Kucing Ditengah Burung Dara 1
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie Bagian 1
Cat Among the Pigeons Kucing di Tengah Burung Dara
KUCING DI TENGAH BURUNG DARA
\ DILARANG MENGKOMERSILKAN!!! =kiageng80=
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000-000,- (seratus juta
rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie KUCING DI TENGAH BURUNG DARA
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2002
CAT AMONG THE PIGEONS by Agatha Christie
Copyright " Agatha Christie Limited 1959 All rights reserved
KUCING DI TENGAH BURUNG DARA Alih bahasa: Ny. Suwarni A.S. Desain sampul: Dwi
Koendoro GM 402 99.104 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah
Selatan 24-26 Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI,
Jakarta, Juni 1986 Cetakan keempat November 1999 Cetakan kelima: Agustus 2000 Cetakan keenam:
November 2002 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
CHRISTIE, Agatha Kucing di Tengah Burung Dara/Agatha Christie; alih bahasa, Ny. Suwami
A.S. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1999?360 him; 18 cm
Judul asli: Cat among the Pigeons ISBN 979 - 403 - 103 - 8
1. Fiksi Inggris 1. Judul D. A.S., Ny. Suwami
823 Dicetak oleh Percetakan PT Ikrar Mandiriabadi, Jakarta Isi di luar tanggung
jawab Percetakan Untuk Stella dan Larry Kirwan
Daftar Isi Pendahuluan Semester Musim Panas 9?1. Revolusi di Ramat 29
2. Wanita di Balkon 39 3. Memperkenalkan Tuan Robinson 53
4. Kembalinya Seorang Pelancong 70
5. Surat-surat dari Sekolah Meadowbank 87
6. Hari-hari Pertama 97 7. Petunjuk-petunjuk Kecil 110
8. Pembunuhan 125 9. Kucing di Tengah Burung Dara 141
10. Kisah yang Fantastis 156
11. Rapat 172 12. Lampu Aladin 181 13. Bencana 196 14. Bu Chadwick Tak Bisa Tidur 210
15. Pembunuhan Terulang Lagi 220
16. Teka-teki Pavilyun Olahraga 229
17. Gua Aladin 246 18. Perundingan 261 19. Perundingan Dilanjutkan 272
20. Percakapan 282 21. Mengumpulkan Bahan-bahan 292
22. Insiden di Anatolia 306
23. Penyelesaian 310 24. Penjelasan Poirot 330
25. Warisan 344 7 PENDAHULUAN Semester Musim Panas Hari itu adalah hari pembukaan semester musim panas di sekolah Meadowbank.
Matahari senja menyinari batu-batu kerikil di jalan masuk yang lebar yang menuju
ke bagian depan gedung sekolah. Pintu depan yang terbuka lebar memberi kesan
ramah. Tak jauh dari pintu itu berdiri Bu Vansittart, rambutnya ditata rapi
sekali. Ia mengenakan setelan jas dan rok yang tak bercacat. Penampilan Bu
Vansittart sesuai benar dengan tata ruang bangunan bergaya Georgia itu.
Beberapa orang tua murid menyangka bahwa dia adalah Bu Bulstrode sendiri. Mereka
tak tahu bahwa Bu Bulstrode mempunyai kebiasaan untuk menarik diri dalam kamar
yang tersembunyi. Hanya orang-orang yang terpilih dan istimewa saja yang dibawa
menghadap dia. Di sebelah Bu Vansittart berdiri Bu Chadwick, yang menangani suatu bidang yang
agak berbeda. Bu Chadwick adalah seorang wanita yang menyenangkan, luas
pengetahuannya, dan merupakan orang penting di sekolah Meadowbank; begitu
pentingnya hingga orang sulit membayangkan Meadowbank tanpa dia. Meadowbank tak
mungkin berjalan tanpa dia. Bu Bulstrode dan Bu Chadwick dulu bersama-9
sama mendirikan sekolah Meadowbank. Bu Chadwick mengenakan kaca mata tanpa
gagang, agak bungkuk, dan pakaiannya tanpa selera. Bicaranya ramah tetapi tak
jelas, dan dia adalah seorang ahli matematika yang cemerlang.
Kata-kata sambutan untuk orang tua murid yang diucapkan oleh Bu Vansittart
dengan ramah bergema ke seluruh gedung.
"Apa kabar, Nyonya Arnold" Bagaimana, Lydia, senangkah kau berlayar ke Yunani"
Beruntung benar kau mendapat kesempatan sebaik itu! Apa kau membuat foto-foto
yang bagus-bagus?" "Ya, Lady Garnett, Bu Bulstrode sudah menerima surat Anda mengenai mata
pelajaran kesenian itu, dan segalanya sudah diatur."
"Apa kabar, Nyonya Bird"... Sayang sekali, saya rasa Bu Bulstrode tidak akan
sempat membahas soal itu hari ini. Kalau Anda mau, Anda bisa membicarakannya
dengan Bu Rowan, karena dia juga menguasai soal itu. Bagaimana?"
"Kami telah memindahkan kamar tidurmu, Pamela. Kamarmu sekarang di ujung, di
dekat pohon apel...."
"Ya, memang. Lady Violet, cuaca memang buruk sekali selama musim semi yang lalu
ini. Apakah ini putra bungsu Anda" Siapa namanya" Hector" Bagus sekali pesawat
terbangmu, Hector." "Tres heureuse de vous voir, Madame. Ah, je regrette, ce ne serait pas possible,
cette apres-midi. Mademoiselle Bulstrode est tellement occupee."'*
^"Senang sekali bertemu Anda, Madame. Aduh, maaf sekali, tak mungkin petang ini.
Mademoiselle Bulstrode sibuk sekali "
10 "Selamat petang, Profesor. Adakah Anda menggali barang-barang yang menarik
akhir-akhir ini?" II Di lantai dua, dalam sebuah kamar yang kecil, Ann Shapland, sekretaris Bu
Bulstrode, sedang mengetik dengan cepat dan terampil. Ann adalah seorang wanita
cantik berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Rambutnya hitam berkilauan,
menutupi kepalanya bagaikan peci hitam terbuat dari satin. Kalau mau dia bisa
lebih menarik, tetapi pengalaman telah mengajarkan padanya, bahwa keterampilan
dan kemampuan bekerja sering kali memberikan hasil-hasil yang lebih baik dan
menjauhkannya dari kesulitan-kesulitan yang menyakitkan. Saat ini dia sedang
memusatkan pikiran dan perasaannya supaya bisa memenuhi segala persyaratan
sebagai seorang sekretaris pimpinan sebuah sekolah putri yang terkenal.
Sambil memasukkan sehelai kertas baru ke dalam mesin tiknya, sekali-sekali dia
melihat ke luar jendela dan dengan penuh minat memperhatikan orang-orang yang
berdatangan. "Aduh!" kata Ann pada dirinya sendiri, dengan rasa kagum bercampur heran, "tak
kusangka masih ada sebanyak itu sopir pribadi di Inggris ini!"
Kemudian, mau tak mau, dia tersenyum sendiri. Sebuah Rolls Royce yang anggun
bergerak ke luar dan berpapasan dengan sebuah Austin kecil yang sudah tua.
Seorang ayah yang kelihatan letih keluar dari mobil itu diikuti putrinya yang
kelihatan jauh lebih tenang daripada dia.
11 Ketika pria itu menghentikan langkahnya dengan bimbang, Bu Vansittart keluar
dari gedung dan menyambutnya.
"Mayor Hargreaves" Dan inikah Alison" Mari masuk. Sava persilakan Anda melihat
sendiri kamar untuk Alison. Saya..."
Ann tertawa kecil dan mulai mengetik lagi.
"Bu Vansittart yang baik, calon pengganti pemimpin yang hebat," katanya pada
dirinya sendiri. "Dia bisa menirukan semua sepak terjang Bu Bulstrode. Pokoknya
dia memang sempurna!"
Sebuah mobil Cadillac yang besar, mewah, dan dicat dua warna merah frambos dan ?biru langit masuk ke halaman gedung dengan susah-payah (karena terlalu
?panjang) dan berhenti tepat di belakang mobil Austin tua milik Mayor
Purnawirawan Alistair Hargreaves.
Dengan cekatan sopir melompat ke luar untuk membukakan pintu mobil. Seorang pria
berkulit gelap dan berjanggut lebat serta mengenakan jubah besar keluar dari
mobil, disusul oleh seorang wanita yang memakai baju gava Paris dan seorang
gadis berkulit gelap yang langsing.
"Mungkin itu Putri Anu sendiri," pikir Ann. "Tak bisa kubayangkan dia memakai
seragam sekolah, tapi besok segala-galanya akan berubah seperti suatu keajaiban
saja...." Baik Bu Vansittart maupun Bu Chadwick keluar untuk menyambut.
"Orang-orang itu pasti akan dibawa menghadap Kepala Sekolah," pikir Ann.
Kemudian dia berpikir, betapa anehnya, orang tak suka berolok-olok tentang Bu
Bulstrode. Kalau begitu Bu Bulstrode pastilah orang yang disegani.
12 "Jadi sebaiknya kau bekerja dengan teliti, Kawan," kata Ann memperingatkan
dirinya sendiri, "dan selesaikan surat-surat ini tanpa membuat kesalahan."
Itu tidak berarti bahwa Ann biasa membuat kesalahan. Dalam mencari pekerjaan
sebagai sekretaris, dia tinggal memilih saja mana yang dia sukai. Dia pernah
menjadi sekretaris pribadi seorang manajer eksekutif suatu perusahaan minyak,
sekretaris pribadi Sir Mervyn Todhunter yang sangat terkenal, baik karena
pengetahuannya luas maupun karena sifatnya yang menjengkelkan dan tulisannya
yang tak dapat dibaca. Dua orang menteri dan seorang pejabat penting pemerintah
adalah beberapa di antara bekas majikannya. Tetapi pada umumnya, pekerjaannya
selalu bergerak di antara kaum pria. Dia tak dapat membayangkan bagaimana
jadinya nanti bila dirinya benar-benar tenggelam dalam dunia wanita. Yah ?semuanya ini hanya untuk pengalaman saja. Dan bukankah selalu ada Dennis! Dennis
yang setia, yang baru kembali dari Malaysia, atau dari Birma, atau dari bagian-
bagian lain di dunia ini, namun masih tetap sama, tetap mencintainya, dan lagi-
lagi melamarnya. Dennis tersayang! Tetapi kawin dengan Dennis akan sangat
membosankan. Dia tidak akan dikelilingi kaum pria lagi. Yang ada hanya guru-guru wanita tak
?ada seorang pria pun di sini, kecuali tukang kebun yang sudah berumur kira-kira
delapan puluh tahun. Tetapi tepat pada saat itu Ann terkejut. Waktu dia melihat ke luar jendela,
dilihatnya seorang laki-laki sedang menggunting pagar hidup di ujung jalan masuk
mobil jelas dia seorang tukang kebun, tapi umurnya masih jauh dari delapan
?puluh tahun. 13 Orangnya masih muda, berambut hitam dan tampan. Ann ingin tahu tentang laki-laki
itu memang sudah didengarnya rencana untuk mencari tenaga kerja tambahan tapi
? ?yang ini bukan orang scmbarangan. Bagaimanapun zaman sekarang orang memang mau
mengerjakan pekerjaan apa saja. Dia pasti seorang anak muda yang sedang mencoba
mengumpulkan uang untuk suatu proyek atau sesuatu semacamnya, atau sekadar untuk
mempertahankan hidupnya saja. Tetapi caranya menggunting pagar hidup itu benar-
benar ahli. Ah, mungkin dia benar-benar hanya seorang tukang kebun!
"Kelihatannya," kata Ann pada dirinya sendiri, "dia bisa menyenangkan...."
Tinggal satu surat lagi yang harus diselesaikan, pikirnya dengan senang, setelah
itu dia akan bisa berjalan-jalan di kebun....
III Di lantai atas, Bu Johnson, kepala urusan rumah tangga, sedang sibuk menunjukkan
kamar-kamar, menyambut para pendatang baru, dan menyapa siswi-siswi lama.
Dia senang semester baru sudah mulai. Sering kali dia tak tahu apa yang harus
diperbuatnya selama liburan. Dia punya dua kakak perempuan yang sudah menikah.
Kadang-kadang dia menginap di rumah mereka secara bergantian. Tetapi mereka
tentu lebih tertarik pada urusan rumah tangga dan keluarga mereka sendiri
daripada Meadowbank. Sedangkan Bu Johnson, ,meskipun dia menyayangi kedua
kakaknya itu sebagaimana mestinya, sebenarnya dia hanya tertarik pada
Meadowbank. 14 Rusak/ Ya, senang sekali semester baru sudah mula Sobek "Bu Johnson?" "Ya, Pamela?"
"Aduh, Bu Johnson, saya rasa ada sesuatu pecah di dalam kopor saya. Isinya
tumpah meng semua isi kopor. Saya rasa minyak rambut."
"Chkk, chk, chk!" kata Bu Johnson, sambil cepat-cepat menolong.
IV Mademoiselle Blanche, guru bahasa Prancis yang baru, sedang berjalan-jalan di
halaman berumput di ujung jalan masuk mobil yang bertaburkan batu kerikil.
Dengan mata memuji dia memandangi pemuda kekar yang sedang menggunting pagar
hidup. "Assez bien"* pikir Mademoiselle Blanche.
Mademoiselle Blanche bertubuh ramping, agak pemalu, dan tidak nampak istimewa,
tapi pengamatannya sendiri tajam mengawasi segala sesuatu.
Matanya menyapu deretan mobil-mobil di depan pintu utama. Dibayangkannya harga
mobil-mobil itu. Sekolah Meadowbank ini memang hebat*. Dalam otaknya dihitungnya
berapa keuntungan yang diperoleh Bu Bulstrode.
Ya, benar-benar hebatl V Bu Rich yang mengajar bahasa Inggris dan ilmu bumi, berjalan menuju sekolah
dengan langkah- *"Cukup tampan."
15 Rusak/ ] yang cepat-Kadang-kadang dia tersandung Sobek sebagaimana biasanya, dia
lupa melihat jalan Lt'ang ditempuhnya. Juga sebagaimana biasa-. ambutnya vang disanggul terurai.
Dia memiliki .'h yang buruk, namun penuh gairah hidup. L>ia sedang berkata pada
dirinya sendiri, "Kembali lagi! Di sini lagi.... Rasanya sudah bertahun-tahun...."
Dia jatuh tersandung sebuah garu, dan tukang kebun muda itu mengulurkan
tangannya sambil berkata,
"Hati-hati, Bu."
Eileen Rich mengucapkan terima kasih tanpa menoleh padanya.
VI Bu Rowan dan Bu Blake, dua orang guru muda, sedang berjalan dengan santai ke
arah Pavilyun Olahraga. Bu Rowan kurus, berambut hitam dan penuh vitalitas,
sedang Bu Blake gemuk dan berambut pirang. Dengan penuh semangat mereka
membicarakan pengalaman-pengalaman mereka yang terbaru di Florence: film-film
yang telah mereka tonton, patung-patung, bunga-bunga di perkebunan buah, dan
perhatian (yang agak kurang terpuji) yang mereka dapat dari dua pemuda Itali.
"Kita tentu maklum," kata Bu Blake, "bagaimana orang-orang Itali itu."
"Tak ada yang dilarang," kata Bu Rowan yang pernah mempelajari psikologi di
samping ekonomi. "Orang-orangnva benar-benar merasa bebas dan sehat. Tak ada
tekanan jiwa." 16 "Tapi Guiseppe benar-benar terkesan waktu diketahuinya aku mengajar di
Meadowbank," kata Bu Blake. "Sikapnya tiba-tiba jadi jauh lebih hormat. Dia
punya seorang saudara sepupu yang ingin bersekolah di sini, tapi Bu Bulstrode
belum tahu apakah masih ada tempat kosong."
"Meadowbank memang sekolah yang terkemuka," kata Bu Rowan senang. "Pavilyun
Olahraga yang baru itu benar-benar mengesankan. Aku tak menyangka bahwa bangunan
itu akan bisa selesai pada waktunya."
"Bu Bulstrode sudah mengatakan bahwa bangunan itu harus siap," kata Bu Blake
dengan nada yakin. "Oh!" katanya lagi terperanjat.
Pintu Pavilyun Olahraga itu tiba-tiba terbuka, dan seorang wanita muda yang
kurus-kering dan berambut kuning kemerah-merahan keluar. Dia memandang kedua
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita itu dengan tatapan tajam yang tak ramah, lalu cepat-cepat menjauh.
"Itu tentu ibu guru olahraga yang baru," kata Bu Blake. "Kasar sekali dia!"
"Dia merupakan anggota staf pengajar tambahan yang tidak menyenangkan," kata Bu
Rowan. "Bu Jones dulu selalu ramah dan suka bergaul."
"Orang itu benar-benar melotot pada kita," kata Bu Blake dengan sengit.
Mereka berdua merasa marah.
VII Jendela-jendela kamar Bu Bulstrode menghadap ke dua arah, yang sebuah ke arah
jalan masuk dan halaman berumput di ujungnya, dan yang sebuah lagi
17 ke arah sederetan tanaman rhododendron di belakang bangunan. Ruangan itu cukup
mengesankan, sedang Bu Bulstrode sendiri adalah seorang wanita yang lebih
mengesankan lagi. Dia bertubuh jangkung dan nampak anggun. Rambutnya yang
berwarna abu-abu ditata rapi, matanya yang juga berwarna abu-abu membayangkan
rasa humornya yang tinggi, dan mulutnya menunjukkan keteguhan hatinya.
Keberhasilan sekolahnya (Meadowbank memang salah satu sekolah yang paling
berhasil di Inggris) adalah semata-mata berkat pribadi kepala sekolahnya.
Sekolah itu adalah sekolah yang mahal, tetapi itu tak penting. Lebih tepat bila
dikatakan bahwa meskipun kita harus merogoh saku dalam-dalam untuk membayarnya,
pelajaran yang diperoleh setimpal dengan bayaran itu.
Jika kita menyekolahkan putri kita di situ, maka ia akan dididik menurut
keinginan kita dan keinginan Bu Bulstrode. Hasil dari keduanya agaknya memberi
kepuasan. Dengan uang sekolah yang tinggi, Bu Bulstrode bisa mempekerjakan
tenaga pengajar yang lengkap. Tak ada hal-hal yang bersifat murahan di sekolah
itu. Dan meskipun di situ diberikan hal-hal yang bersifat individualistis, namun
disiplin sekolah tetap dipertahankan. Semboyan Bu Bulstrode adalah disiplin
tanpa pandang bulu. Dia berpendapat bahwa disiplin memberi keyakinan pada anak-
anak muda, disiplin memberi mereka perasaan aman; sedang pembedaan menimbulkan
kejengkelan. Siswi-siswinya berasal dari berbagai Tapisan, termasuk beberapa
gadis dari keluarga terhormat, atau malahan putri-putri bangsawan asing. Ada
pula gadis-gadis Inggris dari keluarga terhormat atau kaya, yang menginginkan
pendidikan kebudayaan, kesenian,
18 pengetahuan umum tentang kehidupan dan pergaulan sosial. Gadis-gadis itu kelak
akan menjadi wanita-wanita yang menyenangkan, menarik, dan pandai bergaul.
Mereka tak akan canggung berdiskusi atau mengambil bagian dalam pembicaraan-
pembicaraan ilmiah dengan para ahli. Ada gadis-gadis yang tak segan bekerja
keras supaya lulus ujian masuk dan akhirnya memang berhasil meraih suatu gelar;
mereka untuk itu membutuhkan pengajaran yang baik serta perhatian khusus. Ada ? ?juga gadis-gadis yang sedikit melawan terhadap kehidupan sekolah yang kolot.
Tetapi Bu Bulstrode punya peraturan yang tegas, dia tak mau menerima anak-anak
yang tolol, atau anak-anak yang luar biasa nakalnya, dia lebih suka menerima
gadis-gadis yang orang tuanya disukainya, dan gadis-gadis yang menurut
pendapatnya punya kemungkinan untuk berkembang. Umur para siswinya aneka ragam.
Tidak sebaya. Ada gadis-gadis yang pada zaman dulu sudah boleh disebut 'matang',
ada pula yang boleh dikatakan masih kanak-kanak, beberapa di antaranya
dititipkan karena orang tuanya di luar negeri. Untuk anak-anak yang demikian, Bu
Bulstrode membuat rencana liburan yang menarik. Keputusan terakhir untuk segala
macam persoalan dan permohonan ada di tangan Bu Bulstrode sendiri.
Kini dia sedang berdiri dekat perapian, mendengarkan Nyonya Gerald Hope, yang
suaranya agak melengking. Karena firasatnya yang baik, dia tidak mempersilakan
Nyonya Hope duduk. "Harap Anda maklum, Henrietta sangat perasa. Dokter kami berkata..."
Bu Bulstrode mengangguk membenarkan dengan halus. Ia berusaha menahan diri untuk
tidak 19 mengeluarkan ucapan-ucapan yang pedas, meskipun kadang-kadang ia tergoda juga.
Ingin dia berkata, "Tidakkah Anda tahu, Nyonya bodoh, bahwa semua ibu yang bodoh
berkata begitu tentang anaknya?"
Tetapi dia mengekang dirinya dan berkata dengan nada penuh pengertian,
"Anda tak perlu kuatir, Nyonya Hope. Bu Rowan, salah seorang staf pengajar kami,
adalah seorang psikolog yang benar-benar ahli. Saya yakin, setelah satu atau dua
semester, Anda akan terkejut melihat perubahan yang terjadi atas Henrietta."
(Yang sebenarnya adalah seorang anak manis yang cerdas, dan terlalu baik untuk
menjadi anakmu, pikirnya).
"Oh, saya yakin itu. Anda telah membuat keajaiban atas diri putri keluarga
Lambeth sungguh ajaib! Jadi sava senang sekali. Dan saya oh, ya, saya lupa ? ?mengatakannya. Kami akan pergi ke daerah Prancis Selatan kira-kira enam minggu
lagi. Saya pikir saya akan mengajak Henrietta. Itu akan merupakan selingan
baginya." "Saya rasa itu tak mungkin," kata Bu Bulstrode cepat-cepat sambil tersenyum,
seolah-olah dia tidak sedang menolak suatu permintaan, melainkan sedang
mengabulkannya. "Oh! Tapi..." wajah Nyonya Hope yang tak sabaran kelihatan marah. "Saya benar-
benar terpaksa mendesak. Bagaimanapun juga, dia adalah anak saya."
"Tepat. Tapi sekolah ini adalah sekolah saya" kata Bu Bulstrode.
"Bukankah saya bisa membawa anak itu pergi setiap saat saya ingin?"
20 "Tentu," kata Bu Bulstrode. "Tentu bisa. Tapi saya tidak akan mau menerima dia
kembali " Kini Nyonya hjope benar-benar marah.
"Mengingat tingginya uang sekolah yang saya bayar di sini..."
"Benar sekali," kata Bu Bulstrode. "Tapi bukankah Anda yang menginginkan sekolah
saya untuk putri Anda" Padahal siapa pun yang masuk sekolah ini harus patuh pada
segala peraturannya, atau jangan masuk kalau tak sanggup. Sama saja seperti gaun
keluaran Balenciaga yang Anda pakai itu. Itu keluaran Balenciaga, bukan" Senang
sekali bertemu dengan seorang wanita yang punya selera tinggi tentang busana."
Digenggamnya tangan Nyonya Hope, diguncangnya, lalu perlahan-lahan wanita itu
dituntunnya ke arah pintu.
"Jangan kuatir. Nah, ini Henrietta sudah menunggu Anda." (Bu Bulstrode memandang
Henrietta dengan pandangan menyenangkan. Gadis kecil itu adalah gadis manis yang
tenang dan cerdas, dan sebenarnya lebih pantas punya seorang ibu yang lebih
baik.) 'Margaret, coba antar Henrietta Hope kepada Bu Johnson."
Bu Bulstrode masuk kembali ke ruang duduknya dan beberapa saat kemudian
berbicara dalam bahasa Prancis.
"Tentu, Yang Mulia, kemenakan Anda bisa belajar dansa ballroom modern di sini.
Hal itu memang sangat penting untuk pergaulan. Dan bahasa-bahasa juga tak kalah
pentingnya." Sebelum orangnya sendiri masuk, harum parfumnya yang mahal sudah memenuhi
ruangan, sehingga Bu Bulstrode terpaksa mundur beberapa langkah.
21 "Pasti dituangnya seluruh isi botol parfum itu ke tubuhnya setiap hari," pikir
Bu Bulstrode, sambil menyalami seorang wanita berkulit gelap yang berpakaian
teramat mewah. " "Enchantee, Madame."*
Nyonya itu tertawa manis sekali.
Pria berjanggut yang memakai pakaian Timur menyambut tangan Bu Bulstrode,
membungkukkan dirinya, lalu berkata dalam bahasa Inggris yang fasih, "Saya
mendapat kehormatan untuk menyerahkan Putri Shaista pada Anda."
Bu Bulstrode sudah tahu semua tentang murid barunya yang baru saja datang dari
suatu sekolah di Swiss. Tapi dia agak ragu mengenai orang yang mengawalnya ini.
Dia yakin pria itu bukanlah sang Emir sendiri, tapi mungkin seorang menteri,
atau seorang duta besar. Sebagaimana biasa bila ragu, dia memilih menggunakan
gelar Yang Mulia untuk menyebut seseorang, dan diyakinkannya orang itu bahwa
Putri Shaista akan mendapat pendidikan yang sebaik-baiknya.
Shaista tersenyum sopan. Pakaiannya mengikuti mode dan dia menggunakan parfum.
Bu Bulstrode tahu bahwa gadis itu berumur lima belas tahun, tapi sebagaimana
umumnya gadis-gadis dari Timur dan daerah di sekitar Laut Tengah, dia kelihatan
lebih tua dan sudah matang. Bu Bulstrode menerangkan padanya tentang apa saja ?yang akan dipelajarinya. Dia merasa lega waktu gadis itu menjawabnya dalam
bahasa Inggris yang sempurna, tanpa cekikikan. Tingkah lakunya menyenangkan
dibandingkan dengan umumnya gadis-gadis Inggris berumur lima
*"Senang sekali Anda mau datang, Nyonva.
22 belas tahun yang masih serba canggung. Sering kali Bu Bulstrode berpikir bahwa
sebenarnya merupakan rencana yang baik sekali bila gadis-gadis Inggris dikirim
ke luar negeri, ke negara-negara Timur Dekat, untuk belajar budi bahasa dan tata
krama di sana. Setelah kedua belah pihak saling mengucapkan basa-basi lagi,
ruangan itu pun kembali kosong, meskipun harum parfumnya masih menyengat, hingga
Bu Bulstrode terpaksa membuka jendela lebar-lebar untuk mengusir bau itu keluar.
Yang datang kemudian adalah Nyonya Upjohn dan putrinya Julia.
Nyonya Upjohn adalah seorang wanita muda yang menyenangkan. Umurnya hampir empat
puluh tahun, wajahnya berbintik-bintik hitam dan rambutnya berwarna pirang
seperti pasir. Topi yang dipakainya jelek dan tak sesuai. Jelas dia memakainya
karena menganggap peristiwa itu sangat penting, sebab dia adalah seorang wanita
yang biasanya bepergian tanpa topi.
Julia adalah anak yang biasa-biasa saja. Wajahnya juga berbintik-bintik hitam,
bentuk dahinya menunjukkan bahwa dia anak cerdas dan punya rasa humor yang
tinggi. Basa-basi pendahuluan diselesaikan dengan cepat, dan Julia pun diantarkan
Margaret kepada Bu Johnson. Sambil berlalu, gadis itu berkata riang, "Sampai
ketemu, Ma. Berhati-hatilah menyalakan alat pemanas gas itu, karena saya sudah
tak ada lagi di rumah untuk mengerjakannya."
Sambil tersenyum Bu Bulstrode berpaling kepada Nyonya Upjohn, tetapi wanita itu
tidak dipersilakannya duduk. Selalu ada kemungkinan ibu itu
23 akan menjelaskan bahwa putrinya sangat perasa, meskipun si gadis kelihatannya
periang dan punya akal sehat.
"Adakah sesuatu yang ingin Anda ceritakan secara khusus tentang Julia?"
tanyanya. Dengan ceria Nyonya Upjohn menyahut, "Oh, tidak, tak ada apa-apa. Julia anak
yang biasa-biasa saja. Dia cukup sehat. Saya rasa dia juga punya otak yang cukup
cerdas, tapi saya yakin para ibu memang selalu berpikir begitu tentang anak-
anaknya, bukan?" "Setiap ibu berbeda," kata Bu Bulstrode singkat.
"Beruntung sekali dia bisa bersekolah di sini," kata Nyonya Upjohn. "Sebenarnya
bibi sayalah yang membiayainya, atau membantu kami. Saya sendiri tak mampu. Tapi
saya senang sekali. Demikian pula Julia." Dia berjalan ke arah jendela, lalu
berkata dengan nada yang mengandung rasa iri, "Alangkah indahnya kebun Anda. Dan
betapa rapinya. Pasti Anda mempekerjakan banyak tukang kebun yang ahli."
"Ada tiga orang," kata Bu Bulstrode, "tapi saat ini kami sedang kekurangan
tenaga kerja, kecuali yang dari sekitar sini."
