Pencarian

Tjeng Hong Kie Su 2

Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung Bagian 2


segera kembali kegedung keluarga Liok untuk menuntut balas
atas kematian suaminya itu pada Liok Keng. Begitulah
bersama-sama anak perempuannya Pek-hoa-sian-cu Teng
Siauw Eng ia telah mengepung pendekar tua dan dengan,
mati matian, tatkala Bun So Giok jatuh karena terluka oleh
senjata rahasia suaminya yang telah dipukul sehingga
terpental oleh gembolan2 Houw-jiauw-tui milik si nona
pengantin itu. Dalam pertempuran dua lawan satu itu, Say-giok-hoan
main-kan, sepasang Pan-koan-pitnya dengan begitu cepatnya,
seolah-olah sekuyur badannya diliputi oleh sinar senjata dan
angin tofan yang menderu-deru.
Dan sebegitu lekas melihat, ada kesempatan, Wan Ho
segera gerakkan senyatanya untuk menusuk kempungan
lawannya dengan sejata yang sebuah lagi ia menotok Jin-
tiong-hiat atau urat darah yang terletak dibagian bawah
hidung Liok Keng, hinngngga pendekar tua itu segera
pergunakan tangannya yang, sebelah untuk mengibaskan.
Pan-koan-pit yang menyambar kearah kempungannya,
sedang kapalanya lekas dimiringkan sedikit untuk menghindarkan totokan ujung senjata pendekar wanita yang
menjadi lawannya itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siasat silat yang dipergunakan Say-giok-hoan ini bernama
Cong-liong-poan-san, atau naga hijau me lingkarkan badan,
salah satu siasat yang biasa dipergunakan oleh ahli silat yang
paham menggunakan senjata. Pan-koan-pit.
Say-giak-hoan yang sedari kecil berlatih silat dng
mempergunakan senjata ini sehingga puluhan tahun lamanya,
sudah barang tentu sangat mahir sekali dalam hal
mempergunakan senjata ini dan siasatnya sekali.
Syukur juga Liok Keng bukan seorang yang masih hijau
ilmu silatnya, hingga tak gentar ia menghadapi dua orang
lawan yang lihay sekali gus.
Beberapa kali Siauw Eng dan Say-giok-hoan kedua ibu-anak
telah menerjang dengan serentak, tetapi sesuatu serangan
telah dapat dipecahkan oleh jago tua yang ternyata masih
amat licin dan berhati tabah itu.
Pada waktu Liok Keng yang merasa tidak sanggup akan
meladeni ibu-anak itu bertempur dengan hanya bertangan
kosong saja, tiba-tiba ia membalikan badannya dan berlompat
keluar dari kalangan pertempuran.
Say-giok-hoan dan Siauw Eng yanq menyangka Liok Keng
hendak kabur, segera mendesak sambil berseru dengan suara
berbareng: "Jangan lari ! "
"Aku pantang meninggalkan kabur semua lawanku!" yawab
si jago tua. "Demi kepercayaan para pendekar dikalangan Kang-ouw,
kamu berdua boleh tunggu disini dan berjanji akan tidak
mencelakai isteriku yang terluka!"
"Kami tidak paham apa, maksud kau mengatakan
demikian!" kata Liok Keng, "dari itu, apakah salahnya akupun
pergi untuk mengambil senjataku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, aku boleh pergi mengambil senjatamu buat
kemudian melanjutkan pula pertempuran ini!" kata Say-Giok-
hoan yang lalu mengajak Sian Eng mundur kesuatu pinggiran.
Tatkala menunggu belum beberapa lama, Liok Keng telah
kembali dengan menghunus sebilah pedang.
Melihat pedang itu, Say-giok-hoan jadi terkejut dan
berlompat maju sambil berseru: "Pedang apakah itu yang kau
pegang ditanganmu?" Liok Keng tertawa dingin.
"Inilah pedang Ceng-hong-kiam," sahutnya.
"Apakah kau takut dengan pedang ini?"
Sementara Siauw Eng yang mendengar begitu lekas2 ia
memotong pembicaraan orang dan berseru: "Nyata ini tidak
keliru! Bu, lekas terjang! "
Meski telah dua puluh tahun lamanya Liok Keng terkenal
sebagai seorang gagah yang mahir mempergunakan pedang,
tetapi belum pernah ia mengatakan dihadapan orang lain apa
namanya pedang ini. Oleh karena itu, diantara orang2 gagah
dalam Rimba persilatan hanya diketahui, bahwa Tongteng-
siang-hiap memiliki pedang yang baik sekali, hingga dengan
itu orang dapat mambacok barang logam dan batu kumala
bagaikan tanah liat mudahnya, tapi tidak mengetahui bahwa
pedang itu bernama Ceng-hong-kiam.
Mendengar Liok Keng menyelaskan nama pedang itu,
Siauw Eng segera menganjurkan Ibunya agar mulai membuka
serangan, sedangkan ia sendiri tak berayal pula dengan
memutar gembolannya bagaikan baling-baling cepatnya untuk
meluncurkan serangan2 pada bagian atas, tengah dan bawah
tubuhnya si jago tua dengan serentak. Perbuatan itupun
diikuti oleh Say-giok-hoan Wan Ho, yang telah menyerang tiga
bagian urat darah yang berbahaya pada tubuh Liok Keng
dengan sekaligus. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah pertempuran telah berlangsung dengan lebih
ramai dan dahsyat daripada barusan, dengan ketga-tiganya
orang yang, bertempur itu mempergunakan senjata-senjata
yang menjadi kemahiran masing-masing dalam mempeergunakannya. ---oo^dwkz^0^Tah^oo--- BAGIAN KE - 10 KETIGA MACAM senjata-senjata itu ber-kilau2an sinarnya
dibawah penerangan bulan purnama. Mula2 orang masih
dapat melihat gerak-gerik akan mereka, tapi lama-lama hanya
terlihat tiga kelompok sinar yang ber-keredeb-keredep dan
saling serang-menyerang dengan tidak tampak yelas wajah
penyerang-penyerangnya. Dua lawan satu, tapi ternyata Liok
Keng masih dapat meladeni kedua lawannya dalam keadaan
seri. Sedang Bun So Giok yang terluka, dan duduk dilain
pinggiran dari atap itu, hanya bisa menonton tapi tak dapat
turut serta dalam pertempuran untuk membantui suaminya
yang dikepung musuh itu. Selagi pertempuran berlangsung dengan amat dahsyatnya,
tiba-tiba dari sebelah bawah atap itu terdengar seorang-orang
yang berseru: "Ibu....! Ibu......!"
Ternyata Liok Keng yang telah siuman dan mendengar
suara ribut-ribut disebelah atas atap kamar tidurnya, segera
memaksakana diri buat keluar dan menuju kelataran.
Dari situ ia memandang keatas genting, dimana ia
menampak tiga kelompok sinar senjata yang saling
menyambar pulang-pergi, desak-mendesak dengan sama
hebat dan kerasnya. Syukur juga ibunya terlihat disana tegah
duduk2 dan tidak turut campur berkelahi, kalau tidak, niscaya
urusan akan menjadi lebih sukar untuk didamaikannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padahal Liok Kong tidak mengetahui bahwa ibunya disana
telah terluka oleh senjata rahasia ayahnya sendiri. Maka untuk
mencegah agar supaya jangan sampai ikut serta, dalam
pertmpuran itu, Liok Kong sera menyerukan ibunya dengan
perasaan bingung dan cemas: "Ibu....! Ibu.....!" serunya.
Tampaknya ia khawatir akan ibunya turut campur tangan
dalam pertempuran itu dan akhirnya akan melukai Siauw Eng
yang sangat dicintainya. Tapi karena pertempuran tengah berlangsung dengan amat
dahsyatnya, maka seruan si pemuda tidak terdengar oleh ke-
empat orang yang berada diatas atap rumah itu.
Pada malam pengantinan, Liok Kong telah mengetahui
betapa bernapsunya Teng Siauw Eng akan membunuh
ayahnya Liok Keng sendiri.
Peraturan dilkalangan Kang-auw memang keras dan
menjungjung tinggi persaudaraan dan kebajikan, maka kalau
ayahnya telah berbuat sesuatu kedosaan, cara bagaimanakah
dia sebagai seorang anak tidak bersusah hati untuk mencari
jalan akan menolongnya"
Oleh karena itu, untuk memuaskan dan dapat melampiaskan amarah orang yang dicintainya, Liok Kong rela
untuk menggantikan ayahnya akan menebus dosa dan
mengorbankan dirinya binasa dibawah gembolan Pek-hoa-
sian-cu Teng Siauw Eng yang justeru menyintainya juga
setulus hati dan jiwa raganya. Cinta itu buta, kata suatu
peribahasa. Tapi justeru cinta serupa iniah yang kerap kali menerbitkan
pengorbanan suci tanpa memperhitungkan segala sesuatu
akan untung rugi dikemudian hari.
Kedua pihak berpegang pada tugas suci masing-masing
yang harus ditunaikan tanpa bantah-membantah atau tawar-
menawar pula, oleh karena itu Liok Kong rela untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggantikan mati bagi ayahnya, sedang Teng Siauw Eng
harus melaksanakan tugasnya tanpa memilih bulu.
"Jikalau tidak berjodoh dimasa ini, biarlah kita menjadi
suami isteri dilain penjelmaan!" Demilkianlah dengan hati
remuk si nona telah menutup peristiwa yang membuatnya
sangat putus asa itu. Syukur juga Liok Keng keburu datang, hingga Siauw Eng
dapat menyalurkan tututannya terhadap orang tua pribadi.
"Ibu!......" Lagi-lagi Liok Kong telah memanggil dengan
sekeras-keras suaranya. Kali ini Bun So Giok telah dibikin terkejut oleh suara
anaknya itu, hingga dengan hati mencelos ia menampak Liok
Kong berdaya-upaya disebelah bawah akan dapat naik keatas
genting, tapi ia jatuh mengusruk, jika tidak lekas-lekas
bersandar pada pohon didekatnya.
"Kong-jie! Jangan bergerak!" kata si nyonya, yang
sendirinya tidak boleh bergerak dengan secara tergesa-gesa,
jikalau tak mau luka dibadannya menjadi semakin hebat.
Liok Kong menengadah dan menampak ibunya mula-mula
hendak coba berdiri, tapi kemudian segera duduk pula
bagaikan orang yang marasa letih sekali. Oleh karena ini,
diam-diam ia merasa bercuriga dan lalu bertanya: "Bu, apakah
kau tidak apa-apa?" Bun So Giok mengerutkan dahinya dan berkata: "Kong-jiie,
perempuan-perempuan cantik masih banyak sekali terdapat
didunia ini, apakah kau takut tidak mempunyai isteri" Segala
urusan boleh serahkan pada ibu, dari itu, lekas kau kembali
kekamarmu! Aku telah dilukai oleh senjata rahasia dan tak
dapat bergerak dengan leluasa!"
Mendengar keterangan begitu, sudah barang tentu Liok
Kong jadi cemas dan bertanya pula: "Apakah luka ibu tidak
parah?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bun So Giok memaksakan diri tertawa dan menjawab:
"Tidak mengapa, aku masih sanggup bertahan untuk tidak
dibinasakan oleh bajingan perempuan yang bertubuh
terokmok itu!" Pada sebelum Liok Kong membuka mulut, tubuh Say-giok-
hoan Wan Ho tampak gemetaran saking gusarnya, rambutnya
kusut dan terurai diatas kedua bahunya, ia menoleh kebawah
pada Liok Kong dan pada Bun So Giok sambil berseru:
"Memang benarlah, aku hendak membinasakannya, agar
supaya dia tak mampu membuka mulut pula dengan secara
tekebur!" Sambil berkata begitu, Say-giok-hoan berlompat keluar
kalangan pertempuran sambil menoleh pada anaknya dan
berkata: "Siauw Eng, kau boleh ladeni bertempur bajingan tua
ini. Kalau nanti aku telah membunuh si bajingan perempuan,
niscaya akan kubalik kembali untuk membantu kau !"
Siauw Eng mengangguk dan putar gembolannya untuk
membuka serangan baru pada Liok Keng, sedang Say-giok-
hoan meski tuuhnya gemuk, tapi ternyata dapat bergerak
sangat gesit, hingga dalam waktu sekejapan saja kedua Pan-
koan-pit ditangannya telah ditusukkan kearah Bun So Giok
dengan siasat Hong-hong-sam-tiauw-thauw, atau burung
dewata tiga kali menganggukkan kepalanya.
Ketiga bagian urat darah So Giok yang masing-masins
bernama Pek-hwee, Siang-seng dan Sin-teng, diserang
dengan sekali gus, sehinggga membuat pendekar wanita dari
telaga T ong-teng itu terkesiap hatinya.
Menurut aturan ia hendak bangun berdiri, tapi lukanya
bekas kena senjata rahasia dapat membahayakan dirinya jika
ia berbuat begitu. Apak yang harus ia perbuat sekarang",
sedang sepasang Pan-koan-pit lawannya telah mendesak
untuk mengambil jiwanya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiga bagian urat darah yang disalurkan tadi, itulah
tergolong pada Thay-yang-keng, atau golongan matahari
dalam tubuh manusia. Bagian-bagiaat urat darah itu
jangankan diserang sedemikian hebat nya oleh senjata-senjata
Pan-koan-pit, meski hanya tersentuh sedikit keras saja, sudah
cukuplah akan membuat orang itu terluka yang agak parah.
Maka Bun So Giok yang melihat datangnya serangan Say-
giok-hoan itu sangat ganas dan dahsyat, terpaksa sambil
duduk bersila telah menggerakkan kedua-dua telapak
tangannya, uantuk menangkis serangan lawannya dengan
ilmu Thiat-ciang, atau telapak tangan besi, yang telah dapat
dipelajari dari gurunya, Touw Jie Lo-nie dimasa ia masih
muda. Ilmu pukulan ini memang khusus diyakinkan untuk
bertanding dengan tangan kosong.
Say-giok-hoan Wan Ho sama sekali tak menyangka, kalau


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangannya itu bukan merupakan serangan yang istimewa
terhadap seorang seperti Bun So Giok ini!.
Bersamaan dengan itu, pendekar wanita dari telaga Tong-
teng itupun telah menggerakkan kedua-dua telapak tangannya
untuk menghindarkan diri dari pada serangan-serangan maut
pihak lawannya, hingga Say-giok-hoan yang menusukkan Pan-
koanpitnya dengan sekaligus, dilain saat telah terpental
karena, terdorong oleh tenaganya. Hal mana, sudah barang
tentu telah membuat Say-giok-hoan terkejut bukan main dan
serangan-serangannyapun jauh ditempat kosong.
Sementera Pek-hoa-sian-cu Teng Siauw Eng yang sekarang
mesti menempur Liok Keng dengan seorang diri saja, dengana
cara nekad telah putar gembolannya dan menerjang dengan
ganas sekali pada jago tua itu. T api Liok Keng yang sekarang
telah melawan bertempur dengan berpedang, lebih-lebih
merupakan lawan yang berlipat ganda lebih unggul daripada
semula. Oleh karena itu, tidaklah heran kalau serangan-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serangan si nona selalu luput, walaupun ia telah melakukan
perlawanan dengan sekuat-kuat tenaganya.
