Asmara Pedang Dan Golok 1
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng Bagian 1
ASMARA PEDANG DAN GOLOK
Karangan : Suma Leng
Terjemahan : Liang J Z
BAB I Mata air Houw-pauw (Harimau lari) yang disebut-sebut
sebagai mata air nomor dua di dunia, sungguh tidak salah
disebut demikian. Tidak peduli digunakan untuk menyeduh
teh Long-kheng biasa atau yang kwalitas khusus, asal
semuanya daun muda, begitu masuk mulut tetap saja terasa
licin segar harum dan manis.
Jalan menuju ke mata air Houw-pauw (di dalam kuil
Houw-pauw) adalah sebuah jalan gunung yang terbuat dari
susunan batu panjang yang terlihat sangat rapih.
Pohon-pohon tinggi sangat rimbun dan tenang berbaris
di kedua sisi jalan, satu selokan kecil yang jernih di sisi
kanan jalan batu mengalir tidak putus-putusnya.
Jika membandingkan kesegaran air selokannya, bisa
diumpanakan seperti air es di musim panas... sungguh
jernih dan dingin.
Walaupun air parit itu bukan berasal dari mata air
Houw-pauw, tapi air itu sudah demikian dingin, bisa di
bayangkan bagaimana dinginnya mata air Houw-pauw.
Di atas air selokan itu ada beberapa bunga rontok yang
ikut mengalir ke bawah.
Pemandangan ini sebenarnya umum sekali.
Di dunia ini mana ada air selokan yang tidak ada bunga
rontok ikut mengalir dengannya"
Seorang pelayan kecil merasa tidak sependapat melihat
majikan dengan temannya bersama-sama meng goyangkan
kepala, menikmati pemandangan yang menurut mereka
sangat indah. Dua orang sastrawan muda itu bukan saja mengeluarkan
suara "Ccck ccck!" memujinya. Malah turun ke dalam
selokan, bermain dengan air selokan-nya, menyiram
rontokan bunga-bunga itu.
Tampak dalam usia mereka yang masih sangat muda,
sudah timbul riak-riak gelombang hati......
Dalam keadaan itu, tiba-tiba mata salah seorang di
antaranya melotot pada satu benda yang bergulir mengikuti
air parit. Mungkin karena terlalu memperhatikan benda itu, tidak
sadar dia jatuh ke dalam air dan tidak bisa bangun lagi.
Saat itu yang seorang lagi pun telah melihat benda , itu,
matanya ikut melotot bengong, kaki dan tangannya \
menjadi kaku, malah sampai tidak ingat harus segera
mengangkat temannya, supaya dia tidak mati tenggelam,
sebab kepalanya menghadap kebawah.
Benda itu berbentuk bundar, dan air di sekelilingnya
sudah berubah menjadi merah.
Benda itu bergulir terus meninggalkan mereka.
Tapi kemudian muncul lagi yang lainnya, bentuknya
juga tidak terlalu berbeda.
Tidak peduli siapa, dan dari mana, semua orang tentu
mengenalnya itu adalah kepala manusia.
Karena kepala itu sudah terlepas dari lehernya, maka
bentuknya menjadi bulat dan bisa bergulir terus mengikuti
aliran selokan.
Justru karena tahu itu adalah kepala manusia, maka
terjadilah kejadian ini.
Yang seorang karena ketakutan sampai jatuh masuk ke
dalam parit. Yang satu lagi jadi tidak bicara, tidak bergerak, hanya
bisa bengong melihat kepala orang itu.
'Manusia yang paling tidak berguna adalah sastrawan',
kata-kata ini kadang-kadang tepat sekali.
Coba saja pikir, biarpun membelalakan mata sebesar
sapi, lalu apa gunanya" Tentu saja yang harus dilakukan
segera adalah cepat-cepat menarik temannya yang jatuh
pingsan ketakutan, supaya dia tidak mati karena tidak bisa
bernafas, itu baru masuk akal.
Tapi, keadaan tidak sederhana seperti yang diceritakan,
sebab di dalam waktu sekejap ini sudah muncul lagi sebuah
kepala yang bulat untuk ke tiga kalinya, kepala itu pun
membawa darah merah.
Kali ini sastrawan yang belum pingsan itu, tidak bisa
bertahan lagi, setelah menjerit dia pun jatuh ke dalam
selokan. Selokan yang airnya jernih dan dingin itu, jika ditelusuri
ke atas, setelah melewati satu danau persegi yang indah di
dalam kuil, bisa berhubungan dengan mata air Houw-pauw.
Danau yang terbuat dari baru itu semuanya ada dua,
berderet di kedua sisi.
Di tengahnya adalah tangga masuk yang lebar dan rapi.
Di atas tangga ada seorang pemuda bermata besar beralis
tebal, tangan kirinya sedang memegang golok panjang
berikut sarung goloknya, dia sedikit menyipitkan matanya,
memandang orang di depan-nya.
Siapa pun yang ingin naik ke atas, dan masuk ke dalam
ruangan, akan terhalang oleh orang ini.
Dan kenyataannya memang pemuda ini pun terhalang
oleh orang itu.
Maka sangat logis sorot mata dia terasa menjadi sangat
dingin dan sangat tidak senang.
Golok pemuda itu seperti belum pernah keluar dari
sarungnya. Golok itu kelihatan lebih bengkok sedikit dan lebih
panjang sedikit dari pada golok biasa. Sarung goloknya pun
dihiasi oleh batu giok dan lain-lainnya.
Tapi golok itu selain kotor juga sudah banyak, cacatnya,
sehingga keadaannya menjadi gelap dan tidak i bercahaya,
bisa diketahui pemuda ini orangnya tentu kasar dan tidak
hati-hati. Selain hal itu, yang membuat orang penasaran adalah,
walau di belakang pemuda itu terbaring tiga mayat tanpa
kepala, tapi orang yang di hadapannya itu melihat pun
tidak pada mayat-mayat itu, wajahnya tenang seperti tidak
ada apa-apa. Tampaknya tiga mayat itu seperti tidak ada
hubungannya dengan dia.
Tapi karena di belakang dia masih ada dua orang lakilaki
besar yang sedang melototkan matanya dengan marah,
dan dandanannya sama persis dengan ke tiga mayat itu
maka bisa dilihat mayat-mayat itu bukan saja ada
hubungannya dengan mereka, malah mungkin
berhubungan erat sekali.
Orang yang menghadang jalan pemuda ber-mata besar
beralis tebal ini, kira-kira berusia tiga puluh tahunan.
Kulitnya putih bersih, wajahnya tampan, tapi sepasang
matanya berkilat-kilat, liar, ganas seperti sorot mata macan
tutul. Tangan kiri dia sudah mengeluarkan tiga batang pipa
baja, lalu dengan gerakan yang cepat sekali diputarnya,
jadilah sebuah tombak baja sepanjang tujuh kaki.
Ujung tombaknya berkilat-kilat menyilaukan mata, dan
bersamaan itupun ada satu hawa dingin menekan orang di
sekitarnya. Sambil memegang tombak bajanya, dia melihat pada
pemuda itu. Wajahnya terlihat sangat tidak senang dan keheranan,
dia berkata: "Tampaknya kau belum pernah melihat dan mendengar
senjata di tanganku ini?"
Pemuda menggelengkan kepala.
"Aku adalah Kie Hong-in. Senjata di tanganku ini
disebut Bo-tang-bau (Tombak tidak ada yang menahan).
Apakah sekarang ingatanmu sudah terang?"
Alis tebal pemuda itu bergerak-gerak sedikit, di ujung
alisnya seperti mengeluarkan hawa amarah yang sangat
jelas, orang yang terlambat berpikir pun dengan gampang
bisa tahu keadaannya.
Orang yang menyebut dirinya Kie Hong-in jadi
keheranan melihat ujung alisnya, matanya sampai berkedipkedip
beberapa kali. Dia merasa takjub, melihat hawa amarah yang bisa
terlihat di ujung alis"
Bagaimana dengan perasaan seperti senang, sedih,
cemburu dan lain-lain, apakah bisa terlihat seperti ini juga"
Kie Hong-in hanya bisa melihat dan merasakan amarah
lawannya, tapi tidak mendengar jawaban dari lawannya.
Maka dia berkata lagi:
"Aku datang dari Hong-lai di Soa-tang, aku tahu kau
sangat ternama di utara, walaupun belum sampai satu
tahun, tapi aku mendengar kau sudah membunuh banyak
orang, dan yang paling banyak mati adalah dari kalangan
pesilat golok. Apakah kau adalah Mo-to (Setan golok)
Hoyan Tiang-souw itu?"
Pemuda yang bermata besar beralis tebal itu hanya
menganggukan kepalanya satu kali.
Kie Hong-in menjadi marah, dia mengeraskan ^
suaranya: "Aku tidak peduli, walaupun kau sekarang sangat
ternama, tapi terhadap namaku dan tombak Bo-tang-bau
ini, apakah kau tidak bisa mengingat dan
menghubungkannya" Apa kau benar-benar tidak tahu siapa
diriku?" Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, tetap tidak
membuka mulut. Tapi amarah di ujung alisnya sudah berkurang banyak.
Jelas Kie Hong-in sendiri sangat mengerti pada dirinya,
yaitu jika dia ingin orang tahu tentang dirinya, tapi orang
itu malah tidak mau tahu hal itu, itu berarti satu
penghinaan buatnya.
Siapa yang tidak tahu, keluarga Kie dari Hong-lai di Soatang"
Siapa yang tidak tahu kehebatan tombak baja sepanjang
tujuh kaki itu"
Tapi... Hoyan Tiang-souw sungguh-sungguh tidak
pernah mendengarnya.
Jadi tidak bisa menghubungkannya.
Seperti Kie Hong-in" Pesilat-pesilat golok ternama yang
mati di bawah golok Pek-mo-ci-to nya, Hoyan Tiangsouw
tidak tahu sama sekali kedudukan dan ketenaran mereka.
Dilihat sepintas, Hoyan Tiang-souw tampak kurang bisa
berpikir, juga orang yang tidak punya perasaan.
Jika Kie Hong-in bisa membuat dia timbul banyak
perasaan dan pikiran, pandangan di luar ini jelas salah.
Tanpa memberi aba-aba, juga tanpa memberi isyarat
sedikit pun. Tiba-tiba tombak baja Kie Hong-in
mengeluarkan hawa membunuh dan berkelebat
menyilaukan mata, tombak baja itu sudah mulai
"bergerak1, kecepatannya sulit digambarkan, hanya sekejab
tahu-tahu ujung tombaknya sudah hampir menempel di
tenggorokan Hoyan Tiang-souw.
Dengan sedikit terkejut Hoyan Tiang-souw mundur
setengah langkah, gerakannya juga sangat cepat. Tapi dia
hanya mundur setengah langkah, yaitu kira-kira setengah
kaki. Jarak yang pendek itu, dalam pandangan orang biasa
tentu sangat berbahaya, sebab jika seseorang menusukan
tombak yang panjangnya tujuh kaki dengan gerakannya
sangat cepat, mungkin tubuhnya bisa terbawa oleh tombak
itu maju ke depan.
Dan tidak heran jika terjangannya bisa maju sampai duatiga
langkah. Keadaan Hoyan Tiang-souw yang hanya mundur
setengah langkah tentu saja sangat berbahaya, apa lagi Kie
Hong-in meneruskan tusukan tombaknya sampai dua tiga
kali, sedangkan dia setiap kali mundur juga hanya mundur
setengah langkah. Mundurnya satu inci pun tidak kurang
atau lebih. Kelihatan Hoyan Tiang-souw dan Kie Hong-in adalah
orang yang sangat kukuh.... yang satu hanya mau mundur
setengah langkah, yang satu lagi juga tidak mau menusuk
lebih maju dua tiga inci.
Hoyan Tiang-souw berturut-turut mundur tujuh kali
setengah langkah sambil menunggu kesem-patan, begitu dia
melihat Kie Hong-in merubah jurusnya^ sepasang bahunya
segera bergerak ke depan, golok dia, sudah dicabut keluar
dari sarungnya.
Begitu Pek-mo-ci-to keluar dari sarungnya, dalam radius
beberapa tombak tiba-tiba timbul hawa aneh yang
menyeramkan, udara menjadi dingin dan menekan hati.
Untuk kedua kalinya, golok ini keluar dari sarungnya.
Tadi ketika jalannya Hoyan Tiang-souw di hadang oleh
tiga orang dari lima orang anak buah Kie Hong-in, mereka
memaksa dia menyerahkan goloknya untuk diberikan pada
majikannya, sehingga tindakan mereka jadi sedikit kasar.
Masalah jadi membesar karena mereka memper lihatkan
tingkah yang memaksa.
Jika Hoyan Tiang-souw tidak menyerahkan golok
pusakanya, maka dia akan menjadi mayat yang selamanya
tidak bisa memegang golok lagi.
Keadaan itu membuat Hoyan Tiang-souw jadi naik
pitam, dua alis tebalnya memancarkan hawa amarah dan
bara api yang memanaskan hati orang!
Maka ketika Pek-mo-ci-to diayunkan, hanya
meninggalkan sebuah kilatan sinar dingin yang
menyilaukan mata.
Belum lagi semua orang tahu apa yang terjadi, tiba-tiba
mata mereka menjadi kabur seperti ada dua tetes air mata
muncul di depan mereka.
Akibatnya tidak perlu dijelaskan lagi, tiga kepala
manusia itu tahu-tahu sudah bergulir ke bawah mengikuti
arus selokan, dan membuat dua sastrawan sial itu jatuh
pingsan, saat ini mereka masih hidup atau sudah mati
masih belum diketahui.
Mengenai tiga orang yang kehilangan kepala-nya, tentu
saja tidak mungkin bisa hidup lagi.
Kie Hong-in cepat sekali sudah menusukan tombaknya
tujuh kali.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setiap tusukannya berhasil mendesak lawan mundur
setengah langkah.
Setiap orang yang melihat keadaannya, pasti mengira dia
sudah berada diatas angin, tapi sebenarnya tidak begitu.
Dengan setiap kali mundur hanya setengah langkah,
sudah menjelaskan Hoyan Tiang-souw sudah bisa
menduga, tombak lawan hanya bisa menusuk sejauh ini
saja, lebih maju satu inci pun tidak dapat.
Maka walaupun Kie Hong-in melanjutkan tusukan
tombaknya seratus kali lagi, keadaannya mungkin tetap
tidak akan berubah, yang berubah hanya mereka akan
bergerak sejauh lima puluh kaki saja.
Itulah sebabnya Kie Hong-in tidak bisa tidak harus
merubah jurusnya, dia berharap dengan meru-bah jurusnya
dia bisa merubah keadaan, maka seluruh tenaga dalamnya
tidak disisakan lagi, dalam sekejap mata disalurkan
sepenuhnya ke dalam tombak bajanya.
Tombak baja masih tetap menusuk ke depan, tapi
sekarang ujung tombaknya sudah terisi tenaga dalam
sepenuhnya, terdengar suara berciutan di ikuti perubahan
ujung tombaknya menjadi tiga sudut kecil...
Jika Hoyan Tiang-souw tidak melihat Kie Hong-in telah
mengerahkan tenaga dalamnya.
Jika dia tidak tepat waktu mencabut Pek-mo-ci-to nya!
Jika dia masih tetap hanya mundur setengah langkah.
Maka wajah, tenggorokan dan dadanya akan berlubang,
darahpun akan bercucuran.
Jika Hoyan Tiang-souw tidak mempunyai kata 'jika' yang
dijelaskan di depan.
Selain itupun bisa melihat tiga sudut getaran ujung
tombak yang sempit.
Jika sudut getarannya cukup besar, walaupun dia ada
kemampuan sebesar raja yang berkuasa, juga hanya bisa
mundur menghindar, tidak bisa mencabut golok
menangkisnya. Tapi sekarang dia sudah bisa melihat satu celah, dia bisa
menggunakan goloknya menangkis tombak, lalu mengikuti
batang tombak memotong jari tangan Kie Hong-in yang
memegang tombaknya.
Sinar Pek-mo-ci-to hanya bergerak sekelebat langsung
menghilang lagi, begitu sinar goloknya menghilang, golok
sudah masuk lagi ke dalam sarungnya.
Setelah sinar golok itu menghilang, Kie Hong-in baru
bisa mendengar suara "Traang!", tubuhnya seperti bor
berputar sekali.
Dia masih beruntung, sebab jari tangannya masih utuh,
Hoyan Tiang-souw hanya menangkis tombaknya, tidak
diteruskan menelusuri batang tombak memotong ke bawah.
Tapi sinar golok yang sekelebat itu membawa sebuah
pengaruh yang aneh, pengaruh itu membuat hati Kie Hongin
menjadi dingin dan ketakutan, dua lututnya gemetaran
tidak mau berhenti, lemas seperti ingin berlutut saja.
Kejadian ini membuat batin Kie Hong-in sangat tertekan,
walaupun dia bukan tandingan lawannya, dia lebih suka
dibunuh, tidak mau ketakutan seperti ini, apalagi berlutut
minta diampuni.
Kenapa di dalam hati dia bisa penuh oleh rasa ketakutan
yang tidak dimengerti"
Kenapa sepasang lututnya bisa begitu lemas seperti mau
berlutut saja"
Perbedaan yang paling mencolok antara sabet-an golok
Hoyan Tiang-souw dengan sabetan golok yang membunuh
tiga orang itu, adalah amarah dan kebencian di atas alisnya,
sabetan golok pertama dia dalam keadaan sangat marah,
tapi sabetan golok yang sekarang kemarahannya sudah
berkurang. Di dalam hati Hoyan Tiang-souw pun merasa sangat
heran, sehingga dia mengeluarkan kata-katanya, suaranya
sangat kasar, kuat dan memekakan telinga.
"Cara tombakmu menyerang tadi sungguh tepat,
bagaimana kau bisa melihat peluang ini" Bagaimana kau
bisa begitu tepat mengambil keputus-an?"
Ternyata yang membuat hatinya heran adalah masalah
ini. Kie Hong-in menahan rubuhnya dengan tombak yang
ditekankan pada tanah, akhirnya dia bisa menahan
tubuhnya agar tidak berlutut.
Dia seperti tidak mendengar pertanyaan lawannya,
sepasang matanya bengong melihat ke atap kuil dan
pepohonan, lalu berguman sendiri:
"Dewa Tombak marga Kie disebut-sebut tidak bisa
ditahan oleh ribuan orang. Tapi sekarang, satu jurus pun
tidak bisa menahan serangan golok. Hay, satu jurus pun
tidak bisa menahannya......"
Dia terlihat sangat sedih, sedih karena dia adalah tuan
muda dari keluarga Kie di Hong-lai.
Walaupun di Hong-lai masih ada beberapa orang lainnya
seperti paman dan saudara misannya, dan tenaga dalamnya
lebih tinggi dari pada dia, jurus tombak nya juga lebih
hebat dari pada dia, tapi dia adalah tuan muda keturunan
langsung, kedudukan dan kekviasaannya lebih tinggi dari
pada orang lain.
Tentu saja dia tidak terpikir justru karena kedudukannya
lebih tinggi, maka sifat dia menjadi sombong dan tidak mau
memandang orang lain, sampai nyawa orang pun sama
sekali tidak dianggap-nya.
Tapi dia pun tidak terpikir Pek-mo-ci-to bisa begitu
hebat. Dalam keadaan yang begitu mendesak, hanya dengan
satu jurus golok, sudah bisa menentukan siapa
pemenangnya dan menentukan siapa yang mati, ini adalah
hasil dari gabungan golok itu dengan jurus anehnya.
Jari tangan Kie Hong-in masih utuh, kepala dia pun
masih berada di atas lehernya, itu bisa dikatakan dia masih
sangat beruntung.
Karena Hoyan Tiang-souw bisa mencabut dan
mengembalikan kembali goloknya secepat kilat, maka tidak
ada aturan yang melarang dia boleh mencabut kembali
goloknya, sehingga kepala Kie Hong-in belum terjamin
sudah selamat. Siapa pun tidak tahu dalam saat yang singkat ini kepala
dia bisa juga akan jatuhke dalam air"
Mungkin kepalanya juga akan bergulir meng-ikuti arus
selokan. Para pelancong yang datang walaupun tidak begitu
banyak, tapi tetap saja ada.
Tapi sekarang siapa pun tidak ada yang berani melewati
jalan yang terdapat tiga mayat tergeletak berlumuran darah
itu. Orang yang lebih berani pun paling hanya berani maju
beberapa langkah, berusaha melihat wajah Hoyan Tiangsouw
dan Kie Hong-in, lalu buru-buru kembali menjauh.
Begitu alis tebal Hoyan Tiang-souw sedikit naik ke atas,
siapapun bisa 'melihat' lagi hawa amarahnya. Walaupun
Kie Hong-in tidak melihat dia, tapi dia bisa merasakannya.
Ini membuat dia jadi sadar kembali pada kenyataan,
sehingga dia bisa mendengar suara kasar Hoyan Tiangsouw
yang berkata: "Coba kau jawab pertanyaanku, bagaimana kau bisa
tahu saatnya menyerang dengan tombak. Maka aku juga
akan memberi tahu, kenapa kau dalam satu jurus pun tidak
bisa menahan seranganku."
Usulannya sangat adil.
Kie Hong-in merasa keheranan, sebenarnya dia tidak
perlu begitu sungkan"
Dia bukan tidak bisa membunuh orang, tiga mayat itu
adalah bukti yang tidak bisa dibantah. Jika dia mengancam
akan membunuh aku, apakah aku Kie Hong-in berani tidak
menjawabnya"
"Itu karena hawa amarahmu." Kie Hong-in berkata,
"ketika keadaan marahmu berubah menjadi tidak marah,
aku merasa inilah kesempatan, makanya aku segera
menyerang."
Dari marah berubah jadi tidak marah, semua Hoyang
Tiang-souw tidak sadar, sehingga timbul perasaan mendelu,
ternyata begitu, titik lemah ini memang cukup membuat
kekalahan malah bisa mengantarkan nyawanya.
Lain kali dia tidak boleh membiarkan musuh mengambil
kesempatan ini.
"Sekarang giliranku memberitahu, jurus tombakmu
sebenarnya amat hebat, penggabungan gerakan tombak
dengan tenaga dalamnya juga bagus, tapi itu hanya terbatas
jurus tombak dan tenaga dalam saja, sedangkan
penampilanmu sangat buruk, bukan saja kau tidak melatih
ilmu silat dengan baik, juga orangnya jahat dan licik, maka
walaupun kau bisa mengambil kesempatan yang paling
bagus, tapi tetap bukan lawanku."
Jurus tombak yang hebat ditambah ilmu tenaga dalam
yang tinggi, jika diterapkan pada orang yang berbakat
bagus, tidak perlu dijelaskan lagi akan membentuk orang itu
menjadi apa. Jika orang orang biasa, walaupun beruntung
mendapatkan ilmu yang hebat, kesuksesannya tentu tidak
akan mengejutkan orang.
Hal ini jelas seperti huruf hitam diatas kertas putih,
semua orang juga tahu.
Tapi menyebut "jahat dan licik' masalah ini, jangan kata
orang lain tidak bisa mengerti, sampai Kie Hong-in sendiri
juga bingung tidak mengerti.
Jahat dan licik adalah sifat seseorang, apa hubungannya
dengan ilmu silat.
Apakah di dunia ini hanya orang orang baik saja yang
dapat melatih ilmu silat dengan sempurna "
Teori ini tentunya termasuk dalam kategori tidak ada
aturannya, tidak diragukan lagi.
Tapi orang ini (maksudnya Hoyan Tiang-souw)
tampaknya tidak sembarangan bicara.
Sekarang kedua belah pihak sudah berhenti bertarung
beberapa saat lamanya, kedua belah pihak sudah bicara
banyak, tapi entah kenapa di dalam hati Kie Hong-in masih
ada perasaan takut"
Karena masih ada perasaan takut, maka dia tidak bisa
mengerahkan tenaga.
"Aku tidak mengerti kata-katamu!" Kie Hong-in
mengerutkan alis, katanya lagi, "dengan dasar apa kau
mengatakan aku adalah orang yang jahat dan licik" Siapa
tahu, kau sendiri malah bisa lebih jahat dan licik, dan lebih
harus mati dari padaku?"
"Betul, kau dan aku pun sama-sama tidak tahu." Hoyan
Tiang-souw berkata dengan terus terang. Tapi dia masih
menyambung kata-katanya, "Tapi golok pusakaku bisa
tahu, kalian menyebut golok ini adalah Mo-to, tidak
masalah, aku pun selanjutnya akan mengikuti kalian
menyebutnya Mo-to (Golok Setan), Mo-to ku ini tahu kau
adalah orang yang jahat dan licik, kau percaya tidak?"
"Jangan berkelakar, sebilah golok mana mungkin bisa
tahu seseorang itu jahat, baik, jujur atau tidak?"
"Justru dia tahu. Menurut kata-kata asing yang diukir di
atas tubuh golok ini mengatakan, setiap orang yang sangat
jahat dan licik, jika bertemu dengan golok ini laksana
kumbang menerjang api, tidak bi,sa mengendalikan dirinya,
dalam sekejap semua akan mati, mengantarkan nyawa."
"Ini sungguh berita aneh sepanjang masa." Kie Hong-in
"Hih!" sekali sambil tertawa berkata, "Jika aku adalah
seorang yang jahat dan licik, kenapa aku tidak seperti
kumbang menerjang api menggunakan leherku menahan
golokmu" Apa aku segera akan mati?"
Saat ini Kie Hong-in memang masih belum mati, dia
masih hidup baik-baik saja, masih bisa membusungkan
dada bicara, dan suara nya pun keras sekali.
Di ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak timbul lagi
hawa amarah, suaranya juga berubah jadi keras dan kasar
lagi: "Itu karena Mo-to ku sudah masuk ke dalam sarungnya,
sekarang kau boleh membuka mata besar-besar supaya bisa
melihat dengan jelas......"
Kali ini Kie Hong-in kembali bisa merasakan gejala dari
'hawa amarah' nya lawan.
Reaksi dia pun dalam sekejap sudah ter-bentuk...
sepasang tangannya yang memegang tombak ditusukan ke
arah hati Hoyan Tiang-souw, sepasang mata berkilat-kilat,
kuda-kudanya sedikit merendah...
Jelas, dia telah mengeluarkan jurus terdahsyat dari jurus
tombak Bo-tang-bau keluarga Kie, dan bersamaan juga
telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Serangkum hawa membeku yang amat dahsyat menutup
ke arah lawannya, malah sedikit pun tidak ada celahnya.
Memang tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie dari
Hong-lai di Soatang sangat luar biasa!
Hoyan Tiang-souw pun menaruh rasa hormat dari dasar
hatinya. Walaupun ilmu silat orang yang menggunakan tombak
baja ini masih belum sempurna, tapi kedahsyat annya sudah
sangat luar biasa, jika digantikan oleh pesilat tinggi keluarga
Kie lain yang ilmu silatnya sudah sempurna, entah
bagaimana jadinya"
Tapi kali ini Hoyan Tiang-souw tidak mengu-rangi hawa
amarahnya meskipun dalam hatinya timbul 'rasa hormat'
terhadap kehebatan serangan lawannya.
Inilah kejadian yang mengherankan sekali, bagaimana
mungkin seseorang bisa mengendalikan amarahnya dengan
sekehendak hatinya" Kecuali kalau berpura-pura marah.
Tapi hawa amarah Hoyan Tiang-souw benar-benar asli,
tidak pura-pura seperti bara api yang dapat membakar
segalanya, inilah keanehannya.
Mo-to dengan pelan tapi pasti keluar dari sarungnya.
Jurus Kie Hong-in ini adalah jurus paling dahsyat untuk
menyerang lawannya, jurusnya adalah To-cun-si (Hidup
tinggal sendiri), artinya sekali menyerang menggunakan
jurus ini, hanya ada satu orang saja yang hidup.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kie Hong-in pun tahu menurut teori, sekali
menggunakan jurus ini, orang yang dituju oleh ujung
tombaknya seharusnya diam tidak bergerak.
Jika ingin bergerak, hanya ada dua cara.
Satu adalah mengeluarkan jurus menangkisnya, yang
satu lagi adalah mundur menghindar.
Dan gerakan kedua macam cara ini kecepatan-nya harus
lebih cepat dari pada kilat.
Tapi Mo-to malah pelan-pelan keluar dari sarungnya......
Tanpa mempedulikan apa pun, Kie Hong-in sekuatnya
menyerang dengan jurus hebat yang paling dahsyat ini.
Tapi dia kemudian merasa kesulitan sebab lawan tidak
memperlihatkan sedikitpun celah untuk bisa diserang.
Mo-to sudah keluar semua dari sarungnya dan terlihat
sinarnya berkilat-kilat.
Di ujung golok mendadak timbul dua tetes air mata yang
jernih sekali. Dua laki-laki besar yang tangannya meng-gengam golok,
sepasang kakinya jadi gemetaran.
Kie Hong-in malah lebih kacau lagi, bukan saja kakinya
gemetaran, malah masih bisa terdengar suara giginya yang
beradu, jurus tombaknya pun tidak bisa digerakanlagi.
Sudahbagusdia masih bisa berdiri.
Begitu Hoyan Tiang-souw berteriak marah, goloknya
disabetkan pada tombak baja yang bergerak-gerak.
Tidak ada gerakan lain lagi. Tahu-tahu dia sudah
memasukan golok ke dalam sarungnya lagi.
Suara jatuhnya tombak Bo-tang-bau sepanjang tujuh kaki
terdengar keras sekali.
Kie Hong-in terbangunkan oleh suara keras ini.
Suara keras ini sangat menusuk hatinya... selama ratusan
tahun tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie tidak pernah
dipukul jatuh ke tanah oleh siapapun, dulu tidak pernah, di
kemudian hari pun selamanya tidak akan pernah terjadi.
Kie Hong-in mengeluh dalam sekali karenanya.
Bersamaan ini, rasa ketakutan yang tidak bisa dimengerti
mendadak hilang, digantikan dengan perasaan lain yang
lebih jelas. "Apa bedanya jika sekarang kau langsung memenggal
leherku?" Suara Kie Hong-in terdengar sedikit pahit dan tidak bisa
berbuat apa-apa.
"Kau sungguh ingin tahu hal ini?"