"Apalagi sekarang ini," kata Nyonya Upjohn, "seseorang yang kita sebut tukang
kebun sering kali ternyata bukan tukang kebun, mungkin saja dia hanya seorang
tukang susu yang mengisi waktu luangnya, atau seorang laki-laki tua yang sudah
berumur delapan puluh tahun. Kadang-kadang saya berpikir mengapa begitu"!" seru?Nyonya Upjohn, yang masih tetap memandang ke luar jendela "Aneh sekali!"
?24 Tidak sebagaimana seharusnya, Bu Bulstrode tidak memberikan perhatian yang cukup
besar pada seruan yang tiba-tiba itu) Pada saat yang sama, dia sendiri tanpa
sengaja memandang ke luar jendela yang sebuah lagi, yang memberi pemandangan ke
semak-semak rhododendron, dan dia menangkap suatu pemandangan yang sama sekali
tidak disukainya. Yang dilihatnya tak lain adalah Lady Veronica Carlton-
Sandways, yang berjalan melenggang di sepanjang jalan setapak. Topi beludrunya
yang berwarna hitam miring letaknya. Dia berjalan sambil menggumam sendiri, dan
jelas kelihatan bahwa dia sedang marah sekali.
Lady Veronica sudah terkenal sebagai seorang pembawa kesulitan. Dia sebenarnya
seorang wanita yang menarik, yang sangat dekat dengan putri kembarnya. Dia
sangat menyenangkan bila sedang tidak kambuh sedang sadar tapi malangnya,
? ?sering kali di saat-saat yang tak terduga penyakitnya kambuh. Suaminya, Mayor
Carlton-Sandways, pandai menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Seorang saudara
sepupunya tinggal bersama mereka, dialah yang biasanya mengawasi Lady Veronica
dan kalau perlu membuatnya sadar. Pada Hari Olahraga, di bawah pengawasan ketat
Mayor Carlton-Sandways dan saudara sepupunya itu, Lady Veronica datang dalam
keadaan benar-benar tenang, berpakaian bagus dan bertingkah laku seperti seorang
ibu teladan. Tapi adakalanya Lady Veronica mengecewakan orang-orang yang bermaksud baik itu,
dia akan bergegas mendatangi putri-putrinya untuk menunjukkan pada mereka betapa
besar rasa kasihnya sebagai ibu. Gadis-gadis kembar itu telah tiba dengan
25 kereta api pagi-pagi tadi, tapi tak seorang pun menyangka Lady Veronica akan
datang. Nyonya Upjohn masih berbicara. Tetapi Bu Bulstrode tidak mendengarkannya lagi.
Dia sedang memikirkan tindakan-tindakan yang perlu diambil, karena dilihatnya
kemarahan Lady Veronica makin meningkat. Tetapi tiba-tiba, sebagai jawaban atas
doanya, Bu Chadwick muncul dengan langkah-langkah cepat dan agak terengah-engah.
Chaddy yang setia, pikir Bu Bulstrode. Dia selalu bisa diandalkan, baik bila ada
anak yang cedera maupun bila ada seorang ibu atau ayah yang marah-marah.
"Memalukan sekali," kata Lady Veronica dengan suara nyaring. "Dicobanya untuk
mencegah saya masuk dia tak suka saya datang kemari saya berhasil membohongi ? ?Edith. Saya pura-pura beristirahat lalu saya keluarkan mobil dan saya berhasil
? ?menyelinap lari dari Edith tua yang tolol itu... dia cuma pelayan tua biasa... tak
seorang laki-laki pun yang mau menoleh dua kali padanya____ Di tengah
jalan saya bertengkar dengan polisi... dikatakannya saya tak pantas mengemudikan
mobil... omong kosong____ Akan saya katakan pada Bu Bulstrode
bahwa saya akan membawa pulang anak-anak saya saya ingin mereka ada di rumah,
?itulah cinta kasih seorang ibu. Sungguh indah sekali cinta kasih seorang ibu..."
"Memang indah, Lady Veronica," kata Bu Chadwick. "Kami senang sekali Anda
datang. Saya ingin sekali memperlihatkan Pavilyun Olahraga yang baru kepada
Anda. Anda pasti akan menyukainya."
Dengan cekatan diarahkannya Lady Veronica yang melangkah sempoyongan ke arah
yang berlawanan, menjauhi gedung sekolah.
26 "Saya harap kita akan menemukan putri-putri Anda di sana," katanya ceria.
"Pavilyun Olahraga itu bagus sekali, lemari-lemari kecil untuk menyimpan pakaian
olahraga semuanya baru. Ada pula ruang khusus untuk menjemur pakaian renang..."
suara-suara mereka makin menjauh.
Bu Bulstrode terus memperhatikan mereka. Satu kali dilihatnya Lady Veronica
berusaha untuk melepaskan diri dan kembali ke gedung, tapi Bu Chadwick bukan
tandingannya. Mereka menghilang di tikungan, di balik rumpun rhododendron, dan
menuju ke Pavilyun Olahraga yang baru, di tempat yang jauh dan sepi.
Bu Bulstrode menarik napas panjang. Chaddy yang luar biasa. Dia sungguh bisa
diandalkan! Dia tidak modern, otaknya pun tidak cemerlang kecuali dalam hal
?matematika tapi selalu siap membantu bila ada kesulitan.
?Sambil mendesah dengan rasa bersalah dia menoleh pada Nyonya Upjohn yang masih
berbicara dengan riang____
"...meskipun, tentunya," kata wanita itu lagi, "tak pernah lagi dilakukan dengan
memakai mantel dan pisau belati. Tidak dengan terjun payung, atau sabotase, atau
dengan menjadi kurir. Saya tidak akan seberani itu. Sering kali hanya merupakan
pekerjaan yang membosankan. Pekerjaan kantoran. Dan membuat rencana-rencana.
Merencanakan hal-hal itu di atas peta, maksud saya bukan membuat rencana
?seperti dalam cerita-cerita itu. Tapi kadang-kadang mendebarkan juga dan sering
kali malah lucu sekali, dan saya berkata semua agen-agen rahasia kejar-
?mengejar, berputar-putar di Jenewa saja, semuanya sudah mengenali wajah lawannya
dan sering kali 27 akhirnya mereka bertemu di rumah minum yang sama. Waktu itu saya belum menikah.
Rasanya semuanya menyenangkan sekali."
Tiba-tiba dia berhenti lalu tersenyum ramah, merasa bersalah.
"Maaf, banyak benar saya bicara. Saya telah menyita waktu Anda. Padahal tamu
Anda banyak sekali."
Dia mengulurkan tangannya, mengucapkan selamat berpisah, lalu pergi.
Sesaat lamanya Bu Bulstrode berdiri terpaku. Dahinya berkerut. Nalurinya
mengatakan bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang mungkin penting.
Perasaan itu cepat-cepat dibuangnya. Hari ini adalah hari pembukaan semester
musim panas, dan masih banyak orang tua murid yang harus dijumpainya. Belum
pernah sekolahnya mencapai popularitas seperti sekarang. Sangat terkenal dan
sangat sukses. Meadowbank sedang berada dalam puncak kejayaannya.
Tak ada satu hal pun yang memberikan tanda-tanda padanya, bahwa dalam beberapa
minggu lagi Meadowbank akan terbenam dalam lautan kesulitan; bahwa kekacauan,
kebingungan, dan bahkan pembunuhan akan merajalela di tempat itu, bahwa beberapa
peristiwa tertentu sudah mulai digerakkan....
28
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1. Revolusi di Ramat Kira-kira dua bulan sebelum hari pertama semester musim panas di Meadowbank,
telah terjadi beberapa peristiwa yang mempunyai akibat yang tak terduga bagi
sekolah wanita yang terkenal itu.
Di Istana Ramat, dua orang pria muda duduk merokok sambil membicarakan masa
depan yang makin dekat. Salah seorang pria muda itu berkulit gelap, wajahnya
berbentuk buah zaitun, sedang matanya besar dan sendu. Dia adalah Pangeran Ali
Yusuf, keturunan sheik dari Ramat, yang, meskipun sangat kecil, merupakan salah
satu kerajaan terkaya di Timur Tengah. Anak muda yang. seorang lagi rambutnya
berwarna pirang mirip pasir, wajahnya berbintik-bintik hitam, dan dia dapat
disebut pemuda miskin kalau tidak karena gajinya yang besar sebagai pilot
pribadi Yang Mulia Pangeran Ali Yusuf. Meskipun kedudukan mereka jauh berbeda,
namun hubungan mereka seperti orang yang sederajat saja. Mereka pernah sama-sama
bersekolah di suatu sekolah umum, dan sejak itu mereka tetap bersahabat.
"Mereka sengaja menembak kita, Bob," kata Pangeran Ali setengah tak percaya.
"Memang mereka telah menembak kita," kata Bob Rawlinson.
29 "Dan mereka memang bersungguh-sungguh. Mereka benar-benar mau menembak kita
sampai jatuh." "Bangsat-bangsat itu memang bermaksud begitu," kata Bob ketus.
Ali berpikir sebentar. "Apakah tak ada gunanya mencoba lagi?"
"Mungkin kita tidak akan semujur kali ini. Sebenarnya, Ali, kita sudah menunda-
nunda terlalu lama. Seharusnya sudah dua minggu yang lalu kau keluar dari negeri
ini. Sudah kukatakan itu padamu."
"Aku mengerti maksudmu. Tapi ingatlah apa yang dikatakan Shakespeare atau salah
seorang penyair lain, bahwa tak ada salahnya melarikan diri untuk mengatur
pembalasan." "Pikir saja," kata pangeran muda itu dengan kesal, "berapa banyak uang yang
sudah dikeluarkan untuk membuat negara ini makmur. Rumah-rumah sakit, sekolah-
sekolah, pelayanan kesehatan..."
Bob Rawlinson menyela, menghentikannya menyebutkan daftar nama badan-badan
sosial itu. "Apakah kedutaan besar tak bisa berbuat sesuatu?"
Wajah Ali Yusuf memerah karena marah.
"Mengungsi ke kedutaan besarmu" Tidak akan pernah! Para pemberontak mungkin akan
menyerbu tempat itu mereka tidak akan menghormati kekebalan diplomatik. Apalagi?bila aku sampai berbuat begitu, habislah segala-galanya! Sekarang saja, tuduhan
utama yang mereka lemparkan terhadapku adalah bahwa aku terlalu berkiblat ke
Barat." Dia mengeluh. "Sulit sekali dimengerti." Suaranya terdengar sangat
sendu, seolah-olah umurnya belum lagi dua puluh lima tahun. "Kakekku adalah
orang 30 yang kejam, seorang raja yang benar-benar lalim. Budaknya beratus-ratus dan
mereka diperlakukan tanpa belas kasihan. Dalam perang-perang antarsuku, musuh-
musuh dibunuhnya tanpa ampun dan dihukum mati dengan cara yang mengerikan.
Mendengar namanya dibisikkan saja, orang menjadi pucat. Namun demikian, sampai
sekarang beliau masih dipuja seperti legenda! Dikagumi! Dihormati! Achmed
?Abdullah Yang Agung! Sedang aku" Apa yang telah kulakukan" Kubangun rumah-rumah
sakit, sekolah-sekolah, pelayanan kesehatan, perumahan... semua hal yang katanya
didambakan rakyat. Apakah mereka tidak menginginkannya lagi" Apakah mereka lebih
suka pemerintahan yang kejam seperti pemerintahan kakekku?"
"Kurasa begitu," kata Bob Rawlinson. "Rasanya sedikit tak adil, tapi begitulah
adanya, bukan?" 'Tapi mengapa, Bob" Mengapa?"
Bob Rawlinson mendesah, merasa tak enak, lalu berusaha keras untuk menjelaskan
perasaannya. Dia harus berjuang melawan ketidakmampuannya berbicara.
"Yah," katanya. "Dia telah memperlihatkan sesuatu yang pantas ditonton kurasa
?begitulah keadaan yang sebenarnya. Dia telah membuatnya supaya kelihatan lebih
hebat, kalau kau tahu apa maksudku."
Dipandanginya sahabatnya yang sama sekali tak ada kehebatannya itu. Dia adalah
seorang anak muda yang baik, tenang, sopan, tulus, dan mudah bingung. Begitulah
Ali, dan Bob menyukainya dengan segala sifat-sifatnya itu. Dia tidak menonjol,
dan tidak menarik perhatian, tapi bila di Inggris orang merasa malu untuk
menonjolkan diri dan bertingkah
31 aneh suatu sikap yang dijauhi orang maka Bob tahu benar bahwa di Timur Tengah
? ?ini persoalannya berbeda.
"Tapi demokrasi..." Ali mulai lagi.
"Ah, apalah demokrasi itu...," kata Bob sambil menggoyang-goyangkan pipanya. "Itu
suatu kata yang bisa ditafsirkan macam-macam. Satu hal sudah pasti. Arti kata
itu sudah jauh menyimpang dari arti semula yang dimaksud oleh bangsa Yunani. Aku
berani bertaruh, bila mereka berhasil mengusirmu dari sini, seorang saudagar
yang besar cakap yang akan mengambil alih. Dia akan menggembar-gemborkan
kehebatan-kehebatannya sendiri, mengagung-agungkan dirinya setinggi Tuhan Yang
Mahakuasa. Dia akan merajalela dan memenggal kepala siapa saja yang berani
melawannya dengan segala cara. Dan ingat, dia akan berkata bahwa pemerintahannya
adalah suatu pemerintahan demokratis dari rakyat untuk rakyat. Dan kurasa ?rakyat pun akan menyukainya pula. Mereka menganggapnya hebat. Banyak menumpahkan
darah." "Tapi kami bukan orang-orang biadab! Kami sekarang sudah beradab!"
"Peradaban itu bermacam-macam...," kata Bob samar-samar. "Apalagi aku punya
?pikiran bahwa kita ini semua punya sedikit kebiadaban dalam diri kita asal saja
?ada alasan untuk membiarkan kebiadaban itu muncul."
"Mungkin kau benar," kata Ali murung.
"Agaknya yang tak disukai orang di mana pun juga sekarang ini," kata Bob,
"adalah seseorang yang punya akal sehat. Aku ini bukan orang yang cerdas kau
?sendiri tahu, Ali tapi aku sering
?32 berpikir bahwa itulah sebenarnya yang dibutuhkan dunia yaitu sedikit akal
?sehat." Diletakkannya pipanya di sampingnya, lalu duduk di kursinya. "Tapi
sudahlah, tak usah dipikirkan semuanya itu. Yang penting adalah bagaimana kita
bisa membawamu keluar dari sini. Adakah seseorang dalam angkatan perang yang
benar-benar bisa kauper-cayai?"
Pangeran Ali menggeleng lambat-lambat.
"Dua minggu yang lalu, aku bisa berkata 'ada'. Tapi sekarang aku tak tahu... aku
tak yakin..." Bob mengangguk, "Itulah sulitnya. Dan rstanamu ini, membuatku ngeri."
Ali membenarkan tanpa emosi.
"Ya, dalam setiap istana, di mana pun juga, selalu ada mata-mata.... Mereka bisa
mendengar segala-galanya mereka tahu segala-galanya."
? ?"Bahkan di dalam hanggar sekalipun..." Bob terhenti sebentar. "Si Achmed itu tidak
berbahaya. Dia memiliki semacam indria keenam. Dia telah menangkap basah seorang
montir yang sedang mengutik-ngutik pesawat terbang salah seorang yang, kita
?berani bersumpah, benar-benar bisa dipercaya. Dengarlah, Ali, bila kita memang
benar-benar akan ditembak waktu membawamu pergi, maka itu pasti tak akan lama
lagi." "Aku tahu aku tahu. Kurasa ah, aku yakin sekarang bahwa bila aku tetap
? ? ?tinggal di sini, aku akan dibunuh."
Dia berbicara tanpa emosi dan tanpa panik, kata-katanya bahkan mengandung maksud
tersembunyi. "Bagaimanapun juga, kemungkinan besar kita akan terbunuh," Bob memperingatkan.
"Kau tahu, 33 sebaiknya kita terbang ke arah utara. Di sana mereka tidak akan bisa menyergap
kita. Tapi itu berarti kita harus melalui gunung-gunung dan pada musim ini..."
?Dia mengangkat bahu, "Kau harus mengerti. Itu sangat berbahaya."
Ali Yusuf kelihatan sedih.
"Jika sesuatu sampai terjadi atas dirimu, Bob " "Jangan kuatirkan aku, Ali. ?Bukan begitu maksudku. Aku bukan orang penting. Dan bagaimanapun juga, aku ini
memang modelnya orang yang cepat atau lambat akan terbunuh. Aku selalu berbuat
gila-gilaan. Tidak kaulah yang kupikirkan aku tak mau menganjurkan apa-apa
? ?padamu. Bila ada sebagian saja dari angkatan perang yang masih setia..."
"Aku tak ingin melarikan diri," kata Ali dengan sederhana. "Sebaliknya, aku pun
tak mau menjadi seorang martir, mati dicincang oleh komplotan itu."
Dia diam beberapa saat lamanya.
"Baiklah kalau begitu," akhirnya dia berkata sambil mendesah. "Kita akan
mencoba. Kapan?" Bob mengangkat bahu. "Makin cepat makin baik. Kita harus membawamu ke lapangan terbang mini, sewajar
mungkin.... Bagaimana kalau kita katakan bahwa kau akan mengadakan inspeksi ke
tempat pembuatan jalan di Al Jasar. Katakan bahwa niatmu timbul mendadak.
Pergilah petang ini. Kemudian, waktu mobilmu melalui lapangan terbang mini,
berhentilah aku akan menunggu dengan pesawat yang siap terbang. Katakan bahwa
?kau akan mengadakan inspeksi pembuatan jalan itu dari udara, mengerti" Lalu kita
34 akan lepas landas dan pergi1. Tentu kita tak bisa membawa apa-apa. Semuanya
tanpa persiapan." "Aku tak ingin membawa apa-apa kecuali satu...."
?Dia tersenyum, dan senyumnya itu tiba-tiba mengubah wajahnya dan menjadikannya
manusia lain. Dia bukan lagi seorang anak muda yang penuh percaya diri, yang
hidupnya berkiblat ke Barat senyumnya mengandung kelicikan dan keahlian
?tertentu yang membuat para leluhurnya mampu bertahan bertahun-tahun.
"Kau sahabatku, Bob, kau boleh melihatnya."
Dimasukkannya tangannya ke dalam kemejanya, lalu dia mencari-cari. Kemudian
dikeluarkannya sebuah kantung kecil dari kulit kambing.
"Apa ini?" Bob mengerutkan dahinya keheranan. Ali mengambilnya kembali,
dibukanya ikatannya lalu dicurahkannya isinya ke meja.
Bob menahan napasnya sebentar, lalu menghem-buskannya seraya bersiul halus. "Ya,
Tuhan. Apakah ini asli}" Ali kelihatan geli.
"Tentu saja asli. Kebanyakan di antaranya adalah milik ayahku. Setiap tahun dia
menambah beberapa permata baru. Demikian pula aku. Permata-permata itu berasal
dari berbagai negara, orang-orang yang bisa kami percayai yang membelikannya
untuk keluarga kami ada yang dari London, dari Kalkuta, dari Afrika Selatan.
?Itu merupakan tradisi dalam keluarga kami. Kami menyimpan barang-barang ini
untuk keadaan darurat." Kemudian ditambahkannya dengan tenang, "Dengan harga-
harga seperti seka-35 rang ini, permata-permata ini bernilai kira-kira tiga perempat juta pound."
"Tiga perempat juta pound." Bob bersiul. Diambilnya permata-permata itu, lalu
dibiarkannya jatuh melalui jari-jarinya. "Benar-benar hebat. Seperti dalam
dongeng saja. Permata-permata ini memang akan besar sekali artinya bagimu."
"Ya." Anak muda itu mengangguk. Lagi-lagi wajahnya berubah letih. "Dalam
hubungannya dengan permata, manusia tak bisa diduga sebelumnya. Benda-benda
seperti ini selalu dibuntuti oleh rangkaian tindakan kekerasan. Kematian-
kematian, pertumpahan-pertumpahan darah, pembunuhan. Dan kaum wanita lebih jahat
lagi. Karena bagi kaum wanita permata-permata itu ditinjau bukan hanya dari
nilainya. Yang penting bagi mereka adalah sesuatu yang bisa diperbuat dengan
permata itu sendiri. Permata yang indah bisa membuat kaum wanita gila. Mereka
ingin memilikinya. Memakainya, melilitkannya di lehernya, di atas dadanya. Aku
tidak bisa mempercayakan barang-barang ini pada wanita mana pun juga. Tapi aku
percaya padamu, Bob."
"Aku?" Bob terbelalak.
"Ya, aku tak ingin permata-permata ini jatuh ke tangan musuh-musuhku. Aku tak
tahu kapan pemberontakan terhadap diriku ini akan berlangsung. Mungkin mereka
merencanakan hari ini. Mungkin aku akan mati dan tidak sempat mencapai lapangan
udara petang ini. Ambillah batu-batu permata itu, dan lakukanlah yang sebaik-
baiknya menurut kau."
36 "Tapi dengar dulu aku tak mengerti. Harus kuapakan batu-batu permata ini?"?"Usahakanlah, entah dengan cara bagaimana, untuk membawanya ke luar negeri."
Dengan tenang Ali menatap sahabatnya yang keheranan.
"Maksudmu, aku yang kausuruh membawanya, dan bukan kau sendiri?"
"Begitulah maksudku. Aku yakin benar bahwa kau bisa memikirkan suatu rencana
yang lebih baik untuk membawanya ke Eropa."
"Tapi coba kaudengar dulu, Ali, aku tak punya bayangan bagaimana menangani hal
semacam itu." Ali bersandar di kursinya. Dia tersenyum dan tampak geli.
"Kau punya akal sehat. Dan kau jujur. Dan aku ingat, sejak kita sepermainan
waktu kecil, kau selalu bisa mereka-reka suatu gagasan yang tepat dan hebat....
Kau akan kuberi nama dan alamat seorang laki-laki yang biasa menangani hal-hal
semacam ini bagiku maksudku bila aku tak selamat. Jangan begitu kuatir, Bob.
? ?Berusahalah sebaik mungkin. Hanya itu permintaanku. Aku tidak akan me-
nyalahkanmu kalau kau gagal. Itu semua kehendak Allah. Bagiku sederhana saja.
Aku tak mau permata-permata itu diambil dari mayatku. Selebihnya..." dia
mengangkat bahu. "Seperti yang kukatakan tadi, semuanya terjadi sesuai dengan
kehendak Allah!" "Kau hebat!" "Tidak. Aku seorang fatalis, itu saja." "Tapi dengarlah, Ali. Kaukatakan tadi
bahwa aku orang yang jujur. Tapi tiga perempat juta....
37 Tidakkah kaupikir itu akan bisa melarutkan kejujuran seseorang?"
Ali Yusuf memandangi sahabatnya itu dengan rasa
kasih sayang. "Anehnya," katanya, "aku tak punya keraguan
mengenai hal itu." 38 2. Wanita di Balkon Bob Rawlinson berjalan di sepanjang lorong istana yang terbuat dari pualam.
Langkahnya bergema. Selama hidupnya belum pernah dia merasa sesedih itu.
Menyadari bahwa dia sedang membawa tiga perempat juta pound di saku celananya,
hatinya jadi gundah. Rasanya setiap petugas istana yang berpapasan dengan dia
tahu rahasianya. Dia bahkan merasa bahwa kesadaran akan isi kantungnya yang
berharga itu pasti terbayang di wajahnya. Dia akan lega bila dia bisa merasa
yakin bahwa wajahnya yang berbintik-bintik itu tetap membayangkan sifatnya yang
riang dan santai. Para pengawal di luar mengambil sikap dan memberi salam. Bob berjalan di
sepanjang jalan utama yang ramai di Ramat, pikirannya masih kacau. Mau ke mana"
Dia tak punya rencana. Dia tak tahu. Sedangkan waktu sudah mendesak.
Jalan utama itu sama saja dengan kebanyakan jalan utama di Timur Tengah.
Kemelaratan dan kemewahan berbaur di jalan itu. Bank-bank memamerkan gedung-
gedungnya yang baru dan megah. Tak terbilang banyaknya toko-toko kecil yang
menawarkan koleksi barang-barang plastik murahan. Sepatu-sepatu bayi dan
pemantik murahan dipamerkan berjejer-jejer. Ada mesin-mesin jahit, dan suku
cadang mobil. Para penjual obat menawarkan
39 obat-obatnya yang sudah dikerubungi lalat, ada pula papan-papan iklan, besar-
besar dan bentuknya bermacam-macam, menawarkan penisilin dan obat-obat
antibiotik yang hebat. Hanya sedikit sekali toko yang menjual barang-barang yang
biasanya ingin kita beli, kecuali mungkin arloji-arloji terbaru dari Swiss, yang
beratus-ratus banyaknya dipamerkan di etalase yang kecil. Demikian banyak
macamnya hingga orang akan merasa ngeri untuk membeli dan bingung memilihnya.
Bob, yang masih berjalan sambil melamun, seperti orang tak sadar terdorong-
dorong oleh orang-orang yang memakai pakaian daerah maupun yang memakai baju
model Eropa. Dia berusaha untuk tenang dan bertanya pada dirinya sendiri, ke
mana dia akan pergi. Dia masuk ke sebuah kedai minuman dan memesan teh jeruk. Sambil menghirupnya,
perlahan-lahan pikirannya jernih kembali. Suasana di kedai minuman itu nyaman
dan membuatnya tenang. Di sebuah meja di seberangnya seorang Arab yang sudah
berumur dengan tenang berdoa menggunakan tasbihnya yang terbuat dari batu ambar.
Tasbihnya mengeluarkan bunyi ketak-ketik. Di belakangnya dua orang pria sedang
main trie trac. Kedai itu nyaman untuk duduk-duduk sambil berpikir.
Dan dia memang harus berpikir. Batu-batu permata senilai tiga perempat juta
pound telah diserahkan kepadanya, dan terserah pula padanya untuk membuat
rencana bagaimana caranya membawa permata-permata itu keluar dari negeri ini.
Dia tak boleh berlengah-lengah. Setiap saat pemberontakan bisa pecah____
40 Ali benar-benar gila. Dengan begitu saja mudahnya dia melemparkan tiga perempat
juta pound pada seorang sahabat. Lalu enak-enak duduk bersandar dan menyerahkan
segala-galanya pada Allah. Bob tak bisa mencari perlindungan dengan cara itu.
Bagi Bob Tuhan mengharapkan setiap umat-Nya untuk menentukan dan menjalankan
usahanya sendiri, sesuai dengan kemampuan yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Apa yang akan dilakukannya dengan batu-batu permata sialan itu"
Dia teringat akan kedutaan besar. Tetapi tidak, dia tak bisa melibatkan kedutaan
besar. Dapat dipastikan bahwa kedutaan besar akan menolak untuk dilibatkan.
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang diperlukan adalah seseorang, seseorang yang benar-benar biasa-biasa saja,
yang akan meninggalkan negara itu dengan cara yang sangat wajar. Yang terbaik
adalah seorang pengusaha atau seorang turis. Seseorang yang tak terlibat
kegiatan politik, yang barang-barangnya hanya akan diperiksa sepintas lalu saja,
atau mungkin bahkan tidak diperiksa sama sekali. Tentu ada pula soal lain yang
harus dipertimbangkan.... Kekacauan yang mungkin terjadi di lapangan udara London.
Mungkin akan dianggap usaha penyelundupan batu-batu permata seharga tiga
perempat juta pound. Dan sebagainya, dan sebagainya. Tetapi kita harus berani
menghadapinya.... Orang kebanyakan seorang pelancong yang bonafid. Tiba-tiba Bob sadar dan memaki?dirinya sendiri. Bodoh! Joan, tentu. Kakaknya, Joan Sutcliffe. Joan sudah dua
bulan berada di sini bersama putrinya Jennifer, yang setelah menderita sakit
41 pneumonia* berat dinasihatkan untuk pergi ke tempat yang bermatahari dan
beriklim kering. Mereka akan pulang ke Inggris naik kapal "pelayaran yang
panjang" empat atau lima hari lagi.
Joan-lah orangnya yang tepat. Apa kata Ali mengenai kaum wanita dan batu
permata" Bob tersenyum sendiri. Joan tersayang! Dia tidak akan menjadi mata
gelap karena batu-batu permata itu. Bob percaya bahwa dia akan tetap berkepala
dingin. Ya dia bisa mempercayai Joan.
?Tapi, tunggu dulu... apakah benar dia bisa mempercayai Joan" Mengenai kejujurannya
memang bisa. Tetapi kesanggupannya menutup mulut" Dengan rasa menyesal Bob
menggeleng. Joan akan berbicara, tanpa disadarinya dia akan bercerita. Bahkan
lebih parah lagi. Dia akan menyindirkan. "Saya membawa pulang sesuatu yang
sangat penting. Saya tak boleh mengatakan sepatah pun kepada siapa pun juga.
Sungguh mendebarkan sekali...."
Joan tak pernah bisa merahasiakan sesuatu, padahal dia selalu marah bila ada
orang yang menegurnya karena itu. Jadi, Joan tak boleh tahu apa yang dibawanya.
Cara itu akan lebih aman baginya. Dia akan membungkus batu-batu permata itu
dalam satu bungkusan yang tak berarti. Bohongi saja dia. Hadiah untuk seseorang"
Komisi untuk seseorang" Dia berpikir-pikir....