Selagi kedua pihak sedang sengitnya desak-mendesak
untuk merebut keunggulan masing-masing, tiba-tiba Bun So
Giok mencelat untuk menyampok tusukan Pan-koan-pit Say-
giok-hoan, sambil dengan nekad ia: "Suamiku, lekas kau
membantui aku! Aku tidak tahan bertempur dalam keadaan
luka begini!" Sesudah berkata demikian, tiba-tiba ia jatuh terjungkal
diatas genting, hingga Say-giok-hoan yang melihat lawannya
jatuh pingsan, lekas-lekas ia berlompat maju untuk
membinasakan jiwa Bun So Giok.
Syukur juga pada saat kematian mengancam jiwa pendekar
wanita dari telaga T ong-teng itu, tiba-tiba Liok Keng terdengar
membentak: "Aku mendatangi!"
Dan bersamaan dengan terdrngarnya bentakan itu, sebuah
sinar yang berkilau-kilauan telah menyambar kearah Pan-
koan-pit Say-giok-hoan, hingga senjata itu hampir saja
terlepas dari tangan si penyerang, kalau saja, ia tidak lekas-
lekas mundur untuk menahan rasa sakit yang menyerang
dengan secara mendadak pada bagian telapak tangannya.
Tatkala Wan Ho memandang dengan teliti, ternyata itulah
senjata rahasia T o-beng-kim-koan yang disambitkan oleh Liok
Keng dan menyapu Pan-koan-pitnya dengan secara hebat
sekali. Kalau tidak, niscaya ia berhasil dapat melukai Bun So
Giok yang telah jatuh pingsan itu. Maka bersamaan dengan
itu, iapun jadi amat penasaran terhadap Liok Keng dan segera
berbalik menerjang kepadanya dengan mati-matian dan
berseru: "Bangsat tua! Lekas kembalikan jiwa suamiku!"
Begitulah dengan menarik perhatian Say-giok-hoan yang
amarahnya sedang berkobar-kobar. Liok Keng telah berhasil
dapat menolong jiwa isterinya. Kemudian ia putar pedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ceng-hong-kiam ditangannya buat melanjutkan pertempuran
dengan kedua orang ibu anak itu.
Selagi pertempuran ini masih berlangsung sehingga kedua
pihak sukar dipisahkan tiba-tiba Bun So Giok tersadar dari
pingsannya dan mendapat suatu akal didalam hatinya, setelah
itu ia menoleh kearah Liok Keng dan berseru: "Suamiku,
waspadalah akan siasat musuh-musuhmu!"
Liok Keng tidak paham akan maksud isterinya yang
memperingatinya untuk bersiap-siap.
Dari satu kelain jurus, ia meladeni bertempur Say-giok-
hoan dan Pek-hoa-sian-cu Teng Siauw Eng, hingga tak terasa
pula, pertempuran itu telah berlangsung kurang lebih 17 atau
18 jurus lamanya. Teng Siauw Eng yang kepingin lekas mengakhiri
pertempuran itu, sehingga tak terasa lagi beberapa banyak
genting-genting dibawah kakinya telah terinjak pecah.
Sementara Bun So Giok yang selalu memperhatikan gerak-
gerik ibu anak itu, tiba-tiba menoleh pula kearah Liok Keng
sambil memberi isyarat dengan kata-kata:
"Suamiku, lekaslah pergunakan jurus He-poan-kang.....!
Lekaslah pergunakan jurus He-poan-kang....!" (Jurus He-poan-
kang, atau ilmu me letakkan piring, adalah salah satu jurus
yang umum dilakukan pada waktu orang berlatih ilmu
silat.........!). Liok Keng yang sedang bertempur dengan sengitnya, mula
mula tidak menyadari akan maksud dari pada isyarat ini, maka
diwaktu ia berlaku agak lengah, Pan-koan-pit Say-giok-hoan
telah menyerang kejurusan urat darahnya yang bernama Im-
liam-hiat, hingga dengan gugup ia berkelit sambil menyomel
pada isterinya: "He-poan-kang...." Apakah kau anggap ini
sebagai suatu latihan belaka?"
"Goblok!" Bun So Giok balas membentaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oleh karena bukan sedang berlatih, dari itulah aku
anjurkan agar kau mempergunakan jurus He-poan-kang itu,
kau tahu?" Kali ini Lok Keng baru paham akan maksud isterinya, maka
dengan mempergunakan siasat Giok-tay-wie-yauw, atau ban
kumala mengelilingi pinggang, ia putar pedang Ceng-hong-
kiam ditangannya untuk mendesak Say-giok-hoan dan Teng
Siauw Eng, sementara dengan khie-kang atau tenaga dalam
yang disalurkan pada ujung telapak kakinya, ia telah sengaja
memecahkan genting2 dibeberapa tempat.
Tapi karena ilmu dalam Liok Seng telah mencapai pada
tingkat yang tertinggi, muka biarpun genting-genting itu
pecah, tapi sama sekali tidak tampak lobang-lobang dan
seakan-akan keadaannya tetap utuh dan tidak terjadi
kerusakan apa-apa. Dan tatkala siasat ini telah dilakukannya dengan sebaik-
baiknya, barulah pendekar tua itu sekonyong-konyong
melakukan desakan dengan secara menggertak kearah dua
Iawanya itu, kemudian ia me lompat mundur ..... hingga
beberapa belas kaki jauhnya.
Tapi Say-giok-hoan yang menganggap Liok Keng sebagai
seorang musuh besar pembunuh suaminya, dimanalah ia mau
membiarkan pendekar dari telaga T ong-teng itu kabur dengan
begitu saja. Maka sebegitu lekasc ia melihat gelegat bahwa
musuhnya hendak kabur, lekas-lekas ia mengejar sambil
membentak: "Bajingan, hendak kabur kemana kau"!"
Dalam keadaan remeng-remeng Serupa itu, pendekar
wanita ini tidak memperhatikan akan genting-genting yang
sudah hampir hancur dibawah kakinya itu.
Maka untuk mempercepat pengejarannya ia telah
melompat maju bagaikan angin cepatnya. Tapi, apa celaka
ketika baru saja ia mengejar beberapa tindak jauhnya, tiba-
tiba ia rasakan kakinya terperosok diantara genting-genting
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah pecah itu, hingga dilain saat dengan satu teriakan
ngeri ia jatuh kedalam gedung itu dari bagian genting-genting
yang hancur dan merupakan sebuah lobang besar itu.
Sedang Siauw Eng sendiri yang menyaksikan kejadian ini,
iapun terkejut bukan main dan
lekas memukulkan gembolannya kearah Liok Keng, dengan harapan untuk
merintangi musuh itu melukai ibunya yang terperosok kedalam
rumah tersebut. Liok Keng segera menyampok gembolan itu dengan telapak
tangannya sambil berseru: "Kau juga boleh ikut serta turun
kebawah!" Sambil berseru begitu, ia telah membarengi mendesaknya
dengan juus Gok-hoan-pouw Wan-yo-tui, tendangan- tendangan berantai yang diluncurkannya untuk membikin
kacau serangan-serangan si nona.
Dan ketika Siauw Eng melompat mundur, betul saja iapun
telah masuk perangkap Liok Keng dan jatuh terperosok
kedalam rumah dengan, melalui genting-genting yang terinjak
dibawah kakinya dan berubah menjadi sebuah lubang besar
itu. Anak semang Liok Keng yang mendengar suara ribut-ribut,
lebih s iang telah memasang obor dan lalu memburu ketempat
mana terdengar orang terperosok dari atas genting kedalam
kamar disitu. Mereka segera menutup pintu-pintu dari sebelah luar kamar
itu, yang ternyata bukan lain dari pada kamar Perpustakaan
dimana Liok Keng semula telah menyimpan pedang mustika
yang bernama Ceng-hong-kiam itu.
Say-giok-hoan Wan Ho yang melihat ia terperosak kedalam
kamar perpustakaan, segera coba menendang pintu untuk
dapat meloloskan diri dari s itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi, siapa tahu, biarpun ia menendang pintu sehingga
beberapa kali, bukan saja pintu tidak dapat didobrak, malah
kakinya sendiri dirasakan sakit bukan buatan. Karena ia sama
sekali tidak mengetahui, bahwa daun-daun pintu dalam kamar
itu dibuat dari papan-papan besi yang tebal dan kokoh sekali
buatannya. Tidak, antara lama Siauw Eng yang terlebih dahulu telah
kenak jalan darah Kianceng-hiat dibagian bahunya oleh Liok
Keng dari jarak jauh, tela, jatuh juga kedalam kamar itu
datam keadaan tidak berdaya.
Say-giok-hoan hendak coba menolonginya, tapi ia
sendiripun telah kena juga ditotok urat darah Kian-ceng-hiat-
nya oleh Liok Kong dengan mempergunakan sambitan batu
dari jarak jauh, hinnga ia jatuh roboh diatas jubin dalam
keadaan lumpuh. Kemudian barulah muncul pendekar tua, yang telah masuk
kekamar perpustakannya dengan masih menyekal pedang
Ceng-hong-kiam ditangannya.
Teng Siauw Eng yang melihat Say-giok-hoan dan ia sendiri
tak berdaya, dengan hati tak gentar ia menoleh kearah
pendeka tua yang sedang mendatangi kejurusan mereka itu.
"Bunuhlah aku" teriak si nona sambil kemudian
memejamkan matanya. Dilihat sikap Siauw Eng yang tak berbeda dengan sikap
Kouw Bian-sin Teng Tin tatkala terjadi drama pembunuhan
yang tidak disengaja itu, hatinya jadi mencelos dan lekas-lekas
menarik pulang pedangnya yang hendak dipergunakannya
untuk menggertak kedua orang itu.
"Lekas bawa lampu!" si pendekar memerintahkan pada
anak semangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai seorang ahli silat, anak semang Liok Keng itupun
kebanyakan mengerti ilmu silat, walaupun terbilang, sebagai
orang-orang yang telah mahir benar dalam ilmu tersebut.
Mereka itu sebegitu lekas mendengar induk semang
mereka memerintahkan bawa lampu, segera masuk kedalam
kamar Perpustakaan dengan membawa obor dan lampu-
lampu, dengan masing-masing, membawa pentungan atau
senjata tajam untuk menjaga diri
---oo~dwkz^0^Tah~oo--- BAGIAN KE - 11 TIDAK antara lama, Bun So Giok pun telah muncul juga
dalam kamar Perpustakaan itu. Tampaknya ia merasa kurang
puas, berhubung Liok Keng tidak mengambil tindakan-
tindakan yang perlu terhadap kedua orang musuh itu. Tapi
pada sebelum ia membuka mulut untuk mengutarakan
perasaan hatinya yang kurang senang, Liok Keng telah
mendahului bertanya pada Teng Siauw Eng yang dianggapnya
telah menjadi gara-gara dari pada kerusuhan itu: "Siauw Eng,
kamu sebenarnya terikat permusuhan apa dengan kami
keluarga Liok?" Bun So Giok yang melihat suaminya mengajukan
pertanyaan itu sambil memunahkan totokan ata diri si nona,
sudah barang tentu jadi heran dan bertanya: "Apa yang
hendak kan perbuat?"
"Tidak usah kau mencampuri urusanku," Liok Keng
memotong pembicaraan isterinya.
"Ada suatu hal yang hendak akan aku tanyakan
kepadanya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi begitu lekas dipunahkan dari totokan jalan darahnya
oleh Liok Keng tadi, Pek-hoa-sian-cu segera melompat bangun
dan hendak memukul Liok Keng dengan telapak tangannya.
Tetapi sebelum sinona melakukan pukulan telapak
tangannya, tiba-tiba dari sebelah belakang terdengar suara
seseorang: "Siauw Eng .......!"
Si nona jadi lemas hatinya, ketika mengetahui hahwa orang
yang datang mendadak telah muncul dihadapannya, bukan
lain daripada Siauw-thiat-kauw Liok Kong adanya.
Oleh sebab itu, dengan hati berdebar keras ia, balas
memanggil: "Kong-ko!"
Bun So Giok yang merasa sangat gusar dan menganggap
bahwa semua kerusuhan ini teIah diakibatkan oleh perbuatan
si nona mantu itu, dengan sengit ia mendamprat: "Budak yang
hina-dina, apakah arti sikapmu yang berpura-pura itu?"
Siauw Eng menoleh kearah pendekar wanita dari T ong-teng
itu sambil balas membentakl: "Bukan aku yang bersikap pura-
pura, tetapi dia inilah!" (Sambil ia menunjuk pada Liok Keng).
Pendekar tua itu tampak tersenyum dingin.
"Teng Siauw Eng," katanya, "seumur aku hidup dan
merantau dikalangan Kang-ouw, memang tidak sedikit jiwa
yang telah melayang dibawah pedang Ceng-hong-kiamku ini,
tetapi semua itu bukanlah semata-mata aku membunuh
dengan seenaknya saja. Aku bunuh barang siapa yang
melanggar tata tertib dan perikemanusiaan!"
Tetapi Siauw Eng dengan mata mendelik dan kertak gigi ia
berseru dengan suara menyindir: "Bagus sekali, dan sungguh
harus dipuji atas perbuatanmu yang bijaksana dan gagah itu.
Padahal orang belum paham akan sikap bajingan dan
kebinatanganmu!" Liok Keng yang berdiri tegak disisi meja, dengan amat
gusarnya telah menggebrak meja sedemikim kerasnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehigga singa-singaan batu yang terletak disitu telah jatuh dan
hancur berserakan diatas-jubin.


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jikalau kau dapat membuktikan perbuatanku sebagaimana
apa yang telah kau katakan itu" kata orang tua itu, "aku rela
membunuh diri dihadapanmu untuk menebus semua
kedosaanku! Yang telah membuatku melukai ayahmu ........!"
"Jangan omong kosong!" Siauw Eng memotong pembicaraan orang. "Sekarang cobalah tengok ini!"
Bersamaan dengan habisnya diucapkannya, si nona lalu
menjambret lengan bayu sebelah kiri, yang lalu dirobeknya
...... hingga terlihat diatas permukaan kulit s i nona yang putih
dan halus itu ....... dua baris huruf yang kecil2 dan telah lama
tercacah disitu, yang isinya telah membuat Liok-Keng berdiri
tertegun dengan sorot mata, yang hampir tidak berkedip.
Arti dari pada kata-kata itu mudah sekali dimengerti setiap
orang yang membacanya. Orang yang bersenjatakan pedang Ceng-hong-kiam, itulah
orang yang telah membunuh ayahmu, menendang mati
kakakmu yang laki2 dan mencemarkan kehormatan ibumu.
Dari itu jika kau tidak membunuhnya, janganlah kau harap
bisa bertemu ayahmu dialam baka.
Liok Keng hampir tidak percaya dengan penglihatannya
sendiri, tetapi toh arti dari pada kata2 itu tinggal tetap tak
berubah. Sementara Bun So Giok yang turut juga membaca huruf-
huruf yang dicacah diatas lengan si nona, iapun jadi
terbengong sehingga beberapa saat lamanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian, juga dengan halnya Liok Kong, yang baru saja
muncul dalam halaman kamar perpustakaan itu.
Oleh sebab itu, tidaklah heran jikaIau keadaan dalam
kamar perpustakaan tiba-tiba menjadi sunyi senyap, seolah-
olah saat itu............ tidak ada orang seorangpun ...... sepi ....
hening mencekam. Akhirnya tangan Liok Keng tampak terkulai, hingga pedang
Ceng-hong-kiam yang dicekalnya telah jatuh keatas jubin
dengan mengeluarkan suara berkerontrangan.