"Bukan." Kie Hong-in berkata, "Apa yang aku ingin
tahu, belum tentu kau memberitahukan. Karena di dalam
keluarga Kie, aku hanya seorang pesilat tinggi yang paling
buruk." "Kau salah, itulah yang harus kau tanyakan." Suara
Hoyan Tiang-souw sangat keras, hingga orang orang di
dalam ruangan besar kuil disana pun bisa mendengarnya.
"Aku beritahu, saat hawa amarahku bersatu dengan
pengaruh gaib Mo-to, jika kau adalah seorang jahat dan
licik, maka tanganmu tidak akan bisa memegang tombak
lagi. Mengenai alasan aku tidak memenggal kepalamu,
karena jurus tombak keluarga Kie adalah sebuah ilmu hebat
di masa sekarang. Aku menggunakan cara ini untuk
menunjukan rasa hormat-ku."
Di wajah Kie Hong-in yang pucat tampak warna
menyesal, katanya:
"Sungguh" Kau tidak membohongi seorang yang mau
mati ini?"
Pertanyaan ini membuat Hoyan Tiang-souw tertegun
sejenak, menunggu Kie Hong-in sudah roboh ke tanah, dia
baru menghampirinya dan berbisik di telinganya:
"Belum tentu. Sobat, walaupun aku orang kasar, tapi
bukan orang yang tidak punya otak, anak buahmu akan
membawa pulang pembicaraan di antara kita ini. Tentu saja
kau bisa berharap, para pesilat tinggi keluarga Kie bisa
mendapatkan cara mengalahkan aku dari percakapan kita
ini......"
Dalam perjalanan hidup seseorang, jika ter-hadap semua
orang bisa berkata jujur dan tidak menipu, di jamin pasti
bisa mendapatkan rasa hormat walaupun meninggal di usia
muda. Apa lagi di dalam dunia persilatan.
Maka Hoyan Tiang-souw lalu berpura-pura
menempelkan telinganya di sisi Kie Hong-in, seperti sedang
mendengarkan dia bicara apa.
Tingkah berpura-pura ini, sama sekali tidak
berlebihan......
$ $ $ Keindahan See-ouw sungguh sulit digambar-kan.
Apa lagi jika bermain-main di Hoa-kong-koan-ie, di sana
pernah dikunjungi sastrawan Su-ti, membuat tempat itu
semakin se indah sajak saja.
Tapi jika di Pheng-ouw-kiu-gwat (villa di musim gugur)
melihat pemandangan danau dari kejauhan, tampak
tempatnya sangat luas, gelombang hijau menyambung
dengan gunung, sehingga menim-bulkan angan-angan
asmara. Tapi pemandangan yang sangat indah ini malah menjadi
suram dimakan keserakahan, kemarah-an dan kebodohan
manusia. & & &
Melihat keluar dari jendela yang terbuka lebar, riak
gelombang danau dan lambaian pohon Liu yang lembut
bisa membuat perasaan orang menjadi tenang, juga
membuat orang lupa terhadap kepusingan dalam kehidupan
ini! Tapi keserakahan dan kebodohan sering membuat orang
tidak bisa menikmati pemandangan indah, juga tidak bisa
mendengar indahnya suara alam.
Kata 'keserakahan', biasanya membuat orang terpikir
harta benda. Tapi entah dengan 'asmara' apakah juga termasuk dalam
lingkungan 'keserakahan'.
Tidak peduli laki-laki memikirkan wanita, atau wanita
memikirkan laki-laki semuanya termasuk dalam
'keserakahan'. Menurut hasil penelitian orang-orang pintar dari zaman
dulu sampai sekarang, 'keserakahan' antara laki-laki dan
perempuan ini, jauh lebih kuat dari pada terhadap harta
benda dan kekuasaan.
Di dalam ruangan yang luas, terang dengan dekorasi
yang mewah, ada enam orang sedang melihat ke tempat
jauh melalui jendela.
Pemandangan indah di sekitarnya, tampak tidak
membuat mereka tertarik. ,
Mereka semuanya adalah para wanita, lima di antaranya
tampak cantik sekali, hanya satu wanita yang wajahnya
kurang cantik, sebab usianya jauh lebih tua dari pada lima
wanita lainnya.
Lima gadis cantik semua memakai baju sutra yang serasi
dengan tubuhnya, hanya wanita setengah baya yang kurang
cantik ini memakai baju hijau kain kasar, sehingga
membuat dia menjadi tampak lebih miskin dan bodoh.
Tiba-tiba di luar ruangan terdengar suara ribut, lalu
masuk empat orang laki-laki besar.
Pakaian empat orang laki-laki ini tampaknya terbagi dua
kelompok, dua orang memakai seragam baju putih semua,
sampai sarung pedang dan sepatu-nya juga tidak terkecuali,
sedang dua orang lagi semua berseragam hitam.
Salah seorang yang tubuhnya lebih tinggi dari dua orang
yang memakai seragam putih tampak berwajah muram,
tangan kanannya menekan pegangan pedang dengan dingin
berkata: "Co Ek-seng, Song Cin, aku sarankan pada kalian, lain
kali jangan sembarangan datang, kecuali atas perintah
langsung dari Kie-siauya."
Co Ek-seng yang wajahnya tampak hitam seperti
pakaiannya sambil tertawa dingin berkata:
"Tidak ada lain kali, saudara Hong Kin dan saudara
Tong Ang, dengar baik-baik, tidak ada lain kali. Aku harap
kalian bisa sedikit ramah."
Hong Kin mengerutkan alis, benar saja suara-nya
menjadi sedikit ramah, berkata:
"Saudara Co, apa maksudmu bicara begitu?" Kata Co
Ek-seng: "Kie-siauya sudah mati. Ibarat pohon tumbang kera pun
bubar, makanya tidak ada lain kali."
Laki-laki yang berseragam putih-putih yang dipanggil
Hong Kin dengan tertawa dingin berkata:
"Walaupun Kie-siauya sudah mati, wanita dan hartanya
tetap milik keluarga Kie."
Co Ek-seng melototkan matanya, dengan nada sedikit
marah berkata: "Apakah aku pernah mengatakan bukan milik keluarga
Kie?" Hong Kin menggoyangkan tangannya: "Bicaralah baikbaik.
Mohon tanya saudara Co, karena apa Kie-siauya bisa
mati" Dia masih sehat-sehat, dan ilmu silatnya tinggi.
Belum lama ini terlihat masih segar bugar, aku kira pasti
bukan karena tertular penyakit aneh, lalu mendadak mati..."
"Tentu saja bukan." Kata Song Cin yang ber-seragam
hitam dari tadi tidak bersuara, suaranya terdengar sedih,
"Semua karena Mo-to, Hoyan Tiang-souw. Kalian pasti
pernah mendengar nama ini, begitu dia mengeluarkan jurus
mautnya, hanya dengan satu sabetan golok saja sudah
menjatuhkan tombak bajanya Kie-siauya, juga bersamaan
telah membunuhnya."
Hong Kin dan Tong Ang bersama-sama menge luarkan
tarikan nafas dingin.
Tentu saja mereka tidak bisa tidak harus mempercayai
kabar ini. Tapi menurut kabar yang mereka tahu, walaupun
tombak baja Bo-tar.g-bau keluarga Kie tidak bisa disebut
nomor satu di dunia, walaupun mudah jika mau
membunuh dia yang memegang tombak baja, tapi j#ca
ingin menjatuhkan tombak bajanya, itu hal yang tidak
pernah terdengar.
"Sekarang kalian mau apa?" kata Hong Kin.
Kata Co Ek-seng:
"Kami adalah orang yang diutus keluarga Kie untuk
menemani Siauya, tentu saja harus buru-buru kembal;
melaporkan segala sesuatu yang telah terjadi."
Hong Kin menganggukkan kepalanya:
"Betul sekali, tapi kenapa kalian tidak segera berangkat"
Kenapa kalian masih datang kemari" Apa-kah tidak terpikir
oleh kalian, Hoyan Tiang-souw bisa mengikuti kalian
kemari?" "Jika dia sudah tidak membunuh kami, buat apa masih
mengikuti kami" Apa lagi Siauya masih mempunyai wanita
dan benda berharga lainnya disini, jika tidak dibawa pulang
oleh kami, lalu siapa yang membawa pulang?"
Hong Kin menganggukan kepala tanda setuju:
"Benar juga kata-katamu, para wanita ini dan barang
berharga lainnya harus kalian bawa pulang, sedangkan aku
dengan Siau-Tong hanya ingin membalaskan dendam
Siauya. Sekarang kalian cepat ceritakan seluruh kejadian
sebenarnya, sedikit pun jangan ada yang terlewatkan, sebab
musuh ini bukanlah musuh biasa."
"Tahu keadaan musuh dan tahu keadaan diri sendiri
baru bisa memenangkan pertempuran."
Teori ini Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja semua
orang tahu. Maka mereka menceritakan seluruh peristiwa yang
terjadi, sedikit pun tidak ada yang terlewat.
Setelah selesai bercerita, Hong Kin melihat
pemandangan indah See-ouw di luar jendela, dengan
menghe;a nafas sekali dia lalu berkata:
"Seharusnya aku segera kembali ke keluarga Kie di
Hong-lai untuk melaporkan semua ini. Tapi sekarang ini
aku tidak bisa kembali, Siau-Tong, kau tentu mengerti apa
maksudku bukan?"
Tentu saja kata-katanya ditujukan pada Tong Ang.
Wajah Tong Ang mendadak menjadi putih pucat seperti
bajunya. Tapi dia masih tetap meng-anggukan kepala:
"Aku mengerti.'
"Kau sungguh mengerti?" kata Hong Kin.
"Sungguh." Jawab Tong Ang.
Saat ini sorot mata dia tanpa sadar melihat kepada salah
satu di antara lima gadis cantik itu.
Setelah melihat, dia pun tidak tahan mengeluh dan
melanjutkan perkataannya:
"Jika aku adalah kau, aku pun akan bertindak demikian."
Hong Kin tersenyum dan berkata:
"Kita Ceng-hoan-siang-kiam (Sepasang pedang bayangan
dan asli) selama puluhan tahun selalu menang dalam setiap
pertarungan, tapi kali ini rasanya sulit dikatakan!"
"Jika aku tidak pergi, mungkin bisa sedikit membantu
dan sedikit berguna bagimu?" kata Tong Ang.
"Jika aku seorang diri menghadapi pesilat hebat seperti
Mo-to Hoyan Tiang-souw, aku pasti tidak bisa
menahannya, ditambah kau juga tidak akan ada guna-nya.
Teori ini mungkin orang lain tidak mengerti, tapi kau pasti
tahu." Kata Hong Kin.
Tong Ang mengangguk-anggukan kepala.
Tentu saja dia tahu jika ilmu silat seseorang sudah
melebihi taraf ilmu silat pesilat tinggi umumnya,
menghadapi sepuluh orang dengan menghadapi satu orang,
tidak ada bedanya.
Nama Ceng-hoan-siang-kiam di dunia persilat-an tidak
begitu besar. Namun, ini justru disengaja oleh mereka, sebab mereka
benar-benar berilmu tinggi, siapa pun diantara mereka tidak
akan kalah oleh siapa pun yang menyebut dirinya pesilat
tinggi, tapi apakah benar tidak melebihi pesilat tinggi dunia
persilatan" tidak ada yang tahu.
Jika benar melebihi, apakah bisa mencapai yang
terhebat"
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal inipun tidak ada orang yang tahu. Di dunia ini ada
satu kejadian, yang sering muncul atas diri seseorang yang
memiliki keahlian dan kemampuan yang sangat hebat.
Orang yang benar-benar memiliki keahlian, benar-benar
berilmu tinggi atau orang yang benar-benar kaya, dari luar
sering sulit melihatnya.
Mereka tidak seperti tong kosong nyaring bunyinya, juga
tidak seperti orang baru kaya memamer kan kekayaannya.
Buat orang-orang yang tidak berkemampuan sering kali
salah paham, sering sekali memandang sebelah mata pada
orang-orang yang benar berpen-didikan, tapi tidak
menonjolkan dirinya.
Co Ek-seng dan Song Cin yang berseragam hitam dan
membawa golok, jelas termasuk orang yang tidak
berkemampuan. Mereka sama sekali tidak bisa melihat Ceng-hoan-siangkiam
Hong Kin dan Tong Ang adalah orang bagaimana.
Dalam pikiran Co Ek-seng dan Song Cin, Hong Kin dan
Tong Ang, dua orang ini hanyalah tukang pukul yang barubaru
ini disewa oleh Kie Hong-in, jika menyebut
kedudukan, mereka tentu saja tidak bisa dibandingkan
dengan orang yang sudah lama bekerja di keluarga Kie.
Makanya terhadap perbincangan mereka, Co Ek-seng
sama sekali tidak menghiraukannya, malah sangat tidak
senang. Karena marga Hong dan marga Tong ini bicara
menyombongkan diri, jadi hanya mereka yang disewa oleh
keluarga Kie, apakah keluarga Kie menganggap aku Co Ekseng
dan Song Cin tidak ada"
Dengan nada sangat tidak senang Co Ek-seng berkata:
"Kalian Ceng-hoan-siang-kiam boleh, Hoan-ceng-siangkiam
juga boleh, aku L0--C0 hanya ingin memberitahu
kalian satu hal, yaitu para wanitanya Siauya dan hartanya,
aku dan Song Cin akan membawa pulang ke keluarga Kie.
Kalian berdua silahkan saja!"
Hong Kin sambil tersenyum dingin baru saja mau
berkata, mendadak sorot matanya melihat keluar jendela, di
luar jendela hanya ada bayangan pohon Liu yang
melambai-lambai, dan air danau yang dingin dan jernih.
Satu perahu pun tidak ada yang datang, tapi Hong Kin
seperti melihat sesuatu.
Wajah Tong Ang sekarang pun sam a.
Sekejap Hong Kin mengeluh pelan-pelan: ^
"Kalian tidak pantas!"
Kalian yang disebut dia, tentu saja menunjuk pada
Co Ek-seng dan Song Cin, berdua.
Co Ek-seng langsung menjadi marah katanya: "Apa
katamu" Kami tidak pantas" Apakah hanya kalian yang
pantas" Hemm ...l"
"Betul. Pertama, kalian sudah membawa musuh datang
kemari. Kedua, dan kalian tidak akan mampu
mengantarkan wanita dan harta bendanya kembali ke
keluarga Kie."
Co Ek-seng marah sekali tapi malah jadi tertawa,
berkata: "Jadi kalian baru pantas" Lucu, lucu. kalian tahu tidak
aku .dengan Siau-Cong sudah bekerja pada tuan muda
selama delapan sembilan tahun" Kalian" Kalian ini apa"'
Hong Kin berkata:
"Kalian adalah pegawai, tentu harus terus ikut dengan
Siauya. Tapi kami ini bukan, kami di undang langsung dan
dengan bayaran tinggi oleh Kie-samya (Tuan ketiga Kie),
Kie Ting-hoan, supaya kami mengawal perjalanan Siauya,
kami tentu saja berbeda dengan kalian."
Tong Ang dengan berat mengeluh, tidak diragukan
keluhan ini adalah karena tidak bisa melaksanakan
tugasnya. Siapa Kie-samya itu, Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja
tahu, sesaat wajah mereka menjadi pucat seperti tidak
berdarah, Kie Ting-hoan adalah paman ketiga Kie-siauya
Kie Hong-in. Menurut kabar dia adalah salah satu dari tiga pesilat
tinggi keluarga Kie.
Tapi tinggi rendahnya ilmu silat adalah satu hal,
kekuasaan adalah hal lain lagi.
Kie Ting-hoan adalah orang yang paling ber-kuasa
dikeluarga Kie, jika keluarga Kie menghukum mati tigalima
orang pegawainya, itu seperti kapas jatuh ke atas air,
sedikit riak pun tidak akan terjadi.
Maka, jika Kie-samya merasa tidak senang pada
peristiwa pembunuhan ini, asal dia sekali bicara saja,
dijamin kepala Co Ek-seng dan Song Cin akan jatuh ke
tanah, dan setelah kejadian ini mau diperkarakan juga tidak
bisa. Mungkinkah Hong Kin dan Tong Ang adalah algojonya"
Tapi apakah Kie-samya tidak memberi perintah itu pada
mereka" Kekhawatiran dan kecurigaan Co Ek-seng dan Song Cin
ternyata sangat tepat.
Terdengar Hong Kin berkata lagi:
"Samya pernah berkata, jika Siauya mengalami hal yang
tidak diinginkan, orang-orang yang ikut dengan Siauya juga
tidak perlu hidup lagi, kalian adalah orang-orang yang
melayani Siauya, malah sudah lama sekali melayani Siauya
bukan?" Dengan gagap buru-buru Song Cin berkata:
"Kami......kami semua betul yang melayani Siauya,
tapi......tapi Mo-to Hoyan Tiang-souw begitu lihay......"
Hong Kin melangkah ke depan jendela, diam-diam
menjulurkan tubuhnya keluar, seperti sedang memeriksa
sesuatu. Maka perkataannya terpaksa dijawab oleh Tong Ang
dengan tidak banyak bicara.
Tong Ang juga punya cara sendiri, dia tidak menjawab,
hanya pelan-pelan mencabut pedang panjangnya, itu sudah
cukup menjelaskan.
Co Ek-seng dan Song Cin bersama-sama mencabut golok
panjangnya, bersiap-siap menghadapi lawan, tapi Tong Ang
masih belum menyerangnya, jadi mereka tidak berani
menyerang lebih dulu.
Co Ek-seng dengan keras berkata:
"Apa yang kalian inginkan" Walaupun kami benar-benar
telah melakukan kesalahan fatal, kenapa kita tidak terlebih
dulu bersama-sama menghadapi musuh, nanti setelah
kembali ke tempat keluarga Kie baru diputuskan?"
Di sisi jendela Hong Kin memalingkan kepala ke
belakang sambil tertawa tawar berkata:
"Jika aku dan Siau-Tong mati dalam pertarung-an, kalian
pasti tidak akan pulang kembali ke rumah keluarga Kie."
Co Ek-seng selain terkejut juga ketakutan: "Sembarangan
bicara, kalau kami tidak pulang kembali kerumah keluarga
Kie, lalu pulang kemana?" Dengan tertawa tawar Hong Kin
berkata: "Coba kalian lihat wanita yang memakai baju hijau
itu." Co Ek-seng melihat ke arah yang di tanya, lalu kembali
melihat pada Hong Kin dan berkata:
"Aku tahu, dulu aku pernah mengenalnya, dia dipanggil
Cui Lian-hoa betul tidak" Tapi apa hubungannya dengan
kami?" "Betul, dia memang dipanggil Cui Lian-hoa,
hubungannya dengan kalian erat sekali." Hong Kin berkata
lagi, "diam-diam aku sudah menyelidikinya, dan tidak satu
pun dari kalian yang tidak tergila-gila pada dia, jadi
bagaimana mungkin kalian akan mengantarkan kembali ke
rumah keluarga Kie?"
Kata-kata Hong Kin tentu saja bukan tanpa alasan.
Di dalam hati pun Co Ek-seng sadar, dari enam orang
pelayan termasuk dia sendiri, (juga bisa disebut pengawal,
tidak termasuk Hong Kin dan Tong Ang), semuanya
merasa tertarik dan merasa ingin memiliki yang amatkuat.
Cui Lian-hoa hanya seorang wanita petani yang sangat
biasa. Dia tinggal di depan pagoda Liu-ho di sisi sungai Kiantong.
Menurut hasil penyelidikan, dua orang suami istri petani
tua yang tinggal bersama dia adalah paman dan bibinya,
kedua orang itu miskin, berusia lanjut dan tubuhnya lemah,
sehingga dengan kekerasan Kie Hong-in bisa merebutnya.
Dia meninggalkan seratus liang lebih uang perak, setelah
itu membawa pergi Cui Lian-hoa, perbuatannya amanaman
saja, tidak ada apa-apa, tidak ada akibatnya.
Tapi Co Ek-seng malah tahu bukan saja ada akibatnya,
malah sedang berkembang, karena Cui Lian-hoa memang
terlalu cantik.
Walaupun dulu rambutnya sedikit kusut, dan wajahnya
kotor, tapi sudah membuat Kie Hong-in yang melihat
hampir saja jatuh dari atas kuda, sekarang sesudah
memakai baju sutra yang pas dengan dirinya, tentu saja
tidak perlu dikatakan lagi kecantikannya. \
Kecantikannya Cui Lian-hoa hanya milik Kie Hong-in
saja, memang tidak salah mengatakan begitu, tapi setelah
Kie Hong-in mati, maka dia menjadi rebutan siapa saja
yang dapat menguasai dia.
@ @ @ Sekarang kelihatan sekali enam pengawal Kie Hong-in
ini tergila-gila pada kecantikannya Cui Lian-hoa, malah
Ceng-hoan-siang-kiam pun ikut-ikutan.
Masalah jadi semakin kacau.
Mengenai perkiraan ini, dalam kelompok laki-laki tidak
perlu susah memikirkannya.
Maka Co Ek-seng pun tidak perlu susah-susah
memikirkannya, dia hanya perlu memutuskan, mau atau
tidak memperebutkan wanita cantik yang di panggil Cui
Lian-hoa, jika ingin merebutnya, maka dia harus berusaha
mempertaruhkan nyawanya.
Tapi kalau hanya berbicara di mulut saja, pasti tidak
akan bisa mendapatkan wanita cantik ini.
Jika bertarung dengan senjata, itu termasuk mudah
mengatakannya tapi sulit melakukannya.
Walaupun orang yang berilmu tinggi, jarang sekali
menduga itu adalah permainan yang asyik, jarang sekali
menduga itu adalah sebuah permainan, kecuali terpaksa
sekali, bagaimana pun masalah per-tarungan lebih baik
jangan melakukannya.
BAB 2 Pelan-pelan Co Ek-seng menarik kembali golok
panjangnya lalu memasukan kembali goloknya ke dalam
sarung golok. Rupanya dia sudah mengurung-kan niatnya
mempertaruhkan nyawa merebut wanita cantik itu.
Tapi mendadak dia membusungkan dada, dan
menggerakan goloknya.
Niat dia tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat.
Hong Kin berbicara dengan nada yang sedikit keheranan:
"Sebenarnya aku tidak heran kau berani bertarung
mempertaruhkan nyawa, tadi jelas-jelas kau telah
mengurungkan niat, kenapa mendadak berubah pikiran
lagi?" Co Ek-seng tertawa mengerikan lalu berkata:
"Semua ini karena oleh Song Cin!"
Jawaban ini benar-benar mengandung siasat yang am at
licik d an membingungkan.
Hong Kin membelalakan mata mengawasi Song Cin,
tampak orang itu selain wajahnya yang bengis, tidak ada
keanehan lainnya.
Kenapa orang ini bisa membuat Co Ekrseng mendadak
berubah dari ketakutan jadi pemberani" Mendadak dari
menyerah untuk menyelamatkan nyawanya, menjadi lebih
baik mati dari pada menyerah"
Tapi belum lagi ditanya oleh Hong Kin, Tong Ang sudah
berkata pula: "Aku pun tidak mengerti, sungguh aneh!"
Hong Kin sudah tahu satu hal, yaitu jika sekarang dia
menanyakan apa sebabnya pada Co Ek-seng dan Song Cin,
mungkin mereka tidak mau menjawabnya.
Maka dia meninggalkan sisi jendela, melangkah ke arah
Co Ek-seng dan Song Cin berdua.
Di dalam ruangan yang luas dan terang ini, sedikit pun
tidak ada suara, juga tidak ada orang yang bergerak.
Co. Ek-seng dan Song Cin menyiapkan golok
panjangnya, siap saling melindungi.
Karena Tong Ang sudah mundur ke samping, maka
konsentrasi mereka sementara ditujukan pada Hong Kin
seorang. Enam wanita yang duduk jauh di pojok ruang-an, juga
dengan sorot mata keheranan memperhatikan para laki-laki
yang sedang memegang pedang dan golok ini.
Semua kejadian seperti dalam khayalan saja, semua
seperti tidak ada nyatanya.
Permainan apa yang sedang dipermainkan oleh para laki
laki ini" Hong Kin menunjuk pada Co Ek-seng dan Song Cin
dengan pedangnya yang menyilaukan mata, dengan dingin
berkata: "Orang dulu bilang di bawah jenderal besar tidak ada
prajurit yang lemah, kalian adalah pengawal keluarga Kie,
aku tidak berani memandang sebelah mata pada kalian.
Maka aku tidak akan menggunakan jurus pedang biasa,
alasan lainnya yaitu musuh besar segera akan datang, jadi
aku sudah tidak ada waktu lagi."
Kata-katanya tampaknya sulit untuk di bantah. Apa lagi
tidak ada manfaatnya lagi melanjutkan pembicaraan.
Co Ek-seng berteriak pelan, goloknya sudah menyapu
sebelum lawan selesai bicara.
Serangan golok dia seperti burung Hong mengepakan
sayap, menyerang ke jalan darah Tai-yang-hiat Hong Kin,
di bawah ketek dan pinggang.
Bersamaan waktunya golok Song Cin pun berkelebat,
golok panjangnya secepat kilat ingin menggorok leher
lawannya. Kerja sama kedua orang ini sangat hebat, seperti yang
dikatakan Hong Kin 'di bawah jenderal besar tidak ada
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit yang lemah', pengawal keluarga Kie memang hebathebat.
Walaupun serangan sepasang golok mereka sangat cepat
dan hebat, tapi Hong Kin tetap bisa menghindar dengan
waktu yang tepat.
Tapi Hong Kin masih tetap dalam kurungan mereka,
tidak bisa melepaskan diri.
Dalam sekejap Hong Kin sudah mundur dua belas
langkah, tubuhnya juga sudah hampir menyentuh jendela.
Saat ini sinar golok Co Ek-seng dan Song Cin seperti
kilat yang menyilaukan mata, hawa membunuh yang dingin
benar-benar bisa membuat orang pengecut mati ketakutan.
Dalam keadaan yang sangat menegangkan ini, jika
penontonnya adalah orang biasa tentu tidak akan bisa
bereaksi cepat.
Tapi Tong Ang bukanlah orang biasa, ketika dia melihat
Hong Kin berada di bawah angin dan mundur ke belakang,
dia tetap tenang tidak bergerak, tampak-nya keadaan ini
seperti tidak ada hubungannya dengan dia sedikit pun.
Keadaan ini bagi orang yang bisa berpikir cepat, tentu
bisa menilai keadaan yang sesungguhnya.
Tampak Hong Kin berada di bawah tekanan sepasang
golok lawan, tapi tiba-tiba dia menyabetkan pedangnya.
Sabetan pedangnya tepat mengenai sasarannya, Co Ekseng
dan Song Cin seperti batu penguji pedang di bukit Ho
di Soh-ciu, dengan rapi sekali membelah menjadi dua.
Di sini bukan mengatakan tubuh mereka terbelah
menjadi dua, tapi serangan dahsyat mereka mendadak
dibelah menjadi dua oleh sabetan pedang, menjadi dua
kesatuan yang masing-masing tidak berhubungan.
Pedang panjang Hong Kin tiba-tiba berpindah ke tangan
kiri, setelah menyerang tiga jurus, lalu kembali lagi ke
tangan kanan dan tiga jurus berturut-turut menyerang Song
Cin yang berada di sebelah kanan.
Co Ek-seng dan Song Cin segera terdesak mundur dua
langkah besar ke belakang.
Tapi jurus pedang Hong Kin seperti bermain sulap,
bukan saja tidak menggetarkan mereka, malah membuat
hati mereka diam-diam menjadi senang.
Jika ini adalah jurus hebatnya Ceng-hoan-siang-kiam,
maka tidak sehebat yang dibayangkan. Juga tidak
mengherankan jika nama Ceng-hoan-siang-kiam Hong Kin
tidak begitu ternama.
Tapi pada saat ini dari kejauhan tiba-tiba jari telunjuk
Hong Kin menyentil dan jari tengah tangan kirinya,
bergerak seperti jurus pedang.
Song Cin yang berada lima kaki lebih jauhnya langsung
menjerit mengerikan dan roboh ke lantai.
Tenggorokannya seperti tertusuk oleh pedang
sungguhan, membuat dia langsung mati, sampai jeritan nya
pun terpotong setengah!
Sekarang hanya tinggal Co Ek-seng seorang diri, dan
baru tahu dia telah salah perhitungan.
Seorang lagi yang telah salah mengambil keputusan
adalah Song Cin, tapi dia sudah mati.
Setelah keadaan kembali normal, Co Ek-seng bukan
menyelamatkan nyawa dengan melarikan diri, tapi dia
malah ingin tahu setelah Song Cin terkena jurus Hoan-kiam
(Pedang ilusi) yang tidak terlihat itu, apakah
tenggorokannya berdarah atau tidak"
Sebenarnya dia bisa melihat jawabannya dengan
melirikkan matanya, tapi pedang sungguhan Hong Kin
yang berkilat-kilat sudah datang kembali menusuk ke arah
titik kematian di tenggorokannya, membuat kesempatan dia
pun tidak ada lagi.
Dia terpaksa mengayunkan goloknya ke atas menangkis.
Satu jurus golok muncul dari sudut yang-tidak terduga,
laksana kembang api memancar.
"Traang!" malah bisa menangkis keluar pedang lawan.
Hong Kin memiringkan rubuhnya, secepat kilat jurus
pedang tangan kiri ditusukan dari kejauhan.
Co Ek-seng hanya merasa dadanya sakit sekali, terlihat
dadanya seperti benar-benar ditusuk oleh pedang
sungguhan, tenaga di seluruh tubuhnya menjadi hilang, dan
golok di tangannya tidak bisa digenggam lagi "Traang
traang traang!" jatuh ke tanah.
Dia menundukan kepala dan melihat dadanya tidak ada
noda darah. Pikiran ini hanya sekilas lewat dalam otaknya, lalu
diapun seperti Song Cin, selamanya tergeletak di atas tanah.
% % % Hoyan Tiang-souw ingat tadi dia ingin sekali mengusap
air danau, di atas wajahnya yang muda tidak tahan muncul
senyuman harapan itu.
Air danau See-ouw itu pasti sangat segar, juga pasti
selicin wajah gadis cantik.
Tapi Hoyan Tiang-souw tidak berani melaku-kan
keinginannya. Sebab walaupun air danau sangat jernih dan
menyenangkan, tapi jika tenggelam ke dalamnya, mungkin
akan lebih menakutkan dari pada tenggelam di dalam
lautan asmara. Sehingga dia pelan-pelan berjalan menelusuri tepi danau.
