Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 3

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 3


yang diberi penawar. Sebagai gantinya aku akan mengajak
mereka ke suatu tempat terpencil di bukit Lejar. Dalam
perjalanan mungkin aku bisa menemukan jalan lolos.
Pokoknya aku tidak akan mengkhianati perguruan, lagipula
mana aku tahu di mana tempat Eyang Sepuh Suryajagad."
Berpikir demikian Geni memaksa berdiri. Sekujur tubuhnya
sakit dan nyeri. Susah payah ia bisa juga berdiri meski harus
bersandar di pohon. "Ayo kita jalan, tak perlu menunda-nunda
waktu lagi." "Kemana kita ?"
"Pergi menemui orang asing itu, kan mereka yang punya
obat penawar." Geni tak hirau keheranan kawannya, ia
berusaha berjalan meski tulang-tulangnya seakan menjerit
sakit, nyeri dan ngilu. T etapi Geni memaksa diri, ia melangkah
sempoyongan. "Pergilah sendiri, aku di sini saja," suara Sekar ketus. Geni
menoleh ke belakang, dilihatnya Sekar masih tak beranjak dari
duduknya. "Ayo Sekar kita ke warung tadi."
"Kamu pergi sendiri, aku tidak. Aku tak sudi mengemis
pada musuh, itu tidak pernah ada dalam benakku. Bagiku mati
lebih terhormat ketimbang mengemis minta ampun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Geni merah seketika. Ia malu dan tersinggung.
Ditatapnya Sekar dengan tajam. Wajah yang penuh bekas
cacar itu meringis kesakitan. Geni diam-diam memuji sikap
kawannya. "Aku juga tak bermaksud mengemis belas kasihan
musuh. Mati bagiku urusan kecil, kehormatan buatku
urusannya besar. Tetapi aku memikirkan keselamatanmu,
Sekar." "Ada apa dengan aku?"
"Kamu masih muda. Kau tak tahu urusan, kau cuma
terbawa-bawa dalam urusanku karenanya aku bertanggungjawab atas keselamatanmu Kau terluka gara-gara
menolongku." "Kamu salah. Kau juga masih muda. Kita berdua luka
karena ilmu silat kita yang rendah, jangan salahkan orang lain.
Kamu telah berbuat baik kepadaku, orang lain biasanya jijik
melihatku, tetapi kamu malah mengajak aku makan. Kamu
duluan yang berbuat baik, jika setelah itu aku menolongmu,
kukira itu wajar saja."
Geni takjub akan sikap kawan barunya. Ia memerhatikan
lebih teliti. Sekar tidak kurus. Tubuhnya berisi, dibungkus
pakaian agak ketat menonjolkan potongan tubuhnya yang
langsing. Wajahnya boleh dikata cantik jika saja tak ada
bercak hitam bekas cacar. Hidung tak terlalu bangir. Mulut
kecil berbentuk bulat dengan bibir penuh. Geni merasa
kasihan, "Kalau tak ada bercak bekas cacar, pasti dia kelihatan
cantik." Sesaat dua anak manusia itu saling tatap. Ditatap demikian
tajam oleh seorang lelaki, Sekar merasa darahnya mengalir
cepat. Ia merunduk malu, rambutnya yang hitam lebat
menutup wajahnya. "Kenapa kau memandangku begitu?"
Sekar gadis yang polos. Apa yang dipikirnya, itu yang dia
ucapkan. Tak ada tedeng aling-aling, dan pertanyaan itu
sungguh mengena. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa pikir panjang Geni mengatakan apa yang ada di
benaknya. "Kamu sebenarnya gadis yang cantik, Sekar."
Tiba-tiba saja Sekar menengadah menatap Geni dengan
marah. Matanya berkilat-kilat Ia melompat bangun, kemudian
menerjang Geni. "Bangsat, kamu sama saja dengan yang
lain!" Meski melihat datangnya serangan tetapi Geni tak punya
tenaga untuk menangkis atau mengelak. Pukulan mendarat di
bahu Geni yang dengan susah payah berhasil menangkap
tangan si gadis. Ia memeluk Sekar. "Kenapa kamu marah, aku
mengatakan sesuatu yang benar."
Seketika Sekar sadar. Ia memberontak, tetapi Geni tetap
memeluk. Akhirnya gadis itu diam membiarkan tubuhnya
dipeluk. Hari sudah ma lam Selama ini Sekar kenyang dihina
orang karena bekas cacarnya. Ia senang berkenalan dengan
Geni yang tampak tidak jijik berada di dekatnya. Geni bahkan
mengajaknya makan bersama. Namun pujian Geni tadi
dikiranya sindiran seperti halnya orang-orang sering
mengejeknya. Suara Geni terdengar merdu di telinganya. "Sekar, aku
memujimu dengan tulus, kamu memang cantik, aku sungguh-
sungguh." "Aku tahu. Tetapi Geni, apakah kamu tidak jijik memeluk
aku, kamu tidak takut terjangkit cacar?"
Geni memeluk erat tubuh Sekar yang ternyata sintal dan
lembut. "Tidak, aku tidak jijik. Banyak orang tidak tahu bahwa
cacar yang sudah sembuh, tidak bisa menular. Dan kamu
sudah sembuh total, hanya bekasnya yang tertinggal, Sekar."
Tangan Sekar melingkar ke punggung Geni. Gadis itu balas
memeluk. Geni merasakan lunaknya buah dada menghimpit
dadanya. Ia juga merasa nafas Sekar yang panas dan
tersengal-sengal. "Geni, kita berdua akan mati oleh racun ular
salju, apakah kamu benar-benar tidak jijik padaku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak!" Geni lalu mencium mulut si gadis, ciuman panjang.
Ia melucuti pakaian si gadis.
"Geni, aku masih perawan," Sekar berbisik setengah
mendesis. Wisang Geni sibuk menggerayangi tubuh Sekar yang
ternyata montok dan sintal. Sepanjang malam dua insan itu
merenangi nikmatnya bercinta di kegelapan hutan.
Ketika fajar menyingsing, matahari mulai menerangi hutan,
burung dan binatang hutan lainnya bangun mulai mencari
makan, dua insan itu masih tidur saling berpelukan. Sekar
terjaga. Ia sadar tubuhnya bugil dan masih dalam pelukan
Wisang Geni. "Hei Geni, bangun, sudah pagi!" Ia bereaksi
melepas diri dari pelukan. Tetapi lelaki itu malah memeluknya
lebih erat. "Aku pikir, tenagaku sudah hilang seluruhnya, ternyata
tidak, mungkin saja racun itu belum bekerja"
Geni menatap wajah Sekar, "Adik Sekar, apakah kamu
menyesal dengan kejadian tadi malam?"
Sekar menggeleng. "Tidak, aku tak menyesal, aku justru
sangat menikmati, tapi Geni tak lama lagi hari akan terang,
sebaiknya berpakaian sebelum dilihat orang, malu."
Geni tidak menyahut, ia memandangi tubuh bugil Sekar.
Tidak banyak bekas cacar di tubuh molek itu, masih tampak
dominasi kulit yang kuning sawo. "Kau memang cantik, Sekar.
Aku mengerti ilmu pengobatan, setahuku, bekas cacarmu itu
bisa hilang, ada obatnya meskipun ramuannya agak sulit
diperoleh." Sekar hendak mengenakan pakaian, Geni mencegah. Ia
memeluk dan menciumi tubuh molek itu.
Sekar terengah-engah. "Geni, hari sudah siang, nanti dilihat
orang." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni tidak peduli. Akhirnya Sekar pun ikut tidak perduli.
Keduanya bergelut di tengah matahari pagi yang mulai
menerobos pepohonan lebat.
Dua anak manusia yang sedang diamuk birahi, bagaikan
berenang di alam maya aldiirnya terhempas kembali ke alam
nyata. Geni tertawa, Sekar tertawa. Ia memeluk Geni seperti
tak mau melepas lelaki itu. "Geni, sekarang ini mati pun aku
siap, tetapi aku masih mau hidup lebih lama lagi, hidup
bersamamu, Geni. Alasan itu mendorong aku harus pulang ke
rumah nenek." "Mengapa pulang ke rumah nenekmu?"
"Nenek adalah pendekar wanita yang dikenal sebagai Dewi
Obat, ia sudah mengundurkan diri dari dunia kependekaran. Ia
mampu mengobati bekas cacar di kulit wajah dan tubuhku.
Tetapi waktu itu aku tidak mau, aku belum bersedia. Sekarang
aku mau." "Mengapa kamu tak mau, bukankah setiap wanita ingin
kelihatan cantik?" "Karena tak ada lelaki yang menyukai aku, tak ada yang
bersedia menjadi kekasihku."
Geni tertawa. Ia menganggap Sekar, gadis yang aneh.
Sekar seperti bisa membaca pikiran Geni. "Kamu benar,
memang sulit mencari lelaki yang tidak jijik padaku. Tetapi
alikirnya kan aku menemukan lelaki itu," dia menatap dengan
sinar mata mencinta. Dia melanjutkan sambil memeluk Geni.
"Menurutku, jika lelaki itu tidak jijik padaku, atau dia
menyayangiku, tentu dia akan lebih sayang dan lebih
mencintaiku jika wajah dan tubuhku sembuh dari bercak cacar
ini. Itu sebabnya, aku ingin pulang secepatnya ke Lembah
Cemara agar nenek menyembuhkan bekas cacar ini."
"Jauhkah Lembah Cemara?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak jauh, jika perjalanan cepat dengan kuda bisa dua
hari, jika jalan kaki dalam keadaan luka seperti sekarang
mungkin bisa enam han. Geni, kita harus ke sana, nenek akan
mengobati lukamu dan juga mengobatiku, kita berdua bisa
menetap di sana bercinta setiap hari, oh aku akan bahagia."
Geni teringat Walang Wulan, kekasihnya itu. "T etapi Sekar,
aku sebenarnya punya kekasih, aku sedang mencarinya."
Geni heran melihat Sekar tersenyum Gadis itu memeluk
Geni dan berbisik, "Aku tak akan menyuruh kamu mengusir
dia, kamu tahu Geni, ayahku hidup bersama tujuh isteri. Aku
tak peduli berapa perempuan yang menjadi isterimu, yang
penting aku salah seorang di antara mereka." Sekar tertawa.
Mendadak Sekar diam, Geni juga diam Suasana lengang.
Sesaat kemudian sayup-sayup terdengar derap kuda
mendatangi. Dua muda-mudi itu bergegas mengenakan
pakaian. Seperti bisa membaca pikiran masing-masing,
keduanya cepat bersembunyi di belakang batu besar,
berhimpitan. Saat berikut rombongan berkuda berhenti di dekat batu
besar itu. Delapan orang. Dari dandanan tampaknya mereka
hulubalang keraton. Geni dan Sekar tak berani bergerak
sembarangan, takut ketahuan.
"Kita istirahat di sini." Yang berkata itu seorang lelaki
bertubuh tinggi kekar. Tampaknya dia pimpinan rombongan.
Mereka melompat dari tunggangan Gerakannya sebat,
dipastikan mereka memiliki ilmu silat yang handal. "Kangmas
Dwi, apa rencanamu Sudah empat hari kita belum juga
menemukan Gusti Puteri Waning Hyun Kurasa kita kehilangan
jejak." Dwi duduk tepat menghadap batu besar tempat Geni dan
Sekar bersembunyi "Aku tak tahu Dimas Walu. Sebenarnya
dengan ilmunya yang tinggi, puteri Hyun tak perlu terlalu
dikhawatirkan, apalagi ia selalu didampingi gurunya Ki
Bhojana yang aneh. Tetapi yang membuat aku was-was
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah berita duabelas anggota regu Sinelir keraton Kediri
sedang bertualang di luaran." Ia menoleh ke samping kanan.
"Diajeng T rini, apa pendapatmu?"
Wanita bernama Trini diam sejenak, "Kangmas, kupikir
sebaiknya kita menyebar dalam dua kelompok, siapa lebih
dulu menemukan Paduka Puteri atau ketemu regu Sinelir,
segera memberi tanda."
Usul Trini disetujui semua kawannya. Salah seorang yang
duduk berhadapan dengan Dwi dan Trini, bertanya, "Apa
tanda yang kita gunakan ?" Sambil berkata ia menggores
tanah di dekat kakinya. Ia menulis pesan. "Ada orang di
belakangku." Ia memang duduk paling dekat dengan batu besar tempat
sembunyi Wisang Geni dan Sekar. Sekitar lima tombak. Ia
mendengar desah nafas muda-mudi, namun ia tak mau
gegabah. Semua kawannya membaca tulisan itu, mereka
memandang Dwi. Rupanya dalam segala hal, ia yang
memutuskan "Soal tanda itu, nanti saja kita tetapkan di
tengah jalan. Kita tidak punya banyak waktu, ayo berangkat
sekarang. Dimas Panca kamu paling depan," katanya kepada
lelaki yang menulis pesan.
Semua bergerakke kuda masing-masing. Panca sambil
menjawab, "Baik Mas" ia memutar tubuh, maju dua langkah,
dua tangannya mendorong ke depan Tiga gerakan hampir
serempak. Tenaganya membanjir keluar dan menerpa batu.
Batu besar terdorong membentur Geni, dan Sekar yang
terkejut karena tak menyangka akan diserang. Keduanya
terjengkang kebelakang. Panca tidak berhenti sampai di situ.
Ia merangkak maju. Dua tangannya mencengkeram pundak
dan tengkuk Geni. Wisang Geni merasa angin tajam mengiris kulitnya. Dalam
keadaan biasa serangan itu bisa dikelitnya. Tetapi tubuhnya
tak lagi menyimpan tenaga, membuat ia tak kuasa
menghindar. Lehernya pasti akan patah. "Tak nyana aku mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di sini." Dalam hati Geni mengeluh. Tetapi sepasang matanya
menatap lawan tanpa kedip. "Mati sekarang atau satu tahun
lagi, sama saja, mengapa harus takut?"
Jari tangan Panca sudah membenam di leher Geni. Sedikit
mengerahkan tenaga, leher akan patah. Mendadak ia
mendorong. Geni terlempar. Ketika serangan pertamanya
dengan mudah menjatuhkan lawan, Panca yakin Geni dan
Sekar bukan orang dari kalangan silat Tapi ia menguji lebih
lanjut. Ternyata Geni bukan saja tak mampu mengelak,
bahkan tenaga menolak dari dalam pun tidak ada. Karenanya
pada saat alehir Panca batal menyerang. "Kau siapa, berani
mengintai kami?" Sekar cepat menjawab. "Siapa bilang kami mengintai. Kami
lebih dulu berada di sini. Kalian datang belakangan. Kami
bersembunyi karena tak mau jumpa dengan orang. Lalu kalian
berhenti istirahat di s ini, apakah kami yang salah?"
Delapan punggawa itu mengurung Sekar dan Geni.
Perempuan yang bernama Trini mendekat dengan ketus
bertanya pada Sekar. "Bocah, kau belum menjawab
pertanyaan tadi, siapa kalian?" Tak kalah ketus, Sekar
menjawab. "Apa perlu tahu nama kami. Kami cuma orang


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa yang tak beruntung, yang akan mati dibunuh hanya
sebab tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian."