"Mana mungkin hal ini terjadi?" kata pendekar tua itu
dengan rupa penasaran. "Say-giok-hoan masih hidup segar bugar, maka dimana
mungkin?" Teng Siauw Eng yang menyaksikan Liok Keng tampak
gugup diam-diam ia menjadi semakim curiga didalam hatinya.
Tapi pada sebelum ia keburu membuka mulut, tiba-tiba Bun
So Giok telah menyelak dan berseru: "Ini sudah barang tentu
suatu siasat semata-mata untuk memfitnah kepadamu!"
"Kau jangan mau percaya omongan si budak yang hina-
dina itu! la tentunya telah menyewa seorang tukang cacah
untuk mencacah kata-kata itu dilengannya pada hari kemarin!"
Mendengar omongan isterinya, Liok Kong-pun, jadi teringat
akan peristiwa yang telah terjadi pada hari kemarin itu.
Ia baru saja pada hari kemarin telah keliru membunuh
Kouw-bian-sin Teng Tin, yang ia ketahui tidak mempunyai
anak laki-laki. Teng Tin baru saja meninggal dunia, tatapi cara bagaimna
pencacahan atas lengan si nona dapat dilakukan demikian
cepatnya" Lagi pula disitu dikatakan bahwa:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"itulah orang yang telah membunuh, ayahmu. la telah
menendang kakak laki-lakimu dan mencemarkan kehormatan
ibumu!" Bukankah ini berarti akan memberi akibat sangat buruk
bagi nama baiknya diikalangan Kang-ouw, jika seandainya
peristiwa ini sampai kejadian tersiar diluaran.
Oleh karena ini, Liok Keng tak dapat tidak turun tangan
untuk menyelidiki pokok persoalan yang tidak enak ini hingga
keakar-akarnya. Karena tiada asap tanpa apinya yang telah menyebabkan,
Siauw Eng begitu memusuhinya
"Sungguh licin sekali siasat ini!" kata si pendekar tua
dengan suara keras. "Tapi aku tetap tidak mengetahui, sebab musabab yang
telah membuat kamu memusuhi aku! Coba kau tunjukan,
supaya aku ketahui cara bagaimana mesti bertindak
selanjutnya!" "Tidak usah kau berlagak bodoh!" Siauw Eng menuduh.
"Orang yang memiliki pedang Ceng-hong-kiam hanya kau
seorang. Apakah kau anggap orang-orang dikalangan Kang-
ouw tidak mengetahui ini?"
"Bohong......!" Bun So Giok menyelak.
la tak tahan tinggal mendengari saja kedua orang itu saling
bertengkar. "Kau menuduh bahwa aku telah menyewa tukang pencacah
untuk mencacah huruf-huruf ini dilenganku"
Siauw Eng membantah, katanya : "cobalah kau tanyakan
pada anakmu sendiri, apakah pada malam pengantinan itu, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak melihat huruf-huruf ini yang sudah sedari lama dicacah
dilenganku" Coba kau tanyalkan kepadanya!"
"Kong-jie......!" Bun So Giok menoleh pada anaknya.
"Tidak patut kau terpikat oleh si budak hina-dina ini!,
sekarang kau boleh bicara padaku dengan cara terus-terang!"
"Apanya yang kau katakan aku terpikat orang?" Liok Kong
balas membentak ibunya. "Sebagai seorang yang saling
bertemu dijalan dan bertujuan untuk menolong yang lemah
dan membasmi pihak yang kuat dan lalim, cara bagaimana
aku dapat merintangi maksud orang yang hendak menuntut
balas?" Bun So Giok berpikir sejenak, kemudian ia berkata: "Kong-
jie, kau jangan lupa! untuk menolong orang lain yang berada
dalam kesukaran, memang patut sekali kita lakukan dengan
sekuat tenaga kita, tapi ini bukan perkara biasa yang dapat
disudahi dengan begitu saja. Ingatlah, ayahnya baru saja
meninggal, ibunya masih segar bugar, tetapi mengapakah
dengan tiba-tiba terdapat kata-kata yang dicacah dilengannya
itu" Bukankah niat ini telah disediakan dari muka untuk
memfitnah ayahmu sendiri?"
"Kalau begitu," kata Liok Kong, "cobalah ibu boleh tanyakan
persoalan ini pada Say-giok-hoan Wan Ho, hingga kita tak
membuang-buang waktu dengan sia-sia saja!"
"Itu betul," Liok Keng menyetujui saran anaknya itu.
Kemudian ia memunahkan totokan yng telah dilakukannya
atas diri Say-giok-hoan dengan menggunakan sambitan batu
tadi. Say-giok-hoan yang telah dapat dibebaskan totokannya,
lantas ia melompat bangun dan berkata: "Orang she Liok
persoalan ini belum dapat disudahi, sebelum kau membunuh
diri untuk menebus semua kedosaanmu itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bersedia akan berbuat begitu, kalau saja kau
sesungguhnya dapat membuktikan kesalahan2-ku itu!" kata
Liok Keng sambil tersenyum dingin.
Say-giok-hoan yang ternyata bukan orang bodoh, segera
mendapat suatu akal untuk coba menjajal sampai dimana
ketabahan hati pendekar tua dari T ong-teng ini.
Begitulah sambil menunjuk pada Teng Siauw Eng ia
melanjutkan bicaranya: "Anak ini bukan anak kandungku! Aku telah menemukannya ditepi jalan dipegunungan K iu-kiong-san pada
tujuh belas tahun yang lalu. Waktu itu ia baru berusia 2 th,
tetapi cacahan dilengannya itu sudah ada! Disuatu rumah
yang terpisah tidak berapa jauh dari tepi jalan itu, aku melihat
dua orang laki-laki dan seorang Perempuan luka parah dan
mengeletak diatas tanah. Menurut keterangan orang laki-laki yang tuaan dan belum
mati itu, bahwa dia itu seorang yang paham ilmu pedang dan
ilmu surat. Oleh karena itu, dia masih mampu menerangkan kepadaku,
bahwa dia telah me lihat jelas sekali mana pedang yang
diperunakan oleh orang yang bertopeng dan telah membunuh
mereka serumah tangga. Pedang itu bernama Ceng-hong-kiam.
Anak perempuan kecil itu, ketika aku tinggalkan beberapa
jam untuk menyelidiki kemana kaburnya orang yang
bertopeng itu, memang belum kedapatan dicacah tangannya.
Tapi ketika aku balik kembali semua orang telah mati
karena luka-lukanya, tetapi anak kecil itu yang masih hidup,
ternyata telah dicacah lengannya oleh ayahnya sendiri.
Maka untuk bantu melaksanakan tuntutan orang yang telah
marhum itu, aku telah pelihara anak itu hingga sekarang ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh sebab itu, kau ada alasan apa pula untuk
membantahnya?" Siauw Eng yang mendengar penuturan Say-giok-hoan,
kedua matanya yang merah segera mengucurkan air mata dan
bibirnya bergerak-gerak untuk menahan amarahnya yang
sedang berkobar didalam hatinya.
Liok Keng lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Keterangan-keteranganmu itu aku mesti bantah dengan
se-keras2-nya,'' kata pendekar tua itu.
"Pedang Ceng-hoa-kiam ini telah kusimpan dua puluh
tahun lamanya tidak digunakan dan disegel, sedang diwaktu
kau menemukan anak perempuan ini, hingga sekarang baru
tujuh belas tahun lamanya. Oleh sebab itu, dimana mungkin
hal ini terjadi dengan mendahului pada waktu aku menyegel
pedangku ini?" Siauw Eng yang tidak mudah mau mengalah mentah-
mentah, segera menyelak dan membentaik: "Kau boleh bicara
menurut pendapat-mu sendiri, tetapi dengan pedang apa kau
telah membunuh ayahku pada hari kemarin" Sayang ibuku
telah meninggal, kalau tidak, kami ibu dan anak pasi akan
mengadukan perbuatan-perbuatanmu yang durhaka itu untuk
minta diadili oleh para pendekar dikalangan Kang-ouw!"
"Bagus sekali bantahan si budak yang hina dina ini!" Bun
So Giok memotong pembicaraan si nona.
"Barusan Say-giok-hoan telah mengatakan, bahwa ayah
kandumgmu telah meninggal, tetapi mengapakah sekarang
mendadak telah muncul pula ayahmu yang baru saja
meninggal pada hari kemarin" Aku sungguh kurang paham
apa maksudmu!" Teng Siauw Eng yang paham akan kesalahan bicara Say-
giok-hoan tadi, lekas-lekas memotong: "Kouw-bian-sin Teng
Tin memang bukan ayah kandungku, dialah ayah angkatku. la
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah memelihara aku sedari kecil, dari itu, apakah salahnya
aku mengatakan dia sebagai ayahku" Sekarang aku berniat
akan menuntut balas kepadamu.!"
"Nyata kau pandai sekali berdebat!" kata Liok Keng sambil
menghela napas. "Pada kemarin malam makanya aku terpaksa menggunakan
pedangku yang telah disesel itu, adalah karena kuatir, bahwa
musuhku yang datang melakukan penyerbuan kilat itu anak
murid atau saudara-saudara Go-bie-kim-teng Cee Tie Siansu,
tidak tahunya aku telah keliru membunuh Kouw-bian-sin T eng
Tin, yang sebenarnya tidak pernah terkait permusuhan apa-
apa denganku." ---oo^dwkz-0-Tah^oo--- BAGIAN KE - 12 MENDENGAR keterangan itu, Say-giok-hoan lalu tertawa
dingin dan membentak. "Dusta! apakah mungkin orang membunuh orang tanpa
disadari atau tidak dengan disengaja, jikalau dia bukan
sesungguhnya berniat akan berbuat demikian?"
Liok Keng tampak bingung dan terpaksa tinggal membisu.
Sementara Liok Kong yang turut menyaksikan sikap
ayahnya, diam-diam ia teringat akan peristiwa pada malam
pengantinan itu, dimana dihadapan Teng Siauw Eng dengan
secara tidak disengaja, ia telah me-nyebut2 nama pedang
Ceng-hong-kiam itu. Dari itu, ada kemungkinan Siauw Eng terpengaruh oleh
nama pedang itu, sehingga menimbulkan kerusuhan yang
akhirnya telah mengakibatkan melayangnya jiwa Kouw-bian-
sin Teng Tin dibawah pedang tersebut oleh ayahnya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh karena itu, didalam hatinya ia selalu bercuriga dan
bertanya: "Ada apakah sangkut pautnya antara pedang itu
dengan diri Siauw Eng ini?"
Siauw Eng sendiri tidak mau memberikan keterangan apa2,
sedangkan nama pedang itu yang sudah tidak dipergunakan
dan disegel oleh ayahnya, hanya diketahui oleh mereka
bertiga saja ....... yaitu dia sendiri, serta ayah dan ibunya.
Semula Siauw Eng tidak mengetahui, bahwa Liok Keng
itulah pemilik pedang Ceng-hong-kiam itu, maka pesta
pernikahan tidak sampai batal dan masih keburu dirayakan
dengan secara ramai sekali.
Tidak tahunya diwaktu pesta pernikahan itu hampir
berakhir, tiba-tiba tarjadi kerusuhan sebagaimana yang telah
terjadi. Karena berdasarkan tulisan yang dicacah pada lengan
Siauw Eng itu, si nona teringat akan tuntutan jiwa terhadap si
pemilik pedang Ceng-hong-kiam tersebut, hingga terjadi
keributan tanpa dapat dicegah pula.
Liok Kong yang mendengar keterangan Siauw Eng
berdasarkan riwayat huruf2 yang dicacah pada lengannya itu,
ia pun merasa sangat rnenyesal dan malu, bahwa ayahnya
telah melakukan perbuatan2 yang sangat tidak baik itu.
Maka diwaktu Siauw Eng hendak me lakukan pembalasan
itu, Liok Kong telah bersikeras mencegahnya dan rela menjadi
sasaran gembolan Liu-seng-houw-jiauw-tui si nona, hingga ia


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menderita luka2. Karenanya Liok Kong lebih suka mati, daripada membiarkan
ayahnya sendiri dijadikan bulan2-an dari pada pembalasan
Siauw Eng yang sangat dicintainya itu.
Si pemuda yang melihat ayahnya tinggal bengong dan
tanpa mengucap sepatah kata sekalipun, sudah barang tentu
jadi amat menyesal dan segera berkata:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah...., sudahlah..... Tidak usah banyak bertengkar
pula! Aku tak tahan melihat peristiwa ini terjadi berlarut-larut
dihadapanku. Oleh sebab itu, biarlah aku sudahi permusuhan
ini dengan jalan mengorbankan jiwaku sendiri!"
Sesudah berkata begitu, dengan susah payah Liok Kong
telah membalikkan badannya, hendak meninggalkan kamar
perpustakaan itu, tapi Bun So Giok lekas2 menahannya dia
berkata dengan tergopoh-gopoh, "Kong-jie, sabar dulu!"
"Dari pada hidup menjadi buah tertawaan orang," kata si
pemuda dengan rupa jengkel, "Bukankah lebih baik aku mati
saja, untuk menyingkir dari pada persoalan yang terkutuk ini?"
Untuk meredakan amarah anaknya yang keras kepala dan
sukar ditundukkan orang, Bun So Giok terpaksa menotok urat
darah Liok Kong, hingga si pemuda terkulai dan pingsan,
kemudian digotong oleh beberapa orang anak keluarga Liok
Kong untuk dibaringkan diatas ranjang.
Sementara Say-giok-hoan yang melihat Liok Kong berdiri
bengong bagaikan orang yangr kesima, lalu tertawa dingin
sambil berrkata: "Orang she Liok, sungguh tidak kunyana,
bahwa seorang ayah yang perbuatannya sedemikian
mengecewakannya, masih mungkin mempunyai anak yang
begitu gagah dan bijaksana! Petang hari ini jika kau masih
mempunyai keberanian untuk melanjutkan pertempuran ini,
marilah kita boleh segera melanjutkannya, kalau tidak, kami
segera akan berlalu dari sini selekas mungkin!"
Mendengar omongan itu, Liok Keng jadi menghela napas
dan dengan rupa lesu lalu ber-kata2 pada dirinya sediri:
"Sungguh tidak kunyana urusan bisa jadi begini rupa!
Permusuhan memang harus dapat diakhiri selekas mungkin,
tetapi bukan dibiarkan berlaru-larut tanpa habis-habisnya.
Oleh sebab itu, biarlah aku membunuh diriku untuk
menyelesaikan persoalan yang sulit ini......... " kemudian ia
menoleh pada Say-giok-hoan Wan Ho dan melantjutkan
bicaranya dengan secara geram.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku orang she Liok akan mati karena keliru membunulh
Kouw-bian-sin Teng Tin, tetapi tidak ada sangkut-pautnya
dengan huruf2 yang dicacah atas lengan Teng Siauw Eng itu.
Pendek kata, aku suka bertanggung jawab terhadap apa yang
sesungguhnya telah kuperbuat, tetapi menolak keras atas
segala tuduhan membuta-tuli yang bermaksud untuk
memfitnah dan mencemarkan namaku sendiri!"
Tapi ketika Liok Keng hendak memungut pedang Ceng-
hong-kiam yang menggeletak diatas jubin, Bun So Giok lekas-
lekas menubruk dan menyekal tangannya, akan kemudian
merampas pedang mustika yang hendak dipergunakan
suaminya untuk membunuh diri itu.
"Kau jangan berlaku goblok atau sembarangan percaya,
saja segala kabar burung!" memperingati pendekar wanita itu.
