Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 4

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 4


sudah siap untuk digunakan. Tingkat ini diselesa ikan Geni
dalam tempo tigapuluh hari. Selesainya tingkat empat ini,
selesai sudah Geni berlatih ilmu Wiwaha. Geni berhasil
mewarisi ilmu W iwaha itu seluruhnya dalam waktu
sembilanpuluh hari. Begitu mengakhiri latihan tingkat empat, ia segera
mencoba ilmunya. Ia menyelam ke dasar kolam yang paling
dingin. Pojokan itu masih membuatnya merasa dingin nyaris
membeku. Ia berpikir akan menggunakan tenaga panas
melawan dan mengusir rasa dingin. Pada saat itu juga ketika
tubuhnya bergerak, ia tak lagi merasa dingin. Ia takjub akan
reaksi tenaga batinnya. Tenaga panas itu muncul cepat sekali,
hanya butuh sesaat saja. Luar biasa!
Wisang Geni sangat gembira. Seharian ia berlatih silat.
Mengulang semua jurus yang pernah dipelajarinya Bang Bang
Alum Alum, Garudamukha Prasidha, bahkan juga Waringin
Sungsang. Dia memainkan semua jurus itu dengan
menggunakan tenaga Wiwaha. Dia merasakan banyak
kemajuan. Ia merasa lebih leluasa bergerak. Gerakannya lebih
pesat, lebih ringan dan lebih pegas. Pukulan lebih berbobot.
Gerak jari tangan mematuk dari jurus Manusuk dulu hanya bis
membuat sebuah batu retak. Kini hancur jadi bubuk. "Sama
imbang dibanding tenaga guru Padeksa. Ah, betapa aku
hutang budi kepadamu, terimakasih guru Lalawa. Engkau
bukan saja telah menolong nyawaku, kau juga mewariskan
ilmu Wiwaha yang dahsyat itu kepadaku."
Siang hari itu Wisang Geni merasa seakan bangkit dari
kematian. Ia merasa gembira. Tapi pada saat yang sama ia
merasa begitu duka. Kini ilmunya sudah maju pesat Jauh lebih
pesat dari tingkat yang dicapainya sebelum tersesat ke
lembah. Ia tahu dengan tingkat ilmu yang dicapainya
sekarang ini tidak sulit baginya untuk keluar dari lembah ini
menuju keramaian dunia. Tapi hatinya berduka karena harus
berpisah dengan kera-kera sahabatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi biar bagaimanapun juga, hari ini dia harus pergi
meninggalkan lembah kera. Dia telah menghitung hari. Dia
sudah menghabiskan waktu seratus hari di lembah. Dia
merasa tidak pasti, tetapi perkiraannya, dia masih punya
waktu tigapuluh hari lagi untuk menghadiri pertemuan para
pendekar di puncak Mahameru.
Dia akan menghadiri pertemuan Mahameru. Tidak hanya
itu, masih banyak tugas lain yang harus ia selesaikan. Tugas
sebagai murid untuk membangun kembali perguruan Lemah
Tulis. Tugas membalas kematian dua orangtua dan guru-
gurunya. Tugas sebagai pendekar pembela keadilan dan
kebenaran. "Memang setiap pertemuan, adalah awal perpisahan. Tapi
setiap perpisahan belum tentu awal suatu pertemuan. Belum
tentu aku bisa sampai ke lembah ini lagi. Belum tentu aku bisa
bertemu dengan kalian lagi." Dia bicara dengan nada sendu,
kera-kera itu seperti mengerti maksudnya. Mereka berteriak-
teriak. Kera besar memegang tangan Geni, membawanya ke dekat
kolam Dia menunjuk ke atas ke tebing yang tinggi, sambil
berteriak dan merundukkan kepalanya. Dia seperti memberi
hormat ke arah tebing itu. Geni mengerti ada sesuatu di
tebing yang ditunjuk kera besar. Dia memerhatikan seksama.
Ada sebuah lubang di tebing itu. "Mungkinkah itu goa" Tetapi
letaknya sangat tinggi, permukaan tebing juga rata dan licin.
Sulit untuk didaki."
Geni menggeleng kepala. Tak mungkin aku bisa mendaki,
tak ada tempat berpijak dan berpegangan di tebing yang
begitu rata dan licin. Kera besar berteriak dan berguling-guling
di tanah. Dia kecewa me lihat sikap Geni yang menolak
mendaki tebing itu. "Baiklah sahabat, aku akan mendaki dan memasuki goa itu,
pasti ada sesuatu di dalamnya Mungkinkah ada ilmu silat lagi
di s itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni tertawa, menertawakan dirinya yang begitu tamak.
"Kamu sudah memperoleh jurus W iwaha masih juga belum
puas dan menghendaki tambahan lain. Tamak dan serakah."
Kera besar dan seluruh pasukannya berteriak memberi
semangat pada Geni yang beberapa kali gagal dalam
usahanya mendaki tebing itu. T iba-tiba Geni menemukan jalan
keluar. "Menuruni tebing lebih mudah dari mendaki,"
gumamnya. Dia me lihat keliling, kemudian berlari dan
mendaki di bagian lain. Dari tempat yang tinggi di atas goa
itu, Geni turun dengan mudah dan menjejak kakinya di mulut
goa. Goa itu sebenarnya bukan goa, hanya sebuah celah di
tebing yang cukup untuk tubuh satu orang. Geni terkesiap
ketika melihat tumpukan tulang dan tengkorak manusia.
Diterangi sinar matahari, dia me lihat ada tulisan di dinding
dekat tumpukan tulang belulang.
Kamu pasti telah menguasai ilmu Wiwaha. Aku merestui
kamu sebagai murid tunggal. Tugas pertamamu, membawa
tulang-belulang tubuhku ini dan kuburkan di tempat kamu
menemukan ilmuku. Aku pendekar Lalawa, menemukan dan menciptakan jurus
Wiwaha di lembah kera ini. Aku mengembara dan tarung
selama puluhan tahun, tak seorang pendekar pun bisa
bertahan lebih dari dua puluh jurus. Aku tak punya tandingan.
Aku kesepian, tak punya lawan tak punya kawan.
Semua orang takut padaku, juga takut menjadi kawanku.
Kawanku hanya wanita-wanita yang kutiduri. Tetapi tak ada
yang bertahan lama di sampingku. Aku kembali ke lembah ini,
mewariskan Wiwaha entah siapa yang akan mewarisinya.
Tugasmu yang kedua muridku, jadilah pendekar budiman
yang menolong orang yang tertindas.
Pesanku padamu muridku, hati-hatilah dengan wanita, ilmu
Wiwaha akan membuat kejantanan dan nafsu birahimu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlipat ganda. Tapi tak perlu takut, itu hanya reaksi dari ilmu.
Sekarang dalam usia lebih dari delapanpuluh tahun, aku
bertapa di sini sampai aku moksa.
Selamat tinggal muridku. Aku, gurilmu, Lalawa.
Geni termenung membaca tulisan itu yang diukir atas
dinding tebing yang keras. "Kasihan nasib guruku." Tanpa
ragu, Geni berlutut sungkem "Guru Lalawa, terimakasih atas
ilmu W iwaha, aku pasti akan menjalankan tugas dan
pesanmu. Maafkan aku, menyentuh tulang tubuhmu yang
sangat kilmuliakan."
Geni mencari-cari sesuatu untuk membungkus tulang-
belulang gurunya. Tak ada. Dia melihat bajunya, sudah
compang-camping, tak mungkin bisa dijadikan pembungkus.
Tiba-tiba dia melihat sesuatu di pojok. Ternyata selembar kulit
yang digulung. Kulit itu tidak lapuk dimakan usia ratusan
tahun. Geni tahu, ada ramuan khusus yang membuat kulit
bisa tahan sampai ratusan tahun. Hati-hati dan penuh hormat,
Geni membungkus tulang gurunya kemudian menuruni tebing.
Dibantu kera sahabatnya, dia menggali lagi tempat dia
menemukan batu bertuliskan ilmu itu. Dia mengubur tulang-
belulang gurunya kemudian memberi hormat dengan sungkem
Kera-kera ikut memberi hormat dengan cara berdiam diri dan
tidak berceloteh. Kera besar memeluknya kemudian memberi tanda,
menyuruh Geni pergi. Kera itu menunjuk ke atas tebing yang
tak terlihat ujungnya. Tampak hanya langit putih bersih.
Mendaki tebing itu ibarat mendaki menuju langit. Geni berlari
memanjat tebing. Tiba di suatu tempat di celah tebing, dia
menoleh ke bawah dan melambai tangannya. Dia bersiul
keras, seperti siulan kera. Siulannya bergema dan memantul di
tebing-tebing. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi hari di lereng bagian selatan gunung Lejar, udara
masih saja sejuk kendati matahari sudah agak tinggi. Sisa-sisa
tetesan embun masih membasahi dedaunan yang rimbun.
Suasana hutan sunyi dan lengang. W isang Geni menghirup
udara pagi sepuasnya. Ia baru saja keluar dari lembah kera.
Tebing terjal itu bukan lagi penghalang sulit baginya. Mudah
saja ia memanjat menggunakan ilmu Waringin Sungsang&xn.
Garudamukha dengan tenaga batin Wiwaha. Seperti baru
keluar dari kurungan, ia melangkah santai sambil memandang
alam sekeliling. Dia tiba di tempat yang banyak pohon rindang. Di tempat
ini, empat bulan lalu dia menemukan tari K inanti Prasidhayang
kemudian berhasil digabungnya menjadi jurus Garudamukha
Prasidha. Suara ki dalang seperti mengiang kembali di telinga.
Matanya seperti melihat kembali gerak gemulai gadis yang
menarikan tari Kinanti. Ia menghela napas, merasa berduka
dan menyesal. "Seharusnya aku menemui mereka, si penari
dan si dalang, paling tidak aku harus mengucap terimakasih
dan memperkenalkan diri."
Ia juga menyesal, tidak bertanya lebih lanjut tentang
makna tarian. Terutama kalimat Parahwanta Angentasana
Dukharnawa (Aku hendaknya menjadi perahilmu menyeberangi laut kesusahan). Dia berkata dalam hati, "Tapi
kalau memang jodoh, suatu waktu pasti akan jumpa lagi. Dan
saat itu aku pasti akan menanyakan makna kalimat tersebut."
Tak disangka bahwa arti dan makna kalimat itu begitu
penting dan sangat menentukan penguasaan ilmu tingkat
tinggi dari perdikan Lemah Tulis itu. Setiap melatih
Garudamukha Prasidha Geni selalu terbentur pada penggunaan tenaga. Ada sesuatu yang membuat penyaluran
tenaga seperti terhambat, tenaga tak bisa dipusatkan pada
saat hendak digunakan, tenaga selalu menyebar saat hendak
digunakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anehnya, kalau dia menggunakan jurus Garudamukha
tingkat awal atau Bang Bang Alum Alum tenaga itu bisa
leluasa digunakan. Tapi begitu
ia menggelar jurus Garudamukha Prasidha maka tenaganya seperti tersumbat. Ia
tahu sebabnya. Tidak lain lantaran makna dan arti kalimat itu
belum bisa terpecahkan. Hampir tiap saat ia memikirkan, tapi
tetap saja menemui jalan buntu. Dalam keadaan termenung
itu sayup-sayup ia mendengar suara ribut. Seperti bentakan
dan teriakan banyak orang. Hanya sekejap saja suara makin
dekat. Pertanda orang-orang itu bergerak pesat
Geni bergerak cepat. Ia melompat ke pohon terdekat.
Bersembunyi di kerimbunan daun. Suara bentakan orang dan
benturan senjata tajam memecah kesunyian hutan di sekitar
persembunyian Geni. Tampak beberapa orang bertarung
dengan sengit. Memerhatikan lebih seksama, ia melihat ada
kesamaan di antara sejumlah orang. Sepertinya mereka terdiri
dari satu rombongan. Pakaian sama, seragamkeraton. Tapi
yang ini berbeda dengan seragam Tumapel yang pernah
ditemuinya bersama Sekar beberapa waktu lalu.
Mereka yang berseragam, semuanya berjumlah sembilan
orang. Tujuh lelaki, dua perempuan. Rombonganyangmenjadi
lawan, terdiri empat orang. Seorang kakek dan tiga orang
muda. Di antaranya seorang gadis kurus dengan wajah putih
cantik. Geni teringat seseorang. "Bukankah dia gadis kurus
cantik dan misterius yang juga menguasai jurus Garudamukha?" Melihat ini, simpati Geni lantas memihak pada
kakek dan tiga orang muda. Empat orang ini terdesak hebat.
Kakek bertempur hebat menghadapi tiga pengeroyok. Mata
Geni terbelakak, heran menyaksikan kakek memainkan
Garudamukha dengan hebatnya. "Siapa kakek ini, ilmunya
tidak di bawah guru Padeksa" Ia pasti orang Lemah Tulis, tapi
siapa?" Meski tiga pengeroyok berilmu tinggi tapi tampaknya kakek
itu masih bisa menguasai keadaan. Geraknya masih leluasa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malah berkali-kali ia menoleh ke tiga anak muda itu. "Lari-
lari... biar kutahan mereka di sini!" Teriakannya sia-sia. Tiga
anak muda itu agaknya tak mau lari. Para punggawa
mengepung rapat, juga tak mau mereka lolos. "Mau lari ke
mana" Kalian jangan mimpi bisa lolos!"
Pemuda berpakaian putih tertawa sinis. "Kalian tak punya
guna semua, tak punya malu, apa pikirmu bisa menaklukkan
kami?" Ia dikeroyok dua orang, lelaki separuh baya dan
perempuan cantik usia empatpuluhan. Kepandaian mereka
lumayan. Geni bisa membedakan kepandaian mereka yang
bertarung. Kakek itu yang paling tinggi ilmunya. Namun ia
tidak punya kesempatan membantu kawannya karena dilibat
tiga lawannya. Tiga punggawa itu kelihatan paling jago di
antara rekan-rekannya. Kalau si kakek terlibat pertarungan
ketat yang memerlukan konsentrasi, tidak demikian dengan
pemuda baju putih. Pemuda ini bertarung sambil memerhatikan dua temannya. Terkadang ia menerobos
keroyokan meninggalkan kedua lawannya membantu dua
temannya yang terdesak. Meski tak sehandal kakek itu, namun


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu pemuda baju putih cukup tinggi dan jurus-jurusnya aneh.
Tapi sesungguhnya yang hebat adalah keampuhan kerisnya
yang bagaikan ular naga menyambar ke sana kemari.
Semua punggawa itu jeri terhadap keris di tangan si
pemuda. Keris itu berkilauan diterpa sinar mentari. Cahayanya
hijau kemerahan, terkadang birukekuningan. Mereka tak
berani mengadu senjata. Geni teringat, itulah keris yang
pernah menjadi senjata si gadis kurus cantik yang akhirnya
membenam di dada pendekar Tambapreto.
Gadis kurus seperti juga pemuda berbaju hitam terdesak
hebat oleh empat lawan. Tapi setiap si gadis kurus atau
pemuda baju hitam terancam, selalu si pemuda baju putih
sempat membantu. Namun tampaknya keadaan takkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertahan lama. Pemuda baju hitam itu sudah terluka di
beberapa tempat Gadis itu tampak mulai letih.
