkata,
"Aku hanya ingin mengujimu, apakah kau jujur tidak,
kalau tidak aku tidak akan membawamu mencari Lao-bo."
Tanya Meng Xing-hun dengan dingin, "Apakah sudah
selesai ujiannya?"
Feng-feng tertawa dan berkata, "Sudah mari ikut aku."
Dia membalikkan tubuhnya, wajahnya masih tertawa,
tapi dari matanya sudah terlihat dia sangat membenci Meng
Xing-hun. Tadinya Feng-feng sudah merasa seperti seekor burung
akan terbang bebas tidak menyangka sekarang dia harus
kembali lagi ke kandang. Demi mendapatkan kebebasan ini,
dia sudah membayar dengan mahal.
Sekarang dia bersumpah semua ini harus dibayar dan
diganti oleh Meng Xing-hun dengan lebih mahal lagi.
Ruang ini memang seperti sebuah kandang. Lao-bo
sedang duduk di sana, dia ingin tidur tapi tidak bisa. Hanya
orang tidak bisa tidur baru merasa ini sangat menyedihkan.
Oleh karena itu dia duduk kembali dan melihat kolam
yang ada di depan matanya.
Air kolam sangat tenang.
Riakan air sewaktu Feng-feng pergi sudah tenang
kembali, tapi riakan Feng-feng di hati Lao-bo tidak bisa
tenang. Lao-bo merasa sangat kesepian dan kehilangan,
semangat hidupnya seperti menghilang.
"Apakah aku sepenuh hati mengharapkan dia?"
Lao-bo tidak percaya, kalau benar' begitu, dia tahu ini
adalah hal yang sangat membahayakan.
Tapi dia harus mengakuinya.
Karena yang Lao-bo tunggu-tunggu adalah Feng-feng
cepat kembali ke tempat ini. Kecuali hal ini, yang lain
sudah tidak bisa dipikir lagi.
Sekarang Lao-bo merasa dia bukan orang yang pintar
seperti diduga orang lain selama ini, dia juga tidak sepintar
yang diduga oleh dirinya sendiri.
Beberapa tahun yang lalu, dia sudah salah mengambil
keputusan. Saat itu yang dia hadapi adalah orang kaya di Han-yang.
Si kumis Couw sangat senang minum arak dan perempuan
juga menyukai uang.
Seseorang jika sudah mempunyai kekurangan yang
diketahui lawannya pasti mudah untuk menghadapinya.
Oleh karena itu dia memilih seorang perempuan cantik,
mengantarkannya kepada si kumis Chou dan tidak lupa
menggantungkan perhiasan yang mahal di tubuh si cantik
itu. Dia mengira si kumis Chou akan menganggapnya
sebagai teman dan tidak akan waspada kepada Lao-bo.
Dengan segera dia sampai ke Han-yang, tidak tahunya si
kumis sudah memasang perangkap menunggu dia.
Dia pergi membawa 12 orang, dan yang tersisa hanya 2
orang, kesalahan kali itu memberinya pelajaran yang sangat
menyedihkan, dia bersumpah tidak akan membuat
kesalahan yang sama lagi. Tapi dia masih melakukan
kesalahan lagi dan kesalahannya kali ini lebih menakutkan.
"Dewa pun bisa salah, apalagi manusia."
Dalam hidup Lao-bo dia jarang salah mengambil
keputusan, bila hanya melakukan kesalahan sebanyak 2
kali, itu tidak termasuk banyak. Kecuali kesalahan sebanyak
2 kali ini, apakah tiap kali selalu benar" Anak buahnya
memang patuh dan hormat kepada perintahnya tapi apakah
mereka benar-benar setuju hal yang dia lakukan, apakah
yang mereka lakukan hanya karena takut kepada dia"
Lao-bo memikirkan hal ini, badannya penuh dengan
keringat dingin.
Sekarang, peristiwa selama hidup yang telah dia lakukan
semua muncul di depan matanya seperti gambar yang bisa
bergerak, biarpun warnanya sudah pudar tapi gambarnya
tidak hilang. Tiba-tiba dia merasa hal yang dia lakukan tidak
semuanya benar, bila dia bisa mengulang kembali jalan
hidupnya dia tidak akan melakukan kesalahan seperti dulu
lagi. Dia hanya ingat pada 2 kali kesalahan karena 2 kali
kesalahan ketidakberuntungan berada di pihaknya. Tapi
ada kesalahan yang tidak merugikan sendiri, hanya
merugikan orang lain dan dengan sangat berat hati dia
mencoba melupakan masalah.
"Mengapa seseorang harus menemukan jalan yang
sudah buntu baru bisa mengingat kesalahannya sendiri?"
Lin Xiu, Wu Lao-dao, dan putrinya, masih banyak orang
lagi mereka sudah menjadi korban kesalahannya.
Kalau orang sudah bersalah kepadanya, dia selalu
mengingatkan mereka, kalau dia salah kepada orang lain
akan cepat melupakannya.
Lao-bo mengepalkan tangannya. Tangannya penuh
dengan keringat dingin. Dia tidak bisa berpikir lagi, dia juga
tidak berani berpikir terlalu dalam.
Untung di sini masih ada arak, dia berusaha turun dari
tempat tidur dan dia menemukan seguci arak. Tiba-tiba dia
mendengar ada suara air.
Begitu dia membalikkan badan, sudah melihat ada Meng
Xing-hun. Meng Xing-hun adalah orang yang sangat aneh. Biarpun
dia muncul di tempat mana pun tetap seperti sekarang ini.
Biasanya dia tidak begitu tenang. Orang terlalu tenang
akan diperhatikan oleh orang lain. Kalau hatinya sedang
tidak enak, wajahnya juga tidak kelihatan, lebih-lebih tidak
bisa menangis, tidak bisa tertawa terbahak-bahak, juga tidak
bisa berteriak. Tapi dia bukan orang yang kaku.
Perasaan dia lebih dalam dari orang lain, hanya saja dia
pintar menyimpannya.
Dia melihat Lao-bo. Lao-bo juga melihat dia, mereka
saling memandang, tidak ada ekspresi yang kaget juga tidak
ada sapaan yang hangat.
Tidak ada orang yang tahu bagaimana isi hati mereka
sebenarnya, mereka sangat gembira, hanya mereka sendiri
yang merasakannya. Mereka juga merasa darah mereka
mengalir lebih cepat dari pada biasa.
Sebenarnya mereka tidak mempunyai perasaan apa-apa.
Mereka juga saling tidak memahami karena mereka jarang
bertemu. Tapi dalam waktu singkat ini, tiba-tiba mereka
sudah mempunyai perasaan yang sangat dekat.
"Karena dia adalah suami anak perempuanku."
"Karena dia adalah ayah istriku."
Kalimat ini tidak mereka ungkapkan, sempat dipikir pun
tidak, tapi mereka hanya merasa di antara mereka ada
kaitan yang misterius, dipisah dan dipotong pun tidak akan
bisa. Karena di dunia ini orang yang paling dekat dan
disayang hanya tinggal orang ini. Dia adalah putrinya, dia
adalah istrinya. Kecuali mereka tidak ada orang yang tahu.
Perasaan ini mengandung makna yang sangat penting dan
dalam. Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Kau sudah datang?"
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Ya, aku
sudah datang."
Sebetulnya kata-kata tersebut tidak ada artinya, hanya
mereka tahu kalau tidak bicara lagi, mereka akan
meneteskan air mata.
"Duduklah!"
Meng Xing-hun duduk.
Lao-bo melihat dia dengan lama. Tiba-tiba tertawa dan
berkata, "Aku tahu, di dunia ini orang yang bisa
menemukanku, pastilah kau."
Meng Xing-hun juga tertawa, "Kecuali tuan tidak ada
orang yang bisa membangun rumah seperti ini."
"Apakah tempat ini tidak baik?"
"Tidak baik."
"Tidak baik, tapi kau tetap mencari hingga ke sini," kata
Lao-bo. Meng Xing-hun terdiam dan dia berkata, "Bila aku
sendiri mencari belum tentu bisa menemukanmu."
Dia tidak menyebut nama Feng-feng juga tidak mau
menatapnya, tapi Lao-bo sudah tahu arti dari sikap Meng
Xing-hun. Feng-feng berada di sisinya, tapi mereka bercakap-cakap
seakan-akan dia tidak ada di sana. Lao-bo hanya tertawa
dan berkata, "Mengapa kau bisa menunggu di sana" Tidak
mengejar kereta itu?"
"Aku sudah mengejarnya," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kau mengejar sangat jauh?"
"Tidak."
"Hal apa yang menyebabkanmu kembali lagi?"
"Ada 2 hal," jawab Meng Xing-hun.
"Hanya dua?"
Meng Xing-hun mengangguk dan dengan pelan
menjawabnya, "Ada yang melihat kereta itu berlari dijalan
besar." "Di dalam kereta ada berapa orang?"
"Aku hanya melihat satu."
"Oh?"
"Dia bukan orang yang bisa menjaga rahasia karena
itu...." kata Meng Xing-hun.
"Karena itu....?"
Meng Xing-hun tertawa dan menjawab, "Bila aku
menjadi tuan, dalam keadaan seperti sekarang, aku juga
akan menyuruh orang itu untuk menutup mulutnya selamalamanya."
Lao-bo tersenyum, "Kau dan aku sama-sama tahu,
dalam keadaan seperti sekarang cara yang tepat untuk
menutup mulut hanya ada satu."
"Benar, seharusnya aku tidak perlu bertemu dengan
orang itu, tapi entah mengapa aku malah bertemu
dengannya. Dan ini bukan tanpa alasan."
"Kau mengira-ngira apa sebabnya?" tanya Lao-bo.
"Penyebabnya ada dua."
"Apa?"
"Pertama, kau tidak berada di dalam kereta. Kedua, kau
tidak mengikuti rencana mereka semula."
Tidak terasa air mata Lao-bo mengalir kemudian dia
bertanya, "Apakah tidak ada alasan ketiga?"
"Tidak ada."
"Mungkin ini adalah kecerobohan dan kesalahanku,
apakah tidak pernah terpikirkan olehmu?"
"Dalam keadaan seperti sekarang, kau tidak akan
melakukan suatu kecerobohan," jawab Meng Xing-hun.
"Mengapa?"
"Bila tuan memang orang seperti itu, 30 tahun yang lalu
pun tuan sudah mati."
Lao-bo melihatnya, matanya penuh dengan tawa
kemudian dia dengan pelan berkata, "Tidak kusangka, kau
sangat memahami diriku."
"Aku harus memahaminya."
"Sebenarnya kita jarang bertemu."
"Untuk memahami seseorang tidak perlu waktu yang
panjang, kadang-kadang seumur hidup dia mengikuti tuan
belum tentu tuan bisa memahaminya."
Lao-bo terdiam lama baru berkata, "Aku sudah mengerti
maksudmu."
Lao-bo mengerti dan menyetujui pendapat Meng Xinghun.
Karena dalam waktu 2 hari ini. semua pandangan
Lao-bo sudah berubah sangat drastis.
Tiga hari yang lalu dia menganggap kata-kata Meng
Xing-hun tidak masuk akal. Dan pada saat itu dia tidak
akan mengakui kesalahannya dalam menilai Lu Xiangchuan,
sekarang Lao-bo baru sadar dia tidak memahami Lu
Xiang-chuan, bahkan dia pun tidak memahami putrinya
sendiri. Meng Xing-hun tampak berpikir kemudian dengan
perlahan dia berkata, "Kadang-kadang ada orang yang baru
pertama kali bertemu tapi malah sepertinya dia adalah
teman lama."
"Mungkin mereka adalah orang yang sejenis," kata Laobo.
Meng Xing-hun memandang ke tempat jauh kemudian
berkata, "Aku tidak tahu, apakah, memang seperti itu, yang
aku tahu di antara manusia memiliki hubungan yang sangat
aneh. Siapa pun tidak dapat menjelaskannya."
Pandangan Lao-bo pun menerawang jauh, dengan
perlahan dia berkata, "Seperti kau dengan Xiao Tie?"
Meng Xing-hun tertawa, tawanya terlihat sangat senang,
bila dia memikirkan Xiao Tie hatinya akan dipenuhi oleh
rasa manis dan bahagia sekaligus membuatnya menjadi
rindu tapi khawatir.
"Apakah dia baik-baik saja" Apakah dia bisa makan dan
tidur dengan nyenyak?"
Meng Xing-hun tahu Xiao Tie pasti juga
merindukannya, mungkin rasa rindunya lebih besar dari
pada dia. Memang dia masih banyak pekerjaan yang harus
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan serta banyak hal yang harus dipikirkan.
Xiao Tie hanya bisa memikirkan dia saja apalagi pada
saat malam sewaktu sinar bintang menyinari tempat
tidurnya. "Dia pasti bertambah kurus dalam beberapa hari ini."
Lao-bo terus menatap Meng Xing-hun, Lao-bo tahu
Meng Xing-hun sedang merindukan Xiao Tie.
Tidak ada orang yang sangat mencintai putrinya, siapa
pun yang menjadi seorang ayah pasti akan terharu. Dan
Lao-bo sangat terharu hingga ingin memeluk pemuda itu.
Tapi Lao-bo bukan tipe orang yang dapat begitu saja
mengungkapkan perasaannya karena itu dia hanya
bertanya, "Apakah dia tahu bahwa kali ini kau keluar untuk
mencariku?"
"Dia tahu, dia yang menyuruhku datang ke tempat tuan
karena dia selalu mengkhawatirkan tuan," jawab Meng
Xing-hun. Lao-bo tertawa dengan sedih dan bertanya lagi, "Apakah
dia tidak menyalahkanku?"
"Tidak, dia sangat memahami Tuan dan juga sangat
kagum kepada tuan, dari kecil dia sudah seperti itu dan
tidak akan berubah."
Lao-bo merasa sedih, air matanya hampir menetes lagi,
dengan suara serak dia berkata, "Aku selalu salah paham
terhadapnya."
"Tuan tidak perlu merasa sedih karena hal ini, sekarang
dia sudah hidup lebih baik, apa pun yang terjadi, masa lalu
tidak perlu diungkit-ungkit lagi."
Sebenarnya Meng Xing-hun pun sedih. Tapi dia tahu
sekarang ini bukan waktunya menyalahkan diri sendiri.
Yang terpenting adalah bagaimana membuat masa depan
menjadi lebih cerah dan melupakan masa lalu yang suram.
Karena, itu dia segera mengganti topik pembicaraan dan
dia berkata, "Aku tahu tuan tidak mungkin ceroboh karena
itu aku segera kembali ke tempat ini tapi bukan sebab itu
yang menyebabkan aku kembali."
Dada Lao-bo berdebar-debar kemudian dia
menghembuskan nafas dan bertanya, "Apa sebabnya?"
"Kematian keluarga Ma Feng-zhong, membuatku
curiga." "Apakah kau sudah melihat mayat mereka?"
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata lagi,
"Sebenarnya mereka mati karena keracunan tapi mereka
sengaja membuat anggapan bahwa mereka mati dibunuh
dengan golok dan ini pasti ada alasannya."
Wajah Lao-bo tampak lebih sedih lagi dan bertanya,
"Apakah kau mengira mereka mati demi diriku."
"Karena mereka tahu rahasia akan tetap terjaga dari
mulut orang mati."
Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Tapi rahasia
mereka sudah terbongkar olehmu."
"Aku tidak menemukan apa-apa, hanya merasa curiga
saja." "Karena itu kau bisa datang kemari?"
"Sebenarnya aku sudah siap mengejar kereta itu karena
aku merasa di sini tidak ada tempat untuk bersembunyi."
"Apa benar tadinya kau akan mengejar ke tempat lain?"
tanya Lao-bo. "Mungkin."
"Mengapa kau tidak jadi mengejar?"
"Karena kereta itu menghilang setelah menempuh jarak
400 li." "Mengapa"!" tanya Lao-bo.
"Kereta itu memang sengaja menarik perhatian begitu
pula dengan kusirnya, dan sepanjang jalan banyak orang
yang melihat kereta itu, semua orang tahu pada saat
kutanyakan."
"Kemudian?"
"Pada saat melewati kota Huang-shi, kereta dan kuda
tiba-tiba menghilang."
Mata Lao-bo menyipit.
Karena hal ini sudah lama direncanakan, Lao-bo
menganggap tidak akan terjadi kesalahan.
Sekarang Lao-bo baru tahu, walaupun rencananya
sangat sempurna setelah dilaksanakan ternyata terjadi
banyak perubahan. Siapa pun tidak akan bisa mencegah
perubahan ini, karena orang bukan dewa, dia tidak dapat
memutuskan semuanya.
Bahkan dewa pun tidak bisa.
Perintah dewa belum tentu dituruti oleh orang, bila
manusia bisa memikirkan hal ini dia tidak akan merasa
kehilangan yang terlalu besar. Bila seseorang memandang
hidup ini tidak terlalu serius, dia akan hidup lebih tenang.
Setelah lama Lao-bo beru berkata, "Bila kau bisa kembali
lagi ke sini begitu pula dengan Lu Xiang-chuan."
"Dia tidak akan berani datang ke sini sendirian."
"Mengapa?" tanya Lao-bo.
"Pertama, dia masih banyak hal yang harus dilakukan
dan sekarang dia merasa sedang di atas angin."
Huruf 'di atas angin' kadang-kadang diartikan dengan
huruf yang menghina, tapi kadang-kadang mengandung arti
yang lain. Orang yang berada di atas angin, seharusnya dia tahu
banyak hal yang tidak boleh dilakukan. Orang yang berada
di atas angin akan merasa terbius dan otaknya tidak bisa
memutar. Lao-bo mengerti hal ini.
Kata Meng Xing-hun, "Mungkin dia sempat curiga tapi
dia tidak akan terpikir bahwa di dalam sumur masih ada
tempat rahasia, walaupun ada yang menjaga di sini, orang
itu bukan orang penting."
"Aku sudah memikirkannya."
"Masih ada yang kedua," kata Meng Xing-hun lagi.
"Oh?"
"Aku kira dia tidak akan mencarimu, karena sudah
menyuruh seseorang untuk mencarinya."
"Mengapa?"
"Karena dia percaya pasti ada orang yang bisa
membantu untuk mencari Tuan," kata Meng Xing-hun
tertawa. "Siapa" Siapa dia?" tanya Lao-bo.
"Aku!"
Pada saat dia mengatakan 'aku', benar-benar membuat
orang terkejut tapi yang terkejut bukan Lao-bo melainkan
Feng-feng. Mata Lao-bo masih tenang seperti biasanya. Dia
tidak merasa terkejut, dia masih bisa tersenyum.
Feng-feng merasa di antara mereka ada suatu hubungan
yang aneh dan erat. Mereka saling mempercayai dan saling
memahami. Tadinya Feng-feng tidak mau hanya duduk saja,
sekarang tiba-tiba dia merasa lelah dan matanya tidak bisa
dibuka lagi. Bayangan Lao-bo dan Meng Xing-hun semakin
memudar dan suara pun makin jauh.
"Apakah kau sempat ke taman bunga?" tanya Lao-bo.
"Pada saat ke sana, tidak ada orang sama sekali."
"Karena itu kau segera bisa menemukan jalan rahasia
itu?" "Di bawah lubang rahasia sudah disiapkan sebuah
perahu," kata Meng Xing-hun.
"Karena itu kau yakin mereka sengaja membiarkan kau
mengejar diriku," kata Lao-bo.
"Benar."
Tanya Lao-bo lagi, "Apakah mereka secara sembunyisembunyi
mengikutimu?"
"Tidak ada orang yang sanggup mengikutiku."
"Apakah ada orang yang bisa membuatmu mengatakan
yang sebenarnya?"
"Ada."
Ini adalah kata-kata terakhir yang didengar oleh Fengfeng
tidak lama dia pun tertidur.
Lao-bo baru membalikkan badan dan berkata, "Tidurlah
dengan nyenyak seperti seorang anak kecil."
"Dia sudah bukan anak-anak," kata Meng Xing-hun.
"Apakah kau yang membuatnya tidur?"
Meng Xing-hun mengangguk.
Di dalam sumur tadi, Meng Xing-hun sempat menotok
nadi tidurnya. Dengan berat hati Lao-bo bertanya, "Kelihatannya kau
tidak percaya kepadanya?"
"Apakah Tuan mengira aku bisa begitu saja percaya
kepadanya?"
Lao-bo terdiam baru berkata, "Bila kau sudah mencapai
umurku dan mengalami keadaan seperti diriku, kau pun
akan percaya kepadanya karena kau sudah tidak
mempunyai orang yang dapat kau percaya."
"Tapi Tuan...."
"Pada saat kau tidak dipercaya lagi, hal itu sungguh
menakutkan."
"Karena itu kau mencari seseorang yang dapat
dipercaya."
"Benar," jawab Lao-bo.
"Mengapa?"
"Seperti seseorang yang jatuh ke samudra dan melihat
ada sebatang kayu mendekati dirimu, kau akan segera
memegangnya dengan erat. Walaupun kau tahu kayu itu
belum tentu bisa menolongmu tapi kau akan tetap
memeluknya dengan erat."
Kata Meng Xing-hun, "Memeluk dengan erat pun tidak
ada gunanya."
"Walaupun tidak berguna tapi paling sedikit kita
mempunyai tempat untuk bersandar."
Lao-bo tertawa dengan pelan kemudian berkata, "Aku
tahu kau pasti mentertawakan pendapatku mungkin karena
aku sudah tua dan pikiran orang tua biasanya dirasakan
aneh oleh anak-anak muda."
Meng Xing-hun melihatnya dengan lama kemudian
berkata, "Aku tidak pernah merasakan itu aneh."
Lao-bo tidak aneh tapi dia menakutkan dan kadangkadang
dia merasa kasihan kepada Lao-bo. Tapi dia tidak
aneh! Bila ada yang merasa dia aneh orang yang
mengatakannya baru benar-benar aneh.
Ooo)dw(ooO BAB 25 Feng-feng terbangun dari tidurnya, dia merasa Lao-bo
sedang membelai rambutnya. Dia melihat di sana sudah
tidak ada Meng Xing-hun.
Dengan tenang dia bertanya, "Kapan dia pergi"
Mengapa aku tidak tahu?"
Dengan lembut Lao-bo menjawab, "Kau tidur sangat
nyenyak, dia tidak ingin mengganggumu."
Feng-feng mengerutkan dahi dan bertanya, "Mengapa
aku bisa tidur begitu nyenyak?"
"Anak muda selalu tidur dengan nyenyak hanya orang
tua saja yang mudah terbangun, waktu tidur orang tua lebih
singkat dari anak muda."
"Mengapa bisa begitu?"
Lao-bo menarik nafas dan tertawa kecil, "Karena sisa
umurnya sudah tidak banyak, bila waktunya digunakan
untuk tidur, sungguh sangat disayangkan."
Mata Feng-feng diputar-putar dengan manja berkata,
"Kau membohongiku."
Tawa Feng-feng tampak dingin dan berkata, "Karena
aku tahu, banyak yang ingin kalian bicarakan dan tidak
mau aku mendengar semua karena itu aku dibuat tertidur."
Lao-bo tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Kau
begitu muda tapi sudah banyak curiga, entah bagaimana
nanti." Feng-feng menundukkan kepalanya, dengan pelan dia
bertanya, "Kapan dia pergi?"
"Sudah agak lama."
"Apakah kau menyuruh dia menyampaikan pesan untuk
kelompok harimau?"
Lao-bo mengangguk.
"Mengapa dia yang pergi?" tanya Feng-feng.
"Mengapa dia tidak boleh pergi?"
"Apakah dia akan setia kepadamu?"
Lao-bo menjawab, "Aku tidak tahu, yang aku tahu dia
sangat baik kepada putriku."
Kata Feng-feng lagi, "Kau jangan lupa, dia sendiri
pernah berkata bahwa Lu Xiang-chuan sengaja
menyuruhnya mencarimu."
"Aku tidak lupa."
"Bila dia tidak membocorkan rahasiamu kepada Lu
Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan akan terus memperhatikan
gerak geriknya, apakah benar?"
"Benar!"
"Bila Lu Xiang-chuan sudah menguntit dia dan
menangkap Meng Xing-hun, apakah dia bisa tiba di Feifeng-
bao?" Wajah Lao-bo berubah.
Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Bagaimana pun
kau tidak boleh membiarkan dia ke sana bila aku tidak
tertidur tentu aku akan melarangnya."
Lao-bo tertawa kecut dan berkata, "Mengapa kau
tertidur?"
Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Sekarang aku baru
tahu ada hal. yang tidak terpikirkan oleh orang yang sudah
tua dan hanya bisa dipikirkan pada saat dia masih muda."
Mata Feng-feng menjadi bercahaya, suaranya tiba-tiba
melembut dan berkata, "Dua orang yang berpikir lebih baik
dari pada hanya satu orang."
Lao-bo menarik tangannya dan bertanya, "Kau sedang
memikirkan apa?"
"Aku pikir Lu Xiang-chuan pada saat menghadapi Meng
Xing-hun, dia akan mengerahkan semua kekuatannya."
"Benar," kata Lao-bo.
Dia tahu karena menggerakan seluruh kekuatan untuk
menghadapi Meng Xing-hun memang pantas.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oleh karena itu ini adalah kesempatan bagi kita untuk
pergi ke Fei-feng-bao, asalkan. Meng Xing-hun bisa
menjaga rahasia, kita mempunyai banyak kesempatan lebih
besar lagi."
Feng-feng melanjutkan lagi, "Karena sekarang sudah
banyak orang yang terpancing dengan kehadiran Meng
Xing-hun, asal dia bisa menghubungi kelompok harimau,
kita pasti bisa memenangkan taruhan ini."
Bicaranya sangat cepat, matanya yang indah bercahaya
penuh percaya diri dan tekad yang kuat.
Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Apakah kau tahu aku sedang
memikirkan apa?"
Feng-feng menggelengkan kepalanya.
Lao-bo lebih erat lagi memegang tangannya, dengan
lembut dia berkata, "Aku pikir selain kau menjadi istriku,
kau pun bisa menjadi pembantuku. Bila 10 tahun yang lalu
aku bertemu denganmu mungkin tidak akan terjadi hal
seperti sekarang ini."
Feng-feng menjawab, "Sepuluh tahun yang lalu mungkin
kau pun tidak mau melihatku."
"Siapa bilang?"
"Aku yang bilang, karena waktu itu aku masih kecil."
Dia menarik tangan Lao-bo dan meletakkan di
wajahnya, dengan suara kecil dia berkata, "Sekarang aku
hampir menjadi seorang ibu, begitu anak kita lahir, aku
akan memberitahu kepadanya bahwa ayah dan ibunya
berjuang dengan susah payah demi dia."
Suara Feng-feng lebih lembut lagi berkata, "Bila bukan
demi anak ini, aku tidak tega meninggalkanmu."
Tangan Lao-bo membeku, matanya bersorot sangat sedih
dengan pelan dia berkata, "Aku tidak rela kau pergi!"
Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Tapi
aku tetap harus pergi, demi masa depan kita, demi anak
kita, walaupun hidup susah aku akan tetap bertalian, kau
pun harus bertahan."