Lelaki bernama Dwi itu tertawa. "Hebat, mulutmu tak kalah
tajam dari pedang. Nduk, kami tak pernah membunuh orang
tak berdosa, kami tak akan membunuh kalian." Ia menoleh
memandang Geni. "Sampean tampaknya luka berat, siapa
namamu dan mengapa berada di sini?"
Dalam hati Geni memuji pandangan jeli lelaki itu. "Namaku
Ambara, dan kawanku ini Suti, kami tidak beruntung ketemu
lawan yang lebih tinggi ilmu s ilatnya, kami kalah dan terluka."
Dwi tertawa. "Baiklah. Siapa pun namamu, aku mohon
padamu, anggap saja kalian tak pernah melihat kami, tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah mendengar apa yang kami bicarakan, aku yakin kalian
akan penuhi permintaan ini." Ia memberi isyarat kepada
kawan-kawannya. "Kita pergi."
Delapan orang itu menghilang di kejauhan. "Siapa mereka"
Tampaknya mereka pendekar kelas satu. Mereka tak
mengganggu kka, kelihatannya mereka menjunjung tinggi
sikap ksatria," Geni berkata lirih.
Ternyata delapan pendekar tadi para
hulubalang kepercayaan raja Anusapati dari keraton T umapel. Seluruhnya
ada delapanbelas. Mereka tak lagi menggunakan nama asli
atau nama julukan. Tetapi menggunakan urutan angka satu
sampai delapanbelas sesuai tingkat kepandaian masing-
masing Delapan hulubalang tadi, Dwi, Trini, Panca, Walu,
Ekadasa, Molas, Sodasa dan Pitulas.
"Tampaknya mereka bergegas mencari puteri Waning
Hyun, putri kesayangan Baginda Raja Parameswara. Ia kini
sedang diburu oleh pihak keraton Kediri. Sudah bukan rahasia
lagi adanya perebutan kekuasan antara keraton Kediri dengan
keraton Tumapel, padahal masih sesama saudara. Tetapi itu
bukan urusan kita, kita harus cepat pergi ke Lembah Cemara."
Geni kagum akan pengetahuan Sekar. "Katamu jika jalan
kaki bisa sampai enam hari, mungkin kita sudah mati di
tengah jalan, kata orang asing itu racun akan membunuh kita
dalam tujuh hari. Buat apa ke sana?"
Sekar memandang Geni. Ia tertawa. "Kau tunggu di sini."
Ia bergegas ke dalam hutan. Ia bersiul. Tak lama kemudian ia
datang menunggang kuda sambil menuntun seekor lainnya.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lembah Cemara Keduanya melakukan perjalanan cepat ke Lembah Cemara.
Sekar sebagai penunjuk jalan berpatokan pada matahari.
Mereka beristirahat hanya waktu siang untuk makan. Sekar
menangkap ayam hutan dan memanggang. Keduanya makan
lahap. Tanpa istirahat lagi mereka melanjutkan perjalanan.
Hari sudah senja, mereka tiba di bagian hutan pepohonan jati
Ketika Sekar sedang mencari-cari tempat yang layak untuk
bermalam, dia mendengar suara keluhan. Ia menoleh,
ternyata Geni sudah terbaring di tanah. Lelaki itu terjatuh dari
kudanya. Dia terkesiap mendapatkan Geni menggigil hebat. Ia
menghampiri. "Geni kenapa kamu?"
Geni tak kuasa menjawab. Bibirnya gemetar. Butiran
keringat membasahi wajahnya yang pucat pasi Tampak ia
sangat kesakitan. Sekar ingat akan ancaman Kumara.
"Rupanya racun ular salju mulai bekerja," kata gadis itu.
Sekar hendak menolong, tetapi mendadak saja ia merasa
seperti ribuan semut merambat dalam tubuhnya. Rasa dingin
itu datang menusuk sampai ke tulang, ia menggigil hebat Rasa
sakit juga datang berbarengan. Nyeri dan ngilu. Sekar
berguling-guling di tanah, dari mulurnya keluar rintihan lirih.
Racun ular salju mulai bekerja. Seperti yang dikatakan
Kumara dan Malini, racun mulai bekerja satu hari kemudian.
Serangan racun di tubuh Sekar tidak begitu lama, hanya
sepenanakan nasi. Ketika serangan di tubuh Sekar sudah reda,
Geni masih menderita sakit. Geni memang lebih parah
disebabkan selain keracunan dia juga mengalami luka dalam
akibat pukulan Kalayawana. Serangan sudah mereda, namun
Geni masih merasa dingin. "Aku kedinginan."
Sekar yang sudah normal kembali, memeluk Geni. Ia
mengharap panas tubuhnya bisa menghangatkan tubuh lelaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. "Geni, kamu harus bertahan, besok kita akan tiba di
rumah nenek." Lelaki itu masih menggigil. Sekar memeluk lebih erat,
mencium mulut lelaki yang dicintai itu. "Geni, jangan mati, aku
mencintaimu" Tak lama kemudian Geni merasa normal kembali. Sekar
bangkit. "Tunggu di sini." Ia pergi mengikat kuda di pohon.
Tak lama dia kembali menenteng dua ekor ayam hutan. "Aku
sudah menemukan tempat yang bagus untuk berma lam. Ayo
kita ke sana." Geni hanya kehilangan tenaga dalam namun masih punya
tenaga macam lelaki biasa. Dia membantu Sekar membersihkan tempat bermalam kemudian mengumpulkan
ranting dan kayu untuk membuat api. Keduanya duduk
bersanding berdampingan sambil menikmati ayam panggang.
Selesa i makan, Sekar berbisik, "Geni, lukamu tampaknya lebih
parah." "Aku luka dalam, kena pukulan Kalayawana dan juga racun
ular salju. Kalau menurut ucapan Kumara pada hari ketujuh,
racun akan membunuhku. Tapi melihat parahnya luka, aku
yakin kematianku akan lebih cepat, mungkin pada hari
keempat. Celakanya serangan rasa sakit lebih cepat
datangnya, mungkin besok siang racun akan menyerangku
lagi, begitu seterusnya. Serangan berikut mungkin besoknya di
pagi hari." "Kalau aku, bagaimana" Parah juga?"
"Kamu tak begitu parah, racun akan menyerangmu pada
senja hari, sama seperti sekarang ini. Kau masih bisa hidup
sampai hari kemjuh seperti ancaman Kumara."
Keduanya berpelukan. Geni mencium leher s i gadis. "Sekar,
tadi kau berkata, kau mencintaiku, benarkah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu tertawa kecil. "Memang benar, dan aku tidak perlu
malu mengatakan mencintaimu Aku memang mencintaimu
sejak kita makan di warung itu, kau lelaki berbudi mulia dan
bermoral baik." "Dari mana kau tahu" Kau baru saja mengenalku."
"Kau berbudi muka, karena kau tidak jijik malah menolong
gadis buruk rupa bekas penderita cacar yang mengalami
kesulitan. Kamu bermoral, karena mau jujur mengatakan
kamu sudah punyakekasih, kau tidak membohongi aku. Eh,
siapa nama gadis kekasihmu itu?"
"Wulan. Walang Wulan. Aku mencintainya, aku berduka
karena aku bakal mati tanpa bertemu lagi dengan dia."
"Apakah dia mencintaimu?"
"Ya dia mencintaiku seperti aku mencintainya."
"Lalu, kenapa dia meninggalkan kamu?"
"Bagaimana kamu tahu dia yang pergi meninggalkan aku
bukan sebaliknya?" Sekar tertawa, suaranya merdu "Aku menerka asalan saja,
kenapa dia pergi, apa katanya?"
"Ia ingin sendiri, katanya dia ingin memikirkan hubungannya dengan aku."
"Perempuan bodoh."
"Eh, kau jangan mengatainya bodoh, dia gadis yang cerdas
sama seperti kamu" "Boleh saja dia cerdas, tetapi dia tetap bodoh, karena apa"
Karena melepas sesuatu yang sudah dalam genggaman. Kalau
dia sudah yakin bahwa kamu mencintainya dan dia tahu
bahwa dia juga mencintaimu, lantas apalagi yang harus dia
pikirkan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni termenung. "Usianya lebih tua, ia kakak perguruanku,
gurunya dan guruku sama-sama seperguruan. Ia juga bibiku,
sebab ayahku dan ibuku adalah kakak seperguruannya. Jadi ia
takut ditertawai orang."
Sekar tertawa kecil. "Memang bodoh. Semua itu apa
urusannya" Yang penting kamu bukan ayahnya, dia bukan
ibumu dan kamu bukan anaknya atau saudara kandungnya.
Lagipula di dunia persilatan orang tidak membicarakan hal-hal
seperti itu. Seperti aku, begitu aku menyukaimu dan kamu
menyukaiku, itu sudah alasan kuat bagiku membiarkan kamu
merenggut perawanku Jangan harap aku mau bercinta dengan
laki-laki yang tidak kukenal atau yang tidak kusukai. Kita
berada dalam dunia persilatan yang penuh dengan orang-
orang kasar dan yang sulit dipercaya."
Geni meneliti gadis di hadapannya. "Dia ini cerdas, dan
jalan pikirannya terarah dan terpola. Jika bekas cacar itu
sembuh dan lenyap, dia menjadi seorang wanita yang sangat
cantik dan cerdas," pikirnya.
Timbul keinginan menggodanya. "Bagaimana kamu begitu
yakin aku akan setia menjadi kekasihmu" Bagaimana kalau
suatu waktu nanti aku pergi, kabur bersama perempuan lain?"
Matanya berbinar-binar. "Aku akan mengejarmu, bahkan
sampai ke neraka pun. Aku tak akan membiarkan laki-laki
yang kucintai pergi begitu saja, apalagi dia telah memerawani
aku" "Maksudmu, kamu akan membunuh aku?"
Sekar menggeleng. "Buat apa membunuhmu" Kamu enak,
langsung mati, tetapi aku" Aku akan merana kesepian
mengenang dirimu." "Kamu akan membunuh perempuan itu?"
Sekar menggeleng. "Membunuh perempuanmu adalah
langkah terakhir. Pertama-tama, aku akan nyelinap masuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamar tidurmu, membawa seember air yang sudah aku
campur dengan lombok yang pedas, aku siramkan air itu ke
tubuh kalian berdua," dia tertawa cekikan.
Geni merasa lucu. "Kenapa kamu tertawa?"
"Aku membayangkan kamu dan perempuanmu saking
terkejutnya lari bertelanjang bulat." Dia tertawa geli. Geni ikut
tertawa. "Sekar, kamu tak boleh lakukan itu pada Wulan. Karena dia
yang lebih awal mendapatkan cintaku."
"Iya aku tahu, Wulan yang pertama, aku yang kedua,
mungkin saja akan ada yang ketiga dan keempat. Tapi aku tak
peduli berapa perempuan yang kamu rayu dan kamu tiduri,
selama kamu tetap mencintai aku dan tak bosan bercinta
dengan aku, itu sudah cukup bagiku."
"Sesederhana itu?"
Sekar mengangguk. "Iya sederhana saja. Itu sebab aku
katakan keputusan gadis yang pergi meninggalkan lelaki yang
dia cintai dan mencintai dia, adalah tindakan bodoh. Aku jadi
ingin ketemu dengan gadis bodoh yang bernama Wulan itu."
"Kau jangan mengatai dia bodoh."
Sekar tertawa. "Baiklah aku berjanji tidak akan
mengatainya bodoh lagi."
"Lantas mau apa kamu ketemu dia?"
"Mau menasehati dia supaya berpikir cerdas, berpikir
sederhana saja dan jangan berpikir njelimet. Eh, kau tadi
mengatakan ia lebih tua dari kamu, tentu ia cantik."
"Ia memang lebih tua usia, tetapi ilmu yang dipelajarinya
membuat ia tampak muda, sama seperti gadis remaja. Dan
sangat cantik." "Kamu sudah menidurinya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni mengangguk. "Berulang-ulang, tak pernah bosan."
"Geni, coba kau bayangkan, seandainya wajah dan tubuhku
bersih dan mulus tanpa ada bercak cacar, apakah aku secantik
Wulan?" Geni memandang Sekar di keremangan cahaya api unggun
yang makin meredup. "Kamu cantik, Sekar. Tetapi aku
mencintai Wulan." Sekar menelungkup di atas tubuh Geni. "Kamu teruslah
mencintai Wulan, aku tak akan menghalangimu Aku tetap
mencintaimu dan aku sudah bahagia jika kau mencintaiku
walau hanya semalam atau separuh malam. Pada saat kau
terangsang birahi dan meniduriku, saat saat seperti itu bagiku
adalah cinta. Bagiku, c inta sama dengan nafsu birahi. Tak ada
nafsu, tak mungkin ada cinta. Tak ada cinta, bisa saja ada
nafsu. Buktinya, kamu sendiri, kamu mencintai Wulan, tetapi
kamu terangsang birahi dan meniduriku dengan gairah."
Api unggun semakin kecil. Redup. Akhirnya padam. Malam
menjadi kelam Geni menggeluti tubuh Sekar. Apa yang
dikatakan Sekar semuanya benar. Ia tidak mencintai Sekar,
tetapi rangsangan birahi lebih berperan Ia tergila-gila akan
tubuh molek Sekar dan cara gadis itu mencintainya.
Di tengah pergumulan, gadis itu berbisik merdu di
telinganya. "Aku mau diobati nenek, supaya aku tampak
cantik, supaya kamu tak akan bisa melupakan aku. Aku tak
ingin kamu mencintaiku, yang aku inginkan adalah kamu
selalu merindukan aku, merindukan tubuh dan semua
kenikmatan yang kuberikan padamu Geni, aku sendiri hanya
akan mencintaimu seorang, tak akan ada lelaki lain dalam
hidupku, hari ini, besok dan hari-hari di masa datang."
Keesokan pagi mereka melanjutkan perjalanan, menempuh
jalan pintas lewat hutan. Selain menghindari perjumpaan
dengan orang, Sekar memperkirakan senja atau malam hari
akan tiba di Lembah Cemara Ia tahu keadaan kritis terutama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
racun ganas yang menyerang Wisang Geni. Siang itu seusai
makan, racun ular salju menyerang Geni. Kali ini rasa sakit
hampir tak tertahan. Geni mengerang. Rasa sakit dan dingin
seperti akan membunuhnya. Sekar memeluk, menciumi Geni.
Ia menangis melihat penderitaan kekasihnya. "Geni, jangan
mati, nanti malam kita akan tiba, kekasihku kau harus bisa
bertahan!"

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika serangan racun itu mereda, Geni seperti orang
kehabisan tenaga Ia bahkan tak sanggup mengangkat
tangannya. Sekar masih memeluknya, airmata si gadis
membasahi pipinya. "Oh Geni, kamu sangat menderita, aku
tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menolongmu"
Geni memandang si gadis dengan senyum dipaksa. "Dua
kali serangan lagi, aku pasti akan mati. Sekar, tak ada
obatnya, lebih baik kamu tinggalkan aku sendiri di sini, kamu
pulang ke rumah nenekmu, pergilah Sekar."