Bob melihat ke arlojinya, lalu bangkit. Waktu makin mendesak.
Dia berjalan menyusuri jalan tak mempedulikan teriknya matahari di tengah hari.
Semuanya nampak biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa dilihat dari luar.
"Radang paru-paru 42 Hanya di istana orang menyadari akan adanya api dalam sekam, mata-mata dan
desas-desus. Angkatan perang semuanya tergantung pada angkatan perang. Siapa
?yang setia" Siapa yang tak setia" Pasti orang sedang merencanakan suatu
perebutan kekuasaan. Apakah perebutan kekuasaan itu akan berhasil atau gagal"
Bob mengerutkan dahinya waktu dia membelok ke hotel yang paling terkemuka di
Ramat. Hotel itu diberi nama Ritz Savoy, bagian depannya modern dan anggun.
Hotel itu diresmikan tiga tahun yang lalu, dan pada tahun-tahun pertama
mengalami perkembangan pesat. Manajernya orang Swiss, kepala juru masaknya orang
Wina, dan kepala pelayannya orang Itali. Kini semuanya berubah. Mula-mula kepala
juru masak yang orang Wina itu pergi, disusul oleh manajer yang berkebangsaan
Swiss. Akhirnya kepala pelayan yang berkebangsaan Itali pun pergi pula.
Makanannya masih beraneka ragam, tetapi tak enak, pelayanannya pun jelek sekali,
dan banyak pipa-pipa air yang dulu dipasang dengan biaya tinggi kini rusak dan
bocor. Petugas di balik meja penerima tamu mengenal Bob dengan baik dan melihat ke
padanya dengan wajah berseri-seri.
"Selamat pagi, Komandan. Apakah Anda ingin bertemu dengan kakak Anda" Dia baru
saja keluar, pergi piknik dengan putrinya...."
"Pergi piknik?" Bob terperanjat karena saat ini waktu yang sama sekali tak ?tepat untuk piknik.
"Mereka pergi dengan Tuan dan Nyonya Hurst dari perusahaan minyak," kata petugas
itu menjelaskan. Di tempat seperti ini setiap orang selalu tahu
43 segala-galanya. "Mereka pergi ke Bendungan Kalat Diwa."
Bob menyumpah-nyumpah dalam hatinya. Kalau begitu berjam-jam lagi Joan baru akan
pulang. "Aku akan naik ke kamarnya," katanya, lalu mengulurkan tangannya untuk menerima
kunci yang diberikan oleh petugas itu.
Dibukanya pintu kamar dengan kunci itu, lalu masuk. Kamar itu, sebuah kamar
tidur besar untuk dua orang, kacau-balau seperti biasanya. Joan Sutcliffe bukan
seorang wanita yang rapi. Tongkat golf terletak sembarangan di sebuah kursi,
raket tenis terlempar di tempat tidur. Pakaian-pakaian berserakan, sedang meja
dipenuhi rol-rol film, kartu-kartu pos, buku-buku saku dan barang-barang
kerajinan yang khas dari daerah selatan, yang kebanyakan dibuat di Birmingham
dan Jepang. Bob memandang ke sekelilingnya, melihat kopor-kopor dan tas-tas yang
beritsleting. Dia sedang menghadapi suatu masalah. Dia tidak akan bisa bertemu
dengan Joan sebelum pergi menerbangkan Ali keluar dari negeri ini. Dia tidak
akan sempat pergi menyusulnya ke Kalat Diwa dan kembali lagi. Bisa saja dia
membungkus barang itu dan meninggalkan surat tapi dia segera menggeleng. Dia
?tahu betul bahwa dia hampir selalu dibuntuti. Mungkin saja dia telah dibuntuti
sejak dari istana ke rumah minum itu, dan dari rumah minum itu kemari. Dia tidak
melihat siapa-siapa tapi dia tahu benar bahwa orang-orang itu sangat ahli dalam
?pekerjaan semacam itu. Tak ada sesuatu yang mencurigakan mengenai kedatangannya
ke hotel itu untuk menjumpai kakaknya tapi bila dia meninggalkan sebuah
?bungkusan dan sepucuk 44 surat, tentu surat itu akan dibaca dan bungkusannya dibuka.
Waktu... waktu.... Dia tak punya waktu....
Batu-batu permata senilai tiga perempat juta pound di dalam saku celananya.
Sekali lagi dia memandang ke sekeliling kamar itu....
Kemudian, sambil tersenyum, dikeluarkannya dari sakunya sebuah kantung kecil
berisi alat-alat pertukangan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Dia ingat,
kemenakannya Jennifer punya bahan plastik lembut yang bisa dibentuk-bentuk. Itu
akan bisa membantu. Dia bekerja dengan cepat dan cekatan. Sekali dia mengangkat kepalanya, merasa
curiga, dan memandang ke arah jendela yang terbuka. Tidak, tak ada balkon di
luar kamar ini. Hanya rasa gugupnya sendiri yang membuatnya merasa bahwa ada
seseorang yang mengawasinya.
Diselesaikannya pekerjaannya, lalu mengangguk dengan rasa puas. Tak seorang pun
melihat apa yang telah dilakukannya dia yakin akan hal itu. Tidak Joan, tidak ?siapa pun juga. Jennifer jelas tidak, anak itu hanya memusatkan perhatiannya
pada dirinya sendiri, dan oleh karenanya tak pernah melihat atau menyadari apa
pun di luar dirinya sendiri.
Dikumpulkannya semua bekas-bekas pekerjaannya, lalu dimasukkannya ke dalam
sakunya.... Kemudian dia merasa bimbang, dia memandang ke sekelilingnya lagi.
Diambilnya kertas surat Nyonya Sutcliffe, lalu dia mengerutkan dahinya.....
Dia harus meninggalkan surat pendek untuk Joan....
45 Tapi apa yang akan ditulisnya" Seharusnya sesuatu yang bisa dimengerti oleh
Joan tapi yang tidak punya arti apa-apa bagi orang lain yang membacanya.
?Dan itu benar-benar tak mungkin! Dalam cerita-cerita detektif yang sering dibaca
Bob untuk mengisi waktu luangnya, dikisahkan bahwa surat-surat yang ditulis
dengan kode paling rahasia pun, yang kita tinggalkan, selalu bisa dipecahkan dan
ditafsirkan orang. Padahal dia tak bisa memikirkan barang satu pun kode
rahasia apalagi Joan adalah seorang manusia yang berakal sehat, yang
?menghendaki segala-galanya dituliskan dengan jelas sebelum dia bisa
memahaminya____ Kemudian kerut di dahinya hilang. Ada cara lain untuk melakukannya mengalihkan
?perhatian dari Joan dia harus meninggalkan sepucuk surat biasa. Lalu
?meninggalkan .pesan pada seseorang supaya disampaikan pada Joan di Inggris.
Cepat-cepat dia menulis ?Joan tersayang, Aku tadi mampir akan mengajakmu main golf sore ini, tapi kau pergi ke bendungan,
kau tentu akan lama di sana, dan kau pasti akan sangat lelah. Bagaimana kalau
besok saja" Pukul lima di gedung pertemuan.
Adikmu, Bob Suatu pesan sederhana yang ditinggalkan untuk seorang kakak, yang mungkin tak
akan pernah dijumpainya lagi tetapi dengan beberapa pertimbangan, yang nampak
?wajar-wajar saja itulah yang paling baik. Joan tidak boleh terlibat dalam urusan
46 apa pun juga, dia bahkan tak boleh tahu bahwa sebenarnya ada suatu urusan aneh.
Joan tidak bisa menyembunyikan apa-apa. Kenyataan bahwa dia sama sekali tidak
tahu apa-apa akan merupakan perlindungan baginya.
Dan surat singkat itu akan punya tujuan ganda. Dari surat itu orang akan menduga
bahwa dia, Bob, tak punya niat untuk pergi ke mana-mana.
Dia berpikir beberapa lamanya, kemudian dia menyeberang ke tempat telepon, lalu
minta dihubungkan ke Kedutaan Besar Inggris. Dia langsung dihubungkan dengan
Edmundson, sekretaris tiga, sahabatnya.
"John" Di sini Bob Rawlinson. Bisakah kau menemui aku di suatu tempat bila kau
sedang bebas tugas".... Bisa lebih awal dari itu".... Kuminta supaya kaulakukan itu,
Sahabat. Ini penting. Yah, sebenarnya mengenai seorang gadis...." Dia batuk-batuk
karena malu. "Dia hebat. Benar-benar hebat. Luar biasa. Soalnya hanya agak
rumit." Suara Edmundson yang terdengar agak tersekat dan bernada menyalahkan, berkata,
"Aduh, Bob, kau dengan gadis-gadismu itu. Baiklah kalau begitu, pukul dua ya?"
Lalu dia memutuskan hubungan. Bob mendengar bunyi gema halus waktu seseorang,
yang rupanya ikut mendengarkan, meletakkan gagang teleponnya pula.
Edmundson yang baik. Karena semua telepon di Ramat ini disadap, Bob dan John
Edmundson telah menciptakan kode mereka sendiri. Seorang gadis cantik yang 'luar
biasa' berarti sesuatu yang mendesak dan penting sekali.
Edmundson akan menjemputnya dengan mobilnya di luar Bank Merchants yang baru
pukul dua, dan 47 dia akan menceritakan padanya tentang tempatnya menyembunyikan permata itu. Akan
dikatakannya pada Edmundson bahwa Joan tak tahu tentang hal itu, tetapi bahwa,
kalau sampai terjadi sesuatu atas dirinya, hal itu akan sangat penting. Karena
pulang dengan naik kapal, Joan dan Jennifer baru akan tiba kembali di Inggris
enam minggu lagi. Saat itu hampir bisa dipastikan revolusi tentu sudah pecah,
mungkin berhasil mungkin pula gagal dan bisa dipadamkan. Ali Yusuf mungkin sudah
akan berada di Eropa, atau dia berdua dengan Bob malahan sudah mati. Akan
diceritakannya secukupnya pada Edmundson, tapi tidak akan terlalu banyak.
Untuk terakhir kalinya dia melihat ke sekeliling kamar itu. Kamar itu masih
tetap kelihatan seperti semula, tenang, aman, acak-acakan, dan biasa-biasa saja.
Satu-satunya tambahan di tempat itu adalah surat yang tak berarti bagi Joan itu.
Surat itu disandarkannya di atas meja tulis, lalu dia keluar. Di lorong hotel
yang panjang tak ada seorang pun.
II Wanita penghuni kamar di sebelah kamar yang ditempati Joan Sutcliffe menarik
dirinya dari balkon. Dalam tangannya ada sebuah cermin.
Semula dia keluar ke balkon itu untuk memeriksa sehelai rambut yang tumbuh di
dagunya dengan teliti. Dia mencabut rambut itu dengan sebuah jepitan, kemudian
ditelitinya wajahnya dengan cermat di sinar matahari yang cerah.
Ketika dia dalam keadaan santai begitu, dia melihat sesuatu. Dari sudut
tempatnya memegang cermin terpantul cermin lemari pakaian dalam kamar di
48 sebelahnya, dan melalui cermin itu dilihatnya seorang laki-laki sedang melakukan
sesuatu yang mencurigakan.
Demikian aneh dan mencurigakan hingga dia berdiri diam-diam tak bergerak,
memperhatikannya. Pria yang duduk di meja itu tak dapat melihatnya dari
tempatnya duduk, sedang wanita itu bisa melihat pria tersebut melalui pemantulan
ganda. Bila dia memalingkan kepalanya ke belakang, mungkin akan terlihat olehnva cermin
wanita itu melalui cermin lemari pakaian, tetapi dia sedang asyik benar dengan
pekerjaannya hingga dia tak menoleh____
Memang, sekali dia tiba-tiba mengangkat mukanya dan menoleh ke arah jendela,
tetapi karena di situ tak terlihat apa-apa, dia menundukkan kepalanya lagi.
Wanita itu memperhatikannya terus waktu dia menyelesaikan apa yang sedang
dikerjakannya. Sebentar kemudian pria itu menulis sepucuk surat yang
disandarkannya di meja tulis. Kemudian pria itu berpindah tempat hingga tak
tertangkap lagi oleh cerminnya, tetapi dia masih bisa mendengar dan tahu bahwa
pria itu sedang berbicara melalui telepon. Dia tak bisa mendengar apa yang
dipercakapkan, tetapi kedengarannya percakapan ringan yang biasa-biasa saja. ?Kemudian didengarnya pintu ditutup.
Wanita itu menunggu beberapa menit lagi. Lalu dibukanya pintu kamarnya. Di ujung
gang tampak seorang Arab sedang menjentik-jentik penyapu debu dari bulu dengan
malasnya. Laki-laki itu membelok di sudut, lalu menghilang.
Wanita itu cepat-cepat menyelinap masuk ke kamar sebelah. Pintunya terkunci,
tapi itu memang sudah diduganya. Jepit rambutnya dan mata pisau
49 lipat bisa dipakainya untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat dan penuh
keahlian. Dia masuk sambil mengatupkan pintu kembali. Diambilnya surat yang ada di atas
meja. Tutup amplopnya hanya diselipkan sedikit dan mudah dibuka. Dibacanya surat
itu sambil mengerutkan dahinya. Surat itu tidak memberikan penjelasan apa-apa.
Dilemnya surat itu, dikembalikannya ke tempat semula, lalu dia berjalan
menyeberangi kamar. Setibanya di situ, ketika dia mengulurkan tangannya, dia terganggu oleh suara-
suara yang terdengar melalui jendela dari teras bawah.
Salah satu di antaranya adalah suara yang dikenalnya sebagai suara penghuni
kamar di mana dia sedang berada. Suatu suara yang penuh keyakinan, seperti orang
yang sedang mengajar, dan penuh percaya diri.
Dia melompat ke arah jendela.
Di teras bawah, Joan Sutcliffe, yang disertai putrinya Jennifer, seorang gadis
berumur lima belas tahun yang bertubuh montok tetapi pucat, sedang berbicara
dengan seorang pria Inggris yang jangkung dan berwajah murung, yang agaknya
adalah petugas dari Konsulat Inggris. Wanita itu berbicara dengan suara nyaring
sekali hingga bisa didengar oleh semua orang. Dia sedang mengutarakan
pendapatnya mengenai tujuan kedatangan pria itu, yaitu untuk mengatur perjalanan
pulang wanita itu. "Itu tak masuk akal! Belum pernah saya mendengar omong kosong seperti itu.
Segala-galanya tenang-tenang saja di sini dan semua orang menyenangkan sekali.
Saya rasa itu hanya ribut-ribut yang membuat orang panik saja."
50 "Kita harapkan saja begitu, Nyonya Sutcliffe, kami benar-benar berharap begitu.
Tetapi Yang Mulia merasa bertanggung jawab untuk..."
Nyonya Sutcliffe memotong bicaranya. Dia tak ingin mempertimbangkan tanggung
jawab para duta besar. "Harap Anda ketahui juga, barang bawaan kami banyak sekali. Kami bermaksud
pulang naik kapal hari Rabu yang akan datang. Perjalanan melalui laut akan baik?bagi kesehatan Jennifer. Begitu kata dokter. Saya benar-benar menolak untuk
mengubah semua rencana saya dan diterbangkan ke Inggris dalam kekacauan yang tak
masuk akal ini." Pria yang berwajah murung itu menghibur bahwa Nyonya Sutcliffe dan putrinya tak
perlu terbang langsung sampai ke Inggris, tapi sampai ke Aden saja dan dari sana
naik kapal. "Dengan semua barang-barang kami?"
"Ya, ya, itu bisa diatur. Saya membawa mobil yang sekarang sedang
menunggu sebuah mobil yang cukup besar. Kita bisa langsung memuat barang-barang
?Anda sekarang." "Yah, baiklah," kata Nyonya Sutcliffe mengalah. "Kalau begitu sebaiknya kami
berbenah sekarang." "Kami harap segera."
Wanita di dalam kamar itu cepat-cepat menarik dirinya. Dia melihat ke alamat
yang tertulis pada label bagasi pada salah sebuah kopor. Kemudian dia menyelinap
keluar dari kamar itu dan kembali ke kamarnya sendiri tepat pada waktu Nyonya
Sutcliffe membelok di sudut lorong hotel.
Petugas dari kantor hotel berlari mengejarnya.
"Adik Anda, Komandan Skuadron, tadi kemari, Nyonya Sutcliffe. Dia naik ke kamar
Anda. Tapi saya 51 rasa dia telah pergi lagi. Pasti baru saja dia pergi waktu Anda tiba."
"Huh, membosankan!" gumam Nyonya Sutcliffe. "Terima kasih," katanya pada petugas
itu, lalu menyusul Jennifer. "Kurasa Bob juga mau ribut-ribut. Aku sendiri tak
bisa melihat tanda-tanda kekacauan di jalan-jalan. Pintu ini tak terkunci.
Ceroboh sekali orang-orang ini."
"Mungkin Paman Bob tadi," kata Jennifer.
"Kalau aku sempat bertemu dengan dia tadi.... Oh, ini ada suratnya." Surat itu
dibukanya.
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekurang-kurangnya Bob tidak membuat ribut-ribut," katanya dengan nada gembira.
"Kelihatannya dia tak tahu apa-apa tentang semuanya ini. Ini tak lebih dari
angin yang ditiup-tiupkan oleh para diplomat. Benci sekali aku harus berbenah di
tengah hari yang panas ini. Kamar ini pun rasanya seperti oven saja panasnya.
Ayo, Jennifer, keluarkan pakaian dari lemari kecil dan lemari besar itu. Kita
hanya akan sempat menjejal-jejalkan semuanya saja ke dalam kopor-kopor. Kita
akan mengepaknya lagi nanti."
"Saya belum pernah berada di tengah-tengah suatu revolusi," kata Jennifer
merenung. "Kurasa kali ini pun kau tidak akan berada dalam suatu revolusi," kata ibunya
tajam. "Sudah kukatakan, tidak akan terjadi apa-apa."
Jennifer kelihatan kecewa.
52 3. Memperkenalkan Tuan Robinson
Kira-kira enam minggu kemudian seorang anak muda perlahan-lahan mengetuk pintu
sebuah kamar di Bloomsbury dan dipersilakan masuk.
Kamar itu kecil. Di balik sebuah meja tulis, di sebuah kursi, seorang laki-laki
setengah baya yang gemuk duduk terhenyak. Celananya kusut, bagian depannya penuh
dengan abu cerutu. Jendela-jendelanya tertutup dan suasananya hampir-hampir tak
tertahankan. "Ya?" kata laki-laki gemuk itu dengan ketus, dan berbicara dengan mata setengah
tertutup. "Ada apa ini, ha?"
Sudah menjadi omongan orang bahwa Kolonel Pikeaway matanya selalu hampir
terpejam seperti tidur, atau seperti baru saja terbuka sehabis tidur. Dikatakan
orang pula bahwa namanya bukan Pikeaway, dan bahwa dia bukan seorang kolonel.
Tetapi orang bisa saja berkata seenaknya!
"Ada Tuan Edmundson dari Departemen Luar Negeri, Pak."
"Oh," kata Kolonel Pikeaway.
Matanya mengedip-ngedip seolah-olah akan tertidur lagi, lalu menggumam,
"Dia sekretaris tiga di kedutaan besar di Ramat pada saat revolusi pecah di
sana. Benar?" "Benar, Pak." 53 "Kalau begitu sebaiknya kujumpai dia," kata Kolonel Pikeaway tanpa menunjukkan
rasa senang sedikit pun juga. Dia hanya menegakkan duduknya, lalu menepiskan
sedikit abu cerutu dari perutnya yang gendut.
Tuan Edmundson adalah seorang pria muda yang jangkung dan berambut pirang.
Pakaiannya rapi sekali sesuai dengan sikapnya. Air mukanya tenang dan
menunjukkan rasa tak senang yang tak diucapkannya.
"Kolonel Pikeaway" Saya John Edmundson. Kata orang eh Anda mungkin ingin ? ?bertemu dengan saya."
"Begitukah kata mereka" Yah, mereka bisa saja tahu," kata Kolonel Pikeaway.
"Duduklah," katanya lagi.
Matanya mulai akan menutup lagi, tetapi sebelum itu terjadi, dia berbicara,
"Anda berada di Ramat pada saat revolusi di sana meletus?"
"Ya, benar. Peristiwa yang buruk sekali." "Saya rasa begitu. Anda sahabat Bob
Rawlinson, bukan?" "Ya, saya kenal baik dengannya." "Dia sudah meninggal," kata Kolonel Pikeaway.
"Benar, Pak, saya tahu itu. Tapi saya tak yakin..." dia terdiam.
"Anda tak perlu berusaha untuk menutup-nutupi sesuatu di sini," kata Kolonel
Pikeaway. "Kami di sini sudah tahu semuanya. Atau kalaupun kami tak tahu, kami
berpura-pura tahu. Rawlinson membawa Ali Yusuf terbang ke luar Ramat pada hari
pecahnya revolusi itu. Sejak itu tidak lagi terdengar berita
54 tentang pesawat mereka. Mungkin mereka mendarat di suatu tempat yang terpencil,
atau mungkin juga jatuh meledak. Reruntuhan sebuah pesawat terbang telah
ditemukan di Pegunungan Arolez. Ditemukan pula dua jenazah. Berita tentang hal
itu akan disampaikan pada pers besok. Begitu, kan?"
Edmundson membenarkan hal itu.
"Kami di sini tahu semua," kata Kolonel Pikeaway. "Itulah gunanya ada kami.
Pesawat itu terbang ke arah gunung. Mungkin karena keadaan cuaca, mungkin pula
karena sabotase. Karena bom waktu. Kami belum mendapatkan laporan lengkap.
Pesawat itu meledak di suatu tempat yang boleh dikatakan tak terjangkau.
Ditawarkan hadiah bagi siapa pun yang menemukannya, tapi hal-hal semacam itu
lama baru mendapat tanggapan. Lalu kami harus menerbangkan ahli-ahli untuk
mengadakan penyelidikan. Tentu dengan menempuh segala macam birokrasi.
Permohonan pada pemerintah asing, izin dari para menteri, uang suap belum lagi ?petani-petani setempat yang mungkin mengetahui sesuatu yang mungkin berguna."
Dia diam lalu melihat pada Edmundson.
"Semuanya ini menyedihkan sekali," kata Edmundson. "Padahal Pangeran Ali Yusuf
akan bisa menjadi seorang penguasa yang memperhatikan kepentingan rakyat, dengan
prinsip-prinsip demokrasinya."
"Mungkin justru itulah yang membuat anak muda itu terbunuh," kata Kolonel
Pikeaway. "Tapi kita tak bisa membuang waktu dengan mengisahkan cerita sedih
tentang kematian raja-raja. Kami telah diminta untuk mengadakan pengusutan.
?Oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jelasnya oleh pihak-pihak
55 yang sangat menyukai pemerintahan Baginda." Dia menatap lawan bicaranya dengan
tajam. "Anda tahu maksud saya?"
"Ya, sava ada mendengar selentingan." Edmundson berbicara dengan enggan.
"Mungkin Anda telah mendengar pula bahwa tak ada sesuatu yang berharga ditemukan
di tubuh kedua orang itu, maupun di antara reruntuhan pesawatnya. Dan sepanjang
pengetahuan kami tidak ada pula yang telah dicuri oleh penduduk desa. Meskipun
mengenai hal itu kita tak pernah bisa yakin. Petani-petani miskin itu belum
tentu jujur. Mereka tahan menutup mulut seperti Departemen Luar Negeri sendiri.
Lalu apa saja yang telah Anda dengar?"
"Tak ada apa-apa lagi."
"Tidakkah Anda mendengar bahwa ada sesuatu yang berharga yang seharusnya
ditemukan" Lalu untuk apa mereka mengirim Anda pada saya?"
"Kata mereka mungkin ada pertanyaan-pertanyaan tertentu yang ingin Anda
tanyakan," kata Edmundson dengan sikap resmi.
"Bila saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan, maka saya mengharapkan jawaban,"
Kolonel Pikeaway menjelaskan.
"Tentu." "Nampaknya tidak begitu wajar menurut Anda, Anak muda. Apakah Bob Rawlinson
mengatakan sesuatu pada Anda sebelum dia terbang keluar dari Ramat" Dialah satu-
satunya orang kepercayaan Ali. Ayolah, coba katakan. Apakah dia mengatakan
sesuatu?" "Mengenai apa, Pak?"
Kolonel Pikeaway memandanginya tepat-tepat, lalu menggaruk telinganya.
56 "Ah, sudahlah," geramnya. "Lupakan saja hal itu dan jangan katakan apa-apa. Aku
telah membesar-besarf"an soal itu dalam pikiranku sendiri! Bila Anda tak tahu
tentang apa yang saya bicarakan, pasti Anda tak tahu apa-apa, dan bereslah
persoalannya." "Saya kira ada sesuatu..." Edmundson berbicara hati-hati dan dengan enggan.
"Sesuatu yang penting, yang mungkin ingin dikatakan Bob pada saya."
"Oh," kata Kolonel Pikeaway, dengan air muka puas seperti seseorang yang baru
berhasil mencabut gabus dari sebuah botol. "Itu menarik. Coba saya dengar apa
yang Anda ketahui itu."
"Sedikit sekali, Pak. Bob dan saya punya semacam kode sederhana. Kami
berkeyakinan bahwa semua telepon di Ramat telah disadap. Bob rupanya telah
mendengar sesuatu di istana, dan saya pun kadang-kadang punya suatu informasi
kecil yang berguna yang bisa saya sampaikan padanya. Maka bila salah seorang di
antara kami menelepon dan mengatakan tentang seorang atau beberapa orang gadis,
dengan suatu cara tertentu, dengan menggunakan istilah 'luar biasa' untuk gadis
itu, maka itu berarti bahwa ada sesuatu yang penting!"
"Suatu informasi penting atau semacamnya, begitukah?"
"Ya. Bob menelepon saya dengan menggunakan istilah-istilah itu pada hari
meletusnya revolusi. Saya dimintanya untuk menemuinya di tempat kami biasa
bertemu di luar salah satu bank. Tetapi kekacauan meledak justru di tempat itu,?dan polisi menutup jalan ke sana. Saya kehilangan kontak dengan dia, begitu pula
dia tak bisa menghubungi saya. Petang itu juga dia menerbangkan Ali ke luar."
57 "Oh, begitu," kata Pikeaway. "Tak tahukah Anda dari mana dia menelepon?"
"Tidak. Bisa dari mana saja."
?"Sayang." Dia berhenti, lalu berkata seenaknya,.
"Apakah Anda kenal Nyonya Sutcliffe?"
"Maksud Anda kakak Bob Rawlinson" Saya bertemu dengan dia di sana, tentu. Waktu
itu dia sedang berada di sana dengan putrinya, seorang anak sekolah. Saya tidak
begitu kenal padanya."
"Apakah dia akrab dengan Bob Rawlinson?"
Edmundson berpikir-pikir.
"Tidak, saya rasa tidak. Kakaknya itu jauh lebih tua daripada Bob, dan suka
bersikap sok tahu. Lagi pula Bob tak suka pada iparnya dia selalu menjulukinya
?keledai yang suka berlagak."
"Ya, orangnya memang begitu! Dia adalah salah seorang industrialis kita yang
terkemuka dan mereka memang suka berlagak! Jadi menurut Anda, tak mungkin Bob
?Rawlinson telah membukakan suatu rahasia penting pada kakaknya itu?"
"Sulit mengatakannya dengan pasti tapi tidak, saya rasa tidak akan."
?"Saya rasa pun tidak," kata Kolonel Pikeaway.
Dia mendesah. "Yah, hanya itulah yang ingin kita ketahui. Nyonya Sutcliffe
sedang dalam perjalanan pulang melalui laut. Mereka akan tiba di Tilbury dengan
kapal Eastern Queen besok."
Dia diam beberapa lamanya, sementara matanya mengawasi anak muda yang duduk di
seberangnya. Lalu, seolah-olah dia telah mengambil suatu keputusan, diulurkannya
tangannya dan berkata dengan cepat,
"Anda baik sekali telah bersedia datang kemari."
58 "Saya menyesal karena tak dapat memberi bantuan yang berguna. Apakah Anda yakin
bahwa tak ada lagi yang dapat saya lakukan?"
"Tidak. Tidak. Tak ada lagi."
John Edmundson keluar. Anak muda yang sopan tadi masuk kembali.
"Semula kupikir sebaiknya kusuruh dia pergi ke Tilbury untuk menyampaikan berita
sedih itu kepada kakak almarhum," kata Pikeaway. "Mengingat dia adalah sahabat ?karib adiknya. Tapi kemudian kuputuskan sebaiknya tidak. Tampaknya dia kurang
luwes. Begitulah latihan orang-orang di Departemen Luar Negeri itu. Dia bukan
seorang oportunis. Sebaiknya kusuruh saja, si... siapa namanya?"
"Derek?" "Benar." Kolonel Pikeaway mengangguk membenarkan. "Kau sudah mulai memahami
maksudku, ya?" "Saya mencoba sebaik-baiknya, Pak."
"Mencoba saja tak cukup. Kau harus berusaha sampai berhasil. Suruh dulu Ronnie
kemari. Aku ada tugas untuknya."
II Kolonel Pikeaway nampaknya akan tidur lagi ketika anak muda yang bernama Ronnie
masuk ke kamar itu. Anak muda itu bertubuh jangkung, berotot, berambut hitam,
dan sikapnya santai tetapi cukup sopan.