Benar, Lao-bo harus bisa bertahan. Rasa sakit yang
diderita Lao-bo lebih berat dari orang lain. Dia melihat
Feng-feng menghilang dari kolam itu.
Air kolam berwarna sangat hijau. Terakhir yang terlihat
hanya rambutnya yang berwarna hitam, tergerai di air yang
berwarna hijau, seperti bunga teratai berwarna hitam.
Kemudian yang tertinggal hanya riak air yang indah
seperti gelombang di mata Feng-feng.
Mata Lao-bo bersorot sedih seperti kehilangan sesuatu.
Mengapa orang tua selalu peduli apa yang didapat dan
yang hilang"
Akhirnya riak air menghilang. Air kembali tenang seperti
semula seperti kaca, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Kemudian Lao-bo pelan-pelan membalikkan tubuhnya
melihat pipa besi tempat ventilasi udara, seperti menunggu
pipa itu menyampaikan pesan misterius.
Dia sedang menunggu apa"
Malam. Meng Xing-hun menempel di dinding sumur, dia seperti
seekor cecak. Bila kau pernah mengamati cecak yang
sedang menunggu nyamuk, seperti itulah yang dilakukan
oleh Meng Xing-hun sekarang.
Angin berhembus melewati mulut sumur.
Dinding sumur penuh dengan lumut hijau yang licin,
membuat orang ingin muntah karena jijik.
Tapi dia tidak muntah karena dia sedang menunggu
seseorang, bila dia menunggu apa pun bisa ditahannya,
karena dia percaya dia akan mendapatkan sesuatu.
Hanya orang yang percaya diri yakin akan mendapat
hasilnya. Ada suara orang yang berjalan. Berasal dari 2 orang,
mereka sedang berbicara.
"Kedua orang itu mengapa tidak menunggu giliran jaga,
malah sudah pulang?"
"Aku merasa tempat ini sangat sepi dan menyeramkan
seperti ada setan, mungkin saja mereka ditangkap setan."
Salah seorang tertawa, tawanya seperti suara orang
menangis. "Siau Ong paling penakut, mungkin dia pergi minum
untuk menguatkan hatinya."
Kalimat ini belum usai diucapkan tiba-tiba ada sepasang
tangan yang basah dan dingin menarik leher bajunya,
kancing menyangkut di tenggorokannya, membuatnya sulit
bernafas. Dia melihat temannya, wajahnya pun sudah bengkok,
dia sedang membuka mulut, mengeluarkan lidahnya,
seperti ingin berteriak, tapi tidak bisa.
"Apakah Lu Xiang-chuan yang menyuruh kalian ke
sini?" Suara itu ada di belakang mereka, suaranya lebih dingin
dari sepasang tangannya.
Kedua orang itu mengangguk.
"Kecuali kalian, apakah masih ada yang lain?"
Kedua orang itu sama-sama menggelengkan kepalanya.
Kemudian terdengar suara kepala yang diadukan, pelanpelan
Meng Xing-hun melepaskan mereka, mereka
langsung ambruk ke tanah.
Membunuh untuk menghentikan pembunuhan.
Membunuh hanya ada satu cara, asalkan tujuannya
benar, ini bukan hal yang berdosa.
Meng Xing-hun tahu tentang hal ini tapi hatinya tetap
tidak tenang, dia sangat benci membunuh orang, dia pun
membenci kekerasan. Dan dia tidak bisa memilih untuk
tidak membunuh, dia mengangkat kepalanya tidak
memandang ke bawah lagi.
Sinar bintang semakin berkurang. Di bawah sinar
bintang yang suram melihat dunia ini sepertinya bukan hal
yang berdosa. Meng Xing-hun mengangkat kedua mayat ini dan
menyembunyi-kannya.
Fei-feng-bao berada di sebelah utara.
Di utara ada sebuah bintang besar dan posisinya tidak
berubah Meng Xing-hun mencari bintang itu.
Apakah dia akan tepat waktu tiba di Fei-feng-bao" Pagi.
Bunga Chrysan merunduk di bawah sinar matahari pagi
seperti yang sudah layu. Bunga pun seperti perempuan. Di
bawah peliharaan tangan yang penuh cinta, mereka akan
mekar dengan indah.
Meng Xing-hun dengan cepat melewati taman bunga
Lao-bo dia tidak sempat menikmati indahnya bunga. Hari
ini adalah tanggal 6, waktu yang tersisa tinggal sebentar
lagi. Untung ditaman itu tidak ada orang yang melihatnya.
Hari masih pagi, kegiatan belum banyak dimulai, bila hari
sudah semakin siang, orang yang berjaga di malam hari
akan berganti penjagaan.
Walaupun tempat itu dijaga dengan ketat, waktu seperti
inilah penjagaan paling kendur karena orang yang bertugas
jaga malam mulai merasa lelah dan orang yang mendapat
giliran jaga masih mengantuk. Meng Xing-hun
mempergunakan waktu seperti sekarang ini.
Dia pasti bisa menggunakan waktu yang singkat ini.
Dalam keadaan seperti sekarang waktu lebih berharga
dari darah. Di hadapannya adalah hutan, kabut pagi seperti asap
yang memudar kemudian menghilang.
Tiba-tiba dia mendengar suara suling. Suara suling yang
sedih dan tidak berdaya, seperti seorang perempuan yang
sedang menceritakan kesedihan dan kesepiannya.
Meng Xing-hun menghentikan langkah kakinya,
kemudian dia melihat seseorang keluar dari hutan sedang
berjalan ke arahnya. Seorang pemuda yang tinggi dan
memakai pakaian serba putih. Tapi sulingnya berwarna
hitam mengkilat.
Kabut menghilang dari kakinya, orang itu seperti berada
dalam lingkupan kabut, hatinya pun seperti seperti berada
di dalam kabut.
Dia sendiri seperti setan kabut.
Meng Xing-hun berhenti dan memandangnya, dia
terlihat sangat terkejut sekaligus senang. Karena orang itu
adalah temannya, temannya yang terdekat.
Walaupun sudah beberapa tahun tidak bertemu tapi
perasaan dekat tetap ada di hati mereka.
Mereka sama-sama melewati penderitaan dan rasa lapar.
Di musim dingin tidur sambil berpelukan di atas rumput
kering karena mereka tidak mempunyai selimut yang
hangat, hanya kehangatan tubuh didapat dengan cara
berpelukan. Hal ini sangat sulit dilupakan.
Shi Qun. Shi Qun....
Mengingat nama ini saja, hati Meng Xing-hun terasa
hangat. Perasaannya kepada Shi Qun lebih dalam dari pada
Ye Xiang. Ye Xiang adalah Toako mereka, selalu lebih kuat dan
pintar dan selalu menjaga mereka.
Shi Qun adalah orang yang lemah dan sensitif. Bertahuntahun
hidupnya sangat susah dan beberapa kali mengalami
ujian yang berbahaya. Walaupun penampilannya seperti Ye
Xiang, kuat dan kejam, tapi sifat aslinya tidak pernah
berubah. Mengalami musim semi, melihat bunga yang gugur,
walet yang melayang, dia hanya bisa berkeluh kesah dan
seharian akan merasa sedih.
Dia menyukai musik yang indah, lebih-lebih kepandaian
yang dia kuasai. Karena itu Meng Xing-hun menganggap
seharusnya dia menjadi penyair bukan menjadi pembunuh.
Suara suling yang mengalun berubah menjadi suara
suling yang jernih, dan tiba-tiba berhenti di nada yang
paling tinggi, membuat orang yang mendengar menjadi
penasaran. Shi Qun mengangkat kepalanya menatap Meng Xinghun.
Matanya masih dingin, memancarkan khawatir dan
kesedihan. Walaupun sudah 3 tahun pergi mengembara ke tempat
jauh, hatinya tidak berubah, sebaliknya malah terlihat
semakin sedih dan khawatir.
Akhirnya Meng Xing-hun tertawa dan berkata,
"Akhirnya kau pulang!"
Shi Qun mengangguk. Tanya. Meng Xing-hun,
"Bagaimana keadaan di Yu-nam?"
"Masih seperti biasanya," jawab Shi Qun.
Dia bukan orang yang senang bicara banyak. Anak yang
tumbuh di dalam kesulitan biasanya tidak dapat
mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.
"Berapa lama kau sudah pergi merantau?" tanya Meng
Xing-hun. "Sudah lama, mungkin ada 2 tahun."
Shi Qun menertawakan dirinya sendiri dengan perlahan
dia berkata, "Dalam 2 tahun ini, 7 nyawa sudah melayang
dan meninggalkan sebuah luka di tubuhku."
"Apakah kau terluka?" tanya Meng Xing-hun.
"Lukaku sudah sembuh."
"Kau tidak berubah dalam 2 tahun ini."
"Aku memang tidak berubah, bagaimana denganmu?"
Meng Xing-hun terdiam, dia menarik nafas dan berkata,
"Aku sudah berubah banyak."
"Katanya kau sudah mempunyai istri," tanya Shi Qun.
"Benar."
Teringat kepada Xiao Tie, matanya bersorot lembut dan
tampak senang dan Meng Xing-hun berkata lagi, "Dia
adalah perempuan yang baik, aku pun berharap kau bisa
bertemu dengan dia di lain waktu."
"Aku harus memberi selamat kepadamu."
Meng Xing-hun berkata, "Benar, kau harus memberiku
selamat." Shi Qun melihatnya, matanya menyipit tiba-tiba dia
berkata, "Walaupun sudah mempunyai istri jangan
melupakan teman sendiri."
Tawa Meng Xrng-hun langsung membeku kemudian dia
bertanya, "Apakah kau sudah mendengar dari orang lain?"
"Karena itu aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri."
Meng Xing-hun menengadah melihat langit yang masih
mendung karena matahari belum terbit.
Meng Xing-hun melihat gunung yang berada di
kejauhan, setelah lama dia baru berkata, "Kau tahu, aku
dan kau bukan orang yang cocok untuk pekerjaan seperti
ini." Shi Qun mengatupkan giginya kemudian berkata, "Tidak
ada orang yang sejak lahir sudah suka membunuh orang."
"Karena itu kau harus mengerti diriku, aku bukan lupa
kepada teman, aku hanya ingin lepas dari kehidupan seperti
ini." Shi Qun tidak bicara, tapi daging di pipinya digigit
dengan kuat. "Kehidupan seperti ini sangat menakutkan, bila aku
meneruskan hidup seperti ini, aku bisa gila," kata Meng
Xing-hun. "Maksudmu seperti Ye Xiang?"
Meng Xing-hun mengangguk dan dengan sedih berkata,
"Ya, seperti Ye Xiang."
"Seharusnya Ye Xiang secepatnya meninggalkan
kehidupan macam ini."
"Benar," jawab Meng Xing-hun.
"Tapi dia tidak, apakah dia tidak tahu" Atau tidak
mengerti" Apakah dia memang ingin menjadi gila?"
Tidak ada orang yang ingin menjadi gila. Mata Shi Qun
tiba-tiba bersinar tajam dan dingin, dia melihat Meng Xinghun
dan berkata, "Dia tidak seperti dirimu, karena dia
mengerti suatu hal yang tidak kau mengerti."
"Dia mengerti apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Ye Xiang tahu bahwa hidup ini bukan untuk dirinya
sendiri, dia pun mengerti bila sudah mendapat budi dari
orang lain, apa pun yang terjadi budi itu harus dibalas. Bila
tidak dia bukan manusia."
Meng Xing-hun hanya tertawa dengan pahit.
"Kau tertawa, apakah ada. yang salah dengan katakataku?"
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meng Xing-hun menarik nafas panjang, "Kau tidak
salah, aku pun tidak salah."
"Oh?"
Kata Meng Xing-hun lagi, "Di dunia ini kadang-kadang
harus memaksakan diri mengerjakan hal yang tidak ingin
dia lakukan. Namun kita tetap harus melihat pekerjaan itu
apakah benar atau salah. Dan apakah pantas untuk
dikerjakan?"
Meng Xing-hun mengetahui bahwa Shi Qun tidak akan
mengerti arti dari kata-kata yang dia ucapkan karena di
dalam otak Shi Qun tidak terlintas pikiran seperti itu.
Mereka tidak dididik untuk mengetahui apa yang benar
atau salah. Yang mereka tahu adalah membalas budi, dendam dan
budi tidak boleh dihutangkan.
Ini adalah didikan dari Gao Lao-da. Shi Qun terdiam,
sepertinya dia juga sedang memikirkan kata-kata ini, setelah
lama dia baru berkata, "Kau mempunyai pendapat sendiri,
sekarang aku hanya ingin bertanya satu kalimat
kepadamu."
"Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan?"
Shi Qun memegang erat sulingnya dan urat di tangannya
sudah timbul, dengan marah dia bertanya, "Apakah aku
masih temanmu?"
"Di dunia ini hanya ada satu hal yang tidak dapat diubah
dan itu adalah teman sejati."
"Kalau begitu kami ini masih teman-temanmu?" tanya
Shi Qun. "Tentu saja," jawab Meng Xing-hun tegas.
"Kalau begitu, ikutlah aku!"
"Kemana?"
"Menengok Gao Lao-da, dia ingin bertemu denganmu,
dia juga rindu kepadamu."
"Apakah harus sekarang?"
"Benar."
Mata Meng Xing-hun mengeluarkan ekspresi sedih dan
dia bertanya, "Bila aku tidak pergi sekarang, apakah kau
akan memaksa?"
"Benar, karena kau tidak mempunyai alasan yang tepat
untuk tidak pergi."
"Aku masih ada urusan penting yang harus
diselesaikan."
"Ada hal yang lebih penting lagi?" kata Shi Qun.
"Urusan Gao Lao-da bisa menunggu, tapi urusan ini
tidak dapat ditunda-tunda lagi."
"Urusan Gao Lao-da pun tidak dapat menunggu."
"Mengapa?"
"Karena dia sedang sakit keras."
Meng Xing-hun terdiam, dia merasa sedih saat itu dia
ingin melepaskan semua tugasnya dan pergi mengikuti Shi
Qun. Tapi dia mengkhawatirkan Lao-bo.
Lao-bo sudah menaruh semua harapan kepadanya, dia
tidak ingin Lao-bo kecewa kepadanya. Tapi dia juga tidak
ingin Gao Lao-da. kecewa kepadanya.
Gunung di kejauhan sudah disinari oleh matahari pagi.
Wajah Meng Xing-hun terlihat berat dan kesedihan begitu
sarat di matanya.
Shi Qun memaksanya, "Masih ada satu hal yang belum
kukatakan kepadamu."
"Apa itu?"
"Kali ini aku mencarimu dan akan membawamu
pulang." Meng Xing-hun mengangguk pelan dan dengan sedih
menjawab, "Aku mengerti."
Meng Xing-hun benar-benar mengerti isi hati Shi Qun.
Tidak ada orang yang memahami Shi Qun dari pada dia.
Shi Qun adalah orang yang mempunyai hati yang lemah
tapi sifatnya keras seperti bajak dan besi, bila dia sudah
memutuskan suatu hal tidak ada seorang pun yang dapat
mengubahnya. Meng Xing-hun sangat memahami Shi Qun karena dia
pun orang yang sama seperti Shi Qun.
"Kau harus pulang sekarang, bila tidak...."
"Bagaimana bila tidak?"
Sudut mata Shi Quan bergetar kemudian berkata, "Kalau
kau tidak mau pulang, bukan aku yang mati, kau yang mati
di sini. Dalam keadaan hidup atau mati aku akan
membawamu pulang."
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata,
"Apakah tidak ada pilihan lain?"
"Tidak ada."
Meng Xing-hun menarik nafas dan berkata, "Kau tahu,
aku tidak akan membunuhmu."
"Tapi aku akan membunuhmu, karena itu kau jangan
memaksaku untuk melakukannya," kata Shi Qun.
Dia menurunkan sulingnya kemudian dengan perlahan
berkata, "Kepandaian ku tidak sehebat dirimu, tapi dalam
waktu 2 tahun ini keadaanku sudah banyak berubah."
"Oh?"
"Seseorang yang hidup di antara pisau-pisau, dia akan
lebih cepat belajar dari pada orang yang hanya hidup di
rumah." Shi Qun tidak perlu menerangkan lagi karena Meng
Xing-hun sudah mengerti maksudnya.
Belajar bagaimana cara membunuh orang dan belajar
bagaimana cara tidak dibunuh oleh orang lain.
Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa dan berkata,
"Aku tahu di sulingmu sudah kau pasang senjata rahasia."
Dengan ringan Shi Qun berkata, "Di daerah Hun-lam
adalah tempat asal perkumpulan Tian-cong, juga tempat
orang-orang yang bersembunyi dalam pelariannya. Banyak
orang yang kuat dan aneh di sana."
"Maka kau lebih banyak belajar di sana," kata Meng
Xing-hun "Benar."
Meng Xing-hun menarik nafas panjang dan dengan
perlahan mendekatinya, berkata, "Baiklah aku akan ikut...."
Dia berjalan beberapa langkah dengan cepat berlari ke
hadapan Shi Qun, tangannya secepat kilat sudah memegang
tangan Shi Qun.
Terdengar suara suling terjatuh. Sulingnya terbuat dari
besi, wajah Shi Qun menjadi pucat.
Meng Xing-hun melihatnya, dengan santai dia berkata,
"Aku tahu kau sudah belajar banyak tapi aku pun tahu kau
belum belajar jurus-jurus seperti ini."
Wajah Shi Qun yang tadinya beku sekarang tampak
datar. Kata Meng Xing-hun, "Jurus seperti ini kau tidak
akan pernah bisa mempelajarinya karena jurusnya tidak
cocok buatmu, kau belum siap menghadapiku."
"Maka sekarang kau menggunakannya untuk
menghadapiku, aku tidak akan marah."
"Aku tidak mempunyai pilihan," kata Meng Xing-hun.
"Kalau begitu, kau boleh pergi."
"Aku memang harus pergi...."
Dia melihat Shi Qun. Matanya yang tajam penuh
dengan kehangatan dan persahabatan.
Meng Xing-hun tersenyum dan menepuk pundak Shi
Qun kemudian berkata, "Aku harus pergi, tapi pergi untuk
mengikutimu pulang."
Shi Qun menatapnya, matanya penuh dengan
kehangatan tiba-tiba dia bertanya, "Apakah kau tahu
mengapa aku tidak waspada kepadamu" Karena aku tahu
kau pasti akan mengikutiku pulang."
Meng Xing-hun tertawa.
Kedua wajah orang ini bisa tersenyum begitu hangat. Ini
adalah suatu mujizat.
Kecuali rasa persahabatan, apalagi yang dapat
melebihinya" Tidak ada, sama sekali tidak ada.
Di dunia ini bunga mawar yang tidak berduri adalah
bunga persahabatan.
Matahari sudah terbit, bunga chrysan bertambah layu. Di
dalam taman tidak ada orang.
Sewaktu Meng Xing-hun melihatnya, bukan karena dia
memilih waktu yang tepat juga bukan karena dia sedang
beruntung. Di dunia ini tidak ada yang kebetulan.
"Waktu aku ke sini tempat ini sudah kosong," kata Shi
Qun. "Kapan kau datang?"
"Belum begitu lama."
Tiba-tiba Shi Qun menarik nafas dan berkata, "Bila aku
datang lebih awal, bunga-bunga ini tidak akan layu."
"Apakah kau datang dengan Gao Lao-da?"
"Begitu aku pulang dia menyuruhku ke tempat ini untuk
menemaninya."
"Mengapa dia datang ke sini?"
"Menunggumu," kata Shi Qun.
"Menungguku?"
"Gao Lao-da berkata bila kau belum datang ke sini, kau
pasti akan segera datang."
Meng Xing-hun tidak bicara lagi, tapi wajahnya
bereskpresi sangat aneh. Shi Qun melihat wajahnya dan
bertanya, "Kau sedang memikirkan apa?"
Meng Xing-hun mengangguk dan tertawa sangat aneh
dia berkata, "Aku sedang bertanya kepada diri sendiri, bila
kau tidak mencariku, apakah aku akan datang ke sini?"
Ruang itu sangat gelap, gordin merah menutupi jendela.
Pada saat Gao Lao-da berada di ruang itu, dia tidak
ingin ada cahaya sedikit pun. Di dekat jendela ada sebuah
kursi besar terbuat dari rotan, kursi ini tadinya ada di mang
rahasia Lao-bo.
Lao-bo senang duduk di kursi rotan itu, menerima
laporan dari anak buah dan teman-temannya, mendengar
saran mereka setelah itu baru mengambil keputusan.
Banyak hal penting yang sudah terjadi pada saat Lao-bo
duduk di kursi itu untuk mengambil keputusan. Dan yang
sekarang duduk di kursi itu adalah Gao Lao-da.
Gao Lao-da memang terlihat sangat lemah dan lelah
Rumah itu memang gelap tapi Meng Xing-hun masih bisa
melihatnya, dia juga belum pernah melihat Gao Lao-da
yang begitu lemah dan lelah.
Begitu melihat dia masuk, mata Gao Lao-da bercahaya
dengan gembira dia berkata, "Aku tahu kau pasti akan
datang." Wajah Meng Xing-hun terlihat berseri, dia berkata,
"Apakah kau tahu aku pasti akan datang?"
"Sebenarnya aku tidak yakin, tapi kecuali menggunakan
cara ini aku tidak tahu harus memakai cara apa lagi untuk
mencarimu?"
Dia masih tertawa, tidak marah juga tidak mengomel,
tapi di balik kata-katanya Meng Xing-hun merasa Gao Laoda
sangat sedih. Kesedihannya mempengaruhi Meng Xinghun.
Hati Meng Xing-hun terasa sakit.
"Benar dia sudah semakin tua dan kesepian."
Kesepian begitu menakutkan, kesepian yang paling
menakutkan adalah pada saat perempuan menjadi tua.
Meng Xing-hun mendekatinya, menatapnya kemudian
dengan lembut berkata, "Kau berada di mana pun asal aku
tahu, aku pasti akan menengokmu."
"Apakah benar?"
Dia tidak menunggu jawaban Meng Xing-hun, segera
memegang erat tangannya dan dia berkata lagi, "Pindahkan
kursi ke sini, duduklah dekat denganku!"
Dia memerintahkan ini kepada Shi Qun, tapi pandangan
matanya tidak beralih dari Meng Xing-hun.
Tangan Gao Lao-da basah dan dingin. "Kau.... kau
benar-benar sakit," kata Meng Xing-hun.
Tawa Gao Lao-da terdengar sedih tapi lembut,
"Sebetulnya aku tidak sakit apa-apa, asalkan tahu kalian
baik-baik saja, sakitku akan cepat sembuh."
"Aku baik-baik saja."
Dengan pelan Gao Lao-da berkata lagi, "Tapi
kelihatannya kau lebih lelah dari diriku."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Memang aku
sedikit lelah tapi tubuhku sehat."
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau terlihat begitu
gembira, apakah kau sudah bertemu Lao-bo?"
Tiba-tiba tawa Meng Xing-hun menghilang.
"Apakah benar?" tanya Gao Lao-da.
Meng Xing-hun merasa badannya membeku, tawa Gao
Lao-da pun berubah dengan terpaksa, dia bertanya,
"Mengapa kau tidak bicara apa-apa lagi?"
Setelah lama Meng Xing-hun baru menjawab, "Aku
tidak ingin membohongimu."
"Kau tidak perlu berbohong."
"Bila kau terus bertanya, aku akan berbohong."
Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kalau
begitu, kau pasti sudah bertemu dengan Lao-bo."
Meng Xing-hun terdiam, tiba-tiba dia berdiri, suaranya
menjadi serak, dengan pelan dia berkata, "Aku akan
menjengukmu beberapa hari lagi."
"Apakah kau akan pergi?"
Meng Xing-hun mengangguk dan menjawab, "Aku tidak
berani duduk di sini lagi."
"Kau takut?"
Mulut Meng Xing-hun terasa kencang dan dia
menjawab, "Aku takut aku akan membocorkan rahasia
Lao-bo." "Kau tidak mau bicara kepadaku, apakah karena kau
tidak percaya kepadaku?"
Meng Xing-hun tidak bicara lagi, dengan pelan dia
membalikkan badan, Shi Qun pun tidak mencegah
kepergiannya. Gao Lao-da pun tidak menarik dia. Tapi
pada saat itu juga gordin merah tiba-tiba ditarik dan
terbuka. Segera Meng Xing-hun melihat sesosok bayangan di
balik gordin, muncullah Lu Xiang-chuan. Walau di mana
pun dan kapan pun bila kau melihat Lu Xiang-chuan, dia
akan terlihat sopan dan terpelajar.
Baju yang melekat di tubuhnya selalu rapi dan bersih.
Tawanya selalu membuat orang merasa senang kepadanya.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan tersenyum dia melihat Meng Xing-hun.
Tapi Meng Xing-hun sudah tidak bisa tertawa. Dengan
tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Sudah satu tahun kita
tidak bertemu, apakah kau masih ingat waktu itu tengah
malam kita memasak nasi goreng memakai telur?"
"Aku tidak pernah lupa," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kita masih berteman?"
"Tidak!"
Kata Lu Xiang-chuan, "Sehari kita sudah menjadi
teman, selamanya akan tetap menjadi teman, apakah kau
belum pernah mendengar peribahasa ini?"
"Seharusnya kalimat ini kau katakan kepada Lao-bo."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Aku pun ingin bicara dengan
Lao-bo, tapi aku tidak tahu dia berada di mana?"
"Selamanya pun kau tidak akan tahu."
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Jangan lupa di
dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa
berubah kapan pun."
"Hanya satu hal yang tidak bisa berubah."
"Apa?"
Dengan dingin Meng Xing-hun berkata, "Selamanya kita
bukan teman, dan itu juga yang tidak akan pernah
berubah." "Tapi ada satu hal yang harus kau percaya," kata Lu
Xiang-chuan. Dia tidak pernah memberi kesempatan kepada Meng
Xing-hun untuk berkata jujur, dia melanjutkan lagi, "Kau
harus percaya, kapanpun aku bisa mengambil nyawanya."
Wajah Meng Xing-hun berubah.
Lu Xiang-chuan bila mengatakan hal yang lain, Meng
Xing-hun tidak akan percaya begitu saja, tapi untuk hal ini
dia sangat percaya.
Tempat duduk Gao Lao-da tidak jauh dari Lu Xiangchuan
siapa pun yang duduk di sana tidak dapat mengelak
dari senjata rahasia Lu Xiang-chuan.
Dahi Gao Lao-da sepertinya sudah keluar keringat
dingin. Meng Xing-hun membalikkan badannya, dia
melihat Shi Qun berdiri di dekat pintu sama sekali tidak
bergerak, tapi wajahnya sangat pucat, tangan yang
memegang suling pun sudah keluar nadi yang berwarna
hijau. Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Aku tahu kau
tidak akan membiarkan Gao Lao-da mati begitu saja."
Tangan Meng Xing-hun sudah berkeringat, mulutnya
terasa kering. Kata Lu Xiang-chuan, "Bila kau ingin Gao Lao-da
hidup, cepat katakan di mana Lao-bo!"