Dengan ketajaman matanya yang mengejutkan, dari
jarak yang amat jauh dia sudah melihat dengan jelas Co Ekseng
dan Song Cin berdua masuk ke dalam sebuah rumah
di pinggir danau itu.
Melalui darat dia bisa sampai ke sana, berenang pun bisa
walaupun ilmu berenangnya hanya pas-pas an, maka dia
lebih mantap berjalan kaki saja.
Di saat dia berpikir tahu-tahu sudah berada di belakang
pohon di luar rumah itu, maka apa yang terjadi di dalam
rumah dia pun sudah mendengarnya.
Hanya saja dia tidak tahu bagaimana raut wajah Cui
Lian-hoa itu, apakah secantik pemandangan See-ouw"
Apakah selicin dan selembut air danau itu"
Tampaknya ilmu silat Ceng-hoan-siang-kiam sangat
aneh dan sulit dihadapi, perkiraan ini di peroleh dari jeritan
Song Cin dan Co Ek-seng yang mengerikan ketika mereka
terkena tusukan lalu meregang nyawa.
Tapi Hong Kin dan Tong Ang pun bisa tahu ada musuh
yang mendekat. Kemampuan yang hebat ini, bisa diukur
dari kemampuan di bidang tenaga dalam mereka.
Mengenai hal ini memang Hoyan Tiang-souw tidak
berani memandang rendah, tapi juga tidak terlalu
memperhatikannya, sebab dia sendiri pun memiliki
kemampuan seperti itu!
Dia sudah merasakan di dalam ruangan ada dua macam
hawa membunuh yang berbeda, satu adalah hawa
membunuh yang sifatnya keras dan brutal, satu lagi bersifat
lembut negatif yang amat licik.
Mungkin inilah arti sebenarnya 'Ceng' dan 'Hoan' itu"
Sebenarnya bagaimana kehebatan jurus pedang mereka" '
? ? ? Jurus pedang yang keras dan brutal termasuk 'Ceng', dan
jurus pedang yang lembut negatif tergolong 'Hoan'.
Hoyan Tiang-souw merasa perkiraannya pasti seratus
persen benar. Namun saat dia masuk ke dalam ruangan dengan
langkah lebar, saat ini Tong Ang salah satu dari Ceng-hoansiang-
kiam tiba-tiba seperti kelinci ketakut an, dengan
kecepatan yang mengejutkan dia meloncat melarikan diri
dari jendela lainnya.
Hoyan Tiang-souw segera sadar, dia telah salah
menduga. Selain itu dia juga sadar Ceng-hoan-siang-kiam
tidak selalu harus bersama-sama dilakukan oleh dua orang,
tapi jurus pedang hebat itu bisa dilakukan oleh satu orang
saja. Jika begitu, dua macam hawa membunuh yang berbeda
tadi apakah hanya keluar dari Hong Kin seorang diri, atau
ada musuh kuat lain yang sedang bersembunyi"
8-x-8 Semua wanita dengan sorot mata keheranan dan kagum,
menatap pada pemuda yang ber-perawakan tegap, kekar,
dan berwajah gagah ini.
Tidak peduli saat dia melangkah masuk atau sedang
berdiri, selalu ada aura yang gagah menekan orang,
membuat orang melihat dia langsung tahu pemuda ini
selamanya tidak pernah tahu apa yang dinamakan
'ketakutan'. Sampai Hong Kin pun tidak tahan menarik nafas dingin
dan berkata: "Kau pasti Mo-to Hoyan Tiang-souw.... Kie-siauya mati
dibawah golokmu, kelihatannya memang sana Cui Lianhoa
tampak sangat menonjol sekali, walaupun beberapa
wanita yang ada disisinya juga benar ilmu silatnya kalah
olehmu, jadi tidak perlu di buat heran lagi."
Kerasnya suara Hoyan Tiang-souw seperti orang lain
berteriak saja. Tapi melihat sikapnya terlihat dia berbicara
dengan sikap yang normal saja, katanya:
"Aku mengagumi jurus tombak Kie Hong-in, sayang dia
orangnya jahat dan licik, sehingga terpaksa aku
membunuhnya."
Dilihat dari luar dia tampak hanya menjelaskan kenapa
membunuh Kie Hong-in, tapi sebenarnya dia sedang
membocorkan kekuatan aneh dari Mo-to nya!
Tapi orang lain sulit bisa mengerti maksudnya.
Kata Hong Kin: "Kita tidak perlu meributkan siapa yang benar siapa yang
salah. Aku jujur saja padamu, walaupun aku orang yang
tidak ternama, tapi tetap akan mempertaruhkan nyawa
membela keluarga Kie."
Dari kedua ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak
terlihat hawa amarah.
Sekarang dia tahu, Hong Kin mempertaruhkan nyawa,
bukan sungguh-sungguh demi membalaskan dendam
keluarga Kic, tapi demi wanita cantik yang bernama Cui
Lian-hoa! Orang-orang semacam ini bicaranya selalu merasa paling
benar dan terhormat, tapi dalam hati-nya ..
Amarah Hoyan Tiang-souw timbul justru karena ini, tapi
walaupun sedang marah, matanya tetap tidak tahan melihat
ke arah para wanita yang berdiri dipojok sangat cantik, tapi
jika dibandingkan dengan dia seperti bunga di pinggir jalan
yang tumbuh bersama dengan bunga Bo-tan yang sedang
mekar. Siapa pun orangnya, jika melihat tentu akan melihat dia
dulu, dan di saat ini orang itu pun pasti tidak akan melihat
wanita cantik yang ada disisinya.
Hoyan Tiang-souw pun melihat sudut bibirnya bergerak,
terkilas ada senyum yang tipis-tipis sekali.
Selain itu di dalam matanya yang seperti air jernih,
hanya sekejap tampak sudah mengutarakan banyak sekali
perasaannya pada dia.
Bagaimana mungkin"
Diam-diam Hoyan Tiang-souw merasa heran.
Siapa orang yang bisa dalam sekilas saling pandang,
sudah dapat mengutarakan isi hatinya, harapan dan lainlainnya"
Dia juga bisa dianggap orang yang paling keji, paling
dapat mengendalikan diri, sebab sorot matanya bisa
langsung berpindah dari wajah cantik Cui Lian-hoa yang
dapat meluluhkan hati orang itu, berpindah kepada wanita
setengah baya yang berpakaian kain kasar, padahal nyonya
ini bisa masuk ke dalam golongan buruk rupa.
Walaupun sorot mata Hoyan Tiang-souw hanya sekilas,
tapi dalam harinya sudah meninggalkan satu bayangan
aneh. Sorot mata Hoyan Tiang-souw sebenarnya hanya sekejab
saja meninggalkan Hong Kin.
Tapi Hong Kin sudah berkata:
"Bagaimana" Dia cukup cantik bukan?"
Sekarang Mo-to Hoyan Tiang-souw sudah berpindah ke
telapak tangan kiri, biasanya dia mengepit goloknya di
ketek kiri, tidak suka menyelipkan di pinggang atau diikat di
punggung. Amarah di dalam hatinya jadi bertambah, tentu saja
semua ini disebabkan oleh kata-kata Hong Kin.
Dalam hatinya berkata:
'Cantik atau tidak wanita yang bermarga Cui dan
bernama Lian-hoa, sama sekali tidak ada hubungan nya
denganmu, Hong Kin.
Kie Hong-in yang berengsek ini jelas mendapatkan
wanita ini dengan cara yang tidak pantas, walau-pun
sekarang Kie Hong-in sudah mati, bukan saja wanita ini
tidak bisa kembali bebas, malah menjadi seperti harta
warisannya Kie Hong-in, membiarkan kalian
memperebutkannya......'
Karena marah, tangan dia seperti sudah tidak tahan lagi
menggenggam pegangan goloknya.
Sebenarnya dia tahu, saat ini seharusnya dia meloncat
keluar ruangan, mencari dulu Tong Ang yang sudah
melarikan diri.
Sebab dari jendela melihat keluar tidak tampak ada satu
pun perahu, maka bisa diketahui Tong Ang pasti kabur
melalui darat, tapi Tong Ang pasti tidak mau segera pergi
menjauh. Pertama, karena Hong Kin belum tentu kaplah dan
belum tentu terbunuh, kedua walaupun Hong Kin kalah
dan terbunuh, dia juga bisa memperoleh banyak bahan
untuk dilaporkan setelah kembali nanti.
Maka jika tanpa diduga dia tiba-tiba meninggalkan Hong
Kin, lalu keluar mencari Tong Ang terlebih dulu, pasti akan
berhasil. Tapi api amarah dia telah memenuhi dadanya, golok di
tangannya seperti ingin meloncat keluar saja.
'Tidak usah pedulikan lainnya," pikir Hoyan Tiang-souw
di dalam hati, 'pokoknya jika Tong Ang lari pun aku tidak
takut, tapi kepala Hong Kin bagai-mana pun harus
dipenggal.' Terdengar Hong Kin berkata lagi: "Ku dengar akhirakhir
ini dengan satu sabetan golok saja kau sudah
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh Swat-heng-kin-leng, Cin Hong (Es melintang
dari gunung Kin). Menurut yang kutahu Cin Hong adalah
orang yang akhir-akhir ini termasuk pesilat kelas satu dalam
ilmu golok, usianya tidak terlalu tua, orangnya sangat lurus,
karena dia adalah salah satu murid dari Ceng-kuncu (Lakilaki
sejati) Ku Jin-houw......"
Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya,
menunjukan hatinya yang kesal, dengan sembarangan
berkata: "Siapa Ceng-kuncu Ku Jin-houw?"
Hong Kin merasa keheranan:
"Kau adalah orang yang belajar ilmu golok, malah tidak
tahu apa dan siapa saja yang dijuluki tujuh golok ternama di
dunia persilatan masa kini?"
"Tidak tahu, apa Ku Jin-houw salah satunya?"
"Hay, kau menjawab dengan begitu tegas, mungkin kau
benar-benar tidak tahu, aku tidak menger ti mengapa
gurumu tidak memberitahukan tujuh golok ternama di
dunia ini padamu.
Hari itu dengan satu sabetan golok kau telah membacok
Swat-heng-kin-leng, Cin Hong menjadi dua dengan
golokmu, kejadian ini membuat orang terkejut akan ilmu
Mo-to mu. Tapi inipun membuat banyak orang menjadi
marah, sebab Swat-heng-kin-leng, Cin
Hong adalah seorang yang lurus dan amat kesatria,
temannya pun tentunya tidak sedikit!"
Sebelum Hoyan Tiang-souw mengubar adat-nya,
mendadak sekelebat dia melihat pada Cui Lian-hoa,
kemudian sorot matanya dalam sekejap sudah kembali lagi
pada Hong Kin. Tapi dalam hatinya masih tertinggal bayangan Cui Lianhoa
yang mengerutkan alis dan memejamkan matanya.
Jelas sikapnya bermaksud sangat menyayang-kan
dirinya, juga ada semacam perasaan yang mem-buat orang
tergetar. Amarah dia segera jadi meledak, teriaknya:
"Brengsek, hati-hati, aku juga akan membelah-mu
menjadi dua dalam satu sebetan golokku!"
Dengan posisi miring Hong Kin menjulurkan pedangnya
ke atas, menyiapkan kuda-kudanya.
Jurus ini walaupun jurus bertahan, tapi sangat sempurna,
sedikit pun tidak ada celah.
Tapi begitu Hoyan Tiang-souw melihat, dia malah dapat
melihat Sang-seng-hiat di atas kepala, dan Hwie-in-hiat di
bawah tubuh Hong Kin terdapat celah.
Dengan kemarahannya, Hoyan Tiang-souw secepat kilat
mencabut Mo-tonya. ,
Kilatan sinar yang menyilaukan mata dan dua tetes air
mata yang jernih segera terpampang di udara.
Dia sama sekali tidak memikirkan kenapa setelah lawan
menyiapkan jurus pertahanan yang sempurna, malah di
kepala dan di bawah tubuhnya bisa muncul celah!
Dia sudah terlalu banyak mengalami hal ini, setiap kali
goloknya menyerang dengan amarah, tanpa sadar dia bisa
melihat celah lawannya, kalau orang lain apakah bisa
menggunakan celah ini dan menyerang-nya, dia tidak tahu.
Dia hanya tahu Mo-to dia pasti bisa berhasil, dan dia
juga tahu Mo-to nya tidak ada jurus yang pasti, Mo-to nya
selalu bergerak menurut keadaan, begitu melihat celah
langsung menyerangnya.
Setelah itu dia pun tidak tahu bagaimana gerakan
goloknya, harus disebut apa jurusnya"
Jika Hong Kin tidak berulang-ulang menyebut Swatheng-
kin-leng, Cin Hong orang yang lurus dan kesatria,
amarah dia mungkin tidak akan sebesar ini.
Cin Hong jelas-jelas tidak bisa disebut orang baik, Hong
Kin justru malah memutar balik kenyataan nya, sehingga
sampai Cui Lian-hoa pun jadi timbul salah paham, dengan
demikian amarah dia jadi benar-benar besar sekali.
Hong Kin menggunakan 'pedang asli' bertahan rapat
sekali, tapi satu kesempatan pun tidak ada untuk Hoankiam'
nya menyerang, yang tampak hanya dua tetes air
mata yang terang menyerangnya.
Bersamaan waktu itu di atas kepalanya terasa ada satu
perasaan aneh yang tidak pernah dialaminya.
Tentu saja harus ada perasaan aneh, karena......
? ? ? Sinar golok dingin laksana es, dan laksana kilat di langit
malam yang amat gelap.
Cui Lian-hoa sendiri pun mengeluh pelan, punggungnya
lemas menyandar kesandaran kursi.
Laki-laki muda ini... tapi aku merasa terlalu lelah, aku
malah tidak ingin berkenalan dengan dia...
Selain itu ada empat gadis cantik lainnya sudah jatuh
pingsan. Semua karena melihat seseorang hidup-hidup telah di
belah menjadi dua... dari atas kepala di Shang-seng-hiat
sampai ke Hwie-in-hiat di bawah tubuh, laksana membelah
bambu saja. Satu orang yang tadinya utuh telah di belah menjadi dua
bagian. Suara pik pik pak pak saat membelah bambu, dan golok
bergerak dengan lancar membelah ke bawah, tidak peduli
yang menonton atau diri sendiri, pasti merasa lancar dan
senang. Namun seorang yang hidup di belah jadi dua,
keadaannya jelas sangat berbeda.
Cairan otak, darah segar, jeroan dan lain-lain, semua itu
sudah pasti tidak akan membuat orang senang, dan
hilangnya satu nyawa juga tidak akan bisa diterima
siapapun. Mo-to (Golok setan) itu malah masih tetap bersih
bersinar, sedikit pun tidak ada noda darah.
Tapi hal ini hanya orang yang penglihatannya sangat
tajam baru bisa melihatnya, karena Mo-tp dalam sekejap
sudah menghilang, sudah masuk kembali ke sarung
goloknya. Hoyan Tiang-souw seperti yang sudah diduga oleh
siapapun, dengan langkah besar melewati mayat, tumpahan
darah dan lain-lainnya, berjalan menuju Cui Lian-hoa.
Dia berhenti pada jarak enam tujuh kaki di depan Cui
Lian-hoa, lalu mengerutkan alis tebalnya.
Sorot matanya walaupun menatap pada Cui Lian-hoa,
tapi jelas dia tidak benar-benar sedang melihatnya, sorot
mata dia seperti sedang melihat benda-benda yang tidak
tampak di bumi ini.
Di dunia ini memang ada beberapa benda yang tidak bisa
di lihat oleh mata telanjang.
Sebutlah benda, molekul tidak bisa dilihat, baksil pun
tidak bisa dilihat, kecuali menggunakan alat-alat canggih.
Jika bicara tentang semangat atau kejiwaan, maka
memakai alat pun tidak ada gunanya.
Hanya bisa dengan Hwie-gan (mata kepintaran) baru ada
gunanya. Apa sebenarnya yang tampak oleh Hoyan Tiang-souw"
Dia sendiri sedikit pun tidak bisa menjelas kan, untungnya
ada seseorang yang mau berbicara, menjawab teka-teki ini.
"Kau memangpesilat tinggi kelas satu." Suara-nya kasar,
tapi tetap terdengar sebagai suara wanita, dia berkata lagi,
"Sampai bahaya yang tidak tampak pun kau bisa
melihatnya, tidak diragukan lagi Hong Kin dan Kie Hongin
mereka kalah satu tingkat dari mu!"
Wanita yang bicara ini duduk di sebelah kiri Cui Lianhoa,
dia berbaju hijau dari kain kasar, usianya kurang lebih
tiga puluhan, wajahnya tidak terlalu cantik.
Wanita berbaju hijau ini pernah meninggalkan kesan
aneh di dalam hati Hoyan Tiang-souw, tapi saat ini dia
tidak ada waktu untuk menyelidikinya, namun sekarang
tidak perlu menyelidikinya lagi.
Dia tidak bersuara menengok ke arahnya, tidak
melakukan apa-apa.
Tegapnya berdiri, laksana gunung saja, tidak saja
mantap, tenang juga kuat seperti gunung, kehening annya
juga sama. Siapa yang pernah mendengar gunung bicara" Lebih
lebih tidak mungkin cerewet seperti wanita berlidah
panjang! Di dalam mata wanita berbaju hijau ada sinar semangat,
membuat wanita biasa yang berwajah buruk, berubah
menjadi seorang besar yang sulit diukur!
Lalu suara dia berubah menjadi lembut menarik, dia
berkata: "Terhadap Ceng-kuncu Ku Jin-houw dan Ceng-hoansiang-
kiam, siapa mereka, dari mana mereka berasal, kau
tidak tahu, tapi kau tidak memberi ampun, sedikit pun tidak
mempedulikan, maka terhadap siapa aku, mungkin kau
juga tidak akan mempedulikan atau menanyakan?"
Perkataan Hoyan Tiang-souw memecahkan
keheningannya: "Betul, sebab asal di dalam hatiku sudah tahu kau sangat
lihay, musuh kuat yang tidak pernah ku temui, itu sudah
cukup!" , Dengan ramah dan tulus wanita berbaju hijau bertanya:
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Sebab sesaat sebelum aku masuk, aku sudah merasakan
hawa membunuhmu, tadi aku menghenti-kan langkah, itu
juga dengan sebab yang sama, kau pasti tahu!
Hay, ini sungguh hal yang tidak bisa di bantah, jujur saja
kekuatan hawa membunuhmu sampai jarak beberapa Li
saja sudah terasa. Di jaman sekarang, ku dengar selain Thikak-
siang-jin (Hweesio kaki besi) dari Siauw-lim yang dapat
melenyapkan hawa membunuhnya, seperti golok membelah
arus air, burung terbang di atas langit, sedikit pun tidak
meninggalkan jejak.
Orang lain sedikit banyak selalu ada hambatan, tapi Thikak-
siang-jin yang sudah berusia seratus tahun lebih, ingin
bertemu dengan dia pun sangat sulit, maka tidak bisa
dibicarakan atau dibuktikan betul tidaknya hal ini!"
Jika inti pembicaraannya adalah batas tertinggi berlatih
ilmu silat, tentu saja sangat berbeda dengan kabar burung.
Hoyan Tiang-souw tampak bersemangat dan besar rasa
ingin tahunya, dia bertanya:
"Bagaimana dengan diriku, apa kau tahu, bisa
mengalahkan aku atau tidak?"
Wanita berbaju hijau menjawab sambil menggelengkan
kepala, lalu balik bertanya:
"Bagaimana denganmu?"
"Kadang bisa, kadang juga tidak bisa." Jawab Hoyan
Tiang-souw. Wanita berbaju hijau diam sejenak lalu berkata:
"Tadinya aku mengira setelah Kie-siauya di kawal oleh
Ceng-hoan-siang-kiam, sudah cukup untuk berkeliling
dunia, siapa tahu walaupun di tambah aku juga tidak
cukup. Kau adalah musuh yang paling menakutkan, jika satu
lawan satu mungkin nasibku seperti Hong Kin, tapi aku ada
pikiran sendiri dan akal sendiri."
"Aku tahu," Alis tebal Hoyan Tiang-souw kembali
mengerut dan berkata, "kau tidak takut mati, aku tidak tahu
kenapa setiap orang takut mati tapi kau bisa tidak. Selain itu
asal kau menggerakan tangan, lima orang gadis itu segera
akan menjadi mayat, kau menggunakan cara bertarung
bersama-sama mati, tapi kenapa menggunakan cara ini
padaku?" Wanita berbaju hijau tertawa dingin, berkata:
"Sebab jika aku sudah bertekad itu, maka ada
kemungkinan aku bisa mengalahkanmu."
Dari pembicaraan mereka yang samar-samar, paling
sedikit bisa diketahui bahwa nyonya berbaju hijau ini
sedang menggunakan taktik perang, tidak boleh mundur
hanya boleh maju dan batu biasa dengan batu giok
bersama-sama habis terbakar.
Maksudnya tidak boleh mundur hanya boleh maju
adalah setelah dia membunuh seluruh gadis, dia sendiri
pasti tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Hoyan Tiangsouw.
Di dalam keadaan mendesak seperti ini, pertarungannya
yang habis-habisan ini, sangat mungkin malah bisa
memenangkan pertarungannya. \
Mengenai taktik batu biasa dengan batu giok bersamasama
habis terbakar. Sementara masih belum tahu batu giok
itu apakah dia atau para gadis itu"
Dan misalnya 'giok' itu adalah para gadis, juga tidak tahu
salah satunya gadis yang mana"
Apakah Cui Lian-hoa"
Alis tebal Hoyan Tiang-souw pelan-pelan terangkat,
suaranya jadi semakin seperti suara geledek, dengan keras
dia berkata: "Paling baik kau jangan membuat aku marah, sebab
akibatnya kau tentu sudah tahu!"
Dia memang tidak boleh di buat marah, sebab jika marah
maka goloknya akan keluar dari sarungnya, saat itu
akibatnya Selain 'kematian', mungkin tidak ada lain lagi.
Orang lain tentu saja tidak tahu hubungan amarah dia
dengan Mo-to begitu eratnya, pengaruhnya begitu besar.
Semangat di dalam mata nyonya berbaju hijau lebih
membara lagi, jelas dia sudah mengumpulkan seluruh
tenaga dalamnya, bersamaan itu diwajahnya juga sudah
tampak kegeraman yang mendesak!
Kalau wanita menampakan kegeraman seperti ini,
artinya dia sudah tidak mempedulikan segalanya, tidak
takut pada apa pun.
Benar saja terdengar dia tertawa dingin berkata:
"Jangan membuat kau marah" He he he, lucu, sungguh
lucu, setelah membuat kau marah, lalu kau bisa apa?"
Sebenarnya dia sendiri tidak tahu akan jadi bagaimana
setelah membuat Hoyan Tiang-souw jadi marah"
Selain itu tentu saja dia masih ada kata-kata yang lebih
kasar, lebih kotor yang mau dikatakannya, wanita jika ingin
membuat marah laki-laki, biasanya sangat mudah
melakukannya, sebab mereka masing-masing memiliki cara
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rahasia, dan biasanya laki-laki tidak bisa melawannya,
maka terpaksa terkena siasat-nya si wanita dan membuat
jadi marah. Tapi kata-kata dia bisa dihentikan oleh satu suara yang
lembut manis dan tepat saat terdengar, orang yang bicara
adalah Cui Lian-hoa, suaranya secantik dan menarik
wajahnya. Dia berkata:
"Hoyan Tiang-souw, kau jangan marah."
Dia pasti sangat tahu daya tarik dirinya, maka sama
sekali tidak memerlukan alasan apa-apa, dan kenyataannya
juga sesimpel itu, Hoyan Tiang-souw segera meredakan
amarahnya, tidak marah lagi.
Wanita berbaju hijau tertawa dingin dan berkata:
"Tampaknya dia sudah tidak marah lagi. Tapi aku berani
jamin dia segera tidak akan bisa menahan tabiatnya lagi!"
Senyum Cui Lian-hoa tipis dan lembut, cantiknya, wah
tidak perlu dikatakan lagi.
"Aku tahu, sebab asalkan kau membunuh siapa saja dari
kami ini, maka dia akan marah sekali, jika dugaanku tidak
salah, harap kau mau mendengarkan nasihatku."
Sorot mata tajam nyonya berbaju hijau meneliti dan
menyelidiki lawannya beberapa saat, baru berkata:
"Ternyata benar, kau ini bukan anak petani biasa, sudah
sejak lama aku ada perasaan ini, tapi setelah'dilihat-lihat,
aku pun tahu kau sama sekali tidak bisa ilmu silat."
"Aku memang tidak bisa silat, tapi bukan tidak
mengerti." Cui Lian-hoa berkata, "Jika aku bisa ilmu silat,
ketika Kie Hong-in mau menawanku, tentu aku akan
sekuatnya memberontak."
"Betul juga kata-katamu, tapi sampai sekarang aku belum
pernah mendengar nasihatmu!" Cui Lian-hoa berkata:
"Nasihatku adalah paling baik kau diam-diam kembali
lagi ke Lam-kiang."
Wajah wanita berbaju hijau jadi berubah:
"Kau sudah tahu siapa aku" Bagaimana kau bisa tahu?"
Dalam hati Cui Lian-hoa terbayang satu wajah bersih
dari seorang setengah baya, sepasang matanya yang dalam
dan penuh kepintaran, tampak bisa membaca setiap isi hati
lawan. 'Hay Cin Leng-tong, jika kau adalah aku, kau pasti akan
tahu lebih banyak dari padaku, sehingga kau juga pasti
mempunyai cara yang lebih baik untuk mencegah peristiwa
ini. Tapi sayang aku hanya Cui Lian-hoa bukan kau Cin
Leng-tong, makanya aku tidak ada sedikit pun keyakinan!'
Sorot mata wanita berbaju hijau mendesak dia
menjawabnya. Cui Lian-hoa terpaksa berkata:
"Asalkan aku mencium baumu, dan sarung tangan dari
kulit manusia warna daging yang selalu kau pakai, aku
sudah tahu kau adalah pesilat tinggi dari Can-bian-tok-kiam
(Kapas bergulung pedang beracun) di Lam-kiang
(Perbatasan selatan), tapi siapa nama aslimu, aku tidak
tahu." Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang adalah salah satu
jurus pedang yang tidak ada tandingannya, yang bisa
disejajarkan dengan Hiat-kiam (Pedang darah), di dunia
persilatan tidak mengherankan jika ada orang yang
mengenalnya. Tapi masalahnya adalah para pesilat pedang aliran ini
(semuanya wanita) sangat tersembunyi, tidak tampil keluar,
sampai namanya pun jarang diketahui, maka sangat aneh
jika Cui Lian-hoa bisa menyebutkan aliran perguruan
mereka, sehingga itu jadi pertanyaan yang tidak mudah
dijawab. Dalam tawa dinginnya wanita berbaju hijau terkandung
hawa kejam dan jahat:
"Bagus, kau hebat sekali, sayang kau tidak tahu aku
sudah tidak bisa kembali lagi ke Lam-kiang. Melihat
luasnya dunia ini, hanya Kie-samya, Kie Ting-hoan yang
berani menerima aku untuk tinggal, makanya hari inipun
aku hanya bisa melakukan apa yang harus aku lakukan!"
Cui Lian-hoa menganggukan kepala:
"Aku mengerti, maka aku tidak menyalahkan-mu,
menurut pandanganku, Kie-samya pasti seorang yang gagah
berani dan berpandangan luas.
Jika tidak, orang seperti Ceng-hoan-siang-kiam, apa lagi
orang seperti kau ini, mana mungkin mau dengan suka rela,
mati untuk dia?"
Kata nyonya berbaju hijau berkata:
"Dia memang orang yang luar biasa. Jika aku seperti
kau, muda dan cantik, aku pasti rela jadi selirnya, seumur
hidup mengikuti dia melayani dia..."
Gelombang mata Cui Lian-hoa penuh dengan kesedihan,
senyumnya juga menjadi senyum pahit:
"Kelihatannya jika Hoyan Tiang-souw tidak
membunuhmu, maka pasti kau yang membunuh dia, selain
itu tidak ada jalan lain lagi!"
"Bagaimana kau bisa tahu?" "Jika kau tidak ada tekad
ini...." Berbicara sampai disini mendadak dia teringat Cin
Leng-tong yang pandai menebak hati orang, karena dia
merasa perilakunya sekarang mirip sekali dengan dia, maka
dia melanjutkan perkataannya, "kau pasti tidak mau
mengatakan isi hati dan kata-kata yang sebenarnya pada
kami. Jika kami semua sudah mati, rahasiamu pasti tidak
akan bocor, jika kau yang mati, rahasianya terbongkar atau
tidak, juga sudah tidak penting lagi!"
"Betul, tapi aku tetap berharap kalian yang mati, bukan
aku yang mati!"
Hitung-hitungan seperti ini, anak kecil pun bisa
menghitungnya, tidak perlu didiskusikan lagi. Cui Lian-hoa
tersenyum dan berkata: "Walaupun begitu, tapi sayang kau
telah melewatkan satu hitungan yang paling penting."
Wanita berbaju hijau dengan dingin berkata: "Tidak,
sama sekali tidak akan." "Kau terlalu percaya diri," Kata
Cui Lian-hoa sambil tertawa.
Tawanya tetap masih begitu cantik, suaranya pun tetap
terdengar enak dan menarik orang.
"Kenapa kau malah tidak mempertimbangkan" Jika
Hoyan Tiang-souw mengalahkanmu, tentu saja dia tidak
akan mati. Dan walaupun kau telah kalah, tapi juga tidak
mati, hanya terluka dan ditawan, saat itu bagaimana
dengan dirimu" Kau tidak berani kembali ke Lam-kiang, dia
justru mengantar kau kembali ke Lam-kiang, kau ingin
mati, dia justru tidak membiar-kan kau mati."
Warna wajah wanita berbaju hijau berubah.
Cui Lian-hoa mendesak pertanyaannya:
"Jika terjadi keadaan begitu, kau mau apa?"
Wanita berbaju hijau berpikir-pikir sejenak, dengan
tertawa dingin dan berkata:
"Itu urusanku dengan Hoyan Tiang-souw, tidak ada
sangkut pautnya denganmu. Karena di saat itu kau sudah
tidak bernafas, sudah tidak ada perasaan, segala masalah di
dunia ini semuanya dan selamanya tidak ada hubungannya
lagi denganmu."