Sekar menggeleng, menjawab sambil menangis, "Tidak,
kamu tak boleh mati, tidak kuijinkan kamu mati. Sekarang
juga kita berangkat ke Lembah Cemara"
Dia membantu Geni, susah payah ia menaikkan Geni ke
atas punggung kuda. Ia melompat di belakang kekasihnya,
satu tangan memeluk Geni, tangan lainnya memegang kekang
kuda. Mereka menunggang satu kuda, kuda lainnya dituntun
di belakang dengan tali yang agak panjang
Sekar memacu kudanya, memburu waktu, ia harus tiba
secepatnya sebelum racun ular itu menyerang lagi. Perjalanan
jauh. Ketika matahari mulai tergelincir ke barat, Sekar
berteriak gembira. Ia memeluk kekasihnya, "Geni, kamu lihat,
itu dia Lembah Cemara. Sebaiknya kita ganti kuda, supaya
bisa lebih cepat" Sekar melompat turun. Tetapi berbarengan saat itu racun
menyerangnya, ia jatuh bergulingan. Ia menjerit. Geni
terkejut, melompat dari kuda ingin menolong Sekar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi lantaran tak lagi punya tenaga yang cukup, Geni pun
jatuh bergulingan Geni merangkak mendekati Sekar. Ia memeluk gadis itu
yang berontak kesakitan. Tak tahu harus berbuat apa, Geni
menyodorkan tangan ke mulut Sekar. Tanpa sadar Sekar
menggigit tangan Geni, ia menggigit sekeras-kerasnya. Geni
meringis kesakitan, tetapi ia diam tak bersuara. Ternyata
dengan menggigit itu Sekar bisa bertahan dari rasa sakit.
Tidak lama kemudian gadis itu sadar, sakitnya mereda dan
lenyap. Geni memandangnya dengan pandangan aneh. Sekar
baru sadar bahwa mulurnya sedang menggigit tangan
kekasihnya. Agak lemas, ia bangkit, memegang tangan Geni.
Tampak bekas gigi yang dalam di tangan Geni, sejengkal di
bawah siku. Bekas gigitan itu merah dan masih mengeluarkan
darah. "Aku tidak sadar, tetapi mengapa kamu membiarkan
tanganmu kugigit?" Geni mencium gadis itu. "Aku ingin meringankan
penderitaanmu, tak ada artinya tangan ini dibanding apa yang
telah kau berikan padaku."
Sekar memeluknya erat. "Aku tidak salah mencintai orang."
Ia cepat sadar ketika matanya tak melihat kudanya. "Kemana
kuda itu pergi?" Ia bersiul. Tetapi kuda-kuda itu sudah lari
jauh, lari menuju kebebasan. Keduanya saling membimbing,
melangkah pelan-pelan menuju Lembah Cemara. Senja
semakin mendekati malam Hutan cemara semakin dekat.
Ketika keduanya tiba di batas Lembah Cemara, matahari
sudah hampir tenggelam seluruhnya, ketika itulah racun
menyerang Geni. Kali ini serangan semakin ganas. Keringat
membasahi sekujur tubuhnya tapi ia pantang bersuara. Ia tak
mau membuat Sekar kelewat sedih. Rasa sakit yang menusuk
tulang membuat seluruh syaraf dan ototnya menjerit, rasa
dingin membuat ia menggigil, seluruh tubuhnya gemetar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni hanya memikirkan mati atau pingsan sajalah yang bisa
membuat ia me lupakan sakitnya. Tetapi keinginan untuk
pingsan pun tidak terpenuhi. Ia seperti harus menjalani rasa
sakit ini. Sekar menangis, memeluk Geni dengan erat, ia takut
kehilangan lelaki yang dicintainya itu.
Sekar berusaha segala daya, membuka baju Geni,
membuka bajunya sendiri, menempelkan dadanya ke dada
Geni. Sekar masih memiliki tenaga dalam meskipun sudah
banyak berkurang, namun dengan memaksa diri dia
memindahkan panas tubuhnya ke tubuh kekasihnya. Geni
antara sadar dan pingsan mengigau. "Bunuhlah aku, bebaskan
aku dari sakit ini, bunuhlah aku, tolong, kau bunuhlah aku!"
Sekar semakin panik. Ia memeluk dan mencium mulut
Geni. Mulut itu dingin, tubuh Geni dingin dan gemetaran.
Dalam kepanikan, Sekar teringat neneknya. "Semoga nenek
bisa mendengar siulanku." Sambil tetap memeluk Geni, ia
menghirup nafas panjang kemudian mengeluarkan siulan.
Tetapi itulah tenaga terakhir, sisa-sisa tenaga yang masih
ada pada Sekar. Siulan itu seperti bisikan lemah. Tak mungkin
bisa didengar orang. Sekar pingsan. Letih, sedih dan putus
asa. Ia pingsan di atas tubuh Geni yang masih menggigil
kedinginan. Dua insan itu lama tidak bergerak Malam merangkak
semakin kelam Geni mulai sadar, sakitnya sudah mereda.
Tetapi ia tak mau bangkit atau bergerak ia tahu Sekar pingsan
dengan telungkup di atas tubuhnya. Geni memeluk gadis itu Ia
merasakan tubuh Sekar yang lunak. Gadis itu sedang tidur.
Tadinya pingsan kini malahan tidur, dimungkinkan jika
seseorang terlampau sedih, kecewa dan ketakutan.
Tengah malam, embun mulai turun, Sekar terjaga Ia kaget
merasa tangan Geni memeluknya. "Di mana kita, Geni, kamu
masih hidup?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni menciumnya. Tak terkirakan gembiranya, Sekar
memeluk dan mencium kekasihnya. Dua anak manusia itu
bergumul dalam kenikmatan nafsu di gelapnya malam. Bulan
bersembunyi di balik mendung seakan malu menyaksikan dua
kekasih yang bugil di alam terbuka.
Matahari pagi mulai mengintip dari arah timur, Sekar
mencubit lengan kekasihnya. "Aku sudah bilang, tak kuijinkan
kamu mau, kita sudah sampai di rumahku, nenek pasti bisa
mengobatimu, jika dia tak sanggup maka tak seorang pun di
kolong langit ini yang bisa menyembuhkanmu"
Keduanya bergegas mengenakan pakaian, kemudian
melangkah masuk ke dalam pepohonan cemara. Sekar
melangkah hati-hati, tangannya menuntun tangan Geni dan
menghitung langkahnya. Ia melangkah ke kiri, sebentar ke
kanan Terkadang mundur lantas maju lagi. Terkadang
berhenti, berpikir sejenak lalu melangkah lagi.
Akhirnya mereka sampai di sebuah rumah tua di tengah
hutan cemara. Rumah berada di tengah empang yang airnya
kehijauan dihiasi banyak bunga teratai. Tak ada jembatan
Terdengar suara dari dalam rumah. "Bocah nakal, akhirnya
kamu pulang juga, siapa yang kamu bawa?"
"Namanya Wisang Geni, kami berdua kena racun ganas,
racun ular salju." Sekar belum selesa i bicara ketika racun itu menyerang. Ia
jatuh terbanting ke tanah, bergulingan di tanah. Geni bergerak
hendak menolong, tetapi ia kalah cepat. Dari dalam rumah
berkelebat sebuah bayangan. Bagai terbang ia melayang
menggunakan bunga teratai sebagai batu loncatan melewati
empang. Gerakannya sulit diikuti mata telanjang. Cepat sekali
ia menyambar tubuh Sekar, menotok dada, memeriksa nadi,
lalu mengurut dada dan punggung. Serangan racun mereda.
Dia perempuan tua. Dia memakai semacam jubah yang
longgar dan panjang, di dalamnya dia mengenakan baju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengan panjang dan celana sebatas mata kaki. Rambutnya
disanggul rapi di atas kepala. Matanya tajam seperti hendak
menelan Wisang Geni. Dia melesat ke dalam rumah, kemudian kembali. Ia
menggenggam seikat rumput warna warni. Tangannya
bergerak cepat ke seluruh tubuh Sekar. Ia memijit dada,
menepuk pelan punggung bagian atas gadis itu.
"Huuuaaahhh!" Sekar muntahkan darah hitam yang berkilat
kena sinar matahari. Nenek tua itu menjejalkan seikat kecil
rumput ke mulut Sekar, mengambil air empang dan
meminumkan pada cucunya. "Ini racun ganas! Racun ini membunuh secara perlahan
setelah sebelumnya si korban mengalami penderitaan sakit
yang panjang. Orang itu sungguh kurang ajar, tetapi mana
mungkin aku kalah, dalam tempo dua hari racun itu akan
kupunahkan." Sekar tertawa. "Kamu memang hebat, Nek, kalau tidak,
mana mungkin kamu dijuluki Dewi Obat." Ia menatap
neneknya dengan mimik manja. "Nek, kamu tolong kawanku
ini, ia orang baik, ia menolong aku tanpa pamrih, ia tak
pernah menghinaku, kamu harus menolongnya Nek, lukanya
parah." Dewi Obat bersungut-sungut. Ia menarik Sekar menjauh
dari Geni, "Nduk, kamu tahu aku sudah tak pernah menolong
orang luar, mengapa kamu membawa orang luar ke rumah
kita, apakah dia tahu jalan masuk?"
Sekar memeluk neneknya. Tidak dia tidak akan hafal
jalannya. "Nek kamu harus tolong dia, kau tahu Nek, Wisang
Geni itu murid Lemah Tulis. Dia dihajar Kalayawana, dalam
keadaan luka parah dia dipaksa telan racun ular salju. Orang
Hima laya itu mengejek bahwa tak ada orang di negeri Jawa ini
yang bisa menolong Geni. Kurang ajar, dia menghina, aku saja
merasa terhina." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nenek itu memandang cucunya dengan mimik Jenaka. "Aku
tahu kau sengaja memanasi aku, ternyata berhasil, aku jadi
penasaran, apa benar tidak bisa menyembuhkannya. Sekar,
kau harus jujur, kau pasti sudah kehilangan perawanmu, dia
yang menidurimu?" Sekar memeluk dan mencium leher neneknya, berbisik.
"Memang dia! Beberapa kali, aku mencintainya Nek!"
Sang nenek mendengus lirih. "Laki-laki semua sama, mana
bisa dipercaya!" Dia menghampiri Geni, memukul pelan, Geni jatuh pingsan.
Sekar berteriak, terkejut. Dewi Obat tertawa, "Dia cuma
pingsan supaya aku leluasa memeriksa." Dia meraba nadi,
dada dan punggung. Wajahnya memucat
Ia menjauh dari Geni. Ia kembali mendekat, memeriksa
mata, telinga, hidung dan mulut Geni. "Gila, ini tak mungkin!"
Ia menempelkan telinga di dada Geni. Matanya berkejap-
kejap, menatap langit. Ia menggeleng kepala. "Mana bisa ada
kejadian seperti ini. Dia sudah kehilangan seluruh tenaga
cadangan, tapi aneh dia tidak mati!"
Setelah memeriksa, Dewi Obat menyadarkan Geni,
menanyakan asal kejadiannya mendapat luka separah itu.
Geni menceritakan seluruhnya. Dewi Obat diam tak bersuara,
keningnya berkerut. Ia berpikir keras. Dalam hati, ia tidak
yakin bisa menyembuhkan Geni.
"Akan kutolong sebisanya, kelihatannya lukamu sangat
parah. Kamu dihantam pukulan dingin yang merasuk sampai
di bagian paling dalam tubuhmu. Sulit disembuhkan karena
pukulan itu menyerangmu pada saat tenagamu kosong,
tenaga cadangan pun tak ada. Racun ular itu tak bisa
membunuhmu Aku heran, kenapa kamu bisa bertahan sampai
tiga-empat hari. Biasanya luka macam ini, orang hanya bisa
bertahan satu hari. Aku yakin darahmu punya penolak racun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nenek itu berhenti bicara, dia menoleh memandang Sekar
yang tak sadar mencengkeram lengan neneknya. Geni teringat
gurunya, Waragang yang telah membentuk kekuatan menolak
racun dalam tubuhnya. Dia berterimakasih pada guru
Waragang. Nenek menatap tajam Geni kemudian melanjutkan,
"Darahmu mampu menolak racun tetapi sifat dingin racun
telah menambah bobot dingin pukulan Kalayawana. Aku bisa
mengusir racun ular, karena sebagian besar bisanya sudah
dilumpuhkan kekuatan darahmu Tapi rasa dingin dalam
tubuhmu tidak bisa disembuhkan, dingin itu akan menetap
terus di tubuhmu, kamu akan kedinginan makin hari makin
parah sampai...." Dia menoleh memandang Sekar yang
menangis terisak-isak. Geni mengeluarkan nafas. "Terimakasih Nek, atas
pertolonganmu, berapa lama aku masih bisa hidup?"
Dewi Obat melangkah menuju empang. Ia menoleh kepada
dua muda-mudi itu. "Sekar kau bawa dia, ke gubuk di sebelah
timur. Aku akan persiapkan obatnya." Tak lama kemudian dia
kembali membawa kotak kecil, mengeluarkan delapan
mangkuk berbagai ukuran. Dia bekerja cepat, mengurut,
menotok dan melekatkan mulut mangkuk ke beberapa bagian
punggung. Saat bersamaan Sekar mempersiapkan tungku api dan
tempayan besar berisi air. Geni kemudian berendam.
Api makin lama makin besar sampai titik didih yang mana
Geni tak mampu bertahan. Geni melompat keluar. Dia
berendam lagi, demikian berulang-ulang sampai delapan
mangkuk itu lepas dengan sendirinya.
Dewi Obat memegang dan meraba nadi Geni. "Lumayan,
sekarang tenaga cadanganmu mulai timbul Ada harapan kau
bisa disembuhkan. Hanya aku belum yakin," katanya. Ia
menotok beberapa jalan darah di perut dan dada. Selang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesaat Geni muntah darah kental, hitam dan berkilat, T iga kali
muntah. Pagi hari itu udara dingin terasa menusuk tulang. Embun
dan kabut menyelimuti gubuk kecil. Wisang Geni tampak
sedang semedi. Ia sudah tiga hari menetap di gubuk
menjalani pengobatan. Anehnya selama itu ia tak melihat
Sekar. Meskipun hatinya bertanya-tanya namun dia agak
segan menanyakan pada si nenek. Sepanjang hari Geni
berlatih semedi dan berendam air panas.
Keesokan siang harinya, Dewi Obat berdua Sekar menemui
Geni di gubuknya. Sekar menjinjing makanan. "Aku masak
makanan enak buai kamu," katanya. Dia tampak gembira
"Tiga hari aku menjalani pengobatan, sekarang ini aku sudah
sembuh." Dewi Obat batuk-batuk kecil, "Benar kata orang, di atas
langit masih ada langit lain, kupikir dengan ilmu pengobatanku
tidak ada suatu penyakit pun yang tak bisa kutaklukkan. Tapi
hari ini aku harus mengakui kenyataan pahit, aku tak mampu
menyembuhkan lukamu, aku cuma bisa memperpanjang
usiamu Sekar menyela, "Nek...."