Pada waktu Say-giok-hoan Wan Ho hendak membuka
mulut akan mengejek pendekar kawan dari telaga Tong-teng
itu, mendadak ia me lihat secarik kertas yang sangat menarik
perhatiannya dan terletak diatas meja, hingga lekas-lekas ia
menjemput-nya dengan dua jeriji tangannya akan kemudian
diawaskannya dengan sorot mata yang hampir tidak berkesip.
"Bu......!, mengapakah kau tinggal membisu saja?" tanya
Siauw Eng tatkala menyaksikan paras muka Say-giok-hoan
berubah dengan secara mencurigakan sekali.
"Jangan sembarangan bergerak dahulu!" kata pendekar
wanita yg bertubuh teromok itu.
Siauw Eng jadi agak heran melihat sikap ibunya yang
begitu tiba-tiba, sebegitu lekas melihat secarik kertas itu. O leh
sebab itu iapun berpendapat bahwa kertas yang panjangnya
hanya 6 cun dan lebarnya satu cun dan bertulisan beberapa
huruf itu tentunya mengandung rahasia apa-apa yang telah
menyebabkan ibunya terbengong bagaikan orang yang
kesima. Tapi tidak urung ia bertanya jugas "Bu......!, ada
urusan apakah?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Say-giok-hoan Wan Ho tidak menghiraukan, tapi segera
menoleh pada Liok Keng samibil menunjukkan kertas itu dan
bertanya: "Orang she Liok, dari manakah datangnya kertas-
ini?" Liok Keng meski tidak bersenjata pula dan pedangnya telah
dirampas oleh istrinya, tetapi ia telah menetapkan pikirannya
untuk membunuh diri guna menebus dosanya yang telah
keliru membunuh Kouw-bian-sin Teng Tin.
Tapi diwaktu mendengar pertanyaan Say-giok-hoan Wan
Ho, dengan lantas ia menjawab: "Itulah segel pedang Ceng-
hong-kiam, yang telah kutulis pada 20 tahun yang lalu, ketika
aku bersumpah tak akan menggunakan pula pedang itu."
"Apakah bicaramu itu benar dan kau tidak berdusta?" Say-
giok-hoan Wan Ho balik bertanya.
"Say-giok-hoan...!," selak Liok Keng, "aku orang she Liok
berani berbuat berani juga bertanggung jawab. Atas telah
keliru membunuh Kouw-bian-sin, dari itu sudah sepatutnya
aku membunuh diri untuk melunaskan perhutanganku ini.
Perlu apakah mesti berdebat dengan secara sia-sia saja?"
Kemudian ia menoleh pada Bun So Giok dan melanjutkan
bicaranya: "Kalau nanti aku sudah mati, kau harus coba
selidiki, siapa yang telah membunuh keluarga Teng Siauw Eng
serumah tangga dan membantunya sekuat tenaga untuk
laksanakan pembalasan sebagaimana mestinya, barulah aku
ditempat baka akan merasa puas dan mati dengan nama baik.
Oleh sebab itu, marilah kau kembalikan pedangku itu!"
Tapi pada sebelum Bun So Giok membuka mulut, Say-giok-
hoan yang telah membaca bunyi surat segel pedang Ceng-
hong-kiam itu, lekas-lekas menggerakkan tangannya sambil
berkata: "Tahan dulu!"
"Sekarang kau hendak bicara apa pula?" pendekar dari
telaga T ong-teng itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku meski seorang perempuan," kata Say-giok-hoan, "tapi
masih mengerti tentang urusan yang salah dan urusan yang
benar. Sekarang aku minta penjelasanmu, apakah huruf-huruf
ini telah ditulis sendiri olehmu?"
"Huruf2 ini yang semua terdiri dari huruf model So-kim-tee
dari jaman kaisar Song Hui Cong duduk bertakhta," kata Liok
Keng. "Dikalangan rimba persilatan tidak seorangpun yang gemar
menggunakannya selain aku seorang."
"Apa sebab kertas ini bisa berada diatas meja ini"
Lio Keng terbengong sejenak.
"Tak ingat aku, mengapa kertas itu bisa berada disitu,"
sahutnya. Nyata sipendekar tua telah lupa, bahwa diwaktu kertas itu
terlepas dari gagang pedangnya ketika ia mengejar Siauw
Eng, kertas itu telah ditindihnya dengan singa-singaan batu
kumala, yang kemudian telah jatuh hancur karena tidak terasa
pula ia telah menggebrak meja dengan agak keras, disaat ia
menggempur si nona untuk kedua kalinya.
Maka setelah tindihan kertas itu jatuh hancur diatas jubin,
selanjutnya orang tidak memperhatikan pula a kan kertas yang
termyata menjadi penolong dalam keadaan yang segawat itu.
Semua orang yang merasa ter-heran2 melihat sikap Say-
giok-hoan karena secarik kertas itu ........, sudah barang tentu
menjadi bengong ....... menantikan hal apa yang akan terjadi
selanjutnya ...." Siauw Eng dengan muka yang kelihatan tidak sabar lagi,
segera bertanya: "Bu.....!, ada urusan apakah yang telah
membuat kau bengong begitu rupa ...........?"
Tapi Say-giok-hoan Wan Ho tampaknya tidak menghiraukannya, selain bertanya pada Liok Keng" sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berikut : "Kertas ni dibuat dari pada kulit kayu murbei, enteng
tapi tak mudah pecah. Oleh sebab itu, ia masih bertahan
meski sudah 20 tahun lamanya. Apakah bukan demikian
halnya, Liok Keng?" Pendekar itu membenarkan.
Setelah itu, Say-giok-hoan lalu menunjukkan nya pada Liok
Keng, bahwa pada bagian sudut kertas yang sompek
itu......sambil bertanya: "Apakah kau ketahui sebab musabab
tentang sompeknya bagian sudut kertas ini?"
Semua mata segera ditujukan pada bagian sudut kertas
yang sompek itu, tapi meski Liok Keng sendiri hampir tidak
menaruh perhatian apa-apa atas bagian tersebut.
Oleh sebab itu, tidaklah heran jika diapun tidak
menyadarinya atas hal ini.
"Bagian yang sompek ini," kata Say-giok-hoan Wan Ho:
"telah terjadi karena disobek olehku sendiri.........."
"Oh......!," kata-kata itu seolah-olah keluar dengan tak
disengaja dari mulut Liok Keng suami-isteri. Sedang orang
banyak yang berkumpul disitupun jadi semakin heran
mendengar keterangan demikian.
"Pada tujuh belas tahun yang lampau," Say-giok-hoan Wan
Ho mengahiri bicaranya. Liok Keng dan Bun So Giok jadi terbengong dan tidak
paham akan maksud dari pada omongan itu.
"Bu, apakah katamu!" Siauw Eng menyelak.
Say-giok-hoan tidak banyak bicara pula, tapi segera
meletakkan kertas itu keatas meja, kemudian menoleh pada si
nona sambil berkata: "Siauw Eng, mari kita berlalu!"
Keadaan yang tegang itu dengan secara, tiba-tiba telah
reda, dan menimlbulkan lain macam persoalan yang agaknya
semakin sulit dan sukar dimengerti oleh Liok Keng suami-isteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah orang2 yang kerap merantau dikalangan Kang-ouw dan
banyak pengalaman ....... telah mereka jumpai mengenai
berbagai peristiwa-peristiwa yang aneh-aneh, tetapi peristiwa
pada kali ini tidak kurang telah membuat mereka goyang
kepala dan sesungguhnya tidak mudah untuk menerka bagai
mana duduknya persoalan yang sebenarnya. Dari mereka tak
dapat berbuat lain dari pada bengong dengan mata
mendelong. Siauw Eng jadi heran melihat muka ibunya dan bertanya
dengan rupa yang tidak sabaran: "Bu, apakah tak dapat kau
membela untuk membereskan persoalan ini?"
Say-giok-hoan Wan Ho tersenyum getir dan merangkul si
nona sambil me-ngusap2 rambutnya yang bagus dan berkata :
"Nak, kau dan aku telah hidup bersama sampai tujuh belas
tahun lamanya, apakah kau masih juga belum paham akan
tabiat kau yang se-benar2nya" sekarang mendadak teringat
akan sesuatu hal yang telah terjadi pada jaman yang lampau
ini, oleh sebab itu, marilah kau mengikut aku pergi.
Kita mesti cari orang itu untuk membereskan perhitungan
kita dan menanyakan kepadanya mengenai duduk persoalan
yang sebenar-benarnya. Karena hal ini ada sangkut pautnya dengan keberuntungan
dan kebahagiaanmu dikemudian hari, maka tak dapat tidak
harus dibereskan dahulu sebelum aku menutup mata.
Mari nak, tidak usah kau banyak berdebat pula!"
Pek-hoa-sian-cu sabenarnya, tidak ingin mengikuti ibunya
pergi, tetapi karena mengingat akan suatu rahasia yang
tentunya terkandung didalam hati Say-giok-hoan Wan Ho
maka akhirnya ia terpaksa menurut juga.
"Orang she Liok," kata Say-giok-hoan pula, "kini kami
hendak mencari seseorang. Kau boleh tunggu hingga kami
balik kembali!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara Bun So Giok yang menyangka bahwa ibu dan
anak itu hendak mengundang kawan untuk menentukan pihak
mana yang lebih kuat dan lemah, dengan satu senyuman
dingin lalu berkata: "Tong-teng sianghiap tak akan gentar
menghadapi musuh-musuh yang mana juga, meski umpama
itu merupakan bantuan untuk memperkuat kedudukanmu
sendiri!" Tapi Say-giok-hoan tidak menghiraukannya dan segera
mengajak Teng Siauw Eng lekas berlalu dari dalam kamar
parpustakaan itu. Tatkala ibu dan anak itu telah berlalu jauh, barulah Bun So
Giok merasa agak lega jwa hatinya. T api, bersamaan dengan
itu, luka bekas kena senjata rahasia tadi telah menimbulkan
rasa sakit yang bukan main hebatnya....... hingga Liok Keng
lekas-lekas menyimpan pedang Cengo-hong-kiam kedalam
serangkanya, kemudian memondong isterinya
kembali kedalam kamarnya. Dan disana ia dirawat dan diobati lukanya
sebagaimana mestinya. ---oo^dwka-0-Tah^oo--- Tiga bulan telah lalu dengan tidak terasa pula.
Say-giok-hoan dan Teng Siauw En,g yang sedang
melakukan perjalanan, tidak terdengar pula kabar ceritanya.
Luka-lukanya Siauw-thiat-kauw Liok Kong telah sembuh
seluruhnya, Bun So Giok yang kena senjata rahasia, meski
lukanya telah sembuh, tapi kakinya menjadi cacad, hingga
selanjutnya ia tak dapat berjalan tanpa bertongkat.
Selama itu, Liok Keng suami-isteri selalu berjaga-jaga akan
kembalinya Say-giok-hoan Wan Ho dam Teng Siauw-Eng,
yang pasti akan mengundang kawan yang lebih lihay dan
tinggi ilmu silatnya, untuk menentukan mana yang lebih
unggul antara pihak mereka berdua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah tatkala pada suatu hari Liok Keng tengah
memikirkan persoalan ini didalam kamar perpustakaannya,
tiba-tiba terdengar suara tongkat Bun So Giok yang selama itu
telah biasa didengarnya, mendatangi dari sebelah luar dengan


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara yang agak tergesa-gesa. Dan sebegitu lekas ia menoleh
kearah pintu, si nyonya telah masuk dan berkata dengan
suara yang gugup: "Suamiku ......, Kong-jie te lah kabur.....!"
Liok Keng terkejut dan balik bertanya: "Dia pergi
kemana.......?" "Kemarin malam selagi kami bercakap-cakap, ia mengatakan bahwa dia akan pergi menyusul Teng Siauw
Eng," sahut Bun So Giok.
"Tidak perduli Siauw Eng itu ada dimana adanya."
Liok Keng bengong sejenak dan menghela napas.
"tahu.......!" katanya, "mereka berdua memang saling
menyintai dengan secara mesra sekali!"
Tapi si pendekar tua itu tidak mengetahui, kemana anaknya
pergi yang hendak menyusul Siauw Eng itu, hingga ia tak tahu
apa yang harus diperbuat selanjutnya.
Liok Kong yang melihat Siauw Eng tidak tampak kembali,
hatinya merasa amat tidak enak dan khawatir, hingga
akhirnya ia telah mengambil keputusan untuk pergi menyusul
si nona dan kabur dari rumahnya dengan cara diam-diam.
---oo^DewiKZ-0-Tah^oo--- BAGIAN KE - 13 Pada suatu hari ia berhenti disebuah kedai untuk makan
minum dan numpang mondok, sambil tidak henti-hentinya
mencarikan keterangan dari pemilik kedai itu, kalau-kalau
pada beberapa bulan yang lalu ada seorang ibu dan anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuannya yang lewat dan berhenti disitu, tetapi pemilik
kedai itu tidak dapat memberikan keterangan yang diperlukan
itu. Maka sesudah menumpang mondok semalaman, pada hari
esoknya ia telah melanjutkan perjalanannya dengan hati
masygul..... walaupun itu belum berarti bahwa dia te lah putus
asa. Dari satu kelain orang yang dijumpainya dijalanan dan
kepada para piokhek-Piokhek yang ia kenal dan kebetulan
bertemu. Liok Kong telah coba menyelidiki kemana perginya
Say-giok-hoan dan Pek-hoa-sian-cu Teng Siauw Eng, tetapi
tiada seorangpun yang dapat menerangkan kemana perginya
kedua orang ibu dan anak itu.
Liok Kong yang selalu berbesar hati, tidak mudah
menyudahi penyelidikan itu setengah jalan, maka sesudah
berselang beberapa lamanya ia merantau diluaran, akhirnya ia
mendengar kabar dari salah seorang pedagang keliling, bahwa
pada tiga bulan yang lampau si pedagang itu pernah bertemu
dengan dua orang perempuan ibu dan anaknya disebuah
rumah penginapan. Dari keterangan tentang wajah dan
pakaian mereka, Liok Kong segera menarik kesimpulan bahwa
kedua orang perempuan yang dikatakan si pedagang keliling
itu, ternyata cocok sakali dengan keadaannya Say-giok-hong
Wan Ho dan Pek-hoa-sian-cu Teng Siauw Eng.
"Apakah saudara tidak pernah menanyakan, kemana
hendak pergi mereka itu" si Kera Besi Kecil bertanya dengan
rupa bernapsu. "Mereka hanya mengatakan, bahwa mereka berdua hendak
pergi menyambangi sanak saudara mereka diselatan,"
menerangkan si pedagang keliling itu. "Mereka tampaknya
agak tergesa-gesa, ada kemungkinan mereka hendak
menyambangi sanak saudara yang sedang sakit"
Liok Kong manggut-manggut, tapi tidak membenarkan atau
membantah tentang keterangan atau dugaan si pedagang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah mereka benar orang-orang yang kau hendak cari
itu?" s i pedagang bertanya pada si pemuda.
"Rupanya benar mereka," sahut Liok Kong. "T api aku ragu-
ragu, apakah mereka sesungguhnya hendak menuju keselatan
atau kemana." Maka setelah mengucapkan terima kasih atas keterangan2
itu, si pemudapun me lanyutkan perjalanannya keselatan,
meski hatinya masih ragu ...... apakah tujuannya yang
diambilnya tepat atau tidak ...... dengan jurusan yang diambil
ibu dan anak yang sangat dicintainya.