Beberapa saat Kolonel Pikeaway memandanginya, lalu tertawa.
"Maukah kau masuk ke sekolah putri?" tanyanya.
59 "Sekolah putri?" Anak muda itu mengangkat alisnya. "Itu akan merupakan suatu
pengalaman baru! Apa yang akan mereka lakukan" Apakah mereka akan membuat bom
dalam pelajaran kimia?"
"Bukan hal yang semacam itu. Sekolah itu sebuah sekolah terkemuka dan bermutu
tinggi. Namanya Meadowbank."
"Meadowbank!" kata anak muda itu, lalu bersiul. "Sulit rasanya saya percaya!"
"Tutup mulutmu yang lancang itu dan dengarkan aku. Putri Shaista, saudara sepupu
dan satu-satunya keluarga terdekat almarhum Pangeran Ali Yusuf dari Ramat, akan
bersekolah di sana dalam semester yang akan datang ini. Sampai sekarang dia
bersekolah di Swiss."
"Apa yang harus saya lakukan" Menculiknya?"
"Tentu tidak. Kurasa dalam waktu dekat ini dia akan menjadi pusat perhatian.
Kuminta kau mengamati perkembangan-perkembangan. Aku tak bisa memberikan
penjelasan lebih terperinci. Aku tak tahu apa yang akan terjadi atau siapa yang
akan muncul, tapi bila ada salah seorang 'teman' yang tidak kita sukai mulai
menaruh perhatian, segera laporkan____ Pokoknya, kau harus menjadi tukang lapor
yang awas." Anak muda itu mengangguk.
"Lalu dengan cara bagaimana saya bisa melakukan pengawasan itu" Apakah saya
harus menjadi guru gambar?"
"Semua tenaga pengajarnya adalah wanita." Kolonel Pikeaway melihat kepadanya
sambil menimbang-nimbang. "Kurasa aku harus menjadikanmu seorang tukang kebun."
"Tukang kebun?"
60 "Ya. Apakah tepat kalau kukatakan bahwa kau tahu sedikit-sedikit tentang
berkebun?" "Ya, memang benar. Waktu saya masih remaja, saya pernah menjadi pengisi kolom
Kebun Anda dalam surat kabar Sunday Mad selama setahun."
"Puh!" kata Kolonel Pikeaway. "Itu tak ada artinya! Aku sendiri pun bisa mengisi
kolom mengenai berkebun tanpa tahu apa-apa tentang hal itu kutip saja dari ?beberapa katalogus penjual bibit tanaman yang biasanya bergambar suram, dan
bersumber dari sebuah Ensiklopedi Perkebunan. Aku tahu semua isinya. "Mengapa
Anda tidak mendobrak tradisi dan memberikan nada yang benar-benar bersifat
tropis dalam kebun Anda tahun ini" Tanamlah Amabellis Gossiporia yang cantik,
dan beberapa Sinensis Makafoolia, jenis hibrida Cina yang baru dan luar biasa.
Coba pula perdu Sinistra Hopaless yang merah ceria, yang berbunga banyak,
meskipun bunga itu tidak begitu tahan cuaca namun cukup kuat kalau dilindungi
oleh dinding tembok di sebelah barat'." Dia berhenti lalu tertawa. "Semua itu
omong kosong! Orang-orang yang bodoh percaya saja lalu membeli bibit bunga-bunga
itu, dan salju pertama menghancurkan semuanya, dan mereka menyesal mengapa tidak
menanam wallflower dan forget-me-not seperti biasa. Bukan begitu maksudku yang
sebenarnya, Anak muda. Ludahi tanganmu dan gunakan sekop, jangan jijik dengan
tumpukan pupuk kandang, rajin-rajinlah menutupi tanaman-tanaman baru dengan
jerami, pakailah cangkul Belanda atau cangkul macam apa saja, buatlah parit-
parit yang benar-benar dalam bila akan menanam sweetpea dan segala macam kegiatan sehubungan dengan itu. ?Bisakah kau melakukannya?"
61 "Semua itu sudah biasa saya lakukan sejak saya
masih remaja!" "Aku percaya. Aku kenal ibumu. Nah, kalau
begitu semuanya beres."
"Apakah akan ada lowongan bagi seorang tukang kebun di Meadowbank?"
"Pasti ada," kata Kolonel Pikeaway. "Semua kebun di Inggris ini kekurangan
tenaga kerja. Aku akan membuatkan surat pengantar yang baik untukmu. Lihat saja
nanti, mereka pasti akan menerimamu dengan tangan terbuka. Kita tak bisa
membuang-buang waktu, semester musim panas akan dimulai tanggal dua puluh
sembilan ini." "Saya harus berkebun dan saya harus membuka mata saya, begitukah?"
"Betul, lalu bila ada gadis-gadis remaja yang gila bercinta mencoba main mata
denganmu, sekali-kali jangan kaulayani. Aku tak mau kau sampai dipecat terlalu
cepat." Ditariknya secarik kertas. "Nama apa yang akan kaupakai?"
"Agaknya Adam akan cocok." "Nama keluarganya?" "Bagaimana kalau Eden?"
"Aku benar-benar tak suka caramu berpikir. Adam Goodman nampaknya lebih cocok.
Pergilah, lalu karanglah riwayat hidupmu dengan Jenson, dan segeralah mulai
memainkan sandiwaramu." Dia melihat ke arlojinya. "Aku tak punya waktu lagi
untukmu. Aku tak mau Tuan Robinson sampai menungguku. Pasti dia sedang dalam
perjalanan kemari sekarang."
62 Adam (kita mulai saja menyebutnya dengan namanya yang baru itu) berhenti
sebentar waktu dia sedang berjalan ke pintu.
"Tuan Robinson?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. "Diakah yang akan datang?"
"Begitulah kataku." Bel di meja tulisnya berdering. "Itu pasti dia. Dia selalu
tepat pada waktunya. Tuan Robinson."
"Katakan..." kata Adam penuh ingin tahu. "Siapakah dia sebenarnya" Siapa namanya
yang sebenarnya?" "Namanya ya Tuan Robinson," kata Kolonel Pikeaway. "Hanya i.u yang aku tahu, dan
hanya itu pulalah yang diketahui oleh semua orang."
III Pria yang masuk ke kamar itu kemudian penampilannya sama sekali tak cocok dengan
namanya, Robinson. Mungkin lebih pantas kalau namanya Demetrius, atau
Isaacstein, atau Perenna meski tak satu pun di antaranya cocok pula. Dia bukan
?orang Yahudi, atau orang Yunani, bukan pula orang Portugis, bukan orang Spanyol,
bukan pula orang Amerika Selatan. Tapi yang paling tak mungkin adalah bahwa dia
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang Inggris yang bernama Robinson. Badannya gemuk dan pakaiannya bagus,
wajahnya kuning, matanya hitam dan sayu, dahinya lebar, dan mulutnya yang lebar
memperlihatkan gigi putih yang besar-besar. Bentuk tangannya bagus dan
terpelihara dengan baik. Nada suaranya Inggris tulen, tanpa aksen asing sedikit
pun. Dia dan Kolonel Pikeaway saling menyapa dengan gaya, seolah-olah mereka adalah
dua orang raja yang 63 sama-sama masih memerintah. Mereka saling berbasa-basi.
Kemudian, setelah Tuan Robinson menerima sebatang cerutu, Kolonel Pikeaway
berkata, "Anda baik sekali telah menawarkan diri untuk membantu kami."
Tuan Robinson menyalakan cerutunya, menikmati rasanya dan akhirnva berbicara,
"Saudara, saya hanya berpikir saya banyak mendengar. Saya mengenal banyak ?sekali orang, dan mereka banyak bercerita pada saya. Entah mengapa."
Kolonel Pikeaway tidak memberi komentar apa-apa mengenai alasan itu. Katanya,
"Kata orang Anda telah mendengar bahwa pesawat terbang Pangeran Ali Yusuf sudah
ditemukan?" "Hari Rabu minggu yang lalu," kata Tuan Robinson. "Anak muda yang bernama
Rawlinson yang menjadi pilotnya. Suatu penerbangan tipuan. Tapi meledaknya
pesawat itu bukanlah kesalahan Rawlinson. Pesawat terbang itu telah dikutak-
katik oleh seseorang yang bernama Achmed seorang montir yang berpengalaman.
? ?Dia benar-benar bisa dipercaya begitulah yang disangka oleh Rawlinson. Tapi
?ternyata tidak. Kini dia telah mendapat kedudukan yang sangat menguntungkan
dalam rezim yang baru ini."
"Jadi rupanya sabotase! Kami belum begitu yakin. Kisah yang menyedihkan sekali."
"Ya. Anak muda yang malang itu maksud saya Ali Yusuf belum siap untuk
? ?menangani segala macam korupsi dan pengkhianatan. Adalah hal yang
64 tidak bijaksana memberinya pendidikan di sebuah sekolah umum itu pandangan
?saya. Tapi bukan dia yang kita pikirkan sekarang, bukan" Dia sudah tergolong
berita masa lalu. Bila seorang raja meninggal habislah riwayatnya. Kita hanya
tertarik Anda dengan cara Anda sendiri, dan saya dengan cara saya pula pada
? ?apa yang telah ditinggalkan raja itu, bukan?" "Apa itu?"
Tuan Robinson mengangkat bahunya.
"Simpanan uang yang besar jumlahnya di Jenewa, sejumlah kecil simpanan di
London, barang-barang yang banyak jumlahnya di negaranya sendiri yang kini telah
diambil alih oleh rezim baru yang hebat (tapi saya dengar barang-barang itu
telah dibagi-bagikan), dan akhirnya ada pula sejumlah kecil barang-barang
pribadi." "Kecil?" "Yang namanya barang itu relatif. Yang saya maksud kecil ukurannya. Mudah
dibawa-bawa orang." "Tapi sepanjang pengetahuan saya, barang-barang itu tidak terdapat pada tubuh
Ali Yusuf." "Memang. Karena dia sudah menyerahkannya pada Rawlinson."
"Apakah Anda yakin akan hal itu?" tanya Pikeaway tajam.
"Yah, kita tak pernah bisa merasa yakin seratus persen," kata Tuan Robinson
dengan nada menyesal. "Dalam sebuah istana selalu banyak gunjingan. Tentu tak
mungkin semuanya benar. Tapi desas-desus mengenai hal itu sudah sangat meluas."
"Tapi barang itu tidak terdapat pula di tubuh. Rawlinson...."
65 "Kalau begitu," kata Tuan Robinson, "agaknya barang-barang tersebut sudah dibawa
keluar dari negeri itu dengan suatu cara lain."
"Cara lain yang bagaimana" Apakah Anda punya suatu gagasan?"
"Rawlinson pergi ke sebuah kedai minuman di kota itu setelah dia menerima batu-
batu permata tersebut. Tak ada yang melihatnya berbicara dengan seseorang atau
menghubungi siapa pun juga selama dia di situ. Kemudian dia pergi ke Hotel Ritz
Savoy, di mana kakaknva menginap. Dia naik ke kamar kakaknya dan berada di sana
selama kira-kira dua puluh menit. Wanita itu sendiri sedang keluar. Lalu dia
meninggalkan hotel itu dan pergi ke Bank Merchants di Lapangan Victory. Di sana
dia menguangkan selembar cek. Waktu dia keluar dari bank itu, meletuslah
kekacauan. Beberapa lamanya barulah lapangan itu tenang kembali. Kemudian
Rawlinson langsung pergi ke lapangan terbang mini. Di sana dia segera menuju
pesawat terbang disertai oleh Sersan Achmed.
"Dengan berkendaraan mobil, Ali Yusuf pergi melihat pembangunan jalan baru. Dia
berhenti di lapangan terbang mini, mendatangi Rawlinson dan mengatakan bahwa dia
ingin terbang untuk melihat bendungan dan pembangunan jalan raya yang baru dari
udara. Mereka mengudara, dan tak pernah kembali."
"Apa kesimpulan Anda dari kejadian itu?"
"Sama saja dengan kesimpulan Anda, Sahabat. Untuk apa Bob Rawlinson menghabiskan
waktu dua puluh menit dalam kamar kakaknya padahal wanita itu sedang keluar dan
dia sudah diberi tahu bahwa
66 kakaknya itu mungkin malam baru kembali" Dia memang meninggalkan sepucuk surat
pendek, tapi menulis surat sependek itu hanya makan waktu paling lama tiga
menit. Apa yang dilakukannya selama itu?"
"Apakah Anda berpendapat bahwa dia telah menyembunyikan permata-permata itu di
suatu tempat di antara barang-barang milik kakaknya?"
"Nampaknya memang begitu, bukan" Nyonya Sutcliffe pada hari itu juga diungsikan
bersama warga negara Inggris lainnya. Dia dan putrinya diterbangkan ke Aden.
Saya rasa besok dia akan tiba di Tilbury."
Pikeaway mengangguk. "Awasi dia," kata Tuan Robinson.
"Kami memang akan mengawasi dia," kata Pikeaway. "Itu sudah kami atur."
"Bila permata-permata itu ada padanya, dia akan berada dalam bahaya." Dia
memejamkan matanya. "Saya benci sekali pada kekerasan."
"Apakah Anda pikir akan ada kekerasan?"
"Ada orang-orang yang punya kepentingan. Beberapa orang yang mencurigakan Anda ?tentu mengerti maksud saya."
"Saya mengerti," kata Pikeaway serius.
"Dan orang-orang itu akan berlomba-lomba."
Tuan Robinson menggeleng, "Membingungkan sekali."
Dengan halus Kolonel Pikeaway bertanya, "Apakah Anda sendiri eh punya ? ?kepentingan khusus dalam soal ini?"
"Saya mewakili suatu kelompok orang yang punya kepentingan," kata Tuan Robinson.
Suaranya mengandung sedikit teguran. "Beberapa dari perma -
67 ta yang kita bicarakan itu telah dibeli oleh almarhum Yang Mulia Pangeran dari
sindikat kami dengan harga yang wajar dan masuk akal. Kelompok orang yang saya
?wakili, yang punya kepentingan dengan ditemukannya permata-permata itu, telah
mendapat restu dari almarhum dulu. Saya berani mengatakan hal itu. Selanjutnya,
saya tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Soal-soal yang begini ini peka sekali."
"Tapi Anda benar-benar berada di pihak Dewi Kebenaran, kan" Angel, kan?" tanya
Kolonel Pikeaway sambil tersenyum.
"Ah, Angell Yah Angel." Dia diam sebentar. "Apakah Anda kebetulan tahu, siapa
?yang menempati kamar-kamar di kiri-kanan kamar yang dihuni oleh Nyonya Sutcliffe
dan putrinya?" Kolonel Pikeaway memandanginya, wajahnya samar-samar membayangkan sesuatu.
"Coba saya ingat-ingat dulu saya rasa saya tahu. Di sebelah kiri adalah Senora
?Angelica de Toredo seorang wanita Spanyol eh seorang penari yang bermain di
? ? ?kabaret setempat. Mungkin dia bukan orang Spanyol murni, dan mungkin pula bukan
seorang penari yang baik. Tapi dia sangat disukai para langganannya. Di sebelah
lainnya adalah salah seorang dari suatu kelompok guru sekolah, saya dengar..."
Tuan Robinson tampak berseri memuji.
"Anda masih tetap seperti dulu. Saya datang untuk menceritakan beberapa hal
kepada Anda, tapi hampir selalu Anda sudah mengetahuinya lebih dulu."
"Ah, tidak." Kolonel Pikeaway membantah dengan sopan.
68 "Antara kita berdua saja," kata Tuan Robinson, kita memang tahu banyak." Mata
mereka beradu. "Saya harap," kata Tuan Robinson sambil bangkit, kita tahu cukup banyak...."
69 4. Kembalinya Seorang Pelancong
"Keterlaluan!" kata Nyonya Sutcliffe dengan suara jengkel, sambil melihat ke
luar jendela hotel, "aku tak mengerti mengapa hari selalu hujan kalau orang
kembali ke Inggris. Ini membuat kita merasa tertekan."
"Saya senang sekali kita sudah kembali," kata Jennifer. "Mendengar orang
bercakap-cakap dalam bahasa Inggris di jalan-jalan! Dan sebentar lagi kita akan
minum teh yang benar-benar enak. Roti disemir mentega dengan selai dan kue-kue
yang lezat." "Kuharap kau tidak begitu picik, Sayang," kata Nyonya Sutcliffe. "Apa gunanya
aku membawamu pergi .sampai ke Teluk Parsi kalau kemudian kau berkata bahwa
sebenarnya lebih enak tinggal di rumah?"
"Saya tak menolak kalau diajak pergi ke luar negeri selama satu atau dua bulan,"
kata Jennifer. "Saya hanya berkata bahwa saya senang kita sudah kembali."
"Ah, sudahlah, sekarang pergilah, Sayang, supaya aku bisa menghitung barang-
barang kita. Aku tak yakin apakah sudah mereka bawa naik semua. Aku benar-benar
merasa.... Sejak perang dunia aku punya perasaan bahwa orang-orang menjadi tak
jujur. Aku yakin bahwa bila aku tidak mengawasi barang-barang kita dengan
teliti, orang itu sudah melarikan tas hijau
70 kita yang beritsleting itu di Tilbury. Lalu ada pula seorang laki-laki lain yang
berseliweran saja di dekat barang-barang kita. Setelah itu kulihat lagi orang
yang sama di kereta api. Kurasa kau pun tahu bahwa pencuri-pencuri itu kerjanya
menunggu kapal-kapal yang tiba, dan bila orang-orang sedang ribut-ribut mengurus
barang-barangnya atau mabuk laut, mereka melarikan beberapa buah kopor."
"Ah, Mama selalu berpikir begitu," kata Jennifer. "Mama pikir semua orang yang
kita temui itu tak jujur."
"Kebanyakan di antaranya memang begitu," sahut Nyonya Sutcliffe ketus.
"Orang-orang Inggris tidak," kata Jennifer membela bangsanya.
"Itulah salahnya," kata ibunya. "Orang selalu membayangkan yang jahat-jahat
tentang orang Arab atau orang asing lainnya, tapi di Inggris ini orang menjadi
lengah dan hal itu memudahkan orang-orang yang tak jujur. Nah, biar kuhitung.
Itu kopor hijau yang besar dan yang hitam, dan itu dua buah yang kecil yang
berwarna cokelat, dan tas yang memakai ritsleting, alat pemukul golf dan raket-
raket, itu kopor yang diisi segala macam, dan itu kopor dari kanvas lalu, mana ?tas yang hijau" Oh, itu dia. Dan itu kopor dari tembaga buatan sana, yang kita
beli untuk menyimpan barang-barang tambahan ya, satu, dua, tiga, empat, lima,
?enam ya, sudah cukup. Semua barang-barang kita yang empat belas potong
?jumlahnya sudah ada di sini."
"Belum bisakah kita minum teh sekarang?" tanya Jennifer.
"Minum teh" Sekarang baru pukul tiga." "Saya sudah ingin sekali."
71 "Baiklah, baiklah. Bisakah kau turun dan memesannya sendiri" Aku benar-benar
lelah dan harus beristirahat. Aku masih harus membongkar pakaian yang akan kita
perlukan untuk nanti malam. Sayang sekali ayahmu tak bisa menjemput kita. Aku
tak bisa membayangkan mengapa justru hari ini dia harus menghadiri rapat penting
para direktur di Newcastle-on-Tyne. Orang sebenarnya harus ingat bahwa istri dan
putrinya akan tiba hari ini. Lebih-lebih karena dia sudah tiga bulan tidak
bertemu dengan kita. Benar-benarkah kau bisa memesan minuman sendiri?"
"Astaga, Mama," kata Jennifer. "Mama pikir berapa umur saya ini" Boleh saya
minta uang" Saya tak punya mata uang Inggris."
Jennifer menerima lembaran sepuluh shilling yang diberikan ibunya kepadanya,
lalu keluar dengan perasaan tersinggung.
Telepon yang terletak di sebelah tempat tidur berdering. Nyonya Sutcliffe
mendekat, lalu mengangkat alat penerimanya.
"Halo.... Ya.... Ya, Nyonya Sutcliffe berbicara...."
Terdengar ketukan di pintu. Nyonya Sutcliffe berkata, "Tunggu sebentar," ke alat
penerima telepon itu, meletakkan alat itu lalu pergi ke pintu. Seorang laki-laki
muda yang mengenakan pakaian montir berwarna biru tua berdiri di pintu dengan
membawa sebuah kotak kecil alat-alat pertukangan.
"Saya montir listrik," katanya cepat-cepat. "Lampu-lampu di kamar ini tak beres.
Saya disuruh kemari untuk memperbaikinya."
"Oh silakan...."?72
Nyonya Sutcliffe mundur. Montir listrik itu masuk
"Yang mana kamar mandi?" "Lewat di situ di ujung kamar tidur yang sebuah lagi."
?Dia kembali ke pesawat telepon.
"Maaf.... Apa kata Anda tadi?"
"Nama sava Derek O'Connor. Mungkin saya akan datang ke kamar Anda, Nyonya
Sutcliffe. Sehubungan dengan adik Anda."
"Bob" Apakah dia ada berita tentang dia?"
?"Ya begitulah."
?"Oh.... Oh, saya mengerti.... Ya, silakan datang. Di lantai tiga, nomor 310."
Wanita itu duduk di tempat tidurnya. Dia merasa sudah tahu berita apa yang akan
didengarnya. Sebentar kemudian terdengar ketukan di pintu dan dia membukakannya untuk
mempersilakan masuk seorang pria muda yang menyalaminya dengan sopan.
"Apakah Anda dari Departemen Luar Negeri?"
"Nama saya Derek O'Connor. Pimpinan kantor saya mengirim saya kemari karena
agaknya tak ada orang lain yang bisa menyampaikan berita itu pada Anda."
"Tolong ceritakan," kata Nyonya Sutcliffe. "Dia mati terbunuh. Itukah
beritanya?" "Ya, itulah yang harus saya sampaikan, Nyonya Sutcliffe. Dia sedang menerbangkan
Pangeran Ali Yusuf keluar dari Ramat dan pesawat terbang mereka meledak di
pegunungan." 73 "Mengapa saya tak mendengar beritanya mengapa tak ada orang yang mengirim
?telegram kepada saya di kapal?"
"Belum ada berita yang pasti sampai beberapa hari yang lalu. Hanya diketahui
bahwa pesawat itu hilang, itu saja. Pada saat itu orang mungkin masih menaruh
harapan. Tapi sekarang reruntuhan pesawat terbang itu sudah ditemukan.... Saya
yakin Anda akan senang mendengar bahwa mereka meninggal seketika."
"Apakah pangeran itu juga tewas?"
"Ya." "Saya sama sekali tak heran," kata Nyonya Sutcliffe. Suaranya agak bergetar,
tetapi dia bisa menguasai dirinya. "Saya sudah tahu bahwa Bob akan mati muda.
Dia memang selalu ceroboh, Anda tahu selalu mau menerbangkan pesawat-pesawat ?baru, mencoba gaya terbang baru. Boleh dikatakan saya tak pernah bertemu dengan
dia selama empat tahun terakhir ini. Ah, tapi kita tak bisa mengubah manusia,
bukan?" "Tidak," kata tamu itu, "memang tak bisa."
"Henry selalu berkata bahwa cepat atau lambat anak itu pasti akan menghancurkan
dirinya sendiri," kata Nyonya Sutcliffe. Kelihatannya dia merasa sedih akan
kebenaran ramalan suaminya. Air matanya mengalir di pipinya dan dia mencari sapu
tangannya. "Berita itu mengejutkan sekali," katanya.
"Saya tahu saya turut bersedih."
?"Bob tentu tak bisa mengelak," kata Nyonya Sutcliffe. "Maksud saya, dia telah
menerima pekerjaan sebagai pilot pribadi pangeran itu. Saya sebenarnya tak suka
dia menerima pekerjaan itu. Dia sebenarnya seorang penerbang yang baik. Saya
yakin 74 bahwa kalau dia sampai menabrak sebuah gunung, itu bukan kesalahannya."
"Bukan," kata O'Connor, "itu jelas bukan salahnya. Satu-satunya harapan untuk
membawa pangeran itu keluar dari negerinya adalah dengan terbang dalam keadaan
bagaimanapun juga. Penerbangan yang mereka lakukan itu memang berbahaya sekali
dan ternyata memang tak baik jadinya."
Nyonya Sutcliffe mengangguk.
"Saya mengerti betul," katanya. "Terima kasih atas kedatangan Anda untuk memberi
tahu saya." "Ada satu hal lagi," kata O'Connor, "sesuatu yang harus saya tanyakan kepada
Anda. Apakah adik Anda mempercayakan sesuatu pada Anda untuk dibawa kembali ke
Inggris ini?" "Mempercayakan sesuatu pada saya?" kata Nyonya Sutcliffe. "Apa maksud Anda?"
"Apakah dia memberikan pada Anda suatu suatu bungkusan suatu bungkusan kecil
? ?untuk Anda bawa pulang kemari dan untuk Anda sampaikan pada seseorang di Inggris
ini?" Nyonya Sutcliffe menggeleng tak mengerti. "Tidak. Mengapa Anda menyangka
begitu?" "Ada sebuah bungkusan penting yang kami pikir telah adik Anda berikan kepada
seseorang untuk dibawa pulang kemari. Dia mengunjungi Anda ke hotel pada hari
itu pada hari revolusi itu meletus, maksud saya."
?"Saya tahu itu. Dia meninggalkan sepucuk surat pendek. Tapi selebihnya tak ada
apa-apa hanya ada berita tak berarti mengenai rencana main tenis atau main golf
?esok harinya. Saya rasa waktu dia menulis surat, dia tak tahu bahwa dia akan
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa 75 menerbangkan pangeran tersebut ke luar petang itu
"Hanya itu sajakah isinya?" "Isi surat itu" Ya."
"Apakah Anda menyimpannya*, Nyonya Sutcliffe?"
"Menyimpan surat pendek yang ditinggalkannya itu" Tentu saja tidak. Soalnya sama
sekali tak penting. Saya sobek saja lalu saya buang. Untuk apa saya
menyimpannya?" "Memang tak ada alasannya," kata O'Connor. "Saya hanya ingin tahu."
"Ingin tahu apa?" tanya Nyonya Sutcliffe ketus.
"Apakah mungkin ada sesuatu suatu pesan lain yang tersembunyi di dalamnya. ?Soalnya..." anak muda itu tersenyum, "...soalnya, Anda tentu pernah mendengar
tentang tinta yang tak kelihatan."
"Tinta yang tak kelihatan!" kata Nyonya Sutcliffe dengan rasa tak senang.
"Apakah maksud Anda seperti yang biasa dipakai orang dalam kisah-kisah mata-mata
itu?" "Ya, saya rasa itulah yang saya maksud," jawab O'Connor dengan rasa agak
menyesal. "Tolol!" kata Nyonya Sutcliffe. "Saya yakin Bob tidak akan menggunakan segala
macam tinta yang tak kelihatan. Untuk apa" Dia adalah orang yang apa adanya."
Air mata mengalir lagi di pipinya. "Aduh di mana tas saya" Di dalamnya pasti ada
sapu tangan. Mungkin saya tinggalkan di kamar sebelah ini."
"Biar saya ambilkan untuk Anda," kata O'Connor.
Dia pergi melalui pintu penghubung, tapi langkahnya terhenti waktu melihat
seorang laki-laki 76 muda berpakaian montir yang sedang membungkuk di atas sebuah kopor. Laki-laki
itu berdiri tegak dan terkejut melihatnya tiba-tiba acla di situ.
"Saya montir listrik," kata anak muda itu cepat-cepat. "Ada sesuatu yang tak
beres dengan lampu-lampu di sini."
O'Connor memutar sakelar.
"Saya lihat baik-baik saja," katanya dengan nada tetap menyenangkan.
"Orang pasti telah memberikan nomor kamar yang salah kepada saya," kata montir
listrik itu. Diraihnya tas alat-alatnya, lalu dia cepat-cepat menyelinap ke luar melalui
pintu ke lorong. O'Connor mengerutkan alisnya. Diambilnya tas Nyonya Sutcliffe dari meja rias
lalu mengantarkannya kepadanya.
"Izinkan saya menelepon sebentar," katanya, lalu diangkatnya gagang telepon.
"Di sini kamar 310. Apakah Anda baru saja mengirim seorang montir listrik untuk
memeriksa lampu di kamar ini" Ya... ya, saya akan menunggu."
Dia menunggu. "Tidak" Sudah saya duga bahwa Anda tidak menyuruh siapa-siapa. Tidak, tak ada
sesuatu yang tak beres."
Diletakkannya kembali alat penerima telepon itu, lalu berpaling pada Nyonya
Sutcliffe. "Tak ada yang tak beres dengan lampu-lampu di sini," katanya. "Dan kantor pun
tak menyuruh seorang montir listrik kemari."
"Lalu apa yang dilakukan laki-laki itu" Apakah dia seorang pencuri?"
"Mungkin saja."
77 Nyonya Sutcliffe cepat-cepat melihat ke dalam tasnya. "Dia tidak mengambil
sesuatu dari tas saya. Uang saya masih utuh."