Dewi Obat mengangkat tangan. "Sekar jangan potong


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bicaraku Semua yang terjadi sudah terjadi, aku juga manusia
biasa, kemampuanku terbatas. Racun ular salju sudah punah,
tetapi luka dingin pukulan Kalayawana masih menguasai jalan
darah bahkan merasuk sampai ke tulang. Tak ada lagi daya
yang bisa kukerjakan untuk menolongmu, anak muda. Racun
dingin Kalayawana itu sudah merasuk jauh ke seluruh bagian
tubuhmu, dengan ramuan yang kuberikan nanti, kamu bisa
bertahan hidup sampai satu bulan lagi."
Selama empat hari di Lembah Cemara, Geni merasa banyak
baikan. Ia kini lebih kuat "Dewi Obat, aku berhutang budi
padamu, tadinya usiaku hanya tinggal satu hari tapi kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah memberi tambahan satu bulan, mungkin dalam satu
bulan itu aku bisa menemukan cara penyembuhannya. Aku
rasa tak ada gunanya lagi aku berdiam di sini, lebih baik aku
pamit sekarang." Sekar cepat memotong. "Geni sebaiknya besok pagi,
sekarang hari sudah mendekati senja."
Dewi Obat mengiyakan. "Wisang Geni, kamu bisa sembuh
apabila ada dua pendekar yang memiliki tenaga dalam tinggi,
yang seorang menguasai tenaga dingin, orang lainnya tenaga
panas. Lalu keduanya membantumu dengan menyalurkan
tenaganya ke dalam tubuhmu"
Menatap mata Sekar yang berkaca-kaca, Geni tersenyum
dan menjawab akan berangkat esok pagi. Seketika mata Sekar
berbinar, gembira Dewi Obat hendak beranjak meninggalkan
muda-mudi itu tetapi ia berhenti sejenak. "Geni, aku ingin
bertanya, tetapi kuharap kau tidak curiga Sesungguhnya aku
masih punya ikatan keluarga dengan Lemah Tulis, dan aku
tahu kamu murid Lemah Tulis."
Geni merasa tubuhnya mengejang. Ia menjadi waspada.
Dia tidak menyahut, menanti Dewi Obat menatap mata Geni.
"Kau pernah mendengar bukit Lejar di kaki gunung Batuk"
Ratusan tahun lalu di salah satu bagian bukit pernah hidup
seorang perempuan pertapa tua, dia suka berkeliling daerah
sekitarnya dan menolong penduduk, kau tahu siapa dia?"
Geni terperanjat. Tidak sembarang orang mengetahui cerita
itu, bahkan tidak semua murid Lemah Tulis mengetahuinya.
Geni sendiri mendengar rahasia ini dari gurunya, Padeksa.
Seketika ia sadar bahwa Dewi Obat adalah teman sendiri. Geni
menjawab tegas, "Nenek pertapa itu dijuluki Nenek Panitikan!"
Dewi Obat menghela nafas. Ia gembira berbareng duka.
Gembira karena aldairnya menemukan orang yang dicari
selama ini, murid Lemah Tulis yang sudah mewarisi ilmu
Prasidha. Tetapi dia berduka lantaran mengetahui pendeknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
usia Geni. Suaranya agak gundah, "Ceritanya panjang, aku
bukan dari perguruan Lemah Tulis. Tetapi keluargaku turun
temurun kerabat dekat Lemah Tulis. Aku turunan nenek
Panitikan!" Wisang Geni terkejut. Dicari-cari tidak ketemu Tidak dicari
justru jumpa. Belasan tahun berdua Padeksa, dia mencari
keturunan Nenek Panitikan, bahkan pernah mencarinya di
bukit Lejar. Siapa nyana justru sekarang ia sendiri yang
menemukan. "Ini pertemuan aneh. Bertahun-tahun aku dan
guruku Padeksa mencari tetapi tak berjodoh denganmu, Nek!"
Sekar yang dari tadi diam, menyela, "Mengapa kamu tidak
gembira bertemu nenek."
"Aku gembira, tetapi apakah usiaku masih cukup untuk
mempelajari Garudamukha Prasidha dan apakah ada gunanya
menguasai jurus luar biasa itu."
Dewi Obat menghela nafas. "Semua yang kita peroleh,
mungkin tidak bermanfaat pada saat itu, tetapi bisa berguna
di saat lain. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi besok atau
satu bulan ke depan."
"Terimakasih atas nasihatmu, Nek, sekarang aku mohon
kau perlihatkan padaku Kinanti Prasidha itu."
Dewi Obat makin yakin, tak salah orang. Tidak ada orang
luar yang tahu tentang Kinanti Prasidha itu, bahkan hanya
murid Lemah Tulis yang sangat dipercaya dan murid pilihan
yang diberi tugas kepercayaan mencari Kinanti Prasidha. Tapi
ia masih menguji. "Aku tak mengerti apa itu Kinanti Prasidha."
"Sebenarnya aku tak usah peduli, sebab usiaku tinggal
sebulan, tetapi tugas tetaplah tugas yang harus kulaksanakan.
Kau pasti tahu Kinanti Prasidha karena tugasmu menuntun
murid Lemah Tulis mempelajari separuh jurus Garudamukha
Prasidha yang tersembunyi dalam kinanti itu. Ilmu ini sengaja
dibagi dua untuk mencegah dicuri orang luar. Bagian separuh
diwariskan kepada murid yang dipercaya, kebetulan orangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah aku. Separuh lain disembunyikan dalam tari kinanti
yang dijaga turun temurun oleh keturunan Nenek Panitikan.
Kamu masih tak percaya padaku, Nek?"
Senang hati Dewi Obat dan Sekar. Tak disangkal lagi, Geni-
lah orangnya. "Aku percaya sekarang, tetapi tari kinanti tak
ada padaku, itu ada pada kakak kandungku dan putrinya.
Mereka kini ada di bukit Lejar."
"Bagaimana aku bisa menemukan mereka?"
"Jika kau berjodoh dengan ilmu dahsyat itu, kau akan
temukan mereka di pesta akhir bulan Cakra nanti. Ada pesta
gunung, banyak orang dan keramaian. Pesta akan
berlangsung tujuh malam Di salah satu tenda, kakak dan
keponakanku akan menembang tari Kinanti Prasidha. Kami
sekeluarga sudah tak sabar menanti selesainya tugas yang
diemban orangtua kami. Sejak belasan tahun lalu dalam setiap
pesta gunung di bulan Caitra kami selalu mementaskan drama
dan tari Kinanti Prasidha itu. Kau tak perlu khawatir tidak
menemukan mereka, tenda mereka mudah dikenali karena
tempat lalulintas pengunjung, dan setiap malam mereka hadir
dari awal malam sampai dini hari. Wisang Geni, aku
mengharap kamu akan memperoleh keajaiban dan sembuh
dari penyakitmu, besok pagi jika kau pergi, tak perlu pamitan
padaku. Aku cuma berpesan padamu, jika umurmu panjang
jangan kamu sia-siakan cinta Sekar." Berkata demikian Dewi
Obat berkelebat menghilang dari pandangan dua muda-mudi
itu. Kala itu sinar matahari senja sudah hampir memasuki
peraduan. Sinarnya tak mampu menembus lebarnya
pepohonan cemara Agak gelap, tetapi sinar mata Sekar
berkilat tajam Ia tampak cantik, bekas cacarnya hampir tak
terlihat, tertutup sinar senja yang redup. Geni terpesona.
Sesaat kemudian airmata menetes dari sepasang mata
indah itu. Ia terisak. "Geni, besok kamu pergi, mungkin kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan melupakan aku, tetapi aku tidak akan pernah bisa
melupakan kamu, sampai kapan pun."
Geni menghapus airmata Sekar, menciumnya dengan
lembut. "Sekar, jangan berkata demikian, aku tak akan
melupakan kamu, betapa bodoh dan gilanya aku jika sampai
melupakan kamu" Sekar memegang tangan Geni dan menuntunnya ke buah
dadanya. Geni merasakan payudara yang kenyal dan montok.
Geni mulai terangsang, ia memeluk dan mencium mulutnya.
Mendadak Sekar mencubit pahanya dan tertawa menggoda. "Jangan sekarang sayangku, kamu tunggu di sini,
aku akan membawakan makanan untuk kita berdua dan kita
akan berdua saja, hanya kau dan aku, sepanjang malam." Ia
pergi sambil tertawa cekikikan, berlari dan melompat ke
seberang empang, menghilang di balik pepohonan rimbun.
Hari sudah gelap. Di gubuk itu Geni berdua Sekar. Makan
berdua. Duduk bersanding memandang pucuk cemara yang
bersinar diterangi cahaya rembulan. "Geni, aku yakin kamu
masih berusia panjang, tapi ingat suatu waktu aku pasti akan
mencari kamu, aku tidak peduli di sisimu ada Wulan atau
wanita lain, aku mendatangimu, mengingatkan kamu bahwa di
kolong langit ini masih ada Sekar, gadis buruk rupa yang
sangat mencintaimu, yang mau berkorban apa saja untuk
membuat kamu bahagia."
"Kamu tidak takut dihina dan dipermalukan sainganmu?"
"Jika saatnya tiba, wajahku sudah bersih dan cantik, aku
juga membekali diri dengan ilmu silatyang lumayan. Kamu
belum me lihat kemampuan silatku, karena belum kuperlihatkan. Dalam waktu enam bulan ini nenek akan
menyembuhkan bekas cacar dan melatih kepandaian silatku.
Nantinya tidak sembarang orang bisa mengalahkan aku."
"Kalau aku, bagaimana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar tertawa, mencubit lengan kekasihnya. "Tak mungkin
aku berani melawanmu, aku pelayanmu dan juga kekasihmu!"
Dia menyandar ke dada Geni. "Tetapi aku mau lebih dari itu,
aku mau menjadi ampil, selir atau isteri. Aku tahu banyak
wanita yang menyukaimu dan kau pasti akan terpikat rayuan
mereka, tetapi aku berani bersaing, aku yakin kau selalu akan
tergila-gila padaku, kau akan selalu ingat cara aku
melayanimu, kau akan selalu ingat tubuhku dan cintaku. Geni,
aku ingin kau menjawab jujur, apakah kau tahu aku
mencintaimu?" Geni mengangguk. "Aku tahu!" Dia mengelus punggung
dan perut mulus itu. Kulitnya halus, tubuhnya lunak.
Sekar menggeliat. "Geni, jika aku menemukanmu dan kau
sedang dalam pelukan perempuan lain, Wulan atau siapa saja,
apakah kau masih mau mengenalku?"
"Tentu saja, tak mungkin aku bisa me lupakan hari-hari
indah yang telah kita lalui bersama. Jika mau jujur,
sebenarnya aku tak tahu bagaimana perasaanku padamu,
berada di sampingmu membuat aku sangat bernafsu"
"Geni, aku akan membuatmu bahagia sepanjang malam ini,
membuat kamu mengenang dan mengingat tubuh dan
cintaku. Akan mengingat kesegaran cintaku meskipun
seandainya kamu berada dalam pelukan dan cumbu rayu
perempuan lain. Kamu akan sampai pada kesimpulan bahwa
Sekar adalah perempuan yang tak bisa kaulupakan begitu
saja." Malam terasa pendek. Sepasang kekasih itu berbisik-bisik
mesra diselingi peluk cium penuh birahi. Sekar menangis dan
tertawa, ia bahagia berbareng sedih. Malam ini mungkin
terakhir ia melayani Geni, tak ada lagi malam-malam panjang
yang penuh nafsu dan cinta. Sekar menangis, ia mendengar
bisik Geni di telinganya. "Kekasihku, besok aku pergi, entah
apakah akan bertemu lagi denganmu, aku pun tak tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apakah masih akan hidup lanjut, tetapi jika aku masih hidup
aku pasti akan mencari kamu."
"Bagaimana dengan Wulan atau perempuan lain?"
"Kita hidup bersama, bertiga, aku, kamu dan Wulan. Aku
yakin Wulan akan bersedia, kamu mau?"
Sekar mengangguk. Ia mencium Geni. Lelaki itu menggeluti
tubuhnya, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tak ada
sejengkal lekuk tubuh molek itu yang tidak dijamah tangan
dan ciuman Geni. Mereka tak mau memejamkan mata.
Sepanjang malam. Sampai esok pagi ketika burung berkicau
dan ayam berkokok, keduanya masih bugil berpelukan. Ketika
pagi datang, terompet perpisahan sudah harus ditiup. Kini
berpisah, tak tahu apakah bisa bertemu lagi.
Sekar mengantar kekasihnya dengan berurai air mata.
Mendekati batas hutan cemara, Sekar memeluk kekasihnya.
"Geni, jangan lupakan aku."
"Tak mungkin melupakan kamu, Sekar. Kau terlalu hebat
untuk bisa kulupakan, tetapi aku tak berani menjanjikan apa-
apa." "Setelah sembuh dari bekas cacar ini, aku akan mencarimu.
Jika kamu mati, pasti cintaku ikut terkubur, tak ada laki-laki
lain bagiku." Geni memeluk gadis itu. Gadis yang sangat mencintainya.
Ia mencium penuh nafsu, tangannya merambah ke belahan
celana dan meremas bokong gadis itu. Sekar menggeliat. Dua
kakinya terangkat melingkar ke pinggang Geni. Keduanya
hilang keseimbangan, jatuh terguling dalam posisi berpelukan.
Ciuman makin liar dan panjang. Burung burung menjadi saksi
saat sepasang kekasih me lepas pakaian dan bersatu dalam
kenikmatan batin dan raga yang makin lama makin
memuncak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ditengah deru nafsunya yang panas Geni berbisik,"Sekar
jikalau saja aku bisa hidup bersamamu selamanya di Lembah
Cemara ini, aku puas. Namun aku harus pergi, aku harus
hidup, aku tidak mau mati! Tetapi seandainya mati aku akan
membawamu dalam kenangan terakhirku.''
Sekar menggeliat penuh nafsu. "Percayalah Geni, itu
tandanya kau mencintai aku, oh, aku bahagia."
"Aku tak tahu apakah ini yang disebut cinta, tetapi kalau
benar ini adalah cinta, maka pohon pohon cemara dan seisi
mahluk hutan menjadi saksi bahwa aku W isang Geni sangat
mencintai Sekar." "Aku bahagia kekasihku," bisik Sekar yang menjerit lirih. Ia
mendaki puncak kenikmatan. Tengah hari ketika matahari
berada di titik tertinggi Geni dengan langkah berat akhirnya
meninggalkan Sekar yang mengantarnya dengan berurai air
mata. Duapuluh hari telah berlalu sejak meninggalkan Lembah
Cemara, Wisang Geni menjalani hari-hari yang kosong, tak
ada arti. Dia tidak langsung menuju bukit Lejar, ia merantau
tanpa tujuan. Akhirnya ia tiba juga di bukit Lejar tepat pesta
gunung memasuki hari keenam. Itulah hari terakhir bulan
Caitra, puncak keramaian pesta. Jika menurut hitungan Dewi
Obat, dia masih bisa hidup tujuh hari lagi sebelum kematian
menjemputnya. Dia mendaki bukit Lejar, tenggelam di antara banyaknya
pengunjung. Dia dalam keadaan bimbang. Pikirannya tak
menentu, kalut. Dalam hati dia mengakui sebenarnya dia takut


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati Ada bedanya, mati dalam perkelahian, seseorang tidak
perlu menanti kematian menjemput. Ia mati dibunuh lawan.