Keadaan kritis. Geni beraksi cepat, melayang turun
menggunakan Waringin Sungsang sambil berteriak. Tanpa
sadar Geni meniru teriakan kera, sesuatu yang dipelajarinya di
lembah kera. Teriakan dengan tenaga batin luar biasa,
menggema hebat di penjuru hutan. Semua orang yang
bertempur, terkejut tak terkecuali kakek yang berilmu tinggi
itu Belum lenyap gema teriakan itu, serangan Geni sudah
menyergap salah seorang lawan yang mengeroyok si gadis.
Geni memang sengaja memilih lawan paling lemah, si
punggawa wanita. "Lebih cepat seorang lawan roboh lebih
bagus, itu akan merontokkan nyali dan semangat tarung yang
lainnya," pikirnya. Ia melancarkan jurus Gora Andaka (Banteng Besar) dari
Bang Bang Alum Alum mengarah kepala punggawa wanita itu.
Serangan yang dibungkus tenaga dingin W iwaha melanda
bagai serbuan hamuk banteng. Punggawa wanita itu terkejut.
Dari angin pukulan saja, ia tahu, ia bukan tandingan Geni.
Tiga kawannya juga terkejut. Punggawa wanita mengelak
dengan merunduk sambil memutar tubuh menyabetkan
pedang. Salah seorang rekannya ketika melihat wanita itu terancam
serangan ganas, segera meninggalkan pemuda baju hitam. Ia
melesat ke arah Geni, mencegat gerakan Geni dengan tebasan
golok. Tidak percuma Geni berlatih di lembah kera. Tanpa
menghentikan pergerakan majunya, ia melontarkan pukulan
jarak jauh ke perut si punggawa wanita. Tangan lainnya
memukul ke arah ketiak lawan prianya.
Geni seperti tak menghiraukan datangnya golok. Ia yakin
pukulan jarak jauhnya akan melukai pundak si lelaki Benar!
"Buukkk!" lengan lelaki itu keseleo kena angin pukulan Geni.
Golok itu jatuh tepat di depan wajah Geni. Hanya sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gebrak, dua lawan terluka Lelaki itu cidera lengan. Wanita itu
terhuyung-huyung, pedangnya terlempar. Wajahnya pucat,
tubuhnya menggigil kedinginan, sesaat kemudian ia muntah
darah! Geni tak berhenti. Ia menerobos kepungan tiga lelaki yang
mengeroyok kakek tua. Kak ini ia menggelar jurus Nanawidha
(Beraneka Warna). Dua tangan mengirim pukulan berantai ke
dua lawan sekaligus. Dia menggunakan tenaga panas. Tiga
lawan itu terkejut bukan main. Meski tak menyaksikan
langsung, namun mengetahui dua rekannya sudah menjadi
korban Geni, mau tak mau timbul rasa keder dalam hati.
Kalau lawan terkejut melihat kehebatannya, Geni pun tak
pernah menyangka bisa kejadian begitu. Di luar dugaan,
kepandaiannya kini sudah maju pesat terutama kekuatan
tenaga dalamnya. Pukulan Geni belum tiba, tapi hawa panas
sudah menerjang. Dua lelaki itu tak bisa menghindar. Mau tak
mau, dua punggawa itu menarik serangan mereka yang
mengarah ke kakek tua. Dua lelaki itu beralih menghadapi
serangan Geni yang seperti luapan air bah. Yang seorang
mengirim beberapa tusukan berantai dengan sepasang
tombak pendek. Rekannya yang bertangan kosong memukul
dengan dua tangan sambil mengerahkan segenap tenaga
dalam. Seorang lagi, yang paling tinggi ilmunya, tetap
melanjutkan pertarungan dengan kakek tua.
Tusukan berantai sepasang tombak mendatangkan
kesiuran angin tajam, pertanda tenaga lelaki itu cukup besar.
Geni tak berani ambil resiko, ia mengelak dengan bergerak ke
sisi kanan. Saat itu pukulan tenaga dalam lawan lainnya sudah
menghadang di depan mata. Tak ada ruang gerak lagi, Geni
memukul dengan dua tangan, mendorong ke depan.
Terdengar suara orang mengeluh. Lawannya itu terdorong
mundur sampai tiga langkah. Gerakan Geni masih berlanjut,
menyongsong serangan tombak lawan. Ia melancarkan
pukulan me lingkar. Lawan mengelak ke samping sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menikam dengan dua tombak. Geni membatalkan serangan.
Ia merundukkan kepala. Tubuhnya membungkuk ke depan
seperti sengaja menabrak tusukan tombak. Lawannya
terkejut, tapi tentu saja gembira. "Cari mati kau!"
Pada saat tombak sudah di depan hidung, mendadak
kepala dan tubuh Geni seperti membal melenting ke belakang.
Itu memang gerak tipu yang menjadi ciri jurus Nanawidha dari
Bang Bang A.lum Alum. Tubuhnya melenting ke belakang
sekaligus kaki kanan naik menerpa pergelangan tangan lawan.
Kena! Tombak terpelanting ke udara!
Pada saat itu lelaki yang satu dengan curang menghantam
punggung Geni. Mabuk kemenangan, itu yang membuat Geni
lengah. Ia baru sadar ketika pukulan itu hanya berjarak
sejengkal dari punggungnya. Terlambat untuk mengelak! Geni
cuma bisa menahan napas untuk mengurangi luka dalam.
Buk! Pukulan dua tangan yang digerakkan tenaga dalam
tingkat tinggi itu menghantam punggungnya, Geni terlempar
sampai terduduk di tanah. Sesaat ia merasa mual. Ia merasa
sakit seperti ribuan semut menerobos pori-pori di punggungnya. Aneh, sesaat kemudian, sakit itu lenyap begitu
saja. Tubuhnya kembali segar, aliran darah berjalan lancar.
Geni merasa heran. Belum sempat berpikir, ia melihat lawan
datang memburu dengan mengirim pukulan mematikan.
Geni bangkit dari duduk. Dua tangannya terentang luwes,
itulah jurus Makanjaran (Menari dengan Lengan T erkembang)
dari Garudamukha. Lawan merasa heran. Diam-diam ia mengagumi tenaga
dalam Geni yang meskipun sudah terkena pukulan telak jurus
Kelabang tapi masih sanggup berdiri. Bahkan sanggup
melanjutkan tarung. Tapi punggawa istana itu tak peduli.
"Sekali lagi kena Aji Kelabang, kau pasti modar" serunya.
Tak pernah terpikir oleh punggawa itu ada ilmu sehebat
Wiwaha. Dia tak tahu, bahwa saat Geni mengetahui pukulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan menimpa punggung saat itu juga tenaga Wiwaha
melindungi bagian tubuh di sekitar punggung. Itu sebab Geni
hanya terlempar. Dan pukulan Kelabang hanya menerobos
sesaat, dan saat berikut sudah terusir oleh tenaga Wiwaha
Lelaki itu mengerahkan segenap tenaga dalam. Nafsu
membunuh memancar dari sepasang matanya. Geni bersikap
biasa. Tak terhindarkan lagi terjadi benturan tenaga Geni
mengibas dua tangan. Begitu pukulan lawan membentur dua
tangannya, Geni memutar dan mendorong dalam jurus
Gongkrodha (Kemarahan Luar Biasa) dan Garudamukha.
Suara tulang patah diiringi suara orang mengeluh
kesakitan. Lelaki itu terhuyung-huyung mundur, dua
tangannya tergantung lemas tak bertenaga. Ia berkata
dengan wajah pucat. "Ilmu apa itu... siapa kamu...?"
Tanpa ada yang memberi komando, mendadak perkelahian
berhenti. Semua orang seperti sepakat. Mereka bertanya-
tanya siapa pengemis gembel yang dengan beberapa pukulan
sudah menjatuhkan empat punggawa keraton.
Geni tersenyum ke gadis kurus. "Kau baik-baik saja nona?"
Gadis kurus memandang heran. "Siapa kau, apakah kita
pernah berjumpa?" "Ah kau tentu lupa, kita pernah bertemu di....," mendadak
saja Wisang Geni teringat akan dirinya. Wajahnya dipenuhi
kumis dan brewok yang lebat bahkan sampai menutupi
mulutnya. Rambut panjang tak terurus. Pakaian dekil dan
compang-camping. Ia tak melanjutkan kata-katanya. Penampilannya yang macam pengemis, tentu saja tak dikenal
orang. Wulan pun tak mungkin bisa mengenalnya lagi. Ia batal
melanjutkan kata-katanya. "Tentu saja kau tidak mengenalku!
Ha... ha...." Tertawanya tiba-tiba terhenti. Dia melihat semua orang
memandangnya aneh. Geni menatap semua orang di situ.
"Apakah kalian merasa perlu bertanya siapa aku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lelaki separuh baya yang tadi bertarung sengit dengan
kakek tua itu maju. Rupanya dialah pemimpin rombongan.
"Sampean telah ikut campur dan menggagalkan usaha dan
perintah Paduka Baginda Raja Kediri. Itu sebabnya kami ingin
tahu siapa nama sampean, pendekar yang berilmu tinggi yang
berani menentang perintah Baginda Raja?"
"Aku tak ada urusan dengan kerajaan. Aku cuma tidak
senang melihat kalian yang mengandalkan jumlah orang lebih
banyak mengeroyok empat orang, itu tidak adil dan aku tidak
suka!" "'Sampean harus mengerti bahwa sekarang ini sampean
sudah tergolong musuh kerajaan. Katakan nama sampean,
hutang ini akan kami bayar kembali!"
"Namaku tak perlu kalian tahu. Dan kalau mau bayar
hutang ini, boleh saja, kapan dan di mana saja kita bertemu!"
"Katakan namamu, atau mungkin kau takut pembalasan
kami" Seorang pendekar berani berbuat, berani bertanggung
jawab." "Persetan dengan pendekar atau bukan pendekar. Sekali
aku tidak mau menyebut nama, selamanya tak akan kuberi
tahu!" Lelaki itu menoleh ke rekan-rekannya, tampak ia merasa
geram T etapi ia tahu persis kekuatan pihaknya melemah dan
kini berada di bawah angin. Empat rekannya sudah terluka,
apalagi di pihak sana ada pengemis brewok yang kosen dan
misterius. Saat itu mata Wisang Geni bentrok dengan sepasang mata
punggawa wanita yang tadi kena pukulan tenaga dingin. Mata
itu memancarkan sinar memelas. T ubuh wanita itu menggigil,
rupanya rasa dingin belum juga hilang. Tampaknya luka
parah. Tubuhnya dipapah rekannya yang wanita.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni teringat akan keadaannya ketika terluka oleh pukulan
Kalayawana. Ia terserang rasa dingin yang amat sangat
hampir setiap hari. Apakah wanita ini akan menderita seperti
apa yang dirasakannya waktu itu"
Tiba-tiba Geni melesat ke wanita itu. Punggawa wanita
yang memapah rekannya terkejut. "Hei apa yang kau
lakukan?" Rekan-rekannya yang lain memburu. Tapi mana
bisa mendahului gerakan Geni yang menggunakan Antarlina
(Menghilang) jurus paling handal dari Waringin Sungsang.
Geni seperti hilang dari pandangan.
Punggawa wanita itu merasa angin menerpa wajahnya. Ia
tahu Geni berada di depannya. Ia melepas tubuh rekannya,
mencabut pedang, memukul dengan tangan kiri diikuti
tebasan pedang ke arah bayangan Geni.
Sambil tetap maju, Geni merunduk dari tebasan pedang,
mengelak dari pukulan lurus lawan. Ia melonjorkan tangan
kanan mendorong wanita itu pergi. Tangan kiriinya
menjambret lengan wanita yang terluka. Saat itu tiga
punggawa lelaki sudah sampai di situ. Tapi mereka ragu-ragu
menyerang melihat tangan Geni menggenggam lengan
rekannya yang terluka. "Kalian diam di tempat, sekali kepruk
temanmu ini akan mati!"
Semua orang terdiam. Punggawa yang menjadi pimpinan
berteriak. "Itu bukan tindakan pendekar!"
"Memang aku bukan pendekar," berkata demikian, tangan
Geni cepat menotok dua belas titik di punggung dan pundak
wanita itu. Sebat dan cepat. Telapak tangannya menempel di
punggung. Punggawa wanita yang terluka itu merasa hawa panas
menerobos punggung, berputar-putar di seluruh tubuhnya.
Sesaat kemudian ia muntahkan darah beku. Saat itu juga Geni
mendorongnya ke arah rekan-rekannya. Secara naluriah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita itu melakukan salto, jatuh berdiri di samping teman
wanitanya. Ia tak lagi menggigil. Sudah sembuh!
Semua orang diam, terpaku di tempat. Satu lagi gebrakan
aneh lelaki brewok itu. Menyerang, merebut dan menyembuhkan orang yang tadinya adalah lawan.
Gerakan Geni juga menakjubkan semua orang. Itulah ilmu
ringan tubuh tingkat tinggi dan langka. Gerakan yang sulit
diikuti mata. Caranya mengobati luka punggawa wanita juga
menunjukkan penguasaan ilmu pengobatan serta tenaga batin
yang tinggi. Punggawa wanita memberi hormat. "Terimakasih kamu
sudah menolong, tetapi..." Ia tak bisa melanjutkan kata-
katanya, wajahnya merah menahan malu.
Pemimpin rombongan punggawa segera ke depan.
"Pertolonganmu itu tidak bisa menghapus dosa-dosamu
kepada kerajaan Kediri. Kami, dari regu Sinelir, tetap akan
mencarimu untuk menagih hutang ini, kamu sudah dianggap
pemberontak." Berkata demikian, lelaki itu mengibaskan
tangan Sesaat kemudian mereka menghilang dari pandangan.
Geni tak peduli. Ia masih meresapi kegembiraan. Tidak
disangka hanya dalam waktu sekitar seratus hari, ia sudah


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salin rupa. Dari seorang yang terluka parah dan nyaris mati,
menjadi seorang yang memiliki kepandaian silat yang begitu
tinggi. Mendadak saja ia merasa kesiuran angin disertai
seruan, "Awas serangan!"
Ada orang menyerangnya. Geni memutar tubuh setengah
putaran dengan jurus Paghasa (Pergeseran Kaki dalam Jarak
Dekat) dari Waringin Sungsang. Mudah saja ia lolos dari
serangan. Ternyata kakek tua itu yang menyerang. Geni
heran, apa kesalahan yang dilakukan nya" "Tunggu dulu, hei
kenapa kamu menyerangku?"
Kakek itu tak menjawab. Malah serangan semakin gencar.
