Pencarian

Bayangan Berdarah 21

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 21


dibelakangnya jadi gusar, mereka sama2 menerjang kedepan
dengan buasnya. "Harap cuwi sekalian mundur ke belakang!" hardik Tok Chiu
Yok Ong keras2, tangannya segera mengayunkan sebungkus
obat ke arah rombongan ular itu.
Sang Pat maupun Siauw Ling mengerti bahwasanya si raja
obat tersebut sedang melepaskan racun kejinya untuk
mematikan ular2 beracun itu. buru-buru mereka mundur ke
belakang. Tampaklah tangan kanan Tok Chiu Yok Ong diayunkan
kedepan berulang kali, dalam sekejap mata dihadapannya
terbentuk sebuah garis bubuk beracun yang panjangnya
mencapai tiga depa. Tatkala rombongan ular berbisa itu tiba disisi garis racun
tersebut, tidak salah lagi mereka segera berhenti bergerak dan
tidak berani maju lebih kedepan, makin lama rombongan ular
yang berkumpul disana makin banyak, kurang lebih
seperminum teh kemudian sudah ber-puluh2 lapisan ular
berbisa yang berkumpul disana.
Menyaksikan rombongan ular berbisa yang ber-lapis2 itu,
dalam hati Siauw Ling berpikir, "Ular2 yang ada didepan
sekalipun berhenti karena terhadang oleh garis racun, namun
rombongan ular yang ada dibelakangnya bergerak terus tiada
hentinya, jelas dibelakang rombongan ular ini pasti terdapat
suatu kekuatan yang mengendalikan mereka dan memaksa
ular2 tersebut meluruk terus tiada hentinya apabila aku ingin
melenyapkan rombongan ular berbisa ini, per-tama2 aku harus
lenyapkan dulu kekuatan yang mengendalikan rombongan ular
itu...." Seluruh perhatiannya segera dipusatkan jadi satu untuk
mendengarkan suasana disana dengan seksama, sedikitpun
tidak salah sianak muda itu dapat mendengar suara seruling
yang sangat aneh sedang berkumandang datang tiada
hentinya. Setiap kali irama seruling tersebut makin santar, maka
rombongan ular yang menerjang datangpun semakin dahsyat,
se-olah2 mereka sedang berusaha untuk melewati daerah
terlarang itu. Mungkin racun yang disebarkan si raja obat tersebut
merupakan racun keji yang khusus merupakan tandingan
ular2 berbisa itu, sehingga tak seekor ularpun berani melewati
garis racun tadi untuk menerobos kemari.
Melihat rombongan ular berbisa yang berkumpul disitu
makin lama semakin banyak, bahkan bentuk ular2 itu sangat
kukoay dan aneh sekali sehingga bau amis yang tebal tersiar
datang tiada hentinya, Sang Pat mengerutkan sepasang
alisnya. "Yok Ong!" ujarnya. "Rombongan ular berbisa yang
berkumpul disini makin lama semakin banyak, apabila kita
harus bertahan terus dalam keadaan begini entah sampai
kapan kita baru berhasil melewati lorong ini, bukankah Yok
Ong punya kepandaian untuk membendung ular" apakah
kaupun memiliki kepandaian untuk mengundurkan rombongan
ular?" "Dewasa ini hanya ada satu cara yang bisa kita lakukan,
hanya saja entah cara ini bisa digunakan atau tidak?"
"Perduli bisa digunakan atau tidak mari kita coba dulu."
Belum sempat Tok Chiu Yok Ong menyahut, tiba-tiba
tampaklah rombongan ular berbisa itu sama2 bergelinding
kesamping dan membuka sebuah jalan ditengah lorong.
Sang Pat tercengang. ia angkat mutiaranya tinggi2
sehingga cahaya terang bisa memancar lebih jauh. Tampaklah
seekor ular aneh yang bersisik emas dengan panjang
beberapa kaki serta berjengger merah diatas kepalanya
sedang bergerak datang dengan cepatnya.
Mungkin ular ini merupakan raja diantara ular2 lain, tatkala
ia sedang bergerak datang, rombongan ular lainnya sama2
mendekam diatas tanah dan tidak berkutik barang sedikipun
jua. "Ular aneh ini berjengger diatas kepalanya. mungkin dialah
diantara jenis ular, apabila kita dapat membinasakan ular
tersebut mungkin rombongan ular lainnya dapat pukul
mundur" seru Sang Pat dengan cepat.
Siauw Ling segera alihkan sinar matanya ke arah
rombongan ular yang bersusun itu , diam2 ia merinding
pikirnya, "Bulan berselang tatkala aku terkurung di dalam
perkampungan Pek Hoa San Cung, Shen Bok Hong pernah
mengurung kami dengan barisan ular, sekalipun malam itu
barisan ular yang dipergunakan sangat banyak, namun
kehebatannya tak bisa menangkan kehebatan barisan ular
pada saat ini, ditinjau dari jenis ular yang berkumpul disini
saat ini, sebagian besar merupakan ular2 beracun yang jarang
ditemui, terutama sekali raja ular berjengger merah itu,
tampaknya sangat buas dan hebat. Apabila kubasmi ular itu
sejak sekarang mungkin saja rombongan ular lainnya bisa
dipukul mundur, tapi bila seranganku mengenai sasaran
kosong, mungkin saja akan menggusarkan raja ular itu
sehingga memaksa rombongan ular lainnya akan melewati
garis racun dengan nekad. Apabila sampai terjadi keadaan
begini.... waaah.... bakal runyam. Namun keadaan mendesak,
jalan mundurpun tak ada, agaknya aku harus keraskan kepala
untuk menerima tantangan dari rombongan ular berbisa ini...."
Berpikir sampai disitu, hawa murninya diam2 dikumpulkan
ditangan, belum sempat ilmu jari Siauw Loo Sin Cie nya
dilepaskan mendadak terdengar Tok Chiu Yok Ong bergumam
seorang diri, "Ooouw.... seekor ular aneh yang sangat
berharga sekali". "Apakah Yok Ong sedang memuji ular aneh berjengger
merah itu?" tanya Sang Pat.
"Sedikitpun tidak salah. barang siapa dapat menghisap
darah segar dari ular tersebut, maka paling sedikit tenaga
lweekangnya akan peroleh kemajuan bagaikan hasil latihan
selama sepuluh tahun".
Tiba-tiba ia mendongak dan tertawa ter-bahak2, terusnya ;
"Apabila dibawah air terjun dibelakang gunung sana benar2
terdapat jamur batu berusia seribu tahun yang dapat
menyembuhkan penyakit putriku, ditambah pula dengan darah
ular ini, bukan saja kelemahan tubuh putriku akan lenyap
bahkan ia akan berganti rupa, dalam waktu singkat dia akan
muncul sebagai seorang jago Bu-lim yang tiada tandingannya
dikolong langit siapapun tak akan sanggup menyambut
kehebatan tenaga sin-kangnya".
Dalam pada itu terdengar raja ular berjengger merah itu
mengeluarkan suara kokokan yang aneh bersamaan dengan
suara tersebut rombongan ular yang semula mendekam tak
berkutik tiba-tiba meronta bangun kembali.
Tiba-tiba seekor ular aneh berkepala segi tiga meloncat
keluar dari rombongan dan menerjang ke dalam garis racun,
namun begitu menyentuh racun tersebut badannya segera
kaku dan mati. Dengan tindakan ular tadi, rombongan ular lainnya segera
mendesis saling bersautan, kembali ber-ratus2 ekor ular
menerjang masuh ke dalam garis racun tersebut.
Entah racun keji apa yang telah digunakan Tok Chiu Yok
Ong, hasilnya ternyata luar biasa sekali, setiap kali tubuh ular2
itu menyentuh bubuk racun tadi, seketika itu juga binatang
berbisa itu keracunan dan mati seketika itu juga.
Namun suatu kejadian aneh telah berlangsung pula, berada
dihadapan raja ular berjengger merah tadi ternyata
rombongan ular berbisa itu telah jadi binatang2 yang tidak
takut mati, rombongan depan mati binasa rombongan
berikutnya segera menyusul kedepan, dalam sekejap saja
bangkai ular2 tersebut telah menutupi garis racun tersebut,
sehingga dengan demikian terbentuklah sebuah jembatan
penyebrang yang terdiri dari bangkai ular.
Menyaksikan taktik ular berbisa itu, kembali Tok Chiu Yok
Ong ayunkan tangan kanannya kedepan, segenggam bubuk
beracun segera tersebar kembali diatas garis racun tadi,
sementara itu dengan ilmu menyampaikan suara ia berseru,
"Bubuk beracun yang loohu miliki hampir habis digunakan,
apabila sampai terjadi keadaan itu maka terpaksa cuwi
sekalian harus andalkan kepandaian silat untuk menghadapi
ular2 itu. Menurut pandangan loohu, satu2nya jalan untuk
pukul mundur rombongan ular ini hanya terletak diatas tubuh
raja ular berjengger merah tersebut".