Dan selesai. Jika menang, ia tidak akan terbunuh, musuhnya
yang mati. Tetapi keadaannya kini berbeda, ia justru menanti
saat maut datang menjemputnya. Tujuh atau enam atau lima
hari, ia tidak tahu pasti kapan saatnya ajal itu datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerkamnya. Geni semakin bingung. Ia seperti linglung,
mendaki bukit mengikuti ke mana langkah membawanya.
Menunaikan tugas perguruan menemukan Kinanti Prasidha
dan mempelajari ilmu pusaka Garudamukha Prasidha. Tetapi
buat apa" Berhasil menemukan dan mempelajarinya tak akan
banyak gunanya, ia akan mati membawa ilmu itu ke dalam
kubur. Pikiran ini menghantuinya sejak pergi meninggalkan
Lembah Cemara. Ia tak lagi mengurus dirinya, tak pernah
mandi, pakaiannya compang camping, wajahnya lusuh dengan
cambang, kumis serta rambut panjang riap-riapan. Geni
menyerupai pengemis butut yang dekil.
Hari itu sangat ramai. Geni terbawa arus pengunjung.
Orang-orang itu percaya jika berada di bukit Lejar pada hari
terakhir bulan Caitra, apa saja yang diinginkan akan terkabul.
Konon di bukit Lejar ini, di suatu tempat yang tidak
diketahui, dewa-dewa mengadakan pertemuan membincangkan urusan dunia. Sebagian pengunjung mencari
jodoh, yang lain minta kekayaan dan kekuasaan. Para
pendekar mengincar buku silat yang konon milik para dewa
yang tercecer di bukit ini Para pedagang tidak ketinggalan,
datang menjajakan jualan. Semua orang datang mencari
peruntungan. Makin larut malam, lereng bukit semakin padat,
penuh sesak. Nyaris tak ada tempat kosong sepanjang lereng.
Di sana sini ada keramaian.
Wisang Geni me langkah gontai. Pakaiannya compang
camping tampak kontras dengan pengunjung sekitarnya.
Semua orang mengenakan pakaian mewah mentereng. Di
satu pojok keramaian, bagian yang tidak banyak dikunjungi
orang terdengar suara lelaki bercerita. "Siapa sangka cinta dua
anak manusia itu mendapat rintangan besar. Ksiti Sundari
menangis. Ia berduka menangisi nasib dan kisah cintanya.
Prabu Baladewa tidak setuju, apa alasannya?"
Langkah W isang Geni terhenti. Ia diam Terbayang wajah
Wulan. Wajah perempuan yang dicintainya. Ia merasa senasib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan tokoh yang diceritakan itu. Ia ingin mendengar lebih
lanjut. Ia memilih sebuah pohon besar tidak jauh dari tenda
yang menggelar cerita wayang itu, bersandar dan memasang
telinga. Beberapa saat mendengar, ia lantas tahu cerita yang
dibawakan Ki Dalang adalah Ghatotkamsraya karya mpu
Panuluh. Dia mempelajarinya dari guru Waragang. Cerita yang
digandrungi banyak orang.
Sesaat Geni lupa segalanya. Ia larut dalam kisah itu. Bagian
di mana Ksiti Sundari, putri tunggal prabhu Kresna, raja
Dwarati bertemu Abhimanyu, putra Arjuna, keduanya saling
mengutarakan cinta. Berjanji sehidup semati Ks iti Sundari
memberi cupu berisi "burat" sebagai tanda setia. Cinta diam-
diam dan tersembunyi lantaran takut akan murka sang prabhu
Baladewa, kakak Kresna. Karena resminya Baladewa telah
menjodohkan Sundari dengan Laskmana, putra tunggal
prabhu Duryudhana. Meskipun sudah mengetahui isi cerita, namun Geni masih
tetap terpesona akan kisah itu. Terutama ketika Ki Dalang
memasuki bagian Sundari kasmaran di taman. Membayangkan
kekasihnya, Abhimanyu, yang jauh di rantau, Sundari
menumpahkan segenap isi hati dalam tari. Seorang gadis
cantik dengan busana kerajaan yang mewah, naik panggung.
Ia menari lemah gemulai, indah dan mengundang pesona.
Penonton bertepuk tangan.
Jantung Geni seakan terhenti. Ia terkejut. Matanya melotot.
Ia seakan tak percaya apa yang dilihatnya. Jari-jari tangan
gadis itu meliuk-liuk seperti paruh burung, siap memangsa
korban di kanan kiri. Geni tahu itulah gerak pembukaan jurus
Prasidha. Sejak kecil gurunya Padeksa mengajarinya berulang-
ulang sehingga Geni sudah sangat hafal dan menguasai jurus
pembukaan itu. Saat berikut terdengar suara si gadis melantunkan kidung,
suaranya mendayu-dayu. Kidung rindu seorang gadis yang
mabuk cinta. Berbagai rasa bergalau di dalamnya, sedih,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gembira, cinta, birahi, rindu, berontak, ingin mati, ingin
selamat. Geni melihat kidung itu dilantunkan sesuai gerak
tarinya. Adakalanya ia gemulai. Kadangkala kakinya menghentak lantai. Sekali-sekali ia menggoyang pinggul
mengundang fantasi, mengguncang buah dadanya memancing birahi Sepintas orang hanya melihat gerak tari
seorang penari yang dinamis. Tetapi Wisang Geni terpukau
bukan sebab tari yang sensual melainkan setiap detil
gerakannya menyerupai jurus silat. Geni memusatkan pikiran
pada gerak tari itu yang ternyata sangat akrab dengan apa
yang telah dipelajarinya, mirip Prasidha ajaran Padeksa.
Seperti orang edan, mulut Geni komat-kamit. "Itu kan jurus
Sanakanilamatra (Sebesar Angin yang Terkecil), itu Agniwisa
(Bisa Api) dan itu Silmujug Tundaghata (Menukikke Bawah
dan Menyerang dengan Patuk). Hebat, ternyata kelanjutan
jurus itu demikian adanya. Itu Parasada Atishasha (Menara
Bukan Main) dan Akivatnatyana (Biarkan Akuyang membunuh), tak kusangka kelengkapan jurusnya begitu, luar
biasa! Itu Kacakrawatyan (Penguasaan Dunia) dan Sikbtv iriya
(Cintaku Kepadanya), tapi mengapa Sikhmriya diletakkan
paling buntut, seharusnya paling awal" Tarian ini pasti jurus
pusaka Kinanti Prasidbayang kucari selama ini."
Seluruhnya ada tujuh jurus dan yang diulang-ulang sampai
tiga kali putaran. Ketika penari itu mengulang pada putaran
kedua, Geni mulai bingung. Tujuh jurus yang tadi digelar tak
lagi berurutan. Pada putaran ketiga, urutannya kembali tidak
sama. Tetapi Geni mulai mengerti. Pada setiap hendak
mengawali satu putaran, penari itu mendendang syair
Parahwanta Angentasana Dukharnaipa (Hendaknya Aku
Menjadi Perahilmu untuk Menyeberangi Lautan Kesusahan).
Apa maksud syair itu" Pasti bukan bagian ungkapan Ksiti
Sundari, sementara syair lainnya tak pernah diulang-ulang.
Tetapi kalimat ini justru diulang sampai tiga kali. Ini pasti
bagian paling penting. Tapi apa artinya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun berpikir keras Geni tetap merekam semua yang
dilihatnya. Tak ada yang luput dari pengamatan sekecil apa
pun. Ia tak tahu berapa lama si gadis menari. Waktu terasa
begitu singkat ketika Geni melihat gadis penari itu undur diri.
Suara Ki Dalang terdengar lagi melanjutkan kisahnya. Tetapi
Geni tak lagi tertarik. Benaknya sudah dipenuhi gerak tarian
tadi. Bagai orang linglung dia melangkah di antara orang berlalu-
lalang. Dia lupa keadaan sekeliling. Bahkan lupa akan diri
sendiri. Ia mulai mengingat ulang jurus Prasidha yang
diajarkan kakek Padeksa kepadanya. Lalu menggabungkannya
dengan gerak tari tadi. Satu demi satu ia rangkai dalam
benaknya. Tanpa sadar ia memeragakan di tengah keramaian.
Orang-orang tertawa melihatnya, dikiranya pengemis gila itu
sedang menari, tari yang kacau. Mendadak Geni melompat
kegirangan. "Aku dapat!" teriaknya berulang-ulang.
Itulah jodoh. Wisang Geni tak pernah tahu bahwa dia salah
satu murid Lemah Tulis paling beruntung sepanjang lima
dekade akhir. Pendekar Lemah Tulis terakhir yang mewarisi
Garudamukha Prasidha tidak lain adalah Eyang Sepuh
Suryajagad yang keberadaannya sekarang masih misterius.
Ia masih mengingat-ingat jurus dahsyat itu yang kini sudah
lengkap dan sempurna dalam benaknya, mendadak ia
terpental terbanting ke tanah. Punggungnya sakit terbentur
batu. Capingnya mental. Ia menengadah, memandang lelaki
yang membenturnya. Mata lelaki itu me lotot memandangnya.
"Pengemis buduk, mata kamu buta beraninya nabrak aku."
Geni hendak melawan tetapi ia ingat keadaannya sekarang
seperti orang awam, tak punya kepandaian silat dan tak punya
tenaga Jika me lawan, itu hanya mencari gebuk saja. Lebih
baik diam, mengalah. Seorang gadis mendekati lelaki itu. "Ayo
kangmas, kita jalan terus."
Lelaki itu manda digandeng si gadis. Keduanya pergi. Geni
diam terpaku, bibirnya gemetar menyebut nama seseorang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sari!" Ia merasa telah berteriak, ternyata tidak, suaranya
terdengar sayup-sayup. Anehnya gadis itu mendengar
namanya disebut orang. Ia menoleh mencari-cari. Sepintas ia
melihat pengemis terbaring di tanah. Tetapi ia tak mengenal
Geni. "Aneh," gumam si gadis.
Terdengar suara lelaki itu, suara yang berat dan agak
parau. "Apa yang aneh, Wulan?"
Gadis itu menyahut sembarangan. "Aku seperti mendengar
suara yang memanggil namaku."
"Aku WisajigGeni yang memanggilmu," dia teriak dengan
suaranyya hanya terdengar macam orang ngorok. Ketika Geni
sadar sepenuhnya, Wulan sudah menghilang di dalam
kerilmunan orang. "Apakah aku bermimpi?" Geni menampar
pipinya. Sakit. "Aku tidak m impi, benar-benar tadi aku melihat
Wulan tetapi mengapa dia tak mengenalku" Siapa lelaki itu?"
Geni merasa ada sesuatu menusuk hatinya. Sakit dan perih.
Ia cemburu. Ia bangkit, punggung dan pundaknya masih sakit
namun hatinya lebih sakit lagi. Ketika itu ada tangan
perempuan menyodor sekeping uang tembaga kepadanya. Ia
menengadah menatap wanita itu. Wajah cantik itu tersenyum
ramah. "Pak Tua itu uang untuk makan dan beli pakaian."
Geni seperti ingat wajah cantik itu. Mendadak ia
mengenalnya. "Dia Rorowangi!" Tetapi saat itu Rorowangi
sudah menghilang bersama lelaki yang mendampinginya. Geni
merasa heran. "Rorowangi dan lelaki itu Setawastra, tetapi
mengapa dia tidak mengenalku, malah menyebut aku Pak
Tua." Tangan Geni meraba wajahnya. Mendadak ia tertawa
keras. Ia sadar wajahnya dipenuhi berewok, cambang dan
kumis serta rambut panjang tak terurus, pakaian rombeng,
pantas orang tak mengenalnya.
Ia teringat lelaki yang bersama-sama Wulan Siapa dia,
mengapa tampak begitu mesra, bergandeng tangan. Geni
marah. "Apakah Wulan sudah melupakannya, begitu mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berganti kekasih semudah berganti pakaian?" Pertanyaan itu
ibarat pisau tajam menusuk hatinya. Ia melangkah gontai.
Pertanyaan itu memburunya terus. Geni memegang kepala,
mencoba memikirkan jurus Garudamukha Prasidha tetapi
gagal. Bayangan Wulan dan lelaki itu terus menghantuinya.
Geni me lihat sebuah warung penjual tuak. Di samping
warung di sebuah pokok pohon, ia duduk bersandar. Pemilik
warung menegurnya, namun sebelum orang itu memaki, Geni
mendahuluinya. "Ini uang, bawakan aku tuak sebanyak-
banyaknya." Pemilik warung melayani macam seorang
pangeran. Geni menenggak tuak. Lima tabung. Ia mulai
pusing. Sepuluh tabung. Geni rubuh.
Saat itu fajar menyingsing, matahari mengintip di ufuk
timur. Pemilik warung mengusirnya, "Hei bangun pengemis
buduk, pergi kamu, jangan mengotori tempatku."
Geni menyahut. "Biarkan aku bermimpi, kalau aku tidur,
aku tak akan bangun lagi. Jika aku bangun, aku tak akan tidur
lagi, mati sekarang atau mati besok, sama saja." Geni
melangkah gontai, ke mana langkah membawa lubuknya.
Tanpa sadar ia berjalan ke arah ketinggian. Ia berjalan lerus.
Tubuhnya kian me lemah. Matahari mulai tenggelam, Geni
jatuh tertidur. Bangun dari tidur, dia berjalan lagi. Ia tak tahu
berapa lama ia mendaki, siang berganti ma lam, malam
berganti siang. Ia berjalan terus. Ia tak tahu berapa hari lagi
sisa hidupnya. Racun dingin lebih sering menyerang, ia
menggigil gemetaran. Siang itu ia terbaring menggigil, wajah dan tubuh Wulan
muncul di benaknya. Wajah cantik dan tubuh molek.
Pelukannya yang hangat, bibirnya yang panas membara Geni
mengigau menyebut nama Wulan. Lalu muncul wajah Sekar,
wajahnya cantik, tak ada lagi bercak hitam bekas cacar. Wajah
dan tubuh Sekar yang indah ranum Ia masih bisa
membayangkan kenikmatan cinta yang diberikan Sekar yang
membuatnya bahagia. Geni memanggil nama Sekar berulang-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ulang. Dalam benaknya ia membandingkan dua perempuan
itu. Ada perbedaan. Saat mengingat Wulan ia ingin mati
lantaran cemburu. Saat merindukan Sekar, ia ingin hidup. Ia
ingat janjinya pada gadis itu, "Aku akan sembuh dan aku akan
mencarimu." Ia merasakan birahi setiap membayangkan dua
perempuan itu tetapi ia tak bisa memutuskan siapa yang lebih
ia cintai. "Aku akan sangat bahagia jika bisa mendapatkan
keduanya sebagai isteriku."
Siang sangat terik, namun udara sejuk. Bagian lereng itu
sepi. Tak ada mahluk hidup. Sepi dan lengang. Ia haus.