"Yakinkah Anda, Nyonya Sutcliffe" Yakin benarkah Anda bahwa adik Anda tidak
Harimau Kemala Putih 14 Jodoh Rajawali 14 Rembulan Berdarah Badai Laut Selatan 6
Cat Among the Pigeons Kucing di Tengah Burung Dara
KUCING DI TENGAH BURUNG DARA
\ DILARANG MENGKOMERSILKAN!!! =kiageng80=
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000-000,- (seratus juta
rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie KUCING DI TENGAH BURUNG DARA
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2002
CAT AMONG THE PIGEONS by Agatha Christie
Copyright " Agatha Christie Limited 1959 All rights reserved
KUCING DI TENGAH BURUNG DARA Alih bahasa: Ny. Suwarni A.S. Desain sampul: Dwi
Koendoro GM 402 99.104 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah
Selatan 24-26 Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI,
Jakarta, Juni 1986 Cetakan keempat November 1999 Cetakan kelima: Agustus 2000 Cetakan keenam:
November 2002 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
CHRISTIE, Agatha Kucing di Tengah Burung Dara/Agatha Christie; alih bahasa, Ny. Suwami
A.S. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1999?360 him; 18 cm
Judul asli: Cat among the Pigeons ISBN 979 - 403 - 103 - 8
1. Fiksi Inggris 1. Judul D. A.S., Ny. Suwami
823 Dicetak oleh Percetakan PT Ikrar Mandiriabadi, Jakarta Isi di luar tanggung
jawab Percetakan Untuk Stella dan Larry Kirwan
Daftar Isi Pendahuluan Semester Musim Panas 9?1. Revolusi di Ramat 29
2. Wanita di Balkon 39 3. Memperkenalkan Tuan Robinson 53
4. Kembalinya Seorang Pelancong 70
5. Surat-surat dari Sekolah Meadowbank 87
6. Hari-hari Pertama 97 7. Petunjuk-petunjuk Kecil 110
8. Pembunuhan 125 9. Kucing di Tengah Burung Dara 141
10. Kisah yang Fantastis 156
11. Rapat 172 12. Lampu Aladin 181 13. Bencana 196 14. Bu Chadwick Tak Bisa Tidur 210
15. Pembunuhan Terulang Lagi 220
16. Teka-teki Pavilyun Olahraga 229
17. Gua Aladin 246 18. Perundingan 261 19. Perundingan Dilanjutkan 272
20. Percakapan 282 21. Mengumpulkan Bahan-bahan 292
22. Insiden di Anatolia 306
23. Penyelesaian 310 24. Penjelasan Poirot 330
25. Warisan 344 7 PENDAHULUAN Semester Musim Panas Hari itu adalah hari pembukaan semester musim panas di sekolah Meadowbank.
Matahari senja menyinari batu-batu kerikil di jalan masuk yang lebar yang menuju
ke bagian depan gedung sekolah. Pintu depan yang terbuka lebar memberi kesan
ramah. Tak jauh dari pintu itu berdiri Bu Vansittart, rambutnya ditata rapi
sekali. Ia mengenakan setelan jas dan rok yang tak bercacat. Penampilan Bu
Vansittart sesuai benar dengan tata ruang bangunan bergaya Georgia itu.
Beberapa orang tua murid menyangka bahwa dia adalah Bu Bulstrode sendiri. Mereka
tak tahu bahwa Bu Bulstrode mempunyai kebiasaan untuk menarik diri dalam kamar
yang tersembunyi. Hanya orang-orang yang terpilih dan istimewa saja yang dibawa
menghadap dia. Di sebelah Bu Vansittart berdiri Bu Chadwick, yang menangani suatu bidang yang
agak berbeda. Bu Chadwick adalah seorang wanita yang menyenangkan, luas
pengetahuannya, dan merupakan orang penting di sekolah Meadowbank; begitu
pentingnya hingga orang sulit membayangkan Meadowbank tanpa dia. Meadowbank tak
mungkin berjalan tanpa dia. Bu Bulstrode dan Bu Chadwick dulu bersama-9
sama mendirikan sekolah Meadowbank. Bu Chadwick mengenakan kaca mata tanpa
gagang, agak bungkuk, dan pakaiannya tanpa selera. Bicaranya ramah tetapi tak
jelas, dan dia adalah seorang ahli matematika yang cemerlang.
Kata-kata sambutan untuk orang tua murid yang diucapkan oleh Bu Vansittart
dengan ramah bergema ke seluruh gedung.
"Apa kabar, Nyonya Arnold" Bagaimana, Lydia, senangkah kau berlayar ke Yunani"
Beruntung benar kau mendapat kesempatan sebaik itu! Apa kau membuat foto-foto
yang bagus-bagus?" "Ya, Lady Garnett, Bu Bulstrode sudah menerima surat Anda mengenai mata
pelajaran kesenian itu, dan segalanya sudah diatur."
"Apa kabar, Nyonya Bird"... Sayang sekali, saya rasa Bu Bulstrode tidak akan
sempat membahas soal itu hari ini. Kalau Anda mau, Anda bisa membicarakannya
dengan Bu Rowan, karena dia juga menguasai soal itu. Bagaimana?"
"Kami telah memindahkan kamar tidurmu, Pamela. Kamarmu sekarang di ujung, di
dekat pohon apel...."
"Ya, memang. Lady Violet, cuaca memang buruk sekali selama musim semi yang lalu
ini. Apakah ini putra bungsu Anda" Siapa namanya" Hector" Bagus sekali pesawat
terbangmu, Hector." "Tres heureuse de vous voir, Madame. Ah, je regrette, ce ne serait pas possible,
cette apres-midi. Mademoiselle Bulstrode est tellement occupee."'*
^"Senang sekali bertemu Anda, Madame. Aduh, maaf sekali, tak mungkin petang ini.
Mademoiselle Bulstrode sibuk sekali "
10 "Selamat petang, Profesor. Adakah Anda menggali barang-barang yang menarik
akhir-akhir ini?" II Di lantai dua, dalam sebuah kamar yang kecil, Ann Shapland, sekretaris Bu
Bulstrode, sedang mengetik dengan cepat dan terampil. Ann adalah seorang wanita
cantik berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Rambutnya hitam berkilauan,
menutupi kepalanya bagaikan peci hitam terbuat dari satin. Kalau mau dia bisa
lebih menarik, tetapi pengalaman telah mengajarkan padanya, bahwa keterampilan
dan kemampuan bekerja sering kali memberikan hasil-hasil yang lebih baik dan
menjauhkannya dari kesulitan-kesulitan yang menyakitkan. Saat ini dia sedang
memusatkan pikiran dan perasaannya supaya bisa memenuhi segala persyaratan
sebagai seorang sekretaris pimpinan sebuah sekolah putri yang terkenal.
Sambil memasukkan sehelai kertas baru ke dalam mesin tiknya, sekali-sekali dia
melihat ke luar jendela dan dengan penuh minat memperhatikan orang-orang yang
berdatangan. "Aduh!" kata Ann pada dirinya sendiri, dengan rasa kagum bercampur heran, "tak
kusangka masih ada sebanyak itu sopir pribadi di Inggris ini!"
Kemudian, mau tak mau, dia tersenyum sendiri. Sebuah Rolls Royce yang anggun
bergerak ke luar dan berpapasan dengan sebuah Austin kecil yang sudah tua.
Seorang ayah yang kelihatan letih keluar dari mobil itu diikuti putrinya yang
kelihatan jauh lebih tenang daripada dia.
11 Ketika pria itu menghentikan langkahnya dengan bimbang, Bu Vansittart keluar
dari gedung dan menyambutnya.
"Mayor Hargreaves" Dan inikah Alison" Mari masuk. Sava persilakan Anda melihat
sendiri kamar untuk Alison. Saya..."
Ann tertawa kecil dan mulai mengetik lagi.
"Bu Vansittart yang baik, calon pengganti pemimpin yang hebat," katanya pada
dirinya sendiri. "Dia bisa menirukan semua sepak terjang Bu Bulstrode. Pokoknya
dia memang sempurna!"
Sebuah mobil Cadillac yang besar, mewah, dan dicat dua warna merah frambos dan ?biru langit masuk ke halaman gedung dengan susah-payah (karena terlalu
?panjang) dan berhenti tepat di belakang mobil Austin tua milik Mayor
Purnawirawan Alistair Hargreaves.
Dengan cekatan sopir melompat ke luar untuk membukakan pintu mobil. Seorang pria
berkulit gelap dan berjanggut lebat serta mengenakan jubah besar keluar dari
mobil, disusul oleh seorang wanita yang memakai baju gava Paris dan seorang
gadis berkulit gelap yang langsing.
"Mungkin itu Putri Anu sendiri," pikir Ann. "Tak bisa kubayangkan dia memakai
seragam sekolah, tapi besok segala-galanya akan berubah seperti suatu keajaiban
saja...." Baik Bu Vansittart maupun Bu Chadwick keluar untuk menyambut.
"Orang-orang itu pasti akan dibawa menghadap Kepala Sekolah," pikir Ann.
Kemudian dia berpikir, betapa anehnya, orang tak suka berolok-olok tentang Bu
Bulstrode. Kalau begitu Bu Bulstrode pastilah orang yang disegani.
12 "Jadi sebaiknya kau bekerja dengan teliti, Kawan," kata Ann memperingatkan
dirinya sendiri, "dan selesaikan surat-surat ini tanpa membuat kesalahan."
Itu tidak berarti bahwa Ann biasa membuat kesalahan. Dalam mencari pekerjaan
sebagai sekretaris, dia tinggal memilih saja mana yang dia sukai. Dia pernah
menjadi sekretaris pribadi seorang manajer eksekutif suatu perusahaan minyak,
sekretaris pribadi Sir Mervyn Todhunter yang sangat terkenal, baik karena
pengetahuannya luas maupun karena sifatnya yang menjengkelkan dan tulisannya
yang tak dapat dibaca. Dua orang menteri dan seorang pejabat penting pemerintah
adalah beberapa di antara bekas majikannya. Tetapi pada umumnya, pekerjaannya
selalu bergerak di antara kaum pria. Dia tak dapat membayangkan bagaimana
jadinya nanti bila dirinya benar-benar tenggelam dalam dunia wanita. Yah ?semuanya ini hanya untuk pengalaman saja. Dan bukankah selalu ada Dennis! Dennis
yang setia, yang baru kembali dari Malaysia, atau dari Birma, atau dari bagian-
bagian lain di dunia ini, namun masih tetap sama, tetap mencintainya, dan lagi-
lagi melamarnya. Dennis tersayang! Tetapi kawin dengan Dennis akan sangat
membosankan. Dia tidak akan dikelilingi kaum pria lagi. Yang ada hanya guru-guru wanita tak
?ada seorang pria pun di sini, kecuali tukang kebun yang sudah berumur kira-kira
delapan puluh tahun. Tetapi tepat pada saat itu Ann terkejut. Waktu dia melihat ke luar jendela,
dilihatnya seorang laki-laki sedang menggunting pagar hidup di ujung jalan masuk
mobil jelas dia seorang tukang kebun, tapi umurnya masih jauh dari delapan
?puluh tahun. 13 Orangnya masih muda, berambut hitam dan tampan. Ann ingin tahu tentang laki-laki
itu memang sudah didengarnya rencana untuk mencari tenaga kerja tambahan tapi
? ?yang ini bukan orang scmbarangan. Bagaimanapun zaman sekarang orang memang mau
mengerjakan pekerjaan apa saja. Dia pasti seorang anak muda yang sedang mencoba
mengumpulkan uang untuk suatu proyek atau sesuatu semacamnya, atau sekadar untuk
mempertahankan hidupnya saja. Tetapi caranya menggunting pagar hidup itu benar-
benar ahli. Ah, mungkin dia benar-benar hanya seorang tukang kebun!
"Kelihatannya," kata Ann pada dirinya sendiri, "dia bisa menyenangkan...."
Tinggal satu surat lagi yang harus diselesaikan, pikirnya dengan senang, setelah
itu dia akan bisa berjalan-jalan di kebun....
III Di lantai atas, Bu Johnson, kepala urusan rumah tangga, sedang sibuk menunjukkan
kamar-kamar, menyambut para pendatang baru, dan menyapa siswi-siswi lama.
Dia senang semester baru sudah mulai. Sering kali dia tak tahu apa yang harus
diperbuatnya selama liburan. Dia punya dua kakak perempuan yang sudah menikah.
Kadang-kadang dia menginap di rumah mereka secara bergantian. Tetapi mereka
tentu lebih tertarik pada urusan rumah tangga dan keluarga mereka sendiri
daripada Meadowbank. Sedangkan Bu Johnson, ,meskipun dia menyayangi kedua
kakaknya itu sebagaimana mestinya, sebenarnya dia hanya tertarik pada
Meadowbank. 14 Rusak/ Ya, senang sekali semester baru sudah mula Sobek "Bu Johnson?" "Ya, Pamela?"
"Aduh, Bu Johnson, saya rasa ada sesuatu pecah di dalam kopor saya. Isinya
tumpah meng semua isi kopor. Saya rasa minyak rambut."
"Chkk, chk, chk!" kata Bu Johnson, sambil cepat-cepat menolong.
IV Mademoiselle Blanche, guru bahasa Prancis yang baru, sedang berjalan-jalan di
halaman berumput di ujung jalan masuk mobil yang bertaburkan batu kerikil.
Dengan mata memuji dia memandangi pemuda kekar yang sedang menggunting pagar
hidup. "Assez bien"* pikir Mademoiselle Blanche.
Mademoiselle Blanche bertubuh ramping, agak pemalu, dan tidak nampak istimewa,
tapi pengamatannya sendiri tajam mengawasi segala sesuatu.
Matanya menyapu deretan mobil-mobil di depan pintu utama. Dibayangkannya harga
mobil-mobil itu. Sekolah Meadowbank ini memang hebat*. Dalam otaknya dihitungnya
berapa keuntungan yang diperoleh Bu Bulstrode.
Ya, benar-benar hebatl V Bu Rich yang mengajar bahasa Inggris dan ilmu bumi, berjalan menuju sekolah
dengan langkah- *"Cukup tampan."
15 Rusak/ ] yang cepat-Kadang-kadang dia tersandung Sobek sebagaimana biasanya, dia
lupa melihat jalan Lt'ang ditempuhnya. Juga sebagaimana biasa-. ambutnya vang disanggul terurai.
Dia memiliki .'h yang buruk, namun penuh gairah hidup. L>ia sedang berkata pada
dirinya sendiri, "Kembali lagi! Di sini lagi.... Rasanya sudah bertahun-tahun...."
Dia jatuh tersandung sebuah garu, dan tukang kebun muda itu mengulurkan
tangannya sambil berkata,
"Hati-hati, Bu."
Eileen Rich mengucapkan terima kasih tanpa menoleh padanya.
VI Bu Rowan dan Bu Blake, dua orang guru muda, sedang berjalan dengan santai ke
arah Pavilyun Olahraga. Bu Rowan kurus, berambut hitam dan penuh vitalitas,
sedang Bu Blake gemuk dan berambut pirang. Dengan penuh semangat mereka
membicarakan pengalaman-pengalaman mereka yang terbaru di Florence: film-film
yang telah mereka tonton, patung-patung, bunga-bunga di perkebunan buah, dan
perhatian (yang agak kurang terpuji) yang mereka dapat dari dua pemuda Itali.
"Kita tentu maklum," kata Bu Blake, "bagaimana orang-orang Itali itu."
"Tak ada yang dilarang," kata Bu Rowan yang pernah mempelajari psikologi di
samping ekonomi. "Orang-orangnva benar-benar merasa bebas dan sehat. Tak ada
tekanan jiwa." 16 "Tapi Guiseppe benar-benar terkesan waktu diketahuinya aku mengajar di
Meadowbank," kata Bu Blake. "Sikapnya tiba-tiba jadi jauh lebih hormat. Dia
punya seorang saudara sepupu yang ingin bersekolah di sini, tapi Bu Bulstrode
belum tahu apakah masih ada tempat kosong."
"Meadowbank memang sekolah yang terkemuka," kata Bu Rowan senang. "Pavilyun
Olahraga yang baru itu benar-benar mengesankan. Aku tak menyangka bahwa bangunan
itu akan bisa selesai pada waktunya."
"Bu Bulstrode sudah mengatakan bahwa bangunan itu harus siap," kata Bu Blake
dengan nada yakin. "Oh!" katanya lagi terperanjat.
Pintu Pavilyun Olahraga itu tiba-tiba terbuka, dan seorang wanita muda yang
kurus-kering dan berambut kuning kemerah-merahan keluar. Dia memandang kedua
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wanita itu dengan tatapan tajam yang tak ramah, lalu cepat-cepat menjauh.
"Itu tentu ibu guru olahraga yang baru," kata Bu Blake. "Kasar sekali dia!"
"Dia merupakan anggota staf pengajar tambahan yang tidak menyenangkan," kata Bu
Rowan. "Bu Jones dulu selalu ramah dan suka bergaul."
"Orang itu benar-benar melotot pada kita," kata Bu Blake dengan sengit.
Mereka berdua merasa marah.
VII Jendela-jendela kamar Bu Bulstrode menghadap ke dua arah, yang sebuah ke arah
jalan masuk dan halaman berumput di ujungnya, dan yang sebuah lagi
17 ke arah sederetan tanaman rhododendron di belakang bangunan. Ruangan itu cukup
mengesankan, sedang Bu Bulstrode sendiri adalah seorang wanita yang lebih
mengesankan lagi. Dia bertubuh jangkung dan nampak anggun. Rambutnya yang
berwarna abu-abu ditata rapi, matanya yang juga berwarna abu-abu membayangkan
rasa humornya yang tinggi, dan mulutnya menunjukkan keteguhan hatinya.
Keberhasilan sekolahnya (Meadowbank memang salah satu sekolah yang paling
berhasil di Inggris) adalah semata-mata berkat pribadi kepala sekolahnya.
Sekolah itu adalah sekolah yang mahal, tetapi itu tak penting. Lebih tepat bila
dikatakan bahwa meskipun kita harus merogoh saku dalam-dalam untuk membayarnya,
pelajaran yang diperoleh setimpal dengan bayaran itu.
Jika kita menyekolahkan putri kita di situ, maka ia akan dididik menurut
keinginan kita dan keinginan Bu Bulstrode. Hasil dari keduanya agaknya memberi
kepuasan. Dengan uang sekolah yang tinggi, Bu Bulstrode bisa mempekerjakan
tenaga pengajar yang lengkap. Tak ada hal-hal yang bersifat murahan di sekolah
itu. Dan meskipun di situ diberikan hal-hal yang bersifat individualistis, namun
disiplin sekolah tetap dipertahankan. Semboyan Bu Bulstrode adalah disiplin
tanpa pandang bulu. Dia berpendapat bahwa disiplin memberi keyakinan pada anak-
anak muda, disiplin memberi mereka perasaan aman; sedang pembedaan menimbulkan
kejengkelan. Siswi-siswinya berasal dari berbagai Tapisan, termasuk beberapa
gadis dari keluarga terhormat, atau malahan putri-putri bangsawan asing. Ada
pula gadis-gadis Inggris dari keluarga terhormat atau kaya, yang menginginkan
pendidikan kebudayaan, kesenian,
18 pengetahuan umum tentang kehidupan dan pergaulan sosial. Gadis-gadis itu kelak
akan menjadi wanita-wanita yang menyenangkan, menarik, dan pandai bergaul.
Mereka tak akan canggung berdiskusi atau mengambil bagian dalam pembicaraan-
pembicaraan ilmiah dengan para ahli. Ada gadis-gadis yang tak segan bekerja
keras supaya lulus ujian masuk dan akhirnya memang berhasil meraih suatu gelar;
mereka untuk itu membutuhkan pengajaran yang baik serta perhatian khusus. Ada ? ?juga gadis-gadis yang sedikit melawan terhadap kehidupan sekolah yang kolot.
Tetapi Bu Bulstrode punya peraturan yang tegas, dia tak mau menerima anak-anak
yang tolol, atau anak-anak yang luar biasa nakalnya, dia lebih suka menerima
gadis-gadis yang orang tuanya disukainya, dan gadis-gadis yang menurut
pendapatnya punya kemungkinan untuk berkembang. Umur para siswinya aneka ragam.
Tidak sebaya. Ada gadis-gadis yang pada zaman dulu sudah boleh disebut 'matang',
ada pula yang boleh dikatakan masih kanak-kanak, beberapa di antaranya
dititipkan karena orang tuanya di luar negeri. Untuk anak-anak yang demikian, Bu
Bulstrode membuat rencana liburan yang menarik. Keputusan terakhir untuk segala
macam persoalan dan permohonan ada di tangan Bu Bulstrode sendiri.
Kini dia sedang berdiri dekat perapian, mendengarkan Nyonya Gerald Hope, yang
suaranya agak melengking. Karena firasatnya yang baik, dia tidak mempersilakan
Nyonya Hope duduk. "Harap Anda maklum, Henrietta sangat perasa. Dokter kami berkata..."
Bu Bulstrode mengangguk membenarkan dengan halus. Ia berusaha menahan diri untuk
tidak 19 mengeluarkan ucapan-ucapan yang pedas, meskipun kadang-kadang ia tergoda juga.
Ingin dia berkata, "Tidakkah Anda tahu, Nyonya bodoh, bahwa semua ibu yang bodoh
berkata begitu tentang anaknya?"
Tetapi dia mengekang dirinya dan berkata dengan nada penuh pengertian,
"Anda tak perlu kuatir, Nyonya Hope. Bu Rowan, salah seorang staf pengajar kami,
adalah seorang psikolog yang benar-benar ahli. Saya yakin, setelah satu atau dua
semester, Anda akan terkejut melihat perubahan yang terjadi atas Henrietta."
(Yang sebenarnya adalah seorang anak manis yang cerdas, dan terlalu baik untuk
menjadi anakmu, pikirnya).
"Oh, saya yakin itu. Anda telah membuat keajaiban atas diri putri keluarga
Lambeth sungguh ajaib! Jadi sava senang sekali. Dan saya oh, ya, saya lupa ? ?mengatakannya. Kami akan pergi ke daerah Prancis Selatan kira-kira enam minggu
lagi. Saya pikir saya akan mengajak Henrietta. Itu akan merupakan selingan
baginya." "Saya rasa itu tak mungkin," kata Bu Bulstrode cepat-cepat sambil tersenyum,
seolah-olah dia tidak sedang menolak suatu permintaan, melainkan sedang
mengabulkannya. "Oh! Tapi..." wajah Nyonya Hope yang tak sabaran kelihatan marah. "Saya benar-
benar terpaksa mendesak. Bagaimanapun juga, dia adalah anak saya."
"Tepat. Tapi sekolah ini adalah sekolah saya" kata Bu Bulstrode.
"Bukankah saya bisa membawa anak itu pergi setiap saat saya ingin?"
20 "Tentu," kata Bu Bulstrode. "Tentu bisa. Tapi saya tidak akan mau menerima dia
kembali " Kini Nyonya hjope benar-benar marah.
"Mengingat tingginya uang sekolah yang saya bayar di sini..."
"Benar sekali," kata Bu Bulstrode. "Tapi bukankah Anda yang menginginkan sekolah
saya untuk putri Anda" Padahal siapa pun yang masuk sekolah ini harus patuh pada
segala peraturannya, atau jangan masuk kalau tak sanggup. Sama saja seperti gaun
keluaran Balenciaga yang Anda pakai itu. Itu keluaran Balenciaga, bukan" Senang
sekali bertemu dengan seorang wanita yang punya selera tinggi tentang busana."
Digenggamnya tangan Nyonya Hope, diguncangnya, lalu perlahan-lahan wanita itu
dituntunnya ke arah pintu.
"Jangan kuatir. Nah, ini Henrietta sudah menunggu Anda." (Bu Bulstrode memandang
Henrietta dengan pandangan menyenangkan. Gadis kecil itu adalah gadis manis yang
tenang dan cerdas, dan sebenarnya lebih pantas punya seorang ibu yang lebih
baik.) 'Margaret, coba antar Henrietta Hope kepada Bu Johnson."
Bu Bulstrode masuk kembali ke ruang duduknya dan beberapa saat kemudian
berbicara dalam bahasa Prancis.
"Tentu, Yang Mulia, kemenakan Anda bisa belajar dansa ballroom modern di sini.
Hal itu memang sangat penting untuk pergaulan. Dan bahasa-bahasa juga tak kalah
pentingnya." Sebelum orangnya sendiri masuk, harum parfumnya yang mahal sudah memenuhi
ruangan, sehingga Bu Bulstrode terpaksa mundur beberapa langkah.
21 "Pasti dituangnya seluruh isi botol parfum itu ke tubuhnya setiap hari," pikir
Bu Bulstrode, sambil menyalami seorang wanita berkulit gelap yang berpakaian
teramat mewah. " "Enchantee, Madame."*
Nyonya itu tertawa manis sekali.
Pria berjanggut yang memakai pakaian Timur menyambut tangan Bu Bulstrode,
membungkukkan dirinya, lalu berkata dalam bahasa Inggris yang fasih, "Saya
mendapat kehormatan untuk menyerahkan Putri Shaista pada Anda."
Bu Bulstrode sudah tahu semua tentang murid barunya yang baru saja datang dari
suatu sekolah di Swiss. Tapi dia agak ragu mengenai orang yang mengawalnya ini.
Dia yakin pria itu bukanlah sang Emir sendiri, tapi mungkin seorang menteri,
atau seorang duta besar. Sebagaimana biasa bila ragu, dia memilih menggunakan
gelar Yang Mulia untuk menyebut seseorang, dan diyakinkannya orang itu bahwa
Putri Shaista akan mendapat pendidikan yang sebaik-baiknya.
Shaista tersenyum sopan. Pakaiannya mengikuti mode dan dia menggunakan parfum.
Bu Bulstrode tahu bahwa gadis itu berumur lima belas tahun, tapi sebagaimana
umumnya gadis-gadis dari Timur dan daerah di sekitar Laut Tengah, dia kelihatan
lebih tua dan sudah matang. Bu Bulstrode menerangkan padanya tentang apa saja ?yang akan dipelajarinya. Dia merasa lega waktu gadis itu menjawabnya dalam
bahasa Inggris yang sempurna, tanpa cekikikan. Tingkah lakunya menyenangkan
dibandingkan dengan umumnya gadis-gadis Inggris berumur lima
*"Senang sekali Anda mau datang, Nyonva.
22 belas tahun yang masih serba canggung. Sering kali Bu Bulstrode berpikir bahwa
sebenarnya merupakan rencana yang baik sekali bila gadis-gadis Inggris dikirim
ke luar negeri, ke negara-negara Timur Dekat, untuk belajar budi bahasa dan tata
krama di sana. Setelah kedua belah pihak saling mengucapkan basa-basi lagi,
ruangan itu pun kembali kosong, meskipun harum parfumnya masih menyengat, hingga
Bu Bulstrode terpaksa membuka jendela lebar-lebar untuk mengusir bau itu keluar.
Yang datang kemudian adalah Nyonya Upjohn dan putrinya Julia.
Nyonya Upjohn adalah seorang wanita muda yang menyenangkan. Umurnya hampir empat
puluh tahun, wajahnya berbintik-bintik hitam dan rambutnya berwarna pirang
seperti pasir. Topi yang dipakainya jelek dan tak sesuai. Jelas dia memakainya
karena menganggap peristiwa itu sangat penting, sebab dia adalah seorang wanita
yang biasanya bepergian tanpa topi.
Julia adalah anak yang biasa-biasa saja. Wajahnya juga berbintik-bintik hitam,
bentuk dahinya menunjukkan bahwa dia anak cerdas dan punya rasa humor yang
tinggi. Basa-basi pendahuluan diselesaikan dengan cepat, dan Julia pun diantarkan
Margaret kepada Bu Johnson. Sambil berlalu, gadis itu berkata riang, "Sampai
ketemu, Ma. Berhati-hatilah menyalakan alat pemanas gas itu, karena saya sudah
tak ada lagi di rumah untuk mengerjakannya."
Sambil tersenyum Bu Bulstrode berpaling kepada Nyonya Upjohn, tetapi wanita itu
tidak dipersilakannya duduk. Selalu ada kemungkinan ibu itu
23 akan menjelaskan bahwa putrinya sangat perasa, meskipun si gadis kelihatannya
periang dan punya akal sehat.
"Adakah sesuatu yang ingin Anda ceritakan secara khusus tentang Julia?"
tanyanya. Dengan ceria Nyonya Upjohn menyahut, "Oh, tidak, tak ada apa-apa. Julia anak
yang biasa-biasa saja. Dia cukup sehat. Saya rasa dia juga punya otak yang cukup
cerdas, tapi saya yakin para ibu memang selalu berpikir begitu tentang anak-
anaknya, bukan?" "Setiap ibu berbeda," kata Bu Bulstrode singkat.
"Beruntung sekali dia bisa bersekolah di sini," kata Nyonya Upjohn. "Sebenarnya
bibi sayalah yang membiayainya, atau membantu kami. Saya sendiri tak mampu. Tapi
saya senang sekali. Demikian pula Julia." Dia berjalan ke arah jendela, lalu
berkata dengan nada yang mengandung rasa iri, "Alangkah indahnya kebun Anda. Dan
betapa rapinya. Pasti Anda mempekerjakan banyak tukang kebun yang ahli."
"Ada tiga orang," kata Bu Bulstrode, "tapi saat ini kami sedang kekurangan
tenaga kerja, kecuali yang dari sekitar sini."