"Aku percaya kau sanggup membunuh kami, tapi setelah
kau melakukannya, kau pasti malah akan menyesal! Coba
kau pikir, jika kau sudah memutuskan kami berlima
menemanimu pergi ke akhirat, tapi mendadak menemukan
salah satu dari kami tidak bisa kau bunuh. Kau tentu saja
sangat tidak senang dan merasa menyesal, orang lain mati
masih tidak apa-apa, tapi jika orang ini justru aku Cui Lianhoa,
bagaimana kau bisa mati dengan tidak penasaran?"
Setiap kata-katanya adalah kenyataan, dan setiap katakatanya
saling berhubungan, membuat orang terpaksa
mendengar, malah terpaksa memikir-kan untung ruginya.
Maka wanita berbaju hijau tidak segera menyerangnya. j
Cui Lian-hoa melanjutkan:
"Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang walaupun salah satu
jurus pedang terhebat masa kini, bisa dibandingkan dengan
Hiat-kiam dari Yan-pak, tapi di dunia ini masih ada
beberapa jurus pedang yang tidak ada lawan lainnya yang
dapat dibandingkan dengan kalian.
Seperti dulu ada Chun-hong-hoa-goat-lou dari Yang-ciu,
dua keluarga di dunia persilatan ini, di antaranya
mempunyai jurus pedang Tay-ci-hoat (Alam besar) dari
keluarga Liu dan bisa disetarakan."
Kata wanita berbaju hijau:
"Walaupun jurus pedang Tay-ci-hoat dari keluarga Liu di
Chun-hong-lou bisa disebut tiada duanya di dunia, tapi apa
hubungannya dengan diri-mu, kau kan bukan bermarga
Liu." "Walaupun aku tidak bermarga Liu, tapi Bu-ceng-siau
(Seruling tanpa perasaan) dari keluarga Cui di Hoa-goatlou,
tampaknya juga tidak lebih lemah dari pada pedangnya
keluarga Liu di Chun-hong-lou."
Dari beberapa keluarga dunia persilatan yang ternama,
keluarga Liu dan keluarga Cui dari Yang-ciu yang paling
menonjol. Itu karena dua keluarga besar ini sama-sama berada di
Yang-ciu, dan turun temurun hubungannya sangat erat,
seperti satu keluarga saja.
Di dalam rumah keluarga Liu ada sebuah gedung Chunhong
(Angin musim semi), di rumah keluarga Cui ada
gedung Hoa-goat (Bulan berbunga), sama-sama dibangun
dengan megah dan mewah.
Sehingga entah di mulai dari kapan dunia persilatan
menyebut mereka Chun-hong-hoa-goat-lou.
Puluhan tahun terakhir ini dua keluarga besar Liu dan
Cui sudah sangat lemah.
Menurut kabar, beberapa tahun lalu kedua keluarga ini
mendadak mengalami musibah, sampai satu penerus pun
tidak ada, Chun-hong-hoa-goat-lou yang ternama itu pun
sudah berganti tuan.
Namun kebesaran nama kedua keluarga ini masih belum
dilupakan orang, apa lagi para pesilat tinggi masa kini, pasti
pernah mendengar kebesaran dan sejarah kedua keluarga
ini. Maka tidak mengherankan jika wanita berbaju hijau
merasa terkejut sampai membelalakan sepasang matanya.
Jika dia kelahiran dari perguruan Can-bian-tok-kiam dari
Lam-kiang, tentu saja tahu akan Bu-ceng-siau nya keluarga
Cui dari Hoa-goat-Iou, adalah salah satu ilmu silat yang
tiada duanya di dunia.
Jika Cui Lian-hoa benar adalah keturunannya Bu-cengsiau,
maka dia bisa tidak di masukan ke dalam daftar
kematian, itu adalah hal yang tidak mengheran-kan.
Sudut mata wanita berbaju hijau diam-diam melirik pada
Hoyan Tiang-souw, sambil menengadah-kan kepala dia
tertawa dingin dan berkata:
"Walaupun kau benar keturunan dari Hoa-goat-lou, aku
juga tidak takut, malah jadi tidak akan melepaskanmu......"
Seharusnya dia melakukan serangan tiba-tiba, sebab ini
adalah langkah yang telah dia siapkan dan direncanakan,
siapa sangka Hoyan Tiang-souw yang dilihat sudut
matanya sudah bergerak lebih dulu dari pada dia.
Maka dia segera membalikan tubuh, dengan langkah
besar keluar dari ruangan, tidak melihat ke belakang lagi.
Pek-mo-ci-to (Golok setan yang merana) yang
dikepitnya, jadi ikut menghilang bersama orangnya.
Di lantai hanya tertinggal darah yang berlumuran, dua
bagian tubuh Co Ek-seng dan mayatnya Song Cin.
Wanita berbaju hijau sesaat jadi lupa bergerak untuk
membunuh, malah balik bertanya:
"Mau apa dia" Kenapa dia mendadak pergi" Apa dia
sudah tidak mempedulikan lagi hidup matinya kalian?"
Cui Lian-hoa tidak menjawab, hanya pelan-pelan
menghela nafasnya.
ca ca ca Dengan Mo-tonya yang tidak berperasaan Hoyan Tiangsouw
meraja lela di dunia persilatan, tapi orang semacam
dia ternyata bisa muncul dalam kerumunan orang dan
mendengarkan khotbah di dalam kuil Budha.
Saat dia duduk di dalam kerumunan jemaat yang
mendengarkan khotbah, duduknya paling tegak, paling
hikmat, juga paling konsentrasi.
Golok dia dibungkus dengan kain hitam, di taruh di atas
lututnya, tidak ada orang yang melirik dan
memperhatikannya.
Sebab biasanya di dalam kuil Budha yang suci, daging
dan arak pun tidak ada orang yang berani membawanya,
apa lagi senjata pembunuh.
Hweesio tua yang sedang berkhotbah wajahnya terlihat
serius dan suaranya menggelegar.
Membuat orang sekali menatap tampangnya dan
pembicaraannya, tidak tahan timbul perasaan hormat.
Hal ini bisa menjelaskan, di dalam begitu banyaknya
para hweesio, pasti tidak akan menemukan ke lima
indranya tidak lurus, atau tubuhnya cacad.
Hoyan Tiang-souw berusaha membuat dirinya
konsentrasi mendengarkan khotbah yang sangat dalam dan
detail itu. Dia sudah terbiasa mendengarkan khotbah semacam ini,
sebab ketika dia berusia lima enam belasan tahun, di Thiancin
dia cukup lama mengikuti seorang hweesio yang
bernama Kheng-it.
Seorang hweesio yang pandai berkhotbah, walaupun
yang dihadapinya hanya seorang anak muda, sedikit
banyak juga bisa menjelaskannya.
Sekarang dia pun merasa khotbah hweesio besar ini
sangat seru, sebab kebetulan hweesio tua itu sedang
menjelaskan 'ruang' dan 'waktu', dan waktu dengan ruang
adalah hal yang harus diperhatikan sekali di dalam ilmu
silat kelas tinggi.
Hweesio tua mengatakan ruang dan waktu adalah
kejadian khusus yang termasuk di dalam rohani dan
jasmani, tidak ada wujudnya, dengan kata lain, bukan
sungguh ada ruang dan waktu (maksudnya bukan kosong
hampa). Misalnya 'ruang', dalam hati bisa disebut'arah'.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hweesio tua mengambil contoh, kenapa arah termasuk
di dalam kejadian"
Kalau kau berkata kau berdiri di timur, maksud nya
hanya menunjukan kau berdiri di tempat yang berlawanan
dengan barat, bukan benar-benar ada 'timur'.
Jika kau meneruskan jalan ke timur, maka timur yang
tadi sekarang menjadi barat.
'waktu'juga demikian.
Di dunia kita ini satu hari adalah dua puluh empat jam,
di dunia lain mungkin satu hari juga dibagi menjadi dua
puluh empat jam.
Hanya saja satu hari disana mungkin sama dengan satu
tahun atau sepuluh tahun di dunia kita, malah lebih panjang
atau lebih pendek (telah ditunjuk an dan dibuktikan oleh
teori relatif.)
Pokoknya, seperti waktu dan ruang, jika ada benda yang
benar-benar ada wujudnya, maka tidak boleh ada sifat yang
berubah-rubah tidak menentu ini.
Karena itu hubungan 'waktu' dan 'ruang' dengan ilmu
silat sangat erat, makanya Hoyan Tiang-souw
mendengarkan dengan penuh kegembiraan, sementara bisa
melupakan wajah cantik yang tiada dua nya itu... Cui Lianhoa.
Tapi... bagaimana keadaan dia sekarang" Apakah dia
dapat menaklukan wanita berbaju hijau itu"
Kemana dia pergi"
Jika dia tidak bisa menaklukan lawannya, apa yang akan
dialaminya"
Mata dia walaupun menatap pada hweesio tua di atas
altar, tapi hatinya sejenak terbang keluar dari kuil Han-san
di Soh-ciu, terbang ke sisi danau See-ouw di Hang-ciu,
paling sedikit juga mondar mandir di daerah itu.
Begitu timbul pikiran itu, segera dia ingin pergi ke sana
untuk melihatnya.
Tapi niatnya segera dibatalkan, karena kejadian nya
sudah lewat satu hari.
Tidak peduli Cui Lian-hoa mengalahkan lawannya, atau
masih berada dalam kendali wanita berbaju hijau itu,
pokoknya sekarang pergi pun sudah ter-lambat, sudah tidak
ada gunanya. Tapi jika kata-kata wanita berbaju hijau itu benar bahwa
dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, maka ada
kemungkinan apa, dia bisa mengalahkan wanita berbaju
hijau itu" Ada kemungkinan apa, dia dapat meloloskan diri
dengan selamat"
Tapi jika dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, kenapa dia
berani berkata hanya dia seorang diri yang bisa tidak mati
(Jika wanita berbaju hijau membunuh)"
Tampak kedua alis tebal Hoyan Tiang-souw
menggambarkan satu kegelisahan, tapi bukan amarah.
Tubuh dia yang tegap kekar mendadak berdiri dari
kerumunan pendengar.
Suara gelegar hweesio tua mendadak terhenti, lalu
melakukan satu gerakan isyarat tangan.
Hoyan Tiang-souw dengan penuh perhatian segera
memperhatikan hweesio tua itu.
Semua karena isyarat tangan hweesio tua yang
kelihatannya hanya sembarangan menggerakannya. Tapi di
dalam perasaan Hoyan Tiang-souw, itu malah sebuah jurus
golok yang sangat lihay. t
Jurus ini jika diperagakan dengan sebildh golok, delapan
atau sepuluh musuh kuat pun segera akan tergeletak mati di
tanah, itu bukah masalah aneh.
Ilmu hebat apapun tentu saja menjadi perhatian Hoyan
Tiang-souw. Apa lagi jurus golok!
0 -dw- 0 BAB 3 Dalam pandangan Hoyan Tiang-souw dia sedang berdiri
di atas lapangan liar, seratus lebih jemaat di sekeliling yang
sedang mendengarkan khotbah seperti tidak ada, dalam
matanya hanya ada seorang hweesio tua itu.
Hweesio tua itu tetap masih bersikap serius, tapi sorot
mata dan suaranya sangatlembut, dia berkata: "Ku rasa aku
sudah tahu siapa dirimu!" "Belum tentu, tapi aku tahu kau
adalah Ji-hong Lo-hweesio." Kata Hoyan Tiang-souw.
Senyum hweesio tua itu selain penuh kasih juga terasa
sangat akrab, dia berkata lagi:
"Ku kenalkan satu orang padamu, mau tidak?" "Terima
kasih, tapi sekarang ini aku tidak mau menemui siapa pun,
apa lagi dia!"
Setelah berkata Hoyan Tiang-souw sendiri merasa
terkejut, kenapa dia bisa menolak begitu cepat dan tegas.
Siapa 'dia'" Hoyan Tiang-souw tidak bisa menjelaskan,
dan Ji-hong hweesio pun tidak mengatakan.
Hweesio besar dan tosu yang sudah tinggi ajarannya,
dari aliran Budha dan To, tingkah lakunya sering muncul
yang aneh-aneh dan sulit diduga.
Ji-hong hweesio melihat Hoyan Tiang-souw melangkah
keluar ruangan, melihat dia menundukan kepalanya sedikit,
supaya tidak membentur ranting pohon di luar ruangan.
Hweesio tua itu tidak memanggil lagi, ekspresi di
wajahnya selain tersirat sedikit kesedihan, tidak ada yang
lainnya lagi! # # # Di luar kuil Han-san ada saru sungai kecil, jembatan
kuno yang melintang di atas sungai itu entah sudah
dibangan berapa ribu tahun lalu.
Baru saja Hoyan Tiang-souw naik ke atas jembatan,
jalannya mendadak tertahan.
Saat ini di sisi jembatan ada dua perahu kecil dengan
terpal hitam sedang berhenti disana.
Dari masing-masing perahu kecil keluar dua orang
wanita. Mata Hoyan Tiang-souw jadi terbelalak besar.
Kenapa bisa begitu kebetulan" Cui Lian-hoa juga bisa
datang ke kuil Han-san di Soh-ciu ini"
Dia menatap tajam pada wajah Cui Lian-hoa yang cantik
seperti bunga di musim semi, rubuhnya semampai pohon
Yang-liu. Melihat dia melenggang naik ke darat, dia sampai tidak
tahan mendesah "heh!", perasaan aneh yang sulit dikatakan
yang tadinya memenuhi dada, tampak tiba-tiba menghilang.
Dengan gerakan indah Cui Lian-hoa memutar tubuhnya
setengah putaran, lalu menengadahkan kepalanya melihat
pada Hoyan Tiang-souw.
Gelombang matanya membuat orang tidak tahan. Begitu
lembut dan jernih seperti air danau See-ouw, membuat
Hoyan Tiang-souw bisa mendengar suara jantungnya
berdetak. Tapi air danau yang jernih tenang pun pasti ada sedikit
gelombangnya, tapi kenapa di dalam matanya yang amat
cantik itu, sedikit pun tidak ada riak gelombang" Apakah
dia sudah tidak mengenal aku lagi"
Ataukah tidak sudi"
Hatinya yang dag dig dug mendadak menciut, terasa
sedikit sakit, tampaknya dadanya seperti tembus ditusuk
oleh sorot mata Cui Lian-hoa dan meninggal-kan beberapa
bekas di dalam jantungnya.
Walau demikian, Hoyan Tiang-souw masih bisa melihat
di belakang Cui Lian-hoa adalah gadis pelayan yang cantik.
Dua orang wanita yang naik ke darat dari satu perahu
lainnya, salah satunya adalah nyonya cantik setengah baya,
memakai pakaian sutra asli yang warnanya terang, celana
dan lengan bajunya melayang layang ditiup angin,
menambah daya tariknya.
Di belakang dia juga ada seorang gadis pelayan, di
pinggangnya terselip sebilah pedang pendek.
Bukan saja dia bisa melihat orang-orang ini, juga masih
bisa mendengar Cui Lian-hoa bertanya pada gadis pelayan:
"Iiih! Siau-cian, orang itu dia bukan?" Siau-cian yang
cantik melirik ke atas jembatan dengan pelan berkata:
"Benar, pasti dia."
Cui Lian-hoa menggeleng gelengkan kepala: "Apa
gunanya dia mengikuti aku?" "Mungkin untuk melihat kau
dari kejauhan, selain dia, juga masih banyak orang yang
begitu!" Hati Hoyan Tiang-souw bertambah terluka, tubuhnya
segera berputar ke arah ujung jembatan kuno lainnya.
Saat melangkah, telinganya masih bisa mendengar Cui
Lian-hoa berkata:
"Suara heh orang lainnya itu mengandung tenaga dalam
dan menyembunyikannya, tenaga dalam-nya sangat tinggi,
aku hanya berharap dia jangan terus mengikuti aku......"
Apakah Cui Lian-hoa dan nyonya cantik setengah baya,
bersama dua gadis pelayan akan masuk ke dalam kuil Hansan"
Atau pergi ke tempat lain"
Hoyan Tiang-souw tidak tahu mereka akan pergi
kemana, tapi dalam hatinya timbul perasaan lain.
Dia membisu di atas pesawahan yang tanahnya gemuk
itu, kesedihan hatinya masih terasa, itu karena Cui Lianhoa
sudah tidak mengenal dia lagi.
Pertama bertemu hanya kejadian kemarin malam,
kenapa hari ini sedikitbayangannya pun sudah tidak ada"
Kalau begitu dia sendiri harus lebih tuntas dari pada dia,
melupakan dia. Selanjutnya jika nanti dia bertemu lagi di tengah jalan,
dia pun harus bersikap seperti tidak pernah bertemu dengan
dia, harus lewat seperti tidak melihat dia,.
... tapi sejak kemarin sampai hari ini, bayangan di dalam
kepalanya selalu bayangan dia, sehingga keadaan hatinya
jadi gusar, kacau, tidak teratur.
.... jika aku benar-benar ingin melupakan dia, kenapa
masih mau mengikuti dan menyelidiki sastrawan baju putih
ini" Tidak jauh di depan dia ada seorang sastrawan muda
yang berbaju putih, juga sedang berjalan di atas galangan
sawah, sendirian dan kesepian.
Sastrawan baju putih ini tadi berdiri di ujung seberang di
atas jembatan kuno, dari kejauhan menatap Cui Lian-hoa.
Ketika sorot mata Cui Lian-hoa menyapu ke arahnya,
Hoyan Tiang-souw masih keburu melihat matanya yang
bergelombang. Inipun penyebab kenapa hatinya bertambah beberapa
bekas luka. Menyimak dari perkataannya, dia juga tidak mengenal
sastrawan baju putih itu.
Karena sastrawan baju putih itu selalu membuntuti dia,
maka jadi mengenal dia.
Sebenarnya hal ini biasa dan lumrah, siapa pun orangnya
jika beberapa hari terus-menerus diikuti oleh seseorang,
bagaimana mungkin bisa tidak mengenal wajah orang itu"
Tapi karena dalam matanya timbul riak dan meluas,
maka persoalannya jadi berbeda sekali.
Walaupun dia tidak punya perasaan suka padaku Hoyan
Tiang-souw, tapi dalam sorot matanya tidak seharusnya
sedikit bayangan diriku pun tidak ada, padahal orang lain
itu juga seorang yang asing, tapi perasaannya tampak
bergelombang. Siapakah sastrawan berbaju putih itu" Apakah dia sangat
tampan" Ilmu silatnya sangat tinggi" Ilmu sastranya sangat bagus"
Atau sangat kaya"
Mendadak dia tersadar, dia sudah berjalan sampai Hociu
di barat laut Soh-ciu.
Ho-ciu adalah tempat bersejarah yang tersohor, setiap
hari libur di musim semi dan musim gugur banyak orang
datang melancong, hari biasa pun tidak sedikit
pengunjungnya. Sastrawan baju putih itu berdiri di bawah panggung
ribuan orang, ada beberapa orang kebetulan berdiri
disisinya, itu juga jadi tidak mengherankannya.
Kemudian dia melewati pintu gerbang Pie-yu-tong-thian
(tempat tinggal para dewa menurut aliran To) dan berdiri di
sisi Kiam-ti (danau pedang), beberapa orang masih berada
di sisinya, juga tidak menjadi perhatian orang lain.
Kiam-ti walaupun amat termasyur, tapi sebenarnya tidak
luas, hanya sebuah danau di antara dua tebing batu.
Menurut cerita makam rahasia raja Bu, Ho-Iu, di bangun
di dasar danau dengan rahasia, benar atau bohong cerita ini
sampai sekarang tidak ada orang yang tahu.
Walaupun Hoyan Tiang-souw ingin melihat wajah
sastrawan berbaju putih itu, tapi dia tidak berjalan ke tepi
Kiam-ti, malah berdiam di atas jembatan batu yang tinggi.
Orang-orang di atas jembatan selain bisa melihat Kiam-ti
yang berada di bawah, juga bisa melanjutkan perjalanan ke
kuil In-yan yang berada di tempat yang lebih tinggi, pagoda
Ho-ciu yang terkenal itu berada di dalam kuil itu.
Tadinya terhadap sastrawan berbaju putih ini dia hanya
ingin tahu dan merasa kesal saja.
Tapi sekarang sudah timbul satu perasaan aneh.
Hoyan Tiang-souw pernah memikirkan dengan teliti,
tapi tetap tidak bisa menjelaskan sebenarnya apa perasaan
anehnya" kenapa bisa timbul perasaan itu"
Untungnya dia tidak perlu berteman dengan orang ini,
maka setelah dipikir-pikir, perasaannya lalu dibuang jauhjauh.
Sastrawan berbaju putih itu masih tetap berdiri di tepi
danau, mata Hoyan Tiang-souw tidak perlu terus menerus
mengawasinya. Saat dia melihat ke sekeliling, tampak ada beberapa
pelancong dengan langkah tergesa-gesa berjalan keluar,
sekarang masih pagi, kenapa orang-orang mau cepat-cepat
pulang" Mata dia sangat tajam, semut berjarak satu dua ratus
langkah juga bisa dilihatnya.
Maka dia bisa melihat ada dua orang laki-laki yang
berperawakan tegap membuka baju depannya
memperlihatkan senjata tajam yang berkilat-kilat pada para
pelancong yang barusan tiba, itulah yang membuat para
pelancong buru-buru membalikan tubuh berjalan pulang
kembali.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang yang berseragam seperti kedua laki-laki besar itu,
jika dihitung dari atas kebawah dan di sekelilingnya, kirakira
ada dua puluh lebih.
Jika tidak dengan mata kepala sendiri melihat mereka
memperlihatkan senjatanya, Hoyan Tiang-souw masih
mengira mereka pun para pelancong.
Sorot mata dia tidak melihat ke danau itu lagi, tapi
segera melihat ke seberang ujung jembatan batu sana.
Sastrawan berbaju putih itu dengan santai jalan datang.
Entah kapan di pinggangnya sudah terselip sebilah
pedang panjang, jika pedang ini barusan di ambil dari
Kiam-ti, maka jika bukan iblis dia pasti setan.
Mendadak Hoyan Tiang-souw mengerti kenapa perasaan
yang aneh itu tadi terasa.
Memang mudah jika dibicarakan, tapi saat dia saling
berhadapan, tetap saja wajah lawan masih belum
terlihatjelas. Sepasang mata Hoyan Tiang-souw sama sekali tidak
sakit, dia tetap masih bisa melihat setiap semut yang
berjarak seratus dua ratus langkah.
Tapi sastrawan berbaju putih itu tidak peduli
keberadaannya dimana, jika bukan membelakangi, pasti dia
sedang menggunakan tangannya mengusap hidung atau
mengusap-usap mata atau wajahnya.
Pokoknya kau hanya bisa melihat sebagian wajahnya
saja, tidak bisa melihat wajahnya dengan sepenuhnya,
inilah yang membuat perasaan aneh itu.
Sastrawan berbaju putih berhenti pada jarak tujuh
langkah, saat ini dia berada di atas jembatan, angin gunung
meniup bajunya yang seputih salju itu.
Perawakannya yang tinggi tegap, matanya yang hitam
pekat, kulit mudanya yang kekar licin, keseluruh an itu
cukup membuat orang terpaksa harus memuji-nya,
"Tampan sekali."
Tangan kiri dia tetap masih menutupi bagian mulut dan
hidungnya, membuat Hoyan Tiang-souw masih harus
menggunakan daya pikir yang tinggi, baru bisa
menggambarkan keseluruhan wajahnya.
"Aku Li Poh-hoan," sastrawan berbaju putih berkata,
"aku tahu siapa kau, maka tidak perlu banyak basa-basi
lagi!" Hoyan Tiang-souw yang mendengar, sampai menjadi
bengong. Tapi dia pun merasa mempersoalkan ini sangat tidak
perlu, sangat lucu.
Saat dia mengangkat alis tebalnya, lalu berkata: "Aku
tidak bisa melihat seluruh wajahmu, ada apa dengan
dirimu" Apakah bibirmu sumbing, atau bengkok?"
"Semua bukan." Suara Li Poh-hoan jelas dan tegas,
nadanya juga ramah dan sopan, "Aku tahu Hoyan-heng
ingin melihat wajahku, maka aku sengaja menutup
sebagian, supaya tidak menghilangkan rasa ingin tahumu,
supaya dapat memancing kau datang kesini dan berbicara
denganku!"
"Untuk apa?" suara Hoyan Tiang-souw tanpa sadar,
samar-samar suaranya seperti geledek, jika berteriak marah,
tentu akan lebih menakutkan, "aku tidak punya teman, juga
tidak perlu teman, kau tidak perlu membuang-buang
waktu." "Kalau begitu, kita bicarakan saja hal yang bukan
mengenai persahabatan."
Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, sebab dia
sudah merasakan Mo-to di kereknya sedikit meloncatloncat,
ingin keluar dari sarungnya:
"Kuharap kau jangan mengganggu aku. Kau sangat
menyebalkan, sudah berbicara begini banyak, wajahmu
tetap masih ditutupi, tapi mengenai kesalahan ini tidak
perlu sampai harus mati, maka paling bagus kau jangan
sampai mengganggu aku."
"Menurut pandanganmu, nona Cui yang tadi berada di
sisi jembatan batu di luar kuil Han-san itu, cantik tidak?"
tanya Li Poh-hoan.
Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya, ternyata
nama Cui Lian-hoa pun dia sudah tahu, tapi apakah dia
tahu yang lainnya lagi"
Li Poh-hoan berkata lagi:
"Jika ada orang mengatakan dia tidak cantik, aku akan
mendebatnya, malah akan bertarung dengan dia, tapi kau
berbeda." Hoyan Tiang-souw mulai merasa sedikit tertarik,
tanyanya: "Apa beda nya dengan aku?"
"Karena kau adalah lawan yang amat kuat!"
Hoyan Tiang-souw jadi ingin tertawa keras, pikirnya,
'Lawan kuat bagaimana" Sungguh kata-kata yang tidak
ada gunanya, kemarin Cui Lian-hoa baru saja bertemu
denganku, hari ini sudah seperti orang asing lagi. Tadi saat
dia melihatmu, di dalam matanya timbul gelombang,
bagaimana mungkin aku jadi lawan beratmu" Lagi pula jika
di dunia ini ada orang ketika sedang mengejar wanita, lalu
berharap orang lain menganggap dia tidak cantik, dari
mana aturannya"'
"Kau suka berpikiran apa pun boleh." Hoyan Tiang-souw
berkata, "Tapi pendapatku tidak akan diberitahukan
padamu." Li Poh-hoan tampak tidak terkejut:
"Inilah jawaban yang pantas dan rendah hati. Aku sudah
sangat puas, hanya saja boleh tidak aku menanyakan satu
hal lagi padamu?"
Orang ini tampak sedikit membingungkan, sedikit kacau.
Merasa sangat puas dengan jawaban yang sama sekali
tidak ada artinya, lalu buat apa tadi menanya-kan"
"Kau mau bertanya, tanyalah!" Hoyan Tiang-souw
berpendapat menghabiskan pikiran demi orang semacam
ini, cepat atau lambat dia sendiri juga akan berubah jadi
seperti orang ini, bingung dan kacau balau.
Maka dia sekalian saja memalingkan wajahnya, malas
melihat dia lagi.
Wajah Li Poh-hoan sesaat berubah besar, saat ini Hoyan
Tiang-souw mendadak merasa ada gerakan.
Dia membalikan tubuh langsung meloncati pagar
jembatan, Mo-to nya "Sreet!" keluar dari sarung-nya,
mengeluarkan kilatan cahaya yang menyilaukan mata.
Yang dia hadapi ternyata bukan Li Poh-hoan, tapi
seorang berbaju hijau yang melayang terbang hampir
mencapai bawah jembatan.
Di tangan orang itu memegang satu benda panjang kecil
seperti bambu, tampak dari kolong jembatan dia
menusukan bambu itu ke atas.
Tempat tusukannya adalah tempat dimana Hoyan Tiangsouw
tadi berdiri. Jika jembatan batu itu terbuat dari kertas, dan bambu
yang panjang itu berubah jadi bor, maka tusukan ini akan
tepat mengenai kaki kanan Hoyan Tiang-souw.
Kenyataannya, walaupun jembatan itu terbuat dari batu,
tapi ujung bambu runcing orang berbaju
hijau itu menembus keluar dari jembatan itu sepanjang
tiga dim, ujung bambu itu ternyata kawat baja tajam yang
berwarna hitam pekat.
Kawat baja ini seperti menusuk tahu menembus keluar
dari batu jembatan yang tebal dan keras.
Saat gerakan orang berbaju hijau itu selesai, Hoyan
Tiang-souw sudah mulai turun ke bawah dan melihatnya
dengan jelas. Juga melihat dia ditekan oleh hawa
membunuh yang dahsyat dari Mo-to sampai seluruh
rubuhnya gemetar.
Begitu sinar golok seperti kilat berkelebat, tubuh orang
berbaju hijau sudah di penggal menjadi dua dari batas
pinggang ke atas, sambil menyemburkan darah dia roboh ke
bawah. Dalam hati Hoyan Tiang-souw sedikit pun tidak ada
perasaan kasihan. Sebab jika dia tidak punya sedikit
keberuntungan, kebetulan memalingkan wajah dan melihat
bayangan orang di tebing yang basah. Maka dia bukan saja
tidak bisa membalas serangan, malah telapak kakinya sudah
ditusuk berlubang.
Tadi begitu tenaga dalamnya menekan, tubuh-nya
langsung terangkat, lalu dengan cepat meluncur ke bawah
lima enam kaki, sesudah itu turun dengan pelan-pelan.
Ketika dia sedang turun, kakinya bergerak mengungkit,
membuat batang besi yang panjang di tangan orang berbaju
hijau itu terlepas dari tangannya, dan melesat ke atas.
Tiba-tiba sesosok bayangan putih berkelebat, satu sinar
pedangyang sangat terang datang menusuk.
Tusukan pedang ini laksana datang dari dunia luar,
penuh dengan hawa membunuh.