Tenggorokan kering. Ia tak ingat lagi, kapan terakhir ia makan
atau minum. Tetapi haus cuma bagian kecil dari
penderitaannya. Ia tak kuat lagi melangkah. Tenaganya habis.
Setengah menyeret kaki ia sampai di bagian sisi yang terjal.
Jauh di ujung jalan ia melihat timbunan pohon bambukecil.
Biasanya dalam ruas bambu tersimpan air. Ia memaksa diri
melangkah mendaki jalan setapak. Di kiri tebing gunung
menjulang tegaklurus. Di sisi kanan jurang mengangayang
dasarnya tak terlihat Jatuh bangun ia sampai juga di
pepohonan bambu.

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Persoalan lain muncul. Ia tak punya pisau untuk
memotong, tidak juga tenaga. Ia memandang bambu itu
dengan gundah. "Bambu pun tak bersahabat denganku. Inilah
akhir perjalanan hidup murid Lemah Tulis bernama Wisang
Geni!" Menggumam demikian ia menerawang berusaha
mengingat wajah orangtuanya. Samar-samar terbayang wajah
Gajah Kuning dan Sukesih. Ia bahkan belum membalas
kematian orangtuanya. Teringat bayangan guru-gurunya
Mahisa Walungan, Waragang, Gubar Baleman, Manjangan
Puguh, Padeksa. la ing.H kala kala Padeksa, "Bila sedang kacau, kembalilah
ke kehidupan. Pikirkan tentang hidup. Ada nafas ada
kehidupan, tak ada nafas hidup pun tak ada." Tadinya tak
mengerti maknanya tetapi kini ia mengerti maksudnya. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duduk bersila merasakan desah nafasnya. Ia tak mau
memikirkan hal lain kecuali bernafas. Ia tahu begitu nafasnya
berhenti, ia terbebas dari derita. Ia rela jika saat itu ia harus
mati. Ia tak punya siapa pun.
Berapa lama ia semedi, ia tak sadar. Mendadak pikirannya
tergugah. Bayangan gadis penari membayang di depan
matanya. Satu demi satu gambaran jurus itu muncul di
benaknya. Utuh! Bagai terbius ia bangkit mengikuti gerak tari
si gadis. Ia mengurut tujuh jurus tari yang sudah ia
sempurnakan dengan tujuh jurus yang diajarkan Padeksa,
memainkan Garudamukha Prasidha.
Ia sadar kini jurus pusaka Lemah Tulis itu sudah jadi
miliknya. "Tetapi aku tak lama lagi akan mati, jurus dahsyat ini
akan ikut terkubur. Ini tak boleh terjadi, aku harus berjuang
hidup, selamatkan jurus ini, menemui Wulan dan Sekar,
membalas kematian orangtua dan guru-guruku. Masih
banyakyang harus kukerjakan, aku tak boleh mati!"
Geni berlatih terus. Matahari terbenam Lereng gunung
menjadi kelam Bagai kesurupan Geni berlatih terus. Ketika ia
berhenti, mendadak saja ia berteriak kaget. "Bukankah aku
sudah kehabisan tenaga, lantas mengapa aku bisa bersilat
sepanjang siang" Dari mana datangnya tenagaku, mungkinkah
dari jurus pusaka ini."
Berpikir demikian, Geni mencoba memukul. Ternyata
pukulannya tak mengeluarkan tenaga besar. Sama sekali tak
ada tenaga batin. Tetapi ia tak kecewa, ia bahkan gembira,
lantaran merasa tubuhnya segar. "Ini pasti berkat latihan
Garudamukha Prasidha tapi apa mungkin cuma setengah hari
sudah mendatangkan manfaat sebesar ini." Ia ingat petuah
Padeksa. "Jurus Garudamukha Prasidha menyita waktu latihan
sekitar dua tahun. Itu pun jika orang itu sudah punya tenaga
dalam hasil latihan sepuluh tahunan. Sementara orang awam
yang tak punya tenaga batin terlatih, tak mungkin bisa
menguasai jurus pusaka ini. Pada pokoknya jurus pusaka ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya bisa dilatih apabila kita memiliki tenaga batin mumpuni,
sebab ilmu ini adalah untuk menyempurnakan dan
meningkatkan tenaga batin yang sudah kira miliki."
Ia tak tahu apa yang terjadi. Ia cuma tahu tubuhnya kini
segar. Ia merasa gembira Namun mendadak saja ia
menggeliat. Rasa dingin yang amat sangat menusuk
tulangnya, ia menggigil hebat. Tubuhnya terbanting dan
terguling. Tanpa sadar ia menggelinding ke jurang terjal. Geni
merasa tubuhnya melayang. Dia jatuh ke dalam jurang.
Tubuhnya menggigil tetapi ia berpikir cepat. Ingin selamat.
Tangan menggapai apa yang bisa diraihnya.
Tubuhnya melayang di udara Ia melihat di bawah gelap
gulita. Tetapi samar-samar di kegelapan malam ia melihat
sebuah batu cadas menonjol. Tidak berpikir lagi, dia spontan
bereaksi memutar tubuhnya dalam sikap Makanjaran (Menari
dengan Lengan Terkembang). Di tengah udara ia menari
memutar dua tangannya Aneh memang, dalam keadaan kritis
itu mendadak muncul tenaga istimewa Jurus Makanjaran yang
sempurna telah menyelamatkan nyawanya Ia menggerakkan
tubuh sehinggakakinya menjejak tepat di atas batu cadas itu.
Kakinya sakit. Tetapi ia selamat. Anehnya rasa dingin
mendadak lenyap. Geni menengadah. Ada sedikit cahaya
bulan. Tempat dari mana ia jatuh, tidak terlalu tinggi. Tetapi
tak mungkin bisa naik ke sana, tebing sangat terjal. Ke bawah,
gelap gulita "Lebih baik aku menanti sampai matahari terbit."
Menanti terbitnya matahari, Geni duduk semedi di batu
cadas yang tak terlalu luas. Ia berlatih, menggerakkan tubuh
mengikuti jurus pusaka Garudamukha Prasidha untuk
mengusir rasa dingin yang mengiringi turunnya embun dan
kabut pegunungan. Ia tak perlu menanti lama, menyaksikan
fajar mulai menyingsing. Matahari masih sembunyi di ufuk
Timur namun cahayanya sudah menerangi alam sekeliling.
Kini Geni bisa melihat ke bawah. Tak tampak dasar. Embun
dan kabut menutupi pandangannya. Ke atas, ia melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tebingyang terjal dengan permukaan yang licin, mustahil ia
bisa memanjat ke atas. Lagipula menuruni tebing jauh lebih
mudah dan lebih ringan dibanding memanjat ke atas. Ia
memutuskan menuruni tebing, mungkin di dasar jurang ada
kehidupan. Ia mengamati dengan teliti dalam radius pendek ia
bisa melihat jelas. Tebing di bawahnya tidak rata dan tidak
licin. Tampak beberapa batu menonjol, bisa dijadikan
pegangan dan pijakan. Manusia memang aneh. Kemarin dan hari-hari sebelumnya,
Geni bahkan mencari mati, tak ingin hidup. Tetapi sejak jatuh
dari tebing, semangatnya untuk hidup dan menyelamatkan
nyawa justru menggebu. Ia ingat nasehat Dewi Obat
kepadanya berdua Sekar, "Kalian musti tabah, hidup harus
diperjuangkan. Geni, jika kamu menetap di sini kamu pasti
mati muda, tetapi jika pergi memperjuangkan hidup, adu
peluang kamu sembuh dan hidup lanjut. Saat itu kalian bisa
bertemu lagi." Tekadnya besar, semangatnya tinggi, kemauannya keras
untuk mencari selamat. Satu-satunya jalan menuruni tebing
menuju dasar jurang yang jaraknya tak bisa diukur. Gagal pun
tak ada yang perlu dirisaukan. Gagal berarti mati Dan soal
mati, ia sudah harus mati hari-hari kemarin, mungkin juga
beberapa hari ke depan. Menuruni tebing terjal yang penuh batu cadas hanya
dengan tangan dan kaki sungguh penderitaan yang menyiksa.
Cadas yang keras dan tajam telah merobek tangan dan kaki.
Hampir sekujur tubuhnya lecet berdarah. Namun Geni pantang
menyerah. Ia memandang ke bawah, kabut menghalangi pandangan
meskipun terik matahari mulai membakar. Keringat dan darah
membasahi tubuh. Tulang dan ototnya meregang menjerit
memohon istirahat. Geni bergerak terus. Ia seakan tak peduli
apa yang akan terjadi. Ia membayangkan Sekar sedang
menantinya di dasar jurang, Sekar dengan kenikmatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cintanya. Juga Wulan, perempuan montok itu tergolek di
dalam goa di dasar jurang, tumit, betis dan pahanya yang
indah menggodanya. Dua wanita itu sedang menanti di dasar
jurang. Tetapi dasar jurang, belum juga tampak. "Mungkin
aku harus menuruni jurang ini sampai ajal menjemputku tetapi
apa peduliku, akan kulakukan sampai mati pun," gumamnya.
Menuruni tebing jurang ia selalu melihat ke bawah,
mencari-cari batu tempat pijakan. Suatu ketika matanya
menangkap sesuatu yang bergerak, di bawah. Selang sesaat
ketika lebih jauh menurun ia berteriak gembira Itu pucuk
pepohonan. Semangatnya bangkit. Semakin mendekati dasar
jurang semakin mudah menuruni tebing.
Ketika kakinya menginjak dasar jurang, dengkulnya
menggeletar hebat diikuti tubuhnya yang mengejang. Ia jatuh.
Ia berbaring diam karena tahu bahwa semuanya itu
disebabkan keletihan yang amat sangat. Ia tak mampu
menggerakkan kaki dan tangan. Ia melirik tangannya, penuh
darah. Jari-jari dan telapak tangan luka, lecet dan terkelupas.
Rasanya perih, seluruh rubuhnya perih. Ia lama diam,
akhirnya tertidur pulas di bawah pohon besar yang rindang.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar Lalawa Wajah Kalayawana tampak mengerikan, matanya yang
hanya sebelah itu menyala seperti matahari. Merah dan
memancarkan panas luar biasa. Orang jahat itu tertawa keras
sambil me lancarkan pukulan berantai. Wisang Geni berusaha
mengelak tetapi tubuhnya tak mampu bergerak. Dia merasa
sakit, tubuhnya terguncang keras dilanda beberapa pukulan
Kalayawana. Saat berikut dia merasa tubuhnya terlempar,
melayang-layang ke suatu tempat.
Tiba-tiba W isang Geni melihat seorang dewi yang cantik
muncul, wajah dan tubuhnya mirip Sekar. Wajahnya cantik tak
ada bekas cacar. Dia berseru memanggil, "Sekar!" T etapi sang
dewi tidak menengok ke arahnya melainkan mengejar dan
mengusir Kalayawana yang lari ketakutan. Sang dewi balik
menghampirinya. Wisang Geni masih merasakan dirinya melayang-layang,
dan dia tak bisa menghentikan gerak tubuhnya. Dia tak punya
daya untuk menguasai tubuhnya sendiri, tenaganya lenyap.
Dalam ketidakberdayaan dia melihat sang dewi tersenyum
padanya dan menarik dia turun ke bumi, mengelus dan
memijit-mijit tubuhnya. Dia merasa aman dan nyaman. Dia
memerhatikan sang dewi, ternyata bukan Sekar, tetapi mirip
Sekar. Mendadak dia melihat cahaya terang benderang menerangi
alam. Cahaya itu menuju ke arahnya. Dia tak bisa mengelak,
karena tubuhnya tak bisa bergerak. Cahaya itu menerpa
kepalanya. Geni merasa kepalanya pecah. Tetapi aneh, dia
tidak mati Dia membuka matanya. Samar-samar dia melihat
sang dewi sedang memijit m tubuhnya. Saat berikut, pelan-
pelan wajah sang dewi yang tadinya cantik berubah menjadi
kera yang menyeringai. Tidak hanya seekor kera tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa ekor. Saking terkejut spontan dia memejamkan
mata. "Apakah aku sudah mati lalu dihidupkan kembali dengan
wujud lain, wujud kera" Apakah aku hidup di dunia kera" Tapi
ke mana perginya dewi cantik tadi yang telah menolong aku"
Apakah tadi hanya mimpi?"
Tiba-tiba terdengar jeritan yang melengking keras.
Kemudian sepasang tangan berbulu memeluk dan menggendongnya. Geni masih tetap memejamkan mata. Dia
merasakan tubuhnya digendong seseorang yang tangannya
berbulu lebat. Apakah makhluk itu seekor kera" Belum sempat
berpikir lebih jauh, dia merasa tubuhnya melayang. "Apa yang
terjadi?" Dia membuka mata. Tampak pohon-pohon dan
tebing berputar. "Celaka rupanya aku dilempar." Pikirannya
belum stabil ketika dia merasa tubuhnya kecebur dalam air.
Saking terkejutnya air menerobos masuk mulut dan
hidungnya. Gerak refleks menolong diri, kaki Geni menendang
air dan muncul ke permukaan.
Matanya masih nanar, pikirannya pelan-pelan mulai bekerja
normal Dia melihat keliling. Ternyata dia berada di sebuah
kolam besar yang diapit tebing-tebing terjal. Jalan keluar dari
kolam hanya satu tepian. Tetapi di situ berdiri sekumpulan
kera berteriak-teriak sambil menuding ke arahnya. Geni
memberanikan diri berenang ke tepian, jika tidak maka dia
akan tenggelam karena tenaganya masih belum pulih.
Lagipula, air kolam itu panas, sangat panas.
"Oh ternyata aku belum mati," ia ingat kini, ia berada di
dasar jurang setelah susah payah menuruni tebing terjal.
"Rupanya di dasar jurang ini ada kehidupan juga. Mungkinkah
ada manusia hidup di sini, atau cuma kera-kera liar?" Banyak
pertanyaan belum terjawab, dia akhirnya sampai di tepian
kolam meski berenang dengan susah payah.
Seekor kera besar, rupanya pemimpin di antara mereka,
berteriak melengking. Teriakannya keras. Teriakan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat kera-kera lain lari ketakutan dan menyingkir jauh.
Kera besar kemudian membantu Geni duduk di tepi kolam
Sesaat Geni tak tahu harus berbuat apa. Seekor kera kecil
datang membawa bebuahan. Tidak banyak, hanya dua.
Warnanya merah, ukuran dan bentuknya mirip mangga Ia
menyodorkan kepada Geni. Rasanya enak, gurih dan harum
baunya. Buah itu terasa dingin di mulut namun terasa hangat
di perut. Kera kecil melompat-lompat. Gembira. Kera besar meraba
luka di tubuh Geni, lalu menunjuk kolam Geni melihat luka-
lukanya, kulit dan dagingnya lecet ketika menuruni tebing.
Hampir tak ada bagian tubuh yang tidak luka. Geni
memandang kera besar. Ia mengerti apa maksud makhluk itu.
"Ia ingin aku mencuci luka dengan air kolam," gumamnya.
Ketika ia meraup air untuk mencuci luka tiba-tiba kera
besar mendorongnya. Ia terpental ke dalam kolam T erdengar
suara riuh. Kera-kera itu berjingkrak sambil tertawa. Riuh.