"Apakah kau percaya kepada kata-kataku?"
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Kau
ditakdirkan tidak bisa berbohong, aku sudah tahu."
"Jangan harap aku akan membertahu keberadaan Laobo."
Tawa Lu Xiang-chuan membeku, wajah Gao Lao-da dan
Shi Qun pun membeku. Mereka tahu Meng Xing-hun tidak
akan mengubah pendiriannya lagi.
Setelah lama Lu Xiang-chuan baru berkata, "Apakah kau
lupa mengapa kau masih bisa hidup sampai sekarang?"
Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Aku tidak
akan pernah melupakannya."
"Apakah kau tega membiarkan dia mati" Dan masih
berkeras tidak mau mengatakan Lao-bo ada di mana?"
Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Demi siapa
pun aku tidak akan pernah mengkhianati teman."
Lu Xiang-chuan tertawa dingin dan berkata, "Apakah
Lao-bo adalah temanmu" Sejak kapan dia menjadi
temanmu?" "Sejak dia percaya kepadaku."
Dia memelototi Lu Xiang-chuan, matanya sudah
berkobar amarah, dengan pelan dia berkata, "Masih ada
satu hal lagi yang harus kau ingat, bila kau benar-benar
membunuh Gao Lao-da, walaupun aku hidup atau mati,
aku pasti akan mencarimu dan mengambil nyawamu."
Lu Xiang-chuan menarik nafas panjang dan berkata,
"Aku percaya semua kata-katamu."
"Kau harus percaya!" kata Meng Xing-hun.
Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi
dia juga kau bisa mengkhianati teman?"
"Siapa dia?"
Tiba-tiba Meng Xing-hun mendapat firasat yang tidak
enak, dia sudah tahu siapa yang dimaksud oleh Lu Xiangchuan.
Dengan santai Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah kau
ingin bertemu dengannya?"
Di sudut ada sebuah pintu dan pintu itu dibuka. Meng
Xing-hun melihat kesana, tubuhnya segera membeku dan
dingin seperti es.
Seseorang berdiri di balik pintu, dengan bengong dia
menatap Meng Xing-hun, dua buah pisau yang mengkilat
berada di lehernya.
XiaoTie. Dia adalah Xiao Tie.
Xiao Tie memandangnya, air mata terus mengalir. Tapi
Xiao Tie hanya diam.
Orang-orang di dunia persilatan tahu bahwa Lu Xiangchuan
adalah seorang yang ahli senjata rahasia, tapi tidak
ada yang tahu bahwa dia pun lihai dalam menotok orang.
Biasanya seorang ahli senjata rahasia, lihai juga dalam
menotok karena jurus ini adalah jurus yang sejenis. Samasama
harus menggunakan tangan yang gesit, tepat, dan
kejam. Walaupun telah ditotok nadinya begitu berat tapi tetap
tidak bisa menguasai air mata orang lain.
Lu Xiang-chuan bisa membuat orang tidak bisa bergerak,
tidak bisa bicara, tapi tidak bisa membuat orang berhenti
meneteskan air mata.
Melihat air mata Xiao Tie, hati Meng Xing-hun seperti
tercabik-cabik, dia ingin mendekat dan memeluk dia.
Tapi dia tidak berani.
"Kalau kau berani bergerak, pisau-pisau ini akan
memenggal lehernya yang indah."
Walaupun kata-kata ini tidak dibicarakan oleh Lu Xiangchuan,
Meng Xing-hun sudah tahu maksud dari Lu Xiangchuan.
Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi
dia kau tega mengkhianati teman?"
Meng Xing-hun tidak bicara dan juga tidak bergerak,
tiba-tiba dia teringat kepada ikan yang dipancing di kolam
milik Han Tang.
Sekarang dia ibarat ikan itu, walaupun sudah
memberontak, usahanya sia-sia saja. Dia sudah putus
harapan. Karena pancingan Lu Xiang-chuan sudah berada
di mulutnya. Tidak ada orang yang bisa menolongnya dan tidak ada
yang mau menolongnya.
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Aku
adalah orang yang santai, karena itu aku akan menunggu,
tapi jangan terlalu lama."
Lu Xiang-chuan pasti tidak akan tergesa-gesa karena
ikan sudah berada di dalam pancingannya, yang tergesagesa
adalah si ikan, bukan dia.
Tapi bila terus menunggu, apa bisa terjadi sesuatu"
Walaupun sudah menunggu lama, tetap tidak akan
berubah. Baju Meng Xing-hun sudah basah oleh keringat dingin.
Tiba-tiba Gao Lao-da menarik nafas dan berkata, "Lebih
baik kau katakan di mana Lao-bo, bila aku seorang laki-laki
sejati, demi Sun Ti aku rela melakukan apa pun demi dia."
Hati Meng Xing-hun terasa sakit, seperti ada pisau yang
menusuk ke dalam hatinya. Dia baru mengeri sekarang.
Gao Lao-da sudah bersekongkol dengan Lu Xiang-chuan
dan semua ini adalah rencana mereka. Orang yang benarbenar
mencekik lehernya adalah Gao Lao-da bukan Lu
Xiang-chuan. Anehnya Meng Xing-hun tidak pernah marah, dia hanya
merasa sedih, sedih dan kecewa terhadap Gao Lao-da. Tapi
bagaimana dengan Shi Qun.
Apakah Shi Qun ikut dalam rencana busuk ini" Tiba-tiba
Meng Xing-hun teringat kepada suling besinya, teringat
kepada senjata rahasia di dalam suling itu.
Bila dia bisa mengambil suling itu mungkin bisa balik
menyerang, dalam keadaan seperti ini senjata rahasialah
yang paling berguna. Orang yang sudah putus asa bila ada
kesempatan, dia tidak akan melewatkan kesempatan ini
dengan sia-sia.
Mata Meng Xing-hun terus menatap Xiao Tie, dia
mundur selangkah demi selangkah.
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah
kau akan pergi" Bila kau tega meninggalkan Xiao Tie di
sini, aku akan membiarkan pergi."
Meng Xing-hun tiba-tiba membalikkan tangan secepat
kilat merebut suling Shi Qun. Dia sudah memperhitungkan
posisi Shi Qun dan perhitungannya sangat tepat. Tapi tetap
dia meleset. Karena Shi Qun sudah tidak ada di sana.
Tidak ada yang tahu kapan Shi Qun pergi.
"Bila dia tidak ikut rencana busuk ini, Gao Lao-da dan
Lu Xiang-chuan tidak akan begitu ceroboh menghadapi Shi
Qun." Hati Meng Xing-hun seperti ditambah sebuah tusukan
pisau lagi. Hanya orang yang dikhianati teman bisa
merasakan hal yang menyakitkan seperti ini.
Dengan dingin Lu Xiang-chuan bertanya, "Aku sudah
menunggu lama, apakah aku harus terus menunggu"
Walaupun sangat sabar, manusia pasti akan marah, apakah
kau mau membuatku marah?"
Meng Xing-hun menarik nafas, dia tahu hari ini dia akan
mati di sini. Mati pun ada beberapa macam. Dia hanya ingin mati
dengan mulia dan tidak memalukan.
Masalahnya apakah dia bisa" Sebelum senjata Lu Xiangchuan
menembus ke tubuhnya, dia akan mengeluarkan
serangan, paling sedikit dia harus mencoba dan ingin terus
mencoba. Matahari sudah terbit, cahaya matahari membawa terang
tapi tidak membawa harapan.
Dia mengangkat kepalanya menatap Xiao Tie. Mungkin
ini adalah saat-saat terakhirnya.
Sorot mata Xiao Tie penuh dengan permintaan, meminta
Meng Xing-hun cepat-cepat meninggalkan tempat ini.
Meng Xing-hun mengerti tapi dia tidak dapat
melakukannya. "Walaupun harus mati, kita harus mati bersama-sama."
Xiao Tie pun mengerti maksud Meng Xing-hun. Air
mata Xiao Tie menetes lagi, hatinya sudah hancur.
Pada saat itu pisau-pisau yang berada di leher Xiao Tie
tiba-tiba sudah menghilang kemudian terdengar jatuh ke
bawah. Begitu pisau-pisau itu menghilang, di balik pintu
terdengar suara teriakan, terlihat kedua orang itu roboh.
Kemudian ada sepasang tangan di balik pintu
menggendong Xiao Tie.
Ada yang bicara, "Cepat keluar! Cepat!" Ini adalah suara
Shi Qun. Tubuh Meng Xing-hun sudah ditekukkan, dia sudah
mundur keluar pintu dan menutup pintu dengan jari
kakinya, segera dia melayang ke atas.
Terdengar suara senjata rahasia seperti hujan paku
mengarah ke pintu.
Meng Xing-hunnaik ke atas rumah, dia melihat kilauan
pedang. Tiga buah golok.
Kilatan golok seperti petir, ada yang mengarah
tangannya, dan juga ada yang ke arah kakinya, kemudian
ke arah pinggangnya. Mereka ingin membelahnya menjadi
dua bagian. Meng Xing-hun mengelak serangan golok itu dengan
memiringkan tubuhnya. Dia pun merasa ada serangan yang
merobek bajunya.
Tapi tangan Meng Xing-hun pun tidak tinggal diam
begitu saja, dia mencengkram tangan orang itu, terdengar
suara senjata yang beradu, kemudian atap genting
berhamburan. Orang itu sudah terjatuh ke bawah dengan
berlumuran darah.
Begitu melihat musuh roboh, dia meloncat menjauh lagi.
Dia melihat Shi Qun ada di balik semak-semak bunga.
Bajunya yang putih penuh dengan darah, Shi Qun
melambaikan tangannya.
Meng Xing-hun membalikkan badan lagi, dia seperti
seekor walet terbang melayang ke sana, terbang ke arah
Xiao Tie. Totokan Xiao Tie sudah dibuka, dia tampak masih
kelelahan. Melihat Meng Xing-hun datang, dia
merentangkan tangannya lebar-lebar, sorot matanya
bercampur antara kaget, sedih dan gembira.
Begitu tiba di tempat Xiao Tie, dia segera memeluknya
dengan erat, seperti sudah lupa pada keadaan sekeliling
mereka. Mereka merasa asalkan mereka bisa berpelukan hal lain
sudah tidak dipedulikan lagi, tapi Shi Qun tahu bahaya
belum meninggalkan mereka.
Entah mengapa Lu Xiang-chuan tidak mengejar mereka.
Cara kerjanya selalu tidak terpikirkan oleh siapa pun. Dan
cara-caranya selalu menakutkan.
Shi Qun menarik Meng Xing-hun dan berkata, "Pergilah!
Bila ada yang mengejar, aku akan menghalangi mereka."
Meng Xing-hun mengangguk dan dia memegang dengan
erat tangan sahabatnya.
Dia tidak bicara tapi dia sangat berterima kasih kepada
Shi Qun. Dia sudah tidak dapat mengungkapkan dengan
kata-kata. Kemudian dia menoleh, memilih jalan keluar. Tapi tidak
ada jalan yang aman.
Di taman bunga yang sepi dan tidak ada orang tapi
perangkap telah ada di mana-mana.
Meng Xing-hun mengeratkan giginya, akhirnya dia
memutuskan keluar dari pintu depan.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu dia menarik tangan Xiao Tie yang dingin, terlihat
seseorang sedang berjalan ke arah mereka.
Seorang perempuan yang mengenakan baju laki-laki,
rambutnya hitam dan mengkilat seperti sutra menari-nari
dihembus angin.
Dia sudah tahu siapa orang itu.
Feng-feng. Feng-feng sedang berjalan di jalan yang berbatu, dia
berlari menuju rumah di balik semak-semak.
Sepertinya dia sudah melihat Meng Xing-hun karena itu
dia berlari lebih cepat lagi, memang kepandaian andalannya
adalah dari kakinya.
Xiao Tie melihat ekspresi wajah Meng Xing-hun, dia
bertanya, "Apakah kau mengenalnya?"
Meng Xing-hun mengangguk, tiba-tiba dia mendorong
Xiao Tie ke arah Shi Qun dan berkata, "Ikutlah dengan Shi
Qun, dia akan menjagamu."
Xiao Tie kaget dan dengan gemetar dia bertanya, "Kau
mau ke mana?"
"Tiga hari lagi aku akan mencarimu," jawab Meng Xinghun.
"Bagaimana kau bisa mencari kami?"
"Pergilah ke tempat yang dulu."
Kalimat ini belum selesai diucapkan, dia sudah loncat.
Dia memakai jalan yang paling cepat untuk menyusul Fengfeng.
Dia tidak akan membiarkan perempuan itu hidup,
karena dia akan membocorkan rahasia persembunyian Laobo.
Pintu di dalam rumah sudah terbelah oleh senjata rahasia
dan senjata rahasia masih menempel di pintu.
Senjata rahasia Lu Xiang-chuan sangat tepat dan ganas,
kekuatannya seperti angin dingin yang menembus baju di
musim dingin. Ooo)dw(ooO BAB 26 Jarak Feng-feng dengan Meng Xing-hun hanya tinggal
beberapa meter.
Kaki Feng-feng sangat kuat, dia tidak tampak lelah
padahal sudah menempuh perjalanan dari desa tempat
tinggal Ma Feng-zhong hingga ke tempat Lao-bo.
Apalagi dia mengenakan baju laki-laki, bajunya sangat
longgar dan mengganggu gerakan Feng-feng.
Meng Xing-hun sudah memperhitungkan semuanya
sebelum Feng-feng tiba di taman bunga, dia harus sampai
dulu. Tapi Meng Xing-hun ternyata salah perhitungan. Karena
dia hanya menghitung kecepatan sendiri tidak menghitung
kecepatan orang lain.
Dia sudah melewati semak bunga dan meloncat lagi.
Pada waktu itu tanah yang berada di bawah kakinya sudah
terbuka dan ada sebuah lubang yang lumayan besar.
Di lubang itu ada 4 orang yang berbaring di sana, mereka
sedang memanah Meng Xing-hun, panah meluncur seperti
hujan ke tubuh Meng Xing-hun.
Dalam keadaan biasa Meng Xing-hun pasti bisa
mengelak dari panah dan senjata rahasia, karena dia sudah
berpengalaman. Tapi untuk kali ini dia kalah cepat karena
dia perhatiannya terfokus pada Feng-feng.
Begitu dia melewati bunga Chrysan yang berwarna
kuning terlihat ada darah yang segar menetes-netes.
Sebuah panah menancap di paha kirinya, dia merasa
panah itu mengenai tulangnya.
Tapi dia tidak berhenti.
Dia tidak dapat berhenti.
Karena sekarang adalah waktu penentuan antara hidup
dan mati, bila dia berhenti maka akan banyak orang yang
mati karena dia. Rambut Feng-feng sudah berada di depan
matanya sedang berkibar dengan indah tapi di matanya
terasa seperti masih sangat jauh.
Kakinya yang terluka telah mengganggu gerakannya.
Antara sadar dan tidak sadar, dia merasa akan pingsan.
Sakitnya sudah menusuk ke tulang, dia tahu dia sudah
tidak dapat bertahan lagi, tapi dia berusaha menggunakan
tenaga terakhir mendekati Feng-feng dan menotok urat
nadinya. Itu adalah nadi. yang mematikan, sekali tertotok sudah
pasti langsung mati.
Begitu tangan diayunkan, rasa sakit sudah mencapai
kepalanya kemudian dia merasa tubuhnya menjadi mati
rasa. Dia masih bisa merasa jarinya masih mengenai tubuh
yang hangat, setelah itu semuanya menjadi gelap.
Ooo)dw(ooO Langit terlihat penuh dengan bintang, angin sepoi-sepoi
berhembus dari pantai.
Mereka bergandengan tangan, dengan tenang berjalan di
tepi pantai. Ada nelayan yang bernyanyi dengan merdu.
Dia menarik Xiao Tie kedalam pelukannya, mencium
rambut yang berkibar ditiup angin, mata Xiao Tie begitu
dalam begitu jauh....
Tiba-tiba Meng Xing-hun membuka matanya, mimpi
yang indah itu telah hilang begitu saja.
Tidak ada cahaya bintang, tidak ada laut, juga tidak ada
orang yang berada di dalam mimpinya.
Dia telungkup di tempat tadi dia ambruk, kakinya
semakin sakit. "Aku tidak mati."
Ini adalah hal pertama yang dipikirkannya. Tapi hal ini
tidak penting, yang terpenting adalah apakah Feng-feng
masih hidup atau tidak, dia tidak akan membiarkan Fengfeng
membocorkan rahasia Lao-bo.
Ada suara tawa orang.
Meng Xing-hun berusaha mengangkat kepalanya, dia
melihat Lu Xiang-chuan, mata Lu Xiang-chuan tampak
bercahaya tapi ternyata bukan dia yang tertawa.
Melainkan Feng-feng.
Dia tertawa dengan senang.
Tiba-tiba tubuh Meng Xing-hun beku, dia seperti
dibekukan oleh sekolam air dingin, dia merasa sudah mati
rasa. Feng-feng berjalan menghampirinya, matanya penuh
dengan ejekan, semua orang tahu bahwa dia adalah
perempuan yang cantik.
Bunga beracun biasanya sangat indah.
Meng Xing-hun menjilat bibirnya yang kering, dengan
suara serak dia bertanya, "Kau.... apakah sudah
mengatakannya?"
Tawa Feng-feng penuh dengan penghinaan, Feng-feng
merasa pertanyaan ini tidak perlu dijawab.
Tawanya seperti seekor anjing betina yang baru keluar
dari kakus, dengan tertawa dia menjawab, "Aku sudah
mengatakannya, kau kira aku datang ke sini untuk apa"
Apa aku ke sini hanya untuk mengobrol?"
Meng Xing-hun merasa tubuhnya sudah lemas, mau
marah pun sudah tiada guna.
"Kau tidak menyangka akan bertemu denganku di sini
bukan" Kau pun tidak akan menyangka bahwa si tua
bangka itu akan membiarkanku pergi bukan?"
Dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Baiklah aku
akan memberitahumu, aku memang tidak mempunyai
keahlian apa pun, setelah 13 tahun yang lalu aku belajar
untuk berbohong, membohongi orang tua, profesi seperti
kami ini bila tidak menipu si tua bangka, siapa lagi yang
dapat kami tipu?"
Meng Xing-hun. melihat dan mendengar semua katakata
Feng-feng. Dengan genit Feng-feng tertawa dan berkata, "Jangan
salahkan diriku, aku masih muda, tidak mungkin seumur
hidupku dihabiskan bersama pak tua itu, dia hampir mati,
bila sudah mati dia tidak akan memberikan uang sepeser
pun padaku."
Tiba-tiba Meng Xing-hun membalikkan badan melihat
Lu Xiang-chuan.
Meng Xing-hun terlihat sangat tenang dengan perlahan
dia berkata, "Kemarilah!"
"Ada yang ingin kau bicarakan denganku?"
"Apakah kau ingin tahu?" tanya Meng Xing-hun.
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kata-kata dari
orang sepertimu harus didengar."
Benar saja dia mendekati Meng Xing-hun tapi sikap
waspadanya tidak berkurang. Harimau atau singa bila
sudah masuk ke dalam perangkap pun masih bisa melukai
orang. Begitu Lu Xiang-chuan berjalan kurang lebih beberapa
meter dari Meng Xing-hun, dia berhenti dan berkata,
"Sekarang kau mau mengatakan apa" Aku bisa mendengar
dari sini."
"Aku ingin meminta sesuatu," lanjutnya, "Aku mau
perempuan ini, bisa kau berikan kepadaku."
"Apakah kau menyukainya?" tanya Lu Xiang-chuan
tertawa. "Aku inginkan nyawanya."
Lu Xiang-chuan tidak tertawa, yang tertawa adalah
Feng-feng. Dia tertawa seperti sudah mendengar sebuah lelucon
yang lucu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan, dia
menunjuk Meng Xing-hun dan berkata, "Aku kira orang ini
tidak terlalu bodoh tidak tahunya dia itu bodoh dan idiot
mungkin bahkan ada penyakit gilanya."
Dia menunjuk Lu Xiang-chuan dan berkata, "Mana
mungkin dia akan memberikan aku kepadamu, kau berani
meminta nyawaku kau kira kau ini siapa!"
Lu Xiang-chuan menunggu dia habis bicara, dia tertawa
kemudian menarik dia ke hadapan Meng Xing-hun lalu
berkata, "Apakah kau meminta perempuan ini?"
"Benar."
Lu Xiang-chuan mengangguk dan dia menatap Fengfeng.
Feng-feng mulai merasa takut, dengan tertawa terpaksa
dia lalu berkata, "Kau pasti tidak akan menyerahkanku
kepadanya bukan" Demi dirimu aku sudah melakukan
banyak hal termasuk memberitahu Lao-bo."
Wajah Lu Xiang-chuan tetap datar, dengan dingin dia
berkata, "Apakah semua kerjaanmu sudah beres?"
Wajah Feng-feng menjadi pucat dengan gemetar dia
menjawab, "Kelak aku akan melakukan semua yang kau
perintahkan."
Lu Xiang-chuan membelai rambutnya, tangannya
semakin turun dan tiba-tiba merobek baju Feng-feng.
Tubuh yang indah terlihat di bawah siraman sinar
matahari tapi Lu Xiang-chuan tidak melihatnya.
Dia hanya melihat Meng Xing-hun, dengan tersenyum
dia berkata, "Aku tahu kau sudah melihat banyak
perempuan."
"Benar."
"Kalau yang ini bagaimana?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Lumayan."
Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Mengapa aku harus
memberi perempuan ini kepadamu" Aku pun bisa memakai
dia." "Kau bisa melakukannya, tapi ada yang tak bisa kau
lakukan." "Oh?"
"Jadi sekarang kau tahu Lao-bo berada di mana?"
"Perempuan biasanya sangat teliti, dia sudah
menceritakan semuanya kepadaku."
"Aku kira kau memang mampu mencari Lao-bo, tapi
apakah kau bisa masuk ke dalam sumur itu?" tanya Meng
Xing-hun. "Tidak bisa, sekarang ini belum bisa," jawab Lu Xiangchuan.
Kalau tidak perlu berbohong dia tidak akan berbohong,
karena berbohong kadang-kadang malah bermanfaat.
"Sekarang siapa yang bisa memenggal kepala Lao-bo?"
tanya Meng Xing-hun.
"Tidak ada."
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku
bisa menutup sumur itu, dia bisa mati kekurangan oksigen"
"Apakah kau akan sabar menunggu begitu lama?"
Lu Xiang-chuan dengan tenang berkata, "Mungkin bisa,
karena aku orang yang sabar."
"Mengapa kau tahu dia akan mati karena kurang
oksigen?" Lu Xiang-chuan melihatnya, setelah lama dia baru
berkata, "Apakah kau pernah mengatakan demi diriku kau
akan turun ke dalam sumur untuk membunuhnya?"
Meng Xing-hun memejamkan mata dengan perlahan dia
menjawab, "Asal kau bisa memberikan perempuan ini
kepadaku, aku akan membunuh Lao-bo untukmu."
Feng-feng memejamkan matanya, air mata sudah
mengalir, tidak ada yang tahu mengapa hatinya begitu sedih
dan takut, tidak ada yang tahu mengapa dia harus
melakukan hal ini.
Tapi dia memang harus begitu.
Mata Lu Xiang-chuan mulai bercahaya, dia terus
menatap Meng Xing-hun.
"Apakah kata-katamu bisa dipegang?"
Feng-feng masih mendengar di sisinya. Tubuhnya mulai
gemetar tiba-tiba dia berteriak, "Jangan dengarkan katakatanya,
dia tidak akan membunuh Lao-bo, ini hanya tipu
muslihatnya."
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan menampar Feng-feng.
Wajah yang pucat segera memerah dan bengkak, darah
mengalir dari sudut mulutnya, giginya yang tanggal tertelan
ke dalam perut.
Tubuhnya menjadi keram, dia sudah bisa menyesuaikan
diri. Meng Xing-hun sama sekali tidak melihatnya, dia
berkata, "Tidak ada yang meragukan kata-kataku."
"Mengapa kau mau melakukan hal ini?"
"Karena aku harus melakukannya," kata Meng Xinghun.
"Tidak ada orang yang dapat memaksa membunuh
Feng-feng dan juga tidak ada orang yang memaksamu
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membunuhnya."
"Bila Lao-bo memang harus mati, siapa pun yang
membunuhnya sama saja," kata Meng Xing-hun.
"Lebih baik kau sendiri yang membunuhnya. Lebih baik
dia cepat mati dari pada. mati perlahan-lahan, karena
menunggu kematian lebih menyedihkan," kata Lu Xiangchuan.
"Benar."
Lu Xiang-chuan tiba-tiba menarik nafas dan berkata,
"Akhirnya aku mengerti kemauanmu."
"Mengerti saja tidak cukup."
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah
kau mengira aku tidak setuju?"
Feng-feng masih membersihkan darah di mulutnya, tibatiba
dia loncat dan menendang dada Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan melirik pun tidak, tapi segera telapak
tangannya sudah memukul kaki Feng-feng.
Feng-feng langsung terjatuh kakinya yang indah sudah
patah. Lu Xiang-chuan tetap tidak melihatnya, dengan santai
dia berkata, "Dia sudah jadi milikmu, bila tidak ada cara
untuk menghadapinya aku akan memberi beberapa saran."
Feng-feng melihat kakinya yang bengkok, air matanya
sudah menetes, dengan marah dia berkata, "Binatang! Kau
bukan manusia, aku harap kau segera mati. saja!"
Meng Xing-hun sudah berdiri dengan dingin dia melihat
Feng-feng, menunggu dia habis marah-marah kemudian dia
berkata, "Sekarang kau baru menyesal telah mengenalnya,
sekarang apa yang akan kau lakukan?"
Dengan menangis Feng-feng bertanya, "Aku sudah
melakukan apa" Apa yang harus kusesali?"
"Apakah tidak ada?"
Sambil menangis Feng-feng menjawab, "Aku adalah
seorang perempuan, tiap perempuan berhak memilih lakilaki
yang dia cintai, tapi aku tidak bisa! Mengapa kau
memaksaku seumur hidup menemani seorang pak tua yang
hampir mati?"
Dia melotot kepada Meng Xing-hun dan berkata lagi,
"Bagaimana perasaanmu bila ada yang menyuruhmu
menemani seorang nenek-nenek yang hampir mati?"
Sudut mata Meng Xing-hun mulai bergetar, tapi hawa
membunuhnya semakin berkurang.
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata,
"Seharusnya kau dari awal jangan melakukan ini."
"Apakah kau mengira aku suka melakukannya" Senang
menemani seorang pak tua yang lebih pantas menjadi
kakekku?" "Tapi kau sendiri sudah melakukannya," kata Meng
Xing-hun. "Aku tidak punya jalan lain, 10 tahun yang lalu aku
dijual oleh ayah dan ibuku kepada Gao Lao-da. Bila Gao
Lao-da menyuruhku hidup dengan anjing jantanpun, aku
harus menurut."
"Tapi kau...."