Begitulah dengan tidak mengenal susah dan payah, Liok
Kong telah me lakukan perjalanan kesana-sini dengan secara
membuta, hingga. tahu2 pada suatu hari ia telah sampai
disebuah kedai yang terletak dibawah kaki gunung Heng-san,
dimana ia berhenti untuk mengisi perut dan beristirahat untuk
menghilangkan sedikit rasa letihnya. Dan seperti juga
ditempat-tempat lain yang pernah dikunjunginya, disinipun
Liok Kong tak lupa mencari keterangan dari pelayan atau
pemilik kedai, kalau2 mereka pernah mendapat kunjungan
dua orang ibu dan anak perempuannya, yang wajah dan
perawakan tubuh mereka dilukiskan dengan secara jelas sekali
oleh si pemuda. Salah seorang pelayan disitu yang mendengar pertanyaan
tersebut, dengan lantas menjawan: "Ada.... ada. mereka baru
saja beberapa hari yang lalu mampir kesini. Si nyonya tua itu
rambutnya sudah putih dan bertubuh agak gemuk, sedang
anak perempuannya bertubuh kecil molek dan berparas
cantik. Hanya belum tahu, apakah ini benar mereka berdua
yang tuan hendak cari!"
Liok Kong dangan hati yang ber-debar2 segera menjawah:
"Nyata benarlah mereka yang hendak kucari! Apakah kau
tahu, atau pernah menanyakan mereka hendak pergi kemana"
Si pelayan menggelengkan kepalanya. "Tidak," sahutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku merasa kurang hormat untuk menanyakan orang
sampai seteliti itu."
"Sayang......, sayang......!" kata Liok Kong sambiI menghela
napas dan pemuda menyesali, hingga tak terasa pula sumpit
yang sudah dicekalnya telah diletakkannya kembali diatas
meja, "Kau telah mengasih lewat kesempatan yang terbaik
untuk menanyakan kemana mereka hendak tuju" gerutunya,
se-olah2 berbicara pada dirinya sendiri.
Tidak antara lama ia panggil pula si pelayan itu untuk
mengambil arak, yang hendak diminumnya untuk meringankan rasa masygulnya.
Sesudah duduk makan minum sehingga separuh sinting,
tiba2 ia mendengar beberapa orang pelayan naik keatas
loteng disitu untuk memberitahukan pada orang banyak, agar
supaya mereka suka ber-siap2 akan menyambut kedatangannya Tio Toaya dan anak buahnya.
Mendengar kerterangan demikian para tamu segera ber-
bisik2 pada satu sama lain dan bangun berdiri ditepi meja
masing2, sebagai tanda menghormat kepada pentolan yang
disebutkan namanya oleh para pelayan tadi.
Hanya Liok Kong saja yang masih tinggal duduk makan
minum dengan pikiran yang kusut. Karena ia tidak
mengetahui, setelah ia berlalu dari situ kemana ia mesti
menuju untuk menyusul Say-giok-hoan dan istrinya yang
sangat dicintainya itu. Oleh sebab itu, ia tidak menghiraukan atas peringatan para
pelayan itu. Tatkala dibawah loteng terdengar suara kareta kuda yang
dihentikan dimuka kedai itu, dua orang laki-laki yang bertubuh
agak besar telah mumcul dari sebelah bawah dan memberi
tahukan pada para tamu: "Tio Tao-ya telah tiba....! T io Tao-ya
telah tiba....!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ketika melihat Liok Kong masih saja enak-enakan
duduk dan makan minum, mereka tampak kurang senang dan
lalu tampil kemuka sambil membusungkan dada dan
membentak: "Kau ini siapa, hingga bernyali begitu besar
berani tidak mengindahkan kepada Tio Toa-ya?"
Liok Kong yang sudah agak sinting, dengan suara lantang
lalu menjawab: "Aku tidak kenal siapa Tio Toa-ya itu! Dia
bukan sanak atau kadangku, juga bukan handai taulanku,
malah dengar namanya-pun baru pada kali ini saja. Dia sama
sekali tak ada hubungannya denganku, oleh sebab itu, cara
bagamana kalian hendak minta aku mendewa-dewakan
kepadanya?" "Kurang ajar benar si anak bawel ini!" kata kedua orang
laki-laki itu dengan suara yang hampir berbareng. "Rupanya
kau belum kenal betapa lihaynya Toa-ya kami itu. Sebentar
jika ia datang, ia bisa menghantam kau sehingga jungkir balik
beberapa kali!" Tapi Liok Kong yang tak mudah digertak dan berdarah
panas, dengan, lantas ia minum, kering araknya dan bangkit
dengan wajah merah karena gusar dan terpengaruh oleh air
kata-kata (arak), kemudian ia menuding pada mereka berdua
dan membentak: "Sungguh enak sekali kau membuka mulut!
Apakah kau anggap aku ini patung atau boneka, hingga begitu
mudah dipermainkan orang" Sekarang Paling betul aku
lemparkan dahulu kalian berdua keluar jendela loteng ini!"
Sambil berkata begitu, dengan gerakan secepat kilat Liok
Kong segera melompat maju, hingga kedua orang laki2 itu
yang juga tak mau digertak oleh seorang yang mereka anggap
masih sangat muda sekali usianya, dengan mata mendelik
segera beraksi untuk menyerang si pemuda dari dua jurusan.
Tapi Siauw-thiat kauw yang bermata celi dan cukup
berpengalaman dalam pertempuran2 dikalangan Kang-ouw,
dengan tak ragu2 lagi telah mempergunakan siasat Co-yu-
hong-goan, atau dikiri-kanan menjumpai mata air, untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyekal kedua orang itu dengan sekaligus. Oleh karena
gerak Liok Kong yang begitu sebat dan mengagumkan, maka
kedua orang itu tidak keburu menyingkir, hingga dilain saat
mereka berdua telah terangkat dari atas jubin bagaikan dua
ekor tikus yang dijingjing dalam mulut seekor kucing. Tapi
kedua orang itu masing2 belum mau mengalah mentah2 dan
coba meronta-ronta, ketika itu dari sebelah bawah loteng
datang seorang yang berwajah bengis, bertubuh agak gemuk
dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari pada sutera
tersulam dan mewah sekali. Usianya lebih-kurang tiga puluh
tahun. la muncul disitu dengan diiringi oleh beberapa orang
anak bunahnya. Tatkala Liok Kong, menoleh kejurusannya dan dapat
menerka siapa adanya dia itu, ia segera ayun kedua orang
yang, diterkamnya dan dilemparkan satu-petsatu kearah orang
yang baru datangu itu sambil berseru: "Ini, aku beri hadiah
kepadamu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
GAMBAR - 05 Liok Kong melemparkan dua orang anak buah Tio Toa-ya
Kedua orang yang terlempar diudara itu sudah barang tenu
semangat mereka dirasakan melayang dan menjerit dengan
suara yang mengerikan: "Ya, tolong....!"
Tapi sebelum mereka jatuh terbanting di-atas jubin, tiba2
mereka telah tersamber oleh sepasang tangan yang kuat dan
dibarengi oleh satu suara: "Bagus sekali!" Dan dilain saat
mereka telah dapat ditolong dan diturunkan keatas jubin
dengan tiada kurang suatu apapun.
Siauw-thiat-kauw Liok Kong telah melemparkan kedua
orang itu dengan mengeluarkan tenaga yang bukan kecil,
tetapi orang yang disebut Tio Toaya itu dengan mudah telah
dapat menyambuti kedua orang bawahannya yang dilemparkan itu tanpa bergerak setapakpun. Hal mana,
menandakan bahwa diapun seorang ahli silat yang
berkepandaian tinggi tidak dibawah dirinya, karena menganggap bahwa dia sekarang tengah berhadapan dengan
seorang lawan yang tangguh, maka iapun lekas-lekas
melibatkan ujung bajunya dipinggangnya, sedang kedua
lengan bajunya disingsingkan untuk memudahkan ia bergerak
selanjutnya. Tapi orang itu sete lah menatap wajah Liok Kong sesaat
lamanya, lekas-lekas ia merubah sikapnya menjadi ramah
tamah dan memperkenalkan dirinya dengan mengatakan:
"Saya yang rendah bernama T io Piu, belum tahu orang-orang
sebawahanku telah berbuat apa yang kurang sopan terhadap
tuan, sehingga telah menyebabkan tuan gusar kepada
mereka?" Liok Kong belum lagi keburu menjawab pertanyaan itu,
ketika salah seorang anak buah orang she Tio terdengar
membentak: "Anak ini sesungguhnya terlampau berani mati!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah barangkali ia hendak menelad perbuatan ibu dan anak
perempuan itu, yang pada beberapa hari yang lampau telah
berani menentang Tio Toa-ya?"
Siauw-thiat-kauw tampak terkejut mendengar omongan itu,
sedang diotaknya segera terbayang cara bagaimana kedua
orang ibu dan anak perempuan itu ...... yang tentunya bukan
lain dari pada Say-giok-hoan dan Teng Siauw Eng telah
dicelakai oleh orang she Tio ini.
Lebih2 karena pengaruh alkohol yang telah membuat ia
nekat2-an, maka, tanpa memikirkan panjang pula ia segera
luncurkan tinjunya, untuk memukul Tio Piu, hingga orang itu
segera mundur dan menyembat sebuah kursi untuk dibuat


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

genggaman dalam pertempuran dengan si pemuda itu.
"Dasar orang gila!" bentak Tio Piu sambil mengayun kursi
ditangannya untuk menghantam Liok Kong.
Sianw-thiat-kauw lekas berkelit dan mengirim satu
tendangan kilat, tapi syukur juga Tio Piu telah keburu berkelit
dengan segera melompat mundur sehingga beberapa tindak
jauhnya, kalau tidak, niscaya ia sudah melosoh dan menderita
luka-luka, kalau saja tak membahayakan jiwanya.
Sementara anak buah she Tio itu yang khawatir induk
semangnya dikalahkan musuh, segera dengan serentak maju
mengepung Liok Kong, hingga pemuda itu lekas2 mencabut
toya Sam-ciat-kun di pinggangnya, dengan mana ia telah
melabrak anak2 semang Tio Piu hingga lari tunggang
langgang, dan banyak juga yang menderita luka kena pukul
oleh toya si Kera Besi Kecil itu.
Tapi Tio Piu yang masih merasa sanggup untuk bertanding
satu lawan satu dengan Siauw-thiat-kauw, lekas2 ia kembali
pula kedalam kalangan pertempuran sambil menyerukan agar
anak buahnya mundur, sedang ia sendiri lalu mengambil
pentungan dengan mana ia menerjang pada Liok Kong sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru: "Anak alas.....! Nyata kau tidak sayang pada jiwa
sendiri......! Tengoklah senjataku ini.......!"
Tapi Liok Kong dengan tidak banyak bicara pula telah
putarkan toyanya bagaikan baling-baling cepatnya, untuk
pertama-tama mendahului turun tangan akan memukul kepala
pihak lawannnya, sedangkan dengan ekor toya itu ia menyapu
kaki Tio Piu dengan siasat Kouw-sie-poan-kin, atan pohon tua
melibatkan akarnya. Tio Piu yang juga bermata celi, segera ketahui betapa
dahsyatnya serangan si pemuda, hingga lekas-lekas iapun
telah memutar pentungannya begitu rupa, sehingga ujung
pentungan itu saling beradu dengan ekor toya Liok Kong dari
sebelah bawah. Brak.........! Lelatu api muncrat kian kemari, ketika kedua pentungan
saling beradu dengan amat kerasnya. Tapi karena ekor toya
Liok Kong dibuat dari pada besi, maka sudah barang tentu
ujung pentungan Tio Piu telah menjadi patah, sedang
patahannya mencelat dan hampir saja menghantam salah
seorang anak buah orang she Tio itu, kalau saja anak buah itu
tidak bermata cukup celi dan lekas2 miringkan sedikit
kepalanya. Trang........! Begitulah patahan ujung pentungan itu ahirnya telah
menemukan juga mangsanya, yaitu sesetel piring mangkok
telah kena dihantam dan jatuh berantakan diatas jubin.
"Kurang ajar....!" Tio Piu berseru sambil maju menerjang
pula dengan tidak kalah dahsyatnya daripada barusan.
Tapi Liok Kong yang ternyata lebih
lihay ilmu kepandaiannya, dalam waktu singkat telah berhasil dapat
mendesak Tio Piu kesisi langkan yang menjurus kebawah
loteng. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka sesudah beberapa kali luput meluncurkan pukulannya, akhirnya si pemuda telah mendesak dengan ilmu
tendangan berantai yang memang ia sangat mahir, hingga T io
Piu jadi kelabakan dan kemudian entah dengan siasat apa, ia
berseru sambil meluncurkan satu tendangan kilat, yang
ternyata telah membuat Tio Piu bingung dan menjerit:
"Cilaka........!"
Dan bersamaan dengan diucapkannya kata-kata itu, T io Piu
telah terlempar kebawah tangga loteng dan berguling-guling
beberapa kali, sebelum akhirnya ia jatuh terlentang dihalaman
bawah loteng tersebut. Oleh karena induk semang mereka telah kena dipecundangi
orang, maka anak buah Tio Piu pun segera turut kabur dan
mengajak induk semang mereka meninggalkan kedai arak itu
bagaikan sekelompok lebah yang sarangnya mendadak
musnah dihbakar orang. Dalam keadaan begitu, salah seorang tamu yang turut
berkumpul disitu telah menasehati si pemuda, agar supaya ia
lekas-lekas meninggalkan kedai itu, kalau tidak, Tio Piu dan
anak buahnya pasti akan kembali lagi dengan membawa bala
bantuan yang lebih kuat dan lihay ilmu kepandaiannya.
"Tuan telah dapat mengalahkan Tio Piu," kata orang itu
pula. "Tapi tuan belum tentu dapat mengalahkan Su-cow atau
kakek gurunya. Pada dua hari yang lampau, disinipun terjadi
pertengkaran antara dua orang ibu dan anak perempuannya
dengan Tio Piu. Mereka berhasil dapat melabrak orang she Tio
dan anak buahnya itu, tetapi mereka sukar mengalahkan Su-
couw T io Piu itu ................."
"Siapa Su-couw Tio Piu itu. Dan bagaimana nasib kedua
orang ibu dan anak perempuan itu?" Tiba-tiba Liok Kong
bertanya dengan bernapsu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami belum mendengar kabar apa-apa tentang mereka
berdua" kata tamu yang usianya sudah agak lanjut itu.
"Ada kemungkinan mereka menuju kegunung Heng-san.
Karena Couw-su Tio Piu itu adalah seorang hweeshio
dikelenteng Kong-hoa-sie, yang pada beberapa belas tahun
yang lampau telah merampas kelenteng itu dari orang lain,
dan membuang keempat patung Su-tay-kim-kong yang besar
kebawah gunung Heng-san disana. Oleh karena hweeshio ini
sangat lihai dan tinggi ilmu silatnya, lagi pula dia amat ganas
perangainya, maka aku nasehati supaya tuan jangan pergi
kesana, kalau saja hanya bersendirian saja".
Liok Kong yang mendengar omongan itu diam sudah agak
sinting karena meminum minuman keras, segera menganggap
bahwa orang tua itu memandang rendah pada dirinya, hingga
tidak ampun lagi ia telah mendelikkan matanya dan berseru:
"Apakah kau anggap aku seorang pengecut" Kau boleh
saksikan bagaimana akan kuhajar si hweesio sombong itu
bagaikan anjing hutan yang dihujani pentungan!"