Sepak terjangnya mendatangkan angin kencang dan hawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panas luar biasa. Anehnya, semua jurus yang dimainkan si
kakek, tidak asing bagi Geni. Itulah dua belas jurus luar biasa
dari Garudamukha. Berturut-turut kakek itu menempurnya dengan tiga jurus
yakni Warayangungas, Sikepdhebak, Dekungpulir. Geni
terdesak mundur. Ada sebabnya mengapa Geni terdesak. Dari
semula Geni sudah tahu kakek itu menguasai jurus
Garudamukha. Karenanya ia tak berani sembarangan
menggunakan tenaga Wiwaha. Siapa tahu, kakek ini salah
seorang ketua Lemah Tulis. Ia tak berani kurang ajar. Tapi
lawan yang dihadapi Geni kali ini bukan sembarang orang. Itu
sebab begitu konsentrasinya terpecah, kontan pukulan kakek
itu menampar bahunya. Geni terpental mundur. Rasa panas membakar bahunya. Ia
mengerahkan tenaga dalam dan sekejap kemudian panas itu
lenyap. Belum sempat ia menentukan sikap, serangan kakek
itu datang lagi. Terdengar bentakan orang tua itu. "Keluarkan
ilmu s impananmu!" Kakek im kembali menyerang dengan jurus-jurus
Garudamukha. Dua jurus sekaligus Shuhdrawadan Gongkrodha. Semuanya mengarah titik kematian, ulu hati,
pelipis, kemaluan, jantung, tenggorokan, pusar dan kepala.
Sepanjang pertarungan Geni hanya menggunakan Waringin
Sungsang untuk menghindar. Tapi ini saja tak cukup. Ia
terdesak hebat. Mau tak mau akhirnya ia membalas dengan
jurus dari Bang Bang Alum Alum.
Pertarungan sengit terjadi. Geni yang bertarung setengah
hati, makin terdesak. Kembali dua pukulan menghajar pundak
dan pahanya. Dan kali ini ia tak sempat untuk berbenah diri.
Pundak dan pahanya terasa panas seperti terbakar. Terpaksa
untuk menolong diri Geni memainkan jurus-jurus Garudamukha. Kali ini pertarungan jadi imbang. Ke mana
serangan kakek itu tertuju, ke situ Geni menahannya dengan
jurus yang tepat. Persis seperti latihan saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni teringat, dulu ia sering berlatih tarung dengan guru
Padeksa menggunakan cara ini. Hanya bedanya, waktu itu
tenaga batinnya tak ungkulan untuk adu tenaga. Kali ini lain.
Mulanya dalam adu tenaga Geni berlaku setengah-setengah.
Tapi karena tenaga kakek itu begitu kuat, Geni akhirnya
menggunakan seluruh tenaga batin. Pertarungan menjadi
imbang. Keduanya sama kuat. Kakek itu lebih matag
bertarung dan memainkan Garudamukha, sedang Geni lebih
menguasai ilmu ringan tubuh dan lebih unggul tenaga
dalamnya. Tak terasa pertarungan berlangsung puluhan jurus.
Seperti waktu menyerang yang begitu tiba-tiba, mendadak
saja kakek itu menghentikan serangan.
"Hebat, tak dinyana ada murid Lemah Tulis yang begini
handal. Siapa kau, murid siapa kau?" Kakek itu memandang
Geni dengan sorot mata wibawa. Suaranya pun terdengar
mantap, memerintah. "Rupanya ia sengaja menguji ilmu Garudamukha. Ia
mengenalku ketika tadi aku memainkan jurus Makanjaran dan
Gongkrodha. Tapi siapa kakek ini." Berpikir demikian, tanpa
dibuat-buat Geni benar-benar merasa takluk. "Namaku,
Wisang Geni, anak Gajah Kuning dan Sukesih. Aku murid
Manjangan Puguh." "Jangan bohong, dari mana kau peroleh Garudamukha itu?"
"Dari guru Padeksa".
"Apa arti Parasada Atishasha?"
"Itulah sikap kebesaran jiwa dan percaya diri untuk menjadi
menara yang tinggi. Dari ketinggian yang luar biasa ini, kita
bisa melihat semua gerakan lawan dengan jelas."
Kakek itu memandang Geni dengan tajam. Geni merasa
bulu kuduknya berdiri. "Apa saya salah bicara?"
Kakek menggeleng kepalanya. Tiba-tiba matanya basah.
"Di mana kangmas Padeksa, gurilmu itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tidak tahu di mana guru berada. Maafkan saya yang
tak kenal peradaban, tapi dengan siapa saya berhadapan?"
Itulah kata-kata paling sopan yang pernah diucapkan W isang
Geni. "Namaku sebenarnya Gajah Watu. Tapi kini orang
mengenalku sebagai Ki Bhojana".
Wisang Geni bagai disengat kalajengking. Kaget luar biasa.
Lama ia bersama Padeksa mencari paman guru yang satu ini
tetapi tak pernah ketemu. Tak dicari justru jumpa di s ini. Geni
menjatuhkan diri. "Saya haturkan sungkem kepada paman
guru atau mungkin saya harus menyebut kakek guru, karena
saya putra Gajah Kuning dan Sukesih."
"Ha... ha... ha... Mana bisa kau jadi cucu muridku. Kau
murid Padeksa, berarti aku ini paman gurilmu."
"Tetapi ayah dan ibu saya adalah murid kakek Bergawa.
Dan saya juga murid paman Gubar Baleman."
"Tidak peduli, itu urusan lain. Kau tetap murid
keponakanku. Kau pilih saja, kamu jadi keponakan muridku
atau menjadi keponakan murid dari muridku yang perempuan
ini?" Berkata demikian, Gajah Watu menunjuk gadis kurus
berwajah cantik itu. Gadis cantik itu tertawa riang. "Guru, aku
segan dan tidak mau punya keponakan murid yang
kepandaiannya begini hebat."
Kakek itu tertawa keras. "Kenapa kau ngomong pakai
tetapi... apa yang kurang dari Wisang Geni ini?"
Gadis kurus itu tertawa kecil. Dengan matanya yang jenaka
ia memandang Geni dan berkata dengan agak malu-ma lu.
"Kalau mau jadi keponakan muridku, harus berpakaian bersih,
harus mencukur jenggot dan kumis harus...."
"Ah itu kan mudah saja...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata demikian, kakek itu menoleh kepada pemuda baju
putih. "Pinjam kerismu, Den Mas"
Kontan saja Geni melangkah mundur. "Jangan, jangan.
Saya mau dan sedia menjadi keponakan murid paman Gajah
Watu." "Kau bersedia karena terpaksa?" tegas kakek itu.
"Tidak, tidak terpaksa. Aku memang lebih suka begitu.
Karena memang itu yang sebenarnya, aku kan murid guru
Padeksa. Terimalah sungkemku, paman Gajah Watu."
"Hei... kau harus memanggilku paman Bhojana. Itu namaku
yang sekarang!" Gadis kurus itu nyeletuk, "Bagus, aku kini memperoleh
kakak seperguruan yang ilmunya jauh lebih tinggi dari aku."
Gadis itu menoleh dan tersenyum kepada pemuda baju putih.
"Kau terlalu memujiku, nona," kata Geni agak malu.
"Eh tadi kau menegurku seakan-akan kita pernah bertemu,
di mana kita pernah ketemu, aku benar-benar tak ingat lagi?"
"Nona, memang tak mengenalku. Sekarang ini dandananku
macam pengemis, kita dulu pernah bersama-sama seorang
perempuan, bertiga, mengeroyok dan membunuh Tambapreto, masih ingat?"
Gadis itu tertawa. "Oh itu kamu" Tapi dulu ilmu silatmu
tidak sehebat sekarang" Hei, mana kawan wanitamu, dia pasti
dari Lemah Tulis juga?"
"Iya namanya Walang Wulan. Dia murid paman Bergawa.
Berarti dia saudara perguruanmu".
Mereka berkenalan. Wisang Geni terkejut mengenal tiga
orang muda yang ditolongnya. Gadis kurus cantik berkulit
putih, tidak lain adalah puteri keraton yang dicari-cari, puteri
Waning Hyun. Ia lebih terkejut lagi mengetahui pemuda baju
putih itu, adalah putera mahkota keraton Tumapel yakni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangeran Ranggawuni, putera dari Baginda Raja Anusapati.
Sedang pemuda berbaju hitam adalah saudara kandung puteri
Hyun, Mahisa Cempaka. Entah bagaimana, mendadak ada rasa tidak suka muncul
dalam dirinya. Geni tak bisa mengingkari dendam sejarah.
Orang-orang dari keraton Tumapel dulu yang membantai dan
menghancurkan Lemah Tulis.
Orangtuanya, meski dibunuh Kalayawana, tapi pasukan
Arek merupakan bagian dari peristiwa berdarah itu. Dan tiga
orang muda ini, tak lain keturunan Ken Arok. Keturunan dari
orang yang paling bertanggungjawab atas musnahnya
perdikan Lemah Tulis. Tapi bagaimana bisa terjadi, paman Gajah Watu mengambil
puteri Hyun sebagai murid. Dan bagaimana lagi hubungan
paman Gajah Watu dengan dua pangeran itu" Geni bingung.
Apa yang dirasa Geni, tanpa sadar memancar dari wajah
dan sinar matanya. Gajah Watu melihat ini. Ia mengerti.
Tanpa sadar orang tua itu menghela napas. Ia tahu persis apa
itu dendam. Karena dendam juga maka perjalanan hidupnya
berubah. Ia masih ingat, dua kali dia berusaha menerobos
istana Tumapel, untuk membalas dendam dan membunuh
raja. Pertama di tahun 1222 dan yang kedua di tahun 1239.
Yang pertama, gagal membunuh Ken Arok karena keraton
dijaga banyak punggawa berilmu tinggi yang berasal dari para
pendekar kenamaan. Tujuhbelas tahun kemudian (1239) atau
duabelas tahun sete lah kematian Ken Arok (1227) yang
kemudian digantikan Anusapati, dia kembali menyatroni
keraton. Baginya membunuh raja Tumapel adalah tugas
perguruan. Raja Tumapel, Anusapati meski bukan keturunan
Ken Arok melainkan putra Ken Dedes dengan suami
pertamanya Tunggul Ametung, tetapi tetap saja adalah raja
Tumapel. Malam itu dia berhasil menyusup sampai ke dalam
keraton. Di taman keraton ia memergoki bayangan berlari
dengan gesit. Orang itu bertopeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rasa curiga menuntunnya membuntuti bayangan tersebut
yang menggendong sesuatu di punggung. Pada saat itu
terdengar suara ribut, tanda rahasia istana berbunyi. Rupanya
istana kebobolan musuh. Gajah Watu sadar malam itu tak
mungkin meneruskan niat membunuh raja. Ia memutuskan
lari menyelamatkan diri. Tiba-tiba dia mendengar suara
berteriak minta tolong. Suara itu, suara anak kecil. Rupanya
orang itu menculik anak kecil.
Sesaat ia berpikir, jangan-jangan yang diculik salah seorang
pangeran. Tanpa pikir panjang lagi ia bergerak lebih cepat Ia
berhasil mengejar. Bertarung beberapa jurus, ia tahu
lawannya sedang terluka. Tahu tak mungkin menang, malah
jiwanya terancam, orang bertopeng itu me lempar anak kecil
gendongannya dan kabur cepat.
Gajah Watu memeriksa keadaan anak kecil itu yang
ternyata gadis kurus. Gadis kecil itu tersenyum padanya.
"Terimakasih pak tua. Kau sudah menolongku. Eh, sebagai
tanda terimakasih nanti kau kuberi hadiah emas dan pakaian
bagus-bagus." Gajah Watu terkesima. Gadis kecil ini punya nyali luar
biasa. Ia sama sekali tak merasa takut. Suaranya wajar-wajar
saja. Pada saat itu terdengar kesiuran angin. Beberapa bayangan
berkelebat mengepung dan menyerang Gajah Watu.
Semuanya ada enam orang. Empat orang menyerang. Dua
lainnya menjaga gadis kecil itu. Gajah Watu kini benar-benar
sibuk. Empat orang itu berilmu tinggi dan dalam sekejap saja
terjadi pertarungan sengit.
Gadis kecil itu berteriak-teriak kegirangan. Lucunya, ia
berteriak membantu Gajah Watu. Ia balikan mengolok-olok
empat punggawa istana itu. Tak lama kemudian tempat itu
sudah dikepung banyak orang. Tak mungkin lagi Gajah Watu
bisa lolos. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang lelaki berjubah panjang mendekati pertarungan.
"Huh, betapa beraninya sampean, dengan kepandaian
sejengkal itu berani membentur istana Tumapel."
Mendadak gadis kecil itu berteriak, "Hei kamu jangan
mengejek pak tua itu. Dia yang menolongku. Kalau bukan
karena dia, tentu aku sudah dibawa kabur jauh oleh penculik
itu." "Apa katamu, Den Puteri" Dia bukan penculikmu?"
"Kamu semua apa kerja kamu, penculik itu masuk keraton
dan menerobos sampai keputrian, kalian di mana" Kerjamu
cuma tidur, dasar goblok."
"Maaf kami terlambat datang tuan putri."
"Sudah jangan banyak omong, cepat hentikan perkelahian
itu." Malam itu Gajah Watu melihat kesempatan emas. Ia
dibawa menghadap ke hadapan Baginda Raja Anusapati.
Sekali lagi gadis kecil itu menolongnya, memaksa baginda raja
mengampuni Gajah Watu, juga memberi ijin tinggal di istana
menjadi guru pribadinya. Gadis kecil itu ternyata puteri
Waning Hyun, keponakan Anusapati Nenek putri Hyun adalah
Ken Dedes. Ayah Waning Hyun, Bhatara Parameswara adalah


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putra Ken Dedes dari suami Ken Arok. Sedang Anusapati
adalah putra Ken Dedes dari suami Tunggal Ametung.
Sejak itu Gajah Watu tinggal di istana, menggunakan nama
samaran Ki Bhojana. Dia menjadi guru silat putri Hyun.
Ternyata meski sangat dimanja, tetapi Waning Hyun sangat
rajin berlatih s ilat. Jika sebelumnya dilatih banyak guru secara
bergantian, kini ia hanya bersedia berlatih di bawah bimbingan
Gajah Watu. Gajah Watu pura-pura senang mengabdi keraton tetapi
dalam benaknya menanti kesempatan bertindak. Waktu
berjalan terus, tahun berganti tahun Gajah Watu akhirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sadar, bahwa dendam hanyalah ilusi dari nafsu angkara.
Tegakah ia membunuh gadis kecil yang tak tahu apa-apa
tentang dendam Lemah Tulis, hanya lantaran ia adalah cucu
Ken Arok" Cerita Gajah Watu tentang pengalamannya tak bisa
melumerkan bara dendam dalam sanubari Geni. Dendam bagi
Gajah Watu diartikan sebagai ilusi nafsu angkara. Selama
belum terlampiaskan selama itu juga ilusi bergelayut di
pelupuk mata. Bagi Wisang Geni, dendam adalah semangat.
Dendam sama dengan tujuan hidup. Karena dendam itulah ia
bisa lolos dari kematian. Dendamlah yang memelihara dan
membesarkannya selama ini. Ia tak mungkin bisa menghapus
ingatan masa kecil saat Manjangan Puguh menggendong
membawanya lari dari istana yang sudah dikepung musuh.