Dengan suara besar Feng-feng memotong kata-katanya,
"Apakah demi Gao Lao-da kau tidak pernah membunuh
orang" Apakah kau tidak mau melakukan hal yang tidak
ingin kau lakukan tapi tetap harus kau lakukan karena Gao
Lao-da" Benar, aku adalah perempuan yang memalukan
tapi apakah dirimu pun lebih baik dari diriku?"
Feng-feng telungkup ke tanah kemudian menangis sejadijadinya.
Dia berkata, "Ayah, ibu, mengapa kalian melahirkanku
ke dunia ini, mengapa kalian menjualku ke tempat seperti
ini" Aku pun pernah hidup selama 10 bulan di kandungan
ibu, mengapa nasibku begitu buruk?"
Wajah Meng Xing-hun menjadi pucat matanya terlihat
sangat sedih. Dia merasa kata-kata Feng-feng sangat masuk
akal. Dia juga manusia, dia mempunyai hak untuk hidup,
mempunyai hak untuk dicintai. Bersama kekasih
menghabiskan hidupnya, melahirkan anak, dan
mendidiknya menjadi anak yang berbakti.
Ini adalah hak asasi setiap orang.
Tidak ada yang boleh merampas hak ini.
Walaupun dia sudah mengkhianati Lao-bo, tapi
hidupnya pun sudah dijual kepada orang lain.
Meng Xing-hun pun merasa kasihan kepada Feng-feng.
Dia berbohong untuk melindungi dirinya dan supaya dia
tetap hidup. Sekarang demi melindungi nyawanya, setelah
melakukan hal itu, dia memang pantas dimaafkan.
Semua tidak bisa hanya menilai dari sisi yang jelek saja,
tapi orang-orang lebih cenderung menilai dari sisi jelek saja
tapi sisi jelek dalam dirinya disembunyikan.
Di dunia ini bila orang bisa saling memaafkan, dunia ini
akan terasa lebih indah.
Tangis Feng-feng belum berhenti, dia mengambil sepatu
dan melihat Meng Xing-hun, lalu berkata, "Bukankah kau
mau membunuhku" Mengapa belum kau lakukan?"
Wajah Meng Xing-hun berubah menjadi sedih. Tadinya
dia sudah bertekad ingin membunuh perempuan ini tapi dia
tidak bisa. Karena dia merasa dia tidak berhak untuk
melakukannya. Nyawa manusia sangat berharga, siapa pun
tidak berhak membunuhnya.
Meng Xing-hun menarik nafas panjang, perlahan-lahan
membalikkan tubuhnya. Lu Xiang-chuan melihat mereka
kemudian tertawa, merasa bahwa mereka sangat lucu.
Tiba-tiba Meng Xing-hun berkata, "Ayo, kita pergi!"
"Kemana?"
"Ke tempat Lao-bo."
Lu Xiang-chuan mengerjapkan matanya dan bertanya,
"Bagaimana dengan perempuan ini" Kau tidak jadi
membunuhnya?"
"Orang yang harus kubunuh masih banyak."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Kata-kata Gao Lao-da
memang tidak salah."
Meng Xing-hun marah dan bertanya, "Gao Lao-da
bicara apa saja kepadamu?"
"Gao Lao-da berkata bahwa kau tidak akan tega
membunuh perempuan ini karena kau tidak tega
membunuh orang, tapi dia bisa menyuruhmu membunuh
orang demi dia."
"Oh?"
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Kau
tidak tega, juga bukan orang yang kejam, karena itu kau
sangat mudah diperalat."
Meng Xing-hun merasa perutnya menciut, api
kemarahan mulai berkobar. Tapi Lu Xiang-chuan masih
tertawa. "Dimana dia (Gao)?" tanya Meng Xing-hun.
"Apakah kau ingin bertemu dengannya?"
Dia tidak memberi kesempatan Meng Xing-hun untuk
terus bicara, dia berkata lagi, "Untuk apa kau menemuinya"
Apakah kau bisa memberontak" Apakah kau berani
membunuhnya" Bila kau berani aku akan mengikatnya
kemudian menyerahkan dia kepadamu."
Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak dan berkata,
"Aku tahu kau tidak akan berani, karena dia adalah orang
yang menolongmu dan dia adalah Toa-cimu, kau berhutang
budi kepadanya, kau tidak akan bisa membalas budi seumur
hidupmu." Meng Xing-hun masih berdiri di sana, wajahnya penuh
dengan keringat.
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Karena itu kau
harus ikut aku pergi."
"Ke mana?"
"Sekarang aku sudah menyerahkan perempuan ini
kepadamu, apakah kau mau membunuh dia atau tidak
terserah padamu."
"Aku mengerti," Angguk Meng Xing-hun.
"Apakah kata-katamu bisa dipegang?"
Meng Xing-hun kembali mengangguk.
Feng-feng berusaha bangun dia menarik baju Meng
Xing-hun dan berkata, "Jangan pergi ke sana! Jangan
lakukan apa pun demi dia! Dia adalah binatang, kau akan
mati di tangannya!"
Wajah Meng Xing-hun tetap datar, dengan ringan dia
berkata, "Kata-kata yang sudah kuucapkan pasti bisa
dipegang."
"Kata-kata Lu Xiang-chuan seperti kentut, mengapa kau
harus menepati janji," kata Feng-feng.
"Karena aku bukan dia."
Feng-feng melihat Meng Xing-hun, matanya menjadi
aneh, antara kaget dan bingung.
Dia tidak percaya, di dunia ini ada orang sebodoh itu.
Dia tidak pernah bertemu dengan orang semacam itu.
Sekarang dia baru mengerti apa yang dinamakan sebagai
harga diri seorang manusia.
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan melambaikan tangannya dari
semak-semak muncul dua orang anak buahnya.
Sekarang perintah Lu Xiang-chuan seperti perintah Laobo,
begitu berpengaruh.
Dengan tertawa dingin dia berkata lagi, "Antarkan
perempuan ini ke Fei-feng-bao, ketua To memerlukan
Kisah Membunuh Naga 16 Raja Naga 09 Hantu Bersayap Asmara Sang Pengemis 2
Kata Lao-bo lagi, "Karena itulah mereka menjadi
bersemangat, mereka bertekad untuk menang."
"Apakah mereka sudah dikumpulkan di Fei-feng-bao?"
"Benar."
Feng-feng bertanya lagi, "Apakah kau berjanji kepada
mereka pada tanggal 7 nanti akan menyerang?"
"Tanggal 7 siang tepat jam 12."
"Kau menyerang dari depan dan mereka akan
menyerang dari belakang?" tanya Feng-feng.
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Walaupun aku belum
pernah membaca buku mengenai taktik perang tapi aku
tahu bila menyerang dari depan dan belakang,
menggunakan taktik suara ada di timur tapi menyerang di
barat, seperti dalam keadaan kosong kita isi tempat itu
menjadi padat. Saat mereka belum siap saat itu kita
menyerang. Ini adalah taktik perang."
Feng-feng tertawa, "Kau bilang mereka seperti harimau
yang baru lahir dan percaya mereka akan menang. Dengan
semangat seperti ini para prajurit yang berada di Fei-fengbao
yang tua dan lemah tidak akan bisa menahan serangan
mereka." "Yang berjaga di Fei-feng-bao bukan prajurit yang tua
dan lemah, tapi karena sudah puluhan tahun tidak ada yang
berani menyerang, mereka biasa hidup tenang, hal ini
membuat mereka tidak siap dan lengah."
"Seperti seekor kuda yang paling bagus tapi bila sudah
lama tidak dilatih untuk berperang, mereka akan menjadi
gemuk dan tidak dapat lari."
Lao-bo melihat Feng-feng dengan tersenyum berkata,
"Kau semakin pintar dan cepat mengerti."
Dia merasa mengobrol dengan Feng-feng adalah hal
yang sangat menyenangkan karena apa yang dia katakana
bisa dimengerti oleh Feng-feng. Bagi seorang yang tua dan
kesepian, hal ini sangat penting.
Feng-feng menarik nafas panjang dan berkata, "Sekarang
aku baru mengerti mengapa kau begitu yakin."
Tapi hati Lao-bo sudah tidak mempunyai keberanian
lagi, dengan pelan dia berkata, "Aku lupa dengan katakataku
sendiri." "Apa?"
Dengan berat Lao-bo menjawab, "Seseorang walaupun
sudah melakukan banyak hal dia tetap tidak bisa percaya
diri." Wajah Feng-feng ikut sedih, pelan-pelan dia
mengangguk dan berkata, "Sekarang kau sudah mengerti,
mungkin taruhan itu akan dimakan orang."
"Aku tidak menceritakan semuanya kepada Lu Xiangchuan,
tapi dia sudah curiga, dia pasti tidak akan
melepaskan mereka."
"Apakah prajurit di sana tahu sudah terjadi perubahan di
sini?" "Walaupun mereka sudah mendengar, mereka juga tidak
akan langsung percaya."
Lao-bo tahu mereka percaya kepadanya, seperti pengikut
percaya kepada dewa. Karena Lao-bo adalah dewa mereka,
dewa yang tidak pernah kalah.
"Karena itu mereka akan menuruti rencana semula tetap
akan menyerang pada tanggal 7 siang," kata Feng-feng.
Lao-bo mengangguk, dia terlihat sangat sedih karena
Lao-bo tahu bagaimana akhir hidup mereka.
Pemuda-pemuda ini seperti serangga, pada saat mereka
mendekati api, mereka merasa mendekati lampu. Mereka
mungkin sudah mati dibakar api. Mereka mengira arah
mereka sudah tepat. Karena arah itu Lao-bo yang
menunjukkan. Lao-bo menundukkan kepalanya dan merasa sakit di
bagian perutnya.
Dalam seumur hidupnya dia baru kali ini merasa
menyesal. Ini lebih sakit dari kebencian dan dendam.
Feng-feng menundukkan kepala dan diam, dengan sedih
dia bertanya, "Melatih kelompok harimau pasti
menghabiskan waktu dan biaya."
Lao-bo mengepalkan tangannya, kirku sudah menusuk
ke dalam dagingnya.
Suatu hari nanti dia akan merasa lucu walaupun sudah
tua tapi kukunya malah cepat panjang.
Dengan lama Feng-feng baru bertanya, "Apakah kau
akan membiarkan mereka?"
Lao-bo terdiam, dia berkata lagi, "Aku kira dadu yang
kupegang adalah angka 6 tidak tahunya malah mendapat
angka 1." "Karena itu kau...."
"Seseorang bila hanya mendapat angka 1 artinya dia
akan kalah."
Kata Feng-feng lagi, "Kau pasti mempunyai kesempatan
untuk menang."
"Sudah tidak ada."
"Pasti ada, karena dadu belum dikocok." Teriak Fengfeng.
"Memang belum ketahuan siapa yang menang, tapi
keadaan sudah tidak dapat berubah."
"Mengapa kau lupa dengan kata-katamu sendiri, di
dunia ini tidak ada yang tidak mungkin."
"Aku tidak lupa, tapi...."
Feng-feng memotong kata-katanya dan berkata,
"Mengapa kau tidak menyuruh Ma Feng-zhong memberi
tahu kelompok harimau bahwa rencana sudah berubah?"
"Karena aku sudah tidak berani mencoba-coba."
"Ini. bukan coba-coba, dia adalah orang
kepercayaanmu."
Lao-bo tidak menjawab. Dia tidak ingin Feng-feng atau
orang lain tahu lebih banyak. Bila Ma Feng-zhong tidak
mati dia tidak akan membiarkan anak istrinya mati duluan.
Bila istri dan anaknya tidak mati mereka akan
membocorkan rahasia Lao-bo. Perempuan dan anak-anak
bukan orang yang tepat, yang mau menjadi korban untuk
menjaga rahasia.
Pikiran Lao-bo lebih memandang ke masa depan, jadi
dia tidak berani mencoba lagi.
Dia tidak mau kalah lagi, karena itu dia hanya bisa
menarik nafas dan berkata, "Walaupun aku ingin
melakukannya, tapi sudah tidak keburu lagi."
"Masih ada waktu."
Segera Feng-feng berkata, "Sekarang baru tanggal 5,
masih ada waktu 20 jam lagi, cukup bagi kita untuk pergi ke
Fei-feng-bao."
Di tempat itu tidak diketahui hari sudah siang atau
malam, bagaimana Feng-feng menghitung hari"
Perempuan kadang-kadang seperti binatang, mempunyai
indra keenam dalam menghadapi hal-hal tertentu.
Lao-bo mengetahuinya karena itu dia hanya diam.
Dia hanya bertanya, "Sekarang siapa yang bisa pergi ke
sana?" "Aku!" jawab Feng-feng. Lao-bo tertawa seperti
mendengar sebuah lelucon.
Feng-feng melotot dan berkata, "Aku juga manusia, juga
mempunyai kaki, mengapa tidak bisa pergi?"
"Kau tidak boleh pergi."
Dengan marah Feng-feng bertanya, "Kau masih tidak
percaya kepadaku?"
"Aku percaya."
"Apakah kau mengira aku sangat lemah dan bodoh."
"Aku tahu kau bukan seperti itu," jawab Lao-bo.
"Apakah kau takut bila aku keluar dari sini akan
ditangkap mereka?"
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Bila kau pergi, hal ini
lebih berbahaya untuk Ma Feng-zhong."
"Aku akan pergi begitu hari sudah gelap," kata Fengfeng.
"Hari gelap lebih mudah diketahui dari pada pagi
hari." "Mereka sudah tahu kau sudah pergi, tidak akan terus
menuggu di atas sumur."
"Lu Xiang-chuan adalah orang yang sangat teliti," kata
Lao-bo. "Yang dilakukan oleh Lu Xiang-chuan sangat
banyak dan penting,"
Kata Feng-feng. "Benar."
Kata Feng-feng lagi, "Karena itu dia tidak akan
menunggu terus di sana bukan?" Lao-bo mengangguk tanda
setuju. "Karena itu dia tidak akan menunggu terus di sini."
Lao-bo tampak berpikir dan berkata, "Maksudmu walau
ada yang menunggu, aku masih bisa mengatasinya."
"Apakah kau tidak percaya?"
Lao-bo menatapnya, melihat sepasang tangannya yang
lembut, sepasang tangan ini tidak cocok membunuh orang.
"Setelah bertemu denganku kemudian melihat sepasang
tanganku tentunya kau ingin tahu apakah aku bisa
kepandaian bukan?"
Lao-bo mengakui hal ini dia melihat sepasang tangan ini
tidak pernah berlatih kepandaian karena itu Lao-bo
menahannya supaya jangan pergi.
"Tapi kau melupakan satu hal, kepandaian tidak selalu
menggunakan tangan saja."
Tiba-tiba kakinya sudah menendang dengan kuat.
Ooo)dw(ooO Tangan terlatih tidak bisa membohongi Lao-bo.
Tangan yang pernah memegang pedang dan golok pun
tidak bisa membohongi Lao-bo. Tangan bisa menjadi
senjata rahasia, sekali melihat saja Lao-bo langsung tahu.
Tapi yang dilatih Feng-feng adalah Tendangan burung
Yuan-yang. Karena itu dia dapat membohongi Lao-bo. Sekarang
Lao-bo baru mengerti mengapa pada saat di tempat tidur
kakinya, begitu kuat. Mungkin sudah lama Lao-bo tidak
dekat dengan perempuan tidak pernah tahu bagaimana kaki
seorang perempuan.
Dalam sekejap Feng-feng sudah menendang sebanyak
lima kali, tendangannya sangat cepat, tepat, dan kuat. Hal
ini sudah diketahui Lao-bo, begitu berhenti wajahnya tidak
merah, walaupun sudah berkeringat dia tidak merasa lelah.
Mata Lao-bo berkilau, "Siapa yang mengajarimu?"
"Gao Lao-da, dia selalu menganggap perempuan itu
harus bisa sedikit kepandaian supaya tidak dipandang
remeh oleh orang-orang."
Dia tertawa lagi dan berkata, "Kepandaian tidak akan
membuat tangan perempuan menjadi kasar, dan dia masih
berkata,...."
Kata-katanya berhenti sampai di sana, wajahnya sudah
memerah. "Dia masih mengatakan apa?" tanya Lao-bo.
Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Dia
masih berkata bahwa kaki seorang perempuan yang kuat
akan membuat laki-laki menjadi senang."
Lao-bo melihat kakinya, mengingat kejadian semalam.
Tiba-tiba nafsu birahi Lao-bo timbul. Sudah lama dia
tidak mempunyai keinginan seperti itu. Tapi Feng-feng
menolaknya karena Feng-feng tahu bahwa Lao-bo masih
terluka. Dalam keadaan seperti itu, 10.000 laki-laki mungkin
hanya ada satu yang dapat mengontrol nafsunya. Dan Laobo
termasuk orang yang sedikit itu.
Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Kelihatannya Gao
Lao-da sangat pintar dan menakutkan."
"Benar, bagi laki-laki, perempuan yang menakutkan
malah membuat mereka semakin tertantang."
Lao-bo tersenyum dan berkata, "Aku akan selalu ingat
pada kata-katamu."
Feng-feng mengedipkan matanya dan berkata, "Sekarang
kau harus percaya kepadaku."
"Aku percaya."
Dengan tenang Feng-feng berkata, "Kalau begitu aku
yang akan pergi, bolehkah?"
"Tidak boleh."
"Mengapa.... mengapa"!" Teriak Feng-feng.
"Kau bisa meninggalkan tempat ini tapi kau tidak akan
bisa mencapai Fei-feng-bao.
Karena sepanjang jalan menuju ke sana dipenuhi oleh
orang-orang yang berjaga, kau tidak mengenal mereka, tapi
mereka akan mengenalimu."
"Aku tidak takut."
"Kau pasti akan takut."
"Apakah kau mengira kepandaianku sangat buruk?"
"Yang aku tahu, anak buah Lu Xiang-chuan ada 50
orang. Mereka bisa menangkapmu, dan ada 100 orang yang
bisa membunuhmu."
Lao-bo pasti tahu!
Karena semua anak buah Lu Xiang-chuan adalah bekas
anak buahnya. Feng-feng menundukkan kepalanya melihat kakinya
sendiri, kemudian dia berkata, "Kau bilang 50 orang bisa
menangkapku hidup-hidup dan 100 orang bisa
membunuhku?"
"Karena menangkap satu orang lebih susah dari pada
membunuh, hal begitu mudah apakah kau tidak mengerti"
Bagaimana bisa kau berkelana di dunia persilatan?"
"Itu artinya mereka tidak akan membunuhku."
"Benar, tapi mereka akan mengorek keberadaanku dari
mulutmu." "Bukankah hal seperti itu malah lebih baik?"
Lao-bo mengeratkan dahinya, "Mengapa lebih baik?"
"Bila mereka bertanya aku akan menjawab kau sudah
naik kereta dan melarikan diri, aku pun akan menunjukkan
jalan yang salah."
Wajah Feng-feng terlihat sangat gembira, akhirnya dia
menemukan cara yang tidak terpikir oleh Lao-bo.
"Apakah mereka akan mempercayai kata-katamu?"
"Mereka pasti akan percaya, karena mereka menganggap
aku berada di pihak mereka, mana akan terpikir bahwa aku
sudah menjadi milikmu."
Dia menundukkan kepala, wajahnya memerah.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bila mereka bertanya, bagaimana cara kau melarikan
diri, bagaimana kau menjawabnya?"
"Aku akan mengatakan bahwa kau sudah terluka parah
dan tidak bisa hidup lebih lama lagi karena itu kau
melepaskan aku."
Kemudian dia berkata lagi, "Kalau aku berkata seperti
itu, Lu Xiang-chuan tidak akan percaya. Karena bila kau
mau membunuhku, aku sudah mati dari awal...."
Dia menatap Lao-bo dengan lembut. Mulutnya tidak
bicara lagi, tapi matanya yang bicara, mengungkapkan rasa
terima kasih dan rasa cintanya kepada Lao-bo.
Lao-bo pun melihatnya, setelah lama dia tiba-tiba
menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak akan
membiarkan kau pergi!"
Feng-feng menutup wajahnya dengan kedua tangan
kemudian menangis dan dia berkata, "Aku tahu mengapa
kau tidak ingin aku pergi, karena kau tidak percaya
kepadaku. Kau takut aku akan mengkhianatimu. Kau....
.kau, apakah kau tidak tahu isi hatiku?"
Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Aku tahu kau ingin
pergi, tapi apakah kau tahu aku tidak ingin kau pergi,
karena semua ini demi dirimu."
"Aku tidak tahu dan aku tidak mengerti." Teriak Fengfeng.
Dengan lembut Lao-bo berkata, "Mungkin sekarang kau
sedang mengandung anakku. Apakah aku tega membiarkan
kau pergi sendiri ke tempat berbahaya?"
Lao-bo masih menyimpan nafsunya dan dia ingin punya
anak, akhirnya Feng-feng tidak menangis lagi dan berkata,
"Justru mungkin aku sedang mengandung anakmu, maka
aku harus pergi."
"Mengapa?"
"Karena aku tidak mau bila anak ini lahir dia sudah
tidak mempunyai ayah."
Kata-kata ini seperti pecut bagi Lao-bo.
Dengan sedih Feng-feng berkata lagi, "Kau harus tahu,
ini adalah harapan terakhir, kau tidak boleh kehilangan
pembantumu, musuhmu bukan hanya Lu Xiang-chuan tapi
masih ada Wan Peng-wang. Bila hanya mengandalkan
tenaga dan kekuatan sendiri, mereka tidak dapat dihadapi,
bila kau keluar dari sini mungkin juga hanya mengantar
kematian saja."
Kata-kata ini sudah diucapkan tapi tidak ada niat jahat di
dalamnya. Lao-bo tidak menjawab, dia tidak dapat berdiri karena
semua yang diucapkan oleh Feng-feng adalah benar.
Lao-bo tidak percaya diri. Feng-feng melihat Lao-bo tibatiba
dia berlutut di hadapannya dan berkata, "Demi aku,
demi anak ini dan demi dirimu, biarkanlah aku pergi, bila
tidak aku akan nekat mati di hadapanmu."
Lao-bo terdiam lama kemudian berkata, "Tidak jauh dari
Fei-feng-bao ada sebuah kota, di sana ada sebuah toko yang
dulu dimiliki oleh Wu Lao-dao. Semenjak Wu Lao-dao
meninggal, tokonya tutup."
Mata Feng-feng menjadi bercahaya.
"Kau.... .kau mengijinkan aku pergi?"
Lao-bo tidak menjawab, dia hanya berkata, "Pada saat
kau masuk ke dalam toko itu, kau akan melihat seorang tua
yang pendek dan pincang. Dia akan bertanya siapa dirimu,
kau jangan menjawab sepatah kata pun. Bila dia sudah
bertanya sebanyak 7 kali, baru kau jawab 'Ceng-liiong-sinthian',
dia akan segera tahu bahwa kau adalah orang
suruhanku."
Feng-feng menangis lagi di bawah kaki Lao-bo. Entah
sedih atau gembira.
Walau bagaimana pun mereka masih mempunyai
harapan tapi siapa pun tidak akan ada yang tahu harapan
itu seperti apa"
Ruangan di bawah sumur dibangun sangat aneh.
Feng-feng berenang masuk ke dalam kolam, setelah
menemukan pegangan pintu, dia menekan dan air pun
mengalir. Dia mengikuti aliran air keluar dari lubang itu.
Pada saat air naik dia merasa sudah berada di dalam sumur.
Pada saat mengangkat kepalanya dia melihat langit
sudah penuh dengan cahaya bintang.
Udara terasa manis dan wangi. Dia seperti baru melihat
bintang untuk pertama kalinya begitu terang dan indah.
Dia menghirup udara yang segar, dia pun tertawa,
matanya penuh dengan tawa. Dia harus tertawa, dia harus
gembira. "Tidak ada yang bisa berbohong, tidak ada yang bisa
mengkhianati Lao-bo."
Mengingat kalimat ini dia tertawa hampir saja suaranya
keluar. Tapi sekarang dia jangan terlalu terlihat gembira, dia
harus menunggu. Menunggu hingga Lao-bo tidak bisa
mendengar baru dia akan tertawa sepuas-puasnya.
Satu perempuan cantik keluar dari sumur, dia memakai
baju laki-laki. Baju sudah basah dan menempel di
badannya, di bawah cahaya bintang baju yang basah itu
tembus pandang.
Sinar bulan menyinari dada yang indah, pinggang yang
kecil dan kaki yang kuat.... menyinari wajah yang manis
dan senyum yang indah menyinari sepasang mata yang
lebih terang dari pada bintang.
Terlihat seperti seorang dewi. Dewi yang keluar dari
dalam air. Malam sudah larut, tidak ada suara, dan tidak ada orang,
tiba-tiba dia tertawa. Suaranya seperti lonceng begitu
merdu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan,
bagaimana pun ini adalah hasil kerja kerasnya. Karena dia
lebih cantik, lebih pintar dari orang lain dan yang paling
penting lebih pintar dari Lao-bo.
Mengapa anak gadis selalu menipu orang tua" Dan dapat
menipu orang tua yang lebih pintar 10 kali lipat darinya.
Apakah orang tua itu terlalu kesepian" Atau
mengharapkan lebih banyak cinta dari seorang gadis muda"
Seorang gadis yang buta huruf bisa membuat seorang
pak tua yang terpelajar dan berpengalaman di semua bidang
tenggelam dalam kata-kata bohong yang diucapkannya.
Apakah benar dia bisa menipu Lao-bo" Ataukah Lao-bo
ingin kembali ke masa muda yang sudah terlewati" Dia
sedang membohongi diri sendiri. Tapi bagaimana pun masa
muda adalah masa paling indah. Kebebasan lebih indah
lagi. Feng-feng merasa sekarang dia sudah bebas seperti angin
malam ini, begitu gembira begitu hidup. Dia masih muda,
sekarang apa yang ingin dia lakukan, tidak ada yang
melarang, ingin pergi ke mana juga tidak ada yang bisa
melarang. "Tidak ada orang lebih pintar dari Lao-bo, tidak ada
yang bisa menipu Lao-bo."
Dia tertawa terbahak-bahak, dia ingin tertawa lama dan
ingin tertawa lebih keras lagi. Tapi sepertinya dia tertawa
terlalu awal, tiba-tiba suara tawanya berhenti, dia melihat
ada bayangan seseorang.
Ooo)dw(ooO Orang ini seperti setan gentayangan, tidak bergerak tapi
berdiri di dalam kegelapan dan dia berdiri sangat tegak.
Wajahnya tidak terlihat jelas, lebih-lebih tidak bisa melihat
ekspresi mukanya, hanya bisa melihat sepasang mata.
Sepasang mata seperti mata binatang yang mengeluarkan
cahaya. Tiba-tiba Feng-feng merasa kedinginan, dia segera
menutup dadanya dengan kedua tangannya dan bertanya,
"Siapa kau?"
Bayangan orang itu tidak bergerak, juga tidak
mengeluarkan suara. Apakah benar dia adalah manusia"
Dengan dingin Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku
tahu kau siapa" Seharusnya kau juga tahu siapa aku?"