Sesudah berkata begitu, lekas lekas ia membayar rekening
makananmya dan segera turun kebawah loteng untuk
mengambil kudanya yang ditunda dalam istal dihalaman
belakang kedai itu. ---o~dwkz-tah~o--- BAGIAN KE - 14 Tatkala itu haripun baru saja lohor, hingga ia masih keburu
berangkat kekelenteng Kong-hoa-sie yang terletak disebuah
tanah tinggi yang bernama Siong-sham peng, dengan jalan
mengikuti dan meminta keterangan dari orang banyak yang
lalu lintas dijalan pegunungan Heng-san disitu.
Sesampainya dimuka kelenteng tersebut, Liok Kong lalu
menambatkan kudanya dibawah sebuah pohon cemara,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang ia sendiri dengan langkah besar dan tergesa-gesa
segera mendekati pintu kelenteng yang ternyata sudah
banyak rusak dan tidak terawat. Tapi pintu itu ternyata dikunci
dari dalam. Oleh sebab itu, si pemuda lalu mengetuk-ngetuk pintu itu
sambil memanggil-manggil dengarn keras-keras: "Apakah
disana ada orang" Lekas buka pintu......! Lekas buka
pintu......!" Dan tatkala dari sebelah sana tidak terdengar jawaban apa-
apa, Siauw-thiat-kauw jadi uring2an dan lalu mulai mengetuk
pintu dengan mempergunakan toya Sam-ciat-kun yang biasa
dipergunakannya sebagai senjata dalam pertempuran.
Dan dengan menuruti sikapnya tidak sabaran, akhirnya ia
telah tendang pintu kelenteng itu sehingga copot dari
engselnya, kemudian ia ber-lari2 masuk kedalam dengan hati
yang ber-debar-debar dan memanggil-manggil dengan suara
keras: "Siauw Eng.......kau ada dimana" Siauw Eng.......kau
ada dimana?" Sambil berjalan, Liok Kong telah mengulangi panggilannya
dengan berulang-ulang, tetapi ternyata tidak tampak ada
orang yang muncul atau menyahuti panggilan-panggilan itu,
seolah-olah kelenteng itu tidak ditinggali orang.
Selanjutnya ia berjalan masuk kehalaman belakang
kelenteng itu, dimana ia mendadak heran karena mendengar
suara helaan napas seseorang.
Dan tatkala memandang kesekitar halaman disitu, ia
melihat disatu tempat Teng Siauw Eng telah terbaring diatas
jubin dalam keadaan pingsan, sedang Say-giok-hoan Wan Ho
tengah mengadu tenaga khie-kang dengan seorang hweeshio
yang usianya agak lanjut, tapi beroman bengis dan bertubuh
kuat. Sementara cara mereka mengadu tenaga dalam itu,
yalah saling mendorongkan telapak tangan masing-masing
sambil berdiri tegak dan tampaknya tidak bergerak sedikitpun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekujur badan Say-giok-hoan basah kuyup dengran peluh.
demikian pula dengan dahi dan pilingannya tampak
mengucurkan sebesar-besar biji kacang.
Keadaannya si hweeshio itu, serupa saja dengan keadaan
Say-giok-hoan, meski tampaknya ia lebih unggul daripada
pendekar wanita itu. Bagi orang yang tidak paham ilmu silat, cara ini boleh
dianggap sebagai cara untuk main2 belaka.
Tapi bagi Say-giok-hoan dan si hweeshio bukan main
beratnya kalau bertempur dalam cara begini.
Karena jikalau sedikit saja orang salah mengatur napas
atau keliru menyalurkan tenaga kebagian yang kurang tepat,
orang itu bisa jatuh mati dengan menderita luka-luka yang
sangat hebat dibagian dalam tubuh.
Oleh sebab itu, orang2 yang sedang bertempur dalam cara
ini, umumnnya tidak mengeluarkan suara keras seperti juga
diwaktu atau sedang bertanding ilmu silat dalam cara keras
lawan keras, tapi mereka hanya menghela atau menahan
napas, diwaktu penyaluran tenaga dalam dipergunakan untuk
menentang atau menangkis tenaga-dalam pihak lawan.
Oleh sebab itu, tidaklah heran jika Liok Kong dari sebelah
luar tidak mendegar suara ribut-ribut dihalaman dimana kedua
orang ahli Lweekang itu tengah bertanding dengan mati-
matian. Sementara Teng Siauw Eng yang justru siuman dan
mendengar Liok Kong memaggilnya, dengan lantas ia bangkit
dan menoleh kearah si pemuda sambil balas memanggil:
"Kong-ko.......!"
"Kong-ko.......!, terlebih dulu kau boleh tolong ibu!'' kata si
nona pula, sambil menunjuk kearah Say-giok-hoan Wan Ho
yang sedang bertempur dengan hweeshio yang tidak dikenal
oleh Liok Kong itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lekaslah Kong-ko.......!, mereka telah bertempnr lebih dari
pada setengah harian dalam keadaan seri. Dan jikalau
pertempuran ini masih juga terus berlangsung beberapa waktu
pula lamanya, niscaya ibu akan tidak kuat bertahan pula dari
desakan tenaga-dalam musuhnya. Oleh sebab itu, lekaslah
kanu tolong ibu, Kong-ko.......!"
Liok Kong yang memperhatikan wajah Say-giok-hoan yang
saben-saben berubah dari merah menjadi biru, sedang
napasnya sudah mulai empas-empis karena hampir tak
sanggup menahan tenaga Khiekang musuhnya, dengan lantas
ia ketahui, bahwa si nyonya pendekar itu akhirnya mungkin
juga kejadian kena dikalahkan.
Maka sabelum ia menderita luka-luka didalam tubuh,
adalah menjadi kewajibannya untuk menolongnya dengan
sekuat tenaganya. Begitulah dengan tidak memikir panjang pula, Siauw-thiat-
kauw segera putar Sam-cian-kun ditangannya sehingga
mengeluarkan suara yang menderu-deru, kemudian ia
hantamkan toya itu kearah ubun-ubun si hweeshio dengan
siasat Thay-san-ap-teng yang gerakannya amat cepat dan
berat itu. Ilmu Lweekang Say-giok-hoan sebenarnya telah cukup
tinggi dan tidak kurang daripada beberapa belas tahun
lamanya ia berlatih dalam ilmu tersebut tetapi sekarang ia
dapat kenyataan, bahwa ilmu Lweekang hweeshio lawannya
itu masih jauh lebih tinggi dan lebih lilhay dari pada dirinya
sendiri. Syukur juga orang ketiga atau Liok Kong telah sampai dan
segera memberikan bantuannya ........ kalau tidak, niscaya ia
tidak sanggup bertahan meski untuk beberapa belas menit
saja lamanya. Tapi si hweeshio yang ternyata tidak gentar menghadapi
keroyokan pihak lawan-lawannya, ia sama sekali tidak menarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang telapak tanganmya yang mendesak telapak tangan
Say-giok-hoan, sedang tangan yang lainnya segera digerakkannya bagaikan gaetan untuk menyambar toya Sam-
ciat-kun Liok Kong yang menyambar kearah ubun2-nya.
Siauw-thiat-kauw terkejut bukan main dan diam-diam
berkata didalam hatinya: "Sungguh dahsyat sekali si kepala
gundul ini!" Sambil mengayunkan toyanya, si pemuda telah salurkan
Kihiekangnya keujung Sam-ciat-kun itu.
Tapi celaka, dilain saat toya itu mudah dihantamkan,
ternyata kena disergap si hweeshio sehingga terkandas
ditengah jalan sebelum mencapai pada sasarannya.
Begitulah dengan sebelah telapak tangannya melawan dan
mendesak ilmu Khie-kang Say-giok-hoan, sedang tangan si
hweashio yang lainnya menaham toya Liok Kong, toya itu
seolah-olah berakar pada telapak tangannya.
Si pemuda dengan susah payah mesti berkutet dengan
sekuat-kuat tenaganya, untuk dapat muembebaskan toyaxnya


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari dalam genggaman tangan pihak lawannya itu.
Tapi karena si hweeshio telah setengah harian bertempur
dengan Say-giok-hoan, maka sedikit banyak ia merasa letih
juga, hingga sesudah bertahan beberapa saat lamanya,
akhirnya ia terpaksa melepaskan juga toya yang dicekalnya
itu, yang kemudian dipergunakan oleh Liok Kong untuk
mendesak lawan itu keluar dari kalangan pertempuran.
Tapi si hweeshio hanya berkelit dan melompat kesatu
pinggiran sambil tersenyum dingin dan berkata: "Pin-ceng
telah sekian lamanya pantang melakukan pembunuhan. Jika
kedua orang itu tidak sengaja datang menimbulkan onar disini
niscaya, Pin-ceng tak akan segan membuka serangan-
serangan ini ................."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liok Kong tidak paham akan s ikap s i hweeshio yang ramah
dan sukar dimengerti itu, tetapi Say-giok-hoan lalu menyelak
dan berseru: "Siauw-thiat-kauw, janganlah kau kena diabui
oleh sikap pura2 ramah dari si bajingan itu! Dia ini pada
sebelum menjadi hweeshio, bukan lain daripada apa yang
orang-orang dikalangan Kang-ouw menamakannya Im-hong-
mo atau si Hantu Cabul. Sifatnya ganas dan licik!"
Dan apa yang telah dikatakan si nyonya pendekar itu, nyata
telah dibuktikan kebenarannya. Karena ketika baru saja Liok
Kong menurunkan toya Sam-ciat-kun ditangannya, tiba-tiba ia
telah diserang si hweeshio dengan gerakan secepat kilat.
Syukur juga Liok Kong berlaku waspada, kalau tidak, siang-
siang ia telah kena dibokong oleh si hweeshio yang curang itu.
Maha sambil melompat mundur beberapa tindak jauhnya.
Liok Kong segera putar toyanya bagaikan baling-baling
cepatnya, kemudian ia maju menerjang dengan dahsyat
sekali. Mereka bagaikan dua ekor harimau kelaparan, karena
kekalahan yang satu akan berarti mangsa yang "lezat" bagi
yang lainnya. Tapi keunggulan si hweeshio membuat Liok Kong segera
mendusin, bahwa dia sendiri bukanlah lawan yang setimpal
dari si hweshio itu. Lebih2 ketika Say-giok-hoan yang telah
mendukung Teng Siauw Eng memperingatkannya dari
kejauhan dengan mengatakan: "Siauw-thiat-kauw, kau bukan
lawannya yang setimpal! lekas lari,"
Setelah berkata begitu, Say-giok-hoan lalu mendukung
anaknya dan terus melarikan diri dengan mengambil jalan dari
belakang kelenteng Kong-hoa-sie itu.
Sementara Siauw-thiat-kauw Liok Kong yang khawatir
mereka ibu dan anak akan kabur pula kelain tempat, sehingga
ia sukar untuk mencarinya pula, maka iapun segera
menyabetkan toyanya sehingga beberapa kali kearah atas,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tengah dan bawah tubuh Im-hong-mo, kemudian mengambil
kesempatan selagi si hweeshio berkelit dan mundur
kebelakang beberapa tindak jauhnya, ia segera melesat keluar
dari kalangan pertempuran untuk mengikuti Say-giok-hoan
yang telah melarikan diri terlebih dahulu.
Si hweeshio tidak coba mengejarnya, tapi segera duduk
bersemadi untuk memulihkan tenaga-dalamnya yang letih dan
telah berkurang karena melakukan pertempuran yang amat
dahsyat dengan Say-giok-hoan Wan Ho itu.
---o~dwkz-tah~o--- BAGIAN KE - 15 Sekeluarnya dari dalam kelenteng Kong-hoa-sie, Liok Kong
lalu minta Say-giok-hoan dan Teng Siauw Eng, menunggang
kuda untuk mempercepat perjalanan mereka turun gunung,
sedangkan ia sendiri berjalan belakangan untuk melindungi
mereka dari kejarannya hweeshio jahat yang terkenal
dikalangan Kang-ouw dengan gelar Im-hong-mo itu.
Sesampainya dibawah gunung Heng-san, mereka lalu
manyewa sebuah kereta, untuk melanjutikan perjalan mereka
pulang ke Gosan. "Barusan karena masih sibuk meladeni bertempur dengan
si hweeshio jahanam itu, maka tak dapat aku menanyakan
sesuatu kepadamu," kata Say-giok-hoan pada si pemuda.
"Apakah selama ini ayah dan ibumu ada dirumah?"
Liok Kong mengangguk. "ya," jawabnya.
"Mereka memang selalu berada dirumah, untuk menantikan
kembalimu dengan mengajak kawan yang tinggi kepandaiannya!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Say-giok-hoan tidak melanjutkan pembicaraannya, masih
duduk termenung dan sewaktu-walktu menghela napas.
Dalam keadaaat begitu, tiba-tiba Siauw Eng memanggil:
"Kong-ko...., Kong-ko......"
Tatkala Liok Kong menjenguk kedalam kereta, ternyata
wajah si nona agak lebih segar dari pada tadi, sedang Siauw
Eng yang melihat sorot mata si pemuda yang lemah-lembut
dan bibirmya yang selau tersenyurm dengan lantas ia
menyekal tangan orang dan berkata: "Kong-ko, aku hampir
tak percaya akan dapat berjumpa pula denganmu!"
Liok Kong balas menyekal tangan si nona erat2 sambil
berkata: "Siauw Eng, telah setengah bulan lamanya, aku
merantau dan mencari kalian berdua, tapi syukur juga Thian
yang Maha Kuasa masih kasihan kepadaku, maka akhirnya
aku menjumpai kau pula dalam kelenteng diatas gunung itu.
Tapi cara bagaimana kamu berdua bisa kejadian bertempur
dengan hweeshio jahat itu?"
"Aku hanya menuruti kemana ibu pergi," sahut Siauw Eng.
Tetapi tidak mengetahui apa-apa maksud ibu yang
sebenar-benarnya. Ketika kami meninggallkan rumahmu pada petang hari aku
telah mengikut ibu buat pergi menyelidiki dimana
bersembunyinya seorang yang bernama lm-hong-mo Ciang
Sie. Tapi meski mencari kesana-sini sehingga berbulan-bulan
lamanya, belum juga kami bershasil menjumpainya.
Pada hari kemarin ketika mampir kekedai arak, kami telah
bertemu dengan Tio Piu yang kelakuannya sangat kurang ajar,
sehingga ibu jadi amat gusar dan bertengkaran dengannya
dan beberapa orang-kaki tangannya. Tetapi mereka semua
bukan tandingan kami, sehingga kami bertempur bsru
beberapa jurus, kami telah hantam mereka sebingga lari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tunggang langgang. Dan diwaktu mereka hendak meninggalkan kedai itu. Tio Piu telah sesumbar hendak
mengundang Su-couwnya untuk "menundukkan" kami berdua
anak dan ibu. "Siapakah Su-conwmu itru" T iba2 ibu bertanya bengis.
"Kami akan satroni tempat kediamannya untuk menyapu
bersih segala kotoran dunia itu!"
"Beliau adalah hweeshio di Kelenteng Kong-hoa-sie di
Siong-sham-peng" sahut Tio Piu dengan perasaan bangga.
"Dahulu ia dikenal orang dikalangan Kang-ouw dengan nama
julukan Im-hong-mo! Jika kau mempunyai nyali, bolehlah kau
susul beliau kesana, kalau tidak sia-sia saja dirimu
mengantarkanr jiwa kesana!"