Meski waktu itu usianya delapan tahun tetapi ia mengerti
kenapa mereka kabur dari istana. Masih lekat di ingatannya,
hiruk pikuk di keraton. Semua orang berhambur ingin
menyelamatkan diri. Di mana-mana orang berteriak tentang kekalahan pasukan
keraton di perang Ganter. Orang-orang berlarian sambil
membawa harta benda dan keluarganya. Geni menahan
tangis. Ia menanyakan keadaan orangtuanya. Dari jawaban
gurunya, ia merasa orangtuanya dalam bahaya besar. Tapi ia
tak boleh menangis, itu pantangan bagi seorang pendekar,
begitu yang diajarkan kepadanya.
Geni telah me lalui hari demi hari yang penuh kekerasan
dan kegersangan hidup. Tak ada kasih sayang ibu, tak ada
kebanggaan memiliki seorang ayah. Yang ada hanyalah
perasaan dendam yang melecut diri untuk giat berlatih ilmu
silat. Dendam bagi Geni adalah urusan besar.
Mengetahui Warung Hyun dan dua kawannya adalah
keturunan Ken Arok, Geni tak bisa menyembunyikan perasaan
tidak sukanya. Dia tak bisa berpura-pura. Sikapnya dingin dan
kaku. Tentu saja sikap ini menjengkelkan Gajah Watu. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orangtua ini tak bisa memaksa Geni mengubah sikap. Suka
atau tidak suka, Gajah Watu harus menerimanya sebagai hal
yang wajar. Tidak demikian dengan tiga orang muda itu. Namun reaksi
ketiganya tidak sama. Ranggawuni berpikir sikap Geni itu
lantaran ma lu dan segan setelah mengetahui mereka
keturunan keraton. Mahisa Cempaka pun berpikiran sama.
Tapi Waning Hyun seakan bisa membaca jalan pikiran Geni.
"Ki Wisang Geni, bersama kami, anda tak perlu basa-basi.
Kalau berada di luar keraton, kami adalah orang biasa. Jadi
kau tak perlu sungkan."
Wisang Geni menyahut dingin ucapan Ranggawuni "Mana
berani aku kurang ajar terhadap seorang putera mahkota yang
tak lama lagi akan menjadi Yang Dipertuan di kerajaan
Tumapel." Ranggawuni dan Mahisa Campaka menganggap jawaban
Geni adalah sejujurnya. Tapi Waning Hyun merasa adanya
nada sinis. Hanya sebelum gadis itu menjawab, Gajah Watu
sudah mendahului. "Geni, ada yang ingin kutanyakan
kepadamu." Gajah Watu memisahkan diri bersama Geni. Ia menanyakan
tentang ilmu Geni yang bertenaga panas dan dingin. Ia tahu
pasti ilmu hebat itu bukan ajaran Lemah Tulis. Geni
menceritakan pengalamannya.
Gajah Watu merasa takjub akan peruntungan Geni. "Aku
pernah mendengar cerita guruku tentang kehebatan pendekar
Lalawa itu. Ia hidup lebih dari seratus tahun lampau, ilmunya
memang tinggi. Kau beruntung Geni, mewarisi ilmunya itu."
"Tapi paman, aku mengalami kesulitan yang tak bisa
kuatasi sampai saat ini. Setiap memainkan jurus Garudamukha
Prasidha aku tak bisa menggunakan tenaga Wiwaha.
Sepertinya tenagaku tersumbat Tapi kalau menggunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Garudamukha tingkat biasa atau ilmu dari guru Manjangan
Puguh, tenaga Wiwaha itu mengalir lancar tanpa hambatan."
"Geni, kau beruntung memperoleh ilmu paling handal dari
Lemah Tulis itu. Gurilmu Padeksa juga aku bahkan kangmas
Bergawa dan kangmas Branjangan selalu memimpikan ilmu
ini. Kalau saja kami terutama kangmas Bergawa berjodoh
memperolehnya, aku yakin ma lapetaka di Lemah Tulis itu tak
akan pernah terjadi."
Gajah Watu muram tiba-tiba
ia sadar, mungkin peruntungan Geni, merupakan pertanda awal bangkitnya
Lemah Tulis" "Geni, selalu dalam melatih ilmu diperlukan pengenalan
mutlak terhadap ilmu itu sendiri. Apakah kau sudah mengenal
Prasidha mutlak, utuh dan tuntas?"
"Paman, aku memang sudah mempelajari tuntas Prasidha.
Tapi kau benar, paman, ada satu kalimat yang sampai
sekarang tak bisa kumengerti Aku rasa mungkin ini kunci
permasalahan mengapa tenagaku tak bisa mengalir lantar saal
memainkan Garudamukha Prasidha. Buny inya begini, Parahwanta Angentasana Dukharnawa, (Hendaknya aku
menjadi perahilmu menyeberangi laut kesusahan) mungkin
paman tahu artinya?"
Wisang Geni penuh harap kalimat itu akan terpecahkan
maknanya. T api sayang Gajah Watu pun tak bisa menembus
maksud kalimat itu. Gajah Watu memandang Geni dengan
gundah. "Agaknya kalimat itu sebuah perumpamaan yang
mengandung falsafah. Aku belum pernah mendengar
sebelumnya. Aku juga tak tahuapamalmakalimat itu, tapi akan
kupikirkan. Mungkin suatu hari kelak aku bisa menjawabnya."
Tanpa terasa hari sudah senja. Tak lama lagi matahari akan
tenggelam di peraduan. Baik Geni maupun rombongan Gajah
Watu sama-sama bertujuan ke puncak Mahameru. Ranggawuni mengajak Geni untuk me lakukan perjalanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama. Tapi Geni menolak, dia lebih suka melakukan
perjalanan sendiri. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dendam Turun Menurun Begitu tiba di kaki gunung, Wisang Geni pamitan pada
Gajah Watu dan rombongannya. Ada satu perasaan yang sulit
dilukiskan yang membuat dia merasa enggan berjalan
bersama-sama tiga bangsawan itu. Dia merasa lebih bebas
melakukan perjalanan sendiri. Apalagi dia juga tidak perlu
bergegas mengingat hari pertemuan Mahameru masih lama.
Malam itu ia tidur di atas pohon. Keesokan harinya dia
terjaga pada saat matahari sudah agak tinggi. Ia melanjutkan
perjalanan dengan me langkah santai. Siang hari ia tiba di
Ngadas, sebuah desa kecil di timur laut gunung Lejar dekat
kali Bango. Meski tergolong kecik tapi Ngadas adalah desa
yang padat penduduk. Ketika sedang mencari warung makan, di tengah jalan
ilmum dia berpapasan dengan seorang lelaki. Geni merasa tak
asing me lihat wajah tampan lelaki berusia lirnapuluhan itu.
Tapi ia lupa di mana pernah bertemu. Lelaki itu sudah agak
jauh saat mana Geni teringat siapa orangnya. Dialah lelaki
yang bergandengan mesra dengan Wulan di keramaian pesta
tahunan gunung Lejar. Tanpa sadar Geni berbalik arah,
mengikuti lelaki itu dari jauh.
Tak lama kemudian mereka tiba di luar desa. Lelaki itu
melesat cepat menggunakan ilmu ringan tubuh. T ak ayal Geni
pun menggelar Waringin Sungsang mengejar lelaki itu. Mudah
bagi Geni karena ternyata ilmu ringan tubuhnya masih satu
tingkat di atas lelaki itu. Namun ia tak berani terlalu mendekat
Lelaki itu tiba di tengah hutan. Dari jauh tampak
sekumpulan orang duduk-duduk. Khawatir kehadirannya
kepergok, Wisang Geni me lesat ke kerimbunan pohon
menggunakan Waringin Sungsang yang paling handal. Dia
melesat dari pohon ke pohon tanpa menimbulkan suara yang
mencurigakan. Diam-diam dia bersyukur pernah melatih ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ringan tubuh dengan mencontoh gerakan kera bermain di
pepohonan. Ternyata ilmu itu kini bermanfaat. Ia mengendap
di salah satu pohon terdekat yang memungkinkan dia melihat
dan mendengar dengan jelas.
Sampai saat itu dia masih belum sadar apa dan mengapa
alasan dia membuntuti dan mengintip lelaki itu. Pada awalnya
Geni hanya merasa ingin tahu, siapa lelaki yang sanggup
membetot cinta Wulan darinya. Dia juga berpikir adanya
kemungkinan lelaki itu menuntunnya ke tempat Wulan berada.
Namun setelah melihat situasi di tengah hutan itu, dia merasa
curiga Dia merasa aneh melihat banyak orang berkumpul di
tengah hutan. Jumlahnya sekitar limapuluh orang. Semua
mengenakan pakaian dan ikat kepala serba hitam
Lebih lanjut dia memerhatikan, rupanya lelaki yang
dibuntutinya adalah pemimpin. Orang-orang itu bangkit dari
duduk. Mereka berdiri sambil memberi hormat kepada lelaki
itu. Sesaat kemudian suasana lengang dan sunyi Seorang
lelaki tua tampil ke depan. Setelah memberi hormat kepada si
pemimpin, ia berseru, "Karena saudara ketua sudah tiba dan
hari sudah agak siang maka pertemuan dimulai. Silahkan
saudara ketua bicara"
Lelaki itu maju dan duduk di atas batu besar. Orang-orang
itu mengucap salam dan memberi hormat kepada ketuanya,
kedengarannya riuh. Suasana kembali hening saat si ketua
mengangkat tangan dan mulai bicara, suaranya tidak keras
tapi lantang dan jelas. "Saudara dan kerabatku, pertemuan
hari ini tidak akan lama. Aku hanya ingin mengetahui apakah
beberapa anggota sudah melaksanakan tugasnya dan apa
hasilnya" Apakah sudah menghubungi Ki Sempani dan
pendekar Sapikerep, dan juga bagaimana hasil penyelidikan di
Alas Irengan, apakah si Padeksa itu masih tinggal di sana?"
Tiga orang maju, mereka memberi hormat Salah seorang
melapor. "Saudara ketua, kami bertiga telah melaksanakan
tugas. Kami jumpa langsung dengan Ki Sempani dan dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar Sapikerep. Mereka bertiga berjanji menghadiri
pertemuan Mahameru dan mereka merasa gembira telah
diajak serta dalam upaya membasmi perguruan Lemah Tulis."
Setelah berkata demikian, mereka mundur ke dalam barisan.
Beberapa orang lain maju. Salah seorang melapor. "Kami
sudah menyelidik perdikan Lemah Tulis dan Alas Irengan. Tak
sejengkal tanah pun yang lolos dari pengamatan kami, tapi
Padeksa tak kami temukan. Di Lemah Tulis tak ada lagi murid.
Hanya orang-orang desa biasa. Di perdikan Alas Irengan, kata
orang di sana, sudah lima tahun lebih Padeksa bepergian.
Sepanjang perjalanan pulang kami mencari kabar, tetapi
Padeksa lenyap seperti ditelan bumi."
Ketua itu mengibas tangannya. Ia berseru, "Baik,
terimakasih kalian telah melaksanakan tugas. Rencana kita
tidak berubah. Aku harapkan Padeksa dan Gajah Watu akan
muncul di Mahameru. Kalau mereka muncul, kalian sudah tahu
bagaimana harus bertindak. Sekali ini mereka tidak boleh
lolos, harus mati!" Dengan penuh semangat dia melanjutkan,
"Kalian ingat, saat ini adalah saat kebangkitan perguruan kita,
inilah saat menentukan bagi kita semua untuk menebus malu
dan membayar hutang darah keluarga dan perguruan kita.
Tapi satu hal yang kalian tidak boleh lupa, perempuan
bernama Wulan itu sekali-sekali tak boleh dilukai. Ingat siapa
melanggar perintah ini, akan menerima pukulan Pitu Sopakara
dan itu berarti mati dengan tubuh hancur!"
Setelah melalui pembicaraan singkat yang hanya
menyangkut tata aturan perguruan, pertemuan kemudian
diakhiri. Semua orang termasuk ketua perguruan duduk
bersila dalam sikap semedi. Mereka seperti menggumam,
mulanya terdengar suara mendengung, suara makin lama
semakin keras sampai akhirnya mereka berteriak membahana,
"Turangga jaya!" Mereka bubar, satu demi satu meninggalkan
hutan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni terpaku di atas pohon. Bulu kuduknya berdiri.
Tanpa sengaja dia menemukan keuntungan. Secara kebetulan
bisa menyaksikan sendiri pertemuan partai Turangga yang
sedang menyusun rencana jahat menghancurkan Lemah Tulis.
Bahkan secara tersembunyi orang-orang partai Turangga ini
mengincar nyawa gurunya, Padeksa dan Gajah Watu, dua
tokoh paling sepuh dari Lemah Tulis.
Untung Padeksa tidak ada di Alas Irengan. Tetapi ke mana
perginya" Geni risau memikirkan keselamatan Padeksa. Ia
berharap gurunya hadir di Mahameru supaya ia bisa
memastikan keselamatannya. Tetapi hati kecilnya berharap
Padeksa tidak hadir di Mahameru mengingat ancaman partai
Turangga. Tetapi kenapa harus takut" Apa hebatnya
Turangga" Dulu pun orang-orang hebat di Turangga tak ada
yang lolos dari kematian ketika Rama Balawan dan murid-
murid Lemah T ulis menyerbu dan membasmi habis perguruan
sesat itu. Tetapi yang ditakuti W isang Geni adalah musuh
bersembunyi dari tidak ketahuan identitasnya. Musuh-musuh
itu pasti akan menyerang, tetapi kapan waktunya dan di mana


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempatnya, adalah hal tersembunyi.
"Orang-orang itu tidak punya malu, mereka bisa
menghalalkan segala cara meskipun melanggar tata-
carakependekaran. Aku harus memberitahu guru dan semua
murid Lemah Tulis tentang ancaman tersembunyi ini. Tetapi
apakah aku masih punya kesempatan memberitahu mereka,
semoga aku akan bertemu guru dan paman Gajah Watu di
Mahameru nanti." Di balik ketakutan akan serangan gelap musuh-musuhnya,
dia merasa gembira. Di Mahameru nanti kemungkinan besar
Sempani dan sepasang pendekar Sapikerep akan hadir. Dia
akan memanfaatkan pertemuan itu untuk balas dendam.
Dengan ilmu Wiwaha dia yakin akan sanggup mengalahkan
musuh-musuhnya. Geni tak pernah lupa cerita Padeksa. Tiga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nama itu masuk dalam rombongan yang membumighanguskan Lemah Tulis. Hutang darah bayar
darah. Sempani, Bango Samparan dan Tambapreto dibantu
para punggawa mengeroyok mati Gubar Baleman dan Mahisa
Wlungan. Satu sudah mati, Tambapreto, tetapi Sempani dan
Bango Samparan masih hidup. Begitupun Sepasang Iblis
Sapikerep yang mengeroyok mati Kebo Jawa, adik perguruan
ayah Geni. Jantung Wisang Geni berdegup kencang. Hari pembalasan
sudah dekat. Tubuhnya menggigil menahan geram. Namun ia
sadar, ia belum tahu seluruhkekuatan lawan. "Aku harus hati-
hati, tidak boleh memandang enteng lawan."
Geni melihat sekeliling. Sunyi, tak ada orang. Sesaat ia
berpikir, menculik salah seorang lawan yang lemah untuk
diperas rahasianya atau membuntuti ketua Turangga itu.