"Apalagi sekarang ini," kata Nyonya Upjohn, "seseorang yang kita sebut tukang
kebun sering kali ternyata bukan tukang kebun, mungkin saja dia hanya seorang
tukang susu yang mengisi waktu luangnya, atau seorang laki-laki tua yang sudah
berumur delapan puluh tahun. Kadang-kadang saya berpikir mengapa begitu"!" seru?Nyonya Upjohn, yang masih tetap memandang ke luar jendela "Aneh sekali!"
?24 Tidak sebagaimana seharusnya, Bu Bulstrode tidak memberikan perhatian yang cukup
besar pada seruan yang tiba-tiba itu) Pada saat yang sama, dia sendiri tanpa
sengaja memandang ke luar jendela yang sebuah lagi, yang memberi pemandangan ke
semak-semak rhododendron, dan dia menangkap suatu pemandangan yang sama sekali
tidak disukainya. Yang dilihatnya tak lain adalah Lady Veronica Carlton-
Sandways, yang berjalan melenggang di sepanjang jalan setapak. Topi beludrunya
yang berwarna hitam miring letaknya. Dia berjalan sambil menggumam sendiri, dan
jelas kelihatan bahwa dia sedang marah sekali.
Lady Veronica sudah terkenal sebagai seorang pembawa kesulitan. Dia sebenarnya
seorang wanita yang menarik, yang sangat dekat dengan putri kembarnya. Dia
sangat menyenangkan bila sedang tidak kambuh sedang sadar tapi malangnya,
? ?sering kali di saat-saat yang tak terduga penyakitnya kambuh. Suaminya, Mayor
Carlton-Sandways, pandai menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Seorang saudara
sepupunya tinggal bersama mereka, dialah yang biasanya mengawasi Lady Veronica
dan kalau perlu membuatnya sadar. Pada Hari Olahraga, di bawah pengawasan ketat
Mayor Carlton-Sandways dan saudara sepupunya itu, Lady Veronica datang dalam
keadaan benar-benar tenang, berpakaian bagus dan bertingkah laku seperti seorang
ibu teladan. Tapi adakalanya Lady Veronica mengecewakan orang-orang yang bermaksud baik itu,
dia akan bergegas mendatangi putri-putrinya untuk menunjukkan pada mereka betapa
besar rasa kasihnya sebagai ibu. Gadis-gadis kembar itu telah tiba dengan
25 kereta api pagi-pagi tadi, tapi tak seorang pun menyangka Lady Veronica akan
datang. Nyonya Upjohn masih berbicara. Tetapi Bu Bulstrode tidak mendengarkannya lagi.
Dia sedang memikirkan tindakan-tindakan yang perlu diambil, karena dilihatnya
kemarahan Lady Veronica makin meningkat. Tetapi tiba-tiba, sebagai jawaban atas
doanya, Bu Chadwick muncul dengan langkah-langkah cepat dan agak terengah-engah.
Chaddy yang setia, pikir Bu Bulstrode. Dia selalu bisa diandalkan, baik bila ada
anak yang cedera maupun bila ada seorang ibu atau ayah yang marah-marah.
"Memalukan sekali," kata Lady Veronica dengan suara nyaring. "Dicobanya untuk
mencegah saya masuk dia tak suka saya datang kemari saya berhasil membohongi ? ?Edith. Saya pura-pura beristirahat lalu saya keluarkan mobil dan saya berhasil
? ?menyelinap lari dari Edith tua yang tolol itu... dia cuma pelayan tua biasa... tak
seorang laki-laki pun yang mau menoleh dua kali padanya____ Di tengah
jalan saya bertengkar dengan polisi... dikatakannya saya tak pantas mengemudikan
mobil... omong kosong____ Akan saya katakan pada Bu Bulstrode
bahwa saya akan membawa pulang anak-anak saya saya ingin mereka ada di rumah,
?itulah cinta kasih seorang ibu. Sungguh indah sekali cinta kasih seorang ibu..."
"Memang indah, Lady Veronica," kata Bu Chadwick. "Kami senang sekali Anda
datang. Saya ingin sekali memperlihatkan Pavilyun Olahraga yang baru kepada
Anda. Anda pasti akan menyukainya."
Dengan cekatan diarahkannya Lady Veronica yang melangkah sempoyongan ke arah
yang berlawanan, menjauhi gedung sekolah.
26 "Saya harap kita akan menemukan putri-putri Anda di sana," katanya ceria.
"Pavilyun Olahraga itu bagus sekali, lemari-lemari kecil untuk menyimpan pakaian
olahraga semuanya baru. Ada pula ruang khusus untuk menjemur pakaian renang..."
suara-suara mereka makin menjauh.
Bu Bulstrode terus memperhatikan mereka. Satu kali dilihatnya Lady Veronica
berusaha untuk melepaskan diri dan kembali ke gedung, tapi Bu Chadwick bukan
tandingannya. Mereka menghilang di tikungan, di balik rumpun rhododendron, dan
menuju ke Pavilyun Olahraga yang baru, di tempat yang jauh dan sepi.
Bu Bulstrode menarik napas panjang. Chaddy yang luar biasa. Dia sungguh bisa
diandalkan! Dia tidak modern, otaknya pun tidak cemerlang kecuali dalam hal
?matematika tapi selalu siap membantu bila ada kesulitan.
?Sambil mendesah dengan rasa bersalah dia menoleh pada Nyonya Upjohn yang masih
berbicara dengan riang____
"...meskipun, tentunya," kata wanita itu lagi, "tak pernah lagi dilakukan dengan
memakai mantel dan pisau belati. Tidak dengan terjun payung, atau sabotase, atau
dengan menjadi kurir. Saya tidak akan seberani itu. Sering kali hanya merupakan
pekerjaan yang membosankan. Pekerjaan kantoran. Dan membuat rencana-rencana.
Merencanakan hal-hal itu di atas peta, maksud saya bukan membuat rencana
?seperti dalam cerita-cerita itu. Tapi kadang-kadang mendebarkan juga dan sering
kali malah lucu sekali, dan saya berkata semua agen-agen rahasia kejar-
?mengejar, berputar-putar di Jenewa saja, semuanya sudah mengenali wajah lawannya
dan sering kali 27 akhirnya mereka bertemu di rumah minum yang sama. Waktu itu saya belum menikah.
Rasanya semuanya menyenangkan sekali."
Tiba-tiba dia berhenti lalu tersenyum ramah, merasa bersalah.
"Maaf, banyak benar saya bicara. Saya telah menyita waktu Anda. Padahal tamu
Anda banyak sekali."
Dia mengulurkan tangannya, mengucapkan selamat berpisah, lalu pergi.
Sesaat lamanya Bu Bulstrode berdiri terpaku. Dahinya berkerut. Nalurinya
mengatakan bahwa dia telah kehilangan sesuatu yang mungkin penting.
Perasaan itu cepat-cepat dibuangnya. Hari ini adalah hari pembukaan semester
musim panas, dan masih banyak orang tua murid yang harus dijumpainya. Belum
pernah sekolahnya mencapai popularitas seperti sekarang. Sangat terkenal dan
sangat sukses. Meadowbank sedang berada dalam puncak kejayaannya.
Tak ada satu hal pun yang memberikan tanda-tanda padanya, bahwa dalam beberapa
minggu lagi Meadowbank akan terbenam dalam lautan kesulitan; bahwa kekacauan,
kebingungan, dan bahkan pembunuhan akan merajalela di tempat itu, bahwa beberapa
peristiwa tertentu sudah mulai digerakkan....
28
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1. Revolusi di Ramat Kira-kira dua bulan sebelum hari pertama semester musim panas di Meadowbank,
telah terjadi beberapa peristiwa yang mempunyai akibat yang tak terduga bagi
sekolah wanita yang terkenal itu.
Di Istana Ramat, dua orang pria muda duduk merokok sambil membicarakan masa
depan yang makin dekat. Salah seorang pria muda itu berkulit gelap, wajahnya
berbentuk buah zaitun, sedang matanya besar dan sendu. Dia adalah Pangeran Ali
Yusuf, keturunan sheik dari Ramat, yang, meskipun sangat kecil, merupakan salah
satu kerajaan terkaya di Timur Tengah. Anak muda yang. seorang lagi rambutnya
berwarna pirang mirip pasir, wajahnya berbintik-bintik hitam, dan dia dapat
disebut pemuda miskin kalau tidak karena gajinya yang besar sebagai pilot
pribadi Yang Mulia Pangeran Ali Yusuf. Meskipun kedudukan mereka jauh berbeda,
namun hubungan mereka seperti orang yang sederajat saja. Mereka pernah sama-sama
bersekolah di suatu sekolah umum, dan sejak itu mereka tetap bersahabat.
"Mereka sengaja menembak kita, Bob," kata Pangeran Ali setengah tak percaya.
"Memang mereka telah menembak kita," kata Bob Rawlinson.
29 "Dan mereka memang bersungguh-sungguh. Mereka benar-benar mau menembak kita
sampai jatuh." "Bangsat-bangsat itu memang bermaksud begitu," kata Bob ketus.
Ali berpikir sebentar. "Apakah tak ada gunanya mencoba lagi?"
"Mungkin kita tidak akan semujur kali ini. Sebenarnya, Ali, kita sudah menunda-
nunda terlalu lama. Seharusnya sudah dua minggu yang lalu kau keluar dari negeri
ini. Sudah kukatakan itu padamu."
"Aku mengerti maksudmu. Tapi ingatlah apa yang dikatakan Shakespeare atau salah
seorang penyair lain, bahwa tak ada salahnya melarikan diri untuk mengatur
pembalasan." "Pikir saja," kata pangeran muda itu dengan kesal, "berapa banyak uang yang
sudah dikeluarkan untuk membuat negara ini makmur. Rumah-rumah sakit, sekolah-
sekolah, pelayanan kesehatan..."
Bob Rawlinson menyela, menghentikannya menyebutkan daftar nama badan-badan
sosial itu. "Apakah kedutaan besar tak bisa berbuat sesuatu?"
Wajah Ali Yusuf memerah karena marah.
"Mengungsi ke kedutaan besarmu" Tidak akan pernah! Para pemberontak mungkin akan
menyerbu tempat itu mereka tidak akan menghormati kekebalan diplomatik. Apalagi?bila aku sampai berbuat begitu, habislah segala-galanya! Sekarang saja, tuduhan
utama yang mereka lemparkan terhadapku adalah bahwa aku terlalu berkiblat ke
Barat." Dia mengeluh. "Sulit sekali dimengerti." Suaranya terdengar sangat
sendu, seolah-olah umurnya belum lagi dua puluh lima tahun. "Kakekku adalah
orang 30 yang kejam, seorang raja yang benar-benar lalim. Budaknya beratus-ratus dan
mereka diperlakukan tanpa belas kasihan. Dalam perang-perang antarsuku, musuh-
musuh dibunuhnya tanpa ampun dan dihukum mati dengan cara yang mengerikan.
Mendengar namanya dibisikkan saja, orang menjadi pucat. Namun demikian, sampai
sekarang beliau masih dipuja seperti legenda! Dikagumi! Dihormati! Achmed
?Abdullah Yang Agung! Sedang aku" Apa yang telah kulakukan" Kubangun rumah-rumah
sakit, sekolah-sekolah, pelayanan kesehatan, perumahan... semua hal yang katanya
didambakan rakyat. Apakah mereka tidak menginginkannya lagi" Apakah mereka lebih
suka pemerintahan yang kejam seperti pemerintahan kakekku?"
"Kurasa begitu," kata Bob Rawlinson. "Rasanya sedikit tak adil, tapi begitulah
adanya, bukan?" 'Tapi mengapa, Bob" Mengapa?"
Bob Rawlinson mendesah, merasa tak enak, lalu berusaha keras untuk menjelaskan
perasaannya. Dia harus berjuang melawan ketidakmampuannya berbicara.
"Yah," katanya. "Dia telah memperlihatkan sesuatu yang pantas ditonton kurasa
?begitulah keadaan yang sebenarnya. Dia telah membuatnya supaya kelihatan lebih
hebat, kalau kau tahu apa maksudku."
Dipandanginya sahabatnya yang sama sekali tak ada kehebatannya itu. Dia adalah
seorang anak muda yang baik, tenang, sopan, tulus, dan mudah bingung. Begitulah
Ali, dan Bob menyukainya dengan segala sifat-sifatnya itu. Dia tidak menonjol,
dan tidak menarik perhatian, tapi bila di Inggris orang merasa malu untuk
menonjolkan diri dan bertingkah
31 aneh suatu sikap yang dijauhi orang maka Bob tahu benar bahwa di Timur Tengah
? ?ini persoalannya berbeda.
"Tapi demokrasi..." Ali mulai lagi.
"Ah, apalah demokrasi itu...," kata Bob sambil menggoyang-goyangkan pipanya. "Itu
suatu kata yang bisa ditafsirkan macam-macam. Satu hal sudah pasti. Arti kata
itu sudah jauh menyimpang dari arti semula yang dimaksud oleh bangsa Yunani. Aku
berani bertaruh, bila mereka berhasil mengusirmu dari sini, seorang saudagar
yang besar cakap yang akan mengambil alih. Dia akan menggembar-gemborkan
kehebatan-kehebatannya sendiri, mengagung-agungkan dirinya setinggi Tuhan Yang
Mahakuasa. Dia akan merajalela dan memenggal kepala siapa saja yang berani
melawannya dengan segala cara. Dan ingat, dia akan berkata bahwa pemerintahannya
adalah suatu pemerintahan demokratis dari rakyat untuk rakyat. Dan kurasa ?rakyat pun akan menyukainya pula. Mereka menganggapnya hebat. Banyak menumpahkan
darah." "Tapi kami bukan orang-orang biadab! Kami sekarang sudah beradab!"
"Peradaban itu bermacam-macam...," kata Bob samar-samar. "Apalagi aku punya
?pikiran bahwa kita ini semua punya sedikit kebiadaban dalam diri kita asal saja
?ada alasan untuk membiarkan kebiadaban itu muncul."
"Mungkin kau benar," kata Ali murung.
"Agaknya yang tak disukai orang di mana pun juga sekarang ini," kata Bob,
"adalah seseorang yang punya akal sehat. Aku ini bukan orang yang cerdas kau
?sendiri tahu, Ali tapi aku sering
?32 berpikir bahwa itulah sebenarnya yang dibutuhkan dunia yaitu sedikit akal
?sehat." Diletakkannya pipanya di sampingnya, lalu duduk di kursinya. "Tapi
sudahlah, tak usah dipikirkan semuanya itu. Yang penting adalah bagaimana kita
bisa membawamu keluar dari sini. Adakah seseorang dalam angkatan perang yang
benar-benar bisa kauper-cayai?"
Pangeran Ali menggeleng lambat-lambat.
"Dua minggu yang lalu, aku bisa berkata 'ada'. Tapi sekarang aku tak tahu... aku
tak yakin..." Bob mengangguk, "Itulah sulitnya. Dan rstanamu ini, membuatku ngeri."
Ali membenarkan tanpa emosi.
"Ya, dalam setiap istana, di mana pun juga, selalu ada mata-mata.... Mereka bisa
mendengar segala-galanya mereka tahu segala-galanya."
? ?"Bahkan di dalam hanggar sekalipun..." Bob terhenti sebentar. "Si Achmed itu tidak
berbahaya. Dia memiliki semacam indria keenam. Dia telah menangkap basah seorang
montir yang sedang mengutik-ngutik pesawat terbang salah seorang yang, kita
?berani bersumpah, benar-benar bisa dipercaya. Dengarlah, Ali, bila kita memang
benar-benar akan ditembak waktu membawamu pergi, maka itu pasti tak akan lama
lagi." "Aku tahu aku tahu. Kurasa ah, aku yakin sekarang bahwa bila aku tetap
? ? ?tinggal di sini, aku akan dibunuh."
Dia berbicara tanpa emosi dan tanpa panik, kata-katanya bahkan mengandung maksud
tersembunyi. "Bagaimanapun juga, kemungkinan besar kita akan terbunuh," Bob memperingatkan.
"Kau tahu, 33 sebaiknya kita terbang ke arah utara. Di sana mereka tidak akan bisa menyergap
kita. Tapi itu berarti kita harus melalui gunung-gunung dan pada musim ini..."
?Dia mengangkat bahu, "Kau harus mengerti. Itu sangat berbahaya."
Ali Yusuf kelihatan sedih.
"Jika sesuatu sampai terjadi atas dirimu, Bob " "Jangan kuatirkan aku, Ali. ?Bukan begitu maksudku. Aku bukan orang penting. Dan bagaimanapun juga, aku ini
memang modelnya orang yang cepat atau lambat akan terbunuh. Aku selalu berbuat
gila-gilaan. Tidak kaulah yang kupikirkan aku tak mau menganjurkan apa-apa
? ?padamu. Bila ada sebagian saja dari angkatan perang yang masih setia..."
"Aku tak ingin melarikan diri," kata Ali dengan sederhana. "Sebaliknya, aku pun
tak mau menjadi seorang martir, mati dicincang oleh komplotan itu."
Dia diam beberapa saat lamanya.
"Baiklah kalau begitu," akhirnya dia berkata sambil mendesah. "Kita akan
mencoba. Kapan?" Bob mengangkat bahu. "Makin cepat makin baik. Kita harus membawamu ke lapangan terbang mini, sewajar
mungkin.... Bagaimana kalau kita katakan bahwa kau akan mengadakan inspeksi ke
tempat pembuatan jalan di Al Jasar. Katakan bahwa niatmu timbul mendadak.
Pergilah petang ini. Kemudian, waktu mobilmu melalui lapangan terbang mini,
berhentilah aku akan menunggu dengan pesawat yang siap terbang. Katakan bahwa
?kau akan mengadakan inspeksi pembuatan jalan itu dari udara, mengerti" Lalu kita
34 akan lepas landas dan pergi1. Tentu kita tak bisa membawa apa-apa. Semuanya
tanpa persiapan." "Aku tak ingin membawa apa-apa kecuali satu...."
?Dia tersenyum, dan senyumnya itu tiba-tiba mengubah wajahnya dan menjadikannya
manusia lain. Dia bukan lagi seorang anak muda yang penuh percaya diri, yang
hidupnya berkiblat ke Barat senyumnya mengandung kelicikan dan keahlian
?tertentu yang membuat para leluhurnya mampu bertahan bertahun-tahun.
"Kau sahabatku, Bob, kau boleh melihatnya."
Dimasukkannya tangannya ke dalam kemejanya, lalu dia mencari-cari. Kemudian
dikeluarkannya sebuah kantung kecil dari kulit kambing.
"Apa ini?" Bob mengerutkan dahinya keheranan. Ali mengambilnya kembali,
dibukanya ikatannya lalu dicurahkannya isinya ke meja.
Bob menahan napasnya sebentar, lalu menghem-buskannya seraya bersiul halus. "Ya,
Tuhan. Apakah ini asli}" Ali kelihatan geli.
"Tentu saja asli. Kebanyakan di antaranya adalah milik ayahku. Setiap tahun dia
menambah beberapa permata baru. Demikian pula aku. Permata-permata itu berasal
dari berbagai negara, orang-orang yang bisa kami percayai yang membelikannya
untuk keluarga kami ada yang dari London, dari Kalkuta, dari Afrika Selatan.
?Itu merupakan tradisi dalam keluarga kami. Kami menyimpan barang-barang ini
untuk keadaan darurat." Kemudian ditambahkannya dengan tenang, "Dengan harga-
harga seperti seka-35 rang ini, permata-permata ini bernilai kira-kira tiga perempat juta pound."
"Tiga perempat juta pound." Bob bersiul. Diambilnya permata-permata itu, lalu
dibiarkannya jatuh melalui jari-jarinya. "Benar-benar hebat. Seperti dalam
dongeng saja. Permata-permata ini memang akan besar sekali artinya bagimu."
"Ya." Anak muda itu mengangguk. Lagi-lagi wajahnya berubah letih. "Dalam
hubungannya dengan permata, manusia tak bisa diduga sebelumnya. Benda-benda
seperti ini selalu dibuntuti oleh rangkaian tindakan kekerasan. Kematian-
kematian, pertumpahan-pertumpahan darah, pembunuhan. Dan kaum wanita lebih jahat
lagi. Karena bagi kaum wanita permata-permata itu ditinjau bukan hanya dari
nilainya. Yang penting bagi mereka adalah sesuatu yang bisa diperbuat dengan
permata itu sendiri. Permata yang indah bisa membuat kaum wanita gila. Mereka
ingin memilikinya. Memakainya, melilitkannya di lehernya, di atas dadanya. Aku
tidak bisa mempercayakan barang-barang ini pada wanita mana pun juga. Tapi aku
percaya padamu, Bob."
"Aku?" Bob terbelalak.
"Ya, aku tak ingin permata-permata ini jatuh ke tangan musuh-musuhku. Aku tak
tahu kapan pemberontakan terhadap diriku ini akan berlangsung. Mungkin mereka
merencanakan hari ini. Mungkin aku akan mati dan tidak sempat mencapai lapangan
udara petang ini. Ambillah batu-batu permata itu, dan lakukanlah yang sebaik-
baiknya menurut kau."
36 "Tapi dengar dulu aku tak mengerti. Harus kuapakan batu-batu permata ini?"?"Usahakanlah, entah dengan cara bagaimana, untuk membawanya ke luar negeri."
Dengan tenang Ali menatap sahabatnya yang keheranan.
"Maksudmu, aku yang kausuruh membawanya, dan bukan kau sendiri?"
"Begitulah maksudku. Aku yakin benar bahwa kau bisa memikirkan suatu rencana
yang lebih baik untuk membawanya ke Eropa."
"Tapi coba kaudengar dulu, Ali, aku tak punya bayangan bagaimana menangani hal
semacam itu." Ali bersandar di kursinya. Dia tersenyum dan tampak geli.
"Kau punya akal sehat. Dan kau jujur. Dan aku ingat, sejak kita sepermainan
waktu kecil, kau selalu bisa mereka-reka suatu gagasan yang tepat dan hebat....
Kau akan kuberi nama dan alamat seorang laki-laki yang biasa menangani hal-hal
semacam ini bagiku maksudku bila aku tak selamat. Jangan begitu kuatir, Bob.
? ?Berusahalah sebaik mungkin. Hanya itu permintaanku. Aku tidak akan me-
nyalahkanmu kalau kau gagal. Itu semua kehendak Allah. Bagiku sederhana saja.
Aku tak mau permata-permata itu diambil dari mayatku. Selebihnya..." dia
mengangkat bahu. "Seperti yang kukatakan tadi, semuanya terjadi sesuai dengan
kehendak Allah!" "Kau hebat!" "Tidak. Aku seorang fatalis, itu saja." "Tapi dengarlah, Ali. Kaukatakan tadi
bahwa aku orang yang jujur. Tapi tiga perempat juta....
37 Tidakkah kaupikir itu akan bisa melarutkan kejujuran seseorang?"
Ali Yusuf memandangi sahabatnya itu dengan rasa
kasih sayang. "Anehnya," katanya, "aku tak punya keraguan
mengenai hal itu." 38 2. Wanita di Balkon Bob Rawlinson berjalan di sepanjang lorong istana yang terbuat dari pualam.
Langkahnya bergema. Selama hidupnya belum pernah dia merasa sesedih itu.
Menyadari bahwa dia sedang membawa tiga perempat juta pound di saku celananya,
hatinya jadi gundah. Rasanya setiap petugas istana yang berpapasan dengan dia
tahu rahasianya. Dia bahkan merasa bahwa kesadaran akan isi kantungnya yang
berharga itu pasti terbayang di wajahnya. Dia akan lega bila dia bisa merasa
yakin bahwa wajahnya yang berbintik-bintik itu tetap membayangkan sifatnya yang
riang dan santai. Para pengawal di luar mengambil sikap dan memberi salam. Bob berjalan di
sepanjang jalan utama yang ramai di Ramat, pikirannya masih kacau. Mau ke mana"
Dia tak punya rencana. Dia tak tahu. Sedangkan waktu sudah mendesak.
Jalan utama itu sama saja dengan kebanyakan jalan utama di Timur Tengah.
Kemelaratan dan kemewahan berbaur di jalan itu. Bank-bank memamerkan gedung-
gedungnya yang baru dan megah. Tak terbilang banyaknya toko-toko kecil yang
menawarkan koleksi barang-barang plastik murahan. Sepatu-sepatu bayi dan
pemantik murahan dipamerkan berjejer-jejer. Ada mesin-mesin jahit, dan suku
cadang mobil. Para penjual obat menawarkan
39 obat-obatnya yang sudah dikerubungi lalat, ada pula papan-papan iklan, besar-
besar dan bentuknya bermacam-macam, menawarkan penisilin dan obat-obat
antibiotik yang hebat. Hanya sedikit sekali toko yang menjual barang-barang yang
biasanya ingin kita beli, kecuali mungkin arloji-arloji terbaru dari Swiss, yang
beratus-ratus banyaknya dipamerkan di etalase yang kecil. Demikian banyak
macamnya hingga orang akan merasa ngeri untuk membeli dan bingung memilihnya.
Bob, yang masih berjalan sambil melamun, seperti orang tak sadar terdorong-
dorong oleh orang-orang yang memakai pakaian daerah maupun yang memakai baju
model Eropa. Dia berusaha untuk tenang dan bertanya pada dirinya sendiri, ke
mana dia akan pergi. Dia masuk ke sebuah kedai minuman dan memesan teh jeruk. Sambil menghirupnya,
perlahan-lahan pikirannya jernih kembali. Suasana di kedai minuman itu nyaman
dan membuatnya tenang. Di sebuah meja di seberangnya seorang Arab yang sudah
berumur dengan tenang berdoa menggunakan tasbihnya yang terbuat dari batu ambar.
Tasbihnya mengeluarkan bunyi ketak-ketik. Di belakangnya dua orang pria sedang
main trie trac. Kedai itu nyaman untuk duduk-duduk sambil berpikir.
Dan dia memang harus berpikir. Batu-batu permata senilai tiga perempat juta
pound telah diserahkan kepadanya, dan terserah pula padanya untuk membuat
rencana bagaimana caranya membawa permata-permata itu keluar dari negeri ini.
Dia tak boleh berlengah-lengah. Setiap saat pemberontakan bisa pecah____
40 Ali benar-benar gila. Dengan begitu saja mudahnya dia melemparkan tiga perempat
juta pound pada seorang sahabat. Lalu enak-enak duduk bersandar dan menyerahkan
segala-galanya pada Allah. Bob tak bisa mencari perlindungan dengan cara itu.
Bagi Bob Tuhan mengharapkan setiap umat-Nya untuk menentukan dan menjalankan
usahanya sendiri, sesuai dengan kemampuan yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Apa yang akan dilakukannya dengan batu-batu permata sialan itu"
Dia teringat akan kedutaan besar. Tetapi tidak, dia tak bisa melibatkan kedutaan
besar. Dapat dipastikan bahwa kedutaan besar akan menolak untuk dilibatkan.
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang diperlukan adalah seseorang, seseorang yang benar-benar biasa-biasa saja,
yang akan meninggalkan negara itu dengan cara yang sangat wajar. Yang terbaik
adalah seorang pengusaha atau seorang turis. Seseorang yang tak terlibat
kegiatan politik, yang barang-barangnya hanya akan diperiksa sepintas lalu saja,
atau mungkin bahkan tidak diperiksa sama sekali. Tentu ada pula soal lain yang
harus dipertimbangkan.... Kekacauan yang mungkin terjadi di lapangan udara London.
Mungkin akan dianggap usaha penyelundupan batu-batu permata seharga tiga
perempat juta pound. Dan sebagainya, dan sebagainya. Tetapi kita harus berani
menghadapinya.... Orang kebanyakan seorang pelancong yang bonafid. Tiba-tiba Bob sadar dan memaki?dirinya sendiri. Bodoh! Joan, tentu. Kakaknya, Joan Sutcliffe. Joan sudah dua
bulan berada di sini bersama putrinya Jennifer, yang setelah menderita sakit
41 pneumonia* berat dinasihatkan untuk pergi ke tempat yang bermatahari dan
beriklim kering. Mereka akan pulang ke Inggris naik kapal "pelayaran yang
panjang" empat atau lima hari lagi.
Joan-lah orangnya yang tepat. Apa kata Ali mengenai kaum wanita dan batu
permata" Bob tersenyum sendiri. Joan tersayang! Dia tidak akan menjadi mata
gelap karena batu-batu permata itu. Bob percaya bahwa dia akan tetap berkepala
dingin. Ya dia bisa mempercayai Joan.
?Tapi, tunggu dulu... apakah benar dia bisa mempercayai Joan" Mengenai kejujurannya
memang bisa. Tetapi kesanggupannya menutup mulut" Dengan rasa menyesal Bob
menggeleng. Joan akan berbicara, tanpa disadarinya dia akan bercerita. Bahkan
lebih parah lagi. Dia akan menyindirkan. "Saya membawa pulang sesuatu yang
sangat penting. Saya tak boleh mengatakan sepatah pun kepada siapa pun juga.
Sungguh mendebarkan sekali...."
Joan tak pernah bisa merahasiakan sesuatu, padahal dia selalu marah bila ada
orang yang menegurnya karena itu. Jadi, Joan tak boleh tahu apa yang dibawanya.
Cara itu akan lebih aman baginya. Dia akan membungkus batu-batu permata itu
dalam satu bungkusan yang tak berarti. Bohongi saja dia. Hadiah untuk seseorang"
Komisi untuk seseorang" Dia berpikir-pikir....
Bob melihat ke arlojinya, lalu bangkit. Waktu makin mendesak.