Dalam pada itu raja ular berjengger merah tadi bergerak
kedepan melewati jembatan penyebrang yang terdiri dari
bangkai ular tersebut. Bersamaan itu pula rombongan ular lainnya pun bergerak
pula dari belakang mengikuti tindakan raja ularnya.
"Apakah Yok Ong mempunyai akal untuk menghadapi si
raja ular itu?" bisik Sang Pat.
"Seandainya cuma raja ular itu belaka, loohu masih
sanggup untuk menghadapinya, tapi pada saat ini ia diiringi
oleh rombongan ular yang sebagian besar terdiri dari ular2
beracun, aku rasa sulit bagiku untuk turun tangan".
Tiba-tiba Siauw Ling ayunkan tangannya, segulung angin
tajam menyambar keluar dari ujung jarinya langsung
mengancam raja ular tersebut.
Serangan ini dilancarkan amat cepat, lagipula angin
serangan dahsyatnya luar biasa, sasaran yang diancam bukan
lain adalah jengger diatas kepala raja ular itu.
Rupanya si raja ular tersebut mempunyai firasat yang
tajam, tatkala angin serangan menyambar datang badannya
segera menyusut dan menghindar kesamping.
Traaak.... traaak....! dua ekor ular berbisa mengiringi
dibelakang raja ular berjengger merah itu seketika termakan
serangan dan binasa seketika itu juga.
Menyaksikan gerakan raja itu, Siauw Ling tertegun,
gumamnya: "Sungguh aneh sekali, apakah ular beracun
itupun pandai bersilat?"
"Walaupun ular itu tak pandai bersilat, tetapi firasat serta
ketajaman pendengaran ular ini sudah mencapai titik yang
luar biasa" sahut Tok Chiu Yok Ong menerangkan.
Untung sekali Tok Chiu Yok Ong telah membuat garis racun
kembali, maka gerakan raja ular berjengger merah serta anak
buahnyapun kembali terhadang.
"Aaah; benarkah ada kejadian seperti ini" seru Siauw Ling.
Sreet! pedangnya segera dicabut keluar, "Rupanya aku harus
berusaha membinasakan raja ular itu terlebih dahulu
kemudian baru berusaha untuk menghadapi rombongan ular
berbisa itu, lebih baik janganlah mengusik raja ular berjengger
merah itu lebih dahulu sehingga mengakibatkan amarahnya.
"Asal sekali babat kupenggal tubuhnya jadi dua, bukankah
urusan jadi beres?" "Menurut penglihatan loohu, kulit ular ini sangat keras dan
kebal terhadap bacokan golok maupun pedang".
"Benarkah terhadap peristiwa semacam ini!" tiba-tiba Siauw
Ling melangkah maju dua langkah kedepan.
"Kalau kau tak percaya, tanyakan saja kepada sepasang
pedagang dari Tiong Chiu.
Sinar mata Siauw Ling segera beralih ke atas wajah Sang
Pat. "Benarkah ada kejadian seperti ini!" tanyanya.
"Dikolong langit memang terdapat sejenis ular aneh yang
kebal terhadap segala bacokan golok maupun pedang.
sedangkan mengenai raja ular berjengger merah ini benarkah
kebal terhadap bacokan senjata, siauw-te sendiri kurang
begitu jelas." "Tentu saja ular itu kebal terhadap senjata." Yok Ong
segera menambahkan dari samping.
"Sekalipun ular itu kebal terhadap senjata, tak mungkin
bukan bagi kita untuk bertahan terus dalam posisi seperti ini"
apakah kita harus menunggu sampai rombongan ular itu
berhasil melampaui garis racun kemudian baru turun tangan
menghadapinya?" "Loohu sih mempunyai akal untuk menghadapi si raja ular
itu!" "He he he he saat apakah saat ini, keadaan apakah
keadaan kini" buat apa kau jual lagak merahasiakan akal
baumu itu ?" jengek Tu Kioe sambil tertawa dingin.
"Lebih baik loohu terangkan lebih dahulu perkataanku."
"Perkataan apa?"
"Apabila Loohu berhasil menangkap raja ular berjengger
merah ini, maka raja ular itu akan menjadi milik loohu."
"Hanya masalah kecil itu saja buat apa dirundingkan lagi?"
sela Siauw Ling. "Asal kau bisa mengusir binatang itu,
sekalipun kau mulai semua ular yang ada disinipun boleh kau
ambil semua". "Loohu ada maksud demikian, tentu saja ada baiknya
kuterangkan lebih dahulu".
Tu Kioe segera tertawa dingin dan menjengek ;
"Dengan menampuh bahaya kami datang kemari,
maksudnya bukan lain adalah untuk mencarikan obat
mustajab bagi putrimu kalau memang anda berbuat begitu
lebih baik, kalau kita undurkan diri dari lorong ini, daripada
menempuh bahaya lebih jauh".
"Haaa.... haaa.... pada saat serta keadaan seperti ini,
kendati cuwi sekalian ada maksud hendak mengundurkan diri
dari dalam lorong gua inipun aku rasa tak mungkin bisa
terpenuhi harapan tersebut."
Tiba-tiba ia ayunkan tangannya kedepan, segulung angin
pukulan yang maha dahsyat segera menyapu kedepan, diikuti
sang tubuhnya menerjang kedepan langsung merangsek ke
arah raja ular berjengger merah itu.
Mula2 raja ular berjengger merah itu tertekan dulu oleh
pukulan udara kosong dari Tok Chiu Yok Ong, badannya
segera berjumpalitan beberapa kali diatas tanah. Oleh
tindakan tersebut sifat buasnya langsung terumbar,
menyaksikan si Raja Obat Bertangan Keji mendesak datang
mulutnya segera dipentang lebar2 siap memagut tubuh
musuhnya. Tok Chiu Yok Ong tidak jadi gugup oleh ancaman tersebut,
dengan sebat tangan kanannya diayun kedepan, sebutir pil
yang telah dipersiapkan segera dilemparkan ke dalam mulut
raja ular berjengger merah itu, sementara tubuhnya dengan
cepat meloncat mundur kembali sejauh lima langkah.
Klukluuk....! tiba-tiba si raja ular berjengger merah itu
mengabitkan ekornya keras2, rombongan ular berbisa yang


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada dibelakangnya seketika terhajar telak sehingga berpuluh2
ekor banyaknya mati hancur mulutnya dipentang
lebar2 dua ekor ular berbisa berwarna hijaupun seketika
disambar lalu ditelah ke dalam perutnya mentah2.
Rupanya rombongan itu menaruh rasa jeri yang bukan
kepalang terhadap si Raja ular itu, walaupun mereka
diganyang, digigit dan ditelan namun tak seekorpun diantara
ular2 itu berani melawan, buru-buru mereka mengundurkan
diri ke belakang. Menyaksikan pembantaian besar2an terhadap ular berbisa
oleh si raja ular berjengger merah itu, diam2 Siauw Ling
merasa ngeri sehingga tak tahan ia menghela napas panjang.
Irama seruling yang mengendalikan rombongan ular
berbisa itu mendadak berhenti bergema jelas disebabkan
kekalapan si raja ular berjengger merah itu, yang
mengakibatkan rombongan ular2 berbisa itu tak mau
dikendalikan lagi oleh irama seruling tersebut.
Ketika menyerang datang tadi rombongan ular itu bergerak
dengan cepatnya, kini tatkala mengundurkan diri gerakan
merekapun tak kalah gesitnya, dalam sekejap mata dalam
lorong tersebut cuma tertinggal si raja ular berjengger merah
itu belaka. Waktu itu raja ular berjengger merah tadi sudah tidak
segagah dan seganas tadi lagi. dengan tenang ia berbaring
diatas tanah tanpa berkutik barang sedikitpun jua.
Tok Chiu Yok Ong memperhitungkan daya kerja obat yang
telah mulai menunjukkan pengaruhnya, per-lahan-lahan
didekatinya raja ular tadi, tangan kirinya ambil keluar sebuah
kantung kain dalam sakunya sementara tangan kanannya
mencengkeram ular tersebut.
Bagaikan terkena obat bius, raja ular berjengger merah itu
sama sekali tidak berkutik maupun menunjukkan reaksi
apapun ketika si raja obat bertangan keji mencengkeram
tubuhnya dan memasukkannya ke dalam kantong kain.
Menyaksikan itu si raja obat bertangan keji menunjukkan
wajah kegirangan tatkala berhasil memasukkan raja ular
berjengger merah itu ke dalam kantong kain, dalam hati Sang
Pat segera berpikir, "Rupanya raja ular berjengger merah ini
mempunyai kegunaan yang sangat besar.... kalau tidak ia tak
akan menunjukkan wajah yang begitu kegirangan...."
Maka ia lantas berseru, "Yok Ong, kiong hie.... kiong hie....
kau telah berhasil menangkap raja ular berjengger merah itu!"