Orang yang mengendalikan pedang ini adalah I.i Pohhoan,
sekarang wajahnya sudah bisa terlihat secat m
keseluruhan, baju sastrawan yang putih menambah
Mengganasnya Siluman Gila Guling 1 Pendekar Rajawali Sakti 164 Istana Tulang Emas Suling Naga 21
ASMARA PEDANG DAN GOLOK
Karangan : Suma Leng
Terjemahan : Liang J Z
BAB I Mata air Houw-pauw (Harimau lari) yang disebut-sebut
sebagai mata air nomor dua di dunia, sungguh tidak salah
disebut demikian. Tidak peduli digunakan untuk menyeduh
teh Long-kheng biasa atau yang kwalitas khusus, asal
semuanya daun muda, begitu masuk mulut tetap saja terasa
licin segar harum dan manis.
Jalan menuju ke mata air Houw-pauw (di dalam kuil
Houw-pauw) adalah sebuah jalan gunung yang terbuat dari
susunan batu panjang yang terlihat sangat rapih.
Pohon-pohon tinggi sangat rimbun dan tenang berbaris
di kedua sisi jalan, satu selokan kecil yang jernih di sisi
kanan jalan batu mengalir tidak putus-putusnya.
Jika membandingkan kesegaran air selokannya, bisa
diumpanakan seperti air es di musim panas... sungguh
jernih dan dingin.
Walaupun air parit itu bukan berasal dari mata air
Houw-pauw, tapi air itu sudah demikian dingin, bisa di
bayangkan bagaimana dinginnya mata air Houw-pauw.
Di atas air selokan itu ada beberapa bunga rontok yang
ikut mengalir ke bawah.
Pemandangan ini sebenarnya umum sekali.
Di dunia ini mana ada air selokan yang tidak ada bunga
rontok ikut mengalir dengannya"
Seorang pelayan kecil merasa tidak sependapat melihat
majikan dengan temannya bersama-sama meng goyangkan
kepala, menikmati pemandangan yang menurut mereka
sangat indah. Dua orang sastrawan muda itu bukan saja mengeluarkan
suara "Ccck ccck!" memujinya. Malah turun ke dalam
selokan, bermain dengan air selokan-nya, menyiram
rontokan bunga-bunga itu.
Tampak dalam usia mereka yang masih sangat muda,
sudah timbul riak-riak gelombang hati......
Dalam keadaan itu, tiba-tiba mata salah seorang di
antaranya melotot pada satu benda yang bergulir mengikuti
air parit. Mungkin karena terlalu memperhatikan benda itu, tidak
sadar dia jatuh ke dalam air dan tidak bisa bangun lagi.
Saat itu yang seorang lagi pun telah melihat benda , itu,
matanya ikut melotot bengong, kaki dan tangannya \
menjadi kaku, malah sampai tidak ingat harus segera
mengangkat temannya, supaya dia tidak mati tenggelam,
sebab kepalanya menghadap kebawah.
Benda itu berbentuk bundar, dan air di sekelilingnya
sudah berubah menjadi merah.
Benda itu bergulir terus meninggalkan mereka.
Tapi kemudian muncul lagi yang lainnya, bentuknya
juga tidak terlalu berbeda.
Tidak peduli siapa, dan dari mana, semua orang tentu
mengenalnya itu adalah kepala manusia.
Karena kepala itu sudah terlepas dari lehernya, maka
bentuknya menjadi bulat dan bisa bergulir terus mengikuti
aliran selokan.
Justru karena tahu itu adalah kepala manusia, maka
terjadilah kejadian ini.
Yang seorang karena ketakutan sampai jatuh masuk ke
dalam parit. Yang satu lagi jadi tidak bicara, tidak bergerak, hanya
bisa bengong melihat kepala orang itu.
'Manusia yang paling tidak berguna adalah sastrawan',
kata-kata ini kadang-kadang tepat sekali.
Coba saja pikir, biarpun membelalakan mata sebesar
sapi, lalu apa gunanya" Tentu saja yang harus dilakukan
segera adalah cepat-cepat menarik temannya yang jatuh
pingsan ketakutan, supaya dia tidak mati karena tidak bisa
bernafas, itu baru masuk akal.
Tapi, keadaan tidak sederhana seperti yang diceritakan,
sebab di dalam waktu sekejap ini sudah muncul lagi sebuah
kepala yang bulat untuk ke tiga kalinya, kepala itu pun
membawa darah merah.
Kali ini sastrawan yang belum pingsan itu, tidak bisa
bertahan lagi, setelah menjerit dia pun jatuh ke dalam
selokan. Selokan yang airnya jernih dan dingin itu, jika ditelusuri
ke atas, setelah melewati satu danau persegi yang indah di
dalam kuil, bisa berhubungan dengan mata air Houw-pauw.
Danau yang terbuat dari baru itu semuanya ada dua,
berderet di kedua sisi.
Di tengahnya adalah tangga masuk yang lebar dan rapi.
Di atas tangga ada seorang pemuda bermata besar beralis
tebal, tangan kirinya sedang memegang golok panjang
berikut sarung goloknya, dia sedikit menyipitkan matanya,
memandang orang di depan-nya.
Siapa pun yang ingin naik ke atas, dan masuk ke dalam
ruangan, akan terhalang oleh orang ini.
Dan kenyataannya memang pemuda ini pun terhalang
oleh orang itu.
Maka sangat logis sorot mata dia terasa menjadi sangat
dingin dan sangat tidak senang.
Golok pemuda itu seperti belum pernah keluar dari
sarungnya. Golok itu kelihatan lebih bengkok sedikit dan lebih
panjang sedikit dari pada golok biasa. Sarung goloknya pun
dihiasi oleh batu giok dan lain-lainnya.
Tapi golok itu selain kotor juga sudah banyak, cacatnya,
sehingga keadaannya menjadi gelap dan tidak i bercahaya,
bisa diketahui pemuda ini orangnya tentu kasar dan tidak
hati-hati. Selain hal itu, yang membuat orang penasaran adalah,
walau di belakang pemuda itu terbaring tiga mayat tanpa
kepala, tapi orang yang di hadapannya itu melihat pun
tidak pada mayat-mayat itu, wajahnya tenang seperti tidak
ada apa-apa. Tampaknya tiga mayat itu seperti tidak ada
hubungannya dengan dia.
Tapi karena di belakang dia masih ada dua orang lakilaki
besar yang sedang melototkan matanya dengan marah,
dan dandanannya sama persis dengan ke tiga mayat itu
maka bisa dilihat mayat-mayat itu bukan saja ada
hubungannya dengan mereka, malah mungkin
berhubungan erat sekali.
Orang yang menghadang jalan pemuda ber-mata besar
beralis tebal ini, kira-kira berusia tiga puluh tahunan.
Kulitnya putih bersih, wajahnya tampan, tapi sepasang
matanya berkilat-kilat, liar, ganas seperti sorot mata macan
tutul. Tangan kiri dia sudah mengeluarkan tiga batang pipa
baja, lalu dengan gerakan yang cepat sekali diputarnya,
jadilah sebuah tombak baja sepanjang tujuh kaki.
Ujung tombaknya berkilat-kilat menyilaukan mata, dan
bersamaan itupun ada satu hawa dingin menekan orang di
sekitarnya. Sambil memegang tombak bajanya, dia melihat pada
pemuda itu. Wajahnya terlihat sangat tidak senang dan keheranan,
dia berkata: "Tampaknya kau belum pernah melihat dan mendengar
senjata di tanganku ini?"
Pemuda menggelengkan kepala.
"Aku adalah Kie Hong-in. Senjata di tanganku ini
disebut Bo-tang-bau (Tombak tidak ada yang menahan).
Apakah sekarang ingatanmu sudah terang?"
Alis tebal pemuda itu bergerak-gerak sedikit, di ujung
alisnya seperti mengeluarkan hawa amarah yang sangat
jelas, orang yang terlambat berpikir pun dengan gampang
bisa tahu keadaannya.
Orang yang menyebut dirinya Kie Hong-in jadi
keheranan melihat ujung alisnya, matanya sampai berkedipkedip
beberapa kali. Dia merasa takjub, melihat hawa amarah yang bisa
terlihat di ujung alis"
Bagaimana dengan perasaan seperti senang, sedih,
cemburu dan lain-lain, apakah bisa terlihat seperti ini juga"
Kie Hong-in hanya bisa melihat dan merasakan amarah
lawannya, tapi tidak mendengar jawaban dari lawannya.
Maka dia berkata lagi:
"Aku datang dari Hong-lai di Soa-tang, aku tahu kau
sangat ternama di utara, walaupun belum sampai satu
tahun, tapi aku mendengar kau sudah membunuh banyak
orang, dan yang paling banyak mati adalah dari kalangan
pesilat golok. Apakah kau adalah Mo-to (Setan golok)
Hoyan Tiang-souw itu?"
Pemuda yang bermata besar beralis tebal itu hanya
menganggukan kepalanya satu kali.
Kie Hong-in menjadi marah, dia mengeraskan ^
suaranya: "Aku tidak peduli, walaupun kau sekarang sangat
ternama, tapi terhadap namaku dan tombak Bo-tang-bau
ini, apakah kau tidak bisa mengingat dan
menghubungkannya" Apa kau benar-benar tidak tahu siapa
diriku?" Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, tetap tidak
membuka mulut. Tapi amarah di ujung alisnya sudah berkurang banyak.
Jelas Kie Hong-in sendiri sangat mengerti pada dirinya,
yaitu jika dia ingin orang tahu tentang dirinya, tapi orang
itu malah tidak mau tahu hal itu, itu berarti satu
penghinaan buatnya.
Siapa yang tidak tahu, keluarga Kie dari Hong-lai di Soatang"
Siapa yang tidak tahu kehebatan tombak baja sepanjang
tujuh kaki itu"
Tapi... Hoyan Tiang-souw sungguh-sungguh tidak
pernah mendengarnya.
Jadi tidak bisa menghubungkannya.
Seperti Kie Hong-in" Pesilat-pesilat golok ternama yang
mati di bawah golok Pek-mo-ci-to nya, Hoyan Tiangsouw
tidak tahu sama sekali kedudukan dan ketenaran mereka.
Dilihat sepintas, Hoyan Tiang-souw tampak kurang bisa
berpikir, juga orang yang tidak punya perasaan.
Jika Kie Hong-in bisa membuat dia timbul banyak
perasaan dan pikiran, pandangan di luar ini jelas salah.
Tanpa memberi aba-aba, juga tanpa memberi isyarat
sedikit pun. Tiba-tiba tombak baja Kie Hong-in
mengeluarkan hawa membunuh dan berkelebat
menyilaukan mata, tombak baja itu sudah mulai
"bergerak1, kecepatannya sulit digambarkan, hanya sekejab
tahu-tahu ujung tombaknya sudah hampir menempel di
tenggorokan Hoyan Tiang-souw.
Dengan sedikit terkejut Hoyan Tiang-souw mundur
setengah langkah, gerakannya juga sangat cepat. Tapi dia
hanya mundur setengah langkah, yaitu kira-kira setengah
kaki. Jarak yang pendek itu, dalam pandangan orang biasa
tentu sangat berbahaya, sebab jika seseorang menusukan
tombak yang panjangnya tujuh kaki dengan gerakannya
sangat cepat, mungkin tubuhnya bisa terbawa oleh tombak
itu maju ke depan.
Dan tidak heran jika terjangannya bisa maju sampai duatiga
langkah. Keadaan Hoyan Tiang-souw yang hanya mundur
setengah langkah tentu saja sangat berbahaya, apa lagi Kie
Hong-in meneruskan tusukan tombaknya sampai dua tiga
kali, sedangkan dia setiap kali mundur juga hanya mundur
setengah langkah. Mundurnya satu inci pun tidak kurang
atau lebih. Kelihatan Hoyan Tiang-souw dan Kie Hong-in adalah
orang yang sangat kukuh.... yang satu hanya mau mundur
setengah langkah, yang satu lagi juga tidak mau menusuk
lebih maju dua tiga inci.
Hoyan Tiang-souw berturut-turut mundur tujuh kali
setengah langkah sambil menunggu kesem-patan, begitu dia
melihat Kie Hong-in merubah jurusnya^ sepasang bahunya
segera bergerak ke depan, golok dia, sudah dicabut keluar
dari sarungnya.
Begitu Pek-mo-ci-to keluar dari sarungnya, dalam radius
beberapa tombak tiba-tiba timbul hawa aneh yang
menyeramkan, udara menjadi dingin dan menekan hati.
Untuk kedua kalinya, golok ini keluar dari sarungnya.
Tadi ketika jalannya Hoyan Tiang-souw di hadang oleh
tiga orang dari lima orang anak buah Kie Hong-in, mereka
memaksa dia menyerahkan goloknya untuk diberikan pada
majikannya, sehingga tindakan mereka jadi sedikit kasar.
Masalah jadi membesar karena mereka memper lihatkan
tingkah yang memaksa.
Jika Hoyan Tiang-souw tidak menyerahkan golok
pusakanya, maka dia akan menjadi mayat yang selamanya
tidak bisa memegang golok lagi.
Keadaan itu membuat Hoyan Tiang-souw jadi naik
pitam, dua alis tebalnya memancarkan hawa amarah dan
bara api yang memanaskan hati orang!
Maka ketika Pek-mo-ci-to diayunkan, hanya
meninggalkan sebuah kilatan sinar dingin yang
menyilaukan mata.
Belum lagi semua orang tahu apa yang terjadi, tiba-tiba
mata mereka menjadi kabur seperti ada dua tetes air mata
muncul di depan mereka.
Akibatnya tidak perlu dijelaskan lagi, tiga kepala
manusia itu tahu-tahu sudah bergulir ke bawah mengikuti
arus selokan, dan membuat dua sastrawan sial itu jatuh
pingsan, saat ini mereka masih hidup atau sudah mati
masih belum diketahui.
Mengenai tiga orang yang kehilangan kepala-nya, tentu
saja tidak mungkin bisa hidup lagi.
Kie Hong-in cepat sekali sudah menusukan tombaknya
tujuh kali.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setiap tusukannya berhasil mendesak lawan mundur
setengah langkah.
Setiap orang yang melihat keadaannya, pasti mengira dia
sudah berada diatas angin, tapi sebenarnya tidak begitu.
Dengan setiap kali mundur hanya setengah langkah,
sudah menjelaskan Hoyan Tiang-souw sudah bisa
menduga, tombak lawan hanya bisa menusuk sejauh ini
saja, lebih maju satu inci pun tidak dapat.
Maka walaupun Kie Hong-in melanjutkan tusukan
tombaknya seratus kali lagi, keadaannya mungkin tetap
tidak akan berubah, yang berubah hanya mereka akan
bergerak sejauh lima puluh kaki saja.
Itulah sebabnya Kie Hong-in tidak bisa tidak harus
merubah jurusnya, dia berharap dengan meru-bah jurusnya
dia bisa merubah keadaan, maka seluruh tenaga dalamnya
tidak disisakan lagi, dalam sekejap mata disalurkan
sepenuhnya ke dalam tombak bajanya.
Tombak baja masih tetap menusuk ke depan, tapi
sekarang ujung tombaknya sudah terisi tenaga dalam
sepenuhnya, terdengar suara berciutan di ikuti perubahan
ujung tombaknya menjadi tiga sudut kecil...
Jika Hoyan Tiang-souw tidak melihat Kie Hong-in telah
mengerahkan tenaga dalamnya.
Jika dia tidak tepat waktu mencabut Pek-mo-ci-to nya!
Jika dia masih tetap hanya mundur setengah langkah.
Maka wajah, tenggorokan dan dadanya akan berlubang,
darahpun akan bercucuran.
Jika Hoyan Tiang-souw tidak mempunyai kata 'jika' yang
dijelaskan di depan.
Selain itupun bisa melihat tiga sudut getaran ujung
tombak yang sempit.
Jika sudut getarannya cukup besar, walaupun dia ada
kemampuan sebesar raja yang berkuasa, juga hanya bisa
mundur menghindar, tidak bisa mencabut golok
menangkisnya. Tapi sekarang dia sudah bisa melihat satu celah, dia bisa
menggunakan goloknya menangkis tombak, lalu mengikuti
batang tombak memotong jari tangan Kie Hong-in yang
memegang tombaknya.
Sinar Pek-mo-ci-to hanya bergerak sekelebat langsung
menghilang lagi, begitu sinar goloknya menghilang, golok
sudah masuk lagi ke dalam sarungnya.
Setelah sinar golok itu menghilang, Kie Hong-in baru
bisa mendengar suara "Traang!", tubuhnya seperti bor
berputar sekali.
Dia masih beruntung, sebab jari tangannya masih utuh,
Hoyan Tiang-souw hanya menangkis tombaknya, tidak
diteruskan menelusuri batang tombak memotong ke bawah.
Tapi sinar golok yang sekelebat itu membawa sebuah
pengaruh yang aneh, pengaruh itu membuat hati Kie Hongin
menjadi dingin dan ketakutan, dua lututnya gemetaran
tidak mau berhenti, lemas seperti ingin berlutut saja.
Kejadian ini membuat batin Kie Hong-in sangat tertekan,
walaupun dia bukan tandingan lawannya, dia lebih suka
dibunuh, tidak mau ketakutan seperti ini, apalagi berlutut
minta diampuni.
Kenapa di dalam hati dia bisa penuh oleh rasa ketakutan
yang tidak dimengerti"
Kenapa sepasang lututnya bisa begitu lemas seperti mau
berlutut saja"
Perbedaan yang paling mencolok antara sabet-an golok
Hoyan Tiang-souw dengan sabetan golok yang membunuh
tiga orang itu, adalah amarah dan kebencian di atas alisnya,
sabetan golok pertama dia dalam keadaan sangat marah,
tapi sabetan golok yang sekarang kemarahannya sudah
berkurang. Di dalam hati Hoyan Tiang-souw pun merasa sangat
heran, sehingga dia mengeluarkan kata-katanya, suaranya
sangat kasar, kuat dan memekakan telinga.
"Cara tombakmu menyerang tadi sungguh tepat,
bagaimana kau bisa melihat peluang ini" Bagaimana kau
bisa begitu tepat mengambil keputus-an?"
Ternyata yang membuat hatinya heran adalah masalah
ini. Kie Hong-in menahan rubuhnya dengan tombak yang
ditekankan pada tanah, akhirnya dia bisa menahan
tubuhnya agar tidak berlutut.
Dia seperti tidak mendengar pertanyaan lawannya,
sepasang matanya bengong melihat ke atap kuil dan
pepohonan, lalu berguman sendiri:
"Dewa Tombak marga Kie disebut-sebut tidak bisa
ditahan oleh ribuan orang. Tapi sekarang, satu jurus pun
tidak bisa menahan serangan golok. Hay, satu jurus pun
tidak bisa menahannya......"
Dia terlihat sangat sedih, sedih karena dia adalah tuan
muda dari keluarga Kie di Hong-lai.
Walaupun di Hong-lai masih ada beberapa orang lainnya
seperti paman dan saudara misannya, dan tenaga dalamnya
lebih tinggi dari pada dia, jurus tombak nya juga lebih
hebat dari pada dia, tapi dia adalah tuan muda keturunan
langsung, kedudukan dan kekviasaannya lebih tinggi dari
pada orang lain.
Tentu saja dia tidak terpikir justru karena kedudukannya
lebih tinggi, maka sifat dia menjadi sombong dan tidak mau
memandang orang lain, sampai nyawa orang pun sama
sekali tidak dianggap-nya.
Tapi dia pun tidak terpikir Pek-mo-ci-to bisa begitu
hebat. Dalam keadaan yang begitu mendesak, hanya dengan
satu jurus golok, sudah bisa menentukan siapa
pemenangnya dan menentukan siapa yang mati, ini adalah
hasil dari gabungan golok itu dengan jurus anehnya.
Jari tangan Kie Hong-in masih utuh, kepala dia pun
masih berada di atas lehernya, itu bisa dikatakan dia masih
sangat beruntung.
Karena Hoyan Tiang-souw bisa mencabut dan
mengembalikan kembali goloknya secepat kilat, maka tidak
ada aturan yang melarang dia boleh mencabut kembali
goloknya, sehingga kepala Kie Hong-in belum terjamin
sudah selamat. Siapa pun tidak tahu dalam saat yang singkat ini kepala
dia bisa juga akan jatuhke dalam air"
Mungkin kepalanya juga akan bergulir meng-ikuti arus
selokan. Para pelancong yang datang walaupun tidak begitu
banyak, tapi tetap saja ada.
Tapi sekarang siapa pun tidak ada yang berani melewati
jalan yang terdapat tiga mayat tergeletak berlumuran darah
itu. Orang yang lebih berani pun paling hanya berani maju
beberapa langkah, berusaha melihat wajah Hoyan Tiangsouw
dan Kie Hong-in, lalu buru-buru kembali menjauh.
Begitu alis tebal Hoyan Tiang-souw sedikit naik ke atas,
siapapun bisa 'melihat' lagi hawa amarahnya. Walaupun
Kie Hong-in tidak melihat dia, tapi dia bisa merasakannya.
Ini membuat dia jadi sadar kembali pada kenyataan,
sehingga dia bisa mendengar suara kasar Hoyan Tiangsouw
yang berkata: "Coba kau jawab pertanyaanku, bagaimana kau bisa
tahu saatnya menyerang dengan tombak. Maka aku juga
akan memberi tahu, kenapa kau dalam satu jurus pun tidak
bisa menahan seranganku."
Usulannya sangat adil.
Kie Hong-in merasa keheranan, sebenarnya dia tidak
perlu begitu sungkan"
Dia bukan tidak bisa membunuh orang, tiga mayat itu
adalah bukti yang tidak bisa dibantah. Jika dia mengancam
akan membunuh aku, apakah aku Kie Hong-in berani tidak
menjawabnya"
"Itu karena hawa amarahmu." Kie Hong-in berkata,
"ketika keadaan marahmu berubah menjadi tidak marah,
aku merasa inilah kesempatan, makanya aku segera
menyerang."
Dari marah berubah jadi tidak marah, semua Hoyang
Tiang-souw tidak sadar, sehingga timbul perasaan mendelu,
ternyata begitu, titik lemah ini memang cukup membuat
kekalahan malah bisa mengantarkan nyawanya.
Lain kali dia tidak boleh membiarkan musuh mengambil
kesempatan ini.
"Sekarang giliranku memberitahu, jurus tombakmu
sebenarnya amat hebat, penggabungan gerakan tombak
dengan tenaga dalamnya juga bagus, tapi itu hanya terbatas
jurus tombak dan tenaga dalam saja, sedangkan
penampilanmu sangat buruk, bukan saja kau tidak melatih
ilmu silat dengan baik, juga orangnya jahat dan licik, maka
walaupun kau bisa mengambil kesempatan yang paling
bagus, tapi tetap bukan lawanku."
Jurus tombak yang hebat ditambah ilmu tenaga dalam
yang tinggi, jika diterapkan pada orang yang berbakat
bagus, tidak perlu dijelaskan lagi akan membentuk orang itu
menjadi apa. Jika orang orang biasa, walaupun beruntung
mendapatkan ilmu yang hebat, kesuksesannya tentu tidak
akan mengejutkan orang.
Hal ini jelas seperti huruf hitam diatas kertas putih,
semua orang juga tahu.
Tapi menyebut "jahat dan licik' masalah ini, jangan kata
orang lain tidak bisa mengerti, sampai Kie Hong-in sendiri
juga bingung tidak mengerti.
Jahat dan licik adalah sifat seseorang, apa hubungannya
dengan ilmu silat.
Apakah di dunia ini hanya orang orang baik saja yang
dapat melatih ilmu silat dengan sempurna "
Teori ini tentunya termasuk dalam kategori tidak ada
aturannya, tidak diragukan lagi.
Tapi orang ini (maksudnya Hoyan Tiang-souw)
tampaknya tidak sembarangan bicara.
Sekarang kedua belah pihak sudah berhenti bertarung
beberapa saat lamanya, kedua belah pihak sudah bicara
banyak, tapi entah kenapa di dalam hati Kie Hong-in masih
ada perasaan takut"
Karena masih ada perasaan takut, maka dia tidak bisa
mengerahkan tenaga.
"Aku tidak mengerti kata-katamu!" Kie Hong-in
mengerutkan alis, katanya lagi, "dengan dasar apa kau
mengatakan aku adalah orang yang jahat dan licik" Siapa
tahu, kau sendiri malah bisa lebih jahat dan licik, dan lebih
harus mati dari padaku?"
"Betul, kau dan aku pun sama-sama tidak tahu." Hoyan
Tiang-souw berkata dengan terus terang. Tapi dia masih
menyambung kata-katanya, "Tapi golok pusakaku bisa
tahu, kalian menyebut golok ini adalah Mo-to, tidak
masalah, aku pun selanjutnya akan mengikuti kalian
menyebutnya Mo-to (Golok Setan), Mo-to ku ini tahu kau
adalah orang yang jahat dan licik, kau percaya tidak?"
"Jangan berkelakar, sebilah golok mana mungkin bisa
tahu seseorang itu jahat, baik, jujur atau tidak?"
"Justru dia tahu. Menurut kata-kata asing yang diukir di
atas tubuh golok ini mengatakan, setiap orang yang sangat
jahat dan licik, jika bertemu dengan golok ini laksana
kumbang menerjang api, tidak bi,sa mengendalikan dirinya,
dalam sekejap semua akan mati, mengantarkan nyawa."
"Ini sungguh berita aneh sepanjang masa." Kie Hong-in
"Hih!" sekali sambil tertawa berkata, "Jika aku adalah
seorang yang jahat dan licik, kenapa aku tidak seperti
kumbang menerjang api menggunakan leherku menahan
golokmu" Apa aku segera akan mati?"
Saat ini Kie Hong-in memang masih belum mati, dia
masih hidup baik-baik saja, masih bisa membusungkan
dada bicara, dan suara nya pun keras sekali.
Di ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak timbul lagi
hawa amarah, suaranya juga berubah jadi keras dan kasar
lagi: "Itu karena Mo-to ku sudah masuk ke dalam sarungnya,
sekarang kau boleh membuka mata besar-besar supaya bisa
melihat dengan jelas......"
Kali ini Kie Hong-in kembali bisa merasakan gejala dari
'hawa amarah' nya lawan.
Reaksi dia pun dalam sekejap sudah ter-bentuk...
sepasang tangannya yang memegang tombak ditusukan ke
arah hati Hoyan Tiang-souw, sepasang mata berkilat-kilat,
kuda-kudanya sedikit merendah...
Jelas, dia telah mengeluarkan jurus terdahsyat dari jurus
tombak Bo-tang-bau keluarga Kie, dan bersamaan juga
telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Serangkum hawa membeku yang amat dahsyat menutup
ke arah lawannya, malah sedikit pun tidak ada celahnya.
Memang tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie dari
Hong-lai di Soatang sangat luar biasa!
Hoyan Tiang-souw pun menaruh rasa hormat dari dasar
hatinya. Walaupun ilmu silat orang yang menggunakan tombak
baja ini masih belum sempurna, tapi kedahsyat annya sudah
sangat luar biasa, jika digantikan oleh pesilat tinggi keluarga
Kie lain yang ilmu silatnya sudah sempurna, entah
bagaimana jadinya"
Tapi kali ini Hoyan Tiang-souw tidak mengu-rangi hawa
amarahnya meskipun dalam hatinya timbul 'rasa hormat'
terhadap kehebatan serangan lawannya.
Inilah kejadian yang mengherankan sekali, bagaimana
mungkin seseorang bisa mengendalikan amarahnya dengan
sekehendak hatinya" Kecuali kalau berpura-pura marah.
Tapi hawa amarah Hoyan Tiang-souw benar-benar asli,
tidak pura-pura seperti bara api yang dapat membakar
segalanya, inilah keanehannya.
Mo-to dengan pelan tapi pasti keluar dari sarungnya.
Jurus Kie Hong-in ini adalah jurus paling dahsyat untuk
menyerang lawannya, jurusnya adalah To-cun-si (Hidup
tinggal sendiri), artinya sekali menyerang menggunakan
jurus ini, hanya ada satu orang saja yang hidup.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kie Hong-in pun tahu menurut teori, sekali
menggunakan jurus ini, orang yang dituju oleh ujung
tombaknya seharusnya diam tidak bergerak.
Jika ingin bergerak, hanya ada dua cara.
Satu adalah mengeluarkan jurus menangkisnya, yang
satu lagi adalah mundur menghindar.
Dan gerakan kedua macam cara ini kecepatan-nya harus
lebih cepat dari pada kilat.
Tapi Mo-to malah pelan-pelan keluar dari sarungnya......
Tanpa mempedulikan apa pun, Kie Hong-in sekuatnya
menyerang dengan jurus hebat yang paling dahsyat ini.
Tapi dia kemudian merasa kesulitan sebab lawan tidak
memperlihatkan sedikitpun celah untuk bisa diserang.
Mo-to sudah keluar semua dari sarungnya dan terlihat
sinarnya berkilat-kilat.
Di ujung golok mendadak timbul dua tetes air mata yang
jernih sekali. Dua laki-laki besar yang tangannya meng-gengam golok,
sepasang kakinya jadi gemetaran.
Kie Hong-in malah lebih kacau lagi, bukan saja kakinya
gemetaran, malah masih bisa terdengar suara giginya yang
beradu, jurus tombaknya pun tidak bisa digerakanlagi.
Sudahbagusdia masih bisa berdiri.
Begitu Hoyan Tiang-souw berteriak marah, goloknya
disabetkan pada tombak baja yang bergerak-gerak.
Tidak ada gerakan lain lagi. Tahu-tahu dia sudah
memasukan golok ke dalam sarungnya lagi.
Suara jatuhnya tombak Bo-tang-bau sepanjang tujuh kaki
terdengar keras sekali.
Kie Hong-in terbangunkan oleh suara keras ini.
Suara keras ini sangat menusuk hatinya... selama ratusan
tahun tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie tidak pernah
dipukul jatuh ke tanah oleh siapapun, dulu tidak pernah, di
kemudian hari pun selamanya tidak akan pernah terjadi.
Kie Hong-in mengeluh dalam sekali karenanya.
Bersamaan ini, rasa ketakutan yang tidak bisa dimengerti
mendadak hilang, digantikan dengan perasaan lain yang
lebih jelas. "Apa bedanya jika sekarang kau langsung memenggal
leherku?" Suara Kie Hong-in terdengar sedikit pahit dan tidak bisa
berbuat apa-apa.
"Kau sungguh ingin tahu hal ini?"