Orang yang berjaga-jaga di sini pastilah anak buah Lu
Xiang-chuan. Pasti Lu Xiang-chuan sudah memberitahu
bagaimana bentuk wajah Feng-feng. Dan mungkin juga
gambar Lao-bo juga terpasang di mana-mana.
Seorang Lu Xiang-chuan sangat teliti dalam mengerjakan
sesuatu dan beberapa tahun ini dia sudah mendapat nama
yang baik. Feng-feng mengangkat kepalanya dan berkata, "Beritahu
bosmu, aku...."
Tiba-tiba Feng-feng mempunyai firasat aneh.
"Bila dia adalah anak buah Lu Xiang-chuan dari tadi
pasti sudah mendekat, tidak mungkin masih berdiri terus di
sana." Feng-feng tidak lupa, terpikir hal ini, tubuhnya
sempoyongan seperti mau roboh. Angin masih berhembus,
tubuh yang basah sudah sedikit kering. Sengaja Feng-feng
membuka lebih lebar baju bagian depan, di balik baju ada
dada yang begitu putih dan badan yang begitu molek.
Sinar bintang berkilauan.
Feng-feng tahu di bawah sinar bintang tubuhnya begitu
indah dan menggiurkan, dia juga tahu dari sudut mana pun
melihatnya bisa membuat lawan jenis melihat daerah yang
paling indah dan bisa memancing birahinya, ini adalah
senjata Feng-feng.
Bajunya dibuka, sinar bintang tepat menyinari tubuh
yang paling rahasia dan juga sering membuat orang
melakukan perbuatan dosa.
Bila dia bukan seorang yang buta dia tidak akan menyianyiakan
kesempatan ini, kalau laki-laki normal dia pasti
sudah terpancing.
Kalau laki-laki sudah terpancing, Feng-feng pasti ada
cara menghadapi situasi seperti sekarang ini. tapi orang ini
tidak buta dia adalah laki-laki memiliki mata yang sangat
terang. Feng-feng mengeluarkan suara seperti kesakitan dan
membungkuk kan badannya. Dia tahu lawannya sudah
melihat tubuhnya dan dia tidak ingin lawannya melihat
terlalu banyak.
Bila melihat terlalu banyak akan terjadi hal yang tidak
dia inginkan. "Kemarilah.... .tuntunlah aku, perutku.... ," katanya
kesakitan. Dia melihat sepasang kaki sedang berjalan dengan pelan
menuju arahnya. Sepasang kaki yang kuat tapi memakai
sepatu kain yang sudah usang.
Biasanya orang yang memakai sepatu usang, bukan
orang yang terpandang. Mungkin dalam hidupnya dia tidak
pernah melihat perempuan cantik yang seperti Feng-feng.
Tawa Feng-feng segera berubah menjadi tawa licik,
suaranya lebih dibuat menjadi iba. Ini juga adalah
senjatanya. Feng-feng tahu laki-laki senang mendengar
perempuan yang begini. Biasanya suara ini akan
memancing birahi laki-laki.
Dia tidak takut lagi dan dia bisa memperalat birahi lakilaki
ini. Benar juga langkah kakinya semakin cepat.
Feng-feng mengulur-kan tangan dengan gemetar berkata,
"Cepat.... cepatlah.... aku sudah tidak tahan lagi."
Kata-kata ini mengandung 2 arti, dia sendiri juga merasa
lucu. Bila orang itu adalah orang hidup pasti sudah tidak tahan
lagi dipancing oleh Feng-feng. Dia sudah
memperhitungkannya. Tiba-tiba kakinya menendang.
Hanya dalam sekejap dia sudah menendang sebanyak 5
kali. Tiap sasaran adalah titik darah yang penting. Tidak
tahu siapa dia, sesudah mati ditendang baru dia melihat.
Dia tidak pernah membunuh orang. Mengingat orang ini
harus mati karena tendangannya, hatinya mulai ketakutan.
Pada waktu itu dia merasa kakinya sangat sakit. Sakitnya
membuat dia merasa pusing.
Sekarang dia merasa digantung oleh orang itu. Dia
mengangkat Feng-feng seperti mengangkat seekor ayam.
Dia ingin berontak tapi kakinya sakit sampai menusuk
hatinya. Dia sudah tidak ada tenaga untuk melawan.
Orang ini mengangkat dia dengan sebelah tangan, tetap
tidak bergerak dan berdiri di sana. Sepasang mata yang
terang sedang melihat wajah Feng-feng, karena kesakitan
wajahnya berubah menjadi ekspresi yang minta dikasihani.
Air mata menetes, dengan gemetar dia berkata, "Kau
menyakitiku, cepat turunkan aku!"
Orang ini tetap tidak berbicara hanya memandangnya
dingin. Feng-feng menangis dan berkata, "Tulangku sudah mau
patah, kau mau apakah" Apakah kau ingin.... ingin...."
Dia tidak meneruskan kata-katanya. Dia ingin laki-laki
itu berpikir sendiri.
"Aku mohon kau jangan lakukan itu karena aku masih
perawan." Ini bukan permohonan tapi memberitahu laki-laki itu
bahwa dia akan mendapat kesenangan dari tubuhnya. Dia
tidak takut melakukan itu. Itu adalah senjata terakhirnya,
juga senjata yang paling ampuh.
"Lihatlah kakiku, aku tidak tahan lagi!"
Ini sudah bukan mengingatkannya lagi, tapi ini sudah
mengajak. Kakinya kurus dan indah, kakinya terawat dengan baik
karena dia tahu di dalam hati laki-laki, kaki indah itu sangat
penting. Tapi jika di dunia ini ada laki-laki yang bisa
menolak ajakan Feng-feng mungkin orang ini adalah orang
yang sekarang Feng-feng temui. Memang dia sedang
melihat kakinya tapi dia melihatnya seperti orang yang
sudah mati. Sorot matanya bertambah dingin dan
bertambah tajam.
Akhirnya Feng-feng tahu, dia bertemu dengan orang
semacam apa. Orang ini tidak seperti Lao-bo begitu
berwibawa, tidak seperti Lu Xiang-chuan licik dan kejam,
tapi dia lebih menakutkan dari pada mereka berdua. Karena
Feng-feng sudah merasakan mata orang ini penuh dengan
hawa membunuh. Banyak mata mengandung hawa membunuh, hawa ini
selalu membuat orang menjadi ketakutan.
Orang ini tidak sama. Dia sangat tenang dan tenang.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketenangannya membuat orang lebih merasa takut dari
pada bertemu orang gila.
Hati Feng-feng juga ikut dingin, dia tidak bicara lagi.
Orang ini menunggu lama baru bertanya, "Apakah
masih ada yang ingin kau katakan?"
"Sudah tidak ada," jawab Feng-feng.
Dengan dingin dan tenang, orang itu berkata, "Baiklah
sekarang aku tanya satu kalimat, kau harus menjawabnya
satu kalimat juga."
Sikapnya begitu dingin tapi tidak ada orang yang merasa
dia bisa berbohong.
"Kalau 2 kalimat tidak dijawab, aku akan mematahkan
kakimu." Tubuh Feng-feng dingin seperti es, dengan gemetar dia
berkata, "Aku.... aku mengerti, silakan bertanya."
"Siapa kau?"
"Margaku Bi, namaku Feng-feng."
"Mengapa kau bisa berada di sini" Untuk apa datang ke
sini?" Feng-feng ragu. Dia terlihat ragu bukan untuk menjaga
rahasia Lao-bo, karena dia tidak tahu harus bicara apa lagi
dan memikirkan akibatnya.
Bila orang ini adalah teman Lao-bo, kemudian di
depannya membocorkan rahasia Lao-bo, ini bukan jalan
keluar yang terbaik.
Tapi bila tidak bicara. Apakah masih ada kesempatan
untuk menipunya"
Feng-feng sangat pandai berbohong. Berbohong adalah
pekerjaannya sehari-hari. Tapi di depan orang ini dia tidak
yakin bisa melakukannya.
Dengan dingin orang ini berkata, "Aku tidak mau
menunggu lagi, kalau kau...."
Tiba-tiba matanya menyipit, dia membanting Feng-feng
ke bawah tanah, tubuhnya sudah terbang entah pergi ke
mana. Feng-feng dibanting ke bawah, dia merasa sekujur
tubuhnya sakit, dan tulangnya seperti copot, dia hampir
pingsan. Tiba-tiba dia melihat bayangan orang itu masuk ke
dalam kegelapan. Di dalam kegelapan muncul 2 sosok
bayangan orang.
Kedua orang ini gerakannya sangat cepat, pisau yang
dipegang di tangan berkilauan. Sepatah kata pun tidak
bicara, tapi pisau sudah menusuk ke perut dan tenggorokan.
Dua buah pisau bergerak ke atas dan ke bawah sangat
cepat dan mereka terlihat sangat kompak.
Terlihat kedua orang ini seperti pembunuh bayaran.
Begitu pisau diayunkan, dia sudah meloncat jauh tapi
kemudian terjatuh ke bawah. Feng-feng belum melihat jelas
bagaimana orang ini menyerang mereka juga tidak
mendengar suara, teriakan mereka.
Dia hanya mendengar suara yang aneh yang membuat
bulu kuduk berdiri.
Dia tidak pernah mendengar suara yang begitu
menakutkan. Orang lain mungkin juga tidak pernah
mendengarnya karena suara ini adalah suara tulang yang
diremukkan. Cahaya bintang sebenarnya sangat lembut, tapi suara ini
membuat langit dan bumi terdengar penuh kekejaman.
Feng-feng hampir muntah.
Dia melihat orang itu menarik mayat ke dalam rumah
dan melemparkan pisau itu ke dalam sumur. Dia tidak
menguburkan mayat itu karena akan meninggalkan jejak.
Dia memasukkan mayat itu ke dapur bagian tempat
masak keluarga Ma.
Biarpun Feng-feng tidak melihat jelas tapi dia tahu
gerakan orang itu sangat cepat dan. singkat, tidak perlu
mengeluarkan tenaga yang tidak perlu, juga tidak
menghabiskan banyak waktu.
Membunuh orang caranya harus seperti itu, sesudah
membunuh juga harus seperti itu.
Kemudian Feng-feng melihat orang itu berjalan ke
arahnya. Langkahnya begitu tenang, sikapnya begitu
dingin. Tiba-tiba Feng-feng teringat pada seseorang.
"Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!"
Sebenarnya Feng-feng belum bertemu dengan Meng
Xing-hun. Meng Xing-hun tidak akan mencari perempuan
di Kuai-huo-lin dan hampir-hampir belum pernah datang ke
Kuai-huo-lin. Walau dia ke sana pasti sudah malam dan dia
memastikan tidak ada orang yang melihatnya.
Tidak ada orang yang tahu, siapa sebenarnya Meng
Xing-hun karena dalam hidupnya selalu hidup di dalam
kegelapan, hingga dia bertemu dengan Xiao Tie barulah dia
melihat ada secercah cahaya.
Sebetulnya Feng-feng sudah lama berada di Kuai-huolin,
di antara gadis-gadis di sana ada sebuah legenda yang
aneh. Di Kuai-huo-lin ada satu hantu gentayangan, yang
bernama Meng Xing-hun.
Kemudian dia mendengar Lao-bo pernah membicarakan
nama Meng Xing-hun.
Dia bertanya kepada Lao-bo, "Apakah di dunia ini kau
masih mempunyai keluarga?"
"Ada. Ada seorang anak perempuan."
"Apakah dia sudah menikah?"
Dengan terpaksa Lao-bo mengangguk. Karena Lao-bo
sendiri juga tidak tahu, apakah Meng Xing-hun benar-benar
bisa menjadi menantunya.
Menantu, huruf ini mengandung perasaan yang sangat
dekat, tapi Lao-bo tidak mempunyai perasaan seperti itu.
"Siapa nama menantumu?"
"Meng Xing-hun."
Lao-bo tidak berpikir lagi dan nama ini sudah keluar dari
mulutnya. Lao-bo tidak menyangka nama ini akan
membuat Feng-feng begitu terkejut.
"Apakah kau tidak ingin mencari mereka?"
"Aku tidak akan mencari mereka, sebab aku tidak mau
mereka masuk ke dalam duniaku."
"Mengapa?"
Lao-bo tidak menjawab, dia tidak mau orang lain
mengetahui hatinya yang menyesal. Lao-bo sudah
menghancurkan hidup putrinya, sekarang dia hanya ingin
mereka hidup tenang.
Berharap tangan mereka tidak berbau darah sedikit pun.
Kecuali berharap ini, Lao-bo masih bisa berbuat apa"
Meng Xing-hun sudah lama tidak membunuh orang.
Sebenarnya dia juga tidak ingin membunuh orang, sekarang
kelihatannya dia begitu tenang tapi perutnya sudah lama
kram, dia juga ingin muntah.
Karena dia tahu tangannya sekarang sudah berbau darah
lagi. "Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!"
Mendengar kalimat itu, dia sendiri pun terkejut.
Dengan galak dia bertanya, "Mengapa kau tahu bahwa
namaku Meng Xing-hun?"
Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku tahu namamu
Meng Xing-hun, juga tahu kau adalah menantu Lao-bo."
Kalimat ini baru dia katakan, Meng Xing-hun sudah lari
mendekat. Larinya sangat cepat seperti kilat, begitu melihat
dia bergerak, Feng-feng sudah ditarik dan bertanya, "Kau
kenal dengan Lao-bo?"
Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Apakah hanya
kau yang bisa kenal dengan Lao-bo?"
"Mengapa kau bisa kenal dengannya?"
Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Itu adalah
urusanku dengan Lao-bo, tidak ada hubungannya
denganmu."
Sikapnya tiba-tiba menjadi dingin, karena dia sudah
tidak takut. Meng Xing-hun sudah melihat sikapnya berubah, segera
dia bertanya, "Apa hubungan kalian?"
Mata Feng-feng berputar-putar dengan santai dia
berkata, "Hubunganku dengan Lao-bo lebih dekat dari pada
kau. Kau jangan banyak bertanya, kalau tidak...."
"Kalau tidak apa?"
Feng-feng memandang Meng Xing-hun dengan sudut
matanya dan berkata, "Kalau tidak kau akan memanggiku
dengan panggilan yang enak didengar karena anak yang
akan lahir adalah adik iparmu. Mengapa kau begitu tidak
sopan kepadaku?"
Dengan terkejut Meng Xing-hun melihat dia. Dia kaget
dan juga curiga. Meng Xing-hun tahu dia adalah
perempuan yang cantik dan sexy tapi dia juga melihat dia
adalah perempuan yang sangat licik dan rendah.
"Seseorang jika bisa menjual dirinya, siapa lagi yang
tidak bisa dia jual?"
Meng Xing-hun selamanya tidak mengerti mengapa Laobo
bisa bersama dengan perempuan seperti ini dan
hubungan mereka begitu dekat.
Feng-feng melihat dia, dengan dingin dia berkata,
"Apakah kau tidak mempercayai kata-kataku" Apakah kau
mau menghinaku?"
Meng Xing-hun tidak menyangkal.
Dengan tertawa dingin Feng-feng berkata, "Aku tahu
kau sudah mengetahui siapa aku, dan kau menghina aku,
apakah kau mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada
aku" Kau seperti diriku, sama-sama untuk dijual!"
Feng-feng dengan dingin berkata, "Aku lebih baik dari
pada dirimu, karena aku bisa membuat laki-laki merasa
senang, dan kau hanya bisa membunuh orang."
Hati Meng Xing-hun seperti ditusuk, dia merasa sakit,
dengan pelan dia melepaskan tangannya.
Baju depan Feng-feng dibuka lagi, dada yang putih mulai
terlihat lagi. Dia tidak ingin menutup kembali, matanya
terlihat bergelombang.
Tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Aku juga tidak boleh
galak padamu sebab kita satu keluarga."
"Apakah kau juga datang dari tempat Gao Lao-da?"
Feng-feng mengangguk, dengan tersenyum dia berkata,
"Oleh karena itu aku berkata, kita adalah orang yang
sejenis, kalau kau baik kepadaku, aku juga akan baik
kepadamu. Kalau kau mau membantuku, aku juga juga
akan membantumu."
"Kalau kau di depan orang merusak namaku, aku akan
membalasnya," kata Feng-feng tiba-tiba.
Meng Xing-hun melihat dia. Melihat dia begitu senang
dan gembira, hampir saja Meng Xing-hun memuntahkan
makanannya. Tapi wajah Meng Xing-hun tidak ada ekspresi, dengan
suara yang berat dia bertanya, "Kalau begitu, kau pasti tahu
Lao-bo ada di mana?"
Feng-feng mengangkat kepala dengan sombong dia
berkata, "Harus dilihat dulu bagaimana keadaannya, baru
aku akan memberitahumu."
"Melihat apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Lihat dulu apakah kau mengerti semua maksudku?"
Meng Xing-hun diam lama. Akhirnya dia mengangguk,
berkata, "Aku mengerti."
Benar Meng Xing-hun mengerti, Feng-feng takut Meng
Xing-hun banyak cerita tentang dia kepada Lao-bo.
Feng-feng tersenyum dan berkata, "Aku tahu kau pasti
mengerti, karena kau bukan orang yang suka mengurus
pribadi orang lain."
Feng-feng berubah lagi menjadi sangat manis, dia
berkata, "Kita dulu adalah satu keluarga, kelak
kemungkinan masih satu keluarga. Kalau kita berdua satu
hati, kebaikan yang diterima akan berlimpah juga."
Meng Xing-hun sudah mengepalkan tangannya karena
dia sudah tidak tahan lagi. Dia ingin menamparnya.
Sama sekali Meng Xing-hun tidak mengerti mengapa
Lao-bo bisa mau kepada perempuan semacam Feng-feng.
Bagaimana Lao-bo bisa tahan dengan perempuan semacam
itu. Seharusnya Lao-bo pertama kali melihat sudah harus
tahu perempuan yang di depan matanya adalah perempuan
semacam apa"
Meng Xing-hun tidak mengerti, karena dia bukan Lao-bo
mungkin karena dia masih muda.
Antara seorang anak muda dan orang tua, ada jarak yang
sangat jauh, juga sangat berbeda cara pandangannya.
Oleh karena itu orang tua selalu merasa anak muda tidak
dewasa dan bodoh. Sebaliknya anak muda pandangannya
kepada orang tua juga seperti itu.
Anak muda harus menghormati pola pikir dan
kepintaran, orang tua. Tapi menghormati artinya bukan
selalu setuju, bukan juga harus selalu menurut.
Ooo)dw(ooO Di langit penuh dengan bintang tapi bukan meteor.
Biarpun terang tapi meteor hanya berkilau dengan singkat.
Hanya bintanglah yang bercahaya lama, bintang bercahaya
tidak begitu terang biasanya, tapi terlihat semakin mantap.
Bintang tidak bisa menarik perhatian orang juga tidak
mendapat pujian orang, tapi bintang tidak berubah, dia
selalu ada. Apakah orang juga akan. seperti itu"
Meng Xing-hun mengangkat kepala, melihat langit
penuh bintang, hatinya semakin tenang.
Dalam setahun ini dia sudah mulai bisa menerima halhal
yang dulu tidak bisa diterima olehnya.
Begitu hatinya tenang, Meng Xing-hun baru berani
melihatnya. Dia sudah mulai merasa ingin membunuh, dia
sudah siap membunuh perempuan ini demi Lao-bo. Tapi
Meng Xing-hun adalah Meng Xing-hun, dia tidak bisa
menentukan segala sesuatu demi Lao-bo.
Dia tidak bisa menjadikan dirinya seperti dewa. Hati
Meng Xing-hun sangat kesal, dengan perlahan dia berkata,
"Tadi yang kau katakan semua aku sudah mengerti,
sekarang bawalah aku bertemu dengan Lao-bo."
Mata Feng-feng dimainkan dan dia berkata, "Apakah
kau harus bertemu dengan Lao-bo?"
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya."
Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Sebaiknya kau
jangan bertemu dengan dia dulu."
"Kenapa?"
Dengan santai Feng-feng berkata, "Kemungkinan kau
tidak tahu, Lao-bo sudah tidak bisa memberi barang apa
pun kepadamu, kecuali membuat orang pusing, semua
sudah tidak ada."
Dia menggigit bibir dan berkata, "Tapi aku bisa
memberi...."
Meng Xing-hun tidak ingin mendengar lagi. Dia takut
dia tidak akan tahan mendengarnya. Segera dia berkata,
"Aku mencari Lao-bo, tidak berharap dia akan memberikan
sesuatu kepadaku."
"Apakah kau yang akan memberi sesuatu kepada Laobo?"
Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Kalau aku
punya, aku pasti akan memberikan semuanya."
"Aku tidak tahu bahwa kau adalah orang semacam itu."
"Kau kira aku orang macam apa?"
"Orang yang sangat pintar," jawab Feng-feng.
"Aku bukan orang yang pintar," kata Meng Xing-hun.
Feng-feng melihat dia, tiba-tiba dia tertawa dan berkata,
"Aku hanya ingin mengujimu, apakah kau jujur tidak,
kalau tidak aku tidak akan membawamu mencari Lao-bo."
Tanya Meng Xing-hun dengan dingin, "Apakah sudah
selesai ujiannya?"
Feng-feng tertawa dan berkata, "Sudah mari ikut aku."
Dia membalikkan tubuhnya, wajahnya masih tertawa,
tapi dari matanya sudah terlihat dia sangat membenci Meng
Xing-hun. Tadinya Feng-feng sudah merasa seperti seekor burung
akan terbang bebas tidak menyangka sekarang dia harus
kembali lagi ke kandang. Demi mendapatkan kebebasan ini,
dia sudah membayar dengan mahal.
Sekarang dia bersumpah semua ini harus dibayar dan
diganti oleh Meng Xing-hun dengan lebih mahal lagi.
Ruang ini memang seperti sebuah kandang. Lao-bo
sedang duduk di sana, dia ingin tidur tapi tidak bisa. Hanya
orang tidak bisa tidur baru merasa ini sangat menyedihkan.
Oleh karena itu dia duduk kembali dan melihat kolam
yang ada di depan matanya.
Air kolam sangat tenang.
Riakan air sewaktu Feng-feng pergi sudah tenang
kembali, tapi riakan Feng-feng di hati Lao-bo tidak bisa
tenang. Lao-bo merasa sangat kesepian dan kehilangan,
semangat hidupnya seperti menghilang.
"Apakah aku sepenuh hati mengharapkan dia?"
Lao-bo tidak percaya, kalau benar' begitu, dia tahu ini
adalah hal yang sangat membahayakan.
Tapi dia harus mengakuinya.
Karena yang Lao-bo tunggu-tunggu adalah Feng-feng
cepat kembali ke tempat ini. Kecuali hal ini, yang lain
sudah tidak bisa dipikir lagi.
Sekarang Lao-bo merasa dia bukan orang yang pintar
seperti diduga orang lain selama ini, dia juga tidak sepintar
yang diduga oleh dirinya sendiri.
Beberapa tahun yang lalu, dia sudah salah mengambil
keputusan. Saat itu yang dia hadapi adalah orang kaya di Han-yang.
Si kumis Couw sangat senang minum arak dan perempuan
juga menyukai uang.
Seseorang jika sudah mempunyai kekurangan yang
diketahui lawannya pasti mudah untuk menghadapinya.
Oleh karena itu dia memilih seorang perempuan cantik,
mengantarkannya kepada si kumis Chou dan tidak lupa
menggantungkan perhiasan yang mahal di tubuh si cantik
itu. Dia mengira si kumis Chou akan menganggapnya
sebagai teman dan tidak akan waspada kepada Lao-bo.
Dengan segera dia sampai ke Han-yang, tidak tahunya si
kumis sudah memasang perangkap menunggu dia.
Dia pergi membawa 12 orang, dan yang tersisa hanya 2
orang, kesalahan kali itu memberinya pelajaran yang sangat
menyedihkan, dia bersumpah tidak akan membuat
kesalahan yang sama lagi. Tapi dia masih melakukan
kesalahan lagi dan kesalahannya kali ini lebih menakutkan.
"Dewa pun bisa salah, apalagi manusia."
Dalam hidup Lao-bo dia jarang salah mengambil
keputusan, bila hanya melakukan kesalahan sebanyak 2
kali, itu tidak termasuk banyak. Kecuali kesalahan sebanyak
2 kali ini, apakah tiap kali selalu benar" Anak buahnya
memang patuh dan hormat kepada perintahnya tapi apakah
mereka benar-benar setuju hal yang dia lakukan, apakah
yang mereka lakukan hanya karena takut kepada dia"
Lao-bo memikirkan hal ini, badannya penuh dengan
keringat dingin.
Sekarang, peristiwa selama hidup yang telah dia lakukan
semua muncul di depan matanya seperti gambar yang bisa
bergerak, biarpun warnanya sudah pudar tapi gambarnya
tidak hilang. Tiba-tiba dia merasa hal yang dia lakukan tidak
semuanya benar, bila dia bisa mengulang kembali jalan
hidupnya dia tidak akan melakukan kesalahan seperti dulu
lagi. Dia hanya ingat pada 2 kali kesalahan karena 2 kali
kesalahan ketidakberuntungan berada di pihaknya. Tapi
ada kesalahan yang tidak merugikan sendiri, hanya
merugikan orang lain dan dengan sangat berat hati dia
mencoba melupakan masalah.
"Mengapa seseorang harus menemukan jalan yang
sudah buntu baru bisa mengingat kesalahannya sendiri?"
Lin Xiu, Wu Lao-dao, dan putrinya, masih banyak orang
lagi mereka sudah menjadi korban kesalahannya.
Kalau orang sudah bersalah kepadanya, dia selalu
mengingatkan mereka, kalau dia salah kepada orang lain
akan cepat melupakannya.
Lao-bo mengepalkan tangannya. Tangannya penuh
dengan keringat dingin. Dia tidak bisa berpikir lagi, dia juga
tidak berani berpikir terlalu dalam.
Untung di sini masih ada arak, dia berusaha turun dari
tempat tidur dan dia menemukan seguci arak. Tiba-tiba dia
mendengar ada suara air.
Begitu dia membalikkan badan, sudah melihat ada Meng
Xing-hun. Meng Xing-hun adalah orang yang sangat aneh. Biarpun
dia muncul di tempat mana pun tetap seperti sekarang ini.
Biasanya dia tidak begitu tenang. Orang terlalu tenang
akan diperhatikan oleh orang lain. Kalau hatinya sedang
tidak enak, wajahnya juga tidak kelihatan, lebih-lebih tidak
bisa menangis, tidak bisa tertawa terbahak-bahak, juga tidak
bisa berteriak. Tapi dia bukan orang yang kaku.
Perasaan dia lebih dalam dari orang lain, hanya saja dia
pintar menyimpannya.
Dia melihat Lao-bo. Lao-bo juga melihat dia, mereka
saling memandang, tidak ada ekspresi yang kaget juga tidak
ada sapaan yang hangat.
Tidak ada orang yang tahu bagaimana isi hati mereka
sebenarnya, mereka sangat gembira, hanya mereka sendiri
yang merasakannya. Mereka juga merasa darah mereka
mengalir lebih cepat dari pada biasa.