"Siapa tahu Wulan dalam bahaya besar?"
Berpikir begitu Geni segera menggelar Waringin Sungsang
mengejar ketua Turangga. Tak lama kemudian ia melihat
sosok lelaki yang dicarinya. Rupanya ketua T urangga itu tidak
bergegas. Geni membuntuti dari jauh. Ia sampai di desa.
Lelaki itu menuju sebuah rumah besar di pinggiran desa.
Rumah dikelilingi pagar bambuyang tinggi sehinggakegiatan
apa pun yang terjadi di balik pagar itu, tidak akan terlihat dari
jalanan. Geni memandang keliling. Dekat rumah itu ia melihat
sebuah pohon cemara besar yang menjulang tinggi Tak ayal
lagi Geni melesat memanjat pohon. Dari ketinggian itu ia bisa
leluasa melihat lintas pagar. Rumah itu besar, pekarangannya
luas. Tak heran kalau banyak penghuninya. Geni mencium
sesuatu yang kurang wajar. Semua orang berpakaian rombeng
seperti pengemis. Geni melihat dua pengemis keluar dari rumah. Mereka
berlari menuju ke arah T imur. "Aku punya akal," gumam Geni.
Cepat ia me lompat turun membuntuti dua pengemis. Dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakannya tampak kepandaian mereka rendah. Sesampai di
luar desa, di tempat sunyi, Geni menyerang. Cepat dan
telengas. Hanya dalam satu gebrakan saja dua pengemis itu
bisa dilumpuhkan. "Aku akan bertanya dan kalian harus
menjawab jujur. Awas, kalau jawaban kalian tidak sama, itu
berarti kalian berbohong. Hukumannya, kalian mati tersiksa,
lihat ini!" ' Berkata demikian sambil mengerahkan tenaga panas Geni
mencengkeram pohon kecil yang ada di situ. Seketika saja,
pohon itu layu dan kering. Pengemis yang muda usia
memandang dengan ketakutan sedang yang tua tampaknya
tidak gentar. Geni tersenyum dingin. Ia mencengkeram lengan pengemis
tua yang seketika juga menggigil kedinginan. Saat berikut
wajahnyamerah kepanasan, keringat membasahi tubuhnya.
"Kamu rupanya mau menderita panas dingin bergantian
seilmur hidupmu, tak akan ada obat pemunahnya. Aku adalah
raja racun yang paling ganas di kolong langit. Kalau itu
mailmu maka aku tak punya pilihan lain."
Pengemis tua itu ketakutan. "Jangan, jangan!"
Geni memisahkan dua orang itu, jaraknya cukup jauh
sehingga satu sama lain tak bisa saling mendengar. Dia
bertanya pertanyaan yang sama kepada dua pengemis itu.
Dari jawabannya dia bisa meneliti mereka berbohong atau
menceritakan hal yang benar. Setelah memperoleh banyakketerangan, Geni me lepas dua pengemis itu. Ketika
mereka melangkah, mendadak Geni melayangkan pukulan.
Lawan jatuh tertelungkup. Dua pengemis itu kaget. Geni
tertawa. "Tidak! Aku tidak membunuh kalian. Itu pukulan
ringan, tapi kalian sudah kena racun panas. Kalian bisa
sembuh dengan sendirinya apabila pergi dari sini dan tinggal
di daerah dingin di lereng gunung, lebih cepat lebih baik
sebelum racun itu mengganas."
"Tetapi kami..."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak perlu takut, kalian tidak akan mati kalau menuruti
apa kataku. Pergilah ke lereng gunung, tinggal di sana selama
satu bulan, maka kalian akan sembuh. Jika tidak pergi
sekarang, aku khawatir terlambat dan kalian akan mati
tersiksa." Dua pengemis itu pergi bergegas. Geni tertawa dalam hati.
Ia mengusir dua pengemis agar mereka tidak membocorkan
rahasia. Dari keterangan yang diperoleh Geni mengetahui
rumah itu milik Ki Demung Pragola, tokoh sakti ketua
perguruan Daridra. Dua hari lagi di rumah itu akan
diselenggarakan pesta kawin Pengantin pria adalah Ki Jaranan
ketua partai T urangga, sahabat Ki Demung Pragola.
Siapa si pengantin wanita, pengemis itu tidak tahu karena
belum pernah me lihat wajahnya. "Tetapi menurut kawan-
kawanku si pengantin sangat cantik," tutur si pengemis. T api
pengemis muda merasa ada yang aneh karena sempat
mendengar isak tangis dari balik jendela kamar pengantin.
Mendengar pengakuan pengemis itu, Geni merasa ada sesuatu
yang tidak wajar. Ia bertekad menyelidiki. Menanti sampai hari
gelap, Geni menyelinap lewat pagar.
Geni beruntung, malam itu bulan bersembunyi di balik
awan tebal. Keadaan agak gelap. Dia menggunakan Waringin
Sungsang menyelinap mendekati kamar pengantin. Sebagaimana cerita pengemis itu, ada dua pengawal yang
menjaga di sekitar jendela kamar. Geni menanti kesempatan.
Begitu dua pengawal berbalik badan, ia melesat cepat Ia
menggunakan jurus paling handal dari Waringin Sungsang
hingga gerakannya cepat bagai siluman serta jurus
Garudamukha agar sekali gebrak dua lawan roboh. Ia tak mau
ambil resiko. Dua lawan itu jatuh lemas. Ia menahan tubuh
mereka agar tidak menimbulkan suara.
Dia mengendap di bawah jendela. Dia mendengar
percakapan lelaki dan perempuan. Suara lelaki dikenalnya
sebagai ketua partai T urangga. Tetapi dia merasa seperti bumi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dipijaknya amblas, saking terkejutnya. Dia mengenal
suara perempuan itu, suara Wulan, "Kangmas, cukup, tapi...
oh... jangan." Geni bergerak pelan-pelan menjaga agar tak ada suara
sekecil apa pun, dia mengintip. Dilihatnya lelaki itu sedang
menggilmuli perempuan yang dari suaranya sudah pasti
Wulan. Keduanya berpelukan. Lelaki itu menciumi wajah dan
leher Wulan. Perempuan itu menggeliat Keduanya berciuman.
Tangan lelaki itu menjamah dan mengelus buah dada Wulan.
Nafasnya memburu Saat itu Geni merasa ulu hati seperti ditikam belati Perlahan
ia beringsut dan mengendap pergi Ia tak pernah
membayangkan Wulan bercinta dengan lelaki lain. Dan lelaki
itu adalah orang yang sedang menyusun rencana membunuh
Padeksa, Gajah Watu, serta menghancurkan Lemah Tulis. Ia
sudah hampir ke luar pagar ketika samar-samar mendengar
jeritan. Ia memasang telinga, suara datang dari arah kamar
pengantin. Apakah Wulan" Ketika suara terdengar lagi, dia
yakin itu suara Wulan. Kenapa" Apakah Wulan dalam bahaya"
Apakah ia perlu kembali" Tanpa sadar Geni kembali ke
jendela. Ia melihat pemandangan aneh. Wulan berontak. "Jangan
Mas, cukup, jangan dilanjutkan." Tetapi ia tak berdaya, si
lelaki punya kekuatan lebih. Lelaki itu menggilmuli, memeluk
kasar, tangannya merambah kasar tubuh Wulan. Pakaian
Wulan sudah berantakan, tidak utuh lagi, banyak bagian yang
sudah tercabik-cabik. Ia nyaris bugil.
Si lelaki terengah-engah berkata dengan nada tinggi,
"Kenapa kau menolak, Wulan. Kau tahu betapa cintaku
padamu, aku kasmaran, aku tak bisa hidup tanpa kamu. Dari
dulu sejak masih di Lemah Tulis, aku sudah mencintaimu, kau
tahu itu kan. Dulu kita pernah bercinta, berulang kali aku
menidurimu, tetapi belakangan kamu selalu menolak, kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengulur-ulur waktu, menunda-nunda! Kenapa" Apakah ada
lelaki lain?" "Kangmas, jangan berkata demikian. Sekarang ini aku
belum siap, aku belum bisa...."
"Wulan aku tak bisa bersabar lagi, sudah bertahun-tahun
rindu dan cintaku ini kupendam, dan ini sangat menyiksaku,
Wulan maafkan aku, malam ini aku akan mengambil hak
milikku atas tubuhmu meskipun aku harus memaksamu."
"Kamu tak punya hak atas diriku, aku belum menjadi
isterimu." "Sebenarnya aku tak memerlukan upacara Dunia
kependekaran tak memerlukan upacara kawin, dan upacara
besok hanya untuk memperlihatkan kepada semua orang
bahwa kamu sudah resmi milikku. Besok malam kita rayakan
upacara, tapi malam ini aku bersenang-senang dulu dan kamu
harus melayaniku Wulan, kamu tak perlu pura-pura tidak mau
karena sebelumnya aku sudah berulangkali menidurimu,
bahkan waktu itu kamu menjerit saking bahagianya"
"Itu dulu, Mas. Sekarang tidak lagi. Jika kau jamah tubuhku
lagi, aku akan bunuh diri, aku bersungguh sungguh Mas"
"Kamu ngaco, bagaimana mau bunuh diri, menggerakkan
tenaga saja kau tak bisa. Lagi pula setelah malam ini aku akan
menjagamu siang dan malam, jika kebetulan aku keluar
rumah maka ada anak buahku yang menjagamu, dan agar
supaya kamu benar-benar jinak maka aku tak akan memberi
obat pemunah, untuk selamanya tenagamu tak bisa pulih "
"Mas, apa enaknya kamu mengawini aku dalam keadaan
lemah tak punya tenaga seperti ini. Mengapa tidak kau
sembuhkan aku, kemudian beri aku kesempatan satu bulan
untuk berpikir." "Tak ada waktu lagi. Malam ini aku harus menikmati
tubuhmu, besok malam upacara kawin, setelah itu kita berdua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuju Mahameru sebagai pasangan suami isteri. Opo ora
hebat?" Geni melihat lelaki itu merobek kebaya Wulan yang
memang sudah compang camping. Ketua Turangga itu
tertawa,"Wulan kamu cantik dan sungguh montok, aku makin
terangsang." Tidak bisa menahan sabar Geni menghantam jendela
menerobos masuk. Ia melihat pemandangan yang membangkitkan amarahnya. Wulan terbaring di dipan,
tubuhnya hampir bugil, dua tangannya berusaha menutupi
buah dada. Celana panjangnya robek, kelihatan pangkal
pahanya. Rambutnya yang panjang riap-riapan. Wajahnya
pucat, airmata membasahi pipi. Ia gembira melihat ada
seseorang yang menolongnya. Ia tak kenal Geni, karena sejak
keluar dari jurang Geni belum memangkas rambut, brewok
dan kumisnya yang acak-acakan tak terurus.
Geni tak sempat mengawasi lama-lama karena saat itu
terdengar bentakan. Lelaki bernama Jaranan itu gesit
melompat dan menyerang Geni. "Siapa kamu, berani lancang
masuk kamarku!" Tak cuma membentak, ketua partai
Turangga itu menyerbu dengan serangan ganas. Geni
mencium hawa pukulan berbau busuk. Ini pasti pukulan
beracun dan ganas. Tak ayal lagi Geni menggelar Bang Bang
Alum Alum dengan tenaga inti Wiwaha. Bentrokan tak
terhindar, keduanya mundur selangkah. Ternyata ketua
Turangga ini ilmunya jauh lebih hebat dari yang dibayangkan.
Tadinya Geni agak memandang enteng karena melihat ilmu
ringan tubuhnya yang tak begitu handal.
Saat berikut keduanya terlibat tarung lagi. Cepat, ganas
dan berkekuatan dahsyat. Sekejap saja kamar itu dibuat
berantakan. Beberapa jurus sudah lewat Pertarungan makin
beringas. Geni lebih unggul dalam ringan tubuh dan tenaga
pukulan. Tetapi dari kematangan jurus, ketua T urangga lebih
unggul. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara hingar bingar di kamar memancing orang
berdatangan. Seorang lelaki berjenggot putih menerobos
masuk. Ia tertegun sesaat kemudian membentak, suaranya
mengguntur, "Hentikan! Siapa orang ini?" Dua lelaki itu
memisahkan diri. Geni mundur ke dekat Wulan yang sibuk
menutupi tubuhnya dengan kain seprei.
Geni menatap orang tua itu dengan tajam Wajah lelaki itu
tampak teduh dan berwibawa. Jenggot dan kumisnya


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyatu, putih. Tubuhnya tinggi tegap. Pakaian penuh
tambalan tetapi bersih. Dari sinar matanya yang bening dan
sikap berdirinya, Geni yakin ilmu silat orangtua itu cukup
tinggi. Geni memberi hormat "Maaf aku terpaksa masuk kamar
ini karena mendengar suara jerit perempuan minta tolong."
Tiba-tiba Wulan berteriak "Geni, kau Wisang Geni, oh jagad
dewa batara terima kasih." Ternyata sekilas menyaksikan
jurus Bang Bang Alum Alum dimainkan ia sudah curiga.
Setahunya hanya tiga orang di dunia yang mahir memainkan
jurus gunung Merapi itu, Ki Sagotra, Manjangan Puguh dan
Wisang Geni. Tetapi penampilan W isang Geni yang mirip
pengemis berewok membuatnya bingung. Wulan segera
mengenali Geni dari suaranya. Suara yang sering dikenangnya. Geni memandang Wulan dengan sinar mata
bahagia Ia gembira karena meskipun pakaian dan dandanan
kumal macam pengemis, Wulan bisa mengenalinya Itu artinya
Wulan tak pernah melupakannya. Ingin Geni memeluk
perempuan yang dicintainya itu. Tetapi ia menahan diri.
Bahaya masih mengancam. Wulan membalas tatapan Geni dengan sinar mata berbinar
dan hati berbunga T ak sehari pun berlalu tanpa ia memikirkan
Geni kekasihnya Malam ini, ia menolak si pengantin pria juga
sebab teringat akan Geni. Di luar dugaan justru lelaki yang
datang menolongnya adalah W isang Geni. Ia senang. Namun
berbarengan hatinya ketar ketir memikirkan keselamatan Geni.
Setahu dia, ilmu silat Wisang Geni tak mungkin bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menandingi kepandaian lelaki itu. Karena lelaki itu adalah
paman guru Geni, yakni Lembu Agra Apalagi orang-orang di
rumah itu semuanya pendekar berilmu tinggi. Tidak mungkin
Geni bisa lolos begitu saja dari kepungan orang-orang itu.
Pada saat itu seorang gadis kecil menerobos masuk kamar.
"Kakek ada apa" Kenapa pengantin berkelahi?"
Jaranan tadi sempat melihat bagaimana pandangan Wulan
terhadap pengemis berewok itu. Ia juga menangkap getar
suara Wulan ketika menyebut nama Wisang Geni. Sesaat ia
tahu, Wisang Geni adalah putra Gajah Kuning dan Sukesih.
"Rupanya laki-laki ini yang sering disebut-sebut Wulan. Kurang
ajar!" Tiba-tiba ia merasa tak bisa menahan diri lagi, hatinya
dibakar cemburu. Ia menyerang Geni dengan hebat
Pukulannya mengancam dada, ulu hati, pelipis dan leher.