"Haa.... haa.... terima kasih, terima kasih...."
Rupanya ia tidak ingin mengutarakan keluar rahasia dalam
hatinya, tapi akhirnya ia tak dapat menahan diri dan
melanjutkan kembali kata2nya, "Dlaam sejilid kitab kuno yang
kumiliki, secara kebetulan sekali loohu berhasil membaca
catatan mengenai Raja Ular berjengger merah ini sungguh tak
nyana ini hari aku berhasil menjumpainya".
"Kalau didengar dari nada ucapan Yok Ong, agaknya raja
ular berjengger merah ini merupakan seekor ular yang
mustajab serta mahal sekali harganya...." sela Tu Kioe.
"Benda kuno yang mujarab tentu saja punya kegunaan
yang besar, terutama sekali binatang yang amat langka ini,
berguna sekali bagi kesehatan putriku".
"Dapatkah digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang
diderita putrimu?" tanya Siauw Ling.
Tok Chiu Yok Ong termenung sejenak, kemudian gelengkan
kepalanya berulang kali. "Tidak dapat" sahutnya. "Kecuali kalau kita berhasil
mendapatkan jamur batu berusia seribu tahun itu...."
Rupanya ia tidak ingin membicarakan soal raja ular
berjengger merah itu lebih jauh, setelah mengikat kencang2
mulut kantong kain tadi serta dimasukkan ke dalam saku
kemudian mengebaskan tangannya menyapu bersih garis
racun yang ada diatas tanah.
Siauw Ling geser badannya mendahului untuk berjalan
dipaling depan, namun Sang Pat segera merintangi jalan
perginya sambil berbisik lirih, "Biarkanlah Yok Ong berjalan
dipaling depan bukankah dia atau toako adalah sama saja?"
Setelah melalui dua buah tikungan, lorong batu itu
mendadak semakin melebar.
Diam2 Siauw Ling memperhitungkan jarak yang telah
ditempuh, ia duga pada saat ini mereka telah berada puluhan
tombak dilambung bukit karang dan sudah seharusnya telah
tiba diruang batu tempat kediaman si kakek tua berpenyakitan
itu. Sementara ia masih termenung, tiba-tiba terdegnar Tok
Chiu Yok Ong membentak keras, "Kawanan tikus, berani
kurang ajar?" Tangan kanannya diayun kedepan, laksana kilat ia
melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Angin pulukan yang maha dahsyat segera saling bertemu
diangkasa kesunyian yang mencekam lorong tersebut
terdengar angin men-deru2 diseluruh penjuru tempat.
Bersamaan dengan terjadinya bentrokan tadi,
berkumandanglah suara teguran dari seseorang dengan suara
yang dingin dan kaku, "Kalian semua tanpa sebab tanpa
tujuan mendatangi istana batu kami, sebenarnya apa maksud
kalian?" Sementara Tok Chiu Yok Ong hendak menyahut, Siauw
Ling telah keburu buka suara lebih dahulu ;
"Untuk menolong selembar jiwa seorang nona cayhe
sekalian sengaja datang kemari untuk mengambil sejenis obat.
aku rasa maksud tujuan kami tentu sudah disampaikan Songheng
kepada diri heng-thay!"
"Siapakah kau?" kembali suara yang dingin ketus itu
berkumandang datang. "Cayhe Siauw Ling, lima tahun berselang atas pertolongan
Song-heng serta seorang heng-thay yang lain cayhe pernah
mengunjungi tempat ini."
"Hmm! panjang benar usiamu! tebing dan jurang sedalam
ribuan tombak ternyata tidak sampai menghancurkan
tubuhmu." Suatu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, dengan
cepat ia berseru, "Apakah anda adalah majikan kecil yang
pernah berjumpa satu kali dengan aku orang she Siauw pada
lima tahun berselang?"
"Sungguh tak nyana kau masih ingat akan peristiwa itu."
orang itu merandek sejenak, tiba-tiba dengan nada ketus
sambungnya, "Membabat rumput tidak sampai ke-akar2nya.
angin musim semi berhembus lewat, tumbuh kembali sang
rumput tersebut. seandainya pada lima tahun berselang anda
mati terbanting, maka ini hari dalam istana batuku tak akan
terjadi peristiwa semacam ini".
"Keparat cilik, bisakah kau menggunakan kata2 yang sedikit
tahu sopan dan enak didengar?" hardik Tu Kioe penuh
kegusaran. "Siapakah kau?"
"Tu Loo-jie...."
"Sepasang pedagang dari Tiong Chiu yang bernama
kosong" sambung sang Pat cepat.
"Loohu adalah si raja obat bertangan keji" Yok Ong
menyambung. "Tersohor dalam Bu-lim karena kelihayannya
dalam ilmu pertabiban, namun dapat pula mencabut jiwa
orang dengan melepaskan racun keji".
Orang itu termenung beberapa saat lamanya kemudian
menyahut ; "Ooou...." kiranya kalian semua adalah jago-jago Bu-lim
yang mempunyai nama besar...."
"Terima kasih, terima kasih, kami...."
"Hmm! tidak aneh kalau kalian congkak, sombong dan tidak
pandang sebelah mata terhadap orang lain...." tukas orang itu
dengan mempertinggi suaranya.
"Kurang ajar!" bentak Tu Kioe naik pitam. "Bagus cilik, ayoh
unjukkan dirimu, mari kita bergerak tiga ratus jurus lebih
dahulu...." "Baik! bila cayhe tidak unjukkan diri nanti kalian anggap
aku jeri kepada kalian semua"
Bersama selesainya ucapan tersebut, dari balik tikungan
beberapa tombak dihadapan rombongan para jago itu muncul
sesosok bayangan manusia.
Sang Pat angkat tinggi2 mutiaranya dan memandang lebih
seksama ke arah depan, tampaklah orang yang barusan
munculkan diri itu berwajah putih bersih, berambut halus serta
memakai baju berwarna hijau.
Melihat munculnya orang itu, Tok Chiu Yok Ong segera
ayunkan tangannya siap melancarkan segenggam bubuk
racun. Namun tindakan itu segera dihalangi oleh Siauw Ling.
Yok Ong, jangan bertindak gegabah!" serunya lirih.
Sementara itu orang yang berbaju hijau tadi sudah berada
enam tujuh depa dihadapan beberapa orang itu, ia lantas
berhenti dan berkata dengan nada dingin, "Cuwi sekalian
merasa asing terhadap daerah sekitar tempat ini, apabila
menderita kalah disini aku takut kalian akan kalah dengan hati
tidak puas". Tiba-tiba ia angkat tangannya dan bertepuk tangan dua
kali. Tampak cahaya api berkelebat lewat, dari balik tikungan
per-lahan-lahan muncul dua orang gadis berbaju hijau yang
membawa lampu lentera tinggi-tinggi.
Kedua orang gadis itu memakai pakaian ringkas yang ketat,
sebilah pedang panjang tergembol diatas punggungnya.
Dengan kehadiran kedua orang gadis itu, suasana dalam
lorong batu itupun dalam sekejap mata jadi terang benderang,
setiap benda yang ada disanapun bisa terlihat jelas.
Kedua gadis tadi langsung mendekati pemuda berbaju hijau
itu, setelah meletakkan lampu lentera tersebut disana,
merekapun putar badan dan mengundurkan diri.
Tok Chiu Yok Ong berpaling melirik sekejap ke arah Siauw
Ling, lalu ujarnya: "Mungkin kau masih punya kesabaran
untuk menanti, sayang loohu tidak punya kesabaran lagi untuk
mengulur waktu lebih jauh,"
Sambil berseru tiba-tiba ia melangkah maju kedepan.
"Kembali!" bentak pemuda berbaju hijau itu tiba-tiba sambil
ayunkan tangan kanannya. Segenggam cahaya berwarna ke-perak2an laksana kilat
segera meluncur ke arah depan.
Menyaksikan datangnya ancaman Si Raja Obat Bertangan
Keji miringkan badannya untuk menghindar, sementara
hatinya merasa amat terperanjat, pikirnya ;
"Sungguh dahsyat tenaga sambitan yang dimiliki orang ini."
Tampak Siauw Ling menggerakkan pergelangan kanannya,
laksana kilat ia cabut keluar pedangnya kemudian dibabat ke
arah depan, Ting tang ting tang ditengah suara dentingan
yang nyaring, empat batang jarum kecil berwarna keperak2an
yang memancarkan cahaya tajam segera rontok ke
atas tanah. Bersamaan dengan rontoknya jarum perak tersebut ke atas
tanah, pedang Siauw Ling pun telah dimasukkan kembali ke
dalam searung. Tok Chiu Yok Ong berpaling melirik sekejap ke arah Siauw
Ling, sedang dalam hati ia memuji tiada hentinya.
"Ilmu pedang yang amat cepat permainan pedangnya
benar2 sangat hebat."