Sebenarnya mereka tidak mempunyai perasaan apa-apa.
Mereka juga saling tidak memahami karena mereka jarang
bertemu. Tapi dalam waktu singkat ini, tiba-tiba mereka
sudah mempunyai perasaan yang sangat dekat.
"Karena dia adalah suami anak perempuanku."
"Karena dia adalah ayah istriku."
Kalimat ini tidak mereka ungkapkan, sempat dipikir pun
tidak, tapi mereka hanya merasa di antara mereka ada
kaitan yang misterius, dipisah dan dipotong pun tidak akan
bisa. Karena di dunia ini orang yang paling dekat dan
disayang hanya tinggal orang ini. Dia adalah putrinya, dia
adalah istrinya. Kecuali mereka tidak ada orang yang tahu.
Perasaan ini mengandung makna yang sangat penting dan
dalam. Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Kau sudah datang?"
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Ya, aku
sudah datang."
Sebetulnya kata-kata tersebut tidak ada artinya, hanya
mereka tahu kalau tidak bicara lagi, mereka akan
meneteskan air mata.
"Duduklah!"
Meng Xing-hun duduk.
Lao-bo melihat dia dengan lama. Tiba-tiba tertawa dan
berkata, "Aku tahu, di dunia ini orang yang bisa
menemukanku, pastilah kau."
Meng Xing-hun juga tertawa, "Kecuali tuan tidak ada
orang yang bisa membangun rumah seperti ini."
"Apakah tempat ini tidak baik?"
"Tidak baik."
"Tidak baik, tapi kau tetap mencari hingga ke sini," kata
Lao-bo. Meng Xing-hun terdiam dan dia berkata, "Bila aku
sendiri mencari belum tentu bisa menemukanmu."
Dia tidak menyebut nama Feng-feng juga tidak mau
menatapnya, tapi Lao-bo sudah tahu arti dari sikap Meng
Xing-hun. Feng-feng berada di sisinya, tapi mereka bercakap-cakap
seakan-akan dia tidak ada di sana. Lao-bo hanya tertawa
dan berkata, "Mengapa kau bisa menunggu di sana" Tidak
mengejar kereta itu?"
"Aku sudah mengejarnya," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kau mengejar sangat jauh?"
"Tidak."
"Hal apa yang menyebabkanmu kembali lagi?"
"Ada 2 hal," jawab Meng Xing-hun.
"Hanya dua?"
Meng Xing-hun mengangguk dan dengan pelan
menjawabnya, "Ada yang melihat kereta itu berlari dijalan
besar." "Di dalam kereta ada berapa orang?"
"Aku hanya melihat satu."
"Oh?"
"Dia bukan orang yang bisa menjaga rahasia karena
itu...." kata Meng Xing-hun.
"Karena itu....?"
Meng Xing-hun tertawa dan menjawab, "Bila aku
menjadi tuan, dalam keadaan seperti sekarang, aku juga
akan menyuruh orang itu untuk menutup mulutnya selamalamanya."
Lao-bo tersenyum, "Kau dan aku sama-sama tahu,
dalam keadaan seperti sekarang cara yang tepat untuk
menutup mulut hanya ada satu."
"Benar, seharusnya aku tidak perlu bertemu dengan
orang itu, tapi entah mengapa aku malah bertemu
dengannya. Dan ini bukan tanpa alasan."
"Kau mengira-ngira apa sebabnya?" tanya Lao-bo.
"Penyebabnya ada dua."
"Apa?"
"Pertama, kau tidak berada di dalam kereta. Kedua, kau
tidak mengikuti rencana mereka semula."
Tidak terasa air mata Lao-bo mengalir kemudian dia
bertanya, "Apakah tidak ada alasan ketiga?"
"Tidak ada."
"Mungkin ini adalah kecerobohan dan kesalahanku,
apakah tidak pernah terpikirkan olehmu?"
"Dalam keadaan seperti sekarang, kau tidak akan
melakukan suatu kecerobohan," jawab Meng Xing-hun.
"Mengapa?"
"Bila tuan memang orang seperti itu, 30 tahun yang lalu
pun tuan sudah mati."
Lao-bo melihatnya, matanya penuh dengan tawa
kemudian dia dengan pelan berkata, "Tidak kusangka, kau
sangat memahami diriku."
"Aku harus memahaminya."
"Sebenarnya kita jarang bertemu."
"Untuk memahami seseorang tidak perlu waktu yang
panjang, kadang-kadang seumur hidup dia mengikuti tuan
belum tentu tuan bisa memahaminya."
Lao-bo terdiam lama baru berkata, "Aku sudah mengerti
maksudmu."
Lao-bo mengerti dan menyetujui pendapat Meng Xinghun.
Karena dalam waktu 2 hari ini. semua pandangan
Lao-bo sudah berubah sangat drastis.
Tiga hari yang lalu dia menganggap kata-kata Meng
Xing-hun tidak masuk akal. Dan pada saat itu dia tidak
akan mengakui kesalahannya dalam menilai Lu Xiangchuan,
sekarang Lao-bo baru sadar dia tidak memahami Lu
Xiang-chuan, bahkan dia pun tidak memahami putrinya
sendiri. Meng Xing-hun tampak berpikir kemudian dengan
perlahan dia berkata, "Kadang-kadang ada orang yang baru
pertama kali bertemu tapi malah sepertinya dia adalah
teman lama."
"Mungkin mereka adalah orang yang sejenis," kata Laobo.
Meng Xing-hun memandang ke tempat jauh kemudian
berkata, "Aku tidak tahu, apakah, memang seperti itu, yang
aku tahu di antara manusia memiliki hubungan yang sangat
aneh. Siapa pun tidak dapat menjelaskannya."
Pandangan Lao-bo pun menerawang jauh, dengan
perlahan dia berkata, "Seperti kau dengan Xiao Tie?"
Meng Xing-hun tertawa, tawanya terlihat sangat senang,
bila dia memikirkan Xiao Tie hatinya akan dipenuhi oleh
rasa manis dan bahagia sekaligus membuatnya menjadi
rindu tapi khawatir.
"Apakah dia baik-baik saja" Apakah dia bisa makan dan
tidur dengan nyenyak?"
Meng Xing-hun tahu Xiao Tie pasti juga
merindukannya, mungkin rasa rindunya lebih besar dari
pada dia. Memang dia masih banyak pekerjaan yang harus
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan serta banyak hal yang harus dipikirkan.
Xiao Tie hanya bisa memikirkan dia saja apalagi pada
saat malam sewaktu sinar bintang menyinari tempat
tidurnya. "Dia pasti bertambah kurus dalam beberapa hari ini."
Lao-bo terus menatap Meng Xing-hun, Lao-bo tahu
Meng Xing-hun sedang merindukan Xiao Tie.
Tidak ada orang yang sangat mencintai putrinya, siapa
pun yang menjadi seorang ayah pasti akan terharu. Dan
Lao-bo sangat terharu hingga ingin memeluk pemuda itu.
Tapi Lao-bo bukan tipe orang yang dapat begitu saja
mengungkapkan perasaannya karena itu dia hanya
bertanya, "Apakah dia tahu bahwa kali ini kau keluar untuk
mencariku?"
"Dia tahu, dia yang menyuruhku datang ke tempat tuan
karena dia selalu mengkhawatirkan tuan," jawab Meng
Xing-hun. Lao-bo tertawa dengan sedih dan bertanya lagi, "Apakah
dia tidak menyalahkanku?"
"Tidak, dia sangat memahami Tuan dan juga sangat
kagum kepada tuan, dari kecil dia sudah seperti itu dan
tidak akan berubah."
Lao-bo merasa sedih, air matanya hampir menetes lagi,
dengan suara serak dia berkata, "Aku selalu salah paham
terhadapnya."
"Tuan tidak perlu merasa sedih karena hal ini, sekarang
dia sudah hidup lebih baik, apa pun yang terjadi, masa lalu
tidak perlu diungkit-ungkit lagi."
Sebenarnya Meng Xing-hun pun sedih. Tapi dia tahu
sekarang ini bukan waktunya menyalahkan diri sendiri.
Yang terpenting adalah bagaimana membuat masa depan
menjadi lebih cerah dan melupakan masa lalu yang suram.
Karena, itu dia segera mengganti topik pembicaraan dan
dia berkata, "Aku tahu tuan tidak mungkin ceroboh karena
itu aku segera kembali ke tempat ini tapi bukan sebab itu
yang menyebabkan aku kembali."
Dada Lao-bo berdebar-debar kemudian dia
menghembuskan nafas dan bertanya, "Apa sebabnya?"
"Kematian keluarga Ma Feng-zhong, membuatku
curiga." "Apakah kau sudah melihat mayat mereka?"
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata lagi,
"Sebenarnya mereka mati karena keracunan tapi mereka
sengaja membuat anggapan bahwa mereka mati dibunuh
dengan golok dan ini pasti ada alasannya."
Wajah Lao-bo tampak lebih sedih lagi dan bertanya,
"Apakah kau mengira mereka mati demi diriku."
"Karena mereka tahu rahasia akan tetap terjaga dari
mulut orang mati."
Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Tapi rahasia
mereka sudah terbongkar olehmu."
"Aku tidak menemukan apa-apa, hanya merasa curiga
saja." "Karena itu kau bisa datang kemari?"
"Sebenarnya aku sudah siap mengejar kereta itu karena
aku merasa di sini tidak ada tempat untuk bersembunyi."
"Apa benar tadinya kau akan mengejar ke tempat lain?"
tanya Lao-bo. "Mungkin."
"Mengapa kau tidak jadi mengejar?"
"Karena kereta itu menghilang setelah menempuh jarak
400 li." "Mengapa"!" tanya Lao-bo.
"Kereta itu memang sengaja menarik perhatian begitu
pula dengan kusirnya, dan sepanjang jalan banyak orang
yang melihat kereta itu, semua orang tahu pada saat
kutanyakan."
"Kemudian?"
"Pada saat melewati kota Huang-shi, kereta dan kuda
tiba-tiba menghilang."
Mata Lao-bo menyipit.
Karena hal ini sudah lama direncanakan, Lao-bo
menganggap tidak akan terjadi kesalahan.
Sekarang Lao-bo baru tahu, walaupun rencananya
sangat sempurna setelah dilaksanakan ternyata terjadi
banyak perubahan. Siapa pun tidak akan bisa mencegah
perubahan ini, karena orang bukan dewa, dia tidak dapat
memutuskan semuanya.
Bahkan dewa pun tidak bisa.
Perintah dewa belum tentu dituruti oleh orang, bila
manusia bisa memikirkan hal ini dia tidak akan merasa
kehilangan yang terlalu besar. Bila seseorang memandang
hidup ini tidak terlalu serius, dia akan hidup lebih tenang.
Setelah lama Lao-bo beru berkata, "Bila kau bisa kembali
lagi ke sini begitu pula dengan Lu Xiang-chuan."
"Dia tidak akan berani datang ke sini sendirian."
"Mengapa?" tanya Lao-bo.
"Pertama, dia masih banyak hal yang harus dilakukan
dan sekarang dia merasa sedang di atas angin."
Huruf 'di atas angin' kadang-kadang diartikan dengan
huruf yang menghina, tapi kadang-kadang mengandung arti
yang lain. Orang yang berada di atas angin, seharusnya dia tahu
banyak hal yang tidak boleh dilakukan. Orang yang berada
di atas angin akan merasa terbius dan otaknya tidak bisa
memutar. Lao-bo mengerti hal ini.
Kata Meng Xing-hun, "Mungkin dia sempat curiga tapi
dia tidak akan terpikir bahwa di dalam sumur masih ada
tempat rahasia, walaupun ada yang menjaga di sini, orang
itu bukan orang penting."
"Aku sudah memikirkannya."
"Masih ada yang kedua," kata Meng Xing-hun lagi.
"Oh?"
"Aku kira dia tidak akan mencarimu, karena sudah
menyuruh seseorang untuk mencarinya."
"Mengapa?"
"Karena dia percaya pasti ada orang yang bisa
membantu untuk mencari Tuan," kata Meng Xing-hun
tertawa. "Siapa" Siapa dia?" tanya Lao-bo.
"Aku!"
Pada saat dia mengatakan 'aku', benar-benar membuat
orang terkejut tapi yang terkejut bukan Lao-bo melainkan
Feng-feng. Mata Lao-bo masih tenang seperti biasanya. Dia
tidak merasa terkejut, dia masih bisa tersenyum.
Feng-feng merasa di antara mereka ada suatu hubungan
yang aneh dan erat. Mereka saling mempercayai dan saling
memahami. Tadinya Feng-feng tidak mau hanya duduk saja,
sekarang tiba-tiba dia merasa lelah dan matanya tidak bisa
dibuka lagi. Bayangan Lao-bo dan Meng Xing-hun semakin
memudar dan suara pun makin jauh.
"Apakah kau sempat ke taman bunga?" tanya Lao-bo.
"Pada saat ke sana, tidak ada orang sama sekali."
"Karena itu kau segera bisa menemukan jalan rahasia
itu?" "Di bawah lubang rahasia sudah disiapkan sebuah
perahu," kata Meng Xing-hun.
"Karena itu kau yakin mereka sengaja membiarkan kau
mengejar diriku," kata Lao-bo.
"Benar."
Tanya Lao-bo lagi, "Apakah mereka secara sembunyisembunyi
mengikutimu?"
"Tidak ada orang yang sanggup mengikutiku."
"Apakah ada orang yang bisa membuatmu mengatakan
yang sebenarnya?"
"Ada."
Ini adalah kata-kata terakhir yang didengar oleh Fengfeng
tidak lama dia pun tertidur.
Lao-bo baru membalikkan badan dan berkata, "Tidurlah
dengan nyenyak seperti seorang anak kecil."
"Dia sudah bukan anak-anak," kata Meng Xing-hun.
"Apakah kau yang membuatnya tidur?"
Meng Xing-hun mengangguk.
Di dalam sumur tadi, Meng Xing-hun sempat menotok
nadi tidurnya. Dengan berat hati Lao-bo bertanya, "Kelihatannya kau
tidak percaya kepadanya?"
"Apakah Tuan mengira aku bisa begitu saja percaya
kepadanya?"
Lao-bo terdiam baru berkata, "Bila kau sudah mencapai
umurku dan mengalami keadaan seperti diriku, kau pun
akan percaya kepadanya karena kau sudah tidak
mempunyai orang yang dapat kau percaya."
"Tapi Tuan...."
"Pada saat kau tidak dipercaya lagi, hal itu sungguh
menakutkan."
"Karena itu kau mencari seseorang yang dapat
dipercaya."
"Benar," jawab Lao-bo.
"Mengapa?"
"Seperti seseorang yang jatuh ke samudra dan melihat
ada sebatang kayu mendekati dirimu, kau akan segera
memegangnya dengan erat. Walaupun kau tahu kayu itu
belum tentu bisa menolongmu tapi kau akan tetap
memeluknya dengan erat."
Kata Meng Xing-hun, "Memeluk dengan erat pun tidak
ada gunanya."
"Walaupun tidak berguna tapi paling sedikit kita
mempunyai tempat untuk bersandar."
Lao-bo tertawa dengan pelan kemudian berkata, "Aku
tahu kau pasti mentertawakan pendapatku mungkin karena
aku sudah tua dan pikiran orang tua biasanya dirasakan
aneh oleh anak-anak muda."
Meng Xing-hun melihatnya dengan lama kemudian
berkata, "Aku tidak pernah merasakan itu aneh."
Lao-bo tidak aneh tapi dia menakutkan dan kadangkadang
dia merasa kasihan kepada Lao-bo. Tapi dia tidak
aneh! Bila ada yang merasa dia aneh orang yang
mengatakannya baru benar-benar aneh.
Ooo)dw(ooO BAB 25 Feng-feng terbangun dari tidurnya, dia merasa Lao-bo
sedang membelai rambutnya. Dia melihat di sana sudah
tidak ada Meng Xing-hun.
Dengan tenang dia bertanya, "Kapan dia pergi"
Mengapa aku tidak tahu?"
Dengan lembut Lao-bo menjawab, "Kau tidur sangat
nyenyak, dia tidak ingin mengganggumu."
Feng-feng mengerutkan dahi dan bertanya, "Mengapa
aku bisa tidur begitu nyenyak?"
"Anak muda selalu tidur dengan nyenyak hanya orang
tua saja yang mudah terbangun, waktu tidur orang tua lebih
singkat dari anak muda."
"Mengapa bisa begitu?"
Lao-bo menarik nafas dan tertawa kecil, "Karena sisa
umurnya sudah tidak banyak, bila waktunya digunakan
untuk tidur, sungguh sangat disayangkan."
Mata Feng-feng diputar-putar dengan manja berkata,
"Kau membohongiku."
Tawa Feng-feng tampak dingin dan berkata, "Karena
aku tahu, banyak yang ingin kalian bicarakan dan tidak
mau aku mendengar semua karena itu aku dibuat tertidur."
Lao-bo tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Kau
begitu muda tapi sudah banyak curiga, entah bagaimana
nanti." Feng-feng menundukkan kepalanya, dengan pelan dia
bertanya, "Kapan dia pergi?"
"Sudah agak lama."
"Apakah kau menyuruh dia menyampaikan pesan untuk
kelompok harimau?"
Lao-bo mengangguk.
"Mengapa dia yang pergi?" tanya Feng-feng.
"Mengapa dia tidak boleh pergi?"
"Apakah dia akan setia kepadamu?"
Lao-bo menjawab, "Aku tidak tahu, yang aku tahu dia
sangat baik kepada putriku."
Kata Feng-feng lagi, "Kau jangan lupa, dia sendiri
pernah berkata bahwa Lu Xiang-chuan sengaja
menyuruhnya mencarimu."
"Aku tidak lupa."
"Bila dia tidak membocorkan rahasiamu kepada Lu
Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan akan terus memperhatikan
gerak geriknya, apakah benar?"
"Benar!"
"Bila Lu Xiang-chuan sudah menguntit dia dan
menangkap Meng Xing-hun, apakah dia bisa tiba di Feifeng-
bao?" Wajah Lao-bo berubah.
Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Bagaimana pun
kau tidak boleh membiarkan dia ke sana bila aku tidak
tertidur tentu aku akan melarangnya."
Lao-bo tertawa kecut dan berkata, "Mengapa kau
tertidur?"
Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Sekarang aku baru
tahu ada hal. yang tidak terpikirkan oleh orang yang sudah
tua dan hanya bisa dipikirkan pada saat dia masih muda."
Mata Feng-feng menjadi bercahaya, suaranya tiba-tiba
melembut dan berkata, "Dua orang yang berpikir lebih baik
dari pada hanya satu orang."
Lao-bo menarik tangannya dan bertanya, "Kau sedang
memikirkan apa?"
"Aku pikir Lu Xiang-chuan pada saat menghadapi Meng
Xing-hun, dia akan mengerahkan semua kekuatannya."
"Benar," kata Lao-bo.
Dia tahu karena menggerakan seluruh kekuatan untuk
menghadapi Meng Xing-hun memang pantas.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oleh karena itu ini adalah kesempatan bagi kita untuk
pergi ke Fei-feng-bao, asalkan. Meng Xing-hun bisa
menjaga rahasia, kita mempunyai banyak kesempatan lebih
besar lagi."
Feng-feng melanjutkan lagi, "Karena sekarang sudah
banyak orang yang terpancing dengan kehadiran Meng
Xing-hun, asal dia bisa menghubungi kelompok harimau,
kita pasti bisa memenangkan taruhan ini."
Bicaranya sangat cepat, matanya yang indah bercahaya
penuh percaya diri dan tekad yang kuat.
Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Apakah kau tahu aku sedang
memikirkan apa?"
Feng-feng menggelengkan kepalanya.
Lao-bo lebih erat lagi memegang tangannya, dengan
lembut dia berkata, "Aku pikir selain kau menjadi istriku,
kau pun bisa menjadi pembantuku. Bila 10 tahun yang lalu
aku bertemu denganmu mungkin tidak akan terjadi hal
seperti sekarang ini."
Feng-feng menjawab, "Sepuluh tahun yang lalu mungkin
kau pun tidak mau melihatku."
"Siapa bilang?"
"Aku yang bilang, karena waktu itu aku masih kecil."
Dia menarik tangan Lao-bo dan meletakkan di
wajahnya, dengan suara kecil dia berkata, "Sekarang aku
hampir menjadi seorang ibu, begitu anak kita lahir, aku
akan memberitahu kepadanya bahwa ayah dan ibunya
berjuang dengan susah payah demi dia."
Suara Feng-feng lebih lembut lagi berkata, "Bila bukan
demi anak ini, aku tidak tega meninggalkanmu."
Tangan Lao-bo membeku, matanya bersorot sangat sedih
dengan pelan dia berkata, "Aku tidak rela kau pergi!"
Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Tapi
aku tetap harus pergi, demi masa depan kita, demi anak
kita, walaupun hidup susah aku akan tetap bertalian, kau
pun harus bertahan."
Benar, Lao-bo harus bisa bertahan. Rasa sakit yang
diderita Lao-bo lebih berat dari orang lain. Dia melihat
Feng-feng menghilang dari kolam itu.
Air kolam berwarna sangat hijau. Terakhir yang terlihat
hanya rambutnya yang berwarna hitam, tergerai di air yang
berwarna hijau, seperti bunga teratai berwarna hitam.
Kemudian yang tertinggal hanya riak air yang indah
seperti gelombang di mata Feng-feng.
Mata Lao-bo bersorot sedih seperti kehilangan sesuatu.
Mengapa orang tua selalu peduli apa yang didapat dan
yang hilang"
Akhirnya riak air menghilang. Air kembali tenang seperti
semula seperti kaca, seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Kemudian Lao-bo pelan-pelan membalikkan tubuhnya
melihat pipa besi tempat ventilasi udara, seperti menunggu
pipa itu menyampaikan pesan misterius.
Dia sedang menunggu apa"
Malam. Meng Xing-hun menempel di dinding sumur, dia seperti
seekor cecak. Bila kau pernah mengamati cecak yang
sedang menunggu nyamuk, seperti itulah yang dilakukan
oleh Meng Xing-hun sekarang.
Angin berhembus melewati mulut sumur.
Dinding sumur penuh dengan lumut hijau yang licin,
membuat orang ingin muntah karena jijik.
Tapi dia tidak muntah karena dia sedang menunggu
seseorang, bila dia menunggu apa pun bisa ditahannya,
karena dia percaya dia akan mendapatkan sesuatu.
Hanya orang yang percaya diri yakin akan mendapat
hasilnya. Ada suara orang yang berjalan. Berasal dari 2 orang,
mereka sedang berbicara.
"Kedua orang itu mengapa tidak menunggu giliran jaga,
malah sudah pulang?"
"Aku merasa tempat ini sangat sepi dan menyeramkan
seperti ada setan, mungkin saja mereka ditangkap setan."
Salah seorang tertawa, tawanya seperti suara orang
menangis. "Siau Ong paling penakut, mungkin dia pergi minum
untuk menguatkan hatinya."
Kalimat ini belum usai diucapkan tiba-tiba ada sepasang
tangan yang basah dan dingin menarik leher bajunya,
kancing menyangkut di tenggorokannya, membuatnya sulit
bernafas. Dia melihat temannya, wajahnya pun sudah bengkok,
dia sedang membuka mulut, mengeluarkan lidahnya,
seperti ingin berteriak, tapi tidak bisa.
"Apakah Lu Xiang-chuan yang menyuruh kalian ke
sini?" Suara itu ada di belakang mereka, suaranya lebih dingin
dari sepasang tangannya.
Kedua orang itu mengangguk.
"Kecuali kalian, apakah masih ada yang lain?"
Kedua orang itu sama-sama menggelengkan kepalanya.
Kemudian terdengar suara kepala yang diadukan, pelanpelan
Meng Xing-hun melepaskan mereka, mereka
langsung ambruk ke tanah.
Membunuh untuk menghentikan pembunuhan.
Membunuh hanya ada satu cara, asalkan tujuannya
benar, ini bukan hal yang berdosa.
Meng Xing-hun tahu tentang hal ini tapi hatinya tetap
tidak tenang, dia sangat benci membunuh orang, dia pun
membenci kekerasan. Dan dia tidak bisa memilih untuk
tidak membunuh, dia mengangkat kepalanya tidak
memandang ke bawah lagi.
Sinar bintang semakin berkurang. Di bawah sinar
bintang yang suram melihat dunia ini sepertinya bukan hal
yang berdosa. Meng Xing-hun mengangkat kedua mayat ini dan
menyembunyi-kannya.
Fei-feng-bao berada di sebelah utara.
Di utara ada sebuah bintang besar dan posisinya tidak
berubah Meng Xing-hun mencari bintang itu.
Apakah dia akan tepat waktu tiba di Fei-feng-bao" Pagi.
Bunga Chrysan merunduk di bawah sinar matahari pagi
seperti yang sudah layu. Bunga pun seperti perempuan. Di
bawah peliharaan tangan yang penuh cinta, mereka akan
mekar dengan indah.
Meng Xing-hun dengan cepat melewati taman bunga
Lao-bo dia tidak sempat menikmati indahnya bunga. Hari
ini adalah tanggal 6, waktu yang tersisa tinggal sebentar
lagi. Untung ditaman itu tidak ada orang yang melihatnya.
Hari masih pagi, kegiatan belum banyak dimulai, bila hari
sudah semakin siang, orang yang berjaga di malam hari
akan berganti penjagaan.
Walaupun tempat itu dijaga dengan ketat, waktu seperti
inilah penjagaan paling kendur karena orang yang bertugas
jaga malam mulai merasa lelah dan orang yang mendapat
giliran jaga masih mengantuk. Meng Xing-hun
mempergunakan waktu seperti sekarang ini.
Dia pasti bisa menggunakan waktu yang singkat ini.
Dalam keadaan seperti sekarang waktu lebih berharga
dari darah. Di hadapannya adalah hutan, kabut pagi seperti asap
yang memudar kemudian menghilang.
Tiba-tiba dia mendengar suara suling. Suara suling yang
sedih dan tidak berdaya, seperti seorang perempuan yang
sedang menceritakan kesedihan dan kesepiannya.
Meng Xing-hun menghentikan langkah kakinya,
kemudian dia melihat seseorang keluar dari hutan sedang
berjalan ke arahnya. Seorang pemuda yang tinggi dan
memakai pakaian serba putih. Tapi sulingnya berwarna
hitam mengkilat.
Kabut menghilang dari kakinya, orang itu seperti berada
dalam lingkupan kabut, hatinya pun seperti seperti berada
di dalam kabut.
Dia sendiri seperti setan kabut.
Meng Xing-hun berhenti dan memandangnya, dia
terlihat sangat terkejut sekaligus senang. Karena orang itu
adalah temannya, temannya yang terdekat.
Walaupun sudah beberapa tahun tidak bertemu tapi
perasaan dekat tetap ada di hati mereka.
Mereka sama-sama melewati penderitaan dan rasa lapar.