Semuanya titik kematian. Pukulannya ganas dan telengas.
Sebelum serangan tiba, Geni telah menemukan jalan keluar
dan situasi yang tak menguntungkan. Begitu diserang, ia
justru melihat adanya kesempatan. Ia bergerak secara
naluriah dengan jurus Antarlina dari Waringin Sungsang,
tubuhnya seperti lenyap dari pandangan. Tak berhenti di situ
saja, sambil mengelak ia menyerbu ke depan dengan jurus
Warajangungas (Anak panah menembus) dari Garudamukha,
sasarannya orang tua berjenggot putih itu.
Si orang tua mendengus dan menyampok sambil balas
menendang. Angin pukulan dan tendangannya mengeluarkan
hawa panas. Tetapi Geni tak meladeni. Tujuannya lain,
serangan kepada si orangtua hanya siasat. Geni berlaku
nekad. Kesempatan ini sangat kecil, tetapi harus digunakan.
Geni mengelak dari tendangan lawan dan sengaja menerima
sampokan orang tua itu di pundaknya.
Pada saat sampokan mengenai pundaknya, Geni melempar
tubuh ke sisi orang tua. Ia menyergap si gadis kecil! Orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tua itu sadar tetapi sudah terlambat! Begitu juga Ki Jaranan.
Gadis itu memapak Geni dengan tusuk konde panjang yang
digenggamnya sejak memasuki kamar. Geni mengibas.
Lengan si gadis kesemutan dan tusuk konde itu terlempar.
Geni me lejit ke samping dipan berada di dekat Wulan, ia
mencekal leher si gadis. "Kalian mundur semua, aku tak ingin
mencelakai gadis ini, jangan paksa aku membunuh anak tak
berdosa ini!" Orang tua itu marah besar, wajahnya merah marong. "Hei
sedikit saja kau sakiti cucuku, jangan harap kamu lolos dari
siksaanku! Aku Demung Pragola akan melumat tubuhmu."
"Kamu tenang saja Ki Demung. Aku hanya ingin membawa
kawanku ini pergi dari sini tanpa diganggu anak buahmu
Kalian tak boleh menghalangi kami. Ki Demung jika masih
mau melihat cucilmu hidup, sekarang juga perintahkan anak
buahmu menjauh." Demung Pragola segera memerintahkan anak buahnya
keluar dan menjauh dari kamar. Saat itu terdengar Jaranan
tertawa. "Kamu pasti Wisang Geni, putra kangmas Gajah
Kuning dan mbakyu Sukesih. Kau sudah dewasa bahkan
berpakaian macam pengemis, tentu saja aku tak mengenali
keponakanku sendiri. Tentu saja kamu tak mengenalku, aku
pamanmu, Lembu Agra. Nah, lepaskan gadis kecil itu dan
semua urusan bisa kita selesaikan dengan aturan"
Wisang Geni terkesiap. "Inikah Lembu Agra, adik perguruan
ayahnya. Dan kakak perguruan Wulan" Lembu Agra murid
Bergawa. T etapi bagaimana mungkin ia bisa jadi ketua partai
Turangga dan bernama Jaranan" Lantas apa hubungannya
dengan musuh perguruan, Sepasang Iblis Sapikerep dan
Sempani" Dan kenapa ia berniat membunuh guru Padeksa?"
Ketika itu Lembu Agra alias Jaranan melangkah maju. Geni
berseru "Awas, sekali pencet leher gadis ini remuk!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demung Pragola berseru, "Ki Jaranan, jangan mendekat!"
Lembu Agra berhenti dan mundur kembali ke tempat ia
berdiri. Pragola berkata perlahan namun sangat berwibawa. "Kalian
semua diam di tempat, jangan bergerak. Ikuti apa maunya.
Geni, namamu Geni ya, kamu putra Gajah Kuning dan
Sukesih, mereka adalah sahabatku, lepaskan cucuku itu, aku
jamin kalian berdua akan meninggalkan rumah ini tanpa ada
yang menghalangi. Ini semua kan persoalan Lemah Tulis, tak
ada hubungan dengan aku, hayo Wisang Geni lepaskan
cucuku!" Geni masih bingung, tapi cekalan pada si gadis tetap erat
Malah sebelah tangannyayang lain berada di atas ubun-ubun
kepala si gadis. Seperti ancaman! Sekali tangan itu turun
maka batok kepala cucu Ki Demung Pragola berantakan.
Melihat Geni dalam keadaan bingung, Lembu Agra
mempersiapkan suatu serangan maut. Untuk itu ia hanya
memerlukan kelengahan Geni. Lengah sesaat saja! Itu saja
yang diperlukan. Ia berusaha memecah perhatian Geni.
"Wisang Geni, kau harus tahu, yang kau hadapi ini, Ki
Demung Pragola, sahabat baik ayah dan kakek gurilmu Kamu
tak pantas mengancam cucunya, lepaskan saja. Lagipula
urusanku dengan Wulan adalah urusan pribadi, kami berdua
akan menikah, kamu sebagai keponakan murid tak pantas ikut
campur." "Omongan apa itu, aku memang putra ayahku, tetapi kamu
murid paman Bergawa, aku murid guru Padeksa, artinya kita
sederajat, aku bukan keponakanmu dan kamu bukan
pamanku!" Saat itu Wulan berseru, "Ki Demung, aku tak mau tinggal di
sini, aku mau ikut W isang Geni pergi dari s ini." Lalu ia berseru
kepada Geni. "Kamu jangan lepaskan gadis kecil itu, dia
adalah kunci untuk kita me loloskan diri. Sekarang bawa aku
keluar dari tempat ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan bingung, tak bisa mengambil keputusan,
Geni gembira mendengar perintah Wulan. Tak ragu lagi, ia
membentak Lembu Agrayang dari tadi bersiap-siap akan
menyerangnya. "Kamu menyingkir jauh-jauh, kalian semua
menyingkir ke dinding sana. Wulan mendekat kemari! Ki
Demung, aku mohon maaf atas kelancanganku, aku hanya
membawa adik kecil ini sampai di batas desa, tolong kamu
siapkan dua ekor kuda buat kami, begitu kami sudah bebas
dan tidak diikuti, maka adik kecil ini akan segera aku serahkan
padamu" "Geni kamu jangan nuiu mani denganku, seujung rambut
cucuku copot, nyawamu jadi ganti!"
"Tidak usah khawatir, akan kutepati janjiku!"
Orang-orang itu patuh pada perintah Ki Demung, mereka
tidak merintangi kepergian Geni dan Wulan. Tiba di batas
desa, Geni memanggil empat orang anak buah Ki Demung
yang membuntuti dari jauh. Ketika hendak kembali ke
rombongan, si gadis kecil menatap Geni. "Apakah benar kamu
akan membunuh aku seandainya keadaan tidak menguntungkan kamu?"
Geni tersenyum, mengusap kepala si gadis. "Aku belum
pernah membunuh orang tak berdosa, apalagi adik kecil yang
manis seperti kamu. Jika keadaan tidak menguntungkan
mungkin aku akan mendorong kamu kepada kakekmu,
selanjutnya terserah pada nasib keberuntunganku."
Gadis itu belum mau pergi. Ia bertanya pada Wulan. "Bibi
kenapa kamu membatalkan perkawinan?"
Wulan memeluk s i gadis. "Orang kawin itu harus suka sama
suka, tak boleh main paksa."
"Jadi bibi tak suka pada paman itu, lalu paman mau
memaksa bibi, kemudian paman yang ini datang menolong
bibi?" Gadis kecil itu tersenyum Wulan juga tersenyum dan
mengangguk. Si gadis kecil pergi diiringi empat pengawal itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suasana malam sepi dan lengang. Geni menatap Wulan. Ini
dia perempuan yang paling ia rindukan selama ini Wulan
menangkap pancaran kehangatan cinta dalam sinar mata
Geni. Tanpa sadar ia menghela napas panjang. Wulan
merunduk, Geni memegang lengan perempuan itu. "Kenapa Wulan,
kamu menyesal meninggalkan dia?"
Wulan memegang ujung kain seprei yang membungkus
tubuhnya. "Sudah berapa lama kau berada di luar jendela?"
Geni menatap Wulan "Lama. Aku tadinya sudah pergi
setelah melihat kau berpelukan dan berciuman, aku cemburu.
Tetapi aku kembali lagi karena mendengar suara jeritanmu."
Wulan menatap Geni dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku tak menyesal meninggalkan Lembu Agra, lagipula setelah
kejadian itu aku tak akan bisa memaafkan dia. Aku
berterimakasih padamu, Geni, nanti setelah aku sembuh dan
tenagaku pulih, kamu boleh pergi tinggalkan aku."
"Lho kenapa begitu?"
"Kamu kan sudah mendengar semua apa yang diucapkan
Lembu Agra. Ia telah meniduri aku, berulang-ulang."
Geni bertanya spontan, "Kamu menyukainya?"
Wulan menggeleng kepala. Namun sebelum dia menjawab,
Geni memegang lengannya. "Kita harus cepat pergi dari sini,
sebelum mereka datang mengejar."
Keduanya melecut kuda menembus kepadatan hutan. Sinar
rembulan samar menerobos pepohonan, namun tak cukup
terang. Kuda tak bisa berlari cepat karena Wulan yang
tenaganya belum pulih tampak kesulitan. Ia bahkan
terhuyung-huyung. Melihat itu Geni tak sampai hati Ia
menghentikan kuda. "Wulan, kita naik seekor kuda saja,
satunya lagi dituntun, biar lebih cepat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan diam saja ketika Geni membopongnya. Berjalan
beberapa langkah, Geni memeluk lebih erat. Ia merasakan
tubuh montok yang lunak, tubuh perempuan yang sudah lama
ia rindukan. Ia memeluk lebih erat lagi. Wulan membalik
tubuh, pahanya di atas paha Geni, tangannya menggelayut di
leher Geni. Ia menatap lelaki itu dengan sinar mata penuh
bara cinta. "Keadaan masih berbahaya, sewaktu-waktu
mereka bisa mengejar kita, aku sekarang tak punya tenaga
terkena racun pelemas tulang."
"Baik, kita cari tempat yang sunyi, nanti aku akan
membantu mengeluarkan racun dari tubuhmu."
"Peluk aku, Geni, bawalah ke mana kamu mau membawa
diriku." . Hati-hati dan waspada, Geni mengendalikan kuda
menembus kegelapan hutan. Malam itu bagi sepasang kekasih
itu suatu malam yang tak mungkin dilupakan. Tengah malam
di tengah hutan Geni menghentikan kudanya, mereka sudah
jauh dari desa tadi. Geni turun dari kuda kemudian melecut
dua ekor kuda itu yang kontan berlari cepat. Wulan tak
bertanya, ia mengerti Geni sedang menyesatkan lawan. Jika
lawan mengejar, mereka akan melacak jejak kuda dan
memburu kuda tanpa tunggangan itu.
Keduanya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki, ke
arah lain dari yang ditempuh dua kuda tadi. Geni membopong
kekasihnya. Wulan menggelayut manja, kepalanya rebah di
dada bidang sang kekasih. Tak lama kemudian, keduanya
istirahat Di tengah gelapnya hutan, Geni memeluk dan
menciumi kekasihnya. Dua insan itu bergilmul dalam panasnya
birahi. "Apa kau merindukan aku, Geni?"
"Oh Wulan, tiada hari tanpa aku merindukan kamu."
"Geni, apakah kamu masih mencintaiku setelah mengetahui
kisahku dengan Lembu Agra?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni mencium mulut Wulan. "Aku sangat mencintaimu,
tetapi aku juga sangat cemburu dan kesal."
Wulan berbisik lirih, "Geni, setelah berpisah dengan kamu,
secara kebetulan aku bertemu Lembu Agra. Aku ingin
melupakan kamu, itu sebab aku menjalin hubungan dengan
Agra." Dengan nafsu birahi membara, Geni memeluk erat
kekasihnya. "Aku tak mau mendengar itu, biarkan itu berlalu
Wulan." "Tidak Geni. Kamu harus mendengarkan ceritaku, agar


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu bisa menentukan sikapmu. Dengarkan aku Geni.
Sekarang ini aku sudah tahu, sudah yakin bahwa aku hanya
mencintai kamu, tetapi kamu harus mendengarkan ceritaku."
Ia berbisik di telinga kekasihnya. "Wulan, masih banyak
waktu untuk menceritakan itu." Ia melepas seprei yang
membungkus tubuh molek itu, mencium semua bagian
tubuhnya. Perempuan itu menggelinjang, bibirnya bergetar.
"Cintailah aku, oh betapa aku merindukan kamu, Geni, aku
mengingatmu selalu."
Keduanya bergilmul dan berpelukan sampai fajar
menyingsing. Malam itu mereka temukan lagi pesona cinta
dan panasnya birahi yang tadinya pernah diselimuti keraguan.
Geni pernah begitu sengsara dan cemburu melihat Wulan
digandeng seorang lelaki di pesta tahunan gunung Lejar.
Sampai tadi pun Geni masih bimbang dan meragukan cinta
Wulan. Ketika ia me lihat Wulan dan lelaki itu berpelukan dan
berciuman di kamar pengantin, ia merasa dunia kiamat Tetapi
keajaiban saja yang menuntunnya kembali ke jendela dan tiba
pada saat yang tepat menolong Wulan yang hendak
diperkosa. Ketika fajar menyingsing. Udara dingin dan lembab. Kedua
insan masih berpelukan dan berselimutkan seprei. Wulan
menceritakan betapa sengsaranya dia setelah berpisah dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni. Ia memeluk Geni. "Dulu sewaktu sama-sama berlatih di
Lemah Tulis, beberapa kali aku bercinta dengan Lembu Agra,
ia memang kasmaran padaku, tetapi aku tak pernah
mencintainya. Setelah Lemah Tulis hancur, aku bertemu
dengannya satu kali, aku bersamanya selama lima hari tapi
hanya sekali-sekali bercinta. Setelah itu, aku tak pernah
bertemu lagi dengannya. Baru di pesta gunung Lejar itu kami
bertemu lagi. Saat itu aku masih bingung, aku ingin
melupakan kamu. Tapi aku tak bisa menipu diri sendiri.
Semakin berupaya melupakan kamu, makin aku sadar betapa
aku sangat mencintai kamu. Aku tak hanya membiarkan Agra
merayu dan menggauliku, bahkan aku berusaha agresif dalam
bercinta. Tetapi bayangan kamu selalu hadir di antara desah
nafas Lembu Agra. Wajahmu seakan menertawakan dan
mengejek aku." "Jadi kamu tidak mencintai Lembu Agra, kamu mencintai
aku." "Kamu percaya sekarang ini, bahwa aku sangat
mencintaimu?" "Aku percaya, apalagi melihat semalaman kamu begitu
kasmaran." Wulan mencubit paha kekasihnya. "Kamu yang gila Geni.
Kamu seakan hendak melumat habis tubuhku. Tetapi aku
memang merindukan kamu, sudah lebih dari tiga purnama aku
mendambakan pertemuan denganmu, bercinta denganmu."