Wisang Geni merasa lucu, berenang ke tepian. Tetapi kera
besar itu me lompat-lompat dengan air muka marah. Ketika
Geni merapat ke tepian, kera besar immendorongnya kembali
ke air. Kera itu menuding ke suatu tempat.
Geni mengikuti arah yang ditunjuk. Itu bagian kolam yang
paling ujung dan paling pojok. Di situ tidak terlihat sesuatu
apa pun. Selain suara kera yang masih saja bising, kolam itu
punya kesan teduh dan lengang. Bahkan ada semacam
nuansa angker dan magis. Air kolam di bagian pojok itu tidak
beriak. Seluruh permukaannya terselubung uap panas yang
tebal. Geni berenang ke bagian itu.
Air di kolam itu panas. Tetapi makin mendekati pojok
kolam, air semakin panas. Anehnya lagi, ia merasa ada
mahluk hidup lain yang bergerak di bawah. Sesuatu yang
menggerayangi dan menggelitik tubuhnya. Ia menyelam.
Ternyata ikan. Jumlahnya banyak dan jinak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makin ke pojok kolam, air makin panas, uap panas makin
tebal, membuat dia sulit untuk bernafas. Geni tidak tahan


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlama-lama di situ. Tak hanya sulit bernafas, panasnya air
seperti hendak merebus tubuhnya. Ia berbalik arah berenang
ke tepian. Mendekati tepi kolam, ia melihat kumpulan kera itu
berjingkrak, menjerit dan melengking. Tampaknya marah atau
tidak puas. Kera besar menggerakkan tangan, menyuruh Geni
kembali ke pojok kolam. Geni merapat ke tepian. Kera besar
menghalanginya, malah mendorong dia kembali ke kolam T ak
sadar Geni berteriak, "Panas, aku tak tahan! Istirahat dulu!"
Seakan mengerti, kera besar membantu Geni naik dari
kolam. Ia mengajak Geni ke bagian lain kolam. Kolam itu
besar dan luas. Memerhatikan lebih cermat ternyata kolam
besar itu terdiri dua bagian yang menjadi satu. Batas pemisah
hanya dinding batu kasar warna hitam. Dinding itu nyaris tak
terlihat sebab terendam sedikit di bawah permukaan air.
Memerhatikan lebih lanjut Geni menemukan perbedaan.
Kolam di mana tadi ia berenang, ada uap yang menyelimuti
hampir seluruh permukaan. Tetapi kolam yang satu ini,
berbeda. Di bagian kolam ini tak ada uap panas. Tampak uap
tipis dan bening mengambang di permukaan. Kolam ini
kelihatan angker. Airnya tenang tak bergerak seperti
menyimpan misteri. Geni mendekati tepi kolam hendak meraup air. Mendadak
kera besar mendorongnya. Begitu tubuhnya tercebur di kolam,
Geni berteriak. Seperti pengalaman sebelumnya, saking
terkejut tanpa sengaja ia meneguk air. Air kolam itu dingin,
sangat dingin Tubuhnya seperti ditusuk ribuan jarum es. Ia
menggigil hebat. Cepat ia berenang ke tepian. Kera besar melompat girang,
lalu mendorongnya kembali ke kolam Tubuh Geni menggigil
hebat Giginya saling beradu. "Gila! Dingin luar biasa, aku tak
tahan!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia berenang ke tepian. Kali ini kera besar berlaku baik,
menariknya keluar dari kolam. Begitu menginjak tanah, Geni
langsung nyebur ke kolam air panas. Rasa dinginnya mereda.
Ia keluar dari kolam, duduk di sebuah batu besar dekat kolam
Kera besar tertawa sambil menunjuk dada Geni. Ia melihat
luka-lukanya. Aneh, luka-luka itu tampak bersih. Luka yang
kecil yang hanya tergores batu tajam, mulai rapat Sedang luka
besar dan lebar memperlihatkan tanda-tanda membaik.
Wisang Geni takjub. Dua kolam ini suatu keajaiban alam.
Yang satu airnya panas luar biasa. Satu lainnya dingin nyaris
membeku. Anehnya karena dinding batas yang tidak tinggi, air
kedua kolam ini bercampur menjadi satu. Tapi s ifat panas dan
dingin itu tetap terpelihara Air yang panas tak bisa
melenyapkan sifat dingin air kolam tetangga, begitu
sebaliknya. Geni memandang sekeliling. Ke mana dia
memandang ke situ matanya terbentur tebing terjal bagai tak
berujung. Lembah itu menyerupai silmur raksasa yang
dikelilingi tebing terjal. Tak mungkin bisa didaki manusia
kecuali dia memiliki ilmu silat tinggi.
Tanahnya subur. Di mana-mana tampak pepohonan
dengan daun rimbun serta buah-buahan warna warni. Macam-
macam buah. Melihat ini, dia tidak perlu khawatir mati
kelaparan. "Mati" Aku masih hidup, tetapi terpencil dan
terasing dalam jurang ini sama halnya dengan mati Apakah ini
bentuk lain dari kematianku" Tetapi kenapa aku harus peduli,
bagaimanapun juga ajalku sudah semakin dekat," katanya
dalam hati Dia tidak sempat melamun atau berpikir jauh, kera besar
datang lagi mendorong. Dia tak bisa menghindar, tercebur ke
kolam panas. Kalau tadinya ilia merasa enggan, sekai ang dia mencoba
menikmati bei ma in main di kolam panas. Berganti-ganti dia
berenang di kolam dingin dan panas. Ketika matahari
terbenam, Geni sudah mulai terbiasa dengan panas dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinginnya air kolam. Ia juga mulai bersahabat dengan kera-
kera. Sikapnya pasrah. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk
keluar dari lembah. Lagipula, dia tak punya kepentingan lagi
untuk keluar sebab bagaimanapun juga dia akan mati Dan
mati di lembah ini atau mati di luar lembah, sama saja, tak
ada bedanya, tetap sama, mati! Geni berpikir sederhana, dia
harus pasrah menjalani hidup seperti apa yang ada di depan
mata dan menikmatinya. Dia memang tak punya pilihan. Dia
mencari tempat untuk bermalam, semacam goa. Jika tak ada
goa maka dia berpikir akan membangun rumah sederhana. Di
sekitarnya terdapat banyak pohon yang rimbun. Tapi dia tak
punya perkakas. Setelah berkeliling akhirnya dia menemukan
sebuah goa kecil, cukup untuk satu orang. Dibantu kera-kera
ia membersihkan goa. Tanpa disadarinya sudah tiga hari ia tinggal di lembah. Tiap
hari bergaul dengan kera Makan buah, menangkap ikan
kolam. Ikannya gemuk dan berlemak. Selama itu dia hanya
sekali-sekali diserang rasa dingin. Geni menghitung hari,
menurut perhitungan Dewi Obat, kemarin seharusnya dia
sudah mati Tetapi aneh. Bukan saja belum mati Malah rasa dingin dan
nyeri mulai berkurang. Tampaknya ada tanda-tanda sembuh.
"Tetapi benarkah, aku akan sembuh" Apakah berkat khasiat
kolam dingin dan panas itu atau buah-buahan dan ikan yang
kumakan" Barangkali juga tenagaku sudah mulai pulih?"
Berpikir demikian, dia coba memukul udara Tetapi tak ada
tanda-tanda tenaganya pulih. Tetap lemah seperti manusia
biasa. Meskipun demikian kegembiraannya tak berkurang.
Paling tidak tubuhnya kini segar dan racun dingin itu tak lagi
merongrong tubuhnya Hanya begitu teringat akan tugas kewajiban yang diberikan
Padeksa, ia merasa kepala seperti digodam palu besar.
Apakah seterusnya ia harus tinggal di lembah ini" Bagaimana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Lemah Tulis" Hutang jiwa orangtua dan guru-
gurunya" Bagaimana dengan Wulan dan Sekar, dua
perempuan yang dia cintai" Lalu Padeksa dan Gajah Watu,
juga Manjangan Puguh"
Pertanyaan itu silih berganti menjejali benak. Ia duduk
bersila, memusatkan pikiran untuk me lupakan semua
pertanyaan tadi. Dia berusaha mengingat hal-hal lain,
mendadak dia teringat gadis molek yang menari kinanti
l'mstdha. Dia ing.u kembali jin us-jurus yang sudah
digabungnya selama beberapa hari kemarin. Ia bangkit dan
mulai bersilat. Cukup lama ia berlatih, tak disadarinya kera-
kera bergerombol di sekelilingnya. Terdengar celoteh bising.
Seekor di antaranya yang bertubuh besar melangkah maju.
Ia berceloteh menunjuk Geni kemudian memukul-mukul
dadanya sendiri. Setelah tiga hari bergaul Geni mulai mengerti
apa maksudnya. "Oh, dia menantangku berkelahi." Ia menoleh
memandang kera besar. Pemimpin kera itu me lompat-lompat
seperti tak sabar ingin menyaksikan pertarungan "Celaka!
Kalau aku masih punya tenaga dalam, tentu tidak sulit
mengatasi lawan ini. Tetapi dengan keadaanku seperti
sekarang, sulit bagiku untuk menang."
Belum sempat Geni menentukan sikap dan mengatur
strategi, ia sudah diserang. Dua tangan lawan menerkam
mencakar dada dan kepala. Ia menghindar dengan jurus
Parasada Sltishasha dari Garudamukha Prasidha. Lutut kanan
terangkat, dua tangan mengembang, persis sikap menara
tinggi yang menantang badai sebagaimana arti dan makna
jurusnya. Serangan lawan berhasil ditangkis. Tetapi bentrokan tenaga
membuat Geni terdesak mundur dua langkah. Seperti
mengerti unggul tenaga, kera itu mencecer terus dengan
serangan cakar. Tak terhindarkan Geni terpelanting,
terbanting keras ke tanah. Tiga kali cakar kera itu melukai
dada dan pundak Geni, darah menetes.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kera itu memburu terus, hendak menerkam dan
menghabisi Geni. Tiba-tiba terdengar teriakan kera besar.
Suara lengkingnya keras. Kera yang jadi lawan Geni, mundur
ketakutan dan bersembunyi di balik kerilmunan kawannya.
Kera besar memapah Geni ke tepi kolam. Geni sangat malu.
Hanya satu gebrakan, ia terjungkal di tangan seekor kera.
Ingin rasanya ia sembunyi ke dalam tanah. Kera besar
menunjuk dada Geni dan kolam Kemudian ia bergerak seperti
orang bersilat Ia mengulangi lagi. Menunjuk Geni, menunjuk
kolam, lalu bersilat lagi.
Wisang Geni tidak mengerti maksud kawannya, menggeleng kepala. Kera besar berlari ke sebuah batu besar.
Ia mengangkat batu dan melontarkan ke atas, menangkapnya
dengan mudah. Dia melempar lagi dan menangkap kembali.
Kera besar memainkan batu yang besar dan berat itu seperti
anak laki-laki memainkan bola. Sekali lagi kera besar
menunjuk Geni kemudian menunjuk kolam, membusungkan
dada dan mengangkat dua tangan sambil berteriak keras.
Terdengar dahsyat, gemanya dipantul tebing berulang-ulang.
Geni kagum, ternyata sahabatya itu memiliki tenaga luar
biasa. Dia akhirnya mengerti apa maksud si kera besar.
"Menunjuk kolam, dia menyuruhku berlatih di kolam supaya
kuat. Tapi bagaimana cara berlatih di kolam, apakah hanya
berenang setiap hari?"
Dia belum mengerti. Tetapi dia sepertinya merasa bahwa
kolam itu menyimpan misteri yang belum terkuak. Dalam
beberapa hari itu, luka-luka di tubuhnya sudah mengering dan
sembuh. Air kolam itu punya khasiat. Begitu juga buah-
buahan dan ikan yang dimakannya setiap hari.
Tiba-tiba dia teringat kata-kata Dewi Obat, "Kamu akan
sembuh dengan sendirinya apabila memiliki tenaga panas dan
tenaga dingin pada taraf tinggi." Ia berpikir keras.
"Mungkinkah aku bisa memperoleh tenaga itu dari air kolam
ini" Sifat panas dan dingin kolam ini berada di taraf paling
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggi. Namun bagaimana cara memindahkan dua tenaga
panas dan dingin menjadi bagian tubuhnya"
Kera besar memerhatikan Geni. Sepertinya dia tahu
temannya sedang berpikir keras. Dia tak mau mengganggu.
Dia menoleh ke kumpulan anak buahnya, berteriak menyuruh
mereka bubar. Geni berpikir dan mencoba menemukan cara
latihan, tetapi dia tak juga memperoleh jawaban memuaskan.
"Biarlah mungkin aku akan memperoleh jawabannya, masih
banyak waktu." Pagi hari seperti biasa, ia berenang di kolam. Berenang ke
sana kemari, menyelam dan memburu ikan. Ia tak pernah bisa
menangkap ikan lagi. Selain tidak lagi jinak, ikan itu selalu
bersembunyi di pojok kolam, bagian terdalam yang tak
mampu didekati Geni. Pada kolam dingin, air di pojokan itu
teramat dingin. Makin dekat semakin dingin membeku. Geni
tak bisa mendekat Jika mengejar ikan dan ikan itu berenang
memasuki daerah pojok itu, Geni terpaksa balik badan. Tidak
tahan akan air dingin yang nyaris membekukan darahnya.
Anehnya, meski begitu dinginnya, tetapi air di situ tidak
membeku. Keadaan hampir sama di kolam panas, Geni tak
pernah bisa memasuki kawasan pojok yang airnya panas tidak
tertahankan. Terbersit sesuatu dalam benaknya, "Mengapa aku tidak
berusaha mendekati pojok dasar kolam, ada apa sebenarnya
di bagian pojok itu?"
Pikiran ini membuatnya bersemangat. Ada tantangan, dan
dia menyukai tantangan. Seharian dia berusaha mendekati
pojokan itu. Sedikit demi sedikit ia mulai mencapai kemajuan.
Dalam upaya menaklukkan pojokan kolam ia teringat
petuah gurunya, Gubar Baleman. Ia masih berusia sembilan
tahun waktu itu. "Geni, untuk mengejar dan memperoleh
sesuatu, kamu harus sabar, tekun dan ulet. Kamu harus bisa
bertahan di suatu tempat atau di suatu keadaan yang kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri sudah merasa tidak mungkin bisa bertahan lagi. Itu
kunci kehidupan, Geni!"
Waktu berjalan terus. Setelah berjuang selama enam hari,
Geni akhirnya bisa mendekati pojokan kolam. Di pojokan dasar
kolam, di bagian sudut yang sempit, ada lubang sebesar
kepala manusia. Hawa panas luar biasa merembes keluar dari
situ. Rupanya itulah sumber tenaga panas. Di kolam dingin,
lain lagi. Ada sebongkah batu sebesar kepala manusia.
Warnanya putih mengkilat menerangi dasar kolam. Geni
terkejut ketika meraba batu, sangat dingin. Rupanya batu
itulah sumber air dingin. Anehnya tak ada lilmut yang melekat
di batu itu. Anehnya juga, begitu dinginnya tetapi air di
sekitarnya tidak membeku.