Di musim dingin tidur sambil berpelukan di atas rumput
kering karena mereka tidak mempunyai selimut yang
hangat, hanya kehangatan tubuh didapat dengan cara
berpelukan. Hal ini sangat sulit dilupakan.
Shi Qun. Shi Qun....
Mengingat nama ini saja, hati Meng Xing-hun terasa
hangat. Perasaannya kepada Shi Qun lebih dalam dari pada
Ye Xiang. Ye Xiang adalah Toako mereka, selalu lebih kuat dan
pintar dan selalu menjaga mereka.
Shi Qun adalah orang yang lemah dan sensitif. Bertahuntahun
hidupnya sangat susah dan beberapa kali mengalami
ujian yang berbahaya. Walaupun penampilannya seperti Ye
Xiang, kuat dan kejam, tapi sifat aslinya tidak pernah
berubah. Mengalami musim semi, melihat bunga yang gugur,
walet yang melayang, dia hanya bisa berkeluh kesah dan
seharian akan merasa sedih.
Dia menyukai musik yang indah, lebih-lebih kepandaian
yang dia kuasai. Karena itu Meng Xing-hun menganggap
seharusnya dia menjadi penyair bukan menjadi pembunuh.
Suara suling yang mengalun berubah menjadi suara
suling yang jernih, dan tiba-tiba berhenti di nada yang
paling tinggi, membuat orang yang mendengar menjadi
penasaran. Shi Qun mengangkat kepalanya menatap Meng Xinghun.
Matanya masih dingin, memancarkan khawatir dan
kesedihan. Walaupun sudah 3 tahun pergi mengembara ke tempat
jauh, hatinya tidak berubah, sebaliknya malah terlihat
semakin sedih dan khawatir.
Akhirnya Meng Xing-hun tertawa dan berkata,
"Akhirnya kau pulang!"
Shi Qun mengangguk. Tanya. Meng Xing-hun,
"Bagaimana keadaan di Yu-nam?"
"Masih seperti biasanya," jawab Shi Qun.
Dia bukan orang yang senang bicara banyak. Anak yang
tumbuh di dalam kesulitan biasanya tidak dapat
mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata.
"Berapa lama kau sudah pergi merantau?" tanya Meng
Xing-hun. "Sudah lama, mungkin ada 2 tahun."
Shi Qun menertawakan dirinya sendiri dengan perlahan
dia berkata, "Dalam 2 tahun ini, 7 nyawa sudah melayang
dan meninggalkan sebuah luka di tubuhku."
"Apakah kau terluka?" tanya Meng Xing-hun.
"Lukaku sudah sembuh."
"Kau tidak berubah dalam 2 tahun ini."
"Aku memang tidak berubah, bagaimana denganmu?"
Meng Xing-hun terdiam, dia menarik nafas dan berkata,
"Aku sudah berubah banyak."
"Katanya kau sudah mempunyai istri," tanya Shi Qun.
"Benar."
Teringat kepada Xiao Tie, matanya bersorot lembut dan
tampak senang dan Meng Xing-hun berkata lagi, "Dia
adalah perempuan yang baik, aku pun berharap kau bisa
bertemu dengan dia di lain waktu."
"Aku harus memberi selamat kepadamu."
Meng Xing-hun berkata, "Benar, kau harus memberiku
selamat." Shi Qun melihatnya, matanya menyipit tiba-tiba dia
berkata, "Walaupun sudah mempunyai istri jangan
melupakan teman sendiri."
Tawa Meng Xrng-hun langsung membeku kemudian dia
bertanya, "Apakah kau sudah mendengar dari orang lain?"
"Karena itu aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri."
Meng Xing-hun menengadah melihat langit yang masih
mendung karena matahari belum terbit.
Meng Xing-hun melihat gunung yang berada di
kejauhan, setelah lama dia baru berkata, "Kau tahu, aku
dan kau bukan orang yang cocok untuk pekerjaan seperti
ini." Shi Qun mengatupkan giginya kemudian berkata, "Tidak
ada orang yang sejak lahir sudah suka membunuh orang."
"Karena itu kau harus mengerti diriku, aku bukan lupa
kepada teman, aku hanya ingin lepas dari kehidupan seperti
ini." Shi Qun tidak bicara, tapi daging di pipinya digigit
dengan kuat. "Kehidupan seperti ini sangat menakutkan, bila aku
meneruskan hidup seperti ini, aku bisa gila," kata Meng
Xing-hun. "Maksudmu seperti Ye Xiang?"
Meng Xing-hun mengangguk dan dengan sedih berkata,
"Ya, seperti Ye Xiang."
"Seharusnya Ye Xiang secepatnya meninggalkan
kehidupan macam ini."
"Benar," jawab Meng Xing-hun.
"Tapi dia tidak, apakah dia tidak tahu" Atau tidak
mengerti" Apakah dia memang ingin menjadi gila?"
Tidak ada orang yang ingin menjadi gila. Mata Shi Qun
tiba-tiba bersinar tajam dan dingin, dia melihat Meng Xinghun
dan berkata, "Dia tidak seperti dirimu, karena dia
mengerti suatu hal yang tidak kau mengerti."
"Dia mengerti apa?" tanya Meng Xing-hun.
"Ye Xiang tahu bahwa hidup ini bukan untuk dirinya
sendiri, dia pun mengerti bila sudah mendapat budi dari
orang lain, apa pun yang terjadi budi itu harus dibalas. Bila
tidak dia bukan manusia."
Meng Xing-hun hanya tertawa dengan pahit.
"Kau tertawa, apakah ada. yang salah dengan katakataku?"
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meng Xing-hun menarik nafas panjang, "Kau tidak
salah, aku pun tidak salah."
"Oh?"
Kata Meng Xing-hun lagi, "Di dunia ini kadang-kadang
harus memaksakan diri mengerjakan hal yang tidak ingin
dia lakukan. Namun kita tetap harus melihat pekerjaan itu
apakah benar atau salah. Dan apakah pantas untuk
dikerjakan?"
Meng Xing-hun mengetahui bahwa Shi Qun tidak akan
mengerti arti dari kata-kata yang dia ucapkan karena di
dalam otak Shi Qun tidak terlintas pikiran seperti itu.
Mereka tidak dididik untuk mengetahui apa yang benar
atau salah. Yang mereka tahu adalah membalas budi, dendam dan
budi tidak boleh dihutangkan.
Ini adalah didikan dari Gao Lao-da. Shi Qun terdiam,
sepertinya dia juga sedang memikirkan kata-kata ini, setelah
lama dia baru berkata, "Kau mempunyai pendapat sendiri,
sekarang aku hanya ingin bertanya satu kalimat
kepadamu."
"Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan?"
Shi Qun memegang erat sulingnya dan urat di tangannya
sudah timbul, dengan marah dia bertanya, "Apakah aku
masih temanmu?"
"Di dunia ini hanya ada satu hal yang tidak dapat diubah
dan itu adalah teman sejati."
"Kalau begitu kami ini masih teman-temanmu?" tanya
Shi Qun. "Tentu saja," jawab Meng Xing-hun tegas.
"Kalau begitu, ikutlah aku!"
"Kemana?"
"Menengok Gao Lao-da, dia ingin bertemu denganmu,
dia juga rindu kepadamu."
"Apakah harus sekarang?"
"Benar."
Mata Meng Xing-hun mengeluarkan ekspresi sedih dan
dia bertanya, "Bila aku tidak pergi sekarang, apakah kau
akan memaksa?"
"Benar, karena kau tidak mempunyai alasan yang tepat
untuk tidak pergi."
"Aku masih ada urusan penting yang harus
diselesaikan."
"Ada hal yang lebih penting lagi?" kata Shi Qun.
"Urusan Gao Lao-da bisa menunggu, tapi urusan ini
tidak dapat ditunda-tunda lagi."
"Urusan Gao Lao-da pun tidak dapat menunggu."
"Mengapa?"
"Karena dia sedang sakit keras."
Meng Xing-hun terdiam, dia merasa sedih saat itu dia
ingin melepaskan semua tugasnya dan pergi mengikuti Shi
Qun. Tapi dia mengkhawatirkan Lao-bo.
Lao-bo sudah menaruh semua harapan kepadanya, dia
tidak ingin Lao-bo kecewa kepadanya. Tapi dia juga tidak
ingin Gao Lao-da. kecewa kepadanya.
Gunung di kejauhan sudah disinari oleh matahari pagi.
Wajah Meng Xing-hun terlihat berat dan kesedihan begitu
sarat di matanya.
Shi Qun memaksanya, "Masih ada satu hal yang belum
kukatakan kepadamu."
"Apa itu?"
"Kali ini aku mencarimu dan akan membawamu
pulang." Meng Xing-hun mengangguk pelan dan dengan sedih
menjawab, "Aku mengerti."
Meng Xing-hun benar-benar mengerti isi hati Shi Qun.
Tidak ada orang yang memahami Shi Qun dari pada dia.
Shi Qun adalah orang yang mempunyai hati yang lemah
tapi sifatnya keras seperti bajak dan besi, bila dia sudah
memutuskan suatu hal tidak ada seorang pun yang dapat
mengubahnya. Meng Xing-hun sangat memahami Shi Qun karena dia
pun orang yang sama seperti Shi Qun.
"Kau harus pulang sekarang, bila tidak...."
"Bagaimana bila tidak?"
Sudut mata Shi Quan bergetar kemudian berkata, "Kalau
kau tidak mau pulang, bukan aku yang mati, kau yang mati
di sini. Dalam keadaan hidup atau mati aku akan
membawamu pulang."
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata,
"Apakah tidak ada pilihan lain?"
"Tidak ada."
Meng Xing-hun menarik nafas dan berkata, "Kau tahu,
aku tidak akan membunuhmu."
"Tapi aku akan membunuhmu, karena itu kau jangan
memaksaku untuk melakukannya," kata Shi Qun.
Dia menurunkan sulingnya kemudian dengan perlahan
berkata, "Kepandaian ku tidak sehebat dirimu, tapi dalam
waktu 2 tahun ini keadaanku sudah banyak berubah."
"Oh?"
"Seseorang yang hidup di antara pisau-pisau, dia akan
lebih cepat belajar dari pada orang yang hanya hidup di
rumah." Shi Qun tidak perlu menerangkan lagi karena Meng
Xing-hun sudah mengerti maksudnya.
Belajar bagaimana cara membunuh orang dan belajar
bagaimana cara tidak dibunuh oleh orang lain.
Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa dan berkata,
"Aku tahu di sulingmu sudah kau pasang senjata rahasia."
Dengan ringan Shi Qun berkata, "Di daerah Hun-lam
adalah tempat asal perkumpulan Tian-cong, juga tempat
orang-orang yang bersembunyi dalam pelariannya. Banyak
orang yang kuat dan aneh di sana."
"Maka kau lebih banyak belajar di sana," kata Meng
Xing-hun "Benar."
Meng Xing-hun menarik nafas panjang dan dengan
perlahan mendekatinya, berkata, "Baiklah aku akan ikut...."
Dia berjalan beberapa langkah dengan cepat berlari ke
hadapan Shi Qun, tangannya secepat kilat sudah memegang
tangan Shi Qun.
Terdengar suara suling terjatuh. Sulingnya terbuat dari
besi, wajah Shi Qun menjadi pucat.
Meng Xing-hun melihatnya, dengan santai dia berkata,
"Aku tahu kau sudah belajar banyak tapi aku pun tahu kau
belum belajar jurus-jurus seperti ini."
Wajah Shi Qun yang tadinya beku sekarang tampak
datar. Kata Meng Xing-hun, "Jurus seperti ini kau tidak
akan pernah bisa mempelajarinya karena jurusnya tidak
cocok buatmu, kau belum siap menghadapiku."
"Maka sekarang kau menggunakannya untuk
menghadapiku, aku tidak akan marah."
"Aku tidak mempunyai pilihan," kata Meng Xing-hun.
"Kalau begitu, kau boleh pergi."
"Aku memang harus pergi...."
Dia melihat Shi Qun. Matanya yang tajam penuh
dengan kehangatan dan persahabatan.
Meng Xing-hun tersenyum dan menepuk pundak Shi
Qun kemudian berkata, "Aku harus pergi, tapi pergi untuk
mengikutimu pulang."
Shi Qun menatapnya, matanya penuh dengan
kehangatan tiba-tiba dia bertanya, "Apakah kau tahu
mengapa aku tidak waspada kepadamu" Karena aku tahu
kau pasti akan mengikutiku pulang."
Meng Xing-hun tertawa.
Kedua wajah orang ini bisa tersenyum begitu hangat. Ini
adalah suatu mujizat.
Kecuali rasa persahabatan, apalagi yang dapat
melebihinya" Tidak ada, sama sekali tidak ada.
Di dunia ini bunga mawar yang tidak berduri adalah
bunga persahabatan.
Matahari sudah terbit, bunga chrysan bertambah layu. Di
dalam taman tidak ada orang.
Sewaktu Meng Xing-hun melihatnya, bukan karena dia
memilih waktu yang tepat juga bukan karena dia sedang
beruntung. Di dunia ini tidak ada yang kebetulan.
"Waktu aku ke sini tempat ini sudah kosong," kata Shi
Qun. "Kapan kau datang?"
"Belum begitu lama."
Tiba-tiba Shi Qun menarik nafas dan berkata, "Bila aku
datang lebih awal, bunga-bunga ini tidak akan layu."
"Apakah kau datang dengan Gao Lao-da?"
"Begitu aku pulang dia menyuruhku ke tempat ini untuk
menemaninya."
"Mengapa dia datang ke sini?"
"Menunggumu," kata Shi Qun.
"Menungguku?"
"Gao Lao-da berkata bila kau belum datang ke sini, kau
pasti akan segera datang."
Meng Xing-hun tidak bicara lagi, tapi wajahnya
bereskpresi sangat aneh. Shi Qun melihat wajahnya dan
bertanya, "Kau sedang memikirkan apa?"
Meng Xing-hun mengangguk dan tertawa sangat aneh
dia berkata, "Aku sedang bertanya kepada diri sendiri, bila
kau tidak mencariku, apakah aku akan datang ke sini?"
Ruang itu sangat gelap, gordin merah menutupi jendela.
Pada saat Gao Lao-da berada di ruang itu, dia tidak
ingin ada cahaya sedikit pun. Di dekat jendela ada sebuah
kursi besar terbuat dari rotan, kursi ini tadinya ada di mang
rahasia Lao-bo.
Lao-bo senang duduk di kursi rotan itu, menerima
laporan dari anak buah dan teman-temannya, mendengar
saran mereka setelah itu baru mengambil keputusan.
Banyak hal penting yang sudah terjadi pada saat Lao-bo
duduk di kursi itu untuk mengambil keputusan. Dan yang
sekarang duduk di kursi itu adalah Gao Lao-da.
Gao Lao-da memang terlihat sangat lemah dan lelah
Rumah itu memang gelap tapi Meng Xing-hun masih bisa
melihatnya, dia juga belum pernah melihat Gao Lao-da
yang begitu lemah dan lelah.
Begitu melihat dia masuk, mata Gao Lao-da bercahaya
dengan gembira dia berkata, "Aku tahu kau pasti akan
datang." Wajah Meng Xing-hun terlihat berseri, dia berkata,
"Apakah kau tahu aku pasti akan datang?"
"Sebenarnya aku tidak yakin, tapi kecuali menggunakan
cara ini aku tidak tahu harus memakai cara apa lagi untuk
mencarimu?"
Dia masih tertawa, tidak marah juga tidak mengomel,
tapi di balik kata-katanya Meng Xing-hun merasa Gao Laoda
sangat sedih. Kesedihannya mempengaruhi Meng Xinghun.
Hati Meng Xing-hun terasa sakit.
"Benar dia sudah semakin tua dan kesepian."
Kesepian begitu menakutkan, kesepian yang paling
menakutkan adalah pada saat perempuan menjadi tua.
Meng Xing-hun mendekatinya, menatapnya kemudian
dengan lembut berkata, "Kau berada di mana pun asal aku
tahu, aku pasti akan menengokmu."
"Apakah benar?"
Dia tidak menunggu jawaban Meng Xing-hun, segera
memegang erat tangannya dan dia berkata lagi, "Pindahkan
kursi ke sini, duduklah dekat denganku!"
Dia memerintahkan ini kepada Shi Qun, tapi pandangan
matanya tidak beralih dari Meng Xing-hun.
Tangan Gao Lao-da basah dan dingin. "Kau.... kau
benar-benar sakit," kata Meng Xing-hun.
Tawa Gao Lao-da terdengar sedih tapi lembut,
"Sebetulnya aku tidak sakit apa-apa, asalkan tahu kalian
baik-baik saja, sakitku akan cepat sembuh."
"Aku baik-baik saja."
Dengan pelan Gao Lao-da berkata lagi, "Tapi
kelihatannya kau lebih lelah dari diriku."
Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Memang aku
sedikit lelah tapi tubuhku sehat."
Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau terlihat begitu
gembira, apakah kau sudah bertemu Lao-bo?"
Tiba-tiba tawa Meng Xing-hun menghilang.
"Apakah benar?" tanya Gao Lao-da.
Meng Xing-hun merasa badannya membeku, tawa Gao
Lao-da pun berubah dengan terpaksa, dia bertanya,
"Mengapa kau tidak bicara apa-apa lagi?"
Setelah lama Meng Xing-hun baru menjawab, "Aku
tidak ingin membohongimu."
"Kau tidak perlu berbohong."
"Bila kau terus bertanya, aku akan berbohong."
Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kalau
begitu, kau pasti sudah bertemu dengan Lao-bo."
Meng Xing-hun terdiam, tiba-tiba dia berdiri, suaranya
menjadi serak, dengan pelan dia berkata, "Aku akan
menjengukmu beberapa hari lagi."
"Apakah kau akan pergi?"
Meng Xing-hun mengangguk dan menjawab, "Aku tidak
berani duduk di sini lagi."
"Kau takut?"
Mulut Meng Xing-hun terasa kencang dan dia
menjawab, "Aku takut aku akan membocorkan rahasia
Lao-bo." "Kau tidak mau bicara kepadaku, apakah karena kau
tidak percaya kepadaku?"
Meng Xing-hun tidak bicara lagi, dengan pelan dia
membalikkan badan, Shi Qun pun tidak mencegah
kepergiannya. Gao Lao-da pun tidak menarik dia. Tapi
pada saat itu juga gordin merah tiba-tiba ditarik dan
terbuka. Segera Meng Xing-hun melihat sesosok bayangan di
balik gordin, muncullah Lu Xiang-chuan. Walau di mana
pun dan kapan pun bila kau melihat Lu Xiang-chuan, dia
akan terlihat sopan dan terpelajar.
Baju yang melekat di tubuhnya selalu rapi dan bersih.
Tawanya selalu membuat orang merasa senang kepadanya.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan tersenyum dia melihat Meng Xing-hun.
Tapi Meng Xing-hun sudah tidak bisa tertawa. Dengan
tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Sudah satu tahun kita
tidak bertemu, apakah kau masih ingat waktu itu tengah
malam kita memasak nasi goreng memakai telur?"
"Aku tidak pernah lupa," jawab Meng Xing-hun.
"Apakah kita masih berteman?"
"Tidak!"
Kata Lu Xiang-chuan, "Sehari kita sudah menjadi
teman, selamanya akan tetap menjadi teman, apakah kau
belum pernah mendengar peribahasa ini?"
"Seharusnya kalimat ini kau katakan kepada Lao-bo."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Aku pun ingin bicara dengan
Lao-bo, tapi aku tidak tahu dia berada di mana?"
"Selamanya pun kau tidak akan tahu."
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Jangan lupa di
dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa
berubah kapan pun."
"Hanya satu hal yang tidak bisa berubah."
"Apa?"
Dengan dingin Meng Xing-hun berkata, "Selamanya kita
bukan teman, dan itu juga yang tidak akan pernah
berubah." "Tapi ada satu hal yang harus kau percaya," kata Lu
Xiang-chuan. Dia tidak pernah memberi kesempatan kepada Meng
Xing-hun untuk berkata jujur, dia melanjutkan lagi, "Kau
harus percaya, kapanpun aku bisa mengambil nyawanya."
Wajah Meng Xing-hun berubah.
Lu Xiang-chuan bila mengatakan hal yang lain, Meng
Xing-hun tidak akan percaya begitu saja, tapi untuk hal ini
dia sangat percaya.
Tempat duduk Gao Lao-da tidak jauh dari Lu Xiangchuan
siapa pun yang duduk di sana tidak dapat mengelak
dari senjata rahasia Lu Xiang-chuan.
Dahi Gao Lao-da sepertinya sudah keluar keringat
dingin. Meng Xing-hun membalikkan badannya, dia
melihat Shi Qun berdiri di dekat pintu sama sekali tidak
bergerak, tapi wajahnya sangat pucat, tangan yang
memegang suling pun sudah keluar nadi yang berwarna
hijau. Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Aku tahu kau
tidak akan membiarkan Gao Lao-da mati begitu saja."
Tangan Meng Xing-hun sudah berkeringat, mulutnya
terasa kering. Kata Lu Xiang-chuan, "Bila kau ingin Gao Lao-da
hidup, cepat katakan di mana Lao-bo!"
"Apakah kau percaya kepada kata-kataku?"
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Kau
ditakdirkan tidak bisa berbohong, aku sudah tahu."
"Jangan harap aku akan membertahu keberadaan Laobo."
Tawa Lu Xiang-chuan membeku, wajah Gao Lao-da dan
Shi Qun pun membeku. Mereka tahu Meng Xing-hun tidak
akan mengubah pendiriannya lagi.
Setelah lama Lu Xiang-chuan baru berkata, "Apakah kau
lupa mengapa kau masih bisa hidup sampai sekarang?"
Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Aku tidak
akan pernah melupakannya."
"Apakah kau tega membiarkan dia mati" Dan masih
berkeras tidak mau mengatakan Lao-bo ada di mana?"
Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Demi siapa
pun aku tidak akan pernah mengkhianati teman."
Lu Xiang-chuan tertawa dingin dan berkata, "Apakah
Lao-bo adalah temanmu" Sejak kapan dia menjadi
temanmu?" "Sejak dia percaya kepadaku."
Dia memelototi Lu Xiang-chuan, matanya sudah
berkobar amarah, dengan pelan dia berkata, "Masih ada
satu hal lagi yang harus kau ingat, bila kau benar-benar
membunuh Gao Lao-da, walaupun aku hidup atau mati,
aku pasti akan mencarimu dan mengambil nyawamu."
Lu Xiang-chuan menarik nafas panjang dan berkata,
"Aku percaya semua kata-katamu."
"Kau harus percaya!" kata Meng Xing-hun.
Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi
dia juga kau bisa mengkhianati teman?"
"Siapa dia?"
Tiba-tiba Meng Xing-hun mendapat firasat yang tidak
enak, dia sudah tahu siapa yang dimaksud oleh Lu Xiangchuan.
Dengan santai Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah kau
ingin bertemu dengannya?"
Di sudut ada sebuah pintu dan pintu itu dibuka. Meng
Xing-hun melihat kesana, tubuhnya segera membeku dan
dingin seperti es.
Seseorang berdiri di balik pintu, dengan bengong dia
menatap Meng Xing-hun, dua buah pisau yang mengkilat
berada di lehernya.
XiaoTie. Dia adalah Xiao Tie.
Xiao Tie memandangnya, air mata terus mengalir. Tapi
Xiao Tie hanya diam.
Orang-orang di dunia persilatan tahu bahwa Lu Xiangchuan
adalah seorang yang ahli senjata rahasia, tapi tidak
ada yang tahu bahwa dia pun lihai dalam menotok orang.
Biasanya seorang ahli senjata rahasia, lihai juga dalam
menotok karena jurus ini adalah jurus yang sejenis. Samasama
harus menggunakan tangan yang gesit, tepat, dan
kejam. Walaupun telah ditotok nadinya begitu berat tapi tetap
tidak bisa menguasai air mata orang lain.
Lu Xiang-chuan bisa membuat orang tidak bisa bergerak,
tidak bisa bicara, tapi tidak bisa membuat orang berhenti
meneteskan air mata.
Melihat air mata Xiao Tie, hati Meng Xing-hun seperti
tercabik-cabik, dia ingin mendekat dan memeluk dia.
Tapi dia tidak berani.
"Kalau kau berani bergerak, pisau-pisau ini akan
memenggal lehernya yang indah."
Walaupun kata-kata ini tidak dibicarakan oleh Lu Xiangchuan,
Meng Xing-hun sudah tahu maksud dari Lu Xiangchuan.
Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi
dia kau tega mengkhianati teman?"
Meng Xing-hun tidak bicara dan juga tidak bergerak,
tiba-tiba dia teringat kepada ikan yang dipancing di kolam
milik Han Tang.
Sekarang dia ibarat ikan itu, walaupun sudah
memberontak, usahanya sia-sia saja. Dia sudah putus
harapan. Karena pancingan Lu Xiang-chuan sudah berada
di mulutnya. Tidak ada orang yang bisa menolongnya dan tidak ada
yang mau menolongnya.
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Aku
adalah orang yang santai, karena itu aku akan menunggu,
tapi jangan terlalu lama."
Lu Xiang-chuan pasti tidak akan tergesa-gesa karena
ikan sudah berada di dalam pancingannya, yang tergesagesa
adalah si ikan, bukan dia.
Tapi bila terus menunggu, apa bisa terjadi sesuatu"
Walaupun sudah menunggu lama, tetap tidak akan
berubah. Baju Meng Xing-hun sudah basah oleh keringat dingin.
Tiba-tiba Gao Lao-da menarik nafas dan berkata, "Lebih
baik kau katakan di mana Lao-bo, bila aku seorang laki-laki
sejati, demi Sun Ti aku rela melakukan apa pun demi dia."
Hati Meng Xing-hun terasa sakit, seperti ada pisau yang
menusuk ke dalam hatinya. Dia baru mengeri sekarang.
Gao Lao-da sudah bersekongkol dengan Lu Xiang-chuan
dan semua ini adalah rencana mereka. Orang yang benarbenar
mencekik lehernya adalah Gao Lao-da bukan Lu
Xiang-chuan. Anehnya Meng Xing-hun tidak pernah marah, dia hanya
merasa sedih, sedih dan kecewa terhadap Gao Lao-da. Tapi
bagaimana dengan Shi Qun.
Apakah Shi Qun ikut dalam rencana busuk ini" Tiba-tiba
Meng Xing-hun teringat kepada suling besinya, teringat
kepada senjata rahasia di dalam suling itu.
Bila dia bisa mengambil suling itu mungkin bisa balik
menyerang, dalam keadaan seperti ini senjata rahasialah
yang paling berguna. Orang yang sudah putus asa bila ada
kesempatan, dia tidak akan melewatkan kesempatan ini
dengan sia-sia.
Mata Meng Xing-hun terus menatap Xiao Tie, dia
mundur selangkah demi selangkah.
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah
kau akan pergi" Bila kau tega meninggalkan Xiao Tie di
sini, aku akan membiarkan pergi."