Oleh karena mendengar nama-gelar itu, Ibu jadi semangkin
bernapsu dan lalu mengajak aku berangkat ke Kong-hoa-sie,
dimana Ibu telah bertanding sehari semalam lamanya dengan
hweeshio itu, saat sesudah ia menangkap gembolanku dan
balas memukukan gembolanku kearah bahuku, hingga aku
jatuh roboh diatas jubin, hingga akhirnya aku pingsan."
Liok Kong mengusap-usap bahu si nona yang terluka bekas
terpukul oleh gembolan yang makan tuan itu. tetapi
mendadak hatinya merasa kurang enak, ketika memandang
pada huruf-huruf yang dicacah pada lengan si nona itu.
"Rahasia apakah yang sebenarnya telah terjadi dibalik
huruf2 yang dicacah diatas kulit lengan Siauw Eng itu?" si
pemuda dengan berulang-ulang bertanya pada dirinya sendiri.
Tapi ia tak suka akan kekalutan pikirannya itu diketahui oleh
Siauw Eng, sehingga merusak kegembiraan hati s i nona disaat
itu. "Hanya atas kasihan Thian Yang Maha Kuasa bagaimana
hendak diatur-Nya lelakon hidupku ini!" katanya sebagai suatu
hiburan. "Siauw-thiat-kaunw" kata Say-giok-hoan akhirnya, "marilah
kita segera percepat perjalanan kita ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Untuk maksud apakah kita mesti berbuat begitu?" Liok
Kong bertanya dengan hati bercekat. Bukankah dengan
begitu, kau berniat juga untuk mempercepat tuntutanmu atas
ayah bundaku?" "Tidak usah kau terlalu curiga kepadaku, juga tidak dapat
kubenarkan atas sikapmu itu!" kata Say-giok-hoan dengan
suara tenang. "Yang benar adalah bahwa aku sangat membutuhkan
bantuan ayahmu, karena tanpa mendapat bantuan mereka
berdua, tidak mungkin kami menaklukkan si kepala gundul
yang keji itu!" Liok Kong tampak masih ragu2 akau kejujuran si nyonya
pendekar itu. "Say-giok-hoan," katanya, "apakah kau sungguh2 tidak
bermaksud akan menjebak ayah bundaku?"
"Seumur hidupku tak pernah aku menipu atau mendustai
orang dengan cara2 yang yang keji dan memalukan!" kata
Say-giok-hoan dengan rupa mondongkol.
"Lagi pula kamu barusan telah menolong, kami ibu dan
anak di Kelenteng Kong-hoa-sie, apakah itu belum cukup
untuk melunaskan hutang yiwa Kouw-bian-sin yang tewas
dalam tangan ayahmu dengan secara tidak sengaja" Persoalan
sekarang yang hendak kupinta bantuan ayah bnndamu, bukan
lain dari perhutangan jiwa Siauw Eng terhadap orang lain yang
harus melunasinya sekarang juga! Apakan kau sekarang
paham akan maksudku yang sebenar-benarnya?"
Liok Kong jadi bengong mendengar keterangan begitu.
"Apakah si hweeshio itu sesungguhnya musuh besar Siauw
Eng?" tanyanya ragu-ragu.
"Mengenai hal ini," kata Say-giok-hoan, "paling betul kau
jangan perdulikan dahulu. karena nanti juga kau akan ketahui
duduknya persoalan yang sebenar-benarnya. Tapi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpenting adalah disamping bantuan ayah bundamu..........
kami akan bantu membersihkan nama baik ayahmu, yang
dituduh orang dengan secara membabi-tuli .......... dengan
jalan mencacah kulit lengan Siauw Eng dan mengadu
dombakan kepadanya dengan ayahmu! ................ Ayoh, mari
kita berangkat ke Go-san!"
Liok Kong yang telah mulai sadar akan duduknya persoalan
yang telah membuat ia menderita pada empat bulan yang
lampau itu sudah barang tentu menyambut kabar itu dengan
hati geimbira, lebih-lebih ketika mendengar Say-giok-hoan
menyatakan kcsediaannya untuk bantu membersihkan nama
baik ayanya sendiri. Oleh sebab itu, dimanalah ada aturan
untuk menolak kebaikan s i nyonya pendekar itu dengan begitu
saja" Pada suatu hari kereta yang membawa ibu dan anak itu
telah sampai dimuka gedung keluarga Liok, dimana sesudah
menambatkan kudanya, Liok Kong segera masuk kedalam dan
menjumpai ayah bundanya sambil berkata: "Ayah.....! Ibu.....!
Say-giokhoan dan Siauw Eng telah kembali"
Liok Keng dan Bun So Giok kaget bukan buatan mendengar
nama2 itu disebutkan oleh putra mereka, tapi berbareng
merasa heran juga melihat sikap dan wajah Liok Kong yang
penuh kegembiraan dan ber-seri2.
"Mereka itu dimana?" Liok Keng mendahului istrinya
bertanya. "Diluar......" sahut Liok Kong, "mereka pulang bersama-
sama aku!" Liok Keng yang mendapat firasat akan terjadinya sesuatu
hal yang luar biasa, dengan lantas ia memerintahkan:
"Silahkan masuki!"
Sebegitu lekas kata-kata itu diucapkan, Say-giok-hoan
segera muncul dan memberi horntat pada Liok Keng suami-
istri. Tapi sebelum mereka berbicara, terlebih dahulu Wan Ho
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menoleh pada Liok Keng dan berkata: "Siauw-thiat-kauw, kau
boleh ajak Siauw Eng masuk, aku disini ada suatu urusan yang
hendak dibicarakan dengan Tong-teng-siang-hiap!"
Liok Kong mengangguk dan lalu mengajak Siauw Eng
masuk, sedang Say-giok-hoan sendiri lalu duduk dihadapan
kedua orang suami-istri yang tampaknya masih bersikap
bermusuhan itu. Karena disamping Bun So Giok yang bermuka masam,
tangan Liok Keng selalu tidak pisah dari gagang pedang Ceng-
hong-kiam yang setiap hari disorennya, sejak Say-giok-hoan
dan Siauw Eng me lakukan kerusuhan dan berlalu sambil
ancam mengancam. ''Apakah kamu berdua baik2 saja?" Say-giok-hoan mulai
berbicara dengan disusul oleh senyuman getir.
"Baik atau tidak, ada apakah sangkutannya denganmu?"
selak Bun So Giok dengan suara ketus.
Tapi Say-giok-hoan yang tidak bermaksud akan bertengkar,
lalu menoleh pada Liok Keng sambil berkata: "Liok Tay-hiap,
aku ada suatu urusan yang hendak minta bantuan kamu
berdua suami-isteri, untuk menyelasaikannya. Tetapi belum
tahu, apakah kamu sudi memberikan bantuan yang aku
butuhkan itu?" Liok Keng dan Bun So Giok yang tidak pernah pikir Say-
giok-hoan akan mengucap demikian, sudah barang tentu
segera merobah sikap mereka dan menjawab: "Cobalah kau
tuturkan!'' "Ada seorang yang bernama Im-hong-mo." kata Say-giok-


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hoan Wan Ho, "apakah kamu pernah dengar atau kenal
dengan nama itu?" Liok Keng tiba2 menatap wajah Say-giok-hoan dengan rupa
heran dan menjawab: "Orang ini dahulu bersahabat karib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Kouw-bian-sin, mengapakah kau berbalik bertanya
kepadaku?" Tapi Say-giok-hoan tidak menjawab pertanyaan itu, selain
mengatakan : "Orang ini, kini telah menjadi Hweeshio
dikelenteng Kong-hoa-sie di gunung Heng-san. Jika kamu
berdua istri sudi membantu aku untuk melakukannya, aku
pasti akan berterima kasih sekali kepadamu berdua."
Tong-teng Siang-hiap yang tidak mengetahui betul
duduknya persoalan si nyonya meminta bantuan mereka
untuk menindas Im-hong-mo Ciang Sie, sudah tentu saja jadi
bengong sesaat lamamya, tetapi Bun So Giok yang belum
mempercayai ketulusan hati Say-giok-hoan lalu tertawa dingin
dan berkata: "Apakah barangkali kau bermaksud akan
memancing kami naik keatas gunung untuk melaksanakan
seosuatu maksudmu yang tertentu?"
Say-giok-hoan yang mudah naik darah, keruan saja jadi
gusar dan berseru: "Bun So Giok, kau buka mulut harus dipikir
dahulu! Sudah berapa kali aku menggunakan s iasat keji untuk
memperdayai kepadamu?"
Tetapi Liok Keng yang biasa menghadapi peristiwa tegang
serupa itu, dengan tenang segera menyelak: "Sabar.....,
sabar......! Kamu berdua tak usah bertengkar. Kami selalu
bersedia akan membantu kepadamu, jika persoalanmu itu
memang pantas kami bantu. Cobalah kau tuturkan duduk
persoalannya dengan sejelas-jelasnya."
Say-giok-hoan menghela napas untuk me lapangkan
dadanya, kemudian ia merogo sakunya dan menunjukkan
secarik kertas, yang ternyata bertuliskan dengan huruf-huruf
tipe jaman Song yang pernah ditulis sebagai segel pedang
Ceng-hong-kiam oleh Liok Keng.
"Tengoklah ini!" katanya. "Secarik! kertas inilah yang telah
membuka rahasia permusuhan yang luar biasa ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Liok Keng suami-istri masih tinggal tetap kurang
paham, mengenai pembeberan rahasia permusuhan yang
dikatakan Say-giok-hoan berdasarkan segel pedang Ceng-hog-
kiam itu. "Rupanya kamu berdua masih belum paham juga akan
maksudku itu" kata Say-giok-hoan.
Dan sesudah ragu2 sesaat lamanya, akhirnya ia
melanjutkan juga: "Jika dipikir, persoalan ini sesungguhnya sangat memalukan sekali. Tapi apa mau dikata, aku perlu
menjelaskan juga duduk persoalannya, setelah sekarang aku
sadar, bahwa kita berdua berada dipihak yang telah diadu-
domba-kan orang lain. Demikianlah asal-mula terjadinya
persoalan tersebut."
Pada delapan-belas tahun yang lampau, Say-giok-hoan
Wan Ho dan suaminya Koaw-bian-sin Teng Tin telah berdiam
dilereng gunung Kiu-kiong-san, dimana kerap berkunjung
orang2 gagah dari golongan Kang-ouw hitam.
Diantara sahabat karib Teng Tin, terhitung juga Im-hong-
mo Ciang Sie, yang dijaman itu masih menjadi seorang
perampok yang sangat ditakuti dan terkenal keji.
Im-hong-mo Ciang Sie ini diam-diam menyintai Say-giok-
hoan Wan Ho, tetapi sampai sebegitu jauh dia tak pernah
mengutarakan rasa cintanya dengan secara terbuka karena
disamping mempunyai rasa segan pada Kouw-bian-sin Teng
Tin, iapun khawatir kalau nanti Say-giok-hoan menolak
kecintaannya itu. Pada setahun kemudian, Say-giok-hoan telah melahirkan
seorang anak perempuan, yalah Teng Siauw Eng, yang
kemudian terkenal dikalangan Kang-ouw dengan nama julukan
Pek-hoa-sian-cu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Im-hong-mo Ciang Sie yang selalu tidak dapat melupakan
Say-giok-hoan yang sangat dicintainya, kemudian mendapat
suatu akal untuk mencelakai Kouw-bian-sin Teng Tin dengan
jalan "Lempar batu sembunyi tangan", yaitu dia yang berbuat,
Kauw-bian-sin yang menanggung risikonya. Mula-mula ia
minta maaf sebesar-besarnya dan minta supaya Kouw-bian-sin
suka, berjanji, akan tidak mengambil tindakan sesuau
terhadap diri orang yang menghianatinya, karena hal ini ada
sangkut pautnya dengan sesuatu perkara yang memalukan,
yang menurut pendapatnya masih bisa dimaafkan, dari pada
kalau nanti ia mengambil tindakan menurut kegusaran rasa
hatinya. Dan tatkala Kouw-bian-sin menanyakan rahasia apa yang
disampaikan kepadanya, dengan terlebih dahulu berjanji akan
menutup mulut meski dia dihukum mati, Im-hong-mo lalu
membisiki ditelinganya bahwa Say-giok-hoan telah.......
melakukan perhubungan rahasia dengan laki-laki lain, hingga
dari hasil hubungan itu diperoleh Siauw Eng sebagai
"hasilnya". Kouw-binan-sin Teng T in mendengar pengaduan palsu itu,
sudah barang tentu jadi sangat gusar dan berniat akan coba
menanyakan hal ini kepada sang istri itu, tapi karena ia
seorang yang takut istri lagi pula telah mendapat "peringatan
halus" dari Im-hong-mo Ciang Sie, maka ia hanya bisa marah
didalam hati, tetapi tak kuasa akan menghilangkan rasa
penasaran itu dengan kata-kata.
Oleh sebab itu, sejak waktu itu dan se lanjutnya, ia menjadi
dingin sekali dalam hubungan sebagai suami-istri dengan say-
giok-hoan dan sebagai ayah-anak dengan Siauw Eng, yang
sebenarnya adalah anaknya sendiri.
---o~dwkz ah~o--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
BAGIAN KE - 16 - TAMAT Pada suatu waktu Siauw Eng telah hilang dari rumah
keluarga Teng, hingga Say-giok-hoan jadi amat chawatir dan
mencarinya kian-kemari dengan sia2, sedang Kouw-bian-sin
yang diberitahukan tentang kejadian ini, menyambut "berita
tegang" dengan secara adem dan tenang, "Anak itu toh bukan
anakku sendiri," pikirnya, "buat apakah aku memusingkan
untuk pergi mencarinya?"
Melihat sikap Teng Tin yang sedemikian ademnya itu, Im-
hong-mo lalu pura2 menyatakan kurang senangnya dihadapan
Say-giok-hoan, dengan mengatakan bahwa T eng Tin itu sama
sekali tidak mempunyai rasa kasih sayang kepada anaknya
sendiri. Tapi si nyonya pendekar ini tidak sadar, jika Ciang Sie
tengah memasang siasat untuk merenggangkan kecintaan
antara kedua suami-istri itu.
Pada lain waktunya Siauw Eng yang memang telah
dilarikan oleh Ciang Sie dan dicacah lengannya dengan kata2
yang bermaksud mengadu dombakan pihak lain, telah
diketemukan oleh Say-giok-hoan dibawah kaki gunung ketika
ia justru hendak melanjutkan usaha untuk mencari anaknya
yang hilang itu. Tapi alangkah herannya si nyonya itu, ketika melihat tulisan
dicacah pada lengan anak perempuan itu.
"Ini tentunya bukan anak kita!" kata Kouw-bian-sin. Tetapi
Say-giok-hoan lalu mendampratnya dengan kata-kata yang
pedas sekali, bahwa hanya seorang bapak yang tidak
mengenal kewajiban dan acuh tak acuh, t idak mengenal pada
anaknya sendiri. Sedangkan ia yang menjadi ibu kandung dan telah
melahirkannya, dimanakah ada aturan tidak dapat mengenali
pada anaknya sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah pada waktu itu juga, ketika selanjutnya pertengkaran2 kerap terjadi dirumah tangga Kouw-bian-sin,
hingga Teng T in tampaknya tidak "kerasan" berdiam dirumah
lama-lama. Maka sejak itu ia lebih suka keliaran diluaran
dengan kawan-kawannya dari golongan Kang-ouw hitam, dari
pada bercampur gaul dengan orang-orang gagah yang baik-
baik. Selama ini Ciang Sie kembali telah menimbulkan kesulitan
pula dengan jalan diam-diam mencuri pedang Ceng-hong-
kiam dari kamar perpustakaan Liok Keng, yang sebenarnya
telah disegel dengan mempergunakan secarik kertas yang
dibuat dari pada kulit kayu pohon murbei.