Geni merasa aneh, ketika menemukan lukisan di dinding
kolam. Ia bisa melihat jelas karena penerangan dari batu
putih. Ada empat kelompok lukisan. Satu kelompok terdiri tiga
lukisan. Untuk memeriksa lebih teliti, Geni naik ke permukaan,
menghirup udara, lalu menyelam lagi. Lukisan itu seperti
digurat dengan benda tajam, namun melihat kerasnya
dinding, jelas orang itu memiliki tenaga dalam dahsyat.
Lukisan menggambar duabelas orang dalam berbagai posisi.
Di atasnya ada tulisan bahasa Sansekerta.
Dari ujung kolam menuju ukiran kera di tebing, di tengah
jarak itu aku menyimpan jurus Wiwaha dptaanku, aku Lalawa,
pendekar tanpa tandingan.
Petunjuk itu singkat namun jelas. Geni naik ke permukaan.
Mencari ujung kolam, mencari ukiran kera di tebing. Mungkin
sudah lama dimakan usia, sebagian tebing sudah dipenuhi
lilmut dan rumput liar. Ia tak putus asa, mencari terus,
membersihkan tebing, mencari tebing yang dimaksud. Hari
ketiga, ia menemukan lukisan kera berjingkrak. Geni
menghitung jarak ke ujung kolam dingin, empatpuluh empat
langkah. Ia melangkah balik dan berhenti pada jarak langkah
duapuluh dua. "Di sini tepatnya, tempat di mana pendekar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalawa menyimpan jurus Wiwaha, tetapi apa itu jurus
Wiwaha, apakah jurus hebat" Pasti hebat, karena di akhir
pesannya, pendekar itu menulis bahwa dia tak punya


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tandingan. Tidak punya tandingan, artinya tidak bisa
dikalahkan. Luar biasa!" berpikir demikian, Geni bersemangat
la menggali tempat itu dengan tombak berkarat yang dia
temukan di dekat situ. Kera besar dan kawannya ikut
menggali. Cepat sekali lubang menganga. Tak lama kemudian
Geni merasa tombaknya membentur benda keras, batu cadas.
Berulang kali ia menghantam, jangankan hancur, lecet pun
tidak. Bahkan tombaknya bengkok. Ia terpaksa menggali di
sekelilingnya. Ternyata permukaan batu itu cukup luas. Batu
itu, warnanya hitam legam, permukaannya rata.
Geni istirahat. Ia memandang permukaan batu. "Apakah
aku salah menggali tempat, ataukah batu ini hanya sebuah
peti" Barangkah ada petunjuk lebih lanjut." Berpikir begitu
Geni membersihkan tanah yang lengket di permukaan batu. Ia
menemukan tulisan Sansekerta diukir di bagian atas batu.
Huruf kecil namun bisa dibaca dengan jelas. Bahasa itu akrab
dengannya sebab sejak kecil ia dididik membaca dan menulis
dalam bahasa Jawa kuno dan Sansekerta, baik aksara maupun
Esan. Diam-diam dia berterimakasih pada gurunya, Waragang.
Ia terkesiap ketika membacanya.
Kamu berjodoh menjadi muridku, aku pendekar Lalawa, tak
punya tandingan di kolong langit. Terimalah jurus Wiwaha
artinya perkawinan, mengawinkan dua unsur panas dan dingin
menjadi tenaga batin. Kalau kamu bodoh, kamu mati. Kalau
cerdas, kamu pantas mewarisi jurus ini. Aku mencipta jurus ini
setelah menemukan kolam dingin dan panas. Jantan betina,
siang malam, air panas air dingin, semua bertentangan. T api
aku telah mengawinkan dua unsur berlawanan itu dan
menyerapnya menjadi tenaga dalam yang berkekuatan
dahsyat. Jika kolam ini masih ada maka akan sangat
membantu dalam berlatih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perhatian dan pikiran Geni terpusat pada rangkaian tulisan.
Petunjuk melatih tenaga batin di dalam air. Seluruhnya ada
empat jurus yang harus dilatih berurutan. Tulisan diakhiri
gambar kelelawar dan huruf "Lalawa".
Orangtua dan semua gurunya banyak menceritakan nama-
nama pendekar kosen jaman dulu, namun seingat Geni dia tak
pernah mendengar nama Lalawa. Siapa pendekar hebat itu,
yang tak punya tandingan di kolong langit. Ia melanjutkan
penggalian, sampai batu itu muncul di permukaan. Ia mencuci
batu, menemukan banyak tulisan di empat sisi batu.
Ia merenung, memuji ketelitian dan kecerdasan pendekar
Lalawa. "Seandainya seseorang menemukan batu besar dengan
tulisan itu, tak akan berguna. Sebab jurus itu tak mungkin
dipelajari tanpa melihat gambar dan keterangan kunci yang
diukir di dinding kolam dingin. "Ia sengaja memisahkan
tempat simpanan ilmu sedemikian rupa sehingga hanya yang
berjodoh yang bisa menemukan. Lagipula tak akan ada orang
yang kesasar sampai di jurang tak berpenghuni ini. Aku
kebetulan saja jatuh dan nyasar ke lembah ini. Kalau aku tak
menemukan tulisan dan gambar di dasar kolam dingin tak
mungkin aku bisa memperoleh ilmu ini. Cara menyimpan ilmu
ini mirip cara leluhur Lemah Tulis menyimpan jurus
Garudamukha Prasidha ke dalam tarian Kinanti" katanya.
Ia menatap batu hitam. Ada perasaan akrab dalam dirinya
menatap lukisan kelelawar dan nama Lalawa. Dengan ilmu
Wiwaha pendekar Lalawa tak menemui tandingan di kolong
langit. Begitu hebatkah ilmu itu. Jika ia bisa mewarisi ilmu itu,
pasti lukanya akan sembuh, seperti kata Dewi Obat bahwa ia
akan sembuh jika memperoleh tenaga panas dan dingin pada
tingkat tinggi. "Tetapi berapa lama aku mempelajari ilmu ini.
Ah, tak usah kupikirkan karena sebenarnya aku sudah mati
beberapa hari lalu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni bimbang, dia bertanya-tanya sesungguhnya pendekar
Lalawa itu dari golongan bersih atau kalangan sesat, selain itu
apakah boleh mempelajari dan mewarisi ilmunya" Ia
kemudian teringat petuah gurunya, Mahisa Walungan,
semasih dia kecil, "Geni, ilmu itu tak ada yang sesat. Semua
ilmu pada dasarnya bersih dan lurus. Yang kotor dan sesat
adalah orangnya. Batin yang kotor memancarkan perbuatan
jahat, batin yang bersih mendorong seseorang melakukan
perbuatan baik." Keragu-raguannya lenyap. Dia tersenyum kemudian
memberi hormat kepada tulisan nama Lalawa. "T erimalah aku
sebagai muridmu, guru Lalawa, aku berjanji akan melakukan
perbuatan mulia dengan jurus W iwaha yang kau wariskan
kepadaku." Ia menoleh dan tersenyum ketika kera-kera itu berjingkrak
gembira dan berceloteh senang. "Apakah kera-kera ini turun
temurun lahir di lembah ini" Mungkin ratusan tahun lalu,
kakek moyang mereka, pernah menjadi pelayan guru Lalawa.
Kalau benar demikian, sungguh luar biasa bahwa mereka
begitu setia pada pesan leluhurnya."
Ia tak membuang waktu lagi. Ia mulai belajar. Inti ilmu
Wiwaha adalah menyerap panas dan dingin dari luar tubuh
dan meresapkannya ke dalam tubuh, kemudian mengelolanya
menjadi kekuatan batin yang jika disalurkan keluar menjadi
tenaga dahsyat Jurus satu Tepung Rapah Sambung Kalen
artinya mengawrnkan dua unsur yang bertetangga.
Geni memang cerdas. Ia segera mengerti yang dimaksud
jurus satu berkaitan dengan lukisan nomor satu yang
dilihatnya di dasar kolam dingin. Lukisan seorang berdiri dan
bertumpu pada ibu jari kaki, dua kaki lurus dengan lutut
ditekuk, dua tangan terentang ke samping. Latihan harus
dilakukan di dasar kolam bergantian di kolam panas dan
dingin. Di kolam dingin, dua tangan terentang dan digerak-
gerakkan ke arah dalam sampai menyentuh dada. Di kolam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panas gerakan kebalikannya. Gerak tangan dan lutut yang
ditekuk dilakukan dengan lambat, makin lambat makin bagus.
Setelah menguasai ini maka gerak di kolam dingin diubah,
menjadi tangan digerakkan dari dada ke arah luar sampai
terentang, sedang di kolam panas menjadi kebalikannya. Jika
sudah menguasai latihan ini, maka penyempurnaan jurus satu
dilakukan di udara terbuka, dari pagi, siang, malam sampai
dini hari. Latihan sangat berat, tetapi semangat Geni sangat
tinggi. Ia ingin menyelesaikan latihan dan segera keluar dari
jurang ini. Selama hari-hari ia berlatih, kera-kera datang silih berganti,
membawa berbagai macam jenis buah-buahan yang selama
ini belum pernah ditemui Geni di dunia luar lembah. Geni
menghitung hari dengan mencoret-coret tebing. Jurus satu, ia
selesaikan dalam waktu duapuluh enam hari. Geni bingung,
"Mengapa guru Lalawa menyebut orang dengan tenaga dalam
lumayan akan menyelesaikan jurus ini dalam waktu dua
purnama artinya enampuluh hari, orang awam bisa dua kali
lipat lebih lama waktunya. Mengapa aku hanya duapuluh
enam hari, mungkin aku salah berlatih?" Geni membantah
pikirannya, "Tak mungkin aku salah berlatih!"
Geni tak tahu sebabnya, pendekar Lalawa pun tak
menyadari perbedaannya. Lalawa menciptakan ilmu sekaligus
berlatih, tentu saja perlu waktu lebih lama dari Geni yang
cuma berlatih saja. Lagipula Geni memang tergolong cerdas.
Siang itu Geni istirahat menjelang berlatih jurus dua. Ia
duduk di tepikolam. Seperti biasa menanti kerakecil mengantar
buah-buahan. Ia memandang ke jalanan setapak yang biasa
dilalui s i kera kecil. Tampak sahabatnya itu berlari sambil berteriak girang.
Tiba-tiba mata Geni menangkap benda kuning berkilat yang
bergerak di tebing yang akan dilewati si kera kecil. Ular
berbisa! Satu gigitan saja, kera itu bakal mati Geni meraup
batu seadanya, kerikil kecil itu ia sentil ke arah ular. Ia lupa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa tenaganya sudah lenyap. Itu hanya gerak naluriah
ingin menolong sahabatnya yang nyawanya sedang terancam.
Batu itu melesat, mendesis dan menghantam kepala ular.
Pecah. Kera itu berteriak kaget melihat ular itu masih kelojotan
dekat kakinya. Kera kecil tahu Geni telah menyelamatkan
jiwanya, ia berteriak dan berjingkrak, mengucap terimakasih.
Geni sangat terkejut melihat hasilnya. Ia tak pernah
menyangka tenaganya sudah pulih bahkan mungkin lebih
bertenaga Geni meraup batu yang lebih besar lalu menyambit
sekuat tenaga. Suara mendesing, batu itu lenyap dari
pandangan mata "Hebat, benar-benar keajaiban, tenagaku sudah pulih." Dia
gembira, demikian juga kera besar dan kawan-kawannya,
sepertinya mereka sadar tenaga Geni semakin tangguh. Kera
besar menyerang Geni dengan mendadak, Geni mengelak dan
menangkis. Dua tangan bentrok! Kera besar terhuyung-
huyung mundur tiga langkah. Seekor lainnya, kera yang
kemarin mengalahkan Geni menyerang, Geni mengibas dan
menolak. Kera itu terhuyung dan jatuh telentang. Semua kera
berteriak senang, kera besar datang memeluk. Geni sangat
terharu melihat kegembiraan kera-kera itu. "Kalian benar-
benar sahabat sejati, kalian bersuka ria dan bergembira
melihat aku berhasil melatih tenaga batin. Sungguh aku harus
berterimakasih pada kalian."
Tinggal menetap beberapa hari lagi di lembah ia
menemukan keajaiban. Latihan itu telah mengembalikan
tenaga batinnya seperti sediakala. Rasa nyeri pun tak pernah
lagi menyerang, pertanda racun sudah lenyap dari tubuhnya.
Ia yakin bila mampu menyelesaikan latihan ilmu Wiwaha itu
tenaga batinnya akan berlipat ganda. Hal ini memacunya lebih
giat berlatih. Jurus dua Kitrang Raja Pati (Pertengkaran Hebat tentang
Bahaya Maut yang Datang Mengancam) diselesa ikan dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktu sembilanbelas hari. Pendekar Lalawa memperingatkan
agar hati-hati melatih jurus dua. Inilah tingkat paling sulit dan
mengandung resiko besar. Jika salah berlatih, akibatnya fatal,
bisa cacat bahkan lumpuh atau mati.
Pada tingkat dua itu, seperti juga nama jurus, percampuran
unsur panas dan dingin mulai memasuki tahapan yang
kadarnya besar. Panas yang merasuk ke tubuh sangat
membakar. Begitu pun rasa dingin yang masuk, nyaris
membekukan sel sel darah. Pada akhir Latihannya, Geni
mampu menguasai dan mengatur dua unsur panas dan dingin
itu kemudian menyimpannya dalam tubuh. Pada tahapan ini
tenaga dalam Geni sudah lebih maju ketimbang sebelum luka
parah oleh pukulan Kalayawana.
Tingkat tiga Ngrupak Jajahaning Mungsuh (Mempersempit
dan Melemahkan Kekuatan Musuh). Pada tingkat ini, Geni
berlatih bergantian di kolam dingin, kolam panas dan di udara
terbuka. Mulainya penyesuaian dua unsur kolam, panas dan
dingin dengan udara di luar kolam yang cuacanya berubah-
ubah. Latihan dilakukan pagi, siang dan malam. Tingkat ini
sama berbahaya seperti tingkat dua, salah latihan bisa tewas
kepanasan atau kedinginan. Namun demikian W isang Geni
mampu menyelesaikan dalam waktu enambelas hari.
Tingkat empat Pethuk Ati Golong Pikir (Bersatunya Hati,
pikiran, tekad dengan perbuatan). Pada tingkat akhir ini, dua
unsur panas dan dingin yang saling berlawanan itu sudah
menyatu dengan pikiran dan tenaga batin. Sewaktu pikiran
ingin mengeluarkan tenaga dingin, saat itu juga tenaga dingin
muncul dan menyebar ke seluruh bagian tubuh. Begitu juga
dengan tenaga panas. Tingkat ini paling sulit, Geni bahkan
harus sangat berhati-hati agar tidak salah penerapan. Karena
mengatur pikiran yang terkadang mencuat secara spontan dan
terkadang bisa buntu, perlu konsentrasi mutlak. Setelah
menyelesaikan tingkat ini, begitu Geni berpikir akan
menggunakan tenaga dingin pada saat berikut tenaga dingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang Keadilan 10 Pendekar Naga Putih 26 Rahasia Pedang Naga Langit Senopati Pamungkas 11
^