"Bukan." Kie Hong-in berkata, "Apa yang aku ingin
tahu, belum tentu kau memberitahukan. Karena di dalam
keluarga Kie, aku hanya seorang pesilat tinggi yang paling
buruk." "Kau salah, itulah yang harus kau tanyakan." Suara
Hoyan Tiang-souw sangat keras, hingga orang orang di
dalam ruangan besar kuil disana pun bisa mendengarnya.
"Aku beritahu, saat hawa amarahku bersatu dengan
pengaruh gaib Mo-to, jika kau adalah seorang jahat dan
licik, maka tanganmu tidak akan bisa memegang tombak
lagi. Mengenai alasan aku tidak memenggal kepalamu,
karena jurus tombak keluarga Kie adalah sebuah ilmu hebat
di masa sekarang. Aku menggunakan cara ini untuk
menunjukan rasa hormat-ku."
Di wajah Kie Hong-in yang pucat tampak warna
menyesal, katanya:
"Sungguh" Kau tidak membohongi seorang yang mau
mati ini?"
Pertanyaan ini membuat Hoyan Tiang-souw tertegun
sejenak, menunggu Kie Hong-in sudah roboh ke tanah, dia
baru menghampirinya dan berbisik di telinganya:
"Belum tentu. Sobat, walaupun aku orang kasar, tapi
bukan orang yang tidak punya otak, anak buahmu akan
membawa pulang pembicaraan di antara kita ini. Tentu saja
kau bisa berharap, para pesilat tinggi keluarga Kie bisa
mendapatkan cara mengalahkan aku dari percakapan kita
ini......"
Dalam perjalanan hidup seseorang, jika ter-hadap semua
orang bisa berkata jujur dan tidak menipu, di jamin pasti
bisa mendapatkan rasa hormat walaupun meninggal di usia
muda. Apa lagi di dalam dunia persilatan.
Maka Hoyan Tiang-souw lalu berpura-pura
menempelkan telinganya di sisi Kie Hong-in, seperti sedang
mendengarkan dia bicara apa.
Tingkah berpura-pura ini, sama sekali tidak
berlebihan......
$ $ $ Keindahan See-ouw sungguh sulit digambar-kan.
Apa lagi jika bermain-main di Hoa-kong-koan-ie, di sana
pernah dikunjungi sastrawan Su-ti, membuat tempat itu
semakin se indah sajak saja.
Tapi jika di Pheng-ouw-kiu-gwat (villa di musim gugur)
melihat pemandangan danau dari kejauhan, tampak
tempatnya sangat luas, gelombang hijau menyambung
dengan gunung, sehingga menim-bulkan angan-angan
asmara. Tapi pemandangan yang sangat indah ini malah menjadi
suram dimakan keserakahan, kemarah-an dan kebodohan
manusia. & & &
Melihat keluar dari jendela yang terbuka lebar, riak
gelombang danau dan lambaian pohon Liu yang lembut
bisa membuat perasaan orang menjadi tenang, juga
membuat orang lupa terhadap kepusingan dalam kehidupan
ini! Tapi keserakahan dan kebodohan sering membuat orang
tidak bisa menikmati pemandangan indah, juga tidak bisa
mendengar indahnya suara alam.
Kata 'keserakahan', biasanya membuat orang terpikir
harta benda. Tapi entah dengan 'asmara' apakah juga termasuk dalam
lingkungan 'keserakahan'.
Tidak peduli laki-laki memikirkan wanita, atau wanita
memikirkan laki-laki semuanya termasuk dalam
'keserakahan'. Menurut hasil penelitian orang-orang pintar dari zaman
dulu sampai sekarang, 'keserakahan' antara laki-laki dan
perempuan ini, jauh lebih kuat dari pada terhadap harta
benda dan kekuasaan.
Di dalam ruangan yang luas, terang dengan dekorasi
yang mewah, ada enam orang sedang melihat ke tempat
jauh melalui jendela.
Pemandangan indah di sekitarnya, tampak tidak
membuat mereka tertarik. ,
Mereka semuanya adalah para wanita, lima di antaranya
tampak cantik sekali, hanya satu wanita yang wajahnya
kurang cantik, sebab usianya jauh lebih tua dari pada lima
wanita lainnya.
Lima gadis cantik semua memakai baju sutra yang serasi
dengan tubuhnya, hanya wanita setengah baya yang kurang
cantik ini memakai baju hijau kain kasar, sehingga
membuat dia menjadi tampak lebih miskin dan bodoh.
Tiba-tiba di luar ruangan terdengar suara ribut, lalu
masuk empat orang laki-laki besar.
Pakaian empat orang laki-laki ini tampaknya terbagi dua
kelompok, dua orang memakai seragam baju putih semua,
sampai sarung pedang dan sepatu-nya juga tidak terkecuali,
sedang dua orang lagi semua berseragam hitam.
Salah seorang yang tubuhnya lebih tinggi dari dua orang
yang memakai seragam putih tampak berwajah muram,
tangan kanannya menekan pegangan pedang dengan dingin
berkata: "Co Ek-seng, Song Cin, aku sarankan pada kalian, lain
kali jangan sembarangan datang, kecuali atas perintah
langsung dari Kie-siauya."
Co Ek-seng yang wajahnya tampak hitam seperti
pakaiannya sambil tertawa dingin berkata:
"Tidak ada lain kali, saudara Hong Kin dan saudara
Tong Ang, dengar baik-baik, tidak ada lain kali. Aku harap
kalian bisa sedikit ramah."
Hong Kin mengerutkan alis, benar saja suara-nya
menjadi sedikit ramah, berkata:
"Saudara Co, apa maksudmu bicara begitu?" Kata Co
Ek-seng: "Kie-siauya sudah mati. Ibarat pohon tumbang kera pun
bubar, makanya tidak ada lain kali."
Laki-laki yang berseragam putih-putih yang dipanggil
Hong Kin dengan tertawa dingin berkata:
"Walaupun Kie-siauya sudah mati, wanita dan hartanya
tetap milik keluarga Kie."
Co Ek-seng melototkan matanya, dengan nada sedikit
marah berkata: "Apakah aku pernah mengatakan bukan milik keluarga
Kie?" Hong Kin menggoyangkan tangannya: "Bicaralah baikbaik.
Mohon tanya saudara Co, karena apa Kie-siauya bisa
mati" Dia masih sehat-sehat, dan ilmu silatnya tinggi.
Belum lama ini terlihat masih segar bugar, aku kira pasti
bukan karena tertular penyakit aneh, lalu mendadak mati..."
"Tentu saja bukan." Kata Song Cin yang ber-seragam
hitam dari tadi tidak bersuara, suaranya terdengar sedih,
"Semua karena Mo-to, Hoyan Tiang-souw. Kalian pasti
pernah mendengar nama ini, begitu dia mengeluarkan jurus
mautnya, hanya dengan satu sabetan golok saja sudah
menjatuhkan tombak bajanya Kie-siauya, juga bersamaan
telah membunuhnya."
Hong Kin dan Tong Ang bersama-sama menge luarkan
tarikan nafas dingin.
Tentu saja mereka tidak bisa tidak harus mempercayai
kabar ini. Tapi menurut kabar yang mereka tahu, walaupun
tombak baja Bo-tar.g-bau keluarga Kie tidak bisa disebut
nomor satu di dunia, walaupun mudah jika mau
membunuh dia yang memegang tombak baja, tapi j#ca
ingin menjatuhkan tombak bajanya, itu hal yang tidak
pernah terdengar.
"Sekarang kalian mau apa?" kata Hong Kin.
Kata Co Ek-seng:
"Kami adalah orang yang diutus keluarga Kie untuk
menemani Siauya, tentu saja harus buru-buru kembal;
melaporkan segala sesuatu yang telah terjadi."
Hong Kin menganggukkan kepalanya:
"Betul sekali, tapi kenapa kalian tidak segera berangkat"
Kenapa kalian masih datang kemari" Apa-kah tidak terpikir
oleh kalian, Hoyan Tiang-souw bisa mengikuti kalian
kemari?" "Jika dia sudah tidak membunuh kami, buat apa masih
mengikuti kami" Apa lagi Siauya masih mempunyai wanita
dan benda berharga lainnya disini, jika tidak dibawa pulang
oleh kami, lalu siapa yang membawa pulang?"
Hong Kin menganggukan kepala tanda setuju:
"Benar juga kata-katamu, para wanita ini dan barang
berharga lainnya harus kalian bawa pulang, sedangkan aku
dengan Siau-Tong hanya ingin membalaskan dendam
Siauya. Sekarang kalian cepat ceritakan seluruh kejadian
sebenarnya, sedikit pun jangan ada yang terlewatkan, sebab
musuh ini bukanlah musuh biasa."
"Tahu keadaan musuh dan tahu keadaan diri sendiri
baru bisa memenangkan pertempuran."
Teori ini Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja semua
orang tahu. Maka mereka menceritakan seluruh peristiwa yang
terjadi, sedikit pun tidak ada yang terlewat.
Setelah selesai bercerita, Hong Kin melihat
pemandangan indah See-ouw di luar jendela, dengan
menghe;a nafas sekali dia lalu berkata:
"Seharusnya aku segera kembali ke keluarga Kie di
Hong-lai untuk melaporkan semua ini. Tapi sekarang ini
aku tidak bisa kembali, Siau-Tong, kau tentu mengerti apa
maksudku bukan?"
Tentu saja kata-katanya ditujukan pada Tong Ang.
Wajah Tong Ang mendadak menjadi putih pucat seperti
bajunya. Tapi dia masih tetap meng-anggukan kepala:
"Aku mengerti.'
"Kau sungguh mengerti?" kata Hong Kin.
"Sungguh." Jawab Tong Ang.
Saat ini sorot mata dia tanpa sadar melihat kepada salah
satu di antara lima gadis cantik itu.
Setelah melihat, dia pun tidak tahan mengeluh dan
melanjutkan perkataannya:
"Jika aku adalah kau, aku pun akan bertindak demikian."
Hong Kin tersenyum dan berkata:
"Kita Ceng-hoan-siang-kiam (Sepasang pedang bayangan
dan asli) selama puluhan tahun selalu menang dalam setiap
pertarungan, tapi kali ini rasanya sulit dikatakan!"
"Jika aku tidak pergi, mungkin bisa sedikit membantu
dan sedikit berguna bagimu?" kata Tong Ang.
"Jika aku seorang diri menghadapi pesilat hebat seperti
Mo-to Hoyan Tiang-souw, aku pasti tidak bisa
menahannya, ditambah kau juga tidak akan ada guna-nya.
Teori ini mungkin orang lain tidak mengerti, tapi kau pasti
tahu." Kata Hong Kin.
Tong Ang mengangguk-anggukan kepala.
Tentu saja dia tahu jika ilmu silat seseorang sudah
melebihi taraf ilmu silat pesilat tinggi umumnya,
menghadapi sepuluh orang dengan menghadapi satu orang,
tidak ada bedanya.
Nama Ceng-hoan-siang-kiam di dunia persilat-an tidak
begitu besar. Namun, ini justru disengaja oleh mereka, sebab mereka
benar-benar berilmu tinggi, siapa pun diantara mereka tidak
akan kalah oleh siapa pun yang menyebut dirinya pesilat
tinggi, tapi apakah benar tidak melebihi pesilat tinggi dunia
persilatan" tidak ada yang tahu.
Jika benar melebihi, apakah bisa mencapai yang
terhebat"
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal inipun tidak ada orang yang tahu. Di dunia ini ada
satu kejadian, yang sering muncul atas diri seseorang yang
memiliki keahlian dan kemampuan yang sangat hebat.
Orang yang benar-benar memiliki keahlian, benar-benar
berilmu tinggi atau orang yang benar-benar kaya, dari luar
sering sulit melihatnya.
Mereka tidak seperti tong kosong nyaring bunyinya, juga
tidak seperti orang baru kaya memamer kan kekayaannya.
Buat orang-orang yang tidak berkemampuan sering kali
salah paham, sering sekali memandang sebelah mata pada
orang-orang yang benar berpen-didikan, tapi tidak
menonjolkan dirinya.
Co Ek-seng dan Song Cin yang berseragam hitam dan
membawa golok, jelas termasuk orang yang tidak
berkemampuan. Mereka sama sekali tidak bisa melihat Ceng-hoan-siangkiam
Hong Kin dan Tong Ang adalah orang bagaimana.
Dalam pikiran Co Ek-seng dan Song Cin, Hong Kin dan
Tong Ang, dua orang ini hanyalah tukang pukul yang barubaru
ini disewa oleh Kie Hong-in, jika menyebut
kedudukan, mereka tentu saja tidak bisa dibandingkan
dengan orang yang sudah lama bekerja di keluarga Kie.
Makanya terhadap perbincangan mereka, Co Ek-seng
sama sekali tidak menghiraukannya, malah sangat tidak
senang. Karena marga Hong dan marga Tong ini bicara
menyombongkan diri, jadi hanya mereka yang disewa oleh
keluarga Kie, apakah keluarga Kie menganggap aku Co Ekseng
dan Song Cin tidak ada"
Dengan nada sangat tidak senang Co Ek-seng berkata:
"Kalian Ceng-hoan-siang-kiam boleh, Hoan-ceng-siangkiam
juga boleh, aku L0--C0 hanya ingin memberitahu
kalian satu hal, yaitu para wanitanya Siauya dan hartanya,
aku dan Song Cin akan membawa pulang ke keluarga Kie.
Kalian berdua silahkan saja!"
Hong Kin sambil tersenyum dingin baru saja mau
berkata, mendadak sorot matanya melihat keluar jendela, di
luar jendela hanya ada bayangan pohon Liu yang
melambai-lambai, dan air danau yang dingin dan jernih.
Satu perahu pun tidak ada yang datang, tapi Hong Kin
seperti melihat sesuatu.
Wajah Tong Ang sekarang pun sam a.
Sekejap Hong Kin mengeluh pelan-pelan: ^
"Kalian tidak pantas!"
Kalian yang disebut dia, tentu saja menunjuk pada
Co Ek-seng dan Song Cin, berdua.
Co Ek-seng langsung menjadi marah katanya: "Apa
katamu" Kami tidak pantas" Apakah hanya kalian yang
pantas" Hemm ...l"
"Betul. Pertama, kalian sudah membawa musuh datang
kemari. Kedua, dan kalian tidak akan mampu
mengantarkan wanita dan harta bendanya kembali ke
keluarga Kie."
Co Ek-seng marah sekali tapi malah jadi tertawa,
berkata: "Jadi kalian baru pantas" Lucu, lucu. kalian tahu tidak
aku .dengan Siau-Cong sudah bekerja pada tuan muda
selama delapan sembilan tahun" Kalian" Kalian ini apa"'
Hong Kin berkata:
"Kalian adalah pegawai, tentu harus terus ikut dengan
Siauya. Tapi kami ini bukan, kami di undang langsung dan
dengan bayaran tinggi oleh Kie-samya (Tuan ketiga Kie),
Kie Ting-hoan, supaya kami mengawal perjalanan Siauya,
kami tentu saja berbeda dengan kalian."
Tong Ang dengan berat mengeluh, tidak diragukan
keluhan ini adalah karena tidak bisa melaksanakan
tugasnya. Siapa Kie-samya itu, Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja
tahu, sesaat wajah mereka menjadi pucat seperti tidak
berdarah, Kie Ting-hoan adalah paman ketiga Kie-siauya
Kie Hong-in. Menurut kabar dia adalah salah satu dari tiga pesilat
tinggi keluarga Kie.
Tapi tinggi rendahnya ilmu silat adalah satu hal,
kekuasaan adalah hal lain lagi.
Kie Ting-hoan adalah orang yang paling ber-kuasa
dikeluarga Kie, jika keluarga Kie menghukum mati tigalima
orang pegawainya, itu seperti kapas jatuh ke atas air,
sedikit riak pun tidak akan terjadi.
Maka, jika Kie-samya merasa tidak senang pada
peristiwa pembunuhan ini, asal dia sekali bicara saja,
dijamin kepala Co Ek-seng dan Song Cin akan jatuh ke
tanah, dan setelah kejadian ini mau diperkarakan juga tidak
bisa. Mungkinkah Hong Kin dan Tong Ang adalah algojonya"
Tapi apakah Kie-samya tidak memberi perintah itu pada
mereka" Kekhawatiran dan kecurigaan Co Ek-seng dan Song Cin
ternyata sangat tepat.
Terdengar Hong Kin berkata lagi:
"Samya pernah berkata, jika Siauya mengalami hal yang
tidak diinginkan, orang-orang yang ikut dengan Siauya juga
tidak perlu hidup lagi, kalian adalah orang-orang yang
melayani Siauya, malah sudah lama sekali melayani Siauya
bukan?" Dengan gagap buru-buru Song Cin berkata:
"Kami......kami semua betul yang melayani Siauya,
tapi......tapi Mo-to Hoyan Tiang-souw begitu lihay......"
Hong Kin melangkah ke depan jendela, diam-diam
menjulurkan tubuhnya keluar, seperti sedang memeriksa
sesuatu. Maka perkataannya terpaksa dijawab oleh Tong Ang
dengan tidak banyak bicara.
Tong Ang juga punya cara sendiri, dia tidak menjawab,
hanya pelan-pelan mencabut pedang panjangnya, itu sudah
cukup menjelaskan.
Co Ek-seng dan Song Cin bersama-sama mencabut golok
panjangnya, bersiap-siap menghadapi lawan, tapi Tong Ang
masih belum menyerangnya, jadi mereka tidak berani
menyerang lebih dulu.
Co Ek-seng dengan keras berkata:
"Apa yang kalian inginkan" Walaupun kami benar-benar
telah melakukan kesalahan fatal, kenapa kita tidak terlebih
dulu bersama-sama menghadapi musuh, nanti setelah
kembali ke tempat keluarga Kie baru diputuskan?"
Di sisi jendela Hong Kin memalingkan kepala ke
belakang sambil tertawa tawar berkata:
"Jika aku dan Siau-Tong mati dalam pertarung-an, kalian
pasti tidak akan pulang kembali ke rumah keluarga Kie."
Co Ek-seng selain terkejut juga ketakutan: "Sembarangan
bicara, kalau kami tidak pulang kembali kerumah keluarga
Kie, lalu pulang kemana?" Dengan tertawa tawar Hong Kin
berkata: "Coba kalian lihat wanita yang memakai baju hijau
itu." Co Ek-seng melihat ke arah yang di tanya, lalu kembali
melihat pada Hong Kin dan berkata:
"Aku tahu, dulu aku pernah mengenalnya, dia dipanggil
Cui Lian-hoa betul tidak" Tapi apa hubungannya dengan
kami?" "Betul, dia memang dipanggil Cui Lian-hoa,
hubungannya dengan kalian erat sekali." Hong Kin berkata
lagi, "diam-diam aku sudah menyelidikinya, dan tidak satu
pun dari kalian yang tidak tergila-gila pada dia, jadi
bagaimana mungkin kalian akan mengantarkan kembali ke
rumah keluarga Kie?"
Kata-kata Hong Kin tentu saja bukan tanpa alasan.
Di dalam hati pun Co Ek-seng sadar, dari enam orang
pelayan termasuk dia sendiri, (juga bisa disebut pengawal,
tidak termasuk Hong Kin dan Tong Ang), semuanya
merasa tertarik dan merasa ingin memiliki yang amatkuat.
Cui Lian-hoa hanya seorang wanita petani yang sangat
biasa. Dia tinggal di depan pagoda Liu-ho di sisi sungai Kiantong.
Menurut hasil penyelidikan, dua orang suami istri petani
tua yang tinggal bersama dia adalah paman dan bibinya,
kedua orang itu miskin, berusia lanjut dan tubuhnya lemah,
sehingga dengan kekerasan Kie Hong-in bisa merebutnya.
Dia meninggalkan seratus liang lebih uang perak, setelah
itu membawa pergi Cui Lian-hoa, perbuatannya amanaman
saja, tidak ada apa-apa, tidak ada akibatnya.
Tapi Co Ek-seng malah tahu bukan saja ada akibatnya,
malah sedang berkembang, karena Cui Lian-hoa memang
terlalu cantik.
Walaupun dulu rambutnya sedikit kusut, dan wajahnya
kotor, tapi sudah membuat Kie Hong-in yang melihat
hampir saja jatuh dari atas kuda, sekarang sesudah
memakai baju sutra yang pas dengan dirinya, tentu saja
tidak perlu dikatakan lagi kecantikannya. \
Kecantikannya Cui Lian-hoa hanya milik Kie Hong-in
saja, memang tidak salah mengatakan begitu, tapi setelah
Kie Hong-in mati, maka dia menjadi rebutan siapa saja
yang dapat menguasai dia.
@ @ @ Sekarang kelihatan sekali enam pengawal Kie Hong-in
ini tergila-gila pada kecantikannya Cui Lian-hoa, malah
Ceng-hoan-siang-kiam pun ikut-ikutan.
Masalah jadi semakin kacau.
Mengenai perkiraan ini, dalam kelompok laki-laki tidak
perlu susah memikirkannya.
Maka Co Ek-seng pun tidak perlu susah-susah
memikirkannya, dia hanya perlu memutuskan, mau atau
tidak memperebutkan wanita cantik yang di panggil Cui
Lian-hoa, jika ingin merebutnya, maka dia harus berusaha
mempertaruhkan nyawanya.
Tapi kalau hanya berbicara di mulut saja, pasti tidak
akan bisa mendapatkan wanita cantik ini.
Jika bertarung dengan senjata, itu termasuk mudah
mengatakannya tapi sulit melakukannya.
Walaupun orang yang berilmu tinggi, jarang sekali
menduga itu adalah permainan yang asyik, jarang sekali
menduga itu adalah sebuah permainan, kecuali terpaksa
sekali, bagaimana pun masalah per-tarungan lebih baik
jangan melakukannya.
BAB 2 Pelan-pelan Co Ek-seng menarik kembali golok
panjangnya lalu memasukan kembali goloknya ke dalam
sarung golok. Rupanya dia sudah mengurung-kan niatnya
mempertaruhkan nyawa merebut wanita cantik itu.
Tapi mendadak dia membusungkan dada, dan
menggerakan goloknya.
Niat dia tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat.
Hong Kin berbicara dengan nada yang sedikit keheranan:
"Sebenarnya aku tidak heran kau berani bertarung
mempertaruhkan nyawa, tadi jelas-jelas kau telah
mengurungkan niat, kenapa mendadak berubah pikiran
lagi?" Co Ek-seng tertawa mengerikan lalu berkata:
"Semua ini karena oleh Song Cin!"
Jawaban ini benar-benar mengandung siasat yang am at
licik d an membingungkan.
Hong Kin membelalakan mata mengawasi Song Cin,
tampak orang itu selain wajahnya yang bengis, tidak ada
keanehan lainnya.
Kenapa orang ini bisa membuat Co Ekrseng mendadak
berubah dari ketakutan jadi pemberani" Mendadak dari
menyerah untuk menyelamatkan nyawanya, menjadi lebih
baik mati dari pada menyerah"
Tapi belum lagi ditanya oleh Hong Kin, Tong Ang sudah
berkata pula: "Aku pun tidak mengerti, sungguh aneh!"
Hong Kin sudah tahu satu hal, yaitu jika sekarang dia
menanyakan apa sebabnya pada Co Ek-seng dan Song Cin,
mungkin mereka tidak mau menjawabnya.
Maka dia meninggalkan sisi jendela, melangkah ke arah
Co Ek-seng dan Song Cin berdua.
Di dalam ruangan yang luas dan terang ini, sedikit pun
tidak ada suara, juga tidak ada orang yang bergerak.
Co. Ek-seng dan Song Cin menyiapkan golok
panjangnya, siap saling melindungi.
Karena Tong Ang sudah mundur ke samping, maka
konsentrasi mereka sementara ditujukan pada Hong Kin
seorang. Enam wanita yang duduk jauh di pojok ruang-an, juga
dengan sorot mata keheranan memperhatikan para laki-laki
yang sedang memegang pedang dan golok ini.
Semua kejadian seperti dalam khayalan saja, semua
seperti tidak ada nyatanya.
Permainan apa yang sedang dipermainkan oleh para laki
laki ini" Hong Kin menunjuk pada Co Ek-seng dan Song Cin
dengan pedangnya yang menyilaukan mata, dengan dingin
berkata: "Orang dulu bilang di bawah jenderal besar tidak ada
prajurit yang lemah, kalian adalah pengawal keluarga Kie,
aku tidak berani memandang sebelah mata pada kalian.
Maka aku tidak akan menggunakan jurus pedang biasa,
alasan lainnya yaitu musuh besar segera akan datang, jadi
aku sudah tidak ada waktu lagi."
Kata-katanya tampaknya sulit untuk di bantah. Apa lagi
tidak ada manfaatnya lagi melanjutkan pembicaraan.
Co Ek-seng berteriak pelan, goloknya sudah menyapu
sebelum lawan selesai bicara.
Serangan golok dia seperti burung Hong mengepakan
sayap, menyerang ke jalan darah Tai-yang-hiat Hong Kin,
di bawah ketek dan pinggang.
Bersamaan waktunya golok Song Cin pun berkelebat,
golok panjangnya secepat kilat ingin menggorok leher
lawannya. Kerja sama kedua orang ini sangat hebat, seperti yang
dikatakan Hong Kin 'di bawah jenderal besar tidak ada
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit yang lemah', pengawal keluarga Kie memang hebathebat.
Walaupun serangan sepasang golok mereka sangat cepat
dan hebat, tapi Hong Kin tetap bisa menghindar dengan
waktu yang tepat.
Tapi Hong Kin masih tetap dalam kurungan mereka,
tidak bisa melepaskan diri.
Dalam sekejap Hong Kin sudah mundur dua belas
langkah, tubuhnya juga sudah hampir menyentuh jendela.
Saat ini sinar golok Co Ek-seng dan Song Cin seperti
kilat yang menyilaukan mata, hawa membunuh yang dingin
benar-benar bisa membuat orang pengecut mati ketakutan.
Dalam keadaan yang sangat menegangkan ini, jika
penontonnya adalah orang biasa tentu tidak akan bisa
bereaksi cepat.
Tapi Tong Ang bukanlah orang biasa, ketika dia melihat
Hong Kin berada di bawah angin dan mundur ke belakang,
dia tetap tenang tidak bergerak, tampak-nya keadaan ini
seperti tidak ada hubungannya dengan dia sedikit pun.
Keadaan ini bagi orang yang bisa berpikir cepat, tentu
bisa menilai keadaan yang sesungguhnya.
Tampak Hong Kin berada di bawah tekanan sepasang
golok lawan, tapi tiba-tiba dia menyabetkan pedangnya.
Sabetan pedangnya tepat mengenai sasarannya, Co Ekseng
dan Song Cin seperti batu penguji pedang di bukit Ho
di Soh-ciu, dengan rapi sekali membelah menjadi dua.
Di sini bukan mengatakan tubuh mereka terbelah
menjadi dua, tapi serangan dahsyat mereka mendadak
dibelah menjadi dua oleh sabetan pedang, menjadi dua
kesatuan yang masing-masing tidak berhubungan.
Pedang panjang Hong Kin tiba-tiba berpindah ke tangan
kiri, setelah menyerang tiga jurus, lalu kembali lagi ke
tangan kanan dan tiga jurus berturut-turut menyerang Song
Cin yang berada di sebelah kanan.
Co Ek-seng dan Song Cin segera terdesak mundur dua
langkah besar ke belakang.
Tapi jurus pedang Hong Kin seperti bermain sulap,
bukan saja tidak menggetarkan mereka, malah membuat
hati mereka diam-diam menjadi senang.
Jika ini adalah jurus hebatnya Ceng-hoan-siang-kiam,
maka tidak sehebat yang dibayangkan. Juga tidak
mengherankan jika nama Ceng-hoan-siang-kiam Hong Kin
tidak begitu ternama.
Tapi pada saat ini dari kejauhan tiba-tiba jari telunjuk
Hong Kin menyentil dan jari tengah tangan kirinya,
bergerak seperti jurus pedang.
Song Cin yang berada lima kaki lebih jauhnya langsung
menjerit mengerikan dan roboh ke lantai.
Tenggorokannya seperti tertusuk oleh pedang
sungguhan, membuat dia langsung mati, sampai jeritan nya
pun terpotong setengah!
Sekarang hanya tinggal Co Ek-seng seorang diri, dan
baru tahu dia telah salah perhitungan.
Seorang lagi yang telah salah mengambil keputusan
adalah Song Cin, tapi dia sudah mati.
Setelah keadaan kembali normal, Co Ek-seng bukan
menyelamatkan nyawa dengan melarikan diri, tapi dia
malah ingin tahu setelah Song Cin terkena jurus Hoan-kiam
(Pedang ilusi) yang tidak terlihat itu, apakah
tenggorokannya berdarah atau tidak"
Sebenarnya dia bisa melihat jawabannya dengan
melirikkan matanya, tapi pedang sungguhan Hong Kin
yang berkilat-kilat sudah datang kembali menusuk ke arah
titik kematian di tenggorokannya, membuat kesempatan dia
pun tidak ada lagi.
Dia terpaksa mengayunkan goloknya ke atas menangkis.
Satu jurus golok muncul dari sudut yang-tidak terduga,
laksana kembang api memancar.
"Traang!" malah bisa menangkis keluar pedang lawan.
Hong Kin memiringkan rubuhnya, secepat kilat jurus
pedang tangan kiri ditusukan dari kejauhan.
Co Ek-seng hanya merasa dadanya sakit sekali, terlihat
dadanya seperti benar-benar ditusuk oleh pedang
sungguhan, tenaga di seluruh tubuhnya menjadi hilang, dan
golok di tangannya tidak bisa digenggam lagi "Traang
traang traang!" jatuh ke tanah.
Dia menundukan kepala dan melihat dadanya tidak ada
noda darah. Pikiran ini hanya sekilas lewat dalam otaknya, lalu
diapun seperti Song Cin, selamanya tergeletak di atas tanah.
% % % Hoyan Tiang-souw ingat tadi dia ingin sekali mengusap
air danau, di atas wajahnya yang muda tidak tahan muncul
senyuman harapan itu.
Air danau See-ouw itu pasti sangat segar, juga pasti
selicin wajah gadis cantik.
Tapi Hoyan Tiang-souw tidak berani melaku-kan
keinginannya. Sebab walaupun air danau sangat jernih dan
menyenangkan, tapi jika tenggelam ke dalamnya, mungkin
akan lebih menakutkan dari pada tenggelam di dalam
lautan asmara. Sehingga dia pelan-pelan berjalan menelusuri tepi danau.