Per-lahan-lahan iapun muncur beberapa tombak ke
belakang. Dalam pada itu Siauw Ling telah maju kedepan sambil
menjura katanya, "Sebelumnya cayhe ingin mengutarakan
rasa terima kasih buat pertolongan kalian pada diriku pada
lima tahun ini, sekalipun cayhe tidak tahu maksud apakah
yang terkandung dalam hati ayahmu, namun bagaimanapun
juga dia telah menolong selembar jiwaku...."
"Hmm! apabila bukan disebabkan rasa welas kasih dari
mendiang ayahku, ini haripun tak akan muncul bibit bencana
yang datang bikin keonaran disini."
"Kehadiran cayhe ditempat ini sama sekali tidak
mengandung maksud jahat, harap Heng-thay suka
mengijinkan kepada cayhe sekalian untuk berdiam selama
setengah harian di dalam gua batu ini. dan paling cepatpun
satu jam. setelah itu kami segera akan menarik diri dan tidak
akan berdiam lebih lama lagi disini."
"Heee.... heee.... heee.... hanya andalan kecepatan gerak
anda di dalam mencabut pedang serta menyampok rontok
senjata rahasia tadi?" jengek orang berbaju hijau itu tertawa
dingin. "Siauw-te sama sekali tiada maksud untuk mempamerkan
kepandaian dihadapan Heng-thay."
"Tapi perbuatanmu itu telah membangkitkan napsu ingin
menang dalam hati kecilku."
Melihat kesombongan orang, Tu Kioe naik pitam, bentaknya
; "Toako kami mengutamakan kebajikan dan kebenaran ia
sudah memohon dengan cara yang baik dan tidak ingin
menimbulkan banyak urusan ditempat ini, kau anggap kami
benar2 jeri terhadap dirimu?"
"Arak kehormatan tidak mau dicicipi, justru mencari arak
hukuman. Eeei.... saudara, aku nasehati dirimu lebih baik
janganlah cari kerepotan buat dirimu sendiri, sebab rasanya
pada waktu itu pasti tidak enak" sambung Sang Pat pula.
Orang berbaju hijau itu mendongak dan segera tertawa terbahak2.
"Haaa.... haa.... kalau ditinjau dari kecepatan gerak Siauw
Ling dalam mencabut pedangnya tadi, mungkin ia masih
sesuai untuk bertanding melawan diriku, Sedang kalian
berdua.... Hemmm! tidak lebih hanya merupakan manusia
yang pandai pentang bacot belaka."
"Bagus! bagaimana kalau aku Tu Kioe mohon beberapa
petunjuk darimu terlebih dulu?" tantang Si Pit besi berwajah
dingin ini sambil meloncat kedepan.
Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut, senjatapun
telah dicabut keluar, gelang pelindung ditangan kiri sedang
senjata pit bajanya ada di tangan kanan.
Belum sampai badannya menerjang kedepan, terdengar
Siauw Ling telah membentak keras, "Saudara Tu, ayoh cepat
mundur ke belakang" Walaupun wwajah Tu Kioe diliputi kegusaran, namun ia tak
berani membangkang perintahnya. mendengar bentakan
tersebut terpaksa ia tarik kembali senjatanya dan
mengundurkan diri ke belakang.
Per-lahan-lahan Siauw Ling melangkah maju tiga langkah


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedepan, katanya, "Kecuali saling bergebrak, apakah tiada
cara lain yang bisa dilakukan sehingga anda suka mengijinkan
kami sekalian berdiam selama setengah hari ditempat ini?"
"Tiada jalan lain lagi...."
"Jadi kalau begitu terpaksa kita harus saling bertempur?"
"Cara sih masih ada satu, hanya saja entah anda suka
menyanggupi atau tidak, sebab kalau cuma melulu bicara saja
sama sekali tiada berguna".
"Asal cayhe dapat lakukan pasti akan kuusahakan sedapat
mungkin". Dengan sepasang mata yang memancarkan cahaya tajam,
orang berbaju hijau itu mengawaasi wajah Siauw Ling tajam2,
kemudian ujarnya ; "Kau pasti kenal bukan dengan Gak Siauw Cha...."
Bagaikan dadanya digodam orang dengan martil besar,
seluruh tubuh Siauw Ling gemetar ke atas.
"Tidak salah, saat ini nona Gak berada dimana?" segera
serunya. "Kau ingin berjumpa dengan dirinya?" senyuman yang amat
menyeramkan berkelebat diatas wajah orang berbaju hijau.
Sedikitpun tidak salah, harap Heng-thay suka memberi
petunjuk satu jalan terang bagi diriku"
"Hey orang she Siauw" tiba-tiba Tok Chiu Yok Ong menyela
dari samping mereka. "Pada saat ini tujuan kita yang
terpenting adalah mengambil obat, janganlah kau lupakan
akan janji yang pernah kau ucapkan dihadapan loohu".
Per-lahan-lahan Siauw Ling berpaling, sinar matanya yang
tajam menatap wajah si raja obat itu tajam2, lama sekali ia
baru mengangguk. Sinar matanya segera dialihkan kembali ke arah pemuda
berbaju hijau itu, dan sambungnya lebih lanjut ;
"Persoalan yang menyangkut diri Gak lebih baik kita
bicarakan nanti saja, sekarang ijinkanlah kami sekalian untuk
mengambil obat lebih dahulu...."
"Obat apa yang hendak kalian ambil?"
"Bukankah dibelakang istana batu milik anda ini terdapat
sebuah air terjun yang amat besar?"
"Sedikitpun tidak salah"
"Obat yang hendak kami ambil tumbuh diatas dinding
tebing yang curam tepat dibawah air terjun tersebut, semoga
heng-thay suka memberi ijin kepada kami sekalian untuk
berada di dalam istana batu ini kurang lebih satu jam
lamanya." "Obat apakah yang tumbuh diatas dinding curam tersebut?"
"Apakah anda tidak merasa bahwa pertanyaan yang kau
ajukan terlalu banyak?" tukas Tok Chiu Yok Ong cepat.
Orang berbaju hitam itu termenung sejenak, akhirnya ia
mengangguk. "Baiklah! cayhe akan melanggar kebiasaan dengan
mengijinkan kalian untuk berdiam dalam istana batuku, tapi
ingat! jangan sampai melampaui batas waktu selama satu
jam!" "Satu jam sudah cukup buat kami."
Orang berbaju hijau itupun bertepuk tangan kembali
sebanyak tiga kali, dua orang gadis berbaju hijau segera
munculkan diri dengan cepat, setibanya dihadapan majikannya
mereka menjura dan bertanya, "Kongcu, ada perintah apa?"
"Bawa lampu lentera dan hantar mereka ke belakang
gunung berisi air terjun tersebut."
Kedua orang gadis itu mengiakan, setelah mengambil
lampu lentera tadi dari dinding lorong, serunya berbareng ;
"Budak berdua akan membawakan jalan bagi cuwi
sekalian!" Sebelum kedua orang gadis itu berlalu, dalam sekejap mata
bayangan tubuhnya yang sudah lenyap dibalik tikungan.
Sepeninggalnya orang berbaju hijau itu, Sang Pat segera
berbisik kepada diri Siauw Ling.
"Toako, aku melihat situasi yang kita hadapi rada sedikit
tidak beres, tatkala bangsat cilik ini selesai mengetahui
bahwasanya toako kenal dengan diri nona Gak Siauw Cha,
tiba-tiba pikirannya berubah dan mengijinkan kita untuk
mengambil obat, aku rasa dia pasti mengandung maksud
tertentu, kita harus ber-siap2 untuk menghadapi segala
kemungkinan." "Tidak mengapa" sela Tok Chiu Yok Ong. "Loohu telah
melepaskan racun keji ke atas tubuh orang itu, dalam satu
jam mendatang racun keji yang bersarang dalam tubuhnya
segera akan menunjukkan daya kerjanya."
"Benarkah itu?" tanya Siauw Ling sambil memandang
sekejap ke arah si raja obat.
"Belum pernah loohu berbicara bohong."
Mendadak terdengarlah dua orang dayang pembawa lampu
lentera yang berjalan didepan sambil tertawa cekikikan tiada
hentinya. "Budak busuk yang tak tahu diri, apa yang sedang kalian
tertawakan?" tegur Si Raja Obat Bertangan Keji dengan amat
gusarnya. Dayang yang ada disebelah kiri mendadak berpaling dan
memandang sekejap ke arah Tok Chiu Yok Ong, kemudian
sahutnya, "Kakek tua celaka, aku harap dalam berbicara
tahulah sedikit kesopanan. walaupun kami adalah dayang2
orang lain, tetapi kecuali kongcu kami belum pernah kami
suka tunduk kepada orang lain."
Tok Chiu Yok Ong benar2 merasa amat gusar sekali, hawa
napsu membunuh mulai terpancar keluar dari sepasang
matanya, tapi teringat bahwasanya urusan tersebut hanyalah
suatu kejadian kecil, ia tidak ingin menghancurkan masalah
besar oleh karena peristiwa tersebut maka dengan paksakan
diri si orang tua inipun bersabarkan diri.