Meng Xing-hun tiba-tiba membalikkan tangan secepat
kilat merebut suling Shi Qun. Dia sudah memperhitungkan
posisi Shi Qun dan perhitungannya sangat tepat. Tapi tetap
dia meleset. Karena Shi Qun sudah tidak ada di sana.
Tidak ada yang tahu kapan Shi Qun pergi.
"Bila dia tidak ikut rencana busuk ini, Gao Lao-da dan
Lu Xiang-chuan tidak akan begitu ceroboh menghadapi Shi
Qun." Hati Meng Xing-hun seperti ditambah sebuah tusukan
pisau lagi. Hanya orang yang dikhianati teman bisa
merasakan hal yang menyakitkan seperti ini.
Dengan dingin Lu Xiang-chuan bertanya, "Aku sudah
menunggu lama, apakah aku harus terus menunggu"
Walaupun sangat sabar, manusia pasti akan marah, apakah
kau mau membuatku marah?"
Meng Xing-hun menarik nafas, dia tahu hari ini dia akan
mati di sini. Mati pun ada beberapa macam. Dia hanya ingin mati
dengan mulia dan tidak memalukan.
Masalahnya apakah dia bisa" Sebelum senjata Lu Xiangchuan
menembus ke tubuhnya, dia akan mengeluarkan
serangan, paling sedikit dia harus mencoba dan ingin terus
mencoba. Matahari sudah terbit, cahaya matahari membawa terang
tapi tidak membawa harapan.
Dia mengangkat kepalanya menatap Xiao Tie. Mungkin
ini adalah saat-saat terakhirnya.
Sorot mata Xiao Tie penuh dengan permintaan, meminta
Meng Xing-hun cepat-cepat meninggalkan tempat ini.
Meng Xing-hun mengerti tapi dia tidak dapat
melakukannya. "Walaupun harus mati, kita harus mati bersama-sama."
Xiao Tie pun mengerti maksud Meng Xing-hun. Air
mata Xiao Tie menetes lagi, hatinya sudah hancur.
Pada saat itu pisau-pisau yang berada di leher Xiao Tie
tiba-tiba sudah menghilang kemudian terdengar jatuh ke
bawah. Begitu pisau-pisau itu menghilang, di balik pintu
terdengar suara teriakan, terlihat kedua orang itu roboh.
Kemudian ada sepasang tangan di balik pintu
menggendong Xiao Tie.
Ada yang bicara, "Cepat keluar! Cepat!" Ini adalah suara
Shi Qun. Tubuh Meng Xing-hun sudah ditekukkan, dia sudah
mundur keluar pintu dan menutup pintu dengan jari
kakinya, segera dia melayang ke atas.
Terdengar suara senjata rahasia seperti hujan paku
mengarah ke pintu.
Meng Xing-hunnaik ke atas rumah, dia melihat kilauan
pedang. Tiga buah golok.
Kilatan golok seperti petir, ada yang mengarah
tangannya, dan juga ada yang ke arah kakinya, kemudian
ke arah pinggangnya. Mereka ingin membelahnya menjadi
dua bagian. Meng Xing-hun mengelak serangan golok itu dengan
memiringkan tubuhnya. Dia pun merasa ada serangan yang
merobek bajunya.
Tapi tangan Meng Xing-hun pun tidak tinggal diam
begitu saja, dia mencengkram tangan orang itu, terdengar
suara senjata yang beradu, kemudian atap genting
berhamburan. Orang itu sudah terjatuh ke bawah dengan
berlumuran darah.
Begitu melihat musuh roboh, dia meloncat menjauh lagi.
Dia melihat Shi Qun ada di balik semak-semak bunga.
Bajunya yang putih penuh dengan darah, Shi Qun
melambaikan tangannya.
Meng Xing-hun membalikkan badan lagi, dia seperti
seekor walet terbang melayang ke sana, terbang ke arah
Xiao Tie. Totokan Xiao Tie sudah dibuka, dia tampak masih
kelelahan. Melihat Meng Xing-hun datang, dia
merentangkan tangannya lebar-lebar, sorot matanya
bercampur antara kaget, sedih dan gembira.
Begitu tiba di tempat Xiao Tie, dia segera memeluknya
dengan erat, seperti sudah lupa pada keadaan sekeliling
mereka. Mereka merasa asalkan mereka bisa berpelukan hal lain
sudah tidak dipedulikan lagi, tapi Shi Qun tahu bahaya
belum meninggalkan mereka.
Entah mengapa Lu Xiang-chuan tidak mengejar mereka.
Cara kerjanya selalu tidak terpikirkan oleh siapa pun. Dan
cara-caranya selalu menakutkan.
Shi Qun menarik Meng Xing-hun dan berkata, "Pergilah!
Bila ada yang mengejar, aku akan menghalangi mereka."
Meng Xing-hun mengangguk dan dia memegang dengan
erat tangan sahabatnya.
Dia tidak bicara tapi dia sangat berterima kasih kepada
Shi Qun. Dia sudah tidak dapat mengungkapkan dengan
kata-kata. Kemudian dia menoleh, memilih jalan keluar. Tapi tidak
ada jalan yang aman.
Di taman bunga yang sepi dan tidak ada orang tapi
perangkap telah ada di mana-mana.
Meng Xing-hun mengeratkan giginya, akhirnya dia
memutuskan keluar dari pintu depan.
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Begitu dia menarik tangan Xiao Tie yang dingin, terlihat
seseorang sedang berjalan ke arah mereka.
Seorang perempuan yang mengenakan baju laki-laki,
rambutnya hitam dan mengkilat seperti sutra menari-nari
dihembus angin.
Dia sudah tahu siapa orang itu.
Feng-feng. Feng-feng sedang berjalan di jalan yang berbatu, dia
berlari menuju rumah di balik semak-semak.
Sepertinya dia sudah melihat Meng Xing-hun karena itu
dia berlari lebih cepat lagi, memang kepandaian andalannya
adalah dari kakinya.
Xiao Tie melihat ekspresi wajah Meng Xing-hun, dia
bertanya, "Apakah kau mengenalnya?"
Meng Xing-hun mengangguk, tiba-tiba dia mendorong
Xiao Tie ke arah Shi Qun dan berkata, "Ikutlah dengan Shi
Qun, dia akan menjagamu."
Xiao Tie kaget dan dengan gemetar dia bertanya, "Kau
mau ke mana?"
"Tiga hari lagi aku akan mencarimu," jawab Meng Xinghun.
"Bagaimana kau bisa mencari kami?"
"Pergilah ke tempat yang dulu."
Kalimat ini belum selesai diucapkan, dia sudah loncat.
Dia memakai jalan yang paling cepat untuk menyusul Fengfeng.
Dia tidak akan membiarkan perempuan itu hidup,
karena dia akan membocorkan rahasia persembunyian Laobo.
Pintu di dalam rumah sudah terbelah oleh senjata rahasia
dan senjata rahasia masih menempel di pintu.
Senjata rahasia Lu Xiang-chuan sangat tepat dan ganas,
kekuatannya seperti angin dingin yang menembus baju di
musim dingin. Ooo)dw(ooO BAB 26 Jarak Feng-feng dengan Meng Xing-hun hanya tinggal
beberapa meter.
Kaki Feng-feng sangat kuat, dia tidak tampak lelah
padahal sudah menempuh perjalanan dari desa tempat
tinggal Ma Feng-zhong hingga ke tempat Lao-bo.
Apalagi dia mengenakan baju laki-laki, bajunya sangat
longgar dan mengganggu gerakan Feng-feng.
Meng Xing-hun sudah memperhitungkan semuanya
sebelum Feng-feng tiba di taman bunga, dia harus sampai
dulu. Tapi Meng Xing-hun ternyata salah perhitungan. Karena
dia hanya menghitung kecepatan sendiri tidak menghitung
kecepatan orang lain.
Dia sudah melewati semak bunga dan meloncat lagi.
Pada waktu itu tanah yang berada di bawah kakinya sudah
terbuka dan ada sebuah lubang yang lumayan besar.
Di lubang itu ada 4 orang yang berbaring di sana, mereka
sedang memanah Meng Xing-hun, panah meluncur seperti
hujan ke tubuh Meng Xing-hun.
Dalam keadaan biasa Meng Xing-hun pasti bisa
mengelak dari panah dan senjata rahasia, karena dia sudah
berpengalaman. Tapi untuk kali ini dia kalah cepat karena
dia perhatiannya terfokus pada Feng-feng.
Begitu dia melewati bunga Chrysan yang berwarna
kuning terlihat ada darah yang segar menetes-netes.
Sebuah panah menancap di paha kirinya, dia merasa
panah itu mengenai tulangnya.
Tapi dia tidak berhenti.
Dia tidak dapat berhenti.
Karena sekarang adalah waktu penentuan antara hidup
dan mati, bila dia berhenti maka akan banyak orang yang
mati karena dia. Rambut Feng-feng sudah berada di depan
matanya sedang berkibar dengan indah tapi di matanya
terasa seperti masih sangat jauh.
Kakinya yang terluka telah mengganggu gerakannya.
Antara sadar dan tidak sadar, dia merasa akan pingsan.
Sakitnya sudah menusuk ke tulang, dia tahu dia sudah
tidak dapat bertahan lagi, tapi dia berusaha menggunakan
tenaga terakhir mendekati Feng-feng dan menotok urat
nadinya. Itu adalah nadi. yang mematikan, sekali tertotok sudah
pasti langsung mati.
Begitu tangan diayunkan, rasa sakit sudah mencapai
kepalanya kemudian dia merasa tubuhnya menjadi mati
rasa. Dia masih bisa merasa jarinya masih mengenai tubuh
yang hangat, setelah itu semuanya menjadi gelap.
Ooo)dw(ooO Langit terlihat penuh dengan bintang, angin sepoi-sepoi
berhembus dari pantai.
Mereka bergandengan tangan, dengan tenang berjalan di
tepi pantai. Ada nelayan yang bernyanyi dengan merdu.
Dia menarik Xiao Tie kedalam pelukannya, mencium
rambut yang berkibar ditiup angin, mata Xiao Tie begitu
dalam begitu jauh....
Tiba-tiba Meng Xing-hun membuka matanya, mimpi
yang indah itu telah hilang begitu saja.
Tidak ada cahaya bintang, tidak ada laut, juga tidak ada
orang yang berada di dalam mimpinya.
Dia telungkup di tempat tadi dia ambruk, kakinya
semakin sakit. "Aku tidak mati."
Ini adalah hal pertama yang dipikirkannya. Tapi hal ini
tidak penting, yang terpenting adalah apakah Feng-feng
masih hidup atau tidak, dia tidak akan membiarkan Fengfeng
membocorkan rahasia Lao-bo.
Ada suara tawa orang.
Meng Xing-hun berusaha mengangkat kepalanya, dia
melihat Lu Xiang-chuan, mata Lu Xiang-chuan tampak
bercahaya tapi ternyata bukan dia yang tertawa.
Melainkan Feng-feng.
Dia tertawa dengan senang.
Tiba-tiba tubuh Meng Xing-hun beku, dia seperti
dibekukan oleh sekolam air dingin, dia merasa sudah mati
rasa. Feng-feng berjalan menghampirinya, matanya penuh
dengan ejekan, semua orang tahu bahwa dia adalah
perempuan yang cantik.
Bunga beracun biasanya sangat indah.
Meng Xing-hun menjilat bibirnya yang kering, dengan
suara serak dia bertanya, "Kau.... apakah sudah
mengatakannya?"
Tawa Feng-feng penuh dengan penghinaan, Feng-feng
merasa pertanyaan ini tidak perlu dijawab.
Tawanya seperti seekor anjing betina yang baru keluar
dari kakus, dengan tertawa dia menjawab, "Aku sudah
mengatakannya, kau kira aku datang ke sini untuk apa"
Apa aku ke sini hanya untuk mengobrol?"
Meng Xing-hun merasa tubuhnya sudah lemas, mau
marah pun sudah tiada guna.
"Kau tidak menyangka akan bertemu denganku di sini
bukan" Kau pun tidak akan menyangka bahwa si tua
bangka itu akan membiarkanku pergi bukan?"
Dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Baiklah aku
akan memberitahumu, aku memang tidak mempunyai
keahlian apa pun, setelah 13 tahun yang lalu aku belajar
untuk berbohong, membohongi orang tua, profesi seperti
kami ini bila tidak menipu si tua bangka, siapa lagi yang
dapat kami tipu?"
Meng Xing-hun. melihat dan mendengar semua katakata
Feng-feng. Dengan genit Feng-feng tertawa dan berkata, "Jangan
salahkan diriku, aku masih muda, tidak mungkin seumur
hidupku dihabiskan bersama pak tua itu, dia hampir mati,
bila sudah mati dia tidak akan memberikan uang sepeser
pun padaku."
Tiba-tiba Meng Xing-hun membalikkan badan melihat
Lu Xiang-chuan.
Meng Xing-hun terlihat sangat tenang dengan perlahan
dia berkata, "Kemarilah!"
"Ada yang ingin kau bicarakan denganku?"
"Apakah kau ingin tahu?" tanya Meng Xing-hun.
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kata-kata dari
orang sepertimu harus didengar."
Benar saja dia mendekati Meng Xing-hun tapi sikap
waspadanya tidak berkurang. Harimau atau singa bila
sudah masuk ke dalam perangkap pun masih bisa melukai
orang. Begitu Lu Xiang-chuan berjalan kurang lebih beberapa
meter dari Meng Xing-hun, dia berhenti dan berkata,
"Sekarang kau mau mengatakan apa" Aku bisa mendengar
dari sini."
"Aku ingin meminta sesuatu," lanjutnya, "Aku mau
perempuan ini, bisa kau berikan kepadaku."
"Apakah kau menyukainya?" tanya Lu Xiang-chuan
tertawa. "Aku inginkan nyawanya."
Lu Xiang-chuan tidak tertawa, yang tertawa adalah
Feng-feng. Dia tertawa seperti sudah mendengar sebuah lelucon
yang lucu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan, dia
menunjuk Meng Xing-hun dan berkata, "Aku kira orang ini
tidak terlalu bodoh tidak tahunya dia itu bodoh dan idiot
mungkin bahkan ada penyakit gilanya."
Dia menunjuk Lu Xiang-chuan dan berkata, "Mana
mungkin dia akan memberikan aku kepadamu, kau berani
meminta nyawaku kau kira kau ini siapa!"
Lu Xiang-chuan menunggu dia habis bicara, dia tertawa
kemudian menarik dia ke hadapan Meng Xing-hun lalu
berkata, "Apakah kau meminta perempuan ini?"
"Benar."
Lu Xiang-chuan mengangguk dan dia menatap Fengfeng.
Feng-feng mulai merasa takut, dengan tertawa terpaksa
dia lalu berkata, "Kau pasti tidak akan menyerahkanku
kepadanya bukan" Demi dirimu aku sudah melakukan
banyak hal termasuk memberitahu Lao-bo."
Wajah Lu Xiang-chuan tetap datar, dengan dingin dia
berkata, "Apakah semua kerjaanmu sudah beres?"
Wajah Feng-feng menjadi pucat dengan gemetar dia
menjawab, "Kelak aku akan melakukan semua yang kau
perintahkan."
Lu Xiang-chuan membelai rambutnya, tangannya
semakin turun dan tiba-tiba merobek baju Feng-feng.
Tubuh yang indah terlihat di bawah siraman sinar
matahari tapi Lu Xiang-chuan tidak melihatnya.
Dia hanya melihat Meng Xing-hun, dengan tersenyum
dia berkata, "Aku tahu kau sudah melihat banyak
perempuan."
"Benar."
"Kalau yang ini bagaimana?" tanya Lu Xiang-chuan.
"Lumayan."
Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Mengapa aku harus
memberi perempuan ini kepadamu" Aku pun bisa memakai
dia." "Kau bisa melakukannya, tapi ada yang tak bisa kau
lakukan." "Oh?"
"Jadi sekarang kau tahu Lao-bo berada di mana?"
"Perempuan biasanya sangat teliti, dia sudah
menceritakan semuanya kepadaku."
"Aku kira kau memang mampu mencari Lao-bo, tapi
apakah kau bisa masuk ke dalam sumur itu?" tanya Meng
Xing-hun. "Tidak bisa, sekarang ini belum bisa," jawab Lu Xiangchuan.
Kalau tidak perlu berbohong dia tidak akan berbohong,
karena berbohong kadang-kadang malah bermanfaat.
"Sekarang siapa yang bisa memenggal kepala Lao-bo?"
tanya Meng Xing-hun.
"Tidak ada."
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku
bisa menutup sumur itu, dia bisa mati kekurangan oksigen"
"Apakah kau akan sabar menunggu begitu lama?"
Lu Xiang-chuan dengan tenang berkata, "Mungkin bisa,
karena aku orang yang sabar."
"Mengapa kau tahu dia akan mati karena kurang
oksigen?" Lu Xiang-chuan melihatnya, setelah lama dia baru
berkata, "Apakah kau pernah mengatakan demi diriku kau
akan turun ke dalam sumur untuk membunuhnya?"
Meng Xing-hun memejamkan mata dengan perlahan dia
menjawab, "Asal kau bisa memberikan perempuan ini
kepadaku, aku akan membunuh Lao-bo untukmu."
Feng-feng memejamkan matanya, air mata sudah
mengalir, tidak ada yang tahu mengapa hatinya begitu sedih
dan takut, tidak ada yang tahu mengapa dia harus
melakukan hal ini.
Tapi dia memang harus begitu.
Mata Lu Xiang-chuan mulai bercahaya, dia terus
menatap Meng Xing-hun.
"Apakah kata-katamu bisa dipegang?"
Feng-feng masih mendengar di sisinya. Tubuhnya mulai
gemetar tiba-tiba dia berteriak, "Jangan dengarkan katakatanya,
dia tidak akan membunuh Lao-bo, ini hanya tipu
muslihatnya."
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan menampar Feng-feng.
Wajah yang pucat segera memerah dan bengkak, darah
mengalir dari sudut mulutnya, giginya yang tanggal tertelan
ke dalam perut.
Tubuhnya menjadi keram, dia sudah bisa menyesuaikan
diri. Meng Xing-hun sama sekali tidak melihatnya, dia
berkata, "Tidak ada yang meragukan kata-kataku."
"Mengapa kau mau melakukan hal ini?"
"Karena aku harus melakukannya," kata Meng Xinghun.
"Tidak ada orang yang dapat memaksa membunuh
Feng-feng dan juga tidak ada orang yang memaksamu
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membunuhnya."
"Bila Lao-bo memang harus mati, siapa pun yang
membunuhnya sama saja," kata Meng Xing-hun.
"Lebih baik kau sendiri yang membunuhnya. Lebih baik
dia cepat mati dari pada. mati perlahan-lahan, karena
menunggu kematian lebih menyedihkan," kata Lu Xiangchuan.
"Benar."
Lu Xiang-chuan tiba-tiba menarik nafas dan berkata,
"Akhirnya aku mengerti kemauanmu."
"Mengerti saja tidak cukup."
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah
kau mengira aku tidak setuju?"
Feng-feng masih membersihkan darah di mulutnya, tibatiba
dia loncat dan menendang dada Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan melirik pun tidak, tapi segera telapak
tangannya sudah memukul kaki Feng-feng.
Feng-feng langsung terjatuh kakinya yang indah sudah
patah. Lu Xiang-chuan tetap tidak melihatnya, dengan santai
dia berkata, "Dia sudah jadi milikmu, bila tidak ada cara
untuk menghadapinya aku akan memberi beberapa saran."
Feng-feng melihat kakinya yang bengkok, air matanya
sudah menetes, dengan marah dia berkata, "Binatang! Kau
bukan manusia, aku harap kau segera mati. saja!"
Meng Xing-hun sudah berdiri dengan dingin dia melihat
Feng-feng, menunggu dia habis marah-marah kemudian dia
berkata, "Sekarang kau baru menyesal telah mengenalnya,
sekarang apa yang akan kau lakukan?"
Dengan menangis Feng-feng bertanya, "Aku sudah
melakukan apa" Apa yang harus kusesali?"
"Apakah tidak ada?"
Sambil menangis Feng-feng menjawab, "Aku adalah
seorang perempuan, tiap perempuan berhak memilih lakilaki
yang dia cintai, tapi aku tidak bisa! Mengapa kau
memaksaku seumur hidup menemani seorang pak tua yang
hampir mati?"
Dia melotot kepada Meng Xing-hun dan berkata lagi,
"Bagaimana perasaanmu bila ada yang menyuruhmu
menemani seorang nenek-nenek yang hampir mati?"
Sudut mata Meng Xing-hun mulai bergetar, tapi hawa
membunuhnya semakin berkurang.
Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata,
"Seharusnya kau dari awal jangan melakukan ini."
"Apakah kau mengira aku suka melakukannya" Senang
menemani seorang pak tua yang lebih pantas menjadi
kakekku?" "Tapi kau sendiri sudah melakukannya," kata Meng
Xing-hun. "Aku tidak punya jalan lain, 10 tahun yang lalu aku
dijual oleh ayah dan ibuku kepada Gao Lao-da. Bila Gao
Lao-da menyuruhku hidup dengan anjing jantanpun, aku
harus menurut."
"Tapi kau...."
Dengan suara besar Feng-feng memotong kata-katanya,
"Apakah demi Gao Lao-da kau tidak pernah membunuh
orang" Apakah kau tidak mau melakukan hal yang tidak
ingin kau lakukan tapi tetap harus kau lakukan karena Gao
Lao-da" Benar, aku adalah perempuan yang memalukan
tapi apakah dirimu pun lebih baik dari diriku?"
Feng-feng telungkup ke tanah kemudian menangis sejadijadinya.
Dia berkata, "Ayah, ibu, mengapa kalian melahirkanku
ke dunia ini, mengapa kalian menjualku ke tempat seperti
ini" Aku pun pernah hidup selama 10 bulan di kandungan
ibu, mengapa nasibku begitu buruk?"
Wajah Meng Xing-hun menjadi pucat matanya terlihat
sangat sedih. Dia merasa kata-kata Feng-feng sangat masuk
akal. Dia juga manusia, dia mempunyai hak untuk hidup,
mempunyai hak untuk dicintai. Bersama kekasih
menghabiskan hidupnya, melahirkan anak, dan
mendidiknya menjadi anak yang berbakti.
Ini adalah hak asasi setiap orang.
Tidak ada yang boleh merampas hak ini.
Walaupun dia sudah mengkhianati Lao-bo, tapi
hidupnya pun sudah dijual kepada orang lain.
Meng Xing-hun pun merasa kasihan kepada Feng-feng.
Dia berbohong untuk melindungi dirinya dan supaya dia
tetap hidup. Sekarang demi melindungi nyawanya, setelah
melakukan hal itu, dia memang pantas dimaafkan.
Semua tidak bisa hanya menilai dari sisi yang jelek saja,
tapi orang-orang lebih cenderung menilai dari sisi jelek saja
tapi sisi jelek dalam dirinya disembunyikan.
Di dunia ini bila orang bisa saling memaafkan, dunia ini
akan terasa lebih indah.
Tangis Feng-feng belum berhenti, dia mengambil sepatu
dan melihat Meng Xing-hun, lalu berkata, "Bukankah kau
mau membunuhku" Mengapa belum kau lakukan?"
Wajah Meng Xing-hun berubah menjadi sedih. Tadinya
dia sudah bertekad ingin membunuh perempuan ini tapi dia
tidak bisa. Karena dia merasa dia tidak berhak untuk
melakukannya. Nyawa manusia sangat berharga, siapa pun
tidak berhak membunuhnya.
Meng Xing-hun menarik nafas panjang, perlahan-lahan
membalikkan tubuhnya. Lu Xiang-chuan melihat mereka
kemudian tertawa, merasa bahwa mereka sangat lucu.
Tiba-tiba Meng Xing-hun berkata, "Ayo, kita pergi!"
"Kemana?"
"Ke tempat Lao-bo."
Lu Xiang-chuan mengerjapkan matanya dan bertanya,
"Bagaimana dengan perempuan ini" Kau tidak jadi
membunuhnya?"
"Orang yang harus kubunuh masih banyak."
Lu Xiang-chuan tertawa, "Kata-kata Gao Lao-da
memang tidak salah."
Meng Xing-hun marah dan bertanya, "Gao Lao-da
bicara apa saja kepadamu?"
"Gao Lao-da berkata bahwa kau tidak akan tega
membunuh perempuan ini karena kau tidak tega
membunuh orang, tapi dia bisa menyuruhmu membunuh
orang demi dia."
"Oh?"
Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Kau
tidak tega, juga bukan orang yang kejam, karena itu kau
sangat mudah diperalat."
Meng Xing-hun merasa perutnya menciut, api
kemarahan mulai berkobar. Tapi Lu Xiang-chuan masih
tertawa. "Dimana dia (Gao)?" tanya Meng Xing-hun.
"Apakah kau ingin bertemu dengannya?"
Dia tidak memberi kesempatan Meng Xing-hun untuk
terus bicara, dia berkata lagi, "Untuk apa kau menemuinya"
Apakah kau bisa memberontak" Apakah kau berani
membunuhnya" Bila kau berani aku akan mengikatnya
kemudian menyerahkan dia kepadamu."
Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak dan berkata,
"Aku tahu kau tidak akan berani, karena dia adalah orang
yang menolongmu dan dia adalah Toa-cimu, kau berhutang
budi kepadanya, kau tidak akan bisa membalas budi seumur
hidupmu." Meng Xing-hun masih berdiri di sana, wajahnya penuh
dengan keringat.
Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Karena itu kau
harus ikut aku pergi."
"Ke mana?"
"Sekarang aku sudah menyerahkan perempuan ini
kepadamu, apakah kau mau membunuh dia atau tidak
terserah padamu."
"Aku mengerti," Angguk Meng Xing-hun.
"Apakah kata-katamu bisa dipegang?"
Meng Xing-hun kembali mengangguk.
Feng-feng berusaha bangun dia menarik baju Meng
Xing-hun dan berkata, "Jangan pergi ke sana! Jangan
lakukan apa pun demi dia! Dia adalah binatang, kau akan
mati di tangannya!"
Wajah Meng Xing-hun tetap datar, dengan ringan dia
berkata, "Kata-kata yang sudah kuucapkan pasti bisa
dipegang."
"Kata-kata Lu Xiang-chuan seperti kentut, mengapa kau
harus menepati janji," kata Feng-feng.
"Karena aku bukan dia."
Feng-feng melihat Meng Xing-hun, matanya menjadi
aneh, antara kaget dan bingung.
Dia tidak percaya, di dunia ini ada orang sebodoh itu.
Dia tidak pernah bertemu dengan orang semacam itu.
Sekarang dia baru mengerti apa yang dinamakan sebagai
harga diri seorang manusia.
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan melambaikan tangannya dari
semak-semak muncul dua orang anak buahnya.
Sekarang perintah Lu Xiang-chuan seperti perintah Laobo,
begitu berpengaruh.
Dengan tertawa dingin dia berkata lagi, "Antarkan
perempuan ini ke Fei-feng-bao, ketua To memerlukan
Kisah Membunuh Naga 16 Raja Naga 09 Hantu Bersayap Asmara Sang Pengemis 2