Dia berjalan menyusuri jalan tak mempedulikan teriknya matahari di tengah hari.
Semuanya nampak biasa-biasa saja. Tak ada yang bisa dilihat dari luar.
"Radang paru-paru 42 Hanya di istana orang menyadari akan adanya api dalam sekam, mata-mata dan
desas-desus. Angkatan perang semuanya tergantung pada angkatan perang. Siapa
?yang setia" Siapa yang tak setia" Pasti orang sedang merencanakan suatu
perebutan kekuasaan. Apakah perebutan kekuasaan itu akan berhasil atau gagal"
Bob mengerutkan dahinya waktu dia membelok ke hotel yang paling terkemuka di
Ramat. Hotel itu diberi nama Ritz Savoy, bagian depannya modern dan anggun.
Hotel itu diresmikan tiga tahun yang lalu, dan pada tahun-tahun pertama
mengalami perkembangan pesat. Manajernya orang Swiss, kepala juru masaknya orang
Wina, dan kepala pelayannya orang Itali. Kini semuanya berubah. Mula-mula kepala
juru masak yang orang Wina itu pergi, disusul oleh manajer yang berkebangsaan
Swiss. Akhirnya kepala pelayan yang berkebangsaan Itali pun pergi pula.
Makanannya masih beraneka ragam, tetapi tak enak, pelayanannya pun jelek sekali,
dan banyak pipa-pipa air yang dulu dipasang dengan biaya tinggi kini rusak dan
bocor. Petugas di balik meja penerima tamu mengenal Bob dengan baik dan melihat ke
padanya dengan wajah berseri-seri.
"Selamat pagi, Komandan. Apakah Anda ingin bertemu dengan kakak Anda" Dia baru
saja keluar, pergi piknik dengan putrinya...."
"Pergi piknik?" Bob terperanjat karena saat ini waktu yang sama sekali tak ?tepat untuk piknik.
"Mereka pergi dengan Tuan dan Nyonya Hurst dari perusahaan minyak," kata petugas
itu menjelaskan. Di tempat seperti ini setiap orang selalu tahu
43 segala-galanya. "Mereka pergi ke Bendungan Kalat Diwa."
Bob menyumpah-nyumpah dalam hatinya. Kalau begitu berjam-jam lagi Joan baru akan
pulang. "Aku akan naik ke kamarnya," katanya, lalu mengulurkan tangannya untuk menerima
kunci yang diberikan oleh petugas itu.
Dibukanya pintu kamar dengan kunci itu, lalu masuk. Kamar itu, sebuah kamar
tidur besar untuk dua orang, kacau-balau seperti biasanya. Joan Sutcliffe bukan
seorang wanita yang rapi. Tongkat golf terletak sembarangan di sebuah kursi,
raket tenis terlempar di tempat tidur. Pakaian-pakaian berserakan, sedang meja
dipenuhi rol-rol film, kartu-kartu pos, buku-buku saku dan barang-barang
kerajinan yang khas dari daerah selatan, yang kebanyakan dibuat di Birmingham
dan Jepang. Bob memandang ke sekelilingnya, melihat kopor-kopor dan tas-tas yang
beritsleting. Dia sedang menghadapi suatu masalah. Dia tidak akan bisa bertemu
dengan Joan sebelum pergi menerbangkan Ali keluar dari negeri ini. Dia tidak
akan sempat pergi menyusulnya ke Kalat Diwa dan kembali lagi. Bisa saja dia
membungkus barang itu dan meninggalkan surat tapi dia segera menggeleng. Dia
?tahu betul bahwa dia hampir selalu dibuntuti. Mungkin saja dia telah dibuntuti
sejak dari istana ke rumah minum itu, dan dari rumah minum itu kemari. Dia tidak
melihat siapa-siapa tapi dia tahu benar bahwa orang-orang itu sangat ahli dalam
?pekerjaan semacam itu. Tak ada sesuatu yang mencurigakan mengenai kedatangannya
ke hotel itu untuk menjumpai kakaknya tapi bila dia meninggalkan sebuah
?bungkusan dan sepucuk 44 surat, tentu surat itu akan dibaca dan bungkusannya dibuka.
Waktu... waktu.... Dia tak punya waktu....
Batu-batu permata senilai tiga perempat juta pound di dalam saku celananya.
Sekali lagi dia memandang ke sekeliling kamar itu....
Kemudian, sambil tersenyum, dikeluarkannya dari sakunya sebuah kantung kecil
berisi alat-alat pertukangan yang selalu dibawanya ke mana-mana. Dia ingat,
kemenakannya Jennifer punya bahan plastik lembut yang bisa dibentuk-bentuk. Itu
akan bisa membantu. Dia bekerja dengan cepat dan cekatan. Sekali dia mengangkat kepalanya, merasa
curiga, dan memandang ke arah jendela yang terbuka. Tidak, tak ada balkon di
luar kamar ini. Hanya rasa gugupnya sendiri yang membuatnya merasa bahwa ada
seseorang yang mengawasinya.
Diselesaikannya pekerjaannya, lalu mengangguk dengan rasa puas. Tak seorang pun
melihat apa yang telah dilakukannya dia yakin akan hal itu. Tidak Joan, tidak ?siapa pun juga. Jennifer jelas tidak, anak itu hanya memusatkan perhatiannya
pada dirinya sendiri, dan oleh karenanya tak pernah melihat atau menyadari apa
pun di luar dirinya sendiri.
Dikumpulkannya semua bekas-bekas pekerjaannya, lalu dimasukkannya ke dalam
sakunya.... Kemudian dia merasa bimbang, dia memandang ke sekelilingnya lagi.
Diambilnya kertas surat Nyonya Sutcliffe, lalu dia mengerutkan dahinya.....
Dia harus meninggalkan surat pendek untuk Joan....
45 Tapi apa yang akan ditulisnya" Seharusnya sesuatu yang bisa dimengerti oleh
Joan tapi yang tidak punya arti apa-apa bagi orang lain yang membacanya.
?Dan itu benar-benar tak mungkin! Dalam cerita-cerita detektif yang sering dibaca
Bob untuk mengisi waktu luangnya, dikisahkan bahwa surat-surat yang ditulis
dengan kode paling rahasia pun, yang kita tinggalkan, selalu bisa dipecahkan dan
ditafsirkan orang. Padahal dia tak bisa memikirkan barang satu pun kode
rahasia apalagi Joan adalah seorang manusia yang berakal sehat, yang
?menghendaki segala-galanya dituliskan dengan jelas sebelum dia bisa
memahaminya____ Kemudian kerut di dahinya hilang. Ada cara lain untuk melakukannya mengalihkan
?perhatian dari Joan dia harus meninggalkan sepucuk surat biasa. Lalu
?meninggalkan .pesan pada seseorang supaya disampaikan pada Joan di Inggris.
Cepat-cepat dia menulis ?Joan tersayang, Aku tadi mampir akan mengajakmu main golf sore ini, tapi kau pergi ke bendungan,
kau tentu akan lama di sana, dan kau pasti akan sangat lelah. Bagaimana kalau
besok saja" Pukul lima di gedung pertemuan.
Adikmu, Bob Suatu pesan sederhana yang ditinggalkan untuk seorang kakak, yang mungkin tak
akan pernah dijumpainya lagi tetapi dengan beberapa pertimbangan, yang nampak
?wajar-wajar saja itulah yang paling baik. Joan tidak boleh terlibat dalam urusan
46 apa pun juga, dia bahkan tak boleh tahu bahwa sebenarnya ada suatu urusan aneh.
Joan tidak bisa menyembunyikan apa-apa. Kenyataan bahwa dia sama sekali tidak
tahu apa-apa akan merupakan perlindungan baginya.
Dan surat singkat itu akan punya tujuan ganda. Dari surat itu orang akan menduga
bahwa dia, Bob, tak punya niat untuk pergi ke mana-mana.
Dia berpikir beberapa lamanya, kemudian dia menyeberang ke tempat telepon, lalu
minta dihubungkan ke Kedutaan Besar Inggris. Dia langsung dihubungkan dengan
Edmundson, sekretaris tiga, sahabatnya.
"John" Di sini Bob Rawlinson. Bisakah kau menemui aku di suatu tempat bila kau
sedang bebas tugas".... Bisa lebih awal dari itu".... Kuminta supaya kaulakukan itu,
Sahabat. Ini penting. Yah, sebenarnya mengenai seorang gadis...." Dia batuk-batuk
karena malu. "Dia hebat. Benar-benar hebat. Luar biasa. Soalnya hanya agak
rumit." Suara Edmundson yang terdengar agak tersekat dan bernada menyalahkan, berkata,
"Aduh, Bob, kau dengan gadis-gadismu itu. Baiklah kalau begitu, pukul dua ya?"
Lalu dia memutuskan hubungan. Bob mendengar bunyi gema halus waktu seseorang,
yang rupanya ikut mendengarkan, meletakkan gagang teleponnya pula.
Edmundson yang baik. Karena semua telepon di Ramat ini disadap, Bob dan John
Edmundson telah menciptakan kode mereka sendiri. Seorang gadis cantik yang 'luar
biasa' berarti sesuatu yang mendesak dan penting sekali.
Edmundson akan menjemputnya dengan mobilnya di luar Bank Merchants yang baru
pukul dua, dan 47 dia akan menceritakan padanya tentang tempatnya menyembunyikan permata itu. Akan
dikatakannya pada Edmundson bahwa Joan tak tahu tentang hal itu, tetapi bahwa,
kalau sampai terjadi sesuatu atas dirinya, hal itu akan sangat penting. Karena
pulang dengan naik kapal, Joan dan Jennifer baru akan tiba kembali di Inggris
enam minggu lagi. Saat itu hampir bisa dipastikan revolusi tentu sudah pecah,
mungkin berhasil mungkin pula gagal dan bisa dipadamkan. Ali Yusuf mungkin sudah
akan berada di Eropa, atau dia berdua dengan Bob malahan sudah mati. Akan
diceritakannya secukupnya pada Edmundson, tapi tidak akan terlalu banyak.
Untuk terakhir kalinya dia melihat ke sekeliling kamar itu. Kamar itu masih
tetap kelihatan seperti semula, tenang, aman, acak-acakan, dan biasa-biasa saja.
Satu-satunya tambahan di tempat itu adalah surat yang tak berarti bagi Joan itu.
Surat itu disandarkannya di atas meja tulis, lalu dia keluar. Di lorong hotel
yang panjang tak ada seorang pun.
II Wanita penghuni kamar di sebelah kamar yang ditempati Joan Sutcliffe menarik
dirinya dari balkon. Dalam tangannya ada sebuah cermin.
Semula dia keluar ke balkon itu untuk memeriksa sehelai rambut yang tumbuh di
dagunya dengan teliti. Dia mencabut rambut itu dengan sebuah jepitan, kemudian
ditelitinya wajahnya dengan cermat di sinar matahari yang cerah.
Ketika dia dalam keadaan santai begitu, dia melihat sesuatu. Dari sudut
tempatnya memegang cermin terpantul cermin lemari pakaian dalam kamar di
48 sebelahnya, dan melalui cermin itu dilihatnya seorang laki-laki sedang melakukan
sesuatu yang mencurigakan.
Demikian aneh dan mencurigakan hingga dia berdiri diam-diam tak bergerak,
memperhatikannya. Pria yang duduk di meja itu tak dapat melihatnya dari
tempatnya duduk, sedang wanita itu bisa melihat pria tersebut melalui pemantulan
ganda. Bila dia memalingkan kepalanya ke belakang, mungkin akan terlihat olehnva cermin
wanita itu melalui cermin lemari pakaian, tetapi dia sedang asyik benar dengan
pekerjaannya hingga dia tak menoleh____
Memang, sekali dia tiba-tiba mengangkat mukanya dan menoleh ke arah jendela,
tetapi karena di situ tak terlihat apa-apa, dia menundukkan kepalanya lagi.
Wanita itu memperhatikannya terus waktu dia menyelesaikan apa yang sedang
dikerjakannya. Sebentar kemudian pria itu menulis sepucuk surat yang
disandarkannya di meja tulis. Kemudian pria itu berpindah tempat hingga tak
tertangkap lagi oleh cerminnya, tetapi dia masih bisa mendengar dan tahu bahwa
pria itu sedang berbicara melalui telepon. Dia tak bisa mendengar apa yang
dipercakapkan, tetapi kedengarannya percakapan ringan yang biasa-biasa saja. ?Kemudian didengarnya pintu ditutup.
Wanita itu menunggu beberapa menit lagi. Lalu dibukanya pintu kamarnya. Di ujung
gang tampak seorang Arab sedang menjentik-jentik penyapu debu dari bulu dengan
malasnya. Laki-laki itu membelok di sudut, lalu menghilang.
Wanita itu cepat-cepat menyelinap masuk ke kamar sebelah. Pintunya terkunci,
tapi itu memang sudah diduganya. Jepit rambutnya dan mata pisau
49 lipat bisa dipakainya untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat dan penuh
keahlian. Dia masuk sambil mengatupkan pintu kembali. Diambilnya surat yang ada di atas
meja. Tutup amplopnya hanya diselipkan sedikit dan mudah dibuka. Dibacanya surat
itu sambil mengerutkan dahinya. Surat itu tidak memberikan penjelasan apa-apa.
Dilemnya surat itu, dikembalikannya ke tempat semula, lalu dia berjalan
menyeberangi kamar. Setibanya di situ, ketika dia mengulurkan tangannya, dia terganggu oleh suara-
suara yang terdengar melalui jendela dari teras bawah.
Salah satu di antaranya adalah suara yang dikenalnya sebagai suara penghuni
kamar di mana dia sedang berada. Suatu suara yang penuh keyakinan, seperti orang
yang sedang mengajar, dan penuh percaya diri.
Dia melompat ke arah jendela.
Di teras bawah, Joan Sutcliffe, yang disertai putrinya Jennifer, seorang gadis
berumur lima belas tahun yang bertubuh montok tetapi pucat, sedang berbicara
dengan seorang pria Inggris yang jangkung dan berwajah murung, yang agaknya
adalah petugas dari Konsulat Inggris. Wanita itu berbicara dengan suara nyaring
sekali hingga bisa didengar oleh semua orang. Dia sedang mengutarakan
pendapatnya mengenai tujuan kedatangan pria itu, yaitu untuk mengatur perjalanan
pulang wanita itu. "Itu tak masuk akal! Belum pernah saya mendengar omong kosong seperti itu.
Segala-galanya tenang-tenang saja di sini dan semua orang menyenangkan sekali.
Saya rasa itu hanya ribut-ribut yang membuat orang panik saja."
50 "Kita harapkan saja begitu, Nyonya Sutcliffe, kami benar-benar berharap begitu.
Tetapi Yang Mulia merasa bertanggung jawab untuk..."
Nyonya Sutcliffe memotong bicaranya. Dia tak ingin mempertimbangkan tanggung
jawab para duta besar. "Harap Anda ketahui juga, barang bawaan kami banyak sekali. Kami bermaksud
pulang naik kapal hari Rabu yang akan datang. Perjalanan melalui laut akan baik?bagi kesehatan Jennifer. Begitu kata dokter. Saya benar-benar menolak untuk
mengubah semua rencana saya dan diterbangkan ke Inggris dalam kekacauan yang tak
masuk akal ini." Pria yang berwajah murung itu menghibur bahwa Nyonya Sutcliffe dan putrinya tak
perlu terbang langsung sampai ke Inggris, tapi sampai ke Aden saja dan dari sana
naik kapal. "Dengan semua barang-barang kami?"
"Ya, ya, itu bisa diatur. Saya membawa mobil yang sekarang sedang
menunggu sebuah mobil yang cukup besar. Kita bisa langsung memuat barang-barang
?Anda sekarang." "Yah, baiklah," kata Nyonya Sutcliffe mengalah. "Kalau begitu sebaiknya kami
berbenah sekarang." "Kami harap segera."
Wanita di dalam kamar itu cepat-cepat menarik dirinya. Dia melihat ke alamat
yang tertulis pada label bagasi pada salah sebuah kopor. Kemudian dia menyelinap
keluar dari kamar itu dan kembali ke kamarnya sendiri tepat pada waktu Nyonya
Sutcliffe membelok di sudut lorong hotel.
Petugas dari kantor hotel berlari mengejarnya.
"Adik Anda, Komandan Skuadron, tadi kemari, Nyonya Sutcliffe. Dia naik ke kamar
Anda. Tapi saya 51 rasa dia telah pergi lagi. Pasti baru saja dia pergi waktu Anda tiba."
"Huh, membosankan!" gumam Nyonya Sutcliffe. "Terima kasih," katanya pada petugas
itu, lalu menyusul Jennifer. "Kurasa Bob juga mau ribut-ribut. Aku sendiri tak
bisa melihat tanda-tanda kekacauan di jalan-jalan. Pintu ini tak terkunci.
Ceroboh sekali orang-orang ini."
"Mungkin Paman Bob tadi," kata Jennifer.
"Kalau aku sempat bertemu dengan dia tadi.... Oh, ini ada suratnya." Surat itu
dibukanya.
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekurang-kurangnya Bob tidak membuat ribut-ribut," katanya dengan nada gembira.
"Kelihatannya dia tak tahu apa-apa tentang semuanya ini. Ini tak lebih dari
angin yang ditiup-tiupkan oleh para diplomat. Benci sekali aku harus berbenah di
tengah hari yang panas ini. Kamar ini pun rasanya seperti oven saja panasnya.
Ayo, Jennifer, keluarkan pakaian dari lemari kecil dan lemari besar itu. Kita
hanya akan sempat menjejal-jejalkan semuanya saja ke dalam kopor-kopor. Kita
akan mengepaknya lagi nanti."
"Saya belum pernah berada di tengah-tengah suatu revolusi," kata Jennifer
merenung. "Kurasa kali ini pun kau tidak akan berada dalam suatu revolusi," kata ibunya
tajam. "Sudah kukatakan, tidak akan terjadi apa-apa."
Jennifer kelihatan kecewa.
52 3. Memperkenalkan Tuan Robinson
Kira-kira enam minggu kemudian seorang anak muda perlahan-lahan mengetuk pintu
sebuah kamar di Bloomsbury dan dipersilakan masuk.
Kamar itu kecil. Di balik sebuah meja tulis, di sebuah kursi, seorang laki-laki
setengah baya yang gemuk duduk terhenyak. Celananya kusut, bagian depannya penuh
dengan abu cerutu. Jendela-jendelanya tertutup dan suasananya hampir-hampir tak
tertahankan. "Ya?" kata laki-laki gemuk itu dengan ketus, dan berbicara dengan mata setengah
tertutup. "Ada apa ini, ha?"
Sudah menjadi omongan orang bahwa Kolonel Pikeaway matanya selalu hampir
terpejam seperti tidur, atau seperti baru saja terbuka sehabis tidur. Dikatakan
orang pula bahwa namanya bukan Pikeaway, dan bahwa dia bukan seorang kolonel.
Tetapi orang bisa saja berkata seenaknya!
"Ada Tuan Edmundson dari Departemen Luar Negeri, Pak."
"Oh," kata Kolonel Pikeaway.
Matanya mengedip-ngedip seolah-olah akan tertidur lagi, lalu menggumam,
"Dia sekretaris tiga di kedutaan besar di Ramat pada saat revolusi pecah di
sana. Benar?" "Benar, Pak." 53 "Kalau begitu sebaiknya kujumpai dia," kata Kolonel Pikeaway tanpa menunjukkan
rasa senang sedikit pun juga. Dia hanya menegakkan duduknya, lalu menepiskan
sedikit abu cerutu dari perutnya yang gendut.
Tuan Edmundson adalah seorang pria muda yang jangkung dan berambut pirang.
Pakaiannya rapi sekali sesuai dengan sikapnya. Air mukanya tenang dan
menunjukkan rasa tak senang yang tak diucapkannya.
"Kolonel Pikeaway" Saya John Edmundson. Kata orang eh Anda mungkin ingin ? ?bertemu dengan saya."
"Begitukah kata mereka" Yah, mereka bisa saja tahu," kata Kolonel Pikeaway.
"Duduklah," katanya lagi.
Matanya mulai akan menutup lagi, tetapi sebelum itu terjadi, dia berbicara,
"Anda berada di Ramat pada saat revolusi di sana meletus?"
"Ya, benar. Peristiwa yang buruk sekali." "Saya rasa begitu. Anda sahabat Bob
Rawlinson, bukan?" "Ya, saya kenal baik dengannya." "Dia sudah meninggal," kata Kolonel Pikeaway.
"Benar, Pak, saya tahu itu. Tapi saya tak yakin..." dia terdiam.
"Anda tak perlu berusaha untuk menutup-nutupi sesuatu di sini," kata Kolonel
Pikeaway. "Kami di sini sudah tahu semuanya. Atau kalaupun kami tak tahu, kami
berpura-pura tahu. Rawlinson membawa Ali Yusuf terbang ke luar Ramat pada hari
pecahnya revolusi itu. Sejak itu tidak lagi terdengar berita
54 tentang pesawat mereka. Mungkin mereka mendarat di suatu tempat yang terpencil,
atau mungkin juga jatuh meledak. Reruntuhan sebuah pesawat terbang telah
ditemukan di Pegunungan Arolez. Ditemukan pula dua jenazah. Berita tentang hal
itu akan disampaikan pada pers besok. Begitu, kan?"
Edmundson membenarkan hal itu.
"Kami di sini tahu semua," kata Kolonel Pikeaway. "Itulah gunanya ada kami.
Pesawat itu terbang ke arah gunung. Mungkin karena keadaan cuaca, mungkin pula
karena sabotase. Karena bom waktu. Kami belum mendapatkan laporan lengkap.
Pesawat itu meledak di suatu tempat yang boleh dikatakan tak terjangkau.
Ditawarkan hadiah bagi siapa pun yang menemukannya, tapi hal-hal semacam itu
lama baru mendapat tanggapan. Lalu kami harus menerbangkan ahli-ahli untuk
mengadakan penyelidikan. Tentu dengan menempuh segala macam birokrasi.
Permohonan pada pemerintah asing, izin dari para menteri, uang suap belum lagi ?petani-petani setempat yang mungkin mengetahui sesuatu yang mungkin berguna."
Dia diam lalu melihat pada Edmundson.
"Semuanya ini menyedihkan sekali," kata Edmundson. "Padahal Pangeran Ali Yusuf
akan bisa menjadi seorang penguasa yang memperhatikan kepentingan rakyat, dengan
prinsip-prinsip demokrasinya."
"Mungkin justru itulah yang membuat anak muda itu terbunuh," kata Kolonel
Pikeaway. "Tapi kita tak bisa membuang waktu dengan mengisahkan cerita sedih
tentang kematian raja-raja. Kami telah diminta untuk mengadakan pengusutan.
?Oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jelasnya oleh pihak-pihak
55 yang sangat menyukai pemerintahan Baginda." Dia menatap lawan bicaranya dengan
tajam. "Anda tahu maksud saya?"
"Ya, sava ada mendengar selentingan." Edmundson berbicara dengan enggan.
"Mungkin Anda telah mendengar pula bahwa tak ada sesuatu yang berharga ditemukan
di tubuh kedua orang itu, maupun di antara reruntuhan pesawatnya. Dan sepanjang
pengetahuan kami tidak ada pula yang telah dicuri oleh penduduk desa. Meskipun
mengenai hal itu kita tak pernah bisa yakin. Petani-petani miskin itu belum
tentu jujur. Mereka tahan menutup mulut seperti Departemen Luar Negeri sendiri.
Lalu apa saja yang telah Anda dengar?"
"Tak ada apa-apa lagi."
"Tidakkah Anda mendengar bahwa ada sesuatu yang berharga yang seharusnya
ditemukan" Lalu untuk apa mereka mengirim Anda pada saya?"
"Kata mereka mungkin ada pertanyaan-pertanyaan tertentu yang ingin Anda
tanyakan," kata Edmundson dengan sikap resmi.
"Bila saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan, maka saya mengharapkan jawaban,"
Kolonel Pikeaway menjelaskan.
"Tentu." "Nampaknya tidak begitu wajar menurut Anda, Anak muda. Apakah Bob Rawlinson
mengatakan sesuatu pada Anda sebelum dia terbang keluar dari Ramat" Dialah satu-
satunya orang kepercayaan Ali. Ayolah, coba katakan. Apakah dia mengatakan
sesuatu?" "Mengenai apa, Pak?"
Kolonel Pikeaway memandanginya tepat-tepat, lalu menggaruk telinganya.
56 "Ah, sudahlah," geramnya. "Lupakan saja hal itu dan jangan katakan apa-apa. Aku
telah membesar-besarf"an soal itu dalam pikiranku sendiri! Bila Anda tak tahu
tentang apa yang saya bicarakan, pasti Anda tak tahu apa-apa, dan bereslah
persoalannya." "Saya kira ada sesuatu..." Edmundson berbicara hati-hati dan dengan enggan.
"Sesuatu yang penting, yang mungkin ingin dikatakan Bob pada saya."
"Oh," kata Kolonel Pikeaway, dengan air muka puas seperti seseorang yang baru
berhasil mencabut gabus dari sebuah botol. "Itu menarik. Coba saya dengar apa
yang Anda ketahui itu."
"Sedikit sekali, Pak. Bob dan saya punya semacam kode sederhana. Kami
berkeyakinan bahwa semua telepon di Ramat telah disadap. Bob rupanya telah
mendengar sesuatu di istana, dan saya pun kadang-kadang punya suatu informasi
kecil yang berguna yang bisa saya sampaikan padanya. Maka bila salah seorang di
antara kami menelepon dan mengatakan tentang seorang atau beberapa orang gadis,
dengan suatu cara tertentu, dengan menggunakan istilah 'luar biasa' untuk gadis
itu, maka itu berarti bahwa ada sesuatu yang penting!"
"Suatu informasi penting atau semacamnya, begitukah?"
"Ya. Bob menelepon saya dengan menggunakan istilah-istilah itu pada hari
meletusnya revolusi. Saya dimintanya untuk menemuinya di tempat kami biasa
bertemu di luar salah satu bank. Tetapi kekacauan meledak justru di tempat itu,?dan polisi menutup jalan ke sana. Saya kehilangan kontak dengan dia, begitu pula
dia tak bisa menghubungi saya. Petang itu juga dia menerbangkan Ali ke luar."
57 "Oh, begitu," kata Pikeaway. "Tak tahukah Anda dari mana dia menelepon?"
"Tidak. Bisa dari mana saja."
?"Sayang." Dia berhenti, lalu berkata seenaknya,.
"Apakah Anda kenal Nyonya Sutcliffe?"
"Maksud Anda kakak Bob Rawlinson" Saya bertemu dengan dia di sana, tentu. Waktu
itu dia sedang berada di sana dengan putrinya, seorang anak sekolah. Saya tidak
begitu kenal padanya."
"Apakah dia akrab dengan Bob Rawlinson?"
Edmundson berpikir-pikir.
"Tidak, saya rasa tidak. Kakaknya itu jauh lebih tua daripada Bob, dan suka
bersikap sok tahu. Lagi pula Bob tak suka pada iparnya dia selalu menjulukinya
?keledai yang suka berlagak."
"Ya, orangnya memang begitu! Dia adalah salah seorang industrialis kita yang
terkemuka dan mereka memang suka berlagak! Jadi menurut Anda, tak mungkin Bob
?Rawlinson telah membukakan suatu rahasia penting pada kakaknya itu?"
"Sulit mengatakannya dengan pasti tapi tidak, saya rasa tidak akan."
?"Saya rasa pun tidak," kata Kolonel Pikeaway.
Dia mendesah. "Yah, hanya itulah yang ingin kita ketahui. Nyonya Sutcliffe
sedang dalam perjalanan pulang melalui laut. Mereka akan tiba di Tilbury dengan
kapal Eastern Queen besok."
Dia diam beberapa lamanya, sementara matanya mengawasi anak muda yang duduk di
seberangnya. Lalu, seolah-olah dia telah mengambil suatu keputusan, diulurkannya
tangannya dan berkata dengan cepat,
"Anda baik sekali telah bersedia datang kemari."
58 "Saya menyesal karena tak dapat memberi bantuan yang berguna. Apakah Anda yakin
bahwa tak ada lagi yang dapat saya lakukan?"
"Tidak. Tidak. Tak ada lagi."
John Edmundson keluar. Anak muda yang sopan tadi masuk kembali.
"Semula kupikir sebaiknya kusuruh dia pergi ke Tilbury untuk menyampaikan berita
sedih itu kepada kakak almarhum," kata Pikeaway. "Mengingat dia adalah sahabat ?karib adiknya. Tapi kemudian kuputuskan sebaiknya tidak. Tampaknya dia kurang
luwes. Begitulah latihan orang-orang di Departemen Luar Negeri itu. Dia bukan
seorang oportunis. Sebaiknya kusuruh saja, si... siapa namanya?"
"Derek?" "Benar." Kolonel Pikeaway mengangguk membenarkan. "Kau sudah mulai memahami
maksudku, ya?" "Saya mencoba sebaik-baiknya, Pak."
"Mencoba saja tak cukup. Kau harus berusaha sampai berhasil. Suruh dulu Ronnie
kemari. Aku ada tugas untuknya."
II Kolonel Pikeaway nampaknya akan tidur lagi ketika anak muda yang bernama Ronnie
masuk ke kamar itu. Anak muda itu bertubuh jangkung, berotot, berambut hitam,
dan sikapnya santai tetapi cukup sopan.