Tu Kioe berpaling memandang sekejap ke arah Tok Chiu
Yok Ong, menyaksikan si kakek tua itu melototkan sepasang
matanya bulat2 saking tak kuat menahan hawa kegusaran
yang ber-kobar2, dalam hati ia merasa amat geli, pikirnya,
"Nah! sekarang baru tahu rasa.... demi putrimu yang
berpenyakitan, kau harus rasakan kemangkelan yang luar
biasa ini...." Sementara itu Siauw Ling pun merasa sangat tidak puas
dengan perbuatan Tok Chiu Yok Ong yang telah melepaskan
racun kejinya secara diam2, kepada salah seorang diantara
kedua orang dayang tersebut katanya, "Diantara kalian
berdua, satu saja rasanya sudah cukup untuk menghantar
kami ketempat tujuan, aku harap salah satu diantara kalian
suka mengabarkan kepada kongcu kalian bahwa dia telah
keracunan, suruhlah dia mengerahkan tenaga untuk mencoba
hawa murninya apakah benar2 keracunan atau tidak".
"Tak perlu dicoba lagi" sela Tok Chiu Yok Ong. "Tak dapat
diragukan lagi ia pasti telah keracunan kabarkan saja
kepadanya agar ia baik2 melayani kami selama kami
mengambil obat dan kemudian hantar kami keluar dari istana
batu ini, sepeninggalnya dari sini loohu pasti akan
persembahkan obat penawar untuk melenyapkan racun
tersebut...." Mendengar perkataan itu, dayang yang berada disebelah
kanan kembali tertawa kegelian. serunya, "Setiap hari kongcu
kami makan binatang2 berbisa sebagai santapan yang paling
lezat, kalau dia sampai bisa keracunan lagi.... hi hi hi kejadian
ini pastilah merupakan suatu lelucon yang amat menggelikan
sekali." "Apa" setiap hari kongcu kalian makan binatang berbisa
sebagai santapannya?" tanya Siauw Ling tertegun.
"Sedikitpun tidak salah!" dayang yang berada dikiri
membenarkan, "Jangan dikata kongcu kami, sekalipun budak
sekalipun setiap hari paling sedikit akan menghabiskan tiga
sampai lima ekor ular berbisa."
Siauw Ling merasakan badannya merinding setelah
mendengar cerita itu, sampai2 bulu kuduknya pada berdiri.
"Kalau ditinjau sepintas lalu, wajah maupun potongan
kedua orang dayang ini sangat bersih dan menawan hati,
sungguh tak nyana setiap hari mereka bersantap binatang2
berbisa untuk melanjutkan hidupnya." pikir sianak muda itu di
dalam hati. "Kuah tiga jenis ular, perjamuan lima racun, semuanya
termasuk hidangan2 yang lezat sekali" kata Sang Pat setelah
mendehem ringan. "Hidangan yang telah dimasak oleh koki2 terkenal, apa sih
enaknya?" "Lalu secara bagaimana nona menyantap hidangan2
tersebut?" "Kita tangkap ular itu hidup2 kemudian dimakan begitu
saja, atau kadang kala dipanggang dan dikukuspun sama saja
rasanya" "Kalau anda ingin merasakan hidangan lima racun"
sambung dayang yang ada disebelah kanan. "Maka dikolong
langit tiada hidangan lima racun yang jauh lebih lezat daripada
hidangan istana Batu dari gunung Wu-san kami".
"Nona berdua, jadi kalian melahap ular2 berbisa itu dalam
keadaan mentah?" seru Siauw Ling terperanjat.
"Apa anehnya kejadian ini" kalau kau tidak percaya saat ini
juga dapat kubuktikan kepada kalian dengan melahap seekor
ular berbisa!" "Tidak perlu, tidak perlu.... cayhe percaya dengan
perkataan dari nona berdua" buru-buru Siauw Ling goyangkan
tangannya berulang kali. "Apakah nona berdua sudah lama mengikuti kongcu
kalian?" terdengar Sang Pat bertanya.
Kedua orang dayang itu termenung sejenak, kemudian
dayang yang ada disebelah kiri menyahut;
"Kuranglebih hampir tiga tahun lamanya"
"Tiga tahun berselang, apakah nona berduapun sudah
pandai makan ular berbisa dalam keadaan hidup?"
"Tidak dapat, cara melahap ular berbisa dalam keadaan
hidup2 baru kami pelajari setelah berada disini, itupun setelah
mendapat petunjuk dari kongcu kami".
Mendengar cerita ini, Siauw Ling menghela napas panjang.
"Aaaai....! pada umumnya kaum gadis akan ketakutan
setengah mati apabila melihat ular atau binatang
sebangsanya, namun nona berdua dapat melahap ular2
berbisa dalam keadaan hidup cukup membicarakan soal
keberanian tersebut membuat cayhe merasa amat kagum
sekali katanya. "Ketika untuk pertama kalinya kami tiba disini, hati kamipun
merasa ketakutan tatkala berjumpa dengan ular berbisa itu"
sambung dayang yang ada disebelah kanan. "Tetapi setelah
mencoba satu dua kali melahap ular2 berbisa itu, dengan
sendirinya kamipun tidak takut lagi terhadap binatang2 itu".
Sementara pembicaraan masih berlangsung, kembali
mereka sudah berbelok pada sebuah tikungan.
Dari dinding batu sebelah kanan, secara lapat2 terasa ada
cahaya terang yang menyorot masuk ke dalam lorong.
Suatu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya,
"Bukankah ditempat ini si orang tua yang berpenyakitan itu
merawat sakitnya" sungguh kasihan si orang tua itu, ia
bersikap amat baik sekali terhadap diriku...."
Kenangan lamapun terbayang kembali dalam benaknya,
tanpa tarasa ia sudah menggerakkan langkahnya menuju ke
arah dinding batu dimana cahaya terang tadi berasal.
Kedua orang dayang itu ada maksud menghalangi niatnya,
namun sayang tindakan mereka terlah terlambat setindak.
Siauw Ling telah mengerahkan tenaga dalamnya ketangan
kanan dan menabok ke atas dinding batu tadi, diiringi suara
yang nyaring sebuah pintu batu segera terbentang lebar.
Mungkin ada orang yang terlalu ter-gesa2 meninggalkan
tempat itu sehingga pintu batu itu rapat, maka memancar
keluarlah serentetan cahaya terang dari dalam ruangan
tersebut. Ketika dayang yang ada disebelah kanan menyaksikan
Siauw Ling mendorong pintu batu ruangan tersebut, hatinya
jadi sangat gelisah. pedangnya segera dicabut keluar dari
sarungnya dan membentak penuh kegusaran, "Ayoh cepat
mundur dari sana." Badannya bergerak ke arah depan langsung menerjang ke
arah ruangan batu itu, sementara pedangnya menusuk
ketubuh Siauw Ling. Merasakan datangnya ancaman Siauw Ling kebaskan
tangannya menyampok miring ujung pedang lawan. kemudian
ujarnya lambat2 ; "Lima tahun berselang, cayhe telah berjumpa dengan
majikan tua kalian diruang batu ini. Tatkala itu nona berdua
masih belum menjadi anggota dari istana batu digunung Wusan
ini." Ketika serangan pedangnya kena ditangkis oleh Siauw Ling
hingga miring kesamping, gadis itu merasa amat terperanjat
sekali. "Sungguh dahsyat kepandaian silat yang dimiliki orang ini."
pikirnya di dalam hati. Namun diluaran ia menyahut juga, "Ooouw.... jadi kau
kenal dengan majikan tua kami?"
"Ehmmm, sayang sekali dia telah meninggal dunia."
Sinar matanya berputar menyapu sekejap ke arah ruangan
batu itu, tampaklah lilin berwarna putih memancarkan cahaya
yang redup. horden berwarna putih menutupi dinding, sebuah
peti mati yang terbuat dari kayu berbaring ditengah ruangan.
Sementara itu kedua orang dayang tadi telah menerjang
masuk ke dalam ruangan batu itu, sepasang pedangnya telah
diloloskan dari dalam sarung sedangkan sepasang matanya
memperhatikan gerak gerik Siauw Ling tajam2.
Sie-poa emas sang Pat pun mengikuti dibelakang kedua
orang gadis tadi berjalan masuk ke dalam ruang batu
tersebut, ia ber-jaga2 disisi pintu ruangan.
Sedangkan Tu Kioe serta Tok Chiu Yok Ong berdiri
berdampingan diluar ruangan, dengan demikian terbentuklah
suatu posisi yang sangat kuat untuk menghadapi segala
kemungkinan. Dalam pada itu setelah Siauw Ling memandang sekejap ke
arah peti mati itu, ujarnya, "Di dalam peti mati ini apakah
berisikan jenasah dari majikan tua kalian?"