Pedang ini yang diserahkannya pada Teng Tin sebagai
hadiah dari seorang sahabat, denggan kertas segelnya masih
tinggal tetap melekat pada-gagang pedang tersebut.
Petang hari itu selagi ia hendak coba mencabut pedang itu
untuk diperiksa, dengan surat segelnya diletakkan diiatas
meja, tiba-tiba dari sebelah luar terdengar derap kaki Say-
giok-hoan yang menuju kejurusannya, hingga lekas2 ia
sembunyikan pedang itu dibawah kasur.
Sementara ini nyonya yang berjalan masuk dan melihat
secarik kertas bertulisan terletak diatas meja,
lalu menjumputnya dan hendak coba membaca apa bunyinya,
tetapi Kouw-bian-sin Teng Tin lekas-lekas merampasnya dan
berkata: "Aiii......, ternyata aku telah kelupaan meletakkan
kertas itu diatas meja!"
Tetapi Say-giok-hoan yang belum dapat membaca apa
bunyinya, sudah banang tentu jadi sangat Penasaran dan
segera menjambretnya, sehingga sudut kertas itu sompek,
tetapi telah keburu dilarikan Teng Tin sebelum dapat dibaca
apa isinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lelaki sialan!" seru Say-giok-hoan dengan perasaan
cemburu dan segera coba mengejar Teng Tin tetapi Kouw-
bian-sin terlebih siang telah menghilang ditelan kegelapan.
Oleh sebab itu, dengan hati mendongkol si nyonyapun
masuk kembali kedalam rumah, dimana ia hampir bertubrukan
dengan Im-hong-mo Ciang Sie, yang ternyata dari tadi
bersembunyi diatap rumah dan mendengarkan kedua suami-
isteri itu saling rebutan kertas segel pedang Ceng-hong-kiam
yang dihadiahkannya pada Teng Tin untuk melaksanakan
siasat busuknya. Maka dengan berpura-pura menjadi juru pemisah, si
bajingan itu telah berkata: "Ada apa ini ribut-rilbut?"
"Barusan Kouw-bian-sin telah melarikan secarik kertas yang
kebetulan terletak dimeja dan aku hendak baca apa
bunyinya," menerangkan Say-giok-hoan.
"Apakah kiranya ada rahasia sesuatu didalamnya, sehingga
ia begitu ketakutan, dan melarikan secarik kertas itu dengan
ter-gesa2" Ciang Sie menyeringai sambil mengerlingkan matanya.
"Ya memang tepat sekali anggapanmu itu." ia coba
membakar hati si nyonya. "Jangankan terhadap kau yang menjadi isterinya,
sedangkan terhadap akupun yang menjadi sahabat karibnya,
tampaknya ia adem sekali. Ini tidak heran. Tentu ada udang
dibalik batu!" Say-giok-hoan yang kurang cerdik dan mudah ditipu orang,
benar-benar saja timbul anggapan yang bukan-bukan
terhadap suaminya itu. "Ada kemungkinan dia mempunyai hubungan gelap dengan
perempuan lain," kata si nyonya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena beberapa waktu ini tampaknya ia tidak tinggal
tinggal dirumah." "Jamak....!, jamak....!" kata Ciang Sie. "Kaum pria memang
laz imnya begitu!" Tetapi ia segaja tidak tinggal lama disitu dan segera
meminta diri dengan laku hormat yang di-buat2.
Ditempat gelap tidak berapa jauh dari rumah itu, barusan ia
melihat Kouw-bian-sin dengan, tidak disengaja menjatuhkan
secarik kertas, yang rupanya telah dibikin jatuh tanpa terasa
olehnya. lm-hong-mo menjemput secarik kertas itu, yang ternyata
bukan lain daripada segel pedang Ceng-hong-kiam, yang lalu
disimpan kedalam saku bayunya.
Diwaktu hendak berlalu, tiba-tiba ia mendengar Say-giok-
hoan disebelah dalam mengomel dan menggebrak meja:
"Aiii...., dasar lelaki sialan! katanya ia telah menyembunyikan
sebilah pedang dibawah kasur ! Rupanya dengan pedang
inilah ia hendak menghabiskan jiwaku ! Ka lau nanti ia pulang,
mesti tanyakan hal ini dengan se-jelas-jelasnya !"
Sementara Im-hong-mo Ciang Sie yang mendengar
omongan itu, tiba-tiba timbul suatu siasat keji didalam
hatinya. Maka sambil menunjukkam senyuman iblis dibibirnya, ia
mencelat keatas genting dan menantikan disitu sampai Say-
giok-hoan membawa bayi Siauw Eng kelain kamar, kemudian
ia masuk dengan diam2 dan membawa pergi pedang itu untuk
kemudian dikembalikan ketempat asalnya dikamar perpustakaan Liok Keng, dengan segelnya dilekatkan kembali
pada gagang pedang tersebut !
"Dengan berbuat begini," pikir s i penjahat didalam hatinya,
"Kouw-bian-sin suami-isteri akan berantakan, sedang si tua
bangka Liok Keng yang menjadi musuh keturunan kawan2ku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikalangan Kang-ouw hitam, akan menerima pembalasan dari
anak perempuan itu di kemudian hari! Oleh sebab itu,


Tjeng Hong Kie Su Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukankah ini merupakan siasat dengan sekali tepuk
memperoleh tiga ekor lalat ! Hi...., hi...., hi.... Hi..., hi..., hi...
!" (Si bajingan tertawa girang untuk keruntuhan pihak saingan
dan musuh-musuhnya). Oleh karena akibat dari pada s iasat busuk Im-hong-mo itu,
hampir saja kebahagiaan dua rumah tangga hancur lebur,
sedang Say-giok-hoan yang sangat dicintainya, akhirnya
tinggal tetap menjadi isteri Koww-bian-sin Teng Tin, setelah
kemudian ia sadar dan mengetahui, bahwa ia telah diadu-
dombakan oleh sahabat yang palsu itu.
Sementara Im-hong-mo Ciang Sie yang kemudian khawatir
akan pembalasan dari musuh-musuh-nya, segera kabur kelain
tempat dan akhirnya meajadi hweeshio dikelenteng Kong-hoa-
sie yang telah dirampasnya dengan secara kekerasan itu.
Hweeshio yang ada disitu dibunuh mati seluruhnya, sedang
harta benda Kelenteng itu dikangkangi sabagai miliknya
pribadi. Demikianlah singkatnya penuturan Say-giok-hong itu.
"Sesudah sekarang kami mengetahui salah dan kembali
pada jalan yang benar," kata si nyonya pendekar itu, "apakah
kiranya Tong-teng siang-hiap berdua akan membantu usaha
kami untuk menuntut balas pada Im-hong-mo Ciang Sie dam
berbarengan membersihkan nama Liok Tay-hiap dari tuduhan
rekan-rekan dikalangan Kang-auw?"
"Nyata persoalan telah ber-belit-belit sedemikian rupa !"
kata Liok Keng sambil menghela napas, "aku sama sekali tak
menduga, bahwa dibelakangku masih saja ada musuh-musuh
yang hendak menikam dengan senjata secara gelap"
"Kalau demikian duduk persoalan-nya," kata Bun So Giok
yang tidak berbeda dengan seorang yang baru sadar dari
impian, "aku menyatakan bersedia untuk membantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepadamu, tidak peduli hal apapun yang akan terjadi atas
diriku !" "Tidak usah kau turut campur!" kata Liok Keng.
"Karena aku scorang-pun rasanya sudah lebih dari cukup !"
Siauw-thiat-kauw Liok Kong dan Pek-hoa-sian-cu Teng
Siauw Eng yang ternyata mencuri dengar pembicaraan itu dan
balik kere, dengan lantas mereka keluar dengan serentak dan
berkata : "kami berduapun akan turut juga naik keatas
gunung untuk menggempur si Hantu Cabul itu! "
---o~dwkz ah~o--- Begitulah sete lah beristirahat semalaman, pada hari
esoknya Say-giok-hoan Wan Ho kembali ke kelenteng Kong-
hoa-sie digunung Heng-san, dengan di-iringi oleh Liok Keng
suami-isteri Liok Kong dan Teng Siauw Eng, yang semuanya
berjumlah lima orang. Karena sebelum berangkat, Liok Kong telah menduga dari
awal, bahwa Im-hongmo Ciang Sie yang mengetahui Say-giok-
hoan dan kawan2 akan balik kembali guna membikin
pembalasan, sudah barang tentu akan mengumpulkan juga
murid-muridnya, antara mana tidak ketinggalan Tio Piu dan
kaki tangan serta anak semangnya, yang sama-sekali
berjumlah tidak kurang beberapa puluh orang banyaknya.
Tapi mereka semua dianggap remeh dan gentong2 nasi
belaka oleh Teng Siauw Eng dan Liok Kong. Yang kemudian
telah disapu bagaikan orang yang menyapu daun-daun kering
dari halaman rumah. Dengan menyampingkan peristiwa2 yang kurang pentig,
sekarang kita curahkan perhatian kita dari penggerebekan
besar2-an yang dilakukan oleh Liok Keng dan kawan-kawan
itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gambar - 06 Liok Kong dan kawan-kawan mengepung Im-hong-ma
Ciang Sie dengan serentak.
Dan tatkala Tio Piu dan beberapa banyak murid-murid Im-
hong-mo Ciang Sie telah terbinasa dan luka-luka, maka
pengepungan sekarang dialihkan pada diri Ciang Sie seorang,
yang ternyata amat gigih dan tidak gengtar dikeroyok oleh
sekian banyak musuh2 kawakan seperti Liok Keng, Say-giok-
hoan, dan yang lain-lainnya.
Dengan Pan-koan-pit ditangan Say-giok-hoan telah
menuding lm-hong-mo Ciang Sie sambil membentak : "Hai....!
bajingan besar ! Pada tujuh-belas tahun yang lampau kau
telah mengatur s iasat busuk untuk merusakkan rumah tangga
kami, sakit hati mana hingga kini belum juga terbalas himpas !
Maka dengan kembalinya kami sekalian pada hari ini, kau
tentu paham akan maksud kami sekalian !"
Tapi Im-hong-mo Ciang Sie yang selalu berbesar hati dan
tak pernah mundur setapakpun dalam pertempuran, dengan
tertawa ter-bahak2 menjawayb: "Bagus....., bagus........! Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paham akan maksud kalian, yakni me lakukan keroyokan
dengan secara pengecut! "
Maka kelima orang itu yang semula memang sesungguhnya
hendak megepung Im-hong-mo dari segala jurusan, beberapa
diantaranya segera melompat mundur dengan perasaan tidak-
enak. "Baik......., baik........., kata Liok Keng, "sekarang kau boleh
pilih siapa diantara kita ber-lima yang hendak kau coba
kelihayannya!" "Tidak usah berlaku sungkan, kawan!" kata Ciiang Sie
dengan suara menyindir. "Kalau aku menjadikan, tentunya akan kukatakan Ini dialah
lawanmu!" "Masalah begitu goblok dan tolol akan melawan anak2 yang
baru disapih" Liok Keng gusar bukan buatan, hingga dengan menghunus
pedang Ceng-hong-kiam ia tampil kemuka untuk menyerukan
yang lain-lainnya untuk mundur, sedang ia sendiri lalu
menudingkan pedangnya pada si hweeshio sambil membentak: "Tengok! Inilah pedang yang kau pernah curi dan
akan mengambil jiwamu dalam beberapa detik! "
Sambil berkata begitu, si pendekar tua segera menerjang,
pada Im-hong-mo Ciang Sie yang lalu mencabut Jwan-pian
dari pinggangnya, yang diwaktu ia dikepung tadi tidak pernah
dipergunakannya. Dan sekarang dengan senjata itu ditangannya, ia
bertempur dengan Liok Keng bagaikan singa kelaparan yang
sedang menghadapi mangsanya.
Tapi liok Keng yang telah berpengalaman dalam
pertempuran2 dengan jago2 Silat dikalangan Kang-ouw,
dengan sikap yang tenang telah memutarkan pedangnya
untuk meladeni bertempur dengan si hweeshio, Sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilain saat orang hanya melihat dua tubuh manusia yang
berkelebatan kekiri dan kekanan, keatas dan kebawah, hingga
semua orang jadi kagum menyaksikan ilmu kepandaian kedua
jago kawakaan yang, sedang menguji tenaga masing-masing
......... yang satu lebih gesit daripada yang lainnya, sedangkan
yang lainnya pula dapat bergerak bagaikan seekor kucing
lincah dan entengnya. Kian lama pertempuran itu kian bertambah cepat, hingga
akhirnya......hampir sukar dibedakan, yang mana Liok Kong
dan yang mana Ciang Sie. Dan tatkala pertempuran berlangsung kira2 seratus jurus
lamanya, tiba2 diantara berkelebatnya sinar pedang Ceng-
hong-kiam terdengar suara jeritan yang mengatakan:
"Liok Keng! binasalah aku sekali ini!"
Dan bersamaan dengan habisnya suara itu, Im-hong-mo
Ciang-Sie jatuh roboh dengan tubuh mandi darah.
Karena diwatu ia hendak menangkis pedang Ceng-hong-
kiam yang diluncurkan ke-ulu hatinya, Jwan-piannya telah
kutung menjadi dua potong, hingga ujung pedang Liok Keng
telah mengenakan sasarannya dengan secara tepat sekali.
Hal mana sudah barang tentu telah membuat Say-giok-
hoan dan yang lain2nya bersorak karena amat gembiranya.
Demikianlah lm-hong-mo Ciang Sie yan,g berselimut
hweeshio untuk menipu musuh2-nya, pada akhirnya telah
menerima juga ajalnya diujung pedang Ceng-hong-kiam,
hingga sebuah bintik baru telah nampak bertambah diatas
badan pedang tersebut! Dan inilah akan merupakan bintik
yang terakhir!" kata Liok Keng dengan tubuh basah kuyup
karena berpeluh. "Karena setelah ia berjasa membunuh hweeshio tetiron itu,
iapun berjasa pula dalam mengakhiri drama permusuhan yang
luar biasa ini!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dengan begitu," Bun So Giok menambahkan, "segala
sesuatu telah berakhir dengan selamat hingga kita boleh
kembali ke Go-san untuk merayakan pesta selamatan untuk
kedua kalinya!" Sementara Teng Siauw Eng yang masih ragu akan hal ihwal
dirinya, dengan lantas menghampiri pada Say-giok-hoan dan
bertanya: "Ma, benarkah aku ini anak kandungmu?"
Say-giok-hoan lalu memeluknya dan menjawab: "Siapa
bilang kau bukan anak kandungku?"
Siauw Eng bersyukur didalam hati dan mengucurkan
airmata saking girangnya.
Sinar matahari baru saja condong kebarat, ketika mereka
dengan beramai-ramai meninggalkan Ciang Sie dan murid
muridnya yang bergelimpangan disana sini.
Semua orang tampak gembira, tetapi jauh lebih gembira
dengan apa yang terasa dalam hati sepasang kekasih itu:
Siauw-thiat-kauw Liok Kong dan Pek-hoa-sian-cu Teng Siauw
Eng. T A M A T Biang Ilmu Hitam 4 Wiro Sableng 048 Memburu Si Penjagal Mayat Utusan Dari Negeri Leluhur 1
^