Dengan ketajaman matanya yang mengejutkan, dari
jarak yang amat jauh dia sudah melihat dengan jelas Co Ekseng
dan Song Cin berdua masuk ke dalam sebuah rumah
di pinggir danau itu.
Melalui darat dia bisa sampai ke sana, berenang pun bisa
walaupun ilmu berenangnya hanya pas-pas an, maka dia
lebih mantap berjalan kaki saja.
Di saat dia berpikir tahu-tahu sudah berada di belakang
pohon di luar rumah itu, maka apa yang terjadi di dalam
rumah dia pun sudah mendengarnya.
Hanya saja dia tidak tahu bagaimana raut wajah Cui
Lian-hoa itu, apakah secantik pemandangan See-ouw"
Apakah selicin dan selembut air danau itu"
Tampaknya ilmu silat Ceng-hoan-siang-kiam sangat
aneh dan sulit dihadapi, perkiraan ini di peroleh dari jeritan
Song Cin dan Co Ek-seng yang mengerikan ketika mereka
terkena tusukan lalu meregang nyawa.
Tapi Hong Kin dan Tong Ang pun bisa tahu ada musuh
yang mendekat. Kemampuan yang hebat ini, bisa diukur
dari kemampuan di bidang tenaga dalam mereka.
Mengenai hal ini memang Hoyan Tiang-souw tidak
berani memandang rendah, tapi juga tidak terlalu
memperhatikannya, sebab dia sendiri pun memiliki
kemampuan seperti itu!
Dia sudah merasakan di dalam ruangan ada dua macam
hawa membunuh yang berbeda, satu adalah hawa
membunuh yang sifatnya keras dan brutal, satu lagi bersifat
lembut negatif yang amat licik.
Mungkin inilah arti sebenarnya 'Ceng' dan 'Hoan' itu"
Sebenarnya bagaimana kehebatan jurus pedang mereka" '
? ? ? Jurus pedang yang keras dan brutal termasuk 'Ceng', dan
jurus pedang yang lembut negatif tergolong 'Hoan'.
Hoyan Tiang-souw merasa perkiraannya pasti seratus
persen benar. Namun saat dia masuk ke dalam ruangan dengan
langkah lebar, saat ini Tong Ang salah satu dari Ceng-hoansiang-
kiam tiba-tiba seperti kelinci ketakut an, dengan
kecepatan yang mengejutkan dia meloncat melarikan diri
dari jendela lainnya.
Hoyan Tiang-souw segera sadar, dia telah salah
menduga. Selain itu dia juga sadar Ceng-hoan-siang-kiam
tidak selalu harus bersama-sama dilakukan oleh dua orang,
tapi jurus pedang hebat itu bisa dilakukan oleh satu orang
saja. Jika begitu, dua macam hawa membunuh yang berbeda
tadi apakah hanya keluar dari Hong Kin seorang diri, atau
ada musuh kuat lain yang sedang bersembunyi"
8-x-8 Semua wanita dengan sorot mata keheranan dan kagum,
menatap pada pemuda yang ber-perawakan tegap, kekar,
dan berwajah gagah ini.
Tidak peduli saat dia melangkah masuk atau sedang
berdiri, selalu ada aura yang gagah menekan orang,
membuat orang melihat dia langsung tahu pemuda ini
selamanya tidak pernah tahu apa yang dinamakan
'ketakutan'. Sampai Hong Kin pun tidak tahan menarik nafas dingin
dan berkata: "Kau pasti Mo-to Hoyan Tiang-souw.... Kie-siauya mati
dibawah golokmu, kelihatannya memang sana Cui Lianhoa
tampak sangat menonjol sekali, walaupun beberapa
wanita yang ada disisinya juga benar ilmu silatnya kalah
olehmu, jadi tidak perlu di buat heran lagi."
Kerasnya suara Hoyan Tiang-souw seperti orang lain
berteriak saja. Tapi melihat sikapnya terlihat dia berbicara
dengan sikap yang normal saja, katanya:
"Aku mengagumi jurus tombak Kie Hong-in, sayang dia
orangnya jahat dan licik, sehingga terpaksa aku
membunuhnya."
Dilihat dari luar dia tampak hanya menjelaskan kenapa
membunuh Kie Hong-in, tapi sebenarnya dia sedang
membocorkan kekuatan aneh dari Mo-to nya!
Tapi orang lain sulit bisa mengerti maksudnya.
Kata Hong Kin: "Kita tidak perlu meributkan siapa yang benar siapa yang
salah. Aku jujur saja padamu, walaupun aku orang yang
tidak ternama, tapi tetap akan mempertaruhkan nyawa
membela keluarga Kie."
Dari kedua ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak
terlihat hawa amarah.
Sekarang dia tahu, Hong Kin mempertaruhkan nyawa,
bukan sungguh-sungguh demi membalaskan dendam
keluarga Kic, tapi demi wanita cantik yang bernama Cui
Lian-hoa! Orang-orang semacam ini bicaranya selalu merasa paling
benar dan terhormat, tapi dalam hati-nya ..
Amarah Hoyan Tiang-souw timbul justru karena ini, tapi
walaupun sedang marah, matanya tetap tidak tahan melihat
ke arah para wanita yang berdiri dipojok sangat cantik, tapi
jika dibandingkan dengan dia seperti bunga di pinggir jalan
yang tumbuh bersama dengan bunga Bo-tan yang sedang
mekar. Siapa pun orangnya, jika melihat tentu akan melihat dia
dulu, dan di saat ini orang itu pun pasti tidak akan melihat
wanita cantik yang ada disisinya.
Hoyan Tiang-souw pun melihat sudut bibirnya bergerak,
terkilas ada senyum yang tipis-tipis sekali.
Selain itu di dalam matanya yang seperti air jernih,
hanya sekejap tampak sudah mengutarakan banyak sekali
perasaannya pada dia.
Bagaimana mungkin"
Diam-diam Hoyan Tiang-souw merasa heran.
Siapa orang yang bisa dalam sekilas saling pandang,
sudah dapat mengutarakan isi hatinya, harapan dan lainlainnya"
Dia juga bisa dianggap orang yang paling keji, paling
dapat mengendalikan diri, sebab sorot matanya bisa
langsung berpindah dari wajah cantik Cui Lian-hoa yang
dapat meluluhkan hati orang itu, berpindah kepada wanita
setengah baya yang berpakaian kain kasar, padahal nyonya
ini bisa masuk ke dalam golongan buruk rupa.
Walaupun sorot mata Hoyan Tiang-souw hanya sekilas,
tapi dalam harinya sudah meninggalkan satu bayangan
aneh. Sorot mata Hoyan Tiang-souw sebenarnya hanya sekejab
saja meninggalkan Hong Kin.
Tapi Hong Kin sudah berkata:
"Bagaimana" Dia cukup cantik bukan?"
Sekarang Mo-to Hoyan Tiang-souw sudah berpindah ke
telapak tangan kiri, biasanya dia mengepit goloknya di
ketek kiri, tidak suka menyelipkan di pinggang atau diikat di
punggung. Amarah di dalam hatinya jadi bertambah, tentu saja
semua ini disebabkan oleh kata-kata Hong Kin.
Dalam hatinya berkata:
'Cantik atau tidak wanita yang bermarga Cui dan
bernama Lian-hoa, sama sekali tidak ada hubungan nya
denganmu, Hong Kin.
Kie Hong-in yang berengsek ini jelas mendapatkan
wanita ini dengan cara yang tidak pantas, walau-pun
sekarang Kie Hong-in sudah mati, bukan saja wanita ini
tidak bisa kembali bebas, malah menjadi seperti harta
warisannya Kie Hong-in, membiarkan kalian
memperebutkannya......'
Karena marah, tangan dia seperti sudah tidak tahan lagi
menggenggam pegangan goloknya.
Sebenarnya dia tahu, saat ini seharusnya dia meloncat
keluar ruangan, mencari dulu Tong Ang yang sudah
melarikan diri.
Sebab dari jendela melihat keluar tidak tampak ada satu
pun perahu, maka bisa diketahui Tong Ang pasti kabur
melalui darat, tapi Tong Ang pasti tidak mau segera pergi
menjauh. Pertama, karena Hong Kin belum tentu kaplah dan
belum tentu terbunuh, kedua walaupun Hong Kin kalah
dan terbunuh, dia juga bisa memperoleh banyak bahan
untuk dilaporkan setelah kembali nanti.
Maka jika tanpa diduga dia tiba-tiba meninggalkan Hong
Kin, lalu keluar mencari Tong Ang terlebih dulu, pasti akan
berhasil. Tapi api amarah dia telah memenuhi dadanya, golok di
tangannya seperti ingin meloncat keluar saja.
'Tidak usah pedulikan lainnya," pikir Hoyan Tiang-souw
di dalam hati, 'pokoknya jika Tong Ang lari pun aku tidak
takut, tapi kepala Hong Kin bagai-mana pun harus
dipenggal.' Terdengar Hong Kin berkata lagi: "Ku dengar akhirakhir
ini dengan satu sabetan golok saja kau sudah
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuh Swat-heng-kin-leng, Cin Hong (Es melintang
dari gunung Kin). Menurut yang kutahu Cin Hong adalah
orang yang akhir-akhir ini termasuk pesilat kelas satu dalam
ilmu golok, usianya tidak terlalu tua, orangnya sangat lurus,
karena dia adalah salah satu murid dari Ceng-kuncu (Lakilaki
sejati) Ku Jin-houw......"
Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya,
menunjukan hatinya yang kesal, dengan sembarangan
berkata: "Siapa Ceng-kuncu Ku Jin-houw?"
Hong Kin merasa keheranan:
"Kau adalah orang yang belajar ilmu golok, malah tidak
tahu apa dan siapa saja yang dijuluki tujuh golok ternama di
dunia persilatan masa kini?"
"Tidak tahu, apa Ku Jin-houw salah satunya?"
"Hay, kau menjawab dengan begitu tegas, mungkin kau
benar-benar tidak tahu, aku tidak menger ti mengapa
gurumu tidak memberitahukan tujuh golok ternama di
dunia ini padamu.
Hari itu dengan satu sabetan golok kau telah membacok
Swat-heng-kin-leng, Cin Hong menjadi dua dengan
golokmu, kejadian ini membuat orang terkejut akan ilmu
Mo-to mu. Tapi inipun membuat banyak orang menjadi
marah, sebab Swat-heng-kin-leng, Cin
Hong adalah seorang yang lurus dan amat kesatria,
temannya pun tentunya tidak sedikit!"
Sebelum Hoyan Tiang-souw mengubar adat-nya,
mendadak sekelebat dia melihat pada Cui Lian-hoa,
kemudian sorot matanya dalam sekejap sudah kembali lagi
pada Hong Kin. Tapi dalam hatinya masih tertinggal bayangan Cui Lianhoa
yang mengerutkan alis dan memejamkan matanya.
Jelas sikapnya bermaksud sangat menyayang-kan
dirinya, juga ada semacam perasaan yang mem-buat orang
tergetar. Amarah dia segera jadi meledak, teriaknya:
"Brengsek, hati-hati, aku juga akan membelah-mu
menjadi dua dalam satu sebetan golokku!"
Dengan posisi miring Hong Kin menjulurkan pedangnya
ke atas, menyiapkan kuda-kudanya.
Jurus ini walaupun jurus bertahan, tapi sangat sempurna,
sedikit pun tidak ada celah.
Tapi begitu Hoyan Tiang-souw melihat, dia malah dapat
melihat Sang-seng-hiat di atas kepala, dan Hwie-in-hiat di
bawah tubuh Hong Kin terdapat celah.
Dengan kemarahannya, Hoyan Tiang-souw secepat kilat
mencabut Mo-tonya. ,
Kilatan sinar yang menyilaukan mata dan dua tetes air
mata yang jernih segera terpampang di udara.
Dia sama sekali tidak memikirkan kenapa setelah lawan
menyiapkan jurus pertahanan yang sempurna, malah di
kepala dan di bawah tubuhnya bisa muncul celah!
Dia sudah terlalu banyak mengalami hal ini, setiap kali
goloknya menyerang dengan amarah, tanpa sadar dia bisa
melihat celah lawannya, kalau orang lain apakah bisa
menggunakan celah ini dan menyerang-nya, dia tidak tahu.
Dia hanya tahu Mo-to dia pasti bisa berhasil, dan dia
juga tahu Mo-to nya tidak ada jurus yang pasti, Mo-to nya
selalu bergerak menurut keadaan, begitu melihat celah
langsung menyerangnya.
Setelah itu dia pun tidak tahu bagaimana gerakan
goloknya, harus disebut apa jurusnya"
Jika Hong Kin tidak berulang-ulang menyebut Swatheng-
kin-leng, Cin Hong orang yang lurus dan kesatria,
amarah dia mungkin tidak akan sebesar ini.
Cin Hong jelas-jelas tidak bisa disebut orang baik, Hong
Kin justru malah memutar balik kenyataan nya, sehingga
sampai Cui Lian-hoa pun jadi timbul salah paham, dengan
demikian amarah dia jadi benar-benar besar sekali.
Hong Kin menggunakan 'pedang asli' bertahan rapat
sekali, tapi satu kesempatan pun tidak ada untuk Hoankiam'
nya menyerang, yang tampak hanya dua tetes air
mata yang terang menyerangnya.
Bersamaan waktu itu di atas kepalanya terasa ada satu
perasaan aneh yang tidak pernah dialaminya.
Tentu saja harus ada perasaan aneh, karena......
? ? ? Sinar golok dingin laksana es, dan laksana kilat di langit
malam yang amat gelap.
Cui Lian-hoa sendiri pun mengeluh pelan, punggungnya
lemas menyandar kesandaran kursi.
Laki-laki muda ini... tapi aku merasa terlalu lelah, aku
malah tidak ingin berkenalan dengan dia...
Selain itu ada empat gadis cantik lainnya sudah jatuh
pingsan. Semua karena melihat seseorang hidup-hidup telah di
belah menjadi dua... dari atas kepala di Shang-seng-hiat
sampai ke Hwie-in-hiat di bawah tubuh, laksana membelah
bambu saja. Satu orang yang tadinya utuh telah di belah menjadi dua
bagian. Suara pik pik pak pak saat membelah bambu, dan golok
bergerak dengan lancar membelah ke bawah, tidak peduli
yang menonton atau diri sendiri, pasti merasa lancar dan
senang. Namun seorang yang hidup di belah jadi dua,
keadaannya jelas sangat berbeda.
Cairan otak, darah segar, jeroan dan lain-lain, semua itu
sudah pasti tidak akan membuat orang senang, dan
hilangnya satu nyawa juga tidak akan bisa diterima
siapapun. Mo-to (Golok setan) itu malah masih tetap bersih
bersinar, sedikit pun tidak ada noda darah.
Tapi hal ini hanya orang yang penglihatannya sangat
tajam baru bisa melihatnya, karena Mo-tp dalam sekejap
sudah menghilang, sudah masuk kembali ke sarung
goloknya. Hoyan Tiang-souw seperti yang sudah diduga oleh
siapapun, dengan langkah besar melewati mayat, tumpahan
darah dan lain-lainnya, berjalan menuju Cui Lian-hoa.
Dia berhenti pada jarak enam tujuh kaki di depan Cui
Lian-hoa, lalu mengerutkan alis tebalnya.
Sorot matanya walaupun menatap pada Cui Lian-hoa,
tapi jelas dia tidak benar-benar sedang melihatnya, sorot
mata dia seperti sedang melihat benda-benda yang tidak
tampak di bumi ini.
Di dunia ini memang ada beberapa benda yang tidak bisa
di lihat oleh mata telanjang.
Sebutlah benda, molekul tidak bisa dilihat, baksil pun
tidak bisa dilihat, kecuali menggunakan alat-alat canggih.
Jika bicara tentang semangat atau kejiwaan, maka
memakai alat pun tidak ada gunanya.
Hanya bisa dengan Hwie-gan (mata kepintaran) baru ada
gunanya. Apa sebenarnya yang tampak oleh Hoyan Tiang-souw"
Dia sendiri sedikit pun tidak bisa menjelas kan, untungnya
ada seseorang yang mau berbicara, menjawab teka-teki ini.
"Kau memangpesilat tinggi kelas satu." Suara-nya kasar,
tapi tetap terdengar sebagai suara wanita, dia berkata lagi,
"Sampai bahaya yang tidak tampak pun kau bisa
melihatnya, tidak diragukan lagi Hong Kin dan Kie Hongin
mereka kalah satu tingkat dari mu!"
Wanita yang bicara ini duduk di sebelah kiri Cui Lianhoa,
dia berbaju hijau dari kain kasar, usianya kurang lebih
tiga puluhan, wajahnya tidak terlalu cantik.
Wanita berbaju hijau ini pernah meninggalkan kesan
aneh di dalam hati Hoyan Tiang-souw, tapi saat ini dia
tidak ada waktu untuk menyelidikinya, namun sekarang
tidak perlu menyelidikinya lagi.
Dia tidak bersuara menengok ke arahnya, tidak
melakukan apa-apa.
Tegapnya berdiri, laksana gunung saja, tidak saja
mantap, tenang juga kuat seperti gunung, kehening annya
juga sama. Siapa yang pernah mendengar gunung bicara" Lebih
lebih tidak mungkin cerewet seperti wanita berlidah
panjang! Di dalam mata wanita berbaju hijau ada sinar semangat,
membuat wanita biasa yang berwajah buruk, berubah
menjadi seorang besar yang sulit diukur!
Lalu suara dia berubah menjadi lembut menarik, dia
berkata: "Terhadap Ceng-kuncu Ku Jin-houw dan Ceng-hoansiang-
kiam, siapa mereka, dari mana mereka berasal, kau
tidak tahu, tapi kau tidak memberi ampun, sedikit pun tidak
mempedulikan, maka terhadap siapa aku, mungkin kau
juga tidak akan mempedulikan atau menanyakan?"
Perkataan Hoyan Tiang-souw memecahkan
keheningannya: "Betul, sebab asal di dalam hatiku sudah tahu kau sangat
lihay, musuh kuat yang tidak pernah ku temui, itu sudah
cukup!" , Dengan ramah dan tulus wanita berbaju hijau bertanya:
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Sebab sesaat sebelum aku masuk, aku sudah merasakan
hawa membunuhmu, tadi aku menghenti-kan langkah, itu
juga dengan sebab yang sama, kau pasti tahu!
Hay, ini sungguh hal yang tidak bisa di bantah, jujur saja
kekuatan hawa membunuhmu sampai jarak beberapa Li
saja sudah terasa. Di jaman sekarang, ku dengar selain Thikak-
siang-jin (Hweesio kaki besi) dari Siauw-lim yang dapat
melenyapkan hawa membunuhnya, seperti golok membelah
arus air, burung terbang di atas langit, sedikit pun tidak
meninggalkan jejak.
Orang lain sedikit banyak selalu ada hambatan, tapi Thikak-
siang-jin yang sudah berusia seratus tahun lebih, ingin
bertemu dengan dia pun sangat sulit, maka tidak bisa
dibicarakan atau dibuktikan betul tidaknya hal ini!"
Jika inti pembicaraannya adalah batas tertinggi berlatih
ilmu silat, tentu saja sangat berbeda dengan kabar burung.
Hoyan Tiang-souw tampak bersemangat dan besar rasa
ingin tahunya, dia bertanya:
"Bagaimana dengan diriku, apa kau tahu, bisa
mengalahkan aku atau tidak?"
Wanita berbaju hijau menjawab sambil menggelengkan
kepala, lalu balik bertanya:
"Bagaimana denganmu?"
"Kadang bisa, kadang juga tidak bisa." Jawab Hoyan
Tiang-souw. Wanita berbaju hijau diam sejenak lalu berkata:
"Tadinya aku mengira setelah Kie-siauya di kawal oleh
Ceng-hoan-siang-kiam, sudah cukup untuk berkeliling
dunia, siapa tahu walaupun di tambah aku juga tidak
cukup. Kau adalah musuh yang paling menakutkan, jika satu
lawan satu mungkin nasibku seperti Hong Kin, tapi aku ada
pikiran sendiri dan akal sendiri."
"Aku tahu," Alis tebal Hoyan Tiang-souw kembali
mengerut dan berkata, "kau tidak takut mati, aku tidak tahu
kenapa setiap orang takut mati tapi kau bisa tidak. Selain itu
asal kau menggerakan tangan, lima orang gadis itu segera
akan menjadi mayat, kau menggunakan cara bertarung
bersama-sama mati, tapi kenapa menggunakan cara ini
padaku?" Wanita berbaju hijau tertawa dingin, berkata:
"Sebab jika aku sudah bertekad itu, maka ada
kemungkinan aku bisa mengalahkanmu."
Dari pembicaraan mereka yang samar-samar, paling
sedikit bisa diketahui bahwa nyonya berbaju hijau ini
sedang menggunakan taktik perang, tidak boleh mundur
hanya boleh maju dan batu biasa dengan batu giok
bersama-sama habis terbakar.
Maksudnya tidak boleh mundur hanya boleh maju
adalah setelah dia membunuh seluruh gadis, dia sendiri
pasti tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Hoyan Tiangsouw.
Di dalam keadaan mendesak seperti ini, pertarungannya
yang habis-habisan ini, sangat mungkin malah bisa
memenangkan pertarungannya. \
Mengenai taktik batu biasa dengan batu giok bersamasama
habis terbakar. Sementara masih belum tahu batu giok
itu apakah dia atau para gadis itu"
Dan misalnya 'giok' itu adalah para gadis, juga tidak tahu
salah satunya gadis yang mana"
Apakah Cui Lian-hoa"
Alis tebal Hoyan Tiang-souw pelan-pelan terangkat,
suaranya jadi semakin seperti suara geledek, dengan keras
dia berkata: "Paling baik kau jangan membuat aku marah, sebab
akibatnya kau tentu sudah tahu!"
Dia memang tidak boleh di buat marah, sebab jika marah
maka goloknya akan keluar dari sarungnya, saat itu
akibatnya Selain 'kematian', mungkin tidak ada lain lagi.
Orang lain tentu saja tidak tahu hubungan amarah dia
dengan Mo-to begitu eratnya, pengaruhnya begitu besar.
Semangat di dalam mata nyonya berbaju hijau lebih
membara lagi, jelas dia sudah mengumpulkan seluruh
tenaga dalamnya, bersamaan itu diwajahnya juga sudah
tampak kegeraman yang mendesak!
Kalau wanita menampakan kegeraman seperti ini,
artinya dia sudah tidak mempedulikan segalanya, tidak
takut pada apa pun.
Benar saja terdengar dia tertawa dingin berkata:
"Jangan membuat kau marah" He he he, lucu, sungguh
lucu, setelah membuat kau marah, lalu kau bisa apa?"
Sebenarnya dia sendiri tidak tahu akan jadi bagaimana
setelah membuat Hoyan Tiang-souw jadi marah"
Selain itu tentu saja dia masih ada kata-kata yang lebih
kasar, lebih kotor yang mau dikatakannya, wanita jika ingin
membuat marah laki-laki, biasanya sangat mudah
melakukannya, sebab mereka masing-masing memiliki cara
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rahasia, dan biasanya laki-laki tidak bisa melawannya,
maka terpaksa terkena siasat-nya si wanita dan membuat
jadi marah. Tapi kata-kata dia bisa dihentikan oleh satu suara yang
lembut manis dan tepat saat terdengar, orang yang bicara
adalah Cui Lian-hoa, suaranya secantik dan menarik
wajahnya. Dia berkata:
"Hoyan Tiang-souw, kau jangan marah."
Dia pasti sangat tahu daya tarik dirinya, maka sama
sekali tidak memerlukan alasan apa-apa, dan kenyataannya
juga sesimpel itu, Hoyan Tiang-souw segera meredakan
amarahnya, tidak marah lagi.
Wanita berbaju hijau tertawa dingin dan berkata:
"Tampaknya dia sudah tidak marah lagi. Tapi aku berani
jamin dia segera tidak akan bisa menahan tabiatnya lagi!"
Senyum Cui Lian-hoa tipis dan lembut, cantiknya, wah
tidak perlu dikatakan lagi.
"Aku tahu, sebab asalkan kau membunuh siapa saja dari
kami ini, maka dia akan marah sekali, jika dugaanku tidak
salah, harap kau mau mendengarkan nasihatku."
Sorot mata tajam nyonya berbaju hijau meneliti dan
menyelidiki lawannya beberapa saat, baru berkata:
"Ternyata benar, kau ini bukan anak petani biasa, sudah
sejak lama aku ada perasaan ini, tapi setelah'dilihat-lihat,
aku pun tahu kau sama sekali tidak bisa ilmu silat."
"Aku memang tidak bisa silat, tapi bukan tidak
mengerti." Cui Lian-hoa berkata, "Jika aku bisa ilmu silat,
ketika Kie Hong-in mau menawanku, tentu aku akan
sekuatnya memberontak."
"Betul juga kata-katamu, tapi sampai sekarang aku belum
pernah mendengar nasihatmu!" Cui Lian-hoa berkata:
"Nasihatku adalah paling baik kau diam-diam kembali
lagi ke Lam-kiang."
Wajah wanita berbaju hijau jadi berubah:
"Kau sudah tahu siapa aku" Bagaimana kau bisa tahu?"
Dalam hati Cui Lian-hoa terbayang satu wajah bersih
dari seorang setengah baya, sepasang matanya yang dalam
dan penuh kepintaran, tampak bisa membaca setiap isi hati
lawan. 'Hay Cin Leng-tong, jika kau adalah aku, kau pasti akan
tahu lebih banyak dari padaku, sehingga kau juga pasti
mempunyai cara yang lebih baik untuk mencegah peristiwa
ini. Tapi sayang aku hanya Cui Lian-hoa bukan kau Cin
Leng-tong, makanya aku tidak ada sedikit pun keyakinan!'
Sorot mata wanita berbaju hijau mendesak dia
menjawabnya. Cui Lian-hoa terpaksa berkata:
"Asalkan aku mencium baumu, dan sarung tangan dari
kulit manusia warna daging yang selalu kau pakai, aku
sudah tahu kau adalah pesilat tinggi dari Can-bian-tok-kiam
(Kapas bergulung pedang beracun) di Lam-kiang
(Perbatasan selatan), tapi siapa nama aslimu, aku tidak
tahu." Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang adalah salah satu
jurus pedang yang tidak ada tandingannya, yang bisa
disejajarkan dengan Hiat-kiam (Pedang darah), di dunia
persilatan tidak mengherankan jika ada orang yang
mengenalnya. Tapi masalahnya adalah para pesilat pedang aliran ini
(semuanya wanita) sangat tersembunyi, tidak tampil keluar,
sampai namanya pun jarang diketahui, maka sangat aneh
jika Cui Lian-hoa bisa menyebutkan aliran perguruan
mereka, sehingga itu jadi pertanyaan yang tidak mudah
dijawab. Dalam tawa dinginnya wanita berbaju hijau terkandung
hawa kejam dan jahat:
"Bagus, kau hebat sekali, sayang kau tidak tahu aku
sudah tidak bisa kembali lagi ke Lam-kiang. Melihat
luasnya dunia ini, hanya Kie-samya, Kie Ting-hoan yang
berani menerima aku untuk tinggal, makanya hari inipun
aku hanya bisa melakukan apa yang harus aku lakukan!"
Cui Lian-hoa menganggukan kepala:
"Aku mengerti, maka aku tidak menyalahkan-mu,
menurut pandanganku, Kie-samya pasti seorang yang gagah
berani dan berpandangan luas.
Jika tidak, orang seperti Ceng-hoan-siang-kiam, apa lagi
orang seperti kau ini, mana mungkin mau dengan suka rela,
mati untuk dia?"
Kata nyonya berbaju hijau berkata:
"Dia memang orang yang luar biasa. Jika aku seperti
kau, muda dan cantik, aku pasti rela jadi selirnya, seumur
hidup mengikuti dia melayani dia..."
Gelombang mata Cui Lian-hoa penuh dengan kesedihan,
senyumnya juga menjadi senyum pahit:
"Kelihatannya jika Hoyan Tiang-souw tidak
membunuhmu, maka pasti kau yang membunuh dia, selain
itu tidak ada jalan lain lagi!"
"Bagaimana kau bisa tahu?" "Jika kau tidak ada tekad
ini...." Berbicara sampai disini mendadak dia teringat Cin
Leng-tong yang pandai menebak hati orang, karena dia
merasa perilakunya sekarang mirip sekali dengan dia, maka
dia melanjutkan perkataannya, "kau pasti tidak mau
mengatakan isi hati dan kata-kata yang sebenarnya pada
kami. Jika kami semua sudah mati, rahasiamu pasti tidak
akan bocor, jika kau yang mati, rahasianya terbongkar atau
tidak, juga sudah tidak penting lagi!"
"Betul, tapi aku tetap berharap kalian yang mati, bukan
aku yang mati!"
Hitung-hitungan seperti ini, anak kecil pun bisa
menghitungnya, tidak perlu didiskusikan lagi. Cui Lian-hoa
tersenyum dan berkata: "Walaupun begitu, tapi sayang kau
telah melewatkan satu hitungan yang paling penting."
Wanita berbaju hijau dengan dingin berkata: "Tidak,
sama sekali tidak akan." "Kau terlalu percaya diri," Kata
Cui Lian-hoa sambil tertawa.
Tawanya tetap masih begitu cantik, suaranya pun tetap
terdengar enak dan menarik orang.
"Kenapa kau malah tidak mempertimbangkan" Jika
Hoyan Tiang-souw mengalahkanmu, tentu saja dia tidak
akan mati. Dan walaupun kau telah kalah, tapi juga tidak
mati, hanya terluka dan ditawan, saat itu bagaimana
dengan dirimu" Kau tidak berani kembali ke Lam-kiang, dia
justru mengantar kau kembali ke Lam-kiang, kau ingin
mati, dia justru tidak membiar-kan kau mati."
Warna wajah wanita berbaju hijau berubah.
Cui Lian-hoa mendesak pertanyaannya:
"Jika terjadi keadaan begitu, kau mau apa?"
Wanita berbaju hijau berpikir-pikir sejenak, dengan
tertawa dingin dan berkata:
"Itu urusanku dengan Hoyan Tiang-souw, tidak ada
sangkut pautnya denganmu. Karena di saat itu kau sudah
tidak bernafas, sudah tidak ada perasaan, segala masalah di
dunia ini semuanya dan selamanya tidak ada hubungannya
lagi denganmu."