Beberapa saat Kolonel Pikeaway memandanginya, lalu tertawa.
"Maukah kau masuk ke sekolah putri?" tanyanya.
59 "Sekolah putri?" Anak muda itu mengangkat alisnya. "Itu akan merupakan suatu
pengalaman baru! Apa yang akan mereka lakukan" Apakah mereka akan membuat bom
dalam pelajaran kimia?"
"Bukan hal yang semacam itu. Sekolah itu sebuah sekolah terkemuka dan bermutu
tinggi. Namanya Meadowbank."
"Meadowbank!" kata anak muda itu, lalu bersiul. "Sulit rasanya saya percaya!"
"Tutup mulutmu yang lancang itu dan dengarkan aku. Putri Shaista, saudara sepupu
dan satu-satunya keluarga terdekat almarhum Pangeran Ali Yusuf dari Ramat, akan
bersekolah di sana dalam semester yang akan datang ini. Sampai sekarang dia
bersekolah di Swiss."
"Apa yang harus saya lakukan" Menculiknya?"
"Tentu tidak. Kurasa dalam waktu dekat ini dia akan menjadi pusat perhatian.
Kuminta kau mengamati perkembangan-perkembangan. Aku tak bisa memberikan
penjelasan lebih terperinci. Aku tak tahu apa yang akan terjadi atau siapa yang
akan muncul, tapi bila ada salah seorang 'teman' yang tidak kita sukai mulai
menaruh perhatian, segera laporkan____ Pokoknya, kau harus menjadi tukang lapor
yang awas." Anak muda itu mengangguk.
"Lalu dengan cara bagaimana saya bisa melakukan pengawasan itu" Apakah saya
harus menjadi guru gambar?"
"Semua tenaga pengajarnya adalah wanita." Kolonel Pikeaway melihat kepadanya
sambil menimbang-nimbang. "Kurasa aku harus menjadikanmu seorang tukang kebun."
"Tukang kebun?"
60 "Ya. Apakah tepat kalau kukatakan bahwa kau tahu sedikit-sedikit tentang
berkebun?" "Ya, memang benar. Waktu saya masih remaja, saya pernah menjadi pengisi kolom
Kebun Anda dalam surat kabar Sunday Mad selama setahun."
"Puh!" kata Kolonel Pikeaway. "Itu tak ada artinya! Aku sendiri pun bisa mengisi
kolom mengenai berkebun tanpa tahu apa-apa tentang hal itu kutip saja dari ?beberapa katalogus penjual bibit tanaman yang biasanya bergambar suram, dan
bersumber dari sebuah Ensiklopedi Perkebunan. Aku tahu semua isinya. "Mengapa
Anda tidak mendobrak tradisi dan memberikan nada yang benar-benar bersifat
tropis dalam kebun Anda tahun ini" Tanamlah Amabellis Gossiporia yang cantik,
dan beberapa Sinensis Makafoolia, jenis hibrida Cina yang baru dan luar biasa.
Coba pula perdu Sinistra Hopaless yang merah ceria, yang berbunga banyak,
meskipun bunga itu tidak begitu tahan cuaca namun cukup kuat kalau dilindungi
oleh dinding tembok di sebelah barat'." Dia berhenti lalu tertawa. "Semua itu
omong kosong! Orang-orang yang bodoh percaya saja lalu membeli bibit bunga-bunga
itu, dan salju pertama menghancurkan semuanya, dan mereka menyesal mengapa tidak
menanam wallflower dan forget-me-not seperti biasa. Bukan begitu maksudku yang
sebenarnya, Anak muda. Ludahi tanganmu dan gunakan sekop, jangan jijik dengan
tumpukan pupuk kandang, rajin-rajinlah menutupi tanaman-tanaman baru dengan
jerami, pakailah cangkul Belanda atau cangkul macam apa saja, buatlah parit-
parit yang benar-benar dalam bila akan menanam sweetpea dan segala macam kegiatan sehubungan dengan itu. ?Bisakah kau melakukannya?"
61 "Semua itu sudah biasa saya lakukan sejak saya
masih remaja!" "Aku percaya. Aku kenal ibumu. Nah, kalau
begitu semuanya beres."
"Apakah akan ada lowongan bagi seorang tukang kebun di Meadowbank?"
"Pasti ada," kata Kolonel Pikeaway. "Semua kebun di Inggris ini kekurangan
tenaga kerja. Aku akan membuatkan surat pengantar yang baik untukmu. Lihat saja
nanti, mereka pasti akan menerimamu dengan tangan terbuka. Kita tak bisa
membuang-buang waktu, semester musim panas akan dimulai tanggal dua puluh
sembilan ini." "Saya harus berkebun dan saya harus membuka mata saya, begitukah?"
"Betul, lalu bila ada gadis-gadis remaja yang gila bercinta mencoba main mata
denganmu, sekali-kali jangan kaulayani. Aku tak mau kau sampai dipecat terlalu
cepat." Ditariknya secarik kertas. "Nama apa yang akan kaupakai?"
"Agaknya Adam akan cocok." "Nama keluarganya?" "Bagaimana kalau Eden?"
"Aku benar-benar tak suka caramu berpikir. Adam Goodman nampaknya lebih cocok.
Pergilah, lalu karanglah riwayat hidupmu dengan Jenson, dan segeralah mulai
memainkan sandiwaramu." Dia melihat ke arlojinya. "Aku tak punya waktu lagi
untukmu. Aku tak mau Tuan Robinson sampai menungguku. Pasti dia sedang dalam
perjalanan kemari sekarang."
62 Adam (kita mulai saja menyebutnya dengan namanya yang baru itu) berhenti
sebentar waktu dia sedang berjalan ke pintu.
"Tuan Robinson?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. "Diakah yang akan datang?"
"Begitulah kataku." Bel di meja tulisnya berdering. "Itu pasti dia. Dia selalu
tepat pada waktunya. Tuan Robinson."
"Katakan..." kata Adam penuh ingin tahu. "Siapakah dia sebenarnya" Siapa namanya
yang sebenarnya?" "Namanya ya Tuan Robinson," kata Kolonel Pikeaway. "Hanya i.u yang aku tahu, dan
hanya itu pulalah yang diketahui oleh semua orang."
III Pria yang masuk ke kamar itu kemudian penampilannya sama sekali tak cocok dengan
namanya, Robinson. Mungkin lebih pantas kalau namanya Demetrius, atau
Isaacstein, atau Perenna meski tak satu pun di antaranya cocok pula. Dia bukan
?orang Yahudi, atau orang Yunani, bukan pula orang Portugis, bukan orang Spanyol,
bukan pula orang Amerika Selatan. Tapi yang paling tak mungkin adalah bahwa dia
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang Inggris yang bernama Robinson. Badannya gemuk dan pakaiannya bagus,
wajahnya kuning, matanya hitam dan sayu, dahinya lebar, dan mulutnya yang lebar
memperlihatkan gigi putih yang besar-besar. Bentuk tangannya bagus dan
terpelihara dengan baik. Nada suaranya Inggris tulen, tanpa aksen asing sedikit
pun. Dia dan Kolonel Pikeaway saling menyapa dengan gaya, seolah-olah mereka adalah
dua orang raja yang 63 sama-sama masih memerintah. Mereka saling berbasa-basi.
Kemudian, setelah Tuan Robinson menerima sebatang cerutu, Kolonel Pikeaway
berkata, "Anda baik sekali telah menawarkan diri untuk membantu kami."
Tuan Robinson menyalakan cerutunya, menikmati rasanya dan akhirnva berbicara,
"Saudara, saya hanya berpikir saya banyak mendengar. Saya mengenal banyak ?sekali orang, dan mereka banyak bercerita pada saya. Entah mengapa."
Kolonel Pikeaway tidak memberi komentar apa-apa mengenai alasan itu. Katanya,
"Kata orang Anda telah mendengar bahwa pesawat terbang Pangeran Ali Yusuf sudah
ditemukan?" "Hari Rabu minggu yang lalu," kata Tuan Robinson. "Anak muda yang bernama
Rawlinson yang menjadi pilotnya. Suatu penerbangan tipuan. Tapi meledaknya
pesawat itu bukanlah kesalahan Rawlinson. Pesawat terbang itu telah dikutak-
katik oleh seseorang yang bernama Achmed seorang montir yang berpengalaman.
? ?Dia benar-benar bisa dipercaya begitulah yang disangka oleh Rawlinson. Tapi
?ternyata tidak. Kini dia telah mendapat kedudukan yang sangat menguntungkan
dalam rezim yang baru ini."
"Jadi rupanya sabotase! Kami belum begitu yakin. Kisah yang menyedihkan sekali."
"Ya. Anak muda yang malang itu maksud saya Ali Yusuf belum siap untuk
? ?menangani segala macam korupsi dan pengkhianatan. Adalah hal yang
64 tidak bijaksana memberinya pendidikan di sebuah sekolah umum itu pandangan
?saya. Tapi bukan dia yang kita pikirkan sekarang, bukan" Dia sudah tergolong
berita masa lalu. Bila seorang raja meninggal habislah riwayatnya. Kita hanya
tertarik Anda dengan cara Anda sendiri, dan saya dengan cara saya pula pada
? ?apa yang telah ditinggalkan raja itu, bukan?" "Apa itu?"
Tuan Robinson mengangkat bahunya.
"Simpanan uang yang besar jumlahnya di Jenewa, sejumlah kecil simpanan di
London, barang-barang yang banyak jumlahnya di negaranya sendiri yang kini telah
diambil alih oleh rezim baru yang hebat (tapi saya dengar barang-barang itu
telah dibagi-bagikan), dan akhirnya ada pula sejumlah kecil barang-barang
pribadi." "Kecil?" "Yang namanya barang itu relatif. Yang saya maksud kecil ukurannya. Mudah
dibawa-bawa orang." "Tapi sepanjang pengetahuan saya, barang-barang itu tidak terdapat pada tubuh
Ali Yusuf." "Memang. Karena dia sudah menyerahkannya pada Rawlinson."
"Apakah Anda yakin akan hal itu?" tanya Pikeaway tajam.
"Yah, kita tak pernah bisa merasa yakin seratus persen," kata Tuan Robinson
dengan nada menyesal. "Dalam sebuah istana selalu banyak gunjingan. Tentu tak
mungkin semuanya benar. Tapi desas-desus mengenai hal itu sudah sangat meluas."
"Tapi barang itu tidak terdapat pula di tubuh. Rawlinson...."
65 "Kalau begitu," kata Tuan Robinson, "agaknya barang-barang tersebut sudah dibawa
keluar dari negeri itu dengan suatu cara lain."
"Cara lain yang bagaimana" Apakah Anda punya suatu gagasan?"
"Rawlinson pergi ke sebuah kedai minuman di kota itu setelah dia menerima batu-
batu permata tersebut. Tak ada yang melihatnya berbicara dengan seseorang atau
menghubungi siapa pun juga selama dia di situ. Kemudian dia pergi ke Hotel Ritz
Savoy, di mana kakaknva menginap. Dia naik ke kamar kakaknya dan berada di sana
selama kira-kira dua puluh menit. Wanita itu sendiri sedang keluar. Lalu dia
meninggalkan hotel itu dan pergi ke Bank Merchants di Lapangan Victory. Di sana
dia menguangkan selembar cek. Waktu dia keluar dari bank itu, meletuslah
kekacauan. Beberapa lamanya barulah lapangan itu tenang kembali. Kemudian
Rawlinson langsung pergi ke lapangan terbang mini. Di sana dia segera menuju
pesawat terbang disertai oleh Sersan Achmed.
"Dengan berkendaraan mobil, Ali Yusuf pergi melihat pembangunan jalan baru. Dia
berhenti di lapangan terbang mini, mendatangi Rawlinson dan mengatakan bahwa dia
ingin terbang untuk melihat bendungan dan pembangunan jalan raya yang baru dari
udara. Mereka mengudara, dan tak pernah kembali."
"Apa kesimpulan Anda dari kejadian itu?"
"Sama saja dengan kesimpulan Anda, Sahabat. Untuk apa Bob Rawlinson menghabiskan
waktu dua puluh menit dalam kamar kakaknya padahal wanita itu sedang keluar dan
dia sudah diberi tahu bahwa
66 kakaknya itu mungkin malam baru kembali" Dia memang meninggalkan sepucuk surat
pendek, tapi menulis surat sependek itu hanya makan waktu paling lama tiga
menit. Apa yang dilakukannya selama itu?"
"Apakah Anda berpendapat bahwa dia telah menyembunyikan permata-permata itu di
suatu tempat di antara barang-barang milik kakaknya?"
"Nampaknya memang begitu, bukan" Nyonya Sutcliffe pada hari itu juga diungsikan
bersama warga negara Inggris lainnya. Dia dan putrinya diterbangkan ke Aden.
Saya rasa besok dia akan tiba di Tilbury."
Pikeaway mengangguk. "Awasi dia," kata Tuan Robinson.
"Kami memang akan mengawasi dia," kata Pikeaway. "Itu sudah kami atur."
"Bila permata-permata itu ada padanya, dia akan berada dalam bahaya." Dia
memejamkan matanya. "Saya benci sekali pada kekerasan."
"Apakah Anda pikir akan ada kekerasan?"
"Ada orang-orang yang punya kepentingan. Beberapa orang yang mencurigakan Anda ?tentu mengerti maksud saya."
"Saya mengerti," kata Pikeaway serius.
"Dan orang-orang itu akan berlomba-lomba."
Tuan Robinson menggeleng, "Membingungkan sekali."
Dengan halus Kolonel Pikeaway bertanya, "Apakah Anda sendiri eh punya ? ?kepentingan khusus dalam soal ini?"
"Saya mewakili suatu kelompok orang yang punya kepentingan," kata Tuan Robinson.
Suaranya mengandung sedikit teguran. "Beberapa dari perma -
67 ta yang kita bicarakan itu telah dibeli oleh almarhum Yang Mulia Pangeran dari
sindikat kami dengan harga yang wajar dan masuk akal. Kelompok orang yang saya
?wakili, yang punya kepentingan dengan ditemukannya permata-permata itu, telah
mendapat restu dari almarhum dulu. Saya berani mengatakan hal itu. Selanjutnya,
saya tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Soal-soal yang begini ini peka sekali."
"Tapi Anda benar-benar berada di pihak Dewi Kebenaran, kan" Angel, kan?" tanya
Kolonel Pikeaway sambil tersenyum.
"Ah, Angell Yah Angel." Dia diam sebentar. "Apakah Anda kebetulan tahu, siapa
?yang menempati kamar-kamar di kiri-kanan kamar yang dihuni oleh Nyonya Sutcliffe
dan putrinya?" Kolonel Pikeaway memandanginya, wajahnya samar-samar membayangkan sesuatu.
"Coba saya ingat-ingat dulu saya rasa saya tahu. Di sebelah kiri adalah Senora
?Angelica de Toredo seorang wanita Spanyol eh seorang penari yang bermain di
? ? ?kabaret setempat. Mungkin dia bukan orang Spanyol murni, dan mungkin pula bukan
seorang penari yang baik. Tapi dia sangat disukai para langganannya. Di sebelah
lainnya adalah salah seorang dari suatu kelompok guru sekolah, saya dengar..."
Tuan Robinson tampak berseri memuji.
"Anda masih tetap seperti dulu. Saya datang untuk menceritakan beberapa hal
kepada Anda, tapi hampir selalu Anda sudah mengetahuinya lebih dulu."
"Ah, tidak." Kolonel Pikeaway membantah dengan sopan.
68 "Antara kita berdua saja," kata Tuan Robinson, kita memang tahu banyak." Mata
mereka beradu. "Saya harap," kata Tuan Robinson sambil bangkit, kita tahu cukup banyak...."
69 4. Kembalinya Seorang Pelancong
"Keterlaluan!" kata Nyonya Sutcliffe dengan suara jengkel, sambil melihat ke
luar jendela hotel, "aku tak mengerti mengapa hari selalu hujan kalau orang
kembali ke Inggris. Ini membuat kita merasa tertekan."
"Saya senang sekali kita sudah kembali," kata Jennifer. "Mendengar orang
bercakap-cakap dalam bahasa Inggris di jalan-jalan! Dan sebentar lagi kita akan
minum teh yang benar-benar enak. Roti disemir mentega dengan selai dan kue-kue
yang lezat." "Kuharap kau tidak begitu picik, Sayang," kata Nyonya Sutcliffe. "Apa gunanya
aku membawamu pergi .sampai ke Teluk Parsi kalau kemudian kau berkata bahwa
sebenarnya lebih enak tinggal di rumah?"
"Saya tak menolak kalau diajak pergi ke luar negeri selama satu atau dua bulan,"
kata Jennifer. "Saya hanya berkata bahwa saya senang kita sudah kembali."
"Ah, sudahlah, sekarang pergilah, Sayang, supaya aku bisa menghitung barang-
barang kita. Aku tak yakin apakah sudah mereka bawa naik semua. Aku benar-benar
merasa.... Sejak perang dunia aku punya perasaan bahwa orang-orang menjadi tak
jujur. Aku yakin bahwa bila aku tidak mengawasi barang-barang kita dengan
teliti, orang itu sudah melarikan tas hijau
70 kita yang beritsleting itu di Tilbury. Lalu ada pula seorang laki-laki lain yang
berseliweran saja di dekat barang-barang kita. Setelah itu kulihat lagi orang
yang sama di kereta api. Kurasa kau pun tahu bahwa pencuri-pencuri itu kerjanya
menunggu kapal-kapal yang tiba, dan bila orang-orang sedang ribut-ribut mengurus
barang-barangnya atau mabuk laut, mereka melarikan beberapa buah kopor."
"Ah, Mama selalu berpikir begitu," kata Jennifer. "Mama pikir semua orang yang
kita temui itu tak jujur."
"Kebanyakan di antaranya memang begitu," sahut Nyonya Sutcliffe ketus.
"Orang-orang Inggris tidak," kata Jennifer membela bangsanya.
"Itulah salahnya," kata ibunya. "Orang selalu membayangkan yang jahat-jahat
tentang orang Arab atau orang asing lainnya, tapi di Inggris ini orang menjadi
lengah dan hal itu memudahkan orang-orang yang tak jujur. Nah, biar kuhitung.
Itu kopor hijau yang besar dan yang hitam, dan itu dua buah yang kecil yang
berwarna cokelat, dan tas yang memakai ritsleting, alat pemukul golf dan raket-
raket, itu kopor yang diisi segala macam, dan itu kopor dari kanvas lalu, mana ?tas yang hijau" Oh, itu dia. Dan itu kopor dari tembaga buatan sana, yang kita
beli untuk menyimpan barang-barang tambahan ya, satu, dua, tiga, empat, lima,
?enam ya, sudah cukup. Semua barang-barang kita yang empat belas potong
?jumlahnya sudah ada di sini."
"Belum bisakah kita minum teh sekarang?" tanya Jennifer.
"Minum teh" Sekarang baru pukul tiga." "Saya sudah ingin sekali."
71 "Baiklah, baiklah. Bisakah kau turun dan memesannya sendiri" Aku benar-benar
lelah dan harus beristirahat. Aku masih harus membongkar pakaian yang akan kita
perlukan untuk nanti malam. Sayang sekali ayahmu tak bisa menjemput kita. Aku
tak bisa membayangkan mengapa justru hari ini dia harus menghadiri rapat penting
para direktur di Newcastle-on-Tyne. Orang sebenarnya harus ingat bahwa istri dan
putrinya akan tiba hari ini. Lebih-lebih karena dia sudah tiga bulan tidak
bertemu dengan kita. Benar-benarkah kau bisa memesan minuman sendiri?"
"Astaga, Mama," kata Jennifer. "Mama pikir berapa umur saya ini" Boleh saya
minta uang" Saya tak punya mata uang Inggris."
Jennifer menerima lembaran sepuluh shilling yang diberikan ibunya kepadanya,
lalu keluar dengan perasaan tersinggung.
Telepon yang terletak di sebelah tempat tidur berdering. Nyonya Sutcliffe
mendekat, lalu mengangkat alat penerimanya.
"Halo.... Ya.... Ya, Nyonya Sutcliffe berbicara...."
Terdengar ketukan di pintu. Nyonya Sutcliffe berkata, "Tunggu sebentar," ke alat
penerima telepon itu, meletakkan alat itu lalu pergi ke pintu. Seorang laki-laki
muda yang mengenakan pakaian montir berwarna biru tua berdiri di pintu dengan
membawa sebuah kotak kecil alat-alat pertukangan.
"Saya montir listrik," katanya cepat-cepat. "Lampu-lampu di kamar ini tak beres.
Saya disuruh kemari untuk memperbaikinya."
"Oh silakan...."?72
Nyonya Sutcliffe mundur. Montir listrik itu masuk
"Yang mana kamar mandi?" "Lewat di situ di ujung kamar tidur yang sebuah lagi."
?Dia kembali ke pesawat telepon.
"Maaf.... Apa kata Anda tadi?"
"Nama sava Derek O'Connor. Mungkin saya akan datang ke kamar Anda, Nyonya
Sutcliffe. Sehubungan dengan adik Anda."
"Bob" Apakah dia ada berita tentang dia?"
?"Ya begitulah."
?"Oh.... Oh, saya mengerti.... Ya, silakan datang. Di lantai tiga, nomor 310."
Wanita itu duduk di tempat tidurnya. Dia merasa sudah tahu berita apa yang akan
didengarnya. Sebentar kemudian terdengar ketukan di pintu dan dia membukakannya untuk
mempersilakan masuk seorang pria muda yang menyalaminya dengan sopan.
"Apakah Anda dari Departemen Luar Negeri?"
"Nama saya Derek O'Connor. Pimpinan kantor saya mengirim saya kemari karena
agaknya tak ada orang lain yang bisa menyampaikan berita itu pada Anda."
"Tolong ceritakan," kata Nyonya Sutcliffe. "Dia mati terbunuh. Itukah
beritanya?" "Ya, itulah yang harus saya sampaikan, Nyonya Sutcliffe. Dia sedang menerbangkan
Pangeran Ali Yusuf keluar dari Ramat dan pesawat terbang mereka meledak di
pegunungan." 73 "Mengapa saya tak mendengar beritanya mengapa tak ada orang yang mengirim
?telegram kepada saya di kapal?"
"Belum ada berita yang pasti sampai beberapa hari yang lalu. Hanya diketahui
bahwa pesawat itu hilang, itu saja. Pada saat itu orang mungkin masih menaruh
harapan. Tapi sekarang reruntuhan pesawat terbang itu sudah ditemukan.... Saya
yakin Anda akan senang mendengar bahwa mereka meninggal seketika."
"Apakah pangeran itu juga tewas?"
"Ya." "Saya sama sekali tak heran," kata Nyonya Sutcliffe. Suaranya agak bergetar,
tetapi dia bisa menguasai dirinya. "Saya sudah tahu bahwa Bob akan mati muda.
Dia memang selalu ceroboh, Anda tahu selalu mau menerbangkan pesawat-pesawat ?baru, mencoba gaya terbang baru. Boleh dikatakan saya tak pernah bertemu dengan
dia selama empat tahun terakhir ini. Ah, tapi kita tak bisa mengubah manusia,
bukan?" "Tidak," kata tamu itu, "memang tak bisa."
"Henry selalu berkata bahwa cepat atau lambat anak itu pasti akan menghancurkan
dirinya sendiri," kata Nyonya Sutcliffe. Kelihatannya dia merasa sedih akan
kebenaran ramalan suaminya. Air matanya mengalir di pipinya dan dia mencari sapu
tangannya. "Berita itu mengejutkan sekali," katanya.
"Saya tahu saya turut bersedih."
?"Bob tentu tak bisa mengelak," kata Nyonya Sutcliffe. "Maksud saya, dia telah
menerima pekerjaan sebagai pilot pribadi pangeran itu. Saya sebenarnya tak suka
dia menerima pekerjaan itu. Dia sebenarnya seorang penerbang yang baik. Saya
yakin 74 bahwa kalau dia sampai menabrak sebuah gunung, itu bukan kesalahannya."
"Bukan," kata O'Connor, "itu jelas bukan salahnya. Satu-satunya harapan untuk
membawa pangeran itu keluar dari negerinya adalah dengan terbang dalam keadaan
bagaimanapun juga. Penerbangan yang mereka lakukan itu memang berbahaya sekali
dan ternyata memang tak baik jadinya."
Nyonya Sutcliffe mengangguk.
"Saya mengerti betul," katanya. "Terima kasih atas kedatangan Anda untuk memberi
tahu saya." "Ada satu hal lagi," kata O'Connor, "sesuatu yang harus saya tanyakan kepada
Anda. Apakah adik Anda mempercayakan sesuatu pada Anda untuk dibawa kembali ke
Inggris ini?" "Mempercayakan sesuatu pada saya?" kata Nyonya Sutcliffe. "Apa maksud Anda?"
"Apakah dia memberikan pada Anda suatu suatu bungkusan suatu bungkusan kecil
? ?untuk Anda bawa pulang kemari dan untuk Anda sampaikan pada seseorang di Inggris
ini?" Nyonya Sutcliffe menggeleng tak mengerti. "Tidak. Mengapa Anda menyangka
begitu?" "Ada sebuah bungkusan penting yang kami pikir telah adik Anda berikan kepada
seseorang untuk dibawa pulang kemari. Dia mengunjungi Anda ke hotel pada hari
itu pada hari revolusi itu meletus, maksud saya."
?"Saya tahu itu. Dia meninggalkan sepucuk surat pendek. Tapi selebihnya tak ada
apa-apa hanya ada berita tak berarti mengenai rencana main tenis atau main golf
?esok harinya. Saya rasa waktu dia menulis surat, dia tak tahu bahwa dia akan
Kucing Di Tengah Burung Dara Cat Among The Pigeons Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa 75 menerbangkan pangeran tersebut ke luar petang itu
"Hanya itu sajakah isinya?" "Isi surat itu" Ya."
"Apakah Anda menyimpannya*, Nyonya Sutcliffe?"
"Menyimpan surat pendek yang ditinggalkannya itu" Tentu saja tidak. Soalnya sama
sekali tak penting. Saya sobek saja lalu saya buang. Untuk apa saya
menyimpannya?" "Memang tak ada alasannya," kata O'Connor. "Saya hanya ingin tahu."
"Ingin tahu apa?" tanya Nyonya Sutcliffe ketus.
"Apakah mungkin ada sesuatu suatu pesan lain yang tersembunyi di dalamnya. ?Soalnya..." anak muda itu tersenyum, "...soalnya, Anda tentu pernah mendengar
tentang tinta yang tak kelihatan."
"Tinta yang tak kelihatan!" kata Nyonya Sutcliffe dengan rasa tak senang.
"Apakah maksud Anda seperti yang biasa dipakai orang dalam kisah-kisah mata-mata
itu?" "Ya, saya rasa itulah yang saya maksud," jawab O'Connor dengan rasa agak
menyesal. "Tolol!" kata Nyonya Sutcliffe. "Saya yakin Bob tidak akan menggunakan segala
macam tinta yang tak kelihatan. Untuk apa" Dia adalah orang yang apa adanya."
Air mata mengalir lagi di pipinya. "Aduh di mana tas saya" Di dalamnya pasti ada
sapu tangan. Mungkin saya tinggalkan di kamar sebelah ini."
"Biar saya ambilkan untuk Anda," kata O'Connor.
Dia pergi melalui pintu penghubung, tapi langkahnya terhenti waktu melihat
seorang laki-laki 76 muda berpakaian montir yang sedang membungkuk di atas sebuah kopor. Laki-laki
itu berdiri tegak dan terkejut melihatnya tiba-tiba acla di situ.
"Saya montir listrik," kata anak muda itu cepat-cepat. "Ada sesuatu yang tak
beres dengan lampu-lampu di sini."
O'Connor memutar sakelar.
"Saya lihat baik-baik saja," katanya dengan nada tetap menyenangkan.
"Orang pasti telah memberikan nomor kamar yang salah kepada saya," kata montir
listrik itu. Diraihnya tas alat-alatnya, lalu dia cepat-cepat menyelinap ke luar melalui
pintu ke lorong. O'Connor mengerutkan alisnya. Diambilnya tas Nyonya Sutcliffe dari meja rias
lalu mengantarkannya kepadanya.
"Izinkan saya menelepon sebentar," katanya, lalu diangkatnya gagang telepon.
"Di sini kamar 310. Apakah Anda baru saja mengirim seorang montir listrik untuk
memeriksa lampu di kamar ini" Ya... ya, saya akan menunggu."
Dia menunggu. "Tidak" Sudah saya duga bahwa Anda tidak menyuruh siapa-siapa. Tidak, tak ada
sesuatu yang tak beres."
Diletakkannya kembali alat penerima telepon itu, lalu berpaling pada Nyonya
Sutcliffe. "Tak ada yang tak beres dengan lampu-lampu di sini," katanya. "Dan kantor pun
tak menyuruh seorang montir listrik kemari."
"Lalu apa yang dilakukan laki-laki itu" Apakah dia seorang pencuri?"
"Mungkin saja."
77 Nyonya Sutcliffe cepat-cepat melihat ke dalam tasnya. "Dia tidak mengambil
sesuatu dari tas saya. Uang saya masih utuh."
"Yakinkah Anda, Nyonya Sutcliffe" Yakin benarkah Anda bahwa adik Anda tidak
Harimau Kemala Putih 14 Jodoh Rajawali 14 Rembulan Berdarah Badai Laut Selatan 6