Ia menceritakan kisah pelarian asmaranya dengan Lembu
Agra. Mereka bercinta hanya beberapa hari setelah pesta
tahunan bukit Lejar. Kemudian mereka berpisah. Saat itu ia
sudah sadar betapa ia sangat mencintai Geni. Ia bertekad
mencari kekasihnya itu. Lima hari lalu, ketika ia menginap di
desa Ngadas, beberapa orang masuk menyergapnya. Ia heran
tenaganya seperti lenyap begitu saja, ia tak mampu melawan.
Orang-orang itu membawanya
ke hutan dan akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerkosanya. Tetap entah kebetulan atau keajaiban, Lembu
Agra muncul sebagai penolong.
"Dia membawa aku ke rumah Demung Pragola. Ia
membujuk aku, merayuku, tetapi aku tak bisa lagi
meladeninya. Aku selalu ingat padamu. Ia memaksa akan
mengawiniku dalam upacara resmi, tetapi aku menolak.
Malam itu rupanya dia sudah tidak sabar lagi, selanjurnya
kamu tahu apa yang terjadi"
"Aku melihat kamu berpelukan dan berciuman, itu yang
membuat aku kabur karena cemburu"
"Ia memeluk dan menciumku, kuakui aku memang sempat
terangsang. Tetapi hanya sesaat, kemudian bayangan
wajahmu muncul membuat aku sadar. Ketika aku menolak dan
meronta melepaskan diri, ia memaksa, hendak memerkosaku,
ia merobek kebaya dan celanaku, itulah kenapa aku menjerit,
jeritan yang membuat kamukembali dan menolongku. Jika
kamu tidak kembali, aku tidak tahu apa yang terjadi pada
diriku." Fajar menyingsing, Geni mendukung kekasihnya. Wulan
memeluk makin erat Geni melangkah tak tahu ke mana arah
tujuan. Hutan itu lebat Ia berhenti, menatap perempuan
dalam pondongannya. Wulan membuka mata. "Geni, kalau
letih, biar aku berjalan saja, kalau hanya berjalan aku masih
kuat" Berkata demikian, bukannya melonggarkan pelukan, Wulan
malah lebih erat memeluk kekasihnya. Ia menciumi leher Geni.
"Kau tak perlu berjalan, biar aku mendukungmu sampai
kita menemukan tempat berteduh." Tak pernah sebahagia itu,
Geni me langkah terus. Ia keberatan melepas Wulan berjalan.
Ia lebih suka memeluk menggendong kekasihnya. Wulan pun
merasakan hal yang sama, ia tak mau turun dari dekapan
lelaki yang dicintainya. Ia merasa aman terlindung dalam
pelukan kekasihnya. Wulan membayangkan betapa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkasanya Geni ketika menolongnya dari perkosaan Lembu
Agra. "Dia inilah lelaki yang akan menjadi pelindungku, aku
tak akan mau berpisah lagi darinya," gumamnya dalam hati Ia
berbisik lirih. "Geni, aku ngantuk, semalaman bercinta
denganmu, aku kelelahan, apalagi tenagaku belum pulih,
kamu juga letih?" Geni menggeleng kepala. "Aku tak pernah letih bercinta
denganmu. Malahan membuat aku lebih bersemangat dan
kuat" Pagi itu Geni terus mengayunkan langkah. Ia melangkah
teratur, khawatir Wulan dalam pondongannya terbangun oleh
guncangan. Geni memandang kekasihnya yang tidur lelap.
Wulan tampak cantik diterangi matahari pagi. Geni merasa
bahagia. Bagaimana tidak, separuh malam dia berdua Wulan
menunggang seekor kuda. Selama itu dia memangku dan
memeluk Wulan. Lantas di tengah malam, ia menggilmuli
tubuh montok, menciumi kaki dan buah dada Wulan, dua
bagian tubuh yang paling indah milik perempuan itu.
Malam itu ia tahu persis, ia tak mungkin mencintai
perempuan lain. Hanya perempuan ini! Walang Wulan inilah
yang paling ia maui. Ia merasa garis tangan dan nasibnya
sudah ditentukan. Ia tahu hidupnya tak akan bahagia tanpa
Wulan di sisinya. Matahari siang sudah berada di titik paling tinggi. Geni
melangkah terus, Wulan masih tertidur. Geni memandang
keliling. Ia tak tahu berada di hutan bagian mana. Di kejauhan
ia me lihat bukit kecil. Ia membawa Wulan ke sana.
Pemandangan di sekitar indah. Bukit itu padat dengan
pepohonan dan ilalang yang tinggi dan kasar. Tampaknya
jarang dilewati manusia. Ia menemukan tempat persembunyian, sebuah goa kecil.
"Tempat ini bagus, Geni, kita nginap di sini saja." Rupanya
Wulan sudah terjaga Ia meronta turun dari pondongan Geni.
Wijahnya yang cantik tampak bersinar diterpa matahari siang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang agak terik. Geni terpesona memandang kecantikan tubuh
perempuan di hadapannya. Wulan tersipu-sipu. Ia merunduk.
Tiba-tiba ia menjerit. Seprei pembungkus tubuhnya terbuka.
Tubuh bagian atasnya telanjang, hanya celana sebatas lutut
itu pun compang camping. Tampak buah dadanya menyembul. Tangannya bergerak
mendekap dada. Tetapi kemudian ia tertawa kecil ketika Geni
memegang dan menurunkan tangannya. Geni memandang
buah dada montok itu dan menggumam, "Sungguh indah,
kamu sungguh cantik, Wulan."
Tak tahan menahan keinginannya, Geni memeluk
perempuan itu, mencium mulutnya. Keduanya berciuman
lama. Wulan mendorong Geni, melepaskan diri. "Geni, goa itu
harus dibersihkan dulu, supaya bisa dijadikan rumah kita, ayo
kau bantu aku." Wulan melangkah, namun Geni menahannya. "Biar aku
yang bekerja, kamu duduk saja di situ."
Wulan duduk bersandar di pohon memerhatikan Geni yang
bekerja cepat Goa itu kecil di bagian mulut, tetapi luas di
dalam. Kotor dan bau busuk. Bekas tinggal binatang. Ia
mengumpulkan rumput dan dahan kering, membakar
mengasapi agar bau busuk itu hilang. Kemudian ia merancang
tempat tidur dengan menumpuk ranting kecil, dedaunan dan
rumput kering. Ia menutup mulut goa dengan batu besar yang ditemukan
tak jauh dari situ. Kemudian menumpuk daun dan ranting
sehingga tak terlihat dari luar.
Geni mengajak Wulan masuk goa, membiarkan kekasihnya
istirahat Hari sudah senja, ia cepat mencari daun obat dan
binatang buruan. Namun ia tak berani terlalu jauh dari goa,
khawatir ada binatang atau manusia mengganggu Wulan.
Sebab dengan keadaan tubuh yang belum pulih tenaga
dalamnya, Wulan tak akan mampu bertarung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia juga tidak terburu-buru mengobati Wulan. Semalam
ketika bercumbu dengan kekasihnya ia memastikan Wulan
hanya kena racun pelemas tulang yang ringan. Tanpa diobati
pun tenaga Wulan akan pulih dalam beberapa hari. Jika
dengan bantuan tenaga dalamnya mungkin tiga hari sudah
pulih seluruhnya. Tak lama kemudian Geni masuk goa. Wulan sedang
memeriksa celananya yang robek. Samar-samar dalam cahaya
matahari senja Geni terpesona akan kecantikan tubuhnya.
Wulan tertawa. "Jangan melotot memandangku, kamu kan
sudah sering melihatnya. Kamu lihat Geni, kebaya dan celana
ini sudah tak mungkin bisa kupakai lagi, sudah robek di
banyak tempat. Kurang ajar si Lembu Agra," kata Wulan yang
tidak berusaha menutupi tubuhnya yang bugil.
"Aku sudah lapar, biar kusiapkan makanan," Geni keluar.
Ketika ia sedang memanggang ayam hutan, Wulan keluar
menemuinya. Ia menggunakan kain seprei menutupi tubuh
bagian atasnya. Ia duduk berhadapan dengan Geni, matanya
memandang dengan jenaka. "Biar aku saja yang memanggang
ayam, ini kan pekerjaan perempuan, supaya kamu bisa
membuat ramuan obat"
Geni tak puas-puasnya memandang Wulan. Ia menyodorkan ayam tanpa mengalihkan mata dari kecantikan
perempuan di hadapannya. Wulan memanggang ayam. Ia
merunduk karena mengetahui Geni sedang menatapnya.
Setiap matanya bentrok dengan mata kekasihnya, ia
merunduk dan berkata lirih, "Geni, kenapa kau memandangku
terus seperti itu, kamu seperti ingin menelan aku."
"Kamu terlalu cantik untuk tidak kupandang. Sudah lama
kita berpisah, hampir empat bulan lamanya."
"Kapan kamu akan mulai menyembuhkan aku?"
"Tak perlu tergesa-gesa, racun itu racun ringan. Aku akan
membantilmu dengan tenaga dalam supaya lebih cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembuh." Setelah menyantap habis ayam panggang, Geni
menyodorkan segenggam rumput yang siang tadi sudah ia
kumpulkan. Kemudian ia mengajak Wulan masuk goa. Agar
cepat sembuh, Geni melepas kain seprei yang menutupi tubuh
bagian atas kekasihnya. Wulan bersila hanya mengenakan
celana rombeng, tubuh atasnya bugil. Sesaat Geni terganggu
pemandangan punggung kekasihnya yang mulus, tetapi dia
kemudian memusatkan perhatian, dua tangannya menempel
di punggung. Tenaga panas membanjir menerobos tubuh
kekasihnya, kemudian ia mengurut punggung.
Ketika Geni mengurut bagian pingang, Wulan merasa
perutnya mual. Rasanya ingin muntah. Keringat mengucur
keluar dari seluruh pori tubuhnya. Mendadak saja tenaga
panas itu lenyap begitu saja. Wulan merasa seperti jatuh ke
jurang yang dalam. Ia hendak menjerit tetapi belum sempat
suaranya keluar, ada tenaga dingin merembes dari punggung
masuk ke tubuhnya. Makin lama makin dingin. Tenaga itu
kemudian berpencar merambah ke seluruh tubuh. Rasanya
enak, tetapi makin lama makin dingin. Saat ia sudah tak tahan
lagi, tenaga itu lenyap dan berganti tenaga panas. Demikian
seterusnya, Wulan tak mengerti dari mana Geni memperoleh
tenaga batin sedahsyat itu.
Saat pengobatan selesai, hari sudah ma lam. Di luar goa,
gelap gulita. Wulan merasa tubuhnya segar. Ia mengerahkan
tenaga dalam, ternyata tenaganya sudah pulih meski belum
seluruhnya. Wulan kagum, tak disangkanya ilmu silat Geni
maju begitu pesat hanya dalam waktu empat bulan
perpisahan. Dilihatnya Geni memejam mata, semedi
mengembalikan tenaganya yang cukup terkuras tadi.
Wulan memerhatikan wajah kekasihnya. Di balik brewok
lebatnya terlihat raut wajah yang keras. Tampak lebih tegas
dan lebih keras ckbanding saat pertama jumpa di air terjun.
"Beberapa bulan berpisah telah membentuk dia semakin
dewasa dan matang. Apa saja pengalaman lelaki ini sete lah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpisah dulu, apakah ia merasa kehilangan seperti yang
kurasakan?" gumamnya.
Hari-hari yang dilaluinya setelah perpisahan dengan Geni


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah saat-saat yang memeras perasaan dan pikiran. Dari
hari ke hari ia tak bisa me lupakan lelaki ini. Bayangan Geni
tetap melekat di benaknya meski berulangkah' ia berupaya
melupakan. Hari-hari itu ia masih tetap bimbang. Tak bisa
memutuskan antara dua pilihan. Mengakui Geni sebagai
keponakan murid dan melupakan cintanya. Atau mengingkari
hubungan keponakan murid demi memperoleh cinta yang
begitu diidamkan sejak dia masih gadis.
Dalam keadaan bimbang itu ia berjumpa Lembu Agra,
kakak perguruannya. Ia memang merindukan Agra, karena
sejak masih sama-sama menuntut ilmu silat di Lemah Tulis,
Agra sudah menyatakan cinta dan bercinta dengannya.
Bahkan melamarnya menjadi isteri. Tetapi ia selalu menunda
dan belum bisa menerima cinta Agra. Entah mengapa setiap
Agra mencium mulurnya, meraba bagian tubuhnya, bercinta
dengannya, ia merasa sesuatu yang asing. Ada sesuatu dalam
diri Agra yang tak disukainya, yang sulit ia mengerti, membuat
seperti ada jarak antara dia dengan Agra. Ia tak tahu.
Mungkin semacam firasat terselubung dan penuh misteri.
Belakangan ia tahu, perasaannya terhadap Lembu Agra hanya
kasihan, bukannya cinta. Geni membuka mata, memandang Wulan yang sedang
melamun. "Wulan, kamu sudah sembuh, tetapi belum pulih
seluruhnya, mungkin empat atau lima kali pengobatan dengan
tenaga dalam, tenagamu akan pulih."
"Bagus, Geni. Paling tidak jika tenagaku sudah pulih, aku
merasa lebih percaya diri, tak ada orang bisa sembarangan
menghinaku." "Wulan, ada sesuatu yang ingin kutanyakan, apakah dia
benar Lembu Agra, kakak perguruanmu dan adik perguruan
ayahku?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksudmu dia palsu" Tidak. Tak mungkin dia palsu. Aku
kenal betul. Dia Lembu Agra!"
"Tunggu! Ketika bertarung denganku, kamu menyaksikan
sendiri ia begitu perkasa dan memiliki pukulan ganas. T enaga
dalamnya juga sangat besar. Padahal menurut ceritamu dulu,
ia cacat, dia tak bisa mengerahkan tenaga dalamnya secara
maksimal. Ia cuma bisa kerahkan separuh kekuatannya.
Tetapi malam itu, aku rasa Agra sehat, bahkan tenaga
dalamnya jauh lebih besar dari tenagamu yang sebenarnya."
"Memang benar, cacat luka dalam itu diperolehnya sebelum
kejadian Lemah Tulis dibumihanguskan. Menurut ceritanya dia
kena pukulan dingin Kalayawana. Tetapi kau benar Geni,
malam itu ia sangat perkasa, tak ada tanda bahwa ia cacat
Mungkin ia menemukan keajaiban yang membuatnya sembuh.
Ketika ia mengusir para penjahat, kemudian membawaku ke
rumah Demung Pragola, ia mengaku cacatnya belum
sembuh." "Aku rasa dia bukan Lembu Agra yang sebenarnya."
"Tak mungkin Geni, aku yakin dia Lembu Agra yang asli,
tak mungkin keliru sebab ia bisa menceritakan pengalamannya
di masa lalu, ketika kami masih sama-sama belajar di Lemah
Tulis." Geni menghirup nafas panjang kemudian menghembus
perlahan, ia merasa gundah. Tetapi ia harus menceritakan
pertemuan partai Turangga di hutan di luar desa Ngadas itu.