"Sedikitpun tidak salah, kalau kau berani mengganggu peti
mati itu .... hmmm, jangan harap bisa tinggalkan istana batu
diatas gunung Wu-san ini dalam keadaan selamat".
Teringat kasih sayang serta cinta kasih yang diperlihatkan


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si orang tua itu kepadanya, tak tahan lagi Siauw Ling menjura
dan memberi hormat dalam2 ke arah peti mati itu, bisiknya,
"Untuk kedua kalianya boanpwee datang berkunjung lagi ke
dalam istana batu ini. sungguh tak nyana loocianpwee telah
meninggal dunia...."
Karena sikap Siauw Ling yang menaruh hormat terhadap
peti mati itu lagipula tidak menunjukkan sikap permusuhan
atau mengandung maksud tidak baik, kedua orang dayang
itupun tidak menghalangi gerak gerik sianak muda itu lebih
jauh. Setelah memberi hormat ke arah peti mati itu, sebenarnya
Siauw Ling ingin mengundurkan diri, mendadak suatu ingatan
laksana kilat berkelebat di dalam benaknya.
Ia teringat kembali tatkala berjumpa dengan si kakek tua
itu tempo dulu, agaknya ia pernah melewati sebuah pintu
batu, seandainya tempat dimana peti mati tersebut berada
saat ini adalah tempat yang digunakan si orang tua itu untuk
merawat sakitnya dahulu, maka dibelakang dinding batu itu
seharusnya masih terdapat sebuah ruang cadangan serta
sebuah pembaringan kayu. Teringat akan hal ini, badannya segera maju kedepan
mendekati dinding batu yang diperkirakan disanalah letak
pintu batu itu, sebuah serangan dilepaskan.
Beuuummm....! suara pantulan yang bergema akibat
hantaman tersebut menunjukkan bahwa dibalik dinding batu
itu merupakan sebuah ruangan yang kosong.
Belum sempat Siauw Ling bertindak lebih jauh, tiba-tiba
dayang yang ada disebelah kiri telah menerjang kedepan,
pedangnya bergerak cepat menyambar ke arah tubuhnya.
Siauw Ling segera menghindar kesamping, dengan gerakan
"Hwie-Seng-Cing-Than" ia tangkis datangnya ancaman
tersebut. Tanyanya; "Dibalik dinding batu ini bukankah masih terdapat sebuah
ruang cadangan" apakah nona tahu akan hal ini?"
Ketika pedangnya terkunci oleh babatan telapak Siauw Ling
barusan, buru-buru gadis berbaju hijau itu menarik kembali
serangannya, ia jadi gelisah bercampur gusar. Mendengar
pertanyaan itu dengan penuh kemarahan jawabnya ketus,
"Aku tidak tahu".
Siauw Ling tertawa hambar.
"Sikap majikan tuamu terhadap aku orang she Siauw pada
lima tahun berselang amat baik sekali." ujarnya. "Kebetulan
pada hari ini cayhe dapat kesempatan untuk berpesiar disini,
sudah sepantasnya kalau aku pergi kita jangan membuang
waktu dengan percuma" tukas Tok Chiu Yok Ong dengan nada
dingin. Siauw Ling tidak menggubris ucapan dari si raja obat
bertangan keji itu, tangan kanannya diayun kembali ia
melancarkan sebuah serangan ke atas dinding batu itu.
Dalam pada itu dayang tadi telah menarik kembali
pedangnya, sekali lagi ia getarkan pergelangan melancarkan
sebuah babatan ke arah depan.
Dengan gesit Siauw Ling terhindar kesamping.
"Nona, apakah kau hendak paksa aku untuk turun tangan
merampas senjata tajammu itu?" ancamnya.
"Aku tidak percaya kalau kau punya kemampuan untuk
merampas senjata tajamku."
"Baik, kalau kau tidak percaya lihat saja kelihayan ini!"
Sembari berbicara tangan kanannya laksana kilat meluncur
kedepan, kelima jarinya dipentangkan dan mencekam
pergelangan kanan gadis itu kemudian ujarnya lebih lanjut,
"Nona, tahukah kau bagaimana caranya untuk membuka pintu
batu dari ruang cadangan tersebut?"
Walaupun mulutnya sedang berbicara, namun tangan
kirinya yang berada diatas dinding tiada hentinya bergeser
kesana kemari berusaha menemukan tombol rahasia untuk
membuka pintu batu disana.
Dayang berbaju hijau lainnya jadi amat gelisah tatkala
menyaksikan telapak kiri Siauw Ling tiada hentinya bergeser
diatas dinding batu itu, menjumpai rekannya sudah terjatuh
ketangan sianak muda itu dan bukan saja tak sanggup
melepaskan diri bahkan tepat menghalangi jalan perginya
mendadak ia ayunkan tangannya menghantam ke arah sinar
lilin yang berkobar dengan terangnya itu.
Dia berharap setelah lampu lilin dalam ruangan itu berhasil
dipadamkan, maka usahanya untuk menghadapi diri Siauw
Ling jauh lebih gampang lagi.
Siapa tahu sejak semula Sang Pat si sie-poa emas itu sudah
bikin persiapan, melihat gerakan dayang itu tangan kanannya
segera bergerak mencengkeram persendian tulang sikut
dayang tersebut, lalu diangkatnya ke atas dengan cepat.
Dengan adanya kejadian ini maka gadis itupun sukar untuk
menguasahi serangan telapaknya sendiri, angin pukulan yang
dilepaskan gagal memadamkan sinar lilin diatas meja
sebaliknya malah bersarang diatas dinding batu.
Ilmu silat yang dimiliki kedua orang dayang ini tidak begitu
tinggi, dalam sekali gebrakan saja Siauw Ling serta Sang Pat
telah berhasil menundukkan kedua orang dayang itu.
"Aku berharap agar nona berdua bisa sedikit tahu diri" ujar
Sang Pat dengan nada dingin. "Apabila tindakan kalian sampai
membangkitkan kegusaran cayhe, jangan salahkan kalau aku
akan bertindak kejam kepada kalian berdua...."
Sembari berbicara diam2 tenaga dalamnya dipertingkat,
membuat dayang itu seketika itu juga kesakitan setengah
mati. sampai2 keringat dingin mengucur keluar dengan
derasnya. Telapak kiri Siauw Ling yang menempel diatas dinding
bergeser tiada hentinya, dalam sekejap mata beberapa depa
dinding tadi sudah selesai dirabanya dan tombol rahasiapun
berhasil ia temukan. Kraak....! pintu batu itupun terbuka dengan menimbulkan
suara amat keras. Siauw Ling membayangkan kembali letak pembaringan dari
si orang tua itu. belum sampai ia melangkah masuk ke dalam
ruang cadangan itu, mendadak terdengar suara bentakan
yang amat dingin berkumandang datang, "Siapa?"
Suara tersebut bukan lain berasal dari tempat pembaringan
kayu yang digunakan si orang tua itu tempo dulu.
Dengan cepat Siauw Ling menggerakkan jari tangannya
menotok jalan darah dayang itu, kemudian miringkan badan
dan menerjang masuk ke dalam ruangan, sepasang telapak
disilangkan didepan dada siap menghadapi segala
kemungkinan sedang mulutnya balik bertanya, "Siapa pula diri
anda?" Gerakannya sungguh cepat sekali begitu pertanyaan selesai
diutarakan badannya telah menerjang ke dalam ruangan.
Suasana dalam ruangan itu gelap gulita, walaupun Siauw
Ling memiliki ketajaman mata yang luar biasa namun setelah
berada di dalam ruang cadangan itu ia tak sanggup
menyaksikan sesuatu apapun.
Terdengar suara yang dingin dan hambar itu
berkumandang kembali ; "Ruangan ini tak boleh dikunjungi terlalu lama, harap kalian
segera mengundurkan diri dari sini."
Pada saat itu tercium bau amis yang amat tebal dan keras
berhembus keluar dari dalam ruangan itu, buru-buru Siauw
Ling meloncat mundur dua langkah ke belakang dan keluar
dari pintu batu itu. Kraaak.... kraaak secara otomatis pintu batu dari ruang
cadangan itu menutup kembali seperti sedia kala.
Menanti sang pintu telah tertutup rapat, Siauw Ling pun
menggerakkan telapaknya membebaskan jalan darah sang
dayang yang tertotok itu, tanyanya, "Dalam ruang cadangan
inilah majikan tua kalian merawat sakitnya pada masal
lampau, tahukah kau akan hal ini?"
"Siapa bilang aku tidak tahu?" sahut dayang itu sambil
menghembuskan napas panjang.
Siauw Ling tidak bicara lagi, ia berpaling ke arah Sang Pat
dan perintahnya, "Lepaskan dia!"
Sang Pat tidak berani membangkang, ia sambung kembali
persendian sikut dayang itu lalu melepaskan dirinya.