"Aku percaya kau sanggup membunuh kami, tapi setelah
kau melakukannya, kau pasti malah akan menyesal! Coba
kau pikir, jika kau sudah memutuskan kami berlima
menemanimu pergi ke akhirat, tapi mendadak menemukan
salah satu dari kami tidak bisa kau bunuh. Kau tentu saja
sangat tidak senang dan merasa menyesal, orang lain mati
masih tidak apa-apa, tapi jika orang ini justru aku Cui Lianhoa,
bagaimana kau bisa mati dengan tidak penasaran?"
Setiap kata-katanya adalah kenyataan, dan setiap katakatanya
saling berhubungan, membuat orang terpaksa
mendengar, malah terpaksa memikir-kan untung ruginya.
Maka wanita berbaju hijau tidak segera menyerangnya. j
Cui Lian-hoa melanjutkan:
"Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang walaupun salah satu
jurus pedang terhebat masa kini, bisa dibandingkan dengan
Hiat-kiam dari Yan-pak, tapi di dunia ini masih ada
beberapa jurus pedang yang tidak ada lawan lainnya yang
dapat dibandingkan dengan kalian.
Seperti dulu ada Chun-hong-hoa-goat-lou dari Yang-ciu,
dua keluarga di dunia persilatan ini, di antaranya
mempunyai jurus pedang Tay-ci-hoat (Alam besar) dari
keluarga Liu dan bisa disetarakan."
Kata wanita berbaju hijau:
"Walaupun jurus pedang Tay-ci-hoat dari keluarga Liu di
Chun-hong-lou bisa disebut tiada duanya di dunia, tapi apa
hubungannya dengan diri-mu, kau kan bukan bermarga
Liu." "Walaupun aku tidak bermarga Liu, tapi Bu-ceng-siau
(Seruling tanpa perasaan) dari keluarga Cui di Hoa-goatlou,
tampaknya juga tidak lebih lemah dari pada pedangnya
keluarga Liu di Chun-hong-lou."
Dari beberapa keluarga dunia persilatan yang ternama,
keluarga Liu dan keluarga Cui dari Yang-ciu yang paling
menonjol. Itu karena dua keluarga besar ini sama-sama berada di
Yang-ciu, dan turun temurun hubungannya sangat erat,
seperti satu keluarga saja.
Di dalam rumah keluarga Liu ada sebuah gedung Chunhong
(Angin musim semi), di rumah keluarga Cui ada
gedung Hoa-goat (Bulan berbunga), sama-sama dibangun
dengan megah dan mewah.
Sehingga entah di mulai dari kapan dunia persilatan
menyebut mereka Chun-hong-hoa-goat-lou.
Puluhan tahun terakhir ini dua keluarga besar Liu dan
Cui sudah sangat lemah.
Menurut kabar, beberapa tahun lalu kedua keluarga ini
mendadak mengalami musibah, sampai satu penerus pun
tidak ada, Chun-hong-hoa-goat-lou yang ternama itu pun
sudah berganti tuan.
Namun kebesaran nama kedua keluarga ini masih belum
dilupakan orang, apa lagi para pesilat tinggi masa kini, pasti
pernah mendengar kebesaran dan sejarah kedua keluarga
ini. Maka tidak mengherankan jika wanita berbaju hijau
merasa terkejut sampai membelalakan sepasang matanya.
Jika dia kelahiran dari perguruan Can-bian-tok-kiam dari
Lam-kiang, tentu saja tahu akan Bu-ceng-siau nya keluarga
Cui dari Hoa-goat-Iou, adalah salah satu ilmu silat yang
tiada duanya di dunia.
Jika Cui Lian-hoa benar adalah keturunannya Bu-cengsiau,
maka dia bisa tidak di masukan ke dalam daftar
kematian, itu adalah hal yang tidak mengheran-kan.
Sudut mata wanita berbaju hijau diam-diam melirik pada
Hoyan Tiang-souw, sambil menengadah-kan kepala dia
tertawa dingin dan berkata:
"Walaupun kau benar keturunan dari Hoa-goat-lou, aku
juga tidak takut, malah jadi tidak akan melepaskanmu......"
Seharusnya dia melakukan serangan tiba-tiba, sebab ini
adalah langkah yang telah dia siapkan dan direncanakan,
siapa sangka Hoyan Tiang-souw yang dilihat sudut
matanya sudah bergerak lebih dulu dari pada dia.
Maka dia segera membalikan tubuh, dengan langkah
besar keluar dari ruangan, tidak melihat ke belakang lagi.
Pek-mo-ci-to (Golok setan yang merana) yang
dikepitnya, jadi ikut menghilang bersama orangnya.
Di lantai hanya tertinggal darah yang berlumuran, dua
bagian tubuh Co Ek-seng dan mayatnya Song Cin.
Wanita berbaju hijau sesaat jadi lupa bergerak untuk
membunuh, malah balik bertanya:
"Mau apa dia" Kenapa dia mendadak pergi" Apa dia
sudah tidak mempedulikan lagi hidup matinya kalian?"
Cui Lian-hoa tidak menjawab, hanya pelan-pelan
menghela nafasnya.
ca ca ca Dengan Mo-tonya yang tidak berperasaan Hoyan Tiangsouw
meraja lela di dunia persilatan, tapi orang semacam
dia ternyata bisa muncul dalam kerumunan orang dan
mendengarkan khotbah di dalam kuil Budha.
Saat dia duduk di dalam kerumunan jemaat yang
mendengarkan khotbah, duduknya paling tegak, paling
hikmat, juga paling konsentrasi.
Golok dia dibungkus dengan kain hitam, di taruh di atas
lututnya, tidak ada orang yang melirik dan
memperhatikannya.
Sebab biasanya di dalam kuil Budha yang suci, daging
dan arak pun tidak ada orang yang berani membawanya,
apa lagi senjata pembunuh.
Hweesio tua yang sedang berkhotbah wajahnya terlihat
serius dan suaranya menggelegar.
Membuat orang sekali menatap tampangnya dan
pembicaraannya, tidak tahan timbul perasaan hormat.
Hal ini bisa menjelaskan, di dalam begitu banyaknya
para hweesio, pasti tidak akan menemukan ke lima
indranya tidak lurus, atau tubuhnya cacad.
Hoyan Tiang-souw berusaha membuat dirinya
konsentrasi mendengarkan khotbah yang sangat dalam dan
detail itu. Dia sudah terbiasa mendengarkan khotbah semacam ini,
sebab ketika dia berusia lima enam belasan tahun, di Thiancin
dia cukup lama mengikuti seorang hweesio yang
bernama Kheng-it.
Seorang hweesio yang pandai berkhotbah, walaupun
yang dihadapinya hanya seorang anak muda, sedikit
banyak juga bisa menjelaskannya.
Sekarang dia pun merasa khotbah hweesio besar ini
sangat seru, sebab kebetulan hweesio tua itu sedang
menjelaskan 'ruang' dan 'waktu', dan waktu dengan ruang
adalah hal yang harus diperhatikan sekali di dalam ilmu
silat kelas tinggi.
Hweesio tua mengatakan ruang dan waktu adalah
kejadian khusus yang termasuk di dalam rohani dan
jasmani, tidak ada wujudnya, dengan kata lain, bukan
sungguh ada ruang dan waktu (maksudnya bukan kosong
hampa). Misalnya 'ruang', dalam hati bisa disebut'arah'.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hweesio tua mengambil contoh, kenapa arah termasuk
di dalam kejadian"
Kalau kau berkata kau berdiri di timur, maksud nya
hanya menunjukan kau berdiri di tempat yang berlawanan
dengan barat, bukan benar-benar ada 'timur'.
Jika kau meneruskan jalan ke timur, maka timur yang
tadi sekarang menjadi barat.
'waktu'juga demikian.
Di dunia kita ini satu hari adalah dua puluh empat jam,
di dunia lain mungkin satu hari juga dibagi menjadi dua
puluh empat jam.
Hanya saja satu hari disana mungkin sama dengan satu
tahun atau sepuluh tahun di dunia kita, malah lebih panjang
atau lebih pendek (telah ditunjuk an dan dibuktikan oleh
teori relatif.)
Pokoknya, seperti waktu dan ruang, jika ada benda yang
benar-benar ada wujudnya, maka tidak boleh ada sifat yang
berubah-rubah tidak menentu ini.
Karena itu hubungan 'waktu' dan 'ruang' dengan ilmu
silat sangat erat, makanya Hoyan Tiang-souw
mendengarkan dengan penuh kegembiraan, sementara bisa
melupakan wajah cantik yang tiada dua nya itu... Cui Lianhoa.
Tapi... bagaimana keadaan dia sekarang" Apakah dia
dapat menaklukan wanita berbaju hijau itu"
Kemana dia pergi"
Jika dia tidak bisa menaklukan lawannya, apa yang akan
dialaminya"
Mata dia walaupun menatap pada hweesio tua di atas
altar, tapi hatinya sejenak terbang keluar dari kuil Han-san
di Soh-ciu, terbang ke sisi danau See-ouw di Hang-ciu,
paling sedikit juga mondar mandir di daerah itu.
Begitu timbul pikiran itu, segera dia ingin pergi ke sana
untuk melihatnya.
Tapi niatnya segera dibatalkan, karena kejadian nya
sudah lewat satu hari.
Tidak peduli Cui Lian-hoa mengalahkan lawannya, atau
masih berada dalam kendali wanita berbaju hijau itu,
pokoknya sekarang pergi pun sudah ter-lambat, sudah tidak
ada gunanya. Tapi jika kata-kata wanita berbaju hijau itu benar bahwa
dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, maka ada
kemungkinan apa, dia bisa mengalahkan wanita berbaju
hijau itu" Ada kemungkinan apa, dia dapat meloloskan diri
dengan selamat"
Tapi jika dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, kenapa dia
berani berkata hanya dia seorang diri yang bisa tidak mati
(Jika wanita berbaju hijau membunuh)"
Tampak kedua alis tebal Hoyan Tiang-souw
menggambarkan satu kegelisahan, tapi bukan amarah.
Tubuh dia yang tegap kekar mendadak berdiri dari
kerumunan pendengar.
Suara gelegar hweesio tua mendadak terhenti, lalu
melakukan satu gerakan isyarat tangan.
Hoyan Tiang-souw dengan penuh perhatian segera
memperhatikan hweesio tua itu.
Semua karena isyarat tangan hweesio tua yang
kelihatannya hanya sembarangan menggerakannya. Tapi di
dalam perasaan Hoyan Tiang-souw, itu malah sebuah jurus
golok yang sangat lihay. t
Jurus ini jika diperagakan dengan sebildh golok, delapan
atau sepuluh musuh kuat pun segera akan tergeletak mati di
tanah, itu bukah masalah aneh.
Ilmu hebat apapun tentu saja menjadi perhatian Hoyan
Tiang-souw. Apa lagi jurus golok!
0 -dw- 0 BAB 3 Dalam pandangan Hoyan Tiang-souw dia sedang berdiri
di atas lapangan liar, seratus lebih jemaat di sekeliling yang
sedang mendengarkan khotbah seperti tidak ada, dalam
matanya hanya ada seorang hweesio tua itu.
Hweesio tua itu tetap masih bersikap serius, tapi sorot
mata dan suaranya sangatlembut, dia berkata: "Ku rasa aku
sudah tahu siapa dirimu!" "Belum tentu, tapi aku tahu kau
adalah Ji-hong Lo-hweesio." Kata Hoyan Tiang-souw.
Senyum hweesio tua itu selain penuh kasih juga terasa
sangat akrab, dia berkata lagi:
"Ku kenalkan satu orang padamu, mau tidak?" "Terima
kasih, tapi sekarang ini aku tidak mau menemui siapa pun,
apa lagi dia!"
Setelah berkata Hoyan Tiang-souw sendiri merasa
terkejut, kenapa dia bisa menolak begitu cepat dan tegas.
Siapa 'dia'" Hoyan Tiang-souw tidak bisa menjelaskan,
dan Ji-hong hweesio pun tidak mengatakan.
Hweesio besar dan tosu yang sudah tinggi ajarannya,
dari aliran Budha dan To, tingkah lakunya sering muncul
yang aneh-aneh dan sulit diduga.
Ji-hong hweesio melihat Hoyan Tiang-souw melangkah
keluar ruangan, melihat dia menundukan kepalanya sedikit,
supaya tidak membentur ranting pohon di luar ruangan.
Hweesio tua itu tidak memanggil lagi, ekspresi di
wajahnya selain tersirat sedikit kesedihan, tidak ada yang
lainnya lagi! # # # Di luar kuil Han-san ada saru sungai kecil, jembatan
kuno yang melintang di atas sungai itu entah sudah
dibangan berapa ribu tahun lalu.
Baru saja Hoyan Tiang-souw naik ke atas jembatan,
jalannya mendadak tertahan.
Saat ini di sisi jembatan ada dua perahu kecil dengan
terpal hitam sedang berhenti disana.
Dari masing-masing perahu kecil keluar dua orang
wanita. Mata Hoyan Tiang-souw jadi terbelalak besar.
Kenapa bisa begitu kebetulan" Cui Lian-hoa juga bisa
datang ke kuil Han-san di Soh-ciu ini"
Dia menatap tajam pada wajah Cui Lian-hoa yang cantik
seperti bunga di musim semi, rubuhnya semampai pohon
Yang-liu. Melihat dia melenggang naik ke darat, dia sampai tidak
tahan mendesah "heh!", perasaan aneh yang sulit dikatakan
yang tadinya memenuhi dada, tampak tiba-tiba menghilang.
Dengan gerakan indah Cui Lian-hoa memutar tubuhnya
setengah putaran, lalu menengadahkan kepalanya melihat
pada Hoyan Tiang-souw.
Gelombang matanya membuat orang tidak tahan. Begitu
lembut dan jernih seperti air danau See-ouw, membuat
Hoyan Tiang-souw bisa mendengar suara jantungnya
berdetak. Tapi air danau yang jernih tenang pun pasti ada sedikit
gelombangnya, tapi kenapa di dalam matanya yang amat
cantik itu, sedikit pun tidak ada riak gelombang" Apakah
dia sudah tidak mengenal aku lagi"
Ataukah tidak sudi"
Hatinya yang dag dig dug mendadak menciut, terasa
sedikit sakit, tampaknya dadanya seperti tembus ditusuk
oleh sorot mata Cui Lian-hoa dan meninggal-kan beberapa
bekas di dalam jantungnya.
Walau demikian, Hoyan Tiang-souw masih bisa melihat
di belakang Cui Lian-hoa adalah gadis pelayan yang cantik.
Dua orang wanita yang naik ke darat dari satu perahu
lainnya, salah satunya adalah nyonya cantik setengah baya,
memakai pakaian sutra asli yang warnanya terang, celana
dan lengan bajunya melayang layang ditiup angin,
menambah daya tariknya.
Di belakang dia juga ada seorang gadis pelayan, di
pinggangnya terselip sebilah pedang pendek.
Bukan saja dia bisa melihat orang-orang ini, juga masih
bisa mendengar Cui Lian-hoa bertanya pada gadis pelayan:
"Iiih! Siau-cian, orang itu dia bukan?" Siau-cian yang
cantik melirik ke atas jembatan dengan pelan berkata:
"Benar, pasti dia."
Cui Lian-hoa menggeleng gelengkan kepala: "Apa
gunanya dia mengikuti aku?" "Mungkin untuk melihat kau
dari kejauhan, selain dia, juga masih banyak orang yang
begitu!" Hati Hoyan Tiang-souw bertambah terluka, tubuhnya
segera berputar ke arah ujung jembatan kuno lainnya.
Saat melangkah, telinganya masih bisa mendengar Cui
Lian-hoa berkata:
"Suara heh orang lainnya itu mengandung tenaga dalam
dan menyembunyikannya, tenaga dalam-nya sangat tinggi,
aku hanya berharap dia jangan terus mengikuti aku......"
Apakah Cui Lian-hoa dan nyonya cantik setengah baya,
bersama dua gadis pelayan akan masuk ke dalam kuil Hansan"
Atau pergi ke tempat lain"
Hoyan Tiang-souw tidak tahu mereka akan pergi
kemana, tapi dalam hatinya timbul perasaan lain.
Dia membisu di atas pesawahan yang tanahnya gemuk
itu, kesedihan hatinya masih terasa, itu karena Cui Lianhoa
sudah tidak mengenal dia lagi.
Pertama bertemu hanya kejadian kemarin malam,
kenapa hari ini sedikitbayangannya pun sudah tidak ada"
Kalau begitu dia sendiri harus lebih tuntas dari pada dia,
melupakan dia. Selanjutnya jika nanti dia bertemu lagi di tengah jalan,
dia pun harus bersikap seperti tidak pernah bertemu dengan
dia, harus lewat seperti tidak melihat dia,.
... tapi sejak kemarin sampai hari ini, bayangan di dalam
kepalanya selalu bayangan dia, sehingga keadaan hatinya
jadi gusar, kacau, tidak teratur.
.... jika aku benar-benar ingin melupakan dia, kenapa
masih mau mengikuti dan menyelidiki sastrawan baju putih
ini" Tidak jauh di depan dia ada seorang sastrawan muda
yang berbaju putih, juga sedang berjalan di atas galangan
sawah, sendirian dan kesepian.
Sastrawan baju putih ini tadi berdiri di ujung seberang di
atas jembatan kuno, dari kejauhan menatap Cui Lian-hoa.
Ketika sorot mata Cui Lian-hoa menyapu ke arahnya,
Hoyan Tiang-souw masih keburu melihat matanya yang
bergelombang. Inipun penyebab kenapa hatinya bertambah beberapa
bekas luka. Menyimak dari perkataannya, dia juga tidak mengenal
sastrawan baju putih itu.
Karena sastrawan baju putih itu selalu membuntuti dia,
maka jadi mengenal dia.
Sebenarnya hal ini biasa dan lumrah, siapa pun orangnya
jika beberapa hari terus-menerus diikuti oleh seseorang,
bagaimana mungkin bisa tidak mengenal wajah orang itu"
Tapi karena dalam matanya timbul riak dan meluas,
maka persoalannya jadi berbeda sekali.
Walaupun dia tidak punya perasaan suka padaku Hoyan
Tiang-souw, tapi dalam sorot matanya tidak seharusnya
sedikit bayangan diriku pun tidak ada, padahal orang lain
itu juga seorang yang asing, tapi perasaannya tampak
bergelombang. Siapakah sastrawan berbaju putih itu" Apakah dia sangat
tampan" Ilmu silatnya sangat tinggi" Ilmu sastranya sangat bagus"
Atau sangat kaya"
Mendadak dia tersadar, dia sudah berjalan sampai Hociu
di barat laut Soh-ciu.
Ho-ciu adalah tempat bersejarah yang tersohor, setiap
hari libur di musim semi dan musim gugur banyak orang
datang melancong, hari biasa pun tidak sedikit
pengunjungnya. Sastrawan baju putih itu berdiri di bawah panggung
ribuan orang, ada beberapa orang kebetulan berdiri
disisinya, itu juga jadi tidak mengherankannya.
Kemudian dia melewati pintu gerbang Pie-yu-tong-thian
(tempat tinggal para dewa menurut aliran To) dan berdiri di
sisi Kiam-ti (danau pedang), beberapa orang masih berada
di sisinya, juga tidak menjadi perhatian orang lain.
Kiam-ti walaupun amat termasyur, tapi sebenarnya tidak
luas, hanya sebuah danau di antara dua tebing batu.
Menurut cerita makam rahasia raja Bu, Ho-Iu, di bangun
di dasar danau dengan rahasia, benar atau bohong cerita ini
sampai sekarang tidak ada orang yang tahu.
Walaupun Hoyan Tiang-souw ingin melihat wajah
sastrawan berbaju putih itu, tapi dia tidak berjalan ke tepi
Kiam-ti, malah berdiam di atas jembatan batu yang tinggi.
Orang-orang di atas jembatan selain bisa melihat Kiam-ti
yang berada di bawah, juga bisa melanjutkan perjalanan ke
kuil In-yan yang berada di tempat yang lebih tinggi, pagoda
Ho-ciu yang terkenal itu berada di dalam kuil itu.
Tadinya terhadap sastrawan berbaju putih ini dia hanya
ingin tahu dan merasa kesal saja.
Tapi sekarang sudah timbul satu perasaan aneh.
Hoyan Tiang-souw pernah memikirkan dengan teliti,
tapi tetap tidak bisa menjelaskan sebenarnya apa perasaan
anehnya" kenapa bisa timbul perasaan itu"
Untungnya dia tidak perlu berteman dengan orang ini,
maka setelah dipikir-pikir, perasaannya lalu dibuang jauhjauh.
Sastrawan berbaju putih itu masih tetap berdiri di tepi
danau, mata Hoyan Tiang-souw tidak perlu terus menerus
mengawasinya. Saat dia melihat ke sekeliling, tampak ada beberapa
pelancong dengan langkah tergesa-gesa berjalan keluar,
sekarang masih pagi, kenapa orang-orang mau cepat-cepat
pulang" Mata dia sangat tajam, semut berjarak satu dua ratus
langkah juga bisa dilihatnya.
Maka dia bisa melihat ada dua orang laki-laki yang
berperawakan tegap membuka baju depannya
memperlihatkan senjata tajam yang berkilat-kilat pada para
pelancong yang barusan tiba, itulah yang membuat para
pelancong buru-buru membalikan tubuh berjalan pulang
kembali.
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang yang berseragam seperti kedua laki-laki besar itu,
jika dihitung dari atas kebawah dan di sekelilingnya, kirakira
ada dua puluh lebih.
Jika tidak dengan mata kepala sendiri melihat mereka
memperlihatkan senjatanya, Hoyan Tiang-souw masih
mengira mereka pun para pelancong.
Sorot mata dia tidak melihat ke danau itu lagi, tapi
segera melihat ke seberang ujung jembatan batu sana.
Sastrawan berbaju putih itu dengan santai jalan datang.
Entah kapan di pinggangnya sudah terselip sebilah
pedang panjang, jika pedang ini barusan di ambil dari
Kiam-ti, maka jika bukan iblis dia pasti setan.
Mendadak Hoyan Tiang-souw mengerti kenapa perasaan
yang aneh itu tadi terasa.
Memang mudah jika dibicarakan, tapi saat dia saling
berhadapan, tetap saja wajah lawan masih belum
terlihatjelas. Sepasang mata Hoyan Tiang-souw sama sekali tidak
sakit, dia tetap masih bisa melihat setiap semut yang
berjarak seratus dua ratus langkah.
Tapi sastrawan berbaju putih itu tidak peduli
keberadaannya dimana, jika bukan membelakangi, pasti dia
sedang menggunakan tangannya mengusap hidung atau
mengusap-usap mata atau wajahnya.
Pokoknya kau hanya bisa melihat sebagian wajahnya
saja, tidak bisa melihat wajahnya dengan sepenuhnya,
inilah yang membuat perasaan aneh itu.
Sastrawan berbaju putih berhenti pada jarak tujuh
langkah, saat ini dia berada di atas jembatan, angin gunung
meniup bajunya yang seputih salju itu.
Perawakannya yang tinggi tegap, matanya yang hitam
pekat, kulit mudanya yang kekar licin, keseluruh an itu
cukup membuat orang terpaksa harus memuji-nya,
"Tampan sekali."
Tangan kiri dia tetap masih menutupi bagian mulut dan
hidungnya, membuat Hoyan Tiang-souw masih harus
menggunakan daya pikir yang tinggi, baru bisa
menggambarkan keseluruhan wajahnya.
"Aku Li Poh-hoan," sastrawan berbaju putih berkata,
"aku tahu siapa kau, maka tidak perlu banyak basa-basi
lagi!" Hoyan Tiang-souw yang mendengar, sampai menjadi
bengong. Tapi dia pun merasa mempersoalkan ini sangat tidak
perlu, sangat lucu.
Saat dia mengangkat alis tebalnya, lalu berkata: "Aku
tidak bisa melihat seluruh wajahmu, ada apa dengan
dirimu" Apakah bibirmu sumbing, atau bengkok?"
"Semua bukan." Suara Li Poh-hoan jelas dan tegas,
nadanya juga ramah dan sopan, "Aku tahu Hoyan-heng
ingin melihat wajahku, maka aku sengaja menutup
sebagian, supaya tidak menghilangkan rasa ingin tahumu,
supaya dapat memancing kau datang kesini dan berbicara
denganku!"
"Untuk apa?" suara Hoyan Tiang-souw tanpa sadar,
samar-samar suaranya seperti geledek, jika berteriak marah,
tentu akan lebih menakutkan, "aku tidak punya teman, juga
tidak perlu teman, kau tidak perlu membuang-buang
waktu." "Kalau begitu, kita bicarakan saja hal yang bukan
mengenai persahabatan."
Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, sebab dia
sudah merasakan Mo-to di kereknya sedikit meloncatloncat,
ingin keluar dari sarungnya:
"Kuharap kau jangan mengganggu aku. Kau sangat
menyebalkan, sudah berbicara begini banyak, wajahmu
tetap masih ditutupi, tapi mengenai kesalahan ini tidak
perlu sampai harus mati, maka paling bagus kau jangan
sampai mengganggu aku."
"Menurut pandanganmu, nona Cui yang tadi berada di
sisi jembatan batu di luar kuil Han-san itu, cantik tidak?"
tanya Li Poh-hoan.
Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya, ternyata
nama Cui Lian-hoa pun dia sudah tahu, tapi apakah dia
tahu yang lainnya lagi"
Li Poh-hoan berkata lagi:
"Jika ada orang mengatakan dia tidak cantik, aku akan
mendebatnya, malah akan bertarung dengan dia, tapi kau
berbeda." Hoyan Tiang-souw mulai merasa sedikit tertarik,
tanyanya: "Apa beda nya dengan aku?"
"Karena kau adalah lawan yang amat kuat!"
Hoyan Tiang-souw jadi ingin tertawa keras, pikirnya,
'Lawan kuat bagaimana" Sungguh kata-kata yang tidak
ada gunanya, kemarin Cui Lian-hoa baru saja bertemu
denganku, hari ini sudah seperti orang asing lagi. Tadi saat
dia melihatmu, di dalam matanya timbul gelombang,
bagaimana mungkin aku jadi lawan beratmu" Lagi pula jika
di dunia ini ada orang ketika sedang mengejar wanita, lalu
berharap orang lain menganggap dia tidak cantik, dari
mana aturannya"'
"Kau suka berpikiran apa pun boleh." Hoyan Tiang-souw
berkata, "Tapi pendapatku tidak akan diberitahukan
padamu." Li Poh-hoan tampak tidak terkejut:
"Inilah jawaban yang pantas dan rendah hati. Aku sudah
sangat puas, hanya saja boleh tidak aku menanyakan satu
hal lagi padamu?"
Orang ini tampak sedikit membingungkan, sedikit kacau.
Merasa sangat puas dengan jawaban yang sama sekali
tidak ada artinya, lalu buat apa tadi menanya-kan"
"Kau mau bertanya, tanyalah!" Hoyan Tiang-souw
berpendapat menghabiskan pikiran demi orang semacam
ini, cepat atau lambat dia sendiri juga akan berubah jadi
seperti orang ini, bingung dan kacau balau.
Maka dia sekalian saja memalingkan wajahnya, malas
melihat dia lagi.
Wajah Li Poh-hoan sesaat berubah besar, saat ini Hoyan
Tiang-souw mendadak merasa ada gerakan.
Dia membalikan tubuh langsung meloncati pagar
jembatan, Mo-to nya "Sreet!" keluar dari sarung-nya,
mengeluarkan kilatan cahaya yang menyilaukan mata.
Yang dia hadapi ternyata bukan Li Poh-hoan, tapi
seorang berbaju hijau yang melayang terbang hampir
mencapai bawah jembatan.
Di tangan orang itu memegang satu benda panjang kecil
seperti bambu, tampak dari kolong jembatan dia
menusukan bambu itu ke atas.
Tempat tusukannya adalah tempat dimana Hoyan Tiangsouw
tadi berdiri. Jika jembatan batu itu terbuat dari kertas, dan bambu
yang panjang itu berubah jadi bor, maka tusukan ini akan
tepat mengenai kaki kanan Hoyan Tiang-souw.
Kenyataannya, walaupun jembatan itu terbuat dari batu,
tapi ujung bambu runcing orang berbaju
hijau itu menembus keluar dari jembatan itu sepanjang
tiga dim, ujung bambu itu ternyata kawat baja tajam yang
berwarna hitam pekat.
Kawat baja ini seperti menusuk tahu menembus keluar
dari batu jembatan yang tebal dan keras.
Saat gerakan orang berbaju hijau itu selesai, Hoyan
Tiang-souw sudah mulai turun ke bawah dan melihatnya
dengan jelas. Juga melihat dia ditekan oleh hawa
membunuh yang dahsyat dari Mo-to sampai seluruh
rubuhnya gemetar.
Begitu sinar golok seperti kilat berkelebat, tubuh orang
berbaju hijau sudah di penggal menjadi dua dari batas
pinggang ke atas, sambil menyemburkan darah dia roboh ke
bawah. Dalam hati Hoyan Tiang-souw sedikit pun tidak ada
perasaan kasihan. Sebab jika dia tidak punya sedikit
keberuntungan, kebetulan memalingkan wajah dan melihat
bayangan orang di tebing yang basah. Maka dia bukan saja
tidak bisa membalas serangan, malah telapak kakinya sudah
ditusuk berlubang.
Tadi begitu tenaga dalamnya menekan, tubuh-nya
langsung terangkat, lalu dengan cepat meluncur ke bawah
lima enam kaki, sesudah itu turun dengan pelan-pelan.
Ketika dia sedang turun, kakinya bergerak mengungkit,
membuat batang besi yang panjang di tangan orang berbaju
hijau itu terlepas dari tangannya, dan melesat ke atas.
Tiba-tiba sesosok bayangan putih berkelebat, satu sinar
pedangyang sangat terang datang menusuk.
Tusukan pedang ini laksana datang dari dunia luar,
penuh dengan hawa membunuh.
Orang yang mengendalikan pedang ini adalah I.i Pohhoan,
sekarang wajahnya sudah bisa terlihat secat m
keseluruhan, baju sastrawan yang putih menambah
Mengganasnya Siluman Gila Guling 1 Pendekar Rajawali Sakti 164 Istana Tulang Emas Suling Naga 21