Bagaimana secara kebetulan ia membuntuti Lembu Agra yang
ternyata punya nama lain Ki Jaranan yang juga ketua partai
Turangga dan rencana partai Turangga yang berniat
membunuh Padeksa dan Gajah Watu serta menghancurkan
Lemah Tulis sampai ludas dari muka bumi
Wulan menatap Geni dengan mimik penuh teka teki. Ia
hampir tak percaya apa yang didengarnya. "Geni, kamu
sungguh-sungguh" Tidak main asal tuduh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni merasa tidak nyaman. "Kebenaran harus diungkap
betapapun pahitnya. Aku tidak main-ma in, aku menceritakan
sesuatu yang benar. Kau ingat jurus yang dimainkan Lembu
Agra ketika tarung dengan aku" Coba ingat-ingat dan katakan
jurus apa itu, apakah itu jurus Lemah Tulis?"
Wulan membayang ulang pertarungan di kamar pengantin
itu. Ia yakin jurus itu memang bukan jurus Lemah Tulis.
Bahkan ia sempat mencium kesiuran angin berbau bacin.
Jurus itu cenderung dari golongan kaum sesat. Wulan
memandang Geni, menggeleng kepalanya, "Itu bukan jurus
Lemah Tulis." "Kamu perlu tahu, itulah jurus Pitu Sopakara ilmu andalan
partai T urangga." Wulan makin heran. Ia tahu ilmu s ilat Geni kini sudah maju
pesat bahkan sudah melewati kemampuan dirinya Diam-diam
ia bangga pada Wisang Geni. Tetapi baru sekarang ia tahu
bahwa Lembu Agra sudah mewarisi ilmu dahsyat Pitu
Sopakara. Ia sendiri belum pernah melihat ilmu sesat itu
karena konon sudah puluhan tahun hilang dari dunia
kependekaran. "Geni, ilmu dahsyat itu sudah lama hilang,
bagaimana kau bisa mengenal bahwa itu Pitu Sopakara?"
"Di pertemuan itu aku mendengar ia menyebut ilmu itu
sebagai warisan leluhurnya para pendiri perguruan Turangga.
Wulan, di belakang hari kamu akan mengetahui apakah aku
berbohong untuk menjelekkan lelaki itu atau memang berkata
benar." Wulan tertawa. Ia merasa lucu melihat wajah Geni yang
cemberut. Tapi Geni justru lebih tersinggung, mengira Wulan
menertawakan. "Wulan, aku ini lelaki sejati, aku tidak akan
mau menjelekkan lelaki lain dengan tujuan supaya kau tidak
menyukai lelaki itu dan agar..."
Wulan memotong perkataan Geni. "Kamu jangan salah
sangka Geni, aku tidak bermaksud demikian. Aku percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padamu. Kamu mau buktinya" Kemarin ma lam itu buktinya.
Apakah kau tidak melihat waktu bercinta, bagaimana aku
melepas rinduku padamu." Selesai berkata, Wulan membalik
tubuhnya. Ia menghadap dinding goa, membelakangi Geni.
"Wulan, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakiti
hatimu." Geni mendekat dan memeluk kekasihnya dari
belakang, menciumi lehernya Wulan berkata lirih. "Aku tidak
meragukan ceritamu, aku ingin tahu lebih jelas. Sejak dulu
Agra sudah mencintaiku, tetapi aku tak pernah mencintainya,
apalagi sekarang setelah ia mau memperkosa aku, aku tak
akan pernah memaafkan dia"
Geni membelai rambut kekasihnya "Seharusnya aku yakin
kau mempercayai aku. Tetapi terus terang saja, setiap
mendengar kau menyebut namanya, aku merasa cemburu."
Geni tak melihat wajah Wulan yang berseri mendengar
pengakuan cemburu itu. Perempuan itu gembira, itu tanda
Geni sangat mencintainya. "Geni, ceritakan bagaimana kamu
bisa sampai di rumah itu dan datang tepat waktu menolong
aku." "Semua serba kebetulan. Di pesta gunung Lejar, aku
melihat kamu bergandengan dengannya Aku sempat
memanggil namamu, tetapi kau tak mengenalku, mungkin
mengira aku pengemis."
Wulan membalik tubuh, memandang Geni. "Aku ingat
waktu itu ada seseorang memanggil namaku, nama Sari,
kaukah itu?" Geni mengangguk. "Aku cemburu dan sakit hati, itu sebab
wajah lelaki itu kuingat terus. Kemarin ketika aku berpapasan
dengannya di jalanan, seketika aku mengenalnya Aku
membuntutinya dengan harapan barangkah dia tahu climana
kamu berada Ternyata akhirnya aku menemukanmu."
Wulan memandang dengan berbagai perasaan dalam
sanubarinya. Ada rasa haru tapi ada juga geli. "Kuperhatikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama ini, kamu tak pernah memanggil Lembu Agra dengan
panggilan paman, bukankah dia adik seperguruan ayah
ibilmu?" Geni memandang lekat perempuan di hadapannya. "Aku
tak akan pernah memanggil paman kepada seseorang yang
punya niat buruk membunuh guru Padeksa dan paman Gajah
Watu." Wulan tertawa menggoda. "Kamu salah, bagaimanapun
juga kau harus memanggilnya paman perguruan."
"Lalu setelah itu aku harus memanggilmu bibi, bukan?"
"Kenapa kamu takut memanggilku bibi, aku kan sudah
milikmu, apakah kau takut kehilangan aku?"
Geni mengangguk. "Kamu tak perlu khawatir Geni, aku mencintaimu, aku tak
akan pernah mencintai lelaki lain selain dirimu. Kalau tak bisa
menjadi isterimu, aku tak akan pernah mau menjadi isteri
lelaki lain." Geni menatap mata kekasihnya. Sepasang mata indah yang
memancarkan sinar ketulusan cinta. Wulan telah memperlihatkan cintanya dalam bercinta kemarin malam,
namun baru saat ini ia mendengar langsung dari mulurnya.
Geni bahagia. Malam gelap di goa, namun ia bisa melihat sinar
mata yang gemerlap di mata Wulan. Ia memeluk dan
menciumnya. Wulan mengimbanginya. Tangan Geni mengelus
dan meraba. Jemari Wulan mengelus lembut. "Geni aku ingin
mendengar kau memanggilku bibi, ucapkan kata-kata bibi, aku
ingin mendengarnya, kekasihku."
"Kau aneh." "Aku ingin mendengarnya."
Geni berbisik, "Bibi, aku mencintaimu, aku mencintaimu
bibi." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bahagia. Aku mau setiap bercinta, kau memanggilku
bibi, bibi guru, supaya ketakutan menjadi bibi guru itu bisa
lenyap dari benakku."
"Baiklah. Aku laksanakan perintahmu, bibiku yang cantik
dan montok." Keduanya bergilmul Dua insan itu sangat bernafsu.
Mencumbu, merayu, dengan cara lembut dan kasar.
Mengarungi lautan cinta dan birahi, keduanya terdampar.
Kelelahan. Wulan tertawa. "Aku senang mendengar panggilan
bibi itu, coba ulangi lagi, sayangku."
Geni tertawa. "Bibiku, bibi aku mencintaimu."
"Bibimu ini lebih tua usianya dari kamu," katanya.
"Aku tak peduli. Lagi pula kamu masih seperti gadis belasan
tahun, Cantik, montok dan segar."
Wulan cekikikan. "Hanya beberapa bulan berpisah, kamu
sudah pandai merayu, pandai bicara, hayo mengaku dari
mana kamu belajar jurus rayuan itu."
"Aku belajar dari kera-kera di lembah kera."
Wulan tersenyum mendengar gurauan itu, lantas ia teringat
jurus Geni yang aneh ketika bertarung lawan Lembu Agra.
"Geni waktu bertarung lawan Lembu Agra, kau menggunakan
jurus Bang bang Alum-alum dan Garudamukha tetapi hawa
pukulanmu panas lalu sesaat kemudian berubah dingin, tadi
mengobati aku, tenagamu juga panas lalu bisa dingin. T enaga
dalammu itu pasti bukan ajaran Lemah Tulis."
"Cintaku padamu tulus dan sangat besar sehingga aku
mendapat pertolongan, keajaiban. Dari seorang yang sekarat
hampir mati berubah menjadi pendekar dengan tenaga dalam
Wiwaha yang dahsyat kekuatannya."
Geni menutur pengalamannya sejak berpisah dengan
Wulan. Hanya bagian ia bercinta dengan Sekar, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembunyikan. Ia hanya menceritakan bertemu Sekar yang
membawanya berobat ke Dewi Obat di Lembah Cemara.
Sesaat ia terdiam, teringat Sekar, tubuh gadis itu begitu indah
dan permainan cintanya yang begitu merangsang di Lembah
Cemara masih terbayang di matanya. Mata Geni yang
berbinar-binar tidak luput dari penglihatan Wulan meski gelap
malam menyelimuti goa. "Kamu melamun, Geni, kamu ingat Sekar, iya kan?"
Geni terkejut. Ia gugup, mencoba melanjutkan cerita
namun lupa sampai di bagian mana. "Tidak, tidak, aku hanya
lupa sampai di mana ceritaku tadi"
Wulan tertawa, mengingatkannya, "Kamu keluar dari
Lembah Cemara, menuju ke mana?"
Geni melanjutkan cerita. Agak rikuh, sebab Wulan memeluk
sambil mengusap dadanya. Wulan mendengar dengan setia,
terkadang ia bertanya. Ketika Geni menyelesaikan cerita,
Wulan mencium kekasihnya. Pengalaman Geni sangat
dramatis. Ia terharu dan bangga. "Kamu menjadi murid
Lemah Tulis paling berjasa karena telah menemukan jurus
pusaka Garudamukha Prasidha. Sungguh luar biasa pengalamanmu." Geni me lihat sepasang matakekasihnya berkaca-kaca. Ia
meraba, mata itu basah. "Kamu menangis."
Wulan menengadah, mencium wajah kekasihnya "Kau
sangat menderita, gara-gara aku, gara-gara bibimu yang
bodoh ini." Geni mengelus buah dada Wulan. "Tidak, kau tidak
bersalah, memang jalan hidupku harus demikian supaya aku
menemukan ilmu silat yang lebih tinggi dari kamu."
Wulan menggoda, "Kamu yakin ilmu silatmu lebih tangguh
dari aku?" "Sudah tentu, supaya aku bisa mengendalikan isteriku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Wulan bertanya, "Geni, tentang gadis bernama
Sekar itu, kau pasti sudah bercinta dengannya, menidurinya,
berulang kali dan sangat mengesankan, jangan bohong
padaku!" Bagai disambar halilintar, saking terkejutnya. Geni merasa
bumi yang dipijaknya terbalik, langit-langit goa runtuh. Dunia
kiamat! "Bagaimana dia bisa tahu!" gumamnya dalam hati.
Sebelah kaki Wulan melingkar ke pinggang Geni. "Ayo
ceritakan, aku ingin mendengarnya, hebat enggak Sekar,


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekasihmu itu?" Geni merasa gugup, tak sanggup bicara.
Perempuan itu mendadak membalik tubuh menindih tubuh
Geni. "Aku tidak marah. Aku mencintaimu, tetap mencintaimu,
jika kau pernah bercinta dengan Sekar, atau mungkin gadis
lain, aku tidak marah. Selama kamu masih mencintaiku, masih
kasmaran dengan Walang Wulan, aku tetap setia di sisimu.
Jika kamu sudah bosan padaku dan tidak lagi mencintaiku,
barulah aku pergi." Ia masih bingung. Ia seperti tak percaya apa yang
didengarnya. "Kamu tidak marah, Wulan?"
Wulan mencium lelaki itu. "Geni, ceritakan saja, aku hanya
ingin mendengar ceritamu, apakah dia cantik" T entu dia masih
muda dan perawan, iya?"
'Wulan, kamu keliru. Dia memang cantik tetapi wajahnya
penuh dengan bintik bekas cacar, tetapi mungkin sekarang ini
sudah sembuh. Tetapi Wulan, kamu tak boleh meninggalkan
aku lagi." Wulan menggeleng kepala, "Tidak, aku tak mau berpisah
denganmu lagi." Agak canggung ia menceritakan pengalaman dengan Sekar
sejak tarung dan dilukai Kalayawana serta dua pendekar India
itu sampai harus berobat di Lembah Cemara. "Aku bercinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Sekar, berulang-ulang, ia sangat mencintaiku, aku pun
mencintainya. Tapi aku juga mencintaimu Wulan. Cintaku
padamu tak pernah berubah meskipun aku juga mencintai
Sekar." Wulan merapat dan memeluk kekasihnya. "Geni, jika kita
hanya berdua dan sedang bercinta, kamu panggil aku dengan
sebutan bibi, itu membuat aku lebih terangsang. Dan lebih
menikmati." Geni heran, namun tak mau berpikir panjang, karena
Wulan masih menindih tubuhnya. Geni merasakan rangsangan
birahi membuat jalan darahnya merambah kencang. "Bibi, aku
mencintaimu bibi." Keduanya bergelut, bergilmul, bercinta, memburu kenikmatan dan kebahagiaan. Fajar menyingsing keduanya
tidur berpelukan, lelap. Matahari pagi sudah tinggi ketika keduanya terbangun.
Geni berburu mencari makanan. Wulan memanggang anak
kambing hutan. Geni menceritakan pengalamannya berjumpa
Gajah Watu dan Waning Hyun serta dua pangeran keraton.
"Jadi paman Gajah Watu sudah muncul di dunia
kependekaran. Dan Lembu Agra sedang menyusun rencana
jahat akan membunuh dua sesepuh perguruan. Geni, kita
harus cepat mencari mereka."
"Mencari ke mana" Lagipula, sekarang ini yang paling
penting menyembuhkan racunmu dulu, setelah itu baru kita
pergi mencari dua sesepuh itu sekalian menuju Mahameru,
aku pikir guru dan paman Gajah Watu juga bakal hadir di
Mahameru." Hari ketiga di goa. Wulan gembira, karena tenaganya
sudah pulih seperti sediakala. Keduanya berlatih tarung. Geni
mengajari Wulan jurus Garudamukha Prasidha. Keduanya
masih tinggal di goa itu beberapa hari lagi. Dari pagi sampai
sore berlatih silat, malam hari bercinta memadu kasih asmara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam beberapa hari itu Wulan telah menguasai
Garudamukha Prasidha. Seperti pengalaman sebelumnya,
kalimat misterius Parahwanta Angentasana Dukharnaiva tetap
tidak terpecahkan. Wulan pun tak bisa menembus misteri
kalimat itu. Meskipun demikian, Wulan telah mencatat
kemajuan pesat dalam penguasaan jurus pusaka Prasidha itu.
"Kau hanya perlu berlatih melancarkan jurus dan memadukan
dengan pikiran sampai suatu saat jurus itu bisa kau mainkan
cepat dan lancar berdasarkan naluri."
Hari kesepuluh, keduanya meninggalkan goa. "Kita harus
mencari desa, membeli kebaya untuk aku, pakaianmu dan
pisau tajam untuk mencukur jenggot, kumis dan berewokmu."
Romantika Sebilah Pedang 6 Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Misteri Menara Berkabut 1
^