"Toako kami berhati luhur dan bijaksana, selamanya ia
paling tidak suka melukai orang secara sembarangan katanya
"Seandainya ia ada maksud membereskan diri nona, mungkin
dalam sekilas pandang kalian sudah roboh binasa, maka dari
itu aku minta agar kalian berdua suka menjawab seluruh
pertanyaannya dengan jujur, kalau sampai menggusarkan
hatinya, aku tak berani tanggung jawab kalau diri kalian
sampai terjadi sesuatu".
Kedua orang dayang itu saling berpandangan sekejap,
kemudian memungut kembali pedangnya dari atas tanah dan
dimasukkan ke dalam sarung, ujarnya setelah memandang
sekejap ke arah Sang Pat serta Siauw Ling;
"Sebenarnya siapakah diantara kalian berdua yang berusia
lebih lanjut...." "Dalam dunia persilatan, urutan kedudukan seringkali
didasarkan atas kelihayan ilmu silat yang dimiliki, dia yang tua
atau aku yang lebih tua bukan suatu masalah penting...."
sahut Sang Pat. Setelah merandek sejenak, tambahnya ;
"Apabila nona berdua tidak ingin mencicipi pahit getirnya
ditangan kami, lebih baik janganlah bermain setan didepan
kita bertanya ini itu hanya akan mendatangkan kerugian pada
diri sendiri." Salah satu diantara kedua orang dayang itu mendengus
dingin, tiba-tiba ia berkata, "Kami mendapat tugas dari kongcu
untuk membawakan jalan bagi cuwi sekalian, apabila kalian
ingin menanyakan persoalan lain silahkan bertanya sendiri
kepada kongcu kami! Hmmm, jangan harap kalian bisa paksa
kami berdua untuk buka suara, sekalipun kalian punya
keberanian untuk membunuh kami, mulut kamipun tak akan
terbuka untuk menjawab pertanyaan2 kalian itu."
Pada waktu itulah Tok Chiu Yok Ong kembali berkata
dengan nada dingin, "Batas waktu satu jam sudah hampir
habis apabila kalian sampai melalaikan tujuan kita datang
kemari untuk mengambil obat, jangan salahkan loohu tak
akan melepaskan kalian bertiga."
Walaupun dalam hati Siauw Ling masih diliputi pelbagai
kecurigaan, terpaksa menahan diri dan berjalan keluar dari
ruang batu itu. "Baiklah, harap kalian berdua suka membawa aku pergi ke
belakang gunung!" Kedua orang dayang itu segera keluar dari ruang batu itu
dan melanjutkan perjalanannya ke arah depan.
Siauw Ling sekalian dengan kencangnya mengikuti dari
belakang kedua orang dayang itu, dalam sekejap mata
kembali mereka sudah melewati tikungan dan secara sayup2
mulai kedengaran suara air terjun yang santar dan
memekikkan telinga. Mendengar dayang yang ada disebelah kiri mempercepat
langkah kakinya, ia menekan sebuah dinding batu dan
terbukalah sebuah pintu batu disana.
"Kita sudah sampai ditempat tujuan". katanya. "Diluar pintu
batu itulah letak air terjun tersebut".
Tok Chiu Yok Ong mempercepat langkahnya mendekati
pintu batu itu, ketika ia mengangkat kepalanya maka
tampaklah sebuah air terjun yang amat besar memuntahkan
airnya dari atas sebuah puncak gunung yang tinggi dan terjal.
dasar jurangnya begitu dalam sehingga sukar ditembusi
dengan pandangan mata. Siauw Ling mamandang sekejap ke arah Tok Chiu Yok Ong,
lalu ujarnya, "Jamur batu tersebut tumbuh disekitar dinding
tebing yang curam dan berada dibawah air terjun ini, tempo
dulu cayhe terperosok ditempat ini, mula2 aku menyangka
diriku pasti mati, siapa sangka ditengah jalan secara kebetulanaku berhasil mencengkeram sebuah tonjolan baru, sehingga
selembar jiwaku berhasil diselamatkan".
"Berapa jauhkah jarak antara tonjolan batu cadas itu
dengan mulut goa disini?"
"Tentang soal ini, cayhe sudah tak ingat lagi...."
"Kira2 berapa tingginya" jawab saja menurut pikiranmu
sendiri". "Paling sedikit ada seratus tombak!"
"Siapa diantara kita berdua yang akan turun?"
"Tentu saja kau si raja obat bertangan keji yang turun
kebawah" sela Tu Kioe dengan cepat. "Toako kami sudi
membawa dirimu datang kemari, boleh dikata ia sudah
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya".
"Menurut perjanjian loohu dengan diri Siauw Ling, adalah
aku suruh ia datang kemari untuk mendapatkan obat
mustajab tersebut". "Jadi bagaimana menurut pedapat Yok Ong?"
"Seandainya membiarkan kau turun kebawah seorang diri,
seumpama kata setelah kau berhasil mendapatkan obat
mustajab itu lantas tidak mau naik lagi ke atas maka usaha
loohu akan menemui kegagalan total...."
"Betul! maka lebih baik Yok Ong turun saja seorang diri"
sambung Sang Pat sambil tertawa.
Tok Chiu Yok Ong segera tertawa dingin, sambungnya ;
"Apabila loohu yang turun seorang diri, dan ditengah jalan
mendadak kalian putuskan tali pengikat tersebut, bukankah
tubuh loohu akan hancur ber-keping2 didasar jurang yang
dalamnya ribuan tombak ini?"
"Perkataan yang diucapkan kami bersaudara selamanya
boleh dipercaya, tidak nanti kami putuskan tali pengikat
tersebut ditengah jalan".
"Sekalipun begitu namun rasa was2 harus tetap ada di
dalam hati kecil loohu".
"Batas waktu selama satu jam akan berakhir dalam sekejap
mata, apabila terlalu banyak persoalan yang Yok Ong pikirkan,
hal ini akan mendatangkan ketidak beruntungan bagi kita
semua". "Benar, setelah batas waktunya lewat pemuda berbaju
hijau itu pasti akan memimpin anak buahnya melancarkan
serangan, pada waktu itu sekalian Yok Ong ada niat mungkin
tenaga tak akan memenuhi harapanmu itu."
"Kalau sampai keadaan berubah jadi begini, terpaksa aku
akan mempersilahkan Siauw Ling untuk menemani loohu
berdiam untuk selamanya didasar jurang yang dalamnya
ribuan tombak itu." "Tak usah Yok Ong membicarakan persoalan yang tak


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penting lagi" tukas Siauw Ling cepat. "Kalau kau punya
pendapat, cepatlah diutarakan keluar".
"Baik kau maupun aku sama2 tidak pantas untuk turun
kebawah seoarng diri, maka loohu rasa lebih baik kita turun
kesana ber-sama2 saja.".
"Tali yang kita persiapkan hanya cukup untuk seorang saja,
mungkin kekuatan tali itu tak cukup untuk membawa kalian
berdua turun ke bawah secara ber-sama2." Tu Kioe
menerangkan. "Persoalan ini gampang sekali untuk diatasi."
"Apa caramu?" "Biarlah Siauw Ling turun kebawah lebih dahulu, setelah
berhasil menemukan tonjolan batu cadas itu, gerakkanlah tali
untuk memberi tanda kepada Loohu agar turun kebawah,
dengan cara begini bukankah kita berdua akan ber-sama2
menanggung resiko tersebut".
Mendengar perkataan itu Sang Pat segera tertawa terbahak2.
"Heee.... hee.... ketika akan naik ke atas, maka giliran akan
dirubah bukan" Yok Ong tentu akan naik dulu, kemudian
toako kami baru akan menyusul belakangan?"
"Sedikitpun tidak salah, kecuali cara ini apakah kalian
berdua mempunyai cara lain yang lebih baik?"
"Apabila kami ada maksud untuk membokong dirimu,
perduli kau turun lebih dulu atau naik belakangan, smaa saja
kami punya kesempatan untuk mencelakai dirimu" kata Tu
Kioe. Siauw Ling yang selama ini hanya mendengarkan perkataan
mereka tiba-tiba menghala napas panjang ujarnya, "Saat
apakah saat ini" dan dimanakah kita berada sekarang" kalau
Yok Ong masih punya pikiran was was, keadaan ini benar2
keterlaluan sekali...."
Ia merandek sejenak, kemudian serunya ;
"Saudara Tu, ambil tali, biarlah aku turun lebih dulu!"
Air muka Tu Kioe berubah jadi amat serius, ia pandang
sekejap diri Yok Ong dengan pandangan dingin kemudian dari
sakunya ambil keluar segebung tali yang amat panjang.
Tali ini terbuat dari senar yang digunakan Cioe Soen untuk
menangkap ikan, walaupun kecil namun kuatnya luar biasa,
sekalipun kalau digunakan orang biasa masih kurang kuat
namun bagi manusia macam Siauw Ling serta Yok Ong hal ini
sudah lebih dari cukup. Siauw Ling mengikat ujung tali tersebut ke atas pinggang
sendiri, kemudian dengan langkah lebar ia berjalan keluar dari
gua tersebut. "Toako tunggu sebentar," mendadak Sang Pat berseru,
Siauw Ling berpaling dan menghela napas panjang.
Aku sudah menyanggupi dirinya untuk menemukan obat
tersebut, tak perlu kita cekcok serta ribut lagi dengan dirinya.
"Bukan urusan itu, siauwte rasa kurang aman kalau
membiarkan kedua orang nona ini berjaga diluar gua."
Sambil berkata dengan langkah lebar ia berjalan mendekati
kedua orang gadis itu, sambungnya, "Bagaimana kalau kalian
berdua melepaskan sejenak senjata tajam yang kalian
gembol?" Rupanya kedua orang dayang itu sadar bahwa ilmu silat
yang mereka miliki bukan tandingan lawan, tanpa melawan
senjata tajam yang mereka gembol segera diserahkan
ketangan Sang Pat. Setelah menerima senjata tajam itu, si sie-poa emas
berkata kembali, "Maaf, terpaksa aku harus menyiksa nona
berdua beberapa saat lagi, jalan darah kalian akan kutotok."
Sambil berkata tangan kanannya laksana kilat telah
berkelebat menotok jalan darah dari dayang yang ada
disebelah kiri. Dayang yang ada disebelah kanan hendak memberikan
perlawanan, namun serangan jari Tok Chiu Yok Ong telah
berhembus datang, jalan darah pingsannya seketika terhajar.
Melihat kedua orang dayang itu sudah dikuasai, Siauw Ling
menyapu sekejap diri Sang Pat serta Yok Ong kemudian
berkata ; "Yok Ong, kau tak usah ikut turun kebawah. Setelah kalian
menotok jalan darah kedua dayang ini mungkin majikan
mereka akan naik pitam dan kemungkinan besar suatu
pertarungan sengit tak bisa dihindarkan lagi, lebih baik Yok
Ong tetap tinggal diatas saja guna membantu dua saudaraku
dalam menghadapi setiap pertempuran, setelah cayhe berhasil
mendapatkan jamur batu itu tali pengikat akan kugetarkan,
dan kalian boleh tarik aku naik ke atas."
Tiba-tiba Tok Chiu Yok Ong menghela napas panjang.
Siauw-heng, baik2lah jaga diri."
Sinar matanya beralih ke arah sepasang pedagang dari
Tiong Chiu, kemudian sambungnya kembali, "Kalian berdua
baik2lah melayani toako kalian loohu akan berjaga2 ditikungan
sebelah depan saja, apabila ada musuh yang menyerang
kemari akan kubendung untuk sementara waktu."
"Hemm, sungguh tak nyana Tok Chiu Yok Ong masih punya
liang-sim yang baik" jengek Tu Kioe sinis.
Bibir Yok Ong bergerak separti mau mengucapkan sesuatu,
namun akhirnya ia batalkan niatnya itu dan berlalu.
Sepeninggalnya si raja obat itu, tu Kioe segera berkata,
"Toako tak usah kau sendiri yang pergi menempuh bahaya,
biarlah siauwte yang mewakili diri toako...."
"Tidak usah!" Sianak muda itu segera berjalan kesisi gua, dan dengan
mengerahkan ilmu cecak merayapnya ia mulai meluncur turun
kebawah tebing. Dengan sangat hati2 sekali Tu Kioe mengulurkan tali senar
tersebut ke arah bawah, ia bertindak waspada, dan teliti takut
toakonya mengalami hal2 yang tidak diinginkan.
Baru saja Siauw Ling meluncur dua tombak kebawah
mendadak terdengar Tok Chiu Yok Ong yang ada diluar
ruangan membentak keras, "Berhenti! bukankah batas
waktunya belum tiba" mengapa kalian begitu tidak memegang
janji?" Siauw Ling segera mengempos tenaga, sepasang
telapaknya ditempelkan ke atas dinding tebing dan berteriak
keras ; "Saudara Tu, cepat kendorkan tali senar tersebut!"
"Saudaraku heran kau jangan mencabangkan pikiranmu,
baik2lah melayaninya" bisik Sang Pat sambil mengambil keluar
senjata sie-poa emasnya. "Pegang erat2 tali senar tersebut,
aku akan keluar ruangan untuk membantu Yok Ong dalam
menghadapi serangan musuh".
Seraya berkata ia segera berlalu.
Dalam keadaan seperti ini Tu Kioe tak bisa menghilangkan
rasa tegang yang meliputi dirinya, begitu tegang dia sampai2
perkataan dari Sang Pat barusan tak terdengar olehnya,
seluruh perhatiannya dicurahkan ke arah bawah tebing.
Kabut yang menyelimuti sekitar tebing itu amat tebal,
percikan air terjunpun sangat deras ditambah lagi kegelapan
malam yang mencekam seluruh jagad membuat suasana amat
mengerikan. walaupun Tu Kioe telah mengerahkan segala
kemampuannya untuk memandang namun ia tidak berhasil
menjumpai bayangan tubuh dari Siauw Ling.
Terasa uluran tali senar ditangannya makin lama semakin
cepat, jelas Siauw Ling sedang meluncur kebawah dengan
menempuh bahaya. Uluran tali senar ditangannya meluncur kebawah makin
panjang, kurang lebih seratus tombak lagi tali yang ada
ditangannya bakal habis. hal ini membuat Tu Kioe sangat
gelisah pikirnya ; "Aduuuhh celaka.... apabila uluran tali ini tidak cukup
panjangnya, maka kejadian ini akan merupakan suatu
peristiwa yang memusingkan sekali."
Dalam hati ingin sekali ia perketat uluran tali senar itu, tapi
iapun takut kekuatan senar tadi tidak sanggup menahan daya
tekanan dari tubuh Siauw Ling yang sedang meluncur
kebawah, seandainya tadi ia sampai putus.... maka toako pasti
akan mati. Sementara hatinya masih kebat kebit menahan rasa kuatir,
tiba-tiba uluran tali senar ditangannya mengendor, rupanya
tubuh Siauw Ling telah berhenti meluncur kebawah.
Ia hendak berteriak untuk menanyakan hal ini kepada
Siauw Ling yang ada dibawah tebing namun pada saat itulah
terdengar suara bentakan gusar dari Tok Chiu Yok Ong
berkumandang datang, disusul bentrokan senjata yang sangat
nyaring bergema memecahkan kesunyian.
Pengalaman Tu Kioe amat luas, dari suara bentrokan
senjata yang berkumandang datang itu ia dapat membedakan
bahwa sebagian musuh telah bergebrak dengan Yok Ong yang
ada diluar ruangan, sedang ada sebagian pula musuh2
tangguh yang telah bergebrak melawan Sang Pat.
Ketika ia berpaling, tampaklah senjata sie-poa emas dari
sang Pat berputar kencang kesana kemari, jelas ia sedang
bertarung sengit melawan seseorang, tapi karena takut
mengejutkan dirinya maka mulutnya tetap membungkam
terus. Dalam keadaan seperti ini Tu Kioe merasa amat tegang,
terutama sekali menyaksikan pihak lawan melakukan serbuan
yang gencar dan dahsyat, keringat dingin mengucur keluar
tidak hentinya. Se-konyong2.... terdengar suara dengusan berat
berkumandang datang memecahkan kesunyian.
Sebagai seseorang yang berpengalaman Tu Kioe tahu
bahwa ada seseorang yang telah menderita luka parah.
Ia tidak berani berpaling, takut orang yang terluka adalah
Sang Pat dan takut pula kejadian itu akan mempengaruhi
perhatiannya dalam melayani Siauw Ling yang sedang berada
dibawah tebing. Pada saat seperti ini, satu2nya harapan yang masih ada
dalam hatinya adalah bergetarnya tali senar tersebut
menandakan bahwa Siauw Ling telah berhasil mendapatkan
jamur batu berusia seribu tahun itu.
Namun kabar berita Siauw Ling yang ada didasar tebing
sama sekali tak ada, keadaan sianak muda itu bagaikan
sebutir batu yang tenggelam didasar samudera, lama sekali
tiada kabar beritanya. Per-lahan-lahan ia menghela napas panjang, senjata pit
bajanya mulai dirogoh keluar siap turun tangan menghadapi
serangan lawan. Tapi, pada saat itulah tiba-tiba tali senar yang ada
ditangannya bergetar keras....
Bagaimana kisah selanjutnya" Apakah Siauw Ling berhasil
mendapatkan jamur batu berusia seribu tahun dan siapakah
musuh tangguh yang sedang melangsungkan pertarungan
sengit melawan si raja obat bertangan keji serta Sang Pat!"
Untuk mendapatkan jawabannya nantikanlah
"MISTERI ISTANA TERLARANG"
sambungan dari kisah cerita "Bayangan Berdarah" ini.
Nantikan tanggal penerbitannya!!!
TAMAT BAGIAN KEDUA__ Kelana Buana 13 Kereta Berdarah Karya Khu Lung Istana Durjana 1
^